Post on 15-Jan-2016
description
Kecerdasan Sesungguhnya
Moh Hani Saputro, S. Pd. I1
Suatu hari seorang anak kecil datang kepada ayahnya. Wajahnya menunduk dan
rasa penuh penyesalan tergambar jelas di wajahnya. Lirih dia berkata pada ayahnya, “Ayah,
maafkan adik ya! Nilai ujian adik jelek – jelek. Kemarin adik terlalu banyak nonton tivi dan
mainan hape. Besok adik akan belajar lebih baik lagi!”
Ini adalah sebuah kisah nyata yang saya dapatkan dari sebuah pelatihan guru.
Pada saat sesi tanya jawab, seorang guru menceritakan salah seorang muridnya. Banyak
orang tua yang marah – marah bahkan sampai menyalahkan anaknya ketika nilai ujian atau
nilai ulangannya jelek. Padahal ada banyak faktor yang menyebabkan nilai anak menjadi
jelek. Seperti ketika ada seorang anak yang terlambat datang ke sekolah, belum tentu karena
bangun kesiangan. Bisa jadi, tadi pagi membantu orang tuanya menjaga adiknya. Atau bisa
jadi ban sepedanya bocor, sehingga menambal dulu. Jadi ada banyak penyebab nilainya jelek
dan belum itu kesalahan anak.
Bisa jadi, karena terlalu banyak pelajaran, terus anak menjadi bosan belajarnya.
Atau bisa jadi di sekolah sedang ada renovasi atau pembuatan kelas baru. Dan suara gaduh
dari pekerja membuatnya sulit konsentrasi.
Tapi, dari balik untaian kalimatnya, sebenarnya ada banyak pelajaran dan
kepandaian yang dimiliki oleh anak itu, mari kita pelajari bersama.
Pertama, panggilan “ayah” dan “adik”. Jangan dikira cara memanggil ini tidak
ada artinya. Anak ini menghormati ayahnya, dia tidak menyebut nama ayahnya langsung,
karena hal itu tidak sopan dalam budaya kita. Artinya dia sudah mempunyai tata krama dan
sopan santun. Juga menyebut dirinya adik, berarti dia bisa memposisikan dirinya lebih muda
daripada kakaknya. Karena memang ada anak yang ketika memanggil kakaknya tidak dengan
kak atau mas atau mbak. Biasanya karena di rumah tidak diajari seperti itu.
Maka, dalam Ron Clark Story, film yang menceritakan perjalanan Ron Clark
menjadi guru, peraturan pertama di sekolah adalah mengakhiri setiap kalimat dengan kata Sir
atau dalam bahasa kita Pak. Ketika dipanggil menjawab, Yes Sir atau Ya Pak. Bukan dengan
kata Yoi pak!
Kedua, permintaan maaf. Meminta maaf berarti dia merasa bersalah. Dan juga
diiringi rasa menyesal. Berarti dalam hati kecilnya ada perasaan bahwa selama ini dia telah
berbuat salah dan dia menyadari. Kalau merasa bersalah pada diri sendiri, tentunya dia
menyesali sendiri bukan minta maaf pada orang lain. Dan dia menyadari kesalahannya yaitu
1 Pendidik di SD Unggulan Muhammadiyah Kretek
nilainya jelek. Oleh karenanya dia meminta maaf kepada ayahnya, karena mengecewakan
ayahnya. Karena selama ini ayahnya yang selalu mengingatkannya untuk belajar.
Karena memang ada saja orang yang berbuat kesalahan, dan tidak merasa
bersalah dengan yang diperbuatnya itu. Saya pernah menangani anak yang mencuri. Dan
sepertinya anak ini memang memiliki kebiasaan atau bahkan “hobi” yaitu mencuri. Ketika
ditanya, apa alasannya mencuri, jawabannya tidak apa – apa. Dia tahu bahwa mencuri itu
salah tetapi dirinya tidak merasa bersalah.
Ketiga, si anak menyadari sebuah peristiwa yaitu sebab akibat. Dia terlalu banyak
main, terlalu banyak nonton tivi. Akhirnya dia tidak punya waktu untuk belajar. Karena tidak
punya waktu untuk belajar, akhirnya nilainya jelek. Dan karena nilainya jelek, bisa jadi dia
tidak naik kelas. Ada peristiwa sebab akibat yang dia pelajari. Dan bahkan mungkin diluar
peristiwa yang dialaminya, dia mempelajari kejadian yang dialami teman – temannya. Ada
temannya yang bermain di halaman, tidak hati – hati. Akhirnya temannya jatuh dan celaka.
Dia tidak meniru perilaku temannya yang tidak berhati – hati. Dengan kata lain, bisa
mengambil hikmah dari sebuah kejadian.
Dan yang terakhir adalah sikap tidak putus asa dari si anak, pada hari yang lain
dia akan berusaha. Masih ada waktu untuk berusaha. Masih ada waktu untuk memperbaiki.
Tidak ada kata untuk terlambat. Sebuah janji dan tekad yang harus diamini oleh orang tua dan
harus diberi semangat. “Besok adik akan belajar lebih baik lagi!” Luar biasa. Di saat banyak
anak seusianya yang menyerah dan malas – malasan, dia masih sanggup untuk berjanji
belajar lagi.
Dan ayahnya yang seorang pengusaha, berkata, “Tidak apa – apa Nak! Yang
penting jangan berhenti untuk belajar! Masih ada waktu untuk memperbaiki! Jangan
menyerah ya!”
Bagaimana dengan kita?
Wallahu ‘alam bishshawab