Post on 21-Jan-2017
HADITS TENTANG GADAI
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hadits
Ekonomi dan Perbankan 2
Dosen Pengampu: Khoirur Rojiin, Lc, M. Pd. I
Disusun Oleh :
Kelompok 2
1. Ahmad Muslih (141257210)
2. Adi Erdian Saputra (141256810)
3. Ajeng Fitriani (141257710)
Kelas C
JURUSAN SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM PROGRAM STUDI S1
PERBANKAN SYARI’AH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
JURAI SIWO METRO TAHUN 2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini
dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi
pembaca dalam proses belajar Hadis Ekonomi.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Hadis Ekonomi dan
Perbankan 2 pada program studi S1 Perbankan Syariah di STAIN Jurai Siwo
Metro. Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.
Metro, 9 Oktober 2016
Penulis,
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................... 2
C. Tujuan................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Hadits Tentang Gadai.......................................................... 3
B. Pengertian Gadai................................................................. 4
C. Hukum Gadai...................................................................... 5
D. Rukun Gadai........................................................................ 8
E. Syarat Gadai........................................................................ 9
F. Memanfaatan Barang Gadai................................................ 11
G. Penyelesaian Gadai............................................................. 17
H. Perbedaan Gadai Syariah dengan Gadai Konvensional...... 18
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................... 20
B. Saran .................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Realitas yang dihadapi oleh umat manusia dalam menjalani kehidupannya
tidak selamanya sesuai denan keinginannya. Ada sebagian orang yang dapat
memenuhi kehidupannya dengan mudah. Tidak sedikit orang yang sangat sulit
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara tunai, dan harus meminjam atau
berhutang kepada orang lain.
Syari’at Islam memerintahkan umatnya agar saling tolong-menolong
dalam segala hal, salah satunya dapat dilakukan dengan cara pemberian atau
pinjaman. Dalam bentuk pinjaman hukum Islam menjaga kepentingan kreditur
atau orang yang memberikan pinjaman agar jangan sampai ia dirugikan. Oleh
sebab itu, pihak kreditur diperbolehkan meminta barang kepada debitur sebagai
jaminan atas pinjaman yang telah diberikan kepadanya.
Gadai-menggadai sudah merupakan kebiasaan sejak zaman dahulu kala
dan sudah dikenal dalam adat kebiasaan. Gadai sendiri telah ada sejak zaman
Rasulullah Saw. dan Rasulullah sendiri pun telah mempraktikkannya. Tidak
hanya ketika zaman Rasulullah saja, tetapi gadai juga masih berlaku hingga
sekarang. Terbukti dengan banyaknya lembaga-lembaga yang menaungi masalah
dalam gadai itu sendiri, seperti Pegadaian dan sekarang muncul pula Pegadaian
Syariáh.
Di dalam Islam, pegadaian itu tidak dilarang, namun harus sesuai dengan
syariát islam, seperti tidak memungut bunga dalam praktik yang dijalankan.
Selanjutnya dalam makalah ini akan dijelaskan gadai menurut pandangan islam,
yang meliputi pengertian gadai yang ditinjau menurut syariah islam, landasan
hukum gadai, rukun dan syarat gadai, memanfaatkan barang yang sedang
1
digadaikan, implementasi gadai dalam perbankan, riba dalam gadai, serta
penyelesaian gadai.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Apakah pengertian gadai?
2. Bagaimanakah hukum gadai dalam islam?
3. Bagaimanakah rukun gadai?
4. Bagaimanakah syarat gadai?
5. Bagaimanakah perbedaan pegadaian syariah dengan pegadaian
konvensional?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan disusunnya makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian gadai?
2. Mengetahui hukum gadai dalam islam?
3. Mengetahui rukun gadai?
4. Mengetahui syarat gadai?
5. Mengetahui perbedaan pegadaian syariah dengan pegadaian
konvensional?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hadits Tentang Gadai
بى – �ن الن ة� – رضى الله عنها – أ ع�ن ع�ائش�ى ط�ع�اما من – صلى الله عليه وسلم �ر� اشت
�ه درعا من ح�ديد ه�ن �ج�ل ، و�ر� �ى أ �هودى إل يArtinya: “Dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
wa Sallam pernah membeli bahan makanan dari seorang Yahudi dengan tempo
dan beliau menggadaikan baju perang dari besi”.1
ه�ن� �ق�33د ر� �س – رضى الله عنه – ق33ال : ل �ن ع�ن أ�33ه بى – ص33لى الل33ه علي33ه وس33لم – درع33ا ل الن33ه �هل عيرا أل �خ�ذ� منه ش33� �هودى ، و�أ �ة عند� ي بالم�دينArtinya: “Anas Radhiyallahu ‘Anhu berkata: “Sesungguhnya Nabi Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam pernah menggadaikan baju besinya di Madinah kepada orang
Yahudi, sementara Beliau mengambil gandum dari orang tersebut untuk
memenuhi kebutuhan keluarga Beliau.”2
Penjelasan hadits: Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam zuhud dalam
kehidupan dunia dan menyedikitkan bagian darinya. Seperti biasanya, beliau tidak
1 ? (HR Bukhari II/729 (no.1962) dalam kitab Al-Buyu’, dan Muslim III/1226 (no. 1603) dalam kitab Al-Musaqat).2 ? (HR. Bukhari II/729 (no. 1963) dalam kitab Al-Buyu’).
3
membiarkan ada sesuatu yang disimpan untuk makanan beliau dan keluarga
beliau untuk beberapa hari. Sehingga ada kalanya beliau terpaksa terpaksa harus
membeli (berhutang) bahan makanan dari seorang Yahudi berupa gandum dan
beliau menggadaikan barang yang sebenarnya beliau perlukan dalam jihad fi
sabilillah dan meninggikan kalimat-Nya, yaitu baju besi yang beliau kenakan
dalam peperangan, untuk melindungi diri dari senjata musuh.3
B. Pengertian gadai
Dalam istilah bahasa Arab gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat juga
dinamai dengan al-habsu. Secara etimologis (artinya kata) rahn berarti “tetap atau
lestari”, sedangkan “al-habsu” berarti “penahanan”.4 Definisinya mnurut syariah
adalah menjadikan harta sebagai jaminan hutang hingga hutang itu dilunasi, atau
yang diambilkan dari nilai barang jaminan jika pembayaran hutang tidak terlunasi,
yaitu yang diambilkan barang jaminan orang yang hutang.5 Rahn atau gadai
adalah akad untuk menjadikan baran sebagai jaminan utang yang bisa digunakan
untuk membayarnya ketika jatuh tempo.6
Sehingga dapat disimpulkan gadai adalah menjadikan suatu barang itu
berharga sebagai tanggungan hutang berdasarkan perjanjian atau akad antara
orang yang memiliki hutang dengan pihak yang memberi hutang.
Sedangkan, dalam dalam dunia perbankan syari`ah biasa disebut dengan
agunan dan jaminan. Agunan adalah jamianan tambahan, baik berupa benda
bergerak menerima maupun tidak bergerak yang diserahkan oleh pemilik agunan
kepada Bank Syari`ah/UUS, guna menjamin pelunasan kewajiban nasabah
3 ? Abdullah bin Abdurrahman Alu basam, Syarah Hadits Pilihan, (Bekasi: Darul Falah, 2011), hlm. 7614 ? H. Chairuman Pasaribu Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2004) hlm. 139 5 ? Abdullah bin Abdurrahman Alu basam, op.cit hlm. 7606 ? Andi Ali Akbar, Prinsip-prinsip Dasar Transaksi Syariah, (Banyuwangi: Yayasan PP. Darussalam Blokagung, 2014) hlm. 59
4
penerima fasilitas.dari ketentuan pasal 1 angka 26 tersebut terdapat dua
istilah,yaitu”agunan dan jaminan”.7
C. Hukum Gadai
Para ulama sepakat bahwa rahn dibolehkan, tetapi tidak diwajibkan sebab
gadai hanya jaminan saja jika kedua pihak tidak saling mempercayai.8 Rahn atau
gadai hukumnya sah, yaitu menjaminkan barang yang dapat dijual sebagai
jaminan utang, kelak akan dibayar darinya jika si penghutang tidak mampu
membayar utangnya karena kesulitan. Karena itu tidak boleh menggadaikan
barang wakaf dan ummul walad (budak perempuan yang punya anak dari
tuannya).9
Landasan Hukum diperbolehkannya gadai di antaranya adalah:
1. Al-Quran
Ayat al-qur`an yang dapat dijadikan dasar hukum dalam gadai
adalah firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah ayat 283 :
�اتبا ف�ره�ان �جدوا ك �م ت ف�ر و�ل �ى س� و�إن كنتم ع�ل�عضا ف�ليؤ�دمقبوض�ة �عضكم ب �من� ب ف�إن أ
ه ب ه� ر� ق الل �ت �ه و�لي �ت �م�ان ذي اؤتمن� أ و�ال�اله�اد�ة� �كتموا الش ه آثم ق�لبه ت �كتمه�ا ف�إن و�م�ن ي
�عم�لون� ع�ليم ه بم�ا ت و�الل
7 Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama) hlm. 299.8 ? Abdul Ghofur Anshori, Gadai Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: UGM press) hlm. 1709 ? Zainudin bin Abdul Aziz Al-Malibari Al-Fanani, Terjemahan Fathul Mu’in, (Bandung: Penerbit Sinar Baru Agrosindo, 2013) hlm. 838
5
Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara
tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada
barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika
sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi)
menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya,
maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
2. Al-Hadits
Hadits Rasul saw yang diriwayatkan oleh Muslim dari Aisyah ra :
ه سول الل ى ر� �ر� �ت اشت ة� ق�ال ع�ن ع�ائش��هودي ط�ع�اما م� من ي ل �يه و�س� ه ع�ل ص�لى الل
�ه درعا من ح�دي ه�ن .و�ر�
Artinya : “Dari Aisyah berkata : Rasulullah saw membeli makanan dari
seorang Yahudi dan menggadaikannya dengan besi”.
�ى ى إل ه م�ش� �ن ه ع�نه أ ضي� الل �س ر� �ن ع�ن أعير م� بخبز ش� ل �يه و�س� ه ع�ل بي ص�لى الل النه بي ص�لى الل ه�ن� الن �ق�د ر� نخ�ة و�ل �ة س� و�إه�ال
6
�هودي �ة عند� ي �ه بالم�دين م� درعا ل ل �يه و�س� ع�ل�هله عيرا أل �خ�ذ� منه ش� و�أ
Artinya : “Dari Anas ra bahwasanya ia berjalan menuju Nabi Saw dengan
roti dari gandum dan sungguh Rasulullah Saw telah menaguhkan baju besi
kepada seorang Yahudi di Madinah ketika beliau mengutangkan gandum dari
seorang Yahudi”.
: ق�ال� ة� رضي الله عنه ق�ال� ير� �بي هر� ع�ن أ�لظهر ه صلى الله عليه وسلم ) ا �لل سول ا ر�
�ن �ب �ان� م�رهونا, و�ل �ف�ق�ته إذ�ا ك �ب بن يرك�ان� م�رهونا, و�ع�ل�ى �ف�ق�ته إذ�ا ك ب بن �لدريشر� ا
ف�ق�ة ( �لن ب ا �شر� �ب و�ي �رك ذي ي �ل �لبخ�اري ا و�اه ا ر�Artinya : “Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah saw. bersabda : Apabila ada
ternak digadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki oleh orang yang
menerima gadai, karena ia telah mengeluarkan biaya. Apabila ternak itu
digadaikan, maka air susunya yang deras boleh diminum oleh orang yang
menerima gadai, karena ia telah mengeluarkan biaya. Kepada orang yang
naik atau minum, maka ia harus mengeluarkan biaya perawatannya4.” (HR.
Bukhari)
: ق�ال� ة� رضي الله عنه ق�ال� ير� �بي هر� ع�ن أ: ) ال� م� ل �يه و�س� ه ع�ل �لل ه -ص�لى ا �لل سول ا ر�
7
�ه �ه, ل ه�ن ذي ر� �ل هن من ص�احبه ا �لر �ق ا �غل ي�يه غرمه ( غنمه, و�ع�ل
Artinya : “Dari Abu Hurairah Radliyallaahu’anhu bahwa Rasulullah SAW
bersabda Barang gadaian tidak menutup pemilik yang menggadaikannya,
keuntungan untuknya dan kerugiannya menjadi tanggungannya.”10
3. Ijma’
Ijma ulama atas hukum mubah(boleh) dalam perjanjian gadai. Hal
ini menjadikan adanya khilafah pada beberapa ulama, diantaranya
madzhab Dhahiri, Mujahid, Al Dhahak, hanya memperbolehkan gadai
pada saat berpergian saja, berujuk pada surat Al Baqoroh ayat 283.
Sedangkan jumhur ulama memperbolehkan dalam bepergian atau dimana
saja berdasar hadits nabi yang melakukan transaksi gadai di Madinah.
Sehingga dapat disimpulkan perjanjian gadai diperbolehkan di dalam
islam berdasarkan Al qur’an surat Al Baqoroh ayat 283, hadits nabi
Muhammad saw, dan ijma ulama.
D. Rukun Gadai
Rukun-rukun gadai yang harus dipenuhi ada empat, yaitu:
1. ‘Aqidani
‘Aqidani maksudnya adalah orang yang melakukan akad. ‘Aqidani
terdiri dari rahin (orang yang menggadaikan) dan murtahin (orang yang
menerima gadai)10 ? Riwayat Daruquthni dan Hakim dengan perawi-perawi yang dapat dipercaya. Namun yang terpelihara bagi Abu Dawud dan lainnya hadits itu mursal
8
2. Marhun Bih
Marhun bih adalah hutang.
3. Marhun
Marhun adalah barang yang digadaikan
4. Shighat
Sihghat adalah ijab dan qabul dari pelaku akad.11 Dalam hal ijab
qabul ini, dapat dilakukan dalam bentuk tertulis maupun lisan, asalkan saja
di dalamnya terkandung maksud adanya perjanjian gadai di antara para
pihak.12
E. Syarat-syarat Gadai
Dalam rahn atau gadai, disyaratkan beberapa syarat berikut :
1. Persyaratan aqid
Kedua orang yang akan akad harus memenuhi kriteria al-ahliyah. Menurut
ulama Syafi’iyah ahliyah adalah orang telah sah untuk jual-beli, yakni berakal
dan mumayyiz, tetapi tidak disyaratkan harus baligh.
Menurut ulama selain hanafiyah, ahliyah dalam rahn seperti pengertian
jual-beli. Rahn tidak boleh dilakukan oleh orang yang mabuk, gila, bodoh,
ataau anak kecil yang belum baligh.
2. Syarat shighat
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa shighat dalam rahn tidak boleh
memakai syarat atau dikaitkan dengan sesuatu. Ada pun menurut ulama selain
Hanafiyah, syarat dalam rahn ada yang sahih dan yang rusak. Uraiannya adalah
sebagai berkut :
a. Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa syarat dalm rahn ada tiga :
1) Syarat sahih, seperti mensyaratkan agar murtahin cepat membayar
sehingga jaminan tidak disita.
11 ? Andi Ali Akbar, op., cit., hlm. 59-6012 ? H. Chairuman Pasaribu Suhrawardi K. Lubis, op., cit., hlm. 142
9
2) Mensyaratkan sesuatu yang tidak bermanfaat, seperti mensyaratkan
agar hewan yang dijadikan jaminanya diberi makan tertentu, syarat
seperti itu batal tetapi akadnya sah
3) Syarat yang merusak akad, seperti mensyaratkan sesuatu yang akan
merugikan murtahin
b. Ulama Malikiyah berpendapat bahwa syarat rahn terbagi menjadi dua
yaitu :
1) Rahn sahih
2) Rahn fasid adalah rahn didalamnya mengandung persyaratan yang
tidak sesuai dengan kebutuhan atau dipalingkan pada sesuatu yang
haram, seperti mensyaratkan barang harus berada di bawah
tanggung jawab rahin.
c. Ulama Hanabilah berpendapat seperti pendapat ulama Malikiyah diatas,
yakni rahn terbagi menjadi dua, sahih dan fasid, rahn sahih adalah rahn
yang mengandung unsur kemaslahatan dan sesua dengan kebutuhan.
3. Syarat Marhun Bih (hutang)
Marhun bin adalah hak yang diberikan ketika rahn, Ulama
Hanafiyah memberikan beberapa syarat yaitu :
a. Marhun bih hendaklah barang wajib diserahkan
b. Marhun bih memungkinkan dapat dibayar
c. Hak atas marhun bih harus jelas
Ulama Hanabilah dan Syafi’iyah memberikan tiga syarat marhun
bih :
a. Berupa utang yang tetap dan dapat dimanfaatkan.
b. Utang harus lazim pada waktu akad.
c. Utang harus jelas dan diketahui oleh rahin dan murtahin.
4. Syarat marhun (barang gadai)
10
Marhun adalah barang yang dijadikan jaminan oleh rahin. Para
ulama fiqh sepakat mesyaratkan marhun sebagai persyaratan barang dalam
jual beli, sehinggga barang tersebut dapat dijual untuk memenuhi hak
murtahin.13 Ulama Hanafiyah mensyaratkan marhun antara lain :
a. Dapat diperjualbelikan
b. Bermanfaatkan
c. Jelas
d. Milik rahin
e. Bisa diserahkan
f. Tidak bersatu dengan harta lain
g. Dipegang (dikuasai) oleh rahin
h. Harta yang tetap atau dapat dipindahkan
F. Memanfaatkan Barang yang Digadaikan
Dalam memanfaatkan barang yang digadaikan, para ulama berbeda
pendapat. Jumhur Fuqaha berpendapat bahwa murtahin tidak boleh mengambil
manfaat barang-barang gadai tersebut, sekalipun rahin mengizinkannya, karena
hal ini termasuk kepada utang yang dapat menarik manfaat, sehingga bila
dimanfaatkan termasuk riba. Sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi SAW:
عن علي قال:قال رسول الله- صلى الله عليه وسلم – كل قرض جر منفعة فهو ربا.
رواه الحارث ابن اسامةDari Ali, ia mengatakan bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: “Setiap hutang
(Pinjaman) yang menghasilkan manfaat adalah riba.” (Hadis riwayat Harits bin
Abu Usamah).14
13 ? Rachmat Syafe’i. Fiqih muamalah, ( Bandung : Pusaka Setia 2001) hal 162-16414 ? Ibnu Hajar Al-atsqalani, Bulughul Maram, (Beirut: Dar El-Fiker, 1994, No.879) hal.149
11
Akan tetapi ada beberapa pendapat Ulama tentang boleh tidaknya
memanfaatkan barang gadai, yaitu :
1. Pendapat Syafi’iyah
Menurut ulama Syafi’iyah yang mempunyai hak atas manfaat
barang gadai (marhun) adalah rahin, walaupun marhun itu berada di bawah
kekuasaan murtahin. Hal ini berdasarkan hadis Rasululllah saw. berikut ini:
a. ة� رضي الله عنه ير� �بي هر� : ق�ال�ع�ن أ ق�ال�: ) ال� م� ل �يه و�س� ه ع�ل �لل ه -ص�لى ا �لل سول ا ر��ه �ه, ل ه�ن ذي ر� �ل هن من ص�احبه ا �لر �ق ا �غل ي
�يه غرمه غنمه, و�ع�لDari Abi Hurairah bahwa Nabi saw Bersabda: “Gadai itu tidak menutup
yang punya dari manfaat barang itu, faedahnya kepunyaan dia, dan dia
wajib mempertanggung jawabkan segalanya”. (HR. Al-Hakim dan
Daruqutny).
b. Dari Umar bahwasannya Rasulullah Saw Bersabda:“Hewan sesorang
tidak boleh diperah tanpa seizin pemiliknya.”(HR. Bukhary).15
Berdasarkan hadis di atas, menurut ulama Syafi’iyah bahwa barang
gadai (marhun) hanya sebagai jaminan atau kepercayaan atas penerima
gadai (murtahin), sedangkan kepemilikan tetap ada pada rahin.16 Dengan
demikian, manfaat atau dari hasil barang yang digadaikan adalah milik
rahin. Pengurangan terhadap nilai atau harga dari barang gadai tidak
diperbolehkan kecuali atas izin pemilik barang gadai.
15 ? Ibid.,16 ? Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al-Anshary al-Qurtuby, Al-Jami Li Ahkam al-Qur’an jilid 3 ( Dar Ihya al-Tratsi al-Araby, 1985) hal.412.
12
2. Pendapat Malikiyah
Murtahin dapat memanfaatkan barang gadai atas izin pemilik
barang dengan beberapa syarat, yaitu :
a. Hutang disebabkan jual beli, bukan karena menghutangkan.
b. Pihak murtahin mensyaratkan bahwa manfaat dari marhun untuknya.
c. Jangka waktu mengambil manfaat yang telah disyaratkan harus
ditentukan, apabila tidak ditentukan batas waktunya, maka menjadi
batal.
Pendapat Malikiyah ini berdasar kepada hadis Nabi Muhammad saw.
yaitu:
سول الله ص�لى ة� ق�ال� ر� ير� �بي هر� عن أ�ف�ق�ته إذ�ا �ب بن م� الظهر يرك ل �يه و�س� ه ع�ل الل
�ان� �ف�ق�ته إذ�ا ك ب بن �ن الدر يشر� �ب �ان� م�رهونا, و�ل كف�ق�ة ب الن �شر� �ب و�ي �رك ذي ي م�رهونا, و�ع�ل�ى ال“Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan
menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat
diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan
kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan
pemeliharaan”.
3. Pendapat Hanabilah
Ulama Hanabilah membagi marhun menjadi dua katagori yaitu
hewan dan bukan hewan. Apabila barang gadai berupa hewan maka boleh
mengambil manfaatnya. Tetapi apabila barang gadai berupa rumah, sawah
kebun dan sebagainya maka tidak boleh mengambil manfaatnya.
13
Adapun yang menjadi landasan adalah:
Kebolehan murtahin mengambil manfaat dari barang gadai yang dapat
ditunggangi adalah hadis Rasulullah saw. :
سول الله ص�لى ة� ق�ال� ر� ير� �بي هر� عن أ�ف�ق�ته إذ�ا �ب بن م� الظهر يرك ل �يه و�س� ه ع�ل الل
�ان� �ف�ق�ته إذ�ا ك ب بن �ن الدر يشر� �ب �ان� م�رهونا, و�ل كف�ق�ة ب الن �شر� �ب و�ي �رك ذي ي م�رهونا, و�ع�ل�ى ال
“Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan
menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat
diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan
kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan
pemeliharaan”.
Boleh murtahin memanfaatkan barang gadai atas sizin pihak rahin
dan nilai manfaatnya harus disesuaikan dengan biaya yang telah
dikeluarkan untuk marhun didasarkan atas hadis diatas.
4. Pendapat Hanafiyah
Menurut ulama Hanafiyah, tidak ada perbedaan antara
pemanfaatan barang gadai yang mengakibatkan kurangnya harga atau
tidak, alasannya adalah hadis Nabi saw.
ه سول الل ة� ق�ال� ر� ير� �بي هر� عن أ�ب م� الظهر يرك ل �يه و�س� ه ع�ل ص�لى الل
14
ب �ن الدر يشر� �ب �ان� م�رهونا, و�ل �ف�ق�ته إذ�ا ك بن�ب �رك ذي ي �ان� م�رهونا, و�ع�ل�ى ال �ف�ق�ته إذ�ا ك بن
ف�ق�ة ب الن �شر� و�ي
“Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan
menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat diperah
susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan
kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan
pemeliharaan”.
Menurut ulama Hanafiyah, sesuai dengan fungsi dari barang gadai
sebagai barang jaminan dan kepercayaan bagi penerima gadai, maka barang
gadai dikuasai oleh penerima gadai.Apabila barang tersebut tidak
dimanfaatkan oleh penerima gadai, maka berarti menghilangkan manfaat
barang tersebut, padahal barang tersebut memerlukan biaya untuk
pemeliharaan. Hal tersebut dapat mendatangkan mudharat bagi kedua belah
pihak, terutama bagi pemberi gadai.
Dari keempat pendapat di atas pada dasarnya memanfaatkan
barang gadai tidak diperbolehkan karena tindakan memanfaatkan barang
gadai tak ubahnya qiradh dan setiap qiradh yang mengalir manfaat adalah
riba, sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi SAW:
عن علي قال:قال رسول الله- صلى الله عليه وسلم – كل قرض جر منفعة فهو
ربا. رواه الحارث ابن اسامة
15
Dari Ali, ia mengatakan bahwasannya Rasulullah SAW bersabda:
“Setiap hutang (Pinjaman) yang menghasilkan manfaat adalah riba.”
Hadis riwayat Harits bin Abu Usamah.
Akan tetapi jika barang yang digadaikan itu berupa hewan ternak
yang bisa diambil susunya atau ditunggangi dan pemilik barang gadai
memberi izin untuk memanfaatkan barang tersebut maka penerima gadai
boleh memanfaatkannya sebagai imbalan atas beban biaya pemeliharaan
hewan yang dijadikan marhun tersebut.
Sedangkan menurut Imam Ahmad, Ishak, Al-Laits dan Al-Hasan
berpendapat bahwa jika barang gadaiaan berupa kendaraan yang dapat
dipergunakan atau binatang ternak yang dapat diambil susunya, maka
penerima gadai dapat mengambil manfaat dari kedua benda gadai tersebut
disesuaikan dengan biaya pemeliharaan yang dikeluarkannya selama
kendaraan atau binatang ternak itu ada padanya.
Rasulullah Saw. Bersabda:
�ن �ب �ان� م�رهونا, و�ل �ف�ق�ته إذ�ا ك �ب بن الظهر يرك�ان� م�رهونا, و�ع�ل�ى �ف�ق�ته إذ�ا ك ب بن الدر يشر�
ف�ق�ة ب الن �شر� �ب و�ي �رك ذي ي ال“Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan
menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat
diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan
kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan
pemeliharaan”.17
17 ? Ibnu Hajar Al-atsqalani, Bulughul Maram, (Beirut: Dar El-Fiker, 1994, Nomor.879) hal.149
16
Pengambilan manfaat pada benda-benda gadai diatas ditekankan kepada
biaya atau tenaga untuk pemeliharaan sehingga bagi yang memegang barang-
barang gadai seperti di atas punya kewajiban tambahan. Pemegang barang gadai
berkewajiban memberikan makanan bila barang gadaian itu adalah hewan. Harus
memberikan bensin bila pemegang barang gadaian berupa kendaraan. Jadi, yang
diperbolehkan disini adalah adanya upaya pemeliharaan terhadap barang gadaian
yang ada pada dirinya.
G. Penyelesaian Gadai
Untuk menjaga supaya tidak ada pihak yang dirugikan, dalam gadai tidak
boleh diadakan syarat-syarat, misalkan ketika akad gadai diucapkan, “Apabila
rahin (penggadai) tidak mampu melunasi hutangnya hingga waktu yang telah
ditentukan, maka Marhun (barang yang digadaikan) menjadi milik murtahin
(orang yang menerima gadai) sebagai pembayaran utang”, sebab ada
kemungkinan pada waktu pembayaran yang telah ditentukan untuk membayar
utang harga marhun akan lebih kecil daripada utang rahin yang harus dibayar,
yang mengakibatkan ruginya pihak murtahin. Sebaliknya ada kemungkinan juga
harga marhun pada waktu pembayaran yang telah ditentukan akan lebih besar
jumlahnya daripada utang yang harus dibayar, yang akibatnya akan merugikan
pihak rahin.
Apabila syarat seperti di atas diadakan dalam akad gadai, maka akad gadai
itu sah, tetapi syarat-syaratnya batal dan tidak perlu diperhatikan.
Apabila pada waktu pembayaran yang telah ditentukan rahin belum dapat
membayar utangnya, hak murtahin adalah menjual marhun, pembelinya boleh
murtahin sendiri atau yang lainnya, tetapi dengan harga yang umum yang berlaku
pada waktu itu dari penjualan marhun tersebut. Hak murtahin hanyalah sebesar
piutangnya, dengan akibat apabila harga penjualan marhun lebih besar dari jumlah
hutang, sisanya dikembalikan kepada rahin. Apabila sebaliknya, harga penjualan
17
marhun kurang dari jumlah utang, rahin masih menanggung pembayaran
keduanya.18
H. Perbedaan Gadai Syariah dan Gadai Konvensional
Perbedaan gadai syariah dengan konvensional dapat dilihat pada tebel di
bawah ini;
Perbandingan Gadai Syariah dengan Gadai Konvensional
Indikator Gadai Syariah Gadai Konvensional
Konsep Dasar Tolong menolong (jasa
pemeliharaan barang)
Profit oriented (bunga
dari pinjaman
pokok/biaya sewa
modal)
Jenis
Barang Jaminan
Barang Bergerak & Tidak
Bergerak
Hanya Barang
Bergerak
Beban Biaya Pemeliharaan Bunga (dari pokok
pinjaman)
Lembaga Bisa Dilakukan
Perseorangan
Hanya bisa dilakukan
oleh lembaga (perum
Pegadaian)
Perlakuan Di jual (kelebihan
dikembalikan kepada
Di lelang
18 ? Aliy As’ad, Terjemah Fatul Mu’in, (Kudus: Menara kudus, Vol.2) hal.217-218.
18
yang memiliki barang)
Dari tabel di atas tertulis bahwa konsep dasar gadai syari'ah adalah tolong
menolong. Pada dasarnya, ketika seseorang menggadaikan barang, sudah tentu
dalam kondisi kesusahan. Karenanya, dalam mekanisme gadai syari'ah tidak
membebankan bunga dari pinjaman. Dalam gadai dengan prinsip syari'ah, orang
yang menggadaikan barangnya hanya diberikan kewajiban untuk memelihara
barang yang dijadikan jaminan. Pemeliharaan barang jaminan, tentu merupakan
kewajiban pemilik barang. Akan tetapi, untuk memudahkan maka pemeliharaan
diserahkan kepada pihak pegadaian dengan konsekuensi ada biaya pemeliharaan
sebagai pengganti kewajiban pemilik barang dalam pemeliharaan. Besar kecilnya
biaya, tidak tergantung besar kecilnya dana yang dipinjam. Akan tetapi, dilihat
dari nilai taksiran barang yang digadaikan. Berbeda halnya dengan pegadaian
konvensional, dimana bunga ditarik dari besar kecilnya dana yang dipinjam.
Dilihat dari segi barang jaminannya, gadai syari'ah bisa berupa barang bergerak
dan barang yang tidak bergerak. Sedangkan dalam pegadaian konvensional, hanya
boleh menjaminkan barang bergerak saja. Pada pegadaian konvensional hanya
melakukan satu akad perjanjian hutang piutang dengan jaminan barang bergerak
yang jika ditinjau dari aspek hukum konvensional, keberadaan barang jaminan
dalam gadai bersifat acessoir, sehingga Pegadaian Konvensional bisa tidak
melakukan penahanan barang jaminan atau dengan kata lain melakukan praktik
fidusia. Berbeda dengan pegadaian syariah yang mensyaratkan secara mutlak
keberadaan barang jaminan untuk membenarkan penarikan bea jasa simpan.
Dilihat dari sisi kelembagaan, gadai syari'ah tidak terikat lembaga. Maksudnya,
gadai syari'ah bisa dilakukan oleh siapapun, terlepas apakah pihak tersebut berupa
lembaga atau bukan. Berbeda halnya dengan pegadaian konvensional, dimana
gadai hanya bisa dilakukan kepada lembaga (perum pegadaian) sebagai mana
diatur dalam KUHP pasal 1150.
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Rahn atau gadai adalah akad untuk menjadikan baran sebagai jaminan
utang yang bisa digunakan untuk membayarnya ketika jatuh tempo. Para ulama
sepakat bahwa rahn dibolehkan, tetapi tidak diwajibkan sebab gadai hanya
jaminan saja jika kedua pihak tidak saling mempercayai.
Rukun-rukun gadai yang harus dipenuhi ada empat, yaitu: ‘aqidani,
marhun bih, marhun, dan shighat.
Syarat-syarat gadai untuk aqid dan sighat yakni sama dengan syarat-syarat
pada jual beli. Sementara syarat untuk barang gadai yaitu para ulama fiqh sepakat
mesyaratkan marhun sebagai persyaratan barang dalam jual beli, sehinggga
barang tersebut dapat dijual untuk memenuhi hak murtahin.
Perbedaan antara Pegadaian Syariah dibandingkan dengan Pegadaian
konvensional, yaitu;
1. Di dalam pegadaian konvensional mengenal sistem bunga tetapi di
pegadaian syariah mengenal bagi hasil atau (biaya penitipan,
20
pemeliharaan, penjagaan dan penaksiran) dikenakan lebih kecil dan hanya
sekali dikenakan.
2. Selain itu benda yang digadai dalam pegadaian konvensional hanya benda
bergerak saja, sedangkan di pegadaian syariah meliputi benda bergerak
dan tidak bergerak.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan,
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kemajuan
kita bersama. Semoga makalah ini dapat bermanfa’at bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah bin Abdurrahman Alu basam. Syarah Hadits Pilihan, (Bekasi:
Darul Falah, 2011),
Lubis, H. Chairuman Pasaribu Suhrawardi K. Hukum Perjanjian Dalam
Islam, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2004)
Akbar, Andi Ali. Prinsip-prinsip Dasar Transaksi Syariah, (Banyuwangi:
Yayasan PP. Darussalam Blokagung, 2014)
Wangsawidjaja. Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta:Gramedia Pustaka
Utama)
Anshori, Abdul Ghofur. Gadai Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: UGM
press)
Zainudin bin Abdul Aziz Al-Malibari Al-Fanani, Terjemahan Fathul
Mu’in, (Bandung: Penerbit Sinar Baru Agrosindo, 2013)
Syafe’i, Rachmat. Fiqih muamalah, ( Bandung : Pusaka Setia 2001)
As’ad, Aliy. Terjemah Fatul Mu’in, (Kudus: Menara kudus, Vol.2)
Syalut, Mahmud dan M. Ali as-Sayis. Perbandingan Mazhab Dalam
Masalah Fiqih. ( Jakarta: PT Bulan Bintang: 2005)
21