Post on 06-Feb-2018
*)Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi dan Koperasi, Program Studi Manajemen, Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia di Bandung, Dosen luar biasa di fek. Ekonomi di Universitas Pasundan Page 1
LEMBAGA KEUANGAN MIKRO BERBASIS KOMUNITAS
UNTUK PENGEMBANGAN USAHA MIKRO DI KOTA BANDUNG
Ikaputera Waspada*)
Abstrak
Lembaga keuangan mikro sangat dibutuhkan saat ini dan di masa datang.
Lembaga keuangan mikro saling membutuhkan dengan Usaha Mikro. Lembaga ini
sebagai agen jasa keuangan pada Usaha Mikro. Lembaga keuangan formal relatif
lebih lambat perkembangannya dibandingkan dengan lembaga keuangan illegal.
Mereka ini tumbuh subur di masyarakat luas dan sangat diminati masyarakat bawah.
Akhirnya lembaga keuangan illegal tumbuh subur dan mampu memenuhi
kebutuhan dana di masyarakat dengan baik. Penelitian ini eksploratif, kualitatif
dengan purposive sampling pada lembaga keuangan mikro yang telah bekerjasama
dengan usaha-usaha mikro di lingkungan sentra-sentra industry di kota Bandung.
Lembaga ini telah menjadi milik masyarakat luas. Tentu, pengawasan
lembaga ini masih lemah sehingga perlindungan pada nasabah lemah pula. Hasil
penelitian ini telah menggambarkan skema lembaga keuangan mikro berpihak
formula standard kondisi usaha mikro sendiri.
Latar belakang penelitian
Lembaga keuangan mikro saling membutuhkan dengan Usaha Mikro.
Lembaga ini sebagai agen jasa keuangan pada Usaha Mikro. Lembaga keuangan
formal relatif lebih lambat perkembangannya dibandingkan dengan lembaga
keuangan illegal. Mereka ini tumbuh subur di masyarakat luas dan sangat diminati
masyarakat bawah. Akhirnya lembaga keuangan illegal tumbuh subur dan mampu
memenuhi kebutuhan dana di masyarakat dengan baik. Pengawasan lembaga ini
masih lemah bahkan relative tidak ada sehingga perlindungan pada nasabah lemah
pula.
Di Lain pihak lembaga keuangan formal tidak mampu menjangkau Usaha
Mikro secara efektif bila dibandingkan pertumbuhan Usaha Mikro itu sendiri. Hal ini
dapat di lihat dari skema standard peminjaman dan formula prudensial baku untuk
lembaga keuangan formal terhadap Usaha Mikro lemah. Lembaga keuangan formal
memiliki standard yang berbeda satu sama lain dalam menyalurkan kredit mikronya,
sehingga penyaluran kredit usaha mikro bersifat politis dan kebijakan program
*)Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi dan Koperasi, Program Studi Manajemen, Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia di Bandung, Dosen luar biasa di fek. Ekonomi di Universitas Pasundan Page 2
sementara sebagai skema program pemerintah semata. Mengapa Pemerintah dan
Perbankan kesulitan mengembangkan skema formal penyaluran dana usaha mikro
dibandingkan menjalankan program-program pemerintah untuk pemberdayaan usaha
mikro melalui kredit mikro.
BPS melaporkan tahun 2000 tercatat 15 juta usaha yang tidak berbadan
hukum. Sedangkan Kementerian Koperasi dan UKM bahwa pada tahun 2004 di
beberapa negara menunjukkan keberhasilan pengelolaan keuangan mikro, atau
minimal bisa mengetahui berbagai faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
termasuk kegagalan dalam pengelolaan keuangan mikro. Indonesia jumlah usaha
skala mikro 41,8 juta, usaha kecil tercatat sebesar 0,588 juta dan usaha menengah
0,062 juta dengan jumJah tenaga kerja yang terlibat 58 juta orang. Jumlah tersebut
adalah 99,8 persen dari total usaha di Indonesia dengan pesentase tenaga kerja
sebasar 99,6 dari total tenaga kerja. Skema lembaga keuangan mikro tidak berpihak
pada formula standard kondisi usaha mikro sendiri. Penelitian ini menjawab salah
satu fenomena lembaga keuangan yang diinginkan usaha mikro saat ini dan masa
datang.
Permasalahan
Usaha Mikro di Indonesia salah satu alternatif kebijakan yang strategis
mengembangkan sector riil. Hal ini menandakakan usaha mikro menyangkut hajat
hidup orang banyak, seperti membuka lapangan kerja, mengurangi pengangguran,
membuka usaha secara captive market, pengelolaan keuangan yang sederhana.
Kondisi ini searah kebijakan perekonomian yang berorientasi pada ekonomi berbasis
komunitas serta pengembangan usaha mikro di masa datang. Ekonomi berbasis
komunitas dimaksudkan kegiatan usaha kebutuhan utama yang dikelola perorangan
atau kelompok dengan pembukuan sederhana dan pasar terbatas.
Salah satu program kebijakan pemerintah dan atau sebagai lembaga donor
yang minimal memberikan dukungan terhadap pemberian penjaman atau pembiayaan
kepada usaha mikro atau masyarakat miskin, yang dikenal dengan micro-finance.
Istilah diperbankan, disebut kredit usaha mikro. Kredit usaha mikro adalah kredit
*)Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi dan Koperasi, Program Studi Manajemen, Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia di Bandung, Dosen luar biasa di fek. Ekonomi di Universitas Pasundan Page 3
yang diberikan kepada nasabah usaha mikro, baik langsung maupun tidak langsung,
yang dimiliki dan dijalankan oleh penduduk miskin atau mendekati miskin dengan
kriteria penduduk miskin menurut Bank Indonesia dengan plafon kredit maksimal
sebesar Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Salah satu pihak yang mempunyai posisi strategis dalam pemberdayaan
Usaha Mikro adalah lembaga keuangan mikro atau Micro-Finance Institution (MFI).
Selama ini MFI merupakan salah satu lembaga pembiayaan yang bergerak khusus di
sektor usaha mikro. MFI sebagai lembaga keuangan lainnya seperti bank, modal
ventura, atau lembaga pembiayaan lainnya. Posisi MFI di Indonesia menjadi sentral
karena sampai saat ini bank atau lembaga keuangan formal belum memiliki formula
standar pinjaman untuk usaha mikro atau usaha non-formal yang relatif masih
dimarginalkan. Hasil penelitian ini mengungkapkan model lembaga keuangan mikro
berbasis komunitas sebagai salah satu alternative mengembangkan Usaha Mikro dan
diinginkan para pengusaha mikro di Indonesia dewasa ini dan di masa datang.
Metodologi Penelitian
Jumlah Usaha Mikro di Kota Bandung 40.260 unit, dan melakukan akses
pada lembaga keuangan formal, meskipun lembaga ini telah memperbaiki citranya,
tapi masih bersifat shock financial culture. Artinya lembaga keuangan hanya
menyalurkan kredit tuntutan program pemerintah yang bersifat sementara dan berlaku
bunga pinjaman. Di sadari Usaha Mikro di Indonesia sebagian besar tidak berbadan
hukum dan secara umum sulit untuk mengetahui data keuangan. Menurut
Ikaputera(2008), Usaha Mikro adalah usaha dengan asset maksimal 25 juta dan omset
maksimal pertahun 100 juta dengan 2- 4 tenaga kerja termasuk keluarga. UU 20/2008
Usaha Mikro usaha dengan asset bersih 50 juta dengan penjualan bersih 300 juta.
Usaha Mikro merupakan kegiatan usaha non-formal yang jumlahnya banyak
dibandingkan dengan usaha kecil, menengah, dan besar. Menurut International
Finance Corporation (IFC) World Bank, Usaha Mikro adalah usaha yang melibatkan
jumlah tenaga kerja sampai 10 orang dengan total asset dan penjualan tahunan
masing-masing sampai US$100,000.
*)Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi dan Koperasi, Program Studi Manajemen, Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia di Bandung, Dosen luar biasa di fek. Ekonomi di Universitas Pasundan Page 4
Penelitian ini eksploratif pada lembaga keuangan masyarakat sebagai
populasi. Sampel penelitian bersifat purposive ini pada lembaga keuangan-lembaga
keuangan yang selama ini bekerjasama dengan usaha mikro di lingkungan sentra-
sentra industry dan sekitarnya di kota Bandung. Pengumpulan data penelitian ini
dengan observasi dan wawancara dengan daftar pertanyaan pada lembaga-lembaga
keuangan di lingkungan sentra-sentra industry dan sekitarnya di kota Bandung.
*)Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi dan Koperasi, Program Studi Manajemen, Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia di Bandung, Dosen luar biasa di fek. Ekonomi di Universitas Pasundan Page 5
Tinjauan Pustaka
Konsep Lembaga Keuangan
Lembaga keuangan dalam tulisan ini adalah lembaga keuangan untuk
kelompok Usaha Mikro. Pertumbuhan Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia
diperkirakan 30 persen di tahun 2008. Siu (2001) menjelaskan bahwa MFI adalah
lembaga yang menyediakan jasa keuangan kepada masyarakat miskin dan keluarga
berpendapatan rendah (serta kegiatan usaha skala mikro mereka), memungkinkan
mereka mengelola dengan lebih baik risikonya, mencapai pola konsumsi yang
konsisten, serta mengembangkan basis ekonominya. Pengalaman puluhan tahun
menunjukkan bahwa masyarakat miskin tidak hanya kreatif dengan kredit mikro
(pinjaman kurang atau sama dengan US$50), tetapi mereka mempunyai keinginan
untuk mengembalikan kredit tersebut dengan baik. Tetapi mengacu ke laporan UNDP
(2001), hanya 3% sampai 6% dari 500 juta keluarga miskin di dunia telah di jangkau
oleh program keuangan mikro. Tantangan yang harus kita hadapi adalah peningkatan
akses layanan keuangan mikro serta menjamin program tersebut mencapai tujuan
pengurangan angka kemiskinan dan pengembangan yang berkelanjutan.
Model Lembaga Keuangan Mikro
Layanan terhadap keuangan mikro bukanlah hal yang baru, dan tetap hadir
dalam masyarakat bawah maupun menengah. Pada bagian ini akan dibahas beberapa
model MFI dan berbagai jenis layanan yang diberikan kepada kelompok usaha mikro
atau masyarakat berpendapatan rendah. MFI digunakan untuk tipe lembaga yang
menawarkan layanan keuangan mikro yang tidak sepenuhnya dalam regulasi formal
dari sektor perbankan. Berbagai model lembaga keuangan mikro sebagai berikut :
1. Poverty-focused Development Banks yaitu Bentuk bank dengan para staf
profesionalnya mempunyai akses dan keputusan terhadap administrasi dana
independen yang dimilikinya yang dipinjamkan pada perorangan atau
sekelompok masyarakat berkecukupan terbatas.
2. Village Banks yaitu dana pinjaman disediakan oleh lembaga eksternal untuk
organisasi berbasis masyarakat lokal, yang bisa terdaftar secara resmi atau tidak.
*)Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi dan Koperasi, Program Studi Manajemen, Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia di Bandung, Dosen luar biasa di fek. Ekonomi di Universitas Pasundan Page 6
Fungsi dan transaksi perbankan secara keseluruhan dikelola oleh organisasi
tersebut yang membentuk tim pengawasan dan persetujuan pinjaman.
3. Thrift and Credit Co-operatives (TCCs) and Credit Unions (CUs) yaitu suatu
organisasi dengan keanggotaan yang terdaftar secara formal di atur oleh peraturan
pemerintah. Organisasi yang dibentuk oleh sekelompok orang yang memiliki
ikatan yang sama tersebut (misalnya hidup dalam komunitas yang sama atau
bekerja dalam perusahaan yang sama) sepakat untuk menyimpan uang secara
bersama dan meminjamkannya pada tingkat bunga yang rendah, atau
menggunakannya untuk tujuan atau proyek yang dimiliki bersama.
4. Intermediary programmes yaitu LSM memfasilitasi hubungan antara
kelompok masyarakat berpendapatan rendah dalam kelompok usaha mikro atau
masyarakat berpendapatan rendah dengan sistem keuangan formal. Mereka
melakukan penyerahan, bantuan untuk pengajuan, pelatihan, bantuan teknis, dan
penjaminan untuk penyedia jasa keuangan yang mengurangi biaya dan risiko dari
sasaran penerima bantuan masyarakat miskin.
Menurut Thorat untuk kasus di India, MFI memainkan peranan penting dalam
menjembatani kesenjangan antara permintaan dan penawaran jasa keuangan ketika
MFI bisa berhasil menghadapi berbagai penghalang atau tantangan. Hasil penelitian
Jindal dan Sharma menunjukkan bahwa dari 36 MFI di India, 89% MFI tergantung
subsidi dalam menjalankan jasa keuangannya dan hanya 9 MFI yang mampu
menutup 80% dari biaya operasinya. Penelitian tersebut menjelaskan fakta bahwa
pada saat biaya supervisi kredit tinggi, volume dan ukuran pinjaman justru relatif
kecil. Selain itu, MFI mungkin bisa mengatasi biaya penyaluran kredit yang tinggi
kepada penerima jasa yang tergolong tidak sensitive terhadap tingkat bunga untuk
pinjaman yang relative kecil. Jadi MFI perlu mengembangkan strategi untuk
meningkatkan kisaran dan volume layanan keuangannya kepada Usaha Mikro.
Tantangan lainnya adalah kekurangan modal ketika MFI mulai menunjukkan laju
pertumbuhan usahanya. Beberapa model yang bisa digunakan untuk mengatasi
*)Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi dan Koperasi, Program Studi Manajemen, Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia di Bandung, Dosen luar biasa di fek. Ekonomi di Universitas Pasundan Page 7
keberlanjutan dan kekurangan modal lembaga keuangan mikro adalah sebagai
berikut:
1. Bank Partnership Model. Model ini merupakan cara inovatif untuk membiayai
MFI. Bank merupakan pemberi pinjaman dan MFI bertindak sebagai agen yang
menangai berbagai pekerjaan yang berhubungan dengan pengawasan kredit,
supervisi, dan recovery.
2. Service Company Model. Model ini digunakan di beberapa negara-negara
Amerika Latin. Model ini mungkin menarik untuk bank-bank swasta atau
pemerintah yang memiliki jaringan kantor cabang yang luas. Pada model ini,
bank membentuk MFI sendiri dan selanjutnya bekerja bergandengan
dengan MFI tersebut untuk tneningkatkan pinjaman dan layanan lainnya. Di
atas kertas, model ini sepertinya mirip dengan partnership model yaitu MFI
men-generate pinjaman dan bank membukukannya. Tetapi pada kenyataan di
lapangan, model ini mempunyai dua sifat operasional yang cukup menarik dan
relative berbeda dengan model kemitraan sebelumnya, yaitu:
a. MFI menggunakan jaringan cabang sebagai outletnya untuk menjangkau
pelanggan. Pelanggan bisa diraih dengan biaya yang lebih rendah
dibandingkan dengan MFI yang berdiri sendiri.
b. Model kemitraan menggunakan kekuatan infrastuktur dan keuangan bank
untuk menghasilkan biaya rendah dan pertumbuhan yang cepat. Model ini
fokus pada keuangan mikro dan bahkan bisa mengenalkan berbagai produk
tambahan tanpa mengganggu operasi bank serta menyediakan struktur biaya
yang lebih menguntungkan untuk keuangan mikro.
Beberapa contoh kasus model keuangan mikro yang berhasil adalah sebagai berikut:
1. The Grammen Bank adalah contoh pengalaman yang sukses yang diawali
dengan pinjaman informal ke sekelompok masyarakat miskin. Hal tersebut
dimulai untuk membantu masyarakat yang tidak memiliki lahan di
Bangladesh untuk mendapatkan pinjaman. Program ini telah berhasil karena
kelompok masyarakat tersebut bersifat kohesif (yaitu sama-sama tindak memiliki
*)Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi dan Koperasi, Program Studi Manajemen, Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia di Bandung, Dosen luar biasa di fek. Ekonomi di Universitas Pasundan Page 8
lahan) dan dibentuk berdasarkan prinsip kesukarelaan.
2. Non Government Organization (NGO). Pendekatan LSM juga dikelompokkan
sebagai model informal dan cenderung mengadaptasi prinsip Grammen. Model
ini biasanya dibentuk berbasiskan jender atau sektoral, misalnya perkumpulan
wanita, kelompok tani, serikat dagang, dll. Sebagai contoh, di Ghana and
Gambia, sebagian besar program kredit mikro yang berhasil adalah yang dikelola
oleh asosiasi keuangan perempuan.
3. Esusu. Esusu adalah skema pinjaman bergulir di Nigeria dan menjalar
ke sebagian besar Negara-negafa di Afrika Barat sebagai program kredit mikro
informal. Kelompok yang dibentuk untuk menjalankan skema bergulir bersifat
sukarela. Anggota kelompok memberikan kontribusi uang dengan jumlah tetap
pada periode waktu yang bersifat reguler. Pada setiap periode tersebut, seorang
anggota kelompok mengumpulkan seluruh kontribusi dari semua anggota. Setiap
anggota akan mendapatkan giliran memperoleh dana kontribusi tersebut sampai
satu siklus selesai, dan selanjutnya bisa dimulai lagi.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Profil lembaga keuangan berbasis komunitas
Indonesia telah memiliki ragam model pembiayaan usaha mikro. Ragam dan
model pembiayaan meliputi jenis produk pembiayaan mikro maupun lembaga
pelaksananya kepada masyarakat telah berkembang luas. Desakan pentingnya
pengembangan ini akan semakin terasa setelah krisis perbankan melanda Indonesia,
sehingga perbankan lumpuh dan tidak dapat menjadi lembaga yang efektif lagi.
Sampai saat ini lembaga keuangan formal relative bekerja tidak efektif, sehingga
penyaluran kredit mikro yang dilakukan perbankan hanya menyalurkan program
pemerintah saja.
Lembaga perkreditan mikro di Indonesia pada dasarnya ada dua kelompok
besar yakni Pertama, BPR yang beroperasi sampai ke pelosok desa; dan kelompok
*)Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi dan Koperasi, Program Studi Manajemen, Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia di Bandung, Dosen luar biasa di fek. Ekonomi di Universitas Pasundan Page 9
yang Kedua adalah koperasi, baik koperasi simpan pinjam jasa keuangan maupun
unit usaha simpan pinjam dalam berbagai macam koperasi. Masih ada LKM lain
yang diperkenalkan oleh berbagai lembaga baik pemerintah seperti Lembaga Kredit
Desa, Badan Kredit Kecamatan dan lain-lain, maupun swasta/lembaga non
pemerintah seperti Bank BRI, yayasan, LSM, serta lembaga-lembaga keagamaan
termasuk juga lembaga keuangan yang ilegal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jaringan Lembaga Keuangan berbasis
komunitas memiliki asat usaha mikro kurang dari Rp 25 juta, menjalankan usaha
pemenuhan kebutuhan primer, cash flow harian, omset dikurang dari Rp 100.
Juta/tahun dan sangat dekat dengan lingkungan keluarga, besar pinjaman rata-rata Rp
15 juta yang pernah diterima usaha mikro, di kenal dan dekat dengan lingkungan
lembaga keuangan mikro serta memiliki jaringan usaha terbatas. Lembaga keuangan
mikro ini sebagai pelayanan dana pinjaman untuk usaha mikro di kota besar.
Model lembaga keuangan mikro berbasis komunitas
Model lembaga keuangan mikro mempunyai tugas utama menyalurkan
pinjaman ke usaha mikro atau masyarakat berpendapatan rendah dan lingkungan
kenal dengan lembaga pendanaan. Prakteknya, lembaga keuangan mikro memberikan
layanan jasa keuangan dengan kepercayaan usaha dengan dasar pengembalian cicilan.
Dengan pandangan tersebut menunjukkan bahwa lembaga keuangan berbasis
kumunitas sebagai bentuk layanan keuangan pada kelompok usaha mikro dengan
formula pinjaman standard baku usaha mikro. Albu dkk (2003) menjelaskan berbagai
layanan tambahan MFI ke usaha mikro yang berhasil dijalankan di Bangladesh. Hasil
penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Propinsi Jawa Timur 2005
menunjukkan model feeder Point dengan ciri tanpa anggunan dan bunga ringan,
pinjaman kecil sebagai pilihan pendanaan yang diminati UKM.
Model keuangan formal dibangun oleh lembaga keuangan formal seperti
*)Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi dan Koperasi, Program Studi Manajemen, Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia di Bandung, Dosen luar biasa di fek. Ekonomi di Universitas Pasundan Page 10
bank komersial, bank desa memberikan pinjaman ke masyarakat miskin relatif tidak
berhasil. Alasannya adalah keterbatasan pengetahuan (atau pemahaman) terhadap
masyarakat miskin serta hubungan yang relatif renggang antara lembaga formal dan
formula pinjaman tidak sesuai dengan Usaha Mikro. Hasil penelitian lembaga
keuangan mikro berbasis komunitas adalah lembaga pinjaman yang berformula
usaha mikro pada kepercayaan kelompok dengan pola besar cicilan pengembalian
sebagai acuan pinjaman. Hasil penelitian memperlihatkan lembaga keuangan mikro
berbasis komunitas memberikan syarat dikembangkan dengan ketentuan dasar
sebagai berikut
1. Kepercayaan
2. Pinjaman dengan formula tanggung jawab kelompok
3. Tanpa agunan
4. Pengusaha Mikro dikenal Lembaga Keuangan Mikro
5. Besar pengembalian sebagai dasar pinjaman (Rasio aktivitas)
6. Usaha Mikro dikenal lingkungan sekitarnya
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa usaha mikro masih berhubungan
tinggi dengan lembaga keuangan informal dan jumlah usaha mikro mampu
membangun sector riil, usaha mikro dapat dikembangkan dengan fleksibilitas tinggi
dan pinjaman yang diberikan dengan formula tanggung jawab kelompok. Untuk itu
Pemerintah Indonesia dan Bank Indonesia membuat rancangan pinjaman sector usaha
mikro secara formal bukan program, dengan ketentuan
1. Lembaga Keuangan Mikro formal perlu berpihak kepada Usaha Mikro
2. Pinjaman usaha dengan skema tanpa agunan dan tanggung jawab kelompok
3. Menyalurkan dana pinjaman kepada usaha mikro berjangka pendek
4. Lembaga keuangan Mikro yang dikembangkan dikenal lingkungan sekitarnya
Model Lembaga Keuangan Mikro berbasis komunitas :
1. Tumbuh dan berkembang melayani usaha mikro;
*)Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi dan Koperasi, Program Studi Manajemen, Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia di Bandung, Dosen luar biasa di fek. Ekonomi di Universitas Pasundan Page 11
2. Mandiri dan bebas di masyarakat;
3. Sangat dekat dengan masyarakat lingkungan sekitarnya
4. Memiliki prosedur peminjaman dana tanpa agunan;
5. Pendanaan usaha produktif masyarakat sekitar LKM tersebut ;
6. Lembaga ini memiliki pasar masyarakat tersendiri.
7. Besar tawaran pengembalian dana pinjaman menjadi acuan dasar
Gambar 1 : Alur dana pinjaman lembaga keuangan berbasis komunitas
Keterangan :
1. Kordinasi/pengawasan
2. Aliran dana pinjaman
Pada gambar 1. dapat diperlihatkan pada bagian atas adalah sumber dana
pinjaman atau modal yang dapat diakses oleh usaha mikro dan sekaligus lembaga
LEMBAGA
KEUANGAN
BERBASIS
KOMUNITAS
BANK UMUM
USAHA
MIKRO
MODAL KERJA MODAL KERJA INVESTASI
*)Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi dan Koperasi, Program Studi Manajemen, Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia di Bandung, Dosen luar biasa di fek. Ekonomi di Universitas Pasundan Page 12
yang menanganinya. Dari gambar tersebut secara fungsional bahwa masing-masing
lembaga keuangan berbasis komunitas mempunyai segmen-segmen pasar tersendiri.
Pada garis ke kanan menggambarkan, bahwa untuk mencapai tujuan peningkatan
investasi atau penggunaan modal untuk proses nilai tambah. Di bagian lain kelompok
pengguna dana dan nasabah potensial yang dapat dilayani oleh masing-masing
lembaga keuangan ini. Sasaran potensial adalah penerima dana pinjaman yang
mampu diidentifikasi dalam kelompok sehingga secara mudah mampu mengenali
kelompok mana yang jauh dari pelayanan pinjaman dapat dikelompokkan pada
potensial nasabah.
Pengembangan Lembaga Keuangan berbasis komunitas
Pola Grameen Bank adalah bentuk dan model pembiayaan dana yang diakui
keberhasilannya oleh dunia, yang dirancang untuk perkreditan bagi keluarga miskin.
Modal ini terbukti telah berhasil membangkitkan kegiatan ekonomi bagi kelompok
penduduk miskin di Bangladesh, sehingga dianggap sesuai sebagai penyediaan dana
bagi penciptaan kegiatan produktif untuk penduduk miskin. BRI di Indonesia diakui
sebagai The Biggest and The Best Micro Banking System in the world, maka
Grameen Bank adalah The Best Social Banking System. Bank BRI terletak
perbedaannya pada kemampuan mobilisasi dana masyarakat dan kegiatan usaha
komersial usaha mikro. Di Indonesia koperasi menjadi kekuatan efektif untuk
pembiayaan anggota koperasi baik para petani, peternak, produsen, maupun
konsumen sebagai bagian pengembangan lembaga keuangan yang terus menerus
perlu dikembangkan secara optimal. Potensi pengembangan Lembaga Keuangan
Berbasis Komunitas masih harus optimal dengan perhatian :
1. Usaha mikro belum seluruhnya dapat dilayani atau dijangkau oleh
Lembaga Keuangan yang ada
2. Lembaga Keuangan berbasis Komunitas berada di tengah masyarakat
*)Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi dan Koperasi, Program Studi Manajemen, Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia di Bandung, Dosen luar biasa di fek. Ekonomi di Universitas Pasundan Page 13
3. Potensi usaha mikro dari masyarakat tinggi di daerah terutama di
pedesaan
4. Lembaga Keuangan Berbasis Komunitas memiliki pasar tersendiri
Sebagai perbandingan untuk meningkatkan peran lembaga keuangan berbasis
komunitas bahwa permintaan kredit bagi Lembaga Keuangan Mikro masih sangat
luas dan segmennya bermacam-macam untuk keberhasilan kelembagaan keuangan
ini. Kelompok peminjam tersebut meliputi usaha produktif masyarakat yang memiliki
perputaran usaha tinggi dalam harian dan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan
modal kerja.
Lembaga Keuangan berbasis Komunitas tidak membuka kantor cabang di luar
wilayah kecamatan, bahkan kabupaten, sehingga lembaga ini mampu sebagai
community bank yang diharapkan "memperdalam " akses pelayanan kepada
masyarakat di sekitamya. Kurang difahaminya konsep Lembaga Keuangan berbasis
komunitas oleh pihak Bank Indonesia dan berbeda dengan lembaga keuangan
lainnya. Tapi Lembaga keuangan yang ada saat ini masih berorientasi kepada
perbankan umum sehingga perbedaan persepsi di lapangan mengenai hal-hal yang
justru merupakan pelaksanaan misi Lembaga Keuangan berbasis Komunitas kabur,
seperti pemberian kredit dalam jumlah kecil-kecil dan pemberian kredit tanpa agunan.
Untuk itu perlu diperhatikan
1. Peraturan yang ada, pengawasan dilakukan oleh otoritas pengawasan bank
berdasarkan peraturan yang berlaku tidak untuk bank umum dengan
menyesuaikan beberapa rasio dan cara pengawasan dengan risiko yang khusus
dihadapi Lembaga Keuangan berbasis Komunitas perlu segera diterbitkan dalam
peraturan formal (tidak ambivalen seperti kasus Status BKD yang masih
"menggantung"(berstatus BPR tapi belum BPR). Berdasarkan UU Perbankan No.
7/1992, BKD memperoleh status sebagai BPR, tetapi tidak/belum memenuhi
*)Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi dan Koperasi, Program Studi Manajemen, Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia di Bandung, Dosen luar biasa di fek. Ekonomi di Universitas Pasundan Page 14
beberapa persyaratan/kewajiban sebagai BPR, yaitu: (i) membuka kantor setiap
hari kerja (persyaratan pengukuhan LDKP menjadi BPR, SKB Depdagri-BI-
Depkeu 26 September 1994), (ii) ketentuan pemenuhan modal minimum, (iii)
ketentuan penilaian tingkat kesehatan BPR, (iv) kewajiban pelaporan bulanan
kepada BI.
2. Pendekatan Mandiri, di mana ditunjuk pihak ke tiga untuk mengawasi Lembaga
Keuangan berbasis Komunitas berdasarkan persetujuan antara otoritas
pengawasan dengan pihak terkait. Contoh, Indonesia di mana pengawasan atas
bank umum dan BPR dilakukan oleh bank sentral, sedangkan pengawasan atas
BKD diserahkan kepada BRI. Lembaga Keuangan Berbasis Komunitas mandiri
dalam pengawasan.
3. Pembentukan aliansi/koalisi beberapa pihak terkait, sebagai unit pengawasan
dari bank sentral, lembaga penyedia dana bagi keuangan mikro (apex/wholesale
finance intermediary), bukan bank umum yang memberi kredit kepada Lembaga
Swasdaya Msayarakat, badan pengawasan pemerintah, lembaga penelitian,
akademisi, dan lembaga donor.
Besarnya kredit dan distribusi dana yang disalurkan maka dua kekuatan
besar penyelenggara kredit mikro adalah BRI-unit dan koperasi (KSP dan USP) yang
masing-masing menyumbang sebesar 46 % dan 31 % terhadap total kredit mikro.
Jangkauan pelayanan memang koperasi yang paling doniman baik dari segi titik
pelayanan (unit lembaga) maupun nasabah (peminjam). BRI menempati urutan kedua
dalam jumlah nasabah dan BKD dalam titik pelayanan. Segmen kredit mikro papan
atas memang sebagian terbesar ditangani BRI rata-rata peminjamnya Rp. 2.439.000
jauh dibawah batas maksimum Rp. 50 Juta. Sementara BPR masih merupakan
lembaga yang meminjamkan dananya di bawah BRI. Koperasi dan perkreditan lain
nampaknya benar-benar melayani lapisan paling bawah dari pelaku kegiatan
*)Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi dan Koperasi, Program Studi Manajemen, Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia di Bandung, Dosen luar biasa di fek. Ekonomi di Universitas Pasundan Page 15
produktif karena secara rata-rata menangani peminjam dibawah Rp. 1 Juta. Di Lihat
dari kemampuan memobilisasi dana masyarakat hampir semua Lembaga Keuangan
tersebut masih lemah, kecuali BRI dengan ditunjukkan LDR di atas 1. BRI unit yang
berhasil memobilisasi tabungan mencapai Rp. 17 triliun lebih hanya meminjamkan
sekitar Rp. 6,1 triliun. Data ini menunjukkan potensi besar mengembangkan
Lembaga Keuangan lain di Kota besar di bandingkan dengan jumlah usaha mikro
yang ada saat ini. Lembaga Keuangan ini berkonsentrasi di kota-kota besar di
Indonesia untuk melayani penyediaan dana pinjaman bagi usaha mikro.
Simpulan
Lembaga keuangan mikro berbasis komunitas sangat dbutuhkan dan
dikembangkan. Lembaga Keuangan berbasis Komunitas tidak membuka kantor
cabang di luar wilayah kecamatan, bahkan kabupaten, sehingga lembaga ini mampu
sebagai community bank yang diharapkan "memperdalam " akses pelayanan kepada
masyarakat di sekitamya. Kurang difahaminya konsep Lembaga Keuangan berbasis
komunitas oleh pihak Bank Indonesia dan berbeda dengan lembaga keuangan
lainnya.
Faktor empiris tingkat pengembalian dana pinjaman baik, mutu pelayanan
lebih penting dan mengenal orang dan memahami nasabah serta cash flow sebagai
pengganti kollateral pisik. Pendekatan kelompok juga terbukti efektif sebagai
pressure group dan mengurangi biaya dan risiko dalam penyaluran dana pinjaman.
Keunggulan di atas menyebabkan Lembaga Keuangan berbasis Komunitas sangat
penting dalam pengembangan usaha mikro sebagai sumber pembiayaan yang mudah
diakses usaha mikro. Lembaga keuangan berbasis komunitas dengan jangkauan
usaha mikro sebagai nasabah akhir-akhir ini tumbuh pesat saat ini, sehingga
dibutuhkan pengawasan efektif dari Bank Indonesia.
Daftar Pustaka
*)Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi dan Koperasi, Program Studi Manajemen, Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia di Bandung, Dosen luar biasa di fek. Ekonomi di Universitas Pasundan Page 16
1. Akanji, O.O., "Micro-Finance As A Strategy For Poverty Reduction", CBN
Economic & Financial Review, Vol. 39 NO. 4.
2. Albu, M., A. Rob dan A. Chowdhury, "Learning To Improve Business
Services For Rural Microenterprise : ITDG's Experience Of Using
Participatory Processes To Establish Enduring Impact Assessment Systems
Among Business Service Providers In Rural Bangladesh", EDIAIS
International Conference, Manchester University UK, November 2003.
3. Anonim. "Helping To Improve Donor Effectiveness In Microfinance:
Funding Microfinance Technology", Donor Brief No. 23 April 2005, CGAP
Donor Information Resource Centre (DIRECT), www.cgap.Qrg/Direct.
4. Anonim, "What Is A Network? The Diversity Of Networks In Microfinance
Today", Focus Note No. 26, CGAP, www.cgap.Org.
5. Anonim, "Microfinance Consensus Guidelines: Definitions Of Selected
Financial Terms, Ratios, And Adjustments For Microfinance", Published by
CGAP/The World Bank Group, September 2003.
6. Cook, Tamara, "Equity Building Society: A Domestic Financial Institution:
Scales up Microfinance", Consultative Group to Assist the Poor World Bank
Financial Sector Network, Global Learning Process for Scaling Up Poverty
Reduction and Conference in Shanghai, May 25-27, 2004.
7. Budi Hermana,Wardoyo,Teddy Oswari, Lembaga Keuangan Mikro;Model
Organisasi dan Pemanfaatan Teknologi Informasi
8. Dyer, J., J.P.Morrow, and R. Young, "The Agricultural Bank of Mongolia",
Consultative Group to Assist the Poor World Bank Financial Sector Network,
Global Learning Process for Scaling Up Poverty Reduction and Conference in
Shanghai, May 25-27,2004.
9. Ikaputera Waspada, 2008, Pengaruh Kemampuan Manajerial, Pengelolaan
Modal kerja terhadap kemampulabaan serta implikasi pada pengembangan
Usaha Mikro, Disertasi-PascaSarjana UNPAD
10. Indra Idris, Pengembangan Lembaga Keuangan non Bank Untuk
*)Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi dan Koperasi, Program Studi Manajemen, Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia di Bandung, Dosen luar biasa di fek. Ekonomi di Universitas Pasundan Page 17
Pemberdayaan UKM, Jurnal, pengkajian Koperasi dan UKM no2 Tahun I -
2006
11. Kurmanalieva, E., H. Montgomery and J.Weiss, "Micro-finance and poverty
reduction in Asia: what is the evidence?", Paper prepared for the 2003 ADB
Institute Annual Conference on 'Micro finance and poverty reduction', Tokyo
December 5 , 2003.
12. Maya Sari, Ikaputera Waspada, Chairul Furqon(2009), Model Lembaga
Keuangan Mikro berbasis Komunitas untuk Pengembangan Usaha Mikro
(Studi pada Sentra Industri di Kota Bandung)
13. Maurer, Klaus, "Bank Rakyat Indonesia: Twenty Years of Large-Scale
Microfinance", Consultative Group to Assist the Poor World Bank Financial
Sector Network, Global Learning Process for Scaling Up Poverty Reduction
and Conference in Shanghai, May 25-27, 2004.
14. Morduch, J. and B. Haley, "Analysis of the Effects of Microfinance on
Poverty Reduction", the Canadian International Development Agency,
November 2001.
15. Rudjito, "Sinergi Kebijakan Dalam Mendorong Pertumbuhan Usaha Mikro
Kecil Dan Menengah", File presentasi pada Lokakarya Mendorong
Pertumbuhan Usaha Kecil dan Menengah Yang Sehat dan Berdaya Saing,
Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Aston Hotel, Jakarta, 12 Desember
2003.
16. Siu, Peter, "Increasing Access to Microfinance Using Information and
Communications Technologies", Chemonics International.
17. Zaman,Hassan, "Microfinance in Bangladesh: Growth, Achievements, and
Lessons", Consultative Group to Assist the Poor World Bank Financial Sector
Network, Global Learning Process for Scaling Up Poverty Reduction and
Conference in Shanghai, May 25-27, 2004.
18. Berenbach, Shari dan Craig Churchill, Regulation and Supervision of
Microfinance Institutions, The Microfinance Network Occasional Paper No.1,
*)Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi dan Koperasi, Program Studi Manajemen, Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia di Bandung, Dosen luar biasa di fek. Ekonomi di Universitas Pasundan Page 18
1997
19. Chavez, Rodrigo A. dan Claudio Gonza1es-Vega, Principles of Regulation
and Prudential Supervision: Should They Be Different for Microenterprise
Finance Organizations? , Rural Finance Program, Dept of Agricultural
Economics and Rural Sociology, Columbus, Ohio, 1992
20. Martowijoyo, Sumantoro, Dampak Kebijakan Deregulasi Perbankan
terhadap Kinerja Lembaga Keuangan Perdesaan, naskah disertasi, tidak
diterbitkan, 1999
21. Mubyarto dan Loekman Soetrisno, Integrated Rural Development: Indonesia,
CIRDAP, 1989
22. Rock, Rachel dan Maria Otero, eds., From Margin to Mainstream: The
Regulation and Supervision of Microfinance, Monograph Series No.11.
ACCION International, 1997
23. Martowijoyo, Sumantoro : Ketua Pusat Studi Keuangan Kecil dan Mikro
(PUSAKO, mantan Pemimpin Proyek Kredit Mikro (ADB - BI)
24. Dahlan Siamat, Lembaga Keuangan dan manajemen Bank
25. Yunus, Muhammad (2007), Bank Kaum Miskin; Kisah Yunus dan Grameen
Bank memerangi kemiskinan, marjin kiri, Jakarta
26. Syafi’i, Antonio(2001), Bank Syariah; dari teori ke praktis, Jakarta