Post on 04-Mar-2018
See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/226662841
KEDUDUKAN DAN PERANAN PEMUDA DALAM RANGKA MEMANTAPKAN
KETAHANAN NASIONAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN
2009 TENTANG KEPEMUDAAN DIKAITKAN DENGAN TANGGU....
Thesis · May 2012
CITATIONS
0READS
13,207
2 authors, including:
Annissa Aprilia
Universitas Pakuan
1 PUBLICATION 0 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Annissa Aprilia on 21 May 2014.
The user has requested enhancement of the downloaded file.
KEDUDUKAN DAN PERANAN PEMUDA DALAM RANGKA MEMANTAPKAN KETAHANAN NASIONAL BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG KEPEMUDAAN DIKAITKAN DENGAN TANGGUNG JAWAB WARGA NEGARA
DALAM MEMPERTAHANKAN NEGARA
PENULISAN HUKUM (SKRIPSI)
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA HUKUM
Disusun oleh:
ANNISSA APRILIA FITRIANI
010108179
Bagian Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, Hukum Internasional dan Hukum Acara Administrasi Negara
Konsentrasi Hukum Pemerintahan
Di bawah bimbingan :Dr. Sri Utari, S.H., M.H.Ari Wuisang, S.H., M.H.
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR2012
LEMBAR PENGESAHAN
Majelis Penguji Sidang Skripsi
Skripsi ini telah diuji dan disahkan oleh Majelis Penguji Sidang Skripsi
pada hari Jumat, 4 Mei 2012
Mengetahui,
Penguji I
(Dr. Sri Utari, S.H., M.H.)
Penguji II
(R. M. Mihradi, S.H., M.H.)
Penguji III
(H. Edi Rohaedi, S.H., M.H.)
LEMBAR PENGESAHAN
Kedudukan dan Peranan Pemuda dalam rangka
Memantapkan Ketahanan Nasional Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan
Dikaitkan dengan Tanggung Jawab Warga Negara dalam
Mempertahankan Negara
Skripsi ini telah diterima dan disahkan untuk diajukan dalam sidang skripsi oleh :
Dekan Fakultas HukumUniversitas Pakuan
(Dr. Sri Utari, S.H., M.H.)
Ketua Bagian H.T.N., H.A.N., H.I.dan Hukum Acara Administrasi Negara
Konsentrasi Hukum Pemerintahan
(R. M. Mihradi, S.H., M.H.)
Pembimbing
(Dr. Sri Utari, S.H., M.H.)
Co. Pembimbing
(Ari Wuisang, S.H., M.H.)
Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan dan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
(Q.S. Ar-Ra’d Ayat 11)
Kebangkitan Nasional terjadi 103 tahun lalu, Sumpah Pemuda 83 tahun lalu, dan Reformasi 13 tahun lalu. Ada kesamaannya, sama-sama dipelopori oleh pemuda.
Menpora Andi Mallarangeng, 28 Oktober 2011 - Bandung
Untuk Bapak & Ibu yang telah tenang di sisi-Nya,
para pemuda Indonesia yang inspiratif dengan gerakan-gerakan perubahannya
dan orang-orang tersayang
Skripsi ini setitik persembahanku untuk kalian.
Do not ask what your country can do for you, but ask what can you do for your country.
(John F. Kennedy)
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur atas kehadirat Allah S.W.T yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia–Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan hukum (skripsi) ini. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu
syarat guna mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Pakuan.
Dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan
terima kasih kepada yang terhormat :
1. Ibu Dr. Sri Utari, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan
sekaligus Dosen Pembimbing Skripsi yang telah menyetujui, memberikan
petunjuk dan motivasi di dalam menyelesaikan skripsi ini;
2. Bapak Iwan Darmawan, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan Bidang Akademik
Fakultas Hukum Universitas Pakuan;
3. Bapak Arief Ussama, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan Bidang Administrasi
dan Keuangan Fakultas Hukum Universitas Pakuan;
4. Ibu Hj. Tuti Susilawati K., S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan Bidang
Kemahasiswaan Fakultas Hukum Universitas Pakuan;
5. Bapak R. M. Mihradi, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian H.T.N., H.A.N., H.I. dan
Hukum Acara Adminitrasi Negara Konsentrasi Hukum Pemerintahan;
6. Bapak Ari Wuisang, S.H., M.H., selaku Sekretaris Bagian H.T.N., H.A.N., H.I.
dan Hukum Acara Adminitrasi Negara Konsentrasi Hukum Pemerintahan
sekaligus Dosen Co. Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktunya bagi
penulis selama ini dan segala motivasi yang diberikan;
7. Bapak H. Abbas, S.H., selaku Dosen Wali penulis di Fakultas Hukum
Universitas Pakuan;
8. Kepala dan Staf Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Pakuan yang telah
mengurus segala keperluan mengenai surat-surat yang berkaitan dengan
penulisan skripsi ini;
9. Seluruh Staf Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Pakuan yang telah
membantu dalam pencarian literatur terkait penulisan skripsi ini;
10. Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, khususnya Deputi
Bidang Pengembangan Pemuda - Asisten Deputi Kepemimpinan Pemuda;
11. Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, khususnya Prof. Dr. N. Jenny
M. T. Hardjatno sebagai staf ahli yang senantiasa mendukung dan membantu
Penulis;
12. Keluargaku tercinta, yaitu Bapak (almarhum), Ibu (almarhumah), Eyang Lien
Darlia, Bude Lita, Bunda Umike, Bu Yayi Bayu, sepupu-sepupuku, Teteh
Nunung, terima kasih atas segala dukungan baik materiil maupun moral dalam
penulisan skripsi ini;
13. Sahabat-sahabatku, yaitu Nara, Thata, Vita, Riskha, Linda, Fany, Zita, Echa,
Rhiri, Luse, Sisri; keluarga besar Capoeira Cordão de Ouro Indonesia, keluarga
besar Pelatihan Ketahanan Nasional untuk Pemuda Republik Indonesia
(TANNASDA RI) 2011 Angkatan V. Dukungan kalian semua sangatlah berarti;
14. Google as the best search engine ever! Twitter, Facebook, My Space as very
helpful social networking sources to kill the boredom attack rapidly. And also
Wikipedia as well.
15. Untuk seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu karena
keterbatasan yang dimiliki penulis, terima kasih untuk segala bantuannya
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan,
namun demikian semoga dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri khususnya
maupun bagi pembaca pada umumnya. Amin.
Bogor, Mei 2012
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR iDAFTAR ISI ivABSTRAK viiABSTRACT viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ......................................................... 3
C. Maksud dan Tujuan .......................................................... 4
D. Kerangka Pemikiran ......................................................... 4
E. Metode Penelitian ............................................................. 11
F. Sistematika Penulisan ....................................................... 12
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KETAHANAN NASIONAL
A. Konsepsi Ketahanan Nasional .......................................... 15
B. Pengaruh Aspek Ketahanan Nasional terhadap
Kehidupan Berbangsa dan Bernegara .............................. 20
C. Kebijakan dan Strategi Potensi Pertahanan Keamanan
Nasional ............................................................................ 36
D. Politik Luar Negeri Indonesia dalam Bidang Ketahanan
Nasional ............................................................................ 38
E. Peranan Pancasila dalam Ketahanan Nasional ................. 42
BAB III KEDUDUKAN DAN PERANAN PEMUDA SEBAGAI WARGA
NEGARA DALAM MEMPERTAHANKAN NEGARA
A. Dasar Hukum Kepemudaan dan Kewarganegaraan ......... 46
B. Pengertian Pemuda dan Warga Negara ............................ 51
C. Hak dan Kewajiban Warga Negara .................................. 55
D. Kedudukan dan Peranan Pemuda dalam Mempertahankan
Negara .............................................................................. 66
E. Pengembangan Pemuda dalam Kepemimpinan Nasional 80
F. Kebijakan Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik
Indonesia dalam Pembangunan Ketahanan Nasional........ 89
BAB IV ANALISIS
A. Analisis Kedudukan dan Peranan Pemuda dalam Rangka
Memantapkan Ketahanan Nasional Dikaitkan dengan
Tanggung Jawab Warga Negara Dalam Mempertahankan
Negara ................................................................................ 93
B. Analisis Pengaturan Kedudukan dan Peranan Pemuda dalam
Rangka Memantapkan Ketahanan Nasional berdasarkan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan
............................................................................................ 108
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ........................................................................ 121
B. Saran ................................................................................... 122
DAFTAR PUSTAKABIODATA PENULISLAMPIRAN
ABSTRAK
Ketahanan Nasional adalah kondisi dinamis suatu bangsa, berisi keuletan dan ketangguhan, yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, di dalam menghadapi dan mengisi segala tantangan, ancaman, hambatan, serta gangguan baik yang datang dari luar maupun dari dalam, yang langsung maupun tidak langsung membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mengejar tujuan nasional. Meliputi ketahanan di bidang Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya dan Pertahanan Keamanan. Mengingat setiap warga negara (termasuk pemuda) mempunyai hak dan kewajiban untuk ikut serta dalam membela dan mempertahankan negara. Seperti yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (3)Undang-Undang Dasar Republik Indonesia setelah di amandemen yang berbunyi: “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.” Lalu dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan negara yang berbunyi: “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara.” Lebih lanjut lagi dikatakan dalam Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia setelah di amandemen: “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.” Ketahanan nasional bukan hanya persoalan dan tanggung jawab negara saja, tetapi mencakup dan menjadi tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia, termasuk pemuda. Dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan disebutkan peran aktif pemuda, termasuk dalam rangka memantapkan ketahanan nasional yang berbunyi: “Pemuda berperan aktif sebagai kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen perubahan dalam segala aspek pembangunan nasional.” Tujuan penulisan skripsi ini secara umum adalah untuk memberikan wawasan kepada pembaca mengenai Kedudukan dan Peranan Pemuda dalam Rangka Memantapkan Ketahanan Nasional dikaitkan dengan Tanggung Jawab Warga Negara dalam Mempertahankan Negara. Bagaimana ketentuan peran pemuda sebagai bagian dari warga negara Indonesia dalam mewujudkan ketahanan nasional juga peran serta pemerintah yang saling bersinergi dalam memfasilitasi segala kegiatan kepemudaan demi terwujudnya ketahanan nasional.
ABSTRACT
National Resilience is a dynamic state of a nation, contains tenacity and toughness, which contains the ability to develop a national power, in the face and fill all the challenges, threats, obstacles, and interference coming either from outside or from within, which directly or indirectly endanger the integrity , identity, survival of the nation and the struggle to pursue a national struggle. Which includes the resistance in the field of ideology, Political, Economic, Social, cultural and security defense. Given all citizens (including youth) have the right and obligation to participate in the defense and defending the country. As stated in Article 27 paragraph (3) of the Constitution of the Republic of Indonesia after the amendment, which reads: "Every citizen has the right and duty to participate in the defense effort." Then in Article 9 paragraph (1) of Law Number 3 Year 2002 on State Defense, which reads: "Every citizen has the right and duty to participate in efforts to defend the country are realised in the implementation of the state defense." Furthermore it says in Article 30 paragraph (1) of the Constitution of the Republic of Indonesia after the amendment: "Every citizen has the right and duty to participate in the defense and state security." National Resilience is not just a matter of national and state responsibility alone, but includes and is the responsibility of the entire people of Indonesia, including the youth. In Article 16 of Law Number 40 Year 2009 regarding the active role of youth referred to youth, including in the context of consolidating national resilience, which reads: "The youth take an active role as a moral power, social control, and agents of change in all aspects of national development." The purpose of this thesis in general is to provide insight to readers regarding the Status and Role of Youth in Establishing the Framework of National Resilience associated with The Citizen Responsibility in Maintaining the State. How the provisions of the role of youth as a part of Indonesian citizens in realising the national resilience and also the role of government in facilitating the synergy of all youth activities for the realisation of the national resilience.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pemuda merupakan salah satu komponen penting bangsa ini. Angka
pemuda yang mencapai 65 juta jiwa menunjukkan bahwa jumlah pemuda
sangatlah signifikan dalam setiap dinamisasi perubahan bangsa. Pemuda selain
menjadi aset ekonomi, karena tergolong dalam usia produktif (berdasarkan
Undang-Undang Kepemudaan usia pemuda adalah 16 – 30 tahun), juga
merupakan aset dalam bidang ideologi, politik, sosial dan budaya. Jadi selain
secara kategori ekonomi, pemuda juga menjadi bagian dari kategori sosial.
Dalam menjalankan berbagai peran pentingnya, selain menghadapi
ancaman terhadap demokrasi, pemuda juga menghadapi tantangan bagaimana
bisa bersaing dengan bangsa yang sudah mengglobal. Dalam praktiknya korupsi,
anarkisme yang mengatasnamakan agama, dan berbagai pelanggaran hukum
lainnya dapat menyebabkan kegagalan demokrasi di Indonesia. Oleh sebab itu,
pemuda haruslah siap menghadapi ancaman dan siap pula menjawab tantangan
yang ada. Salah satu nilai yang harus selalu ada pada pemuda adalah jiwa
kepemimpinan. Kepemimpinan sebagai salah satu soft skill, menjadi salah satu
syarat eksistensi dan resistensi pemuda dalam menghadapi tantangan global.
Menjadi sebuah agenda penting bagi kita bersama untuk kembali memupuk jiwa
kepemimpinan pemuda mengingat globalisasi, yang ditandai dengan keterbukaan
arus informasi dan berbagai kesempatan kadang tidak disertai dengan kesiapan
filtering masyarakat Indonesia menghadapi gelombang berbagai informasi,
paham dan ideologi yang bisa merusak moral dan persatuan bangsa.1
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 mengamanatkan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk
mewujudkan tujuan nasional tersebut, pemuda mempunyai peran penting sebagai
salah satu penentu dan subjek bagi tercapainya tujuan nasional.
Sejarah perjuangan bangsa Indonesia telah mencatat peran penting
pemuda yang dimulai dari pergerakan Budi Utomo tahun 1908, Sumpah Pemuda
tahun 1928, Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945, pergerakan pemuda, pelajar,
dan mahasiswa tahun 1966, sampai bangsa Indonesia memasuki masa reformasi.
Hal ini membuktikan bahwa pemuda mampu berperan aktif sebagai garda
terdepan dalam proses perjuangan, pembaruan, dan pembangunan bangsa.
Dalam proses pembangunan bangsa, pemuda merupakan kekuatan
moral, kontrol sosial, dan agen perubahan sebagai perwujudan dari fungsi, peran,
karakteristik, dan kedudukannya yang strategis dalam pembangunan nasional.
Untuk itu, tanggung jawab dan peran strategis pemuda di segala dimensi
1 Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, Petunjuk Penyelenggaraan
Pelatihan Ketahanan Nasional Untuk Pemuda (TANNASDA), (Jakarta: Deputi Bidang Pengembangan Pemuda Asisten Deputi Kepemimpinan Pemuda, 2011), hlm. 1.
pembangunan perlu ditingkatkan dalam kerangka hukum nasional sesuai dengan
nilai yang terkandung di dalam Pancasila dan amanat Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan berasaskan Ketuhanan Yang
Maha Esa, kemanusiaan, kebangsaan, kebhinekaan, demokratis, keadilan,
partisipatif, kebersamaan, kesetaraan, dan kemandirian.2
Dengan adanya peraturan perundang-undangan baru, yaitu Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, mendorong penulis untuk
mengangkat dalam bentuk skripsi dengan judul, ”Kedudukan dan Peranan
Pemuda dalam Rangka Memantapkan Ketahanan Nasional Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan Dikaitkan
dengan Tanggung Jawab Warga Negara dalam Mempertahankan Negara”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis menarik beberapa hal pokok
yang dijadikan permasalahan, yaitu :
1. Bagaimana tanggung jawab pemuda sebagai warga negara Indonesia dalam
mempertahankan negara?
2. Apakah Pengaturan Kedudukan dan Peranan Pemuda dalam Rangka
Memantapkan Ketahanan Nasional di dalam Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2009 tentang Kepemudaan sudah memadai?
2 Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, Penjelasan Atas Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2009 Tentang Kepemudaan, (Jakarta: Biro Humas dan Hukum Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, 2010), hlm. 27.
C. Maksud dan Tujuan
Maksud dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui tanggung jawab pemuda sebagai warga negara Indonesia
dalam kaitannya mempertahankan negara;
2. Untuk mengetahui memadai atau tidaknya Kedudukan dan Peranan Pemuda
dalam Rangka Memantapkan Ketahanan Nasional di dalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan.
Adapun yang menjadi tujuannya adalah sebagai berikut :
1. Memberikan gambaran kepada pemuda menyangkut peranannya dalam
memantapkan Ketahanan Nasional dikaitkan dengan tanggung jawabnya
sebagai warga negara dalam mempertahankan negara;
2. Memberikan pemahaman kepada masyarakat menyangkut keberadaan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan;
3. Memberikan sumbang pikir kepada pemerintah dalam rangka lebih
memantapkan kebijakan kepemudaan; dan
4. Menambah kepustakaan di bidang Kepemudaan khususnya Pengembangan
dan Kepemimpinan Pemuda.
D. Kerangka Pemikiran
1. Kerangka Teoritis
Negara Indonesia sebagai suatu negara memiliki letak geografis
yang sangat strategis di Asia Tenggara. Oleh karena itu di kawasan Asia
Tenggara Indonesia memiliki posisi yang sangat penting penting, sehngga
tidak menutup kemugkinan di era global dewasa ini menjadi perhatian
banyak negara di dunia. Berdasarkan peranan dan posisi negara Indonesia,
maka tidak menutup kemungkinan akan merupakan ajang perebutan
kepentingan kekuatan transnasional. Oleh karena itu sebagai suatu negara,
Indonesia harus memperhatikan dan mengembangkan ketahanan nasional.3
Ketahanan nasional sebagai istilah sebenarnya belum lama dikenal.
Istilah ketahanan nasional mulai dikenal dan dipergunakan pada permulaan
tahun 1960-an. Istilah ketahanan nasional untuk pertama kali dikemukakan
oleh Presiden Pertama Republik Indonesia Soekarno. Kemudian pada tahun
1962 mulai diupayakan secara khusus untuk mengembangkan gagasan
ketahanan nasional di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat Bandung.4
Stabilitas keamanan lingkungan strategis menjadi bagian dari
kepentingan nasional Indonesia sehingga Indonesia berkepentingan untuk
mencermati perkembangan situasi yang mengancam perdamaian dunia dan
3 Kaelan & Achmad Zubaidi, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi,
(Yogyakarta: Paradigma, 2007), hlm. 145.4 Armaedi Armawi, Geostrategi Indonesia, Makalah Pelatihan Dosen Kewarganegaraan
(Surabaya: Dikti, 2006), hlm. 2.
stabilitas regional agar dapat mengambil langkah-langkah yang tepat. Indonesia
juga menyadari bahwa keamanan nasionalnya menjadi bagian dari kepentingan
strategis negara-negara lain. Oleh karena itu, penyelenggaraan fungsi
pertahanan negara Indonesia diarahkan untuk mewujudkan stabilitas keamanan
nasional yang kondusif bagi stabilitas regional dan global. Dinamika
lingkungan keamanan strategis tersebut mengisyaratkan tantangan yang
besar dan kompleks bagi pertahanan negara dalam mempertahankan
kedaulatan dan keutuhan wilayah. Ancaman yang dihadapi pertahanan
negara dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan
keselamatan bangsa semakin berkembang menjadi multidimensional, fisik
dan nonfisik, serta berasal dari luar dan dari dalam negeri. Dalam Buku Putih
Pertahanan Indonesia Tahun 2003 dinyatakan bahwa ancaman invasi atau
agresi militer negara lain terhadap Indonesia diperkirakan kecil
kemungkinannya. Dengan mencermati perkembangan lingkungan keamanan
strategis Indonesia pasca-2003, pada saat ini dan dalam beberapa tahun akan
datang belum terdapat indikasi suatu ancaman militer konvensional yang
mengarah ke wilayah Indonesia. Namun, kondisi yang kondusif ini tidak lalu
membuat Indonesia mengabaikan kesiapsiagaannya dalam membangun
kemampuan bangsa untuk melindungi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Oleh karena itu, di sektor pertahanan negara harus terus dipersiapkan dengan
memadukan kemampuan pertahanan militer dan nirmiliter untuk menangkal
setiap kemungkinan ancaman serta apabila kondisi memaksa, mampu
menghadapi segala perubahan situasi.5 Dalam bidang pertahanan, terdapat
sejumlah isu yang menonjol, di antaranya adalah isu perbatasan dan pulau-
pulau kecil terluar, separatisme, terorisme, radikalisme yang anarkis, konflik
komunal, bencana alam, dan kondisi politik pascareformasi.6
Pertahanan negara pada hakikatnya merupakan segala upaya
pertahanan bersifat semesta, yang penyelenggaraannya didasarkan pada
kesadaran akan hak dan kewajiban seluruh warga negara serta keyakinan
pada kekuatan sendiri untuk mempertahankan kelangsungan hidup bangsa
dan negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Kesemestaan
mengandung makna pelibatan seluruh rakyat dan segenap sumber daya
nasional, sarana dan prasarana nasional, serta seluruh wilayah negara sebagai
satu kesatuan pertahanan yang utuh dan menyeluruh.7 Hal tersebut diatur
dalam konstitusi negara Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dalam Amandemen Keempat :
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
(2) Untuk pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.8
5 Departemen Pertahanan Republik Indonesia, Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008,
(Jakarta: Departemen Pertahanan Republik Indonesia, 2008), hlm. 6-7.6 Ibid., hlm.18.7 Ibid., hlm. 43.8 Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Amandemen Keempat, Bab XII Pertahanan dan Keamanan Negara.
Dalam penyelengaraannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002
tentang Pertahanan Negara mengatur hal tersebut dalam Pasal 6 :
Pertahanan negara diselenggarakan melalui usaha membangun dan membina kemampuan, daya tangkal negara dan bangsa, serta menanggulangi setiap ancaman. 9
Sistem pertahanan negara melibatkan seluruh komponen pertahanan
negara, yang terdiri atas komponen utama, komponen cadangan, dan
komponen pendukung. Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam upaya bela negara yang diselenggarakan melalui pendidikan
kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, pengabdian
sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia, dan pengabdian sesuai dengan
profesi.10 Pada dasarnya, pemuda dalam hal ini dapat menjadi bagian
manapun sesuai dengan kemampuannya. Dapat dengan cara menjadi
komponen utama melalui wajib militer, komponen cadangan, maupun
komponen pendukung. Lebih khususnya lagi, dalam Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan diatur mengenai peran, tanggung jawab
dan hak pemuda. Hal ini tercantum dalam Pasal 16:
Pemuda berperan aktif sebagai kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen perubahan dalam segala aspek pembangunan nasional. 11
9 Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Pertahanan Negara, UU Nomor 3 Tahun
2002, LN RI No.3, TLN RI No.4169, Pasal 6.10 Ibid., Bagian Penjelasan.11 Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Kepemudaan, UU Nomor 40 Tahun 2009,
LN RI No.148, TLN RI No.5067, Pasal 16.
Lebih ditegaskan lagi mengenai tanggung jawab pemuda sebagai warga
negara Indonesia dalam Pasal 19 :
Pemuda bertanggungjawab dalam pembangunan nasional untuk:
a. menjaga Pancasila sebagai ideologi negara;b. menjaga tetap tegak dan utuhnya Negara Kesatuan Republik
Indonesia;c. memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa;d. melaksanakan konstitusi, demokrasi, dan tegaknya hukum;e. meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan masyarakat;f. meningkatkan ketahanan kebudayaan nasional; dan/ataug. meningkatkan daya saing dan kemandirian ekonomi bangsa.12
Mengenai pemantapan, dalam “Naskah Akademik Pedoman
Pemantapan Nilai-nilai Kebangsaan” yang diterbitkan oleh Lembaga
Pertahanan Nasional Republik Indonesia, dicantumkan dasar umum
penyelenggaraan yang memberikan landasan dan arah umum
penyelenggaraan pemantapan nilai‐nilai kebangsaan. Nilai‐nilai kebangsaan
yang dimaksud adalah nilai‐nilai yang diangkat dari 4 (empat) konsensus
nasional, yang mencakup: falsafah bangsa Pancasila, Konstitusi Negara
Undang‐Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bentuk
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Semboyan bangsa Bhinneka
Tunggal Ika.13
12 Ibid., Pasal 19.13 Deputi Pemantapan Nilai-nilai Kebangsaan Lembaga Pertahanan Nasional Republik
Indonesia, Naskah Akademik Pedoman Pemantapan Nilai-nilai Kebangsaan, (Jakarta: Lembaga Pertahanan Nasional Republik Indonesia, 2009), hlm. 50.
2. Kerangka Konseptual
Dalam kerangka konseptual ini dikemukakan atau diberikan
perumusan, definisi atau pengertian yang menjadi batasan tentang suatu
istilah, sehingga bila istilah tersebut ditemukan dalam skripsi ini, pengertian
tidak boleh menyimpang dari pengertian yang sudah ditentukan dalam
kerangka konseptual. Adapun pengertian atau definisi-definisi tersebut
antara lain sebagai berikut :
a. Pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting
pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai
30 (tiga puluh) tahun.14
b. Kepemudaan adalah berbagai hal yang berkaitan dengan potensi,
tanggung jawab, hak, karakter, kapasitas, aktualisai diri, dan cita-cita
pemuda.15
c. Pemantapan merupakan proses, cara, perbuatan memantapkan
(meneguhkan, menjadikan stabil: Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990)
dan lebih kokoh oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pemantapan
adalah suatu proses kegiatan yang mengedepankan upaya‐upaya untuk
membuat seseorang atau keadaan menjadi teguh, stabil, sehingga dapat
14 Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Kepemudaan, UU Nomor 40 Tahun 2009,
LN RI No.148, TLN RI No.5067, Pasal 1 butir 1.15 Ibid., Pasal 1 butir 2.
berlangsung lebih baik dari sebelumnya untuk menunjang kehidupan
sesorang atau kehidupan bersama sebagai suatu masyarakat.16
d. Ketahanan Nasional adalah suatu kondisi dinamis suatu bangsa, yang
berisi keuletan dan ketangguhan, yang mengandung kemampuan
mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi
segala ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan, baik yang datang
dari luar maupun dari dalam negeri, yang langsung maupun tidak
langsung membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup
bangsa dan negara serta perjuangan dalam mengejar tujuan nasional
Indonesia.17
e. Warga Negara adalah warga suatu negara yang ditetapkan berdasarkan
peraturan perundang-undangan.18
f. Pertahanan Negara adalah segala usaha untuk mempertahankan
kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan
terhadap keutuhan bangsa dan negara.19
16 Deputi Pemantapan Nilai-nilai Kebangsaan Lembaga Pertahanan Nasional Republik
Indonesia, Op. Cit., hlm. 10.17 Ermaya Suradinata, Hukum Dasar Geopolitik dan Geostrategi dalam Kerangka Keutuhan
NKRI, (Jakarta: Suara Bebas, 2005), hlm. 47.18 Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Kewarganegaraan, UU Nomor 12 Tahun
2006, LN RI No.63, TLN RI No.4634, Pasal 1 butir 1.19 Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Pertahanan Negara, UU Nomor 3 Tahun
2002, LN RI No.3, TLN RI No.4169, Pasal 1 butir 1.
E. Metode Penelitian
1. Sifat Penelitian
Sifat penelitian yang digunakan dalam skripsi ini yaitu deskriptif
analitis, artinya bahwa pembahasan dilakukan dengan cara menyajikan dan
menjelaskan data secara lengkap, terperinci dan sistematis yang didasarkan
pada kerangka pemikiran dari hal-hal yang umum menjadi hal-hal yang
bersifat khusus yang berkaitan dengan materi skripsi. Kemudian terhadap
data tersebut dilakukan analisis dengan menggunakan teori-teori ilmu
hukum, khususnya Hukum Tata Negara, Peraturan Perundang-undangan dan
juga pemikiran penulis.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam skripsi ini adalah
Penelitian Kepustakaan (Library Research) yaitu pengumpulan data atau
informasi dengan menelusuri literatur-literatur, peraturan perundang-
undangan, surat kabar nasional, majalah, media elektronik, hasil seminar dan
materi-materi perkuliahan yang berhubungan dengan materi pokok skripsi.
3. Pengolahan Data
Data yang diperoleh dalam rangka penyusunan skripsi ini diolah
secara kualitatif, yaitu dengan menggunakan kata-kata dan kalimat-kalimat
dengan maksud agar tersusun suatu materi pembahasan yang sistematis dan
mudah untuk dipahami. Namun demikian tidak menutup kemungkinan pula
untuk melakukan pengolahan secara kuantitatif manakala hal tersebut
dibutuhkan.
F. Sistematika Penulisan
Dalam skripsi ini penulis membagi materi penulisan ke dalam lima Bab,
dimana setiap Bab terbagi atas beberapa bagian. Untuk memberikan gambaran,
berikut akan dijabarkan mengenai sistematika penulisan dari skripsi ini :
BAB I PENDAHULUAN
Disajikan untuk mengetahui gambaran singkat mengenai apa yang
akan diuraikan secara keseluruhan dalam skripsi ini, serta untuk
mengetahui hubungan antara yang satu dengan yang lain, dimana
terdiri dari Latar Belakang Pemilihan Masalah, Identifikasi Masalah,
Maksud dan Tujuan, Kerangka Pemikiran, Metode Penelitian, serta
Sistematika Penulisan.
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI KETAHANAN NASIONAL
Pada Bab ini penulis membahas mengenai Konsepsi Ketahanan
Nasional, Pengaruh Aspek Ketahanan Nasional terhadap Kehidupan
Berbangsa dan Bernegara, Kebijakan dan Strategi Potensi Pertahanan
Keamanan Nasional, Politik Luar Negeri Indonesia dalam Bidang
Ketahanan Nasional, Peranan Pancasila dalam Ketahanan Nasional
BAB III KEDUDUKAN DAN PERANAN PEMUDA SEBAGAI WARGA
NEGARA DALAM MEMPERTAHANKAN NEGARA
Bab ini memuat tentang Dasar Hukum Kepemudaan dan
Kewarganegaraan, Pengertian Pemuda dan Warga Negara, Hak dan
Kewajiban Warga Negara, Kedudukan dan Peranan Pemuda dalam
Mempertahankan Negara, Pengembangan Pemuda dalam
Kepemimpinan Nasional, Kebijakan Kementerian Pemuda dan
Olahraga Republik Indonesia dalam Pembangunan Ketahanan
Nasional
BAB IV ANALISIS
Dalam Bab ini memuat tentang analisis mengenai Kedudukan dan
Peranan Pemuda dalam Rangka Memantapkan Ketahanan Nasional
Dikaitkan dengan Tanggung Jawab Warga Negara Dalam
Mempertahankan Negara, Analisis Pengaturan Kedudukan dan
Peranan Pemuda dalam Rangka Memantapkan Ketahanan Nasional
berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang
Kepemudaan
BAB V PENUTUP
Dalam bagian penutup ini berisi mengenai kesimpulan yang diperoleh
penulis dari apa yang telah dibahas dalam Bab-Bab sebelumnya, serta
saran-saran dari penulis sebagai masukan, pendapat dan ungkapan
kepedulian penulis terhadap permasalahan yang diangkat dalam skripsi
ini.
BAB IITINJAUAN UMUM TENTANG KETAHANAN NASIONAL
A. Konsepsi Ketahanan Nasional
Secara konseptual, ketahanan nasional suatu bangsa dilatarbelakangi
oleh20 :
1. Kekuatan apa yang ada pada suatu bangsa dan negara sehingga ia mampu
mempertahankan kelangsungan hidupnya;
2. Kekuatan apa yang harus dimiliki oleh suatu bangsa dan negara sehingga ia
selalu mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya, meskipun
mengalami berbagai gangguan, hambatan dan ancaman baik dari dalam
maupun dari luar;
3. Ketahanan atau kemampuan bangsa untuk tetap jaya, mengandung makna
keteraturan (regular) dan stabilitas, yang di dalamnya terkandung potensi
untuk terjadinya perubahan (the stability idea of changes).
Berdasarkan konsep pengertiannya maka yang dimaksud dengan
ketahanan adalah suatu kekuatan yang membuat suatu bangsa dan negara dapat
bertahan, kuat menghadapi ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan.
Konsekuensinya suatu ketahanan harus disertai dengan keuletan, yaitu suatu
usaha secara terus-menerus secara giat dan berkemauan keras menggunakan
segala kemampuan dan kecakapan untuk mencapai tujuan dan cita-cita nasional.
20 Wan Usman, dkk., Daya Tahan Bangsa, (Jakarta: Program Studi Pengkajian Ketahanan
Nasional Pasacasarjana UI, 2003), hlm. 5.
Identitas merupakan ciri khas suatu negara dilihat sebagai suatu totalitas, yaitu
suatu negara yang dibatasi oleh wilayah, penduduk, sejarah, pemerintahan dan
tujuan nasionalnya, serta peranan yang dimainkan di dunia internasional. Adapun
pengertian lain yang berkaitan dengan integritas adalah kesatuan yang
menyeluruh dalam kehidupan bangsa, baik sosial maupun alamiah, potensial
ataupun tidak potensial. Tantangan adalah suatu usaha yang bersifat menggugah
kemampuan, adapun ancaman adalah suatu usaha untuk mengubah atau
merombak kebijaksanaan atau keadaan secara konsepsional dari sudut kriminal
maupun politis. Adapun hambatan adalah suatu kendala yang bersifat atau
bertujuan melemahkan yang bersifat konseptual yang berasal dari dalam sendiri.
Apabila hal tersebut berasal dari luar maka dapat disebut sebagai kategori
gangguan.
Berdasarkan pengertian sifat-sifat dasarnya maka ketahanan nasional
adalah21 :
1. Integratif
Hal itu mengandung pengertian segenap aspek kehidupan
kebangsaan dalam hubungannya dengan lingkungan sosialnya, lingkungan
alam dan suasana ke dalam saling mengadakan penyesuaian yang selaras dan
serasi.
2. Mawas ke dalam
21 Ibid., hlm. 6.
Ketahanan nasional terutama diarahkan kepada diri bangsa dan
negara itu sendiri, untuk mewujudkan hakikat dan sifat nasionalnya. Pengaruh
luarnya adalah hasil yang wajar dari hubungan internasional dengan bangsa
lain.
3. Menciptakan kewibawaan
Ketahanan nasional sebagai hasil pandangan yang bersifat integratif
mewujudkan suatu kewibawaan nasional serta memiliki deterrent effect yang
harus diperhitungkan pihak lain.
4. Berubah menurut waktu
Ketahanan nasional suatu bangsa pada hakikatnya tidak bersifat
tetap, melainkan sangat dinamis. Ketahanan nasinal dapat meningkat atau
bahkan dapat juga menurun, dan hal itu sangat tergantung kepada situasi dan
kondisi.
Konsepsi ketahanan nasional dapat juga dipandang sebagai suatu
pilihan atau alternatif dan konsepsi tentang kekuatan nasional (national power),
yang biasanya dianut oleh negara-negara besar di dunia. Konsepsi tentang
kekuatan nasional bertumpu pada kekuatan, terutama bertumpu pada kekuatan
fisik militer dengan politik kekuasaannya (power politics), sedangkan ketahanan
nasional tidak semata-mata mengutamakan kekuatan fisik, melainkan
memanfaatkan daya dan kekuatan lainnya pada suatu bangsa. Ketahanan nasional
pada hakikatnya merupakan suatu konsepsi dalam pengaturan dan
penyelenggaraan kesejahteraan dan kemakmuran serta pertahanan dan keamanan
di dalam kehidupan nasional. Untuk dapat mencapai suatu tujuan nasional suatu
bangsa harus mempunyai kekuatan, kemampuan, daya tahan dan keuletan.
Dengan demikian jelaslah bahwa ketahanan nasional harus diwujudkan dengan
mempergunakan baik pendekatan kesejahteraan, maupun pendekatan keamanan.
Kehidupan nasional tersebut dapat dibagi ke dalam beberapa aspek sebagai
berikut :
1. Aspek alamiah yang meliputi :
a. Letak geografis negara;
b. Keadaan dan kekayaan alam;
c. Keadaan dan kemampuan penduduk.
2. Aspek kemasyarakatan yang meliputi :
a. Ideologi;
b. Politik;
c. Ekonomi;
d. Sosial budaya;
e. Pertahanan dan keamanan.
Unsur-unsur tersebut yang meliputi alamiah karena jumlahnya tiga,
maka disebut sebagai Tri Gatra; sedangkan aspek kemasyarakatan dinamakan
Panca Gatra, karena jumlahnya lima. Keseluruhan unsur secara sistematik yang
membagi kehidupan nasional dalam delapan aspek tersebut disebut Asta Gatra.
Konsepsi ketahanan nasional tidak memandang aspek-aspek alamiah
dan kemasyarakatan secara terpisah-pisah melainkan meninjaunya secara
korelatif, di mana aspek yang satu senantiasa berhubungan erat dengan lainnya,
sedangkan keseluruhannya merupakan suatu konfigurasi yang menimbulkan daya
tahan nasional.22
Ditinjau dari segi sifatnya maka sebenarnya konsepsi ketahanan
nasional tersebut bersifat objektif dan umum, oleh karena itu secara teoretis dapat
diterapkan di negara manapun juga. Dalam hubungan dengan penerapan konsepsi
tersebut faktor situasi dan kondisi negara sangat menentukan. Oleh karena itu,
meskipun secara konsepsional sama, namun karena situasi dan kondisi negara
berbeda-beda, maka wujud ketahanan nasionalpun akan berbeda-beda pula.
Oleh karena itu, berkaitan dengan kondisi ketahanan nasional
Indonesia, adalah kondisi dinamis bangsa dan negara Indonesia. Sesuai dengan
konsepsi ketahanan nasional, maka kondisi tersebut mengandung suatu
kemampuan untuk menyusun kekuatan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Kekuatan ini diperlukan untuk mengatasi dan menanggulangi berbagai bentuk
ancaman yang ditujukan terhadap bangsa dan negara Indonesia.23
Dalam hubungan dengan ketahanan nasional Indonesia dengan
memperhatikan berbagai macam bahaya, gangguan yang mengancam, serta
situasi dan kondisi dalam negara Indonesia, maka ditentukan strategi untuk
22 Kaelan & Achmad Zubaidi, Op. Cit., hlm. 147-149.23 Ibid., hlm. 149-150.
mempertahankan kelangsungan hidup negara Indonesia. Bagi bangsa dan negara
Indonesia bahaya yang mengancam dapat berupa subversi dan infiltrasi terhadap
semua bidang kehidupan masyarakat, serta adanya kelemahan-kelemahan yang
inheren dengan suatu masyarakat majemuk yang sedang membangun, maka
strategi yang dipilih adalah strategi untuk mempertahankan kelangsungan hidup
bangsa dan negara Indonesia, maka cara yang dipilih adalah dengan
memantapkan ketahanan nasional. Strategi ini ditentukan berdasarkan
pengalaman sendiri, yang kemudian diolah dan disistematisasi hingga menjadi
doktrin. Demikianlah maka ketahanan suatu bangsa adalah merupakan suatu
persoalan universal, sedang cara dan strategi yang ditentukan berbeda-beda.
Terdapat berbagai istilah, misalnya strategy of interdependence, strategy of
limited war, sedangkan bagi bangsa Indonesia dikembangkan konsepsi strategi
ketahanan nasional.24
B. Pengaruh Aspek Ketahanan Nasional terhadap Kehidupan Berbangsa dan
Bernegara
Konsepsi Ketahanan Nasional sebagaimana dijelaskan sebelumnya
yang merupakan suatu gambaran dari kondisi sistem kehidupan nasional dalam
berbagai aspek pada suatu saat tertentu. Dengan sendirinya berbagai aspek
tersebut memiliki sifat dinamis terutama dalam era global dewasa ini.
Konsekuensinya tiap-tiap aspek senantiasa berubah sesuai dengan kondisi waktu,
24 Ermaya Suradinata, Op. Cit., hlm. 50.
ruang dan lingkungan sehingga interaksi dari kondisi tersebut sangat kompleks
dan sulit dipantau.
Dalam era reformasi dewasa ini dan dalam rangka bangsa Indonesia
menyongsong era global, maka tidak mengherankan jikalau berbagai aspek akan
mempengaruhi ketahanan nasional baik dalam aspek ideologi, politik, sosial,
budaya serta aspek pertahanan dan keamanan. Sebagaimana dipahami bahwa
dalam era global dewasa ini setiap bangsa tidak mungkin dapat menentukan
kebijaksanaannya hanya berdasarkan kemampuan dan otoritas bangsa itu sendiri
melainkan senantiasa berkaitan dengan kekuatan bangsa lain dalam pergaulan
internasional. Sebagaimana dikemukakan oleh Rosenau bahwa pergeseran dari
tahap industrial ke tahap pascaindustrial telah mengubah kondisi global manusia.
Periode politik internasional di mana negara kebangsaan mendominasi skenario
global, telah digantikan dengan periode politik pascainternasional, yaitu periode
di mana negara kebangsaan harus membagi panggung pentasnya dengan berbagai
organisasi internasional dan transnasional dalam berbagai bidang, terutama
dalam bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan hidup.25
Dunia mulai bergeser dari dunia yang berpusat pada negara (state centric world)
kepada dunia yang berpusat majemuk (multi centric world) dan sebagaimana
dilihat dalam panggung politik dunia negara adidaya sangat berperan dalam
25 Stuart Hall, David Held and Tony McGraw, (ed.), Modernity and Its Future, (Cambridge:
Polity Press, 1990), hlm. 71.
segala aspek kebijakan negara, terutama negara-negara yang sedang berkembang
seperti Indonesia.
Kondisi krisis yang melanda bangsa Indonesia pada era reformasi
dewasa ini sangat mempengaruhi berbagai kebijakan dalam negeri maupun luar
negeri Indonesia. Pengaruh ideologi dunia menjadi semakin kuat melalui isu
demokrasi dan penegakan Hak Asasi Manusia dalam wujud kekuatan-kekuatan
yang ada pada elemen-elemen masyarakat terutama Lembaga Swadaya
Masyarakat yang banyak mendapat dukungan kekuatan internasional serta
berbagai elemen infrastruktur politik. Hal inilah yang merupakan kendala bagi
kokohnya ketahanan nasional yang berbasis pada ideologi bangsa dan negara,
karena banyak elemen-elemen masyarakat lebih setia terhadap kekuatan asing
daripada kepada filosofi bangsanya sendiri. Kenyataan inilah yang merupakan
wujud penjajahan pada era pascamodern dewasa ini. Di lain pihak kondisi krisis
yang melanda bangsa Indonesia menimbulkan berbagai pengangguran serta
penderitaan rakyat, terlebih lagi kurangnya kepekaan moralitas politik kalangan
elit politik Indonesia untuk mendahulukan perbaikan nasib bangsa dari pada
mengembangkan sentimen politik, balas dendam serta kecurigaan dengan berebut
predikat tokoh reformasi total. Kendala yang demikian ini menimbulkan gerakan
di kalangan aktor politik yang sakit hati untuk berkiblat pada paham kiri yang
bernafaskan komunisme dengan alasan membela kaum buruh, tani, nelayan,
memperjuangkan tanah, rakyat miskin yang sekali lagi juga tidak mengindahkan
komitmen bangsa Indonesia sebagai suatu negara yang berdaulat dan berasas
kebersamaan.26
1. Pengaruh Aspek Ideologi
Istilah ideologi berasal dari kata ‘idea’ yang berarti gagasan,
konsep, pengertian dasar dan ‘logos’ yang berarti ilmu. Kata ‘idea’ berasal
dari bahasa Yunani ‘eidos’ yang berarti bentuk. Di samping itu ada kata
‘idein’ yang berarti melihat. Karena itu, secara harfiah, ideologi berarti ilmu
tentang pengertian-pengertian dasar. Dalam pengertian sehari-hari, kata
‘idea’ disamakan artinya dengan cita-cita. Cita-cita yang dimaksud adalah
cita-cita yang bersifat tetap yang harus dicapai, sehingga cita-cita yang
bersifat tetap itu sekaligus merupakan suatu dasar, pandangan atau paham.
Memang pada hakikatnya, antara dasar dan cita-cita itu sebenarnya dapat
merupakan satu kesatuan. Dasar ditetapkan karena atas suatu landasan, asas
atau dasar yang telah ditetapkan pula. Dengan demikian ideologi mencakup
pengertian tentang ide-ide, pengertian dasar, gagasan dan cita-cita.27
Bilamana ditelusuri secara historis istilah ideologi pertama kali
dipakai dan dikemukakan oleh seorang Perancis bernama Destutt de Tracy
pada tahun 1976. Seperti halnya Leibniz, de Tracy mempunyai cita-cita
untuk membangun sistem pengetahuan. Apabila Leibniz menyebutkan
impiannya sebagai “One great system of truth”, di mana tergabung segala
26 Kaelan & Achmad Zubaidi, Op. Cit., hlm. 151-152.27 Ibid., hlm. 152.
cabang ilmu dan segala kebenaran ilmiah, maka de Tracy menyebutkan
“Ideologie”, yaitu ‘science of ideas’, suatu program yang diharapkan dapat
membawa perubahan institusional dalam masyarakat Perancis. Namun
Napoleon mencemoohkannya sebagai suatu khayalan belaka, yang tidak
mempunyai arti praktis. Hal semacam itu hanya impian yang tidak akan
menemukan kenyataan.28
Perhatian kepada konsep ideologi menjadi berkembang lagi antara
lain karena pengaruh Karl Marx. Ideologi menjadi kosakata penting di dalam
pemikiran politik maupun ekonomi. Karl Marx mengartikan ideologi sebagai
pandangan hidup yang dikembangkan berdasarkan kepentingan golongan
atau kelas sosial tertentu dalam bidang politik atau sosial ekonomi. Dalam
artian ini ideologi menjadi bagian dari apa yang disebutnya Uberbau atau
suprastruktur (bangunan atas) yang didirikan di atas kekuatan-kekuatan yang
memiliki faktor-faktor produksi yang menentukan coraknya, dan oleh karena
itu kebenarannya bersifat relatif, dan semata-mata benar hanya untuk
golongan tertentu. Dengan demikian maka ideologi merupakan keseluruhan
ide yang relatif karena justru mencerminkan kekuatan lapisan.
Seperti halnya filsafat, ideologipun memiliki pengertian yang
berbeda-beda. Begitu pula dapat ditemukan berbagai definisi, batasan
pengertian tentang ideologi. Hal itu antara lain disebabkan juga oleh dasar
28 A. W. M. Pranarka, Kesinambungan Penataan dan Ideologi, (Jakarta: CSIS, 1985),
hlm. 9.
filsafat apa yang dianut karena sesungguhnya ideologi itu bersumber kepada
suatu filsafat tertentu.29
Menurut Soemargono, pengertian ideologi secara umum dapat
dikatakan sebagai kumpulan gagasan-gagasan, ide-ide, keyakinan-
keyakinan, kepercayaan-kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis yang
menyangkut30 :
a. Bidang politik;
b. Bidang sosial;
c. Bidang kebudayaan;
d. Bidang keagamaan.
Karena itu, ideologi negara dalam arti cita-cita negara atau cita-cita
yang menjadi basis bagi suatu teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh
rakyat dan bangsa yang bersangkutan pada hakikatnya merupakan asas
kerohanian yang antara lain memiliki ciri berikut31 :
a. Mempunyai derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan
kenegaraan;
29 Kaelan & Achmad Zubaidi, Loc. Cit.30 Suyono Soemargono, Ideologi Pancasila sebagai Penjelmaan Filsafat Pancasila dan
Pelaksanaannya dalam Masyarakat Kita Dewasa Ini (Yogyakarta: Fakultas Filsafat UGM, 2007), hlm. 8
31 Notonegoro, Pancasila Secara Ilmiah Populer, (Jakarta: Pantjuran Tudjuh, 1975), hlm. 2-3.
b. Oleh karena itu mewujudkan suatu asas kerohanian, pandangan dunia,
pandangan hidup, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara,
dikembangkan dan dilestarikan kepada generasi berikutnya.
Dalam panggung politik dunia terdapat berbagai macam ideologi
namun yang sangat besar peranannya dewasa ini adalah ideologi
Liberalisme, Komunisme serta ideologi Keagamaan. Dalam masalah inilah
bangsa Indonesia menghadapi berbagai benturan kepentingan ideologis yang
saling tarik-menarik sehingga agar bangsa Indonesia memiliki visi yang jelas
bagi masa depan bangsa maka harus membangun ketahanan ideologi yang
berbasis pada falsafah bangsa sendiri yaitu ideologi Pancasila yang bersifat
demokratis, nasionalistis, religiusitas, humanistis dan berkeadilan sosial.
Pada era reformasi dewasa ini yang sekaligus era global tarik-
menarik kepentingan ideologi akan sangat mempengaruhi postur ketahanan
nasional dalam bidang ideologi bangsa Indonesia, terutama banyak kalangan
aktivis politik yang justru menjadi budak ideologi asing, sehingga berbagai
aktivitasnya akan berpengaruh bahkan sering melakukan tekanan terhadap
ketahanan ideologi bangsa Indonesia.
2. Pengaruh Aspek Politik
Sejalan dengan pengertian ketahanan nasional secara umum, maka
pengertian ketahanan nasional bidang politik adalah suatu kondisi dinamis
suatu bangsa, yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung
kemampuan mengembangkan potensi nasional menjadi kekuatan nasional,
sehingga dapat menangkal dan mengatasi segala kesulitan dan gangguan
yang dihadapi oleh negara baik yang berasal dari dalam maupun dari luar
negeri. Dalam kehidupan bernegara, istilah politik memiliki makna
bermacam-macam, dan kesemuanya itu dapat dikelompokkan menjadi dua
macam, yaitu :
a. Politik sebagai sarana atau usaha untuk memperoleh kekuasaan dan
dukungan dari masyarakat dalam melakukan kehidupan bersama.
Dengan demikian politik dapat dikatakan menyangkut kekuatan
hubungan (power relationship). Dengan kata lain, politik mengandung
makna usaha dalam memperoleh, memperbesar, memperluas serta
memertahankan kekuasaan yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan
istilah politics;32
b. Politik digunakan untuk menunjuk kepada suatu rangkaian kegiatan atau
cara-cara yang dilakukan untuk mencapai sesuatu tujuan yang dianggap
baik. Secara singkat politik dapat diartikan sebagai suatu kebijakan yang
dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah policy.33
Politik dalam arti kebijakan (policy) merupakan suatu proses alokasi
sistem nilai dan norma kehidupan berbangsa dan bernegara, yang diyakini
baik dan benar, dilakukan oleh suatu institusi yang berwenang, agar menjadi
32 Kaelan & Achmad Zubaidi, Op. Cit., hlm. 172.33 R. Parmono, Ketahanan Nasional, (Yogyakarta: Fakultas Filsafat UGM, 1995), hlm. 5.
pedoman pelaksanaan dalam mewujudkan cita-citanya. Mengingat bangsa
Indonesia sangat heterogen, maka di dalam kehidupan politik sering terjadi
perbedaan persepsi, perbedaan skala prioritas, bahkan konflik kepentingan
kelompok atau golongan. Namun yang harus selalu diingat, bahwa di dalam
proses penentuan kebijakan maupun pelaksanaan kebijakan tersebut terdapat
rambu-rambu yang tidak boleh dilanggar, yaitu kepentingan nasional,
persatuan dan kesatuan bangsa, serta tetap tegaknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan berdasar filsafat Pancasila.
Sebagai suatu proses penentuan pilihan kebijakan yang diyakini
baik dan benar (the quality of life) dalam hidup bernegara, tingkah laku
seseorang atau sekelompok orang, berkaitan dengan tingkat kecerdasan,
tingkat kemakmuran ekonomi, keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa, keeratan sosial, integritas bangsa serta situasi keamanan. Sesuai
dengan sistematisasi aspek kehidupan politik tersebut satu dengan lainnya
saling mempengaruhi secara menyeluruh. Oleh karena itu adanya konotasi
negatif terhadap pengertian politik perlu diluruskan. Di dalam makna politik
tidak dapat diingkari, bahwa di dalamnya terdapat aspek kekuatan (forces)
dan kekuasaan (power). Namun harus diperhatikan, bahwa kehidupan politik
harus dibimbing oleh suatu sistem nilai, sehingga makna politik
dititikberatkan kepada kebijakan dalam arti demi kesejahteraan seluruh
rakyat. Jika tidak demikian bukannya tidak mungkin akan terjadi suatu
gangguan stabilitas baik dalam bidang ekonomi, sosial, politik maupun
pertahanan dan keamanan, bahkan dapat menjurus ke arah konflik
kepentingan, pertikaian, isu negatif yang pada gilirannya akan memecah
persatuan dan kesatuan bangsa.
Keadaan sebagaimana tersebut di atas merupakan suatu kerawanan
yang dapat membahayakan kepentingan seluruh bangsa. Sebaliknya kondisi
politik yang stabil dan dinamis dapat memberikan kesempatan yang luas
kepada segenap warga negara bersama-sama pemerintah untuk
melaksanakan pembangunan di segala bidang. Stabilitas politik memberikan
rasa aman, memperkokoh persatuan dan kesatuan, dan pada gilirannya akan
memantapkan ketahanan nasional. Dengan demikian hal-hal yang
menyangkut ketahanan nasional bidang politik meliputi beberapa unsur,
antara lain34 :
a. Menempatkan secara proporsional kedaulatan rakyat di dalam
kehidupan negara, dalam arti kesempatan, kebebasan yang
menempatkan hak dan kewajiban, partisipasi rakyat yang menentukan
kebijakan nasional;
b. Memfungsikan lembaga-lembaga negara sesuai dengan ketentuan
konstitusi, yaitu kedudukan, peran, hubungan kerja, kewenangan dan
produktivitas;
c. Menegakkan keadilan sosial dan keadilan hukum;
34 Kaelan & Achmad Zubaidi, Op. Cit., hlm. 173-176.
d. Menciptakan situasi yang kondusif, dalam arti memelihara dan
mengembangkan budaya politik;
e. Meningkatkan budaya politik dalam arti luas, sehingga kekuatan sosial
politik sebagai pilar demokrasi dapat melaksanakan hak dan kewajiban
dengan semestinya;
f. Memberikan kesempatan yang optimal kepada saluran-saluran politik
untuk memperjuangkan aspirasinya secara proporsional. Saluran-saluran
politik tersebut antara lain: partai politik, media massa, kelompok moral,
kelompok kepentingan agar tumbuh rasa memiliki, partisipasi dari
seluruh rakyat;
g. Melaksanakan pemilihan umum secara demokratis, secara langsung,
bebas, rahasia, jujur dan adil;
h. Melaksanakan kontrol sosial yang bertanggungjawab kepada jalannya
pemerintahan negara walaupun tidak harus menjadi partai oposisi;
i. Menegakkan hukum dan menyelenggarakan keamanan dan ketertiban
masyarakat;
j. Mengupayakan pertahanan dan keamanan nasional;
k. Mengupayakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
3. Pengaruh Aspek Ekonomi
Ketahanan ekonomi adalah merupakan suatu kondisi dinamis
kehidupan perekonomian bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan,
kekuatan nasional dalam menghadapi serta mengatasi segala tantangan dan
dinamika perekonomian baik yang datang dari dalam maupun dari luar
negara Indonesia, dan secara langsung maupun tidak langsung menjamin
kelangsungan dan peningkatan perekonomian bangsa dan negara Republik
Indonesia yang telah diatur berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Wujud ketahanan ekonomi tercermin dalam kondisi kehidupan
perekonomian bangsa yang mampu memelihara stabilitas ekonomi yang
sehat dan dinamis, menciptakan kemandirian ekonomi nasional yang
berdaya saing tinggi dan mewujudkan kemakmuran rakyat yang secara adil
dan merata. Dengan demikian, pembangunan ekonomi diarahkan kepada
mantapnya ketahanan ekonomi melalui suatu iklim usaha yang sehat serta
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, tersedianya barang dan jasa,
terpeliharanya fungsi lingkungan hidup serta meningkatnya daya saing
dalam lingkup perekonomian global.35
Pencapaian tingkat ketahanan ekonomi yang diinginkan
memerlukan pembinaan berbagai hal, antara lain36 :
a. Sistem ekonomi Indonesia diarahkan untuk dapat mewujudkan
kemakmuran dan kesejahteraan yang adil dan merata di seluruh wilayah
negara Indonesia, melalui ekonomi kerakyatan serta menjamin
35 Ibid., hlm. 184-18536 Lembaga Pertahanan Nasional Republik Indonesia, Pendidikan Kewarganegaraan Diktat
SUSCADOSWAR, (Jakarta: Lembaga Pertahanan Nasional Republik Indonesia, 2000), hlm. 7.
kesinambungan pembangunan nasional dan kelangsungan hidup bangsa
dan negara yang berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b. Ekonomi kerakyatan harus menghindarkan diri dari :
1) Sistem free fight liberalism yang hanya menguntungkan pelaku
ekonomi yang bermodal tinggi dan tidak memungkinkan
berkembangnya ekonomi kerakyatan;
2) Sistem etatisme, dalam arti negara beserta aparatur ekonomi negara
bersifat dominan serta mendesak dan mematikan potensi dan daya
kreasi unit-unit ekonomi di luar sektor negara;
3) Pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam bentuk
monopoli yang merugikan masyarakat dan bertentangan dengan
cita-cita keadilan sosial.
c. Struktur ekonomi dimantapkan secara seimbang dan saling
menguntungkan dalam keselarasan dan keterpaduan antara sektor
pertanian perindustrian serta jasa;
d. Pembangunan ekonomi yang merupakan usaha bersama atas dasar asas
kekeluargaan di bawah pengawasan anggota masyarakat, memotivasi
dan mendorong peran serta masyarakat secara aktif. Keterkaitan dan
kemitraan antar para pelaku dalam wadah kegiatan ekonomi, yaitu
pemerintah, badan usaha milik negara, koperasi, badan usaha swasta dan
sektor informal harus diusahakan demi mewujudkan pertumbuhan,
pemerataan dan stabilitas ekonomi;
e. Pemerataan pembangunan dan pemanfaatan hasil-hasilnya senantiasa
dilaksanakan dengan memperhatikan keseimbangan dan keserasian
pembangunan antar wilayah dan antar sektor;
f. Kemampuan bersaing harus ditumbuhkan secara sehat dan dinamis
untuk mempertahankan serta meningkatkan eksistensi dan kemandirian
perekonomian nasional. Upaya ini dilakukan dengan memanfaatkan
sumber daya nasional secara optimal serta sarana ilmu pengetahuan dan
teknologi yang tepat guna dalam menghadapi setiap permasalahan dan
dengan tetap memperhatikan kesempatan kerja.
4. Pengaruh Aspek Sosial Budaya
Ketahanan nasional bidang sosial budaya adalah suatu kondisi
dinamis sosial budaya suatu bangsa yang berisi keuletan, ketangguhan dari
kemampuan suatu bangsa untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam
menghadapi dan mengatasi segala tantangan, permasalahan, gangguan,
ancaman serta hambatan baik dari luar maupun dari dalam negeri, yang
langsung maupun tidak langsung dapat membahayakan kelangsungan
kehidupan sosial budaya bangsa dan negara Republik Indonesia.
Berdasarkan batasan pengertian ketahanan bidang sosial budaya
tersebut, maka dapat dipahami bahwa ketahanan pada aspek sosial budaya
merupakan salah satu pilar yang penting untuk menyangga kelangsungan
hidup bangsa dan negara Republik Indonesia. Hal tersebut dipertegas secara
yuridis dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dalam Amandemen Keempat Pasal 32 :
(1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.
(2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional. 37
Wujud ketahanan bidang sosial budaya tercermin dalam kehidupan
sosial budaya bangsa yang mampu membentuk dan mengembangkan
kehidupan sosial budaya manusia dan masyarakat Indonesia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, rukun, bersatu, cinta tanah air,
berkualitas, maju dan sejahtera dalam kehidupan yang serba selaras, serasi
dan seimbang serta mampu menangkal penetrasi budaya asing yang tidak
sesuai dengan kebudayaan nasional. Esensi pengaturan dan penyelenggaraan
kehidupan sosial budaya bangsa Indonesia dengan demikian adalah
pengembangan kondisi sosial budaya di mana setiap warga masyarakat dapat
merealisasikan pribadi dan segenap potensi manusiawinya berdasarkan
pandangan hidup, filsafat hidup dan dasar nilai yang telah ada dan
dimilikinya sejak zaman dahulu kala, yang tertuang dalam filsafat negara
Pancasila. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan suatu
37 Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Amandemen Keempat, Bab XIII Pendidikan dan Kebudayaan.
asas kerohanian yang merupakan pedoman sikap bagi setiap tingkah laku
setiap bangsa dan kehidupan kenegaraan Indonesia dan sekaligus akan
merupakan sumber semangat, motivasi serta jiwa bagi akselerasi dalam
setiap praktik kenegaraan, kemasyarakatan dan kebangsaan.38
5. Pengaruh Aspek Pertahanan dan Keamanan
Pertahanan mengandung makna suatu kemampuan bangsa untuk
membina dan menggunakan kekuatan nasional guna menghadapi ataupun
menangkal rongrongan, gangguan, ancaman maupun tekanan dari luar.
Adapun keamanan mengandung arti kemampuan bangsa untuk membina dan
menggunakan kekuatan nasional untuk menghadapi serta menangkal
ancaman, gangguan dan tantangan yang datang dari dalam negeri. Dua
macam tugas pertahanan dan keamanan tersebut berdasarkan teori maupun
pengalaman kehidupan berbangsa dan bernegara dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Faktor-faktor tersebut sangat menentukan keberhasilan atau
kegagalan pelaksanaan unsur-unsur ketahanan nasional lainnya.39
Pertahanan dan keamanan Indonesia adalah kesemestaan daya
upaya seluruh rakyat Indonesia dalam mempertahankan dan mengamankan
negara demi kelangsungan hidup bangsa dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Pertahanan dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia
dilaksanakan dengan menyusun, mengerahkan dan menggerakkan seluruh
38 Kaelan & Achmad Zubaidi, Op. Cit., hlm. 192-193.39 R. Parmono, Op. Cit., hlm. 7.
potensi nasional secara terintegrasi dan terkoordinasi. Penyelenggaraan
pertahanan dan keamanan secara nasional merupakan salah satu fungsi
utama pemerintahan dan negara Republik Indonesia dengan TNI dan POLRI
sebagai intinya. Tujuannya adalah untuk menciptakan keamanan bangsa dan
negara dalam rangka mewujudkan ketahanan nasional Indonesia.40
Dengan demikian ketahanan pertahanan dan keamanan yang
diinginkan adalah kondisi daya tangkal bangsa dilandasi oleh kesadaran bela
negara seluruh rakyat dan mengandung kemampuan memelihara stabilitas
pertahanan dan keamanan negara yang dinamis, mengamankan
pembangunan dan hasil-hasilnya, serta mempertahankan kedaulatan negara
dan menangkal segala bentuk ancaman.41
C. Kebijakan dan Strategi Potensi Pertahanan Keamanan Nasional
Pertahanan Indonesia diselenggarakan atas dasar keyakinan pada
kekuatan sendiri. Indonesia tidak mungkin dapat menyandarkan keselamatan
negara dan bangsa Indonesia kepada bangsa lain. Indonesia juga tidak berada
dalam suatu pakta pertahanan dengan negara lain. Oleh karena itu, kemampuan
penangkalan Indonesia menjadi tumpuan dalam mempertahankan diri di tengah
dinamika lingkungan strategis. Pertahanan Indonesia dengan sistem pertahanan
semesta dikembangkan dengan mengedepankan kemampuan penangkalan yang
40 Kaelan & Achmad Zubaidi, Op. Cit., hlm. 195.41 Lembaga Pertahanan Nasional Republik Indonesia, Op. Cit., hlm. 9.
bertumpu pada kekuatan TNI sebagai Komponen Utama dan didukung oleh
seluruh rakyat Indonesia dalam susunan Komponen Cadangan dan Komponen
Pendukung.
Penangkalan Indonesia dibangun dalam strategi pertahanan berlapis
yang memadukan lapis pertahanan militer dan lapis pertahanan nirmiliter sebagai
satu kesatuan pertahanan. Lapis pertahanan militer mengandalkan kekuatan dan
kemampuan TNI dengan Alutsista yang andal serta prajurit yang profesional
untuk melaksanakan Operasi Militer Perang (OMP) maupun Operasi Militer
Selain Perang (OMSP). Dalam rangka itu, TNI sebagai kekuatan bersenjata
dibangun dan dikembangkan secara profesional untuk mencapai tingkat kekuatan
yang mencapai standar penangkalan. Ukuran standar penangkalan adalah standar
kekuatan di atas kekuatan pokok minimum yang mampu menjaga NKRI serta
disegani minimal pada lingkup regional.
Upaya mewujudkan profesionalitas TNI diarahkan pada aspek
pengetahuan, keterampilan dan jiwa juang prajurit TNI serta peningkatan
Alutsista disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan revolusi di bidang
militer. Pertahanan militer dilaksanakan TNI secara Tri-Matra Terpadu bersama-
sama pertahanan nirmiliter dengan pusat kekuatan berupa dukungan rakyat atas
peran TNI sebagai satu kesatuan dan totalitas pertahanan Indonesia. Sebaliknya,
lapis pertahanan nirmiliter mengandalkan kemampuan dan usaha pertahanan
tidak bersenjata dengan mendayagunakan faktor-faktor diplomasi dan politik,
ekonomi, psikologi, sosial budaya, dan teknologi. Pemberdayaan dan
pendayagunaan lapis pertahanan militer dan lapis pertahanan nirmiliter pada
masa damai, selain untuk tujuan penangkalan, juga diarahkan untuk memberikan
efek stabilitas yang memungkinkan pembangunan nasional dapat terselenggara
untuk mencapai tingkat kesejahteraan rakyat yang cukup tinggi.42
Keseluruhan strategi tersebut terangkum dalam Pasal 30 Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Amandemen
Keempat :
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
(2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung.43
D. Politik Luar Negeri Indonesia dalam Bidang Ketahanan Nasional
Politik luar negeri adalah salah satu sarana pencapaian kepentingan
nasional dalam pergaulan antar bangsa. Politik luar negeri Indonesia yang
berlandaskan pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yaitu melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, serta anti penjajahan bangsa
42 Departemen Pertahanan Republik Indonesia, Op. Cit., hlm. 65-66.43 Republik Indonesia, Op. Cit., Bab XII Pertahanan dan Keamanan Negara.
satu terhadap bangsa lainnya karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan.44
Berdasarkan ketentuan tersebut maka rincian politik luar negeri
Indonesia adalah sebagai berikut45 :
1. Sebagai bagian integral dari strategi nasional.
Politik luar negeri merupakan proyeksi kepentingan nasional dalam
kehidupan antar bangsa. Hal tersebut dijiwai oleh filsafat negara Pancasila
sebagai tuntutan moral dan etika, politik luar negeri Indonesia ditujukan
pada kepentingan nasional terutama pembangunan nasional. Dengan
demikian, politik luar negeri merupakan bagian integral dari strategi nasional
dan secara keseluruhan merupakan salah satu sarana pencapaian tujuan
nasional.
2. Garis politik luar negeri Indonesia adalah bebas dan aktif.
Bebas artinya bahwa negara Indonesia tidak memihak pada
kekuatan-kekuatan yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Aktif
dalam pengertian peran Indonesia dalam percaturan dunia internasional tidak
bersifat reaktif, dan Indonesia tidak menjadi objek percaturan dunia
internasional. Indonesia berperan serta atas dasar cita-cita bangsa yang
tercermin dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Karena heterogenitas kepentingan bangsa-
44 Republik Indonesia, Op. Cit., Bagian Penjelasan.45 Kaelan & Achmad Zubaidi, Op. Cit., hlm. 178.
bangsa di dunia, maka politik luar negeri Indonesia harus bersifat fleksibel
dalam arti moderat dalam hal yang kurang prinsipal dan tetap berpegang
pada prinsip-prinsip dasar seperti yang ditentukan dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Politik luar
negeri juga harus lincah dalam menghadapi dinamika perubahan hubungan
antar bangsa yang cepat dan tidak menentu. Daya penyesuaian yang tinggi
diperlukan dalam menghadapi dan menanggapi perkembangan-
perkembangan tersebut.
Sedangkan menurut Lembaga Pertahanan Nasional Republik Indonesia,
ketahanan pada aspek politik luar negeri adalah sebagai berikut46 :
1. Hubungan luar negeri ditujukan untuk meningkatkan kerjasama internasional di
berbagai bidang atas dasar sikap saling menguntungkan, meningkatkan citra
positif Indonesia di luar negeri dan memantapkan persatuan serta keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
2. Politik luar negeri terus dikembangkan menurut prioritas dalam rangka
meningkatkan persahabatan dan kerjasama antar negara berkembang serta antar
negara berkembang dengan negara maju sesuai dengan kemampuan demi
kepentingan nasional. Peran Indonesia dalam membina dan mempererat
persahabatan dan kerjasama antar bangsa yang saling menguntungkan perlu terus
ditingkatkan. Kerjasama dengan negara-negara ASEAN, terutama di bidang
ekonomi, IPTEK dan sosial budaya harus terus dilanjutkan dan dikembangkan.
46 Lembaga Pertahanan Nasional Republik Indonesia, Op. Cit., hlm. 11.
Peran aktif Indonesia dalam Gerakan Non Blok dan OKI serta mengembangkan
hubungan demi kerjasama antar negara di kawasan Asia Pasifik perlu terus
ditingkatkan;
3. Citra positif Indonesia terus ditingkatkan dan diperluas antara lain melalui
promosi, peningkatan diplomasi, lobi internasional, pertukaran pemuda, pelajar
dan mahasiswa serta kegiatan olahraga;
4. Perkembangan, perubahan dan gejolak dunia terus diikuti dan dikaji dengan
seksama agar dampak negatif yang mungkin mempengaruhi stabilitas nasional
dan menghambat kelancaran pembangunan dan pencapaian tujuan nasional dapat
diperkirakan secara dini;
5. Langkah bersama negara berkembang dengan industri negara maju untuk
memperkecil ketimpanganan mengurangi ketidakadilan perlu ditingkatkan
melalui perjanjian perdagangan internasional serta kerjasama lembaga-lembaga
keuangan internasional;
6. Perjuangan mewujudkan suatu tatanan dunia baru dan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial melalui
penggalangan, pemupukan solidaritas, kesamaan sikap serta kerjasama
internasional dalam berbagai forum internasional dan global. Peran aktif
Indonesia dalam perlucutan sejata, pengiriman serta pelibatan pasukan
perdamaian dan penyelesaian konflik antarbangsa perlu terus ditingkatkan.
Upaya restrukturisasi dan demokratis harus terus dilaksanakan;
7. Peningkatan kualitas sumber daya manusia perlu dilaksanakan dengan
pembenahan sistem pendidikan, pelatihan dan penyuluhan calon diplomat secara
menyeluruh agar mereka dapat menjawab tantangan tugas yang mereka hadapi.
Selain itu, aspek-aspek kelembagaan dan sarana penunjang lainnya perlu
ditingkatkan; dan
8. Perjuangan bangsa Indonesia yang menyangkut kepentingan nasional, seperti
melindungi kepentingan Indonesia dari kegiatan diplomasi negatif negara lain
dan melindungi hak-hak warga negara Republik Indonesia di luar negeri perlu
ditingkatkan.
E. Peranan Pancasila dalam Ketahanan Nasional
Bangsa Indonesia merupakan suatu bangsa yang memiliki tingkat
keanekaragaman yang tinggi. Sebagaimana diketahui bersama bahwa bangsa
Indonesia terdiri atas berbagai macam suku bangsa yang dengan sendirinya
memiliki beraneka ragam budaya masing-masing. Selain itu, bangsa Indonesia
juga tersusun atas golongan, agama dan adat istiadat yang beraneka ragam,
keadaan yang demikian ini memiliki dua kemungkinan47 :
Pertama, keanekaragaman itu dapat menimbulkan potensi perpecahan
jikalau di antara unsur-unsur bangsa tidak memiliki wawasan kebersamaan
sebagaimana terkandung dalam ideologi Pancasila. Oleh karena itu jikalau unsur
bangsa memiliki wawasan yang sempit maka bukannya tidak mungkin akan
47 Kaelan & Achmad Zubaidi, Op. Cit., hlm. 166.
terjadi perpecahan bangsa atau disintegrasi bangsa. Hal ini nampak pada kondisi
bangsa pada era reformasi dewasa ini yang salah memahami kebebasan serta
otonomi daerah.
Kedua, keanekaragaan itu justru merupakan suatu khasanah budaya
bangsa yang dapat dikembangkan serta menguntungkan dalam pelbagai
kepentingan, misalnya dalam bidang pariwisata, serta dapat menumbuhkan
kebanggaan nasional serta memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
Dengan latar belakang keadaan tersebut, terlebih keadaan wilayah
yang terdiri atas berbagai gugusan pulau dan kepulauan besar maupun kecil,
maka diperlukan secara mutlak sarana penangkal ideologi untuk mempersatukan
persepsi, mempersatukan bangsa, yaitu Pancasila. Pancasila sebagai suatu
ideologi merupakan suatu sistem nilai yang telah diyakini kebenaran dan
kesesuaiannya dengan pandangan hidup bangsa, sehingga merupakan suatu
prinsip dalam kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan. Dengan demikian
salah satu fungsi pokok Pancasila sebagai suatu ideologi bangsa dan negara
adalah merupakan prinsip untuk mempersatukan bangsa Indonesia dalam
mewujudkan cita-cita dan mewujudkan tujuan bersama.48
Berbeda dengan ideologi-ideologi lainnya, maka Pancasila pada
hakikatnya merupakan suatu ideologi yang bersifat komprehensif, artinya
ideologi Pancasila bukan untuk dasar perjuangan kelas tertentu, golongan tertentu
atau kelompok primordial tertentu. Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu
48 Ibid.
ideologi bagi seluruh lapisan, golongan, kelompok dan seluruh elemen bangsa
dalam mewujudkan cita-cita bersama dalam suatu kehidupan berbangsa dan
bernegara.49 Oleh karena itu, ideologi Pancasila bukan untuk memperjuangkan
kelas tertentu atau golongan tertentu. Ideologi Pancasila secara ontologis
berprinsip monopluralis atau majemuk tunggal yang bersumber pada hakikat
manusia baik sebagai individu dan makhluk sosial. Bangsa indonesia pada
prinsipnya tersusun atas individu-individu, keluarga-keluarga, kelompok-
kelompok, golongan-golongan, suku bangsa yang hidup dalam suatu wilayah
tertentu yaitu tanah tumpah darah Indonesia yang terdiri atas beribu-ribu pulau
yang memiliki kekayaan budaya yang beranekaragam, keseluruhannya itu
merupakan suatu kesatuan integral baik lahir maupun batin.
Berdasarkan konsep tersebut, maka menurut Pancasila negara pada
hakikatnya merupakan suatu kesatuan integral dari unsur-unsur yang
menyusunnya. Negara mengatasi semua golongan, bagian-bagian yang
membentuk negara, negara tidak memihak pada suatu golongan tertentu
betapapun golongan itu paling besar. Negara dan bangsa adalah untuk semua
unsur yang membentuk kesatuan tersebut. Dalam kehidupan kemasyarakatan dan
negara, ideologi Pancasila tidak mengenal dikotomi masyarakat dan negara.
Negara adalah merupakan masyarakat hukum yang merupakan kesatuan organis
sehingga setiap anggota, bagian, lapisan, kelompok, maupun golongan yang ada
yang membentuk negara, satu dengan lainnya saling berhubungan erat dan
49 Yusril Ihza Mahendra, Ideologi dan Negara, (Jakarta: Rajawali Press, 1999), hlm. 41.
merupakan suatu kesatuan hidup. Eksistensi setiap unsur hanya berarti dalam
hubungannya dengan keseluruhan. Setiap bagian dalam negara memiliki tempat,
kedudukan dan fungsi masing-masing yang harus diakui, dijamin, dihargai dan
dihormati. Paham ini beranggapan bahwa setiap unsur merasa berkewajiban akan
terciptanya keselamatan, kesejahteraan dan kebahagiaan bersama. Hal inilah
yang dilukiskan dalam suatu seloka Bhinneka Tunggal Ika.50
50 Kaelan & Achmad Zubaidi, Loc. Cit.
BAB III
KEDUDUKAN DAN PERANAN PEMUDA SEBAGAI WARGA NEGARA
DALAM MEMPERTAHANKAN NEGARA
A. Dasar Hukum Kepemudaan dan Kewarganegaraan
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 mengamanatkan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk
mewujudkan tujuan nasional tersebut, pemuda mempunyai peran penting sebagai
salah satu penentu dan subjek bagi tercapainya tujuan nasional.
Sejarah perjuangan bangsa Indonesia telah mencatat peran penting
pemuda yang dimulai dari pergerakan Budi Utomo tahun 1908, Sumpah Pemuda
tahun 1928, Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945, pergerakan pemuda, pelajar,
dan mahasiswa tahun 1966, sampai dengan pergerakan mahasiswa pada tahun
1998 yang telah membawa bangsa Indonesia memasuki masa reformasi. Hal ini
membuktikan bahwa pemuda mampu berperan aktif sebagai garda terdepan
dalam proses perjuangan, pembaruan, dan pembangunan bangsa.
Dalam proses pembangunan bangsa, pemuda merupakan kekuatan
moral, kontrol sosial, dan agen perubahan sebagai perwujudan dari fungsi, peran,
karakteristik, dan kedudukannya yang strategis dalam pembangunan nasional.
Untuk itu, tanggung jawab dan peran strategis pemuda di segala dimensi
pembangunan perlu ditingkatkan dalam kerangka hukum nasional sesuai dengan
nilai yang terkandung di dalam Pancasila dan amanat Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan berasaskan Ketuhanan Yang
Maha Esa, kemanusiaan, kebangsaan, kebhinekaan, demokratis, keadilan,
partisipatif, kebersamaan, kesetaraan, dan kemandirian.
Guna memenuhi harapan tersebut, diperlukan pengaturan dan penataan
pembangunan nasional kepemudaan yang berorientasi pada pelayanan
kepemudaan untuk mewujudkan pemuda Indonesia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki akhlak mulia, sehat, cerdas, kreatif,
inovatif, mandiri, demokratis, bertanggungjawab, dan berdaya saing. Dalam
pelaksanaannya, pelayanan kepemudaan berfungsi menyadarkan,
memberdayakan, dan mengembangkan potensi pemuda dalam bidang
kepemimpinan, kewirausahaan, dan kepeloporan.51
Dalam Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 27, Pasal 28C, dan Pasal 31
ayat (1), ayat (4), dan ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 juga menjadi tolok ukur yang mengisyaratkan untuk adanya suatu
51 Untuk selengkapnya, lihat Undang-Undang tentang Kepemudaan, UU Nomor 40 Tahun
2009, LN RI No.148, TLN RI No.5067, Bagian Penjelasan.
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Kepemudaan. Maka dari
itu terbitlah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan.52
Selain itu, terdapat pula beberapa produk hukum terkait dengan
Kepemudaan, misalnya53:
1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka;
2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan
Nasional;
3. Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2010 tentang Program Indonesia Emas;
4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang
Pengesahan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka;
5. Dan lain sebagainya.
Warga negara merupakan salah satu unsur hakiki dan unsur pokok
suatu negara. Status kewarganegaraan menimbulkan hubungan timbal balik
antara warga negara dan negaranya. Setiap warga negara mempunyai hak dan
kewajiban terhadap negaranya. Sebaliknya, negara mempunyai kewajiban
memberikan perlindungan terhadap warga negaranya. Pada awal masa
Kemerdekaan Republik Indonesia, ihwal kewarganegaraan diatur dalam Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 1946 tentang Warga Negara dan Penduduk Negara.
Undang-Undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 6
52 Untuk selengkapnya, lihat Undang-Undang tentang Kepemudaan, UU Nomor 40 Tahun
2009, LN RI No.148, TLN RI No.5067, Bagian Konsideran.53 Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia Bagian Perundang-undangan,
http://kemenpora.go.id/index/perundangan, diakses tanggal 19 Januari 2012.
Tahun 1947 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1946 dan
diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1947 tentang
Memperpanjang Waktu untuk Mengajukan Pernyataan Berhubung dengan
Kewargaan Negara Indonesia dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1948
tentang Memperpanjang Waktu Lagi untuk Mengajukan Pernyataan Berhubung
dengan Kewargaan Negara Indonesia. Selanjutnya, ihwal kewarganegaraan
diatur dengan Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang- Undang Nomor 62 Tahun 1958
tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 62
Tahun 1958 tersebut secara filosofis, yuridis, dan sosiologis sudah tidak sesuai
lagi dengan perkembangan masyarakat dan ketatanegaraan Republik Indonesia.
Secara filosofis, Undang-Undang tersebut masih mengandung
ketentuan-ketentuan yang belum sejalan dengan falsafah Pancasila, antara lain,
karena bersifat diskriminatif, kurang menjamin pemenuhan hak asasi dan
persamaan antar warga negara, serta kurang memberikan perlindungan terhadap
perempuan dan anak-anak.
Secara yuridis, landasan konstitusional pembentukan Undang-Undang
tersebut adalah Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 yang sudah tidak
berlaku sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menyatakan kembali kepada
Undang-Undang Dasar 1945. Dalam perkembangannya, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengalami perubahan yang lebih
menjamin perlindungan terhadap hak asasi manusia dan hak warga negara.
Secara sosiologis, Undang-Undang tersebut sudah tidak sesuai lagi
dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat Indonesia sebagai bagian dari
masyarakat internasional dalam pergaulan global, yang menghendaki adanya
persamaan perlakuan dan kedudukan warga negara di hadapan hukum serta
adanya kesetaraan dan keadilan gender. Berdasarkan pertimbangan tersebut di
atas, perlu dibentuk undang-undang kewarganegaraan yang baru sebagai
pelaksanaan Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang mengamanatkan agar hal-hal mengenai warga negara dan
penduduk diatur dengan undang-undang.
Untuk memenuhi tuntutan masyarakat dan melaksanakan amanat
Undang- Undang Dasar sebagaimana tersebut di atas, Undang-Undang
Kewarganegaraan perlu memperhatikan asas-asas kewarganegaraan umum atau
universal, yaitu asas ius sanguinis, ius soli, dan campuran.54
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28B ayat (2), Pasal 28D
ayat (1) dan ayat (4), Pasal 28E ayat (1), Pasal 28I ayat (2), dan Pasal 28J
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga menjadi
tolok ukur yang mengisyaratkan untuk adanya suatu peraturan perundang-
54 Untuk selengkapnya, lihat Undang-Undang tentang Kewarganegaraan, UU Nomor 12
Tahun 2006, LN RI No.63, TLN RI No.4634, Bagian Penjelasan.
undangan yang mengatur tentang Kewarganegaraan. Karena itu, terbitlah
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.55
B. Pengertian Pemuda dan Warga Negara
Dalam kosakata bahasa Indonesia, pemuda juga dikenal dengan
sebutan generasi muda dan kaum muda. Seringkali terminologi pemuda, generasi
muda, atau kaum muda memiliki pengertian yang beragam. Pemuda adalah
individu yang bila dilihat secara fisik sedang mengalami perkembangan dan
secara psikis sedang mengalami perkembangan emosional, sehingga pemuda
merupakan sumber daya manusia pembangunan baik saat ini maupun masa
datang. Sebagai calon generasi penerus yang akan menggantikan generasi
sebelumnya. World Health Organization menyebut sebagai ‘young people’
dengan batas usia 10-24 tahun, sedangkan usia 10-19 tahu disebut ‘adolescenea’
atau remaja. International Youth Year yang diselenggarakan tahun 1985,
mendefinisikan penduduk berusia 15-24 tahun sebagai kelompok pemuda.56
Secara harfiah, Oxford English Dictionary, mengartikan bahwa ‘youth’
yang diterjemahkan sebagai pemuda adalah:
1. the period between childhood and adult age.
55 Untuk selengkapnya, lihat Undang-Undang tentang Kewarganegaraan, UU Nomor 12
Tahun 2006, LN RI No.63, TLN RI No.4634, Bagian Konsideran.56 Erlangga Masdiana, dkk., Peran Generasi Muda dalam Ketahanan Nasional, (Jakarta:
Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, 2008), hlm. 1-2.
2. [treated as singular or plural] young people.57
Yang terjemahan bebasnya sebagai berikut:
1. periode antara masa kanak-kanak dan usia dewasa.
2. [diperlakukan sebagai tunggal atau jamak] orang muda.
Sedangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan pemuda
sebagai berikut:
Orang yang masih muda; orang muda.58
Penjabaran lebih luas tentang definisi pemuda terdapat dalam Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2009 Pasal 1 butir (1) yaitu:
Pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun.
Warga berarti anggota; anggota dari sesuatu (anggota keluarga,
anggota masyarakat, atau anggota dari suatu negara). Dede Rosyada mengartikan
‘warga negara’ sebagai peserta, anggota atau warga dari suatu negara, suatu
persekutuan hidup bersama yang didirikan dengan kekuatan bersama atas dasar
tanggung jawab bersama dan untuk kepentingan bersama. AS Hikam
mendefinisikan ‘warga negara’ (citizenship) sebagai anggota dari sebuah
57 Consice Oxford English Dictionary (Eleventh Edition), (United Kingdom: Oxford
University Press, 2003).58 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III, 2008,
http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/, diakses tanggal 19 Januari 2012.
komunitas yang membentuk negara itu sendiri.59 Oxford English Dictionary
mengartikan ‘citizen’ yaitu:
1. a legally recognized subject or national of a state or commonwealth.
2. an inhabitant of a town or city.60
Yang terjemahan bebasnya sebagai berikut:
1. secara legal diakui sebagai subjek atau bangsa dari suatunegara atau persemakmuran.
2. seorang penduduk dari sebuah kota.
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan ‘warga negara’ sebagai
berikut:
Penduduk sebuah negara atau bangsa berdasarkan keturunan, tempat kelahiran, dan sebagainya yang mempunyai kewajiban dan hak penuh sebagai seorang warga dari negara itu.61
Untuk Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 Pasal 26 ayat (1) merumuskan ‘warga negara Indonesia’ sebagai
berikut:
Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang
bertempat tinggal di Indonesia. 62
Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Pasal 1 butir
(1) mendefinisikan warga negara sebagai berikut:
59 Mali Benyamin Mikhael, dkk., Civic Education: Upaya Mengembalikan Episteme Politik,
(Jakarta: Fidei Press, 2011), hlm. 30.60 Consice Oxford English Dictionary (Eleventh Edition), 2003, Loc. Cit.61 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III, 2008, Loc.
Cit.62 Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Amandemen Keempat, Bab X Warga Negara dan Penduduk.
Warga Negara adalah warga suatu negara yang ditetapkan
berdasarkan peraturan perundang-undangan. 63
Lebih lanjut lagi dalam Pasal 2 dijabarkan sebagai berikut:
Yang menjadi Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.64
Seorang warga negara Indonesia belum tentu menjadi penduduk di
negaranya; mereka bisa saja tinggal menetap dan bekerja di negara lain.
Sebaliknya, ada warga negara asing yang untuk jangka waktu tertentu tinggal dan
bekerja di wilayah Indonesia. Penduduk yang WNA ini tidak memiliki hak
maupun kewajiban seperti yang dipunyai warga negara Indonesia. Jadi
‘penduduk’ tidak identik ‘warga negara’. Penduduk adalah semua orang yang
bertempat tinggal di wilayah negara Indonesia, baik yang warga negara maupun
yang bukan warga negara (WNA) yang dalam jangka waktu tertentu (sesuai
dengan peraturan perundang-undangan) tinggal di negara Indonesia.65
Rumusan Pasal 28 E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yaitu:
Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. 66
63 Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Kewarganegaraan, UU Nomor 12 Tahun
2006, LN RI No.63, TLN RI No.4634, Pasal 1 butir 1.64 Ibid., Pasal 2.65 Mali Benyamin Mikhael, dkk., Op. Cit., hlm. 31.66 Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Amandemen Keempat, Bab XA Hak Asasi Manusia.
Setiap orang yang tinggal di wilayah negara dapat diklasifikasikan ke dalam
penduduk dan bukan-penduduk.67 Penduduk adalah semua orang yang
berdomisili atau bertempat tinggal tetap di wilayah Indonesia. Penduduk ini dapat
dibedakan atas warga negara (WNI) dan bukan warga negara (WNA). Orang
bukan penduduk adalah orang-orang asing yang tinggal di wilayah Indonesia,
namun bersifat sementara, sesuai dengan visa yang diberikan oleh pemerintah
Indonesia (dalam hal ini Kantor Imigrasi) dan tidak bermaksud tinggal menetap
di Indonesia.68
C. Hak dan Kewajiban Warga Negara
Hak dan kewajiban tidak dapat dipisahkan. Hak selalu mengandung
kewajiban. Sebaliknya, kewajiban selalu melahirkan hak. Untuk Indonesia, hak-
hak dan kewajiban-kewajiban warga negara Indonesia tercantum di dalam pasal-
67 Istilah ‘warga negara’ berkaitan erat dengan istilah ‘rakyat’. Rakyat adalah penduduk
suatu negara; semua orang yang berada dan berdiam dalam suatu wilayah negara dan tunduk pada kekuasaan negara itu. ‘Rakyat’ terdiri atas penduduk dan bukan penduduk. a) ‘Penduduk’: orang-orang yang mendiami suatu wilayah negara secara menetap. Seluruh
kehidupannya sejak lahir berlangsung di wilayah negara itu. Terbagi lagi atas ‘warga negara’ dan ‘bukan warga negara’ (orang asing). ‘Warga negara’ adalah orang-orang secara hukum, menurut undang-undang negara atau suatu perjanjian, merupakan anggota dari suatu negara, atau diakui sebagai warga negara. Termasuk di dalamnya ‘orang asing’ yang melalui proses ‘naturalisasi’ menjadi warga negara. Sementara orang ‘bukan warga negara’ adalah orang-orang yang tinggal di suatu negara, tetapi secara hukum bukan anggota negara itu, tetapi mereka tunduk pada pemerrintah negara itu (para duta besar beserta keluarga dan staf, kontraktor asing, para misionaris asing, dan sebagainya).
b) ‘Bukan penduduk’: orang-orang yang berada di suatu wilayah negara hanya selama suatu jangka waktu tertentu karena suatu kepentingan. Misalnya para turis asing, tamu-tamu instansi tertentu.
(Sumber: Mali Benyamin Mikhael, dkk., Loc. Cit.)68 Ibid.
pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang
disahkan keberlakuannya pada tanggal 18 Agustus 1945.
Ada hak, ada kewajiban. Keduanya memancar keluar dari ciri
sosialitas manusia sebagai makhluk yang selalu hidup dalam kebersamaan
dengan dan dalam kebergantungan pada orang lain. Keduanya juga saling
memuat, saling mengandaikan. Artinya, di dalam hak ada kewajiban, dan
kewajiban dengan sendirinya menuntut hak. Tidak ada kewajiban tanpa ada
sesuatu yang mewajibkan, yaitu hak. Yang mewajibkan itu (hak) menuntut
sesuatu dari yang berwajib, tetapi tuntutan itu ada apabila dilakukan atas dasar
hak. Hak mengandung implikasi ‘tuntutan keras’ pada pihak lain.
Tentang hal ihwal ‘hak dan kewajiban’ ini, di satu pihak memang
benar bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama, tetapi
di lain pihak benar juga bahwa hak dan kewajiban itu berbeda-beda pada setiap
orang tergantung, misalnya, pada kedudukan atau jabatan seseorang dalam
masyarakat. Seorang pejabat negara misalnya tentu saja mempunyai hak dan
kewajiban yang berbeda dari seorang rakyat biasa, karena beban tugas dan
taunggung jawabnya berbeda dengan beban tugas dan tanggung jawab seorang
rakyat biasa.69
69 Asep Sahid Gatara & Subhan Sofian, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education)
Pendidikan Politik, Nasionalisme, dan Demokrasi, (Bandung: Fokusmedia, 2011), hlm. 48.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ‘hak’ adalah70:
1. Benar.2. Milik; kepunyaan.3. Kewenangan.4. Kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan
oleh undang-undang, aturan, dan sebagainya).5. Kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut
sesuatu.6. Derajat atau martabat.7. Wewenang menurut hukum.
Sedangkan menurut Oxford English Dictionary hak dalam terminologi
‘right’71:
A moral or legal entitlement to have or do something.
Yang terjemahan bebasnya sebagai berikut:
Secara moral atau hukum untuk memiliki atau melakukan
sesuatu.
Di sini hak (rights), sebagai kata benda (hakku, haknya), menunjuk
kepada ‘objek keadilan’. Bila seseorang menyatakan dia mempunyai hak atas
sesuatu, itu berarti ia memiliki kuasa atau wewenang atas sesuatu itu, yang wajib
orang lain akui dan hormati, dan bila ditagih, diminta, dan dituntut, harus
dipenuhi. Hak pada dasarnya berbeda dari “kewajiban” (obligation); dalam
kewajiban, kita ‘harus’, sedangkan dalam hak, kita ‘boleh’ melakukan atau
mengabaikan sesuatu. Sekali lagi, hak adalah suatu otoritas moral atau legal.
Otoritas ini berbeda dari ‘penguasaan’ secara fisik. Seorang pencuri (yang tak
70 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III, 2008, Loc.
Cit.71 Consice Oxford English Dictionary (Eleventh Edition), 2003, Loc. Cit.
terlacaki) secara fisik menguasai barang yang dicurinya, namun dia
sesungguhnya tidak ‘punya hak’ sedikitpun atas barang itu. Sebaliknya,
tindakannya itu merupakan suatu bentuk ‘ketidakadilan’ yang menyeretnya ke
dalam pelanggaran hak (an injustice, a violation of right). Agar tidak terjerat
sanksi hukum, ia mau tidak mau ‘harus’ mengembalikan barang yang dicurinya
itu kepada pemiliknya. Disebut sebuah otoritas moral atau legal karena hak
terpancar dari ‘hukum’ yang memberikan kepada seseorang kuasa atas sesuatu
dan membebankan pada orang lain kewajiban untuk menghormati kuasa itu. Di
dalam hak seseorang terdapat kewajiban (obligation) pada pihak lain sehingga
hak dan kewajiban saling mempengaruhi. Tanpa kewajiban, hak menjadi suatu
ilusi saja. Misalnya, jika saya mempunyai hak atas uang Rp. 1.000.000,- dari
seseorang karena ia meminjamnya, seseorang itu berada dalam ‘kewajiban’ untuk
mengembalikan uang itu kepada saya, ketika saya menagihnya.
Klausul “memiliki, meminta, menagih, menuntut, dan menggunakan
sesuatu sebagai milik sendiri” menunjuk kepada ‘objek’ dari hak. Keadilan
menuntut setiap orang memberikan kepada orang lain ‘apa’ yang menjadi haknya
(“tribuere ius suum cuique”). Ketika seseorang menyatakan bahwa sesuatu itu
‘miliknya’, ‘harta pribadinya’, atau ‘kepunyaannya’, itu berarti bahwa sesuatu itu
berada dalam hubungan yang khusus dengan dirinya, dan dimaksudkan pertama-
tama untuk penggunaannya sendiri, dan bahwa ia dapat mengaturnya sesuai
kehendaknya, tanpa peduli orang lain. Kata ‘sesuatu’ di sini tidak semata-mata
berarti barang materiil, tetapi juga yang immateriil dan tergolong ‘berguna-
bermanfaat’ (usefully) bagi manusia. Misalnya kegiatan-kegiatan (actions), hasil-
hasil karya cipta (misalnya penemuan-penemuan, buku, lagu, patung, ukiran dan
lukisan, yang memberi ‘hak cipta’ atau ‘hak kekayaan intelektual’), dan
sebagainya. Hubungan antara ‘sesuatu tertentu’ dengan ‘orang tertentu’, hingga
orang itu bisa meyatakan bahwa sesuatu itu miliknya, harus berdasarkan fakta-
fakta konkrit. Seseorang dapat saja memberikan atau mewariskan miliknya,
tetapi apa yang merupakan miliknya ditentukan oleh fakta-fakta. Banyak hal
secara fisik menjadi milik seseorang, sejak ia dikandung atau lahir – tubuh
berserta organ-organnya dan ciri-cirinya, kesehatan, dan sebagainya. Kita
mengakui bahwa, sejak dari penciptaannya, Sang Pencipta telah memberikan
kepada setiap orang kemampuan-kemampuan fisik dan rohani: tubuh, akal budi,
kehendak, bakat-bakat, pertama-tama untuk dirinya sendiri; semua pemberian itu
dimaksudkan untuk menyanggupkan dan mendukung dia dalam mengambangkan
potensi-potensi dirinya demi memenuhi tugas-tugas kehidupannya.
Pemberian-pemberian itu adalah “barang” miliknya sendiri sejak awal
keberadaannya, dan barang siapa dengan sengaja merongrong, merebut, merusak,
atau mencabut pemberian-pemberian itu dari pemiliknya, ia melanggar hak sang
pemilik. Kecuali itu, ada banyak hal lain lagi dihubungkan dengan pribadi
manusia, tidak secara fisik, tetapi hanya secara moral. Dengan kata lain, dalam
hubungan dengan kenyataan tertentu, setiap orang mengakui bahwa hal-hal
tertentu secara khusus diperuntukkan bagi penggunaan seseorang, dan semua
orang lain harus mengakui itu. Orang-orang yang membangun sebuah rumah
kediaman, membeli peralatan rumah tangga, menciptakan alat-alat permainan,
dan sebagainya menjadi pemilik atas barang-barang ini, dan mereka mengklaim
barang-barang ini sebagai barang-barang milik mereka. Orang-orang lain yang
mencuri, mengambil, dan mengklaim barang-barang itu sebagai milik mereka,
atau merusaknya, melakukan pelanggaran atas hak-hak pemiliknya. Orang yang
secara sah memesan suatu produk, atau dihadiahi sesuatu oleh orang lain, boleh
menganggap sesuatu itu sebagai miliknya yang sah secara hukum dan berhak atas
barang itu, karena ia sudah menggantikan kedudukan orang lain itu sebagai
pemilik.72
Jadi di sini unsur-unsur hak terdiri dari73:
1. The holder, orang yang memiliki hak;
2. The object, sesuatu yang menjadi sasaran hak;
3. The title, kenyataan atas dasar mana seseorang boleh menganggap dan
menuntut sesuatu sebagai miliknya; dan
4. The terminus of the right, orang yang memiliki kewajiban yang berkaitan
dengan hak tersebut.
Di Indonesia hak warga negara terhadap negaranya telah diatur dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan berbagai
72 Asep Sahid Gatara & Subhan Sofian, Op. Cit., hlm. 49-51.73 Ibid., hlm. 51.
peraturan lainnya yang merupakan derivasi dari hak-hak umum yang digariskan
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Di
antaranya adalah74:
1. Pasal 26 : Hak untuk menjadi warga negara. Yang menjadi warga negara
adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang
disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. Hal-hal mengenai
warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang;
2. Pasal 27 : Ayat (1) Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama
dalam hukum dan pemerintahan, Ayat (2) Tiap-tiap warga negara berhak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, Ayat (3)
menegaskan bahwa tiap warga negara berhak untuk ikut serta dalam upaya
bela negara;
3. Pasal 28 : Tiap warga negara berhak untuk mengeluarkan pikiran dengan
lisan atau tulisan, berhak untuk berserikat atau berkumpul. Pasal-pasal 28 A-
I mengenai Hak Asasi Manusia;
4. Pasal 29 ayat (2) : Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk (baik
warga negara Indonesia atau bukan warga negara) untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu;
5. Pasal 30 ayat (1) : Tiap warga negara berhak untuk ikut serta dalam upaya
pertahanan dan keamanan negara;
74 Ibid., hlm. 60.
6. Pasal 31 ayat (1) : Tiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan
(juga layanan kesehatan);
7. Pasal 34 : Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara; dan
8. Rakyat berhak atas pendampingan seorang pengacara jika ia dituduh terlibat
dan/atau melakukan suatu tindak pidana kejahatan.
Penerapan hak-hak yang diamanatkan dalam pasal-pasal di atas dalam
perikehidupan bernegara, berbangsa serta bermasyarakat dijabarkan dalam
produk-produk hukum dan peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah.
Kewajiban menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu75:
1. (sesuatu) yang diwajibkan; sesuatu yang harus dilaksanakan; keharusan.
2. Pekerjaan; tugas.3. Tugas menurut hukum.
Sedangkan menurut Oxford English Dictionary kewajiban dalam
terminologi ‘obligation’76:
1. An act or course of action to which a person is morally or legally bound.
2. A debt of gratitude for a service or favour.
Yang terjemahan bebasnya sebagai berikut:
1. Suatu perbuatan atau tindakan dimana seseorang secara moral atau secara hukum terikat.
2. Suatu hutang budi untuk melayani atau membantu.
75 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III, 2008, Loc.
Cit.76 Consice Oxford English Dictionary (Eleventh Edition), 2003, Loc. Cit.
Kewajiban dibagi atas dua macam, yaitu ‘kewajiban sempurna’ yang
selalu berkaitan dengan hak orang lain, dan ‘kewajiban tidak sempurna’ yang
tidak terkait dengan hak orang lain. Kewajiban sempurna berkaitan dengan
tuntutan keadilan, sedangkan kewajiban tidak sempurna berkaian dengan
tuntutan moral. Dalam konteks dua macam kewajiban itu, dikenal ‘kewajiban’77:
1. Terhadap orang lain (secara perseorangan);
2. Terhadap orang lain dalam masyarakat;
3. Terhadap Tuhan; dan
4. Terhadap diri sendiri.
Dalam konteks hidup berbangsa dan bernegara, kewajiban dasar warga
negara berupa ‘seperangkat kewajiban’ yang harus dilaksanakan demi tegaknya
keluhuran pribadi warga negara sebagai manusia. Apabila tidak dilaksanakan, itu
berarti melanggar hak-hak asasi manusia sebagai warga negara (Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999). Berikut kewajiban dasar sebagai warga negara yang
ditetapkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
194578:
1. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (Pasal 28J);
2. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk
kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang, dengan maksud
77 I. R. Poedjawijatna, Etika, Filsafat Tingkah Laku (Jakarta: Penerbit Obor, 1977), hlm. 26.78 Ibid, hlm. 66-67.
semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan
kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum
dalam suatu masyarakat demokratis;
3. Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan
dan keamanan negara (Pasal 30 ayat (1));
4. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar (9 tahun, SD sampai
SLTP) dan pemerintah wajib membiayainya (Pasal 31 ayat (2)); dan
5. Tiap warga negara wajib menjunjung hukum dan pemerintahan, tidak ada
kecualinya (Pasal 27 ayat (2)). Tiap warga negara wajib ikut serta dalam
upaya bela negara (Pasal 27 ayat (3)).
Sementara Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 menetapkan
kewajiban dasar manusia sebagai warga negara sebagai berikut79:
1. Setiap orang yang ada di wilayah negara Republik Indonesia wajib patuh
pada peraturan perundang-undangan, hukum tak tertulis, dan hukum
internasional mengenai hak asasi manusia yang telah diterima oleh negara
Republik Indonesia.
2. Setiap warga negara wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain, moral etika,
dan tata tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
79 Ibid., hlm. 67.
4. Setiap hak asasi manusia seseorang menimbulkan kewajiban dasar dan
tanggung jawab untuk menghormati hak asasi orang lain secara timbal balik
serta menjadi tugas pemerintah untuk menghormati, melindungi,
menegakkan, dan memajukannya.
5. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk
kepada pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang dengan maksud
untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan
orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu
masyarakat demokratis.
Selain kewajiban-kewajiban di atas, rakyat juga mempunyai kewajiban
di bidang politik, ekonomi, dan sosial. Dalam bidang politik, rakyat mempunyai
kewajiban, seperti ikut serta dalam pemilihan umum untuk memilih Presiden dan
Wakil Presiden serta anggota parlemen, ikut serta mengawsai dan mengkritisi
kinerja pemerintah dan ikut serta dalam proses pengambilan keputusan-
keputusan politik penting yang berkaitan dengan kelangsungan hidup negara.
Dalam bidang ekonomi dan sosial, rakyat mempunyai kewajiban membayar
pajak, menaati aturan-aturan hukkum yang berlaku, menjadi fundamental
ekonomi negara dan menjadi fundamental sosial negara. Pemerintah sebagai
pelaksana undang-undang dapat memperluas kewajiban warga negara dengan
cara membuat peraturan perundang-undangan.80
D. Kedudukan dan Peranan Pemuda dalam Mempertahankan Negara
Pembelaan negara atau bela negara adalah tekad, sikap dan tindakan
warga negara yang teratur, menyeluruh, terpadu dan berlanjut yang dilandasi oleh
kecintaan pada tanah air serta kesadaran hidup berbangsa dan bernegara. Bagi
warga negara Indonesia, usaha pembelaan negara dilandasi oleh kecintaan pada
tanah air (wilayah Nusantara) dan kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia
dengan keyakinan pada Pancasila sebagai dasar negara serta berpijak pada
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai
konstitusi negara. Wujud dari usaha bela negara adalah kesiapan dan kerelaan
setiap warga negara untuk berkorban demi mempertahankan kemerdekaan,
kedaulatan negara, persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, keutuhan wilayah
Nusantara dan yurisdiksi nasional, serta nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Berdasarkan Pasal 27 ayat (3) dalam Perubahan Kedua Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa usaha bela negara
merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara. Hal ini menunjukkan adanya
asas demokrasi dalam pembelaan negara yang mencakup dua arti. Pertama,
80 Ibid.
bahwa setiap warga negara turut serta dalam menentukan kebijakan tentang
pembelaan negara melalui lembaga-lembaga perwakilan sesuai dengan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Kedua, bahwa setiap warga negara harus turut serta
dalam usaha pembelaan negara, sesuai dengan kemampuan dan profesinya
masing-masing.
Usaha pembelaan negara bertumpu pada kesadaran setiap warga
negara akan hak dan kewajibannya. Kesadarannya demikian perlu ditumbuhkan
melalui proses motivasi untuk mencintai tanah air dan untuk ikut serta dalam
pembelaan negara. Proses motivasi untuk membela negara dan bangsa akan
berhasil jika setiap warga memahami keunggulan dan kelebihan negara dan
bangsanya. Di samping itu, setiap warga negara hendaknya juga memahami
kemungkinan segala macam ancaman terhadap eksistensi bangsa dan negara
Indonesia. Dalam hal ini ada beberapa dasar pemikiran yang dapat dijadikan
sebagai bahan motivasi setiap warga negara untuk ikut serta membela negara
Indonesia81:
1. Pengalaman sejarah perjuangan Republik Indonesia;
2. Kedudukan wilayah geografis Nusantara yang strategis;
3. Keadaan penduduk (demografis) yang besar;
4. Kekayaan sumber daya alam;
5. Perkembangan dan kemajuan IPTEK di bidang persenjataan; dan
81 Ibid, hlm. 120-121.
6. Kemungkinan timbulnya bencana perang.
Bila melihat pada sejarah perjalanan bangsa Indonesia, kiprah kaum
muda selalu mengikuti setiap tapak-tapak penting sejarah. Pemuda selalu menjadi
kekuatan utama dalam proses modernisasi dan perubahan, dan biasanya pula
pemuda jenis ini adalah pemuda yang terdidik. Mereka mempunyai kelebihan
dalam pemikiran ilmiah, selain semangat mudanya, sifat kritisnya, kematangan
logikanya dan ‘kebersihan’-nya dari noda orde masanya. Angkatan 1908,
Angkatan 1928, Angkatan 1945, Angkatan 1966, Angkatan 1974 dan Angkatan
1998 adalah sebutan bagi para pemuda di zamannya yang melakukan
pembaharuan. Angkatan 1908 dan Angkatan 1928 merupakan angkatan pemuda
yang melakukan pencerahan kepada rakyat atas penindasan kolonialisme.
Angkatan 1908 mendapat ispirasi dari asiatic reveil (kebangkitan bangsa-bangsa
Asia) akibat kemenangan Jepang terhadap Rusia pada tahun 1904-1905, sehingga
mulai tumbuh kesadaran sebagai bangsa.82
Perkumpulan Boedi Oetomo yang didirikan oleh Dokter Soepomo
yang mendapat dukungan dari Dokter Wahidin menjadi penanda zaman
pergerakan Indonesia. Dua puluh tahun kemudian, tunas kebangsaan ini
menjelma menjadi tekad untuk bersatu dalam satu tanah air dan satu bangsa
Indonesia. Melalui Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, para pemuda
berikrar untuk mewujudkan bangsa Indonesia.83
82 Erlangga Masdiana, dkk., Op. Cit., hlm. 5-6.83 Bunyi Sumpah Pemuda (dalam teks asli):
Angkatan 1945 menjadi angkatan yang mendorong lahirnya negara
baru bernama Indonesia melalui proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus
1945. Angkatan 1966 melakukan koreksi terhadap kepemimpinan nasional yang
dipicu oleh pemberontakan Partai Komunis Indonesia. Angkatan 1966 juga
dianggap sebagai penyelamat atas keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Angkatan 1974 menjadi angkatan yang mengoreksi kebijakan awal
pemerintahan Orde Baru. Angkatan 1998 menjadi angkatan pendobrak otokrasi
yang dilakukan oleh Presiden Soeharto. Lewat gerakan reformasi inilah
demmokrasi tumbuh bersemi di bumi pertiwi.84
Dalam hal ini Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara menyatakan bahwa pada hakikatnya pertahanan negara adalah
segala upaya pertahanan bersifat semesta yang penyelenggaraannya didasarkan
pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara serta keyakinan pada
kekuatan sendiri. Pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan
negara merupakan usaha untuk mewujudkan satu kesatuan pertahanan negara
guna mencapai tujuan nasional bangsa Indonesia, sebagaimana tercantum dalam 1. Kami poetra dan poetri indonesia mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah air indonesia.2. Kami poetra dan poetri indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa indonesia.3. Kami poetra dan poetri indonesia mengjoenjoeng bahasa persatoean, bahasa indonesia.Teks Sumpah Pemuda dibacakan pada tanggal 28 Oktober 1928 bertempatdi Jalan Kramat Raya nomor 106 Jakarta Pusat sekarang menjadi Museum SumpahPemuda, pada waktu itu adalah milik dari seorang Tionghoa yang bernama SieKong Liong. Sebelum pembacaan teks Soempah Pemoeda diperdengarkan lagu "Indonesia Raya"gubahan W.R. Soepratman dengan gesekan biolanya. Golongan Timur Asing Tionghoa yang turut hadir sebagai peninjau Kongres Pemuda pada waktu pembacaan teks Sumpah Pemuda ada 4 (empat) orang. Panitia Kongres Pemoeda terdiri dari 9 (sembilan) orang yang diketuai oleh Soegondo Djojopoespito (PPPI) dan peserta terdiri dari 71 (tujuh puluh satu) orang pemuda Indonesia.(Sumber: http://www.sumpahpemuda.org, diakses tanggal 19 Januari 2012)
84 Erlangga Masdiana, dkk., Loc. Cit.
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Untuk melaksanakan fungsi tersebut, maka disusunlah suatu sistem pertahanan
negara yang pada dasarnya adalah suatu sistem tentang cara-cara membangun
kekuatan dan penggunaan kekuatan pertahanan dengan memanfaatkan sarana dan
prasarana serta sumber daya nasional yang tersedia untuk tujuan pertahanan
negara.
Saat ini penyelenggaraan negara masih dalam masa transisi dari
doktrin dan produk hukum lama, yaitu Doktrin Pertahanan Keamanan Negara
Republik Indonesia Tahun 1991 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982,
menunju ke arah pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara. Dalam masa transisi ini telah dilakukan berbagai perubahan
sesuai dengan paradigma baru TNI, namun terdapat beberapa hal yang masih
dalam proses pembenahan, baik menyangkut doktrin, strategi, maupun postur
pertahanan yang akan dibangun. Dihadapkan dengan kondisi negara yang masih
mengalami krisis multidimensi, maka perubahan-perubahan tersebut
mengakibatkan kurang optimalnya pelaksanaan pertahanan, sehingga peran serta
masyarakat dalam Sistem Pertahanan Semesta (Sishanta) belum dapat
diwujudkan sebagaimana yang diharapkan dan pada akhirnya berdampak kepada
belum tangguhnya kondisi pertahanan negara.85
Pertahanan negara bertujuan untuk menjamin tetap tegaknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
85 Ibid., hlm. 83-85.
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terhadap segala ancaman, dan
tercapainya tujuan nasional. Faktor pelibatan rakyat dalam pertahanan negara
walaupun terdapat alasan-alasan pembenar, namun kurang selaras dengan hukum
Humaniter dan Hak Asasi Manusia, karena dalam suatu peperangan rakyat justru
harus dilindungi. Untuk itu diperlukan payung hukum yang mengatur, yaitu
Undang-Undang tentang Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung serta
Undang-Undang tentang Pelatihan Kemiliteran Secara Wajib. Kedua undang-
undang tersebut diamanatkan dalam Pasal 8 dan Pasal 9 Undang-Undang nomor
3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.86
Nilai-nilai perjuangan bangsa Indonesia pada perjuangan fisik dalam
merebut dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik
Indonesia mengandung nilai-nilai perjuangan bangsa yang menjadi landasan
dalam mengisi kemerdekaan telah mengalami pasang surut sesuai dengan
dinamika dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Semangat
perjuangan bangsa sesuai dinamika perjalanan kehidupan telah mengalami
penurunan pada titik yang kritis, hal ini disebabkan antara lain oleh pengaruh
globalisasi.
Perkembangan globalisasi ditandai dengan kuatnya lembaga-lembaga
kemasyarakatan internasional, negara-negara maju yang ikut mengatur percaturan
perpolitikan, perekonomian, sosial budaya dan pertahanan dan keamanan global.
86 Departemen Pertahanan Keamanan Republik Indonesia, Doktrin Pertahanan Keamanan
Negara, (Jakarta: Departemen Pertahanan Keamanan Republik Indonesia, 1991), hlm. 24.
Kondisi ini akan menumbuhkan berbagai konflik kepentingan, baik antar negara
maju maupun antar sesama negara berkembang serta lembaga-lembaga
internasional. Di samping hal tersebut adanya isu global yang meliputi
demokratisasi, hak asasi manusia dan lingkungan hidup turut pula mempengaruhi
keadaan nasional.
Globalisasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang informasi, komunikasi dan
transformasi, sehingga dunia menjadi transparan seolah-olah menjadi kampung
sedunia tanpa mengenal batas negara. Kondisi demikian menciptakan struktur
baru yaitu struktur global. Kondisi ini akan mempengaruhi struktur dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia, serta akan
mempengaruhi juga dalam berpola pikir, sikap dan tindakan masyarakat
Indonesia sehingga akan mempengaruhi kondisi mental spiritual bangsa
Indonesia.
Dari uraian tersebut di atas, bahwa semangat perjuangan bangsa yang
merupakan kekuatan mental spiritual yang melahirkan kekuatan yang luar biasa
dalam masa perjuangan fisik. Dalam menghadapi globalisasi dan menatap masa
depan untuk mengisi kemerdekaan diperlukan perjuangan non fisik sesuai dengan
bidang profesi masing-masing yang dilandasi nilai-nilai perjuangan bangsa
Indonesia, sehingga memiliki wawasan dan kesadaran bernegara, sikap dan
perilaku yang cinta tanah air dan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa
dalam rangka bela negara demi tetap utuh dan tegaknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Dalam rangka perjuangan non fisik sesuai bidang profesi masing-
masing diperlukan sarana kegiatan pendidikan bagi setiap warga negara
Indonesia pada umumnya dan mahasiswa sebagai calon cendikiawan pada
khususnya melalui pendidikan kewarganegaraan. Hakikat pendidikan adalah
upaya sadar dari suatu masyarakat dan pemerintah suatu negara untuk menjamin
kelangsungan hidup dan kehidupan generasi penerusnya, selaku warga
masyarakat, bangsa dan negara, secara berguna (berkaitan dengan kemampuan
spiritual) dan bermakna (berkaitan dengan kemampuan kognitif dan
psikomotorik) serta mampu mengantisipasi hari depan mereka yang senantiasa
berubah dan selalu terkait dengan konteks dinamika budaya, bangsa, negara dan
hubungan nasionalnya. Pendidikan tinggi tidak dapat mengabaikan realita
kehidupan yang yang mengglobal yang digambarkan sebagai perubahan
kehidupan yang penuh dengan perubahan paradoksal dan ketakterdugaan,
sehingga diperlukan Pendidikan Kewarganegaraan agar memiliki wawasan
kesadaran bernegara untuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola sikap dan
perilaku sebagai pola tindak yang cinta tanah air berdasarkan Pancasila demi
tetap utuh dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Seorang warga negara untuk hidup berguna dan bermakna serta
mampu mengantisipasi perkembangan, perubahan masa depannya, sangat
memerlukan pembekalan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) yang
berlandaskan nilai-nilai Pancasila, nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai
perjuangan bangsa. Nilai-nilai dasar negara tersebut akan menjadi panduan dan
mewarnai keyakinan serta pegangan hidup warga negara dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia.
Untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta
perilaku yang cinta tanah air, bersendikan kebudayaan bangsa, Wawasan
Nusantara dan Ketahanan Nasional kepada para mahasiswa calon
sarjana/ilmuwan warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang akan mengkaji
dan akan menguasai IPTEKS, menjadi tujuan utama Pendidikan
Kewarganegaraan. Kualitas warga negara akan ditentukan terutama oleh
keyakinan dan sikap hidup bermasyarakat, berbangsa, bernegara di samping
derajat ilmu pengetahuan dan teknologi yang dipelajarinya.
Pembekalan kepada para pemuda di Indonesia berkenaan dengan
pemupukan nilai-nilai dan sikap dan kepribadian seperti tersebut di atas,
diandalkan pada Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, Pendidikan
Kewarganegaraan termasuk Pendidikan Pendahuluan Bela Negara, serta Ilmu
Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar dan Ilmu Alamiah Dasar sebagai latar aplikasi
nilai dalam kehidupan, yang disebut kelompok mata kuliah Pengembangan
Kepribadian dan Komponen Kurikulum Perguruan Tinggi.
Untuk menumbuhkan wawasan warga negara dalam hal persahabatan,
pengertian antar bangsa, dan perdamaian dunia serta kesadaran bela negara, sikap
dan perilaku yang bersendikan nilai-nilai budaya bangsa, Wawasan Nusantara
dan Ketahanan Nasional kepada setiap warga negara Republik Indonesia harus
menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang merupakan misi dan
tanggung jawab Pendidikan Kewarganegaraan yang dilaksanakan oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di bawah kewenangan Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi. Diakui bahwa kualitas warga negara tergantung
terutama pada keyakinan dan pegangan hidup mereka terutama dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, di samping pada tingkat serta mutu
penguasaannya tentang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Hak dan kewajiban
warga negara terutama kesadaran bela negara, akan benar-benar menjadi sikap
dan perilaku warga negara bila mereka dapat merasakan bahwa konsepsi
demokrasi, hak asasi manusia, sungguh-sungguh merupakan sesuatu yang paling
sesuai dengan kehidupan kesehariannya.
Rakyat Indonesia melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
menyatakan bahwa Pendidikan Nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa
Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat
bangsa, mewujudkan manusia serta masyarakat Indonesia yang beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas mandiri, sehingga mampu
membangun dirinya dan masyarakat sekelilingnya serta dapat memenuhi
kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggungjawab atas pembangunan
bangsa.87
Selanjutnya dinyatakan bahwa Pendidikan Nasional bertujuan untuk
meningkatkan kualitas manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, berkepribadian,
mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja,
profesional, bertanggungjawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani.
Pendidikan nasional harus menumbuhkan jiwa patriotik dan mempertebal rasa
cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan dan kesetiakawanan sosial
serta kesadaran pada sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa para pahlawan,
serta berorientasi ke masa depan. Menumbuhkan jiwa patriotik dan mempertebal
rasa cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan dan kesetiakawanan
sosial serta kesadaran pada sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa para
pahlawan di kalangan mahasiswa secara bersengaja hendak dipupuk melalui
Pendidikan Kewarganegaraan. Kehidupan kampus pendidikan tinggi
dikembangkan sebagai lingkungan ilmiah yang dinamis, berwawasan budaya
bangsa, bermoral keagamaan dan berkepribadian Indonesia.88
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyebutkan bahwa kurikulum dan isi pendidikan yang memuat
Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan,
87 Ibid.88 Ibid.
terus ditingkatkan dan dikembangkan di semua jalur, jenis dan jenjang
pendidikan. Itu berarti Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi harus
terus-menerus ditingkatkan ketetapan materi instruksionalnya dikembangkan
kecocokan metodologi pengajarannya dan dibenahi pembelajarannya termasuk
kualitas dan prospek karir.
Pendidikan Kewarganegaraan yang berhasil akan membuahkan sikap
mental bersifat cerdas, penuh rasa tanggung jawab dari peserta didik dengan
perilaku yang89:
1. Beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan menghayati nilai-
nilai falsafah bangsa.
2. Berbudipekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
3. Bersikap rasional, dinamis dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga
negara.
4. Bersifat profesional yang dijiwai oleh kesadaran Bela Negara.
5. Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni untuk
kepentingan kemanusiaan, bangsa dan negara.
Melalui Pendidikan Kewarganegaraan, warga negara Negara Kesatuan
Republik Indonesia diharapkan mampu memahami, menganalisis, dan menjawab
masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat, bangsa, dan negaranya secara
berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita dan tujuan nasional seperti
89 Ibid., hlm. 91-97.
yang digariskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Dari uraian tersebut di atas, bahwa dalam mengisi kemerdekaan dan
menghadapi pengaruh global, maka setiap warga negara Negara Kesatuan
Republik Indonesia pada umumnya dan mahasiswa calon sarjana/ilmuwan pada
khususnya, harus memahami peranan dan kedudukannya dalam membela dan
mempertahankan negara.
Di masa depan, generasi muda ini akan menentukan arah, akan
membawa bangsa dan negara ini kepada kondisi yang lebih baik, generasi yang
akan mewujudkan bangsa ini menjadi bangsa yang besar, bangsa yang kuat,
bangsa yang memiliki keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif, bangsa
yang senantiasa diperhitungkan dan mampu membuat perhitungan dengan
bangsa-bangsa maju lainnya di dunia, oleh karenanya secara ini mereka harus
disiapkan, dibentuk, dibina dan diarahkan untuk dapat menerima tongkat estafet
kepemimpinan bangsa ini.
Salah satu upaya yang harus dilaksanakan untuk mempersiapkan
generasi muda Indonesia untuk mampu menerima tanggung jawab guna
memajukan bangsa dan negara ini, dan dalam pelaksanaannya seyogyanya
melibatkan semua komponen bangsa adalah meningkatkan Ketahanan Nasional,
ketahanan yang tinggi terhadap semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara,
ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan.
Generasi muda adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa
dan sumber insani bagi pembangunan. Sebagai sumber insani pembangunan
merekalah yang memiliki tanggung jawab untuk mengisi dan memberi arti
kemerdekaan dan sebagai generasi penerus, merekalah yang kelak akan
meneruskan perjuangan bangsa yang telah diletakkan oleh generasi sebelumnya.
Mereka bukan sekedar objek, namun subjek pembangunan saat ini dan di masa
mendatang yang potensial untuk diberdayakan serta dikembangkan karena
jumlahnya yang besar dalam komposisi penduduk, memiliki kreativitas dan
semangat tinggi dengan visi yang jauh membentang ke depan, sebagai generasi
penerus bangsa.
Melihat realitas di atas, generasi muda menjadi harapan dan tulang
punggung bangsa yang saat ini tengah menghadapi problema yang sangat serius
dan berpotensi pada hilangnya suatu generasi (the lost generation). Pembangunan
menuntut bangsa Indonesia untuk mengembangkan seluruh aspek kehidupan
secara utuh menyeluruh dan terpadu guna mewujudkan kesejahteraan dan
keamanan nasional, masalah generasi muda yang menjadi dinamisator
pembangunan nasional yang perlu mendapat perhatian secara serius.
Hal mendasar yang harus dimiliki oleh generasi muda dalam
kontribusinya mengisi kemerdekaan untuk mewujudkan tujuan dan cita-cita
nasional, adalah semangat kebangsaan sebagai sinergi antara rasa kebangsaan dan
paham kebangsaan yang menyatukan tekad untuk senantiasa menjaga martabat
bangsa serta pemahaman mendalam tentang apa dan bagaimana bangsa ini
mewujudkan masa depannya.90
E. Pengembangan Pemuda dalam Kepemimpinan Nasional
Kepemimpinan adalah kata sifat yang berasal dari kata pemimpin,
sehingga dapat diartikan bahwa kepemimpinan adalah sifat atau perilaku dari
seorang pemimpin. Banyak kajian dan pendapat dari tenaga ahli ilmu
kepemimpinan di dalam memberi pengertian terhadap kepemimpinan yang
dipacu dari berbagai aspek. Salah satunya adalah adalah menurut Harold Koontz
dan Cyrill O’Donnel mengemukakan sebagai berikut91:
(Leadership) may be defined as the ability to exert personal influence, by means of communication to word the achievement of a goal.
Yang terjemahannya sebagai berikut:
Kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi seseorang dengan sarana komunikasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Secara umum pengertian dari Kepemimpinan adalah92:
90 Lembaga Ketahanan Republik Indonesia, Jurnal Kajian Edisi 6 dalam artikel
Menumbuhkan Semangat Kebangsaan Bagi Generasi Muda dalam Rangka Menjamin Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, (Jakarta: Biro Humas Settama Lemhannas RI, 2008), hlm. 32-33.
91 Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, Modul Materi Pokok Bidang Studi Kepemimpinan Nasional, (Jakarta: Pokja Kepemimpinan Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, 2010), hlm. 3-4.
92 Ibid., hlm. 6.
Ilmu dan seni dalam mempengaruhi orang dan organisasi untuk
mencapai tujuan yang dikehendaki.
Pada prinsipnya pengertian kepemimpinan nasional tidak jauh berbeda
dari pengertian kepemimpinan di atas, hanya luas cakupan dan landasan serta
prioritasnya yang berbeda. Sementara ini kepemimpinan nasional diartikan
sebagai kelompok pemimpin bangsa pada segenap strata kehidupan nasional di
dalam setiap gatra (Astra Gatra) pada bidang/sektor profesi, baik di suprastruktur,
infrastruktur dan substruktur, formal dan informal yang memiliki kemampuan
dan kewenangan untuk mengarahkan/mengerahkan kehidupan nasional (bangsa
dan negara) dalam rangka pencapaian tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta
memperhatikan dan memahami perkembangan lingkungan strategis guna
mengantisipasi berbagai kendala dalam memanfaatkan peluang. Kepemimpinan
nasional dapat pula diartikan sebagai seseorang atau sekelompok elit bangsa yang
mampu melakukan proses kepemimpinan untuk empowerment all resources
bangsa menuju tercapainya cita-cita nasional sesuai moral & etika Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 di tengah
perubahan dunia.93
Bangsa ini tidak boleh dipimpin oleh orang-orang yang
berlatarbelakang buruk, orang-orang yang mudah dipengaruhi oleh hal-hal
negatif, karena bila hal itu terjadi maka dapat dipastikan bangsa dan negara ini
93 Ibid., hlm. 7.
akan menjadi bangsa yang rusak dan menjadikan negara ini menjadi porak
poranda. Kondisi yang demikian memang cukup memprihatinkan, namun
keprihatinan itu tidak harus membuat bangsa Indonesia putus asa, tetapi pada
setiap anak bangsa hendaknya peduli untuk bersama-sama menekan segala
bentuk ancaman yang dilakukan pihak yang tidak menyenangi bangsa ini maju
menjadi bangsa yang kuat. Tanpa disadari, sepertinya ada usaha-usaha
pengrusakan secara sistematis untuk menempatkan generasi muda sebagai
sasaran utama. Sebagai salah satu komponen bangsa Indonesia yang paling
produktif dan memiliki idealisme yang tinggi tetapi rentan terhadap pengaruh
lingkungan adalah generasi muda.
Permasalahan yang dihadapi yaitu terpantau adanya kemerosotan
semangat kebangsaan atau nasionalisme generasi muda dewasa ini lebih banyak
disebabkan berbagai hal, antara lain94:
1. Proses demokrasi yang tidak didasarkan pada budaya bangsa menimbulkan
kecenderungan “euforia demokrasi” atau demokrasi kebablasan. Banyak
masyarakat termasuk generasi muda yang menganut kebebasan yang
berlebihan sehingga banyak hukum dan peraturan yang tidak dipatuhi.
2. Sebagian generasi muda Indonesia yang memiliki potensi kepemimpinan
yang kuat tidak memiliki harapan menjadi pemimpin di masa mendatang,
karena keterbatasan, khususnya dana yang besar dan masih berlakunya
hubungan primordial yang kuat.
94 Lembaga Ketahanan Republik Indonesia, Loc. Cit.
3. Sebagian besar generasi muda Indonesia kurang memiliki harapan masa
depan yang cerah akibat kurang mampu mengikuti pendidikan dan
terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia.
Beberapa pikiran berikut ini penting untuk dipertimbangkan dalam
rangka pemberdayaan generasi muda, antara lain95:
1. Harus diciptakan iklim yang kondusif agar para generasi muda dapat
mengaktualisasikan segenap potensi, bakat, dan minat yang dimilikinya.
Dengan pernyataan ini maka berarti kita memiliki pandangan yang positif
dan optimis tentang para generasi muda, yaitu bahwa setiap generasi muda
memiliki potensi, bakat dan minat masing-masing. Ada yang berpotensi di
bidang ilmu pengetahuan, olahraga, politisi, kepemimpinan, dan lain-lainnya.
Potensi inilah yang perlu diidentifikasikan dan kemudian disediakan wahana
untuk dikembangkan sehingga menjadi aktual. Aktualisasi potensi ini
memerlukan sarana, iklim, dan suasana yang kondusif. Kita tidak mungkin
menciptakan generasi muda yang mandiri, kreatif, dan inovatif jika
lingkungan eksternal justru bercorak paternalistis, feodalistis, tertutup dan
represif.
2. Pemberdayaan generasi muda membutuhkan suatu strategi kebudayaan,
bukan strategi kekuasaan. Dengan strategi kebudayaan berarti kita harus
menempatkan generasi muda bukan lagi sebagai objek, melainkan sebagai
95 Erlangga Masdiana, dkk., Op. Cit., hlm. 59-60.
subjek. Para generasi muda harus diberikan otoritas untuk melakukan proses
pembelajaran sendiri agar mereka menjadi lebih berdaya dan diberdayakan.
3. Pemberdayaan generasi muda daerah haruslah dipandang sebagai bagian
integral dari kebijakan pemberdayaan daerah. Artinya, pemberdayaan daerah
tidak mungkin berhasil manakala pemberdayaan generasi muda tidak
dilakukan. Jika hal ini dilakukan secara terpadu maka diharapkan laju brain
drain dapat dihentikan, atau malah terjadi gelombang balik secara besar-
besaran. Arus balik brain drain niscaya akan mampu mengatasi dengan
segera problem kelemahan sumber daya manusia di daerah.
4. Memberikan kesempatan dan kebebasan kepada para generasi muda untuk
mengorganisasikan dirinya secara bebas dan merdeka. Ini dimaksudkan agar
etos kompetisi tumbuh dan berkembang dengan baik. Kecenderungan untuk
menyeragamkan mereka dalam suatu wadah tunggal seperti kebiasaan lama
ternyata justru menumbuhkan semagat berkompetisi. Suasana kompetitif
inilah yang kurang dimiliki selama ini. Masyarakat terbiasa dengan sikap
hidup yang serba konformistis dan kolektivitis anak.
Tampaknya semacam ada kekhasan dari generasi ke generasi dalam
pemuda Indonesia, yaitu bila bangsa ini mengalami kebuntuan, ketika masyarakat
mengalami kebingungan dan kebimbangan maka pemudalah yang akan menjadi
pendobrak kebuntuan tersebut. Selanjutnya masyarakat yang bingung dan
bimbang akan berbaris di belakang pemudanya untuk memberikan pembelaan
dan dukungan atas agenda-agenda perubahan para pemuda tersebut. Tugas para
pemimpin pada saat ini adalah menjaga nilai-nilai kepeloporan tersebut,
melestarikan, menyesuaikan, memperkuat dan memperkayanya dengan tantangan
zaman yang dihadapi bangsa pada hari ini.
Saat ini yang paling penting dan yang ditunggu masyarakat dalah
kepeloporan dan kepemimpinan dalam upaya memperbaiki kehidupan dan
meningkatkan kesejahteraan rakyat menurut cita-cita keadilan sosial. Pemuda
harus dapat menggerakkan potensi dan sumber daya yang ada pada masyarakat,
termasuk dirinya sendiri, agar lebih berdaya dan berkemampuan meningkatkan
kesejahteraannya. Untuk itu, pemuda harus mampu membangkitkan kembali
semangat kepeloporan dan kepemimpinannya, kemudian membangun
kemampuannya. Bagaimanapun semangat tanpa kemampuan pada akhirnya akan
lebih banyak mengarah kepada hal yang kontraproduktif dan keputusasaan.
Selain itu, hal yang tidak kalah penting adalah kerjanya. Semangat dan
kemampuan tersebut harus dinyatakan dalam bentuk kerja. Tidak banyak
gunanya pemuda hanya memiliki semangat dan kemampuan tetapi tidak pernah
dibuktikan dalam kerja nyata yang mendatangkan kebaikan secara riil kepada
masyarakat.
Kepeloporan dan kepemimpinan bisa berarti sama yakni berada di
muka dan diteladani oleh yang lain. Tetapi, dapat pula memiliki arti sendiri.
Kepeloporan jelas menunjukkan sikap berdiri di muka, merintis, membuka jalan,
dan memulai sesuatu untuk diikuti, dilanjutkan, dikembangkan, dipikirkan oleh
yang lain. Dalam kepeloporan ada unsur menhadapi risiko. Kesanggupan untuk
memikul risiko ini penting dalam setiap perjuangan. Dalam zaman modern dan
global ini, seperti juga kehidupan makin kompleks, demikian pula makin penuh
risiko. Modernitas dan globalisasi memang mengurangi risiko pada bidang-
bidang dan pada cara hidup tertentu, tetapi juga membawa parameter risiko baru
yang tidak dikenal pada era-era sebelumnya. Untuk itu, maka diperlukan
ketangguhan, baik mental maupun fisik. Tidak semua orang berani, dapat atau
mampu mengambil jalan yang penuh risiko. Sifat-sifat itu ada dalam diri pemuda,
karena tugas itu cocok bagi pemuda. Kepemimpinan bisa berada di muka, bisa di
tengah, dan bisa di belakang, seperti ungkapan “ing ngarso sung tulodo, ing
madyo mangun karso, dan tut wuri handayani”. Tidak semua orang juga bisa
menjadi pemimpin. Pemimpin juga tidak dibatasi oleh usia, bahkan dengan
bertambahnya usia makin banyak pengalaman, semakin arif pemimpin tersebut.
Kepemimpinan dalam melaksanakan pekerjaan-pekerjaan
pembangunan yang dilakukan di tengah-tengah masyarakat, dalam berbagai
kegiatan. Kepemimpinan serupa itu sangat sesuai untuk para pemuda, karena ciri
pemuda yang dinamis. Kepemimpinan yang dinamis diperlukan oleh masyarakat
yang sedang membangun. Apabila dengan bertambahnya usia, kepemimpinan
menjadi lebih arif karena bertambahnya pengalaman, namun hal itu bisa diikuti
dengan berkurangnya dinamika. Pada lapisan pemimpin-pemimpin muda itulah
masyarakat akan memperoleh sumber dinamika. Sumber dinamika yang dapat
mengembangkan kreativitas, melahirkan gagasan baru, mendobrak hambatan-
hambatan, mencari pemecahan masalah, kalau perlu dengan menambus sekat-
sekat berpikir konvensional.
Oleh karena itu, menjadi tugas para pemuda saat ini membangun
semangat, kemampuan, dan melakukan kerja-kerja kepeloporan dan
kepemimpinan. Membangun semangat adalah membangun sikap, karena itu
terkait erat dengan pembangunan budaya. Pendidikan merupakan wahana yang
paling penting dan mendasar, di samping upaya lain untuk merangsang inisiatif
dan membangkitkan motivasi. Keteladanan adalah pendekatan lain untuk
membangkitkan semangat. Dorongan masyarakat, atau tantangan dari
masyarakat, juga merangsang bangkitnya semangat.96
Bagi para pemuda pemimpin bangsa menurut George R. Terry dalam
bukunya Principles of Management harus mempunyai sepuluh sifat yaitu sebagai
berikut97:
1. Kekuatan jasmani: merupakan syarat bagi pemimpin yang bekerja keras.
Situasi yang tidak teratur menghendaki kemampuan jasmani untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada.
96 Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, Modul Pelatihan Kepemimpinan
Pemuda Indonesia Tingkat III Provinsi, (Jakarta: Deputi Pengembangan Kepemimpinan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, 2010), hlm. 285-286.
97 Pandu Dewanata & Chavchay Syaifullah, Rekonstruksi Pemuda, (Jakarta: Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, 2008), hlm. 101-102.
2. Stabilitas emosi: seorang pemimpin harus dapat diperhitungkan, artinya ia
tidak mudah marah, berpikir jernih, dapat mengendalikan emosi dengan baik.
3. Pengetahuan tentang potensi individu: yaitu kemampuan untuk mengerti
aspirasi bawahan, mampu menugaskan seseorang sesuai dengan
kapasitasnya.
4. Kejujuran: ia mampu jujur untuk dirinya dan untuk orang lain.
5. Kecerdasan: seorang pemimpin harus mampu untuk melihat jauh ke depan,
mengambil langkah-langkah strategis yang diperlukan, dapat
memprediksikan bahwa sesuatu yang dilakukan akan menimbulkan dampak
positif maupun negatif.
6. Keterampilan membimbing: pemimpin yang baik juga berperilaku sebagai
guru. Kemampuan memotivasi adalah suatu kelebihan yang harus dimiliki,
sehingga bawahannya memperoleh bimbingan yang diperlukan.
7. Objektif: seorang pemimpin harus berpikir objektif, tidak mengada-ada,
berbagai pertimbangan harus menjadi rujukan, mampu memberikan alasan
yang masuk akal, rasional dan tidak subjektif.
8. Keterampilan sosial: melingkupi kepekaan sosial, ramah, dan penuh
pengertian dan secara tidak disadari dapat mempengaruhi orang lain.
9. Kecakapan teknis/manajerial: seorang pemimpin harus unggul dengan
berbagai kelebihan yang dimilikinya baik secara teknis maupun kemampuan
manajerial. Ia mampu membuat rencana, mengelolanya dan bahkan ikut
mengontrolnya dengan seksama.
10. Dorongan pribadi: seorang pemimpin tentunya harus memiliki hasrat yang
kuat untuk menjadi pemimpin. Motivasi untuk maju sangat kuat, tidak takut
pada rintangan yang menghadang.
Bentuk kepemimpinan khas yang dikehendaki ada pada kaum muda
adalah: kepemimpinan yang berorientasi pada kekaryaan. Artinya kepemimpinan
tersebut mempunyai kemampuan-kemampuan sebagai berikut98:
1. Bisa memberikan dan mengembangkan motivasi-motivasi untuk berkarya
dan membangun. Yaitu menstimulasi segenap lapisan masyarakat untuk
melakukan kekaryaan, yaitu kerja kreatif di tengah era pembangunan.
2. Mampu menggerakkan orang lain, sehingga mereka mau dan rela secara
bersama-sama mencapai satu tujuan, dengan berkarya secara kooperatif dan
kolektif.
3. Sanggup mempengaruhi dan meyakinkan orang lain sehingga mereka
menyadari akan urgensi pembangunan. Bersedia menerima usaha-usaha
pembangunan sebagai milik bersama, kewajiban bersama, dan tanggung
jawab etis bersama.
4. Tulus dan ikhlas melaksanakan usaha pembangunan melalui perbuatan
konkrit dan keteladanan/keutamaan.
98 Ibid., hlm. 102-104.
F. Kebijakan Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia dalam
Pembangunan Ketahanan Nasional
Upaya memberikan pemahaman dan penguatan jiwa kepemimpinan
bisa dilakukan baik secara formal, informal maupun non formal. Pendidikan non
formal mengacu pada jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Dalam hal ini Kementerian
Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia sebagai salah satu leading sector
pembangunan kepemudaan memiliki tanggung jawab memberikan pendidikan
non formal tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut maka salah satu agenda
pengembangan pemuda dalam pembangunan jiwa kepemimpinan dan upaya
penguatan ketahanan nasional maka Kementerian Pemuda dan Olahraga
Republik Indonesia menyelenggarakan Pelatihan Ketahanan Nasional untuk
Pemuda (Tannasda)99 dengan landasan hukum sebagai berikut100:
1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan;
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara;
3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan
Organisasi Kementerian Negara;
99 Dalam hal ini Penulis merupakan salah satu peserta dari Tannasda angkatan ke-V dengan
tema “Pengembangan Kepemimpinan Pemuda dalam Rangka Membangun Ketahanan Bangsa” yang diselenggarakan pada tanggal 19-30 April 2011 bertempat di PP-PON Cibubur dan melakukan studi banding ke Kuala Lumpur, Malaysia, dalam rangka memantapkan seluruh materi yang diperoleh bersama 37 (tiga puluh tujuh) peserta lainnya yang berasal dari pemuda seluruh Indonesia dengan komposisi pimpinan/anggota organisasi kepemudaan (OKP) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM).
100 Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, Petunjuk Penyelenggaraan Pelatihan Ketahanan Nasional Untuk Pemuda (TANNASDA), Loc. Cit.
4. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan
Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi
Eselon I Kementerian Negara; dan
5. Peraturan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Nomor 193 Tahun 2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Pelatihan Ketahanan Nasional untuk Pemuda (Tannasda) adalah
pelatihan yang menitikberatkan pada peningkatan kapasitas wawasan pemuda
dalam Ketahanan Nasional dan kompetensi kepemimpinannya agar pemuda
memiliki sikap yang terdepan dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Penyelenggaraan Tannasda bertujuan untuk meningkatkan
pemahaman terhadap Ketahanan Nasional, meningkatkan kualitas
kepemimpinan dan wawasan kebangsaan pemuda. Dengan program ini
diharapkan akan lahir pemuda yang memiliki kualitas kepemimpinan yang
handal untuk berkiprah dalam kepemimpinan nasional di masa mendatang
sebagai pemimpin yang berwawasan kebangsaan dan memiliki ketahanan
nasional yang tangguh dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.101
Sebagai penjabaran dari maksud dan tujuan tersebut di atas, maka
dikembangkan program dan bahasan yang mengacu pada kurikulum Lembaga
Ketahanan Nasional Republik Indonesia, dengan menerima masukan dari
101 Ibid., hlm. 2.
Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, serta instansi terkait.
Kurikulum tersebut dibagi dalam 3 (tiga) kelompok102:
1. Kelompok Dasar (Orientasi), yang terdiri dari Upacara
Pembukaan/Penutupan, Seminar Nasional, Penjelasan Operasional,
Program dan Strategi Pelayanan Pemuda dan Penjelasan tentang
Pelaksanaan Diskusi dan Penulisan Tugas Akhir;
2. Kelompok Inti yang terdiri dari materi sajian Peranan Pancasila dalam
Mendukung Ketahanan Nasional, Kewaspadaan Nasional, Dinamika
Kelompok, Pengambilan Keputusan dan Pemecahan Masalah, Politik Luar
Negeri Indonesia dalam Bidang Ketahanan Nasional, Pengembangan
Pemuda dalam Kepemimpinan Nasional dan Sistem Demokrasi di
Indonesia; dan
3. Kelompok Penunjang (Pendukung), yakni Kebijakan dan Strategi Potensi
Pertahanan, Kebijakan Kemenpora di dalam Pembangunan Ketahanan
Nasional, Diskusi, Penulisan Makalah dan Seminar, Kunjungan Kerja, dan
Studi Lapangan.
102 Ibid., hlm. 3.
BAB IVANALISIS
A. Analisis Kedudukan dan Peranan Pemuda dalam Rangka Memantapkan
Ketahanan Nasional Dikaitkan dengan Tanggung Jawab Warga Negara
Dalam Mempertahankan Negara
Pemuda memiliki peran yang strategis dalam mendukung
pembangunan masyarakat Indonesia yang berkualitas. Pemuda merupakan
generasi penerus, penanggung jawab dan pelaku pembangunan masa depan.
Kekuatan bangsa di masa mendatang tercermin dari kualitas sumber daya
pemuda saat ini. Selain itu, pemuda juga berperan penting dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Indonesia, salah satunya karena proporsi jumlah
penduduk usia muda yang relatif lebih besar dibanding penduduk lain.
Pemuda adalah masa di mana manusia sedang berada di dalam puncak
potensinya. Berbagai potensi yang dimiliki pemuda adalah : Pertama, Potensi
Spiritual. Pemuda sejati, ketika meyakini sesuatu, akan memberi sesuatu apapun
yang dimiliki dan disanggupinya secara ikhlas tanpa mengharapkan pamrih
apapun. Kedua, Potensi Intelektual. Daya analisis yang kuat didukung dengan
spesialisasi keilmuan yang dipelajari menjadikan kekritisan pemuda berbasis
Intelektual. Ketiga, Potensi Emosional. Keberanian, semangat, dan kemauan
keras yang dimilikinya senantiasa menggelora serta mampu menular ke dalam
jiwa bangsanya. Keempat, Potensi Fisikal. Secara fisik pemuda berada dalam
puncak kekuatan.
Akan tetapi apabila hal ini tidak dimanfaatkan dengan baik maka akan
menjadi bumerang bagi bangsa, karena bila jumlah yang besar ini tidak dapat
terserap dalam pasar tenaga kerja maka akan menimbulkan penggangguran yang
malah menjadi beban masyarakat. Untuk itu, pemuda harus disiapkan dan
diberdayakan agar mampu memiliki kualitas dan keunggulan daya saing guna
menghadapi tuntutan, kebutuhan serta tantangan dan persaingan di era global.103
Menurut pendapat penulis, dengan keempat potensi yang dimiliki oleh
pemuda tersebut mengakibatkan pemuda rentan dengan konflik, baik vertikal
maupun horizontal. Hipotesa ini didukung oleh pemikiran Shashi Taroor dalam
makalahnya The Future of Civil Conflict, ada berbagai model yang menunjukkan
pertentangan potensial sehingga memunculkan konflik sipil. Apa yang
digambarkannya, terjadi di berbagai belahan dunia secara merata, dengan tingkat
frekuensi dan kualitas yang berbeda di dalam suatu negara. Taroor
mengungkapkan pengamatannya tentang model-model konflik sipil yang
berkembang di dunia sebagai berikut104:
103 Direktorat Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga, EXECUTIVE SUMMARY
Background Study dalam Rangka Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010 – 2014 Bidang Pemuda, (Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2009), hlm. 2.
104 Munawar Fuad Noeh, Pemuda Indonesia Menggugat, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2009), hlm. 31-33.
1. Konflik Politik
Seperti Kamboja yang menjurus pada perang saudara dan
perpecahan umat, kendati bangsa Kamboja relatif homogen. Di Indonesia,
kita sering menyebutnya dengan pertikaian antar elit politik dengan latar
belakang konflik antar partai politik ataupun dalam Pemilihan Kepala
Daerah.
2. Rasialisme
Seperti masalah minoritas Rusia di Latvia, minoritas Muslim di
Prancis, atau seperti halnya minoritas Tionghoa di Indonesia.
3. Sekretarianisme dan Chauvinisme Agama
Berupa eksklusivisme agama dan sikap tidak toleran, semisal kasus
India dan Al-Jazair, Palestina dan Israel. Kasus kerusuhan Ambon juga
contoh yang paling tepat. Terkait dengan kasus itu, disimpulkan ketegangan
etnis dan agama menjadi hambatan nyata bagi demokratisasi. Selain itu,
ketegangan itu berisiko dimanipulasi demi kepentingan politik. Ketegangan
agama berwujud dalam dua bentuk: antara mayoritas dan minoritas pemeluk
agama; dan di antara komunitas seagama ada unsur yang bersifat ortodoks
dan yang kurang ortodoks.
4. Irredentialisme Etnis
Dapat berbentuk keinginan suatu kelompok etnis yang tersebar di
beberapa negara untuk bersatu dan mendominasi bidang tertentu. Contohnya
ambisi mendirikan “Greater Serbia”. Dalam hal ini, gerakan Melanesian
Brotherhood yang dapat memicu konflik antar beberapa negara tetangga di
Indonesia bagian Timur dengan wilayah Pasifik Selatan juga contoh tren ini.
Contoh kasus lain adalah masyarakat Madura yang mulai tersebar di banyak
wilayah dan menguasai sektor ekonomi informal yang memicu adanya
kerusuhan lokal dengan warga pribumi. Keuletan dan etos kerja masyarakat
Madura mengalahkan warga setempat dalam berusaha sehingga
memunculkan kesenjangan ekonomi.
5. Peninggalan Era Kolonial
Misalnya di Kashmir antara India dan Pakistan bekas jajahan
Inggris menimbulkan gejolak. Masalah Timor Timur peninggalan Portugal
merupakan pemicu konflik sipil di Indonesia yang masih dalam ingatan.
6. Fragmentasi Suatu Negara dan Terbentuknya Kembali Negara
Seperti bubarnya Uni Soviet dan Yugoslavia masih meninggalkan
konflik politik di kawasan Eropa Timur, termasuk didalamnya fragmentasi
daerah-daerah otonom yang ditandai berdirinya pemerintahan daerah baru.
7. Kegagalan Negara atau The Crisis of Governance
Ditandai dengan gagalnya kepemimpinan dan kebijakan
pemerintahan dalam menangani masalah-masalah bangsanya. Akibatnya
bermunculan pro dan kontra di kalangan sipil yang kemudian melahirkan
pertikaian antar dan di tengah masyarakat, termasuk runtuhnya legitimasi
rakyat terhadap pemerintah yang sah akibat tidak adanya perubahan yang
dirasakan oleh rakyat.
8. Ideologi dan Pertentangan Kelas
Berakhirnya Perang Dingin tidak dengan serta-merta
menghilangkan masalah ideologi dan pertentangan kelas sebagai sumber
konflik. Kelompok aliran dan kepentingan ideologi masih kental mewarnai
ranah politik di Indonesia.
9. Humanitarian Disasters
Kelaparan dan bencana alam merupakan suatu kejadian alami yang
memunculkan dampak kerusuhan sosial, kekerasan sampai pertikaian antar
elit politik, termasuk kegagalan industri perekonomian yang mengakibatkan
konflik dan kerugian di tengah masyarakat.
10. Masalah Ekonomi
Sebagai faktor dominan yang menyulut adanya konflik di suatu
negara. Sebut saja masalah kemiskinan, kesenjangan sosial ekonomi sampai
kejatuhan mata uang dalam negeri atas mata uang asing. Dalam hal ini ada
yang diuntungkan dan ada yang dirugikan.
11. Faktor-faktor Penunjang Konflik
Seperti intervensi pihak luar dan proliferasi senjata. Seperti dalam
masalah keturunan Irlandia di Amerika Serikat terlibat dalam membiayai
terorisme di Irish Republican Army. Banyaknya masyarakat Timor Timur di
luar negeri mempertajam pertentangan antara Dilli dan Jakarta. Proses
penyelesaian Aceh diwarnai peran masyarakat internasional.
Dalam konflik sipil tidak hanya terjadi antara rakyat dan kekuasaan
atau militer. Konflik sipil terjadi ketika rakyat berhadapan dengan dan antar
rakyat. Bukan saja di negara yang heterogen dan majemuk, konflik sosial juga
terjadi pada negara-negara yang masyarakatnya homogen. Bukan hanya
pertimbangan minoritas dan mayoritas agama, dalam satu masyarakat dengan
satu agama pun, konflik sipil tetap terus menjadi ancaman bagi negara-negara di
dunia ketiga. Konflik-konflik itu hampir tidak bisa diselesaikan dalam jangka
waktu yang sangat pendek, karena tingkat kompleksitasnya dan terus
berkembang. Konflik sosial bukan hanya terjadi dalam satu negara, bahkan sudah
menembus batas-batas negara, agama, dan lintas budaya.105
Bangsa Indonesia dapat dikatakan sebagai sebuah bangsa yang masih
dalam proses menjadi. Berbagai suku, ras, agama, kepercayaan, dan
keberagaman lainnya merupakan sisi kemajemukan Bangsa Indonesia yang perlu
dijaga keberlangsungannya. Keistimewaan dari kemajemukan Bangsa Indonesia
tersebut dapat terlihat dari lahirnya Bangsa Indonesia pada tahun 1928 melalui
Sumpah Pemuda, yang notabene mendahului lahirnya tanah air Indonesia yang
105 Ibid., hlm. 33-34.
baru terwujud tujuh belas tahun kemudian, yaitu di tahun 1945. Menyadari
bahwa Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, maka Bangsa Indonesia
mempunyai empat pilar yang harus dipegang teguh karena dapat membuat
Bangsa Indonesia untuk terus bersatu. Keempat pilar tersebut adalah Pancasila,
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. Salah satu risiko bagi
Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang majemuk adalah lebih banyak menerima
ancaman dari dalam negeri daripada ancaman dari luar negeri. Dalam hal ini,
Andi Mallarangeng, Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia
menjelaskannya dalam kurva normal.106
Kurva normal digambarkan dengan kedua sisi yang menyempit,
sedangkan di bagian tengahnya menggembung besar dan tinggi seperti gunung.
106 Andi Alfian Mallarangeng selaku Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia yang menjadi keynote speaker menyampaikan materi hasil pemikirannya kepada peserta Pelatihan Ketahanan Nasional Untuk Pemuda Republik Indonesia Angkatan V (TANNASDA RI V) pada Pembukaan Seminar Nasional tanggal 20 April 2011 di Wisma Pemuda dan Olahraga, Senayan, Jakarta, Indonesia.
Keadaan kurva seperti inilah yang dapat mengilustrasikan keadaan normal atau
ideal dari hal apapun, termasuk dalam mengilustrasikan keadaan ideal suatu
bangsa yang majemuk seperti Indonesia. Dalam konteks bangsa yang majemuk,
kurva normal di samping dapat dijelaskan bahwa kedua sisi yang menyempit
merupakan representasi dari ekstrimis yang bersuara lantang dan dapat
mengganggu kestabilan dari keberadaan kaum moderat (silent majority) yang
berada di tengah. Pada bagian tengah ini atau kaum moderat ini biasanya adalah
masyarakat awam. Pada umumnya, golongan ekstrim ingin mengajak masyarakat
yang berada di tengah-tengah untuk bergeser ke arah luar (menuju ke daerah
ekstrim), dan membuat masyarakat di tengah semakin berkurang. Dengan adanya
hal seperti itu, tentunya, kurva normal dapat berubah bentuk dan karenanya
merusak kestabilan bangsa yang majemuk.
Perubahan atau dinamika dari kurva normal terlihat jelas dari
penomoran (1-4) yang tampak di gambar. Kurva nomor 1 merupakan kurva
normal. Kurva nomor 2, 3, dan 4 merupakan perubahan kurva normal yang
semakin menunjukkan ketidakstabilan karena area sisi kanan dan kiri (daerah
ekstrimis) dari kurva normal (1) mengalami pembesaran, sedangkan area kaum
moderat dari kurva nomor 1 semakin lama semakin mengecil seperti tampak
pada kurva nomor 4. Jika area kaum ekstrimis yang ada di kanan dan kiri kurva
semakin lebar, maka potensi kestabilan akan semakin besar pula – karena jumlah
dari kaum ekstrimis yang juga semakin banyak. Pada hakikatnya para kaum
ekstrimis tersebut berupaya mempengaruhi atau mengajak kaum moderat yang di
tengah untuk mengarah ke kanan dan/atau ke kiri sehingga bagian yang di tengah
semakin mengecil (kurva 2, 3, dan 4). Jika bagian tengah mengecil, maka bagian
sisi kanan dan kiri akan membesar. Jika sisi kanan dan kiri membesar, hal itu
menandakan bahwa kaum ekstrimis semakin banyak dan vokal, sedangkan kaum
moderat yang silent majority itu semakin berkurang jumlahnya. Inilah indikasi
dari ketidakstabilan tersebut.107
Andi Mallarangeng menerangkan bahwa kaum ekstrimis pada kurva
normal jumlahnya kecil (ditandai dengan penyempitan kurva di sisi kanan dan
107 Dalam hal ini, Andi Mallarangeng menjelaskan pula selain dengan perubahan garis
horizontal, juga terdapat cara lain untuk mengganggu stabilitas bangsa dengan menggeser garis vertikal yang terletak di tengah kurva (cara halus/soft). Misalnya anggapan rasial terhadap orang kulit hitam yang menyebabkan adanya perbudakan di Amerika Serikat. Untuk kurva dan rangkuman penjelasan dapat diakses di: http://ardaiyene.wordpress.com/Seminar-Nasional-Ketahanan-Nasional-untuk-Pemuda-(Tannasda)-Angkatan-V-Tahun-2011.htm.
kiri kurva), tetapi mereka lebih vokal daripada kaum moderat yang di tengah.
Dalam hal ini digunakan istilah ‘kaum ekstrimis kanan’ (EKA), ‘kaum ekstrimis
kiri’ (EKI), atau ‘kaum ekstrimis lainnya’ (ELA). Kaum ekstrimislah yang sering
melempar bola-bola panas di saat-saat kondusif, mencoba mempengaruhi kaum
moderat untuk melakukan hal serupa sehingga keadaan menjadi jenuh, tidak
stabil, dan kacau. Jika area kaum ekstrimis tersebut tambah lebar (kurva 2, 3, 4)
dan bagian kaum moderat mengecil, maka ketidakstabilanlah yang terjadi.
Terlebih jika tinggi sisi kanan/kiri kurva lebih tinggi dari tinggi bagian tengah
kurva seperti pada kurva 4. Kurva 4 tersebut menunjukkan kejayaan atau
dominasi dari kaum ekstrimis yang vokal dengan kepentingannya dan
kemerosotan kaum moderat yang sejatinya bisa bersikap netral. Namun, ada
beberapa cara untuk dapat mengembalikan kurva normal ke bentuknya semula
(kurva nomor 1). Pertama, yaitu dengan membuat pasar bersama atau zona
bersama di mana berbagai identitas ras, suku, agama, dan sebagainya dapat
berinteraksi di dalamnya dengan damai seperti yang telah diupayakan dan
berhasil dilakukan di Ambon dan Poso. Kedua, dengan mengubah titik tengah
bergeser ke kanan atau kiri. Misalnya ada sesuatu yang tanpa disadari mendorong
para kaum moderat untuk bergeser ke kanan atau ke kiri, bukan memperbesar
area kaum ekstrimis ke atas.
Berkaitan dengan dinamika tersebut, pemuda memiliki kedudukan dan
peranan yang sangat penting. Hal ini diperkuat dari kuantitas pemuda Indonesia
(penduduk berusia 16-30 tahun) berdasarkan hasil sensus Badan Pusat Statistik
yang mendata dari jumlah penduduk Indonesia sebesar 230,87 juta jiwa sekitar
62,775 juta jiwa atau 27,31 persen adalah pemuda108; yang berarti bahwa
seperempat dari penduduk Indonesia adalah pemuda. Jumlah pemuda yang relatif
banyak, merupakan aset yang dapat diandalkan dalam pembangunan. Pemuda
akan menempati posisi strategis, baik sebagai pelaku pembangunan maupun
penerus pembangunan di masa datang. N. Jenny M. T. Hardjatno memaparkan
dalam seminar yang sama, bahwa pemuda sebagai subjek ketahanan nasional
memiliki kedudukan dan peranan yang diemban dalam keseluruhan kegiatan
pembangunan daya saing global, yaitu kemampuan untuk bertahan dan
mengungguli negara-negara lain.109 Selain dari segi kuantitas, kualitas pemuda
perlu dikembangkan dan ditingkatkan, di antaranya melalui melalui tingkat
pendidikan dan pelatihan, kondisi kesehatan (harapan hidup), dan sebagainya.
108 Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, Penyajian Data dan Informasi
Statistik Kepemudaan Tahun 2010, (Jakarta: Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, 2010), hlm. v.
109 N. Jenny M. T. Hardjatno merupakan salah satu narasumber dalam Seminar Nasional Tannasda RI Angkatan V sebagai perwakilan staf ahli dari Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia. Materi yang disampaikan bertema ‘Peran Pemuda dalam Membangun Daya Saing Global dalam Rangka Ketahanan Nasional’. Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa dunia yang dihadapi pemuda sebagai subjek ketahanan nasional adalah :1. Dunia modern yang ditentukan oleh kemampuan ekonomi.2. Beberapa faktor strategis :
a. Jumlah perolehan hadiah nobel;b. Jumlah paten;c. dan lain sebagainya.
Untuk membangun daya saing salah satu parameternya yaitu diukur dari tingkat produktivitas per jam. Jika dibandingkan dengan negara-negara maju yang tingkat produktivitasnya tinggi, maka Indonesia masih menempati posisi di bawah negara-negara maju.
Seperti yang telah dipaparkan pada halaman 6 skripsi ini, ancaman
yang dihadapi pertahanan negara dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan
wilayah, dan keselamatan bangsa semakin berkembang menjadi
multidimensional, fisik dan non fisik. Hal ini selaras dengan pemaparan
Laksamana TNI Ir. Leonardi dalam seminar yang sama, bahwa dengan
globalisasi yang dihadapi saat ini maka terdapat istilah strategi perang asymetric
warefare yang membangun paradigma untuk mengubah ideologi (perang
ideologi) dari sutau bangsa dengan metode war by proxy, yaitu perang dengan
menggunakan sarana dan prasarana serta sumber daya manusia yang berada
dalam negara sasaran dengan mempengaruhi cara berpikir untuk menggiring
bangsa tersebut ke wilayah perang.110 Strategi ini melibatkan pemuda karena
pemuda memiliki idealisme yang tinggi tapi di sisi lain juga penuh dengan
kelabilan sehingga mudah terpengaruh. Ditambah lagi dengan kemajuan
teknologi informasi yang mengakibatkan menjamurnya jejaring sosial dan
keterbukaan serta kecepatan dalam mengakses berbagai informasi sebagai akibat
dari globalisasi, sehingga memudahkan untuk melakukan penetrasi dari pihak
asing.
Selanjutnya adalah, pada halaman yang sama, Penulis telah
mengemukakan sistem pertahanan negara melibatkan seluruh komponen
110 Laksamana TNI Ir. Leonardi merupakan salah satu narasumber dalam Seminar Nasional
Tannasda RI Angkatan V sebagai perwakilan staf ahli dari Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. Materi yang disampaikan bertema ‘Optimalisasi Potensi Bangsa dalam Membangun Ketahanan Nasional’.
pertahanan negara, yang terdiri atas komponen utama, komponen cadangan, dan
komponen pendukung. Hal ini selaras dengan penjelasan dari Laksamana TNI Ir.
Leonardi bahwa sistem pertahanan yang digunakan di Indonesia adalah Total
Defence (National Defence) atau sistem pertahanan menyeluruh dengan
komponen-komponen pertahanan yang dijelaskan melalui piramida di bawah
ini111:
Latsarmil (kombatan)
TNI
KOMP. CADANGAN
KOMP. PENDUKUNG
Latsarmil (kombatan setelah Mobilisasi)
Latsar (non kombatan)
SDA/B & SarprasnasIndustri strategis
TA / profesi
KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA HADAPI ANC. MILITER
Paramiliter :
warga negara lainnya : . Veteran / Purn TNI. individu. organisasi masy. (LSM dsb.)
2345 1
6
A. Menwa/Polisi PP/Linmas/S a t p a m/Org Kepemudaan/Org bela diri/Satgas Partai, dll.
B. Brimob
Mengenai persoalan tanggung jawab warga negara dalam
mempertahankan negara, dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara Bagian Penjelasan tertulis bahwa setiap warga negara berhak
111 Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, Kebijakan Potensi Pertahanan dan Strategi
Pertahanan Negara, (Jakarta: Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, 2011). Disampaikan dalam Pelatihan Ketahanan Nasional Untuk Pemuda Republik Indonesia (Tannasda RI) Angkatan V oleh Ir. Bennyta Suryo Septanto, M.T.
dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diselenggarakan melalui
pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib,
pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia, dan pengabdian sesuai
dengan profesi.112 Karena saat ini Penulis masih aktif sebagai seorang
mahasiswa, maka dikhususkan pemuda dalam konteks ini adalah para
mahasiswa.
Mahasiswa sebagai siswa di tingkat perguruan tinggi sesuai dengan
kurikulum pendidikan tinggi yang wajib memuat Pendidikan Kewarganegaraan
yang ditetapkan dalam Pasal 37 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pasti mendapatkan pendidikan
kewarganegaraan yang mengandung materi ketahanan nasional,113namun
demikian sebagian besar warga negara Indonesia terutama para pemuda belum
dapat mengetahui dengan tepat dan akurat berapa luas wilayah kedaulatan yang
harus dibangun dan dipertanggungjawabkan kepada rakyat dan materi ketahanan
nasional hanya bersifat suplementaris sehingga menurut Penulis kurang efektif.
Ditambah lagi dengan statistik yang menunjukkan bahwa pendidikan tertinggi
yang ditamatkan oleh pemuda Indonesia sampai dengan Perguruan Tinggi hanya
6,18 persen dan presentase terbanyak adalah lulusan SMP sebesar 31,19 persen
dan berbeda tipis dengan lulusan SMA sebesar 30,93 persen yang artinya masih
banyak pemuda Indonesia yang belum terlalu memahami kedudukan dan
112 Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Pertahanan Negara, Loc. Cit.113 Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU Nomor
20 Tahun 2003. LN RI No. 78, TLN RI No. 4301, Pasal 37 Ayat (2).
peranannya dalam ketahanan nasional dikaitkan dengan tanggung jawab warga
negara dalam mempertahankan negara.114 Walaupun begitu, tingkat pendidikan
tidak menjadi parameter satu-satunya dalam mengukur pemahaman pemuda akan
kedudukan dan peranannya sebagai bagian dari warga negara Indonesia.
Penulis yang berkesempatan menjadi salah satu peserta dari Pelatihan
Ketahanan Nasional untuk Pemuda Republik Indonesia (Tannasda) yang
diselenggarakan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia
bekerjasama dengan Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia
merasakan manfaat dari pelatihan tersebut sebagai bagian dari program
pengembangan dan kepemimpinan pemuda. Penulis berpikir bahwa program
seperti inilah yang cukup efektif untuk membangkitkan kesadaran pemuda
Indonesia akan kedudukan dan peranannya dalam rangka memantapkan
ketahanan nasional, terutama apabila diselenggarakan di lingkungan perguruan
tinggi. Terlebih lagi lingkungan perguruan tinggi sarat akan dinamika karena
berbagai pemuda dari berbagai daerah, etnis, kebudayaan, agama bercampur
bersama-sama menuntut ilmu dan berorganisasi dalam berbagai wadah kegiatan
sesuai dengan minat dan orientasi studinya masing-masing sehingga menjadi
lingkungan yang membentuk karakter kepribadian dan ideologi dari para pemuda
Indonesia.
114 Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, Penyajian Data dan Informasi
Statistik Kepemudaan Tahun 2010, Op. Cit., hlm. 127.
B. Analisis Pengaturan Kedudukan dan Peranan Pemuda dalam Rangka
Memantapkan Ketahanan Nasional berdasarkan Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan
Jimly Asshiddiqie dalam bukunya ‘Konstitusi dan Konstitusionalisme
Indonesia’ mengemukakan setelah berhasil melakukan constitutional reform
(pembaharuan konstitusi) secara besar-besaran, yaitu empat kali perubahan
terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu
segera melanjutkan dengan agenda legal reform (pembentukan dan pembaruan
hukum) yang juga besar-besaran. Bidang-bidang hukum yang memerlukan
pembentukan dan pembaruan tersebut dapat dikelompokkan menurut bidang-
bidang yang dibutuhkan, yaitu115:
1. Bidang politik dan pemerintahan.
2. Bidang ekonomi dan dunia usaha.
3. Bidang kesejahteraan sosial dan budaya.
4. Bidang penataan sistem dan aparatur hukum.
Berkaitan dengan hal tersebut Penulis menyimpulkan adanya
Rancangan Undang-Undang tentang Kepemudaan didasari oleh hal tersebut, dan
hal ini bersinergi dengan substansinya yang menyatakan bahwa rancangan
undang-undang tersebut bukan mengatur tentang pemuda tapi memberikan
jaminan kepastian hukum tentang apa yang harus dilakukan pemerintah dan
115 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Konstitusi
Press, 2006), hlm. 384-385.
masyarakat terhadap pemuda agar pemuda bisa memiliki kapasitas dan daya
saing.116 Dalam dasar penyusunan Undang-Undang tentang Kepemudaan
terdapat lima aspek, yaitu117:
1. Filosofis
a. Pemuda adalah inisiator dan pelaku perjuangan bangsa mencapai
kemerdekaan;
b. Pemuda adalah pewaris nilai luhur budaya dan penerus cita‐cita
perjuangan bangsa;
c. Pemuda memiliki peran strategis dalam perubahan yang fundamental
dalam pembentukan karakter bangsa;
d. Negara wajib menjamin kelangsungan estafet kepemimpinan bangsa dan
negara;
e. Negara wajib melindungi, memberdayakan dan mengembangkan
pemuda.
2. Yuridis
a. Pasal 28 C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945: “Menjamin hak warga negara untuk mengembangkan dan
memajukan dirinya”;
b. Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005‐2026
(Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007) Bagian IV.1.2.A Butir 6:
116 Sakhyan Asmara, Argumen Rasional RUU tentang Kepemudaan, (Jakarta: Deputi Bidang Pemberdayaan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, 2009), hlm. 19.
117 Ibid., hlm. A.1-A.5.
“Pembangunan kepemudaan diarahkan pada peningkatan kualitas
sumber daya manusia, pembangunan karakter bangsa dan partisipasi
pemuda dalam pembangunan ekonomi, sosial, budaya, ilmu
pengetahuan dan teknologi, politik berwawasan kebangsaan dan etika
bangsa Indonesia” (sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2000 : PROPENAS 2000‐2004);
c. Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2005, 2006 dan 2007 tentang
Penyusunan Rancangan Undang‐Undang tentang Kepemudaan serta
Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2008 yang berbunyi: “Ditetapkannya
Rancangan Undang-Undang Kepemudaan menjadi Undang‐Undang.”;
d. Undang‐Undang yang mengatur tentang USIA antara lain Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, dan Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri serta dokumen World
Programme of Action for Youth to the Year 2000 and Beyond.
3. Sosiologis
a. Jumlah pemuda Indonesia yang besar (±80 juta jiwa), sebagian besar
hidup miskin dengan tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah;
b. Pemuda berada dalam lingkaran penyakit sosial akibat kurangnya
pemberdayaan, pengembangan dan perlindungan;
c. Demoralisasi dan dampak negatif arus globalisasi di kalangan pemuda;
d. Minim sarana dan prasarana dalam pemberdayaan dan pengembangan
pemuda.
4. Psiko Politik Masyarakat
a. Tingginya tuntutan masyarakat dan pemuda akan adanya
Undang‐Undang yang khusus melindungi, memberdayakan dan
mengembangkan pemuda;
b. Masyarakat dan pemuda memandang bahwa Undang‐Undang Tentang
Kepemudaan dapat dijadikan instrumen untuk menanggulangi masalah
kepemudaan;
c. Undang‐Undang Tentang Kepemudaan memberikan jaminan kepastian
hukum bagi pemuda dalam mengembangkan dan memajukan dirinya;
d. Adanya dukungan MPR (Sidang Tahunan Tahun 2003), DPR (Komisi
X) dan DPD (PAH III) terhadap upaya pemerintah membentuk
Undang‐Undang Tentang Kepemudaan.
5. Ekonomi
a. Pemuda berpotensi sebagai pelaku dan penggerak ekonomi nasional;
b. Pembangunan ekonomi nasional memerlukan tumbuhnya jiwa
kewirausahaan pemuda;
c. Pembangunan sektor rill membutuhkan pengerahan potensi pemuda
sekaligus sebagai upaya penciptaan lapangan pekerjaan bagi pemuda;
d. Era globalisasi menuntut pemuda Indonesia yang memiliki kapasitas dan
daya saing.
Selanjutnya dijelaskan dalam Argumen Rasional Rancangan Undang-
Undang tentang Kepemudaan terdapat realitas kebijakan pembangunan
kepemudaan yang menyatakan belum optimalnya pengembangan potensi
kepemimpinan, kewirausahaan, dan kepeloporan pemuda (pemuda cenderung
sebagai objek bukan sebagai subjek).118 Dengan kedudukan dan peranan pemuda
sebagai subjek, maka dalam hal ini Penulis berpendapat perlunya suatu aturan
yang mengatur mengenai hal tersebut dan telah terjawab dengan disahkannya
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan. Berikut skema
paradigma penataan hukum bidang Kepemudaan119:
118 Ibid., hlm. B.3.119 Ibid., hlm. C.
Dalam Bab V Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang
Kepemudaan terdapat enam buah pasal yang mengatur mengenai Peran,
Tanggung Jawab, dan Hak Pemuda. Pada halaman 8 skripsi ini, Penulis telah
memaparkan kedudukan dan peranan pemuda dalam segala aspek pembangunan
nasional yang tercantum dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009:
Pemuda berperan aktif sebagai kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen perubahan dalam segala aspek pembangunan nasional.120
Selanjutnya lebih diperinci lagi menjadi enam poin mengenai peran
aktif pemuda sebagai kontrol sosial dalam Pasal 17 ayat (2) :
Peran aktif pemuda sebagai kontrol sosial diwujudkan dengan:a. memperkuat wawasan kebangsaan;b. membangkitkan kesadaran atas tanggungjawab, hak, dan
kewajiban sebagai warga negara;c. membangkitkan sikap kritis terhadap lingkungan dan
penegakan hukum;d. meningkatkan partisipasi dalam perumusan kebijakan
publik;e. menjamin transparansi dan akuntabilitas publik; dan/atauf. memberikan kemudahan akses informasi.121
Menurut pendapat Penulis, dari poin a sampai dengan c merupakan
tiga poin yang menjelaskan tentang kedudukan dan peranan pemuda dalam
rangka memantapkan ketahanan nasional dan disinggung pula mengenai
tanggung jawab, hak, dan kewajibannya sebagai warga negara.
120 Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Kepemudaan, Op. Cit., Pasal 16.121 Ibid., Pasal 17 ayat (2).
Juga penegasan mengenai tanggung jawab pemuda sebagai warga
negara Indonesia dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 yang
berbunyi:
Pemuda bertanggungjawab dalam pembangunan nasional untuk:a. menjaga Pancasila sebagai ideologi negara;b. menjaga tetap tegak dan utuhnya Negara Kesatuan Republik
Indonesia;c. memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa;d. melaksanakan konstitusi, demokrasi, dan tegaknya hukum;e. meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan masyarakat;f. meningkatkan ketahanan budaya nasional; dan/ataug. meningkatkan daya saing dan kemandirian ekonomi bangsa122
Sedangkan Bab VI tentang Penyadaran lebih menguatkan kedudukan
dan peranan pemuda dengan cara penyadaran kepemudaan melalui dua buah
pasal yang menjelaskannya sebagai berikut123:
Pasal 22(1) Penyadaran kepemudaan berupa gerakan pemuda dalam
aspek ideologi, politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pertahanan, dan keamanan dalam memahami dan menyikapi perubahan lingkungan strategis, baik domestik maupun global serta mencegah dan menangani risiko.
(2) Penyadaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan organisasi kepemudaan.
Pasal 23Penyadaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 diwujudkan melalui:a. pendidikan agama dan akhlak mulia;b. pendidikan wawasan kebangsaan;c. penumbuhan kesadaran mengenai hak dan kewajiban dalam
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;d. penumbuhan semangat bela negara;
122 Ibid., Pasal 19.123 Ibid., Pasal 22-23.
e. pemantapan kebudayaan nasional yang berbasis kebudayaan lokal;
f. pemahaman kemandirian ekonomi; dan/ataug. penyiapan proses regenerasi di berbagai bidang;
Penyadaran kepemudaan yang multidimensional ternyata mencakup
bidang ideologi dan pertahanan dan keamanan negara dan pihak pemerintah, baik
Pusat maupun Daerah, serta masyarakat sangat diperlukan dalam hal ini,
sehingga menurut Penulis terdapat tiga poin yang sangat ditekankan, yaitu:
1. Pendidikan wawasan kebangsaan;
2. Penumbuhan kesadaran mengenai hak dan kewajiban dalam bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara; dan
3. Penumbuhan semangat bela negara.
Selanjutnya dalam Bab VII tentang Pemberdayaan dijelaskan melalui
dua buah pasal mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan berkaitan
kedudukan dan peranan pemuda124:
Pasal 24
(1) Pemberdayaan pemuda dilaksanakan secara terencana, sistematis, dan berkelanjutan untuk meningkatkan potensi dan kualitas jasmani, mental spiritual, pengetahuan, serta keterampilan diri dan organisasi menuju kemandirian pemuda.
(2) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan organisasi kepemudaan.
124 Ibid., Pasal 24-25.
Pasal 25
Pemberdayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dilakukan melalui:a. peningkatan iman dan takwa;b. peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi;c. penyelenggaraan pendidikan bela negara dan ketahanan
nasional;d. peneguhan kemandirian ekonomi pemuda;e. peningkatan kualitas jasmani, seni, dan budaya pemuda;
dan/atauf. penyelenggaraan penelitian dan pendampingan kegiatan
kepemudaan.
Dalam Bagian Penjelasan Pasal 24 ayat (1) dijelaskan bahwa
pemberdayaan dalam ketentuan ini mencakup bidang ideologi, politik, ekonomi,
sosial, budaya, serta pertahanan dan keamanan. Dalam Pasal 25 terdapat
ketegasan mengenai langkah pemberdayaan pemuda dalam poin c, yaitu
penyelenggaraan pendidikan bela negara dan ketahanan nasional. Karena itu,
sudah jelas pentingnya pendidikan bela negara dan ketahanan nasional bagi
pemuda dalam konteks kedudukan dan peranannya dalam rangka memantapkan
ketahanan nasional. Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia
sejak tahun 2007 sudah terlebih dahulu melaksanakan Pelatihan Ketahanan
Nasional untuk Pemuda (Tannasda) dan dengan adanya Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan telah memperkuat dan menjadi salah satu
dasar tentang pentingnya penyelenggaraan pendidikan bela negara dan ketahanan
nasional, disamping Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Mengenai pemikiran Penulis yang mengkhususkan mahasiswa dalam
konteks kedudukan dan peranan pemuda, ternyata diatur pula dalam Bab XI
tentang Organisasi Kepemudaan Pasal 40 ayat (3) yang berbunyi :
Organisasi kepemudaan juga dapat dibentuk dalam ruang lingkup
kepelajaran dan kemahasiswaan.125
Pada Bagian Penjelasan yang dimaksud dengan “ruang lingkup
kepelajaran dan kemahasiswaan” adalah pelajar dan mahasiswa yang sedang
menempuh pendidikan pada satuan pendidikan masing-masing. Menurut
pemikiran Penulis, dalam bab tersebut lebih mengerucutkan peranan pelajar dan
mahasiswa sebagai bagian dari pemuda Indonesia melalui organisasi
kepemudaan sebagai wadah untuk mengekspresikan dan mengaktualisasikan diri
di masa yang sangat produktif dengan berbagai pemikiran dan idealisme yang
kuat.
Dalam Pasal 41 ayat (1) dijelaskan mengenai fungsi dari Organisasi
kepemudaan memiliki peranan yang penting dalam menampung berbagai aspirasi
yang dimiliki pemuda Indonesia, dalam hal ini digunakan istilah ‘organisasi
kepelajaran dan kemahasiswaan’ yang berbunyi :
Organisasi kepelajaran dan kemahasiswaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) berfungsi untuk mendukung kesempurnaan pendidikan dan memperkaya kebudayaan nasional.126
125 Ibid., Pasal 40 ayat (3).126 Ibid., Pasal 41 ayat (1).
Berkaitan dengan tujuan pendidikan, tujuan dari organisasi kepelajaran
dan kemahasiswaan tersebut dijelaskan dalam Pasal 42 yang berbunyi :
Organisasi kepelajaran dan kemahasiswaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ditujukan untuk:a. mengasah kematangan intelektual;b. meningkatkan kreativitas;c. menumbuhkan rasa percaya diri;d. meningkatkan daya inovasi;e. menyalurkan minat bakat; dan/atauf. menumbuhkan semangat kesetiakawanan sosial dan
pengabdian kepada masyarakat.127
Selain itu, yang tidak kalah penting selain kedudukan dan peranan
pemuda sebagai subjek, adalah peranan pihak pemerintah dan institusi
pendidikan yang tercantum dalam Pasal 45 yang berbunyi :
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi organisasi kepemudaan, organisasi kepelajaran, dan organisasi kemahasiswaan.
(2) Satuan pendidikan dan penyelenggara pendidikan wajib memfasilitasi organisasi kepelajaran dan kemahasiswaan sesuai dengan ruang lingkupnya.128
Pada Bagian Penjelasan Pasal 45 ayat (1) yang dimaksud dengan
“wajib memfasilitasi” adalah bahwa pemerintah menyediakan prasarana dan
sarana dan/atau dukungan dana kepada organisasi kepemudaan, organisasi
kepelajaran, dan organisasi kemahasiswaan yang berbadan hukum dan/atau
terdaftar pada lembaga pemerintah. Selain peran pemerintah, peran masyarakat
dalam hal ini juga dibutuhkan. Hal tersebut tercantum dalam Bab XII tentang
Peran Serta Masyarakat Pasal 47 yang berbunyi :
127 Ibid., Pasal 42.128 Ibid., Pasal 45 Ayat (1) dan Ayat (2).
(1) Masyarakat mempunyai tanggungjawab, hak, dan kewajiban dalam berperan serta melaksanakan kegiatan untuk mewujudkan tujuan pelayanan kepemudaan.
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dengan:a. melakukan usaha pelindungan pemuda dari pengaruh
buruk yang merusak;b. melakukan usaha pemberdayaan pemuda sesuai dengan
tuntutan masyarakat;c. melatih pemuda dalam pengembangan kepemimpinan,
kewirausahaan, dan kepeloporan;d. menyediakan prasarana dan sarana pengembangan diri
pemuda; dan/atau e. menggiatkan gerakan cinta lingkungan hidup dan
solidaritas sosial di kalangan pemuda.129
Penulis berpendapat, dengan adanya Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2009 tentang Kepemudaan sudah seharusnya dapat mengakomodasi dari
tujuan pembentukannya, yaitu130:
1. Arah pembangunan kepemudaan;
2. Tugas, wewenang dan tanggung jawab pemangku kepentingan dalam
melaksanakan pembangunan kepemudaan;
3. Peran dan tanggung jawab pemuda;
4. Perlindungan, pemberdayaan dan pengembangan pemuda;
5. Kemitraan, prasarana dan sarana kepemudaan;
6. Organisasi kepemudaan; dan
7. Penghargaan dan pendanaan pembangunan kepemudaan.
129 Ibid., Pasal 47 Ayat (1) dan Ayat (2).130 Sakhyan Asmara, Op. Cit., hlm. 18.
Meski undang-undang ini masih dalam proses transisi dan baru akan
diberlakukan pada 2013, menurut Penulis sosialisasi lebih cepat perlu dilakukan
agar isinya dapat dipahami.
Sebagai implikasi amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009
tentang Kepemudaan, Penulis mencermati selain kegiatan Tannasda, terdapat
pula beberapa program sebagai hasil dari kebijakan Kementerian Pemuda dan
Olahraga Republik Indonesia bekerjasama dengan pusat, daerah dan swasta,
seperti :
1. Tannasda Tingkat Provinsi dan Tannasda Tingkat Kabupaten/Kota sebagai
derivasi dari Tannasda Tingkat Nasional;
2. Program S2 Ketahanan Nasional/Kepemimpinan di Universitas Indonesia
dan Universitas Gajah Mada;
3. Pelatihan Kepemimpinan Pemuda Indonesia;
4. Pertukaran Pemuda Antar Provinsi dan Pertukaran Pemuda Antar Negara;
5. Dan sebagainya.
Selain itu, sebagai implikasi dari hal tersebut terdapat konsep
‘pengarusutamaan pemuda’, yang diartikan sebagai strategi yang dilakukan
secara sistematis untuk meningkatkan peran pemuda dalam seluruh aspek
kehidupan manusia dan memperhatikan serta melibatkan pemuda ke dalam
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan
program di berbagai kehidupan dan pembangunan.
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada Bab-bab sebelumnya
maka dapatlah dibuat beberapa kesimpulan sebagai jawaban atas identifikasi
masalah sebagai berikut :
1. Tanggung jawab pemuda sebagai warga negara Indonesia dalam
mempertahankan negara dalam konstitusi Republik Indonesia terdapat di
dalam peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
a. Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang pada intinya pemuda sebagai bagian dari
warga negara Indonesia berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara;
b. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara;
c. Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 21 Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan yang pada
intinya pemuda memiliki kedudukan dan peranan yang sangat penting
dan berperan aktif dalam mempertahankan negara.
2. Menurut Penulis, Pengaturan Kedudukan dan Peranan Pemuda dalam
Rangka Memantapkan Ketahanan Nasional di dalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan sudah memadai. Hal tersebut
dibuktikan dengan adanya bab yang khusus mengatur tentang Peran,
Tanggung Jawab, dan Hak Pemuda. Ditambah dengan bab yang mengatur
Pemberdayaan yang mengisyaratkan pendidikan bela negara dan ketahanan
nasional sebagai salah satu langkah yang harus dilakukan dalam hal
pemberdayaan pemuda.
B. Saran
1. Pemerintah secara konsisten menjabarkan Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2009 tentang Kepemudaan ke dalam prioritas program
pembangunan nasional di bidang peningkatan kualitas sumber daya
manusia generasi muda.
2. Adanya penerapan konsep ‘pengarusutamaan pemuda’, strategi yang
dilakukan secara sistematis untuk meningkatkan peran pemuda dalam
seluruh aspek kehidupan manusia dan memperhatikan serta melibatkan
pemuda ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari
seluruh kebijakan dan program di berbagai kehidupan dan pembangunan.
Misalnya dalam partisipasi politik, dalam bidang ekonomi dengan
menggiatkan kegiatan wirausaha muda dan merangkul mahasiswa dalam
berbagai kegiatan usaha, dan lain sebagainya. Sudah banyak program
seperti ini yang diselenggarakan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga
Republik Indonesia, seperti berbagai lomba karya inovatif, wirausaha
muda, dan sebagainya, namun menurut Penulis kurang memiliki gaung
yang besar karena sosialisasinya yang juga kurang luas.
3. Pengadaan Program Pelatihan Ketahanan Nasional Untuk Pemuda
(Tannasda) Republik Indonesia di tingkat nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota sudah cukup bagus untuk menumbuhkan kesadaran para
pemuda akan kedudukan dan peranannya dalam rangka memantapkan
ketahanan nasional dan tanggung jawabnya dalam mempertahankan
negara. Akan tetapi Penulis berpendapat, untuk lebih memperkuat
pemahaman tersebut, perlu juga diadakan Tannasda di tingkat Perguruan
Tinggi karena dinamika yang terdapat di dalamnya cukup tinggi dan rentan
akan benturan pemahaman maupun ideologi, sehingga diperlukan suatu
pelatihan dan rangkaian diskusi untuk menyamakan perbedaan persepsi
tersebut.
4. Berkaitan dengan organisasi kepelajaran dan kemahasiswaan, menurut
Penulis keberadaan Resimen Mahasiswa sebagai salah satu organisasi
kepemudaan di lingkungan Perguruan Tinggi harus dipertahankan dan
perlu juga adanya semacam grup diskusi yang khusus membahas
Ketahanan Nasional dan Kepemudaan.
5. Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia yang secara terus-
menerus melakukan kajian tentang Ketahanan Nasional bekerjasama
dengan pihak perguruan tinggi menyediakan literatur mengenai ketahanan
nasional dan Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia yang
bergerak di bidang kepemudaan yang baku dan senantiasa up to date
mengikuti perkembangan zaman sehingga dapat dijadikan bahan rujukan
bagi para pihak yang memerlukannya dan mudah diakses oleh umum.
DAFTAR PUSTAKA
A. Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen Keempat.
________________. Undang-Undang tentang Pertahanan Negara. UU Nomor 3 Tahun 2002. LN RI No.3 TLN RI No.4169.
________________. Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU Nomor 20 Tahun 2003. LN RI No. 78, TLN RI No. 4301
_________________. Undang-Undang tentang Kewarganegaraan. UU Nomor 12 Tahun 2006. LN RI No.63 TLN RI No.4634.
_________________. Undang-Undang tentang Kepemudaan. UU Nomor 40 Tahun 2009. LN RI No.148 TLN RI No.5067.
B. Buku
Asshiddiqie, Jimly. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Konstitusi Press, 2006.
Departemen Pertahanan Republik Indonesia. Buku Putih Pertahanan Indonesia2008. Jakarta: Departemen Pertahanan Republik Indonesia, 2008.
Dewanata, Pandu & Chavchay Syaifullah. Rekonstruksi Pemuda. Jakarta: Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, 2008.
Gatara, Asep Sahid & Subhan Sofian. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Pendidikan Politik, Nasionalisme, dan Demokrasi. Bandung: Fokusmedia, 2011.
Hall, Stuart. David Held and Tony McGraw. Modernity and Its Future. Cambridge: Polity Press, 1990.
Kaelan & Achmad Zubaidi. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Paradigma, 2007.
Mahendra, Yusril Ihza. Ideologi dan Negara. Jakarta: Rajawali Press, 1999.
Masdiana,Erlangga dkk. Peran Generasi Muda dalam Ketahanan Nasional.Jakarta: Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, 2008.
Mikhael, Mali Benyamin dkk. Civic Education: Upaya Mengembalikan Episteme Politik. Jakarta: Fidei Press, 2011.
Noeh, Munawar Fuad. Pemuda Indonesia Menggugat. Jakarta: Zikrul Hakim, 2009.
Notonegoro. Pancasila Secara Ilmiah Populer. Jakarta: Pantjuran Tudjuh, 1975.
Parmono, R. Ketahanan Nasional. Yogyakarta: Fakultas Filsafat UGM, 1995.
Pranarka, A.W. M. Kesinambungan Penataan dan Ideologi. Jakarta: CSIS, 1985.
Soemargono, Suyono. Ideologi Pancasila sebagai Penjelmaan Filsafat Pancasila dan Pelaksanaannya dalam Masyarakat Kita Dewasa Ini. Yogyakarta: Fakultas Filsafat UGM, 2007.
Suradinata, Ermaya. Hukum Dasar Geopolitik dan Geostrategi dalam Kerangka Keutuhan NKRI. Jakarta: Suara Bebas, 2005.
Usman, Wan. dkk. Daya Tahan Bangsa. Jakarta: Program Studi Pengkajian Ketahanan Nasional Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003.
C. Lain-lain
Armawi, Armaedi. Geostrategi Indonesia. Makalah Pelatihan Dosen Kewarganegaraan. Surabaya: Dikti, 2006.
Asmara, Sakhyan. Argumen Rasional RUU tentang Kepemudaan. Jakarta: Deputi Bidang Pemberdayaan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, 2009.
Consice Oxford English Dictionary (Eleventh Edition). United Kingdom: Oxford University Press, 2003.
Deputi Pemantapan Nilai-nilai Kebangsaan Lembaga Pertahanan Nasional Republik Indonesia. Naskah Akademik Pedoman Pemantapan Nilai-nilai Kebangsaan. Jakarta: Lembaga Pertahanan Nasional Republik Indonesia, 2009.
Direktorat Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga. EXECUTIVE SUMMARY Background Study dalam Rangka Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010 – 2014 Bidang Pemuda. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2009.
Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia. Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2009 Tentang Kepemudaan. Jakarta: Biro Humas dan Hukum Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, 2010.
Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia. Petunjuk Penyelenggaraan Pelatihan Ketahanan Nasional Untuk Pemuda (TANNASDA). Jakarta: Deputi Bidang Pengembangan Pemuda Asisten Deputi Kepemimpinan Pemuda, 2011.
Lembaga Pertahanan Nasional Republik Indonesia. Pendidikan Kewarganegaraan Diktat SUSCADOSWAR. Jakarta: Lembaga Pertahanan Nasional Republik Indonesia, 2000.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III.http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/, diakses tanggal 19 Januari 2012, 2008.
Departemen Pertahanan Keamanan Republik Indonesia. Doktrin Pertahanan Keamanan Negara. Jakarta: Departemen Pertahanan Keamanan Republik Indonesia, 1991.
Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia. Modul Pelatihan Kepemimpinan Pemuda Indonesia Tingkat III Provinsi. Jakarta: Deputi Pengembangan Kepemimpinan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, 2010.
Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia. Penyajian Data dan Informasi Statistik Kepemudaan Tahun 2010. Jakarta: Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, 2010.
Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia Bagian Perundang-undangan. http://kemenpora.go.id/index/perundangan, diakses tanggal 19 Januari 2012.
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. Kebijakan Potensi Pertahanan dan Strategi Pertahanan Negara. Jakarta: Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, 2011.
Lembaga Ketahanan Republik Indonesia. Jurnal Kajian Edisi 6 dalam artikel Menumbuhkan Semangat Kebangsaan Bagi Generasi Muda dalam Rangka Menjamin Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jakarta: Biro Humas Settama Lemhannas RI, 2008.
Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia. Modul Materi Pokok Bidang Studi Kepemimpinan Nasional. Jakarta: Pokja Kepemimpinan Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, 2010.
http://ardaiyene.wordpress.com/Seminar-Nasional-Ketahanan-Nasional-untuk-Pemuda-(Tannasda)-Angkatan-V-Tahun-2011.htm.
http://www.sumpahpemuda.org, diakses tanggal 19 Januari 2012
BIODATA
Penulis bernama Annissa Aprilia Fitriani dilahirkan di Bogor pada tanggal
20 April 1990, merupakan anak tunggal dari pasangan M. Irwan Romansyah
(almarhum) dan Ria Kumalasari (almarhumah).
Tahun 2002 penulis menamatkan pendidikan dasarnya di SD Amaliah Ciawi
Kabupaten Bogor dan dilanjutkan di SMPN 5 Bogor dan selesai tahun 2005, SMAN
6 Bogor menjadi tempat menimba ilmu penulis selanjutnya dan lulus tahun 2008.
Pada September 2008, penulis terdaftar di Fakultas Hukum Universitas Pakuan dan
menyelesaikan program S1 pada tahun 2012.
Di Fakultas Hukum Universitas Pakuan Penulis pernah terlibat di Badan
Legislatif Mahasiswa selama periode 2010-2011 dan aktif di berbagai kegiatan
diskusi, seminar dan pelatihan, termasuk Pelatihan Ketahanan Nasional Untuk
Pemuda Republik Indonesia (TANNASDA RI) Angkatan V pada 19-30 April 2011
dan studi banding ke Kuala Lumpur yang mengubah perspektif Penulis mengenai
Kepemudaan dan Ketahanan Nasional menjadi lebih positif. Kegiatan di luar
perkuliahan Penulis adalah Capoeira (bela diri & kesenian dari Brazil), fotografi, dan
travelling. Penulis dapat dihubungi melalui e-mail : niniez90@yahoo.co.uk ataupun
Twitter : @niniscurio dan blognya : http://niniscurio.tumblr.com
“...beri aku sepuluh pemuda yang mencintai tanah air ini, dan akan kuguncang dunia...!”
(Ir. Soekarno)
View publication statsView publication stats