Post on 26-Dec-2015
MAKALAH PENANGANAN LIMBAH PETERNAKAN
PEMBUATAN BRIKET KOTORAN TERNAK
“Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Penanganan Limbah Peternakan Dasar”
Disusun oleh:
Mahendra K. PT/06136Kitto Redata P. PT/06148Destyamas Nirwana PT/06150Setyo Rahmat D. PT/06152Riona Caroline PT/06154Kanita Galih Julia R. PT/06164Radiptya Rahageng PT/06168Idrahisa R. PT/06180
FAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA2014
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar belakangLimbah ternak adalah bahan buangan yang dihasilkan dari sisa
kegiatan metabolisme ternak, yang terdiri atas feses, urin, keringat dan
sisa metabolisme yang lain. Selain itu, limbah ternak dapat berupa sisa
dari pakan ternak. Selama ini banyak keluhan masyarakat akan dampak
buruk dari kegiatan usaha peternakan karena sebagian besar peternak
mengabaikan penanganan limbah dari usahanya, bahkan ada yang
membuang limbah usahanya ke sungai, sehingga terjadi pencemaran
lingkungan. Limbah peternakan yang dihasilkan oleh aktivitas peternakan
seperti feses, urin, sisa pakan, serta air dari pembersihan ternak dan
kandang menimbulkan pencemaran yang memicu protes dari warga
sekitar. Baik berupa bau tidak enak yang menyengat, sampai keluhan
gatal-gatal ketika mandi di sungai yang tercemar limbah peternakan.
Minyak bumi adalah energi yang tidak dapat diperbaharui, tetapi
dalam kehidupan sehari-hari bahan bakar minyak masih menjadi pilihan
utama sehingga akan mengakibatkan menipisnya cadangan minyak bumi
di dalam bumi. Sementara gas bumi dan energi alternatif lainnya belum
dimaksimalkan pemanfaatannya untuk konsumsi dalam negeri, hal ini
akan menyebabkan terjadinya krisis bahan bakar terutama bahan bakar
fosil. Pemanfaatan limbah kotoran ternak menjadi semacam briket arang
sebagai bahan bakar memiliki dua langkah positif yaitu mengurangi
limbah dan mengolahnya menjadi sumber energi baru, yang dapat
membantu mengurangi pengurasan energi yang bersumber dari minyak
dan gas. Mengurangi jumlah limbah berarti mengurangi pencemaran
lingkungan, selain itu, upaya pemanfaatan limbah juga dapat
meningkatkan nilai ekonomis dari kotoran sapi.
1.2 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui proses pembuatan briket
kotoran sapi dan manfaatnya sebagai hasil pengolahan limbah peternakan.
1.3 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan bagi
pembaca dan dapat mengurangi pandangan negatif terhadap limbah
peternakan.
PEMBAHASAN
Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha
peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, dan
pengolahan produk ternak. Limbah ini meliputi limbah padat dan limbah cair
feses, urin, sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku,
tanduk dan isi rumen. Semakin besar usaha peternakan maka semakin besar
pula limbah yang akan dihasilkan (Sihombing, 2000).
Limbah peternakan diketahui dapat mencemari lingkungan karena
menimbulkan bau yang tidak sedap bagi masyarakat yang ada di sekitarnya.
Bau tersebut dapat ditimbulkan dari feses sapi. Selain menimbulkan polusi
udara, feses sapi juga menghasilkan gas metan yang sangat berpengaruh
terhadap meningkatnya pemanasan global. Banyak upaya yang dapat
dilakukan untuk mengurangi dampak tersebut, salah satunya adalah dengan
pembuatan briket kotoran ternak. Briket kotoran ternak dapat dimanfaatkan
sebagai bahan bakar alternatif pengganti minyak tanah maupun gas.
Biomassa
Biomassa adalah sejumlah unsur alam (bahan organik) yang tersedia
yang mengandung baik secara langsung atau tidak langsung energi dari
cahaya matahari oleh proses fotosintesis dengan bantuan sinar matahari.
Energi biomassa dapat menjadi sumber energi alternatif pengganti bahan
bakar fosil (minyak bumi) karena beberapa sifatnya yang menguntungkan
yaitu sumber energi ini dapat dimanfaatkan secara lestari karena sifatnya
yang dapat diperbaharui (renewable resources), sumber energi ini relatif tidak
mengandung unsur sulfur sehingga tidak menyebabkan polusi udara dan
juga dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya hutan dan
pertanian (Syafi’i, 2003). Kelompok biomassa meliputi limbah pertanian,
limbah perhutanan, limbah agroindustri, kotoran ternak dan tanaman air.
Briket
Briket adalah bahan bakar padat sebagai sumber energi alternatif
pengganti bahan bakar minyak yang melalui proses karbonasi kemudian
dicetak dengan tekanan tertentu baik dengan atau tanpa bahan pengikat
(binder) maupun bahan tambahan lainnya. Biobriket adalah bahan bakar
yang berwujud padat dan berasal dari sisa-sisa bahan organik yang telah
mengalami proses pemampatan dengan daya tekan tertentu. Biobriket
sebagai bahan bakar alternatif selain penggunaan minyak tanah ataupun
kayu bakar yang mulai meningkat konsumsinya dan berpotensi merusak
ekologi hutan. Pembuatan briket arang dari limbah pertanian ataupun limbah
peternakan dapat dilakukan dengan menambah bahan perekat, dimana bahan baku
diarangkan terlebih dahulu kemudian ditumbuk, dicampur perekat,
dicetak dengan system hidrolik maupun manual dan selanjutnya dikeringkan
(Sarjono dan Ridlo, 2013).
Proses pembuatan briket kotoran ternak
Proses pembriketan adalah proses pengolahan yang mengalami
perlakuanpenggerusan, pencampuran bahan baku, pencetakan dan
pengeringan pada kondisi tertentu, sehingga diperoleh briket yang
mempunyai bentuk, ukuran fisik, dan sifat kimia tertentu. Tujuan dari
pembriketan adalah untuk meningkatkan kualitas bahan sebagai bahan
bakar, mempermudah penanganan dan transportasi serta mengurangi
kehilangan bahan dalam bentuk debu pada proses pengangkutan. (Sarjono
dan Ridlo, 2013).
Persiapan bahan. Bahan baku yang disiapkan adalah kotoran sapi,
sekam, jerami, dan tempurung kelapa. Bahan dijemur di bawah sinar
matahari, setelah cukup kering kotoran sapi ditumbuk untuk membuat ukuran
partikel menjadi lebih kecil, kemudian diayak dengan ayakan 50 mesh.
Proses karbonisasi. Bahan-bahan seperti sekam, jerami, dan
tempurung kelapa, selanjutnya dikarbonisasi dengan menggunakan drum
bekas yang bersih. Drum diberi lubang-lubang kecil pada bagian dasar agar
tetap ada udara yang masuk ke dalam drum. Pada proses karbonisasi
kegiatan yang dilakukan adalah bahan dimasukkan ke dalam drum yang
telah diletakkan pada tatakan batu dan api dinyalakan. Semua bahan dalam
drum akan terbakar menjadi arang, ditandai dengan terlihat asap putih dari
atas drum. Bahan dalam drum akan menyusut seiring dengan terjadinya
pengarangan di bagian bawah. Ketika semua bahan telah menjadi arang,
segera dinginkan dengan cara disiram dengan air hingga bara dalam arang
mati.
Pengecilan ukuran. Pengecilan ukuran bahan dilakukan dengan
menggunakan lesung. Hasil pengecilan bahan diayak dengan ayakan 50
mesh untuk jerami dan sekam, sedangkan 70 mesh untuk tempurung kelapa.
Pemilihan ukuran ayakan pada setiap bahan tersebut berdasarkan pada
pernyataan Pancapalaga (2008), yaitu sekam dan jerami diayak dengan
ukuran kelolosan 50 mesh dan arang tempurung kelapa dengan ukuran
kelolosan 70 mesh.
Pembuatan adonan. Bahan-bahan yang telah disaring tadi kemudian
dicampur hingga homogen. Kemudian dicampur dengan tepung tapioka yang
sudah dicampur air yang berfungsi sebagai bahan perekat. Semakin banyak
tapioka yang digunakan, maka briket lebih kuat dan tahan pecah.
Riseanggara (2008) menyatakan bahwa penambahan jumlah perekat secara
umum dapat meningkatkan nilai kalor briket karena adanya penambahan
unsur karbon yang ada pada perekat. Selain itu, rendahnya kadar air akan
memudahkan briket dalam penyalaannya dan tidak banyak menimbulkan
asap pada pembakarannya.
Pencetakan briket. Bahan baku yang telah dicampur kemudian
dimasukkan ke dalkam cetakan berbentuk silinder dengan ukuran diameter 2
centimeter dan tinggi 3 centimeter. Setelah itu dilakukan pengepresan.
Pengeringan. Hasil cetakan briket kemudian dijemur di bawah sinar
matahari. Selain pengeringan konvensional atau dengan memanfaatkan sinar
matahari, pengeringan blotong atau briket juga dapat diakukan dengan
menggunakan pengeringan dalam oven. Fungsinya adalah untuk
menurunkan kadar air sehingga briket cepat menyala dan tidak berasap.
Suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan hasil cetakan menjadi retak.
Syarat briket yang baik
Syarat briket yang baik adalah briket yang permukaannya halus dan
tidak meninggalkan bekas hitam di tangan. Selain itu, sebagai bahan bakar
briket juga harus memenuhi kriteria : (1) mudah dinyalakan, (2) emisi gas
hasil pembakaran tidak mengandung racun, (3) kedap air dan tidak berjamur
bila disimpan dalam waktu yang lama, dan (4) menunjukkan upaya laju
pembakaran yang baik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat briket arang adalah berat jenis
bahan atau berat jenis serbuk arang, kehalusan serbuk, suhu karbonisasi,
tekanan pengempaan, dan pencampuran formula bahan baku briket.
Uji kualitas briket
Kadar air. Kadar air briket sangat mempengaruhi nilai kalor atau nilai
panas yang dihasilkan. Tingginya kadar air akan menyebabkan penurunan
nilai kalor. Hal ini disebabkan karena panas yang tersimpan dalam briket
terlebih dahulu digunakan untuk mengeluarkan air yang ada sebelum
kemudian menghasilkan panas yang dapat dipergunakan sebagai panas
pembakaran (Hendra, 2000). Faktor lain yang dapat menyebabkan
rendahnya kadar air suatu briket adalah pada lamanya waktu pengeringan
briket itu sendiri. Semakin lama pengeringan yang dilakukan maka semakin
banyak air yang terbuang, sehingga kadar air briket arang yang dihasilkan
semakin rendah (Sunyata, 2004).
Laju pembakaran. Laju pembakaran adalah penggambaran
berkurangnya bobot per satuan menit selama pembakaran. Pengurangan
bobot semakin cepat memberikan laju pembakaran yang besar. Semakin
besar laju pembakaran, maka menyala briket akan semakin singkat. Semakin
tinggi konsentrasi perekat yang ditambahkan, maka laju pembakaran briket
blotong akan semakin rendah. Rendahnya laju pembakaran akibat tingginya
perekat disebabkan oleh kandungan bahan organik yang ada pada perekat
itu sendiri yang menyebabkan briket menjadi padat sehingga menyulitkan
proses pembakarannya (Riseanggara, 2008). Laju pembakaran perekat
tapioka lebih rendah daripada perekat molases. Hal ini dikarenakan
kandungan bahan perekat yang dimiliki oleh tapioka, yaitu amilopektin yang
tinggi (Bank dan Greenwood, 1975).
Kerapatan. Kerapatan menunjukkan perbandingan antara berat dan
volume briket. Kerapatan briket berpengaruh terhadap kualitas briket, kerena
kerapatan yang tinggi dapat meningkatkan nilai kalor bakar briket. Besar atau
kecilnya kerapatan tersebut dipengaruhi oleh ukuran dan kehomogenan
bahan penyusun briket itu sendiri. Kerapatan juga dapat mempengaruhi
keteguhan tekan, lama pembakaran, dan mudah tidaknya pada saat briket
akan dinyalakan. Kerapatan yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan briket
arang sulit terbakar, sedangkan briket yang memiliki kerapatan yang tidak
terlalu tinggi maka akan memudahkan pembakaran karena semakin besar
rongga udara atau celah yang dapat dilalui oleh oksigen dalam proses
pembakaran. Briket dengan kerapatan yang terlalu rendah dapat
mengakibatkan briket cepat habis dalam pembakaran karena bobot briketnya
lebih rendah (Hendra dan Winarni, 2003)
Nilai kalor. Nilai kalor perlu diketahui dalam pembuatan briket, karena
untuk mengetahui nilai panas pembakaran yang dapat dihasilkan oleh briket
sebagai bahan bakar. Semakin tinggi nilai kalor yang dihasilkan oleh bahan
bakar briket, maka akan semakin baik pula kualitasnya. Semakin tinggi berat
jenis bahan bakar, maka semakin tinggi nilai kalor yang diperolehnya.
PENUTUP
Kesimpulan
Kotoran ternak dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar yang
renewable melalui pengolahan briket kotoran ternak dan limbah pertanian.
Proses pembuatan briket meliputi persiapan bahan baku, karbonisasi,
pengecilan ukuran, pembentukan adonan, pencetakan, dan pengeringan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat briket arang adalah berat jenis bahan
atau berat jenis serbuk arang, kehalusan serbuk, suhu karbonisasi, tekanan
pengempaan, dan pencampuran formula bahan baku briket
Saran
Perlu adanya sosialisasi yang lebih banyak lagi mengenai penanganan
limbah khususnya limbah peternakan. Sosialisasi diharapkan mampu
mengurangi pencemaran lingkungan karena masyarakat mulai mengolah
limbah menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Hendra D. 2000. Pembuatan Arang dan Briket Arang dari Serbuk Gergajian Kayu. Prosiding Lokakarya Hasil Hutan, Peningkatan Efisiensi Pemanfaatan Kayu dan Hasil Hutan Bukan Kayu. Puslit Hasil Hutan. Bogor.
Hendra D dan Winarni I. 2003. Sifat Fisis dan Kimia Briket Arang Campuran Limbah Kayu Gergajian dan Sabetan Kayu. Bull Hasil Peneliti Hutan 21 (3) : 211-226.
Riseanggara RR. 2008. Optimasi Kadar Perekat pada Briket Limbah Biomassa. Perpustakaan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sunyata A. 2004. Pengaruh Kerapatan dan Suhu Pirolisa terhadap Kualitas Briket Arang Serbuk Kayu Sengon. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian (INTAN) Yogyakarta.