Post on 23-Jul-2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara dengan tingkat keragaman tinggi yang tersebar di berbagai
area geografis yang unik. Adanya kepercayaan dan kebudayaan yang banyak membuat
penanganan masalah pada setiap daerah haruslah berbeda. Menyesuaikan dengan
karakterisitik daerah tersebut. Kenyataan ini berbeda dari peraturan yang pernah berlaku
untuk puskesmas di Indonesia. Peraturan yang juga disebut sebagai paradigma lama
puskesmas.Beberapa hal yang melekat pada paradigma
paradigma lama itu adalah, sentralisasi, pembangunan yang terbatas, pengobatan yang hanya
bersifat kuratif, hukum kebutuhan dan permintaan, dan sangat kental dengan unsur
birokrasinya. Ketidakluwesan yang ada di puskesmas ini lama kelamaan membuat fungsi
puskesmas yang sebenarnya menjadi samar dan bahkan nyaris terlupa.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa definisi dari desentralisasi pembangunan kesehatan ?
2. Bagaimana sistem desentralisasi pembangunan kesehatan ?
3. Bagaimana peran serta Masyarakat dalam mendukung kebijakan desentralisasi
pembangunan kesehatan ?
4. Bagaimana dampak desentralisasi ?
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Untuk menginformasikan kepada para pembaca mengenai definisi desentralisasi
pembangunan kesehatan.
2. Untuk menjelaskan dan menginformasikan mengenai sistem desentralisasi
pembangunan kesehatan di Indonesia.
3. Untuk menjelaskan bagaimana peran serta masyarakat dalam kebijakan desentralisasi
kesehatan.
4. Untuk memberitahu dan menjelaskan dampak dari desentralisasi pembangunan
kesehatan.
1.4 Manfaat
Bagi pembaca :
1. Menambah pengetahuan pembaca mengenai desentralisasi pembangunan kesehatan.
2. Memperluas dan memperdalam ilmu yang dimiliki para pembaca mengenai
desentralisasi pembangunan kesehatan.
3. Sebagai reverensi penulisan karya ilmiah atau makalah yang berhubungan dengan
desentralisasi pembangunan kesehatan.
Bagi penulis :
1. Membagi pengetahuan mengenai desentralisasi pembangunan kesehatan.
2. Memberikan informasi, serta dapat mengasah kemampuan dan pemahaman dalam
penyusunan makalah serta pengetahuan tentang desentralisasi kesehatan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menjelaskan bahwa Desentralisasi
adalah penyerahan wewenang/transfer wewengang dari pemerintah pusat baik kepada
pejabat-pejabat pemerintah pusat di Daerah yang disebut Dekonsentrasi maupun kepada
badan-badan otonom daerah yang sering disebut Devolusi. Selanjutnya PBB menjelaskan
bahwa dua prinsip dari penyerahan wewenang dan fungsi pemerintah adalah pertama
;Deconsentrasi area offices of administration (perangkat wilayah yang berada di daerah)
dan kedua, Devolusi dimana sebagian kekuasaan pemerintah diserahkan kepada badan-badan
politik di daerah yang diikuti dengan penyerahan kekuasaa/kewenangan sepenuhnya untuk
mengambil keputusan baik secara politis maupun adminstratif.
Dikatakan oleh Bryant bahwa konsekuensi dari penyerahan wewenang dalam
pengambilan keputusan dan pengawasan kepada badan-badan otonomi adalah untuk
memberdayakan kemampuan lokal (empowerment local capasity). Wewenang dan sumber
daya yang diberikan berkaitan erat satu sama lainnya. Apabila badan-badan lokal diserahi
tanggung jawab dan sumber daya, maka kemampuan untuk mengembangkan otoritasnya akan
meningkat. Sebaliknya, jika pemerintah lokal hanya ditugaskan untuk mengikuti kebijkan
pusat maka partisipasi para elit dan warganya akan rendah. Dengan demikian maka
kekuasaan pada tingkat pusat tidak akan berkurang bahkan akan memperoleh respek dan
kepercayaan dari tingkat lokal yang pada akhirnya akan meningkatkan pengaruh dan
legitimasinya.
Sedangkan para ahli Indonesia, seperti R. Trsna, Koesoemaatmadja, Amrah
Moeslimin, The Liang Gie dan sebagainya termasuk dalam aliran Kontinental.
Menurut R. Tresna desentralisasi dapat dibedakan kedalam :
1. Desentralisasi Jabatan (dekonsentrasi), adalah pemberian atau pemasrahan kekuasaan
dari atas ke bawah dalam rangka kepegawaian, guna kelancaran pekerjaan semata-mata.
2 .Desentralisasi Ketatanegaraan, merupakan pemberian kekuasaan untuk mengatur bagi
daerah di dalam lingkungannya guna mewujudkan azas demokrasi dalam pemerintahan
negara. Desentralisasi ketatanegaraan ini dibagi menjadi : Desentralisasi teritorial dan
desentralisasi fungsional.
Sementara itu Koesoemaatmadja, Desentralisasi adalah sistem untuk mewujudkan
demokrasi yang memberikan kesempatan kepada rakyat untuk ikutserta dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Desentralisasi menurutnya dapat
dibedakan menjadi : dekonsentrasi dan desentralisasi ketatanegaraan atau desentralisasi
politik, yaitu : pelimpahan kekuasaan perundang-undangan dan pemerintahan kepada daerah-
daerah otonom di dalam lingkungannya. Dalam Desentralisasi politik/ketatanegaraan ini
masyarakat dilibatkan dalam penyelenggaraan pemerintahan melalui saluran-saluran
perwakilan. Desentralisasi politik/ketatanegaraan ini dibagi lagi menjadi (1) desentralisasi
teritorial, yaitu : pelimpahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus rumahtangga daerah
masing-masing; (2)Desentarlisasi fungsional, yaitu pelimpahan kekuasaan untuk mengatur
dan mengurus sesuatu atau beberapa kepentingan tertentu.
Ahli lainnya adalah Amrah Moeslim yang tidak memasukkan dekonsentrasi sebagai
salah satu jenis desentralisasi. Menurut Meoslim, desentralisasi dibedakan dalam tiga jenis,
yaitu :
1. Desentralisasi Politik, yaitu : pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat yang
menimbulkan hak mengatur dan mengurus kepentingan rumahtangga sendiri bagi
badan politik di daerah-daerah yang dipilih oleh rakyat daerah.
2. Desentralisasi Fungsional, yaitu : pemberian hak kepada golongan-golongan
tertentu untuk mengurus satu macam atau segolongan kepentingan tertentu dalam
masyarakat baik terikat ataupun tidak.
3. Desentralisasi Kebudayaan adalah pemberian hak kepada golongan minoritas dalam
masyarakat untuk menyelenggarakan kebudayaan sendiri (pendidikan, agama dll).
Menurut pendapat The Liang Gie Desentralisasi adalah pelimpahan wewenang dari
pemerintah pusat kepada satuan-satuan organisasi pemerintahan untuk menyelenggarakan
segenap kepentingan setempat dari sekelompok penduduk yang mendiami suatu
wilayah.Sementara itu menurut UU No 5 Tahun 1974 tentang, Desentralisasi adalah
penyerahan urusan pemerintah dari pemerintah atau Daerah tingkat atasnya kepada
Daerah, menjadi urusan rumah tangganya. Sedangkan menurut UU Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah, Desentralisasi adalah : penyerahan wewenang pemerintah
oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Dari berbagai definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Desentralisasi pada
dasarnya adalah : suatu proses transfer/penyerahan sebagian wewenang dan tanggungjawab
dari urusan yang semula adalah urusan pemerintah pusat kepada badan-badan atau lembaga-
lembaga Pemerintah Daerah agar menjadi urusan rumahtangganya sehingga urusan-urusan
tersebut beralih kepada Daerah dan menjadi wewenang dan tanggungjawab Pemerintah
Daerah.
Dengan pengertian tersebut, maka setidaknya ada empat kegiatan dalam
desentralisasi menurut Koiruddin (2005); yaitu:
1. Dekonsentrasi wewenang administrasi
Dekonsentralisasi berupa pergeseran volume pekerjaan dari departemen pusat pada
perwakilannya yang ada di daerah tanpa adanya penyerahan atau pelimpahan kewenangan
untuk mengambil keputusan atau keleluasaan untuk membuat keputusan.
2. Delegasi kepada oenguasa otorita
Delegasi adalah pelimpahan pengambilan keputusan dan kewewenangan manajerial
untuk melakukan tugas-tugas khusus kepada suatu organisasi yang secara langsung
berada dibawah pengawasan pusat.
3. Devolusi kepada pemerintah daerah
Devolusi adalah kondisi dimana pemerintah pusat membentuk unit-unit pemerintahan
diluar pemerintah pusat dengan menyerahkan sebagian fungsi-fungsi tertentu kepada
unit-unit itu untuk dilaksanakan secara mandiri. Devolusi adalah bentuk desentralisasi
yang lebih ekstensif untuk merujuk pada situasi dimana pemerintah pusat mentransfer
kewenangan kepada pemerintah daerah dalam hal pengambilan keputusan, keuangan dan
manajemen.
4. Pemindahan fungsi dari pemerintah kepada swasta
Yang disebut sebagai pemindahan fungsi dari pemerintahan kepada swasta atau
privatisasi adalah penyerahan beberapa otoritas dalam perencanaan dan tanggung jawab
administrasi tertentu kepada organisasi swasta.
2.2 Sistem Desentralisasi Pembangunan Kesehatan
Desentralisasi kesehatan di Indonesia secara lebih jelas dilaksanakan setelah
dikeluarkannya UU No. 22 tahun 1999, PP No. 25 tahun 2000, sertaSE Menkes No.
1107/Menkes/E/VII/2000. UU No. 22 tahun 1999 pasal 1 ayat h menyebutkan “otonomi
daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat (termasuk bidang kesehatan), menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Menurut aturan perundang-undangan dan dalam prakteknya, desentralisasi bidang
kesehatan yang ada di indonesia menganut semua jenis desentralisasi (dekonsentrasi,
devolusi, delegasi dan privatisasi). Hal ini terlihat dari masih adanya kewenangan
pemerintah pusat yang didekontrasikan di daerah propinsi melalui Dinas Kesehatan Provinsi.
Selain itu, berdasarkan SE Menkes/E/VII/2000 disebutkan beberapa tugas yang mungkin
tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota dapat diserahkan ke tingkat yang
lebih tinggi. Upaya privatisasi pelayanan kesehatan dan perusahaan pendukung pelayanan
kesehatan juga sedang giat dilakukan. Kandungan makna substansial dari desentralisasi
adalah bagaimana menyejahterakan dan menciptakan keadilan bagi kehidupan masyarakat di
daerah (Tagela, 2001). Selanjutnya, Simangunsong (2001). Mengatakan bahwainti dari
pelaksanaan otonomi daerah adalah terdapatnya keluesan pemerintah daerah untuk
melaksanakan pemerintahan sendiri atas prakarsa, kreativitas, dan peran serta masyarakat
dalam mengembangkan dan memajukan daerahnya.
Dalam bidang kesehatan, implikasi desentralisasi pembangunan kesehatan, antara
lain, adalah sebagai berikut;
1. Terwujudya pembangunan kesehatan yang demokratis yang berdasarkan atas aspirasi
masyarakat
2. Pemerataan pembangunan dan pelayanan kesehatan
3. Optimalisasi potensi pembanmgunankesehatan di daerah yang selama ini belum tergarap,
4 Memacu sikap inisiatif dan kreatif aparatur pemerintah daerah yang selama ini hanya
mengacu pada petunjuk atasan
5. Menumbuhkembangkan pola kemandirian pelayanan kesehatan (termasuk pembiayaan
kesehatan) tanpa mengabaikan peran serta sector lain.
Kesemuanya ini bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah.
Hakikat dari pembangunan adalah peningkatan kesejahteraan, pengakuan martabat, dan
peningkatan serta apresiasi terhadap harga diri masyarakat. Kebijakan desentralisasi
pembangunan kesehatan seyoganya dimaksudkan untuk peningkatan derajat kesehatan
masyarakat secara merata diseluruh Indonesia. Dengan adanya kebijakan desentralisasi
maka terdapat keluwesan pemerintah daerah untuk melaksanakan pemerintah sendiri atas
prakarsa, kreativitas, dan peran serta masyarakat dalam mengembangkan dan memajukan
kesehatan di daerahnya. Implikasi dari kebijakan tersebut adalah daerah kabupaten/kota
(pemerintah,DPRD, dan masyarakat) harus merencanakan dan merumuskan sendiri program
pembangunan kesehatan di daerahnya tanpa harus menunggu kebijakan dari atas.
Program pembangunan kesehatan harus bersifat bottom-up, yaitu berdasarkan
aspirasi dari bawah. Hal ini tidak mudah, karena selama ini daerah sudah terbiasa dengan
kebijakan pembangunan yang top-down tanpa memperhatikan aspirasi masyarakat. Di satu
sisi, pihak pemerintah daerah (Dinas Kesehatan) tidak terbisa merencanakan dan menyusun
program pembangunan daerah. Di sisi lain, masyarakat sangat jarang dilibatkan dengan
proses pembangunan kesehatan. Oleh karena itu, keberhasilan pembangunan kesehatan di
era desentralisasi sangat tergantung pada kesiapan daerah untuk melaksanakannya.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah (Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota) untuk meningkatkan kesiapan daerah dalam menghadapi dan melaksanakan
desentralisasi pembangunan kesehatan, antara lain, adalah menata ulang struktur organisasi
Dinas Kesehatan, menetapkan system kesehatan daerah, merencanakan dan menyusun
program pembangunan secara bottom-up, menumbuhkan mental proaktif pada aparatur
pemerintah, mengembangkan system informasi kesehatan, menjalin kerjasama dengan
lembaga-lembaga ilmiah dan pendidikan kesehatan, mengembangkan model promosi
kesehatan daerah, menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga ilmiah dan pendidikan
kesehatan, meningkatkan kerjasama lintas sector, membentuk badan kerjasama antar
kabupaten/kota, meningkatkan keterlibatan masyarakat, dan mengembangkan model
pembiayaan kesehatan. Selain itu, DPRD kabupaten/kota harus mengawasi jalannya
pembangunan kesehatan dan menghasilkan peraturan daerah yang memberikan suasana
kondusif kepada proses pembangunan dan infestasi bidang kesehatan di derah.
Akhirnya, dengan adanya kebijakan desentralisasi, pemerintah dan masyarakat
harus bersama-sama bahu-membahu menjalankan pembangunan kesehatan untuk mencapai
kondisi kesehatan yang dicanangkan dalam Indonesia sehat 2010, yaitu masyarakat yang
hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya.
Sistem Desentralisasi yang sekarang ini berlaku di Indonesia, membawa
perubahan tersendiri dalam Pembangunan Kesehatan di Indonesia. Sesuai Undang–undang
nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan telah dicantumkan bahwa Tujuan Nasional
Pembangunan Kesehatan adalah terwujutnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal
berupa keadaan sejahtra dari badan, jiwa dan sosial yang optimal, yang memungkinkan orang
hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal, bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan
pemeliharaan, peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan,
pelaksanaan pelayanan kesehatan yang merupakan perwujudan dari paradigma sehat pada
saat ini lebih banyak dilaksanakan di pusat kesehatan masyarakat.
Undang–undang No 22 tahun 1999 tentang Otonomi daerah menjelaskan bahwa
pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh adalah melalui penerapan azas
desentralisasi, pada daerah kabupaten/kota. Pemerintah daerah kabupaten/kota,
bertanggung jawab sepenuhnya dalam penyelenggara pembangunan pada umumnya dan
pembangunan kesehatan pada khususnya dengan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, dituntut adanya sumberdaya manusia yang professional dan mampumemberikan
kontribusi yang maksimal bagi organisasi dan kesehatan adalah dinas kesehatan yang
mempuyai tugas melaksanakan kewenangan otonomi daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi.
Mewujudkan pembangunan nasional di bidang kesehatan yang berlandaskan
prakarsa dan aspirasi masyarakat dengan cara memberdayakan, menghimpun, dan
mengoptimalkan potensi Daerah untuk kepentingan Daerah dan prioritas Nasional dalam
mencapai Indonesia Sehat 2010
Point dalam desentralisasi kesehatan :
Mendekatkan Pengambilan Keputusan
Pembangunan Kesehatan Lebih Sesuai Dengan Local Specific
Potensi Masyarakat Lebih Diberdayakan
Derajat Kesehatan Meningkat
Human Development Index Indonesia Meningkat
Indonesia Sehat 2010 – Masyarakat Mandiri Untuk Hidup Sehat
Ditengah keterbatasan sumber daya dalam hal pembiayaan dan tenaga adalah
memprioritaskan bidang-bidang pembangunan kesehatan, seperti Kesehatan Ibu dan Anak.
Oleh karena itu, Depkes akan menempuh 4 strategi utama, yaitu :
1. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat.
Sasaran utama strategi ini adalah seluruh desa menjadi desa siaga, seluruh
masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat serta seluruh keluarga sadar gizi.
2. Meningkatkan akses masyarakat tehadap pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Sasaran utama strategi ini adalah ; Setiap orang miskin mendapatkan pelayanan
kesehatan yang bermutu; setipa bayi, anak, dan kelompok masyarakat risiko tinggi
terlindungi dari penyakit; disetiap desa tersedia SDM kesehatan yang kompeten; di setiap
desa tersedia cukup obat esensial dan alat kesehatan dasar; setiap Puskesmas dan
jaringannya dapat menjangkau dan dijangkau seluruh masyarakat di wilayah kerjanya;
pelayanan kesehatan di setiap rumah sakit, Puskesmas dan jaringannya memenuhi standar
mutu.
3. Meningkatkan sistem surveillans, monitoring dan informasi kesehatan.
Sasaran utama dari strategi ini adalah : setiap kejadian penyakit terlaporkan secara
cepat kepada desa/lurah untuk kemudian diteruskan ke instansi kesehatan terdekat; setiap
kejadian luar biasa (KLB) dan wabah penyakit tertanggulangi secara cepat dan tepat
sehingga tidak menimbulkan dampak kesehatan masyarakat; semua ketersediaan farmasi,
makanan dan perbekalan kesehatan memenuhi syarat; terkendalinya pencemaran lingkungan
sesuai dengan standar kesehatan; dan berfungsinya sistem informasi kesehatan yang
evidence based di seluruh Indonesia.
4. Meningkatkan pembiayaan kesehatan.
Sasaran utama dari strategi ini adalah : pembangunan kesehatan memperoleh
prioritas penganggaran pemerintah pusat dan daerah; anggaran kesehatan pemerintah
diutamakan untuk upaya pencegahan dan promosi kesehatan; dan terciptanya sistem jaminan
pembiayaan kesehatan terutama bagi rakyat miskin.
Implikasi desentralisasi pembangunan kesehatan. Adanya kebijakan desentralisasi
dalam bidang kesehatan akan membawa implikasi yang luas bagi pemerintah daerah dan
masyarakat. Implikasi tersebut dapat memberikan dampak positif dan dampak negatif.
2.3 Peran Serta Masyarakat dalam Mendukung Kebijakan Desentralisasi
Pembangunan Kesehatan
Makna substansial dari desentralisasi kesehatan adalah peran serta masyarakat,
maka adanya kebijakan desentralisasi akan memberi ruang dan waktu bagi masyarakat untuk
mengemukakan pendapat dan mengajukan usul berkenaan dengan pembangunan kesehatan di
daerah. Masyarakat berhak dimintai pendapatnya mengenai apa yang terbaik bagi mereka
dan apa yang mereka butuhkan. Organisasi sosial kemasyarakatan, lembaga adat, tokoh
masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) harus secara bersama-sama dan bahu-
membahu dengan pemerintah menjalankan pembangunan kesehatan di daerahnya.Pemerintah
harus memberi akses yang sebesar-besarnya kepada masyarakat tentang kebijakan yang
dilakukan, sehingga masyarakat merasa turut memiliki pembangunan dan diakui
keberadaannya. Selain itu, masyarakat dapat berperan sebagai pengawas jalannya
pembangunan kesehatan.
2.4 Dampak dari Desentralisasi Pembangunan Kesehatan
Dampak positif desentralisasi pembangunan kesehatan, antara lain, adalah sebagai
berikut:
1) Terwujudnya pembangunan kesehatan yang demokratis yang berdasarkan atas aspirasi
masyarakat.
2) Pemerataan pembangunan dan pelayanan kesehatan,
3) Optimalisasi potensi pembangunan kesehatan di daerah yang selama ini belum tergarap
4) Memacu sikap inisiatif dan kreatif aparatur pemerintah daerah yang selama ini hanya
mengacu pada petunjuk atasan,
5) Menumbuhkembangkan pola kemandirian pelayanan kesehatan (termasuk pembiayaan
kesehatan) tanpa mengabaikan peran serta sektor lain.
Dampak negatif muncul pada dinas kesehatan yang selama ini terbiasa dengan
kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat diharuskan membuat program dan
kebijakan sendiri. Jika pemerintah daerah tidak memiliki sumber daya yang handal dalam
menganalisis kebutuhan, mengevaluasi program, dan membuat program, maka program yang
dibuat tidak akan bermanfaat. Selain itu, pengawasan dana menjadi hal yang harus
diperhatikan untuk menghindari penyelewengan anggaran.
Arus desentralisasi semakin menuntut pemotongan jalur birokrasi aparatur
pemerintahan. Hal ini menjadi kendala karena perubahannya membutuhkan waktu yang lama
dan komitmen dari aparatur pemerintah.
Adapun dampak lainnya dari desentralisasi :
1. Segi ekonomi, dari segi ekonomi banyak sekali keuntungan dari penerapan sistem
desentralisasi ini dimana pemerintahan daerah akan mudah mengelolah sumber daya
alam yang dimilikinya, dengan demikian apabila sumber daya alam yang dimiliki telah
dikelolah secara maksimal maka pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat akan
meningkat.
2. Segi sosial budaya, dengan diadakannya desentralisasi, akan memperkuat ikatan
social
budaya pada suatu daerah. Karena dengan diterapkannya sistem desentralisasi ini
pemerintahan daerah akan dengan mudah untuk mengembangkan kebudayaan yang
dimiliki oleh daerah tersebut. Bahkan kebudayaan tersebut dapat dikembangkan dan
di perkenalkan kepada daerah lain. Yang nantinya merupakan salah satu potensi
daerah tersebut. Sedangkan dampak negatif dari desentralisasi pada segi sosial
budaya adalah masing-masing daerah berlomba-lomba untuk menonjolkan
kebudayaannya masing-masing. Sehingga, secara tidak langsung melunturkan
kesatuan yang dimiliki oleh bangsa indonesia itu sendiri.
3. Segi keamanan dan politik, dengan diadakannya desentralisasi merupakan suatu
upaya
untuk mempertahankan kesatuan Negara Indonesia, karena dengan diterapkannya
kebijaksanaan ini akan bisa meredam daerah-daerah yang ingin memisahkan diri
dengan NKRI, (daerah-daerah yang merasa kurang puas dengan sistem atau apa saja
yang menyangkut NKRI). Tetapi disatu sisi desentralisasi berpotensi menyulut
konflik antar daerah. Dibidang politik, dampak positif yang didapat melalui
desentralisasi adalah sebagian besar keputusan dan kebijakan yang berada di daerah
dapat diputuskan di daerah tanpa adanya campur tangan dari pemerintahan di pusat.
Hal ini menyebabkan pemerintahan daerah lebih aktif dalam mengelolah daerahnya.
Tetapi dampak negatif yang terlihat dari sistem ini adalah euforia yang berlebihan
di mana wewenang tersebut hanya mementingkan kepentingan golongan dan kelompok
serta digunakan untuk mengeruk keuntungan pribadi atau oknum. Hal tersebut
karena sulit untuk dikontrol oleh pemerintah di tingkat pusat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
· Jadi kesimpulanya desentralisasi pembangunan kesehatan ialah penyerahan urusan
pemerintah dari pemerintah atau Daerah tingkat atasnya kepada Daerah, yang bertujuan
agar pelayanan kesehatan dapat lebih cepat dan lebih baik serta pembangunan kesehatan
yang dilakukan sesuai dengan kondisi daerah masing-masing.
· Ada 4 jenis Desentralisasi yang di anut di indonesia yakni
1. Dekonsentrasi
2. Delegasi
3. Devolusi
4. Privatisasi
· Peran masyarakat dapat berupa :
1. Mengemukakan pendapat.
2. Mengajukan usul berkenaan dengan pembangunan kesehatan di daerah
3. Masyarakat dapat berperan sebagai pengawas jalannya pembangunan kesehatan.
· Dampak positif desentralisasi pembangunan kesehatan, antara lain, adalah sebagai
berikut:
1) Terwujudnya pembangunan kesehatan yang demokratis yang berdasarkan atas aspirasi
masyarakat.
2) Pemerataan pembangunan dan pelayanan kesehatan,
3) Optimalisasi potensi pembangunan kesehatan di daerah yang selama ini belum tergarap
4) Memacu sikap inisiatif dan kreatif aparatur pemerintah daerah yang selama ini hanya
mengacu pada petunjuk atasan,
5) Menumbuhkembangkan pola kemandirian pelayanan kesehatan (termasuk pembiayaan
kesehatan) tanpa mengabaikan peran serta sektor lain.
· Dampak Negatif Desentralisasi :
1. Waktu pengambilan kebijakan.
2. Pada dinas kesehatan yang selama ini terbiasa dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah pusat diharuskan membuat program dan kebijakan sendiri.
3. Adanya ketimpangan pegambilan keputusan oleh pihak-pihak yang tidak seharusnya
mempunyai kewenangan tersebut. Hal tersebut dikarenakan ada orang yang ingin
menguasainya, atas dasar keegoisan manusia
4. Peluang terjadinya penyelewengan dana lebih besar.
3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini, para pembaca dapat mengetahui secara lebih luas
mengenai desentralisasi pembangunan kesehatan. Demi tercapainya tujuan dari
desentralisasi pembangunan kesehatan, masyarakat juga harus turut berperan serta dalam
mengusulkan dan mengawasi pelaksanaan pembangunan kesehatan.
Pemerintah perlu memperhatikan alokasi anggaran dari pendapatan yang telah
diterima, karena penempatan anggaran yang tepat dapat menunjang pembangunan kesehatan
di daerah. Pemerintah juga perlu memperhatikan tenaga kerja di pemerintahan dan dinas-
dinas kesehatan dalam menunjang desentralisasi. Pemerintah dan Masyarakat bekerjasama
dalam mengawasi demi menghindari terjadinya penyelewengan dana dan hal-hal yang
mempengaruhi tidak optimalnya pembangunan kesehatan di daerah masing-masing.
Masalah Sumber dana kesehatan saat desentralisasi dilaksanakan dan kesiapan
SDM yang ada serta perubahan peran masing-masing level (pusat, provinsi, dan kabupaten)
dijajaran birokrasi perlu perhatian lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Benzhaonenes. 2011. Kesiapan Daerah Menghadapi desentralisasi Kesehatan.
http://www.dinkes-ende.web.id/, diakses 2 Desember 2012.
Ikha. 2012. Desentralisasi Dalam Sistem Kesehatan.
http://ikma10fkmua.files.wordpress.com/, diakses 30 November 2012.
Junaidi, Wawan. 2011. Pengertian Desentralisasi. http://wawan-junaidi.blogspot.com/,
diakses 30 November 2012.
Ramadhani, Chasiah. 2009. Desentralisasi Kesehatan.
http://chasiahramadhani.blogspot.com/, diakses 30 November 2012.
Suhadi. 2011. Administrasi Pembangunan Kesehatan. Kendari.
Supriatna, Tjhya. 1993. Sistem Administrasi Pemerintah di Daerah. Jakarta : Bumi Aksara.
Tjokroamidjojo, Bintoro. 1974. Pengantar Administrasi Pembangunan. Jakarta : LP3 ES.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .............................................................................
KATA PENGANTAR ...................................................................... BAB I : PENDAHULUAN ................................................................
1.1.Latar Belakang ...............................................................
1.2.Rumusan Masalah ............................................................ 1.3.Tujuan ........................................................................
1.4.Manfaat ...................................................................... BAB II : PEMBAHASAN ................................................................
2.1.Defenisi ...................................................................... 2.2.Sistim Desentralisasi Pembangunan Kesehatan ............................
2.3.Peran Serta Masyarakat Dalam Mendukung Kebijakan Desentralisasi Pembangunan Kesehatan ..................................... 2.4.Dampak Dari Desentralisasi Pembangunan Kesehatan ......................
BAB III : PENUTUP ..................................................................... 3.1.Kesimpulan ....................................................................
3.2.Saran ......................................................................... DAFTAR PUSTAKA .......................................................................
MAKALAH KONSEP DASAR KEPERAWATAN “ DESENTRALISASI PEMBANGUNAN KESEHATAN”
OLEH KELOMPOK 2 :
1.ARMAN
2.FIFI SURIATI 3.HERMIN 4.KADEK SUKAMARA
5.MASTA ARIANI 6.MIRNAWATI
7.NIRMALA 8.NURLIA BUTON
9.PIPINK APRILA PUTRI 10.SARLI BOU 11. SITTI MARHAMNI SAKINAH
12. SITTI NASRAWATI 13.ZULIANI
AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH KABUPATEN MUNA TAHUN AJARAN
2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah Swt,karena atas limpahan
rahmat dan hidayahnya kepada kita semua shingga makalh “
DESENTRALISASI PEMBANGUNAN KESEHATAN” ini dapat
terselesaikan dengan baik.kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan ,olehanya itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
audiens.
Penulis Raha, Desember 2014