Post on 16-Jan-2016
description
MA’RIFATULLAH (MENGENAL ALLAH)
MA’RIFATULLAH (MENGENAL ALLAH)
A. Muqaddimah
Ma’rifah berasal dari kata ‘arafa – ya’rifu – ma’rifah yang berarti mengenal. Dengan
demikian ma’rifatullah berarti usaha manusia untuk mengenal Allah baik wujud maupun sifat-
sifat-Nya. Manusia sangat berkepentingan untuk mengetahui siapa penciptanya dan untuk apa
ia diciptakan. Karena itu, manusia pun mulai melakukan penelitian dan mencari-cari siapa
gerangan Tuhannya. Allah yang Maha Rahman dan Maha Rahim tentu tidak akan membiarkan
kita terkatung-katung tanpa adanya pembimbing yaitu utusan-utusan-Nya para nabi dan rasul
yang akan menunjukkan kita ke jalan yang benar. Maka di antara manusia ada yang berhasil
mengetahui Allah dan banyak pula yang tersesat, berjalan dengan angan-angannya sendiri.
“Maka berpalinglah kamu dari orang yang telah berpaling dari peringatan Kami dan dia tidak
menghendaki, kecuali kehidupan dunia. Itulah kesudahan pengetahuan mereka. Sungguh
Tuhanmu lebih mengetahui orang yang telah sesat dari jalan-Nya, dan Dia lebih mengetahui
orang yang dapat petunjuk”. (QS. An Najm: 29-30).
B. Urgensi Ma’rifatullah
Secara umum, manusia mengetahui bahwa suatu ilmu dikatakan penting dan dirasakan
mulia sebetulnya tergantung kepada dua hal yaitu apakah yang menjadi obyek ilmu itu dan
seberapa besar manfaat yang dihasilkan darinya.
Berdasarkan alasan tersebut di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa
ma’rifatullah merupakan ilmu yang paling mulia dan penting karena materi yang dipelajarinya
adalah Allah. Manfaat yang dihasilkannya pun tidak saja untuk kepentingan dunia tapi juga
untuk kebahagiaan akhirat.
Orang yang mempelajari ma’rifatullah akan menjadi insan yang beriman dan bertaqwa bila
Allah memberi hidayah kepadanya. Dan bagi muslim yang mempelajarinya, insya Allah akan
menaikkan keimanan dan ketaqwaannya (raf’ul iman wat taqwa). Sebagai balasan
atas keimanan dan ketaqwaan mereka, Allah SWT menjanjikan kebaikan-kebaikan bagi
mereka, di antaranya:
Pertama, Al Khalifah. Bahwa Allah SWT menjanjikan kepada mereka untuk menjadi
penguasa di muka bumi ini.
“Dan Allah telah menjanjikan bagi orang-orang yang beriman di antaramu dan mengerjakan
amal shaleh, bahwa Allah sungguh-sungguh akan mengangkat mereka menjadi khalifah di
muka bumi, sebagaimana orang-orang dahulu menjadi khalifah…” (QS. An Nur: 55).
Melalui beberapa tahap pembinaan secara berkesinambungan, insya Allah kekhalifahan
Islam akan muncul kembali sebagaimana yang dinubuahkan rasulullah saw. Rasulullah saw
mengungkapkan bahwa umat Islam setidaknya akan melalui lima periode dalam perjalanannya
hingga hari kiamat nanti, yaitu periode kenabian, periode kekhalifahan yang tegak di atas nilai-
nilai kenabian, periode mulkan adhan (penguasa yang menggigit), periode mulkan
jabbariyan (penguasa yang menindas), dan terakhir sebelum datangnya kiamat, umat ini sekali
lagi akan berjaya dengan kembali ke periode kekhalifahan yang tegak di atas nilai-nilai
kenabian. (disarikan dari hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Baihaqi).
Kedua, Tamkinuddin. Yaitu diteguhkannya agama Islam di muka bumi.
“…dan Allah sungguh-sungguh akan meneguhkan agama mereka yang diridhai-Nya…”
(QS. An Nur: 55).
“Dia-lah yang telah mengutus rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al Qur’an) dan
agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik
tidak menyukai”. (QS. At Taubah: 33 dan QS. Ash Shaf: 9).
“Dia-lah yang mengutus rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak, agar
dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi” (QS. Al Fath:
28).
Ketiga, Al Amnu. Bahwa Allah SWT akan mengkondisikan orang-orang yang beriman rasa
aman dan tentram setelah sebelumnya mereka selalu ditimpa keresahan dan ketakutan.
“Dan Allah sungguh-sungguh akan menggantikan ketakutan mereka dengan keamanan…”
(QS. An Nur: 55).
“Dan ingatlah ketika Ibrahim berdoa, “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman
sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara
mereka kepada Allah dan hari kemudian”. (QS. Al Baqarah: 126).
“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu berada dalam surga (taman-taman) dan (di
dekat) mata air-mata air (yang mengalir). (Dikatakan kepada mereka), “Masuklah ke dalamnya
dengan sejahtera lagi aman”. (QS Al Hijr: 45-46).
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan
kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah
orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. Al An’am: 82).
Keempat, Al Barakat (keberkahan yang melimpah).
“Kalau sekiranya penduduk negeri itu beriman dan bertaqwa, niscaya Kami tumpahkan
kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi, tetapi mereka itu mendustakan, sebab itu
Kami siksa mereka disebabkan usahanya itu”. (QS. Al A’raf: 96).
Kelima, Al Hayatun thayyibah (kehidupan yang baik).
“Barangsiapa melakukan kebaikan-kebaikan, laki-laki maupun perempuan dan dia beriman,
pasti Kami akan memberinya kehidupan, kehidupan yang menyenangkan. Dan Kami akan
memberinya pahala, sesuai dengan apa yang mereka lakukan secara lebih baik”. (QS. An Nahl:
97).
Keenam, Al Jannah (surga)
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, bagi mereka
surga Firdaus-lah tempatnya, mereka kekal di dalamnya tak hendak berpindah darinya”. (QS. Al
Kahfi: 107-108).
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, untuk mereka itu surga
na’im. Mereka kekal di dalamnya. Itulah janji Allah yang sebenarnya. Dia Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana”. (QS. Lukman: 8-9).
Kesemua ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa ma’rifatullah bila dipelajari dengan benar
akan menambah keimanan dan ketaqwaan. Orang-orang yang bijak dan memiliki akal sehat
tentu akan memilih beriman dan bertaqwa kepada Allah daripada mengingkari atau
mempersekutukan-Nya dengan ilah-ilah yang lain.
Berikut ini dalil-dalil tentang wajibnya berma’rifatullah dan beriman kepada-Nya.
“Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah kecuali Allah, dan minta ampunlah
untuk dosa-dosamu dan untuk dosa-dosa orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan.
Allah mengetahui tempat bolak-balikmu dan tempat diammu”. (QS. Muhammad: 19).
“Tiada Kami utus seorang rasulpun sebelum engkau, melainkan Kami wahyukan bahwa
sesungguhnya tidak ada Ilah kecuali Aku, sebab itu beribadahlah kepadaku”. (QS. Al Anbiya:
25).
Sabda rasulullah saw:
Dari Abbas ra bahwa Nabi saw ketika mengutus Muadz bin Jabal ra ke Yaman, bersabda,
“Sesungguhnya kamu akan mendatangi kaum ahli kitab, maka ajaklah mereka kepada
kesaksian bahwa tidak ada Ilah kecuali Allah, dan sesungguhnya saya Rasulullah. Kalau
mereka telah mentaati yang demikian itu, maka ajarkanlah mereka bahwa Allah azza wa jalla
mewajibkan mereka shalat lima waktu sehari semalam”. (HR. Jamaah).
Barangsiapa yang mengatakan aku ridha Allah sebagai Rabbku, Islam sebagai dinku, dan
Muhammad saw sebagai nabiku, maka surga wajib baginya. (HR. Bukhari, An Nasa’i dan Abu
Daud).
Merasakan nikmatnya iman, barangsiapa yang ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai din,
dan Muhammad sebagai rasul. (HR. Muslim dan Tirmidzi).
Berkata Ibnu Umar, “Kami hidup pada suatu masa dan seseorang dari kami diberikan iman
sebelum Al Qur’an dan kemudian turunlah surat-surat dari Al Qur’an, maka dipelajarilah darinya
yang halal, haram, perintah dan larangannya dan apa-apa yang harus dilakukannya. Dan aku
lihat orang-orang sekarang ini diberikan Al Qur’an dahulu sebelum adanya iman. Maka
dibacalah surat dari Al Fatihah hingga surat yang terakhir dan dia tidak tahu apa perintah dan
larangannya. Lalu dia campakkan Al Qur’an itu bagai kurma busuk.” (HR. Imam Thabrani dalam
kitab Al Ausath).
Selain dalil-dalil di atas, ada hal lain lagi yang perlu kita camkan yaitu bahwa ma’rifatullah dan
iman kepada-Nya merupakan furqan (pembeda) antaranya dengan mereka yang tidak beriman.
Padahal keimanan inilah yang menjadi titik tolak diterimanya amal seseorang.
“Dan orang-orang kafir, amal-amal mereka laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang
disangka air oleh orang-orang yang dahaga. Tetapi ketika didatanginya air itu, ia tidak
mendapatinya suatu apapun. Dan didapatinya ketetapan Allah di sisinya, lalu Allah
memberitakan kepadanya perhitungan amal-amalnya dengan cukup dan Allah adalah sangat
cepat perhitungannya.” (QS. An Nur: 39).
C. Jalan Menuju Pengenalan Kepada Allah
Agar manusia dapat mengenal Allah, ia harus tahu jalan yang benar untuk menujunya. Karena
bila jalannya salah bisa jadi ia akan kesasar. Orang yang benar jalannya hingga ia sampai pada
tujuan yang sebenarnya, ia menjadi orang yang ma’rifah dan semakin yakin serta
membenarkan keimanannya. Sedangkan orang-orang yang tersesat jalannya, tentu tidak akan
sampai pada tujuan yang sebenarnya, yaitu berma’rifah kepada Allah. Mereka kemudian
menjadi orang yang penuh keragu-raguan (al irtiyab), hingga kemudian menjadi orang-orang
kafir mengingkari keberadaan Allah.
1. Jalan yang dilalui bukan atas dasar petunjuk Islam
Dari dahulu hingga sekarang ada orang-orang yang masih beranggapan bahwa Allah tidak ada,
hanya gara-gara mereka tidak dapat melihat-Nya dengan panca inderanya sendiri (al hawas),
dengan alasan mereka tidak mempercayai sesuatu yang ghaib. Padahal panca indera kita
sangat terbatas kemampuannya dalam menganalisa benda-benda yang nampak, apalagi
terhadap benda-benda yang tidak nampak.
Hanya dengan berbekal panca indera, mereka tidak akan dapat mengenal Allah. Manusia
hanya dapat melihat-Nya di surga nanti bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Mereka tidak mampu
melihat-Nya, bahkan karena kesesatannya lalu mereka menjadikan benda-benda lain yang
mempunyai kekuatan tertentu yang mempengaruhi kehidupannya sebagai Tuhan mereka selain
Allah (ghairullah). Tersebutlah kemudian kepercayaan akan adanya dewa-dewa yang
menguasai matahari, bintang, langit, air, udara dan lainnya. Selain itu ada pula yang karena
jenuh mencari namun tak juga berhasil, lalu berkesimpulan bahwa Tuhan tidak ada. Pencarian
tak tentu arah ini lalu menimbulkan sikap skeptis. Segala sesuatu yang berhubungan dengan
diri dan juga gejala-gejala alam yang terjadi dalam lingkungan kehidupannya dipandangnya
dengan nalarnya semata. Inilah yang mereka anggap lebih ilmiah dari pada harus mempercayai
hal-hal yang bersifat ghaib, mistik, takhayul dan sebagainya. Ilmu filsafat kemudian muncul
memuaskan segala nafsu dan akal manusia.
Akal manusia bisa jadi akan mampu mengenal keberadaan Allah melalui tanda-tanda
kekuasaan-Nya yang tersebar di pelosok bumi. Namun karena mereka tidak mempunyai
keimanan, segala pengetahuan itu kemudian dijadikan diskursus ilmu semata.
Penggambaran yang salah terhadap metode untuk mengenal Allah ini, dulu maupun sekarang,
merupakan faktor terbesar yang menjauhkan manusia dari metode iman yang benar kepada
Allah. Padahal penggambaran macam ini jelas-jelas salah. Secara aksiomatik, akal
mengatakan bahwa Allah adalah pencipta materi tetapi Dia bukan materi. Sebab materi tidak
bisa menciptakan materi. Jika puncak pencerapan indera di dalam kehiduapan dunia kita hanya
terbatas pada materi yang tercerap secara inderawi saja, maka Allah tidak akan bisa menjadi
obyek pengetahuan kita. Yang jelas pada bangsa atau orang kafir manapun juga pasti akan
muncul kekacauan di seputar metode inderawi untuk mengenal Allah ini. Itulah sebabnya
mengapa di zaman sekarang kita mendengar ada orang-orang tertentu yang menjadikan “tidak
bisa dilihat oleh mata” menjadi sebab musabab timbulnya atheisme. Demikian pula, kita
mendengar beberapa negara tertentu menegaskan demikian, seperti yang dilakukan oleh
siaran Uni Soviet ketika meluncurkan satelit industrinya yang pertama ke ruang angkasa.
Kedua jalan tersebut, yaitu al hawas (panca indera) dan aqli (akal pemikiran) karena tidak
diikuti dengan keimanan terhadap hasil pencariannya itu, timbullah sakwasangka dan keragu-
raguan (al irtiyab) dan pada akhirnya membuat mereka menjadi kafir.
2. Jalan yang dilalui berdasarkan petunjuk Islam
Jalan mengenal Allah telah ditunjukkan oleh Islam dengan menggunakan prinsip keimanan dan
akal pemikiran melalui tanda-tanda (al ayat), yaitu melalui ayat-ayat qauliyah (Al Qur’an dan
hadits), ayat-ayat kauniyah (alam semesta), dan melalui mu’jizat.
Dari ayat-ayat qauliyah, Allah mewahyukan firman-Nya kepada para utusan-Nya. Ada yang
berupa shuhuf, al kitab dan juga hadits qudsi. Dalam Al Qur’an kita dapati maklumat Allah
mengenai keberadaan diri-Nya.
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Ilah selain Aku, maka mengabdilah pada-Ku
dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku”. (QS. Thaha: 14).
Dari ayat-ayat kauniyah, kita dapati keyakinan adanya Allah melalui apa-apa yang ada di alam
semesta dan juga pada diri kita sendiri. (lihat QS. Adz Dzariyat : 21-22 dan QS. Fushshilat :53).
Misalnya adalah yang ada pada telapak tangan kita. Ruas-ruas tulang jari (tapak tangan
maupun telapak kaki) kita terkandung jejak-jejak nama Allah, Tuhan yang sebenar pencipta
alam semesta ini.
Perhatikan salah satu tapak tangan kita (bisa kanan bisa kiri). Perhatikan lagi dengan seksama:
Jari kelingking membentuk huruf alif
Jari manis, tengah dan jari telunjuk membentuk huruf lam (double)
Jari jempol (ibu jari) membentuk huruf ha
Jadi jika digabung, maka bagi Anda yang mengerti huruf Arab akan mendapati bentuk tapak
tangan itu bisa dibaca sebagai Allah (dalam bahasa Arab).
Garis utama kedua telapak tangan kita, bertuliskan dalam angka Arab yaitu : IV pada telapak
tangan kanan, artinya : 18; dan ɅI pada telapak tangan kiri, artinya : 81. Jika kedua angka ini
dijumlahkan, 18+81 = 99, 99 adalah jumlah nama/sifat Allah, Asmaul Husna yang terdapat
dalam Al-Quran !
Mengenai sidik jari, polisi dapat mengidentifikasi kejahatan berdasarkan sidik jari yang
ditinggalkan oleh pelaku di tubuh korban. Hal ini disebabkan struktur sidik jari setiap orang
berbeda satu dengan lainnya. Bila kelak penjahat itu telah ditemukan maka untuk membuktikan
kejahatannya sidik jarinya akan dicocokkan dengan sidik jari yang ada dalam tubuh korban..
Maka si penjahat tidak dapat memungkiri perbuatannya di hadapan polisi.
Keistimewaan pada jari jemari manusia menunjukkan kebenaran firman Allah yang menyatakan
bahwa segala sesuatu ada bekasnya. Allah tidak akan menyia-nyiakan bekas-bekas ini untuk
dituntut di yaumil akhir nanti.
Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah
mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami
kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS. Yaasin:12).
Adapun mengenai mu’jizat yang Allah berikan kepada para rasul dan nabi-Nya, telah cukup
memperkuat eksistensi Allah. Mu’jizat terbesar yang hingga kini masih ada adalah Al Qur’an.
Berikut adalah beberapa contoh mu’jizat yang terdapat dalam Al Qur’an.
- Asal mula alam raya :
“Kemudian Dia menuju pada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan kabut, lalu
Dia berkata, “Datanglah kepada-Ku baik dengan suka maupun terpaksa”. Keduanya berkata,
“Kami datang dengan suka hati.” (QS. Fushshilat : 11).
Tak seorangpun ahli saint mengira bahwa langit, bintang dan planet-planet itu dasarnya adalah
kabut (dukhan) setelah alat-alat ilmiah berkembang pesat. Para peneliti menyaksikan sisa-sisa
kabut yang hingga kini selalu membentuk bintang-gemintang.
- Bulan dan mentari :
“Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu kami hapuskan tanda malam, kami
jadikan tanda siang itu terang”. (QS. Al Isra: 12).
Para pakar ilmu astronomi pada saat ini telah menemukan bahwa rembulan dulunya menyala
kemudian padam dan sinarnya sirna. Cahaya yang keluar dari rembulan di malam hari
hanyalah pantulan dari lampu (siraj) lain yaitu matahari.
“Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang Dia juga menjadikan
padanya matahari dan bulan yang bercahaya.” (QS.Al Furqan: 61).
Di sini Allah menyatakan bahwa matahari bersinar, sehingga dikatakannya “pelita/lampu”. Jika
bulan bersinar pula, tentu Allah akan berkata ‘dua lampu” (as sirajain).
- Kurangnya oksigen di langit :
“Barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Dia menjadikan dadanya sesak
lagi sempit seolah-olah sedang mendaki ke langit”. (QS. Al An’am: 125).
Dahulu orang-orang beranggapan bahwa orang yang naik ke atas merasa sesak napas karena
udara buruk yang tidak sehat. Tetapi manakala manusia berhasil membuat pesawat ruang
angkasa super canggih dan ia mampu naik ke langit, diketahuilah bahwa orang yang naik ke
langit dadanya terasa sesak, bahkan amat sesak, dikarenakan udara (oksigen) berkurang dan
bahkan hampa. Karena itu para astronot harus memakai tabung oksigen ketika mengangkasa.
Setelah mengkaji beberapa contoh hubungan kitabullah dengan sains modern, pahamlah kita
bahwa Al Qur’an benar-benar suatu mukjizat yang tiada bandingnya. Mereka yang memiliki hati
nurani akan merasa takjub dengan keangungan-Nya. Sungguh benar firman Allah :
“Sesungguhnya telah Kami datangkan kepada kamu suatu kitab yang telah Kami jelaskan
berdasarkan ilmu (dari kami), sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (QS. Al
A’raf: 52).
Manusia yang beriman dan berakal lurus akan merasakan keberadaan Allah dan membenarkan
keimanannya kepada Allah (tashdiqul mu’min ilallah) . Sehingga rukun iman yang enam perkara
yang selalu kita hapalkan itu, bukan hanya keimanan dalam lafadz semata, tapi juga telah
tertashdiq (dibenarkan) dalam hati dan pola tingkah kita sehari-hari. Hal ini sesuai dengan
firman Allah SWT dalam surat 53:11 ,”Hatinya tidak mendustai apa yang telah dilihatnya”.
D. PENGHALANG DALAM MENGENAL ALLAH
Ada beberapa hal yang menghalangi seseorang mengenal Allah, di antaranya :
1. Al Kubru (sombong)
Berkatalah orang-orang yang tidak menanti-nanti pertemuan(nya) dengan Kami, ”Mengapakah
tidak diturunkan kepada kita malaikat atau (mengapa) kita (tidak) melihat tuhan kita ?”
Sesungguhnya mereka menyombongkan diri mereka dan mereka benar-benar telah
melampaui batas (dalam melakukan) kezaliman. (Al Furqan, 25: 21).
2. Azh Zhulmu (zalim)
Dan barangsiapa di antara mereka mengatakan, “Sesungguhnya aku adalah tuhan selain
daripada Allah”, maka orang itu Kami beri balasan dengan jahannam, demikian Kami
memberikan pembalasan kepada orang-orang zalim. (Al Anbiya, 21: 29).
3. Al Kadzibu (dusta)
Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syrik). Dan orang-orang yang
mengambil pelindung selain Allah (berkata), “Kami tidak mnyembah mereka melainkan supaya
mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan
memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya
Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. (QS. Az Zumar,39: 3).
4. Al Fusuqu (fasik)
Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Wahai kaumku, mengapa kalian
menyakitiku padahal kalian tahu bahwa aku adalah utusan Allah untuk kalian”. Maka tatkala
mereka berpaling (dari kebenaran), Allah palingkan hati mereka dan Allah tiada memberi
petunjuk kepada kaum yang fasik. (QS. Ash Shaf, 61: 5).
5. Al Kufru (ingkar)
Wahai Rasul, janganlah kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan)
kekafirannya, yaitu di antara orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka , “Kami telah
beriman”, padahal hati mereka belum beriman…(QS. Al Maidah, 5: 41).
6. Al Fasadu (fasad)
Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain
Allah, dan sesungguhnya Allah, Dia-lah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kemudian
jika mereka berpaling (dari kebenaran), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui orang-
orang yang berbuat kerusakan. (QS. Ali Imran, 3: 62-63).
7. Al Ghaflah (lengah)
Dan sesungguhnya kami jadikan untuk isi neraka jahannam kebanyakan dai jin dan manusia,
mereka mempunyai hati tapi tak digunakan untuk memahami, mempunyai mata tapi tak
digunakan untuk melihat, dan mempunyai telinga tapi tak digunakan untuk mendengar. Mereka
itu bagaikan binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang
lalai. (QS. Al A’raf, 7: 179).
8. Katsratul Ma’ashi (banyak berbuat durhaka)
Dan ditimpakan kepada mereka nista dan kehinaan, serta mendapat kemurkaan dari Allah. Hal
itu karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alibi yang
benar. Demikian itu karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas. (QS. Al
Baqarah, 2: 61).
9. Al Irtiyab (ragu-ragu)
Dan sesungguhnya mereka telah mengingkari Allah sebelum itu, dan mereka menduga-duga
tentang yang ghaib dari tempat yang jauh. Dan dihalangi antara mereka dengan apa yang
mereka ingini sebagaimana yang dilakukan terhadap orang-orang yang serupa dengan mereka
pada masa dahulu. Sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) dalam keraguan yang mendalam.
(QS. Saba’, 34: 53-54).
E. DALIL ADANYA ALLAH
Allah SWT memberikan berbagai sarana dan jalan hingga kita dapat memiliki kepercayaan
kepada-Nya sampai kadar keyakinan yang ilmiah, sebagaimana keyakinan kita melihat benda
yang dapat ditangkap dengan indra.
Secara umum, ilmu ada dua katagori, yaitu ilmu dharuri (aksiomatis) dan
ilmu nazhari(teoritis). Ilmu dharuri adalah pengetahuan akan sesuatu yang tidak membutuhkan
dalil, karena keberadaannya dapat disentuh dengan indra. Ketika kita berada di dpn suatu
masjid, kita tidak memerlukan dalil untuk mengatakan bahwa masjid itu ada. Sedangkan ilmu
yang hanya dapat diperoleh dengan dalil disebut ilmu nazhari. Misalnya luas segitiga adalah
setengah kali alas kali tinggi (1/2 X a X t).
Dan sesungguhnya, fenomena alam dan perangkat kehidupan yang dianugerahkan Allah
SWT dapat menuntun kita pada ma’rifat kepada-Nya dengan ma’rifat yang sangat dekat,
sebagaimana ilmu dharuri yang dapat dilihat dengan mata kepala.
Berikut ini kita bahas dalil-dalil yang dapat menguatkan keyakinan kita akan keberadaan
Allah SWT.
1. Ad dalil al fithri (dalil fitrah)
Ketika kita menghadapi musibah berat yang tak mampu kita hadapi, spontan kita akan meminta
perlindungan dan pertolongan kepada “kekuatan ghaib” di balik alam ini. Inilah ‘fitrah imaniah’
(karakter dasar keimanan) yang pasti muncul pada saat-saat seseorang tidak sanggup
menghadapi ujian duniawi. (lihat QS. Az Zumar ayat 8, Ar Rum ayat 33, An Naml ayat 62, Al
Ankabut ayat 65, Lukman ayat 32, An Nahl ayat 53).
Dikatakan kepada Rabi’ah al Adawiyah, seorang tokoh muslimah ahli ibadah, bahwa seseorang
dapat menunjukkan seribu dalil akan adanya tuhan. Ia tertawa dan berkata, “Satu dalil sudahlah
cukup.” “Apa itu ?” tanya orang itu. “Kalau kamu berjalan di tengah padang pasir, lalu kakimu
tergelincir dan jatuh ke lubang sebuah sumur hingga tidak bisa keluar darinya, apa yang akan
kamu perbuat ?” tanya Rabi’ah. “Kami akan berkata, ya Allah,” jawabnya. “Nah, itulah dalil…,”
tegas Rabi’ah.
Demikianlah fitrah manusia. Dia memang diciptakan Allah SWT di atas fitrah agama Allah,
sehingga keimanan kepada Allah sesungguhnya telah bersemayam dalam hati setiap insan,
siapapun orangnya dan yang lahir dari siapapun.
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah). (tetaplah atas) fitrah Allah
yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. Ar Rum, 30: 30).
2. Ad dalil al hassiy (dalil panca indera)
Panca indra manusia diciptakan sebagai alat untuk mengenal alam benda di sekitar kita.
Namun apa yang ada pada diri kita itu memiliki banyak sekali keterbatasan. Mata kita misalnya.
Ada hal-hal yang sebenarnya ada di dunia ini, tetapi mata tidak mampu melihatnya. Misalnya
arus listrik, udara, aroma dan sebagainya. Apa yang kita lihat juga kadang tidak menunjukkan
fakta yang sebenarnya. Misalnya pensil yang dimasukkan dalam segelas air terlihat patah
padahal sebenarnya tidak. Rel kereta api bila kita lihat semakin jauh terlihat bertemu pada satu
ujung, padahal tidak demikian faktanya. Lautan terjauh yang kita lihat seolah-olah bertemu
dengan ujung dunia, padahal realitanya tidaklah demikian.
Keterbatasan indra inilah yang justru menjadi dalil bahwa sesungguhnya di balik dunia yang kita
tangkap dengan indra masih terdapat dunia lain. Termasuk di dalamnya adalah dunia ghaib, di
mana Allah SWT termasuk bagian darinya. Dengan demikian, barangsiapa mengingkari wujud
Allah SWT hanya karena indra tidak menangkapnya, maka ia harus juga mengingkari banyak
sekali realita yang ada di dunia ini, yang tidak bisa ditangkap oleh indra manusia.
Benarlah apa yang Allah firmankan,
Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu
dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (QS. Al An’am, 6: 103).
3. Ad dalil al ‘aqli (dalil akal)
Akal memiliki keistimewaan berupa kemampuan membuat kesimpulan dari data-data yang
tertangkap panca indra kita. Kesimpulan inilah yang akan menghadirkan berbagai hakikat
penting yang sangat dibutuhkan manusia dalam beragama.
Seorang Arab badui suatu ketika ditanya tentang keberadaan Allah, lalu dia menunjuk
seonggok kotoran onta sambil balik bertanya, ‘Tahukah Anda, kotoran apakah itu ?’ ‘Kotoran
onta jawabnya,’ jawabnya.
Sang badui kemudian bertanya lagi, ‘Apakah Anda melihat ontanya ?” “Tidak”, jawabnya. Sang
badui bertanya lagi, ‘Lalu, bagaimana Anda bisa mengetahui bahwa kotoran itu adalah kotoran
onta, tanpa Anda tahu ontanya ?” ‘Dengan melihat ciri-cirinya,” jawabnya lagi.
Sang badui kemudian berkata, “Lihatlah ke atas dan lihatlah alam semesta. Jika kotoran onta
menunjukkan adanya onta tanpa harus terlihat ontanya, apakah tidak cukup bahwa alam
semesta ini menunjukkan adanya pencipta tanpa harus terlihat sang pencipta ? Dialah Allah.”
Allah SWT berfirman,
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata), “Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia, Maha Suci
Engkau, maka peliharalah kami dari siksa api neraka.” (QS. Ali Imron, 3: 190-191).
4. Ad dalil al wahyu (dalil wahyu)
Pendekatan dalili akal hanya sampai pada kesimpulan aan adanya dzat ghaib yang berada di
balik alam semesta ini. Namun siapakah dia ? Nash (teks) wahyu Al Quran
memperkenalkannya dengan sangat jelas. Ayat-ayat Al Quran telah menunjukkan kepada kita
akan keberadaan Sang Maha Pencipta. Ayat-ayat yang terangkai dalam Al Quran merupakan
untaian mukjizat untuk menunjukkan keberadaan-Nya.
Allah SWT berfirman dalam beberapa ayat-Nya berikut ini ;
Sesungguhnya tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam
masa, lalu Dia sengaja menciptakan Arsy. Dia tutup malam dengan siang yang mengikutinya
dengan cepat. Matahari, bulan dan bintang-bintang tunduk kepada perintah-Nya. Ketahuilah,
mencipta dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Berkat Allah, tuhan semesta alam. (QS. Al
Araf, 7: 54).
Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada tuhan melainkan Aku, maka sembahlah aku dan
dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku. (QS. Thaha, 20: 14)
Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata. Dialah
yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dialah Allah yang tiada tuhan selain Dia. Raja yang
Mahas Suci, yang Maha Sejahtera, yang mengkaruniakan keamanan, yang Maha Memelihara,
yang Maha Perkasa, yang Maha Esa, yang memiliki segala keagungan, Maha Suci Allah dari
apa yang mereka persekutukan. Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang
Membentuk rupa, yang Mempunyai nama-nama yang paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa
yang di langit dan apa yang di bumi. Dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS.
Al Hasyr: 22-24).
5. Ad dalil at tarikhi (dalil sejarah)
Peninggalan situs-situs sejarah yang masih dapat kita saksikan hingga kini, menunjukkan
adanya kepercayaan umat manusia akan keberadaan Tuhannya. Ritual haji di depan Ka’bah
oleh musyrikin Arab, candi Borobudur di Indonesia, Pagoda Songkla dan lainnya menunjukkan
pengakuan manusia akan adanya Sang Pencipta.
Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi, sehingga mereka dapat
memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka. Allah telah
menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan menerima (akibat-akibat)
seperti itu. (QS. Muhammad,47: 10).
F. KHATIMAH
Ma’rifatullah merupakan jalan pembuka mengapa kita perlu beribadah kepada-Nya dan
mengapa jalan-Nya yang kita ambil dalam menapaki kehidupan kita sehari-hari di alam fana ini.
Kita harus memahami dan mengenal Allah dengan benar (shahih) melalui sandaran yang benar
pula. Dalam pandangan Islam, faktor iman kepada yang ghaib, yang tak dapat kita lihat dengan
mata kepala, merupakan faktor yang dominan dalam upaya mengenal Allah, di samping faktor
akal dan ayat-ayat Allah yang Allah turunkan melalui utusan-Nya dan juga yang terhampar di
seluruh alam mayapada ini. Pengenalan Allah yang benar akan menghasilkan peningkatan
iman dan taqwa (raf’ul iman wat taqwa), juga pribadi merdeka dan bebas yang membebaskan
kita dari penghambaan kepada makhluk menuju penghambaan kepada pencipta makhluk.
Dengan mengenal Allah, akan tumbuh ketenangan, keberkatan dan kehidupan yang baik, serta
di akhirat dibalas dengan surga-Nya.
Ada banyak hal yang menyebabkan manusia tak mengenal Allah dan tak mau mengakui
keberadaan-Nya. Ada yang karena kesombongannya, lalai, bodoh, ragu-ragu dan lainnya.
Padahal banyak sekali dalil yang menguatkan keberadaan Allah dan menyakinkan kita untuk
beriman kepada-Nya. Tanda-tanda kekuasaan-Nya bukan saja terdapat di alam semesta ini,
bahkan dalam diri kita pun, hal itu tampak dengan jelas.
Akan Kami perlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan
pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Dan
apakah Rabb-mu tidak cukup, bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu ? (QS.
Fushilat, 41: 53).
Pada akhirnya, pemahaman pada ma’rifatullah, akan menjadi furqan (pembeda) antara orang-
orang yang beriman dan yang mengingkarinya. Moga kita dirahmati Allah SWT bukan saja
untuk lebih kenal kepada-Nya, tapi juga dapat lebih meningkat iman dan taqwa kita.
Maraji’: Syahadat dan Makrifatullah; Cahyadi T dkk. Solo: Era Intermedia, 2003