Post on 27-Jan-2016
description
BAB 1
PENDAHULUAN
Ilmu kedokteran gigi anak, salah satu yang dipelajari adalah tentang suatu
metode pencegahan terhadap terjadinya karies pada gigi anak. Berbagai tindakan
pencegahan terjadinya karies telah diupayakan melalui fluoridasi air minum, topikal
aplikasi fluor pada fase perkembangan enamel, dan program kontrol plak bagi
masing-masing individu. Hal ini tidak terbukti efektif mengurangi insiden karies pada
pit dan fisura yang merupakan bagian yang rentan karies, karena bentukan
anatomisnya yang menyempit (Robert G.Craig: 1979: 28).
Pemberian fluor secara topikal dan sistemik, tidak banyak berpengaruh
terhadap insidensi pada karies pit dan fisura. Hal ini karena pit dan fisura merupakan
daerah cekungan yang terlindung (Gambar 7). Kondisi ini mendukung terjadinya
proses karies. Fluor yang telah diberikan tidak cukup kuat untuk mencegah karies.
Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukanlah suatu cara preventif yang ditujukan
khusus untuk mencegah karies pada daerah ini melalui teknik fissure sealant (R.J
Andlaw, 1992: 58).
Fissure sealant merupakan bahan yang diletakkan pada pit dan fisura gigi yang
bertujuan untuk mencegah proses karies gigi (J.H. Nunn et al, 2000). Bentuk pit dan
fisura beragam, akan tetapi bentuk umumnya adalah sempit, melipat dan tidak teratur.
Bakteri dan sisa makanan menumpuk di daerah tersebut. Saliva dan alat pembersih
mekanis sulit menjangkaunya. Dengan diberikannya bahan penutup pit dan fisura
pada awal erupsi gigi, diharapkan dapat mencegah bakteri sisa makanan berada dalam
pit dan fisura (Sari Kervanto, 2009: 12).
Tujuan utama diberikannya sealant adalah agar terjadinya penetrasi bahan ke
dalam pit dan fisura serta berpolimerisai dan menutup daerah tersebut dari bakteri dan
debris (Kenneth J Anusavice, 2004: 260-261). Bahan sealant ideal mempunyai
kemampuan retensi yang tahan lama, kelarutan terhadap cairan mulut rendah,
biokompatibel dengan jaringan rongga mulut, dsn mudah diaplikasikan (Donna
Lesser, 2001).
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Karies
Karies adalah suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan cementum
yang disebabkan oleh aktivitas jazad renik terhadap suatu jenis karbohidrat yang
dapat diragikan. Tandanya adalah adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang
kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya (Kidd & Bechal, 1992). Karies
merupakan proses demineralisasi yang disebabkan oleh suatu interaksi antara
(produk-produk) seperti: mikroorganisme, ludah, bagian-bagian yang berasal dari
makanan dan email .
2.2 Proses terjadinya karies gigi
Proses terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plaque di permukaan gigi,
sukrosa(gula) dari sisa makanan dan bakteri berproses menempel pada waktu tertentu
yang berubah menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis
(5,5) dan akan menyebabkan demineralisasi email berlanjut menjadi karies gigi.
Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin melalui lubang
fokus tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan lubang). Kavitasi baru timbul bila
dentin terlibat dalam proses tersebut. Namun
kadang-kadang begitu banyak mineral hilang dari inti lesi sehingga permukaan mudah
rusak secara mekanis, yang menghasilkan kavitasi yang makrokopis dapat dilihat.
Pada karies dentin yang baru mulai terlihat hanya lapisan keempat (lapisan transparan,
terdiri daritulang dentin sklerotik, kemungkinan membentuk rintangan terhadap
mikroorganisme dan enzimnya) dan lapisan kelima (lapisan opak/tidak tembus
penglihatan, di dalam tubuli terdapat lemak yang mungkin merupakan gejala
degenerasi cabang-cabang odontoblast). Baru setelah terjadi kavitasi, bakteri akan
menembus tulang gigi. Pada proses karies yang amat dalam, tidak terdapat lapisan-
lapisan tiga (lapisan demineralisasi
,suatu daerah sempit, dimana dentin partibular diserang), lapisan empat dan lapisan
lima. Akumulasi plak pada permukaan gigi utuh dalam dua sampai tiga minggu
menyebabkan terjadinya bercak putih. Waktu terjadinya bercak putih menjadi kavitasi
tergantung pada umur, pada anak-anak 1,5 tahun dengan kisaran 6 bulan ke atas dan
ke bawah, pada umur 15 tahun, 2 tahun dan pada umur 21- 24 tahun, hampir tiga
tahun. Tentu saja terdapat perbedaan individual. Sekarang ini karena banyak
pemakaian flourida, kavitasi akan berjalan lebih lambat daripada dahulu. Pada anak-
anak, kerusakan berjalan lebih cepat dibanding orang tua, hal ini disebabkan:
1) Email gigi yang baru erupsi lebih mudah diserang selama belum selesai maturasi
setelah erupsi (meneruskan mineralisasi dan pengambilan flourida) yang berlangsung
terutama 1 tahun setelah erupsi.
2) Remineralisasi yang tidak memadai pada anak-anak, bukan karena perbedaan
fisiologis, tetapi sebagai akibat pola makannya (sering makan makanan kecil)
3) Lebar tubuli pada anak-anak mungkin menyokong terjadinya sklerotisasi yang
tidakmemadai
4) Diet yang buruk dibandingkan dengan orang dewasa, pada anak-anak terdapat
jumlah ludah dari kapasitas buffer yang lebih kecil, diperkuat oleh aktivitas proteolitik
yang lebih besar di dalam mulut
2.3 Pencegahan karies gigi
Menjaga kebersihan mulut adalah merupakan cara terbaik untuk mencegah terjadinya
penyakit-penyakit dalam mulut, seperti: karies gigi dan radang gusi. Kedua penyakit
tersebut merupakan penyakit yang paling sering ditemukan dalam mulut, penyebab
utama penyakit tersebut adalah plaque.
Beberapa cara pencegahan karies gigi antara lain :
a. Diet
Diet merupakan makanan yang dikonsumsi setiap hari dalam jumlah dan jangka
waktu tertentu. Hendaknya dihindari makanan yang mengandung karbohidrat seperti :
dodol, gula, permen, demikian pula makanan yang lengket hendaknya dihindari.
Adapun yang disarankan dalam plaque control adalah makanan yang banyak
mengandung serat dan air. Jenis makanan ini memiliki efek self cleansing yang baik
serta vitamin yang terkandung didalamnya memberikan daya tahan pada jaringan
penyangga gigi. (Tinanoff et al, 2002)
b. Menyikat Gigi
Menyikat gigi ádalah cara yang dikenal umum oleh masyarakat untuk menjaga
kebersihan gigi dan mulut dengan maksud agar terhindar dari penyakit gigi dan mulut.
Menurut Manson dan Elley (1993), menyikat gigi sebaiknya dilakukan dengan cara
sistematis supaya tidak ada gigi yang terlampaui, yaitu mulai dari posterior ke anterior
dan berakhir pada bagian posterior sisi lainnya. (Tinanoff et al, 2002)
C. Flouridasi
Fluor adalah suatu bahan mineral yang digunakan oleh manusia sebagai bahan yang
dapat membuat lapisan email tahan terhadap asam. penggunaan Fluor adadua macam
yaitu secara sistemik dan lokal. Secara sistemik dapat dilakukan melalui air minum
mengandung kadar fluor yang cukup, sehingga fluor dapat diserap oleh tubuh. Secara
lokal dapat dilakukan dengan diteteskan/dioleskan pada gigi, kumur-kumur dengan
larutan fluordan diletakkan pada gigi dengan menggunakan sendok (Tinanoff et al,
2002)
D. Perawatan Pit dan Fisura
Menurut M. John Hick (dalam J.R Pinkham, 1994: 456), sejumlah pilihan
perawatan bagi para dokter gigi dalam merawat pit dan fisura, meliputi:
a. Melalui pengamatan (observasi), menjaga oral higiene, dan pemberian fluor
b. Pemberian sealant
Upaya pencegahan terjadinya karies permukaan gigi telah dilakukan melalui
fluoridasi air minum, aplikasi topikal fluor selama perkembangan enamel, dan
program plak kontrol. Namun tindakan ini tidak sepenuhnya efektif menurunkan
insiden karies pada pit dan fisura, dikarenakan adanya sisi anatomi gigi yang sempit
(Robert G.Craig:1979: 29).
Pemberian fluor secara topikal dan sistemik, tidak banyak berpengaruh
terhadap insidensi karies pit dan fisura. Hal ini karena pit dan fisura merupakan
daerah cekungan yang dalam dan sempit. Fluor yang telah diberikan tidak cukup kuat
untuk mencegah karies. (R.J Andlaw, 1992: 58). Pemberian fluor ini terbukti efektif
bila diberikan pada permukaan gigi yang halus, dengan pit dan fisura minimal (M.
John Hick dalam J.R Pinkham, 1994: 455).
Upaya lain dalam pencegahan karies pit dan fisura telah dilakukan pada
ujicoba klinis pada tahun 1965 melalui penggunaan sealant pada pit dan fisura.
Tujuan sealant pada pit dan fisura adalah agar sealant berpenetrasi dan menutup
semua celah, pit dan fisura pada permukaan oklusal baik gigi sulung maupun
permanent. Area tersebut diduga menjadi tempat awal terjadinya karies dan sulit
dilakukan pembersihan secara mekanis (Robert G.Craig :1979: 29).
Indikasi pemberian sealant pada pit dan fisura adalah sebagai berikut:
a. Dalam, pit dan fisura retentif
b. Pit dan fisura dengan dekalsifikasi minimal
c. Karies pada pit dan fisura atau restorasi pada gigi sulung atau permanen
lainnya
d. Tidak adanya karies interproximal
e. Memungkinkan isolasi adekuat terhadap kontaminasi saliva
f. Umur gigi erupsi kurang dari 4 tahun.
Sedangkan kontraindikasi pemberian sealant pada pit dan fisura adalah
a. Self cleansing yang baik pada pit dan fisura
b. Terdapat tanda klinis maupun radiografis adanya karies interproximal yang
memerlukan perawatan
c. Banyaknya karies interproximal dan restorasi
d. Gigi erupsi hanya sebagian dan tidak memungkinkan isolasi dari kontaminasi
saliva
e. Umur erupsi gigi lebih dari 4 tahun.
(M. John Hick dalam J.R Pinkham, 1994: 459-61)
Pertimbangan lain dalam pemberian sealant juga sebaiknya diperhatikan.
Umur anak berkaitan dengan waktu awal erupsi gigi-gigi tersebut. Umur 3-4 tahun
merupakan waktu yang berharga untuk pemberian sealant pada geligi susu; umur 6-7
tahun merupakan saat erupsi gigi permanen molar pertama; umur 11-13 tahun
merupakan saatnya molar kedua dan premolar erupsi. Sealant segera dapat diletakkan
pada gigi tersebut secepatnya. Sealant juga seharusnya diberikan pada gigi dewasa
bila terbukti banyak konsumsi gula berlebih atau karena efek obat dan radiasi yang
mengakibatkan xerostomia (Norman O. Harris, 1999: 245-6).
Bahan Penutup Pit dan Fisura
Terdapat beberapa bentukan pit dan fisura, seperti telah dijelaskan
sebelumnya. Bahan sealant yang ada diaplikasikan untuk menutupi bentukan anatomi
tersebut, guna mencegah masuknya bakteri, food debris ke dalam pit dan fisura
(Carline Paarmann, 1991:10).
Pencegahan karies pada permukaan gigi terutama, pit dan fisura perlu
perhatian khusus. Hal ini dikarenakan bagian ini merupakan daerah yang paling
rentan karies. Prevalensi karies oklusal pada anak-anak terbanyak ditemukan pada
permukaan pit dan fisura. Area ini sering tidak terjangkau oleh bulu sikat gigi. Molar
pertama merupakan gigi permanen yang memiliki waktu terlama berada dalam rongga
mulut.
Sealant diaplikasikan pada pit dan fisura guna menutup dan melindungi dari
karies. Bahan sealant dibedakan menurut bahan dasar yang digunakan, metode
polimerisasi, dan ada tidaknya kandungan fluoride. Meskipun kebanyakan sealant di
pasaran, bahan sealant berbahan dasar dan memiliki komposisi kimia sama, namun
hal ini penting guna mengetahui keefektifan dan kemampuan retensi masing-masing
bahan tersebut.
Kemampuan sealant untuk melepaskan fluoride, pada permukaan pit dan
fisura akan memberikan keuntungan tersendiri pada bahan sealant semen ionomer.
Semen ionomer disarankan sebagai bahan ideal untuk menutup pit dan fisura karena
memiliki kemampuan melepas fluoride dan melekat pada enamel (Subramaniam,
2008).
Dua bahan sealant yang sering digunakan adalah sealant berbasis resin dan
sealant semen ionomer kaca (SIK). Bahan sealant berbasis resin dapat melakukan
polimerisasi secara autopolimerisasi dan fotopolimerisasi. Sedangkan sealant SIK
yang sering digunakan bersifat autopolimerisasi (Sari Kervanto, 2009: 20).
Sealant berbasis resin bertahan lebih lama dan kuat karena memiliki
kemampuan penetrasi yang lebih bagus. Hal ini karena adanya proses etsa pada
enamel gigi yang menghasilkan kontak yang lebih baik antara bahan resin dengan
permukaan enamel (Mahadevan Ganesh, 2007).
Etsa menghilangkan mineral enamel gigi dan menghasilkan resin tag dan
secara klinis nampak lebih putih dan pudar. Bahan sealant yang diberikan pada area
yang dietsa akan berpenetrasi ke dalam resin tag. Hal ini dapat meningkatkan retensi
mekanis bahan sealant dengan permukaan enamel gigi (Carline Paarmann, 1991:13).
Sealant ionomer kaca memiliki kemampuan mencegah karies yang hampir
sama dengan sealant berbasis resin. Manipulasi sealant semen ionomer kaca lebih
mudah, dan tidak diperlukan tahapan pengetsaan pada permukaan gigi (Subramaniam,
2008).
Berbeda dengan sealant berbasis resin, bahan sealant semen ionomer kaca
melakukan interaksi khusus dengan enamel gigi dengan melepaskan kalsium,
strontium dan ion fluor yang bersifat kariostatik dan mengurangi perkembangan
karies pada daerah yang diberi sealant (Laurence J. Walsh, 2006).
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam makalah ini akan dibahas tentang
perbandingan fissure sealant berbasis resin dengan sealant semen ionomer kaca
sebagai bahan penutup pit dan fisura pada permukaan gigi posterior.
Teknik Aplikasi Fissure Sealant dengan Sealant Semen Ionomer Kaca
1. Pembersihan pit dan fisura pada gigi yang akan dilakukan aplikasi fissure sealant
menggunakan brush dan pumis (Gambar 1)
Syarat pumis yang digunakan dalam perawatan gigi:
a. Memiliki kemampuan abrasif ringan
b. Tanpa ada pencampur bahan perasa
c. Tidak mengandung minyak
d. Tidak mengandung Fluor
e. Mampu membersihkan dan menghilangkan debris, plak dan stain
f. Memiliki kemampuan poles yang bagus
2. Pembilasan dengan air
Syarat air:
a. Air bersih
b. Air tidak mengandung mineral
c. Air tidak mengandung bahan kontaminan
3. Isolasi gigi
Gunakan cotton roll atau gunakan rubber dam
4. Keringkan permukaan gigi selama 20-30 detik dengan udara.
Syarat udara :
a. Udara harus kering
b. Udara tidak membawa air (tidak lembab)
c. Udara tidak mengandung minyak
d. Udara sebaiknya tersimpan dalam syringe udara dan dihembuskan
langsung ke permukaan gigi.
5. Aplikasi bahan dentin kondisioner selama 10-20 detik (tergantung instruksi pabrik).
Hal ini akan menghilangkan plak dan pelikel dan mempersiapkan semen
beradaptasi dengan baik dengan permukaan gigi dan memberikan perlekatan yang
bagus (Gambar 3).
6. Pembilasan dengan air selama 60 detik
Syarat air sama dengan point 2.
7. Pengeringan dengan udara setelah aplikasi dentin kondisioner permukaan pit dan
fisura dilakukan pembilasan
a. Syarat udara sama dengan point 3.
b. Keringkan dengan udara selama 20-30 detik
8. Aplikasikan bahan SIK pada pit dan fisura (Gambar 4).
9. Segera aplikasi bahan varnish setelah aplikasi fissure sealant dilakukan (Gambar 5).
1.0 Evaluasi permukaan oklusal
a. Cek oklusi dengan articulating paper
b. Penyesuaian dilakukan bila terdapat kontak berlebih (spot grinding)
(Departemen Kesehatan North Sidney, 2008)
Teknik Aplikasi Fissure Sealant Berbasis Resin
1. Pembersihan pit dan fisura pada gigi yang akan dilakukan aplikasi fissure sealant
menggunakan brush dan pumis (Gambar 1)
Syarat pumis yang digunakan dalam perawatan gigi:
a. Memiliki kemampuan abrasif ringan
b. Tanpa ada pencampur bahan perasa
c. Tidak mengandung minyak
d. Tidak mengandung Fluor
e. Mampu membersihkan dan menghilangkan debris, plak dan stain
f. Memiliki kemampuan poles yang bagus
2. Pembilasan dengan air
Syarat air:
a. Air bersih
b. Air tidak mengandung mineral
c. Air tidak mengandung bahan kontaminan
3. Isolasi gigi
Gunakan cotton roll atau gunakan rubber dam
4. Keringkan permukaan gigi selama 20-30 detik dengan udara.
Syarat udara :
a. Udara harus kering
b. Udara tidak membawa air (tidak lembab)
c. Udara tidak mengandung minyak
d. Udara sebaiknya tersimpan dalam syringe udara dan dihembuskan langsung ke
permukaan gigi.
Lakukan pengetsaan pada permukaan gigi
a. Lama etsa tergantung petunjuk pabrik
b. Jika jenis etsa yang digunakan adalah gel, maka etsa bentuk gel tersebut harus
dipertahankan pada permukaan gigi yang dietsa hingga waktu etsa telah
cukup.
c. Jika jenis etsa yang digunakan adalah berbentuk cair, maka etsa bentuk cair
tersebut harus terus-menerus diberikan pada permukaan gigi yang dietsa
hingga waktu etsa telah cukup.
5. Pembilasan dengan air selama 60 detik
Syarat air sama dengan point 2.
6. Pengeringan dengan udara setelah pengetsaan permukaan pit dan fisura
a. Syarat udara sama dengan point 3.
b. Cek keberhasilan pengetsaan dengan mengeringkannya dengan udara,
permukaan yang teretsa akan tampak lebih putih
c. Jika tidak berhasil, ulangi proses etsa
d. Letakkan cotton roll baru, dan keringkan
e. Keringkan dengan udara selama 20-30 detik
7. Aplikasi bahan sealant
a. Self curing: campurkan kedua bagian komponen bahan, polimerisasi akan
terjadi selama 60-90 detik.
b. Light curing: aplikasi dengan alat pabrikan (semacam syringe), aplikasi
penyinaran pada bahan, polimerisasi akan terjadi dalam 20-30 detik.
8. Evaluasi permukaan oklusal
a. Cek oklusi dengan articulating paper
b. Penyesuaian dilakukan bila terdapat kontak berlebih (spot grinding)
(Donna Lesser, 2001)
BAB 3
KESIMPULAN
Karies bukan merupakan kejadian tetapi proses yang dapat dikontrol dalam
kedokteran gigi. Penatalaksaan karies meliputi proses identifikasi faktor resiko,
pencegahan karies berdasarkan faktor-faktor resiko. Dan merestorasi gigi-gigi yang
telah mengalami kerusakan.
BAB 4
DAFTAR PUSTAKA
Andlaw, RJ and Rock. 1992. Perawatan Gigi Anak. Alih bahasa: Agus Djaya dari A
Manual of Pedodontics. Jakarta: EGC
Anusavice, Kenneth J. 1994. Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. Jakarta: EGC
Craig, Robert G. 1979. Dental Materials. London: Mosby Company
Departement of Health North Sidney. 2008. Pit and Fissure Sealants: Use of in Oral
Health Service NSW. Diakses dari
http://www.health.nsw.gov.au/policies/pd/2008/pdf/PD2008_028.pdf
pada 8 Juni 2009
Ganesh, Mahadevan MDS, et al. 2007. Comparative Evaluation of The Marginal
Sealing Ability of Fuji VII and Concise as Pit and Fissure Sealants. The Journal
Contemporary Dental Practice, diakses dari
http://www.thejcdp.com/issue033/ganesh/ganesh.pdf pada 8 Juni 2009.
Kervanto, Sari. 2009. Arresting Occlusal Enamel Caries Lesions with Pit and Fisura
Sealants. Academic Dissertation Faculty of Medicine, University of Helsinki.
Diakses dari https://oa.doria.fi/bitstream/handle/10024/43707/arrestin.pdf?
sequence=1 pada 8 Juni 2009
Kidd, Edwina A. M dan Bechal, Sally Joyston.1992. Dasar-Dasar Karies Penyakit
dan Penanggulangannya. Terjemahan Narlan Sumawinata dan Safrida Faruk
dari Essential of Dental Caries (1992). Jakarta: EGC
Lesser, Donna, RDH, BS. 2001. An Overview of Dental Sealants. Diakses dari
http://www.adha.org/downloads/sup_sealant.pdf pada 8 Juni 2009
Lucas, J, Dr . 2008. Fuji VII Pink or White. Diakses dari
http://www.gcasia.info/australia/brochures/pdfs/7704_FUJI%20VII_NEW
%20FORMAT.pdf pada 8 Juni 2009
Nunn, J.H. 2000. British Society of Paediatric Dentistry: A Policy Document on
Fissure Sealants in Paediatric Dentistry. International Journal of Paediatric
Dentistry diakses dari http://www.bspd.co.uk/publication-19.pdf pada 8 Juni
2009
Paarmann, Carline, RDH, MEd. 1991. Application of Pit and Fissure Sealants.
Diakses dari
http://www.pte.idaho.gov/Forms_Publications/Health/Curriculum/DentalApplic
ationOfPitAndFissureSealants.pdf pada 6 juni 2009.
Pinkham, J.R. 1994. Pediatryc Dentistry, Infancy Trough Adolescence second edition.
Philadelphia: W.B Saunders Co
Subramaniam P. 2008. Retention of Resin Based Sealant and Glass Ionomer used as a
Fissure Sealant: a Comparative Study. Jurnal Indian Soc. Pedodontics Prevent
Departemen diakses dari
http://www.jisppd.com/temp/JIndianSocPedodPrevDent263114-
3280171_090641.pdf pada 8 Juni 2009
Tinanoff et al. 2002. Current Understanding of the epidemiology, Mechanism, and
Prevention of Dental Caries In Preschool Children. Pediatric Dentistry
University Of Maryland Baltimore
Walsh, Laurence J, Prof. 2006. Pit and Fissure Sealant: Current Evidence and
Concepts. Dental Practice Journal. Diakses dari
https://espace.library.uq.edu.au/eserv/UQ:13804/Sealants_2006.pdf pada 8
Juni 2009
MAKALAH ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK 2
“Pencegahan Karies Melalui Intervensi Terhadap
Etiologinya”
Disusun Oleh :
Nama : Ihdatul Aini Adawiyah
NIM : 11/315917/KG/8873
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014