Post on 15-Jan-2016
description
KOEFISIEN PARTISI
A. TUJUAN
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh pH terhadap
koefisien partisi obat yang bersifat asam lemah dalam campuran
pelarut kloroform-air.
B. LANDASAN TEORI
Pengetahuan tentang partisi penting untuk ahli farmasi,
karena prinsip ini melibatkan beberapa bidang ilmu farmasetik.
Termasuk disini pengawetan system minyak air, kerja obat pada
tempat yang tidak spesifik, absorpsi dan distribusi obat ke
seluruh tubuh. Suatu zat dapat larut ke dalam dua macam
pelarut yang keduanya tidak saling bercampur. Jika kelebihan
cairan atau zat padat ditambahkan ke dalam campuran dari dua
cairan tidak bercampur, zat itu akan berdistribusi diri diantara
kedua fase sehingga masing-masing menjadi jenuh. Jika zat itu
ditambahkan ke dalam pelarut tidak bercampur dalam jumlah
yang tidak cukup untuk menjenuhkan larutan, maka zat tersebut
tetap berdistribusi diantara kedua lapisan dengan perbandingan
konsentrasi tertentu (Marten, dkk., 2009).
Untuk meningkatkan fluks obat yang melewati membran
kulit, dapat digunakan senyawa-senyawa peningkat penetrasi.
Fluks obat yang melewati membran dipengaruhi oleh koefisien
difusi obat melewati stratum corneum, konsentrasi efektif obat
yang terlarut dalam pembawa, koefisien partisi antara obat dan
stratum corneum dan tebal lapisan membran. Peningkat
penetrasi yang efektif dapat meningkatkan koefisien difusi obat
ke dalam stratum corneum dengan cara mengganggu sifat
penghalangan dari stratum corneum. Peningkat penetrasi dapat
bekerja melalui tiga mekanisme yaitu dengan cara
mempengaruhi struktur stratum corneum, berinteraksi dengan
protein interseluler dan memperbaiki partisi obat, coenhancer
atau cosolvent kedalam stratum corneum (Sukmawati, A., dan
Suprapto, 2010).
Pada ekstraksi solven, pembagian solut antara dua cairan
yang tidak saling larut memberikan banyak kemungkinan yang
menarik bagi pemisahan-pemisahan secara analitik. Dari pelarut
yang digunakan salah satunya adalah air, oleh karena itu,
koefisien partisi dalam hal ini secara nyata dipengaruhi oleh sifat
kimia pelarut kedua. Pelarut kedua yang banyak digunakan
adalah eter, kloroform dan hidrokarbon. Biasanya senyawa
dilarutkan dalam air, kemudian diekstraksi dengan pelarut
organik. Kelarutan merupakan fungsi dari kompetisi antara
interaksi zt terlarut –zat terlarut, sedangkan koefisien
distribusi/partisi dipengaruhi oleh interaksi zat terlarut-pelarut.
Keadaan ini akan menjadi lebih kompleks karena tercampurnya
secara parsial semua pelarut dan masing-masing fase akan jenuh
oleh fase lainnya (Wulandari, Y., dan Mirzayanti, 2000).
Reaksi kimia adalah proses berubahnya pereaksi menjadi
hasil reaksi. Proses reaksi ini ada yang berlangsung sangat
cepat, cepat dan ada yang berlangsung lambat maupun sangat
lambat. Pembahasan tentang kecepatan atau laju reaksi disebut
kinetika kimia. Dalam kinetika kimia ini dikemukakan cara
menentukan laju reaksi dan faktor yang mempengaruhinya.
Salah satu penentu laju reaksi adalah sifat pereaksinya. Ada
yang yang reaktif dan ada yang kurang reaktif. Pada umumnya
faktor yang berpengaruh adalah sifat pereaksi, konsentrasi, suhu
dan katalis. Jumlah yang terlibat dalam suatu reaksi disebut
kemolekulan reaksi. Jumlahnya ada yang satu, dua dan tiga,
yang berturut – turut disebut unimolekuler, bimolekuler dan
termolekuler. Sedangkan menurut ordenya, ada reaksi berorde
satu, dua, tiga atau pecahan (Purwani, M.V., dan Suyanti, 2011).
C. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
Alat-alat yang akan digunakan pada percobaan ini adalah:
Corong pisah
Filler
Gelas kimia
Pipet tetes
Pipet ukur
Statif dan Klem
Tabung Erlenmeyer 3 buah
2. Bahan
Bahan-bahan yang akan digunakan pada percobaan ini adalah:
Akuades ( H2O )
Besi (III) Klorida ( FeCl3 )
Kloroform (CHCL3)
Larutan buffer pH 3, pH 4, dan pH 5
D. PROSEDUR KERJA
- diambil 25 ml dan di masukkan dalam erlenmeyer
- ditambahkan dengan kloroform p.a masing-masing 10 ml
- diinkubasi selama 20 menit- dimasukkan dalam corong pisah - didiamkan- dimasukkan dalam tabung
percobaan- diukur volume fase air (salisilat)- diukur volume fase lipida
( kloroform)
Dapar salisilat dengan
pH 3,pH 4 dan pH 5
Dapar salisilat
( fase air )
Kloroform
( fase lipid )
- Ditambahkan FeCl3
- Dimasukkan dalam kuvet dan spektrofotometer dan diukur absorbansinya
- Dihitung APC ( koefisien partisi semunya )
Hasil pengamatan ?
E. HASIL PENGAMATAN
1. Tabel pengamatan
No.
pHVolume pelarut
Absorbansikloroform Air
1.23
345
4,8 ml3,9 ml4 ml
10,2 ml10 ml10 ml
0.111 A1,583 A1,668 A
2. Perhitungan
a) Untuk pH = 3 [H+] = 10-3
Menghitung kadar obat atau asam salisilat dalam fase air mula-mula.
[H+] = Ka. [asam][ garam]
10-3 = 1,06. 10-3 X
0,01−X
10-3 = X
0,01−X
1,06. 10-3
1,06 X = 0,01 – X1,06 X + X = 0,012,06 X = 0,01
X = c2º = 4,8. 10-3 M Menghitung kadar asam salisilat setelah tercapai kesetimbangan
A = . I.c0,111 = 401. 0,1. c0,111 = 40,1. c
c = c2' = 0,11140,1
= 2,7 . 10-3 M
Menghitung APC
APC = (C2 –C 2' ). a
C2' . b= (4,8 . 10-3 – 2,7 . 10-3) . 10,2 ml
2,7 . 10-3 . 4,3 ml= 2,1 . 10-3 . 10,2 ml 2,7. 10-3 . 4,3 ml= 21,42 11,61= 1,844
b) Untuk Ph = 4 [H+] = 10-4
Menghitung kadar asam salisilat dalam fase air mula-mula
[H+] = Ka. [asam][ garam]
10-3 = 1,06. 10-3 X
0,01−X
10-4 = X
0,01−X1,06.10-3
10-1 = X
0,01−X1,0610-1 (10-2 – X) = 1,06 X10-3 – 10-1 = 1,06 X10-3 = 1,06 X + 0,1 X10-3 = 1,16 XX = c2º = 10-3
1,16
= 0,86 . 10-3
Menghitung kadar asam salisilat setelah tercapai kesetimbangan
A = . I. c1,583 = 401. 0,1. c1,583 = 40,1 . cc = c2' = 1,583
40,1
= 0,0394 M
= 39,4 . 10-3 M.
Menghitung APC
APC = (C2 –C 2' ). a
C2' . b= (0,86 . 10-3 – 39,4 . 10-3) . 10 39,4 . 10-3 . 3,9= -38,54 . 10-3 10
153,66 . 10-3
= -2,5
c) Untuk pH = 5
Menghitung kadar asam salisilat dalam fase air mula-mula
[H+] = Ka. [asam][ garam]
10-3 = 1,06. 10-3 X
0,01−X
10-5 = X
0,01−X1,06.10-3
10-2 = X
0,01−X1,061,06 X = 10-2 (10-2 – X)1,06 X = 10-4 – 10-2 X1,06 X + 0.01 X = 10-4
1,07 X = 10-4
C2º = X = 10-4 = 0,93 . 10-4 M 1,07
Menghitung kadar asam salisilat setelah tercapai kesetimbangan
A = . I. c1,668 = 401 . 0,1 . c1,668 = 40,1 . cc = c2 = 1,668
40,1
= 0,0415 M
Menghitung APC
APC = (C2 –C 2' ). a
C2' . b= (0,93 . 10-4 – 415 . 10-4 M) . 10 ml
415. 10-4 . 4 ml= -414,07 . 10-4 . 10
415. 10-4 . 4 = -4,1407
1,66= -2,49
F. PEMBAHASAN
Koefisien partisi adalah distribusi kesetimbangan dari analit
antara fase organik dan fase air setelah mencapai
kesetimbangan. Pengetahuan tentang partisi penting untuk ahli
farmasi, karena prinsip ini melibatkan beberapa bidang ilmu
farmasetik. Termasuk disini pengawetan sistem minyak-air, kerja
obat pada tempat yang tidak spesifik, absorpsi dan distribusi
obat ke seluruh tubuh .
Percobaan yang telah dilakukan ini untuk mengetahui
pengaruh pH terhadap koefisien partisi obat yang bersifat asam
lemah dalam campuran pelarut air. Percobaan kali ini dilakukan
pembuatan larutan dengan pH 3, 4,dan 5. Adapun larutan yang digunakan yakni
FeCl3, kloroform-air, dan asam salisilat pekat dalam bentuk buffer. Digunakan
larutan buffer fosfat bertujuan agar dapat mempertahankan harga pH larutan.
Sedangkan pH yang digunakan dalam percobaan berbeda-beda bertujuan untuk
mengetahui absorbsi obat. Sebelum diambil 2 ml fase air pada larutan dapar
terlebih dahulu dilakukan pemanasan. Pemanasan tersebut bertujuan agar fase
organik dan fase air yang terdapat dalam larutan dapat terpisah sehingga fase air
yang ada didalam larutan tersebut dapat diambil. Pada proses pengukuran
absorbansi asam salisilat dalam air pada pH 3 nilai absorbansinya yaitu 0,111, pH
5 sebanyak 1,583 dan pada pH 5 nilai absorbansinya yaitu 1,668. Dari hasil
tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi pH maka akan semakin tinggi pula
nilai absorbansinya. Pembacaan absorbansinya hanya menggunakan fase airnya
saja, karena fase air dalam tabung merupakan campuran dari obat salisilat dengan
ionnya dan untuk mempermudah pengambilan cairan. Tujuan penambahan larutan
buffer fosfat adalah untuk membentuk kompleks warna agar dapat dilakukan
pembacaan absorbansi pada spektrofotometer visibel. Sebelum dibaca
absorbansinya terlebih dahulu didiamkan selama 6-10 menit sebagai operating
time, tujuannya agar asam salisilat dapat membentuk kompleks seluruhnya
dengan FeNO3 1%. Terbentuk reaksi kompleks warna antara asam salisilat dengan
FeNO3 1% sehingga muncul warna ungu.
Selain pada absorbansi pH juga berpengaruh terhadap koefisien partisi,
dapat dilihat dari hasil pengukuran koefisien partisi semu (APC) dari asam
salisilat dalam kloroform dan dalam air. Pada pH 3 nilai APC yaitu 1,844, pada
pH 4 yaitu -2,5 dan pada pH 5 yaitu -2,49. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa
seharusnya semakin besar pH maka koefisien partisi juga semakin besar, tetapi
pada pH 4 dan 5 terjadi penurunan. Yang seharusnya nilai APC pH 3 lebih besar
dari pada pH 4 dan 5. Kesalahan dalam praktikum ini disebabkan karena pH yang
sudah rusak atau kurangnya tingkat ketelitian pada saat melakukan praktikum.
Faktor utama yang mempengaruhi absorpsi obat adalah sifat fisika kimia, yakni
koefisien partisi.
Koefisien partisi (P) menggambarkan rasio pendistribusian obat ke dalam
sistem dua fase (lemak dan air). Permukaan membran biologis berupa lipid,
sehingga dapat dianggap bahwa penerobosan obat melalui usus dapat dianggap
sebagai kompetisi molekul obat diantara lingkungan air dan lipid membran. Oleh
sebab itu, prinsip kimia menentukan perpindahan obat dari lingkungan air ke fase
lipid membran.
G. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa pengaruh pH terhadap koefisien partisi adalah mempengaruhi kecepatan
absorpsi pada obat, yang mana obat-obat tersebut bersifat asam atau lemah yang
menyebabkan sebagian akan terionisasi jika dilarutkan dalam air. Dalam artian
jika suatu senyawa pada obat yang bersifat asam atau basa mengalami ionisasi
sebesar 50% (pH = pKa). Maka koefisien partisinya setengah dari obat-obat yang
tidak mengalami ionisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Marten, 2009, Farmasi Fisik edisi 3 Jilid 1, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Purwani, M.V., dan Suyanti, 2011, Kinetika Pelarutan Itrium Hidroksida Dalam HCl, Jurnal Iptek Nuklir Ganendra, Vol. 14 (1), Halaman 28-38.
Sukmawati, A., dan Suprapt, 2010, Efek Berbagai Peningkat Penetrasi Terhadap Penetrasi Perkutan Gel Natrium Diklofenak Secara In Vitro, Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 11. (2), Halaman 117-118.
Wulandari, Y., dan Mirzayanti, 2000, Pemurnian Gliserol Dari Proses Transesterifikasi Minyak Jarak dengan Katalis Sodium Hidroksida, Jurnal Teknik Kimia, Vol. 11 (5), Halaman 28-29.
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA I
PERCOBAAN III
KOEFISIEN PARTISI
OLEH
NAMA : DIAH ASTARI SALAM
NIM : O1A1 14 135
KELOMPOK : V (LIMA)
KELAS : D
ASISTEN : NUR SALIMAH TAANO
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2015