KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

148
1/23/2020 IMG-20200106-WA0007.jpg https://mail.google.com/mail/u/0/#sent?projector=1 1/1

Transcript of KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

Page 1: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

1/23/2020 IMG-20200106-WA0007.jpg

https://mail.google.com/mail/u/0/#sent?projector=1 1/1

Page 2: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

HUKUM DAGANGINTERN-NASIONAL

PUTU SUDARMA SUMADI

Page 3: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

HUKUM DAGANG INTERN-NASIONAL

Penulis : Putu Sudarma Sumadi

© 2019

Diterbitkan Oleh:

Cetakan Pertama, Desember 2019

Ukuran/ Jumlah hal: 15,5x23 cm / 147 hlm

Layout : Wisnu

Cover: Wisnu

ISBN : 978-602-5815-88-1

Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang Ketentuan Pidana Pasal 112 - 119. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.

Page 4: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

iii

KATA PENGANTAR

Keberadaan kepusatakaan hukum dagang terutama

yang berbahasa Indonesia saat ini semakin langka, bahkan

ada yang mengemukakan sebagai subyek yang tidak

berkembang. Boleh jadi pandangan tersebut mengandung

kebenaran sehubungan dengan keluarnya beberapa materi

dari sistem hukum dagang. Boleh jadi juga pandangan itu

bersifat prematur karena sesungguhnya masih banyak

materi yang perlu dipertahankan dan dikembangkan atau

disesuaikan.

Dalam tulisan ini diketengahkan materi-materi yang

disusun menyerupai cerita yang terdiri dari bagian-bagian

pokok yang saling berkaitan. Bagian pertama menguraikan

tentang sejarah dan perkembangan hukum dagang. Bagian

kedua mengenai handelszaak atau obyek yang dapat

diperdagangkan dan contoh praktek perdagangan. Bagian

terakhir tentang media yang dapat dipergunakan sebagai

alat pembayaran.

Seluruh materi yang disajikan dikemas dalam

himpunan coretan-coretan yang diberi judul “Hukum

Dagang Intern-nasional”. Perkataan ini sekalian merupakan

penegasan konsep hukum dagang sebagai padangan dari

trade law . Konsep yang terakhir ini memiliki persamaan

dengan lex mercatoria yang mengatur hubungan perdagangan

Page 5: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

iv

internasional. Oleh karena itu tulisan mengenai aturan

hukum perdagangan dalam negeri diberi embel-embel

“intern-nasional”.

Amanat dari Pasal 49 ayat (2) Undang-undang Nomor

14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang pada pokoknya

menentukan, Profesor memiliki kewajiban khusus menulis

buku dan karya ilmiah serta menyebarluaskan gagasannya

untuk mencerahkan masyarakat. Kewajiban inilah yang

selalu menjadi motivasi utama untuk menulis dan menulis

terus sepanjang media untuk itu masih tersedia.

Menutup pengantar ini akhirnya harus disampaikan

bahwa “kerajinan tangan” ini masih sangat jauh dari

sempurna. Semoga bantuan penyempurnaan berdatangan

dari semua pihak. Untuk itu disampaikan terimakasih yang

tak terhingga juga kepada semuanya yang telah membantu

sesuai cara masing-masing hingga tulisan ini rampung dan

dipublikasikan.

Denpasar, 4 Desember 2019

Penulis,

Putu Sudarma Sumadi

Page 6: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................

DAFTAR ISI ................................................................

BAB I. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ...............

BAB II. ASPEK HUKUM PEMBUKUAN ....................

BAB III. AGREGAT PERDAGANGAN DAN JUAL

BELI PERUSAHAAN ..................................................

1. Agregat Perdagangan .................................................

a. Dagangan dan Nama Perusahaan ..................

b. Rahasia Perusahaan ..............................................

c. Goodwill ....................................................................

2. Jual Beli Perusahaan .....................................................

a. Pengertian ................................................................

b. Syarat-syarat ............................................................

BAB IV. HUKUM ALAT PEMBAYARAN ....................

a. Mata Uang .......................................................................

1). Pengertian ................................................................

2). Fungsi .........................................................................

3). Jenis ............................................................................

b. Surat – Surat Berharga ................................................

1). Pengertian ...............................................................

iii

v

1

47

63

63

67

76

79

81

81

85

89

92

92

95

98

102

102

Page 7: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

vi

2). Jenis ............................................................................

a). Wesel ..................................................................

b). Surat Sanggup ................................................

c). Cek .......................................................................

d). Bilyet Giro dan Traveller’s Cheque ...........

DAFTAR PUSTAKA ...................................................

112

112

118

122

130

136

Page 8: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

1

BAB I

SEJARAH DAN

PERKEMBANGAN

Perihal yang kemudian disebut dengan hukum

dagang itu sesungguhnya bukanlah sesuatu yang muncul

atau sebaliknya ditenggelamkan dengan begitu saja. Hukum

dagang itu memiliki sejarah yang panjang berbanding lurus

dengan berkembangnya perdagangan itu sendiri. Dunia

perdagangan dan hukum memiliki hubungan yang sangat erat,

dan bersifat saling mempengaruhi. Ungkapan ini memang

klise tetapi masih relevan untuk ditelusuri sejarahnya di

tengah kecenderungan melupakan yang semakin menjadi-jadi.

Sejarah tersebut perlu ditelusuri kembali antara lain sehubungan dengan upaya mengidentifikasi ruang lingkup hukum dagang yang cenderung semakin berkurang, bahkan

ada yang mengusulkan agar tidak perlu lagi dimasukkan ke

dalam kurikulum fakultas hukum. Usul tersebut dilandasi

alasan bahwa hukum dagang yang salah satu pokok

bahasannya berkenaan dengan wesel yang sudah tidak

dipergunakan lagi.

Page 9: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

2

Pandangan tersebut dilontarkan oleh yang pada satu

sisi memang pernah mempelajari hukum dagang tentang

surat-surat berharga yang menempatkan wesel sebagai salah

satu sub bahasan, tetapi hanya memahami wesel sebagai

warkat yang diterima oleh anak kos untuk kiriman uang

dari orang tuanya. Wesel seperti itu kemudian diuangkan

di kantor pos. Inilah yang disebut dengan “wesel pos” yang

sudah sangat jarang dipergunakan.

Seiring dengan perkembangan teknologi yang sangat

pesat berkenaan dengan pengiriman uang dan cara-cara

pembayaran, wesel pos memang sudah sangat jarang

dipergunakan jikalau tidak boleh dikatakan tidak ada sama

sekali. Pengiriman uang dan cara pembayaran sekarang ini

dapat dilaksanakan secara elektronik yang seringkali disertai

dengan secuil kertas yang berfungsi sebagai resi.1

Namun apabila berpegang pada pengertian wesel

menurut hukum surat-surat berharga, dan sepanjang

perbuatan mengirim uang serta membayar sesuatu itu

merupakan perbuatan hukum bersegi dua dan melibatkan

juga pihak ketiga misalnya perusahaan pengirim dan bank,

kiranya kita harus menyediakan kerelaan untuk tetap

mengakui bahwa wesel itu memang masih ada.

1 Resi pada dasarnya bukanlah terminologi hukum yang dapat disimak pengertiannya pada

kamus-kamus hukum yang baru sekali pun apalagi yang disusun pada 1960an. Istilah resi

dewasa ini semakin banyak dipergunakan antara lain karena diundangkannya Undang-

Undang Nomor 9 Tahun 2006 sebagaimana diubah berdasarkan Undang-undang Nomor

9 Tahun 2011 tentang Resi Gudang. Dalam undang-undang terdapat istilah resi gudang

yang merupakan dokumen kepemilikan atas barang yang disimpan di gudang yang

diterbitkan oleh pengelola gudang. Dokumen tersebut berfungsi sebagai bukti kepemilikan

dan penyimpanan. Selain itu dalam hal mengirim barang baik melalui pos maupun usaha

jasa swasta pengiriman, maka pengirim akan memperoleh secarik kertas yang memuat

informasi mengenai nomor, identitas pengirim, identitas penerima, ongkos kirim, dan

obyek yang dikirim. Secarik kertas inilah yang disebut resi yang berfungsi sebagai bukti

pengiriman. Intinya, resi merupakan secarik kertas yang berfungsi sebagai bukti.

Page 10: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

3

Uraian mengenai wesel yang lebih detil dan mungkin

juga agak membosan dan menggelikan pula akan disajikan

ketika membahas hukum surat-surat berharga dan jenisnya.

Dikatakan membosankan karena substansi hukum surat-

surat berharga sebagian terbesar berkisar pada format

surat-surat berharga ditambah lagi dengan kondisi yang

mengajarkannya kemungkinan besar juga memandang itu

membosankan.

Akan semakin membosankan lagi jikalau yang

menjelaskan itu dari awal sampai akhir hanya fokus pada

format secara verbal tanpa memperlihatkan contohnya.

Padahal sudah dimaklumi bahwa cara menjelaskan yang

baik itu adalah yang disertai dengan menunjukkan contoh,

tetapi cara demikian seringkali diabaikan bahkan dipandang

berlebihan.

Setelah sempat sedikit ngelantur, uraian berkenaan

dengan sejarah dan perkembangan hukum dagang akan

dilanjutkan kembali pertama-tama dengan mengetengahkan

konsep-konsep hukum2 yang pernah dan masih dipergunakan

untuk mengkomunikasikan topik yang sedang ditulis.

Konsep-konsep yang dimaksudkan itu sangat membantu

dalam berkomunikasi yang bertujuan menjelaskan.

Konsep-konsep tersebut dikaitkan dengan periodisasi

sejarah hukum pada umumnya. Periodisasi itu menurut

2 Edgar Bodenheimer, 1962., The Philosophy and Method Of The Law. Harvard University

Press, Cambridge-Massachusetts. Hal. 327 mengemukakan….concepts are necessary

and indispensable instruments for the solutions of legal problems. Without circumscribed

technical notions, we could not think clearly and rationally about legal questions. Without

concepts, we could not put our thoughts on the law into words and communicate them to

others in intelligible fashion.

Page 11: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

4

William Seagle3 terdiri dari periode; hukum primitif

(primitive law), hukum kuno ( archaik law), dan periode

kedewasaan hukum (maturity law). Suatu konsep misalnya

“trade law” itu berkembangnya sejak kapan dalam periodisasi

sejarah hukum. Dalam kaitan ini akan diletakkan pertanyaan

berkenaan dengan apa dan bagaimana aturan hukum dagang

pada setiap periode.

Periodisasi dalam sejarah hukum tidak dimulai

dengan periode pra sejarah seperti halnya periodisasi

sejarah umum, tetapi diawali dengan keberadaan hukum

pada era masyarakat primitif. Dapat dikemukakan sejarah

tidak memiliki catatan berkenaan dengan masa-masa pra

sejarah, yaitu periode ketika aksara atau huruf-huruf yang

merupakan prasyarat pokok itu belum dikenal, sehingga

tidak dapat catatan-catatan.

Pada masa pra sejarah komunikasi terutama dilakukan

dengan mengandalkan isyarat baik suara mau pun gerak

dan tanda-tanda lain di kalangan komunitas yang sangat

terbatas. Paling maju mereka menyampaikannya melalui

sarana gambar-gambar sederhana yang peninggalannya

dapat dijumpai pada dinding beberapa gua yang pernah

dihuni oleh manusia pra sejarah.

Apabila disimak dari perspektif siklus perputaran

perekonomian modern yang pada intinya terdiri dari produksi,

distribusi, dan konsumsi maka kegiatan yang paling dominan

dilakukan pada waktu itu adalah konsumsi dalam pengertian

3 William Seagle, 1946. The History Of Law. Tudor Publishing Co., New York. Hal. 27, 59,

151 membagi sejarah hukum pada umumnya menjadi tiga periode; primitive law, archaic

law, dan the maturity of law.

Page 12: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

5

yang sangat terbatas pada aspek menyantap seperlunya

untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Jadi siklus perputaran

ekonomi pada masa pra sejarah belumlah lengkap.

Intinya, pada masa pra sejarah, perdagangan belum

dikenal. Segala sesuatunya tersedia secara melimpah,

sehingga tidak ada kegiatan budidaya, tidak ada pasar, tinggal

mengambil, memetik, dan memburunya serta disantap.

Rantai siklus ekonomi yang melahirkan perdagangan pada

dasarnya adalah produksi dan distrubusi yang belum dikenal

dalam masa pra sejarah.

Mengingat tidak adanya perdagangan dalam bentuk

yang sangat sederhana sekali pun, maka belumlah dikenal

adanya hukum hukum dagang. Hal ini dapat dijelaskan bahwa

salah satu fungsi hukum adalah mengatur. Elemen pengaturan

terdiri dari aturan, obyek-subyek pengaturan, dan pengatur.

Apabila obyek-subyeknya tidak ada maka tidaklah mungkin

merumuskan aturan serta memungsikan pengatur.

Interaksi dengan hukum dagang pada dasarnya

baru mulai dikenal ketika manusia mengenal suatu bentuk

perilaku yang disebut dengan barter4. Dikemukakan

demikian karena sesederhana apa pun yang dilakukan,

barter tersebut sesungguhnya merupakan suatu sistem5 4 Henry Campbell Black, 1979. Black’s Law Dictionary. West Publishing Co., St. Paul Minn.

Hal. 137. Barter…to exchange goods or services without using money.

5 Ida r. Hoos, 1974. Systems Analysis In Public Policy. A Critique. University of California

Press. Barkeley, Los Angeles, London. Hal. 16 pada pokoknya mengemukakan Webster’s

Dictionary menyediakan sedikitnya lima belas makna mengenai sistem….number one

is “an aggregation or assemblage of objects united by some form of regular interaction

or interdependence; a group of diverse units so combined by nature or art as to form

an integral whole, and function, operate, or move in unison and, often, in obedience to

some form of control; an organic or organized whole. Number three shits attention to

the nonmaterial: “an organized or methodologically arranged set of ideas; a complete

exhibition of essential principles or facts, arranged in rational dependence or connection”.

Also, “a complex of ideas , principles, doctrines, laws, etc., forming a coherence whole

Page 13: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

6

yang mengintroduksikan dan mendasarkan kinerjanya pada

syarat-syarat yang disepakati dan semua ini merupakan

representasi dari aturan-aturan.

Konsep-konsep yang perlu diuraikan pertama-tama

adalah lex mercatoria, sebuah konsep dalam Bahasa Latin

yang pada dasarnya merupakan terma terkait yang paling tua

yang dapat ditelusuri sejarahnya. Konsep-konsep selanjutnya

secara alfabetik meliputi mercantile law dan trade law.

Selanjutnya penelusuran ini dikaitkan dengan kemunculan

terma-terma commercial law dan business law.

Penguraian secara alfabetik terutama untuk mercantile

law dan trades law dilandasi pertimbangan sehubungan

dengan keterbatasan dalam melakukan penelusuran atas

sejarah terbentuknya konsep-konsep tersebut. Di samping

adanya pandangan bahwa lex mercatoria sesungguhnya

merupakan konsep hukum dagang dalam Bahasa Latin. Tidak

tertutup kemungkinannya bahwa seluruh konsep tersebut

memiliki makna yang sama.

Namun demikian paragraph tadi tidaklah

menyurutkan niat untuk mengawali uraian sejarah hukum

dagang itu bahkan semakin menambah kemantafan dengan

menguraikan lex mercatoria. Selanjutnya diuraikan mengenai

sejarah terbentuknya Wetboek van Koophandel (WvK) yang

berdasarkan “asas konkordansi” diberlakukan di Indonesia

dengan titel Kitab Undang-Undang Hukum Perniagaan

(KUHD).

and recognized as the intellectual content of particular philosophy, religion, form of

government, or the like. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat dikemukakan

bahwa sistem menunjukkdan adanya keteraturan, kelangsungan dan kepastian.

Page 14: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

7

Pada karya-karya beberapa penulis pada era 1950

hingga 1960an sangat jarang dijumpai jikalau tidak boleh

dikemukakan tidak ada sama sekali yang mempergunakan

konsep hukum dagang. Kebanyakan penulis sudah merasa

percaya diri dengan konsep hukum perniagaan. Di Indonesia

fenomena seperti ini dapat dijumpai misalnya pada tulisan

M.H. Tirta Amidjaja 1956 yang berjudul Pokok-Pokok Hukum

Perniagaan.

Setetlah itu para penulis mulai mempergunakan

konsep hukum dagang untuk mengkomunikasikan aspek

hukum yang berlaku bagi yang menjalankan perusahaan,

perantara, surat-surat berharga, asuransi, hak dan kewajiban

yang timbul dalam pelayaran, dll. Hal ini dapat dijumpai pada

tulisan-tulisan Prof. Soekardono yang dikemas dengan judul

“Hukum Dagang Indonesia”.

Satu hal yang sangat perlu dicermati dari tulisan Guru

Besar dan Hakim Agung tersebut adalah p e n c a n t u m a n

nama “Indonesia” pada titel buku yang diterbitkan secara

berjilid-jilid tersebut. Pencantuman itu tidaklah sekadar

dimaksudkan untuk menambahkan aspek estetika dan

gramatika atau karperena buku-buku itu ditulis oleh orang

Indonesia. Jikalau diamanati tampaknya memiliki makna

tersendiri yang perlu dipahamkan.

Sejauh yang dapat diamati pada salah satu jilid dari

bukunya terdapat konsep “Perseroan Terbatas” (biasa disngkat

dengan PT) yang dipergunakan untuk menggambarkan ihwal

mendirikan, mengelola dan mengakhiri sebuah badan hukum

yang diatur mulai dari Pasal 21 sampai dengan 56 Kitab

Page 15: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

8

Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Sebelumnya para

penulis mempergunakan konsep “Naamlooze Vennootschap”

atau yang sering disingkat “NV”.

Apanya yang istimewa, bukankah sudah jamak

apabila ingin mengindonesiakan segala sesuatu yang berbau

asing itu cukup dengan jalan menerjemahkannya ke dalam

Bahasa Indonesia. Nah, ini memang merupakan suatu jalan;

jalan pintas yang menggelikan. Coba bayangkanlah apabila

diterjemahkan maka naamlooze vennootschap berarti

“persekutuan yang namanya dihilangkan” atau “persekutuan

tanpa nama” yang diambil dari para peseronya.

Berkenaan dengan penggunaan konsep “Perseroan

Terbatas”, Prof. Soekardono6 pada pokoknya menjelaskan,

inilah terjemahan yang lebih sesuai dengan sifat-sifatnya

bentuk perusahaan yang dijalankan….modal perseroan

atau modal bersama dan dibagi dalam sekian saham

atau sero dan tiap-tiap pemegang saham atau sero hanya

dipertanggungjawabkan secara terbatas….pendek kata:

masyarakat dan pemerintah bukan memilih “Persekutuan tak

bernama”, melainkan perseroan terbatas justru mengingat

akan pembatasan pertanggungan jawab pemegang saham

atau sero tersebut.Makna pencantuman “Indonesia” pada titel

buku-buku hukum dagang yang beliau tulis pada dasarnya

dapat diperbandingkan dengan menelusuri makna “Nasional”

pada judul “Hukum Dagang Nasional” yang sedang dibaca ini.

Makna “nasional” itu sendiri dapat diserap dari penelusuran

sejarah konsep hingga terbentuknya Code de Commerce di

6 R. Soekardono, 1983. Hukum Dagang Indonesia Jilid I (bagian kedua). C.V. Rajwali,

Jakarta. Hal. 127-128

Page 16: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

9

Perancis, Wetboek van Koophandel di Belanda, Kitab Undang-

Undang Hukum Dagang dan perkembangannya di Indonesia

sekarang.

Mendahului uraian berkenaan dengan lex mercatoria

terdapat satu hal yang sangat urgen disampaikan, bahwa

penelusuran sejarah dan perkembangan hukum dagang pada dasarnya dapat mengungkapkan fluktuasi hubungan hukum dan ekonomi. Hal ini semakin relevan mengingat perdagangan

merupakan bagian yang integral dari perekonomian sehingga

segenap aturan hukum tentang perekonomian itu harus

ditelusuri akar sejarahnya pada perekonomian itu sendiri.

Pembagian sejarah hukum umum misalnya periode-

periode primitive (sederhana), archaic (kuno), dan modern

dapat memperoleh apresiasi yang keliru seolah-olah hukum

primitive, hukum kuno, dan hukum modern itu semata-

mata merupakan hasil cetusan perkembangan pemikiran

masyarakatnya sesuai ukuran zamannya; era primitif dengan

pemikiran yang primitive akan menghasilkan hukum yang

primitif pula.

Pola berpikir yang hampir silogistik itu ternyata

cendrung menyesatkan dan sudah tentu keliru. William

Seagle membantahnya dengan mengemukakan,….primitive

law can be understood in terms not of the primitive law mind

but pf primitive economics. There is a clostes correlation

between the material culture of the simplest people and their

social institutions.7 Hukum primitif dapat dipahami dari

perekonomian masyarakat yang sederhana, bukan dari

7 William Seagle, Op.cit. hal. 57.

Page 17: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

10

pemikiran yang primitif.

Kehidupan masyarakat sangat sederhana sangat

erat dengan kebudayaan materiil, suatu budaya yang

memperkenalkan dan mengajarkan pola kehidupan yang

mempergunakan peralatan pada umumnya berupa perabot

(perkakas), senjata dan pakaian. Sudah tentu kebudayaan

materiil juga mengajarkan perihal bagaimana alat-alat

tersebut diperoleh baik ditemukan atau disediakan oleh

alam maupun dibuat dan dihasilkan dengan kemampuan

teknologi sesuai zamannya.

Intinya kebudayaan materiil itu mencakup seluruh

ciptaan manusia baik yang merupakan hasil visualisasi

mau pun konseptualisasi. Visualisasi merupakan hasil baru

atau benda baru dari proses pengolahan bahan-bahan yang

disediakan oleh alam. Sementara konseptualisasi lebih

menekankan pada aspek pemungsian secara langsung atas

benda-benda yang disediakan oleh alam dan dimanfaatkan

oleh manusia dengan seperti kapak untuk memotong.

Karakter pokok kebudayaan materiil adalah nyata atau

konkret, kebalikan dari kebudayaan non-materiil.

Sebagai ilustrasi, dalam bidang ilmu hukum dapat

pula dijumpai konsep yang menyerupai kebudayaan materiil.

Ada pun konsep yang dimaksudkan itu adalah “meterialisasi”

atau materialization. Konsep ini dipopulerkan oleh Rudolf

Wietholter8 melalui tulisannya yang berjudul Materialization

and Proceduralization in Modern Law. Namun demikian

8 Rudolf Wietholter, 1986, Materialization and Proceduralization In Modern Law. Dalam :

Dilemmas of Law in the Welfare State. Editor: Gunther Teubner. Walter de Gruyter, Berlin-

New York. Hal. 221.

Page 18: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

11

ia tidak memberikan definis mengenai konsep tersebut sehingga harus dicari-cari dalam perspektif-perspektif yang

lebih dahulu mengakrabinya.

Upaya pencarian ini ternyata tidak sia-sia dan

dijumpailah bahwa perspektif paranormal memiliki

pengertian tentang konsep tersebut. Perspektif paranormal

pada pokoknya memandang materialization merupakan

the creation or appearance of matter from unknown sources.

Sumber lainnya mengemukakan materialisasi merupakan

….creating a materialized view in a relational database….

the process of creating an embodiment of an a relational

database….the process of creating an embodiment of an idea,

such as a prototype.

Berdasarkan perpektif-perspektif tersebut dapat

dikemukakan bahwa pada intinya dalam materialisasi

terdapat elemen-elemen perbuatan menciptakan, mengubah,

dan mematerialkan-membendakan. Pesan yang hendak

disampaikan dengan konsep materialisasi sesungguhnya

adalah kegiatan mewujudkan sesuatu yang sebelumnya

hanya merupakan suatu keinginan, gagasan atau cita-cita,

kebutuhan menjadi sesuatu yang kasat mata, sesuatu yang

dapat diamati dengan indera. Sudah tentu kegiatan demikian

ini sangat pula dipengaruhi oleh pemikiran yang bersifat

materialistik.

Dalam ilmu hukum, konsep materialisasi lebih

merupakan suatu bentuk transpormasi terhadap hukum

idealita menjadi hukum realita. Kegiatan mengubah

atau mewujudkan sesuatu yang sebelumnya merupakan

Page 19: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

12

“non-figur hukum” menjadi “fugur hukum”; sesuatu yang bukan atau belum sebagai hak menjadi hak. Secara lebih

sederhana lagi dapat dikemukakan, materialisasi itu intinya

merupakan kegiatan “membendakan” sesuatu, memberi

atau menetapkan sifat kebendaan. Dengan sifat ini maka

sesuatu yang dimaksudkan itu memiliki nilai ekonomi yang

dapat diperalihkan dan tentunya menjadi obyek kontrak atau

transaksi komersial.

Cara pandang seperti itu dipengaruhi oleh paham

yang materialistis atau materialisme. Dalam materialisme,

kekayaan atau kebendaan diletakkan sebagai nilai yang

tertinggi dan tujuan tunggal dari setiap pikiran, ucapan, dan

tindakan. Nilai-nilao spiritualitas tidak ada dalam kosakata

seseorang yang menganut materialisme, selain niat untuk

memperoleh manfaat kebendaaan.

Dalam materialisme yang berkembang seiring

dengan pragmatisme-mengutamakan segi praktis dan hasil

maksimal daripada nilai-nilai moral-dan “hedonisme” - yang

berorientasi pada kenikmatan materi sehingga tidak segan-

segan mengorbankan nilai-nilai yang dijunjung tinggi untuk

mengejar materi yang lebih banyak- itu pada dasarnya juga

terkandung motivasi yang bersifat oportunistik.

Dalam kehidupan ini, hampir selalu terjadi kenaikan

gaji pegawai negeri sipil (PNS) diikuti dengan kenaikan harga-

harga. Selain menyimpang dari “dalil ekonomi’; tingginya

permintaan diikuri dengan tingginya penawaran, fenomena

tersebur sangat oportunistik. Apabila kenaikan gaji PNS

sampai menimbulkan pemahaman bahwa para pedagang

Page 20: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

13

juga berhak untuk memperoleh kenaikan pendapatan dengan

jalan menaikkan harga dan terlebih-lebih lagi apabila “hak”

tersebut dilembagakan oleh hukum, maka yang terjadi itu

dapat disebut dengan materialisasi hukum.

Dengan mempertimbangkan plus-minus antara

material culture dan legal materialization dapatlah

dikemukakan kebudayaan materiil pada dasarnya

mengandung aspek-aspek cara berpikir, berucap dan

berbuat yang berorientasi pada materi terutama yang

bersifat ekonomis dalam pengertian dapat dipertukarkan

dan diperdagangkan. Oleh karena demikian maka dapatlah

diterima bahwa perdagangan itu muncul ketika umat

manusia mengenal material culture.

Intinya, “material culture” mengantarkan umat

manusia untuk semakin intens dengan obyek yang kemudian

oleh dunia modern disebut dengan “komoditas” yang meliputi

baik barang maupun jasa yang dapat diperdagangkan.

Sementara itu “materialisasi” mengarahkan pada pengaturan

hukum terhadap kegiatan perdagangan.

Pada periode primitif tercatat tentang diakuinya

hak-hak atas properti hingga meliputi hak-hak yang timbul

karena warisan. Pada satu sisi periode ini mengakui hak-hak

atas harta kekayaan akan tetapi pada sisi lain menciptakan

aturan tentang pembatasan terutama berkenaan dengan

peralihannya. Hal ini merupakan sekelumit mengenai hukum

perdata yang tidak banyak berperan dalam masyarakat

primitif.9

9 William Seagle. Op.cit. hal. 68

Page 21: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

14

Dalam hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan yang

bersifat komersial dalam pengertian aktivitas-aktivitas

yang bertujuan memperoleh keuntungan materiil dapat

dikemukakan bahwa pada periode primitif sudah dikenal

adanya perdagangan. Bentuk yang paling populer dari format

perdagangan paca peridoe primitif adalah barter. Bentuk ini

juga dilandasi “prinsip resiprositas” (reciprocity principle).

Progres tersebut berlanjut hingga periode archaic

law yang pada dasarnya sudah dilengkapi dengan aturan-

aturan hukum berkenaan dengan aktivitas apa saja yang

diperbolehkan dan sebaliknya. Salah satu hal yang patut

memperoleh perhatian adalah bahwa aturan-aturan tersebut

masih mengandung kontradiksi. Hal mana perlu dicarikan

penjelasan atau setidak-tidaknya dipertanyakan dan untuk

selanjutnya ditelusuri oleh yang berminat dan menaruh

perhatian terhadap sejarah dan perkembangan hukum dagang.

Ada pun hal kontradiktif yang dimaksudkan itu

adalah bersumber dari pernyataan William Seagle10 sendiri

yang pada satu sisi mengemukakan ;not only does it treat

persons as property but it commonly allows even debtors to

be sold into slavery. Pada satu sisi dikemukakan, terdapat

perbedaan antara orang dan properti, akan tetapi pada sisi

lain memperbolehkan memperlakan orang sebabai properti.

Dalam hubungan ini perlu kiranya menguraikan

kembali dasar-dasar ilmu hukum tentang apakah yang

dimaksudkan dengan subyek hukum dan obyek hukum.

Wacana berkenaan dengan subyek hukum semakin penting

10 William Seagle. Op.cit. hal. 68.

Page 22: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

15

artinya berkaitan dengan persoalan siapa sajakah yang

tunduk atau berlaku untuk siapa saja hukum dagang itu.

Sementara obyek hukum berhubungan dengan obyek-obyek

yang dapat diperdagangkan.

Subyek hukum pada dasarnya merupakan pemegang

hak dan kewajiban yang menurut hukum terdiri dari orang

(person, hominem) dan yang dipersamakan dengan orang.

Subyek yang dipersamakan dengan orang adalah badan

hukum baik privat maupun publik. Setiap orang dapat menjadi

persona hukum, akan tetapi tidak sebsgai subyek hukum.

Hanya orang-orang yanv memiliki kecakapan bertindak

dalam hukum saja yang dapat menjadi subyek hukum.

Sistem hukum memiliki kapasitas yang penuh

untuk menentukan siapa saja yang dapat menyandang

predikat untuk menjadi subyek hukum. Bahkan juga untuk

menentukan perubahan status dari “cakap bertindak dalam

hukum (bevoogheid)” dan sebaliknya melakukan degrasi ke

status “tidak cakap bertindak. Kondisi seperti pernah dialami

oleh kaum perempuan yang tunduk pada Burgerlijk Weboek

(BW).

Pasal 1330 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

(BW yang berdasarkan asas konkordansi) diberlakukan

di Hindia Belanda (sekarang Indonesia) pada dasarnya

mengelompokkan mereka yang tidak cakap bertindak dalam

hukum adalah : 1. orang-orang yang belum dewasa, 2. orang-

orang yang ditaruh di bawah pengampuan, 3. perempuan

dalam hal-hal yang telah ditetapkan oleh undang’undang,

harus mendapatkan persetujuan suami, misalnya menjual

Page 23: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

16

harta bersama dalam perkawinan, 4. Orang-orqng yang

dilarang atau diperbolehkan oleh undang-undang. Misalnya

seorang manajer dianggap tidak cakap mewakili perusahaan

tempatnya bekerja apabila tidak memperoleh persetujuan

dari direksi.

Ilustrasi tersebut secara tidak langsung

memperlihatkan bahwa antara manajer dan direksi memiliki

kedudukan yang tidak sama. Disimak dari aspek pekerjaan

(job), keduanya merupakan andalan perseroan dalam

pengelolaan, bahkan seringkali manajer dipandang identik

dengan perusahaan itu sendiri. Namun demikian hendaknya

lebih dipahamkan lagi tentang kedudukan direksi sebagai

wakil langsung perseroan baik di dalam maupun di luar

pengadilan.

Di samping itu ilustrasi tersebut juga menggambarkan

bahwa perseroan sebagai badan hukum diakui merupakan

subyek hukum non-person yang memiliki hak dan kewajiban

hukum seperti menggugat dan menghadapi gugatan.

Akan tetapi subyek hukum ini tidak dapat melaksanakan

atau mengaktualusasiksn sendiri hak dan kewajibannya,

melainkan harus dilaksanakan oleh subyek hukum sebagai

wakilnya.

Subyek hukum yang memiliki hak dan kewajiban sendiri

tetapi tidak dapat melaksanakannya sendiri sesungguhnya

tidaklah merupakan persoalan hukum. Dalam hal demikian

sistem hukum harus menyediakan ketentuan atau setidak-

tidaknya prinsip tentang subyek hukum yang boleh dan yang

dilarang menjadi wakil perseroan. Ini merupakan hal khusus

Page 24: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

17

berkenaan dengan subyek hukum dagang.

Secara umum sesungguhnya tidaklah terdapat

pembatasan tentang siapa saja yang tunduk terhadap hukum

dagang, kecuali yang berdasarkan sejarah hukum bahwa

hukum dagang itu harus dipandang sebagai hukumnya para

pedagang. Dengan pandangan demikian maka hukum dagang

itu betul-betul merupakan “lex specislis”dalam pengertian harfiah; hukum khusus untuk pedagang.Dalam praktek setiap orang dapat terlibat dalam

proses produksi, distribusi dan sudah tentu konsumsi. Mereka

semuanya pada dasarnya merupakan subyek-subyek hukum

dagang. Urgensi untuk menguraikan tentang subyek hukum

dagang sesungguhnya dalam rangka meletakkan subyek

hukum pada posisinya yang benar sebagai pelaku. Namun

demikian sejarah pernah mencatat terjadinya perdagangan

manusia.

Sehubungan dengan itu dan mengingat topik uraian

ini berkenaan dengan perdagangan, maka tidaklah kurang

relevansinya apabila diuraikan pula tentang obyek-obyek apa

saja yang dapat diperdagangkan. Apakah manusia kendati

pun ada yang mengemukakan sebagai persona hukum yang

tidak memikiki kehendak yang bebas itu dapat dijadikan

sebagai obyek dalam perdagangan.

Untuk menguraikannya maka yang dibutuhkan

pertama-tama adalah kejelasan tentang obyek hukum dagang

atau secara sederhana dapat dirumuskan dengan pertanyaan;

apa (bukan siapa) sajakah yang dapat diperdagangkan atau

( sekali lagi) meliputi apa saja obyek perdagangan tersebut,

Page 25: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

18

hal-hal apa saja yang dapat dipertukarkan, diperjualbelikan,

disewakan, dll.

Dalam ungkapan yang paling modern, obyek

perdagangan itu adalah komoditi (comodity). Dalam Padal

1 Undang-undang No. 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan

Berjangka Komoditas sebagaimana diubah dan ditambah

dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2011 tentang

Perubahan dan Penambahan terhadap UU. No.32 Tahun

1997 ditentukan bahwa yang dimaksudkan dengan komoditi

adalah semua barang, jasa, hak dan kepentingan lainnya,

dan setiap derivatif dari subyek Kontrak Berjangka, Kontrak

Derivatif Syariah, dan/atau Kontrak Derivatif lainya.

Dari pengertian tersebut, yang paling relevan adalah

bahwa komoditi itu meliputi segala jenis barang, jasa, hak

dan kepentingan lainnya dan setiap derivatifnya. Hal-hal

lain yang disebutkan itu seperti kontrak berjangka, kontrak

derivatif, dan juga bursa berjangka apabila memungkinkan

dan akan diusahakan penguraiannya secara tersendiri ketika

membahas tentang perdagangan berjangka komoditi.

Penggalan kalimat tersebut pada dasarnya

menghasilkan pengertian umum dari konsep komoditas

yaitu barang dagangan pada umumnya yang meliputi segala

benda baik bergerak maupun yang tidak bergerak, baik

yang sudah ada maupun yang akan ada. Termasuk pula hak

terutama hak atas kekayaan baik yang bersifat intelektual

maupun industrial. Pengertian ini harus ditambahkan lagi

dengan syarat bahwa yang dapat diperdagangksn itu adalah

komoditas yang sah. Apabila pengertian ini diaplikasikan

Page 26: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

19

pada periodisasi sejarah dapatlah dikemukakan bahwa

perdagangan pada periode primitif didominasi bentuk barter

yang tidak mengenal pembayaran, melainkan pertukaran

antar barang dagangan dengan kesetaraan kebutuhan sebagai

ukuran. Obyeknya sudah tentu masih bersifat sederhana dan

terbatas.

Faktor kesetaraan yang disepakati dan pelaksanaannya

yang bersifat tunai pada dasarnya merupakan aturan-

aturan hukum dagang yang paling awal dikenal. Patut pula

dicatat bahwa kesepakatan yang dilandasi itikad baik yang

kemudian melahirkan asas “facta sund servanda” itu sudah

dipraktekkan sejak periode primitif.

Pertama-tama yang muncul adalah kebutuhan dan

setelah menyusul unsur proses produksi untuk memenuhi

kebutuhan tersebut berupa upaya-upaya memungut,

memetik, menangkap, dll. Suatu saat terdapat kelebihan

produksi dari kebutuhan pribadi. Kelebihan inilah yang

kemudian menimbulkan keinginan untuk menukarkannya

dengan barang lain yang juga merupakan kebutuhan

berdasarkan kesetaraan.

Pertukaran dilaksanakan dengan apa yang pada zaman

sekarang ini dikenal dengan konsep asas itikad baik, sebuah

prinsip yang dilandasi kejujuran dan kepatutan. Kedua hal

tersebut merupakan landasan bagi aturan-aturan hukum

dalam masyarakat. Dari aspek obyek, perdagangan primitif

menempatkan benda dalam pengertian yang seutuhnya

sebagai komoditas.

Berbeda hal dengan periode archaic (kuno) yang sistem

Page 27: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

20

perdagangannya diwarnai dengan legalisasi perdagangan

manusia. Pada periode “archaic law” (hukum kuno) orang

dipandang sebagai properti yang dapat diperjualbelikan....

treat persons as property but it commonly allows even debtors

to be sold into slavery.11 Perlakuan terhadap orang itu lebih

buruk dari statusnya sebagai “persona hukum” yang masih

tetap menempatkannya sebagai manusia.

Apabila ada yang mempertanyakan atau

memperbandingkan antara debtors to be sold into slavery

dengan lembaga “sandera” (gijzeling) yang diterapkan pada

periode ketika hukum sudah berada pada zaman modern,

maka dapatlah diuraikan bahwa perbandingan tersebut

tidak seimbang dan cenderung menyesatkan. Keduanya

merupakan dua konsep hukum yang berbeda dan karena itu

tidaklah tepat untuk diperbandingkan.

Dalam debtors to be sold into slavery, orang itu

pertama-tama dipandang sebagai barang dagangan dan

selanjutnya setelah menjadi budak maka orang itu akan

kehilangan statusnya sebagai subyek hukum. Sementara

itu dalam “gijzeling”, orang itu tidak dijual melainkan hanya

disandera misalnya agar segera membayar hutang. Status

sebagai subyek hukum masih tetap dipertahankan.

Secara hampir bersamaan dengan berlangsungnya

periode archaic law, pada belahan dunia yang kemudian

disebut dengan Eropa berlangsung pula peradaban

“lex mercatoria” , suatu bentuk tatanan yang berintikan

pengaturan terhadap kegiatan perdagangan yang berlangsung

11 William Seagle. Op.cit., hal. 68

Page 28: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

21

di benua Eropa terutama pada area-area yang merupakan

jalur perdagangan antar kerajaan.

Lex mercaroria is the Latin expression for a body of

trading principles used by merchants throughout Europe in

the medieval. Literally, it means “merchant kaw”. It evolved as

a system of custom and practice, which was enforced through

a system of merchang courts along the main trade routes. It

functioned as the international law of commerce. It emphasized

contractual freedom, alienability of property....12.

Intinya lex mercatoria merupakan konsep dalam

bahasa Latin yang dipergunakan untuk mengkomunikasikan

sekumpulan asas atau prinsip-prinsip yang berlaku bagi

para pedagang di Eropa pada umumnya. Prinsip-prinsip lex

mercatoria dilembagakan (diserap, diambil dan diberlakukan)

dari kebiasaan-kebiasaan dalam praktek perdagangan pada

abad pertengahan yang berlangsung antara abad V - XV.

Disimak dari aspek asupan materinya dapat

dikemukakan bahwa lex mercatoria merupakan aturan-

aturan hukum dagang yang bersumber dari kebiasaan para

pedagang. Hal ini kiranya dapat dipahami pertama karena

subyek hukum yang paling membutuhkan aturan hukum

dagang pada waktu itu adalah kaum pedagang. Di samping

itu juga karena perangkat pembentuk undang-undang dan

sumber-sumber hukum yang lain belum tersedia.

Sumber yang berhasil dikutip juga mengemukakan,

lex mercatoria tidaklaj merupakan gagasan yang baru dan

orisinal dari abad pertengahan. Dikemukakan demikian 12 2018. The Theory of Lex Mercatoria. Https://www.lawteacher.net).

Page 29: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

22

karena sumber tersebut menemukan pula gagasan serupa

pada sumber dari masa atau periode yang telah ada jauh

sebelumnya. Ada pun sumber yang merupakan pendahulu

lex mercatoria itu adalah “Roman Ius Gentium”.

Dalam konsep yang disebutkan terakhir itu terdapat

aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan ekonomi

antara orang asing dan warga kerajaan Romawi. “Ius

Gentium” tersebut pada dasarnya merupakan cikal bakal

hukum internasional yang beraspek keperdataan atau yang

pada zaman sekarang ini populer dengan konsep hukum

perdata internasional.

Disimak dari segi fungsinya, lex mercatoria

sesungguhnya pula merupakan hukum perdagangan

internasional yang antara lain menekankan kebebasan

kontraktual dan pemisahan harta kekayaan. Berlaku bagi

para pedagang yang berasal dari berbagai penjuru dunia

yang menjalin hubungan perdagangan dengan warga

kerajaan sepanjang jalur yang dilaluinya secara melintas

batas kedaulatan territorial.

Makna yang dapat diangkat, lex mercatoria itu

merupakan hukum dagang dengan nuansa internasional

yang sangat kental kalau tidak mau dikatakan sebagai hukum

dagang internasional. Inilah yang sesungguhnya menjadi

latar belakang untuk mencantumkan istilah Nasional pada

perkataan Hukum Dagang yang menjadi titel dari kerajinan

tangan ini. Istilah Hukum Dagang dikembangkan dari lex

mercatoria yang sesungguhnya merupakan hukum yang

bernuansa internasional.

Page 30: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

23

Di samping itu karya-karya dari para perintis terdahulu

seperti R. Soekardono dengan karyanya “Hukum Dagang

Indonesia” dan Sudargo Gautama yang menulis “Hukum

Perdata Inteenasional Indonesia” juga sangat menginspirasi

untuk menulis topik yang nyaris dilupakan ini. Kebanyakan

orang sekarang ini beralih kepada hukum bisnis padahal

sudah dipahami bahwa itu merupakan hasil pengembangan

konsep.

Namun dengan bekal semangat dan tekad untuk

menunjukkan kejujuran maka pengetahuan sejarah itu

perlu disebarluaskan. Sejarah yang jujur mengajarkan

setidak-tidaknya kebenaran kronologis, menunjukkan

urutan kejadian berkenaan dengan sesustu hal dari masa

yang lampau hingga keberadaannya seperti yang dijumpai

sekarang ini. Dari kronologi akan diperoleh keteraturan dan

dari keteraturan akan dihasilkan kepastian.

Sejarah hukum dagang tentunya juga harus menyajikan

urutan ihwal bagaimana prosesnya dari suatu aturan tukar-

menukar barang, selanjutnya mengalami masa kemandirian

hingga menjadi suatu bidang yang hampir ditinggalkan.

Di Indonesia, begitu Undang-undang tentang Perseroan

Terbatas diundangkan, para inisiator meresponnya dengan

membangun ranah baru yaitu hukum perusahaan. Sebagian

materi dari bidang hukum “baru” tersebut masih bersumber

dari Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) yang

diajarkan sembari mengingatkan bahwa kitab undang-

undang ini adalah warisan kolonial Belanda yang sudah usang.

Hampir tidak ada yang sadar bahwa perseroan terbatas pun

Page 31: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

24

dahulunya juga diatur dalam KUHD.

Perkembangan juga mencatat bahwa di samping

pengaturan “naamloose vennootschap” yang keluar dari

sistem KUHD, perihal asuransi pun juga tak mau ketinggalan

hengkang dari kitab undang-undang tersebut. Penjelasan

berdasarkan ilmu hukum sangat membantu mencerahkan

pandangan bahwa diaturnya bidang-bidang perseroan

terbatas dan asuransi di luar KUHD tidaklah dimaksudkan

bahwa bidang-bidang tersebut tidak lagi termasuk ruang

lingkup hukum dagang, melainkan karena pertimbangan

politik hukum.

Penentuan arah dan isi hukum yang akan diberlakukan

terutama dari segi bentuknya di Indonesia memperlihatkan

kecendrungan pada bentuk undang-undang. Di samping

karena mengandung kesesuaian antara isi dan bentuk,

pertimbangan bahwa membentuk kitab undang-undang

lebih sulit, lebih lama dan lebih mahal juga menjadi latar

belakang mengapa bentuk kitab undang-undang cenderung

ditinggalkan. Hasil akhirnya akan semakin banyak saja pengaturan mengenai figur-figur hukum yang keluar dari sistem KUHD.

Kembali ke lex mercatoria dan berkenaan dengan

ini selanjutnya diuraikan....” in any case, it is in the law

merchant of thw middle ages where thw historical roots of

the lex mercatoria can trully be found. The florourishing of internasional economic relations in Western Europe at the

begining of the 11th century caused the formation of the law

merchant, a cosmopolitan mercantile law based upon customs

Page 32: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

25

and applied to cross-border disputes by the market tribunals of

the various European trade centers. This law resulted from the

effort of the medieval trade community to overcome the obsolote

rules of feudal dan Roman law which could not respond to the

neede of the new international commerce. Merchants created a

superior law, which constituted a solid legal basis for the great

expansion of commercw in the middle ages. For almost 800

years, uniform rules of law, those of thw law merchant were

applied throughout western Europe among traders13.

Dari uraian tersebut dapat dikemukakan, dalam

hal apa pun, jejak-jejak sejarah dari lex mercatoria dapat

diketemukan dalam prinsip dan aturan- aturan hukum

yang mengatur hubungan transaksi komersial pada abad

pertengahan. Perkembangan bidang hukum ini berjalan

sejajar dengan berkembangnya hubungan ekonomi

internasional di Eropa Barat pada awal abad ke 11. Bidang

hukum ini disebut dengan Law Merchant yang penegakkan

hukumnya dilaksanakan oleh Market Tribunal.

Apa yang dimaksudkan dengan law merchant pada

akhirnya dijelaskan oleh sumber yang dikutip pada pokoknya

merupakan hukum dagang kosmopolitan yang didasarkan

pada kebiasaan. Uraian yang singkat ini mengarahkan

upaya untuk sampai pada pemahaman mengenai konsep

“mercantile law”....yang pada dasarnya merupakan….an

expression substantially equivalent customs, and usages

generally tecognized and adopted by merchants and traders....14

Berbeda halnya dengan konsep market tribunal yang

13 2018.Op.cit. hal.

14 Henry Campbell Black, Op.cit. hal. 890.

Page 33: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

26

tidak diuraikan maksudnya oleh sumber, kecuali menyangkut

keberadaannya diberbagai pusat perdagangan Eropa. Namun

demikian dalam sistem hukum Inggris dijumpai adanya

konsep “Financial Service and Market Tribunal” yang pada

intinya merupakan “an independent judicial body” untuk

kasus-kasus tertentu. Jadi merupakan suatu bentuk peradilan

khusus yang didirikan untuk tujuan khusus pula seperti

memberikan atau menarik otorisasi melakukan kegiatan

tertentu. Jadi belum jelas juga; apakah yang dimaksudkan itu

“peradilan pasar” ataukah “peradilan niaga”,

Hukum ini dihasilkan dari upaya komunitas

perdagangan abad pertengahan untuk mengatasi aturan

feodal dan hukum Romawi yang sudah usang yang tidak

dapat menanggapi kebutuhan perdagangan internasional

baru yang berkembang dengan pesat. Kaum pedagang

menciptakan hukum yang unggul, yang merupakan dasar

hukum yang kuat untuk ekspansi besar perdagangan di abad

pertengahan. Banyak aturan hukum khusus yang dibuat

untuk menghindari aturan hukum umum yang merepotkan.

Contoh pada aturan sebelumnya terdapat ketentuan....

”that a man could not give what he himself has not. In other

words, a man who has no title to goods cannot give title.

Ketentuan ini pada dasarnya lebih merupakan prinsip atau asas, hukum idealita bahkan nilai filosofis yang dalamdapat, akan tetapi bersifat tidak operasional dan dapat

mendatangkan ketidaknyamanan terutama bagi mereka

yang hendak membeli suatu properti.

Page 34: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

27

Dengan mempertimbangkan ketentuan tersebut,

seorang pembeli dalam sebuah transaksi harus yakin-

seyakinnya bahwa barang yang oleh si A adalah memang

sebenarnya milik si A. Dalam hubungan ini aturan sebelumnya

juga mewajibkan pembeli untuk menelusuri sejarah

kepemilikan barang yang hendak dibeli, dan menanyakan

kepada pemilik sebelumnya apakah ia telah melaksanakan

peralihan hak sesuai dengan hukum. Sudah tentu ketentuan

demikian akan sangat merepotkan apabila diterapkan dalam

hubungan dagang internasional.

Perubahan yang dibuat berdasarkan “law merchant”

adalah dengan mendokumentasi hak-hak dalam bentuk

tertentu sehingga dapat diperalihkan secara lebih sederhana.

Berdasarkan “teknologi” ini, pemegang dokumen dapat

menuntut atas namanya sendiri kontra prestasi dari pihak

yang dihadapi. Dengan demikian dapat pula dikemukakan,

prinsip-prinsip hukum surat berharga juga didasarkan pada

“lex mercatoria”.

Apabila disimak kembali, pada periode primitif

terjadi “materialisasi” tethadap obyek-obyek agar dapat

diperdagangkan. Ternyata pada periode hukum kuno pun

terjadi pula hal serupa. Hanya saja kali ini materialisasi

dilakukan terhadap hak. Hal ini sangat beralasan dilakukan

mengingat hak itu pada pokoknya merupakan suatu konsep.

Agar dapat diperalihkan-diperdagangkan, maka hak itu harus

dimaterialkan misalnya didokumentasikan.

Intinya, pada hukum kuno (archaic law) hukum dagang

itu diciptakan sendiri oleh kaum pedagang. Efektivitas dan

Page 35: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

28

efisiensi bidang hukum ini dapat dikatakan memadai karena dibangun sesuai dengan kebutuhan subyek hukumnya. Di

samping itu pada periode tersebut, perkembangan hukum

dagang sudah mendekati terbentuknya sistem atau subsistem

hukum yang ditunjang oleh piranti yang ditunjang oleh

piranti yang berfungsi membuat aturan-aturan dan piranti

penegakan hukum.

Apabila disimak dengan mempergunakan pandangan

A.M. Bos15 sebagai tolok ukur, maka dapatlah dikemukakan

bahwa prinsip dan aturan-aturan yang tertuang dalam lex

mercatoria itu pada dasarnya sudah memenuhi kriteria

sistem hukum. Dapat dijelaskan bahwa sistem hukum yang

sederhana sekali pun setidak-tidaknya mengandung unsur-

unsur bagaimana aturan hukum itu muncul dan bagaimana

pula penyelesaiannya ketika terjadi pelanggaran terhadap

aturan hukum.

Perdagangan yang secara faktual meliputi kegiatan-

kegiatan yang menyangkut pertukaran barang dan jasa atau

jual-beli pada dasarnya merupakan transaksi komersial yang

dilakukan baik intra komunitas maupun secara melintas

batas kedaulatan negara. Terjadinya transaksi tersebut tidak

dapat dilepaskan kaitannya dengan peranan perjanjian.

Oleh karena itu dipandang perlu untuk memahamkan

perkembangan hukum perjanjian sesuai periodisasi sejarah

hukum.

Apabila merunut kembali perjalanan sejarah dapat

dikemukakan pada periode hukum primitif orang-orang

15 A.M.Bos., n.d., Methods For The Formation Of Legal Concepts And For Legal Research.

Rijksuniversiteit The Groningen. Institute Of Siciology, Grote Markt

Page 36: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

29

pada dasarnya sudah mengenal perjanjian dan sudah

tentu sederhana sifatnya. Perilaku warga komunitas yang

menjadi para pihak dalam hubungan hukum tersebut

sudah menunjukkan selayaknya mereka memasuki sebuah

perjanjian. Hal ini dapat ditelusuri dari ungkapan….like

civilized man, he recognized an obligation as binding only

when he had received a quid pro quo16.

Pada periode tersebut, komunitas masyarakat

sudah memandang perjanjian sebagai suatu perbuatan

yang didasarkan pada pola resiprositas. Persepsi mereka

tentang perjanjian menyerupai tindakan saling berbalas.

Perjanjian dikonstruksikan sebagai suatu bentuk ikatan

dalam mana suatu kewajiban harus diimbangi dengan

pelaksanaan kewajiban pada pihak lain. Apabila dilalaikan

akan menimbulkan konsep pelanggaran.

Resiprositas atau timbal balik dalam mana si A

menyerahkan sesuatu kepada si B juga menyerahkan sesuatu

sebagai imbalan dalam Bahasa hukum perjanjian modern

disebut dengan causa atau consideration. Menurut Robert

Duxbury, ….consideration is an essential element in formation

of any contract….consideration is called “executory” where

there is an exchange of promises to perform acts in the future,

e.g. a bilateral contract fo r the supply of goods whereby A

promises to deliver goods to B at a future date and B promises

to pay on delivery17.

Dalam sistek hukum perjanjian di Indonesia, causa

telah ditetapkan sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian.

16 Henry Campbell Black, Op.cit. hal. 31

17 Robert Duxbury, 2006. Contract in A Nutshell. Sweet & Maxwell, London. Hal. 19.

Page 37: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

30

Sebagai demikian maka sudah tentu akan menimbulkan

akibat hukum apabila causa tersebut tidak dipenuhi. Paal

1335 KUH Perdata mengancam bahwa perjanjian yang tidak

memakai causa atau dibuat dengan causa palsu atau terlarang

tidak mempunyai kekuatan.

Demikianlah causa yang merupakan salah satu unsur

yang menentukan sahnya perjanjian tersebut pada dasarnya

adalah hasil rintisan dari masyarakat yang hidup pada

periode hukum primitif. Pada masa sekarang causa dan/

atau consideration telah dikembangkan sebagai suatu prinsip

perjanjian baik dalam sistem hukum continental maupun

common law. Perkembangan berikutnya menunjukkan figure hukum perjanjian berada pada masa yang disebut periode

hukum kuno (archaic law). Periode ini pada dasarnya

ditandai dengan berkembangnya teknologi (hukum)

berkenaan dengan terbentuknya hukum. Jikalau pada periode

sebelumnya hukum itu muncul secara tidak terstruktur, maka

pada periode archaic law, hukum mulai memasuki proses

pembuatan secara sengaja (law in the making). Norma-norma

yang kemudian dikenal sebagai hukum perjanjian yang

menjadi dasar hubungan perdagangan mulai diaransemen.

Dalam proses law in the making, selain menerima

bahan dari kristalisasi pengalaman hidup manusia dalam peri

kehidupan sehari-hari, hukum juga menerima pengaruh atau

entry point dari agama. Pengaruh tersebut bersifat sangat

dominan, bahkan tidaklah berlebihan jikalau dikemukakan

terdapatnya hukum yang semata-mata merupakan ajaran

Page 38: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

31

agama itu sendiri dalam pengertian tidak menerima bahan

dari luar; Hukum Buddhis (natural law- Dhamma), Hukum

Hindu, Hukum Kanonik dan Hukum Islam.

Sejarah hukum mencatat bahwa pada periode archaic

law, Agama Kristen “menganeksasi” hukum perjanjian….the

church helped to developed many legal institutions that have

passed into the law of modern Europe,….that the church as a

moral power helped to develop a law of contract based upon

principle that a mere promise as such as binding….18

Dengan tetap menyadari sepenuhnya bahwa agama-

agama lainpun sesungguhnya juga banyak memberikan

masukan untuk memperkaya hukum perjanjian, misalnya

asas itikad baik, perjanjian harus ditepati, tidak boleh

mengambil bagian pihak lain, dll., maka principle that a mere

promise as such was binding merupakan suatu kontribusi

yang sangat penting.

Berdasarkan prinsip tersebut, agama berketetapan

untuk memberikan jaminan bahwa perjanjian sesugguhnya

sudah dapat dilakasankan bersamaan waktunya dengan

adanya janji. Perjanjian yang dibuat dengan prinsip demikian

bersifat mengikat dan tidak membutuhkan prosedur apa pun

kecuali langkah pelaksanaan disertai dengan spirit agama

tadi.

Selanjutnya prinsip tersebut berkembang menjadi

basis sistem hukum kontrak common law yang memandang…

.a promise made as a bargained exchange for some legally

sufficient consideration is enforced….promises can be

18 William Seagle. OP.cit. hal, 129.

Page 39: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

32

enforced whether they are product of an implied agreement,

bahkan hukum kontrak itu sendiri is initially concerned with

determining what promises the law will enforce or otherwise

recognize as creating legal rights.19

Betapa pun inti dari promise pada dasarnya adalah

sifatnya yang mengikat, dan segala sesuatu yang mengikat

adalah juga sah. Oleh karena itu pembicaraan mengenai

kekuatan mengikat. Di samping memasukkan asas

konsensual, periode archaic law juga sudah mencanangkan

kecakapan bertindak (capacity) sebagai elemen sahnya

perjanjian, namun demikian kedudukan budak masih tetap

dipandang sebagai persona hukum semata.

Pada bidang perdagangan sejak kemunculan lex

mercatoria hingga abad-abad menjelang dimana hukum

dipandang telah memasuki periode yang disebut the

maturity of law, didirikanlah pusat-pusat perdagangan di

sepanjang jalur yang dilalui secara lintas batas negara. Pusat-

pusat tersebut pada dasarnya merupakan tempat melakukan

transaksi jual-beli komoditas yang semakin mengerucut ke

arah spesialisasi.

Di samping itu, di antaranya juga ada yang

dikembangkan sekalian sebagai sentra industri yang dapat

dikemukakan sebagai pusat yang terpadu (integrated center);

industri perdagangan (handel nijverheid) seperti yang banyak

dibangun pada zaman sekarang ini. Jejak keterpaduan yang

merupakan efek kejayaan lex mercatoria tersebut antara lain

dapat dijumpai di Edam, dekat Amsterdam, Belanda.

19 Gordon D. Scraber, 1990. Contract In A Nutshell. West Publishing, St. Paul Minn. Hal. 1

Page 40: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

33

Edammer Kaasmarkt atau Edam Cheese Market atau

Pasar Keju Edam yang berangka tahun 1778 itu merupakan

suatu pasar yang bersifat khusus untuk keju. Pasar yang

berada di pusat kota Edam tersebut dikembangkan sejak

abad pertengahan merupakan tempat dimana para pembuat

keju menimbang, menjual dan mengekspor keju buatannya

ke seluruh dunia. Di zaman sekarang ini Edam Cheese Market

hanya dilestarikan sebagai The Farmer,s Cheese Market untuk

dan selama musim panas saja.

Edam Cheese Market. Gambar diambil pada 02 Oktober 2019 (musim

gugur) pasar dibuka selama musim panas.

Untuk menghindari kejenuhan karena sesungguhnya

banyak yang alergi sejarah, di sampinh juga sangat langkanya

Page 41: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

34

bahan, maka uraian ringkasnya selanjutnya akan dipusatkan

pada kronologi perkembangan hukum dagang pada periode

kedewasaan hukum (the maturity of law period). Periode ini

mengandung makna bahwa hukum pada umumnya sudah

dapat mengurus dirinya sendiri karena sudah dilengkapi

dengan perangkat bagaimana membentuk, memperbarui,

mengelola, dan bagaimana menyelesaikannya dalam hal

terjadi ketidaksesuaian hukum.

Secara lebih sederhana dapatlah dikemukakan

bahwa pada periode kedewasaan hukum, hukum dagang

telah menjadi sistem atau setidak-tidaknya sub sistem

hukum tersendiri. Sebagai demikian, sub sistem hukumz

dagang telah dikristalisasikan misalnya dalam Wetboek van

Koophandel (WvK) di Belanda yang kemudian berdasarkan

Asas Konkordansi diberlakukan juga di Hindia Belanda.

Bertumpu pada uraian ringkas tersebut dapat pula

dikemukakan, kedewasaan hukum seolah-olah ditandai

dengan dituangkannya bidang hukum yang bersangkutan ke

dalam wadah yang disebut dengan “kitab undang-undang

hukum” atau code atau wetboek. Padahal sudah dipahami

membentuk sebuah wetboek itu sulit, lama dan mahal serta

seringkali melalui lika-liku berbagai intrik politik.

Kecuali Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) yang diundangkan pada 1983, Indonesia sampai

berhasil memiliki setidak-tidaknya 3 kitab undang-undang

(Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Kitab Undang-

undang Hukum Dagang, Kitab Undang-undang Hukum

Pidana) adalah karena warisan kolonial Belanda sejak 1 Mei

Page 42: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

35

1848 yang berlaku hingga detik ketika kerajinan tangan

(tulisan) ini dikerjakan.

Di Nederland sendiri Wetboek van Koophandel mulai

dijalankan sejak 1 Oktober 1938....kita dapat memahami betapa sukarnya usaha-usaha pembentukan kodifikasi di Nederland sejak negara tersebut dilepaskan dari jajahan

Perancis pada 1813.20 Artinya, negara dengan sistem monarkhi yang dikenal sangat efisien tersebut membutuhkan waktu sekitar 15 tahun untuk dapat memiliki WvK.

Kurun waktu 15 tahun sesungguhnya merupakan

jangka waktu yang relatif pendek terutama untuk

penyusunan sebuah kitab undang-undang (Belanda dengan

3 wetboek dalam waktu yang sangat berdekatan). Dalam

hubungan ini Prof. Soekardono menjelaskan pada pokoknta

bahwa perundang-undangan baru yang di Nederland sejak 1 Oktober 1938 itu tidaklah dapat dikatakan sebagai kodifikasi nasional, karena pada pokoknya adalah (tidak seluruhnya)

operan, artinya dicontoh dari Kitab-kitan Hukum di Perancis

(Burgerlijk Wetboek dari Code Civil, Wetboek van Koophandel

dari Code de Commercer, Wetboek van Rechtsvordering dari

Code de Procedure Civil).21

Namun demikian mantan Hakim Agung tersebut

kembali mengingatkan agar hati-hati ketika berbicara tentang

Wetboek van Koophandel yang dikatakan mencontoh Code de

Commerce, karena kenyataannnya tidak seluruh hal dari Code

de Commerce tersebut diambiloper secara serta-merta ke

dalam WvK. Ada pun bagian yang luput dari proses copy paste

20 R. Soekardono, Op.cit. hal. 9

21 R. Soekardono, Op.cit. hal. 9

Page 43: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

36

tersebut adalah perihal peradilan khusus dalam perselisihan-

perselisihan perniagaan (speciale handelsrechtbanken) yang

diatur dalam Code de Commerce tidak dioper dalam WvK

apalagi dalam KUHD.22

Diuraikan pula bahwa rancangan dasar “pembinaan”

hukum keperdataan di negeri Belanda sesungguhnya hanya

mencakup proyek penyusunan Burgerlijk Wetboek voor het

Koninkkrijk Holland yang memuat pula ketentuan-ketentuan

hukum dagang. Jadi rencana awalnya hukum perdata dan

hukum dagang dijadikan satu kitab undang-undang. Namun

yang terwujud akhirnya BW dan WvK yang terpisah dan

dijembatani oleh asas lex specialis derogat legi generali.

Ringkasnya pemisahan tersebut terjadi karena kitab

undang-undang hukum perdata (code de civil) memang

terpisah dengan kitab undang-undang hukum dagang (code

de commerce). Pada awal sejarahnya ketentuan-ketentuan

hukum dagang diatur dalam hukum perdata. Akan tetapi

lama kelamaan dirasakan tidak memadai lagi sejalan

dengan perkembangan dunia perniagaan yang mengalami

internasionalisasi.Sehubungan dengan terbentuknya kodifikasi, G.W. Paton mengemukakan, ….A general movement towards

codification marked the nineteenth century. It is sometimes said that the predominant motives for codification was a desire to render the law certain, but this, at least in the case of france

and germany, was realy overshadowed by the desire to replace

the differing laws of the various provincex or states by a system

22 R. Soekardono, Op.cit. hal. 9

Page 44: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

37

that was national and unified. Two types of countries tend to adopt codes; those with well’developed systems where the

possibility of further development is remote for the moment:

thosr with underdeveloped systems which cannot grapple with

new economic problems.

Nevertheless, many codifiers emphasize that one of their aims is to make the law simple and accessible, logically

arranged and harmonious, certain and definite. Both Justinian and Napoleon throught that the law would remain clear

until the commentators started to explain it. In the first flush of enthuciasm it was said in france that all the problems of

law had been solved and that every case could be decided by

deduction from the provisions of the code. Bugnet said; je ne

connais pas le droit civil, je n’enseigne que le code Napoleon”.

Hence a purely logical method of interpretation was adopted.

Liard writers that law is only the loi ecrite and that the work

of the judge should be as exact as that of the geometrician

who by deduction draws from his axioms the answer to all

possible problems. The writers who took this view are known

as the exegetical school, since all the emphasis was put on the

interpretation if the written law.23

Sebagaimana telah dikemukakan tampaknya motivasi

menciptakan kepastian hukum dan mengatasi persoalan

keberagaman hukum misalnya hukum dagang yang berlaku

dalam suatu negara pada dasarnya hanya mengandung

relevansi dengan pembangunan hukum untuk Perancis dan

Jerman yang memiliki banyak provinsi dan/atau negara

23 G.W. Paton, 1972, A Textbook of Jurisprudence. Oxford University Press, Oxford. Hal.

254 – 255.

Page 45: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

38

bagian dengan hukum keperdataan yang berbeda-beda.

Sebagai perbandingan, Amerika Serikat juga memiliki

banyak negara bagian dan pada setiap negara tersebut

berlaku hukum keperdataannya sendiri yang berbeda

dengan hukum sejenis pada negara bagian yang lainnya. Akan tetapi di negara ini tidak terdapat kodifikasi hukum yang dilatarbelakangi motivasi menciptakan kepastian hukum.

Hal yang disebutkan terakhi ini dapat dicapai berdasarkan

judge made law. Oleh karena demikian di negara Paman Sam tidak terdapat kodifikasi yang merupakan produk pembuat undang-undang, melainkan yurisprudensi dengan case law.

Masih dalam kerangka perbandingan, Indonesia

merupakan negara yang terdiri dari banyak provinsi dan

Prof. Cornelis van Vollenhoven sendiri telah membagi

HIndia Belanda pada waktu itu menjadi 19 rechtsringen (19

lingkungan hukum adat). Persoalannya; apakah Indonesia memiliki beberapa kodifikasi karena wilayahnya terdiri dari dari banyak provinsi dan pembagian menjadi 19 lingkungan

hukum adat seperti yang telah disebutkan itu ?

Paton24 sendiri pada pokoknya juga mengemukakan

bahwa keberagaman hukum karena banyaknya provinsi

tidaklah terlalu menentukan secara dominan dibentuknya kodifikasi dan bukan satu-satunya motivasi. Di antara motivasi yang dapat diidentifikasi, maka keinginan membuat undang-undang itu menjadi sederhana, logis dan harmonis serta yang terpenting dapat diakses secara efektif dan efisien merupakan motivasi pembentukan kodifikasi yang patut 24 Ibid.

Page 46: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

39

diperhatikan. Apakah kodifikasi hukum di Indonesia (Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang,

Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata) juga dibentuk

berdasarkan motivasi seperti itu. Sebelum menguraikan

persoalan ini, kiranya perlu pula mengetengahkan adanya

pandangan bahwa semua kitab tersebut termasuk Undang-

undang Penanaman Modal dan Undang-undang Perseroan

Terbatas kecuali KUHP dan KUHAP adalah inkonstitusional

dan illegal, karena tidak didasarkan pada Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

KUHAP jelas merupakan produk hukum nasional yang

tak dapat diragukan lagi. Sebelumnya KUHP yang merupakan

konkordan dari Wetboek van Strafsrecht (WvS) masih

berlaku di Indonesia berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan

UUD Negara Republik Indonesia 1945 dan Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1946. KUH Perdata dan KUHD juga berlaku

berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan tersebut. Tidak ada

satu undang-undang pun yang menyatakan pemberlakuan

KUH Perdata dan KUHD.

Malahan yang ada justru Surat Edaran Mahkamah

Agung (SEMA) Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1963

perihal : Gagasan menganggap Burgerlijk Wetboek tidak

sebagai undang-undang, melainkan sebagai suatu dokumen

yang hanya menggambarkan suatu kelompok hukum tak

tertulis. Persoalannya, apakah dengan demikian KUH Perdata

dan KUHD masih layak diterapkan dan bagaimana dengan

Page 47: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

40

“undang-undang derivasinya” seperti Undang-undang

Penanaman Modal dan Undang-Undang Perseroan Terbatas.

Perlu ditegaskan, sejauh tidak atau belum dicabut dan

bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia 1945, KUH Perdata dan KUHD masih berlaku di

Indonesia dan tempat-tempat lain yang merepresentasikan

wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. SEMA

RI Nomor 3 Tahun 1963 harus dipandang sebagai sarana

untuk “membersihkan” dokumen kelompok hukum tak

tertulis itu (KUH Perdata dan KUHD) dari anasir-anasir yang

bersifat colonial dan bertentangan dengan spirit UUD Negara

RI 1945.

Syarat pokok agar suatu (kitab) undang-undang

menjadi tidak berlaku, maka undang-undang tersebut harus

dinyatakan “dicabut” – tidak berlaku – terlebih dahulu

dan bersamaan dengan itu secara langsung diundangkan

penggantinya. Dalam kasus KUH Perdata dan KUHD,

pencabutan ansich dapat dilakukan dengan mudah, akan

tetapi agar tidak terjadi kekosongan hukum, maka undang-

undang penggantinya harus dipersiapkan terlebih dahulu.

Nah inilah yang di Indonesia belum ada sampai saat ini.

Artinya sampai dengan kerajinan tangan ini dikerjakan,

Indonesia belum memiliki KUH Perdata dan KUHD produk

nasional.

Bagaimana halnya dengan Undang-undang Nomor 25

Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Undang-Undang

Nomor 40 Tahuh 2007 tentang Perseroan Terbatas yang

dipandang “berbau” kapitalis dan oleh karena itu sangat

Page 48: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

41

bertentangan dengan UUD Negara RI 1945 terutama Pasal

33 yang intinya mengatur mengenai perekonomian nasional

yang disusun berdasarkan asas kekeluargaan, sehingga

pantas dinyatakan illegal ?

Perseroan Terbatas (PT) atau Naamloose Vennootschap

(NV) atau Limited Liability Company (Co.Ltd) yang di

Indonesia diterapkan sebagai badan hukum perusahaan

dalam rangka kegiatan penanaman modal pada dasarnya

memang merupakan alat kapitalis dan dalam sejarahnya

pernah menjadi penyeranta penjajahan di Indonesia hingga

350 tahun lamanya. Akan tetapi PT yang didasarkan pada

Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 merupakan PT yang

sudah “dijinakkan” dengan asas kekeluargaan.

Maksud untuk menjinakkan tersebut ditunjukkan

dengan dicantumkannya ketentuan mengenai Tanggung

Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) dalam Pasal 74 Undang-

undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Kendati pun terbatas pada perseroan yang kegiatan usahanya

pada bidang atau yang berkaitan dengan sumber daya alam

saja, ketentuan tersebut hendaknya dipandang sebagai suatu

langkah yang lebar bagi kemajuan hukum.

Apabila dibandingkan, tanggung jawab sosial

perseroan yang lazimnya disetarakan dengan corporate

social responsibility (CSR) khususnya di Amerika Serikat dan

Eropa, dapat dikemukakan bahwa di Indonesia tanggung

jawab tersebut sudah memperoleh perhatian yang lebih. Di

luar negeri, tanggung jawab tersebut tidak dituangkan dalam

undang-undang, tetapi dapat dilaksanakan secara efektif. Di

Page 49: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

42

Indonesia pun TJSL dilaksanakan dengan penuh antusias

termasuk oleh perseroan-perseroan yang tidak bergerak

dalam bidang usaha yang berkaitan dengan sumber daya alam

seperti perseroan terbatas perbankan yang mencantumkan

“CSR” pada mobil ambulans yang disumbangkannya.

Antusiasme perseroan dunia usaha dalam

melaksanakan TJSL secara tidak langsung memperlihatkan

betapa perseroan terbatas sudah memiliki kepedulian

sosial yang mengandung pengertian sudah mematuhi

sebagian dari asas kekeluargaan. Sebelumnya pandangan

mengenai perseroan terbatas didominasi oleh persepsi

bahwa perseroan terbatas adalah alat kapitalis yang dapat

menimbulkan imperialisme bahkan kolonialisme.

Milton Friedman, seorang ekonom peraih Hadiah Nobel

pada 1976 pernah mengemukakan….the social responsibility

of business is to increase its profits….a company has no social responsibility to the public or society; its only responsibility

is to its shareholders.25 Pandangan ini memiliki pengaruh

yang luas dan tentunya turut memantapkan “kedudukan”

perseroan terbatas sebagai alat kapitalis. Saking luasnya

itu pengaruh sampai-sampai ada yang mengemukakannya

sebagai Friedman Doctrine.

Jadi dengan demikian persoalan legalitas KUH Perdata

dan KUHD sesungguhnya sudah dapat dijelaskan. Hal ini mengandung pengertian, berkenaan dengan kodifikasi di Indonesia terdapat satu persoalan yang belum dapat

dijelaskan; mengapa KUHP, KUH Perdata dan KUHD serta

25 Milton Friedman on Corporate Social Responsibility. https://lucidmanager.org

Page 50: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

43

juga Rechtsreglement voor de Buitengewesten (RBG) dan

Herzine Inlnads Reglement (HIR) belum juga digantikan dengan kodifikasi yang merupakan produk hukum nasional. Hal mana hampir selalu menjadi semacam cemooh, tetapi

sampai saat ini masih tetap berlaku.

Berdasarkan uraian tersebut dapatlah dipahami apabila perkembangan kodifikasi di Indonesia mengalami kemandegan setelah sukses dengan KUHAP. Rupanya pandangan bahwa menyusun kodofikasi hukum itu sulit, lama dan mahal masih menjadi penghalang besar, sehingga

politik hukum Indonesia tampak berpaling ke arah penuangan

pengaturan hukum bidang perdagangan ke dalam bentuk

undang-undang atau pun bentuk pengaturan yang difasilitasi

oleh otoritas yang kompeten.

Beberapa ketentuan mengenai surat-surat berharga

mengenai cek misalnya yang tertuang dalam Wetboek

van Koophandel yang berlaku di Hindia Belanda sempat

mengalami perubahan dan penambahan. Revisi tersebut

dituangkan kembali dalam Wetboek tadi dengan cara

menambahkan sub-sub pada pasal-pasal yang dipandang

perlu penambahan. Perlu dicatat, revisi dilakukan untuk

menanggapi perkembangan dan itu terjadi pada 1937 oleh

pembuat undang-undang pada zaman kolonial dahulu.

Setelah kemerdekaan RI sesungguhnya terdapat banyak perubahan atau perkembangan yang signifikan dalam dunia perniagaan. Hanya saja pihak-pihak yang berwenang

dalam pembuatan undang-undang tidak menanggapinya dengan membuat kodifikasi hukum dagang baru untuk

Page 51: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

44

menggantikan WvK yang berusia lebih dari seabad,

melainkan menuangkannya dalam wadah hukum berupa

undang-undang.

Berikut ini disajikan daftar undang-undang yang

mengatur bidang perdagangan berdasarkan urutan tahun

pengundangannya dalam bentuk tabel :

No KUHD Perundang-Undang Baru Keterangan

1 Pasal 54

tentang

sistem hak

suara terbatas

pemegang

saham

Undang-undang

Nomor 4 Tahun 1971

tentang Perubahan dan

Penambahan terhadap

Pasal 54 Kitab Undang-

undang Hukum Dagang

(Stb. 1847 No.23),

Terdapat

perubahan a.l:

prinsip one share

one vote

2 Bab IX tentang

asuransi atau

pertanggungan

pada umumnya

Undang-undang Nomor

2 Tahun 1992 tentang

Usaha Perasuransian yang

diganti dengan Undang

Nomor 40 Tahun 2014

tentang Perasuransian.

Masih perlu

ditelusuri

apakah undang-

undang yang

baru tersebut

menggantikan

seluruh ketentuan

Bab IX KUHD

tentang asuransi.

3 Buku II tentang

hak-hak dan

kewajiban-

kewajiban

yang terbit dari

pelayaran

Undang-Undang Nomor

21 Tahun 1992 tentang

Pelayaran diganti dengan

Undang-undang Nomor

17 Tahun 2008 tentang

Pelayaran.

persoalan sama

dengan yang di

atas

4 Pasal 36 sampai

dengan Pasal 56

4. Undang-undang Nomor

1 Tahun 1995 yang

digantikan denga Undang-

undang Nomor 40 Tahun

2007 tentang Persereroan

Terbatas

Seluruh ketentuan

tentang naamloose

vennootschap yang

berjumlah 21

pasal dinyatakan

tidak berlaku.

Page 52: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

45

5 Bab VI tentang

surat – wesel

dan surat

order, Bab. VII

tentang cek,

tentang promes

dan tentang

kwitansi kepada

pembawa (aan

toonder)

-Surat Edaran Bank

Indonesia (SEBI) No.

4/670/UPPB/Pb B perihal

Bilyet Giro

- Bilyet Giro

tidak ada

pengaturannya

dalam KUHD,

tetapi diatur

dalam SEBI

- TRaveller’

Cheque tidak

diatur baik

dalam KUHD

maupun di luar

KUHD

Tabel sederhana tersebut memperlihatkan bahwa

sesungguhnya hukum dagang itu mengalami perkembangan

yang cukup pesat. Perkembangan itu mengandung pengertian

pada satu sisi ketentuan-ketentuan dalam Kitab Undang-

undang Hukum Dagang tidak memadai lagi, dan pada sisi lain

otoritas tidak memiliki kapasitas untuk mengakomodasikan

berbagai aspirasi perniagaan yang berkembang dalam wadah kodifikasi hukum dagang yang baru.Politik hukum dalam rangka pembinaan hukum

nasional tampaknya lebih cenderung menuangkan produk-

produk hukum baru yang dihasilkan dalam wadah undang-

undang. Oleh karena itu patut kiranya dipahami bahwa

merancang, menyusun dan mengundangkan undang-undang itu lebih dapat diwujudkan dibandingkan dengan kodifikasi yang menyeluruh.

Page 53: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

46

Page 54: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

47

BAB II

ASPEK HUKUM

PEMBUKUAN

Perihal pembukuan dalam dunia ekonomi khususnya

perusahaan yang tunduk pada sistem akuntansi tidaklah

merupakan barang yang asing. Bagi perusahaan, pembukuan

sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari entitas

yang disebut dengan perusahaan. Oleh karena itu setiap

perusahaan sedapat mungkin menyelenggarakan pembukuan

baik secara sederhana maupun melalui divisi yang secara

khusus dibentuk untuk itu. Namun demikian bagi kalangan

hukum setidak-tidaknya masih dibutuhkan penjelasan

berkenaan dengan pembukuan tersebut.

Sesuatu hal yang sudah jelas, kewajiban

menyelenggarakan pembukuan bagi hukum bukanlah

mengada-ada. Bagi setiap orang yang menjalankan

perusahaan, menyelenggarakan pembukuan merupakan

kewajiban hukum atau sesuatu yang diamanatkan oleh

hukum dan dapat menimbulkan akibat hukum apabila tidak

dilaksanakan. Seperti halnya suatu hutang yang menimbulkan

tanggung jawab hukum untuk melunasinya. Syarat yang paling

Page 55: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

48

karakteristik bagi kewajiban hukum adalah adanya norma

atau aturan hukum yang menjadi dasarnya.

Di dalam Wetboek van Koophandel (WvK S. 1938.276)

atau Kitab Undang-undang Hukum Dagang 5 ketentuan yang berkenaan dengan pembukuan. Dalam kodifikasi tersebut sebenarnya tidak dipergunakan istilah “pembukuan”,

melainkan “catatan-catatan”. Hal ini dapat disimak dari

ketentuan Pasal 6 yang terdiri dari tiga (3) paragraph sebagai

berikut ;

“Setiap orang yang menjalankan perusahaan diwajibkan

untuk menyelenggarakan catatan-catatan menurut syarat-

syarat perusahaannya tentang keadaan hartanya dan tentang

segala sesuatu yang berhubungan dengan perusahaannya,

dengan cara yang sedemikian sehingga dari catatan-catatan

yang diselenggarakan itu sewaktu-waktu dapat diketahui

semua hak dan kewajibannya”.

“Ia diwajibkan pula dari tahun ke tahun, dalam waktu enam

bulan yang pertama dari tiap-tiap tahunnya, membuat dan

menandatangani dengan tangan sendiri, akan sebuah neraca

tersusun sesuai dengan kebutuhan perusahaan itu”.

“Iapun diharuskan menyimpan selama tiga puluh tahun, akan

segala buku-buku dan surat-surat yang bersangkutan, dalam

mana menurut ayat kesatu catatan-catatan tadi dibuatnya

beserta neracanya, dan selama sepuluh tahun akan surat-

surat dan surat-surat kawat yang diterimanya beserta segala

tembusan dari surat-surat dan surat-surat kawat yang

dikirimkannya”.

Page 56: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

49

Dari paragraph yang pertama dapat diketahui ruang

lingkup dan tujuan penyelenggaraan “catatan-catatan”

yang diwajibkan itu. Ruang lingkupnya terdiri dari dua

hal pokok, pertama, keadaan harta kekayaan, dan kedua,

segala sesuatu yang berhubungan dengan perusahaannya.

Pokok yang pertama pada dasarnya dapat dipahami sesuai

makna kalimatnya, sedangkan pokok yang kedua hendaknya

dikaitkan dengan tujuan penyelenggaraan catatan-

catatan sebagai sumber informasi tentang segala hak dan

kewajibannya. Dengan demikian “segala sesuatu yang

berhubungan dengan perusahaannya” dapat mengandung

pengertian sebagai pencatatan segala hal yang dapat

memberikan informasi mengenai posisi dan kapasitas yang

merupakan dasar pengambilan keputusan yang bermanfaat

bagi semua pihak.

Dalam Bahasa ekonomi khusus akuntansi, istilah

“catatan-catatan” dengan penjelasan sesuai berdasarkan

paragraph pertama Pasal 6 KUHD itu pada dasarnya dapat

disetarakan dengan “pembukuan” yang menurut Pasal 1

angka 29 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang

Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nonor 6 Tahun 1983

tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan adalah

suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur

untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang

meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya,

serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau

jasa, yang ditutup dengan menyusun laporang keuangan

berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun

Pajak tersebut.

Page 57: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

50

Perlu dipahamkan bahwa setiap orang yang

menjalankan perusahaan dan badan perusahaannya

sendiri pada dasarnya adalah wajib pajak. Oleh karena itu

harus tunduk pada berlakunya undang-undang di bidang

perpajakan termasuk ketentuan-ketentuannya yang

sesungguhnya sudah mengubah salah satu unsur dari

paragraph pertama Pasal 6 KUHD. Berkaitan dengan urusan

perpajakan, “Penyelenggaraan catatan-catatan menurut

syarat-syarat perusahaannya” harus disesuaikan dengan

Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007.

Dengan demikian, pendapat bahwa bentuk catatan-

catatan itu sama sekali bebas; dapat dipakai buku-buku,

tetapi juga pemegangan–buku itu dapat dibuat dalam bentuk

lain….terserah pada hakim untuk memakai catatan-catatan

itu sebagai tanda bukti, bahkan untuk menguntungkan

orang yang membuat catatan-catatan itu26, kiranya perlu

disesuaikan dengan kondisi hukum yang sudah berubah

seperti tertuang dalam Undang-undang bidang perpajakan

tersebut.

Demikian pula halnya dengan pernyataan bahwa

“KUHD tidak menyebut istilah “tatabuku”, melainkan

“membuat catatan-catatan”. Dari kata-kata ini teranglah,

bahwa tidak ada keharusan untuk memakai suatu cara

tatabuku, akan tetapi satu sama lain harus dicatat, dan

dengan demikian dipenuhi semua kewajiban yang ditetapkan

itu”27, perlu juga disesuaikan dengan perubahan kondisi yang

terjadi.

26 M.H. Tirta Amidjaja, 1956, Pokok-Pokok Hukum Perniagaan. Penerbit Jambatan, Jakarta.

Hal. 72-73

27 K.R.M.T. Tirtodiningrat, 1963. IKhtisar Hukum Perdata dan Hukum Dagang. Penerbit PT.

Pembangunan, Jakarta. Hal. 115

Page 58: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

51

Pendapat yang disampaikan pada rata-rata lebih

dari setengah abad yang silam itu sudah tentu mengandung

validitas yang sangat tinggi pada masanya. Selebihnya sudah

tentu pula memperlihatkan beberapa ketidaksesuaian

apabila diukur dengan kondisi yang ada pada zaman sekarang

yang semakin penuh dengan undang-undang yang bersifat

khusus. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 merupakan

produk hukum yang bersifat khusus (lex specialis) yang

dapat “menderogasi” undang-undang yang lebih umum (lex

generali).

Di samping itu perkembangan dalam keilmuan hukum

juga dapat menjelaskan bahwa KUHD yang diundangkan pada

1938 (Staatsblad (S). No.276) belum memperoleh pengaruh

dari the economic analysis of law atau the economic approach

to law yang baru muncul lebih dari satu abad kemudian. Dari

aspek konsepnya dapat diuraikan bahwa pendekatan ini

memang mengintroduksi dan mengkaryakan konsep-konsep

ekonomi dalam pemahaman serta praktek hukum.

Berkenaan dengan pembukuan yang merupakan bagian

yang sangat melekat dari akuntansi terdapat pandangan yang

mengemukakan….in order for economic choices to be made

intelligently, people need reliable information about costs and

values. In the context of business organizations, accounting

standards and practices have been developed to help provide

such information. In fact, onelegal scholar has noted that “(e)

ach stage in the development of business associations has been

associated with a new level of accounting sophistication.28

28 Detlev F. Vagt, 1972. Law and Accounting in Business Association. In International

Encyclopedia of Comparative Law. (Vol.XIII Ch.12A) at page 4 seperti dikutip John W.

Head, 1996. A General Introduction of Economic Law. ELIPS Project. Hal. 123.

Page 59: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

52

Bertumpu pada pandangan tersebut dapatlah dikemukakan,

ternyata akuntansi merupakan sumber informasi yang sangat

dibutuhkan baik oleh konsumen mau pun produsen dan

masyarakat pada umumnya. Melalui akuntansi dapat

diperoleh informasi yang dapat dipertanggungjawabkan

berkenaan dengan ongkos dan apresiasi yang diberikan

terhadap suatu barang dan atau jasa karena manfaat dan

kesesuaiannya dengan kebutuhan (values).

Di samping itu akuntansi juga menyediakan informasi

tentang laba dan rugi bahkan kebangkrutan suatu perseroan.

Informasi tentang laba, rugi dan bangkrut adalah merupakan

sebagian dari informasi yang dihasilkan dari suatu sistem

akuntansi29. Informasi demikian sangat bermanfaat baik bagi

pihak perseroan sendiri untuk Berkenaan dengan perseroan

terbatas yang sudah goes public memang diwajibkan secara

berkala untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan

maupun masyarakat terutama yang memiliki hubungan

kontraktual atau pun yang akan menanamkan modalnya

pada perseroan tersebut.

Akuntansi merupakan sebuah sistem informasi

yang menyediakan laporan-laporan bagi para pemangku

kepentingan (stake holders) mengenai aktivitas ekonomi

dan kondisi sebuah entitas perusahaan…. Akuntansi

dipergunakan untuk mencatat dan menafsirkan data

ekonomi agar dapat dimanfaatkan oleh pihak perusahaan,

investor, calon investor, pemerintah dan lembaga lainnya

untuk pengambilan suatu keputusan.30

29 Sugiarto, 2011. Pengantar Akuntansi. Penerbit Universitas Terbuka. Jakarta. Hal. 1.3

30 Ibid.

Page 60: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

53

Berikut ini disajikan beberapa contoh kutipan Laporan

Keuangan Perusahaan Terbuka (Tbk) sebagai sumber

informasi bagi para pemangku kepentingan yang dari Wadiyo31

sebagai berikut :

Balance Sheet atau neraca salso pada dasarnya

merupakan suatu daftar (yang meliputi jangka waktu

tertentu) yang memuat aktiva dan pasiva sebuah organisasi.

Apabila terdapat perbedaan antara keduanya maka

perbedaan tersebut dinamakan nilai bersih.32 Neraca ini

merupakan daftar aktiva pasiva perseroan yang akan going

public. Jadi harus dapat memberikan memberikan informasi 31 Wadiyo, 2019. 10 Contoh Laporan Keuangan Perusahaan Tbk (Terbuka) Yang Sudah

Diaudit. https://manajemenkeuangan.net . 10/26/2019, 9:34

32 Winardi, Op.cit. hal. 24

Page 61: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

54

keuangan yang bagus dan valid. Informasi keuangan yang

bagus dapat dibuat (-buat), tetapi informasi yang valid harus

dibuat berdasarkan kondisi yang sebenarnya. Oleh karena itu

harus disusun oleh professional dan dipertanggungjawabkan

oleh pemiliknya.

Sehubungan dengan tujuan go public dan agar dapat

memberikan prospek yang meyakinkan, dipersyaratkan

kondisi keuangan yang dilaporkan itu meliputi keadaan

dalam 5 tahun terakhir. Dari balance sheet yang dikutip

tersebut dapatlah disimak tentang perkembangan total

asset, total liabilities, dan total equity. Kecuali total liabilities

yang mengalami penurunan, komponen-komponen lainnya

mengalami kenaikan.

Disamping “neraca saldo”

(balance sheet), maka dalam rangka emisi saham di bursa

efek perseroan emiten juga dipersyaratkan

menginformasikan income statement atau neraca rugi – laba

dalam 5 tahun terakhir. Berikut ini disajikan contoh

neraca rugi – laba sebagai dasar untuk m e n g h i t u n g

kerugian dan keuntungan perusahaan.

Data tersebut menyajikan laporan tentang laba perusahaan yang bersifat fluktuatif (turun-naik) seperti gelombang di samudra. Namun demikian, laporan laba –

rugi berfungsi sebagai dasar untuk membuat ikhtisar dan

beban suatu perusahaan dalam periode waktu tertentu.

Page 62: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

55

Dari laporan tersebut dapat dihitung laba – rugi yang

dialami suatu perusahaan. Pihak yang berkepentingan dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan perusahaan memperoleh laba dan sebaliknya mengalami

kerugian. Laporan tersebut juga berfungsi sebagai sumber

informasi yang dipergunakan untuk menilai kapasitas perusahaan meraih keuntungan, dan untuk mengidentifikasi sumber-sumber yang menghasilkan pendapatan.33

Dari beberapa contoh bentuk laporan keuangan yang

telah disajikan, ternyata tidak satu pun ada yang menyajikan

tentang kerugian yang dialami perusahaan. Bahkan pada

income statement atau laporan rugi – laba sekali pun,

kerugian tersebut tidak kelihatan. Sebagai laporan yang

juga dimaksudkan untuk konsumsi publik sudah sewajarnya

memuat segala sesuatunya sesuai dengan kenyataan.

Informasi yang disediakan oleh sistem akuntasi tidak

hanya dibutuhkan dan bermanfaat bagi manajemen, akan

tetapi juga diperlukan oleh pemegang saham, pemerintah,

kreditur, supplier dan masyarakat umum yang memiliki

(akan) kepentingan terhadap perseroan. Oleh karena itu

sistem akuntasi dituntut untuk dapat memberikan informasi

yang lengkap, akurat dan jujur. Sehubungan dengan itu akan

bermanfaat sekali apabila bentuk laporan rugi – laba yang

telah disajikan itu diperbandingkan dengan laporan sejenis

sebagai berikut ;

33 Sugiarto, Op.cit. hal. 1.30

Page 63: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

56

Bentuk laporan keuangan ini lebih mudah dipahami

di samping karena mempergunakan Bahasa Indonesia, juga

karena struktur atau formatnya yang menempatkan total dan

sub-sub total sedemikian rupa sehingga hasil akhir berupa

selisih dapat diketahui dalam waktu relatif lebih cepat dan

tidak tertutup kemungkinannya bahwa bentuk yang terakhir

ini lebih familiar. Namun demikian sesungguh bentuk ini

dapat menjelaskan ada atau tidaknya kerugian yang dialami

oleh perusahaan. Kerugian dalam pengertian jumlah

pengeluaran yang lebih besar daripada pendapatan pada

dasarnya dapat diketahui dengan menyimak laporan rugi –

laba tersebut. Apabila terjadi kerugian maka hal itu harus

dilaporkan pada pos beban yang sifatnya mengurangi laba.

Apabila demikian, dapat terjadi suatu perusahaan akan

mengalami kerugian sekalian juga keuntungan. Sepanjang

kerugian tersebut tidak melampaui pendapatan, perusahaan

Page 64: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

57

tetap harus dilaporkan memperoleh laba seberapa pun

jumlahnya.

Sebagai tambahan pengetahuan, pada bagian

berikutnya akan diketengahkan persoalan yang pernah

menimpa Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Seperti

diberitakan oleh sebuah media online,34 Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Selatan menganggap bahwa

pemprov telah menghilangkan asset pemerintah pada

Hotel Imperial Aryadutha. Sebagaimana telah dimaklumi

sebelumnya Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan memang

memiliki sejumlah saham pada perseroan terbatas hotel

tersebut. Akan tetapi bagaimana menjelaskan ihwalnya

sampai terjadi kehilangan saham. Apakah saham hotel itu

seperti tamu hotel terutama yang merupakan wisatawan

asing yang sering menghilang seketika bersamaan dengan

terjadinya bencana yang melanda negara yang dikunjunginya.

Saham pada dasarnya merupakan benda yang

berbentuk surat – sampai saat ini belum ada saham

elektronik atau saham digital – yang diberikan sebagai

tanda penyertaan modal dalam suatu perseroan atau

bukti pemilikan saham (Pasal 51) . Secara yuridis, saham

dikelompokkan sebagai benda bergerak yang dapat

dikeluarkan dan dipindahtangankan menurut aturan yang

berlaku. Penjelasan Pasal 48 Undang-undang Nomor 40

Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa

saham hanya dapat dikeluarkan atas nama pemiliknya,

perseroan tidak diperkenankan mengeluarkan saham atas

tunjuk.

34 Pemprov Bantah Kehilangan Saham Hotel Imperial Aryadutha. https://makassar.

antaranews.com 27 Januari 2009. 28/10/2019. 13.20

Page 65: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

58

Pasal 55 Undang-Undang Perseroan Terbatas

menentukan dalam anggaran dasar perseroan ditentukan

cara pemindahan hak atas saham sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan, dan Pasal 56 menegaskan

bahwa pemindahan hak atas saham dilakukan dengan

akta pemindahan hak. Sebelumnya Pasal 50 menentukan

direksi perseroan wajib mengadakan dan menyimpan

daftar pemegang saham, yang memuat sekurang-kurangnya;

a. nama dan alamat pemegang saham, b. jumlah, nomor, tanggal perolehan, klasifikasi saham, c. jumlah yang disetor atas setiap saham, d. nama dan alamat perserorangan atau badan hukum penerima jaminan fiducia dan gadai, dan e. keterangan penyetoran saham dalam bentuk lain.

Ketentuan-ketentuan tersebut pada pokoknya

memperlihatkan bahwa saham merupakan benda yang

relatif aman untuk dimiliki, terutama aman dari kehilangan

dalam pengertian sesuatu yang pada awalnya ada lantas tiba-

tiba menjadi tidak ada. Pengaturan mekanisme pemilikan,

pendaftaran dan pemindahan ha katas saham yang efektif dan efisien tersebut tidak memberikan kemungkinan kepada siapa pun yang sekonyong-konyong mengaku sebagai

pemilik – pemegang saham tanpa melalui tatacara yang

telah ditentukan berdasarkan Undang-Undang Perseroan

Terbatas. Lantas apa yang dimaksudkan dengan “kehilangan

saham”.

Sehubungan dengan persoalan tersebut Direktur

Perusahaan Daerah Sulawesi Selatan menjelaskan; “saham

Pemprov berupa tanah seluas 4.655 meter persegi telah

diubah menjadi saham murni dan dimasukkan dalam

Page 66: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

59

Holding Company Lippo Karawaci….nilai saham Pemprov

saat ini berada pada posisi 0,08% atau Rp. 10 milyar lebih

– mengalami penurunan -, penurunan itu dipengaruhi

lambannya pemprov melakukan penambahan nilai aset pada

saat hotel tersebut mengalami pengalihan saham….pada saat

pemilik saham lainnya mempengaruhi perilaku menyuntik

tambahan saham, secara otomatis saham pemprov mengalami

penyusutan…35

Penjelasan pejabat tersebut tampaknya dapat

meredam kebingungan kendati pun sementara. Kejadian yang

sebenarnya bukanlah “kehilangan saham” dalam pengertian

pada awalnya menjadi pemegang saham lantas tidak menjadi

pemegang saham karena sahamnya sudah tidak ada lagi,

melainkan berkurangnya jumlah saham yang dimiliki, dan

ini mempengaruhi posisi dalam struktur pemilikan saham

perseroan. Awalnya menempati posisi 10 % yang layak

menyandang predikat sebagai pemegang saham minoritas,

akhirnya menjadi di bawah 1 % atau (kalau ada konsepnya)

minoritas mutlak.

Berkurangnya jumlah saham yang dimiliki tidak

sama pengertiannya dengan “penyusutan” dalam sistem

akuntansi. Dalam pengertian ini penyusutan atau depresiasi

pada intinya merupakan alokasi sistematis jumlah yang

dapat disusutkan dari suatu aset selama umur manfaatnya.36

Aspek yang paling karakteristik dari penyusutan adalah

pengkaitannya dengan umur manfaat dari benda yang hendak

dhitung penyusutannya. Adakah terhadap saham perseroan

juga dapat dilekatkan aspek umur manfaat.

35 https://makassar.antaranews.com 27 Januari 2009. 28/10/2019. 13.20. Loc.cit.

36 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 16 Tahun 2009. Ikatan Akuntan Indonesia.

Page 67: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

60

Dalam perseroan terbatas yang merupakan

asosiasi modal memang diperkenankan dilakukannya

baik penambahan modal maupun pengurangan modal.

Perihal penambahan modal diatur mulai dari Pasal 41

hingga 43, sedangkan pengurangan modal mulai Pasal 44

sampai dengan 47. Berdasarkan Undang-undang Perseroan

Terbatas, penambahan modal dan pengurangan modal harus

dilakukan berdasarkan persetujuan Rapat Umum Pemagang

Saham (RUPS) dengan memperhatikan persyaratan kuorum

dan jumlah setuju untuk perubahan anggaran dasar. Baik

penambahan maupun pengurangan modal yang mempengaruhi

struktur modal perseroan secara akuntansi harus dituangkan

dalam suatu laporan. Berikut ini akan disajikan contoh

laporan perubahan modal sebagai berikut :

Pada kesempatan ini hanya dikutipakan satu

contoh saja dari contoh-contoh lain yang jumlah sangat

banyak dengan format yang berbeda. Sehubungan dengan

pembukuan dalam hukum dagang, tampaknya pandangan

Page 68: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

61

Prof. Head ….berkenaan dengan cara permasalahan keuangan

direkam dan cara aset dinilai sangat diperlukan adanya

keseragaman sehingga keputusan bisnis dapat dibuat dengan

cerdas,37 dibutuhkan campur tangan “eksternal” selainkan

menyerahkan kepada profesionalisme dunia usaha.

37 John W. Head. Op.cit. hal. 122….accounting and capitalism have developed hand in hand.

As trading houses and banking organizations in Europe started attracting outside investors

several outside investors several centuries ago, those outsiders demanded reliable

information about the businesses they were investing in. an early treatise on accounting

written in Italy in 1494 thus shows some of the emphasis then being placed on uniformity

of treatment – that is, uniformity in the way financial matters were recorded and they way assets were valued, so that business decisions could be made intelligently.

Page 69: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

62

Page 70: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

63

BAB III

AGREGAT PERDAGANGAN DAN JUAL BELI PERUSAHAAN

1. Agregat Perdagangan

Berkenaan dengan topik yang hendak diuraikan ini,

kepustakaan-kepusatakaan hukum dagang mempergunakan

konsep yang berbeda-beda. Prof. Soekardono38 dalam bukunya

yang berjudul “Hukum Dagang Indonesia” mempergunakan

konsep “urusan perniagaan” yang berarti keseluruhannya

atau kesemuanya yang termasuk dalam perusahaan yang

tertentu; kesemuanya itu adalah untuk memudahkan

atau melancarkan terwujudanya niat mendapatkan laba,

ialah sebuah unsur mutlak bagi pengertian perushaan..

H.M.N. Purwosutjipto39 mempergunakan konsep “urusan

perusahaan” yang meliputi segala macam urusan, baik yang

bersifat materiil maupun immaterial, yang termasuk dalam

lingkungan perusahaan….Urusan perusahaan adalah segala

sesuatu yang berwujud benda maupun yang bukan benda,

yang termasuk dalam lingkungan perusahaan tertentu,

misalnya: gedung-gedung, mebel, alat-alat kantor, mesin-

38 Soekardono, Op.cit. hal. 31

39 H.M.N. Purwosutjipto, 1984. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia. 1. Pengetahuan

dasar hukum dagang. Penerbit Djambatan, Jakarta. Hal. 22

Page 71: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

64

mesin, buku-buku, barang-barang dagangan, piutang, nama

perusahaan, merek, paten, goodwill, utang, relasi, langganan,

rahasia perusahaan dan lain-lain.

Achmad Ichsan40 mempergunakan konsep “objek

dagang” dan mengakuinya bahwa ada yang menerjemahkan

konsep tersebut dengan perkara perdagangan atau

benda perdagangan. Semuanya meliputi hal-hal yang

dapat merupakan objek badan-badan usaha perdagangan

dan badan-badan usaha perekonomian pada umumnya

dan dalam praktek mempunyai pengertian yang sangat

kompeks….umpama dalam kalimat “kita menjalankan suatu

usaha perdagangan yang mempunyai objek dagang” atau

“kita mengoper suatu objek dagang” atau pula “kita merobah

objek dagang kita dalam bentuk baru” dan sebagainya….

Urusan perniagaan, urusan perusahaan, objek dagang

dan terdapat lagi satu istilah yang diberikan oleh Komisi

istilah Bahasa Indonesia Bagian Ilmu Hukum Departemen

P dan K yang dituangkan dalam Buku Istilah Hukum yang

diterbitkan pada 17 April 1955 yaitu “warisan dagang”41,

pada dasarnya merupakan istilah-istilah yang dimaksudkan

sebagai padanan dari istilah handelszaak dalam Bahasa

Belanda.

Sebuah sumber bahan hukum tertier pada pokoknya

mengemukakan bahwa handelszaak memiliki dua

pengertian, pertama, affaire dan kedua, rechtsbetrekking,

welke voortvloeit uit een daad van koophandel of welke de

40 Achmad Ichsan, 1984. Hukum Dagang, Lembaga Perserikatan, Surat-Surat Berharga,

Aturan-Aturan Angkutan. Pradnya Paramita, Jakarta. Hal. 76

41 H.M.N. Purwosutjipto, Op.cit. hal. 23

Page 72: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

65

wet uitdrukkelijk als handelszaak (zaak van koophandel)

aanduidt.42 Pengertian utama dari handelszaak mengacu

pada konsep hal, perkara, urusan atau Business dalam

Bahasa Inggris. Pengertian berikutnya merujuk pada konsep

hubungan hukum terutama yang didasarkan pada aturan-

aturan hukum bidang perdagangan atau yang ditetapkan

sebagai bisnis.

Konsep bisnis atau business sendiri mengandung

pengertian yang mencakup….employment, occupation,

profession, or commercial activity engaged in for gain or

livelihood. Activity or enterprise for gain, benefit, advantage or livelihood. Dengan demikian dapatlah dikemukakan,

dalam konsep handelszaak juga terdapat unsur pekerjaan,

kedudukan, profesi atau kegiatan komersial untuk

memperoleh keuntungan, manfaat atau mata pencaharian.

Makna secara keseluruhan yang dapat dipetik dari

uraian ringkas mengenai handelszaak pada pokoknya

adalah bahwa dalam konsep tersebut terkandung aspek-

aspek gedung-gedung, mebel, alat-alat kantor, mesin-

mesin, buku-buku, barang-barang dagangan, piutang, nama

perusahaan, merek, paten, goodwill, utang, relasi, langganan,

rahasia perusahaan dan aspek-aspek lain-lain baik materiil

maupun immaterial. Namun demikian dan mengingat

kegiatan perdagangan itu tidak semata-mata dilakukan oleh

perusahaan saja, maka pemadanan handelszaak dengan

“urusan perusahaan” menjadi agak risikan. Pun apabila

dipadankan dengan “urusan perniagaan” dan “objek dagang”.

42 Wat is de betekenis van Handelszaak. De Oosthoek is een Nederlandse Encyclophedia.

https://www.ensie.nl.

Page 73: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

66

Handelszaak pada intinya tidak semata-mata merupakan

“urusan” yang lebih berkonotasi sebagai kegiatan.

Dalam handelszaak terdapat juga unsur benda

berwujud yang kasat mata. Demikian juga halnya dengan

konsep “objek” yang dapat mengarahkan pemahaman

ke arah hal-hal yang berkenaan dengan apa yang dapat

diperdagangkan. Oleh karena itu dalam kerajinan tangan ini

diketengahkan satu konsep baru yaitu “Agregat Perdagangan”.

Konsep aggregat pada pokoknya diambil dari khasanah ilmu

teknik, khususnya teknik sipil. Dalam ranah ini, konsep

agregat dipergunakan untuk mengkomunikasikan campuran

berbagai material yang terdiri dari butiran-butiran kecil

(granular) misalnya pasir, kerikil, batu pecah, dan lain-lain

yang dipakai secara bersama-sama dengan suatu media

pengikat seperti semen….aggregat ; entire number, sum,

mass, or quantity of something; total amount; complete

whole. One provision under will may be the aggregate if

there are no more units to fall into that class. Composed

of several; consisting of many persons united together; a

combined whole.43 Konsep agregat kiranya lebih tepat untuk

menggambarkan sistem perdagangan dan juga perusahaan

yang terdiri dari berbagai komponen yang bergabung,

menyatu dan bekerjasama secara saling mendukung. Oleh

karena itu dalam konsep agregat perdagangan dapat meliputi

aset, kegiatan dan sifat atau karakter baik yang berwujud

maupun tidak berwujud dalam satu kesatuan yang lengkap.

Dengan demikian dapat dikemukakan, agregat

perdagangan tersebut meliputi cakupan komponen yang

43 Henry Campbell Black, Op.cit. hal. 328.

Page 74: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

67

relatif luas; bangunan fisik berupa gedung perkantoran, bangunan pabrik, mesin-mesin, lahan usaha, ragam furnitur,

dokumen-dokumen, barang-barang dagangan, piutang, nama

perusahaan, merek, paten, goodwill, utang, relasi, langganan,

rahasia perusahaan, perizinan, dan lain-lainya yang

bergabung, menyatu dan bekerjasama hingga perusahaan

dan perdagangan berlangsung. Berdasarkan pertimbangan

bahwa komponen-komponen seperti nama

perusahaan, merek, dan paten pada satu sisi sudah menjadi

subyek bahasan yang mandiri dan pada sisi lain sudah banyak

yang membahasnya, maka uraian selanjutnya berkenaan

dengan agregat perdagangan akan difokuskan pada

komponen dagangan, rahasia perusahaan, dan goodwill. yang

masing-masing mengandung relevansi dengan kondisi dan

perkembangan dunia perdaganga.

a. Dagangan dan Nama Perusahaan

Di antara uraian-uraian pada halaman terdahulu

sesungguhnya sudah disampaikan secara samar perihal siapa

saja yang dapat menjadi subyek hukum dalam hubungan

perdagangan. Mereka pada umumnya adalah orang dan

badan hukum. Pengertian orang dalam hal ini meliputi homo

sapien-manusia-human being dan bentuk-bentuk usaha yang

tidak berbadan hukum. Bagaimana halnya dengan negara dan

badan hukum publik lainnya. Berkenaan dengan persoalan

tersebut sebaiknya terlebih dahulu dipahami bahwa negara

dan badan hukum publik pada umumnya memang dapat

menjadi subyek hukum yang mandiri. Secara umum pula

Page 75: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

68

dikemukakan dalam hal menjadi para pihak dalam suatu

perjanjian komersial yang termasuk dalam ruang lingkup

hukum perdata, maka negara dikemukakan tunduk pada

hukum perdata.

Namun demikian hal ini tidak dapat secara serta

merta disamaratakan begitu saja. Tidak pada setiap

negara memasuki transasksi yang bersifat komersial lantas

dinyatakan tunduk pada hukum keperperdataan sepenuhnya.

Sejalan juga dengan perkembangan bidang-bidang hukum

lain, terdapat poin-poin dimana hukum keperdataan dalam

pengertiannya yang murni tidak berlaku lagi. Pada poin-poin

yang dimaksudkan itu diberlakukan bidang hukum yang

khusus. Bidang-bidang hukum khusus tersebut seolah-olah

tidak mau melepaskan obyeknya, melainkan mencengkram

dengan kekuatan yang didasarkan pada produk hukum yang

kuat pula.

Fenomena tersebut tampak sehubungan misalnya

dengan adanya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan

pengadaan barang dan jasa pemerintah. Ketentuan-

ketentuan hukum yang dipergunakan untuk mendirikan

badan usaha dan pengadaan barang/jasa pemerintah

itu merupakan norma-norma hukum yang secara khusus

dibentuk dan berbeda dengan yang diterapkan untuk

perusahaan dan pengadaan barang pada umumnya. BUMN

terdiri dari Perusahaan Perseroan atau yang disingkat

dengan PT (Persero) dan Perusahaan Umum (Perum). Dalam

hal BUMN itu berbentuk PT (Persero) sesungguhnya bentuk

ini setara dengan perseroan terbatas yang didirikan swasta

Page 76: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

69

pada umumnya. Akan tetapi pemegang saham pada PT

(Perseroan) adalah pemerintah yang diwakili oleh menteri

dengan pemilikan seluruh atau setidak-tidaknya sebagian

besar saham.

PT swasta didirikan, dimiliki dan dijalankan

berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas yang berlaku juga untuk para investor

asing yang diwajibkan mendirikan perusahaan berbadan

hukum Indonesia apabila menanamkan modalnya di

Indonesia. Sementara itu PT (Persero) didirikan berdasarkan

Peraturan Pemerintah yang dibuat khusus untuk itu dan

mengacu pada Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003

tentang Badan Usaha Milik Negara.

Fenomena tersebut juga tampak pengadaan barang/

jasa pemerintah yang merupakan kegiatan yang dilakukan

oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat

Daerah/Institusi dengan tujuan untuk memperoleh barang/

jasa yang prosesnya mulai dari perencanaan kebutuhan

sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh

barang/jasa tersebut.

Di samping Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja

Perangkat Daerah/Institusi, terdapat banyak pihak yang

terlibat dalam kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah.

Ada pun pihak-pihak yang dimaksudkan itu adalah Pengguna

Barang/Jasa, Pengguna Anggaran, Kuasa Pengguna Anggaran,

Pejabat Pembuat Komitmen, Unit Layanan Pengadaan,

Pejabat Pengadaan.

Mengingat pihak yang membutuhkan barang/jasa

Page 77: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

70

tidak selalu dapat membuat dana atau menyediakan sendiri

barang/jasa yang dibutuhkan, maka selain adanya pihak

pengguna, dapat dipastikan juga harus ada “Penyedia Barang/

Jasa baik yang merupakan badan usaha maupun orangh

perseorangan yang menyediakan barang atau pekerjaan

konstruksi atau jasa konsultasi atau jasa lainnya.

Dalam rangka pelaksanaan pengadaan barang/jasa Pemerintah yang efektif dan efisien, maka Pemerintah telah pula mengupayakan aadanya infrastruktur pengadaan

barang/jasa Pemerintah seperti norma hukum yang

tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 54 Tahun

2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Perpres

tersebut telah mengalami proses penyempurnaan secara

berkelanjutan yang hingga kini sudah menginjak perubahan

yang keempat berdasarkan Perpres No. 4 Tahun 2015. Dalam

rangkaian Perpres ini antara lain ditetapkan pada pokoknya

bahwa pengadaan barang/jasa pemerintah dilakukan berdasarkan perjanjian yang figure hukum keperdataan yang harus tunduk pada Perpres yang dibuat oleh Pemerintah. Ini

butuh penjelasan hukum. Secara keseluruhan uraian ringkas

tadi memperlihatkan betapa kegiatan mendirikan, memiliki

dan menjalankan perusahaan tersebut sesungguhnya

merupakan kegiatan yang banyak diminati. Di samping

yang secara historis dirintis oleh orang-perserorangan atau

rakyat pada umumnya, dalam perkembangan tampaknya

juga semakin diminati oleh negara-pemerintah baik melalui

BUMN maupun penyertaan modal pada beberapa perusahaan

swasta.

Page 78: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

71

Dalam sebuah press gathering, Marzuki Alie Ketua

DPR RI sampai dengan 2012 pernah mengemukakan, “kalau

mau baik, undang-undang Parpol harus kita ubah, parpol

boleh punya usaha, tetapi dikontrol secara terbuka….Parpol

juga harus melakukan pendidikan politik ke kadernya, yang

butuh dana tidak kecil. Jadi duitnya dari mana ?.... daripada

perkebunan diberikan kepada perusahaan asing, kenapa

tidak diberikan izin itu kepada parpol saja.44

Ide tersebut pada satu sisi sangat orisinal dalam

pengertian yang betul-betul merupakan cetusan pemikiran

yang brilian. Akan tetapi pada sisi lain patut disayangkan

tidak terdengar ada yang merespon dan belum sempat

dibahas dalam persidangan karena sang tokoh sudah tidak

lagi menjabat sebagai Ketua DPR RI. Bahkan kiprah politiknya

tidak terlacak lagi di partainya sekali pun.

Setelah subyek hukum perusahaan menjadi jelas

kini saatnya menguraikan tentang “dagangan” dalam

pengertian perihal apa saja yang dapat diperjual-belikan

atau diperdagangkan. Sehubungan dengan ini terkandung

kemungkinan bahwa konsep “obyek“ kiranya dapat diterima

relevansinya. Ketika mengemukakan “obyek perdagangan”

dapatlah ditangkap gambaran, yang dimaksudkan itu adalah

hal-hal yang dapat praktis. Diskursus hukum berkenaan

dengan “dagangan” pada dasarnya mengarah pada

persoalan mengenai apa saja yang dapat diperdagangkan

dan sebaliknya apa saja yang tidak boleh diperdagangkan.

Persoalan tersebut dapat diaplikasikan dalam contoh

perjanjian jual-beli; apa saja yang dapat dijual dan dibeli.

44 Putus Kasus Korupsi, Diusulkan Parpol Punya Usaha. Bali Post, 16-7-2012. Hal. 23

Page 79: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

72

Untuk menjelaskan persoalan tersebut dilakukan analisis

dari aspek perjanjian yang melahirkan transaksi komersial.

Perjanjian atau kontrak komersial baik yang tertulis maupun lisan pada dasarnya merupakan figur hukum yang mewadahi setiap transaksi perdagangan. Tidak ada satu pun kegiatan

perdagangan yang terlepas dari jangkauan perjanjian. Hal

ini mengandung pengertian bahwa perdagangan itu tidak

terjadi secara sekonyong-konyong, melainkan dan dapat

dipastikan senantiasa didahului oleh suatu perjanjian. Oleh

karena itu dapatlah dipertimbangkan menemukan kejelasan

atas persoalan apa saja yang dapat diperdagangkan melalui

aspek perjanjian merupakan langkah yang tepat.

Persoalan apa saja yang dapat diperdagangkan

merupakan persoalan pembatasan terhadap “dagangan” dan

pembatasan terhadap perjanjian tercermin dari Pasal 1338

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang

pada pokoknya menentukan “semua persetujuan yang dibuat

secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka

yang membuatnya”. Maknanya, ketentuan yang dikemukakan

mengandung “asas kebebasan berkontrak” itu dibatasi oleh

ketentuan mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian.

Ketentuan mengenai yang disebutkan terakhir itu

tercantum dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang pada intinya

meliputi; 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, 2.

Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, 3. Suatu hal

tertentu, 4. Suatu sebab yang halal. Dari syarat yang mana

persoalan apa saja yang dapat diperdagangkan itu dapat

diuraikan sehingga menjadi jelas.

Page 80: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

73

Syarat yang dapat menjelaskan persoalan tersebut

tercermin pada syarat nomor 3 yaitu suatu hal tertentu. Syarat

ini mengandung makna bahwa yang diperjanjian dalam suatu

perjanjian haruslah suatu hal atau suatu barang yang cukup

jelas atau tertentu. Syarat ini perlu untuk dapat menetapkan

kewajiban dari si berpiutang jika ada perselisihan. Barang

yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus

dapat ditentukan jenisnya.45

Dalam Bahasa yang modern perihal apa saja yang

dapat diperdagangkan itu pada umumnya disebut dengan

komoditas. Menurut KBBI komoditas merupakan barang

dagangan utama, benda niaga (hasil bumi dan kerajinan),

bahan mentah yang dapat digolongkan menurut mutunya

sesuai dengan standar perdagangan internasional. Jadi istilah komoditas itu lebih berkonotasi fisik-nyata yang mengacu pada barang atau benda. Sementara itu dalam perkembangan

sekarang ini dunia perdagangan juga disibukkan dengan

pertukaran jasa.

Dapat dikemukakan genus (pengelompokkan –

dipinjam dari istilah dalam biologi) “dagangan” sesungguhnya

tidak mengalami perkembangan selain yang menyangkut

barang dan/atau jasa. Beranjak dari titik ini, genus barang

dapat dirinci lagi menjadi barang bergerak-tidak bergerak,

barang berwujud-tidak berwujud, barang yang sudah ada-

yang akan ad, dan lain-lain. Sebaliknya spesies “dagangan”

mengalami perkembangan yang sangat beragam dan

cepat.

45 R. Subekti, 1977. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Intermasa, Jakarta. Hal. 113.

Page 81: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

74

Keragaman tersebut pada akhirnya menjadi dasar

untuk mengemukakan spesies “dagangan” itu tidak

perlu dirinci. Berkenaan dengan upaya mengetahui dan

menentukan legalitas dagangan, maka sudah cukuplah

apabila terdapat norma hukum yang menentukan kewajiban

melaksanakan perizinan dalam perdagangan. Di samping itu

harus pula dipatuhi ketentuan-ketentuan bahwa dagangan

dan cara memperdagangkannya tidak bertentangan dengan

undang-undang, kesusilaan-kepatutan, dan ketertiban

umum.

Mengakhiri uraian berkenaan dengan “dagangan”

ini dipandang penting pula untuk menyampaikan sedikit

tentang “nama perusahaan” atau “nama perniagaan”. Dengan nama perniagaan dimaksudkan nama atau firma, atas nama mana suatu perusahaan diselenggarakan.46 Artinya, setiap

perusahaan atau pun usaha perniagaan wajib memiliki

sebuah nama untuk membedakan antara yang satu dengan

yang lainnya.

Kewajiban memiliki nama pada dasarnya menunjukkan

bahwa entitas perusahaan terutama yang berbadan hukum

itu merupakan subyek hukum dan usaha perniagaan – suatu

konsep yang dipergunakan untuk yang tidak berbadan

hukum – setidak-tidaknya adalah persona hukum. Kondisi

seperti ini juga terdapat pada orang – manusia – yang

dibedakan antara yang memiliki dan mampu melaksanakan

hak serta kewajiban secara mandiri (subyek hukum) dengan

yang sebaliknya (persona hukum) akan tetapi semuanya

wajib memiliki nama).

46 M.H. Tirtaamidjaja, Op.cit. hal. 79

Page 82: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

75

Topik berkenaan dengan usaha perniagaan

sesungguhnya sudah dianggap selesai atau setidak-tidaknya

jarang disinggung baik dalam perkuliahan maupun praktek.

Akan tetapi berbarengan dengan munculnya sebuah

perusahaan penyedia aplikasi laporan manajemen untuk

bisnis kecil dan menengah di Indonesia yang menggunakan

“Kontool” sebagai nama perusahaannya, maka isu nama

perniagaan seperti memperoleh kekuatan baru untuk muncul

kembali.

Di Indonesia “kontool” dapat diasumsikan sebagai alat

kelamin laki-laki. Jadi nama ini berkonotasi agak cabul dan

seolah-olah perusahaan tersebut hendak memperdagangkan

alat kelamin laki-laki. Namun diyakini bahwa pihak

perusahaan tidak bermaksud demikian karena “kontool”

tersebut merupakan kombinasi “konto” (akun facebook

dalam Bahasa Jerman) dan “tool” (alat, sarana).

Kendati pun demikian penetapan suatu ungkapan

sebagai nama perusahaan hendaknya sudah melalui

berbagai pertimbangan terutama Bahasa. Di Indonesia suatu

ungkapan Bahasa dapat memiliki pengertian yang berbeda

antara daerah yang satu dengan yang lainnya. Perusahaan

yang memproduksi alat pengukur waktu sebaiknya dan

tidak boleh menggunakan nama TELAK JAYA sebagai nama

perusahaan. Menurut KBBI kata telak memang berarti tepat,

tetapi ini belum tentu berarti sama di daerah lain di Indonesia.

Page 83: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

76

b. Rahasia Perusahaan

seperti sudah menjadi semacam tradisi, penguraian

suatu isu sedapatnya diawali dengan pemaparan pengertian atau definisi terlebih dahulu. Pengungkapan ini sangat relevan terutama untuk isu-isu yang jarang diangkat atau yang

memiliki banyak kesamaan dalam hal konsepsinya. Suatu

kekeliruan dapat terjadi apabila konsep “rahasia perusahaan”

dijelaskan dengan konsep “rahasia dagang”. Maknanya, pengertian sangat membantu untuk mengidentifikasi konsep-konsep.

Sehubungan dengan itu maka diupayakan

semaksimalnya menemukan pengertian mengenai apa yang

dimaksud dengan “rahasia perusahaan”. Sasaran pertama

difokuskan pada undang-undang dan ternyata tidak ada satu

undang-undang pun di Indonesia yang mengatur pengertian

rahasia tersebut. Pencarian dilanjutkan pada sasaran kedua

yaitu kepustakaan dan bahan hukum tertier pun juga tidak

ada. Pada sasaran ini yang dijumpai justru uraian yang

“menyamaartikan rahasia perusahaan dengan rahasia

dagang.

Upaya pencarian akhirnya membuahkan hasil;

pengertian “rahasia perusahaan” dapat dalam Pedoman

Penjelasan Pasal 23 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999

tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat. Pedoman tersebut merupakan suatu “produk”

yang dihasilkan oleh Komisi Pengawas Persaiangan Usaha

(KPPU), sebuah komisi negara yang diberikan kompetensi

membuat peraturan dan pedoman khusus berkenaan dengan

Page 84: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

77

persaingan usaha.

Pasal 23 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999

pada pokoknya menentukan bahwa pelaku usaha dilarang

bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapat informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat mengakibatkan

terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Dalam Penjelasan

Pasal demi Pasal terhadap Pasal 23 hanya dicantumkan

perkataan “cukup jelas”. Persoalannya; apanya yang cukup

jelas, kenyataannya perihal apa yang dimaksudkan dengan

rahasia perusahaan tidak dijelaskan.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 telah

menetapkan kewenangan kepada KPPU untuk melakukan

pemeriksaan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan

memutuskan sendiri perkara persaingan usaha. Penetapan

demikian menempatkan KPPU pada posisi sangat

berkepentingan untuk menyusun peraturan dan pedoman

dalam rangka pelaksanaan undang-undang tersebut.

Dalam Pedoman Penjelasan pada pokoknya dinyatakan

bahwa “rahasia perusahaan” adalah informasi kegiatan usaha

yang tidak pernah dibuka oleh pemiliknya kepada siapa pun

juga, kecuali kepada orang-orang yang berhubungan langsung

dengan kegiatan usaha pemilik informasi kegiatan usaha

yang dikategorikan sebagai rahasia perusahaan tersebut.

Pengertian tadi sesungguhnya juga masih menyisakan

persoalan mengenai apa yang dimaksudkan dengan

“informasi kegiatan usaha yang tidak pernah dibuka”. Di

samping itu pada titik tersebut, pedoman penjelasan juga

Page 85: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

78

berputar-putar sekitar upaya memperbandingkan antara

“rahasia perusahaan” dengan “rahasia dagang”. Namun

demikian akhirnya diberikan juga pedoman bahwa rincian

berkenaan dengan informasi kegiatan usaha dapat diketahui jenisnya dengan terlebih dahulu mengidentifikasi kegiatan usaha perusahaan yang bersangkutan.

Apabila perusahaannya berbentuk perseroan terbatas, maka kegiatan usahanya dapat diidentifikasi dengan terlebih dahulu menyimak maksud dan tujuan pendirian perseroan

yang bersangkutan. Hal ini tercantum dalam anggaran dasar

– akta pendirian setiap perseroan yang diumumkan dalam

dalam berita resmi negara pada Berita Negara Republik

Indonesia (BNRI) dan Tambahan Berita Negara Republik

Indonesia (TBNRI). Berita tersebut terbuka untuk umum,

lantas mana yang merupakan rahasia perusahaan.

Dalam hal perseroan bergerak dalam usaha perbankan,

maka data pribadi nasabah merupakan rahasia perusahaan

yang tidak boleh dibuka untuk umum kecuali diterobos

berdasarkan ketentuan mengenai pembukaan rahasia bank.

Secara umum setiap perusahaan memiliki kewajiban untuk

“mengamankan” rahasia dagang berdasarkan Undang-

undang Nomor 30 Tahuit n 2000 tentang Rahasia Dagang. Di

samping itu secara umum pula terdapat kewajiban menjaga

kerahasiaan dokumen perusahaan berdasarkan Undang-

undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan.

Page 86: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

79

c. Goodwill

Andrea Fockema seperti dikutip oleh Purwosutjipto47

pada pokoknya mengemukakan bahwa goodwill adalah suatu

benda ekonomis tak bertubuh, yang terjadi dari hubungan

antara perusahaan dengan para pelanggan dan kemungkinan

perkembangan yang akan datang. Goodwill itu dapat

dipindahtaangankan bersama dengan urusan-perusahaan

dan menjelma dalam neraca sebagai laba.

Selanjutnya beberapa sumber bahan hukum tertier

menguraikan bahwa goodwill merupakan suatu keuntungan

atau manfaat yang diperoleh oleh suatu perusahaan, diluar

nilai modal, dana-dana, atau properti yang digunakan oleh

perusahaan yang bersangkutan, sebagai konsekuensi dari

respon publik secara umum dan dorongan yang diterimanya

dari pelanggan tetap, ….atau karena reputasi, ketrampilan

atau pengaruh atau ketepatan waktu.48

Sumber lain juga mengemukakan bahwa goodwill

merupakan the advantage arising from the reputation and

trade connections of business, in particular the likelihood

that existing customers will continue to patronize. Goodwill

is a substantial item to be taken into account on the sale of a

business; it may need to be protected by requiring the vendor

to agree not to set up in the same business for a started period

in competition with the business he has sold.49

Pengertian yang diuraikan terakhir ini pada dasarnya

mengandung semacam dilemma; pada satu sisi tidak terdapat

47 H.M.N. Purwosutjipto, Op.cit. hal. 25

48 Henry Campbell Black, Op.cit. hal. 625.

49 Elizabeth A Martin., Op.cit. hal. 205)

Page 87: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

80

ketentuan hukum yang melarang penjualan atau pengalihan

perusahaan berikut dengan segala goodwill yang dimiliki,

tetapi pada sisi melarang pihak yang menerima peralihan

tersebut agar tidak menjalankan usaha yang sama. Larangan

tersebut tidak sejalan dengan hukum persaingan.

Secara keseluruhan goodwill yang dalam Bahasa

Belanda dipadankan dengan welwillenheid dapat

dikemukakan sebagai “agregat” yang pada satu sisi datang

dari luar perusahaan setelah memperoleh semacam

stimulus dari dalam pada sisi lain. Ketrampilan, konsistensi,

kejujuran, pengabdian, dan ketepatan yang dimiliki dan

dipersembahkan oleh pihak perusahaan akan membentuk

reputasi merupakan “nilai lebih” yang harus dipertahankan-

dilestarikan.

Tersedia banyak kisah yang inspiratif tentang

perjuangan para pemilik perusahaan yang dari generasi ke

generasi berikutnya pontang-panting mempertahankan

goodwill yang telah dibangun oleh leluhurnya. Kisah

demikian pada dasarnya menyiratkan makna bahwa

welwillenheid tersebut mengandung aspek martabat yang

harus dijunjung berdasarkan niat dan pengabdian yang

tinggi. Memiliki, mengembangkan dan mempertahankan

Goodwill sangat perlu ditanamkan di tengah-tengah kondisi

dimana mendirikan perusahaan dapat dilakukan sama

mudahnya dengan mendorong kebubarannya justru karena

tidak adanya niat membangun reputasi.

Page 88: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

81

2. Jual-Beli Perusahaan

a. Pengertian

Perjanjian jual-beli pada umumnya diatur mulai dari

Pasal 1457 sampai dengan 1540 kitab Undang-Undang

Hukum Perdata (KUH Perdata). Dalam tulisan ini dan untuk

mempermudah komunikasi maka perbuatan - perbuatan

hukum tersebut disebut dengan konsep jual-beli perdata.

Konsep ini harus dibedakan dengan konsep jual-beli

perusahaan atau handelskoop yang berada dalam ranah atau

ruang lingkup dan merupakan salah satu pokok bahasan

dalam hukum dagang.

Dari Pasal 1457 KUH Perdata yang pada pokoknya

menentukan bahwa jual-bel adalah suatu persetujuan

dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk

menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk

membayar harga yang dijanjikan, tampaklah sifat yang

sangat umum dari jual-beli perdata tersebut. Dikemukakan

demikian karena ketentuan-ketentuannya berlaku untuk

segala jenis jual-beli baik yang konsumtif maupun produktif.

Berkenaan dengan jual-beli perusahaan,

Purwosutjipto50 yang mengutip Zeylemaker mengemukakan

jual-beli perusahaan adalah suatu perjanjian jual-beli sebagai

perbuatan perusahaan, yakni perbuatan pedagang atau

pengusaha lainnya, yang berdasarkan perusahaannya atau

jabatannya melakukan perjanjian jual-beli. Dengan demikian

jual-beli perusahaan merupakan perjanjian yang bersifat

khusus. Ada pun kekhususannya dapat disimak dari aspek-

aspek sebagai berikut;

50 Ibid. hal. 1-2

Page 89: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

82

1). Perbuatan perusahaan yang menurut Polak seperti dikutip

Purwosutjipto pada intinya merupakan perbuatan yang

direncanakan terlebih dahulu untung-ruginya, dicatat dalam

pembukuan. Jual-beli bukan dilakukan dalam kedudukan

sebagai konsumen, tetapi untuk kepentingan perusahaan

atau jabatannya dalam perusahaan itu.

2). Para pihak dalam perjanjian terdiri dari orang-perseorangan

yang menjalankan perusahaan dan/atau badan hukum

perusahaan,

3). Obyek perjanjian jual-beli pada umumnya komoditas dan/

atau barang-barang untuk diolah serta diperdagangkan,

4). Perjanjian jual-beli perusahaan dapat berkaitan dengan

penggunaan seluruh moda transportasi sehingga berkaitan

pula dengan hukum pengangkutan dan perjanjian

pengangkutan serta hukum asuransi,

5). Syarat-syarat khusus yang terdiri dari FAS (free along side),

FOB (free on board), CIF (cost, insurance, freight), CF (cost,

freight), Franco, dan NUG (netto uitgelevered gewwicht).

Secara keseluruhan dapat dikemukakan, jual-beli

perusahaan merupakan perjanjian jual-beli yang terjadi

diantara orang-orang yang menjalankan perusahaan dan/

atau dengan serta antar perusahaan. Ditinjau dari sifat dan

ruang lingkupnya, perjanjian ini dapat meliputi jual-beli baik

dalam hubungan intern-nasional maupun internasional. Oleh

karena itu jual-beli perusahaan dapat terjadi di antara subyek

hukum yang sama kewarganegaraannya atau dalam bentuk

perdagangan luar negeri atau perbuatan ekspor- impor.

Page 90: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

83

Ekspor dipandang dari sudut Indonesia adalah

perbuatan mengirimkan barang ke luar negeri, sedangkan

impor, sebaliknya, yaitu memasukkan barang dari luar

negeri ke Indonesia. Namun demikian, dipandang dari sudut

jual-beli perusahaan, perbuatan ekspor–impor merupakan

perikatan yang timbul dari perjanjian jual-beli perusahaan

yang sudah ditutup.51 Hal ini mengandung pengertian bahwa

kegiatan ekspor – impor harus didahului dengan perjanjian

jual-beli perusahaan. Ekspor – impor merupakan perjanjian

derivatif dari perjanjian jual-beli perusahaan.

Dari uraian tersebut tampak pula bahwa perjanjian

jual-beli perusahaan merupakan genus dari seluruh

perjanjian jual-beli yang unsur-unsur jual-beli perusahaan.

Sementara itu jual-beli yang timbul dari transaksi-transaksi

perdagangan luar negeri (perdagangan barang dari suatu

negara ke negara lain ) atau yang bentuknya dikenal dengan

konsep ekspor-impor pada dasarnya merupakan spesiesnya.

Namun demikian satu hal yang tak dapat dipungkiri,

pengaturan berkenaan dengan jual-beli perusahaan tidak

didasarkan pada ketentuan-ketentuan “nasional” seperti

KUH Perdata dan KUHD, melainkan pada ketentuan-

ketentuan yang dibuat oleh lembaga-lembaga internasional.

Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila pengertian

tentang handelskoop tergiring kea rah pemahamannya

sebagai jual-beli internasional.

Pemahaman demikian harus diluruskan kembali

karena sesungguhnya jual-beli perusahaan tidaklah semata-

mata merupakan jual-beli dalam kerangka perdagangan luar

51 Ibid. hal. 5

Page 91: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

84

negeri. Dalam perdagangan secara intern-nasional pun dapat diidentifikasi adanya jual-beli yang unsur-unsur atau karakternya memenuhi kriteri jual-beli perusahaan. Untuk

ini akan sangat bermanfaat apabila disimak kembali aspek-

aspek kekhususan dari jual-beli tersebut.

Berdasarkan kriteria tersebut maka jual-beli apa

pun, bagaimana pun, dimana pun, sepanjang sesuai dengan

kekhususan seperti yang telah dipaparkan, pada dasarnya perbuatan hukum tersebut dapat diklasifikasikan sebagai perjanjian jual-beli perusahaan. Kualifikasi atas perjanjian ini tidak ditentukan karena sebagian ketentuannya bersifat

internasional, melainkan pada aspek-aspek khusus yang

terkandung dalam perjanjian tersebut. Perjanjian jual-beli

perusahaan merupakan perbuatan hukum bersegi dua yang

didasarkan pada hukum dagang.

PT. (Persero) Pertamina, Badan Usaha Milik Negara

(BUMN) yang bergerak dalam bidang usaha eksplorasi,

pengolahan, dan distribusi minyak dan gas bumi menjual

produk yang dihasilkannya berupa misalnya bahan bakar

minya untuk kendaraan bermotor kepada PT. (Swasta)

Pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU) untuk dijual

kembali. Dapatkah ilustrasi ini dikemukakan sebagai salah

satu contoh jual-beli perusahaan dalam hubungan intern-

nasional.

Demikian juga halnya dengan penjualan batubara

kepada perusahaan yang membutuhkannya. Dimulai dari

aturan hukum dan proses penambangan baik yang dilakukan

langsung oleh BUMN maupun swasta yang melahirkan konsep

Page 92: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

85

Kuasa Pertambangan, pihak yang memiliki kompetensi

melakukan usaha pertambangan, akhirnya menjual batubara

kepada PT. (Persero) Perusahaan Listrik Negara (PLN)

untuk menjalankan mesin pembangkit tenaga listrik.

Pada kedua ilustrasi tersebut sudah dapat dipahami

dengan jelas bahwa subyeknya adalah perusahaan,

perusahaan. Obyeknya merupakan komoditas untuk dijual

kembali atau sebagai komponen modal untuk menghasilkan

barang modal baru. Melibatkan moda transportasi baik

darat maupun laut. Sebagian terbesar unsur-unsur jual-

beli perusahaan terpenuhi, hanya syarat-syaratnya yang

membutuhkan semacam kajian apakah sepenuhnya

mengikuti ketentuan-ketentuan internasional.

Ringkasnya, jual-beli perusahaan itu dilaksanakan

berdasarkan tujuan yang bersifat produktif dan oleh karena itu

obyeknya secara umum adalah komoditas dalam pengertian

bahan mentah untuk diolah serta diperdagangkan kembali.

Disimak dari aspek subyeknya kebanyakan dilakukan antara

perusahaan dengan perusahaan. Namun demikian jangan

sekali-kali dibayangkan bahwa jual0beli perusahaan itu

seperti menjual dan membeli perusahaan.

b. Syarat-syarat

syarat atau beding atau condition pada umumnya

merupakan suatu klausul yang dicantumkan dalam suatu

kontrak atau perjanjian dengan tujuan untuk mengubah,

mengurangi, menangguhkan bahkan membatalkan

kewajiban pokok. Berkenaan dengan perjanjian jual-beli

Page 93: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

86

perusahaan, maka syarat (syarat-syarat) yang dimaksudkan

itu mengandung makna sebagai pembebanan tanggung

jawab atas suatu kewajiban. Ada pun syarat-syarat tersebut

adalah sebagai berikut52;

1). Syarat Loco (loko). Konsep loco dalam perjnjian jual-beli

perusahaan mengandung arti loko gudang penjual. Apabila

klausul ini dicantumkan dalam perjanjian terkandung

pengertian bahwa pembeli menerima penyerahan barang di

gudang penjual. Hak milik dan risiko sudah beralih kepada

pembeli sejak barang diangkut keluar dari gudang. Seluruh

ongkos pengangkutan dari gudang penjual hingga gudang

pembeli menjadi tanggung jawab pembeli.

2). Syarat Free Along Ship (F.A.S). Berdasarkan syarat ini penjual

menyerahkan barang nya di samping kapal yang telah

disediakan oleh pembeli di pelabuhan pemuatan. Dalam

hal ini pembelilah yang menanggung ongkos pemuatan ke

dalam kapal, premi asuransi, ongkos pengangkutan, biaya

pembongkaran dan ongkos-ongkos lain sampai di gudang

pembeli.

3). Syarat Free On Board (F.O.B). Dengan syarat ini penjual

menyerahkan barang di atas kapal yang telah disediakan

oleh pembeli pelabuhan pemuatan. Ongkos pengangkutan

dan ongkos-ongkos lain hingga di atas kapal menjadi

tanggungan penjual. Artinya pembeli bebas (free) dari

biaya-biaya tersebut. Disimak dari siapa yang menanggung

ongkos pemuatannya, F.O.B. merupakan kebalikan dari F.A.S.

52 H.M.N. Purwosutjipto. Op.cit. hal. 18 – 19

Page 94: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

87

4). Syarat C.I.F (Cost Insurance and Freight). Berdasarkan

syarat ini penjual menanggung seluruh biaya dan ongkos

mengangkut barang (termasuk premi asuransi dan

ongkos-ongkos lain) sampai di pelabuhan pembongkaran

(pelabuhan negara pembeli).

5). Syarat C & F (Cost and Freight). Syarat ini hampir sama dengan

syarat C.I.F, perbedaaanya terletak pada premi asuransi.

Pada syarat C.I.F, premi asuransi menjadi tanggungan

penjual, sedangkan pada syarat C.F. merupakan tanggungan

pembeli.

6). Syarat Franko. Syarat ini merupakan kebalikan dari

syarat loco. Dengan syarat franko berarti penjualah yang

berkewajiban menyerahkan barang di gudang pembeli.

7). Syarat N.U.G. (Netto Uitgelevered Gewicht). Berdasarkan

syarat N.U.G. pembeli hanya menerima barang dalam

keadaan berat bersih pada saat penyerahan barang. Berat

bersih yang dimaksudkan adalah berat netto artinya berat

suatu barang setelah dikurangi berat tempatnya (tara).

“Aturan-aturan” yang melandasi penerapan syarat-

syarat dalam perjanjian jual-beli perusahaan adalah terms

antara lain yang dikeluarkan oleh The International Chamber

of Commerce (ICC) – Kamar Dagang Internasional berupa

International Commercial Terms (INCOTERMS) atau syarat-

syarat yang berlaku dalam perdagangan internasional.

Dalam Incoterms rules 2020 misalnya ditetapkan….free

along ship only applies to sea or inland wateray ports. As

with most point of delivery, it’s recommended to highlight

the exact location at which the goods are being delivered to,

Page 95: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

88

particularly in the case of large ports as the seller is responsible

up for the goods until the port of shipment.53 Incoterms juga

meliputi syarat-syarat berkenaan dengan cost insurance

and freight (C.I.F). Di samping itu ICC juga memprakarsai

lahirnya The Uniform Customs and Practice for Documentary

Credits (UCP). Versi terbaru dari UCP diterbitkan pada 2007.

apabila diperbandingkan, Incotemrs itu berkenaan dengan

syarat-syarat menyangkut penyerahan, sedangkan UCP

berhubungan dengan alat pembayarannya.

53 Free Along Ship Incoterms 2020 Rules. https://www.tradefinanceglobal.com

Page 96: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

89

BAB IV

HUKUM ALAT PEMBAYARAN

Perdagangan atau perniagaan secara umum

sesungguhnya merupakan suatu kegiatan ekonomi yang

diwujudkan dalam bentuk tukar menukar barang atau jasa

atau keduanya berdasarkan kesepakatan bersama. Pada awal

sejarahnya perdagangan dilakukan secara barter; menukar

barang dengan barang karena mata uang belum ditemukan.

Dalam perkembangan selanjutnya perdagangan dilakukan

dengan penukaran uang. Setiap barang pertama-tama dinilai

dengan sejumlah uang. Pembeli akan menukar barang atau

jasa dengan sejumlah uang yang disepakati. Ilmu hukum

mendeskripsikan perdagangan lengkap dengan kegiatan

tukar- menukar barang dan/atau jasa tersebut dengan

konsep perbuatan hukum bersegi dua. Perbuatan demikian

ini tunduk pada prinsip resiprositas atau timbal balik.

Oleh karena itu kegiatan menukar barang dengan barang,

menukar barang dan/jasa dengan media yang kemudian disebut dengan konsep mata uang itu diklasifikasikan sebagai perjanjian yang bersifat timbal balik atau perjanjian

yang berbalas prestasi sengan kontra prestasi.

Page 97: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

90

Konsep prestasi sesungguhnya merupakan istilah yang

sudah sangat akbrab bagi kalangan hukum sejak memiliki

presikat sebagai mahasiswa fakuktas hukum. Sebelum

menyandang predikat tersebut konsep prestasi sudah juga

jamak di telinga. Akan tetapi pada tahap ini konsep prestasi

lebih dipahami sebagai kesanggupan dan kemampuan dalam

meraih suatu pencapaian. Seseorang yang berhasil mencapai

predikat sebagai bintang kelas akan dikatakan sebagai orang

yang berprestasi.

Bagi kalangan hukum rupanya pemahaman prestasi

seperti yang telah diuraikan itu kurang sesuai dengan

konteks (hukum). Pernyataan bahwa para pihak dalam

perjajanjian berkewajiban melakukan prestasi dan kontra

prestasi, kiranya tidak memiliki hubungan yang logis dengan

pemahaman prestasi sebagai kesanggupan dan kemampuan.

Mengingat pengertian atau makna hukum dari konsep

prestasi tersebut memegang peranan yang penting dan

dibutuhkan maka harus diupayakan menemukannya. Upaya mengidentifikasi pengertian prestasi dan juga wanprestasi pertama-tama akan dipusatkan pada bahan

hukum yang berbahasa Belanda. Pada bahan ini dijumpai

misalnya Pasal 6: 231 KUH Perdata Belanda yang pada

pokoknya menentukan ….Een of meer bedingen die zijn

opgesteld teneinde in een aantal overeenkomsten te worden

opgenomen, met uitzondering van bedingen die de kern van de

prestatie aangeven, voor zover deze laatstgenoemde bedingen

duidelijk en begrijpelijk zijn geformuleerd (garis bawah oleh

penulis).

Page 98: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

91

Dengan bantuan berbagai bentuk kamus dan

aplikasi penerjemahan maka pasal tersebut dalam Bahasa

Indonesia berbunyi : “Satu atau lebih klausula yang telah

disusun dapat dimasukkan ke dalam sejumlah perjanjian,

dengan pengecualian klausula yang menunjukkan inti dari

kinerja, sejauh klausula terakhir dirumuskan dengan jelas

dan komprehensif”.

Dari bahan hukum tersebut diperoleh pemahaman

bahwa prestasi atau prestatie adalah “kinerja” yang pada

dasarnya mengandung unsur pelaksanaan kewajiban

sebagai intinya. Konsep prestasi dapat disetarakan dengan

performance yang juga memiliki pengertian yang sama. Dalam

Bahasa Inggris Hukum terdapat konsep Non Performance

Loan (NPL) yang dipahami sebagai kondisi “tidak membayar

hutang” atau “kredit macet”. Dalam Bahasa Belanda, NPL

dapat dipadankan dengan wanprestasi.

Makna yuridis dari prestasi adalah kewajiban yang

dapat diimplementasikan dalam bentuk memberikan

sesuatu, melaksanakan sesuatu atau tidak melaksanakan

sesuatu (Pasal 1234 KUH Perdata). Salah satu bentuk

prestasi dalam hubungan perdagangan misalnya jual-beli

pada pokoknya adalah kewajiban melakukan pembayaran.

Kewajiban membayar dilakukan sesuai sistem pembayaran

dan alat pembayaran merupakan salah satu komponen dari

sistem tersebut.

Page 99: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

92

a. Mata Uang

1). Pengertian

Mata uang dan/atau Uang pada dasarnya merupakan

konsep-konsep yang menjadi bahasan pokok dalam ilmu

ekonomi. Oleh karena itu dalam rangka memahaminya maka

pèrtama-tama diupayakan menyimaknya dari pengertian-

pengertian yang lazim terdapat dalam bidang ilmu yang

mempelajari berbagai aktivitas manusia dalam rangka

memenuhi kebutuhannya dan selanjutnya diupayakan pula

memperbandingkannya dengan pengertian yang tertuang

dalam skrip-skrip yuridis.

Mata uang atau currency adalah segala sesuatu yang

dapat digunakan sebagai alat tukar yang berlaku secara umum

& atau secara terbatas.54 Sumber lainnya mengemukakan

bahwa kata mata uang dapat merujuk pada segala bentuk

uang yang digunakan dalam sirkulasi di seluruh masyarakat.

Saat ini, mata uang biasanya berisi koin (uang keras) dan

kertas (uang lunak). Biasanya diterbitkan dan dikelola oleh

otoritas pemerintahan dan dikenal sebagai fiat money.55

Di samping fiat money sesungguhnya masih ada lagi

yang harus dimasukkan ke dalam deretan jenis-jenis mata

uang ; adjustable currency, blocked currency, convertible

money, credit money, elastic currency, fiduciary money, fractional money, incorvertible money, irredeemable money,

managed currency, dan mixed currency. Deretan jenis-jenis ini

masih harus ditambahkan lagi dengan jenis uang virtual dan

54 Winardi. Op.cit. hal. 96 mengutip Harold S Sloan and Arnold Zurcker, A Dictionaries of

Economic

55 What is the currency.https://www.investopedia.com

Page 100: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

93

e-money yang berkembangan dalam kurun waktu terakhir

ini. Beberapa dari jenis-jenis tersebut akan diuraikan

pengertiannya secara ringkas pada waktunya.Dalam ilmu ekonomi tradisional, uang didefinisikan sebagai alat tukar yang dapat diterima secara umum. Alat

tukar tersebut dapat berupa apa pun, yang penting ia diterima

sebagai alat tukar oleh masyarakat. Sedangkan dalam ilmu ekonomi modern, secara lebih spesifik uang didefinisikan sebagai sesuatu yang tersedia dan secara umum diterima

sebagai alat pembayaran bagi pembelian barang dan jasa

serta kekayaan berharga lainnya juga untuk pembayaran

utang.56

Pengertian-pengertian yang telah dipaparkan tersebut

pada dasarnya mencerminkan pemikiran ilmu ekonomi yang

menjadi dasarnya. Untuk memenuhi maksud memperoleh

bahan pembanding di samping itu juga pemahaman yang

lebih lengkap maka dipandang perlu mengetengahkan

pengertian yang tertuang dalam sumber-sumber bahan

hukum.

Sehubungan dengan itu dijumpailah sebuah sumber

yang mengemukakan bahwa currency merupakan....

coined money and such banknotes or other paper money as

are authorized by law and do in fact circulate from hand to

hand as the medium of exchange.57 Menariknya sumber

yang dimaksudkan terakhir ini di samping memberikan pengertian currency (mata uang), juga memaparkan definisi 56 Sonny Harry B. Harmadi, 2014. Pengantar Ekonomi Makro. Penerbit Universitas

Terbuka, Jakarta. Hal. 5.2.

57 Henry Campbell Black, Op.cit. hal. 345

Page 101: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

94

money (uang): in usual and ordinary acceptation it means

coins and paper currency used as circulating medium of

exchange, and does not embrace notes, bonds, evidences of debt,

or other personal or real estate.58 Secara umum pengertian

berdasarkan ilmu ekonomi menempatkan currency atau

mata uang dan money atau uang dalam pengertian yang

sama. Sebaliknya pengertian berdasarkan sumber-sumber

bahan hukum membuat semacam pemisahan terhadap

konsep-konsep tersebut atau setidak-tidaknya memberikan

pengertian yang berbeda di antara keduanya. Apabila

bertumpu pada pola umum- khusus, maka sumber-sumber

bahan hukum menempatkan mata uang pada tataran yang

umum, sedangkan uang pada yang khusus.

Perbedaan tersebut akan dapat dipahami dan tampak

dengan jelas dengan menyimak pengertian tentang mata

uang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun

2011 tentang Mata Uang. Pasal 1 angka 1 undang-undang

tersebut menentukan bahwa yang dimaksud dengan mata

uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan

Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Rupiah.

Pengertian ini sesungguhnya sudah cukup jelas dan

memberikan pemahaman bahwa mata uang itu merujuk pada

konsep uang. Namun demikian patut kiranya ditekankan,

sebagai currency maka uang yang bersangkutan haruslah

dikeluarkan oleh otoritas yang memang memiliki kompetensi

mencetak., memberlakukan dan mengedarkan, mengawasi

serta manariknya.

58 Ibid. hal. 906

Page 102: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

95

Kompetensi yang dimaksud diberikan kepada

Negaradan untuk ini dapatlah dimajukan bahwa Indonesia

merupakan salah satu contohnya. Dalam Pasal 23B Undang-

undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 ditentukan

bahwa macam dan harga mata uang ditetapkan dengan

undang-undang. Penjelasan UUD 1945 tentang Bab VIII

berkenaan dengan Hal Keuangan secara singkat dijelas

tentang fungsi Bank Indonesia yang pada hakikatnya

merupakan pengaturan tentang fungsi bank sentral. Artinya

kompetensi mencetak., memberlakukan dan mengedarkan,

mengawasi serta manarik uang ada pada Bank Indonesia.

2). Fungsi

Setelah mencari-cari selama beberapa waktu uraian

berkenaan dengan fungsi mata uang dalam ilmu hukum atau

menurut hukum ternyata sia-sia. Tidak dijumpai adanya

sumber bahan hukum yang menguraikannya. Oleh karena

itu uraian mengenai fumgsi tersebut kembali didasarkan

pada bidang ilmu induk yang menaunginya; ilmu ekonomi.

Terdapat empat fungsi uang59 yang beberapa diantaranya

sangat berperan dalam perdagangan.

(a) Uang sebagai Alat Tukar Fungsi uang sebagai

alat tukar (medium of exchange) menunjukkan bahwa uang

dapat digunakan untuk mempermudah pertukaran barang

dan jasa. Seseorang yang ingin memperoleh berbagai jenis

barang untuk memenuhi kebutuhannya dapat dengan

mudah melakukannya dengan menggunakan uang orang itu

tidak perlu lagi menukarkannya dengan barang, seperti pada

59 Sonny B. Harry B Harmadi. Op. cit. 5.3-5.4

Page 103: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

96

sistem barter.

Dapat dikemukakan fungsi uang sebagai medium of

exchange mengandung pengertian sebagai pemanfaatan

mata uang untuk menukar barang dan/atau jasa yang

dibutuhkannya. Dengan demikian dalam fungsi ini, uang

merupakan instrumen perantara atau sistem yang digunakan

untuk memfasilitasi penjualan, pembelian atau perdagangan

pada umumnya. Agar suatu sistem berfungsi sebagai media

pertukaran.

Dalam bahasa yang lebih sederhana uraian ekonomi

tersebut dapat diaplikasikan dalam hubungan hukum yang

menimbulkan kewajiban melakukan prestasi misalnya dalam

perjanjian jual-beli. Dalam hubungan hukum demikian

pembeli diwajibkan melakukan prestasi yaitu membayar

sejumlah uang untuk barang dan/ jasa yang dijual kepadanya. Dengan demikian secara hukum dapat diidentifikasi bahwa mata uang berfungsi sebagai sarana menunaikan

prestasi.

(b). Uang sebagai Satuan Hitung Dalam fungsi sebagai

satuan hitung (unit of account), uang dipertimbangkan dapat

dipergunakan untuk menunjukkan ;

- nilai berbagai macam barang dan/ atau jasa yang di

perjualbelikan,

- besarnya kekayaan, dan

- besa-kecilnya pinjaman

Dengan adanya mata uang, orang tidak lagi harus

mengukur sejumput beras dengan segenggam garam karena

Page 104: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

97

nilai dari sejumput beras sudah dapat dipastikan dengan

mata uang yang dihitungkan sebagai harga barang dan/atau

jasa yang dibutuhkan. Dalam komunikasi hukum, mata uang

dapat difungsikan untuk mempermudah pelaksanaan sanksi

berupa denda misalnya dan pengenaaan besaran jumlah

bunga dalam perjanjian hutang- piutang,

(c). Uang sebagai Penyimpan Nilai Uang dapat

berfungsi sebagai alat penyimpan nilai (store of value) karena

mata uang dapat digunakan untuk mengalihkan daya beli

dari masa sekarang ke masa depan. Ketika seorang penjual

yang saat ini menerima sejumlah uang sebagai pembayaran

atas barang dan/atau jasa yang dijualnya, maka ia dapat

menyimpan uang tersebut untuk digunakan membeli barang

dan/jasa di masa mendatang.Dalam lalu lintas hukum terdapat suatu figur hukum yang dikenal dengan konsep konsinyasi. Figur hukum ini

dapat menjadi kenyataan misalnya dalam hal seseorang

dinyatakan berhak menerima uang atas tanahnya yang

terkena pembebasan, tetapi yang bersangkutan tidak

bersedia menerima karena jumlahnya dinilai kurang. Pihak

yang membebaskan tanah dapat menitipkan (konsinyasi)

uang tersebut di Pengadilan.

Kemungkinan untuk menerima bahwa konsep

konsinyasi ini berlatarbelakang pada fungsi mata uang

sebagai penyimpan nilai masih membutuhkan kajian yang

memadai.

(d). Uang sebagai Alat Pembayaran yang Tertunda

Transaksi dalam perdagangan banyak yang dilakukan

Page 105: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

98

dengan pembayaran yang ditunda, atau secara kredit atau

yang dalam bahasa sehari-hari disebut dengan mencicil.

Para pembeli terlebih dahulu mendapatkan barangnya dan

membayarnya di masa yang akan datang. Bahkan dalam

perjanjian pemilikan kendaraan bermotor misalnya, hak

milik atas kendaraan bermotor tersebut sudah beralih,

dan kendaraan diantarkan langsung ke alamat kendati pun

pembeli belum membayara lunas.

Dalam fungsi sebagai alat pembayaran yang

tertunda, mata uang pada dasarnya juga merupakan sarana

untuk menunaikan prestasi yaitu kewajiban melakukan

pembayaran. Hukum juga mengenal pelaksanaan prestasi

sepenuhnya atau sebagian, seketika atau pun kemudian

untuk mengimbangi kualifasi barang yang sudah ada dan

yang akan ada di kemudian hari.

Intinya, uang yang dikelola dalam pengertian dicetak

dan diedarkan oleh otoritas yang berkompeten merupakan

alat pembayaran utama dan memiliki sejarah yang sangat

panjang. Dapat dikemukakan bahwa uang merupakan

hasil invensi (penemuan) yang menimbulkan revolusi

pertama dalam perdagangan. Dikemukakan demikian karena

penemuan uang itulah yang mengubah perdagangan secara

barter menjadi transaksi yang berbayar.

3). Jenis

Menurut ekonomi makro60 uang dapat dibedakan menjadi dua yaitu uang komoditas dan uang fiat. Uang 60 Sonny Harry B. Harmadi, Op.cit. hal. 5.4 – 5.5

Page 106: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

99

komoditas merupakan uang yang memiliki nilai intrinsik

yaitu nilai yang tetap dimiliki oleh uang kendati pun sudah

berlaku lagi sebagai mata uang. Dalam hubungan ini dapat

ditampilkan sebagai contohnya adalah uang mas dan uang

perak. Nilai intrinsik tersebut melekat dalam mata uang itu

sendiri, boleh jadi karena bahan yang dipergunakan untuk

membuatnya.

Apabila menginginkan mata uang yang stabil

tampaknya hal ini dapat dicapai dengan jenis mata komoditas,

akan tetapi harapan ini tidak dapat diwujudkan dengan

begitu saja. Menyusul perkembangan yang pesat pada bidang

perdagangan setelah Revolusi Industri, permintaan akan

emas dan perak mengalami peningkatan pula. Peningkatan

ini menimbulkan kesulitan dalam penggunaan kedua jenis

logam tersebut sebagai uang. Sebagai suatu solusi untuk

mengatasi kelemahan uang yang terbuat dari jenis-jenis

logam tersebut maka diciptakanlah jenis uang baru yaitu uang

kertas sebagai media perantara dalam tukar-menukar. Uang jenis ini dikenal juga sebagai uang fiat yang merupakan uang yang tidak memiliki nilai intrinsik. Penggunaan uang jenis

ini semakin meluas termasuk oleh Amerika Serikat (dollar),

Inggeris (Poundsterling), Uni Eropa (Euro), dan lain-lain.Baik uang komoditas maupun uang kertas (uang fiat) keduanya merupakan mata uang dalam pengertian alat

pembayaran yang sah atau yang diakui oleh sistem hukum

dan dikelola oleh pemegang otoritasnya. Kedua jenis uang ini

merupakan alat pembayaran tunai, alat pembayaran dalam

bentuk yang bersifat konvensional sebagaimana uang itu

Page 107: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

100

dimiliki dan dimanfaatkan selama ini.

Pembayaran merupakan salah satu kewajiban penting

pada setiap transaksi dalam kegiatan ekonomi. Pembayaran

secara yuridis merupakan prestasi yang dapat menimbulkan

masalah hukum apabila tidak dilaksanakan. Sejalan dengan

terjadinya peningkatan kebutuhan yang menyebabkan

semakin besarnya nilai transaksi serta risiko, hal ini

menimbulkan desakan adanya sistem pembayaran dan alat

pembayaran yang cepat, lancar dan aman.

Dengan uang konvensional (uang komoditas dan uang fiat) yang bersifat tunai setiap orang yang akan berbelanja harus membawa uang sebagai alat pembayaran. Semakin

banyak barang yang dibeli, semakin banyak pula jumlah uang

yang harus dibawa dan dibayarkan. Inilah salah satu bentuk

“kerepotan” yang dihasilkan dari penggunaan uang jenis ini.

Apakah membawa uang tunai berkarung-karung merupakan

bagian dari sistem pembayaran yang praktis, cepat dan aman.

Sistem pembayaran yang mencakup seperangkat

aturan, lembaga dan mekanisme yang digunakan untuk

melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu

kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi” (Pasal

1 angka 6 Undang-Undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank

Indonesia), harus membuka pintu lebar-lebar bagi masuknya

varian baru dari uang konvesional. Adapun varian uang

konvesional yang dimaksudkan itu pada dasarnya merupakan

alat pembayaran non-tunai.

Jenis-jenis alat pembayaran non tunai yang sedang

berkembang sekarang ini terdiri dari uang elektronik

Page 108: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

101

(e-money) Kartu prabayar (prepaid), Kartu ATM/Debit,

Kartu kredit, Nota Kredit, dan Nota Debet serta uang virtual.

Sebenarnya masih ada lagi jenis cek dan bilyet giro yang

bersifat non-tunai, akan tetapi uraiannya dimasukkan

pada kelompok surat-surat berharga yang akan diuraikan

tersendiri.

Dari jenis-jenis tersebut yang mendesak dipaparkan

pengertiannya adalah uang elektronik dan uang virtual.

Dapat dikemukakan, uang elektronik (e-money) merupakan

alat pembayaran dalam bentuk elektronik yang diterbitkan

atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu kepada

penerbit yang kemudian menyimpannya dalam media

seperti chip. Apabila dipergunakan untuk pembayaran dalam

transaksi maka nilai uang elektronik yang tersimpan itu akan

berkurang sejumlah nilai transaksi. Pemilik uang elektronik

harus menambah saldo pada “simpanan”nya (Top-up) secara

berkala. Sementara itu yang dimaksudkan dengan mata

uang virtual atau uang virtual adalah suatu jenis uang digital

yang dikeluarkan dan dikelola (diterbitkan, diedarkan,

dikembangkan, diawasi) oleh pengembangnya. Jangkauan

berlakunya uang virtual itu pada umumnya terbatas pada

komunitas virtual yang secara khusus menerima dan

mempergunakan uang digital tersebut. Uang elektronik

dan dan uang virtual merupakan jenis yang lebih dominan

memenuhi unsur-unsur sebagai alat pembayaran, sedangkan

yang lain misalnya kartu prabayar, kartu ATM tampak lebih

menunjukkan sebagai alat untuk menarik atau mengambil

simpanan uang di bank. Namun demikian dalam praktek

perdagangan diterima untuk membayar tagihan.

Page 109: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

102

b. Surat-Surat Berharga

1) Pengertian

Pengertian Sehubungan dengan penelusuran pengertian terhadap suatu figur atau konsep hukum diupayakan untuk pertama-tama menemukannya pada

sumber bahan hukum primer terutama peraturan perundang-

undangan. Namun demikian ternyata pengertian surat-surat

berharga tidak dijumpai dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Dagang (KUHD). Kitab hukum ini hanya mencantumkan

konsepnya saja tetapi tidak memberikan pengertian.

Konsep yang dimaksud dicantumkan dalam

Pasal 469 KUHD yang pada pokoknya berbunyi ; “Untuk

dicurinya atau hilangnya emas, perak, permata dan lain-lain

barang berharga, uang dan surat-surat berharga....” Pasal

ini merupakan salah satu ketentuan berkenaan dengan

tanggung jawab pengangkut bahwa ia tidak bertanggung

jawab atas hilangnya atau kerusakan pada barang-barang

tersebut kecuali sebelumnya atau pada saat diterimakan

diberitahukan kepada pengangkut.

Pasal 469 dan KUHD pada umumnya memang tidak

memberikan pengertian mengenai surat-surat berharga,

akan tetapi patut kiranya diberikan apresiasi karena setidak-

tidaknya ketentuan tersebut telah memberikan konsep

hukumnya. Dalam bahasa Belanda konsep hukum surat-surat

berharga adalah “waardepapieren”. Dengan memanfaatkan

konsep ini sebagai titik anjak diharapkan dapat diketemukan

pengertian surat-surat berharga.

Sehubungan dengan itu sebuah sumber bahan hukum

Page 110: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

103

mengemukakan pada pokoknya bahwa waardepapieren

....Financierings- of beleggingsinstrumenten (sommige

verhandelbare, andere niet) gekocht en verkocht op financiële markten, zoals obligaties, obligaties, bankbiljetten, opties,

aandelen (aandelen) en warrants. Zie ook beveiliging.61

Terjemahannya kurang-lebih; surat-surat berharga merupakan

sarana pembiayaan atau investasi (sebagian diantaranya

dapat dialihkan, yang lainnya tidak) dapat dibeli dan dijual di

bursa uang, seperti obligasi, uang kertas, surat opsi, saham

dan waran.Pengertian tersebut merupakan definisi yang sudah berkembang. Hal ini tampak dengan dipergunakannya

konsep financierings of beleggingsinstrumenten. Konsep

ini berkembang bersamaan dengan tumbuhnya kebijakan

pembiayaan dalam beberapa dekade terakhir ini. Contoh-

contoh yang diberikan pun juga tidak terlalu jauh bentuk-

bentuk yang mencerminkan sarana investasi pada zaman

modern.

Berbeda halnya dengan ahli-ahli sebelumnya yang

rata-rata menguraikan bentuk atau jenis yang diatur dalam

KUHD sebagai contoh-contoh surat berharga. Berikut ini

dipaparkan pendapat mereka masing-masing ;

- Molengrasff mengemukakan bahwa surat berharga

dan surat-surat yang berharga merupakan satu

kelompok;

- Zevenbergen berpendapat bahwa yang disebut surat

berharga ialah : akta kepada pengganti, kepada

61 Definitie: Wat zijn waardepapieren? definitie en betekenis - 2019 https://nl.careeridn.com).

Page 111: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

104

pembawa dan surat rekta;

- Scheltema/Wiarda berpendapat bahwa surat-surat

berharga ialah akta kepada pengganti dan kepada

pembawa saja;

Pendapat-pendapat tersebut dikutip oleh

H.M.N. Purwosutjipto (Op.cit, hal.4-5) yang kemudian

mengemukakan pendapatnya sendiri bahwa surat-surat

berharga itu surat bukti tuntutan utang, pembawa hak dan

mudah dijualbelikan. Artinya antara lain, yang membawa

atau yang namanya tercantum dalam surat tersebut memiliki

hak untuk memperoleh pembayaran. Hak ini melekat pada

surat berharga yang bersangkutan seperti halnya hak yang

terdapat pada uang kertas bank.

Sifat yang disebutkan pada saat akhir tetapi tidak

kalah pentingnya dari surat-surat berharga adalah mudah

dijualbelikan. Sifat ini didukung oleh bentuk surat tersebut

yang terdiri dari dua form; “kepada pengganti” (aan order,

to order) dan “kepada pembawa” (aan toonder,to bearer).

Apabila surat berharga mengambil bentuk “kepada pengganti”

maka penyerahannya dilakukan dengan cara “andosemen”

(endosemen - dilakukan dengan cara menuliskan di belakang

surat berharga yang bersangkutan).

Uraian ringkas tadi menyisakan satu persoalan;

dari pengertian yang mana dapat diketahui bahwa surat

berharga juga merupakan alat pembayaran. Tidak satu

pun dari pengertian-pengertian yang telah disajikan itu

ada yang menyatakan demikian. Kebanyakan dari mereka

mengemukakan bahwa surat berharga tersebut merupakan

Page 112: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

105

surat bukti hak, surat yang membuktikan adanya hak.

Upaya pencarian ternyata membuahkan hasil dengan

dijumpainya satu pengertian yang bersifat favourable–

yang menguntungkan, yang mendukung maksud mencari

dan menemukan dasar bahwa surat-surat berharga

juga merupakan alat pembayaran. Pengertian yang

yang dimaksudkan itu dikemukakan oleh Prof. Wirjono

Prodjodikoro62, bahwa surat-surat berharga adalah surat

yang bersifat seperti uang tunai, yang dapat dipakai

untuk melakukan pembayaran. Surat-surat itu juga dapat

diperdagangkan, agar sewaktu-waktu dapat dikeluarkan

dengan uang tunai (negotioble instrument).

Pengertian ini mencerminkan surat berharga sebagai

alat pembayaran pada satu sisi dan merupakan komoditas

yang dapat diperdagangkan pada sisi lain. Surat berharga

merupakan terminologi yang relatif baru dalam pengertian

suatu istilah yang dipergunakan terutama dalam

kepustakaan hukum dagang di Indonesia pada masa setelah

Bahasa Indonesia banyak mengalami pembinaan sehingga

berkembang dengan pesat dan menjadi Bahasa yang modern

setara dengan Bahasa-bahasa yang lainnya.

Sebelum masa pembinaan, istilah yang dipergunakan

di Indonesia sebagai padanan dari negotioble instruments

diantaranya adalah “surat-surat perniagaan”. Sangat

besar kemungkinannya istilah tersebut dipengaruhi oleh

penggunaan terjemahan wetboek van koophandel ke dalam

Bahasa Indonesia Kitab Undang-Undang Hukum Perniagaan.

62 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Wesel, Cek Dan Aksep Di Indonesia. Penerbit Sumur

Bandung, Bandung. Hal. 34

Page 113: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

106

Salah satu penulis yang mempergunakan istilah

“surat-surat perniagaan” adalah M.H. Tirtaamidjaja63 yang

mengemukakan ini adalah surat-surat berharga yang dapat

diperdagangkan dan yang telah layak dipergunakan dalam

dunia perniagaan dan yang gunanya untuk memudahkan

pemakaian uang yang akan diterima dari pihak ketiga

dan untuk mempermudah penagihan piutang dari pihak

ketiga itu. Pengertian-pengertian yang dipaparkan tadi

dapat dikemukakan merupakan pendapat-pendapat yang

didasarkan pada sustem hukum Eropa Kontinental khususnya

Belanda. Hal ini dapat dimaklumi mengingat pertama,

aturan hukum yang diacu adalah KUHD atau Wetboek van

Koophandel (WvK) dan kedua, sarjana Indonesia yang

pendapatnya dikutip memiliki kemampuan berbahasa yang

sangat memadai sejalan dengan literatur-literatur hukum

yang tersedia pada waktu itu dominan menggunakan bahasa

Belanda. Oleh karena itu sebagai bahan perbandingan maka

dipandang perlu untuk juga mengetengahkan pandangan

dari sisi common law system.

Mengingat konsep hukum untuk surat-surat berharga

dalam sistem common law yang didominasi bahasa Inggris itu

bukanlah valuable letters, melainkan negotiable instruments,

maka pembanding pengertian atas waarde papieren

dipusatkan penelusurannya pada pengertian negotiable

instruments. Penelusuran ini menelorkan hasil yang sangat

mengagetkan. Ternyata tidak seluruhnya semata-mata

mengutip bahan yang berbahasa Belanda. Diantaranya

ada juga yang begitu familiar dengan bahan-bahan yang

63 M.H. Tirtaamidjaja. Op.cit. hal. 140

Page 114: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

107

berbahasa Inggris dan itu terjadi pada 1956.

Ada pun penulis yang dimaksudkan itu adalah

M.H. Tirtaamidjaja64 yang disamping berpendapat sendiri

juga mengutip pendapat Steven’s dalam karyanya yang

berjudul Elements of Mercantile Law yang pada dasarnya

mengemukakan….a negotioble instrument is one the property

in which is acquired by any one who takes it bona-fide, and for value, notwithstanding any defect of title in the person from

whom he took it; from which if follows that an instrument

cannot be negotioble unless it is such and in such a state that

the true owner could transfer the contract or engagement

contained there in of the instrument.

Pengertian konsep hukum negotiable instrument lebih

menekankan kedudukannya sebagi suatu benda yang

merupakan bagian dari harta kekayaan. Oleh karena itu

negotioble instrument berkaitan pula dengan kepemilikan

dan peralihannya serta makna istilah negotiable itu sendiri.

Bagaimana memahami bahwa negotiable instrument itu

merupakan “surat-surat berharga”. Tampak dengan jelas

surat-surat berharga bukanlah terjemahan dari negotiable

instrument. Keduanya tidak berada dalam hubungan yang

saling menerjemahkan.

Dengan demikian dipandang penting pula untuk

menguraikan istilah negotiable yang ternyata tidak dengan

serta-merta dapat diterjemahkan dengan “dinegosiakan”

atau dirundingkan dalam setiap wacana. Dalam konteks

surat-surat berharga terdapat ungkapan yang kiranya mampu

64 M.H. Tirtaamidjaja, Op.cit. hal. 140.

Page 115: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

108

menjelaskan makna istilah tetsebut. Ada pun ungkapan yang

dimaksud misalnya ; a cheque that is not negotiable cannot be

exchanged for money and must be paid into a bank account.

Ungkapan tersebut masih juga menyisakan persoalan

apakah yang dimaksudkan dengan not negotiable. Sungguh

sangat sulit menemukan maknanya. Besar kemungkinan

ungkapan tersebut merupakan konsep dari ilmu ekonomi.

Namun demikian secara online sebuah sumber bahan hukum

(www.quora.com) berkenan menjawab pertanyaan ; what is

meant by not negotiable cheques. Jawaban berkenaan dengan

cek not negotioble pada dasarnya berlaku juga untuk jenis

surat berharga lainnya.

Ada pun jawaban yang diberikan adalah sebagai berikut

; «when a cheque has the words not negotiable printed on it,

then it means that it has no value. Examples of a not negotiable

cheque would be the stubs of a direct deposit paycheck.” Uraian

ini pada pokoknya mengandung makna; ketika pada sebuah

cek tertera perkataan not negotiable, maka itu berarti bahwa

cek yang bersangkutan tidak memiliki nilai. Contoh dari

cek yang demikian adalah potongan langsung pembayaran

setoran.

Dari akrobat kata-kata akhirnya dijumpai juga makna

dari negotiable yang secara a contrario (dianalisis secara

terbalik dari not negotiable) berarti bernilai atau berharga.

Oleh karena itu apabila dipasangan dengan kata “instrument”

maka negotiable instrument dapat diterjemahkan ke dalam

bahasa Indonesia dengan konsep “instrumen berharga”.

Ragam dari instrumen ini pada umumnya sama dengan

Page 116: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

109

jenis-jenis surat-surat berharga. Dengan demikian konsep

negotiable dapat juga diberikan arti bahwa instrument

tersebut “dapat dijual-diperalihkan”.

Pernyataan yang terakhir ini menemukan

kesesuaiannya dengan pernyataan bahwa konsep negotiable

juga mengandung makna ….legally capable of being transferred

by endorsement or delivery. Usually said of checks and notes and

sometimes of stocks and bearer bonds65 ….negotiable words,

words and phrases which impart the character of negotiability

to bills, notes, checks, etc., in which they are inserted; for

instance, a direction to pay to A, “or order” or “bearer”.66

Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa

konsep negotiable instrument dapat dipadankan dengan

konsep surat-surat berharga. Salah satu unsur yang bersifat

karakteristik dari surat-surat berharga yaitu “dapat dialihkan”

juga terkandung dalam konsep negotiable instrumen.

Diantaranya dengan cara seperti inilah dapat disimpulkan

bahwa negotiable instrument dapat dipadankan dengan

surat-surat berharga.

Seperti sudah dikemukakan, pengertian berkenaan

dengan surat-surat berharga dikutip dari pendapat

para sarjana. Hal ini dilakukan karena KUHD sendiri

sebagai sumber hukum utama surat-surat berharga tidak memberikan definisi, melainkan hanya menyebutkan konsepnya saja sebagaimana yang tertuang dalam Pasal

469. Dalam perkembangannya kondisi demikian pada

akhirnya menimbulkan sesuatu yang agak aneh; pada satu

65 Henry Campbell Black. Op.cit. hal. 933

66 Henry Campbell Black. Op.cit. hal. 934).

Page 117: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

110

sisi pengertian yang bersifat otoritatif karena diatur dalam

peraturan perundangan tidak tersedia, akan tetapi pada sisi

lain konsep hukumnya berkembang dengan pesat.

Dalam kurun waktu beberapa dekade belakangan ini

di samping surat-surat berharga, berkembang pula konsep-

konsep seperti efek dan sekuritas. Istilah efek berasal dati

bahasa Belanda; effect yang berarti saham. Akan tetapi dalam

Pasal 1 angka 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang

Pasar Modal ditentukan bahwa Efek adalah surat berharga,

yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial,

saham, obligasi, tanda bukti utang, Unit Penyertaan kontrak

investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap

derivatif dari Efek. Jadi orang mesti berputar-putar lagi

mencari pengertian surat-surat berharga.

Sementara itu yang dimaksud dengan sekuritas

bahkan tidak dijumpai pengaturannya dalam perundangan

di Indonesia. Kendati pun demikian dalam penelusuran

kepustakaan diketemukan sumber yang mengemukakan;

“pasar modal adalah petemuan antara pihak yang memiliki

kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana

dengan cara memperjualbelikan sekuritas”67. Apakah dengan

demikian sekuritas dapat dipersamakan pengertiannya

dengan efek yang merupakan obyek perdagang di pasar

modal atau bursa efek.

The United States Securities Exchabge Act of 193468

67 Eduardus Tandelilin, 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. BPFE UGM,

Yogyakarya. Hal. 13

68 TheUnitedStatesSecuritiesExchangeActof1934definesasecurityas:“Anynote,stock,treasurystock,bond,debenture,certificateofinterestorparticipationinanyprofit-sharingagreementorinanyoil,gas,orothermineralroyaltyorlease,anycollateraltrustcertificate,preorganizationcertificateorsubscription,transferableshare,investmentcontract,voting-

Page 118: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

111

misalnya merinci sekuritas tersebut antara lain sebagai saham, obligasi, surat utang, sertifikat bunga uang atau tanda penyertaan dalam suatu perjanjian pembagian

keuntungan, warkat-warkat lain yang dapat dialihkan.

Rincian tersebut dapat dikemukakan sebagai financial assets atau aset-aset yang yang berwujud yang diderivasi dari

hak-hak yang timbul dari hubungan kontraktual. Aset yang

demikian dapat diperjual-belikan atau diperdagangkan di

pasar uang.

Paragraph-paragraf tadi sesungguhnya sudah

mengarahkan pemahaman bahwa baik efek mau pun

sekuritas merupakan surat-surat berharga. Pernyataan ini

bertumpu pada sifat keduanya yang dapat diperdagangkan.

Sifat ini merupakan elemen yang paling karakteristik untuk

menentukan apakah suatu warkat merupakan surat-surat

berharga atau hanya surat-surat yang berharga.

Dalam kaitannya dengan tulisan ini apa pun konsep

yang dipergunakan tidaklah menjadi persoalan. Hal ini

bertumpu pada tujuan awal uraian pada dasarnya adalah

dalam rangka memahamkan sarana yang dapat dipergunakan

dalam memenuhi salah satu bentuk prestasi dalam hubungan

hukum perdagangan yaitu melakukan pembayaran dengan

media selain uang. Oleh karena itu yang dipergunakan

sebagai kriteriumnya bermuara pada penjelasan terhadap

persoalan apakah surat-surat berharga, efek dan sekuritas

itu berfungsi sebagai alat pembayaran.

trustcertificate,certificateofdeposit,forasecurity,anyput,call,straddle,option,orgroupor index of securities (including any interest therein or based on the value thereof)

Page 119: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

112

2) Jenis

a). Wesel

(1) Pengertian

Disimak dari tata urutan pengaturannya, wesel atau

wissel atau bill, bill of echange, draft, stiff, demand bill dapat

dikemukakan merupakan jenis surat berharga yang paling

tua. Hal ini bertumpu pada susunan pengaturannya dalam

KUHD yang menempatkan wesel pada urutan pertama. Pasal

100 kitab tersebut pada pokoknya menentukan bahwa surat

wesel memuat: nama “surat Wesel“, perintah tak bersyarat

untuk membayar suatu jumlah uang tertentu; nama orang

yang harus membayar (tertarik); penunjukan hari jatuh

tempo pembayaran; nama orang kepada siapa pembayaran

harus dilakukan, atau orang lain yang ditunjuk kepada

siapa pembayaran itu harus dilakukan; tanda tangan orang

yang mengeluarkan surat Wesel itu (penarik). Berdasarkan

ketentuan tersebut dapat diabstraksikan bahw wesel

merupakan suatu surat atau warkat yang pada intinya

memuat “perintah membayar” dari penerbit, oleh tertarik

kepada penerima atau pengganti atau yang ditunjuk. Di

dalam surat wesel juga terdapat keterangan mengenai waktu

dan tempat pembayaran serta yang tidak boleh dilupakan

adalah tanda tangan yang menerbitkannya.

Dalam bahasa Belanda istilah wesel dipergunakan

secara luas bahkan hingga merambah dunia perkeretaapian

(suatu bagian dari sistem rel kereta api). Berkenaan surat

berharga ada yang memberikan pengertian….Een wissel

is een geschrift, waarin de ondertekenaar (trekker) aan de

Page 120: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

113

geadresseerde (betrokkene) opdracht geeft tot betaling van

een bepaalde geldsom aan een aangewezen persoon (nemer).69

Wesel merupakan suatu dokumen di mana penandatangan

(inisiator) menginstruksikan penerima (orang yang

bersangkutan) untuk membayar sejumlah uang tertentu

kepada orang yang ditunjuk (pengambil).

Sebuah sumber bahan hukum tertier mengemukakan,…

A bill of exchange is a written order once used primarily in

international trade that binds one party to pay a fixed sum of money to another party on demand or at a predetermined date.

Bills of exchange are similar to checks and promissory notes—

they can be drawn by individuals or banks and are generally

transferable by endorsements.70 Wesel pada dasarnya adalah

perintah tertulis digunakan terutama dalam perdagangan

internasional dimana pihak berkewajiban untuk membayar

sejumlah uang tertentu kepada pihak lain berdasarkan

permintaan atau tanggal yang telah ditentukan. Ditambahkan

pula Bills of exchange mirip dengan cek dan promissory notes-

yang dapat ditarik oleh perorangan atau bank dan umumnya

dapat ditransfer dengan cara endrosemen.

Sumber sejenis lainnya mengemukakan…. An

unconditional order in writing, addressed by one person (the

drawer) to another (the drawee) and signed by the person

giving it, requiring the drawer to pay on demand or at a fixed orvdeterminable future time a specified sum of money to or to the order of specified person ( payee) or to the bearer. If the bill is payable at a future time the drawee signifies had acceptance,

69 https://labyrinth.rienkjonker.nl/lexicon/terminologie.

70 (www.investopedia.com 15 april 2019).

Page 121: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

114

which makes him the party primarily liable upon the bill; the

drawwer and endorsers may also be liable upon a bill. The use

of bills of exchange enables one person to transfer to another

and enforceable right to a sum of money. A bill of exchange

is not only transferable but also negotiable, since if a person

without an enfirceable right to the money transfers a bill to a “holder in due ckurse, the latter obtain a good title to it. Much

of the law on bills of exchange is codified by the bills of exchsnge act 1882 and the cheque 1992.71

Pengertian itu pun juga menginformasikan bahwa bill

of exchange merupakan perintah tertulis tanpa syarat yang

diamanatkan oleh seseorang (drawer) ke orang lain (drawee)

dan ditandatangani oleh orang yang memberikannya,

mewajibkan drawer untuk membayar sesuai permintaan

atau pada waktu yang ditentukan atau di masa mendatang,

jumlah uang tertentu ditentukan untuk orang tertentu

(penerima pembayaran) atau kepada pembawa. Jika tagihan

dibayarkan di waktu mendatang berarti drawee menerima

secara diam-diam, yang membuatnya menjadi pihak utama

yang bertanggung jawab atas tagihan tersebut. Bill of

exchange dapat dialihkan dari satu orang ke orang lain dan

dapat menuntut haknya atas sejumlah uang. Tidak hanya

dapat dialihkan, bill of exchange juga merupakan surat

berharga.

Secara keseluruhan pengertian-pengertian yang

dapat dikemukakan sebagai representasi pandangan yang

didasarkan baik pada tradisi dari sistem hukum Eropa

71 Elizabeth A Martin. Op.cit. hal. 46

Page 122: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

115

Kontinental maupun common law system dan/atau anglo-

saxon mengarah pada satu muara bahwa wesel, wissel atau

bill of exchange merupakan surat perintah tanpa syarat untuk

membayar. Artinya wesel adalah alat pembayaran. Kendati

pun dunia perdagangan tidak membutuhkan surat (paper),

hukum tentang wesel dapat dipastikan tetap dibutuhkan. (2)

Ragam, dan perkembangan wesel

Perihal yang kemudian disebut dengan wesel pada

dasarnya dapat dibedakan menjadi dua bagian besar ;

wesel menurut cara penerbitannnya dan wesel bentuk

khusus. Pembangian seperti ini mengikuti pola Prof. Emmy

Pangaribuan Simanjuntak72 yang merinci wesel jenis yang

pertama itu terdiri dari : 1. zichtwissel ( harus diperlihatkan

dalam tenggang waktu satu tahun sejak diterbutkan),

2.nazichtwissel (setelah diperlihatkan untuk diaksepter,

wesel gugur), 3. datowissel (wesel yang gugur pada yang

ditentukan setelah penanggalan), dan 4. dagwissel (wesel

yang hari gugurnya telah ditentukan).

Pengertian hari gugur dalam hal ini mengacu pada

saat pembayaran. Dengan demikian dapat dikemukakan, hari

gugur mengandung persamaan dengan misalnya tanggal jatuh

tempo (due date). Dengan konsep yang disebutkan terakhir

ini dimaksudkan bahwa pada tanggal yang dicantumkan

pembayaran harus dilakukan. Pencantuman tanggal jatuh

tempo mengindikasikan suatu kewajiban hukum yang

apabila tidak dipenuhi dapat menimbulkan akibat hukum

seperti denda dan/atau kondisi-kondisi lain yang kurang

72 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, 1979. Hukum Dagang Surat-Surat Berharga. Liberty

Yogyakarya. Hal. 42- 43)

Page 123: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

116

nyaman. Oleh karena itu ketentuan mengenai hari gugur

tersebut penting artinya agar wesel segera diuangkan.

Wesel bentuk khusus terdiri dari; 1. wesel atas pengganti

penerbit (kedudukan penerbit setara dengan pemegang

pertama), 2. wesel atas penerbit sendiri (kedudukan penerbit

setara dengan tersangkut), 3. wesel untuk perhitungan

orang ketiga (si A yang sebenarnya cakap sebagai penerbit

tetapi karena suatu pertimbangan, A menunjuk B yang

menerbitkan wesel untuk kepentingan A), 4. wesel inkaso

(ciri karaktrtistiknya : wesel ini mengandung klausul “jumlah

untuk ditagih” atau pernyataan lain berisi perintah untuk

menagih), 5. wesel domisili ( pembayaran wesel tersebut

tidak dilakukan oleh tersangkut akseptan tetapi oleh orang

ketiga ditempat orang ketiga itu). Berkenaan dengan wesel

terdapat satu persoalan yang sangat mendasar; apakah jenis

surat-surat berharga ini masih ada dan relevan. Persoalan ini

perlu memperoleh kejelasan sehubungan dengan semakin

berkembang dan diterimanya berbagai fasilitas pembayaran

secara online. Bahkan tidak tanggung-tanggung ada yang

mengemukakan bahwa perihal wesel lengkap dengan segala

aturan hukumnya tidak relevan lagi dicermati semata-mata

karena karena masyarakat sudah beralih dari wesel pos ke

cara-cara pengiriman uang secara elektronik.

Perihal wesel pos yang sudah hampir ditinggalkan

memang merupakan fakta, tetapi jenis wesel tidak terbatas

pada wesel pos saja. Seperti telah dikemukakan masih

banyak jenis wesel yang tersedia. Sepanjang ada kewajiban

melakukan prestasi yaitu membayar secara non-tunai dan

Page 124: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

117

dilakukan melalui suatu perantaraan yang membutuhkan

suatu perintah membayar maka wesel yang pengertian

pokoknya adalah perintah membayar itu masih tetap relevan.

Hasil penelusuran memperlihatkan dewasa ini

terdapat suatu jenis surat-surat berharga yang difungsikan

sebagai alat pembayaran yang masih banyak dipergunakan

adalah wesel bank atau “banker’s draft”. Sesuai dengan

namanya wesel ini dikeluarkan oleh bank yang pada

pokoknya berisi perintah tak bersyarat dari bank penerbit

kepada pihak lain untuk membayar sejumlah uang kepada

pihak tertentu pada waktu yang telah ditentukan. Sumber

dana wesel bank bukanlah rekening nasabah tetapi rekening

bank penerbit.

Gambar dikutip dari www.google.com

Tampaknya masih merupakan pemandangan yang

langka kalau tidak boleh dikatakan belum ada pembayaran

Page 125: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

118

dalam lalu lintas atau hubungan perdagangan internasional

dilakukan dengan cara transfer melalui aplikasi e-banking

yang terdapat pada hand phone. Oleh karena itu pembayaran

dalam perdagangan lintas negara masih memanfaatkan

teknologi peninggalan abad 20; wesel.

Kendati pun wesel pos sudah mulai ditinggalkan,

fasilitas pembayaran dan pengiriman uang secara online

semakin menjamur terutama untuk mereka yang gemar

belanja “daring”- tetapi ironisnya sistem belanja ini masih

juga menyediakan ruang untuk pembayaran tunai dengan

diterapkannya program COD (cash on delivery) – ternyata

perkembangan ini tidak atau belum mampu mengakhiri

riwayat surat-surat berharga sebagai alat pembayaran.

Karya James Steven Rogers (2011) yang berjudul The End

of Negotiable Instrumens. Bringin Payment System Law Out

of The Past tidak harus dipahami bahwa era kertas dalam

bentuk surat-surat berharga benar-benar sudah berakhir.

b). Surat Sanggup

Surat sanggup atau orderbriefje, promesse aan

order, accept, promissory note ialah surat (akta) yang berisi

kesanggupan seorang debitur untuk membayar sejumlah

uang tertentu kepada seorang kreditur atau penggantinya.

Dalam praktek perbankan di Indonesia surat sanggup ini

disebut surat aksep atau surat promes. Mengingat terdapat

dua macam promes; promes kepada pengganti (promesee

aan order) dan promes kepada pembawa (promesse aan

toonder). Promes yang pertama disebut surat sanggup dan

Page 126: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

119

promes yang kedua disebut surat promes.73). Jadi yang

sedang menjadi topik sekarang ini adalah surat sanggup,

promes yang pertama.

Selain sarjana Indonesia, pengertian mengenai

surat sanggup juga diberikan oleh sarjana asing bahwa ....a

promossory note is an unconditional promise in writing made

by one person to another signed by the maker, engaging to pay,

on demand or at a fixed or determinable future time, a sum certain in money, to, or to the order of, a specified person or to bearer.74

Sumber ini sesungguhnya mengutip Undang-Undang

Wesel Amerika Serikat 1930an yang sudah diperbaharui

beberapa kali akan tetapi ketentuan tersebut masih tetap

dipertahankan. Dari pengertian itu diperoleh gambaran

bahwa surat promes pada pokoknya merupakan suatu janji

tanpa syarat yang dibuat secara tertulis oleh satu orang

kepada orang lain yang ditandatangani oleh penerbitnya,

yang tersangkut untuk membayar. Surat adalah warkat yang

memuat janji untuk membayar.

Sebuah sumber lain dari abad 21 mengemukakan….

Promissory notes are a type of negotiable instrument. They

do not amount to a bill of exchange because they involve only

two parties - the maker and the payee/bearer rather than the

three parties of a negotiable bill of exchange (drawer, drawer/

acceptor and holder). Promissory notes are, however, dealth

with in the bill of exchange Act and many of the provisions in

73 H.M.N. Purwosoetjipto, Op.cit. hal. 131.

74 E.W. Chance, 1946. Principles of Mercantile Law. Vol. I hal. 201.

Page 127: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

120

the Act are.75

Dari sumber yang modern ini diperoleh semacam

pengakuan bahwa surat promes merupakan salah satu jenis

dari negotiable instrument. Namun demikian surat promes

tidak dapat dipersamakan dengan wesel. Perbedaannya

terletak pada jumlah pihak yang terdapat dalam hubungan

surat berharga masing-masing. Dalam hubungan surat

promes hanya terdapat dua pihak; penerbit dan penerima/

pembawa, sedangkan dalam wesel tiga pihak; drawer, drawee

dan pemegang.

Selanjutnya ditambahkan ….The promissory notes

creates an obligation on the part of the maker to pay the

payee or the bearer a sum certai on demand or at a fixed or determinable future time. Provision can be made for the

payment of interest. As they can be sued on directly, they avoid

enquiry ( in the case of non-payment) into the underlying

contract (thought in an appropriate case the maker may wish

to cross-clai for breach of this contract.76

Tambahan penjelasan tersebut semakin memperkuat

bahwa promissory notes atau surat sanggup tersebut

merupakan janji untuk membayar, janji bahwa yang

menerbitkannya sanggup membayar. Oleh karena demikian

ada penulis yang mengkomunikasikannya dengan

konsep “surat sanggup. Penjelasan tersebut menjadi

semakin manjur karena menekankan juga surat promes

menciptakan kewajiban hukum bagi yang membuatnya

untuk membayar. Hal ini mengandung pengertian, kewajiban

75 Peter Gillies, 2003. Business Law. The Federation Press. New South Wales. Hal. 767

76 Ibid.

Page 128: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

121

itu menimbulkan hak pada pihak lainnya untuk menuntut

pelaksanaannya.

Gambar dikutip dari :www.google.com

Gambar tersebut merupakan salah satu contoh

dari surat sanggup yang umumnya dipergunakan dalam

perdagangan internasional. Surat sanggup tersebut diterbitkan

dan dipergunakan sebagai alat pembayaran secara langsung

tanpa perantaraan. Si A yang berkewajiban melaksanakan

prestasi kepada B mempergunakan sepucuk surat sanggup

yang diserahkannya langsung kepada si B.

Selain bentuk tersebut dikenal juga surat sanggup

yang pembayarannya dilakukan melului perantaraan.

Hal ini didasarkan pada pasal 154 KUHD bahwa penarik,

seorang endosan, atau seorang pemberi aval dapat

menunjuk seseorang dalam keadaan darurat

Page 129: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

122

untuk mengakseptasi atau membayar….Pasal 158 bahwa

pembayaran dengan perantaraan dapat dilakukan dalam

semua keadaan, dimana pemegang mempunyai hak regres,

baik pada hari jatuh tempo maupun sebelumnya…. dan Pasal

162 barangsiapa membayar selaku perantara, memperoleh

hak yang bersumber dari surat wesel itu terhadap orang

untuk siapa ia telah melakukan pembayaran….

Hak regres atau yang disebut juga dengan hak recourse

merupakan suatu istilah teknis dalam hukum wesel. Namun

demikian dan sebegitu jauh berlaku pula untuk promissory

notes. Seperti hal Pasal 154, 158 dan 162 KUHD yang untuk

wesel berlaku juga untuk surat sanggup. Hak regres adalah

hak pemegang surat sanggup untuk menagih penarik/

endosan/avalis guna memperoleh pembayaran apabila

pihak tertarik menolak melakukan pembayaran.

Penarik dalam promes merupakan pihak yang berjanji

melakukan pembayaran dan menerbitkan promes tersebut.

Endosan adalah pihak yang mengalihkan surat berharga

kepada pemegang berikutnya. Sedangkan avalis merujuk

pada lembaga yang menjamin pembayaran wesel.

c). Cek

(1) Pengertian

Cek atau cheque pada dasarnya dapat dimasukan ke

dalam kategori surat tagihan hutang (schuldvorderingspapier)

yang bersifat sebagai suatu perintah untuk membayar,

sebagaimana halnya sepucuk wesel yang juga termasuk surat

tagihan hutang yang bersifat perintah untuk membayar.

Page 130: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

123

Dasar penerbitan sepucuk cek bertumpu pada perikatan

dasarnya seperti halnya wesel.77 Cek itu merupakan zicht-

wissel atau bill of exchange payable on demand yang jangka

waktu berlakunya hanya sebentar.78 a cheque is a special

type of bill of exchange (and bills of exchange are in turn

instance of negotiable instruments). What the cheque does,

broadly speaking, is what the bill of exchange or negotiable

instruments does – it represents an instrument which embodies

a debt (the right to be paid a sum of money) and which can be

negotiated (transferred) to another person. In the archetypal

case of negotiable instrument/bill of exchange, there will be the

person owing the debt, on whom the instrument is drawn; the

creditor who draws the instrument; and the person to whom

the instrument is transferred who may be called the holder.79

Pandangan berkenaan dengan cek yang dikemukakan

pada abad 20 sesungguhnya tidak mengalami perubahan yang signifikan ketika dikemukakan pada abad 21. Hal ini tampak pada kutipan terakhir. Bahkan persamaan yang dimaksudkan

juga meliputi ketakbedaan antara pandangan penulis dengan

latar belakang pemahaman hukum Eropa Kontinental

dengan yang memahaminya dari sudut pandang sistem

common law. Kedua sudut pandang tersebut pada dasarnya

menempatkan wesel dan cek dalam satu rangkaian yang tak

dapat dipisahkan. Sudut pandang yang satu mengemukakan

bahwa cek merupakan jenis khusus dari wesel….langkah

atau tahapan yang terdapat dalam penerbitan cek itu juga

merupakan langkah atau tahapan yang sama yang terdapat

77 Emmy Pangaribuan Simanjuntak. Op.cit. hal. 146

78 M.H. Tirtaamidjaja. Op.cit. hal. 158.

79 Peter Gillies. Op.cit. hal. 779.

Page 131: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

124

dalam wesel. Jadi cek itu adalah wesel istimewa.80

Persamaan demi persamaan telah diuraikan secara

garis besarnya yang terdapat antara surat-surat berharga

berdasarkan aturan hukum yang mengikuti pola civil law

dengan instrument-instrumen menurut tradisi common

law system. Dengan persamaan-persamaan tersebut

secara keseluruhan dapat dikemukakan bahwa surat-surat berharga merupakan konsep atau figure hukum yang dapat mempersatukan dua sistem hukum besar yang berlaku di

dunia.

Di Indonesia syarat-syarat formal cek masih

bertumpu pada ketentuan Pasal 178 KUHD sebagai berikut;

1. Nama “cek” yang harus diterakan dalam teks tersendiri

menurut Bahasa dimana cek itu diterbitkan, 2. Perintah tak

bersyarat untuk membayar suatu jumlah tertentu, 3. Nama

orang yang harus membayar (drawee). Syarat ini adalah

mengenai penyebutan nama “tersangkut”. Menurut Pasal

180, tersangkut haruslah seorang banker, 4. Penunjukan

tempat dimana pembayaran harus dilakukan. Apabila tidak

disebutkan maka dianggap sebagai tempat pembayaran

adalah tempat yang diterakan disamping nama tersangkut.,

5. Penyebutan hari penanggalan beserta tempat dimana cek

diterbitkan atau tempat dimana cek itu ditarik. 6. Tanda

tangan dari orang yang menerbitkan cek atau tandatangan

penarik (drawee).

Apabila diperbandingkan dengan syarat-syarat wesel

maka akan tampak suatu perbedaan berkenaan dengan

80 M.H. Tirtaamidjaja. Op.cit. hal. 158.

Page 132: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

125

jumlah persyaratannya. Pada cek tidak terdapat syarat

penyebutan hari gugur dan syarat penyebutan nama dari

orang kepada siapa atau kepada penggantinya pembayaran

itu harus dilakukan. Menurut Prof. Emmy Pangaribuan Siman

juntak81 absennya syarat penyebutan hari gugur karena

cek itu merupakan alat pembayaran kontan. Sedangkan

ketidakhadiran syarat penyebutan nama dari pemegang

pertama karena kemungkinan cek itu diterbitkan dalam

bentuk atas tunjuk.

Gambar diambil dari www.google.com

(2) Jenis dan Fungsi

Jenis-jenis cek pada pokoknya terdiri dari ;

(a) Cek atas nama, kepada pengganti, tidak

kepada pengganti dan kepada pembawa Pasal 182

KUHD pada pokoknya menentukan bahwa tiap-tiap dapat

dinyatakan harus dibayarkan kepada orang yang disebutkan

namanya. Contoh: Bank….harap bayar dengan cek ini kepada 81 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Op.cit. hal. 146.

Page 133: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

126

….sejumlah Rp. 3.000.000,-. Apabila demikian halnya maka

surat berharga ini merupakan “cek atas nama”. Dapat

juga pada lembar cek di belakang nama yang disebutkan

diterakan klausul “atau pengganti” (aan order, to order). Di

samping itu pasal tersebut juga memperkenankan tambahan

klausul “tidak kepada pengganti” (surat rekta) dan “kepada

pembawa” (aan toonder , to bearer).

(b) Cek inkaso

bertumpu pada Pasal 183.a ayat (1) apabila pada

lembar cek tertera klausul “untuk inkaso” maka itu merupakan

suatu perintah hanya untuk menagihkan sejumlah uang

dalam cek semata-mata, sama sekali tidak dimaksudkan

memilikinya. Cek inkaso tidak tergantung pada kondisi dari

pemberi perintah yang meninggal dunia atau pun dinyatakan

tidak cakap melakukan tindakan hukum.

(c) Cek domisili

ketentuan hukum yang tercantum dalam Pasal 103

dan 126 KUHD yang sesungguhnya untuk wesel berlaku pula

untuk cek domisili yang artinya wesel itu dibayar oleh pihak

ketiga, baik di tempat tinggal (domisili) tersangkut/akseptan

mau pun di tempat lain. Pihak ketiga yang harus membayar

wesel itu tidak termasuk dalam personalia wesel. Akseptasi

dilakukan oleh tersangkut, sedangkan pembayaran wesel itu

dilakukan oleh pihak ketiga. Apabila pihak ketiga menolak

pembayaran, maka protes dibuat di tempat pihak ketiga ini.82

82 H.M.N. Purwosutjioto, Op.cit. hal. 140.

Page 134: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

127

(d) Cek silang

Cek silang atau crossed cheque pada dasarnya

merupakan bentuk cek yang pada pojok kiri atas diberi dua

garis sejajar. Ada penulis yang menyebutnya dengan “cek

bergaris miring (crossed cheque). Cek bentuk ini ada dua;

cek silang umum dan cek silang khusus. Pada cek silang

umum tidak terdapat penunjukkan atau penyebutan “bankir”

yang hanya dapat dibayar oleh tersangkut hanya kepada

seorang bankir. Sebaliknya pada cek silang khusus terdapat

penyebutan nama seorang bankir.

gambar diambil dari : www.google.com

Gambar diambil dari : www.google.com

Page 135: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

128

Mengenai siapa yang diberikan hak oleh undang-

undang untuk menempatkan penggarisan pada sepucuk cek,

ditentukan dalam Pasal 214 ayat (1) KUHD. Mereka yang

diberikan hak itu adalah penerbit dan pemegang cek yang

bersangkutan. Dalam hal penerbit yang memberi dua garis

sejajar menyilang maka hal itu tentunya sudah dilakukan

sejak dalam proses percetakan. Selain penerbit, pemegang

cek juga dapat memberi dua garis sejajar apabila sebelumnya

tidak tertera pada lembar cek.

Disimak dari aspek peraturannya, cek tidak dapat

dipisahkan dengan wesel, bahkan ketentuan-ketentuan

hukum untuk wesel diberlakukan pula untuk cek. Akan

tetapi apabila disimak dari aspek fungsi, terdapat perbedaan yang signifikan diantara keduanya. Secara umum fungsi wesel lebih luas hingga mencakup fungsi sebagai alat untuk

memperoleh kredit dengan cara yang mudah83. sebaliknya

cek lebih dominan berfungsi sebagai alat pembayaran yang

menggantikan pembayaran dengan uang tunai. Mengikuti

alur berpikirnya M.J. Subramanyam84 fungsi sebagai alat

pembayaran didukung oleh sifat dan fasilitasi dari cek itu

sendiri antara lain:

1. Cek selalu mudah dibawa kemana pun daripada membawa

uang tunai dalam jumlah besar untuk melakukan

pembayaran kepada seseorang,

2. Ketika melakukan pembayaran melalui cek, pembayaran

akan aman karena pembayaran akan dicatat dalam

pembukuan bankir. Salinannya akan dicatat rekening

83 M.H. Tirtaamidjaja. Op.cit. hal. 159.

84 M.J. Subramanyam, 2019. How can I check the authenticity of a cheque leaf whether it is

real or fake?. https://www.quora.com.

Page 136: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

129

drawer. Orang dapat mengetahui kepada siapa

pembayaran dilakukan, kapan, pada tanggal berapa dan

berapa jumlahnya.

3. Ketika pembayaran dilakukan dengan cek, drawer

tidak perlu menerima tanda terima untuk pembayaran

yang dilakukan. Tanda tersebut akan tercermin dalam

rekeningnya.

4. Bilamana perlu drawer dapat membatalkan pembayaran

cek tertentu, bahkan setelah melakukan pembayaran,

5. Tidak aman melakukan pembayaran jumlah besar kepada

orang lain dengan uang tunai. Melakukan pembayaran

dengan cek akan lebih aman.

6. Pembayaran dengan uang tunai dapat menimbulkan

korupsi karena banyak transaksi mungkin tidak dicatat

dalam pembukuan. Ini akan membantu korupsi untuk

tumbuh.

7. Pajak dapat dihindari dengan mudah melalui transaksi

tunai.

8. Karena cek adalah bentuk instrumen yang dapat

dialihkan, maka cek memberi hak yang lebih baik kepada orang yang bonafide. Pembayaran dengan cek dapat dilakukan dengan menyerahkan secara fisik surat ceknya seperti menyerahkan

uang tunai. Tidak dibutuhkan otorisasi bank, tidak perlu

mesin gesek, tidak dibutuhkan automatic teller machine

(ATM), tak perlu pengawalan ketat petugas keamanan karena

membawa uang dalam jumlah besar, tidak pula dibutuhkan

tas besar atau mobil khusus untuk membawa uang, dan yang

Page 137: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

130

terpenting, pihak yang menerima pembayaran tidak perlu

menghitung uang sampai bersin-bersin serta gatal.

d) Bilyet Giro dan Traveller’s Cheque

(1) Bilyet Giro

Bilyet giro merupakan surat perintah pemindahbukuan

sejumlah dana, pemindahbukuan mana berfungsi sebagai

pembayaran. Karema itu bikyet giro adalah alat pembayaran.85

Mohammad Amien yang dikutip mengemukakan bilyet giro

sebagai surat perintah tanpa syarat dari nasabah suatu

bank yang memelihara dananya selaku tertarik , perintah

mana bentuk dan isinya sudah distandardisir, untuk

memindahbukukan sejumlah dana penarik kepada pihak

penerima yang namanya telah disebutkan penerima mana

memelihara rekening pada bank yang sama atau pada bank

lainnya.86

Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikemukakan

bilyet giro adalah surat perintah pemindahbukuan (transaksi

dalam bank dengan mengkredit (menambah) jumlah saldo

suatu rekening dan mendebet (mengurangi) jumlah saldo

pada rekening lainnya) dari nasabah suatu Bank kepada

Bank yang bersangkutan,untuk memindahkan sejumlah

uang dari rekeningnya ke rekening penerima yang namanya

disebut dalam bilyet giro, pada Bank yang sama atau Bank

yang lain.

Di Indonesia bilyet giro sudah dikenal sejak masa-

masa awal dasawarsa 1970an seperti yang dapat dimaknai

85 Imam Pyago Suryohadibroto dan Djoko Prakoso, 1987. Surat Berharga, akat

pembayaran dalam zaman modern. Bina Aksara, Jakarta. Hal 271.

86 Ibid.

Page 138: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

131

dari Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No.4/670/UPPB/

PhB tanggal 24 Januari 1972. Dalam surat Bank Sentral

Indonesia tersebut dinyatakan bahwa surat bilyet giro adalah

surat perintah nasabah yang telah distandardisir bentuknya,

kepada Bank penyimpan dana untuk memindahbukukan

sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada

pihak penerima yang disebutkan namanya pada Bank yang

sama atas bank lainnya.

Selanjutnya perlu diinformasikan bahwa penggunaan

bilyet giro mengalami perkembangan yang sangat pesat.

Perkembangan ini memperoleh respon yang positif dari

Bank Indonesia dalam bentuk regulasi. Pengaturan terakhir

yang dapat ditelusuri adalah Peraturan Bank Indonesia

(PBI). No. 18/41/PBI No. 18/41//2016 tentang Bilyet Giro

(tertanggal 21 November 2016). Dalam Pasal 1 angka

3 peraturan tersebut dinyatakan Bilyet Giro adalah surat

perintah dari Penarik kepada Bank Tertarik untuk melakukan

pemindahbukuan sejumlah dana kepada rekening Penerima.

Ada pun menurut Pasal 3 ayat (1) Bilyet Giro harus

memenuhi syarat formal sebagai berikut:

a. nama “Bilyet Giro” dan nomor Bilyet Giro;

b. nama Bank Tertarik;

c. perintah yang jelas dan tanpa syarat untuk

memindahbukukan sejumlah dana atas beban

Rekening Giro Penarik;

d. nama dan nomor rekening Penerima;

e. nama Bank Penerima;

Page 139: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

132

f. jumlah dana yang dipindahbukukan baik dalam angka

maupun dalam huruf secara lengkap;

g. Tanggal Penarikan;

h. Tanggal Efektif;

i. nama jelas Penarik; dan

j. tanda tangan Penarik

Sebelumnya dalam Pasal 2 PBI tersebut ditentukan

bahwa dalam penggunaan Bilyet Giro berlaku prinsip umum

sebagai berikut:

a. sebagai sarana perintah pemindahbukuan;

b. tidak dapat dipindahtangankan;

c. diterbitkan dalam mata uang Rupiah; dan

d. ditulis dalam Bahasa Indonesia.

Dalam hubungan ini perlu pula disampaikan bahwa

untuk dapat memanfaatkan bilyet giro dalam dunia

perdagangan maka hal pertama dan paling mendasar

dilakukan adalah memiliki bilyet giro dan untuk ini yang

bersangkutan harus membuka rekening giro. Apabila sudah

menjadi nasabah giro dari suatu bank, maka nasabah akan

menerima beberapa formulir, antara lain sebagai berikut:

formulir cek (blanko cek), formulir bilyet giro, dan yang

terpenting formulir setoran (bukti setor). Dengan adanya

bermacam-macam formulir itu, maka setiap kebutuhan

nasabah giro yang menyangkut setiap mutasi dari dana yang

disimpan di bank, dapat dipenuni seluruhnya.

Berdasarkan uraian yang ringkas ini dapat

Page 140: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

133

dikemukakan, bilyet giro sesungguhnya adalah cek. Dengan

demikian dan dalam kaitan ini yang berkembang itu bukanlah

jenis-jenis surat-surat berharga secara umum, melainkan cek

sebagai salah satu jenis surat-surat berharga. Apabila dalam

transaksi cek terdapat “cek kosong” maka dalam bilyet giro

pun juga terdapat hal yang sama. Namun demikian dan betapa

pun juga seperti halnya cek, bilyet giro dapat difungsikan

sebagai alat pembayaran non-tunai.

Contoh bilyet giro

Gambar dikutip dari uob.co.id melalui www.google.com

(2) Traveller’s Cheque

Berbeda halnya dengan wesel, surat sanggup atau

surat promes, dan cek termasuk kwitansi serta promes

atas tunjuk yang pengaturannya tercantum dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) - bahkan khusus

untuk cek dengan beberapa kali perubahan. Selanjutnya

sejarah memperlihatkan bahwa jenis surat-surat berharga

mengalami perkembangan dengan munculnya bilyet giro dan

traveller’ s cheque.

Page 141: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

134

Namun demikian bilyet giro tidak diatur dalam undang-

undang melainkan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.

18/41//2016 tentang Bilyet Giro (tertanggal 21 November

2016), Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No.18/32/DPSP

perihal Bilyet Giro (tertanggal 29 November 2016)., dan SEBI

No.18/40/DPSP tentang Penyelenggaraan Transfer Dana dan

Kliring Berjadwal (tertanggal 30 Desember 2016). Bahkan

untuk traveller’s cheque tidak ada produk hukum Indonesia

yang mengaturnya.

Kekosongan hukum tersebut menimbulkan persoalan

apakah yang menjadi dasar penerimaan jenis traveller’s

cheque yang semakin meluas terutama di tempat-tempat yang

merupakan destinasi pariwisata. Di samping itu kesulitan juga

timbul sehubungan dengan upaya menemukan pengertian

jenis surat berharga tersebut. Biasanya pengertian yang

dimaksudkan dapat dijumpai pada ketentuan umum dari

suatu peraturan perundangan. Persoalannya, peraturan yang

diharapkan itulah yang justru belum ada.

Kiranya untuk sementara waktu persoalan

kekosongan hukum yang mengatur pengertian traveller’s

cheque dapat diisi dengan pandangan dari kalangan

akademisi. Sehubungan dengan ini, Prof. Emmy Pangaribuan

Simanjuntak87 mengemukakan....”kalau diterjemahkan secara

lamgsung maka namanya adalah cek dari orang yang sedang

bepergian atau dalam perjalanan ....cek ini dibuat untuk

memudahkan orang-orang yang sedang bepergian dalam

melakukan pembayaran-pembayarannya.

Traveller’s cheque adalah cek yang dikeluarkan oleh

87 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Op.cit. hal. 202.

Page 142: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

135

bank atau badan yang berwenang dalam bentuk pecahan

(jumlah) tertentu dan cek ini dapat dipin dahkan ke tangan

orang lain setelah diendors (ditandatangani) oleh pemiliknya.

Dengan demikian traveller’s cheque merupakan pengganti

uang tunai selama perjalanan dan bahkan teman sejati dalam

perjalanan.88

Intinya, traveller’s chenque adalah cek yang

diterbitkan khusus untuk orang-orang yang mengadakan

perjalanan. Cek ini juga difungsikan sebagai alat pembayaran

menggantikan uang tunai. R.W.B. Bosley yang dikutip Emmy

Pangaribuan Simanjuntak89 mengemukakan traveller’s cheque

pada umumnya mempunyai dua bentuk; pertama ialah

dengan dinyatakan diterbitkan oleh orang yang bepergian

dan bank yang mengeluarkannya ikut serta menandatangani,

dan kedua, diterbitkan oleh Bank atas dirinya sendiri dan

ikut serta ditandatangani oleh orang yang bepergian. Dari

beberapa contoh cek ini adalah yang mengikuti bentuk ke 2.

Contoh Traveller’s Cheque

88 Achmad Anwari, 1985. Manfaat Traveller’s Cheque Dalam Perjalanan. Balai Aksara,

Jakarta. Hal. 5.

89 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Op.cit. hal. 202

Page 143: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

136

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Anwari, 1985. Manfaat Traveller’s Cheque Dalam

Perjalanan. Balai Aksara, Jakarta

Achmad Ichsan, 1984. Hukum Dagang, Lembaga Perserikatan,

Surat-Surat Berharga, Aturan-Aturan Angkutan.

Pradnya Paramita, Jakarta.

Black, Henry Campbell. 1979. Black’s Law Dictionary. West

Publishing Co., St. Paul Minn.

Bodenheimer, Edgar. 1962., The Philosophy and Method

Of The Law. Harvard University Press, Cambridge-

Massachusetts.

Bos., A.M. n.d., Methods For The Formation Of Legal Concepts

And For Legal Research. Rijksuniversiteit The

Groningen. Institute Of Siciology, Grote Markt

Chance, E.W. 1946. Principles of Mercantile Law. Vol. I. The

Donningtown Press, St. Albans – The Gregg Publishing

Co., Ltd., London

Duxbury, Robert. 2006. Contract in A Nutshell. Sweet &

Maxwell, London

Eduardus Tandelilin, 2001. Analisis Investasi dan Manajemen

Portofolio. BPFE UGM, Yogyakarya

Page 144: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

137

Emmy Pangaribuan Simanjuntak, 1979. Hukum Dagang

Surat-Surat Berharga. Liberty Yogyakarya.

Gillies, Peter 2003. Business Law. The Federation Press. New

South Wales

Head, John W. 1996. A General Introduction of Economic Law.

ELIPS Project.

H.M.N. Purwosutjipto, 1984. Pengertian Pokok Hukum Dagang

Indonesia. 1. Pengetahuan dasar hukum dagang.

Penerbit Djambatan, Jakarta.

Hoos, Ida R. 1974. Systems Analysis In Public Policy. A Critique.

University of California Press. Barkeley, Los Angeles.

Imam Pyago Suryohadibroto dan Djoko Prakoso, 1987. Surat

Berharga, akat pembayaran dalam zaman modern.

Bina Aksara, Jakarta

K.R.M.T. Tirtodiningrat, 1963. IKhtisar Hukum Perdata dan

Hukum Dagang. Penerbit PT. Pembangunan, Jakarta.

M.H. Tirta Amidjaja, 1956, Pokok-Pokok Hukum Perniagaan.

Penerbit Jambatan, Jakarta.

Paton, G.W. 1972, A Textbook of Jurisprudence. Oxford

University Press, Oxford.

R. Subekti, 1977. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Intermasa,

Jakarta.

R. Soekardono, 1983. Hukum Dagang Indonesia Jilid I (bagian kedua). C.V. Rajwali, Jakarta

Scraber,Gordon D. 1990. Contract In A Nutshell. West

Page 145: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

138

Publishing, St. Paul Minn.

Seagle, William. 1946. The History Of Law. Tudor Publishing

Co., New York.

Sonny Harry B. Harmadi, 2014. Pengantar Ekonomi Makro.

Penerbit Universitas Terbuka, Jakarta.

Sugiarto, 2011. Pengantar Akuntansi. Penerbit Universitas

Terbuka. Jakarta.

Wietholter, Rudolf. 1986, Materialization and Proceduralization

In Modern Law. Dalam : Dilemmas of Law in the Welfare

State. Editor: Gunther Teubner. Walter de Gruyter,

Berlin-New York

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Wesel, Cek Dan Aksep Di

Indonesia. Penerbit Sumur Bandung, Bandung.

- The Theory of Lex Mercatoria. Https://www.

lawteacher.net).

- Milton Friedman on Corporate Social Responsibility.

https://lucidmanager.orgPemprov Bantah Kehilangan

Saham Hotel Imperial Aryadutha. https://makassar.

antaranews.com 27 Januari 2009. 28/10/2019. 13.20

- https://makassar.antaranews.com 27 Januari 2009.

28/10/2019. 13.20. Loc.cit.

- Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 16

Tahun 2009. Ikatan Akuntan Indonesia.

- Wat is de betekenis van Handelszaak. De Oosthoek is

een Nederlandse Encyclophedia. https://www.ensie.

nl.

Page 146: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

139

- Free Along Ship Incoterms 2020 Rules. https://www.tradefinanceglobal.com - Definitie: Wat zijn waardepapieren? definitie en

betekenis - 2019 https://nl.careeridn.com).

- Subramanyam, M.J. 2019. How can I check the

authenticity of a cheque leaf whether it is real or fake?. https://www.quora.com.

- Wadiyo, 2019. 10 Contoh Laporan Keuangan

Perusahaan Tbk (Terbuka) Yang Sudah Diaudit.

https://manajemenkeuangan.net .

Page 147: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

140

RIWAYAT PENULIS

Putu Sudarma Sumadi lahir di Klungkung, Bali,

tanggal 19 April 1956. Menyelesaikan pendidikan dasar di

Desa Kusamba (1969), pendidikan menengah di Klungkung

(SMPN; 1972, SMAN; 1975). Memperoleh gelar Sarjana

Hukum (SH) dari Fakultas Hukum Universitas Udayana

pada 1981, gelar Sarjana Utama (SU) – Magister Hukum dari

Fakultas Pascasarjana Universitas Gadjah Mada pada 1987

dan gelar Doktor Ilmu Hukum dari Program S3 Program

Pascasarjana Universitas Airlangga pada tahun 1999, dengan

disertasi berjudul : “Pengaturan Hukum Persaingan Usaha Di

Indonesia”.

Sejak 1983 menjadi dosen Fakultas Hukum Universitas

Udayana, menjabat Sekretaris Bagian Hukum Perdata (1993),

menjabat Ketua Pusat Kajian Hukum Bagian Timur Indonesia

(1999-2002), Ketua Program Studi Magister (S2) Ilmu

Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana (2008-

2012). Sejak 2009 diangkat menjadi Guru Besar Tetap Ilmu

Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana. Sampai

saat ini masih bercita-cita menjadi Hakim Adhoc Peradilan

Tindak Pidana Korupsi, dan tetap berkeinginan menerbitkan

buku dengan pola seperti ini.

Page 148: KWWSV PDLO JRRJOH FRP PDLO X VHQWSURMHFWRU

141

Buku-buku yang telah dihasilkan hingga saat ini;

1. Pengantar Hukum Investasi (2008)

2. Likuidasi Perseroan Terbatas Dalam Perspektif

Perbandingan Hukum I (2008)

3. Hukum Olahraga Dalam Bingkai Hukum Bisnis

(2016)

4. Sejarah Hukum dan Hukum Masa Depan Properti

serta Kontrak (2017)

5. Penegakan Hukum Persaingan Usaha (2017)

6. Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi

(2018)

7. Hukum tentang Overschuldigde Betaling,

Konsinyasi, Actio Pauliana (2018)

8. Hukum Bencana (Disaster Law) dan Bencana

Hukum (2019)

9. Hukum Dagang Intern-nasional (2019)