Post on 04-Aug-2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teori atau konsep, civil society sebenarnya sudah lama dikenal sejak
masa Aristoteles pada zaman Yunani Kuno, Cicero, pada zaman Roma Kuno,
pada abad pertengahan, masa pencerahan dan masa modern. Dengan istilah
yang berbeda-beda, civil society mengalami evolusi pengertian yang berubah
dari masa ke masa. Di zaman pencerahan dan modern, istilah tersebut dibahas
oleh tokoh-tokoh ilmu-ilmu sosial
Mewujudkan masyarakat madani adalah membangun kota budaya
bukan sekedar merefitalisasikan adab dan tradisi masyarakat lokal, tetapi lebih
dari itu adalah membangun masyarakat yang berbudaya agamis sesuai
keyakinan individu, masyarakat berbudaya yang saling cinta dan kasih yang
menghargai nilai-nilai kemanusian. Ungkapan lisan dan tulisan tentang
masyarakat madani semakin marak akhir-akhir ini seiring dengan bergulirnya
proses reformasi di Indonesia.
Proses ini ditandai dengan munculnya tuntutan kaum reformis untuk
mengganti Orde Baru yang berusaha mempertahankan tatanan masyarakat
yang status quo menjadi tatanan masyarakat yang madani. Untuk mewujudkan
masyarakat madani tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Namun,
memerlukan proses panjang dan waktu serta menuntut komitmen masing-
masing warga bangsa ini untuk mereformasi diri secara total dan konsisten
dalam suatu perjuangan yang gigih.
1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tesebut di atas, tulisan ini secara khusus akan
membahas permasalahan:
1. Apa pengertian masyarkat madani ?
2. Mengapa civil society disamakan sebagai sebutan masyarakat madani ?
3. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk membentuk masyarakat madani ?
4. Apa peran umat islam dalam mewujudkan masyarakat madani ?
5. Apa pengertian zakat dan wakaf ?
6. Apa rukun zakat dan wakaf ?
7. Bagaiman menajememen zakat dan wakaf ?
8. Apa hikma zakat dan wakaf ?
C. Tujuan Penulisan
Tulisan ini didedikasikan sebagai upaya dalam mewujudkan masyarakat
madani, baik berjangka pendek maupun yang berjangka panjang. Dengan cara
mewujudkan madani melalui perspektif pendidikan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Masyarakat Madani
1. Pengertian Masyarakat Madani
Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan, maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknolrogi. Karena itu dalam sejarah filsafat, sejak filsafat Yunani
sampai masa filsafat Islam juga dikenal istilah madinah atau polis, yang
berarti kota, yaitu masyarakat yang maju, berperadaban dan lebih
mementingkan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi. Kata
madani merupakan penyifatan terhadap kota madinah, yaitu sifat yang
ditunjukkan oleh kondisi dan system kehidupan yang berlaku di kota
madinah. Kondisi dan system kehidupan out menjadi popular dan
dianggap ideal untuk menggambarkan masyarakat yang Islami, sekalipun
penduduknya terdiri dari berbagai macam keyakinan. Mereka hidup rukun,
saling membantu, taat hukum dan menunjukkan kepercayaan penuh
terhadap pimpinan. Al-Qur’an menjadi konstitusi untuk menyelesaikan
berbagai persoalan hidup yang terjadi di antara penduduk Madinah.
2. Konsep Masyarakat Madani
Konsep “masyarakat madani” merupakan penerjemahan atau
pengislaman konsep “civil society”. Orang yang pertama kali
mengungkapkan istilah ini adalah Anwar Ibrahim dan dikembangkan di
Indonesia oleh Nurcholish Madjid. Pemaknaan civil society sebagai
masyarakat madani merujuk pada konsep dan bentuk masyarakat Madinah
yang dibangun Nabi Muhammad. Masyarakat Madinah dianggap sebagai
legitimasi historis ketidak bersalahan pembentukan civil society dalam
masyarakat muslim modern. Makna Civil Society “Masyarakat sipil”
adalah terjemahan dari civil society. Konsep civil society lahir dan
berkembang dari sejarah pergumulan masyarakat. Cicero adalah orang
3
Barat yang pertama kali menggunakan kata “societies civilis” dalam
filsafat politiknya. Konsep civil society pertama kali dipahami sebagai
negara (state). Secara historis, istilah civil society berakar dari pemikir
Montesque, JJ. Rousseau, John Locke, dan Hubbes. Ketiga orang ini mulai
menata suatu bangunan masyarakat sipil yang mampu mencairkan
otoritarian kekuasaan monarchi-absolut dan ortodoksi gereja (Larry
Diamond).
Antara Masyarakat Madani dan Civil Society sebagaimana yang
telah dikemukakan di atas, masyarakat madani adalah istilah yang
dilahirkan untuk menerjemahkan konsep di luar menjadi “Islami”. Menilik
dari subtansi civil society lalu membandingkannya dengan tatanan
masyarakat Madinah yang dijadikan pembenaran atas pembentukan civil
society di masyarakat Muslim modern akan ditemukan persamaan
sekaligus perbedaan di antara keduanya. Perbedaan lain antara civil
society dan masyarakat madani adalah civil society merupakan buah
modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari gerakan Renaisans,
gerakan masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan. Sehingga civil
society mempunyai moral-transendental yang rapuh karena meninggalkan
Tuhan. Sedangkan masyarakat madani lahir dari dalam buaian dan asuhan
petunjuk Tuhan. Dari alasan ini, masyarakat madani sebagai sebuah
masyarakat yang terbuka, egalitar, dan toleran atas landasan nilai-nilai
etik-moral transendental yang bersumber dari wahyu Allah.
Masyarakat madani memiliki banyak arti atau sering diartikan
dengan makna yang beda-beda. Bila merujuk kepada Bahasa Inggris, ia
berasal dari kata civil society atau masyarakat sipil, sebuah kontraposisi
dari masyarakat militer.
4
3. Masyarakat Madani Dalam Sejarah
Ada dua masyarakat dalam sejarah yang terdokumentasi sebagai
masyarakat madani, yaitu:
1) Masyarakat negeri Saba’, yaitu masyarakat di masa Nabi Sulaiman
AS. Keadaan masyarakat Saba’ yang dikisahkan dalam al-Qur’an itu
mendiami negeri yang baik, subur, dan nyaman. Di tempat itu
terdapat kebun dengan tanaman yang subur, tesedia rizki yang
melimpah, terpenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Oleh karena itu,
Allah memerintahkan masyarakat Saba’ untuk bersyukur kepada
Allah yang telah menyediakan kebutuhan hidup mereka. Tapi
sayangnya, setelah beberapa waktu berlalu, penduduk negeri ini
kemudian ingkar (kafir) dan maksiat kepada Allah, sehingga mereka
mengalami kebinasaan. ( Qs. Saba’:16).
2) Masyarakat kota Yastrib setelah terjadi traktat, perjanjjian Madinah
antara Rasullullah SAW beserta umat Islam dengan penduduk
Madinah yang beragama Yahudi dan beragama Watsani dari kaum
Aus dan Khazraj. Madinah adalah nama kota di negara Arab Saudi,
sebagai nama baru kota Yastrib, tempat yang didiami oleh Rasulullah
SAW sampai akhir hayat beliau sesudah hijrah. Perjanjian Madinah
berisi kesepakatan ketiga unsur masyarakat untuk saling menolong,
menciptakan kedamaian dalam kehidupan sosial, menjadikan Al-
Qur’an sebagai konstitusi, menjadikan Rasullullah SAW sebagai
pemimpin dengan ketaatan penuh terhadap keputusan-keputusannya,
dan memberikan kebebasan bagi penduduknya untuk memeluk agama
serta beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.
5
4. Karakteristik Masyarakat Madani
Ada beberapa karakteristik masyarakat madani, diantaranya:
1) Free public sphere (ruang publik yang bebas), yaitu masyarakat
memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik, mereka berhak
melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat,
berserikat, berkumpul, serta mempublikasikan informasikan kepada
publik.
2) Demokratisasi, yaitu proses untuk menerapkan prinsip-prinsip
demokrasi sehingga muwujudkan masyarakat yang demokratis. Untuk
menumbuhkan demokratisasi dibutuhkan kesiapan anggota
masyarakat berupa kesadaran pribadi, kesetaraan, dan kemandirian
serta kemampuan untuk berperilaku demokratis kepada orang lain dan
menerima perlakuan demokratis dari orang lain. Demokratisasi dapat
terwujud melalui penegakkan pilar-pilar demokrasi yang meliputi:
a) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
b) Pers yang bebas
c) Supremasi hukum
d) Perguruan Tinggi
e) Partai politik
3) Toleransi, sikap saling menghargai dan menghormati pendapat serta
aktivitas yang dilakukan oleh orang atau kelompok lain. Tidak
mencampuri urusan pribadi pihak lain yang telah diberikan oleh Allag
sebagai kebebasan manusia.
4) Keadilan sosial (social justice), yaitu keseimbangan dan pembagian
yang proporsiaonal antara hak dan kewajiban, serta tanggung jawab
individu terhadap lingkungannya.
5) Bertuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakat yang
beragama, yang mengakui adanya Tuhan dan menempatkan hukum
Tuhan sebagai landasan yang mengatur kehidupan sosial.
6
6) Damai, artinya masing-masing kelompok masyarakat, baik secara
individu maupun secara kelompok menghormati pihka lain secara
adil.
7) Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain
yang dapat mengurangi kebebasannya.
8) Berperadaban tinggi, yaitu masyarakat tersebut memiliki kencintaan
terhadap ilmu pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan ilmu
pengtahuan untuk memberikan kemudahan dan meningkat harkat
martabat manusia.
9) Berakhlak Mulia.
10) Supremasi hukum, yaitu upaya untuk memberikan jaminan
terciptanya keadilan. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya
setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama
tanpa kecuali. Adapun yang masih menjadi kendala dalam
mewujudkan masyarakat madani di Indonesia diantaranya :
a) Kualitas SDM yang belum memadai karena pendidikan yang
belum merata.
b) Masih rendahnya pendidikan politik masyarakat.
c) Kondisi ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisi
moneter.
d) Tingginya angkatan kerja yang belum teserap karena lapangan
kerja yang terbatas.
e) Pemutusn Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang
besar.
f) Kondisi sosial politik yang belum pasca reformasi.
7
5. Mewujudkan Masyarakat Madani
Dalam QS. Ali Imran: 110, Allah menyatakan bahwa umat islam
adalah umat yang terbaik dari semua kelompok umat manusia yang Allah
ciptakan. Diantara aspek kebaikan umat islam itu adalah keunggulan
kualitas SDMnya dibanding umat non islam.
Masyarakat madani sejatinya bukanlah konsep yang ekslusif dan
dipandang sebagai dokumen usang. Ia merupakan konsep yang senantiasa
hidup dan dapat berkembang dalam setiap ruang dan waktu. Mengingat
landasan dan motivasi utama dalam masyarakat madani adalah Alquran.
Prinsip terciptanya masyarakat madani bermula sejak hijrahnya Nabi
Muhammad Saw. beserta para pengikutnya dari Makah ke Yatsrib. Hal
tersebut terlihat dari tujuan hijrah sebagai sebuah refleksi gerakan
penyelamatan akidah dan sebuah sikap optimisme dalam mewujudkan
cita-cita membentuk yang madaniyyah (beradab).
Pembangunan yang dilakukan oleh Rasulullah adalah
pembangunan yang mengacu pada sistem ilahi, dan dikerjakan secara
bertahap, yaitu:
1) Tahap Persiapan. Membersihkan mental masyarakat dari
kemusyrikan, kezaliman, dan kebodohan. Yakni memantapkan
keyakinan atau aqidah atau kepercayaan kepada Allah. Maka
manusia akan bersikap jujur, adil, berwibawa, tegas dan sopan
santun. Kalau kebenaran sudah dijungkir balikan, hukum diinjak-
injak, mereka akan bangkit membelanya. Allah menyatakan :
(Surat Al-Fath/48:29 ).
“ Muhammad dan orang-orang yang bersamanya itu tegas
terhadap orang-orang kafir (yang mengganggunya), tetapi kasih
sayang terhadap sesamanya”.
2) Tahap Penggalangan. Rasulullah SAW tiba di yastrib pada hari
Jum’at tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama Hijriah. Pada hari
8
itu juga Yatrib diganti namanya menjadi Madinah. Langkah yang
ditempuh adalah:
a) Menyatukan visi dan misi yang diikat dengan persaudaraan.
b) Menanamkan rasa kasih sayang dan persamaan derajat atau
tingkatan, tidak ada perbedaan antara satu dengan yang lain,
kecuali takwanya.
c) Mengadakan perjanjian perdamaian, kerukunan umat
beragama.
d) Toleransi dalam menjalankan keyakinan agama atau
kepercayaan, tidak adanya paksaan dalam beragama.
e) Menata sistem hukum, pranata perundang-undangan.
3) Tahap Pemberdayaan. Menerapkan diberikannya kepada mereka
kebebasan melakukan kegiatan, tetapi harus di dalam koridor
peraturan yang ada. Semangat iman, dan semangat disiplin itulah
yang mengantarkan manusia menjadi muttaqiin. Jiwa iman dan
taqwa inilah yang melandasi orang dalam setiap kegitaannya,
apapun pekerjaan dan profesinya. Rasulullah memberikan motivasi
kepada setiap orang, bahwa apa yang dikerjakan itu pasti akan
mendapat balasan, tidak hanya berupa upah di dunia tetapo pahala
juga di akherat. Bekerjalah setiap perkerjaan akan dimudahkan
Allah. Beliau bersabda:
“ Dari Ali Bin Abi Thalib r.a berkata: datang seseorang kepada
Rasulullah SAW dan berkata: apakah tidak sebaiknya kita
berserah diri kepada Allah? Rasul SAW menjawab: tidak,
bekerjalah kamu segala sesuatu itu dimudahkan, kemudian
membaca ayat: “maka barangsiapa yang memberi dan bertaqwa
serta membenarkan adanya pahala kebaikan pasti akan kami
mudahkan baginya”.
9
6. Posisi dan Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat
Madani
Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensial
umat Islam terjadi pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam
menunjukkan kemajuan di bidang kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan
teknologi, militer, ekonomi, politik dan kemajuan bidang-bidang lainnya.
Umat Islam menjadi kelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-nama
ilmuwan besar dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ubnu Rusyd,
Imam al-Ghazali, al-Farabi, dan yang lain. Oleh karena itu dalam
menghadapi perkembangan dan perubahan zaman pemberdayaan civil
society perlu ditekankan, antara lain melalui peranannya:
1) Sebagai pengembangan masyarakat melalui upaya peningkatan
pendapatan dan pendidikan.
2) Sebagai advokasi bagi masyarakt yang “teraniaya”, tidak berdaya
membela hak-hak dan kepentingan mereka (masyarakat yang terkena
pengangguran, kelompok buruh yang digaji atau di PHK secara
sepihak dan lain-lain).
3) Sebagai kontrol terhadap negara.
4) Menjadi kelompok kepentingan (interest group) atau kelompok
penekan (pressure group).
5) Masyarakat madani pada dasarnya merupakan suatu ruang yang
terletak antara negara di satu pihak dan masyarakat di pihak lain.
Dalam ruang lingkup tersebut terdapat sosialisasi warga masyarakat
yang bersifat sukarela dan terbangun dari sebuah jaringan hubungan
di antara assosiasi tersebut, misalnya berupa perjanjian, koperasi,
kalangan bisnis, Rukun Warga, Rukun Tetangga, dan bentuk
organisasi-organsasi lainnya.
10
B. Kesejahteraan Umat
1. Zakat
1) Pengertian Zakat
Zakat adalah memberikan harta yang telah mencapai nisab
dan haul kepada orang yang berhak menerimanya dengan syarat-
syarat tertentu. Nisab adalah ukuran tertentu dari harta yang dimiliki
yang mewajibkan dikeluarkannya zakat, sedangkan haul adalah
berjalan genap satu tahun. Zakat juga berarti kebersihan, setiap
pemeluk Islam yang mempunyai harta cukup banyaknya menurut
ketentuan (nisab) zakat, wajiblah membersihkan hartanya itu dengan
mengeluarkan zakatnya.
Dari sudut bahasa, kata zakat berasal dari kata “zaka” yang
berarti berkah, tumbuh, bersih, dan baik. Segala sesuatu yang
bertambah disebut zakat. Menurut istilah fikih zakat berarti sejumlah
harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada yang
berhak. Orang yang wajib zakat disebut “muzakki”,sedangkan orang
yang berhak menerima zakat disebut ”mustahiq” .Zakat merupakan
pengikat solidaritas dalam masyarakat dan mendidik jiwa untuk
mengalahkan kelemahan dan mempraktikan pengorbanan diri serta
kemurahan hati. Adapun harta-harta yang wajib dizakati itu adalah
sebagai berikut:
a) Harta yang berharga, seperti emas dan perak.
b) Hasil tanaman dan tumbuh-tumbuhan, seperti padi, gandum, dll
c) Binatang ternak, seperti unta, sapi, kambing, dan domba.
d) Harta perdagangan.
e) Harta galian termasuk juga harta rikaz.
11
Adapun orang yang berhak menerima zakat adalah:
a) Fakir, ialah orang yang tidak mempunyai dan tidak pula
berusaha.
b) Miskin, ialah orang yang tidak cukup penghidupannya dengan
pendapatannya sehingga ia selalu dalam keadaan kekurangan.
c) Amil, ialah orang yang pekerjaannya mengurus dan
mengumpulkan zakat untuk dibagikan kepada orang yang berhak
menerimanya.
d) Muallaf, ialah orang yang baru masuk Islam yang masih lemah
imannya, diberi zakat agar menambah kekuatan hatinya dan tetap
mempelajari agama Islam.
e) Riqab, ialah hamba sahaya atau budak belian yang diberi
kebebasan berusaha untuk menebus dirinya agar menjadi orang
merdeka.
f) Gharim, ialah orang yang berhutang yang tidak ada
kesanggupan membayarnya.
g) Fi sabilillah, ialah orang yang berjuang di jalan Allah demi
menegakkan Islam.
h) Ibnussabil, ialah orang yang kehabisan biaya atau perbekalan
dalam perjalanan yang bermaksud baik (bukan untuk maksiat).
2) Sejarah Pelaksanaan Zakat di Indonesia
Sejak Islam memasuki Indonesia, zakat, infak, dan sedekah
merupakan sumber sumber dana untuk pengembangan ajaran Islam
dan perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan Belanda.
Pemerintah Belanda khawatir dana tersebut akan digunakan untuk
melawan mereka jika masalah zakat tidak diatur. Pada tanggal 4
Agustus 1938 pemerintah Belanda mengeluarkan kebijakan
pemerintah untuk mengawasi pelaksanaan zakat dan fitrah yang
dilakukan oleh penghulu atau naib sepanjang tidak terjadi
12
penyelewengan keuangan. Untuk melemahkan kekuatan rakyat yang
bersumber dari zakat itu, pemerintah Belanda melarang semua
pegawai dan priyai pribumi ikut serta membantu pelaksanaan zakat.
Larangan itu memberikan dampak yang sangat negatif bagi
pelakasanaan zakat di kalangan umat Islam, karena dengan
sendirinya penerimaan zakat menurun sehingga dana rakyat untuk
melawan tidak memadai. Hal inilah yang tampaknya diinginkan
Pemerintah Kolonial Belanda.
Setelah Indonesia merdeka, di Aceh satu-satunya badan resmi
yang mengurus masalah zakat. Pada masa orde baru barulah
perhatian pemerintah terfokus pada masalah zakat, yang berawal dari
anjuran Presiden Soeharto untuk melaksanakan zakat secara efektif
dan efisien serta mengembangkannya dengan cara-cara yang lebih
luas dengan pengarahan yang lebih tepat. Anjuran presiden inilah
yang mendorong dibentuknya badan amil di berbagai propinsi.
3) Manajemen Pengelolaan Zakat Produktif
Sehubungan pengelolaan zakat yang kurang optimal,
sebagian masyarakat yang tergerak hatinya untuk memikirkan
pengelolaan zakat secara produktif, sehingga mampu meningkatkan
kesejahteraan umat Islam pada umumnya dan masyarakat pada
umumnya. Oleh karena itu, pada tahun 1990-an, beberapa
perusahaan dan masyarakat membentuk Baitul Mal atau lembaga
yang bertugas mengelola dan zakat, infak dan sedekah dari karyawan
perusahaan yang bersangkutan dan masyarakat. Sementara
pemerintah juga membentuk Badan Amil Zakat Nasional.
13
Dalam pengelolaan zakat diperlukan beberapa prinsip, antara
lain:
a) Pengelolaan harus berlandasakn Alquran dan Assunnah.
b) Keterbukaan. Untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat
terhadap lembaga amil zakat, pihak pengelola harus menerapkan
manajemen yang terbuka.
c) Menggunakan manajemen dan administrasi modern.
d) Badan amil zakat dan lembaga amil zakat harus mengelolah
zakat dengan sebaik-baiknya.
Selain itu amil juga harus berpegang teguh pada tujuan
pengelolaan zakat, antara lain:
a) Mengangkat harkat dan martabat fakir miskin dan membantunya
keluar dari kesulitan dan penderitaan.
b) Membantu pemecahan masalah yang dihadapi oleh para
mustahik
c) Menjembatani antara yang kaya dan yang miskin dalam suatu
masyarakat.
d) Meningkatkan syiar Islam
e) Mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara.
f) Mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial dalam
masyarakat.
4) Hikmah Ibadah Zakat
Apabila prinsip-prinsip pengelolaan dan tujuan pengelolaan
zakat dilaksanakan dipegang oleh amil zakat baik itu berupa badan
atau lembaga, dan zakat, infak, dan sedekah dikelola dengan
manajemen modern dengan tetap menerapkan empat fungsi standar
manajemen, tampaknya sasaran zakat, infak maupun sedekah akan
tercapai.
14
Zakat memiliki hikmah yang besar, bagi muzakki, mustahik,
maupun bagi masyarakat muslim pada umumnya. Bagi muzakki
zakat berarti mendidik jiwa manusia untuk suka berkorban dan
membersihkan jiwa dari sifat kikir, sombong dan angkuh yang
biasanya menyertai pemilikan harta yang banyak dan berlebih.
Bagi mustahik, zakat memberikan harapan akan adanya
perubahan nasib dan sekaligus menghilangkan sifat iri, dengki dan
suudzan terhadap orang-orang kaya, sehingga jurang pemisah antara
si kaya dan si miskin dapat dihilangkan.
Bagi masyarakat muslim, melalui zakat akan terdapat
pemerataan pendapatan dan pemilikan harta di kalangan umat Islam.
Sedangkan dalam tata masyarakat muslim tidak terjadi monopoli,
melainkan sistim ekonomi yang menekankan kepada mekanisme
kerja sama dan tolong-menolong.
2. Wakaf
Wakaf adalah salah satu bentuk dari lembaga ekonomi Islam. Ia
merupakan lembaga Islam yang satu sisi berfungsi sebagai ibadah kepada
Allah, sedangkan di sisi lain wakaf juga berfungsi sosial. Wakaf muncul
dari satu pernyataan dan perasaan iman yang mantap dan solidaritas yang
tinggi antara sesama manusia. Dalam fungsinya sebagai ibadah ia
diharapkan akan menjadi bekal bagi si wakif di kemudian hari, karena ia
merupakan suatu bentuk amalan yang pahalanya akan terus menerus
mengalir selama harta wakaf itu dimanfaatkan. Sedangkan dalam fungsi
sosialnya, wakaf merupakan aset amat bernilai dalam pembangunan umat.
1) Pengertian Wakaf
Istilah wakaf beradal dari “waqb” artinya menahan. Menurut
H. Moh. Anwar disebutkan bahwa wakaf ialah menahan sesuatu
15
barang daripada dijual-belikan atau diberikan atau dipinjamkan oleh
yang empunya, guna dijadikan manfaat untuk kepentingan sesuatu
yang diperbolehkan oleh Syara’ serta tetap bentuknya dan boleh
dipergunakan diambil manfaatnya oleh orang yang ditentukan (yang
meneriman wakafan), perorangan atau umum.
2) Rukun Wakaf
Adapun beberapa rukun wakaf ialah:
a) Yang berwakaf, syaratnya:
- Berhak berbuat kebaikan walau bukan Isalam sekalipun
- Kehendak sendiri, ridak sah karena dipaksa
b) Sesuatu yang diwakafkan, syaratnya:
Kekal zakatnya, berarti bila diambil manfaatnya, barangnya
tidak rusak. Kepunyaan yang mewakafkan walaupun musya
(bercampur dan tidak dapat dipisahkan dari yang lain).
c) Tempat berwakaf (yang berhak menerima hasil wakaf itu).
d) Lafadz wakaf, seperti: “saya wakafkan ini kepada orang-orang
miskin dan sebagainya.
3) Syarat Wakaf
Syarat wakaf ada tiga, yaitu:
a) Ta’bid, yaitu untuk selama-lamanya/tidak terbatas waktunya.
b) Tanjiz, yaitu diberikan waktu ijab kabul.
c) Imkan-Tamlik, yaitu dapat diserahkan waktu itu juga
16
4) Hukum Wakaf
a) Pemberian tanah wakaf tidak dapat ditarik kembali sesudah
diamalkannya karena Allah.
b) Pemberian harta wakaf yang ikhlas karena Allah akan
mendapatkan ganjaran terus-menerus selagi benda itu dapat
dimanfaatkan oleh umum dan walaupun bentuk bendanya ditukar
dengan yang lain dan masih bermanfaat.
c) seseorang tidak boleh dipaksa untuk berwakaf karena bisa
menimbulkan perasaan tidak ikhlas bagi pemberiannya.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Di dalam mewujudkan masyarakat madani dan kesejahteraan umat
haruslah berpacu pada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang diamanatkan oleh
Rasullullah kepada kita sebagai umat akhir zaman. Sebelumnya kita harus
mengetahui dulu apa yang dimaksud dengan masyarakat madani itu dan
bagaimana cara menciptakan suasana pada masyarakat madani tersebut, serta
ciri-ciri apa saja yang terdapat pada masyarakat madani sebelum kita yakni
pada zaman Rasullullah.
Selain memahami apa itu masyarakat madani kita juga harus melihat
pada potensi manusia yang ada di masyarakat, khususnya di Indonesia.
Potensi yang ada di dalam diri manusia sangat mendukung kita untuk
mewujudkan masyarakat madani. Karena semakin besar potensi yang dimiliki
oleh seseorang dalam membangun agama Islam maka akan semakin baik pula
hasilnya. Begitu pula sebaliknya, apabila seseorang memiliki potensi yang
kurang di dalam membangun agamanya maka hasilnya pun tidak akan
memuaskan.
Untuk mencapai masyarakat madani yang dibutukan adalah
kesejahteraan masyarakat itu sendiri, salah satu upaya Islam dalam
mewuudkan masyarakat madani adalah pelaksanaan zakat dan wakaf. Di
harapkan dengan zakat dan wakaf, maka pemerataan kekayaan dikalangan
kaya dan miskin dapat terwujud dan pengembangan kehidupan sosial
masyarakat dapat berjalan dengan lancar.
18
B. Saran
Diharapkan kepada kita semua baik yang tua maupun yang muda agar
dapat mewujudkan masyarakat madani di negeri kita yang tercinta ini yaitu
Indonesia. Yakni melalui peningkatan kualiatas sumber daya manusia,
potensi, perbaikan sistem ekonomi, serta menerapkan budaya zakat, infak, dan
sedekah. Insya Allah dengan menjalankan syariat Islam dengan baik dan
teratur kita dapat memperbaiki kehidupan bangsa ini secara perlahan.
19
DAFTAR PUSTAKA
Aman, Saifuddin. 2000. Membangun Masyarakat Madani. Jakarta: Al Mawardi
Prima.
Qardhway, Yusuf. 1997. Pengantar Kajian Islam. Jakarta: Pustaka Al Kautsar.
Madjid, Nurcholish. 2000. Kehampaan Spiritual Masyarakat Modern Respon dan
Transformasi Nilai-Nilai Islam Menuju Masyarakat Madani. Jakarta:
Mediacita.
www.google.com diakses November 2010.
20
MAKALAH
PENDIDIKAN AGAMA
MASYARAKAT MADANI DAN KESEJAHTERAAN UMMAT
Makalah ini disusun sebagai tugas mata kuliah umum pendidikan agama
Disusun oleh
Hendra G21112015
Wahdania G21112
Riskawati G21112
Ririn Agustanti G21112
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
21
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas
curahan rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga kami mampu merampungkan
maklah Pendidikan Agama “Masyarakat Madani dan Kesejahteraan Ummat” ini.
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah umum Pendidikan
Agama. Laporan ini disusun berdasarkan pengetahuan dan berbagai sumber
referensi yang dapat kami temukan. Adapun isi dari laporan ini adalah tentang apa
sebenarnya masyarakat madani itu dan bagaimana saja peran Isalam dalam
mencapai kesejahteraan ummat
Kami menyadari bahwa dalam proses penyelesaian makalah ini penulis
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu kami mengucapkan
terimah kasih kepada pihak atau rekan-rekan yang telah membantu untuk
terselesainya makalah ini.
Makalah ini tidak terlepas dari keterbatasan dan kekurangan, oleh karena itu
kami mengharapakan kritik dan saran dari pembaca demi untuk kesempurnaan di
masa mendatang. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat kepada
pihak yang membutuhkannya.
Makassar, Oktober 2012
Penyusun
22
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
23