Post on 06-Jan-2016
description
7/17/2019 KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-tata-kelola-pt-lapindo-brantas 1/17
1
BAB I
KASUS
1.
Profil PT Lapindo Brantas, Inc
PT Lapindo Brantas, Inc adalah suatu perusahaan yang bergerak di bidang
usaha eksplorasi dan produksi migas di Indonesia yang beroperasi melalui
skema Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di blok Brantas, Jawa Timur.
PT Lapindo Brantas, Inc melakukan eksplorasi secara komersil di 2 wilayah
kerja (WK) di darat dan 3 WK lepas pantai dan saat ini total luas WK Blok
Brantas secara keseluruhan adalah 3.042km2. PT Lapindo Brantas, Inc. adalah
perusahaan eksplorasi gas dan minyak yang merupakan joint venture antara
PT. Energi Mega Persada Tbk. (50%), PT Medco Energi Tbk. (32%) dan
Santos Australia (18%). Sementara komposisi jumlah Penyertaan Saham
( Participating Interest ) perusahaan terdiri dari Lapindo Brantas Inc. ( Bakrie
Group) sebagai operator sebesar 50%, PT Prakarsa Brantas sebesar 32% dan
Minarak Labuan Co. Ltd (MLC) sebesar 18%. Dari kepemilikan sebelumnya,
walaupun perizinan usaha PT Lapindo Brantas, Inc terdaftar berdasarkan
hukum negara bagian Delaware di Amerika Serikat, namun saat ini 100%
sahamnya dimiliki oleh pengusaha nasional. PT Energi Mega Persada, Tbk
sebagai pemegang saham mayoritas dari PT Lapindo Brantas, Inc adalah anak
perusahaan dari Grup Bakrie. Grup Bakrie memiliki 63,53% saham, sisanya
dimiliki oleh komisaris PT Energi Mega Persada, Tbk, Rennier A.R Latief
sebesar 3,11%, Julianto Benhayudi sebesar 2,18%, dan publik sebesar 31,18%.
Chief Executive Officer PT Lapindo Brantas, Inc adalah Nirwan Bakrie, yang
merupakan adik kandung dari Aburizal Bakrie.
2. Kasus PT Lapindo Brantas, Inc
PT Lapindo Brantas, Inc sangat dikenal secara luas balik dalam maupun luar
negeri semenjak peristiwa banjir lumpur panas sidoarjo, atau yang biasa
dikenal dengan perisitwa “Lumpur Lapindo” yang terjadi pada 29 Mei 2006.
Peristiwa Lumpur Lapindo, adalah peristiwa menyemburnya lumpur panas di
lokasi pengeboran PT Lapindo Brantas di Sumur Banjar Panji 1 (BJP-1) yang
7/17/2019 KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-tata-kelola-pt-lapindo-brantas 2/17
2
terletak di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong,
Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia. Semburan lumpur yang berbahaya
ini sampai sekarang masih berlanjut dan belum dapat di tutup, atau bahkan
untuk diberhentikan. Semburan lumpur lapindo ini merupakan suatu peristiwa
yang sangat memilukan dan merugikan banyak pihak. Oleh karena peristiwa
ini, menyebabkan tutupnya tidak kurang dari 10 pabrik, merendam lebih dari
100 hektar lahan produktif dan pemukiman penduduk yang pada akhirnya
memaksa para penduduk setempat untuk mengungsi ke tempat yang lebih
aman agar tidak terendam lumpur panas tersebut. Selain itu lumpur panas di
Sidoarjo tersebut mengganggu jadwal perjalanan kereta api dan akses
transportasi jalan tol Surabaya-Gempol yang harus ditutup. Semburan atas
lumpur panas ini mengakibatkan kerugian yang sangat besar hingga tidak dapat
diperkirakan atas kerugian ekonomi dan lingkungannya. Di sisi lain, pengrajin
kulit di daerah Tanggulangin terpaksa untuk gulung tikar dan mengakibatkan
kerugian serta pengangguran yang meningkat. Lumpur panas yang tersembur
tersebut juga berbahaya bagi kesehatan masyarakat karena dapat menyebabkan
infeksi saluran pernapasan, iritasi kulit dan kanker, menyebabkan sel darah
merah pecah (hemolisis), jantung berdebar (cardiac aritmia), dan gangguan
ginjal. Ringkasnya, Selain perusakan lingkungan dan gangguan kesehatan,
dampak sosial banjir lumpur tidak bisa dipandang remeh. Kasus ini tidak
menunjukkan perbaikan kondisi, ketidakpastian penyelesaian, dan tekanan
psikis yang bertubi-tubi, dan krisis sosial mulai mengemuka.
3. Penyebab Terjadinya Peristiwa Lumpur Lapindo
Pada awalnya, PT Lapindo Brantas Inc sebagai operator blok brantas telahmenunjuk PT Medici Citra Nusa untuk melaksanakan pekerjaan pemboran
eksplorasi Sumur BJP-1. PT Medici Citra Nusa sebagai kontraktor utama
bertanggungjawab terhadap semua pekerjaan yang terkait dengan eksplorasi
sumur seperti cementing , mudlodging , penyediaan peralatan pemboran,
maupun pekerjaan terkait lainnya. Pemboran dimulai pada tanggal 8 Maret
2006 dan terus berlangsung hingga tanggal 29 Mei 2006. Akhirnya, pada
tanggal 29 Mei 2006 muncul erupsi lumpur panas ketika pemboran Sumur
7/17/2019 KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-tata-kelola-pt-lapindo-brantas 3/17
3
BJP-1 belum selesai. Atas kemunculan erupsi lumpur panas tersebut, PT
Lapindo Brantas, Inc bersembunyi dibalik gempa tektonik di Yogyakarta yang
terjadi pada hari yang sama dimana erupsi lumpur panas tersebut menyembur
keluar dari tanah. Namun atas beberapa ahli yang didatangkan dalam
pemeriksaan masalah ini, mereka mengatakan bahwa tidak ada hubungannya
antara gempa tektonik di Yogyakarta dengan Surabaya. Setelah diselidiki, hal
yang menjadi penyebab adanya semburan lumpur panas tersebut adalah PT
Lapindo Brantas, Inc sebagai operator dan PT Medici Citra Nusa dianggap
kurang teliti dalam melakukan pengeboran sumur dan terlalu menyepelekan
baik kinerja maupun dampak yang mungkin dapat diterima atas pengeboran
yang dilakukannya. Kurang teliti dan menyepelekannya pengeboran tersebut
dilihat atas ketidaksesuaian rancangan pengeboran dengan kenyataan. Awalnya
rancangan pengeboran adalah sumur akan dibor dengan kedalaman 8500 kaki
(2590 meter) untuk bisa mencapai batu gamping. Lalu sumur tersebut dipasang
casing yang bervariasi sesuai dengan kedalaman sebelum mencapai batu
gamping. Casing merupakan suatu pipa baja yang berfungsi untuk mencegah
gugurnya dinding sumur, menutup zona bertekanan abnormal, zona lost dan
sebagainya. Awalnya, PT Lapindo sudah memasang casing 30 inci pada
kedalaman 150 kaki, 20 inci pada 1195 kaki, 16 inci pada 2385 kaki dan 13-3/8
inci pada 3580 kaki. Namun setelah mengebor lebih dalam lagi, mereka tidak
melanjutkan untuk memasang casing . Mereka berencana akan memasang
casing lagi setelah mencapai/menyentuh titik batu gamping. Selama
pengeboran tersebut, lumpur yang bertekanan tinggi sudah mulai menerobos,
namun PT Lapindo masih bisa mengatasi dengan pompa lumpur dari PT
Medici. Dan setelah kedalam 9297 kaki, akhirnya mata bor menyentuh batugamping. Kemudian, sumur menembus satu zona bertekanan tinggi yang
menyebabkan kick , yaitu masuknya fluida formasi tersebut ke dalam sumur.
ketika bor akan diangkat untuk mengganti rangkaian, tiba-tiba bor macet
sehingga gas tidak bisa keluar dari melalui saluran fire pit dalam rangkaian
pipa bor dan menekan ke samping. Oleh karena itu, gas mencari celah dan
keluar melalui permukaan tanah yang merekah di permukaan rawa. Pada
akhirnya, bor dipotong dan operasi pengeboran dihentikan serta perangkap
7/17/2019 KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-tata-kelola-pt-lapindo-brantas 4/17
4
BOP ( Blow Out Proventer ) ditutup. Selanjutnya, Lapindo diduga memiliki
motivasi untuk melakukan biaya penghematan karena kelalaian dalam
pemasangan casing dan pengeboran vertikal. Pengeboran vertikal jauh lebih
menghemat biaya, begitu juga dengan tidak dipasangnya casing. Indikasi
pengiritan lain juga terlihat dengan terbatasnya persediaan lumpur sebagai
pelumas dan pemberat dalam pengelolaan tekanan dasar sumur untuk
menghindari loss, kick, dan blowout . Atas kasus ini, Direktur Eksplorasi
Lapindo Imam Agustino dan Direktur PT Medici Citra Yeni Namawi
ditetapkan menjadi tersangka karena keduanya telah lalai memasang casing
sehingga terjadi underground blowout yang sulit dikendalikan.
7/17/2019 KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-tata-kelola-pt-lapindo-brantas 5/17
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.
Pelanggaran PT Lapindo Brantas, Inc Terkait Tata Kelola Perusahaan
Dalam tata kelola perusahaan, perusahaan yang mempraktikan tata kelola
perusahaan yang baik akan menjadi kunci sukses perusahaan untuk tumbuh
menguntungkan dalam jangka panjang, sedangkan perusahaan yang tidak
menerapkan tata kelola perusahaan yang baik dapat memiliki kegagalan dalam
usahanya.
2.1.
Pelanggaran Prinsip-Prinsip OECDDalam hal tata kelola perusahaan, terdapat prinsip-prinsip OECD 2004,
yang menjadi acuan masyarakat internasional dalam pengembangan
corporate governance. Prinsip-Prinsip OECD yang dilanggar oleh PT
Lapindo Brantas, Inc adalah sebagai berikut:
1. Prinsip IV: Peranan Stakeholder dalam Corporate Governance
Dalam prinsip ini, OECD berfokus pada stakeholder atau pemangku
kepentingan perusahaan (masyarakat, pemerintah, karyawan, investor,
kreditur, pemasok, dan lain-lain). Prinsip ini terdiri atas 6 sub prinsip.
PT Lapindo Brantas, Inc melanggar sub prinsip A dimana
perusahaan tidak menghormati peraturan perundang-undangan yang
melindungi para pemangku kepentingan, dimana dalam hal ini
melanggar UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU No. 22 Tahun 2001 Tentang
Minyak dan Gas Bumi. Selain itu, PT Lapindo Brantas, Inc juga
melanggar Sub prinsip D dimana dalam subprinsip tersebut
disebutkan bahwa stakeholder seharusnya memiliki akses atas
informasi yang relevan, cukup, dan dapat diandalkan secara tepat
waktu dan teratur. Namun, PT Lapindo Brantas, Inc tidak
memberikan akses untuk mengetahui informasi yang relevan atas
kegiatan operasi perusahaan yang tidak berjalan sesuai dengan standar
operasi pengeboran.
7/17/2019 KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-tata-kelola-pt-lapindo-brantas 6/17
6
2. Prinsip VI: Tanggung Jawab Dewan Komisaris dan Direksi
Prinsip yang diuraikan menjadi enam subprinsip ini menyatakan
bahwa kerangka tata kelola perusahaan harus memastikan pedoman
strategis perusahaan, monitoring yang efektif terhadap manajemen
oleh dewan, serta akuntabilitas dewan terhadap perusahaan dan
pemegang saham.Menurut prinsip ini, tanggung jawab dewan yang
utama adalah memonitor kinerja manajerial dan mencapai tingkat
imbal balik yang memadai bagi pemegang saham. Selain itu,
tanggung jawab lain yang tidak kalah penting adalah memastikan
bahwa perusahaan selalu mematuhi ketentuan peraturan yang berlaku.
Dewan juga harus mencegah timbulnya benturan kepentingan dan
menyeimbangkan berbagai kepentingan di perusahaan. Atas dasar
tersebut, PT Lapindo Brantas Inc melakukan pelanggaran pada sub
prinsip A dimana dalam sub prinsip ini disebutkan bahwa anggota
dewan harus bertindak berdasarkan informasi yang jelas, dengan
itikad yang baik, berdasarkan due diligence dan kehati-hatian, serta
demi kepentingan perusahaan dan pemegang saham. Berdasarkan
subprinsip tersebut direksi PT Lapindo Brantas tidak bertindak sesuai
dengan sub prinsip tersebut, dimana terdapat upaya untuk melakukan
penghematan yang dilihat dari t idak dipasangnya casing , pengeboran
yang vertikal, dan persediaan lumpur yang terbatas. Selain itu, PT
Lapindo Brantas melanggar sub prinsip C dimana dewan direksi
tidak menetapkan standar etika yang tinggi dan memperhatikan
kepentingan para pemangku kepentingan dengan mengabaikan
sejumlah peringatan yang diberikan dari PT Medco dan ahli-ahlidalam pengeboran tersebut yang menemukan lapisan lempung
bergerak labil, dan apabila ditembus secara vertikal sudah diprediksi
akan adanya risiko ledakan lumpur panas. Namun, hal ini diabaikan
oleh PT Lapindo Brantas Inc. Selanjutnya, PT Lapindo Brantas, Inc
melanggar sub prinsip D dimana dewan direksi dan komisaris tidak
menjalankan fungsi-fungsi utamanya. Fungsi-Fungsi utama yang
dilanggar komisaris adalah kurangnya memonitor penerapan dan
7/17/2019 KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-tata-kelola-pt-lapindo-brantas 7/17
7
kinerja perusahaan, serta tidak adanya kebijakan mengenai risiko.
Selain itu, komisaris tidak mengawasi kebijakan direksi dalam
menjalankan perseroan. Kemudian, dewan komisaris tidak memonitor
dan mengelola potensi benturan kepentingan dari manajemen dan
tidak mengawasi proses keterbukaan dan transparansi.
2.2. Pelanggaran Tata Kelola Perusahaan Berdasakan KNKG
Berdasarkan Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia
yang dikeluarkan oleh KNKG, PT Lapindo Brantas, Inc melanggar asas-
asas Good Corporate Governance sebagai berikut:
1. Transparansi
PT Lapindo Brantas, Inc dinilai tidak menyediakan informasi yang
material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami
oleh pemangku kepentingan. Selain itu, perusahaan juga tidak
mengambil inisiatif untuk mengungkapkan hal penting dalam kasus ini
yaitu tidak melanjutkan pemasangan casing saat melakukan
pengeboran.
2.
Akuntabilitas
Dalam hal ini, PT Lapindo Brantas, Inc tidak dapat
mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar.
Dan jelas tidak memperdulikan kepentingan bagi para pemegang
saham dan pemangku kepentingan lain. Dikarenakan tidak adanya
akuntabilitas, maka tidak tercipta kinerja yang berkesinambungan.
3. Responsibilitas
PT Lapindo Brantas, Inc tidak mematuhi peraturan perundang-
undangan dan tidak melaksanakan tanggung jawab kepada masyarakat
dan lingkungan karena tidak berpegang dengan prinsip kehati-hatian
dan memastikan kepatuhannya terhadap peraturan perundang-
undangan. Selain itu, perusahaan juga tidak menjalankan tanggung
jawab sosial dengan baik.
4.
Independensi
PT Lapindo Brantas, Inc tidak dikelola secara independen, terpengaruh
atas suatu kepentingan tertentu, dan memiliki benturan kepentingan
7/17/2019 KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-tata-kelola-pt-lapindo-brantas 8/17
8
dimana dapat terlihat adanya kinerja buruk dari perusahaan yang
merugikan para pemegang saham.
2.3. Pelanggaran Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan
2.3.1. Pelanggaran UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas
Dalam hal ini, PT Lapindo Brantas, Inc melanggar pasal-pasal
sebagai berikut:
1.
Pasal 74
Dalam pasal ini, diatur tentang tanggung jawab sosial dan
lingkungan perusahaan. PT Lapindo Brantas, Inc melanggar
pasal ini dikarenakan tidak menjalankan tanggung jawab sosial
dan lingkungan dengan baik sehingga harus diberikan sanksi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang terkait.
2. Pasal 92
Berdasarkan pasal ini, seharusnya PT Lapindo Brantas, Inc
menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan
perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan tertentu.
Direksi PT Lapindo Brantas, Inc juga seharusnya menjalankan
kepengurusan sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat
dan tidak menyimpang dari aturan demi kepentingan pribadi
maupun pihak lainnya.
3. Pasal 97
Atas kelalaiannya, Direksi PT Lapindo Brantas, Inc melanggar
pasal 97. Direksi dianggap tidak bertanggung jawab atas
kepengurusan Perseroan, tidak dilaksanakan dengan itikad baik
dan penuh tanggung jawab. Dalam hal ini, Direksi PT Lapindo
Brantas, Inc diwajibkan untuk bertanggung jawab penuh secara
pribadi atas kerugian Perseroan dikarenakan kelalaiannya
dalam mengerjakan tugas.
7/17/2019 KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-tata-kelola-pt-lapindo-brantas 9/17
9
4.
Pasal 108
Komisaris PT Lapindo Brantas, Inc dinilai kurang melakukan
pengawasan dan kebijakan pengurusannya kepada direksi, serta
memberikan nasihat kepada direksi sehingga kasus ini terjadi.
2.3.2. Pelanggaran Berdasarkan UU No. 8 Tahun 1995 Tentang
Pasar Modal
Dalam peraturan di UU PM, PT Lapindo Brantas, Inc melanggar
Pasal 15, dimana pelanggaran yang dilakukan pada pasal ini adalah
PT Lapindo Brantas, Inc tidak menerapkan prinsip tata kelola
perusahaan yang baik, tidak melaksanakan tanggung jawab sosial
perusahaan, tidak menghormati tradisi budaya sekitar lokasi
kegiatan usaha penanaman modal, dan tidak mematuhi ketentuan
perundangang-undangan.
2.3.3. Pelanggaran Berdasarkan UU No. 22 Tahun 2001 Tentang
Minyak dan Gas Bumi
Undang-undang ini mengatur bahwa minyak dan gas bumi
memiliki peranan penting dalam perekonomian sehingga
pengelolaannya harus dapat secara maksimal memberikan
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, serta memberikan nilai
tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional yang
meningkat dan berkelanjutan. Pada undang-undang ini, PT Lapindo
Brantas, Inc melanggar pasal-pasal sebagai berikut:
1. Pasal 3
PT Lapindo Brantas, Inc tidak memiliki tujuan yang sesuai
dalam penyelenggaraan kegiatan usaha migasnya, dimana tidakdapat menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian
usaha Eksplorasi dan Eksploitasi secara berdaya guna, berhasil
guna, berdaya saing tinggi, dan berkelanjutan melalui
mekanisme yang terbuka dan transparan (ayat a). Selain itu, PT
Lapindo Brantas, Inc tidak menjamin adanya efisiensi dan
efektivitas tersedianya Gas Bumi untuk kebutuhan dalam
negerti karena banyak gas bumi yang seharusnya dapat diolah
7/17/2019 KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-tata-kelola-pt-lapindo-brantas 10/17
10
menjadi terbuang atas terjadinya peristiwa lumpur lapindo
tersebut (ayat c). Selanjutnya, PT Lapindo Brantas, Inc juga
tidak dapat menjaga kelestarian lingungan hidup dengan
perusakan lingkungan yang sangat besar.
2. Pasal 40
Dalam pasal ini disebutkan bahwa, Badan Usaha harus
menjamin standar dan mutu yang berlaku sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta
menerapkan kaidah keteknikan yang baik. PT Lapindo Brantas,
Inc tidak menjamin standar dan mutunya yang berlaku dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak
menerapkan kaidah keteknikan yang baik, dimana ia tidak
memasang casing , melakukan pengeboran secara vertikal
padahal sudah ada peringatan, dan tidak memiliki lumpur berat
yang cukup untuk mengatasi masalah apabila terjadi blowout
(ayat 1). Kemudian, PT Lapindo Brantas, Inc juga tidak
melakukan pengelolaan lingkungan hidup karena tidak adanya
upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran, serta
pemulihan atas kerusakan lingkungan hidup hingga saat ini
(ayat 2 dan 3), dan tidak adanya transparansi dalam
melaksanakan kegiatan (ayat 4). Selain itu, PT Lapindo
Brantas, Inc juga tidak bertanggung jawab dalam
mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat (ayat 5).
3. Pasal 42
PT Lapindo Brantas, Inc melanggar pasal ini atas kurangnya pengawasan pada penerapan kaidah keteknikan yang baik,
pengelolaan lingkungan hidup, pengembangan lingkungan dan
masyarakat setempat, kegiatan-kegiatan yang menyangkut
kepentingan umum.
7/17/2019 KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-tata-kelola-pt-lapindo-brantas 11/17
11
2.3.4. Pelanggaran Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pasal-pasal yang dilanggar oleh PT Lapindo Brantas, Inc atas
undang-undang ini diantara lain adalah:
1. Pasal 47
PT Lapindo Brantas, Inc tidak melakukan analisis risiko
lingkungan hidup yang meliputi pengkajian risiko, pengelolaan
risiko, dan komunikasi risiko atas adanya risiko ledakan
lumpur panas yang terjadi dalam pengeboran tersebut.
2.
Pasal 53
Dalam pelanggaran pasal ini, PT Lapindo Brantas, Inc tidak
melakukan penanggulangan hingga saat ini atas peristiwa
lumpur lapindo tersebut.
3. Pasal 54
Belum adanya pemulihan fungsi lingkungan hidup seperti
pemberhentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur
pencemar yang dilakukan oleh PT Lapindo Brantas hingga saat
ini.
4.
Pasal 68
PT Lapindo Brantas, Inc melanggar pasal ini atas tidak
menjaga keberlangsungan fungsi hidup.
2.3.5. Pelanggaran Berdasarkan Peraturan Bapepam-LK IX.I.6
Dalam kasus ini, Anggota Direksi tidak mengungkapkan fakta yang
material, dimana hal ini menyesatkan mengenai keadaan PT
Lapindo Brantas, Inc yang sebenarnya. Perusahaan tidakmengungkapkan sistem kinerjanya yang tidak menggunakan casing
dengan motivasi menghemat biaya dan berusaha menutupi adanya
kelalaian dengan bersembunyi di balik gempa yang terjadi di
Yogyakarta pada hari yang sama. Seharusnya, pihak direksi PT
Lapindo Brantas, Inc melakukan ganti rugi baik secara sendiri-
sendiri maupun secara tanggung renteng atas kerugian yang
menimpa pihak lain.
7/17/2019 KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-tata-kelola-pt-lapindo-brantas 12/17
12
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.
Kesimpulan
Kasus pada PT Lapindo Brantas, Inc sangatlah merugikan berbagai pihak
karena menanggung kerugian yang sangat besar, dampak sosial dan ekonomi
yang ikut ditanggung oleh masyarakat setempat, kerugian negara, serta
ekosistem lingkungan yang memiliki kerusakan yang sangat hebat. Sampai saat
ini, permasalahan di Sidoarjo atas lumpur panas ini belum menemukan titik
temu. Hal ini, seperti yang telah disebutkan sebelumnya adalah karena tidak
adanya tanggung jawab pada Dewan Direksi maupun Dewan Komisaris.
Dewan Direksi dianggap memiliki benturan kepentingan dan berusaha untuk
meminimalisasi biaya untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya
demi mendapatkan remunerasi yang besar atas proyek pengeboran tersebut.
Hal ini terlihat dari adanya casing yang tidak dipasang saat melakukan
pengeboran. Apabila dalam proses pengeboran menembus zona tekanan tinggi
dan tekanan dari pengeboran tersebut tidak mampu menahan tekanan dari zona
tersebut, maka akan terjadi kick atau merembesnya fluida formasi (minyak,
gas, atau air) dari dalam tanah masuk ke dalam lubang yang di bor. Ketika
fluida formasi terakumulasi dan tidak ada casing, maka blowout yang
seharusnya hanya menghancurkan rig saja akan lebih parah karena fluida
formasi tersebut mencari celah atau retakan lain agar dapat mengeluarkan
tekanan fluida formasi yang berasal dari dalam bumi tersebut, sehingga seperti
yang dapat kita saksikan hal ini menyebabkan erupsi akan lumpur panas pada
kasus ini. Lumpur berat untuk menanggulangi masalah apabila terjadi blowoutkurang cukup untuk mengatasi masalah tersebut dan pengeboran karena
masalah minimalisasi biaya. Selain itu pengeboran juga dilakukan secara
vertikal untuk memimalisasi biaya, padahal sebelumnya ahli-ahli dalam
pengeboran tersebut menemukan adanya lapisan lempung bergerak dan labil,
yang apabila ditembus secara vertikal sudah diprediksi akan adanya risiko
ledakan lumpur panas. Atas segala ketidakpedulian PT Lapindo Brantas, Inc
mulai dari para ahli yang memperingatkan hingga PT Medco yang
7/17/2019 KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-tata-kelola-pt-lapindo-brantas 13/17
13
memperingatkan mengenai casing , pada akhirnya PT Lapindo Brantas, Inc
mengalami kerugian yang sangat parah bagi perusahaan maupun berbagai
pihak hingga tidak dapat diukur kembali besarnya kerugian yang diderita.
Selain itu PT Lapindo Brantas, Inc juga melanggar beberapa peraturan
perundang-undangan negara Indonesia seperti UU No.40 Tahun 2007
Perseroan Terbatas, UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, UU No. 22
Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, dan UU No. 32 Tahun 2009
Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selanjutnya,
peraturan yang dilanggar dalam hal ini adalah Peraturan Bapepam-LK IX.I.6
tentang Direksi dan Komisaris Emiten dan Perusahaan Publik. Dari sisi tata
kelola perusahaan, yaitu berdasarkan prinsip-prinsip OECD yang menjadi
acuan masyarakat internasional dalam pengembangan tata kelola perusahaan
yang baik, PT Lapindo Brantas, Inc telah melanggar Prinsip IV tentang
Peranan Stakeholder dalam Corporate Governance pada sub prinsip A dan D,
dan melanggar Prinsip VI tentang Tanggung Jawab Dewan Komisaris dan
Direksi pada sub prinsip A, C, dan D. Selain itu berdasarkan asas-asas pada
pedoman umum tata kelola perusahaan yang baik di Indonesia yang
dikeluarkan oleh KNKG, PT Lapindo Brantas, Inc melanggar asas
transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, dan independensi.
4. Saran
Demi tidak terjadinya kasus serupa, maka perlu untuk mempraktikan tata
kelola perusahaan yang baik. Tata kelola perusahaan merupakan salah satu cara
untuk memacu kinerja finansial dan operasional pada perusahaan, serta
meningkatkan kepercayaan pada investor dan para pemangku kepentingan.
Dengan adanya tata kelola perusahaan yang baik, maka perusahaan dapat
tumbuh menguntungkan dalam jangka panjang dan dapat memenangkan
persaingan global. Berdasarkan kasus diatas, terdapat beberapa peraturan
perundang-undangan di Indonesia yang melindungi para pemangku
kepentingan dan dapat digunakan untuk menanggulangi apabila terjadi masalah
seperti ini kembali. Terkait dengan masalah pelanggaran pada Prinsip IV
OECD, para pemangku kepentingan ( stakeholder ) memiliki kesempatan untuk
menuntut secara efektif atas hak-hak yang dilanggar seperti pada UU No. 32
7/17/2019 KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-tata-kelola-pt-lapindo-brantas 14/17
14
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam
undang-undang tersebut dijelaskan pada pasal 70 bahwa masyarakat memiliki
hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (ayat 1), Selain itu, peran
masyarakat dapat berupa pengawasan sosial, pemberian saran, pendapat, usul,
keberatan, pengaduan, dan/atau penyampaian informasi dan/atau laporan (ayat
2). Dalam undang-undang tersebut juga dijelaskan pada pasal 91 bahwa,
masyarakat berhak untuk mengajukan gugatan apabila mengalami kerugian
akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, sehingga diharapkan
akan tercipta lingkungan hidup yang baik. Selain itu, seharusnya karyawan
dapat mengkomunikasikan kepedulian mereka terhadap praktik ilegal atau
tidak etis kepada dewan komisaris seperti diciptakannya suatu prosedur dan
perlindungan bagi komplain (whistle blower ) yang dilakukan oleh karyawan
perusahaan baik secara personal maupun melalui badan yang mewakilinya dan
pihak lain diluar perusahaan yang memiliki kepedulian terhadap praktik tidak
etis dan ilegal sehingga apabila terjadi kasus yang menyimpang seperti casing
yang tidak dipasang maka karyawan yang mengetahui dapat segera diadukan
ke Dewan Komisaris untuk ditindaklanjuti. Pelanggaran yang dapat dilaporkan
melalui sistem whistleblowing mencakup pelanggaran perundang-undangan,
kode etik perusahaan, prinsip akuntansi yang berlaku umum, kebijakan
prosedur operasional perusahaan, ataupun tindakan kecurangan lainnya.
Pengungkapan atas pelanggaran ini umumnya dilakukan secara rahasia. Di
Indonesia, terdapat UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Sanksi dan
Korban yang dapat dijadikan acuan untuk menyusun mekanisme
whistleblowing . Direksi dan Dewan Komisaris merupakan unsur penting bagiimplementasi prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Mekanisme
check and balance yang jelas dan efektif harus diterapkan untuk menghindari
potensi benturan kepentingan serta memastikan bahwa keputusan yang dibuat
adalah untuk kepentingan perusahaan. Mengenai penyimpangan atas Prinsip IV
OECD yaitu tentang tanggung jawab Dewan Komisaris dan Dewan Direksi,
sebaiknya kandidat anggota dewan dan komisaris dikualifikasi dengan baik.
Dalam hal tersebut, perlu adanya ketersediaan informasi yang cukup tentang
7/17/2019 KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-tata-kelola-pt-lapindo-brantas 15/17
15
kandidat sehingga dapat diyakinkan bahwa hanya kandidat yang memiliki
kualifikasi tertentu yang akan dipilih. Meskipun dalam praktiknya para
pemegang saham tidak memiliki informasi yang rinci tentang kualifikasi dan
pengalaman dari kandidat anggota Dewan Komisaris dan Direksi sebelum
pelaksanaan RUPS yang akan memilih kandidat tersebut, diharapkan untuk
kedepannya terdapat ketentuan yang disempurnakan tentang kualifikasi
kandidat anggota Dewan Komisaris dan Direksi agar dapat menampung
dinamika perkembangan di bidang tata kelola dan meningkatkan kerja Emiten
dan Perusahaan Publik. Kemudian, Peningkatan pengetahuan dan pemahaman
tentang fiduciary duties kepada anggota Dewan Komisaris dan Direksi Emiten
dan Perusahaan Publik sangat perlu dilakukan agar tugas dan tanggungjawab
kepada pemegang saham publik dapat dilaksanakan dengan baik. Untuk
mencapai tujuan tersebut, perlu adanya kebijakan perusahaan yang mendorong
anggota Dewan Komisaris dan Direksi Emiten dan Perusahaan Publik untuk
mengikuti pendidikan dan pelatihan secara terusmenerus yang memungkinkan
anggota Dewan Komisaris dan Direksi untuk melaksanakan fiduciary
dutiesnya dengan baik. Selain itu, perlu diaturnya hal-hal yang mengatur
tentang rangkap jabatan anggota Dewan Komisaris dan Direksi Emiten dan
Perusahaan Publik agar Dewan Komisaris, dan Direksi fokus dan akuntabel
dalam menjalankan fiduciaries duties. Yang terakhir adalah, Kinerja Dewan
Komisaris dan anggotanya perlu dievaluasi secara reguler sebagai bentuk
akuntabilitas pelaksanaan tugas dan acuan perbaikan ke depan. Dengan hal-hal
yang telah disebutkan tersebut maka diharapkan kasus PT Lapindo Brantas, Inc
tidak terulang kembali dan kedepannya dapat tercipta tata kelola perusahaan
yang baik dengan adanya peningkatan kinerja perekonomian dan pertumbuhanekonomi yang berkesinambungan, serta mampu melindungi kepentingan
konsumen dan masyarakat.
7/17/2019 KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-tata-kelola-pt-lapindo-brantas 16/17
16
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. (2004). Peraturan Nomor
IX.I.6 : Direksi danKomisaris Emiten dan Perusahaan Publik .Jakarta :
Author.
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. (2006). Studi Penerapan
Prinsip-Prinsip OECD 2004 dalam Peraturan Bapepam Mengenai
Corporate Governance. Jakarta: Author.
Republik Indonesia. (1995). Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar
Modal .Jakarta : Author.
Republik Indonesia. (2007). Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas.Jakarta : Author.
Republik Indonesia. (2001). Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 Tentang
Minyak dan Gas Bumi.Jakarta : Author.
Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.Jakarta : Author.
Corporate Governance Task Force. (2013). Roadmap Tata Kelola Perusahaan
Indonesia. Jakarta : Author.
Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD).(2004).
OECD Principles of Corporate Governance.
Akbar, Ali Azhar. (2007). Konspirasi di Balik Lumpur Lapindo : Dari Aktor
Hingga Strategi Kotor . Yogyakarta: Percetakan Galangpress.
7/17/2019 KASUS TATA KELOLA PT LAPINDO BRANTAS
http://slidepdf.com/reader/full/kasus-tata-kelola-pt-lapindo-brantas 17/17
17
Brantas, Inc, PT Lapindo. (2014). “Profil PT Lapindo Brantas, Inc”.
http://lapindo-brantas.co.id/id/about/profile/ (diakses pada 2 Desember
2014)
Wibisono, Yusuf. (2006, 11 Oktober). “Tragedi Lumpur Lapindo”.
https://agorsiloku.wordpress.com/2006/10/11/tragedi-lumpur-lapindo/
(diakses pada 2 Desember 2014)
Pertiwi, Kharisma Dharma. (2013). “Penyebab dan Dampak Lumpur Lapindo di
Porong Sidoarjo Jawa Timur ”.
http://catatanrisma.blogspot.com/2013/09/penyebab-dan-dampak-lumpur-
lapindo-di_5903.html (diakses pada 2 Desember 2014)
Wibiakso, Sunu Dipta. (2013). “Pertanggungjawaban Pidana PT Lapindo Brantas
Dalam Tindak Pidana Lingkungan”.
https://www.academia.edu/3626552/PERTANGGUNGJAWABAN_PIDA
NA_PT_LAPINDO_BRANTAS_MUKLISIN_ (diakses pada 2 Desember
2014)
Bayoe. (2009, 9 Agustus). “Dasar Teori Casing”.
http://drilltech.blogspot.com/2009/08/dasar-teori-casing.html (diakses
pada 1 Desember 2014)