Post on 12-Dec-2020
LAPORAN PENELITIAN
KLASIFIKASI SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DANGKAL PULAU
GLEANG DAN PULAU BENGKOANG KEPULAUAN
KARIMUNJAWA, INDONESIA BERDASARKAN CITRA SATELIT
SENTINEL 2- A
Disusun sebagai laporan hasil penelitian Ekspedisi V Himakel Unsoed tahun 2019
Disusun oleh :
Tim Pemetaan Ekspedisi V Himakel Unsoed
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2019
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kepulauan Karimunjawa secara administratif masuk ke dalam wilayah
kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah. Kepulauan
Karimunjawa terletak di sebelah Barat Laut kota Jepara dengan jarak sekitar 45 mil laut
atau 83 km. Taman Nasional Karimunjawa, Kabupaten Jepara. Secara geografis wilayah
kepulauan Karimunjawa terletak pada titik koordinat 5o40’ – 5o57 LS dan 110o4’ –
110o40 BT. Berbagai aktifitas manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam di
kepulauan Karimunjawa yang telah ada yaitu kegiatan konservasi, kegiatan
penangkapan ikan, budidaya ikan kerapu, budidaya rumput laut, wisata laut,
transportasi laut, dan pemanfaatan lahan (pulau) untuk pembangunan penginapan
resort, cottage, hotel. Kegiatan- kegiatan tersebut dapat menyebabkan kerusakan alam,
seperti kerusakan ekosistem lamun ( Yusuf, 2013).
Ekosistem lamun merupakan komponen pendukung wilayah pesisir dan pantai
yang memiliki berbagai fungsi ekologis (Kawaroe, Nugraha, Juraij, & Tasabaramo,
2016). Peranan ekosistem ini adalah antara lain untuk menyokong keutuhan wilayah
pesisir dari ancaman sedimentasi, yakni dengan adanya fungsi dari akar-akar lamun
yang dapat meredam kekuatan energi gelombang dan arus menuju pantai. Selain dari
pada itu, ekosistem lamun memiliki fungsi yang penting dalam siklus ekosistem di laut,
yaitu adanya ketersediaan nutrisi, makanan, serta tempat perlindungan bagi peranakan
biota-biota laut (EPA (Environment Protection Agency), 1998; L. J. McKenzie, Yoshida,
Mellors, & Coles, 2009 dalam Yanuar, dkk., 2017).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan pola persebaran
padang lamun di Pulau Bengkoang dan Pulau Geleyang, Kepulauan Karimunjawa
melalui Citra Satelit Sentinel-2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan
dalam kegiatan konservasi padang lamun di Kepulauan Karimunjawa.
1.2. Rumusan Masalah
Sebagai salah satu pulau yang terdapat di sektor barat Kepulauan Karimunjawa,
di Pulau Bengkoang dan Pulau Geleang banyak terjadi aktivitas manusia yang cukup
padat. Hal ini baik secara langsung maupun tidak langsung akan memberikan dampak
terhadap perairan dangkal di sekitar Kepulauan Karimunjawa. Penelitian mengenai
pemetaan profil dasar perairan dangkal dirasa perlu dilakukan karena informasi
mengenai hal ini sangat penting untuk disebarluaskan ke masyarakat luas dan
berdasarkan alasan tersebut maka permasalahan yang diangkat adalah bagaimana
klasifikasi profil dasar perairan dangkal berdasarkan citra Sentinel 2A tahun 2019
dalam memberikan informasi profil dasar perairan dangkal yang akurat.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini antara lain adalah mengetahui klasifikasi dasar
perairan laut dangkal berupa peta profil dasar perairan laut dangkal Pulau Bengkoang
bagian Selatan dan Barat dan Pulau Geleyang berdasarkan Citra Satelit Sentinel 2A
tahun 2019.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kondisi Perairan
Karimunjawa menunjukkan pola yang bergerak dari timur laut menuju barat
daya (Gambar 2 C) dimana kecepatan arus tertinggi terjadi pada Januari dengan
kecepatan 0,05-0,3 m/s. Pada periode ini kondisi arus saat air laut menuju pasang
menunjukkan pergerakan dari barat menuju timur dengan kecepatan 0,05-0,3 m/s
dan tinggi elevasi muka air lautnya 0,0064-0,0152 m. Lalu pada saat kondisi pasang
tertinggi yang terjadi pada 13 Januari 2016 pukul 16.00 WIB, arus bergerak dari timur
ke barat dengan kecepatan 0,022-0,20 m/s dan tinggi elevasi muka air lautnya adalah
0,264-0,33 m. Kondisi sebaliknya yaitu saat terjadi surut menunjukkan bahwa
pergerakan arus berbalik dari saat terjadi pasang. Kecepatan arus saat kondisi menuju
pasang mengalami penurunan dari saat surut dan kecepatan arus yang paling tinggi
terjadi pada saat kondisi air laut menuju surut. Dikatakan bahwa pola arus di perairan
ini merupakan pola arus pasang surut juga dikarenakan kecepatannya yang berubah-
ubah. Menurut Duxburry et al. (2002) dalam Ismail dan Taofiqurohman (2012),
kecepatan arus pasang surut biasanya berubah-ubah secara periodik dalam suatu
selang waktu tertentu. Pergerakan arus di area Kep. Karimunjawa dimana saat
kondisi surut arus bergerak dari barat menuju timur dengan kecepatan yang lebih
tinggi dari saat terjadi pasang yaitu 0,080,48 m/s (Nurulita, 2018).
Rerata kecepatan angin dari Januari – Desember tampak bervariasi, nilai
tertinggi dalam waktu 1 tahun terjadi sebanyak 2 kali yaitu bulan Januari dan Agustus,
masing-masing sebesar 6,11 m/s dan 5,31 m/s. Nilai rerata angin rendah dalam 1
tahun tampak terjadi 2 kali yaitu pada bulan April dan November, masing-masing
sebesar 0,63 m/s dan 1,37 m/s. Kecepatan angin tertinggi terjadi pada saat
petengahan musim barat dan musim timur, sedangkan kecepatan angin terendah
terjadi pada saat musim peralihan 1 dan 2. Nilai rerata SPL dari Januari – Desember
tampak bervariasi (Gambar 3), nilai tertinggi dalam waktu 1 tahun terjadi sebanyak 2
kali yaitu bulan Maret dan November sama sebesar 30,20 C. Nilai rerata SPL rendah
dalam 1 tahun tampak terjadi 2 kali yaitu pada bulan Januari dan Agustus, masing-
masing sebesar 28,70 C dan 28,40 C. Nilai rerata klorofil-a tertinggi dari bulan Januari
– Desember terjadi 2 kali yaitu bulan Januari dan Juni, masing-masing sebesar 0,39
mg/m3 dan 0,45 mg/m3. Nilai rerata klorofil-a rendah juga terjadi 2 kali dalam satu
tahun yaitu bulan Maret dan November, masing-masing sebesar 0,19 mg/m3 dan 0,2
mg/m3. Kecepatan angin yang lebih kuat di wilayah utara Pulau Karimunjawa
mempengaruhi dua proses yang menyebabkan turunnya suhu permukaan laut yaitu
proses evaporasi dan penurunan penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan. Proses
evaporasi terjadi karena meningkatnya kecepatan angin serta turunnya kelembaban
udara. Pada musim timur energi yang dibutuhkan untuk evaporasi melebihi energi
yang diperoleh dari radiasi cahaya matahari sehingga terjadilah proses pendinginan
air laut, menurut Wyrtki (1961), jumlah defisit energi rerata 5700 cal/cm2 selama 3
bulan di musim timur. Proses penurunan penetrasi cahaya matahari ke dalam
perairan terjadi karena meningkatnya kecepatan angin membuat muka air menjadi
tidak tenang (bergelombang). Permukaan laut yang bergelombang menyebabkan
tingginya proses refleksi cahaya matahari yang di terima permukaan laut, sehingga
penetrasi cahaya matahari menjadi menurun. Hal ini yang menyebabkan suhu di
utara Pulau Karimunjawa lebih dingin dibandingkan disebelah selatan Pulau
Karimunjawa. Uraian di atas sesuai dengan pendapat yang dinyatakan oleh Rasyid
(2010) bahwa kecepatan angin berpengaruh terhadap penetrasi cahaya matahari yang
masuk ke kolom perairan (Soedarto, 2016).
2.2. Terumbu Karang
Pertumbuhan hewan karang herrnatipik terbatas pada kondisi cahaya yang
cukup untuk terjadinya proses fotosintesis zooxantella, selain itu ditunjang dengan
kondisi fisik antara lain arus, kedalaman, kekeruhan dan sedimentasi, serta aspek
ekologis lain seperti siklus hari, suhu, konsentrasi plankton, predator, serta kompetisi
dengan beberapa organisme lainnya termasuk jenis hewan karang lainnya. Hewan
karang dapat bertahan hidup pada kisaran suhu antara 18 - 36°C dengan suhu optimal
untuk pertumbuhan adalah 26 - 28°C. Perubahan suhu yang ekstrim akan
menyebabkan kerusakan seperti terhambatnya reproduksi bahkan bisa terjadi
bleaching (Ruswahyuni dan Purnomo, 2009).
Ekosistem terumbu karang memiliki kelengkapan struktur tropik yang tinggi
seperti habitat bagi berbagai jenis ikan, biota moluska dan echinodermata. Manfaat
yang terkandung dalam terumbu ka-rang dikelompokkan menjadi dua, yaitu: manfaat
langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat lang-sung adalah bahan baku
bangunan dan industri, se-bagai penghasil beragam sumberdaya ikan, dan manfaat
tidak langsungnya adalah fungsi terumbu karang sebagai penahan abrasi pantai,
peredam ge-lombang, dan sumber keanekaragaman hayati (Adi et al., 2017).
2.3. Lamun
Lamun merupakan tumbuhan tingkat tinggi (Magnoliophyta) yang dapat
menyesuaikan diri hidup terbenam di laut dangkal (Wood et al., 1969). Faktor utama
yang dapat membedakan lamun dengan jenis tumbuhan lainnya, seperti rumput laut
(seaweed) yaitu keberadaan bunga dan buahnya yang tampak sangat jelas sehingga
antara lamun dan rumput laut bisa dibedakan dengan mudah (Nainggolan, 2011 dalam
Kamarudin et al., 2016). Di perairan pantai, lamun tumbuh membentuk padang yang
terdiri dari satu jenis sampai beberapa jenis yang disebut padang lamun. Padang lamun
merupakan suatu ekosistem di kawasan pesisir yang memiliki tingkat keanekaragaman
hayati yang cukup tinggi dan sebagai penyumbang nutrisi yang sangat berpotensial
bagi perairan disekitarnya karena memiliki tingkat produktivitas yang tinggi.
Ekosistem padang lamun memberikan habitat bagi biota laut. Disebut padang lamun
karena ekosistem padang lamun tersebut berasosiasi dengan berbagai jenis biota laut
yang bernilai sangat penting dengan tingkat keragamannya yang tinggi (Nainggolan,
2011 dalam Kamarudin et al., 2016).
Lamun tersebar pada sebagian besar perairan pantai di dunia, terdapat sekitar
60 jenis lamun yang ditemukan di dunia yang tumbuh pada perairan laut dangkal
yang memiliki substrat pasir atau lumpur. Lamun ini terdiri dari empat suku (famili)
yaitu suku Zosteraceae, Cymodoceae, Posidoniaceae dan Hydrochoraticea (Larkum et al.,
2006). Dari 60 jenis lamun tersebut, terdapat 13 jenis yang telah ditemukan di
Indonesia yaitu Syringodium isoetifolium, Halophila ovalis, H. spinulosa, H. minor, H.
decipiens, H. sulawesii, Halodule pinifolia, Halodule uninervis, Thalassodendron ciliatum,
Cymodocea rotundata, C. serrulata, Thalassia hemprichii dan Enhalus acoroides (Kuo, 2007
dalam Juraij, 2014).
Menurut Nybakken (1992) dalam Juraij (2014), fungsi ekologis ekosistem
lamun adalah: (1) produsen primer, (2) pendaur unsur hara, (3) penstabil dasar
perairan dengan sistem perakarannya yang dapat menangkap sedimen (sediment
trapping), (4) sebagai habitat, tempat pemijahan (spawning ground), tempat pengasuhan
(nursery ground) dan sumber makanan (feeding ground) serta tempat berlindung
organisme laut lainnya.
2.4. Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh merupakan ilmu untuk memperoleh informasi tentang obyek,
daerah, atau gejala dengan cara analisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat
tanpa kontak langsung terhadap objek, daerah, atau gejala tersebut (Lillesand dan
Kiefer, 1979 dalam Andana E.K., 2015). Data penginderaan jauh dapat diperoleh melalui
hasil rekaman sensor yang dipasang baik pada pesawat terbang, satelit, pesawat ulang
alik, atau wahana lainnya. Sensor tersebut akan menghasilkan data yang berbeda-beda
sesuai dengan letak ketinggian sensor maupun karakteriskik objek yang dikaji (Susanto,
1986 dalam Andana E.K., 2015). Penginderaan jauh menggunakan pengukuran spectrum
gelombang elektromagnetik untuk menangkap dan/atau menginterpretasikan
karakteristik bentang alam atau terhadap beberapa fenomena. Penginderaan jauh dapat
menghasilkan informasi biofisik yang fundamental, termasuk koordinat (x,y), elevasi
(z), biomassa, suhu dan kadar lengas. Dengan menggunakan teknologi penginderaan
jarak jauh akan mengasilkan berbagai manfaat bagi kehidupan kita. Salah satu
manfaatndari teknik penginderaan jauh yaitu dapat dilakukan untuk wilayah yang
sangat luas, dalam waktu yang cepat dan secara sistematis (Indarto, 2014).
2.5. Pemanfaatan Teknologi Penginderaan Jauh
Teknologi penginderaan jauh, khususnya untuk bidang kelautan merupakan
alternatif yang cukup baik untuk mengatasi permasalahan diatas. Kemampuan dari
teknologi ini untuk mengumpulkan data untuk wilayah kajian yang luas dan sulit
dijangkau secara langsung dalam waktu singkat secara periodik akan membantu dalam
penyediaan informasi sumber daya kelautan. Pemanfaatan teknologi penginderaan
jauh di Indonesia semakin berkembang pesat melalui. pemanfaatan secara nyata dalam
kegiatan inventarisasi sumberdaya alam dan pemanfaatan lingkungan secara
berkesinambungan. Namun, tidak demikian halnya untuk kelautan yang masih belum
lama menggunakan teknologi penginderaan jauh. Salah satu aplikasi penginderaan
jauh adalah pemetaan terumbu karang menggunakan citra satelit Landsat 8 yang akan
dilakukan pada penelitian ini. Penelitiam ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan
teknologi penginderaan jauh untuk ekstraksi data terumbu karang serta mengetahui
lokasi sebaran dan kondisi terumbu karang di sebagian perairan Teluk Tomini (Bano &
Khakhim, 2016).
Prinsip kerja pendeteksian padang lamun menggunakan citra satelit adalah
dengan memanfaatkan nilai reflektansi langsung yang khas dari tiap objek di dasar
perairan yang kemudian direkam oleh sensor. Sinar biru dan hijau adalah sinar dengan
energi terbesar yang dapat direkam oleh satelit untuk penginderaan jauh di laut yang
menggunakan spektrum cahaya tampak (400-650 nm). Lamun menyerap energi pada
panjang gelombang biru (sekitar 400 nm) dan merah (sekitar 700 nm) untuk
berfotosintesis, serta memantulkan energi pada panjang gelombang hijau (sekitar 500
nm) hal inilah yang menjadi alasan mengapa lamun berwarna hijau. Berbeda dengan
vegetasi yang memiliki pigmen karotenoid seperti makro alga yang menyerap
maksimal energi pada panjang gelombang 450 nm. Reflektansi sinar tampak pada
vegetasi lamun memiliki karakteristik yang berbeda-beda tergantung dari bentuk
morfologi dan juga kerapatan dari padang lamun tersebut. Lamun yang memiliki
densitas tinggi (>80 g/m2) memiliki karakteristik pantulan yang tinggi jika
dibandingkan dengan lamun yang memiliki densitas rendah (<80 g/m2). Selain dilihat
dari karakteristik pantulan energinya, juga dilihat dari lokasi terdapatnya lamun yaitu
di daerah intertidal dan subtidal bagian atas.Sehingga dapat mengurangi kesalahan
dalam pengkelasan (Green, 2000 dalam Pragunanti T, 2016).
III. MATERI DAN METODE
3.1. Materi Penelitian
3.1.1. Alat
Alat yang digunakan untuk Penelitian dapat disajikan pada table berikut:
Tabel 1. Alat yang digunakan pada saat pengambilan dan pengolahan data
No Alat Fungsi
1. Alat Dasar Selam
(ADS)
Membantu pengambilan data di
permukaan perairan.
2. GPS (Global
Positioning System)
Handheld
Menentukan titik koordinat lokasi
pengambilan data.
3. Kamera bawah air Dokumentasi objek bawah air.
4. Transek kuadrat 1x1
m2
Membatasi pengambilan foto di dalam
air.
5. Pelampung Menjaga GPS dan alat tulis agar tetap
berada di permukaan air.
6. Aquapack Melindungi GPS agar tidak basah.
7. Kertas anti air Penulisan data di bawah air.
8. Alat tulis Mencatat data yang diperoleh ketika
pengambilan data.
9. Laptop Menganalisis data hasil sampling
Penelitian
10 Software pengolahan
data pemetaan
Membantu analisis data hasil Penelitian
sebelum dan sesudah survei
3.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan pada Penelitian disajikan pada table berikut:
Tabel 2. Bahan yang digunakan pada saat pengambilan dan pengolahan data
No Bahan Fungsi
1. Citra Satelit Sentinel 2A Rekaman
22 Mei 2019
Data Sekunder
2. Foto Kuadrat Data Primer
3. Titik Koordinat Data Primer
3.2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah Metode Survey.
3.2.1. Pra Pengolahan Citra
Pra pengolahan citra terdiri dari beberapa koreksi diantaranya Penyatuan
Band, Masking & Cropping, Koreksi Geometrik, Koreksi Radiometrik, dan Koreksi
Kolom Perairan (Lyzenga Algorithm).
3.2.1.1. Koreksi Geometrik
Koreksi geometrik merupakan proses yang dilakukan dengan
menggunakan metode Transformasi Koordinat Polinomial Orde Satu. Penyesuaian
proyeksi dilakukan sesuai dengan sistem proyeksi Universal Transverse Mercator
(UTM). Transformasi koordinat orde satu mensyaratkan jumlah titik kontrol
Ground Control Point (GCP) sekurang-kurangnya 4 titik. Koreksi ini mencakup
perujukan titik-titik tertentu pada citra ke titik-titik yang sama pada citra yang telah
terkoreksi. Pengambilan titik GCP dilakukan mengacu pada sistem proyeksi UTM
zona 50. Oleh karena itu metode koreksi geometrik yang akan dilakukan yaitu
mengacu pada sistem UTM zona 50 dengan citra yang sudah terkoreksi khususnya
pada scenecitra yang di dalamnya terdapat pulau Bontosua (Thalib, 2017).
Pada citra Sentinel-2A Level-1C untuk proses koreksi geometrik citra tidak
dilakukan karena data citra ini memiliki resolusi spektral yang tinggi yaitu 10 meter
dan bukan hanya telah terkoreksi geometrik melainkan juga telah terkoreksi
radiometrik.Selain itu Sentinel-2 telah dirancang untuk mendukung lahan Global
Monitoring for Environment and Security (GMES); darurat dan aplikasi keamanan;
Geoland2; SAFER; dan G-MOSAIC.Citra Sentinel-2 dengan sistem Instrumen
Multispectral yang beresolusi tinggi akan memastikan rangkaian kontinuitas
observasi multispektral SPOT dan Landsat dengan melihat kunjungan kembali, area
cakupan, band spektral, lebar petak, kualitas gambar radiometrik dan geometrik
(ESA, 2012). Putri (2016) juga mengatakan bahwa Citra Sentinel-2A yang tergolong
Level-1C artinya telah terkoreksi geometrik dan radiometrik dalam bentuk nilai
reflektan TOA (Top of Atmosphere).
3.2.1.2. Koreksi Radiometrik
Koreksi Radiometrik dilakukan untuk memperbaiki kualitas citra akibat
gangguan atmosfer seperti hamburan awan dan hamburan objek lain. Koreksi
radiometrik termasuk diantaranya adalah koreksi radiansi dan koreksi reflektansi
Koreksi radiansi yang dilakukan yaitu:
𝑳𝝀′ = 𝑳𝑸𝒄𝒂𝒍 + 𝑨𝑳 (Hafizt 𝑒𝑡 𝑎𝑙. , 2017)
dimana:
𝐿𝜆′ : radian spectral pada sensor (W/m2 str µm)
Qcal : nilai piksel (DN)
ML : konstanta rescalling (RADIANCE_MULTI_BAND_x, band yang digunakan)
AL : konstanta penambah (RADCIANCE_ADD_BAND_x, band yang digunakan)
Sementara itu, untuk koreksi reflektansi pada menggunakan rumus berikut:
𝝆𝝀′ = 𝝆𝑸𝒄𝒂𝒍 + 𝑨𝝆/𝑪𝒐𝒔 (𝜭𝐬) (Hafizt et al., 2017)
dimana:
𝜌𝜆′ : hasil pengolahan tanpa koreksi pengambilan, 𝜌𝜆′ tidak memuat koreksi untuk
sudut matahari.
Qcal : nilai piksel DN
M𝜌 :konstanta rescalling (RADIANCE_MULTI_BAND_x, band yang
digunakan)
A𝜌 : konstanta penambah (RADCIANCE_ADD_BAND_x, band yang
digunakan)
Cos (𝛳s) : sudut zenith matahari (90 – sudut elevasi matahari), dimana (Cos (Rad
(90- sudut elevasi matahari)).
3.2.1.3. Koreksi Kolom Perairan
Koreksi kolom perairan dilakukan untuk melakukan penajaman untuk melihat
klasifikasi objek dasar perairan laut dangkal menggunakan pendekatan
transformasi kanal, yaitu algortima Depth Invariant Index (DII) (Lyzenga, 1978).
Algoritma tersebut menggunakan kanal 2 dan kanal 3. Dasar penggunaan kanal 2
dan kanal 3 yaitu karena kedua band ini memiliki penetrasi yang baik ke dalam
kolom air (Mount, 2006). Algoritma yang yaitu:
Y=(ln Band1-Band1 Deep) - ki/kj* (lnBand2- Band2 Deep)
dimana:
Y : hasil algoritma Lyzenga
(ln(Kanal1) : logaritma natural kanal biru
(ki/kj) : nilai varian dan kovarian pada kanal biru dan hijau
(ln(Kanal2) : logaritma natural kanal hijau.
Band Deep : nilai piksel kanal ke- i pada perairan laut dalam.
3.2.1.4. Masking dan Cropping
Proses masking dan cropping bertujuan untuk membatasi area analisis citra.
Pada analisis citra untuk objek perairan laut dangkal perlu dilakukan pemisahan
daratan dan perairan, agar proses analisisnya hanya dilakukan pada wilayah
perairan. Masking dan cropping dapat dilakukan baik menggunakan batas ambang
nilai piksel pada objek tertentu yang akan dianalisis secara digital maupun melalui
proses digititasi (Prayudha, 2014).
3.2.2. Survey Lapang
Pengambilan data lapangan dilakukan dengan cara menentukan titik
pengamatan yang dianggap telah mewakili tiap objek yang ada berdasarkan variasi
kondisi dasar perairan hasil olahan citra satelit true color (Wicaksono, 2014). Data
lapangan diambil menggunakan teknik Rapid Reef Asessment (RRA) untuk
mendapatkan objek dasar laut dangkal dalam skala luas (Dahlan, 2014).
Pengambilan objek dasar laut dangkal dilakukan dengan memfoto objek di
lapangan setiap 15 meter sekali secara terus menerus yang berada di dalam area
RRA. Selanjutnya melakukan pencatatan nomor foto dan GPS bersamaan dengan
pencatatan objek yang diamati di lapangan (Suriadi et al., 2005, dalam Hafizt, 2017).
Kemudian GPS diletakan di dalam pelampung dan diikat dengan pengambil data
(diusahakan GPS tetap berada di permukaan) untuk mencatat tracking selama
pengambilan data objek dasar perairan (Roelfsma dan Phinn, 2009, dalam Hafizt,
2017).
3.2.3. Klasifikasi dan Uji Akurasi
Klasifikasi yang diambil merupakan klasifikasi supervised, proses ini meliputi
analis melakukan training pada area piksel citra yang telah diambil sampel objeknya
ketika survei lapangan. Pengambilan sampel diharapkan merata supaya perangkat
komputer mampu mengenali piksel tersebut sebagai objek tertentu. Kemudian
menggunakan maximum likelihood classifier untuk menampilkan klasifikasi citra
menggunakan data lapang yang didapatkan dari foto di lapangan (Wicaksono, 2014).
Data yang didapatkan dari survei lapang diantaranya untuk uji-akurasi,
pengklasifikasian ulang dan analisis ulang untuk mengetahui profil dasar perairan.
Hasil uji ketelitian mempengaruhi besarnya tingkat kepercayaan pengguna
terhadap jenis data maupun metode analisisinya (Hafizt et al., 2017). Uji akurasi
dapat dilakukan dengan menggunakan tabel confussion matrix atau matriks
kesalahan seperti pada Tabel 2. (Wicaksono et al., 2015).
Tabel 3. Tabel Matriks Kesalahan berdasarkan Ayustina et al. (2018)
3.3. Analisis Data
3.3.1. Pengolahaan Citra Pra-Survey
Sebelum melaksanakan survey di lapang peneliti melaksanakan pengolahan
data citra satelit yang bertujuan untuk mengetahui sebaran dan luasan terumbu
karang dan persebaran lamun. Hal pertama yang dilakukan dalam pra pengolahan
data citra mencakup pemotongan (cropping) citra yang bertujuan untuk
memfokuskan pengolahan citra pada satu daerah saja, sesuai dengan daerah
penelitian. Kemudian melakukan koreksi radiometrik yang bertujuan untuk
memperbaiki kualitas citra dengan mengurangi gangguan yang timbul oleh
kesalahan sistem optik pada sensor dan gangguan atmosferik. Setelah itu
melakukan masking untuk menghilangkan nilai digital dari daratan dan hanya
menampilkan nilai digital dari daerah laut.
Pada proses klasifikasi menggunakan pendekatan algoritma Lyzenga.
Pengolahan ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi objek di bawah
permukaan air, karena informasi yang didapatkan dari citra awal masih tercampur
dengan informasi lain seperti kedalaman air dan kekeruhan. Tranformasi citra
menggunakan kanal biru dan kanal hijau yang mampu menembus kolom air hingga
kedalaman tertentu dan dikombinasikan secara algoritma natural dan menghasilkan
kanal baru. Persamaan tersebut kemudian diturunkan dengan dua kanal sinar
tampak pada panjang gelombang yang ada di citra sehingga diperoleh persamaan
sebagai berikut:
Dimana:
y : Ekstraksi informasi dasar
Y = In (i) + ki / kj . In (j)
i : Nilai kanal biru
j : Nilai kanal hijau
Ki/Kj : Koefisien attenuasi
Proses klasifikasi citra pada penelitian ini menggunakan metode
terbimbing (Supervised). Metode Terbimbing merupakan klasifikasi yang
memerlukan contoh representasi kelas pada piksel sebagai acuan dalam
menentukan kategori kelas atau membuat kategori kunci interpretasi (Kiefer dan
Lillesand, 1979). Selanjutnya, menggunakan ekstraksi informasi pada persamaan
Lyzenga, setiap piksel akan terkonversi menjadi indeks tipe dasar perairan yang
terbebas dari pengaruh kedalaman. Nilai indeks piksel dari citra yang telah
ditransformasikan dari penurunan algoritma Lyzenga dapat menunjukkan
identifikasi kelas-kelas obyek perairan dangkal. Berikut kunci obyek dasar perairan
dangkal berdasarkan interpretasi Kerjasama COREMAP Puslitbang Oseanologi LIPI
dengan Pusbangja LAPAN (2001) : warna ungu muda sampai biru adalah laut,
warna cyan ke hijau muda jika menyebar dan batasnya tegas dan warna hijau
kekuning-kuningan dengan batas tidak tegas adalah karang, warna hijau dengan
warna kekuning-kuningan adalah karang dan pasir, warna merah tegas ngeblok
adalah pasir, dan warna hijau kebiru-biruan tidak tegas samar bercak-bercak adalah
lamun.
3.3.2. Uji Akurasi
Uji akurasi dilaksanakan dengan metode analisis kappa (Congalton and Mead, 1983;
Feinstein 1998; Foddy, 2002 dalam Jensen, 2005) dengan persamaan sebagai berikut:
Dimana N : Jumlah data
3.4. Waktu dan Tempat
3.4.1. Waktu
Penelitian akan dilaksanakan pada Selasa, 29 Juli 2019 dan Rabu, 30 Juli 2019.
3.4.2. Peta Lokasi Penelitian
Gambar 1. Peta Titik Lokasi Penelitian di Pulau Bengkoang
Gambar 2. Peta Titik Lokasi Penelitian di Pulau Geleyang
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil dan Pembahasan
4.1.1. Titik Sampling
Gambar 3. Titik Sampling pada Pulau Gleang
Berdasarkan gambar 3. yang tertera di atas menunjukan bahwa pengambilan
titik di Pulau Gleang dilakukan di 4 arah mata angin Utara, Timur, Selatan, dan Barat
dengan pengambilan titik sebanyak 160 titik menggunakan metode Ground Check Point
atau langsung ke lapang secara acak menggunakan alat bantu berupa GPS (Global
Positioning System) portable yang dimulai sejak Pukul 09.00 WIB pada tanggal 01
Agustus 2019.
Gambar 4. Titik Sampling pada Pulau Bengkoang
Berdasarkan gambar 4. yang tertera di atas menunjukan bahwa pengambilan
titik di Pulau Bengkoang dilakukan di 2 arah mata angin Selatan dan Barat dengan
pengambilan titik sebanyak 160 titik menggunakan metode Ground Check Point atau
langsung ke lapang secara acak menggunakan alat bantu berupa GPS (Global
Positioning System) portable yang dimulai sejak Pukul 09.00 WIB pada tanggal 31 Juli
2019. Alasan pengambilan titik hanya di dua arah mata angin yaitu Barat dan Selatan
disebabkan oleh faktor oseanografi perairan Pulau Bengkoang seperti gelombang dan
arus yang relatif ekstrim untuk pengambilan titik koordinat di dekat tubir atau slope
dan menyebabkan kapal tidak bisa keliling pulau untuk mobilisasi antar arah mata
angin untuk optimalisasi waktu pengambilan titik koordinat.
4.1.2. Profil Substrat Dasar
Gambar 5. Titik 96, klasifikasi Campuran Rubble Karang (Mix-Rb/C), Pulau
Bengkoang
Gambar 6. Titik 104, klasifikasi Pasir (S), Pulau Gleang
Gambar 7. Titik 103, klasifikasi Padang Lamun (PL), Pulau Gleang
Data lapang yang didapat sejumlah 167 titik dari 333 titik, dapat dibuat kelas
sampel berdasarkan foto substrat dasar di lapang sebanyak 3 kelas untuk proses
klasifikasi. Kelas yang terdiri dari 3 kelas tersebut yaitu Campuran Rubble dan Karang
(Mix-Rb/C), Pasir , dan Padang Lamun (Gambar 5, Gambar 6, Gambar 7). Berdasarkan
pengamatan lapang, kelas yang lebih dominan adalah kelas Pasir. Menurut BTNKJ
(2001) dalam Yusuf (2013), pada umumnya dasar perairan mulai tepi sepanjang pulau-
pulau yang terdapat di Kepulauan Karimunjawa adalah pasir, kemudian ke tengah
dikelilingi terumbu karang dari kedalaman 0,5-15 m. Hasil penelitian Taufik (2005)
menunjukkan persentase penutupan karang sebesar 29,4-84% pada sisi utara dan
penutupan sebesar 35,9-51,9% pada sisi selatan, menurut Susilo (2007) penutupan
karang sebesar 44-48,79% ditemukan pada daerah terbuka, sedangkan untuk kawasan
terlindung sebesar 69,97-71,49% dan semakin bertambah baik. Data yang ain
didapatkan oleh Budiyanto (2010) memperlihatkan bahwa kondisi penutupan karang
sebesar 54-74% dengan dominasi Acropors sebesar 32,17%.
Konfigurasi dasar perairan pantai didominasi tanah berpasir putih yang semakin
landai kearah pantai dengan kemiringan berkisar antara 1 – 2 %. Seluruh pulau di
Kepulauan Karimunjawa dikelilingi oleh terumbu karang tepi (fringing reefs). yang
melindungi pantai dari gempuran gelombang. Gugusan terumbu karang didominasi
endapan pasir dan gugus terumbu karang mati (Tiskiantoro, 2006).
4.1.3. Klasifikasi Profil Substrat Dasar
(a)
(b)
Gambar 8. Klasifikasi Profil Dasar Perairan Pulau Bengkoang. (a) Pulau
Bengkoang Belum Terklasifikasi (b) Pulau Bengkoang Terklasifikasi
(a) (b)
Gambar 9. Klasifikasi Profil Dasar Perairan Pulau Gleang. (a) Pulau Gleang Belum Terklasifikasi (b) Pulau Gleang Terklasifikasi
Berdasarkan (Gambar 8) dan (Gambar 9) menunjukan bahwa, profil substrat
dasar perairan dangkal dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelas yaitu campuran ruble
dan karang (Mix Rubble/ Coral) yang mana merupakan area didominasi oleh karang
namun terdapat pula ruble, Padang Lamun yang mana area tersebut didominasi oleh
padang lamun yang bersubstrat pasir, dan Pasir yang mana paling dominan tetapi
keberadaan ruble masih ada.
Pulau Geleang termasuk dalam zona inti, kekayaan terumbu karang ditemukan
12 famili dan 31 genus. Penutupan karang berkisar 70-75% dengan tingkat kerusakan 5-
10% dan tingkat keanekaragaman mencapai 81,2%, dari yang ada di Kepulauan
Karimun Jawa. Hamparan pasir putih sepanjang 1-5 meter dijumpai sepanjang pantai
bagian utara, barat, dan selatan. Substrat di dominasi karang pasiran dengan jarak
kedangkalan 200 meter ke laut. Kondisi pesisir/lautan Pulau Geleang dicirikan dengan
tumbuh suburnya beberapa tumbuhan mangrove dan ekosistem terumbu karang.
Kondisi tanah umumnya berupa tanah berbatu karang dan berpasir. Adanya karang
penghalang yang tumbuh memungkinkan tanah di daerah pantai terhindar dari erosi.
Banyaknya sedimen di daerah pantai bukan semata akibat dari erosi pantai akan tetapi
fisik yang terjadi secara alamiah atau karena pengarahu antropogenik (Ramli, 2003).
Menurut Yusuf (2013) persentase substrat dasar Pulau Geleang adalah
karang/ruble 48,98%, lamun 6,49%, pasir 41,19%, dan lumpur 1,72%. Sedangkan untuk
Pulau Bengkoang sendiri persentase nya adalah karang/ruble 37,44%, lamun 7,94%,
pasir 51,08%, dan lumpur 4,18%. Pada Pulau Geleang didominasi oleh karang/ruble
karena Pulau Geleang memiliki tingkat kecerahan yang tertinggi yaitu mencapai 97%
sehingga memungkinkan karang hidup dengan baik. Sedangkan pada Pulau
Bengkoang didominasi oleh pasir berlumpur.
V. KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini adalah penggunaan Citra Satelit
Sentinel 2A untuk memetakan substrat dasar perairan dangkal cukup baik yang mana
didapatkan pembagian 3 kelas dalam klasifikasi yang terdiri dari; Campuran Rubble
Karang (Mix-Rb/C), Padang Lamun (PL), dan Pasir (S). Kelas yang lebih dominan
dalam klasifikasi substrat dasar perairan kedua pulau ini adalah pasir.
DAFTAR PUSTAKA
Ramli, I. 2003. Analisis Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Terumbu Karang di Kawasan Pulau Geleang dan Pulau Burung Kepulauan Karimunjawa Jawa Tengah. UPT PUSTAKA UNDIP: Semarang.
Yusuf, M. (2014). Analisis Kesesuaian Lokasi Untuk Budidaya Laut Berkelanjutan di
Kawasan Taman Nasional Karimunjawa. Indonesian Journal of Marine Sciences/Ilmu Kelautan, 18(1).
TISKIANTORO, F. (2006). Analisis kesesuaian lokasi budidaya karamba jaring apung dengan
aplikasi sistem informasi geografis di Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan (Doctoral dissertation, program Pascasarjana Universitas Diponegoro).
Nurulita, V. K., Noir P. P., Yeni M., Syawaludin A. H. 2018. Pergerakan Larva Karang
(Planula) Acropora Di Kepulauan Seribu, Biawak, Dan Karimunjawa Berdasarkan Kondisi Oseanografi. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 9(2): 16-26.
Rasyid, J. A. 2010. Distribusi Suhu Permukaan pada Musim Peralihan Barat-Timur
Terkait dengan Fishing Ground Ikan Pelagis Kecil di Perairan Spermonde. Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan ), 20(1) : 1-7.
Wyrtki, K. 1961. The Physical Oseanography of The Souhteast Asian Water. Naga
Report Volume 2. Scripps Institution of Oceanography, La Jolla, California, 195 p.
Munandar, B., Purwanto. Kunarso. 2016. Kaitan Monsun Terhadap Variabilitas Suhu
Permukaan Laut Dan Klorofil-A Untuk Prediksi Potensi Fishing Ground Di Perairan Karimunjawa. JURNAL OSEANOGRAFI. 5( 4): 505 – 511.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel Data Lapang Pulau Bengkoang bagian Selatan dan Barat
titik koordinat klasifikasi
laat lon pasir ruble mix Rb/C
Padang lamun dominasi kelas
7d 5°44'48.86" 110°24'32.36" 70 0 0 30 pasir
6d 5°44'47.35" 110°24'33.41" 95 0 0 5 pasir
5d 5°44'47.00" 110°24'35.39" 90 0 0 10 pasir
4d 5°44'45.49" 110°24'37.37" 70 0 0 30 pasir
3d 5°44'44.56" 110°24'38.88" 90 0 10 0 pasir
2d 5°44'42.70" 110°24'40.28" 80 0 20 0 pasir
8d 5°44'47.46" 110°24'30.27" 60 0 0 40 pasir
9d 5°44'46.88" 110°24'29.23" 70 0 0 30 pasir
10d 5°44'45.01" 110°24'27.60" 80 0 0 20 pasir
11d 5°44'41.05" 110°24'26.33" 80 15 0 5 pasir
12d 5°44'39.19" 110°24'24.93" 80 15 0 5 pasir
13d 5°44'36.16" 110°24'23.66" 70 25 0 5 pasir
14d 5°44'33.60" 110°24'23.54" 90 0 0 10 pasir
15d 5°44'30.22" 110°24'22.15" 90 0 0 10 pasir
16d 5°44'27.07" 110°24'21.69" 85 10 0 5 pasir
17d 5°44'24.40" 110°24'21.11" 95 0 0 5 pasir
18d 5°44'20.90" 110°24'19.37" 70 20 0 10 pasir
19d 5°44'17.06" 110°24'18.45" 65 35 0 0 pasir
20d 5°44'13.45" 110°24'15.66" 65 35 0 0 pasir
21d 5°44'21.53" 110°24'17.80" 90 5 0 5 pasir
22d 5°44'22.33" 110°24'17.43" 90 5 0 5 pasir
23d 5°44'23.48" 110°24'17.44" 95 0 0 5 pasir
24d 5°44'24.71" 110°24'17.69" 85 10 0 5 pasir
25d 5°44'25.95" 110°24'17.86" 90 5 0 5 pasir
26d 5°44'27.29" 110°24'18.27 70 25 0 5 pasir
27d 5°44'28.34" 110°24'18.61" 70 30 0 10 pasir
28d 5°44'29.68" 110°24'19.05" 70 25 0 5 pasir
29d 5°44'30.62" 110°24'19.26" 95 0 0 5 pasir
30d 5°44'31.39" 110°24'19.47" 90 0 10 0 pasir
31d 5°44'32.72" 110°24'19.86" 95 0 5 0 pasir
32d 5°44'34.57" 110°24'20.58" 80 15 5 0 pasir
33d 5°44'36.16" 110°24'21.11" 85 0 5 10 pasir
34d 5°44'37.71" 110°24'21.77" 90 0 5 5 pasir
35d 5°44'39.37" 110°24'22.90" 95 0 5 0 pasir
36d 5°44'40.87" 110°24'23.64" 100 0 0 0 pasir
37d 5°44'42.52" 110°24'23.63" 100 0 0 0 pasir
38d 5°44'44.17" 110°24'24.29" 85 5 5 5 pasir
39d 5°44'45.70" 110°24'25.36" 100 0 0 0 pasir
40d 5°44'46.97" 110°24'26.88" 80 10 10 0 pasir
41d 5°44'47.44" 110°24'27.96" 80 0 0 20 pasir
42d 5°44'46.23" 110°24'31.90" 100 0 0 0 pasir
43d 5°44'46.58" 110°24'32.84" 70 0 0 30 pasir
44d 5°44'46.46" 110°24'33.61" 85 0 10 5 pasir
45d 5°44'45.99" 110°24'34.41" 100 0 0 0 pasir
46d 5°44'45.83" 110°24'35.35" 90 0 0 10 pasir
47d 5°44'45.60" 110°24'36.36" 70 0 10 20 pasir
48d 5°44'44.79" 110°24'36.84" 90 0 5 5 pasir
49d 5°44'44.03" 110°24'37.51" 50 30 20 0 pasir
50d 5°44'43.41" 110°24'38.21" 60 40 0 0 pasir
51d 5°44'43.15" 110°24'38.95" 80 20 0 0 pasir
52d 5°44'43.45" 110°24'39.59" 90 5 0 5 pasir
53d 5°44'42.73" 110°24'39.88" 80 10 10 0 pasir
54d 5°44'41.76" 110°24'40.11" 95 0 0 5 pasir
55d 5°44'40.86" 110°24'40.34" 90 5 0 5 pasir
56d 5°44'40.43" 110°24'40.35" 80 10 0 10 pasir
57d 5°44'46.32" 110°24'30.66" 80 0 0 20 pasir
58d 5°44'46.08" 110°24'30.04" 100 0 0 0 pasir
59d 5°44'45.66" 110°24'29.20" 70 0 0 30 pasir
60d 5°44'45.07" 110°24'28.41" 70 0 0 30 pasir
61d 5°44'44.06" 110°24'27.68" 100 0 0 0 pasir
62d 5°44'23.60" 110°24'27.14" 90 0 0 10 pasir
63d 5°44'43.25" 110°24'26.42" 100 0 0 0 pasir
64d 5°44'43.30" 110°24'35.71" 90 5 0 5 pasir
65d 5°44'42.79" 110°24'24.98" 80 0 0 20 pasir
66d 5°44'42.84" 110°24'24.31" 80 0 0 20 pasir
67d 5°44'43.34" 110°24'23.45" 90 0 0 10 pasir
68d 5°44'44.08 110°24'23.22" 100 0 0 0 pasir
69d 5°44'44.84" 110°24'23.32" 70 0 30 0 pasir
70d 5°44'45.78" 110°24'23.52" 80 0 20 0 pasir
71d 5°44'46.31" 110°24'24.05" 80 20 0 0 pasir
72d 5°44'46.89" 110°24'24.69" 90 10 0 0 pasir
73d 5°44'47.26" 110°24'25.27" 90 10 0 0 pasir
74d 5°44'47.64" 110°24'26.19" 90 10 0 0 pasir
75d 5°44'47.92" 110°24'26.93 90 10 0 0 pasir
76d 5°44'47.86" 110°24'27.49" 80 20 0 0 pasir
77d 5°44'47.08" 110°24'28.08" 70 0 10 20 pasir
78d 5°44'46.15" 110°24'29.37" 100 0 0 0 pasir
79d 5°44'46.85" 110°24'32.17 80 0 0 20 pasir
80d 5°44'47.35' 110°24'32.61" 100 0 0 0 pasir
81d 5°44'47.94" 110°24'32.94" 100 0 0 0 pasir
82d 5°44'48.59" 110°24'33.40" 60 0 0 40 pasir
83d 5°44'49.30" 110°24'33.81" 60 0 0 40 pasir
84d 5°44'50.01' 110°24'34.15" 70 10 0 20 pasir
85d 5°44'50.72" 110°24'34.65" 95 0 0 5 pasir
86d 5°44'51.42" 110°24'35.29" 95 5 0 0 pasir
87d 5°44'52.07" 110°24'35.67" 30 0 0 70 padang lamun
88d 5°44'52.70" 110°24'35.98" 70 15 0 15 pasir
3 05°44'55.5" 110°24'35.8" 5 10 85 0 rb/tk
4 05°44'55.4" 110°24'35.5" 30 0 70 0 rb/tk
5 05°44'50.0" 110°24'35.2" 60 10 30 0 rb/tk
6 05°44'55.0' 110°24'35.0" 80 10 0 10 pasir
7 05°44'55.0" 110°24'34.6" 5 20 70 5 rb/tk
8 05°44'55.1" 110°24'34.2" 10 80 5 5 rb/tk
9 05°44'55.0" 110°24'34.0" 25 60 10 5 rb/tk
10 05°44'55.2" 110°24'33.8" 10 10 80 0 rb/tk
11 05°44'55.7" 110°24'33.5" 60 30 10 0 pasir
12 05°44'56.0" 110°24'32.6" 5 10 85 0 rb/tk
13 05°44'55.9" 110°24'32.2" 10 10 80 0 rb/tk
14 05°44'54.9" 110°24'33.0" 40 50 5 5 rb/tk
15 05°44'54.7" 110°24'33.2" 30 35 35 0 rb/tk
16 05°44'54.6" 110°24'32.9" 35 0 60 5 rb/tk
17 05°44'54.4" 110°24'32.5" 90 5 0 5 pasir
18 05°44'54.1" 110°24'32.3" 50 35 5 10 pasir
19 05°44'53.9" 110°24'31.9" 70 20 0 10 pasir
20 05°44'53.7" 110°24'31.5" 25 5 60 10 rb/tk
21 05°44'53.5" 110°24'31.2" 30 0 30 40 Padang lamun
22 05°44'53.4" 110°24'30.8" 50 15 30 5 pasir
23 05°44'53.3" 110°24'30.3" 70 25 0 5 pasir
24 05°44'53.0" 110°24'30.1" 10 40 0 50 Padang lamun
25 05°44'52.9" 110°24'29.9" 10 70 20 10 rb/tk
26 05°44'52.3" 110°24'29.5" 10 70 5 15 rb/tk
27 05°44'52.0" 110°24'29.2" 15 40 5 40 rb/pd
28 05°44'52.1" 110°24'28.8" 85 10 0 5 pasir
29 05°44'52.0" 110°24'28.5" 80 10 5 5 pasir
30 05°44'52.1" 110°24'28.1" 10 60 0 30 rb/tk
31 05°44'52.3" 110°24'27.7" 15 0 60 25 rb/tk
32 05°44'52.4" 110°24'27.4" 10 90 0 0 rb/tk
33 05°44'52.1" 110°24'27.2" 5 10 85 0 rb/tk
34 05°44'51.9" 110°24'27.4" 5 10 85 0 rb/tk
35 05°44'51.8" 110°24'26.9" 20 70 0 10 rb/tk
36 05°44'51.5" 110°24'26.6" 5 60 25 10 rb/tk
37 05°44'51.6" 110°24'26.4" 0 20 80 0 rb/tk
38 05°44'51.8" 110°24'26.3" 25 5 50 0 rb/tk
39 05°44'51.6" 110°24'26.0" 5 60 35 0 rb/tk
40 05°44'51.2" 110°24'25.9" 0 25 75 0 rb/tk
41 05°44'50.8" 110°24'25.9" 0 70 30 0 rb/tk
42 05°44'50.6" 110°24'25.8" 20 50 30 0 rb/tk
43 05°44'50.6" 110°24'25.2" 10 70 20 0 rb/tk
44 05°44'50.6" 110°24'24.8" 0 90 10 0 rb/tk
45 05°44'50.6" 110°24'24.4" 10 90 0 0 rb/tk
46 05°44'48.3" 110°24'24.4" 10 0 40 50 Padang lamun
47 05°44'47.9" 110°24'24.2" 70 0 20 10 pasir
48 05°44'48.0" 110°24'24.0" 10 5 70 15 rb/tk
49 05°44'47.9" 110°24'23.6" 50 40 10 0 pasir
50 05°44'48.6" 110°24'23.4" 5 15 75 5 rb/tk
51 05°44'48.1" 110°24'24.1" 0 0 80 20 rb/tk
52 05°44'47.5" 110°24'23.8" 5 0 20 75 Padang lamun
53 05°44'47.0" 110°24'23.7" 25 25 45 5 rb/tk
54 05°44'46.7" 110°24'23.1" 5 0 35 60 Padang lamun
55 05°44'46.0" 110°24'22.9" 0 0 40 60 Padang lamun
56 05°44'45.7" 110°24'22.4" 5 5 80 10 rb/tk
57 05°44'46.1" 110°24'22.1" 5 0 80 15 rb/tk
58 05°44'45.4" 110°24'22.3" 10 15 70 5 rb/tk
59 05°44'44.8" 110°24'22.0" 25 30 30 15 rb/tk
60 05°44'44.3" 110°24'22.3" 20 30 35 15 rb/tk
61 05°44'44.3" 110°24'21.6" 25 15 0 60 Padang lamun
62 05°44'43.7" 110°24'21.6" 30 20 0 50 Padang lamun
63 05°44'.43.4" 110°24'20.9" 20 35 5 40 Padang lamun
64 05°44'42.9" 110°24'21.1" 70 25 0 5 pasir
65 05°44'43.1" 110°24'20.4" 20 15 0 65 Padang lamun
66 05°44'42.6" 110°24'20.5" 25 20 50 5 rb/tk
67 05°44'42.8" 110°24'19.8" 20 20 0 60 Padang lamun
68 05°44'42.3" 110°24'20.1" 25 15 0 60 Padang lamun
69 05°44'41.9" 110°24'19.5" 10 15 0 75 Padang lamun
70 05°44'41.5" 110°24'19.9" 10 0 40 50 Padang lamun
71 05°44'40.9" 110°24'19.8" 40 30 20 10 pasir
72 05°44'40.3" 110°24'19.4" 85 10 5 0 pasir
73 05°44'40.4" 110°24'18.8" 10 40 50 0 rb/tk
74 05°44'39.8" 110°24'18.9" 20 65 10 5 rb/tk
75 05°44'39.6" 110°24'18.3" 10 50 40 0 rb/tk
76 05°44'39.4" 110°24'17.7" 0 90 10 0 rb/tk
77 05°44'39.9" 110°24'17.4" 25 50 5 20 rb/tk
78 05°44'39.3" 110°24'17.4" 50 20 10 20 pasir
79 05°44'38.6" 110°24'17.5" 40 45 5 10 rb/tk
80 05°44'38.0" 110°24'17.7" 30 30 40 0 rb/tk
81 05°44'37.5" 110°24'17.7" 0 20 80 0 rb/tk
82 05°44'37.4" 110°24'18.2" 30 20 50 0 rb/tk
83 05°44'54.2" 110°24'36.5" 20 15 65 0 rb/tk
Lampiran 2. Tabel Data Lapang Pulau Geleang
titik koordinat Klasifikasi
laat lon pasir
ruble mix Rb/C padang lamun dominasi kelas
G1 5°52'47.00"
110°21'12.00"
100% 0% 0% 0% pasir
G2 5°52'51.00"
110°21'13.00" 80% 20% 0% 0% pasir
G3 5°52'52.00"
110°21'17.00"
100% 0% 0% 0% pasir
G4 5°52'50.00"
110°21'21.00" 40% 0% 0% 60% Padang lamun
G5 5°52'48.00"
110°21'24.00" 30% 0% 0% 70% Padang lamun
G6 5°52'46.00"
110°21'26.00" 60% 0% 0% 40% pasir
G7 5°52'41.00"
110°21'28.00" 55% 0% 0% 45% pasir
G8 5°52'38.00"
110°21'29.00" 55% 0% 0% 45% pasir
G9 5°52'36.00"
110°21'30.00" 60% 0% 0% 40% pasir
G10 5°52'30.00"
110°21'31.00" 45% 0% 0% 55% lamun
G11 5°52'28.00"
110°21'32.00" 75% 0% 0% 25% pasir
G12 5°52'25.00"
110°21'33.00"
100% 0% 0% 0% pasir
G13 5°52'21.00"
110°21'31.00" 20% 65% 5% 0% mix Rb/C
G14 5°52'19.00"
110°21'26.00" 80% 10% 5% 5% pasir
G15 5°52'22.00"
110°21'21.00" 45% 50% 5% 0% mix Rb/C
G16 5°52'24.00"
110°21'18.00" 95% 0% 0% 5% pasir
G17 5°52'28.00"
110°21'16.00"
100% 0% 0% 0% pasir
G18 5°52'32.00"
110°21'13.00" 60% 20% 0% 20% pasir
G19 5°52'36.00"
110°21'12.00" 95% 5% 0% 0% pasir
G20 5°52'39.00"
110°21'11.00"
100% 0% 0% 0% pasir
G21 5°52'47.93"
110°21'23.86" 35% 0% 0% 65% lamun
G22 5°52'47.70"
110°21'22.95" 40% 30% 0% 30% pasir
G23 5°52'47.77"
110°21'22.22" 40% 0% 0% 60% lamun
G24 5°52'48.39"
110°21'21.90" 30% 0% 0% 70% lamun
G25 5°52'48.50"
110°21'21.25" 20% 0% 0% 80% lamun
G26 5°52'49.13"
110°21'21.21" 70% 0% 0% 30% pasir
G27 5°52'48.88"
110°21'20.56" 60% 0% 0% 40% pasir
G28 5°52'49.16"
110°21'19.90" 50% 0% 0% 50% lamun
G29 5°52'49.27"
110°21'19.20" 30% 0% 0% 70% lamun
G30 5°52'49.79"
110°21'18.73"
100% 0% 0% 0% pasir
G31 5°52'50.08"
110°21'18.06" 90% 0% 0% 10% pasir
G32 5°52'50.15"
110°21'17.33" 90% 0% 0% 10% pasir
G33 5°52'50.04"
110°21'16.63"
100% 0% 0% 0% pasir
G34 5°52'50.34"
110°21'15.98"
100% 0% 0% 0% pasir
G35 5°52'50.17"
110°21'15.43"
100% 0% 0% 0% pasir
G36 5°52'24.36"
110°21'18.09" 60% 0% 0% 40% pasir
G37 5°52'24.83 110°21'17.69 70% 0% 0% 30% pasir
" "
G38 5°52'25.31"
110°21'17.97" 60% 0% 0% 40% pasir
G39 5°52'25.77"
110°21'17.69" 85% 0% 0% 15% pasir
G40 5°52'26.19"
110°21'17.88" 60% 0% 0% 40% pasir
G41 5°52'26.61" 110°21'17.70 95% 0% 0% 5% pasir
G42 5°52'27.07"
110°21'17.91" 70% 0% 0% 30% pasir
G43 5°52'27.48"
110°21'17.76" 95% 0% 0% 5% pasir
G44 5°52'27.82"
110°21'17.83" 60% 0% 0% 40% pasir
G45 5°52'28.12"
110°21'17.60" 95% 0% 0% 5% pasir
G46 5°52'28.53"
110°21'17.37" 95% 0% 0% 5% pasir
G47 5°52'28.85"
110°21'17.07"
100% 0% 0% 0% pasir
G48 5°52'29.14"
110°21'16.76" 90% 0% 0% 10% pasir
G49 5°52'29.29"
110°21'16.46" 95% 0% 0% 5% pasir
G50 5°52'29.35"
110°21'16.37" 95% 5% 0% 0% pasir
G51 5°52'45.54"
110°21'25.84" 75% 0% 5% 20% pasir
G52 5°52'45.21"
110°21'26.16" 40% 0% 0% 60% lamun
G53 5°52'44.58"
110°21'25.99" 55% 0% 0% 45% pasir
G54 5°52'44.29"
110°21'26.65" 65% 0% 0% 35% pasir
G55 5°52'43.50"
110°21'26.54" 80% 0% 0% 20% pasir
G56 5°52'43.22"
110°21'27.16" 95% 0% 5% 0% pasir
G57 5°52'42.59"
110°21'26.94" 85% 0% 0% 15% pasir
G58 5°52'42.50"
110°21'27.44" 40% 0% 0% 60% lamun
G59 5°52'41.86"
110°21'13.00" 80% 0% 0% 20% pasir
G60 5°52'41.80"
110°21'27.90" 70% 0% 0% 30% pasir
G61 5°52'41.22"
110°21'27.80" 85% 0% 0% 15% pasir
G62 5°52'40.37"
110°21'27.76" 90% 0% 0% 10% pasir
G63 5°52'40.15"
110°21'28.27" 80% 0% 0% 20% pasir
G64 5°52'39.58"
110°21'28.05" 60% 0% 0% 40% pasir
G65 5°52'39.44"
110°21'28.57" 90% 0% 0% 10% pasir
G66 5°52'30.16"
110°21'31.60" 90% 10% 0% 0% pasir
G67 5°52'29.58"
110°21'31.43" 80% 0% 0% 20% pasir
G68 5°52'29.32"
110°21'32.02" 85% 0% 5% 10% pasir
G69 5°52'28.72"
110°21'31.71" 45% 0% 0% 55% lamun
G70 5°52'27.65"
110°21'31.83" 90% 10% 0% 0% pasir
G71 5°52'27.33"
110°21'32.27"
100% 0% 0% 0% pasir
G72 5°52'26.72"
110°21'32.05" 90% 10% 0% 0% pasir
G73 5°52'26.42"
110°21'32.52"
100% 0% 0% 0% pasir
G74 5°52'25.79"
110°21'32.17"
100% 0% 0% 0% pasir
G75 5°52'25.38"
110°21'32.64" 95% 5% 0% 0% pasir
G76 5°52'24.42"
110°21'32.61" 70% 5% 0% 25% pasir
G77 5°52'24.05"
110°21'33.03" 80% 20% 0% 0% pasir
G78 5°52'23.59"
110°21'32.60" 70% 30% 0% 0% pasir
G79 5°52'23.09"
110°21'32.81" 60% 40% 0% 0% pasir
G80 5°52'22.84"
110°21'32.39" 45% 55% 0% 0% mix Rb/C
86 05°52'46.5
" 110°21'08.8" 30 20 50 0 mix Rb/C
87 05°52'47.1
" 110°21'08.3" 30 70 0 0 mix Rb/C
88 05°52'47.2
" 110°21'07.3" 10 40 50 0 mix Rb/C
89 05°52'47.2 110°21'06.8" 10 50 40 0 mix Rb/C
"
90 05°52'46.5
" 110°21'06.8" 10 70 30 0 mix Rb/C
91 05°52'46.0
" 110°21'06.9" 20 50 30 0 mix Rb/C
92 05°52'45.4
" 110°21'06.7" 50 40 10 0 pasir
93 05°52'44.9
" 110°21'06.3" 10 30 60 0 mix Rb/C
94 05°52'44.1
" 110°21'06.7" 20 20 60 0 mix Rb/C
95 05°52'43.5
" 110°21'06.8" 40 20 40 0 mix Rb/C
96 05°52'43.1
" 110°21'07.0" 10 20 70 0 mix Rb/C
97 05°52'42.5
" 110°21'67.3" 10 30 60 0 mix Rb/C
98 05°52'42.1
" 110°21'08.1" 10 40 50 0 mix Rb/C
99 05°52'41.6
" 110°21'68.1" 20 40 40 0 mix Rb/C
100 05°52'41.1
" 110°21'08.1" 40 40 20 0 mix Rb/C
101 05°52'42.6
" 110°21'08.4" 40 40 20 0 mix Rb/C
102 05°52'40.0
" 110°21'08.7" 60 25 10 5 pasir
103 05°52'39.2
" 110°21'09.0" 70 0 0 30 pasir
104 05°52'38.9
" 110°21'09.4" 90 0 10 0 pasir
105 05°52'38.5
" 110°21'09.8" 60 20 20 0 pasir
106 05°52'37.9
" 110°21'10.1" 70 30 0 0 pasir
107 05°52'37.5
" 110°21'10.4" 40 25 30 5 pasir
108 05°52'36.8
" 110°21'10.6" 60 30 5 5 pasir
109 05°52'36.3
" 110°21'11.0" 20 70 0 10 mix Rb/C
110 05°52'35.8
" 110°21'11.3" 40 20 20 20 pasir
111 05°52'35.0
" 110°21'11.9" 80 15 0 5 pasir
112 05°52'34.1
" 110°21'12.1" 70 10 0 20 pasir
113 05°52'33.3
" 110°21'12.1" 40 30 20 10 pasir
114 05°52'32.5
" 110°21'12.8" 60 30 0 10 pasir
115 05°52'32.0
" 110°21'12.5" 70 5 10 15 pasir
116 05°52'31.2
" 110°21'11.9" 60 20 10 10 pasir
117 05°52'30.3
" 110°21'12.2" 80 10 5 5 pasir
118 05°52'29.6
" 110°21'11.9" 40 25 30 5 pasir
119 05°52'28.7
" 110°21'12.0" 40 30 30 0 pasir
120 05°52'27.9
" 110°21'12.0" 15 60 20 5 mix Rb/C
121 05°52'26.8
" 110°21'11.9" 30 30 20 20 mix Rb/C
122 05°52'25.9
" 110°21'12.1" 35 10 40 15 mix Rb/C
123 05°52'25.5
" 110°21'13.0" 15 0 80 5 mix Rb/C
124 05°52'25.0
" 110°21'13.4 90 0 0 10 pasir
125 05°52'24.7
" 110°21'14.1" 60 30 5 5 pasir
126 05°52'24.3
" 110°21'15.1" 70 20 5 5 pasir
127 05°52'23.8
" 110°21'15.5" 80 10 5 5 pasir
128 05°52'23.4
" 110°21'16.8" 20 5 70 5 mix Rb/C
129 05°52'22.4
" 110°21'17.4" 70 15 10 5 pasir
130 05°52'21.4
" 110°21'18.3" 50 15 30 5 pasir
131 05°52'53.9
" 110°21'13.6" 70 20 0 10 pasir
132 05°52'54.1
" 110°21'14.2" 70 20 0 10 pasir
133 05°52'54.6
" 110°21'15.1" 60 20 0 20 pasir
134 05°52'55.0
" 110°21'16.0" 70 10 0 20 pasir
135 05°52'55.4
" 110°21'16.9" 50 20 0 30 pasir
136 05°52'55.3 110°21'17.8" 20 20 30 30 mix Rb/C
"
137 05°52'55.0
" 110°21'18.8" 30 20 0 50 lamun
138 05°52'55.2
" 110°21'19.7" 80 0 0 20 pasir
139 05°52'55.1
" 110°21'20.7" 100 0 0 0 pasir
140 05°52'55.0
" 110°21'21.7" 100 0 0 0 pasir
141 05°52'54.8
" 110°21'22.7" 100 0 0 0 pasir
142 05°52'54.6
" 110°21'23.5" 90 0 5 5 pasir
143 05°52'54.5
" 110°21'23.9" 90 10 0 0 pasir
144 05°52'54.4
" 110°21'24.5" 90 10 0 0 pasir
145 05°52'54.0
" 110°21'24.8" 90 5 0 5 pasir
146 05°52'53.4
" 110°21'25.3" 80 5 5 10 pasir
147 05°52'52.8
" 110°21'25.8" 50 0 20 30 pasir
148 05°52'52.3
" 110°21'26.1" 70 10 0 20 pasir
149 05°52'52.0
" 110°21'26.3" 60 10 0 30 pasir
150 05°52'51.5
" 110°21'26.7" 60 20 0 20 pasir
151 05°52'46.8
" 110°21'26.3" 60 10 0 30 pasir
152 05°52'46.5
" 110°21'26.9" 80 0 0 20 pasir
153 05°52'46.2
" 110°21'27.5" 90 0 0 10 pasir
154 05°52'45.7
" 110°21'27.9" 90 0 0 10 pasir
155 05°52'45.5
" 110°21'28.5" 70 0 0 30 pasir
156 05°52'44.9
" 110°21'29.2" 90 0 5 5 pasir
157 05°52'44.3
" 110°21'29.8" 50 5 5 40 pasir
158 05°52'43.8
" 110°21'30.6" 40 10 0 50 lamun
159 05°52'43.0
" 110°21'30.8" 60 20 0 20 pasir
160 05°52'42.3
" 110°21'31.1" 70 10 10 10 pasir
161 05°52'40.8
" 110°21'31.9" 50 0 20 30 pasir
162 05°52'39.3
" 110°21'32.8" 60 0 20 20 pasir
163 05°52'37.6
" 110°21'32.8" 60 10 0 30 pasir
164 05°52'36.1
" 110°21'33.2" 50 10 30 10 pasir
165 05°52'34.3
" 110°21'33.5" 60 0 30 10 pasir
166 05°52'32.6
" 110°21'33.7" 60 20 0 20 pasir
167 05°52'31.2
" 110°21'34.5" 50 10 20 20 pasir
168 05°52'29.4
" 110°21'34.5 60 20 0 20 pasir
169 05°52'27.7
" 110°21'34.4" 70 10 0 20 pasir
170 05°52'26.3 110°21'34.9" 60 0 20 20 pasir