Post on 06-Aug-2015
makalah kualitas pendidikan yang islami
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Memasuki abad XXI atau millennium ketiga ini dunia pendidikan di hadapkan
kepada berbagai masalah pelik yang apabila tidak segera diatasi secara
cepat,tidak mustahil dunia pendidikan akan ditinggal oleh zaman. Kesadaran
akan tampilnya dunia pendidikan dalam memecahkan dan merespon berbagai
tantangan baru yang timbul pada setiap zaman adalah suatu hal yang logis
bahkan suatu keharusan .Hal yang demikian dapat dimengerti mengingat dunia
pendidikan merupakan salah satu pranata yang terlibat langsung dalam
merpersiapkan masa depan umat manusia.
Pendidikan saat ini pada umumnya amat dipengaruhi oleh pandangan hidup
barat yang brcorak ateistik, sekularistik, materialistic, rasionalistik, empiris dan
skeptic. Sebagai akibat dari pandangan filosofis yang demikian itu, maka lulusan
dunia pendidikan saat ini cenderung berubah orientasi dan pola hidupnya kearah
yang bercorak materialistic, hedonistic, sekularistik, dan individualitik yang
gejala-gejalanya antara lain kurang menghargai nilai-nilai agama/pola hidup
yang permissive, yakni serba membolehkan apa saja, seperti pergaulan bebas,
hidup bersama tanpa nikah, menyalahgunakan obat-obat terlarang dan lain
sebagainya. Pandangan filosofis yang melandasi dunia pendidikan yang
demikian itu harus segera kita ganti dengan pandangan hidup islami yang
disesuaikan dengan nilia-nilai luhur budaya bangsa Indonesia.
B. Rumusan masalah
A. Apa yang dimaksud dengan Pengertian Pendidikan Islam?
B. Bagaimana pendidikan yang islami?
C. Apa-apa Metode pendidikan yang islami?
D. Tujuan penulisan
A. Mahasiswa mampu mengetahui Pengertian Pendidikan Islam
B. Mengetahui pendidikan yang islami
C. Memahami Metode pendidikan yang islami
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PENDIDIKAN ISLAM
Secara sederhana pendidikan islam dapat diartikan sebagai pendidikan yang
didasarkan pada nilai-nilai ajaran islam sebagaimana yang tercantu dalam al-
Quran dan al-hadist serta dalam pemikiran para ulama dan dalam praktek
sejarah umat islam.Berbagai komponen dalam pendidikan mulai dari
tujuan,kurikulum,guru,metode,pola hubungan guru murid,evaluasi,sarana
prasarana,lingkungan ,dan evaluasi pendidikan harus didasarkan pada nilai-
nilaiajaran islam.Jika berbagai komponen tersebut satu dan lainnya membentuk
suatu system yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran islam maka system
tersebut selanjutnya dapat disebut sebagai system pendidikan islam.
Dalam bidang social,islam mencita-citakan suatu masyarakat yang egaliter,yaitu
system social yang didasarkan atas kesetaraan dan kesedarajatan sebagai
makhluk tuhan.Atas dasar ini,kedudukan dan kehormatan manusia dihadapan
Tuhan dan manusia lainnya bukan didasarkan atas perbedaan suku
bangsa,golongan, bahasa,warna kulit,pangkat,keturunan,harta benda,tempat
tinggal,dan lain sebagainya melihat didasarkan atas ketakwaannya kepada
Tuhan dan dharma baktinya terhadap masalah-masalah kemanusiaan.
Sementara itu dalam bidang hubungan social antara ummat islam dan ummat
yang bragama lainnya.Islam mencita-citakan suatu keadaan masyarakat yang
didasarkan pada ukhuwah yang kokoh yakni ukhuwah islamiyah yang
memungkinkan terjadinya hubungn yang harmonis dan saling membantu antara
sesama manusia baik seagama maupun berbeda agama dan sesame makhluk
Tuhan lainnya.
Cuta-cita islam dalam berbagai bidang kehidupan yang demikian ideal itu,selain
itu harus disosialisasikan kepada masyarakat melalui jalur pendidikan juga
sekaligus harus menjadi dasar atau prinsip dalam penyelenggaraan pendidikan
islam.Dengan demikian posisi dan tugas pendidikan islam adalah
memasyarakatkan secara efektif dan efisisen cita-cita ajaran islam tersebut dan
dalam waktu yang bersamaan cita-cita tersebut menjadi dasar atau prinsip
penyelenggaraan pendidikan islam.
B. PRIORITAS KEGIATAN PENDIDIKAN ISLAM
Sejalan dengan cita-cita Islam yang menjadi dasar pendidikan Islam
sebagaimana disebutkan diatas maka prioritas kegiatan pendidikan islam harus
diarahkan untuk mencapai tujuan yaitu menghasilkan para lulusan yang memiliki
pandangan ajaran islam yang luas,menyeluruh dan holistic serta mampu
mengaplikasikannya sesuai dengan tingkat usia anak didik dan perkembangan
zaman.Untuk itu apa yang dikemukakan H.Bustanul Arifin,SH.,selaku Ketua
Badan Pendiri yayasan Anakku yang mengatakan : kami menginginkan sekolah
yang melahirkan kader pemimpin dan intelektual islam dengan wawasan
luas.tampak sejalan dengan cita-cita ajaran islam.Yaitu bahwa yang dimaksud
dengan wawasan luas disini adalah suatu wawasan yang melihat agama islam
sebagai pembawa misi kedamaian dan kesejahteraan dalam berbagai aspek bagi
seluruh umat manusia,tanpa membedakan latar belakang agama,suku bangsa
dan sebagainya.Dengan wawasan yang demikian itu,maka para siswa yang
dihasilkan perguruan ini adalah para siswa yang dapat berinteraksi dengan
siapapun yang membawa kepada nilai-nilai kebenaran dan kedamaian ,dan
berupaya mewujudkan nilai-nilai keislaman tersebut ditengah-tengah kehidupan.
Sejalan dengan pemikiran diatas,akan prioritas kegiatan pendidikan islam harus
diarahkan kepada empat hal sebagai berikut :
Pertama,pendidikan islam bukanlah hanya untuk mewariskan paham atau pola
keagamaan hasil internalisasi generasi tertentu kepada anak didik.Pendidikan
islam jangan memperlakukan anak didik sebagai konsumen dari sebuah paham
atau gugusan ilmu –ilmu tertentu, melainkan harus mampu memberikan fasilitas
yang memungkinkan dia menjadi produsen ilmu dan membentuk pemahaman
agama dalam dirinya yang kondusif dengan zaman.
Kedua,Pendidikan hendaknya menghindari kebiasaan menggunakan andaian-
andaian model yang idealisir yang seringkali membuat kita terjebak dalam
romantisme yang berlebih-lebihan.Hal itu,dalam manifestasinya seperti
kerinduan kita agar anak dapat mengulangi mengulangi pengalaman dan
pengetahuan yang pernah kita peroleh.
Ketiga,Bahan-bahan pengajaran agama hendaknya selalu mengintegrasikan
problematic empiric sekitarnya,agar anak didik memperoleh bentuk pemahaman
keagamaan yang bersifat parsial dan segmentatif.
Kelima,jika visi pendidikan agama seperti diutarakan diatas harus diterjemahkan
dalam ruang lingkup atau lingkungan pendidikan,sebaiknya hal-hal yang bersifat
menanamkan keharusan emosional keagamaan,berprilaku yang baik(akhlak),dan
memiliki sifat terpuji(muruah),mungkin lebih tepat ditekankan dalam program
pendidikan agama dilingkungan keluarga.
C. PELUANG PENDIDIKAN ISLAM UNTUK PERSIAPAN MASA DEPAN
Masa depan umat manusia diabad 21 atau millennium ketiga sangat ditentukan
oleh seberapa jauh ia mampu eksis secara fungsional ditengah-tengah
kehidupan global yang amat kompetitif.Dalam situasi tersebut,manusia yang
akan survive adalah yang dapat merubah tantangan menjadi peluang,dan dapat
mengisi peluang tersebut secara produktif.Sementara itu factor kepribadian atau
moralitas yang baik akan menjadi salah satu daya tarikdalam berkomunikasi
dengan sesame manusia.Masa depan membutuhkan manusia-manusia yang
kreatif,inovatif,dinamis,terbuka,bermoral baik,mandiri atau percaya
diri,menghargai waktu,mampu berkomunikasi dan memanfaatkan peluang serta
menjadikan orang lain sebagai mitra.
Hal ini mereka pertaruhkan harapannya pada lembaga-lembaga pendidikan
islam yang berkualitas yang cirri-ciri serta pendekatannya telah disebutkan
diatas.Untuk itu sekolah-sekolah unggulan yang bernuansa islami akan menjadi
alternative pilihan masyarakat dimasa depan.
D. STRATEGI PENINGKATAN KUALITAS DAN CARA MENGUKURNYA
Agar sekolah-sekolah unggulan yang bernuansa islam tatep bertahan dan
mampu merespon kebutuhan masyarakat setiap zaman,maka harus memiliki
strategi peningkatan kualitas dan pengukurannya yang efektif.Strategi tersebut
pada dasarnya tertumpu pada kemampuan memperbaiki dan merumuskan
visinya setiap zaman yang dituangkan dalam rumusan tujuan pendidikannya
yang jelas.Tujuan tersebut selanjutnya dirumuskan dalam program pendidikan
yang aplikable,metode dan pendekatan yang parsipatif,guru yang
berkualitas,lingkungan pendidikan yang konduktif,serta sarana dan prasarana
yang relevan dengan pencapai tujuan pendidikan.Inti dari strategi tersebut
bertolak dari pandangan terhadap pendidikan sebagai alat untuk membantu
atau menolong masyarakat agar eksis secara fungsional ditengah-tengah
masyarakat sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam.
Untuk mengukur berhasil tidaknya strategi tersebut dapat dilihat melalui
berbagai indicator sebagai berikut:
Secara akademik, lulusan pendidikan tersebut dapat melanjutkan kejenjang
pendidikan yang lebih tinggi.
Secara moral,lulusan tersebut dapat menunjukkan tanggung jawab dan
kepeduliannya kepada masyarakat sekitarnya.
Secara individual,lulusan pendidikan tersebut semakin meningkat
ketakwaannya,yaitu manusia yang melaksanakan segala perintah Allah dan
menjauhi larangan-Nya.
Secara social,lulusan pendidikan tersebut dapat berinteraksi dan bersosialisasi
dengan masyarakat sekitarnya,dan
Secara cultural,ia mampu menginterpretasikan ajaran agamanya sesuai
dengan lingkungan sosialnya.
Dengan kata lain,dimensi kognitif intelektual,afektif –emosional,dan
psikomotorik-praktis cultural dapat terbina secara seimbang.
E. PELAKSANAAN SEHARI-HARI LINGKUNGAN PIIPL
Dalam pelaksanaan sehari-hari dilingkungan PIIPL,lembaga pendidikan Al-Azhar
harus menentukan perkembangan dan tuntutan zaman.Visi,misi,tujuan yang
sudah dipilih lembaga pendidikan Al-Azhar sebagai mana dituangkan dalam buku
hijau saya nilai sudah tepat dan masih relevan untuk menjawab tantangan abad
ke-21 sebagaimana disinggung tadi.Namun visi,misi,,dan tujuan tersebut dalam
pelaksanaannya harus dibedakan tingkatannya sesuai dengan tingkat jenjang
pendidikannya.Untuk tingkat taman kanak-kanak dan sekolah dasar misalnya
lebih ditekankan pada contoh keteladanan dan praktek,pada tingkat sekolah
menengah pertama(SMP)selain melalui praktek juga sudah harus disertai dalil-
dalil al-quran dan hadist,dan pada tingkatan sekolah menengah
umum(SMU)ditambah lagi dengan dalil-dalil akal dan perbandingan.dan pada
tingkat perguruan tinggi ditambah lagi dengan pendalaman dan analisis.Dengan
demikian jika benar –benar ingin menghasilkan kader pemimpin danintelektual
islam dengan wawasan luas,sebaiknya lembaga pendidikan Al-Azhar membuka
program strata 1(S1),strata 2(S2),sampai dengan strata 3(S3) sambil melibatkan
mereka dalam pemecahan masalah dimasyarakat.
Ini harus diambil agar tidak menimbulkan kekacauan dalam arah yang akan
ditempuh serta tidak membingungkan para siswa.Para guru dan pengelola
pendidikan diminta bersiakap arif,berbesar jiwa,dan toleransi yang tinggi yaitu
sikap yang menganggap bahwa apa yang ditetapkan sebagai pilihan oleh
lembaga adalah memiliki kebenaran disamping kesalahan ,sebagai mana juga
sikap dan pandangan yang dimiliki secara individual oleh para guru atau
pengelola juga memiliki kebenaran dan kesalahan.
Hubungan Islam Dengan Masalah Pendidikan
Islam sebagai agama dan pandangan hidup yang diyakini mutlak kebenarannya
akan memberikan arah dan landasan etis serta moral pendidikan.Dalam kaitan
ini Malik Fajar mengatakan bahwa hubungan antara islam dan dengan
pendidikan bagikan dua sisi sekeping mata uang.Artinya,Islam dan pendidikan
mempunyai hubungan filosofis yang sangat mendasar baik secara
ontologism,epistimologis,maupun aksiologis.
F. CIRI-CIRI PENDIDIKAN YANG ISLAMI
Ciri khas yang membedakan antara pendidikan yang islami dan pendidikan yang
tidak islam telah dijelaskan diatas.Lebih jauh lagi berbagai komponen yang
terdapat dalam ajaran islam ini dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Dasar Pendidikan Yang Islami
Dalam struktur ajaran islam,tauhid merupakan hal yang amat fundamental dan
mendasari segala aspek kehidupan para penganutnya,tak terkecualinya aspek
pendidikan.Dalam kaitan ini seluruh pakar sependapat bahwa dasar pendidikan
islam adalah tauhid.Melalui dasar ini dapat dirumuskan hal-hal sebagai berikut:
Pertama,kesatuan kehidupan.Bagi manusia ini berarti bahwa kehidupan
duniawi menyatu dengan kehidupan ukhrawinya.Sukses atau kegagalan ukhrawi
ditentukan oleh amal duniawinya.
Kedua,kesatuan ilmu.Tidak ada pemisahan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-
ilmu umum,karena semuanya bersumber dari satu sumber yatu Allah Swt.
Ketiga,kesatuan iman dan rasio.Karena masing-masingdibutuhkan damn
masing-masing mempunyai wilayahnya sehingga harus saling melengkapi.
Keempat,kesatuan agama.Agama yang dibawa oleh para nabi,kesemuanya
bersumber dari Allah Swt.Prinsip-prinsip pokoknya menyangkut
akidah,syari’ah,dan akhlak tetap sama dari zaman dahulu sampai zaman
sekarang.
Kelima,kesatuan kepribadian manusia.Mereka semua diciptakan dari tanah dan
Ruh Ilahi.
Keenam,kesatuan individu dan masyarakat.Masing-masing harus saling
menunjang.
Dengan dasar tauhud ini,maka pendidikan yang dikembangkan oleh islam ini
tidak akan mengarah kepada kesatuan dengan Tuhan ,manusia,(masyarakat)dan
alam semesta.Wawasan tentang ketuhanan akan menumbuhkan
ideology,idealisme,cita-cita dan perjuangan.Wawasan tentang manusia akan
menumbuhkan
kearifan,kebijaksanaan,kebersamaan,demokrasi,egalitarian,menjunjung tinggi
nilai kemanusiaan dan sebaliknya menentang anarkisme dan kesewenang-
wenagan.
Sementara itu wawasan tentang alam akan melahirkan semangat dan sikap
ilmiah sehingga melahirkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta kesadaran
yang mendalam untuk melestarikannya,karena alam bukan semata-mata
sebagai obyek yang harus diexploitasi seenaknya melainkan sebagai mitra dan
sahabat yang ikut menentukan corak kehidupan.
Ketiga wawasan yang dibangun dari dasar tauhid tersebut diharapkan dapat
melahirkan kebudayaan yang berkualitas(amal shalih),sebagaimana yang
dikehendaki oleh hati nurani manusia.Bukan kebudayaan yang justru
menumbuhkan ketakutan,kekejaman,dan menurunkan derajat kemanusiaan.
I. Fungsi dan tujuan pendidikan yang islami
Sejalan dengan dasar pendidikan sebagaimana tersebut diatas,mak a fungsi
pendidikan yang islami harus berfungsi sebagai penyiapan kader-kader khalifah
dalam rangka membangun kerajaan dunia yang makmur,dinamis,harmonis,dan
lestari sebagaimana yang di isyaratkan oleh Allah.
Dengan demikian,pendidikan yang islami mengemban misi melahirkan manusia
yang tidak hanya memanfaatkan persediaan alam,tetapi juga manusia yang mau
bersyukur kepada yang membuat alam dan manusia,memperlakukan manusia
sebagai khalifah dan memprlakukan alam tidak hanya sebagai obyek penderita
semata tetapi juga sebagai komponen integral dari system kehidupan.
3. METODE PENDIDIKAN YANG ISLAMI
Berdasarkan pandangan terhadap manusia yang demikian itu,maka pendidikan
yang islam akan memperlakukan sasaran didiknya secara
adil,bijaksana,demokratis,sabar,pemaaf,dan seterusnya.Dengan pandangan
yang demikian ,maka pendidikan yang dialami akan menerapkan metode
pendidikan yang manusiawi,menyenangkan dan memenggairahkan anak
didik.Namun sayangnya kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa metode
pendidikan yang diterapakan oleh guru dikelas-kelas belum dapat
menumbuhkan bakat,potensi,dan gairah anak didik secara optimal.Hal ini
menunjukkan bahwa nilai-nilai islami yang seharusnya diterapkan dalam proses
belajar mengajarbelum terwujud sebagaimana yang diharapkan.
Dalam kaitan ini,dirasakan tentang perlunya dikembangkan wawasan emansi-
patoris dalam proses belajar mengajar.Sehingga bagi anak didik cukup
memperoleh kesempatan berpartisipasi dalam rangka memiliki kemampuan
metodologis untuk mempelajari materi atau subtansi ajaran islam.
4. KURIKULUM PENDIDIKAN YANG ISLAMI
Sebagaimana fungsi dan metode pendidikan yang islami tersebut diatas,maka
kurikulum pendidikan yang islami juga harus dirancang berdasarkan konsep
tauhid dalam hubungannya dengan pengembangan ilmu pengetahuan.Dengan
prinsip ini,maka berbagai pengetahuan yakni pengetahuan agama,pengetahuan
social, pengetahuan alam(sains),pengetahuan filsafat dan pengetahua khusus
yang langsung diperoleh manusia dari Tuhan melalui proses penyucian diri
(tazkiyah al-nafs),pada dasarnya adalah berasal dari Tuhan .Dengan dasar
ini,maka akan terjadi integrasi antara berbagai pengetahuan tersebut dan
seluruhnya diarahkan untuk semakin mendekatkan diri kepada Tuhan.
Peran Pendidikan Yang Islami Menghadapi Tantangan Masa Depan
Tidak ada kekhawatiran manusia yang paling puncak diabad mutakhir ini,kecuali
hancurnya rasa kemanusiaan manusia dan hilangnya semangat religious dalam
segala aktivitas kehidupan manusia.Pesatnya perkembangan sains dan
tekhnologi disatu sisi memang telah menghantarkan manusia untuk
meningkatkan kesejahteraan materialnya.Tetapi disisi lain,paradigm sains dan
tekhnologi modern dengan berbagai pendekatan non-metafisik dan netral etik
telah menyeret manusia pada kegersangan dan kebutaan dimensi-dimensi
spiritual.
Dalam pada itu terminology budaya sebagai manifestasi empiric dari interaksi
hidup manusia,baik dengan sesama maupun alam lingkungannya yang
seyogyanya didasarkan pada nilai-nilai normative ilahiyah,semakin lama
semakin tampak mengalami pergeseran yang sangat berarti.Nilai-nilai
altruistic(cinta kasih)segera akan kita lihat berganti menjadi nilai-nilai
individualistic.Hal ini akan memacu tumbuhnya kompetisi hidup yang amat
tajam.
Permasalahan kemanusiaan yang dihadapinpada masa depan tersebut dapat
diatasi melalui pelaksanaan pendidikan islam yang cirri-cirinya telah disebutkan
diatas,yaitu pendidikan yang merupakan manifestasi dari tugas kekhalifahan
umat manusia dimuka bumi yang didasarkan pada pandangan bahwa kesatuan
alam dan manusia sebagai totalitas ciptaan Allah dimana manusia diberi otoritas
relative untuk mendayagunakan alam dan tidak terlepas dari sifat ar
Rahman,dan ar Rahim Allah yang termasuk sifat keRubiyahan-Nya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut,dapat disimpulkan bahwa pendidikan yang islami
adalah pendidikan yang mendasarkan konsepsinya pada ajaran tauhid.Dengan
dasar ini,maka orientasi pendidikan islam diarahkan pada upaya mensucikan diri
dan memberikan penerangan jiwa sehingga setiap diri manusia mampu
meningkatkan dirinya dari tingkatan iman ketingkat ihsan yang melandasi
seluruh bentuk kerja kemanusiaannya(amal shalih).
Dengan demikian pendidikan yang islami tidak lain adalah upaya mengefektifkan
aplikasi nilai-nilai agama yang dapat menimbulkan transformasi nilai dan
pengetahuan secara utuh kepada manusia,masyarakat dan dunia pada
umumnya.Pendidikan yang islami sebagaimana diuraikan diatas akan tetap
diperlukan untuk mengatasi berbagai masalah kemanusiaan yang dihadapi pada
masyarakat modern saat ini dan masa mendatang.
B. Kritik dan Saran
Dengan adanya makalah ini kami mengharapkan adanya perubahan dalam
proses belajar mengajar dimana perubahan itu dapat sangat bermanfaat bagi
para pelajar. Dalam pembuatan makalah ini, tidak terlepas dari kesalahan-
kesalahan yang tidak kami sengaja maka olehnya itu, kritik maupun saran yang
bersifat membangun akan selalu kami nanti demi pembuatan makalah kami
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Prof Dr H.Abuddin Nata, M.A,”Manajemen pendidikan” Mengatasi Kelemahan
Pendidikan Islamdi Indonesia,(Jakarta,Kencana 2003) cet I
Jumbolati, Al,Ali, Perbandingan Pendidikan Islam, (ter) H. M. Arifin M.ed(Jakarta
Rineka cipta 1994) cet I
Sulaiman , Fathiyah Hasan, System Pendidikan Versi Alghozai (Bandung: Al-
Ma’arif 1986) cet X
Fadjar, a Malik. Reorentasi Pendidikan Islam (Jakarta. Gema Insana: Press, 1995)
cet I
Azra, azyumardi, Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu 1999) cet I
Meningkatkan Kualitas Pendidikan Islam,
DITULIS OLEH ARIES MUSNANDAR RABU, 16 NOVEMBER 2011 10:57
*) Aries Musnandar Dosen FEB UB Malang, Mhs PPs UIN Maliki Malang
Paling tidak terdapat empat hal yang perlu menjadi perhatian bersama guna meningkatkan kualitas pendidikan Islam di Indonesia, keempat hal tersebut sebagai berikut:
1. Peran Masyarakat dalam Peningkatan Kualitas Madrasah
Pada artikel tentang problematika pendidikan Islam telah dipaparkan sejumlah fenomena penyelenggaraan pendidikan Islam dengan berbagai problematika yang melingkupinya. Namun hal ini bukan tanpa peluang dan potensi yang memungkinkan penyelenggaraan pendidikan bisa lebih bermutu. Prof. Hargraves (dalam Tilaar, Kebijakan Pendidikan, 2009) menyatakan bahwa ilmu pendidikan mandeg dan tidak berkembang karena tidak mendapatkan input dari praktik pendidikan. Oleh sebab itulah ilmu pendidikan termasuk pendidikan Islam hanya berada pada tataran idealistik belaka tanpa teruji di lapangan. Dengan sendirinya banyak kebijakan pendidikan di Indonesia bukan ditentukan oleh data dan informasi di lapangan, tetapi berdasarkan subyektivitas karena menggunakan epistema-epistema ilmu lainnya yang tidak relevan dengan kebutuhan peserta didik.
Sejarah berdirinya madrasah seperti diketahui adalah lembaga pendidikan yang lahir dari masyarakat. Inisiatif dan kemandirian disatu pihak, kebersamaan dan partisipasi masyarakat dilain pihak merupakan ciri khas munculnya madrasah. Pengakuan pemerintah atas munculnya madrasah diejawantahkan dengan menegerikan madrasah. Sebenarnya dengan masuknya Pemerintah sebagai "pemilik" madrasah negeri justeru dapat "mengekang" prakarsa dan keterlibatan masyarakat. Madrasah yang pada awalnya lahir didasarkan pada kepemilikan lingkungan di "akuisisi" pemerintah. Sesuatu yang muncul atas prakarsa masyarakat (community based education) tidak perlu diambil alih Pemerintah. Hal ini sejalan dengan pandangan Tilaar dalam "Membenahi Pendidikan Nasional" (2009) bahwa pola manajemen tunggal dengan menegerikan madrasah terkesan hanya berdasar gengsi dan keinginan memperoleh subsidi semata. Sebaiknya, manajemen tunggal diganti menjadi pola sembiotik yakni mengakui adanya pendidikan Islam yang dikelola masyarakat, punya hak hidup dan saling kerjasama, disisi lain harus ada otonomi pendidikan (school based management). Sesuai dengan jiwa desentralisasi yang menyerap aspirasi dan partisipasai masyarakat dalam pengembangan dan peningkatan kualitas pendidikan, masyarakat dituntut untuk memiliki kepedulian yang tinggi memperhatikan lembaga pendidikan yang berada di lingkungan setempat. Hal ini dapat menumbuhkan sikap kepemilikan yang tinggi dengan memberikan kontribusi baik dalam bidang material, kontrol manajemen, pembinaan, serta bentuk partisipasi lain dalam rangka meningkatkan eksistensi
madrasah yang selanjutnya menjadi kebanggaan lingkungan setempat melalui peningkatan kualitas penyelenggaraannya.
2. Penguatan Kompetensi Kepala Sekolah/Madrasah dan Guru
Pentingnya setiap lembaga pendidikan memiliki guru dan kepala sekolah yang berkualitas seharusnya sudah menjadi kesadaran kita bersama. Jika tujuan sistem pendidikan yang dirancang dan diarahkan untuk menciptakan siswa (lulusan) yang berkualitas dan berprestasi tinggi (higher student achievement), kita dengan dibantu data pendidikan tersedia seharusnya sudah dapat mengidentifikasi unsur-unsur yang mampu mendukung/menopang pencapaian tujuan tersebut. Perdebatan di kalangan masyarakat yang peduli pendidikan tentang pentingnya guru yang efektif dalam menopang pencapaian tujuan pendidikan sudah lama berlangsung, dan bahkan sejumlah penelitian juga sudah banyak yang mengungkapkan tentang pengaruh guru berkualitas terhadap keberhasilan pembelajaran siswa. Hanushek (1992), misalnya, menemukan, "That students whose teachers are at the top of the effectiveness range achieve as much as an additional year of growth in student learning over those with teachers near the bottom of the range - a gain of 1.5 years of academic growth as opposed to 0.5 years of growth in a single year." Meskipun banyak hasil studi yang mengungkapkan peran sentral guru dalam menunjang pencapaian tujuan pendidikan (educational attainment), perhatian para petinggi/pengelola kebijakan pendidikan pada tingkat pusat dan daerah terhadap pembangunan kapasitas guru masih setengah hati. Oleh karena itu, pemerintah sudah harus punya kebijakan tentang guru dan kepala sekolah yang lebih komprehensif, jelas (clear), dan terukur ke depan. Killion (2010) mengemukakan, "If there are strong policies in place that set clear expectations, then there will be improved practice.
Standar kompetensi guru terdiri dari kompetensi pedagogik, kepribadian, professional dan sosial. Dalam disiplin ilmu psikologi kompetensi kepribadian dan sosial termasuk dalam kategori kompetensi emosional. Kompetensi emosional mengarah pada kecakapan antar individu (personal skills) dan kecakapan sosial (social skills) yang dapat mendukung kearah unjuk kerja terbaik. Kecerdasan emosional adalah "engine" dari kompetensi emosional yang membuat individu mampu mengenali secara akurat perasaan orang lain guna mengembangkan kecakapan mempengaruhi (influence) dan berprestasi (Achievement drive). Oleh karena itu untuk memprediksi unjuk kerja individu kita perlu mengenal dan mengukur kompetensi emosional yang merupakan fondasi dari kompetensi sosial, kepribadian termasuk soft skills.
3. Peningkatan Soft Skills Kepala Sekolah/Madrasah dan Guru
Penemuan/penelitian Daniel Goleman menghasilkan sebuah teori Emotional Intelligenceatau kecerdasan emosional yang dikaitkan dengan keberhasilan unjuk kerja individu (Daniel Goleman, 1995, 1998, 2000). Penelitian berkaitan dengan sejumlah penelitian sebelumnya dan
merupakan kelanjutan penelitian yang dilakukan oleh Bar-On, Mayer. Salovey & Carusso (Aries, 2006). Konsep kecerdasan emosional diwujud nyatakan dalam bentuk kompetensi emosional yang merupakan "engine" bagi pengembangan program-program pelatihan bersifat soft skills (SS). Kepiawaian seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain di tempat kerja di ejahwantahkan dalam bentuk kerjasama yang efektif dan produktif. Sebagai kepala sekolah dan guru kepiawaian berinteraksi sangat penting, oleh karena itu pengembangan tenaga pendidikan kedepannya mesti mengkaitkan programnya dengan hal ini.
Kecakapan pendukung atau SS tidak semata-mata berwujud kemampuan berkomunikasi secara langsung (verbal dan non verbal) dengan orang lain, namun juga berupa kemampuan menampilkan diri secara maksimal yang kemudian dapat "menular" kepada rekan sejawat, serta memberi kesan positif kepada orang lain yang berinteraksi kerja dengannya. Bahkan kekuatan SS niscaya bisa diperluas tidak hanya bermanfaat untuk dunia usaha, tetapi juga bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara termasuk di dalam mengelola dan menjalankan roda pemerintahan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa beragam pekerjaan yang berhubungan dengan orang lain sesungguhnya membutuhkan keterlibatan SS (T. Raka Joni, 2005: The Hard Case 4 Soft Skills Penguasaan SS ini paling tidak dapat dilihat dari kepiawaian seseorang menangani pekerjaan yang mengandung tiga unsur kecakapan. Penampilan yang terlihat dari unsur pertama yakni: senantiasa melakukan prakarsa (initiative), berkemauan keras untuk meraih prestasi (achievement drive), dan mudah untuk beradaptasi (adaptability). Semakin kuat tampilan ketiga unsur kecakapan tersebut dimiliki utuh oleh seseorang, semakin besar pula porsi keberhasilan unjuk kerjanya. Memang tuntutan terhadap penguasaan SS berbeda-beda bergantung pada jenis dan lingkungan pekerjaannya. Namun, tentunya hampir semua pekerjaan dan tugas-tugas yang berhubungan dengan orang banyak sangat membutuhkan kehadiran SS. Berbagai jabatan mulai dari guru, kepala sekolah, dosen, kepala daerah, wakil rakyat, menteri hingga presiden sekalipun adalah jabatan yang memiliki tuntutan penguasaan softskills yang tinggi. SS juga penting bagi siswa, mahasiswa.
4. Penilaian Baku Kinerja Kepala Sekolah/Madrasah dan Guru
Hal lain adalah sistem penilaian unjuk kerja (performance appraisal system) untuk guru dan kepala sekolah perlu diberlakukan dengan kaidah SMART (sepesific, measurable, achieveable dan time bounded). Kepiawaian guru dalam mengelola kelas dan kepala sekolah dalam mengelola sumber-sumber daya pendiidkan baru dapat dikatakan sukses apabila KPI atau indikator unjuk kerja kunci tersusun secara SMART. jelas, transparan, terbuka dan fair. Tiadanya alat dan tolok ukur yang pasti dan disepakati bersama atas keberhasilan unjuk kerja (KPI= Key Performance Indicator) membuat kesimpangsiuran atas tepat tidaknya proses (the how) dan hasil (the what) unjuk kerja guru dan kepala sekolah. Sasaran kerja dibuat bersama diawal tahun ajaran akademik
oleh pengawas (Atasan langsung). Contoh sasaran pencapaian yakni peningkatan penguasaan materi pelajaran (content knowledge) bahasa Inggris para guru madrasah dengan menggunakan TOEIC (test of english for international communication) dari semula dibawah skor 245 (setara elementary) menjadi diatas skor 245 (intermediate). Sasaran dibuat secara individu dan terdiri dari sejulah sasaran tujuan yang dispekati bersama.
Penilaian kinerja semacam ini akan mengukur dan menilai tingkat keberhasilan kegiatan guru/kepala sekolah tidak hanya dari sisi hasil (the what) tetapi juga cara (the how) memperoleh hasil yang diperoleh, dibuat di lembaran-lembaran terpisah (what & how). Proses dalam mencapai tujuan yang ditetapkan berkaitan dengan nilai-nilai etika dan moralitas sebagai tenaga pendidikan dalam meraih sasaran tujuan. Melalui sistem penilaian unjuk kerja guru dan kepala sekolah paling tidak kita akan mampu menilai seoramg guru atau kepala sekolah itu efektif, berhasil atau tidak, dapat diterima secara lebih obyektif, karena memiliki patokan yang disepakati bersama. Dengan demikian diharapkan guru/kepala sekolah akan bekerja keras berdasarkan acuan sistem penilaian unjuk kerja yang baku. Dengan begitu kerja guru dan kepala sekolah akan lebih terpantau dengan baik.
Kepala sekolah dan jajarannya dituntut untuk bekerja dengan "smart" melalui sasaran yang telah disepakati. Kepala sekolah sukses adalah ia yang mampu merubah potensi sumber daya yang dimiliki sekolah/madrasah menjadikannya sebagai suatu kenyataan agar tercapai tujuan yang ditetapkan bersama. Setiap individu pemangku kepentingan di sekolah/madrasah akan mengacu pada pemberlakuan penilaian kinerja yang memiliki sasaran SMART terbuka, jelas dan transparan. Melalui sistem penilaian seperti ini subyektivitas dapat diminimalkan.
KESIMPULAN
KدMغO MفQسWW مTاقMدTمMتQ ل MنظWرQ ن Qت TقWوا اللهM وMل Wوا ات TذOينM ءMامMن kهMا ال يM Mاأ ي
MونWلMمQعM OمMا ت OيرWW ب ب Mخ Mالله TنO TقWوا اللهM إ وMات
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan (Al Qur'an Surat Al Hasyr: 18).
Kandungan hikmah dan makna yang dapat kita peroleh dari ayat 18 Surat Al Hasyr itu agar umat Islam sebagai kaum yanmg beriman sungguh-sungguh meningkatkan kualitas karya dan kerjanya dalam mengisi kehidupan di dunia ini. Dari waktu-ke waktu unjuk kerja umat Islam mesti semakin baik dengan terus meningkatkan nilai takwa kepa sang Pencipta Allah SWT. Apa yang kita kerjakan bahkan sekecil apapun Allah akan mengetahuinya dan apabila kerja dan karya kita diyakini sebagai bentuk
amal ibadah niscaya akan sangat bermanfaat bagi upaya meraih kebahagiaan di akherat kelak.Islam mengajarkan kita sebagai umat beriman untuk melaksanakan kehidupan yang di anugerahkan Allah ini dengan penuh kredibilitas dan tangguing jawab. Setiap pekerjaan yang dilakukan di dunia ini semestinya mengandung unsur-unsur kebajikan yang bermanfaat tidak hanya bagi diri kita sendiri tetapi juga bagi manusia dan lingkungannya. Salah satu kegiatan kebajikan yang memiliki nilai-nilai kebajikan luhur itu adalah penyelenggaraan pendidikan.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukandirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (Pasal 1 UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003). Untaian kata-kata dalam definisi pendidikan yang dicatumkan dalam UU RI ini cukup mengindikasikan peran serta umat Islam dalam menformulasikan makna dari pendidikan itu di Negara kita ini. Sehingga, jika mengacu pada pengertian pendidikan diatas, maka semestinya pendidikan diselenggarakan dengan memerhatikan nilai-nilai keagamaan yang diejawanthkan dalam perilaku akhlak yang mulia.
Akhirnya, ikhtisar yang dapat disusun dari ulasan pada makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Pendidikan Islam diarahkan pada sikap dan tingkah laku individu dengan menanamkan nilai-nilai Islam dalam proses pertumbuhannya menuju terbentuknya kepribadian yang berakhlak mulia, Dimana akhlak yang mulia adalah merupakan hasil pelaksanaan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Oleh sebab itu individu yang memiliki akhlak mulia menjadi sangat penting keberadaannya sebagai cerminan dari terlaksananya pendidikan Islam.2. Sumbangsih dunia Islam terhadap perkembangan ilmu pengetahuan tidak diragukan lagi3. Kelemahan dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah umum akut dan faktual Fenomena keterbatasan penyelenggaraan pendidikan Islam bersifat filosofis dan teknis praktis metodologis yang saling kait mengkait. Contoh persoalan dikotomi yang masih merebak. Secara praksis misalnya adalah alokasi waktu yang kurang memadai dan isi kurikulum yang terlalu syarat. Di samping itu, sarana dan lingkungan sekolah sering tidak menunjang pelaksanaan pendidikan agama. 4. Program-program pengembangan profesionalisme dan penguatan kompetensi guru dan kepala sekolah perlu terus menerus di disain dan dikembangkan dengan menaruh perhatian tidak hanya metode dan penguasaan materi ajar tetapi dilengkapi program pengembangan kecerdasan emosional para tenaga pendidikan tersebut. Softskills sebagai kecakapan penting bagi kesuksesan unjuk kerja guru, kepala sekolah bahkan juga bagi siswa/mahasiswa perlu didisain dan ditumbuh
kembangkan secara sistemik dan terarah dalam program-program pengembangannya5. Kebijakan Pemerintah kerapkali tidak sejalan dengan berbagai konsep dan teori kebijakan pendidikan itu sendiri. Menegerikan madrasah merupakan contoh mementahkan konsep pendekatan pola manajemen sembiotik menjadi pola manajemen tunggal. Padahal, madrasah lahir dari prakarsa dan peran serta masyarakat sebagai pemangku kepentingan. 6. Sistem penilaian kinerja guru dan kepala sekolah/madrasah (tenaga pendidikan) perlu dibakukan dengan mengikuti kaidah SMART yang jelas, transparan, terbuka dan fair.7. Pengelolaan dana pendidikan yang senantiasa mengacu pada cost effectiveness dan sinergi antara efektivitas dan efisiensi perlu terus ditnama-suburkan dilingkung sekolah sebagaimana juga dalam upaya mengubah paradigma komersialisasi di dunia pendidikan menuju entrepreneurial characters perlu diejawantahkan secara nyata didudkung SS.
Lihat Samsir Alam, artikel Guru dan Kualitas Pembelajaran Siswa, Media Indonesia, edisi 1 November 2010
Lihat Aries Musnandar (2006) Proposal Disertasi Psikologi Pendidikan, PPs Universitas Negeri Malang
Lihat Aries Musnandar, Kembangkan Softskills Cetak Prestasi, Rubrik Opini, Bisnis Indonesia, edisi 14 Maret 2010.
Lihat lebih jauh pada Aries Musnandar (2010), Perlunya Pembakuan Penilaian Kinerja Presiden, Rubrik Opini, Bisnis Indonesia, edisi 12-12-2010
Pengertian Kualitas Pendidikan
Arti dasar dari kata kualitas menurut Dahlan Al-Barry dalam Kamus Modern
Bahasa Indonesia adalah “kualitet”: “mutu”; baik buruknya barang” [1] seperti
halnya yang dikutip oleh Quraish Shihab yang mengartikan kualitas sebagai
tingkat baik buruk sesuatu atau mutu sesuatu.[2]
Sedangkan kalau diperhatikan secara etimologi, mutu atau kualitas diartikan
dengan kenaikan tingkatan menuju suatu perbaikan atau kemapanan. Sebab
kualitas mengandung makna bobot atau tinggi rendahnya sesuatu. Jadi dalam
hal ini kualitas pendidikan adalah pelaksanaan pendidikan disuatu lembaga,
sampai dimana pendidikan di lembaga tersebut telah mencapai suatu
keberhasilan.[3]
Menurut Supranta kualitas adalah sebuah kata yang bagi penyedia jasa
merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan baik.[4] Sebagaimana yang
telah dipaparkan oleh Guets dan Davis dalam bukunya Tjiptono menyatakan
kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,
jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
[5]
Begitupula orang seringkali berbicara tentang kualitas pendidikan, tetapi yang
sebenarnya adalah masih dirasakan kurang jelas pengertian soal itu. Kualitas
atau mutu (produk) adalah sesuatu yang dibuat secara sempurna tanpa kecuali.
Produk yang bermutu memiliki nilai dan prestise bagi pemiliknya. Mutu
bersinonim dengan kualitas tinggi atau kualitas puncak. Kualitas ini dapat
diberikan pada suatu produk atau layanan yang memilki spesifikasi tertentu.[6]
Kualitas pendidikan menurut Ace Suryadi dan H.A.R Tilaar merupakan
kemampuan lembaga pendidikan dalam mendayagunakan sumber-sumber
pendidikan untuk meningkatkan kemampuan belajar seoptimal mungkin.[7]
Di dalam konteks pendidikan, pengertian kualitas atau mutu dalam hal ini
mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan.
Dari konteks “proses” pendidikan yang berkualitas terlibat berbagai input
(seperti bahan ajar: kognitif, afektif dan, psikomotorik), metodologi (yang
bervariasi sesuai dengan kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan
administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan
suasana yang kondusif.
Dengan adanya manajemen sekolah, dukungan kelas berfungsi mensingkronkan
berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam interaksi
(proses) belajar mengajar, baik antara guru, siswa dan sarana pendukung di
kelas atau di luar kelas, baik dalam konteks kurikuler maupun ekstra-kurikuler,
baik dalam lingkungan substansi yang akademis maupun yang non akademis
dalam suasana yang mendukung proses belajar pembelajaran.
Kualitas dalam konteks “hasil” pendidikan mengacu pada hasil atau prestasi
yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir
cawu, akhir tahun, 2 tahun atau 5 tahun, bahkan 10 tahun). Prestasi yang
dicapai atau hasil pendidikan (student achievement) dapat berupa hasil test
kemampuan akademis, misalnya ulangan umum, EBTA atau UAN. Dapat pula
prestasi dibidang lain seperti di suatu cabang olah raga, seni atau keterampilan
tambahan tertentu. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak
dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, saling
menghormati, kebersihan dan sebagainya. [8]
Selain itu kualitas pendidikan merupakan kemampuan sistem pendidikan dasar,
baik dari segi pengelolaan maupun dari segi proses pendidikan, yang diarahkan
secara efektif untuk meningkatkan nilai tambah dan factor-faktor input agar
menghasilkan output yang setinggi-tingginya.
Jadi pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang dapat menghasilkan
lulusan yang memiliki kemampuan dasar untuk belajar, sehingga dapat
mengikuti bahkan menjadi pelopor dalam pembaharuan dan perubahan dengan
cara memberdayakan sumber-sumber pendidikan secara optimal melalui
pembelajaran yang baik dan kondusif.
Pendidikan atau sekolah yang berkualitas disebut juga sekolah yang berprestasi,
sekolah yang baik atau sekolah yang sukses, sekolah yang efektif dan sekolah
yang unggul.
Sekolah yang unggul dan bermutu itu adalah sekolah yang mampu bersaing
dengan siswa di luar sekolah. Juga memiliki akar budaya serta nilai-nilai etika
moral (akhlak) yang baik dan kuat.[9] Pendidikan yang berkualitas adalah
pendidikan yang mampu menjawab berbagai tantangan dan permasalahan yang
akan dihadapi sekarang dan masa yang akandatang.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa kualitas atau mutu pendidikan adalah
kemampuan lembaga dan sistem pendidikan dalam memberdayakan sumber-
sumber pendidikan untuk meningkatkan kualitas yang sesuai dengan harapan
atau tujuan pendidikan melalui proses pendidikan yang efektif.
Pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang dapat menghasilkan lulusan
yang berkualitas, yaitu lulusan yang memilki prestasi akademik dan non-
akademik yang mampu menjadi pelopor pembaruan dan perubahan sehingga
mampu menjawab berbagai tantangan dan permasalahan yang dihadapinya,
baik di masa sekarang atau di masa yang akan datang (harapan bangsa).