Post on 14-Aug-2015
description
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
Berikut ini merupakan alat dan bahan yang digunakan dalam pelaksanaan
praktikum mengenai kinetika bahan pangan selama penggorengan.
3.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum kinetika bahan pangan selama
penggorengan yaitu sebagai berikut.
1. Deep fryer (panci penggorenegean rendam)
2. Termokopel sebagai alat pengukur suhu kontan penggorengan
3. Piring sterofoam sebagai alat meletakan/menyimpan sampel
4. Penetrometer kerucut sebagai alat pengukur kekeraan bahan
5. Pisau sebagai alat pemotong
6. Stopwatch sebagai alat pengukur waktu saat menggoreng
7. Alat tulis sebagai alat pencatat data hasil percobaan
3.1.2 Bahan
Bahan yang dipakai dalam pelaksanaan praktikum kinetika bahan pangan
selama penggorengan melliputi :
1. Kentang sebagai bahan pengujian
2. Chicken Nugget sebagai bahan pengujian
3. Minyak goreng sebagai bahan penggoreng bahan uji
3.2 Prosedur Percobaan
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan praktikum mengenai
kinetika bahan pangan selama penggorengan yaitu sebagai berikut.
A. Mengukur perubahan kekerasan sampel selama penggorengan
1. Mengukur kekerasan satu buah sampel masing-masing bahan uji (kentang
dan nugget) yang tidak digoreng menggunakan penetrometer kerucut
banyak 3 kali pengulangan. Bahan yang tidak digoreng tersebut sebagai
bahan uji pada t = 0.
2. Menyiapkan dan memanaskan penggorengan berisi minyak goreng
secukupnya hingga mencapai suhu konstan sebesar 180oC.
3. Menyiapkan 6 sampel kentang dan nugget dengan menentukan masing-
masing sampel pada t 1 menit, 2 menit, 3 menit, 4 menit, 5 menit, 6 menit
dan 7 menit.
4. Menggoreng setiap bahan uji selama waktu yang telah ditentukan pada
masing-masing sampel.
5. Mengukur nilai kekerasan setiap sampel setelah selesai digoreng sesuai
waktu yang telah ditentukan pada masing-masing sampel menggunakan
piknometer kerucut.
B. Mengukur pengaruh suhu terhadap laju perubahan
Melakukan langkah-langkah percobaan seperti pada langkah kerja A
namun menggunakan minyak goreng dengan suhu konstan 160oC.
C. Melakukan pengujian sensor kematangan sampel
1. Memberikan skor/nilai pada setiap sampel berdasarkan perubahan warna
pada sampel t = 0 menit hingga sampel t = 7 menit.
Range penilaian perubahan warna yaitu sebagai berikut.
1 : Putih
2 : Putih agak kuning
3 : Kuning
4 : Coklat muda
5 : Coklat tua
2. Memberikan skor/nilai pada setiap sampel berdasarkan tingkat
kematangan pada sampel t = 0 menit hingga sampel t = 7 menit.
Range penilaian tingkat kematngan yaitu sebagai berikut.
1 : Mentah
2 : Agak mentah
3 : Sedang
4 : Agak matang
5 : Matang
3. Memberikan skor/nilai pada setiap sampel berdasarkan tingkat kekerasan
pada sampel t = 0 menit hingga sampel t = 7 menit.
Range penilaian tingkat kekerasan yaitu sebagai berikut.
1 : Sangat keras
2 : Agak keras
3 : Sedang
4 : Agak lunak
5 : Lunak
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penggorengan
Menggoreng merupakan perlakuan panas terhadap bahan untuk
mematangkan bahan. Proses utama yang terjadi selama proses penggorengan
adalah perpindahan panas dan massa, dengan minyak yang berfungsi sebagai
media penghantar panas. Panas yang diterima bahan akan dipergunakan untuk
berbagai keperluan antara lain: untuk penguapan air, gelatinisasi pati, denaturasi
protein, pencoklatan dan karamelisasi (Ratnaningsih et al., 2007).
Penggorengan adalah suatu unit operasi yang digunakan untuk mengubah
eating quality suatu makanan dan memberikan efek pengawetan akibat destruksi
thermal mikroorganisme dan enzim, serta menurunkan aktivitas air. Umur simpan
bahan gorengan hampir semuanya ditentukan oleh kadar air setelah
penggorengan. Tujuan dilakukannya penggorengan adalah untuk menghasilkan
produk yang mengembang dan renyah, selain itu untuk meningkatkan cita rasa,
warna, kandungan gizi dan daya awet produk (Ketaren, 1986).
Suhu permukaan naik dengan cepat dan air menguap sebagai uap air ketika
makanan dimasukkan ke dalam minyak panas. Bagian permukaan mulai
mongering dan selanjutnya evaporasi masuk ke bagian dalam makanan, lalu
terbentuklah crust. Suhu permukaan kemudian naik sampai ke suhu minyak dan
suhu internal dengan lambat naik menjadi 100o C (Fellows, 1990).
Ada dua metode penggorengan yang dibedakan menurut metode transfer
panasnya, yaitu pan frying (sistem gangsa) dan deep fat frying (sistem
penggorengan biasa). Bahan yang digoreng dengan menggunakan metode pan
frying tidak sampai terendam dalam minyak. Transfer panas ke makanan pada
umumnya secara konduksi, yaitu dari permukaan wajan melalui lapisan tipis
minyak. Penggorengan dengan metode deep fat frying, bahan yang digoreng
terendam seluruhnya dalam minyak. Transfer panas pada metode ini merupakan
kombinasi dari konveksi dalam minyak panas dan konduksi ke bagian dalam
makanan, sehingga semua permukaan makanan menerima perlakuan yang sama
untuk mencapai warna dan kenampakan yang seragam. Penggorengan dengan
metode deep fat frying, suhu minyak dapat mencapai 200 sampai 205o C (Ketaren,
1986).
Pemilihan suhu penggorengan merupakan faktor yang menentukan hasil
gorengan yang dinilai berdasarkan kenampakan, flavor, lemak yang terserap dan
stabilitas penyimpanan serta faktor ekonomi. Mutu hasil gorengan dengan
stabilitas penyimpanan yang baik dihasilkan pada suhu penggorengan yang paling
rendah.
Walaupun penggunaan suhu rendah dapat memperbaiki mutu hasil
gorengan, namun jarang diterapkan karena pertimbangan ekonomi. Hal ini
disebabkan karena penggunaan suhu tinggi memerlukan biaya produksi yang
lebih murah dan waktu penggorengan relatif lebih singkat. Suhu menggoreng
yang optimum adalah sekitar 325-390 0F (161-190 0C). Salah satu pertimbangan
digunakan suhu penggorengan yang optimum adalah pengaruhnya langsung
terhadap warna bahan pangan yang digoreng.
Proses penggorengan berlangsung dalam dua tahap pindah panas, yaitu
constant rate period dan falling rate period. Tahap pertama, suhu permukaan naik
hingga titik tertentu dimana air mulai menguap. Air bergerak dari bagian dalam
bahan makanan pada kecepatan yang sama selama terjadi evaporasi pada
permukaan, Oleh karena itu tahap ini disebut constant rate period.
Tahap kedua terjadi pada saat kadar air dan suhu permukaan berada di atas
100o C. Kecepatan pengeringan pada tahap ini menurun hingga mencapai nol pada
equilibrium moisture content, yaitu kadar air bahan makanan mencapai
keseimbangan dengan kelembaban udara disekelilingnya. Tahap pengeringan ini
disebut falling rate period. Pada tahap ini mulai terbentuk crust pada bagian
permukaan makan dan zone isotermal 100o C bergerak menuju bagian dalam
produk, sehingga crust menjadi bagian luar zone isotermal tersebut. Tahap
selanjutnya adalah penyeragaman suhu pada produk dan berakhir ketika suhu
pusat produk mencapai suhu maksimum.
Proses pemasakan berlangsung oleh penetrasi panas dari minyak yang
masuk ke dalam bahan pangan. Timbulnya warna pada permukaan bahan
disebabkan oleh reaksi Maillard. Tingkat intensitas warna ini tergantung dari lama
dan suhu menggoreng dan juga komposisi kimia pada permukaan luar dari bahan
pangan, sedangkan jenis minyak yang digunakan berpengaruh sangat kecil
terhadap warna permukaan bahan pangan (Ketaren, 1986).
Makanan gorengan hendaknya memiliki warna coklat yang baik dan
absorbs minyak yang minimal. Faktor paling penting yang mempengaruhi sifat
sifat ini adalah suhu minyak goreng, penggunaan suhu minyak yang terlalu tinggi
menyebabkan pembentukan warna coklat dan crust pada permukaan bahan
makanan terlalu cepat sehingga pemasakan dan pengeringan pada bagian dalam
bahan makanan tidak sempurna. Apabila suhu yang digunakan terlalu rendah,
bahan makanan perlu waktu lebih lama untuk mencapai warna coklat yang
dikehendaki dan semakin lama bahan dalam minyak goreng maka semakin
banyak minyak terabsorbsi.
Proses penggorengan selain menyebabkan perubahan kimia dalam bahan
pangan juga pada minyak gorengnya. Kerusakan minyak goreng ini akan dapat
mempengaruhi mutu bahan pangan dan bahkan dihasilkan produk-produk yang
membahayakan. Degradasi komponen minyak antara lain mengakibatkan titik
asap turun dan akan berlangsung lebih cepat apabila suhu penggorengan lebih
tinggi daripada normal (lebih tinggi 163-196oC). Titik asap ini menunjukkan saat
terbentuknya akrolein yang dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan
(Ketaren, 1986).
Menurut Ketaren (1986), kerusakan (oksidasi) yang lebih lanjut dari
minyak akan menghasilkan alkohol, aldehid, asam dan hidrokarbon yang
menyebabkan flavor dan warna minyak menjadi gelap. Oksidasi minyak juga
dapat menghasilkan radikal bebas dan senyawa-senyawa yang bersifat karsinogen
atau toksik. Kecepatan oksidasi minyak sejalan dengan derajat ketidak-jenuhan
asam lemaknya. Semakin tidak jenuh asam lemak dalam minyak, maka akan
semakin mudah minyak tersebut teroksidasi.
2.2 Deep Frying
Deep frying adalah memasak dengan metode di mana makanan terendam
panas lemak misalnya minyak . Hal ini biasanya dilakukan dengan penggorengan
atau panci Chip, industri, sebuah penggoreng tekanan atau penggoreng vakum
dapat digunakan.
Deep frying diklasifikasikan sebagai metode memasak kering karena tidak
ada air yang digunakan. Karena suhu tinggi yang terlibat dan konduksi panas
tinggi minyak, memasak makanan yang sangat cepat.
Gambar 1. Deep Frying
Jika dilakukan dengan benar, deep-menggoreng tidak membuat makanan
berlebihan berminyak, karena kelembaban dalam makanan repels minyak. Minyak
panas memanaskan air dalam makanan, mengepul itu, minyak tidak bisa melawan
arah aliran ini kuat karena (karena suhu tinggi) uap air mendorong gelembung ke
permukaan. Selama minyak yang cukup panas dan makanan tidak tenggelam
dalam minyak terlalu lama, penetrasi minyak akan terbatas pada permukaan luar.
Namun, jika makanan dimasak dalam minyak terlalu lama, banyak air akan hilang
dan minyak akan mulai menembus makanan. Menggoreng yang benar temperatur
tergantung pada ketebalan dan jenis makanan, tetapi dalam banyak kasus itu
terletak di antara 175-190 ° C (347-374 ° F).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Laju Perubahan Suhu Terhadap Tekstur Pangan. Available at:
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/51348/F11oma_B
AB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=6 Diakses pada Selasa,
26 Maret 2013.
Haryanti, Pefita. Nilai Kualitas Minyak Selama Penggorengan. Available at :
http://pepitaharyanti.files.wordpress.com/2010/11/skripsi-neni.pdf Diakses
pada Selasa, 26 Maret 2013.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas
Indonesia Press : Jakarta.
Rusendi, Dadi., dkk. 2012. Penuntun Praktikum MK. Teknik Peneangan Hasil
Pertanian Agribisnis. Fakultas Teknologi Industri Pertanian. Universitas
Padjadjaran.
Zain, Sudryanto, dkk. 2005. Teknk Penangan Hasil Pertanian. Bndung: Pustaka
Giratuna, Universitas Padjadjaran.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penggorengan merupakan salah satu proses memasak bahan pangan secara
cepat dan praktis, dengan menggunakan media minyak. Penggorengan dengan
proses pencelupan bahan pangan ke dalam minyak panas (deep frying) sangat
penting dan banyak dilakukan dalam industri makanan.
Tujuan utama dari penggorengan bahan pangan adalah untuk membuat
bahan pangan menjadi masak dan siap dikonsumsi. Selain itu juga bertujuan untuk
memberi warna yang lebih merata dan tekstur bahan pangan yang menarik serta
mengembangkan citarasa dan aroma pada bahan pangan.
Selama proses penggorengan terjadi modifikasi karakteristik suatu bahan
pangan baik secara fisika, kimia dan tanggapan panca indra atau sensorik. Dalam
aspek fisik, tekstur merupakan salah satu parameter mutu makanan yang dapat
dirasakan oleh tangan, jari, lidah, dan gigi. Nilai tekstur suatu bahan pangan dapat
ditentukan melalui nilai gaya tekan bahan pangan.
Dalam praktikum kali ini akan dilakukan percobaan mengenai kinetika
bahan pangan berupa gaya tekan yang dimiliki setiap sampel dengan perlakuan
yang berbeda. Gaya tekan yang diamati akan berkorelasi dengan keadaan teksur
dan kenampakan sensorik lain pada bahan pangan itu sendiri.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya percobaan kinetika bahan pangan selama
proses penggorengan antara lain :
1. Mengetahui hubungan nilai gaya tekan suatu bahan pangan terhadap nilai
teksturnya.
2. Mengetahui hubungan kualitas sensorik suatu bahan pangan terhadap
waktu (lamanya) selama proses penggorengan.
3. Mengetahui perbedaan nilai kinetika suatu bahan pangan yang berbeda.
BAB IV
HASIL PERCOBAAN
4.1 Hasil Pengukuran dan Pengamatan
Berikut ini merupakan data hasil pengujian penggorengan pada bahan berupa nugget dan kentang.
Tabel 1. Hasil Pengujian Nugget pada Suhu Penggorengan 160° C
No.
t (menit) Kematangan KelunakanPerubahan
WarnaUji
SensoriUji
Tekan
1. 0 2 5 3 3,33 1,6
2. 1 2 2 3 2,33 1,13
3. 2 2 3 3 2,67 1,23
4. 3 3 3 3 3 0,9
5. 4 3 3 4 3,33 1,2
6. 5 4 4 4 4 0,97
7. 6 4 4 4 4 1,13
8. 7 5 5 5 5 0,97
Tabel 2. Hasil Pengujian Nugget pada Suhu Penggorengan 180° C
No.
t (menit) Kematangan KelunakanPerubahan
WarnaUji
SensoriUji
Tekan
1. 0 1 4 4 3 1,13
2. 1 2 2 2 2 0,93
3. 2 3 3 2 2,67 1,05
4. 3 3 4 3 3,33 1,03
5. 4 4 4 3 3,67 1,23
6. 5 4 4 4 4 1,2167
7. 6 5 5 4 4,67 1,15
8. 7 5 5 5 5 1,3267
Tabel 3. Hasil Pengujian Kentang pada Suhu Penggorengan 160° C
No.
t (menit) Kematangan KelunakanPerubahan
WarnaUji
SensoriUji
Tekan
1. 0 2 3 2 2,33 0,7
2. 1 2 2 1 1,67 1,02
3. 2 3 3 2 2,67 1,15
4. 3 3 4 3 3,33 1,13
5. 4 4 4 3 3,67 1,36
6. 5 4 4 3 3,67 1,33
7. 6 5 5 4 4,67 1,43
8. 7 5 5 4 4,67 2
Tabel 4. Hasil Pengujian Kentang pada Suhu Penggorengan 180° C
No.
t (menit) Kematangan KelunakanPerubahan
WarnaUji
SensoriUji
Tekan
1. 0 1 2 2 1,67 0,67
2. 1 1 1 2 1,33 1,17
3. 2 2 2 2 2 1,316
4. 3 3 3 2 2,67 1,23
5. 4 3 4 2 3 1,26
6. 5 5 5 2 4 1,83
7. 6 5 5 3 4,33 1,5
8. 7 5 5 4 4,67 1,5
4.2 Analisa Data
4.2.1 Penggorengan Nugget pada Suhu 160° C
0 1 2 3 4 5 6 7 80
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.8
0
1
2
3
4
5
6
3.33
2.332.67
33.33
4 4
51.6
1.131.23
0.9
1.2
0.970000000000001
1.130.9700000000000
01
Uji Tekan Uji Sensori
Waktu (menit)
Uji
Tek
an (
kg)
Uji
Sen
sori
Grafik 1. Hubungan Uji Sensoris dan Uji Tekan Rerata terhadap Waktu pada Penggorengan Nugget Suhu 160°C
4.2.2 Penggorengan Nugget pada Suhu 180° C
0 1 2 3 4 5 6 7 80
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
0
1
2
3
4
5
6
3
2
2.67
3.333.67
4
4.6751.13
0.931.05 1.03
1.23 1.21671.15
1.3267
Uji Tekan Uji Sensori
Waktu (menit)
Uji T
ekan
(kg)
Uji S
enso
ri
Grafik 2. Hubungan Uji Sensoris dan Uji Tekan Rerata terhadap Waktu pada Penggorengan Nugget Suhu 180°C
4.2.3 Penggorengan Kentang pada Suhu 160° C
0 1 2 3 4 5 6 7 80
0.5
1
1.5
2
2.5
00.511.522.533.544.55
2.33
1.67
2.67
3.333.67 3.67
4.67 4.67
0.700000000000001
1.021.15 1.13
1.36 1.33 1.43
2
Uji Tekan Uji SensoriWaktu (menit)
Uji
Tek
an (
kg)
Uji
Sen
sori
Grafik 3. Hubungan Uji Sensoris dan Uji Tekan Rerata terhadap Waktu pada Penggorengan Kentang Suhu 160°C
4.2.4 Penggorengan Kentang pada Suhu 180° C
0 1 2 3 4 5 6 7 80
0.20.40.60.8
11.21.41.61.8
2
00.511.522.533.544.55
1.671.33
2
2.673
44.33
4.67
0.670000000000002
1.171.316
1.23 1.26
1.83
1.5 1.5
Uji Tekan Uji SensoriWaktu (menit)
Uji
Tek
an (
kg)
Uji
Sen
sori
Grafik 4. Hubungan Uji Sensoris dan Uji Tekan Rerata terhadap Waktu pada Penggorengan Kentang Suhu 180°C
BAB V
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan mengenai uji kinetika bahan
pangan yaitu nugget dan kentang selama proses penggorengan. Pengujian tersebut
meliputi uji sensori dan uji tekan. Pelaksanaan penggorengan menggunakan
meteode deep frying yaitu metode penggorengan dimana bahan yang digoreng
terendam seluruhnya dalam minyak. Suhu yang diujikan saat penggorengan yaitu
1600C dan 180oC dalam pengujian sampel pada waktu (t) yang beragam yaitu t =
0 menit sampai t = 7 menit.
Pengujian bahan yang digunakan (nugget dan kentang) meliputi uji sensori
dan uji tekan. Uji sensori meliputi pengamatan perubahan warna, perubahan
tingkat kekerasan, dan tingkat kematangan bahan, sedangkan uji tekan diukur
menggunakan penetrometer kerucut.
Berdasarkan data hasil percobaan pada nugget dan kentang pada suhu
160oC, diketahui nilai uji sensori saat nugget belum digoreng (t = 0) adalah 3.33,
pada t = 1 menit dan seterusnya (t = 7 menit) nilai uji sensori semakin besar yaitu
5 saat t = 7 menit. Nilai uji sensori 5 menunjukkan bahwa nugget yang awalnya
berwarna putih agak kuning, agak mentah, dan keras, saat digoreng selama 7
menit nugget tersebut menjadi berwarna coklat tua, sangat matang, dan lunak. Hal
tersebut menunjukkan bahwa semakin lama dilakukan proses penggorengan pada
suhu 160oC , maka secara seonsori bahan pangan nilainya akan meningkat hampir
2 kali dari kondisi sebelumnya. Berbeda hal dengan nilai uji tekan nugget. Pada t
= 0 nilai uji tekan nugget yaitu 1.6, sedangkan pada saat setelah proses
penggorengan selama 7 menit, nilai uji tekan semakin menurun hingga pada nilai
0.97. hal tersebut menunjukkan semakin lama bahan pangan dilakukan proses
penggorengan, maka teksturnya akan semakin mudah ditekan (lunak) sehingga
nilai uji tekannya akan semakin kecil.
Begitupun yang terjadi pada kentang yang digoreng pada minyak dengan
suhu 160oC. Uji sensori awal (t = 0) kentang dengan nilai 2.33 menyatakan bahwa
kondisi awal kentang agak mentah, berwarna agak kuning, dan tingkat kekerasan
sedang setelah dilakukan penggorenegan selama 7 menit nilai sensori kentang
menjadi 4.67 yang menunjukkan bahwa kondisi akhir kentang berwarna coklat
tua, sangat lunak, dan sangat matang. Sedangkan dalam nilai uji tekan, berbeda
hal dengan nugget. Semakin lama kentang digoreng, maka nilai uji tekan malah
semakin membesar. Kentang pada kondisi awal memiliki uji tekan 0.7 setelah
digoreng selama 7 menit nilai uji tekan menjadi 2. Hal tersebut menunjukkan
semakin lama dilakukan penggorengan maka kentang akan semakin keras.
Hal di atas (kondisi kentang dan nugget pada T = 160oC) juga terjadi pada
proses penggorengan bahan pangan pada suhu 180oC. Diketahui berdasarkan data
hasil yang diperoleh, pada nugget semakin lama digoreng maka nilai uji sensori
semakin besar sedangkan uji tekannya semakin kecil. Sedangkan jika pada
kentang, nilai uji sensori dan nilai uji tekan semakin lama digoreng maka akan
semakin besar.
Hal-hal yang membedakan dari proses penggorengan pada suhu 160oC dan
180oC juga dapat terlihat pada pengujian sensori dan uji tekannya. Faktor paling
penting yang mempengaruhi pengujian ini adalah suhu minyak goreng.
Penggunaan suhu minyak yang terlalu tinggi menyebabkan pembentukan warna
coklat dan crust pada permukaan bahan makanan terlalu cepat sehingga
pemasakan dan pengeringan pada bagian dalam bahan makanan tidak sempurna.
Apabila suhu yang digunakan terlalu rendah, bahan makanan perlu waktu lebih
lama untuk mencapai warna coklat yang dikehendaki dan semakin lama bahan
dalam minyak goreng maka semakin banyak minyak terabsorbsi.
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh pula, tingkat tekstur dan perubahan
warna terjadi pada kedua bahan pangan. Proses pemasakan berlangsung oleh
penetrasi panas dari minyak yang masuk ke dalam bahan pangan. Timbulnya
warna pada permukaan bahan disebabkan oleh reaksi Maillard. Tingkat intensitas
warna ini tergantung dari lama dan suhu menggoreng dan juga komposisi kimia
pada permukaan luar dari bahan pangan, sedangkan jenis minyak yang digunakan
berpengaruh sangat kecil terhadap warna permukaan bahan pangan.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam pelaksanaan praktikum kinetika
bahan pangan selama proses penggorengan maka dpat disimpulkan beberap hal
yaitu sebgai berikut.
1. Nilai uji sensori nugget yang digoreng selama 7 menit pada suhu 160oC
meningkat dari 3.33 menjadi 5, sedangkan nilai uji tekannya menurun dari
1.6 menjadi 0.97.
2. Nilai uji sensori nugget yang digoreng selama 7 menit pada suhu 180oC
meningkat dari 3 menjadi 5, dan juga nilai uji tekannya meningkat dari
1.13 menjadi 1.32.
3. Nilai uji sensori kentang yang digoreng selama 7 menit pada suhu 160oC
meningkat dari 2.33 menjadi 4.67, jug nilai uji tekannya meningkat dari
0.7 menjadi 2.
4. Nilai uji sensori kentang yang digoreng selama 7 menit pada suhu 180oC
meningkat dari 1.67 menjadi 4.67, juga nilai uji tekannya meningkat dari
0.67 menjadi 1.5.
5. Semakin lama bahan pangan dilkukan proses penggorengan maka bahan
pangan tersebut warnanya berubah semakin tua, tingkat kekerasanny
sangat keras, dan tingkat kematangannya sangat matang.
6. Semakin lama bahan pangan dilakukan proses penggorengan maka nilai
uji tekan akan semakin besar. Hal tersebut menunjukkan lama
penggorengan akan lebih membuat bahan pangan teksturnya semakin
keras.
7. Semakin besar suhu yang digunakan maka tingkat uji sensori akan lebih
besar (warna menjadi lebih tua, semakin matang, dan nilai uji tekan
semakin kecil.
6.2 Saran
Adapun beberapa saran yang dapat dijadikan masukan selama pelaksanaan
praktikum kali ini antara lain sebagai berikut.
1. Sebaiknya tim asistensi memiliki alat cadangan (deep fryer) agar jika pada
saat alat rusak dapat diganti dengan yang lain yang dapat berfungsi dengan
baik sehingga semua shift prktikum dapat melakukan praktikum dengan
baik.
2. Praktikan harus teliti dalam mengukur uji tekan agar perubahan sensor dan
uji tekan dapat sesuai.
3. Sebaiknya praktikan hati-hati dalam menggunakan deep fryer agar
kerusakan alat dikrenakan praktikum dapat dihindari.
LAPORAN PRAKTIKUM
MESIN DAN PERALATAN PENGOLAHAN PANGAN
(Kinetika Bahan Pangan Selama Penggorengan)
Oleh :
Nama : Sayyidatun Nisa
NPM : 240110100097
Shift/Kelompok : 2/2
Hari, Tanggal Praktikum : Rabu, 20 Maret 2013
Co. Assisten : Hendina Pratiwi
RIzky Patria Dewaner
LABORATORIUM INSTRUMENTASI DAN ELEKTRONIKA
JURUSAN TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTNIAN
UNIVERSITAS PADJAADJARAN
2013