Post on 28-Jan-2016
description
STUDI KASUS
LOW CALCIUM ALUMINATE PADA SEMEN UNTUK MENINGKATKAN DAYA TAHAN BETON TERHADAP SULFAT
Baiti Rahma Maudina : 1206262986 Nadira Aprilliani : 1206262954
Putri Maudy Kusumah : 1206262840
ASISTEN : Afdol Pranata
DOSEN : Dr. Cindy Priadi, S.T., MSc
NILAI :
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-
Nya makalah studi kasus ini dapat kami selesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Makalah ini kami buat sebagai tugas besar dari mata kuliah Kimia Lanjut. Makalah ini dibuat
berdasarkan informasi-informasi yang penulis dapat dari beberapa jurnal yang tersedia dari
internet.
Dalam penyusunan makalah ini, kami mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, dengan segenap hati kami berterima kasih kepada:
1. Dosen mata kuliah Kimia Lanjut Dr. Cindy Priadi, S.T., MSc.
2. Asisten Dosen Afdol Pranata
3. Rekan-rekan program studi S1 Teknik Sipil dan Teknik Lingkungan beserta pihak-
pihak lain yang telah membantu kami baik langsung maupun tidak langsung.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak agar dapat dijadikan
pelajaran bagi kami sehingga kelak kami dapat membuat makalah studi kasus yang lebih
baik.
Depok, 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang................................................................................................. 1
1.2.Perumusan Masalah......................................................................................... 1
1.3.Tujuan penulisan.............................................................................................. 2
1.4.Batasan Masalah.............................................................................................. 2
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Beton............................................................................................. 3
2.2. Komposisi Beton
2.2.1. Semen Portland
1. Jenis-jenis semen Portland........................................................ 3
2.Sifat fisik semen Portland.......................................................... 5
2.2.2. Agregat
1. Agregat Halus........................................................................... 8
2. Agregat Kasar........................................................................... 9
2.2.3. Air................................................................................................... 10
2.3. Sifat-sifat Beton
2.3.1. Sifat Fisik Beton............................................................................. 11
2.3.2. Sifat Mekanik.................................................................................. 12
2.4 Deskripsi Sulfat
2.4.1 Sumber Sulfat di Alam.................................................................... 12
2.4.2 Sifat Kimiawi Sulfat........................................................................ 12
2.4.3 Dampak Sulfat terhadap Beton........................................................ 14
2.5 Deskripsi Kalsium Alumina
2.5.1 Sumber Kalsium Alumina di Alam.................................................. 15
2.5.2 Sifat Kimiawi Kalsium Alumina...................................................... 15
2.6 Pencampuran Kalsium Alumina pada Semen
2.6.1 Proses Pencampuran Kalsium Alumina dengan Semen (Reaksi).... . 16
2.6.2 Kelemahan Campuran Semen yang mengandung Kalsium Alumina 16
BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan..................................................................................................... 18
3.2 Saran............................................................................................................... 18
REFERENSI........................................................................................................ 19
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Beton adalah salah satu material yang paling banyak digunakan sebagai
konstruksi bangunan. Bangunan yang dibangun menggunakan beton diharapkan lebih
kuat dan tahan lama dibandingkan dengan konstruksi bangunan yang dibangun
dengan material lainnya. Sebagai material yang kuat, beton tersusun dari beberapa
bahan baku lainnya. Bahan baku tersebut antara lain semen, agregat halus, dan agregat
kasar. Agregat halus dan agregat kasar didapatkan dari alam. Sementara semen
terbentuk dari susunan bahan-bahan kimia yang bergabung dalam suatu reaksi kimia.
Dengan kenyataan tersebut, semen bisa bereaksi kembali secara kimia dengan bahan-
bahan yang berada di sekitar semen tersebut.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kuaalitas beton adalah sulfat. Sulfat
yang dapat ditemukan di sekitar konstruksi bangunan yang terbuat dari beton bisa
bereaksi dengan semen yang merupakan salah satu bahan baku pembuatan beton.
Kandungan sulfat berada di air tanah, air laut limbah industri. Sulfat dapat merusak
pondasi, basement, terowongan yang berhubungan langsung dengan tanah. Dengan
kenyataan yang telah dipaparkan tersebut, maka penulis akan membahas topik tentang
low Calcium Aluminate pada Cement untuk Meningkatkan Daya Tahan Beton
terhadap Sulphate.
2. Perumusan Masalah
Apa pengertian dari beton dan material apa yang dipakai untuk pembuatan beton?
Bagaimana sifat beton dan faktor apa sajakah yang dapat mempengaruhi sifat
tersebut?
Apa pengaruh sulfat terhadap ketahanan beton?
Apa pengaruh penambahan Kalsium Aluminate terhadap beton dan bagaimana
proses pencampurannya?
3. Tujuan Penulisan
Mengetahui pengertian beton
Mengetahui sifat-sifat fisik dan sifat-sifat mekanik beton dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya
Mengetahui sifat kimiawi sulfat dan sumbernya di alam
Mengetahui pengaruh sulfat terhadap ketahanan beton
Memahami Kasium Alumina dan manfaatnya terhdap beton
Mengetahui proses pencampuran kalsium alumina dengan semen
Mengetahui bagaimana proses Kalsium Alumina berguna untuk mengatasi sulfat
yang mengurangi kualitas beton dalam lapangan
4. Batasan Masalah
Pada makalah ini, penulis hanya membahas satu bahan yang dapat
mempengaruhi kualitas beton terhadap ketahanan sulfat. Penulis membatasi masalah
yang dibahas yaitu hanya dengan satu faktor yang mempengaruhi ketahanan beton,
yaitu kalsium alumina. Selain itu, penulis membatasi bahwa ketahan yang dimaksud
adalah ketahanan terhadap sulfat.
BAB I
PENDAHULUAN
5. Latar Belakang
Beton adalah salah satu material yang paling banyak digunakan sebagai
konstruksi bangunan. Bangunan yang dibangun menggunakan beton diharapkan lebih
kuat dan tahan lama dibandingkan dengan konstruksi bangunan yang dibangun
dengan material lainnya. Sebagai material yang kuat, beton tersusun dari beberapa
bahan baku lainnya. Bahan baku tersebut antara lain semen, agregat halus, dan agregat
kasar. Agregat halus dan agregat kasar didapatkan dari alam. Sementara semen
terbentuk dari susunan bahan-bahan kimia yang bergabung dalam suatu reaksi kimia.
Dengan kenyataan tersebut, semen bisa bereaksi kembali secara kimia dengan bahan-
bahan yang berada di sekitar semen tersebut.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kuaalitas beton adalah sulfat. Sulfat
yang dapat ditemukan di sekitar konstruksi bangunan yang terbuat dari beton bisa
bereaksi dengan semen yang merupakan salah satu bahan baku pembuatan beton.
Kandungan sulfat berada di air tanah, air laut limbah industri. Sulfat dapat merusak
pondasi, basement, terowongan yang berhubungan langsung dengan tanah. Dengan
kenyataan yang telah dipaparkan tersebut, maka penulis akan membahas topik tentang
low Calcium Aluminate pada Cement untuk Meningkatkan Daya Tahan Beton
terhadap Sulphate.
6. Perumusan Masalah
Apa pengertian dari beton dan material apa yang dipakai untuk pembuatan beton?
Bagaimana sifat beton dan faktor apa sajakah yang dapat mempengaruhi sifat
tersebut?
Apa pengaruh sulfat terhadap ketahanan beton?
Apa pengaruh penambahan Kalsium Aluminate terhadap beton dan bagaimana
proses pencampurannya?
7. Tujuan Penulisan
Mengetahui pengertian beton
Mengetahui sifat-sifat fisik dan sifat-sifat mekanik beton dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya
Mengetahui sifat kimiawi sulfat dan sumbernya di alam
Mengetahui pengaruh sulfat terhadap ketahanan beton
Memahami Kasium Alumina dan manfaatnya terhdap beton
Mengetahui proses pencampuran kalsium alumina dengan semen
Mengetahui bagaimana proses Kalsium Alumina berguna untuk mengatasi sulfat
yang mengurangi kualitas beton dalam lapangan
8. Batasan Masalah
Pada makalah ini, penulis hanya membahas satu bahan yang dapat
mempengaruhi kualitas beton terhadap ketahanan sulfat. Penulis membatasi masalah
yang dibahas yaitu hanya dengan satu faktor yang mempengaruhi ketahanan beton,
yaitu kalsium alumina. Selain itu, penulis membatasi bahwa ketahan yang dimaksud
adalah ketahanan terhadap sulfat.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Beton
Menurut KBBI beton adalah campuran semen, kerikil, dan pasir yang diaduk
dengan air untuk membangun berbagai macam struktur bangunan. Menurut Nawy
(1985:8) beton dihasilkan dari sekumpulan interaksi mekanis dan kimia sejumlah
material pembentuknya. DPU-LPMB memberikan definisi tentang beton sebagai
campuran antara semen portland atau semen hidrolik yang lainnya, agregat halus,
agregat kasar dan air,dengan atau tanpa bahan tambahan membentuk massa padat
(SK.SNI T-15-1990-03:1).
Sebagai material struktur, material beton kuat terhadap tekan tetapi lemah
terhadap tarik. Untuk mengatasi masalah tersebut, pada umumnya beton yang
mengalami tarik diperkuat dengan material baja tulangan yang membentuk satu
kesatuan material yang sering disebut beton bertulang.
Seperti struktur bangunan lainnya, beton tidak terlepas dari kerusakan-
kerusakan yang dapat mengurangi durabilitasnya. Salah satu penyebabnya adalah
pengaruh eksternal atau lingkungan di sekitarnya. Kandungan sulfat atau zat-zat
kimiawi lainnya yang merusak durabilitas beton dapat hadir dalam tanah, air tanah,
bahan organik, maupun limbah industri yang mengelilingi struktur beton tersebut.
2.2. Komposisi Beton
2.2.1. Semen Portland
Semen Portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara
menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalisum yang
berisfat hidrolis dengan gips sebagai bahan tambahan [PUBI-1982]. Secara
garis besar Semen Portland terdiri dari kapur, silika, dan alumina. Bahan
tambahan dalam semen merupakam bahan-bahan yang mengandung senyawa
kalsium sulfat (seperti gypsum), yang berguna untuk mengkondisi panas
hidrasi beton (peristiwa bertemunya air dan semen sehingga membentuk suatu
senyawa baru yang berfungsi sebagai perekat). Semen berfungsi untuk
mengikat agregat halus dengan agregat kasar dengan air dalam suatu adukan,
seperti adukan plesteran atau adukan beton.
1. Jenis-jenis Semen Portland menurut Dinas Pekerjaan Umum
a. Tipe I (Ordinary Portland Cement)
Semen Portland Tipe I digunakan untuk penggunaan umum yang
tidak memerlukan persyaratan khusus seperti yang dipersyaratkan
pada tipe-tipe lain. Tipe I paling banyak diproduksi dan
dipasarkan.
b. Tipe II (Moderate Sulphate Resistance)
Semen Portland Tipe II dalam penggunaannya memerlukan
ketahanan terhadap sulfat atau panas hidrasi sedang. Tipe II
mempunyai panas hidrasi yang lebih rendah dibandingkan dengan
semen Portland Tipe I. Pada daerah–daerah yang memiliki suhu
tinggi, semen tipe II perlu ditambahkan sifat moderat “Heat of
Hydration” agar tidak terjadi penyusutan yang besar. Semen
Portland tipe II ini disarankan untuk dipakai pada bangunan seperti
bendungan, dermaga dan landasan berat.
c. Tipe III (High Early Strength)
Semen Portland tipe III dalam penggunaannya memerlukan
kekuatan yang tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan
terjadi. Semen tipe III ini dibuat dengan kehalusan yang tinggi.
Beton yang menggunakan semen Portland tipe III dapat mencapai
kekuatan yang sama dengan beton yang menggunakan semen tipe I
pada umur 3 hari, dalam 24 jam. Namun pada umur 7 hari beton
yang menggunakan semen Portland tipe III memiliki kekuatan
yang sama dengan beton yang menggunakan semen portland tipe I
pada umur 28 hari.
d. Tipe IV (Low Heat Of Hydration)
Semen Portland Tipe IV memerlukan panas hidrasi yang rendah.
Semen Tipe IV banyak digunakan untuk struktur beton dengan
volume yang besar, seperti bendungan, dam, atau lapangan udara.
Kenaikan suhu dari panas yang dihasilkan selama periode
pengerasan diusahakan seminimal mungkin agar tidak terjadi
pengembangan volume beton yang bisa menimbulkan peretakkan.
Pengembangan kuat tekan dari semen jenis ini juga sangat lambat
jika dibanding Semen Portland Tipe I.
e. Tipe V (Sulfat Resistance Cement)
Penggunaan Semen Portland Tipe V memerlukan ketahanan tinggi
terhadap sulfat. Semen Portland Tipe V digunakan untuk
pembuatan beton di daerah yang mempunyai kandungan garam
sulfat yang tinggi di dalam tanah dan airnya seperti air laut, daerah
tambang, air payau, dan sebagainya.
2. Sifat fisik semen Portland
a. Kehalusan Butir
Kehalusan butir semen mempengaruhi proses hidrasi. Waktu
pengikatan (setting time) menjadi semakin lama jika butir semen
lebih kasar. Semakin halus butiran semen, proses hidrasinya
semakin cepat, sehingga kekuatan awal tinggi dan kekuatan akhir
akan berkurang. Kehalusan butir semen yang tinggi dapat
mengurangi terjadinya bleeding atau naiknya air ke permukaan,
tetapi menambah kecenderungan beton untuk menyusut lebih
banyak dan mempermudah terjadinya retak susut. Menurut ASTM,
butir semen yang melewati ayakan No.200 harus lebih dari 78%.
Untuk mengukur kehalusan butir semen digunakan "Turbidimeter"
dari Wagner atau "Air Permeability" dari Blaine.
b. Kepadatan (Density)
Berat jenis semen yang disyaratkan oleh ASTM adalah 3.15
Mg/m3. Namun kenyataannya, berat jenis semen yang diproduksi
berkisar antara 3.05 Mg/m3 sampai 3.25 Mg/m3. Perbedaan berat
jenis ini akan berpengaruh pada proporsi campuran semen dalam
campuran. Pengujian berat jenis dapat dilakukan menggunakan Le
Cliatelier Flask menurut standar ASTM C-188.
sumber: http://kk.mercubuana.ac.id/elearning/files_modul/11004-
7-901570378753.pdf
c. Konsistensi
Konsistensi semen portland lebih banyak pengaruhnya pada
saat terjadi pengikatan sampai pada saat beton mengeras.
Konsistensi yang terjadi bergantung pada rasio antara semen dan
air serta aspek-aspek bahan semen seperti kehalusan dan kecepatan
hidrasi. Konsistensi mortar bergantung pada konsistensi semen dan
agregate pencampurya.
d. Waktu Pengikatan
Waktu ikat menurut Badan Standar Nasional Indonesia adalah
waktu yang diperlukan semen untuk mengeras, terhitung dari
mulai bereaksi dengan air dan menjadi pasta semen sehingga pasta
semen cukup kaku untuk menahan tekanan. Waktu ikat semen
dibedakan menjadi dua yaitu waktu ikat awal (initial setting time)
dan waktu ikat akhir (final setting time). Waktu ikat awal adalah
waktu dari pencampuran semen dengan air menjadi pasta semen
hingga hilangnya sifat keplastisan, Waktu ikat akhir adalah waktu
antara terbentuknya pasta semen hingga beton mengeras. Pada
semen portland initial setting time berkisar 1.0 - 2.0 jam.
Sedangkan final setting time tidak boleh lebih dari 8.0 jam.
Waktu ikat awal sangat penting pada kontrol pekerjaan
beton. Waktu ikat awal yang panjang diperlukan untuk transportasi
(hauling), penuangan (dumping/pouring), pemadatan (vibrating)
dan penyelesaiannya (finishing). Proses ikatan ini disertai
perubahan suhu yang dimulai terjadi sejak ikatan awal dan
mencapai puncaknya pada waktu berakhimya ikatan akhir. Waktu
ikatan ini sangat dipengaruhi oleh jumlah air yang dipakai dan oleh
lingkungan sekitamya. Pengikatan semu diukur dengan alat
"Vicat" atau "Gillmore". Pengikatan semu untuk persentase
penetrasi akhir minimum pada semua jenis semen adalah 50%
menurut SNI 15-2049-2004.
sumber:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29027/4/Chapter
%20II.pdf
a. Panas Hidrasi
Panas hidrasi adalah panas yang terjadi ketika semen bereaksi
dengan air. Jumlah panas yang dibentuk bergantung pada jenis
semen yang dipakai dan kehalusan butir semen. Perkembangan
panas yang terjadi dapat mengakibatkan timbulnya retakan pada
saat pendinginan. Oleh karena itu perlu dilakukan pendinginan
melalui perawatan (curing). Menurut referensi dari Universitas
Mercubuana, panas hidrasi naik sesuai dengan nilai suhu pada saat
hidrasi terjadi. Untuk semen biasa, panas hidrasi bervariasi mulai
dari 37 kalori/gram pada suhu 5C hingga 80 kalori/gram pada
temperatur 40C. Semua jenis semen umumnya membebaskan
sekitar 50% panas totalnya pada satu hingga tiga hari pertama, 70%
pada hari ketujuh, serta 83-91% setelah 6 bulan. Laju perubahan
panas ini bergantung pada komposisi semen.
sumber:http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/bahan_kontru
ksi_teknik/bab3_semen_portland.pdf
b. Perubahan Volume
Kekalan pasta semen yang telah mengeras merupakan suatu
ukuran yang menyatakan kemampuan pengembangan bahan-bahan
campurannya dan kemampuan untuk mempertahankan volume
setelah pengikatan terjadi. Ketidakkekalan semen disebabkan oleh
terlalu banyaknya jumlah kapur bebas yang pembakarannya tidak
sempurna serta magnesia yang terdapat dalam campuran tersebut.
Kapur bebas mengikat air, kemudian menimbulkan gaya-gaya
expansi.
c. Kekuatan Tekan
Kekuatan tekan semen diuji dengan cara membuat mortar yang
kemudian ditekan sampai hancur. Contoh semen yang akan diuji
dicampur dengan pasir silika dengan perbandingan tertentu,
kemudian dibentuk menjadi kubus-kubus berukuran 5x5x5 cm.
Setelah berumur 3, 7, 14 dan 28 hari serta mengalami perawatan
dengan perendaman, benda uji tersebut diuji kekuatan tekannya.
2.2.2. Agregat
Agregat adalah batuan yang terbentuk dari formasi kulit bumi yang padat
dan solid. Berdasarkan proses pengolahannya agregat digolongkan menjadi dua
macam yaitu agregat alam dan agregat buatan. Agregat alam merupakan agregat
yang terbentuk berdasarkan aliran air sungai dan degredasi. Contoh agregat
alam yang sering digunakan adalah agregat kerikil dan pasir. Agregat buatan
merupakan agregat yang berasal dari hasil sambingan pabrik-pabrik semen dan
mesin pemecah batu.
Agregat juga dapat dibedakan berdasarkan besar partikel-partikelnya yaitu
agregat halus dan agregat kasar.
1. Agregat Halus
Agregat halus yang digunakan untuk beton dapat berupa pasir alam
ataupun pasir buatan. Fungsi agregat halus dalam campuran adalah sebagai
pengisi antara agregat kasar, membentuk suatu massa yang keras, sehingga
ikatan menjadi lebih kuat. Adapun syarat-syarat dari agregat halus yang
digunakan menurut PBI 1971 :
1. Pasir terdiri dari butir-butir tajam dan keras. Bersifat kekal
artinya tidak mudah lapuk oleh pengaruh cuaca.
2. Tidak mengandung lumpur lebih dari 5%. Lumpur adalah
bagian-bagian yang dapat melewati ayakan 0,063 mm. Apabila
kadar lumpur lebih dari 5%, maka harus dicuci. Khususnya
pasir untuk bahan pembuat beton.
3. Tidak mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak. ,
dibuktikan dengan percobaan warna dari Abrams-Harder.
Agregat yang tidak memenuhi syarat percobaan ini bisa dipakai
apabila kekuatan tekan adukan agregat tersebut pada umur 7 dan
28 hari tidak kurang dari 95% dari kekuatan adukan beton
agregat yang sama tetapi dicuci dalam larutan 3% NaOH yang
kemudian dicuci dengan air hingga bersih pada umur yang
sama.
2. Agregat Kasar
Agregat kasar dapat berupa kerikil hasil desintegrasi alami dari batuan-
batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari pemecahan batu
dengan besar butir lebih dari 5 mm. Fungsi agregat kasar dalam
campuran beton adalah sebagai bahan pengisi yang kuat, yang
membentuk suatu massa yang keras. Kerikil dalam penggunaannya
harus memenuhi syarat-syarat berikut :
1. Butir-butir keras yang tidak berpori serta bersifat kekal yang
artinya tidak pecah karena pengaruh cuaca.
2. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1%. Apabila
kandungan lumpur melebihi 1% maka harus dicuci terlebih dahulu
sebelum menggunakannya.
3. Tidak mengandung zat yang dapat merusak batuan seperti zat-zat
yang reaktif terhadap alkali.
4. Agregat kasar yang berbutir pipih hanya dapat digunakan apabila
jumlahnya tidak melebihi 20% dari berat keseluruhan.
Gradasi dari agregat-agregat tersebut secara keseluruhan dapat
menghasilkan mutu beton yang baik, padat, dan mempunyai daya kerja
yang baik dengan semen dan air, dalam proporsi campuran yang
dipakai.
sumber : ilmusipil.com/agregat-halus-kasar
2.2.3. Air
Air adalah suatu unsur yang penting dalam campuran beton, karena air
berfungsi agar proses hidrasi di dalam beton berlangsung. Untuk membuat
semen bereaksi hanya dibutuhkan air sekitar 25-30 persen dari berat semen.
Namun pada kenyataannya, apabila faktor air semen kurang dari 0,35 maka
adukan sulit untuk dikerjakan, sehingga faktor air semen lebih dari 0,40
dimana terdapat kelebihan air yang tidak bereaksi dengan semen. Kelebihan
air inilah yang berfungsi sebagai pelumas agregat sehingga adukan mudah
dikerjakan. Air yang digunakan dalam adukan beton harus merupakan air yang
bersih. Persyaratan air yang digunakan dalam campuran beton menurut SKSNI
S-04-1989-F adalah sebagai berikut :
1. Bersih
2. Tidak mengandung lumpur, minyak, benda terapung lainnya yang
dapat dilihat secara visual.
3. Tidak mengandung benda tersuspensi > 2 gram/liter.
4. Tidak mengandung garam yang mudah larut dan mudah merusak
beton (asam, zat organik) > 15 gram/liter.
5. Kandungan Cl < 500 ppm
6. Senyawa sulfat < 1000 ppm sebagai SO3
7. Apabila dibandingkan dengan kekuatan tekan beton yang memakai
air suling, maka penurunan kekuatan beton yang memakai air yang
diperiksa tidak lebih dari 10%.
8. Semua air yang mutunya meragukan harus dianalisa secara kimia
dan dievaluasi mutunya menurut pemakaiannya.
9. Untuk beton pratekan kecuali persyaratan air di atas tidak boleh
mengandung Cl > 50 ppm.
sumber: http://eprints.undip.ac.id/33824/5/1622_chapter_II.pdf
2.3. Sifat-sifat Beton
2.3.1. Sifat Fisik Beton
1. Kekuatan Beton
Kekuatan beton dipengaruhi oleh banyaknya air dan semen yang
digunakan atau tergantung pada faktor air semen dan derajat
kekompakannya. Adapun faktor yang mempengaruhi kekuatan beton yaitu
perbandingan berat air dan semen, tipe dan gradasi agregat, kualitas semen,
dan perawatan (curing).
2. Panas akibat hidrasi
Panas hiderasi adalah panas yang dilepaskan selama semen mengalami
proses hiderasi. Jumlah panas hiderasi yang terajdi tergantung kepada tipe
semen, kehalusan semen, dan perbandingan antara air dengan
semen. Kekerasan awal semen yang tinggi dan panas hiderasi yang besar
kemungkinan terjadi retak-retak pada beton, hal ini disebabkan oleh fosfor
yang timbul sukar dihilangkan sehingga terajdi pemuaian pada proses
pendinginan.
3. Sifat Termodinamika (kalor spesifikasi, penyebaran panas, pengantar panas)
Sifat beton pasca terbakar pada hakekatnya merupakan reaksi kimia
dari combustible material dengan oksigen yang dikenal dengan reaksi
pembakaran yang menghasilkan panas. Panas hasil pembakaran ini
diteruskan ke massa beton/mortar dengan dua macam mekanisme yakni
pertama secara radiasi yaitu pancaran panas diterima oleh permukaan beton
sehingga permukaan beton menjadi panas. Pancaran panas akan sangat
potensial, jika suhu sumber panas relatif tinggi. Kedua secara konveksi
yaitu udara panas yang bertiup/bersinggungan dengan permukaan
beton/mortar sehingga beton menjadi panas. Akibat panas, beton akan
mengalami retak, terkelupas (spalling), dan kehilangan kekuatan.
2.3.2. Sifat Mekanik
Sifat dan karakter mekanik beton :
1. Beton sangat baik menahan gaya tekan (high compressive strength), tetapi
tidak baik menahan gaya tarik (low tensile strength). Kekuatan gaya tarik
beton hanya sekitar 10% dari kekuatan gaya tekannya.
2. Beton tidak mampu menahan gaya tegangan (tension) yang tinggi, karena
elastisitasnya yang rendah.
3. Konduktivitas termal beton relatif rendah.
2.4 Deskripsi Sulfat
2.4.1 Sulfat
Ion sulfat merupakan sejenis anion poliatom dengan rumus empiris SO42-
dengan massa molekul 96.06 satuan massa atom; ia terdiri dari atom pusat sulfur
dikelilingi oleh empat atom oksigen dalam susunan tetrahidron. Ion sulfat bermuatan
cas dua negatif dan merupakan basa konjugat ion hidrogen sulfat (bisulfat), HSO4-,
yaitu bes konjugat asam sulfat, H2SO4.
2.4.2 Sumber Sulfat di Alam
Hujan Asam
Hujan asam diartikan sebagai segala macam hujan dengan pH di bawah 5,6.
Hujan secara alami bersifat asam (pH sedikit di bawah 6) karena karbondioksida
(CO2) di udara yang larut dengan air hujan memiliki bentuk sebagai asam lemah.
Jenis asam dalam hujan ini sangat bermanfaat karena membantu melarutkan mineral
dalam tanah yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan binatang.
Hujan asam disebabkan oleh belerang (sulfur) yang merupakan pengotor
dalam bahan bakar fosil serta nitrogen di udara yang bereaksi dengan oksigen
membentuk sulfur dioksida dan nitrogen oksida. Zat-zat ini berdifusi ke atmosfer dan
bereaksi dengan air untuk membentuk asam sulfat dan asam nitrat yang mudah larut
sehingga jatuh bersama air hujan. Air hujan yang asam tersebut akan meningkatkan
kadar keasaman tanah dan air permukaan yang terbukti berbahaya bagi kehidupan
ikan dan tanaman. Usaha untuk mengatasi hal ini saat ini sedang gencar dilaksanakan.
Proses hujan asam biasanya terjadi ketika tingkat pencemaran udara
mendekati atau di atas ambang batas normal. Industri pembangkit tenaga listrik,
penyulingan minyak yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar adalah sumber
utama terjadinya hujan asam. Sulfur dan nitrogen dalam batubara yang dibakar akan
berubah menjadi gas sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen oksida (NO). Gas-gas ini
bercampur dengan udara sekitar dan bergerak bersama angin ke tempat lain.
Air hujan membawa serta gas-gas SO2 dan NO masuk ke dalam tanah atau
saluran air. Di udara gas NO dan SO2 dapat teroksidasi dan bereaksi dengan air
membentuk asam nitrat dan asam sulfat atau amonium sulfat. Air hujan yang
membawa asam sulfat atau amonium sulfat dan asam nitrat turun dan meresap ke
dalam tanah atau aliran sungai, dan menyebabkan derajat keasaman air atau tanah
menjadi tinggi (pH menjadi rendah).
Gambar 1. Proses Hujan Asam
Garam-garam Sulfat
Garam sulfat di dunia terbagi atas dua macam, yaitu garam sulfat yang mudah
laur dan sukar larut. Garam yang sukar larut adalah SrSO4, BaSO4, PbSO4, dan
HgSO4. Selain garam-garam yang disebutkan, maka garam tersebut mudah larut.
(Chang, 2003).
2.4.3 Serangan Sulfat dan Akibat yang Ditimbulkan pada Beton
Mekanisme Serangan Sulfat pada Beton
Garam sulfat muncul akibat terjadinya hujan asam. Garam-garam sulfat yang
umum terdapat secara alami dalam tanah merupakan garam-garam sulfat yang
merugikan karena merupakan kontaminasi sulfat akibat adanya reaksi kimia yang
ditimbulkan dengan semen atau beton. Garam-garam tersebut adalah Natrium sulfat
dan Magnesium sulfat, yang banyak ditanah alkalis. Garam-garam tersebut
mempunyai dampak yang lebih merugikan daripada kerugian yang ditimbulkan oleh
Sumber: http://ryswan-ilmualamiahdasar.blogspot.com/
gips (Kalsium sulfat), karena garam-garam tersebut tidak hanya lebih mudah larut,
tetapi juga menghasilkan konsentrasi sulfat yang lebih besar dalam air tanah dan
bereaksi dengan mineral semen, sehingga menyebabkan kerusakan total pada pasta
semen (Masruri, 1993).
Pengrusakan akibat senyawa sulfat pada semen dapat dituangkan
mekanismenya sebagai berikut: Pada pengerasan semen portland akan terbentuk:
a. 2C2S + 4H C3S2H3 + CH CH = Ca(OH)2
b. 2C3S + 6H C3S2H3 + 3CH
Jadi bila semen mengeras, tiap molekul dikalsium silikat akan membebaskan
0,5 mol kapur dan tiap mol trikalsium silikat akan melepaskan 1,5 mol kapur. Jadi
bila semen portland yang dipakai tinggi kadar C3 nya, kapur yang akan dibebaskan
selama semen mengeras akan lebih besar, dibanding dengan semen yang kadar C2
nya tinggi. Terjadinya pembebasan kapur selama semen mengeras, maka pada pasta
semen terbentuk saluran kapiler, dimana Ca(OH)2 akan mengalir keluar (bila ia dapat
mengalir) atau pada saluran itu terisi kapur. Bila pasta terendam dalam larutan yang
mengandung SO42- maka kapur tadi akan bersenyawa membentuk gips. CaSO4,
terbentuknya Kalsium sulfat ini bila kemudian suasanya kering, gips akan membentuk
kristalnya yang seperti jarum dan mengembang, mendesak sisi sekitarnya sehingga
terjadi pengrusakan pada sisi sekitar itu dan dapat terlihat pasta atau adukan betonnya
merapuh. Bila setelah terbentuk gips suasananya basah (lembab) maka gips akan
bereaksi dengan C3A yang ada dalam semen (beton) membentuk garam calcium
trisulfat (ettringite).
C3A + 3CaSO4 2H2O + 26 H2O C3A.3CaSO4.32H2O
Ettringite dikenal dengan nama cement bacillus (kuman semen) akibat
terbentuknya garam ini, maka beton akan merapuh karena kristal ettringite membesar.
Gambar 3. Bentuk Ettringite Sumber: http://petrol.sci.muni.cz/
Gambar 2. Rongga akibat ettringite http://www.understanding-cement.com
2.5 Deskripsi Kalsium Alumina
2.5.1 Penjelasan Kalsium Alumina dan Sifat Kimiawinya
Semen kalsium alumina merupakan kombinasi kalsium karbonat dan aluminat
yang telah menyatu secara termal atau disinter dan dicampurkan untuk membuat
semen. Semen alumina tinggi merupakan senyawa yang sangat basa (higly alkaline)
dengan pH berturut-turut 18 dan 11,8. Oleh karenanya rentan terhadap serangan
larutan asam, seperti asam sulfat (H2SO4), Asam khlorida (HCl) dan asam nitrat
(HNO4) yang mempunyai agresifitas yang cukup tinggi.
Kalsium aluminat dibuat dengan mereaksikan bahan kapur yang mengandung
bahan alumina untuk menghasilkan kalsium aluminat. Beberapa keuntungan membuat
beton dengan menggunakan semen kalsium alumina atau calcium aluminate cement,
antara lain :
- Dapat dikerjakan di iklim yang dingin
- Tahan terhadap suhu yang tinggi
- Mempercepat pengerasan beton
- Resisten terhadap asam dan alkali ringan
- Tahan terhadap sulfat , air laut , dan air murni.
(Fishwick, 1982)
2.6 Pencampuran Kalsium Alumina dengan Semen
2.6.1 Proses Pencampuran Kalsium Alumina dengan Semen (Reaksi)
Semen, sebagai salah satu bahan dasar dari pembuatan beton
tersusun dari bahan-bahan kimia yang saling bereaksi sebelum akhirnya
terbentuk semen. Berdasarkan hal tersebut, semen menjadi mudah untuk
bereaksi kimia dengan bahan-bahan yang terdapat disekitarnya. Contohnya
senyawa kalsium silikat dan kalsium alumina. Selain itu, semen juga
mengalami reaksi hidrasi yaitu reaksi dengan air. Reaksi hidrasi sangat
ditentukan oleh reaktifitas dari senyawa utamanya. Senyawa C3A (Kalsium
Alumina) adalah senyawa yang paling reaktif disusul dengan C3s dan C2S
(digilib.unimed.ac.id). Karena reaksi yang cepat, dibutuhkan bahan tambahan
untuk mengatur kecepatan sesuai yang diinginkan. Senyawa gypsum
dibutuhkan dalam reaktivitas senyawa C3A. Salah satu reaksi dengan beton
adalah sulfat:
SO42- + Ca(OH)2 + 2H2O CaSO4.2H2O + 2OH-
C3A + H2O + SiO2 + CaSO4.2H2O C6AS3H32
Dengan Keterangan:
CaSO4.2H2O = Gypsum
C6AS3H32 = Ettringite
C3A = Kalsium Alumina
Sumber: PPT Kimia Lanjut Tim Dosen FTUI
Dengan keterangan seperti diatas, maka reaksi sulfat yang cepat
dapat diperlambat melalui Low Calcium Aluminate. Dengan penggunaan itu,
kita dapat mencegah rekasi semen dengan sulfat dan otomatis memperlambat
reaksi beton terhadap sulfat karena semen merupakan bahan baku beton.
2.6.2 Kelemahan Campuran Semen yang Mengandung Kalsium Alumina
Seperti yang telah dijelaskan, reaksi dari kalsium alumina yang
berlebihan akan menghasilkan ettringite yang lebih besar. Hal ini didapatkan
dari reaksi:
SO42- + Ca(OH)2 + 2H2O CaSO4.2H2O + 2OH-
C3A + H2O + SiO2 + CaSO4.2H2O C6AS3H32
Keterangan:
CaSO4.2H2O = Gypsum
C6AS3H32 = Ettringite
C3A = Kalsium Alumina
Sumber: PPT Kimia Lanjut Tim Dosen FTUI
Senyawa gypsum yang terbentuk akan bereaksi dengan senyawa kalsium
alumina sehingga membentuk Ettringite (Sumber: PPT Kimia Lanjut Tim Dosen
FTUI). Ettringite adalah pendorong material untuk membuat retakan pada beton. Hal
itu dikarenakan senyawa ettringite merupakan senyawa yang mempunyai volume
yang sangat besar sehingga menyebabkan pemuaian dan dapat menimbulkan
keretakan pada beton. Semakin banyak kalsium alumina yang bereaksi, maka
semaklin banyak ettringite yang dihasilkan. Oleh karena itu, penulis menyarankan
penggunaan Low Calcium Aluminate.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Beton adalah campuran semen, kerikil, dan pasir yang diaduk dengan air
untuk membangun berbagai macam struktur bangunan. Seperti material bangunan
lainnya, beton tidak terlepas dari kerusakan-keruskan yang dapat mempengaruhi
kekuatan dan durabilitasnya. Sulfat merupakan salah satu zat kimiawi yang merusak
daya tahan beton. Namun sebagai solusi untuk mengatasi masalah tersebut, dapat
dengan cara menambah Low Calcium alumina pada semen dalam campuran beton.
Semen alumina tinggi merupakan senyawa yang sangat basa (higly alkaline)
dengan pH berturut-turut 18 dan 11,8. Oleh karenanya rentan terhadap serangan
larutan asam, seperti asam sulfat (H2SO4), Asam khlorida (HCl) dan asam nitrat
(HNO4) yang mempunyai agresifitas yang cukup tinggi. Kadar Calsium alumina
dalam semen juga harus dalam kadar yang optimum agar dapat meningkatkan
ketahanan beton terhadap sulfat, tanpa mengurangi kekuatan beton. Calsium alumina
bereaksi dengan senyawa gypusm membentuk Erringite yang menyebabkan pemuaian
dan dapat meinmubulkan keretakan pada beton. Semakin banyak Calcium alumina
yang bereaksi dengan gypsum, maka semakin banyak pula Erringite yang terbentuk
sehingga kekuatan beton berkurang. Dapat disumpulkan bahwa penggunaan low
calcium alumina pada beton dapat meningkatkan ketahanan beton terhadap sulfat
tanpa mengurangi kekuatan beton.
3.2 Saran
Penulis menyarankan penggunaan Calcium alumina pada campuran semen
dalam jumlah yang rendah untuk meningkatkan ketahanan beton terhadap sulfat.
REFERENSI
Chang, Raymond (2003). Kimia Dasar: Konsep-konsep Inti, Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Erlangga
https://www.academia.edu/4554412/Pengertian_Beton_dan_Sejarah_Beton
http://pu.bantulkab.go.id/berita/baca/2013/08/21/084337/jenis-jenis-semen
http://pubon.blogspot.com/2013/03/sifat-dan-karakteristik-semen-portland.html
http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._TEKNIK_ARSITEKTUR/19761207200501
1-FAUZI_RAHMANULLAH/MATERIAL_DAN_KONSTRUKSI/agregat_kasar.pdf
http://www.ilmusipil.com/agregat-halus-kasar
http://eprints.undip.ac.id/33824/5/1622_chapter_II.pdf
http://eprints.uny.ac.id/10267/1/JURNAL%20TEKNIK%20SIPIL.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30255/4/Chapter%20II.pdf
http://endahmayyanti020.wordpress.com/2013/05/26/mekanisme-reaksi-pengerasan-semen/
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32728/5/Chapter%20I.pdf
http://sipil.ft.uns.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=209&Itemid=86
http://www.concreteconstruction.net/Images/Calcium%20Aluminate%20Cement%20Concret
e_tcm45-340927.pdf
http://link.springer.com/article/10.1023%2FA%3A1016158328024#page-2
http://rieko.files.wordpress.com/2007/12/proses-pembuatan-semen-pada-pt-holcim-
indonesia-tbk.pdf
ftp://ftp.dot.state.tx.us/pub/txdot-info/cst/tips/calcium_concrete.pdf
Husin, Andriati Amir, et.al. (2006). Jurnal Penelitian Permukiman, vol 5 (5), 54 halaman.
Tersedia: http://www.pu.go.id/uploads/services/infopublik20131119125204.pdf/ [23 Maret
2014].
Fishwick, J.H. (1982). Special purpose cement used in Calcium aluminate cement concrete.
Tersedia:
http://www.concreteconstruction.net/Images/Calcium%20Aluminate%20Cement%20Concret
e_tcm45-340927.pdf [23 Maret 2014]