Post on 10-Oct-2015
description
AREA EDUKATIF
PEDESTRIAN SEBAGAI
WAHANA INTERAKSI
PUSAT PERBELANJAAN
DAN APARTEMEN
METODE PERENCANAAN
DAN PERANCANGAN
LANJUT
KD 3
Emma Indira Mandayaningrum
I.0211022
1
AREA EDUKATIF PEDESTRIAN SEBAGAI WAHANA INTERAKSI PUSAT
PERBELANJAAN DAN APARTEMEN
Setelah dilakukan analisa terhadap wahana interaksi pusat perbelanjaan dan apartemen yaitu area
edukatif pedestrian maka selanjutnya perlu dilakukan upaya untuk membangun komponen metoda
melalui pendekatan strategi desain dengan alur sebagai berikut :
INPUT
LATAR BELAKANG RUANG ATAU WAHANA INTERAKSI
Pada bangunan mixed use pusat perbelanjaan dan apartemen ini, diharapkan tidak hanya
menyatukan dua fungsi bangunan dalam satu kawasan bangunan namun juga terdapat interaksi
antar kedua fungsi bangunan tersebut dimana interaksi antar fungsi bangunan tersebut dapat
terpenuhi dengan adanya sarana dan prasarana ruang yang memfasilitasinya. Pada bangunan mixed
use ini, interaksi antar kedua fungsi diharapkan terjadi pada area edukatif pedestrian pada kawasan
mall. Hal ini dikarenakan mengacu pada konsep mall yang mengambil tema pedestrian mall maka
area pedestrian menjadi pilihan ruang interaksi utama antara pengunjung mall dengan penghuni. Hal
ini dikarenakan karakter area pedestrian yang bersifat publik dengan penambahan edukasi maka
dapat digunakan oleh semua orang tanpa terkecuali. Hal inilah yang mengundang penghuni
apartemen untuk menggunakan area edukatif pedestrian tersebut dikarenakan bagi penghuni
apartemen, ruang publik atau fasilitas publik saat ini juga merupakan kebutuhan utama atau pokok
terutama pula bagi penghuni apartemen yang memiliki anak, sehingga untuk melengkapi kebutuhan
akan fasilitas publik bagi penghuni apartemen yang berada di dalam satu kawasan pusat
perbelanjaan maka terpilihlah konsep pedestrian mall bagi bangunan mall sebagai respon untuk
menyediakan kebutuhan dan keinginan penghuni apartemen sehari hari serta sekaligus memenuhi
kebutuhan akan fasilitas publik bagi penghuni apartemen terutama anak anak sehingga area
edukatif pedestrian ini dapat pula menjadi ruang atau wahana interaksi antara pengunjung mall
dengan penghuni apartemen. Berikut ilustrasi peletakkan area edukatif pedestrian :
INPUT OUTPUT
2
Dengan adanya kemudahan akses pada kedua fungsi bangunan terhadap area edukatif pedestrian
maka memberikan kesan karakter welcome atau terbuka pada area edukatif pedestrian. Sehingga
secara tidak langsung mengundang masyarakat khususnya bagi pengunjung mall dan penghuni
apartemen untuk menggunakan fasilitas yang ada di area edukatif pedestrian. Dengan adanya
interaksi tersebut maka area edukatif pedestrian tersebut menjadi wahana interaksi utama bagi
bangunan mixed use ini. Wahana interaksi ini merupakan wahana interaksi yang berupa secara fisik
yang diwujudkan dalam bentuk ruang area edukatif pedestrian.
Jenis interaksi pada area edukatif pedestrian sebagai wahana interaksi digambarkan dengan irisan
sebagai berikut :
PUSAT
PERBELANJAAN
AREA EDUKATIF
PEDESTRIAN
APARTEMEN
AREA EDUKATIF
PEDESTRIAN
F 1 F 2 F i PUSAT PERBELANJAAN
APARTEMEN
AREA EDUKATIF
PEDESTRIAN
3
Dengan menentukan area edukatif pedestrian sebagai wahana interaksi antara pusat perbelanjaan
dan apartemen maka terdapat beberapa temuan permasalahan setelah melakukan analisis terhadap
area edukatif pedestrian mengenai aspek aktivitas, peruangan, permassaan, dan korelatif. Temuan
permasalahan tersebut sebagai berikut :
Setelah melakukan anlisis terhadap area indoor pedestrian, pada area indoor pedestrian
membutuhkan cahaya matahari langsung yang cukup dikarenakan pengolahan area indoor
pedestrian yang berada di dalam bangunan fisik pusat perbelanjaan hampir menyerupai
pengolahan terhadap taman sehingga pada area indoor pedestrian terdapat beberapa
tanaman atau vegetasi yang memerlukan adanya cahaya maupun sinar matahari yang cukup
untuk mendukung proses pertumbuhan serta perawatan tanaman atau vegetasi tersebut.
Dengan adanya beberapa temuan masalah tersebut di atas kaitannya dengan penentuan area
eduktif pedestrian sebagai wahana interaksi pusat perbelanjaan dan apartemen, maka kaitannya
dengan kebutuhan akan cahaya maupun sinar matahari pada area indoor pedestrian dipilihlah
arsitektur hijau (green architecture) sebagai pendekatan strategi desain area edukatif pedestrian
sebagai wahana interaksi pusat perbelanjaan dan apartemen.
PENDEKATAN
ARSITEKTUR HIJAU
Beberapa pengertian arsitektur hijau antara lain :
Arsitektur hijau adalah suatu pendekatan pada Arsitektur Bangunan yang dapat
meminimalisasi berbagai pengaruh membahayakan pada kesehatan manusia dan
lingkungan. Arsitektur hijau meliputi lebih dari sebuah bangunan.
Green Architecture atau sering disebut sebagai Arsitektur Hijau adalah arsitektur yang minim
mengonsumsi sumber daya alam, ternasuk energi, air, dan material, serta minim
menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. (Arsitektur Hijau, Tri Harso Karyono, 2010)
4
Arsitektur hijau merupakan langkah untuk mempertahankan eksistensi manusia di muka
bumi dengan cara meminimalkan perusakan alam dan lingkungan di mana manusia tersebut
tinggal.
Istilah keberlanjutan menjadi sangat populer ketika mantan Perdana Menteri Norwegia GH
Bruntland memformulasikan pengertian Pembangunan Berkelanjutan (sustaineble development)
tahun 1987 sebagai pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan manusia masa kini tanpa
mengorbankan potensi generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
Keberlanjutan terkait dengan aspek lingkungan alami dan buatan, penggunaan energi, ekonomi,
sosial, budaya, dan kelembagaan. Penerapan arsitektur hijau akan memberi peluang besar terhadap
kehidupan manusia secara berkelanjutan. Aplikasi arsitektur hijau akan menciptakan suatu
bentuk arsitektur yang berkelanjutan.
Konsep Bangunan hijau adalah bangunan dimana di dalam perencanaan, pembangunan,
pengoperasian serta dalam pemeliharaannya memperhatikan aspek aspek dalam melindungi,
menghemat , mengurangi penggunaan sumber daya alam, menjaga mutu baik bangunan maupun
mutu dari kualitas udara di dalam ruangan, dan memperhatikan kesehatan penghuninya yang
semuanya berdasarkan kaidah pembangunan berkelanjutan.
Dalam perencanaannya, harus meliputi lingkungan utama yang berkelanjutan. "Untuk pemahaman
dasar Arsitektur Bangunan hijau (green architecture) yang berkelanjutan, di antaranya lansekap,
interior, dan segi arsitekturnya menjadi satu kesatuan.
Penerapan arsitektur hijau dapat terlihat pada ilustrasi berikut, jika luas rumah adalah 150 meter
persegi, dengan pemakaian lahan untuk bangunan adalah 100 meter persegi, maka sisa 50 meter
lahan hijau harus digenapkan dengan memberdayakan potensi sekitar. Nirwono mencontohkan,
pemberdayaan atap menjadi konsep roof garden dan green wall. Dinding bukan sekadar beton atau
batu alam, melainkan dapat ditumbuhi tanaman merambat. Selain itu, tujuan pokok arsitektur hijau
ARSITEKTUR
HIJAU
LANSEKAP
INTERIOR
SEGI
ARSITEKTUR
5
adalah menciptakan eco desain, arsitektur ramah lingkungan, arsitektur alami, dan pembangunan
berkelanjutan.
"Arsitektur Bangunan hijau dipraktikkan dengan meningkatkan efisiensi pemakaian energi, air, dan
bahan-bahan, mereduksi dampak bangunan terhadap kesehatan melalui tata letak, konstruksi,
operasi, dan pemeliharaan bangunan," ulas Dr Mauro Rahardjo dari Feng Shui School Indonesia.
Secara matematis disebutkan, konsumsi 300 liter air harus dapat dikembalikan sepenuhnya ke
tanah. Misalkan, air sisa cuci sayur dapat digunakan untuk mencuci mobil atau membuat sumur
resapan dan biopori.
Dalam hal estetika, Arsitektur Bangunan hijau terletak pada filosofi merancang bangunan yang
harmonis dengan sifat-sifat dan sumber alam yang ada di sekelilingnya. Penggunaan bahan
bangunan yang dikembangkan dari bahan alam dan bahan bangunan yang dapat diperbaharui.
Konsep arsitektur hijau sangat mendukung program penghematan energi. Rumah ala tropis dengan
banyak bukaan, dibentuk untuk mengurangi pemakaian AC juga penerangan. Namun, hal tersebut
tidak akan berjalan mulus jika sekeliling rumah tidak asri. Bukaan banyak hanya akan memasukkan
udara panas dan membuat pemiliknya tetap memasang pendingin ruangan.
Seperti halnya struktur bangunan di Jawa dan Irian, jenis Arsitektur Bangunan tropis memanfaatkan
bahan asli dari daerah tersebut. Dengan segala keterbatasan, nenek moyang kita membangun
rumah tepat daya dan guna.
Dari segi interior, arsitektur hijau mensyaratkan dekorasi dan perabotan tidak perlu berlebihan,
saniter lebih baik, dapur bersih, desain hemat energi, kemudahan air bersih, luas dan jumlah ruang
sesuai kebutuhan, bahan bangunan berkualitas dan konstruksi lebih kuat, serta saluran air bersih.
Untuk mengatasi limbah sampah, lubang biopori dapat menjadi solusi.
PRINSIP-PRINSIP GREEN ARCHITECTURE
Penjabaran prinsi-prinsip green architecture beserta langkah-langkah mendesain green building
menurut Brenda dan Robert Vale, 1991, Green Architecture Design fo Sustainable Future :
1. Conserving Energy (Hemat Energi).
Sungguh sangat ideal apabila menjalankan secara operasional suatu bangunan dengan sedikit
mungkin menggunakan sumber energi yang langka atau membutuhkan waktu yang lama untuk
menghasilkannya kembali. Solusi yang dapat mengatasinya adalah desain bangunan harus
mampu memodifikasi iklim dan dibuat beradaptasi dengan lingkungan bukan merubah
lingkungan yang sudah ada. Lebih jelasnya dengan memanfaatkan potensi matahari sebagai
sumber energi. Cara mendesain bangunan agar hemat energi, antara lain :
a. Bangunan dibuat memanjang dan tipis untuk memaksimalkan pencahayaan dan
menghemat energi listrik.
b. Memanfaatkan energi matahari yang terpancar dalam bentuk energi thermal sebagai
sumber listrik dengan menggunakan alat Photovoltaicyang diletakkan di atas atap.
Sedangkan atap dibuat miring dari atas ke bawah menuju dinding timur-barat atau
sejalur dengan arah peredaran matahari untuk mendapatkan sinar matahari yang
maksimal.
6
c. Memasang lampu listrik hanya pada bagian yang intensitasnya rendah. Selain itu juga
menggunakan alat kontrol pengurangan intensitas lampu otomatis sehingga lampu
hanya memancarkan cahaya sebanyak yang dibutuhkan sampai tingkat terang tertentu.
d. Menggunakan Sunscreen pada jendela yang secara otomatis dapat mengatur intensitas
cahaya dan energi panas yang berlebihan masuk ke dalam ruangan.
e. Mengecat interior bangunan dengan warna cerah tapi tidak menyilaukan, yang
bertujuan untuk meningkatkan intensitas cahaya.
f. Bangunan tidak menggunkan pemanas buatan, semua pemanas dihasilkan oleh
penghuni dan cahaya matahari yang masuk melalui lubang ventilasi.
g. Meminimalkan penggunaan energi untuk alat pendingin (AC) dan lift.
2. Working with Climate (Memanfaatkan kondisi dan sumber energi alami).
Melalui pendekatan green architecture bangunan beradaptasi dengan lingkungannya. Hal ini
dilakukan dengan memanfaatkan kondisi alam, iklim dan lingkungannya sekitar ke dalam
bentuk serta pengoperasian bangunan, misalnya dengan cara :
a) Orientasi bangunan terhadap sinar matahari.
b) Menggunakan sistem air pump dan cros ventilation untuk mendistribusikan udara yang
bersih dan sejuk ke dalam ruangan.
c) Menggunakan tumbuhan dan air sebagai pengatur iklim. Misalnya dengan membuat
kolam air di sekitar bangunan.
d) Menggunakan jendela dan atap yang sebagian bisa dibuka dan ditutup untuk
mendapatkan cahaya dan penghawaan yang sesuai kebutuhan.
3. Respect for Site (Menanggapi keadaan tapak pada bangunan).
Perencanaan mengacu pada interaksi antara bangunan dan tapaknya. Hal ini dimaksudkan
keberadan bangunan baik dari segi konstruksi, bentuk dan pengoperasiannya tidak merusak
lingkungan sekitar, dengan cara sebagai berikut :
Mempertahankan kondisi tapak dengan membuat desain yang mengikuti bentuk tapak
yang ada.
Luas permukaan dasar bangunan yang kecil, yaitu pertimbangan mendesain bangunan
secara vertikal.
Menggunakan material lokal dan material yang tidak merusak lingkungan.
4. Respect for User (Memperhatikan pengguna bangunan).
Antara pemakai dan green architecture mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Kebutuhan
akan green architecture harus memperhatikan kondisi pemakai yang didirikan di dalam
perencanaan dan pengoperasiannya.
5. Limitting New Resources (Meminimalkan Sumber Daya Baru).
Suatu bangunan seharusnya dirancang mengoptimalkan material yang ada dengan
meminimalkan penggunaan material baru, dimana pada akhir umur bangunan dapat digunakan
kembali unutk membentuk tatanan arsitektur lainnya.
7
6. Holistic.
Memiliki pengertian mendesain bangunan dengan menerapkan 5 poin di atas menjadi satu
dalam proses perancangan. Prinsip-prinsip green architecturepada dasarnya tidak dapat
dipisahkan, karena saling berhubungan satu sama lain. Tentu secar parsial akan lebih mudah
menerapkan prinsip-prinsip tersebut. Oleh karena itu, sebanyak mungkin dapat
mengaplikasikan green architecture yang ada secara keseluruhan sesuai potensi yang ada di
dalam site.
MANFAAT ARSITEKTUR HIJAU
mengurangi emisi CO2 melalui pemanfaatan bahan bangunan dan system struktur yang
ramah lingkungan terutama konsumsi semen yang menghasilkan CO2 dan menyerap energy
yang besar pada proses produksinya.
meminimalisasi berbagai pengaruh membahayakan pada kesehatan manusia dan
lingkungan.
BANGUNAN HIJAU DI INDONESIA
Suatu bangunan dapat disebut sudah menerapkan konsep bangunan hijau apabila berhasil melalui
suatu proses evaluasi untuk mendapatkan sertifikasi bangunan hijau. Di dalam evaluasi tersebut
tolak ukur penilaian yang dipakai adalah Sistem Rating (Rating System )
Sistem Rating ( Rating System) adalah suatu alat yang berisi butir-butir dari aspek yang dinilai yang
disebut rating dan setiap butir rating mempunyai nilai (point). Apabila suatu bangunan berhasil
melaksanakan butir rating tersebut, maka mendapatkan nilai dari butir tersebut. Kalau jumlah
semua nilai (point) yang berhasil dikumpulkan bangunan tersebut dalam melaksanakan Sistem
Rating (Rating System) tersebut mencapai suatu jumlah yang ditentukan, maka bangunan tersebut
dapat disertifikasi pada tingkat sertifikasi tertentu.
Sistem Rating (Rating System) dipersiapkan dan disusun oleh Green Building Council yang ada di
Negara-negara tertentu yang sudah mengikuti gerakan bangunan hijau. Setiap Negara tersebut
mempunyai Sistem Rating masing-masing. Sebagai contoh: USA mempunyai LEED Rating (Leadership
Efficiency Enviroment Design), Malaysia memiliki Green Building Index, Singapore mempunyai
GreenMark, dan Australia mempunyai GreenStar.
Konsil Bangunan Hijau Indonesia saat ini telah memiliki rating sistem bernama GREENSHIP. Sistem
rating ini disusun bersama-sama dengan keterlibatan stakeholder dari profesional, industri,
pemerintah, akademisi, dan organisasi lain di Indonesia. Dalam penyusunannya, GBC INDONESIA
juga bekerjasama dengan Green Building Index (GBI) dalam bentuk penyusunan sistem pelatihan
profesional di bidang Green Building (GREENSHIP Professional), dan diskusi dalam pengembangan
Rating. GBC INDONESIA juga dibantu dari Green Building Council Australia dalam pengembangan
konsil, serta HK-BEAM society dari Hongkong dalam sistematika penyusunan GREENSHIP.
LEMBAGA PENYELENGGARA BANGUNAN HUJAU DI INDONESIA
Green Building Council Indonesia (GBC INDONESIA) atau Konsil Bangunan Hijau Indonesia adalah
lembaga mandiri (non government) dan nirlaba (non profit) yang menyelenggarakan kegiatan
8
pembudayaan penerapan prinsip-prinsip hijau/ekologis/keberlanjutan/sustainability dalam
perencanaan, pelaksanaan dan pengoperasian bangunan serta lingkungannya di Indonesia.
PRINSIP PRINSIP YG MENJADI ACUAN DALAM PENYUSUNAN RATING BANGUNAN HIJAU DI
INDONESIA
Beberapa orang pendiri utama dari jumlah 50 orang dibagi dalam beberapa Gugus Tugas sesuai
dengan katagori pengelompokan rating dengan tugas menyusun konsep awal system rating. Dari
awal, GBC INDONESIA sudah menetapkan akan menyusun suatu system rating yang sesuai dengan
kondisi dan situasi lokal di Indonesia serta menetapkan teknik-teknik yang dapat diimplentasikan di
Indonesia. Beberapa prinsip yang dipergunakan menjadi dasar penyusunan adalah:
1. Sederhana ( simplicity)
2. Dapat dan mudah untuk diimplementasikan (applicable)
3. Teknologi tersedia (available technology)
4. Menggunakan criteria penilaian sedapat mungkin berdasarkan standart local
Keempat dasar tersebut bertujuan untuk mengajak para pelaku industry bangunan untuk
berkeinginan mengimplementasikan konsep bangunan hijau berdasarkan tidak sulitnya criteria
system rating tersebut. Dengan dimulainya gerakan ini , diharapkan semakin banyak lagi pihak yang
menerapkan konsep ini sehingga diharapkan pelaksanaan konsep bangunan hijau menjadi suatu hal
yang akan menjadi sasaran umum dari setiap pengembang bangunan.
ASPEK YANG DINILAI DALAM MENENTUKAN SEBUAH BANGUNAN HIJAU DI INDONESIA
Greenship sebagai sebuah sistem rating terbagi atas enam aspek yang terdiri dari :
Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development/ASD)
Efisiensi Energi & Refrigeran (Energy Efficiency & Refrigerant/EER)
Konservasi Air (Water Conservation/WAC)
Sumber & Siklus Material (Material Resources & Cycle/MRC)
Kualitas Udara & Kenyamanan Udara (Indoor Air Health & Comfort/IHC)
Manajemen Lingkungan Bangunan (Building & Enviroment Management)
Masing-masing aspek terdiri atas beberapa Rating yang mengandung kredit yang masing-masing
memiliki muatan nilai tertentu dan akan diolah untuk menentukan penilaian. Poin Nilai memuat
standar-standar baku dan rekomendasi untuk pencapaian standar tersebut.
OUTPUT
Setelah melakukan analisis mengenai beberapa temuan masalah serta analisis mengenai pendekatan
strategi desain, maka terdapat beberapa solusi atau pemecahan masalah terhadap temuan masalah
yang telah dianalisis sebelumnya. Berkaitan dengan permasalahan yang ada pada area indoor
pedestrian yaitu kebutuhan akan cahaya maupun sinar matahari kaitannya dengan tanaman atau
vegetasi yang berada pada indoor pedestrian, maka pemecahan masalah terdapat pada desain atap
dari bangunan fisik pusat perbelanjaan. yaitu untuk mendapatkan sinar maupun cahaya matahari
9
yang cukup bagi tanaman atau vegetasi yang terdapat pada area indoor pedestrian maka desain atap
menggunakan material kaca dengan penggunaan sistem struktur rangka pada bagian atap.
Penggunaan kaca pada bagian atap menggunakan material kaca yang memiliki kelebihan khusus
yaitu menggunakan material kaca yang sekaligus mampu mereduksi panas serta silau dari cahaya
maupun sinar matahari. Selain itu, sistem struktur baja yang digunakan pada bagian atap
menggunakan baja dengan kualitas serta standart yang sesuai untuk digunakan pada bagian atap.
Berkaitan dengan pendekatan strategi desain yang digunakan yaitu arsitektur hijau, pada
penggunaan material kaca pada bagian atap diharapkan material kaca tersebut tidak
membahayakan kesehatan manusia sebagai pengguna bangunan serta tidak menimbulkan
kerusakan pada alam di sekitar lokasi lahan atau site terpilih. Begitu pula dengan penggunaan
material baja pada sistem struktur atap bangunan, diharapkan menggunakan material baja yang
aman dan tidak membahayakan kesehatan manusia sebagai pengguna bangunan serta tidak
menimbulkan serta menyebabkan kerusakan alam dan lingkungan di sekitar lokasi lahan atau site
terpilih.
Penggunaan material kaca pada bangunan pusat perbelanjaan tersebut dimana sebagai respon
permasalahan yang terdapat pada area indoor pedestrian kaitannya mengenai vegetasi atau
tanaman di dalam bangunan, dapat pula mendukung adanya penerapan gaya arsitektur hijau pada
bangunan pusat perbelanjaan. hal ini dikarenakan dengan penggunaan material kaca pada bagian
atap, menyebabkan cahaya maupun sinar matahari dapat masuk ke dalam bangunan dengan
optimal sehingga pada saat pagi maupun siang hari penggunaan lampu atau pencahayaan buatan
dapat sangat diminimalkan sehingga mendukung konsep dari arsitektur hijau sendiri yaitu hemat
energi dimana pada rancang bangun ini konsep hemat energi terdapat pada penghematan energi
yang berasal dari pencahayaan buatan.