Post on 16-Oct-2015
description
1
MODUL 2
PENYELENGGARAAN PROGRAM
PELAYANAN KESEHATAN, BIMBINGAN
DAN PENYULUHAN KESEHATAN HAJI DI
DAERAH
I. DESKRIPSI SINGKAT
Penyelenggaraan Ibadah Haji bertujuan memberikan pembinaan,
pelayanan, dan perlindungan yang sebaik-baiknya bagi jemaah
haji sehingga jemaah haji dapat menunaikan ibadahnya sesuai
dengan ketentuan ajaran agama Islam, sebagaimana diamanahkan
dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Departemen Kesehatan berupaya mempersiapkan jemaah haji agar
memiliki status kesehatan optimal dan mempertahankannya agar
terwujud jemaah haji sehat dan mandiri.
Tujuan penyelenggaraan kesehatan haji adalah meningkatkan
kondisi kesehatan jemaah haji sebelum keberangkatan, menjaga
agar jemaah haji dalam kondisi sehat selama menunaikan ibadah
sampai tiba kembali ke Indonesia, serta mencegah terjadinya
2
transmisi penyakit menular yang mungkin terbawa keluar/masuk
oleh jemaah haji.
Ibadah haji mensyaratkan kesanggupan (istithoah) kesehatan secara
fisik dan jiwa, selain ekonomi dan ilmu. Untuk memenuhi ketentuan
syari dimaksud, diperlukan upaya bimbingan, penyuluhan, dan
pelayanan kesehatan pada jemaah haji. Bimbingan, penyuluhan, dan
pelayanan kesehatan jemaah haji merupakan rangkaian kegiatan
terstruktur dalam upaya meningkatkan status kesehatan dan
kemandirian jemaah haji. Kegiatan bimbingan, penyuluhan, dan
pelayanan kesehatan dilaksanakan secara bertahap dan
berkesinambungan sejak dari puskesmas, pemeriksaan, bimbingan,
dan penyuluhan kesehatan di unit pelayanan di kabupaten/kota,
bimbingan, penyuluhan, dan pelayanan kesehatan jemaah haji
selama perjalanan dari daerah asal, di asrama haji embarkasi,
selama perjalanan Indonesia-Arab Saudi, selama di Arab Saudi, di
asrama haji debarkasi, sampai dengan empat belas hari pertama
sekembalinya ke Indonesia.
Bimbingan, penyuluhan, dan pelayanan kesehatan jemaah haji
dimaksudkan sebagai sarana mencapai tujuan penyelenggaraan
kesehatan haji sebagaimana tertulis di atas.
Apabila diketahui sakit, maka diperlukan pengobatan hingga
masalahnya terkendali atau sembuh sempurna. Apabila diketahui
memiliki keterbatasan, maka diperlukan koreksi sehingga dapat
3
mengurangi keterbatasannya. Apabila diketahui dalam keadaan
sehat, maka pemeliharaan dan peningkatan kesehatan diperlukan
untuk memperoleh kondisi optimal.
Pada modul ini akan dibahas 1) program perlindungan dan
pelayanan kesehatan jemaah haji di daerah, meliputi Pemeriksaan
Kesehatan tahap I dan II, pelayanan rujukan kesehatan,
perlindungan kesehatan pada jemaah haji, pelacakan kasus pasca
ibadah haji; 2) program bimbingan kesehatan jemaah haji di daerah
meliputi kunjungan rumah pada kelompok jemaah risti dan
bimbingan kesehatan pada kegiatan manasik haji; 3) program
penyuluhan kesehatan jemaah haji di daerah, meliputi penyuluhan
kesehatan melalui kemitraan kelompok -kelompok bimbingan ibadah
hajidan penyuluhan masal berbasis media massa.
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah proses pembelajaran materi ini peserta secara tim
mampu menyelenggarakan program pelayanan kesehatan,
bimbingan dan penyuluhan kesehatan haji di daerah.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah proses pembelajaran materi ini peserta secara tim dapat:
1. Melaksanakan program pelayanan kesehatan pada jemaah
haji di daerah
2. Melaksanakan program perlindungan kesehatan pada
jemaah haji di daerah
4
3. Melaksanakan program bimbingan dan penyuluhan
kesehatan pada jemaah haji di daerah
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN
1. Program Pelayanan Kesehatan pada Jemaah Haji di Daerah :
a. Pemeriksaan Kesehatan Pertama dan Kedua
b. Pelayanan rujukan kesehatan
2. Program Perlindungan Kesehatan pada Jemaah Haji di Daerah :
a. Perlindungan kesehatan pada jemaah haji
b. Pelacakan kasus pasca ibadah haji
3. Program Bimbingan dan Penyuluhan Kesehatan Jemaah Haji di
Daerah
a. Prosedur Bimbingan dan Penyuluhan Manasik Kesehatan Haji
b. Prosedur Bimbingan dan penyuluhan Berbasis UKBM
c. Standar jenis bimbingan dan penyuluhan kesehatan yang
wajib dilakukan terhadap JH
d. Standar bimbingan dan penyuluhan kesehatan jemaah haji
e. Standar fasilitas bimbingan dan penyuluhan kesehatan calon
jemaah haji
IV. LANGKAH LANGKAH PROSES PEMBELAJARAN
Untuk memperlacar proses pembelajaran, disusunlah langkah-langkah
sebagai berikut :
A. Langkah 1
5
1. Kegiatan Fasilitator
Kegiatan bina suasana di kelas
a. Memperkenalkan diri
b. Menyampaikan ruang lingkup bahasan
c. Menggali pendapat pembelajar tentang Penyelenggaraan
Program Bimbingan, Penyuluhan, dan Pelayanan Kesehatan
Jemaah Haji di Daerah.
d. Menggali pendapat pembelajar tentang Penyelenggaraan
Program Bimbingan, Penyuluhan, dan Pelayanan Kesehatan
Jemaah Haji di Daerah.
2. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan
b. Pengemukakan pendapat atas pertanyaan fasilitator
c. Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting
B. Langkah 2
1. Kegiatan Fasilitator
a. Menyampaikan Pokok Bahasan 1, 2, dan 3 tentang
Penyelenggaraan Program Bimbingan, Penyuluhan, dan
Pelayanan Kesehatan Jemaah Haji di Daerah.
b. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk
menanyakan hal-hal yang kurang jelas
c. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan
peserta
6
2. Kegiatan Peserta
a. Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang
dianggap penting
b. Mengajukan pertanyaan sesuai dengan kesempatan yang
diberikan
c. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan
fasilitator
C. Langkah 3
1. Kegiatan Fasilitator
a. Meminta kelas menjadi 2 kelompok, satu kelompok untuk
Pokok Bahasan 1, sisanya untuk Pokok Bahasan 2 dan 3,
serta memilih ketua, sekretaris, dan penyaji.
b. Meminta masing-masing kelompok untuk mendiskusikan
penugasan yang diberikan.
c. Meminta masing-masing kelompok untuk menuliskan hasil
dikusi untuk disajikan
d. Memberikan bimbingan pada proses diskusi
2. Kegiatan Peserta
a. Membentuk kelompok diskusi dan memilih ketua, sekretaris,
dan penyaji.
b. Mendengar, mencatat dan bertanya pada hal-hal yang
kurang jelas pada fasilitator.
c. Melakukan proses diskusi dan menuliskan hasil dikusi untuk
disajikan.
7
D. Langkah 4
1. Kegiatan Fasilitator
a. Meminta masing-masing kelompok mempresentasikan hasil
diskusi
b. Memberikan masukan
c. Merangkum hasil diskusi
2. Kegiatan Peserta
a. Mengikuti proses penyajian atau praktek hasil diskusi
b. Berperan aktif dalam proses dengan bertanya,
mengemukakan pendapat/ saran yang berguna dalam
proses prembelajaran
c. Merangkum hasil proses pembelajaran
E. Langkah 5
1. Kegiatan Fasilitator
a. Mengadakan evaluasi dengan melemparkan 3 pertanyaan
sesuai topik pokok bahasan
b. Memperjelas jawaban peserta terhadap masing-masing
pertanyaan
c. Bersama peserta merangkum hasil proses hasil
pembelajaran
2. Kegiatan Peserta
a. Menjawab pertanyaan yang diajukan fasilitator
b. Bersama fasilitator merangkum hasil proses
pembelajaran
8
V. URAIAN MATERI
POKOK BAHASAN 1
PROGRAM PELAYANAN KESEHATAN JEMAAH HAJI DI
DAERAH
A. Pemeriksaan Kesehatan Pertama dan Kedua
Kesehatan adalah modal dalam perjalanan ibadah haji. Tanpa
kondisi kesehatan yang memadai, niscaya pencapaian ritual
peribadatan menjadi tidak maksimal. Oleh karena itu setiap
jemaah haji perlu menyiapkan diri agar memiliki status kesehatan
optimal dan mempertahankannya.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan pemeriksaan
kesehatan jemaah haji sebelum keberangkatannya ke Arab Saudi.
Agar mencapai tujuan, maka pemeriksaan kesehatan yang
dilakukan pada jemaah haji sebelum keberangkatan harus dapat
memprediksi risiko kesakitan dan kematian saat melakukan
perjalanan ibadah haji. Risiko kesakitan dan kematian ini
selanjutnya dikelola dengan tujuan menurunkan angka kesakitan
dan kematian jemaah haji selama perjalanan ibadah haji.
Data penyelenggaraan kesehatan haji menunjukkan bahwa
karakteristik jemaah haji Indonesia tidak banyak mengalami
perubahan dalam lima belas tahun terakhir, terdapat
kecenderungan semakin tinggi pendidikan dan semakin tua usia
saat menunaikan ibadah haji. Proporsi jemaah haji risiko tinggi
9
berkisar 10-30%, sebagian besar karena usia lanjut. Hipertensi
merupakan risiko tinggi terbanyak (25-37%), sementara penyakit
saluran pernapasan dan saluran pencernaan semakin meningkat.
Dalam lima belas tahun terakhir (1995-2008) angka kematian
jemaah haji berkisar antara 2,0-3,9 per 1000 jemaah atau 0,5-0,9
per hari per 10.000 jemaah. Risiko wafat pada usia lanjut sangat
tinggi. Jemaah pada kelompok usia 60 tahun ke atas berkisar
antara 20-25% dari keseluruhan jemaah, tetapi sekitar 70%
jemaah wafat terjadi pada kelompok usia ini.
Mengingat dan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, penetapan
baku mutu pemeriksaan kesehatan jemaah haji berbasis risiko
penyakit dan kematian sebelum keberangkatan ke Arab Saudi
menjadi strategis dan penting. Pemeriksaan kesehatan jemaah haji
sebelum keberangkatan diprioritaskan pada jemaah haji yang
secara epidemiologi memiliki karakteristik berisiko tinggi
mendapatkan kematian sepanjang perjalanan ibadah haji dengan
tidak melupakan tujuan penyelenggaraan kesehatan haji.
Pemeriksaan kesehatan jemaah haji sebelum keberangkatan
adalah pemeriksaan kesehatan pada jemaah haji yang telah
mendapatkan nomor porsi dan telah melunasi Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) pada tahun berjalan,
dilaksanakan di daerah sebelum keberangkatan ke Arab Saudi,
yaitu pasca operasional haji yang baru lalu sampai satu bulan
sebelum dimulainya operasional embarkasi haji tahun berjalan.
10
Pemeriksaan kesehatan bersifat kontinum dan komprehensif
dengan melaksanakan proses pemeriksaan kesehatan,
pengobatan, dan pemeliharaan kesehatan jemaah haji sesuai
standar agar jemaah haji dapat melaksanakan ibadah haji dengan
sebaik-baiknya.
Pemeriksaan kesehatan sebelum keberangkatan haji berfungsi
sebagai alat prediksi risiko kesakitan dan kematian, meliputi
Pemeriksaan Kesehatan Pertama dan Kedua. Pemeriksaan
Kesehatan Pertama merupakan pemeriksaan dasar di Puskesmas
bagi semua jemaah haji, sedangkan Pemeriksaan Kesehatan Kedua
merupakan pemeriksaan rujukan bagi jemaah yang dirujuk oleh
unit pelaksana Pemeriksa Kesehatan Pertama sesuai dengan status
kesehatan setiap jemaah haji.
Secara umum, tujuan pemeriksaan kesehatan jemaah haji sebelum
keberangkatan ke Arab Saudi adalah terselenggaranya
pemeriksaan, pengobatan, dan pemeliharaan kesehatan jemaah
haji sebelum keberangkatan melalui pendekatan etika, moral,
keilmuan, dan profesionalisme dengan menghasilkan kualifikasi
data yang tepat dan lengkap sebagai dasar pembinaan kesehatan
jemaah haji di Indonesia dan pengelolaan kesehatan jemaah haji
di Arab Saudi.
11
Sedangkan tujuan secara khusus adalah :
a. Tercapainya pengobatan, pemeliharaan kesehatan serta
bimbingan dan penyuluhan kesehatan kepada jemaah haji.
b. Terwujudnya pencatatan data status kesehatan dan faktor
risiko jemaah haji secara benar dan lengkap dalam Buku
Kesehatan Jemaah Haji (BKJH) Indonesia.
c. Terwujudnya fungsi BKJH sebagai media informasi kondisi
kesehatan jemaah haji untuk kepentingan pelayanan
kesehatan di Indonesia dan Arab Saudi
d. Terwujudnya persyaratan kesehatan (istithoah) jemaah haji
yang diberangkatkan.
e. Tercapainya peningkatan kewaspadaan terhadap transmisi
penyakit menular berpotensi Kejadian Luar Biasa (KLB) pada
masyarakat Internasional/Indonesia.
Sebelum membaca uraian lebih lanjut, ada beberapa pengertian
istilah yang dipakai dalam pokok bahasan ini, sebagai berikut :
1. Jemaah haji adalah Warga Negara Indonesia beragama
Islam yang telah mendaftarkan diri untuk menunaikan
ibadah haji sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dan
telah melunasi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).
2. Pemeriksaan kesehatan jemaah haji adalah rangkaian
kegiatan yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaaan penunjang medis dan penetapan diagnosis
jemaah haji, dilanjutkan dengan pengobatan dan
pemeliharaan kesehatan sesuai indikasi.
12
3. Jemaah haji risiko tinggi adalah jemaah haji dengan kondisi
kesehatan yang secara epidemiologi berisiko mengalami
peningkatan kesakitan dan kematian selama perjalanan
ibadah haji, yaitu :
a. jemaah haji lanjut usia
b. jemaah haji penderita penyakit menular yang tidak
boleh terbawa keluar dari Indonesia berdasarkan
peraturan kesehatan yang berlaku
c. jemaah haji wanita hamil
d. jemaah haji dengan risiko kesehatan penyakit kronis
dan penyakit tertentu lainnya.
4. Peraturan kesehatan yang berlaku adalah ketentuan
perundangan dalam bidang kesehatan yang berlaku dalam
penyelenggaraan kesehatan di tingkat nasional maupun
internasional.
5. Jemaah Haji Mandiri adalah jemaah haji yang memiliki
kemampuan mengikuti perjalanan ibadah haji tanpa
tergantung kepada bantuan alat/obat dan orang lain.
6. Jemaah Haji Observasi adalah jemaah haji yang memiliki
kemampuan mengikuti perjalanan ibadah haji dengan
bantuan alat dan/obat.
7. Jemaah Haji Pengawasan adalah jemaah haji yang memiliki
kemampuan mengikuti perjalanan ibadah haji dengan
bantuan alat dan/obat dan orang lain.
13
8. Jemaah Haji Tunda adalah jemaah haji yang kondisi
kesehatannya tidak memenuhi syarat untuk mengikuti
perjalanan ibadah haji.
Pemeriksaan Kesehatan Pertama
Pemeriksaan Kesehatan Pertama adalah upaya penilaian status
kesehatan tahap pertama pada seluruh jemaah haji yang akan
diberangkatkan pada musim haji tahun berjalan, menggunakan
metode pemeriksaan dasar yang sensitif. Dilaksanakan oleh Tim
Pemeriksa Kesehatan Pertama di Puskesmas yang ditunjuk.
Koordinasi penyelenggaraan Pemeriksaan Kesehatan Pertama
diserahkan kepada Dinas Kesehatan Provinsi. Puskesmas dan Tim
Pemeriksa Kesehatan Pertama ditetapkan oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
Prosedur Pemeriksaan
Prosedur pemeriksaan adalah tata cara pelaksanaan pemeriksaan
kesehatan bagi jemaah haji :
a. Jemaah haji mengajukan permintaan Pemeriksaan Kesehatan
Pertama di Puskesmas yang ditunjuk sesuai dengan tempat
tinggal/domisilinya pasca operasional haji yang baru berakhir
sebelum menyerahkan bukti setor pelunasan Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) ke Kantor
Departemen Agama setempat.
14
b. Pendaftaran pemeriksaan kesehatan jemaah haji di Puskesmas
yang ditunjuk sesuai dengan tempat tinggal/domisilinya.
c. Pemeriksaan kesehatan dilakukan sesuai protokol standar
profesi kedokteran meliputi pemeriksaan medis dasar sebagai
berikut :
1). Anamnesis
2). Pemeriksaan fisik
3). Pemeriksaan penunjang : laboratorium klinik
4). Penilaian kemandirian
5). Tes kebugaran
d. Hasil pemeriksaan dan kesimpulan hasil pemeriksaan dicatat
dalam Catatan Medik dan disimpan di tempat pemeriksaan.
e. Catatan Medik dijadikan dasar pengisian Buku Kesehatan
Jemaah Haji (BKJH) setelah buku tersebut tersedia.
f. Hasil pemeriksaan kesehatan menjadi dasar penerbitan
Surat Keterangan Pemeriksaan Kesehatan Pertama oleh dokter
pemeriksa
g. Surat Keterangan Pemeriksaan Kesehatan Pertama diserahkan
oleh jemaah ke Kantor Departemen Agama setempat
bersamaan dengan penyerahan bukti setor pelunasan BPIH
sebagai kelengkapan pengurusan dokumen perjalanan
ibadah haji (paspor) di Kantor Departemen Agama.
(lampiran 1)
h. Jemaah haji yang memenuhi syarat dapat diberikan imunisasi
Meningitis meningokokus (MM). Penatalaksanaan imunisasi
terlampir (lampiran 2). Dokter Pemeriksa mengeluarkan
15
Lembar Pernyataan Pengganti Sertifikat Vaksinasi atau
Profilaksis sebagai dasar penerbitan International Certificates
of Vaccination (ICV) oleh pihak yang berwenang di Kantor
Kesehatan Pelabuhan (KKP) Embarkasi. Contoh Lembar
Pernyataan Pengganti Sertifikat Vaksinasi atau Profilaksis
terlampir (lampiran 3) Pelaksanaan imunisasi MM diatur oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
i. Kepala Puskesmas yang ditunjuk bertanggungjawab atas
pelaksanaan Pemeriksaan Kesehatan Pertama dan melaporkan
hasil pemeriksaan kesehatan kepada Kepala Daerah dengan
tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dan Provinsi.
j. Biaya Pemeriksaan Kesehatan diserahkan pada kebijakan
daerah setempat.
Standar Pemeriksaan
Standar pemeriksaan adalah spesifikasi minimal yang harus
dipenuhi dalam pemeriksaan kesehatan agar dapat diperoleh
manfaat pelayanan kesehatan secara maksimal.
a. Pemeriksaan Kesehatan dilakukan oleh Tim Pemeriksa
Kesehatan Pertama yang memenuhi kualifikasi/standar
pemeriksa.
b. Pemeriksaan kesehatan jemaah haji dilakukan oleh dokter
dan didampingi seorang perawat. Pemeriksaan jemaah haji
pria sedapat mungkin oleh dokter pria, atau oleh dokter wanita
dengan didampingi perawat pria. Pemeriksaan jemaah haji
16
wanita sedapat mungkin oleh dokter wanita, atau oleh dokter
pria dengan didampingi perawat wanita.
c. Pemeriksaan kesehatan dilakukan dengan pemeriksaan
medis dasar sebagai berikut :
1. Identitas, terdiri dari :
a) Nama, dilengkapi dengan bin/binti
b) Tempat dan tanggal lahir
c) Alamat tempat tinggal/domisili
d) Pekerjaan
e) Pendidikan terakhir
f) Status perkawinan
2. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang, meliputi :
(1). Penyakit menular tertentu.
(2). Penyakit tidak menular/disabilitas.
b) Riwayat Penyakit Dahulu, meliputi penyakit yang pernah
diderita (termasuk operasi yang pernah dijalani), ditulis
secara kronologis.
c) Riwayat Penyakit Keluarga, meliputi jenis penyakit yang
diderita anggota keluarga yang berhubungan secara
genetik.
3. Pemeriksaan fisik, meliputi :
a) Tanda vital:
(1). Tekanan darah
(2). Nadi meliputi : frekuensi, volume, tegangan,
ritme.
17
(3). Pernapasan meliputi : frekuensi, ritme.
(4). Suhu, diukur di aksila dengan termometer air
raksa.
b) Postur tubuh (termasuk tinggi badan, berat
badan, dan indeks massa tubuh).
c) Kepala : pemeriksaan saraf kranial, mata, THT
d) Paru/toraks
Inspeksi : simetrisitas, retraksi,
venektasi, bentuk dada, penggunaan
otot bantu napas
Palpasi : fremitus
Perkusi : (sonor/hipersonor,
pekak/redup)
Auskultasi : vesikuler, ronki,
mengi/wheezing
e) Kardiovaskuler
Inspeksi : pergeseran impuls apikal
Palpasi : tekanan vena jugularis, kuat angkat
impuls apikal, pergeseran impuls apikal
Perkusi : batas jantung (konfigurasi jantung)
Auskultasi : bunyi jantung, bising jantung
f) Abdomen
Inspeksi : vena ektasi, hernia
Palpasi : nyeri epigastrium, pembesaran
organ abdomen, perabaan ginjal, massa
abnormal
18
Perkusi : nyeri ketok sudut kostovertebral,
asites
Auskultasi : bising usus
g) Ekstremitas : bentuk, kekuatan otot, refleks
h) Pemeriksaan jiwa, menggunakan instrumen
pemeriksaan Barthel Indeks Bagian 3: Fungsi
Perilaku (Lampiran 4) dan Algoritme
Pemeriksaan Kesehatan Jiwa. (Lampiran 5)
i) Laboratorium
Darah, meliputi ; hemoglobin, hematokrit,
lekosit, trombosit, golongan darah (A-B-0 dan
bila perlu Rhesus), laju endap darah, gula darah
sewaktu.
Urin
(1). Makro : warna, bau, kejernihan, derajat
keasaman, berat jenis
(2). Mikro : sedimen (lekosit, eritrosit, sel epitel,
kristal)
(3). Glukosa urin
(4). Protein urin
(5). Tes kehamilan (bagi jemaah haji wanita
pasangan usia subur atau jemaah haji
wanita lainnya atas indikasi)
19
4. Penilaian kemandirian, menggunakan instrumen pemeriksaan
Barthel Indeks Bagian 1 (Penilaian fungsi Perawatan Diri) dan
2 (Penilaian Fungsi Kerumah-tanggaan dalam Aktivitas
keseharian). (Lampiran 4)
5. Tes kebugaran (Lampiran 6).
d. Setiap jemaah haji wanita pasangan usia subur diharuskan
menandatangani surat pernyataan di atas meterai tentang
kesediaan menunda keberangkatannya bila menjelang
keberangkatannya diketahui hamil dengan usia kehamilan di
luar ketentuan yang diperkenankan menurut SKB Menteri
Agama dan Menteri Kesehatan. Formulir Surat Pernyataan
terlampir (Lampiran 7).
e. Pada jemaah haji wanita yang tidak hamil diinformasikan
ketentuan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan
Menteri Kesehatan.
f. Pada jemaah haji wanita yang hamil :
Dilakukan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang
ketentuan penyelenggaraan kesehatan haji, khususnya
tentang Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama
dan Menteri Kesehatan, serta diberikan alternatif solusi
yang dapat diambil. Salinan SKB terlampir. (Lampiran 8).
Tidak dilakukan pemberian imunisasi meningitis
meningokokus ACW135Y.
20
g. Dokter pemeriksa menuliskan diagnosis sesuai dengan hasil
pemeriksaan kesehatan jemaah haji dan kesimpulan
pemeriksaan.
h. Kode diagnosis ditulis sesuai dengan kode ICD-X .
i. Kesimpulan hasil pemeriksaan dibuat dalam kategori
Mandiri, Observasi, Pengawasan dan Tunda. Selengkapnya
lihat tabel.
j. Dokter pemeriksa membuat Surat Keterangan Pemeriksaan
Kesehatan Pertama yang memuat kesimpulan hasil
Pemeriksaan Kesehatan Pertama (Lampiran 1) Surat
keterangan tersebut diserahkan kepada jemaah haji.
k. Ringkasan hasil pemeriksaan kesehatan ditulis dengan lengkap
dan benar dalam Buku Kesehatan Jemaah Haji (sesuai
petunjuk pengisian BKJH, terlampir) dengan dilampirkan
catatan medik. (Lampiran 9)
l. Pada jemaah haji yang tidak termasuk risiko tinggi (risti),
BKJH disimpan di tempat Pemeriksaan Kesehatan Pertama
sampai satu bulan sebelum dimulainya operasional embarkasi
haji tahun berjalan. BKJH tersebut selanjutnya diserahkan
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk dibagikan
kepada jemaah haji sebelum keberangkatan ke embarkasi
(asrama) haji.
m. Pada jemaah haji yang termasuk risiko tinggi (risti), BKJH
diserahkan oleh Puskesmas ke rumah sakit rujukan tempat
jemaah akan mendapatkan Pemeriksaan Kesehatan Kedua.
Jemaah haji selanjutnya mendatangi rumah sakit yang
21
ditunjuk untuk mendapatkan Pemeriksaan Kesehatan Kedua
dengan dibekali Surat Rujukan Pemeriksaan Kesehatan yang
dibuat oleh dokter Pemeriksa Kesehatan Pertama. Contoh
Surat Rujukan Pemeriksaan Kesehatan terlampir (Lampiran 10)
n. Untuk kepentingan diagnosis dan pemeliharaan kesehatan,
Pemeriksaan Kesehatan Pertama dapat dilakukan berulang
sesuai dengan kebutuhan.
o. Kepala Puskesmas yang ditunjuk bertanggung jawab atas
pelaksanaan Pemeriksaan Kesehatan Pertama dan melaporkan
hasil pemeriksaan kesehatan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota selambat-lambatnya tiga minggu sebelum
operasional embarkasi haji dimulai. Formulir laporan terlampir
(Lampiran 13).
p. Puskesmas yang sudah tersambung dengan Siskohat Bidang
Kesehatan memasukkan data hasil Pemeriksaan Kesehatan
Pertama ke Siskohat Bidang Kesehatan.
q. Pada Puskesmas yang belum tersambung dengan Siskohat
Bidang Kesehatan, data hasil Pemeriksaan Kesehatan Pertama
dimasukkan ke Siskohat Bidang Kesehatan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
Standar Pemeriksa
Standar pemeriksa adalah rumusan kriteria ketenagaan minimal
yang harus tersedia untuk mencapai standar pemeriksaan yang
ditetapkan.
22
Pemeriksa Kesehatan Pertama adalah Tim Pemeriksa Kesehatan
Pertama yang akan menjalankan fungsi Pemeriksaan Kesehatan
Pertama. Penetapan Tim Pemeriksa Kesehatan Pertama dilakukan
dengan pertimbangan sebagai berikut :
a. Tim Pemeriksa Kesehatan Pertama berjumlah sekurang-
kurangnya empat orang, yaitu :
1). satu orang dokter pria atau wanita,
2). satu orang perawat wanita,
3). satu orang perawat pria dan
4). satu orang analis laboratorium kesehatan.
b. Tenaga kesehatan yang ditetapkan sebagai Tim Pemeriksa
Kesehatan Pertama harus mempunyai legalitas untuk
melaksanakan fungsinya (mempunyai SIP yang masih berlaku
bagi dokter, dan SK Jabatan Fungsional bagi tenaga kesehatan
lain).
Standar Fasilitas
Standar fasilitas dalah rumusan kriteria tempat dan fasilitas
minimal yang harus tersedia untuk mencapai standar pemeriksaan
yang ditetapkan.
Pemeriksaan Kesehatan Pertama dilakukan di Puskesmas yang
ditunjuk. Puskesmas yang ditunjuk sebagai tempat Pemeriksaan
Kesehatan Pertama mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1. Memiliki staf fungsional dokter
2. Memiliki staf fungsional perawat
3. Memiliki fasilitas laboratorium sederhana
23
Pemeriksaan Kesehatan Kedua
Pemeriksaan Kesehatan Kedua adalah upaya penilaian status
kesehatan rujukan terhadap jemaah haji dengan faktor risiko
kesehatan yang secara epidemiologi berisiko tinggi mendapatkan
penyakit dan kematian dalam perjalanan ibadah haji, yaitu jemaah
haji risiko tinggi (risti). Pemeriksaan Kesehatan Kedua dilakukan
oleh Tim Pemeriksa Kesehatan Kedua di rumah sakit yang
ditunjuk. Penetapan rumah sakit dan Tim Pemeriksa Kesehatan
dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Prosedur Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Kesehatan Kedua dilakukan pada jemaah haji
risiko tinggi (risti) berdasarkan hasil Pemeriksaan Kesehatan
Pertama atau ditemukan sebagai risiko tinggi selama masa
pembinaan.
b. Jemaah haji risti melakukan Pemeriksaan Kesehatan Kedua di
rumah sakit yang ditunjuk.
c. Pemeriksaan Kesehatan Kedua dilakukan segera setelah
diketahui sebagai risti selama masa Pemeriksaan Kesehatan
Pertama, dan sudah selesai selambat-lambatnya satu bulan
sebelum operasional embarkasi haji dimulai.
d. Biaya Pemeriksaan Kesehatan diserahkan pada kebijakan
daerah setempat.
24
Standar Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Kesehatan Kedua dilakukan oleh Tim Pemeriksa
Kesehatan Kedua yang memenuhi kualifikasi/standar
pemeriksa.
b. Pemeriksaan kesehatan jemaah haji dilakukan oleh dokter
dan didampingi seorang perawat. Pemeriksaan jemaah haji
wanita sedapat mungkin dilakukan oleh dokter wanita, atau
oleh dokter pria dengan didampingi perawat wanita.
Pemeriksaan jemaah haji pria sedapat mungkin dilakukan
oleh dokter pria, atau dokter wanita dengan didampingi
perawat pria.
c. Dokter Pemeriksa melakukan pemeriksaan Kesehatan
Kedua, dengan protokol standar profesi kedokteran sesuai
dengan baku emas penatalaksanaan gangguan kesehatan
yang ditemukan.
d. Pada jemaah haji risiko tinggi dilakukan pemeriksaan medis
sesuai kebutuhan (atas indikasi).
e. Jemaah haji yang memenuhi syarat, diberikan imunisasi
Meningitis meningokokus ACW135Y. Penatalaksanaan
imunisasi terlampir. (Lampiran 2). Dokter Pemeriksa
mengeluarkan Lembar Pernyataan Pengganti Sertifikat
Vaksinasi atau Profilaksis sebagai dasar penerbitan
International Certificates of Vaccination (ICV) oleh pihak
yang berwenang di Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP)
Embarkasi. Contoh Lembar Pernyataan Pengganti Sertifikat
Vaksinasi atau Profilaksis terlampir (lampiran 3).
25
Pelaksanaan imunisasi diatur oleh Dinas Kesehatan
kabupaten/Kota.
f. Bagi jemaah haji dengan diagnosis penyakit menular, pada
akhir masa Pemeriksaan Kesehatan Kedua diharuskan telah
dinyatakan sembuh atau tidak menular, dengan
menunjukkan Surat Keterangan Pengobatan dari dokter
Pemeriksa Kesehatan Kedua. (Lampiran 12)
1) Bagi jemaah haji penderita tuberkulosis paru aktif (BTA
positip) harus telah mendapatkan pengobatan dan
dinyatakan tidak menular (BTA negatip).
2) Bagi jemaah haji penderita kusta tipe multibasiler, harus
telah mendapatkan pengobatan dan dinyatakan tidak
menular.
g. Bagi jemaah haji dengan diagnosis penyakit tidak menular
diharapkan telah mendapatkan pengobatan dan
pemeliharaan kesehatan yang adekuat pada akhir masa
Pemeriksaan Kesehatan Kedua, dan dinyatakan laik untuk
melaksanakan perjalanan ibadah haji dengan catatan advis
medik bagi dokter kloter jika perlu. Dibuktikan dengan
menunjukkan Surat Keterangan Pengobatan dari dokter
pemeriksa Kesehatan Kedua. (Lampiran 12)
h. Dokter Pemeriksa menuliskan diagnosis sesuai dengan hasil
pemeriksaan kesehatan, pengobatan, dan kesimpulan
pemeriksaan dalam Catatan Medik. Catatan Medik ini
menjadi dasar pengisian BKJH.
i. Kode diagnosis ditulis sesuai dengan kode ICD-X .
26
j. Kesimpulan hasil pemeriksaan dibuat dalam kategori
Observasi, Pengawasan dan Tunda. Selengkapnya lihat
tabel.
k. Untuk kepentingan diagnosis dan pemeliharaan kesehatan,
Pemeriksaan Kesehatan Kedua dapat dilakukan berulang
sesuai dengan kebutuhan.
l. Pada jemaah haji yang pemeliharaan kesehatannya
memungkinkan diteruskan di Puskesmas, dilakukan rujukan
balik ke Puskesmas pengirim disertai Surat Rujukan Balik
Pemeriksaan Kesehatan (Lampiran 11). BKJH diserahkan
oleh rumah sakit ke Puskesmas pengirim.
m. Pada jemaah haji yang pemeliharaan kesehatannya tidak
memungkinkan diteruskan di Puskesmas, pemeliharaan
kesehatan tetap dilakukan di rumah sakit. BKJH disimpan di
rumah sakit sampai satu bulan sebelum dimulainya
operasional embarkasi haji tahun berjalan. BKJH selanjutnya
diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk
dibagikan kepada jemaah haji sebelum keberangkatan ke
embarkasi (asrama) haji.
n. Direktur Rumah Sakit yang ditunjuk bertanggungjawab atas
pelaksanaan Pemeriksaan Kesehatan Kedua dan melaporan
hasil pemeriksaan kesehatan kepada Kepala Daerah dengan
tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dan Provinsi selambat-lambatnya tiga minggu sebelum
operasional embarkasi haji dimulai. Formulir laporan
terlampir. (Lampiran 14).
27
o. Dinas Kesehatan wilayah setempat memasukkan data hasil
Pemeriksaan Kesehatan Kedua ke Siskohat Bidang
Kesehatan.
Standar Pemeriksa
Pemeriksa Kesehatan Kedua adalah Tim Pemeriksa Kesehatan
Kedua yang akan menjalankan fungsi Pemeriksaan Kesehatan
Kedua. Penetapan Tim Pemeriksa Kesehatan Kedua diatur oleh
oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan
pertimbangan sebagai berikut :
a. Tim Pemeriksa Kesehatan Kedua sekurang-kurangnya terdiri
dari :
1) Dokter spesialis Penyakit Dalam/Paru/Jantung
2) satu orang perawat wanita,
3) satu orang perawat pria,
4) satu orang analis laboratorium kesehatan,
b. Tenaga kesehatan yang ditetapkan sebagai Tim Pemeriksa
Kesehatan Kedua harus mempunyai legalitas untuk
melaksanakan fungsinya (mempunyai SIP yang masih
berlaku bagi dokter, dan SK Jabatan Fungsional bagi tenaga
kesehatan lain).
Standar Fasilitas
a. Pemeriksaan Kesehatan Kedua bertempat di rumah sakit
yang ditunjuk
28
b. Memiliki fasilitas pemeriksaan penunjang kedokteran ;
1) laboratorium klinik
2) radiologi
Penetapan Kelaikan Kesehatan
Penetapan Kelaikan Kesehatan adalah upaya penentuan kelaikan
jemaah haji untuk mengikuti perjalanan ibadah haji dari segi
kesehatan, dengan mempertimbangkan hasil Pemeriksaan
Kesehatan Pertama dan Kedua melalui pertemuan yang dibuat
khusus untuk keperluan tersebut oleh Tim Pemeriksa Kesehatan
Pertama, Tim Pemeriksa Kesehatan Kedua, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, dan Dinas Kesehatan Provinsi selambat-
lambatnya dua minggu sebelum operasional embarkasi haji
dimulai. Penetapan Kelaikan Kesehatan dilakukan untuk
menentukan status kelaikan kesehatan jemaah haji mengikuti
perjalanan ibadah haji.
Prosedur Umum
a. Tim Pemeriksa Kesehatan Pertama dan Kedua
menyelenggarakan pertemuan Penetapan Kelaikan
Kesehatan Jemaah Haji sejak masa pemeriksaan kesehatan
berakhir sampai selambat-lambatnya dua minggu sebelum
operasional haji dimulai.
b. Pertemuan Penetapan Kelaikan Kesehatan Jemaah Haji
diselenggarakan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
29
Prosedur Penetapan
Prosedur Penetapan Kelaikan Kesehatan adalah tata cara
pelaksanaan penetapan kelaikan kesehatan jemaah haji untuk
mengikuti perjalanan ibadah haji, sebagai berikut :
a. Pengumpulan BKJH yang memuat hasil pemeriksaan
kesehatan, pengobatan, dan pemeliharaan kesehatan, dan
kesimpulan pemeriksaan.
b. Rekapitulasi hasil pemeriksaan jemaah haji dengan urutan
sebagai berikut :
1). Pengecekan kelengkapan data.
2). Penilaian kelaikan kesehatan berdasarkan kesimpulan
pemeriksaan.
3). Penentuan kelaikan kesehatan, ditulis dalam BKJH.
c. Hasil penentuan kelaikan kesehatan jemaah haji dinyatakan
dalam bentuk rekomendasi.
d. Rekomendasi disampaikan kepada Bupati/Walikota,
ditembuskan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, PPIH bidang kesehatan embarkasi, dan
Departemen Kesehatan melalui Dinas Kesehatan Provinsi.
Standar Kelaikan Kesehatan
Standar Kelaikan Kesehatan adalah rumusan kriteria jemaah haji
untuk memenuhi syarat kesehatan dalam mengikuti perjalanan
ibadah haji secara mandiri, tidak membahayakan keselamatan
diri sendiri dan orang lain. Penetapan memenuhi syarat atau
30
tidak memenuhi syarat kesehatan mempertimbangkan aspek-
aspek sebagai berikut :
a. Status Kesehatan. Status kesehatan dikategorikan menjadi 4
(empat) yaitu Mandiri, Observasi, Pengawasan dan Tunda
Kriteria masing-masing kategori lihat tabel. (Lampiran 15)
b. Peraturan Kesehatan Internasional dan Ketentuan
Keselamatan Penerbangan.
1). Peraturan Kesehatan Internasional menyebutkan
jenis-jenis penyakit menular tertentu sebagai alasan
pelarangan kepada seseorang untuk keluar-masuk
antar negara, yaitu ;
a) Penyakit Karantina
(1). Pes (plague)
(2). Kolera (cholera)
(3). Demam kuning (yellow fever)
(4). Cacar (small pox)
(5). Tifus bercak wabahi (typhus xanthomaticus
infectiosa/louse borne typhus)
(6). Demam balik-balik (louse borne relapsing
fever)
(7). Penyakit menular lain yang ditentukan
kemudian
b) Penyakit menular, yang menjadi perhatian WHO
(1). Tuberkulosis paru dengan BTA positip
(2). Kusta tipe multi basiler
(3). SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome)
31
(4). Avian Influenza (AI)
(5). Influenza baru H1N1
(6). Penyakit menular lain yang ditentukan
kemudian
2). Ketentuan Keselamatan Penerbangan
a) Penyakit tertentu yang berisiko kematian
dikarenakan ketinggian
b) Usia kehamilan
c) Imunisasi meningitis meningokokus ACW135Y,
dibuktikan dengan kartu ICV (International
Certificate of Vaccination) yang sah
c. Jemaah haji dinyatakan TIDAK MEMENUHI SYARAT apabila ;
1). Status kesehatan termasuk kategori Tunda.
2). Mengidap salah satu atau lebih penyakit menular
tertentu pada saat di embarkasi.
3). Tidak memenuhi persyaratan keselamatan
penerbangan.
B. Pelayanan Rujukan Kesehatan
Penyerahan tanggung jawab dari satu pelayanan kesehatan ke
pelayanan kesehatan yang lain ini disebut rujukan. Secara lengkap
dapat dirumuskan bahwa sistem rujukan ialah suatu sistem
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan
pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu kasus
penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal (dari unit yang
32
lebih mampu menangani), atau secara horizontal (antar unit-unit
yang setingkat kemampuannya). (Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. 2003)
Dari batasan tersebut dapat dilihat bahwa hal yang dirujuk bukan
hanya pasien saja tapi juga masalah-masalah kesehatan lain,
teknologi, sarana, bahan-bahan laboratorium, dan sebagainya.
Disamping itu rujukan tidak berarti berasal dari fasilitas yang lebih
rendah ke fasilitas yang lebih tinggi tetapi juga dapat dilakukan di
antara fasilitas-fasilitas kesehatan yang setingkat. Secara garis
besar, rujukan dibedakan menjadi dua jenis seperti bagan di
bawah ini.
Dalam pelayanan kesehatan haji selama di Indonesia, pelayanan
rujukan bagi jemaah haji berupa :
1. rujukan setelah dilakukan Pemeriksaan Kesehatan Pertama ke
rumah sakit, disebut sebagai Pemeriksaan Kesehatan Kedua
(telah diuraikan di atas)
2. rujukan dari embarkasi/debarkasi haji ke Rumah Sakit Rujukan
Haji.
33
Rujukan Embarkasi/Debarkasi Haji ke Rumah Sakit
Rujukan Haji
Penyelenggaraan kesehatan haji selalu ditingkatkan kualitasnya
dari waktu ke waktu. Salah satu wujud upaya peningkatan yang
dilakukan adalah mengakomodasi pelayanan kesehatan terhadap
jemaah haji sakit yang membutuhkan pelayanan rujukan ke rumah
sakit pada saat keberangkatan dan kepulangan di
embarkasi/debarkasi haji, selama dan setelah masa operasional
haji.
Jemaah haji yang mengalami gangguan kesehatan saat
keberangkatan dan kepulangan di embarkasi/debarkasi haji dapat
meminta pelayanan kesehatan di klinik embarkasi/debarkasi yang
menyediakan pelayanan medis dasar; tindakan medis/ operasi
sederhana dalam rangka basic life suport (bedah minor,
pemasangan infus dan kateter urin, nebulizer, pemakaian
oksigen); pemeriksaan laboratorium sederhana (pemeriksaan BTA,
pemeriksaan Kehamilan, pemeriksaan gula darah, pemeriksaan
darah rutin, pemeriksaan urin rutin); serta pelayanan vaksinasi.
Dalam hal menghadapi/menemukan kasus sulit maka petugas
kesehatan (dokter) klinik embarkasi/debarkasi dapat segera
merujuk ke RS rujukan yang telah ditetapkan. Dalam keadaan
tertentu (gawat dan/atau darurat), rujukan dapat dilakukan ke RS
non rujukan terdekat.
RS rujukan haji bertugas memberikan pelayanan gawat darurat,
rawat jalan, dan rawat inap bagi jemaah haji rujukan dari
embarkasi/debarkasi haji pada masa operasional
34
embarkasi/debarkasi dan setelah masa operasional debarkasi
berakhir, serta memberikan rekomendasi untuk penentuan
kelaikan mengikuti perjalanan ibadah haji (untuk rujukan dari
embarkasi), sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Keputusan
Menteri Kesehatan tentang Rumah Sakit Rujukan Haji).
Biaya pelayanan rujukan ke RS rujukan dan non rujukan menjadi
tanggung jawab Departemen Kesehatan, sesuai syarat dan
ketentuan yang berlaku (Keputusan Menteri Kesehatan tentang
Rumah Sakit Rujukan Haji).
35
POKOK BAHASAN 2
PERLINDUNGAN KESEHATAN PADA JEMAAH HAJI
Perlindungan kesehatan pada jemaah haji menjadi salah satu
tugas yang diemban dalam penyelenggaraan kesehatan haji.
Perlindungan kesehatan pada jemaah haji di daerah secara umum
meliputi perlindungan terhadap penularan penyakit melalui
imunisasi, penyehatan lingkungan dan sanitasi makanan, higiene
sanitasi makanan, pencegahan dan penanggulangan Kejadian
Luar Biasa (KLB) - musibah masal, termasuk surveilans dan Sistem
Kewaspadaan Dini (SKD)-respon KLB.
A. Imunisasi
Imunisasi merupakan upaya pengebalan tubuh jemaah haji agar
tidak sakit sebagai akibat penularan penyakit tertentu serta
sebagai upaya memutus matai rantai penularan dan penyebaran
penyakit dari dan ke tanah air.
Prioritas jenis imunisasi saat ini adalah imunisasi meningitis
tetravalent (ACYW135) bagi semua jemaah, dan influenza sesuai
dengan musim bagi petugas dan jemaah usia lanjut. Priorotas jenis
imunisasi dapat berubah sesuai perkembangan penyakit menular di
dunia. Sebagai contoh, dengan terjadinya pandemi dunia influenza
A baru (H1N1) pada tahun 2009, maka pada operasional haji
36
tahun 2009 M/1430 H imunisasi influenza musiman menjadi
prioritas bagi semua jemaah di samping imunisasi meningitis.
Imunisasi meningitis ataupun influenza dan jenis vaksin lain
membutuhkan waktu agar tubuh dapat memiliki tingkat imunitas
(kekebalan terhadap penyakit tertentu). Oleh karena itu, apabila
seorang jemaah ingin ke Arab Saudi, maka imunisasi diberikan
jauh hari sebelumnya agar terbentuk imunitas pada saat tiba di
Arab Saudi. Setiap vaksin memiliki periode waktu terbentuk
kekebalan dalam tubuh berbeda dengan jenis vaksin lain.
Kekebalan yang terbentuk tersebut juga dapat bertahan efektif
mencegah penularan dalam periode waktu yang berbeda-beda
antara vaksin satu dengan lainnya.
Untuk melaksanakan imunisasi, perlu langkah-langkah penyiapan
vaksin dan sarana penunjang imunisasi, termasuk mata rantai
dingin; tenaga imunisasi, prosedur pelaksanaan imunisasi dan
sistem pencatatan dan pelaporan imunisasi. Sistem mata rantai
dingin merupakan bagian dari sistem rantai dingin vaksin dalam
program imunisasi dasar.
Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) dikelola sesuai prosedur
yang berlaku, dikoordinasikan oleh Kelompok Kerja KIPI masing-
masing daerah. Di tingkat pusat, berkoordinasi dengan Komite
Nasional Pemantauan dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca
Imunisasi (KOMNAS PP-KIPI)
37
Sebagai bukti pemberian imunisasi, Kantor Kesehatan pelabuhan
menerbitkan International Certificate of Vaccination (ICV)
1. Imunisasi Meningitis Meningokokus tetravalen
ACW135Y
Pada saat haji, 2 juta lebih penduduk muslim dunia berada di
Makkah, termasuk dari negara-negara endemis meningitis ganas.
Akibatnya bakteri meningitis bersirkulasi diantara jemaah haji dari
seluruh dunia, dan ancaman penularan meningitis masih sangat
tinggi. Adanya ancaman penularan meningitis inilah maka
diperlukan imunisasi meningitis bagi jemaah haji Indonesia.
Vaksin Meningitis Meningokokus tetravalent ACW135Y berisi
lyophilized purified polysaccharides dari Neisseria meningitidis
serogroup A,C,W135, dan Y; masing-masing antigen 50 mcg di
dalam 0,5 ml dengan fenol 25 % sebagai preservasi. Rusak pada
suhu di luar kulkas, atau pada suhu beku.
Imunisasi meningitis diberikan pada setiap jemaah haji selambat-
lambatnya 10 hari sebelum keberangkatan ke Arab Saudi. Apabila
imunisasi diberikan kurang dari 10 hari sebelum keberangkatan,
jemaah harus diberikan profilaksis dengan antimikroba yang
sensisitif terhadap Neisseria meningitidis.
38
Imunisasi meningitis dilaksanakan di Puskesmas atau Rumah Sakit
pada masing-masing kabupaten/kota tempat tinggal jemaah haji,
bersamaan pelayanan kesehatan di daerah. Jemaah yang belum
mendapat imunisasi meningitis di daerah, akan mendapat
imunisasi meningitis di Embarkasi, tetapi peluang tertular
meningitis pada saat tiba di Arab Saudi menjadi sangat tinggi
karena kekebalan (antibodi) terhadap bakteri meningitis belum
terbentuk.
Setiap jemaah yang mendapat imunisasi meningitis, harus
mendapat Surat Keterangan Imunisasi Meningitis dari unit
pelayanan yang memberikan imunisasi. Pada saat keberangkatan
haji, surat ini dibawa sebagai salah satu dokumen pemeriksan
kesehatan di Embarkasi. Berdasarkan Surat Keterangan Imunisasi
Meningitis tersebut, KKP dapat menerbitkan International
Certificate of Vaccination (ICV) bagi jemaah haji bersangkutan.
Jemaah yang tidak tahan vaksin meningitis, harus mendapat Surat
Keterangan Imunisasi Meningitis yang berisi alasan mengapa
vaksinasi tidak diberikan pada jemaah haji bersangkutan.
Seorang jemaah yang mendapat imunisasi meningitis, akan
memiliki kekebalan terhadap bakteri meningitis A,C,W135 dan Y
(masa kekebalan) selama 3 tahun.
39
2. Imunisasi Influenza musiman (seasional)
Jumlah jemaah yang sangat padat saat musim haji, serta kondisi
ketahanan tubuh menurun, maka penularan penyakit menular
langsung, terutama influenza menjadi sangat mudah. Penularan
pada jemaah usia lanjut, dan jemaah berisiko tinggi lainnya, rentan
menjadi sakit dan dapat cepat memburuk. Jemaah rentan
influenza, antara lain jemaah haji usia lanjut (60 tahun atau lebih),
menderita penyakit kronis, paru, asma, jantung, kencing manis,
penyakit ginjal dan lain sebagainya, dianjurkan meminta dilakukan
imunisasi influenza. Petugas haji ke Arab Saudi diprioritaskan
mendapat imunisasi influenza sebelum keberangkatannya ke Arab
Saudi
Vaksin Influenza musiman akan rusak bila terpapar suhu di luar
kulkas, atau pada suhu beku. Jenis vaksin influenza yang
digunakan mengikuti pola perkembangan virus influenza di seluruh
dunia. Biasanya berganti 1 tipe virus influenza setiap 6 bulan.
Imunisasi influenza dapat sekaligus diberikan bersamaan dengan
imunisasi meningitis, tetapi diberikannya pada tempat atau
anggota tubuh yang berbeda.
40
B. Penyehatan Lingkungan dan Sanitasi Makanan
Merupakan kegiatan pemeriksaan, pemantauan, kajian,
rekomendasi antisipasi, kewaspadaan, dan tindakan
penanggulangan serta kerjasama berbagai pihak dalam sanitasi
makanan, penyehatan lingkungan asrama/pondokan, transportasi,
restoran, dan tempat-tempat pelayanan agar jemaah haji dan
petugas bebas dari ancaman terjadinya KLB keracunan dan
penyakit menular, atau timbulnya gangguan kesehatan lainnya, .
Prioritas penyehatan lingkungan adalah pengendalian vektor
penular penyakit, penyediaan kamar tidur, air mandi dan air
minum di asrama embarkasi/debarkasi, pondokan di Arab Saudi,
dan di tempat-tempat pelayanan jemaah haji.
Prioritas sanitasi makanan adalah penyediaan makanan yang
bersifat massal di asrama embarkasi/debarkasi, pondokan di Arab
Saudi, perawatan sakit, dan dalam perjalanan.
Penyehatan lingkungan dan sanitasi makanan dilaksanakan
sebelum/persiapan dan selama operasional haji, baik di Indonesia,
di pesawat, dan di Arab Saudi.
1. Penyehatan Lingkungan dan Sanitasi Makanan di
Indonesia
Sasaran kegiatan adalah asrama haji transit, asrama haji
embarkasi/debarkasi, dan jasaboga haji.
Kegiatannya sendiri dibagi dalam 2 tahap, yaitu pemeriksaan dan
penilaian awal, dan kegiatan selama operasional haji.
41
a) Pemeriksaan dan penilaian awal asrama haji transit dan
embarkasi/debarkasi
(1) Pemeriksaan dan penilaian dilakukan oleh tim penilai
(2) Pemeriksaan dan penilaian awal asrama haji
transit/embarkasi/ debarkasi untuk mengetahui kondisi
sanitasi lingkungan asrama dan sanitasi makanan.
(3) Obyek pemeriksaan dan penilaian awal asrama meliputi :
umum, ruang bangunan, kamar tidur jemaah, penyediaan
air bersih, dapur, pengelolaan limbah dan pengendalian
vektor.
Pemeriksan dan penilaian asrama berdasar pada standar
asrama, standar kualitas udara dan pencahayaan di asrama,
standar kepadatan ruang tidur, standar pembuangan sampah
sesuai dengan standar yang berlaku.
b) Penyehatan lingkungan dan sanitasi makanan di asrama haji
transit/embarkasi/debarkasi selama operasional haji
(1) Melaksanakan pemantauan kesehatan lingkungan pada
lokasi penyelenggaraan kesehatan haji di kabupaten/kota,
provinsi dan pelabuhan embarkasi/debarkasi haji.
(2) Penyuluhan kesehatan lingkungan dan kesehatan
perorangan (personal higiene) jemaah haji di puskesmas,
kabupaten/kota, provinsi dan embarkasi/debarkasi haji.
(3) Pembinaan dan pengawasan higiene dan sanitasi rumah
makan dan restoran maupun jasaboga lainnya yang
42
menyediakan makanan dan minuman bagi jemaah haji
dalam perjalanan dari daerah asal ke asrama embarkasi/
debarkasi haji sesuai peraturan terkait
(4) Pembinaan dan pengawasan higiene dan sanitasi
jasaboga yang menyediakan makanan dan minuman bagi
calon jemaah haji selama berada di asrama
embarkasi/debarkasi haji sesuai peraturan terkait
(5) Pembinaan dan pengawasan higiene dan sanitasi
jasaboga yang menyediakan makanan dan minuman bagi
calon jemaah haji selama berada dalam penerbangan dari
Indonesia menuju Saudi Arabia dan sebaliknya sesuai
peraturna terkait
(6) Pengambilan sampel untuk setiap jenis makanan dan
minuman yang disajikan oleh jasaboga kepada jemaah
haji baik yang melayani dalam perjalanan dari dan ke
daerah asal, selama di embarkasi/debarkasi haji maupun
dalam penerbangan menuju Saudi Arabia dan sebaliknya.
Sampel disatukan pada bank sampel dan disimpan pada
suhu dan waktu yang tepat.
(7) Pengendalian vektor dilakukan satu hari sebelum
operasional haji dan secara teratur selama operasional
haji. Pengendalian vektor berkoordinasi dengan Kantor
Kesehatan Pelabuhan (KKP) dan Dinas Kesehatan
setempat di embarkasi/ debarkasi haji.
43
2. Penyehatan Lingkungan Pesawat/Kapal dan Sanitasi
Makanan
Kegiatan penyehatan lingkungan pesawat dan sanitasi makanan
selama operasional haji adalah sebagai berikut :
1) Pemeriksaan fisik kebersihan lingkungan di dalam pesawat
2) Pemeriksaan dan pemantauan kehidupan vektor serangga, serta rekomendasi dan kerjasama dalam
hapus serangga
3) Di kapal laut disamping dilakukan pengamatan dan pemantauan kehidupan vektor serangga yaitu hapus
serangga juga harus bebas dari kehidupan tikus dengan
menujunkan sertifikat bebas hapus tikus (Deratting
Exemption Certificate/DEC)
4) Pengawasan higiene dan sanitasi makanan di pesawat sebelum keberangkatan pesawat, dan pengambilan
sampel setiap jenis makanan yang disajikan. Sampel
makanan dikelola sesuai dengan standar jasaboga
pesawat.
Higiene-Sanitasi Makanan
Higiene-sanitasi makanan adalah pengendalian terhadap faktor
makanan, orang, tempat, dan perlengkapannya yang dapat
menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan lainnya.
Pengendalian dilakukan di asrama haji, di pesawat, dan di Arab
Saudi.
44
Pemeriksaan dan pemantauan higiene-sanitasi makanan di
pesawat ditujukan untuk memeriksa makanan dan minuman yang
disajikan di pesawat, bersamaan dengan pemeriksaan higiene-
sanitasi pesawat.
Pemeriksaan dan pemantauan higiene-sanitasi makanan di Arab
Saudi ditujukan pada jasaboga masal bagi jemaah dan petugas
PPIH non kloter serta jemaah sakit di BPHI.
Pencegahan dan Penanggulangan KLB-musibah masal
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya
kejadian kesakitan dan atau kematian yang bermakna secara
epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.
Pada umumnya penyebab KLB adalah penyakit menular atau
keracunan.
Penanggulangan KLB penyakit menular dan keracunan merupakan
salah satu kegiatan dari keseluruhan upaya pencegahan dan
penanggulangan KLB penyakit menular dan keracunan yang
bertujuan mencegah terjadinya KLB penyakit menular dan
keracunan, dan apabila terjadi KLB maka dapat dideteksi dini,
diikuti dengan respon penanggulangan KLB sehingga jumlah
penderita dan kematian minimal serta KLB dapat ditanggulangi.
Upaya pencegahan dan penanggulangan KLB penyakit menular
dan keracunan bagi jemaah haji terdiri dari :
45
1. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) dan respon KLB
2. Upaya pencegahan risiko KLB dengan melaksanakan
imunisasi dan peningkatan daya tahan jemaah haji,
pengendalian faktor risiko lingkungan dan perilaku jemaah haji
3. Penanggulangan KLB
Pemberangkatan jemaah haji Indonesia dikelola secara
berombongan melalui paket perjalanan yang diselenggarakan
sebagai jemaah haji reguler oleh Pemerintah maupun Perjalanan
Ibadah Haji Khusus yang dikelola swasta. Pada operasional haji,
KLB dapat terjadi pada rombongan jemaah haji sejak berangkat
dari daerah tempat tinggal jemaah, di embarkasi dan debarkasi,
perjalanan di pesawat, dan selama di Arab Saudi serta sampai 14
hari pertama tiba di tanah air, baik disebabkan penyakit-penyakit
menular endemis di Indonesia, maupun penyakit menular di dalam
perjalanan ibadah haji dan keracunan makanan atau keracunan
bahan beracun lainnya.
Penanggulangan KLB penyakit menular dan keracunan pada
jemaah haji yang selanjutnya disebut sebagai penanggulangan KLB
adalah serangkaian kegiatan yang dapat memberikan pertolongan
penderita dan mencegah kematian dan KLB dapat tertanggulangi.
Upaya penanggulangan KLB sendiri terdiri dari kegiatan
penyelidikan epidemiologi, penanganan korban (penderita),
mencegah dan menghentikan perkembangan dan perluasan
kejadian serta pelaksanaan surveilans pada KLB yang sedang
terjadi.
46
Luas terjadinya KLB dapat terbatas hanya pada jemaah haji saja
atau juga terjadi pada masyarakat sekitar. Upaya penanggulangan
KLB selama di Indonesia merupakan subsistem kegiatan
penanggulangan KLB yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi dan Pusat sesuai
peraturan perundangan yang berlaku.
Apabila terjadi KLB dalam perjalanan di Indonesia, maka tanggung
jawab operasional penanggulangan ada pada bupati/walikota dan
gubernur daerah tempat KLB terjadi, yang secara teknis
dilaksanakan oleh dinas kesehatan setempat. Khusus apabila
terjadi KLB di dalam wilayah embarkasi/debarkasi dan di bandara,
maka tanggung jawab operasional ada pada Panitia Penyelenggara
Ibadah Haji Embarkasi/Debarkasi, yang secara teknis dilaksanakan
oleh Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Embarkasi/Debarkasi
Bidang Kesehatan dan berkoordinasi dengan dinas kesehatan
setempat.
Penanggulangan KLB sebagaimana tersebut diatas dapat tercapai
dengan baik apabila dilaksanakan kesiapsiagaan menghadapi
kemungkinan terjadi KLB penyakit menular dan keracunan bagi
jemaah haji yang terdiri dari : kesiapan tim penanggulangan KLB
yang didukung oleh tenaga profesional, kesiapan logistik dan
sarana pendukung lainnya, kesiapan metode penanggulangan
yang disusun dalam suatu pedoman serta referensi atau konsultasi
penanggulangan KLB
47
Penyelidikan Epidemiologi dan Surveilans
Pada suatu KLB, penyelidikan epidemiologi segera dilakukan
sebelum 24 jam sejak mengetahui adanya KLB atau adanya
indikasi KLB, dan kemudian dilaksanakan kembali sesuai dengan
perkembangan penyakit dan kebutuhan upaya penanggulangan
KLB. Penyelidikan epidemiologi pada KLB setidaknya-tidaknya
bertujuan untuk :
1) Mengetahui gambaran epidemiologi KLB
2) Mengetahui kelompok masyarakat yang terancam penyakit
KLB;
4) Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
penyakit KLB
5) Menentukan cara penanggulangan KLB
Penyelidikan epidemiologi dilaksanakan sesuai dengan tatacara
penyelidikan epidemiologi untuk mendukung upaya
penanggulangan KLB, termasuk tatacara bagi petugas penyelidikan
epidemiologi agar terhindar dari penularan penyakit wabah.
Surveilans pada saat wabah dilaksanakan lebih intensif untuk
mengetahui perkembangan penyakit menurut tempat, waktu dan
tempat dan dimanfaatkan untuk mendukung upaya
penanggulangan yang sedang dilaksanakan, meliputi kegiatan-
kegiatan sebagai berikut :
1) Menghimpun data kasus baru pada kunjungan berobat di pos-
pos kesehatan dan unit-unit kesehatan lainnya, membuat
48
tabel, grafik dan pemetaan dan melakukan analisis
kecenderungan wabah dari waktu ke waktu dan analisis data
menurut tempat.
2) Mengadakan pertemuan berkala untuk membahas
perkembangan penyakit dan hasil upaya penanggulangan KLB
yang telah dilaksanakan
3) Memanfaatkan hasil surveilans tersebut dalam upaya
penanggulangan KLB
Hasil penyelidikan epidemiologis dan surveilans secara teratur
disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Menteri ub. Direktur Jenderal
sebagai laporan perkembangan penanggulangan KLB
Laporan KLB 24 jam berisi :
1. Tanggal pelaporan
2. Tempat dan waktu kejadian berlangsung
3. Diagosis KLB sementara
4. Jumlah penderita dan meninggal
5. Gejala dan tanda penyakit yang ditemukan pada
penderita (distribusi gejala), serta bukti pemeriksaan
laboratorium atau pemeriksaan penunjang lainnya
6. Upaya-upaya yang telah dilakukan dan yang akan
dilakukan
7. Nama dan nomor telepon orang yang dapat dihubungi
untuk penjelasan lebih lanjut.
49
Laporan Kejadian Luar Biasa Penyakit di daerah dibuat oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota disampaikan pada Bupati/Walikota
setempat, dengan tembusan kepada PPIH embarkasi/debarkasi ub.
bidang kesehatan. PPIH embarkasi/debarkasi meneruskan laporan
tersebut kepada Menteri Kesehatan, ub. Dirjen PP & PL, dan
Gubernur ub. Dinas Kesehatan Embarkasi/Debarkasi
Laporan Kejadian Luar Biasa Penyakit Menular dan Keracunan di
Embarkasi/Debarkasi, dibuat oleh PPIH embarkasi/debarkasi
bidang kesehatan dan disampaikan pada Menteri Kesehatan ub.
KKP embarkasi/debarkasi dan Gubernur ub. Dinas Kesehatan
Provinsi
Laporan Penyelidikan Epidemiologi
Penyelidikan epidemiologi dilaksanakan pada saat awal kejadian
(Penyelidikan Epidemiologi Awal KLB), ditengah-tengah kejadian
(Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB).
Laporan Penyelidikan Epidemiologi Awal KLB
1. Tanggal Laporan
2. Tanggal Penyelidikan Epidemiologi dilakukan
3. Nama anggota tim dan HP
4. Tempat atau Identitas Kelompok Jemaah yang mendapat KLB
5. Jumlah penderita dan kematian
6. Distribusi Gejala dan tanda-tanda serta temuan laboratorium
50
7. Periode KLB (awal dan akhir KLB/jika KLB masih berlangsung
berarti ditulis saat penyelidikan), Kurva epidemi, dan
gambaran epidemiologi menurut ciri-ciri epidemiologi
8. Simpulan diagnosis KLB, kondisi pada saat penyelidikan serta
risiko perluasan
Laporan Penyelidkan Epidemiologi KLB
1. Tanggal Laporan
2. Tanggal Penyelidikan Epidemiologi dilakukan
3. Nama anggota tim dan HP
4. Tempat atau Identitas Kelompok Jemaah yang mendapat KLB
5. Jumlah penderita dan kematian
6. Distribusi Gejala dan tanda-tanda serta temuan laboratorium
7. Periode KLB (awal dan akhir KLB/jika KLB masih berlangsung
berarti ditulis saat penyelidikan), Kurva epidemi, dan
gambaran epidemiologi menurut ciri-ciri epidemiologi
8. Simpulan diagnosis KLB, kondisi pada saat penyelidikan serta
risiko perluasan
Laporan Penanggulangan KLB
Setiap adanya KLB, selalu diikuti dengan serangkaian kegiatan
penanggulangan KLB. Perkembangan KLB dan upaya-upaya
penanggulangan yang telah dan sedang dilakukan secara teratur
direkam dalam sebuah Laporan Penanggulangan KLB. Laporan
Penanggulangan KLB dibagi menjadi 2 laporan : Laporan
51
Perkembangan dan Penanggulangan KLB dan laporan Akhir
Penanggulangan KLB.
Laporan Perkembangan dan Penanggulangan KLB terdiri dari
serangkaian informasi sebagai berikut :
1. Tanggal Pelaporan
2. Jumlah penderita dan kematian serta populasi yang berisiko
KLB
3. Gambaran epidemiologi termutakhir (kurva epidemi, distribusi
menurut kaidah epidemiologi, peta) yang menunjukkan
perkembangan dan perluasan KLB.
4. Upaya-upaya penanggulangan yang telah dilaksanakan dan
rencana penanggulangan lebih lanjut, baik terhadap upaya
penanganan penderita, upaya pengendalian faktor risiko yang
ada pada jemaah maupun pada lingkungan.
C. Pelacakan Kasus Pasca Ibadah Haji
Jemaah haji yang baru saja tiba di daerah (14 hari pertama
kedatangan) dan mengalami gangguan kesehatan dapat
memeriksakan diri ke puskesmas, klinik, atau rumah sakit dengan
membawa Buku Kesehatan Jemaah Haji (BKJH). Selanjutnya,
petugas kesehatan melengkapi Kartu Kewaspadaan Kesehatan
Jemaah Haji (K3JH) sebagai instrumen pemantauan kesehatan
pasca haji dan segera melaporkan ke dinas kesehatan setempat
52
sebagai bagian dari kewaspadaan kemungkinan adanya penyakit
menular yang dibawa jemaah haji dari Arab Saudi.
Pelacakan kemungkinan terbawanya penyakit menular oleh jemaah
haji pasca ibadah haji juga dapat dilakukan secara aktif oleh
petugas kesehatan puskesmas dan dinas kesehatan
kabupaten/kota dengan mendatangi jemaah haji.
Dengan keterbatasan petugas kesehatan, maka perlu diupayakan
peran aktif jemaah haji dalam melaporkan kondisi kesehatannya
dalam kurun waktu empat belas hari sejak kepulangannya ke
Indonesia, dengan menyerahkan K3JH kepada petugas kesehatan
puskesmas setempat, sekalipun tidak mengalami gangguan
kesehatan.
53
POKOK BAHASAN 3BAHASAN I
PROGRAM BIMBINGAN DAN PENYULUHAN PADA
JEMAAH HAJI
A. Prosedur Umum Bimbingan dan Penyuluhan Kesehatan
pada Jemaah Haji dan UKBM
Prosedur umum bimbingan dan penyuluhan kesehatan calon
jemaah haji adalah tata cara untuk mendapatkan bimbingan dan
penyuluhan kesehatan kesehatan. Bimbingan dan penyuluhan
kesehatan tersebut dilakukan 2 (dua) cara yaitu pertama dilakukan
pada saat bimbingan manasik haji bekerjasama dengan KUA dan
kedua dilakukan bekerjasama dengan masyarakat yang difasilitasi
oleh puskesmas.
Prosedur Umum Bimbingan dan penyuluhan Manasik Kesehatan
Haji
1. Bimbingan dan penyuluhan Manasik Kesehatan Haji
a Calon jemaah haji setelah memeriksakan kesehatannya di
Puskesmas berhak mendapatkan bimbingan dan penyuluhan
kesehatan haji.
b Calon jemaah haji mendapatkan bimbingan dan penyuluhan
kesehatan di tingkat Puskesmas yang ditunjuk, sesuai
dengan tempat tinggal / domisili calon jemaah haji tersebut.
c Biaya bimbingan dan penyuluhan kesehatan ditanggung
oleh calon jemaah haji. Besarnya biaya bimbingan dan
penyuluhan kesehatan mengikuti ketentuan Peraturan
Daerah (PERDA) atau ketentuan yang berlaku di daerah.
54
d Pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan manasik kesehatan
haji dimulai sejak calon jemaah haji mendapatkan nomor
porsi sampai masuk asrama haji.
Prosedur Umum Bimbingan dan penyuluhan Manasik Kesehatan
Haji berbasis UKBM
a. Dinas kesehatan kabupaten / kota membuat surat
pemberitahuan kepada Puskesmas untuk melakukan
orientasi pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan di UKBM.
b. Penyelenggaraan bimbingan dan penyuluhan dikoordinasi
sepenuhnya oleh kepala Puskesmas dengan
mengintegrasikan kegiatannya ke UKBM yang ada.
c. Pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan Berbasis UKBM
dilakukan di sarana UKBM yang ditunjuk.
d. Biaya bimbingan dan penyuluhan kesehatan ditanggung oleh
calon jemaah haji. Besarnya biaya bimbingan dan
penyuluhan kesehatan mengikuti ketentuan Peraturan
Daerah atau peraturan lain yang berlaku.
e. Pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan Berbasis UKBM
dilakukan sepanjang tahun sampai masyarakat
mendapatkan porsi jemaah haji.
B. Prosedur Bimbingan dan Penyuluhan Kesehatan pada
Jemaah Haji dan UKBM
Prosedur bimbingan dan penyuluhan calon jemaah haji adalah tata
cara pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan kesehatan bagi calon
55
jemaah haji bertempat di Puskesmas (untuk bimbingan dan
penyuluhan kesehatan Manasik Kesehatan Haji) dan sarana UKBM
yang tersedia (untuk bimbingan dan penyuluhan kesehatan
Berbasis UKBM).
1. Prosedur Bimbingan dan penyuluhan Kesehatan Manasik
Kesehatan Haji
a. Petugas Puskesmas telah mengetahui data calon jemaah
haji di Puskesmas dari Kandepag.
b. Metode Bimbingan dan penyuluhan Manasik Kesehatan Haji
antara lain :
1. Penyuluhan langsung
Melakukan penyuluhan langsung kepada peserta
manasik haji dengan teknik ceramah dan tanya jawab.
2. Focus group discussion
Melakukan diskusi tentang topik yang penting, peserta
dibagi atas beberapa kelompok sedangkan pembimbing
manasik bertindak sebagai narasumber atau sebagai
fasilitataor
3. Konsultasi dan konseling kesehatan haji
Jemaah haji melakukan pertemuan secara individu
kepada dokter puskesmas yang difasilitasi oleh
pembimbing manasik kesehatan haji
4. Simulasi manasik kesehatan haji
Jemaah haji dengan bantuan pembimbing manasik
kesehatan haji melakukan peniruan kegiatan
56
pemanfaatan pelayanan kesehatan, pertolongan
pertama dan lain-lain selama di Arab Saudi.
5. Gladi manasik kesehatan haji.
Secara massal peserta manasik kesehatan haji
melakukan pengulangan
pengulangan problem solving yang telah disiapkan oleh
fasilitator.
6. Demonstrasi manasik kesehatan haji.
Peragaan yang dilakukan baik oleh peserta maupun
oleh narasumber yang
difaslilitasi oleh pembimbing manasik kesehatan haji.
c Bimbingan dan penyuluhan kesehatan calon jemaah haji
berisikan kegiatan bimbingan dan penyuluhan meliputi
bimbingan dan penyuluhan sebagai berikut :
1. Pengelolaan Kesehatan Haji Mandiri
Materi ini menjelaskan bagaimana jemaah haji mencari
pelayanan kesehatan baik di kloter, sektor, daker
maupun Rumah sakit di Arab Saudi.
Disamping itu jemaah haji secara mandiri
diperkenalkan penyakit dan masalah kesehatan
reproduksi dan vaksinasi.( referensi : buku saku berhaji
sehat, buku bimbingan manasik kesehatan haji dll)
2. Aklimatisasi
Materi ini menjelaskan terutama situasi dan kondisi
alam di Arab Saudi dan cara menghadapinya,
57
pondokan, sarana dan prasarana, sosial dan budaya. (
referensi : buku saku berhaji sehat, buku bimbingan
manasik kesehatan haji dll)
3. Latihan kebugaran
Materi ini menjelaskan cara-cara untuk mencapai
kebugaran dengan melaksanakan praktek kebugaran
jasmani. ( referensi : buku saku berhaji sehat, buku
bimbingan manasik kesehatan haji dll)
4. Pengaturan Gizi
Materi ini menjelaskan pengaturan makanan/diet bagi
jemaah haji selama melaksanakan ritual haji. ( referensi
: buku saku berhaji sehat, buku bimbingan manasik
kesehatan haji dll)
5. PHBS (Perilaku hidup bersih dan sehat)
Materi ini menjelaskan kepada jemaah haji bagaimana
tatacara berperilaku
hidup bersih dan sehat selama melaksanakan ibadah
haji. ( referensi : buku saku berhaji sehat, buku
bimbingan manasik kesehatan haji dll)
6. Kesehatan penerbangan
Materi ini menjelaskan bagaimana resiko kesehatan
yang akan terjadi selama dalam penerbangan, serta
cara mengatasinya. ( referensi : buku saku berhaji
sehat, buku bimbingan manasik kesehatan haji dll)
7. Pemantauan status kesehatan jemaah haji oleh
Puskesmas.
58
Materi ini adalah menyangkut tatacara petugas
kesehatan puskesmas melakukan pemantauan
(surveilans kesehatan haji) selama melaksanakan
manasik haji, misalnya saat praktek ritual di kabah
percontohan diamati dan di observasi aktifitas calon
jemaah haji apakah ada problem kesehatan pada
jemaah haji. ( referensi : buku saku berhaji sehat, buku
bimbingan manasik kesehatan haji dll)
d. Hasil bimbingan dan penyuluhan dicatat dalam formulir
kohor kesehatan haji dan disimpan di Puskesmas
e. Rekapan hasil bimbingan dan penyuluhan kesehatan di rekap
oleh petugas Dinas Kesehatan Kab/Kota.
2. Prosedur Bimbingan dan penyuluhan Kes. Haji Berbasis UKBM
a. Petugas Puskesmas mencatat calon jemaah haji yang telah
memeriksa kesehatan di puskesmas.
b. Melalui kader kesehatan haji mengundang calon jemaah haji
untuk datang ke sarana pembinaan kesehatan haji di UKBM
sesuai dengan jadwal yang telah disusun.
c. Kegiatan bimbingan dan penyuluhan berbasis UKBM terdiri
dari :
1). Pemantauan status kesehatan calon jemaah haji
secara rutin yang dikoordinir petugas Puskesmas
yang diukur paramaeter penting seperti tekanan
darah, urine, gula darah, cholesterol, massa tulang,
dan pemeriksaan lab lainnya jika dicurigai ada
penyakit menular tertentu seperti TB, dll.
59
2). Konsultasi kesehatan.
Jemaah haji secara individu melakukan konsultasi
kesehatannya kepada petugas Puskesmas, jadwal
konsultasi dilakukan sesuai kesepakatan dengan
petugas.
3). Latihan kebugaran jasmani.
Jemaah haji melakukan latihan senam dan
kebugaran jasmani secara berkelompok
4). Test kemandirian.
Jemaah haji di nilai tingkat kemandiriannya melalui
barthel test indeks oleh petugas puskesmas
5). Pencatatan dan pelaporan
Petugas puskesmas mencatata hasil kegiatannya
dalam formulir kohor kesehatan haji dan disimpan di
Puskesmas.
C. Standar Bimbingan dan Penyuluhan Kesehatan
Standar bimbingan dan penyuluhan adalah spesifikasi minimal
yang harus dipenuhi dalam bimbingan dan penyuluhan kesehatan
agar dapat diperoleh manfaat pelayanan kesehatan secara
maksimal.
1. Standar Bimbingan dan penyuluhan Manasik Kesehatan Haji
a. Bimbingan dan penyuluhan Kesehatan dilakukan oleh
Tenaga Puskesmas atau tenaga kesehatan terlatih yang
memenuhi kualifikasi/standar.
60
b. Bimbingan dan penyuluhan calon jemaah haji yang
menyangkut masalah kesehatan reproduksi wanita dilakukan
oleh tenaga puskesmas wanita, atau tenaga puskesmas Pria
dengan didampingi petugas puskesmas wanita.
c. Bimbingan dan penyuluhan kesehatan bagi Calon Jemaah
Haji (CJH) dapat dikelompokkan menjadi bimbingan
dan penyuluhan manasik kesehatan haji, bimbingan dan
penyuluhan berbasis UKBM.
1) Bimbingan dan penyuluhan Manasik Kesehatan Haji
adalah bimbingan dan penyuluhan yang harus dilakukan
pada semua CJH.
Sebelumnya petugas Puskesmas telah memperoleh data
hasil pemeriksaan yang digunakan sebagai data awal
untuk pembinaan calon jemaah haji yang terdiri dari :
(dicuplik dari data hasil pemeriksaan pertama )
i. Identitas,
ii. Riwayat Kesehatan ( Sekarang dan dahulu )
iii. Riwayat Penyakit Keluarga
iv. Fisik, meliputi :
Tanda vital
Postur tubuh
Kepala
Toraks/ Paru-paru
Kardiovaskuler
Abdomen
Kesehatan Jiwa
61
Laboratorium
Darah
Urin
a) Bimbingan dan penyuluhan berbasis UKBM adalah
mata rantai bimbingan dan penyuluhan yang
dilakukan sebelum bimbingan dan penyuluhan
manasik kesehatan haji.
2. Standar Bimbingan dan penyuluhan Berbasis UKBM
a. Bimbingan dan penyuluhan Kesehatan dilakukan oleh Tim
Bimbingan dan penyuluhan yang memenuhi kualifikasi/
standar.
b. Kelengkapan data bimbingan dan penyuluhan meliputi hasil
bimbingan dan penyuluhan berbasis UKBM dan bimbingan
dan penyuluhan manasik kesehatan haji.
c. Hasil Bimbingan dan penyuluhan tersebut harus dapat
menggambarkan tingkat partisipasi Masyarakat dalam
pengelolaan kesehatan calon jemaah haji.
d. Hasil Bimbingan dan penyuluhan tersebut merupakan
bahan laporan Dinas kesehatan Kab / Kota dan ditembuskan
secara akumulatif kepada Departemen Kesehatan melalui
dinas kesehatan provinsi.
Perkembangan kelompok bimbingan manasik kesehatan haji
: yaitu penilaian yang dilakukan oleh Puskesmas pada status
bimbingan manasik haji dibagi menjadi 4 tingkatan :
62
Pratama dengan ciri : jenis kegiatannya terbatas,
pelaksanaanya tidak rutin < 12 kali, jumlah kader
terbatas, masih memerlukan dukungan dana dari
pemerintah
Madya dengan ciri : pelaksanaannya 12 kali , jumlah kader
aktif lebih dari 3 orang, cakupan kegiatan
63
Medis / paramedis atau penyuluh kesehatan Puskesmas yang
ditunjuk melakukan bimbingan dan penyuluhan harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a Fungsional medis / paramedis atau fungsional penyuluh
kesehatan
b Mendapatkan mandat berupa SK penunjukan sebagai
Tim Pembina dan penyuluh Kesehatan.
c Sudah pernah melaksanakan haji atau didampingi oleh
yang sudah pernah berhaji.
d Memiliki kemampuan (kompetensi) dalam
melaksanakan bimbingan dan penyuluhan kesehatan
dengan pendekatan manajemen risiko.
2. Standar Pembimbing dan Penyuluh kesehatan haji Berbasis
UKBM
Medis / paramedis, petugas laoratorium, dan penyuluh
kesehatan Puskesmas yang ditunjuk sebagai ketua Tim
pembimbing dan Penyuluh kesehatan haji, sedangkan Kader
Pembimbing dan Penyuluh kesehatan haji memfasilitasi dan
mencatat kegiatan tersebut harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
Terdaftar sebagai Kader UKBM
Diutamakan yang sudah pernah melaksanakan haji
Sudah dilatih sebagai kader pembimbing dan penyuluh
kesehatan haji
Memiliki kemampuan (kompetensi) dalam membantu
bimbingan dan penyuluhan kesehatan.
64
E. Standar Fasilitas Bimbingan dan Penyuluhan Kesehatan
Haji
Standar fasilitas kesehatan adalah rumusan kriteria tempat dan
fasilitas minimal yang harus tersedia untuk mencapai standar
bimbingan dan penyuluhan yang ditetapkan.
3. Standar Fasilitas Bimbingan dan penyuluhan Manasik Kesehatan
Haji
Bimbingan dan penyuluhan kesehatan Manasik Kesehatan Haji
bertempat di Puskesmas atau sarana lain yang disepakati oleh
Tim dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
a. Memiliki staf fungsional dokter
b. Memiliki staf fungsional perawat
c. Memiliki fasilitas laboratorium sederhana
4. Standar Fasilitas Bimbingan dan penyuluhan Berbasis UKBM
Bimbingan manasik kesehatan haji berbasis UKBM dilaksanakan
di Pos-Pos atau tempat ibadah yang disepakati oleh TIM
dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
d. Memiliki staf fungsional dokter
e. Memiliki staf fungsional perawat
Memiliki fasilitas laboratorium sederhana.
65
LAMPIRAN
Lampiran 1
SURAT KETERANGAN
PEMERIKSAAN KESEHATAN PERTAMA
Golongan Darah
Kode Diagnosis
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Jabatan : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Alamat : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Mengingat sumpah/janji jabatan dan tugas sebagai
dokter sesuai Surat Keputusan tentang Penunjukan Tim
Pemeriksa Kesehatan Pertama, dengan ini menerangkan
bahwa :
Nama jemaah haji : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
bin/binti............................................
Umur : . . . . . . . . tahun
66
Jenis Kelamin : Pria/Wanita (coret yang tidak
perlu)
Pekerjaan : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Alamat : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . .
Telah diperiksa pada tanggal ..... bulan ...... tahun 20.....,
dengan kesimpulan bahwa yang diperiksa :
Memenuhi syarat kesehatan dengan baik Memenuhi syarat kesehatan dengan perhatian
Memenuhi syarat kesehatan dengan catatan Tidak memenuhi syarat kesehatan.
Surat Keterangan Pemeriksaan Kesehatan pertama ini
dipergunakan sebagai persyaratan untuk mengikuti
perjalanan ibadah haji tahun
.. 20
Dokter Pemeriksa
Dr. .
NIP/NRPTT:
Keterangan :
*) Kode diagnosis ditulis menurut kode ICD-X
Dibuat rangkap 3 untuk keperluan :
1. Kantor Departemen Agama
2. Jemaah Haji yang bersangkutan
Pas Foto 4 x 6 cm
67
3. Arsip
PENATALAKSANAAN IMUNISASI Meningitis
meningokokus
1. Imunisasi Meningitis meningokokus tetravalen pada jemaah
haji diberikan minimal 10 hari sebelum keberangkatan ke
Arab Saudi.
2. Bila imunisasi diberikan kurang dari 10 hari sejak
keberangkatan ke Arab Saudi harus diberikan profilaksis
dengan Ciprofloxacin 500 mg dosis tunggal.
3. Komposisi Vaksin dan Kemasan
Vaksin mencevak ACW135Y adalah preparat polisakarida
murni yang diambil dari bahan Neisseria meningitidis
group ACW135Y. Tersedia dua bentuk kemasan, yaitu
dosis tunggal dan multi dosis (10 dosis).
4. Cara Penyimpanan Vaksin
a. Penyimpanan vaksin dalam lemari es pada suhu 2 - 8 C.
b. Pelarut dapat disimpan dalam suhu kamar
5. Cara Pelarutan dan Cara Imunisasi
68
a. Ambil cairan pelarut, seluruh cairan pelarut disedot ke
dalam semprit kemudian dimasukkan ke dalam botol
vaksin, kocok perlahan-lahan sampai vaksin larut semua.
b. Vaksin yang telah dilarutkan disimpan dalam termos es
atau lemari es dengan suhu 2- 80 C.
c. Vaksin diberikan dengan dosis 0,5 cc untuk umur 2 tahun
ke atas dan 0,3 cc untuk umur dibawah 2 tahun.
d. Kulit di lengan kiri atas didesinfeksi dengan kapas
alkohol kemudian dengan menggunakan semprit 1 cc
vaksin disuntikkan secara subkutan dalam.
e. Vaksin yang telah dilarutkan dan atau sisa vaksin yang
telah dipakai tidak dapat digunakan lagi setelah delapan
jam.
6. Anti bodi terbentuk 10 hari setelah penyuntikan vaksin.
Efikasi Vaksin 95%.
7. Kontra Indikasi
Wanita hamil, panas tinggi serta bagi mereka yang peka
atau alergi terhadap fenol.
8. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
a. Hampir tidak ada, kadang-kadang timbul bercak
kemerahan (skin rash) yang sangat ringan dan dapat
terjadi syok/renjatan anafilaksis.
b. Bila terjadi syok dapat diatasi dengan suntikan Adrenalin
1 : 1000 dengan dosis 0,2 0,3 cc secara intra muskuler
(IM).
69
c. Untuk tindakan pengamanan, setelah dilakukan
penyuntikan vaksin meningitis meningokokus tetravalen
dianjurkan menunggu 30 menit.
9. Pencatatan
a. Setelah dilakukan penyuntikan vaksin meningitis
meningokokus tetravalen kemudian diterbitkan Surat
Keterangan Imunisasi Meningitis Meningokokus yang
ditandatangani oleh dokter yang tergabung dalam Tim
Pemeriksa Kesehatan. kemudian dicatat pada kartu
International Certificate of Vaccination (ICV): nama
jemaah haji, nomor paspor (bila sudah ada), tanggal
penyuntikan vaksin, nama vaksin, nomor vaksin (batch
number), dan dosis.
b. Surat Keterangan Imunisasi Meningitis Meningokokus
menjadi dasar penerbitan ICV oleh pihak yang
berwenang di Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP)
Embarkasi Haji.
c. Bagi jemaah haji yang tidak mempunyai bukti imunisasi
Meningitis meningokokus tetravalen harus dilakukan
penyuntikan vaksin di pelabuhan Embarkasi dan
diberikan Cyprofloxacin 500 mg dosis tunggal sebagai
profilaksis . Selanjutnya diterbitkan ICV untuk jemaah
tersebut.
Lampiran 3
70
Surat Keterangan Vaksinasi
Lembar Pernyataan ini diberikan kepada :
Nama :
.....................................................................................
bin/bt
.........................................................................
Lahir : ...................Tgl : ..../..../......... Kelamin :
Pria/Wanita
No. Identitas : .......................................... Suku Bangsa :
(KTP/SIM/Passpor*)
sebagai Keterangan Telah Mendapatkan Imunisasi bagi
Jemaah Haji Indonesia bahwa yang bersangkutan telah
mendapatkan vaksinasi atau menerima profilaksis untuk
mencegah kejadian penularan penyakit selama
melaksanakan ibadah haji, sesuai ketentuan Regulasi
Kesehatan Internasional (International Health
Regulation).
Vaksin atau
Profilaksis &
Dosis
Tanggal
Pemberian
Tanda Tangan &
Nama Dokter
Penanggung
Jawab
Pabrikan & No. Batch
Vaksin/Profilaksis
Masa
Berlaku
Instansi
1.
2.
71
3.
Lampiran 4
BARTHEL INDEKS JEMAAH HAJI
Penilaian berikut diadaptasikan untuk menilai
kemampuan melakukan aktifitas sehari-hari. Hasil
penilaian berupa kesanggupan untuk melakukan aktifitas
yang dinilai dengan ukuran-ukuran berikut secara
mandiri, perlu pendampingan/ pengawasan, perlu
bantuan atau ketergantungan.
Bagian 1 : Penilaian fungsi Perawatan Diri
Klien_______________________________Tanggal
menaksir____________________
FUNGSI
S
K
O
R
KETERANGAN
72
1. Pola
Defekasi 0
Inkontinensia/tak
teratur (perlu
enema)
1
Kadang
inkontinensia
(sekali seminggu)
2 Teratur
2. Pola
Berkemih 0
Inkontinensia,
atau pakai kateter
& tak terkontrol
1
Kadang
inkontinensia
(maks. 1x24 jam)
2 Teratur (untuk
lebih dari 7 hari)
3. Membersihk
an Diri
(melap
muka,
menyisir
rambut,
menyikat
gigi)
0 Butuh pertolongan
orang lain
1 Mandiri
4. Penggunaan
Toilet
Pergi ke dan
0
Tergantung
pertolongan orang
lain
73
dari wc
(melepas,
memakai
celana,
menyeka,
menyiram)
2
Perlu pertolongan
beberapa aktivitas
tapi dapat
mengerjakan
sendiri beberapa
aktivitas yang lain
3 Mandiri.
5. Makan 0 Tidak mampu
1
Perlu seseorang
menolong
memotong tahu/
tempe/ Daging
menu sayur dll.
2 Mandiri.
6. Berpindah
tempat
dari tidur ke
ke duduk
dan
sebagainya.
0 Tidak mampu
1
Perlu bantuan
untuk bisa duduk
(2 org)
2 Bantuan minimal
(1 orang).
7. Mobilitas /
Berjalan 0
Tidak mampu
(imobil)
1 Bisa berjalan
dengan kursi roda
74
2
Berjalan dengan
bantuan satu
orang
3 Mandiri
8. Berpakaian
(memakai
baju)
0 Tergantung orang
lain
1
Sebagian dibantu
(misal
mengancing baju)
2 Mandiri.
9. Naik turun
tangga
0 Tidak mampu
1 Butuh pertolongan
2 Mandiri (naik
turun)
10. Mandi 0
Tergantung orang
lain
1 Mandiri.
Skor BAI 2
0 Mandiri
1
2
-
1
9
Ketergantungan
Ringan
75
9
-
1
1
Ketergantungan
Sedang
5
-
8
Ketergantungan
Berat
0
-
4
Ketergantungan
Total
Bagian 2: Penilaian Fungsi Kerumahtanggaan dalam
Aktivitas keseharian
Klien_________________________________Tanggal
menaksir__________________
N
O