Post on 11-Aug-2015
description
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat merupakan sarana utama yang digunakan untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat dan bahkan untuk menyelamatkan jiwa manusia. Oleh
karena itu, sebagai industri yang hi-regulated, pabrik obat atau industri farmasi
diwajibkan untuk menjamin keamanan, khasiat, dan mutu produk obat yang
dihasilkannya selama diberikan izin edar oleh BPOM.
Kriteria aman dan berkhasiat dijamin lewat proses pemilihan bahan awal
dari pemasok secara cermat dan hati-hati. Sedangkan mutu ditentukan oleh
rangkaian proses desain dan formulasi produk obat, komponen dan proses
pengemasan, serta lingkungan produksi dan cara penyimpanan selama masa
edarnya. Jika rangkaian proses ini hendak dipertahankan maka diperlukan
pengendalian mutu yang ketat berupa seperangkat sistem manajemen mutu.
Untuk menjamin keamanan dan khasiat serta mengendalikan mutu produk
obat yang sedemikian rumit maka sangat diperlukan tenaga profesional di industri
farmasi. Salah satu tenaga profesional yang dimaksud adalah apoteker. Apoteker
merupakan profesi yang memiliki tanggung jawab baik moral maupun legal
sebagai pelindung terakhir (last safeguard) bagi pasien atau konsumen pengguna
obat.
Terkait kendali mutu, CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) merupakan
bagian dari sistem manajemen mutu yang dimaksudkan di atas. Dengan demikian,
apoteker diharapkan untuk menggunakan pengetahuan, kompetensi, dan
pengalamannya tidak hanya formulasi saja, tetapi juga menyangkut masalah
pengendalian mutu produk obat dengan mengaplikasikan keseluruhan aspek
CPOB dalam kegiatan di industri farmasi. Tidak hanya itu, karena konsep CPOB
tahun 2006 mengacu pada current Good Manufacturing Practice/cGMP, peran
apoteker sangat dibutuhkan di industri farmasi untuk terus meningkatkan mutu
produk obat yang kian hari semakin tinggi seperti yang dituntut oleh badan
regulasi.
1
Materi ini dimaksudkan untuk menunjukkan bagaiman prinsip-prinsip fisika
kimia dan matematika yang telah dipelajari sebelumnya bisa diterapkan untuk
formulasi beberapa bentuk sediaan yang akan banyak ditemui oleh ahli farmasi
dalam praktik. Pengetahuan tentang berbagai sifat dari suatu bentuk sediaan
adalah penting, karena sifat – sifat tersebut mempengaruhi absorpsi dan
keefektifan biologis dari suatu obat ketika obat tersebut dilepaskan dari suatu
bentuk sediaan dan masuk ke dalam tubuh mahluk hidup.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan disolusi dan bioabsorpsi?
2. Apa saja faktor faktor yang mempengaruhi disolusi dan bioabsorpsi obat?
3. Apa yang dimaksud dengan terapi obat terkontrol?
4. Bagaimana penerimaan obat oleh pasien dan sistem terapeutis baru?
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Mengetahui dan memahami tentang disolusi dan bioabsorpsi obat serta
prosesnya.
2. Mengetahui dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi proses
disolusi dan absorpsi obat.
3. Mengetahui dan memahami tentang terapi obat terkontrol beserta
contohnya.
4. Mengetahui dan memahami proses penerimaan obat oleh pasien dan
sistem terapeutis baru.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Disolusi dan Bioabsorpsi Obat
Persamaan Noyes-Whitney, atau Nernst-Brunner yang disederhanakan,
dalam bentuk yang kurang tepat, menunjukkan besaran – besaran yang penting
dalam mengontrol laju disolusi pada kondisi sink.
dM /dt =kSCS
dimana M adalah massa obat yang terlarut. S adalah luas permukaan efektif dari
partikel-partikel obat. Cs adalah konsentrasi obat pada penjenuhan, sedangkan k=
D/h atau koefisien difusi D dibagi dengan tebal lapisan cairan stasioner (h)
sekeliling obat.
Carstensen telah menunjukkan bahwa disolusi dari tablet yang dikompresi
secara langsung dengan tablet yang dibuat dengan prosedur granulasi mungkin
berbeda dan harus ditangani dengan persmaan yang berbeda. Tablet yang dilapisi
dengan suatu lapisan polimer atau suatu penyalutan gula akn menunjukkan
karakteristik disolusi dibandingkan dengan tablet-tablet yang tidak disalut.
Sebagai suatu gambaran bagaiman faktror-faktor dalam persamaan Noyes-
Whitney mempengaruhi laju disolusi, kita bisa mempertimbngkan luas permukaan
per gram atau ukuran partikel dari partikel-partikel obat.
Berikut adalah faktor – faktor yang mempengaruhi proses disolusi dan bioabsorpsi
obat yaitu :
1. Luas Permukaan dan Ukuran Partikel.
Penurunan ukuran partikel meningkatkan luas permukaan efektif dari bahan
dalam kontak dengan lapisan pelarut stasioner, dan laju dari larutan meningkat.
Konsentrasi serum pasien yang meminum suspense mikrokristal dari sulfadiazin
diamati ternyata lebih tinggi daripada pasien yang hanyameminum sulfonamid
biasa yang mengandung partikel-partikel yang lebih besar. Level plasma
fenasetin, pada 6 volunteer yang diberi suspensi fenasetina di dalam air,
menunjukkan bahwa bioavaibilitas dipengaruhi oleh ukuran partikel obat. Jika
ukuran partikel suspensi berkurang, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai level
3
puncak obat dalam plasma akan berkurang,dan jumlah total yang di absorpsi
meningkat.
Penurunan ukuran atau peningkatan luas permukaan efektif tidak selalu
mengakibatkan lebih cepatnya disolusi. Jika partikel diserbukkan berlebih dan bila
obat-obat bersifat hidrofobik, agregasi mungkin dapat terjadi sesudah itu, dan ini
dapat mengakibatkan kesulitan-kesulitan dari pembasahan partikel dan disolusi,
seperti dalam hal obat hidrofobik fenasetin. Laju disolusi telah ditingkatkan untuk
obat –obat yang sukar larut dengan mengadsorpsi obat diatas suatu absorben,
seperti silicon dioksida, yang menunjukkan suatu luas permukaan yang besar.
Prosedur ini membentuk apa yang menurut Monkhouse dan Lach dikenal
sebaggai sistem pemberian miniskuler.
2. Polimorfisme
Polimorfisme adalah adanya suatu obat dalam dua bentuk Kristal atau lebih.
Kristal – Kristal dari dua polimorf dari suatu obat mungkin menunjukkan
kerapatan, titik leleh, kelarutan, dan stabilitas yang berbeda, walaupun bentuk cair
dari kedua polimorf ini tidak menunjukkan perbedaan. Polimorf padat yang
metastabil (tidak stabil) mempunyai kelarutan yang lebih tinggi dan disolusi yang
lebih cepat daripada polimorf stabil, dan senyawa-senyawa dengan kelarutan
rendah mungki berbeda laju disolusinya bergantung pada polimorf mana yang
digunakan. Tetapi barangkali tidak mungkin untuk mengambil keuntungan dari
makin cepatnya disolusi suatu bentuk metastabil, karena obat cenderung berubah
ke bentuk polimorf yang stabil selama penyimpanan serbuk padat tersebut.
Sedangkan hidrat berbeda dengan polimorf. Jika bentuk-bentuk Kristal dari
obat bergabung dengan satu atau beberapa molekul air dalam kisi-kisi Kristal.
Batasan umum adalah solvate, karena molekul – molekul pelarut yang mengkristal
dengan zat terlarut mungkin bukan air, sebagai contoh adalah etanol atau etil
asetat. Tidak ada aturan umum dapat dibuat tentang laju disolusi solvate dalam
hubungan dengan bentuk non-solvat. Bentuk – bentuk anhidrat dari theofilin dan
kolesterol melarut lebih cepat dalam air daripada dalam bentuk – bentuk
hidratnya. Bentuk solvate dari suksinilsulfathiazol dengan n- pentanol ternyata
mempunyai laju disolusi yang lebih besar daripada bentuk non-solvat.
4
3. Pembentukan Kompleks molecular
Interaksi dari suatu obat dengan suatu zat pembentuk kompleks bisa
meningkatkan atau menurunkan kelarutan keseimbangan laju disolusi dari obat
tersebut. Laju disolusi dari benzokain ditingkatkan oleh pembentukan kompleks
dari obat tersebut dengan kafeina dan laju disolusi digoksin dipertinggi oleh
pembentukan kompleks digoksin dengan hidrokinon.
Jika ditambahkan bahan pengisi kedalam suatu kompleks untuk membantu
formulasi tablet, kapsul, suppositoria dan bentuk – bentuk sediaan lainnya, bahan-
bahan tambahan ini mungkin berinteraksi dengan obat untuk mengurangi laju
disolusinya dan stabilitas serta dapat mengakibatkan peruraian produk yang
toksik. Walaupun interaksi tersebut mungkin hanya sejenis interaksi yang lemah,
tetapi memungkinkan pelepasan obat dalam larutan dengan sempurna, kadang –
kadang ada pengikatan yang lebih kuat, yang menyebabkan perubahan sifat-sifat
lain.
4. Zat Aktif Permukaan
Zat – zat ini mempunyai efek yang beraneka ragam terhadap disolusi dan
bioavailbilitas dari suatu obat. Partikel – partikel fenasetin bersifat hidrofobik dan
sukar dibasahi oleh medium disolusi. Dengan adanya zat aktif permukaan,
partikel- partikel lalu dibasahi dan laju disolusi ditingkatkan. Selanjutnya
kelarutan dari suatu obat ditingkatkan jika ada surfaktan berlebih dari konsentrasi
misel kritisnya (cmc) tapi kelarutan tidak akan ditingkatkan jika surfaktan tersebut
berada dibawah cmc nya. Dalam beberapa hal, untuk benzoat laju disolusi suatu
obat bisa meningkat kemudian menurun dengan penaikan konsentrasi secara
kontinu di atas cmc- nya. Hal ini terjadi karena naiknya viskositas medium
disolusi pada konsentrasi surfaktan tinggi.
5. . Garam vs Obat Nonionik
Persamaan Noyes- Whitney, meliputi suatu batasan untuk kelarutan obat
dan mempengaruhi penetrasi membran dari obat tersebut pada tempat absorpsi
dalam saluran cerna. Kelarutan dari senyawa – senyawa obat organik, asam lemah
atau basa lemah dapat ditingkatkan dengan menggunakan bentuk garam dari obat-
obat tersebut. Makin kecil counter ion dari obat tersebut, makin mudah larut
5
senyawa tersebut. Garam natrium dan kalium dari asam para-aminosalisilat kira-
kira 1000 kali lebih larut daripada asam lemah induknya yang bersifat nonionic.
Jika diberikan kepada pasien, garam –garam tersebut memberikan kadar di dalam
darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian bentuk nonionic.
Ph saluran cerna mempengaruhi disolusi dan bioabsorpsi dari obat –obat
elektronik lemah. Karena bentuk terion dari suatu elektrolit lemah lebih larut
dalam cairan gastrointestin daripada bentuk tidak terionnya, dapat diharapkan
bahwa pH cairan lambung- usus tersebut akan mempengaruhi laju disolusi dari
suatu elektrolit lemah.
Disolusi dan absorpsi obat dalam saluran cerna tidak sederhana seperti yang
telah diutarakan, karena pH cairan bulk bisa berbeda secara bermakna dari pH
lapisan stasioner disekeliling partikel-partikel obat. Pengikat, pengisi, dan zat
penambah lainnya dalam bentuk sediaan bisa juga dipengaruhi oleh pH. Faktor –
faktor lain, seperti tempat absorpsi spesifik dan luas permukaan dari berbagai
daerah saluran cerna, mungkin sama pentingnya atau lebih penting dari
pertimbangan asam-basa. Usus halus mempunyai luas permukaan untuk absorpsi
yang jauh lebih besar dari luas permukaan lambung dan obat mungkin sebagian
besar di absorpsi disana, tanpa melihat pertimbangan pH atau pKa.
2.2 Terapi Obat Terkontrol ( Terkendali)
Alasn untuk pemberian obat terkendali adalah untuk meningkatkan
keuntungan farmasetis disamping meminimumkan efek toksis. Pemberian obat
baru mendekati teknologi pengobatan adalah menemukan obat yang digunakn
dalam pengontrolan kesuburan jangka panjang, terapi penggantian enzim yang
berhubungan secara genetika, pemberian transdermal glaucoma, dan pengobatan
anti radang pada mata. Pengaturan dosis obt normal bisa mengikuti gambaran
kinetic “gigi gergaji”, dimana dosis pertama jauh melampaui level terapeutis yang
diinginkan, meningkatkan kerja terapeutis dan menghapuskan efek samping yang
berbahaya. Lalu turun lagi hingga konsentrasinya tidak efektif, dalam siklus
kontinu dari tingkat berlebih kemudian ke tingkat tidak efektif. Pemberian obat di
jaga terkendali dapat mengurangi fuktuasi level obat yang tidak diinginkan,
meningkatkan kerja terapeutis dan menghapuskan efek samping yang berbahaya.
6
Selanjutnya, lokalisasi dari suatu obat di sekitar sel –sel yang akan diobati dapat
mencegah efek sistemik atau efek samping pada jaringan lain melalui metode
pemberian obat yang di program sebelumnya.
1. Prodrug dan Pembawa Obat Biologis.
Pendekatan prodrug dan analog kimiawi untuk pemberian obat telah
berkembang popular akhir –akhir ini. Menurut metode pemberian ini, suatu obat
dimodifikasi secara kimia, dengan menambahkan suatu gugus ester sehingga
meningkatkan kelarutan, absorpsi, dan konsentrasi senyawa obat induk tersebut
pada tempat yang akan diobati di dalam tubuh. Dalam suatu prodrug, gugus ester
atau bagian pembawa yang serupa dihilangkan secara kimia didalam usus atau
pada tempat jaringan, biasanya dengan kerja enzimatis, dan obat induk tersebut
dibebaskan untuk menghasilkan aksi farmakologis. Pembentukkan prodrug dan
modifikasi kimiawi lainnya bisa juga membantu pemrosesan farmasetik dan
meningkatkan kestabilan dari obat induk.
Berbagai prodrug eritromisin baru tersedia dalam bentuk tidak berasa dan
stabil dalam bentuk suspensi air. Molekul-molekul obat induk dilindungi dengan
penggugusan kimiawi yang akhirnya hilang dalam jaringan, dimana obat tersebut
kemudian menjadi zat antibakteri yang efektif. Keadaan biologis, termasuk sel-sel
darah merah dan liposom, telah digunakan sebagai pembawa obat untuk
meningkatkan pelepasan terkendali dalam tubuh. Liposome adalah suatu
gelembung selapis atau berlapis-lapis fospolipid yang diuraikan pertama kali oleh
Bangham di Cambridge. Liposom bisa digunakan untuk meningkatkan penetrasi
obat kedalam sel-sel neoplastis, yang secara normal menahan permeasi obat
tetapi, liposom mempunyai keterbatasan sebgai zat pembawa obat.
2. Kontraseptif
Cincin vaginal memungkinkan suatu pemberian obat kontrseptif yang
mudah tanpa efek samping sistemik seperti yang diamati pada kontraseptif oral.
Cincin silicon dapat dimasukkan dan dikeluarkan oleh pasien dengan mudah
untuk pemberian hormone steroid secara kontinu. Bila suatu pil kontraseptif
dimakan, obat tersebut dibawa melalui liver sebelum masuk ke saluran sirkulasi
umum dalam tubuh dan di liver obat tersebut diinaktivasi oleh prose hepatis.
7
Keadaan ini yang terjadi terhadap kebanyakan obat yang dimakan secara per oral
di kenal sebagai first pass effect dari liver. Sebaliknya pengobatan ke dalam
vagina dibawa oleh darah secara langsung ke jaringan yang dituju, dengan jalan
pintas tidak melewati sirkulasi liver. Level obat yang secara luar yang biasa
seragam bisa dijaga dengan mengggunakan cincin vagina silicon. Medroksi
progesterone asetat dalam konsentrasi 2% efektif selama periode 20 hari.
Intrauterine Contraceptive Devices (IUD) telah dikembangkan selama 15 tahun,
baik yang tidak mengandung obat maupun yang mengandung zat antifertilitas.
Dari hasil tes yang dilakukan ternyata bahwa IUD polipropilena, yang bisa
berbentuk T atau seperti angka 7, dengan kawat lembaga diikatkan disekitar
batang tegaknya merupakan suatu kontraseptif yang efektif. Jika IUD tersebut
berada di tempatnya, alat tersebut akan menyampaikan dosis kira – kira 10µg
tembaga/hari selama 40 bulan periode antifertilitas. Suatu IUD yang berbentuk T
yang mengandung progesteron dalam bagian rongga dari batang vertical. Dikenal
sebagai progestasert yang telah disahkan oleh FDA untuk kontrasepsi intrauterine
selama 12 bulan. Progesterone dilepaskan melalui dinding seperti membrane
berrbentuk T tersebut pada laju 65µg/ hari untuk periode 1 tahun, dan pasien
kembali ke kesuburan normal sesudah alat tersebut diambil.
3. Sistem Pemberian Transdermal
Proses difusi yang berhubungan dengan permeasi kulit, dimana dipelajari
bahwa bahan seperti lipoid melewati pembatas kulit lebih cepat daripada zat – zat
yang bersifat polar atau zat – zat yang bersifat air. Tetapi stratum corneum yang
secara normal mengandung air juga ditembus oleh molekul-molekul yang larut
didalam air.
Difusi melalui kulit merupakan suatu proses pasif. Senyawa tersebut
mempenetrasi dengan sukses melalui stratum corneum, lapisan epidermis
dibawahnya, dermis, dan akhirnya masuk kedalam kapiler-kapiler darah dari
sistem sirkulasi perifer. Lapisan tanduk sebelah luar stratum corneum
menyediakan tahanan terbesar untuk penetrsi, dan difusi merupakan tahap yang
menenetukan laju penetrasi kulit. Absorpsi yang terbatas juga terjadi melalui
folikel rambut dan saluran keringat. Perpindahan dari suatu obat seperti suatu
8
steroid jauh lebih besar melalui saluran cerna,rectum,vagina, mata, dan rongga
mulut daripada melalui kulit. Penetrasi obat oleh pelewatan transdermal dibantu
dengan penggunaan berbagai plester dan pembalut yang mengandung obat.
4. Obat Mata Lepas Terkendali
Obat – obat diberikan ke mata dalam larutan air atau bukan air,
suspense,gel dan salep. Obat – obat tersebut bisa diberikan secara topikl ke
permukaan kornea atau dimasukkan kedalam kantung konjuktiva, dari obat
tersebut diabsorpsi ke dalam aqueos humor dan ke bintik kuning. Larutan,
terutama larutan dalam air, dengan segera dicuci keluar dari mata oleh air mata
dan demikian harus sering diberikan agar menghasilkan efek terapeutis. Polimer
seperti metal selulosa dan polivinil alcohol ditambahkan ke larutan obat mata
untuk meningktkn viskositas dan memperpanjang waktu kontak pada kornea.
Lempeng lembut atau lensa kontak yang digembungkan dengan atropine,
pilokarpin, dan obat-obat mata lainnya dan telah di uji untuk kerj obat yang
diperpanjang. Dalam sistem tersebut, dapat dilihat difusi oba-obat yang
mempunyai berat molekul (150 sampai 300g/mol) melalui polimer lembut yang
bersifat amorf. Koefisien difusi untuk sistem seperti itu adalah pada urutan 10-6
cm2 detik -1 untuk lensa kontak lembut yang digembungkan dengan air dan dapat
srendah 10-8 samapai 10-12 cm2 detik -1 untuk obat- obat yang berat molekulnya
besar dalam polimer nonpolar.
5. Pompa Osmotik
Pompa miniosmostik adalah suatu sistem pemompaan yang dioperasikan
secara kimia yang berbentuk sebagai suatu alat penyampai sediaan untuk
implantasi pada hewan percobaan kecil untuk memperoleh data kinetik,
farmakologis, dan toksikologis Selama penggunaan obat-obat yang menyebabkan
ketergantungan, hormone, zat kemoterapi kanker, antigen, dan obat-obat dari tipe
lainnya. Pompa miniosmotik, tersedi dalam dua bentuk, suatu sistem dengan
volume internal 20 µl bagi mencit dan suatu alat dengan suatu volume internal 2
ml untuk tikus, kelinci, dan binatang-binatang eksperimen yang lebih besar. Alat
200µl didesain untuk menyampaikan 1µl / jam selama satu minggu atau
0,5µL/jam selama 2 minggu, sistem 2ml menyampaikan isinya selama 1 minggu,
9
2 minggu, atau 4 minggu. Kedua model ini berdsark prinsip osmosis seperti
dibicarkan oleh Theeuwes dan Yum.
6. Sistem Terapeutis Gastrointestinal
Bentuk sediaan lepas terkendali sudah tersedia dipasaran untuk pemberian
obat oral selama lebih dari 25 tahun. Untuk mendapatkan pelepasan kontinu
perlahan-lahan yang mengakibatkan konsentrasi plasma yang seragam selama 6 –
12 jam., obat tesebut biasanya diformulasi dalam suatu matriks plastis yang
melarut atau mengeluarkn obat dari matriks tersebut. Kapsul,tablet, atau granul
bisa dilpis khusus untuk menahan serangan oleh cairan asa lambung, namun dapat
memecah bentuk sediaan dan dapat terjadi absorpsi obat dalam usus halus atau
daerah saluran gastrointestin lainya. Kadang –kadang sulit untuk mengontrol sifat-
sifat fisika kimia dari bentuk sediaan dan berbagai kondisi fisiologis yang
beraneka ragam dalam saluran gastrointestin. Jadi, hasil yang diinginkan tidak
selamanya didapat dengan menggunakan bentuk pelepasan terkendali dan terjaga.
7. Penerimaan oleh pasien dan Sistem Terapeutis Baru.
Dapat diterimnya obat dengan mudah dan baik oleh pasien merupakan
suatu faktor yang penting dlam terapi obat. Gatley menemukan bahwa sebanyak
67% pasien yang termasuk dalam pemberian dosis tunggal perhari memakan obat
dengan baik. Akan hal nya pemberian obat 3 X sehari, penerimaan turun hingga
44% dan bgi dosis 4 kali sehari, persentase berkurang jauh hingga 22%. Jadi
pengembangan desain dosis yang terbaru, yang cenderung untuk membuat sedian-
sediaan diberikan sekali sehari atau sekali seminggu, akan meningkatkan
compliance pasien sehingga meningkatkan keberhasiln terapi.
Keuntungan utama bentuk – bentuk pelepasan yang lebih baru dari obat-
obat untuk oral, perkutan, intrauterine, dan rute pemberian lainnya serta
bioabsorpsi merupakan laju pelepasan orde nol atau laju pelepasan konstan dan
relatif tidak ada iritasi pda tempat pelepasan. Selanjutnya,keadaan fisiologis dari
saluran cerna, saluran vagina, permukaan kulit, mata, mulut, dan daerah-daerah
lalin dengan keadaan mana alat tersebut dihubungkan tidak ketinggalan untuk
mengontrol atau mengubah laju dan jumlah pelepasan obat. Jika tida, sistem itu
sendiri deprogram sebelumnya untuk menyampaikan obat pada kondisi yang
10
diperintahkan. Prinsip-prinsip yang mendasari bentuk yang lebih baru ini
diselidiki dan umumnya pendekatan ini dipastikn akan mengakibatkan
perkembangan bentuk sediaan sekarang ini belum dimengerti. Kebanyakan sistem
pengendalian terapeutis yang baru telah dikemangkan oleh suatu perusahaan, Alza
Corporation, tapi perusahaan farmasi lain, lembaga-lembaga penelitian dan ahli
farmasi, kimia serta Insinyur yang mengembangkannya secara individu, sekarang
terlibat dalam perusahaan yang mengembangkan obat baru tersebut.
Ahli farmasi yang mempraktikannya harus menngetahui faktor-faktor yang
umumnya ada pada dasar-dasar farmasi fisik, yang meliputi desain dan pengerjaan
bentuk-bentuk dosis yang bekerja terkendali. Kemudian ahli farmasi tersebut
dapat menginformsikan dengan lebih baik kepada pasien tentang penggunaan obat
baru ini yang rasional.
11
BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN
3.1 KASUS
Optimasi asam oleat, propilen glikol, dan iontoforesis terhadap transport
transdermal propanlol HCL. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh
asam oleat, propilen glikol dan iontoforesis terhadap parameter transpor
transdermal propranolol HCl dan mengetahui komposisi formula optimum.
Delapan formula disusun berdasarkan desain faktorial 23 dengan
menggunakan pemacu transpor asam oleat, propilen glikol dan iontoforesis.
Pengujian penetrasi dilakukan secara in vitro menggunakan sel difusi. Kulit
tikus sebagai membran mengalami praperlakuan dengan asam oleat dan propilen
glikol, diikuti dengan iontoforesis.
Jumlah propranolol HCl yang tertranspor ditetapkan dengan metode
spektrofotometri. Analisis data menggunakan modeling berbasis kompartemen
dilanjutkan dengan pemilihan formula optimal. Transpor propranolol HCl
dijelaskan melalui model tiga kompartemen. Asam oleat dan propilen glikol
meningkatkan potensi obat tertranspor (AD), namun tidak mempengaruhi
kecepatan absorbsi dari kompartemen donor ke kulit (Ka) maupun kecepatan
pelepasan dari kulit ke kompartemen reseptor (KR). Arus iontoforesis
meningkatkan harga Ka dan menurunkan KR. Berdasarkan harga parameter Ka,
AD dan KR, komposisi formula optimum adalah asam oleat 4,8%, propilen
glikol 20% dan iontoforesis 0,11% mA/cm2.
3.2 Pembahasan
Peningkatan konsentrasi asam oleat dan propilen glikol secara signifikan
meningkatkan potensi obat yang tertranspor (AD), tetapi tidak berefek
terhadap kecepatan transfer massa dari kompartemen donor ke kulit (Ka)
dan kecepatan transfer massa dari kulit ke kompartemen reseptor (KR)
dibandingkan respon rata-rata. Peningkatan arus iontoforesis secara signifikan
meningkatkan harga Ka dan menurunkan KR dibandingkan respon rata-rata.
12
Interaksi asam oleat-propilen glikol-iontoforesis meningkatkan nilai Ka
secara signifikan dibandingkan respon rata-rata. Interaksi asam oleat-
iontoforesis dan propilen glikol- iontoforesis secara signifikan menurunkan
nilai AD dibandingkan respon rata-rata. Berdasarkan harga parameter Ka, AD
dan KR, komposisi formula optimum adalah asam oleat 4,8%, propilen glikol
20% dan iontoforesis 0,11% mA/cm2. Formula tersebut akan menghasilkan
harga parameter Ka 0,438 µg jam-1 harga AD sebesar 322,89 jam-1 dan
harga KR 13,16 µg jam-1
13
DAFTAR PUSTAKA
B.Hoener dan L. Benet. 1979. Modern Pharmaceutics. New York : Marcel
Dekker.
Hendriati, Lucia dan Akhmad Kharis Nugroho.2012. Optimasi Asam Oleat,
Propilen Glikol dan Iontoforesis terhadap Transpor
Transdermal Propanolol HCl.Jogjakarta : Universitas Gajah
Mada.
J.T. Carstensen.1977. Pharmaceutical Solids and Solid Dosage Forms. New York
: Wiley
Martin, Alred et all. 2008. Farmasi Fisik. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Y.W Chien.1980. Drug Delivery Systems. New York : Oxford
14