Post on 10-Feb-2018
7/22/2019 Likurai Untuk Sang Mempelai: Ajakan untuk Menyambut Panggilan Ibu
1/6
Likurai1Untuk Sang Mempelai:
Ajakan untuk Menyambut Panggilan Ibu
Yohanes Manhitu2
Pada dinding hatiku telah kupahat cinta dan kerinduan
untuk ibu yang melahirkanku,
untuk kekasih yang mengiringiku,
dan untuk tanah yang menopangku,
aku berbisik di antara tatapan mereka yang mengitariku di makam itu.
(R. Fahik, novel Likurai Untuk Sang Mempelai)
PENDAHULUAN
1.1. Ajakan Ibu (Pertiwi)Masih terngiang lirik laguMai fali e, sebuah lagu daerah dalam dialek Tetun (Timor-
Leste)3 yang masih sering dinyanyikan, terutama untuk memulihkan kepekaan
terhadap panggilan ibu. Bait-bait lagu itu adalah sebagai berikut:
Mai fali e, fila fali e...
Mama bolu ita fali e...2x
Loro atu tun ona,
fulan atu sae ona,
Mama bolu ita fali e...2x
Mari kita pulang, kembali pulang...
Ibu memanggil kita pulang...
Mentari hampir terbenam,
rembulan kan meninggi,
Ibu memanggil kita pulang...
Apabila dipahami lebih luas, secara maknawi, kata ibu dalam laguMai fali
e memiliki dua arti, baik denotatif maupun konotatif, yakni (1) wanita yang
1Likuraiadalah tarian yang dibawakan oleh para gadis sambil menabuh sejenis gendang kecil yang
mirip dengan tifadi Ambon dan meliuk-liuk membentuk lingkaran. Biasanya didampingi oleh penari
lelaki yang meronggeng dengan hentakan giring-giring yang berbunyi seirama dengan pukulan
gendang para gadis sambil melambai-lambaikan kelewang dan sarung menghampiri wajah para gadis
penari itu. Tarian ini dahulu merupakan tarian perang, didendangkan ketika menyambut parapahlawan yang kembali dari medan perang.2Yohanes Manhitu adalah penulis, penerjemah, peminat bahasa dan sastra, dan pengajar lepas bahasa
Spanyol dan Tetun (Timor-Leste). Selain di beberapa terbitan dalam dan luar negeri, tulisan-
tulisannya dapat dibaca di http://ymanhitu.blogspot.com dan http://ymanhitu-works.blogspot.com.Pertanyaan-pertanyaan tentang tulisan ini dapat dikirimkan ke alamat e-mail yang terdapat di
http://www.facebook.com/yohanes.manhitu.3Tetun Nasional (bahasa Tetun: Tetun Nasionl) adalah bahasa nasional dan resmi pertama Republik
Demokratik Timor-Leste. Informasi lebih lanjut tentang bahasa ini dapat diperoleh di
http://ymanhitu.blogspot.com/2007/03/bahasa-tetun-bahasa-resmi-termuda-di.html.
http://ymanhitu.blogspot.com/http://ymanhitu-works.blogspot.com/http://www.facebook.com/yohanes.manhituhttp://ymanhitu.blogspot.com/2007/03/bahasa-tetun-bahasa-resmi-termuda-di.htmlhttp://ymanhitu.blogspot.com/2007/03/bahasa-tetun-bahasa-resmi-termuda-di.htmlhttp://www.facebook.com/yohanes.manhituhttp://ymanhitu-works.blogspot.com/http://ymanhitu.blogspot.com/7/22/2019 Likurai Untuk Sang Mempelai: Ajakan untuk Menyambut Panggilan Ibu
2/6
2
melahirkan kita, dan (2) bumi, tanah asal, kampung halaman, atau ibu pertiwi. Dalam
kaitan dengan novel Likurai Untuk Sang Mempelai, saya ingin mengajak
pembaca untuk menukik ke dalam relung arti kedua dengan bertumpu pada arti
pertama, dan berusaha menemukan pesan-pesan ibu yang sepatutnya disambut.
1.2. Sosok Ibu dalam Likurai Untuk Sang MempelaiMenurut hemat saya, dalam novel tersebut, tokoh Noy, Ina, Uku Mery, Bete Rany,
dan Ibu Elis(abet), seperti Bunda Maria, siap mengulurkan tangan untuk
menawarkan pertolongan guna mencapai tujuan mulia. Mereka dengan semangat
keibuan menggambarkan Malaka, sosok ibu yang setiap saat rela melepas
kepergian anak-anaknya dan berharap mereka bisa pulang ketika mentari hampir
terbenam dan rembulan kanmeninggi. Penyair Asrul Sani4 melukiskan kerelaan
melepas kepergian itu dengan indah dalam penggalan sajak berikut:
Pergi ke dunia luas, anakku sayang
pergi ke hidup bebas!
selama angin masih angin buritan
dan matahari pagi menyinari daun-daunan
dalam rimba dan padang hijau.
(Bait pertama puisi Surat dari Ibu)
IBU MALAKA DAN ARTI NAMANYA
Kabupaten Malaka adalah sebuah kabupaten yang dimekarkan dari Kabupaten
Belu di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan diresmikan pada tanggal 22 April 2013.
Kabupaten baru ini adalah bagian tak terpisahkan dari Republik Indonesia, tanah air
yang terbentang luas dari Sabang sampai Merauke, dan dari Miangas hingga Rote.
Jadi, Malaka pun merupakan ibu yang memanggil kita untuk turut berbakti.
Tentang asal-usul Malaka, di sini saya hanya ingin mengutip arti nama
Malaka, yang merupakan pijakan kisah novel ini, dari salah satu sumber pustakayang tersedia di rak buku saya tanpa bermaksud untuk terjun ke sebuah diskursus
historis yang akan menyita banyak waktu dan energi. Asal-usul nama ini sebaiknya
4Asrul Sani lahir diRao,Sumatra Barat,10 Juni1926,dan meninggal diJakarta,11 Januari2004.Ia
adalah seorangsastrawan dansutradarafilm ternama asalIndonesia.
http://id.wikipedia.org/wiki/Rao,_Pasamanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Sumatera_Barathttp://id.wikipedia.org/wiki/10_Junihttp://id.wikipedia.org/wiki/1926http://id.wikipedia.org/wiki/Jakartahttp://id.wikipedia.org/wiki/11_Januarihttp://id.wikipedia.org/wiki/2004http://id.wikipedia.org/wiki/Sastrawanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Sutradarahttp://id.wikipedia.org/wiki/Filmhttp://id.wikipedia.org/wiki/Indonesiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Indonesiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Filmhttp://id.wikipedia.org/wiki/Sutradarahttp://id.wikipedia.org/wiki/Sastrawanhttp://id.wikipedia.org/wiki/2004http://id.wikipedia.org/wiki/11_Januarihttp://id.wikipedia.org/wiki/Jakartahttp://id.wikipedia.org/wiki/1926http://id.wikipedia.org/wiki/10_Junihttp://id.wikipedia.org/wiki/Sumatera_Barathttp://id.wikipedia.org/wiki/Rao,_Pasaman7/22/2019 Likurai Untuk Sang Mempelai: Ajakan untuk Menyambut Panggilan Ibu
3/6
3
dibahas pada tempat dan kesempatan lain oleh para sejarawan. A.D.M. Parera,
seorang sejarawan NTT kelahiran Tubaki, dalam bukunya Sejarah Pemerintahan
Raja-Raja Timor (1994), mencatat bahwa nama tersebut muncul dari istilah Sina
Mutin Malaka, yang diperkenalkan H.J. Grijzen5 pada tahun 1904. Sumber di atas
mencatat bahwa ada syair adat rakyat Malaka yang dimulai dengan kata-kata paralel
Hutun rai hatBobu rai hatHutun Sina MutinBobu Malaka yang berarti
rakyat empat tanah suku, empat tanah rakyat Cina Putih suku Malaka (hlm. 139).
MENYAMBUT PANGGILAN IBU
Tidak jarang kita mendengar ungkapan menanggapi panggilan ibu pertiwi, yang
dapat ditafsirkan secara berbeda-beda sesuai dengan persepsi pendengar. Tentu
pembaca masih ingat bahwa pada zaman perjuangan kemerdekaan dahulu, ungkapan
di atas berarti menyingsingkan lengan baju dan mengangkat senjata untuk melawan
dan mengusir penjajah yang semakin asyik bercokol dan mengisap darah anak
negeri. Di alam kemerdekaan pun, ketika kedaulatan ibu pertiwi dirongrong,
ungkapan di atas masih dihubungkan dengan aksi fisik. Sebenarnya, tidak ada yang
salah dengan persepsi seperti itu bila disesuaikan dengan konteks zamannya. Tetapi
apakah makna ungkapan tersebut hanya sebatas itu? Lalu apa yang dapat dibuat
dalam menanggapi panggilan ibu pertiwi, khususnya untuk Malaka?
Dalam novel Likurai Untuk Sang Mempelai, Robertus Fahik, sebagai
pengarang yang lahir dari rahim Ibu Malakadan berjuang untuk tidak tur ema rain
sia, toman be toman. Toman nodi nalua, rai tur fatik6, menawarkan beberapa aksi
berikut ini untuk menanggapi panggilan keibuan tersebut:
1. Mengenal lorong-lorong wilayah, dalam hal ini persada Malaka. Aksi inibisa dilakukan dengan perjalanan keliling dari satu tempat ke tempat yang
lain. Aksi ini penting untuk mengenal potensi daerah dan berinteraksi
secara aktif dengan warga di setiap tempat yang didatangi. Ini adalah
5H.J. Grijzen adalah kontrolir di Belu yang pada tahun 1904 pernah menulis bahwa leluhur orang
Belu berasal dari Sina Mutin Malaka, bukan dari Seram, seperti yang ditulis Heijmering (1874).6Pantun Tetun Belu, artinya berdiam di tanah orang dan menjadi betah; betah sehingga lupa akan
tanah asal sendiri.
7/22/2019 Likurai Untuk Sang Mempelai: Ajakan untuk Menyambut Panggilan Ibu
4/6
4
sebuah cara untuk menabur benih cinta dan kerinduan di ladang hati,
suatu ungkapan indah yang digunakan oleh sang penulis novel.
2. Bersyukur atas karya Pencipta. Setiap keindahan pada tubuh ibu pertiwi,seperti pantai-pantai indah di Malaka, adalah karya agung Sang Percipta.
Dengan mensyukuri karya Pencipta, kita semakin mengenal-Nya.
3. Mengenal, menghargai, dan melestarikan nilai agama dan filsafat.Dalam novel ini digambarkan betapa tokoh aku mengenal, mengharga i,
dan mengangkat nilai-nilai budaya masyarakat setempat (kearifan lokal)
dan menggunakannya sebagai modal untuk ikut membangun Tanah
Malaka yang menopangnya. Si aku adalah seorang penganut Katolik
dan akrab dengan filsafat Yunani, terutama buah pikiran Plato, namun ia
tetap memberikan ruang dan menaruh hormat kepada kearifan lokal.
4. Mendayagunakan pendidikan dan kesenian. Tokoh aku adalah seorangguru yang percaya bahwa pendidikan adalah cara yang ampuh untuk
melakukan perubahan. Ini mengingatkan kita kepada kata-kata Nelson
Mandela, "Education is the most powerful weapon which you can use to
change the world.7 Sebagai seorang penyair, tokoh aku
mendayagunakan sastra, baik tradisional maupun modern, untuk
menunjang perjuangannya sebagai manek (k)mesak Malaka. Berpuisi
menjadi sebuah caranya untuk berbagi dengan sesama. Tampaknya ia
yakin bahwa sastra (puisi), merupakan salah satu jalan menuju kebenaran.
5. Peduli terhadap kelestarian alam. Hal ini digambarkan dengankepedulian tokoh aku terhadap hutan We Merdan juga penyesalannya
atas kebiasaannya berburu dengan teman-temannya pada masa kecil.
6. Tidak mengenal kata menyerah dan berani berbeda dengan oranglain. Tokoh aku dalam novel ini menunjukkan sebuah contoh yang baik
tentang hal tersebut. Jelas bahwa tidak ada keberhasilan sesungguhnya
7Dikutip dari Top 20 inspirational quotes by Nelson Mandela di
http://www.dnaindia.com/world/report-top-20-inspirational-quotes-by-nelson-mandela-1854081.
Artinya, Pendidikan adalah senjata terampuh yang dapat Anda gunakan untuk mengubah dunia.
(Terjemahan penulis)
http://www.dnaindia.com/world/report-top-20-inspirational-quotes-by-nelson-mandela-1854081http://www.dnaindia.com/world/report-top-20-inspirational-quotes-by-nelson-mandela-18540817/22/2019 Likurai Untuk Sang Mempelai: Ajakan untuk Menyambut Panggilan Ibu
5/6
5
yang diperoleh dengan jalan pintas dan gratis. Keputusan beberapa tokoh
dalam novel ini untuk ikut membangun Malaka sesuai dengan apa yang
bisa mereka berikan (misalnya dengan membuat usaha makanan khas
daerah, membuka kursus bahasa asing, dll.) menunjukkan keberanian
mereka untuk tidak melihat ke satu arah peluang saja. Sungguh, ini
adalah perspektif yang harus disuburkan agar para penerus bangsa,
terutama yang berasal dari dan akan pulang ke Malaka, sejak dini
menempa diri menjadi sosok-sosok yang lihai menangkap bola peluang
untuk mampu bersaing dalam kompetisi global yang semakin ketat.
7. Menghargai pluralitas dan berperilaku humanis dalam kehidupanbermasyarakat.Kehadiran tokoh-tokoh dalam novel ini, terutama Bakri
dan Akeu, menunjukkan bahwa kesediaan untuk menghargai
keberagaman Indonesia, terutama di Malaka, sebagaimana yang
ditanamkan para pendiri bangsa Indonesia, adalah modal pembangunan
dari masa ke masa. Kepedulian terhadap nasib para korban banjir Sungai
Benenai dan orang-orang yang kurang beruntung secara ekonomi dalam
novel ini pun menunjukkan rasa kemanusiaan yang tak boleh sirna.
KESIMPULANSebagai penutup, dapat disimpulkan bahwa: (1) Novel Likurai Untuk Sang
Mempelai adalah karya yang mengandung ajakan bersahabat kepada kita untuk
kembali ke akar/jati diri; (2) Malaka yang merupakan bagian tak terpisahkan dari
Republik Indonesia adalah ibu yang melepas kepergian dan memanggil kembali
anak-anaknya; (3) Setiap orang, seperti tokoh aku dan para sahabat setianya dalam
novel ini, dapat menyumbangkan sesuatu demi kemajuan kampung halamannya,
sesuai dengan kemampuannya; (4) Seperti seorang ibu, tanah air atau kampung
halaman harus dibangun dengan semangat kebersamaan dalam keberagaman untuk
kebaikan bersama; dan (5) Bahasa dan sastra daerah sebagai suara ibu yang juga
memanggil perlu terus-menerus didengungkan sebagai salah satu identitas budaya
yang ikut membentuk mosaik kebudayaan Indonesia.
7/22/2019 Likurai Untuk Sang Mempelai: Ajakan untuk Menyambut Panggilan Ibu
6/6
6
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Manhitu, Yohanes. 2007. Kamus Indonesia-Tetun, Tetun-Indonesia. Edisi I. Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama
---------. Kamus Ensiklopedis Timor. Dari Barat ke Timur dalam Urutan Aksara.
Sebuah kamus dalam proses penyusunan dan perampungan.
Parera, ADM, dan (editor) Gregor Neonbasu. 1994. Sejarah Pemerintahan Raja-
Raja Timor.Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Schulte Nordholt, H.G. 1971. The Political System of the Atoni of Timor.Den Haag:
Martinus Nijhoff
Seran, Julius Bria. 1986. Pantun Bahasa Tetun Timor. Kupang: Penerbit Yayasan
Oemata Honis
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1999. Kamus
Besar Bahasa Indonesia.Edisi Kedua. Jakarta: Balai Pustaka
Un Bria, Florens Maxi. 2004. The Way to Happiness of Belu People, Jalan Menuju
Kebahagiaan Perspektif Orang Belu. Edisi I. Jakarta: Caritas Publishing
House
Situs dan Blog
Asrul Sani Diakses pada tanggal 29
November 2013
Manhitu, Yohanes. 2007. Surat dari Ibu: Versi Indonesia dan Esperanto.
Diakses pada tanggal 29 November 2013
Mathias, Michell. Top 20 inspirational quotes by Nelson Mandela.
. Diakses pada tanggal 29 November 2013
http://www.dnaindia.com/world/report-top-20-inspirational-quotes-by-nelson-mandela-1854081http://www.dnaindia.com/world/report-top-20-inspirational-quotes-by-nelson-mandela-1854081http://www.dnaindia.com/world/report-top-20-inspirational-quotes-by-nelson-mandela-1854081http://www.dnaindia.com/world/report-top-20-inspirational-quotes-by-nelson-mandela-1854081