Liza Ellizabet Aula-fkik
-
Upload
vianabella -
Category
Documents
-
view
25 -
download
4
Transcript of Liza Ellizabet Aula-fkik
i
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA
SISA MAKANAN PADA PASIEN RAWAT INAP
DI RUMAH SAKIT HAJI JAKARTA
TAHUN 2011
SKRIPSI
Oleh:
LISA ELLIZABET AULA
NIM: 107101001715
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2011
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 27 September 2011
Lisa Ellizabet Aula
iii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
Skripsi, 27 September 2011
Lisa Ellizabet Aula, NIM : 107101001715
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA SISA
MAKANAN PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT HAJI JAKARTA
TAHUN 2011
xxii + 157 Halaman, 31 tabel, 2 gambar, 5 lampiran
ABSTRAK
Sisa Makanan adalah volume atau persentase makanan yang tidak habis
termakan dan dibuang sebagai sampah dan dapat digunakan untuk mengukur efektivitas
menu. Jika sisa makanan masih dibiarkan, maka dalam jangka waktu yang lama akan
mempengaruhi status gizi pasien yang kemudian dapat menimbulkan terjadinya
malnutrisi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan disain
cross-sectional study. Sampel penelitian ini sebanyak 58 pasien rawat inap yang diambil
dengan cara purposive sampling. Analisis hubungan antar variabel dependen dengan
variabel independen menggunakan uji t, uji anova, dan uji chi square.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata sisa makanan responden adalah
sebanyak 20,27%. Persentase responden yang tidak menghabiskan makanannya >25%
mencapai 39,7%. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara gangguan
pencernaan, aroma makanan, dan makanan dari luar rumah sakit dengan terjadinya sisa
makanan. Sementara itu, keadaan psikis, kebiasaan makan, penampilan makanan yang
meliputi warna makanan, bentuk makanan, porsi makanan, dan penyajian makanan, dan
rasa makanan yang meliputi bumbu makanan, konsistensi makanan, keempukan
makanan, dan temperatur makanan tidak memiliki hubungan dengan terjadinya sisa
makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta.
Berdasarkan hasil penelitian, disarankan bagi Rumah sakit Haji Jakarta untuk
memperbaiki mutu makanan, terutama aroma makanan, dengan pemberian bumbu atau
cara memasak yang tepat akan menimbulkan aroma yang sedap, memberikan makanan
yang sesuai dengan kondisi responden, melakukan evaluasi sisa makanan dan status
kesehatan pasien secara rutin dan menyeluruh.
Kata Kunci : Sisa Makanan, pasien, rumah sakit
Daftar Bacaan : 47 (1987-2011)
iv
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
Undergraduated Thesis, 27 September 2011
Lisa Ellizabet Aula, NIM : 107101001715
FACTORS ASSOCIATED WITH THE OCCURRENCE OF PLATE WASTE
AMONG PATIENTS HOSPITALIZED IN RUMAH SAKIT HAJI JAKARTA IN
2011
xxii + 157 pages, 31 tables, 2 charts, 5 attachements
ABSTRACT
Plate waste is the volume or the percentage of ingested food that`s not discharged
and disposed as waste and can be used to measure the effectiveness of the menu. If plate
wastes are still left, a period of the time, it will affect the nutritional status of patients
and can lead to the occurrence of malnutrition. The purpose of this study is to determine
the factors associated with the occurrence of plate waste in Rumah Sakit Haji Jakarta.
This is a quantitative research by using cross-sectional study design. Sample in
this study is 58 patients hospitalized that was take with purposive sampling. Analysis of
the relationship between the variable use t tes, anova test, and chi square.
The results of this study show that the average of plate waste is 20,27%.
Percentage of responden who didn`t spend their food more than 25% is 39,7%.
Statistical test results that there is a relationship between gastrointestinal disorders, the
smeel of food, and the food from outside hospital with the occurance of plate waste.
Beside that, the psychological status, eating habits, appearance of food such as food
color, food shape, food size, and food presentation, and taste of food such as food
seasoning, food consistency, food terderness, and food temperature doesn`t have a
relationship with the occurance of plate waste in Rumah Sakit Haji Jakarta.
Based on research result, suggested for Rumah Sakit Haji Jakarta to improve the
quality of food, expecially smell of food by add herbs or cook with the right way to
make a good smell of food, provide food in accordance with the conditions of the
respondent, evaluate the occurance of plate waste and patient health status in reoutin and
comprehensive.
Keywords : Plate Waste, Patient, Hospital
Refference : 47 (1987- 2011)
v
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Sidang Skripsi dengan Judul
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA SISA
MAKANAN PADA PASIEN RAWAT INAP
DI RUMAH SAKIT HAJI JAKARTA TAHUN 2011
Telah disetujui dan diperiksa oleh pembimbing skripsi untuk mengikuti sidang skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Disusun oleh:
Lisa Ellizabet Aula
NIM: 107101001715
Jakarta, 27 September 2011
Mengetahui
Pembimbing I
Ir. Febrianti, MSi
Pembimbing II
dr. Yuli Prapanca Satar, MARS
vi
PANITIA SIDANG SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 27 September 2011
Ir. Febrianti, M.Si.
(Pembimbing 1)
dr. Yuli Prapanca Satar, MARS
(Pembimbing 2)
Wilda Welis, SP. M. Kes.
(Penguji)
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Lisa Ellizabet Aula
Tempat/Tgl Lahir : Lamongan, 21 Oktober 1988
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Jalan Ahmad Yani no.114 RT 01/ 09 Kelurahan Utan Kayu
Utara, Kecamatan Matraman, Kotamadya Jakarta Timur 13120
No. Contact : 085883276579
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan:
1. TK RA (1994-1995)
2. SD Negeri Utan Kayu Utara 05 Pagi Jakarta (1995-2001)
3. SMP Negeri 7 Jakarta (2001-2004)
4. SMA Negeri 22 Jakarta (2004-2007)
5. S-1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran (2007-2011)
Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengalaman Organisasi
Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Kesehatan Masyarakat (BEMJ KESMAS)
Tobacco Control (TC)
Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (ISMKMI)
Forum Lingkar Pena (FLP) Ciputat
viii
Lembar Persembahan
(2) Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan. (3) Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan. (QS. Al Insyiraah; 5-6)
Ketika aku mulai dengan bismillah
Aku sadar aku pasti bisa
Meski akan ada tantangan
Meski aku akan merasa terbang dan dijatuhkan
Tapi aku menyadari inilah perjuangan
Inilah jalan yang harus kutempuh
Dan inilah yang bisa aku persembahkan
Karya ini kupersembahkan untuk
Kedua orang tuaku,
Adikku tercinta,
Sahabatku yang tersayang
Dan orang-orang yang sudah mendukungku dengan tulus
dan ikhlas
5 6
ix
KATA PENGANTAR
Segala Puji syukur senantiasa tercurahkan kehadirat Allah SWT yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang, yang senantiasa menganugerahkan nikmat dan rahmat
serta karunianya sehingga penulis masih diberi kesempatan dan kemampuan dalam
menjalankan aktifitas dan dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.
Shalawat dan salam senantiasa kami curahkan kepada Rasul tercinta, Nabi Muhammad
SAW yang telah membawa kebenaran yaitu Islam dan telah menjadi suri tauladan bagi
umatnya.
Skripsi ini dapat terselesaikan dengan dukungan dan bantuan pihak-pihak terkait
sehingga penulis sangat berterima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu
dalam proses penyusunan skripsi ini, diantaranya :
1. Kedua orang tua saya, ayahanda Muallimin dan Ibunda Munasikah, yang
senantiasa memberikan perhatian dan kasih sayang, menyumbangkan fikiran
secara moral, emosional dan finansial yang tak terhingga, mau mendengarkan
semua keluhan dan senantiasa memberikan doa untuk pantang menyerah dan
selalu sabar dalam menyelesaikan semua tugas yang diemban oleh penulis.
2. Adikku tercinta, M. Faizal Ashar yang mendukung penulis baik mental maupun
secara finasial sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengaan baik.
3. Prof.Dr (hc). dr. M. K. Tajudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
x
4. dr. Yuli Prapanca Satar, MARS selaku Ketua program studi Kesehatan
Masyarakat dan Pembimbing II dalam pembuatan skripsi ini.
5. Ibu Ir. Febrianti, Msi selaku Pembimbing I, terimakasih atas segala bimbingan,
waktu dan fikiran yang ibu berikan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
6. Seluruh Staf Pengajar Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah
memberikan Ilmu Pengetahuan kepada kami.
7. Ibu Cut Kemala Handayani, AMG selaku Kepada Instalasi Gizi di Rumah Sakit
Haji Jakarta yang telah membantu penulis di lapangan, beserta dengan staff dan
karyawan instalasi gizi.
8. GEER TOGETHER FOREVER (Melli Wulandari, Hafifatul Auliya Rahmy,
Karbella Kuantanades Hasti, dan Farida Hidayati) sahabat yang selalu bersama
dalam senang maupun susah, memberi semangat, masukan, arahan, motivasi,
harapan, dan doa untuk hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Terima untuk segala kebaikan yang telah kalian berikan.
9. Teman-teman seperjuanganku angkatan 2007 tetap semangat dan sukses selalu
untuk kita semua.
10. Untuk Sahabat-sahabatku, Lisanti dan Munawaroh, terima kasih untuk setiap
doa, perhatian, dan kebaikan yang sudah kalian berikan.
11. Rekan-rekan mahasiswa dan segenap pihak yang telah berperan aktif membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan dalam
laporan ini.
xi
Akhir kata, kesempurnaan hanya milik Allah SWT dan kesalahannya datangnya
dari penulis selaku manusia biasa. Dengan sepenuh hati, penulis menyadari bahwa
skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun, penulis berharap, semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Ciputat, September 2011
Penulis
xii
DAFTAR ISI
Lembar Pernyataan......................................................................................................... ii
Abstrak ........................................................................................................................... iii
Lembar Persetujuan ........................................................................................................ v
Lembar Pengesahan ....................................................................................................... vi
Daftar Riwayat Hidup .................................................................................................... vii
Lembar Persembahan ..................................................................................................... viii
Kata Pengantar ............................................................................................................... ix
Daftar Isi......................................................................................................................... xii
Daftar Tabel ................................................................................................................... xviii
Daftar Bagan .................................................................................................................. xxi
Daftar Lampiran ............................................................................................................. xxii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1.Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2.Rumusan Masalah ............................................................................................ 7
1.3.Pertanyaan Penelitian ....................................................................................... 9
1.4.Tujuan .............................................................................................................. 10
1.4.1. Tujuan Umum ......................................................................................... 10
1.4.2. Tujuan Khusus ........................................................................................ 10
1.5.Manfaat ............................................................................................................ 12
1.5.1. Bagi Mahasiswa...................................................................................... 12
1.5.2. Bagi Rumah Sakit Haji Jakarta ............................................................... 12
1.5.3. Bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta .................................................... 13
1.6.Ruang Lingkup ............................................................................................... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 14
2.1.Masalah Gizi di Rumah Sakit .......................................................................... 14
2.2.Asupan Makanan Pasien .................................................................................. 16
2.3.Sisa Makanan ................................................................................................... 19
xiii
2.3.1. Pengertian Sisa Makanan ....................................................................... 19
2.3.2. Evaluasi Sisa Makanan ........................................................................... 20
2.3.3. Metode Evaluasi Sisa Makanan .............................................................. 20
2.4.Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Sisa Makanan .............. 24
2.4.1. Faktor Internal ........................................................................................ 24
2.4.2. Faktor Eksternal...................................................................................... 41
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS ... 49
3.1.Kerangka Konsep ............................................................................................. 49
3.2.Definisi Operasional ........................................................................................ 52
3.3.Hipotesis .......................................................................................................... 57
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ...................................................................... 58
4.1.Design Penelitian ............................................................................................. 58
4.2.Lokasi dan waktu Penelitian ............................................................................ 58
4.3.Populasi dan Sampel ........................................................................................ 58
4.3.1. Populasi .................................................................................................. 58
4.3.2. Sampel .................................................................................................... 58
4.4.Instrumen Penelitian ........................................................................................ 60
4.4.1. Validitas .................................................................................................. 62
4.4.2. Reliabilitas .............................................................................................. 64
4.5.Pengumpulan data ............................................................................................ 64
4.5.1. Data Primer ............................................................................................. 64
4.5.2. Data Sekunder ........................................................................................ 65
4.6.Pengolahan Data .............................................................................................. 66
4.6.1. Data Coding ............................................................................................ 66
4.6.2. Data Editing ............................................................................................ 73
4.6.3. Data Entry ............................................................................................... 73
4.6.4. Data Cleaning ......................................................................................... 73
4.7.Analisis ............................................................................................................ 73
4.7.1. Analisis univariat .................................................................................... 73
xiv
4.7.2. Analisis bivariat ...................................................................................... 74
BAB V HASIL ............................................................................................................... 75
5.1.Gambaran Karakteristik Responden ................................................................ 75
5.2.Analisis Univariat ............................................................................................ 76
5.2.1. Gambaran Sisa Makanan ........................................................................ 76
5.2.2. Gambaran Keadaan Psikis ...................................................................... 79
5.2.3. Gambaran Kebiasaan Makan .................................................................. 80
5.2.4. Gambaran Gangguan Pencernaan........................................................... 81
5.2.5. Gambaran Status Kehamilan .................................................................. 81
5.2.6. Gambaran Penampilan Makanan ............................................................ 82
5.2.6.1. Gambaran Warna Makanan ...................................................... 82
5.2.6.2. Gambaran Bentuk Makanan ..................................................... 83
5.2.6.3. Gambaran Porsi Makanan ........................................................ 84
5.2.6.4. Gambaran Penyajian Makanan ................................................. 84
5.2.7. Gambaran Rasa Makanan ....................................................................... 85
5.2.7.1. Gambaran Aroma Makanan ..................................................... 85
5.2.7.2. Gambaran Bumbu Makanan ..................................................... 86
5.2.7.3. Gambaran Konsistensi Makanan .............................................. 86
5.2.7.4. Gambaran Keempukan Makanan ............................................. 87
5.2.7.5. Gambaran Temperatur Makanan .............................................. 88
5.2.7.6. Gambaran Makanan dari Luar Rumah Sakit ............................ 88
5.3.Analisis Bivariat............................................................................................... 89
5.3.1. Hubungan Keadaan Psikis dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ................ 90
5.3.2. Hubungan Kebiasaan Makan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ................ 91
5.3.3. Hubungan Gangguan Pencernaan dengan Terjadinya Sisa
Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta
Tahun 2011.... ......................................................................................... 92
xv
5.3.4. Hubungan Penampilan Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan
pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011.... .................................................................................................... 93
5.3.4.1. Hubungan Warna Makanan dengan Terjadinya Sisa
Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 93
5.3.4.2. Hubungan Bentuk Makanan dengan Terjadinya Sisa
Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 94
5.3.4.3. Hubungan Porsi Makanan dengan Terjadinya Sisa
Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 94
5.3.4.4. Hubungan Penyajian Makanan dengan Terjadinya Sisa
Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 95
5.3.5. Hubungan Rasa Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ................ 96
5.3.5.1. Hubungan Aroma Makanan dengan Terjadinya Sisa
Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 96
5.3.5.2. Hubungan Bumbu Makanan dengan Terjadinya Sisa
Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 97
5.3.5.3. Hubungan Konsistensi Makanan dengan Terjadinya Sisa
Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 97
5.3.5.4. Hubungan Keempukan Makanan dengan Terjadinya Sisa
Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 97
xvi
5.3.5.5. Hubungan Temperatur Makanan dengan Terjadinya Sisa
Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 99
5.3.5.6. Hubungan Makanan dari Luar Rumah Sakit dengan
Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................................... 100
BAB VI PEMBAHASAN .............................................................................................. 101
6.1.Keterbatasan Penelitian .................................................................................... 101
6.2.Sisa Makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011.................................................................................................................. .102
6.3.Faktor –Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ......................... 106
6.3.1. Hubungan Keadaan Psikis dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ................ 107
6.3.2. Hubungan Kebiasaan Makan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ................ 109
6.3.3. Hubungan Gangguan Pencernaan dengan Terjadinya Sisa Makanan
pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011..... .. 112
6.3.4. Hubungan Penampilan Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan
pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011....... 115
6.3.4.1. Hubungan Warna Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan
pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011 .......................................................................................... 115
6.3.4.2. Hubungan Bentuk Makanan dengan Terjadinya Sisa
Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 117
6.3.4.3. Hubungan Porsi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan
pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011 .......................................................................................... 119
xvii
6.3.4.4. Hubungan Penyajian Makanan dengan Terjadinya Sisa
Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 122
6.3.5. Hubungan Rasa Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ................ 125
6.3.5.1. Hubungan Aroma Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan
pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011 .......................................................................................... 126
6.3.5.2. Hubungan Bumbu Makanan dengan Terjadinya Sisa
Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 130
6.3.5.3. Hubungan Konsistensi Makanan dengan Terjadinya Sisa
Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 133
6.3.5.4. Hubungan Keempukan Makanan dengan Terjadinya Sisa
Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 134
6.3.5.5. Hubungan temperatur Makanan dengan Terjadinya Sisa
Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 136
6.3.6. Hubungan Makanan dari Luar RS dengan Terjadinya Sisa Makanan
pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011..... .. 138
BAB VII PENUTUP ...................................................................................................... 144
7.1. Kesimpulan ...................................................................................................... 144
7.2. Saran ................................................................................................................ 148
Daftar Pustaka ................................................................................................................ 152
Lampiran
xviii
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Halaman
Tabel 3.1. Definisi Operasional ..................................................................................... 52
Tabel 4.1.Hasil Uji Validitas .......................................................................................... 63
Tabel 5.1.Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Pada Pasien Rawat Inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ........................................................ 75
Tabel 5.2.Distribusi Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011 ..................................................................................... 77
Tabel 5.3.Distribusi Frekuensi Sisa Makanan Berdasarkan Jenis Makanan Pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 77
Tabel 5.4.Distribusi Frekuensi Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah
Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................... 79
Tabel 5.5.Distribusi Frekuensi Keadaan Psikis Pada Pasien Rawat Inap di Rumah
Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................... 79
Tabel 5.6.Distribusi Frekuensi Kebiasaan Makan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah
Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................... 80
Tabel 5.7.Distribusi Frekuensi Gangguan Pencernaan Pada Pasien Rawat Inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ........................................................ 81
Tabel 5.8.Distribusi Frekuensi Status Kehamilan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah
Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................... 82
Tabel 5.9.Distribusi Frekuensi Warna Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah
Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................... 82
Tabel 5.10.Distribusi Frekuensi Bentuk Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah
Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................... 83
Tabel 5.11.Distribusi Frekuensi Porsi Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah
Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................... 84
Tabel 5.12.Distribusi Frekuensi Penyajian Makanan Pada Pasien Rawat Inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ........................................................ 84
xix
Tabel 5.13.Distribusi Frekuensi Aroma Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah
Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................... 85
Tabel 5.14.Distribusi Frekuensi Bumbu Makanan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit
Haji Jakarta Tahun 2011 ............................................................................. 86
Tabel 5.15.Distribusi Frekuensi Konsistensi Makanan Pasien Rawat Inap di Rumah
Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................... 87
Tabel 5.16.Distribusi Frekuensi Keempukan Makanan Pada Pasien Rawat Inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ........................................................ 87
Tabel 5.17.Distribusi Frekuensi Temperatur Makanan Pada Pasien Rawat Inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ........................................................ 88
Tabel 5.18.Distribusi Frekuensi Makanan dari Luar Rumah Sakit Pada Pasien Rawat
Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ........................................... 89
Tabel 5.19.Hubungan Keadaan Psikis dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ................................ 90
Tabel 5.20.Hubungan Kebiasaan Makan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 91
Tabel 5.21.Hubungan Gangguan Pencernaan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 92
Tabel 5.22.Hubungan Warna Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ................................ 93
Tabel 5.23.Hubungan Bentuk Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 94
Tabel 5.24.Hubungan Porsi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ................................ 95
Tabel 5.25.Hubungan Penyajian Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 95
Tabel 5.26.Hubungan Aroma Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 96
xx
Tabel 5.27.Hubungan Bumbu Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 97
Tabel 5.28.Hubungan Konsistensi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 98
Tabel 5.29. Hubungan Keempukan Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 99
Tabel 5.30.Hubungan Temperatur Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 99
Tabel 5.31.Hubungan Makanan dari Luar Rumah Sakit dengan Terjadinya Sisa
Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011 ............................................................................................................. 100
xxi
DAFTAR BAGAN
Nomor Bagan Halaman
Bagan 2.1. Kerangka Teori ............................................................................................ 48
Bagan 3.1. Kerangka Konsep ......................................................................................... 51
xxii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Permohonan Ijin Skripsi
Lampiran 2. Surat Balasan Permohonan ijin Skripsi
Lampiran 3. Kuesioner Penelitian
Lampiran 4. Sisa Makanan Berdasarkan Jenis Makanan
Lampiran 5. Output Penelitian
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.6.Latar Belakang
Salah satu pelayanan kesehatan dalam rantai sistem rujukan adalah rumah
sakit yang didirikan dan diselenggarakan dengan tujuan utama memberikan
pelayanan kesehatan dalam bentuk asuhan keperawatan, tindakan medis, asuhan
nutrisi dan diagnostik serta upaya rehabilitasi untuk memenuhi kebutuhan pasien
(Moehyi, 1999). Pelayanan paripurna pada pasien yang dirawat di rumah sakit pada
dasarnya harus meliputi tiga hal, asuhan medis, asuhan keperawatan dan asuhan
nutrisi. Ketiga hal tersebut saling berkaitan satu sama lain dan merupakan bagian
dari pelayanan medis yang tidak dapat dipisahkan. Namun asuhan nutrisi seringkali
diabaikan, padahal dengan asuhan nutrisi yang baik dapat mencegah seorang pasien
menderita malnutrisi rumah sakit (hospital malnutrition) selama dalam perawatan
(Depkes, 2007).
Berdasarkan hasil berbagai penelitian yang dilakukan di negara maju
maupun berkembang, ditemukan angka prevalensi malnutrisi di rumah sakit cukup
tinggi. Di Belanda, prevalensi malnutrisi di rumah sakit mencapai 40%, Swedia
17%-47%, Denmark 28%, dan di negara lain seperti Amerika dan Inggris angkanya
antara 40%-50% (Lipoeto, 2006). Studi di Asia Tenggara seperti di Malaysia
mengungkapkan bahwa 71,4 % pasien mengalami hipoalbuminemia selama periode
rawat inap (Shahar, 2002). Di rumah sakit Vietnam periode 2002-2004, Pham et al
menemukan bahwa 56% pasien prabedah elektif mengalami malnutrisi (Sauer,
2
2009). Studi di Indonesia yang dilakukan di Jakarta, menghasilkan data bahwa dari
sekitar 20-60% pasien yang telah menyandang status malnutrisi dan 69%-nya
mengalami penurunan status gizi selama rawat inap di rumah sakit (Lipoeto, 2006).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, terlihat bahwa masih ada masalah dengan
asuhan nutrisi di yang ada di rumah sakit.
Malnutrisi merupakan suatu keadaan nutrisi yang tidak adekuat dan tidak
seimbang yang terkadang sulit untuk dikenali dalam clinical setting (Sauer, 2009).
Timbulnya malnutrisi disebabkan oleh asupan zat gizi makanan dan keadaan
penyakit. Menurut Barker (2011), malnutrisi di rumah sakit (hospital malnutrition)
merupakan gabungan dari berbagai faktor yang saling mempengaruhi secara
kompleks, antara penyakit yang mendasar, penyakit yang berhubungan dengan
perubahan metabolisme, dan berkurangnya persediaan nutrisi yang terjadi karena
berkurangnya jumlah bahan makanan yang dimakan, melemahnya proses
penyerapan, dan proses kehilangan yang semakin meningkat atau kombinasi
ketiganya.
Peranan gizi dalam proses penyembuhan penyakit menjadi sangat penting
pada masa sekarang ini, karena berdasarkan data-data yang ada sekitar 30% dari
pasien yang dirawat di rumah sakit mengalami penurunan berat badan (Suandi,
1998). Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Sunita Almatsier di beberapa
Rumah sakit di Jakarta Tahun 1991 menunjukkan 20%-60% pasien mengalami gizi
kurang saat dirawat di rumah sakit, dan hal ini disebabkan karena kurangnya asupan
makanan pasien.
3
Menurut Rosary (2002) dalam Ratna (2009), pasien membutuhkan asupan
zat gizi sesuai dengan kondisi atau kebutuhan tubuh pasien. Tubuh manusia
melakukan pemeliharaan kesehatan dengan mengganti jaringan yang rusak untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Jika asupan gizi pasien tidak seimbang
atau kurang dari yang seharusnya, maka akan mempengaruhi status gizi pasien
hingga menyebabkan terjadinya malnutrisi.
Untuk mengetahui asupan zat gizi pada pasien dapat dilakukan dengan
melakukan evaluasi terhadap sisa makanan (Barker, 2011). Sisa Makanan adalah
volume atau persentase makanan yang tidak habis termakan dan dibuang sebagai
sampah dan dapat digunakan untuk mengukur efektivitas menu (Komalawati, 2005).
Sisa makanan terjadi karena pasien tidak menghabiskan makanan yang sudah
diberikan. Sisa makanan dikatakan tinggi atau banyak jika pasien meninggalkan sisa
makanan > 25%. Pasien yang tidak menghabiskan makanan dalam atau memiliki
sisa makanan > 25%, maka dalam waktu yang lama akan menyebabkan defisiensi
zat-zat gizi karena kekurangan zat gizi (Renaningtyas, 2004).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rata-rata sisa makanan yang ada di
rumah sakit berkisar antara 17% hingga 67% (Zakyah, 2005). Di Indonesia, sisa
makanan masih sering terjadi di berbagai rumah sakit. Hasil penelitian Djuriah
(1986) di RS. Hasan Sadikin Bandung, sebanyak 19,5% pasien di ruang rawat inap
meninggalkan sisa makanan melebihi 25%. Kemudian, hasil penelitian Iswidhani
(1996) dalam penelitiannya di Rumah Sakit Cibinong Jakarta menyatakan bahwa
sisa makanan di ruang rawat inap masih cukup tinggi (32%). Penelitian di Rumah
4
Sakit Dr. Kariadi Semarang (1996) menunjukkan bahwa sisa makanan di ruang
rawat inap rata- rata 33,5% dan jika dilihat menurut kelas perawatan sisa makanan
di kelas I masih cukup tinggi yaitu sebanyak 57% (Sukarti, 2010). Sementara itu,
berdasarkan hasil penelitian Sumiyati (2008), diketahui bahwa masih terjadi sisa
makanan pada pasien di Ruang Anggrek RSU RA. Kartini dalam jumlah banyak
(25%) meliputi semua jenis makanan kecuali untuk jenis sayur termasuk dalam
kategori sedikit. Sedangkan pada waktu makan siang dan sore terdapat sisa
makanan dalam jumlah banyak (25%) kecuali untuk buah.
Ada berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya sisa makanan. Sisa
makanan terjadi bukan hanya karena nafsu makan yang ada dalam diri seseorang,
tetapi ada faktor lain yang menyebabkan terjadinya sisa makanan antara lain faktor
yang berasal dari luar pasien sendiri atau faktor eksternal dan faktor yang berasal
dari dalam pasien atau faktor internal. Sementara itu, Faktor eksternal lain yang
berpengaruh terhadap terjadinya sisa makanan adalah sikap petugas ruangan, jadwal
makan atau waktu pembagian makan, suasana lingkungan tempat perawatan,
makanan dari luar RS, dan mutu makanan (Moehyi, 1992).
Berdasarkan hasil penelitian Rijadi (2002) dan Azizah (2005), menunjukkan
ada hubungan yang bermakna antara selera makan dengan sisa makanan. Beberapa
penelitian lain menyebutkan bahwa faktor internal seperti umur, jenis kelamin, dan
pendidikan tidak berhubungan dengan terjadinya sisa makanan. Hal ini terlihat
dalam penelitian Djamaluddin (2005) yang menyebutkan bahwa tidak ada
perbedaan sisa makanan menurut kelompok umur, walaupun dijumpai sisa lauk
5
nabati dan sayur yang banyak pada kelompok umur 17-25 tahun, namun perbedaan
tersebut secara statistik tidak bermakna. Hal yang sama juga terlihat dalam
penelitian Saepuloh (2003), bahwa faktor individu atau karakteristik pasien seperti
umur dan jenis kelamin tidak berhubungan secara bermakna dengan daya terima
pasien yang rendah yang dapat menyebabkan terjadinya sisa makanan.
Berdasarkan hasil penelitian hubungan faktor eksternal terhadap terjadinya
sisa makanan, terlihat ada hubungan mutu makanan yang terdiri dari penampilan
makanan dan rasa makanan dengan terjadinya sisa makanan. Hasil ini terlihat dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh Raharjo (1997) di RSU Dr. Soeselo-Slawi dan
RSU Harapan Anda-Tegal yang menunjukkan bahwa berdasarkan uji chi kuadrat
ternyata ada hubungan antara mutu makanan, cara penyajian, suhu hidangan,
makanan dari luar Rumah Sakit dan kebiasaan makan di rumah terhadap sisa
makanan yang terjadi di kedua Rumah Sakit tersebut. Namun, berdasarkan koefisien
kontingensi ternyata ada hubungan yang paling erat dengan terjadinya sisa makanan
adalah variable mutu makanan dan suhu hidangan. Masalah mutu makanan juga
terlihat dalam penelitian Almatsir (1992) bahwa dari 10 rumah sakit di Jakarta, 43%
pasien mempunyai persepsi kurang baik terhadap mutu makanan yang disajikan.
Untuk faktor eksternal lainnya, berdasarkan hasil penelitian Azizah (2005),
diketahui bahwa adanya hubungan yang bermakna antara waktu penyajian makan
dengan sisa makanan. Selain itu, menurut hasil penelitian Priyanto (2009), meski
ada hubungan antara persepsi pasien mengenai makanan luar RS dan jadwal sisa
makanan dengan terjadinya sisa makanan. Priyanto (2009) juga menyebutkan
6
bahwa tidak ada hubungan antara tata cara penyajian dari petugas dan persepsi
pasien mengenai keadaan lingkungan tempat perawatan dengan terjadinya sisa
makanan.
Sisa makanan merupakan salah dari berbagai hal yang ada di rumah sakit
yang harus diperhatikan. Jika sisa makanan masih dibiarkan, maka dalam jangka
waktu yang lama akan mempengaruhi status gizi pasien yang kemudian
menimbulkan terjadinya malnutrisi. Hal ini kemudian dapat berdampak pada pada
lamanya masa perawatan (length-of-stay) di rumah sakit serta meningkatnya
morbiditas dan mortalitas pasien yang berarti pula meningkatnya biaya yang harus
dikeluarkan (Depkes, 2007).
Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Azizah (2005) di RSUD
Banjarnegara yang merupakan rumah sakit tipe C menunjukkan bahwa sisa
makanan pada pasien rawat inap mencapai 52%. Rumah Sakit Haji Jakarta adalah
rumah sakit tipe C yang memiliki kemungkinan untuk mengalani kejadian sisa
makanan yang tinggi. Hal ini juga diperkuat dengan data pengukuran sisa makanan
yang dilakukan oleh rumah sakit haji pada bulan Januari tahun 2011 yang
menyatakan bahwa sisa makanan di RS Haji Jakarta masih ditemukan yakni 18,1%
lauk hewani, 15,9% lauk nabati, dan 18,8% sayur (Instalasi Gizi, 2011).
Sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta juga lebih tinggi jika
dibandingkan dengan rumah sakit lainnya. Berdasarkan studi pendahuluan pada
pasien dengan diet biasa dan diet khusus, diketahui bahwa ada 67% pasien yang
memiliki sisa makanan >25 %. Sisa makanan di rumah sakit Haji Jakarta lebih
7
tinggi jika dibandingkan dengan rumah sakit lain RS Budiasih Serang. Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Mutyana (2010) di RS Budiasih Serang,
ditemukan bahwa jumlah pasien yang memiliki sisa makanan ada sebanyak 51,2%.
Selain itu, sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta juga lebih besar jika
dibandingkan dengan RSUD Banjarnegara yang memiliki sisa makanan sebesar
52%. Berdasarkan kesamaan tipe rumah sakit antara Rumah Sakit Haji Jakarta
dengan RSUD Banjarnegara dan besarnya jumlah sisa makanan di Rumah Sakit
Haji Jakarta, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang sisa makanan di Rumah
Sakit Haji Jakarta.
Kemungkinan penyebab terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta adalah gangguan pencernaan. Hal ini karena hampir
sebagian besar pasien yang dirawat di Rumah Sakit Haji Jakarta mengalami
gangguan pencernaan. Berdasarkan data rekam medis, didapatkan data bahwa
hampir 74% dari 91 pasien dewasa yang dirawat memiliki keluhan gangguan
pencernaan. Gangguan pencernaan merupakan salah satu penyebab terjadinya
asupan makan yang rendah hingga menyebabkan sisa makanan yang tinggi. Namun,
ada faktor lain yang mempengaruh terjadinya sisa makanan. Oleh karena itu,
peneliti ingin meneliti faktor-faktor apa yang berhubungan dengan terjadinya sisa
makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011.
1.7.Rumusan Masalah
Pasien membutuhkan asupan zat gizi sesuai dengan kondisi atau kebutuhan
tubuh pasien. untuk dapat menjaga, menentukan kesehatan tubuh, dan melakukan
8
pemeliharaan kesehatan dengan mengganti jaringan yang rusak untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Namun, jika pasien tidak menghabiskan
makanan dalam jangka waktu tertentu, maka akan mempengaruhi status gizi pasien
yang kemudian menimbulkan terjadinya malnutrisi. Hal ini juga berdampak pada
lamanya masa perawatan (length-of-stay) di rumah sakit serta meningkatnya
morbiditas dan mortalitas pasien yang berarti pula meningkatnya biaya yang harus
dikeluarkan.
Sisa makanan adalah volume atau persentase makanan yang tidak habis
termakan dan dibuang sebagai sampah dan dapat digunakan untuk mengukur
efektivitas menu (Komalawati, 2005). Di Indonesia, sisa makanan masih sering
terjadi di berbagai rumah sakit. Bahkan, sisa makanan di berbagai rumah sakit
tersebut sudah tinggi dengan melihat banyaknya pasien yang meninggalkan sisa
makanan> 25%.
Beberapa hasil penelitian sebelumnya diketahui bahwa sisa makanan masih
terjadi di berbagai rumah sakit di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Ada banyak faktor yang berhubungan dengan terjadinya sisa. Berdasarkan
kesamaan tipe dengan RSUD Banjarnegara yang memiliki sisa makanan dan
besarnya masalah sisa makanan jika dibandingkan dengan beberapa rumah sakit
lain, yang diperkuat dengan hasil studi pendahuluan, maka peneliti tertarik untuk
meneliti tentang sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta. Oleh karena itu, penting
juga untuk mengetahui secara langsung faktor-faktor yang berhubungan dengan
terjadinya sisa makanan di rumah sakit haji.
9
1.8.Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011?
2. Bagaimana gambaran karakteristik responden (usia, jenis kelamin, jenis diet, dan
lama rawat inap) pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011?
3. Bagaimana gambaran keadaan psikis pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011?
4. Bagaimana gambaran kebiasaan makan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit
Haji Jakarta Tahun 2011?
5. Bagaimana gambaran gangguan pencernaan pada pasien rawat inap di Rumah
Sakit Haji Jakarta Tahun 2011?
6. Bagaimana gambaran status kehamilan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit
Haji Jakarta Tahun 2011?
7. Bagaimana gambaran penampilan makanan, yang meliputi warna, bentuk, porsi,
dan penyajian pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011?
8. Bagaimana gambaran rasa makanan, yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi,
kerenyahan, dan temperatur) pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta
Tahun 2011?
9. Bagaimana gambaran makanan dari luar rumah sakit pada pasien rawat inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011?
10
10. Apakah ada hubungan keadaan psikis terhadap terjadinya sisa makanan pada
pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011?
11. Apakah ada hubungan kebiasaan makan terhadap terjadinya sisa makanan pada
pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011?
12. Apakah ada hubungan gangguan pencernaan terhadap terjadinya sisa makanan
pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011?
13. Apakah ada hubungan penampilan makanan, yang meliputi warna, bentuk, porsi,
dan penyajian terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011?
14. Apakah ada hubungan rasa makanan, yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi,
keempukan, dan temperatur terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat
inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011?
15. Apakah ada hubungan makanan dari luar rumah sakit terhadap terjadinya sisa
makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011?
1.9.Tujuan
1.9.1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya sisa makanan
pada pasien rawat inap di rumah sakit haji Jakarta tahun 2011.
1.9.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011.
11
2. Mengetahui gambaran karakteristik responden (usia, jenis kelamin, jenis diet,
dan lama rawat inap) pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011.
3. Mengetahui gambaran keadaan psikis pada pasien rawat inap di Rumah Sakit
Haji Jakarta Tahun 2011.
4. Mengetahui gambaran kebiasaan makan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit
Haji Jakarta Tahun 2011.
5. Mengetahui gambaran gangguan pencernaan pada pasien rawat inap di Rumah
Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.
6. Mengetahui gambaran status kehamilan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit
Haji Jakarta Tahun 2011.
7. Mengetahui gambaran penampilan makanan, yang meliputi warna, bentuk, porsi,
dan penyajian pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.
8. Mengetahui gambaran rasa makanan, yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi,
keempukan, dan temperatur pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta
Tahun 2011.
9. Mengetahui gambaran makanan dari luar rumah sakit pada pasien rawat inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.
10. Mengetahui ada hubungan keadaan psikis terhadap terjadinya sisa makanan pada
pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.
11. Mengetahui ada hubungan kebiasaan makan terhadap terjadinya sisa makanan
pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.
12
12. Mengetahui ada hubungan gangguan pencernaan terhadap terjadinya sisa
makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.
13. Mengetahui ada hubungan penampilan makanan, yang meliputi warna, bentuk,
porsi, dan penyajian terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.
14. Mengetahui ada hubungan rasa makanan, yang meliputi aroma, bumbu,
konsistensi, keempukan, dan temperatur terhadap terjadinya sisa makanan pada
pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.
15. Mengetahui ada hubungan makanan dari luar rumah sakit terhadap terjadinya
sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011.
1.10. Manfaat
1.10.1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Instalasi Gizi Rumah Sakit
Haji Jakarta.
1.10.2. Bagi Rumah Sakit Haji Jakarta
Sebagai bahan masukan dan informasi untuk pihak rumah sakit dalam
memecahkan masalah yang berkaitan dengan faktor-faktor yang berhubungan
terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta.
13
1.10.3. Bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dapat memberikan masukan dan referensi ilmu yang berguna dan
sebagai bahan pembelajaran dan memperkaya ilmu pengetahuan dari hasil
penelitian.
1.11. Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan oleh Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Semester VIII dengan tujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2011 di Instalasi Gizi Rumah Sakit
Haji Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan
desain penelitian cross sectional.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.5.Masalah Gizi di Rumah Sakit
Gizi adalah salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi kesehatan
individu atau masyarakat, dan karenanya merupakan issue fundamental dalam
kesehatan. Gizi memiliki pengaruh langsung terhadap pertumbuhan, perkembangan,
reproduksi, dan kondisi fisik dan mental individu (Nasir, 2008). Gizi juga memiliki
peranan penting dalam proses penyembuhan penyakit. Untuk mencapai serta
memelihara kesehatan dan status gizi optimal, tubuh perlu mengkonsumsi makanan
sehari-hari yang mengandung gizi seimbang. Bila tubuh dapat mencerna,
mengabsorbsi, dan memetabolisme zat-zat gizi tersebut secara baik, maka akan
tercapai keadaan gizi seimbang. Tetapi dalam keadaan sakit, melalui modifikasi diet
diupayakan agar gizi seimbang tetap bisa dicapai (Almatsier, 2006).
Pengaturan makanan dan diit untuk penyembuhan penyakit merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari keseluruhan upaya perawatan untuk penyembuhan
penyakit yang diderita oleh orang sakit. Bagi seorang penderita, baik penderita
kronis maupun akut, diit yang diberikan kepadanya merupakan salah satu komponen
kegiatan dalam upaya penyembuhan penyakitnya. Fungsi makanan dalam upaya
penyembuhan penyakit dapat berupa (Moehyi, 1999):
a. Salah satu bentuk terapi, contohnya pada penderita obesitas, pengaturan
diit merupakan upaya primer bagi penyembuhan penyakit tersebut
15
b. Penunjang obat, contohnya pada penderita penyakit diabetes mellitus,
pemberian suntikan insulin harus dilakukan bersamaan dengan pemberian
makanan agar kadar gula dalam darah penderita tetap dalam batas-batas
normal
c. Tindakan medis, contohnya pada penderita penyakit saluran pencernaan
yang baru selesai di operasi, pemberian makanan cair bertujuan
menunjang tindakan operasi yang telah dilakukan
Pada pelayanan kesehatan paripurna di rumah sakit, terlibat tiga jenis asuhan
(care) yang pelaksanaannya dilakukan melalui berbagai kegiatan. Ketiga asuhan ini
adalah asuhan medik, asuhan keperawatan, dan asuhan gizi (Almatsier, 2006).
Ketiga hal tersebut saling berkaitan satu sama lain dan merupakan bagian dari
pelayanan medis yang tidak dapat dipisahkan. Pemberian zat gizi optimal sesuai
dengan kondisi dan kebutuhan pasien merupakan salah satu kegiatan asuhan gizi
(Almatsier, 2006). Namun asuhan nutrisi seringkali diabaikan, padahal dengan
asuhan nutrisi yang baik dapat mencegah seorang pasien menderita malnutrisi rumah
sakit (hospital malnutrition) selama dalam perawatan (Depkes, 2007).
Malnutrisi merupakan suatu keadaan nutrisi yang tidak adekuat dan tidak
seimbang yang terkadang sulit untuk dikenali dalam clinical setting (Sauer, 2009).
Timbulnya malnutrisi disebabkan oleh asupan zat gizi makanan dan keadaan
penyakit. Malnutrisi di rumah sakit pada pasien biasanya merupakan kombinasi dari
cachexia (yang berhubungan dengan penyakit) dan malnutrisi (konsumsi zat gizi
yang tidak adekuat). Hal ini sesuai dengan pendapat Barker (2011) bahwa malnutrisi
16
di rumah sakit (hospital malnutrition) merupakan gabungan dari berbagai faktor
yang saling mempengaruhi secara kompleks, antara penyakit yang mendasar,
penyakit yang berhubungan dengan perubahan metabolisme, dan berkurangnya
persediaan zat gizi dalam pasien tersebut.
Berkurangnya persediaan zat gizi dalam pasien merupakan salah satu
penyebab terjadinya hospital malnutrition. Berkurangnya persediaan zat gizi dapat
terjadi karena berkurangnya jumlah bahan makanan yang dimakan, melemahnya
proses penyerapan, dan proses kehilangan yang semakin meningkat atau kombinasi
ketiganya (Barker, 2011). Penelitian yang dilakukan Triyani (1999) menunjukkan
bahwa 69,9% pasien hemodialisa di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM)
mengalami asupan makanan yang kurang dari kebutuhan. Menurut hasil penelitian
yang dilakukan oleh Sunita Almatsier di beberapa Rumah sakit di Jakarta Tahun
1991 menunjukkan 20%-60% pasien mengalami gizi kurang saat dirawat di rumah
sakit, dan hal ini disebabkan karena kurangnya asupan makanan pasien.
2.6.Asupan Makanan Pasien
Asupan makanan pada pasien harus disesuaikan dengan kebutuhan gizi
dalam keadaan sakit. Kebutuhan zat gizi dalam keadaan sakit tergantung jenis dan
berat penyakit serta faktor-faktor yang mempengaruhi dalam keadaan sehat seperti
umur, gender (jenis kelamin), aktivitas fisik, serta kondisi khusus, yaitu ibu hamil
dan menyusui (Almatsier, 2006). Pasien rawat inap membutuhkan asupan makan
yang adekuat agar kebutuhan dan kecukupan gizi terpenuhi dan terhindar dari
malnutrisi.
17
Karyadi dan Muhilal (1988) membedakan pengertian istilah kebutuhan gizi
dan kecukupan gizi. Kebutuhan gizi (nutrient requirements) adalah banyaknya zat
gizi minimal yang diperlukan oleh seseorang agar hidup sehat. Kecukupan gizi
(recommended dietary allowences) adalah jumlah masing-masing zat gizi yang
sebaiknya dipenuhi seseorang atau rata-rata kelomok agar hampir semua orang
(97,5% populasi) hidup sehat. Jika dalam tubuh terjadi ketidakcukupan gizi, maka
dapat menyebabkan terjadinya malnutrisi.
Menurut Solon F.S dan Rodolfo (1977) dalam Supariasa (2001), patogenesis
penyakit gizi kurang (malnutrisi) melalui 5 tahapan, yaitu: pertama ketidakcukupan
zat gizi. Jika ketidakcukupan zat gizi ini berlangsung lama, maka persediaan/
cadangan jaringan akan digunakan untuk memenuhi ketidakcukupan itu. Kedua,
apabila ini berlangsung lama, maka akan terjadi kemerosotan jaringan, yang ditandai
dengan penurunan berat badan. Ketiga, terjadi perubahan biokimia yang dapat
dideteksi dengan pemeriksaan laboratorium. Keempat, terjadi perubahan fungsi yang
ditandai dengan tanda yang khas. Kelima, terjadi perubahan anatomi yang dapat
dilihat dari munculnya tanda yang klasik.
Di rumah sakit, banyak pasien yang mengalami ketidakcukupan zat gizi
sebagai akibat dari rendahnya asupan zat gizi pasien. Hal ini sesuai dengan Berman
(2003) bahwa kekurangan nutrisi adalah insufisien asupan nutrient dalam memenuhi
kebutuhan energi harian karena asupan makanan yang tidak adekuat atau pencernaan
dan absorpsi makanan yang tidak benar. Asupan makanan yang tidak adekuat dapat
disebabkan oleh kemampuan mendapatkan dan mempersiapkan makanan,
18
pengetahuan yang tidak adekuat mengenai nutrisi essensial dan diet seimbang,
ketidaknyamanan selama atau setelah makan, disfagia (kesulitan menelan), anoreksia
(kehilangan selera makan), mual atau muntah dan lain-lain.
Pada pasien rawat inap, beberapa faktor yang secara langsung maupun tidak
langsung menyebabkan asupan makan yang kurang selama rawat inap antara lain
pasien terlalu lama dipuasakan, tidak diperhitungkan penambahan zat gizi, obat-
obatan yang diberikan, gejala gastrointestinal, serta penyakit yang menyertai
(Soegih, 2004). Selain itu, selera makan juga berperan dalam menyebabkan asupan
makan yang kurang. Ketika seseorang terserang penyakit, penurunan pada selera
makanan biasanya sering terjadi. Dengan menurunnya selera makan menyebabkan
berkurangnya asupan zat gizi sehingga kebutuhan zat gizi tidak dapat dipenuhi, dan
pada gilirannya akan mempengaruhi status gizi pasien (Santoso, 1995).
Pasien yang memiliki asupan makan yang rendah akan meninggalkan sisa
makanan dalam piringnya. Semakin rendah asupan makan, maka sisa makanan
semakin tinggi. Padahal, pasien seharusnya menghabiskan seluruh makanan yang
sudah disajikan. Jika pasien tidak menghabiskan makanannya, berarti asupan makan
pasien tidak adekuat. Hal ini karena makanan yang disediakan oleh instalasi gizi
sudah diperhitungkan jumlah dan mutu gizinya, dan harus dihabiskan pasien agar
penyembuhannya dapat berjalan sesuai dengan program yang ditetapkan.
(Renaningtyas, 2004).
Dengan demikian, salah satu cara untuk menilai asupan makan pasien dapat
dilakukan dengan penilaian sisa makanan. Sisa makanan digunakan untuk menilai
19
konsumsi makan aktual seseorang. Penilaian atau evaluasi sisa makanan secara
umum digunakan dalam pada fasilitas pemeliharaan kesehatan secara jangka panjang
dan merupakan salah satu teknik yang valid untuk menilai asupan makanan dan daya
terima menu (Huang, 2008).
2.7.Sisa Makanan
2.3.1. Pengertian Sisa Makanan
Menurut Hirch (1979) dalam Carr (2001), sisa makanan adalah jumlah
makanan yang tidak habis dikonsumsi setelah makanan disajikan. Menurut Asosiasi
Dietisien Indonesia (2005), sisa makanan adalah jumlah makanan yang tidak
dimakan oleh pasien dari yang disajikan oleh rumah sakit menurut jenis
makanannya. Menurut JADA (1979) dalam Muhir (1998), secara khusus, istilah sisa
makanan dibagi menjadi dua yaitu:
1. Waste, yaitu bahan makanan yang rusak karena tidak dapat diolah atau hilang
karena tercecer
2. Plate Waste, yaitu makanan yang terbuang karena setelah disajikan tidak
habis dikonsumsi.
Sisa makanan dikatakan tinggi atau banyak jika pasien meninggalkan sisa
makanan > 25%. Pasien yang tidak menghabiskan makanan dalam atau memiliki
sisa makanan > 25%, maka dalam waktu yang lama akan menyebabkan defisiensi
zat-zat gizi karena kekurangan zat gizi (Renaningtyas, 2004). Sisa makanan selain
dapat menyebabkan kebutuhan gizi pasien tidak terpenuhi juga akan menyebabkan
biaya yang terbuang pada sisa makanan (Djamaluddin, 2005). Sisa makanan
20
merupakan suatu dampak dari sistem pelayanan gizi di rumah sakit sehingga
masalah terdapatnya sisa makanan tidak dapat diabaikan karena bila masalah
tersebut diperhitungkan ke menjadi rupiah maka akan menjadi suatu pemborosan
anggaran makanan (Sumiyati, 2008).
2.3.2. Evaluasi Sisa Makanan
Evaluasi sisa makanan secara umum didefinisikan sebagai suatu proses
menilai jumlah kuantitas dari porsi makanan yang sudah disediakan oleh
penyelenggara makanan yang tidak dihabiskan. Ketika sisa makanan tidak dapat
dihindari, maka kelebihan sisa makanan merupakan tanda tidak efisiensinya
pelaksanaan kegiatan dan tidak responnya sistem distribusi (Buzby, 2002).
Evaluasi sisa makanan digunakan untuk menilai biaya, daya terima makanan,
asupan makan, dan untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan pelaksanaan
kegiatan penyelenggaraan makanan, seperti (Carr, 2001). Evaluasi sisa makanan
juga merupakan salah satu cara untuk mengevaluasi mutu pelayanan gizi yang dapat
dilakukan dengan mencatat banyaknya makanan yang tersisa. Oleh karena itu, sisa
makanan adalah salah satu indikator keberhasilan pelayanan gizi di ruang rawat inap
(Djamaluddin, dkk, 2005).
2.3.3. Metode Evaluasi Sisa Makanan
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengetahui nilai sisa
makanan. Metode evaluasi sisa makanan yang digunakan harus disesuaikan dengan
tujuan dilakukannya menilai sisa makanan. Ada tiga jenis metode yang dapat
digunakan sisa makanan, yaitu:
21
a. Weight method/ weighed Plate waste
Weight method/ weighed Plate waste digunakan dengan tujuan untuk
mengetahui dengan akurat bagaimana intake zat gizi dari seseorang. Metode ini
yang digunakan untuk mengukur/ menimbang sisa makanan setiap jenis
hidangan atau untuk mengukur total sisa makanan pada individual atau
kelompok (Carr, 2001).
Prinsip dari metode penimbangan makanan adalah mengukur secara langsung
berat dari tiap jenis makanan yang dikonsumsi selanjutnya dihitung presentase
(%) sisa makanannya (Nuryati, 2008). Menurut Komalawati (2005) dalam
Priyanto (2009), data sisa makanan dapat diperoleh dengan cara menimbang
makanan yang tidak dihabiskan oleh pasien, kemudian dirata-rata menurut jenis
makanan. Prosentase sisa makanan dihitung dengan cara membandingkan sisa
makanan dengan standar porsi makanan rumah sakit kali 100% atau dengan
rumus:
Sisa makanan (%) = 𝛴 𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑖𝑠𝑎 (𝑔𝑟)
𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑝𝑜𝑟𝑠𝑖 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑘𝑖𝑡 (𝑔𝑟) x 100%
Kelebihan dari metode ini adalah dapat memberikan informasi lebih akurat/
teliti. Sedangkan kelemahannya adalah karena menggunakan cara penimbangan
maka memerlukan waktu, cukup mahal, karena perlu peralatan dan tenaga
pengumpul data harus terlatih dan terampil (Nuryati, 2008).
22
b. Recall
Recall atau Self Reported Consumption adalah metode yang digunakan
dengan tujuan untuk mendapatkan informasi dalam 24 jam tentang makanan
yang dikonsumsi oleh seseorang (Carr, 2001). Pengukuran sisa makanan ini
dengan cara menanyakan kepada responden tentang banyaknya sisa makanan.
Pada metode ini responden yang menaksir sisa makan dengan menggunakan
skala taksiran visual (Nuryati, 2008).
c. Visual method
Visual method atau observasional method adalah metode yang digunakan
dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana intake makanan untuk menilai daya
terima makanan, maka dapat menggunakan metode visual method (Carr, 2001).
Pada metode ini, sisa makanan diukur dengan cara menaksir secara visual
banyaknya sisa makanan untuk setiap jenis hidangan. Hasil taksiran ini bisa
dalam bentuk berat makanan yang dinyatakan dalam gram atau dalam bentuk
skor bila menggunakan skala pengukuran (Nuryati, 2008).
Evaluasi sisa makanan menggunakan metode melihat makanan tersisa di
piring dan menilai jumlah yang tersisa. Pengamat yang sudah terlatih
menggunakan skala rating untuk menunjukkan konsumsi. Cornstock, et al.
(1981) menggambarkan metode menggunakan skala 5-point. Skala Enam dan
tujuh-titik juga telah dikembangkan, menunjukkan jika "hampir tidak ada" atau
"hampir semua" makanan tetap (Carr, 2001). Cara taksiran visual yaitu dengan
23
menggunakan skala pengukuran yang dikembangkan oleh Comstock dengan
dapat dilakukan dengan kriteria sebagai berikut (Ratnaningrum, 2005):
1. Skala 0 : dikonsumsi seluruhnya oleh pasien (habis dimakan)
2. Skala 1 : tersisa ¼ porsi
3. Skala 2 : tersisa ½ porsi
4. Skala 3 : tersisa ¾ porsi
5. Skala 4 : hanya dikonsumsi sedikit (1/9 porsi)
6. Skala 5 : utuh atau tidak dikonsumsi
Penilaian dengan skor di atas berlaku untuk setiap porsi masing-masing jenis
makanan (contoh: makanan pokok, sayuran, lauk, dll). Setelah menetapkan skor,
kemudian skor tersebut dikonversikan ke bentuk persen dengan cut off.
1. Skor 0 (0% ) Semua makanan dihabiskan
2. Skor 1 (25%) 75% makanan dihabiskan
3. Skor 2 (50%) 50 % makanan dihabiskan
4. Skor 3 (75%) 25% makanan dihabiskan
5. Skor 4 (95%) 5 % makanan dihabiskan
6. Skor 5 (100%) tidak ada yang dikonsumsi pasien
Menurut Comstock (1991) dalam Murwani, (2001), metode taksiran visual
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari metode taksiran visual
antara lain yaitu memerlukan waktu yang singkat, tidak memerlukan alat yang
banyak dan rumit, menghemat biaya, dapat mengetahui sisa makanan menurut
jenisnya. Sedangkan kekurangan dari metode taksiran visual antara lain yaitu
24
diperlukan penaksir (estimator) yang terlatih, teliti, terampil, memerlukan
kemampuan dalam menaksir (over estimate), atau kekurangan dalam menaksir
(under estimate).
Setelah itu hasilnya diasumsikan berdasarkan taksiran visual comstock
dengan kategori (Sumiyati, 2008):
a) Bersisa, jika sisa makanan banyak (>25%)
b) Tidak bersisa, jika sisa makanan sedikit (≤ 25%)
Keberhasila suatu penyelenggaraan makanan antara lain dikaitkan dengan
adanya sisa makanan, karena sisa makanan yang melebihi 25% menunjukkan
kegagalan suatu penyelenggaraan makanan di rumah sakit, sehingga kegiatan
pencatatan sisa makanan merupakan indikator yang sederhana yang dapat
dipakai untuk mengevaluas keberhasilan pelayanan gizi di rumah sakit
(Depkes, 1991).
2.4. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Sisa Makanan
Menurut Moehyi (1992) sisa makanan terjadi karena makanan yang
disajikan tidak habis dimakan atau dikonsumsi. Faktor utamanya adalah nafsu
makan, tetapi ada faktor lain yang menyebabkan terjadinya sisa makanan antara lain
faktor yang berasal dari luar pasien sendiri atau faktor eksternal dan faktor yang
berasal dari dalam pasien atau faktor internal.
2.4.3. Faktor Internal
Faktor internal atau faktor individu adalah faktor yang berasal dalam diri
pasien. Seperti yang sudah sebelumnya dijelaskan bahwa faktor utama terjadinya
25
sisa makanan adalah nafsu makan (Moehyi, 1992). Selera makan adalah
keinginan seseorang untuk makan dan ketertarikan pada suatu makanan karena
suatu respon terhadap rangsangan. Menurut Zulfah (2002), selera makan adalah
suatu rangkaian isyarat yang mendorong inisiatif untuk makan. Faktor-faktor
yang mempengaruhi selera makan antara lain (Utari, 2009):
1) Rasa sua dan enggan, beberapa orang memiliki rasa enggan terhadap
makanan baru atau kerinduan pada suatu makanan.
2) Pengaruh lingkungan orang yang lebih suka makan makanan hangat di
musim dingin atau sebaliknya.
3) Pengaruh sosial, budaya, agama, menentukan makanan yang dapat
diterima oleh seseorang.
4) Pengaruh metabolik, kebutuhan akan energi menimbulkan asupan yang
cukup dan syarat serta hormon ikut mengatur pengiriman ketika selera
untuk makan.
5) Pengaruh obat-obatan, beberapa obat dapat menekan atau merangsang
selera makan.
6) Selera bawaan, rasa haus akan menimbulkan keinginan untuk minum,
suka asin akan menimbulkan untuk makan makanan asin.
7) Pengaruh penyakit, beberapa penyakit akan menimbulkan pengaruh
selera makan atau sensifitas selera makan.
8) Bentuk makanan, rasa, aroma, dan tekstur makanan dapat menekan
atau merangsang selera makan.
26
Selera makan biasanya dipengaruhi oleh keadaan dan kondisi seseorang.
Pada umumnya, nafsu makan akan menurun pada orang sakit atau dalam
keadaan susah. Begitu pula sebaliknya, nafsu makan akan baik atau bahkan
meningkat pada orang sehat atau dalam keadaan senang (Prakoso, 1982 dalam
Andhika, 2010).
Faktor internal juga berkaitan dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi yang
mempengaruhi asupan makan. Menurut Soegih (2004), beberapa faktor yang
secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan asupan makan yang
kurang selama rawat inap antara lain pasien terlalu lama dipuasakan, tidak
diperhitungkan penambahan zat gizi, obat-obatan yang diberikan, gejala
gastrointestinal, serta penyakit yang menyertai.
Menurut Almatsier (2006), kebutuhan zat gizi dalam keadaan sakit
tergantung jenis dan berat penyakit serta faktor-faktor yang mempengaruhi
dalam keadaan sehat seperti umur, gender (jenis kelamin), aktivitas fisik, serta
kondisi khusus, yaitu ibu hamil dan menyusui. Seperti yang sebelumnya
dijelaskan, kebutuhan gizi akan mempengaruhi asupan makan. Jika asupan
makan yang diberikan tidak adekuat, dalam hal ini asupan makan yang rendah,
maka pasien akan meninggalkan sisa makanan.
Dengan demikian, selain faktor nafsu makan atau selera makan, faktor
internal lain yang berasal dari dalam diri pasien sendiri meliputi:
27
a. Keadaan Psikis
Faktor keadaan psikis adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan
kejiwaan. Biasanya, perawatan di rumah sakit menyebabkan orang sakit
harus menjalani kehidupan yang berbeda dengan apa yang dialami sehari –
hari di rumah. Apa yang dimakan, dimana orang tersebut makan, bagaimana
makanan disajikan, dengan siapa orang tersebut makan, sangat berbeda
dengan yang telah menjadi kebiasan hidupnya. Hal ini ditambah dengan
hadirnya orang-orang yang masih asing baginya yang mengelilinginya setiap
waktu, seperti dokter, perawat, atau petugas paramedis lainnya. Kesemuanya
itu dapat membuat orang sakit mengalami tekanan psikologis, yang dapat
pula membawa perubahan perangan pada orang sakit (Moehyi, 1999).
Pasien yang menjalani pengobatan di rumah sakit dapat menunjukkan
beragam masalah atau persoalan yang berkaitan dengan kondisi psikologis
mereka. Hal yang paling umum dialami oleh pasien adalah kecemasan dan
depresi. Kegugupan mereka setelah menjalani tes kesehatan dan menantikan
hasilnya membuat pasien seringkali tidak dapat tidur (mengalami insomnia),
mimpi buruk di malam hari dan sulit berkonsentrasi dalam melakukan
aktivitas (Banoliel dalam Caninsti, 2007).
Orang yang sedang menderita penyakit berat akan mempunyai persepsi
yang berbeda terhadap suatu stressor dibandingkan dengan orang yang sehat
(Humris-Pleyte, 2001). Pada umumnya penyakit kronis mempengaruhi
semua aspek kehidupan pasien. Pada pasien penderit kronis, terjadi
28
perubahan sementara dari segi fisik, pekerjaan, dan aktivitas sosial. Secara
psikologis, seseorang yang menderita penyakit kronis juga harus
mengintegrasikan perannya sebagai pasien dalam kehidupan jika ia ingin
beadaptasi dengan penyakitnya (Caninsti, 2007).
Setelah didiagnosis menderita penyakit kronis, pasien sering kali
berada dalam tahap krisis yang identik dengan keseimbangan fisik, sosial dan
psikologis (Moos dalam Caninsti, 2007). Pasien merasa bahwa cara mereka
dalam melakukan coping terhadap masalah ternyata tidak lagi efektif.
Lambat laun pasien akan merasa cemas, takut dan mengalami perubahan
emosi lainnya (Taylor & Aspinwall dalam Caninsti 2007). Keadaan ini dapat
berdampak pada terjadinya sisa makanan. Hal ini karena kondisi psikis yang
terjadi pada pasien dalam bentuk depresi dapat mengurangi asupan makan
(Isselbacher, 1999).
Ricec (1992) dalam Caninsti (2007) mengungkapkan bahwa depresi
adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai
seluruh proses mental (berpikit, berperasaan, dan berperilaku) seseorang.
Depresi adalah gangguan mood dengan karakteristik utamanya adalah adanya
perasaan tertekan, rasa sedih dankosong, hilangnya minat atau aktivitas yang
menyenangkan, perubahan yang besar dalam selera makan, baik selera
makan bertambah ataupun berkurang, insomnia atau hiperinsomnia,
berkurangnya aktivitas fisik atau terjadinya agitasi motorik, kelelahan dan
kehilangan energi, perasaan tidak berharha atau perasaan bersalah berlebihan,
29
berkurangnya kemampuan untuk berpikir rasionak, berkurangnya
kemampuan konsentrasi dalam mengambil keputusa, serta muncul pemikiran
untuk mati atau bunuh diri (Neale (1996), dalam Caninsti (2007)).
Depresi berat secara signifikan mempengaruhi seseorang dan
hubungan orang tersebut baik terhadap dirinya sendiri, keluarga, pekerjaan
atau kehidupan sekolah, tidur dan kebiasaan makan, dan kesehatan umum
(National Institute of Mental Health, 2008). Depresi sering disertai dengan
gangguan fisik umum di kalangan dewasa dan orang tua, seperti stroke,
penyakit kardiovaskular, penyakit Parkinson, dan penyakit paru obstruktif
kronik (Yohannes, 2008).
Seseorang yang berada dalam keadaan depresi biasanya menunjukkan
suasana hati yang rendah atau tidak berminat, yang melingkupi semua aspek
kehidupan, dan ketidakmampuan untuk mengalami kenikmatan dalam
kegiatan yang sebelumnya dinikmati. Orang yang depresi mungkin sibuk
dengan, atau memamah biak di atas, pikiran dan perasaan tidak berharga,
rasa bersalah atau penyesalan yang tidak tepat, tidak berdaya, putus asa, dan
kebencian pada diri sendiri (National Institute of Mental Health, 2008).
Menurut Ekawati (2009), seseorang cenderung lupa akan pemenuhan
kebutuhan dasar, seperti kebutuhan akan makanan, kebersihan diri dan
istirahat. Apabila asupan makanan rendah dan berlangsung dalam jangka
waktu yang relatif panjang, seseorang akan mengalami defisiensi zat gizi
yang berakibat pada penurunan status gizi.
30
Hal ini juga dikemukakan oleh American Psychiatric Asosiation
(2000) bahwa seorang orang yang depresi mungkin melaporkan gejala fisik
beberapa seperti kelelahan, sakit kepala, atau masalah pencernaan; Keluhan
fisik adalah masalah yang diajukan yang paling umum di negara
berkembang, sesuai dengan kriteria Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
untuk depresi, appetite atau nafsu makan yang sering berkurang dengan berat
badan sehingga menurun, meskipun kadang-kadang juga terlihat nafsu makan
meningkat dan berat badan kadang-kadang naik, dan terkadang keluarga dan
teman-teman dapat memperhatikan bahwa perilaku seseorang baik gelisah
atau lesu.
Untuk data meneliti kondisi psikis pasien dapat menggunakan hospital
anxiety and depression scale (HADS). HADS didesain dan digunakan untuk
melihat kondisi psikologis terutama kecemasan dan depresi pada individu
yang menderita sakit dan menjadi pasien di rumah sakit. HADS dapat
digunakan pada pasien rumah sakit yang berusia 16-65 tahun.
Kuesioner HADS berisi 2 subskala yaitu, subskala kecemasan, dan
subskala depresi. Pertanyaan pada subskala kecemasan difokuskan pada
aspek emosi dan kognisi dari anxiety, sedangkan pada subskala depresi
difokuskan pada konsep anhedonia, yaitu kehilangan minat untuk melakukan
aktifitas yang menyenangkan. Intepretasi HADS dilakukan dengan
menjumlahkan semua respon subjek dan kemudian mengelompokkannya
31
menjadi normal (skor 0-7), borderline abnormal (skor 8-10), dan abnormal
(skor 11-21) (Caninsti, 2007).
b. Kebiasaan Makan
Menurut Suhardjo (1989) dalam Andhika (2010), kebiasaan makan
adalah suatu istilah untuk menggambarkan kebiasaan dan perilaku yang
berhubungan dengan makanan dan makan, seperti tata karma makan,
frekuensi makan seseorang, pola makan yang dimakan, kepercayaan tentang
makanan (pantangan), distribusi makanan di antara angota keluarga,
penerimaan terhadap makanan (timbulnya suka atau tidak suka) dan cara
pemilihan bahan makanan yang hendak dimakan. Kebiasaan makan adalah
ekspresi setiap individu dalam memilih makanan yang akan membentuk pola
perilaku makan. Oleh karena itu, ekspresi setiap individu dalam memilih
makanan akan berbeda satu dengan yang lain (Khomsan, 2004).
Pola makan sehari-hari merupakan pola makan seseorang yang
berhubungan dengan kebiasaan makan setiap harinya. Suatu kebiasaan di
suatu wilayah dapat mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang. Menurut
Suhardjo (1986) dalam pola makan adalah cara yang ditempuh seseorang
atau sekelompok orang untuk memilih, menggunakan bahan makanan dalam
konsumsi pangan setiap hari yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan,
dan frekuensi makan sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologi, psikologi,
budaya dan sosial.
32
Dengan pola makan yang baik dan jenis hidangan yang beraneka
ragam dapat menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat
pembangun dan zat pengatur bagi kebutuhan gizi seseorang. Sehingga status
gizi seseorang akan lebih baik dan memperkuat daya tahan tubuh terhadap
serangan dari penyakit (Baliwati, 2004).
Menurut Baliwati (2004), pola makan adalah susunan jenis dan jumlah
makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang dalam waktu
tertentu. Menurut Sediaoetama (1991), susunan menu atau susunan hidangan
Indonesia meliputi bahan makanan pokok, lauk pauk (hewani dan nabati),
sayur, dan buah. Susunan makanan mengacu pada Pola Menu Seimbang dan
Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan bagi orang dewasa sehat
(Ratna, 2009). Silitonga (2008) membagi susunan makanan menjadi 4
kategori yaitu:
1. Sangat lengkap : Jika mengkonsumsi makanan pokok, lauk pauk,
sayuran, buah, dan susu
2. Lengkap : Jika mengkonsumsi makanan pokok, lauk pauk,
sayuran, dan buah
3. Kurang lengkap: Jika mengkonsumsi makanan pokok, lauk pauk,
dan sayuran
4. Tidak lengkap : Jika hanya mengkonsumsi makanan pokok
dengan lauk pauk saja, atau makanan pokok dengan sayuran saja.
33
Pola makan yang baik mengandung makanan pokok, lauk-pauk, buah-
buahan dan sayur-sayuran serta dimakan dalam jumlah cukup sesuai dengan
kebutuhan (Baliwati, 2004). Menurut Pedoman Umum Gizi Seimbang
(PUGS), untuk orang dewasa dianjurkan untuk mengkonsumsi nasi sebanyak
5 piring, lauk hewani sebanyak 2 sampai 3 potong, lauk nabati 3 potong,
sayur 1 ½ mangkok, dan buah 2 sampai 3 potong (Almatsier, 2006). Selain
itu, frekuensi makan orang indonesia untuk makanan utama juga sebagian
besar sebanyak 3x dalam sehari (Februanti, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian Priyanto (2009), perbedaan pola makan di
rumah dan pada saat di RS akan mempengaruhi daya terima pasien terhadap
makanan. Bila pola makan pasien tidak sesuai dengan makanan yang
disajikan RS, akan mempengaruhi habis tidaknya makanan yang disajikan.
Hal ini terlihat dari penelitian Adlisman (1996) yang menunjukkan bahwa
faktor yang mempengaruhi terjadinya sisa makanan pada pasien adalah pola
makan pasien terutama untuk susunan menu hidangan dan frekuensi makan.
Dengan pola makan yang baik dan jenis hidangan yang beraneka
ragam dapat menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat
pembangun dan zat pengatur bagi kebutuhan gizi seseorang. Sehingga status
gizi seseorang akan lebih baik dan memperkuat daya tahan tubuh terhadap
serangan dari penyakit (Baliwati, 2004).
34
c. Umur
Semakin tua umur manusia maka kebutuhan energi dan zat – zat gizi
semakin sedikit. Bagi orang yang dalam periode pertumbuhan yang cepat
(yaitu, pada masa bayi dan masa remaja) memiliki peningkatan kebutuhan
nutrisi (Berman, 2003). Pada anak terdapat faktor kesulitan makan yang
dapat mempengaruhi anak untuk tidak menghabiskan makanan yang
disediakan oleh rumah sakit. Faktor kesulitan makan pada anak sering
dialami oleh sekitar 25% pada usia anak, jumlah akan meningkat sekitar 40-
70% pada anak yang lahir prematur atau dengan penyakit kronik.
Pada usia dewasa, zat gizi diperlukan untuk penggantian jaringan
tubuh yang rusak, meliputi perombakan dan pembentukan sel. Pada masa ini
aktivitas fisik mulai meningkat, yaitu untuk melakukan pekerjaan atau
bekerja. Bekerja memerlukan pengeluaran energi cukup besar sehingga harus
diimbangi dengan masukan energi makanan (Ratna, 2009). Seseorang
dikatakan sampai pada tahap usia dewasa jika orang tersebut memasuki usia
18 tahun hingga 60 tahun. Hal ini sesuai dengan Hurlock (1980) bahwa usia
dewasa dibagi menjadi 2, yaitu:
- Early Adulthood: 18 tahun sampai 40 tahun.
- Middle Adulthood: 40 tahun sampai 60 tahun
Pada usia tua (manula) kebutuhan energy dan zat – zat gizi hanya
digunakan untuk pemeliharaan. Setelah usia 20 tahun, proses metabolisme
35
berangsur – angsur turun secara teratur. Pada usia 65 tahun, kebutuhan energi
berkurang 20% dari kebutuhan pada usia 25 tahun (Ratna, 2009).
Asupan makan juga tergantung dari citarasa yang ditimbulkan oleh
makanan yang meliuti bau, rasa, dan rangsangan mulut. Kepekaan indera
seseorang terhadap bau dan rasa akan berkurang seiring dengan
bertambahnya umur. Dalam Winarno (1992), kepekaan indera penghidung
diperkirakan setia bertambahnya umur satu tahun dan papilla mulai
mengalami atropi bila usia mencapai 45 tahun. Menurunnya kemampuan
dalam merasakan citarasa ini akan mengganggu selera makan sehingga dapat
mempengaruhi rendahnya asupan makan seseorang dan menimbulkan
makanan yang tersisa.
d. Jenis kelamin
Jenis kelamin kemungkinan dapat menjadi faktor penyebab terjadinya
sisa makanan. Hal ini disebabkan perbedaan kebutuhan energi antara
perempuan dan laki-laki, dimana kalori basal perempuan lebih rendah sekitar
5-10% dari kebutuhan kalori basal laki-laki. Perbedaan ini terlihat pada
susunan tubuh, aktivitas, dimana laki-laki lebih banyak menggunakan kerja
otot daripada perempuan, sehingga dalam mengkonsumsi makanan maupun
pemilihan jenis makanan, perempuan dan laki-laki mempunyai selera yang
berbeda (Priyanto, 2009).
Menurut Suhardjo (1989) dalam Zulfah (2002), Semakin aktif kegiatan
fisik seseorang semakin banyak energi yang digunakan. Tubuh yang besar
36
memerlukan energi yang lebih banyak dibandingkan dengan tubuh yang kecil
untuk melakukan kegiatan fisik yang sama. Dapat dikatakan wanita dengan
ukuran tubuh yang lebih kecil umumnya memerlukan energi yang lebih
sedikit dibandingkan dengan laki-laki pada tingkat kegiatan fisik yang sama.
Menurut hasil penelitian Djamaluddin (2005), pasien perempuan
mengkonsumsi nasi lebih sedikit dariada asien laki-laki. Sisa makanan
lainnya yaitu lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah, minuman, dan snack ada
asien dan laki-laki sisanya sedikit. Sisa nasi lebih sedikit ada laki-laki diduga
karena angka kecukuan gizi yang dianjurkan (AKG) ada laki-laki lebih besar
daripada perempuan, sehingga laki-laki memang mampu menghabiskan
makanannya dibanding perempuan.
e. Aktifitas fisik
Aktifitas fisik berpengaruh terhadap kebutuhan gizi bagi pasien.
Aktifitas fisik pada orang normal berbeda antara tiap individu ada yang
pekerjaan ringan, sedang ataupu berat, di samping itu berbeda pula dalam
jangka waktunya (Suhardjo, 1992). Tidak hanya ada orang normal, pada
orang sakit, aktivitas fisik juga memiliki peranan dalam menetapkan
kebutuhan energi. Dalam perhitungan kebutuhan zat gizi, nilai faktor
aktivitas pada orang sakit dibedakan menjadi dua yaitu istirahat di tempat
tidur dan tidak terikat di tempat tidur (Almatsier, 2006).
Selain dalam kaitannya dengan kebutuhan gizi, aktivitas fisik ini juga
mempengaruhi faktor psikis pasien. Pada pasien terjadi penurunan aktivitas
37
fisik selama dirawat, rasa tidak senang, rasa takut karena sakit,
ketidakbebasan bergerak adanya adanya penyakit yang menimbulkan rasa
putus asa. Manifestasi rasa putus asa ini berupa hilangnya nafsu makan dan
rasa mual. Faktor ini membuat pasien terkadang tidak menghabiskan porsi
makanan yang telah disajikan (Nuryati, 2008).
f. Keadaan Khusus
Keadaan khusus yang dimaksud di sini adalah keadaan di mana pasien
sedang hamil atau sedang dalam masa menyusui. Bagi pasien yang
mengalami kehamilan atau sedang dalam masa menyusui, membutuhkan
asupan makan yang lebih banyak dibandingkan dengan pasien biasa
lainnnya. Hal ini karena pada ibu hamil, asupan zat gizi tidak hanya
dibutuhkan oleh si ibu saja, tetapi juga untuk pertumbuhan dan
perkembangan janin. Pada ibu menyusui, asupan zat gizi dibutuhkan untuk
dirinya sendiri dan untuk produksi ASI (Poedjiadi, 2006).
Pada pasien dengan kondisi khusus dalam hal ini sedang dalam masa
kehamilan, biasanya mengalami hiperemesis gravidarum. Hiperemesis
gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan sehingga pekerjaan sehari-
hari terganggu dan keadaan umum menjadi buruk. Mual dan muntah
merupakan gangguan yang paling sering dijumpai pada kehamilan trimester
I. kurang lebih 6 minggu setelah haid terakhir selama 10 minggu (Arisman,
2002).
38
Dalam kaitannya dengan terjadinya sisa makanan, kondisi khusus
pasien lebih difokuskan pada status kehamilan. Meskipun memiliki
kebutuhan gizi yang lebih banyak dan memiliki selera makan yang
meningkat, wanita yang memiliki status kehamilan sedang hamil memiliki
peluang untuk meninggalkan sisa makanan lebih banyak. Wanita yang hamil
pada trimester tertentu mengalami gangguan selera makan karena mual dan
muntah sebagai reaksi dari kehamilan. Hal ini dapat mempengaruhi asupan
makan. Selain itu, karakteristik pasien yang memiliki selera makan yang
rendah dapat mempengaruhi asupan makan pasien yang rendah juga yang
dapat menyebabkan terjadinya sisa makanan.
g. Gangguan Pencernaan
Gangguan pencernaan yaitu kumpulan gangguan yang terdiri dari rasa
tidak enak pada perut seperti nyeri ulu hati, heartburn, mual, muntah,
kembung, sendawa, cepat kenyang, konstipasi, diare, nafsu makan berkurang
dan dispesia (Desdiani, 2004). Ketika ada gangguan dalam saluran
pencernaan, maka asupan makan pun menjadi terganggu dan memungkinkan
pasien untuk tidak mampu mengkonsumsi lagi makanannya hingga
menyebabkan terjadinya sisa makanan (Supariasa, 2001).
Jenis penyakit berperan dalam terjadinya sisa makanan. Salah satu
penyakit yang menyebabkan rendahnya konsumsi makanan adalah penyakit
infeksi saluran pencernaan. Saluran cerna adalah saluran yang berfungsi
untuk mencerna makanan, mengabsorbsi zat-zat gizi, dan mengeksresi sisa-
39
sisa pencernaan. Saluran cerna terdiri atas mulut, kerongkongan, lambung,
usus halus, usus besar dan anus.
Menurut lokasinya, penyakit saluran cerna dibagi dalam dua
kelompok, yaitu penyakit saluran cerna atas atau hematemesis (mual), maka
nafsu makan orang tersebut menurun. Disfagia adalah kesulitan menelan
karena adanya gangguan aliran makanan pada saluran cerna. Hal ini dapat
terjadi karena, kelainan sistem saraf menelan, pasca stroke, dan adanya massa
tumor yang menutupi saluran cerna (Almatsier, 2006).
h. Faktor Pengobatan
Tidak semua pasien mengalami gangguan pencernaan. Kurangnya
asupan makan pada pasien bisa juga disebabkan karena faktor lain yang
berkaitan dengan jenis penyakit pasien seperti penggunaan obat-obatan
seperti pada pasien atau faktor pengobatan. Interaksi antara obat dan
makanan dapat dibagi menjadi :
1. Obat-obatan yang dapat menurunkan nafsu makan, mengganggu
pengecapan dan mengganggu traktus gastrointestinal atau saluran
pencernaan.
2. Obat-obatan yang dapat mempengaruhi absorbsi, metabolisme dan
eksresi zat gizi
Menurut Moore (1997) dalam Suharyati (2006), obat-obatan adalah
dapat mempengaruhi makanan yang masuk atau absorbsi, metabolisme, dan
sekresi dari zat-at gizi. Beberapa efek khsus obat-obatan dapat menyebabkan
40
perubahan makanan yang masuk akibat perubahan nafsu makan, perubahan
indera pengecap, dan penciuman, atau mual dan muntah.
Obat dapat menekan atau menurunkan selera makan. Obat antiinfeksi
misalnya cefraxon, levofloxain, obat antineoplastik, dan beberapa obat
jantung merupakan salah satu contoh obat-obatan yang dapat menurunkan
selera makan (Suharyati, 2006). Menurut Rosary (2002) dalam Utari (2009,
pemberian pengobatan seperti pemberian sitostatika, radioterapi atau
tindakan pembedahan; pemberian sitostatika dosis tinggi akan menyebabkan
mual, muntah dan nafsu makan menurun.
Banyak obat yang dapat menyebabkan perubahan terhadap
kemampuan merasakan dysgeusia, menurunkan ketajaman rasa
hypodysgeusia. Gejala-gejala tersebut dapat mempengaruhi intake makanan.
Obat-obatan yang umum digunakan dan diketahui menyebabkan
hypodysgeusia seperti: obat antihipertensi (captopril), antriretroviral
ampenavir, antineoplastik cisplastin, dan antikonvulsan phenytoin (Mahan,
2002).
Menurut hasil penelitian Djamaluddin (2005) terlihat bahwa ada
perbedaan sisa makanan pada beberapa jenis penyakit seperti penyakit
kanker, ginjal, postpartum, saraf, dan bedah. Pada pasien dengan penyakit
ginjal, postpartum, dan saraf memiliki sisa makanan sedikit. Pada penyakit
kanker dan bedah terjadi sisa makanan yang banyak karena pada umumnya
pasien dengan penyakit ini mempunyai tingkat stress yang tinggi yang
41
disebabkan oleh penyakitnya sendiri maupun pengobatan yang dialaminya,
sehingga nafsu makan menurun (Djamaluddin, 2005).
2.4.4. Faktor Eksternal
Menurut Moehyi (1992), faktor eksternal lain selain mutu makanan yang
berpengaruh terhadap terjadinya sisa makanan, antara lain:
a. Sikap petugas ruangan
Sikap petugas ini juga mempengaruhi faktor psikologis pada pasien.
Intervensi keperawatan, termasuk di dalamnya adalah sikap petugas dalam
menyajikan makanan, sangat diperlukan untuk meningkatkan nutrisi yang
optimal bagi pasien rawat inap. Hal ini selain menguatkan program
penyembuhan, juga mampu menciptakan lingkungan yang menguatkan selera
makan (Berman, 2003). Oleh karena itu, sikap petugas ruangan dalam
menyajikan makanan berperan dalam terjadinya sisa makanan.
Berdasarkan hasil survey menyebutkan bahwa faktor utama kepuasan
pasien terletak pada pramusaji. Pramusaji diharapkan dapat berkomunikasi, baik
dalam bersikap, baik dalam berekspresi, wajah, dan senyum. Hal ini penting
karena akan mempengaruhi pasien untuk menikmati makanan dan akhirnya dapat
menimbulkan rasa puas (Nuryati, 2008). Hal ini juga penting untuk
meningkatkan asupan makan pasien agar pasien mau menghabiskan
makanannya.
42
b. Jadwal makan atau waktu makan
Waktu makan adalah waktu dimana orang lazim makan setiap sehari.
Manusia secara alamiah akan merasa lapar setelah 3-4 jam makan, sehingga
setelah waktu tersebut sudah harus mendapat makanan, baik dalam bentuk
makanan ringan atau berat. Makanan di rumah sakit harus tepat waktu, tepat diet,
dan tepat jumlah. Berdasarkan hasil penelitian Raharjo (1997), ada perbedaan
antara jadwal makan dengan terjadinya sisa makanan di RSU Dr. Soeselo-Slawi
maupun di RSU Harapan Anda-Tegal, dimana pada makan pagi banyak terjadi
sisa.
Selain itu, waktu pembagian makanan yang tepat dengan jam makan
pasien serta jarak waktu yang sesuai antara makan pagi, siang dan malam hari
dapat mempengaruhi habis tidaknya makanan yang disajikan. Bila jadual
pemberian makan tidak sesuai maka makanan yang sudah siap akan mengalami
waktu penungguan sehingga pada saat makanan akan disajikan ke pasien,
makanan menjadi tidak menarik karena mengalami perubahan dalam suhu
makanan (Priyanto, 2009).
c. Suasana tempat perawatan
Lingkungan yang menyenangkan pada saat makan dapat memberikan
dorongan pada pasien untuk menghabiskan makanannya. Suasana yang bersih
dan tenang diduga dapat mempengaruhi kenikmatan pasien dalam menyantap
makanan yang disajikan (Priyanto, 2009).
43
d. Makanan dari luar rumah sakit
Asupan makan pasien selama di rumah sakit berasal dari makanan rumah
sakit dan makanan luar rumah sakit. Bila penilaian pasien terhadap mutu
makanan dari rumah sakit kurang memuaskan, kemungkinan pasien
mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit (Siswiyardi, 2005).
Makanan yang dimakan oleh pasien yang berasal dari luar RS akan
berpengaruh terhadap terjadinya sisa makanan. Rasa lapar yang tidak segera
diatasi pada pasien yang sedang dalam perawatan dan timbulnya rasa bosan
karena mengkonsumsi makanan yang kurang bervariasi menyebabkan pasien
mencari makanan tambahan dari luar RS atau jajan. Hal inilah yang
menyebabkan kemungkinan besar makanan yang disajikan kepada pasien tidak
dihabiskan. Bila hal tersebut selalu terjadi maka makanan yang diselenggarakan
oleh pihak RS tidak dimakan sehingga terjadi sisa makanan (Moehyi, 1999).
e. Mutu makanan
Faktor mutu makanan adalah salah satu faktor eksternal penyebab
terjadinya sisa makanan. Mutu makanan dapat dilihat dari cit arasa makanan
yang terdiri dari penampilan, rasa makanan, sanitasi, dan penyajian makanan
(Depkes, 1991). Sementara itu, menurut Moehyi (1992), cita rasa makan dapat
dilihat dari 2 aspek saja, yaitu penampilan dan rasa makanan. Cita rasa yang
tinggi adalah makanan yang disajikan dengan menarik, menyebarkan bau yang
sedap dan memberikan rasa yang lezat (Moehyi, 1992). Cita rasa mampu
mempengaruhi selera makan pasien untuk makan. Ketika selera makan pasien
44
baik, maka asupan makan pasien pun ikut baik. Hal ini akan mampu mengurangi
terjadinya sisa makanan.
1. Penampilan makanan
Faktor yang menentukan penampilan makanan waktu disajikan (Moehyi,
1992):
a. Warna makanan
Warna makanan memegang peran utama dalam penampilan makanan.
Karena bila warnanya tidak menarik akan mengurangi selera orang
yang memakannya. Kadang untuk mendapatkan warna yang
diinginkan digunakan zat perwarna yang berasal dari berbagai bahan
alam dan buatan.
b. Bentuk makanan yang disajikan
Untuk membuat makanan menjadi lebih menarik biasanya disajikan
dalam bentuk – bentuk tertentu. Bentuk makanan yang menarik akan
memberikan daya tarik tersendiri bagi setiap makanan yang disajikan
c. Porsi makanan
Porsi makanan adalah banyaknya makanan yang disajikan dan
kebutuhan setiap individu berbeda sesuai dengan kebiasaan
makannya. Potongan makanan yang terlalu kecil atau besar akan
merugikan penampilan makanan. Pentingnya porsi makanan bukan
saja berkenaan dengan waktu disajikan tetapi juga berkaitan dengan
perencanaan dan perhitungan pemakaian bahan.
45
d. penyajian makanan
Penyajian makanan merupakan faktor terakhir dari proses
penyelenggaraan menu makanan. Meskipun makanan diolah dengan
cita rasa yang tinggi tetapi bila dalam penyajiaannya tidak dilakukan
dengan baik, maka nilai makanan tersebut tidak akan berarti, karena
makanan yang ditampilkan waktu disajikan akan merangsang indera
penglihatan sehingga menimbulkan selera yang berkaitan dengan cita
rasa (Moehyi, 1992).
Penyajian makanan memberikan arti khusus bagi penampilan
makanan. penyajian dirancang untung menyediakan makan yang
berkualitas tinggi dan dapat memuaskan pasien, aman serta harga
yang layak. Penggunaan dan pemilihan alat makan yang tepat dalam
penyusunan makanan akan mempengaruhi penampilan makanan yang
disajikan dan terbatasnya perlengkapan alat merupakan faktor
penghambat bagi pasien untuk menghabiskan makanannya (Nuryati,
2008).
2. Rasa Makanan
Rasa makanan mempunyai faktor kedua yang menentukan cita rasa
makanan setelah penampilan makanan. Komponen yang berperan dalam
penentuan rasa makanan adalah (Moehyi, 1992):
46
a. Aroma makanan
Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang
sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga
membangkitkan selera.
b. Bumbu masakan dan bahan penyedap
Bumbu adalah bahan yang ditambahkan pada makanan dengan
maksud untuk mendapatkan rasa makanan yang enak dan rasa yang
tepat setiap kali pemasakan. Dalam setiap resep masakan sudah
ditentukan jenis bumbu yang digunakan dan banyaknya masing-
masing bumbu tersebut. Bau yang sedap, berbagai bumbu yang
digunakan dapat membangkitkan selera karena memberikan rasa
makanan yang khas. Rasa makanan juga dapat diperbaiki atau
dipertinggi dengan menambahkan bahan penyedap.
c. Konsistensi atau tekstur makanan
Konsistensi makanan juga merupakan komponen yang turut
menentukan cita rasa makanan karena sensivitas indera dipengaruhi
oleh konsistensi makanan.
d. Keempukan makanan
Keempukan makanan selain ditentukan oleh mutu bahan makanan
yang digunakan juga ditentukan oleh cara memasak. Keempukan
makanan selain ditentukan oleh mutu bahan makanan yang
digunakan, juga ditentukan oleh cara memasak yang baik, sehingga
47
makanan yang empuk dapat dikunyah dengan sempurna. Sehingga
mempengaruhi daya terima makan.
e. Kerenyahan makanan
Kerenyahan makanan memberikan pengaruh tersendiri pada cita
rasa makanan. Kerenyahan makanan adalah makanan menjadi
kering, tetapi tidak keras sehingga enak untuk dimakan.
f. Tingkat kematangan.
Tingkat kematangan makanan dalam masakan belum mendapat
perhatian karena umumnya masakan Indonesia harus dimasak
sampai masak benar.
g. Temperatur Makanan
Temperatur makanan waktu disajikan memegang peranan penting
dalam penentuan cita rasa makanan. Namun makanan yang terlalu
panas atau terlalu dingin akan sangat mengurangi sensivitas sarang
pengecap terhadap rasa makanan.
48
Gambar 2.1.
Kerangka Teori
Sumber: Modifikasi Moehyi (1992), Almatsier (2006), dan Soegih (2004)
FAKTOR INTERNAL
Selera Makan
Keadaan Psikis
Kebiasaan Makan
Usia
Jenis Kelamin
Aktivitas Fisik
Kondisi Khusus
o Status Kehamilan
Gangguan Pencernaan
Faktor Pengobatan
FAKTOR EKSTERNAL
Jadwal Makan
Sikap Petugas
Suasana Tempat Perawatan
Mutu Makanan Rumah Sakit
o Penampilan makanan
Warna
Bentuk
Porsi
Penyajian
o Rasa makanan
Aroma
Bumbu
Konsistensi
Keempukan
Kerenyahan
Kematangan
temperatur
Makanan dari luar Rumah
Sakit
Sisa Makanan
49
BAB III
Kerangka Konsep, Definisi Operasional, dan Hipotesis
3.4.Kerangka Konsep
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta
pada tahun 2011. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel
yaitu variabel dependen dan variabel independen. Variabel dependen pada penelitian
ini adalah sisa makanan. Variabel independen dalam penelitian ini terdiri dari faktor
internal, dan faktor eksternal.
Faktor internal yang diteliti dalam penelitian ini adalah keadaan
psikis,susunan makanan, jumlah makanan, frekuensi makan, gangguan pencernaan,
dan status kehamilan. Faktor internal pada pasien seperti selera makan, usia, jenis
kelamin, aktivitas fisik, dan faktor pengobatan tidak diteliti dalam penelitian ini.
Faktor selera makan tidak diteliti karena pasien rumah sakit sebagian besar
mengalami penurunan selera makan. Faktor usia dan jenis kelamin dalam penelitian
ini tidak diteliti karena berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya. Faktor aktivitas
fisik tidak diteliti karena populasi dalam penelitian ini diasumsikan melakukan
aktivitas fisik yang sama yaitu istirahat di tempat tidur. Faktor pengobatan dalam
penelitian ini tidak diteliti karena semua pasien yang dirawat di rumah sakit
diasumsikan diberikan obat-obatan.
Faktor eksternal yang diteliti dalam penelitian ini antara lain penampilan
makanan, rasa makanan, dan makanan dari luar rumah sakit. Faktor penampilan
50
makanan yang diteliti dalam penelitian ini meliputi warna, bentuk, porsi dan
penyajian makanan. faktor rasa makanan yang diteliti dalam penelitian ini meliti
aroma, bumbu, konsistensi, dan temperatur. Faktor rasa makanan seperti kerenyahan
dan kematangan tidak diteliti karena berdasarkan studi pendahuluan makanan yang
disajikan kepada responden tidak ada yang memiliki sifat renyah. Selain itu, hasil uji
terhadap variabel kematangan menyatakan bahwa variabel kematangan tidak valid.
Faktor jadwal makan tidak diteliti karena pemberian makanan di rumah sakit
diberikan pada pasien pada waktu yang bersamaan. Faktor suasana tempat perawatan
dan sikap penyaji dalam menyajikan makanan tidak diteliti karena berdasarkan
beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
kedua faktor ini dengan terjadinya sisa makanan. Dengan demikian, kerangka
konsep dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan 3.1.
51
Bagan 3.1.
Kerangka Konsep
Rasa Maknan
- Aroma
- Bumbu
- Konsistensi
- Keempukan
- Temperatur
Gangguan Pencernaan
Status Kehamilan
Sisa Makanan
Makanan dari luar RS
Penampilan Makanan
- Warna
- Bentuk
- Porsi
- Penyajian
Kebiasaan Makan
Keadaan Psikis
52
3.2.Definisi Operasional
Tabel 3.1.
Variabel Penelitian, Definisi Operasional, dan Cara Ukur
Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Sisa makanan Jumlah makanan yang tidak
dimakan pasien dari yang
disajikan oleh rumah sakit.
(Asosiasi Dietiesen Indonesia,
2005)
Melakukan
pengukuran
dengan
menimbang
sisa
makanan
Timbangan
digital dan
lembar
penilaian
% sisa makanan Ratio
Keadaan
psikis
Kondisi psikologis terutama
depresi pada individu yang
menderita sakit dan menjadi
pasien di rumah sakit
(Caninsti, 2007)
Wawancara Kuesioner 0. Abnormal (total
skor antara 11-
21)
1. Borderline
Abnormal (tota
skor antara 8-10)
2. Normal (total
skor antara 0-7)
(Caninsti, 2007)
Ordinal
53
Kebiasaan
Makan
Kesesuaian kebiasaan
responden dalam memilih
makanan dan mengkonsumsi
makanan dilihat dari susunan
makanan, jumlah makanan,
dan frekuensi makan yang
dikonsumsi responden
disehari-hari jika dibandingkan
dengan di rumah sakit.
Wawancara Kuesioner 0. Tidak sesuai
(jika skor < 3)
1. Sesuai (jika skor
=3)
Ordinal
a Susunan
makanan
Berbagai jenis bahan makanan
yang dimakan responden, jika
dibandingkan dengan susunan
makanan rumah sakit, dengan
kriteria lengkap jika telah
mencakup makanan pokok,
lauk hewani, lauk nabati,
sayuran, buah-buahan, dan
susu.
Wawancara Kuesioner 0. Tidak Sesuai (jika,
susunan makanan
Tidak lengkap atau
kurang lengkap)
1. Sesuai (jika
susunan makanan
lengkap atau sangat
lengkap)
Ordinal
b Jumlah
makanan
Kesesuaian banyaknya jenis
makanan yang dikonsumsi oleh
responden sehari-hari, jika
dibandingkan dengan makanan
yang disajikan oleh rumah
sakit dengan kriteria standar
makanan yang mengikuti
PUGS yang meliputi:
Nasi 5 piring,
lauk hewani 2-3 potong
lauk nabati 3 potong
wawancara kuesioner 0.tidak sesuai (jika
total skor < 5)
1.sesuai, (jika skor =
5)
Ordinal
54
sayur 1 ½ mangkok
buah 2-3 potong
c Frekuensi
makan
Kebiasaan responden yang
berhubungan dengan frekuensi
konsumsi makanan utama
dalam sehari-hari
wawancara kuesioner 0.tidak sesuai (jika
frekuensi makan < 3x
atau lebih dari 3x
sehari
1.Sesuai (jika
frekuensi makan = 3x
sehari)
Ordinal
Gangguan
pencernaan
Gangguan yang terdiri dari rasa
tidak enak pada perut seperti
nyeri ulu hati, heartburn, mual,
muntah, kembung, sendawa,
cepat kenyang, konstipasi,
diare, nafsu makan berkurang
dan dispesia yang dkeluhkan
oleh pasien (Desdiana, 2004)
Sekunder
(Data
Rekam
Medis)
Kuesoiner 0.Ya, jika pasien
mengalami salah satu
bentuk gangguan
pencernaan
1. Tidak, jika pasien
tidak mengalami
gangguan pencernaan
Nominal
Status
kehamilan
Keadaan pasien selama di
rawat di rumah sakit yang
berhubungan dengan
kehamilan
Wawancara Kuesioner 0.Hamil
1.Tidak hamil
Nominal
Warna
makanan
Penilaian responden mengenai
kombinasi warna yang
disajikan
wawancara kuesioner 0.tidak menarik (jika
nilai < mean/ median)
1.menarik (jika nilai≥
mean / median)
Ordinal
55
Bentuk
makanan
Penilaian responden mengenai
bentuk potongan/ irisan
makanan yang disajikan
wawancara kuesioner 0.tidak menarik (jika
nilai < mean/ median)
1.menarik (jika nilai≥
mean / median)
Ordinal
Porsi makanan Penilaian responden mengenai
banyaknya makanan yang
disajikan
wawancara kuesioner 0.tidak sesuai (jika
nilai < mean/ median)
1.sesuai (jika nilai≥
mean / median)
Ordinal
Penyajian
makanan
Penilaian responden mengenai
cara menyajikan
(menggunakan alat saji,
susunan makanan dalam
tempat saji, dan penghias
hidangan)
wawancara kuesioner 0.tidak menarik (jika
nilai < mean/ median)
1.menarik (jika nilai≥
mean / median)
Ordinal
Aroma
makanan
Penilaian responden mengenai
bau makanan yang disajikan
wawancara kuesioner 0.tidak sedap (jika
nilai < mean/ median)
1.sedap (jika nilai≥
mean / median)
ordinal
Bumbu
masakan
Penilaian responden mengenai
rasa bumbu/ rasa makanan
wawancara kuesioner 0.tidak terasa/ terlalu
tajam (jika nilai <
mean/ median)
1.terasa (jika nilai≥
mean / median)
ordinal
56
Konsistensi
atau tekstrur
makanan
Penilaian responden mengenai
keadaan yang berkaitan dengan
tingkat kepadatan dan
kekentalan makanan seperti
nasi, bubur, dan lain-lain
wawancara kuesioner 0.tidak sesuai (jika
nilai < mean/ median)
1.sesuai (jika nilai≥
mean / median)
Ordinal
Keempukan
makanan
Penilaian responden mengenai
keempukan makanan yang
disajikan, seperti tahu, tempe,
ayam, dan daging
wawancara kuesioner 0.tidak sesuai (jika
nilai < mean/ median)
1.sesuai (jika nilai≥
mean / median)
ordinal
Temperature
makanan
Penilaian responden mengenai
suhu makanan yang disajikan
wawancara kuesioner 0.tidak hangat (jika
nilai < mean/ median)
1.hangat (jika nilai≥
mean / median)
ordinal
Makanan dari
Luar Rumah
Sakit
Pasien mengkonsumsi
makanan yang bukan disajikan
oleh rumah sakit
(Mutyana, 2011)
Wawancara Kuesioner
0.sering (jika skor <
1)
1.tidak sering (jika
skor ≥ 1)
(Mutyana, 2011)
Ordinal
57
3.3.Hipotesis
1. Ada hubungan keadaan psikis terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien
rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011.
2. Ada hubungan kebiasaan makan terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien
rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.
3. Ada hubungan gangguan pencernaan terhadap terjadinya sisa makanan pada
pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011.
4. Ada hubungan penampilan makanan, yang meliputi warna, bentuk, porsi, dan
penyajian terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah
Sakit Haji Jakarta tahun 2011.
5. Ada hubungan rasa makanan, yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi,
keempukan, dan temperatur terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat
inap di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011.
6. Ada hubungan makanan dari luar rumah sakit terhadap terjadinya sisa makanan
pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011.
58
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.8.Design Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik melalui pendekatan
kuantitatif dengan desain cross sectional karena pengambilan data variabel
independen dan variabel dependen dilakukan pada saat yang bersamaan dan satu
kali, tidak ada periode follow up. Desain ini digunakan karena mudah dilaksanakan,
sederhana, murah, ekonomis dalam hal waktu, dan hasilnya dapat diperoleh dengan
cepat (Notoatmodjo, 2005).
4.9.Lokasi dan waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Haji Jakarta. Adapun
penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei- Agustus 2011.
4.10. Populasi dan Sampel
4.10.1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Apabila seseorang ingin
meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitian ini
merupakan penelitian populasi. Berdasarkan pengertian di atas maka populasi
penelitian ini adalah pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta.
4.10.2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Adapun Sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap di Rumah Sakit
Haji Jakarta. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
59
adalah purposive sampling. Sampel diperoleh dengan memperhatikan criteria
inklusi dan ekslusi.
Kriteria inklusi:
1. Pasien dewasa yang berumur sekitar 18- 60 tahun
Pengambilan pasien dewasa dilakukan dengan alasan karena
diharapkan pasien dewasa dapat memberikan pendapatnya secara
langsung.
2. Telah menjalani perawatan minimal 2 hari
Pengambilan pasien yang telah menjalani perawatan minimal 2 hari
dilakukan dengan alasan pasien yang sudah menjalani perawatan
minimal 2 hari telah menjalani waktu makan selama 3 kali di rumah
sakit (pagi, siang, dan malam), dan kondisinya pun sudah semakin
membaik.
3. Pasien diberikan makanan biasa atau makanan lunak, bukan makanan
cair.
4. Pasien bersedia menjadi responden
Jumlah sampel minimal yang dapat diambil dalam penelitian ini dihitung
menggunakan rumus uji hipotesis beda proporsi 2 tail (1-α/2) sebagai berikut :
n = {(Z1-α/2 √2P(1- P ) + Z 1-β√P1(1-P1)+P2(1-P2)}2
(P1-P2)2
n= 26
60
Keterangan:
n = jumlah sampel
Z 1-α/2 =1,96 (tingkat kepercayaan 95%)
Z 1-β = 1,28 (kekuatan uji 90%)
P = 0,26 (Proporsi rata-rata hubungan penampilan makanan dengan
kejadian sisa makanan)
P1 = 0,07 (Proporsi penampilan makanan yang baik terhadap terjadinya sisa
makanan pada penelitian terdahulu (Auliya, 2010))
P2 = 0,45 (Proporsi penampilan makanan yang kurang baik terhadap
terjadinya sisa makanan pada penelitian terdahulu(Auliya, 2010))
Dari perhitungan di atas, maka diperoleh jumlah sampel yang dibutuhkan
dalam penelitian ini adalah 26 x 2 = 52 orang pasien. Untuk menghindari data dari
pasien yang missing dalam penelitian ini, maka ditambah 10% dari jumlah sampel
minimal. Dengan demikian jumlah sampel yang dibutuhkan untuk penelitian ini
adalah 58 orang pasien.
4.11. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian atau perangkat yang digunakan untuk mengungkapkan
data penelitian adalah kuesioner dan observasi. Kuesioner yaitu cara pengumpulan
data atau suatu masalah yang pada umumnya banyak menyangkut kepentingan
umum. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah langsung tertutup
yang berupa pertanyaan dimana responden harus memilih jawaban yang disediakan.
Kuesioner dalam penelitian ini berisi pertanyaan mengenai faktor psikis, kebiasaan
61
makan, status kehamilan, penampilan makanan yang meliputi warna, bentuk, porsi
dan penyajian makanan, rasa makanan yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi,
keempukan, dan temperatur makanan, dan makanan dari luar rumah sakit.
Selain dengan melakukan wawancara menggunakan kuesioner, penelitian ini
juga dilakukan suatu pengukuran dan observasi terhadap data sekunder.
Pengukuran dilakukan untuk mendapatkan data sisa makanan. Sedangkan observasi
terhadap data sekunder dalam hal ini rekam medis (medical record) digunakan
untuk mendapatkan data mengenai gangguan pencernaan responden.
Untuk mengetahui data tentang sisa makanan dilakukan dengan melakukan
pengukuran sisa makanan dengan metode penimbangan. Prinsip dari metode
penimbangan makanan adalah mengukur secara langsung berat dari tiap jenis
makanan yang dikonsumsi selanjutnya dihitung presentase (%) sisa makanannya
(Nuryati, 2008).
Penimbangan sisa makanan dilakukan pada makanan yang disajikan rumah
sakit dan tidak habis dimakan, meliputi makanan pokok berupa nasi atau bubur,
lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah. Data sisa makanan dapat diperoleh
dengan cara menimbang makanan yang tidak dihabiskan oleh pasien, kemudian
dirata-rata menurut jenis makanan untuk mendapatkan data rata-rata sisa makanan
berdasarkan jenis makanan.
Dalam penelitian ini, dilakukan penimbangan untuk 3x makan, yaitu makan
pagi, makan siang, dan makan malam. Setiap jenis makanan ditimbang sisa
makanan. setelah itu, semua sisa makanan untuk semua jenis makanan untuk 3x
62
makan dijumlahkan. Kemudian, prosentase sisa makanan dihitung dengan cara
membandingkan sisa makanan yang tidak dihabiskan oleh responden selama 3x
makan tersebut dengan standar porsi makanan yang diberikan oleh rumah sakit
untuk 3x makan, setelah itu dikalikan 100% atau dengan rumus:
Sisa makanan (%) = 𝛴 𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑖𝑠𝑎 (𝑔𝑟)
𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑝𝑜𝑟𝑠𝑖 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑘𝑖𝑡 (𝑔𝑟) x 100%
4.11.1. Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-
benar mengukur apa yang diukur. Sebuah instumen dikatakan valid apabila
mampu mengukur apa yang hendak diukur. Tinggi rendahnya validitas instrumen
menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari
gambaran tentang validitas yang dimaksud. Cara yang dipakai dalam menguji
tingkat validitas adalah internal yaitu menguji apakah terdapat kesesuaian antara
bagian instrumen secara keseluruhan Kuesioner ini dikatakan valid jika nilai
corrected item > nilai r tabel.
Dalam penelitian ini, kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini
terlebih dahulu dilakukan uji coba. Pertanyaan-pertanyaan setiap variabel dalam
kuesioner yang telah diisi dilakukan uji validitas. Jika hasil nilai corrected item
lebih besar dibandingkan dengan nilai r tabel yang bernilai 0,444 maka
pertanyaan dinyatakan valid. Namun, dari hasil uji coba kuesioner masih
didapatkan hasil bahwa masih ada pertanyaan yang tidak valid. Hasil dari uji
validitas kuesioner dapat dilihat pada tabel 4.1.
63
Tabel 4.1.
Hasil Uji Validitas
Variabel No
pertanyaan
Nilai r
hitung
r-tabel
(df=18, α
= 5 %)
Keterangan
Faktor psikis F1 0,475 0,444 Valid
F2 0,477 0,444 Valid
F3 0,475 0,444 Valid
F4 0,505 0,444 Valid
F5 0,481 0,444 Valid
F6 0,445 0,444 Valid
F7 0,468 0,444 Valid
Kebiasaan makanan A1 0,559 0,444 Valid
B1 0,496 0,444 Valid
B2 0,512 0,444 Valid
B3 0,459 0,444 Valid
B4 0,441 0,444 Tidak Valid
B5 0,452 0,444 Valid
C1 0,545 0,444 Valid
Gangguan
Pencernaan
D1 0,459 0,444 Valid
Status Kehamilan E1 0,000 0,444 Tidak Valid
Warna Makanan H1 0,575 0,444 Valid
Bentuk Makanan H2 0,459 0,444 Valid
Porsi Makanan H3 0,460 0,444 Valid
Penyajian Makanan H4 0,452 0,444 Valid
Aroma Makanan I1 0,447 0,444 Valid
Bumbu Makanan I2 0,496 0,444 Valid
Konsistensi
Makanan
I3 0,550 0,444 Valid
Keempukan
makanan
I4 0,533 0,444 Valid
Kerenyahan
Makanan
I5 0,338 0,444 Tidak Valid
Kematangan
Makanan
I6 0,238 0,444 Tidak Valid
Temperatur
Makanan
I7 0,551 0,444 Valid
Makanan dari luar
Rumah Sakit
I1 0,476 0,444 Valid
64
Untuk pertanyaan yang tidak valid, seperti pertanyaan B4 tetap
dimasukkan ke dalam pertanyaan penelitian. Namun Sebelumnya dilakukan
validasi isi dengan cara memperbaiki pertanyaan yang tidak jelas dengan
membuat kalimat yang singkat dan jelas sesuai dengan isi atau makna
pertanyaan, validitas ini dilakukan dengan membaca literatur atau kepustakaan.
Sementara untuk pertanyaan I5 dan I6, tidak dimasukkan karena diasumsikan
makanan yang disajikan sudah matang. Sedangkan pertanyaan I5 yang berkaitan
dengan kerenyahan makanan, tidak dimasukkan karena makanan yang disajikan
kepada responden tidak ada yang bersifat renyah, misalnya kerupuk.
4.11.2. Reliabilitas
Berdasarkan hasil uji reliabilitas menggunakan rumus alpha diperoleh
koefisien reliabilitas. Jika koefisien reliabilitas (alfa crombach) > nilai r tabel,
dapat dinyataan bahwa angket tersebut reliabel dan dapat digunakan untuk
pengambilan data penelitian. Dalam penelitian ini, nilai r tabel yang didapat
adalah 0,444, sedangkan nilai alfa conbrach yang didapatkan adalah 0,890.
Dengan demikian, pertanyaan yang ada dalam kuesioner ini sudah reliable.
4.12. Pengumpulan data
4.12.1. Data Primer
Data primer adalah bila pengambilan data dilakukan secara langsung oleh
peneliti terhadap sasaran atau obyek penelitian. Data primer diperoleh dari
kuesioner dan lembar observasi. Kuesioner dan lembar observasi yaitu cara
pengumpulan data atau suatu masalah yang pada umumnya banyak menyangkut
65
kepentingan umum. Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini, antara
lain:
1. Sisa Makanan diperoleh berdasarkan hasil pengukuran terhadap sisa
makanan pasien dengan menggunakan metode food weighing.
2. Kondisi Psikis diperoleh berdasarkan jawaban pasien dari kuesioner
3. Kebiasaan Makan yang meliputi susunan makanan, jumlah makanan,
dan frekuensi makan diperoleh berdasarkan jawaban pasien dari
kuesioner
4. Status Kehamilan diperoleh berdasarkan jawaban pasien dari
kuesioner
5. Penampilan makanan yang meliputi warna, bentuk, porsi, dan
penyajian diperoleh berdasarkan jawaban pasien dari kuesioner
6. Rasa makanan yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi, keempukan,
dan temperatur diperoleh berdasarkan jawaban pasien dari kuesioner
7. Makanan dari Luar Rumah Sakit diperoleh berdasarkan jawaban
pasien dari kuesioner
4.12.2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diambil dari suatu sumber dan biasanya
sudah dikomplikasi terlebih dahulu oleh instansi atau yang punya data. Data
sekunder bila pengambilan data yang diinginkan diperoleh dari orang lain atau
tempat lain dan bukan dilakukan oleh peneliti sendiri. Data sekunder yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data mengenai rumah sakit haji Jakarta
66
dan data-data yang berkaitan dengan pelayanan gizi untuk pasien. Selain itu,
dalam penelitian ini juga membutuhkan data hasil rekam medis (medical record)
untuk mendapatkan data tentang gangguan pencernaan.
4.13. Pengolahan Data
4.13.1. Data Coding
Sebelum dimasukkan ke komputer, dilakukan proses pemberian kode
pada setiap variabel yang telah terkumpul untuk memudahkan dalam pengolahan
selanjutnya. Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi
data bentuk angka/ bilangan berfungsi untuk mempermudah pada saat analisis
data dan juga mempercepat pada saat entry data. Dalam penelitian ini, peneliti
melakukan pengkodean sebagai berikut.
1. Sisa Makanan
Pada variabel sisa makanan, hasil ukur berupa persentase dari hasil
penimbangan sisa makanan.
2. Keadaan psikis
Hasil dari variabel keadaan psikis didapat dari jawaban kuesioner
dengan nomor pertanyaan dari F1 hingga F7. Skor berkisar antara 0-3 untuk
masing-masing item pertanyaan. Intepretasi untuk masing-masing skor
adalah:
Skor 0 = subjek tidak pernah mengalami pengalaman yang berkaitan
dengan kecemasan dan depresi
Skor 1= subjek kadang-kadnag memiliki pengalaman yang berkaitan
dengan kecemasan dan depresi
67
Skor 2 = subjek sering memiliki pengalaman yang berkaitan dengan
kecemasan dan depresi
Skor 3 = subjek selalu memiliki pengalaman yang berkaitan dengan
kecemasan dan depresi.
Setelah menjumlahkan skor pada masing-masing item sesuai jawaban
yang diberikan subjek, maka diperoleh total skor untuk masing-masing
subskala. Berikut merupakan inetpretasi dari total skor ada masing-masing
subskala (Caninsti, 2007).
0-7 = tanda adanya gangguan berupa kecemasan dan depresi (normal)
8-10 = tahap munculnya sugesti pada masing-masing subskala
(Borderline Abnormal)
11-21= mengindikasi adanya kecemasan atau depresi (Abnormal)
Dengan demikian, hasil ukur variabel keadaan psikis dibagi menjadi 3,
yaitu
Kode 0 = jika abnormal (memiliki total skor 11-21)
Kode 1 = jika borderline abnormal (memiliki total skor 8-10)
Kode 2 = jika normal (memiliki total skor 0- 7)
3. Kebiasaan Makan
Variabel kebiasaan makan dapat dilihat jawaban pasien terhadap susunan
makanan, jumlah makanan, dan frekuensi makanan yang ada di kuesioner.
a. Susunan Makanan
Subvariabel susunan makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner
nomor A1. Pada variabel susunan makanan, hasil ukur dibagi menjadi 4
dan diberi skor:
skor 0 = Tidak lengkap (Jika hanya mengkonsumsi makanan pokok
dengan lauk hewani atau makanan pokok dengan lauk nabati)
skor 1 = Kurang lengkap (Jika mengkonsumsi makanan pokok,
lauk pauk, dan sayuran)
68
skor 2 = Lengkap (Jika mengkonsumsi makanan pokok, lauk
pauk, sayuran, dan buah)
skor 3 = Sangat lengkap (Jika mengkonsumsi makanan
pokok, lauk pauk, sayuran, buah, dan susu)
Selanjutnya, hasil akhir susunan makanan ini kemudian dibagi
menjadi 2 kelompok untuk memudahkan analisis, yaitu
Kode 0 = tidak sesuai (Jika responden memiliki susunan makanan
tidak lengkap atau kurang lengkap atau responden memiliki skor ≤
1)
Kode 1 = sesuai, (jika responden memiliki susunan makanan
lengkap atau sangat lengkap atau responden memiliki skor ≥2)
b. Jumlah makanan
Variabel jumlah makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner nomor B1
hingga B 5. Untuk setiap pertanyaan akan diberi skor 1 jika jawaban
sesuai dengan kriteria, dan diberi skor 0 jika jawaban tidak sesuai dengan
kriteria. Pada variabel jumlah makanan, hasil ukur dibagi 2 dengan kode:
Kode 0 = tidak sesuai, jika total skor < 5 atau jawaban responden
tidak sesuai dengan kriteria
Kode 1 = sesuai, jika total skor = 5 atau jawaban responden sesuai
dengan kriteria
c. Frekuensi Makan
Variabel frekuensi makanan dilihat dari jawaban kuesioner nomor C1.
Pada variabel frekuensi makanan, hasil ukur dibagi menjadi 2 dengan
kode:
69
Kode 0 = tidak sesuai, jika frekuensi makan < 3x atau > 3x dalam
sehari
Kode 1 = sesuai, jika frekuensi makan = 3x sehari
Selanjutnya, variabel kebiasan makan responden dikatakan sesuai, jika
pasien memiliki susunan makanan yang lengkap, jumlah makanan yang
sesuai, dan frekuensi makan sesuai dengan yang ditetapkan oleh rumah sakit.
Dengan demikian, dilakukan penjumlahan terhadap sub variabel susunan
makanan, jumlah makanan, dan frekuensi makanan sehingga total skor sama
dengan 3. Hasil ukur dari variabel kebiasaan makan ini kemudian dibagi
menjadi 2 dan diberi kode:
Kode 0 = tidak sesuai, (jika total skor < 3)
Kode 1 = sesuai, (jika total skor = 3)
4. Gangguan pencernaan
Variabel gangguan pencernaan dilihat berdasarkan hasil rekam medis.
Selanjutnya data ini dituliskan ke dalam kuesioner nomor D1. Pada variabel
ini, hasil ukur dibagi menjadi 2 dengan kode:
Kode 0 = ada, jika pasien mengalami salah satu dari gangguan
pencernaan
Kode 1 = tidak ada, jika pasien tidak mengalami gangguan pencernaan
5. Status kehamilan
Variabel status kehamilan dilihat berdasarkan jawaban kuesioner nomor E1.
Pada variabel ini, hasil ukur dibagi menjadi 2 dengan kode:
70
Kode 0 = ya, jika pasien sedang dalam masa kehamilan
Kode 1 = tidak, jika pasien tidak dalam masa kehamilan
6. Penampilan makanan
Variabel penampilan makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner nomor
H1 sampai H4. Setiap pertanyaan memiliki skor.
Skor 1 = sesuai, Jika nilai yang diberikan responden ≥ median
Skor 0 = tidak sesuai, jika nilai yang diberikan responden < median
a) Warna Makanan
Variabel rasa makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner
nomor H1. Pertanyaan memiliki skor:
1. Skor 1 = Jika nilai yang diberikan responden ≥ median
2. Skor 0 = jika nilai yang diberikan responden < median
b) Bentuk Makanan
Variabel bentuk makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner
nomor H2. Pertanyaan memiliki skor:
1. Skor 1 = Jika nilai yang diberikan responden ≥ median
2. Skor 0 = jika nilai yang diberikan responden < median
c) Porsi Makanan
Variabel rasa makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner
nomor H4. Pertanyaan memiliki skor:
1. Skor 1 = Jika nilai yang diberikan responden ≥ median
2. Skor 0 = jika nilai yang diberikan responden < median
71
d) Penyajian Makanan
Variabel penyajian makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner
nomor H5. Setiap pertanyaan memiliki skor:
1. Skor 1 = Jika nilai yang diberikan responden ≥ median
2. Skor 0 = jika nilai yang diberikan responden < median
7. Rasa makanan
Variabel rasa makanan terdiri dari aroma, bumbu, konsistensi, keempukan,
dan temperatur makanan. Variabel ini dapat dilihat dari jawaban kuesioner
nomor I1 sampai I5. Setiap pertanyaan memiliki skor.
a) Aroma Makanan
Variabel armoa makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner
nomor I1. Pertanyaan memiliki skor:
1. Skor 1 = Jika nilai yang diberikan responden ≥ median
2. Skor 0 = jika nilai yang diberikan responden < median
b) Bumbu Makanan
Variabel Bumbu makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner
nomor I2. Pertanyaan memiliki skor:
1. Skor 1 = Jika nilai yang diberikan responden ≥ median
2. Skor 0 = jika nilai yang diberikan responden < median
c) Konsistesi Makanan
Variabel konsistensi makanan dapat dilihat dari jawaban
kuesioner nomor H3. Pertanyaan memiliki skor:
72
1. Skor 1 = Jika nilai yang diberikan responden ≥ median
2. Skor 0 = jika nilai yang diberikan responden < median
d) Keempukan Makanan
Variabel keempukan makanan dapat dilihat dari jawaban
kuesioner nomor I3. Setiap pertanyaan memiliki skor:
1. Skor 1 = Jika nilai yang diberikan responden ≥ median
2. Skor 0 = jika nilai yang diberikan responden < median
e) Temperatur Makanan
Variabel temperatur makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner
nomor I6. Pertanyaan memiliki skor:
1. Skor 1 = Jika nilai yang diberikan responden ≥ median
2. Skor 0 = jika nilai yang diberikan responden < median
8. Makanan dari luar rumah sakit
Makanan dari luar rumah sakit di ketahui dengan cara wawancara mengenai
konsumsi makanan dari luar rumah sakit selama sehari. Variabel makanan dari
luar rumah sakit dilihat dari pertanyaan nomor G1, kemudian diberi skor :
skor 0 = Jika mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit sebanyak 3x
skor 1 = Jika mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit sebanyak 2x
skor 2 = Jika mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit sebanyak 1x
skor 3 = Jika tidak mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit
Selanjutnya, variabel makanan dari luar rumah sakit dikelompokan menjadi 2
dan diberi kode :
73
Kode 0 = Sering (Jika skor < 1)
Kode 1 = Tidak Sering (jika skor ≥ 1)
4.13.2. Data Editing
Penyuntingan data yang dilakukan sebelum proses memasukkan data
4.13.3. Data Entry
Proses memasukkan data ke dalam program atau fasilitas analisis data.
setelah dilakukan pengkodean dan editing, selanjutnya melakukan proses entry
data atau proses memasukkan data menggunakan computer sesuai dengan
pengkodean yang telah ditetapkan.
4.13.4. Data Cleaning
Proses akhir dari pengolahan data yaitu menghilangkan data-data dari
proses entry data yang tidak diperlukan, merapihkan semua proses pengolahan
data, sebelum dilakukan analisa data.
4.14. Analisis
4.14.1. Analisis univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil tiap
penelitian (Notoatmodjo, 2002). Pada analisis ini akan menghasilkan distribusi
dan persentase dari masing-masing variabel. Analisa ini digunakan terhadap tiap
variabel dari hasil penelitian dengan cara membuat distribusi dan frekuensi dari
setiap variabel, hasil analisis ini disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.
74
4.14.2. Analisis bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan dari variabel
yang diteliti. Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya sisa makanan pada
pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta.
Analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui hubungan keadaan psikis, kebiasaan makan, gangguan pencernaan,
penampilan makanan (yang meliputi warna, bentuk, porsi, dan penyajian), rasa
makanan (yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi, keempukan, kerenyahan,
kematangan, dan temperatur), dan makanan dari luar rumah sakit. Variabel status
kehamilan tidak dilakukan analisis bivariat karena data yang didapatkan ternyata
homogen.
Dalam penelitian ini terdapat dua data, yaitu data numerik dan data
kategorik. Analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
uji t-test, uji anova, dan uji chi square. Uji T test digunakan untuk mengetahui
hubungan kebiasaan makan, gangguan pencernaan, penampilan makanan (yang
meliputi warna, bentuk, porsi, dan penyajian), rasa makanan ( yang meliputi
aroma, bumbu, konsistensi, keempukan, dan temperatur), dan makanan dari luar
rumah sakit dengan sisa makanan. Uji Anova digunakan untuk mengetahui
hubungan keadaan psikis dengan terjadinya sisa makanan. Dalam penelitian ini
juga dilakukan analisis bivariat dengan menggunakan uji chi square. Uji Chi
Square ini dilakukan menguji hubungan antar variabel independen.
75
BAB 5
HASIL
5.4.Gambaran Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap di Rumah Sakit
Haji Jakarta yang berjumlah 58 orang. Responden dalam penelitian ini terdiri dari 6
responden kelas 1 (10,3%), 43 responden kelas 2 (74,1%), dan 9 responden kelas 3
(15,5%). Adapun karakteristik responden dalam penelitian lain dapat dilihat dari
tabel 5.1.
Tabel 5.1.
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Karakteristik Responden
(n=58)
Jumlah (n) Persentasi (%)
Umur < 45 tahun 37 63,8
≥ 45 tahun 21 36,2
Jenis Kelamin Laki-laki 24 41,4
Perempuan 34 58,6
Lama Rawat ≤ 3 hari 39 67,2
4-6 hari 14 24,1
7-14 hari 5 8,6
.15 hari 0 0
Jenis Diet Diet Khusus 37 63,8
Diet Biasa 21 36,2
Total 58 100
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Berdasarkan tabel 5.1. terlihat bahwa persentase terbesar kelompok umur
responden adalah kurang dari 45 tahun yakni 63,8%. Responden dalam penelitian ini
paling banyak berjenis kelamin perempuan, yaitu sebanyak 34 orang atau 58,6%.
Lama perawatan yang dialami responden ≤ 3 hari dengan persentase responden
76
sebanyak 39 orang atau 67,2%. Responden dalam penelitian ini diberikan makanan
sesuai dengan jenis diet. Jenis Diet yang paling banyak diberikan kepada responden
dalam penelitian ini adalah diet khusus, yaitu sebanyak 37 orang atau 63,8%.
5.5.Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk menggambaran distribusi frekuensi dari
hasil penelitian yang telah diperoleh. Analisis univariat dalam penelitian ini adalah
analisis univariat terhadap sisa makanan, keadaan psikis, kebiasaan makan,
gangguan pencernaan, status kehamilan, penampilan makanan yang meliputi warna,
bentuk, porsi dan penyajian, rasa makanan yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi,
keempukan, dan temperature, dan makanan dari luar rumah sakit.
5.5.1. Gambaran Sisa Makanan
Distribusi sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan melakukan metode food weighing atau
penimbangan untuk 3x makan. Skor yang diperoleh kemudian dijadikan nilai
persen untuk mengetahui banyak atau sedikitnya sisa makanan. Berdasarkan
hasil pengukuran terhadap sisa makanan didapatkan data sisa makanan, baik
secara keseluruhan maupun berdasarkan jenis makanan.
Tabel 5.2.
Distribusi Sisa Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Variabel Rata-rata SD Nilai
Terendah
Nilai
Tertinggi
95% CI
Sisa
Makanan
20,27 11,82 0 57,94 17,16 –
23,38
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
77
Berdasarkan hasil penelitian pada 58 responden diketahui bahwa rata-rata
sisa makanan responden adalah sebanyak 20,27% dengan standar deviasi 11,82.
Sisa makanan yang terendah dari responden adalah 0% atau tidak ada sisa
makanan. Sementara itu, sisa makanan yang tertinggi adalah 57,94% dengan
rentang confidence interval 95% adalah 17,16 sampai 23,38.
Selain itu, diketahui sisa makanan berdasarkan jenis makanan, yaitu sisa
makanan dilihat dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah.
Sisa makanan berdasarkan jenis makanan dapat dilihat pada tabel 5.3.
Tabel 5.3.
Distribusi Frekuensi Sisa Makanan Berdasarkan Jenis Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Jenis
Makanan
Rata-
rata
SD Nilai
Terendah
Nilai
Tertinggi
95% CI
Makanan
pokok
14, 78 14,35 0 52,88 11,01 – 18,56
Lauk
Hewani
12,96 18,37 0 86,67 8,12 – 17,79
Lauk
Nabati
23,49 24,45 0 100 17,06 – 29,92
Sayur 47,10 25,82 0 94,12 5,70 – 8,66
Buah 11,07 22,16 0 82,99 5,24 – 16,90
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Berdasarkan hasil penelitian pada 58 responden diketahui bahwa rata-rata
sisa makanan responden adalah makanan pokok 14,78%, lauk hewani 12,96%,
lauk nabati 23,49%, sayur 47,10 %, dan buah 11,07%. Dengan demikian terlihat
bahwa jenis makanan yang paling banyak ditinggalkan sisa makanannya oleh
responden adalah sayur.
78
Berdasarkan hasil penilaian terhadap sisa makanan yang dilakukan di
rumah sakit Haji Jakarta, diketahui bahwa jenis makanan yang meninggalkan sisa
makanan, baik makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah. Total
sisa makanan untuk jenis makanan pokok adalah 14,96%. Jenis makanan pokok
yang paling banyak meninggalkan sisa makanan adalah nasi, yaitu 11,50%.
Total Sisa Makanan untuk lauk hewani adalah 13,14%. Lauk hewani yang
paling banyak meninggalkan sisa makanan adalah Gulai Ayam (3,99%), Rolade
Daging (2,27%), dan Pindang Kakap Kecap (2,22%). Sementara itu, total sisa
makanan untuk lauk nabati adalah 27,92%. Lauk nabati yang paling banyak
meninggalkan sisa makanan adalah Botok Tahu (9,72) dan Pastel Kentang
(8,89%).
Sisa makanan untuk sayur memiliki jumlah yang tertinggi. Sayur
memiliki persentase sisa makanan sebanyak 50,43%. Sayur yang paling banyak
meninggalkan sisa makanan adalah bobor ayam (14,62%) dan sup kombinasi
(11,93%). Sedangkan, jenis makanan yang memiliki sisa makanan paling sedikit
adalah buah. Total Sisa makanan untuk buah adalah 10,79%. Buah yang
memiliki sisa makanan tinggi adalah pisang (4,43%). Persentase sisa makanan
berdasarkan jenis makanan dapat dilihat pada lampiran 4.
Secara keseluruhan, pencapaian akhir dari sisa makanan responden
adalah responden dikatakan memiliki sisa makanan banyak jika persentase sisa
makanan > 25% dan sisa makanan dikatakan sedikit jika persentase sisa makanan
79
≤ 25%. Dengan demikian, distribusi sisa makanan pada pasien rawat inap pada
pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta dapat dilihat pada tabel 5.4.
Tabel 5.4.
Distribusi Frekuensi Sisa Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Sisa Makanan Jumlah (n) Persentasi (%)
> 25% 23 39,7
≤ 25% 35 60,3
Total 58 100
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Berdasarkan tabel 5.5. diatas, dari 58 responden didapatkan hasil bahwa
responden yang memiliki sisa makanan banyak lebih sedikit dibandingkan
dengan responden yang memiliki sisa makanan sedikit. Persentase sisa makanan
banyak sebesar 39,7 %, sedangkan persentase sisa makanan sedikit ada 60,3%.
5.5.2. Gambaran Keadaan Psikis
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen kuesioner
dengan menggunakan hospital anxiety and depression scale (HADS) didapatkan
bahwa gambaran keadaan psikis pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta
Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.5.
Tabel 5.5.
Distribusi Frekuensi Keadaan Psikis
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Keadaan Psikis Jumlah (n) Persentasi (%)
Abnormal 3 5,2
Borderline abnormal 14 24,1
Normal 41 70,7
Total 58 100
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
80
Berdasarkan tabel 5.5. terlihat bahwa dari 58 responden, didapatkan
hasil bahwa responden yang memiliki tingkat keadaan psikis yang abnormal
lebih sedikit jika dibandingkan dengan responden yang memiliki keadaan psikis
yang borderline abnormal dan normal. Persentase responden yang memiliki
keadaan psikis yang abnormal ada 5,2%, sedangkan persentase responden yang
memiliki keadaan psikis yang borderline abnormal ada 24,1% dan responden
yang memiliki keadaan psikis yang normal ada 70,7%.
5.5.3. Gambaran Kebiasaan Makan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen
kuesioner didapatkan bahwa gambaran kebiasaan makan pasien rawat inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.6.
Tabel 5.6.
Distribusi Frekuensi Kebiasaan Makan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Kebiasaan Makanan Jumlah (n) Persentasi (%)
Tidak Sesuai 52 89,7
Sesuai 6 10,3
Total 58 100
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Berdasarkan tabel 5.6. di atas, didapatkan dari 58 responden hasil bahwa
responden yang memiliki kebiasaan makan tidak sesuai dengan rumah sakit
lebih banyak dibandingkan dengan responden yang memiliki kebiasaan makan
sesuai. Persentase responden yang memiliki kebiasaan makan tidak sesuai
dengan rumah sakit mencapai 89,7%, sedangkan persentase responden yang
memiliki kebiasaan makan sesuai hanya 10,3% .
81
5.5.4. Gambaran Gangguan Pencernaan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari data rekam medis didapatkan
bahwa gambaran gangguan pencernaan pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.7.
Tabel 5.7.
Distribusi Frekuensi Gangguan Pencernaan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Gangguan Pencernaan Jumlah (n) Persentasi (%)
Ada 24 41,4
Tidak ada 34 58,6
Total 58 100
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Berdasarkan tabel 5.7. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil bahwa
responden yang mengalami gangguan pencernaan lebih sedikit jika dibandingkan
dengan responden yang tidak mengalami gangguan pencernaan. Persentase
responden yang mengalami gangguan pencernaan mencapai 41,4%, sedangkan
responden yang tidak memiliki gangguan pencernaan mencapai 58,6%.
5.5.5. Gambaran Status Kehamilan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen kuesioner
didapatkan bahwa gambaran status kehamilan pasien rawat inap di Rumah Sakit
Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.8.
82
Tabel 5.8.
Distribusi Frekuensi Status Kehamilan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Status Kehamilan Jumlah (n) Persentasi (%)
Hamil 0 0
Tidak hamil 58 100
Total 58 100
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Berdasarkan tabel 5.8. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil bahwa
responden yang sedang hamil tidak ada atau memiliki persentase 0%. Responden
ada dalam penelitian ini hampir semua yang tidak hamil. Persentase responden
yang tidak hamil mencapai 100%.
5.5.6. Gambaran Penampilan Makanan
Gambaran Penampilan makanan dapat dilihat dari warna, bentuk, porsi,
dan penyajian makanan. Data warna, bentuk, porsi dan penyajian makanan yang
diperoleh dari jawaban responden pada instrumen kuesioner.
5.5.6.1.Gambaran Warna Makanan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen
kuesioner didapatkan bahwa gambaran warna makanan pasien rawat inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.9.
Tabel 5.9.
Distribusi Frekuensi Warna Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Warna makanan Jumlah (n) Persentasi (%)
Tidak Menarik 20 34,5
Menarik 38 65,5
Total 58 100
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
83
Berdasarkan tabel 5.9. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil
bahwa responden yang menyatakan warna makanan tidak menarik lebih
sedikit daripada responden yang menyatakan warna makanan menarik.
Persentase responden yang menyatakan warna makanan tidak menarik
mencapai hanya 34,5%, sedangkan persentase responden yang menyatakan
warna makanan menarik mencapai 65,5%.
5.5.6.2.Gambaran Bentuk Makanan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen
kuesioner didapatkan bahwa gambaran bentuk makanan pasien rawat inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.10.
Tabel 5.10.
Distribusi Frekuensi Bentuk Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Bentuk makanan Jumlah (n) Persentasi (%)
Tidak Menarik 24 41,4
Menarik 34 58,6
Total 58 100
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Berdasarkan tabel 5.10. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil
bahwa responden yang menyatakan bentuk makanan tidak menarik lebih
sedikit daripada responden yang menyatakan bentuk makanan menarik.
Persentase responden yang menyatakan bentuk makanan tidak menarik
mencapai 41,4%, sedangkan persentase responden yang menyatakan bentuk
makanan menarik mencapai 58,6%.
84
5.5.6.3.Gambaran Porsi Makanan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen
kuesioner didapatkan bahwa gambaran porsi makanan pasien rawat inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.11.
Tabel 5.11.
Distribusi Frekuensi Porsi Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Porsi makanan Jumlah (n) Persentasi (%)
Tidak Sesuai 29 50,0
Sesuai 29 50,0
Total 58 100
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Berdasarkan tabel 5.11. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil
bahwa responden yang menyatakan porsi makanan tidak sesuai sama dengan
responden yang menyatakan porsi makanan sesuai. Persentase responden
yang menyatakan penampilan makanan tidak sesuai dan sesuai adalah 50,0%.
5.5.6.4.Gambaran Penyajian Makanan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen
kuesioner didapatkan bahwa gambaran penyajian makanan pasien rawat inap
di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.12.
Tabel 5.12.
Distribusi Frekuensi Penyajian Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Penyajian makanan Jumlah (n) Persentasi (%)
Tidak Menarik 16 27,6
Menarik 42 72,4
Total 58 100
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
85
Berdasarkan tabel 5.12. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil
bahwa responden yang menyatakan penyajian makanan tidak menarik lebih
sedikit daripada responden yang menyatakan penyajian makanan menarik.
Persentase responden yang menyatakan penyajian makanan tidak menarik
hanya 27,6%, sedangkan persentase responden yang menyatakan penyajian
makanan menarik mencapai 72,4%.
5.5.7. Gambaran Rasa Makanan
Gambaran rasa makanan dilihat dari aroma, bumbu, konsistensi,
keempukan, dan temperature. Data aroma, bumbu, konsistensi, keempukan, dan
temperature diperoleh dari jawaban responden pada instrumen kuesioner.
5.5.7.1.Gambaran Aroma Makanan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen
kuesioner didapatkan bahwa gambaran aroma makanan pasien rawat inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.13.
Tabel 5.13.
Distribusi Frekuensi Aroma Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Aroma makanan Jumlah (n) Persentasi (%)
Tidak Enak 30 51,7
Enak 28 48,3
Jumlah 58 100
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Berdasarkan tabel 5.14. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil
bahwa responden yang menyatakan aroma makanan tidak enak lebih banyak
daripada responden yang menyatakan aroma makanan enak. Persentase
86
responden yang menyatakan aroma makanan tidak enak mencapai 51,7%,
sedangkan persentase responden yang menyatakan aroma makanan enak
mencapai 48,3%.
5.5.7.2.Gambaran Bumbu Makanan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen
kuesioner didapatkan bahwa gambaran bumbu makanan pasien rawat inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.14.
Tabel 5.14.
Distribusi Frekuensi Bumbu Makanan
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Bumbu makanan Jumlah (n) Persentasi (%)
Tidak Terasa 34 58,6
Terasa 24 41,4
Jumlah 58 100
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Berdasarkan tabel 5.14. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil
bahwa responden yang menyatakan bumbu makanan tidak terasa lebih
banyak daripada responden yang menyatakan bumbu makanan terasa.
Persentase responden yang menyatakan bumbu makanan tidak terasa
mencapai 58,6%, sedangkan persentase responden yang menyatakan bumbu
makanan terasa mencapai 41,4%.
5.5.7.3.Gambaran Konsistensi Makanan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen
kuesioner didapatkan bahwa gambaran konsistensi makanan pasien rawat
inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.15.
87
Tabel 5.15.
Distribusi Frekuensi Konsistensi Makanan
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Konsistensi makanan Jumlah (n) Persentasi (%)
Tidak sesuai 27 46,6
Sesuai 31 53,4
Total 58 100
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Berdasarkan tabel 5.15. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil
bahwa responden yang menyatakan konsistensi makanan tidak sesuai lebih
sedikit daripada responden yang menyatakan konsistensi makanan sesuai.
Persentase responden yang menyatakan konsistensi makanan tidak sesuai
sebesar 46,6%, sedangkan persentase responden yang menyatakan
konsistensi makanan sesuai mencapai 53,4%.
5.5.7.4.Gambaran Keempukan Makanan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen
kuesioner didapatkan bahwa gambaran keempukan makanan pasien rawat
inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.16.
Tabel 5.16.
Distribusi Frekuensi Keempukan Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Keempukan makanan Jumlah (n) Persentasi (%)
Tidak sesuai 17 29,3
Sesuai 41 70,7
Jumlah 58 100
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Berdasarkan tabel 5.16. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil
bahwa responden yang menyatakan keempukan makanan yang tidak sesuai
88
lebih sedikit daripada responden yang menyatakan keempukan makanan
sesuai. Persentase responden yang menyatakan keempukan makanan tidak
sesuai hanya 29,3%, sedangkan persentase responden yang menyatakan
keempukan makanan sudah sesuai mencapai 70,7%.
5.5.7.5.Gambaran Temperatur Makanan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen
kuesioner didapatkan bahwa gambaran temperatur makanan pasien rawat
inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.17.
Tabel 5.17.
Distribusi Frekuensi Temperatur Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Temperatur makanan Jumlah (n) Persentasi (%)
Tidak Sesuai 16 27,6
Sesuai 42 72,4
Jumlah 58 100
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Berdasarkan tabel 5.17. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil
bahwa responden yang menyatakan temperatur makanan tidak sesuai lebih
sedikit daripada responden yang menyatakan temperatur makanan sesuai.
Persentase responden yang menyatakan temperatur makanan tidak sesuai
hanya 27,6%, sedangkan persentase responden yang menyatakan temperatur
makanan sesuai mencapai 72,4%.
5.5.8. Gambaran Makanan dari Luar Rumah Sakit
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen
kuesioner didapatkan bahwa gambaran makanan dari luar rumah sakit pasien
89
rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel
5.18.
Tabel 5.18.
Distribusi Frekuensi Makanan dari Luar Rumah Sakit
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Penampilan makanan Jumlah (n) Persentasi (%)
Sering 25 43,1
Tidak sering 33 56,9
Total 58 100
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Berdasarkan tabel 5.19. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil
bahwa responden yang sering mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit
lebih sedikit daripada responden yang tidak sering mengkonsumsi makanan
dari luar rumah sakit. Persentase responden yang sering mengkonsumsi
makanan dari luar rumah sakit mencapai 43,1%, sedangkan persentase
responden yang tidak sering mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit
mencapai 56,9%.
5.6.Analisis Bivariat
Analisis bivariat merupakan analisis untuk mengetahui hubungan antara dua
variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Dalam pengujian hipotesis
penelitian dengan data rasio harus memenuhi syarat uji normalitas distribusi data.
Uji normalitas distribusi variabel sisa makanan dengan jumlah sampel 58 responden.
Adapun hasil uji normalitas terhadap variabel sisa makanan yaitu 0,200. Berdasarkan
hasil tersebut diketahui bahwa variabel sisa makanan dengan hasil analisis taraf
signifikasi 0,200 > 0,05. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa
90
penyebaran data distribusi subjek penelitian untuk variabel sisa makanan tersebut
dalam keadaan normal sehingga dapat dilakukan uji parametrik.
Analisis bivariat dalam penelitian digunakan untuk mengetahui hubungan
keadaan psikis, kebiasaan makan, gangguan pencernaan, penampilan makanan yang
meliputi warna, bentuk, porsi dan penyajian makanan, rasa makanan yang meliputi
aroma, bumbu, konsistensi, keempukan, dan temperatur, dan makanan dari luar
rumah sakit. Dalam penelitian ini tidak dapat dilakukan analisis bivariat untuk
mengetahui hubungan antara status kehamilan dengan terjadinya sisa makanan. hal
ini karena tidak ditemukan responden yang sedang dalam masa kehamilan ketika
penelitian sedang berjalan.
5.6.1. Hubungan Keadaan Psikis dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Hubungan antara keadaan sikis dengan terjadinya sisa makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan
menggunakan uji anova.
Tabel 5.19.
Hubungan Keadaan Psikis dengan Terjadinya Sisa Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Keadaan Psikis Rata-rata SD P value
Abnormal 12,67 12,58 0,421
Borderline abnormal 22,54 13,80
Normal 20,05 11,10
Total 20,27 11,08
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
91
Responden yang memiliki keadaan psikis abnormal yang rata-rata
meninggalkan sisa makanan sebanyak 12,67% dengan standar deviasi 12,58%,
sedangkan responden yang memiliki keadaan psikis borderline abnormal rata-
rata meninggalkan sisa makanan sebanyak 22,53% dengan standar deviasi
13,80%, dan responden yang memiliki keadaan psikis normal rata-rata
meninggalkan sisa makanan sebanyak 20,05% dengan standar deviasi 11,10%.
Dari uji statistik diperoleh nilai p value 0,421. Artinya pada α 5% tidak terdapat
hubungan keadaan psikis dengan sisa makanan.
5.6.2. Hubungan Kebiasaan Makan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Hubungan kebiasaan makan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien
rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan
menggunakan uji T- independent.
Tabel 5.20.
Hubungan Kebiasaan Makan dengan Terjadinya Sisa Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Kebiasaan
Makan
Rata-rata SD Pvalue n
Tidak Sesuai 20,60 12,27 0,542 52
Sesuai 17,45 6,81 6
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Berdasarkan tabel 5.20, iketahui rata-rata sisa makanan pada responden
yang memiliki kebiasaan makan sesuai dengan rumah sakit adalah 20,60%
dengan standar deviasi 12,27%. Sedangkan rata-rata sisa makanan pada
responden yang memiliki kebiasaan makan tidak sesuai dengan rumah sakit
92
adalah 17,45% dengan standar deviasai 6,81%. Dengan uji statistik diperoleh
nilai probabilitas sebesar 0,542. Artinya pada α 5% tidak ada hubungan antara
kebiasaan makan dengan sisa makanan.
5.6.3. Hubungan Gangguan Pencernaan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Hubungan gangguan pencernaan dengan terjadinya sisa makanan pada
pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan
menggunakan uji T- independent.
Tabel 5.21.
Hubungan Gangguan Pencernaan dengan Terjadinya Sisa Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Gangguan
Pencernaan
Rata-rata SD Pvalue n
Ada 24,16 11,60 0,034 24
Tidak ada 17, 53 11,35 34
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden yang memiliki
gangguan pencernaanadalah 24,16% dengan standar deviasi 11,60%. Sedangkan
rata-rata sisa makanan pada responden yang tidak memiliki gangguan
pencernaan adalah 17, 53% dengan standar deviasai 11,35%. Dengan uji statistik
diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,034. Artinya pada α 5% ada hubungan
antara gangguan pencernaan dengan sisa makanan.
93
5.6.4. Hubungan Penampilan Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Hubungan penampilan makanan meliputi hubungan warna, bentuk, porsi,
dan penyajian makanan dengan terjadinya sisa makan pada pasien rawat inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan menggunakan uji T-
independent.
5.6.4.1.Hubungan Warna Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Hubungan warna makanan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien
rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan
menggunakan uji T- independent.
Tabel 5.22.
Hubungan Warna Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Warna Makanan Rata-rata SD Pvalue n
Tidak menarik 24,43 13,99 0,051 20
Menarik 18,08 10,26 38
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan
warna makanan menarik adalah 24,43% dengan standar deviasi 13,99%.
Sedangkan rata-rata sisa makanan pada responden menyatakan warna makanan
menarik adalah 18,08% dengan standar deviasai 10,26%. Dengan uji statistik
diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,051. Artinya pada α 5% tidak ada hubungan
antara warna makanan dengan sisa makanan.
94
5.6.4.2.Hubungan Bentuk Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Hubungan bentuk makanan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien
rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan
menggunakan uji T- independent.
Tabel 5.23.
Hubungan Bentuk Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Bentuk Makanan Rata-rata SD Pvalue n
Tidak menarik 22,69 14,34 0,194 24
Menarik 18,57 9,53 34
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan
bentuk makanan tidak menarik adalah 22,69% dengan standar deviasi 14,34%.
Sedangkan rata-rata sisa makanan pada responden menyatakan bentuk makanan
menarik adalah 18,56% dengan standar deviasai 9,53%. Dengan uji statistik
diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,194. Artinya pada α 5% tidak ada hubungan
antara bentuk makanan dengan sisa makanan.
5.6.4.3.Hubungan Porsi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Hubungan porsi makanan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien
rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan
menggunakan uji T- independent.
95
Tabel 5.24.
Hubungan Porsi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Porsi Makanan Rata-
rata
SD Pvalue n
Tidak sesuai 19,87 12,08 0,799 29
Sesuai 20,67 11, 76 29
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan porsi
makanan tidak sesuai adalah 19,87% dengan standar deviasi 12,08%. Sedangkan
rata-rata sisa makanan pada responden menyatakan porsi makanan sesuai adalah
20,67% dengan standar deviasai 11,76%. Dengan uji statistik diperoleh nilai
probabilitas sebesar 0,799. Artinya pada α 5% tidak ada hubungan antara porsi
makanan dengan sisa makanan.
5.6.4.4.Hubungan Penyajian Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Hubungan penyajian makanan dengan terjadinya sisa makanan pada
pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan
menggunakan uji T- independent.
Tabel 5.25.
Hubungan Penyajian Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Penyajian
Makanan
Rata-rata SD Pvalue n
Tidak menarik 19,45 13,18 0,748 16
Menarik 20,58 11,42 42
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
96
Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan
penyajian makanan menarik adalah 19,45% dengan standar deviasi 13,18%.
Sedangkan rata-rata sisa makanan pada responden menyatakan penyajian
makanan menarik adalah 20,58% dengan standar deviasai 11,42%. Dengan uji
statistik diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,748. Artinya pada α 5% tidak ada
hubungan antara penyajian makanan dengan sisa makanan.
5.6.5. Hubungan Rasa Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Hubungan rasa makanan yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi,
keempukan, kerenyahan, kematangan, dan temperatur dengan terjadinya sisa
makan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.
5.6.5.1.Hubungan Aroma Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Hubungan aroma makanan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien
rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan
menggunakan uji T- independent.
Tabel 5.26.
Hubungan Aroma Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Aroma Makanan Rata-rata SD Pvalue n
Tidak enak 25,04 10,47 0,001 30
Enak 15,16 11,18 28
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
97
Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan
aroma makanan tidak enak adalah 25,04% dengan standar deviasi 10,47%.
Sedangkan rata-rata sisa makanan pada responden menyatakan aroma makanan
enak adalah 15,16% dengan standar deviasai 11,18%. Dengan uji statistik
diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,001. Artinya pada α 5% ada hubungan
antara aroma makanan dengan sisa makanan.
5.6.5.2.Hubungan Bumbu Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Hubungan bumbu makanan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien
rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan
menggunakan uji T- independent.
Tabel 5.27.
Hubungan Bumbu Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Bumbu Makanan Rata-rata SD Pvalue n
Tidak terasa 22,33 9,92 0,115 34
Terasa 17,35 13,78 24
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan
bumbu makanan tidak terasa adalah 22,33% dengan standar deviasi 9,92%.
Sedangkan rata-rata sisa makanan pada responden menyatakan bumbu makanan
terasa adalah 17,35% dengan standar deviasai 13,78%. Dengan uji statistik
diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,115. Artinya pada α 5% tidak ada hubungan
antara bumbu makanan dengan sisa makanan.
98
5.6.5.3.Hubungan Konsistensi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Hubungan konsistensi makanan dengan terjadinya sisa makanan pada
pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan
menggunakan uji T- independent.
Tabel 5.28.
Hubungan Konsistensi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Konsistensi
Makanan
Rata-
rata
SD Pvalue n
Tidak sesuai 20,72 11,94 0,789 27
Sesuai 19,88 11, 90 31
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan
konsistensi makanan tidak sesuai adalah 20,72% dengan standar deviasi 11,94%.
Sedangkan rata-rata sisa makanan pada responden menyatakan konsistensi
makanan sesuai adalah 19,88% dengan standar deviasai 11,90%. Dengan uji
statistik diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,789. Artinya pada α 5% tidak ada
hubungan antara konsistensi makanan dengan sisa makanan.
5.6.5.4.Hubungan Keempukan Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Hubungan keempukan makanan dengan terjadinya sisa makanan pada
pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan
menggunakan uji T- independent.
99
Tabel 5.29.
Hubungan Keempukan Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Keempukan
Makanan
Rata-rata SD Pvalue n
Tidak sesuai 20,37 14,37 0,983 17
Sesuai 20,25 10,80 41
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan
keempukan makanan tidak sesuai adalah 20,37% dengan standar deviasi 14,37%.
Sedangkan rata-rata sisa makanan pada responden menyatakan keempukan
makanan sesuai adalah 20,25% dengan standar deviasai 10,80%. Dengan uji
statistik diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,983. Artinya pada α 5% tidak ada
hubungan antara keempukan makanan dengan sisa makanan.
5.6.5.5.Hubungan Temperatur Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Hubungan temperatur makanan dengan terjadinya sisa makanan diketahui
dengan menggunakan uji T- independent.
Tabel 5.30.
Hubungan Temperatur Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Temperatur
Makanan
Rata-rata SD Pvalue n
Tidak sesuai 21,95 13,66 0,510 16
Sesuai 19,63 11,16 42
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan
temperatur makanan tidak sesuai adalah 21,95% dengan standar deviasi 13,66%.
100
Sedangkan rata-rata sisa makanan pada responden menyatakan temperatur
makanan sesuai adalah 19,63% dengan standar deviasai 11,16%. Dengan uji
statistik diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,510. Artinya pada α 5% tidak ada
hubungan antara temperatur makanan dengan sisa makanan.
5.6.6. Hubungan Makanan dari Luar Rumah Sakit dengan Terjadinya Sisa
Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011
Hubungan makanan dari luar rumah sakit dengan terjadinya sisa makanan
diketahui dengan menggunakan uji T- independent.
Tabel 5.31.
Hubungan Makanan dari Luar Rumah Sakit
dengan Terjadinya Sisa Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Makanan dari Luar
Rumah Sakit
Rata-rata SD Pvalue n
Sering 23,85 10,55 0,044 25
Tidak sering 17,56 12,16 33
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden yang sering
mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit adalah 23,85% dengan standar
deviasi 10,55%. Sedangkan rata-rata sisa makanan responden yang tidak sering
mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit adalah 17,56% dengan standar
deviasai 12,16%. Dengan uji statistik diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,044.
Artinya pada α 5% terdapat hubungan antara porsi makanan dengan sisa
makanan.
101
BAB 6
PEMBAHASAN
6.4. Keterbatasan Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti menyadari terdapat keterbatasan dan
kelemahan dalam penelitian ini yaitu :
1. Peneliti memiliki keterbatasan dalam meneliti faktor kondisi psikis. Kondisi
psikis yang dialami oleh responden ada berbagai macam mulai dari stress,
kecemasan, depresi, dan lainnya. Dalam penelitian ini kondisi psikis yang
diteliti hanya depresi saja. Hal ini karena keterbatasan peneliti untuk menilai
faktor keadaan psikis lainnya yang mungkin dialami responden.
2. Penelitian ini tidak membatasi faktor preferensi makanan atau membatasi
faktor budaya yang dimiliki oleh responden yang dapat mempengaruhi hasil
penelitian, seperti penilaian responden terhadap mutu makanan rumah sakit,
baik itu dari penampilan makanan yang meliputi warna, bentuk, porsi, dan
penyajian makanan, dan rasa makanan yang meliputi aroma, bumbu,
konsistensi, dan temperatur.
3. Dalam penelitian ini, responden hanya melakukan penilaian dengan metode
food weighting terhadap sisa makanan yang sudah dibawa kembali ke ruang
instalasi gizi. Tidak dilakukan observasi atau pengontrolan terhadap makanan
selama makanan disajikan kepada pasien. Hal ini menimbulkan bias bahwa
makanan yang disajikan oleh rumah sakit yang seharusnya dimakan oleh
102
pasien, memiliki kemungkinan untuk dimakan oleh penunggu atau keluarga
pasien.
4. Peneliti tidak membatasi jenis penyakit dan tidak melihat secara spesifik
bentuk atau jenis gangguan pencernaan, sehingga dapat mempengaruhi asupan
makan yang akan mempengaruhi jumlah sisa makanan dan menimbulkan bias
dalam melakukan analisis hubungan gangguan pencernaan dan sisa makanan.
5. Penelitian ini hanya menggunakan kuesioner terstruktur dan penilaian
terhadap mutu makanan hanya dilakukan secara keseluruhan makanan (bukan
per jenis makanan) dan memiliki subjektifitas yang tinggi sehingga dapat
menimbulkan bias dalam memberikan penilaian terhadap mutu makanan, baik
itu dari segi penampilan makanan maupun rasa makanan.
6. Pengambilan data untuk variabel makanan dari luar rumah sakit hanya
berdasarkan kuesioner saja. Tidak dilakukan observasi secara langsung
sehingga tidak diketahui secara pasti frekuensi dan jumlah makanan dari luar
rumah sakit sesungguhnya yang dimakan dan tidak dapat melihat sejauh mana
makanan dari luar rumah sakit berhubungan dengan terjadinya sisa makanan.
6.5.Sisa Makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011
Sisa makanan adalah jumlah makanan yang tidak habis dikonsumsi setelah
makanan disajikan (Hirch (1979) dalam Carr (2001) ). Penelitian ini membahas
mengenai sisa makanan yang ditinggalkan oleh pasien yang dibandingkan dengan
jumlah makanan yang disajikan oleh rumah sakit yang tidak dikonsumsi. Beberapa
103
penelitian yang dilakukan di rumah sakit memperlihatkan bahwa sisa makanan
berkisar antara 17-67% (Zakiah, 2005). Dalam Renangningtyas (2004)
menyebutkan bahwa sisa makanan dikatakan tinggi atau banyak jika pasien
meninggalkan sisa makanan > 25%.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 58 orang pasien rawat inap
di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011 menunjukkan bahwa rata-rata sisa makanan
yang ada di Rumah Sakit Haji Jakarta mencapai 20,27%. Nilai tertinggi sisa
makanan yang ditinggalkan oleh responden adalah 57,94%.
Hasil penelitian memperlihatkan rata-rata sisa makanan responden sebesar
20,27%. Persentase sisa makanan responden paling banyak berasal dari sayur. Hal
ini terlihat dari persentase sisa makanan jenis sayur lebih tinggi jika dibandingkan
dengan dengan jenis lainnya, yaitu sebesar 47,10%. Berdasarkan jenis makanan,
persentase sisa makanan yang paling rendah adalah buah, yaitu sebesar 11,07%.
Menurut Depkes (1990) dalam Supariasa (2001), tingkat konsumsi atau
asupan makan seseorang dikatakan kurang jika asupan yang dimakan hanya 70-80%
dari angka kebutuhan gizi. Rata-rata sisa makanan yang ditinggalkan oleh
responden adalah 20,27%, yang artinya rata-rata daya terima makanan atau asupan
makanan responden adalah 79,73%. Dengan demikian, asupan makan pada
responden dalam penelitian ini masih kurang. Kurangnya kecukupan atau asupan zat
gizi dapat dihubungkan dengan berkurangnya energi dan protein dalam tubuh. Hal
ini karena terjadinya pemakaian cadangan energi dan protein untuk menutupi
kekurangan asupan energi dan protein. Selain itu, pasien membutuhkan asupan zat
104
gizi yang cukup untuk memperbaiki keadaan fisiknya yang menurun sebagai efek
dari penyakit yang diderita.
Namun, banyak penelitian yang menggunakan jumlah sisa makanan
sebanyak >25% sebagai indikator bahwa sisa makanan di sebuah rumah sakit
bermasalah. Hal ini sesuai dengan Peterson (2011) bahwa mengkonsumsi kurang
dari 75% dari kebutuhan sehari-hari di rumah sakit dapat dikaitkan dengan hasil
yang buruk. Salah satu akibat buruk yang ditimbulkan adalah defisiensi zat gizi atau
kekurangan asupan zat gizi seperti yang dikemukakan sebelumnya.
Berdasarkan besar sedikitnya sisa makanan, responden yang meninggalkan
sisa makanan lebih banyak atau >25% memiliki persentase lebih sedikit
dibandingkan dengan responden yang memiliki sisa makanan sedikit. Persentase
sisa makanan lebih banyak (>25%) sebanyak 39,7 %, sedangkan persentase sisa
makanan sedikit sebanyak ≤ 60,3%. Berdasarkan hal tersebut, terlihat bahwa di
Rumah Sakit Haji Jakarta sisa makanan belum menjadi masalah karena masih
dibawah target jumlah sisa makanan.
Namun, di Rumah Sakit Haji Jakarta, penentuan besarnya masalah untuk
sisa makanan ditentukan dengan cut of point 50%. Instalasi gizi rumah sakit Haji
Jakarta melakukan evaluasi terhadap makanan yang meninggalkan sisa makanan
sebesar 50%. Jika terdapat sisa makanan mencapai 50% untuk setiap jenis makanan
(makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah), dan jumlah sisa
makanan 50% tersebut ditinggalkan oleh separuh dari total pasien di rumah sakit,
105
maka hal tersebut baru dianggap sebagai suatu masalah dan harus dilakukan
perbaikan, misalnya dengan mengganti menu.
Padahal, pada tingkat sisa makanan yang ditinggalkan pasien yang
berjumlah lebih dari 25% sudah dianggap sebagai suatu masalah. Hal ini karena
asupan makanan yang diterima oleh pasien hanya kurang dari 75% sudah dapat
masuk dikategorikan dalam asupan makan kurang. Padahal seperti yang
dikemukanan oleh Renaningtyas (2004) bahwa pasien seharusnya menghabiskan
seluruh makanan yang sudah disajikan. Jika pasien tidak menghabiskan
makanannya, berarti asupan makan pasien tidak adekuat. Hal ini karena makanan
yang disediakan oleh instalasi gizi sudah diperhitungkan jumlah dan mutu gizinya,
dan harus dihabiskan pasien agar penyembuhannya dapat berjalan sesuai dengan
program yang ditetapkan.
Oleh karena itu, paling tidak responden harus dapat mengkonsumsi
makanannya sebanyak lebih dari 75% dari yang disajikan oleh rumah sakit. bila
perlu, asupan makanan yang diberikan lebih dari 80% dari yang disajikan oleh
rumah sakit. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Depkes (1990) dalam Supariasa
bahwa asupan gizi tercukupi jika mengkonsumsi lebih dari 80%. Dengan demikian,
dalam melakukan evaluasi sisa makanan, jumlah sisa makanan maksimal yang
boleh ditinggalkan adalah 20% atau 25%.
Ada berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya sisa makanan. Sisa
makanan terjadi bukan hanya karena nafsu makan yang ada dalam diri seseorang,
tetapi ada faktor lain yang menyebabkan terjadinya sisa makanan antara lain faktor
106
yang berasal dari luar pasien sendiri atau faktor eksternal dan faktor yang berasal
dari dalam pasien atau faktor internal. Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap
terjadinya sisa makanan adalah sikap petugas ruangan, jadwal makan atau waktu
pembagian makan, suasana lingkungan tempat perawatan, makanan dari luar rumah
sakit, dan mutu makanan (Moehyi, 1992).
Faktor internal juga berkaitan dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi yang
mempengaruhi asupan makan. Menurut Soegih (2004), beberapa faktor yang secara
langsung maupun tidak langsung menyebabkan asupan makan yang kurang selama
rawat inap antara lain pasien terlalu lama dipuasakan, tidak diperhitungkan
penambahan zat gizi, obat-obatan yang diberikan, gejala gastrointestinal, serta
penyakit yang menyertai.
Berdasarkan hasil pengukuran sisa makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit
Haji Jakarta, pasien yang tidak menghabiskan makanan dari segi faktor internalnya
lebih sering dikarenakan terjadinya gangguan pencernaan pada pasien. Dari segi
faktor eksternal, terjadi karena rasa makanan yang disajikan pada pasien memiliki
aroma makanan yang tidak enak dan perilaku pasien yang sering mengkonsumsi
makanan dari luar rumah sakit.
6.6.Faktor –Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Dalam penelitian ini, faktor-faktor yang diteliti berhubungan dengan
terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta antara
lain keadaan psikis, kebiasaan makan pasien, gangguan pencernaan, penampilan
107
makanan, yang meliputi warna, bentuk, porsi dan penyajian, rasa makanan yang
meliputi aroma, bumbu, konsistensi, keempukan, dan temperatur, dan makanan dari
luar rumah sakit. Dalam penelitian ini, tidak dilakukan pengujian hubungan antara
status kehamilan dengan terjadinya sisa makanan, karena responden dalam
penelitian ini homogen, yaitu tidak dalam masa kehamilan.
6.6.1. Hubungan Keadaan Psikis dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Keadaan psikis adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan
kejiwaan. Menurut Moehyi (1999), orang sakit mengalami tekanan psikologis
yang diperlihatkan melalui perubahan perangan karena perubahan yang terjadi
pada responden selama di rumah sakit.
Dalam penelitian ini, rata-rata sisa makanan yang ditinggalkan oleh
responden yang memiliki keadaan psikis abnormal atau mengalami depresi
mencapai 12,67%. Responden yang berada dalam keadaan normal meninggalkan
rata-rata sisa makanan lebih besar, yaitu 20,05%. Sementara itu, responden yang
berada dalam keadaan borderline abnormal meninggalkan rata-rata sisa makanan
lebih banyak, yaitu 22,54% .
Responden yang berada dalam keadaan borderline abnormal memiliki
sisa makanan lebih banyak dibandingkan dengan responden yang berada dalam
keadaan normal atau abnormal. Responden dalam keadaan abnormal dalam hal
ini mengalami depresi meninggalkan sisa makanan lebih sedikit dibandingkan
108
dengan responden yang berada dalam keadaan borderline abnormal maupun
normal.
Berdasarkan uji statistik, diperoleh nilai p value 0,421. Artinya, dalam
penelitian ini tidak ada hubungan antara keadaan psikis dengan terjadinya sisa
makanan. Hal ini berbeda dengan teori Isselbacher (1999) bahwa kondisi psikis
yang terjadi pada pasien dalam bentuk depresi dapat mengurangi asupan makan.
Dalam penelitian ini responden yang berada dalam keadaan normal memiliki
rata-rata sisa makanan lebih tinggi daripada responden yang tidak normal. Hal ini
mungkin karena kondisi psikis responden yang mengalami depresi hanya sedikit.
Sebagian besar responden berada dalam keadaan normal, yakni 70,7% dari total
responden.
Meskipun berada dalam keadaan sakit, keadaan psikis responden
sebagian besar masih normal. Hal ini karena jenis penyakit yang diderita oleh
responden sebagian besar bukanlah penyakit kronis. Meskipun ada, persentase
responden yang menderita penyakit kronis, seperti jantung dan diabetes sebesar
37,9%. Responden yang menderita penyakit kronis yang memiliki keadaan psikis
abnormal atau mengalami depresi hanya 13,6%. Sedangkan, penderita penyakit
kronis yang berada dalam keadaan normal mencapai 77,8%.
Berdasarkan uji chi square antara jenis penyakit dengan keadaan psikis,
nilai p value yang didapat adalah 0,057 yang artinya tidak ada hubungan antara
jenis penyakit dengan kondisi psikis. Hal ini berbeda dengan teori yang
dikemukakan oleh (Moos, dalam Caninsti (2007)) bahwa penyakit kronis akan
109
membawa penderitanya berada dalam tahap krisis yang identik dengan
keseimbangan fisik, sosial dan psikologis. Pasien akan merasa cemas, takut dan
mengalami perubahan emosi lainnya.
Dalam penelitian ini, responden yang menderita penyakit kronis masih
berada dalam keadaan yang normal. Hal ini karena adanya program bimbingan
mental yang diberikan oleh rumah sakit kepada pasien sehingga tekanan
psikologis responden dapat dikurangi dan memungkinkan responden untuk
berada dalam kondisi normal.
6.6.2. Hubungan Kebiasaan Makan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Kebiasaan makan adalah ekspresi setiap individu dalam memilih
makanan yang akan membentuk pola perilaku makan. Pola makan sehari-hari
merupakan pola makan seseorang yang berhubungan dengan kebiasaan makan
setiap harinya. Suatu kebiasaan di suatu wilayah dapat mempengaruhi tingkat
konsumsi seseorang. perbedaan pola makan di rumah dan pada saat di RS akan
mempengaruhi daya terima pasien terhadap makanan.
Hasil uji t antara kebiasaan makan dengan terjadinya sisa makanan pada
pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta memperlihatkan bahwa responden
yang memiliki kebiasaan makanan tidak sesuai memiliki rata-rata sisa makanan
sebanyak 20,60%, sedangkan responden yang memiliki kebiasaan makanan
sesuai memiliki rata-rata sisa makanan sebanyak 17,45%. Berdasarkan uji
110
statistik diperoleh nilai p value 0,542. Dengan demikian, tidak ada hubungan
antara kebiasaan makanan dengan sisa makanan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Mutyana (2010), yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan
makanan di rumah dengan daya terima makan pasien yang terlihat dari sisa
makanan yang banyak, yakni 56,5%. Namun, hasil penelitian ini, tidak sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulistyani (2003) dalam Priyanto (2009)
yang menyatakan ada hubungan antara kebiasaan makan dengan terjadinya sisa
makanan dengan nilai p value 0,023.
Dalam penelitian ini, responden yang memiliki kebiasaan makan tidak
sesuai dengan rumah sakit memiliki sisa makanan lebih banyak daripada
responden yang memiliki kebiasaan makan sesuai dengan rumah sakit. Hal ini
sesuai dengan teori Castonguary (1987) dalam Tanaka (1998) yang menyatakan
bahwa kebiasaan makan seseorang dapat mempengaruhi habis tidaknya makanan
yang disajikan. Bila makanan yang disajikan, baik susunan menu maupun besar
porsinya, sesuai dengan kebiasaan makan orang tersebut maka makanan tersebut
cenderung akan dihabiskan. Sebaliknya, bila kebiasaan makan tidak sesuai maka
akan membutuhkan waktu penyesuaian untuk dapat menerima dan
menghabiskan makanan tersebut.
Namun, berdasarkan nilai probabilitas, diperoleh nilai p value 0,542 yang
artinya tidak ada hubungan antara kebiasaan makan dengan terjadinya sisa
makanan. Hal ini mungkin dikarenakan ada faktor lain dalam kaitannya dengan
111
kebiasaan makan responden yang menyebabkan responden tidak menghabiskan
sisa makanannya, misalnya saja faktor preferensi makanan.
Rumah Sakit Haji Jakarta memiliki kebiasaan makan dengan susunan
makanan yang lengkap yakni terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, lauk
nabati, sayur, dan buah, dengan frekuensi makan 3x dan pemberian jumlah
makanan pada pasien yang masih berdasarkan dengan PUGS. Namun, dalam
penelitian ini masih terdapat 39,7% dari 58 responden yang memiliki kebiasaan
makan berbeda dengan rumah sakit.
Dalam penelitian ini, ada 12,1% responden yang memiliki susunan tidak
lengkap dan 27,6% responden yang memiliki susunan makanan kurang lengkap.
Meskipun sebagian besar responden tidak memiliki kebiasaan makan
mengkonsumsi buah, namun jumlah sisa makanan jenis buah hanya 11,07%.
Begitu juga dengan sayur. Meskipun sebagian besar memiliki kebiasaan makan
mengkonsumsi makanan dalam bentuk sayur, namun jumlah sisa makanan dari
sayur lebih besar, yakni mencapai 47,10%. Dengan demikian, ada faktor lain
selain kebiasaan makan yang menyebabkan responden tidak menghabiskan
makanannya, misalnya faktor preferensi makanan.
Faktor preferensi terhadap makanan yang dapat menyebabkan responden
menghabiskan makanannya. Preferensi terhadap makanan didefinisikan sebagai
derajat kesukaan atau ketidaksukaan terhadap makanan dan preferensi ini akan
berpengaruh terhadap konsumsi pangan (Suhardjo 1989). Setiap masyarakat
mengembangkan cara yang turun temurun untuk mencari, memilih, menangani,
112
menyiapkan, dan memakan makanan. Adat istiadat menentukan preferensi
seseorang terhadap makanan.
Kesukaan akan makanan berbeda dari satu bangsa ke bangsa lain, dan
dari daerah/suku ke daerah /suku lain. Di Indonesia, kesukaan makanan antar
daerah/suku juga banyak berbeda. Makanan di Sumatera, khususnya di Sumatra
Barat lebih pedas daripada makanan di Jawa, khususnya Jawa Tengah yang suka
makanan manis. Secara umum makanan yang disukai adalah makanan yang
memenuhi selera atau citarasa/inderawi, yaitu dalam hal rupa, warna, bau, rasa,
suhu dan tekstur (Almatsier, 2001). Hasil penelitian Drewnowski (1999)
menyebutkan ada hubungan yang siginifikan preferensi makanan dengan
frekuensi makan. Oleh karena itu, selain kebiasaan makan, preferensi makanan
adalah salah satu hal penting yang bisa saja berkaitan dengan terjadinya sisa
makanan.
6.6.3. Hubungan Gangguan Pencernaan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Jenis penyakit berperan dalam terjadinya sisa makanan. Salah satu
penyakit yang menyebabkan rendahnya konsumsi makanan adalah penyakit
infeksi saluran pencernaan. Gangguan pencernaan merupakan salah satu
penyebab terjadinya sisa makanan banyak. Gangguan pencernaan yaitu
kumpulan gangguan yang terdiri dari rasa tidak enak pada perut seperti nyeri ulu
hati, heartburn, mual, muntah, kembung, sendawa, cepat kenyang, konstipasi,
diare, nafsu makan berkurang dan dispesia (Desdiani, 2004)
113
Berdasarkan uji t antara gangguan pencernaan dengan sisa makanan
diketahui bahwa responden yang ada gangguan pencernaan rata-rata
meninggalkan sisa makanan sebanyak 24,16%. Sedangkan responden yang tidak
memiliki gangguan pencernaan rata-rata hanya meninggalkan sisa makanan
sebanyak sebesar 17,53%. Dengan uji statistik diperoleh nilai p value 0,034.
Dengan demikian, ada hubungan antara gangguan pencernaan dengan sisa
makanan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dikemukanan oleh Soegih (2004)
bahwa gangguan pencernaan dapat mempengaruhi terjadinya sisa makanan.
Ketika ada gangguan dalam saluran pencernaan, maka asupan makan pun
menjadi terganggu dan memungkinkan pasien untuk tidak mampu
mengkonsumsi lagi makanannya hingga menyebabkan terjadinya sisa makanan
(Supariasa, 2001).
Sering muntah akan membuat makan menjadi lebih sulit untuk diterima
dan dihabiskan oleh responden. Hal ini karena rasa mual serta muntah sporadis
bisa menyebabkan kehilangan nafsu makan secara total. Jika muntah menjadi
parah, lapisan lambung dan kerongkongan bisa mengalami iritasi dan
peradangan. Kondisi ini akan membuat responden menjadi lebih sering muntah
di kemudian hari karena perut yang menjadi lebih sulit untuk menerima makanan
padat.
Di rumah sakit Haji Jakarta, 41,4% responden mengalami gangguan
pencernaan. Gangguan pencernaan menyebabkan responden kehilangan selera
114
makan yang menyebabkan tidak dihabiskannya makanan. Konsistensi makanan
untuk responden yang mengalami gangguan pencernaan sudah dimodifikasi,
misalnya dengan memberikan makanan dalam bentuk makanan lunak, namun
sisa makanan yang ditinggalkan responden masih tinggi.
Selain perubahan konsistensi, pembatasan pemberian bumbu juga
dilakukan. Responden yang menderita gangguan pencernaan, biasanya makanan
yang diberikan tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam, baik
secara termis, mekanis, maupun kimia. Akibatnya, makanan menjadi kurang
beraroma dan bumbunya tidak terasa dan menyebabkan responden kehilangan
selera makan. Hal ini terlihat dalam uji Chi Square antara gangguan pencernaan
dengan aroma makanan. Berdasarkan uji chi square diketahui bahwa responden
yang memiliki gangguan pencernaan yang menyatakan aroma makanan yang
disajikan tidak enak ada 54,2%.
Dengan demikian, makanan yang disajikan untuk responden yang
mengalami gangguan pencernaan harus diperhatikan lagi, terutama untuk
pemberian bumbu. Prinsip pemberian diet untuk responden yang mengalami
gangguan pencernaan adalah pembatasan bahan makanan atau bumbu yang
tajam, seperti cabai, bawang, merica, cuka, dan sebagainya yang berbau tajam.
Oleh karena itu,untuk memperbaiki rasa makanan menjadi lebih baik, dapat
ditambahkan pemberian bumbu lain yang tidak berbau tajam, seperti gula,
garam, veetsin, kunci, kencur, jahe, terasi, laos, salam, sereh dan sebagainya.
115
6.6.4. Hubungan Penampilan Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Penampilan makanan yang menarik dan disajikan dengan baik
menyebarkan ketertarikan sehingga akan memengaruhi seseorang untuk
mengkonsumsi makanan yang disajikan. Pada penelitian ini aspek-aspek yabng
termasuk ke dalam penampilan makanan ialah warna, bentuk, porsi, dan
penyajian.
6.6.4.1.Hubungan Warna Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Warna makanan merupakan rangsangan pertama pada indera penglihatan.
Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan. Warna
daging yang sudah berubah menjadi cokelat kehitaman, warna sayuran yang
sudah berubah menjadi pucat sewaktu disajikan, akan menjadi sangat tidak
menarik dan menghilangkan selera untuk memakannya. Dalam suatu menu yang
baik haruslah terdapat kombinasi warna lebih dari dua macam untuk membuat
penampilan makanan menjadi lebih menarik (Moehyi, 1992).
Hasil uji t menunjukkan bahwa pasien yang menyatakan warna makanan
tidak menarik memiliki rata-rata sisa makanan sebesar 24,43%. Rata-rata sisa
makanan ini lebih besar jika dibandingkan dengan rata-rata sisa makanan
responden yang menyatakan wana makanan menarik, yaitu 18,08%. Berdasarkan
nilai probabilitas, diperoleh nilai p value 0,051 yang artinya tidak ada hubungan
116
antara warna makanan dengan terjadinya sisa makanan di Rumah Sakit Haji
Jakarta.
Hal penelitian ini berbeda dengan penelitian lain tentang sisa makanan
pasien rawat inap yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Tangerang oleh Tanaka
(1998), dan di RSIA Budi Asih Tangerang oleh Mutyana (2011) yang
menyatakan bahwa adanya hubungan bermakna antara warna makanan dengan
daya terima makan pasien rawat inap yang dilihat berdasarkan sisa makanan.
Warna makanan yang ada di Rumah Sakit Haji Jakarta tidak
berhubunngan dengan terjadinya sisa makanan. Hal ini karena makanan yang
diberikan kepada responden sudah diperhatikan bagaimana cara mengolah bahan
dan teknik memasak makanan. Hal ini juga terlihat dari persentase responden
yang menyatakan warna makanan sudah menarik sebesar 65,5%.
Di Rumah Sakit Haji Jakarta, warna makanan sudah diperhatikan sejak
pembelian bahan makanan. Bahan makanan yang dibeli, baik itu sayuran,
daging, ikan, buah, dan bahan makanan lainnya telah terlebih dahulu
diperhatikan tingkat kesegarannya. Pada saat pengolahan makanan juga
diperhatikan teknik memasak, seperti merebus sayuran tidak terlalu matang agar
pigmen sayuran tidak hilang dan warna yang ditampilkan tetap menarik dan
masih terlihat segar. Hal yang sama juga dilakukan pada saat menggoreng atau
menumis bahan makanan lainnya.
Selain teknik memasak, pemberian bumbu untuk juga dilakukan oleh
Rumah Sakit Haji Jakarta. Sebagian besar penggunaan warna makanan
117
menggunakan bumbu alami, seperti bumbu kuning dan bumbu putih untuk
memasak lauk pauk, atau bahan makanan lain seperti gula merah untuk membuat
bubur sumsum. Karena warna makanan yang disajikan oleh rumah sakit sudah
baik, maka sisa makanan yang ada di Rumah Sakit Haji Jakarta tidak disebabkan
oleh warna makanan atau tidak ada hubungan antara warna makanan dengan sisa
makanan.
6.6.4.2.Hubungan Bentuk Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Bentuk makanan merupakan bagian terpenting dalam penampilan
makanan. Bentuk makanan yang menarik akan menimbulkan ketertarikan bagi
seseorang untuk mengkonsumsi makanan. Hasil uji t menunjukkan bahwa pasien
yang menyatakan bentuk makanan tidak menarik memiliki rata-rata sisa
makanan sebesar 22,69%. Sedangkan rata-rata sisa makanan responden yang
menyatakan bentuk makanan menarik mencapai 18,57%.Rata-rata sisa makanan
ini lebih besar jika dibandingkan dengan responden yang menyatakan bentuk
makanan menarik.
Hal ini sesuai dengan teori Moehyi (1992) bahwa bentuk makanan yang
menarik akan memberikan daya tarik tersendiri bagi setiap makanan yang
disajikan. Bentuk makanan yang menarik dapat meningkatkan daya terima
makan sehingga responden menghabiskan makanannya. Semakin menarik
bentuk makanan maka, sisa makanan yang ditinggalkan akan semakin sedikit.
118
Dalam penelitian ini diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,194.
Berdasarkan nilai probabilitas, dalam penelitian ini terlihat bahwa tidak ada
hubungan antara bentuk makanan dengan terjadinya sisa makanan di Rumah
Sakit Haji Jakarta. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian lain tentang
daya terima makan pasien rawat inap yang dilihat berdasarkan sisa makanan
yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Tangerang oleh Tanaka (1998), dan
Mutyana (2011) yang menyatakan bahwa adanya hubungan bermakna antara
bentuk makanan dengan sisa makanan pasien rawat inap di rumah sakit.
Di Rumah Sakit Haji Jakarta, jumlah responden yang menyatakan bentuk
makanan yang disajikan oleh rumah sakit menarik sebanyak 58,6%. Hal ini
karena pihak rumah sakit, terutama instalasi gizi telah membuat makanan lebih
menarik dengan cara memotong bahan makanan atau membentuk makanan yang
sudah jadi, misalnya saja rolade daging atau nasi.
Pada saat pengolahan makanan, sayuran, seperti wortel, labu, atau
kentang dipotong dan dibentuk menjadi bentuk dadu atau irisan memanjang
dengan pinggiran yang bergelombang atau bergerigi. Untuk buah, terutama buah
potong seperti semangka atau melon juga diperhatikan pemotongannya sehingga
dapat menciptakan kesan semenarik mungkin. Namun, untuk buah seperti jeruk
dan pisang tetap disajikan utuh.
Selain itu, cara membentuk jenis makanan seperti lauk nabati dan hewani
juga diperhatikan potongannya. Untuk lauk nabati, biasanya tempe atau tahu
diiris memanjang kecil atau dadu, tergantung dengan menu yang akan dibuat.
119
Begitu juga dengan memotong lauk hewani seperti sosis yang dipotong oval dan
agak miring. Cara penyajian nasi juga menggunakan cetakan agar tampat lebih
menarik.
Dengan membuat bentuk makanan yang semenarik mungkin, maka dapat
meningkatkan penampilan makanan dan meningkatkan selera makan. Hal inilah
yang menyebabkan 58,6% responden menilai bahwa bentuk makanan yang
disajikan oleh rumah sakit sudah menarik. Dengan demikian, bentuk makanan
tidak berhubungan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta.
6.6.4.3.Hubungan Porsi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Porsi makanan adalah banyaknya makanan yang disajikan dan kebutuhan
setiap individu berbeda sesuai dengan kebiasaan makannya. Besar porsi makanan
bukan hanya berkaitan dengan perencanaan dan perhitungan pemakaian bahan
makanan, tetapi juga berkaitan dengan penampilan makanan. Hasil uji t
menunjukkan bahwa pasien yang melakukan menyatakan bentuk makanan tidak
sesuai memiliki rata-rata sisa makanan sebesar 19,87%. Rata-rata sisa makanan
ini lebih sedikit jika dibandingkan dengan responden yang menyatakan porsi
makanan sesuai.
Dalam penelitian ini diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,799.
Berdasarkan nilai probabilitas, dalam penelitian ini terlihat bahwa tidak ada
hubungan antara porsi makanan dengan terjadinya sisa makanan di Rumah Sakit
120
Haji Jakarta. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian lain tentang daya
terima makan pasien rawat inap yang dilakukan di RSIA Budiasih oleh Mutyana
(2011) yang menyatakan bahwa adanya tidak hubungan bermakna antara porsi
makanan dengan daya terima makan yang dilihat berdasarkan sisa makanan.
Responden yang ada di Rumah Sakit Haji Jakarta memiliki kebutuhan
gizi yang berbeda-beda. Porsi makanan yang diberikan kepada pasien juga
berbeda tergantung pada usia, jenis kelamin, dan jenis penyakit yang diderita
oleh responden.
Berdasarkan uji chi square antara jenis kelamin dengan porsi makanan,
terlihat bahwa responden yang menyatakan porsi makanan tidak sesuai ada
62,5% sedangkan responden perempuan yang menyatakan porsi makanan tidak
sesuai mencapai 41,2%. Nilai probabilitas dari uji ini adalah 0,110 yang artinya
tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kesesuaian porsi makanan.
Dengan demikian, jenis kelamin tidak ada kaitannya dengan kesesuaian porsi
makanan yang memiliki kemungkinan untuk menyebabkan terjadinya sisa
makanan sehingga tidak dibedakan porsi makanan untuk laki-laki dan
perempuan.
Meskipun di RS Haji Jakarta, porsi makanan tidak dibedakan berdasarkan
jenis kelamin, namun porsi makanan yang diberikan kepada responden harus
dihitung terlebih dahulu dengan membuat standar porsi. Karena responden dalam
penelitian ini adalah orang dewasa, maka sebagian besar memiliki porsi yang
121
sama. Selain itu, porsi makanan yang disajikan juga memperhatikan jenis diet
sesuai dengan jenis penyakit yang diderita oleh pasien.
Untuk jenis penyakit, pembatasan porsi dilakukan pada saat pewadahan
makanan. Misalnya saja, pemorsian nasi pasien DM, penambahan jumlah lauk
hewani untuk untuk pasien diet TKTP atau pengurangan lauk hewani untuk
mengurangi asupan kolesterol, lemak, asam, urat, dan lain sebagainya.
Di Rumah Sakit Haji Jakarta, pemorsian sudah dilakukan pada saat
pengadaan bahan makanan, pengolahan bahan makanan, bahkan pada saat
memasak bahan makanan. Namun, pada saat pewadahan makanan, pemorsian
makanan yang sudah matang akan dilakukan kembali. Rumah sakit akan
memberikan porsi makanan yang sesuai dengan jenis diet atau jenis penyakit
responden.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Tanaka
(1998) bahwa makanan yang disajikan harus sesuai dengan jumlah atau porsi
yang telah ditentukan. Besar porsi makanan menjadi sangat penting terutama
pada penyelenggaraan makanan bagi orang sakit dimana makanan juga berperan
dalam memberikan terapi. Oleh karena itu, pemorsian yang dilakukan oleh RS
Haji Jakarta juga sudah berdasarkan pada kebutuhan tubuh terhadap zat gizi.
Pemorsian yang dilakukan oleh RS Haji Jakarta sudah direncanakan dan
diperhitungkan kebutuhan bahan makanan dan disesuaikan dengan kebutuhan zat
gizi. Hasilnya kemudian dimasukkan ke dalam standar porsi. Selanjutnya standar
porsi ini kemudian dijadikan sebagai acuan untuk mengolah bahan makanan.
122
Standar porsi juga memudahkan pemorsian makanan ke dalam wadah makanan.
Pemorsian kembali ke wadah makanan amat penting. Hal ini karena pemorsian
kembali pada saat pewadahan makanan harus berdasarkan jenis diet atau jenis
penyakit responden.
Hal inilah yang membuat 50% dari total responden mengganggap bahwa
porsi makanan yang disajikan oleh rumah sakit sudah sesuai. Penelitian yang
dilakukan oleh Sukmaningrum (2005) di Rumah Sakit Haji Jakarta juga
menyebutkan bahwa porsi yang disajikan oleh rumah sakit sudah cukup. Dengan
demikian, tidak ada hubungan antara porsi makanan dengan terjadinya sisa
makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta.
6.6.4.4.Hubungan Penyajian Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Penyajian makanan merupakan faktor terakhir dari proses
penyelenggaraan menu makanan. Meskipun makanan diolah dengan cita rasa
yang tinggi tetapi bila dalam penyajiaannya tidak dilakukan dengan baik, maka
nilai makanan tersebut tidak akan berarti, karena makanan yang ditampilkan
waktu disajikan akan merangsang indera penglihatan sehingga menimbulkan
selera yang berkaitan dengan cita rasa (Moehyi, 1992).
Hasil uji t menunjukkan bahwa responden yang melakukan menyatakan
penyajian makanan tidak menarik memiliki rata-rata sisa makanan sebesar
19,45%. Rata-rata sisa makanan ini lebih kecil jika dibandingkan dengan
responden yang menyatakan bentuk makanan menarik. responden yang
123
melakukan menyatakan penyajian makanan menarik memiliki rata-rata sisa
makanan sebesar 20,58%.
Berdasarkan nilai probabilitas, dalam penelitian ini terlihat bahwa tidak
ada hubungan antara bentuk makanan dengan terjadinya sisa makanan di Rumah
Sakit Haji Jakarta. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian lain tentang sisa
makanan yang dilakukan oleh Sulistyani (2003) di RSUD Kraton Pekalongan
yang menyatakan tidak ada hubungan antara penyajian makanan dengan
terjadinya sisa makanan. Namun, hasil penelitian berbeda dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Raharjo (1997) di RSU Dr. Soeselo Slawi dan RSU Harapan
Anda Tegal yang menyatakan ada hubungan antara penyajian makanan dengan
terjadinya sisa makanan.
Responden yang menyatakan penyajian makanan tidak menarik memiliki
sisa makanan lebih sedikit daripada responden yang menyatakan penyajian
menarik. Padahal semakin menarik penyajian makanan maka sisa makanan akan
semakin lebih sedikit. Penyajian makanan memberikan arti khusus bagi
penampilan makanan. penyajian dirancang untung menyediakan makan yang
berkualitas tinggi dan dapat memuaskan pasien, aman serta harga yang layak.
Penggunaan dan pemilihan alat makan yang tepat dalam penyusunan makanan
akan mempengaruhi penampilan makanan yang disajikan dan terbatasnya
perlengkapan alat merupakan faktor penghambat bagi pasien untuk
menghabiskan makanannya (Nuryati, 2008).
124
Di Rumah Sakit Haji Jakarta, 72,4% responden menyatakan penyajian
makanan yang dilakukan oleh Rumah Sakit Haji Jakarta sudah menarik. Karena
sebagian besar responden menyatakan bahwa makanan yang disajikan oleh pihak
Rumah Sakit Haji Jakarta sudah menarik, maka penyajian makanan tidak
berhubungan dengan terjadinya sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta.
Hal ini terlihat dari bagaimana peralatan makan yang digunakan di
Rumah Sakit Haji Jakarta yang lengkap dan terjaga kebersihannya serta cara
penyajian pramusaji kepada responden. Rumah Sakit Haji Jakarta menggunakan
wadah makanan yang dengan bahan wadah makanan yang cukup menarik. Selain
itu juga, makanan yang disajikan oleh instalasi gizi Rumah Sakit Haji Jakarta,
sudah dihias dan ditata sebaik mungkin.
Hal tersebut juga sesuai dengan Tanaka (1998) yang menyatakan bahwa
tiga hal pokok yang harus diperhatikan dalam penyajian, yaitu pemilihan alat
makan yang digunakan, cara menyusun makanan ke dalam tempat sajian atau
wadah makan, dan cara menghias hidangan. Dalam penyajian makanan, memang
ada perbedaan antara responden yang dirawat di ruang perawatan kelas 1, kelas
2, dan kelas 3. Responden yang berada di ruang rawat kelas 1 mendapatkan
penyajian makanan yang menarik dengan pemberian garnish pada wadah
makanan. namun, berdasarkan uji chi square antara ruang kelas perawatan
dengan penyajian makanan, didapat nilai p value sebesar 0,410. Artinya, tidak
terdapat hubungan antara kelas perawatan dengan penyajian makanan.
125
Uji anova antara kelas perawatan dengan sisa makanan juga
menunjukkan tidak ada hubungan antara kelas perawatan dengan sisa makanan.
Hal ini karena nilai p value yang didapat adalah 0,153 (>0,005). Responden yang
dirawat di kelas 1 memiliki rata-rata sisa makanan sebesar 13,66%. Sisa
makanan yang ditinggalkan oleh responden yang berada di kelas 1 lebih sedikit
daripada responden yang dirawat di kelas 2 dan 3. Sisa makanan pada responden
di kelas 1 lebih sedikit mungkin karena wadah makanan yang digunakan adalah
piring beling dengan tambahan garnish untuk hiasan. Responden yang dirawat di
kelas 2 makan dengan menggunakan wadah makanan yang terbuat dari melamin,
sedagkan responden yang dirawat di kelas 3 menggunakan plato sebagai wadah
makanan.
Rata-rata sisa makanan pada responden yang dirawat di kelas 2 memiliki
rata-rata sisa makanan yang lebih banyak, yaitu 22,00%. Rata-rata responden
yang dirawat di kelas 3 hanya meninggalkan sisa makanan sebesar 16,41%.
Padahal penyajian yang diberikan kepada responden yang berada di kelas 2 lebih
baik dari pada di kelas 3, yakni kelas 2 menggunakan piring melamin dan kelas 3
menggunakan plato. Dengan demikian, tidak ada hubungan antara penyajian
makanan dengan terjadinya sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta.
6.6.5. Hubungan Rasa Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Selain penampilan makanan, faktor utama yang menentukan citarasa
adalah rasa makanan. Apabila penampilan makanan merangsang syaraf melalui
126
indera penglihatan mampu membangkitkan selera untuk mencicipi makanan itu,
maka pada tahap berikutnya, makanan tersebut akan ditentukan oleh rangsangan
terhadap indera pengecap dan pembau. Rasa makanan meliputi aroma, bumbu,
konsistensi, keempukan, dan temperatur.
6.6.5.1.Hubungan Aroma Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat
kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera
(Moehyi, 1992). Aroma makanan yang enak dapat menimbulkan atau
meningkatkan selera makan sehingga dapat mengurangi sisa makanan. Hasil uji t
menunjukkan bahwa pasien yang melakukan menyatakan aroma makanan tidak
sesuai memiliki rata-rata sisa makanan sebesar 25,04%.
Rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan aroma
makanan tidak enak lebih banyak jika dibandingkan dengan responden yang
menyatakan aroma makanan enak. Hal ini sesuai dengan teori Moehyi (1992),
bahwa aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat
kuat dan mampu merangsang indera pencium sehingga membangkitkan selera.
Dengan demikian, responden pun akan menghabiskan makanannya.
Dalam penelitian ini, didapatkan nilai probabilitas sebesar 0,001.
Berdasarkan nilai probabilitas tersebut maka dapat diketahui bahwa ada
hubungan antara aroma makanan dengan terjadinya sisa makanan di Rumah
Sakit Haji Jakarta. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian lain tentang
127
daya terima makan pasien rawat inap yang dilakukan di RSIA Budiasih oleh
Mutyana (2011) yang menyatakan bahwa adanya hubungan bermakna antara
aroma makanan dengan sisa makanan pasien rawat inap di rumah sakit.
Aroma makanan berhubungan dengan terjadinya sisa makanan di rumah
sakit haji jakarta. Hal ini karena aroma memegang peranan yang penting di awal
sebelum responden mengkonsumsi makanan. Ada 51,70% dari 58 responden
yang menyatakan aroma makanan belum sesuai. aroma makanan yang
ditawarkan tidak menarik responden untuk mengkonsumsi makanan, maka
responden memiliki kemungkinan untuk tidak menghabiskan makanannya.
Makanan yang disajikan oleh Rumah Sakit Haji Jakarta memiliki aroma
yang berbeda-beda tergantung dengan jenis makanan dan cara memasaknya.
Makanan yang dimasak di Rumah Sakit Haji Jakarta ada yang digoreng, direbus,
ditumis, dan dipanggang. Responden yang mendapatkan makanan yang
pengolahannnya dengan cara direbus dan ditumis, maka akan menilai bahwa
aroma makanan yang disajikan tidak enak. Hal ini karena makanan yang dimasak
dengan cara seperti akan pada saat disajikan kurang beraroma.
Hal ini seperti teori yang dikemukakan oleh Tanaka (1998) bahwa aroma
yang dikeluarkan oleh setiap makanan berbeda-beda. Demikian pula cara
memasak makanan akan menimbulkan aroma yang berbeda pula. Penggunaan
panas yang tinggi dalam proses pemasakan makanan akan lebih menghasilkan
aroma yang kuat, seperti pada makanan yang digoreng, dibakar, atau
dipanggang. Lain halnya dengan makanan yang direbus yang hampir-hampir
128
tidak mengeluarkan aroma yang merangsang, dalam hal ini karena senyawa yang
memancarkan aroma sedap itu terlarut ke dalam air.
Alasan lainnya mengapa makanan dinilai tidak beraroma atau tidak
memiliki aroma yang enak adalah kebiasaan responden yang tidak langsung
mengkonsumsi makanan yang disajikan oleh rumah sakit. Menurut Winarno
(1992), aroma makanan adalah senyawa yang mudah menguap. Hal ini
berpengaruh pada hilangnya aroma makanan sehingga aroma makanan tidak
dapat tercium lagi pada saat akan dimakan.
Dalam penelitian ini, responden dalam penelitian ini adalah pasien rumah
sakit yang kemungkinan sedang dalam keadaan seperti flu, pilek, dan
sebagainya, atau juga sedang mengalami gangguan pencernaan seperti mual dan
muntah. Hal inilah yang memungkinkan responden untuk memberikan penilaian
bahwa makanan yang disajikan oleh Rumah Sakit memiliki aroma yang tidak
sedap atau tidak enak.
Selain itu, mungkin juga karena jenis diet yang diberikan kepada
responden. Hampir 63,8% dari 58 responden diberikan diet khusus, sisanya
sebanyak 36,2% dari 58 responden diberikan diet biasa. Aroma makanan yang
tidak sesuai mungkin karena responden diberikan diet khusus. Biasanya
responden dengan diet khusus jenis makanan dan cara memasaknya lebih
diperhatikan. Misalnya saja, seperti cara memasak yang direbus untuk diet
rendah kolesterol atau penggunaan bumbu yang dibatasi untuk yang sedang
menjalani diet rendah garam atau diet lambung. Padahal, cara memasak
129
makanan dengan direbus dapat mengurangi aroma makanan. Begitu juga dengan
pembatasan bumbu yang merupakan salah satu sumber aroma makanan.
Berdasarkan umur responden, terlihat bahwa 66,67% responden yang
memiliki umur >45 tahun menyatakan bahwa makanan yang disajikan oleh
rumah sakit memiliki aroma yang tidak enak. Sementara itu, 43,2% responden
yang memiliki usia < 45 tahun menyatakan bahwa makanan yang disajikan oleh
rumah sakit memiliki aroma yang tidak enak. Dari uji chi square antara umur
dengan aroma makanan, diketahui bahwa responden yang memiliki umur >45
tahun berpeluang 2,6 kali untuk menyatakan bahwa aroma yang disajikan tidak
enak. Hal ini sesuai dengan Winarno (1992), kepekaan indera penghidung
diperkirakan setia bertambahnya umur satu tahun dan papilla mulai mengalami
atropi bila usia mencapai 45 tahun. Menurunnya kemampuan dalam merasakan
citarasa ini akan mengganggu selera makan sehingga dapat mempengaruhi
rendahnya asupan makan seseorang dan menimbulkan makanan yang tersisa.
Namun, berdasarkan uji chi square antara umur dengan aroma makanan
didapatkan nilai value sebesar 0,86 yang artinya tidak ada hubungan antara umur
dengan aroma makanan yang tidak enak. Sehingga, dapat diambil kesimpulan
bahwa umur tidak berpengaruh terjadinya sisa makanan, tetapi aroma
makanannya yang tidak enak yang menyebabkan terjadinya sisa makanan.
Menurut Prajinto (2003) dalam Andhika (2006), flavor atau rasa
merupakan hal yang sangat sulit untuk dapat dartikan secara tepat karena
penilaiannya seseoranng terhadap suka dan tidak suka suatu jenis makanan
130
berbeda-beda. Bila suatu makanan dapat merangsang timbulnya rasa nikmat pada
seseorang berarti rasa, bau, tekstrur, oleh penilaian indera pada makanan dapat
diterima.
Dengan demikian, pemberian bumbu atau rempah-rempah dalam
makanan tetaplah harus diperhatikan. Hal ini penting untuk menciptakan aroma
yang enak. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Tanaka (1998) bahwa
timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya suatu senyawa yang
mudah menguap. Terbentuknya senyawa yang mudah menguap tersebut
merupakan akibat dari reaksi kerja enzim, tetapi dapat juga tanpa reaksi enzim.
Aroma rempah-rempah yang ditimbulkan oleh minyak atsiri mudah nenukuju
reaksi enzimatik dan mudah menguap (Tanaka, 1998).
Selain itu, dengan mensiasati cara memasak, dengan memadukan teknik
memasak dan penggunaan bumbu, mungkin dapat menciptakan aroma yang
enak. Untuk memperbaiki rasa makanan menjadi lebih baik, dapat ditambahkan
pemberian bumbu lain yang tidak berbau tajam, seperti gula, garam, veetsin,
kunci, kencur, jahe, terasi, laos, salam, sereh dan sebagainya. Sehingga makanan
yang disajikan tetap bisa dinikmati, meski responden diberikan makanan dengan
diet khusus.
6.6.5.2.Hubungan Bumbu Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Bumbu adalah bahan yang ditambahkan pada makanan yang enak dan
rasa yang tepat setiap kali pemasakan. Dalam setiap jenis masakan sudah
131
ditentukan jenis bumbu yang digunakan dan banyaknya masing-masing jenis
bumbu itu. Di samping aroma atau bau yang sedap, berbagai bumbu yang
digunakan dapat pula membangkitkan selera karena memberikan rasa makanan
yang khas (Moehyi, 1992).
Dalam penelitian ini, hasil uji t menunjukkan bahwa pasien yang
melakukan menyatakan bumbu makanan tidak sesuai memiliki rata-rata sisa
makanan sebesar 22,33%. Rata-rata sisa makanan ini lebih banyak pada
responden yang menyatakan bumbu makanan tidak terasa jika dibandingkan
dengan responden yang menyatakan bumbu makanan terasa. Selain itu,
berdasarkan nilai probabilitas, diperoleh nilai p value sebesar 0,115 yang artinya
tidak ada hubungan antara bumbu makanan dengan terjadinya sisa makanan di
Rumah Sakit Haji Jakarta.
Hal ini tidak sejalan dengan teori Moehyi (1992) yang menyatakan
bahwa disamping bumbu yang sedap, berbagai bumbu yang digunakan dapat
pula membangkitkan selera karena memberikan rasa makanan yang khas dan
dapat mempengaruhi daya terima makan yang akhirnya meninggalkan sisa
makanan.
Berbagai macam rempah-remah yang digunakan sebagai bumbu biasanya
cabai, bawang merah, bawang putih, ketumbar, dan bumbu lainnya. Rasa yang
diberikan oleh setiap bumbu akan berinteraksi dengan komonen rasa primer yang
digunakan dalam masakan sehingga menghasilkan rasa baru yang lebih nikmat
(Tanaka, 1998). Di Rumah Sakit Haji Jakarta, pemberian bumbu pada makanan
132
yang diberikan pada pasien memang dilakukan. Namun terkadang dibatasi
tergantung dengan jenis diet yang diberikan. Ketika responden diberikan diet
khusus tertentu dengan pembatasan bumbu makanan, maka bumbu makanan
akan dikurangi sehingga rasa bumbu menjadi tidak terlalu terasa. Hal ini
mungkin akan berbeda dengan responden yang memiliki kebiasaan makan
dengan bumbu masakan yang banyak.
Namun, sisa makanan yang terjadi di rumah sakit tidak berhubungan
dengan bumbu. Hal ini karena meskipun tidak diberi bumbu, makanan yang
diberikan kepada responden tetap memiliki rasa yang enak. Ada banyak cara
yang dilakukan untuk meningkatkan selera makan meski bumbu dikurangi, salah
satunya dengan memperhatikan teknik memasak atau menggunakan bumbu lain.
Hal inilah yang memungkinkan responden untuk tetap mengkonsumsi dan
menghabiskan makanannya.
Dalam penelitian, tidak dilakukan pembatasan atau tidak diteliti lebih
dalam bagaimana latar belakang budaya dari responden. Hal ini erat kaitannya
dengan kebiasaan makan responden di rumah terutama untuk pemakaian bumbu.
Hal ini juga telah diungkapkan Almatsier (2001) sebelumnya bahwa di
Indonesia, kesukaan makanan antar daerah/suku juga banyak berbeda, misalnya
saja bumbu makanan di Sumatra yang terasa lebih pedas daripada makanan di
Jawa, khususnya Jawa Tengah yang suka makanan manis. Hal ini juga yang
mungkin mempengaruhi penilaian responden terhadap bumbu makanan yang
disajikan oleh Rumah Sakit Haji Jakarta.
133
Responden memiliki kebiasaan mengkonsumsi bumbu makanan tidak
sesuai dengan yang disajikan oleh rumah sakit, maka akan mengurangi asupan
makan. Hal ini juga terkait dengan preferensi makanan. Namun, ketika bumbu
makanan yang disajikan oleh rumah sakit masih sesuai dengan bumbu makanan
yang di makan di rumah sehari-hari, maka akan membuat respoden lebih
menghabiskan makanannya.
6.6.5.3.Hubungan Konsistensi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Konsistensi makanan juga merupakan komponen yang turut menentukan
citarasa makanan karena sensitivitas indera rasa dipengaruhi oleh konsistensi
makanan. makanan yang berkonsistensi pada atau kental akan memberikan
rangsang lebih lambat terhadap indera. Konsistensi makanan juga mempengaruhi
penampilan makanan yang dihidangkan.
Dalam penelitian ini, hasil uji t menunjukkan bahwa pasien yang
melakukan menyatakan konsistensi makanan tidak sesuai memiliki rata-rata sisa
makanan sebesar 20,72%. Rata-rata sisa makanan ini lebih banyak pada
responden yang menyatakan konsistensi makanan tidak sesuai jika dibandingkan
dengan responden yang menyatakan konsistensi makanan sesuai. Selain itu,
berdasarkan nilai probabilitas, diperoleh nilai p value sebesar 0,789 yang artinya
tidak ada hubungan antara konsistensi makanan dengan terjadinya sisa makanan
di Rumah Sakit Haji Jakarta.
134
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tanaka
(1998) yang menyatakan tidak ada hubungan antara konsistensi makanan dengan
daya terima makan yang dilihat dari sisa makanan. Hal ini dimungkinkan karena
bahan makanan yang disajikan mengalami proses pengolahan yang kurang baik
sehingga merusak tekstur atau konsistensi makanan.
Selain itu, responden tidak terlalu mempermasalahkan perbedaan
konsistensi makanan, antara makanan di rumah sakit dengan di rumah sehari-
hari. Di RS Haji Jakarta, perbedaan konsistensi makanan terlihat pada
konsistensi nasi. Konsistensi nasi dibagi menjadi dua, yaitu makanan biasa (MB)
atau makanan lunak (ML). Ketika responden masih bisa diberikan makanan
biasa, maka pihak rumah sakit akan memberikan makanan biasa. Namun, ketika
responden responden sedang menjalani pengobatan atau lainnya hingga
mengalami gangguan pencernaan atau kesulitan memakan, maka rumah sakit
akan memberikan bentuk diet sesuai dengan konsistensi yang seharusnya.
Dengan demikian, meskipun ada perbedaan dengan kebiasaan responden,
responden tidak akan kesulitan mengkonsumsi makanan karena sudah
disesuaikan konsistensi makanannya. Hal inilah yang menyebabkan tidak ada
hubungan antara konsistensi dengan sisa makanan di rumah sakit.
6.6.5.4.Hubungan Keempukan Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Menurut Moehyi (1992), keempukan makanan selain ditentukan oleh
mutu bahan makanan yang digunakan, juga ditentukan oleh cara memasak yang
135
baik, sehingga makanan yang empuk dapat dikunyah dengan sempurna. Hal
inilah yang mempengaruhi daya terima makan pasien yang kemudian dapat
memicu terjadinya sisa makanan.
Dalam penelitian ini, hasil uji t menunjukkan bahwa pasien yang
melakukan menyatakan keempukan makanan tidak sesuai memiliki rata-rata sisa
makanan sebesar 20,37%. Rata-rata sisa makanan ini lebih banyak pada
responden yang menyatakan keempukan makanan tidak sesuai jika dibandingkan
dengan responden yang menyatakan keempukan makanan sesuai. Selain itu,
berdasarkan nilai probabilitas, diperoleh nilai p value sebesar 0,983 yang artinya
tidak ada hubungan antara keempukan makanan dengan terjadinya sisa makanan
di Rumah Sakit Haji Jakarta.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Mutyana (2011) dan Tanaka (1998) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan
antara keempukan makanan dengan terjadinya sisa makanan. Namun, hal ini
berbeda dengan teori Moehyi (1992) yang menyatakan bahwa keempukan
makanan mempengaruhi daya terima seseorang yang terlihat dari terjadinya sisa
makanan.
Makanan yang empuk merupakan makanan yang mudah dicerna dan
salah satu ketentuan makanan ialah makanan yang mudah dicerna. Dengan
makanan yang empuk, maka dapat memudahkan pasien dalam mengunyah
makan dan juga usus dapat mencerna dengan mudah. Hal ini juga dikemukakan
oleh Auliya (2008) dalam penelitiannya yang berjudul faktor-faktor yang
136
berhubungan dengan daya terima makan pasien dewasa dengan diet ETPT di
Brawijaya Women and Children Hospital.
Di Rumah Sakit Haji Jakarta, makanan sudah dimasak dengan
sedemikian rupa, baik memasak lauk hewani maupun lauk nabati. Memasak
daging dengan memperhatikan lama memasak menjadikan bahan makanan yang
dimasak sesuai tingkat keempukannya. Hal ini juga terlihat dari jawaban
responden yang sebagian besar (70,7%) responden menyatakan bahwa makanan
yang disajikan oleh rumah sakit sudah sesuai tingkat keempukannya. Hal ini juga
sesuai dengan yang dikemukakan oleh Beck (1995) dalam Tanaka (1998) bahwa
makanan yang disajikan di rumah sakit-rumah sakit sebaiknya dalam keadaan
empuk. Hal inilah yang menyebabkan keempukan tidak berhubungan dnegan
terjadinya sisa makanan.
6.6.5.5.Hubungan temperatur Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Temperatur makanan atau suhu makanan waktu dihidangkan dapat
mempengaruhi selera makan seseorang. Jika makanan yang dihidangkan dalam
keadaan hangat, maka hal ini akan menimbulkan keinginan pasien untuk
menyantap makanan tersebut (Moehyi, 1992). Namun, berdasarkan hasil uji t
menunjukkan bahwa pasien yang melakukan menyatakan temperatur makanan
tidak sesuai memiliki rata-rata sisa makanan sebesar 19,95%. Rata-rata sisa
makanan pada responden yang menyatakan temperatur makanan tidak sesuai
137
lebih banyak daripada responden yang menyatakan temperatur makanan yang
sesuai.
Selain itu, berdasarkan nilai probabilitas, diperoleh nilai p value sebesar
0,510 yang artinya tidak ada hubungan antara temperatur makanan dengan
terjadinya sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta. Penelitian ini tidak sejalan
dengan teori Moehyi (1992) yang menyatakan bahwa temperatur makanan waktu
disajikan memegang peranan penentuan cita rasa makanan. Winarno (1992)
menambahkan suhu makanan dapat mempengaruhi daya terima seseorang
terhadap makanan yang disajikan dan menyebabkan sisa makanan.
Seseorang mungkin tidak akan terlalu mempermasalahkan suhu bila
selera makannya sudah bisa ditimbulkan melalui rangsangan panca indera mata
yaitu penyajian yang menarik, arona yang sedap serta bentuk makanan yang
menarik (Tanaka, 1998). Hampir 72,4% responden menyatakan bahwa
temperatur makanan yang dinerikan sesuai.
Kesesuaian temperatur di Rumah Sakit Haji Jakarta terjadi karena adanya
manajemen waktu yang baik di instalasi gizi. Proses pengolahan bahan mentah,
pemasakan bahan mentah, hingga pewadahan makanan dan distribusi kepada
responden sangat diperhatikan. Makanan yang sudah dimasukan ke dalam wadah
makanan kemudian ditutu dengan menggunakan plastik warpping untuk menjaga
tingkat kehangatan makanan. Selain itu, dalam distribusi makanan dari instalasi
gizi ke ruang rawat inap juga menggunakan troli atau lemari penghangat,
sehingga tetap bisa menjaga temperatur makanan.
138
6.6.6. Hubungan Makanan dari Luar RS dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Berdasarkan hasil uji t antara makanan dari luar rumah sakit dengan
terjadinya sisa makanan terlihat bahwa responden yang sering mengkonsumsi
makanan dari luar rumah sakit memiliki rata-rata sebanyak 23,85%, sedangkan
responden yang tidak sering mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit yang
meninggalkan sisa makanan sebanyak 17,56%. Dengan melihat nilai probabilitas
yang mencapai 0,044, terlihat bahwa ada hubungan antara makanan dari luar
rumah sakit dengan sisa makanan.
Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian lain seperti penelitian yang
dilakukan oleh Raharjo (1997), Priyanto (2009), dan Mutyana (2011) yang
menunjukkan bahwa ada hubungan antara makanan dari luar rumah sakit dengan
terjadinya sisa makanan. Hal ini juga sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh
Moehji (1992) bahwa makanan yang dimakan oleh pasien yang berasal dari luar
RS akan berpengaruh terhadap terjadinya sisa makanan. Berdasarkan hasil
jawaban kuesioner responden, jenis makanan dari luar rumah sakit yang biasa
dikonsumsi oleh responden adalah buah (34,5%), cemilan (36,2%) seperti
biskuit, kue, dan aneka snack lainnya, atau makan buah atau cemilan (12,1%).
Rasa lapar yang tidak segera diatasi pada pasien yang sedang dalam
perawatan, timbulnya rasa bosan karena mengkonsumsi makanan yang kurang
bervariasi menyebabkan pasien mencari makanan tambahan dari luar RS atau
jajan, sehingga kemungkinan besar makanan yang disajikan kepada pasien tidak
139
dihabiskan. Bila hal tersebut selalu terjadi maka makanan yang diselenggarakan
oleh pihak RS tidak dimakan sehingga terjadi sisa makanan (Moehyi, 1992).
Ada berbagai jenis alasan yang dikemukakan oleh responden sebagai
alasan untuk mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit antara lain tidak
terbiasa dengan makanan yang disajikan rumah sakit (20,7%), kebiasaan ngemil
di rumah atau sekedar keinginan untuk makan sesuatu (19,0%), penampilan
makanan yang disajikan tidak menarik (17,2%), dan rasa makanan makanan
yang disajikan tidak enak(43,1%).
Dalam penelitian ini, ada sebanyak 20,7% responden yang tidak
menghabiskan makanannya dengan alasan tidak terbiasa dengan makanan yang
disajikan dengan rumah sakit. Pada variabel sebelumnya, yaitu kebiasaan makan,
memang dijelaskan bahwa 89,7% responden memiliki kebiasaan makan yang
berbeda dengan kebiasaan makan di rumah sakit. Hasil uji chi square antara
kebiasaan makan dengan seringnya mengkonsumsi makanan dari luar rumah
sakit menunjukkan bahwa 44,2% responden yang kebiasaan makanannya tidak
sesuai dengan rumah sakit sering mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit.
Namun, hal ini sebenarnya tidak terlalu berhubungan secara signifikan. Hal ini
terlihat dari nilai p value sebesar 0,610 yang artinya tidak ada hubungan antara
kebiasaan makan dengan seringnya responden mengkonsumsi makanan.
Mungkin ada alasan lain yang lebih berpengaruh pada seringnya
responden mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit, misalnya saja
kebiasaan mengkonsumsi cemilan atau jajanan di rumah. Kebiasaan
140
mengkonsumsi cemilan atau jajanan dapat mempengaruhi responden untuk
makan makanan yang disajikan oleh pihak rumah sakit Moehyi (2003) dalam
Marwati (2010) menyatakan bahwa terlalu sering mengkonsumsi makanan
jajanan dapat membuat seseorang cepat kenyang. Hal yang sama juga
dikemukakan oleh Khomsan (2003) dalam marwati (2010) sebagian besar
jajanan hanya mengandung karbohidrat yang membuat cepat kenyang dan dapat
mengganggu nafsu makan. Responden yang sering mengkonsumsi makanan
jajanan atau cemilan akan lebih cepat kenyang. Dengan demikian, responden
akan mengurangi asupan makanan yang disajikan oleh pihak rumah sakit.
Selain itu, alasan penampilan makanan dan rasa makanan juga dapat
mempengaruhi seringnya responden mengkonsumsi makanan dari luar rumah
sakit. Berdasarkan uji chi square antara rasa makanan, yang dilihat dari aroma
makanan ada 56,7% responden yang sering mengkonsumsi makanan dari luar
rumah sakit karena aroma makanan yang disajikan tidak enak. Berdasarkan uji
statistik juga diperoleh nilai p value sebesar 0,031. Yang artinya, ada hubungan
antara aroma makanan dengan seringnya mengkonsumsi makanan dari luar
rumah sakit.
Untuk variabel lain yang kaitannya dengan rasa makanan seperti bumbu,
konsistensi, keempukan dan temperatur, tidak ditemukan adanya hubungan
antara variabel-variabel tersebut dengan seringnya mengkonsumsi makanan dari
luar rumah sakit. Hal ini dilihat dari nilai p value bumbu (0,72), konsistensi
141
(0,847), keempukan (0,439), dan temperatur (0,261) yang lebih dari nilai α
(0,05).
Sementara itu, untuk penampilan makanan, dari beberapa poin
penampilan, seperti warna, bentuk, porsi, dan penyajian makanan, tidak
ditemukan adanya hubungan antara penampilan makanan dengan seringnya
mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit. Hal ini terlihat dari nilai p value
dari variabel warna (0,442), bentuk (0,207), porsi (0,791), dan penyajian
makanan makanan (0,951) yang lebih dari α (0,05). Hal ini seperti yang
dikemukakan oleh Siswiyardi (2005) bahwa asupan makan pasien selama di
rumah sakit berasal dari makanan rumah sakit dan makanan luar rumah sakit.
Bila penilaian pasien terhadap mutu makanan dari rumah sakit kurang
memuaskan, kemungkinan pasien mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit.
Dengan demikian, alasan yang berhubungan dengan seringnya
mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit adalah rasa makanan, terutama
untuk aroma makanan. Namun, aroma yang disajikan oleh pihak rumah sakit
masih belum enak. Ada 51,7% responden yang menyatakan aroma makanan
tidak enak.
Pembahasan sebelumnya juga menunjukkan bahwa rata-rata sisa
makanan pada responden yang menyatakan aroma makanan tidak enak mencapai
25,05%. Hasil uji juga menunjukkan bahwa ada hubungan antara aroma
makanan dengan terjadinya sisa makanan. Jika dikaitkan dengan seringnya
responden mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit, aroma makanan yang
142
tidak enak membuat responden mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit
dan tidak menghabiskan makanan yang disajikan oleh pihak rumah sakit.
Seringnya mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit dapat
meningkatkan rata-rata sisa makanan. Berdasarkan penjelasan pada paragraf
sebelumnya, terlihat bahwa aroma makanan memang berpengaruh terhadap
seringnya mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit. Oleh karena itu, rasa
makanan, terutama aroma makanan, harus diperhatikan dan diperbaiki lagi. Hal
ini bisa dilakukan dengan menyajikan makanan yang lebih beraroma dengan
memperhatikan cara memasak makanan dan pemberian bumbu yang akan
meningkatkan aroma. Dengan memberikan makanan yang memiliki aroma enak,
maka akan meningkatkan selera makan pasien sehingga responden tidak sering
mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit.
Adanya makanan dari luar rumah sakit yang dimakan oleh pasien
disebabkan oleh budaya membawa oleh-oleh ketika membesuk pasien di rumah
sakit dan tidak adanya manajemen yang jelas untuk mengendalikan diet terai di
rumah sakit seperti larangan membawa makanan atau minuman tertentu pada
pasien yang belum tentu sama dengan nilai gizi yang dikandung oleh makanan
yang disajikan di rumah sakit tersebut (Budiyanto, 2002). Oleh karena itu,
dibutuhkan pengontrolan yang baik terhadap makanan yang diberikan kepada
pasien. Meskipun ada makanan dari luar rumah sakit yang dapat masuk ke rumah
sakit dan dikonsumsi oleh responden, bagi instalagi gizi mungkin perlu untuk
melakukan penilaian terhadap status kesehatan pasien, misalnya dengan
143
melakukan tes laboratorium atau pemeriksaan fisik. Dengan demikian, dapat
dikontrol efek makanan, baik yang disediakan oleh rumah sakit maupun dari luar
rumah sakit, terhadap tubuh pasien.
144
BAB VII
PENUTUP
7.1.Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa:
a) Dengan menggunakan Uji Univariat diketahui dari 58 responden didapatkan
hasil bahwa rata-rata sisa makanan responden adalah sebanyak 20,27%
dengan standar deviasi 11,82%. Sisa makanan yang terendah dari responden
adalah 0% sedangkan sisa makanan yang tertinggi adalah 57,94%.
b) Jika dilihat dari banyak sedikitnya sisa makanan, ada 39,7 % responden yang
memiliki sisa makanan banyak atau memiliki sisa makanan >25%, sedangkan
persentase sisa makanan sedikit atau ≤ 25% mencapai 60,3%.
c) Berdasarkan hasil analisis bivariat, diketahui bahwa:
1. Rata-rata meninggalkan sisa makanan pada responden dalam keadaan
psikis abnormal 12,67%, borderline abnormal 22,54%, dan normal
20,05%.
2. Tidak ada hubungan antara keadaan psikis dengan terjadinya sisa
makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011 dengan nilai p value sebesar 0,421 (p > 0,05).
3. Rata-rata sisa makanan pada responden yang memiliki kebiasaan
makan sesuai dengan rumah sakit adalah 20,60% dan tidak sesuai
dengan rumah sakit adalah 17,45%.
145
4. Tidak ada hubungan antara kebiasaan makan dengan terjadinya sisa
makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011 dengan nilai p value sebesar 0,542 (p > 0,05).
5. Rata-rata sisa makanan pada responden yang memiliki gangguan
pencernaanadalah 24,16% dan tidak ada gangguan pencernaan 17,
53%.
6. Ada hubungan antara gangguan pencernaan dengan terjadinya sisa
makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011 dengan nilai p value sebesar 0,034 (p < 0,05).
7. Rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan warna
makanan menarik adalah 24,43%, dan tidak menarik adalah 18,08%.
8. Tidak ada hubungan antara warna makanan dengan terjadinya sisa
makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011 dengan nilai p value sebesar 0,051 (p > 0,05).
9. Rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan bentuk
makanan tidak menarik adalah 22,69% dan menarik adalah 18,57%.
10. Tidak ada hubungan antara bentuk makanan dengan terjadinya sisa
makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011 dengan nilai p value sebesar 0,194 (p > 0,05).
11. Rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan porsi
makanan tidak sesuai adalah 19,87% dan sesuai adalah 20,67%.
146
12. Tidak ada hubungan antara porsi makanan dengan terjadinya sisa
makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011 dengan nilai p value sebesar 0,799 (p > 0,05).
13. Rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan penyajian
makanan menarik adalah 19,45% dan menarik adalah 20,58%.
14. Tidak ada hubungan antara penyajian makan dengan terjadinya sisa
makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011 dengan nilai p value sebesar 0,748 (p > 0,05).
15. Rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan aroma
makanan tidak enak adalah 25,04% dan enak adalah 15,16%
16. Ada hubungan antara aroma makanan dengan terjadinya sisa
makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011 dengan nilai p value sebesar 0,001 (p < 0,05).
17. Rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan bumbu
makanan tidak terasa adalah 22,33% dan terasa adalah 17,35%.
18. Tidak ada hubungan antara bumbu makanan dengan terjadinya sisa
makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011 dengan nilai p value sebesar 0,115 (p > 0,05).
19. Rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan konsistensi
makanan tidak sesuai adalah 20,72% dan sesuai adalah 19,88%.
147
20. Tidak ada hubungan antara konsistensi makanan dengan terjadinya
sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta
Tahun 2011 dengan nilai p value sebesar 0,789 (p > 0,05).
21. Rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan
keempukan makanan tidak sesuai adalah 20,37% dan sesuai adalah
20,25%.
22. Tidak ada hubungan antara keempukan makanan dengan terjadinya
sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta
Tahun 2011 dengan nilai p value sebesar 0,983 (p > 0,05)
23. Rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan temperatur
makanan tidak sesuai adalah 21,95% da sesuai adalah 19,63%.
24. Tidak ada hubungan antara temperatur makanan dengan terjadinya
sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta
Tahun 2011 dengan nilai p value sebesar 0,510 (p > 0,05).
25. Rata-rata sisa makanan pada responden yang sering mengkonsumsi
makanan dari luar rumah sakit adalah 23,85% dan tidak sering
mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit adalah 17,56% .
26. Ada hubungan antara makanan dari luar rumah sakit dengan
terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011 dengan nilai p value sebesar 0,044 (p < 0,05)
148
d) Dengan demikian, dalam penelitian ini variabel yang berhubungan dengan
terjadinya sisa makanan antara lain gangguan pencernaan, aroma makanan,
dan makanan dar luar rumah sakit.
7.2.Saran
a) Bagi Instalasi Gizi Rumah Sakit Haji Jakarta
1. Karena pada penelitian ini variabel yang berhubungan dengan
terjadinya sisa makanan adalah aroma makanan, maka sebaiknya
dilakukan adalah lebih memperhatikan kembali makanan yang akan
diberikan kepada pasien dengan pemberian bumbu untuk
meningkatkan aroma masakan, misalnya dengan dapat ditambahkan
pemberian bumbu lain yang tidak berbau tajam, seperti gula, garam,
veetsin, kunci, kencur, jahe, terasi, laos, salam, sereh dan sebagainya.
2. Memberikan makanan yang sesuai dengan kondisi responden atau
memberikan makanan yang dapat dikonsumsi oleh responden pada
saat responden sedang menderita gangguan pencernaan, seperti
memperbaiki rasa makanan, terutama aroma makanan menjadi lebih
baik.
3. Lebih memperhatikan kembali makanan yang akan disajikan kepada
pasien, terutama untuk aroma makanannya. Hal ini penting agar
responden tidak mengkonsumsi makanan dari rumah sakit terlalu
sering. Pemberian bumbu atau cara memasak yang tepat akan
menimbulkan aroma yang sedap. Selain itu, perlu juga dilakukan
149
kunjungan oleh ahli gizi untuk mengetahui perkembangan status gizi
pasien dan mengontrol makanan yang dikonsumsi oleh responden,
baik makanan yang disajikan oleh rumah sakit maupun makanan dari
luar rumah sakit.
4. Melakukan evaluasi sisa makanan secara rutin dan menyeluruh
terhadap seluruh pasien untuk mengetahui jenis makanan atau menu
yang disukai dan tidak disukai atau makanan yang tidak dihabiskan
oleh responden, serta memperbaiki indikator penentuan jumlah sisa
makanan dari 50% menjadi 20% atau 25%.
5. Bagi rumah sakit dan peneliti lain untuk penelitian selanjutnya, perlu
dilakukan penilaian status gizi dan evaluasi terhadap status kesehatan
pasien. Untuk mengetahui apakah makanan yang disajikan
memberikan efek terhadap pasien. Dengan demikian, dapat
diperkirakan apakah pasien memang menghabiskan makanannya atau
tidak sekaligus mengontrol adanya makanan lain yang dikonsumsi
oleh responden yang berasal dari luar rumah sakit.
b) Bagi peneliti lain, perlu dilakukan penelitian yang lebih dalam lagi atau
memperbaiki keterbatasan- keterbatasan yang ada dalam penelitian ini
seperti:
a. meneliti faktor preferensi makanan dan faktor budaya untuk melihat
lebih jelas bagaimana hubungan preferensi makanan dan faktor
budaya terhadap sisa makanan atau pengaruh dari preferensi makanan
150
dan faktor budaya terhadap penilaian responden terhadap mutu
makanan, seperti penampilan dan sisa makanan.
b. melakukan metode penelitian lain, seperti case control dengan
membandingkan bagaimana sisa makanan antara pasien dengan diet
khusus atau diet biasa. Hal ini terkait dengan penilaian mutu makanan
yang diberikan oleh responden yang juga dipengaruhi oleh jenis diet
yang dimakan oleh responden
c. meneliti faktor psikologi lainnya terhadap terjadinya sisa makanan
dan menggunakan metode yang lebih baik lagi untuk menilai keadaan
psikis responden
d. Sebaiknya dilakukan observasi dengan melakukan pertanyaan
mendalam mengenai frekuensi makanan yang dikonsumsi oleh
responden dalam sehari, atau menggunakan metode food recall 24
jam untuk mengurangi bias terhadap frekuensi makanan yang
dikonsumsi oleh responden. Selain itu, dengan metode food recall
juga dapat diketahui berapa jumlah asupan zat gizi makanan yang
masuk ke dalam tubuh yang berasal dari luar rumah sakit sehingga
dapat menunjang pembahasan hubungan antara makanan dari luar
rumah sakit dengan terjadinya sisa makanan.
e. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya membatasi jenis penyakit.
Jika memang ingin meneliti gangguan pencernaan terhadap terjadinya
sisa makanan, maka variabel gangguan pencernaan dispesifikan
151
kembali. Hal ini karena adanya pengaruh yang berbeda antara jenis
gangguan pencernaan, misalnya gangguan pencernaan dalam bentuk
dispesia akan berbeda dengan responden yang mengalami gangguan
pencernaan dalam bentuk mual atau muntah.
f. Dalam pembuatan kuesioner untuk wawancara, sebaiknya lebih
dispesifikan kembali pertanyaan untuk variabel penampilan makanan
dan rasa makanan, misalnya lebih spesifik jenis makanan yang dinilai
penampilan dan rasa makanannya.
152
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier Sunita, dkk. 1992. Persepsi Pasien Terhadap Makanan di Rumah Sakit
(Survey pada 10 Rumah Sakit di DKI Jakarta) dalam Gizi Indonesia Vol. XIII.
1992: 87.
Almatsier, Sunita. 2006. Penuntun Diet edisi baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Auliya, Firda. 2008. Faktor-faktor Yang Berhubungan dengan Daya Terima Makan
Pasien dewasa Dengan Diet Energi Tinggi Protein Tinggi (ETPT) di
Brawijaya Women and Children Hospital Tahun 2008. Skripsi. Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Azizah, Umi. 2005. Hubungan Faktor Internal Dan Eksternal Pasien Dengan Sis
Makanan (Studi Pada Pasien Rawat Inap Non Diit Brsud Banjarnegara).
Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.
Baliwati, YF. Khomsan A. , Driwiani, CM. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta:
Penerbit Penebar Swadaya.
Barker, A. Lisa. et. al. 2011. Hospital Malnutrition: Prevalence, Identification and
Impact on Patients and the Health care System. (online).
www.mdpi.com/journal.ijerph yang diakses pada tanggal 16 Februari 2011.
Berman, Audrey. Et. al. 2003. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier Erb.
Jakarta: EGC.
Budiyanto M. AK. 2002. Gizi dan Kesehatan. Penerbit Malang.
153
Caninsti, Riselligia. 2007. Gambaran Kecemasan dan Depresi Pada Penderita Gagal
Ginjal Kronis yang Menjalani Terapi Hemodialisa. Tesis. Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia.
Carr, Deborah. et. al. 2001. Plate Waste Studies. National Food Service Management.
Depkes, 1991. Buku Pedoman Pengelolaan Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta:
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes, 2007. Skrining Malnutrisi Pada Anak yang Dirawat di Rumah Sakit.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Djamaluddin, Muhir. Et al. 2005. Analisis Zat Gizi dan Biaya Sisa Makanan Pada
Pasien dengan Makanan Biasa. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. Volume 1.
Nomor 3. Maret 2005: 108-112.
Ekawati, Fransisca Indah. 2009. Hubungan antara Keadaan Depresi dengan Status Gizi
Pada Pengguna Opiat di Pusat Rehabilitasi Narkoba. Skripsi Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro.
Huang, Hui Chun. dan Shanklin Carol W. 2008. An Integrated Model to Measure
Service Management and Physical Constraints` Effect On Food Consumption
in Assisted Living Facilities. Journal of The American Dietetic Association.
(online).http://usda.portalxm.com/eal/files/images/File/Huang_et_al_2008_US
DA_Train.pdf. yang diakses pada 6 Juni 2011.
Lipoeto, N.I., N.Megasari, dan A.E.Putra. 2006.Malnutrisi dan Asupan Kalori Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit.Majalah Kedokteran Indonesia, vol. 56. No.11: 3.
Komalawati, Dewi. dkk., 2005, Pengaruh Lama Rawat Inap Terhadap SisaMakanan
Pasien Anak di Rumah Sakit Umum Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, Nutrisia
Vol. 6. 2005:1.
154
Marwati, eka. 2010. Hubungan Kebiasaan Makan, Konsumsi Makanan, dan
Pengetahuan Gizi dengan Status Gizi Kurang Siswa Kelas IV, V, fan VI di
SDN Wargasetra 2 Kecamatan Tegal Waru Karawang Jawa Barat tahun
2010. Skripsi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Moehyi, Sjahmien. 1999. Pengaturan Makanan dan Diet untuk Penyembuhan Penyakit.
Jakarta. Gramedia.
Moehyi, Sjahmien. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta:
Penerbit Bhratara.
Muhir, Halidun. 1998. Tinjauan Faktor-faktor penyebab sisa makanan penderita rawat
inap di rumah sakit Moh. Ridwan Meuraksa Kesdam Jaya. Skripsi. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Mutyana, Leni. 2011. Faktor-faktor yang berhubungan dengan daya terima pasien
rawat inap di Rumah Sakit Ibu dan Anak Budiasih Serang tahun 2011. Skripsi.
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Muwarni. 2001. Penentuan Sisa Makanan Pasien Rawat Inap dengan Metode Taksiran
Visual Comstock di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Thesis. Universitas Gadjah
Mada.
Nuryati, Puji. 2008. Hubungan Antara Waktu Penyajian, Penampilan Dan Rasa
Makanan Dengan Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap Dewasa Di Rs
Bhakti Wira Tamtama Semarang. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhamamadiyah Semarang.
Peterson, SJ. Et al. 2011. Orally Fed Patients are at High Risk of Calorie and Protein
deficit in The ICU. Curr Opin Clin Nutr.Metab Care. Vol2. March, 14. 2011:
155
182-185 (online). http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21178611. yang
diakses pada tanggal 2 Oktober 2011.
Priyanto, Oki Hadi. 2009. Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Sisa Makanan
Pada Pasien Rawat Inap Kelas III di RSUD Kota Semarang. Skrispsi. Fakultas
Ilmu Keolahragaan Universias Negeri Semarang.
Raharjo, Toto. 1997. Mutu Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit DI RSU Dr. Soeselo
Slawi Dan Rsu Harapan Anda Tegal Ditinjau Dari Sisa Makanan Biasa
Pasien Rawat Inap. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Diponegoro.
Ratnaningrum, candrasari. 2004. Hubungan Antara Persepsi Pasien Dan Sisa Makanan
Dengan Diit Biasa Yang Disajikan Pada Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit
Tipe D (Rumah Sakit Banyumanik Semarang). Skripsi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Diponegoro.
Ratna, Maya Riqi. 2009. Evaluasi Manajemen Penyelenggaraan Makanan Institusi Di
Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta. Skripsi. Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Renangtyas, Dewi. et. al. 2004. Pengaruh Penggunaan Modifikasi Standar Resep Lauk
Nabati Tempe terhadap Daya Terima dan Persepsi Pasien Rawat Inap. Jurnal
Gizi Klinik Indonesia. Vol.1. no.1.
Saepuloh. 2003. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Daya Terima Pasien Dewasa Diit
Makanan Biasa (Studi Di Ruang Rawat Inap Kelas II Dan III Rumah Sakit
Immanuel Bandung). Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Diponegoro.
Santoso, S dan Ranti AL. 1995. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: Rineka Cipta.
156
Sauer, Abby. 2011. Hospital Malnutrition: Assesment and Intervention Methods.
(Online). www.abbottNutritionHealthInstitute.org yang diakses pada tanggal 2
April 2011.
Sediaoetama. A. 1987. Ilmu Gizi I. Jakarta: Dian Rakyat.
Shahar, Suzana, Fun, W.S., dan Chik, W.C.2002. A Prospective Study on Malnutrition
and Duration of Hospitalisation among Hospitalised Geriatric Patients
Admitted to Surgical and Medical Wards of Hospital Universiti Kebangsaan
Malaysia. Mal J Nutr 8(1). 2002: 55-62. (online).
http://nutriweb.org.my/publications/mjn008_1/mjn8n1_art4.pdf yang diakses
pada tanggal 2 April 2011.
Siswiyardi. 2005. Beberapa Faktor Pelayanan Gizi Rumah Sakit Yang Berhubungan
Dengan Tingkat Konsumsi Energi Dan Protein Pasien Dari Makanan Luar
Rumah Sakit (Studi pada pasien rawat inap RSU Sragen ). Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Diponegoro.
Suandi, I.K.G. 1999. Diet Pada Anak Sakit. Jakarta: EGC
Suharyati, 2006. Hubungan Asupan makan dengan Status Gizi Pasien Dewasa Penyakit
Dalam Rumah Sakt Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta Tahun 2006.Skripsi.
Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.
Sukarti, 2010. Hubungan Variasi Menu Dan Rasa Makanan Dengan Sisa Makanan
Pasien Rawat Inap Di Paviliun Wijaya Kusuma BPRSUD Kota Salatiga.
Skrisi. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang.
Sumiyati. 2006. Gambaran Sisa Makanan Pasien Dan Beberapa Faktor Yang
Mempengaruhi Sisa Makanan Pasien Di Ruang Anggrek Rsu Ra Kartini
157
Jepara. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Semarang.
The British Dietetic Asosiation. 2011. Delivering Nutritional Care Through Food And
Beverage Services. Food Counts Specialist Group of The British Dietetic
Association.
Tanaka, Meis Larissa. 1998. Faktor Eksternal Yang Berhubungan dengan Daya Terima
Makan Pasien Rawat Inap Dewasa di Rumah Sakit Umum Tangerang Tahun
2008. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Utari, Retno. 2009. Evaluasi Pelayanan Makanan Pasien Rawat Inap di Puskesmas
Gondangrejo Karanganyar. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
William, P.G. 2009. Foodservice perspective in institutions. Faculty of Health and
Behavioral Sciences. University of Wollongong. (online).
http://ro.uow.edu.au/hbspapers/109 yang diakses pada tanggal 12 April 2011.
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.
Zakiyah, Lili. et. al. 2005. Plate Waste among Hospital Inpatient. Malaysian Journal of
Public Health Medicine. Vol.2. no.5.
Zulfah, Oktarina. 2002. Mempelajari Konsumsi dan Persepsi Pasien Rawat Inap
Terhadap Diit Rendah Garam dan Diit non Rendah Garam di Rumah Sakit
Fatmawati Jakarta. Skripsi. Fakultas Pertanian IPB.
158
KUISIONER WAWANCARA PENELITIAN SKRIPSI
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA SISA
MAKANAN PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT HAJI JAKARTA
TAHUN 2011
(Salam), Saya Lisa Ellizabet Aula dari Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta,Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Program Studi
Kesehatan Masyarakat, ingin meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan
terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di rumah sakit haji Jakarta tahun 2011.
Saya akan bertanya mengenai beberapa hal tentang hal tersebut. Wawancara ini akan
berlangsung tidak lebih dari 20 menit. Anda boleh menolak atau berhenti menjawab
kapan saja bapak mau.
Jawaban anda akan kami rahasiakan sehingga tidak seorangpun akan
mengetahuinya. Kemudian akan dibawa dan diolah dalam penelitian ini dan hasilnya
akan kami generalisir untuk kemudian mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dan
solusi yang akan diberikan terhadap permasalahan tersebut.
159
KUESIONER PENELITIAN
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA SISA
MAKANAN PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT HAJI JAKARTA
TAHUN 2011
IDENTITAS RESPONDEN
1. Nomor Responden : _________________________________________
2. Nama Ruangan Rawat : ___________________________________________
3. Nomor Kamar : ___________________________________________
4. Nama Pasien : ___________________________________________
5. Lama Perawatan : ___________________________________________
6. Jenis Kelamin : L / P (lingkari yang dipilih)
7. Umur : _______________ Tahun
8. Diagnosa Penyakit :__________________________________________ *)
9. Jenis Diet : _________________________________________ *)
Cat: *) (diisi oleh peneliti)
160
A. Susunan Makanan Diisi oleh
peneliti
i. Bagaimansusunan makanan anda sehari-hari?
a. Nasi + Lauk hewani + lauk nabati + sayur + buah + susu
b. Nasi + Lauk hewani + lauk nabati + sayur + buah
c. Nasi + Lauk hewani + lauk nabati + sayur
d. Nasi + lauk hewani + lauk hewani
e. Nasi + sayur
f. Lainnya………………………………………
A1 [ ]
B. Jumlah makanan Diisi oleh
peneliti
1. Berapa banyak nasi yang anda makan sehari-hari?
a. 1 piring
b. 2 piring
c. 3 piring
d. 4 piring
e. 5 piring
f. Lainnya…………………………
ii. Berapa banyak lauk hewani yang anda makan sehari-hari?
a. 1 potong
b. 2 potong
c. 3 potong
d. 4 potong
e. 5 potong
f. Lainnya……………………..
iii. Berapa banyak lauk nabati yang anda makan sehari-hari?
a. 1 potong
b. 2 potong
c. 3 potong
d. 4 potong
e. 5 potong
f. Lainnya……………………..
iv. Berapa banyak sayur yang anda makan sehari-hari?
a. 1 mangkong
b. 1 ½ mangkok
c. 2 mangkok
d. 2 ½ mangkok
e. 3 mangkok
f. Lainnya………………….
v. Berapa banyak buah yang anda makan sehari-hari?
a. 1 potong
B1 [ ]
B2 [ ]
B3 [ ]
B4 [ ]
161
b. 2 potong
c. 3 potong
d. 4 potong
e. 5 potong
f. Lainnya……………………..
B5 [ ]
C. Frekuensi makan Diisi oleh
peneliti
1. Dalam sehari, biasanya anda makan berapa kali?
a. 1x
b. 2x
c. 3x
d. >3x
C1[ ]
D. Gangguan Pencernaan Diisi oleh
peneliti
1. Apakah pasien mengalami gangguan pencernaan?
Tidak b. Ya
D1[ ]
E. Status Kehamilan Diisi oleh
peneliti
1. Apakah saat ini anda sedang dalam masa kehamilan?
Tidak b. Ya
2. Jika ya, berapa usia kehamilan anda saat ini?_______ (minggu/bulan)
E1[ ]
F. Keadaan Psikis Diisi oleh
peneliti
Bagaimana keadaan diri anda selama satu minggu ini?
1. Apakah anda pernah merasa bahwa anda tidak pernah lagi menikmati
sesuatu yang biasanya anda nikmati?
a. Tidak pernah
b. Kadang-kadang
c. Sering
d. Selalu
F1 [ ]
2. Apakah anda pernah merasa sudah tidak dapat tertawa dan melihat sisi
yang menyenangkan dari setiap hal?
a. Tidak pernah
b. Kadang-kadang
c. Sering
d. Selalu
F2 [ ]
3. Apakah anda akhir-akhir ini pernah merasa tidak gembira?
a. Tidak Pernah
b. Jarang
c. Kadang-kadang
d. Selalu
F3 [ ]
4. Apakah anda pernah merasa seolah-olah anda tidak bersemangat? F4 [ ]
162
a. Tidak pernah
b. Kadang-kadang
c. Sering
d. selalu
5. Apakah anda pernah merasa kehilangan minat terhadap penampilan
anda?
a. Tidak Pernah
b. Kadang-kadang
c. Sering
d. Selalu
F5 [ ]
6. Apakah anda pernah merasa bahwa anda tidak pernah lagi menantikan
hal-hal yang menarik dan menyenangkan akan terjadi?
a. Tidak Pernah
b. Kadang-kadang
c. Sering
d. Selalu
F6 [ ]
7. Apakah anda pernah merasa bahwa anda tidak dapat lagi menikmati
membaca buku, mendengarkan radio atau menonton televisi?
a. Tidak pernah
b. Kadang-kadang
c. Sering
d. Selalu
F7 [ ]
G. Makanan dari Luar Rumah Sakit Diisi oleh
peneliti
1. Berapa kali anda makan makan makanan selain dari yang disajikan
rumah sakit pada selama sehari?
a. 1x b. 2x c. 3x d.Tidak pernah
G1 [ ]
2. Jenis makanan dari luar rumah sakit apa saja yang anda makan?
a. d.
b. e.
c. f.
3. Apa alasan anda makan makanan dari luar rumah sakit?
a. Tidak terbiasa dengan makanan rumah sakit
b. Penampilan makanan rumah sakit tidak menarik
c. Rasa makanan rumah sakit tidak enak
d. Lain-lain………………………………
163
Berikanlah penilaian terhadap makanan yang disajikan oleh rumah sakit. Anda dapat
memberi tanda lingkaran pada poin penilaian sesuai dengan penilaian anda.
Contoh: Anda memberi nilai 7 terhadap warna makanan, maka anda melingkari angka 7
H. Penampilan Makanan
I. Rasa Makanan
warna makanan Tidak sedap 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 sedap
No Bagaimana pendapat anda terhadap penampilan makanan dari segi: Diisi
peneliti
1 Warna makanan Tidak menarik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 menarik H1 [ ]
2 Bentuk makanan Tidak menarik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 menarik H3 [ ]
3 Porsi makanan makin kecil 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 makin besar H4 [ ]
4 Penyajian makanan Tidak menarik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 menarik H5 [ ]
No Bagaimana pendapat anda terhadap rasa makanan dari segi: Diisi
peneliti
1 Aroma makanan Tidak enak 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 enak I1 [ ]
2 Bumbu makanan Tidak terasa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 terasa I2 [ ]
3 Konsistensi makanan Tidak sesuai 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 sesuai I3 [ ]
4 Keempukan makanan Tidak sesuai 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 sesuai I4 [ ]
6 Temperature/ suhu Tidak sesuai 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 sesuai I5 [ ]
164
STANDAR PORSI MAKANAN
Hari / Tanggal :
Menu ke :
Waktu Makan : Pagi/ Siang/ Sore
No. Nama Bahan Makanan Berat Per Porsi (gr)
165
PORSI MAKANAN RESPONDEN
Hari / Tanggal :
Menu ke :
Waktu Makan : Pagi/ Siang/ Sore
No.
kamar
Nama Pasien
Jenis Diet
Makanan yang diberikan
Nasi Lauk
Hewani
Lauk
Nabati
Sayur Buah
166
Lembar Pengukuran Sisa Makanan
Hari / Tanggal :
Menu ke :
Waktu Makan : Pagi/ Siang/ Sore
No.
kamar
Nama Pasien
Jenis Diet
Makanan yang diberikan
Nasi Lauk
Hewani
Lauk
Nabati
Sayur Buah
167
Lembar Penilaian Sisa Makanan
1. Nama Pasien :
2. No. Ruangan :
3. Diagnosa Penyakit :
4. Jenis Diit :
Makan pagi Jenis Makanan Standar Porsi (gr) Sisa Makanan (gr)
Makan Siang Jenis Makanan Standar Porsi (gr) Sisa Makanan (gr)
Makan Sore Jenis Makanan Standar Porsi (gr) Sisa Makanan (gr)
TOTAL
% Sisa Makanan = 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒔𝒊𝒔𝒂 𝒎𝒂𝒌𝒂𝒏𝒂𝒏
𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒔𝒕𝒂𝒏𝒅𝒂𝒓 𝒑𝒐𝒓𝒔𝒊 𝒙 𝟏𝟎𝟎% =
Hasil : > 25% = ada sisa makanan
≤25%= tidak ada sisa makanan
168
SISA MAKANAN BERDASARKAN JENIS MAKANAN
1. Sisa Makanan dari Makanan Pokok
2. Sisa Makanan dari Lauk Hewani
2,31 0,59 0,24 0,33
11,50
0,002,004,006,008,00
10,0012,0014,00
Bubur Ayam
Bubur Sumsum
Nasi Goreng
bubur nasi
Sisa Makanan dari Makanan Pokok
Makanan Pokok
0,67
2,27
0,001,00
0,11 0,00 0,00
3,99
0,55 0,44 0,00
1,66
0,22 0,00
2,22
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
4,00
4,50
Sisa Makanan dari Lauk Hewani
Lauk Hewani
169
3. Sisa Makanan dari Lauk Nabati
4. Sisa Makanan dari Sayuran
5. Sisa Makanan dari Buah
1,32 2,22 1,39 2,01 1,39 0,97 0,00
8,89 9,72
0,000,002,004,006,008,00
10,0012,00
Sisa Makanan dari Lauk Nabati
Lauk Nabati
2,614,451,642,981,682,35
11,9314,62
0,670,000,080,250,250,253,533,110,002,004,006,008,00
10,0012,0014,0016,00
Sisa Makanan dari Sayuran
Sayuran
3,11 3,26
4,43
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
Pepaya Jeruk pisang
Sisa Makanan dari Buah
Buah
170
Reliability Warnings
The space saver method is used. That is, the covariance matrix is not calculated or used in the analysis.
Scale has zero variance items.
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 20 100,0
Excluded(a)
0 ,0
Total 20 100,0
a Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
,890 28
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
susunan makanan 1,55 1,050 20
nasi ,50 ,513 20
lauk hewani ,60 ,503 20
lauk nabati ,50 ,513 20
sayur ,65 ,489 20
buah ,55 ,510 20
frekuensi makan ,50 ,513 20
gangguan pencernaan ,50 ,513 20
status kehamilan 1,00 ,000 20
F1 ,65 ,988 20
F2 ,95 ,686 20
F3 1,15 ,813 20
F4 ,80 ,768 20
F5 ,80 ,834 20
F6 ,65 ,671 20
F7 ,35 ,489 20
penampilan_warna ,55 ,510 20
penampilan_konsistensi ,60 ,503 20
penampilan_bentuk ,50 ,513 20
penampilan_porsi ,45 ,510 20
Penampilan_penyajian ,55 ,510 20
rasa_aroma ,50 ,513 20
rasa_bumbu ,50 ,513 20
171
rasa_keempukan ,70 ,470 20
rasa_kerenyahan ,60 ,503 20
rasa_kematangan ,80 ,410 20
rasa_temperatur ,55 ,510 20
makanan dari luar rumah sakit 1,85 1,182 20
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
susunan makanan 18,30 67,589 ,559 ,885
nasi 19,35 73,713 ,496 ,886
lauk hewani 19,25 73,671 ,512 ,885
lauk nabati 19,35 74,029 ,459 ,886
sayur 19,20 74,379 ,441 ,887
buah 19,30 74,116 ,452 ,886
frekuensi makan 19,35 73,292 ,545 ,885
gangguan pencernaan 19,35 74,029 ,459 ,886
status kehamilan 18,85 78,345 ,000 ,891
F1 19,20 69,537 ,475 ,887
F2 18,90 72,305 ,477 ,886
F3 18,70 71,168 ,475 ,886
F4 19,05 71,208 ,505 ,885
F5 19,05 70,892 ,481 ,886
F6 19,20 72,800 ,445 ,886
F7 19,50 74,158 ,468 ,886
penampilan_warna 19,30 73,063 ,575 ,884
penampilan_konsistensi 19,25 73,355 ,550 ,885
penampilan_bentuk 19,35 74,029 ,459 ,886
penampilan_porsi 19,40 74,042 ,460 ,886
Penampilan_penyajian 19,30 74,116 ,452 ,886
rasa_aroma 19,35 74,134 ,447 ,886
rasa_bumbu 19,35 73,713 ,496 ,886
rasa_keempukan 19,15 73,818 ,533 ,885
rasa_kerenyahan 19,25 75,145 ,338 ,888
rasa_kematangan 19,05 76,471 ,238 ,890
rasa_temperatur 19,30 73,274 ,551 ,885
makanan dari luar rumah sakit 18,00 67,684 ,476 ,889
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
19,85 78,345 8,851 28
172
Karakteristik Responden Frequencies
Frequencies
Explore
Statistics
umur_kelompok
58
0
,6379
1,0000
,48480
,00
1,00
Valid
Missing
N
Mean
Median
Std. Dev iation
Minimum
Maximum
umur_kelompok
21 36,2 36,2 36,2
37 63,8 63,8 100,0
58 100,0 100,0
>=45
<45
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Statistics
jenis_kelamin
58
0
,59
1,00
1
,497
0
1
Valid
Missing
N
Mean
Median
Mode
Std. Dev iation
Minimum
Maximum
jenis_ke lamin
24 41,4 41,4 41,4
34 58,6 58,6 100,0
58 100,0 100,0
laki-laki
perempuan
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
173
lama_rawat lama_rawat Stem-and-Leaf Plot
Frequency Stem & Leaf
23,00 2 . 00000000000000000000000
,00 2 .
16,00 3 . 0000000000000000
,00 3 .
5,00 4 . 00000
,00 4 .
6,00 5 . 000000
,00 5 .
3,00 6 . 000
5,00 Extremes (>=7,0)
Case Process ing Sum m ary
58 100,0% 0 ,0% 58 100,0%lama_raw at
N Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
Cases
Descriptives
3,55 ,267
3,02
4,09
3,30
3,00
4,146
2,036
2
10
8
2
1,724 ,314
2,664 ,618
Mean
Low er Bound
Upper Bound
95% Conf idence
Interval for Mean
5% Trimmed Mean
Median
Variance
Std. Dev iation
Minimum
Maximum
Range
Interquartile Range
Skew ness
Kurtosis
lama_raw at
Statistic Std. Error
Tests of Normality
,279 58 ,000 ,755 58 ,000lama_raw at
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Kolmogorov-Smirnova
Shapiro-Wilk
Lilliefors Signif icance Correctiona.
174
Stem width: 1
Each leaf: 1 case(s)
Frequencies
Frequencies
Statistics
lama raw at kelompok
58
0
1,4138
1,0000
1,00
,64982
1,00
3,00
Valid
Missing
N
Mean
Median
Mode
Std. Deviation
Minimum
Maximum
lam a raw at ke lom pok
39 67,2 67,2 67,2
14 24,1 24,1 91,4
5 8,6 8,6 100,0
58 100,0 100,0
<=3 hari
4 - 6 hari
7 - 14 hari
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Statistics
jenis_diet
58
0
,36
,00
0
,485
0
1
Valid
Missing
N
Mean
Median
Mode
Std. Deviation
Minimum
Maximum
175
Frequencies Statistics
Hasil_sisa_makanan
N Valid 58
Missing 0
Mean 20,2726
Median 20,3000
Std. Deviation 11,82359
Minimum ,00
Maximum 57,94
Hasil_sisa_makanan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid ,00 3 5,2 5,2 5,2
1,83 1 1,7 1,7 6,9
3,77 1 1,7 1,7 8,6
5,20 1 1,7 1,7 10,3
5,96 1 1,7 1,7 12,1
6,37 1 1,7 1,7 13,8
8,51 1 1,7 1,7 15,5
8,65 1 1,7 1,7 17,2
9,21 1 1,7 1,7 19,0
9,78 1 1,7 1,7 20,7
10,56 1 1,7 1,7 22,4
10,90 1 1,7 1,7 24,1
12,76 1 1,7 1,7 25,9
12,86 1 1,7 1,7 27,6
13,05 1 1,7 1,7 29,3
13,17 1 1,7 1,7 31,0
13,69 1 1,7 1,7 32,8
14,28 1 1,7 1,7 34,5
14,70 1 1,7 1,7 36,2
16,30 1 1,7 1,7 37,9
jenis_die t
37 63,8 63,8 63,8
21 36,2 36,2 100,0
58 100,0 100,0
diet khusus
diet biasa
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
176
16,40 1 1,7 1,7 39,7
16,95 1 1,7 1,7 41,4
17,04 1 1,7 1,7 43,1
19,39 1 1,7 1,7 44,8
19,61 1 1,7 1,7 46,6
20,11 1 1,7 1,7 48,3
20,21 1 1,7 1,7 50,0
20,39 1 1,7 1,7 51,7
22,40 1 1,7 1,7 53,4
22,62 1 1,7 1,7 55,2
24,01 1 1,7 1,7 56,9
25,00 1 1,7 1,7 58,6
25,16 1 1,7 1,7 60,3
25,17 1 1,7 1,7 62,1
25,22 2 3,4 3,4 65,5
25,34 1 1,7 1,7 67,2
25,61 1 1,7 1,7 69,0
25,73 1 1,7 1,7 70,7
26,08 2 3,4 3,4 74,1
26,60 1 1,7 1,7 75,9
26,96 1 1,7 1,7 77,6
27,85 1 1,7 1,7 79,3
28,03 1 1,7 1,7 81,0
28,66 1 1,7 1,7 82,8
29,24 1 1,7 1,7 84,5
29,47 1 1,7 1,7 86,2
30,33 1 1,7 1,7 87,9
31,62 1 1,7 1,7 89,7
33,25 1 1,7 1,7 91,4
34,26 1 1,7 1,7 93,1
35,08 1 1,7 1,7 94,8
36,05 1 1,7 1,7 96,6
55,18 1 1,7 1,7 98,3
57,94 1 1,7 1,7 100,0
Total 58 100,0 100,0
Frequencies
177
Statistics
Sisa_Makanan
_Pokok Sisa_Lauk_He
wani Sisa_Lauk_Na
bati Sisa_Sayur Sisa_Buah
N Valid 58 58 58 58 58
Missing 0 0 0 0 0
Mean 14,7895 12,9567 23,4941 47,1022 11,0722
Median 11,1400 6,4600 19,6150 40,4550 ,0000
Std. Deviation 14,35817 18,37590 24,45132 25,82442 22,16782
Minimum ,00 ,00 ,00 ,00 ,00
Maximum 52,88 86,67 100,00 94,12 82,99
Frequencies Statistics
sisa makanan
N Valid 58
Missing 0
Mean ,60
Median 1,00
Std. Deviation ,493
Minimum 0
Maximum 1
sisa makanan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid >25% 23 39,7 39,7 39,7
≤ 25% 35 60,3 60,3 100,0
Total 58 100,0 100,0
Frequencies
178
Statistics
Keadaan_psikis
N Valid 58
Missing 0
Mean 1,66
Median 2,00
Std. Deviation ,579
Minimum 0
Maximum 2
Keadaan_psikis
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid abnormal 3 5,2 5,2 5,2
borderline abnormal 14 24,1 24,1 29,3
normal 41 70,7 70,7 100,0
Total 58 100,0 100,0
Frequencies Statistics
kebiasaan makan
N Valid 58
Missing 0
Mean ,10
Median ,00
Std. Deviation ,307
Minimum 0
Maximum 1
kebiasaan makan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid tidak sesuai 52 89,7 89,7 89,7
sesuai 6 10,3 10,3 100,0
Total 58 100,0 100,0
Frequencies
179
Statistics
gangguan pencernaan
N Valid 58
Missing 0
Mean ,59
Median 1,00
Std. Deviation ,497
Minimum 0
Maximum 1
gangguan pencernaan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid ada 24 41,4 41,4 41,4
tidak ada 34 58,6 58,6 100,0
Total 58 100,0 100,0
Frequencies Statistics
status kehamilan
N Valid 58
Missing 0
Mean 1,00
Median 1,00
Std. Deviation ,000
Minimum 1
Maximum 1
status kehamilan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid tidak hamil 58 100,0 100,0 100,0
Frequencies
180
Statistics
penampilan_warna
N Valid 58
Missing 0
Mean ,66
Median 1,00
Std. Deviation ,479
Minimum 0
Maximum 1
penampilan_warna
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid tidak menarik 20 34,5 34,5 34,5
menarik 38 65,5 65,5 100,0
Total 58 100,0 100,0
Frequencies Statistics
penampilan_bentuk
N Valid 58
Missing 0
Mean ,59
Median 1,00
Std. Deviation ,497
Minimum 0
Maximum 1
penampilan_bentuk
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid tidak menarik 24 41,4 41,4 41,4
menarik 34 58,6 58,6 100,0
Total 58 100,0 100,0
Frequencies
181
Statistics
penampilan_porsi
N Valid 58
Missing 0
Mean ,50
Median ,50
Std. Deviation ,504
Minimum 0
Maximum 1
penampilan_porsi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid tidak sesuai 29 50,0 50,0 50,0
sesuai 29 50,0 50,0 100,0
Total 58 100,0 100,0
Frequencies Statistics
Penampilan_penyajian
N Valid 58
Missing 0
Mean ,72
Median 1,00
Std. Deviation ,451
Minimum 0
Maximum 1
Penampilan_penyajian
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid tidak menarik 16 27,6 27,6 27,6
menarik 42 72,4 72,4 100,0
Total 58 100,0 100,0
Frequencies
182
Statistics
rasa_aroma
N Valid 58
Missing 0
Mean ,48
Median ,00
Std. Deviation ,504
Minimum 0
Maximum 1
rasa_aroma
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid tidak enak 30 51,7 51,7 51,7
enak 28 48,3 48,3 100,0
Total 58 100,0 100,0
Frequencies Statistics
rasa_bumbu
N Valid 58
Missing 0
Mean ,41
Median ,00
Std. Deviation ,497
Minimum 0
Maximum 1
rasa_bumbu
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid tidak terasa 34 58,6 58,6 58,6
terasa 24 41,4 41,4 100,0
Total 58 100,0 100,0
183
Frequencies Statistics
rasa_konsistensi
N Valid 58
Missing 0
Mean ,53
Median 1,00
Std. Deviation ,503
Minimum 0
Maximum 1
rasa_konsistensi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid tidak sesuai 27 46,6 46,6 46,6
sesuai 31 53,4 53,4 100,0
Total 58 100,0 100,0
Frequencies Statistics
rasa_keempukan
N Valid 58
Missing 0
Mean ,71
Median 1,00
Std. Deviation ,459
Minimum 0
Maximum 1
rasa_keempukan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid tidak sesuai 17 29,3 29,3 29,3
sesuai 41 70,7 70,7 100,0
Total 58 100,0 100,0
Frequencies
184
Statistics
rasa_temperatur
N Valid 58
Missing 0
Mean ,72
Median 1,00
Std. Deviation ,451
Minimum 0
Maximum 1
rasa_temperatur
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid tidak sesuai 16 27,6 27,6 27,6
sesuai 42 72,4 72,4 100,0
Total 58 100,0 100,0
Frequencies Statistics
Makanan_Luar_RS
N Valid 58
Missing 0
Mean ,57
Median 1,00
Std. Deviation ,500
Minimum 0
Maximum 1
Makanan_Luar_RS
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid sering 25 43,1 43,1 43,1
tidak sering 33 56,9 56,9 100,0
Total 58 100,0 100,0
185
Analisis bivariat Oneway
Descriptives
Hasil_sisa_makanan
3 12,6733 12,58104 7,26367 -18,5797 43,9264 ,00 25,16
14 22,5371 13,80454 3,68942 14,5666 30,5076 ,00 55,18
41 20,0554 11,09905 1,73338 16,5521 23,5587 ,00 57,94
58 20,2726 11,82359 1,55251 17,1637 23,3814 ,00 57,94
abnormal
borderline abnormal
normal
Total
N Mean Std. Deviation Std. Error Low er Bound Upper Bound
95% Conf idence Interval for
Mean
Minimum Maximum
ANOVA
Hasil_sisa_makanan
246,976 2 123,488 ,880 ,421
7721,470 55 140,390
7968,446 57
Betw een Groups
Within Groups
Total
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
186
T-Test
Group Statis tics
52 20,5983 12,27415 1,70212
6 17,4500 6,80780 2,77927
kebiasaan makan
tidak sesuai
sesuai
Hasil_sisa_makanan
N Mean Std. Deviation
Std. Error
Mean
Independent Samples Test
1,602 ,211 ,614 56 ,542 3,14827 5,12592 -7,12018 13,41672
,966 9,326 ,358 3,14827 3,25907 -4,18522 10,48176
Equal variances
assumed
Equal variances
not assumed
Hasil_sisa_makanan
F Sig.
Levene's Test for
Equality of Variances
t df Sig. (2-tailed)
Mean
Dif ference
Std. Error
Dif ference Low er Upper
95% Conf idence
Interval of the
Dif ference
t-test for Equality of Means
187
T-Test
Group Statis tics
24 24,1629 11,60112 2,36807
34 17,5265 11,35293 1,94701
gangguan pencernaan
ada
tidak ada
Hasil_sisa_makanan
N Mean Std. Deviation
Std. Error
Mean
Independent Samples Test
,135 ,715 2,173 56 ,034 6,63645 3,05410 ,51834 12,75455
2,165 49,000 ,035 6,63645 3,06571 ,47566 12,79723
Equal variances
assumed
Equal variances
not assumed
Hasil_sisa_makanan
F Sig.
Levene's Test for
Equality of Variances
t df Sig. (2-tailed)
Mean
Dif ference
Std. Error
Dif ference Low er Upper
95% Conf idence
Interval of the
Dif ference
t-test for Equality of Means
188
T-Test
Group Statis tics
20 24,4305 13,99518 3,12942
38 18,0842 10,02600 1,62643
penampilan_w arna
tidak menarik
menarik
Hasil_sisa_makanan
N Mean Std. Deviation
Std. Error
Mean
Independent Samples Test
,451 ,505 1,993 56 ,051 6,34629 3,18434 -,03272 12,72530
1,799 29,544 ,082 6,34629 3,52683 -,86113 13,55371
Equal variances
assumed
Equal variances
not assumed
Hasil_sisa_makanan
F Sig.
Levene's Test for
Equality of Variances
t df Sig. (2-tailed)
Mean
Dif ference
Std. Error
Dif ference Low er Upper
95% Conf idence
Interval of the
Dif ference
t-test for Equality of Means
189
T-Test
Group Statis tics
24 22,6871 14,34523 2,92821
34 18,5682 9,52937 1,63427
penampilan_bentuk
tidak menarik
menarik
Hasil_sisa_makanan
N Mean Std. Deviation
Std. Error
Mean
Independent Samples Test
1,529 ,221 1,315 56 ,194 4,11885 3,13226 -2,15583 10,39352
1,228 37,054 ,227 4,11885 3,35339 -2,67544 10,91313
Equal variances
assumed
Equal variances
not assumed
Hasil_sisa_makanan
F Sig.
Levene's Test for
Equality of Variances
t df Sig. (2-tailed)
Mean
Dif ference
Std. Error
Dif ference Low er Upper
95% Conf idence
Interval of the
Dif ference
t-test for Equality of Means
190
T-Test
Group Statis tics
29 19,8721 12,07880 2,24298
29 20,6731 11,76255 2,18425
penampilan_porsi
tidak sesuai
sesuai
Hasil_sisa_makanan
N Mean Std. Deviation
Std. Error
Mean
Independent Samples Test
,004 ,948 -,256 56 ,799 -,80103 3,13080 -7,07278 5,47071
-,256 55,961 ,799 -,80103 3,13080 -7,07287 5,47081
Equal variances
assumed
Equal variances
not assumed
Hasil_sisa_makanan
F Sig.
Levene's Test for
Equality of Variances
t df Sig. (2-tailed)
Mean
Dif ference
Std. Error
Dif ference Low er Upper
95% Conf idence
Interval of the
Dif ference
t-test for Equality of Means
191
T-Test
Group Statis tics
16 19,4525 13,18220 3,29555
42 20,5850 11,41995 1,76214
Penampilan_penyajian
tidak menarik
menarik
Hasil_sisa_makanan
N Mean Std. Deviation
Std. Error
Mean
Independent Samples Test
,115 ,736 -,323 56 ,748 -1,13250 3,50120 -8,14624 5,88124
-,303 24,083 ,764 -1,13250 3,73708 -8,84405 6,57905
Equal variances
assumed
Equal variances
not assumed
Hasil_sisa_makanan
F Sig.
Levene's Test for
Equality of Variances
t df Sig. (2-tailed)
Mean
Dif ference
Std. Error
Dif ference Low er Upper
95% Conf idence
Interval of the
Dif ference
t-test for Equality of Means
192
T-Test
Group Statis tics
30 25,0417 10,47437 1,91235
28 15,1629 11,17769 2,11239
rasa_aroma
tidak enak
enak
Hasil_sisa_makanan
N Mean Std. Deviation
Std. Error
Mean
Independent Samples Test
,185 ,668 3,475 56 ,001 9,87881 2,84295 4,18370 15,57392
3,467 54,998 ,001 9,87881 2,84943 4,16842 15,58920
Equal variances
assumed
Equal variances
not assumed
Hasil_sisa_makanan
F Sig.
Levene's Test for
Equality of Variances
t df Sig. (2-tailed)
Mean
Dif ference
Std. Error
Dif ference Low er Upper
95% Conf idence
Interval of the
Dif ference
t-test for Equality of Means
193
T-Test
Group Statis tics
34 22,3353 9,92440 1,70202
24 17,3504 13,78177 2,81319
rasa_bumbu
tidak terasa
terasa
Hasil_sisa_makanan
N Mean Std. Deviation
Std. Error
Mean
Independent Samples Test
2,953 ,091 1,603 56 ,115 4,98488 3,10971 -1,24461 11,21437
1,516 39,254 ,138 4,98488 3,28800 -1,66435 11,63410
Equal variances
assumed
Equal variances
not assumed
Hasil_sisa_makanan
F Sig.
Levene's Test for
Equality of Variances
t df Sig. (2-tailed)
Mean
Dif ference
Std. Error
Dif ference Low er Upper
95% Conf idence
Interval of the
Dif ference
t-test for Equality of Means
194
T-Test
Group Statis tics
27 20,7244 11,94089 2,29802
31 19,8790 11,90368 2,13796
rasa_konsis tensi
tidak sesuai
sesuai
Hasil_sisa_makanan
N Mean Std. Deviation
Std. Error
Mean
Independent Samples Test
,085 ,771 ,269 56 ,789 ,84541 3,13807 -5,44090 7,13172
,269 54,864 ,789 ,84541 3,13876 -5,44515 7,13597
Equal variances
assumed
Equal variances
not assumed
Hasil_sisa_makanan
F Sig.
Levene's Test for
Equality of Variances
t df Sig. (2-tailed)
Mean
Dif ference
Std. Error
Dif ference Low er Upper
95% Conf idence
Interval of the
Dif ference
t-test for Equality of Means
195
T-Test
Group Statis tics
17 20,3247 14,37051 3,48536
41 20,2510 10,79837 1,68642
rasa_keempukan
tidak sesuai
sesuai
Hasil_sisa_makanan
N Mean Std. Deviation
Std. Error
Mean
Independent Samples Test
1,403 ,241 ,021 56 ,983 ,07373 3,44103 -6,81948 6,96694
,019 23,846 ,985 ,07373 3,87192 -7,92025 8,06771
Equal variances
assumed
Equal variances
not assumed
Hasil_sisa_makanan
F Sig.
Levene's Test for
Equality of Variances
t df Sig. (2-tailed)
Mean
Dif ference
Std. Error
Dif ference Low er Upper
95% Conf idence
Interval of the
Dif ference
t-test for Equality of Means
196
T-Test
Group Statis tics
16 21,9494 13,65822 3,41455
42 19,6338 11,16191 1,72232
rasa_temperatur
tidak sesuai
sesuai
Hasil_sisa_makanan
N Mean Std. Deviation
Std. Error
Mean
Independent Samples Test
,214 ,646 ,663 56 ,510 2,31557 3,49078 -4,67731 9,30844
,605 23,058 ,551 2,31557 3,82434 -5,59459 10,22572
Equal variances
assumed
Equal variances
not assumed
Hasil_sisa_makanan
F Sig.
Levene's Test for
Equality of Variances
t df Sig. (2-tailed)
Mean
Dif ference
Std. Error
Dif ference Low er Upper
95% Conf idence
Interval of the
Dif ference
t-test for Equality of Means
197
T-Test
Group Statis tics
25 23,8512 10,54685 2,10937
33 17,5615 12,16561 2,11776
Makanan_Luar_RS
sering
tidak sering
Hasil_sisa_makanan
N Mean Std. Deviation
Std. Error
Mean
Independent Samples Test
,612 ,437 2,063 56 ,044 6,28968 3,04914 ,18153 12,39784
2,104 54,919 ,040 6,28968 2,98904 ,29932 12,28005
Equal variances
assumed
Equal variances
not assumed
Hasil_sisa_makanan
F Sig.
Levene's Test for
Equality of Variances
t df Sig. (2-tailed)
Mean
Dif ference
Std. Error
Dif ference Low er Upper
95% Conf idence
Interval of the
Dif ference
t-test for Equality of Means
cxcviii
Output Tambahan Frequencies
Statistics
jenis_penyakit
58
0
,67
1,00
1
0
1
Valid
Missing
N
Mean
Median
Mode
Minimum
Maximum
jenis_penyak it
19 32,8 32,8 32,8
39 67,2 67,2 100,0
58 100,0 100,0
kronis
non-kronis
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
cxcix
Crosstabs
Case Process ing Sum m ary
58 100,0% 0 ,0% 58 100,0%jenis_penyakit *
Keadaan_psikis
N Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
Cases
jenis_penyak it * Keadaan_ps ik is Crosstabulation
2 2 15 19
10,5% 10,5% 78,9% 100,0%
1 12 26 39
2,6% 30,8% 66,7% 100,0%
3 14 41 58
5,2% 24,1% 70,7% 100,0%
Count
% w ithin jenis_penyakit
Count
% w ithin jenis_penyakit
Count
% w ithin jenis_penyakit
kronis
non-kronis
jenis_
penyakit
Total
abnormal
borderline
abnormal normal
Keadaan_psikis
Total
Chi-Square Tes ts
4,007a 2 ,135
4,212 2 ,122
,071 1 ,790
58
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value df
Asymp. Sig.
(2-s ided)
3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is ,98.
a.
Risk Estimate
aOdds Ratio for
jenis_penyakit
(kronis / non-kronis)
Value
Risk Estimate statistics cannot be computed. They
are only computed for a 2*2 table w ithout empty cells.
a.
cc
Crosstabs
Case Process ing Summ ary
58 100,0% 0 ,0% 58 100,0%umur_kat * rasa_aroma
N Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
Cases
umur_kat * rasa_aroma Crosstabulation
14 7 21
66,7% 33,3% 100,0%
16 21 37
43,2% 56,8% 100,0%
30 28 58
51,7% 48,3% 100,0%
Count
% w ithin umur_kat
Count
% w ithin umur_kat
Count
% w ithin umur_kat
>45
<45
umur_kat
Total
tidak enak enak
rasa_aroma
Total
Chi-Square Tests
2,944b 1 ,086
2,080 1 ,149
2,987 1 ,084
,107 ,074
2,893 1 ,089
58
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value df
Asymp. Sig.
(2-s ided)
Exact Sig.
(2-s ided)
Exact Sig.
(1-s ided)
Computed only for a 2x2 tablea.
0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
10,14.
b.
Risk Estimate
2,625 ,860 8,016
1,542 ,957 2,485
,587 ,301 1,144
58
Odds Ratio for
umur_kat (>45 / <45)
For cohort rasa_
aroma = tidak enak
For cohort rasa_
aroma = enak
N of Valid Cases
Value Low er Upper
95% Conf idence
Interval
cci
Frequencies
Frequency Table
Statistics
58 58 58
0 0 0
Valid
Missing
N
susunan
makanan
frekuensi
makan
jumlah_
makanan
susunan makanan
7 12,1 12,1 12,1
16 27,6 27,6 39,7
22 37,9 37,9 77,6
13 22,4 22,4 100,0
58 100,0 100,0
tidak lengkap
kurang lengkap
lengkap
sangat lengkap
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
frekuens i m akan
22 37,9 37,9 37,9
36 62,1 62,1 100,0
58 100,0 100,0
tidak sesuai
sesuai
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
jum lah_makanan
49 84,5 84,5 84,5
9 15,5 15,5 100,0
58 100,0 100,0
tidak sesuai
sesuai
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
ccii
Crosstabs
Case Process ing Sum m ary
58 100,0% 0 ,0% 58 100,0%gangguan pencernaan *
rasa_bumbu
N Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
Cases
gangguan pencernaan * r asa_bumbu Cross tabulation
13 11 24
54,2% 45,8% 100,0%
21 13 34
61,8% 38,2% 100,0%
34 24 58
58,6% 41,4% 100,0%
Count
% w ithin gangguan
pencernaan
Count
% w ithin gangguan
pencernaan
Count
% w ithin gangguan
pencernaan
ada
tidak ada
gangguan pencernaan
Total
tidak terasa terasa
rasa_bumbu
Total
Chi-Square Tests
,335b 1 ,563
,095 1 ,758
,334 1 ,563
,598 ,378
,329 1 ,566
58
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value df
Asymp. Sig.
(2-s ided)
Exact Sig.
(2-s ided)
Exact Sig.
(1-s ided)
Computed only for a 2x2 tablea.
0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
9,93.
b.
cciii
Crosstabs
Risk Estimate
,732 ,254 2,111
,877 ,557 1,380
1,199 ,652 2,205
58
Odds Ratio for
gangguan pencernaan
(ada / tidak ada)
For cohort rasa_bumbu
= tidak terasa
For cohort rasa_bumbu
= terasa
N of Valid Cases
Value Low er Upper
95% Conf idence
Interval
Case Process ing Summ ary
58 100,0% 0 ,0% 58 100,0%jenis_kelamin *
penampilan_pors i
N Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
Cases
jenis_ke lamin * penam pilan_por si Cr osstabulation
15 9 24
62,5% 37,5% 100,0%
14 20 34
41,2% 58,8% 100,0%
29 29 58
50,0% 50,0% 100,0%
Count
% w ithin jenis_kelamin
Count
% w ithin jenis_kelamin
Count
% w ithin jenis_kelamin
laki-laki
perempuan
jenis_
kelamin
Total
tidak sesuai sesuai
penampilan_pors i
Total
Chi-Square Tests
2,559b 1 ,110
1,777 1 ,183
2,580 1 ,108
,182 ,091
2,515 1 ,113
58
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value df
Asymp. Sig.
(2-s ided)
Exact Sig.
(2-s ided)
Exact Sig.
(1-s ided)
Computed only for a 2x2 tablea.
0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
12,00.
b.
cciv
Frequencies
Frequency Table
Risk Estimate
2,381 ,815 6,956
1,518 ,914 2,521
,638 ,354 1,148
58
Odds Ratio for jenis_
kelamin (laki-laki /
perempuan)
For cohort penampilan_
porsi = tidak sesuai
For cohort penampilan_
porsi = sesuai
N of Valid Cases
Value Low er Upper
95% Conf idence
Interval
Statistics
58 58
0 0
Valid
Missing
N
jenis_
makanan_
Luar
Alasan_
makanan_
luar
jenis_makanan_Luar
20 34,5 34,5 34,5
21 36,2 36,2 70,7
7 12,1 12,1 82,8
10 17,2 17,2 100,0
58 100,0 100,0
buah
cemilan
cemilan, buah
tidak makan
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Alasan_m akanan_luar
25 43,1 43,1 43,1
12 20,7 20,7 63,8
10 17,2 17,2 81,0
11 19,0 19,0 100,0
58 100,0 100,0
rasa makanan tidak enak
tidak terbiasa
penampilan makanan
tidak menarik
ingin makan sesuatu
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent