Post on 10-Nov-2021
PROKONS: Jurnal Teknik Sipil P-ISSN: 1978-1784 || E-ISSN: 2714-8815
Vol. 12, No. 1 (Februari), Halaman 28 – 41 prokons.polinema.ac.id
30
KINERJA GELAGAR FRP BERBENTUK-U DARI
E-GLASS/POLYESTER TERHADAP LENTUR
Taufiq Rochman1, Agus Sugiarto
2
1,2Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Malang
1taufiqrochman@gmail.com, 2agus.sugiarto@polinema.ac.id
Abstrak
Penggunaan FRP (fiber reinforced polymer) dalam bidang inovasi struktur teknik sipil telah dipelajari dan didiskusikan dan dalam waktu yang sangat singkat, FRP telah berkembang luas menjadi bahan cerdas yang siap untuk menggantikan beton dan baja. Kekurangan baja dan beton terutama dalam kasus lentur untuk bentang yang panjang berat sendirinya mendominasi dari kapasitas lentur nominal yang tersisa dan juga dominan daripada beban hidup. Banyak penelitian yang memanfaatkan FRP sebagai perkuatan jembatan lama (retrofit) yang menggunakan strip atau sistem strip prategang karbon, tapi jarang sekali yang terfokus pada aplikasi FRP secara penuh sehingga diusulkan sebuah gelagar FRP bertipe-U untuk menahan lentur. Gelagar berpenguat FRP terbuat dari serat bertipe E-glass dengan menggunakan resin polyester tak jenuh sebagai bahan matriks. Gelagar komposit dibentuk dari satu set mat uniaksial bersudut
0° dan mat biaksial yang bersudut ±45°. Penampang sayap tertarik profil-U bagian bawah mempunyai
konfigurasi lay-up 17 lapis mat [±45°3/0°4/±45°3/0°4/±45°3] sedangkan bagian penampang yang lainnya
mempunyai konfigurasi lay-up 9 lapis mat [±45°]9. Gelagar divariasikan pada tingginya yaitu 15 cm, 12.5 cm dan 10 cm berturut-turut untuk gelagar A, B dan C. Bentang gelagar diset sebesar 2000 mm dan beban lentur 3 titik terpusat dari 0 sampai 105kN yang diberikan secara quasi-static. Beban dan lendutan dicatat secara manual tetapi regangan dicatat secara otomatis menggunakan data aqcuisition system. Pada beban terpusat lebih dari 0 kN sampai 105 kN, diperoleh hasil dengan rerata lendutan sebesar 47 mm dan rerata regangan tarik sebesar 0.0018. Urutan lendutan dan regangan dari yang kecil sampai yang besar adalah gelagar A, B lalu C. Tetapi kerusakan geser dan tumpu lokal akibat beban terpusat dari urutan yang kerusakannya secara visual paling kecil sampai paling besar adalah gelagar C, B lalu A.
Kata-kata Kunci: gelagar-U, E-glass/polyester, FRP, kinerja lentur.
Pendahuluan
Struktur ringan seperti FRP pada masa kini merupakan komponen yang sangat penting pada pengembangan produksi pada semua lini industri (Zemcik, 2006). Kemajuan teknologi meningkatkan aplikasi bahan komposit dalam dunia industri misalnya sayap dan badan pesawat, velg dan badan mobil, baling-baling dan tiang kapal, proyek infrastruktur tower pabrik, tangki, pipa gas bertekanan dan juga komponen struktur teknik sipil di lingkungan marina seperti pelabuhan, gedung, jembatan serta terowongan.
Namun riset bahan komposit untuk jembatan sangatlah sedikit, apalagi aplikasinya kecuali hanya beberapa misalnya pemasangan strip FRP (fiber reinforced polymer) dalam bidang perbaikan dan perawatan gelagar jembatan. Padahal seperti yang telah disebutkan di atas, bahan ini memiliki kemampuan tarik yang sangat
tinggi yang dibutuhkan oleh dunia teknik sipil, terutama struktur lentur seperti gelagar yang berat sendirinya sangat dominan dan memiliki urgensi yang sangat tinggi untuk direduksi tanpa mengurangi kekakuan dan kapasitasnya.
Penerapan FRP yang pertama yaitu perbaikan dan perkuatan dari struktur lama, termasuk perbaikan kerusakan akibat getaran seismik, FRP mempunyai potensi yang sangat besar karena dapat direkatkan ke permukaan struktur untuk menyambung retak pada beton, sehingga luasan penampang FRP dan mutunya yang tinggi akan meningkatkan kapasitas elemen struktur dalam menahan beban (Bakis dkk., 2002). Kolom juga dapat dibalut FRP untuk menyempurnakan kekangan beton sehingga akan meningkatkan kapasitas dan daktilitas kolom terhadap beban statis dan dinamis (Saadatmanesh dkk, 1994 dan Parvin dkk, 2014). Penambahan FRP ini, selain meningkatkan kapasitas dan daktilitas, juga
Kinerja Gelagar FRP Berbentuk ….
31
hanya menambah sedikit beban mati atau volume kepada struktur yang telah ada. Minimalisasi beban mati tambahan merupakan hal yang sangat vital untuk menghindari diperlukannya lagi perkuatan berikutnya sebagai akibat adanya penambahan beban mati dari bahan penguat pertama (Darby, 1999). Aplikasi strip FRP yang direkatkan secara eksternal dapat meningkatkan berat kendaraan dan volume lalu lintas yang diijinkan (Oehlers, 2000). Perbaikan dan perawatan infrastruktur lama adalah bagian dari keterkaitan FRP secara khusus karena jumlah struktur yang telah dibangun sangat banyak dan FRP dapat membantu mencapai umur perencanaan yang optimal dan bahkan selalu dibutuhkan dalam perbaikan dan atau penggantian struktur (Nanni dkk., 1999; Nanni dkk., 2001; Park dkk., 2002).
Penerapan FRP yang kedua adalah sistem inovasi struktur. Ada banyak manfaat pada masa konstruksi jembatan karena dapat mereduksi berat yang pada akhirnya menghemat material dan biaya pekerjaan pondasi, sebagaimana FRP juga mereduksi biaya transportasi material dan biaya crane. Jembatan FRP juga lebih tahan terhadap pengaruh lingkungan, sehingga umur jembatan lebih lama. Jembatan kabel inovatif yang menggunakan kabel FRP semisal Jembatan Stork, Jembatan Verdasio, Jembatan Kleine Emme di Switzerland, dan Jembatan Dintelhaven di Rotterdam (Meier, 2012) juga Jembatan I-5/Gilman di California, Jembatan cable stayed yang berbahan komposit penuh (fully composite
material structure) juga dibangun di Skotlandia untuk pejalan kaki Aberfeldy (Burgoyne, 1993; Skinner, 2009; Busel, 2009). Dek jembatan, pilon serta kabel penahan dibuat dari bahan FRP. Semuanya dibangun tidak hanya menguntungkan secara struktural, namun secara ekonomis juga kompetitif karena berat kabel FRP yang lebih kecil apabila dibandingkan dengan sistem kabel konvensional (Rizzo dkk., 2005; Agneloni dkk., 2011; Chajes dkk., 2005).
Perumusan Masalah
Berdasarkan hal tersebut di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan terkait penelitian dan analisis gelagar FRP bentuk-U sebagai struktur lentur sebagai berikut: 1. Bagaimana analisis gelagar FRP ini terhadap
tegangan yang terjadi ? 2. Apakah gelagar FRP ini dapat dipakai dan
bagaimana kinerjanya pada beban lentur?
Pembatasan Masalah
Untuk mendapatkan hasil analisis yang baik, maka diberlakukan batasan-batasan sebagai berikut: 1. Gelagar FRP yang diuji ialah berbentuk-U
yang terbuat dari bahan komposit berlapis berserat gelas tipe E, beserta matriksnya yaitu resin atau epoxy yang diasumsikan bersifat isotropis transversal dalam arah longitudinal seratnya dan elastis linier.
2. Pengaruh suhu tidak diperhitungkan karena bahan yang digunakan dalam proses pembuatannya adalah jenis termoseting, bukan termoplastik.
3. Beban adalah bersifat quasi-statik dengan 3 titik pembebanan (3-point loading test).
Maksud dan Tujuan
Maksud penelitian ini adalah untuk mempelajari perilaku gelagar baru FRP sehingga memperoleh hasil tegangan yang baik untuk menentukan apakah gelagar FRP berbentuk-U ini mempunyai kinerja yang baik sehingga dapat diaplikasikan pada struktur lentur.
Sedangkan tujuannya antara lain: 1. Mengetahui kinerja gelagar A, B dan C
dalam menahan beban lentur apakah berperilaku getas, ataukah daktail.
2. Mengetahui pola kegagalan gelagar A, B dan C, berjenis tumpu, tekuk lokal, geser pada badan ataukah keruntuhan tarik, dan mengetahui rasio h/L yang baik untuk gelagar lentur
3. Mengetahui kehancuran yang lebih menentukan pada gelagar, kriteria tegangan ataukah batas regangan?
4. Mengetahui terjadinya progressive local
failure pada gelagar dengan berbagai rasio h/L.
Tinjauan Pustaka
Bahan Komposit
Adapun posisi bahan komposit diantara bahan-bahan yang lain secara berturut-turut ada dalam Gambar 1 untuk nilai kekuatan (strength) dan dalam Gambar 2 untuk nilai berat jenis atau kerapatan (density).
Kinerja Gelagar FRP Berbentuk ….
32
Gambar 1. Strength bahan komposit (serat maupun polimer) dibandingkan bahan lain Sumber: CES Selector (2014) http://www.grantadesign.com/products/ces/
Gambar 2. Density bahan komposit (serat maupun polimer) dibandingkan bahan lain Sumber: CES Selector (2014) http://www.grantadesign.com/products/ces/
Polimer berpenguat serat (FRP: Fiber
Reinforced Polymer)
Banyak buku telah mendeskripsikan polimer yang diperkuat dengan serat atau lebih terkenal dengan FRP (Fiber Reinforced Polymer) dan juga teknik manufakturnya antara lain Hyer, (1998), Powell (1994), Gibson (1994), Jones (1998) dan Vinson (1987). Para penyusunnya telah menampilkan terminologi dan definisi menurut perspektif mereka, sehingga untuk menyatukan persepsi serta menghindari kerancuan, maka dalam sub bab ini diberikan penjelasan tentang bahan, terminologi dan teknik manufakturnya.
Polimer berpenguat serat adalah termasuk salah satu kelompok bahan komposit khusus. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa bahan komposit adalah sebuah bahan yang terdiri dari dua atau lebih unsur yang sangat berbeda dalam
hal bentuk maupun komposisinya yang tidak dapat bercampur secara kimiawi satu sama lain. Bahan utama berperan sebagai penguat (reinforcement) yang mempunyai karakteristik mekanik tertentu yang diharapkan, sedangkan bahan yang lain adalah unsur pengisi yang disebut matriks dan berfungsi menyatukan secara komposit. Kinerja tertentu dari bahan komposit lebih tinggi dari bahan pembentuknya secara terpisah. Interface merupakan material ketiga akibat reaksi adhesif atau bahkan ketidaksempurnaan lekatan antara matriks dan serat, (Kaminski, 2002) seperti yang ada pada Gambar 3.
Gambar 3. Permukaan kontak (interface) antara penguat dan matriks Sumber: Kaminski (2002)
Unsur Pembentuk FRP
1. Matriks Karena serat penguat memiliki modulus
sedang sampai tinggi antara lain serat gelas tipe E sebesar 70 GPa dan serat boron serta graphite mempunyai modulus sampai sebesar 400 GPa (Tuakta, 2005), dan juga kekuatan yang relatif tinggi pada arah sumbu memanjangnya yaitu sekitar 3,45 GPa untuk serat gelas tipe E, dan 1,8 GPa untuk serat graphite serta 3,5 GPa untuk serat boron (Tuakta, 2005), akan tetapi bahan ini tidak mempunyai kapasitas tekan ataupun geser, kecuali apabila terkekang dalam suatu matriks atau resin sehingga dapat dituang untuk membentuk suatu struktur FRP. Matriks mendistribusikan beban antar serat dan mempengaruhi ketahanan geser (Tuttle, 2004), durabilitas (Adams, 2003) dan bahkan ketahanan terhadap kimiawi dan menyatukan serat dalam komposit (Tuttle, 2004).
Matriks anorganik berkinerja tahan suhu tinggi dan tahan gores namun mahal, sedangkan matriks organik lebih murah, mempunyai sifat kimiawi yang baik dan mempunyai karakteristik tertentu yang baik pula, misalnya dapat bertahan pada suhu menengah 160oC sampai 350oC (Gay,
Kinerja Gelagar FRP Berbentuk ….
33
dkk., 2003) sehingga resin organik ini sangat sesuai untuk struktur teknik sipil. Resin ini dapat diklasifikasikan dalam dua jenis yaitu resin thermosetting dan resin thermoplastic. Di dalam aplikasi teknik sipil yang sering digunakan hanyalah jenis thermosetting (Tan, 2003), karena matriks tidak dapat dicairkan kembali pada suhu tinggi. Sedangkan pada jenis thermoplastic, matriks dapat dicairkan kembali pada suhu tertentu, dan hal ini tidak sesuai serta sangat berbahaya untuk digunakan pada struktur. Karena itulah jenis thermoplastic tidak akan dibahas disini.
Resin thermosetting mempunyai perilaku pengerasan permanen setelah dipanasi, tidak
dapat dilelehkan atau dibentuk kembali dan merupakan matriks yang paling sering digunakan. Jenis yang paling prinsip adalah polyester tak jenuh, epoksid, vinil ester, polimid, fenolik dan furan. Dari semua resin ini, hanya tiga jenis resin yang paling sering digunakan sebagai matriks dalam struktur ketekniksipilan (Tan, 2003 dan Pascault, 2002), yaitu polyester, epoksid dan vinil-ester yang sifat mekanisnya ditunjukkan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Sifat mekanis tipikal dari resin thermoset (pada 23oC)
Sifat Satuan Polyester Tak Jenuh
Epoksi Vinil-ester
Densitas kg/m3 1100 – 1400 1200 – 1300 1120 - 1320 Kekuatan tarik MPa 34.5 – 103.5 55 – 130 73 – 81 Modulus E. (Tarik) GPa 2.1 – 3.45 2.75 – 4.1 3 – 3.5 Rasio Poisson 0.2 – 0.3 0.2 – 0.33 0.2 – 0.3 Perpanjangan % 1 – 5 4 – 8 3.5 – 5.5 Koefisien perambatan panas 10-6m/m/oC 30.9 – 60 50 – 80 52.6 – 64.8 Panas distorsi oC 60 – 205 50 – 300 93 – 135 Susut pemeliharaan % 8 – 12 0.5 – 2 5.4 – 10
Sumber: Hyer (1998) Polyester tidak jenuh (unsaturated polyester)
sangat luas penggunaannya dalam bahan komposit, karena harganya yang murah dan mudah proses produksinya serta mempunyai stabilitas dimensi yang baik (Mittal, 2013). Di antara keunggulannya yang lain adalah mudah basah dan ditekan seratnya serta mempunyai ketahanan yang baik terhadap senyawa hidrokarbon. Akan tetapi mempunyai kelemahan yaitu tidak tahan beban kejut (Dhakal dkk., 2012) dan getaran (Chlosta, 2012) serta susut yang tinggi (Kumar dkk., 2009), juga terdegradasi bila terkena sinar ultraviolet (Azizinamini dkk., 2013) dan rentan terhadap hidrolisis akibat kelembaban uap air (Maxwell dkk., 2005). Polyester tak jenuh ini membutuhkan perlindungan terhadap api karena mudah terbakar (Ratna, 2009). Adapun rumus kimia dari resin polyester diperlihatkan dalam Gambar 4.
Gambar 4. Rumus kimia polyester tak jenuh Sumber: Sukatik (2012) 2. Serat (Fiber)
Serat adalah bahan penguat yang berbentuk silinder panjang, sangat tipis atau sangat kecil mirip dengan rambut manusia yang berdiameter
antara 5 sampai 14µm. Serat juga dapat berupa organik dan anorganik sebagaimana halnya resin atau matriks (NPTEL, 2014). Tabel 2 menunjukkan sifat dari sejumlah tipe serat yaitu serat gelas, serat karbon dan serat aramid (ASM, 2001).
Pemilihan bahan untuk serat anorganik adalah luas meliputi serat gelas, logam, keramik dan serat dari bahan keras lain yang sulit untuk diproses. Dari serat berbahan anorganik yang paling luas digunakan adalah serat gelas karena merupakan serat yang paling murah yang dapat dibuat secara manual. (Lukkassen dan Meidell, 2007).
Kinerja Gelagar FRP Berbentuk ….
34
Tabel 2. Sifat mekanis dari berbagai macam tipe serat
Serat Diameter
(µm)
Kerapatan (kg/m3)
Kekuatan Tarik (GPa)
Modulus Tarik (GPa)
ANORGANIK
Serat Gelas (tipe E) 8-14 2540 3.45 72.4 Serat Gelas (tipe S) 8-14 2490 4.58 86.2 Keramik silikon karbit (tipe A)
100-150 3190 1.52 483
ORGANIK
Serat Karbon HS, T300 7 1760 3.53 230 Serat Karbon AS4 7 1800 4 228 Serat Karbon IM7 5 1800 5.41 276 Serat Karbon GY80 8.4 1960 1.86 572 Serat Aramid (Kevlar 49 ) 12 1440 3.62 130 Serat Boron 20-50 2600 3.44 407 Serat Poli-etilena 10-12 970 2.7 87
Sumber: ASM (2001)
Serat gelas dibuat dalam empat kategori (Comino dan Thornburrow, 2014) yaitu tipe S (kekuatan tinggi), tipe E (kekhususan elektrik), tipe ECR dan tipe C (keduanya tahan pengaruh kimiawi) disebutkan oleh Wallenberger, dkk., (2001). Tipe E adalah tipe paling lemah namun juga paling murah sehingga paling populer karena mudah dibuat. Dibandingkan dengan karbon dan aramid, serat gelas mempunyai modulus elastisitas dan kekuatan tarik yang paling rendah (NPTEL, 2014). Salah satu kekurangan serat gelas adalah kepekaannya terhadap penurunan kekuatan pada pembebanan statis yang lama, yang disebut keruntuhan rangkak (Chung, 1994).
Bentuk serat yang digunakan dalam FRP
Setelah proses manufaktur serat disimpan dalam bentuk gulungan dalam beberapa strand yang memuat sejumlah serat. Strand tunggal dikenal dengan istilah satu tow yang diklasifikasikan sebagai berat dalam gram per panjang dalam kilometer. Strand yang digunakan dalam FRP mirip ukurannya dengan benang (yarn) yang digunakan dalam industri tekstil, oleh sebab itu teknik rajut (textile-knitting) yang digunakan dalam industri manufaktur tekstil dapat langsung diterapkan pada serat komposit (Hongu dkk., 2005). 1. Lembaran serat terpotong dan lembaran serat
menerus Lembaran dengan serat terpotong dikenal dengan
istilah chopped strand mat (CSM) sedangkan lembaran dengan strand menerus disebut continuous
strand mat (CTSM). Serat CSM dilekatkan secara bersamaan dengan lem tipis untuk menahan serat sebagai lembaran sampai menyatu. Seringkali lem didesain untuk larut ketika terjadi kontak dengan resin
berbasis stirena, sehingga lem tipis ini tidak mempunyai peran struktural. CTSM juga mempunyai sistem yang sama kecuali seratnya bersifat kontinu. CSM dan CTSM keduanya memiliki kekuatan tarik dan modulus elastisitas yang rendah disebabkan arah serat yang acak. sehingga hanya digunakan pada komponen yang non-kritis dan lapisan coating (Bader, 2014). 2. Lembaran satu arah
Lembaran satu arah dikenal dengan istilah unidirectional mat (UDM) yang disebut dengan
susunan weft untuk mat yang bersudut 0° dan disebut
susunan warp untuk mat yang bersudut 90°. Seperti namanya UDM mempunyai tow dengan konfigurasi yang sejajar pada satu arah. Pada UDM diperlukan adanya tow pembagi (minor) yang terletak tegak lurus untuk mengikat komponen lembaran utama secara terintegrasi. (Aktiengesellschaft, 2007).
Gambar 5 (a) menjelaskan bentuk UDM (Springolo, 2005). Ketika diposisikan sebagai laminat lembaran dapat ditempatkan pada arah tegangan prinsip untuk memanfaatkan sumbu utama serat. Jenis lembaran ini terutama sesuai untuk penerapan beban tarik murni (Kim dan Mai, 1998). 3. Lembaran beranyam
Istilah untuk lembaran beranyam adalah woven
roving mat (WRM). WRM mempunyai jumlah tow yang sama pada arah yang saling tegak lurus satu sama lain. Untaian ini dianyamkan di atas dan di bawah untaian lain dengan arah bersilangan. Adapun Gambar 5 (b) menjelaskan konfigurasi anyaman WRM. Lembaran WRM lebih lemah pada arah utama dari pada dua lapis UDM pada berat yang sama, karena serat pada WRM tidak lurus (Harris, 1999). Pada beban tekan, serat-serat ini sudah mengalami
Kinerja Gelagar FRP Berbentuk ….
35
pra-tekuk, dan pada kasus tarik serat-serat ini mencoba untuk melurus yang menyebabkan tegangan transversal (pada sumbu z) pada kontak dengan serat yang tegak lurus (Struminski, 1971).
Gambar 5. (a) lembaran satu arah (UDM) dan; (b) lembaran beranyam (WRM) (c) lembaran dua arah (BAM) dan; (d) lembaran bias ganda (DBM) Sumber: Springolo, 2005
Ketika membuat komponen komposit untuk
struktur teknik sipil, pabrikasi yang paling sesuai adalah dengan menyusun serat menerus tersebut menjadi lapisan-lapisan. Cara ini merupakan yang paling baik dalam hal kekakuan dan kekuatan. Lamina termasuk bahan ortotropis yang merupakan mat (lembaran) bidang serat satu atau beberapa arah dalam sebuah matriks (NPTEL, 2014).
Sebuah laminat dibuat dari dua atau lebih lamina atau lapisan yang disusun secara bersama-sama pada arah serat yang bervariasi yang dapat berbeda ketebalannya atau bahannya (Staab, 1999). Tabel 3 menunjukkan daftar sifat bahan dari laminat yang berbeda serat.
Tabel 3. Sifat bahan antara komposit, baja, beton dan kayu
Sifat Karbon/Epoksi
T300/5208 Boron/ Epoksi
Kevlar49/ Epoksi
S. Gelas-E /Epoksi
Baja (A36)
Beton
Kayu (Oak)
E11 (GPa) 153 204 76 38.6 200 18-30 12 E22 (GPa) 11.2 18.5 5.5 8.27 200 25 8 v12 0.33 0.23 0.34 0.26 0.27 0.2 0.3 G12 7.1 5.59 2.3 4.41 79 10.4 0.61 Kuat tarik (MPa)
1524 1490 1380 750 300 2 14
Densitas (kg/m3)
1550 1850 1380 1740 7860 2320 900
Harga ($/kg) 64.51 149.84 26.09 11.50 1.27 0.05 1.11
Sumber: Gay dkk. (2003)
Sedangkan Tabel 4 menunjukkan sifat mekanik dari bahan serat gelas untuk sejumlah tipe lapisan (fabric mat).
Tabel 4. Sifat Serat Gelas tipe-E dalam beberapa konfigurasi susunan
Sudut Sifat mekanik bahan Satuan UD WR DB CSM
0o
Kuat tarik ultimit MPa
558 187 65 98 Kuat tekan ultimit 372 339 150 150 Modulus Young, E 26800 13700 9482 8200
90o
Kuat tarik ultimit MPa
40 166 65 98 Kuat tekan ultimit 372 420 150 150 Modulus Young, E 10000 12177 9482 8200
Kuat Geser Ultimit MPa 50 80 146 69 Modulus Geser, G MPa 4500 3200 8168 2800 Tebal tiap lapis, h mm 0.68 1.35 0.58 0.67 Densitas kg/m3 1740 1510 1630 1380 Rasio Poisson, v 0.3 0.1 0.52 0.3
*) UD = Unidirectional (satu arah) dengan 62.5 % berat serat gelas tipe-E terhadap komposit WR = Woven roving (beranyam) dengan 45% berat serat gelas tipe-E terhadap komposit DB = Double bias (bersudut 45 o) dengan 55 % berat serat gelas tipe-E terhadap komposit CSM = Chopped strand mat (lembaran acak) dengan 32 % berat serat gelas tipe-E
Kinerja Gelagar FRP Berbentuk ….
36
terhadap komposit Sumber: Springolo, 2005
Penggabungan dan arsitektural lamina sangat mempengaruhi performa laminat karena serat merupakan penahan beban utama (Powell, 1994). Adapun multiaxial mat juga terdapat di pasaran seperti ditunjukkan dalam Gambar 6 (Triaxis Composites, 2009).
Gambar 6. Multiaxial mat, tersusun dari mat dengan sudut ortotropi serat yang berbeda Sumber: Triaxis Composites, 2009
Semakin tinggi fraksi serat akan menghasilkan kapasitas yang lebih tinggi dan penampang yang lebih kaku dalam luasan yang sama (Gohari, dkk.,, 2012
dan Malcolm dkk., 2013). Fraksi serat sampai 60% masih dapat dicapai dengan adesi yang penuh antara serat dan matriks (NPTEL, 2014 dan Severin dkk., 2014). Laminat peka terhadap susut ketika matriks dominan digunakan (Nawab, dkk., 2013). Sifat susut ini menimbulkan tegangan tambahan pada laminat dan dapat menyebabkan suatu struktur datar menjadi melengkung ketika susunan laminat tidak simetris terhadap bidang tengah (Albert dan Fernlund, 2002). Pengaruh lain dari laminat yang tidak simetris adalah distorsi suhu dan tegangan. Karena itulah biasanya laminat selalu didesain dalam susunan simetris kecuali bila memang diperlukan adanya distorsi (Svanberg, 2002).
Metode Penelitian
Alur Penelitian
Prinsip dari alur penelitian dalam Gambar 7 adalah mengamati beban maksimum yang dapat diterima oleh benda uji, lendutan maksimum yang terjadi, regangan maksimum yang terjadi dan berbagai ragam kemungkinan terjadinya kegagalan struktur pada model prototipe yang dibuat dan sebagainya.
Kinerja Gelagar FRP Berbentuk ….
37
Gambar 7. Flow chart penelitian
Sistem Akuisisi Data NEC-AS1803
Sistem akuisisi data yang digunakan untuk mencatat secara otomatis nilai-nilai yang terbaca dari strain amplifier. Adapun interface PCI expansion
board yang digunakan ialah PCI-3126 dengan 12 bit analog input board dari Interface Corporation, Japan yang dilengkapi dengan software bantu berupa driver GPF-3100 yang kompatibel dengan Windows XP. Adapun batas serta spesifikasi alat ini yaitu bekerja
pada suhu 0° - 50°C dan kelembaban relatif 20% -
90% (non-condensing), serta voltase DC +5 V (±5%). Adapun Gambar 8 menunjukkan kartu PCI-3126 yang dipasang pada slot komputer PC.
Seting pengujian dibuat dengan program bantu dan semua informasi yang penting seperti faktor strain
gauge, koefisien kalibrasi dan channel gain dimasukkan ke dalam program. Sejumlah 4 buah strain gauge dipasang secara aksial pada sayap atas dan bawah gelagar pada penampang tengah dan 2 buah strain gauge dipasang secara transversal pada badan tekan pada tumpuan spesimen gelagar uji lentur lalu data regangan dibaca secara langsung melalui kabel khusus yang menghubungkan 6 channel secara langsung dalam waktu yang bersamaan ke strain
amplifier NEC-AS1803.
Gambar 8. Kartu PCI-3126 yang dipasang pada slot computer dan inzetnya.
Strain amplifier NEC-AS1803 ditunjukkan oleh
Gambar 9, kemudian ke satu kabel khusus masuk ke PCI-3126 dan dibaca oleh program bantu driver GPF-3100, yaitu setiap jalur mempunyai unit pemroses tersendiri yang dapat mengambil 8 data per detik dengan resolusi 16 bit dan mempunyai 8 setting input yang berbeda dalam range 10 V. Ketika input yang diperoleh bertambah maka sensitivitas pengukuran juga bertambah sehingga kurva yang diperoleh akan semakin halus. Strain gauge dapat juga di-setting antara +5V / +10V.
Gambar 9. Regangan yang terbaca dari strain
amplifier NEC AS-1803 yang terbaca dari strain
gauge terpasang pada salah satu gelagar.
Untuk membaca data output, ada sebuah gateway
device yang digunakan sebagai penghubung ke PCI slot di komputer, sehingga dengan peralatan inilah data DAQ (Data Acquisition) dikumpulkan.
Data Struktur Gelagar FRP Bentuk-U
Gelagar FRP berbentuk-U diuji dengan pembebanan lentur non-destruktif dengan beban terpusat 3 titik (2 beban terpusat berjarak 0.15L = 30 cm di tengah untuk spasi instalasi strain gauge) dengan nilai maksimum sebesar 200 kN. Panjang gelagar ialah 2000 mm, tinggi gelagar kotak adalah 150 mm dengan lebar total 100 mm. Adapun data geometrik struktur terlihat pada Gambar 10.
Laminat gelagar terdiri dari 9 lapis mat double bias
DB800E (±45°) untuk selain sayap tarik, sedangkan untuk sayap tertarik digunakan total 17 lapis mat yaitu 9 lapis mat double bias DB800E dan 8 lapis mat unidirectional L900E berketebalan 17 mm dengan
konfigurasi lay-up [±45°3/0°4/±45°3/0°4/±45°3].
Kinerja Gelagar FRP Berbentuk ….
38
Gambar 10. (a) Geometrik 3D penampang (kiri) (b) Penampang-U dalam mm (kanan)
Rancangan Penelitian
Adapun nama spesimen ditentukan sebagai berikut. Spesimen A dengan tinggi 150 mm dibuat berjumlah 8 buah yaitu A1, A2, A3, A4, A5, A6, A7 dan A8. Kemudian spesimen B dengan tinggi 130 mm berjumlah 9 buah yaitu B0, B1, B2, B3, B4, B5, B6, B7 dan B8. Sedangkan spesimen C dengan tinggi 10 cm berjumlah 8 buah yaitu C1, C2, C3, C4, C5, C6, C7 dan C8.
Setting Peralatan Pengujian pada Spesimen Uji
Seting spesimen pengujian lentur dengan peralatannya bisa dilihat pada Gambar 11. Jek hidrolis diletakkan di atas gelagar FRP yang telah dipasang strain gauge sebelumnya dan dipastikan bertumpu pada portal uji bagian atas kemudian beban statis diberikan secara perlahan (quasi-static).
Gambar 11. Setting penelitian gelagar kotak komposit terhadap pengujian lentur murni.
Regangan dalam strain gauge dibaca melalui bridge box oleh DAQS yaitu strain amplifier AS-1803
merk NEC dan dihubungkan gateway device ke slot komputer melalui interface PCI-3126 buatan Interface Corporation dengan sofware driver GPF-3100, sedangkan lendutan statis terbaca di dial-meter.
Hasil dan Pembahasan
Hasil pengujian spesimen lentur secara visual
Hasil pengujian lentur untuk spesimen A1 ditunjukkan oleh Gambar 12 dari kiri atas searah jarum jam berturut-turut ialah keruntuhan tumpu dan robek akibat geser yang besar, detail hancur tekan, geser dan tekuk pada beban siklis sisi belakang, dan sisi depan gelagar pada beban siklis.
Gambar 12. Keruntuhan geser lokal pada Gambar (a) dan (c) serta tekuk lokal pada Gambar (b) dan kombinasi keduanya pada Gambar (d) untuk gelagar A1
Kerusakan yang timbul berjenis kombinasi antara
keruntuhan tumpu dan robek akibat geser lokal badan pada lokasi beban terpusat serta keruntuhan tekuk akibat tegangan tekan yang besar. Hal ini terbaca dari regangan tekan yang mengecil dan berangsur-angsur berubah menuju ke daerah tarik. Hal yang sama bisa saja terjadi tidak tepat pada lokasi pembebanan, hal ini terjadi karena ada imperfection dalam gelagar pada saat proses pembuatan maupun pengujian. Gambar_13 menunjukkan hubungan antara berat gelagar dan lendutan.
Gambar 13. Hubungan antara berat gelagar dan lendutan maksimum
y = 0.0012x3.6752
R2 = 0.7785
0
40
80
120
10 15 20
Berat gelagar
(kg)
Le
nd
uta
n m
ak
sim
um
(m
m)
Kinerja Gelagar FRP Berbentuk ….
39
Hasil Pengujian Spesimen Lentur dengan
Pembebanan Statis
Dari Gambar 13 dapat terlihat bahwa lendutan maksimum yang bisa ditahan lebih tinggi seiring dengan berat yang lebih berat. Hal ini bisa dijelaskan karena pada berat yang lebih besar fraksi resin bertambah besar sehingga semakin meningkatkan daktilitas dan fleksibilitas gelagar. Atau dengan kata lain kekakuan bertambah kecil dengan jumlah resin yang semakin tinggi.
Gambar 14. Hubungan antara lendutan dan beban statis terpusat pada gelagar A berkorelasi secara nonlinier pada: (a) Gelagar A2 ; (b) Gelagar A4 ; (c) Gelagar A6 ; (d) Gelagar A8
Pada beban yang rendah seperti yang tampak pada
Gambar 14 keempat spesimen gelagar A menunjukkan perilaku nonlinier berorde 0.8, dan hubungan beban dengan lendutan dapat dituliskan
sebagai P=1.775∆0.8. Dapat dilihat bahwa nilai lendutan cukup besar, sehingga bahan FRP tidaklah cocok untuk kasus-kasus lentur.
Hal yang menarik ialah meskipun keruntuhan kombinasi ini begitu besar akan tetapi sayap penampang bagian bawah yang mengalami tegangan tarik tidak mengalami kerusakan, bahkan regangannya masih jauh berada di bawah regangan runtuh tarik yang diperoleh dari uji spesimen tarik.
Gambar 15. Hubungan antara regangan dengan tegangan pada gelagar a) A, b) B dan c) C
Gambar 15 menunjukkan bahwa gelagar A, B dan
C menunjukkan hasil yang cukup baik yaitu sekitar 150 MPa, namun dengan nilai regangan yang cukup tinggi sekitar 0.002. Adapun Gambar 16 menunjukkan perilaku regangan tekan SG4 yang abnormal yaitu muncul regangan tarik di daerah di sayap penampang tekan bagian atas yang seharusnya bernilai tekan.
(a)
(b)
(c)
Kinerja Gelagar FRP Berbentuk ….
40
Gambar 16. Regangan tarik tanda terjadinya tekuk pada sayap atas gelagar A7
Fenomena ini menandai terjadinya tekuk lokal
pada lokasi pembebanan di sekitar tempat strain
gauge SG3 atau SG4 dilekatkan. Fenomena tidak selalu terbaca karena tidak selalu tepat di tempat strain gauge berada, hal ini juga menyebabkan regangan tarik tidak bertambah.
Adapun hubungan antara lendutan maksimum dan regangan maksimum antara gelagar A, B dan C masing-masing ditunjukkan oleh Gambar 17 (a) dan Gambar 17 (b).
Meskipun pengaruhnya tidak terlalu primer terhadap lendutan maksimum dan regangan maksimum sebagaimana beban, mutu serat dan resin FRP, arah serat serta bentang gelagar, namun hal ini mempengaruhi bias pada penelitian. Fraksi fiber dibandingkan resin pun sulit tercapai dengan seragam yang terlihat pada berat spesimen yang ada dalam lampiran, hal ini pun menyebabkan bias yang cukup besar pada besarnya lendutan.
Meskipun berat mat dalam spesimen berjumlah sama, namun berat resin yang berbeda hanya mempengaruhi lendutan dan regangan maksimum saja, dan tidak mempengaruhi beban maksimum dan tegangan maksimum. Nilai beban maksimum atau tegangan maksimum yang bisa ditahan lebih dipengaruhi oleh jenis dan mutu serat, sudut serat, tinggi gelagar serta bentang gelagar FRP.
Gambar 17. (a) Hubungan antara lendutan maksimum dan berat gelagar (b) Hubungan antara regangan dan berat gelagar
Adanya bias ini juga disebabkan antara lain karena
besarnya gaya awal penarikan fiber mat dilakukan manual sehingga tidak konsisten dan terukur, dan jumlah sampel yang terbatas dan pengukuran lendutan pun secara manual sehingga rumus yang diberikan tidak tepat menempati titik-titik sampel. Adapun pada bagian regangan terlihat bahwa dengan jumlah titik yang rapat, rumus usulan yang diberikan dapat tepat pada titik-titik yang diperoleh secara otomatis dengan alat strain amplifier yang dilengkapi data aqcuisition
system. Ukuran dimensi FRP yang telah dibuat sedikit
banyak juga cenderung menyimpang dari ketelitian dan homogenitas yang diharapkan sebagaimana yang terjadi pada beton. Pada beton, pengaruhnya tidak banyak karena selisih kapasitasnya tidak terlalu signifikan. Akan tetapi pada struktur tipis, kapasitasnya akan jauh berbeda dengan selisih ketebalan hanya beberapa mm saja. Pada baja, hal ini tidak terjadi meskipun berdinding tipis, akurasi pembuatannya sangat baik. Sedangkan pada FRP dengan metode ’home made’ yaitu vacuum bagging
infusion ketelitian memang akan menjadi masalah. Di negara maju, kelemahan FRP ini diatasi dengan metode yang lebih homogen yaitu pultrusion.
Kinerja Gelagar FRP Berbentuk ….
41
Kesimpulan
Dari hasil pembahasan, dapat disimpulkan beberapa hal yang penting sebagai berikut: 1. Struktur gelagar FRP berbentuk–U dapat menahan
beban yang cukup tinggi akan tetapi bukanlah merupakan struktur penahan lentur yang cukup baik karena mempunyai kekakuan yang kecil, yang dicirikan dengan lendutan besar. Hal ini terjadi karena fraksi resin sulit untuk dikontrol.
2. Keruntuhan tarik gelagar FRP berbentuk–U jauh lebih baik dari kinerja tekannya, terbukti terjadinya local buckling dan crushing yang mendahului keruntuhan tarik. Kegagalan tarik tidak terjadi sama sekali. Hal seperti ini memerlukan perkuatan sayap tekan.
3. Semakin berat gelagar FRP menunjukkan semakin besarnya fraksi resin, sehingga kekakuannya mengecil, oleh karena itu lendutan semakin besar.
4. Semakin besar dan tinggi gelagar, maka regangannya semakin kecil, dimulai dari yang terbesar gelagar A, B dan yang paling kecil C.
Daftar Pustaka
Adams D.F., Carlsson L.A. & Pipes R.B.. 2003. Experimental Characterization of Advanced
Composite Materials. 3rd Edition. CRC Press, Washington.
Agneloni, E, Casadei, dan Celestini. 2011. Innovation
on advanced composite materials for civil
engineering and architectural applications: case
studies. First Middle East Conference on Smart Monitoring, Assessment and Rehabilitation of Civil Structures, 8-10 February 2011. Dubai, UAE. File: 348.pdf
Aktiengesellschaft, G.L. 2007. Rules for Classification
and Construction: Structural Design. Albert, C., & Fernlund, G. 2002. Spring-in and
warpage of angled composite laminates. Composites Science and Technology 62, pp. 1895–1912
ASM International Handbook Committee. 2001. Composites: Volume 21 of ASM Handbook.
Azizinamini, A. Power, E.H., Myers, G.F. & Ozyildirim, H.C. 2013. Design Guide for Bridges
for Service Life. SHRP 2 Renewal Project R19A Bader, S. 2014. Crystic Composites Handbook Bakis, C.E; Bank, L. C., F.; V. L. Brown, M.; E.
Cosenza; J. F. Davalos, A.M.; J. J. Lesko; A. Machida; S. H. Rizkalla, F.; And T. C. Triantafillou. 2002. Fiber-Reinforced Polymer Composites For Construction—State-Of-The-Art Review. Journal of Composites for Construction. 150th Anniversary of The American Society of Civil Engineers (ASCE). File: FRP Composites for Construction.pdf
Burgoyne, C.J dan Head, P.R. 1993. “Aberfeldy Bridge: An Advanced Textile Reinforced
Footbridge”. TechTextil Symposium, Frankfurt, Germany. File: cp25.pdf
Busel, J.P. Composites Industry’s Perspective on
Transportation Infrastructures Opportunities. Virginia Fiber Reinforced Composites Showcase, Bristol.
CES Selector (2014) http://www.grantadesign.com/products/ces/
Chajes, J, P. Chacon, W. Swinehart, R. Richardson, C. Wenczel, Wei Liu. 2005. Applications of
Advanced Composites to Steel Bridges: A Case
Study on the Ashland Bridge (Delaware-Usa). Department of Civil and Environmental Engineering College Of Engineering. University Of Delaware. File: Rpt. 181 Appl. of Adv. Composits to Steel Brdg Final.pdf
Chlosta, M. 2012. Feasibility study on fiber reinforced
polymer cylindrical truss bridges for heavy traffic. Master Thesis of Civil Engineering and Geosciences of TU Delft
Chung, D.L. 1994. Carbon Fiber Composites. Butterworth-Heinemann.
Comino P. & Thornburrow, P. 2014. A New Glass
Reinforcement Choice for Corrosive
Environments. Presentation of Saint-Gobain Vetrotex.
Darby, J. J. 1999, “Role of bonded fibre-reinforced composites in strengthening of structures” in Strengthening of Reinforced Concrete Structures, eds. L. C. Hollaway & M. B. Leeming, Woodhead Publishing Ltd, CRC Press LLC, Cornwall, England, pp. 1-10. File: 33781_01.pdf
Dhakal, H.N., Zhang, Z.Y., Richardson, M.O.W., & Errajhi, O.A.Z. 2012. The low velocity impact response of non-woven hemp fibre reinforced unsaturated polyester composites. Composite
Structures 94 (9). pp. 2756–2763. File: bridge-09FRPOpportunitiesinTransportation.pdf Gay, D., Hoa, S.V. & Tsai, S.W. 2003. Composite
Materials: Design and Applications. CRC Press, LLC.
Gibson, R. 1994. Principles of Composite Material
Mechanics. McGraw-Hill Company Gohari, S., Golshan, A., Firouzabadi, F.,
Hosseininezhad, N. 2012. Effect of Volumetric Fiber Fraction on Failure Strength of Thin-walled GFRP Composite Cylindrical Shell Externally Pressurized. Advanced Materials Research Vols. 488, pp 530-536.
Harris, B. 2003. Fatigue in composites. Science and
technology of the fatigue response of fibre
reinforced plastics. Cambridge: Woodhead Publishing Ltd.
Hongu, T., Phillips, G.O., Takigami, M. 2005. New
millennium Fibers. CRC Press. Hyer, M.W. 1998. Stress Analysis of Fiber-Reinforced
Composite Materials. Singapore: WCB Mc-Graw Hill Company
Kinerja Gelagar FRP Berbentuk ….
42
Jones, R. M. 1998. Mechanics of Composite
Materials. McGraw-Hill Book Company. Kaminski, Marcin. 2002. Stochastic problem of fiber-
reinforced composite with interface defects. Engineering Computations, Vol. 19 Issue 7, pp.854 - 868
Kim, J.K., Mai, Y.W. 1998. Engineered interfaces in
fiber reinforced composites. Elsevier Science. Kumar, S.M, Sharma N., & Ray, B. C. 2009.
Structural Integrity of Glass/Polyester Composites at Liquid Nitrogen Temperature. Journal of
Reinforced Plastics and Composites 28 (11). pp. 1297-1304
Lukkassen, D. & Meidell, A. 2007. Advanced
Materials and Structures and their Fabrication
Processes. Book manuscript, Narvik University College, HiN.
Malcom, A.J., Aronson, M.T., Deshpande, V.S., & Wadley, H.N.G. 2013. Compressive response of glass fiber composite sandwich structures. Composites: Part A Vol. 54, pp. 88–97
Maxwell, A.S, Broughton, W.R., Dean G., & Sims, G.D. 2005. Review of accelerated ageing methods
and lifetime prediction techniques for polymeric
materials. NPL Report DEPC MPR 016. Meier, U. 2012. Carbon Fiber Reinforced Polymer
Cables: Why? Why Not? What If? Arab J Sci Eng 37, pp. 399–411
Mittal, V. 2013. Thermoset Nanocomposites. John Wiley and Sons-VCH Verlag GmbH and Co.
Nanni, A., Alkhrdaji, T., Chen, G., Barker, M., Xinbao, Y., and Mayo, R., "Overview of Testing to
Failure Program of a Highway Bridge
Strengthened with FRP Composites," Selected Presentation Proc., 4th International Symposium on FRP for Reinforcement of Concrete Structures (FRPRCS4), Baltimore, MD, Nov. 1999, pp. 69-80. File: CF 1999 Nanni.pdf
Nanni, A., P.C. Huang and G. Tumialan. 2001. Strengthening of Impact-Damaged Bridge Girder
Using FRP Laminates, 9th Int. Conf., Structural Faults and Repair, London, UK, July 4-6, 2001, M.C. Forde, Ed., Engineering Technics Press, CDROM version, 7pp. File: impctdmg.pdf
Nawab, Y. Shahid, S. Boyard, N., & Jacquemin, F. 2013. Chemical shrinkage characterization techniques for thermoset resins and associated composites. Journal of Materials Science, August, Vol. 48, Issue 16, pp. 5387-5409
NPTEL (National Programme on Technology Enhanced Learning). 2014. Introduction of
Composites. Oehlers, D. J. 2000, 'Development of Design Rules for
Retrofitting by Adhesive Bonding or Bolting either
FRP or Steel Plates to RC Beams in Bridges and
Buildings.' In Composites in the Transportation Industry, eds. S. Bandyopadhyay et al., University
of New South Wales, Sydney, Australia, pp.110-119. File:783561.pdf
Park, S.H., Robertson, I.N., Riggs, H.R.. 2002. A
Primer for FRP Strengthening of Structurally
Deficient Bridges. Report No. HWY-L-2001-01. Department of Civil and Environmental Engineering University of Hawaii at Manoa. File: A Primer for FRP Strengthening of Structurally Deficient Bridges.pdf
Parvin, A., dan Brighton, D. 2014. FRP composites strengthening of concrete columns under various loading conditions. Polymers, 6(4), 1040-1056.
Pascault, J.P., Sautereau H., Verdu J., & Williams, R.J.J. 2002. Thermosetting Polymer. Marcel Dekker, Inc.
Powell, P. 1994. Engineering with Fiber-Polymer
Laminates. England: Chapman and Hall Inc. Ratna, D., 2009. Handbook of Thermoset Resins.
iSmithers Rizzo, A, N. Galati, and A. Nanni, 2005.
Strengthening of Off-System Bridges with
Mechanically Fastened Pre-Cured FRP
Laminates. File: StrengtheningofOff-SystemBridgeswithMechanically-FastenedPre-CuredFRPLaminates.pdf
Saadatmanesh, H., Ehsani, M.R. dan Li, M.W. (1994). "Strength and Ductility of Concrete Columns Externally Reinforced with Fiber Composite Straps," ACI Structural Journal, 91(4), 434-447.
Severin, I. El-Abdi, R., Corvec G. & Caramihai, M. 2014. Optical Fiber Embedded in Epoxy Glass Unidirectional Fiber Composite System. Materials Vol. 7, pp. 44-57
Skinner, J.M. 2009. “A Critical Analysis of The Aberfeldy Footbridge, Scotland”. Proceeding of
Bridge Engineering 2. Conference in University of Bath, UK. File: SKINNER.pdf
Springolo, M. 2005. New fiber – reinforced polymer
box beam: Investigation of static behaviour. Ph.D Thesis. University of Southern Queensland
Staab, G. 1999. Laminar Composites. Butterworth-Heinemann.
Struminski, E. 1971. Low-Cycle Fatigue Study of
Fiberglass-Reinforced Plastic Laminates. Thesis of Master Engineering. Department of Civil Engineering and Applied Mechanics. McGill University
Svanberg, J.M. 2002. Prediction of Manufacturing
Induced Shape Distortion – high performance
thermoset composites. Doctoral Theses. Department Applied Physic and Mechanical Engineering. Lulea Univ. of Technology, Sweden.
Tan, K.H. 2003. Fibre Reinforced Polymer:
Reinforcement for Concrete Structures. World Scientific.
Triaxis Composites, 2009. Fiberglass Reinforced
Plastics.
Kinerja Gelagar FRP Berbentuk ….
43
Tuakta, C. 2005. Use of Fiber Reinforced Polymer
Composites in Bridge Structures. Thesis of Civil and Env. Eng. of Massachusetts Institute of Tech.
Tuttle, M. 2004. Structural Analysis of Polymeric
Composite Materials. Marcel Dekker. Vinson, J.R. 1987. The Behavior of Structures
Composed of Composite Materials. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers.
Wallenberger, F. T., Watson, J.C. & Li, H. 2001. Glass Fibers. ASM International. ASM Handbook, Vol. 21: Composites
Zemcik, R. dan Rolfes, R, 2006. “High Performance 4-Node Shell Element with Piezoelectric Coupling”. Mechanics of Advanced Material and
Structures. 13, pp. 393-401. File: 21808368.pdf