Post on 16-Oct-2021
i
KOMODITAS UNGGULAN SEKTOR PERTANIAN DAN PERANANNYA PADA PEMBANGUNAN EKONOMI
PROVINSI JAWA TIMUR
SUPERIOR COMMODITIES OF THE AGRICULTURAL SECTOR AND ITS ROLE ON ECONOMIC DEVELOPMENT
IN EAST JAVA PROVINCE
IRFAN BUDI KUNCAHYO
HALAMAN JUDUL
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2018
ii
KOMODITAS UNGGULAN SEKTOR PERTANIAN DAN PERANANNYA PADA PEMBANGUNAN EKONOMI
PROVINSI JAWA TIMUR
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Perencanaan dan Pengembangan Wilayah
Disusun dan diajukan oleh HALAMAN PENGAJUAN
IRFAN BUDI KUNCAHYO
kepada
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2018
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, Nama : Irfan Budi Kuncahyo
Nomor Mahasiswa : P0204215314
Program Studi : Perencanaan dan Pengembangan Wilayah
Konsentrasi Studi Manajemen Perencanaan Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila pada kemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis
ini merupakan hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas
perbuatan tersebut.
Makassar, Januari 2018
Yang Menyatakan,
IRFAN BUDI KUNCAHYO
v
PRAKATA
Segala puji dan rasa syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT
atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis dengan judul “Komoditas Unggulan Sektor Pertanian dan
Peranannya pada Pembangunan Ekonomi Provinsi Jawa Timur”.
Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat kelulusan studi
magister pada Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar.
Tesis ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada: Bapak
Prof. Dr. Ir. Hazairin Zubair, M.S. dan Bapak Dr. Ir. Mahyuddin, M.Si.
selaku Komisi Penasehat, atas bimbingan dan arahannya kepada
penulis; Bapak Prof. Dr. Ir. Didi Rukmana, M.S., Bapak Dr. Muhammad
Hatta Jamil, S.P., M.Si., dan Ibu Dr. A. Nixia Tenriawaru, S.P., M.Si.,
selaku dosen penguji, atas saran-sarannya demi perbaikan tesis ini.
Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Rektor Universitas Hasanuddin, Dekan Sekolah Pascasarjana
Universitas Hasanuddin, Ketua Program Studi Perencanaan dan
Pengembangan Wilayah (PPW), dan Ketua Konsentrasi Manajemen
Perencanaan;
2. Bupati Gunungkidul, Kepala Bappeda Kabupaten Gunungkidul, dan
Kepala BKD Kabupaten Gunungkidul yang telah memberikan izin
kepada penulis untuk menempuh studi magister;
vi
3. Kepala Pusbindiklatren Bappenas beserta staf yang telah memberikan
kesempatan beasiswa pendidikan jenjang magister kepada penulis;
4. Segenap keluarga dan saudara tercinta atas segenap dukungan dan
doanya demi kelancaran studi penulis;
5. Rekan-rekan mahasiswa Magister Perencanaan dan Pengembangan
Wilayah Konsentrasi Manajemen Perencanaan Angkatan XIII atas
kerjasama dan bantuannya kepada penulis selama menjalani studi;
6. Segenap pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis, yang
tidak dapat disebutkan satu per satu.
Tesis ini penulis persembahkan kepada yang terkasih, yaitu kedua
orang tua, kedua mertua, adik dan kakak, istri tersayang Tiar Novita
Sariningsih, dan ananda tersayang, Khansa Khairana Putri Neirfan dan
Faeyza Abdurrahman Imanutama, yang dengan penuh kesabaran dan
kasih sayang senantiasa memberikan dukungan, semangat, dan iringan
doa tiada henti kepada penulis agar dapat menyelesaikan studi dengan
baik.
Dengan keterbatasan yang ada, penulis menyadari bahwa tesis ini
masih banyak kekurangan. Penulis berharap adanya kritik dan saran yang
membangun. Akhirnya, semoga tesis ini bermanfaat dan Allah SWT
senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua.
Makassar, Januari 2018
Penulis,
IRFAN BUDI KUNCAHYO
vii
ABSTRAK
IRFAN BUDI KUNCAHYO. Komoditas Unggulan Sektor Pertanian dan Peranannya pada Pembangunan Ekonomi Provinsi Jawa Timur (dibimbing oleh Hazairin Zubair dan Mahyuddin).
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komoditas unggulan sektor pertanian dan mengetahui peranan komoditas tersebut pada pembangunan ekonomi di Provinsi Jawa Timur.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Data diolah dan dianalisis dengan menggunakan analisis input-output, analisis location quotient, dan analytical hierarchy process (AHP). Komoditas unggulan ditentukan dengan menggunakan kriteria, yaitu: 1) keterkaitan ke belakang, 2) keterkaitan ke depan, 3) kontribusi terhadap PDRB, 4) daya saing, 5) penyerapan tenaga kerja, dan 6) kelestarian lingkungan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komoditas unggulan sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur ialah padi, tebu, jagung, kelapa, sapi, tembakau, susu segar, dan ayam. Komoditas unggulan dengan angka pengganda output paling tinggi ialah ayam. Komoditas ayam juga mempunyai angka pengganda pendapatan paling tinggi. Tebu, kelapa, dan tembakau mempunyai nilai tertinggi keterkaitan ke depan dengan sektor industri pengolahan, sedangkan sapi dan susu segar mempunyai nilai tertinggi keterkaitan ke depan dengan sektor akomodasi, makan dan minum. Jagung, kelapa, tembakau, susu segar, dan ayam mempunyai nilai tertinggi keterkaitan ke belakang dengan sektor industri pengolahan, sedangkan padi dan tebu mempunyai nilai tertinggi keterkaitan ke belakang dengan sektor perdagangan.
Kata kunci : komoditas unggulan, sektor pertanian, AHP, keterkaitan
viii
ABSTRACT
IRFAN BUDI KUNCAHYO. Superior Commodities of Agricultural Sector and Its Role on Economic Development in East Java Province (supervised by Hazairin Zubair and Mahyuddin).
The aims of this research were to determine superior commodities of the agricultural sector and to observe the roles of the commodities on economic development in East Java Province.
The research method was descriptive quantitative. Data were processed and analyzed with input-output analysis, location quotient analysis, and Analytical Hierarchy Process (AHP). Superior commodities were determined with criteria: 1) backward linkages, 2) forward linkages, 3) contribution to GDRP, 4) competitiveness, 5) labor absorption, and 6) environmental sustainability.
The results indicated that the superior commodities of the agricultural sector in East Java Province are paddy, sugar cane, corn, coconut, cow, tobacco, fresh milk, and chicken. The superior commodity with the highest output multiplier is chicken. Chickens also have the highest income multiplier. Sugar cane, coconut, and tobacco have the highest value of forward linkages with the manufacturing industry sector, whereas cow and fresh milk have the highest value of forward linkages with the accommodation and consumption sector. Corn, coconut, tobacco, fresh milk, and chicken have the highest value of backward linkages with the manufacturing industry sector, whereas paddy and sugar cane have the highest value of backward linkages with the trade sector.
Keywords : superior commodities, agricultural sector, AHP, linkages
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PENGAJUAN .......................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ......................................................iv
PRAKATA ................................................................................................ v
ABSTRAK ............................................................................................... vii
DAFTAR ISI ............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL .................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xvi
I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 9
D. Sasaran Penelitian ...................................................................... 9
E. Manfaat Penelitian .................................................................... 11
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 12
A. Pembangunan Ekonomi ............................................................ 12
B. Pembangunan Wilayah ............................................................. 14
C. Perencanaan Pembangunan .................................................... 21
x
D. Sektor Pertanian ....................................................................... 24
E. Komoditas Unggulan ................................................................. 25
F. Analytical Hierarchy Process (AHP) .......................................... 27
G. Location Quotient ..................................................................... 29
H. Model Input- Output .................................................................. 31
I. Hasil Penelitian Terdahulu .......................................................... 35
J. Kerangka Pikir Penelitian ........................................................... 38
III. METODE PENELITIAN ..................................................................... 41
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian .............................................. 41
B. Lokasi Penelitian ....................................................................... 42
C. Jenis dan Sumber Data ............................................................ 43
1. Data Primer ................................................................ 43
2. Data Sekunder ........................................................... 43
D. Metode Pengumpulan Data ...................................................... 44
1. Data Primer ................................................................ 44
2. Data Sekunder ........................................................... 44
E. Teknik Analisis Data.................................................................. 45
1. Penentuan Komoditas Unggulan ................................ 45
a. Penyusunan Hierarki. ................................................. 45
b. Penyusunan Matriks Perbandingan Berpasangan ..... 47
c. Penilaian Prioritas ...................................................... 55
xi
2. Peranan Komoditas Unggulan .................................... 57
a. Peranan dalam Keterkaitan Sektor Perekonomian ..... 57
b. Peranan pada Peningkatan Output ............................ 59
c. Peranan pada Peningkatan Pendapatan .................... 60
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 61
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian ....................................... 61
1. Deskripsi Wilayah Provinsi Jawa Timur ...................... 61
2. Potensi Sektor Pertanian di Provinsi Jawa Timur ....... 64
B. Kinerja Sektor Pertanian dalam Perekonomian Jawa Timur ..... 67
1. PDRB Provinsi Jawa Timur ........................................ 67
2. Kontribusi Sektor Pertanian terhadap PDRB .............. 68
3. Struktur Input Sektor Pertanian .................................. 70
C. Penentuan Komoditas Unggulan Sektor Pertanian ................... 73
1. Aspek Keterkaitan Antarsektor ................................... 73
a. Aspek Keterkaitan ke Belakang .................................. 73
b. Aspek Keterkaitan ke Depan ...................................... 75
2. Aspek Kontribusi terhadap PDRB .............................. 76
3. Aspek Daya Saing ...................................................... 78
4. Aspek Penyerapan Tenaga Kerja ............................... 80
5. Aspek Kelestarian Lingkungan ................................... 81
6. Penilaian Prioritas ...................................................... 82
a. Prioritas Lokal ............................................................. 82
b. Prioritas Global ........................................................... 88
xii
D. Peranan Komoditas Unggulan Sektor Pertanian ...................... 95
1. Peranan pada Sektor-Sektor Perkonomian ................ 96
2. Peranan pada Peningkatan Output ............................ 98
3. Peranan pada Peningkatan Pendapatan .................. 101
V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 105
A. Kesimpulan ............................................................................. 105
Saran ........................................................................................... 107
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 108
LAMPIRAN .......................................................................................... 111
xiii
DAFTAR TABEL
halaman
Tabel 1. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi Jawa Timur
Tahun 2015 ................................................................................ 4
Tabel 2. Bentuk Umum Tabel Transaksi Input-Output ........................... 32
Tabel 3. Hierarki III ( Alternatif Jenis Komoditas) ................................... 47
Tabel 4. Matriks Perbandingan Berpasangan Kriteria-Kriteria ............... 49
Tabel 5. Matriks Perbandingan Berpasangan Subkriteria-
Subkriteria ................................................................................ 49
Tabel 6. Pembagian Wilayah Secara Administratif di Provinsi
Jawa Timur .............................................................................. 62
Tabel 7. Produksi Padi, Jagung dan Kedelai di Provinsi Jatim .............. 65
Tabel 8. Produksi Tanaman Perkebunan di Provinsi Jatim ................... 66
Tabel 9. Produksi Komoditas Pertanian Provinsi Jatim Tahun
2015 ......................................................................................... 67
Tabel 10. PDRB Provinsi Jawa Timur Menurut Pendapatan
Tahun 2015 ............................................................................. 68
Tabel 11. Kontribusi Sektor Pertanian terhadap PDRB Provinsi
Jatim Tahun Tahun 2015 ...................................................... 69
Tabel 12. Struktur Input Perekonomian Provinsi Jawa Timur ................ 70
Tabel 13. Rasio Impor terhadap Input Antara pada Komoditas
Sektor Pertanian .................................................................... 72
xiv
Tabel 14. Nilai Keterkaitan ke Belakang Komoditas Pertanian .............. 74
Tabel 15. Nilai Keterkaitan ke Depan Komoditas Pertanian ................ 75
Tabel 16. PDRB Komoditas Pertanian ................................................. 77
Tabel 17. Nilai LQ Komoditas Pertanian .............................................. 79
Tabel 18. Indeks Keunggulan Komoditas Pertanian ............................. 90
Tabel 19. Keterkaitan ke Belakang Komoditas Unggulan
dengan Sektor Perekonomian ............................................... 96
Tabel 20. Keterkaitan ke Depan Komoditas Unggulan dengan
Sektor Perekonomian ........................................................... 97
Tabel 21. Angka Pengganda Output Komoditas Unggulan .................... 99
Tabel 22. Angka Pengganda Pendapatan Komoditas Unggulan ......... 102
xv
DAFTAR GAMBAR
halaman
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian .................................................. 40
Gambar 2. Lokasi Penelitian ............................................................... 42
Gambar 3. Susunan Hierarki AHP ..................................................... 46
Gambar 4. Peta Penggunaan Lahan Provinsi Jawa Timur ................. 63
Gambar 5. Peta Peruntukan Pertanian Lahan Basah dan
Kering ............................................................................. 64
Gambar 6 Peta Peruntukan Perkebunan ........................................... 66
Gambar 7. Penilaian Prioritas terhadap Kriteria-Kriteria ..................... 82
Gambar 8. Penilaian Prioritas terhadap Subkriteria-Subkriteria .......... 83
Gambar 9. Penilaian Prioritas Aspek Keterkaitan ke Belakang ........... 84
Gambar 10. Penilaian Prioritas Aspek Keterkaitan ke Depan ............... 85
Gambar 11. Penilaian Prioritas Aspek Kontribusi terhadap
PDRB ................................................................................ 86
Gambar 12. Penilaian Prioritas Aspek Daya Saing .............................. 87
Gambar 13. Penilaian Prioritas Aspek Penyerapan Tenaga
Kerja ................................................................................. 87
Gambar 14. Penilaian Prioritas Aspek Kelestarian Lingkungan ............ 88
Gambar 15. Penilaian Prioritas Komoditas Unggulan ......................... 89
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
halaman
Lampiran 1. Kode dan Klasifikasi Sektor Tabel Input-Output
Provinsi Jawa Timur Tahun 2015 Transaksi
Domestik Atas Dasar Harga Produsen ........................... 111
Lampiran 2. Tabel Input-Output Provinsi Jawa Timur Tahun
2015 Transaksi Domestik Atas Dasar Harga
Produsen Agregasi 37 Sektor ......................................... 115
Lampiran 3. Matriks Invers Leontief Agregasi 37 Sektor .................... 123
Lampiran 4. Matriks Perbandingan Berpasangan ............................... 128
Lampiran 5. Hasil Analisis Software Expert Choice 11 ....................... 134
1
BAB I
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi daerah bertujuan untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi daerah dan mengupayakan pemerataan
pendapatan demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat daerah. Hal
utama dan mendasar yang harus disiapkan sebelum melaksanakan
pembangunan ialah menyusun perencanaan pembangunan. Perencanaan
pembangunan disusun dengan memperhitungkan segenap potensi
sumber daya pembangunan. Dengan memahami kondisi daerah,
kebutuhan masyarakat, beserta segenap potensi dan juga permasalahan
yang ada maka dapat dirumuskan kebijakan dan strategi terbaik untuk
melaksanakan pembangunan secara efektif dan efisien sehingga tujuan
pembangunan daerah lebih mudah diwujudkan.
Pada era otonomi daerah, setiap provinsi dan kabupaten/kota
memiliki hak yang lebih luas dalam merencanakan pembangunan daerah.
Hal ini merupakan amanat konstitusi yang tercantum pada pasal 18 UUD
1945 yang memberikan peranan kepada daerah untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahannya berdasarkan atas asas
otonomi dan tugas pembantuan. Hak otonomi ini dapat dijalankan dengan
seluas-luasnya, kecuali terhadap urusan pemerintahan absolut yaitu
urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah
2
Pusat yang meliputi: a) politik luar negeri, b) pertahanan, c) keamanan,
d) yustisi, e) moneter dan fiskal nasional, dan f) agama.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan bahwa yang menjadi
dasar pelaksanaan otonomi daerah adalah urusan pemerintahan
konkuren. Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan
daerah terdiri atas urusan pemerintahan wajib, yang wajib
diselenggarakan oleh semua daerah, dan urusan pemerintahan pilihan
yang wajib diselenggarakan oleh daerah sesuai dengan potensi yang
dimiliki daerah. Dengan demikian, potensi daerah merupakan modal
utama pembangunan daerah dan berperan besar dalam menentukan
arah perencanaan pembangunan daerah.
Pemetaan potensi ekonomi daerah menjadi sebuah keniscayaan.
Namun, tidak semua potensi dapat dikembangkan dalam waktu yang
bersamaan. Setiap potensi mempunyai nilai strategis yang berbeda,
sehingga tingkat urgensinya untuk dikembangkan berbeda pula. Dengan
demikian, dalam pemetaan potensi daerah diperlukan kajian untuk
menentukan skala prioritas. Penentuan prioritas bertujuan agar usaha
pengembangan potensi daerah dapat lebih terarah dan memberikan
manfaat yang optimal.
Kesadaran atas keterbatasan kepemilikan sumber daya, termasuk
keterbatasan anggaran pembangunan, menjadi dasar berlakunya prinsip
prioritas. Prinsip prioritas menuntut dilaksanakannya pembangunan
3
daerah secara selektif agar dapat menghemat sumber daya
pembangunan. Langkah ini merupakan upaya optimalisasi sumber daya
pembangunan sekaligus sebagai upaya untuk menghindari dan
meminimalkan pemborosan anggaran.
Provinsi Jawa Timur terletak di bagian timur Pulau Jawa,
berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Provinsi Jawa Tengah di
sebelah barat, Samudra Indonesia di sebelah selatan, dan Selat Bali di
sebelah timur. Di Provinsi Jawa Timur terdapat 29 kabupaten dan 9 kota.
Provinsi Jawa Timur mempunyai luas wilayah 47.799,7 km2 dengan jumlah
penduduk pada tahun 2015 sebesar 38.847.561 jiwa (Badan Pusat
Statistik, 2016). Rata-rata kepadatan penduduk di Provinsi Jawa Timur
adalah 812 orang/km2.
Pada tahun 2015, PDRB atas dasar harga berlaku yang dicapai oleh
Provinsi Jawa Timur sebesar 1.689.882,40 milyar rupiah. Peranan sektoral
terhadap pembentukan PDRB menurut lapangan usaha pada tahun 2015,
yang terbesar adalah sektor industri pengolahan dengan kontribusi 29,27
persen, kemudian sektor perdagangan besar dan eceran berkontribusi
17,64 persen, diikuti sektor pertanian, kehutanan dan perikanan
berkontribusi 13,75 persen. Sedangkan sektor-sektor yang berperan kecil
pada pembentukan PDRB (di bawah 1 persen) yaitu sektor pengadaan
listrik dan gas, sektor pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan
daur ulang, sektor jasa perusahaan, dan sektor jasa kesehatan dan
kegiatan sosial. Daftar selengkapnya dapat dilihat pada tabel 1.
4
Tabel 1. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi Jawa Timur Tahun
2015
Sektor/ Lapangan Usaha 2015
Nilai (Rp, milyar) %
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 232.349,34 13,75 Pertambangan dan Penggalian 64.096,05 3,79 Industri Pengolahan 494.687,37 29,27 Pengadaan Listrik dan Gas 5.787,49 0,34 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 1.573,39 0,09
Konstruksi 160.496,35 9,50 Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan sepeda Motor 298.172,72 17,64
Transportasi dan Pergudangan 56.724,43 3,36 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 91.476,26 5,41 Informasi dan Komunikasi 77.087,45 4,56 Jasa Keuangan dan Asuransi 46.447,11 2,75 Real Estate 27.560,77 1,63 Jasa Perusahaan 13.538,46 0,80 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib 39.082,07 2,31
Jasa Pendidikan 46.022,77 2,72 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 10.640,21 0,63 Jasa Lainnya 24.140,19 1,43
TOTAL 1.689.882,40 100,00
Sumber : (Badan Pusat Statistik, 2016)
Visi pembangunan jangka panjang Provinsi Jawa Timur dimuat
pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa
Timur tahun 2005 – 2025. Visi tersebut adalah terwujudnya Jawa Timur
sebagai pusat agrobisnis terkemuka, berdaya saing global dan
berkelanjutan menuju Jawa Timur yang makmur dan berakhlak. Visi
tersebut mengandung pengertian bahwa Provinsi Jawa Timur diharapkan
mampu berkembang menjadi provinsi yang aktivitas utama
perekonomiannya berbasis pada sektor agrobisnis yang didukung
5
permodalan, infrastruktur agrobisnis, kelembagaan petani, dan BUMN,
sehingga mampu tumbuh menjadi tulang punggung perekonomian dalam
rangka mengurangi kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan
antarwilayah (RPJP Jawa Timur, 2005).
Untuk mewujudkan visi pembangunan jangka panjang Jawa Timur
maka diperlukan dukungan dari berbagai sektor. Salah satu sektor yang
memegang peranan penting ialah sektor pertanian. Pembangunan sektor
pertanian memiliki nilai strategis dalam rangka pembangunan pusat
agrobisnis. Untuk itu diperlukan pemetaan potensi komoditas-komoditas
sektor pertanian di Jawa Timur. Salah satu langkah penting dalam
pemetaan tersebut adalah menentukan komoditas yang dapat diandalkan
untuk menjadi komoditas unggulan daerah.
Komoditas unggulan adalah komoditas yang mempunyai peranan
besar dalam menggerakkan perekonomian dan berperan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Komoditas yang lebih besar outputnya
mempunyai peluang lebih besar untuk unggul, karena semakin besar
output semakin besar pula kemampuannya untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, ukuran keunggulan perlu dinilai
menurut perspektif yang lebih luas.
Komoditas ungggulan juga mesti berperan dalam mendorong
pertumbuhan sektor-sektor perekonomian secara keseluruhan. Hal ini
berarti, salah satu sifat komoditas unggulan ialah mempunyai keterkaitan
yang kuat dengan sektor-sektor perekonomian. Terdapat sifat saling
6
keterkaitan antara satu komoditas dengan komoditas yang lain, ataupun
antara satu sektor dengan sektor yang lain. Keterkaitan ini bersifat spesifik
dan dinamis, yang akan berbeda apabila dilakukan perbandingan
antarsektor ataupun antar kurun waktu yang berbeda. Jika dua sektor atau
beberapa sektor mempuyai keterkaitan kuat di antara mereka, maka
kemajuan atau kemunduran salah satu sektor akan berdampak bagi
kemajuan atau kemunduran sektor perekonomian lainnya.
Keterkaitan antarsektor dapat bersifat sebagai keterkaitan ke
belakang dan keterkaitan ke depan. Keterkaitan ke belakang terkait
dengan kemampuan suatu sektor dalam menggerakkan sektor-sektor
perekonomian untuk memenuhi kebutuhan input proses produksinya.
Keterkaitan ke depan berkaitan dengan tingkat kemampuan suatu sektor
dalam menyediakan outputnya untuk aktivitas produksi sektor-sektor
perekonomian.
Persyaratan lain yang mesti dimiliki oleh komoditas unggulan ialah
keunggulan kompetitif, yaitu keunggulan bersaing di dalam pasar dengan
komoditas sejenis dari wilayah lain. Pasar yang dimaksud bukan hanya
pasar domestik atau lokal tetapi juga pasar yang lebih luas, baik regional,
nasional bahkan internasional. Komoditas yang mempunyai daya saing
tinggi, akan memenangkan persaingan dan mendorong terjadinya capital
inflow guna meningkatkan pendapatan daerah. Pendapatan daerah yang
semakin besar merupakan modal penting untuk mempercepat
pembangunan ekonomi dan menyejahterakan masyarakat.
7
Pembangunan ekonomi daerah juga bertujuan untuk menurunkan
tingkat kemiskinan. Salah satu caranya ialah menurunkan tingkat
pengangguran dengan memperluas kesempatan kerja. Terbukanya
lapangan kerja yang luas bagi masyarakat akan memperluas distribusi
pendapatan yang berarti terjadi pemerataan kesejahteraan. Oleh karena
itu, kemampuan dalam menyerap tenaga kerja menjadi salah satu
persyaratan sebuah komoditas untuk menjadi komoditas unggulan.
Aspek kelestarian lingkungan juga menjadi kriteria bagi sebuah
komoditas unggulan. Dalam paradigma pembangunan berkelanjutan,
dikemukakan pandangan bahwa pembangunan harus mengutamakan
kelestarian lingkungan hidup. Sumber daya lingkungan harus dapat
dimanfaatkan bagi kesejahteraan manusia dalam jangka panjang.
Eksploitasi sumber daya alam yang berorientasi jangka pendek dan
merusak lingkungan harus dihindari. Dengan demikian, penggunaan
kriteria kelestarian lingkungan dalam menentukan komoditas unggulan
selaras dengan semangat untuk mewujudkan pembangunan yang
berkelanjutan.
Peranan komoditas unggulan sektor pertanian pada pembangunan
ekonomi juga perlu diuraikan lebih lanjut. Peranannya meliputi peranan
komoditas unggulan dalam hubungan keterkaitan dengan keseluruhan
sektor-sektor perekonomian, peranan komoditas unggulan pada
peningkatan output, dan peranan komoditas unggulan pada peningkatan
pendapatan masyarakat.
8
Berdasarkan hal tersebut, penulis bermaksud untuk melakukan
penelitian terhadap komoditas-komoditas sektor pertanian di Provinsi
Jawa Timur agar dapat ditentukan komoditas pertanian yang unggul.
Untuk itu, penulis terlebih dahulu melakukan analisis keterkaitan
komoditas sektor pertanian terhadap sektor-sektor perekonomian secara
keseluruhan. Keterkaitan tersebut meliputi keterkaitan ke belakang dan
keterkaitan ke depan. Penulis juga memperhatikan nilai kontribusi
komoditas pertanian terhadap PDRB Provinsi Jawa Timur dan faktor daya
saing. Selanjutnya, penulis melakukan penilaian terhadap tingkat
penyerapan tenaga kerja dan tingkat pengaruh pengembangan komoditas
sektor pertanian terhadap kelestarian lingkungan. Akhirnya, dilakukan
penilaian terhadap peranan komoditas unggulan sektor pertanian pada
pembangunan ekonomi di Provinsi Jawa Timur. Peranan tersebut meliputi
peranan komoditas unggulan dalam keterkaitannya dengan sektor-sektor
perekonomian, peranan pada peningkatan output, dan peranan pada
peningkatan pendapatan masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka dalam
penelitian ini dirumuskan permasalahan, yaitu:
1. Apa saja komoditas unggulan sektor pertanian di Provinsi Jawa
Timur?
2. Bagaimana peranan komoditas unggulan tersebut pada
pembangunan ekonomi di Provinsi Jawa Timur?
9
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah penelitian
maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui komoditas unggulan sektor pertanian di Provinsi
Jawa Timur.
2. Untuk mengetahui peranan komoditas unggulan tersebut pada
pembangunan ekonomi di Provinsi Jawa Timur.
D. Sasaran Penelitian
Untuk mencapai tujuan penelitian seperti yang telah diuraikan maka
perlu ditetapkan sasaran-sasaran penelitian yang meliputi:
1. Melakukan analisis penentuan komoditas unggulan sektor
pertanian menggunakan metode Analytical Hierarchy Process
(AHP) dengan mempertimbangkan aspek-aspek, meliputi:
a. aspek keterkaitan ke belakang (backward linkages);
b. aspek keterkaitan ke depan (forward linkages);
c. aspek kontribusi terhadap PDRB;
d. aspek daya saing
e. aspek penyerapan tenaga kerja;
f. aspek kelestarian lingkungan.
Aspek keterkaitan ke belakang dan keterkaitan ke depan dianalisis
dengan menggunakan metode input-output. Data yang digunakan
dalam analisis input-output adalah tabel Input-Output (tabel I-O)
10
transaksi domestik atas dasar harga produsen Provinsi Jawa Timur
tahun 2015. Jenis komoditas yang menjadi objek dalam penelitian
ini disesuaikan dengan ketersediaan data pada tabel I-O. Tabel I-O
Jawa Timur tahun 2015 memuat 110 sektor. Untuk keperluan
analisis dilakukan agregasi sektor yaitu dengan menyatukan sektor-
sektor yang mempunyai kesamaan karakteristik sehingga jumlah
sektor yang semula 110 sektor menjadi 37 sektor. Agregasi sektor
disesuaikan dengan tujuan penelitian dan juga mengikuti
nomenklatur jenis sektor atau lapangan usaha yang ditetapkan oleh
Badan Pusat Statistik.
2. Melakukan analisis peranan komoditas unggulan sektor pertanian
pada pembangunan ekonomi Provinsi Jawa Timur. Peranan yang
dimaksud terkait dengan kontribusi komoditas unggulan bagi
peningkatan output perekonomian, kontribusi komoditas unggulan
bagi peningkatan pendapatan masyarakat, dan peranan komoditas
unggulan dalam hubungan keterkaitan antar sektor-sektor
perekonomian. Analisis yang digunakan adalah analisis Input-
Output, meliputi:
a. analisis keterkaitan ke belakang;
b. analisis keterkaitan ke depan;
c. analisis angka pengganda output;
d. analisis angka pengganda pendapatan (upah/gaji).
11
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara
lain:
1. Manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah ilmu
pengetahuan dalam studi perencanaan pembangunan wilayah
terutama yang berkaitan dengan pengembangan komoditas
unggulan daerah.
2. Manfaat bagi pemerintah daerah dan dunia usaha
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi dan bahan
pertimbangan dalam perumusan atau evaluasi kebijakan, strategi,
dan program perencanaan pembangunan daerah, khususnya
dalam perencanaan program dan kegiatan pengembangan
komoditas unggulan. Di samping itu, hasil penelitian ini dapat
menjadi bahan pertimbangan bagi dunia usaha dalam usaha-usaha
pengembangan komoditas pertanian, yang seiring dan selaras
dengan program-program pembangunan yang dilaksanakan oleh
pemerintah daerah.
12
BAB II
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi pada dasarnya mempunyai dua tujuan
pokok yaitu pertumbuhan ekonomi dan pemerataan hasil-hasil
pembangunan. Pada sisi pertumbuhan, pembangunan ekonomi
berorientasi pada peningkatan output. Lebih jauh, peningkatan output
yang terjadi harus lebih besar daripada peningkatan jumlah penduduk,
sehingga penilaian terhadap pertumbuhan ekonomi tidak hanya melihat
peningkatan besaran output total, tetapi juga melihat output perkapita.
Pada sisi pemerataan, peran pemerintah termasuk pemerintah daerah
sangat dibutuhkan agar kebijakan pemerintah dapat mendorong
terbangunnya sistem ekonomi dan sosial yang berkeadilan, yaitu suatu
sistem yang dapat membantu pihak-pihak yang lemah secara sosial dan
ekonomi agar dapat lebih menikmati hasil-hasil pembangunan.
Menurut Arsyad (2010), pembangunan ekonomi daerah merupakan
suatu proses pengelolaan sumber daya ekonomi oleh pemerintah daerah
dan masyarakatnya, dan membentuk kemitraan antara pemerintah daerah
dengan sektor swasta yang bertujuan menciptakan lapangan kerja baru
dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi wilayah. Kebijakan
pembangunan daerah harus sesuai dengan kondisi, permasalahan, serta
potensi yang dimiliki daerah yang bersangkutan.
13
Beberapa persyaratan dasar yang diperlukan dalam pembangunan
ekonomi, yaitu (Jhingan, 1983) :
1. Atas dasar kekuatan sendiri
Syarat utama pembangunan ekonomi ialah proses pertumbuhannya
harus bertumpu pada kemampuan perekonomian di dalam negeri.
Hasrat untuk memperbaiki nasib dan prakarsa untuk menciptakan
kemajuan material harus muncul dari warga negara itu sendiri.
2. Pembentukan modal
Pembentukan modal merupakan faktor paling penting dan strategis
dalam proses pembangunan ekonomi. Pembentukan modal bahkan
dapat disebut “kunci utama menuju pembangunan ekonomi”.
3. Kriteria investasi yang tepat
Pola optimum investasi sebagian besar tergantung pada iklim
investasi yang tersedia pada suatu negara, dan pada produktivitas
marginal sosial dari berbagai jenis investasi.
4. Persyaratan sosial budaya
Apabila terdapat hambatan sosial budaya yang menghalangi
kemajuan ekonomi maka hambatan tersebut harus diminimalkan.
5. Administrasi
Kehadiran administrasi yang kuat, berwibawa, dan tidak korupsi,
merupakan sine qua non pembangunan ekonomi. Pemerintah harus
kuat, mampu mengakkan hukum dan ketertiban, dan
mempertahankan negara melawan agresi dari luar.
14
Terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan untuk
mengukur tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara atau
daerah. Indikator keberhasilan tersebut dapat dinilai dan ditunjukkan oleh
tiga nilai pokok (Todaro & Smith, 2006), yaitu:
1. berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan pokoknya;
2. meningkatnya rasa harga diri masyarakat sebagai manusia;
3. meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memilih yang
merupakan salah satu dari hak asasi manusia.
B. Pembangunan Wilayah
Menurut UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
pada pasal 1 ayat 17 dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan wilayah
adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan/atau aspek fungsional. Wilayah merupakan unsur ruang
atau wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, dan
termasuk ruang di dalam bumi.
Pembangunan ekonomi daerah tidak pernah terlepas dari konteks
kewilayahan. Kebijakan pemerintah untuk mengembangkan wilayah
menjadi satu hal penting untuk menjembatani pengembangan yang
bersifat sektoral. Melalui pengembangan wilayah yang terintegrasi
diharapkan bisa mengurangi kesenjangan di masyarakat. Bagaimanapun,
pengembangan wilayah akan mengintegrasikan berbagai sumber daya
15
yang ada, yang meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia,
infrastruktur, pendanaan untuk pengembangan, entrepreneur,
kelembagaan, hingga lingkungan yang mendukung pembangunan yang
luas (Susantono, 2012).
Rustiadi (2009) dalam Saragih (2015) menyatakan bahwa dalam
membangun suatu wilayah diperlukan penguasaan terhadap ilmu wilayah.
Ilmu wilayah muncul sebagai kritik terhadap ilmu ekonomi neoklasik yang
mengabaikan aspek ruang dalam menyikapi suatu permasalahan. Ilmu
wilayah bukan hanya menjawab pertanyaan “mengapa kondisi wilayah
seperti saat ini”, tetapi juga menjawab pertanyaan “bagaimana wilayah
dibangun”, yang memasuki aspek kebijakan (policy).
1. Teori Pembangunan Wilayah
Beberapa teori pembangunan wilayah diuraikan sebagai berikut
(Susantono, 2012) :
a. Teori Kepemilikan Sumber Daya
Teori kepemilikan sumber daya (regional resources endowment)
berargumen bahwa kemajuan ekonomi suatu wilayah bergantung pada
sumber daya alam yang dimiliki wilayah tersebut dan juga pada
permintaan (demand) terhadap komoditas yang dihasilkan. Kepemilikan
sumber daya suatu wilayah, paling tidak dalam jangka pendek,
merupakan penyimpanan sumber daya alam untuk memproduksi barang
dan jasa yang diperlukan. Namun demikian, teori ini memiliki kelemahan
yaitu terjadinya penurunan secara relatif akan penggunaan bahan mentah
16
dalam produk akhir suatu barang yang melemahkan hubungan antara
sumber daya suatu wilayah dengan pengembangan ekonominya.
b. Teori Export Base
Teori export base pertama kali dikemukakan oleh Douglass C.
North pada tahun 1955. Menurut North, pertumbuhan suatu wilayah,
dalam jangka panjang, bergantung pada industri ekspornya. Pendorong
paling kuat dalam perkembangan wilayah adalah demand eksternal untuk
barang dan jasa yang diproduksi dan diekspor oleh wilayah tersebut.
Demand ini mempengaruhi penggunaan modal, tenaga kerja, dan
teknologi dari wilayah tersebut dalam memproduksi komoditas ekspornya.
Permintaan akan komoditas ekspor akan memperkuat perekonomian
suatu wilayah baik dengan keterkaitan (linkage) ke depan (sektor jasa),
maupun ke belakang (aktivitas produksi).
Suatu wilayah memiliki sektor ekspor jika wilayah tersebut
mempunyai kriteria, antara lain:
(1) wilayah tersebut memiliki keunggulan biaya dalam memproduksi
suatu barang atau jasa;
(2) wilayah tersebut memiliki sumber daya yang unik untuk
memproduksi barang atau jasa tersebut;
(3) wilayah tersebut memiliki keunggulan transportasi.
c. Teori Neo Klasik
Menurut teori ini, pertumbuhan ekonomi regional sangat erat
kaitannya dengan tiga faktor, yaitu: (1) lapangan kerja, (2) modal, dan (3)
17
perkembangan teknologi. Pertumbuhan serta tingkat faktor-faktor ini akan
menetukan tingkat pendapatan wilayah dan juga perekonomian wilayah.
Teori ini menekankan pada perpindahan faktor-faktor tersebut (terutama
modal dan tenaga kerja) antarwilayah. Tenaga kerja dan modal lebih
bebas bergerak dalam suatu negara daripada antarnegara, sehingga
pengaruhnya cukup substansial dalam pertumbuhan perekonomian
wilayah. Model neoklasik berasumsi bahwa faktor harga memiliki
fleksibilitas yang sempurna sehingga akan meniadakan perbedaan harga
antarwilayah dan akan terjadi konvergensi pendapatan wilayah per kapita.
d. Teori Lokasi
Teori lokasi sudah dipelajari sejak abad ke-19, tetapi baru pada
permulaan abad ke-20 perhatian terhadap analisis ekonomi lokasi dan
ekonomi regional memperlihatkan perkembangan yang pesat. Masalah
lokasi pada setiap kegiatan pembangunan harus dipertimbangkan dan
diperhitungkan secara cermat dan dipilih secara tepat supaya kegiatan
tersebut dapat berlangsung secara produktif dan efisien. Pemilihan lokasi
yang tepat atau yang terbaik berarti harus melakukan pemilihan di antara
beberapa kemungkinan (the best alternative). (Adisasmita, 2004).
Beberapa teori lokasi dapat diuraikan sebagai berikut (Adisasmita,
2004) :
(1) Teori sewa lahan (Von Thunen)
Johann Heinrich von Thunen (1826) menyampaikan teori lokasi dan
spesialisasi pertanian dengan berdasarkan asumsi-asumsi, yaitu:
18
(a) wilayah model yang terisolasikan (isolated state) adalah bebas dari
pengaruh pasar kota-kota lain;
(b) wilayah model membentuk tipe permukiman perkampungan dengan
kebanyakan keluarga petani hidup pada tempat-tempat yang
terpusat dan bukan tersebar di seluruh wilayah;
(c) wilayah model memiliki iklim, tanah, topografi yang seragam;
(d) wilayah model memiliki fasilitas transportasi tradisional yang relatif
seragam;
(e) faktor-faktor alamiah yang mempengaruhi penggunaan lahan
adalah konstan, maka dapat dianalisis bahwa sewa lahan
merupakan hasil persaingan berbagai jenis penggunaan lahan.
Menurut von Thunen, produsen-produsen tersebar di daerah luas,
sedangkan pembeli-pembeli terkonsentrasi pada titik sentral. Titik sentral
pada umumnya merupakan kota, dan terdapat perbedaan lokasi di antara
para pembeli di dalam kota. Semua pembeli membayar suatu harga
tertentu, tetapi unit penghasilan bersih di antara para produsen berbeda-
beda, tergantung pada jaraknya dari pusat konsumsi. Model von Thunen
ini termasuk dalam kategori satu unit pasar dan banyak unit produksi.
(2) Teori lokasi optimum (Alfred Weber)
Alfred Weber menekankan pentingnya biaya transpor sebagai
faktor pertimbangan lokasi dan ia mengupasnya secara sistematis. Dalam
mengembangkan teorinya, Weber menyampaikan beberapa konsep
19
pokok, yakni indeks material (material index), berat lokasional (locational
weight), dan isodapan kritis (critical isodapanes).
Indeks material adalah perbandingan berat bahan baku dan berat
hasil akhir. Berat lokasional adalah berat total dari semua barang (meliputi
hasil akhir, bahan baku, bahan bakar, dan sebagainya) yang harus
diangkut ke dan dari tempat produksi untuk setiap satuan keluaran.
Dalam pengertian umum, industri-industri dengan indeks material
kurang dari 1, yaitu yang mengalami penambahan berat (misalnya pabrik
minuman), dan barang-barang yang mengalami penambahan volume
(misalnya industri perabot rumah tangga) maka lokasi industrinya akan
tertarik mendekati pasar. Sebaliknya, bila indeks material lebih besar dari
1, yaitu yang mengalami penyusutan berat (misalnya industri barang-
barang tambang), dan barang-barang yang mengalami penyusutan
volume (misalnya pabrik gula), maka lokasi industrinya cenderung
mendekati sumber bahan baku. Jika unsur berat dan volume tidak
memegang peranan yang berarti (misalnya industri tekstil), maka lokasi
industrinya dapat diletakkan di antara sumber bahan baku dan pasar.
Terdapat kemungkinan terjadinya deviasi atau penyimpangan
lokasi industri dari titik biaya transpor minimum, misalnya lokasi industri
mendekati lokasi tenaga kerja yang murah. Hal ini masih dapat
dipertanggungjawabkan jika penghematan dalam faktor per unit (upah
buruh) lebih besar atau paling sedikit sama dengan tambahan biaya
transport.
20
(3) Teori kutub pertumbuhan (Francois Perroux)
Menurut Perroux, pertumbuhan ataupun pembangunan tidak
dilakukan di seluruh tata ruang, tetapi terbatas pada beberapa tempat
atau lokasi tertentu. Tata ruang diidentifikasikannnya sebagai arena atau
medan kekuatan yang didalamnya terdapat kutub-kutub atau pusat-pusat.
Setiap kutub mempunyai kekuatan pancaran pengembangan keluar dan
kekuatan tarikan ke dalam. Pada dasarnya konsep kutub pertumbuhan
mempunyai pengertian tata ruang ekonomi secara abstrak.
Konsep kutub pertumbuhan dapat digunakan sebagai alat untuk
mengamati gejala-gejala pembangunan, proses kegiatan ekonomi , timbul
dan berkembangnya industri-industri pendorong serta peranan
keuntungan-keuntungan aglomerasi. Secara esensial, teori kutub
pertumbuhan dikategorisasikan sebagai teori dinamis. Proses
pertumbuhan digambarkan sebagian keadaan yang tidak seimbang
karena adanya keberhasilan kutub-kutub dinamis. Inti pokok dari
pertumbuhan wilayah terletak pada inovasi-inovasi yang dilakukan
perusahaan-perusahaan atau industri-industri berskala besar dan
terdapatnya ketergantungan antar perusahaan atau industri.
Di sekitar kutub geografis, pertumbuhan industri-industri yang
menonjol dan kegiatan-kegiatan yang mempunyai keterkaitan dengan
industri-industri tersebut lebih pesat dari pada di lokasi-lokasi lainnya, dan
selanjutnya dari kutub tersebut manfaatnya akan menyebar ke seluruh
pelosok wilayah.
21
C. Perencanaan Pembangunan
Kunci keberhasilan suatu pembangunan adalah perencanaan yang
tepat. Perencanaan pada hakekatnya harus didasarkan pada masalah,
kebutuhan dan potensi wilayah agar pembangunan yang dilakukan tepat
guna dan tepat sasaran sehingga mampu meningkatkan perekonomian
daerah (Permatasari, 2016).
Berdasarkan pendekatan koordinasi, perencanaan pembangunan
terdiri dari: 1) perencanaan makro, 2) perencanaan sektoral, 3)
perencanaan regional, dan 4) perencanaan mikro (Nursini, 2010).
1. Perencanaan Makro
Perencanaan pembangunan makro adalah perencanaan
pembangunan dalam skala makro atau menyeluruh. Dalam perencanaan
makro ini dikaji tingkat pertumbuhan ekonomi yang dapat dan akan
direncanakan, seberapa besar tabungan masyarakat dan pemerintah
akan tumbuh, bagaimana proyeksinya, dan hal-hal lainnya secara makro
dan menyeluruh. Kajian ini dilakukan untuk menentukan tujuan dan
sasaran yang mungkin dicapai dalam jangka waktu rencana, dengan
memperhitungkan berbagai variabel ekonomi mikro. Perencanaan makro
ini dilakukan dengan melihat dan memperhitungkan secara cermat
keterkaitannya dengan perencanaan sektoral dan regional.
2. Perencanaan Sektoral
Perencanaan sektoral adalah perencanaan yang dilakukan dengan
pendekatan berdasarkan sektor. Yang dimaksud dengan sektor adalah
22
kumpulan dari kegiatan-kegiatan atau program yang mempunyai
persamaan ciri-ciri serta tujuannya. Pembagian menurut klasifikasi
fungsional seperti sektor, maksudnya untuk mempermudah perhitungan-
perhitungan dalam mencapai sasaran makro. Sektor-sektor ini kecuali
mempunyai ciri-ciri yang berbeda satu sama lain, juga mempunyai daya
dorong yang berbeda dalam mengantisipasi investasi yang dilakukan
pada masing-masing sektor. Meskipun pendekatan ini menentukan
kegiatan tertentu, oleh instansi tertentu, di lokasi tertentu, faktor lokasi
pada dasarnya dipandang sebagai tempat atau lokasi kegiatan saja.
Pendekatan ini berbeda dengan pendekatan perencanaan lainnya yang
terutama bertumpu pada lokasi kegiatan.
3. Perencanaan Regional
Perencanaan dengan dimensi pendekatan regional menitikberatkan
pada aspek lokasi di mana kegiatan dilakukan. Pemerintah daerah
mempunyai kepentingan yang berbeda dengan instansi-instansi di pusat
dalam melihat aspek ruang di suatu daerah. Departemen/lembaga pusat
dengan visi atau kepentingan yang bertitik berat sektoral melihat "lokasi
untuk kegiatan", sedangkan pemerintah daerah dengan titik berat
pendekatan pembangunan regional (wilayah/daerah) melihat "kegiatan
untuk lokasi".
Kedua pola pikir itu bisa saja menghasilkan hal yang sama,
namun sangat mungkin menghasilkan usulan yang berbeda. Pemerintah
daerah dalam merencanakan pembangunan daerah mengupayakan
23
pendayagunaan ruang di daerahnya, mengisinya dengan berbagai
kegiatan sedemikian rupa sehingga menghasilkan alternatif
pembangunan yang terbaik bagi daerah tersebut. Pilihan daerah
terhadap alternatif yang tersedia dapat menghasilkan pertumbuhan yang
tidak optimal dari sudut pandang sektor yang melihat kepentingan
nasional secara sektoral. Pendekatan regional perlu dipadukan dalam
perencanaan pembangunan dalam lingkup nasional.
4. Perencanaan Mikro
Perencanaan mikro adalah perencanaan skala rinci dalam
perencanaan tahunan, yang merupakan penjabaran rencana-rencana
baik makro, sektoral, maupun regional ke dalam susunan program-
program dan kegiatan-kegiatan dalam berbagai dokumen perencanaan
dan penganggarannya.
Suatu negara atau daerah melakukan perencanaan pembangunan
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui
penggunaan sumberdaya ekonomi yang lebih efisien dan efektif. Hal ini
berarti peran dan fungsi pemerintah menjadi sangat penting dalam
pengelolaan ekonomi. Dengan melihat perkembangan pembangunan
hingga saat ini, terdapat fakta yang menunjukkan bahwa tidak ada Negara
di dunia ini tidak mementingkan peranan pemerintah. Di negara-negara
maju dan penganut mekanisme pasar sekalipun, peranan dan intervensi
pemerintah masih tetap ada dan dibutuhkan untuk kepentingan publik
(Nursini, 2010).
24
D. Sektor Pertanian
Ilmu pertanian adalah kelompok ilmu pengetahuan terapan yang
mempelajari segala aspek biologis, sosiobudaya dan bisnis yang
berkaitan dengan kegiatan usaha manusia dalam rangka meningkatkan
pemanfaatan kekayaan alam hayati melalui proses produksi atau usaha
ekstraksi selektif, untuk memenuhi perkembangan kebutuhan manusia
dengan memperhatikan keseimbangan ekologi dan kelestarian
produktivitas alam (Nurmala dkk, 2012).
Pembangunan pertanian merupakan suatu proses perubahan yang
direncanakan menuju keadaan yang lebih baik dari sebelumnya, pada
bidang pertanian, yang termasuk di dalamnya ialah pembangunan sistem
dan usaha agrobisnis yang diarahkan untuk mendayagunakan keunggulan
komparatif (comparative advantage) menjadi keunggulan bersaing
(competitive advantage) (Ekowati, 2011).
Tujuan dari pembangunan pertanian adalah sebagai berikut :
1. meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan hidup petani melalui
pengembangan sistem agrobisnis dan usaha-usaha agrobisnis;
2. mewujudkan sistem ketahanan pangan yang berbasis pada
keragaman sumberdaya bahan pangan, kelembagaan dan budaya
pangan lokal di setiap daerah;
3. meningkatkan daya saing komoditas/produk pertanian dan ekspor
hasil pertanian;
25
4. mengembangkan aktivitas ekonomi melalui pengembangan sistem
agrobisnis yang berdaya saing dan berkelanjutan;
5. meningkatkan kesempatan kerja dan berusaha secara adil melalui
pengembangan sistem agrobisnis (Ekowati, 2011).
E. Komoditas Unggulan
Menurut Ambardi & Prihawantoro (2002), komoditas unggulan
mempunyai kriteria, yaitu:
1. Komoditas unggulan harus mampu menjadi penggerak utama
(prime mover) pembangunan perekonomian. Artinya komoditas
unggulan dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada
peningkatan pendapatan, pengeluaran, maupun produksi/output;
2. Komoditas unggulan mempunyai keterkaitan ke depan dan ke
belakang (forward and backward lingkages) yang kuat, baik
sesama komoditas unggulan maupun komoditas-komoditas lainnya;
3. Komoditas unggulan mampu bersaing (competitiveness) dengan
produk sejenis dari wilayah lain di pasar nasional dan pasar
internasional, baik dalam harga produk, biaya produksi, kualitas
pelayanan, maupun aspek-aspek lainnya;
4. Komoditas unggulan daerah memiliki keterkaitan dengan daerah
lain (complementarity), baik dalam hal pasar (konsumen) maupun
pemasokan bahan baku (jika bahan baku di daerah sendiri tidak
mencukupi atau tidak tersedia sama sekali);
26
5. Komoditas unggulan memiliki status teknologi (state of the art) yang
terus meningkat, terutama melalui inovasi teknologi;
6. Komoditas unggulan mampu menyerap tenaga kerja berkualitas
secara optimal sesuai dengan skala produksinya;
7. Komoditas unggulan bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu,
mulai dari fase kelahiran (increasing), pertumbuhan (growth),
puncak (maturity) hingga penurunan (decreasing). Begitu
komoditas unggulan yang satu memasuki tahap penurunan, maka
komoditas unggulan lainnya harus mampu menggantikannya;
8. Komoditas unggulan tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan
internal;
9. Pengembangan komoditas unggulan harus mendapatkan berbagai
bentuk dukungan, misalkan dukungan keamanan, sosial, budaya,
informasi dan peluan pasar, kelembagaan, fasilitas
insentif/disinsentif, dan lain-lain;
10. Pengembangan komoditas unggulan berorientasi pada kelestarian
sumberdaya dan lingkungan.
Menurut Sambodo dalam (Soebagiyo, 2015), ciri-ciri suatu sektor
yang memiliki keunggulan adalah sebagai berikut:
1. Sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi;
2. Sektor tersebut memiliki angka penyebaran yang relatif besar;
3. Sektor tersebut memiliki keterkaitan antarsektor yang tinggi;
4. Sektor tersebut mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi.
27
F. Analytical Hierarchy Process (AHP)
Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah salah satu metode
analisis yang dapat digunakan dalam rangka pengambilan keputusan.
Metode AHP diperkenalkan oleh Thomas L. Saaty pada periode 1971-
1975 ketika di Wharton School. Metode AHP adalah metode analisis
matematis yang dilengkapi dengan prosedur sistematis dengan susunan
langkah-langkah yang terorganisir untuk menentukan prioritas sesuai
tujuan yang ditetapkan. Hal paling utama dalam metode AHP adalah
penyusunan matriks perbandingan berpasangan (Saaty, 1987).
Prosedur atau langkah-langkah untuk menentukan prioritas
diuraikan sebagai berikut (Saaty, 2008):
1. Menentukan masalah dan jenis informasi atau keputusan yang
akan diambil;
2. Menyusun hierarki keputusan, dimulai dari tingkat paling atas yaitu
tujuan, dan dilanjutkan pada tingkat menengah yang berisi kriteria-
kriteria. Hierarki dapat dilanjutkan dengan menentukan subkriteria
yang dibutuhkan. Penyusunan hierarki dilakukan sampai tingkat
paling rendah (biasanya merupakan alternatif-alternatif);
3. Membuat matriks perbandingan berpasangan; setiap elemen di
tingkat atas digunakan untuk membandingkan unsur-unsur di
tingkat yang tepat di bawahnya;
4. Menggunakan penilaian prioritas yang diperoleh untuk menimbang
penilaian prioritas di tingkat lebih bawah untuk setiap elemen,
28
proses penimbangan dilanjutkan sampai hierarki paling bawah yaitu
alternatif-alternatif.
Menurut Mulyono (1996), dalam menyelesaikan persoalan
menggunakan AHP, ada beberapa prinsip yang perlu dipahami, yaitu:
1. Decomposition
Setelah persoalan didefinisikan, maka perlu dilakukan
decomposition yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-
unsurnya. Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan juga
dilakukan terhadap unsur-unsur sampai tidak mungkin dilakukan
pemecahan lebih lanjut sehingga didapatkan beberapa tindakan dari
persoalan tadi.
2. Comparative Judgment
Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang tingkat kepentingan
relatif dua elemen pada suatu hierarki tertentu berkaitan dengan hierarki
atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena ia akan
berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian ini
akan tampak lebih jelas jika disajikan dalam bentuk matriks yang
dinamakan matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparison
matrix).
3. Synthesis of Priority
Dari setiap matriks perbandingan berpasangan kemudian
didapatkan local priority. Karena matriks perbandingan berpasangan
terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority
29
harus dilakukan sintesa di antara local priority. Prosedur melakukan
sintesa berbeda menurut bentuk hierarki. Pengurutan elemen-elemen
menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa dinamakan priority
setting.
4. Logical Consistency
Konsistensi yang logis memiliki dua makna. Pertama adalah objek-
objek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman
dan relevansinya. Arti kedua adalah menyangkut tingkat hubungan
antarobjek dan penilaiannya yang didasarkan pada kriteria tertentu.
Proses ini harus dilakukan hingga didapatkan penilaian yang tepat.
G. Location Quotient
Location Quotient (LQ) merupakan metode yang digunakan untuk
mengetahui tingkat spesialisasi sektor-sektor perekonomian suatu daerah.
Menurut Arsyad (2010) dalam Widianingsih (2015), metode LQ
merupakan suatu pendekatan untuk mengukur kinerja basis ekonomi
suatu daerah yang dapat digunakan untuk pengujian sektor-sektor
ekonomi yang termasuk dalam kategori sektor unggulan. Nilai LQ dihitung
untuk mengukur konsentrasi kegiatan sektor ekonomi suatu daerah,
dengan membandingkan peranan sektor ekonomi daerah dengan peranan
sektor ekonomi sejenis dalam perekonomian regional atau nasional.
Lincolin (1999) dalam Suryani (2015) menyatakan bahwa faktor
utama penentu pertumbuhan ekonomi suatu daerah berhubungan
langsung dengan permintaan barang dan jasa dari luar daerah.
30
Richardson (1997) dalam Suryani (2015) menyatakan bahwa metode LQ
merupakan metode yang paling lazim digunakan dalam studi-studi basis
empirik. Asumsinya adalah jika suatu wilayah lebih berspesialisasi dalam
memproduksi suatu barang maka wilayah tersebut mengekspor barang
sesuai dengan tingkat spesialisasinya.
Menurut Adisasmita (2005), aktivitas basis memiliki peranan
sebagai penggerak utama (prime mover) dalam pertumbuhan ekonomi
suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah lain maka
akan semakin maju pertumbuhan wilayah tersebut, dan demikian
sebaliknya. Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis akan
menimbulkan efek ganda (multiplier effect) pada perekonomian regional.
Dalam metode LQ diasumsikan bahwa penduduk suatu wilayah
(lokal) mempunyai pola permintaan yang sama dengan pola permintaan
wilayah acuan (regional/nasional). Asumsi yang lain ialah produktivitas
pekerja lokal di daerah diasumsikan sama dengan produktivitas pekerja di
wilayah acuan (regional/nasional). Jika wilayah analisis setingkat
kabupaten atau kota maka wilayah acuan yang digunakan setingkat
provinsi. Jika wilayah analisis setingkat provinsi maka wilayah yang
digunakan sebagai acuan ialah setingkat negara.
Hasil analisis LQ berupa nilai atau angka tanpa satuan. Jika nilai
LQ > 1, maka sektor yang bersangkutan lebih berspesialisasi atau lebih
dominan dibandingkan dengan sektor yang sama di wilayah acuan. Sektor
ini dalam perekonomian wilayah memiliki keunggulan komparatif dan
31
dikategorikan sebagai sektor basis. Jika LQ < 1, maka sektor yang
bersangkutan kurang berspesialisasi atau kurang dominan dibandingkan
sektor yang sama di wilayah acuan. Sektor ini dalam perekonomian
wilayah tidak memiliki keunggulan komparatif dan dikategorikan sebagai
sektor non basis.
H. Model Input- Output
Salah satu model perencanaan pembangunan yang popular
dipraktekkan oleh para perencana untuk memahami keterkaitan
antarsektor dan memberikan gambaran perekonomian secara
komprehensif adalah model input-output yang sering dikenal pula dengan
istilah tabel input-output (Tabel I-O) (Nursini, 2010).
Model input-output pertama kali diperkenalkan oleh W. Leontief
pada tahun 1930-an. Dalam model input-output dikenal sebuah tabel yaitu
tabel input-output (tabel I-O). Tabel I-O adalah suatu tabel yang berbentuk
matriks yang menyajikan informasi transaksi barang dan jasa, serta
hubungan saling keterkaitan antar satu sektor dengan sektor lainnya
dalam kegiatan perekonomian wilayah pada periode tertentu.
Menurut Nazara (1997), analisis input-output merupakan suatu
peralatan analisis keseimbangan umum. Keseimbangan dalam Analisis
input-output didasarkan pada arus transaksi antar pelaku perekonomian.
Penekanan utama dalam analisis input-output ini adalah pada sisi
produksi. Teknologi produksi yang digunakan oleh perekonomian tersebut
memegang peranan penting dalam analisis ini. Lebih spesifik lagi,
32
teknologi yang memegang peranan besar adalah teknologi dalam
kaitannya dengan penggunaan input antara.
Menurut Nazara (1997), output yang diproduksi oleh suatu sektor,
katakan sektor i, didistribusikan ke dua pemakai. Pertama, pemakai yang
menggunakan output tersebut untuk proses produksi lebih lanjut, dan
kedua, pemakai yang menggunakan output tersebut untuk pemakaian
akhir. Pemakai pertama adalah sektor produksi, sedangkan pemakai
kedua, tentunya adalah pemakai akhir. Bagi pemakai pertama, output
sektor i tersebut merupakanbahan baku atau input antara (intermediate
inputs), sedangkan bagi pemakai kedua, input sektor i merupakan
permintaan akhir (final demand).
Bentuk umum tabel transaksi input-output ditampilkan pada tabel 2.
Tabel 2. Bentuk Umum Tabel Transaksi Input-Output
Sektor Produksi
Permintaan Akhir Total
Output 1 2 C I G E X
Sektor Produksi
1 Z11 Z12 C1 I1 G1 E1 X1 2 Z21 Z22 C2 I2 G2 E2 X2
Nilai
Tambah L L1 L2 LC LI LG LE L N N1 N2 NC NI NG NE N
Impor M M1 M2 MC MI MG ME M
Total Input X X1 X2
C I G E X
Sumber: (Nazara, 1997).
33
Menurut Nazara (1997), seperti dapat dilihat pada tabel 2, total
input harus sama dengan total output. Kemudian, sesuai sifatnya yang
linier, maka dapat dituliskan bahwa
X1 + X2 + L + N + M = X1 + X2 + C + I + G + E ................................(1)
atau
L + N + M = C + I + G + E ..............................................................(2)
Persamaan (2) adalah persamaan pendapatan nasional. Pada tabel 2
terdapat tiga daerah yang diberi arsir abu-abu. Masing-masing kelompok
dapat dijadikan satu matriks tersendiri.
Pada dasarnya pengukuran input dan output dapat dilakukan
dengan menggunakan ukuran fisik dan ukuran nilai uang. Dalam praktek,
oleh karena keterbatasan dalam penggunaan ukuran fisik, maka secara
umum digunakan nilai uang untuk pengukurannya. Setiap transaksi
dengan menggunakan ukuran uang dapat dinilai atas dasar: (1) harga
pembeli atau harga yang dibayar oleh konsumen, (2) harga produsen atau
harga yang diterima oleh produsen. Perbedaan antara harga produsen
dan harga pembeli adalah nilai margin pemasaran dan biaya transpor
(Saleh, Hamzah, & Rumampuk, 2000).
Berbagai asumsi dasar yang perlu diperhatikan dalam penggunaan
model I-O yaitu :
1. Homogenitas; asumsi ini menyatakan bahwa suatu sektor hanya
menghasilkan barang melalui satu cara dengan satu susunan input.
34
2. Proporsional; asumsi ini menyatakan bahwa perubahan tingkat
output selalu didahului oleh perubahan input yang seimbang.
3. Additivitas; asumsi ini menyatakan bahwa akibat total dari
pelaksanaan produksi di berbagai sektor dihasilkan oleh masing-
masing sektor secara terpisah.
Menurut Hafied (2009), keuntungan yang diperoleh dengan
menggunakan model I-O dalam perencanaan wilayah, yaitu:
1. model I-O memberikan deskripsi detail mengenai perekonomian
dengan mengkuantifikasikan ketergantungan antarsektor;
2. untuk satu satuan permintaan akhir dapat ditentukan besarnya
output dari setiap sektor, dan kebutuhannya terhadap faktor
produksi dan sumber daya;
3. dampak perubahan permintaan terhadap perekonomian baik yang
disebabkan oleh swasta maupun pemerintah dapat ditelusuri dan
diramalkan secara terperinci;
4. perubahan-perubahan teknologi dan harga relatif dapat
diintegrasikan ke dalam model melalui perubahan koefisien teknik.
Hambatan yang dihadapi lembaga-lembaga perencanaan terutama
di daerah, terkait analisis I-O antara lain (Hafied, 2009):
1. biaya yang relatif besar dalam pengumpulan data;
2. data pokok yang belum memadai;
3. keterbatasan kemampuan teknis.
35
Model input-output dapat dikelompokkan menjadi beberapa model
(Nazara, 1997), yaitu:
1. Model input-output terbuka dan model input-output tertutup;
2. Model input-output region tunggal dan model input-output antar-
region;
3. Model input-output sisi permintaan dan model input-output sisi
penawaran.
I. Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian ataupun kajian tentang penentuan komoditas unggulan,
dan peranan/kontribusinya pada pembangunan telah banyak dilakukan.
Terdapat beberapa variasi penggunaan metode analisis dalam
menentukan komoditas unggulan.
Terkait dengan penentuan komoditas unggulan, Suryani dkk (2015)
dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Komoditas Perkebunan
Unggulan dan Arahan Pengembangannya di Kabupaten Bungo, Provinsi
Jambi”, menentukan komoditas perkebunan unggulan dengan metode
location quotient (LQ) dan metode shift share (SS). Dari hasil
penelitiannya dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga jenis komoditas
perkebunan unggulan yang dijadikan prioritas utama untuk dikembangkan
di setiap kecamatan yang ada di Kabupaten Bungo, yaitu karet, kelapa
sawit, dan kelapa dalam. Di antara 17 kecamatan, 9 kecamatan memiliki
komoditas unggulan karet, 7 kecamatan memiliki komoditas unggulan
36
kelapa sawit, sedangkan komoditas unggulan kelapa dalam hanya
terdapat di satu kecamatan yaitu Kecamatan Pasar Bungo.
Widianingsih dkk (2015) meneliti kontribusi sektor pertanian pada
pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat. Analisis dilakukan
menggunakan metode Trend, Location Quotient (LQ), Dynamic
Location Quotient (DLQ), Shift-Share, dan Klassen Typology. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa PDRB sektor pertanian di Provinsi Jawa
Barat memiliki kecenderungan meningkat dan kontribusi PDRB sektor
pertanian di Provinsi Jawa Barat memiliki kecenderungan menurun yang
siginifikan selama periode tahun 2003-2012. Hasil analisis LQ, DLQ dan
Klassen Typology menunjukkan konsistensi hasil yaitu subsektor
kehutanan sebagai subsektor yang dapat diandalkan di masa mendatang,
subsektor tanaman pangan dan hortikultura sebagai subsektor yang
hanya dapat diandalkan saat ini, dan subsektor perkebunan dan
perikanan sebagai subsektor tertinggal.
Oktavia dkk (2016) meneliti peran sektor pertanian dalam
pembangunan ekonomi di Provinsi Jawa Timur dengan menggunakan
Metode Input-Output dengan menggunakan data tabel input-output
Provinsi Jawa Timur tahun 2010. Hasil penelitian menunjukkan: 1)
Kontribusi sektor pertanian dilihat dari: a). Struktur output yang dihasilkan
sebesar 183.558.716,28 juta; b). Struktur nilai tambah bruto adalah
169.426.431,70 juta; c). Struktur pendapatan adalah 50.078.445,51 juta;
d). Struktur tenaga kerja adalah 36.071.090 juta orang; e). Angka
37
pengganda output dengan nilai terbesar berada pada komoditas ternak
lainnya (2,35); f) Angka pengganda pendapatan dengan nilai terbesar
berada pada komoditas telur (3,51); g) Angka pengganda nilai tambah
bruto dengan nilai terbesar berada pada komoditas ternak lainnya (2,54);
h). Angka pengganda tenaga kerja dengan nilai terbesar berada pada
komoditas padi (2,12); i). Keterkaitan ke belakang dengan nilai terbesar
berada pada komoditas ternak lainnya (1,46); j). Keterkaitan ke depan
dengan nilai terbesar berada pada komoditas padi (1,48). 2). Komoditas
unggulan sektor pertanian, yaitu: komoditas ikan laut dan hasil perikanan
lainnya, komoditas ikan darat dan hasil perikanan lainnya, komoditas padi,
komoditas jagung, komoditas sayur-sayuran, komoditas buah-buahan,
komoditas kedelai, komoditas telur, komoditas sapi, komoditas ayam,
komoditas susu segar, komoditas ternak lainnya, komoditas domba dan
kambing, komoditas tebu, komoditas tembakau.
Perbedaan penelitian ini dibandingkan penelitian sebelumnya
meliputi metode yang digunakan untuk menentukan komoditas unggulan
dan kebaharuan data tabel input-output yang digunakan. Pada penelitian
ini, komoditas unggulan ditentukan dengan menggunakan Metode
Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan mempertimbangkan lima
kriteria dan dua subkriteria. Peranan komoditas unggulan dianalisis
dengan analisis input-output dengan menggunakan data tabel input-output
Provinsi Jawa Timur tahun 2015 yang merupakan data terbaru.
38
J. Kerangka Pikir Penelitian
Proses pembangunan daerah diawali dengan perencanaan
pembangunan daerah. Perencanaan pembangunan yang baik ialah
perencanaan yang selaras dengan kondisi daerah, kebutuhan
masyarakat, permasalahan yang dihadapi, dan potensi daerah. Dalam
pembangunan ekonomi, pemetaan potensi ekonomi daerah menjadi
sebuah keniscayaan. Pemetaan bertujuan untuk mengetahui berbagai
sumber daya ekonomi yang dapat digunakan sebagai modal
pembangunan daerah.
Titik berat penelitian ini adalah pada sektor pertanian. Penelitian ini
berlokasi di Provinsi Jawa Timur. Sektor pertanian dipilih untuk ditelti
karena sektor pertanian berhubungan erat dengan dengan visi
pembangunan jangka panjang Provinsi Jawa Timur yaitu terwujudnya
Jawa Timur sebagai pusat agrobisnis terkemuka, berdaya saing global
dan berkelanjutan.
Karena adanya keterbatasan sumber daya pembangunan maka
diperlukan penentuan prioritas pembangunan. Salah satu penerapannya
ialah pada penentuan komoditas unggulan sektor pertanian.
Pembangunan berbasis komoditas unggulan dapat mempercepat
pertumbuhan ekonomi daerah guna meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Dalam penelitian ini, untuk menentukan komoditas unggulan
digunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan
39
mempertimbangkan aspek-aspek, yaitu: (1) aspek keterkaitan ke
belakang, (2) aspek keterkaitan ke depan, (3) aspek kontribusi terhadap
PDRB, (4) aspek daya saing, (5) aspek penyerapan tenaga kerja, dan (6)
aspek kelestarian lingkungan.
Selain itu, diperlukan informasi mengenai peranan komoditas
unggulan bagi pembangunan ekonomi. Untuk mengetahui peranan
tersebut digunakan analisis input-output. Analisisnya meliputi analisis
keterkaitan ke belakang dan ke depan, analisis angka pengganda output,
dan analisis angka pengganda pendapatan (upah/gaji). Nilai yang
diperoleh digunakan sebagai dasar intrepretasi peranan komoditas
unggulan sektor pertanian pada pembangunan ekonomi.
40
PERENCANAAN PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH
PEMETAAN POTENSI EKONOMI DAERAH
ANALISIS ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS
KOMODITAS SEKTOR PERTANIAN
ANALISIS ANGKA
PENGGANDA OUTPUT
ANALISIS INPUT-OUTPUT
ANALISIS KETERKAITAN
ANTAR SEKTOR
ASPEK KELESTARIAN LINGKUNGAN
KOMODITAS UNGGULAN SEKTOR PERTANIAN
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
ANALISIS ANGKA PENGGANDA PENDAPATAN (UPAH/GAJI)
PERANAN KOMODITAS UNGGULAN SEKTOR PERTANIAN
ASPEK DAYA SAING
ASPEK KONTRIBUSI TERHADAP
PDRB
ASPEK KETERKAITAN
ANTAR SEKTOR
ANALISIS LOCATION QUOTIENT
ASPEK PENYERAPAN
TENAGA KERJA
BAB III
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah penelitian
deskriptif. Menurut Furchan (2004), penelitian deskriptif cenderung
menggambarkan suatu fenomena apa adanya dengan cara menelaah
secara teratur-ketat, mengutamakan objektivitas, dan dilakukan secara
cermat. Dalam penelitian deskriptif tidak ada perlakuan yang diberikan
atau dikendalikan serta tidak ada uji hipotesis. Penelitian deskriptif adalah
pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif
bertujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat
untuk mengetahui secara mendalam dan rinci terhadap objek penelitian.
Pada penelitian ini digunakan pendekatan kuantitatif. Metode
pendekatan kuantitatif adalah suatu proses untuk menemukan
pengetahuan dengan menggunakan data berupa angka sebagai media
untuk menganalisis keterangan mengenai apa yang ingin diketahui (Noor,
2015). Metode pendekatan ini lebih menekankan pada penggunaan
angka-angka yang dilengkapi dengan penggunaan tabel, diagram dan
grafik agar angka-angka lebih mudah dipahami dan diintrepretasi.
Penelitian kuantitatif mengembangkan dan menggunakan model-model
matematis. Penelitian kuantitatif pelaksanaannya berdasarkan prosedur
yang telah direncanakan sebelumnya.
42
B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah di Provinsi Jawa Timur yang merupakan
salah satu dari enam provinsi di Pulau Jawa (Gambar 2). Wilayah
Provinsi Jawa Timur terdiri dari daratan yang menyatu dengan Pulau Jawa
dan pulau-pulau di sekitarnya termasuk Pulau Madura sebagai yang
terbesar. Secara astronomis Provinsi Jawa Timur terletak pada koordinat
111°0' - 114°4' Bujur Timur dan 7°12' - 8°48' Lintang selatan.
Sumber : RTRW Prov. Jawa Timur (2011-2031) dan Wikipedia, gambar diolah
Gambar 2. Lokasi Penelitian
43
C. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu data primer dan
data sekunder.
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung oleh peneliti dari
sumbernya, dalam hal ini peneliti ialah pihak yang pertama kali
memperoleh data tersebut. Data primer dalam penelitian ini ialah data
penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur,
dan data pengaruh pengembangan komoditas sektor pertanian terhadap
kelestarian lingkungan. Data ini diperoleh dari sumber data atau informan
yaitu pakar/ahli yang berpengalaman dan berkompeten pada bidang
pertanian dan lingkungan hidup.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi literatur
berupa laporan tertulis, hasil survei, hasil penelitian, dokumen
perencanaan, pustaka, peraturan perundangan, dan dokumen-dokumen
lainnya. Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu data
tabel input-output Provinsi Jawa Timur tahun 2015 menurut transaksi
domestik atas dasar harga produsen, data PDRB komoditas pertanian,
data produksi sektor pertanian di tingkat nasional dan di tingkat Provinsi
Jawa Timur, data harga komoditas pertanian, dan data pendukung lainnya
yang terkait dengan penelitian.
44
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara yang digunakan
oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Pengumpulan data merupakan
sebuah proses atau kegiatan yang dilakukan peneliti untuk mendapatkan
data sesuai dengan lingkup penelitian.
1. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini didapatkan dengan metode
wawancara. Wawancara dilakukan kepada informan atau narasumber
untuk memperoleh data penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian
dan data pengaruh pengembangan komoditas pertanian terhadap
kelestarian lingkungan.
2. Data Sekunder
Data-data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini
dikumpulkan melalui metode dokumentasi. Metode dokumentasi adalah
suatu metode pengumpulan data dengan menghimpun data yang berasal
dari sumber yang sudah tersedia. Sumber tersebut dapat berupa buku,
tulisan, gambar, catatan penting, baik dari perorangan, lembaga, atau
organisasi. Pada penelitian ini, peneliti mengumpulkan data dengan cara
mendatangi kantor atau instansi terkait sebagai penyedia data. Peneliti
datang ke Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur untuk mendapatkan
tabel input-output Provinsi Jawa Timur tahun 2015. Pengumpulan data
45
juga dilakukan dengan menghubungi penyedia data melalui telepon dan e-
mail. Data sekunder juga diperoleh melalui internet.
E. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, analisis data yang dilakukan terdiri dari dua
tahap, yaitu:
1. tahap pertama adalah analisis untuk menentukan komoditas
unggulan sektor pertanian dengan metode Analytical Hierarchy
Process (AHP) yang dikombinasikan dengan analisis Input-Output
(I-O) dan analisis Location Quotient (LQ)..
2. tahap kedua adalah analisis untuk menentukan peranan komoditas
unggulan tersebut pada pembangunan ekonomi di Provinsi Jawa
Timur dengan menggunakan analisis Input-Output.
1. Penentuan Komoditas Unggulan
Penentuan komoditas unggulan sektor pertanian dianalisis dengan
metode AHP. Metode AHP adalah metode analisis matematis yang
dalam proses perhitungannya dapat menggunakan software excel
atau expert choice. Dalam penelitian ini digunakan expert choice 11.
Tahapan-tahapan analisis AHP sebagai berikut:
a. Penyusunan Hierarki.
Tahap pertama ialah menyusun hierarki. Hierarki yang lebih tinggi
menjadi penentu sifat atau karakteristik hierarki yang berada tepat di
46
bawahnya. Pada penelitian ini, hierarki yang disusun terdiri dari tiga
tingkatan. Susunan hierarki AHP disajikan pada gambar 3.
Gambar 3. Susunan Hierarki AHP
Susunan hierarki AHP terdiri dari:
1) Hierarki I adalah hierarki tingkat paling atas. Hierarki I memuat tujuan
yang ditetapkan yaitu “Komoditas Unggulan Sektor Pertanian”.
2) Hierarki II adalah hierarki tingkat menengah. Hierarki II memuat
kriteria/subkriteria dalam rangka mencapai tujuan.
Pada hierarki II terdapat lima kriteria, yaitu:
a) aspek keterkaitan antarsektor;
b) aspek kontribusi terhadap PDRB;
c) aspek daya saing;
d) aspek penyerapan tenaga kerja;
e) aspek kelestarian lingkungan;
47
Kriteria keterkaitan antarsektor terdiri dari dua subkriteria, yaitu: a)
aspek keterkaitan ke belakang, b) aspek keterkaitan ke depan.
3) Hierarki III merupakan hierarki paling bawah. Hierarki III berisi
alternatif-alternatif, yaitu komoditas sektor pertanian. Terdapat 16
komoditas yang menjadi alternatif, disesuaikan dengan jenis
komoditas yang ada pada tabel I-O Provinsi Jawa Timur tahun 2015.
Jenis-jenis komoditas sektor pertanian yang menjadi alternatif
disajikan pada tabel 3.
Tabel 3. Hierarki III (Alternatif Jenis Komoditas)
Hierarki III (Alternatif Jenis Komoditas)
1 Padi 7 Kopi 13 Kambing dan Domba 2 Jagung 8 Teh 14 Ayam 3 Kedelai 9 Kakao 15 Susu segar 4 Tebu 10 Karet 16 Telur 5 Tembakau 11 Sapi 6 Kelapa 12 Kerbau
b. Penyusunan Matriks Perbandingan Berpasangan
Matriks perbandingan berpasangan berisi angka-angka yang
merupakan nilai hasil pembandingan antarelemen matriks. Elemen matriks
pada hierarki lebih atas digunakan sebagai dasar pembandingan elemen
matriks tepat di bawahnya. Penilaian dilakukan dengan memberikan nilai
1 sampai dengan 9.
Nilai 1 diberikan jika dua elemen dinilai setara. Jika hasil
perbandingan dua elemen memiliki tingkat kesetaraan yang berbeda
maka diberikan nilai 3 jika perbedaannya moderat, nilai 5 jika
48
perbedaannya kuat, nilai 7 jika perbedaanya sangat kuat, dan nilai 9 jika
perbedaannya ekstrem. Penilaian dengan angka 2,4,6,dan 8 juga dapat
diberikan untuk mengakomodasi penilaian yang berada pada pertengahan
kondisi tersebut.
Angka 1 sampai dengan 9 digunakan jika elemen yang
dibandingkan lebih tinggi penilaiannya daripada elemen pembanding.
Kebalikannya, jika elemen yang dibandingkan lebih rendah penilaiannya
daripada elemen pembanding maka nilai yang digunakan adalah angka
1/2 sampai dengan 1/9. Dalam matriks perbandingan berpasangan,
elemen yang dibandingkan adalah elemen yang disusun menurut baris,
sedangkan elemen pembanding adalah elemen yang disusun menurut
kolom.
Matriks perbandingan berpasangan yang disusun merupakan
matriks bujursangkar. Ordo matriks bujursangkar ditentukan berdasarkan
jumlah elemen yang berada pada tingkat yang lebih bawah. Pada
penelitian ini disusun satu buah matriks berordo 5x5, satu buah matriks
berordo 2x2, dan enam buah matriks berordo 16x16. Jumlah seluruh
matriks yang disusun ialah delapan buah.
Delapan buah matriks perbandingan berpasangan yang disusun
terdiri dari:
1) sebuah matriks berordo 5x5 untuk mejelaskan kriteria komoditas
unggulan. Matriks ini berisi elemen-elemen hasil pembandingan
antarkriteria.
49
2) sebuah matriks berordo 2x2 untuk mejelaskan subkriteria yang terkait
dengan kriteria keterkaitan antarsektor. Matriks ini berisi elemen-
elemen hasil pembandingan antara subkriteria keterkaitan ke
belakang dan keterkaitan ke depan;
3) enam buah matriks berordo 16x16 untuk mejelaskan alternatif pilihan
yang terkait dengan kriteria dan subkriteria. Matriks ini berisi elemen-
elemen hasil pembandingan antar 16 alternatif.
Susunan matriks perbandingan berpasangan yang mejelaskan
kriteria komoditas unggulan disajikan pada tabel 4.
Tabel 4. Matriks Perbandingan Berpasangan Kriteria-Kriteria
KOMODITAS UNGGULAN Keterkaitan Antarsektor
Kontribusi terhadap
PDRB
Daya Saing
Penyerapan Tenaga Kerja
Kelestarian Lingkungan
Keterkaitan Antarsektor 1 1 1 1
Kontribusi terhadap PDRB 1 1 1
Daya Saing 1 1
Penyerapan Tenaga Kerja 1
Kelestarian Lingkungan
Susunan matriks perbandingan berpasangan yang mejelaskan
subkriteria yang terkait dengan kriteria keterkaitan antarsektor disajikan
pada tabel 5.
Tabel 5. Matriks Perbandingan Berpasangan Subkriteria-Subkriteria
Keterkaitan Antarsektor Keterkaitan ke
Belakang Keterkaitan ke Depan
Keterkaitan ke Belakang 1
Keterkaitan ke Depan
50
Matriks berikutnya yang disusun ialah matriks perbandingan
berpasangan yang mejelaskan alternatif pilihan. Penyusunan matriks
perbandingan berpasangan ini menggunakan data-data yang disesuaikan
dengan kriteria atau subkriteria pada hierarki tepat di atasnya.
Pada kriteria keterkaitan antar sektor, penyusunan matriks
perbandingan berpasangan memerlukan nilai-nilai hasil analisis input-
output. Tahap pertama analisis input-output adalah melakukan agregasi
sektor. Tabel input-output memuat 110 sektor. Sektor-sektor yang
mempunyai karakteristik yang sama atau hampir sama digabungkan. Hasil
dari proses agregasi ialah pengererucutan jumlah sektor dari 110 sektor
menjadi 37 sektor.
Tahap berikutnya ialah menyusun matriks koefesien teknologi.
Pada analisis I-O, yang menggunakan model input-output sisi permintaan,
matriks koefesien teknologi yang disusun berisi elemen-elemen hasil
pembandingan tiap-tiap elemen terhadap nilai total input tiap-tiap sektor.
Matriks yang dihasilkan biasa juga dinamakan matriks koefesien input
atau matriks A. Matriks koefesien input yang dihasilkan berordo 37x37.
Kemudian disusun matriks (I-A) yang dikenal dengan sebutan matriks
Leontief. Matriks Leontief yang dihasilkan berordo 37x37. Matriks Leontief
merupakan matriks hasil pengurangan matriks identitas (matriks I) yang
berordo 37x37 dengan matriks A. Langkah berikutnya ialah melakukan
operasi inverse matriks terhadap matriks Leontief. Matriks yang dihasilkan
51
biasa dikenal dengan nama matriks kebalikan Leontief (Leontief inverse
matrix) atau matriks (I-A)-1. Matriks (I-A)-1 mempunyai ordo 37x37.
Matriks (I-A)-1 digunakan sebagai dasar untuk melakukan
perhitungan nilai keterkaitan ke belakang (total) dan keterkaitan ke depan
(total). Nilai ketekaitan ke belakang (total) didapatkan dari penjumlahan
elemen-elemen matriks (I-A)-1 pada 37 baris dalam kolom yang sama.
Nilai ketekaitan ke depan (total) didapatkan dari penjumlahan elemen-
elemen matriks (I-A)-1 pada 37 kolom dalam baris yang sama.
Nilai keterkaitan ke belakang langsung merupakan penjumlahan
elemen-elemen matriks koefesien teknologi (Matriks A) pada 37 baris
dalam kolom yang sama. Nilai keterkaitan ke depan langsung merupakan
penjumlahan elemen-elemen matriks koefesien teknologi (Matriks A) pada
37 kolom dalam baris yang sama. Nilai keterkaitan ke belakang tidak
langsung merupakan nilai keterkaitan ke belakang total dikurangi nilai
keterkaitan ke belakang langsung. Nilai keterkaitan ke depan tidak
langsung merupakan nilai keterkaitan ke depan total dikurangi nilai
keterkaitan ke depan langsung.
Penyusunan matriks perbandingan berpasangan untuk kriteria
keterkaitan antar sektor dan kriteria yang lain dijelaskan sebagai berikut:
1) Matriks perbandingan berpasangan berdasarkan aspek keterkaitan ke
belakang
Penyusunan matriks perbandingan berpasangan berdasarkan
aspek keterkaitan ke belakang memerlukan data angka keterkaitan ke
52
belakang enam belas komoditas pertanian. Angka keterkaitan ke belakang
yang digunakan ialah angka keterkaitan ke belakang total yaitu
penjumlahan angka keterkaitan ke belakang langsung dan angka
keterkaitan ke belakang tidak langsung.
Keterkaitan ke belakang adalah kemampuan suatu komoditas
dalam memacu pertumbuhan output keseluruhan sektor perekonomian
untuk memenuhi kebutuhan input komoditas tersebut. Untuk mendapatkan
nilai keterkaitan ke belakang dilakukan analisis input-output berdasarkan
data tabel input-output Provinsi Jawa Timur tahun 2015 menurut transaksi
domestik atas dasar harga produsen.
Penilaian dalam proses analisis AHP dilakukan dengan
membandingkan angka keterkaitan ke belakang total antar komoditas.
Pembandingan dilakukan terhadap keseluruhan komoditas yang
kemudian hasilnya dimasukkan ke dalam matriks perbandingan
berpasangan ordo 16x16.
2) Matriks perbandingan berpasangan berdasarkan aspek keterkaitan ke
depan
Pada dasarnya penyusunan matriks perbandingan berpasangan
aspek keterkaitan ke depan sama seperti pada penyusunan matriks
perbandingan berpasangan aspek keterkaitan ke belakang. Penyusunan
matriks ini memerlukan data keterkaitan ke depan seluruh komoditas
pertanian. Keterkaitan ke depan adalah kontribusi suatu komoditas dalam
memberikan outputnya untuk proses produksi keseluruhan sektor
53
perekonomian. Untuk mendapatkan nilai keterkaitan ke depan dilakukan
analisis input-output berdasarkan tabel input-output Provinsi Jawa Timur
tahun 2015 agregasi 37 sektor menurut transaksi domestik atas dasar
harga produsen.
Nilai keterkaitan ke depan yang digunakan ialah nilai keterkaitan ke
depan total. Angka ini merupakan penjumlahan angka keterkaitan ke
depan langsung dan angka keterkaitan ke depan tidak langsung. Penilaian
dalam proses analisis AHP dilakukan dengan membandingkan angka
keterkaitan ke depan antara komoditas satu dengan lainnya, kemudian
memasukkan hasilnya ke dalam matriks perbandingan berpasangan.
3) Matriks perbandingan berpasangan berdasarkan aspek kontribusi
terhadap PDRB
Matriks ini disusun berdasarkan data kontribusi masing-masing
komoditas pertanian terhadap PDRB Provinsi Jawa Timur tahun 2015.
Data PDRB komoditas pertanian diperoleh dari tabel input-output Provinsi
Jawa Timur tahun 2015. Kontribusi masing-masing komoditas terhadap
PDRB dibandingkan antara satu komoditas dengan komoditas lainnya
secara keseluruhan. Hasil perbandingan dimasukkan ke dalam matriks
perbandingan berpasangan.
4) Matriks perbandingan berpasangan berdasarkan aspek daya saing
Matriks ini disusun berdasarkan nilai yang didapatkan dari hasil
analisis Location Quotient. Data yang diperlukan adalah data produksi
54
sektor pertanian di tingkat nasional dan di tingkat Provinsi Jawa Timur,
data harga komoditas pertanian.
Data produksi biasanya mempunyai satuan berat (ton, kg, dll).
Untuk keperluan analisis LQ, nilai produksi dalam satuan berat belum
dapat digunakan. Hal ini disebabkan adanya perbedaan harga komoditas.
Komoditas yang jumlah produksinya besar dalam satuan berat belum
tentu mempunyai nilai uang yang besar. Begitu pula sebaliknya,
komoditas yang jumlah produksinya kecil dalam satuan berat belum tentu
mempunyai nilai uang yang kecil. Harga komoditas menentukan besarnya
nilai produksi. Untuk itu, perlu dilakukan konversi data produksi dari
satuan berat menjadi satuan nilai uang, dengan mengalikan nilai produksi
dalam satuan berat dengan harga komoditas per satuan berat.
Selanjutnya, data nilai produksi komoditas pertanian (dalam satuan nilai
uang) digunakan sebagai input dalam analisis LQ.
Formula analisis Location Quotient (LQ) yang digunakan adalah :
.................................................................(3)
Keterangan:
LQ = Location Quotient
Vij = Nilai output sektor i di wilayah studi j
Vj = Output total semua sektor di wilayah studi j
Vin = Nilai output sektor i di wilayah acuan n
Vn = Output total semua sektor di wilayah acuan n
55
Jika nilai LQ > 1, maka sektor yang bersangkutan di wilayah studi
lebih berspesialisasi atau lebih dominan dibandingkan dengan
perekonomian di wilayah acuan. Sektor ini dalam perekonomian di wilayah
studi memiliki keunggulan komparatif dan dikategorikan sebagai sektor
basis. Jika nilai LQ < 1, maka sektor yang bersangkutan di wilayah studi
kurang berspesialisasi atau kurang dominan dibandingkan dengan
perekonomian di wilayah acuan. Sektor ini dalam perekonomian di wilayah
studi tidak memiliki keunggulan komparatif dan dikategorikan sebagai
sektor non basis.
5) Matriks perbandingan berpasangan aspek penyerapan tenaga kerja
Matriks ini disusun berdasarkan penilaian ahli yang berkompeten dan
berpengalaman di bidang pertanian dan tenaga kerja
6) Matriks perbandingan berpasangan berdasarkan aspek kelestarian
lingkungan
Matriks ini disusun berdasarkan penilaian ahli yang berkompeten dan
berpengalaman di bidang lingkungan hidup.
c. Penilaian Prioritas
Matriks perbandingan berpasangan yang telah disusun kemudian
dianalisis menggunakan software expert choice 11. Analisis dilakukan
untuk menentukan skala prioritas. Penilaian prioritas terdiri dari dua jenis,
yaitu penilaian prioritas lokal (local priority) dan penilaian prioritas global
(global priority).
56
Hasil penilaian prioritas lokal ialah urutan prioritas komoditas
pertanian berdasarkan masing-masing kriteria atau subkriteria. Terdapat
enam prioritas lokal berdasarkan kriteria dan dua prioritas lokal
berdasarkan subkriteria. Hasil penilaian prioritas global ialah urutan
prioritas komoditas pertanian berdasarkan keseluruhan kriteria dan
subkriteria.. Hasil penilaian prioritas global merupakan tujuan analisis AHP
yaitu komoditas yang merupakan komoditas unggulan sektor pertanian di
Provinsi Jawa Timur.
Dalam analisis AHP, nilai inkonsistensi data perlu diperhatikan. Jika
nilai inkonsistensi data lebih kecil dari 0,1 berarti nilai konsistensi data
lebih besar dari 90 persen, maka hasil analisis dapat diterima. Nilai
inkonsistensi data diperoleh dari perhitungan software expert choice 11.
Hasil analisis AHP yang telah diperoleh digunakan untuk
menentukan indeks keunggulan. Penggunaan nilai indeks untuk
menentukan kriteria unggulan mengacu pada metode
Rasmussen/Hirschman. Dalam metode Rasmussen/Hirschman, untuk
menentukan kriteria unggulan digunakan nilai indeks yaitu indeks daya
penyebaran dan indeks derajad kepekaan. Rasmussen/Hirschman
menyatakan bahwa komoditas/sektor unggulan jika mempunyai indeks
daya penyebaran dan indeks derajad kepekaan lebih besar dari satu.
Metode Rasmussen/Hirschman mengukur keterkaitan total suatu
sektor dalam perekonomian dengan menggunakan koefisien matriks
invers Leontief (I-A)-1. Indeks daya penyebaran merupakan keterkaitan
57
belakang langsung dan tidak langsung yang dinyatakan dengan koefisien
matriks invers Leontief (Nazara, 2007).
2. Peranan Komoditas Unggulan
Analisis yang digunakan untuk mengetahui peranan komoditas
unggulan pada pembangunan ekonomi Provinsi Jawa Timur adalah
analisis input-output. Data yang digunakan ialah tabel input-output
Provinsi Jawa Timur tahun 2015 transaksi domestik atas dasar harga
produsen. Peranan komoditas unggulan tersebut, meliputi:
a. Peranan dalam Keterkaitan Sektor Perekonomian
Untuk mengetahui peranan komoditas unggulan pada
pembangunan sektor-sektor perekonomian dilakukan analisis keterkaitan
ke belakang dan keterkaitan ke depan. Angka keterkaitan ke belakang
dan ke depan dapat menunjukkan besarnya kontribusi suatu komoditas
terhadap produktivitas sektor-sektor ekonomi.
Menurut Nazara (1997), formula analisis keterkaitan ke belakang
dinyatakan sebagai berikut:
1). Formula keterkaitan ke belakang langsung
B (d)j = aij … … … … . … … … … … … … … … … … … … . . (4)
Keterangan:
B = Backward Linkage (keterkaitan ke belakang)
d = direct (langsung)
i = baris ke-i
58
j = kolom ke-j
aij = elemen pada baris i kolom j pada matriks A
2). Formula keterkaitan ke belakang total
B (d + i)j = αij … … … … … … … … … . … … … … … … . . (5)
Keterangan:
B = Backward Linkage (keterkaitan ke belakang)
(d + i) = direct (langsung) + indirect (tidak langsung)
i = baris ke-i
j = kolom ke-j
αij = elemen pada baris i kolom j dari matriks (I-A)-1
Menurut Nazara (1997), formula analisis keterkaitan ke depan
dinyatakan sebagai berikut:
1). Formula keterkaitan ke depan langsung
F (d)i = aij … … … … . … … … … … … … … … … … … … . . (6)
Keterangan:
F = Forward Linkage (keterkaitan ke depan)
d = direct (langsung)
i = baris ke-i
j = kolom ke-j
aij = elemen pada baris i kolom j pada matriks A
59
2). Formula keterkaitan ke depan total
F (d + i)i = αij … … … … … … … … … … … . … … … … . . (7)
Keterangan:
F = Forward Linkage (keterkaitan ke depan)
(d + i) = direct (langsung) + indirect (tidak langsung)
i = baris ke-i
j = kolom ke-j
αij = elemen pada baris i kolom j dari matriks (I-A)-1
b. Peranan pada Peningkatan Output
Untuk mengetahui peranan komoditas unggulan pada output
perekonomian dilakukan analisis angka pengganda output. Angka
pengganda output dapat menunjukkan besarnya kontribusi suatu
komoditas dalam kaitannya dengan penggandaan output secara agregat.
Menurut Nazara (1997), formula angka pengganda output
dinyatakan sebagai berikut:
Oj = αij … … … … . … … … … … … … … … … … … … … . . (8)
Keterangan:
O = Angka pengganda output
i = baris ke-i ; j = kolom ke-j
αij = elemen pada baris i kolom j dari matriks (I-A)-1
60
c. Peranan pada Peningkatan Pendapatan
Untuk mengetahui peranan komoditas unggulan pada pendapatan
rumah tangga dilakukan analisis angka pengganda pendapatan rumah
tangga. Angka ini dapat menunjukkan besarnya kontribusi suatu
komoditas dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga.
Menurut Nazara (1997), formula angka pengganda pendapatan
(upah/gaji) dinyatakan sebagai berikut:
Hj = a(n + 1)j x αij … … … … . … … … … … … … … … . . (9)
Keterangan:
H = Angka pengganda pendapatan (upah/gaji/household income)
i = baris ke-i
j = kolom ke-j
a(n+1)j = elemen baris ke n+1 pada kolom j (elemen upah/gaji pada
matriks A)
αij = elemen pada baris i kolom j dari matriks (I-A)-1
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian
1. Deskripsi Wilayah Provinsi Jawa Timur
Provinsi Jawa Timur terletak di bagian timur Pulau Jawa. Secara
astronomis Provinsi Jawa Timur terletak pada koordinat 111°0' - 114°4'
Bujur Timur dan 7°12' - 8°48' Lintang selatan. Luas wilayah Provinsi
Jawa Timur adalah 47.799,7 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun
2015 sebesar 38.847.561 jiwa (Badan Pusat Statistik, 2016).
Batas-batas wilayah Provinsi Jawa Timur yaitu di sebelah utara
berbatasan dengan Laut Jawa, di sebelah barat berbatasan dengan
Provinsi Jawa Tengah, di sebelah selatan berbatasan dengan Samudra
Indonesia, dan di sebelah timur berbatasan dengan Selat Bali.
Wilayah Provinsi Jawa Timur sebagian besar yakni sekitar 90%
merupakan daratan yang menyatu dengan Pulau Jawa dan sisanya yakni
sekitar 10% merupakan wilayah kepulauan termasuk Pulau Madura.
Panjang bentangan barat-timur Provinsi Jawa Timur sekitar 400 kilometer
dan lebar bentangan utara-selatan sekitar 200 kilometer. Wilayah
kepulauan di Jawa Timur terdiri dari pulau yang telah diberi nama
sebanyak 232, dan pulau tanpa nama sebanyak 55 sehingga total
keseluruhan pulau yang dimiliki Provinsi Jawa Timur sebanyak 287 pulau
(RPJMD Jawa Timur, 2014).
62
Secara administratif Provinsi Jawa Timur dibagi menjadi 29
kabupaten dan 9 kota, yang dibagi lagi menjadi 664 kecamatan dengan
783 kelurahan dan 7.722 desa, seperti ditampilkan pada tabel 6.
Tabel 6. Pembagian Wilayah Secara Administratif Provinsi Jawa Timur
No. Kabupaten/Kota Kecamatan Kelurahan/Desa
Kelurahan Desa Jumlah 1 Pacitan 12 5 166 171 2 Ponorogo 21 26 281 307 3 Trenggalek 14 5 152 157 4 Tulungagung 19 14 257 271 5 Blitar 22 28 220 248 6 Kediri 26 1 343 344 7 Malang 33 12 378 390 8 Lumajang 21 7 198 205 9 Jember 31 22 226 248
10 Banyuwangi 24 28 189 217 11 Bondowoso 23 10 209 219 12 Situbondo 17 4 132 136 13 Probolinggo 24 5 325 330 14 Pasuruan 24 24 341 365 15 Sidoarjo 18 31 322 353 16 Mojokerto 18 5 299 304 17 Jombang 21 4 302 306 18 Nganjuk 20 20 264 284 19 Madiun 15 8 198 206 20 Magetan 18 28 207 235 21 Ngawi 19 4 213 217 22 Bojonegoro 28 11 419 430 23 Tuban 20 17 311 328 24 Lamongan 27 12 462 474 25 Gresik 18 26 330 356 26 Bangkalan 18 8 273 281 27 Sampang 14 6 180 186 28 Pamekasan 13 11 178 189 29 Sumenep 27 4 328 332 30 Kota Kediri 3 46 0 46 31 Kota Blitar 3 21 0 21 32 Kota Malang 5 57 0 57 33 Kota Probolinggo 5 29 0 29 34 Kota Pasuruan 4 34 0 34 35 Kota Mojokerto 2 18 0 18 36 Kota Madiun 3 27 0 27 37 Kota Surabaya 31 160 0 160 38 Kota Batu 3 5 19 24
Jawa Timur 664 783 7.722 8.505
Sumber : Permendagri Nomor 18 Tahun 2013 dalam RPJMD Jawa Timur 2014-2019
63
Menurut pola ruang, wilayah Provinsi Jawa Timur dapat dibagi
menjadi kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung
memiliki luas kurang lebih 578.374 ha atau sekitar 12,10% dari luas
wilayah Provinsi Jawa Timur. Adapun kawasan budidaya seluas kurang
lebih 4.201.403 ha atau 87,90% dari luas wilayah Provinsi Jawa Timur.
Gambaran perubahan proporsi penggunaan lahan di Jawa Timur
menunjukkan kecenderungan menurunnya luas wilayah pertanian.
Pertanian lahan basah memiliki luas kurang lebih 911.863 ha atau 19,08%
dari luas wilayah provinsi Jawa Timur. Penggunaan lahan kawasan
terbangun perlu dikendalikan agar tidak mengkonversi luas pertanian
lahan basah, terutama sawah irigasi teknis (RPJMD Jawa Timur).
Sumber: RTRW Provinsi Jawa Timur Tahun 2011-2031
Gambar 4. Peta Penggunaan Lahan Provinsi Jawa Timur
64
2. Potensi Sektor Pertanian di Provinsi Jawa Timur
Potensi sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur seperti yang
tercantum dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun
2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun
2011—2031, luas eksisting kawasan pertanian sebesar 2.020.491 ha
dengan rincian pertanian lahan basah sebesar 911.863 ha dan pertanian
lahan kering/tegalan/kebun sebesar 1.108.628 ha. Peta penggunaan
lahan untuk peruntukan pertanian disajikan pada gambar 5.
Sumber: RTRW Provinsi Jawa Timur Tahun 2011-2031
Gambar 5. Peta Peruntukan Pertanian Lahan Basah dan Kering
Dalam rangka meningkatkan produksi hasil pertanian tanaman
pangan, pemerintah Provinsi Jawa Timur menetapkan rencana
penggunaan lahan untuk pertanian lahan basah dengan mencanangkan
sawah beririgasi teknis dengan luas sekurang-kurangnya 957.239 ha atau
20,03% dari luas Provinsi Jawa Timur. Untuk itu perlu dilakukan
peningkatan jaringan irigasi semi teknis dan sederhana menjadi irigasi
65
teknis yang tersebar di berbagai daerah menurut Daerah Aliran Sungai
yang ada.
Rencana pengembangan pertanian lahan kering di wilayah
Provinsi Jawa Timur ditetapkan dengan luas sekurang-kurangnya 849.033
ha atau 17,76% dari luas Provinsi Jawa Timur. Pengembangannya
diarahkan pada daerah-daerah yang belum dilayani oleh jaringan irigasi.
Untuk mencukupi kebutuhan pangan nasional dan kebutuhan
pangan di Provinsi Jawa Timur, perlu dilakukan perlindungan terhadap
lahan pertanian pangan sehingga dapat menjamin ketersediaan pangan.
Berdasarkan hal tersebut, pemerintah provinsi Jawa Timur menetapkan
lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) di Jawa Timur seluas
kurang lebih 1.017.549 ha dengan rincian pertanian lahan basah seluas
802.357 ha dan pertanian lahan kering seluas 215.192 ha.
Hasil utama produksi tanaman pangan di Provinsi Jawa Timur
adalah padi, jagung, dan kedelai. Pada kurun waktu 2009-2013, hasil
produksi tanaman padi, jagung dan kedelai di Provinsi Jawa Timur dapat
dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Produksi Padi, Jagung dan Kedelai Provinsi Jawa Timur
Tahun Produksi (Ton)
Padi Jagung Kedelai
2009 11.259.085 5.266.720 5.266.720
2010 11.643.773 5.587.318 5.587.318
2011 10.576.543 5.443.705 5.443.705
2012 12.198.707 6.295.301 6.295.301
2013 12.144.973 5.741.833 5.741.833
Sumber : RPJMD Provinsi Jawa Timur Tahun 2014-2019
66
Pada sektor pekebunan, di Provinsi Jawa Timur terdapat empat
komoditas yang banyak dikembangkan yaitu tebu, tembakau, kopi dan
kakao. Komoditas dengan produksi terbesar adalah tebu dengan hasil
produksi 1.276.582 ton. Pada kurun waktu 2009-2013, hasil produksi
tanaman perkebunan di Provinsi Jawa Timur dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Produksi Tanaman Perkebunan Provinsi Jawa Timur
Tahun Produksi (Ton)
Tebu Tembakau Kopi Kakao
2009 1.079.287 80.661 54.020 22.677 2010 1.014.272 53.695 56.200 24.200 2011 1.087.958 101.777 37.411 27.522 2012 1.287.871 135.412 54.236 32.912 2013 1.276.582 74.113 56.525 39.200
Sumber : RPJMD Provinsi Jawa Timur Tahun 2014-2019, Jawa Timur Dalam Angka
Sumber: RTRW Provinsi Jawa Timur Tahun 2011-2031
Gambar 6. Peta Peruntukan Perkebunan
Selain komoditas tersebut, Provinsi Jawa Timur juga menghasilkan
komoditas-komoditas lain di sektor perkebunan dan peternakan. Di sektor
perkebunan, Provinsi Jawa Timur menghasilkan komoditas kelapa, teh
67
dan karet, sedangkan di sektor peternakan yaitu sapi, kerbau, kambing,
domba, ayam, telur dan susu segar.
Hasil produksi komoditas sektor pertanian Provinsi Jawa Timur
tahun 2015, disajikan pada tabel 6.
Tabel 9. Produksi Komoditas Pertanian Provinsi Jawa Timur Tahun 2015
No. Komoditas Produksi (ton)
1 Padi 13.154.967 2 Jagung 6.131.163 3 Kedelai 344.998
4 Tebu 1.310.700 5 Tembakau 109.500
6 Kelapa 241.300 7 Kopi 59.400 8 Teh 6.900 9 Kakao 24.000
10 Karet 25.500
11 Sapi 100.172
12 Kerbau 149 13 Domba dan Kambing 22.965 14 Ayam 271.911 15 Susu Segar 426.557
16 Telur 351.976
Sumber: Provinsi Jawa Timur Dalam Angka 2016
B. Kinerja Sektor Pertanian dalam Perekonomian Jawa Timur
1. PDRB Provinsi Jawa Timur
Dilihat dari sisi pendapatan, struktur PDRB Provinsi Jawa Timur
tahun 2015 berdasarkan tabel input-output Provinsi Jawa Timur tahun
2015 disajikan pada tabel 10.
68
Tabel 10. PDRB Provinsi Jawa Timur Menurut Pendapatan Tahun 2015
Kode I-O Uraian Nilai (Rp juta) Distribusi
terhadap PDRB (%)
201 Upah dan Gaji 522.139.065,56 30,90 202 Surplus Usaha 957.179.088,94 56,64 203 Penyusutan 94.363.352,79 5,58
204 Pajak Tidak Langsung 117.309.648,91 6,94
205 Subsidi -1.108.755,53 -0,07
209 Nilai Tambah Bruto (PDRB) 1.689.882.400,67 100,00
Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Jawa Timur Tahun 2015
PDRB Provinsi JawaTimur tahun 2015 sebesar 1.689,88 trilyun
rupiah dengan proporsi terbesar adalah surplus usaha sebesar 56,64
persen. Komponen upah dan gaji memperoleh porsi sebesar 30,90
persen. Komponen lainnya yaitu penyusutan, pajak tidak langsung, dan
subsidi mempunyai proporsi kecil yaitu di bawah 10 persen.
2. Kontribusi Sektor Pertanian terhadap PDRB
Struktur perekonomian di Indonesia menurut Badan Pusat Statisik
dikelompokkan ke dalam 17 sektor atau lapangan usaha. Sektor
pertanian dikelompokkan menjadi satu dengan sektor kehutanan dan
perikanan. Dalam penelitian ini, khusus sektor pertanian diuraikan lebih
detail untuk mengetahui kontribusi sektor pertanian secara lebih
mendalam. Enam belas sektor yang lain tetap mengikuti klasifikasi yang
ditetapkan oleh BPS.
Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB di Provinsi Jawa Timur
tahun 2015 disajikan pada tabel 11.
69
Tabel 11. Kontribusi Sektor Pertanian terhadap PDRB Jawa Timur Tahun
2015
No. Sektor/Lapangan Usaha Nilai (Rp......Juta) %
1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 232.349.336,62 13,75 a. Pertanian 181.147.549,80 10,72 - Padi 50.557.692,68 2,992 - Jagung 14.518.412,67 0,859 - Kedelai 1.797.147,96 0,106 - Tebu 8.297.823,48 0,491 - Tembakau 666.640,08 0,039 - Kelapa 14.206.749,60 0,841 - Kopi 3.820.932,90 0,226 - Teh 271.049,36 0,016 - Kakao 1.718.498,75 0,102 - Karet 1.702.526,29 0,101 - Sapi 20.281.294,82 1,200 - Kerbau 43.974,31 0,003 - Domba dan Kambing 6.334.208,42 0,375 - Ayam 7.257.172,68 0,429 - Susu Segar 6.451.549,44 0,382 - Telur 5.682.438,64 0,336 - Pertanian/perkebunan Lainnya 34.607.939,05 2,048 - Peternakan Lainnya 191.594,12 0,011 - Jasa Pertanian dan Perburuan 2.739.904,55 0,162 b. Kehutanan 9.301.947,13 0,55 c. Perikanan 41.899.839,69 2,48 2 Pertambangan dan Penggalian 64.096.049,04 3,79 3 Industri Pengolahan 494.687.374,26 29,27 4 Pengadaan Listrik dan Gas 5.787.491,55 0,34 5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah dan Limbah 1.573.388,21 0,09 6 Konstruksi 160.496.345,70 9,50 7 Perdagangan Besar dan Eceran 298.172.716,62 17,64 8 Transportasi dan Pergudangan 56.724.425,45 3,36 9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 91.476.258,14 5,41
10 Informasi dan Komunikasi 77.087.448,75 4,56 11 Jasa Keuangan dan Asuransi 46.447.110,18 2,75 12 Real Estate 27.560.767,16 1,63 13 Jasa Perusahaan 13.538.456,26 0,80
14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib 39.082.066,24 2,31
15 Jasa Pendidikan 46.022.766,77 2,72 16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 10.640.210,11 0,63 17 Jasa Lainnya 24.140.189,61 1,43
TOTAL 1.689.882.400,67 100,00
Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Jawa Timur Tahun 2015
PDRB atas dasar harga berlaku Provinsi Jawa Timur tahun 2015
sebesar 1.689,88 trilyun rupiah. Sektor pertanian memberikan kontribusi
pada pembentukan PDRB sebesar 10,72 persen. Komoditas pertanian
70
yang memberikan andil terbesar adalah padi dengan 2,99 persen, diikuti
oleh komoditas sapi dengan kontribusi sebesar 1,20 persen, dan jagung
dengan kontribusi 0,86 persen.
Kontribusi padi terhadap PDRB lebih besar dari kontribusi sektor
jasa keuangan dan asuransi (2,75 persen), sektor jasa pendidikan (2,72
persen), sektor administrasi pemerintahan (2,31), sektor real estate (1,63
persen), jasa lainnya (1,43 persen), jasa perusahaan (0,80 persen), jasa
kesehatan (0,63 persen), pengadaan listrik dan gas (0,34 persen), dan
pengadaan air, pengelolaan sampah/limbah (0,09 persen).
3. Struktur Input Sektor Pertanian
Terdapat dua komponen besar dalam struktur input perekonomian, yaitu
input primer dan input antara. Komponen input antara dibagi dua macam
yaitu input antara domestik dan impor.
Pada tabel 12 disajikan struktur input perekonomian di Jawa Timur
dengan penekanan pada sektor pertanian.
Tabel 12. Struktur Input Perekonomian Provinsi Jawa Timur
No. Sektor/Lapangan Usaha Input Antara (Rp...Milyar) Input Primer
(Rp...Milyar) Total Input
(Rp...Milyar) Domestik Impor
1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 58.599,44 9.142,34 232.349,34 300.091,12
a. Pertanian 45.884,37 6.874,78 181.147,55 233.906,70 - Padi 14.887,16 1.655,32 50.557,69 67.100,17 - Jagung 3.954,66 833,73 14.518,41 19.306,81 - Kedelai 516,79 105,07 1.797,15 2.419,00 - Tebu 2.882,06 42,38 8.297,82 11.222,27 - Tembakau 221,44 51,71 666,64 939,79 - Kelapa 1.030,80 269,87 14.206,75 15.507,42 - Kopi 301,99 123,73 3.820,93 4.246,66 - Teh 28,19 7,55 271,05 306,78 - Kakao 122,37 43,12 1.718,50 1.883,99
71
Tabel 12. Lanjutan.....
No. Sektor/Lapangan Usaha Input Antara (Rp...Milyar) Input Primer
(Rp...Milyar) Total Input
(Rp...Milyar) Domestik Impor
- Tebu 2.882,06 42,38 8.297,82 11.222,27 - Tembakau 221,44 51,71 666,64 939,79 - Kelapa 1.030,80 269,87 14.206,75 15.507,42 - Kopi 301,99 123,73 3.820,93 4.246,66 - Teh 28,19 7,55 271,05 306,78 - Kakao 122,37 43,12 1.718,50 1.883,99 - Karet 133,95 39,63 1.702,53 1.876,11 - Sapi 6.495,65 1.054,02 20.281,29 27.830,96 - Kerbau 9,90 2,46 43,97 56,34 - Domba dan Kambing 1.572,23 91,79 6.334,21 7.998,22 - Ayam 3.724,26 94,10 7.257,17 11.075,53 - Susu Segar 2.393,33 680,26 6.451,55 9.525,13 - Telur 2.780,34 99,75 5.682,44 8.562,52 - Pertanian/perkebunan Lainnya 3.469,47 1.660,67 34.607,94 39.738,08 - Peternakan Lainnya 62,51 13,21 191,59 267,32 - Jasa Pertanian dan Perburuan 1.297,28 6,41 2.739,90 4.043,59 b. Kehutanan 1.646,86 83,21 9.301,95 11.032,01 c. Perikanan 11.068,21 2.184,36 41.899,84 55.152,41
2 Pertambangan dan Penggalian 13.108,88 4.563,79 64.096,05 81.768,71 3 Industri Pengolahan 647.328,94 143.276,74 494.687,37 1.285.293,05 4 Pengadaan Listrik dan Gas 44.467,81 16.346,38 5.787,49 66.601,68
5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah dan Limbah 672,16 186,50 1.573,39 2.432,05
6 Konstruksi 147.893,61 23.962,37 160.496,35 332.352,32 7 Perdagangan Besar dan Eceran 58.499,14 13.721,38 298.172,72 370.393,23 8 Transportasi dan Pergudangan 60.738,19 6.780,60 56.724,43 124.243,21 9 Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum 68.752,60 10.320,02 91.476,26 170.548,88
10 Informasi dan Komunikasi 28.330,47 2.255,23 77.087,45 107.673,15 11 Jasa Keuangan dan Asuransi 14.209,14 2.681,37 46.447,11 63.337,61 12 Real Estate 6.918,61 141,81 27.560,77 34.621,19 13 Jasa Perusahaan 10.673,18 816,89 13.538,46 25.028,53
14 Adm. Pemerintahan, Pertahanan, & Jaminan Sosial Wajib 32.833,14 4.918,65 39.082,07 76.833,86
15 Jasa Pendidikan 20.653,26 3.629,19 46.022,77 70.305,21 16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan
Sosial 19.648,28 3.847,71 10.640,21 34.136,19
17 Jasa Lainnya 9.954,21 2.803,74 24.140,19 36.898,15 Jumlah 1.243.281,06 249.394,70 1.689.882,40 3.182.558,16
Persentase 39,06 7,84 53,10 100,00
Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Jawa Timur Tahun 2015
Total input pada sektor pertanian sebesar 233,9 trilyun rupiah.
Nilai tersebut terbagi atas input primer sebesar 181,1 trilyun rupiah atau
77,4 persen dan input antara sebesar 52,8 trilyun rupiah atau 22,6 persen.
Input antara dibedakan atas dua jenis yaitu komponen domestik dan
72
komponen impor. Pada sektor pertanian, input antara domestik mengambil
proporsi rata-rata 87,0 persen dari input antara, sedangkan impor
mengambil proporsi rata-rata 13,0 persen input antara. Lebih jauh, rasio
impor terhadap input antara komoditas sektor pertanian disajikan pada
tabel 13.
Tabel 13. Rasio Impor terhadap Input Antara Komoditas Sektor Pertanian
No. Sektor Input Antara (Rp...Milyar)
Persentase Impor
terhadap Input Antara) (%) Domestik Impor
1 Padi 14.887,16 1.655,32 10,01 2 Jagung 3.954,66 833,73 17,41 3 Kedelai 516,79 105,07 16,90 4 Tebu 2.882,06 42,38 1,45 5 Tembakau 221,44 51,71 18,93 6 Kelapa 1.030,80 269,87 20,75 7 Kopi 301,99 123,73 29,06 8 Teh 28,19 7,55 21,12 9 Kakao 122,37 43,12 26,06
10 Karet 133,95 39,63 22,83 11 Sapi 6.495,65 1.054,02 13,96 12 Kerbau 9,90 2,46 19,89 13 Domba dan Kambing 1.572,23 91,79 5,52 14 Ayam 3.724,26 94,10 2,46 15 Susu Segar 2.393,33 680,26 22,13 16 Telur 2.780,34 99,75 3,46
Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Jawa Timur Tahun 2015
Komponen impor input antara yang lebih besar dari 20% terdapat
pada 6 komoditas yaitu kopi dengan 29,06 persen, kemudian kakao
sebesar 26,06 persen, karet sebesar 22,83 persen, susu segar sebesar
22,13 persen, teh sebesar 21,12 persen, dan kelapa sebesar 20,75
persen. Semakin tinggi komponen impor berarti semakin besar modal
daerah yang keluar atau semakin besar kebocoran wilayah.
73
C. Penentuan Komoditas Unggulan Sektor Pertanian
Penentuan komoditas unggulan sektor pertanian dilakukan dengan
metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Analisis dilakukan dengan
mempertimbangkan aspek keterkaitan ke belakang, aspek keterkaitan ke
depan, aspek kontribusi terhadap PDRB, aspek daya saing, aspek
penyerapan tenaga kerja dan aspek kelestarian lingkungan.
1. Aspek Keterkaitan Antarsektor
a. Aspek Keterkaitan ke Belakang
Penilaian aspek keterkaitan ke belakang digunakan untuk
mengetahui besarnya keterkaitan sebuah komoditas dengan sektor-sektor
perekonomian yang menyuplai kebutuhan input produksi komoditas
tersebut. Nilai keterkaitan ke belakang diperoleh dengan analisis input-
output menggunakan data dasar tabel input-output transaksi domestik
atas dasar harga produsen Provinsi Jawa Timur tahun 2015.
Sektor-sektor yang menjadi objek penelitian disesuaikan dengan
ketersediaan data pada tabel I-O ini. Dalam tabel I-O 2015 tersedia data
dalam 110 sektor. Untuk keperluan efisiensi sesuai tujuan penelitian maka
dilakukan agregasi menjadi 37 sektor. Penentuan sektor-sektor
disesuaikan dengan tujuan penelitian yang lebih menitik beratkan pada
sektor pertanian. Penentuan sektor-sektor juga mengikuti nomenklatur
jenis lapangan usaha yang digunakan Badan Pusat Statistik. Penomoran
atau kode sektor antara sebelum agregasi dan sesudah agregasi disajikan
pada lampiran 1.
74
Dengan menggunakan persamaan (4) dan (5), hasil analisis
keterkaitan ke belakang komoditas pertanian disajikan pada tabel 14.
Tabel 14. Nilai Keterkaitan Ke Belakang Komoditas Pertanian
No. Komoditas Keterkaitan ke Belakang
Langsung Tidak Langsung Total
1 Padi 0,2219 1,0877 1,3096 2 Jagung 0,2048 1,1095 1,3143 3 Kedelai 0,2136 1,1250 1,3386 4 Tebu 0,2568 1,0932 1,3501 5 Tembakau 0,2356 1,1306 1,3662 6 Kelapa 0,0665 1,0313 1,0978 7 Kopi 0,0711 1,0343 1,1054 8 Teh 0,0919 1,0623 1,1542 9 Kakao 0,0650 1,0355 1,1005
10 Karet 0,0714 1,0419 1,1133 11 Sapi 0,2334 1,0904 1,3238 12 Kerbau 0,1758 1,1180 1,2938 13 Domba dan Kambing 0,1966 1,0643 1,2609 14 Ayam 0,3363 1,2111 1,5474 15 Susu Segar 0,2513 1,1823 1,4336 16 Telur 0,3247 1,2207 1,5454
Nilai keterkaitan ke belakang total setiap komoditas digunakan
sebagai dasar untuk penilaian. Penilaian dilakukan dengan
membandingkan angka keterkaitan ke belakang antara komoditas satu
dengan lainnya, kemudian memasukkan hasilnya ke dalam matriks
perbandingan berpasangan.
Komoditas yang mempunyai nilai keterkaitan ke belakang
tertinggi adalah ayam dengan nilai 1,5484 dan yang terendah adalah
kelapa dengan nilai 1,0978. Selisih nilai antara ayam dengan kelapa
adalah 0,4506. Perbedaan nilai ini dinilai besar sehingga pada matriks
perbandingan berpasangan antara ayam dan kelapa diberi nilai 7.
75
Penilaian dilanjutkan untuk seluruh komoditas pertanian. Jika
selisihnya lebih besar dari 0,4 maka diberikan nilai 7. Jika selisihnya 0,2
sampai dengan 0,4 diberikan nilai 5. Jika selisihnya lebih kecil dari 0,2
diberikan nilai 3. Seluruh penilaian dimasukkan ke dalam matriks
perbandingan berpasangan aspek keterkaitan ke belakang (lampiran 4a).
b. Aspek Keterkaitan ke Depan
Untuk memperoleh nilai keterkaitan ke depan digunakan analisis
input-output. Data yang digunakan adalah tabel input-output Provinsi Jawa
Timur tahun 2015 menurut transaksi domestik atas dasar harga produsen
agregasi 37 sektor. Dengan menggunakan persamaan (6) dan (7), hasil
analisis keterkaitan ke depan disajikan pada tabel 15.
Tabel 15. Nilai Keterkaitan Ke Depan Komoditas Pertanian
No. Komoditas Keterkaitan ke Depan
Langsung Tidak Langsung Total
1 Padi 0,3235 1,3608 1,6843 2 Jagung 0,0478 1,0377 1,0855 3 Kedelai 0,0121 1,0010 1,0131 4 Tebu 0,2264 1,1137 1,3401 5 Tembakau 0,0082 1,0014 1,0096 6 Kelapa 0,0338 1,0683 1,1021 7 Kopi 0,0215 1,0120 1,0335 8 Teh 0,0016 1,0014 1,0030 9 Kakao 0,0114 1,0083 1,0197
10 Karet 0,0030 1,0067 1,0097 11 Sapi 0,0664 1,0285 1,0949 12 Kerbau 0,0011 1,0002 1,0013 13 Domba dan Kambing 0,1424 1,0412 1,1836 14 Ayam 0,0886 1,0483 1,1369 15 Susu Segar 0,0260 1,0387 1,0647 16 Telur 0,0280 1,0127 1,0407
76
Nilai keterkaitan ke depan total setiap komoditas digunakan
sebagai dasar untuk penilaian. Penilaian dilakukan dengan
membandingkan angka keterkaitan ke depan antara komoditas satu
dengan lainnya.
Komoditas yang mempunyai nilai keterkaitan ke depan tertinggi
adalah padi dengan nilai 1,6843 dan yang terendah adalah kerbau
dengan nilai 1,0013. Selisih nilai antara padi dengan kerbau adalah
0,6830. Perbedaan nilai ini dinilai besar sehingga diberikan nilai 7 pada
matriks perbandingan berpasangan.
Penilaian dilanjutkan kepada seluruh komoditas pertanian. Jika
selisihnya lebih besar dari 0,6 maka diberikan nilai 7. Jika selisihnya 0,3
sampai dengan 0,6 diberikan nilai 5. Jika selisihnya lebih kecil dari 0,3
diberikan nilai 3. Seluruh penilaian dimasukkan ke dalam matriks
perbandingan berpasangan aspek keterkaitan ke depan (lampiran 4b).
2. Aspek Kontribusi terhadap PDRB
Salah satu kriteria komoditas unggulan ialah mampu memberikan
kontribusi yang signifikan pada peningkatan pendapatan, pengeluaran,
maupun produksi/output (Ambardi, 2002). Kontribusi tersebut salah
satunya dapat diketahui dari nilai PDRB. Semakin besar PDRB sebuah
komoditas berarti semakin besar pula kontribusinya dalam meningkatkan
pendapatan daerah.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) enam belas komoditas
pertanian Provinsi Jawa Timur tahun 2015 disajikan pada tabel 16.
77
Tabel 16. PDRB Komoditas Pertanian
Kontribusi masing-masing komoditas terhadap PDRB
dibandingkan antara satu komoditas dengan komoditas lainnya secara
keseluruhan. Komoditas yang memberikan kontribusi terhadap PDRB
tertinggi adalah padi dengan nilai 50,557 trilyun rupiah, sedangkan yang
terendah adalah kerbau dengan nilai 43,974 milyar rupiah. Selisih nilai
kontribusi terhadap PDRB antara padi dan kerbau adalah 50,513 trilyun
rupiah. Perbedaan nilai kontribusi antara padi dan kerbau dinilai ekstrim,
sehingga diberikan nilai 9 pada matriks perbandingan berpasangan
antara padi dan kerbau.
Komoditas padi berkontribusi sangat besar terhadap PDRB bila
dibandingkan komoditas lainnya. Bahkan, jika dibandingkan dengan
penyumbang kontribusi tertinggi ke-2 yaitu sapi, masih terjadi selisih
30,276 trilyun. Keadaan ini menuntut penggunaan parameter khusus
No. Komoditas PDRB (Rp...juta)
1 Padi 50.557.692,68 2 Jagung 14.518.412,67 3 Kedelai 1.797.147,96 4 Tebu 8.297.823,48 5 Tembakau 666.640,08 6 Kelapa 14.206.749,60 7 Kopi 3.820.932,90 8 Teh 271.049,36 9 Kakao 1.718.498,75
10 Karet 1.702.526,29 11 Sapi 20.281.294,82 12 Kerbau 43.974,31 13 Domba dan Kambing 6.334.208,42 14 Ayam 7.257.172,68 15 Susu Segar 6.451.549,44 16 Telur 5.682.438,64
78
untuk padi pada penilaian matriks perbandingan berpasangan. Parameter
yang digunakan ialah: jika selisih kontribusi terhadap PDRB lebih besar
dari 50 trilyun maka diberikan nilai 9; jika selisihnya 40 trilyun sampai
dengan 50 trilyun diberikan nilai 7; jika selisihnya 30 trilyun sampai
dengan 40 trilyun diberikan nilai 5. Selisih lebih kecil dari 30 trilyun tidak
ada karena selisih paling kecil adalah 30,276 trilyun rupiah yaitu selisih
nilai antara kontribusi padi dengan sapi.
Komoditas yang memberikan kontribusi terhadap PDRB tertinggi
ke-2 adalah sapi dengan nilai 20,281 trilyun rupiah. Jika dibandingkan
dengan yang terendah yaitu kerbau maka selisihnya adalah 20,237 trilyun
rupiah. Tingkat perbedaannya dinilai sangat kuat, sehingga diberikan nilai
7 pada matriks perbandingan berpasangan.
Penilaian selanjutnya dilakukan terhadap komoditas pertanian
lainnya. Jika selisihnya lebih besar dari 20 trilyun maka diberikan nilai 7;
jika selisihnya 10 trilyun sampai dengan 20 trilyun diberikan nilai 5; dan
jika selisih nilai kontribusinya terhadap PDRB lebih kecil dari 10 trilyun
rupiah diberikan nilai 3. Selanjutnya, nilai yang telah dihasilkan
dimasukkan ke dalam matriks perbandingan berpasangan (lampiran 4c).
3. Aspek Daya Saing
Salah satu kriteria komoditas unggulan ialah mampu bersaing
dengan produk sejenis dari wilayah lain di pasar nasional dan pasar
internasional. Kriteria daya saing sebuah komoditas dapat dinilai
menggunakan analisis location quotient (LQ). Dengan analisis LQ, dapat
79
diketahui sebuah komoditas bersifat basis atau tidak. Komoditas basis
ialah komoditas yang mempunyai nilai LQ > 1.
Analisis LQ memerlukan data produksi komoditas pertanian secara
nasional dan provinsi, serta data harga komoditas pertanian. Dengan
menggunakan persamaan (3), hasil analisis LQ) disajikan pada tabel 17.
Tabel 17. Nilai LQ Komoditas Pertanian
No. Komoditas Produksi (ton) Harga rata-rata
produsen ( Rp...ribu/kg )
Nilai LQ Jawa Timur Indonesia
1 Padi 13.154.967 75.361.248 5.178 0,942 2 Jagung 6.131.163 19.611.704 3.796 1,687 3 Kedelai 344.998 963.099 8.372 1,933 4 Tebu 1.310.700 2.623.900 2.234 2,696 5 Tembakau 109.500 202.300 19.764 2,921 6 Kelapa 241.300 2.960.900 2.338 0,440 7 Kopi 59.400 664.500 19.135 0,482 8 Teh 6.900 154.600 7.781 0,241 9 Kakao 24.000 661.200 26.571 0,196
10 Karet 25.500 3.108.300 6.746 0,044 11 Sapi 100.172 523.926 42.637 1,032 12 Kerbau 149 31.669 47.711 0,025 13 Domba dan Kambing 22.965 106.803 68.518 1,160 14 Ayam 271.911 2.036.745 37.780 0,721 15 Susu Segar 426.557 805.363 7.135 2,859 16 Telur 351.976 1.795.711 21.411 1,058
Sumber : (Badan Pusat Statistik, 2016, data diolah)
Nilai LQ masing-masing komoditas dibandingkan antara satu
komoditas dengan komoditas lainnya secara keseluruhan. Komoditas
dengan nilai LQ terbesar adalah tembakau yaitu 2,921, sedangkan yang
terendah adalah kerbau dengan nilai LQ 0,025. Perbedaan nilai LQ antara
tembakau dan kerbau dinilai sangat kuat, sehingga diberikan nilai 7 pada
matriks perbandingan berpasangan.
80
Penilaian selanjutnya dilakukan terhadap seluruh komoditas
pertanian lainnya. Jika selisih nilai LQ lebih besar 1,5 maka diberikan nilai
7, jika selisihnya lebih besar 0,75 sampai dengan 1,5 diberikan nilai 5, dan
jika selisih nilai LQ ialah 0,75 atau lebih kecil diberikan nilai 3. Selanjutnya,
nilai yang telah dihasilkan dimasukkan ke dalam matriks perbandingan
berpasangan (lampiran 4d).
4. Aspek Penyerapan Tenaga Kerja
Salah satu aspek yang menentukan keunggulan suatu komoditas
adalah aspek penyerapan tenaga kerja. Aspek ini penting karena
berhubungan dengan pemerataan pendapatan. Semakin besar tingkat
penyerapan tenaga kerja memperbesar peluang distribusi pendapatan.
Data tenaga kerja yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik
terbatas pada sektor-sektor besar. Data tenaga kerja secara detail sampai
tingkat komoditas belum ada. Untuk mendapatkan gambaran tingkat
penyerapan tenaga kerja pada enam belas komoditas pertanian ini, maka
dilakukan wawancara kepada informan yang mempunyai kompetensi dan
pengalaman di bidang pertanian. Informan yang dimintai pendapat yaitu
Bapak Ir. Boby Slamet Karnanto yang bertugas pada Dinas Pertanian
Provinsi Jawa Timur.
Menurut Bapak Ir. Boby, komoditas sektor pertanian yang
menyerap banyak tenaga kerja yaitu komoditas padi, sapi, jagung, ayam,
dan kambing. Komoditas kedelai, kelapa, tebu, tembakau, kopi, kakao,
susu segar, dan telur mempunyai tingkat penyerapan tenaga kerja
81
kategori cukup, sedangkan yang mempunyai tingkat penyerapan tenaga
kerja relatif kecil adalah komoditas teh, karet, dan kerbau.
Penilaian secara global di atas dilanjutkan dengan penilaian lebih
detail dengan membandingkan satu komoditas dengan komoditas lainnya.
Hasil penilaian informan terhadap perbandingan antar komoditas pada
enam belas komoditas dimasukkan ke dalam matriks perbandingan
berpasangan aspek penyerapan tenaga kerja (lampiran 4e).
5. Aspek Kelestarian Lingkungan
Paradigma pembangunan berkelanjutan yang mengedepankan
kelestarian lingkungan, dewasa ini semakin mendapatkan perhatian dari
banyak pihak. Kesadaran bahwa degradasi lingkungan telah banyak
mengikis kualitas hidup manusia, mendorong berbagai pihak untuk lebih
peduli terhadap lingkungan hidup. Untuk itu, dalam usaha membangun
sektor pertanian dan juga pengembangan komoditas unggulan juga perlu
memperhatikan aspek kelestarian lingkungan.
Pada metode AHP, penilaian tingkat keramahan lingkungan
dituangkan dalam susunan matriks perbandingan berpasangan.
Penyusunan matriks ini didasarkan pada pendapat informan/narasumber
yang berkompeten dan berpengalaman di bidang lingkungan hidup.
Informan yang diminta pendapatnya yaitu Bapak Dr. Ir. Pramono Hadi
yang bertugas sebagai sekretaris Pusat Studi Lingkungan Hidup
Universitas Gadjah Mada.
82
Penilaian informan terhadap seluruh komoditas dimasukkan ke
dalam matriks perbandingan berpasangan aspek kelestarian lingkungan
(lampiran 4f).
6. Penilaian Prioritas
Penentuan prioritas pada analisis AHP dibagi menjadi dua
kategori. Kategori pertama adalah prioritas lokal (local priority) yaitu
prioritas yang dihasilkan dari masing-masing matriks perbandingan
berpasangan. Kategori kedua adalah prioritas global (global priority) yaitu
prioritas yang menjadi tujuan analisis.
a. Prioritas Lokal
Hasil analisis prioritas lokal untuk setiap matriks perbandingan
berpasangan sebagai berikut:
1) Prioritas berdasarkan kriteria
Gambar 7. Penilaian Prioritas Kriteria-Kriteria
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
Keterkaitan Antarsektor
Kontribusi Terhadap
PDRB
Daya Saing Penyerapan Tenaga Kerja
Kelestarian Lingkungan
Prioritas Berdasarkan Kriteria
83
Setiap kriteria memperoleh nilai 0,20 atau 20% yang berarti setiap
kriteria mempunyai tingkatan prioritas yang setara. Dalam penentuan
prioritas komoditas unggulan, tidak bisa dipilih kriteria mana yang lebih
penting. Setiap kriteria, masing-masing mempunyai keunggulannya.
Kriteria keterkaitan antarsektor tidaklah lebih penting dari kriteria daya
saing. Kriteria kontribusi terhadap PDRB, juga tidak boleh mengalahkan
kriteria kelestarian lingkungan. Begitu pula kriteria penyerapan tenaga
kerja merupakan kriteria yang tidak kalah pentingnya. Untuk itu, semua
kriteria diperlakukan secara seimbang dalam upaya menentukan prioritas
komoditas pertanian.
2) Prioritas berdasarkan subkriteria
Gambar 8. Penilaian Prioritas Subkriteria-Subkriteria
Setiap subkriteria memperoleh nilai 0,5 atau 50% yang berarti
mempunyai tingkatan prioritas yang setara. Keterkaitan ke belakang
memiliki peran yang sama pentingnya dengan keterkaitan ke depan dalam
mempengaruhi gerak perekonomian, sehingga kedua aspek ini memiliki
0,00
0,25
0,50
0,75
1,00
Keterkaitan ke Belakang
Keterkaitan ke Depan
Prioritas Antar Subkriteria
84
peran seimbang dan tidak bisa dipilh salah satu lebih baik atau penting
dari yang lain.
3) Prioritas berdasarkan apek keterkaitan ke belakang
Prioritas tertinggi untuk aspek keterkaitan ke belakang adalah
ayam dengan nilai 0,187 atau 18,7%, sedangkan yang terendah adalah
kelapa dengan nilai 0,011 atau 1,1%. Ayam mempunyai keterkaitan ke
belakang tertinggi dimungkinkan karena ayam membutuhkan banyak input
dari berbagai sektor, misalnya pakan ayam membutuhkan hasil produksi
industri pakan, begitu pula obat-obatan, fasilitas peternakan ayam dll.
Kelapa mempunyai keterkaitan ke belakang terendah karena kelapa untuk
berproduksi relatif memerlukan sedikit perawatan dan cenderung tumbuh
dan berkembang secara alami.
Gambar 9. Penilaian Prioritas Aspek Keterkaitan ke Belakang
0,187
0,158
0,1080,096
0,0820,070
0,0590,051
0,0430,033 0,029 0,027
0,018 0,015 0,013 0,011
0,00
0,02
0,04
0,06
0,08
0,10
0,12
0,14
0,16
0,18
0,20
Prioritas Berdasarkan Aspek Keterkaitan ke Belakang
85
4) Prioritas berdasarkan apek keterkaitan ke depan
Prioritas tertinggi untuk aspek keterkaitan ke depan adalah padi
dengan nilai 0,251 atau 25,1%, sedangkan yang terendah adalah kerbau
dengan nilai 0,015 atau 1,5%. Padi mempunyai keterkaitan ke depan
tertinggi dimungkinkan karena padi merupakan bahan kebutuhan pokok
masyarakat, sedangkan kerbau mempunyai keterkaitan ke depan
terendah karena kebutuhan masyarakat terhadap daging kerbau relatif
sedikit.
Gambar 10. Penilaian Prioritas Aspek Keterkaitan ke Depan
5) Prioritas berdasarkan apek kontribusi terhadap PDRB
Prioritas tertinggi untuk aspek kontribusi terhadap PDRB adalah
padi dengan nilai 0,260 atau 26%, sedangkan yang terendah adalah
kerbau dengan nilai 0,012 atau 1,2%.
0,251
0,128
0,0950,083
0,0710,063 0,055
0,047 0,041 0,035 0,030 0,026 0,023 0,020 0,017 0,015
0,000,020,040,060,080,100,120,140,160,180,200,220,240,26
Prioritas Berdasarkan Aspek Keterkaitan ke Depan
86
Gambar 11. Penilaian Prioritas Kontribusi Terhadap PDRB
6) Prioritas berdasarkan apek daya saing
Prioritas tertinggi untuk aspek daya saing adalah tembakau
dengan nilai 0,215 atau 21,5%, sedangkan yang terendah adalah kerbau
dengan proporsi 1,0%. Hal ini berarti bahwa daya saing tembakau sangat
kuat terhadap tembakau dari luar wilayah dalam perdagangan nasional.
Tembakau adalah komoditas basis yang berpotensi besar menghasilkan
pendapatan untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi.
Selain tembakau, yang mempunyai daya saing kuat adalah
komoditas susu segar dan tebu. Dua komoditas ini juga terlihat kuat daya
saingnya dengan nilai LQ yang jauh di atas rata-rata komoditas lainnya.
0,260
0,152
0,1070,093
0,064 0,056 0,048 0,042 0,036 0,030 0,026 0,023 0,020 0,017 0,014 0,012
0,000,020,040,060,080,100,120,140,160,180,200,220,240,26
Prioritas Berdasarkan Aspek Kontribusi terhadap PDRB
87
Gambar 12. Penilaian Prioritas Aspek Daya Saing
7) Prioritas berdasarkan apek penyerapan tenaga kerja
Prioritas tertinggi untuk aspek penyerapan tenaga kerja adalah padi
dengan nilai 0,187 atau 18,7%, sedangkan yang terendah adalah kerbau
dengan nilai 0,009 atau 0,9%.
Gambar 13. Penilaian Prioritas Aspek Penyerapan Tenaga Kerja
0,215
0,1780,164
0,093
0,071
0,052 0,045 0,0390,030 0,025 0,021 0,019 0,015 0,013 0,011 0,010
0,000,020,040,060,080,100,120,140,160,180,200,22
Prioritas Berdasarkan Aspek Daya Saing
0,261
0,1480,135
0,099
0,0680,056
0,039 0,036 0,034 0,028 0,023 0,020 0,016 0,015 0,013 0,009
0,000,020,040,060,080,100,120,140,160,180,200,220,240,260,28
Prioritas Berdasarkan Aspek Penyerapan Tenaga Kerja
88
8) Prioritas berdasarkan apek kelestarian lingkungan
Prioritas tertinggi untuk aspek kelestarian lingkungan adalah kelapa
dengan nilai 0,206 atau 20,6%, sedangkan yang terendah adalah telur
dengan nilai 0,010 atau 1%. Kelapa mempunyai nilai tertinggi karena
dalam pertumbuhannya relatif tidak terkontaminasi obat-obatan dan juga
tidak menghasilkan limbah pencemar lingkungan. Komoditas telur paling
kuat daya pencemarannya karena dalam pertumbuhannya ayam petelur
senantiasa rutin memerlukan obat-obatan dan juga limbah peternakan
ayam petelur yang dapat mencemari udara dan air.
Gambar 14. Penilaian Prioritas Aspek Kelestarian Lingkungan
b. Prioritas Global
Prioritas global adalah prioritas yang menjadi tujuan analisis yaitu
komoditas unggulan sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan
0,206
0,148
0,1230,106
0,077
0,059 0,055 0,0490,040
0,031 0,027 0,023 0,020 0,015 0,011 0,010
0,000,020,040,060,080,100,120,140,160,180,200,22
Prioritas Berdasarkan Aspek Kelestarian Lingkungan
89
penilaian secara berhierarki dan memperhitungkan nilai prioritas lokal,
maka dapat ditentukan prioritas global.
Komoditas unggulan sektor pertanian hasil analisis dengan
software expert choice 11 disajikan pada gambar 14.
Gambar 15. Penilaian Prioritas Komoditas Unggulan
Hasil penilaian prioritas terhadap komoditas unggulan berdasarkan
keseluruhan aspek, prioritas tertinggi adalah padi dengan nilai 0,143 atau
14,3%, dan yang terendah yaitu kerbau dengan nilai 0,016 atau 1,6%.
Komoditas padi unggul dalam aspek kontribusi terhadap PDRB, aspek
penyerapan tenaga kerja, dan aspek keterkaitan ke depan.
Hasil perhitungan nilai inkonsistensi dengan software expert choice
11 menunjukkan nilai sebesar 0,00 untuk semua matriks perbandingan
berpasangan. Hal ini berarti bahwa data yang dimasukkan telah
menunjukkan konsistensi yang kuat sehingga hasil analisis dapat diterima.
0,143
0,086 0,085 0,083 0,0820,073 0,069 0,065
0,052 0,051 0,0500,041 0,041
0,034 0,0290,016
0,000,020,040,060,080,100,120,140,16
Prioritas Komoditas Pertanian Berdasarkan atas Keseluruhan Aspek
90
Selanjutnya dilakukan penilaian indeks keunggulannya untuk
menentukan komoditas unggulan. Penilaian indeks keunggulan masing-
masing komoditas disajikan pada tabel 18.
Tabel 18. Indeks Keunggulan Komoditas Pertanian
Peringkat Komoditas Nilai AHP Indeks Keunggulan
1 Padi 0,143 2,29
2 Tebu 0,086 1,38
3 Jagung 0,085 1,36
4 Kelapa 0,083 1,33
5 Sapi 0,082 1,31
6 Tembakau 0,073 1,17
7 Susu Segar 0,069 1,10
8 Ayam 0,065 1,04
9 Kedelai 0,052 0,83
10 Kambing dan Domba 0,051 0,82
11 Kopi 0,050 0,80
12 Kakao 0,041 0,66
13 Telur 0,041 0,66
14 Karet 0,034 0,54
15 Teh 0,029 0,46
16 Kerbau 0,016 0,26
Penggunaan nilai indeks ini mengacu pada metode
Rasmussen/Hirschman. Penentuan keunggulan komoditas didasarkan
pada nilai indeks derajad kepekaan dan indeks daya penyebaran. Menurut
Rasmussen/Hirschman, komoditas unggulan adalah komoditas yang
mempunyai indeks derajad kepekaan dan indeks daya penyebaran lebih
besar satu.
91
Berdasarkan hasil analisis AHP dan indeks keunggulan, terdapat
delapan komoditas yang merupakan unggulan. Komoditas tersebut
mempunyai indeks keunggulan lebih besar satu.
Dengan demikian, komoditas unggulan sektor peranian di Provinsi
Jawa Timur, yaitu:
1) Padi dengan nilai indeks keunggulan 2,29;
2) Tebu dengan nilai indeks keunggulan 1,38;
3) Jagung dengan nilai indeks keunggulan 1,36;
4) Kelapa dengan nilai indeks keunggulan 1,33;
5) Sapi dengan nilai indeks keunggulan 1,31;
6) Tembakau dengan nilai indeks keunggulan 1,17;
7) Susu Segar dengan nilai indeks keunggulan 1,10; dan
8) Ayam dengan nilai nilai indeks keunggulan 1,04.
Hasil analisis menunjukkan bahwa komoditas unggulan sektor
pertanian di Provinsi Jawa Timur ialah padi, tebu, jagung, kelapa, sapi,
tembakau, susu segar, dan ayam. Dilihat dari nilai indeks keunggulannya,
padi unggul jauh dibanding komoditas lainnya. Komoditas unggulan lain
yaitu tebu, jagung, kelapa, dan sapi mempunyai indeks keunggulan yang
hampir berimbang.
Keunggulan padi didukung oleh realitas bahwa padi merupakan
penyumbang kontribusi terbesar pada PDRB Provinsi Jawa Timur tahun
2015. Padi berkontribusi sebesar 50,56 trilyun rupiah atau 2,99 persen
dari total PDRB sebesar 1.689,88 trilyun rupiah (Badan Pusat Statistik,
92
2016). Nilai ini bahkan lebih besar jika dibandingkan dengan kontribusi
yang disumbangkan oleh sektor jasa keuangan dan asuransi (2,75 persen),
sektor jasa pendidikan (2,72 persen), sektor administrasi pemerintahan
(2,31), sektor real estate (1,63 persen), sektor jasa lainnya (1,43 persen),
sektor jasa perusahaan (0,80 persen), sektor jasa kesehatan (0,63 persen),
sektor pengadaan listrik dan gas (0,34 persen), dan sektor pengadaan air,
pengelolaan sampah/limbah (0,09 persen). Kontribusi yang besar pada
PDRB menjadikan padi sebagai penggerak utama (prime mover)
pembangunan ekonomi.
Pada aspek penyerapan tenaga kerja, padi unggul jauh
dibandingkan komoditas pertanian yang lain. Menurut data sensus
pertanian tahun 2013, di Jawa Timur terdapat 2.654.472 rumah tangga
usaha tanaman padi sawah dan 309.557 rumah tangga usaha tanaman
padi ladang. Tingkat penyerapan tenaga kerja berpengaruh pada
pemerataan pendapatan masyarakat. Dengan hampir tiga juta rumah
tangga usaha tanaman padi di Jawa Timur, komoditas padi semakin
menunjukkan peranan pentingnya dalam usaha pemerataan pendapatan
masyarakat. Tetapi pemerataan pendapatan tidak cukup hanya
berdasarkan kuantitas penyerapan tenaga kerja, tetapi yang lebih penting
adalah nilai atau jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap tenaga
kerja. Pada tataran ini, keberpihakan kebijakan pemerintah diperlukan
agar petani memperoleh nilai tambah yang lebih besar.
93
Komoditas tebu merupakan komoditas unggulan kedua setelah
padi. Provinsi Jawa Timur merupakan sentra produksi tebu di Indonesia.
Badan Pusat Statistik mencatat nilai rata-rata luas panen tebu di
Indonesia, antara tahun 2012 sampai dengan tahun 2016, seluas 45,06
persen berada di Provinsi Jawa Timur, kemudian 25,30 persen di Provinsi
Lampung, 13,99 persen di Provinsi Jawa Tengah, dan 4,59 persen di
Provinsi Jawa Barat. Sebagai produsen terbesar komoditas tebu, Provinsi
Jawa Timur mempunyai daya saing yang tinggi dibanding provinsi lain.
Aspek daya saing ini dapat dinilai dari hasil analisis LQ yang
memperlihatkan bahwa komoditas tebu merupakan komoditas yang
bersifat basis dengan nilai LQ 2,70. Sebagai komoditas yang bersifat
basis, tebu memberikan andil besar bagi masuknya kapital bagi
peningkatan pendapatan daerah.
Komoditas tebu juga unggul pada aspek kontribusi terhadap PDRB
dengan andil 8,3 trilyun rupiah. Nilai tersebut relatif besar dan bermanfaat
dalam mendorong pergerakan perekonomian daerah. Komoditas tebu
juga unggul pada aspek keterkaitan antar sektor dengan menempati
urutan ketiga setelah padi dan ayam. Hal ini menunjukkan bahwa tebu
mempunyai keterkaitan yang kuat dengan sektor perekonomian lain dan
pengembangan komoditas tebu akan memacu pertumbuhan
perekonomian secara agregat.
Komoditas jagung merupakan komoditas unggulan peringkat
ketiga. Komoditas jagung merupakan komoditas yang bersifat basis
94
dengan nilai LQ 1,69. Hal ini sesuai realitas bahwa Provinsi Jawa Timur
merupakan sentra produksi jagung di Indonesia dengan luas panen
terbesar yaitu 31,1 persen dari luas panen secara nasional, diikuti
Provinsi Jawa Tengah (13,9%), Provinsi Lampung (9,1%), dan Provinsi
Sulawesi Selatan (7,6%). Komoditas jagung juga unggul pada aspek
kontribusi terhadap PDRB. Kontribusi jagung sebesar 14,5 trilyun rupiah
dapat mendorong pertumbuhan perekonomian daerah. Pada aspek
penyerapan tenaga kerja, terdapat 1.922.318 rumah tangga usaha
tanaman jagung. Jumlah ini tentu sangat besar, dan memberikan andil
bagi pemerataan pendapatan masyarakat.
Komoditas kelapa merupakan komoditas unggulan peringkat
keempat. Selain unggul karena kontribusinya terhadap PDRB yaitu
sebesar 14,2 trilyun rupiah, keunggulan komoditas kelapa terletak pada
aspek kelestarian lingkungan. Kelapa mempunyai tingkat keramahan
lingkungan paling tinggi karena relatif tidak terkontaminasi obat-obatan
dan juga tidak menghasilkan limbah pencemar lingkungan. Pada era
sekarang, saat isu lingkungan menjadi perhatian serius, sudah
seharusnya seluruh komponen bangsa semakin peduli pada
pembangunan yang berwawasan lingkungan guna keharmonisan
kehidupan generasi sekarang dan keberlanjutan kehidupan generasi
mendatang. Untuk itu, perlu terus dikembangkan penelitian agar muncul
penemuan-penemuan baru dalam rangka mewujudkan pembangunan
yang ramah lingkungan.
95
Komoditas unggulan berikutnya adalah sapi, tembakau, susu
segar, dan ayam. Sapi unggul pada aspek kontribusi terhadap PDRB
dengan kontribusi sebesar 20,28 trilyun rupiah. Di samping itu terdapat
lebih dari satu juta rumah tangga di Provinsi Jawa Timur yang menggeluti
usaha ternak sapi sehingga beternak sapi menjadi sumber pendapatan
bagi banyak warga masyarakat Provinsi Jawa Timur. Komoditas tembakau
dan susu segar mempunyai keunggulan pada aspek daya saing.
Tembakau mempunyai nilai LQ terbesar yaitu 2,92 dan susu segar
dengan nilai LQ sebesar 2,86. Komoditas ayam unggul pada aspek
keterkaitan ke belakang. Hal ini mengindikasikan bahwa usaha
pengembangan komoditas ayam dapat mendorong peningkatan produksi
sektor-sektor perekonomian lain yang akan diserap outputnya untuk input
produksi usaha komoditas ayam.
D. Peranan Komoditas Unggulan Sektor Pertanian
Setelah diperoleh komoditas yang menjadi unggulan sektor
pertanian dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process, selanjutnya
dilakukan analisis untuk mengetahui sejauh mana peranan komoditas
tersebut pada pembangunan ekonomi Provinsi Jawa Timur.
Peranan komoditas unggulan sektor pertanian pada
pembangunan ekonomi dapat dianalisis dengan menggunakan model
input-output, yaitu analisis keterkaitan antarsektor (keterkaitan ke
belakang dan ke depan) dan analisis angka pengganda (angka
pengganda output dan angka pengganda pendapatan (upah/gaji).
96
1. Peranan pada Sektor-Sektor Perkonomian
Peranan komoditas unggulan bagi sektor perekonomian dapat
dianalisis dengan model input-output untuk mengetahui angka keterkaitan
ke belakang dan keterkaitan ke depan. Angka keterkaitan ke belakang
menunjukkan kemampuan untuk mendorong pertumbuhan output
keseluruhan sektor perekonomian dalam rangka memenuhi kebutuhan
input komoditas tersebut. Angka keterkaitan ke depan menunjukkan
kemampuan suatu komoditas dalam memberikan outputnya untuk proses
produksi sektor-sektor perekonomian.
Pada tabel 19 disajikan keterkaitan ke belakang komoditas
unggulan dengan beberapa sektor yang mempunyai keterkaitan erat.
Tabel 19. Keterkaitan ke Belakang komoditas Unggulan dengan Sektor
Perekonomian
Komoditas Unggulan
Peringkat Keunggulan
Keterkaitan Tertinggi ke Belakang
Sektor Nilai
Padi 1 Perdagangan Besar dan Eceran 0,0764
Tebu 2 Perdagangan Besar dan Eceran 0,0316
Jagung 3 Industri Pengolahan 0,1359
Kelapa 4 Industri Pengolahan 0,0346
Sapi 5 Padi 0,1021
Tembakau 6 Industri Pengolahan 0,1759
Susu Segar 7 Industri Pengolahan 0,3076
Ayam 8 Industri Pengolahan 0,2979
Berdasarkan tabel 19, komoditas unggulan mempunyai keterkaitan
ke belakang yang paling erat dengan sektor industri pengolahan. Sektor
97
industri pengolahan mempunyai keterkaitan paling tinggi bagi komoditas
jagung, kelapa, tembakau, susu segar, dan ayam. Sektor perekonomian
lainnya adalah sektor perdagangan besar dan eceran yang mempunyai
keterkaitan paling tinggi bagi komoditas padi dan tebu.
Pada tabel 20 disajikan keterkaitan ke depan komoditas unggulan
dengan beberapa sektor yang mempunyai keterkaitan erat.
Tabel 20. Keterkaitan ke Depan Komoditas Unggulan dengan Sektor
Perekonomian
Komoditas Unggulan
Peringkat Keunggulan
Keterkaitan Tertinggi ke Depan
Sektor Nilai
Padi 1 Sapi 0,1020
Tebu 2 Industri Pengolahan 0,0107
Jagung 3 Ayam 0,0100
Kelapa 4 Industri Pengolahan 0,0143
Sapi 5 Akomodasi & Makan Minum 0,0054
Tembakau 6 Industri Pengolahan 0,0060
Susu Segar 7 Akomodasi & Makan Minum 0,0124
Ayam 8 Telur 0,0177
Berdasarkan tabel 20, komoditas unggulan mempunyai keterkaitan
ke depan yang paling erat dengan sektor industri pengolahan. Sektor
industri pengolahan mempunyai keterkaitan paling tinggi bagi komoditas
tebu, kelapa, dan tembakau. Sektor perekonomian lainnya yang adalah
sektor penyediaan akomodasi makan dan minum. Sektor ini mempunyai
keterkaitan paling tinggi bagi komoditas sapi susu segar.
98
Komoditas unggulan sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur
mempunyai peranan besar bagi pertumbuhan sektor akomodasi, makan
dan minum, sektor perdagangan besar dan eceran, dan sektor industri
pengolahan. Komoditas susu segar dan sapi mempunyai keterkaitan ke
depan yang tertinggi dengan sektor akomodasi, makan dan minum yang
menunjukkan bahwa komoditas susu segar dan sapi banyak diserap oleh
sektor akomodasi, makan dan minum. Kedua komoditas ini memberikan
outputnya sebagai input yang penting bagi aktivitas produksi sektor
akomodasi, makan, dan minum. Komoditas padi dan tebu mempunyai
keterkaitan ke belakang tertinggi dengan sektor perdagangan besar dan
eceran. Komoditas padi dan tebu mempunyai peran penting bagi
peningkatan produksi sektor perdagangan besar dan eceran. Komoditas
susu segar, ayam, tembakau, jagung, dan kelapa mempunyai angka
keterkaitan ke belakang tertinggi dengan sektor industri pengolahan. Hal
ini menunjukkan bahwa komoditas susu segar, ayam, tembakau, jagung,
dan kelapa dalam proses produksinya sangat membutuhkan output dari
sektor industri pengolahan, sehingga secara otomatis akan memacu
peningkatan output sektor industri pengolahan.
2. Peranan pada Peningkatan Output
Untuk mengetahui peranan komoditas unggulan, yaitu padi, tebu,
sapi, tembakau, kelapa, susu segar, jagung, dan ayam pada peningkatan
output perekonomian, dapat digunakan analisis angka pengganda output.
Angka pengganda output adalah nilai yang menunjukkan besarnya
99
penggandaan output keseluruhan perekonomian yang dapat dihasilkan
jika pada suatu sektor ditingkatkan produktivitasnya misalnya dengan
memperbesar permintaan akhir pada sektor tersebut. Perhitungan angka
pengganda output bermanfaat untuk mengetahui seberapa besar dampak
pembangunan suatu sektor bagi sektor-sektor secara keseluruhan.
Komoditas yang mempunyai angka pengganda output yang semakin
tinggi, menunjukkan bahwa komoditas tersebut semakin besar
peranannya dalam mempercepat pertumbuhan sektor-sektor
perekonomian secara agregat.
Angka pengganda output tiap-tiap sektor diperoleh dengan
analisis input-output . Dengan menggunakan persamaan (8), hasil analisis
angka pengganda output disajikan pada tabel 21.
Tabel 21. Angka Pengganda Output Komoditas Unggulan
Komoditas Unggulan Peringkat Keunggulan Angka Pengganda Output
Padi 1 1,310
Tebu 2 1,350
Jagung 3 1,314
Kelapa 4 1,098
Sapi 5 1,324
Tembakau 6 1,366
Susu Segar 7 1,434
Ayam 8 1,547
Komoditas ayam mempunyai angka pengganda output yang paling
tinggi yaitu 1,547. Hal ini dapat diartikan bahwa penambahan pada
permintaan akhir komoditas ayam (misal belanja pemerintah) sebesar satu
100
satuan uang misalnya sebesar 1 milyar rupiah akan menghasilkan
tambahan output sebesar 1,547 milyar rupiah pada keseluruhan sektor
perekonomian.
Komoditas susu segar mempunyai angka pengganda output
sebesar 1,434. Hal ini dapat diartikan bahwa penambahan pada
permintaan akhir komoditas susu segar sebesar satu satuan uang
misalnya sebesar 1 milyar rupiah akan menghasilkan tambahan output
sebesar 1,434 milyar rupiah pada keseluruhan sektor perekonomian.
Komoditas tembakau mempunyai angka pengganda output sebesar
1,366. Hal ini dapat diartikan bahwa penambahan pada permintaan akhir
komoditas tembakau sebesar satu satuan uang misalnya sebesar 1 milyar
rupiah akan menghasilkan tambahan output sebesar 1,366 milyar rupiah
pada keseluruhan sektor perekonomian.
Komoditas tebu mempunyai angka pengganda output sebesar
1,350. Hal ini dapat diartikan bahwa penambahan pada permintaan akhir
komoditas tebu sebesar satu satuan uang misalnya sebesar 1 milyar
rupiah akan menghasilkan tambahan output sebesar 1,350 milyar rupiah
pada keseluruhan sektor perekonomian.
Komoditas sapi mempunyai angka pengganda output sebesar
1,324. Hal ini dapat diartikan bahwa penambahan pada permintaan akhir
komoditas sapi sebesar satu satuan uang misalnya sebesar 1 milyar
rupiah akan menghasilkan tambahan output sebesar 1,324 milyar rupiah
pada keseluruhan sektor perekonomian.
101
Komoditas jagung mempunyai angka pengganda output sebesar
1,314. Hal ini dapat diartikan bahwa penambahan pada permintaan akhir
komoditas jagung sebesar satu satuan uang misalnya sebesar 1 milyar
rupiah akan menghasilkan tambahan output sebesar 1,314 milyar rupiah
pada keseluruhan sektor perekonomian.
Komoditas padi dan kelapa mempunyai angka pengganda output
masing-masing sebesar 1,310 dan 1,098. Hal ini dapat diartikan bahwa
penambahan permintaan akhir sebesar satu satuan uang misalnya
sebesar 1 milyar rupiah untuk komoditas padi akan menghasilkan
tambahan output sebesar 1,310 milyar rupiah ,dan untuk kelapa akan
menghasilkan tambahan output sebesar 1,098 milyar rupiah pada
keseluruhan sektor perekonomian.
3. Peranan pada Peningkatan Pendapatan
Peranan komoditas unggulan sektor pertanian pada peningkatan
pendapatan dapat dianalisis dengan analisis angka pengganda
pendapatan (upah/gaji). Data yang dibutuhkan adalah data upah dan gaji
dan data output tiap-tiap sektor yang tertera pada struktur input tabel
input-output Provinsi Jawa Timur tahun 2015.
Angka pengganda pendapatan adalah nilai yang menunjukkan
besarnya pendapatan (upah/gaji) keseluruhan sektor perekonomian yang
dapat dihasilkan jika pada sebuah sektor ditingkatkan produktivitasnya
misalnya dengan memperbesar permintaan akhir pada sektor tersebut.
Perhitungan angka pengganda pendapatan bermanfaat untuk mengetahui
102
seberapa besar dampak pembangunan suatu sektor pada peningkatan
pendapatan masyarakat. Komoditas yang mempunyai angka pengganda
pendapatan yang semakin tinggi, menunjukkan bahwa komoditas tersebut
semakin besar peranannya dalam pemerataan pendapatan masyarakat.
Dengan menggunakan persamaan (9), hasil analisis angka
pengganda pendapatan disajikan pada tabel 22.
Tabel 22. Angka Pengganda Pendapatan Komoditas Unggulan
Komoditas Peringkat Keunggulan
Proporsi gaji/upah setelah
penambahan permintaan akhir
Koefesien Gaji/Upah
Angka Pengganda Pendapatan (Gaji/upah)
Padi 1 0,328 0,262 1,251
Tebu 2 0,119 0,083 1,437
Jagung 3 0,346 0,293 1,182
Kelapa 4 0,293 0,275 1,063
Sapi 5 0,486 0,408 1,191
Tembakau 6 0,287 0,231 1,243
Susu Segar 7 0,143 0,091 1,575
Ayam 8 0,202 0,126 1,604
Komoditas sapi mempunyai proporsi gai/upah yang paling tinggi
yaitu 0,486. Hal ini dapat diartikan dengan penambahan permintaan akhir
(misal belanja pemerintah) pada komoditas sapi sebesar satu satuan uang
misalnya sebesar 1 milyar rupiah maka rumah tangga pada keseluruhan
sektor perekonomian akan menikmati bagian pendapatan sebesar 486
juta rupiah.
Komoditas jagung mempunyai proporsi gai/upah tertinggi kedua
sebesar 0,346. Hal ini dapat diartikan dengan penambahan permintaan
103
akhir (misal belanja pemerintah) pada komoditas jagung sebesar satu
satuan uang misalnya sebesar 1 milyar rupiah maka rumah tangga pada
keseluruhan sektor perekonomian akan menikmati bagian pendapatan
sebesar 346 juta rupiah.
Komoditas padi mempunyai proporsi gai/upah tertinggi ketiga
sebesar 0,328. Hal ini dapat diartikan dengan penambahan permintaan
akhir pada komoditas padi sebesar satu satuan uang misalnya sebesar 1
milyar rupiah maka rumah tangga pada keseluruhan sektor perekonomian
akan menikmati bagian pendapatan sebesar 328 juta rupiah.
Komoditas ayam mempunyai angka pengganda pendapatan
(upah/gaji) yang paling tinggi yaitu 1,604. Hal ini dapat diartikan bahwa
penambahan pada permintaan akhir pada komoditas ayam sebesar satu
satuan uang misalnya sebesar 1 milyar rupiah akan menghasilkan
tambahan pendapatan (upah/gaji) bagi masyarakat sebesar 1,604 kali
lipat. Proporsi pendapatan yang semula adalah 0,126 menjadi 0,202. Jika
dinyatakan dalam nilai rupaih maka proporsi pendapatan akibat
penambahan permintaan akhir sebesar 1 milyar rupiah meningkat dari 126
juta rupiah menjadi 202 juta rupiah.
Komoditas susu segar mempunyai angka pengganda pendapatan
(upah/gaji) yang tertinggi kedua yaitu 1,575. Hal ini dapat diartikan bahwa
penambahan pada permintaan akhir pada komoditas susu segar sebesar
satu satuan uang misalnya sebesar 1 milyar rupiah akan menghasilkan
tambahan pendapatan (upah/gaji) bagi masyarakat sebesar 1,575 kali
104
lipat. Proporsi pendapatan yang semula adalah 0,091 menjadi 0,143. Jika
dinyatakan dalam nilai rupaih maka proporsi pendapatan akibat
penambahan permintaan akhir sebesar 1 milyar rupiah meningkat dari 91
juta rupiah menjadi 143 juta rupiah.
Komoditas tebu mempunyai angka pengganda pendapatan
(upah/gaji) yang tertinggi ketiga yaitu 1,437. Hal ini dapat diartikan bahwa
penambahan pada permintaan akhir pada komoditas tebu sebesar satu
satuan uang misalnya sebesar 1 milyar rupiah akan menghasilkan
tambahan pendapatan (upah/gaji) bagi masyarakat sebesar 1,437 kali
lipat. Proporsi pendapatan yang semula adalah 0,083 menjadi 0,119. Jika
dinyatakan dalam nilai rupaih maka proporsi pendapatan akibat
penambahan permintaan akhir sebesar 1 milyar rupiah meningkat dari 83
juta rupiah menjadi 119 juta rupiah.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan, dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Komoditas unggulan sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur, yaitu:
padi, tebu, jagung, kelapa, sapi, tembakau, susu segar, dan ayam.
Peringkat pertama ialah padi dengan indeks keunggulan 2,29; peringkat
kedua ialah tebu dengan indeks keunggulan 1,38; peringkat ketiga ialah
jagung dengan indeks keunggulan 1,36; peringkat keempat ialah kelapa
dengan indeks keunggulan 1,33; peringkat kelima ialah sapi dengan
indeks keunggulan 1,31; peringkat keenam ialah tembakau dengan
indeks keunggulan 1,17, peringkat ketujuh ialah susu segar dengan
indeks keunggulan 1,10, dan peringkat ke delapan ialah ayam dengan
indeks keunggulan 1,04;
2. Komoditas unggulan mempunyai keterkaitan paling erat dengan sektor
industri pengolahan, baik keterkaitan ke belakang ataupun ke depan.
Keterkaitan erat lainnya dengan sektor perekonomian adalah
keterkaitan ke belakang dengan sektor perdagangan besar dan eceran
dan keterkaitan ke depan dengan sektor penyediaan akomodasi dan
makan minum;
106
3. Padi mempunyai peranan dalam peningkatan output dengan angka
pengganda output sebesar 1,310 dan peranan pada peningkatan
pendapatan dengan angka pengganda pendapatan sebesar 1,251;
4. Tebu mempunyai peranan dalam peningkatan output dengan angka
pengganda output sebesar 1,350 dan peranan pada peningkatan
pendapatan dengan angka pengganda pendapatan sebesar 1,437;
5. Jagung mempunyai peranan dalam peningkatan output dengan angka
pengganda output sebesar 1,314 dan peranan pada peningkatan
pendapatan dengan angka pengganda pendapatan sebesar 1,182;
6. Kelapa mempunyai peranan dalam peningkatan output dengan angka
pengganda output sebesar 1,098 dan peranan pada peningkatan
pendapatan dengan angka pengganda pendapatan sebesar 1,063;
7. Sapi mempunyai peranan dalam peningkatan output dengan angka
pengganda output sebesar 1,324 dan peranan pada peningkatan
pendapatan dengan angka pengganda pendapatan sebesar 1,191;
8. Tembakau mempunyai peranan dalam peningkatan output dengan
angka pengganda output sebesar 1,366 dan peranan pada peningkatan
pendapatan dengan angka pengganda pendapatan sebesar 1,243;
9. Susu segar mempunyai peranan dalam peningkatan output dengan
angka pengganda output sebesar 1,434 dan peranan pada peningkatan
pendapatan dengan angka pengganda pendapatan sebesar 1,575;
107
10. Ayam mempunyai peranan dalam peningkatan output dengan angka
pengganda output sebesar 1,547 dan peranan pada peningkatan
pendapatan dengan angka pengganda pendapatan sebesar 1,604;
Saran
1. Komoditas unggulan yaitu padi, tebu, jagung, kelapa, sapi, tembakau,
susu segar, dan ayam disarankan agar mendapat perhatian lebih
utama dalam pengembangannya. Pemerintah dapat mengalokasikan
anggaran lebih besar untuk mengembangkan komoditas-komoditas
tersebut.
2. Perlunya pemerintah memberikan dorongan dan kemudahan
berinvestasi bagi investor yang bergerak pada usaha-usaha untuk
mengembangkan komoditas unggulan.
3. Pada penelitian ini terdapat keterbatasan data sehingga diharapkan
penelitian pada masa-masa mendatang dapat tersedia data-data yang
lebih lengkap misalnya klasifikasi sektor yang lebih luas pada tabel
input-output dan juga data tenaga kerja yang mencakup lebih banyak
sektor.
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, R. (2004). Teori-teori Lokasi dan Pengembangan wilayah. Makassar: Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin (LEPHAS).
Adisasmita, R. (2005). Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah. Surabaya: Grahayu Ilmu.
Ambardi, U. & Prihawantoro, S. (2002). Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah. Jakarta: Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi dan Pengembangan Wilayah.
Arsyad, L. (2010). Ekonomi Pembangunan. Edisi 5. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Badan Pusat Statistik. (2016). Indikator Pertanian 2015/2016. Katalog BPS:5102001.
Badan Pusat Statistik. (2016). Statistik Indonesia 2016. Katalog BPS:1101001
Badan Pusat Statistik. (2016). Provinsi Jawa Timur Dalam Angka 2016. Katalog BPS: 1102001.35
Badan Pusat Statistik. (2016). Tabel Input-Output Provinsi Jawa Timur 2015.
Ekowati, T. (2011). Analisis Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong Berbasis Agribisnis Di Jawa Tengah. Program Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Firmansyah. (2006). Operasi Matrix dan Analisis Input-Output (I-O) untuk Ekonomi. Semarang: Universitas Diponegoro.
Furchan, A. (2004). Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Hafied, H. (2009). Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Makassar: Kretakupa Print.
Jhingan, M.L. (1983). Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Terjemahan oleh D. Guritno. 2008. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Mulyono, S. (1996). Teori Pengambilan Keputusan. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
109
Nazara, S. (1997). Analisis Input-output. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Noor, M. (2015). Memotret Data Kuantitatif (Untuk Skripsi, Tesis, Disertasi). Semarang: CV. Duta Nusindo.
Nurmala, T., Sudjono, A.D., Rodjak, A., dkk. (2012). Pengantar Ilmu Pertanian. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Nursini. (2010). Perencanaan Pembangunan dan Penganggaran Daerah (Teori dan Aplikasi). Tidak dipublikasikan.
Oktavia, H.F., Hanani, N., Suhartini. (2016). Peran Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi di Provinsi Jawa Timur (Pendekatan Input-Output). Jurnal Habitat 27(2):72-84.
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2005 – 2025. Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 Nomor 1 Seri E.
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011—2031. Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2012 Nomor 3 Seri D.
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 3 Tahun 2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2014 – 2019. Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2014 Nomor 3 Seri D.
Permatasari, N. (2016). Perencanaan Pembangunan Ekonomi Wilayah Berbasis Pertanian Dalam Rangka Pengurangan Kemiskinan di Kalimantan Barat. Jurnal Agribisnis Indonesia, 14(1)):27-42.
Rustiadi, E., Saefulhakim, S., Panuju, D.R. (2011). Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (edisi kedua). Jakarta: Crestpent Press dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Saleh, K., Hamzah, D., Rumampuk, J.L. (2000). Aplikasi Model Input-Output Dalam Perencanaan Ekonomi Regional Studi Kasus Perikanan Laut. Makassar: Penerbit C.V. Bila Utara.
Saaty TL. (1987). The Analytic Hierarchy Process-What It Is And How It Is Used. Mathl Modelling, 9(3):161-176.
Saaty TL. (2008). Decision Making With The Analytic Hierarchy Process. Int. J. Services Sciences, 1(1):83-98.
110
Saragih, J.R. 2015. Perencanaan Wilayah dan Pengembangan Ekonomi Lokal Berbasis Pertanian Teori dan Aplikasi. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Soebagiyo, D. 2015. Analisis Sektor Unggulan Bagi Pertumbuhan Ekonomi Daerah Di Jawa Tengah. Univesity Research Colloquium 2015, ISSN 2407-9189.
Suryani, L., Sitorus, S.R.P., Minibah, K. (2015). Analisis Komoditas Perkebunan Unggulan dan Arahan Pengembangannya di Kabupaten Bungo Provinsi Jambi. Jurnal Littri 21(4):175-188.
Susantono, B. 2012. Manajemen Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah. Universitas Indonesia (UI Press): Jakarta.
Todaro, M.P., Smith, S.C. 2006. Pembangunan Ekonomi Jilid I. Terjemahan oleh Barnadi D, Saat S, Hardani W. Jakarta: Erlangga.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244.
Widianingsih, W., Suryantini, A., Irham. (2015). Kontribusi Sektor Pertanian pada Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Barat. Agro Ekonomi 26(2):206-218.
LAMPIRAN
Lampiran 1.
Kode dan Klasifikasi Sektor Tabel Input-Output Provinsi Jawa Timur Tahun 2015 Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen
Klasifikasi 110 sektor Klasifikasi 37 sektor
Kode Sektor Kode Sektor 1 Padi 1 Padi 2 Jagung 2 Jagung 3 Kedelai 3 Kedelai 4 Tanaman Pangan Lainnya 4 Tebu 5 Tanaman Hortikultura Semusim 5 Tembakau 6 Tebu 6 Kelapa 7 Tembakau 7 Kopi 8 Tanaman Perkebunan Semusim
Lainnya 8 Teh
9 Tanaman Hortikultura Tahunan 9 Kakao 10 Tanaman Hortikultura Lainnya 10 Karet 11 Kelapa 11 Sapi 12 Kopi 12 Kerbau 13 Teh 13 Domba dan Kambing 14 Kakao 14 Ayam 15 Karet 15 Susu Segar 16 Tanaman Perkebunan Tahunan
Lainnya 16 Telur
17 Sapi 17 Pertanian Lainnya 18 Kerbau 18 Peternakan Lainnya 19 Domba dan Kambing 19 Jasa Pertanian dan Perburuan 20 Ayam 20 Kehutanan 21 Unggas Lainnya 21 Perikanan 22 Susu Segar 22 Pertambangan dan Penggalian 23 Telur 23 Industri Pengolahan 24 Ternak Lainnya 24 Pengadaan Listrik dan Gas 25 Jasa Pertanian dan Perburuan 25 Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah, Limbah dan Daur Ulang 26 Kayu Jati 26 Konstruksi 27 Kayu Rimba 27 Perdagangan Besar dan Eceran,
Reparasi Mobil dan sepeda Motor 28 Kayu Hutan Lainnya 28 Transportasi dan Pergudangan 29 Ikan Laut dan Hasil Perikanan
Laut 29 Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum 30 Ikan Darat dan Hasil Perikanan
Darat 30 Informasi dan Komunikasi
31 Pertambangan Minyak Bumi 31 Jasa Keuangan dan Asuransi 32 Pertambangan Gas Alam dan
Panas Bumi 32 Real Estat
33 Pertambangan Bijih Logam 33 Jasa Perusahaan
112
Lampiran 1. Lanjutan
Klasifikasi 110 sektor Klasifikasi 37 sektor
Kode Sektor Kode Sektor 34 Pertambangan dan Penggalian
Lainnya 34 Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib
35 Industri Batubara dan Pengilangan Migas
35 Jasa Pendidikan
36 Industri Pengolahan dan Pengawetan Daging
36 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
37 Industri Pengolahan dan Pengawetan Ikan dan Biota Air
37 Jasa Lainnya
38 Industri Pengolahan dan Pengawetan Buah-buahan dan Sayuran
39 Industri Minyak Makan dan Lemak Nabati dan Hewani
40 Industri Pengolahan Susu, Produk dari Susu dan Es Krim
41 Industri Beras 42 Industri Penggilingan Padi-
padian (Kecuali Beras), Tepung, dan Pati
43 Industri Roti dan Kue 44 Industri Gula 45 Industri Makanan Lainnya 46 Industri Makanan Hewan 47 Industri Minuman 48 Industri Rokok 49 Industri Tembakau Olahan 50 Industri Tekstil 51 Industri Pakaian Jadi 52 Industri Kulit dan Barang dari
Kulit
53 Industri Alas Kaki 54 Industri Kayu, Anyaman Bambu,
Rotan dsj
55 Industri Kertas dan Barang dari Kertas
56 Industri Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman
57 Industri Kimia Dasar 58 Industri Pupuk dan Pestisida 59 Industri Barang Kimia Lainnya 60 Industri Farmasi, Obat Kimia, dan
Obat Tradisional
61 Industri Karet dan Barang dari Karet
62 Industri Barang dari Plastik 63 Industri Kaca dan Barang dari
Kaca
113
Lampiran 1. Lanjutan
Klasifikasi 110 sektor Kode Sektor
64 Industri Barang Galian Bukan Logam Lainnya
65 Industri Logam Dasar 66 Industri Barang Logam Bukan
Mesin dan Peralatannya
67 Industri Komputer, Barang Elektronik, dan Optik
68 Industri Peralatan Listrik 69 Industri Mesin dan
Perlengkapannya
70 Industri Kendaraan Bermotor, Trailer dan Semi Trailer
71 Industri Alat Angkutan Lainnya 72 Industri Furnitur 73 Industri Pengolahan Lainnya 74 Jasa Reparasi dan Pemasangan
Mesin dan Peralatannya
75 Ketenagalistrikan 76 Gas 77 Pengadaan Air 78 Pengelolaan Sampah dan Daur
Ulang, Pembuangan dan Pembersihan Limbah dan Sampah
79 Konstruksi Gedung 80 Konstruksi Bangunan Sipil 81 Konstruksi Khusus 82 Perdagangan Mobil dan Sepeda
Motor
83 Reparasi Mobil dan Motor 84 Perdagangan Besar Bukan Mobil
dan Sepeda Motor
85 Perdagangan Eceran Bukan Mobil dan Motor
86 Angkutan Rel 87 Angkutan Darat 88 Angkutan Laut 89 Angkutan Sungai, Danau, dan
Penyeberangan
90 Angkutan Udara 91 Pergudangan 92 Jasa Penunjang Angkutan 93 Pos dan Kurir 94 Penyediaan Akomodasi 95 Penyediaan Makanan dan
Minuman
96 Informasi dan Komunikasi
114
Lampiran 1. Lanjutan
Klasifikasi 110 sektor Kode Sektor
97 Bank 98 Asuransi dan Dana Pensiun 99 Jasa Keuangan Lainnya
100 Jasa Penunjang Keuangan 101 Real Estat 102 Jasa Profesional, ilmiah, dan
Teknis
103 Jasa Perusahaan Lainnya 104 Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib
105 Jasa Pendidikan 106 Jasa Kesehatan 107 Jasa Kegiatan Sosial 108 Jasa Kesenian, Hiburan, dan
Rekreasi
109 Jasa Perorangan dan Rumah Tangga
110 Jasa Lainnya
Kode Keterangan 1 s.d. 110 Sektor-Sektor Produksi
180 Jumlah Permintaan Antara 190 Jumlah Input Antara 200 Impor 201 Upah dan Gaji 202 Surplus Usaha 203 Penyusutan 204 Pajak Tidak Langsung 205 Subsidi 209 Nilai Tambah Bruto 210 Total Input 301 Konsumsi Rumah Tangga
301a Konsumsi Lembaga Non Profit 302 Konsumsi Pemerintah 303 Pembentukan Modal Tetap
Bruto
304 Perubahan Stok 305LN Ekspor Luar Negeri 306AP Ekspor Antar Provinsi
309 Jumlah Permintaan Akhir 600 Total Output
115
Lampiran 2.
Tabel Input-Output Jawa Timur Tahun 2015 Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen Agregasi 37 Sektor (juta rupiah)
KODE 1 2 3 4 5 6
1 6.437.812,90 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2 0,00 424.014,22 0,00 0,00 0,00 0,00 3 0,00 0,00 28.807,91 0,00 0,00 0,00 4 0,00 0,00 0,00 2.472.049,82 0,00 0,00 5 0,00 0,00 0,00 0,00 7.470,97 0,00 6 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 280.470,73 7 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 8 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 9 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
10 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 11 185.681,12 36.534,42 2.730,27 0,00 0,00 492,53 12 4.233,50 741,93 71,63 0,00 0,00 10,88 13 152.918,24 25.217,21 1.293,48 0,00 26.628,17 0,00 14 15.672,00 6.754,73 438,30 185,84 146,13 0,00 15 1.422,48 513,84 358,81 27,70 21,62 0,00 16 0,00 0,00 568,61 0,00 0,00 0,00 17 0,00 0,00 0,00 0,00 1,62 0,00 18 56.086,00 17.825,57 1.510,95 285,24 421,80 0,00 19 1.331.411,09 453.952,33 114.864,27 21.122,88 2.344,71 75.941,52 20 3.582,45 1.659,29 281,78 66,94 89,18 1.020,88 21 190,78 191,49 110,64 0,00 0,00 96,24 22 0,00 0,00 39,80 31,27 16,67 948,90 23 2.020.186,35 1.594.300,87 202.913,27 94.533,62 110.848,55 317.017,89 24 5.163,61 3.661,17 1.405,99 35,70 9,37 0,00 25 187,10 644,81 239,65 109,59 62,77 342,00 26 39.052,44 10.493,56 1.461,67 254,97 184,95 1.951,35 27 4.147.082,16 1.181.306,53 115.472,95 254.575,15 62.075,22 109.156,55 28 267.923,49 100.086,77 33.226,55 31.817,59 8.971,37 102.748,12 29 7.258,96 48.885,47 2.269,97 153,19 446,02 9.018,28 30 1.043,39 1.311,47 213,43 422,03 588,66 2.256,22 31 80.184,64 37.934,82 1.243,65 4.503,89 657,39 102.890,38 32 2.554,39 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 33 122.340,48 7.522,78 6.338,96 565,85 323,93 286,47 34 870,48 668,29 279,66 1.193,33 118,01 20,72 35 567,82 137,24 88,23 26,66 1,43 31,55 36 400,22 121,45 0,00 91,51 0,00 12,35 37 3.338,58 183,25 556,70 11,85 10,60 26.084,14
190 14.887.164,67 3.954.663,51 516.787,13 2.882.064,62 221.439,14 1.030.797,70 200 1.655.316,80 833.734,44 105.066,83 42.380,40 51.714,49 269.873,33 201 17.584.038,58 5.657.831,55 628.417,03 927.627,44 217.002,15 4.271.036,77 202 30.338.181,33 7.542.309,98 1.096.715,59 7.038.521,26 429.213,99 8.524.812,10 203 1.279.188,87 377.865,03 44.793,27 103.219,18 15.455,60 732.603,53 204 1.360.197,88 970.193,57 27.222,07 228.455,60 4.968,34 678.297,20 205 -3.913,98 -29.787,46 0,00 0,00 0,00 0,00 209 50.557.692,68 14.518.412,67 1.797.147,96 8.297.823,48 666.640,08 14.206.749,60 210 67.100.174,15 19.306.810,62 2.419.001,92 11.222.268,50 939.793,71 15.507.420,63
116
Lampiran 2. Lanjutan KODE 7 8 9 10 11 12
1 0,00 0,00 0,00 0,00 2.353.034,39 294,99 2 0,00 0,00 0,00 0,00 47.975,13 4,37 3 0,00 0,00 0,00 0,00 71,31 0,01 4 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 5 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 6 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 7 83.541,94 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 8 0,00 402,47 0,00 0,00 0,00 0,00 9 0,00 0,00 18.884,81 0,00 0,00 0,00
10 0,00 0,00 0,00 3.686,64 0,00 0,00 11 312,12 4,79 0,00 0,00 1.476.740,03 0,00 12 4,66 0,05 0,00 3,85 0,00 54,03 13 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 14 0,00 2,17 10,16 0,13 17,42 0,00 15 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 16 0,00 0,00 0,00 0,00 2.294,75 0,00 17 0,00 0,00 25,25 5,79 175.148,48 16,76 18 22,17 3,85 116,98 0,11 21,52 3,62 19 399,39 0,00 2.475,12 24.405,22 122.063,83 0,59 20 198,43 4,66 713,80 129,88 833,66 0,08 21 192,36 28,28 40,60 0,65 7,79 8,93 22 81,31 13,05 216,14 156,88 114,72 1,35 23 114.789,34 19.590,80 66.241,51 46.424,46 1.048.628,28 7.386,49 24 14,33 10,83 65,56 583,23 2.177,11 0,20 25 33,84 0,52 128,84 32,78 922,82 0,22 26 20,95 155,30 272,99 2.789,80 3.010,59 0,27 27 38.248,22 4.291,47 26.912,07 5.136,12 1.116.982,62 1.582,36 28 29.634,13 2.350,63 3.590,13 3.828,85 81.438,85 270,25 29 144,05 127,06 516,76 12.673,02 1.233,74 12,22 30 963,62 169,12 391,38 943,85 11.568,75 3,06 31 28.909,34 953,99 772,72 23.030,04 49.207,25 165,67 32 0,00 0,00 19,03 0,00 29,42 40,26 33 286,98 2,74 327,51 2.174,22 1.604,45 51,47 34 58,28 0,00 0,33 0,00 0,00 0,00 35 26,56 0,01 0,93 0,01 278,31 2,54 36 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 37 4.111,53 74,28 642,94 7.939,78 240,13 4,53
190 301.993,55 28.186,07 122.365,56 133.945,31 6.495.645,35 9.904,27 200 123.732,80 7.545,19 43.122,18 39.634,10 1.054.017,35 2.459,41 201 1.053.387,97 119.430,19 377.534,24 684.689,71 11.359.817,45 5.726,06 202 2.399.538,40 114.974,84 1.196.423,82 884.678,10 8.346.981,54 36.960,63 203 100.111,38 21.345,82 81.815,49 92.047,23 189.641,99 835,83 204 267.895,15 15.298,51 62.725,20 41.111,25 384.853,84 451,79 205 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 209 3.820.932,90 271.049,36 1.718.498,75 1.702.526,29 20.281.294,82 43.974,31 210 4.246.659,25 306.780,62 1.883.986,49 1.876.105,70 27.830.957,52 56.337,99
117
Lampiran 2. Lanjutan KODE 13 14 15 16 17 18
1 440.118,23 424.720,39 376,75 6.866,48 0,00 1,07 2 4.100,98 37.071,98 3.129,22 66.763,68 0,00 389,98 3 9,76 244,81 1,17 105,75 0,00 0,56 4 0,00 35,94 33,08 282,26 0,00 0,08 5 0,00 82,81 46,64 0,00 0,00 0,17 6 0,00 0,00 0,00 0,00 662,59 0,00 7 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 8 0,00 0,00 0,00 0,00 0,95 0,00 9 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
10 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 11 0,00 0,00 0,00 0,00 18.287,69 0,00 12 0,00 0,00 0,00 0,00 325,50 0,00 13 697.227,53 17.292,14 49,78 8.340,84 24.103,50 40,82 14 0,00 572.860,38 0,00 125.459,95 435,45 0,00 15 0,00 0,00 18.804,21 0,00 5.853,08 0,00 16 0,00 0,00 0,00 31.377,93 11.369,18 0,00 17 19.824,49 20.307,32 1.018,01 4.466,06 1.260.613,41 90,77 18 0,00 0,00 0,00 0,00 4.144,89 2.290,78 19 0,00 272,80 1.317,41 37.061,95 258.136,80 0,00 20 190,48 0,66 0,00 0,00 175,66 0,25 21 101,43 38,58 47,28 0,00 292,26 0,08 22 0,74 0,00 36,02 31,32 339,63 0,00 23 132.322,66 2.213.675,74 2.107.664,51 2.108.184,08 548.653,46 12.605,67 24 23,56 6.251,73 2,30 178,23 9.406,44 1,74 25 133,57 37,52 4,57 7,12 653,39 0,00 26 0,02 0,01 0,01 0,01 1.131,32 0,00 27 240.790,16 389.466,18 247.967,59 354.404,91 812.065,49 45.463,87 28 29.340,68 34.224,76 11.953,59 35.358,16 218.561,81 1.619,97 29 261,92 2.670,85 185,33 461,06 192.041,33 0,41 30 401,96 866,30 116,51 217,15 1.869,22 6,95 31 7.266,24 2.880,40 18,01 643,68 40.136,36 0,09 32 0,00 1.068,77 0,00 82,48 0,09 0,00 33 39,50 43,87 525,64 30,10 54.012,00 0,28 34 0,00 105,04 10,21 1,67 4.740,36 0,01 35 5,78 1,18 9,43 0,63 182,68 0,00 36 0,00 13,77 0,00 0,00 0,00 0,00 37 67,84 22,80 8,48 15,11 1.275,83 0,85
190 1.572.227,53 3.724.256,73 2.393.325,75 2.780.340,61 3.469.470,37 62.514,40 200 91.785,05 94.101,21 680.256,66 99.745,03 1.660.669,95 13.213,69 201 1.422.852,15 1.395.650,89 864.242,07 741.321,20 10.783.456,01 44.379,54 202 4.297.901,76 5.357.986,53 5.478.754,46 4.776.048,77 22.498.269,48 136.747,00 203 307.036,93 486.343,43 84.567,72 159.025,96 1.082.088,78 6.968,08 204 306.579,15 17.191,83 23.985,19 6.085,99 255.730,72 3.499,50 205 -161,57 0,00 0,00 -43,28 -11.605,94 0,00 209 6.334.208,42 7.257.172,68 6.451.549,44 5.682.438,64 34.607.939,05 191.594,12 210 7.998.221,00 11.075.530,62 9.525.131,85 8.562.524,28 39.738.079,37 267.322,21
118
Lampiran 2. Lanjutan KODE 19 20 21 22 23 24
1 0,00 1,09 0,00 0,00 54.551.727,97 2,21 2 43,73 196,83 226.533,36 20,07 6.834.602,09 0,00 3 0,00 0,00 0,00 0,00 167.334,30 0,00 4 2,98 0,00 0,00 0,22 7.776.016,32 0,00 5 0,72 27,83 0,00 0,08 267.966,86 2,86 6 0,00 0,00 0,00 0,00 13.072.436,97 0,00 7 0,00 0,00 0,00 0,00 2.278.404,45 0,00 8 0,00 0,00 0,00 0,00 282.948,88 0,00 9 0,00 0,00 0,00 0,00 1.628.012,60 0,00 10 0,00 0,00 0,00 0,00 1.342.445,72 0,00 11 0,00 0,00 0,00 0,00 4.048.513,18 0,00 12 0,00 0,00 0,00 0,00 35.464,66 0,00 13 12.502,20 0,00 0,00 0,00 4.075.922,82 43.398,24 14 0,00 0,00 0,00 0,00 7.289.021,92 0,00 15 0,00 0,00 0,00 0,00 7.041.033,92 0,00 16 0,00 306,76 0,00 0,00 1.824.127,76 0,00 17 0,00 4,08 7.502,43 0,00 14.498.132,26 0,27 18 0,00 0,00 0,00 0,00 47.739,58 0,00 19 320,59 0,00 41.284,95 854.957,44 570.627,40 0,00 20 0,00 12.675,92 0,00 2.964,21 10.259.221,98 0,00 21 0,00 32,04 1.075.421,42 0,00 10.514.103,12 583.734,37 22 0,00 0,00 79,17 4.397.100,35 26.824.498,23 4.670.045,13 23 1.200.333,02 1.396.744,60 3.815.475,62 2.562.043,76 319.849.782,33 13.407.232,92 24 7,78 109.654,81 108.258,51 298.439,97 5.178.601,11 7.699.373,21 25 0,51 140,46 1.093,36 873,75 149.200,52 4.466,18 26 0,00 0,00 37.543,15 9.627,03 112.734,75 7.269.765,01 27 79.446,05 101.588,05 4.050.223,45 392.965,77 103.665.236,04 3.759.629,45 28 3.873,32 18.684,19 254.156,46 885.932,50 21.968.491,74 4.517.531,89 29 87,68 2.387,30 1.176.259,87 148.297,06 6.065.611,55 304.499,68 30 2,16 1.034,01 6.855,10 132.483,04 8.849.928,50 571,33 31 638,71 455,95 258.673,87 1.631.648,71 4.323.594,66 1.495.931,33 32 0,00 0,00 0,00 21.403,97 42.727,78 0,00 33 3,52 1.436,79 7.908,58 1.683.421,06 611.303,91 620.155,50 34 0,01 0,00 318,33 24.439,71 44.265,85 3.654,86 35 1,20 0,57 36,34 3.451,63 2.708,60 1.368,71 36 12,32 0,00 0,00 8.296,27 206.016,70 7.172,47 37 1,52 1.486,33 588,70 50.509,31 1.028.433,73 79.276,50
190 1.297.278,02 1.646.857,61 11.068.212,67 13.108.875,91 647.328.940,76 44.467.812,12 200 6.408,17 83.206,26 2.184.356,55 4.563.788,04 143.276.738,39 16.346.381,21 201 929.467,57 2.557.772,75 14.224.899,68 24.087.687,46 94.407.064,00 1.273.449,17 202 1.674.612,83 6.634.809,82 26.441.076,72 37.055.566,97 306.366.489,17 4.273.484,68 203 105.391,16 68.633,43 1.132.879,44 2.172.196,35 25.425.202,63 699.568,92 204 30.432,99 40.731,13 100.983,85 781.432,42 68.488.618,46 61.086,24 205 0,00 0,00 0,00 -834,16 0,00 -520.097,46 209 2.739.904,55 9.301.947,13 41.899.839,69 64.096.049,04 494.687.374,26 5.787.491,55 210 4.043.590,74 11.032.011,00 55.152.408,91 81.768.712,99 1.285.293.053,41 66.601.684,88
119
Lampiran 2. Lanjutan KODE 25 26 27 28 29 30
1 24,41 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2 0,00 0,00 0,00 0,00 86.162,47 0,00 3 0,00 0,00 0,00 0,00 1.370,92 0,00 4 0,00 0,00 0,00 0,04 12.011,41 0,00 5 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 6 0,00 0,00 0,00 1.589,05 726.270,02 0,00 7 0,00 0,00 0,00 0,00 1.306,36 0,00 8 28,93 0,00 0,00 5,26 55,51 0,00 9 0,00 0,00 0,00 0,00 10.245,77 0,00 10 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 11 0,00 0,00 0,00 1.137,85 648.864,22 0,00 12 0,44 0,00 0,00 17,22 41,63 0,00 13 8.485,82 0,00 0,00 1.094,11 785.305,78 0,00 14 5,82 0,00 0,00 277,39 2.268.440,48 0,00 15 0,69 0,00 0,00 449,15 1.749.662,65 0,00 16 214,08 0,00 0,00 932,54 1.375.841,34 0,00 17 55,70 0,00 0,00 5.667,99 3.198.384,43 0,00 18 8,43 0,00 0,00 356,28 55.463,49 0,00 19 2,54 0,00 0,00 35,44 179,37 0,00 20 0,66 1.834,63 21,13 29,04 4.464,17 0,00 21 2.835,15 0,00 0,00 558,78 2.529.617,51 0,00 22 7.774,98 19.811.702,52 1.000.117,28 11.231,22 226,93 0,00 23 114.603,69 64.518.487,59 24.993.147,43 22.577.627,99 43.313.113,98 1.054.792,23 24 224.694,77 5.408.738,75 1.936.117,06 4.553.331,96 266.881,19 3.392.489,85 25 27.872,80 122.105,66 105.206,14 216.578,18 2.964,82 19.356,00 26 0,00 13.131.962,69 43.346,15 275.920,13 6.248,33 801.416,56 27 30.865,56 15.942.619,61 4.860.757,37 4.942.933,03 9.679.373,84 909.012,55 28 58.325,78 4.200.009,42 6.230.146,85 14.661.541,87 538.877,73 2.234.423,34 29 11.793,79 831.827,98 1.045.183,32 4.005.552,46 1.187.841,60 1.006.574,95 30 2.283,67 2.996.130,49 9.086.047,89 1.380.126,31 75.337,38 16.927.866,99 31 161.349,71 13.703.238,05 2.797.142,03 5.066.790,05 102.014,41 1.238.152,80 32 0,00 316.732,94 5.379.347,40 1.143.062,07 7.206,55 27.362,64 33 19.744,40 4.541.826,23 512.143,83 1.239.701,93 98.221,59 520.445,21 34 23,11 17.452,73 71.578,42 17.599,28 4.593,65 140.442,47 35 205,61 13.266,74 5.175,67 11.096,70 719,51 10.376,91 36 378,08 4.308,47 100.662,66 165.198,09 2.012,56 26.433,38 37 576,93 2.331.364,23 333.001,82 457.748,46 13.282,27 21.325,76
190 672.155,55 147.893.608,73 58.499.142,45 60.738.189,87 68.752.603,87 28.330.471,64 200 186.504,87 23.962.365,07 13.721.375,39 6.780.597,47 10.320.021,22 2.255.227,47 201 751.472,01 67.857.814,16 95.785.142,75 23.892.786,91 28.340.151,48 22.194.410,79 202 605.461,01 68.016.627,84 170.224.103,17 19.373.548,74 57.963.938,44 45.097.341,70 203 211.198,64 8.570.052,67 18.806.832,36 10.741.514,95 2.219.393,68 6.140.089,48 204 5.256,97 16.053.991,55 13.359.765,39 2.735.182,86 2.954.442,33 4.152.233,99 205 -0,42 -2.140,52 -3.127,05 -18.608,01 -1.667,79 -496.627,21 209 1.573.388,21 160.496.345,70 298.172.716,62 56.724.425,45 91.476.258,14 77.087.448,75 210 2.432.048,63 332.352.319,50 370.393.234,46 124.243.212,79 170.548.883,23 107.673.147,86
120
Lampiran 2. Lanjutan KODE 31 32 33 34 35 36
1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2 484,81 0,00 0,00 0,00 0,00 20.674,13 3 44,73 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 4 110,07 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 5 1.763,84 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 6 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 42.333,57 7 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 8 1.476,05 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 9 36,73 0,00 0,00 0,00 0,00 718,97 10 0,54 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 11 95,74 0,00 0,00 0,00 0,00 234,94 12 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 4,74 13 249,74 0,00 0,09 0,00 0,00 146.407,82 14 6.500,03 0,00 98,47 0,00 0,00 75.466,59 15 889,28 0,00 0,00 0,00 0,00 268.547,24 16 6.156,59 0,00 0,00 0,00 0,00 479.720,35 17 4.445,11 0,00 0,02 0,00 11.935,45 1.309.891,66 18 3.208,17 0,00 0,00 0,00 0,00 54.759,51 19 13.675,98 0,00 5.878,10 6.692,21 0,00 0,00 20 546,85 0,00 1.942,41 0,00 7.262,73 156,93 21 337,27 0,00 3.074,35 0,00 2.412,77 184.755,56 22 2.111.798,55 0,00 0,00 180.134,68 87.622,00 0,00 23 1.425.487,69 490.527,37 3.257.752,56 10.412.218,73 7.301.230,27 9.632.858,78 24 38.925,78 50.140,17 142.293,28 737.134,28 197.773,39 105.621,37 25 517,00 190,98 2.975,05 1.023,15 1.669,02 8.166,04 26 100.845,32 533.755,92 48.022,83 2.261.861,08 531.826,17 17.564,17 27 730.663,59 309.212,27 633.016,11 3.490.669,87 1.521.923,43 2.716.115,52 28 378.183,70 452.589,27 627.657,10 6.720.916,55 1.814.631,81 988.197,01 29 284.775,69 43.964,65 503.763,82 1.308.501,29 502.710,75 1.188.772,78 30 2.868.011,11 268.302,32 1.143.800,19 4.874.051,36 6.250.113,92 213.031,35 31 5.813.357,32 245.830,42 273.938,99 2.533.099,66 113.741,88 198.901,16 32 38.701,50 3.011.876,93 3.265.868,86 34.013,13 54.545,78 539.519,53 33 221.221,55 1.118.900,73 408.289,15 141.381,15 821.226,23 306.953,57 34 26.588,16 4.037,74 3.862,37 7.368,86 919,20 127,61 35 2.580,41 481,27 2.074,46 2.810,74 95.812,74 1.490,55 36 27.204,11 382.037,26 235.624,90 19.195,46 19.635,28 1.050.128,70 37 100.253,28 6.767,17 113.242,72 102.069,32 1.316.264,01 97.154,93
190 14.209.136,29 6.918.614,47 10.673.175,83 32.833.141,52 20.653.256,83 19.648.275,08 200 2.681.367,95 141.810,66 816.894,11 4.918.654,27 3.629.188,68 3.847.705,97 201 10.780.176,16 1.391.613,65 4.758.630,47 26.457.393,75 28.234.910,02 6.601.167,51 202 33.400.304,07 22.960.339,95 7.262.715,89 9.135.015,03 13.478.153,89 3.185.434,42 203 1.391.556,77 2.551.469,09 868.304,80 3.289.338,03 3.249.547,55 768.542,34 204 875.073,18 657.344,47 648.805,10 200.319,43 1.080.295,99 85.065,84 205 0,00 0,00 0,00 0,00 -20.140,68 0,00 209 46.447.110,18 27.560.767,16 13.538.456,26 39.082.066,24 46.022.766,77 10.640.210,11 210 63.337.614,42 34.621.192,29 25.028.526,20 76.833.862,03 70.305.212,28 34.136.191,16
121
Lampiran 2. Lanjutan KODE 37 180 301 301a 302 303
1 39.976,97 64.254.957,85 0,00 0,00 0,00 0,00 2 1.404,61 7.753.571,66 1.832.406,10 0,00 0,00 0,00 3 0,00 197.991,23 47.665,50 0,00 0,00 0,00 4 172,67 10.260.714,89 0,00 0,00 0,00 0,00 5 1.374,15 278.736,93 0,00 0,00 0,00 0,00 6 629,49 14.124.392,42 447.489,16 0,00 0,00 116.431,57 7 0,00 2.363.252,75 0,00 0,00 0,00 63.876,35 8 213,31 285.131,36 0,00 0,00 0,00 2.073,59 9 0,00 1.657.898,88 0,00 0,00 0,00 4.010,10
10 0,00 1.346.132,90 0,00 0,00 0,00 74.441,77 11 157,47 6.419.786,37 0,00 0,00 0,00 13.884.870,65 12 3,07 40.977,79 0,00 0,00 0,00 12.881,46 13 7.470,01 6.033.948,34 0,00 0,00 0,00 1.872.472,36 14 423,93 10.362.217,29 0,00 0,00 0,00 301.562,83 15 12,70 9.087.597,37 409.741,38 0,00 0,00 0,00 16 440,35 3.733.350,24 4.614.919,25 0,00 0,00 0,00 17 9.641,65 20.527.179,01 12.936.960,17 0,00 0,00 15.931,62 18 3.049,60 247.318,54 0,00 0,00 0,00 11.243,56 19 104.166,81 4.043.590,74 0,00 0,00 0,00 0,00 20 24.293,36 10.324.362,10 189.253,62 0,00 0,00 0,00 21 1.960,13 14.900.189,86 24.420.417,28 0,00 0,00 0,00 22 97.407,38 59.201.766,22 780.615,02 0,00 0,00 0,00 23 6.118.266,00 550.207.694,11 316.007.591,23 629.405,60 0,00 17.156.954,59 24 193.016,76 30.670.485,10 34.299.375,02 1.546.318,11 0,00 0,00 25 2.610,15 670.550,88 896.790,27 496.166,43 0,00 0,00 26 49.005,38 25.292.224,88 0,00 3.959.392,82 0,00 303.100.701,80 27 1.264.313,86 168.233.545,04 95.103.541,53 326.436,12 0,00 30.735.593,46 28 425.602,46 67.976.718,69 32.471.168,62 1.809.519,80 0,00 14.673.205,09 29 22.109,97 19.918.875,83 117.937.266,28 5.798.115,44 0,00 0,00 30 1.392.711,43 56.492.041,62 46.278.984,22 0,00 0,00 0,00 31 30.608,19 40.370.506,46 20.998.728,60 86.581,36 0,00 0,00 32 4.437,71 13.890.601,23 20.697.743,75 0,00 0,00 0,00 33 50.361,99 13.121.124,15 8.109.422,37 0,00 0,00 1.807.844,75 34 4.728,77 380.067,52 1.444.328,18 0,00 74.584.599,11 0,00 35 518,62 155.537,97 44.067.630,12 3.307.011,04 22.708.510,81 0,00 36 9.302,23 2.264.258,24 18.519.391,39 0,00 12.866.039,83 0,00 37 93.822,52 6.191.758,73 26.060.757,01 212.550,06 0,00 414.728,84 190 9.954.213,70 1.243.281.055,19 828.572.186,07 18.171.496,78 110.159.149,75 384.248.824,39
200 2.803.742,67 249.394.703,33
201 9.474.614,27 522.139.065,56
202 13.535.045,02 957.179.088,94
203 786.686,38 94.363.352,79
204 343.843,94 117.309.648,91
205 0,00 -1.108.755,53
209 24.140.189,61 1.689.882.400,67
210 36.898.145,98 3.182.558.159,19
122
Lampiran 2. Lanjutan KODE 304 305 LN 306 AP 309 600
1 132.255,87 0,00 2.712.960,43 2.845.216,30 67.100.174,15 2 265.169,82 19.042,92 9.436.620,12 11.553.238,96 19.306.810,62 3 78.783,54 0,00 2.094.561,65 2.221.010,69 2.419.001,92 4 235.938,02 0,00 725.615,59 961.553,61 11.222.268,50 5 17.738,40 0,00 643.318,38 661.056,78 939.793,71 6 142.104,65 0,00 677.002,83 1.383.028,21 15.507.420,63 7 304.843,18 1.371.365,77 143.321,20 1.883.406,50 4.246.659,25 8 3.721,41 10.874,99 4.979,27 21.649,26 306.780,62 9 25.493,60 172.994,48 23.589,43 226.087,61 1.883.986,49
10 -1.687,05 337.195,04 120.023,04 529.972,80 1.876.105,70 11 588.130,12 0,00 6.938.170,38 21.411.171,15 27.830.957,52 12 2.478,74 0,00 0,00 15.360,20 56.337,99 13 28.791,08 0,00 63.009,22 1.964.272,66 7.998.221,00 14 17.463,95 0,00 394.286,55 713.313,33 11.075.530,62 15 27.793,10 0,00 0,00 437.534,48 9.525.131,85 16 81.536,45 0,00 132.718,34 4.829.174,04 8.562.524,28 17 131.815,08 1.156.812,05 4.969.381,44 19.210.900,36 39.738.079,37 18 262,55 4.987,10 3.510,46 20.003,67 267.322,21 19 0,00 0,00 0,00 0,00 4.043.590,74 20 79.205,93 3.595,24 435.594,11 707.648,90 11.032.011,00 21 74.479,18 5.801.918,31 9.955.404,28 40.252.219,05 55.152.408,91 22 1.006.652,05 9.116.308,81 11.663.370,89 22.566.946,77 81.768.712,99 23 18.270.605,50 129.340.112,44 253.680.689,94 735.085.359,30 1.285.293.053,41 24 0,00 85.506,65 0,00 35.931.199,78 66.601.684,88 25 0,00 325.698,61 42.842,44 1.761.497,75 2.432.048,63 26 0,00 0,00 0,00 307.060.094,62 332.352.319,50 27 4.887.870,20 26.335.699,38 44.770.548,73 202.159.689,42 370.393.234,46 28 172.109,49 3.984.292,97 3.156.198,13 56.266.494,10 124.243.212,79 29 0,00 4.910.554,66 21.984.071,02 150.630.007,40 170.548.883,23 30 0,00 1.714.172,69 3.187.949,33 51.181.106,24 107.673.147,86 31 0,00 818.252,42 1.063.545,58 22.967.107,96 63.337.614,42 32 0,00 32.847,31 0,00 20.730.591,06 34.621.192,29 33 0,00 314.418,12 1.675.716,81 11.907.402,05 25.028.526,20 34 0,00 424.867,22 0,00 76.453.794,51 76.833.862,03 35 0,00 66.000,54 521,80 70.149.674,31 70.305.212,28 36 0,00 152.547,63 333.954,07 31.871.932,92 34.136.191,16 37 167.230,93 1.060.093,89 2.791.026,52 30.706.387,25 36.898.145,98
Jumlah 26.740.785,79 187.560.159,24 383.824.501,98 1.939.277.104,00 3.182.558.159,19
123
Lampiran 3.
Matriks Invers Leontief Agregasi 37 Sektor
KODE 1 2 3 4 5 6 7
1 1,109702 0,006796 0,007226 0,000966 0,010316 0,001660 0,002006 2 0,000367 1,023215 0,000824 0,000112 0,000989 0,000192 0,000232 3 0,000009 0,000018 1,012072 0,000003 0,000023 0,000005 0,000006 4 0,000502 0,001055 0,001146 1,282670 0,001365 0,000269 0,000324 5 0,000014 0,000029 0,000031 0,000004 1,008050 0,000008 0,000009 6 0,000675 0,001425 0,001542 0,000211 0,001832 1,018783 0,000436 7 0,000117 0,000246 0,000267 0,000037 0,000318 0,000063 1,020143 8 0,000014 0,000030 0,000033 0,000004 0,000039 0,000008 0,000009 9 0,000083 0,000174 0,000189 0,000026 0,000225 0,000044 0,000054 10 0,000068 0,000142 0,000155 0,000021 0,000184 0,000036 0,000044 11 0,003463 0,002534 0,001732 0,000072 0,000628 0,000159 0,000228 12 0,000072 0,000044 0,000035 0,000001 0,000006 0,000002 0,000002 13 0,003080 0,002062 0,001311 0,000084 0,031956 0,000150 0,000157 14 0,000677 0,001252 0,001125 0,000150 0,001257 0,000226 0,000262 15 0,000390 0,000815 0,000991 0,000119 0,001014 0,000202 0,000237 16 0,000103 0,000228 0,000474 0,000033 0,000272 0,000060 0,000066 17 0,000810 0,001689 0,001797 0,000246 0,002189 0,000430 0,000505 18 0,000939 0,000966 0,000652 0,000035 0,000474 0,000004 0,000010 19 0,022107 0,024331 0,048367 0,002456 0,002905 0,005067 0,000187 20 0,000577 0,001175 0,001300 0,000169 0,001504 0,000345 0,000383 21 0,000572 0,001222 0,001347 0,000180 0,001524 0,000319 0,000413 22 0,001909 0,003568 0,003847 0,000634 0,004468 0,001221 0,001349 23 0,064660 0,135896 0,147714 0,020190 0,175898 0,034602 0,041809 24 0,001359 0,001954 0,002819 0,000566 0,002278 0,000678 0,000757 25 0,000049 0,000093 0,000176 0,000034 0,000145 0,000046 0,000034 26 0,000926 0,000919 0,001108 0,000140 0,000620 0,000270 0,000156 27 0,076445 0,077014 0,064422 0,031622 0,085136 0,011043 0,013602 28 0,008160 0,010645 0,020557 0,005259 0,016662 0,008760 0,009374 29 0,001041 0,003956 0,002703 0,000412 0,002265 0,001151 0,000659 30 0,003219 0,003898 0,003875 0,001313 0,005175 0,001437 0,001665 31 0,002935 0,004132 0,002957 0,001213 0,003255 0,008149 0,008434 32 0,001701 0,001474 0,001717 0,000592 0,001676 0,000305 0,000363 33 0,002430 0,000896 0,003298 0,000228 0,000971 0,000230 0,000300 34 0,000039 0,000065 0,000146 0,000147 0,000162 0,000012 0,000026 35 0,000012 0,000011 0,000041 0,000004 0,000006 0,000004 0,000008 36 0,000096 0,000094 0,000126 0,000040 0,000108 0,000032 0,000035 37 0,000235 0,000255 0,000526 0,000072 0,000318 0,001807 0,001090
124
Lampiran 3. Lanjutan
KODE 8 9 10 11 12 13 14
1 0,004413 0,002478 0,002182 0,102077 0,014662 0,068324 0,059089 2 0,000511 0,000287 0,000256 0,002241 0,001105 0,000762 0,005255 3 0,000012 0,000007 0,000006 0,000012 0,000025 0,000006 0,000063 4 0,000717 0,000402 0,000352 0,000531 0,001440 0,000262 0,002316 5 0,000020 0,000011 0,000010 0,000014 0,000039 0,000007 0,000071 6 0,000963 0,000540 0,000501 0,000713 0,001930 0,000353 0,003096 7 0,000167 0,000094 0,000082 0,000124 0,000336 0,000061 0,000539 8 1,001334 0,000011 0,000010 0,000015 0,000041 0,000008 0,000066 9 0,000118 1,010192 0,000058 0,000088 0,000238 0,000043 0,000381 10 0,000097 0,000054 1,002016 0,000072 0,000194 0,000035 0,000312 11 0,000344 0,000184 0,000188 1,056572 0,000671 0,000318 0,001187 12 0,000003 0,000002 0,000003 0,000008 1,000966 0,000005 0,000012 13 0,000344 0,000198 0,000248 0,000532 0,000701 1,095798 0,003024 14 0,000583 0,000329 0,000378 0,000452 0,001143 0,000229 1,056384 15 0,000522 0,000293 0,000325 0,000389 0,001038 0,000194 0,001663 16 0,000144 0,000081 0,000126 0,000196 0,000281 0,000055 0,000448 17 0,001110 0,000637 0,000680 0,007687 0,002516 0,003215 0,005540 18 0,000021 0,000068 0,000007 0,000093 0,000087 0,000060 0,000068 19 0,000187 0,001433 0,013149 0,006822 0,000498 0,001426 0,001604 20 0,000754 0,000798 0,000435 0,000585 0,001486 0,000300 0,002385 21 0,000897 0,000472 0,000499 0,000596 0,001753 0,000313 0,002556 22 0,002449 0,001425 0,001803 0,001908 0,004581 0,001004 0,007142 23 0,092324 0,051853 0,045326 0,068468 0,185538 0,033803 0,297855 24 0,001204 0,000634 0,000955 0,001176 0,001753 0,000764 0,003197 25 0,000040 0,000089 0,000034 0,000073 0,000059 0,000047 0,000081 26 0,000744 0,000263 0,001733 0,000394 0,000332 0,000183 0,000539 27 0,023003 0,019486 0,008115 0,056049 0,045871 0,041105 0,067673 28 0,011237 0,003730 0,003799 0,006708 0,010451 0,006500 0,011721 29 0,001381 0,000751 0,007325 0,000888 0,001737 0,000599 0,002463 30 0,002534 0,001396 0,002319 0,003045 0,003459 0,001772 0,004918 31 0,004653 0,001083 0,014167 0,003388 0,005077 0,002043 0,002995 32 0,000537 0,000412 0,000385 0,001053 0,001839 0,000777 0,001436 33 0,000332 0,000341 0,001414 0,000563 0,001438 0,000351 0,000756 34 0,000016 0,000009 0,000015 0,000023 0,000026 0,000015 0,000047 35 0,000002 0,000002 0,000002 0,000014 0,000048 0,000003 0,000004 36 0,000050 0,000028 0,000042 0,000057 0,000097 0,000040 0,000114 37 0,000400 0,000427 0,004355 0,000161 0,000339 0,000110 0,000378
125
Lampiran 3. Lanjutan
KODE 15 16 17 18 19 20 21
1 0,014736 0,018445 0,001483 0,004107 0,019788 0,008579 0,005597 2 0,002034 0,010000 0,000168 0,001978 0,002276 0,001010 0,004943 3 0,000041 0,000059 0,000004 0,000013 0,000054 0,000024 0,000016 4 0,002391 0,002776 0,000225 0,000665 0,003182 0,001394 0,000906 5 0,000070 0,000074 0,000006 0,000019 0,000086 0,000040 0,000025 6 0,003196 0,003661 0,000342 0,000894 0,004259 0,001867 0,001308 7 0,000556 0,000637 0,000052 0,000155 0,000741 0,000325 0,000211 8 0,000068 0,000078 0,000006 0,000019 0,000090 0,000040 0,000026 9 0,000394 0,000451 0,000037 0,000110 0,000525 0,000230 0,000151
10 0,000322 0,000369 0,000030 0,000090 0,000429 0,000188 0,000122 11 0,001081 0,001259 0,000626 0,000308 0,001440 0,000632 0,000508 12 0,000010 0,000011 0,000009 0,000003 0,000013 0,000006 0,000004 13 0,001138 0,002426 0,000844 0,000493 0,004895 0,000670 0,000555 14 0,001881 0,017669 0,000270 0,000537 0,002506 0,001103 0,001032 15 1,003690 0,001963 0,000369 0,000487 0,002281 0,001003 0,000880 16 0,000458 1,004205 0,000384 0,000137 0,000610 0,000298 0,000357 17 0,003754 0,004751 1,033217 0,001390 0,004862 0,002134 0,001962 18 0,000027 0,000040 0,000113 1,008653 0,000036 0,000016 0,000022 19 0,000753 0,005265 0,006776 0,000215 1,000889 0,000364 0,001110 20 0,002460 0,002818 0,000237 0,000686 0,003279 1,002587 0,000933 21 0,002625 0,003007 0,000343 0,000759 0,003490 0,001639 1,021247 22 0,007229 0,008354 0,000873 0,002703 0,009571 0,005141 0,003462 23 0,307606 0,352283 0,028987 0,085640 0,409981 0,179584 0,116541 24 0,002350 0,002970 0,000965 0,002283 0,002976 0,012706 0,004006 25 0,000070 0,000091 0,000042 0,000087 0,000086 0,000057 0,000080 26 0,000395 0,000508 0,000198 0,000432 0,000496 0,001524 0,001306 27 0,054034 0,075154 0,024944 0,182306 0,056703 0,026280 0,088624 28 0,009049 0,013846 0,007739 0,012600 0,010932 0,007188 0,010040 29 0,002113 0,002637 0,005563 0,001479 0,002721 0,001554 0,023212 30 0,004436 0,005555 0,001345 0,006443 0,005421 0,002626 0,004308 31 0,002392 0,003133 0,001929 0,002685 0,003166 0,001847 0,007262 32 0,001064 0,001480 0,000712 0,003133 0,001145 0,000595 0,001625 33 0,000655 0,000768 0,001630 0,000669 0,000751 0,000640 0,000692 34 0,000034 0,000042 0,000134 0,000051 0,000040 0,000020 0,000040 35 0,000004 0,000005 0,000006 0,000005 0,000004 0,000003 0,000004 36 0,000100 0,000127 0,000048 0,000128 0,000127 0,000064 0,000089 37 0,000357 0,000436 0,000123 0,000303 0,000456 0,000371 0,000259
126
Lampiran 3. Lanjutan
KODE 22 23 24 25 26 27 28 29
1 0,003000 0,065554 0,018879 0,005944 0,014630 0,005059 0,015632 0,019070 2 0,000349 0,007575 0,002225 0,000675 0,001694 0,000587 0,001831 0,002765 3 0,000008 0,000181 0,000052 0,000016 0,000040 0,000014 0,000043 0,000058 4 0,000486 0,010651 0,003058 0,000924 0,002375 0,000821 0,002534 0,002978 5 0,000014 0,000289 0,000084 0,000027 0,000066 0,000023 0,000070 0,000078 6 0,000665 0,014256 0,004136 0,001269 0,003198 0,001117 0,003570 0,008235 7 0,000113 0,002482 0,000712 0,000215 0,000553 0,000191 0,000590 0,000680 8 0,000014 0,000303 0,000088 0,000040 0,000069 0,000024 0,000073 0,000082 9 0,000080 0,001757 0,000505 0,000153 0,000392 0,000136 0,000420 0,000537
10 0,000066 0,001436 0,000412 0,000124 0,000320 0,000111 0,000341 0,000389 11 0,000233 0,004816 0,001423 0,000449 0,001092 0,000388 0,001310 0,005369 12 0,000002 0,000043 0,000012 0,000004 0,000009 0,000003 0,000010 0,000012 13 0,000290 0,005042 0,002319 0,004424 0,001170 0,000420 0,001457 0,006504 14 0,000430 0,008382 0,002551 0,000847 0,001938 0,000706 0,002547 0,016536 15 0,000384 0,007630 0,002296 0,000743 0,001750 0,000634 0,002226 0,012431 16 0,000126 0,002037 0,000676 0,000340 0,000500 0,000199 0,000835 0,008720 17 0,000820 0,016238 0,004883 0,001611 0,003725 0,001354 0,004736 0,023998 18 0,000009 0,000120 0,000041 0,000022 0,000032 0,000012 0,000051 0,000367 19 0,011202 0,002693 0,001792 0,000424 0,001364 0,000256 0,000746 0,000995 20 0,000542 0,010977 0,003158 0,000955 0,002462 0,000847 0,002614 0,003002 21 0,000633 0,011668 0,013679 0,003298 0,002866 0,001037 0,003809 0,018432 22 1,059633 0,031736 0,103345 0,017855 0,076429 0,006421 0,013907 0,009054 23 0,062640 1,372534 0,393888 0,118942 0,305962 0,105768 0,326022 0,371937 24 0,005831 0,009256 1,141007 0,108906 0,023583 0,008846 0,051169 0,005050 25 0,000056 0,000259 0,000392 1,011705 0,000505 0,000357 0,002102 0,000117 26 0,001048 0,001520 0,130296 0,012764 1,044326 0,001755 0,009095 0,000819 27 0,013130 0,122436 0,113350 0,034137 0,082242 1,025109 0,082319 0,094831 28 0,016082 0,031473 0,102265 0,040512 0,026989 0,023692 1,148057 0,014033 29 0,003498 0,008637 0,012312 0,008257 0,006356 0,004731 0,040329 1,010208 30 0,005843 0,016006 0,012970 0,008802 0,020812 0,032027 0,024517 0,006910 31 0,024956 0,009142 0,044010 0,080434 0,053352 0,011061 0,056318 0,004204 32 0,003952 0,002675 0,005436 0,002595 0,005239 0,016974 0,014950 0,001936 33 0,022722 0,002294 0,016627 0,010888 0,017390 0,002755 0,013738 0,001487 34 0,000347 0,000116 0,000191 0,000086 0,000164 0,000257 0,000260 0,000079 35 0,000050 0,000012 0,000050 0,000099 0,000056 0,000021 0,000113 0,000010 36 0,000426 0,000371 0,000624 0,000435 0,000395 0,000573 0,001996 0,000162 37 0,000941 0,001439 0,003302 0,000934 0,008020 0,001169 0,004891 0,000567
127
Lampiran 3. Lanjutan KODE 30 31 32 33 34 35 36 37
1 0,002365 0,002247 0,002270 0,010444 0,011694 0,008221 0,021851 0,012787 2 0,000282 0,000273 0,000274 0,001229 0,001365 0,000954 0,003293 0,001378 3 0,000007 0,000007 0,000006 0,000029 0,000032 0,000023 0,000060 0,000032 4 0,000382 0,000365 0,000367 0,001692 0,001897 0,001331 0,003476 0,001886 5 0,000011 0,000041 0,000010 0,000047 0,000053 0,000037 0,000095 0,000089 6 0,000567 0,000513 0,000523 0,002378 0,002634 0,001824 0,006119 0,002541 7 0,000089 0,000085 0,000086 0,000394 0,000442 0,000310 0,000809 0,000438 8 0,000011 0,000036 0,000011 0,000048 0,000055 0,000038 0,000099 0,000059 9 0,000064 0,000061 0,000061 0,000280 0,000314 0,000220 0,000597 0,000310
10 0,000051 0,000049 0,000049 0,000228 0,000256 0,000179 0,000468 0,000253 11 0,000224 0,000191 0,000181 0,000859 0,000947 0,000642 0,001756 0,000866 12 0,000002 0,000001 0,000001 0,000007 0,000008 0,000005 0,000014 0,000008 13 0,000281 0,000218 0,000257 0,000985 0,001029 0,000694 0,006748 0,001144 14 0,000485 0,000496 0,000373 0,001696 0,001809 0,001188 0,005911 0,001518 15 0,000409 0,000344 0,000401 0,001543 0,001589 0,001058 0,011025 0,001368 16 0,000185 0,000236 0,000283 0,000679 0,000554 0,000343 0,015548 0,000391 17 0,000852 0,000778 0,001143 0,003497 0,003347 0,002423 0,046978 0,003186 18 0,000010 0,000064 0,000027 0,000047 0,000032 0,000021 0,001728 0,000107 19 0,000159 0,000752 0,000131 0,000716 0,000671 0,000430 0,001283 0,003375 20 0,000394 0,000386 0,000382 0,001826 0,001956 0,001488 0,003588 0,002598 21 0,001011 0,000534 0,000566 0,002494 0,002585 0,001728 0,010144 0,002219 22 0,006038 0,040472 0,002977 0,006938 0,013438 0,006924 0,011568 0,009423 23 0,049105 0,046708 0,047295 0,217794 0,244168 0,171351 0,447454 0,242187 24 0,044566 0,004038 0,004144 0,012323 0,020878 0,010233 0,009476 0,010208 25 0,000297 0,000054 0,000070 0,000254 0,000291 0,000152 0,000434 0,000167 26 0,014502 0,002865 0,018422 0,006479 0,034134 0,010161 0,002371 0,003067 27 0,020489 0,019254 0,018600 0,052615 0,077684 0,042350 0,131005 0,058532 28 0,033682 0,011372 0,020184 0,039929 0,110466 0,037991 0,048033 0,021367 29 0,013146 0,006480 0,003827 0,024657 0,023543 0,010912 0,041294 0,003318 30 1,189753 0,060967 0,014300 0,062092 0,084324 0,110925 0,017539 0,049359 31 0,019032 1,103922 0,011590 0,018243 0,046447 0,007034 0,012938 0,004617 32 0,002060 0,001976 1,101335 0,147684 0,003653 0,003914 0,022149 0,001675 33 0,007151 0,005394 0,037035 1,022900 0,004925 0,013560 0,011693 0,002496 34 0,001577 0,000564 0,000168 0,000292 1,000274 0,000189 0,000096 0,000223 35 0,000122 0,000055 0,000024 0,000100 0,000061 1,001383 0,000057 0,000023 36 0,000469 0,000614 0,012949 0,011750 0,000608 0,000596 1,032296 0,000407 37 0,000649 0,001941 0,000710 0,005189 0,002405 0,019303 0,003738 1,002953
128
Lampiran 4.
Matriks Perbandingan Berpasangan
a. Matriks Perbandingan Berpasangan Aspek Keterkaitan ke Belakang
Matriks Perbandingan Berpasangan Aspek Keterkaitan ke Belakang
KODE
Komoditas
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Pa
di
Jagu
ng
Kede
lai
Tebu
Tem
baka
u
Kelap
a
Kopi
Teh
Kaka
o
Kare
t
Sapi
Kerb
au
Kamb
ing/
Domb
a Ay
am
Sus
u Seg
ar
Telur
1 Padi 1 1/3 1/3 1/3 1/3 5 5 3 5 3 1/3 3 3 1/5 1/3 1/5
2 Jagung 1 1/3 1/3 1/3 5 5 3 5 5 1/3 3 3 1/5 1/3 1/5
3 Kedelai 1 1/3 1/3 5 5 3 5 5 3 3 3 1/5 1/3 1/5
4 Tebu 1 1/3 5 5 3 5 5 3 3 3 1/3 1/3 1/2
5 Tembakau 1 5 5 5 5 5 3 3 3 1/3 1/3 1/3
6 Kelapa 1 1/3 1/3 1/3 1/3 1/5 1/3 1/3 1/7 1/5 1/7
7 Kopi 1 1/3 3 1/3 1/5 1/3 1/3 1/7 1/5 1/7
8 Teh 1 3 3 1/3 1/3 1/3 1/3 1/3 1/3
9 Kakao 1 1/3 1/5 1/3 1/3 1/7 1/5 1/7
10 Karet 1 1/5 1/3 1/3 1/7 1/5 1/7
11 Sapi 1 3 3 1/5 1/3 1/5
12 Kerbau 1 3 1/5 1/3 1/5
13 Kambing/ Domba 1 1/5 1/3 1/5
14 Ayam 1 3 3
15 Susu Segar 1 1/3
16 Telur 1
129
Lampiran 4. Lanjutan
b. Matriks Perbandingan Berpasangan Aspek Keterkaitan ke Depan
Matriks Perbandingan Berpasangan Aspek Keterkaitan ke Depan
KODE
Komoditas
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Padi
Jagu
ng
Kede
lai
Tebu
Temb
akau
Kelap
a
Kopi
Teh
Kaka
o
Kare
t
Sapi
Kerb
au
Kamb
ing/
Domb
a Ay
am
Sus
u Seg
ar
Telur
1 Padi 1 5 7 5 7 7 7 7 7 7 5 7 5 5 7 7
2 Jagung 1 3 1/3 3 1/3 3 3 3 3 1/3 3 1/3 1/3 3 3
3 Kedelai 1 1/5 3 1/3 1/3 3 1/3 3 1/3 3 1/3 1/3 1/3 1/3
4 Tebu 1 5 3 5 5 5 5 3 5 3 3 3 3
5 Tembakau 1 1/3 1/3 3 1/3 1/3 1/3 3 1/3 1/3 1/3 1/3
6 Kelapa 1 3 3 3 3 3 3 1/3 1/3 3 3
7 Kopi 1 3 3 3 1/3 3 1/3 1/3 1/3 1/3
8 Teh 1 1/3 1/3 1/3 3 1/3 1/3 1/3 1/3
9 Kakao 1 3 1/3 3 1/3 1/3 1/3 1/3
10 Karet 1 1/3 3 1/3 1/3 1/3 1/3
11 Sapi 1 3 1/3 1/3 3 3
12 Kerbau 1 1/3 1/3 1/3 1/3
13 Kambing/ Domba 1 3 3 3
14 Ayam 1 3 3
15 Susu Segar 1 3
16 Telur 1
130
Lampiran 4. Lanjutan
c. Matriks Perbandingan Berpasangan Aspek Kontribusi terhadap PDRB
Matriks Perbandingan Berpasangan Aspek Kontribusi terhadap PDRB
KODE
Komoditas
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Padi
Jagu
ng
Kede
lai
Tebu
Temb
akau
Kelap
a
Kopi
Teh
Kaka
o
Kare
t
Sapi
Kerb
au
Kam
bing/
Dom
ba
Ayam
Sus
u Seg
ar
Telur
1 Padi
5 7 7 7 5 7 9 7 7 5 9 7 7 7 7
2 Jagung 1 5 3 5 3 5 5 5 5 1/3 5 3 3 3 3
3 Kedelai 1 1/3 3 1/5 1/3 3 3 3 1/5 3 1/3 1/3 1/3 1/3
4 Tebu 1 3 1/3 3 3 3 3 1/5 3 3 3 3 3
5 Tembakau 1 1/5 1/3 3 1/3 1/3 1/5 3 1/3 1/3 1/3 1/3
6 Kelapa 1 5 5 5 5 1/3 5 3 3 3 3
7 Kopi 1 3 3 3 1/5 3 1/3 1/3 1/3 1/3
8 Teh 1 1/3 1/3 1/7 3 1/3 1/3 1/3 1/3
9 Kakao 1 3 1/5 3 1/3 1/3 1/3 1/3
10 Karet 1 1/5 3 1/3 1/3 1/3 1/3
11 Sapi 1 7 5 5 5 5
12 Kerbau 1 1/3 1/3 1/3 1/3
13 Kambing/ Domba 1 1/3 1/3 3
14 Ayam 1 3 3
15 Susu Segar 1 3
16 Telur 1
131
Lampiran 4. Lanjutan
d. Matriks Perbandingan Berpasangan Aspek Daya Saing
Matriks Perbandingan Berpasangan Aspek Daya Saing
KODE
Komoditas
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Padi
Jagu
ng
Kede
lai
Tebu
Temb
akau
Kelap
a
Kopi
Teh
Kaka
o
Kare
t
Sapi
Kerb
au
Kam
bing/
Dom
ba
Ayam
Sus
u Seg
ar
Telur
1 Padi
1/3 1/5 1/7 1/7 3 3 3 3 5 1/3 3 1/3 3 1/7 1/3
2 Jagung 1 1/3 1/5 1/5 5 5 5 5 7 3 7 3 5 1/5 3
3 Kedelai 1 1/5 1/5 5 5 7 7 7 5 7 3 5 1/3 3
4 Tebu 1 1/3 7 7 7 7 7 7 7 7 7 1/3 7
5 Tembakau 1 7 7 7 7 7 7 7 7 7 3 7
6 Kelapa 1 1/3 3 3 3 1/3 3 1/3 1/3 1/7 1/3
7 Kopi 1 3 3 3 1/3 3 1/3 1/3 1/7 1/3
8 Teh 1 3 3 1/5 3 1/5 1/3 1/7 1/5
9 Kakao 1 3 1/5 3 1/5 1/3 1/7 1/5
10 Karet 1 1/5 3 1/5 1/3 1/7 1/5
11 Sapi 1 5 1/3 3 1/7 1/3
12 Kerbau 1 1/5 1/3 1/7 1/5
13 Kambing/ Domba 1 3 1/7 3
14 Ayam 1 1/7 1/3
15 Susu Segar 1 7
16 Telur 1
132
Lampiran 4. Lanjutan
e. Matriks Perbandingan Berpasangan Aspek Penyerapan tenaga Kerja
Matriks Perbandingan Berpasangan Aspek Penyerapan Tenaga Kerja
KODE
Komoditas
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Padi
Jagu
ng
Kede
lai
Tebu
Temb
akau
Kelap
a
Kopi
Teh
Kaka
o
Kare
t
Sapi
Kerb
au
Kam
bing/
Dom
ba
Ayam
Sus
u Seg
ar
Telur
1 Padi
5 7 7 7 7 7 7 7 7 5 9 7 7 7 7
2 Jagung 1 5 5 5 5 5 5 5 5 2 7 5 5 5 5
3 Kedelai 1 2 2 1/3 3 3 3 3 1/5 7 1/3 1/5 3 3
4 Tebu 1 2 1/3 3 3 3 3 1/5 7 1/3 1/5 3 3
5 Tembakau 1 1/3 3 3 3 3 1/5 7 1/3 1/5 3 3
6 Kelapa 1 3 5 3 5 1/5 7 1/3 1/5 5 5
7 Kopi 1 3 3 3 1/5 5 1/3 1/5 3 3
8 Teh 1 1/3 1/2 1/5 3 1/5 1/5 1/3 1/2
9 Kakao 1 3 1/5 3 1/5 1/5 3 3
10 Karet 1 1/5 3 1/5 1/5 1/3 1/2
11 Sapi 1 7 5 5 5 5
12 Kerbau 1 1/7 1/7 1/3 1/3
13 Kambing/ Domba 1 1/3 5 5
14 Ayam 1 5 5
15 Susu Segar 1 3
16 Telur 1
133
Lampiran 4. Lanjutan
f. Matriks Perbandingan Berpasangan Aspek Kelestarian Lingkungan
Matriks Perbandingan Berpasangan Aspek Kelestarian Lingkungan
KODE
Komoditas
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Padi
Jagu
ng
Kede
lai
Tebu
Temb
akau
Kelap
a
Kopi
Teh
Kaka
o
Kare
t
Sapi
Kerb
au
Kam
bing/
Dom
ba
Ayam
Sus
u Seg
ar
Telur
1 Padi 1 1/5 1/5 1/5 1/5 1/7 1/5 1/5 1/5 1/5 1/3 1/3 1/3 3 1/3 3
2 Jagung 1 1/2 1/2 3 1/5 1/5 1/3 1/3 1/3 3 3 3 5 3 5
3 Kedelai 1 1/2 3 1/5 1/3 1/3 1/3 1/3 3 3 3 5 3 5
4 Tebu 1 3 1/5 1/3 1/3 1/3 1/3 3 3 3 5 3 5
5 Tembakau 1 1/5 1/5 1/3 1/5 1/5 3 3 3 5 3 5
6 Kelapa 1 3 5 3 5 5 5 5 7 5 7
7 Kopi 1 3 3 3 5 5 5 7 5 7
8 Teh 1 1/3 1/3 5 3 3 5 3 5
9 Kakao 1 3 5 5 5 7 5 7
10 Karet 1 5 5 5 7 5 7
11 Sapi 1 1/2 1/2 3 3 3
12 Kerbau 1 1/2 3 3 5
13 Kambing/ Domba 1 5 3 5
14 Ayam 1 1/3 2
15 Susu Segar 1 3
16 Telur 1
134
Lampiran 5.
Hasil Analisis Software Expert choice 11
a. Prioritas Komoditas Pertanian (Komoditas Unggulan Sektor Pertanian)
b. Prioritas Berdasarkan Aspek Ketekaitan Antarsektor
135
Lampiran 5. Lanjutan
c. Prioritas Berdasarkan Aspek Ketekaitan ke Belakang
d. Prioritas Berdasarkan Aspek Ketekaitan ke Depan
136
Lampiran 5. Lanjutan
e. Prioritas Berdasarkan Aspek Kontribusi terhadap PDRB
f. Prioritas Berdasarkan Aspek Daya Saing
137
Lampiran 5. Lanjutan
g. Prioritas Berdasarkan Aspek Penyerapan Tenaga Kerja
h. Prioritas Berdasarkan Aspek Kelestarian Lingkungan
138
Lampiran 5. Lanjutan
i. Matriks Perbandingan Berpasangan
139
Lampiran 5. Lanjutan
140
Lampiran 5. Lanjutan
141
Lampiran 5. Lanjutan
j. Nilai Inkonsistensi Analisis AHP