Liza Ellizabet Aula-fkik

226
i FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA SISA MAKANAN PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT HAJI JAKARTA TAHUN 2011 SKRIPSI Oleh: LISA ELLIZABET AULA NIM: 107101001715 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011

Transcript of Liza Ellizabet Aula-fkik

Page 1: Liza Ellizabet Aula-fkik

i

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA

SISA MAKANAN PADA PASIEN RAWAT INAP

DI RUMAH SAKIT HAJI JAKARTA

TAHUN 2011

SKRIPSI

Oleh:

LISA ELLIZABET AULA

NIM: 107101001715

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2011

Page 2: Liza Ellizabet Aula-fkik

ii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi

yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 27 September 2011

Lisa Ellizabet Aula

Page 3: Liza Ellizabet Aula-fkik

iii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

Skripsi, 27 September 2011

Lisa Ellizabet Aula, NIM : 107101001715

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA SISA

MAKANAN PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT HAJI JAKARTA

TAHUN 2011

xxii + 157 Halaman, 31 tabel, 2 gambar, 5 lampiran

ABSTRAK

Sisa Makanan adalah volume atau persentase makanan yang tidak habis

termakan dan dibuang sebagai sampah dan dapat digunakan untuk mengukur efektivitas

menu. Jika sisa makanan masih dibiarkan, maka dalam jangka waktu yang lama akan

mempengaruhi status gizi pasien yang kemudian dapat menimbulkan terjadinya

malnutrisi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan

dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan disain

cross-sectional study. Sampel penelitian ini sebanyak 58 pasien rawat inap yang diambil

dengan cara purposive sampling. Analisis hubungan antar variabel dependen dengan

variabel independen menggunakan uji t, uji anova, dan uji chi square.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata sisa makanan responden adalah

sebanyak 20,27%. Persentase responden yang tidak menghabiskan makanannya >25%

mencapai 39,7%. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara gangguan

pencernaan, aroma makanan, dan makanan dari luar rumah sakit dengan terjadinya sisa

makanan. Sementara itu, keadaan psikis, kebiasaan makan, penampilan makanan yang

meliputi warna makanan, bentuk makanan, porsi makanan, dan penyajian makanan, dan

rasa makanan yang meliputi bumbu makanan, konsistensi makanan, keempukan

makanan, dan temperatur makanan tidak memiliki hubungan dengan terjadinya sisa

makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta.

Berdasarkan hasil penelitian, disarankan bagi Rumah sakit Haji Jakarta untuk

memperbaiki mutu makanan, terutama aroma makanan, dengan pemberian bumbu atau

cara memasak yang tepat akan menimbulkan aroma yang sedap, memberikan makanan

yang sesuai dengan kondisi responden, melakukan evaluasi sisa makanan dan status

kesehatan pasien secara rutin dan menyeluruh.

Kata Kunci : Sisa Makanan, pasien, rumah sakit

Daftar Bacaan : 47 (1987-2011)

Page 4: Liza Ellizabet Aula-fkik

iv

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE

PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM

Undergraduated Thesis, 27 September 2011

Lisa Ellizabet Aula, NIM : 107101001715

FACTORS ASSOCIATED WITH THE OCCURRENCE OF PLATE WASTE

AMONG PATIENTS HOSPITALIZED IN RUMAH SAKIT HAJI JAKARTA IN

2011

xxii + 157 pages, 31 tables, 2 charts, 5 attachements

ABSTRACT

Plate waste is the volume or the percentage of ingested food that`s not discharged

and disposed as waste and can be used to measure the effectiveness of the menu. If plate

wastes are still left, a period of the time, it will affect the nutritional status of patients

and can lead to the occurrence of malnutrition. The purpose of this study is to determine

the factors associated with the occurrence of plate waste in Rumah Sakit Haji Jakarta.

This is a quantitative research by using cross-sectional study design. Sample in

this study is 58 patients hospitalized that was take with purposive sampling. Analysis of

the relationship between the variable use t tes, anova test, and chi square.

The results of this study show that the average of plate waste is 20,27%.

Percentage of responden who didn`t spend their food more than 25% is 39,7%.

Statistical test results that there is a relationship between gastrointestinal disorders, the

smeel of food, and the food from outside hospital with the occurance of plate waste.

Beside that, the psychological status, eating habits, appearance of food such as food

color, food shape, food size, and food presentation, and taste of food such as food

seasoning, food consistency, food terderness, and food temperature doesn`t have a

relationship with the occurance of plate waste in Rumah Sakit Haji Jakarta.

Based on research result, suggested for Rumah Sakit Haji Jakarta to improve the

quality of food, expecially smell of food by add herbs or cook with the right way to

make a good smell of food, provide food in accordance with the conditions of the

respondent, evaluate the occurance of plate waste and patient health status in reoutin and

comprehensive.

Keywords : Plate Waste, Patient, Hospital

Refference : 47 (1987- 2011)

Page 5: Liza Ellizabet Aula-fkik

v

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Sidang Skripsi dengan Judul

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA SISA

MAKANAN PADA PASIEN RAWAT INAP

DI RUMAH SAKIT HAJI JAKARTA TAHUN 2011

Telah disetujui dan diperiksa oleh pembimbing skripsi untuk mengikuti sidang skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Disusun oleh:

Lisa Ellizabet Aula

NIM: 107101001715

Jakarta, 27 September 2011

Mengetahui

Pembimbing I

Ir. Febrianti, MSi

Pembimbing II

dr. Yuli Prapanca Satar, MARS

Page 6: Liza Ellizabet Aula-fkik

vi

PANITIA SIDANG SKRIPSI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, 27 September 2011

Ir. Febrianti, M.Si.

(Pembimbing 1)

dr. Yuli Prapanca Satar, MARS

(Pembimbing 2)

Wilda Welis, SP. M. Kes.

(Penguji)

Page 7: Liza Ellizabet Aula-fkik

vii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Lisa Ellizabet Aula

Tempat/Tgl Lahir : Lamongan, 21 Oktober 1988

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jalan Ahmad Yani no.114 RT 01/ 09 Kelurahan Utan Kayu

Utara, Kecamatan Matraman, Kotamadya Jakarta Timur 13120

No. Contact : 085883276579

Email : [email protected]

Riwayat Pendidikan:

1. TK RA (1994-1995)

2. SD Negeri Utan Kayu Utara 05 Pagi Jakarta (1995-2001)

3. SMP Negeri 7 Jakarta (2001-2004)

4. SMA Negeri 22 Jakarta (2004-2007)

5. S-1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran (2007-2011)

Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengalaman Organisasi

Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Kesehatan Masyarakat (BEMJ KESMAS)

Tobacco Control (TC)

Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (ISMKMI)

Forum Lingkar Pena (FLP) Ciputat

Page 8: Liza Ellizabet Aula-fkik

viii

Lembar Persembahan

(2) Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada

kemudahan. (3) Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada

kemudahan. (QS. Al Insyiraah; 5-6)

Ketika aku mulai dengan bismillah

Aku sadar aku pasti bisa

Meski akan ada tantangan

Meski aku akan merasa terbang dan dijatuhkan

Tapi aku menyadari inilah perjuangan

Inilah jalan yang harus kutempuh

Dan inilah yang bisa aku persembahkan

Karya ini kupersembahkan untuk

Kedua orang tuaku,

Adikku tercinta,

Sahabatku yang tersayang

Dan orang-orang yang sudah mendukungku dengan tulus

dan ikhlas

5 6

Page 9: Liza Ellizabet Aula-fkik

ix

KATA PENGANTAR

Segala Puji syukur senantiasa tercurahkan kehadirat Allah SWT yang Maha

Pengasih dan Maha Penyayang, yang senantiasa menganugerahkan nikmat dan rahmat

serta karunianya sehingga penulis masih diberi kesempatan dan kemampuan dalam

menjalankan aktifitas dan dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

Shalawat dan salam senantiasa kami curahkan kepada Rasul tercinta, Nabi Muhammad

SAW yang telah membawa kebenaran yaitu Islam dan telah menjadi suri tauladan bagi

umatnya.

Skripsi ini dapat terselesaikan dengan dukungan dan bantuan pihak-pihak terkait

sehingga penulis sangat berterima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu

dalam proses penyusunan skripsi ini, diantaranya :

1. Kedua orang tua saya, ayahanda Muallimin dan Ibunda Munasikah, yang

senantiasa memberikan perhatian dan kasih sayang, menyumbangkan fikiran

secara moral, emosional dan finansial yang tak terhingga, mau mendengarkan

semua keluhan dan senantiasa memberikan doa untuk pantang menyerah dan

selalu sabar dalam menyelesaikan semua tugas yang diemban oleh penulis.

2. Adikku tercinta, M. Faizal Ashar yang mendukung penulis baik mental maupun

secara finasial sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengaan baik.

3. Prof.Dr (hc). dr. M. K. Tajudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 10: Liza Ellizabet Aula-fkik

x

4. dr. Yuli Prapanca Satar, MARS selaku Ketua program studi Kesehatan

Masyarakat dan Pembimbing II dalam pembuatan skripsi ini.

5. Ibu Ir. Febrianti, Msi selaku Pembimbing I, terimakasih atas segala bimbingan,

waktu dan fikiran yang ibu berikan kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh Staf Pengajar Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah

memberikan Ilmu Pengetahuan kepada kami.

7. Ibu Cut Kemala Handayani, AMG selaku Kepada Instalasi Gizi di Rumah Sakit

Haji Jakarta yang telah membantu penulis di lapangan, beserta dengan staff dan

karyawan instalasi gizi.

8. GEER TOGETHER FOREVER (Melli Wulandari, Hafifatul Auliya Rahmy,

Karbella Kuantanades Hasti, dan Farida Hidayati) sahabat yang selalu bersama

dalam senang maupun susah, memberi semangat, masukan, arahan, motivasi,

harapan, dan doa untuk hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Terima untuk segala kebaikan yang telah kalian berikan.

9. Teman-teman seperjuanganku angkatan 2007 tetap semangat dan sukses selalu

untuk kita semua.

10. Untuk Sahabat-sahabatku, Lisanti dan Munawaroh, terima kasih untuk setiap

doa, perhatian, dan kebaikan yang sudah kalian berikan.

11. Rekan-rekan mahasiswa dan segenap pihak yang telah berperan aktif membantu

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan dalam

laporan ini.

Page 11: Liza Ellizabet Aula-fkik

xi

Akhir kata, kesempurnaan hanya milik Allah SWT dan kesalahannya datangnya

dari penulis selaku manusia biasa. Dengan sepenuh hati, penulis menyadari bahwa

skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun, penulis berharap, semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi kita semua.

Ciputat, September 2011

Penulis

Page 12: Liza Ellizabet Aula-fkik

xii

DAFTAR ISI

Lembar Pernyataan......................................................................................................... ii

Abstrak ........................................................................................................................... iii

Lembar Persetujuan ........................................................................................................ v

Lembar Pengesahan ....................................................................................................... vi

Daftar Riwayat Hidup .................................................................................................... vii

Lembar Persembahan ..................................................................................................... viii

Kata Pengantar ............................................................................................................... ix

Daftar Isi......................................................................................................................... xii

Daftar Tabel ................................................................................................................... xviii

Daftar Bagan .................................................................................................................. xxi

Daftar Lampiran ............................................................................................................. xxii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

1.1.Latar Belakang ................................................................................................. 1

1.2.Rumusan Masalah ............................................................................................ 7

1.3.Pertanyaan Penelitian ....................................................................................... 9

1.4.Tujuan .............................................................................................................. 10

1.4.1. Tujuan Umum ......................................................................................... 10

1.4.2. Tujuan Khusus ........................................................................................ 10

1.5.Manfaat ............................................................................................................ 12

1.5.1. Bagi Mahasiswa...................................................................................... 12

1.5.2. Bagi Rumah Sakit Haji Jakarta ............................................................... 12

1.5.3. Bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta .................................................... 13

1.6.Ruang Lingkup ............................................................................................... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 14

2.1.Masalah Gizi di Rumah Sakit .......................................................................... 14

2.2.Asupan Makanan Pasien .................................................................................. 16

2.3.Sisa Makanan ................................................................................................... 19

Page 13: Liza Ellizabet Aula-fkik

xiii

2.3.1. Pengertian Sisa Makanan ....................................................................... 19

2.3.2. Evaluasi Sisa Makanan ........................................................................... 20

2.3.3. Metode Evaluasi Sisa Makanan .............................................................. 20

2.4.Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Sisa Makanan .............. 24

2.4.1. Faktor Internal ........................................................................................ 24

2.4.2. Faktor Eksternal...................................................................................... 41

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS ... 49

3.1.Kerangka Konsep ............................................................................................. 49

3.2.Definisi Operasional ........................................................................................ 52

3.3.Hipotesis .......................................................................................................... 57

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ...................................................................... 58

4.1.Design Penelitian ............................................................................................. 58

4.2.Lokasi dan waktu Penelitian ............................................................................ 58

4.3.Populasi dan Sampel ........................................................................................ 58

4.3.1. Populasi .................................................................................................. 58

4.3.2. Sampel .................................................................................................... 58

4.4.Instrumen Penelitian ........................................................................................ 60

4.4.1. Validitas .................................................................................................. 62

4.4.2. Reliabilitas .............................................................................................. 64

4.5.Pengumpulan data ............................................................................................ 64

4.5.1. Data Primer ............................................................................................. 64

4.5.2. Data Sekunder ........................................................................................ 65

4.6.Pengolahan Data .............................................................................................. 66

4.6.1. Data Coding ............................................................................................ 66

4.6.2. Data Editing ............................................................................................ 73

4.6.3. Data Entry ............................................................................................... 73

4.6.4. Data Cleaning ......................................................................................... 73

4.7.Analisis ............................................................................................................ 73

4.7.1. Analisis univariat .................................................................................... 73

Page 14: Liza Ellizabet Aula-fkik

xiv

4.7.2. Analisis bivariat ...................................................................................... 74

BAB V HASIL ............................................................................................................... 75

5.1.Gambaran Karakteristik Responden ................................................................ 75

5.2.Analisis Univariat ............................................................................................ 76

5.2.1. Gambaran Sisa Makanan ........................................................................ 76

5.2.2. Gambaran Keadaan Psikis ...................................................................... 79

5.2.3. Gambaran Kebiasaan Makan .................................................................. 80

5.2.4. Gambaran Gangguan Pencernaan........................................................... 81

5.2.5. Gambaran Status Kehamilan .................................................................. 81

5.2.6. Gambaran Penampilan Makanan ............................................................ 82

5.2.6.1. Gambaran Warna Makanan ...................................................... 82

5.2.6.2. Gambaran Bentuk Makanan ..................................................... 83

5.2.6.3. Gambaran Porsi Makanan ........................................................ 84

5.2.6.4. Gambaran Penyajian Makanan ................................................. 84

5.2.7. Gambaran Rasa Makanan ....................................................................... 85

5.2.7.1. Gambaran Aroma Makanan ..................................................... 85

5.2.7.2. Gambaran Bumbu Makanan ..................................................... 86

5.2.7.3. Gambaran Konsistensi Makanan .............................................. 86

5.2.7.4. Gambaran Keempukan Makanan ............................................. 87

5.2.7.5. Gambaran Temperatur Makanan .............................................. 88

5.2.7.6. Gambaran Makanan dari Luar Rumah Sakit ............................ 88

5.3.Analisis Bivariat............................................................................................... 89

5.3.1. Hubungan Keadaan Psikis dengan Terjadinya Sisa Makanan pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ................ 90

5.3.2. Hubungan Kebiasaan Makan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ................ 91

5.3.3. Hubungan Gangguan Pencernaan dengan Terjadinya Sisa

Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta

Tahun 2011.... ......................................................................................... 92

Page 15: Liza Ellizabet Aula-fkik

xv

5.3.4. Hubungan Penampilan Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan

pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun

2011.... .................................................................................................... 93

5.3.4.1. Hubungan Warna Makanan dengan Terjadinya Sisa

Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji

Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 93

5.3.4.2. Hubungan Bentuk Makanan dengan Terjadinya Sisa

Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji

Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 94

5.3.4.3. Hubungan Porsi Makanan dengan Terjadinya Sisa

Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji

Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 94

5.3.4.4. Hubungan Penyajian Makanan dengan Terjadinya Sisa

Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji

Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 95

5.3.5. Hubungan Rasa Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ................ 96

5.3.5.1. Hubungan Aroma Makanan dengan Terjadinya Sisa

Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji

Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 96

5.3.5.2. Hubungan Bumbu Makanan dengan Terjadinya Sisa

Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji

Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 97

5.3.5.3. Hubungan Konsistensi Makanan dengan Terjadinya Sisa

Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji

Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 97

5.3.5.4. Hubungan Keempukan Makanan dengan Terjadinya Sisa

Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji

Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 97

Page 16: Liza Ellizabet Aula-fkik

xvi

5.3.5.5. Hubungan Temperatur Makanan dengan Terjadinya Sisa

Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji

Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 99

5.3.5.6. Hubungan Makanan dari Luar Rumah Sakit dengan

Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di

Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................................... 100

BAB VI PEMBAHASAN .............................................................................................. 101

6.1.Keterbatasan Penelitian .................................................................................... 101

6.2.Sisa Makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun

2011.................................................................................................................. .102

6.3.Faktor –Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ......................... 106

6.3.1. Hubungan Keadaan Psikis dengan Terjadinya Sisa Makanan pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ................ 107

6.3.2. Hubungan Kebiasaan Makan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ................ 109

6.3.3. Hubungan Gangguan Pencernaan dengan Terjadinya Sisa Makanan

pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011..... .. 112

6.3.4. Hubungan Penampilan Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan

pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011....... 115

6.3.4.1. Hubungan Warna Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan

pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun

2011 .......................................................................................... 115

6.3.4.2. Hubungan Bentuk Makanan dengan Terjadinya Sisa

Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji

Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 117

6.3.4.3. Hubungan Porsi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan

pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun

2011 .......................................................................................... 119

Page 17: Liza Ellizabet Aula-fkik

xvii

6.3.4.4. Hubungan Penyajian Makanan dengan Terjadinya Sisa

Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji

Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 122

6.3.5. Hubungan Rasa Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ................ 125

6.3.5.1. Hubungan Aroma Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan

pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun

2011 .......................................................................................... 126

6.3.5.2. Hubungan Bumbu Makanan dengan Terjadinya Sisa

Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji

Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 130

6.3.5.3. Hubungan Konsistensi Makanan dengan Terjadinya Sisa

Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji

Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 133

6.3.5.4. Hubungan Keempukan Makanan dengan Terjadinya Sisa

Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji

Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 134

6.3.5.5. Hubungan temperatur Makanan dengan Terjadinya Sisa

Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji

Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 136

6.3.6. Hubungan Makanan dari Luar RS dengan Terjadinya Sisa Makanan

pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011..... .. 138

BAB VII PENUTUP ...................................................................................................... 144

7.1. Kesimpulan ...................................................................................................... 144

7.2. Saran ................................................................................................................ 148

Daftar Pustaka ................................................................................................................ 152

Lampiran

Page 18: Liza Ellizabet Aula-fkik

xviii

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Halaman

Tabel 3.1. Definisi Operasional ..................................................................................... 52

Tabel 4.1.Hasil Uji Validitas .......................................................................................... 63

Tabel 5.1.Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Pada Pasien Rawat Inap di

Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ........................................................ 75

Tabel 5.2.Distribusi Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji

Jakarta Tahun 2011 ..................................................................................... 77

Tabel 5.3.Distribusi Frekuensi Sisa Makanan Berdasarkan Jenis Makanan Pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 77

Tabel 5.4.Distribusi Frekuensi Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah

Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................... 79

Tabel 5.5.Distribusi Frekuensi Keadaan Psikis Pada Pasien Rawat Inap di Rumah

Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................... 79

Tabel 5.6.Distribusi Frekuensi Kebiasaan Makan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah

Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................... 80

Tabel 5.7.Distribusi Frekuensi Gangguan Pencernaan Pada Pasien Rawat Inap di

Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ........................................................ 81

Tabel 5.8.Distribusi Frekuensi Status Kehamilan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah

Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................... 82

Tabel 5.9.Distribusi Frekuensi Warna Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah

Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................... 82

Tabel 5.10.Distribusi Frekuensi Bentuk Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah

Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................... 83

Tabel 5.11.Distribusi Frekuensi Porsi Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah

Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................... 84

Tabel 5.12.Distribusi Frekuensi Penyajian Makanan Pada Pasien Rawat Inap di

Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ........................................................ 84

Page 19: Liza Ellizabet Aula-fkik

xix

Tabel 5.13.Distribusi Frekuensi Aroma Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah

Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................... 85

Tabel 5.14.Distribusi Frekuensi Bumbu Makanan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit

Haji Jakarta Tahun 2011 ............................................................................. 86

Tabel 5.15.Distribusi Frekuensi Konsistensi Makanan Pasien Rawat Inap di Rumah

Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................... 87

Tabel 5.16.Distribusi Frekuensi Keempukan Makanan Pada Pasien Rawat Inap di

Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ........................................................ 87

Tabel 5.17.Distribusi Frekuensi Temperatur Makanan Pada Pasien Rawat Inap di

Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ........................................................ 88

Tabel 5.18.Distribusi Frekuensi Makanan dari Luar Rumah Sakit Pada Pasien Rawat

Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ........................................... 89

Tabel 5.19.Hubungan Keadaan Psikis dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien

Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ................................ 90

Tabel 5.20.Hubungan Kebiasaan Makan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 91

Tabel 5.21.Hubungan Gangguan Pencernaan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 92

Tabel 5.22.Hubungan Warna Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien

Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ................................ 93

Tabel 5.23.Hubungan Bentuk Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 94

Tabel 5.24.Hubungan Porsi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien

Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ................................ 95

Tabel 5.25.Hubungan Penyajian Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 95

Tabel 5.26.Hubungan Aroma Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 96

Page 20: Liza Ellizabet Aula-fkik

xx

Tabel 5.27.Hubungan Bumbu Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 97

Tabel 5.28.Hubungan Konsistensi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 98

Tabel 5.29. Hubungan Keempukan Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 99

Tabel 5.30.Hubungan Temperatur Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 99

Tabel 5.31.Hubungan Makanan dari Luar Rumah Sakit dengan Terjadinya Sisa

Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun

2011 ............................................................................................................. 100

Page 21: Liza Ellizabet Aula-fkik

xxi

DAFTAR BAGAN

Nomor Bagan Halaman

Bagan 2.1. Kerangka Teori ............................................................................................ 48

Bagan 3.1. Kerangka Konsep ......................................................................................... 51

Page 22: Liza Ellizabet Aula-fkik

xxii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Permohonan Ijin Skripsi

Lampiran 2. Surat Balasan Permohonan ijin Skripsi

Lampiran 3. Kuesioner Penelitian

Lampiran 4. Sisa Makanan Berdasarkan Jenis Makanan

Lampiran 5. Output Penelitian

Page 23: Liza Ellizabet Aula-fkik

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.6.Latar Belakang

Salah satu pelayanan kesehatan dalam rantai sistem rujukan adalah rumah

sakit yang didirikan dan diselenggarakan dengan tujuan utama memberikan

pelayanan kesehatan dalam bentuk asuhan keperawatan, tindakan medis, asuhan

nutrisi dan diagnostik serta upaya rehabilitasi untuk memenuhi kebutuhan pasien

(Moehyi, 1999). Pelayanan paripurna pada pasien yang dirawat di rumah sakit pada

dasarnya harus meliputi tiga hal, asuhan medis, asuhan keperawatan dan asuhan

nutrisi. Ketiga hal tersebut saling berkaitan satu sama lain dan merupakan bagian

dari pelayanan medis yang tidak dapat dipisahkan. Namun asuhan nutrisi seringkali

diabaikan, padahal dengan asuhan nutrisi yang baik dapat mencegah seorang pasien

menderita malnutrisi rumah sakit (hospital malnutrition) selama dalam perawatan

(Depkes, 2007).

Berdasarkan hasil berbagai penelitian yang dilakukan di negara maju

maupun berkembang, ditemukan angka prevalensi malnutrisi di rumah sakit cukup

tinggi. Di Belanda, prevalensi malnutrisi di rumah sakit mencapai 40%, Swedia

17%-47%, Denmark 28%, dan di negara lain seperti Amerika dan Inggris angkanya

antara 40%-50% (Lipoeto, 2006). Studi di Asia Tenggara seperti di Malaysia

mengungkapkan bahwa 71,4 % pasien mengalami hipoalbuminemia selama periode

rawat inap (Shahar, 2002). Di rumah sakit Vietnam periode 2002-2004, Pham et al

menemukan bahwa 56% pasien prabedah elektif mengalami malnutrisi (Sauer,

Page 24: Liza Ellizabet Aula-fkik

2

2009). Studi di Indonesia yang dilakukan di Jakarta, menghasilkan data bahwa dari

sekitar 20-60% pasien yang telah menyandang status malnutrisi dan 69%-nya

mengalami penurunan status gizi selama rawat inap di rumah sakit (Lipoeto, 2006).

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, terlihat bahwa masih ada masalah dengan

asuhan nutrisi di yang ada di rumah sakit.

Malnutrisi merupakan suatu keadaan nutrisi yang tidak adekuat dan tidak

seimbang yang terkadang sulit untuk dikenali dalam clinical setting (Sauer, 2009).

Timbulnya malnutrisi disebabkan oleh asupan zat gizi makanan dan keadaan

penyakit. Menurut Barker (2011), malnutrisi di rumah sakit (hospital malnutrition)

merupakan gabungan dari berbagai faktor yang saling mempengaruhi secara

kompleks, antara penyakit yang mendasar, penyakit yang berhubungan dengan

perubahan metabolisme, dan berkurangnya persediaan nutrisi yang terjadi karena

berkurangnya jumlah bahan makanan yang dimakan, melemahnya proses

penyerapan, dan proses kehilangan yang semakin meningkat atau kombinasi

ketiganya.

Peranan gizi dalam proses penyembuhan penyakit menjadi sangat penting

pada masa sekarang ini, karena berdasarkan data-data yang ada sekitar 30% dari

pasien yang dirawat di rumah sakit mengalami penurunan berat badan (Suandi,

1998). Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Sunita Almatsier di beberapa

Rumah sakit di Jakarta Tahun 1991 menunjukkan 20%-60% pasien mengalami gizi

kurang saat dirawat di rumah sakit, dan hal ini disebabkan karena kurangnya asupan

makanan pasien.

Page 25: Liza Ellizabet Aula-fkik

3

Menurut Rosary (2002) dalam Ratna (2009), pasien membutuhkan asupan

zat gizi sesuai dengan kondisi atau kebutuhan tubuh pasien. Tubuh manusia

melakukan pemeliharaan kesehatan dengan mengganti jaringan yang rusak untuk

mempertahankan kelangsungan hidupnya. Jika asupan gizi pasien tidak seimbang

atau kurang dari yang seharusnya, maka akan mempengaruhi status gizi pasien

hingga menyebabkan terjadinya malnutrisi.

Untuk mengetahui asupan zat gizi pada pasien dapat dilakukan dengan

melakukan evaluasi terhadap sisa makanan (Barker, 2011). Sisa Makanan adalah

volume atau persentase makanan yang tidak habis termakan dan dibuang sebagai

sampah dan dapat digunakan untuk mengukur efektivitas menu (Komalawati, 2005).

Sisa makanan terjadi karena pasien tidak menghabiskan makanan yang sudah

diberikan. Sisa makanan dikatakan tinggi atau banyak jika pasien meninggalkan sisa

makanan > 25%. Pasien yang tidak menghabiskan makanan dalam atau memiliki

sisa makanan > 25%, maka dalam waktu yang lama akan menyebabkan defisiensi

zat-zat gizi karena kekurangan zat gizi (Renaningtyas, 2004).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rata-rata sisa makanan yang ada di

rumah sakit berkisar antara 17% hingga 67% (Zakyah, 2005). Di Indonesia, sisa

makanan masih sering terjadi di berbagai rumah sakit. Hasil penelitian Djuriah

(1986) di RS. Hasan Sadikin Bandung, sebanyak 19,5% pasien di ruang rawat inap

meninggalkan sisa makanan melebihi 25%. Kemudian, hasil penelitian Iswidhani

(1996) dalam penelitiannya di Rumah Sakit Cibinong Jakarta menyatakan bahwa

sisa makanan di ruang rawat inap masih cukup tinggi (32%). Penelitian di Rumah

Page 26: Liza Ellizabet Aula-fkik

4

Sakit Dr. Kariadi Semarang (1996) menunjukkan bahwa sisa makanan di ruang

rawat inap rata- rata 33,5% dan jika dilihat menurut kelas perawatan sisa makanan

di kelas I masih cukup tinggi yaitu sebanyak 57% (Sukarti, 2010). Sementara itu,

berdasarkan hasil penelitian Sumiyati (2008), diketahui bahwa masih terjadi sisa

makanan pada pasien di Ruang Anggrek RSU RA. Kartini dalam jumlah banyak

(25%) meliputi semua jenis makanan kecuali untuk jenis sayur termasuk dalam

kategori sedikit. Sedangkan pada waktu makan siang dan sore terdapat sisa

makanan dalam jumlah banyak (25%) kecuali untuk buah.

Ada berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya sisa makanan. Sisa

makanan terjadi bukan hanya karena nafsu makan yang ada dalam diri seseorang,

tetapi ada faktor lain yang menyebabkan terjadinya sisa makanan antara lain faktor

yang berasal dari luar pasien sendiri atau faktor eksternal dan faktor yang berasal

dari dalam pasien atau faktor internal. Sementara itu, Faktor eksternal lain yang

berpengaruh terhadap terjadinya sisa makanan adalah sikap petugas ruangan, jadwal

makan atau waktu pembagian makan, suasana lingkungan tempat perawatan,

makanan dari luar RS, dan mutu makanan (Moehyi, 1992).

Berdasarkan hasil penelitian Rijadi (2002) dan Azizah (2005), menunjukkan

ada hubungan yang bermakna antara selera makan dengan sisa makanan. Beberapa

penelitian lain menyebutkan bahwa faktor internal seperti umur, jenis kelamin, dan

pendidikan tidak berhubungan dengan terjadinya sisa makanan. Hal ini terlihat

dalam penelitian Djamaluddin (2005) yang menyebutkan bahwa tidak ada

perbedaan sisa makanan menurut kelompok umur, walaupun dijumpai sisa lauk

Page 27: Liza Ellizabet Aula-fkik

5

nabati dan sayur yang banyak pada kelompok umur 17-25 tahun, namun perbedaan

tersebut secara statistik tidak bermakna. Hal yang sama juga terlihat dalam

penelitian Saepuloh (2003), bahwa faktor individu atau karakteristik pasien seperti

umur dan jenis kelamin tidak berhubungan secara bermakna dengan daya terima

pasien yang rendah yang dapat menyebabkan terjadinya sisa makanan.

Berdasarkan hasil penelitian hubungan faktor eksternal terhadap terjadinya

sisa makanan, terlihat ada hubungan mutu makanan yang terdiri dari penampilan

makanan dan rasa makanan dengan terjadinya sisa makanan. Hasil ini terlihat dari

hasil penelitian yang dilakukan oleh Raharjo (1997) di RSU Dr. Soeselo-Slawi dan

RSU Harapan Anda-Tegal yang menunjukkan bahwa berdasarkan uji chi kuadrat

ternyata ada hubungan antara mutu makanan, cara penyajian, suhu hidangan,

makanan dari luar Rumah Sakit dan kebiasaan makan di rumah terhadap sisa

makanan yang terjadi di kedua Rumah Sakit tersebut. Namun, berdasarkan koefisien

kontingensi ternyata ada hubungan yang paling erat dengan terjadinya sisa makanan

adalah variable mutu makanan dan suhu hidangan. Masalah mutu makanan juga

terlihat dalam penelitian Almatsir (1992) bahwa dari 10 rumah sakit di Jakarta, 43%

pasien mempunyai persepsi kurang baik terhadap mutu makanan yang disajikan.

Untuk faktor eksternal lainnya, berdasarkan hasil penelitian Azizah (2005),

diketahui bahwa adanya hubungan yang bermakna antara waktu penyajian makan

dengan sisa makanan. Selain itu, menurut hasil penelitian Priyanto (2009), meski

ada hubungan antara persepsi pasien mengenai makanan luar RS dan jadwal sisa

makanan dengan terjadinya sisa makanan. Priyanto (2009) juga menyebutkan

Page 28: Liza Ellizabet Aula-fkik

6

bahwa tidak ada hubungan antara tata cara penyajian dari petugas dan persepsi

pasien mengenai keadaan lingkungan tempat perawatan dengan terjadinya sisa

makanan.

Sisa makanan merupakan salah dari berbagai hal yang ada di rumah sakit

yang harus diperhatikan. Jika sisa makanan masih dibiarkan, maka dalam jangka

waktu yang lama akan mempengaruhi status gizi pasien yang kemudian

menimbulkan terjadinya malnutrisi. Hal ini kemudian dapat berdampak pada pada

lamanya masa perawatan (length-of-stay) di rumah sakit serta meningkatnya

morbiditas dan mortalitas pasien yang berarti pula meningkatnya biaya yang harus

dikeluarkan (Depkes, 2007).

Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Azizah (2005) di RSUD

Banjarnegara yang merupakan rumah sakit tipe C menunjukkan bahwa sisa

makanan pada pasien rawat inap mencapai 52%. Rumah Sakit Haji Jakarta adalah

rumah sakit tipe C yang memiliki kemungkinan untuk mengalani kejadian sisa

makanan yang tinggi. Hal ini juga diperkuat dengan data pengukuran sisa makanan

yang dilakukan oleh rumah sakit haji pada bulan Januari tahun 2011 yang

menyatakan bahwa sisa makanan di RS Haji Jakarta masih ditemukan yakni 18,1%

lauk hewani, 15,9% lauk nabati, dan 18,8% sayur (Instalasi Gizi, 2011).

Sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta juga lebih tinggi jika

dibandingkan dengan rumah sakit lainnya. Berdasarkan studi pendahuluan pada

pasien dengan diet biasa dan diet khusus, diketahui bahwa ada 67% pasien yang

memiliki sisa makanan >25 %. Sisa makanan di rumah sakit Haji Jakarta lebih

Page 29: Liza Ellizabet Aula-fkik

7

tinggi jika dibandingkan dengan rumah sakit lain RS Budiasih Serang. Berdasarkan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Mutyana (2010) di RS Budiasih Serang,

ditemukan bahwa jumlah pasien yang memiliki sisa makanan ada sebanyak 51,2%.

Selain itu, sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta juga lebih besar jika

dibandingkan dengan RSUD Banjarnegara yang memiliki sisa makanan sebesar

52%. Berdasarkan kesamaan tipe rumah sakit antara Rumah Sakit Haji Jakarta

dengan RSUD Banjarnegara dan besarnya jumlah sisa makanan di Rumah Sakit

Haji Jakarta, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang sisa makanan di Rumah

Sakit Haji Jakarta.

Kemungkinan penyebab terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di

Rumah Sakit Haji Jakarta adalah gangguan pencernaan. Hal ini karena hampir

sebagian besar pasien yang dirawat di Rumah Sakit Haji Jakarta mengalami

gangguan pencernaan. Berdasarkan data rekam medis, didapatkan data bahwa

hampir 74% dari 91 pasien dewasa yang dirawat memiliki keluhan gangguan

pencernaan. Gangguan pencernaan merupakan salah satu penyebab terjadinya

asupan makan yang rendah hingga menyebabkan sisa makanan yang tinggi. Namun,

ada faktor lain yang mempengaruh terjadinya sisa makanan. Oleh karena itu,

peneliti ingin meneliti faktor-faktor apa yang berhubungan dengan terjadinya sisa

makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011.

1.7.Rumusan Masalah

Pasien membutuhkan asupan zat gizi sesuai dengan kondisi atau kebutuhan

tubuh pasien. untuk dapat menjaga, menentukan kesehatan tubuh, dan melakukan

Page 30: Liza Ellizabet Aula-fkik

8

pemeliharaan kesehatan dengan mengganti jaringan yang rusak untuk

mempertahankan kelangsungan hidupnya. Namun, jika pasien tidak menghabiskan

makanan dalam jangka waktu tertentu, maka akan mempengaruhi status gizi pasien

yang kemudian menimbulkan terjadinya malnutrisi. Hal ini juga berdampak pada

lamanya masa perawatan (length-of-stay) di rumah sakit serta meningkatnya

morbiditas dan mortalitas pasien yang berarti pula meningkatnya biaya yang harus

dikeluarkan.

Sisa makanan adalah volume atau persentase makanan yang tidak habis

termakan dan dibuang sebagai sampah dan dapat digunakan untuk mengukur

efektivitas menu (Komalawati, 2005). Di Indonesia, sisa makanan masih sering

terjadi di berbagai rumah sakit. Bahkan, sisa makanan di berbagai rumah sakit

tersebut sudah tinggi dengan melihat banyaknya pasien yang meninggalkan sisa

makanan> 25%.

Beberapa hasil penelitian sebelumnya diketahui bahwa sisa makanan masih

terjadi di berbagai rumah sakit di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Ada banyak faktor yang berhubungan dengan terjadinya sisa. Berdasarkan

kesamaan tipe dengan RSUD Banjarnegara yang memiliki sisa makanan dan

besarnya masalah sisa makanan jika dibandingkan dengan beberapa rumah sakit

lain, yang diperkuat dengan hasil studi pendahuluan, maka peneliti tertarik untuk

meneliti tentang sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta. Oleh karena itu, penting

juga untuk mengetahui secara langsung faktor-faktor yang berhubungan dengan

terjadinya sisa makanan di rumah sakit haji.

Page 31: Liza Ellizabet Aula-fkik

9

1.8.Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji

Jakarta Tahun 2011?

2. Bagaimana gambaran karakteristik responden (usia, jenis kelamin, jenis diet, dan

lama rawat inap) pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun

2011?

3. Bagaimana gambaran keadaan psikis pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji

Jakarta Tahun 2011?

4. Bagaimana gambaran kebiasaan makan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit

Haji Jakarta Tahun 2011?

5. Bagaimana gambaran gangguan pencernaan pada pasien rawat inap di Rumah

Sakit Haji Jakarta Tahun 2011?

6. Bagaimana gambaran status kehamilan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit

Haji Jakarta Tahun 2011?

7. Bagaimana gambaran penampilan makanan, yang meliputi warna, bentuk, porsi,

dan penyajian pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011?

8. Bagaimana gambaran rasa makanan, yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi,

kerenyahan, dan temperatur) pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta

Tahun 2011?

9. Bagaimana gambaran makanan dari luar rumah sakit pada pasien rawat inap di

Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011?

Page 32: Liza Ellizabet Aula-fkik

10

10. Apakah ada hubungan keadaan psikis terhadap terjadinya sisa makanan pada

pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011?

11. Apakah ada hubungan kebiasaan makan terhadap terjadinya sisa makanan pada

pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011?

12. Apakah ada hubungan gangguan pencernaan terhadap terjadinya sisa makanan

pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011?

13. Apakah ada hubungan penampilan makanan, yang meliputi warna, bentuk, porsi,

dan penyajian terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di

Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011?

14. Apakah ada hubungan rasa makanan, yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi,

keempukan, dan temperatur terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat

inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011?

15. Apakah ada hubungan makanan dari luar rumah sakit terhadap terjadinya sisa

makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011?

1.9.Tujuan

1.9.1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya sisa makanan

pada pasien rawat inap di rumah sakit haji Jakarta tahun 2011.

1.9.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji

Jakarta Tahun 2011.

Page 33: Liza Ellizabet Aula-fkik

11

2. Mengetahui gambaran karakteristik responden (usia, jenis kelamin, jenis diet,

dan lama rawat inap) pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun

2011.

3. Mengetahui gambaran keadaan psikis pada pasien rawat inap di Rumah Sakit

Haji Jakarta Tahun 2011.

4. Mengetahui gambaran kebiasaan makan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit

Haji Jakarta Tahun 2011.

5. Mengetahui gambaran gangguan pencernaan pada pasien rawat inap di Rumah

Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.

6. Mengetahui gambaran status kehamilan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit

Haji Jakarta Tahun 2011.

7. Mengetahui gambaran penampilan makanan, yang meliputi warna, bentuk, porsi,

dan penyajian pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.

8. Mengetahui gambaran rasa makanan, yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi,

keempukan, dan temperatur pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta

Tahun 2011.

9. Mengetahui gambaran makanan dari luar rumah sakit pada pasien rawat inap di

Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.

10. Mengetahui ada hubungan keadaan psikis terhadap terjadinya sisa makanan pada

pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.

11. Mengetahui ada hubungan kebiasaan makan terhadap terjadinya sisa makanan

pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.

Page 34: Liza Ellizabet Aula-fkik

12

12. Mengetahui ada hubungan gangguan pencernaan terhadap terjadinya sisa

makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.

13. Mengetahui ada hubungan penampilan makanan, yang meliputi warna, bentuk,

porsi, dan penyajian terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di

Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.

14. Mengetahui ada hubungan rasa makanan, yang meliputi aroma, bumbu,

konsistensi, keempukan, dan temperatur terhadap terjadinya sisa makanan pada

pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.

15. Mengetahui ada hubungan makanan dari luar rumah sakit terhadap terjadinya

sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011.

1.10. Manfaat

1.10.1. Bagi Mahasiswa

Mahasiswa dapat mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan

terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Instalasi Gizi Rumah Sakit

Haji Jakarta.

1.10.2. Bagi Rumah Sakit Haji Jakarta

Sebagai bahan masukan dan informasi untuk pihak rumah sakit dalam

memecahkan masalah yang berkaitan dengan faktor-faktor yang berhubungan

terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta.

Page 35: Liza Ellizabet Aula-fkik

13

1.10.3. Bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dapat memberikan masukan dan referensi ilmu yang berguna dan

sebagai bahan pembelajaran dan memperkaya ilmu pengetahuan dari hasil

penelitian.

1.11. Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan oleh Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Semester VIII dengan tujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan

terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun

2011. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2011 di Instalasi Gizi Rumah Sakit

Haji Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan

desain penelitian cross sectional.

Page 36: Liza Ellizabet Aula-fkik

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.5.Masalah Gizi di Rumah Sakit

Gizi adalah salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi kesehatan

individu atau masyarakat, dan karenanya merupakan issue fundamental dalam

kesehatan. Gizi memiliki pengaruh langsung terhadap pertumbuhan, perkembangan,

reproduksi, dan kondisi fisik dan mental individu (Nasir, 2008). Gizi juga memiliki

peranan penting dalam proses penyembuhan penyakit. Untuk mencapai serta

memelihara kesehatan dan status gizi optimal, tubuh perlu mengkonsumsi makanan

sehari-hari yang mengandung gizi seimbang. Bila tubuh dapat mencerna,

mengabsorbsi, dan memetabolisme zat-zat gizi tersebut secara baik, maka akan

tercapai keadaan gizi seimbang. Tetapi dalam keadaan sakit, melalui modifikasi diet

diupayakan agar gizi seimbang tetap bisa dicapai (Almatsier, 2006).

Pengaturan makanan dan diit untuk penyembuhan penyakit merupakan

bagian yang tak terpisahkan dari keseluruhan upaya perawatan untuk penyembuhan

penyakit yang diderita oleh orang sakit. Bagi seorang penderita, baik penderita

kronis maupun akut, diit yang diberikan kepadanya merupakan salah satu komponen

kegiatan dalam upaya penyembuhan penyakitnya. Fungsi makanan dalam upaya

penyembuhan penyakit dapat berupa (Moehyi, 1999):

a. Salah satu bentuk terapi, contohnya pada penderita obesitas, pengaturan

diit merupakan upaya primer bagi penyembuhan penyakit tersebut

Page 37: Liza Ellizabet Aula-fkik

15

b. Penunjang obat, contohnya pada penderita penyakit diabetes mellitus,

pemberian suntikan insulin harus dilakukan bersamaan dengan pemberian

makanan agar kadar gula dalam darah penderita tetap dalam batas-batas

normal

c. Tindakan medis, contohnya pada penderita penyakit saluran pencernaan

yang baru selesai di operasi, pemberian makanan cair bertujuan

menunjang tindakan operasi yang telah dilakukan

Pada pelayanan kesehatan paripurna di rumah sakit, terlibat tiga jenis asuhan

(care) yang pelaksanaannya dilakukan melalui berbagai kegiatan. Ketiga asuhan ini

adalah asuhan medik, asuhan keperawatan, dan asuhan gizi (Almatsier, 2006).

Ketiga hal tersebut saling berkaitan satu sama lain dan merupakan bagian dari

pelayanan medis yang tidak dapat dipisahkan. Pemberian zat gizi optimal sesuai

dengan kondisi dan kebutuhan pasien merupakan salah satu kegiatan asuhan gizi

(Almatsier, 2006). Namun asuhan nutrisi seringkali diabaikan, padahal dengan

asuhan nutrisi yang baik dapat mencegah seorang pasien menderita malnutrisi rumah

sakit (hospital malnutrition) selama dalam perawatan (Depkes, 2007).

Malnutrisi merupakan suatu keadaan nutrisi yang tidak adekuat dan tidak

seimbang yang terkadang sulit untuk dikenali dalam clinical setting (Sauer, 2009).

Timbulnya malnutrisi disebabkan oleh asupan zat gizi makanan dan keadaan

penyakit. Malnutrisi di rumah sakit pada pasien biasanya merupakan kombinasi dari

cachexia (yang berhubungan dengan penyakit) dan malnutrisi (konsumsi zat gizi

yang tidak adekuat). Hal ini sesuai dengan pendapat Barker (2011) bahwa malnutrisi

Page 38: Liza Ellizabet Aula-fkik

16

di rumah sakit (hospital malnutrition) merupakan gabungan dari berbagai faktor

yang saling mempengaruhi secara kompleks, antara penyakit yang mendasar,

penyakit yang berhubungan dengan perubahan metabolisme, dan berkurangnya

persediaan zat gizi dalam pasien tersebut.

Berkurangnya persediaan zat gizi dalam pasien merupakan salah satu

penyebab terjadinya hospital malnutrition. Berkurangnya persediaan zat gizi dapat

terjadi karena berkurangnya jumlah bahan makanan yang dimakan, melemahnya

proses penyerapan, dan proses kehilangan yang semakin meningkat atau kombinasi

ketiganya (Barker, 2011). Penelitian yang dilakukan Triyani (1999) menunjukkan

bahwa 69,9% pasien hemodialisa di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM)

mengalami asupan makanan yang kurang dari kebutuhan. Menurut hasil penelitian

yang dilakukan oleh Sunita Almatsier di beberapa Rumah sakit di Jakarta Tahun

1991 menunjukkan 20%-60% pasien mengalami gizi kurang saat dirawat di rumah

sakit, dan hal ini disebabkan karena kurangnya asupan makanan pasien.

2.6.Asupan Makanan Pasien

Asupan makanan pada pasien harus disesuaikan dengan kebutuhan gizi

dalam keadaan sakit. Kebutuhan zat gizi dalam keadaan sakit tergantung jenis dan

berat penyakit serta faktor-faktor yang mempengaruhi dalam keadaan sehat seperti

umur, gender (jenis kelamin), aktivitas fisik, serta kondisi khusus, yaitu ibu hamil

dan menyusui (Almatsier, 2006). Pasien rawat inap membutuhkan asupan makan

yang adekuat agar kebutuhan dan kecukupan gizi terpenuhi dan terhindar dari

malnutrisi.

Page 39: Liza Ellizabet Aula-fkik

17

Karyadi dan Muhilal (1988) membedakan pengertian istilah kebutuhan gizi

dan kecukupan gizi. Kebutuhan gizi (nutrient requirements) adalah banyaknya zat

gizi minimal yang diperlukan oleh seseorang agar hidup sehat. Kecukupan gizi

(recommended dietary allowences) adalah jumlah masing-masing zat gizi yang

sebaiknya dipenuhi seseorang atau rata-rata kelomok agar hampir semua orang

(97,5% populasi) hidup sehat. Jika dalam tubuh terjadi ketidakcukupan gizi, maka

dapat menyebabkan terjadinya malnutrisi.

Menurut Solon F.S dan Rodolfo (1977) dalam Supariasa (2001), patogenesis

penyakit gizi kurang (malnutrisi) melalui 5 tahapan, yaitu: pertama ketidakcukupan

zat gizi. Jika ketidakcukupan zat gizi ini berlangsung lama, maka persediaan/

cadangan jaringan akan digunakan untuk memenuhi ketidakcukupan itu. Kedua,

apabila ini berlangsung lama, maka akan terjadi kemerosotan jaringan, yang ditandai

dengan penurunan berat badan. Ketiga, terjadi perubahan biokimia yang dapat

dideteksi dengan pemeriksaan laboratorium. Keempat, terjadi perubahan fungsi yang

ditandai dengan tanda yang khas. Kelima, terjadi perubahan anatomi yang dapat

dilihat dari munculnya tanda yang klasik.

Di rumah sakit, banyak pasien yang mengalami ketidakcukupan zat gizi

sebagai akibat dari rendahnya asupan zat gizi pasien. Hal ini sesuai dengan Berman

(2003) bahwa kekurangan nutrisi adalah insufisien asupan nutrient dalam memenuhi

kebutuhan energi harian karena asupan makanan yang tidak adekuat atau pencernaan

dan absorpsi makanan yang tidak benar. Asupan makanan yang tidak adekuat dapat

disebabkan oleh kemampuan mendapatkan dan mempersiapkan makanan,

Page 40: Liza Ellizabet Aula-fkik

18

pengetahuan yang tidak adekuat mengenai nutrisi essensial dan diet seimbang,

ketidaknyamanan selama atau setelah makan, disfagia (kesulitan menelan), anoreksia

(kehilangan selera makan), mual atau muntah dan lain-lain.

Pada pasien rawat inap, beberapa faktor yang secara langsung maupun tidak

langsung menyebabkan asupan makan yang kurang selama rawat inap antara lain

pasien terlalu lama dipuasakan, tidak diperhitungkan penambahan zat gizi, obat-

obatan yang diberikan, gejala gastrointestinal, serta penyakit yang menyertai

(Soegih, 2004). Selain itu, selera makan juga berperan dalam menyebabkan asupan

makan yang kurang. Ketika seseorang terserang penyakit, penurunan pada selera

makanan biasanya sering terjadi. Dengan menurunnya selera makan menyebabkan

berkurangnya asupan zat gizi sehingga kebutuhan zat gizi tidak dapat dipenuhi, dan

pada gilirannya akan mempengaruhi status gizi pasien (Santoso, 1995).

Pasien yang memiliki asupan makan yang rendah akan meninggalkan sisa

makanan dalam piringnya. Semakin rendah asupan makan, maka sisa makanan

semakin tinggi. Padahal, pasien seharusnya menghabiskan seluruh makanan yang

sudah disajikan. Jika pasien tidak menghabiskan makanannya, berarti asupan makan

pasien tidak adekuat. Hal ini karena makanan yang disediakan oleh instalasi gizi

sudah diperhitungkan jumlah dan mutu gizinya, dan harus dihabiskan pasien agar

penyembuhannya dapat berjalan sesuai dengan program yang ditetapkan.

(Renaningtyas, 2004).

Dengan demikian, salah satu cara untuk menilai asupan makan pasien dapat

dilakukan dengan penilaian sisa makanan. Sisa makanan digunakan untuk menilai

Page 41: Liza Ellizabet Aula-fkik

19

konsumsi makan aktual seseorang. Penilaian atau evaluasi sisa makanan secara

umum digunakan dalam pada fasilitas pemeliharaan kesehatan secara jangka panjang

dan merupakan salah satu teknik yang valid untuk menilai asupan makanan dan daya

terima menu (Huang, 2008).

2.7.Sisa Makanan

2.3.1. Pengertian Sisa Makanan

Menurut Hirch (1979) dalam Carr (2001), sisa makanan adalah jumlah

makanan yang tidak habis dikonsumsi setelah makanan disajikan. Menurut Asosiasi

Dietisien Indonesia (2005), sisa makanan adalah jumlah makanan yang tidak

dimakan oleh pasien dari yang disajikan oleh rumah sakit menurut jenis

makanannya. Menurut JADA (1979) dalam Muhir (1998), secara khusus, istilah sisa

makanan dibagi menjadi dua yaitu:

1. Waste, yaitu bahan makanan yang rusak karena tidak dapat diolah atau hilang

karena tercecer

2. Plate Waste, yaitu makanan yang terbuang karena setelah disajikan tidak

habis dikonsumsi.

Sisa makanan dikatakan tinggi atau banyak jika pasien meninggalkan sisa

makanan > 25%. Pasien yang tidak menghabiskan makanan dalam atau memiliki

sisa makanan > 25%, maka dalam waktu yang lama akan menyebabkan defisiensi

zat-zat gizi karena kekurangan zat gizi (Renaningtyas, 2004). Sisa makanan selain

dapat menyebabkan kebutuhan gizi pasien tidak terpenuhi juga akan menyebabkan

biaya yang terbuang pada sisa makanan (Djamaluddin, 2005). Sisa makanan

Page 42: Liza Ellizabet Aula-fkik

20

merupakan suatu dampak dari sistem pelayanan gizi di rumah sakit sehingga

masalah terdapatnya sisa makanan tidak dapat diabaikan karena bila masalah

tersebut diperhitungkan ke menjadi rupiah maka akan menjadi suatu pemborosan

anggaran makanan (Sumiyati, 2008).

2.3.2. Evaluasi Sisa Makanan

Evaluasi sisa makanan secara umum didefinisikan sebagai suatu proses

menilai jumlah kuantitas dari porsi makanan yang sudah disediakan oleh

penyelenggara makanan yang tidak dihabiskan. Ketika sisa makanan tidak dapat

dihindari, maka kelebihan sisa makanan merupakan tanda tidak efisiensinya

pelaksanaan kegiatan dan tidak responnya sistem distribusi (Buzby, 2002).

Evaluasi sisa makanan digunakan untuk menilai biaya, daya terima makanan,

asupan makan, dan untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan pelaksanaan

kegiatan penyelenggaraan makanan, seperti (Carr, 2001). Evaluasi sisa makanan

juga merupakan salah satu cara untuk mengevaluasi mutu pelayanan gizi yang dapat

dilakukan dengan mencatat banyaknya makanan yang tersisa. Oleh karena itu, sisa

makanan adalah salah satu indikator keberhasilan pelayanan gizi di ruang rawat inap

(Djamaluddin, dkk, 2005).

2.3.3. Metode Evaluasi Sisa Makanan

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengetahui nilai sisa

makanan. Metode evaluasi sisa makanan yang digunakan harus disesuaikan dengan

tujuan dilakukannya menilai sisa makanan. Ada tiga jenis metode yang dapat

digunakan sisa makanan, yaitu:

Page 43: Liza Ellizabet Aula-fkik

21

a. Weight method/ weighed Plate waste

Weight method/ weighed Plate waste digunakan dengan tujuan untuk

mengetahui dengan akurat bagaimana intake zat gizi dari seseorang. Metode ini

yang digunakan untuk mengukur/ menimbang sisa makanan setiap jenis

hidangan atau untuk mengukur total sisa makanan pada individual atau

kelompok (Carr, 2001).

Prinsip dari metode penimbangan makanan adalah mengukur secara langsung

berat dari tiap jenis makanan yang dikonsumsi selanjutnya dihitung presentase

(%) sisa makanannya (Nuryati, 2008). Menurut Komalawati (2005) dalam

Priyanto (2009), data sisa makanan dapat diperoleh dengan cara menimbang

makanan yang tidak dihabiskan oleh pasien, kemudian dirata-rata menurut jenis

makanan. Prosentase sisa makanan dihitung dengan cara membandingkan sisa

makanan dengan standar porsi makanan rumah sakit kali 100% atau dengan

rumus:

Sisa makanan (%) = 𝛴 𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑖𝑠𝑎 (𝑔𝑟)

𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑝𝑜𝑟𝑠𝑖 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑘𝑖𝑡 (𝑔𝑟) x 100%

Kelebihan dari metode ini adalah dapat memberikan informasi lebih akurat/

teliti. Sedangkan kelemahannya adalah karena menggunakan cara penimbangan

maka memerlukan waktu, cukup mahal, karena perlu peralatan dan tenaga

pengumpul data harus terlatih dan terampil (Nuryati, 2008).

Page 44: Liza Ellizabet Aula-fkik

22

b. Recall

Recall atau Self Reported Consumption adalah metode yang digunakan

dengan tujuan untuk mendapatkan informasi dalam 24 jam tentang makanan

yang dikonsumsi oleh seseorang (Carr, 2001). Pengukuran sisa makanan ini

dengan cara menanyakan kepada responden tentang banyaknya sisa makanan.

Pada metode ini responden yang menaksir sisa makan dengan menggunakan

skala taksiran visual (Nuryati, 2008).

c. Visual method

Visual method atau observasional method adalah metode yang digunakan

dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana intake makanan untuk menilai daya

terima makanan, maka dapat menggunakan metode visual method (Carr, 2001).

Pada metode ini, sisa makanan diukur dengan cara menaksir secara visual

banyaknya sisa makanan untuk setiap jenis hidangan. Hasil taksiran ini bisa

dalam bentuk berat makanan yang dinyatakan dalam gram atau dalam bentuk

skor bila menggunakan skala pengukuran (Nuryati, 2008).

Evaluasi sisa makanan menggunakan metode melihat makanan tersisa di

piring dan menilai jumlah yang tersisa. Pengamat yang sudah terlatih

menggunakan skala rating untuk menunjukkan konsumsi. Cornstock, et al.

(1981) menggambarkan metode menggunakan skala 5-point. Skala Enam dan

tujuh-titik juga telah dikembangkan, menunjukkan jika "hampir tidak ada" atau

"hampir semua" makanan tetap (Carr, 2001). Cara taksiran visual yaitu dengan

Page 45: Liza Ellizabet Aula-fkik

23

menggunakan skala pengukuran yang dikembangkan oleh Comstock dengan

dapat dilakukan dengan kriteria sebagai berikut (Ratnaningrum, 2005):

1. Skala 0 : dikonsumsi seluruhnya oleh pasien (habis dimakan)

2. Skala 1 : tersisa ¼ porsi

3. Skala 2 : tersisa ½ porsi

4. Skala 3 : tersisa ¾ porsi

5. Skala 4 : hanya dikonsumsi sedikit (1/9 porsi)

6. Skala 5 : utuh atau tidak dikonsumsi

Penilaian dengan skor di atas berlaku untuk setiap porsi masing-masing jenis

makanan (contoh: makanan pokok, sayuran, lauk, dll). Setelah menetapkan skor,

kemudian skor tersebut dikonversikan ke bentuk persen dengan cut off.

1. Skor 0 (0% ) Semua makanan dihabiskan

2. Skor 1 (25%) 75% makanan dihabiskan

3. Skor 2 (50%) 50 % makanan dihabiskan

4. Skor 3 (75%) 25% makanan dihabiskan

5. Skor 4 (95%) 5 % makanan dihabiskan

6. Skor 5 (100%) tidak ada yang dikonsumsi pasien

Menurut Comstock (1991) dalam Murwani, (2001), metode taksiran visual

mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari metode taksiran visual

antara lain yaitu memerlukan waktu yang singkat, tidak memerlukan alat yang

banyak dan rumit, menghemat biaya, dapat mengetahui sisa makanan menurut

jenisnya. Sedangkan kekurangan dari metode taksiran visual antara lain yaitu

Page 46: Liza Ellizabet Aula-fkik

24

diperlukan penaksir (estimator) yang terlatih, teliti, terampil, memerlukan

kemampuan dalam menaksir (over estimate), atau kekurangan dalam menaksir

(under estimate).

Setelah itu hasilnya diasumsikan berdasarkan taksiran visual comstock

dengan kategori (Sumiyati, 2008):

a) Bersisa, jika sisa makanan banyak (>25%)

b) Tidak bersisa, jika sisa makanan sedikit (≤ 25%)

Keberhasila suatu penyelenggaraan makanan antara lain dikaitkan dengan

adanya sisa makanan, karena sisa makanan yang melebihi 25% menunjukkan

kegagalan suatu penyelenggaraan makanan di rumah sakit, sehingga kegiatan

pencatatan sisa makanan merupakan indikator yang sederhana yang dapat

dipakai untuk mengevaluas keberhasilan pelayanan gizi di rumah sakit

(Depkes, 1991).

2.4. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Sisa Makanan

Menurut Moehyi (1992) sisa makanan terjadi karena makanan yang

disajikan tidak habis dimakan atau dikonsumsi. Faktor utamanya adalah nafsu

makan, tetapi ada faktor lain yang menyebabkan terjadinya sisa makanan antara lain

faktor yang berasal dari luar pasien sendiri atau faktor eksternal dan faktor yang

berasal dari dalam pasien atau faktor internal.

2.4.3. Faktor Internal

Faktor internal atau faktor individu adalah faktor yang berasal dalam diri

pasien. Seperti yang sudah sebelumnya dijelaskan bahwa faktor utama terjadinya

Page 47: Liza Ellizabet Aula-fkik

25

sisa makanan adalah nafsu makan (Moehyi, 1992). Selera makan adalah

keinginan seseorang untuk makan dan ketertarikan pada suatu makanan karena

suatu respon terhadap rangsangan. Menurut Zulfah (2002), selera makan adalah

suatu rangkaian isyarat yang mendorong inisiatif untuk makan. Faktor-faktor

yang mempengaruhi selera makan antara lain (Utari, 2009):

1) Rasa sua dan enggan, beberapa orang memiliki rasa enggan terhadap

makanan baru atau kerinduan pada suatu makanan.

2) Pengaruh lingkungan orang yang lebih suka makan makanan hangat di

musim dingin atau sebaliknya.

3) Pengaruh sosial, budaya, agama, menentukan makanan yang dapat

diterima oleh seseorang.

4) Pengaruh metabolik, kebutuhan akan energi menimbulkan asupan yang

cukup dan syarat serta hormon ikut mengatur pengiriman ketika selera

untuk makan.

5) Pengaruh obat-obatan, beberapa obat dapat menekan atau merangsang

selera makan.

6) Selera bawaan, rasa haus akan menimbulkan keinginan untuk minum,

suka asin akan menimbulkan untuk makan makanan asin.

7) Pengaruh penyakit, beberapa penyakit akan menimbulkan pengaruh

selera makan atau sensifitas selera makan.

8) Bentuk makanan, rasa, aroma, dan tekstur makanan dapat menekan

atau merangsang selera makan.

Page 48: Liza Ellizabet Aula-fkik

26

Selera makan biasanya dipengaruhi oleh keadaan dan kondisi seseorang.

Pada umumnya, nafsu makan akan menurun pada orang sakit atau dalam

keadaan susah. Begitu pula sebaliknya, nafsu makan akan baik atau bahkan

meningkat pada orang sehat atau dalam keadaan senang (Prakoso, 1982 dalam

Andhika, 2010).

Faktor internal juga berkaitan dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi yang

mempengaruhi asupan makan. Menurut Soegih (2004), beberapa faktor yang

secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan asupan makan yang

kurang selama rawat inap antara lain pasien terlalu lama dipuasakan, tidak

diperhitungkan penambahan zat gizi, obat-obatan yang diberikan, gejala

gastrointestinal, serta penyakit yang menyertai.

Menurut Almatsier (2006), kebutuhan zat gizi dalam keadaan sakit

tergantung jenis dan berat penyakit serta faktor-faktor yang mempengaruhi

dalam keadaan sehat seperti umur, gender (jenis kelamin), aktivitas fisik, serta

kondisi khusus, yaitu ibu hamil dan menyusui. Seperti yang sebelumnya

dijelaskan, kebutuhan gizi akan mempengaruhi asupan makan. Jika asupan

makan yang diberikan tidak adekuat, dalam hal ini asupan makan yang rendah,

maka pasien akan meninggalkan sisa makanan.

Dengan demikian, selain faktor nafsu makan atau selera makan, faktor

internal lain yang berasal dari dalam diri pasien sendiri meliputi:

Page 49: Liza Ellizabet Aula-fkik

27

a. Keadaan Psikis

Faktor keadaan psikis adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan

kejiwaan. Biasanya, perawatan di rumah sakit menyebabkan orang sakit

harus menjalani kehidupan yang berbeda dengan apa yang dialami sehari –

hari di rumah. Apa yang dimakan, dimana orang tersebut makan, bagaimana

makanan disajikan, dengan siapa orang tersebut makan, sangat berbeda

dengan yang telah menjadi kebiasan hidupnya. Hal ini ditambah dengan

hadirnya orang-orang yang masih asing baginya yang mengelilinginya setiap

waktu, seperti dokter, perawat, atau petugas paramedis lainnya. Kesemuanya

itu dapat membuat orang sakit mengalami tekanan psikologis, yang dapat

pula membawa perubahan perangan pada orang sakit (Moehyi, 1999).

Pasien yang menjalani pengobatan di rumah sakit dapat menunjukkan

beragam masalah atau persoalan yang berkaitan dengan kondisi psikologis

mereka. Hal yang paling umum dialami oleh pasien adalah kecemasan dan

depresi. Kegugupan mereka setelah menjalani tes kesehatan dan menantikan

hasilnya membuat pasien seringkali tidak dapat tidur (mengalami insomnia),

mimpi buruk di malam hari dan sulit berkonsentrasi dalam melakukan

aktivitas (Banoliel dalam Caninsti, 2007).

Orang yang sedang menderita penyakit berat akan mempunyai persepsi

yang berbeda terhadap suatu stressor dibandingkan dengan orang yang sehat

(Humris-Pleyte, 2001). Pada umumnya penyakit kronis mempengaruhi

semua aspek kehidupan pasien. Pada pasien penderit kronis, terjadi

Page 50: Liza Ellizabet Aula-fkik

28

perubahan sementara dari segi fisik, pekerjaan, dan aktivitas sosial. Secara

psikologis, seseorang yang menderita penyakit kronis juga harus

mengintegrasikan perannya sebagai pasien dalam kehidupan jika ia ingin

beadaptasi dengan penyakitnya (Caninsti, 2007).

Setelah didiagnosis menderita penyakit kronis, pasien sering kali

berada dalam tahap krisis yang identik dengan keseimbangan fisik, sosial dan

psikologis (Moos dalam Caninsti, 2007). Pasien merasa bahwa cara mereka

dalam melakukan coping terhadap masalah ternyata tidak lagi efektif.

Lambat laun pasien akan merasa cemas, takut dan mengalami perubahan

emosi lainnya (Taylor & Aspinwall dalam Caninsti 2007). Keadaan ini dapat

berdampak pada terjadinya sisa makanan. Hal ini karena kondisi psikis yang

terjadi pada pasien dalam bentuk depresi dapat mengurangi asupan makan

(Isselbacher, 1999).

Ricec (1992) dalam Caninsti (2007) mengungkapkan bahwa depresi

adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai

seluruh proses mental (berpikit, berperasaan, dan berperilaku) seseorang.

Depresi adalah gangguan mood dengan karakteristik utamanya adalah adanya

perasaan tertekan, rasa sedih dankosong, hilangnya minat atau aktivitas yang

menyenangkan, perubahan yang besar dalam selera makan, baik selera

makan bertambah ataupun berkurang, insomnia atau hiperinsomnia,

berkurangnya aktivitas fisik atau terjadinya agitasi motorik, kelelahan dan

kehilangan energi, perasaan tidak berharha atau perasaan bersalah berlebihan,

Page 51: Liza Ellizabet Aula-fkik

29

berkurangnya kemampuan untuk berpikir rasionak, berkurangnya

kemampuan konsentrasi dalam mengambil keputusa, serta muncul pemikiran

untuk mati atau bunuh diri (Neale (1996), dalam Caninsti (2007)).

Depresi berat secara signifikan mempengaruhi seseorang dan

hubungan orang tersebut baik terhadap dirinya sendiri, keluarga, pekerjaan

atau kehidupan sekolah, tidur dan kebiasaan makan, dan kesehatan umum

(National Institute of Mental Health, 2008). Depresi sering disertai dengan

gangguan fisik umum di kalangan dewasa dan orang tua, seperti stroke,

penyakit kardiovaskular, penyakit Parkinson, dan penyakit paru obstruktif

kronik (Yohannes, 2008).

Seseorang yang berada dalam keadaan depresi biasanya menunjukkan

suasana hati yang rendah atau tidak berminat, yang melingkupi semua aspek

kehidupan, dan ketidakmampuan untuk mengalami kenikmatan dalam

kegiatan yang sebelumnya dinikmati. Orang yang depresi mungkin sibuk

dengan, atau memamah biak di atas, pikiran dan perasaan tidak berharga,

rasa bersalah atau penyesalan yang tidak tepat, tidak berdaya, putus asa, dan

kebencian pada diri sendiri (National Institute of Mental Health, 2008).

Menurut Ekawati (2009), seseorang cenderung lupa akan pemenuhan

kebutuhan dasar, seperti kebutuhan akan makanan, kebersihan diri dan

istirahat. Apabila asupan makanan rendah dan berlangsung dalam jangka

waktu yang relatif panjang, seseorang akan mengalami defisiensi zat gizi

yang berakibat pada penurunan status gizi.

Page 52: Liza Ellizabet Aula-fkik

30

Hal ini juga dikemukakan oleh American Psychiatric Asosiation

(2000) bahwa seorang orang yang depresi mungkin melaporkan gejala fisik

beberapa seperti kelelahan, sakit kepala, atau masalah pencernaan; Keluhan

fisik adalah masalah yang diajukan yang paling umum di negara

berkembang, sesuai dengan kriteria Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

untuk depresi, appetite atau nafsu makan yang sering berkurang dengan berat

badan sehingga menurun, meskipun kadang-kadang juga terlihat nafsu makan

meningkat dan berat badan kadang-kadang naik, dan terkadang keluarga dan

teman-teman dapat memperhatikan bahwa perilaku seseorang baik gelisah

atau lesu.

Untuk data meneliti kondisi psikis pasien dapat menggunakan hospital

anxiety and depression scale (HADS). HADS didesain dan digunakan untuk

melihat kondisi psikologis terutama kecemasan dan depresi pada individu

yang menderita sakit dan menjadi pasien di rumah sakit. HADS dapat

digunakan pada pasien rumah sakit yang berusia 16-65 tahun.

Kuesioner HADS berisi 2 subskala yaitu, subskala kecemasan, dan

subskala depresi. Pertanyaan pada subskala kecemasan difokuskan pada

aspek emosi dan kognisi dari anxiety, sedangkan pada subskala depresi

difokuskan pada konsep anhedonia, yaitu kehilangan minat untuk melakukan

aktifitas yang menyenangkan. Intepretasi HADS dilakukan dengan

menjumlahkan semua respon subjek dan kemudian mengelompokkannya

Page 53: Liza Ellizabet Aula-fkik

31

menjadi normal (skor 0-7), borderline abnormal (skor 8-10), dan abnormal

(skor 11-21) (Caninsti, 2007).

b. Kebiasaan Makan

Menurut Suhardjo (1989) dalam Andhika (2010), kebiasaan makan

adalah suatu istilah untuk menggambarkan kebiasaan dan perilaku yang

berhubungan dengan makanan dan makan, seperti tata karma makan,

frekuensi makan seseorang, pola makan yang dimakan, kepercayaan tentang

makanan (pantangan), distribusi makanan di antara angota keluarga,

penerimaan terhadap makanan (timbulnya suka atau tidak suka) dan cara

pemilihan bahan makanan yang hendak dimakan. Kebiasaan makan adalah

ekspresi setiap individu dalam memilih makanan yang akan membentuk pola

perilaku makan. Oleh karena itu, ekspresi setiap individu dalam memilih

makanan akan berbeda satu dengan yang lain (Khomsan, 2004).

Pola makan sehari-hari merupakan pola makan seseorang yang

berhubungan dengan kebiasaan makan setiap harinya. Suatu kebiasaan di

suatu wilayah dapat mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang. Menurut

Suhardjo (1986) dalam pola makan adalah cara yang ditempuh seseorang

atau sekelompok orang untuk memilih, menggunakan bahan makanan dalam

konsumsi pangan setiap hari yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan,

dan frekuensi makan sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologi, psikologi,

budaya dan sosial.

Page 54: Liza Ellizabet Aula-fkik

32

Dengan pola makan yang baik dan jenis hidangan yang beraneka

ragam dapat menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat

pembangun dan zat pengatur bagi kebutuhan gizi seseorang. Sehingga status

gizi seseorang akan lebih baik dan memperkuat daya tahan tubuh terhadap

serangan dari penyakit (Baliwati, 2004).

Menurut Baliwati (2004), pola makan adalah susunan jenis dan jumlah

makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang dalam waktu

tertentu. Menurut Sediaoetama (1991), susunan menu atau susunan hidangan

Indonesia meliputi bahan makanan pokok, lauk pauk (hewani dan nabati),

sayur, dan buah. Susunan makanan mengacu pada Pola Menu Seimbang dan

Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan bagi orang dewasa sehat

(Ratna, 2009). Silitonga (2008) membagi susunan makanan menjadi 4

kategori yaitu:

1. Sangat lengkap : Jika mengkonsumsi makanan pokok, lauk pauk,

sayuran, buah, dan susu

2. Lengkap : Jika mengkonsumsi makanan pokok, lauk pauk,

sayuran, dan buah

3. Kurang lengkap: Jika mengkonsumsi makanan pokok, lauk pauk,

dan sayuran

4. Tidak lengkap : Jika hanya mengkonsumsi makanan pokok

dengan lauk pauk saja, atau makanan pokok dengan sayuran saja.

Page 55: Liza Ellizabet Aula-fkik

33

Pola makan yang baik mengandung makanan pokok, lauk-pauk, buah-

buahan dan sayur-sayuran serta dimakan dalam jumlah cukup sesuai dengan

kebutuhan (Baliwati, 2004). Menurut Pedoman Umum Gizi Seimbang

(PUGS), untuk orang dewasa dianjurkan untuk mengkonsumsi nasi sebanyak

5 piring, lauk hewani sebanyak 2 sampai 3 potong, lauk nabati 3 potong,

sayur 1 ½ mangkok, dan buah 2 sampai 3 potong (Almatsier, 2006). Selain

itu, frekuensi makan orang indonesia untuk makanan utama juga sebagian

besar sebanyak 3x dalam sehari (Februanti, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian Priyanto (2009), perbedaan pola makan di

rumah dan pada saat di RS akan mempengaruhi daya terima pasien terhadap

makanan. Bila pola makan pasien tidak sesuai dengan makanan yang

disajikan RS, akan mempengaruhi habis tidaknya makanan yang disajikan.

Hal ini terlihat dari penelitian Adlisman (1996) yang menunjukkan bahwa

faktor yang mempengaruhi terjadinya sisa makanan pada pasien adalah pola

makan pasien terutama untuk susunan menu hidangan dan frekuensi makan.

Dengan pola makan yang baik dan jenis hidangan yang beraneka

ragam dapat menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat

pembangun dan zat pengatur bagi kebutuhan gizi seseorang. Sehingga status

gizi seseorang akan lebih baik dan memperkuat daya tahan tubuh terhadap

serangan dari penyakit (Baliwati, 2004).

Page 56: Liza Ellizabet Aula-fkik

34

c. Umur

Semakin tua umur manusia maka kebutuhan energi dan zat – zat gizi

semakin sedikit. Bagi orang yang dalam periode pertumbuhan yang cepat

(yaitu, pada masa bayi dan masa remaja) memiliki peningkatan kebutuhan

nutrisi (Berman, 2003). Pada anak terdapat faktor kesulitan makan yang

dapat mempengaruhi anak untuk tidak menghabiskan makanan yang

disediakan oleh rumah sakit. Faktor kesulitan makan pada anak sering

dialami oleh sekitar 25% pada usia anak, jumlah akan meningkat sekitar 40-

70% pada anak yang lahir prematur atau dengan penyakit kronik.

Pada usia dewasa, zat gizi diperlukan untuk penggantian jaringan

tubuh yang rusak, meliputi perombakan dan pembentukan sel. Pada masa ini

aktivitas fisik mulai meningkat, yaitu untuk melakukan pekerjaan atau

bekerja. Bekerja memerlukan pengeluaran energi cukup besar sehingga harus

diimbangi dengan masukan energi makanan (Ratna, 2009). Seseorang

dikatakan sampai pada tahap usia dewasa jika orang tersebut memasuki usia

18 tahun hingga 60 tahun. Hal ini sesuai dengan Hurlock (1980) bahwa usia

dewasa dibagi menjadi 2, yaitu:

- Early Adulthood: 18 tahun sampai 40 tahun.

- Middle Adulthood: 40 tahun sampai 60 tahun

Pada usia tua (manula) kebutuhan energy dan zat – zat gizi hanya

digunakan untuk pemeliharaan. Setelah usia 20 tahun, proses metabolisme

Page 57: Liza Ellizabet Aula-fkik

35

berangsur – angsur turun secara teratur. Pada usia 65 tahun, kebutuhan energi

berkurang 20% dari kebutuhan pada usia 25 tahun (Ratna, 2009).

Asupan makan juga tergantung dari citarasa yang ditimbulkan oleh

makanan yang meliuti bau, rasa, dan rangsangan mulut. Kepekaan indera

seseorang terhadap bau dan rasa akan berkurang seiring dengan

bertambahnya umur. Dalam Winarno (1992), kepekaan indera penghidung

diperkirakan setia bertambahnya umur satu tahun dan papilla mulai

mengalami atropi bila usia mencapai 45 tahun. Menurunnya kemampuan

dalam merasakan citarasa ini akan mengganggu selera makan sehingga dapat

mempengaruhi rendahnya asupan makan seseorang dan menimbulkan

makanan yang tersisa.

d. Jenis kelamin

Jenis kelamin kemungkinan dapat menjadi faktor penyebab terjadinya

sisa makanan. Hal ini disebabkan perbedaan kebutuhan energi antara

perempuan dan laki-laki, dimana kalori basal perempuan lebih rendah sekitar

5-10% dari kebutuhan kalori basal laki-laki. Perbedaan ini terlihat pada

susunan tubuh, aktivitas, dimana laki-laki lebih banyak menggunakan kerja

otot daripada perempuan, sehingga dalam mengkonsumsi makanan maupun

pemilihan jenis makanan, perempuan dan laki-laki mempunyai selera yang

berbeda (Priyanto, 2009).

Menurut Suhardjo (1989) dalam Zulfah (2002), Semakin aktif kegiatan

fisik seseorang semakin banyak energi yang digunakan. Tubuh yang besar

Page 58: Liza Ellizabet Aula-fkik

36

memerlukan energi yang lebih banyak dibandingkan dengan tubuh yang kecil

untuk melakukan kegiatan fisik yang sama. Dapat dikatakan wanita dengan

ukuran tubuh yang lebih kecil umumnya memerlukan energi yang lebih

sedikit dibandingkan dengan laki-laki pada tingkat kegiatan fisik yang sama.

Menurut hasil penelitian Djamaluddin (2005), pasien perempuan

mengkonsumsi nasi lebih sedikit dariada asien laki-laki. Sisa makanan

lainnya yaitu lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah, minuman, dan snack ada

asien dan laki-laki sisanya sedikit. Sisa nasi lebih sedikit ada laki-laki diduga

karena angka kecukuan gizi yang dianjurkan (AKG) ada laki-laki lebih besar

daripada perempuan, sehingga laki-laki memang mampu menghabiskan

makanannya dibanding perempuan.

e. Aktifitas fisik

Aktifitas fisik berpengaruh terhadap kebutuhan gizi bagi pasien.

Aktifitas fisik pada orang normal berbeda antara tiap individu ada yang

pekerjaan ringan, sedang ataupu berat, di samping itu berbeda pula dalam

jangka waktunya (Suhardjo, 1992). Tidak hanya ada orang normal, pada

orang sakit, aktivitas fisik juga memiliki peranan dalam menetapkan

kebutuhan energi. Dalam perhitungan kebutuhan zat gizi, nilai faktor

aktivitas pada orang sakit dibedakan menjadi dua yaitu istirahat di tempat

tidur dan tidak terikat di tempat tidur (Almatsier, 2006).

Selain dalam kaitannya dengan kebutuhan gizi, aktivitas fisik ini juga

mempengaruhi faktor psikis pasien. Pada pasien terjadi penurunan aktivitas

Page 59: Liza Ellizabet Aula-fkik

37

fisik selama dirawat, rasa tidak senang, rasa takut karena sakit,

ketidakbebasan bergerak adanya adanya penyakit yang menimbulkan rasa

putus asa. Manifestasi rasa putus asa ini berupa hilangnya nafsu makan dan

rasa mual. Faktor ini membuat pasien terkadang tidak menghabiskan porsi

makanan yang telah disajikan (Nuryati, 2008).

f. Keadaan Khusus

Keadaan khusus yang dimaksud di sini adalah keadaan di mana pasien

sedang hamil atau sedang dalam masa menyusui. Bagi pasien yang

mengalami kehamilan atau sedang dalam masa menyusui, membutuhkan

asupan makan yang lebih banyak dibandingkan dengan pasien biasa

lainnnya. Hal ini karena pada ibu hamil, asupan zat gizi tidak hanya

dibutuhkan oleh si ibu saja, tetapi juga untuk pertumbuhan dan

perkembangan janin. Pada ibu menyusui, asupan zat gizi dibutuhkan untuk

dirinya sendiri dan untuk produksi ASI (Poedjiadi, 2006).

Pada pasien dengan kondisi khusus dalam hal ini sedang dalam masa

kehamilan, biasanya mengalami hiperemesis gravidarum. Hiperemesis

gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan sehingga pekerjaan sehari-

hari terganggu dan keadaan umum menjadi buruk. Mual dan muntah

merupakan gangguan yang paling sering dijumpai pada kehamilan trimester

I. kurang lebih 6 minggu setelah haid terakhir selama 10 minggu (Arisman,

2002).

Page 60: Liza Ellizabet Aula-fkik

38

Dalam kaitannya dengan terjadinya sisa makanan, kondisi khusus

pasien lebih difokuskan pada status kehamilan. Meskipun memiliki

kebutuhan gizi yang lebih banyak dan memiliki selera makan yang

meningkat, wanita yang memiliki status kehamilan sedang hamil memiliki

peluang untuk meninggalkan sisa makanan lebih banyak. Wanita yang hamil

pada trimester tertentu mengalami gangguan selera makan karena mual dan

muntah sebagai reaksi dari kehamilan. Hal ini dapat mempengaruhi asupan

makan. Selain itu, karakteristik pasien yang memiliki selera makan yang

rendah dapat mempengaruhi asupan makan pasien yang rendah juga yang

dapat menyebabkan terjadinya sisa makanan.

g. Gangguan Pencernaan

Gangguan pencernaan yaitu kumpulan gangguan yang terdiri dari rasa

tidak enak pada perut seperti nyeri ulu hati, heartburn, mual, muntah,

kembung, sendawa, cepat kenyang, konstipasi, diare, nafsu makan berkurang

dan dispesia (Desdiani, 2004). Ketika ada gangguan dalam saluran

pencernaan, maka asupan makan pun menjadi terganggu dan memungkinkan

pasien untuk tidak mampu mengkonsumsi lagi makanannya hingga

menyebabkan terjadinya sisa makanan (Supariasa, 2001).

Jenis penyakit berperan dalam terjadinya sisa makanan. Salah satu

penyakit yang menyebabkan rendahnya konsumsi makanan adalah penyakit

infeksi saluran pencernaan. Saluran cerna adalah saluran yang berfungsi

untuk mencerna makanan, mengabsorbsi zat-zat gizi, dan mengeksresi sisa-

Page 61: Liza Ellizabet Aula-fkik

39

sisa pencernaan. Saluran cerna terdiri atas mulut, kerongkongan, lambung,

usus halus, usus besar dan anus.

Menurut lokasinya, penyakit saluran cerna dibagi dalam dua

kelompok, yaitu penyakit saluran cerna atas atau hematemesis (mual), maka

nafsu makan orang tersebut menurun. Disfagia adalah kesulitan menelan

karena adanya gangguan aliran makanan pada saluran cerna. Hal ini dapat

terjadi karena, kelainan sistem saraf menelan, pasca stroke, dan adanya massa

tumor yang menutupi saluran cerna (Almatsier, 2006).

h. Faktor Pengobatan

Tidak semua pasien mengalami gangguan pencernaan. Kurangnya

asupan makan pada pasien bisa juga disebabkan karena faktor lain yang

berkaitan dengan jenis penyakit pasien seperti penggunaan obat-obatan

seperti pada pasien atau faktor pengobatan. Interaksi antara obat dan

makanan dapat dibagi menjadi :

1. Obat-obatan yang dapat menurunkan nafsu makan, mengganggu

pengecapan dan mengganggu traktus gastrointestinal atau saluran

pencernaan.

2. Obat-obatan yang dapat mempengaruhi absorbsi, metabolisme dan

eksresi zat gizi

Menurut Moore (1997) dalam Suharyati (2006), obat-obatan adalah

dapat mempengaruhi makanan yang masuk atau absorbsi, metabolisme, dan

sekresi dari zat-at gizi. Beberapa efek khsus obat-obatan dapat menyebabkan

Page 62: Liza Ellizabet Aula-fkik

40

perubahan makanan yang masuk akibat perubahan nafsu makan, perubahan

indera pengecap, dan penciuman, atau mual dan muntah.

Obat dapat menekan atau menurunkan selera makan. Obat antiinfeksi

misalnya cefraxon, levofloxain, obat antineoplastik, dan beberapa obat

jantung merupakan salah satu contoh obat-obatan yang dapat menurunkan

selera makan (Suharyati, 2006). Menurut Rosary (2002) dalam Utari (2009,

pemberian pengobatan seperti pemberian sitostatika, radioterapi atau

tindakan pembedahan; pemberian sitostatika dosis tinggi akan menyebabkan

mual, muntah dan nafsu makan menurun.

Banyak obat yang dapat menyebabkan perubahan terhadap

kemampuan merasakan dysgeusia, menurunkan ketajaman rasa

hypodysgeusia. Gejala-gejala tersebut dapat mempengaruhi intake makanan.

Obat-obatan yang umum digunakan dan diketahui menyebabkan

hypodysgeusia seperti: obat antihipertensi (captopril), antriretroviral

ampenavir, antineoplastik cisplastin, dan antikonvulsan phenytoin (Mahan,

2002).

Menurut hasil penelitian Djamaluddin (2005) terlihat bahwa ada

perbedaan sisa makanan pada beberapa jenis penyakit seperti penyakit

kanker, ginjal, postpartum, saraf, dan bedah. Pada pasien dengan penyakit

ginjal, postpartum, dan saraf memiliki sisa makanan sedikit. Pada penyakit

kanker dan bedah terjadi sisa makanan yang banyak karena pada umumnya

pasien dengan penyakit ini mempunyai tingkat stress yang tinggi yang

Page 63: Liza Ellizabet Aula-fkik

41

disebabkan oleh penyakitnya sendiri maupun pengobatan yang dialaminya,

sehingga nafsu makan menurun (Djamaluddin, 2005).

2.4.4. Faktor Eksternal

Menurut Moehyi (1992), faktor eksternal lain selain mutu makanan yang

berpengaruh terhadap terjadinya sisa makanan, antara lain:

a. Sikap petugas ruangan

Sikap petugas ini juga mempengaruhi faktor psikologis pada pasien.

Intervensi keperawatan, termasuk di dalamnya adalah sikap petugas dalam

menyajikan makanan, sangat diperlukan untuk meningkatkan nutrisi yang

optimal bagi pasien rawat inap. Hal ini selain menguatkan program

penyembuhan, juga mampu menciptakan lingkungan yang menguatkan selera

makan (Berman, 2003). Oleh karena itu, sikap petugas ruangan dalam

menyajikan makanan berperan dalam terjadinya sisa makanan.

Berdasarkan hasil survey menyebutkan bahwa faktor utama kepuasan

pasien terletak pada pramusaji. Pramusaji diharapkan dapat berkomunikasi, baik

dalam bersikap, baik dalam berekspresi, wajah, dan senyum. Hal ini penting

karena akan mempengaruhi pasien untuk menikmati makanan dan akhirnya dapat

menimbulkan rasa puas (Nuryati, 2008). Hal ini juga penting untuk

meningkatkan asupan makan pasien agar pasien mau menghabiskan

makanannya.

Page 64: Liza Ellizabet Aula-fkik

42

b. Jadwal makan atau waktu makan

Waktu makan adalah waktu dimana orang lazim makan setiap sehari.

Manusia secara alamiah akan merasa lapar setelah 3-4 jam makan, sehingga

setelah waktu tersebut sudah harus mendapat makanan, baik dalam bentuk

makanan ringan atau berat. Makanan di rumah sakit harus tepat waktu, tepat diet,

dan tepat jumlah. Berdasarkan hasil penelitian Raharjo (1997), ada perbedaan

antara jadwal makan dengan terjadinya sisa makanan di RSU Dr. Soeselo-Slawi

maupun di RSU Harapan Anda-Tegal, dimana pada makan pagi banyak terjadi

sisa.

Selain itu, waktu pembagian makanan yang tepat dengan jam makan

pasien serta jarak waktu yang sesuai antara makan pagi, siang dan malam hari

dapat mempengaruhi habis tidaknya makanan yang disajikan. Bila jadual

pemberian makan tidak sesuai maka makanan yang sudah siap akan mengalami

waktu penungguan sehingga pada saat makanan akan disajikan ke pasien,

makanan menjadi tidak menarik karena mengalami perubahan dalam suhu

makanan (Priyanto, 2009).

c. Suasana tempat perawatan

Lingkungan yang menyenangkan pada saat makan dapat memberikan

dorongan pada pasien untuk menghabiskan makanannya. Suasana yang bersih

dan tenang diduga dapat mempengaruhi kenikmatan pasien dalam menyantap

makanan yang disajikan (Priyanto, 2009).

Page 65: Liza Ellizabet Aula-fkik

43

d. Makanan dari luar rumah sakit

Asupan makan pasien selama di rumah sakit berasal dari makanan rumah

sakit dan makanan luar rumah sakit. Bila penilaian pasien terhadap mutu

makanan dari rumah sakit kurang memuaskan, kemungkinan pasien

mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit (Siswiyardi, 2005).

Makanan yang dimakan oleh pasien yang berasal dari luar RS akan

berpengaruh terhadap terjadinya sisa makanan. Rasa lapar yang tidak segera

diatasi pada pasien yang sedang dalam perawatan dan timbulnya rasa bosan

karena mengkonsumsi makanan yang kurang bervariasi menyebabkan pasien

mencari makanan tambahan dari luar RS atau jajan. Hal inilah yang

menyebabkan kemungkinan besar makanan yang disajikan kepada pasien tidak

dihabiskan. Bila hal tersebut selalu terjadi maka makanan yang diselenggarakan

oleh pihak RS tidak dimakan sehingga terjadi sisa makanan (Moehyi, 1999).

e. Mutu makanan

Faktor mutu makanan adalah salah satu faktor eksternal penyebab

terjadinya sisa makanan. Mutu makanan dapat dilihat dari cit arasa makanan

yang terdiri dari penampilan, rasa makanan, sanitasi, dan penyajian makanan

(Depkes, 1991). Sementara itu, menurut Moehyi (1992), cita rasa makan dapat

dilihat dari 2 aspek saja, yaitu penampilan dan rasa makanan. Cita rasa yang

tinggi adalah makanan yang disajikan dengan menarik, menyebarkan bau yang

sedap dan memberikan rasa yang lezat (Moehyi, 1992). Cita rasa mampu

mempengaruhi selera makan pasien untuk makan. Ketika selera makan pasien

Page 66: Liza Ellizabet Aula-fkik

44

baik, maka asupan makan pasien pun ikut baik. Hal ini akan mampu mengurangi

terjadinya sisa makanan.

1. Penampilan makanan

Faktor yang menentukan penampilan makanan waktu disajikan (Moehyi,

1992):

a. Warna makanan

Warna makanan memegang peran utama dalam penampilan makanan.

Karena bila warnanya tidak menarik akan mengurangi selera orang

yang memakannya. Kadang untuk mendapatkan warna yang

diinginkan digunakan zat perwarna yang berasal dari berbagai bahan

alam dan buatan.

b. Bentuk makanan yang disajikan

Untuk membuat makanan menjadi lebih menarik biasanya disajikan

dalam bentuk – bentuk tertentu. Bentuk makanan yang menarik akan

memberikan daya tarik tersendiri bagi setiap makanan yang disajikan

c. Porsi makanan

Porsi makanan adalah banyaknya makanan yang disajikan dan

kebutuhan setiap individu berbeda sesuai dengan kebiasaan

makannya. Potongan makanan yang terlalu kecil atau besar akan

merugikan penampilan makanan. Pentingnya porsi makanan bukan

saja berkenaan dengan waktu disajikan tetapi juga berkaitan dengan

perencanaan dan perhitungan pemakaian bahan.

Page 67: Liza Ellizabet Aula-fkik

45

d. penyajian makanan

Penyajian makanan merupakan faktor terakhir dari proses

penyelenggaraan menu makanan. Meskipun makanan diolah dengan

cita rasa yang tinggi tetapi bila dalam penyajiaannya tidak dilakukan

dengan baik, maka nilai makanan tersebut tidak akan berarti, karena

makanan yang ditampilkan waktu disajikan akan merangsang indera

penglihatan sehingga menimbulkan selera yang berkaitan dengan cita

rasa (Moehyi, 1992).

Penyajian makanan memberikan arti khusus bagi penampilan

makanan. penyajian dirancang untung menyediakan makan yang

berkualitas tinggi dan dapat memuaskan pasien, aman serta harga

yang layak. Penggunaan dan pemilihan alat makan yang tepat dalam

penyusunan makanan akan mempengaruhi penampilan makanan yang

disajikan dan terbatasnya perlengkapan alat merupakan faktor

penghambat bagi pasien untuk menghabiskan makanannya (Nuryati,

2008).

2. Rasa Makanan

Rasa makanan mempunyai faktor kedua yang menentukan cita rasa

makanan setelah penampilan makanan. Komponen yang berperan dalam

penentuan rasa makanan adalah (Moehyi, 1992):

Page 68: Liza Ellizabet Aula-fkik

46

a. Aroma makanan

Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang

sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga

membangkitkan selera.

b. Bumbu masakan dan bahan penyedap

Bumbu adalah bahan yang ditambahkan pada makanan dengan

maksud untuk mendapatkan rasa makanan yang enak dan rasa yang

tepat setiap kali pemasakan. Dalam setiap resep masakan sudah

ditentukan jenis bumbu yang digunakan dan banyaknya masing-

masing bumbu tersebut. Bau yang sedap, berbagai bumbu yang

digunakan dapat membangkitkan selera karena memberikan rasa

makanan yang khas. Rasa makanan juga dapat diperbaiki atau

dipertinggi dengan menambahkan bahan penyedap.

c. Konsistensi atau tekstur makanan

Konsistensi makanan juga merupakan komponen yang turut

menentukan cita rasa makanan karena sensivitas indera dipengaruhi

oleh konsistensi makanan.

d. Keempukan makanan

Keempukan makanan selain ditentukan oleh mutu bahan makanan

yang digunakan juga ditentukan oleh cara memasak. Keempukan

makanan selain ditentukan oleh mutu bahan makanan yang

digunakan, juga ditentukan oleh cara memasak yang baik, sehingga

Page 69: Liza Ellizabet Aula-fkik

47

makanan yang empuk dapat dikunyah dengan sempurna. Sehingga

mempengaruhi daya terima makan.

e. Kerenyahan makanan

Kerenyahan makanan memberikan pengaruh tersendiri pada cita

rasa makanan. Kerenyahan makanan adalah makanan menjadi

kering, tetapi tidak keras sehingga enak untuk dimakan.

f. Tingkat kematangan.

Tingkat kematangan makanan dalam masakan belum mendapat

perhatian karena umumnya masakan Indonesia harus dimasak

sampai masak benar.

g. Temperatur Makanan

Temperatur makanan waktu disajikan memegang peranan penting

dalam penentuan cita rasa makanan. Namun makanan yang terlalu

panas atau terlalu dingin akan sangat mengurangi sensivitas sarang

pengecap terhadap rasa makanan.

Page 70: Liza Ellizabet Aula-fkik

48

Gambar 2.1.

Kerangka Teori

Sumber: Modifikasi Moehyi (1992), Almatsier (2006), dan Soegih (2004)

FAKTOR INTERNAL

Selera Makan

Keadaan Psikis

Kebiasaan Makan

Usia

Jenis Kelamin

Aktivitas Fisik

Kondisi Khusus

o Status Kehamilan

Gangguan Pencernaan

Faktor Pengobatan

FAKTOR EKSTERNAL

Jadwal Makan

Sikap Petugas

Suasana Tempat Perawatan

Mutu Makanan Rumah Sakit

o Penampilan makanan

Warna

Bentuk

Porsi

Penyajian

o Rasa makanan

Aroma

Bumbu

Konsistensi

Keempukan

Kerenyahan

Kematangan

temperatur

Makanan dari luar Rumah

Sakit

Sisa Makanan

Page 71: Liza Ellizabet Aula-fkik

49

BAB III

Kerangka Konsep, Definisi Operasional, dan Hipotesis

3.4.Kerangka Konsep

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan

dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta

pada tahun 2011. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel

yaitu variabel dependen dan variabel independen. Variabel dependen pada penelitian

ini adalah sisa makanan. Variabel independen dalam penelitian ini terdiri dari faktor

internal, dan faktor eksternal.

Faktor internal yang diteliti dalam penelitian ini adalah keadaan

psikis,susunan makanan, jumlah makanan, frekuensi makan, gangguan pencernaan,

dan status kehamilan. Faktor internal pada pasien seperti selera makan, usia, jenis

kelamin, aktivitas fisik, dan faktor pengobatan tidak diteliti dalam penelitian ini.

Faktor selera makan tidak diteliti karena pasien rumah sakit sebagian besar

mengalami penurunan selera makan. Faktor usia dan jenis kelamin dalam penelitian

ini tidak diteliti karena berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya. Faktor aktivitas

fisik tidak diteliti karena populasi dalam penelitian ini diasumsikan melakukan

aktivitas fisik yang sama yaitu istirahat di tempat tidur. Faktor pengobatan dalam

penelitian ini tidak diteliti karena semua pasien yang dirawat di rumah sakit

diasumsikan diberikan obat-obatan.

Faktor eksternal yang diteliti dalam penelitian ini antara lain penampilan

makanan, rasa makanan, dan makanan dari luar rumah sakit. Faktor penampilan

Page 72: Liza Ellizabet Aula-fkik

50

makanan yang diteliti dalam penelitian ini meliputi warna, bentuk, porsi dan

penyajian makanan. faktor rasa makanan yang diteliti dalam penelitian ini meliti

aroma, bumbu, konsistensi, dan temperatur. Faktor rasa makanan seperti kerenyahan

dan kematangan tidak diteliti karena berdasarkan studi pendahuluan makanan yang

disajikan kepada responden tidak ada yang memiliki sifat renyah. Selain itu, hasil uji

terhadap variabel kematangan menyatakan bahwa variabel kematangan tidak valid.

Faktor jadwal makan tidak diteliti karena pemberian makanan di rumah sakit

diberikan pada pasien pada waktu yang bersamaan. Faktor suasana tempat perawatan

dan sikap penyaji dalam menyajikan makanan tidak diteliti karena berdasarkan

beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara

kedua faktor ini dengan terjadinya sisa makanan. Dengan demikian, kerangka

konsep dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan 3.1.

Page 73: Liza Ellizabet Aula-fkik

51

Bagan 3.1.

Kerangka Konsep

Rasa Maknan

- Aroma

- Bumbu

- Konsistensi

- Keempukan

- Temperatur

Gangguan Pencernaan

Status Kehamilan

Sisa Makanan

Makanan dari luar RS

Penampilan Makanan

- Warna

- Bentuk

- Porsi

- Penyajian

Kebiasaan Makan

Keadaan Psikis

Page 74: Liza Ellizabet Aula-fkik

52

3.2.Definisi Operasional

Tabel 3.1.

Variabel Penelitian, Definisi Operasional, dan Cara Ukur

Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Sisa makanan Jumlah makanan yang tidak

dimakan pasien dari yang

disajikan oleh rumah sakit.

(Asosiasi Dietiesen Indonesia,

2005)

Melakukan

pengukuran

dengan

menimbang

sisa

makanan

Timbangan

digital dan

lembar

penilaian

% sisa makanan Ratio

Keadaan

psikis

Kondisi psikologis terutama

depresi pada individu yang

menderita sakit dan menjadi

pasien di rumah sakit

(Caninsti, 2007)

Wawancara Kuesioner 0. Abnormal (total

skor antara 11-

21)

1. Borderline

Abnormal (tota

skor antara 8-10)

2. Normal (total

skor antara 0-7)

(Caninsti, 2007)

Ordinal

Page 75: Liza Ellizabet Aula-fkik

53

Kebiasaan

Makan

Kesesuaian kebiasaan

responden dalam memilih

makanan dan mengkonsumsi

makanan dilihat dari susunan

makanan, jumlah makanan,

dan frekuensi makan yang

dikonsumsi responden

disehari-hari jika dibandingkan

dengan di rumah sakit.

Wawancara Kuesioner 0. Tidak sesuai

(jika skor < 3)

1. Sesuai (jika skor

=3)

Ordinal

a Susunan

makanan

Berbagai jenis bahan makanan

yang dimakan responden, jika

dibandingkan dengan susunan

makanan rumah sakit, dengan

kriteria lengkap jika telah

mencakup makanan pokok,

lauk hewani, lauk nabati,

sayuran, buah-buahan, dan

susu.

Wawancara Kuesioner 0. Tidak Sesuai (jika,

susunan makanan

Tidak lengkap atau

kurang lengkap)

1. Sesuai (jika

susunan makanan

lengkap atau sangat

lengkap)

Ordinal

b Jumlah

makanan

Kesesuaian banyaknya jenis

makanan yang dikonsumsi oleh

responden sehari-hari, jika

dibandingkan dengan makanan

yang disajikan oleh rumah

sakit dengan kriteria standar

makanan yang mengikuti

PUGS yang meliputi:

Nasi 5 piring,

lauk hewani 2-3 potong

lauk nabati 3 potong

wawancara kuesioner 0.tidak sesuai (jika

total skor < 5)

1.sesuai, (jika skor =

5)

Ordinal

Page 76: Liza Ellizabet Aula-fkik

54

sayur 1 ½ mangkok

buah 2-3 potong

c Frekuensi

makan

Kebiasaan responden yang

berhubungan dengan frekuensi

konsumsi makanan utama

dalam sehari-hari

wawancara kuesioner 0.tidak sesuai (jika

frekuensi makan < 3x

atau lebih dari 3x

sehari

1.Sesuai (jika

frekuensi makan = 3x

sehari)

Ordinal

Gangguan

pencernaan

Gangguan yang terdiri dari rasa

tidak enak pada perut seperti

nyeri ulu hati, heartburn, mual,

muntah, kembung, sendawa,

cepat kenyang, konstipasi,

diare, nafsu makan berkurang

dan dispesia yang dkeluhkan

oleh pasien (Desdiana, 2004)

Sekunder

(Data

Rekam

Medis)

Kuesoiner 0.Ya, jika pasien

mengalami salah satu

bentuk gangguan

pencernaan

1. Tidak, jika pasien

tidak mengalami

gangguan pencernaan

Nominal

Status

kehamilan

Keadaan pasien selama di

rawat di rumah sakit yang

berhubungan dengan

kehamilan

Wawancara Kuesioner 0.Hamil

1.Tidak hamil

Nominal

Warna

makanan

Penilaian responden mengenai

kombinasi warna yang

disajikan

wawancara kuesioner 0.tidak menarik (jika

nilai < mean/ median)

1.menarik (jika nilai≥

mean / median)

Ordinal

Page 77: Liza Ellizabet Aula-fkik

55

Bentuk

makanan

Penilaian responden mengenai

bentuk potongan/ irisan

makanan yang disajikan

wawancara kuesioner 0.tidak menarik (jika

nilai < mean/ median)

1.menarik (jika nilai≥

mean / median)

Ordinal

Porsi makanan Penilaian responden mengenai

banyaknya makanan yang

disajikan

wawancara kuesioner 0.tidak sesuai (jika

nilai < mean/ median)

1.sesuai (jika nilai≥

mean / median)

Ordinal

Penyajian

makanan

Penilaian responden mengenai

cara menyajikan

(menggunakan alat saji,

susunan makanan dalam

tempat saji, dan penghias

hidangan)

wawancara kuesioner 0.tidak menarik (jika

nilai < mean/ median)

1.menarik (jika nilai≥

mean / median)

Ordinal

Aroma

makanan

Penilaian responden mengenai

bau makanan yang disajikan

wawancara kuesioner 0.tidak sedap (jika

nilai < mean/ median)

1.sedap (jika nilai≥

mean / median)

ordinal

Bumbu

masakan

Penilaian responden mengenai

rasa bumbu/ rasa makanan

wawancara kuesioner 0.tidak terasa/ terlalu

tajam (jika nilai <

mean/ median)

1.terasa (jika nilai≥

mean / median)

ordinal

Page 78: Liza Ellizabet Aula-fkik

56

Konsistensi

atau tekstrur

makanan

Penilaian responden mengenai

keadaan yang berkaitan dengan

tingkat kepadatan dan

kekentalan makanan seperti

nasi, bubur, dan lain-lain

wawancara kuesioner 0.tidak sesuai (jika

nilai < mean/ median)

1.sesuai (jika nilai≥

mean / median)

Ordinal

Keempukan

makanan

Penilaian responden mengenai

keempukan makanan yang

disajikan, seperti tahu, tempe,

ayam, dan daging

wawancara kuesioner 0.tidak sesuai (jika

nilai < mean/ median)

1.sesuai (jika nilai≥

mean / median)

ordinal

Temperature

makanan

Penilaian responden mengenai

suhu makanan yang disajikan

wawancara kuesioner 0.tidak hangat (jika

nilai < mean/ median)

1.hangat (jika nilai≥

mean / median)

ordinal

Makanan dari

Luar Rumah

Sakit

Pasien mengkonsumsi

makanan yang bukan disajikan

oleh rumah sakit

(Mutyana, 2011)

Wawancara Kuesioner

0.sering (jika skor <

1)

1.tidak sering (jika

skor ≥ 1)

(Mutyana, 2011)

Ordinal

Page 79: Liza Ellizabet Aula-fkik

57

3.3.Hipotesis

1. Ada hubungan keadaan psikis terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien

rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011.

2. Ada hubungan kebiasaan makan terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien

rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.

3. Ada hubungan gangguan pencernaan terhadap terjadinya sisa makanan pada

pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011.

4. Ada hubungan penampilan makanan, yang meliputi warna, bentuk, porsi, dan

penyajian terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah

Sakit Haji Jakarta tahun 2011.

5. Ada hubungan rasa makanan, yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi,

keempukan, dan temperatur terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat

inap di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011.

6. Ada hubungan makanan dari luar rumah sakit terhadap terjadinya sisa makanan

pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011.

Page 80: Liza Ellizabet Aula-fkik

58

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.8.Design Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik melalui pendekatan

kuantitatif dengan desain cross sectional karena pengambilan data variabel

independen dan variabel dependen dilakukan pada saat yang bersamaan dan satu

kali, tidak ada periode follow up. Desain ini digunakan karena mudah dilaksanakan,

sederhana, murah, ekonomis dalam hal waktu, dan hasilnya dapat diperoleh dengan

cepat (Notoatmodjo, 2005).

4.9.Lokasi dan waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Haji Jakarta. Adapun

penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei- Agustus 2011.

4.10. Populasi dan Sampel

4.10.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Apabila seseorang ingin

meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitian ini

merupakan penelitian populasi. Berdasarkan pengertian di atas maka populasi

penelitian ini adalah pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta.

4.10.2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Adapun Sampel

yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap di Rumah Sakit

Haji Jakarta. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini

Page 81: Liza Ellizabet Aula-fkik

59

adalah purposive sampling. Sampel diperoleh dengan memperhatikan criteria

inklusi dan ekslusi.

Kriteria inklusi:

1. Pasien dewasa yang berumur sekitar 18- 60 tahun

Pengambilan pasien dewasa dilakukan dengan alasan karena

diharapkan pasien dewasa dapat memberikan pendapatnya secara

langsung.

2. Telah menjalani perawatan minimal 2 hari

Pengambilan pasien yang telah menjalani perawatan minimal 2 hari

dilakukan dengan alasan pasien yang sudah menjalani perawatan

minimal 2 hari telah menjalani waktu makan selama 3 kali di rumah

sakit (pagi, siang, dan malam), dan kondisinya pun sudah semakin

membaik.

3. Pasien diberikan makanan biasa atau makanan lunak, bukan makanan

cair.

4. Pasien bersedia menjadi responden

Jumlah sampel minimal yang dapat diambil dalam penelitian ini dihitung

menggunakan rumus uji hipotesis beda proporsi 2 tail (1-α/2) sebagai berikut :

n = {(Z1-α/2 √2P(1- P ) + Z 1-β√P1(1-P1)+P2(1-P2)}2

(P1-P2)2

n= 26

Page 82: Liza Ellizabet Aula-fkik

60

Keterangan:

n = jumlah sampel

Z 1-α/2 =1,96 (tingkat kepercayaan 95%)

Z 1-β = 1,28 (kekuatan uji 90%)

P = 0,26 (Proporsi rata-rata hubungan penampilan makanan dengan

kejadian sisa makanan)

P1 = 0,07 (Proporsi penampilan makanan yang baik terhadap terjadinya sisa

makanan pada penelitian terdahulu (Auliya, 2010))

P2 = 0,45 (Proporsi penampilan makanan yang kurang baik terhadap

terjadinya sisa makanan pada penelitian terdahulu(Auliya, 2010))

Dari perhitungan di atas, maka diperoleh jumlah sampel yang dibutuhkan

dalam penelitian ini adalah 26 x 2 = 52 orang pasien. Untuk menghindari data dari

pasien yang missing dalam penelitian ini, maka ditambah 10% dari jumlah sampel

minimal. Dengan demikian jumlah sampel yang dibutuhkan untuk penelitian ini

adalah 58 orang pasien.

4.11. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian atau perangkat yang digunakan untuk mengungkapkan

data penelitian adalah kuesioner dan observasi. Kuesioner yaitu cara pengumpulan

data atau suatu masalah yang pada umumnya banyak menyangkut kepentingan

umum. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah langsung tertutup

yang berupa pertanyaan dimana responden harus memilih jawaban yang disediakan.

Kuesioner dalam penelitian ini berisi pertanyaan mengenai faktor psikis, kebiasaan

Page 83: Liza Ellizabet Aula-fkik

61

makan, status kehamilan, penampilan makanan yang meliputi warna, bentuk, porsi

dan penyajian makanan, rasa makanan yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi,

keempukan, dan temperatur makanan, dan makanan dari luar rumah sakit.

Selain dengan melakukan wawancara menggunakan kuesioner, penelitian ini

juga dilakukan suatu pengukuran dan observasi terhadap data sekunder.

Pengukuran dilakukan untuk mendapatkan data sisa makanan. Sedangkan observasi

terhadap data sekunder dalam hal ini rekam medis (medical record) digunakan

untuk mendapatkan data mengenai gangguan pencernaan responden.

Untuk mengetahui data tentang sisa makanan dilakukan dengan melakukan

pengukuran sisa makanan dengan metode penimbangan. Prinsip dari metode

penimbangan makanan adalah mengukur secara langsung berat dari tiap jenis

makanan yang dikonsumsi selanjutnya dihitung presentase (%) sisa makanannya

(Nuryati, 2008).

Penimbangan sisa makanan dilakukan pada makanan yang disajikan rumah

sakit dan tidak habis dimakan, meliputi makanan pokok berupa nasi atau bubur,

lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah. Data sisa makanan dapat diperoleh

dengan cara menimbang makanan yang tidak dihabiskan oleh pasien, kemudian

dirata-rata menurut jenis makanan untuk mendapatkan data rata-rata sisa makanan

berdasarkan jenis makanan.

Dalam penelitian ini, dilakukan penimbangan untuk 3x makan, yaitu makan

pagi, makan siang, dan makan malam. Setiap jenis makanan ditimbang sisa

makanan. setelah itu, semua sisa makanan untuk semua jenis makanan untuk 3x

Page 84: Liza Ellizabet Aula-fkik

62

makan dijumlahkan. Kemudian, prosentase sisa makanan dihitung dengan cara

membandingkan sisa makanan yang tidak dihabiskan oleh responden selama 3x

makan tersebut dengan standar porsi makanan yang diberikan oleh rumah sakit

untuk 3x makan, setelah itu dikalikan 100% atau dengan rumus:

Sisa makanan (%) = 𝛴 𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑖𝑠𝑎 (𝑔𝑟)

𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑝𝑜𝑟𝑠𝑖 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑘𝑖𝑡 (𝑔𝑟) x 100%

4.11.1. Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-

benar mengukur apa yang diukur. Sebuah instumen dikatakan valid apabila

mampu mengukur apa yang hendak diukur. Tinggi rendahnya validitas instrumen

menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari

gambaran tentang validitas yang dimaksud. Cara yang dipakai dalam menguji

tingkat validitas adalah internal yaitu menguji apakah terdapat kesesuaian antara

bagian instrumen secara keseluruhan Kuesioner ini dikatakan valid jika nilai

corrected item > nilai r tabel.

Dalam penelitian ini, kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini

terlebih dahulu dilakukan uji coba. Pertanyaan-pertanyaan setiap variabel dalam

kuesioner yang telah diisi dilakukan uji validitas. Jika hasil nilai corrected item

lebih besar dibandingkan dengan nilai r tabel yang bernilai 0,444 maka

pertanyaan dinyatakan valid. Namun, dari hasil uji coba kuesioner masih

didapatkan hasil bahwa masih ada pertanyaan yang tidak valid. Hasil dari uji

validitas kuesioner dapat dilihat pada tabel 4.1.

Page 85: Liza Ellizabet Aula-fkik

63

Tabel 4.1.

Hasil Uji Validitas

Variabel No

pertanyaan

Nilai r

hitung

r-tabel

(df=18, α

= 5 %)

Keterangan

Faktor psikis F1 0,475 0,444 Valid

F2 0,477 0,444 Valid

F3 0,475 0,444 Valid

F4 0,505 0,444 Valid

F5 0,481 0,444 Valid

F6 0,445 0,444 Valid

F7 0,468 0,444 Valid

Kebiasaan makanan A1 0,559 0,444 Valid

B1 0,496 0,444 Valid

B2 0,512 0,444 Valid

B3 0,459 0,444 Valid

B4 0,441 0,444 Tidak Valid

B5 0,452 0,444 Valid

C1 0,545 0,444 Valid

Gangguan

Pencernaan

D1 0,459 0,444 Valid

Status Kehamilan E1 0,000 0,444 Tidak Valid

Warna Makanan H1 0,575 0,444 Valid

Bentuk Makanan H2 0,459 0,444 Valid

Porsi Makanan H3 0,460 0,444 Valid

Penyajian Makanan H4 0,452 0,444 Valid

Aroma Makanan I1 0,447 0,444 Valid

Bumbu Makanan I2 0,496 0,444 Valid

Konsistensi

Makanan

I3 0,550 0,444 Valid

Keempukan

makanan

I4 0,533 0,444 Valid

Kerenyahan

Makanan

I5 0,338 0,444 Tidak Valid

Kematangan

Makanan

I6 0,238 0,444 Tidak Valid

Temperatur

Makanan

I7 0,551 0,444 Valid

Makanan dari luar

Rumah Sakit

I1 0,476 0,444 Valid

Page 86: Liza Ellizabet Aula-fkik

64

Untuk pertanyaan yang tidak valid, seperti pertanyaan B4 tetap

dimasukkan ke dalam pertanyaan penelitian. Namun Sebelumnya dilakukan

validasi isi dengan cara memperbaiki pertanyaan yang tidak jelas dengan

membuat kalimat yang singkat dan jelas sesuai dengan isi atau makna

pertanyaan, validitas ini dilakukan dengan membaca literatur atau kepustakaan.

Sementara untuk pertanyaan I5 dan I6, tidak dimasukkan karena diasumsikan

makanan yang disajikan sudah matang. Sedangkan pertanyaan I5 yang berkaitan

dengan kerenyahan makanan, tidak dimasukkan karena makanan yang disajikan

kepada responden tidak ada yang bersifat renyah, misalnya kerupuk.

4.11.2. Reliabilitas

Berdasarkan hasil uji reliabilitas menggunakan rumus alpha diperoleh

koefisien reliabilitas. Jika koefisien reliabilitas (alfa crombach) > nilai r tabel,

dapat dinyataan bahwa angket tersebut reliabel dan dapat digunakan untuk

pengambilan data penelitian. Dalam penelitian ini, nilai r tabel yang didapat

adalah 0,444, sedangkan nilai alfa conbrach yang didapatkan adalah 0,890.

Dengan demikian, pertanyaan yang ada dalam kuesioner ini sudah reliable.

4.12. Pengumpulan data

4.12.1. Data Primer

Data primer adalah bila pengambilan data dilakukan secara langsung oleh

peneliti terhadap sasaran atau obyek penelitian. Data primer diperoleh dari

kuesioner dan lembar observasi. Kuesioner dan lembar observasi yaitu cara

pengumpulan data atau suatu masalah yang pada umumnya banyak menyangkut

Page 87: Liza Ellizabet Aula-fkik

65

kepentingan umum. Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini, antara

lain:

1. Sisa Makanan diperoleh berdasarkan hasil pengukuran terhadap sisa

makanan pasien dengan menggunakan metode food weighing.

2. Kondisi Psikis diperoleh berdasarkan jawaban pasien dari kuesioner

3. Kebiasaan Makan yang meliputi susunan makanan, jumlah makanan,

dan frekuensi makan diperoleh berdasarkan jawaban pasien dari

kuesioner

4. Status Kehamilan diperoleh berdasarkan jawaban pasien dari

kuesioner

5. Penampilan makanan yang meliputi warna, bentuk, porsi, dan

penyajian diperoleh berdasarkan jawaban pasien dari kuesioner

6. Rasa makanan yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi, keempukan,

dan temperatur diperoleh berdasarkan jawaban pasien dari kuesioner

7. Makanan dari Luar Rumah Sakit diperoleh berdasarkan jawaban

pasien dari kuesioner

4.12.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diambil dari suatu sumber dan biasanya

sudah dikomplikasi terlebih dahulu oleh instansi atau yang punya data. Data

sekunder bila pengambilan data yang diinginkan diperoleh dari orang lain atau

tempat lain dan bukan dilakukan oleh peneliti sendiri. Data sekunder yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data mengenai rumah sakit haji Jakarta

Page 88: Liza Ellizabet Aula-fkik

66

dan data-data yang berkaitan dengan pelayanan gizi untuk pasien. Selain itu,

dalam penelitian ini juga membutuhkan data hasil rekam medis (medical record)

untuk mendapatkan data tentang gangguan pencernaan.

4.13. Pengolahan Data

4.13.1. Data Coding

Sebelum dimasukkan ke komputer, dilakukan proses pemberian kode

pada setiap variabel yang telah terkumpul untuk memudahkan dalam pengolahan

selanjutnya. Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi

data bentuk angka/ bilangan berfungsi untuk mempermudah pada saat analisis

data dan juga mempercepat pada saat entry data. Dalam penelitian ini, peneliti

melakukan pengkodean sebagai berikut.

1. Sisa Makanan

Pada variabel sisa makanan, hasil ukur berupa persentase dari hasil

penimbangan sisa makanan.

2. Keadaan psikis

Hasil dari variabel keadaan psikis didapat dari jawaban kuesioner

dengan nomor pertanyaan dari F1 hingga F7. Skor berkisar antara 0-3 untuk

masing-masing item pertanyaan. Intepretasi untuk masing-masing skor

adalah:

Skor 0 = subjek tidak pernah mengalami pengalaman yang berkaitan

dengan kecemasan dan depresi

Skor 1= subjek kadang-kadnag memiliki pengalaman yang berkaitan

dengan kecemasan dan depresi

Page 89: Liza Ellizabet Aula-fkik

67

Skor 2 = subjek sering memiliki pengalaman yang berkaitan dengan

kecemasan dan depresi

Skor 3 = subjek selalu memiliki pengalaman yang berkaitan dengan

kecemasan dan depresi.

Setelah menjumlahkan skor pada masing-masing item sesuai jawaban

yang diberikan subjek, maka diperoleh total skor untuk masing-masing

subskala. Berikut merupakan inetpretasi dari total skor ada masing-masing

subskala (Caninsti, 2007).

0-7 = tanda adanya gangguan berupa kecemasan dan depresi (normal)

8-10 = tahap munculnya sugesti pada masing-masing subskala

(Borderline Abnormal)

11-21= mengindikasi adanya kecemasan atau depresi (Abnormal)

Dengan demikian, hasil ukur variabel keadaan psikis dibagi menjadi 3,

yaitu

Kode 0 = jika abnormal (memiliki total skor 11-21)

Kode 1 = jika borderline abnormal (memiliki total skor 8-10)

Kode 2 = jika normal (memiliki total skor 0- 7)

3. Kebiasaan Makan

Variabel kebiasaan makan dapat dilihat jawaban pasien terhadap susunan

makanan, jumlah makanan, dan frekuensi makanan yang ada di kuesioner.

a. Susunan Makanan

Subvariabel susunan makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner

nomor A1. Pada variabel susunan makanan, hasil ukur dibagi menjadi 4

dan diberi skor:

skor 0 = Tidak lengkap (Jika hanya mengkonsumsi makanan pokok

dengan lauk hewani atau makanan pokok dengan lauk nabati)

skor 1 = Kurang lengkap (Jika mengkonsumsi makanan pokok,

lauk pauk, dan sayuran)

Page 90: Liza Ellizabet Aula-fkik

68

skor 2 = Lengkap (Jika mengkonsumsi makanan pokok, lauk

pauk, sayuran, dan buah)

skor 3 = Sangat lengkap (Jika mengkonsumsi makanan

pokok, lauk pauk, sayuran, buah, dan susu)

Selanjutnya, hasil akhir susunan makanan ini kemudian dibagi

menjadi 2 kelompok untuk memudahkan analisis, yaitu

Kode 0 = tidak sesuai (Jika responden memiliki susunan makanan

tidak lengkap atau kurang lengkap atau responden memiliki skor ≤

1)

Kode 1 = sesuai, (jika responden memiliki susunan makanan

lengkap atau sangat lengkap atau responden memiliki skor ≥2)

b. Jumlah makanan

Variabel jumlah makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner nomor B1

hingga B 5. Untuk setiap pertanyaan akan diberi skor 1 jika jawaban

sesuai dengan kriteria, dan diberi skor 0 jika jawaban tidak sesuai dengan

kriteria. Pada variabel jumlah makanan, hasil ukur dibagi 2 dengan kode:

Kode 0 = tidak sesuai, jika total skor < 5 atau jawaban responden

tidak sesuai dengan kriteria

Kode 1 = sesuai, jika total skor = 5 atau jawaban responden sesuai

dengan kriteria

c. Frekuensi Makan

Variabel frekuensi makanan dilihat dari jawaban kuesioner nomor C1.

Pada variabel frekuensi makanan, hasil ukur dibagi menjadi 2 dengan

kode:

Page 91: Liza Ellizabet Aula-fkik

69

Kode 0 = tidak sesuai, jika frekuensi makan < 3x atau > 3x dalam

sehari

Kode 1 = sesuai, jika frekuensi makan = 3x sehari

Selanjutnya, variabel kebiasan makan responden dikatakan sesuai, jika

pasien memiliki susunan makanan yang lengkap, jumlah makanan yang

sesuai, dan frekuensi makan sesuai dengan yang ditetapkan oleh rumah sakit.

Dengan demikian, dilakukan penjumlahan terhadap sub variabel susunan

makanan, jumlah makanan, dan frekuensi makanan sehingga total skor sama

dengan 3. Hasil ukur dari variabel kebiasaan makan ini kemudian dibagi

menjadi 2 dan diberi kode:

Kode 0 = tidak sesuai, (jika total skor < 3)

Kode 1 = sesuai, (jika total skor = 3)

4. Gangguan pencernaan

Variabel gangguan pencernaan dilihat berdasarkan hasil rekam medis.

Selanjutnya data ini dituliskan ke dalam kuesioner nomor D1. Pada variabel

ini, hasil ukur dibagi menjadi 2 dengan kode:

Kode 0 = ada, jika pasien mengalami salah satu dari gangguan

pencernaan

Kode 1 = tidak ada, jika pasien tidak mengalami gangguan pencernaan

5. Status kehamilan

Variabel status kehamilan dilihat berdasarkan jawaban kuesioner nomor E1.

Pada variabel ini, hasil ukur dibagi menjadi 2 dengan kode:

Page 92: Liza Ellizabet Aula-fkik

70

Kode 0 = ya, jika pasien sedang dalam masa kehamilan

Kode 1 = tidak, jika pasien tidak dalam masa kehamilan

6. Penampilan makanan

Variabel penampilan makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner nomor

H1 sampai H4. Setiap pertanyaan memiliki skor.

Skor 1 = sesuai, Jika nilai yang diberikan responden ≥ median

Skor 0 = tidak sesuai, jika nilai yang diberikan responden < median

a) Warna Makanan

Variabel rasa makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner

nomor H1. Pertanyaan memiliki skor:

1. Skor 1 = Jika nilai yang diberikan responden ≥ median

2. Skor 0 = jika nilai yang diberikan responden < median

b) Bentuk Makanan

Variabel bentuk makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner

nomor H2. Pertanyaan memiliki skor:

1. Skor 1 = Jika nilai yang diberikan responden ≥ median

2. Skor 0 = jika nilai yang diberikan responden < median

c) Porsi Makanan

Variabel rasa makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner

nomor H4. Pertanyaan memiliki skor:

1. Skor 1 = Jika nilai yang diberikan responden ≥ median

2. Skor 0 = jika nilai yang diberikan responden < median

Page 93: Liza Ellizabet Aula-fkik

71

d) Penyajian Makanan

Variabel penyajian makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner

nomor H5. Setiap pertanyaan memiliki skor:

1. Skor 1 = Jika nilai yang diberikan responden ≥ median

2. Skor 0 = jika nilai yang diberikan responden < median

7. Rasa makanan

Variabel rasa makanan terdiri dari aroma, bumbu, konsistensi, keempukan,

dan temperatur makanan. Variabel ini dapat dilihat dari jawaban kuesioner

nomor I1 sampai I5. Setiap pertanyaan memiliki skor.

a) Aroma Makanan

Variabel armoa makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner

nomor I1. Pertanyaan memiliki skor:

1. Skor 1 = Jika nilai yang diberikan responden ≥ median

2. Skor 0 = jika nilai yang diberikan responden < median

b) Bumbu Makanan

Variabel Bumbu makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner

nomor I2. Pertanyaan memiliki skor:

1. Skor 1 = Jika nilai yang diberikan responden ≥ median

2. Skor 0 = jika nilai yang diberikan responden < median

c) Konsistesi Makanan

Variabel konsistensi makanan dapat dilihat dari jawaban

kuesioner nomor H3. Pertanyaan memiliki skor:

Page 94: Liza Ellizabet Aula-fkik

72

1. Skor 1 = Jika nilai yang diberikan responden ≥ median

2. Skor 0 = jika nilai yang diberikan responden < median

d) Keempukan Makanan

Variabel keempukan makanan dapat dilihat dari jawaban

kuesioner nomor I3. Setiap pertanyaan memiliki skor:

1. Skor 1 = Jika nilai yang diberikan responden ≥ median

2. Skor 0 = jika nilai yang diberikan responden < median

e) Temperatur Makanan

Variabel temperatur makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner

nomor I6. Pertanyaan memiliki skor:

1. Skor 1 = Jika nilai yang diberikan responden ≥ median

2. Skor 0 = jika nilai yang diberikan responden < median

8. Makanan dari luar rumah sakit

Makanan dari luar rumah sakit di ketahui dengan cara wawancara mengenai

konsumsi makanan dari luar rumah sakit selama sehari. Variabel makanan dari

luar rumah sakit dilihat dari pertanyaan nomor G1, kemudian diberi skor :

skor 0 = Jika mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit sebanyak 3x

skor 1 = Jika mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit sebanyak 2x

skor 2 = Jika mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit sebanyak 1x

skor 3 = Jika tidak mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit

Selanjutnya, variabel makanan dari luar rumah sakit dikelompokan menjadi 2

dan diberi kode :

Page 95: Liza Ellizabet Aula-fkik

73

Kode 0 = Sering (Jika skor < 1)

Kode 1 = Tidak Sering (jika skor ≥ 1)

4.13.2. Data Editing

Penyuntingan data yang dilakukan sebelum proses memasukkan data

4.13.3. Data Entry

Proses memasukkan data ke dalam program atau fasilitas analisis data.

setelah dilakukan pengkodean dan editing, selanjutnya melakukan proses entry

data atau proses memasukkan data menggunakan computer sesuai dengan

pengkodean yang telah ditetapkan.

4.13.4. Data Cleaning

Proses akhir dari pengolahan data yaitu menghilangkan data-data dari

proses entry data yang tidak diperlukan, merapihkan semua proses pengolahan

data, sebelum dilakukan analisa data.

4.14. Analisis

4.14.1. Analisis univariat

Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil tiap

penelitian (Notoatmodjo, 2002). Pada analisis ini akan menghasilkan distribusi

dan persentase dari masing-masing variabel. Analisa ini digunakan terhadap tiap

variabel dari hasil penelitian dengan cara membuat distribusi dan frekuensi dari

setiap variabel, hasil analisis ini disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.

Page 96: Liza Ellizabet Aula-fkik

74

4.14.2. Analisis bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan dari variabel

yang diteliti. Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya

hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya sisa makanan pada

pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta.

Analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui hubungan keadaan psikis, kebiasaan makan, gangguan pencernaan,

penampilan makanan (yang meliputi warna, bentuk, porsi, dan penyajian), rasa

makanan (yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi, keempukan, kerenyahan,

kematangan, dan temperatur), dan makanan dari luar rumah sakit. Variabel status

kehamilan tidak dilakukan analisis bivariat karena data yang didapatkan ternyata

homogen.

Dalam penelitian ini terdapat dua data, yaitu data numerik dan data

kategorik. Analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

uji t-test, uji anova, dan uji chi square. Uji T test digunakan untuk mengetahui

hubungan kebiasaan makan, gangguan pencernaan, penampilan makanan (yang

meliputi warna, bentuk, porsi, dan penyajian), rasa makanan ( yang meliputi

aroma, bumbu, konsistensi, keempukan, dan temperatur), dan makanan dari luar

rumah sakit dengan sisa makanan. Uji Anova digunakan untuk mengetahui

hubungan keadaan psikis dengan terjadinya sisa makanan. Dalam penelitian ini

juga dilakukan analisis bivariat dengan menggunakan uji chi square. Uji Chi

Square ini dilakukan menguji hubungan antar variabel independen.

Page 97: Liza Ellizabet Aula-fkik

75

BAB 5

HASIL

5.4.Gambaran Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap di Rumah Sakit

Haji Jakarta yang berjumlah 58 orang. Responden dalam penelitian ini terdiri dari 6

responden kelas 1 (10,3%), 43 responden kelas 2 (74,1%), dan 9 responden kelas 3

(15,5%). Adapun karakteristik responden dalam penelitian lain dapat dilihat dari

tabel 5.1.

Tabel 5.1.

Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden

Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Karakteristik Responden

(n=58)

Jumlah (n) Persentasi (%)

Umur < 45 tahun 37 63,8

≥ 45 tahun 21 36,2

Jenis Kelamin Laki-laki 24 41,4

Perempuan 34 58,6

Lama Rawat ≤ 3 hari 39 67,2

4-6 hari 14 24,1

7-14 hari 5 8,6

.15 hari 0 0

Jenis Diet Diet Khusus 37 63,8

Diet Biasa 21 36,2

Total 58 100

Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011

Berdasarkan tabel 5.1. terlihat bahwa persentase terbesar kelompok umur

responden adalah kurang dari 45 tahun yakni 63,8%. Responden dalam penelitian ini

paling banyak berjenis kelamin perempuan, yaitu sebanyak 34 orang atau 58,6%.

Lama perawatan yang dialami responden ≤ 3 hari dengan persentase responden

Page 98: Liza Ellizabet Aula-fkik

76

sebanyak 39 orang atau 67,2%. Responden dalam penelitian ini diberikan makanan

sesuai dengan jenis diet. Jenis Diet yang paling banyak diberikan kepada responden

dalam penelitian ini adalah diet khusus, yaitu sebanyak 37 orang atau 63,8%.

5.5.Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk menggambaran distribusi frekuensi dari

hasil penelitian yang telah diperoleh. Analisis univariat dalam penelitian ini adalah

analisis univariat terhadap sisa makanan, keadaan psikis, kebiasaan makan,

gangguan pencernaan, status kehamilan, penampilan makanan yang meliputi warna,

bentuk, porsi dan penyajian, rasa makanan yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi,

keempukan, dan temperature, dan makanan dari luar rumah sakit.

5.5.1. Gambaran Sisa Makanan

Distribusi sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji

Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan melakukan metode food weighing atau

penimbangan untuk 3x makan. Skor yang diperoleh kemudian dijadikan nilai

persen untuk mengetahui banyak atau sedikitnya sisa makanan. Berdasarkan

hasil pengukuran terhadap sisa makanan didapatkan data sisa makanan, baik

secara keseluruhan maupun berdasarkan jenis makanan.

Tabel 5.2.

Distribusi Sisa Makanan

Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Variabel Rata-rata SD Nilai

Terendah

Nilai

Tertinggi

95% CI

Sisa

Makanan

20,27 11,82 0 57,94 17,16 –

23,38

Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011

Page 99: Liza Ellizabet Aula-fkik

77

Berdasarkan hasil penelitian pada 58 responden diketahui bahwa rata-rata

sisa makanan responden adalah sebanyak 20,27% dengan standar deviasi 11,82.

Sisa makanan yang terendah dari responden adalah 0% atau tidak ada sisa

makanan. Sementara itu, sisa makanan yang tertinggi adalah 57,94% dengan

rentang confidence interval 95% adalah 17,16 sampai 23,38.

Selain itu, diketahui sisa makanan berdasarkan jenis makanan, yaitu sisa

makanan dilihat dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah.

Sisa makanan berdasarkan jenis makanan dapat dilihat pada tabel 5.3.

Tabel 5.3.

Distribusi Frekuensi Sisa Makanan Berdasarkan Jenis Makanan

Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Jenis

Makanan

Rata-

rata

SD Nilai

Terendah

Nilai

Tertinggi

95% CI

Makanan

pokok

14, 78 14,35 0 52,88 11,01 – 18,56

Lauk

Hewani

12,96 18,37 0 86,67 8,12 – 17,79

Lauk

Nabati

23,49 24,45 0 100 17,06 – 29,92

Sayur 47,10 25,82 0 94,12 5,70 – 8,66

Buah 11,07 22,16 0 82,99 5,24 – 16,90

Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011

Berdasarkan hasil penelitian pada 58 responden diketahui bahwa rata-rata

sisa makanan responden adalah makanan pokok 14,78%, lauk hewani 12,96%,

lauk nabati 23,49%, sayur 47,10 %, dan buah 11,07%. Dengan demikian terlihat

bahwa jenis makanan yang paling banyak ditinggalkan sisa makanannya oleh

responden adalah sayur.

Page 100: Liza Ellizabet Aula-fkik

78

Berdasarkan hasil penilaian terhadap sisa makanan yang dilakukan di

rumah sakit Haji Jakarta, diketahui bahwa jenis makanan yang meninggalkan sisa

makanan, baik makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah. Total

sisa makanan untuk jenis makanan pokok adalah 14,96%. Jenis makanan pokok

yang paling banyak meninggalkan sisa makanan adalah nasi, yaitu 11,50%.

Total Sisa Makanan untuk lauk hewani adalah 13,14%. Lauk hewani yang

paling banyak meninggalkan sisa makanan adalah Gulai Ayam (3,99%), Rolade

Daging (2,27%), dan Pindang Kakap Kecap (2,22%). Sementara itu, total sisa

makanan untuk lauk nabati adalah 27,92%. Lauk nabati yang paling banyak

meninggalkan sisa makanan adalah Botok Tahu (9,72) dan Pastel Kentang

(8,89%).

Sisa makanan untuk sayur memiliki jumlah yang tertinggi. Sayur

memiliki persentase sisa makanan sebanyak 50,43%. Sayur yang paling banyak

meninggalkan sisa makanan adalah bobor ayam (14,62%) dan sup kombinasi

(11,93%). Sedangkan, jenis makanan yang memiliki sisa makanan paling sedikit

adalah buah. Total Sisa makanan untuk buah adalah 10,79%. Buah yang

memiliki sisa makanan tinggi adalah pisang (4,43%). Persentase sisa makanan

berdasarkan jenis makanan dapat dilihat pada lampiran 4.

Secara keseluruhan, pencapaian akhir dari sisa makanan responden

adalah responden dikatakan memiliki sisa makanan banyak jika persentase sisa

makanan > 25% dan sisa makanan dikatakan sedikit jika persentase sisa makanan

Page 101: Liza Ellizabet Aula-fkik

79

≤ 25%. Dengan demikian, distribusi sisa makanan pada pasien rawat inap pada

pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta dapat dilihat pada tabel 5.4.

Tabel 5.4.

Distribusi Frekuensi Sisa Makanan

Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Sisa Makanan Jumlah (n) Persentasi (%)

> 25% 23 39,7

≤ 25% 35 60,3

Total 58 100

Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011

Berdasarkan tabel 5.5. diatas, dari 58 responden didapatkan hasil bahwa

responden yang memiliki sisa makanan banyak lebih sedikit dibandingkan

dengan responden yang memiliki sisa makanan sedikit. Persentase sisa makanan

banyak sebesar 39,7 %, sedangkan persentase sisa makanan sedikit ada 60,3%.

5.5.2. Gambaran Keadaan Psikis

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen kuesioner

dengan menggunakan hospital anxiety and depression scale (HADS) didapatkan

bahwa gambaran keadaan psikis pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta

Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.5.

Tabel 5.5.

Distribusi Frekuensi Keadaan Psikis

Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Keadaan Psikis Jumlah (n) Persentasi (%)

Abnormal 3 5,2

Borderline abnormal 14 24,1

Normal 41 70,7

Total 58 100

Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011

Page 102: Liza Ellizabet Aula-fkik

80

Berdasarkan tabel 5.5. terlihat bahwa dari 58 responden, didapatkan

hasil bahwa responden yang memiliki tingkat keadaan psikis yang abnormal

lebih sedikit jika dibandingkan dengan responden yang memiliki keadaan psikis

yang borderline abnormal dan normal. Persentase responden yang memiliki

keadaan psikis yang abnormal ada 5,2%, sedangkan persentase responden yang

memiliki keadaan psikis yang borderline abnormal ada 24,1% dan responden

yang memiliki keadaan psikis yang normal ada 70,7%.

5.5.3. Gambaran Kebiasaan Makan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen

kuesioner didapatkan bahwa gambaran kebiasaan makan pasien rawat inap di

Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.6.

Tabel 5.6.

Distribusi Frekuensi Kebiasaan Makan

Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Kebiasaan Makanan Jumlah (n) Persentasi (%)

Tidak Sesuai 52 89,7

Sesuai 6 10,3

Total 58 100

Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011

Berdasarkan tabel 5.6. di atas, didapatkan dari 58 responden hasil bahwa

responden yang memiliki kebiasaan makan tidak sesuai dengan rumah sakit

lebih banyak dibandingkan dengan responden yang memiliki kebiasaan makan

sesuai. Persentase responden yang memiliki kebiasaan makan tidak sesuai

dengan rumah sakit mencapai 89,7%, sedangkan persentase responden yang

memiliki kebiasaan makan sesuai hanya 10,3% .

Page 103: Liza Ellizabet Aula-fkik

81

5.5.4. Gambaran Gangguan Pencernaan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari data rekam medis didapatkan

bahwa gambaran gangguan pencernaan pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji

Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.7.

Tabel 5.7.

Distribusi Frekuensi Gangguan Pencernaan

Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Gangguan Pencernaan Jumlah (n) Persentasi (%)

Ada 24 41,4

Tidak ada 34 58,6

Total 58 100

Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011

Berdasarkan tabel 5.7. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil bahwa

responden yang mengalami gangguan pencernaan lebih sedikit jika dibandingkan

dengan responden yang tidak mengalami gangguan pencernaan. Persentase

responden yang mengalami gangguan pencernaan mencapai 41,4%, sedangkan

responden yang tidak memiliki gangguan pencernaan mencapai 58,6%.

5.5.5. Gambaran Status Kehamilan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen kuesioner

didapatkan bahwa gambaran status kehamilan pasien rawat inap di Rumah Sakit

Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.8.

Page 104: Liza Ellizabet Aula-fkik

82

Tabel 5.8.

Distribusi Frekuensi Status Kehamilan

Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Status Kehamilan Jumlah (n) Persentasi (%)

Hamil 0 0

Tidak hamil 58 100

Total 58 100

Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011

Berdasarkan tabel 5.8. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil bahwa

responden yang sedang hamil tidak ada atau memiliki persentase 0%. Responden

ada dalam penelitian ini hampir semua yang tidak hamil. Persentase responden

yang tidak hamil mencapai 100%.

5.5.6. Gambaran Penampilan Makanan

Gambaran Penampilan makanan dapat dilihat dari warna, bentuk, porsi,

dan penyajian makanan. Data warna, bentuk, porsi dan penyajian makanan yang

diperoleh dari jawaban responden pada instrumen kuesioner.

5.5.6.1.Gambaran Warna Makanan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen

kuesioner didapatkan bahwa gambaran warna makanan pasien rawat inap di

Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.9.

Tabel 5.9.

Distribusi Frekuensi Warna Makanan

Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Warna makanan Jumlah (n) Persentasi (%)

Tidak Menarik 20 34,5

Menarik 38 65,5

Total 58 100

Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011

Page 105: Liza Ellizabet Aula-fkik

83

Berdasarkan tabel 5.9. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil

bahwa responden yang menyatakan warna makanan tidak menarik lebih

sedikit daripada responden yang menyatakan warna makanan menarik.

Persentase responden yang menyatakan warna makanan tidak menarik

mencapai hanya 34,5%, sedangkan persentase responden yang menyatakan

warna makanan menarik mencapai 65,5%.

5.5.6.2.Gambaran Bentuk Makanan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen

kuesioner didapatkan bahwa gambaran bentuk makanan pasien rawat inap di

Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.10.

Tabel 5.10.

Distribusi Frekuensi Bentuk Makanan

Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Bentuk makanan Jumlah (n) Persentasi (%)

Tidak Menarik 24 41,4

Menarik 34 58,6

Total 58 100

Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011

Berdasarkan tabel 5.10. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil

bahwa responden yang menyatakan bentuk makanan tidak menarik lebih

sedikit daripada responden yang menyatakan bentuk makanan menarik.

Persentase responden yang menyatakan bentuk makanan tidak menarik

mencapai 41,4%, sedangkan persentase responden yang menyatakan bentuk

makanan menarik mencapai 58,6%.

Page 106: Liza Ellizabet Aula-fkik

84

5.5.6.3.Gambaran Porsi Makanan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen

kuesioner didapatkan bahwa gambaran porsi makanan pasien rawat inap di

Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.11.

Tabel 5.11.

Distribusi Frekuensi Porsi Makanan

Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Porsi makanan Jumlah (n) Persentasi (%)

Tidak Sesuai 29 50,0

Sesuai 29 50,0

Total 58 100

Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011

Berdasarkan tabel 5.11. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil

bahwa responden yang menyatakan porsi makanan tidak sesuai sama dengan

responden yang menyatakan porsi makanan sesuai. Persentase responden

yang menyatakan penampilan makanan tidak sesuai dan sesuai adalah 50,0%.

5.5.6.4.Gambaran Penyajian Makanan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen

kuesioner didapatkan bahwa gambaran penyajian makanan pasien rawat inap

di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.12.

Tabel 5.12.

Distribusi Frekuensi Penyajian Makanan

Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Penyajian makanan Jumlah (n) Persentasi (%)

Tidak Menarik 16 27,6

Menarik 42 72,4

Total 58 100

Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011

Page 107: Liza Ellizabet Aula-fkik

85

Berdasarkan tabel 5.12. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil

bahwa responden yang menyatakan penyajian makanan tidak menarik lebih

sedikit daripada responden yang menyatakan penyajian makanan menarik.

Persentase responden yang menyatakan penyajian makanan tidak menarik

hanya 27,6%, sedangkan persentase responden yang menyatakan penyajian

makanan menarik mencapai 72,4%.

5.5.7. Gambaran Rasa Makanan

Gambaran rasa makanan dilihat dari aroma, bumbu, konsistensi,

keempukan, dan temperature. Data aroma, bumbu, konsistensi, keempukan, dan

temperature diperoleh dari jawaban responden pada instrumen kuesioner.

5.5.7.1.Gambaran Aroma Makanan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen

kuesioner didapatkan bahwa gambaran aroma makanan pasien rawat inap di

Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.13.

Tabel 5.13.

Distribusi Frekuensi Aroma Makanan

Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Aroma makanan Jumlah (n) Persentasi (%)

Tidak Enak 30 51,7

Enak 28 48,3

Jumlah 58 100

Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011

Berdasarkan tabel 5.14. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil

bahwa responden yang menyatakan aroma makanan tidak enak lebih banyak

daripada responden yang menyatakan aroma makanan enak. Persentase

Page 108: Liza Ellizabet Aula-fkik

86

responden yang menyatakan aroma makanan tidak enak mencapai 51,7%,

sedangkan persentase responden yang menyatakan aroma makanan enak

mencapai 48,3%.

5.5.7.2.Gambaran Bumbu Makanan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen

kuesioner didapatkan bahwa gambaran bumbu makanan pasien rawat inap di

Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.14.

Tabel 5.14.

Distribusi Frekuensi Bumbu Makanan

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Bumbu makanan Jumlah (n) Persentasi (%)

Tidak Terasa 34 58,6

Terasa 24 41,4

Jumlah 58 100

Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011

Berdasarkan tabel 5.14. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil

bahwa responden yang menyatakan bumbu makanan tidak terasa lebih

banyak daripada responden yang menyatakan bumbu makanan terasa.

Persentase responden yang menyatakan bumbu makanan tidak terasa

mencapai 58,6%, sedangkan persentase responden yang menyatakan bumbu

makanan terasa mencapai 41,4%.

5.5.7.3.Gambaran Konsistensi Makanan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen

kuesioner didapatkan bahwa gambaran konsistensi makanan pasien rawat

inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.15.

Page 109: Liza Ellizabet Aula-fkik

87

Tabel 5.15.

Distribusi Frekuensi Konsistensi Makanan

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Konsistensi makanan Jumlah (n) Persentasi (%)

Tidak sesuai 27 46,6

Sesuai 31 53,4

Total 58 100

Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011

Berdasarkan tabel 5.15. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil

bahwa responden yang menyatakan konsistensi makanan tidak sesuai lebih

sedikit daripada responden yang menyatakan konsistensi makanan sesuai.

Persentase responden yang menyatakan konsistensi makanan tidak sesuai

sebesar 46,6%, sedangkan persentase responden yang menyatakan

konsistensi makanan sesuai mencapai 53,4%.

5.5.7.4.Gambaran Keempukan Makanan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen

kuesioner didapatkan bahwa gambaran keempukan makanan pasien rawat

inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.16.

Tabel 5.16.

Distribusi Frekuensi Keempukan Makanan

Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Keempukan makanan Jumlah (n) Persentasi (%)

Tidak sesuai 17 29,3

Sesuai 41 70,7

Jumlah 58 100

Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011

Berdasarkan tabel 5.16. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil

bahwa responden yang menyatakan keempukan makanan yang tidak sesuai

Page 110: Liza Ellizabet Aula-fkik

88

lebih sedikit daripada responden yang menyatakan keempukan makanan

sesuai. Persentase responden yang menyatakan keempukan makanan tidak

sesuai hanya 29,3%, sedangkan persentase responden yang menyatakan

keempukan makanan sudah sesuai mencapai 70,7%.

5.5.7.5.Gambaran Temperatur Makanan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen

kuesioner didapatkan bahwa gambaran temperatur makanan pasien rawat

inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.17.

Tabel 5.17.

Distribusi Frekuensi Temperatur Makanan

Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Temperatur makanan Jumlah (n) Persentasi (%)

Tidak Sesuai 16 27,6

Sesuai 42 72,4

Jumlah 58 100

Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011

Berdasarkan tabel 5.17. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil

bahwa responden yang menyatakan temperatur makanan tidak sesuai lebih

sedikit daripada responden yang menyatakan temperatur makanan sesuai.

Persentase responden yang menyatakan temperatur makanan tidak sesuai

hanya 27,6%, sedangkan persentase responden yang menyatakan temperatur

makanan sesuai mencapai 72,4%.

5.5.8. Gambaran Makanan dari Luar Rumah Sakit

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen

kuesioner didapatkan bahwa gambaran makanan dari luar rumah sakit pasien

Page 111: Liza Ellizabet Aula-fkik

89

rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel

5.18.

Tabel 5.18.

Distribusi Frekuensi Makanan dari Luar Rumah Sakit

Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Penampilan makanan Jumlah (n) Persentasi (%)

Sering 25 43,1

Tidak sering 33 56,9

Total 58 100

Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011

Berdasarkan tabel 5.19. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil

bahwa responden yang sering mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit

lebih sedikit daripada responden yang tidak sering mengkonsumsi makanan

dari luar rumah sakit. Persentase responden yang sering mengkonsumsi

makanan dari luar rumah sakit mencapai 43,1%, sedangkan persentase

responden yang tidak sering mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit

mencapai 56,9%.

5.6.Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis untuk mengetahui hubungan antara dua

variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Dalam pengujian hipotesis

penelitian dengan data rasio harus memenuhi syarat uji normalitas distribusi data.

Uji normalitas distribusi variabel sisa makanan dengan jumlah sampel 58 responden.

Adapun hasil uji normalitas terhadap variabel sisa makanan yaitu 0,200. Berdasarkan

hasil tersebut diketahui bahwa variabel sisa makanan dengan hasil analisis taraf

signifikasi 0,200 > 0,05. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa

Page 112: Liza Ellizabet Aula-fkik

90

penyebaran data distribusi subjek penelitian untuk variabel sisa makanan tersebut

dalam keadaan normal sehingga dapat dilakukan uji parametrik.

Analisis bivariat dalam penelitian digunakan untuk mengetahui hubungan

keadaan psikis, kebiasaan makan, gangguan pencernaan, penampilan makanan yang

meliputi warna, bentuk, porsi dan penyajian makanan, rasa makanan yang meliputi

aroma, bumbu, konsistensi, keempukan, dan temperatur, dan makanan dari luar

rumah sakit. Dalam penelitian ini tidak dapat dilakukan analisis bivariat untuk

mengetahui hubungan antara status kehamilan dengan terjadinya sisa makanan. hal

ini karena tidak ditemukan responden yang sedang dalam masa kehamilan ketika

penelitian sedang berjalan.

5.6.1. Hubungan Keadaan Psikis dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien

Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Hubungan antara keadaan sikis dengan terjadinya sisa makanan pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan

menggunakan uji anova.

Tabel 5.19.

Hubungan Keadaan Psikis dengan Terjadinya Sisa Makanan

Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Keadaan Psikis Rata-rata SD P value

Abnormal 12,67 12,58 0,421

Borderline abnormal 22,54 13,80

Normal 20,05 11,10

Total 20,27 11,08

Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011

Page 113: Liza Ellizabet Aula-fkik

91

Responden yang memiliki keadaan psikis abnormal yang rata-rata

meninggalkan sisa makanan sebanyak 12,67% dengan standar deviasi 12,58%,

sedangkan responden yang memiliki keadaan psikis borderline abnormal rata-

rata meninggalkan sisa makanan sebanyak 22,53% dengan standar deviasi

13,80%, dan responden yang memiliki keadaan psikis normal rata-rata

meninggalkan sisa makanan sebanyak 20,05% dengan standar deviasi 11,10%.

Dari uji statistik diperoleh nilai p value 0,421. Artinya pada α 5% tidak terdapat

hubungan keadaan psikis dengan sisa makanan.

5.6.2. Hubungan Kebiasaan Makan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Hubungan kebiasaan makan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien

rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan

menggunakan uji T- independent.

Tabel 5.20.

Hubungan Kebiasaan Makan dengan Terjadinya Sisa Makanan

Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Kebiasaan

Makan

Rata-rata SD Pvalue n

Tidak Sesuai 20,60 12,27 0,542 52

Sesuai 17,45 6,81 6

Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011

Berdasarkan tabel 5.20, iketahui rata-rata sisa makanan pada responden

yang memiliki kebiasaan makan sesuai dengan rumah sakit adalah 20,60%

dengan standar deviasi 12,27%. Sedangkan rata-rata sisa makanan pada

responden yang memiliki kebiasaan makan tidak sesuai dengan rumah sakit

Page 114: Liza Ellizabet Aula-fkik

92

adalah 17,45% dengan standar deviasai 6,81%. Dengan uji statistik diperoleh

nilai probabilitas sebesar 0,542. Artinya pada α 5% tidak ada hubungan antara

kebiasaan makan dengan sisa makanan.

5.6.3. Hubungan Gangguan Pencernaan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Hubungan gangguan pencernaan dengan terjadinya sisa makanan pada

pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan

menggunakan uji T- independent.

Tabel 5.21.

Hubungan Gangguan Pencernaan dengan Terjadinya Sisa Makanan

Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Gangguan

Pencernaan

Rata-rata SD Pvalue n

Ada 24,16 11,60 0,034 24

Tidak ada 17, 53 11,35 34

Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011

Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden yang memiliki

gangguan pencernaanadalah 24,16% dengan standar deviasi 11,60%. Sedangkan

rata-rata sisa makanan pada responden yang tidak memiliki gangguan

pencernaan adalah 17, 53% dengan standar deviasai 11,35%. Dengan uji statistik

diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,034. Artinya pada α 5% ada hubungan

antara gangguan pencernaan dengan sisa makanan.

Page 115: Liza Ellizabet Aula-fkik

93

5.6.4. Hubungan Penampilan Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Hubungan penampilan makanan meliputi hubungan warna, bentuk, porsi,

dan penyajian makanan dengan terjadinya sisa makan pada pasien rawat inap di

Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan menggunakan uji T-

independent.

5.6.4.1.Hubungan Warna Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien

Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Hubungan warna makanan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien

rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan

menggunakan uji T- independent.

Tabel 5.22.

Hubungan Warna Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan

Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Warna Makanan Rata-rata SD Pvalue n

Tidak menarik 24,43 13,99 0,051 20

Menarik 18,08 10,26 38

Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011

Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan

warna makanan menarik adalah 24,43% dengan standar deviasi 13,99%.

Sedangkan rata-rata sisa makanan pada responden menyatakan warna makanan

menarik adalah 18,08% dengan standar deviasai 10,26%. Dengan uji statistik

diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,051. Artinya pada α 5% tidak ada hubungan

antara warna makanan dengan sisa makanan.

Page 116: Liza Ellizabet Aula-fkik

94

5.6.4.2.Hubungan Bentuk Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien

Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Hubungan bentuk makanan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien

rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan

menggunakan uji T- independent.

Tabel 5.23.

Hubungan Bentuk Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan

Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Bentuk Makanan Rata-rata SD Pvalue n

Tidak menarik 22,69 14,34 0,194 24

Menarik 18,57 9,53 34

Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011

Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan

bentuk makanan tidak menarik adalah 22,69% dengan standar deviasi 14,34%.

Sedangkan rata-rata sisa makanan pada responden menyatakan bentuk makanan

menarik adalah 18,56% dengan standar deviasai 9,53%. Dengan uji statistik

diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,194. Artinya pada α 5% tidak ada hubungan

antara bentuk makanan dengan sisa makanan.

5.6.4.3.Hubungan Porsi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien

Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Hubungan porsi makanan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien

rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan

menggunakan uji T- independent.

Page 117: Liza Ellizabet Aula-fkik

95

Tabel 5.24.

Hubungan Porsi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan

Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Porsi Makanan Rata-

rata

SD Pvalue n

Tidak sesuai 19,87 12,08 0,799 29

Sesuai 20,67 11, 76 29

Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011

Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan porsi

makanan tidak sesuai adalah 19,87% dengan standar deviasi 12,08%. Sedangkan

rata-rata sisa makanan pada responden menyatakan porsi makanan sesuai adalah

20,67% dengan standar deviasai 11,76%. Dengan uji statistik diperoleh nilai

probabilitas sebesar 0,799. Artinya pada α 5% tidak ada hubungan antara porsi

makanan dengan sisa makanan.

5.6.4.4.Hubungan Penyajian Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Hubungan penyajian makanan dengan terjadinya sisa makanan pada

pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan

menggunakan uji T- independent.

Tabel 5.25.

Hubungan Penyajian Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan

Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Penyajian

Makanan

Rata-rata SD Pvalue n

Tidak menarik 19,45 13,18 0,748 16

Menarik 20,58 11,42 42

Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011

Page 118: Liza Ellizabet Aula-fkik

96

Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan

penyajian makanan menarik adalah 19,45% dengan standar deviasi 13,18%.

Sedangkan rata-rata sisa makanan pada responden menyatakan penyajian

makanan menarik adalah 20,58% dengan standar deviasai 11,42%. Dengan uji

statistik diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,748. Artinya pada α 5% tidak ada

hubungan antara penyajian makanan dengan sisa makanan.

5.6.5. Hubungan Rasa Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien

Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Hubungan rasa makanan yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi,

keempukan, kerenyahan, kematangan, dan temperatur dengan terjadinya sisa

makan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.

5.6.5.1.Hubungan Aroma Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien

Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Hubungan aroma makanan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien

rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan

menggunakan uji T- independent.

Tabel 5.26.

Hubungan Aroma Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan

Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Aroma Makanan Rata-rata SD Pvalue n

Tidak enak 25,04 10,47 0,001 30

Enak 15,16 11,18 28

Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011

Page 119: Liza Ellizabet Aula-fkik

97

Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan

aroma makanan tidak enak adalah 25,04% dengan standar deviasi 10,47%.

Sedangkan rata-rata sisa makanan pada responden menyatakan aroma makanan

enak adalah 15,16% dengan standar deviasai 11,18%. Dengan uji statistik

diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,001. Artinya pada α 5% ada hubungan

antara aroma makanan dengan sisa makanan.

5.6.5.2.Hubungan Bumbu Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien

Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Hubungan bumbu makanan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien

rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan

menggunakan uji T- independent.

Tabel 5.27.

Hubungan Bumbu Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan

Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Bumbu Makanan Rata-rata SD Pvalue n

Tidak terasa 22,33 9,92 0,115 34

Terasa 17,35 13,78 24

Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011

Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan

bumbu makanan tidak terasa adalah 22,33% dengan standar deviasi 9,92%.

Sedangkan rata-rata sisa makanan pada responden menyatakan bumbu makanan

terasa adalah 17,35% dengan standar deviasai 13,78%. Dengan uji statistik

diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,115. Artinya pada α 5% tidak ada hubungan

antara bumbu makanan dengan sisa makanan.

Page 120: Liza Ellizabet Aula-fkik

98

5.6.5.3.Hubungan Konsistensi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Hubungan konsistensi makanan dengan terjadinya sisa makanan pada

pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan

menggunakan uji T- independent.

Tabel 5.28.

Hubungan Konsistensi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan

Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Konsistensi

Makanan

Rata-

rata

SD Pvalue n

Tidak sesuai 20,72 11,94 0,789 27

Sesuai 19,88 11, 90 31

Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011

Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan

konsistensi makanan tidak sesuai adalah 20,72% dengan standar deviasi 11,94%.

Sedangkan rata-rata sisa makanan pada responden menyatakan konsistensi

makanan sesuai adalah 19,88% dengan standar deviasai 11,90%. Dengan uji

statistik diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,789. Artinya pada α 5% tidak ada

hubungan antara konsistensi makanan dengan sisa makanan.

5.6.5.4.Hubungan Keempukan Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Hubungan keempukan makanan dengan terjadinya sisa makanan pada

pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan

menggunakan uji T- independent.

Page 121: Liza Ellizabet Aula-fkik

99

Tabel 5.29.

Hubungan Keempukan Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan

Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Keempukan

Makanan

Rata-rata SD Pvalue n

Tidak sesuai 20,37 14,37 0,983 17

Sesuai 20,25 10,80 41

Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011

Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan

keempukan makanan tidak sesuai adalah 20,37% dengan standar deviasi 14,37%.

Sedangkan rata-rata sisa makanan pada responden menyatakan keempukan

makanan sesuai adalah 20,25% dengan standar deviasai 10,80%. Dengan uji

statistik diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,983. Artinya pada α 5% tidak ada

hubungan antara keempukan makanan dengan sisa makanan.

5.6.5.5.Hubungan Temperatur Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Hubungan temperatur makanan dengan terjadinya sisa makanan diketahui

dengan menggunakan uji T- independent.

Tabel 5.30.

Hubungan Temperatur Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan

Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Temperatur

Makanan

Rata-rata SD Pvalue n

Tidak sesuai 21,95 13,66 0,510 16

Sesuai 19,63 11,16 42

Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011

Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan

temperatur makanan tidak sesuai adalah 21,95% dengan standar deviasi 13,66%.

Page 122: Liza Ellizabet Aula-fkik

100

Sedangkan rata-rata sisa makanan pada responden menyatakan temperatur

makanan sesuai adalah 19,63% dengan standar deviasai 11,16%. Dengan uji

statistik diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,510. Artinya pada α 5% tidak ada

hubungan antara temperatur makanan dengan sisa makanan.

5.6.6. Hubungan Makanan dari Luar Rumah Sakit dengan Terjadinya Sisa

Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun

2011

Hubungan makanan dari luar rumah sakit dengan terjadinya sisa makanan

diketahui dengan menggunakan uji T- independent.

Tabel 5.31.

Hubungan Makanan dari Luar Rumah Sakit

dengan Terjadinya Sisa Makanan

Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Makanan dari Luar

Rumah Sakit

Rata-rata SD Pvalue n

Sering 23,85 10,55 0,044 25

Tidak sering 17,56 12,16 33

Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011

Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden yang sering

mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit adalah 23,85% dengan standar

deviasi 10,55%. Sedangkan rata-rata sisa makanan responden yang tidak sering

mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit adalah 17,56% dengan standar

deviasai 12,16%. Dengan uji statistik diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,044.

Artinya pada α 5% terdapat hubungan antara porsi makanan dengan sisa

makanan.

Page 123: Liza Ellizabet Aula-fkik

101

BAB 6

PEMBAHASAN

6.4. Keterbatasan Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti menyadari terdapat keterbatasan dan

kelemahan dalam penelitian ini yaitu :

1. Peneliti memiliki keterbatasan dalam meneliti faktor kondisi psikis. Kondisi

psikis yang dialami oleh responden ada berbagai macam mulai dari stress,

kecemasan, depresi, dan lainnya. Dalam penelitian ini kondisi psikis yang

diteliti hanya depresi saja. Hal ini karena keterbatasan peneliti untuk menilai

faktor keadaan psikis lainnya yang mungkin dialami responden.

2. Penelitian ini tidak membatasi faktor preferensi makanan atau membatasi

faktor budaya yang dimiliki oleh responden yang dapat mempengaruhi hasil

penelitian, seperti penilaian responden terhadap mutu makanan rumah sakit,

baik itu dari penampilan makanan yang meliputi warna, bentuk, porsi, dan

penyajian makanan, dan rasa makanan yang meliputi aroma, bumbu,

konsistensi, dan temperatur.

3. Dalam penelitian ini, responden hanya melakukan penilaian dengan metode

food weighting terhadap sisa makanan yang sudah dibawa kembali ke ruang

instalasi gizi. Tidak dilakukan observasi atau pengontrolan terhadap makanan

selama makanan disajikan kepada pasien. Hal ini menimbulkan bias bahwa

makanan yang disajikan oleh rumah sakit yang seharusnya dimakan oleh

Page 124: Liza Ellizabet Aula-fkik

102

pasien, memiliki kemungkinan untuk dimakan oleh penunggu atau keluarga

pasien.

4. Peneliti tidak membatasi jenis penyakit dan tidak melihat secara spesifik

bentuk atau jenis gangguan pencernaan, sehingga dapat mempengaruhi asupan

makan yang akan mempengaruhi jumlah sisa makanan dan menimbulkan bias

dalam melakukan analisis hubungan gangguan pencernaan dan sisa makanan.

5. Penelitian ini hanya menggunakan kuesioner terstruktur dan penilaian

terhadap mutu makanan hanya dilakukan secara keseluruhan makanan (bukan

per jenis makanan) dan memiliki subjektifitas yang tinggi sehingga dapat

menimbulkan bias dalam memberikan penilaian terhadap mutu makanan, baik

itu dari segi penampilan makanan maupun rasa makanan.

6. Pengambilan data untuk variabel makanan dari luar rumah sakit hanya

berdasarkan kuesioner saja. Tidak dilakukan observasi secara langsung

sehingga tidak diketahui secara pasti frekuensi dan jumlah makanan dari luar

rumah sakit sesungguhnya yang dimakan dan tidak dapat melihat sejauh mana

makanan dari luar rumah sakit berhubungan dengan terjadinya sisa makanan.

6.5.Sisa Makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun

2011

Sisa makanan adalah jumlah makanan yang tidak habis dikonsumsi setelah

makanan disajikan (Hirch (1979) dalam Carr (2001) ). Penelitian ini membahas

mengenai sisa makanan yang ditinggalkan oleh pasien yang dibandingkan dengan

jumlah makanan yang disajikan oleh rumah sakit yang tidak dikonsumsi. Beberapa

Page 125: Liza Ellizabet Aula-fkik

103

penelitian yang dilakukan di rumah sakit memperlihatkan bahwa sisa makanan

berkisar antara 17-67% (Zakiah, 2005). Dalam Renangningtyas (2004)

menyebutkan bahwa sisa makanan dikatakan tinggi atau banyak jika pasien

meninggalkan sisa makanan > 25%.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 58 orang pasien rawat inap

di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011 menunjukkan bahwa rata-rata sisa makanan

yang ada di Rumah Sakit Haji Jakarta mencapai 20,27%. Nilai tertinggi sisa

makanan yang ditinggalkan oleh responden adalah 57,94%.

Hasil penelitian memperlihatkan rata-rata sisa makanan responden sebesar

20,27%. Persentase sisa makanan responden paling banyak berasal dari sayur. Hal

ini terlihat dari persentase sisa makanan jenis sayur lebih tinggi jika dibandingkan

dengan dengan jenis lainnya, yaitu sebesar 47,10%. Berdasarkan jenis makanan,

persentase sisa makanan yang paling rendah adalah buah, yaitu sebesar 11,07%.

Menurut Depkes (1990) dalam Supariasa (2001), tingkat konsumsi atau

asupan makan seseorang dikatakan kurang jika asupan yang dimakan hanya 70-80%

dari angka kebutuhan gizi. Rata-rata sisa makanan yang ditinggalkan oleh

responden adalah 20,27%, yang artinya rata-rata daya terima makanan atau asupan

makanan responden adalah 79,73%. Dengan demikian, asupan makan pada

responden dalam penelitian ini masih kurang. Kurangnya kecukupan atau asupan zat

gizi dapat dihubungkan dengan berkurangnya energi dan protein dalam tubuh. Hal

ini karena terjadinya pemakaian cadangan energi dan protein untuk menutupi

kekurangan asupan energi dan protein. Selain itu, pasien membutuhkan asupan zat

Page 126: Liza Ellizabet Aula-fkik

104

gizi yang cukup untuk memperbaiki keadaan fisiknya yang menurun sebagai efek

dari penyakit yang diderita.

Namun, banyak penelitian yang menggunakan jumlah sisa makanan

sebanyak >25% sebagai indikator bahwa sisa makanan di sebuah rumah sakit

bermasalah. Hal ini sesuai dengan Peterson (2011) bahwa mengkonsumsi kurang

dari 75% dari kebutuhan sehari-hari di rumah sakit dapat dikaitkan dengan hasil

yang buruk. Salah satu akibat buruk yang ditimbulkan adalah defisiensi zat gizi atau

kekurangan asupan zat gizi seperti yang dikemukakan sebelumnya.

Berdasarkan besar sedikitnya sisa makanan, responden yang meninggalkan

sisa makanan lebih banyak atau >25% memiliki persentase lebih sedikit

dibandingkan dengan responden yang memiliki sisa makanan sedikit. Persentase

sisa makanan lebih banyak (>25%) sebanyak 39,7 %, sedangkan persentase sisa

makanan sedikit sebanyak ≤ 60,3%. Berdasarkan hal tersebut, terlihat bahwa di

Rumah Sakit Haji Jakarta sisa makanan belum menjadi masalah karena masih

dibawah target jumlah sisa makanan.

Namun, di Rumah Sakit Haji Jakarta, penentuan besarnya masalah untuk

sisa makanan ditentukan dengan cut of point 50%. Instalasi gizi rumah sakit Haji

Jakarta melakukan evaluasi terhadap makanan yang meninggalkan sisa makanan

sebesar 50%. Jika terdapat sisa makanan mencapai 50% untuk setiap jenis makanan

(makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah), dan jumlah sisa

makanan 50% tersebut ditinggalkan oleh separuh dari total pasien di rumah sakit,

Page 127: Liza Ellizabet Aula-fkik

105

maka hal tersebut baru dianggap sebagai suatu masalah dan harus dilakukan

perbaikan, misalnya dengan mengganti menu.

Padahal, pada tingkat sisa makanan yang ditinggalkan pasien yang

berjumlah lebih dari 25% sudah dianggap sebagai suatu masalah. Hal ini karena

asupan makanan yang diterima oleh pasien hanya kurang dari 75% sudah dapat

masuk dikategorikan dalam asupan makan kurang. Padahal seperti yang

dikemukanan oleh Renaningtyas (2004) bahwa pasien seharusnya menghabiskan

seluruh makanan yang sudah disajikan. Jika pasien tidak menghabiskan

makanannya, berarti asupan makan pasien tidak adekuat. Hal ini karena makanan

yang disediakan oleh instalasi gizi sudah diperhitungkan jumlah dan mutu gizinya,

dan harus dihabiskan pasien agar penyembuhannya dapat berjalan sesuai dengan

program yang ditetapkan.

Oleh karena itu, paling tidak responden harus dapat mengkonsumsi

makanannya sebanyak lebih dari 75% dari yang disajikan oleh rumah sakit. bila

perlu, asupan makanan yang diberikan lebih dari 80% dari yang disajikan oleh

rumah sakit. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Depkes (1990) dalam Supariasa

bahwa asupan gizi tercukupi jika mengkonsumsi lebih dari 80%. Dengan demikian,

dalam melakukan evaluasi sisa makanan, jumlah sisa makanan maksimal yang

boleh ditinggalkan adalah 20% atau 25%.

Ada berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya sisa makanan. Sisa

makanan terjadi bukan hanya karena nafsu makan yang ada dalam diri seseorang,

tetapi ada faktor lain yang menyebabkan terjadinya sisa makanan antara lain faktor

Page 128: Liza Ellizabet Aula-fkik

106

yang berasal dari luar pasien sendiri atau faktor eksternal dan faktor yang berasal

dari dalam pasien atau faktor internal. Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap

terjadinya sisa makanan adalah sikap petugas ruangan, jadwal makan atau waktu

pembagian makan, suasana lingkungan tempat perawatan, makanan dari luar rumah

sakit, dan mutu makanan (Moehyi, 1992).

Faktor internal juga berkaitan dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi yang

mempengaruhi asupan makan. Menurut Soegih (2004), beberapa faktor yang secara

langsung maupun tidak langsung menyebabkan asupan makan yang kurang selama

rawat inap antara lain pasien terlalu lama dipuasakan, tidak diperhitungkan

penambahan zat gizi, obat-obatan yang diberikan, gejala gastrointestinal, serta

penyakit yang menyertai.

Berdasarkan hasil pengukuran sisa makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit

Haji Jakarta, pasien yang tidak menghabiskan makanan dari segi faktor internalnya

lebih sering dikarenakan terjadinya gangguan pencernaan pada pasien. Dari segi

faktor eksternal, terjadi karena rasa makanan yang disajikan pada pasien memiliki

aroma makanan yang tidak enak dan perilaku pasien yang sering mengkonsumsi

makanan dari luar rumah sakit.

6.6.Faktor –Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Dalam penelitian ini, faktor-faktor yang diteliti berhubungan dengan

terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta antara

lain keadaan psikis, kebiasaan makan pasien, gangguan pencernaan, penampilan

Page 129: Liza Ellizabet Aula-fkik

107

makanan, yang meliputi warna, bentuk, porsi dan penyajian, rasa makanan yang

meliputi aroma, bumbu, konsistensi, keempukan, dan temperatur, dan makanan dari

luar rumah sakit. Dalam penelitian ini, tidak dilakukan pengujian hubungan antara

status kehamilan dengan terjadinya sisa makanan, karena responden dalam

penelitian ini homogen, yaitu tidak dalam masa kehamilan.

6.6.1. Hubungan Keadaan Psikis dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien

Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Keadaan psikis adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan

kejiwaan. Menurut Moehyi (1999), orang sakit mengalami tekanan psikologis

yang diperlihatkan melalui perubahan perangan karena perubahan yang terjadi

pada responden selama di rumah sakit.

Dalam penelitian ini, rata-rata sisa makanan yang ditinggalkan oleh

responden yang memiliki keadaan psikis abnormal atau mengalami depresi

mencapai 12,67%. Responden yang berada dalam keadaan normal meninggalkan

rata-rata sisa makanan lebih besar, yaitu 20,05%. Sementara itu, responden yang

berada dalam keadaan borderline abnormal meninggalkan rata-rata sisa makanan

lebih banyak, yaitu 22,54% .

Responden yang berada dalam keadaan borderline abnormal memiliki

sisa makanan lebih banyak dibandingkan dengan responden yang berada dalam

keadaan normal atau abnormal. Responden dalam keadaan abnormal dalam hal

ini mengalami depresi meninggalkan sisa makanan lebih sedikit dibandingkan

Page 130: Liza Ellizabet Aula-fkik

108

dengan responden yang berada dalam keadaan borderline abnormal maupun

normal.

Berdasarkan uji statistik, diperoleh nilai p value 0,421. Artinya, dalam

penelitian ini tidak ada hubungan antara keadaan psikis dengan terjadinya sisa

makanan. Hal ini berbeda dengan teori Isselbacher (1999) bahwa kondisi psikis

yang terjadi pada pasien dalam bentuk depresi dapat mengurangi asupan makan.

Dalam penelitian ini responden yang berada dalam keadaan normal memiliki

rata-rata sisa makanan lebih tinggi daripada responden yang tidak normal. Hal ini

mungkin karena kondisi psikis responden yang mengalami depresi hanya sedikit.

Sebagian besar responden berada dalam keadaan normal, yakni 70,7% dari total

responden.

Meskipun berada dalam keadaan sakit, keadaan psikis responden

sebagian besar masih normal. Hal ini karena jenis penyakit yang diderita oleh

responden sebagian besar bukanlah penyakit kronis. Meskipun ada, persentase

responden yang menderita penyakit kronis, seperti jantung dan diabetes sebesar

37,9%. Responden yang menderita penyakit kronis yang memiliki keadaan psikis

abnormal atau mengalami depresi hanya 13,6%. Sedangkan, penderita penyakit

kronis yang berada dalam keadaan normal mencapai 77,8%.

Berdasarkan uji chi square antara jenis penyakit dengan keadaan psikis,

nilai p value yang didapat adalah 0,057 yang artinya tidak ada hubungan antara

jenis penyakit dengan kondisi psikis. Hal ini berbeda dengan teori yang

dikemukakan oleh (Moos, dalam Caninsti (2007)) bahwa penyakit kronis akan

Page 131: Liza Ellizabet Aula-fkik

109

membawa penderitanya berada dalam tahap krisis yang identik dengan

keseimbangan fisik, sosial dan psikologis. Pasien akan merasa cemas, takut dan

mengalami perubahan emosi lainnya.

Dalam penelitian ini, responden yang menderita penyakit kronis masih

berada dalam keadaan yang normal. Hal ini karena adanya program bimbingan

mental yang diberikan oleh rumah sakit kepada pasien sehingga tekanan

psikologis responden dapat dikurangi dan memungkinkan responden untuk

berada dalam kondisi normal.

6.6.2. Hubungan Kebiasaan Makan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Kebiasaan makan adalah ekspresi setiap individu dalam memilih

makanan yang akan membentuk pola perilaku makan. Pola makan sehari-hari

merupakan pola makan seseorang yang berhubungan dengan kebiasaan makan

setiap harinya. Suatu kebiasaan di suatu wilayah dapat mempengaruhi tingkat

konsumsi seseorang. perbedaan pola makan di rumah dan pada saat di RS akan

mempengaruhi daya terima pasien terhadap makanan.

Hasil uji t antara kebiasaan makan dengan terjadinya sisa makanan pada

pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta memperlihatkan bahwa responden

yang memiliki kebiasaan makanan tidak sesuai memiliki rata-rata sisa makanan

sebanyak 20,60%, sedangkan responden yang memiliki kebiasaan makanan

sesuai memiliki rata-rata sisa makanan sebanyak 17,45%. Berdasarkan uji

Page 132: Liza Ellizabet Aula-fkik

110

statistik diperoleh nilai p value 0,542. Dengan demikian, tidak ada hubungan

antara kebiasaan makanan dengan sisa makanan.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Mutyana (2010), yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan

makanan di rumah dengan daya terima makan pasien yang terlihat dari sisa

makanan yang banyak, yakni 56,5%. Namun, hasil penelitian ini, tidak sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulistyani (2003) dalam Priyanto (2009)

yang menyatakan ada hubungan antara kebiasaan makan dengan terjadinya sisa

makanan dengan nilai p value 0,023.

Dalam penelitian ini, responden yang memiliki kebiasaan makan tidak

sesuai dengan rumah sakit memiliki sisa makanan lebih banyak daripada

responden yang memiliki kebiasaan makan sesuai dengan rumah sakit. Hal ini

sesuai dengan teori Castonguary (1987) dalam Tanaka (1998) yang menyatakan

bahwa kebiasaan makan seseorang dapat mempengaruhi habis tidaknya makanan

yang disajikan. Bila makanan yang disajikan, baik susunan menu maupun besar

porsinya, sesuai dengan kebiasaan makan orang tersebut maka makanan tersebut

cenderung akan dihabiskan. Sebaliknya, bila kebiasaan makan tidak sesuai maka

akan membutuhkan waktu penyesuaian untuk dapat menerima dan

menghabiskan makanan tersebut.

Namun, berdasarkan nilai probabilitas, diperoleh nilai p value 0,542 yang

artinya tidak ada hubungan antara kebiasaan makan dengan terjadinya sisa

makanan. Hal ini mungkin dikarenakan ada faktor lain dalam kaitannya dengan

Page 133: Liza Ellizabet Aula-fkik

111

kebiasaan makan responden yang menyebabkan responden tidak menghabiskan

sisa makanannya, misalnya saja faktor preferensi makanan.

Rumah Sakit Haji Jakarta memiliki kebiasaan makan dengan susunan

makanan yang lengkap yakni terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, lauk

nabati, sayur, dan buah, dengan frekuensi makan 3x dan pemberian jumlah

makanan pada pasien yang masih berdasarkan dengan PUGS. Namun, dalam

penelitian ini masih terdapat 39,7% dari 58 responden yang memiliki kebiasaan

makan berbeda dengan rumah sakit.

Dalam penelitian ini, ada 12,1% responden yang memiliki susunan tidak

lengkap dan 27,6% responden yang memiliki susunan makanan kurang lengkap.

Meskipun sebagian besar responden tidak memiliki kebiasaan makan

mengkonsumsi buah, namun jumlah sisa makanan jenis buah hanya 11,07%.

Begitu juga dengan sayur. Meskipun sebagian besar memiliki kebiasaan makan

mengkonsumsi makanan dalam bentuk sayur, namun jumlah sisa makanan dari

sayur lebih besar, yakni mencapai 47,10%. Dengan demikian, ada faktor lain

selain kebiasaan makan yang menyebabkan responden tidak menghabiskan

makanannya, misalnya faktor preferensi makanan.

Faktor preferensi terhadap makanan yang dapat menyebabkan responden

menghabiskan makanannya. Preferensi terhadap makanan didefinisikan sebagai

derajat kesukaan atau ketidaksukaan terhadap makanan dan preferensi ini akan

berpengaruh terhadap konsumsi pangan (Suhardjo 1989). Setiap masyarakat

mengembangkan cara yang turun temurun untuk mencari, memilih, menangani,

Page 134: Liza Ellizabet Aula-fkik

112

menyiapkan, dan memakan makanan. Adat istiadat menentukan preferensi

seseorang terhadap makanan.

Kesukaan akan makanan berbeda dari satu bangsa ke bangsa lain, dan

dari daerah/suku ke daerah /suku lain. Di Indonesia, kesukaan makanan antar

daerah/suku juga banyak berbeda. Makanan di Sumatera, khususnya di Sumatra

Barat lebih pedas daripada makanan di Jawa, khususnya Jawa Tengah yang suka

makanan manis. Secara umum makanan yang disukai adalah makanan yang

memenuhi selera atau citarasa/inderawi, yaitu dalam hal rupa, warna, bau, rasa,

suhu dan tekstur (Almatsier, 2001). Hasil penelitian Drewnowski (1999)

menyebutkan ada hubungan yang siginifikan preferensi makanan dengan

frekuensi makan. Oleh karena itu, selain kebiasaan makan, preferensi makanan

adalah salah satu hal penting yang bisa saja berkaitan dengan terjadinya sisa

makanan.

6.6.3. Hubungan Gangguan Pencernaan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Jenis penyakit berperan dalam terjadinya sisa makanan. Salah satu

penyakit yang menyebabkan rendahnya konsumsi makanan adalah penyakit

infeksi saluran pencernaan. Gangguan pencernaan merupakan salah satu

penyebab terjadinya sisa makanan banyak. Gangguan pencernaan yaitu

kumpulan gangguan yang terdiri dari rasa tidak enak pada perut seperti nyeri ulu

hati, heartburn, mual, muntah, kembung, sendawa, cepat kenyang, konstipasi,

diare, nafsu makan berkurang dan dispesia (Desdiani, 2004)

Page 135: Liza Ellizabet Aula-fkik

113

Berdasarkan uji t antara gangguan pencernaan dengan sisa makanan

diketahui bahwa responden yang ada gangguan pencernaan rata-rata

meninggalkan sisa makanan sebanyak 24,16%. Sedangkan responden yang tidak

memiliki gangguan pencernaan rata-rata hanya meninggalkan sisa makanan

sebanyak sebesar 17,53%. Dengan uji statistik diperoleh nilai p value 0,034.

Dengan demikian, ada hubungan antara gangguan pencernaan dengan sisa

makanan.

Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dikemukanan oleh Soegih (2004)

bahwa gangguan pencernaan dapat mempengaruhi terjadinya sisa makanan.

Ketika ada gangguan dalam saluran pencernaan, maka asupan makan pun

menjadi terganggu dan memungkinkan pasien untuk tidak mampu

mengkonsumsi lagi makanannya hingga menyebabkan terjadinya sisa makanan

(Supariasa, 2001).

Sering muntah akan membuat makan menjadi lebih sulit untuk diterima

dan dihabiskan oleh responden. Hal ini karena rasa mual serta muntah sporadis

bisa menyebabkan kehilangan nafsu makan secara total. Jika muntah menjadi

parah, lapisan lambung dan kerongkongan bisa mengalami iritasi dan

peradangan. Kondisi ini akan membuat responden menjadi lebih sering muntah

di kemudian hari karena perut yang menjadi lebih sulit untuk menerima makanan

padat.

Di rumah sakit Haji Jakarta, 41,4% responden mengalami gangguan

pencernaan. Gangguan pencernaan menyebabkan responden kehilangan selera

Page 136: Liza Ellizabet Aula-fkik

114

makan yang menyebabkan tidak dihabiskannya makanan. Konsistensi makanan

untuk responden yang mengalami gangguan pencernaan sudah dimodifikasi,

misalnya dengan memberikan makanan dalam bentuk makanan lunak, namun

sisa makanan yang ditinggalkan responden masih tinggi.

Selain perubahan konsistensi, pembatasan pemberian bumbu juga

dilakukan. Responden yang menderita gangguan pencernaan, biasanya makanan

yang diberikan tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam, baik

secara termis, mekanis, maupun kimia. Akibatnya, makanan menjadi kurang

beraroma dan bumbunya tidak terasa dan menyebabkan responden kehilangan

selera makan. Hal ini terlihat dalam uji Chi Square antara gangguan pencernaan

dengan aroma makanan. Berdasarkan uji chi square diketahui bahwa responden

yang memiliki gangguan pencernaan yang menyatakan aroma makanan yang

disajikan tidak enak ada 54,2%.

Dengan demikian, makanan yang disajikan untuk responden yang

mengalami gangguan pencernaan harus diperhatikan lagi, terutama untuk

pemberian bumbu. Prinsip pemberian diet untuk responden yang mengalami

gangguan pencernaan adalah pembatasan bahan makanan atau bumbu yang

tajam, seperti cabai, bawang, merica, cuka, dan sebagainya yang berbau tajam.

Oleh karena itu,untuk memperbaiki rasa makanan menjadi lebih baik, dapat

ditambahkan pemberian bumbu lain yang tidak berbau tajam, seperti gula,

garam, veetsin, kunci, kencur, jahe, terasi, laos, salam, sereh dan sebagainya.

Page 137: Liza Ellizabet Aula-fkik

115

6.6.4. Hubungan Penampilan Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Penampilan makanan yang menarik dan disajikan dengan baik

menyebarkan ketertarikan sehingga akan memengaruhi seseorang untuk

mengkonsumsi makanan yang disajikan. Pada penelitian ini aspek-aspek yabng

termasuk ke dalam penampilan makanan ialah warna, bentuk, porsi, dan

penyajian.

6.6.4.1.Hubungan Warna Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien

Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Warna makanan merupakan rangsangan pertama pada indera penglihatan.

Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan. Warna

daging yang sudah berubah menjadi cokelat kehitaman, warna sayuran yang

sudah berubah menjadi pucat sewaktu disajikan, akan menjadi sangat tidak

menarik dan menghilangkan selera untuk memakannya. Dalam suatu menu yang

baik haruslah terdapat kombinasi warna lebih dari dua macam untuk membuat

penampilan makanan menjadi lebih menarik (Moehyi, 1992).

Hasil uji t menunjukkan bahwa pasien yang menyatakan warna makanan

tidak menarik memiliki rata-rata sisa makanan sebesar 24,43%. Rata-rata sisa

makanan ini lebih besar jika dibandingkan dengan rata-rata sisa makanan

responden yang menyatakan wana makanan menarik, yaitu 18,08%. Berdasarkan

nilai probabilitas, diperoleh nilai p value 0,051 yang artinya tidak ada hubungan

Page 138: Liza Ellizabet Aula-fkik

116

antara warna makanan dengan terjadinya sisa makanan di Rumah Sakit Haji

Jakarta.

Hal penelitian ini berbeda dengan penelitian lain tentang sisa makanan

pasien rawat inap yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Tangerang oleh Tanaka

(1998), dan di RSIA Budi Asih Tangerang oleh Mutyana (2011) yang

menyatakan bahwa adanya hubungan bermakna antara warna makanan dengan

daya terima makan pasien rawat inap yang dilihat berdasarkan sisa makanan.

Warna makanan yang ada di Rumah Sakit Haji Jakarta tidak

berhubunngan dengan terjadinya sisa makanan. Hal ini karena makanan yang

diberikan kepada responden sudah diperhatikan bagaimana cara mengolah bahan

dan teknik memasak makanan. Hal ini juga terlihat dari persentase responden

yang menyatakan warna makanan sudah menarik sebesar 65,5%.

Di Rumah Sakit Haji Jakarta, warna makanan sudah diperhatikan sejak

pembelian bahan makanan. Bahan makanan yang dibeli, baik itu sayuran,

daging, ikan, buah, dan bahan makanan lainnya telah terlebih dahulu

diperhatikan tingkat kesegarannya. Pada saat pengolahan makanan juga

diperhatikan teknik memasak, seperti merebus sayuran tidak terlalu matang agar

pigmen sayuran tidak hilang dan warna yang ditampilkan tetap menarik dan

masih terlihat segar. Hal yang sama juga dilakukan pada saat menggoreng atau

menumis bahan makanan lainnya.

Selain teknik memasak, pemberian bumbu untuk juga dilakukan oleh

Rumah Sakit Haji Jakarta. Sebagian besar penggunaan warna makanan

Page 139: Liza Ellizabet Aula-fkik

117

menggunakan bumbu alami, seperti bumbu kuning dan bumbu putih untuk

memasak lauk pauk, atau bahan makanan lain seperti gula merah untuk membuat

bubur sumsum. Karena warna makanan yang disajikan oleh rumah sakit sudah

baik, maka sisa makanan yang ada di Rumah Sakit Haji Jakarta tidak disebabkan

oleh warna makanan atau tidak ada hubungan antara warna makanan dengan sisa

makanan.

6.6.4.2.Hubungan Bentuk Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien

Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Bentuk makanan merupakan bagian terpenting dalam penampilan

makanan. Bentuk makanan yang menarik akan menimbulkan ketertarikan bagi

seseorang untuk mengkonsumsi makanan. Hasil uji t menunjukkan bahwa pasien

yang menyatakan bentuk makanan tidak menarik memiliki rata-rata sisa

makanan sebesar 22,69%. Sedangkan rata-rata sisa makanan responden yang

menyatakan bentuk makanan menarik mencapai 18,57%.Rata-rata sisa makanan

ini lebih besar jika dibandingkan dengan responden yang menyatakan bentuk

makanan menarik.

Hal ini sesuai dengan teori Moehyi (1992) bahwa bentuk makanan yang

menarik akan memberikan daya tarik tersendiri bagi setiap makanan yang

disajikan. Bentuk makanan yang menarik dapat meningkatkan daya terima

makan sehingga responden menghabiskan makanannya. Semakin menarik

bentuk makanan maka, sisa makanan yang ditinggalkan akan semakin sedikit.

Page 140: Liza Ellizabet Aula-fkik

118

Dalam penelitian ini diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,194.

Berdasarkan nilai probabilitas, dalam penelitian ini terlihat bahwa tidak ada

hubungan antara bentuk makanan dengan terjadinya sisa makanan di Rumah

Sakit Haji Jakarta. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian lain tentang

daya terima makan pasien rawat inap yang dilihat berdasarkan sisa makanan

yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Tangerang oleh Tanaka (1998), dan

Mutyana (2011) yang menyatakan bahwa adanya hubungan bermakna antara

bentuk makanan dengan sisa makanan pasien rawat inap di rumah sakit.

Di Rumah Sakit Haji Jakarta, jumlah responden yang menyatakan bentuk

makanan yang disajikan oleh rumah sakit menarik sebanyak 58,6%. Hal ini

karena pihak rumah sakit, terutama instalasi gizi telah membuat makanan lebih

menarik dengan cara memotong bahan makanan atau membentuk makanan yang

sudah jadi, misalnya saja rolade daging atau nasi.

Pada saat pengolahan makanan, sayuran, seperti wortel, labu, atau

kentang dipotong dan dibentuk menjadi bentuk dadu atau irisan memanjang

dengan pinggiran yang bergelombang atau bergerigi. Untuk buah, terutama buah

potong seperti semangka atau melon juga diperhatikan pemotongannya sehingga

dapat menciptakan kesan semenarik mungkin. Namun, untuk buah seperti jeruk

dan pisang tetap disajikan utuh.

Selain itu, cara membentuk jenis makanan seperti lauk nabati dan hewani

juga diperhatikan potongannya. Untuk lauk nabati, biasanya tempe atau tahu

diiris memanjang kecil atau dadu, tergantung dengan menu yang akan dibuat.

Page 141: Liza Ellizabet Aula-fkik

119

Begitu juga dengan memotong lauk hewani seperti sosis yang dipotong oval dan

agak miring. Cara penyajian nasi juga menggunakan cetakan agar tampat lebih

menarik.

Dengan membuat bentuk makanan yang semenarik mungkin, maka dapat

meningkatkan penampilan makanan dan meningkatkan selera makan. Hal inilah

yang menyebabkan 58,6% responden menilai bahwa bentuk makanan yang

disajikan oleh rumah sakit sudah menarik. Dengan demikian, bentuk makanan

tidak berhubungan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di

Rumah Sakit Haji Jakarta.

6.6.4.3.Hubungan Porsi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien

Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Porsi makanan adalah banyaknya makanan yang disajikan dan kebutuhan

setiap individu berbeda sesuai dengan kebiasaan makannya. Besar porsi makanan

bukan hanya berkaitan dengan perencanaan dan perhitungan pemakaian bahan

makanan, tetapi juga berkaitan dengan penampilan makanan. Hasil uji t

menunjukkan bahwa pasien yang melakukan menyatakan bentuk makanan tidak

sesuai memiliki rata-rata sisa makanan sebesar 19,87%. Rata-rata sisa makanan

ini lebih sedikit jika dibandingkan dengan responden yang menyatakan porsi

makanan sesuai.

Dalam penelitian ini diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,799.

Berdasarkan nilai probabilitas, dalam penelitian ini terlihat bahwa tidak ada

hubungan antara porsi makanan dengan terjadinya sisa makanan di Rumah Sakit

Page 142: Liza Ellizabet Aula-fkik

120

Haji Jakarta. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian lain tentang daya

terima makan pasien rawat inap yang dilakukan di RSIA Budiasih oleh Mutyana

(2011) yang menyatakan bahwa adanya tidak hubungan bermakna antara porsi

makanan dengan daya terima makan yang dilihat berdasarkan sisa makanan.

Responden yang ada di Rumah Sakit Haji Jakarta memiliki kebutuhan

gizi yang berbeda-beda. Porsi makanan yang diberikan kepada pasien juga

berbeda tergantung pada usia, jenis kelamin, dan jenis penyakit yang diderita

oleh responden.

Berdasarkan uji chi square antara jenis kelamin dengan porsi makanan,

terlihat bahwa responden yang menyatakan porsi makanan tidak sesuai ada

62,5% sedangkan responden perempuan yang menyatakan porsi makanan tidak

sesuai mencapai 41,2%. Nilai probabilitas dari uji ini adalah 0,110 yang artinya

tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kesesuaian porsi makanan.

Dengan demikian, jenis kelamin tidak ada kaitannya dengan kesesuaian porsi

makanan yang memiliki kemungkinan untuk menyebabkan terjadinya sisa

makanan sehingga tidak dibedakan porsi makanan untuk laki-laki dan

perempuan.

Meskipun di RS Haji Jakarta, porsi makanan tidak dibedakan berdasarkan

jenis kelamin, namun porsi makanan yang diberikan kepada responden harus

dihitung terlebih dahulu dengan membuat standar porsi. Karena responden dalam

penelitian ini adalah orang dewasa, maka sebagian besar memiliki porsi yang

Page 143: Liza Ellizabet Aula-fkik

121

sama. Selain itu, porsi makanan yang disajikan juga memperhatikan jenis diet

sesuai dengan jenis penyakit yang diderita oleh pasien.

Untuk jenis penyakit, pembatasan porsi dilakukan pada saat pewadahan

makanan. Misalnya saja, pemorsian nasi pasien DM, penambahan jumlah lauk

hewani untuk untuk pasien diet TKTP atau pengurangan lauk hewani untuk

mengurangi asupan kolesterol, lemak, asam, urat, dan lain sebagainya.

Di Rumah Sakit Haji Jakarta, pemorsian sudah dilakukan pada saat

pengadaan bahan makanan, pengolahan bahan makanan, bahkan pada saat

memasak bahan makanan. Namun, pada saat pewadahan makanan, pemorsian

makanan yang sudah matang akan dilakukan kembali. Rumah sakit akan

memberikan porsi makanan yang sesuai dengan jenis diet atau jenis penyakit

responden.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Tanaka

(1998) bahwa makanan yang disajikan harus sesuai dengan jumlah atau porsi

yang telah ditentukan. Besar porsi makanan menjadi sangat penting terutama

pada penyelenggaraan makanan bagi orang sakit dimana makanan juga berperan

dalam memberikan terapi. Oleh karena itu, pemorsian yang dilakukan oleh RS

Haji Jakarta juga sudah berdasarkan pada kebutuhan tubuh terhadap zat gizi.

Pemorsian yang dilakukan oleh RS Haji Jakarta sudah direncanakan dan

diperhitungkan kebutuhan bahan makanan dan disesuaikan dengan kebutuhan zat

gizi. Hasilnya kemudian dimasukkan ke dalam standar porsi. Selanjutnya standar

porsi ini kemudian dijadikan sebagai acuan untuk mengolah bahan makanan.

Page 144: Liza Ellizabet Aula-fkik

122

Standar porsi juga memudahkan pemorsian makanan ke dalam wadah makanan.

Pemorsian kembali ke wadah makanan amat penting. Hal ini karena pemorsian

kembali pada saat pewadahan makanan harus berdasarkan jenis diet atau jenis

penyakit responden.

Hal inilah yang membuat 50% dari total responden mengganggap bahwa

porsi makanan yang disajikan oleh rumah sakit sudah sesuai. Penelitian yang

dilakukan oleh Sukmaningrum (2005) di Rumah Sakit Haji Jakarta juga

menyebutkan bahwa porsi yang disajikan oleh rumah sakit sudah cukup. Dengan

demikian, tidak ada hubungan antara porsi makanan dengan terjadinya sisa

makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta.

6.6.4.4.Hubungan Penyajian Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Penyajian makanan merupakan faktor terakhir dari proses

penyelenggaraan menu makanan. Meskipun makanan diolah dengan cita rasa

yang tinggi tetapi bila dalam penyajiaannya tidak dilakukan dengan baik, maka

nilai makanan tersebut tidak akan berarti, karena makanan yang ditampilkan

waktu disajikan akan merangsang indera penglihatan sehingga menimbulkan

selera yang berkaitan dengan cita rasa (Moehyi, 1992).

Hasil uji t menunjukkan bahwa responden yang melakukan menyatakan

penyajian makanan tidak menarik memiliki rata-rata sisa makanan sebesar

19,45%. Rata-rata sisa makanan ini lebih kecil jika dibandingkan dengan

responden yang menyatakan bentuk makanan menarik. responden yang

Page 145: Liza Ellizabet Aula-fkik

123

melakukan menyatakan penyajian makanan menarik memiliki rata-rata sisa

makanan sebesar 20,58%.

Berdasarkan nilai probabilitas, dalam penelitian ini terlihat bahwa tidak

ada hubungan antara bentuk makanan dengan terjadinya sisa makanan di Rumah

Sakit Haji Jakarta. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian lain tentang sisa

makanan yang dilakukan oleh Sulistyani (2003) di RSUD Kraton Pekalongan

yang menyatakan tidak ada hubungan antara penyajian makanan dengan

terjadinya sisa makanan. Namun, hasil penelitian berbeda dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Raharjo (1997) di RSU Dr. Soeselo Slawi dan RSU Harapan

Anda Tegal yang menyatakan ada hubungan antara penyajian makanan dengan

terjadinya sisa makanan.

Responden yang menyatakan penyajian makanan tidak menarik memiliki

sisa makanan lebih sedikit daripada responden yang menyatakan penyajian

menarik. Padahal semakin menarik penyajian makanan maka sisa makanan akan

semakin lebih sedikit. Penyajian makanan memberikan arti khusus bagi

penampilan makanan. penyajian dirancang untung menyediakan makan yang

berkualitas tinggi dan dapat memuaskan pasien, aman serta harga yang layak.

Penggunaan dan pemilihan alat makan yang tepat dalam penyusunan makanan

akan mempengaruhi penampilan makanan yang disajikan dan terbatasnya

perlengkapan alat merupakan faktor penghambat bagi pasien untuk

menghabiskan makanannya (Nuryati, 2008).

Page 146: Liza Ellizabet Aula-fkik

124

Di Rumah Sakit Haji Jakarta, 72,4% responden menyatakan penyajian

makanan yang dilakukan oleh Rumah Sakit Haji Jakarta sudah menarik. Karena

sebagian besar responden menyatakan bahwa makanan yang disajikan oleh pihak

Rumah Sakit Haji Jakarta sudah menarik, maka penyajian makanan tidak

berhubungan dengan terjadinya sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta.

Hal ini terlihat dari bagaimana peralatan makan yang digunakan di

Rumah Sakit Haji Jakarta yang lengkap dan terjaga kebersihannya serta cara

penyajian pramusaji kepada responden. Rumah Sakit Haji Jakarta menggunakan

wadah makanan yang dengan bahan wadah makanan yang cukup menarik. Selain

itu juga, makanan yang disajikan oleh instalasi gizi Rumah Sakit Haji Jakarta,

sudah dihias dan ditata sebaik mungkin.

Hal tersebut juga sesuai dengan Tanaka (1998) yang menyatakan bahwa

tiga hal pokok yang harus diperhatikan dalam penyajian, yaitu pemilihan alat

makan yang digunakan, cara menyusun makanan ke dalam tempat sajian atau

wadah makan, dan cara menghias hidangan. Dalam penyajian makanan, memang

ada perbedaan antara responden yang dirawat di ruang perawatan kelas 1, kelas

2, dan kelas 3. Responden yang berada di ruang rawat kelas 1 mendapatkan

penyajian makanan yang menarik dengan pemberian garnish pada wadah

makanan. namun, berdasarkan uji chi square antara ruang kelas perawatan

dengan penyajian makanan, didapat nilai p value sebesar 0,410. Artinya, tidak

terdapat hubungan antara kelas perawatan dengan penyajian makanan.

Page 147: Liza Ellizabet Aula-fkik

125

Uji anova antara kelas perawatan dengan sisa makanan juga

menunjukkan tidak ada hubungan antara kelas perawatan dengan sisa makanan.

Hal ini karena nilai p value yang didapat adalah 0,153 (>0,005). Responden yang

dirawat di kelas 1 memiliki rata-rata sisa makanan sebesar 13,66%. Sisa

makanan yang ditinggalkan oleh responden yang berada di kelas 1 lebih sedikit

daripada responden yang dirawat di kelas 2 dan 3. Sisa makanan pada responden

di kelas 1 lebih sedikit mungkin karena wadah makanan yang digunakan adalah

piring beling dengan tambahan garnish untuk hiasan. Responden yang dirawat di

kelas 2 makan dengan menggunakan wadah makanan yang terbuat dari melamin,

sedagkan responden yang dirawat di kelas 3 menggunakan plato sebagai wadah

makanan.

Rata-rata sisa makanan pada responden yang dirawat di kelas 2 memiliki

rata-rata sisa makanan yang lebih banyak, yaitu 22,00%. Rata-rata responden

yang dirawat di kelas 3 hanya meninggalkan sisa makanan sebesar 16,41%.

Padahal penyajian yang diberikan kepada responden yang berada di kelas 2 lebih

baik dari pada di kelas 3, yakni kelas 2 menggunakan piring melamin dan kelas 3

menggunakan plato. Dengan demikian, tidak ada hubungan antara penyajian

makanan dengan terjadinya sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta.

6.6.5. Hubungan Rasa Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien

Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Selain penampilan makanan, faktor utama yang menentukan citarasa

adalah rasa makanan. Apabila penampilan makanan merangsang syaraf melalui

Page 148: Liza Ellizabet Aula-fkik

126

indera penglihatan mampu membangkitkan selera untuk mencicipi makanan itu,

maka pada tahap berikutnya, makanan tersebut akan ditentukan oleh rangsangan

terhadap indera pengecap dan pembau. Rasa makanan meliputi aroma, bumbu,

konsistensi, keempukan, dan temperatur.

6.6.5.1.Hubungan Aroma Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien

Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat

kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera

(Moehyi, 1992). Aroma makanan yang enak dapat menimbulkan atau

meningkatkan selera makan sehingga dapat mengurangi sisa makanan. Hasil uji t

menunjukkan bahwa pasien yang melakukan menyatakan aroma makanan tidak

sesuai memiliki rata-rata sisa makanan sebesar 25,04%.

Rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan aroma

makanan tidak enak lebih banyak jika dibandingkan dengan responden yang

menyatakan aroma makanan enak. Hal ini sesuai dengan teori Moehyi (1992),

bahwa aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat

kuat dan mampu merangsang indera pencium sehingga membangkitkan selera.

Dengan demikian, responden pun akan menghabiskan makanannya.

Dalam penelitian ini, didapatkan nilai probabilitas sebesar 0,001.

Berdasarkan nilai probabilitas tersebut maka dapat diketahui bahwa ada

hubungan antara aroma makanan dengan terjadinya sisa makanan di Rumah

Sakit Haji Jakarta. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian lain tentang

Page 149: Liza Ellizabet Aula-fkik

127

daya terima makan pasien rawat inap yang dilakukan di RSIA Budiasih oleh

Mutyana (2011) yang menyatakan bahwa adanya hubungan bermakna antara

aroma makanan dengan sisa makanan pasien rawat inap di rumah sakit.

Aroma makanan berhubungan dengan terjadinya sisa makanan di rumah

sakit haji jakarta. Hal ini karena aroma memegang peranan yang penting di awal

sebelum responden mengkonsumsi makanan. Ada 51,70% dari 58 responden

yang menyatakan aroma makanan belum sesuai. aroma makanan yang

ditawarkan tidak menarik responden untuk mengkonsumsi makanan, maka

responden memiliki kemungkinan untuk tidak menghabiskan makanannya.

Makanan yang disajikan oleh Rumah Sakit Haji Jakarta memiliki aroma

yang berbeda-beda tergantung dengan jenis makanan dan cara memasaknya.

Makanan yang dimasak di Rumah Sakit Haji Jakarta ada yang digoreng, direbus,

ditumis, dan dipanggang. Responden yang mendapatkan makanan yang

pengolahannnya dengan cara direbus dan ditumis, maka akan menilai bahwa

aroma makanan yang disajikan tidak enak. Hal ini karena makanan yang dimasak

dengan cara seperti akan pada saat disajikan kurang beraroma.

Hal ini seperti teori yang dikemukakan oleh Tanaka (1998) bahwa aroma

yang dikeluarkan oleh setiap makanan berbeda-beda. Demikian pula cara

memasak makanan akan menimbulkan aroma yang berbeda pula. Penggunaan

panas yang tinggi dalam proses pemasakan makanan akan lebih menghasilkan

aroma yang kuat, seperti pada makanan yang digoreng, dibakar, atau

dipanggang. Lain halnya dengan makanan yang direbus yang hampir-hampir

Page 150: Liza Ellizabet Aula-fkik

128

tidak mengeluarkan aroma yang merangsang, dalam hal ini karena senyawa yang

memancarkan aroma sedap itu terlarut ke dalam air.

Alasan lainnya mengapa makanan dinilai tidak beraroma atau tidak

memiliki aroma yang enak adalah kebiasaan responden yang tidak langsung

mengkonsumsi makanan yang disajikan oleh rumah sakit. Menurut Winarno

(1992), aroma makanan adalah senyawa yang mudah menguap. Hal ini

berpengaruh pada hilangnya aroma makanan sehingga aroma makanan tidak

dapat tercium lagi pada saat akan dimakan.

Dalam penelitian ini, responden dalam penelitian ini adalah pasien rumah

sakit yang kemungkinan sedang dalam keadaan seperti flu, pilek, dan

sebagainya, atau juga sedang mengalami gangguan pencernaan seperti mual dan

muntah. Hal inilah yang memungkinkan responden untuk memberikan penilaian

bahwa makanan yang disajikan oleh Rumah Sakit memiliki aroma yang tidak

sedap atau tidak enak.

Selain itu, mungkin juga karena jenis diet yang diberikan kepada

responden. Hampir 63,8% dari 58 responden diberikan diet khusus, sisanya

sebanyak 36,2% dari 58 responden diberikan diet biasa. Aroma makanan yang

tidak sesuai mungkin karena responden diberikan diet khusus. Biasanya

responden dengan diet khusus jenis makanan dan cara memasaknya lebih

diperhatikan. Misalnya saja, seperti cara memasak yang direbus untuk diet

rendah kolesterol atau penggunaan bumbu yang dibatasi untuk yang sedang

menjalani diet rendah garam atau diet lambung. Padahal, cara memasak

Page 151: Liza Ellizabet Aula-fkik

129

makanan dengan direbus dapat mengurangi aroma makanan. Begitu juga dengan

pembatasan bumbu yang merupakan salah satu sumber aroma makanan.

Berdasarkan umur responden, terlihat bahwa 66,67% responden yang

memiliki umur >45 tahun menyatakan bahwa makanan yang disajikan oleh

rumah sakit memiliki aroma yang tidak enak. Sementara itu, 43,2% responden

yang memiliki usia < 45 tahun menyatakan bahwa makanan yang disajikan oleh

rumah sakit memiliki aroma yang tidak enak. Dari uji chi square antara umur

dengan aroma makanan, diketahui bahwa responden yang memiliki umur >45

tahun berpeluang 2,6 kali untuk menyatakan bahwa aroma yang disajikan tidak

enak. Hal ini sesuai dengan Winarno (1992), kepekaan indera penghidung

diperkirakan setia bertambahnya umur satu tahun dan papilla mulai mengalami

atropi bila usia mencapai 45 tahun. Menurunnya kemampuan dalam merasakan

citarasa ini akan mengganggu selera makan sehingga dapat mempengaruhi

rendahnya asupan makan seseorang dan menimbulkan makanan yang tersisa.

Namun, berdasarkan uji chi square antara umur dengan aroma makanan

didapatkan nilai value sebesar 0,86 yang artinya tidak ada hubungan antara umur

dengan aroma makanan yang tidak enak. Sehingga, dapat diambil kesimpulan

bahwa umur tidak berpengaruh terjadinya sisa makanan, tetapi aroma

makanannya yang tidak enak yang menyebabkan terjadinya sisa makanan.

Menurut Prajinto (2003) dalam Andhika (2006), flavor atau rasa

merupakan hal yang sangat sulit untuk dapat dartikan secara tepat karena

penilaiannya seseoranng terhadap suka dan tidak suka suatu jenis makanan

Page 152: Liza Ellizabet Aula-fkik

130

berbeda-beda. Bila suatu makanan dapat merangsang timbulnya rasa nikmat pada

seseorang berarti rasa, bau, tekstrur, oleh penilaian indera pada makanan dapat

diterima.

Dengan demikian, pemberian bumbu atau rempah-rempah dalam

makanan tetaplah harus diperhatikan. Hal ini penting untuk menciptakan aroma

yang enak. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Tanaka (1998) bahwa

timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya suatu senyawa yang

mudah menguap. Terbentuknya senyawa yang mudah menguap tersebut

merupakan akibat dari reaksi kerja enzim, tetapi dapat juga tanpa reaksi enzim.

Aroma rempah-rempah yang ditimbulkan oleh minyak atsiri mudah nenukuju

reaksi enzimatik dan mudah menguap (Tanaka, 1998).

Selain itu, dengan mensiasati cara memasak, dengan memadukan teknik

memasak dan penggunaan bumbu, mungkin dapat menciptakan aroma yang

enak. Untuk memperbaiki rasa makanan menjadi lebih baik, dapat ditambahkan

pemberian bumbu lain yang tidak berbau tajam, seperti gula, garam, veetsin,

kunci, kencur, jahe, terasi, laos, salam, sereh dan sebagainya. Sehingga makanan

yang disajikan tetap bisa dinikmati, meski responden diberikan makanan dengan

diet khusus.

6.6.5.2.Hubungan Bumbu Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien

Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Bumbu adalah bahan yang ditambahkan pada makanan yang enak dan

rasa yang tepat setiap kali pemasakan. Dalam setiap jenis masakan sudah

Page 153: Liza Ellizabet Aula-fkik

131

ditentukan jenis bumbu yang digunakan dan banyaknya masing-masing jenis

bumbu itu. Di samping aroma atau bau yang sedap, berbagai bumbu yang

digunakan dapat pula membangkitkan selera karena memberikan rasa makanan

yang khas (Moehyi, 1992).

Dalam penelitian ini, hasil uji t menunjukkan bahwa pasien yang

melakukan menyatakan bumbu makanan tidak sesuai memiliki rata-rata sisa

makanan sebesar 22,33%. Rata-rata sisa makanan ini lebih banyak pada

responden yang menyatakan bumbu makanan tidak terasa jika dibandingkan

dengan responden yang menyatakan bumbu makanan terasa. Selain itu,

berdasarkan nilai probabilitas, diperoleh nilai p value sebesar 0,115 yang artinya

tidak ada hubungan antara bumbu makanan dengan terjadinya sisa makanan di

Rumah Sakit Haji Jakarta.

Hal ini tidak sejalan dengan teori Moehyi (1992) yang menyatakan

bahwa disamping bumbu yang sedap, berbagai bumbu yang digunakan dapat

pula membangkitkan selera karena memberikan rasa makanan yang khas dan

dapat mempengaruhi daya terima makan yang akhirnya meninggalkan sisa

makanan.

Berbagai macam rempah-remah yang digunakan sebagai bumbu biasanya

cabai, bawang merah, bawang putih, ketumbar, dan bumbu lainnya. Rasa yang

diberikan oleh setiap bumbu akan berinteraksi dengan komonen rasa primer yang

digunakan dalam masakan sehingga menghasilkan rasa baru yang lebih nikmat

(Tanaka, 1998). Di Rumah Sakit Haji Jakarta, pemberian bumbu pada makanan

Page 154: Liza Ellizabet Aula-fkik

132

yang diberikan pada pasien memang dilakukan. Namun terkadang dibatasi

tergantung dengan jenis diet yang diberikan. Ketika responden diberikan diet

khusus tertentu dengan pembatasan bumbu makanan, maka bumbu makanan

akan dikurangi sehingga rasa bumbu menjadi tidak terlalu terasa. Hal ini

mungkin akan berbeda dengan responden yang memiliki kebiasaan makan

dengan bumbu masakan yang banyak.

Namun, sisa makanan yang terjadi di rumah sakit tidak berhubungan

dengan bumbu. Hal ini karena meskipun tidak diberi bumbu, makanan yang

diberikan kepada responden tetap memiliki rasa yang enak. Ada banyak cara

yang dilakukan untuk meningkatkan selera makan meski bumbu dikurangi, salah

satunya dengan memperhatikan teknik memasak atau menggunakan bumbu lain.

Hal inilah yang memungkinkan responden untuk tetap mengkonsumsi dan

menghabiskan makanannya.

Dalam penelitian, tidak dilakukan pembatasan atau tidak diteliti lebih

dalam bagaimana latar belakang budaya dari responden. Hal ini erat kaitannya

dengan kebiasaan makan responden di rumah terutama untuk pemakaian bumbu.

Hal ini juga telah diungkapkan Almatsier (2001) sebelumnya bahwa di

Indonesia, kesukaan makanan antar daerah/suku juga banyak berbeda, misalnya

saja bumbu makanan di Sumatra yang terasa lebih pedas daripada makanan di

Jawa, khususnya Jawa Tengah yang suka makanan manis. Hal ini juga yang

mungkin mempengaruhi penilaian responden terhadap bumbu makanan yang

disajikan oleh Rumah Sakit Haji Jakarta.

Page 155: Liza Ellizabet Aula-fkik

133

Responden memiliki kebiasaan mengkonsumsi bumbu makanan tidak

sesuai dengan yang disajikan oleh rumah sakit, maka akan mengurangi asupan

makan. Hal ini juga terkait dengan preferensi makanan. Namun, ketika bumbu

makanan yang disajikan oleh rumah sakit masih sesuai dengan bumbu makanan

yang di makan di rumah sehari-hari, maka akan membuat respoden lebih

menghabiskan makanannya.

6.6.5.3.Hubungan Konsistensi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Konsistensi makanan juga merupakan komponen yang turut menentukan

citarasa makanan karena sensitivitas indera rasa dipengaruhi oleh konsistensi

makanan. makanan yang berkonsistensi pada atau kental akan memberikan

rangsang lebih lambat terhadap indera. Konsistensi makanan juga mempengaruhi

penampilan makanan yang dihidangkan.

Dalam penelitian ini, hasil uji t menunjukkan bahwa pasien yang

melakukan menyatakan konsistensi makanan tidak sesuai memiliki rata-rata sisa

makanan sebesar 20,72%. Rata-rata sisa makanan ini lebih banyak pada

responden yang menyatakan konsistensi makanan tidak sesuai jika dibandingkan

dengan responden yang menyatakan konsistensi makanan sesuai. Selain itu,

berdasarkan nilai probabilitas, diperoleh nilai p value sebesar 0,789 yang artinya

tidak ada hubungan antara konsistensi makanan dengan terjadinya sisa makanan

di Rumah Sakit Haji Jakarta.

Page 156: Liza Ellizabet Aula-fkik

134

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tanaka

(1998) yang menyatakan tidak ada hubungan antara konsistensi makanan dengan

daya terima makan yang dilihat dari sisa makanan. Hal ini dimungkinkan karena

bahan makanan yang disajikan mengalami proses pengolahan yang kurang baik

sehingga merusak tekstur atau konsistensi makanan.

Selain itu, responden tidak terlalu mempermasalahkan perbedaan

konsistensi makanan, antara makanan di rumah sakit dengan di rumah sehari-

hari. Di RS Haji Jakarta, perbedaan konsistensi makanan terlihat pada

konsistensi nasi. Konsistensi nasi dibagi menjadi dua, yaitu makanan biasa (MB)

atau makanan lunak (ML). Ketika responden masih bisa diberikan makanan

biasa, maka pihak rumah sakit akan memberikan makanan biasa. Namun, ketika

responden responden sedang menjalani pengobatan atau lainnya hingga

mengalami gangguan pencernaan atau kesulitan memakan, maka rumah sakit

akan memberikan bentuk diet sesuai dengan konsistensi yang seharusnya.

Dengan demikian, meskipun ada perbedaan dengan kebiasaan responden,

responden tidak akan kesulitan mengkonsumsi makanan karena sudah

disesuaikan konsistensi makanannya. Hal inilah yang menyebabkan tidak ada

hubungan antara konsistensi dengan sisa makanan di rumah sakit.

6.6.5.4.Hubungan Keempukan Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Menurut Moehyi (1992), keempukan makanan selain ditentukan oleh

mutu bahan makanan yang digunakan, juga ditentukan oleh cara memasak yang

Page 157: Liza Ellizabet Aula-fkik

135

baik, sehingga makanan yang empuk dapat dikunyah dengan sempurna. Hal

inilah yang mempengaruhi daya terima makan pasien yang kemudian dapat

memicu terjadinya sisa makanan.

Dalam penelitian ini, hasil uji t menunjukkan bahwa pasien yang

melakukan menyatakan keempukan makanan tidak sesuai memiliki rata-rata sisa

makanan sebesar 20,37%. Rata-rata sisa makanan ini lebih banyak pada

responden yang menyatakan keempukan makanan tidak sesuai jika dibandingkan

dengan responden yang menyatakan keempukan makanan sesuai. Selain itu,

berdasarkan nilai probabilitas, diperoleh nilai p value sebesar 0,983 yang artinya

tidak ada hubungan antara keempukan makanan dengan terjadinya sisa makanan

di Rumah Sakit Haji Jakarta.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Mutyana (2011) dan Tanaka (1998) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan

antara keempukan makanan dengan terjadinya sisa makanan. Namun, hal ini

berbeda dengan teori Moehyi (1992) yang menyatakan bahwa keempukan

makanan mempengaruhi daya terima seseorang yang terlihat dari terjadinya sisa

makanan.

Makanan yang empuk merupakan makanan yang mudah dicerna dan

salah satu ketentuan makanan ialah makanan yang mudah dicerna. Dengan

makanan yang empuk, maka dapat memudahkan pasien dalam mengunyah

makan dan juga usus dapat mencerna dengan mudah. Hal ini juga dikemukakan

oleh Auliya (2008) dalam penelitiannya yang berjudul faktor-faktor yang

Page 158: Liza Ellizabet Aula-fkik

136

berhubungan dengan daya terima makan pasien dewasa dengan diet ETPT di

Brawijaya Women and Children Hospital.

Di Rumah Sakit Haji Jakarta, makanan sudah dimasak dengan

sedemikian rupa, baik memasak lauk hewani maupun lauk nabati. Memasak

daging dengan memperhatikan lama memasak menjadikan bahan makanan yang

dimasak sesuai tingkat keempukannya. Hal ini juga terlihat dari jawaban

responden yang sebagian besar (70,7%) responden menyatakan bahwa makanan

yang disajikan oleh rumah sakit sudah sesuai tingkat keempukannya. Hal ini juga

sesuai dengan yang dikemukakan oleh Beck (1995) dalam Tanaka (1998) bahwa

makanan yang disajikan di rumah sakit-rumah sakit sebaiknya dalam keadaan

empuk. Hal inilah yang menyebabkan keempukan tidak berhubungan dnegan

terjadinya sisa makanan.

6.6.5.5.Hubungan temperatur Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Temperatur makanan atau suhu makanan waktu dihidangkan dapat

mempengaruhi selera makan seseorang. Jika makanan yang dihidangkan dalam

keadaan hangat, maka hal ini akan menimbulkan keinginan pasien untuk

menyantap makanan tersebut (Moehyi, 1992). Namun, berdasarkan hasil uji t

menunjukkan bahwa pasien yang melakukan menyatakan temperatur makanan

tidak sesuai memiliki rata-rata sisa makanan sebesar 19,95%. Rata-rata sisa

makanan pada responden yang menyatakan temperatur makanan tidak sesuai

Page 159: Liza Ellizabet Aula-fkik

137

lebih banyak daripada responden yang menyatakan temperatur makanan yang

sesuai.

Selain itu, berdasarkan nilai probabilitas, diperoleh nilai p value sebesar

0,510 yang artinya tidak ada hubungan antara temperatur makanan dengan

terjadinya sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta. Penelitian ini tidak sejalan

dengan teori Moehyi (1992) yang menyatakan bahwa temperatur makanan waktu

disajikan memegang peranan penentuan cita rasa makanan. Winarno (1992)

menambahkan suhu makanan dapat mempengaruhi daya terima seseorang

terhadap makanan yang disajikan dan menyebabkan sisa makanan.

Seseorang mungkin tidak akan terlalu mempermasalahkan suhu bila

selera makannya sudah bisa ditimbulkan melalui rangsangan panca indera mata

yaitu penyajian yang menarik, arona yang sedap serta bentuk makanan yang

menarik (Tanaka, 1998). Hampir 72,4% responden menyatakan bahwa

temperatur makanan yang dinerikan sesuai.

Kesesuaian temperatur di Rumah Sakit Haji Jakarta terjadi karena adanya

manajemen waktu yang baik di instalasi gizi. Proses pengolahan bahan mentah,

pemasakan bahan mentah, hingga pewadahan makanan dan distribusi kepada

responden sangat diperhatikan. Makanan yang sudah dimasukan ke dalam wadah

makanan kemudian ditutu dengan menggunakan plastik warpping untuk menjaga

tingkat kehangatan makanan. Selain itu, dalam distribusi makanan dari instalasi

gizi ke ruang rawat inap juga menggunakan troli atau lemari penghangat,

sehingga tetap bisa menjaga temperatur makanan.

Page 160: Liza Ellizabet Aula-fkik

138

6.6.6. Hubungan Makanan dari Luar RS dengan Terjadinya Sisa Makanan pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011

Berdasarkan hasil uji t antara makanan dari luar rumah sakit dengan

terjadinya sisa makanan terlihat bahwa responden yang sering mengkonsumsi

makanan dari luar rumah sakit memiliki rata-rata sebanyak 23,85%, sedangkan

responden yang tidak sering mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit yang

meninggalkan sisa makanan sebanyak 17,56%. Dengan melihat nilai probabilitas

yang mencapai 0,044, terlihat bahwa ada hubungan antara makanan dari luar

rumah sakit dengan sisa makanan.

Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian lain seperti penelitian yang

dilakukan oleh Raharjo (1997), Priyanto (2009), dan Mutyana (2011) yang

menunjukkan bahwa ada hubungan antara makanan dari luar rumah sakit dengan

terjadinya sisa makanan. Hal ini juga sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh

Moehji (1992) bahwa makanan yang dimakan oleh pasien yang berasal dari luar

RS akan berpengaruh terhadap terjadinya sisa makanan. Berdasarkan hasil

jawaban kuesioner responden, jenis makanan dari luar rumah sakit yang biasa

dikonsumsi oleh responden adalah buah (34,5%), cemilan (36,2%) seperti

biskuit, kue, dan aneka snack lainnya, atau makan buah atau cemilan (12,1%).

Rasa lapar yang tidak segera diatasi pada pasien yang sedang dalam

perawatan, timbulnya rasa bosan karena mengkonsumsi makanan yang kurang

bervariasi menyebabkan pasien mencari makanan tambahan dari luar RS atau

jajan, sehingga kemungkinan besar makanan yang disajikan kepada pasien tidak

Page 161: Liza Ellizabet Aula-fkik

139

dihabiskan. Bila hal tersebut selalu terjadi maka makanan yang diselenggarakan

oleh pihak RS tidak dimakan sehingga terjadi sisa makanan (Moehyi, 1992).

Ada berbagai jenis alasan yang dikemukakan oleh responden sebagai

alasan untuk mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit antara lain tidak

terbiasa dengan makanan yang disajikan rumah sakit (20,7%), kebiasaan ngemil

di rumah atau sekedar keinginan untuk makan sesuatu (19,0%), penampilan

makanan yang disajikan tidak menarik (17,2%), dan rasa makanan makanan

yang disajikan tidak enak(43,1%).

Dalam penelitian ini, ada sebanyak 20,7% responden yang tidak

menghabiskan makanannya dengan alasan tidak terbiasa dengan makanan yang

disajikan dengan rumah sakit. Pada variabel sebelumnya, yaitu kebiasaan makan,

memang dijelaskan bahwa 89,7% responden memiliki kebiasaan makan yang

berbeda dengan kebiasaan makan di rumah sakit. Hasil uji chi square antara

kebiasaan makan dengan seringnya mengkonsumsi makanan dari luar rumah

sakit menunjukkan bahwa 44,2% responden yang kebiasaan makanannya tidak

sesuai dengan rumah sakit sering mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit.

Namun, hal ini sebenarnya tidak terlalu berhubungan secara signifikan. Hal ini

terlihat dari nilai p value sebesar 0,610 yang artinya tidak ada hubungan antara

kebiasaan makan dengan seringnya responden mengkonsumsi makanan.

Mungkin ada alasan lain yang lebih berpengaruh pada seringnya

responden mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit, misalnya saja

kebiasaan mengkonsumsi cemilan atau jajanan di rumah. Kebiasaan

Page 162: Liza Ellizabet Aula-fkik

140

mengkonsumsi cemilan atau jajanan dapat mempengaruhi responden untuk

makan makanan yang disajikan oleh pihak rumah sakit Moehyi (2003) dalam

Marwati (2010) menyatakan bahwa terlalu sering mengkonsumsi makanan

jajanan dapat membuat seseorang cepat kenyang. Hal yang sama juga

dikemukakan oleh Khomsan (2003) dalam marwati (2010) sebagian besar

jajanan hanya mengandung karbohidrat yang membuat cepat kenyang dan dapat

mengganggu nafsu makan. Responden yang sering mengkonsumsi makanan

jajanan atau cemilan akan lebih cepat kenyang. Dengan demikian, responden

akan mengurangi asupan makanan yang disajikan oleh pihak rumah sakit.

Selain itu, alasan penampilan makanan dan rasa makanan juga dapat

mempengaruhi seringnya responden mengkonsumsi makanan dari luar rumah

sakit. Berdasarkan uji chi square antara rasa makanan, yang dilihat dari aroma

makanan ada 56,7% responden yang sering mengkonsumsi makanan dari luar

rumah sakit karena aroma makanan yang disajikan tidak enak. Berdasarkan uji

statistik juga diperoleh nilai p value sebesar 0,031. Yang artinya, ada hubungan

antara aroma makanan dengan seringnya mengkonsumsi makanan dari luar

rumah sakit.

Untuk variabel lain yang kaitannya dengan rasa makanan seperti bumbu,

konsistensi, keempukan dan temperatur, tidak ditemukan adanya hubungan

antara variabel-variabel tersebut dengan seringnya mengkonsumsi makanan dari

luar rumah sakit. Hal ini dilihat dari nilai p value bumbu (0,72), konsistensi

Page 163: Liza Ellizabet Aula-fkik

141

(0,847), keempukan (0,439), dan temperatur (0,261) yang lebih dari nilai α

(0,05).

Sementara itu, untuk penampilan makanan, dari beberapa poin

penampilan, seperti warna, bentuk, porsi, dan penyajian makanan, tidak

ditemukan adanya hubungan antara penampilan makanan dengan seringnya

mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit. Hal ini terlihat dari nilai p value

dari variabel warna (0,442), bentuk (0,207), porsi (0,791), dan penyajian

makanan makanan (0,951) yang lebih dari α (0,05). Hal ini seperti yang

dikemukakan oleh Siswiyardi (2005) bahwa asupan makan pasien selama di

rumah sakit berasal dari makanan rumah sakit dan makanan luar rumah sakit.

Bila penilaian pasien terhadap mutu makanan dari rumah sakit kurang

memuaskan, kemungkinan pasien mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit.

Dengan demikian, alasan yang berhubungan dengan seringnya

mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit adalah rasa makanan, terutama

untuk aroma makanan. Namun, aroma yang disajikan oleh pihak rumah sakit

masih belum enak. Ada 51,7% responden yang menyatakan aroma makanan

tidak enak.

Pembahasan sebelumnya juga menunjukkan bahwa rata-rata sisa

makanan pada responden yang menyatakan aroma makanan tidak enak mencapai

25,05%. Hasil uji juga menunjukkan bahwa ada hubungan antara aroma

makanan dengan terjadinya sisa makanan. Jika dikaitkan dengan seringnya

responden mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit, aroma makanan yang

Page 164: Liza Ellizabet Aula-fkik

142

tidak enak membuat responden mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit

dan tidak menghabiskan makanan yang disajikan oleh pihak rumah sakit.

Seringnya mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit dapat

meningkatkan rata-rata sisa makanan. Berdasarkan penjelasan pada paragraf

sebelumnya, terlihat bahwa aroma makanan memang berpengaruh terhadap

seringnya mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit. Oleh karena itu, rasa

makanan, terutama aroma makanan, harus diperhatikan dan diperbaiki lagi. Hal

ini bisa dilakukan dengan menyajikan makanan yang lebih beraroma dengan

memperhatikan cara memasak makanan dan pemberian bumbu yang akan

meningkatkan aroma. Dengan memberikan makanan yang memiliki aroma enak,

maka akan meningkatkan selera makan pasien sehingga responden tidak sering

mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit.

Adanya makanan dari luar rumah sakit yang dimakan oleh pasien

disebabkan oleh budaya membawa oleh-oleh ketika membesuk pasien di rumah

sakit dan tidak adanya manajemen yang jelas untuk mengendalikan diet terai di

rumah sakit seperti larangan membawa makanan atau minuman tertentu pada

pasien yang belum tentu sama dengan nilai gizi yang dikandung oleh makanan

yang disajikan di rumah sakit tersebut (Budiyanto, 2002). Oleh karena itu,

dibutuhkan pengontrolan yang baik terhadap makanan yang diberikan kepada

pasien. Meskipun ada makanan dari luar rumah sakit yang dapat masuk ke rumah

sakit dan dikonsumsi oleh responden, bagi instalagi gizi mungkin perlu untuk

melakukan penilaian terhadap status kesehatan pasien, misalnya dengan

Page 165: Liza Ellizabet Aula-fkik

143

melakukan tes laboratorium atau pemeriksaan fisik. Dengan demikian, dapat

dikontrol efek makanan, baik yang disediakan oleh rumah sakit maupun dari luar

rumah sakit, terhadap tubuh pasien.

Page 166: Liza Ellizabet Aula-fkik

144

BAB VII

PENUTUP

7.1.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa:

a) Dengan menggunakan Uji Univariat diketahui dari 58 responden didapatkan

hasil bahwa rata-rata sisa makanan responden adalah sebanyak 20,27%

dengan standar deviasi 11,82%. Sisa makanan yang terendah dari responden

adalah 0% sedangkan sisa makanan yang tertinggi adalah 57,94%.

b) Jika dilihat dari banyak sedikitnya sisa makanan, ada 39,7 % responden yang

memiliki sisa makanan banyak atau memiliki sisa makanan >25%, sedangkan

persentase sisa makanan sedikit atau ≤ 25% mencapai 60,3%.

c) Berdasarkan hasil analisis bivariat, diketahui bahwa:

1. Rata-rata meninggalkan sisa makanan pada responden dalam keadaan

psikis abnormal 12,67%, borderline abnormal 22,54%, dan normal

20,05%.

2. Tidak ada hubungan antara keadaan psikis dengan terjadinya sisa

makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun

2011 dengan nilai p value sebesar 0,421 (p > 0,05).

3. Rata-rata sisa makanan pada responden yang memiliki kebiasaan

makan sesuai dengan rumah sakit adalah 20,60% dan tidak sesuai

dengan rumah sakit adalah 17,45%.

Page 167: Liza Ellizabet Aula-fkik

145

4. Tidak ada hubungan antara kebiasaan makan dengan terjadinya sisa

makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun

2011 dengan nilai p value sebesar 0,542 (p > 0,05).

5. Rata-rata sisa makanan pada responden yang memiliki gangguan

pencernaanadalah 24,16% dan tidak ada gangguan pencernaan 17,

53%.

6. Ada hubungan antara gangguan pencernaan dengan terjadinya sisa

makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun

2011 dengan nilai p value sebesar 0,034 (p < 0,05).

7. Rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan warna

makanan menarik adalah 24,43%, dan tidak menarik adalah 18,08%.

8. Tidak ada hubungan antara warna makanan dengan terjadinya sisa

makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun

2011 dengan nilai p value sebesar 0,051 (p > 0,05).

9. Rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan bentuk

makanan tidak menarik adalah 22,69% dan menarik adalah 18,57%.

10. Tidak ada hubungan antara bentuk makanan dengan terjadinya sisa

makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun

2011 dengan nilai p value sebesar 0,194 (p > 0,05).

11. Rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan porsi

makanan tidak sesuai adalah 19,87% dan sesuai adalah 20,67%.

Page 168: Liza Ellizabet Aula-fkik

146

12. Tidak ada hubungan antara porsi makanan dengan terjadinya sisa

makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun

2011 dengan nilai p value sebesar 0,799 (p > 0,05).

13. Rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan penyajian

makanan menarik adalah 19,45% dan menarik adalah 20,58%.

14. Tidak ada hubungan antara penyajian makan dengan terjadinya sisa

makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun

2011 dengan nilai p value sebesar 0,748 (p > 0,05).

15. Rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan aroma

makanan tidak enak adalah 25,04% dan enak adalah 15,16%

16. Ada hubungan antara aroma makanan dengan terjadinya sisa

makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun

2011 dengan nilai p value sebesar 0,001 (p < 0,05).

17. Rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan bumbu

makanan tidak terasa adalah 22,33% dan terasa adalah 17,35%.

18. Tidak ada hubungan antara bumbu makanan dengan terjadinya sisa

makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun

2011 dengan nilai p value sebesar 0,115 (p > 0,05).

19. Rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan konsistensi

makanan tidak sesuai adalah 20,72% dan sesuai adalah 19,88%.

Page 169: Liza Ellizabet Aula-fkik

147

20. Tidak ada hubungan antara konsistensi makanan dengan terjadinya

sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta

Tahun 2011 dengan nilai p value sebesar 0,789 (p > 0,05).

21. Rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan

keempukan makanan tidak sesuai adalah 20,37% dan sesuai adalah

20,25%.

22. Tidak ada hubungan antara keempukan makanan dengan terjadinya

sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta

Tahun 2011 dengan nilai p value sebesar 0,983 (p > 0,05)

23. Rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan temperatur

makanan tidak sesuai adalah 21,95% da sesuai adalah 19,63%.

24. Tidak ada hubungan antara temperatur makanan dengan terjadinya

sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta

Tahun 2011 dengan nilai p value sebesar 0,510 (p > 0,05).

25. Rata-rata sisa makanan pada responden yang sering mengkonsumsi

makanan dari luar rumah sakit adalah 23,85% dan tidak sering

mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit adalah 17,56% .

26. Ada hubungan antara makanan dari luar rumah sakit dengan

terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji

Jakarta Tahun 2011 dengan nilai p value sebesar 0,044 (p < 0,05)

Page 170: Liza Ellizabet Aula-fkik

148

d) Dengan demikian, dalam penelitian ini variabel yang berhubungan dengan

terjadinya sisa makanan antara lain gangguan pencernaan, aroma makanan,

dan makanan dar luar rumah sakit.

7.2.Saran

a) Bagi Instalasi Gizi Rumah Sakit Haji Jakarta

1. Karena pada penelitian ini variabel yang berhubungan dengan

terjadinya sisa makanan adalah aroma makanan, maka sebaiknya

dilakukan adalah lebih memperhatikan kembali makanan yang akan

diberikan kepada pasien dengan pemberian bumbu untuk

meningkatkan aroma masakan, misalnya dengan dapat ditambahkan

pemberian bumbu lain yang tidak berbau tajam, seperti gula, garam,

veetsin, kunci, kencur, jahe, terasi, laos, salam, sereh dan sebagainya.

2. Memberikan makanan yang sesuai dengan kondisi responden atau

memberikan makanan yang dapat dikonsumsi oleh responden pada

saat responden sedang menderita gangguan pencernaan, seperti

memperbaiki rasa makanan, terutama aroma makanan menjadi lebih

baik.

3. Lebih memperhatikan kembali makanan yang akan disajikan kepada

pasien, terutama untuk aroma makanannya. Hal ini penting agar

responden tidak mengkonsumsi makanan dari rumah sakit terlalu

sering. Pemberian bumbu atau cara memasak yang tepat akan

menimbulkan aroma yang sedap. Selain itu, perlu juga dilakukan

Page 171: Liza Ellizabet Aula-fkik

149

kunjungan oleh ahli gizi untuk mengetahui perkembangan status gizi

pasien dan mengontrol makanan yang dikonsumsi oleh responden,

baik makanan yang disajikan oleh rumah sakit maupun makanan dari

luar rumah sakit.

4. Melakukan evaluasi sisa makanan secara rutin dan menyeluruh

terhadap seluruh pasien untuk mengetahui jenis makanan atau menu

yang disukai dan tidak disukai atau makanan yang tidak dihabiskan

oleh responden, serta memperbaiki indikator penentuan jumlah sisa

makanan dari 50% menjadi 20% atau 25%.

5. Bagi rumah sakit dan peneliti lain untuk penelitian selanjutnya, perlu

dilakukan penilaian status gizi dan evaluasi terhadap status kesehatan

pasien. Untuk mengetahui apakah makanan yang disajikan

memberikan efek terhadap pasien. Dengan demikian, dapat

diperkirakan apakah pasien memang menghabiskan makanannya atau

tidak sekaligus mengontrol adanya makanan lain yang dikonsumsi

oleh responden yang berasal dari luar rumah sakit.

b) Bagi peneliti lain, perlu dilakukan penelitian yang lebih dalam lagi atau

memperbaiki keterbatasan- keterbatasan yang ada dalam penelitian ini

seperti:

a. meneliti faktor preferensi makanan dan faktor budaya untuk melihat

lebih jelas bagaimana hubungan preferensi makanan dan faktor

budaya terhadap sisa makanan atau pengaruh dari preferensi makanan

Page 172: Liza Ellizabet Aula-fkik

150

dan faktor budaya terhadap penilaian responden terhadap mutu

makanan, seperti penampilan dan sisa makanan.

b. melakukan metode penelitian lain, seperti case control dengan

membandingkan bagaimana sisa makanan antara pasien dengan diet

khusus atau diet biasa. Hal ini terkait dengan penilaian mutu makanan

yang diberikan oleh responden yang juga dipengaruhi oleh jenis diet

yang dimakan oleh responden

c. meneliti faktor psikologi lainnya terhadap terjadinya sisa makanan

dan menggunakan metode yang lebih baik lagi untuk menilai keadaan

psikis responden

d. Sebaiknya dilakukan observasi dengan melakukan pertanyaan

mendalam mengenai frekuensi makanan yang dikonsumsi oleh

responden dalam sehari, atau menggunakan metode food recall 24

jam untuk mengurangi bias terhadap frekuensi makanan yang

dikonsumsi oleh responden. Selain itu, dengan metode food recall

juga dapat diketahui berapa jumlah asupan zat gizi makanan yang

masuk ke dalam tubuh yang berasal dari luar rumah sakit sehingga

dapat menunjang pembahasan hubungan antara makanan dari luar

rumah sakit dengan terjadinya sisa makanan.

e. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya membatasi jenis penyakit.

Jika memang ingin meneliti gangguan pencernaan terhadap terjadinya

sisa makanan, maka variabel gangguan pencernaan dispesifikan

Page 173: Liza Ellizabet Aula-fkik

151

kembali. Hal ini karena adanya pengaruh yang berbeda antara jenis

gangguan pencernaan, misalnya gangguan pencernaan dalam bentuk

dispesia akan berbeda dengan responden yang mengalami gangguan

pencernaan dalam bentuk mual atau muntah.

f. Dalam pembuatan kuesioner untuk wawancara, sebaiknya lebih

dispesifikan kembali pertanyaan untuk variabel penampilan makanan

dan rasa makanan, misalnya lebih spesifik jenis makanan yang dinilai

penampilan dan rasa makanannya.

Page 174: Liza Ellizabet Aula-fkik

152

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier Sunita, dkk. 1992. Persepsi Pasien Terhadap Makanan di Rumah Sakit

(Survey pada 10 Rumah Sakit di DKI Jakarta) dalam Gizi Indonesia Vol. XIII.

1992: 87.

Almatsier, Sunita. 2006. Penuntun Diet edisi baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Auliya, Firda. 2008. Faktor-faktor Yang Berhubungan dengan Daya Terima Makan

Pasien dewasa Dengan Diet Energi Tinggi Protein Tinggi (ETPT) di

Brawijaya Women and Children Hospital Tahun 2008. Skripsi. Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Azizah, Umi. 2005. Hubungan Faktor Internal Dan Eksternal Pasien Dengan Sis

Makanan (Studi Pada Pasien Rawat Inap Non Diit Brsud Banjarnegara).

Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.

Baliwati, YF. Khomsan A. , Driwiani, CM. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta:

Penerbit Penebar Swadaya.

Barker, A. Lisa. et. al. 2011. Hospital Malnutrition: Prevalence, Identification and

Impact on Patients and the Health care System. (online).

www.mdpi.com/journal.ijerph yang diakses pada tanggal 16 Februari 2011.

Berman, Audrey. Et. al. 2003. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier Erb.

Jakarta: EGC.

Budiyanto M. AK. 2002. Gizi dan Kesehatan. Penerbit Malang.

Page 175: Liza Ellizabet Aula-fkik

153

Caninsti, Riselligia. 2007. Gambaran Kecemasan dan Depresi Pada Penderita Gagal

Ginjal Kronis yang Menjalani Terapi Hemodialisa. Tesis. Fakultas Psikologi

Universitas Indonesia.

Carr, Deborah. et. al. 2001. Plate Waste Studies. National Food Service Management.

Depkes, 1991. Buku Pedoman Pengelolaan Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta:

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes, 2007. Skrining Malnutrisi Pada Anak yang Dirawat di Rumah Sakit.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Djamaluddin, Muhir. Et al. 2005. Analisis Zat Gizi dan Biaya Sisa Makanan Pada

Pasien dengan Makanan Biasa. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. Volume 1.

Nomor 3. Maret 2005: 108-112.

Ekawati, Fransisca Indah. 2009. Hubungan antara Keadaan Depresi dengan Status Gizi

Pada Pengguna Opiat di Pusat Rehabilitasi Narkoba. Skripsi Fakultas

Kedokteran Universitas Diponegoro.

Huang, Hui Chun. dan Shanklin Carol W. 2008. An Integrated Model to Measure

Service Management and Physical Constraints` Effect On Food Consumption

in Assisted Living Facilities. Journal of The American Dietetic Association.

(online).http://usda.portalxm.com/eal/files/images/File/Huang_et_al_2008_US

DA_Train.pdf. yang diakses pada 6 Juni 2011.

Lipoeto, N.I., N.Megasari, dan A.E.Putra. 2006.Malnutrisi dan Asupan Kalori Pasien

Rawat Inap di Rumah Sakit.Majalah Kedokteran Indonesia, vol. 56. No.11: 3.

Komalawati, Dewi. dkk., 2005, Pengaruh Lama Rawat Inap Terhadap SisaMakanan

Pasien Anak di Rumah Sakit Umum Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, Nutrisia

Vol. 6. 2005:1.

Page 176: Liza Ellizabet Aula-fkik

154

Marwati, eka. 2010. Hubungan Kebiasaan Makan, Konsumsi Makanan, dan

Pengetahuan Gizi dengan Status Gizi Kurang Siswa Kelas IV, V, fan VI di

SDN Wargasetra 2 Kecamatan Tegal Waru Karawang Jawa Barat tahun

2010. Skripsi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Moehyi, Sjahmien. 1999. Pengaturan Makanan dan Diet untuk Penyembuhan Penyakit.

Jakarta. Gramedia.

Moehyi, Sjahmien. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta:

Penerbit Bhratara.

Muhir, Halidun. 1998. Tinjauan Faktor-faktor penyebab sisa makanan penderita rawat

inap di rumah sakit Moh. Ridwan Meuraksa Kesdam Jaya. Skripsi. Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Mutyana, Leni. 2011. Faktor-faktor yang berhubungan dengan daya terima pasien

rawat inap di Rumah Sakit Ibu dan Anak Budiasih Serang tahun 2011. Skripsi.

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Muwarni. 2001. Penentuan Sisa Makanan Pasien Rawat Inap dengan Metode Taksiran

Visual Comstock di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Thesis. Universitas Gadjah

Mada.

Nuryati, Puji. 2008. Hubungan Antara Waktu Penyajian, Penampilan Dan Rasa

Makanan Dengan Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap Dewasa Di Rs

Bhakti Wira Tamtama Semarang. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Muhamamadiyah Semarang.

Peterson, SJ. Et al. 2011. Orally Fed Patients are at High Risk of Calorie and Protein

deficit in The ICU. Curr Opin Clin Nutr.Metab Care. Vol2. March, 14. 2011:

Page 177: Liza Ellizabet Aula-fkik

155

182-185 (online). http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21178611. yang

diakses pada tanggal 2 Oktober 2011.

Priyanto, Oki Hadi. 2009. Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Sisa Makanan

Pada Pasien Rawat Inap Kelas III di RSUD Kota Semarang. Skrispsi. Fakultas

Ilmu Keolahragaan Universias Negeri Semarang.

Raharjo, Toto. 1997. Mutu Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit DI RSU Dr. Soeselo

Slawi Dan Rsu Harapan Anda Tegal Ditinjau Dari Sisa Makanan Biasa

Pasien Rawat Inap. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Diponegoro.

Ratnaningrum, candrasari. 2004. Hubungan Antara Persepsi Pasien Dan Sisa Makanan

Dengan Diit Biasa Yang Disajikan Pada Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit

Tipe D (Rumah Sakit Banyumanik Semarang). Skripsi. Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Diponegoro.

Ratna, Maya Riqi. 2009. Evaluasi Manajemen Penyelenggaraan Makanan Institusi Di

Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta. Skripsi. Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Renangtyas, Dewi. et. al. 2004. Pengaruh Penggunaan Modifikasi Standar Resep Lauk

Nabati Tempe terhadap Daya Terima dan Persepsi Pasien Rawat Inap. Jurnal

Gizi Klinik Indonesia. Vol.1. no.1.

Saepuloh. 2003. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Daya Terima Pasien Dewasa Diit

Makanan Biasa (Studi Di Ruang Rawat Inap Kelas II Dan III Rumah Sakit

Immanuel Bandung). Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Diponegoro.

Santoso, S dan Ranti AL. 1995. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: Rineka Cipta.

Page 178: Liza Ellizabet Aula-fkik

156

Sauer, Abby. 2011. Hospital Malnutrition: Assesment and Intervention Methods.

(Online). www.abbottNutritionHealthInstitute.org yang diakses pada tanggal 2

April 2011.

Sediaoetama. A. 1987. Ilmu Gizi I. Jakarta: Dian Rakyat.

Shahar, Suzana, Fun, W.S., dan Chik, W.C.2002. A Prospective Study on Malnutrition

and Duration of Hospitalisation among Hospitalised Geriatric Patients

Admitted to Surgical and Medical Wards of Hospital Universiti Kebangsaan

Malaysia. Mal J Nutr 8(1). 2002: 55-62. (online).

http://nutriweb.org.my/publications/mjn008_1/mjn8n1_art4.pdf yang diakses

pada tanggal 2 April 2011.

Siswiyardi. 2005. Beberapa Faktor Pelayanan Gizi Rumah Sakit Yang Berhubungan

Dengan Tingkat Konsumsi Energi Dan Protein Pasien Dari Makanan Luar

Rumah Sakit (Studi pada pasien rawat inap RSU Sragen ). Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Diponegoro.

Suandi, I.K.G. 1999. Diet Pada Anak Sakit. Jakarta: EGC

Suharyati, 2006. Hubungan Asupan makan dengan Status Gizi Pasien Dewasa Penyakit

Dalam Rumah Sakt Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta Tahun 2006.Skripsi.

Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.

Sukarti, 2010. Hubungan Variasi Menu Dan Rasa Makanan Dengan Sisa Makanan

Pasien Rawat Inap Di Paviliun Wijaya Kusuma BPRSUD Kota Salatiga.

Skrisi. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang.

Sumiyati. 2006. Gambaran Sisa Makanan Pasien Dan Beberapa Faktor Yang

Mempengaruhi Sisa Makanan Pasien Di Ruang Anggrek Rsu Ra Kartini

Page 179: Liza Ellizabet Aula-fkik

157

Jepara. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Semarang.

The British Dietetic Asosiation. 2011. Delivering Nutritional Care Through Food And

Beverage Services. Food Counts Specialist Group of The British Dietetic

Association.

Tanaka, Meis Larissa. 1998. Faktor Eksternal Yang Berhubungan dengan Daya Terima

Makan Pasien Rawat Inap Dewasa di Rumah Sakit Umum Tangerang Tahun

2008. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Utari, Retno. 2009. Evaluasi Pelayanan Makanan Pasien Rawat Inap di Puskesmas

Gondangrejo Karanganyar. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

William, P.G. 2009. Foodservice perspective in institutions. Faculty of Health and

Behavioral Sciences. University of Wollongong. (online).

http://ro.uow.edu.au/hbspapers/109 yang diakses pada tanggal 12 April 2011.

Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.

Zakiyah, Lili. et. al. 2005. Plate Waste among Hospital Inpatient. Malaysian Journal of

Public Health Medicine. Vol.2. no.5.

Zulfah, Oktarina. 2002. Mempelajari Konsumsi dan Persepsi Pasien Rawat Inap

Terhadap Diit Rendah Garam dan Diit non Rendah Garam di Rumah Sakit

Fatmawati Jakarta. Skripsi. Fakultas Pertanian IPB.

Page 180: Liza Ellizabet Aula-fkik

158

KUISIONER WAWANCARA PENELITIAN SKRIPSI

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA SISA

MAKANAN PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT HAJI JAKARTA

TAHUN 2011

(Salam), Saya Lisa Ellizabet Aula dari Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta,Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Program Studi

Kesehatan Masyarakat, ingin meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan

terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di rumah sakit haji Jakarta tahun 2011.

Saya akan bertanya mengenai beberapa hal tentang hal tersebut. Wawancara ini akan

berlangsung tidak lebih dari 20 menit. Anda boleh menolak atau berhenti menjawab

kapan saja bapak mau.

Jawaban anda akan kami rahasiakan sehingga tidak seorangpun akan

mengetahuinya. Kemudian akan dibawa dan diolah dalam penelitian ini dan hasilnya

akan kami generalisir untuk kemudian mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dan

solusi yang akan diberikan terhadap permasalahan tersebut.

Page 181: Liza Ellizabet Aula-fkik

159

KUESIONER PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA SISA

MAKANAN PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT HAJI JAKARTA

TAHUN 2011

IDENTITAS RESPONDEN

1. Nomor Responden : _________________________________________

2. Nama Ruangan Rawat : ___________________________________________

3. Nomor Kamar : ___________________________________________

4. Nama Pasien : ___________________________________________

5. Lama Perawatan : ___________________________________________

6. Jenis Kelamin : L / P (lingkari yang dipilih)

7. Umur : _______________ Tahun

8. Diagnosa Penyakit :__________________________________________ *)

9. Jenis Diet : _________________________________________ *)

Cat: *) (diisi oleh peneliti)

Page 182: Liza Ellizabet Aula-fkik

160

A. Susunan Makanan Diisi oleh

peneliti

i. Bagaimansusunan makanan anda sehari-hari?

a. Nasi + Lauk hewani + lauk nabati + sayur + buah + susu

b. Nasi + Lauk hewani + lauk nabati + sayur + buah

c. Nasi + Lauk hewani + lauk nabati + sayur

d. Nasi + lauk hewani + lauk hewani

e. Nasi + sayur

f. Lainnya………………………………………

A1 [ ]

B. Jumlah makanan Diisi oleh

peneliti

1. Berapa banyak nasi yang anda makan sehari-hari?

a. 1 piring

b. 2 piring

c. 3 piring

d. 4 piring

e. 5 piring

f. Lainnya…………………………

ii. Berapa banyak lauk hewani yang anda makan sehari-hari?

a. 1 potong

b. 2 potong

c. 3 potong

d. 4 potong

e. 5 potong

f. Lainnya……………………..

iii. Berapa banyak lauk nabati yang anda makan sehari-hari?

a. 1 potong

b. 2 potong

c. 3 potong

d. 4 potong

e. 5 potong

f. Lainnya……………………..

iv. Berapa banyak sayur yang anda makan sehari-hari?

a. 1 mangkong

b. 1 ½ mangkok

c. 2 mangkok

d. 2 ½ mangkok

e. 3 mangkok

f. Lainnya………………….

v. Berapa banyak buah yang anda makan sehari-hari?

a. 1 potong

B1 [ ]

B2 [ ]

B3 [ ]

B4 [ ]

Page 183: Liza Ellizabet Aula-fkik

161

b. 2 potong

c. 3 potong

d. 4 potong

e. 5 potong

f. Lainnya……………………..

B5 [ ]

C. Frekuensi makan Diisi oleh

peneliti

1. Dalam sehari, biasanya anda makan berapa kali?

a. 1x

b. 2x

c. 3x

d. >3x

C1[ ]

D. Gangguan Pencernaan Diisi oleh

peneliti

1. Apakah pasien mengalami gangguan pencernaan?

Tidak b. Ya

D1[ ]

E. Status Kehamilan Diisi oleh

peneliti

1. Apakah saat ini anda sedang dalam masa kehamilan?

Tidak b. Ya

2. Jika ya, berapa usia kehamilan anda saat ini?_______ (minggu/bulan)

E1[ ]

F. Keadaan Psikis Diisi oleh

peneliti

Bagaimana keadaan diri anda selama satu minggu ini?

1. Apakah anda pernah merasa bahwa anda tidak pernah lagi menikmati

sesuatu yang biasanya anda nikmati?

a. Tidak pernah

b. Kadang-kadang

c. Sering

d. Selalu

F1 [ ]

2. Apakah anda pernah merasa sudah tidak dapat tertawa dan melihat sisi

yang menyenangkan dari setiap hal?

a. Tidak pernah

b. Kadang-kadang

c. Sering

d. Selalu

F2 [ ]

3. Apakah anda akhir-akhir ini pernah merasa tidak gembira?

a. Tidak Pernah

b. Jarang

c. Kadang-kadang

d. Selalu

F3 [ ]

4. Apakah anda pernah merasa seolah-olah anda tidak bersemangat? F4 [ ]

Page 184: Liza Ellizabet Aula-fkik

162

a. Tidak pernah

b. Kadang-kadang

c. Sering

d. selalu

5. Apakah anda pernah merasa kehilangan minat terhadap penampilan

anda?

a. Tidak Pernah

b. Kadang-kadang

c. Sering

d. Selalu

F5 [ ]

6. Apakah anda pernah merasa bahwa anda tidak pernah lagi menantikan

hal-hal yang menarik dan menyenangkan akan terjadi?

a. Tidak Pernah

b. Kadang-kadang

c. Sering

d. Selalu

F6 [ ]

7. Apakah anda pernah merasa bahwa anda tidak dapat lagi menikmati

membaca buku, mendengarkan radio atau menonton televisi?

a. Tidak pernah

b. Kadang-kadang

c. Sering

d. Selalu

F7 [ ]

G. Makanan dari Luar Rumah Sakit Diisi oleh

peneliti

1. Berapa kali anda makan makan makanan selain dari yang disajikan

rumah sakit pada selama sehari?

a. 1x b. 2x c. 3x d.Tidak pernah

G1 [ ]

2. Jenis makanan dari luar rumah sakit apa saja yang anda makan?

a. d.

b. e.

c. f.

3. Apa alasan anda makan makanan dari luar rumah sakit?

a. Tidak terbiasa dengan makanan rumah sakit

b. Penampilan makanan rumah sakit tidak menarik

c. Rasa makanan rumah sakit tidak enak

d. Lain-lain………………………………

Page 185: Liza Ellizabet Aula-fkik

163

Berikanlah penilaian terhadap makanan yang disajikan oleh rumah sakit. Anda dapat

memberi tanda lingkaran pada poin penilaian sesuai dengan penilaian anda.

Contoh: Anda memberi nilai 7 terhadap warna makanan, maka anda melingkari angka 7

H. Penampilan Makanan

I. Rasa Makanan

warna makanan Tidak sedap 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 sedap

No Bagaimana pendapat anda terhadap penampilan makanan dari segi: Diisi

peneliti

1 Warna makanan Tidak menarik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 menarik H1 [ ]

2 Bentuk makanan Tidak menarik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 menarik H3 [ ]

3 Porsi makanan makin kecil 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 makin besar H4 [ ]

4 Penyajian makanan Tidak menarik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 menarik H5 [ ]

No Bagaimana pendapat anda terhadap rasa makanan dari segi: Diisi

peneliti

1 Aroma makanan Tidak enak 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 enak I1 [ ]

2 Bumbu makanan Tidak terasa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 terasa I2 [ ]

3 Konsistensi makanan Tidak sesuai 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 sesuai I3 [ ]

4 Keempukan makanan Tidak sesuai 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 sesuai I4 [ ]

6 Temperature/ suhu Tidak sesuai 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 sesuai I5 [ ]

Page 186: Liza Ellizabet Aula-fkik

164

STANDAR PORSI MAKANAN

Hari / Tanggal :

Menu ke :

Waktu Makan : Pagi/ Siang/ Sore

No. Nama Bahan Makanan Berat Per Porsi (gr)

Page 187: Liza Ellizabet Aula-fkik

165

PORSI MAKANAN RESPONDEN

Hari / Tanggal :

Menu ke :

Waktu Makan : Pagi/ Siang/ Sore

No.

kamar

Nama Pasien

Jenis Diet

Makanan yang diberikan

Nasi Lauk

Hewani

Lauk

Nabati

Sayur Buah

Page 188: Liza Ellizabet Aula-fkik

166

Lembar Pengukuran Sisa Makanan

Hari / Tanggal :

Menu ke :

Waktu Makan : Pagi/ Siang/ Sore

No.

kamar

Nama Pasien

Jenis Diet

Makanan yang diberikan

Nasi Lauk

Hewani

Lauk

Nabati

Sayur Buah

Page 189: Liza Ellizabet Aula-fkik

167

Lembar Penilaian Sisa Makanan

1. Nama Pasien :

2. No. Ruangan :

3. Diagnosa Penyakit :

4. Jenis Diit :

Makan pagi Jenis Makanan Standar Porsi (gr) Sisa Makanan (gr)

Makan Siang Jenis Makanan Standar Porsi (gr) Sisa Makanan (gr)

Makan Sore Jenis Makanan Standar Porsi (gr) Sisa Makanan (gr)

TOTAL

% Sisa Makanan = 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒔𝒊𝒔𝒂 𝒎𝒂𝒌𝒂𝒏𝒂𝒏

𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒔𝒕𝒂𝒏𝒅𝒂𝒓 𝒑𝒐𝒓𝒔𝒊 𝒙 𝟏𝟎𝟎% =

Hasil : > 25% = ada sisa makanan

≤25%= tidak ada sisa makanan

Page 190: Liza Ellizabet Aula-fkik

168

SISA MAKANAN BERDASARKAN JENIS MAKANAN

1. Sisa Makanan dari Makanan Pokok

2. Sisa Makanan dari Lauk Hewani

2,31 0,59 0,24 0,33

11,50

0,002,004,006,008,00

10,0012,0014,00

Bubur Ayam

Bubur Sumsum

Nasi Goreng

bubur nasi

Sisa Makanan dari Makanan Pokok

Makanan Pokok

0,67

2,27

0,001,00

0,11 0,00 0,00

3,99

0,55 0,44 0,00

1,66

0,22 0,00

2,22

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

4,00

4,50

Sisa Makanan dari Lauk Hewani

Lauk Hewani

Page 191: Liza Ellizabet Aula-fkik

169

3. Sisa Makanan dari Lauk Nabati

4. Sisa Makanan dari Sayuran

5. Sisa Makanan dari Buah

1,32 2,22 1,39 2,01 1,39 0,97 0,00

8,89 9,72

0,000,002,004,006,008,00

10,0012,00

Sisa Makanan dari Lauk Nabati

Lauk Nabati

2,614,451,642,981,682,35

11,9314,62

0,670,000,080,250,250,253,533,110,002,004,006,008,00

10,0012,0014,0016,00

Sisa Makanan dari Sayuran

Sayuran

3,11 3,26

4,43

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

Pepaya Jeruk pisang

Sisa Makanan dari Buah

Buah

Page 192: Liza Ellizabet Aula-fkik

170

Reliability Warnings

The space saver method is used. That is, the covariance matrix is not calculated or used in the analysis.

Scale has zero variance items.

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 20 100,0

Excluded(a)

0 ,0

Total 20 100,0

a Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

,890 28

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

susunan makanan 1,55 1,050 20

nasi ,50 ,513 20

lauk hewani ,60 ,503 20

lauk nabati ,50 ,513 20

sayur ,65 ,489 20

buah ,55 ,510 20

frekuensi makan ,50 ,513 20

gangguan pencernaan ,50 ,513 20

status kehamilan 1,00 ,000 20

F1 ,65 ,988 20

F2 ,95 ,686 20

F3 1,15 ,813 20

F4 ,80 ,768 20

F5 ,80 ,834 20

F6 ,65 ,671 20

F7 ,35 ,489 20

penampilan_warna ,55 ,510 20

penampilan_konsistensi ,60 ,503 20

penampilan_bentuk ,50 ,513 20

penampilan_porsi ,45 ,510 20

Penampilan_penyajian ,55 ,510 20

rasa_aroma ,50 ,513 20

rasa_bumbu ,50 ,513 20

Page 193: Liza Ellizabet Aula-fkik

171

rasa_keempukan ,70 ,470 20

rasa_kerenyahan ,60 ,503 20

rasa_kematangan ,80 ,410 20

rasa_temperatur ,55 ,510 20

makanan dari luar rumah sakit 1,85 1,182 20

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if

Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

susunan makanan 18,30 67,589 ,559 ,885

nasi 19,35 73,713 ,496 ,886

lauk hewani 19,25 73,671 ,512 ,885

lauk nabati 19,35 74,029 ,459 ,886

sayur 19,20 74,379 ,441 ,887

buah 19,30 74,116 ,452 ,886

frekuensi makan 19,35 73,292 ,545 ,885

gangguan pencernaan 19,35 74,029 ,459 ,886

status kehamilan 18,85 78,345 ,000 ,891

F1 19,20 69,537 ,475 ,887

F2 18,90 72,305 ,477 ,886

F3 18,70 71,168 ,475 ,886

F4 19,05 71,208 ,505 ,885

F5 19,05 70,892 ,481 ,886

F6 19,20 72,800 ,445 ,886

F7 19,50 74,158 ,468 ,886

penampilan_warna 19,30 73,063 ,575 ,884

penampilan_konsistensi 19,25 73,355 ,550 ,885

penampilan_bentuk 19,35 74,029 ,459 ,886

penampilan_porsi 19,40 74,042 ,460 ,886

Penampilan_penyajian 19,30 74,116 ,452 ,886

rasa_aroma 19,35 74,134 ,447 ,886

rasa_bumbu 19,35 73,713 ,496 ,886

rasa_keempukan 19,15 73,818 ,533 ,885

rasa_kerenyahan 19,25 75,145 ,338 ,888

rasa_kematangan 19,05 76,471 ,238 ,890

rasa_temperatur 19,30 73,274 ,551 ,885

makanan dari luar rumah sakit 18,00 67,684 ,476 ,889

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items

19,85 78,345 8,851 28

Page 194: Liza Ellizabet Aula-fkik

172

Karakteristik Responden Frequencies

Frequencies

Explore

Statistics

umur_kelompok

58

0

,6379

1,0000

,48480

,00

1,00

Valid

Missing

N

Mean

Median

Std. Dev iation

Minimum

Maximum

umur_kelompok

21 36,2 36,2 36,2

37 63,8 63,8 100,0

58 100,0 100,0

>=45

<45

Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Statistics

jenis_kelamin

58

0

,59

1,00

1

,497

0

1

Valid

Missing

N

Mean

Median

Mode

Std. Dev iation

Minimum

Maximum

jenis_ke lamin

24 41,4 41,4 41,4

34 58,6 58,6 100,0

58 100,0 100,0

laki-laki

perempuan

Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Page 195: Liza Ellizabet Aula-fkik

173

lama_rawat lama_rawat Stem-and-Leaf Plot

Frequency Stem & Leaf

23,00 2 . 00000000000000000000000

,00 2 .

16,00 3 . 0000000000000000

,00 3 .

5,00 4 . 00000

,00 4 .

6,00 5 . 000000

,00 5 .

3,00 6 . 000

5,00 Extremes (>=7,0)

Case Process ing Sum m ary

58 100,0% 0 ,0% 58 100,0%lama_raw at

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

Descriptives

3,55 ,267

3,02

4,09

3,30

3,00

4,146

2,036

2

10

8

2

1,724 ,314

2,664 ,618

Mean

Low er Bound

Upper Bound

95% Conf idence

Interval for Mean

5% Trimmed Mean

Median

Variance

Std. Dev iation

Minimum

Maximum

Range

Interquartile Range

Skew ness

Kurtosis

lama_raw at

Statistic Std. Error

Tests of Normality

,279 58 ,000 ,755 58 ,000lama_raw at

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Kolmogorov-Smirnova

Shapiro-Wilk

Lilliefors Signif icance Correctiona.

Page 196: Liza Ellizabet Aula-fkik

174

Stem width: 1

Each leaf: 1 case(s)

Frequencies

Frequencies

Statistics

lama raw at kelompok

58

0

1,4138

1,0000

1,00

,64982

1,00

3,00

Valid

Missing

N

Mean

Median

Mode

Std. Deviation

Minimum

Maximum

lam a raw at ke lom pok

39 67,2 67,2 67,2

14 24,1 24,1 91,4

5 8,6 8,6 100,0

58 100,0 100,0

<=3 hari

4 - 6 hari

7 - 14 hari

Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Statistics

jenis_diet

58

0

,36

,00

0

,485

0

1

Valid

Missing

N

Mean

Median

Mode

Std. Deviation

Minimum

Maximum

Page 197: Liza Ellizabet Aula-fkik

175

Frequencies Statistics

Hasil_sisa_makanan

N Valid 58

Missing 0

Mean 20,2726

Median 20,3000

Std. Deviation 11,82359

Minimum ,00

Maximum 57,94

Hasil_sisa_makanan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid ,00 3 5,2 5,2 5,2

1,83 1 1,7 1,7 6,9

3,77 1 1,7 1,7 8,6

5,20 1 1,7 1,7 10,3

5,96 1 1,7 1,7 12,1

6,37 1 1,7 1,7 13,8

8,51 1 1,7 1,7 15,5

8,65 1 1,7 1,7 17,2

9,21 1 1,7 1,7 19,0

9,78 1 1,7 1,7 20,7

10,56 1 1,7 1,7 22,4

10,90 1 1,7 1,7 24,1

12,76 1 1,7 1,7 25,9

12,86 1 1,7 1,7 27,6

13,05 1 1,7 1,7 29,3

13,17 1 1,7 1,7 31,0

13,69 1 1,7 1,7 32,8

14,28 1 1,7 1,7 34,5

14,70 1 1,7 1,7 36,2

16,30 1 1,7 1,7 37,9

jenis_die t

37 63,8 63,8 63,8

21 36,2 36,2 100,0

58 100,0 100,0

diet khusus

diet biasa

Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Page 198: Liza Ellizabet Aula-fkik

176

16,40 1 1,7 1,7 39,7

16,95 1 1,7 1,7 41,4

17,04 1 1,7 1,7 43,1

19,39 1 1,7 1,7 44,8

19,61 1 1,7 1,7 46,6

20,11 1 1,7 1,7 48,3

20,21 1 1,7 1,7 50,0

20,39 1 1,7 1,7 51,7

22,40 1 1,7 1,7 53,4

22,62 1 1,7 1,7 55,2

24,01 1 1,7 1,7 56,9

25,00 1 1,7 1,7 58,6

25,16 1 1,7 1,7 60,3

25,17 1 1,7 1,7 62,1

25,22 2 3,4 3,4 65,5

25,34 1 1,7 1,7 67,2

25,61 1 1,7 1,7 69,0

25,73 1 1,7 1,7 70,7

26,08 2 3,4 3,4 74,1

26,60 1 1,7 1,7 75,9

26,96 1 1,7 1,7 77,6

27,85 1 1,7 1,7 79,3

28,03 1 1,7 1,7 81,0

28,66 1 1,7 1,7 82,8

29,24 1 1,7 1,7 84,5

29,47 1 1,7 1,7 86,2

30,33 1 1,7 1,7 87,9

31,62 1 1,7 1,7 89,7

33,25 1 1,7 1,7 91,4

34,26 1 1,7 1,7 93,1

35,08 1 1,7 1,7 94,8

36,05 1 1,7 1,7 96,6

55,18 1 1,7 1,7 98,3

57,94 1 1,7 1,7 100,0

Total 58 100,0 100,0

Frequencies

Page 199: Liza Ellizabet Aula-fkik

177

Statistics

Sisa_Makanan

_Pokok Sisa_Lauk_He

wani Sisa_Lauk_Na

bati Sisa_Sayur Sisa_Buah

N Valid 58 58 58 58 58

Missing 0 0 0 0 0

Mean 14,7895 12,9567 23,4941 47,1022 11,0722

Median 11,1400 6,4600 19,6150 40,4550 ,0000

Std. Deviation 14,35817 18,37590 24,45132 25,82442 22,16782

Minimum ,00 ,00 ,00 ,00 ,00

Maximum 52,88 86,67 100,00 94,12 82,99

Frequencies Statistics

sisa makanan

N Valid 58

Missing 0

Mean ,60

Median 1,00

Std. Deviation ,493

Minimum 0

Maximum 1

sisa makanan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid >25% 23 39,7 39,7 39,7

≤ 25% 35 60,3 60,3 100,0

Total 58 100,0 100,0

Frequencies

Page 200: Liza Ellizabet Aula-fkik

178

Statistics

Keadaan_psikis

N Valid 58

Missing 0

Mean 1,66

Median 2,00

Std. Deviation ,579

Minimum 0

Maximum 2

Keadaan_psikis

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid abnormal 3 5,2 5,2 5,2

borderline abnormal 14 24,1 24,1 29,3

normal 41 70,7 70,7 100,0

Total 58 100,0 100,0

Frequencies Statistics

kebiasaan makan

N Valid 58

Missing 0

Mean ,10

Median ,00

Std. Deviation ,307

Minimum 0

Maximum 1

kebiasaan makan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid tidak sesuai 52 89,7 89,7 89,7

sesuai 6 10,3 10,3 100,0

Total 58 100,0 100,0

Frequencies

Page 201: Liza Ellizabet Aula-fkik

179

Statistics

gangguan pencernaan

N Valid 58

Missing 0

Mean ,59

Median 1,00

Std. Deviation ,497

Minimum 0

Maximum 1

gangguan pencernaan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid ada 24 41,4 41,4 41,4

tidak ada 34 58,6 58,6 100,0

Total 58 100,0 100,0

Frequencies Statistics

status kehamilan

N Valid 58

Missing 0

Mean 1,00

Median 1,00

Std. Deviation ,000

Minimum 1

Maximum 1

status kehamilan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid tidak hamil 58 100,0 100,0 100,0

Frequencies

Page 202: Liza Ellizabet Aula-fkik

180

Statistics

penampilan_warna

N Valid 58

Missing 0

Mean ,66

Median 1,00

Std. Deviation ,479

Minimum 0

Maximum 1

penampilan_warna

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid tidak menarik 20 34,5 34,5 34,5

menarik 38 65,5 65,5 100,0

Total 58 100,0 100,0

Frequencies Statistics

penampilan_bentuk

N Valid 58

Missing 0

Mean ,59

Median 1,00

Std. Deviation ,497

Minimum 0

Maximum 1

penampilan_bentuk

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid tidak menarik 24 41,4 41,4 41,4

menarik 34 58,6 58,6 100,0

Total 58 100,0 100,0

Frequencies

Page 203: Liza Ellizabet Aula-fkik

181

Statistics

penampilan_porsi

N Valid 58

Missing 0

Mean ,50

Median ,50

Std. Deviation ,504

Minimum 0

Maximum 1

penampilan_porsi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid tidak sesuai 29 50,0 50,0 50,0

sesuai 29 50,0 50,0 100,0

Total 58 100,0 100,0

Frequencies Statistics

Penampilan_penyajian

N Valid 58

Missing 0

Mean ,72

Median 1,00

Std. Deviation ,451

Minimum 0

Maximum 1

Penampilan_penyajian

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid tidak menarik 16 27,6 27,6 27,6

menarik 42 72,4 72,4 100,0

Total 58 100,0 100,0

Frequencies

Page 204: Liza Ellizabet Aula-fkik

182

Statistics

rasa_aroma

N Valid 58

Missing 0

Mean ,48

Median ,00

Std. Deviation ,504

Minimum 0

Maximum 1

rasa_aroma

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid tidak enak 30 51,7 51,7 51,7

enak 28 48,3 48,3 100,0

Total 58 100,0 100,0

Frequencies Statistics

rasa_bumbu

N Valid 58

Missing 0

Mean ,41

Median ,00

Std. Deviation ,497

Minimum 0

Maximum 1

rasa_bumbu

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid tidak terasa 34 58,6 58,6 58,6

terasa 24 41,4 41,4 100,0

Total 58 100,0 100,0

Page 205: Liza Ellizabet Aula-fkik

183

Frequencies Statistics

rasa_konsistensi

N Valid 58

Missing 0

Mean ,53

Median 1,00

Std. Deviation ,503

Minimum 0

Maximum 1

rasa_konsistensi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid tidak sesuai 27 46,6 46,6 46,6

sesuai 31 53,4 53,4 100,0

Total 58 100,0 100,0

Frequencies Statistics

rasa_keempukan

N Valid 58

Missing 0

Mean ,71

Median 1,00

Std. Deviation ,459

Minimum 0

Maximum 1

rasa_keempukan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid tidak sesuai 17 29,3 29,3 29,3

sesuai 41 70,7 70,7 100,0

Total 58 100,0 100,0

Frequencies

Page 206: Liza Ellizabet Aula-fkik

184

Statistics

rasa_temperatur

N Valid 58

Missing 0

Mean ,72

Median 1,00

Std. Deviation ,451

Minimum 0

Maximum 1

rasa_temperatur

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid tidak sesuai 16 27,6 27,6 27,6

sesuai 42 72,4 72,4 100,0

Total 58 100,0 100,0

Frequencies Statistics

Makanan_Luar_RS

N Valid 58

Missing 0

Mean ,57

Median 1,00

Std. Deviation ,500

Minimum 0

Maximum 1

Makanan_Luar_RS

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid sering 25 43,1 43,1 43,1

tidak sering 33 56,9 56,9 100,0

Total 58 100,0 100,0

Page 207: Liza Ellizabet Aula-fkik

185

Analisis bivariat Oneway

Descriptives

Hasil_sisa_makanan

3 12,6733 12,58104 7,26367 -18,5797 43,9264 ,00 25,16

14 22,5371 13,80454 3,68942 14,5666 30,5076 ,00 55,18

41 20,0554 11,09905 1,73338 16,5521 23,5587 ,00 57,94

58 20,2726 11,82359 1,55251 17,1637 23,3814 ,00 57,94

abnormal

borderline abnormal

normal

Total

N Mean Std. Deviation Std. Error Low er Bound Upper Bound

95% Conf idence Interval for

Mean

Minimum Maximum

ANOVA

Hasil_sisa_makanan

246,976 2 123,488 ,880 ,421

7721,470 55 140,390

7968,446 57

Betw een Groups

Within Groups

Total

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Page 208: Liza Ellizabet Aula-fkik

186

T-Test

Group Statis tics

52 20,5983 12,27415 1,70212

6 17,4500 6,80780 2,77927

kebiasaan makan

tidak sesuai

sesuai

Hasil_sisa_makanan

N Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean

Independent Samples Test

1,602 ,211 ,614 56 ,542 3,14827 5,12592 -7,12018 13,41672

,966 9,326 ,358 3,14827 3,25907 -4,18522 10,48176

Equal variances

assumed

Equal variances

not assumed

Hasil_sisa_makanan

F Sig.

Levene's Test for

Equality of Variances

t df Sig. (2-tailed)

Mean

Dif ference

Std. Error

Dif ference Low er Upper

95% Conf idence

Interval of the

Dif ference

t-test for Equality of Means

Page 209: Liza Ellizabet Aula-fkik

187

T-Test

Group Statis tics

24 24,1629 11,60112 2,36807

34 17,5265 11,35293 1,94701

gangguan pencernaan

ada

tidak ada

Hasil_sisa_makanan

N Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean

Independent Samples Test

,135 ,715 2,173 56 ,034 6,63645 3,05410 ,51834 12,75455

2,165 49,000 ,035 6,63645 3,06571 ,47566 12,79723

Equal variances

assumed

Equal variances

not assumed

Hasil_sisa_makanan

F Sig.

Levene's Test for

Equality of Variances

t df Sig. (2-tailed)

Mean

Dif ference

Std. Error

Dif ference Low er Upper

95% Conf idence

Interval of the

Dif ference

t-test for Equality of Means

Page 210: Liza Ellizabet Aula-fkik

188

T-Test

Group Statis tics

20 24,4305 13,99518 3,12942

38 18,0842 10,02600 1,62643

penampilan_w arna

tidak menarik

menarik

Hasil_sisa_makanan

N Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean

Independent Samples Test

,451 ,505 1,993 56 ,051 6,34629 3,18434 -,03272 12,72530

1,799 29,544 ,082 6,34629 3,52683 -,86113 13,55371

Equal variances

assumed

Equal variances

not assumed

Hasil_sisa_makanan

F Sig.

Levene's Test for

Equality of Variances

t df Sig. (2-tailed)

Mean

Dif ference

Std. Error

Dif ference Low er Upper

95% Conf idence

Interval of the

Dif ference

t-test for Equality of Means

Page 211: Liza Ellizabet Aula-fkik

189

T-Test

Group Statis tics

24 22,6871 14,34523 2,92821

34 18,5682 9,52937 1,63427

penampilan_bentuk

tidak menarik

menarik

Hasil_sisa_makanan

N Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean

Independent Samples Test

1,529 ,221 1,315 56 ,194 4,11885 3,13226 -2,15583 10,39352

1,228 37,054 ,227 4,11885 3,35339 -2,67544 10,91313

Equal variances

assumed

Equal variances

not assumed

Hasil_sisa_makanan

F Sig.

Levene's Test for

Equality of Variances

t df Sig. (2-tailed)

Mean

Dif ference

Std. Error

Dif ference Low er Upper

95% Conf idence

Interval of the

Dif ference

t-test for Equality of Means

Page 212: Liza Ellizabet Aula-fkik

190

T-Test

Group Statis tics

29 19,8721 12,07880 2,24298

29 20,6731 11,76255 2,18425

penampilan_porsi

tidak sesuai

sesuai

Hasil_sisa_makanan

N Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean

Independent Samples Test

,004 ,948 -,256 56 ,799 -,80103 3,13080 -7,07278 5,47071

-,256 55,961 ,799 -,80103 3,13080 -7,07287 5,47081

Equal variances

assumed

Equal variances

not assumed

Hasil_sisa_makanan

F Sig.

Levene's Test for

Equality of Variances

t df Sig. (2-tailed)

Mean

Dif ference

Std. Error

Dif ference Low er Upper

95% Conf idence

Interval of the

Dif ference

t-test for Equality of Means

Page 213: Liza Ellizabet Aula-fkik

191

T-Test

Group Statis tics

16 19,4525 13,18220 3,29555

42 20,5850 11,41995 1,76214

Penampilan_penyajian

tidak menarik

menarik

Hasil_sisa_makanan

N Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean

Independent Samples Test

,115 ,736 -,323 56 ,748 -1,13250 3,50120 -8,14624 5,88124

-,303 24,083 ,764 -1,13250 3,73708 -8,84405 6,57905

Equal variances

assumed

Equal variances

not assumed

Hasil_sisa_makanan

F Sig.

Levene's Test for

Equality of Variances

t df Sig. (2-tailed)

Mean

Dif ference

Std. Error

Dif ference Low er Upper

95% Conf idence

Interval of the

Dif ference

t-test for Equality of Means

Page 214: Liza Ellizabet Aula-fkik

192

T-Test

Group Statis tics

30 25,0417 10,47437 1,91235

28 15,1629 11,17769 2,11239

rasa_aroma

tidak enak

enak

Hasil_sisa_makanan

N Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean

Independent Samples Test

,185 ,668 3,475 56 ,001 9,87881 2,84295 4,18370 15,57392

3,467 54,998 ,001 9,87881 2,84943 4,16842 15,58920

Equal variances

assumed

Equal variances

not assumed

Hasil_sisa_makanan

F Sig.

Levene's Test for

Equality of Variances

t df Sig. (2-tailed)

Mean

Dif ference

Std. Error

Dif ference Low er Upper

95% Conf idence

Interval of the

Dif ference

t-test for Equality of Means

Page 215: Liza Ellizabet Aula-fkik

193

T-Test

Group Statis tics

34 22,3353 9,92440 1,70202

24 17,3504 13,78177 2,81319

rasa_bumbu

tidak terasa

terasa

Hasil_sisa_makanan

N Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean

Independent Samples Test

2,953 ,091 1,603 56 ,115 4,98488 3,10971 -1,24461 11,21437

1,516 39,254 ,138 4,98488 3,28800 -1,66435 11,63410

Equal variances

assumed

Equal variances

not assumed

Hasil_sisa_makanan

F Sig.

Levene's Test for

Equality of Variances

t df Sig. (2-tailed)

Mean

Dif ference

Std. Error

Dif ference Low er Upper

95% Conf idence

Interval of the

Dif ference

t-test for Equality of Means

Page 216: Liza Ellizabet Aula-fkik

194

T-Test

Group Statis tics

27 20,7244 11,94089 2,29802

31 19,8790 11,90368 2,13796

rasa_konsis tensi

tidak sesuai

sesuai

Hasil_sisa_makanan

N Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean

Independent Samples Test

,085 ,771 ,269 56 ,789 ,84541 3,13807 -5,44090 7,13172

,269 54,864 ,789 ,84541 3,13876 -5,44515 7,13597

Equal variances

assumed

Equal variances

not assumed

Hasil_sisa_makanan

F Sig.

Levene's Test for

Equality of Variances

t df Sig. (2-tailed)

Mean

Dif ference

Std. Error

Dif ference Low er Upper

95% Conf idence

Interval of the

Dif ference

t-test for Equality of Means

Page 217: Liza Ellizabet Aula-fkik

195

T-Test

Group Statis tics

17 20,3247 14,37051 3,48536

41 20,2510 10,79837 1,68642

rasa_keempukan

tidak sesuai

sesuai

Hasil_sisa_makanan

N Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean

Independent Samples Test

1,403 ,241 ,021 56 ,983 ,07373 3,44103 -6,81948 6,96694

,019 23,846 ,985 ,07373 3,87192 -7,92025 8,06771

Equal variances

assumed

Equal variances

not assumed

Hasil_sisa_makanan

F Sig.

Levene's Test for

Equality of Variances

t df Sig. (2-tailed)

Mean

Dif ference

Std. Error

Dif ference Low er Upper

95% Conf idence

Interval of the

Dif ference

t-test for Equality of Means

Page 218: Liza Ellizabet Aula-fkik

196

T-Test

Group Statis tics

16 21,9494 13,65822 3,41455

42 19,6338 11,16191 1,72232

rasa_temperatur

tidak sesuai

sesuai

Hasil_sisa_makanan

N Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean

Independent Samples Test

,214 ,646 ,663 56 ,510 2,31557 3,49078 -4,67731 9,30844

,605 23,058 ,551 2,31557 3,82434 -5,59459 10,22572

Equal variances

assumed

Equal variances

not assumed

Hasil_sisa_makanan

F Sig.

Levene's Test for

Equality of Variances

t df Sig. (2-tailed)

Mean

Dif ference

Std. Error

Dif ference Low er Upper

95% Conf idence

Interval of the

Dif ference

t-test for Equality of Means

Page 219: Liza Ellizabet Aula-fkik

197

T-Test

Group Statis tics

25 23,8512 10,54685 2,10937

33 17,5615 12,16561 2,11776

Makanan_Luar_RS

sering

tidak sering

Hasil_sisa_makanan

N Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean

Independent Samples Test

,612 ,437 2,063 56 ,044 6,28968 3,04914 ,18153 12,39784

2,104 54,919 ,040 6,28968 2,98904 ,29932 12,28005

Equal variances

assumed

Equal variances

not assumed

Hasil_sisa_makanan

F Sig.

Levene's Test for

Equality of Variances

t df Sig. (2-tailed)

Mean

Dif ference

Std. Error

Dif ference Low er Upper

95% Conf idence

Interval of the

Dif ference

t-test for Equality of Means

Page 220: Liza Ellizabet Aula-fkik

cxcviii

Output Tambahan Frequencies

Statistics

jenis_penyakit

58

0

,67

1,00

1

0

1

Valid

Missing

N

Mean

Median

Mode

Minimum

Maximum

jenis_penyak it

19 32,8 32,8 32,8

39 67,2 67,2 100,0

58 100,0 100,0

kronis

non-kronis

Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Page 221: Liza Ellizabet Aula-fkik

cxcix

Crosstabs

Case Process ing Sum m ary

58 100,0% 0 ,0% 58 100,0%jenis_penyakit *

Keadaan_psikis

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

jenis_penyak it * Keadaan_ps ik is Crosstabulation

2 2 15 19

10,5% 10,5% 78,9% 100,0%

1 12 26 39

2,6% 30,8% 66,7% 100,0%

3 14 41 58

5,2% 24,1% 70,7% 100,0%

Count

% w ithin jenis_penyakit

Count

% w ithin jenis_penyakit

Count

% w ithin jenis_penyakit

kronis

non-kronis

jenis_

penyakit

Total

abnormal

borderline

abnormal normal

Keadaan_psikis

Total

Chi-Square Tes ts

4,007a 2 ,135

4,212 2 ,122

,071 1 ,790

58

Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio

Linear-by-Linear

Association

N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig.

(2-s ided)

3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The

minimum expected count is ,98.

a.

Risk Estimate

aOdds Ratio for

jenis_penyakit

(kronis / non-kronis)

Value

Risk Estimate statistics cannot be computed. They

are only computed for a 2*2 table w ithout empty cells.

a.

Page 222: Liza Ellizabet Aula-fkik

cc

Crosstabs

Case Process ing Summ ary

58 100,0% 0 ,0% 58 100,0%umur_kat * rasa_aroma

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

umur_kat * rasa_aroma Crosstabulation

14 7 21

66,7% 33,3% 100,0%

16 21 37

43,2% 56,8% 100,0%

30 28 58

51,7% 48,3% 100,0%

Count

% w ithin umur_kat

Count

% w ithin umur_kat

Count

% w ithin umur_kat

>45

<45

umur_kat

Total

tidak enak enak

rasa_aroma

Total

Chi-Square Tests

2,944b 1 ,086

2,080 1 ,149

2,987 1 ,084

,107 ,074

2,893 1 ,089

58

Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio

Fisher's Exact Test

Linear-by-Linear

Association

N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig.

(2-s ided)

Exact Sig.

(2-s ided)

Exact Sig.

(1-s ided)

Computed only for a 2x2 tablea.

0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is

10,14.

b.

Risk Estimate

2,625 ,860 8,016

1,542 ,957 2,485

,587 ,301 1,144

58

Odds Ratio for

umur_kat (>45 / <45)

For cohort rasa_

aroma = tidak enak

For cohort rasa_

aroma = enak

N of Valid Cases

Value Low er Upper

95% Conf idence

Interval

Page 223: Liza Ellizabet Aula-fkik

cci

Frequencies

Frequency Table

Statistics

58 58 58

0 0 0

Valid

Missing

N

susunan

makanan

frekuensi

makan

jumlah_

makanan

susunan makanan

7 12,1 12,1 12,1

16 27,6 27,6 39,7

22 37,9 37,9 77,6

13 22,4 22,4 100,0

58 100,0 100,0

tidak lengkap

kurang lengkap

lengkap

sangat lengkap

Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

frekuens i m akan

22 37,9 37,9 37,9

36 62,1 62,1 100,0

58 100,0 100,0

tidak sesuai

sesuai

Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

jum lah_makanan

49 84,5 84,5 84,5

9 15,5 15,5 100,0

58 100,0 100,0

tidak sesuai

sesuai

Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Page 224: Liza Ellizabet Aula-fkik

ccii

Crosstabs

Case Process ing Sum m ary

58 100,0% 0 ,0% 58 100,0%gangguan pencernaan *

rasa_bumbu

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

gangguan pencernaan * r asa_bumbu Cross tabulation

13 11 24

54,2% 45,8% 100,0%

21 13 34

61,8% 38,2% 100,0%

34 24 58

58,6% 41,4% 100,0%

Count

% w ithin gangguan

pencernaan

Count

% w ithin gangguan

pencernaan

Count

% w ithin gangguan

pencernaan

ada

tidak ada

gangguan pencernaan

Total

tidak terasa terasa

rasa_bumbu

Total

Chi-Square Tests

,335b 1 ,563

,095 1 ,758

,334 1 ,563

,598 ,378

,329 1 ,566

58

Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio

Fisher's Exact Test

Linear-by-Linear

Association

N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig.

(2-s ided)

Exact Sig.

(2-s ided)

Exact Sig.

(1-s ided)

Computed only for a 2x2 tablea.

0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is

9,93.

b.

Page 225: Liza Ellizabet Aula-fkik

cciii

Crosstabs

Risk Estimate

,732 ,254 2,111

,877 ,557 1,380

1,199 ,652 2,205

58

Odds Ratio for

gangguan pencernaan

(ada / tidak ada)

For cohort rasa_bumbu

= tidak terasa

For cohort rasa_bumbu

= terasa

N of Valid Cases

Value Low er Upper

95% Conf idence

Interval

Case Process ing Summ ary

58 100,0% 0 ,0% 58 100,0%jenis_kelamin *

penampilan_pors i

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

jenis_ke lamin * penam pilan_por si Cr osstabulation

15 9 24

62,5% 37,5% 100,0%

14 20 34

41,2% 58,8% 100,0%

29 29 58

50,0% 50,0% 100,0%

Count

% w ithin jenis_kelamin

Count

% w ithin jenis_kelamin

Count

% w ithin jenis_kelamin

laki-laki

perempuan

jenis_

kelamin

Total

tidak sesuai sesuai

penampilan_pors i

Total

Chi-Square Tests

2,559b 1 ,110

1,777 1 ,183

2,580 1 ,108

,182 ,091

2,515 1 ,113

58

Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio

Fisher's Exact Test

Linear-by-Linear

Association

N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig.

(2-s ided)

Exact Sig.

(2-s ided)

Exact Sig.

(1-s ided)

Computed only for a 2x2 tablea.

0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is

12,00.

b.

Page 226: Liza Ellizabet Aula-fkik

cciv

Frequencies

Frequency Table

Risk Estimate

2,381 ,815 6,956

1,518 ,914 2,521

,638 ,354 1,148

58

Odds Ratio for jenis_

kelamin (laki-laki /

perempuan)

For cohort penampilan_

porsi = tidak sesuai

For cohort penampilan_

porsi = sesuai

N of Valid Cases

Value Low er Upper

95% Conf idence

Interval

Statistics

58 58

0 0

Valid

Missing

N

jenis_

makanan_

Luar

Alasan_

makanan_

luar

jenis_makanan_Luar

20 34,5 34,5 34,5

21 36,2 36,2 70,7

7 12,1 12,1 82,8

10 17,2 17,2 100,0

58 100,0 100,0

buah

cemilan

cemilan, buah

tidak makan

Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Alasan_m akanan_luar

25 43,1 43,1 43,1

12 20,7 20,7 63,8

10 17,2 17,2 81,0

11 19,0 19,0 100,0

58 100,0 100,0

rasa makanan tidak enak

tidak terbiasa

penampilan makanan

tidak menarik

ingin makan sesuatu

Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent