Post on 23-Jul-2020
KLENTENG PHAN KHO BIO SEBAGAI RUANG PUBLIK
(Studi Hubungan Toleransi Kehidupan Umat Beragama Di Kampung
Pulo Geulis Bogor)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Danu Fauzan Hilmi
NIM: 1113032100003
PRODI STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1439 H/2018 M
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
Danu Fauzan Hilmi
Klenteng Phan Kho Bio Sebagai Ruang Publik (Studi Hubungan
Toleransi Umat Beragama di Kampung Pulo Geulis Bogor)
Tulisan ini menggambarkan bagaiman ruang publik terhadap
toleransi umat beragama dengan etnis sunda dan Tionghoa yang sudah
membaur di daerah Kampung Pulo Geulis Bogor. Melalui penciptaan ruang
publik tersebut, kesadaran akan keberagamaan muncul dari masing-masing
etnis dan memandang bahwa budaya masing-masing berdiri setara dan
muncul penghargaan atas masing-masing kebudayaan. Pemahaman toleransi
umat beragama terbangun karena ruang publik yang diciptakan tersebut.
Kajian tentang toleransi umat beragama itu dilakukan dalam
beberapa tahap. Pertama, mendeskripsikan tentang bagaimana ruang publik
terhadap toleransi umat beragama di kampung Pulo Geulis. Kedua,
mengungkap pola relasi hubungan agama mayoritas dan minoritas di
kampung Pulo Geulis. Ketiga, menguraikan metode dan pendekatan
Fenomenologis, Sosiologis dan Historis yang digunakan dalam penelitian di
Kampung Pulo Geulis.
Setelah melewati beberapa tahap diatas bahwa ruang publik terhadap
toleransi beragama di Kampung Pulo Geulis sudah menerapkannya sejak
lama pada saat kampung tersebut muncul sehingga masyarakat yang
didalam kampung tersebut menerapkan toleransi beragama baik dalam
lingkungan intern maupun kelompok, masyarakat di kampung tersebut
sudah memiliki sikap dalam toleransi antar umat beragama yang
membangung harmoni sosial dan persatuan nasional dalam bentuk upaya
mendorong dan mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun
dan bertoleransi dalm bingkai teologi dan implementasi dalam menciptakan
kebersamaan.
Kata Kunci: Rung Publik, Toleransi Umat Beragama.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat serta hidayahnya penulis dapat merampungkan skripi ini dengan
judul: Klenteng Phan Kho Bio Sebagai Ruang Publik (Studi Hubungan
Toleransi Umat Beragama di Kampung Pulo Geulis Bogor). Shalawat
serta salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada junjungan kita
yakni kanjeng Nabi Muhammad SAW, begitu juga kepada keluarganya dan
para sahabatnya, hingga pada umatnya kelak, amiin.
Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh
gelar Sarjana Agama pada Jurusan Studi Agama-Agama Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dalam proses penyelesaian
skripsi ini tentunya tidak lepas dari peran berbagai pihak. Untuk itu, tak
dapat dipungkiri rasa bahagia ini sepenuhnya bukan karena jerih payah
penulis sendiri melainkan ada dukungan semangat dari banyak pihak.
Sudah sepatutnya penulis ingin menyampaikan rasa “terima kasih”
dan penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu
kelancaran skripsi ini. Bantuan dan dukungan mereka, sedikit banyak telah
meringankan beban penulis selama menyusun skripsi ini. Meskipun tidak
semua pihak dapat disebutkan satu persatu, setidaknya penulis merasa perlu
menyebutkan sejumlah nama yang membekas di hati penulis, yaitu:
1. Kedua orang tua penulis yang tidak henti-hentinya memberikan
semangat luar biasa serta doa yang selalu dipanjatkan dalam salatnya.
Membesarkan dan mendidik di lingkungan pendidikan, terima kasih.
2. Ibu Dra. Halimah Mahmudy, M.Ag selaku sekretasis jurusan Studi
Agama-Agama dan sekaligus pembimbing Skripsi saya yang sejak
semula dengan ketulusan hati dan tidak bosan-bosan memberikan
perhatian dan dorongan yang luas untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
3. Bapak Dr. Hamid Nasuhi, M.Ag selaku penasihat akademik yang telah
mengesahkan judul penelitian sebagai bahan penulisan skripsi sehingga
penulisan skripsi berjalan dengan lancar.
vii
4. Bapak Prof. Dr. M. Ridwan Lubis, MA yang menguji proposal skripsi
saya sehingga penulisan skripsi berjalan dengan lancar.
5. Bapak Dr. Media Zainul Bahri, MA, selaku ketua jurusan Studi Agama-
Agama, yang telah memberikan beberapa masukan yang sangat
bermakna.
6. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, MA selaku Dekan Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dan Bapak Prof. Dr.
Dede Rosyada, MA, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Segenap jajaran dosen dan guru besar Studi Agama-Agama, Bapak
Prof. Dr. Kautsar Azhari Noer, Bapak Dr. Amin Nurdin, MA, dan Ibu
Hj. Siti Nadroh, MA, Bapak Syaiful Azmi, MA, yang senantiasa
memberikan ilmu serta wejangan yang tiada tara manfaatnya.
8. Staf dan karyawan Perpustakaan Fakultas Ushuluddin, dan
Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang banyak
membantu dalam menyediakan referensi yang dibutuhkan penulis.
9. Teruntuk Muhammad Sairi dan Muhammad Rahmat Ramadhan
terimakasih atas bantuan buku refrensinya, serta ilmu yang telah
diajarkan kepada saya pribadi semoga menjadi ilmu yang
barokah,amiin.
10. Teman-teman seperjuangan, Daenuri (ustad), Riki (Kijo), Fadil, Fauzy,
Mulyadi, yang penyabar yang selalu berbagi kegalauan dalam
menyelesaikan skripsi termasuk teman-teman yang lain angkatan 2013.
11. Teman-teman KKN “Lagukandama” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
yang banyak memberikan pelajaran berharga tentang makna hidup dan
menjalankan arti kehidupan, terima kasih gengs.
12. Teman-teman rumah yang sudah membantu tenaganya untuk menemani
penelitian skripsi, sehingga skripsi ini berjalan baik dan lancar, amin.
Akhirnya, tidak ada manusia sempurna siapapun orangnya pastilah
ia memiliki sifat salah dan lupa. Namun begitu, semua tulisan yang ada di
hadapan pembaca ini adalah tanggung jawab penulis. Untuk semua pihak
viii
yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini penulis ucapkan
terima kasih.
Ciputat, 14 Agustus 2018
Penulis
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ........................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN ............................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIAN UJIAN ......................................... iv
ABSTRAK ....................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Batasan Masalah ............................................................................ 6
C. Rumusan Masalah ......................................................................... 7
D. Manfaat dan Tujuan Penelitian ..................................................... 7
E. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 8
F. Metodologi Peneltian .................................................................... 9
G. Sistematika Penulisan ................................................................... 13
BAB II MEMAHAMI TOLERANSI DAN RUANG PUBLIK
A. Pengertin Toleransi ....................................................................... 15
B. Latar Belakang Toleransi .............................................................. 18
C. Tujuan Toleransi ........................................................................... 23
D. Pengertian Ruang Publik ............................................................... 30
E. Latar Belakang Ruang Publik ........................................................ 33
F. Tujuan Ruang Publik ..................................................................... 35
BAB III PERAN RUANG PUBLIK TERHADAP TITIK TEMU
TOLERANSI DI KAMPUNG PULO GEULIS
A. Peran Klenteng Terhadap Titik Temu Toleransi ........................... 38
B. Tata Peribadatan ............................................................................ 42
ix
C. Respon Pemuka Agama Terhadap Fungsi Klenteng ..................... 46
D. Peran Pemerintah Terhadap Kampung Pulo Geulis ...................... 51
BAB IV SEJARAH DAN KEHIDUPAN PULO GEULIS
A. Kondisi Geografi ........................................................................... 56
B. Kondisi Demografi ........................................................................ 57
C. Sejarah Kampung Pulo Geulis ...................................................... 58
D. Pola Relasi Sosial Kampung Pulo Geulis ..................................... 64
1. Pola Sosial Kemasyarakatan .................................................. 64
2. Pola Sosial Keagamaan ........................................................... 66
3. Pola Sosial Kebudayaan .......................................................... 68
E. Permasalahan Kampung Pulo Geulis ............................................ 70
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................... 74
B. Saran .............................................................................................. 75
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 77
LAMPIRAN-LAMPIRAN ...................................................................................... 81
x
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1 .................................................................................... 81
Surat Izin Penelitian .................................................... 81
Lampiran 2 .................................................................................... 84
Bukti Wawancara ......................................................... 84
Lampiran 3 ..................................................................................... 90
Pertanyaan Wawancara ................................................ 90
Hasil Wawancara Bapak Hamzah ............................... 91
Hasil Wawancara Bapak Chandra ............................... 92
Hasil Wawancara Bapak Rokib Alhudry ..................... 93
Hasil Wawancara Bapak Supandi ................................ 94
Hasil Wawancara Bapak Abraham Halim ................... 95
Hasil Wawancara Bapak Suhendar .............................. 96
Hasil Wawancara Bapak Endang ................................. 97
Lampiran 4 ..................................................................................... 98
Foto Kegiatan Lampiran ............................................... 98
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan satu sama lain,
maka dari itu sebagai makhluk sosial manusia melakukan interaksi dengan
manusia lainya untuk menumbuhkan rasa toleransi di dalam dirinya,
walaupun berbeda agama ras dan budaya hal itu sudah melekat di setiap
diri manusia untuk saling bertenggang rasa satu sama lain. Tidak hanya
itu manusia juga mempunyai masalah-masalah yang dihadapi pada dirinya,
maka dari itu perlu adanya sesuatu hubungan timbal balik antar sesama
manusia.1
Kemajemukan agama terjadi karena masuknya agama-agama ke
dalam suatu wilayah tertentu dan kemudian adanya proses interaksi di
antara sesama penganutnya, seperti Hindu, Buddha, Islam, Kristen dan
Khonghucu. Proses pengembangan dan penyebaran agama-agama tersebut
berlangsung dalam rentan waktu yang cukup panjang sehingga terjadi
pertemuan antara penganut agama yang satu dengan penganut agama yang
lainnya. Dalam perjumpaan tersebut ada dua kemungkinan yang terjadi,
kemungkinan pertama, yaitu menimbulkan potensi integrasi dan
kemungkinan kedua, muncul potensi kompetisi yang tidak sehat dan dapat
1Aloys Budi Purnomo Pr, Membangun Teologis Inklusif, Pluralistik (Jakarta: Buku Kompas
2003) h.2
2
menimbulkan benturan-benturan atau gesekan-gesekan yang pada
akhirnya menimbulkan konflik horizontal di antara umat beragama.2
Kerukunan berarti sepakat dalam perbedaan-perbedaan yang ada
dan menjadikan perbedaan-perbedaan itu sebagai titik tolak untuk
membina kehidupan sosial yang saling pengertian serta menerima dengan
ketulusan hati yang penuh keikhlasan. Kerukunan merupakan proses
tercipta dan terpeliharanya pola-pola interaksi yang beragam diantara unit-
unit yang otonom. Kerukunan mencerminkan hubungan timbal balik yang
ditandai oleh sikap saling menerima, saling mempercayai, saling
menghormati dan menghargai, serta sikap saling memaknai kebersamaan.3
Maka timbulah sikap pribadi untuk menundukkan kecenderungan alamiah
untuk mengambil jarak, menolak bahkan menganiaya orang lain yang
memiliki praktik dan keyakinan yang berbeda dengan kita atau bisa
disebut dengan toleransi.4
Kerukunan sendiri belum merupakan nilai terakhir, tetapi baru
merupakan suatu sasaran yang harus ada sebagai “condition sine qua non”
untuk mencapai tujuan lebih jauh yaitu situasi aman dan damai. Situasi ini
amat dibutuhkan semua pihak dalam masyarakat untuk memungkinkan
penciptaan nilai-nilai spiritual dan material yang sama-sama dibutuhkan
2Tim Puslitbang Kehidupan Beragama, Kompilasi Kebijakan dan Perarturan Perundagn-
undangan Kerukunan Kaum Beragama (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI 2012), h.2.
3Ridwan Lubis, Cetak Biru Peran Agama (Jakarta, Puslitbang, 2005), h.7-8.
4Kelly James Clark, Anak-Anak Abraham, Kebebasan dan Toleransi di Abad Konflik
Agama (Yogyakarta, PT KANISIUS, 2014), h 17.
3
untuk mencapai tingkat kehidupan yang lebih tinggi.5 Maka dari sini
masyarakat kampung Pulo Geulis sikap ketoleransian mereka memberikan
dampak yang bagus terutama dalam hal rumah tempat ibadah di Klengteng
Phan Kho Bio yang merupakan cerminan toleransi mereka.
Toleransi terhadap eksistensi orang lain, selain didorong oleh
ajaran agama dalam hal ini Al-Qur’an menunjukkan sikap toleransi
tersebut dengan gagasan universalnya, yakni keselamatan bagi seluruh
umat manusia. Hal ini merupakan unsur dan benih-benih yang dapat
ditumbuhkan sebagai basis bagi toleransi di tengah pluralisme keagamaan,
begitu juga Undang-undang Negara yang mengatur hal itu. Sebagaimana
dinyatakan pada pasal 29 ayat 1 UUD 1945, bahwa setiap pemeluk agama
diberikan kebebasan untuk menjalankan syari’atnya masing-masing dan
kebebasan mengatur hukum-hukum yang berhubungan dengan Tuhan atau
manusia dengan sesamanya.6 Dari sini masyarakat kampung Pulo Geulis
menjaga tali persaudaraan mereka dalam berhubungan satu sama lain,
sehingga tak jarang adanya acara–acara keagamaan yang diselenggarakan
oleh masing-masing umat beragama dan melibatkan umat yang berbeda
agama untuk saling membantu acara tersebut.
Indonesia sebagai negara yang memliki berbagai macam suku dan
budaya dengan berbagai macam bahasa, memberikan kebebasan warganya
untuk menganut berbagai agama dan kepercayaan sesuai dengan UUD 45,
5Hendripuspito, Sosiologi Agama (Yogyakarta: Yyasan Kanisisus, 1983), h 170.
6Daud Ali, Muhammad, Asas-asas Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata
Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: Rajawali Pers, 1991), h 27.
4
begitu halnya dengan kampung Pulo Geulis yang terletak di kota Bogor
yang di kenal sebagai kota hujan tepatnya di Kelurahan Babakan Pasar,
Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, sebagian penduduk diwilayah
Pulo Geulis ini bermata pencaharian sebagai pedagang, baik di dalam
wilayah maupun di luar wilayah Pulo Geulis.
Daerah kampung Pulo Geulis ini memiliki Klenteng yang bernama
Phan Kho Bio atau Vihara Mahabrahma yang dijadikan tempat ibadah
umat Tao, Khonghucu, Buddha atau bisa dikatakan dengan Tridharma,
berbagai sumber dari karakter tiga agama tersebut yang disebut Tridharma.
Tridharma berasal dari kata Tri dan Dharma. Tri berarti tiga dan Dharma
berarti ajaran kebenaran. Secara harfiah Tridharma berarti tiga ajaran
kebenaran di sini ialah ajaran Sakyamuni Buddha, ajaran Khonghucu
(Kong Zi) dan ajaran Lao Zi (Lo cu). Tridharma merupakan agama yang
penghayatannya menyatu dalam ajaran Buddha, Konghucu, dan Lao Zi.
Tridharma bukan sekte atau sub sekte mahzab dari Agama Buddha
(Mahayana) karena mahzab Agama Buddha itu Theravada, mahayana dan
Tantrayana. Tridharma juga bukan sekte atau sub sekte dari Agama
Khonghucu (Ru Ji). Tridharma juga bukanlah sekte atau sub sekte atau
mahzab dari Agama Tao (Dao).7 Dapat dikatakan bahwa Tridharma
tersebut sebuah bentuk agama yang percampuran dari tiga agama
Khonghucu, Buddha, dan Tao. Ajaran dari ketiga agama tersebut
mengikuti dengan kebudayaan Tionghoa.
7Marga Singgih, Tridharma Selayang Pandang (Jakarta: Perkumpulan Tridharma, 2016),
h.1.
5
Fenomena yang mewarnai nilai toleransi di kampung Pulo Geulis
adanya Klenteng Phan Kho Bio. Klenteng yang biasa juga di pergunakan
untuk umat Muslim mengadakan tahlilan pada setiap malam jum’at. Jadi
Klenteng ini tidak hanya di peruntukkan untuk umat Khonghucu, Buddha,
Tao akan tetapi umat Muslim pun bisa berdoa di dalam Klenteng tersebut.
Bagi para pengurus Klengteng nampaknya tidak menjadi masalah, karena
di Klenteng tersebut terdapat leluhur asli Pulo Geulis yaitu Eyang Prabu
Surya Kencana yang memperjuangkan tanah asli Pulo Geulis dari zaman
penjajahan Belanda, sehingga tidak hanya warga yang beragama Buddha
saja yang masuk dan beribadah di dalam Klenteng tersebut, tapi umat
Muslim dan Kristiani juga ikut berdo’a untuk keselamatan Eyang Prabu
Surya Kencana dengan kepercayaannya masing-masing.
Corak ragam yang sudah ada di kampung tersebut seperti toleransi,
menjadi kampung tersebut berbeda dengan kampung lainya, khususnya di
sebelah kampung Pulo Geulis yaitu Griya Katulampa, bilamana Pulo
Geulis lebih mewarnai nilai-nilai corak budaya yang sudah lama melekat
di dalamnya dan masyarkat asli pribumi bukan pendatang sudah
menerapkan sikap toleransi yang hidup dengan perbedaan agama dan
masyarakatnya yang majemuk bisa hidup saling rukun, berbeda dengan
Griya Katulampa masyaraktnya yang kebanyakan pendatang bukan asli
pribumi sehingga nilai toleransi mereka hanya sekedar untuk
berkomunikasi saja dan di dalamnya tidak memiliki corak budaya seperti
Pulo Geulis, bilamana masyarakat Pulo Geulis sudah mengenal nilai-nilai
6
dan corak budaya yang terdapat di dalamnya dan menjadikan masyarakat
di sekitarnya pun sangat antusias untuk menjaga kelestarian yang ada di
dalam kampung tersebut, kelestarian ini seperti sejarah Klenteng yang
memiliki nilai pluralis tinggi dan juga masyarakat di sana tidak
membedakan agama dengan agama lainnya sehingga masyarakat tersebut
hidup toleran dan damai. Disisi lain masyarakatnya sangat antusias untuk
menaati peraturan pemerintah yang telah ditetapkan. Pembangunan yang
ada di dalam kampung tersebut ini begitu lancar, seperti halnya dibuatkan
jembatan penyeberangan untuk mengakses ke kampung Pulo Geulis ini
karena di tengah-tengahnya itu terdapat kali ciliwung.
Maka dari hal tersebut penulis mengangkat judul ini Klenteng
Phan Kho Bio Sebagai Ruang Publik ( Studi Hubungan Toleransi Umat
Beragama di Kampung Pulo Geulis Bogor)” Penulis melakukan penelitian
di kampung Pulo Geulis untuk mengkaji bagaimana kehidupan di
kampung tersebut dan seberapa besar peranan sikap masyakarat yang ada
di kampung Pulo Geulis, khusunya dalam sikap bertoleransi dalam umat
beragama.
B. Batasan Masalah
Pembatasan masalah dilakukan agar penelitian lebih terarah,
terfokus, dan tidak menyimpang dari sasaran pokok penelitian. Oleh
karena itu, penulis, memfokuskan kepada pembahasan atas masalah-
masalah pokok yang di batasi dalam konteks toleransi umat beragama
7
(Islam, Kristen dan Tridharma). Subyek yang di teliti adalah masyarakat
kampung Pulo Geulis, Kelurahan Bababakan Pasar, Kecamatan Bogor
Tengah, Kota Bogor.
C. Rumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan langkah yang paling penting dalam
penelitian ilmiah. Perumusan masalah berguna untuk mengatasi kerancuan
dalam pelaksanaan penelitian. Berdasarkan masalah yang dijadikan fokus
penelitian, masalah pokok penelitian tersebut dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik pengunjung yang ada di Kampung Pulo
Geulis?
2. Bagaimana pengembangan Kampung Pulo Geulis sebagai ruang
Publik?
D. Manfaat dan Tujuan Penelitian
1. Tujuan Penilitan
a. Untuk mengetahui karakteristik pengunjung yang datang ke
Kampung Pulo Geulis
b. Untuk mengetahui pengembangan latar belakang pengembangan
Kampung Pulo Geulis sebagai ruang publik.
2. Adapun manfaat penelitian ini adalah:
a. Untuk menjadi sumbangan pemikiran terhadap format toleransi
umat beragama yang hidup dan berkembang di daerah
perkampungan kota Bogor.
8
b. Untuk memenuhi persyaratan akhir memperoleh gelar Sarjana
Agama (S.Ag) pada fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
c. Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya yang akan
meniliti persoalan dengan fokus yang sama.
d. Sebagai informasi pustaka pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
E. Tinjuan Pustaka
Dalam melakukan penelitian, penulis mencari informasi tentang
judul terkait. Untuk itu maka perlu dikemukakan tulisan yang terkait
dengan judul peneliti yang akan dilakukan. Tulisan yang serupa dengan
judul penelitian ini di antaranya adalah:
Skripsi karya Arin Ningsih Setiawan yang berjudul Perencanaan
Lanskap Kawasan Pemukiman Bantaran Sungai Bebasis Bioregon ( di
Kampung Pulo Geulis Bogor)8 skripsi ini membahas tentang perencanaan
tata letak dikawasan permukiman Bogor. Perbedaan mendasar dari skripsi
ini dan penelitian yang akan dilakukan adalah pertama tempat penelitian
yang dilakukan dengan satu tempat, tetapi yang menjadi objek kajian dari
masing masing sangatlah berbeda, penulis menerangkan konsep toleransi
yang ada di kampung Pulo Geulis dan ini sangat berpengaruh kepada hasil
penelitian karena perbedaan kajian dengan satu tempat akan
memungkinkan mendapatkan hasil yang berbeda pula. Dengan ini penulis
8 Arin Ningsih Setiawan, Skripsi Perencanaan Lanskap Kawasan Pemukiman Bantaran
Sungai Bebasis Bioregon, (Bogor : Fak Pertanian Institut Pertanian Bogor 2008)
9
berfokus pada toleransi sebagai ruang publik yang ada di kampung Pulo
Geulis yang dimana masyarakatnya berbeda agama dengan sosiologi
kultur budaya di dalamnya membuat masyarakat ini menjalin sikap
komunikasi yang baik.
Literature yang kedua adalah skripsi karya Ibnu Solihin yang
berjudul Kerukunan Hidup Umat Beramaga Di Sekolah ( Studi kasus di
SMK Yadika 5 Pondok Aren)9. Dalam skripsi ini penulisnya
menggambarkan pembinaan kerukunan hidup beragama di sekolah sebagai
lembaga pendidikan serta gambaran kerukunan yang dicapai. Perbedaan
yang mendasar dari skripsi ini dan penelitian yang penulis lakukan adalah
berkaitan dengan tempat penelitian. Peneliti ini menggunakan sekolah
serta warga sekolahnya sebagai populasi penelitian sedangkan penulis
melakukan penelitian dengan populasi masyarakat di suatu kampung yang
menyangkut berbagai kegiatan aspek sosial.
F. Metodologi Penelitian
Metode ialah sebuah rangkaian proses kegiatan yang dilakukan untuk
meningkatkan suatu sumber dalam kegunaannya dan faktor yang
menentukan proses berhasilnya proses penelitian dalam mencapai tujuan.
Sedangkan metodologi penelitian suatu sekumpulan kegiatan dan prosedu
yang digunakan dalam suatu disiplin ilmu.
1. Jenis penelitian
9 Ibnu Sholihin, Skripsi Kerukunan Hidup Umat Beragama di sekolah (Studi Kasus di SMK
Yadika 5 Pondok Aren) (Jakarta : Fak Ushuluddin UIN Syarf Hidayatullah Jakarta 2008)
10
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan atau studi kasus
dengan tema Kampung Pulo Geulis Sebagai Ruang Publik (Studi
Kasus Tentang Toleransi Umat Beragama). Metode yang digunakan
dalam penelitian ini ialah metode kualitatif bertujuan mengumpulkan
data deskriptif dari objek penelitian secara rinci dan mendalam dengan
maksud mengembangkan konsep atau pemahaman dari suatu gejala.
Hal ini disadari bahwa banyak hal yang tidak mungkin diungkap hanya
melalui observasi dan pengukuran-pengukuran saja.10
Dengan metode
tersebut diatas apa yang ditemukan dalam penelitian diatas
mendapatkan kesimpulan yang tepat.
2. Jenis data
Untuk melakukan penelitian tersebut maka penulis mengumpulkan
data primer dan sekunder yang sesuai dengan tema penelitian.
Berdasarkan jenis data yang ditentukan sebelumnya maka dalam
penelitian ini memiliki sumber primer dan sumber sekunder. Sumber
primer artinya data yang didapat dari sumber pertama, seperti
wawancara kepada seseorang atau pengamat peneliti langsung pada
obyek penelitian. Sumber sekunder artinya data-data yang diperoleh
dari hasil penelitian orang lain yang sudah diolah menjadi data-data,
Buku, Koran, Majalah dan lain-lain. Atau juga pandangan, komentar
orang di luar lokasi penelitian tentang kondisi masyarakat di Kampung
Pulo Geulis Bogor,
10
Sandjaja & Albertus Heriyanto, Panduan Penelitian (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2006), h.49.
11
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini ada beberapa teknik yang akan digunakan
untuk mengumpulkan data, diantaranya yaitu:
a. Tehnik Wawancara
Wawancara merupakan proses interaksi atau komunikasi secara
langsung antara pewawancara atau peneliti dengan responden.
Peniliti melakukan wawancara dengan responden di tempat
peneliti yakni kampung Pulo Geulis Bogor. Wawancara ini
digunakan untuk memperoleh data yang bersifat fakta.
Peneliti melakukan wawancara terhadap warga kampung Pulo
Geulis Bogor diantaranya beberapa perangkat desa, pemuka
agama, dan masyarakat umum yang sudah dianggap mewakili
pemikiran masyarakat kampung Pulo Geulis.
b. Tehnik observasi
Observasi merupakan salah satu tehnik pengumpulan data yang
menggunakan pertolongan indra mata. Tehnik ini bertujuan
untuk lebih mendalami situasi sosial sebagaimana yang
diperoleh lewat wawancara, mengukur kebenaran jawaban pada
wawancara dan untuk memperoleh data yang tidak bisa
didapatkan dengan wawancara atau yang lainnya.
c. Dokumentasi
Penulis memberikan data data dokumentasi yang di dapat dari
Kampung Pulo Geulis Bogor.
12
4. Langkah-langkah pengumpulan data
Untuk mendapatkan data yang di perlukan, penulis mengambil
langkah-langkah sebagai berikut:
Tempat penelitian
Lokasi penelitian ini di kampung Pulo Geulis Bogor adalah
sebuah Kampung kecil yang teletak di Kelurahan Babakan
Pasar, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, yang dimana
tempat ini sebagai tempat penelitian yang penduduknya
menganut beberapa agama yakni agama Islam, Kristen dan Tri
Dharma.
5. Pendekatan
Ada beberapa pendekatan yang di pakai dalam penelitian ini,
pendekatan-pendekatan tersebut antara lain:
a. Pendekatan Fenomenologis
Dengan pendekatan ini peneliti dapat mengetahui fenomena-
fenomena keagamaan serta realitas-realitas yang terjadi di
masyarakat.
b. Pendeketan Sosiologis
Dengan pendekatan ini peneiliti dapat mengetahui hubungan
sosial kemasyarakatan antar pemeluk agama. Bagaimana
mereka saling mempengaruhi dalam hidup bermasyarakat.
Dimana untuk mengetahui proses sosial yang terjadi di
13
kalangan umat yang berbeda agama baik di dalam acara
internal kelompok maupun antar kelompok.
c. Pendekatan Historis
Selain dua pendekatan di atas, dalam penelitian ini juga
digunakan pendekatan historis untuk mengetahui alur sejarah
dan lain-lain sebagai pelengkap data penelitian.
6. Teknik Analisis Data
Berdasarkan jenis data yang dikumpulkan maka teknik analisis
data yang akan digunakan oleh penulis adalah analisis kualitatif.
Penulis akan berusaha menggabungkan data-data serta menafsirkan
data untuk menjelaskan pola kerukunan umat beragama di lokasi
penelitian.
G. Sistematika Penulisan
Secara garis besar penulisan pembahasan dalam skripsi ini terdiri
dari lima bab, dengan rincian sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, Bab ini merupakan pendahuluan yang meliputi
latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tujuan penelitian,
signifikasi penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teoritik, metodologi
penelitian dan diakhiri dengan sistematika penulisan.
Bab II Memahami Toleransi dan Ruang Publik Bab ini merupakan
penjelasan umum tentang toleransi mulai dari Latar Belakang Toleransi,
Pengertian Toleransi, Dasar Toleransi, Tujuan Toleransi, Pengertian
Ruang Publik, Tujuan Ruang Publik.
14
Bab III Peran Ruang Publik Terhadap Titik Temu Toleransi Di
Kampung Pulo Geulis Bab ini berisi tentang, analisa toleransi antar umat
beragama di kampung Pulo Geulis Bogor. Analisa ini terdiri dari bagian
seperti berikut: Peran Klenteng Terhadap Titik Temu Toleransi, Tata
Peribadatan, Apa Respon Pemuka Agama Terhadap Klenteng, Peran
Pemerintah Terhadap Klenteng.
Bab IV Sejarah dan Kehidupan Pulo Geulis, Bab ini adalah
penelitian lapangan yang terdiri dari uraian Asal Usul Pulo Geulis,
Geografis Pulo Geulis, Demografi Pulo Geulis, Pola Relasi Sosial Pulo
Geulis, Permasalahan Kehidupan Pulo Geulis.
Bab V Penutup, Bab ini adalah penutup yang berisi kesimpulan,
saran-saran dan kata penutup.
15
BAB II
MEMAHAMI TOLERANSI DAN RUANG PUBLIK
A. Pengertian Toleransi
Istilah Toleransi dalam kamus ilmiah populer1 bermakna “sifat dan
sikap menghargai (toleran), atau pembiaran.” Istilah ini pertama kali lahir
di Barat. Toleransi disini berasal dari bahasa latin, yaitu teolerantia, yang
artinya kelonggaran, kelembutan hati, keringanan dan kesabaran. Dari sini,
dapat dipahami bahwa toleransi merupakan sebuah ekspresi sikap untuk
memberikan hak sepenuhnya kepada orang lain agar menyuarakan,
menyampaikan pendapatnya, sekalipun pendapatnya diterima atau ditolak
oleh masyarakat umum.2 Toleransi adalah soal perasaan dan perilaku
individual, sementara koeksistensi semata-mata merupakan penerimaan
terhadap pihak lain, sekedar dalam batas tidak terjadinya konflik.3
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam
toleransi akan menjadikan perdamaian antar-umat beragama apalagi di
daerah rawan konflik berkedok agama, haruslah dibaca dalam terang hidup
bersama yang mengedepankan sikap saling mengerti, saling memahami,
dan menerima. Tanpa landasan sikap toleran antar umat beragama, relasi
dialog antar sesama tidak akan terjalin.4
1Alex MA, Kamus Ilmiah Populer Kontemporer, Materi: Politik-Ekonomi-Hukum-Sosial-
Budaya-Agama (Surabaya: ALUMNI), h. 640 2Zulhairi Misrawi, Al-qur’an Kitab Toleransi, h. 161
3Mohamed Fathi Osman, Islam Pluralisme & Toleransi Keagamaan pandangan al-
Qur’an, kemanusiaan, sejarah, dan peradaban (Jakarta: Democracy Project Yayasan Abad
Demokrasi), h. 2 4Aloys Budi Purnomo, Pr, Membangun Teologi Inklusif-Pluralistik (Jakarta : PT. Kompas
Media Nusantara), h. 2
16
Dalam perspektif teologis toleransi tidak selalu dikaitkan dengan
perkara “iman dan agama”. Dari akar katanya toleransi lebih bersifat
sosiologis ketimbang teologis. Salah kaprah bila wacana toleransi selalu
dikaitkan dengan wacana teologis. Dalam konteks ini, toleransi erat
kaitannya dengan makna imperative agama yang harus mewujudkan diri
dalam perbuatan dan tindakan kongkrit di tengah masyarakat. Meminjam
gagasan Peter L.Berger (1969), itulah yang disebut the social reality of
religion. Persis dalam dataran realitas sosialnya tidak bisa mengelak
bahwa, setiap umat beragama dituntut untuk mengembangkan toleransi di
dalam kehidupannya.
Namun demikian, dalam wacana teologis, toleransi tidak lain
merupakan perwujudan iman yang berlaku dalam setiap tindakan umat
beragama. Perwujudan iman tidak pandang bulu agama seseorang. Bahkan
dari perwujudan iman, orang tidak serta merta langsung dikenali apakah
dia seorang Muslim, Katolik, Protestan, Hindu, Buddha, apapun itu. Setiap
umat beragama dituntut untuk mewujudkan imannya dalam dataran praktis
sehari-hari. Perwujudan iman nyata dalam tindakan yang baik, rukun,
saling mengerti, dan saling menerima.5
Dengan demikian, toleransi menuju pada suatu kerelaan untuk
menerima kenyataan pada perbedaan yang dimiliki orang lain. Toleransi
dapat diartikan memberikan tempat kepada pendapat yang berbeda. Pada
5Budi Purnomo, Pr, Membangun Teologi Inklusif-Pluralistik, h. 3
17
saat bersamaan sikap menghargai pendapat yang berbeda disertai dengan
sikap menahan diri atau sabar.
Kenyataannya diantara orang yang berbeda pendapat harus
memperhatikan sikap yang sama yaitu saling menghargai dengan
mempertimbangkan persatuan dan kesatuan berbangsa dan bernegara.6
Bilamana pendapat yang berbeda harus di diskusikan secara intern dengan
pengelompokkan dan komunikasi yang baik.
Toleransi beragama sendiri yang dimaksud adalah toleransi
antarumat beragama, yaitu sikap maupun perilaku terhadap hal-hal yang
bersifat keagamaan meliputi: keyakinan, pemikiran maupun perilaku
keagamaan umat beragama yang mencerminkan toleransi terhadap umat
beragama lain baik perorangan maupun kelompok.7
Sikap toleransi menghindarkan, terjadinya diskriminasi sekalipun
banyak terdapat kelompok yang bersebrangan pendapat dalam masyarakat.
Contoh sikap toleransi secara umum antara lain: menghargai pendapat dan
atau pemikiran orang lain yang berbeda dengan kita serta saling tolong-
menolong untuk kemanusiaan tanpa memandang suku, ras, agama,
kepercayaannya. Istilah toleransi mencakup banyak bidang, salah satunya
adalah agama. Toleransi beragama merupakan sikap saling menghormati
dan menghargai penganut agama lain. Misalnya: (1) Tidak memaksakan
orang lain untuk menganut agama kita, (2) Tidak mencela atau menghina
6Artis, Kerukunan dan Toleransi antar Umat Beragama, Toleransi Media Ilmiah
Komunikasi Umat Beragama. Vol. 3 No. 1, h. 88 7Drs. H. Ahsanul Khalikin, MA dan Fathuri, S.Sos. I, Toleransi Beragama di Daerah
Rawan Konflik (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan), h. 14
18
agama lain dengan alasan apapun, serta (3) Tidak melarang ataupun
mengganggu umat agama lain untuk beribadah sesuai agama atau
kepercayaannya. Dalam kehidupan bermasyarakat, tumbuhnya sikap
toleransi menimbulkan hidup yang damai saling berdampingan serta
menghindarkan permusuhan.8
Menurut penulis menanggapi pengertian toleransi yang ada dengan
semacam sikap menerima yang dimiliki oleh individu, dimana seorang
bisa menerima keyakinan orang lain dan menghormati kegiatan acara
ritual keagamaan yang dilakukannya tanpa mengusik ataupun
mencampurinya.
B. Latar Belakang Toleransi
Demokrasi tanpa toleransi akan melahirkan tatanan politik yang
otoriter, sedangkan toleransi tanpa demokrasi akan melahirkan bukan
sebenarnya toleransi, yaitu toleransi yang rentan menimbulkan konflik-
konflik komunal. Sebab itu, demokrasi dan toleransi harus berkaitan baik
dalam komunitas masyarkat politik maupun masyarakat sipil.9
Rainer Fors dalam Toleration and Democracy (2007)
menyebutkan, ada dua cara pandang tentang toleransi, yaitu konsepsi yang
dilandasi pada otoritas Negara (Permission conception) dan konsepsi yang
dilandasi pada kultur dan kehendak untuk membangun pengertian dan
penghormatan terhadap yang lain (respect conception). Dalam hal ini, Fors
8Di akses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Toleransi pada tanggal 17 Januari Pukul 12:30
9Zuhairi Misrawi, Pandangan Muslim Moderat: Toleransi, Terorisme, dan Oase
Perdamaian (Jakarta: Kompas), h. 3
19
lebih memilih konsepsi yang kedua, yaitu toleransi dalam konteks
demokrasi harus mampu membangun saling pengertian dan saling
menghargai di tengah keragamaan suku, budaya, agama, ras, dan bahasa.10
Kebijakan publik yang dibuat oleh Negara kerap kali sulit
diterjamahkan dalam realitas. Ada beberapa hal yang menyebabkan
kenapa toleransi sulit ditransformasikan dalam realitas keragaman yang
ada dalam sebuah Negara. Di antaranya Negara sendiri terdiri atas
pelbagai entitas yang mempunyai mindset kurang lebih cenderung kepada
intoleransi dari pada toleransi. apalagi, entitas tersebut hanya memahami
demokrasi secara prosedural, yaitu hegemoni mayoritas atas minoritas atau
sebaliknya, ketundukan mayoritas atas minoritas.11
Sementara itu, Negara
tidak mempunyai keberanian untuk mengambil keputusan dalam rangka
menegakkan prinsip kesetaraan dan keadilan. Akibatnya, kelompok
minoritas senantiasa berada di bawah ancaman kelompok yang mengklaim
sebagai kelompok mayoritas. Lalu, pertanyaanya dari mana kita harus
memulai untuk membangun toleransi?
Ada dua modal setidaknya yang dibutuhkan untuk membangun
toleransi sebagai nilai kebajikan: pertama, toleransi membutuhkan
interaksi sosial melalui percakapan dan pergaulan yang intesif. Kedua,
membangun kepercayaan di antara pelbagai kelompok dan aliran.
10
Misrawi, Pandangan Muslim Moderat: Toleransi, Terorisme, dan Oase Perdamaian, h.
3
11
Misrawi, Pandangan Muslim Moderat: Toleransi, Terorisme, dan Oase Perdamaian, h.
3-4
20
Sebagai dasar di mana toleransi sudah di tumbuhkan lama dalam
bangsa Indonesia, banyaknya suku, ras, budaya, serta agama, membuat
bangsa Indonesia hidup saling bertoleran, akan tetapi setiap warga
mempunya sikap yang intoleran juga. Banyak muncul pertanyaan, mana
lebih mudah, menjadi toleran atau intoleran, maka sementara ini harus
diakui, menjadi intoleran lebih mudah dari pada menjadi toleran. Faktanya,
tindakan intoleran seperti kekerasan, intimidasi, penyerangan sebuah
kelompok terhadap kelompok lain, bahkan terorisme telah menjadi
sebagian kelompok atau ormas.
Fakta intoleransi telah menyita perhatian banyak pihak untuk
melihatnya sebagai problem yang harus di selesaikan secepat mungkin.
Tidak terelakkan, dari Presiden hingga masyarakat biasa umumnya resah
dan gelisah atas meluasnya aksi-aksi intoleran.12
Timbulah cara berpikir yang tidak membuka ruang toleransi dan
kerja sama dengan umat yang seiman maupun yang berbeda iman muncul
dari metode pengajaran yang sempit yang diterima dari lembaga
pendidikan yang berpikiran sempit pula. Mulai dari sinilah letak
pentingnya pengembangan lembaga pendidikan pondok pesantren,
seminar, atau studi perbandingan agama, karena lembaga pendidikan
12
Misrawi, Pandangan Muslim Moderat: Toleransi, Terorisme, dan Oase Perdamaian, h.
9
21
keagamaan tersebut khusunya pesantren karena telah membiasakan peserta
didiknya dengan latihan perbandingan pemikiran.13
Toleransi menjadi pembahasan bahan yang sangat pentingnya
dalam kehidupan bermasyarakat, baik toleransi antar umat beragama,
politik, pendidikan, ekonomi dan sebagainya merupakan bagian satu
kesatuan untuk hidup rukun dan damai. Adapun sebagian masyarakat yang
intoleran, kemungkinan akan menjadikan sikap acuh terhadap orang di
sekitarnya. Latar belakang yang mendasari masyarakat intoleran
kurangnya perhatian pemerintah terhadap gerakan kerukunan dengan di
dasari pertimbangan adanya anggapan bahwa institusi birokrasi diliputi
rasa kekhawatiran telah memasuki persoalan perbedaan agama yang
bersifat sensitif. Adanya dorongan memasuki wilayah keagamaan khawatir
justru akan menjadi potensi konflik yang semula terpendam dapat muncul
ke permukaan.14
Menurut Daisaku Ikeda seorang Presiden Soka Gakkai, sejarah
toleransi unggul yang bernafaskan agama dan budaya di Negara Indonesia
yang dimana merupakan pusaka bagi umat manusia. Kaisar Romawi Suci
Joseph II, yang dikenal sebagai Kaisar pencerahan Austria telah
mengatakan sebagai berikut: “Justru toleransi inilah yang merupakan
syarat penting yang harus ada untuk orang-orang yang menetap di suatu
tempat dan mewujudkan banyak hal sesuai dengan peranan masing-
13
H. M. Ridwan Lubis, Kerukunan Beragama Dalam Cita dan Fakta (Jakarta, Pusat
Kerukunan Umat Beragama), h. 18 14
H. M. Ridwan Lubis, Kerukunan Beragama Dalam Cita dan Fakta, h. 203
22
masing”.15
Bilamana kita lihat dalam kutipan di atas toleransi begitu
penting untuk dimiliki masyarakat di dalam suatu tempat, sehingga tidak
minimbulkan perbedaan yang ada di dalamnya.
Pada tahun 1781, Kaisar Joseph II mendeklarasikan Edict of
Toleration (Perintah Toleransi) yang memperjelas bahwa berbagai tindak
kekerasan atas hati nurani adalah perbuatan yang biadab. Adanya Edict of
Toleration ini telah memberikan kebebasan untuk menjalankan kegiatan
agama dan hak-hak penduduk kepada pemeluk Kristen aliran Lutheran,
Calvanis, dan Ortodoks Yunani. Hal ini berlaku juga pada agama Yahudi.
Lalu, toleransi agama yang dipromosikan Kaisar Joseph II ini meluas juga
penerapannya dalam interaksi dengan pemeluk Islam.16
Menurut Abdurrahman Wahid parameter utama untuk dapat
memelihara keragaman adalah mengelola kemampuan toleransi. Masing-
masing setiap masyarakat sebagai sesama manusia dan warga Negara
memegang teguh toleransi untuk memutus masa lalu yang kejam, kelam,
dan tidak toleran.17
Bila dilihat dari kutipan tersebut mengharuskan
masyarakat menjaga kebudayaan dan nilai-nilai sikap peduli kepada
perbedaan yang ada, dan menjauhkan sikap prasangka buruk kepada orang
yang di sekelilingnya.
15
KH. Abdurrahman Wahid dan Daisaku Ikeda, Dialog Peradaban untuk Toleransi dan
Perdamaian (Jakarta: Gramedia), h. 265 16
KH. Abdurrahman Wahid dan Daisaku Ikeda, Dialog Peradaban untuk Toleransi dan
Perdamaian, h. 266 17
KH. Abdurrahman Wahid dan Daisaku Ikeda, Dialog Peradaban untuk Toleransi dan
Perdamaian, h. 267
23
C. Tujuan Toleransi
Dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia, agama dapat
menjadi faktor pemersatu (uniting factor). Namun dalam beberapa hal,
agama dapat juga dengan mudah disalahgunakan sebagai alat pemecah
belah (devending factor). Pakar sosiologis Islam klasik, Ibnu Khaldun,
juga menyimpulkan bahwa perasaan seagama mungkin perlu, namun tidak
cukup untuk menciptakan perasaan memiliki kelompok (sense of group
belonging) atau kesatuan sosial, harus ada faktor-faktor lain yang lebih
memperkuat dan mempertahankan kohesi sosial.18
Penjelasan diatas menurut penulis, agama memiliki landasan
teologis, di mana untuk mempersatukan masyarakat menghindari konflik
harus interaksi sosial. Interkasi sosial bisa terjadi dalam kehidupan sehari-
hari dan dapat ditemukan dalam setiap pertemuan, tempat atau wadah
berbagai aktivitas sosial individu terhadap individu lain, individu terhadap
kelompok dengan kelompok lain, baik aktivitas spontan maupun
direncanakan dapat berfungsi sebagai saluran interaksi sosial. Dari
interaksi sosial maka akan terbentuknya hubungan yang harmonis, bisa
dikatakan masyarakat di dalamnya hidup toleran terutama toleransi
beragama.
Bila dilihat dari kehidupan sehari-hari antara toleransi dengan
kerukunan tidak ada perbedaan, namun jika ditelusuri bahwa toleransi
18
Syahrin Harahap, MA, Teologi Kerukunan, h. 90
24
merupakan sikap atau refleksi dari kerukunan. Sedangkan kerukunan
mempertemukan unsur-unsur yang berbeda. Toleransi dan kerukunan antar
hidup sesama manusia di Indonesia sudah tumbuh dan berkembang dari
dulu, ini telah diwarisi oleh leluhur bangsa dari turun temurun sampai
sekarang, namun zaman semakin maju dalam berbagai bidang, dan tak
ketinggalan dalam bidang ilmu pengetahuan dan budaya yang telah
diwarisi oleh leluhur bangsa Indonesia terhadap generasi ke-generasi,
membuat bangsa Indonesia tak bisa mengelak dari kemajuan teknologi
informasi yang membawa berbagai arus budaya. Kadang kala bertentangan
dengan budaya yang ada pada bangsa Indonesia itu sendiri.19
Mengingat kerukunan antar umat beragama di Indonesia termasuk
salah satu masalah yang cukup serius. Diantara hal-hal yang menyebabkan
pemerintah harus memberikan perhatian yang cukup besar terhadap
masalah kerukunan hidup umat antar umat beragama adalah karena hal ini
mempunyai kaitan yang erat dengan usaha pembangunan. Bila kerukunan
hidup antar umat beragama di Indonesia dapat tercipta dengan teratur,
usaha-usaha pembangunan yang sedang kita laksanakan sekarang akan
lebih lancar dan terarah. Sebab dengan adanya kerukunan hidup antar umat
beragama akan terjamin dan terpelihara stabilitas sosial sebagai syarat
mutlak untuk berhasilnya pembangunan. Selain itu, dengan adanya
19
Artis, Kerukunan dan Toleransi Antar Umat Beragama, Toleransi Media Ilmiah
Komunikasi Umat Beragama. Vol 3 No 1, h. 89
25
kerukunan hidup beragama, potensi umat beragama yang demikian besar
dapat dikerahkan untuk memperlancar pembangunan.20
Toleransi sendiri bisa menjadi tujuan terhadap undang-undang
yang ada di Indonesia, seperti hak beragama merupakan hak asasi manusia
bagi masing-masing warga Negara. Hak ini termasuk hak yang dijamin
dan dilindungi oleh Negara. Sekalipun hak beragama dijamin dan
dilindungi Negara, tidak berarti setiap individu boleh menggunakan hak
tersebut sepenuhnya, kebebasan pelaksanaan hak asasi seseorang juga
harus memperhatikan hak asasi orang lain, terlebih ketika berada di ruang
publik. Hal ini tidak lain bertujuan untuk memelihara ketertiban sosial dan
agar tidak terjadi perbenturan satu individu dengan individu lain. Oleh
karenanya, UUD 1945 dalam pasal 28j mencantumkan pengaturan sebagai
berikut: Pasal 28J: 1. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia
orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. 2. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang
wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang
dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan
untuk memenuhi tuntunan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral,
20
H. Alamsjah Ratu Perwiranegara, Pembinaan Kerukunan Hidup Umat Beragama
(Jakarta: Departemen Agama RI), h. 46
26
nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu
masyarakat demokratis.21
Dari pasal 28J ayat (1) di atas mengandung makna bahwa siapa
saja yang melaksanakan hak-hak pribadinya, termasuk hak beragama,
diharuskan tetap menghormati hak asasi orang lain. Pengertian frasa wajib
menghormati dalam ayat tersebut harus diterjemahkan bahwa meskipun
beragama adalah hak asasi setiap individu, akan tetapi pelaksanannya tidak
boleh sewenang-wenangnya atau semaunya sendiri. Dalam melaksanakan
ajaran agama, seseorang harus mengembangkan sikap-sikap toleransi atau
tenggang rasa terhadap orang lain, baik yang seagama maupun yang tidak
seagama.22
Toleransi beragama diberbagai daerah didasari oleh banyaknya
kelompok-kelompok minoritas dan mayoritas yang cenderung aman-aman
saja tanpa konflik ataupun dendam. Seperti yang tergambar dalam
hubungan semua agama baik Islam, Kristen, Hindu, Buddha, Tao, dan
Khonghucu menjunjung tinggi nilai toleransi dalam ajarannya.
Sebagai manusia beragama, kita diajarkan untuk saling mengasihi,
memberi kepada mereka yang membutuhkan, bukan untuk kepentingan
diri kita sendiri, untuk kepentingan membersihkan hati dan jiwa, dan
21
H. Mubarok, SH, M.Sc, Kompendium Regulasi Kerukunan Umat Beragama (Jakarta:
PKUB), h. 45. Lihat Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri dalam
Negeri Republik Indonesia, tahun 2011, h.5-7 22
Mubarok, SH, M.Sc, Kompendium Regulasi Kerukunan Umat Beragama, h. 47
27
kepentingan mengosongkan nurani kita dari perasaan tamak, sombong,
tidak mau berbagi dan kikir.23
Dalam konteks Indonesia, kita sangat menyadari bahwa
masyarakat Indonesia sangat pluralis, baik dari segi etnis, adat istiadat
maupun agama. Dari segi agama, selain Islam realitas menujukkan bahwa
hampir semua agama, khusunya agama-agama besar dapat berkembang
subur dan terwakili aspirasinya di Indonesia. Itulah sebabnya masalah
toleransi atau hubungan antar agama menjadi sangat penting. Namun
demikian, bahwa dalam soal toleransi dan pluralisme ini, Islam telah
membuktikan kemampuannya secara meyakinkan.
Dimana agama Islam sudah lama memperkuat toleransi dan
memberikan aspirasi terhadap pluralism, sangat kohesif dengan nilai-nilai
Pancasila yang sejak semula mencerminkan tekad dari berbagai golongan
dan agama untuk bertemu dalam titik kesamaan (Common Platform)
dalam kehidupan dan bernegara.24
Bisa dilihat dari kutipan tersebut bahwa
nilai pluralism sangat kuat megajarkan bahawa semua agama mengajarkan
tentang kebaikan, dari kebaikan tersebut dapat menjalin hubungan dasar
dengan sesama manusia untuk bersikap toleran dan menjadi titik temu
dalam kesamaan yang ada di dalam agama tersebut.
23
Ruslani, Islam Dialogis, (Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press), h. 201-202 24
Ruslani, Islam Dialogis, h. 68-69
28
Perbedaan di antara umat manusia, dalam pandangan Islam,
bukanlah karena warna kulit dan bangsa, tetapi semata-mata tergantung
pada tingkat ketakwaan masing-masing (Q.S. Al-Hujurat/49:13). Inilah
yang mendasari perspektif Islam tentang “kesatuan umat manusia”, yang
mendorong berkembangnya solidaritas antar manusia.25
Bilamana dilihat
dari kutipan tersebut menurut penulis, dalam Islam ialah mempersatukan
umat manusia tanpa harus melihat perbedaan yang ada di dalamnya dan
menjadikan umat manusia dengan sikap solidaritas, dengan ini bertujuan
untuk menumbuhkan nilai-nilai toleransi yang baik.
Agama bagi setiap pemeluknya memang merupakan wahyu atau
petunjuk Tuhan. Namun kehidupan beragama tetaplah merupakan
fenomena budaya. Artinya, manifestasi keberagamaan seseorang
mengambil tempat dalam pelataran budaya.26
Dari penjelasan paragraf di atas menurut penulis, bahwasannya
agama dan budaya bisa mempengaruhi sikap manusia di dalam kehidupan
sehari-hari, dengan agama dan budaya yang sudah melekat di dalam
lingkungan tersebut dapat memperngaruhi manusia bersikap toleran
terhadap lingkunganya, pentingnya berbagai komunikasi baik di luar
forum ataupun di dalam forum umat beragama maupun antar-umat
beragama dengan pemerintah, untuk menjadi landasan kehidupan yang
harmonis.
25
Ruslani, Islam Dialogis, h. 52-53 26
Prof. Dr. Syahrin Harahap, MA, Teologi kerukunan, h. 3
29
Salah satu faktor yang menjadi tujuan agama terhadap toleransi
dengan adanya dialog antar-umat beragama, dimana dialog menurut Han
Kung sebagai tokoh dialog antar-umat beragama, bukan sekedar
konsistensi secara damai, tetapi lebih jauh daripada itu, yaitu proeksistensi.
Dengan pro-eksistensi, kung mengusulkan sasaran dialog yang lebih
terlibat, programatis dengan melibatkan semua perbedaan otentik, dengan
demikian, dialog bukan sekedar pengumupulan unsur-unsur persamaan
tradisi, semangat dan sebagainya, tetapi unsur-unsur yang meliputi
perbedaan bahkan potensi konflik. Ini merupakan tantangan untuk
mengenal agama lain tanpa prasangka, tetapi juga kesempatan untuk
mengenal agamanya sendiri secara kritis lewat agama-agama lain.27
Dari penjelasan Han Kung menurut penulis dialog antar-umat
beragama penting bagi terciptanya hubungan masyarakat yang damai, akan
tetapi dialog bukan hanya untuk membicarakan agamanya masing-masing,
tetapi dialog membuat seseorang lebih mengetahui sisi baik agama lain
ataupun orang lain yang membuat agama itu menjadi landasan kedamaian.
Tujuan agama terhadap toleransi menurut menulis berarti agama
dapat mempersatukan tali silahturahmi, mulai dari cara berkomunikasi
secara individu dengan individu lainnya ataupun bisa berdialog agama
dengan para tokoh agama untuk mempersatukan nilai-nilai toleransi
beragama yang terkandung dalam agamanya masing-masing. Sehingga
27
Elza Peldi Taher, Merayakan Kebebasan Beragama: Bunga Rampai 70 Tahun Djohan
Effendi (Jakarta: Kompas), h.134
30
dengan itu umat beragama dapat menjadikan nilai toleransi itu penting
bagi kehidupan sehari seharinya.
D. Pengertian Ruang Publik
Manusia tidak dapat berdiri sendiri (individu) dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya, maka ia membutuhkan orang lain. Dari sinilah kita
“privat” dan ada yang “publik”. Jika kita telusuri sampai ke Yunani kuno
yakni pada zaman Arkhaik (abad 8-6 SM) dalam penelitian A.Setyo
Wibowo28
, tentang Kepublikan dan Keprivatan di Dalam Polis Yunani
Kuno yang dimulai dari penyelidikan tentang asal-usul sebuah negara yang
demokratis, ia membedakan bentuk masyarakat menjadi dua. Pertama,
oikos yang berarti “rumah”. Pengertian secara reduksional sekumpulan
orang yang memiliki harta benda serta tinggal secara berkumpul.
Membentuk kesatuan dalam hal menjamin keamanan dan kebutuhan
sehari-hari. Bergabung dalam oikos membawa konsekuensi akan terikat
pada aturan-aturan sosial. Sementara yang kedua, komunitas masyarakat
yang tidak memiliki harta benda (Theses). Theses memiliki eksistensi
sebagai orang bebas.
Distingsi tersebut menunjukkan bahwa dalam oikos sudah terdapat
distingsi antara “privat” dan “publik”. Masyarakat yang bukan nomaden
tinggal berkumpul membentuk kesatuan, sikap saling menghargai dan
menghormati memainkan peranan penting. Artinya ada persoalan yang
28
A. Setyo Wibowo, “Kepublikan dan Keprivatan di Dalam Polius Yunani Kuno” dalam F.Budi Hardiman (ed), Ruang Publik : Melacak Partisipasi Demokratis dari Polis sampai Cyberspace (Yogyakarta: Kanisius, 2010), h.27
31
menjadi urusan bersama maka dibutuhkan pertisipasi anggotanya. Dimensi
manusia disamping memiliki kecenderungan kepada kebaikan, sebaliknya
memiliki sifat lain yang kontradiktif denga sifat pertama. Keadaan
eksitensian ini sudah kita sadari, pada umumnya manusia berusaha
mencari kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Inilah landasan moralitas
dalam filsafat hedonisme29
. Sejalan dengan pendapat ini, Thomas Hobbes
menyatakan bahwa “manusia adalah makhluk perang”30
, artinya manusia
senantiasa bersaing dalam banyak hal baik secara sehat maupun tidak
untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan, entah itu materi maupun
kekuasaan. Pendapat lain yang tidak jauh berbeda datang dari filusuf
modern Jerman, Fredrich Neitzsche bahwa menurutnya “manusia secara
alamiah memiliki kecenderungan untuk berkuasa”31
. Berkaitan dengan
beberapa pemdapat tersebut, manusia secara pribadi berarati individu yang
melekat padanya beberapa sifat diatas (privat), ketika berada dalam suatu
kesatuan pada individu (masyarakat) akan berpotensi menjalar ke wilayah
publik. Bagaimana suatu kesepakatan sosial yakni negara dalam pegertian
modern maupun tradisional sekalipun. Misalnya, kerajaan tidak banyak
yang bertahan lama, dan kita semua mustahil berani menjamin, negara
dalam bentuk apapun dari jauh sebelum zaman arkhaik sampai tidak ada
negara yang tidak terselimuti oleh konflik kekuasaan.
29
F. Magnis Sezeno, Menjadi Manusia : Belajar dari Aristoteles (Yogyakarta: Kanisius, 2009), h 11
30 C. Syarif Romas. Kekerasan di Kerajaan Surgawi (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2003), h
5 31
Reza A. A. Waittimena, Filsafat Anti Korupsi (Yogyakarta: Kanisius, 2002), h. 31
32
Konsep Jürgen Habermas tentang ruang publik terdapat dalam
karyanya Strukturwandel der offentlichkeit : Untersuchungen zu einer
Kategorie der burgerlichen Geselchaft (Perubahan Struktural Ruang
Publik: Sebuah Kajian Tentang Kategori Masyarakat Borjuis). Ia
menyelidiki ruang publik dimulai dari masa perncerahan eropa. Ruang
publik baginya adalah suatu ruang yang menjembatani antara negara
dengan masyarakat sipil. Ruang ini adalah universal, dimana orang-orang
berkumpul untuk mendiskusikan apa saja yang perlu didiskusikan32
Tentu tidak sulit menemukan ruang publik Jürgen Habermas
dengan konteks bangsa kita. Melalui konstruksi toeritisnya ia
mengembangkan demokrasi deliberatif. Dalam hal ini negara kita juga
perlu mempertimbangkan model demokrasi deliberatif sebagai alternatif
model demokrasi. Ketika pemerintah mengambil kebijakan yang diambil
kontoversial maka akan segera muncul gerakan protes, seperti gerakan
mahasiswa, LSM, dan organ-organ publik lainnya. Disamping itu juga
media masa yang berperan menampung opini publik (publisitas) malah
justru memproduksi opini publik sendiri33
Beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ruang publik
memang merupakan suatu ruang bebas yaitu dimana semua orang yang
berada di ruang publik dapat melakukan apapun bahkan melakukan dialog
tanpa adanya sesuatu yang mengikat mereka. Orang-orang yang terlibat
didalam percakapan Public Sphere adalah orang-orang privat bukan orang
32
A. Setyo Wibowo, Kepublikan dan Keprivatan di Dalam h. 21-27 33
Jürgen Habermas, Ruang Publik :Sebuah Kajian Tentang Kategori Masyarakat Borjuis
terj. Yudi Santoso (Yogyakarta,Pustaka Pelajar, 2010) h.3
33
dengan kepentingan bisnis atau profesional, bukan pula pejabat atau
profesioanl. Tujuan dari ranah publik adalah menjadikan manusia mampu
untuk merefleksikan dirinya secara kritis, baik secara politis-ekonomi
maupun budaya. Menurut Habermas tidak ada aspek kehidupan yang
bebas dari kepentingan, bahkan juga ilmu pengetahuan. Struktur
masyarakat yang emansipatif dari bebas dari dominasi dimana setiap orang
memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam pengmbalian
keputusan adalah struktur ideal. Apa yang ingin disampaikan oleh
Habermas adalah mengenai sistem demokrasi. Habermas yakin bahwa
sebuah ruang publik yang kuat untuk menjamin tercapainya keadaan ini.
ruang publik yang dipahami Habermas bukanlan prinsip yang abstrak
melainkan sebuah yang praktis.34
E. Latar Belakang Ruang Publik
Di era konvergensi media dan kemunculan internet sebagai
medium yang bisa digunakan industri media dalam mendistribusikan
informasi (berita), warga tidak lagi dipandang sebagai audiens dalam
pengertian sekadar mengonsumsi berita yang disajikan semata. Fasilitas
internet memungkinkan karakter berita menjadi lebih luas dan pelaku
industri media bukan sekadar berhenti pada fungsi untuk
menginformasikan semata, melainkan juga melibatkan warga untuk sama-
sama membangun wacana dalam demokratis. Konteks pembahasan soal
34
Dikutip dari https://digilib.uns.ac.id/dokumen/download/24459/NTE4NzY pada tanggal 3 September 2018
34
keterlibatan warga ini akan semakin berkembang jauh ketika memasukkan
bahasan mengenai citizen journalism.35
Jika dalam masyarakat di sekitar abad ke-18 menempatkan kafe,
salon, atau tempat-tempat perkumpulan sebagau arena dalam melakukan
diskusi publik (publik sphere) yang bisa digunakan untuk merespon
realitas yang terjadi. Bukan bermaksud membuat perbandingan, dan tentu
saja sangat tidak adil dan bisa sekali membandingkan media baru dengan
kafe sebagai ruang publik, namun ruang virtual pada dasarnya
menghubungkan tidak hanya individu melainkan juga kelompok yang
lebih global tanpa adanya batasan geografis. Uniknya, keterhubungan itu
terwakili sebagian besar dan didominasi oleh teks sebagai bentuk
komunikasi termediasi komputer dengan teks sebagai bahan utam yang
mewakili pernyataan-pernyataan dalam diskusi. Selain adanya persoalan
tentang keberadaan individu yang bersifat virtual dan berbentuk teks atau
imej, juga yang menjadi fokus perhatian adalah kemungkinan informasi
yang dibangun sebagai pendukung dalam diskusi publik adalah informasi
yang tidak bisa dipastikan kebenerannya.36
Dalam diskusi tentang demokrasi dan politik kontemporer, konsep
ruang publik menempati peranan yang cukup sentral. Pada umumnya,
konsep tersebut diartikulasikan sebagai wacana untuk menyerukan
mengenai pentingnya pelembagaan suatu relasi sosial yang khas dalam
35
Rulli Nasrullah, Internet dan RuangPublik Virtualm Sebuah Refleksi atas teori Ruang
Publik Habermas, Jurnal Ilmu Dakwan dan Ilmu Komunikasi. Vol 4 no.1 Mei 2012. h. 27 36
Rulli Nasrullah, Internet dan RuangPublik Virtualm Sebuah Refleksi atas teori Ruang
Publik Habermas, Jurnal Ilmu Dakwan dan Ilmu Komunikasi. Vol 4 no.1. h.27
35
rangka pendalaman dan radikalisasi demokrasi Ruang publik muncul
sebagai prasyarat yang harus dimiliki dan dikembangkan dalam negara
yang menganut sistem demokrasi demi menjamin tercapainya ideal yang
terkandung dalam penyelenggaraan suatu pemerintahan yang demokratis.37
Salah satu pemikiran yang mengembangkan konsep tentang ruang
publik secara cukup ekstensif adalah Jürgen Habermas. Dalam korpus
pemikirannya secara keseluruhan, konsep ruang publik menduduki tempat
yang krusial kerena diskusi tentangnya dilakukan secara otonom dan
terfokus, bukan sekedar menjadi elemen konseptual sampingan untuk
melegitimasi suatu premis teoritis yang lebih luas. Hampir setiap wacana
tentang ruang publik selalu merujuk kepada pemikiran Habermas karena
pemikirannya memang berhasil dalam mendalami dan menerka berbagai
aspek yang melekat dalam ruang publik. Persepektif yang digunakannya
untuk menganalisis sekaligus mengkritisi ruang publik merentang ke
dalam berbagai dimensi yang luas sehingga kekayaan analitis yang termuat
dalam konsepnya tentang ruang publik menjadi suatu hal yang menantang untuk
dikaji.38
F. Tujuan Ruang Publik
Upaya mencapai tujuan ruang publik terhadap toleransi umat
beragama bukanlah hal semudah membalikan telapak tangan, namun
terdapat tantangan dan hambatan. Dalam konteks Indonesia, ketegangan-
37
Antonius Galih Prasetyo, Menuju Demokrasi Rasional: Melacak Pemikiran Jürgen
Habermas Tentang Ruang Publik, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Vol 16 No.2 November
2012, h.169 38
Antonius Galih Prasetyo, Menuju Demokrasi Rasional: Melacak Pemikiran Jürgen
Habermas Tentang Ruang Publik, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Vol 16 No.2, h.170
36
ketegangan antar umat beragama tentu mengandung implikasi terhadap
gagasan dan praktik kerukunan umat beragama. Ketidakpercayaan dan
kecurigaan yang melekat secara normatif dalam setiap agama agaknya
membutuhkan anasir-anasir39
damai. Inisiasi dan perilaku sosial sebagai
model of reality dalam konteks studi agama maupun studi Islam secara
konstruktif membantu memberikan bagaimana masyarakat beragama di
Indonesia dapat secara kreatif menyikapi berbagai persoalan keseharian
dan kemasyarakatan yang kerapkali muncul40
Penelitian tentang argumen toleransi umat beragama sebagai ruang
publik ini dapat menjadi salah satu gambaran sosial alternatif di tengah-
tengah kompleksitas persoalan keagamaan yang komplek. Inisiasi tradisi
toleransi di Kampung Pulo Geulis dapat pula memberikan alternatif ruang
pemikiran dan upaya yang menyentuh realitas sosial demu klausul
toleransi umat beragama yang lebih menjanjikan di masa mendatang
Serangkaian dialog yang menjadi upaya dalam tujuan ruang publik
terhadapat toleransi umat beragama menambah wawasan dari para etnis
sunda dan etnis Tionghoa. Masing masing menerima input informasi ke
dalam Habitus41
masing-masing dan mengubah cara pandang atas pihak
lain. Prasangka etnis yang sebelumnya menjadi habitus dan praktik berapa
longgarnya ikatan antara tempatan dengan etnis Tionghoa dan etnis sunda
39
Menurut KBBI anasir sesuatu (orang,paham, sifat, dan sebagainya) yang menjadu
bagian dari atau termasuk dalam keseluruhan (suasana, perkumpulan, gerakan, dan sebagainya):
dalam pergerakan itu terdapat yang kurang baik 40
Roma Ulinnuha, Islam, Ruang Publik dan Kerukunan Antar Umat Beragama (Studi
Tradisi Ngebag Kolaborasi di Karangjati Wetan), Jurnal Ilmiah Sosiologi Agama. Vol 9 No.2
Juli-Desember 2015, h. 32
41
Menurut KBBI Habitus ialah bentuk badan; perawakan
37
saling menerima hasil dialog dalam ruang publik, dan hasil dari dialog
tersebut dapat menunujukkan bahwa: a). terdapat kesadaran sekat
komunikasi antara etnis sunda dan Tionghoa, b). terciptanya kesadaran
pentingnya interaksi yang diskursif dan dialogis, c). terjadinya penurunan
prasangka etnis yang signifikan disertai penurunan prasangka berdasar
agama, d). terjadinya peningkatan interkasi antar etnis yang bersifat
asosiatif, e). terciptanya kesadaran perbedaan standar budaya antara etnis
sunda dan Tionghoa, f). terciptanya kesadaran akan struktur budaya baku
yang lebih besar yang dijadikan pedoman perilaku sehari-hari.42
42
Yasar, Ruang Publik Sebagai Pendidikan Kesadaran Multikulturalisme, Jurnal Edutech.
Vol.1 No.1 Februari 2015. h. 16-17
38
BAB III
PRAKTIK RUANG PUBLIK TERHADAP TITIK TEMU TOLERANSI DI
KAMPUNG PULO GEULIS
A. Peran Klenteng Terhadap Titik Temu Toleransi
Setiap daerah atau kampung memiliki satu tempat dimana menjadi
pusat bertemunya komunitas dari berbagai etnis dan agama untuk
melakukan kegiatan yang mencerminkan sikap toleransi, pada hal ini yang
mencerminkan sikap toleransi sendiri salah satunya dengan adanya
interaksi. Interaksi sendiri akan menghasilkan dua bentuk, yaitu interkasi
dalam proses asiosiatif dan disosiatif. Bentuk interkasi asosiatif
merupakan bentuk interkasi yang mengarah pada keharmonisan, keintiman
hubungan sedangankan bentuk proses disosiatif mengarah pada
ketidakharmonisan bahkan sampai pada perpecahan.
Toleransi dapat pula di dorong dengan adanya interaksi sosial,
faktor-faktor yang bersifat interkasi sosial yang menyebabkan toleransi itu
muncul karena faktor yang bersifat psikologis yang berasal dari intern
pihak-pihak yang menjadi hubungan. Faktor-faktor tersebut antara lain:
imitasi, sugesti, indetifikasi dan simpati. Faktor imitasi mempunyai
peranan yang sangat penting dalam proses interaksi sosial. Sisi positif
yaitu jika imitasi mampu mendorong seorang untuk memenuhu kaidah-
kaidah atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Sedangkan sisi
negatifnya adalah apabila yang ditiru adalah tindakan-tindakan yang
39
menyimpang. Sedangkan sugesti sendiri berlangsung apabila pihak
pemberi sugesti memberi sesuatu pandangan atau sesuatu sikap yang
berasal dari dirinya yang kemudian diterima oleh pihak lain. Sedangkan
identifikasi merupakan keinginan-keinginan untuk menjadi sama dengan
orang lain, proses identifikasi dapat berlangsung dengan sengaja atau tidak
sengaja karena seringkali seseorang memerlukan tipe-tipe ideal tertentu di
dalam proses hidupnya. Sedangkan simpati sendiri dapat diartikan sebagai
perasaan seseorang untuk tertarik pada orang lain. Dorongan utama pada
proses simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk
bekerja sama. Simpati akan berkembang jika keadaan saling mengerti
diantara kedua pihak terjalin.1
Menurut penulis di dalam kampung Pulo Geulis ini yang menjadi warna
toleransi tersebut karena adanya Klenteng yang terletak di tengah-tengah
wilayah pemukiman ini. Begitu halnya dapat ditemukan kegiatan toleransi
dalam sehari-hari, setiap pertemuan atau perjumpaan akan saling
berinteraksi dan berkomunikasi dan tempat atau wadah berbagai aktivitas
sosial yang mencerminkan sikap toleransi mereka.
Adanya perbedaan keyakinan yang tedapat antar umat beragama
Islam dan umat beragama Kristen, Tao, Khonghucu, Buddha menunjukkan
sebagai tanda bahwa hal tersebut sangat diperlukan untuk tetap menjaga
kerukunan, keharmonisan dan rasa persaudaraan diantara mereka. Karena
1Imam Sujarwanto, Interaksi sosial antar umat beragama (studi kasus pada masyarakat
Karangmalang Kedungbanteng Kabupaten Tegal), Jurnal Of Education Social Studies. Vol. 1
No.2, h. 62
40
ini dapat di wujudkan dalam toleransi yang dilakukan warga untuk
menyadari bahwa keyakinan dan keanekaragaman agama yang berbeda
bukan berarti untuk tepecah belah dalam satu lingkup melainkan untuk
menjadikan perbedaan tersebut sebagai salah satu ceriminan toleransi
mereka.2 Begitupula menurut penulis perbedaan yang ada dalam satu
lingkungan bukan berarti saling meninggikan ego dalam keyakinan
tersendiri melainkan menjaga hubungan dan berkomunikasi dengan baik
untuk menjaga sifat-sifat keegoisan pada setiap individu sehingga tidak
menimbulkan kekacauan.
Menurut pak Bram kenapa Klenteng ini menjadi cerminan toleransi
ialah masyarakat Pulo Geulis sudah menjaga dan melakukan kegiatan
kegiatan tersebut sejak dahulu, seperti mempertahankan perbedaan-
perbedaan yang sudah ada, seperti perbedaan dalam beragama dan
berpendapat, karena dengan adanya dialog-dialog antarumat beragama
bisa mempertahankan perbedaan yang ada.3
Penulis melakukan penelitian dan mendapatkan hasil dari
wawancara bahwa toleransi di dalam kampung tersebut juga diajarkan para
orang tua pada anak sejak dini dengan menyuruh anak-anak mereka untuk
tidak bermain di luar rumah pada saat warga beragama Khonghucu
melakukan acara keagamaan karena akan menimbulkan suara gaduh dari
2Ika Fatmawati Farida,Toleransi Antar Umat Beragama Masyarakat Perumahan, Jurnal
Komunitas. Vol. 5 No. 1, h. 19 3Wawancara dengan Bapak Bram, di Klenteng Phan Kho Bio, kampung Pulo Geulis,
tangga 22 Maret 2018
41
suara ramai anak-anak yang dapat mengganggu khusuknya kegiatan yang
dilakukan warga yang beragama Khonghucu begitu juga sebaliknya
dengan kegiatan keagamaan agama lain yang ada di dalam kampung
tersebut masing-masing warga untuk bebas melakukan aktivitas
keagamaan, tidak ada perasaan saling mengganggu atau terganggu apabila
warga dari agama lain melakukan aktivitas keagamaan sekalipun kegiatan
itu diadakan di lingkungan rumahnya, karena dengan ini sikap saling
pengertian dan toleransi antar umat beragama Islam, Kristen, Tao, Buddha,
Khonghucu di dalam lingkungan tersebut selalu terjaga.
Menurut penulis berdasarkan hasil penelitian kenapa Klenteng ini
menjadi titik temu cerminan toleransi, karena memang sering masyarakat
pribumi maupun luar pribumi Pulo Geulis yang berdatangan untuk
beribadah di dalam Klenteng tersebut, seperti agama Islam, melakukan
ziarah atapun melaksanakan ibadah sholat, dan agama Khonghucu,
Buddha, Tao pun melaksanakan ibadah mereka. Selain Klenteng tersebut
dijadikan tempat perayaan hari besar keagamaan Khonghucu, Tao, Buddha
juga dijadikan tempat perayaan hari besar keagamaan Islam seperti
perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW. Sehingga untuk itu sikap
masyarakat kampung tersebut apabila masyarakat kampung luar lainnya
berkunjung untuk datang ke dalam Klenteng sangat di sambut baik
kedatangannya baik untuk beribadah maupun untuk kegiatan lainnya.
Bukan hanya Klenteng yang menjadi cerminan toleransi tetapi
masyarakatnya pun ikut mewaranai toleransi di kampung tersebut seperti
42
adanya acara perayaan hari besar keagamaan untuk umat Khonghucu,
seperti perayaan imlek umat muslim dan kristiani juga ikut membantu dan
membersihkan Klenteng tersebut untuk perayaan imlek, dari situ mereka
tidak membeda-bedakan agama mereka, semua ikut membantu untuk
berlangsungnya acara tersebut. Begitupula dengan kehidupan di dalam
kampung tersebut perbedaan agama ternyata tidak menjadi hambatan bagi
para warga untuk dapat berinteraksi karena warga sudah memiliki sikap
toleransi yang tinggi terhadap warga beragama lain. Sehingga dari hal
tersebut tidak terjadi adanya pengelompokan warga dalam bergaul baik
dari warga beragama mayoritas maupun dari warga beragama minoritas,
pengelompokkan hanya terdapat dalam kegiatan intern agama masing-
masing.
Jadi menurut menulis dari hasil pengamatan yang ada di dalam
Klenteng dan warga kampung tersebut ikut mewarnai cerminan toleransi
sejak dahulu warga kampung tersebut memiliki kearifan lokal untuk hidup
rukun dan damai dalam perbedaan-perbedaan yang ada dan membuat
Kleteng tersebut diakuinya sebagai wadah cerminan toleransi dan setiap
warga menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi yang sudah lahir sejah dahulu
di kampung tersebut.
B. Tata Peribadatan
Islam sebagai agama rahmatan lil’ala-min (rahmat bagi seluruh
alam semesta), sejak awal meskipun telah menegaskan bahwa agama yang
benar adalah Islam (Ali Imran/3:19 dan 85), namun secara prinsip dan
43
kehidupan sosial bermasyarakat, Islam mengakui entitas agama-agama
lain dan membiarkan pemeluknya untuk melakukan dan menjalakan
peribadatan masing-masing. Dalam Islam tidak pernah ada paksaan
seseorang dalam memeluk agama untuk masuk Islam. karena pada konsep
iman seseorang dapat diterima jika ia melakukan dengan sukarela tanpa
ada sedikitpun pemaksaan.4 Begitupula menurut penulis dengan keyakinan
yang ada di dalam kampung Pulo Geulis mereka memeluk kepercayaannya
masing-masing dan mendirikan prinsip mereka untuk tidak saling ada
pemaksaan dalam memeluk agama yang mereka yakini.
Banyak konflik dimana mana yang mempermasalahkan tentang
pendirian rumah ibadat, biasanya masyarakat majemuk dan pemukiman
yang begitu kurang di perhatikan oleh pemerintah sehingga masyarakatnya
saling mininggikan sifat egois mereka, sehingga terjadilah konflik dalam
mendirikan rumah ibadat. Namun berbeda dengan masyarakat kampung
Pulo Geulis yang lingkungannya begitu majemuk bisa menghindarkan
permasalahan konflik tersebut. Dengan memunculkan sifat toleransi antar
umat beragama warga di kampung tersebut tidak keberatan untuk
pendirian rumah ibadat umat beragama, baik agama yang mayoritas
maupun minoritas boleh membangun rumah ibadat selagi proses
pendirianya sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku. Maka dari itu
di dalam kampung Pulo Geulis bagaimana tata peribadatan yang mereka
4Moh Abdul Kholiq Hasan Merajut Kerukunan Dalam Keagamaan Agama di Indonesia
(Perspektif Nilai-Nilai Al-Quran), Jurnal Studi Islam. Vol. 14, No. 1, h. 71
44
lakukan dari pendirian rumah ibadat menjadi salah satu titik temunya
toleransi umat beragama yang mereka bangung sampai saat ini.
Seperti adanya perayaan hari besar keagamaan pada setiap acara
perayaan atau peringatan hari besar keagamaan, umat beragama yang tidak
seagama dengannya dapat ikut serta merayakan atau membantu kegiatan
ibadat yang sakral yang dilakukan di tempat rumah ibadatnya masing-
masing.5 Menurut penulis masyarakat Pulo Geulis sudah menjalankan
tradisi mereka seperti selalu melihat bukan dari persamaan yang ada
melainkan melihat dari perbedaan-perbedaan yang banyak di dalamnya,
seperti halnya keyakinan yang mereka anut, perbedaan itu lah yang
membuat setiap ada hari-hari besar keagamaan semua warga Pulo Geulis
antusias untuk membantunya.
Selain itu dalam tata peribadatan yang mereka lakukan adapun
hari-hari besar yang mereka lakukan maupun ibadah seperti biasanya
mereka tidak saling mengusik satu sama lain. Bahkan di dalam surah Al-
Kafirun, Allah menyatakan “Bagimu agamamu, bagiku agamaku.” Kedua
ayat tersebut sangatlah menjunjung toleransi. Bagi umat selain Islam
silahkan meyakini atau menjalankan kepercayaannya dan untuk umat
Islam silahkan meyakini kepercayaannya.6
Agama adalah hubungan antara makhluk dengan khalik (Tuhan)
yang berwujud ibadah yang dilakukan dalam sikap kesehariannya. Arti
5Drs. H. Ahsanul Khalikin, MA dan Fathuri, S.Sos. I, Toleransi Beragama di Daerah
Rawan Konflik, h. 49 6Ardiansyah, Islam Itu Ramah Bukan Marah, (Jakarta:PT Elex Media Komputindo
Kompas- Gramedia, Anggota IKAPI), h. 10
45
agama secara detail bahwa agama sebagai suatu sistem credo (tata
keyakinan) atas adanya Yang Maha Mutlak dan suatu sistem norma (tata
kaidah) yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan
dengan alam sekitarnya, sesuai dengan tata keimanan dan tata peribadatan
tersebut.7
Masyarakat Pulo Geulis dalam melakukan tata peribadatan dengan
sikap kesehariannya sangat saling menghormati satu sama lain tanpa
mengusik ataupun menganggu, di dalam tata perbidatan mereka. Dengan
bekerja bersama umat beragama bisa menjadi kekuatan ampuh untuk
perdamaian.
Jadi menurut penulis dengan tata peribadatan yang terdapat di Pulo
Geulis seperti halnya perayaan hari-hari keagamaan besar atau ibadah-
ibadah yang dilakukan dapat menunjukan bagaimana respon warga
terhadap interaksi yang ada dengan mayoritas umat muslim lebih banyak
di bandingkan dengan yang minoritas seperti tidak adil untuk di jadikan
bahan perdebatan, seperti tempat pendirian rumah ibadat di kampung
tersebut, untuk warga Muslim terdapat satu Masjid dan empat Mushola
dibandingkan warga minoritas dengan tempat rumah ibadahnya, akan
tetapi dengan ditutupnya rasa intoleran dan di wujudkannya toleransi yang
tinggi sehingga tidak pernah menganggu hubungan yang dijalin dengan
warga mayoritas ataupun minoritas.
7Abdul Karim dan Ahmad Atabik, FIKRAH, Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan. Vol. 1
No. 1, h. 7
46
C. Respon Pemuka Agama Terhadap Fungsi Klenteng
Dalam konteks sosio-religius yang beraneka ragam, al-Qur’an
menampilkan perspektif ketuhanan yang universal, egaliter, dan inklusif.
Al-Qur’an merespon perilaku setiap hamba yang didasarkan pada
ketulusan dan komitmen. Dalam perspektif ini pulalah, gagasan pluralisme
dan toleransi akan mengantarkan setiap hamba pada paham kesetaraan
(equality) di hadapan tuhan.8 Pada kesetaraan yang dimaksud menurut
penulis yang dimana setiap hamba dengan berbagai macam suku, ras dapat
saling menerima perbedaan yang terdapat di dalam lingkungan tersebut
dan menciptakan hubungan yang harmonis dengan perbedaan-perbedaan
yang ada.
Pada bingkai kesadaran semacam itulah, seorang hamba akan
mencapai makna hidup yang seimbang dan setara. Mereka akan berbagi
untuk sesama tanpa bertanya dari mana, agama apa, ras apa, atau suku apa.
Inilah yang disebut persaudaraan kemanusiaan (ukhuwah
insaniyah/ukhuwah baysariyah). Argumen ini sekaligus menolak bahwa
pluralisme itu menganggap semua agama sama.9
Dialog antar negara dan bahkan inter agama merupakan hal yang
perlu bahkan mendesak untuk lebih dikembangkan. Hal ini berkaitan
8Sudarto, Wacana Islam Progresif Reinterpretasi Teks Demi Membebaskan yang
Tertindas, (Yogyakarta: IRCiSoD), h.91 Baca Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan,
(Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina), h. 178 9Sudarto, Wacana Islam Progresif Reinterpretasi Teks Demi Membebaskan yang
Tertindas, h. 91
47
dengan kenyataan bahwa kita hidup dalam kemajemukan atau pluralitas,
tidak terkecuali dalam hal keberagamaan. Antar agama dimaksudkan
adalah antar orang-orang yang berberda agama, sedangkan inter agama
dimaksudkan adalah antara orang-orang yang memeluk agama yang sama
namun berbeda pemahaman dan praktek penghayatan keagamaannya. 10
Begitu juga dengan wilayah kampung Pulo Geulis yang sampai
sekarang tidak terjadi konflik yang di latar belakangi dengan agama, ras,
budaya. Menurut pak Hamzah; apabila ada masalah seperti itu, kami selalu
didukung dan berkordinasi dengan Kelurahan, Babinsa dan
Babikamtibmas dengan tradisi yang sudah ada untuk menjaga perbedaan
yang ada di Pulo Geulis ini.11
Dengan diaolog untuk belajar memahami orang lain, belajar hidup
bersama dengan orang lain, dan membangun kebersamaan dengan orang
lain, bahkan belajar dari kekayaan kerohanian orang lain. Sebagai sebuah
proses belajar, maka dialog tidak akan pernah selesai. Sebab itu dialog
adalah sebuah gaya hidup yang niscaya dalam masyarakat Indonesia yang
tingkat pluralitasnya sangat tinggi. Sebab itu dialog bukanlah mencari-cari
kesamaan atau persamaan, tetapi dialog adalah membangun kebersamaan
dari perbedaan.12
10
Atho Mudzhar, Merajut Kerukunan Umat Beragama Melalui Dialog Pengembangan
Wawassan Multikultural, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Beragama), h.445. 11
Wawancara dengan Bapak Hamzah, di Kantor RW, Kampung Pulo Geulis, tanggal 12
Februari 2018 12
Elza Peldi Taher, Merayakan Kebebasan Beragama: Bunga Rampai 70 Tahun Djohan
Effendi, h. 499
48
Menurut penulis, tujuan dalam dialog antar agama adalah
menemukan pendapat-pendapat diantara agama-agama dan komunitas
yang berbeda sehingga dapat mewujudkan modal dasar untuk membangun
sebuah toleransi antarumat beragama.
Dengan adanya dialog dan saling berkomunikasi membuat
hubungan perbedaan agama yang ada akan terasa damai, begitu juga
dengan apa yang di sampaikan pak Endang Hidayat selaku tokoh muslim
“kami disini selalu saling menjaga nilai-nilai toleransi yang sudah ada
sejak lama di tumbuhkan dalam kehidupan sehari-hari di Pulo Geulis
dengan adanya Klenteng tersebut sebagai titik temu toleransi saya sangat
senang, terutama warga Pulo Geulis mencintai perbedaan yang ada untuk
disatukan bukan dijadikan konflik semata.13
” Dengan nilai nilai yang
terdapat di dalam Klenteng tersebut, masyarakat muslim bisa beribadah di
dalam dan tawasulan setiap malam jum’at, membuat Klenteng tersebut
menjadi titik temu toleransi yang ada di kampung Pulo Geulis.
Mengenai fungsi Klenteng menurut Pak Bram selaku tokoh umat
Kristiani yang dimana beliau mengatakan “yang menjadi faktor
pendukung sebagai suatu alat unutk mencapai kehidupan yang harmonis
adalah masyarakat itu sendiri, dimana di dalam kampung ini toleransi
sudah lama melekat pada masyarakat itu sendiri untuk hidup rukun dan
13
Wawancara dengan Bapak Endang Hidayat, di Klenteng Phan Kho Bio, kampung Pulo
Geulis, tangga 22 Maret 2018
49
damai.”14
Dengan umat Kristiani yang ada di dalam Pulo Geulis menurut
penulis nampaknya sudah lama dengan pola kehidupan yang berbeda,
terutama dengan perbedaan agama yang terdapat di dalamnya, umat
Kristiani pun sudah menjaga nilai-nilai pola hidup rukun di dalam
kampung Pulo Geulis sehingga saling menghormati apa yang dilakukan
agama lainya dalam kegiatan keagamaan.
Menurut tokoh umat Khonghucu Pak Suhendar mengatakan “Saya
sangat senang apabila Klenteng Phan Kho Bio ini dapat digunakan dalam
kegiatan selain hari keagamaan umat Khonghucu. Seperti umat Muslim
yang juga mengadakan kegiatan keagamaannya di Klenteng ini. Disini
kami tidak ada rasa saling iri atau saling bertentangan, karena masyarakat
kami sudah menanamkan rasa toleransi yang tinggi terhadap perbedaan
memeluk agama.”15
Dengan ini peran tokoh umat Khonghucu bersedia
apabila Klentengnya dimanfaat atau dilaksanakannya kegiatan-kegiatan
selain hari keagamaan Khonghucu.
Ajaran agama Khonghucu juga menerangkan bahwa hubungan
manusia dengan manusia merupakan unsur yang sangat penting dalam
kehidupan sosial yang dimana dalam lima kesopanan dalam masyarakat
(Ngo Lun), di antaranya: Hubungan seorang raja denan menteri, Hubungan
orang tua dengan anak, Hubungan suami dengan istri, Hubungan saudara
14
Wawancara dengan Bapak Bram, di Klenteng Phan Kho Bio, kampung Pulo Geulis,
tangga 22 Maret 2018 15
Wawancara dengan Bapak Suhendar, di Klenteng Phan Kho Bio, pada tanggal 23
Maret 2018.
50
dengan saudara, Hubungan teman dengan teman.16
Dari kelima kesopanan
dalam masyarakat menurut Konghucu supaya manusia dapat hidup dengan
perbedaan yang ada didalamnya dan membuat hubungan menjadi tidak
lihat dari perbedaan yang ada, melainkan harus menyatukan perbedaan
yang ada di dalamnya.
Pak Supandi selaku tokoh umat Buddha beliau mengatakan fungsi
dari Kletenteng tersebut. “Dikarenakan Klenteng ini adalah Klenteng
tertua, sejak dahulu pun sudah dijadikan tempat ibadah umat Muslim.
Sehingga tidak ada perselisihan antarumat beragama lainnya. Kami tidak
merasa keberatan apabila Klenteng ini digunakan selain kegiatan agama
Buddha, karena dengan begini kami bisa tetap menjaga dan melestarikan
cagar budaya ini”.17
Dengan begitu umat Buddha di Pulo Geulis sudah
sangat mentolerir fungsi dari Klenteng dengan berbagai keragaman
kegiatan keagamaan seluruh umat beragama.
Begitu juga dalam ajaran Buddha yang di namakan dengan Sila,
yang dimana mengajaran setiap prinsip prilaku manusia membantu dalam
melancarakan kerjasama dan kekompakan yang baik bagi setiap manusia.
Sila juga mengajarkan menerangkan peraturan-peraturan yang harus
dihindarkan, dalam hal ini termasuk juga perbuatan-perbuatan yang biasa
tetapi tidak pantas untuk dilakukan. Didalam Sila terdapat lima sila yang
16
M. Ikhsan Tanggok, Jalan Keselamatan Melalui Agama Khonghucu. (Jakarta:PT
Gramedia Pustaka Utama), h. 63 17
Wawancara dengan Bapak Supandi, di Klenteng Phan Kho Bio, pada tanggal 23 Maret
2018.
51
terkandung, yaitu sebagai berikut: Sila pertama, mengajarkan untuk tidak
membunuh makhluk hidup. Sila kedua, mengajarkan untuk tidak mencuri
hak milik orang lain. Sila ketiga, mengajarkan untuk tidak berzinah. Sila
keempat, mengajarkan untuk tidak berbohong dan selalu berusaha berkata
dengan kebeneran yang terjadi. Sila kelima, mengajarkan untuk tidak
bermabukan.18
Tujuan dari sila adalah mencegah kita tidak menyusahkan orang
lain dengan keburukan-keburukan yang dilakukan, maka dari itu prinsip
sila mengajarkan selalu berprasangka baik terhadap orang lain dan
membuat komunikasi menjadi rukun dan damai.
Dari beberapa tokoh agama yang terdapat di kampung Pulo Geulis
dan keanekaragaman suku, bahasa, adat-istiadat, dan agama tersebut
merupakan suatu kenyataan yang harus disyukuri sebagai kekayaan
bangsa. Dengan begitu, kesalahpahaman dan perselisihan antar agama
dapat dicegah melalui komunikasi dengan masyarakatnya.
D. Peran Pemerintah Terhadap Kampung Pulo Geulis
Bermula dari munculnya berbagai ketegangan antar agama yang
segera tidak diatasi dan dapat membahayakan persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia. Dalam hal ini pemerintah tidak akan mengalang-halangi
suatu penyebaran agama. Akan tetapi, hendaknya penyebaran agama
tersebut ditujukan kepada mereka yang belum beragama, yang masih
18
Budhiman Sudharma, Buku Pedoman Umat Buddha. (Jakarta: Forum Komunikasi Umat
Buddha dan Yayasan Avalokitesvara), h. 57-59
52
terdapat di Indonesia, agar menjadi pemeluk-pemeluk agama yang yakin.
Penyebaran agama tidak ditujukan semata-mata untuk memperbanyak
pengikut, apalagi apabila cara-cara penyeberan agama tersebut dapat
menimbulkan kesan bagi masyarakat pemeluk agama lain, seolah-olah
ditujukan kepada orang-orang yang telah memeluk agama tersebut.19
Dalam hal ini pemerintah sudah mengupayakan hak-hak untuk
setiap penduduknya memeluk agama yang mereka yakini tanpa adanya
saling bertentangan antara umat beragama lainnya. Dengan adanya
pembentuk wadah musyawarah pemerintah memberikan pendapat
kepapada warganya untuk saling berdiskusi antar pemeluk agama lainnya.
Begitu juga dengan kepemerintahan yang ada di Pulo Geulis,
pemerintah setempat sudah memfasilitasi masyarakat didalam Pulo Geulis,
seperti adanya bantuan cagar budaya setiap tahunnya, bahkan sesepuh
Pulo Geulis yang terdapat didalam Kleteng tersebut telah disahkan oleh
pemerintah sebagai penjagaan keseimbangan kebudayaan dalam
masyarakat Pulo Geulis.
Program yang dilakukan oleh pemerintah sekitar kawasan Pulo
Geulis menurut ketua Lurah Babakan Pasar “ program pengembangan
yang saat ini lakukan adalah dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat
melalui UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah), dengan potensi yang
19
Imam Syaukani dan Titik Suwariyati, Komplikasi Kebijakan dan Peraturan Perundang-
Undangan Kerukunan Umat Beragama Edisi Kesepuluh, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan
Keagamaan), h. 8
53
paling unggul adalah potensi kuliner, potensi inilah yang dapat
dikembangkan untuk kemajuan perekonomian masyarakat Pulo Geulis,
dan juga telah dikeluarkan izin standar halalnya.”20
Dengan adanya potensi
yang dimiliki masyarakat Pulo Geulis membuat harapan untuk menarik
para masyarakat yang berada diluar Pulo Geulis berdatangan.
Pada masa pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,
melalui Peraturan Presiden no. 7 Tahun 2005 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009 ditetapkan bahwa
peningkatan kerukunan intern dan antarumat beragama merupakan salah
satu dari arah kebijakan pembangunan kehidupan beragama, dengan fokus
pada upaya: pertama, memberdayakan masyarakat, kelompok-kelompok
agama, serta pemuka agama untuk meyelesaikan sendiri masalah
kerukunan umat beragama (KUB); dan kedua, memberikan rambu-rambu
dalam pengelolaan kerukunan umat beragama.21
Menurut penulis dalam kutipan diatas, pemerintah sudah
memberikan peningkatan pada setiap daerah dengan kelompok-kelompok
agama untuk saling mengemukakan pendapatnya antara umat beragama
lainnya. Dan memperkuat landasan-landasan aturan atau etika bersama
tentang kerukunan antarumat beragama.
20
Wawancara dengan Bapak Alhdury Rokib, di kantor Lurah Babakan Pasar, tanggal 23
Maret 2018
` 21
Imam Syaukani dan Titik Suwariyati, Komplikasi Kebijakan dan Peraturan Perundang-
Undangan Kerukunan Umat Beragama Edisi Kesepuluh, h.10
54
Agar pemberdayaan umat beragama dapat terlaksana dengan baik,
diperlukan adanya suatu wadah di tingkat lokal dalam hal ini kabupaten
atau kota dan propinsi untuk menghimpun para pemuka agama, baik yang
memimpin atau tidak memimpin ormas keagamaan yang menjadi panutan
masyarakat. Wadah ini disebut dengan Forum Kerukunan Umat Beragama
(FKUB) yang akan menjadi termpat dimusyawarahkannya berbagai
masalah keagamaan loka dan dicarikan jalan keluarnya. FKUB ini
bertugas melakukan dialog dengan pemuka agama dan masyarakat,
menampung dan menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat,
melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan
dibidang keagamaan yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama
dan permberdayaan masyarakat.22
Dengan hal ini pemerintah sudah menetapkan bahwa suatu
peraturan yang mengaharuskan para pemuka agama berdialog secara
langsung dan menampung pendapat-pendapat masyarakat dan melakukan
kebijakan yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama, dengan hal
itu masyarkat dapat saling berkomunikasi dengan para tokoh agama
sebagai panutan masyarakat untuk mesejahterakan kerukunan umat
beragama.
Meurut pak Alhudry selaku Ketua Lurah Babakan Pasar “Begitu
juga yang terdapat di dalam Pulo Geulis, pemerintah sudah berperan
22
Marzani Anwar, Potret Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia Bagian Barat,
(Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama), h.291-292
55
mengenai sejarah dan history Pulo Geulis yaitu agar dapat diakui oleh
masyarakat dalam maupun luar. Dan juga pemerintah sudah menjadikan
Pulo Geulis sebagai suatu penataan wilayah baik dalan konsep tematik
maupun konsep pemberdayaan dan konsep pembangunan kultur.23
”
Dengan sejarah dan histori yang ada pada Pulo Geulis dapat menjadi
dukungan dalam mengembangkan kemajuan kampungnya, dan juga untuk
pengembangan destinasi wisata.
Dengan peran pemerintah untuk kampung Pulo Geulis diharapkan
menjadikan kampung ini lebih dapat berkembang lagi, baik dari ekonomi,
budaya dan kesejahteraan masyarakatnya. Begitu juga dengan wisata
pluralis yang akan membuat para wisatawan berkunjung ke Pulo Geulis,
bahwa Kampung Pulo Geulis dapat di lihat oleh masyarakat luar lebih
banyak lagi dan membuat kampung ini menjadi cerminan kampung yang
toleransinya begitu erat.
23
Wawancara dengan Bapak Alhdury Rokib, di kantor Lurah Babakan Pasar, tanggal 23
Maret 2018
56
Bab IV
SEJARAH DAN KEHIDUPAN PULO GEULIS
A. Kondisi Geografis
Secara geografis letak kampung Pulo Geulis, Kelurahan Babakan
Pasar, Kecamatan Bogor Tengah merupakan salah satu daerah yang
terletak di bagian Bogor Tengah, Kota Bogor. Secara Astromnomis kira-
kira terletak pada 6⁰36’19” Lintang Utara, 106⁰48’15 Bujur Timur/
6,60528⁰ Lintang Selatan, 106,60417⁰ Bujur Timur.1 Kampung Pulo
Geulis ini juga di kelilingi sungai Ciliwung dan untuk akses menuju
kampung Pulo Geulis ada empat jembatan yang bisa di lalui. Pertama ada
jalur lewat arah Timur Barandangsiang, Kedua jalur arah Utara Pasar
Bogor, Ketiga jalur arah Barat jalan roda, dan Keempat jalur arah Selatan
Pusat Kuliner, sehingga banyak akses dengan mudah untuk datang ke
kampung Pulo Geulis, bukan hanya itu letak kawasan Pulo Geulis juga
begitu strategis dekat dengan pasar bogor, dekat dengan Terminal
Baranangsiang, dekat dengan tempat wisata Kebun Raya Bogor. Dengan
di kenalnya Bogor sebagai kota hujan maka iklim yang ada di kampung
Pulo Geulis ini memiliki potensi sumber daya air yang baik seperti Sungai
(Sedang), mata air (Sedang), bendungan/waduk/situ (Sedang). Untuk
sumber air bersih seperti mata air, sumur gali, PAM, depot isi ulang semua
1Dikutip dari Wikipedia https://id.wikipedia.org/wiki/Pulo_Geulis diakses pada tanggal 2
Maret 2018 Pukul 10:13
57
pemanfaatan dan kondisinya sangat baik.2 Kondisi geografis saat ini yang
dimiliki Pulo Geulis sudah dapat di kategorikan cukup baik, dengan
berbagai macam jalur untuk mengakses ke dalam tempat tersebut sangat
mudah untuk mengunjungi tempat tersebut.
B. Kondisi Demografi
Majemuknya wilayah kampung Pulo Geulis merupakan bagian ciri
dari wilayah tersebut dan membuat padat kependudukanya. Bagian
wilayah kampung Pulo Geulis teridiri dari RT 1 sampai 5 dan 1 RW yaitu
RW 04. Jumlah penduduk kampung Pulo Geulis menurut data RW
setempat sebagai berikut3;
RT Jumlah KK Laki-laki Perempuan Jumlah Jiwa
1 150 259 240 499
2 130 244 206 450
3 185 306 296 602
4 120 246 229 475
5 176 329 285 614
Jumlah 681 1384 1256 2640
Dari data RW 04 sensus pada tahun 2017 bulan Desember tersebut
padatnya penduduk kampung Pulo Geulis +/- 2.640 Jiwa yang terdiri dari
2Rokib Alhudry, Laporan data Profil Kelurahan Babakan Pasar, (Bogor:Kelurahan
Babakan Pasar) , h. 5 3Hamzah, Laporan data sensus penduduk Kampung Pulo Geulis RW 05, (Bogor: Anggota
RW)
58
60% etnis Sunda dan 40% etnis Tionghoa yang sudah berada sejak dahulu
dan mayoritas penduduk kampung tersebut beragama Islam sisanya ada
seperti Khonghucu, Buddha, Kristen. Begitu pula luas wilayah kampung
Pulo Geulis saat ini +/- 3,5 hektar dengan berbagai penggunaanya
terutama sebagai lahan pemukiman penduduk dan sebagainya, untuk mata
pencaharian penduduk kampung tersebut yang di mana mayoritas sebagai
pedagang yang menjual sembilan bahan pokok (sembako) seperti minyak
goreng, buah-buahan, sayur-sayuran dan sebagainya, karena letaknya
berdekatan dengan pasar Bogor.
Menurut pak Hamzah selaku ketua RW 04 di wilayah kampung
Pulo Geulis persentasi umat beragama disini seperti Kristen 20%, Buddha
10%, Khonghucu 30% dan selebihnya mayoritas beragama Islam. meski
mayoritas, warga Muslim Pulo Geulis sangat menghormati keberadaan
agama minoritas, dalam hal ini seperti Buddha, Khonghucu yang diwakili
dengan adanya kebedaraan Vihara Mahabrahma.4
C. Sejarah Kampung Pulo Geulis
Pulo Geulis adalah nama sebuah pulau kecil yang terletak di tengah
Sungai Ciliwung. kota Bogor, tepatnya di sebelah selatan Kebun Raya
Bogor. Pulau ini terletak di Kelurahan Babakan Pasar, Kecamatan Bogor
Tengah. “Pada dasarnya Pulo Geulis merupakan suatu kawasan yang
terbentuk akibat aliran Sungai Ciliwung yang terbelah dan kemudian
4Wawancara dengan Bapak Hamzah, di Kantor RW, Kampung Pulo Geulis, tanggal 12
Februari 2018
59
menyatu kembali tepat sebelum area Kebun Raya Bogor hingga tercipta
bentukan seperti pulau” ujar pak Hamzah.5
Menurut pak Bram selaku pengamat sejarah kampung Pulo Geulis
beridiri pada masa kerajaan Pajajaran pada tahun 1482 yang dirajai oleh
Prabu Siliwangi. Siliwangi berasal dari kata asilih wewangi,6 istilah
wawangi hanya di gunakan untuk seorang tokoh, terkenal, dan punya
nama harum.7 Pulo Geulis ini dikatakan sebagai tempat peristirahatan
keluarga Prabu Siliwangi dan juga untuk mengadakan kegiatan-kegiatan
kerajaan. karena tempat ini strategis yang berada di tepi sungai Ciliwung
sehingga Prabu Siliwangi memanfaatkannya untuk alat transportasi air
dengan mudah.
Bukan hanya untuk alat transportasi, karena Pulo Geulis ini berada
di tepi sungai Ciliwung maka di jadikan alat untuk benteng pertahanan
kerajaan Pajajaran untuk menahan musuh yang datang memasuki area
peristirahatan Prabu Siliwangi. Seiring hancurnya kerajaan Pajajaran pada
tahun 1759 di kota Pakuan yang sekarang di kenal dengan kota Bogor
karena wilayah kampung tersebut di apit oleh aliran sungai Ciliwung, pada
5Wawancara dengan Bapak Hamzah, di Kantor RW, Kampung Pulo Geulis, tanggal 12
Februari 2018 6Asilih wewangi menurut masyarakat sunda merupakan pergantian nama seseorang yang
dianggapnya sebagai tokoh terkenal dan mempunyai nama harum. Seperti nama Prabu Siliwangi
yang sebelumnya bernama Prebu Guru Dewataprana dan setelah dilantik jadi raja Kerjaaan Sunda
menjadi Sri Baduga Maharaja atau dikenal dengan Prabu Siliwangi. 7Mumun Muhsin Z, Kujang, Pajajaran dan Prabu Siliwangi, (Bandung: Masyarakat
Sejarawan Indonesia Cabang Jawa Barat Press), h. 13
60
masa kolonial Belanda terjadi pemindahan penduduk di dalam area Kebun
Raya Bogor ke Pulo Geulis.
Lambat laun sekitar akhir tahun 1960-an wilayah ini akibat di
tinggal oleh kerajaan Pajajaran banyaknya pohon-pohonan seperti
membentuk hutan yang sangat lebat dan kemudian pada sekitar tahun
1970-an mulai banyak penduduk yang bermukim di wilayah kampung
Pulo Geulis ini. Maka, pulau ini di beri nama kampung Pulo Geulis.
Dimana Pulo mempunyai arti Pulau dan Geulis artinya Cantik jadi
kampung Pulo Geulis memiliki arti kampung di sebuah pulau yang
memiliki sesuatu yang cantik.8
“Tahun 1990 terjadi pemekaran kota, wilayah tersebut ini masuk
ke wilayah Bogor Tengah begitu terjadinya pemekaran kota masyarakat
Pulo Geulis memperkuat sikap dan proses-proses mental dengan
memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan bersama, sikap
mengahargai orang asing dan kebudayaannya, sikap terbuka Dengan
begitu akan mudah terbentuk nilai-nilai toleransi, dari golongan yang
bekuasa dalam masyarakat.” Ujar pak Hamzah.9
Pada saat pemekaran kota di kampung Pulo Geulis masyarkat etnis
Sunda dan Tionghoa sudah mulai berkembang, dan apa yang menjadi ciri
khas sejarah di kampung tersebut ini bukan hanya dari Kerjaan Pajajaran
8Wawancara dengan Bapak Abraham, di Klenteng Pan Kho Bio, Kampung Pulo Geulis,
tanggal 12 Februari 2018 9Wawancara dengan Bapak Hamzah, di Kantor RW, Kampung Pulo Geulis, tanggal 12
Februari 2018
61
saja tetapi ada juga peninggalan-peninggalan sejarah Kerajaan Pajajaran
seperti adanya Klenteng tertua yang di akui sudah sejak lama berdiri
sesudah Kerajaan Pajajaran. Klenteng ini bukan hanya di peruntukkan
untuk tempat beribadah umat Konghucu akan tetapi adanya ornamen-
oranamen Budha juga yang berada di Klenteng itu yang sekarang diberi
nama Vihara Mahabrahma atau Klenteng Phan Kho Bio sehingga satu
rumah ibadah bisa sekaligus digunkana untuk tempat beribadah bagi umat
Khonghucu, Buddhisme, Taoisme (Tridharma).
Diperkirakan tahun 1720-an bangunan Klenteng ini berdiri dan
menjadi Klenteng tertua dari klenteng-klenteng lainnya di wilayah Bogor.
Hal ini karena sudah ada di kawasan tersebut ketika Pulo Geulis di
temukan, waktu di temukannya klenteng ini masih memiliki ukuran yang
sangat kecil dan kurang terpelihara. Sekitar pada tahun 1984 Klenteng ini
di renovasi dan sangat di sayangkan yang tadinya Klenteng ini masuk
kedalam cagar budaya akibat di renovasi sehingga tidak lagi masuk ke
dalam cagar budaya, karena peninggalan purba kalanya banyak yang
hilang, akan tetapi menurut pak Bram. “Masih ada petilasan dan makam
yang membuat para wisatawan berdatangan untuk melihat bukti bahwa
Klenteng Phan Kho Bio adalah Klenteng tertua. Kemudian pada tahun
2008 Klenteng ini di renovasi lagi dengan adanya petilasan tertua di dalam
62
Klenteng tersebut dan makam para leluhur membuat Klenteng ini menjadi
warisan cagar budaya yang harus dijaga sampai sekarang.”10
Bukan hanya ada petilasan peninggalan sejarah yang terdapat di
dalam Klenteng tersebut akan tetapi ada juga tempat ibadah umat muslim
yang ada sejak dahulu. Klenteng ini ketika sudah di bangun memiliki
Mushola di dalamnya berada persis di belakang Klenteng dekat dengan
altar dewa dan persembahan untuk agama Buddha dan Khonghucu. Di sisi
kanan setelah masuk pintu Klenteng tersebut ada batu hitam besar di balut
kain hijau berornamen bunga mekar dan kuncup yang merupakan petilasan
Embah Raden Mangun Jaya, salah satu karuhun atau orang yang semasa
hidupnya memiliki kharisma kuat dan di segani oleh masyarakat
tradisional Sunda, serta di percayai masih merupakan keturunan dari Raja
Pajajaran.
Masuk ke bagian sisi barat Klenteng tersebut terdapat patung
harimau yang di percayai sebagai mitos pada dahulu kala ada Raja Prabu
Siliwangi masyarakat sunda meyakini pada saat itu Prabu Siliwangi
berubah wujud menjadi Harimau putih begitu juga para pengikut-pengikut
setianya berubah wujud menjadi Harimau Loreng untuk mengusir para
penjajah pada saat itu Ujar pak Bram,11
bagi masyarakat sunda harimau
memiliki filosofi yang dalam dimana lihatlah dan tirulah sifat yang
10
Di kutip dari halaman Kompas
https://megapolitan.kompas.com/read/2017/02/07/16145591/belajar.kerukunan.di.pulo.geulis
diakses pada tanggal 02 Maret 2018 pukul 11:21 11
Wawancara dengan Bapak Abraham, di Klenteng Phan Kho Bio, Kampung Pulo Geulis,
tanggal 12 Februari 2018
63
dimiliki keteguhan, tegas, pemberani, pemimpin yang hebat, namun sangat
menyanyangi keluarganya.
Selain ada patung harimau terdapat juga di sampingnya terdapat
petilasan Eyang Prabu Surya Kencana yang merupakan pejuang yang
memperjuangkan wilayah Pulo Geulis, kadang ada peziarah yang datang
untuk memberi penghormatan dan berdo’a sebagai raja terakhir Pajajaran
dan tanda atas perjuangan beliau dalam mempertahankan Pulo Geulis
tersebut.
Masuk ke dalam sisi Mushola tersebut dengan ruangan yang
memanjang dengan dua batu besar petilasan Embah Sakke dan Eyang
Jayaningrat yang diakui sebagai keturunan Raja dari Prabu Siliwangi,
sehingga setiap malam jumaat warga Pulo Geulis sering mengadakan
kegiatan tawasulan, sekalian untuk mendokan para leluhur mereka yang di
akui sebagai tokoh penting dalam mendirikan wilayah Pulo Geulis.
Demikianlah hasil wawancara tentang sejarah kampung Pulo
Geulis, menurut penulis kampung Pulo Geulis menunjukkan bahwa
keharmonisan masyarakat dalam beragama sangat tinggi hal ini sudah
terjalin sejak dahulu dan hingga saat ini masih terjaga dengan baik.
Kondisi ini harus tetap di jaga kelestarian budaya yang terdapat di
dalamnya seperti sejarah dan peninggalan-peninggalan yang ada, dan
menjadikan suatu cagar alam yang dapat di lindungi dan di budayakan
64
begitu juga menjadikan kampung tersebut memiliki ciri di mana nilai
pluralistiknya tinggi.
D. Pola Relasi Sosial Kampung Pulo Geulis
Setiap kondisi masyarakat kampung berbeda-beda, begitu juga
kehidupan masyarakat kampung Pulo Geulis dalam pola relasi sosialnya
dalam kehidupan sehari-hari. Masyarkat kampung Pulo Geulis berpegang
teguh pada kehidupan toleransi, mulai dari agama maupun sosialnya,
adapun kehidupan yang menggambarkan bagaimana pola relasi sosial
kampung Pulo Geulis dapat terlihat mulai dari hubungan sosial
keagamaan, hubungan sosial kemasyarakatan dan ada juga hubungan
kebudayaan. Hal tersebut di jelaskan di bawah tentang pola relasi sosial
masyarakat kampung Pulo Geulis.
1. Pola Sosial Kemasyarakatan
Masyakarat Indonesia sudah sejak lama membangun rasa
toleransi, mulai sejak lahir manusia membutuhkan bantuan kerjasama
dengan orang lain. Karena itulah manusia dilatih sejak dini untuk
melakukan hubungan baik dengan orang lain dan bekerjasama dalam
menyelesaikan masalah atau pekerjaaan yang ada. Begitu pula
masyakarat kampung Pulo Geulis, masyakarat di sana dalam hal
toleransi begitu tinggi untuk di praktikan, seperti kata pak hamzah
selaku ketua RW 05, beliau mengatakan “disini kita suka mengadakan
yang namanya arisan sampah untuk saling membantu kebersihan
65
lingkungan kampung Pulo Geulis yang di mana setiap masyakarat
kampung Pulo Geulis saling begotong royong untuk membersihkan
selokan atau got yang ada disekitar rumahnya supaya tidak
mengakibatkan banjir” ujar beliau.12
Demikianlah warga kampung
Pulo Geulis sudah melakukan hubungan yang baik dan memegang
teguh nilai nilai dan adat istiadat nenek moyang secara utuh dan
masyarakat kampung tersebut gotong royong menjadi suatu elemen
penting untuk terciptanya suasana yang harmonis bagi masyarakat
kampung Pulo Geulis.
Bukan hanya itu di kampung Pulo Geuls setiap tahunnya
dengan adanya kegiatan kemasyarakatan, dari pihak Klenteng sering
mengadakan atau membagi-bagikan beras sebanyak 5 liter kepada
warga Pulo Geulis dengan cara di ambil melalui kupon yang sudah
didapatkan. “ujar Pak Chandra”.13
Dengan adanya kegiatan kemasyarakatan di Pulo Geulis
membuat warga saling berinteraksi dan membantu sama lain, dan
menurut penulis kegiatan yang ada di dalam kampung tersebut
menambah salah satu keharmonisan toleransi mereka yang di buatnya
dengan hubungan kemasyarakatan.
12
Wawancara dengan Bapak Hamzah, di Kantor RW, Kampung Pulo Geulis, tanggal 12
Februari 2018
13
Wawancara dengan Bapak Chandra, di Klenteng Pan Kho Bio, Kampung Pulo Geulis,
tanggal 22 Februari 2018
66
2. Pola Sosial Keagamaan
Setiap agama sudah mempunyai ritual-ritual keagamaanya
masing-masing yang sudah ada dalam ajarannya, sehingga umat
beragama yang ada di dalam kampung tersebut sudah menjalakan
praktek-praktek keagamaanya yang telah di gariskan oleh ajarannya
masing-masing. Hubungan sosial keagamaan yang ada di kampung
Pulo Geulis sudah ada dalam kehidupan sehari-hari yang membentuk
interaksi sosial serta komunikasi dan menjadi antar pemeluk agama
membuat hubungan yang harmonis.
Setiap manusia berhak berpegang teguh pada apa yang ia
percayai seperti agama yang sudah diyakini dan itu menjadi urusan
individu dengan Tuhan, begitu juga masyakarat kampung Pulo Geulis
yang sudah menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi dalam memeluk
agama. Kebebasan dalam beragama tidak menjadi pemisah satu
dengan yang lainnya, karena dengan interaksi dan komunikasi di
dalamnya membuat warga kampung tersebut dapat menjaga perbedaan
kepercayaan tersebut, seperti acara keagamaan yang terdapat di dalam
kampung Pulo Geulis, pada saat acara Imlek seluruh umat kampung
tersebut ikut serta membantu perayaan acara Imlek, sebelum di hari
acara berlangsung sampai di hari acara tersebut berlangsung seluruh
umat kampung Pulo Geulis membantu acara tersebut, dan setiap
tanggal satu dan lima belas sesuai kalender Cina dilakukan peribadatan
67
berupa kebaktian vihara, begitu juga warga sekitar ikut dalam
membersihkan Klenteng tersebut.“ Ujar pak Chandra”.14
Dari apa yang dipaparkan oleh pak Chandra menurut penulis
hubungan kerjasama sosial keagamaan di masyakarat kampung
tersebut dalam acara keagamaan ataupun kehidupan sehari-harinya
membuat masyarakat di sini ikut terlibat dalam kegiatan tersebut tanpa
membeda-bedakan agama yang mereka yakini, sehingga dapat
membentuk nilai-nilai hubungan yang haromonis. Bisa dilihat dari
salah satu acara keagamaan ketika ada suatu umat beragama yang
merayakan hari-hari besar keagamaan atau salah seorang merayakan
syukuran yang bersifat ritual keagamaan semua warga sekitar ikut
membantu dalam kegiatan tersebut begitu juga dapat membuat
hubungan satu dengan lainya bersifat harmonis ialah seperti acara
Maulid Nabi Muhammad SAW untuk pemeluk umat Islam, warga
sekitar baik umat muslim atau non muslim ikut serta membantu untuk
berlangsungnya acara tersebut tanpa harus membeda-bedakanya,
begitu juga untuk umat Buddha yang sedang merayakan hari besar
keagamaanya di dalam Vihara tersebut, sikap umat muslim
menghormati dan membantu untuk berlangsungnya acara tersebut,
sehingga di sini lah umat beragama saling berhubungan timbal balik
satu dengan yang lainnya. Dengan ini pola hubungan sosial keagamaan
14
Wawancara dengan Bapak Chandra, di Klenteng Pan Kho Bio, Kampung Pulo Geulis,
tanggal 22 Februari 2018
68
yang terjadi di kampung Pulo Geulis menunjukkan bahwa hubungan
dan kebersamaan masyarakat dalam hal berbeda agama tidak menjadi
faktor penghambat berkembangnya suatu desa atau kampung karena
semakin kuat hubungan antar umat beragama akan membuat
tercipatnya hubunganya yang harmonis.
3. Pola Sosial Kebudayaan
Melihat budaya yang dimiliki Indonesia begitu banyak, tak
heran begitu banyak pula warga asing untuk berkenjung ke negara
Indonesia untuk mengabadikan momen budaya yang ada di dalamnya,
begitu juga dengan budaya yang terdapat di kampung Pulo Geulis,
budaya peninggalan kerajaan Pajajaran dan cerminan toleransi di
dalam Klenteng yang terdapat di kampung tersebut membuat masyakat
di sana memiliki nilai-nilai budaya dan toleransi. Dengan hal ini nilai-
nilai toleransi dan budaya membuat orang tertarik untuk berkunjung ke
dalam kampung tersebut, sehingga banyak para wisatawan yang
berkunjung ke kampung Pulo Geulis dan melihat sisa-sisa peninggalan
budaya kerajaan Pajajaran, karena di dalam Klenteng ada makam yang
selalu di kunjungi dan diyakini sebagai makam pejuang pada masa
lampau membangun kampung Pulo Geulis.
Pulo Geulis karena memiliki beraneka ragam budaya maka
Pulo Geulis di jadikan desa wisata, salah satunya keberadaan Vihara
Mahabrahma yang mengandung nilai pluralis tinggi, banyaknya para
69
komunitas dan pecinta sejarah untuk mendapatkan informasi tentang
Vihara tersebut untuk di jadikan bahan bacaan dalam bentuk artikel
ataupun berita media cetak lainya, sehingga dengan banyaknya
informasi tentang Pulo Geulis di harapkan desa ini akan dapat di kenal
di luar sana karena memiliki nilai budaya yang ada di dalamnya.
Masyarakat di dalam kampung tersebut begitu bangga dengan
apa yang ada di dalam kampungnya seperti nilai pluralis yang tinggi
dan masyarakat yang bisa hidup berdampingan dengan perbedaan
agama yang ada dengan kondisi lingkungan yang begitu padat.
Demikianlah yang menjadikan titik keharmonisan dengan adanya
perbedaan agama tersebut dan menjadikan suatu nilai-nilai agama
maupun nilai adat kemudian menunjukan bahwa warga di sana yang
menjadi faktor hubungan sosial kebudayaan di dalam Pulo Geulis
seperti saling menjaga petilasan-petilasan yang terdapat di dalam
Klenteng tersebut dan menjaga budaya yang sudah ada sejak dahulu
dan menjunjung tinggi nilai toleransi yang sudah di bangun sejak
dahulu.
Demikianlah apa yang di dapat dari penulis tentang pola relasi
kehidupan sosial masyarakat kampung Pulo Gelis yang di dalamnya
mencakup beberapa hal, mulai dari kegiatan bergotong-royong, acara
keagamaan, dan merawat budaya kampung Pulo Geulis. Dengan hal ini
bisa dilihat bahwa pola relasi kehidupan kampung tersebut dapat
membentuk toleransi yang baik, toleransi ini dapat di bangun dari hal-hal
70
berkomunikasi yang baik di antara mereka kemudian di aplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga masyarakat di sana tidak melihat dari
perbadaan agama tersebut, melainkan perbedaan agama tersebut di jadikan
alat untuk bertoleransi sesama umat beragama.
E. Permasalahan Kampung Pulo Geulis
Lingkungan yang semakin padat dapat menimbulkan keterbatasan
lahan, kebersihan udara dan kebutuhan air bersih. Meningkatnya populasi
manusia atau meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan tingkat
kepadatan semakin tinggi, begitu juga dengan kondisi yang di alami
kampung Pulo Geulis jarang sekali rumah penduduk yang di tumbuhi
tanaman hanya beberapa rumah saja yang masih melakukan penghijauan,
sehingga kondisi perumahan kian padat, hingga hampir pada setiap rumah
tidak lagi dapat di jumpai ruang untuk tumbuhnya tanaman dan membuat
udara yang nyaman sangat tertutup dan kondisi kebutuhan air bersih pun
begitu di perlukan. Tercatat banjir besar pernah terjadi pada tahun 1967,
1972, dan 1980, sedangkan longsor terjadi setiap 5 tahun 2002, 2007 “ujar
pak Hamzah”.15
Warga sekitar mengandalkan Bendungan Katulampa yang
dibangun pada tahun 1889 untuk melihat kenaikan permukaan air dalam
memperkirakan kemungkinan terjadinya banjir. Namun, peningkatan
dalam hal pendidikan, jika 10 tahun lalu warganya masih lulusan SD, saat
ini sudah ada yang sarjana yang 70% merupakan penduduk pendatang.
15
Wawancara dengan Bapak Hamzah, di Kantor RW, Kampung Pulo Geulis, tanggal 12
Februari 2018
71
Peramasalahan yang ada di kampung tersebut seperti banjir sudah
bisa sedikit di meminimalisir dengan adanya kegiatan kerjabakti
membersihkan selokan-selokan saluran air dan mengandalkan Bendungan
Katulampa untuk mengetahui perkiraan kemungkinan terjadinya banjir
atau tidak, begitu juga dengan permasalahan lingkungan yang semakin
padat, saat ini masyarakat di sana sudah terbiasa dengan keadaannya yang
seperti itu sejak dahulu walaupun ruang terbuka hijau sudah sangat minim
di karenakan kondisi geografis di tempat ini berada di pinggiran aliran
sungai, begitu halnya dengan kondisi air bersih pun sangat di butuhkan di
sana, tetapi upaya ini sudah sedikit bagus karena pemerintah sudah
membuatkan saluran aliran air PAM untuk di manfaatkannya air bersih
tersebut.
Untuk permasalahan ekonomi, pendidikan dan kesehatan menurut
penglihatan penulis sudah bisa di katageorikan tidak menjadi masalah,
karena pendidikan yang tersedia di kampung tersebut adanya fasilitas
Taman Kanak-Kanan untuk memberikan keterampilan dasar bagi anak
yang masih balita dan juga untuk kesehatan tersedianya posyandu,
sedangkan untuk masalah ekonomi masyarakat kampung tersebut
mayoritas sebagai pedagang dan membuka UMKM (Usaha Mikro Kecil
Menengah) dengan potensi kuliner yang dimiliki di kampung tersebut
untuk kemajuan perekonomian masyarakat kampung tersebut.
Padatnya lingkungan kampung Pulo Geulis dan berbagai suku dan
agama yang ada di dalamnya membuat masyarakat tersebut memilih hidup
72
rukun dan damai tanpa harus melihat perbedaanya, begitu halnya dengan
masyarakat luar yang datang langsung ke dalam kampung tersebut dan
melihat bagaimana kehidupan dengan nilai-nilai toleransi di antara satu
orang dengan orang lainnya, seperti pak Chandra yang sebagai pengurus
Klenteng tetapi beliau tidak bertempat tinggal di kampung tersebut,
mengatakan “ saya selama menjadi pengurus hampir 7 tahun tidak ada
namanya konflik antar umat beragama di sini, akan tetapi umat beragama
di sini malah menyatukan perbedaan-perbedaan tersebut, seperti
contohnya ada juga orang yang membantu di dalam Klenteng ini untuk
membersihkan bagian dalam dan luar Klenteng.”16
Dengan apa yang di
katakan oleh beliau menurutu penulis bahwa Pulo Geulis sudah menjaga
hubungan yang baik tanpa harus melihat perbedaan agama di antara
mereka, keadaan ini yang mendorong terjadinya keharmonisan dalam
bermasyarakat.
Dari beberapa permasalahan yang ada di Pulo Geulis nampaknya
permasalahan lingkungan, dengan kondisi lingkungan yang begitu padat
dan banyaknya pertumbuhan penduduk yang mulai berkembang di sana
menjadikan lingkungan ini kurangnya lahan untuk melakukan kreatifitas
pada masyarakat tersebut, kondisi geografis yang berada di dekat aliran
sungai membuat masyarakat tersebut masih akan berupaya apabila ada
banjir yang masuk ke dalam lingkungan mereka, akan tetapi dari
permasalah tersebut ada keunggulan yang di miliki di dalamnya yaitu
16
Wawancara dengan Bapak Chandra, di Klenteng Pan Kho Bio, Kampung Pulo Geulis,
tanggal 22 Februari 2018
73
potensi ekonomi, masyarakat Pulo Geulis memanfaatkan UMKM untuk di
kembangkan dan membantu perkonomian kampung tersebut, sehingga
kampung ini akan di lihat oleh banyak orang adalah kampung yang penuh
nilai-nilai budaya di dalamnya.
74
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pola toleransi yang ada pada kampung Pulo Geulis, Masyarakat
kampung tersebut hidup dengan nilai-nilai toleransi yang sudah melekat
sejak dahulu, di mana masyarakatnya memiliki nilai budaya dan pluralis
untuk dapat di kembangkan, seperti pola toleransi yang terlihat, di dalam
kampung tersebut adanya perbedaan agama pada masing-masing individu.
Dalam hal ini masyarakat kampung Pulo Geulis tidak menjadikan
perbedaan itu dalam hal ketegangan sehingga menimbulkan konflik,
seperti konflik-konflik yang dilatarbelakangi oleh perbedaan agama,
namun di dalam kampung tersebut perbedaan ada hal yang istimewa dalam
diri setiap individu, mereka menyatukan perbedaan tersebut untuk
memahami sikap dan sifat dari individu dengan individu lainnya, sehingga
setiap masyarakatnya menjunjung tinggi toleransi dalam beragama.
Faktanya, setiap masyarakat yang berbeda agama dapat berinteraksi secara
baik dalam lingkungan kemajemukan.
Respon pemerintah terhadap toleransi di kampung Pulo Geulis
Bagaimanapun usaha-usaha yang mereka lakukan untuk mempertahankan
kerukunan, dimana pemerintah memberi peluang kepada warga kampung
tersebut untuk meningkatkan daya perkonomian warga, diantaranya seperti
memberikan peluang UMKM untuk meningkatkan perekonimian kampung
tersebut dan juga pemerintah tak lupa selalu mengunggulkan kampung
75
tersebut karena di dalam kampung tersebut adanya nilai pluralistik yang
sangat kuat untuk di jadikan daya tarik wisata, supaya kampung Pulo
Geulis bisa di kenal oleh banyak orang luar, baik dari pulau Jawa maupun
luar pulau Jawa.
Dengan hal ini pemerintah memberikan semangat kepada warga
kampung tersebut untuk selalu mengembangkan nilai-nilai yang sudah ada
sejak lama seperti nila budaya dan nilai toleransi, bagaimanapun
perbedaan yang ada di dalam kampung tersebut adalah keistimewaan yang
terdapat di Pulo Geulis.
B. Saran
Untuk melestarikan nilai-nilai toleransi yang rukun di kalangan
masyarakat kampung Pulo Geulis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
1. Setidaknya satu hal ini untuk tidak dilupakan karena pemanfaatan
potensi lokal yang ada di dalam kampung tersebut harus selalu di
kembangkan, jangan sampai potensi lokal di dalamnya akan hilang
karena kurang di jaga, untuk potensi lokal di dalam kampung tersebut
sudah baik, alangkah lebih baiknya lagi untuk selalu di munculkan
supaya dapat di kenal oleh masyarakat.
2. Peranan pemerintah sudah cukup baik dalam meningkatkan potensi
yang di miliki di kampung tersebut, alangkah baiknya pemerintah
memberikan pengarahan atau pemahaman yang berorientasi pluralis,
76
bahwa di kampung ini dapat di jadikan cerminan toleransi untuk
wilayah Bogor lainnya dan wilayah luar Bogor lainya
3. Tidak lupa untuk pembelajaran bagi para pembaca yang membaca
skripsi ini mengenai toleransi beragama di kampung Pulo Geulis
tentang bagaimana pola toleransi yang di kembangkan di dalam
kampung tersebut, dengan perbedaan agama yang ada tetapi dapat
berinteraksi secara sosial dengan baik.
4. Pemerintah harus ikut berperan dalam menjaga kerukunan yang
terdapat di kampung Pulo Geulis dan siap memperkenalkan kepada
masyarakat luas bahwa Pulo Geulis ada tempat di mana masyarakatnya
saling hidup rukun dalam perbedaan agama yang di miliki dan
masyarakat di sana berupaya untuk melestarikan kepercayaan dan adat
yang ada di kampung Pulo Geulis.
77
DAFTAR PUSTAKA
Daftar Buku:
Anwar, Marzani, Potret Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia Bagian Barat,
Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama, 2011.
Ardiansyah. Islam Itu Ramah Bukan Marah, Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Kompas-Gramedia, Anggota IKAPI, 2017.
Alhudry, Rokib. Laporan Data Profil Kelurahan Babakan Pasar. Bogor:
Kelurahan Babakan Pasar, 2017.
Clark, Kelly James. Anak-Anak Abraham, Kebebasan dan Toleransi di Abad
Konflik Agama. Yogyakarta: PT KANISIUS, 2014.
Daud, Ali Muhammad. Asas-asas Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata
Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers, 1991.
Harahap, Syahrin. Teologi Kerukunan. Jakarta: Prenada Media Group, 2011.
Hebermas, Jürgen. Ruang Publi; Sebuah Kajian Tentang Kategori Masyarakat
Borjuis. Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2010.
Hendropuspito. Sosiologi Agama. Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1983.
Khalikin, Ahsanul dan Fathuri, Toleransi Beragama di Daerah Rawan Konflik.
Jakarta: Puslitbang Kehidupan Beragama, 2016.
Lubis, M. Ridwan, Prof. Dr. Cetak Biru Peran Agama. Jakarta: Puslitbang, 2005.
------------------------------------. Kerukunan Beragama Dalam Cita dan Fakta.
Jakarta: Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Sekretariat Jendral
Kementrian Agama Republik Indonesia, 2016.
Madjid, Nurcholish. Pintu-Pintu Menuju Tuhan, Jakarta: Yayasan Wakaf
Paramadina, 1996.
Magnis-Suzeno, Franz. Menjadi Manusia: Belajar Dari Aristoteles, Yogyakarta:
Kanisius, 2009.
Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia.
Peringatatan dan Perintah Kepada Penganut, Anggota dan Anggota
Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia dan Warga Masyarakat. Jakarta:
Direktur Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik, 2011.
Misrawi, Zuhairi. Pandangan Muslim Moderat Toleransi, Terorisme, dan Oase
Perdamaian. Jakarta: Buku Kompas, 2010.
78
Mubarok. Kompendium Regulasi Kerukunan Umat Beragama. Jakarta: PKUB,
2015.
Mudzhar, Atho, Merajut Kerukunan Umat Beragama Melalui Dialog
Pengembangan Wawassan Multikultural, Jakarta: Puslitbang Kehidupan
Beragama, 2008.
Muhsin, Mumun. Kujang, Pajajaran, dan Prabu Siliwangi. Bandung: Masyarakat
Sejarawan Indonesia Cabang Jawa Barat Press, 2012.
Osman, Mohamed Fathi, Islam, Pluralisme dan Toleransi Keagamaan pandangan
al-Qur’an, kemanusiaan, sejarah, dan peradaban. Jakarta: Democracy
Project Yayasan Abad Demokrasi, 2012.
Perwiranegara, Alamsjah Ratu. Pembinaan Kerukunan Hidup Umat Beragama.
Jakarta: Departemen Agama RI, 1982.
Purnomo, Budi Aloys. Membangun Teologis Inklusif, Pluralistik. Jakarta: Buku
Kompas, 2003.
Ruslani. Islam Dialogis. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press, 2006.
Sandjaja, dkk. Panduan Penelitian. Jakarta: Prestasi Pustaka, 2006.
Setiawan, Arin Ningsih, Skripsi Perencanaan Lanskap Kawasan Pemukiman
Bantaran Sungai Bebasis Bioregon, Bogor : Fak Pertanian Institut Pertanian
Bogor, 2008.
Sholihin, Ibnu. Skripsi Kerukunan Hidup Umat Beragama di sekolah (Studi
Kasus di SMK Yadika 5 Pondok Aren). Jakarta : Fak Ushuluddin UIN Syarf
Hidayatullah Jakarta, 2008.
Singgih, Marga. Tridharma Selayang Pandang. Jakarta: Perkumpulan Tridharma,
2016.
Sudharma, Budiman. Buku Pedoman Umat Buddha. Jakarta: Forum Komunikasi
Umat Buddha dan Yayasan Avalokitesvara, 2007.
Sudarto. Wacana Islam Progresif Reinterpretasi Teks Demi Membebaskan Yang
Tertindas. Yogyakarta: IRCiSoD, 2014.
Syaukani, Imam dan Titik Suwariyati, Komplikasi Kebijakan dan Peraturan
Perundang-Undangan Kerukunan Umat Beragama Edisi Kesepuluh,
Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2008.
Syarief Romas, Chumaidi. Kekerasan di Kerajaan Surgawi. Yogyakarta: Kreasi
Wacana. 2003.
Taher, Elza Peldi. Merayakan Kebebasan Beragama Bunga Rampai Menyambut
70 Tahun Djohan Effendi. Jakarta: ICRP dan Kompas, 2009.
79
Tanggok, M. Ikhsan. Jalan Keselamatan Melalui Agama Konghucu. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2000.
Tim Puslitbang Kehidupan Beragama, Kompilasi Kebijakan dan Perarturan
Perundang-undangan Kerukunan Kaum Beragama. Jakarta: Puslitbang
Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI,
2012.
Wahid, Abdurrahman dan Daisaku Ikeda. Dialog Peradaban untuk Toleransi dan
Perdamaian. Jakarta: PR Gramedia Pustaka Utama, 2010.
Wattimena, A. Antonius Reza. Filsafat Anti Korupsi. Yogyakarta: Kanisius. 2012.
Wibowo, A. Setyo. “Kepublikan dan Keprivatan di Dalam Polis Yunani Kuno”,
dalam F. Budi Hardiman (ed), Ruang Publik : Melacak Partisipasi
Demokratis Dari Polis Sampai Cyberspace. Yogyakarta: Kanisius. 2010.
Refrensi Kamus:
MA, Alex. Kamus Ilmiah Populer Kontemporer, Materi: Politik-Ekonomi-
Hukum-Sosial-Budaya-Agama, Surabaya: ALUMNI, 2005.
Wawancara:
Abraham Halim, Wawancara Pribadi, Klenteng Pan Kho Bio atau Vihara
Mahabrahma, Bogor Tengah, Kota Bogor, 12 Februari 2018.
Chandra, Wawancara Pribadi, Klenteng Pan Kho Bio atau Vihara Mahabrahma,
Bogor Tengah, Kota Bogor, 22 Februari 2018.
Endang Hidayat, Wawancara Pribadi, Klenteng Pan Kho Bio atau Vihara
Mahabrahma, Bogor Tengah, Kota Bogor, 22 Maret 2018.
Hamzah, Wawancara Pribadi, Kantor RW 05 Kampung Pulo Geulis, Bogor
Tengah, Kota Bogor, 12 Februari 2018.
Rokib Alhudry, Wawancara Pribadi, Kantor Lurah Babakan Pasar, Bogor Tengah,
Kota Bogor, 23 Maret 2018.
Suhendar, Wawancara Pribadi, Klenteng Phan Kho Bio atau Vihara Mahabrahma,
Bogor Tengah, Kota Bogor, 23 Maret 2018.
Supandi, Wawancara Pribadi, Klenteng Phan Kho Bio atau Vihara Mahabrahma,
Bogor Tengah, Kota Bogor, 23 Maret 2018.
Refrensi Jurnal:
Artis. Kerukunan dan Toleransi Antar Umat Beragama, dalam Jurnal yang
berjudul, Toleransi Media Ilmiah Komunikasi Umat Beragama, Vol. 3, No.
1 tahun 2011.
80
Fatmawati, Ika. Toleransi Antar Umat Beragama Masyarakat Perumahan, dalam
Jurnal yang berjudul, Jurnal Komunitas, Vol. 5, No. 1 tahun 2013.
Karim, Abdul dan Ahmad Atabik, Fikrah, dalam Jurnal yang berjudul, Ilmu
Aqidah dan Studi Keagamaan, Vol. 1, No. 1 tahun 2013.
Moh Abdul Kholiq Hasan Merajut Kerukunan Dalam Keagamaan Agama di
Indonesia (Perspektif Nilai-Nilai Al-Quran), dalam jurnal yang berjudul,
Jurnal Studi Islam, Vol. 14, No. 1 tahun 2013.
Nasrullah, Rulli. Internet dan RuangPublik Virtualm Sebuah Refleksi atas teori Ruang
Publik Habermas, Jurnal Ilmu Dakwan dan Ilmu Komunikasi. Vol 4 no.1 Mei 2012
Prasetyo, Antonius Galih Menuju Demokrasi Rasional: Melacak Pemikiran
Jürgen Habermas Tentang Ruang Publik, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik. Vol 16 No.2 November 2012.
Sujarwanto, Imam. Interaksi Sosial Antar Umat Beragama (Studi Kasus pada
Masyarakat Karangmalang Kedunbanteng Kabupaten Tegal), dalam Jurnal
yang berjudul, Journal Of Education Social Studies, Vol. 1, No. 2 tahun
2012.
Yasar, Ruang Publik Sebagai Pendidikan Kesadaran Multikulturalisme, Jurnal
Edutech. Vol.1 No.1 Februari 2015.
Ulinnuha, Roma Islam, Ruang Publik dan Kerukunan Antar Umat Beragama
(Studi Tradisi Ngebag Kolaborasi di Karangjati Wetan), Jurnal Ilmiah
Sosiologi Agama. Vol 9 No.2 Juli-Desember 2015.
Refrensi Internet:
Di akses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Toleransi pada tanggal 17 Januari 2018
Pukul 12:30.
Di akses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Pulo_Geulis pada tanggal 2 Maret 2018
Pukul 10:13.
Di akses dari
https://megapolitan.kompas.com/read/2017/02/07/16145591/belajar.kerukunan.di.p
ulo.geulis pada tanggal 2 Maret 2018 Pukul 11:21.
Di akses dari https://digilib.uns.ac.id/dokumen/download/24459/NTE4NzY pada
tanggal 3 Semtember 2018 Pukul 14:24
81
LAMPIRAN 1
SURAT IZIN PENELITIAN
82
83
84
LAMPIRAN 2
SURAT KETERANGAN WAWANCARA
85
86
87
88
89
90
90
LAMPIRAN 3
PERTANYAAN WAWANCARA
Pedoman wawancara untukk warga Muslim
A. Latar Belakang Informan
Nama :
Agama :
Hari dan tanggal :
Tempat :
B. Berita Wawancara
1. Sudah berapa lama Anda tinggal di Kampung Pulo Geulis?
2. Bagaimana kondisi kehidupan Masyarakat Kampung Pulo Geulis?
3. Bagaimana pandangan Anda terhadap toleransi antar umat beragama?
4. Apa bentuk-bentuk kegiatan yang mencerminkan toleransi antar umat beragama pada
masyarakat Kampung Pulo Geulis?
5. Mengapa masyarakat Kampung Pulo Geulis Hidup damai mespikun mereka berbeda
agama?
6. Apakah di Kampung Pulo Geulis pernah terjadi konflik yang dilatar belakangi oleh
suku, ras atau agama?
7. Bagaimana hubungan masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang yang ada di
Kampung Pulo Geulis?
8. Apakah harapan anda kedepan terhadap kehidupan masyarakat Kampung Pulo
Geulis?
91
Hasil wawancara di kampung Pulo Geulis Bogor
A. Latar Belakang Informan
Nama : Pak Hamzah
Agama : Islam
Jabatan : Ketua RW kampung Pulo Geulis
Hari dan tanggal : Senin 12 Februari
B. Berita Wawancara
1. Sudah berapa lama Anda tinggal di Kampung Pulo Geulis?
63 Tahun
2. Bagaimana kondisi kehidupan Masyarakat Kampung Pulo Geulis?
Kondisi sekarang di kampung ini masyarakat hidup dengan perbedaan agama yang
ada dan menjadikan perbedaan itu suatu kerukunan di kampung ini
3. Bagaimana pandangan Anda terhadap toleransi antar umat beragama di kampung
Pulo Geulis?
Sangat rukun dengan keberagaman umat beragam, dan saling membantu dalam segala
kegiatan apalagi rutinitas umat Muslim pada malam jum’at yaitu melakukan tawashul
dan merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW.
4. Apa bentuk-bentuk kegiatan yang mencerminkan toleransi antar umat beragama pada
masyarakat Kampung Pulo Geulis?
Melakukan kerja bakti dan memungut sampah. Pulo Geulis memiliki komunitas
pemungut sampah dan arisan sampah. Hari Idul Fitri masyarakat non-Muslim ikut
bergabung dan berbaur dengan umat Muslim. Hari Imlek umat Muslim membantu
menggotong barongsai dan meramaikan acaranya.
5. Mengapa masyarakat Kampung Pulo Geulis Hidup damai meskipun mereka berbeda
agama?
Saling menghormati dan saling menjaga keberagaman yang ada. Menjaga
keharmonisan bersama-sama.
6. Apakah di Kampung Pulo Geulis pernah terjadi konflik yang dilatar belakangi oleh
suku, ras atau agama?
Belum pernah ada. Jika terjadi konflik kecil maka ketua Rw segera turun tangan dan
menyelesaikannya dengan kekeluargaan.
7. Bagaimana hubungan masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang yang ada di
Kampung Pulo Geulis?
Apabila pendatang ditanyai terlebih dahulu latar belakang dan tujuan untuk tinggal di
Pulo Geulis, untuk menjaga kenyamanan dan keamanan masyarakat Pulo Geulis.
8. Apakah harapan anda kedepan terhadap kehidupan masyarakat Kampung Pulo
Geulis?
Harapannya adalah damai, tentram dan aman.
92
Hasil wawancara untuk warga Muslim
A. Latar Belakang Informan
Nama : Pak Chandra
Agama : Buddha
Profesi : Pengurus Klenteng Phan Kho Bio
Hari dan tanggal : Kamis 22 Februari
B. Berita Wawancara
1. Sudah berapa lama Anda tinggal di Kampung Pulo Geulis?
Saya kebetulan bukan tinggal di kampung sini, kebetulan saya bekerja di klenteng ini
sebagai sekeretaris, kira kira sudah 10 tahun saya bekerja di klenteng ini.
2. Bagaimana kondisi kehidupan Masyarakat Kampung Pulo Geulis?
Memiliki rasa toleransi yang tinggi di setiap masyarakatnya dan menjaga komunikasi
yang baik di setiap warganya.
3. Bagaimana pandangan Anda terhadap toleransi antar umat beragama di kampung
Pulo Geulis?
Menurut saya ini sangat bagus, terutama masyarakatnya yang sudah lama menjaga
hidup rukun di kampung ini walaupun perbedaan agama yang menjadi tumpuan hidup
rukun warga di sini.
4. Apa bentuk-bentuk kegiatan yang mencerminkan toleransi antar umat beragama pada
masyarakat Kampung Pulo Geulis?
Masyarakat berbagai agama ikut membantu meramaikan acara Imlek, menonton, dan
ikut menggotong tarian barongsai.
5. Mengapa masyarakat Kampung Pulo Geulis Hidup damai meskipun mereka berbeda
agama?
Saling menghormati dan saling menjaga keberagaman yang ada. Menjaga
keharmonisan bersama-sama.
6. Apakah di Kampung Pulo Geulis pernah terjadi konflik yang dilatar belakangi oleh
suku, ras atau agama? Tidak ada, selama saya bekerja di sini belum pernah terjadi
konflik yang di latar belakangi agama.
7. Bagaimana hubungan masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang yang ada di
Kampung Pulo Geulis?
Cukup baik, terutama apabila ada masyarakat luar yang datang ke kampung ini,
sangat di sambut baik kedatangannya.
8. Apakah harapan anda kedepan terhadap kehidupan masyarakat Kampung Pulo
Geulis?
Harapannya adalah agar masyarakat tetap menjaga, menghargai, dan menghormati
keberagaman yang ada tanpa adanya konflik, apalagi masalah agama. Karena semua
agama mengajarkan kebenaran tergantung bagaimana keyakinan pada pemeluk agam
tersebut mempercayai dan meyakininya.
93
Hasil wawancara di kampung Pulo Geulis
A. Latar Belakang Informan
Nama : Alhudry Rokib
Agama : Islam
Profesi : Ketua Lurah Babakan Pasar Bogor Tengah
Hari dan tanggal : Jum’at 23 Maret
B. Berita Wawancara
1. Sudah berapa lama Anda tinggal di Kampung Pulo Geulis?
Kebetulan saya tinggal bukan di Kampung Pulo Geulis, tetapi saya sudah lama
tinggal di bagian bogor tengah ini kurang lebih 15 tahun.
2. Bagaimana kondisi kehidupan Masyarakat Kampung Pulo Geulis?
Selama saya menjabat sebagai ketua lurah di Babakan Pasar ini, masyarakat Pulo
Geulis hidup dengan rukun dan damai.
3. Bagaimana pandangan Anda terhadap toleransi antar umat beragama?
Indonesia memiliki banyak macam suku, ras, budaya, adat istiadat, serta agama, maka
tolereansi ini sangat diperlukan dan dibutuhkan untuk saling menghargai,
menghormati, menjaga dan bantu-membantu agar terciptanya kenyamanan dan
keamanan bersama. Hidup dengan damai, tentram tanpa ada persengketaan
permasalahan agama sekalipun.
4. Apa bentuk-bentuk kegiatan yang mencerminkan toleransi antar umat beragama pada
masyarakat Kampung Pulo Geulis?
Melakukan tawashul untuk umat Muslim setiap malam jum’at, merayakan Maulid
Nabi Muhammad SAW untuk umat Muslim, melakukan kerja bakti bersama seluruh
masyarakat Pulo Geulis tanpa memandang penganut agama apapun dan lain
sebagainya.
5. Mengapa masyarakat Kampung Pulo Geulis Hidup damai mespikun mereka berbeda
agama?
Karena memiliki rasa saling menghargai dan saling menghormati yang tinggi,
sehingga tidak ada lagi permasalahan dan persengketaan antara umat beragama
lainnya.
6. Apakah di Kampung Pulo Geulis pernah terjadi konflik yang dilatar belakangi oleh
suku, ras atau agama?
Belum pernah ada. Saya selaku ketua lurah disini sangat ikut turun untuk mencegak
apabila terjadi konflik antar agama di kampung Pulo Geulis.
7. Bagaimana hubungan masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang yang ada di
Kampung Pulo Geulis?
Masyarakat pribumi sangat terbuka dengan pendatang, selama pendatang tidak
mengusik dan mengganggu masyarakat pribumi dengan peraturan-peraturan yang
telah berlaku selama ini.
8. Apakah harapan anda kedepan terhadap kehidupan masyarakat Kampung Pulo
Geulis?
Harapannya adalah masyarakat Pulo Geulis dapat hidup lebih baik lagi dalam segi
ekonomi, infrastuktur, lingkungan dan sebagainya.
94
Hasil wawancara di kampung Pulo Geulis Bogor
A. Latar Belakang Informan
Nama : Supandi
Agama : Buddha
Jabatan : Humas Kampung Pulo Geulis
Hari dan tanggal : Juma’at 23 Maret
B. Berita Wawancara
1. Sudah berapa lama Anda tinggal di Kampung Pulo Geulis?
Kurang lebih 10 tahun saya tinggal di kampung Pulo Geulis.
2. Bagaimana kondisi kehidupan Masyarakat Kampung Pulo Geulis?
Kondisi di kampung ini baik, terutama masyarakat nya yang sangat antusias untuk
menjaga keletarian yang ada di kampung ini.
3. Bagaimana pandangan Anda terhadap toleransi antar umat beragama? Sangat bagus
sekali. Karena jarang sekali terjadi ditempat lain seperti yang terjadi di Pulo Geulis,
dimana masyarakatnya itu hidup rukun, damai, tentram dan bantu-membantu tanpa
adanya konflik, pertikaian dikarenakan perbedaan agama.
4. Apa bentuk-bentuk kegiatan yang mencerminkan toleransi antar umat beragama pada
masyarakat Kampung Pulo Geulis? Merayakan acara Imlek dengan yang menggotong
barongsai sebagian besar umat Muslim, bergotong-royong membersihkan kampung
atau kerja bakti bersama, dan lain sebagainya.
5. Mengapa masyarakat Kampung Pulo Geulis Hidup damai mespikun mereka berbeda
agama?
Karena memang sudah sejak dahulu masyarakat disini berbeda agama, maka sudah
sewajarnya masyarakat disini harus tetap menjaga hubungan baik di kampung ini.
6. Apakah di Kampung Pulo Geulis pernah terjadi konflik yang dilatar belakangi oleh
suku, ras atau agama? Belum pernah ada, karena di kampung ini sudah lama menjaga
kelestarian hidup rukun dan damai, seperti sikap toleransi yang sudah lama di junjung
tinggi di kampung ini
7. Bagaimana hubungan masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang yang ada di
Kampung Pulo Geulis? Hubungannya begitu baik, ketika pendatang datang kedalam
kampung pulo geulis, kita semua menyambut mereka dengan baik, karena kami sudah
lama juga menjaga sikap saling hidup rukun di kampung ini.
8. Apakah harapan anda kedepan terhadap kehidupan masyarakat Kampung Pulo
Geulis? Harapannya, semoga masyarakat Pulo Geulis dapat menjadi contoh untuk
masyarakat diluar Kampung Pulo Geulis supaya tidak berkonflik dan bertikai hanya
karena masalah perbedaan agama. Kita Indonesia kita satu, karena Indonesia
memiliki keberagaman suku, rasa dan agama salah satunya maka kita harus besatu
untuk Indonesia yang aman dan sejahtera.
95
Hasil wawancara di kampung Pulo Geulis
A. Latar Belakang Informan
Nama : Abraham Halim
Agama : Kristen
Profesi : Pemerhati Sejarah di Kampung Pulo Geulis
Hari dan tanggal : Senin 12 Februari
B. Berita Wawancara
1. Sudah berapa lama Anda tinggal di Kampung Pulo Geulis?
Lahir dan besar di Kampung Pulo Geulis 54 tahun.
2. Bagaimana kondisi kehidupan Masyarakat Kampung Pulo Geulis?
Kondisi yang ada kampung ini sangat baik terutama masyarkatnya yang menjaga
gidup rukun dan damai.
3. Bagaimana pandangan Anda terhadap toleransi antar umat beragama di kampung
Pulo Geulis?
Toleransi saling menghargai saling menghormati meskipun memiliki keberagaman
tapi tetap bersatu dalam segala hal untuk Pulo Geulis.
4. Apa bentuk-bentuk kegiatan yang mencerminkan toleransi antar umat beragama pada
masyarakat Kampung Pulo Geulis?
Pulo Geulis memiliki klenteng (Tempat ibadah umat Tionghoa) yang biasa digunakan
untuk beribadah oleh berbagai umat beragama, termasuk umat Muslim. Seperti setiap
malam jum’at digunakan umat Muslim melakukan tawashul.
5. Mengapa masyarakat Kampung Pulo Geulis Hidup damai meskipun mereka berbeda
agama?
Karena masyarakat Pulo Geulis menghormati adanya keberagaman yang ada didalam
kampungnya, dan saling menjaga keharmonisan dengan selalu bergotong-royong
dalam segala kegiatan, baik dalam kegiatan keagamaan maupun kegiatan-kegiatan
lainnya.
6. Apakah di Kampung Pulo Geulis pernah terjadi konflik yang dilatar belakangi oleh
suku, ras atau agama? Belum pernah terjadi konflik di kampung ini, jikat itu suatu
saat ada kita masyarakat disini akan berkomunikasi dengan baik.
7. Bagaimana hubungan masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang yang ada di
Kampung Pulo Geulis?
Hubungan dengan masyarakat luar saling menjaga komunikasi yang baik, apabila ada
orang yang ingin berkunjung ke kampung ini untuk melihat yang unik, silahkan saja
kami yang tinggal di kampung ini sangat terbuka dengan yang ada di kampung ini.
8. Apakah harapan anda kedepan terhadap kehidupan masyarakat Kampung Pulo
Geulis?
Harapannya adalah di masa mendatang dapat menjadi lebih kompak, menjadi lebih
bersatu dan dapat hidup berdampingan meski memiliki keberagaman untuk Indonesia
yang satu dan makmur.
96
Hasil wawancara di kampung Pulo Geulis Bogor
A. Latar Belakang Informan
Nama : Suhendar
Agama : Khonghucu
Profesi : Masyarakat Kampung Pulo Geulis
Hari dan tanggal : Jum’at 23 Maret
B. Berita Wawancara
1. Sudah berapa lama Anda tinggal di Kampung Pulo Geulis?
Saya tinggal di Kampung ini kurang lebih 7 tahun.
2. Bagaimana kondisi kehidupan Masyarakat Kampung Pulo Geulis?
Selama saya di kampung ini, untuk kehidupan masyarakatnya sangat baik, toleransi,
apalagi perbedaan agama yang terdapat di dalamnya sangat saling menghormati.
3. Bagaimana pandangan Anda terhadap toleransi antar umat beragama?
Toleransi antar umat beragama begitu sangat diperlukan dalam kehidupan yang
sekarang ini, maka dari itu kami disini sangat saling terbuka dan menerima perbedaan
yang ada di kampung ini, supaya toleransi antar umat beragama disini terus tetap
terjaga.
4. Apa bentuk-bentuk kegiatan yang mencerminkan toleransi antar umat beragama pada
masyarakat Kampung Pulo Geulis?
Bentuk kegiatan yang mencerminkan toleransi disini, ya banyak masyarakat kalau
sedang ada kerja bakti semua ikut membantu, itu sedikit hal yang mencerminkan
toleransi disini.
5. Mengapa masyarakat Kampung Pulo Geulis Hidup damai mespikun mereka berbeda
agama?
Karena masyarakat disini saling menghormati setiap perbedaan yang ada di
dalamnya, dari perbedaan agama, maupun perbedaan pendapat. Jadi masyarakat disini
sangat menerima masukan yang di terimanya dan menjaga sikap sikap toleransi yang
sudah ada sejak lama.
6. Apakah di Kampung Pulo Geulis pernah terjadi konflik yang dilatar belakangi oleh
suku, ras atau agama?
Selama tinggal di sini belum pernah ada konflik yang mengatas namakan agama,
karena semua masyarakat kampung pulo geulis di sini sudah kental dengan sikap
toleransi yang di buatnya sejak dahulu.
7. Bagaimana hubungan masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang yang ada di
Kampung Pulo Geulis?
Hubungan dengan masyarakat pendatang begitu baik, apabila para pendatang datang
kesini dengan baik-baik, kami semua warga disini akan menyambut baik juga.
8. Apakah harapan anda kedepan terhadap kehidupan masyarakat Kampung Pulo
Geulis?
Harapan untuk kampung Pulo Geulis, semoga kampung ini bisa lebih dikenal luas
oleh masyarakat luar yang menjadi terkenalnya dengan cerminan toleransi di
dalamnya.
97
Hasil wawancara di kampung Pulo Geulis Bogor
A. Latar Belakang Informan
Nama : Endang Hidayat
Agama : Islam
Profesi : Masyarakat kampung Pulo Geulis
Hari dan tanggal : Kamis 22 Maret
B. Berita Wawancara
1. Sudah berapa lama Anda tinggal di Kampung Pulo Geulis?
Kurang lebih saya tinggal disini hampit 8 tahun.
2. Bagaimana kondisi kehidupan Masyarakat Kampung Pulo Geulis?
Kondisi kehidupan yang ada di dalam kampung pulo geulis masyarakat yang hidup
dengan toleran, terutama dengan perbedaan agama di dalamnya.
3. Bagaimana pandangan Anda terhadap toleransi antar umat beragama?
Pandangan saya terhadap toleransi umat beragama sangat penting dalam kehidupan
sekarang, untuk mencegah hal-hal konflik yang akan datang.
4. Apa bentuk-bentuk kegiatan yang mencerminkan toleransi antar umat beragama pada
masyarakat Kampung Pulo Geulis?
Bentuk kegiatan yang terdapat di kampung ini dalam mencerminkan toleransi, karena
pusat cerminan toleransi ada di dalam Klenteng tersebut, kita semua yang berbeda
agama selalu menjaga nilai-nilai toleransi yang di dalamnya.
5. Mengapa masyarakat Kampung Pulo Geulis Hidup damai mespikun mereka berbeda
agama?
Ya sebenernya itu sudah lama di terapkan, bahkan bukan Cuma pulo geulis saja,
semua wilaya di indonesia juga harus tetap menjaga perbedaan agama di dalamnya,
karena itu akan membuat masyarakat dengan hubunga harmonis.
6. Apakah di Kampung Pulo Geulis pernah terjadi konflik yang dilatar belakangi oleh
suku, ras atau agama?
Selama saya tinggal di kampung ini belum pernah ada konflik yang di dasari agama,
karena di kampung ini sudah kental dengan nilai-nilai toleransinya.
7. Bagaimana hubungan masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang yang ada di
Kampung Pulo Geulis?
Hubungan dengan masyarakat luar begitu baik, terutama apabila masyarakat luar
mengunjungi situ Klenteng Phan Kho Bio, kami semua menyambut baik
kedatangannya.
8. Apakah harapan anda kedepan terhadap kehidupan masyarakat Kampung Pulo
Geulis?
Harapan saya untuk kampung Pulo Geulis, semoga kampung ini terus menjaga nilai-
nilai yang sudah ada sejak lama di buatnya dan kampung ini menjadi kampung yang
di harapkan untuk kampung-kampung lainnya.
98
LAMPIRAN 4
FOTO KEGIATAN LAPANGAN
Foto 1 : Narasumber Bapak Abraham Halim Foto 2: Bapak Hamzah
Foto 3 : Narasumber Bapak Supandi Foto 4 : Narasumber Bapak Endang
Foto 5 : Narasumber Bapak Alhudry Rokib Foto 6 : Narasumber Bapak Chandra
99
Foto 7 : Narasumber Bapak Suhendar Foto 8 : Batu besar peninggalan Embah Sakee dan Eyang
Jayaningrat
Foto 9 : Peninggalan Eyang Prabu Surya Kencana
Yang diyakini sebagai keturunan prabu siliwangi Foto 10 : Embah imam yang di yakini dalam
batu besar tersebut peninggalan pada zaman
megalitikum
Foto 11 : pada malam jumaat di belakang klenteng Foto 12 : Tampak depan Klenteng Phan Kho Bio
di jadikan tempat tawasulan
100
Foto 13 : Peta Kampung Pulo Geulis, sumber (http://goo.gl/maps/4PWCMhaf25n2 )