Post on 16-Dec-2016
TESIS
PLASMA KAYA TROMBOSIT TIDAK MENURUNKAN APOPTOSIS FIBROBLAS TIKUS
(GALUR SEL NIH3T3) YANG TERPAJAN SINAR UVB
LIZA WIDJAJA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2011
TESIS
PLASMA KAYA TROMBOSIT TIDAK MENURUNKAN APOPTOSIS FIBROBLAS TIKUS
(GALUR SEL NIH3T3) YANG TERPAJAN SINAR UVB
LIZA WIDJAJA NIM : 0790761028
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2011
TESIS
PLASMA KAYA TROMBOSIT TIDAK MENURUNKAN APOPTOSIS FIBROBLAS TIKUS (GALUR SEL NIH3T3) YANG TERPAJAN SINAR
ULTRA VIOLET B
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik
Kekhususan Anti Aging Medicine Program Pascasarjana Universitas Udayana
LIZA WIDJAJA
NIM : 0790761028
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2011
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL :
Pembimbing I Pembimbing II
Prof.Dr.dr.Wimpie Pangkahila, drg.Ferry Sandra,PhD SpAnd,FAACS LFIBA,CIPM,MIPM NIP : 194612131971071001 NIP :130356070
Mengetahui Ketua Program Magister Direktur Ilmu Kedokteran Biomedik Progam Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana Universitas Udayana Prof. Dr.dr. Wimpie I.Pangkahila, Prof.Dr.dr. AA Raka Sudewi, Sp.And.FAACS Sp.S(K) NIP : 194612131971071001 NIP : 195902151985102001
Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai Oleh Panitia Penguji pada
Program Pascasarjana Universitas Udayana Pada Tanggal 11 Maret 2011
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No : 0514/H14.4/HK/2011
Tanggal, 08 Maret 2011
Ketua : Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And. FAACS Anggota:
1. Drg.Ferry Sandra,PhD. LFIBA,CIPM,MIPM
2. drg. Ferry Sandra, Phd,LFIBA,CIPM,MIPM
3. Prof. Dr. dr Alex Pangkahila, Sp.And., PhD
4. Prof. Dr. dr Bagiada., Sp.BIOK
5. Prof. Dr.dr. Nyoman Adiputra, MOH
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih karunia-Nya,sehingga penelitian dan
penyusunan tesis yang berjudul “Plasma Kaya Trombosit Tidak Menurunkan
Apoptosis Fibroblas Tikus (Galur Sel NIH3T3) Yang Terpajan Sinar UVB” dapat
diselesaikan.
Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan tugas akhir studi
untuk meraih gelar Magister pada Program Magister Program Studi Ilmu
Kedokteran Biomedik, Kekhususan Anti-Aging Medicine, Program Pasca Sarjana
Universitas Udayana.
Dengan selesainya laporan penelitian ini, penulis ingin menyampaikan rasa
hormat, penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS selaku ketua Program
Studi Ilmu Kedokteran Biomedik Universitas Udayana dan pembimbing I,
serta pembimbing akademik saya, yang telah memberikan banyak sekali
semangat, masukan dan bimbingan dan juga telah memacu penulis untuk
segera menyelesaikan tesis ini untuk kemajuan ilmu yang baru
berkembang yaitu Ilmu Kedokteran Anti Penuaan ( Anti Aging Medicine).
2. drg. Ferry Sandra, PhD, LFIBA, CIPM, MIPM selaku pembimbing II,
yang telah mengijinkan dilakukannya penelitian ini di Stem cell and
Cancer Institute, Jakarta serta arahan dan bimbingannya selama penelitian.
3. Prof. Dr. dr. J Alex Pangkahila, M.Sc., Sp.And.selaku penguji yang telah
banyak memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis selama
penyusunan tesis ini.
4. Prof. dr. N. Agus Bagiada, Sp. BIOK. selaku penguji yang dengan sangat
sabar meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing dan
mengoreksi selama penyusunan tesis ini serta memberikan contoh
semangat untuk berkarya yang luar biasa.
5. Prof.Dr.dr.Nyoman Adiputra, MOH selaku penguji yang sangat teliti,
konsisten dan sabar mengarahkan dan memberi masukan yang sangat
berharga, dari awal penyusunan penelitian sampai selesainya tesis ini.
6. dr A.A.G.P Wiraguna, SpKK (K) yang memberikan bimbingan sejak
pertama penyususan proposal sampai selesai dilakukannya penelitian ini,
telah banyak sekali memberikan pengarahan, bimbingan dan masukan.
7. Drs. I. Ketut Tunas, Msi yang dengan tekun dan sabar memberikan
bimbingan, pengarahan dan petunjuk dalam analisis statistik.
8. Para dosen pengajar Progam Studi Ilmu Biomedik Progam Pascasarjana
Universitas Udayana, teman-teman sependidikan dan seluruh karyawan
bagian Ilmu Biomedik, serta semua pihak yang telah membantu selama
pendidikan, penelitian dan penulisan tesis yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu..
9. Dr. I Made Oka Negara beserta staf bagian Andrologi dan Seksologi FK
Universitas Udayana (dr. Pram, Eny Mariani dan Edy Suantara ) serta
teman-teman mahasiswa Program Magister Biomedik kekhususan Anti
Aging Medicine atas doa, semangat dan dorongannya.
10. Kolonel Ckm dr. FX Hanny Suwandhani, SpKK selaku atasan saya di
Estetiderma, yang telah banyak memberikan saya dukungan, waktu dan
pengertian sehingga bisa diselesaikannya tesis ini dalam rangka
menyelesaikan pendidikan S2 di bidang anti aging medicine.
11. Laura Wijaya, B.Si, Drs Dwi Agustina, M.Si, yang telah dengan tekun dan
sabar memberi pengarahan, petunjuk dan bantuan dalam melaksanakan
penelitian ini hingga selesai.
12. Drs Indra Bachtiar, M.Si, PhD, yang juga memberi pengarahan dan
petunjuk dalam penulisan tesis ini.
13. Ibu Maria Fatimah, Oktasari Suryanti, Bapak Hengki serta para karyawan
lainnya di Stem Cell And Cancer Institute (SCI), yang selalu memberikan
semangat dan sudah banyak sekali membantu selama melakukan
penelitian.
14. Keluarga terkasih anak-anakku Gaudi dan Adam, suami tercinta Hendra ,
terimakasih atas dukungan yang luar biasa. Serta papa tercinta Sutikno
Widjaja dan mama tersayang Tjondro Hastuti, saudara-saudara
kandungku, atas doa, dukungan dan pengertiannya selama penulis
menempuh pendidikan.
Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang
telah ikut membantu dalam pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini. Semoga Tuhan
Yang Maha Pengasih, senantiasa melimpahkan berkat dan rahmat-Nya kepada
mereka semua.
Denpasar, Februari 2011
Penulis.
ABSTRAK
PLASMA KAYA TROMBOSIT TIDAK MENURUNKAN APOPTOSIS FIBROBLAS PADA TIKUS (GALUR SEL NIH3T3) YANG TERPAJAN
SINAR ULTRA VIOLET B
Proses menua adalah proses yang sangat kompleks yang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Proses internal antara lain terjadi akibat menurunnya kemampuan sel untuk bereplikasi dan akhirnya mati atau dikenal dengan apoptosis.
Plasma kaya trombosit (PKT) merupakan sumber faktor pertumbuhan dan sitokin yang sangat dibutuhkan oleh sel pada saat terjadi kerusakan, termasuk fibroblas.
Penuaan fibroblas akibat penyinaran sinar UVB terutama adalah ekspresi enzim matrix metalloproteinase (MMP) dan penurunan mekanisme kerja transforming growth factor β (TGF-β). Kedua mekanisme ini penting dalam pencegahan terjadinya kerusakan sel.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah PKT dapat menurunkan apoptosis fibroblas akibat penyinaran UVB, pada tikus (galur sel NIH3T3). Sampel dari penelitian ini adalah Fibroblas dari galur sel NIH 3T3 yang berasal dari tikus putih Swiss (Mus musculus). Fibroblas dikultur dalam medium DMEM yang mengandung 2% fetal bovine serum (FBS) dan diberi perlakuan dengan 10% PKT sebelum dan sesudah penyinaran UVB dengan waktu penyinaran 2 menit(2’) dan 3 menit(3’).
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium, dengan menggunakan rancangan post test only control group design yang dilakukan di Stem Cell and Cancer Institute, pada bulan Desember 2010 - Februari 2011.
Dalam penelitian ini dilakukan 42 pemeriksaan pada galur fibroblas NIH3T3 sebagai sampel, yang terbagi menjadi 7 (tujuh) kelompok, masing-masing kelompok berjumlah 6 sediaan, yaitu kelompok kontrol (2% FBS), kelompok 2% FBS+ UV 2’, kelompok 2% FBS + UV 3’, kelompok 2% FBS+ 10% PKT + UV 2’, kelompok 2% FBS + 10% PKT + UV 3’, kelompok 2% FBS + UVB 2’+10% PKT, kelompok 2 % FBS + UVB 3’+ 10% PKT. Kelompok ini dibuat agar dapat dibandingkan hasil apoptosis berdasarkan waktu penyinaran 2’ dan 3’ dan juga membandingkan manfaat pemberian PKT sebelum pajanan sinar UVB dan sesudah pajanan, untuk mendapatkan bukti tentang manfaat PKT sebagai pencegahan maupun pengobatan atau perbaikan kembali.
Hasil penelitian pada kelompok kontrol dan perlakuan dengan UVB 2’ dan 3’ terjadi peningkatan apoptosis yang signifikan pada kelompok perlakuan dibanding kontrol. Pada kelompok dengan PKT 10 % sesudah UVB 2’ dan 3’ terjadi peningkatan apoptosis yang paling signifikan dibanding kontrol. Hasil penelitian ini dianalisa dengan uji normalitas Saphiro-Wilk dan uji homogenitas dengan Levene’s dan perbedaan signifikan diuji dengan One Way Anova.
Hasil ini menyimpulkan bahwa PKT tidak dapat menurunkan apoptosis fibroblas pada tikus (galur sel NIH3T3) yang terpajan sinar UVB secara bermakna, baik sebagai pencegahan maupun pengobatan.
Kata Kunci : Plasma Kaya Trombosit (PKT), Sinar Ultra Violet B (UVB), Galur sel NIH 3T3, Apoptosis.
Abstract
PLATELET RICH PLASMA DOES NOT DOWNREGULATE APOPTOSIS IN RAT FIBROBLASTS (NIH3T3 CELLS) EXPOSED TO UVB
RADIATION Aging process is a complex mechanism that influenced by internal and
external causes. The process caused by internal factors are including, the capacity of cell replication that is code by the genes, that disappearance of the tissues capacity to improve or replace themselves. The process called apoptosis.
Platelet rich plasma are rich of growth factors and cytochine that needed during cell repair, including the fibroblast.
Fibroblast aging due to lighting with UVB light has been reported, and the changes include over expression of enzyme metalloproteinase (MMP) and dysregulation of TGF-β pathway.
This research is done to find out whether PKT can downregulate fibroblast apoptosis which are damaged due to UVB lighting, in mice (NIH3T3 cell strain). Samples from this research is fibroblast from NIH 3T3 cell strain from Swiss white mice (Mus Musculus). Fibroblast is cutured in DMEM 2% FBS medium and given platelet rich plasma 10% before and after lighting with UVB for 2 minutes and 3 minutes, so we can see the difference between this length of exposure.
This research is a laboratorium experimental research, using post test only control group design which is done in Stem Cell and Cancer Institute, on December 2010 – February 2011.
In this research, 42 examination is done on NIH3T3 fbroblast strain as sample, which are divided into 7 groups, each consists of 6 samples, they are control group (2% FBS), group with 2% FBS+ UV 2’, group with 2% FBS + UV 3’, group with 2% FBS+ 10% PKT + UV 2’, group with 2% FBS + 10% PKT + UV 3’, group with 2% FBS + UVB 2’+10% PKT, group with 2 % FBS + UVB 3’+ 10% PKT. This model group designed to give a more detail results concerning the use of PRP as a preventive or as a curative treatment..
Results in group exposed to UVB 2’ dan 3’ showed significant upregulating apoptosis compared to control group. In group received PRP before the UVB 2’ and 3’ showed upregulating apoptosis compare to control and group with UVB only. Finally the significant difference of upregulating apoptosis are showed in the PRP treated after UVB exposed group. Research results were analyzed for the normality and homogeneity tests, while significant of the research result was tested with SaphiroWilk, Levene’s, and One Way Anova tests.
Research results concluded that PRP can not down regulate fibroblast apoptosis in NIH3T3 cells exposed to UVB significantly. However it still need to be measure the right concentration of the PRP, the best procedure to make the PRP, and how severe the damages cause by the UVB that can still be repair. Key words : Platelet Rich Plasma, Ultra Violet B, Apoptosis, NIH3T3.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM i PRASYARAT GELAR ii LEMBAR PERSETUJUAN iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI iv UCAPAN TERIMA KASIH v-vii ABSTRAK viii ABSTRACT ix DAFTAR ISI x-xii DAFTAR GAMBAR xiii DAFTAR TABEL xiv DAFTAR SINGKATAN………………………………………………………xv BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Rumusan Masalah 7 1.3 Tujuan Penelitian 8
1.3.1. Tujuan Umum 8 1.3.2. Tujuan Khusus 8
1.4. Manfaat Penelitian 8 1.4.1. Manfaat Ilmiah 8 1.4.2. Manfaat Praktis 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 2.1. Teori-teori Penuaan 10 2.2. Apoptosis atau kematian sel 11 2.3. Fibroblas……………………………………………………………... 14 2.3.1 Galur Sel NIH/3T3 17 2.4 Apoptosis dan telomer 19 2.5 Penuaan Seluler kulit…………………………………………………..21
2.5.1. Penuaan Kulit kronologis Tingkat seluler 21 2.5.2 Penuaan Kulit Dini atau Photoaging Tingkat Seluler 22 2.6 Sinar Ultra Violet B……………………………………………………23 2.7 Plasma Kaya Trombosit 24
2.7.1 Pembuatan Plasma Kaya Trombosit 26 2.7.2 Trombosit…………………………………………………27
2.7.3 Growth factor 28 2.8 Growth Factor dan Apoptosis Fibroblas……………………………......29 BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 31 3.1. Kerangka Berpikir 31 3.1. Kerangka Konsep……………………………………………………...33 3.2 Hipotesis Penelitian………………………………………………........34 BAB IV METODE PENELITIAN 34 4.1. Rancangan Penelitian 34 4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 35
4.2.1. Tempat Penelitian 35 4.2.2. Waktu Penelitian 35 4.2.3. Populasi dan Sampel 36 4.2.3.1. Penentuan Besar Sampel 37
4.3. Variabel Penelitian 38 4.4. Definisi Operasional 38 4.5. Prosedur-Prosedur dan Bahan-bahan Penelitian……………………………40
4.5.1. Prosedur Thawing dan Kultur NIH3T3…………………..41 4.5.2. Prosedur Penyinaran dengan UVB…………………………….44 4.5.3 Prosedur Pembuatan Plasma Kaya Trombosit …………...45 4.5.4 Prosedur Pembuatan sediaan Untuk pengukuran FACS 46 4.5.5. Prosedur Pembacaan dengan Fluoresent activated cell sorter 46
4.6. Alur Penelitian 47 4.7. Analisis Data 48 BAB V HASIL PENELITIAN 49 5.1 Uji Normalitas Data 50 5.2 Uji Homogenitas Data antar Kelompok 51 5.3 Analisis efek pemberian UVB dan PKT 10 % pada NIH3T3………...52 BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 54 6.1. Subyek Penelitian 54 6.2 Distribusi dan Varian Suyek penelitian……………………………… 55 6.3 Efek Perlakuan dengan UVB 2’ dan 3’ terhadap Apoptosis………….56 6.4. Efek Perlakuan dengan PKT 10 % sebelum UVB 2’ dan 3’…….……57 6.5 Efek Perlakuan dengan PKT 10 % sesudah UVB 2’ dan 3’……….….57 6.6 Analisa hasil Penelitian…………………………………………….….58 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN…………………………………….…………... 60 7.1 Simpulan 60 7.2 Saran 61 DAFTAR PUSTAKA 62-64 LAMPIRAN 65-76 Lampiran 1 Uji Normalitas Data 65 Lampiran 2 Uji Homogenitas data 66-67 Lampiran 3 Uji One way Anova 68 Lampiran 4 Data Penelitian………………………………………...........69 Lampiran 5 Foto Penelitian……………………………………….....71-73 Lampiran 6 Informed Consent……………………………………………74-75 Lampiran 7 Hasil Laboratorium……………………………………… 76
DAFTAR GAMBAR Gambar 2. 1 Apoptosis 13 Gambar 2. 2 Galur Sel NIH3T3 15 Gambar 2. 3 Galur NIH3T3 18 Gambar 3.1 Kerangka Konsep……………………………………….......33 Gambar 4.1 Rancangan penelitian……………………………………….35 Gambar 4.2 Alur Penelitian……………………………………………....48 Gambar 5.1 Grafik Peningkatan Apoptosis sesudah diberikan Perlakuan.53
DAFTAR TABEL Tabel 5. 1 Hasil Uji Normalitas Apoptosis sesudah perlakuan ………….50 Tabel 5.2 Hasil Uji Homogenitas Apoptosis sesudah
perlakuan…………………………………….............................51 Tabel 5.3 Rerata Apoptosis Antar Kelompok sesudah Perlakuan 52 Tabel 5.4 Analisis Perbedaan Apoptosis sesudah perlakuan antar
kelompok 53
DAFTAR SINGKATAN
PKT : Plasma kaya trombosit PRP : Platelet rich plasma TGF-β : Transforming growth factor β UVB : Ultra violet β PDGF : Platelet derived growth factor EGF : Epidermal growth factor VEGF : Vascular endothelial growth factor MMP : Matrix metalloproteinase TNF-α : Tumor necrotizing factor-α FBS : Fetal bovine serum DMEM: Dubecco’s minimal essential medium
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menjadi tua adalah hal yang tidak diinginkan oleh semua makhluk hidup.
Menurut ilmu kedokteran konservatif, menua adalah hal fisiologis yang normal
terjadi pada semua manusia. Dalam ilmu kedokteran anti penuaan dan regenerasi,
menua dianggap sebagai penyakit.
Ilmu kedokteran anti penuaan dan regenerasi mempelajari ilmu dan
teknologi kedokteran untuk diagnosis dini, pencegahan, terapi dan perbaikan
kembali dari kelainan fungsi atau penyakit yang disebabkan penuaan (Goldman
dan Klatz, 2003). Teori-teori penuaan dapat dibagi menjadi dua kelompok besar,
yaitu teori wear and tear dan teori program.Teori wear and tear meliputi
kerusakan DNA, glikosilasi, dan radikal bebas. Teori program meliputi
terbatasnya replikasi sel (replicative senesence), proses imun, dan neuroendocrine
theory (Pangkahila, 2007). Salah satu teori program adalah hayflick limit theory
yang kemudian dipatahkan dengan adanya teori telomerase, kemajuan penelitian
di bidang stem cell, therapeutic cloning dan terapi sel lainnya (Goldman dan
Klatz, 2003).
Salah satu organ yang paling luar dan banyak terpajan sinar matahari
adalah kulit. Salah satu sel yang berperan dalam menjaga kelembaban, kekenyalan
dan kekencangan kulit adalah fibroblas. Penuaan akan terjadi pada semua organ
tubuh yang bermula dari kematian di tingkat seluler. Penuaan kulit disebabkan
1
oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor internal mempengaruhi kulit dengan
cara yang sama seperti proses penuaan pada umumnya, yaitu menurunnya fungsi
secara perlahan dan degenerasi yang irreversible. Hal ini terjadi pada tingkat
seluler dan molekuler, termasuk pada fibroblas. Tanda klinis dari menurunnya
fungsi dan degenerasi pada fibroblas yaitu menurunnya turgor, penipisan,
kekeringan, dan ekimosis. Tanda utama dari penuaan ekstrinsik disebabkan oleh
efek lingkungan, terutama paparan sinar ultra violet (UV) berupa perubahan
pigmentasi seperti frekles, lentigo senilis, elastosis dan tumor jinak kulit seperti
aktinik keratosis (Gilchrest dan Krutmann, 2006). Sinar UV juga terbukti
menimbulkan kerusakan sel terutama DNA sebagai target utamanya. Selain DNA,
sinar UV juga merusak enzim membran sel dan meningkatkan penumpukan sel
rusak di lisosom antara lain serat elastin. Sinar UV juga terbukti meningkatkan
degradasi kolagen melalui aktivasi matrix metalloproteinase (MMP). Kolagen
pada dermis didominasi oleh kolagen 1 dan 3 yang dapat dirusak oleh MMP-1 dan
-3. Sinar UV A dan B dapat memacu sintesis MMP-1 dan -3 melalui pelepasan
TNF-α oleh keratinosit dan fibroblas (Fisher et al. 2000).
Apoptosis atau kematian sel terprogram adalah proses normal dalam
perkembangan dan kehidupan organisme multiselluler. Apoptosis terjadi sebagai
respon terhadap berbagai stimulus secara terkontrol dan terprogram. Ini membuat
apoptosis berbeda dari mekanisme kematian sel lainnya seperti nekrosis yaitu
kematian sel yang menyebabkan lisisnya sel, reaksi inflamasi dan kemungkinan
menyebabkan gangguan kesehatan. Mekanisme kematian sel pada apoptosis
adalah sengaja diaktifkan sendiri oleh sel, akibat respon dari stimuli yang
dialaminya. Oleh sebab itu apoptosis sering diartikan sebagai bunuh diri.
Apoptosis dapat terjadi karena faktor internal dan eksternal yang
mempengaruhi keadaan fisiologis tubuh kita. Faktor internal yaitu akibat stres
seluler. Stres seluler dapat terjadi akibat paparan UV atau radiasi, zat kimia dan
infeksi virus. Dapat juga terjadi akibat menurunnya faktor pertumbuhan dan stres
oksidatif akibat radikal bebas. Pada umumnya faktor internal ini menginisiasi
apoptosis lewat keterlibatan mitokondria sebagai sumber terbentuknya radikal
bebas. Faktor eksternal dapat disebabkan oleh infeksi virus, akibatnya sel yang
terinfeksi akan dikenali oleh cytotoxic T lymphocytes yang diekspresikan dari
permukaan sel. Sinyal lainnya bisa berupa soluble ligand . Kedua sinyal ini
dikenal sebagai binding of death inducing ligands yang akan dikenali oleh
reseptor di permukaan sel atau death receptors. Cytotoxic T lymphocytes dapat
juga menginduksi apoptosis dengan menggunakan enzim granzyme.
Protein yang dikenal sebagai caspases secara khas akan teraktivasi pada
tahap permulaan apoptosis. Protein ini merusak atau membelah komponen seluler
yang diperlukan dalam fungsional sel yang normal termasuk struktur protein di
dalam nukleus yaitu enzim perbaikan DNA. Selain itu caspases juga mengaktivasi
enzim degradasi lainnya seperti DNAses yang akan mulai membelah DNA di
nukleus sel yang rusak. Kerusakan DNA meningkatkan regulasi p53 yang akan
menginduksi gen lainnya yang meregulasi siklus sel dan akhirnya menyebabkan
apoptosis. p53 menginduksi sintesis Bax yaitu protein penyebab kematian yang
melukai mitokondria. Perubahan morfologi sel yang apoptosis yaitu sel mulai
mengecil setelah terjadinya pembelahan pada lamina dan filamen aktin pada
sitoskeleton, kondensasi nukleus akibat kerusakan kromatin di nukleus dan
kebanyakan menampilkan gambaran menyerupai ”horse shoe”, kemudian sel
terus mengecil sehingga dapat dihilangkan oleh makrofag. Proses fagositosis ini
bertanggung jawab terhadap pembersihan sel apoptosis dari jaringan sehingga
tidak meninggalkan masalah seperti pada kematian sel akibat nekrosis. Untuk
memudahkan proses fagositosis ini, sel yang apoptotik sering melakukan
perubahan pada plasma membran yang merangsang reaksi makrofag. Salah
satunya adalah perubahan tempat phosphatidylserine dari dalam sel ke permukaan
sel.
Tahap akhir dari apoptosis secara karakteristik ditandai dengan bocornya
membran atau proses terbentuknya vesikel pada membran sel. Vesikel kecil ini
dikenal sebagai apoptotic bodies (Rubin, 2001). Salah satu penyebab apoptosis
yang banyak dipelajari adalah radiasi sinar UV. Pada sebuah penelitian di Belgia,
membuktikan UVB dengan dosis mulai dari 500-1000 mJ/cm2 dalam paparan
berulang pada fibroblas manusia dapat menyebabkan penuaan sel dini atau
premature senescence (Florence et al. 2002). Pada penelitian Mohammad et al.
(2004) tikus yang dipajan sinar UVB (290-320 nm) dengan dosis 240 mJ/cm2
tiga kali seminggu terbukti menyebabkan pertumbuhan tumor kulit. Pada
penelitian tentang proses penuaan keratinosit di epidermis oleh Amos et al. (2004)
terbukti adanya hubungan antara perbaikan dari penuaan sel dengan penurunan
ekspresi Fas ligand dan apoptosis dari keratinosit .
Belakangan ini terjadi peningkatan prevalensi penggunaan produk darah
otologus untuk penyembuhan dalam variasi aplikasi klinis. Terutama untuk
penyembuhan luka di bidang bedah. Karena pada saat terjadi luka, tubuh kita
secara alamiah akan merespon dengan perbaikan, dan dibutuhkan komponen
seluler untuk segera secara efektif memperbaiki kerusakan itu. Dua pilihan saat ini
untuk perbaikan luka dengan menggunakan darah yaitu fibrin tissue adhesive
(FTA) dan platelet rich plasma (PRP) atau plasma kaya trombosit (PKT).
Keamanan serta manfaat growth factor yang ada di dalam dua produk ini sudah
banyak dipublikasikan di dalam literatur.
Dengan adanya pengetahuan dan berbagai penelitian di bidang tersebut,
terjadi antusiasme besar dalam penggunaan PKT yang mengeluarkan growth
factor dalam jumlah sangat besar untuk menstimulasi penyembuhan pada luka
yang tidak dapat sembuh. Selama 20 tahun terakhir ini penggunaan PKT otologus
banyak didokumentasikan dan tidak hanya di bidang penyembuhan luka namun
juga di bidang ortopedi, kedokteran olah raga, kedokteran gigi, THT, bedah saraf,
mata, urologi, bedah jantung dan bedah plastik (Sampson et al. 2008).
Sebelumnya trombosit dianggap ekslusif berperan hanya dalam proses
pembekuan darah. Namun sudah dipelajari bahwa trombosit juga melepaskan
banyak macam protein bioaktif yang berperan dalam menarik makrofag,
mesenchymal stem cell, dan osteoblas yang tidak hanya berperan pada
pembuangan jaringan nekrotik tapi juga meningkatkan penyembuhan dan
regenerasi jaringan (Sampson et al. 2008). Trombosit juga mengandung granul
yang mengandung tissue inhibitor matrix metalloproteinase (TIMP) yang
menghambat degradasi kolagen. Pada trombosit terdapat granula-granula yang
berisi growth factor yang akan keluar dan teraktivasi pada saat trombosis atau
terjadinya respon pada saat kulit terluka.
Pada proses penyembuhan luka, trombosit sangat dibutuhkan untuk
membuat fibrin, mengeluarkan growth factor disertai dengan chemoattraction
untuk menginduksi migrasi makrofag dan stem cell. Selanjutnya akan terjadi
proliferasi serta mitosis dan diferensiasi stem cell untuk membentuk sel baru yang
dibutuhkan (Green et al. 2009). Growth factor yang di keluarkan oleh trombosit
pada proses degranulasi, yaitu platelet-derived growth factor (PDGF),
transforming growth factor (TGF), insulin like growth factor (IGF) dan epidermal
growth factor (EGF) (Blair dan Flaumenhaft, 2009).
PKT adalah material biologis yang mengandung trombosit otologus
dengan konsentrasi yang tinggi dalam sejumlah kecil cairan plasma. Jumlah
trombosit dalam PKT dapat mencapai lebih dari 2 juta unit per mikroliter
(Budiyanto, 2009).
Publikasi terakhir tentang penggunaan PKT telah beredar pada
penyembuhan luka tendon kronis, misalnya lateral epicondylitis, plantar fasciitis
dan degenerasi kartilago. Namun umumnya karya ilmiah tentang PKT hanya
laporan kasus dan bukan penelitian terkontrol. Aplikasi PKT secara klinis tanpa
dukungan ilmiah yang kuat banyak dijumpai. Penelitian tentang manfaat, efek
samping, dosis dari PKT masih harus banyak dilakukan (Mishra, 2006).
Sejak 1 tahun terakhir, di Indonesia, telah banyak beredar peralatan
pembuat PKT dengan harga yang sangat mahal. Walaupun hasilnya secara ilmiah
masih harus banyak dibuktikan. Pada Januari 2010, Dr. De Vos di Belanda,
melaporkan tidak ada perbaikan bermakna antara kelompok PKT dengan
kelompok plasebo yang menggunakan larutan saline pada kasus achilles
tendinopathy kronis (Vos, 2010). Namun hal tersebut tidak mengurangi minat
para dokter untuk terus menggali manfaat dari PKT, terbukti terapi ini semakin
popular dan banyak diteliti.
Penelitian tentang manfaat PKT dalam bidang peremajaan dan anti
penuaan belum banyak dilakukan. Penelitian di bidang PKT masih kontroversi,
maka peneliti ingin membuktikan kegunaan dan manfaat PKT khususnya dalam
memperbaiki proses kerusakan dan kematian seluler. Untuk mengetahui dosis
efektif dan efek samping dari penggunaan PKT, perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan hal tersebut di atas maka dapat dirumuskan masalahnya
sebagai berikut:
1. Apakah apoptosis meningkat pada fibroblas yang terpajan sinar UVB?
2. Apakah PKT dapat menurunkan apoptosis fibroblas yang terpajan sinar
UVB?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bahwa PKT dapat memperbaiki
keadaan kulit akibat kerusakan sel.
1.3.2 Tujuan Khusus
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Peningkatan apoptosis fibroblas yang terpajan sinar UVB dengan dosis
400mJ/cm2 selama 2 menit dan 3 menit.
2. Penurunan apoptosis fibroblas dengan intervensi PKT sebelum dan
sesudah pajanan sinar UVB.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1.4.1 Manfaat Teoritis
Untuk mendapatkan data ilmiah tentang efek PKT terhadap perbaikan
kerusakan fibroblas yang terpajan sinar UVB. Selain itu, untuk mendapatkan
informasi tentang apoptosis fibroblas akibat pajanan sinar UVB, sehingga dapat
digunakan sebagai metode acuan untuk penelitian selanjutnya.
1.4.2 Manfaat praktis
Memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat umum tentang manfaat
pemberian PKT dalam memperbaiki proses penuaan dan kerusakan sel, sehingga
dapat langsung diterapkan untuk praktek sehari-hari dalam pemilihan terapi untuk
memperbaiki proses penuaan sel, khususnya fibroblas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Penuaan
Teori penuaan di tingkat seluler dan molekuler secara umum didasari oleh
dua pemikiran yaitu penuaan terprogram dan penuaan secara tidak sengaja. Teori
penuaan terprogram didasari pemikiran bahwa sejak kita dalam kandungan,
dilahirkan sampai akhirnya meninggal, sudah diatur oleh jam biologis. Jam
biologis ini mengatur bermacam kejadian dalam tubuh kita sesuai dengan
waktunya. Hilangnya kalsium dari tulang, berkurangnya kemampuan mata untuk
melihat, telinga untuk mendengar dan kapasitas pernafasan yang menurun adalah
contoh dari penuaan yang terprogram. Dan teori penuaan sebagai kebetulan atau
bukan terprogram adalah bahwa manusia menjadi tua akibat banyak hal yang
terjadi secara acak, misalnya kerusakan DNA dan radikal bebas atau hanya akibat
rusaknya organ tubuh kita dengan bertambahnya waktu (Goldman dan Klatz,
2003).
Secara luas ada empat teori penuaan yang paling sering dibicarakan dan
diteliti lebih lanjut. Teori tersebut adalah, teori wear and tear, teori
neuroendokrin, teori kontrol genetik dan teori radikal bebas. Teori kontrol genetik
yang salah satu dasarnya adalah teori program menyatakan bahwa setiap manusia
mempunyai kode genetik masing-masing yang menentukan saat menurunnya
kesehatan, organ-organ mulai menua dan akhirnya meninggal. Ternyata dengan
kemajuan teknologi kedokteran dan ilmu pengetahuan khususnya anti penuaan
10
diharapkan dapat merubah teori tersebut misalnya dengan ditemukannya cara
untuk memperpanjang rantai DNA dalam setiap sel kita, mencegahnya dari
kerusakan serta memperbaikinya kembali. Dengan demikian diharapkan pada
masa yang akan datang, manusia bisa terbebas dari nasib genetiknya (Goldman
dan Klatz, 2003). Di dalam teori program ini salah satu yang juga penting
dipelajari adalah teori terbatasnya replikasi sel. Pada ujung utas kromosom
terdapat struktur khusus yang disebut telomer. Secara biokimia, telomer terdiri
dari hexanucleotide. Dengan setiap replikasi sel, telomer memendek pada setiap
pembelahan sel. Setelah sejumlah pembelahan sel, telomer habis dipakai dan
pembelahan sel berhenti (Pangkahila, 2007).
2.2 Apoptosis
Apoptosis adalah proses normal dalam perkembangan dan kehidupan
organisme multiselluler. Apoptosis terjadi sebagai respon terhadap berbagai
stimulus secara terkontrol dan cara yang terprogram. Ini membuat apoptosis
berbeda dari mekanisme kematian sel lainnya seperti nekrosis dimana terjadi
kematian sel yang menyebabkan lisisnya sel, reaksi inflamasi dan kemungkinan
menyebabkan gangguan kesehatan. Berbeda dengan apoptosis dimana proses
kematian ini sengaja diaktifkan sendiri oleh sel akibat respon dari stimuli yang
dialaminya. Oleh sebab itu apoptosis sering diartikan sebagai bunuh diri.
Apoptosis dapat terjadi karena faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi
keadaan fisiologis tubuh kita. Berbagai faktor tersebut dapat berupa stres seluler,
yang terjadi akibat pajanan sinar matahari atau radiasi, zat kimia dan infeksi
virus. Keadaan – keadaan tersebut dapat menyebabkan menurunnya growth
factor serta meningkatnya stress oksidatif akibat radikal bebas. Pada umumnya
faktor tersebut di atas dapat menginisiasi apoptosis lewat keterlibatan
mitokondria yaitu tempat terjadinya radikal bebas di dalam sel (Rubin, 2001).
Faktor eksternal dapat disebabkan oleh infeksi virus dimana sel yang
terinfeksi akan dikenali oleh cytotoxic T lymphocytes yang diekspresikan dari
permukaan sel. Sinyal lainnya bisa berupa soluble ligand. Kedua sinyal ini
dikenal sebagai binding of death inducing ligands yang akan dikenali oleh
reseptor di permukaan sel atau death receptors. Cytotoxic T lymphocytes dapat
juga menginduksi apoptosis dengan menggunakan enzim granzyme. Protein
yang dikenal sebagai caspases secara khas akan teraktifasi pada tahap
permulaan apoptosis. Protein ini merusak atau membelah komponen seluler
yang diperlukan dalam fungsional sel yang normal termasuk struktur protein di
dalam nukleus yaitu enzim perbaikan DNA. Selain itu caspases juga
mengaktifasi enzim degradasi lainnya seperti DNAses yang akan mulai
membelah DNA di nukleus sel yang rusak.
Perubahan morfologi sel yang apoptosis yaitu sel mulai mengecil setelah
terjadinya pembelahan pada lamina dan filamen aktin pada sitoskeleton,
kondensasi nukleus akibat kerusakan kromatin di nukleus dan kebanyakan
menampilkan gambaran menyerupai ”horse shoe”, kemudian sel terus mengecil
sehingga dapat dihilangkan oleh makrofag (Rubin, 2001). Proses fagositosis ini
bertanggung jawab terhadap pembersihan sel apoptosis dari jaringan sehingga
tidak meninggalkan masalah seperti pada kematian sel akibat nekrosis. Untuk
memudahkan proses fagositosis ini, sel yang apoptotik sering melakukan
perubahan pada plasma membran yang merangsang reaksi makrofag. Salah
satunya adalah perubahan tempat phosphatidylserine dari dalam sel ke
permukaan sel. Tahap akhir dari apoptosis secara karakteristik ditandai dengan
bocornya membran atau proses terbentuknya vesikel pada membrane sel.
Vesikel kecil ini dikenal sebagai apoptotic bodies (Rubin, 2001).
Gambar.2.1. Proses kematian sel (Apoptosis). http://www.scq.ubc.ca/apoptosis/
Penuaan sel keratinosit akibat pajanan sinar UVB dengan dosis 100J/m2
selama 5 menit sudah pernah diteliti dan terbukti menyebabkan prematur
senescence hanya pada keratinosit yang mengandung IGF-1R, sedang pada dosis
400J/m2 selama 5 menit bukan lagi premature senescence melainkan apoptosis sel
yang terjadi. Proses apoptosis ini banyak berhubungan dengan penyakit-penyakit
yang berhubungan dengan penuaan, seperti Werner’s syndrome dan Alzheimer
disease. Oleh karena itu penelitian terhadap dua proses yang amat penting dalam
patofisiologi penyakit degeneratif dan keganasan yaitu cellular senescence dan
apoptosis, adalah sangat penting (Campisi dan Fagagna, 2007).
Pada penelitian terakhir tentang apoptosis sel dan hubungannya dengan
kemampuan regenerasi dan penyembuhan luka diketahui bahwa sel yang
apoptosis mengeluarkan growth signal yang akan menstimulasi proliferasi dari
progenitor dan stem cell, dimana peran utamanya adalah caspases 3 dan 7 yaitu
protein yang berperan pada tahap awal apoptosis, sehingga tikus yang defisiensi
caspases ini mengalami penyembuhan luka yang lambat dan regenerasi sel hati.
Prostaglandin E2 selaku promotor dari progenitor dan stem cell memegang
peranan dalam mekanisme ini. Mekanisme dimana caspases merangsang
penyembuhan luka dan regenerasi sel pada organ multiseluler ini diberi nama
”Phoenix rising” pathway (Li et al, 2010).
2.3 Fibroblas
Jaringan ikat adalah salah satu dari empat macam jaringan yang ada dalam
tubuh manusia. Jaringan tersebut adalah jaringan ikat, otot, saraf dan epitel.
Jaringan ikat adalah jaringan fibrosa yang terdiri dari kolagen, yang merupakan
protein yang paling banyak di dalam tubuh mamalia, yang diproduksi oleh
fibroblas. Ada banyak macam jaringan ikat antara lain jaringan ikat padat,
longgar, elastik, retikularis dan jaringan adiposa. Selain itu bisa ditambahkan
bahwa jaringan ikat ada yang embrionik dan ada yang terspesialisasi seperti
tulang, tulang rawan dan darah. Jaringan ikat padat membentuk ligamentum,
tendon dan matriks ekstraseluler di dermis kulit. Matriks ekstraseluler ini
terbentuk hampir seluruhnya oleh kolagen, yang diproduksi oleh fibroblas.
Fibroblas tersebar di antara kolagen yang juga memproduksi glikoprotein,
glikosaminoglikan, serta proteoglikan yaitu polisakarida yang berbentuk gel
seperti pelumas untuk menjaga ligamentum dan tulang rawan tetap berfungsi baik.
Selain itu fibroblas juga mempunyai kemampuan untuk memperbaiki jaringan
yang rusak dan akan bertambah jumlahnya apabila terjadi luka .
Gambar 2.2. Fibroblas (http://4.bp.blogspot.com/_tly7kZVpziE/R1QFL2xizII/AAAAAAAAAog/qxXqIak1Ctc/s1600-
R/PC030956.JPG)
Setiap sel saling berhubungan satu dengan lainnya melalui berbagai cara.
Mereka bersatu membentuk jaringan atau organ. Beberapa jaringan, seperti epitel
pembatas atau epitel penutup terdiri dari kelompok sel yang rapat dan saling
melekat erat secara langsung dengan sedikit sekali ruang antara. Kelompok jenis
ini adalah lunak, lentur dan tidak dapat mempertahankan bentuk organ ataupun
menopang seluruh tubuh. Sebenarnya jaringan penyambung yang mempersatukan
sel-sel tersebut menjadi tubuh karena jaringan ini memiliki substansi interselular.
Jaringan penyambung menghasilkan kolagen. Kolagen adalah suatu protein
berbentuk serabut yang amat kuat (seperti tendon, ligamentum dan elastin) yang
juga dibentuk menjadi serabut, serta mempunyai sifat-sifat kenyal. Di antara
serabut-serabut elastik ini terdapat matriks atau zat dasar seperti agar-agar.
Kombinasi serabut kuat dan serat elastik serta matriks memberikan kekuatan,
bentuk dan gaya pegas pada tubuh. Pada rangka, zat antar sel ini diisi dengan
garam-garam kalsium, menghasilkan tulang penyokong tubuh yang kuat
(Mescher, 2010).
Fibroblas adalah sel yang paling banyak terdapat dalam jaringan ikat.
Fibroblas adalah sel memanjang yang dibedakan terutama oleh banyaknya
anyaman retikulum endoplasma kasar yang melapisi rongga lebar dalam
sitoplasmanya. Fibrosit berukuran lebih kecil daripada fibroblas. Ia cenderung
berbentuk gelendong, dengan lebih sedikit cabang-cabangnya daripada fibroblas.
Ia memiliki inti yang panjang, lebih gelap, lebih kecil dan sitoplasmanya bersifat
asidofil serta mengandung sedikit retikulum endoplasma kasar. Bila cukup
dirangsang, fibrosit dapat berubah menjadi fibroblas dan aktivitas sintetiknya
diaktifkan kembali. Hal ini terjadi pada penyembuhan luka dan dalam keadaan
demikian sel-sel mengambil bentuk dan tampak seperti fibroblas muda.
Miofibroblas, suatu sel dengan gambaran fibroblas dan otot polos, juga diamati
selama penyembuhan luka. Sel ini mempunyai sifat morfologis sebagai suatu
fibroblas tetapi mengandung banyak mikrofilamen aktin dan miosin. Aktivitas sel-
sel tersebut berperan pada penutupan luka akibat cedera jaringan, suatu proses
yang disebut kontraksi luka (Mescher, 2010).
Fibroblas membuat serat-serat kolagen, retikulin, elastin,
glikosaminoglikan dan glikoprotein dari substansi intercellular amorf. Serat
kolagen adalah serat yang paling banyak dijumpai dalam jaringan penyambung.
Serat-serat kolagen segar merupakan benang-benang tanpa warna, namun bila
terdapat dalam jumlah besar akan menyebabkan jaringan tempat beradanya
tampak putih, misalnya pada tendon dan aponeurosis (Mescher, 2010).
Fibroblas mensekresi molekul prokolagen ke dalam matriks intersel, dan
polismerisasi mereka menjadi mikrofibril terjadi diluar sitoplasma tersebut.Pada
orang dewasa, fibroblas dalam jaringan ikat jarang mengalami pembelahan.
Mitosis hanya tampak bila organisme memerlukan fibroblas tambahan, yaitu bila
jaringan ikat cedera (Spector dan Spector, 2002).
2.3.1 Galur Sel NIH/3T3 tikus Swiss (Mus Musculus).
Salah satu karakteristik hewan yang paling utama adalah bahwa mereka
multiselular dengan kata lain, mereka terdiri dari banyak sel. Multiseluler ini
terdiri dari sel–sel dengan spesialisasi berbeda-beda.
Gambar 2. Galur Sel NIH/3T3
The '3-T3 adalah singkatan dari "3-hari transfer, inokulum 3 x 105 sel."
Galur sel ini berasal dari fibroblas embrio tikus primer yang dikultur sesuai
dengan aturan atau protokol, yang disebut '3T3 protokol '. Fibroblas embrio tikus
primer ditransfer ("T") setiap 3 hari (yang pertama "3"), dan diinokulasi pada
kepadatan dari 3 x 105 sel-sel per 20-cm² piringan ("3" yang kedua) terus-
menerus. Sel-sel yang secara spontan diabadikan dengan tingkat pertumbuhan
stabil setelah dikultur dalam 20-30 generasi, dan kemudian bernama '3T3 'sel.
Galur sel (cell line) terus menerus dibentuk dari kultur NIH mouse embrio
Swiss (Todaro dan Green, 1963). Galur sel NIH3T3 rentan terhadap pembentukan
fokus sarkoma virus dan virus leukemia serta berharga untuk studi transfeksi
DNA. Telah digunakan untuk ekspresi rekombinan protein, termasuk antigen
hepatitis B, hidroksilase fenilalanin, hormon pertumbuhan tikus, rekombinan
fibronektin, human class antigen I1 MHC n, insulin reseptor manusia dan faktor
pertumbuhan seperti insulin. Sel-sel dikultur dengan mengunakan DMEM +
FBS10%. Sel – sel sangat mudah dihambat dan sangat sensitif terhadap kumpulan
serum.
Galur sel NIH3T3 yang dipakai untuk penelitian ini diambil dari pabrik American
Type Culture Collection (ATCC) dengan data sebagai berikut :
NIH/3T3 (ATCC)
Jenis Sel Fibroblast (Connective Tissue Cells, Galur sels)
Deskripsi Swiss NIH embryonic fibroblast
Karakteristik Adherent
Spesies Tikus
Pemasok American Type Culture Collection (ATCC)
Klon CCL-92
Asal Jaringan Embryo
Tahap Pengembangan
Jaringan Embryonic
Protokol yang dioptimalkanNucleofector (PDF, 98 KB) 96-well
Shuttle (PDF, 129 KB)
Related Citations Nucleofection of NIH/3T3
2.4 Apoptosis dan Telomer
Pada tahun 1961, Leonard hayflick dan Paul Moorhead memformulasikan
tentang masa hidup sel diploid manusia. Pada penelitian dengan menggunakan
fibroblas yang diambil dari donor muda menunjukkan kemampuan replikasi yang
lebih cepat dari donor usia tua (Afshari CA and Barrett JC, 1996). Kapasitas sel
untuk tidak mampu lagi bereplikasi pada kultur sel dikenal sebagai teori
Hayflick’s limit. Sekarang diketahui bahwa Hayflick’s limit ini terjadi akibat
perubahan panjang telomer dari kromosom, di mana pada kondisi normal ujung
kromosom dilindungi oleh telomer agar tidak terjadinya fusi dari kromosom.
Telomer adalah bagian terminal dari kromosom eukaryot yang juga
terimplikasi efek dari penuaan kronologis. Telomer manusia terdiri dari 15-20
kilobase pairs rantai duplex ganda TTAGGG di ikuti utas tunggal melayang g -
rich 3’ yang berakhir pada struktur duplex yang dikenal sebagai t-loop. Ada
hipotesis tentang t-loop ini, dimana berfungsi untuk menjaga stabilitas dari
telomer atau melindungi telomer sehingga kromosom terminal terhindar dari
degradasi, rekombinasi. Setiap pembelahan sel terjadi pemendekan telomer.
Untuk menjaga panjang telomer pada sel yang berproliferasi dibutuhkan enzim
telomerase, yaitu enzim reverse-transkriptase eukariot yang memiliki komponen
RNA dan subunit katalitik dan berfungsi dengan menambahkan ulang TTAGGG
pada telomer (Mirzayans dan Murray, 2009).
Pada manusia sekitar 30% panjang telomer fibroblas kulit berkurang
selama masa dewasa. Dan kritisnya dengan telomer yang pendek merupakan
sinyal bagi sel tersebut untuk apoptosis atau mati sehingga berkuranglah jumlah
sel di dalam organ tersebut (Gilchrest and Krutmann, 2006). Pada sebuah
penelitian diketahui bahwa dengan memasukkan telomerase pada sel yang menua
atau senescent maka sel tersebut mengalami pemanjangan telomer kembali seperti
pada sel muda tanpa adanya tanda-tanda malignansi. Penemuan besar ini tidak
saja membuktikan bahwa peran telomer pada kehidupan sel sangat penting namun
juga memberikan inspirasi bahwa panjang telomer dapat di program ulang untuk
menambah panjang usia sel. Dengan penemuan ini diharapkan di kemudian hari
penyakit-penyakit degeneratif seperti arteriosklerosis, alzheimer, diabetes mellitus
dan sebagainya dapat disembuhkan (Hancock, 2010).
2.5 Penuaan Seluler Kulit
Proses penuaan kulit dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal.
Di mana proses ini terjadi akibat hilangnya kemampuan sel kulit untuk
memperbaiki kerusakan, membelah dan akhirnya mati, yang dipengaruhi oleh
program genetik dan juga pengaruh buruk baik dari internal maupun eksternal
selama organisme itu hidup. Walaupun penuaan kulit hanya sebagian dari proses
penuaan manusia, namun data di Amerika pada tahun 1996-1997 tentang
kunjungan dokter, lima persennya adalah masalah kulit dan juga menurut statistik
di Amerika bahwa jumlah penduduk berusia di atas 55 tahun akan meningkat
menjadi 31% di tahun 2030, maka problem penuaan kulit akan menjadi salah satu
masalah yang harus dicari jalan keluarnya oleh para dokter. Penuaan kulit dibagi
dua golongan besar yaitu penuaan kronologis dan photoaging atau penuaan dini
(Gilchrest dan Krutmann, 2006 ).
2.5.1 Penuaan Kulit Kronologis Tingkat Seluler
Penuaan kronologis disebabkan oleh efek kumulatif dari spesies oksigen
reaktif yang terjadi akibat metabolisme oksidatif seluler. Dan walaupun tubuh
mempunyai mekanisme untuk memproduksi antioksidan, namun dengan adanya
spesies oksigen reaktif akan mengakibatkan rusaknya struktur-struktur sel seperti
membran sel, enzim dan mengganggu interaksi antara DNA-protein juga protein-
protein (Gilchrest dan Krutmann, 2006).
2.5.2 Penuaan Kulit Dini atau Photoaging Tingkat Seluler
Penuaan kulit dini atau photoaging merupakan penuaan yang terjadi
akibat efek buruk kronis dari sinar matahari yang bertumpuk dengan gejala
penuaan kronologis. Radiasi ultraviolet dengan panjang gelombang 100-400 nm
merupakan 5% dari seluruh radiasi sinar yang ada. Radiasi ultra violet terbagi atas
tiga golongan yaitu UVA (320-400nm), UVB (280-320nm) dan UVC (100-
280nm). UVC biasanya tidak sampai ke permukaan bumi kecuali pada dataran
tinggi sekali dimana UVC ini diserap oleh lapisan ozon pada atmosfir. Yang
paling banyak berpengaruh kepada kesehatan kulit adalah UVB, karena panjang
gelombangnya yang lebih pendek dan paling banyak menembus bumi (Gilchrest
dan Krutmann, 2006)
Kromofor dari UVB adalah DNA. Kelainannya berupa lesi DNA pada
cyclobutane pyrimidine dimer. Secara klinis kelainannya berupa eritema atau
kemerahan. Hasil akhir dari proses glikasi atau advance glycation end product
(AGE) yang terakumulasi pada protein yang berusia panjang seperti matriks
ekstraseluler juga berfungsi sebagai sensitiser untuk ultraviolet sehingga merusak
fibroblas di dermal. Sinar UV juga terbukti meningkatkan degradasi kolagen
melalui aktivasi MMP dan penurunan mekanisme sinyal TGF-β. Kemudian sinar
UV dapat memacu sintesis MMP-1 dan -3 melalui pelepasan TNF-α oleh
keratinosit dan fibroblas. UVB secara langsung berefek pada kerusakan DNA
terutama pada dua lesi besar yaitu cyclobutane dimer dan pyrimidine pyrimidone
photoproduct, yang secara langsung mempengaruhi sintesis asam nukleat.
Walaupun nukleus DNA mempunyai kemampuan untuk memperbaiki diri,
kerusakan DNA jarang sekali diperbaiki secara komplit. Sisa sel yang tidak
mengalami apoptosis setelah kerusakan DNA dan tidak mengalami perbaikan
sempurna akan mempunyai resiko terjadinya mutasi dan akhirnya dapat menjadi
sel kanker (Varani et al. 2010).
2.6 Sinar UVB
UVB merupakan spektrum radiasi UV dengan panjang gelombang 290 –
320 nm, dan merupakan sinar UV yang paling efektif menembus bumi dan
mengakibatkan kerusakan pada kulit manusia. Kerusakan yang terjadi oleh karena
UVB adalah lebih pada kerusakan DNA sel yang merupakan kromofornya. Sinar
UVB banyak terserap ke epidermis dan menembus ke papila dermis. Gejala
kerusakan yang terjadi akibat penyerapan UVB ke epidermis berupa eritema.
Panjang gelombang dari UV yang paling efektif menyebabkan eritema yaitu 250-
290 nm dan semakin berkurang efek eritemanya seiring dengan bertambahnya
panjang gelombang. Pada pajanan sinar UVB tunggal dengan dosis suberitema,
gejala eritema berangsur berkurang dalam waktu 24 jam. Pada pajanan berulang
akan terjadi efek kumulatif dan terjadilah eritema. Gejala eritema setelah paparan
sinar UVB akan terjadi kemudian dalam waktu 3- 5 jam dan maksimal pada 12-24
jam kemudian, dan berkurang dalam 72 jam. Sebelum terjadi eritema maka akan
terjadi vasodilatasi pembuluh darah. Secara histopatologis pada studi dengan
potongan kulit 1 µm yang disinari UVB tunggal dengan dosis 3 MED terjadi
kerusakan sel keratinosit pada 30 menit setelah paparan, dan paling jelas pada
24jam kemudian. Setelah 72 jam sel keratinosit yang rusak berubah menjadi
parakeratotik dan pembesaran sel endotel terjadi setelah 30 menit sampai
maksimal 24 jam setelahnya (Gilchrest dan Krutmann, 2006). Pada Penelitian di
Jogja oleh Noor, 2008 terbukti dengan penyinaran UVB 300 mJ/cm2 selama 5
menit pada kultur fibroblas terjadi kerusakan DNA sel berupa cyclobutane
pyrimidine dimer (Noor, 2008).
2.7 Plasma Kaya Trombosit (PKT)
Penggunaan bahan dari darah sebagai pengobatan luka sangat berkembang
di bidang bedah. Dua bahan yang sangat berkembang dan banyak dipakai sebagai
pengobatan dengan bahan dasar darah adalah fibrin tissue adhesive (FTA) atau
yang dikenal dengan fibrin glue dan platelet rich plasma (PRP) atau plasma
kaya trombosit (PKT) (Greene et al. 2009).
Untuk mempelajari lebih lanjut tentang manfaat PKT maka harus dipahami
tentang respon tubuh terhadap luka yang terdiri dari 3 fase yaitu inflamasi,
proliferasi dan remodeling. Fase inflamasi yang didahului dengan agregasi
trombosit sehingga terjadi hemostasis. Selain itu trombosit juga mengeluarkan
thromboxane dan serotonin yang merangsang hemostasis dengan vasokonstriksi.
Selain itu trombosit juga mengeluarkan histamin yang merangsang
polymorphonuclear (PMN) dan monosit ke tempat luka. Selanjutnya kemotaktik
dari growth factor akan merekrut sel endotel untuk membuat pembuluh darah
baru (angiogenesis), juga fibroblas terangsang untuk membentuk matriks
ekstraseluler sehingga luka akan cepat menutup (Greene et al., 2009)
Bermacam sitokin dan growth factor berpengaruh terhadap penyembuhan dan
maturasi dari luka. Sitokin berperan dalam perekrutan sel untuk proliferasi dan
diferensiasi. Growth factor yang berasal dari trombosit atau PDGF keluar dari alfa
granul dan berfungsi dalam rekrutmen dan aktivasi sel immun dan fibroblas.
Contoh produk yang telah dipakai dan disetujui oleh FDA yaitu bentuk isomer
rantai β dari PDGF (PDGF-BB) yang secara klinis terbukti mempercepat
penyembuhan, termasuk pada luka kronis diabetic neuropathy. Selain itu
trombosit juga mengeluarkan TGF-β, yang merangsang maturasi fibroblas,
migrasi, dan sintesis matriks ekstraseluler. Sedangkan growth factor lainnya yaitu
EGF, dan VEGF dikeluarkan oleh fibroblas, sel endotel, dan sel immun untuk
menambah percepatan penyembuhan luka. PKT bisa didefinisikan sebagai plasma
darah yang mengandung 1,000,000 trombosit/microliter dengan volume 5 ml
plasma (Greene et al., 2009). Secara luas PKT diketahui mengandung 7 macam
growth factor yaitu: PDGF-AA, PDGF-BB, PDGF-AB, TGF-β1, TGF-β2, VEGF,
EGF. Kadar growth factor in-vivo tetap terjaga setelah dilakukan pembuatan PKT.
Konsentrasi trombosit dalam PKT dapat meningkat delapan kali dari kadar
trombosit di dalam darah sehingga kadar growth factor di dalam PKT juga
meningkat delapan kali kecuali IGF-1. Selama proses pengambilan atau
pembuatannya tidak terjadi aktivasi dari trombosit (Greene et al. 2009). PKT juga
disebutkan sebagai volume plasma darah autologus yang mengandung trombosit
4x nilai normal yaitu 200,000/µl. Namun belum diketahui apakah dengan
peningkatan konsentrasi trombosit akan menghasilkan efek yang lebih baik
(Sampson et al. 2008). Kontraindikasi dari terapi ini adalah kelainan fungsi
trombosit, trombositopenia, pasien dengan ketidakstabilan hemodinamik serta
kehamilan (Budiyanto, 2009).
2.7.1 Pembuatan PKT
Beberapa cara pembuatan dan proses pengambilan PKT ini sudah banyak beredar
seperti SmartPrep Autologous Platelet Concentrate system (Harvest Technologies
Corp) dan Magellan Autologous Separator (Medtronic Inc, Minneapolis ).
Dengan alat-alat sederhana tersebut dapat dihasilkan sepuluh persen PKT dari
total darah yang diambil, yaitu berkisar dari 20 sampai 120cc (Greene et al.
2009). Namun beberapa cara konvensional dengan bantuan alat sentrifugasi dapat
menghasilkan jumlah konsentrasi trombosit yang kurang lebih sama. Salah satu
cara yang telah disetujui oleh FDA adalah dengan pemutaran 3200 rpm selama 15
menit dengan jumlah darah vena sebanyak 30-60 cc setelah itu plasma rendah
trombosit atau supernatant bagian paling atas disedot keluar dengan spuit, lalu
sisanya adalah PKT dan sel darah merah. Kemudian PKT dikocok sebanyak 30
kali, dapat dengan bantuan vortex atau resuspensi berulang. Pada akhir proses
akan didapatkan jumlah PKT sebanyak 3-6 cc (Sampson et al. 2008). Cara lain
juga banyak dilakukan antara lain dengan cara pengambilan darah vena sesuai
kebutuhan lalu ditambahkan asam sitrat dekstrose sebanyak 10%, lalu dipusing
dengan kecepatan 1100g selama 10 menit, kemudian dipisahkan antara plasma
rendah trombosit yaitu sepertiga bagian atas lapisan plasma lalu dikeluarkan ke
tabung terpisah untuk tidak dicampurkan ke dalam PKT. Sisa plasma (2/3 bagian
bawah plasma) masukkan ke dalam tabung steril tanpa koagulan kemudian
dipusing lagi dengan 2000rpm selama 2 menit atau dengan cara ultra pulse dengan
bantuan vortex untuk mengaktifkan α granule (Yulianto, 2010).
2.7.2 Trombosit
Trombosit merupakan salah satu komponen darah tepi yang berbentuk
diskoid tanpa inti dan berperan dalam berbagai proses hemostasis dan pertahanan
alami manusia. Trombosit mempunyai karakter berbentuk bulat, berdiameter 2-4
µM, tidak mempunyai nukleus tetapi memiliki banyak vesikel dan granula. Kadar
normal trombosit 150.000 - 400.000 sel setiap µL darah. Umur trombosit dalam
darah adalah 5-9 hari. Dalam trombosit dijumpai berbagai granula seperti:
granula-α, granula padat, dan granula lisosomal. Granula-α merupakan granula
yang terbanyak, berkisar 50-80 granula per butir trombosit dan menyusun 10 %
dari volume platelet. Riset proteomik menunjukan bahwa granula-α melepaskan
ratusan protein yang diduga berperan penting pada proses penjendalan darah,
penyembuhan luka, peradangan, atherosklerosis, antimikrobial, angiogenesis, dan
malignansi (Blair dan Flaumenhaft, 2009). Protein-protein tersebut dapat
diperoleh apabila platelet telah diaktivasi, yaitu antara lain dengan cara
penambahan 10% kalsium klorida atau trombin serta adanya kolagen setempat
(Wang dan Avila, 2007).
2.7.3 Growth Factor
Trombosit akan mengeluarkan growth factor, menarik dan memberi sinyal
kepada stem cell untuk memperbaiki sel yang rusak atau mati. Growth factor
adalah substansi yang secara alamiah ada di dalam tubuh kita, dan berguna untuk
merangsang pertumbuhan sel baik proliferasi maupun diferensiasi. Biasanya
growth factor adalah protein atau hormon steroid. Growth factor sangat penting
dalam regulasi proses seluler. Growth factor berperan sebagai sinyal antar sel.
Contohnya sitokin dan hormon yang menempel pada reseptor dari sel target.
Mereka berperan dalam diferensiasi dan maturasi sel yang bervariasi untuk setiap
growth factor. Misalnya, bone morphogenic proteins menstimulasi diferensiasi sel
tulang, VEGF menstimulasi diferensiasi pembuluh darah (angiogenesis). Growth
factor akan menstimulasi siklus sel dari phase G0 menjadi phase G1. Dalam dunia
kedokteran selama 20 tahun belakangan, penggunaan growth factor pada
penanganan kelainan darah, kanker dan kardiovaskular sangat meningkat antara
lain: neutropenia, sindrom myelodisplastik, leukemia, anemia aplastik,
transplantasi sumsum tulang, angiogenesis untuk penyakit kardiovaskular serta
penyembuhan luka (Sampson, 2008).
2.8 Growth factor dan Apoptosis fibroblas
Seperti proses penuaan pada sistim organ lainnya penuaan sel kulit juga
dipengaruhi karena berkurangnya jumlah serta kemampuan dari mekanisme kerja
beberapa macam growth factor dan hormon. Begitu juga sitokin dan kemokin
yang merupakan molekul sinyal dari sel, menurun sesuai dengan bertambahnya
usia. Dan diikuti juga dengan menurunnya kemampuan dari reseptor yang ada di
membran sel dalam menerima sinyal. Reseptor pada sel kulit yang menurun sesuai
dengan bertambahnya umur antara lain yaitu reseptor untuk vitamin D, beta
adrenergik, neurotransmitter dan dopamin. Sedang di epidermis terjadi penurunan
untuk reseptor interleukin-1. Pada penelitian in vitro diketahui pula bahwa pada
fibroblas terjadi penurunan reseptor untuk low-density lipoprotein, PDGF dan
EGF (Gilchrest dan Krutmann, 2006).
Patofisiologi dari penuaan kronologis dan prematur diketahui sama walaupun
etiologinya berbeda. Perubahan yang terjadi diketahui yaitu menurunnya TGF-β
dengan mekanismenya dan peningkatan enzim MMP. Pada akhirnya akan terjadi
penurunan kemampuan fibroblas untuk mitosis dan memperbaiki dirinya dan
terjadilah apoptosis. Apabila keadaan ini terjadi melebihi mekanisme pertahanan
yang dibutuhkan maka akan terjadi tanda-tanda penuaan, seperti kerut dan kendur
(Varani et al. 2010). Beberapa growth factor yang dapat memperbaiki kerusakan
fibroblas, FGF, PDGF, IGF-1, TGF-β (Mehta dan Fitzpatrick, 2010).
Kemungkinan efek samping yang ditakuti dari pemakaian growth factor
dalam peremajaan kulit adalah timbulnya kanker, akibat stimulasi pertumbuhan
secara berlebihan. Para ahli masih menyelidiki hal ini, disebabkan beberapa
pemahaman tentang modalitas anti penuaan kulit lainnya selama ini yang telah
banyak dilakukan, juga terbukti meningkatkan pengeluaran growth factor yang
melebihi normal seperti proses inflamasi yang terjadi pada saat terapi chemical
peeling dan retinoid topikal dan laser (Mehta dan Fitzpatrick, 2010).
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Secara alamiah tubuh kita akan mengalami penurunan baik fungsi maupun
fisik pada semua organ tubuh termasuk kulit. Penuaan kulit dipengaruhi oleh
faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi: radikal bebas, glikosilasi,
cellular senescence, apoptosis, hormonal, genetik. Faktor eksternal meliputi: sinar
ultra violet, makanan yang dikonsumsi, kurangnya tidur, merokok, kurangnya
olah raga, penggunaan kosmetik yang tidak benar dan lain-lain. Penuaan kulit
dapat terjadi secara kronologis maupun prematur atau dikenal dengan photoaging
yang disebabkan terutama oleh UVB.
Patofisiologi dari penuaan kulit ini terutama adalah perubahan di lapisan
dermis yaitu kerusakan kolagen dan perubahan di epidermis yaitu berhubungan
dengan kelainan kanker. Penelitian tentang penuaan kulit banyak sekali berfokus
pada kolagen, karena protein jaringan ikat ini paling banyak di dalam tubuh
manusia, dan memegang peranan penting dalam mencegah terjadinya tanda–tanda
penuaan seperti keriput dan kulit kendur.
Perubahan kolagen pada penuaan kronologis dan prematur atau
photoaging mempunyai mekanisme yang sama, walau etiologi berbeda. Yaitu
meningkatnya enzim MMP dan menurunnya TGF-β serta efek lain yang timbul
bersamaan dengan mekanisme tersebut. Akhirnya akan terjadi penurunan
kemampuan dari fibroblas dalam membentuk kolagen baru.
31
Bagan 3.1 Konsep
Faktor Internal : - Hormonal - Genetik (Telomer) - Imun Sistem - Glikosilasi -
UVB
Tikus galur sel NIH3T3
Faktor Eksternal : - Stress - Radikal bebas - Bahan kimia dan obat-obatan - Diet - Kurang tidur - Rokok
PKT
APOPTOSIS FIBROBLAS NIH3T3
Oleh sebab itu penelitian tentang growth factor dalam PKT untuk memperbaiki
penuaan kulit banyak diteliti. Dengan menambahkan growth factor ke dalam kulit
yang mulai rusak diharapkan dapat membantu fibroblas untuk memperbaiki diri
sehingga terhindar dari kematian atau apoptosis.
3.2 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep, maka hipotesis yang dapat diajukan adalah
1. Pajanan sinar UVB pada fibroblas meningkatkan apoptosis sel.
2. Pemberian plasma kaya trombosit pada fibroblas yang diberi pajanan UVB
dapat menurunkan apoptosis sel.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan
rancangan Randomized post test only control group design (Campbell, 1963).
Skema rancangan penelitian digambarkan sebagai berikut :
Bagan 4.1 Rancangan Penelitian
P = Populasi biakan fibroblas
S = Sampel fibroblas
P0 = Tanpa perlakuan (kontrol)
P1 = Perlakuan dengan UVB 2 menit
P2 = Perlakuan denan UVB 3 menit
P3 = Perlakuan dengan UVB 2 menit dan PKT sebelum penyinaran
P4 = Perlakuan dengan UVB 3 menit dan PKT sebelum penyinaran
P5 = Perlakuan dengan UVB 2 menit dan PKT sesudah penyinaran
34
P6 = Perlakuan dengan UVB 3 menit dan PKT sesudah penyinaran
O1 = Ekspresi Sub-G1 post test kelompok kontrol
O2 = Ekspresi Sub-G1 post test kelompok perlakuan 1
O3 = Ekspresi Sub-G1 post test kelompok perlakuan 2
O4 = Ekspresi Sub-G1 post test kelompok perlakuan 3
O5 = Ekspresi Sub-G1 post test kelompok perlakuan 4
O6 = Ekspresi Sub-G1 post test kelompok perlakuan 5
O7 = Ekspresi Sub-G1 post test kelompok perlakuan 6
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di laboratorium Stem cell and Cancer Institute
(SCI), Jakarta. Waktu penelitian mulai bulan Desember 2010 sampai Februari
2011.
4.3 Populasi Subjek dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi Subjek penelitian
Populasi subjek penelitian adalah Galur NIH3T3 dari tikus putih Swiss
(Mus musculus).
4.3.2 Sampel Penelitian adalah dengan kriteria subjek:
4.3.2.1 Kriteria inklusi:
a. Fibroblas hidup.
4.3.2.2 Kriteria Drop Out
a. Sample rusak akibat kesalahan tehnis pada saat pelaksanaan
penelitian.
b. Sel tidak hidup dengan baik pada medium kultur atau mati.
4.4 Penentuan Besar dan Cara Pengambilan Sampel
4.4.1 Penentuan besar sampel minimal
Besarnya sampel ditentukan berdasarkan rumus Federer (Federer et al.,
1966):
Rumus Federer : ( t-1 ) ( n-1 ) ≥ 15
(6-1) (n-1) > 15
5 (n-1)> 15
5n-5>15
5n>20
N> 4
Keterangan:
t = jumlah kelompok perlakuan (treatment)
n = jumlah ulangan pada tiap kelompok
Dari rumus diatas, karena kelompok perlakuannya adalah 6, maka di
dapat jumlah ulangan untuk tiap kelompok adalah 4. Untuk mengantisipasi
kemungkinan drop out, maka jumlah sampel ditambah 10%, sehingga pada tiap
kelompok terdiri dari 5 well koloni fibroblas. Karena percobaan menggunakan 6
well plate maka dilakukan pengulangan pada setiap kelompok 6 kali, jadi jumlah
sampel seluruhnya dengan kelompok kontrol adalah 42 well plate koloni sel yang
diambil secara simpel random.
4.5 Variabel Penelitian
4.5.1 Identifikasi Variabel
1.Variabel internal: genetik.
2.Variabel eksternal: lingkungan, suhu.
4.5.2 Klasifikasi Variabel
a. Variabel bebas : perlakuan dengan UVB dan PKT .
b. Variabel tergantung : Ekspresi Sub-G1 (apoptosis) fibroblas
c. Variabel terkendali : tipe fibroblas, asal atau sumber isolasi sel, medium
kultur dan lingkungan, mesin centrifuge, ketrampilan petugas dalam
tehnik pemanenan sel, higienitas, serta tehnik penanaman sel dalam
medium kultur serta instrumen penghitungan nilai ekspresi sub-G1
(apoptosis) .
4.5.3 Definisi Operasional Variabel
1. Variabel bebas
a. PKT adalah plasma darah yang diambil dari vena sebanyak 60 cc dari
probandus yang telah diukur kadar trombositnya lebih dahulu ke
dalam tabung yang berisi anti koagulan sitrat phosphate dextrose
disentrifugasi 1100g selama 10 menit lalu dibuang supernatannya
sampai sepertiga atas bagian supernatannya yaitu lapisan plasma
rendah trombosit. Kemudian dikeluarkan sisa supernatan sampai buffy
coat dan dipindah ke tabung bersih, lalu disentrifugasi kembali
dengan kecepatan 500g selama 2 menit setelah itu disisakan pellet dan
supernatannya sebanyak 6cc.
b. UVB adalah sinar UV dengan panjang gelombang 302nm dengan alat
G-Box syngene, medium power level (400 mJ/cm2) selama 2 dan 3
menit.
2. Variabel tergantung
a. Ekspresi apoptosis adalah hasil jumlah persentasi sel pada keadaan
sub-G1 dengan pewarnaan propyl iodide dan dihitung dengan alat
FACS ( flouresence activated cell sorter ) analisis.
3. Variabel Terkendali
a. Varian sel fibroblas yang berasal dari mencit dengan galur NIH3T3
yang diambil dari embrio tikus putih dengan galur Swiss Mus
musculus dengan tipe fibroblas dan dibeli dari American type culture
collection.
b. Kualitas medium kultur dan laboratorium suhu ruang, kelembaban
terjaga.
c. Ketrampilan petugas dan higienitas dalam pengambilan sampel
fibroblas dan plasma kaya trombosit.
d. Pengaturan suhu penyimpanan sel yaitu suhu ruang 37derajat Celcius
di dalam inkubator.
e. Mesin centrifuge untuk memproses darah menjadi plasma kaya
trombosit.
4.6 Bahan dan Alat Penelitian
Bahan dan alat yang digunakan untuk penelitian adalah:
4.6.1 Bahan Utama
1. Fibroblas yang diisolasi dari Galur NIH3T3.
2. PKT yang diambil dari whole blood 1 orang probandus sebanyak 60cc .
3. Larutan pewarna sel propyl iodide 2% .
4.6.2 Bahan Penunjang:
1. Medium lengkap yang terdiri dari DMEM (Dubecco’s Minimal
Essential Medium), fetal bovine serum 2%, ceftriaxone 50µg/ml dan
fungizone 50µg/ml.
2. Trypsin untuk melepaskan fibroblas dan e-cadherin pada saat
memanen sel
3. NaCl steril untuk melarutkan trypsin
4. Tris –HCl
5. Blocking endogenous peroxidase (H2O2 5% dalam methanol)
6. PBS (Phosphate buffer sitrat) sebagai washing buffer
7. NaOH dalam ethanol 70%
8. PBS 10% untuk blocking protein non-spesifik
9. TDM-2 sebagai antibody primer
10. Antimouse biotin 75µl sebagai antibodi sekunder
11. HRP (horse radish peroxydase) streptavidin 75µl sebagai antibodi
yang ditempeli substrat.
12. Larutan deterjen 0,02%
13. TMB 100 µl sebagai substrat
4.6.3 Alat dan instrumen:
Alat penelitian yang diperlukan antara lain:
1. Neraca elektronik untuk menimbang bahan-bahan kimia, microplate 6-
well (merk nunc).
2. Plate diameter 2,5cm.
3. Laminar airflow merk Lab Quip Industries
4. Incubator CO2 merk galaxy S RB Biotech
5. Kulkas (merk Toshiba).
6. Alat sentrifugasi.
7. Vortex
8. Lampu UV (merk G-box syngene)
9. Mikroskop cahaya merk Euromex
10. Sarung tangan
11. Masker mulut
4.7 Prosedur dan Alur Penelitian
4.7.1. Metode Thawing dan Kultur NIH3T3
Medium kultur: Dulbecco’s Modified Eagle’s Medium (DMEM) high glucose +
10% FBS + 1% Penisillin-Streptomisin
Prosedur Kerja:
1. Cryotube NIH3T3 dari cryotank disimpan dalam icepack untuk
menghindari penurunan suhu yang drastis. Cryotube tersebut kemudian
dihangatkan dalam waterbath dengan suhu 37oC selama + 2 menit, lalu
dimasukkan kembali ke dalam icepack dan dibawa ke biosafety cabinet.
2. Seluruh isi sel dikeluarkan dari cryotube dan dimasukkan ke dalam
falcon 15 ml yang telah berisi medium kultur sebanyak 7 ml. Suspensi
dihomogenkan lalu disentrifugasi dengan kecepatan 150 g selama 5
menit, pada suhu ruang.
3. Supernatan dibuang dan suspensi pellet dengan 1 ml medium kultur.
4. Dilakukan penghitungan viabilitas dan jumlah sel. Mula-mula
dilakukan pengenceran sesuai perkiraan untuk dihitung dengan
hemasitometer. Siapkan 1 tabung eppendorf steril, isi dengan 10 µl
trypan blue, lalu tambahkan 10 µl suspensi sel yang telah diencerkan,
resuspensi dan diamkan 3 menit. Setelah 3 menit, pipet 10 µl suspensi
sel yang telah dicampur trypan blue ke dalam kaca hemasitometer.
Hitung viabilitas sel dan jumlah sel dengan menggunakan cell counter
di bawah mikroskop.
5. Sebanyak 7x105 sel ditanam dalam plate 10 cm dengan medium kultur
sebanyak 7 ml. Kultur dilakukan dalam inkubator suhu 370C dan 5%
CO2 selama 2-3 hari. Setelah sel telah 80% confluent, maka dilakukan
sub-culture.
6. Mula-mula medium dikeluarkan dari plate dan plate dicuci dengan hati-
hati menggunakan PBS-KCl (untuk menghilangkan sisa medium dari
kultur sel). Setelah itu PBS-KCl dikeluarkan, tambahkan 2 ml trypsin-
EDTA dan diinkubasi selama 3 menit dalam inkubator 370C.
7. Diperiksa apakah sel sudah lepas dari plate dengan menggunakan
mikroskop.
8. Ditambahkan 4 ml medium kultur dalam plate (untuk menghentikan
kerja trypsin).
9. Dipindahkan seluruh suspensi dalam falcon 15 ml kemudian
disentrifugasi dengan kecepatan 150 g selama 5 menit, pada suhu
ruang.
10. Supernatan dibuang dan suspensi pellet dengan 1 ml medium kultur.
11. Dilakukan penghitungan viabilitas dan jumlah sel (seperti nomor 4).
12. Sebelum sel siap digunakan untuk penelitian (untuk diberi perlakuan),
maka terlebih dahulu harus disub-culture minimal 1x. Sel siap
digunakan sesuai dengan kebutuhan.
13. Trypsin dihangatkan dalam air hangat
14. Untuk kultur sel, medium dibuang, sel akan menempel di dasar plate.
Kultur sel kemudian dicuci dengan NaCl steril, dengan cara digenangi
selama 3 menit.
15. Ditambahkan trypsin 3,75ml kemudian dihangatkan pada suhu 37oC
selama 1menit untuk mengaktifkan trypsin maksimal 3 menit.
16. Diperiksa di mikroskop, setelah selnya lepas, trypsin dinetralisir
dengan menambahkan medium (protein).
17. Setelah itu dipipet dan dipindahkan ke dalam dua tabung sentrifus, jika
volume kedua tabung tak sama ditambahkan NaCl sampai volumenya
sama.
18. Disentrifus selama 150g selama 5 menit.
19. Akan muncul endapan kuning, dibuang supernatannya
20. Cuci dengan medium lengkap dengan cara menambahkan ke setiap
tabung medium sebanyak 6ml. Medium lengkap: DMEM (Dulbecco) +
fetal bovine serum 10% + ceftriaxone 50µg/ml + fenstrep100µg/ml +
fungizone 50 µg/ml.
21. Disentrifus 150g selama 5 menit
22. Terbentuk endapan kuning, buang supernatannya
23. Ditambahkan medium sebanyak 3ml ke salah satu tabung dengan
tehnik pipetting, setelah itu dipindahkan isinya ke tabung lain.
24. Vortex
25. Terbentuk suspensi sel, diambil sedikit untuk dihitung jumlahnya.
Jumlah sel digunakan untuk mencari volumenya. Didapatkan volume
200µl.
26. Dipipet 22 ml medium, buang 200µl.
27. Dipipet 200µl suspense sel, tambahkan ke medium, vortex.
28. Diambil sampel dan lihat dengan mikroskop.Ternyata jumlah selnya
sedikit sehingga perlu penambahan 200µl lagi dari suspense awal.
29. Suspensi sel awal yang tersisa dituang ke ring plate dan ditambah
medium untuk membuat kultur.
30. Suspensi sel kedua dituang ke ring plate kemudian pipet 200µl ke
setiap sumur pada 6 well plate .
4.7.2 Penyinaran UVB pada kelompok P1, P2, P3, P4, P5, P6
1. Penyinaran dilakukan dengan menggunakan mesin syngene box UVB
dengan panjang gelombang 302 nm, dengan enerji diatur 400mJ/cm2.
2. Medium kultur sel diganti dengan NaCl steril
3. Setelah diganti, dilakukan penyinaran UVB dengan energy 400mJ/cm2
selama 2 menit dan 3 menit pada kelompok P1, P2, P4, P6, setelah disinari
lalu diberi medium komplit (DMEM 2% FBS) 200μl, lalu inkubasi 2 jam
baru ditambahkan PKT 200μl, lalu dikembalikan ke inkubator sampai 22
jam. Pada kelompok P3, P5 diberikan PKT 200μl lalu dikembalikan ke
inkubator selama 2 jam, kemudian dilakukan penyinaran masing-masing 2
menit dan 3 menit, baru dikembalikan ke inkubator selama 22 jam.
4.7.3 Pembuatan PKT dengan konsentrasi 2 x whole blood.
1. Diambil darah probandus sebanyak 60 cc dari vena cubiti.
2. Lalu masukkan ke dalam 4 tabung terpisah masing-masing 15 cc yang
berisi asam sitrat dekstrose 3,8% sebanyak 1,5cc lalu campur dengan
baik.
3. Kemudian dimasukkan dalam tabung centrifuge dan putar dengan
kecepatan 1100g selama 10 menit, alat centrifuge dibuat seimbang
dengan memasukkan 2 tabung dengan isi air dengan berat sama dengan
tabung darah.
4. Diambil tabung dari mesin centrifuge, akan tampak 3 lapisan yaitu bagian
atas berupa plasma, di bagian tengah terdapat daerah cincin berwarna
putih yaitu buffy coat yang kaya akan trombosit dan lekosit, serta bagian
bawahnya adalah sel darah merah.
5. Ambil dengan pipet atau spuit cairan plasma sepertiga atas dan masukkan
ke tabung yang baru.
6. Masukkan tabung sisa cairan plasma dan buffy coat sampai 1mm di atas
sel darah merah lalu masukkan ke dalam mesin sentrifus dan putar
dengan kecepatan 2000rpm selama 2 menit.
7. Diambil tabung dari mesin centrifuge, akan tampak bagian atas berupa
cairan yaitu plasma dan di bagian bawah terdapat pellet yang merupakan
endapan kaya trombosit.
8. Diambil supernatan (cairan bagian atas) lalu buat konsentrasi pellet dan
plasma tersebut 10%.
9. Pellet bersama plasma itulah yang disebut PKT.
10. Sebelum digunakan PKT harus diaktivasi dengan calcium chloride sesaat
sebelum diteteskan atau disuntikkan, sebanyak 10% dari total PKT.
11. PKT siap dipakai.
12. PKT diteteskan sebanyak 200µl/sumur berisi sel fibroblas pada kelompok
P3, P4, P5, P6 setelah inkubasi selesai sampel diproses utnuk
penghitungan dengan fluorescence activated cell sorting.
4.7.4 Cara Pembuatan Sediaan Untuk pengukuran Fluorescence Activated Cell Sorting (FACS).
1. Dibuang cairan dalam well plate secara hati-hati, lalu masukkan cairan
PBS untuk mencuci jaringan.
2. Diulangi pencucian sebanyak 2 kali lagi, lalu buang cairan.
3. Dimasukkan cairan fiksasi sel yaitu 2% formaldehyde dan 0,2%
glutaraldehyde dan inkubasi selama 3-5 menit pada suhu ruang.
4. Lalu cuci kembali sel dengan larutan PBS sebanyak 2 kali.
5. Ditambahkan 1-2 ml/35mm well plate, solusion pewarna propyl iodide .
6. Inkubasi selama minimal 1,5 jam dengan suhu 4oC.
7. Lalu sediaan dimasukkan ke dalam tabung khusus dengan intepretasi
Fluorescence Activated Cell Sorting.
4.7.5 Prosedur pembacaan hasil dengan Fluorescence Activated Cell Sorting
1. Sampel sel yang telah diwarnai propyl iodide dan diinkubasi selama 1,5
jam, dicuci dan diresuspensi dengan PBS lalu dimasukkan ke dalam
tabung konikal yang akan diukur dengan mesin Fluorescence Activated
Cell Sorting sebanyak 2 ml.
2. Lalu sel akan terdeteksi sebagai partikel tunggal, setiap partikel akan
melewati laser scatter by lens (FSC) ,lalu dengan forward scattered
channel 20 derajat dari aksis laser beam, dan 90 derajat dari aksis laser
beam (side scatter channel) sehingga sel akan terdeteksi sampai partikel –
partikel terkecil, sehingga bisa dibedakan mulai dari jenis sel pada sampel
yang heterogen, sampai sel yang mati atau hidup (Rahman , 2006).
3. Hasil pada layar monitor akan terlihat sebagai grafik dengan pembacaan
pendaran sel mulai dari sub-G1, G1, S, G2 dan M.
4. Untuk melihat apoptosis sel, maka dilihat jumlah persentasi sel pada fase
sub-G1 (Rahman, 2006).
4.7.6 ALUR PENELITIAN
Gambar 4.2 Alur Penelitian
4.8 Analisis Data
Data yang diperoleh akan dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut
(Pangkahila, 2005) :
1. Analisis deskriptif untuk data karakteristik
2. Analisis normalitas dengan Uji Shapiro-Wilk dan Uji homogenitas varians
dengan Uji Levene’s test.
(2%FBS) UV B 3’
(2%FBS) UV B 2’
(2%FBS) TANPA
PERLAKUAN
Analisis normalitas dengan Uji Saphiro-Wilk didapatkan data berdistribusi
normal dan Uji homogenitas dengan Uji Levene’s test dan didapatkan data
yang homogen.
3. Analisis komparasi. Karena data yang didapat normal dan homogen maka
digunakan One way Anova pada taraf kemaknaan α = 0,05. Ho ditolak jika
p < 0,05 dan dilanjutkan dengan uji Least Significant Difference (LSD).
4. Data diolah dengan Program Statistic Base SPSS 16,0 for Windows
(Pangkahila, 2005).
BAB V
HASIL PENELITIAN
Dalam penelitian ini digunakan sebanyak 42 sediaan galur fibroblas
NIH3T3 dari tikus putih Swiss (Mus musculus) sebagai sampel, yang terbagi
menjadi 7 (tujuh) kelompok masing-masing berjumlah 6 sediaan, yaitu kelompok
kontrol (FBS 2%), kelompok FBS 2% + UVB 2’, kelompok FBS 2% + UVB 3’,
kelompok FBS 2% + PKT 10% sebelum UVB 2’, kelompok FBS 2% + PKT 10%
sesudah UVB 2’, kelompok FBS 2% + PKT 10% sebelum UVB 3’, dan kelompok
FBS 2% + PKT 10% sesudah UVB 3’. Dalam pembahasan ini akan diuraikan uji
normalitas data, uji homogenitas data, dan uji efek perlakuan.
5.1 Uji Normalitas Data
Data apoptosis sesudah perlakuan pada masing-masing kelompok diuji
normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan
data berdistribusi normal (p>0,05). Hasil disajikan pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1
Hasil Uji Normalitas Apoptosis Sesudah Perlakuan
Kelompok Subjek n P Ket Kontrol (FBS 2%) kelompok FBS 2% + UVB 2’ kelompok FBS 2% + UVB 3’ kelompok FBS 2% + PKT 10% sebelum UVB 2’ kelompok FBS 2% + PKT 10% sesudah UVB 2’ kelompok FBS 2% + PKT 10% sebelum UVB 3’ kelompok FBS 2% + PKT 10% sesudah UVB 3’
6 6 6 6 6 6 6
0,072 0,084 0,090 0,071 0,507 0,855 0,183
Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal
49
5.2 Uji Homogenitas Data antar Kelompok
Data apoptosis antar kelompok sesudah perlakuan diuji homogenitasnya
dengan menggunakan uji Levene’s test. Hasilnya menunjukkan data sesudah
perlakuan homogen (p>0,05), hasil analisis disajikan pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2 Uji Homogenitas Apoptosis antar Kelompok Sesudah Perlakuan
Variabel F P Keterangan
Apoptosis antar kelompok Sesudah Perlakuan
1,989 0,076 Homogen
5.3 Analisis Efek Pemberian UVB dan PKT 10% pada galur fibroblas
NIH3T3
Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata apoptosis antar kelompok
sesudah diberikan perlakuan berupa UVB dan PKT 10%. Hasil analisis
kemaknaan dengan uji One Way ANOVA disajikan pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3 di bawah menunjukkan bahwa rerata apoptosis kelompok
kontrol (FBS 2%) adalah 9,32±7,20, rerata apoptosis kelompok FBS 2% + UVB
2’ adalah 36,11±7,58, rerata apoptosis kelompok FBS 2% + UVB 3’ adalah
48,12±6,66, rerata apoptosis kelompok FBS 2% + PKT 10% sebelum UVB 2’
adalah 67,08±7,34, rerata apoptosis kelompok FBS 2% + PKT 10% sesudah UVB
2’ adalah 79,17±5,39, rerata apoptosis kelompok FBS 2% + PKT 10% sebelum
UVB 3’ adalah 86,92±6,35, dan rerata apoptosis kelompok FBS 2% + PKT 10%
sesudah UVB 3’ adalah 92,27±6,11. Analisis kemaknaan dengan uji One Way
ANOVA menunjukkan bahwa nilai F = 28,30 dan nilai p = 0,000. Hal ini berarti
bahwa ketujuh kelompok sesudah diberikan perlakuan, rerata apoptosisnya
berbeda secara bermakna (p < 0,05).
Tabel 5.3 Rerata Apoptosis antar Kelompok sesudah diberikan Perlakuan
Kelompok Subjek N Rerata Apoptosis SB F P
Kontrol (FBS 2%) Kelompok FBS 2% + UVB 2’ Kelompok FBS 2% + UVB 3’ Kelompok FBS 2% + PKT 10% sebelum UVB 2’ Kelompok FBS 2% + PKT 10% sesudah UVB 2’ Kelompok FBS 2% + PKT 10% sebelum UVB 3’ Kelompok FBS 2% + PKT 10% sesudah UVB 3’
6 6 6 6 6 6 6
9.32 36.11 48.12
67.08
79.17
86.92
92.27
7.20 7.58 6.66
7.34
5.39
6.35
6.11
28,30 0,000
Gambar 5.1 Grafik Peningkatan Apoptosis setelah diberikan Perlakuan
Gambar 5.1 di atas menggambarkan bahwa pemberian UVB dan PKT
10% dapat meningkatkan apoptosis dibandingkan dengan kontrol. Untuk
mengetahui kelompok-kelompok yang berbeda digunakan uji Least Significant
Difference (LSD) sebagai uji lanjut. Hasil uji disajikan di bawah ini.
Tabel 5.4 Analisis Perbedaan Apoptosis Sesudah Perlakuan antar Kelompok
Kelompok Beda Rerata P
Kontrol dan FBS 2% + UVB2’
Kontrol dan FBS 2% + UVB 3’ Kontrol dan FBS 2% + PKT 10% sebelum UVB 2’
Kontrol dan FBS 2% + PKT 10% sesudah UVB 2’ Kontrol dan FBS 2% + PKT 10% sebelum UVB 3’
Kontrol dan FBS 2% + PKT 10% sesudah UVB 3’ FBS 2% + UVB 2’ dan FBS 2% + UVB 3’
FBS 2% + UVB 2’ dan FBS 2% + PKT 10% sebelum UVB 2’ FBS 2% + UVB 2’ dan FBS 2% + PKT10% sesudah UVB 2’
FBS 2% + UVB 2’ dan FBS 2% + PKT 10% sebelum UVB 3’ FBS 2% + UVB 2’ dan FBS 2% + PKT 10% sesudah UVB 3’
FBS 2% + UVB 3’ dan FBS 2% + PKT 10% sebelum UVB 2’ FBS 2% + UVB 3’ dan FBS 2% + PKT10% sesudah UVB 2’
FBS 2% + UVB 3’ dan FBS 2% + PKT 10% sebelum UVB 3’
FBS 2% + UV B 3’ dan FBS 2% + PKT10% sesudah UVB 3’
PKT 10% sebelum UVB 2’ dan PKT 10% sesudah UVB 2’ PKT 10% sebelum UVB 2’ dan PKT 10% sebelum UVB 3’
PKT 10% sebelum UVB 2’ dan PKT 10% sesudah UVB 3’ PKT 10% sesudah UVB 2’ dan PKT 10% sebelum UVB 3’
PKT 10% sesudah UVB 2’ dan PKT 10% sesudah UVB 3’ PKT 10% sebelum UVB 3’ dan PKT 10% sesudah UVB 3’
26,79
38,80 57,76
69,85 77,60
82,95 12,01
30,97 43,07
50,82 56,16
18,96 31,05
38,80
44,15
12,09 19,85
25,19 7,75
13,09 5,35
0,002
0,000 0,000
0,000 0,000
0,000 0,043
0,000 0,000
0,000 0,000
0,024 0,000
0,000
0,000
0,041 0,018
0,003 0,042
0,046 0,047
Hasil uji lanjutan di atas menunjukan bahwa rerata apoptosis antar
kelompok berbeda bermakna (p<0,05).
BAB VI
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
6.1. Subyek Penelitian
Untuk menguji pemberian UVB dan PKT 10% terhadap peningkatan
apoptosis, maka dilakukan penelitian pada galur fibroblas NIH3T3 dari tikus putih
Swiss (Mus musculus).
Sebagai model percobaan digunakan galur fibroblas NIH3T3 dari tikus
putih Swiss (Mus musculus), model bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini
berjumlah 42 sediaan, dibagi menjadi 7 kelompok yaitu kelompok kontrol FBS
2%, kelompok FBS 2% + UVB 2’, kelompok FBS 2% + UVB 3’, kelompok FBS
2% + PKT 10% sebelum UVB 2’, kelompok FBS 2% + PKT 10% sesudah UVB
2’, kelompok FBS 2% + PKT 10% sebelum UVB 3’, dan kelompok FBS 2% +
PKT 10% sesudah UVB 3’. Maka karakteristik sampel antara kelompok kontrol,
1, 2, 3, 4, 5 dan 6 dalam kondisi yang sama. Keadaan lingkungan dalam perlakuan
dibuat dalam kondisi yang semaksimal mungkin sama, seperti inkubasi pertama
dalam penanaman sel selama 24 jam untuk semua kelompok dan ditanam dalam
medium yang sama yaitu FBS 2%, setelah sebelumnya dilakukan optimasi
persentasi FBS terlebih dahulu.
54
6.2 Distribusi dan Varian Subyek Penelitian
Sebelum dilakukan uji inferensial terhadap data apoptosis antar kelompok
perlakuan, terlebih dahulu data diuji normalitasnya dengan Uji Shapiro Wilk dan
homogenitas antar kelompok dengan uji Levene test. Berdasarkan hasil analisis
yang disajikan pada Tabel 5.1 (uji normalitas data) dan Tabel 5.2 (uji homogenitas
antar kelompok), didapatkan bahwa data berdistribusi normal dan homogen (p >
0,05). Artinya data dari ketujuh kelompok adalah normal, merupakan data
parametrik. Demikian pula untuk homogenitas varian antar ketujuh kelompok
adalah homogen, maka merupakan data parametrik (Santosa, 2004).
6.3 Efek Perlakuan dengan UVB 2’ dan 3’ terhadap Apoptosis
Analisis efek perlakuan sesudah diberikan perlakuan (post test) dengan
UVB pada kelompok 1 dan 2, terbukti meningkatkan apoptosis dibanding
kelompok kontrol (tanpa perlakuan). Sesuai dengan teori penuaan akibat sinar
UVB yang dapat merusak sel termasuk fibroblas. Perlakuan dengan penyinaran
UVB dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu 2’ dan 3’ untuk melihat perbedaan
banyaknya apoptosis dengan penyinaran yang semakin lama, terbukti terjadi
apoptosis yang lebih banyak pada kelompok dengan UVB 3’ dibanding kontrol
dan UVB 2’, yaitu rerata apoptosis untuk kelompok kontrol 9,32±7,20, rerata
kelompok perlakuan dengan UVB 2’ adalah 36,11±7,58 dan rerata kelompok
perlakuan dengan UVB 3’ adalah 48,12±6,66. Hal ini sesuai dengan teori tentang
kerusakan fibroblas akibat pajanan sinar UVB dengan meningkatkan enzim MMP
dan penurunan TGF-β sehingga terjadinya kerusakan sel atau bahkan kematian
yang irreversible (Varani et al., 2010).
6.4 Efek Perlakuan dengan PKT 10% sebelum UVB 2’ dan 3’.
Persentasi Apoptosis sel diharapkan dapat berkurang dengan pemberian
PKT 10% sebelum diberi perlakuan UVB, baik pada kelompok 2’ maupun 3’.
Hasil menunjukkan tidak terjadi penurunan apoptosis walaupun diberikan PKT
10% sebelum dilakukan penyinaran. Rerata hasil pada kelompok perlakuan PKT
10% sebelum UVB 2’ adalah 67,08±7,34 dibandingkan dengan kelompok hanya
dengan UVB 2’ tanpa PKT (36,11±7,58), malah terjadi peningkatan apoptosis
sebesar 31%. Pada kelompok perlakuan PKT 10% sebelum UVB 3’ rerata
apoptosis adalah 86,92±6,35 maka terjadi peningkatan sebesar 38% dibandingkan
kelompok UVB 3’ tanpa PKT (48,12±6,66). Maka dapat dilihat bahwa pemberian
PKT sebelum pajanan sinar UVB ternyata tidak dapat menurunkan apoptosis sel
yang terjadi, malah sebaliknya meningkatkan secara bermakna. Semakin lama
pajanan maka semakin besar pula apoptosis sel terjadi. Selain itu, diketahui bahwa
kandungan PKT tidak semuanya mendukung perbaikan sel (Mehta dan
Fitzpatrick, 2010).
6.5 Efek Perlakuan PKT 10 % sesudah UVB 2’ dan 3’
Untuk mendapatkan perbandingan hasil dalam peran PKT terhadap
pencegahan atau perbaikan kembali penuaan atau kematian sel, maka dilakukan
perlakuan dengan pemberian PKT 10% sesudah pajanan sinar UVB selama 2’ dan
3’ untuk mendapatkan kepastian tentang efek dari PKT 10% secara lebih rinci.
Ternyata hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan apoptosis yang
lebih besar dibandingkan dengan kelompok yang mendapatkan PKT 10% sebelum
pajanan sinar UVB 2’ dan UVB 3’.
Rerata hasil apoptosis pada kelompok perlakuan dengan PKT 10%
sesudah UVB 2’adalah 79,17±5,39 dan rerata hasil apoptosis pada kelompok
perlakuan dengan PKT 10% sesudah UVB 3’ adalah 92,27±6,11. Maka terjadi
peningkatan apoptosis pada kelompok pemberian PKT 10% sesudah UVB 2’
sebesar 43% dibandingkan dengan kelompok dengan UVB 2’ saja tanpa PKT
10%, dan terjadi peningkatan apoptosis 44% pada kelompok perlakuan dengan
PKT 10% sesudah UVB 3’ dibandingkan dengan kelompok dengan UVB 3’ saja.
Bila dibandingkan dengan kelompok pemberian PKT 10% sebelum UVB 2’,
terjadi perbedaan peningkatan apoptosis sebesar 12% pada kelompok sesudah
UVB 2’. Perbedaan pada kelompok dengan PKT 10% sebelum UVB 3’ dan
sesudah UVB 3’ adalah sebesar 6%.
Maka dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan persentasi apoptosis pada
kelompok pemberian PKT 10% sesudah UVB, yang dapat terjadi akibat telah
terjadinya kerusakan terlebih dahulu dan kemungkinan memerlukan waktu lebih
lama untuk melihat ada tidaknya perbaikan lanjutan setelah 24 jam pemeriksaan,
namun yang pasti kejadian apoptosis tidak dapat dihindari dengan pemberian PKT
10%. Hal ini membuktikan bahwa memang PKT 10% tidak dapat menurunkan
apoptosis fibroblas, baik sebagai pencegahan maupun pengobatan. Ini dapat
terjadi karena penelitian ini bersifat in vitro yang kemungkinan kurangnya faktor
– faktor tertentu yang mendukung terjadinya perbaikan kembali dengan stimulasi
growth factor, misalnya stem cell atau sel progenitor (Li et al, 2010).
6.6 Analisis hasil penelitian
Analisis efek perlakuan sesudah diberikan perlakuan (post test) dengan
UVB dan PKT 10% terhadap peningkatan apoptosis antar kelompok dianalisis
dengan uji One Way ANOVA. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa rerata
apoptosis kelompok kontrol (FBS 2%) adalah 9,32±7,20, rerata apoptosis
kelompok FBS 2% + UVB 2’ adalah 36,11±7,58, rerata apoptosis kelompok FBS
2% + UVB 3’ adalah 48,12±6,66, rerata apoptosis kelompok FBS 2% + PKT 10%
sebelum UVB 2’ adalah 67,08±7,34, rerata apoptosis kelompok FBS 2% + PKT
10% sesudah UVB 2’ adalah 79,17±5,39, rerata apoptosis kelompok FBS 2%+
PKT 10% sebelum UVB 3’ adalah 86,92±6,35, dan rerata apoptosis kelompok
FBS 2% + PKT 10% sesudah UVB 3’ adalah 92,27±6,11.
Analisis kemaknaan dengan uji One Way ANOVA menunjukkan bahwa
ketujuh kelompok sesudah diberikan perlakuan, rerata apoptosisnya berbeda
secara bermakna (p < 0,05). Berdasarkan hasil tersebut didapatkan bahwa rerata
apoptosis pada kelompok perlakuan lebih banyak dibandingkan rerata apoptosis pada
kelompok kontrol. Pada penelitian ini terjadinya apoptosis sel disebabkan oleh
adanya radiasi sinar UVB dan dengan pemberian PKT ternyata tidak terjadi
penurunan dari jumlah sel yang masuk ke dalam siklus sub-G1 (apoptosis).
Namun hasil penelitian ini dapat menjadi dasar penelitian selanjutnya, untuk
mengetahui efek dari peningkatan jumlah sel yang masuk dalam fase sub-G1 pada
siklus sel, dimana diketahui bahwa peningkatan jumlah sel yang masuk dalam
fase tersebut dapat bersifat sementara dimana dengan adanya peningkatan regulasi
p53, maka tersedia banyak waktu untuk perbaikan lesi DNA akibat sinar radiasi
untuk kemudian masuk kembali dalam siklus sel selanjutnya (Mirzayans and
Murray, 2009). Hasil penelitian ini didukung oleh beberapa penelitian tentang
PKT yang hasilnya sangat bervariasi tergantung dari cara pembuatan, usia pasien,
tingkat kerusakan yang terjadi (Sampson et al., 2008). Hasil penelitian ini dapat
dijadikan acuan untuk melihat efek selanjutnya setelah apoptosis terjadi, dengan
dasar penelitian terbaru yang dilakukan oleh Li et al., 2010 , bahwa sel yang
apoptosis dapat mengaktifasi mekanisme regenerasi jaringan dan penyembuhan
luka, akibat mengeluarkan growth factor yang menstimulasi proliferasi dari
progenitor sel atau stem cell (Li Fang et al., 2010).
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian pemberian UVB dan PKT didapatkan
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pajanan sinar UVB pada fibroblas meningkatkan apoptosis sel.
2. Pemberian PKT pada fibroblas yang diberi pajanan UVB tidak dapat
menurunkan apoptosis sel.
Kerusakan yang timbul akibat pajanan sinar UVB terbukti meningkatkan
apoptosis fibroblas. Hipotesis kedua dalam penelitian ini tidak terbukti. Hal ini
dapat disebabkan karena penelitian ini bersifat in vitro, maka besar kemungkinan
sel-sel atau zat lain yang harusnya ada di dalam tubuh manusia (in vivo) tidak
seluruhnya ada di dalam sampel penelitian ini, misalnya stem cell atau sitokin
lainnya yang dibutuhkan dalam perbaikan kerusakan sel. Perlu penelitian lebih
lanjut untuk mengetahui growth factor apa saja yang berperan aktif dalam
perbaikan kerusakan. Berdasarkan teori yang ada, tidak semua growth factor yang
terkandung di dalam PKT mendukung perbaikan sel. Sedangkan pada hasil
penelitian ini terbukti bahwa growth factor yang terkandung pada PKT tidak
mendukung perbaikan fibroblas yang diberi pajanan UVB. Namun dengan adanya
teori baru oleh Li et al., 2010 tentang manfaat apoptosis sel terhadap
perangsangan regenerasi sel, maka hasil ini dapat dijadikan acuan untuk penelitian
selanjutnya.
60
7.2 Saran
Sebagai saran dalam penelitian ini adalah:
1. Dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh dosis PKT
terhadap fibroblas yang terpajan UVB.
2. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan menambahkan zat atau sel lain
yang dapat mendukung terjadinya perbaikan setelah terjadinya apoptosis
untuk mendukung kinerja dari growth factor yang ada di dalam PKT,
misalnya stem cell.
3. Perlu dibuktikan tentang mekanisme terjadinya apoptosis akibat pajanan
sinar UVB dan apoptosis akibat PKT sama atau berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Blair P, Flaumenhaft R. 2009. Platelet alpha-granules: basic biology and clinical correlates. Blood Rev. 2009 Jul;23(4):177-89.
Budiyanto, A. 2009. Penggunaan Platelet Rich plasma (PRP) dibidang
Dermatologi.Workshop POKJA kulit dan kelamin, FK-UGM, RSUP Dr Sardjito Yogyakarta. 8 Maret 2009.
Campisi, J., Fagagna, d’adda.F. 2007.Cellular Senescence: When bad things
happen to good cell. National Rev in Molecular Biology.2007 Sept;8(9):729-40.
DeBuys HV, Levy SB, Murray JC, 2000. Modern approach to photoprotection.
Dermatol.18(4) :577-90. De, Vos. R.J., Robert, J., Weir, A., Van, Schie.H.T.M., Bierma-Zeinstra, S.M.A.,
Verhaar, J.A.N., Weinans, H., Johannes, L.T. 2010. Platelet-Rich Plasma Injection for Chronic Achilles Tendinopathy. JAMA: 303(2): 144-149. Available from: http://.wikipedia.net/senescence/.org. Diunduh tanggaal: 23 Agustus 2010.
Fisher G.J., Kang S., Varani J., Bata-Csorgo Z., Wan Y., Datta S., Voorhees
J.J.2002. Mechanism of photoaging and Chronological Skin Aging. Arch Dermatol.138;1462-1470
Gilchrest, B.A., Krutmann, J. 2006. Recent Demographic Changes and
Consequences for Dermatology. In: Kramer, U., Schikowski, T. (editors). Skin Aging. Germany: Springer.
Goldman, R., Klatz, R. 2003. The New Anti Aging Revolution. 3rd. Ed. New York:
Basic Health Publication, Inc. Greene, R.M., Johnson B, O’Grady K, Toriumi DM, 2009. Blood Products in
Wound Healing. In: Friedman CD, Gosain AK, Hom DB, Hebda PA. (editors). Essential Tissue Healing of The Face and Neck. Shelton, Connecticut: BC Decker Inc. p.379-387.
Hancock, J.T. 2010. Cell Signalling. 3rd Ed. New York: Oxford-University press.
62
Li, Fang., Huang, Q., Chen, J., Peng, Y., Roop DR, Bedford JS, Li CY.2010. Science signal, vol.3, issue 110.p.13
Luger, T.A., Schwarz, T., 2000: The role of cytokines and neuroendocrine hormones in cutaneous immunity and inflammation, Allergy 50; 292-302. Mehta, R.C., Fitzpatrick, R.E. 2010. Growth Factors and Aging Skin treatments.
In:Rhein, L.D., Fluhr, J.W.(editors). Aging Skin: Current and Future Therapeutic Strategies.USA: Allured books.
Mescher, A. 2010, Junqueira's Basic Histology, Twelfth Edition, The McGraw-Hill Companies, Inc.
Mirzayans, R., Murray, D. 2009. Cellular Senescence Implications For Cancer Therapy. New York: Nova Science Publishers, Inc. p.33-35.
Mohammad, A.,Li, C., Tang, X., Chi, S., Zhang, X., Kim, A.L., Tyring, S.K.,
Kopelovich, L., Hebert, J., Epstein, Jr.E.H., Bickers, D.R., Xie, J. 2004. Inhibition of Smoothened Signaling Prevents Ultraviolet B-Induced Basal Cell Carcinomas through Regulation of FAS Expression and Apoptosis. Cancer research 64: 7445-7552.
Noor A.P. 2008. Perbandingan Efek Proteksi Tabir Surya HGT Zn-Al-PABA
dengan Tabir Surya PABA Dalam Mencegah Terbentuknya Cyclobutane Pyrimidine Dimer Pada kultur Fibroblas Yang Dipajan Sinar UVB.Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Pangkahila, A., 2005. Buku Ajar Pedoman Praktis Analisi Statistik Dengan SPSS. Denpasar : Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, hal : 9-19. Pangkahila W. 2007. Anti-Aging Medicine:Memperlambat Penuaan Meningkatkan Kualitas Hidup. 1st Ed. Jakarta: Kompas. Rubin E. 2001. Essential Pathology , third edition, Lippincott Williams and
Wilkins. 1: 18-19. Sampson, S., Gerhardt, M., Mandelbaum, B. 2008. Platelet Rich Plasma Injection
Grafts for Musculoskeletal Injuries.Curr Rev Musculoskeletal Med. Humana press. 1:165-174. (published online:16 July 2008).
Spector, W.G., Spector, T.D. 2002. Pengantar Patologi Umum, edisi ketiga,
Gadjah Mada University Press; 136-140,230-233.
Varani, J., Quan, T.H., Fisher, G.J. 2010. Mechanisms and Pathophisiology of
Photoaging and chronological Skin Aging. In: Rhein, L.D., Fluhr,
J.W.(editors). Aging Skin: Current and Future Therapeutic Strategies.USA: Allured Books.
Wang, H.L.,Avila, G.2007.Platelet Rich Plasma :Myth or Reality.Eur J
Dent:1(4):192-194. Yulianto, I. 2010. Penggunaan Platelet Rich Plasma–Platelet Rich Fibrin dan
Platelet Poor Plasma.Workshop minimally invasive procedures for acne scars,pertemuan ilmiah tahunan XI Perdoski, RSUP Sanglah, 6 Mei 2010.
Lampiran 1 Uji Normalitas Data
Tests of Normality
Kelompok Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
Apoptosis Kontrol .299 6 .102 .824 6 .072
UV B 2' .295 6 .112 .834 6 .084
UV B 3' .291 6 .122 .842 6 .090 PRP 10% Sebelum UV B 2' .250 6 .200* .820 6 .071
PRP 10% Sesudah UV B 2' .251 6 .200* .920 6 .507
PRP 10% Sebelum UV B 3' .221 6 .200* .965 6 .855 PRP 10% Sesudah UV B 3' .278 6 .161 .858 6 .183
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
ANOVA Apoptosis Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 32783.756 6 5463.959 28.303 .000 Within Groups 6756.827 35 193.052 Total 39540.584 41
Lampiran 2 Uji Homogenitas Data dan Uji One Way ANOVA
Descriptives
Apoptosis
N Mean Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum
Maximum
Lower Bound
Upper Bound
Kontrol 6 9.3200 7.20362 2.94087 1.7603 16.8797 2.22 16.75
UV B 2' 6 36.1050 7.58297 3.17822 17.6528 54.5572 18.30 54.97
UV B 3' 6 48.1200 6.66344 2.65231 24.3362 71.9038 22.55 70.05
PRP 10% Sebelum UV B 2' 6 67.0750 7.33530 2.97010 44.6850 89.4650 26.18 82.71
PRP 10% Sesudah UV B 2' 6 79.1717 5.39162 2.28462 75.6124 82.7310 73.76 82.78
PRP 10% Sebelum UV B 3' 6 86.9200 6.35169 2.56007 84.4521 89.3879 83.59 90.52
PRP 10% Sesudah UV B 3' 6 92.2683 6.11008 2.46144 90.0539 94.4827 90.46 95.73
Total 42 59.8543 8.05486 3.79187 50.1769 69.5317 2.22 95.73
Test of Homogeneity of Variances Apoptosis Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.989 6 35 .076
Multiple Comparisons
Apoptosis LSD
(I) Kelompok (J) Kelompok Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval Lower Bound
Upper Bound
Kontrol UV B 2' -26.78500* 8.02189 .002 -43.0703 -10.4997
UV B 3' -38.80000* 8.02189 .000 -55.0853 -22.5147 PRP 10% Sebelum UV B 2' -57.75500* 8.02189 .000 -74.0403 -41.4697
PRP 10% Sesudah UV B 2' -69.85167* 8.02189 .000 -86.1370 -53.5664
PRP 10% Sebelum UV B 3' -77.60000* 8.02189 .000 -93.8853 -61.3147 PRP 10% Sesudah UV B 3' -82.94833* 8.02189 .000 -99.2336 -66.6630
UV B 2' Kontrol 26.78500* 8.02189 .002 10.4997 43.0703 UV B 3' -12.01500 8.02189 .043 -28.3003 4.2703 PRP 10% Sebelum UV B 2' -30.97000* 8.02189 .000 -47.2553 -14.6847 PRP 10% Sesudah UV B 2' -43.06667* 8.02189 .000 -59.3520 -26.7814 PRP 10% Sebelum UV B 3' -50.81500* 8.02189 .000 -67.1003 -34.5297 PRP 10% Sesudah UV B 3' -56.16333* 8.02189 .000 -72.4486 -39.8780
UV B 3' Kontrol 38.80000* 8.02189 .000 22.5147 55.0853 UV B 2' 12.01500 8.02189 .043 -4.2703 28.3003 PRP 10% Sebelum UV B 2' -18.95500* 8.02189 .024 -35.2403 -2.6697 PRP 10% Sesudah UV B 2' -31.05167* 8.02189 .000 -47.3370 -14.7664 PRP 10% Sebelum UV B 3' -38.80000* 8.02189 .000 -55.0853 -22.5147 PRP 10% Sesudah UV B 3' -44.14833* 8.02189 .000 -60.4336 -27.8630
PRP 10% Sebelum UV B 2'
Kontrol 57.75500* 8.02189 .000 41.4697 74.0403 UV B 2' 30.97000* 8.02189 .000 14.6847 47.2553 UV B 3' 18.95500* 8.02189 .024 2.6697 35.2403 PRP 10% Sesudah UV B 2' -12.09667 8.02189 .041 -28.3820 4.1886 PRP 10% Sebelum UV B 3' -19.84500* 8.02189 .018 -36.1303 -3.5597 PRP 10% Sesudah UV B 3' -25.19333* 8.02189 .003 -41.4786 -8.9080
PRP 10% Sesudah UV B 2'
Kontrol 69.85167* 8.02189 .000 53.5664 86.1370 UV B 2' 43.06667* 8.02189 .000 26.7814 59.3520 UV B 3'
31.05167* 8.02189 .000 14.7664 47.3370
PRP 10% Sebelum UV B 2' 12.09667 8.02189 .041 -4.1886 28.3820 PRP 10% Sebelum UV B 3' -7.74833 8.02189 .042 -24.0336 8.5370 PRP 10% Sesudah UV B 3' -13.09667 8.02189 .046 -29.3820 3.1886
PRP 10% Sebelum UV B 3'
Kontrol 77.60000* 8.02189 .000 61.3147 93.8853 UV B 2' 50.81500* 8.02189 .000 34.5297 67.1003
UV B 3' 38.80000* 8.02189 .000 22.5147 55.0853 PRP 10% Sebelum UV B 2' 19.84500* 8.02189 .018 3.5597 36.1303 PRP 10% Sesudah UV B 2' 7.74833 8.02189 .042 -8.5370 24.0336 PRP 10% Sesudah UV B 3' -5.34833 8.02189 .047 -21.6336 10.9370
PRP 10% Sesudah UV B 3'
Kontrol 82.94833* 8.02189 .000 66.6630 99.2336 UV B 2' 56.16333* 8.02189 .000 39.8780 72.4486 UV B 3' 44.14833* 8.02189 .000 27.8630 60.4336 PRP 10% Sebelum UV B 2' 25.19333* 8.02189 .003 8.9080 41.4786 PRP 10% Sesudah UV B 2' 13.09667 8.02189 .046 -3.1886 29.3820 PRP 10% Sebelum UV B 3' 5.34833 8.02189 .047 -10.9370 21.6336
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 3 DATA HASIL PENELITIAN
UV 2' 1 2 3 4 5 6 Untreated 3.33 2.75 2.22 16.75 15.52 15.35 UV 2' without treatment 20.53 21.62 18.3 50.57 54.97 50.64 10% PRP before UV 66.18 62.58 82.71 71.59 79.72 79.67 10% PRP after UV 86.36 83.59 90.52 86.6 86 88.45
Untreated 9.32 7.203621312 UV 2' without treatment 36.105 17.58297216 10% PRP before UV 73.74166667 8.218368248 10% PRP after UV 86.92 2.351688755
UV 3’ 1 2 3 4 5 6
Untreated 3.33 2.75 2.22 16.75 15.52 15.35 UV 3' without treatment 29.8 22.55 30.5 66.49 69.33 70.05 10% PRP before UV 82.78 78.27 73.76 81.47 81.5 77.25 10% PRP after UV 95.73 93.91 90.52 91.32 90.46 91.67 Average Dev Untreated 9.32 7.203621312 UV 3' without treatment 48.12 22.66344016 10% PRP before UV 79.17166667 3.391621539 10% PRP after UV 92.26833333 2.110084516
Lampiran 4
Foto-foto Penelitian
Foto 1. Pemanenan Sel.
Foto 2. Sentrifugasi Sel
Foto 3. Alat Sentrifugasi
Foto 4. Hasil pemanenan sel di dalam DMEM
Foto 5. Pemeriksaan keadaan sel dalam cawan petri.
Foto 6. Fibroblas NIH3T3.