Post on 10-Jul-2016
Kata PengantarDengan mengucapkan puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT atas
rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah tentang macam-
macam tafsir.
Harapan penulis sebagai pembuat makalah ini agar makalah ini dapat memenuhi
tugas, serta bermanfaat bagi penulis dan Mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir khususnya
kelas IQTA IV A dalam mengisi dan menambah sedikit pengetahuan tentang macam-macam
tafsir.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah tentang macam-macam tafsir ini
tidak lepas dari dukungan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini kami
berterima kasih kepada Muhammad Yasir selaku dosen pembimbing mata pelajaran Ulumul
Qur’an.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan kami. Untuk itu kritik dan
saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Demikian kata pengatar ini kami buat, semoga bermanfaat khususnya bagi kami
dan bagi pembaca pada umumnya.
Pekanbaru, 11 April 2016
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………1
DAFTAR ISI………………………………………………………………………..2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………………….... 3
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………3
BAB II
ISI
A. Macam-Macam Tafsir……………………………………………………………4
B. Macam-Macam Kitab Tafsir……………………………………………………12
BAB III PENUTUPAN……………………………………………………………..20
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Quranul karim adalah kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW, mengandung hal-hal yang berhubungan dengan keimanan, ilmu pengetahuan, kisah-
kisah, filsafat, peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku dan tata cara hidup manusia,
baik sebagai makhluk individu ataupun sebagai makhluk sosial, sehingga berbahagia hidup di
dunia dan di akhirat.
Al-Quranul karim dalam menerangkan hal-hal tersebut di atas, ada yang dikemukakan
secara terperinci, seperti yang berhubungan dengan hukum perkawinan, hukum warisan dan
sebagainya, dan ada pula yang dikemukakan secara umum dan garis besarnya saja. Yang
diterangkan secara umum dan garis-garis besarnya ini, ada yang diperinci dan dijelaskan
hadist-hadist Nabi Muhammad SAW, dan ada yang diserahkan pada kaum muslim sendiri
yang disebut Ijtihad.
Kalau pada masa Rasul saw., para sahabat menanyakan persoalan-persoalan yang
tidak jelas kepada Rasul saw., maka setelah wafatnya mereka harus melakukan ijtihad,
khususnya mereka yang mempunyai kemampuan, seperti Ali bin Abi Thalib dan yang
lainnya. Pada konteks seperti inilah, tafsir atas ayat-ayat Al-Quran diperlukan.
Dalam perspektif 'ulum Al-Quran, setidaknya ditemukan beberapa terminology
penafsiran yang sering digunakan yaitu tafsir Bi al-Ma'tsur, tafsir Bi al-Ra'yi dan tafsir Bil
Iqtirani. Tafsir Bi al-Ma'tsur diartikan sebagai tafsir yang dilakukan dengan jalan riwayat,
yakni Penafsiran bersumberkan Al-Quran, Hadits, Riwayat Shahabat Ra. dan Tabi’in Ra.
Tafsir Bi al-Ra'yi didefinisikan sebagai upaya menyingkap isi kandungan Al-Quran dengan
ijtihad yang dilakukan dengan mengapresiasi eksistensi akal. Dan tafsir Bil Iqtirani (perpadun
antara Bi al-Ma’tsur dan Bi al-Ra’yi)
Oleh karena perlu kiranya dikaji secara utuh dan mendalam tafsir tersebut sehingga
pemahaman terhadap tafsir tidak dangkal, baik tafsir bi al-ma'tsur, bi al-ra’yi maupun bil
iqtirani.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian tafsir Bi al-Ma’tsur, Bi al-Ra’yi dan Iqtirani?
2. Bagaimana sumber-sumber penafsirannya?
3. Apa kelebihan dan kekurangannya?
4. Apa contoh-contoh kitabnya?
3
BAB II
PEMBAHASAN
1. Macam-macam tafsir
Tafsir Al-Quran apabila ditinjau dari segi metode penafsirannya dibagi menjadi
empat,yaitu: metode tahlily, metode ijmaly, metode muqaran dan metode maudhui.
a. Tafsir Tahlili
Tafsir tahlili dalah mengkaji ayat-ayat al-Qur'an dari segala segi dan maknanya, ayat
demi ayat dan surat demi surat, sesuai dengan urutan dalam mushaf Utsmani. Untuk itu,
pengkajian metode ini kosa kata dan lafadz, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang
dituju dan kandungan ayat, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan
kandungan ayat, menjelaskan apa yang dapat di-istnbath-kan dari ayat serta mengemukakan
kaitan antara ayat-ayat dan relevansinya dengan ayat sebelumnya dan sesudahnya. Untuk itu
ia merujuk kepada sebab-sebab turunnya ayat, hadits-hadits Rasulullah saw dan riwayat dari
para sahabat dan tabi'in. Para ulama membagi wujud tafsir al-Qur'an dengan metode tahlili
kepada tujuh macam, yaitu: tafsir bi al-ma'tsur, tafsir bi al ra'yi, tafsir shufi, tafsir fikih, tafsir
falsafi, tafsir fiqhi, tafsir 'ilmi dan tafsir adabi.1
1. Tafsir bi al-Ma'tsur
Dinamakan dengan bil ma’tsur (dari kata “atsar” yang berarti sunnah, hadits, jejak,
peninggalan) karena dalam melakukan penafsiran, seorang mufasir menelusuri jejak atau
peninggalan masa lalu dari generasi sebelumnya, hingga kepada Nabi SAW. Tafsir bi al-
Ma’tsur adalah penafsiran Al-Quran yang mendasarkan pada penjelasan Al-Quran sendiri,
penjelasan Rasul, penjelasan para sahabat melalui ijtihadnya, dan dengan perkataan tokoh-
tokoh besar tabi'in. Tafsir bil ma’tsur adalah tafsir yang berlandaskan naqli (Dalil naqli yaitu
dalil yang berasal dari Al-Qur'an atau As-Sunnah ) yang shahih, dengan cara menafsirkan Al-
Qur'an dengan Al-Qur'an atau dengan sunnah, yang merupakan penjelas kitabullah. Atau
dengan perkataan para sahabat yang merupakan orang- orang yang paling tahu tentang
kitabullah, atau dengan perkataan tabi'in yang belajar tafsir dari para sahabat.2
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah : "Wajib diketahui bahwa nabi telah
menjelaskan makna-makna Al-Qur'an kepada para sahabat sebagaimana telah menjelaskan
lafadz-lafadznya kepada mereka. Karena firman Allah : "agar kamu menerangkan pada umat
1 Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, (Jakarta: Amzah, 2014), hal. 1202 Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2015), hal. 434
4
manusia apa yang telah dirurunkan kepada mereka" (QS. An-Nahl: 44) mencakup
penjelasan lafadz-lafadz dan makna. (Majmu' Fatawa: 13/331)
Dan beliau juga berkata,"Jika ada orang yang bertanya, "Apa jalan tafsir yang
terbaik?" Maka jawabannya adalah : Yang paling shahih dari cara menafsirkan Al-Qur'an
adalah menafsirkan Al-Qur'an dengan Al-Qur'an. Apa yang dimaksud mujmal di suatu ayat,
dijelaskan di ayat lainnya. Apa yang diringkas dalam suatu ayat, diperpanjang di tempat yang
lain. Kalau hal ini menyulitkanmu maka wajib bagimu mencarinya dalam sunnah Rasulullah,
karena sunnah adalah pemberi keterangan Al-Qur'an dan penjelas baginya. Allah berfirrman :
"Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia
apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan". (QS. An-Nahl:
44). Dan karena inilah Rasulullah bersabda : "Ketahuilah aku telah diberi Al-Qur'an dan
yang semisalnya (yaitu As-Sunnah) bersamanya. (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan
Tirmidzi, dan dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Hadits Hujjatun binafsihi hal.
32.)
Jika kita tidak menjumpai tafsir dalam Al-Qur'an dan sunnah, maka kita merujuk
kepada perkataan para sahabat. Karena mereka lebih tahu tentang tafsir dengan apa-apa yang
mereka persaksikan dari Al-Qur'an dan keadaan-keadaan khusus bagi mereka. Juga apa yang
dimiliki mereka dari pemahaman yang sempurna, ilmu yang shahih dan amal yang shahih.
Dan jika kita tidak mendapatkan tafsir dalam Al-Qur'an dan tidak juga dalam As-Sunnah dan
tidak juga dari perkataan para sahabat, maka banyak para imam yang merujuk kepada
perkataan tabi'in seperti Mujahid bin Jabr, Sa'id bin Jubair, Ikrimah, Atho' bin Abi Robah, Al-
Hasan Al-Bashri, Masruq bin Al-Ajda', Sa'in bin Al-Musayyib, Abul 'Aliyah, Robi' bin Anas,
Qotadah, Adh-Dhohak bin Muzaahim dan yang selain mereka dari tabi'in. (Majmu'
Fatawa13/363 - 369, 368 - 369 dengan sedikit ringkasan.)3
Contoh dari Tafsir Bi al-Ma’tsur adalah pada Surat Ali-Imran Ayat 133:
Artinya :
3 Ibid, hal. 437
5
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang
luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”
Adapun yang dimaksud dengan “Al-Muttaqin” (orang-orang yang bertakwa). Pada
ayat tersebut, ditafsirkan sebagai berikut:
Artinya:
“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun
sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan)
orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.
2. Hukum Tafsir bil Ma’tsur.
Tafsir bil ma'tsur adalah yang wajib diikuti dan diambil. Karena terjaga dari
penyelewengan makna kitabullah. Ibnu Jarir berkata : "Ahli tafsir yang paling tepat mencapai
kebenaran adalah yang paling jelas hujjahnya terhadap sesuatu yang dia tafsirkan dengan
dikembalikan tafsirnya kepada Rasulullah dengan khabar-khabar yang tsabit dari beliau dan
tidak keluar dari perkataan salaf. (Tafsir Thobari: 1/66 dengan beberapa ringkasan.)
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah : "Dan kita mengetahui bahwa Al-Qur'an telah
dibaca oleh para sahabat, tabi'in dan orang-rang yang mengikuti mereka. Dan bahwa mereka
paling tahu tentang kebenaran yang dibebankan Allah kepada Rasulullah untuk
menyampaikannya. (Majmu' Fatawa: 13/362.)4
3. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Bi al-Ma’tsur
Kelebihan
Menekankan pentingnya bahasa dalam memahami Al-Quran, memaparkan ketelitian
redaksi ayat ketika menyampaikan pesan-pesannya, mengikat mufassir dalam bingkai ayat-
ayat sehingga membatasinya untuk tidak terjerumus dalam subjektivitas yang berlebihan.
4http://tafsirdanpembagiannya.blogspot.co.id/2015/04/makalah-tafsir-dan-pembagiannya_5.html diakses pada hari senin tgl 11 april 2016 pkl 09.00
6
Kekurangan
Terjadi pemalsuan (wadh’) dalam tafsir, masuknya unsur Israiliyat yang didefinisikan
sebagai unsur-unsur Yahudi dan Nashrani yang masuk ke dalam penafsiran Al-Quran,
penghilangan sanad, terjerumusnya sang mufassir ke dalam uraian kebahasaan dan kesastraan
yang bertele-tele sehingga pesan pokok Al-Quran menjadi kabur.
4. Sumber-Sumber Penafsiran Tafsir Bi al-Ma’tsur
Ada empat hal yang menjadi sumber penafsiran tafsir bi al-ma’tsur:
a) Al-Quran, hanya Al-Quran sendiri yang dipandang sebagai penafsir terbaik
b) Hadits nabi Muhammad SAW, yang berfungsi sebagai mubayyin (penjelas) Al-Quran.
c) Penjelasan sahabat, yang dipandang sebagai orang yang banyak mengetahui Al-Quran.
d) Penjelasan tabi’in, yang dianggap sebagai orang yang bertemu langsung dengan sahabat.
2. Tafsir Bi al-Ra’yi
Tafsir bi al-ra’yi berasal dari kata tafsir, bi dan al-ra’yi. Secara bahasa al-ra'yi berarti
al-I'tiqadu (keyakinan), al-'aqlu (akal) dan al-tadbiru ( perenungan). Al-ra’yi juga identik
dengan ijtihad. Karena itu tafsir bi al-ra'yi disebut tafsir bi al-'aqly dan bi al-ijtihady, tafsir
atas dasar nalar dan ijtihad. Menurut istilah, tafsir bi al-Ra'yi adalah upaya untuk memahami
nash Al-Quran atas dasar ijtihad seorang ahli tafsir (mufassir) yang memahami betul bahasa
Arab dari segala sisinya, mengerti betul lafadz-lafadznya dan dalalahnya, mengerti syair syair
Arab sebagai dasar pemaknaan, mengetahui betul ashab nuzul, mengerti nasikh dan mansukh
di dalam Al-Quran, dan menguasai juga ilmu-ilmu lain yang dibutuhkan seorang mufassir.
Husein al-Dzahabi meyimpulkan bahwa ada beberapa ilmu yang harus dikuasai
seorang mufassir, yaitu: ilmu bahasa, ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu al-Isytiqaq, ilmu al-
Ma'ani, Ilmu al-bayan, ilmu al-badi', ilmu al-Qira'at, ilmu Ushul al-Din, ilmu ushul al-fiqh,
ilmu asbab an-nuzul, ilmu al-qashash, ilmu nasikh dan mansukh, haids-hadis yang
menjelaskan ayat-ayat mujmal dan mubham dan ilmu al-Mauhibah.5
Dalam menerima tafsir bi al-ra’yi, para ulama terbagi ke dalam dua kelompok.5 Ibid, hal. 440
7
1. Kelompok yang melarangnya
Ulama yang menolak penggunaan “corak” tafsir ini mengemukakan argumen-
argumen berikut ini:
a. Menafsirkan Al-Quran berdasarkan ra’yi berarti membicarakan (firman) Allah tanpa
pengetahuan. Dengan demikian, hasil penafsirannya hanya bersifat perkiraan semata.
Padahal, Allah berfirman:
Artinya :
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
diminta pertanggungan jawabnya.”(QS. Al-Isra: 36)
b. Yang berhak menjelaskan Al-Quran hanyalah Nabi, berdasarkan firman Allah:
ر�ون ك�� ك� ك ك م� ر �� ك ك� ك� كو م� ه م� ك� ه�� ك� ز� ر� ك�ا ه� �ا� ك ه�� �ك ز� �ك ر ه� ك� م� ز ٱ� ك" م� ك� ه�� اا �ك م� ك� ك$�� كوArtinya:
“Dan kami turunkan kepadamu Al-Quran, agar kamu menerangkan kepada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”
(Q.S. Al-Nahl: 44)
c. Rasulullah bersabda:
ه% .3 �ا� ك �� �ك ه� ر& ر' ك� م) ك� م$� )� ك �ك ك ك� م� ك* م� ك� م� ك ك,ا ك-ا ه. مو ك$� ه/ ه م$� ك� ه. هن م�� ر) م� � ه*ى ك� ك1ا �م ك�Artinya:
“Siapa saja menafsirkan Al-Quran atas dasar pikirannya semata, atas dasar sesuatu
yang belum diketahuinya, maka persiapkanlah mengambil tempat di neraka”
d. Sudah merupakan tradisi di kalangan sahabat dan tabi’in untuk berhati-hati ketika
berbicara tentang penafsiran Al-Quran.6
2. Kelompok yang mengizinkannya. Mereka mengemukakan argumentasi-argumentasi
berikut:
a. Di dalam Al-Quran banyak ditemukan ayat-ayat yang menyerukan untuk mendalami
kandungan-kandungan Al-Quran.
6 http://hukumzone.blogspot.co.id/2011/05/macam-macam-tafsir-dan-corak-penafsiran.html
diakses pada hari senin tgl 11 april 2016 pkl 09.00
8
b. Seandainya tafsir bi Ar-ra’yi dilarang, mengapa ijtihad diperbolehkan. Nabi sendiri tidak
menjelaskan setiap ayat Al-Quran. Ini menunjukkan bahwa umatnya diizinkan berijtihad
terhadap ayat-ayat yang belum dijelaskan Nabi.
c. Para sahabat sudah biasa berselisih pendapat mengenai penafsiran suatu ayat. Ini
menunjukkan bahwa mereka pun menafsirkan Al-Quran dengan ra’yi-nya. Seandainya tafsir
bi Ar-ra’yi dilarang, tentunya tindakan para sahabat itu keliru.
Selanjutnya, para ulama membagi “corak” tafsir bi ar-ra’yi pada dua bagian: Ada
tafsir bi ar-ra’yi yang dapat diterima/terpuji (maqbul/mahmudah) dan ada pula yang
ditolak/tercela (mardud/madzmum). Tafsir bi ar-ra’yi dapat diterima selama menghindari hal-
hal berikut:
1. Memaksakan diri mengetahui makna yang dikehendaki Allah pada suatu ayat, sedangkan
ia tidak memenuhi syarat untuk itu.
2. Mencoba menafsirkan ayat-ayat yang maknanya hanya diketahui Allah (otoritas Allah
semata)
3. Menafsirkan Al-Quran dengan disertai hawa nafsu dan sikap istihsan (menilai bahwa
sesuatu itu baik semata-mata berdasarkan persepsinya)
4. Menafsirkan ayat-ayat untuk mendukung suatu madzhab yang salah dengan cara
menjadikan paham madzhab sebagai dasar, sedangkan penafsirannya mengikuti paham
madzhab tersebut.
5. Menafsirkan Al-Quran dengan memastikan bahwa makna yang dikehendaki Allah adalah
demikian... tanpa didukung dalil.
2. Hukum Tafsir bi Ra’yi
Adapun menafsirkan Al-Qur'an dengan akal semata, maka hukumnya adalah harom. Sebagaimana rman Allah, Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.(QS.Al-Isro':36). Rasulullah bersabda : "Barangsiapa yang berkata tentang Al-Qur'an dengan akalnya semata, maka hendaknya mengambil tempat duduknya di neraka. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya: 1/58 dengan yang shahih mauquf (terputus), tetapi mempunyai hukum marfu' (bersambung sampai kepada Nabi) karena berhubungan dengan hal ghoib yang tidak mungkin bersumber dari akal semata.)
Karena inilah, banyak ulama salaf yang merasa berat menafsirkan suatu ayat Al-Qur'an tanpa ilmu, sebagaimana dinukil dari Abu Bakar Ash-Shiddiq bahwa ia berkata, Bumi manakah yang bisa membawaku, dan langit manakah yang akan menaungiku jika aku mengatakan sesuatu tentang Al-Qur'an yang aku tidak punya ilmunya? (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya: 1/58 dengan sanad yang shahih.)Dari Ibnu Abi Malikah bahwasanya Ibnu Abbas ditanya tentang suatu ayat yang jika sebagian di antara kalian ditanya tentu akan berkata tentangnya, maka ia enggan berkata tentangnya. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya: 1/62-63 dengan sanad yang shahih.)
9
Berkata Ubaidullah bin Umar : "Telah aku jumpai para fuqoha Madinah, dan sesungguhnya mereka menganggap besar bicara dalam hal tafsir. Di antara mereka adalah Salim bin Abdullah, Al-Qosim bin Muhammad, Sain bin Musayyib dan Na '. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya: 1/62 dengan sanad yang shahih.)
Masyruq berkata, "Hati-hatilah kalian dari tafsir, karena dia adalah riwayat dari
Allah." (Diriwayatkan oleh Abu Ubaid dengan sanad yang hasan sebagaimana dinukil oleh
Ibnu Katsir dalam tafsirnya: 1/12.)Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : "Secara umum,
barangsiapa yang berpaling dari madzhab sahabat dan tabi'in dan tafsir mereka kepada tafsir
yang menyelisihinya, maka telah berbuat kesalahan, bahkan berbuat bid'ah (sesuatu hal yang
baru yang tidak ada contohnya dari Rasulullah) dalam agama. (23Majmu' Fatawa: 13/361.)
3. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir bi al-Ra’yi
Kelebihan
a) Mufassir bisa memberikan cakrawala yang luas dalam menafsirkan Al-Quran sesuai
dengan kondisi dan situasi.
b) Kemungkinan mufasir dapat menafsirkan seluruh komponen ayat Al-Quran secara
dinamis sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
c) Menjadikan tafsir Al-Quran dapat berkembang dalam menjawab segala permasalahan
yang timbul seiring dengan kehidupan umat islam spanjang masa.
d) Mendorong umat Islam untuk senantiasa berfikir dan bertadabbur atas kebesaran ayat-
ayat Al-Quran, dan tidak lekas menerima apa adanya (taqlid) terhadap tafsir-tafsir ulama
salaf.
Kekurangan
a) Mufasir menjustifikasikan pendapatnya dengan Al-Quran padahal Al-Quran tidak
demikian.
b) Mufassir akan menafsirkan Al-Quran dengan penafsiran yang salah, karena kedangkalan
ilmu pengetahuan mufassir atau tidak memenuhi persyaratan sebagai mufassir.7
3. Tafsir Shufi
Penafsiran yang dilakukan para sufi yang pada umumnya dikuasai oleh ungkapan
mistik. Ungkapan-ungkapan tersebut tidak dapat dipahami kecuali oleh orang-orang sufi yang
melatih diri untuk menghayati ajaran tasawwuf. Diantara kitab tafsir shufi adalah kitab:
Tafsir al-Qur'an al-'Adzim, karangan Imam al-Tusturi.
4. Tafsir Fikih
Penafsiran ayat al-Qur'an yang dilakukan (tokoh) suatu madzhab untuk dapat
dijadikan sebagai dalil atas kebenaran madzhabnya. Tafsir fikih banyak ditemukan dalam
7 Samsurrohman, op.cit. hal, 169
10
kitab-kitab fikih karangan imam-imam dari berbagai madzhab yang berbeda, sebagaimana
kita temukan sebagian para ulama mengarang kitab tafsir fikih adalah kitab: "Ahkam al-
Qur'an" karangan al-Jasshash.
5. Tafsir Falsafi
Penafsiran ayat-ayat al-Qur'an dengan menggunakan teori-teori filsafat. Contoh kitab
tafsir falsafi adalah kitab: Mafatih al-Ghaib yang dikarang al-fakhr al-Razi. Dalam kitab
tersebut ia menempuh cara ahli filsafat keituhan dalam mengemukakan dalil-dalil yang
didasarkan pada ilmu kalam dan simantik (logika)
6. Tafsir 'Ilmi
Penafsiran ayat-ayat kauniyah yang terdapat dalam al-Qur'an dengan mengaitkannya
dengan ilmu-ilmu pengetahuan modern yang timbul pada masa sekarang. Diantara kitab tafsir
'ilmi adalah kitab: al-Islam Yata'adda, karangan al-'Allamah Wahid al-Din Khan.
7. Tafsir Adabi
Penafsiran ayat-ayat al-Qur'an dengan mengungkapkan segi balaghah al-Qur'an dan
kemu'jizatannya, menjelaskam, makna-makna dan saran yang dituju al-Qur'an,
mengungkapkan hukum-hukum alam, dan tatanan kemasyarakatan yang dikandungnya.
Tafsir adabi merupakan corak baru yang menarik pembaca dan menumbuhkan kecintaannya
terhadap al-Qur'an serta memotivasi untuk menggali makna-makna dan rahasia al-Qur'an. Di
antara kitab tafsir adabi adalah kitab tafsir al-Manar, karya Muhammad Abduh dan Rasyid
Ridha.
b. Tafsir Ijmaly
Tafsir Ijmaly adalah metode tafsir alquran yang menjelaskan makna ayat secara
global. Metode tafsir ini sangat mengutamakan pemahaman dengan mudah bagi yang
membacanya. Tafsir ini menafsirkan sesuai dengan susunan alquran. penafsiran ayat Al-
Qur’an dengan cara singkat, padat dan jelas. Tanpa penjelasan yang panjang lebar atau dapat
dikatakan juga suatu cara penafsiran Al-Qur’an / menjelaskan ayat-ayat dengan singkat
dengan menggunakan bahasa-bahasa yang populer dan mudah dimengerti dan dipahami oleh
umat.8
c. Tafsir Muqaran
adalah menafsirkan tafsir dengan mengambil pendapat ulama yang mengarang kitab
tafsir atau tidak dengan menghimpun dalam kitabnya sendiri. Tafsir muqaran mengambil
pendapat baik para ulama yang dahulu (salaf) ataupun ulama yang kemudian (Khalaf). Selain
mengutip juga membandingkan pendapat mereka masing –masing dari arah yang beragam.8 Jani Arni, Metode Penelitian Tafsir, (Riau: Daulat Riau, 2013), hal. 63
11
d. Tafsir Maudhui
Secara bahasa maudhu’i berasal dari kata wadha’a yang merupakan bentuk dari isim
maf’ul yang bermakna judul, tema, atau topik. sedangkan menurut istilah adalah Metode
maudhu’i ialah metode yang membahas ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan tema atau judul
yang telah ditetapkan. Maudhui adalah metode tafsir yang mana menghimpun ayat-ayat sanga
saling berhubungan dengan ayat yang lain baik pada satusurat atau pada surat yang lain. Ayat
–ayat ini dapat diketahui dengan meilihat asbabunnuzul, inti kasus kemudian seorang penafsir
mengambil kesimpulan dari hal yang diatas tersebut.9
2. Macam-macam Kitab Tafsir
1. Tafsir Bi al-Ma’tsur
Contoh KitabKarya
- Jami’ Al-Bayan fi Tafsir Al-Quran
- Anwar At-Tanzil
- Al-Durr Al-Mantsur fi At-Tafsir bi Al-Mat’tsur
- Tanwir Al-Miqbas fi Tafsir Ibn Abbas
- Tafsir Al-Quran Al-Adzim
- Ibnu Jarir Ath-Thabari
- Aal-Baidhawi
- Jalal Ad-Din As-Suyuthi
- Fairuz Zabadi
- Ibnu Katsir
2. Tafsir Bi al-Ra’yi
Contoh KitabKarya
- Mafatih Al-Ghaib
- Anwar At-Tanzil wa Asrar at-Takwil
- Madarik At-Tanzil wa Haqa’iq Al-Takwil
- Lubab At-Takwil fi Ma’ani At-Tanzil
- Fakhr Ar-Razi
- Al-Baidhawi
- An-Nasafi
- Al-Khazin
3. Tafsir Bil Iqtirani
Contoh KitabKarya
- Tafsir al Manar
- AL Jawahirul Fi Tafsiri Qur’an
- Tafsir al Maraghi
- Fi Dhilal Al Qur’an
- Syekh M. Abduh & Rasyid Ridla
- Thanthawi Al Jauhari
- Syekh Musthafa alMaraghi
- Sayyid Quthub
Selain dari kitab-kitab tafsir tersebut di atas, ada beberapa kitab tafsir terkenal yang di tulis oleh beberapa ulama Fiqh yang juga biasa disebut dengan Tafsir Para Fuqaha seperti :
9 Ibid, hal. 80
12
Ahkam Alquran, Al JAshash Ahkam Alquran, Al Kiya’ Al Harras (manuskrip) Ahkam Al Quran, Ibnul ‘Arabi Jami’il Ahkam Alquran. A Qurthubi Al Tafsirah Al Ahmadiyah fi Bayani ayat Asyar’yah, Mulla Geon (india) Al iklil fi Istinbath At TAnzil, Assuyuthi (manuskrip) Tafsir Ayat Al Aham, Syaikh Muhammad As sayis Tasfiru Ayat Al Ahkam, Syaikh Manna’ Al Qathan AdhWa’u Al Bayan, Syaikh Muhammad Asy Syinqithi
BAB III
13
PENUTUP
A. Kesimpulan
Metode tafsir Al-Quran apabila ditinjau dari segi sumber penafsirannya ada 3 macam,
yaitu : Tafsir Bi al-Ma’tsur, Tafsir Bi al-Ra’yi, dan Tafsir Bil Iqtirani. Ketiga tafsir tersebut
memiliki sumber penafsiran berbeda. Tafsir Bi al-Ma’tsur bersumberkan Al-Quran, Hadits,
Riwayat Sahabat Ra. Dan Tabi’in Ra. Pada Taafsir Bi al-Ra’yi penafsiran bersumberkan
ijtihad dan pemikiran mufassir terhadap tuntutan bahasa Arab dan kesusateraannya, serta
teori ilmu pengetahuan. Sedangkan Tafsir Bil Iqtirani sumber penafsirannya dengan
memadukan antara keduanya, yaitu sumber riwayah yang kuat dan shahih dengan sumber
hasil ijtihad pikiran yang sehat. Metode tafsir tersebut juga terdapat kelebihan dan
kekurangan pada masing-masing penafsiran, contohnya adalah pada Tafsir Bi al-Ma’tsur,
kelebihannya dapat membatasi untuk tidak terjerumus dalam subjektivitas yang berlebihan.
Dan kekurangannya adalah terjerumusnya sang mufassir ke dalam uraian kebahasaan dan
kesastraan yang bertele-tele sehingga pesan pokok Al-Quran menjadi kabur.
B. Saran
Dalam memahami al-qur’an dibutuhkan ilmu yang dikenal dengan istilah tafsir.
Sekalipun demikian, aktivitas menafsirkan al-Qur'an bukanlah pekerjaan gampang,
mengingat kompleksitas persoalan yang dikandungnya serta kerumitan yang digunakannya.
Di dalam makalah ini, telah penulis bahas sedikit mengenai tafsir dan pembagiannya, akan
tetapi makalah ini masih jauh dari materi yang sempurna, oleh karena itu penulis memberikan
saran agar pembaca dapat mencari sendiri informasi lebih lengkap mengenai tafsir.
DAFTAR PUSTAKA
14
Al-Qaththan, Manna, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2015
Arni, Jani, Metode Penelitian Tafsir, Riau: Daulat Riau, 2013
Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, Jakarta: Amzah, 2014
http://tafsirdanpembagiannya.blogspot.co.id/2015/04/makalah-tafsir-dan-pembagiannya_5.html diakses pada hari senin tgl 11 april 2016 pkl 09.00
http://hukumzone.blogspot.co.id/2011/05/macam-macam-tafsir-dan-corak-penafsiran.html
diakses pada hari senin tgl 11 april 2016 pkl 09.15
15