Post on 19-Feb-2021
i
KARAKTERISTIK TEMPAT PENANGKARAN DAN TEKNIK
PEMANENAN WALET SARANG PUTIH (Collocalia fuciphaga)
DI DESA BINANGA KARAENG KECAMATAN LEMBANG
KABUPATEN PINRANG
RUDANA
105950055715
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
ii
KARAKTERISTIK TEMPAT PENANGKARAN DAN TEKNIK
PEMANENAN WALET SARANG PUTIH (Collocalia fuciphaga)
DI DESA BINANGA KARAENG KECAMATAN LEMBANG
KABUPATEN PINRANG
RUDANA
105950055715
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Strata
Satu (S-1)
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
iii
iv
v
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Dengan ini saya meyatakan bahwa skripsi “Karakteristik tempat
penangkaran dan tekhnik pemanenan walet sarang putih (Collocalia fuciphaga) di
Desa Binanga Karaeng, Kecamatan Lembang, Kabupaten pinrang.” adalah benar
merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun karya yang tidak diterbitkan telah
disebutkan dalam teks yang di cantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Makassar, Februari 2020
Penulis
vi
Hak Cipta milik Universitas Muhammadiyah Makassar 2019
@Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Unismuh
Makassar.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa izin Unismuh Makassar.
vii
ABSTRAK
RUDANA 105950055715. KARAKTERISTIK TEMPAT PENANGKARAN DAN
TEKNIK PEMANENAN WALET SARANG PUTIH (Collocalia fuciphaga) DI
DESA BINANGA KARAENG KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN
PINRANG. Di bimbing oleh Hikmah dan Muhammad Daud.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Bagaimana karakteristik
penangkaran burung walet (2) Bagaimana tekhnik pemanenan sarang burung
walet di Desa Binanga Karaeng Kecamatan Lembang Kabupaten Pinrang.
Penelitian ini dilaksanakan kurang lebih 4 bulan yaitu pada bulan Agustus sampai
bulan November 2019. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Binanga Karaeng,
Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan dapat disimpulkan bahwa Karakteriatik tempat penangkaran walet di
Desa Binanga Karaeng Kecamatan Lembang Kabupaten Pinrang memiliki ukuran
penangkaran yang beragam. Pada luas penangkaran, CV Ullah Said (Panjang 15 x
Lebar 4,30 x Tinggi 3)m², CV M Nur Mullu dengan luas (Panjang 15 x Lebar 4,20
x Tinggi 2,50)m², dan untuk penangkaran walet CV Amri memiliki luas (Panjang
8 x Lebar 6 x Tinggi 3,)m². Dan memiliki suhu terenda 27,0°C dan suhu tertinggi
30,1°C, dan kelembaban terenda 81% dan kelembaban tertinggi adalah 99%.
Teknik pemanenan walet di Desa Binanga Karaeng Kecamatan Lembang
Kabupaten Pinrang, di lakukan dengan teknik tetasan di mana pemanenan sarang
di lakukan ketika burung anakan walet bisa terbang, teknik pemanenan yang baik
adalah CV Nur Mullu, karena telah melakukan pemanenan sebanyak 5 kali.
Kata Kunci: Karakteristik Tempat Penangkaran dan Tekhnik Pemanenan Walet Sarang
Putih.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah swt, karena penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Karakteristik Tempat Penangkaran dan
Pemanenan Walet Sarang Putih (collocalia fuciphaga) Di Desa Binanga Karaeng,
Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi
salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Sarjana Kehutanan pada Prodi
Kehutanan Universitas Muhammadiyah Makassar.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan
dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Prof Dr Abdul Rahman S.E.,M.M Selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar.
2. Dr H Burhanuddin S.Pi.,M.P., Selaku Dekan Fakultas pertanian
Universitas Muhammadiyah Makassar,
3. Dr Ir Hikmah S.Hut.,M.Si.,IPM Selaku Ketua Prodi Kehutanan sekaligus
pembimbing 1, yang telah memberikan arahan, masukan serta semangat
dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Ir Muhammad Daud S.Hut.,M.Si.,IPM selaku pembimbing 2 yang telah
memberi bimbingan, kritik, dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.
5. Pak Nur Mullu, pak Ullah dan Pak Amri pemilik penangkaran walet yang
telah memberikan izin serta bantuan kepada Penulis sehingga penelitian
ini berjalan dengan lancar.
ix
6. Terkhusus kepada orang tua tercinta Ayahanda (Amang) dan Ibunda
(Manika) serta adik (Nurul Hudaya), yang selalu mendukung dan
memotivasi peneliti dalam menyusun skripsi ini.
7. Sahabat Fahrul fidra, Faisal sidiq tuasamu, Gafur, Ida nurma, serta teman-
teman seperjuangan yang telah memberi semangat dan motivasi untuk
bisa menyelesaikan skripsi ini
Semoga semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini
mendapatkan pahala dari Allah SWT. Peneliti berharap skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak dan para pembaca.
Makassar, Februari 2020
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ......................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................................iii
HALAMAN KOMISI PENGUJI .....................................................................iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ..........................................................v
HAK CIPTA MILIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MAKASSAR ......................................................................................................vi
ABSTRAK .........................................................................................................vii
KATA PENGANTAR .......................................................................................viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................x
DAFTAR TABEL..............................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................xiv
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah................................................................................... 4
1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................... 4
1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................. 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hasil Hutan Bukan Kayu ........................................................................ 5
2.2. Burung Walet .......................................................................................... 6
2.3. Karakteristik Tempat Penangkaran Burung Walet ................................. 8
2.4. Teknik Pemanenan Sarang Burung Walet .............................................. 9
2.5. Kerangka Pikir ........................................................................................ 11
xi
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. 12
3.2. Alat dan Bahan Penelitian ....................................................................... 12
3.3. Objek Penelitian ...................................................................................... 12
3.4. Populasi dan Sampel Penelitian .............................................................. 12
3.5. Jenis Data ................................................................................................ 13
3.6. Pengumpulan Data .................................................................................. 13
3.6. Analisis Data ........................................................................................... 14
IV. KEADAAN UMUM LOKASI
4.1. Kondisi Umum Desa .............................................................................. 16
4.1.1. Keadaan Gografis Desa ........................................................................ 16
4.1.2. Keadaan Ekonomi Penduduk ............................................................... 17
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik Tempat Penangkaran Burung Walet ................................ 18
5.1.1. Jumlah Lantai Pada Penangkaran Walet ............................................. 21
5.1.2. Dinding Rumah Burung Walet ............................................................ 22
5.1.3. Pintu Masuk ......................................................................................... 22
5.1.4. Sirip dan Tata Letak Pada Penangkaran Burung Walet ....................... 23
5.1.5. Kolam Air Pada Penangkaran Burung Walet ...................................... 24
5.1.6. Lubang Udara ....................................................................................... 25
5.1.7. Pemancing Walet ................................................................................. 25
5.1.8. Pengabut dan Wadah Air ..................................................................... 26
5.1.9. Lubang Masuk Walet ........................................................................... 27
xii
5.2. Teknik Pamanenan Sarang Burung Walet .............................................. 28
5.2.1. Proses Pemanenan Sarang Walet ......................................................... 29
VI. PENUTUP
6.1. Kesimpulan ............................................................................................. 30
6.2. Saran ....................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1. Kondisi Suhu dan Kelembapan Penangkaran Burung Walet......................... 18
2. Ukuran Bagian-bagian Penangkaran Burung Walet ...................................... 20
3. Tekhnik Pemanenan ....................................................................................... 28
xiv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1. Bagan Kerangka Pikir .................................................................................... 11
2. Penangkaran burung walet ............................................................................. 22
3. Pintu Masuk ................................................................................................... 23
4. Sirip Pada Penangkaran Burung Walet .......................................................... 23
5. Kolam Air ...................................................................................................... 24
6. Lubang Udara ................................................................................................. 25
7. Pemancing Walet ........................................................................................... 26
8. Pengabut dan Wadah Air ............................................................................... 27
9. Lubang Masuk Walet ..................................................................................... 27
10. Alat Pemanenan Sarang Burung Walet .......................................................... 29
11. Proses Pemanenan Sarang Burung Walet ...................................................... 29
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hutan adalah suatu hamparan lahan yang didominasi oleh pepohonan,
tumbuhan yang kecil seperti lumut, semak belukar dan bunga-bunga hutan dan
terdapat juga sumber daya alam hayati yang satu dan yang lainnya. Hutan sebagai
penampung karbon dioksida, habitat hewan, dan pelestari tanah serta merupakan
salah satu aspek biosfer bumi yang paling penting.
Hutan memberikan manfaat secara langsung dan tidak langsung. Manfaat
langsung yang dirasakan masyarakat adalah sebagai sumber bahan pangan dan
lainnya sedangkan manfaat tidak langsung sebagai pengatur sistem tata air,
kontrol pola iklim, pelestarian plasma nutfah serta pusat pendidikan dan
penelitian (Arif, 2001).
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 35 Tahun 2007. Hasil hutan bukan
kayu terdiri dari benda-benda hayati yang berasal dari flora dan fauna. Selain itu
termasuk juga jasa air, udara, dan manfaat tidak langsung dari hutan. Hasil hutan
bukan kayu (HHBK) adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta
produk turunannya dan budidaya kecuali kayu yang berasal dari hutan.
Hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang diperoleh dar hutan yaitu, madu,
damar, tumbuhan obat, rotan, aren, bambu, sarang walet dan lain sebagainya.
Hasil hutan tersebut ada yang dapat dikonsumsi dan ada yang harus diolah
terlebih dahulu.
Burung walet merupakan salah satu hewan yang menghasilkan sarang,
yang merupakan Hasil Hutan Bukan Kayu. Ada 4 jenis burung walet yaitu:
2
Burung walet besar, jenis burung walet ini warnanya hitam dengan warna bulu
bagian bawah coklat gelap, burung walet sarang hitam, burung walet jenis ini
punya warna bulu coklat atau sedikit hitam dengan bulu ekornya warna coklat
kelabu, burung walet gunung, jenis burung walet ini warnanya hitam, namun
warna ekornya abu-abu kehitaman, burung walet putih, jenis walet ini warna
bulunya coklat kehitam-hitaman dengan bulu bagian bawah kelabu ataupun coklat
dan memiliki sarang warna putih, walet sarang putih (Collocalia fuciphaga)
merupakan jenis yang secara ekonomis banyak dipilih dibandingkan walet sarang
hitam (Collocalia maxima) dan walet sarang rumput. Keberhasilan suatu daerah
dalam budidaya walet sarang putih (rumah walet) tentu saja tidak terlepas dari
berbagai macam aspek, diantaranya adalah aspek lingkungan, bentuk dan struktur
bangunan, serta faktor ekologi burung walet itu sendiri. Kurangnya perhatian
terhadap tiga aspek tersebut menyebabkan produksi sarang walet sering kali tidak
maksimal bahkan mengalami kegagalan. Dalam perencanaan dan pengelolaan
satwa termasuk burung walet diperlukan data ekologi yang lengkap seperti,
kebutuhan hidup dan perilakunya. 74 Kebutuhan hidup yang utama adalah ruang
habitat yang cukup dan memiliki ketersediaan pakan, air, tempat berlindung serta
berkembang biak (Soehartono dan Mardiastuti, 2003).
Jumlah total populasi burung walet sarang putih mengalami peningkatan
akibat kolonisasi pada rumah buatan manusia (rumah walet). Produksi sarang
burung walet dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah faktor
kondisi lingkungannya. Lingkungan burung walet terdiri dari habitat mikro dan
habitat makro. Habitat mikro burung walet adalah lingkungan di dalam gedung
3
yang dapat dikondisikan sesuai kebutuhan seperti temperatur, kelembaban dan
intensitas cahaya. Habitat makro sangat penting bagi kelangsungan hidup burung
walet karena serangga pakan burung walet berga ntung pada kondisi habitat
makronya yang terdiri dari area bervegetasi dan berair. Ketersediaan serangga
pakan burung walet tersebut bergantung pada kondisi iklim dan luasnya lokasi
habitat serangga sebagai tempat penyedia tempat dan makanan (Hakim, 2011).
Teknik pasca panen adalah pemanfaatan ilmu teknik dalam kegiatan
pensortiran, pengemasan, pengaturan temperatur, transportasi, dan penyimpanan
sementara. Aktivitas pasca panen melindungi kualitas produk yang dipanen
(Mardiastuti, 1998).
Desa Binanga Karaeng merupakan salah satu desa yang berada di wilayah
Kabupaten Pinrang. Yang terdiri dari dua dusun yaitu Dusun salopi dan Dusun
Pajalele. Desa binanga Karaeng adalah desa dataran atau pesisir yang memiliki
sumber daya alam di antaranya pertanian, perkebunan dan kelautan, dan sarang
burung walet.
Sebagian besar Desa Binanga Karaeng telah memproduksi sarang burung
walet. Ketersediaan sumber makanan burung walet banyak terdapat di sekitar
penangkaran walet karena berada di dekat pegunungan dan persawahan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas untuk meneliti karakteristik tempat
penangkaran dan teknik pemanenan walet sarang putih (Collocalia fuchipahaga)
di desa binanga karaeng kecamatan lembang kabupaten pinrang.
4
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah:
1. Bagaimana karakteristik tempat penangkaran walet sarang putih (Collocalia
fuciphaga) di Desa Binanga Karaeng, Kecamatan Lembang, Kabupaten
Pinrang?
2. Bagaimana teknik pemanenan walet sarang putih (Collocalia fuciphaga) di
Desa Binanga Karaeng, Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui karakteristik tempat penangkaran walet sarang putih
(Collocalia fuciphaga) di Desa Binanga Karaeng, Kecamatan Lembang,
Kabupaten Pinrang.
2. Mengetahui teknik pemanenan walet sarang putih (Collocalia fuciphaga) di
Desa Binanga Karaeng, Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang akan dilakukan penulis adalah:
1. Bagi peneliti, dapat memperkaya pengetahuan, pengalaman dalam teknik
pemanenan sarang burung walet dengan baik bagi masyarakat di Desa
Binanga Karaeng, Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hasil Hutan Bukan Kayu
Hasil hutan bukan kayu (HHBK) adalah hasil hutan hayati baik nabati
maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu yang berasal
dari hutan. Pengertian lainnya dari hasil hutan bukan kayu yaitu segala sesuatu
yang bersifat material (bukan kayu) yang diambil dari hutan untuk dimanfaatkan
bagi kegiatan ekonomi dan peningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hasil hutan
bukan kayu pada umumnya merupakan hasil sampingan dari sebuah pohon,
misalnya getah, daun, kulit, buah atau berupa tumbuhan-tumbuhan yang memiliki
sifat khusus seperti rotan, bambu dan lain-lain. Pemungutan hasil hutan bukan
kayu pada umumnya merupakan kegiatan tradisional dari masyarakat yang berada
di sekitar hutan bahkan di beberapa tempat, kegiatan pemungutan hasil hutan
bukan kayu merupakan kegiatan utama sebagai sumber kehidupan masyarakat
sehari-hari. Sebagai contoh, pengumpulan rotan, pengumpulan berbagai getah
kayu seperti getah kayu Agathis, atau kayu Shorea dan lain-lain (Permenhut No.
35 Tahun 2007).
Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dari ekosistem hutan sangat beragam
jenis sumber penghasil maupun produk serta produk turunan yang dihasilkannya
jenis komoditi HHBK digolongkan kedalam 2 (dua) kelompok besar yaitu :
1. Hasil Hutan Bukan Kayu Nabati
HHBK nabati meliputi semua hasil non kayu dan turunannya yang berasal
dari tumbuhan dan tanaman, dikelompokkan dalam :
a. Kelompok resin, antara lain damar, gaharu, kemenyan, getah tusam;
6
b. Kelompok minyak atsiri, antara lain cendana, kulit manis, kayu putih,
kenanga;
c. Kelompok minyak lemak, pati, dan buah – buahan, antara lain buah merah,
rebung bambu, durian, kemiri, pala, vanili;
d. Kelompok tannin, bahan pewarna, dan getah, antara lain kayu kuning,
jelutung, perca, pinang, gambir;
e. Kelompok tumbuhan obat – obatan dan tanaman hias, antara lain akar
wangi, brotowali, anggrek hutan;
f. Kelompok palma dan bambu, antara lain rotan manau, rotan tahiti;
g. Kelompok alkaloid, antara lain kina;
h. Kelompok lainnya, antara lain nipah, pandan, purun.
2. Hasil Hutan Bukan Kayu Hewani
Kelompok hasil hewan meliputi :
a. Kelas hewan buru (babi hutan, kelinci, kancil, rusa, buaya).
b. Kelompok hewan hasil penangkaran (arwana, kupu – kupu, rusa, buaya).
c. Kelompok hasil hewan (sarang burung walet, ulat sutera, lebah madu)
(Permenhut No. P.21/Menhut-II, 2009).
2.2. Burung Walet
Burung walet sarang putih (Collocalia fuciphaga) dengan mudah
dijumpai hampir di seluruh pelosok Indonesia. Famili apodidae dijumpai di setiap
ketinggian permukaan bumi, dari dataran rendah sampai pegunungan. Burung
walet sarang putih merupakan burung berkelompok yang menempati daerah
berlimpah akan pakan mereka (serangga kecil), seperti hutan yang padat, lahan
7
pertanian terbuka, pegunungan tandus bahkan bangunan yang sengaja dijadikan
sebagai tempat tinggal walet. Collocalia Fuchiphaga sering juga di sebut dengan
walet putih sehingga menegaskan bahwa burung ini berwarna putih, padahal yang
sebenanrnya yang putih adalah sarang yang di hasilkan. Bulu walet ini sendiri
berwarna coklat kehitaman dengan bulu bagian bawah keabuan atau coklat.
Panjang tubuhnya sekitar 12cm bulu ekornya sedikit bercelah, mata berwarna
coklat gelap, paruh dan kakinya hitam, sayap walet ini lebih kaku dan terbangnya
kuat (Marzuki dkk, 2002).
Burung walet (Collocalia fuciphaga) merupakan spesies dari burung
walet yang paling banyak di budidayakan di Indonesia. Spesies ini berukuran
sedang (12cm), tubuh bagian atas berwarna coklat kehitam-hitaman dengan
tungging abu-abu pucat, tubuh bagian bawa berwarna coklat, sayap berbentuk
bulan sabit memanjang dan runcing, memiliki ekor yang menggarpu dan kuku
yang tajam. Burung walet sarang putih memiliki klasifikasi yaitu:
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordat
Kelas : Aves
Ordo : Apodiformes
Famili : Apodidae
Genus : Collocalia
Spesies : Collocalia fuciphaga (Adiwibawa, 2000)
Walet berasal dari Famili Apodidae yang penyebarannya hingga ke
seluruh dunia. Pada dasarnya, Famili Apodidae terdiri atas 2 kelompok kelompok
8
pertama Genus Collocalia (walet gua), Genus Chaetura (walet ekor duri), dan
Genus Cyploides (walet hitam dari Amerika utara), kemidan kelompok kedua ada
satu genus yaitu Apus. Walet memiliki hubungan yang dekat dengan burung
kolobri dari Famili Trochilidae di Amerika, karena keduanya masuk kedalam
Ordo Apodiformes (Adiwibawa, 2000).
Sarang burung walet merupakan salah satu makanan yang terkenal di
dunia. Sarang burung walet di percaya memiliki manfaat yang sangat baik bagi
kesehatan tubuh manusia. Karena manfaatnya yang berkhasiat itu maka tidak
heran jika harganya sangat mahal. Sarang burung walet dikenal sebagai lambang
kemewahan yang hanya biasa dinikmati oleh kalangan bangsawan. Sarang burung
walet sangat jarang ditemukan di China dan menjadi barang langka. Kepercayaan
terhadap tingginya khasiat sarang burung walet menyebabkan tingginya harga
sarang burung walet tersebut. Kepercayaan tersebut terus dibawa sampai sekarang
dan menyebabkan harga sarang burung walet tetap bernilai tinggi, dan sampai saat
ini masih menjadi makanan yang di konsumsi oleh kalangan atas (Salekat, 2009).
2.3. Karakteristik Tempat Penangkaran Burung Walet
Walet adalah burung agresif yang tidak bias dijinakkan, walet akan
memilih tempat bersarang semau burung itu sendiri walet tidak dapat di paksa
untuk bersarang di gedung yang telah dibuatkan. Rumah gedung walet haruslah
besar, umumnya dibuat sekitar 10×15 m2 atau 10×20 m2. Paling ideal adalah
jarak antara wuwungan dan plafon semakin besar, hubungannya harus lebih
tinggi. Untuk menjaga kelembapan kandang, buat tiga campuran yang berisi pasir,
kapur dan semen dengan perbandingan 3:2:1. Lantainya juga sebaiknya dari
9
plester. Sementara itu, bagian kerangka untuk melekatnya sarang terbuat dari
kayu. Usahakan atap dari genteng dengan lubang keluar masuk burung 20×20 atau
20×35 cm². Jangan hadapkan lubang ketimur karena bertepatan dengan cahaya
matahari terbit. Lubangnya harus diberi warna hitam dan buat sesuai kebutuhan,
penangkaran sarang burung walet tidak boleh terlalu kering. Kondisi rumah walet
harus dibuat dan di pertahankan semirip mungkin dengan habitat asli di gua,
khususnya suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya. Bila kondisis rumah walet
kurang ideal maka walet yang terpancing hanya keluar masuk saja dengan enggan
menetap. Untuk mewujudkan lingkungan walet yang ideal teknologi perwaletan
kini terus mengalami perkembangan, sarana pendukung sudah banyak dihasilkan.
Sarana budidaya walet tersebut berfungsi optimal jika disertai tekhnik penggunaan
yang benar dan sesuai dengan kebutuhan rumah walet (Mulia, 2010).
Atap yang di gunakan adalah atap genting. Hal ini dimaksudkan agar dapat
menjaga kestabilan suhu di dalam gedung. Karena atap asbes, seng dan atap beton
tidak dapat menjaga kestabilan suhu di dalam gedung. Sirip yang dipasang pada
palfon berbentuk persegi dengan bahan kayu seperti meranti. Sirip pada gedung
wallet sebaiknya berbahan kayu yang tidak mudah terkena jamur, tidak beraroma
menyengat, tidak mudah lapuk (Nazzarudin dan Widodo, 2008).
2.4. Tekhnik Pemanenan Sarang Burung Walet
Panen sarang walet yang dilakukan tanpa perencanaan yang benar atau
secara serampangan dapat berakibat pada produksi sarang walet yang akan,
semakin menurun dan juga dapat mempengaruhi kelangsungan hidup burung
walet untuk kembali bersarang. Oleh karena itu para, pembudidaya walet
10
khususnya untuk pemula perlu mengetahui bagaiman cara pemanenan sarang
walet yang benar. Adapun 3 cara tekhnik pemanenan walet yang benar yaitu:
a. Panen dengan cara rampasan
Cara panen yang pertama adalah dengan cara di rampas, panen ini dilakukan
pada saat burung walet selesai membuat sarang, namun belum bertelur.
Sebaiknya cara ini dilakukan sekitar 10 hari sebelum burung walet
diperkirakan akan bertelur, agar bias memberi kesempatan burung walet
untuk membuat sarang mereka kembali dengan cepat. Jika waktu yang di
berikan terlalu pendek di saat akan keluarnya telur, maka hanya membuat
burung walet gelisah.
b. Panen dengan cara buang telur
Panen sarang walet ini dilakukan setelah adanya 2 butir telur dalam sarang,
tetapi belum mengeram, kira-kira dalam waktu 2 hingga 3 bulan sejak
sarang telah dibuat. Jangan melakukan panen dengan cara buang telur jika
telur walet masih hanya 1 butir. Jika hal ini dilakukan akan membuat walet
panik sehingga kemungkinan besar burung walet akan berpindah ketempat
lain.
c. Panen dengan cara panen penetasan
Panen ini dilaksanakan di saat telur walet sudah menetas dan anak burung
walet sudah bisa terbang untuk mencari makan sendiri. Di saat ini anak
burung walet sudah berumur sekitar 45 hari. Namun mutu yang dihasilkan
dari panen ini termasuk dalam golongan mutu rendah karena bentuk dari
sarang walet sudah mulai rusak dan dicemari oleh kotoran, bulu dan
11
sebagainya. Panen ini dilakukan sebaiknya dimulai pada awal musim hujan,
karena disaat itu makanan yang tersedia cukup banyak (Mardiastuti, 1998).
2.5. Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dari ekosistem hutan sangat bergam
jenis sumber penghasil maupun produk serta produk turunan yang di hasilkannya
jenis komoditi HHBK di golongkan kedalam 2 kelompok besar yaitu: Hasil Hutan
Bukan Kayu Nabati (HHBKN) dan Hasil Hutan Bukan Kayu Hewani (HHBKH)
Burung walet merupakan Hasil hutan bukan kayu hewani, penangkaran
yang di bangun oleh masyarakat setempat adalah burung walet sarang putih,
kemudian dalam penangkaran burung walet sarang putih terbagi menjadi dua
bagian yaitu, Karakteristik Tempat Penangkaran dan Teknik Pemanenan Walet
Sarang Putih.
Hasil Hutan Bukan Kayu
Burung Walet
Penangkaran
Burung Walet
Sarang Putih
Karakteristik Tempat
Penangkaran Teknik Pemanenan
Karakteristik Tempat Penangkaran dan
Teknik Pemanenan Walet Sarang Putih
(Collocalia Fuciphaga) di Desa Binanga
Karaeng Kecamatan Lembang
Kabupaten Pinrang
12
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan kurang lebih 4 bulan yaitu pada bulan Agustus
sampai bulan November 2019. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Binanga
Karaeng, Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang.
3.2. Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah, Alat tulis menulis, meter,
kamera, dan pengukur suhu (Higrometer).
3.3. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah tempat penangkaran walet sarang putih
(Collocalia fuciphaga) di Desa Binanga Karaeng, Kecamatan Lembang,
Kabupaten Pinrang.
3.4. Populasi dan Sampel
a. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah tempat penangkaran walet sarang
putih (Collocalia fuciphaga) yang ada di Desa Binanga Karaeng,
Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang.
b. Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah tempat penangkaran walet sarang putih
(Collocalia fuciphaga) yang dipilih secara purposive (sampling dengan
pertimbangan) sebagai di Desa Binanga Karaeng, Kecamatan Lembang,
Kabupaten Pinrang. Jumlah penangkaran burung walet sebanyak 3 unit
penangkaran dengan umur penangkaran antara 1 sampai 3 tahun.
13
3.5. Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan yaitu data primer dan data sekunder. Data
primer adalah data yang didapatkan melalui observasi dari lapangan, pengukuran,
pendokumentasian dengan foto dan wawancara dengan pemilik tempat
penangkaran walet sarang putih. Data sekundar didapatkan dari literature, buku ,
laporan statistic, dan buku demografi desa serta laporan penelitian terdahulu.
a. Data primer yaitu data yang diperoleh melalui pengamatan langsung melalui
observasi dan wawancara langsung .
b. Data sekunder, yaitu data diperoleh dari Kantor Desa berupa dokumen-
dokumen dan literaturyang relevan serta dari data statistik.
3.6. Metode Pengumpulan Data
1) Observasi
Metode observasi yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui secara
langsung keseluruhan kegiatan masyarakat yang bekerja di sektor usaha
budidaya burung walet di Desa Binanga Karaeng, Kecamatan Lembang,
Kabupaten Pinrang. Observasi digunakan dalam rangka mencari data awal
tentang daerah penelitian yang mendukung untuk mendapatkan gambaran awal
dari lokasi yang dimaksud. Observsi juga dilakukan guna memperoleh data
tentang kondisi fisik daerah penelitian.
2) Wawancara
Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara Tanya
jawab yang dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan
penelitian. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara terstuktur, yaitu
14
dilakukan dengan pedoman wawancara untuk mendapakan data informasi
secara lengkap dan akurat sesuai tujuan penelitian.
3) Dokumentasi
Dokumentasi adalah metode untuk mencari data yang diperoleh berupa
dokumen peta di Desa Binanga Karaeng, Kecamatan Lembang, Kabupaten
Pinrang. sehingga dapat diketahui kondisi fisik daerah penelitian, jumlah
pengusaha budidaya burung walet, serta data-data lain yang berhubungan dengan
penelitian.
4) Survey
Survey dilakukan dengan pencatatan karakteristik tempat penangkaran
walet sarang putih (Collocalia fuciphaga) yang meliputi suhu, kelembaban,
kondisi biofisik lainnya serta survey Teknik pemanenan sarang walet sarang putih
di Desa Binanga Karaeng, Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang
3.4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif. Analisis deskriptif merupakan langkah-langkah melakukan
representasi objekif tentang gejala-gejala yang terdapat dalam masalah yang
diselidiki. Data yang di kumpulkan melalui observasi wawancara dan
dokumentasi kemudian di analisis sesuai dengan tujuan penelitian dengan
menggunakan analisis deskertif. Hal utama yang di lakukan adalah
mendeskeripsikan proses budidaya walet dengan unit analisis yang di dasarkan
pada data primer. Analisis deskriptif di lakukan untuk mengetahui budidaya walet
dengan cara mengumpulkan data-data dan informasi yang di peroleh.
15
IV. KEADAAN UMUM LOKASI
4.1. Sejarah Desa
Desa Binanga Karaeng merupakan salah satu desa dari 14 (empat belas)
desa dan 2 (dua) kelurahan yang ada di Kecamatan Lembang Kabupaten Pinrang.
Desa Binanga Karaeng terdiri atas dua dusun yakni Dusun Pajalele dan Dusun
Salopi. Desa Binanga Karaeng adalah desa dataran/pesisir yang memiliki sumber
daya alam diantaranya pertanian, perkebunan, dan kelautan. Gambaran tentang
sejarah perkembangan desa ini dapat dilihat pada tabel 1 berikut :
Tabel 1. Gambaran Tentang Sejarah Perkembangan Desa Binanga Karaeng
Tahun Peristiwa
1940–an
Sekitar tahun 1940–an Desa Binanga Karaeng masih status
distrik yang dipimpin oleh Kila, kemudian P. Alisyah dan
berubah nama menjadi Desa Kalang-Kalang, P. Aco.
1977 – 1993
selanjutnya Desa Kalang-Kalang berubah menjadi Desa
Binanga Karaeng, dan selaku kepala desa adalah A.
Pawallangi melalui pemilihan langsung dari masyarakat.
1993 – 2001
Kemudian tahun 1993 dilakukan pemilihan Kepala Desa
melalui pemilihan langsung dan terpilih adalah A.
Syabrulsyah Cambo.
2001 – 2006
Dilakukan pemilihan kembali Kepala Desa melalui
pemilihan lansung dari masyarakat dan yang terpilih A.
Syabrulsyah Cambo.
2007 – 2013 Astar, S. Ag terpilih menjadi kepala Desa Binanga Karaeng
yang ke- 7 melalui pemilihan langsung.
2013 – 2019 Dilakukan pemilihan kembali kepala desa melalui pemilihan
langsung dari masyarakat dan yang terpilih Astar, S. Ag.
2019 – Sekarang
Dilakukan pemilihan kembali kepala desa melalui pemilihan
langsung dari masyarakat dan yang terpilih sebagai kepala
desa adalah Ahmad.
Sumber : Kantor Desa Binanga Karaeng, Kecamatan Lembang, Kabupaten
Pinrang, 2019.
16
4.2. Kondisi Umum Desa
Desa Binanga Karaeng merupakan salah satu Desa dari empat belas (14)
Desa dan dua Kelurahan yang ada di Kecamatan Lembang Kabupaten Pinrang.
Desa Binanga Karaeng terdiri dari dua Dusun yakni Dusun Pajalele dan Dusun
Salopi. Desa Binanga Karaeng adalah Desa dataran atau pesisir yang memiliki
sumber daya alam diantaranya pertanian, perkebunan, dan kelautan.
4.2.1. Keadaan Geografis Desa
A. Batas Wilayah
- Sebelah Timur : Desa Sabbang paru
- Sebelah Utara : Desa Pangaparang
- Sebelah Barat : Desa Paku
- Sebelah Selatan : Selat Makassar
B. Luas Wilayah
Luas Desa Binanga Karaeng sekitar 10,3km. Sebagian besar
lahan Di Desa Binanga Karaeng digunakan sebagai tempat pertanian
dan perkebunan
C. Keadaan Topografi
Secara umum keadaan topografi Desa Binanga Karaeng adalah
daerah dataran dengan dibagi 2 dusun diantaranya: Dusun Pajalele
dan Dusun Salopi.
17
4.2.2. Keadaan Sosial Penduduk
Jumlah penduduk Desa Binanga Karaeng terdiri atas 666 Kepala Keluarga
dengan total jumlah jiwa 2.854 0rang. Laki-laki terdiri 1.311 orang, peremuan
1.543.
4.2.3. Keadaan Ekonomi Penduduk
Desa Binanga Karaeng adalah salah satu desa sedang di wilayah Kabupaten
Pinrang. Karena infrastruktur di desa ini belum sepenuhnya permanen masih ada
akses jalan tanah. Sebagian besar penduduk di desa ini bekerja sebagai:
Petani 85%, Wiraswasta, 13% dan PNS 2
4.2.4 Kondisi Pemerintahan Desa
Wilayah administrasi pemerintahan Desa Binanga Karaeng terdiri atas dua
dusun yakni Dusun Pajalele dan Dusun Salopi dengan jumlah rukun keluarga
(RK) sebanyak enam.
4.3 Gambaran Umum Perusahaan
4.3.1. CV. Ullah Said
CV. Ullah Said terletak di Jalan Poros Pinrang – Polman, Dusun Salopi,
Desa Binanga Karaeng, Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang, Provinsi
Sulawesi Selatan. Lokasi berjarak sekitar 41,8 km dari pusat kota Pinrang, dapat
ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat dengan
waktu sekitar 1 jam.
Perusahaan ini berdiri pada Februari tahun 2018. Yang melatar belakangi
berdirinya perusahaan ini adalah berawal dari ketertarikan pemilik yang melihat
peluang besar pada usaha budidaya walet. Melihat peluang bisnis ini sangat
18
menjanjikan, hal ini membuat pemilik memantapkan diri untuk terjun langsung
dalam usaha budidaya walet sebagai investasi masa depan. Adapun jenis sarang
yang dibudidayakan oleh CV. Ullah Said adalah sarang yang berasal dari walet
sarang putih (Collocalia fuciphaga).
Lokasi gedung walet CV. Ullah Said dekat dengan perkebunan,
persawahan, pegunungan, dan laut yang merupakan sumber mencari pakan bagi
walet. Selain itu, Gedung walet ini dibangun setinggi empat lantai. Pada awal
tahun 2019 CV. Ullah Said sudah bisa melakukan pemanenan sarang walet di
gedung walet miliknya. Jadi, pemanenan sarang walet bisa dilakukan CV. Ullah
said ketika gedung walet sudah berumur sekitar 1 tahun.
4.3.2. CV. Muh. Nur Mullu
CV. Muh. Nur Mullu terletak di Jalan Poros Pinrang – Polman, Dusun
Pajalele, Desa Binanga Karaeng, Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang,
Provinsi Sulawesi Selatan. Lokasi berjarak sekitar 43,8 km dari pusat kota
Pinrang, dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua atau roda
empat dengan waktu sekitar 1,5 jam.
Perusahaan ini berdiri pada Maret tahun 2017. Yang melatar belakangi
berdirinya perusahaan ini adalah berawal dari ketertarikan pemilik dan saran dari
teman yang sudah lebih dahulu berkecimpung didunia usaha budidaya walet
sehingga pemilik bertekad untuk membangun gedung walet. Adapun jenis sarang
yang dibudidayakan oleh CV. Muh. Nur Mullu adalah sarang yang berasal dari
walet sarang putih (Collocalia fuciphaga).
19
Lokasi gedung walet CV. Muh. Nur Mullu dekat dengan perkebunan,
persawahan, pegunungan, dan laut yang merupakan sumber mencari pakan bagi
walet. Selain itu, Gedung walet ini dibangun setinggi tiga lantai. Pada akhir tahun
2018 CV. Muh. Nur Mullu melakukan pemanenan sarang walet di gedung walet
milikinya. Jadi, pemanenan sarang walet dapat dilakukan CV. Muh. Nur Mullu
ketika gedung walet sudah berumur sekitar 1,5 tahun.
Pada gedung CV. Muh. Nur Mullu menggunakan sarang imitasi atau
sering disebut sarang palsu. Kegunaan sarang imitasi ini sangat berpengaruh pada
gedung walet yang baru aktif karena sarang ini dapat membuat anakan walet dan
walet muda untuk beradaptasi pada sarang imitasi. Sehingga terkadang walet
muda langsung bertelur pada sarang tersebut.
Bentuk sarang imitasi atau sering disebut sarang palsu dapat dilihat pada
gambar 2 berikut :
Gambar 2. Sarang imitasi atau sarang palsu
4.3.3. CV. Amri
CV. Amri terletak di Dusun Salopi, Desa Binanga Karaeng, Kecamatan
Lembang, Kabupaten Pinrang, Provinsi Sulawesi Selatan. Lokasi berjarak sekitar
41,8 km dari pusat kota Pinrang, dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan
roda dua atau roda empat dengan waktu sekitar 1 jam.
20
Perusahaan ini berdiri pada November tahun 2019, gedung penangkaran di
bangun setinggi dua lantai Yang melatar belakangi berdirinya perusahaan ini
adalah berawal dari ketertarikan pemilik yang melihat
Penduduk di sekitanya yang suda berhasi membangun penangkaran walet,dan
hasilnya pun sangat menjanjikan untuk masa depan, sehingga pemilik
berkeinginan membangun juga penangkaran walet. lokasi yang di tempati pun
sangat strategis untuk membangun penangkaran walet, karena dekat dari laut dan
gunung untuk pakan walet. Adapun jenis walet yang di budidayakan CV. Amri
adalah walet sarang puti.
21
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik Tempat Penangkaran Burung Walet
Tempat penangkaran burung walet di Desa Binanga Karaeng Kecamatan
Lembang letaknya berjauhan karena masih kurang yang membuat tempat
penangkaran burung walet. Pada tempat peangkaran CV Nur.Mullu Keadaan
kondisi suhu dan kelembapan tempat penangkaran burung walet dapat dilihat pada
tabel 1 berikut:
Tabel 1: Kondisi Suhu dan Kelembaban Penangkaran Burung Walet
No Hari Suhu (°C) Dalam ruangan
Kelembapan (%) Dalam
ruangan
Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam
1
CV
M.Nur
mullu
1 27,0 29,4 28,3 80,0 89,0 87,0
2 28,4 29,6 28,1 85,0 88,0 89,0
3 27,9 28,7 28,9 82,0 99,0 90,0
4 27,2 28,3 28,1 82,0 87,0 82,0
Rata-rata 27,6 29,0 28,4 82,3 90,8 87,0
2
CV
Ullah
Said
1 28,2 29,2 29,7 81,0 86,0 87,0
2 27,5 28,6 27,1 88,0 97,0 81,0
3 28,4 29,6 27,9 88,0 83,0 89,0
4 28,8 29,7 28,6 87,0 81,0 88,0
Rata-rata 28,2 29,3 28,3 86,0 86,8 86,3
3
CV
Amri
1 29,3 30,1 29,7 99,0 83,0 86,0
2 29,0 30,0 28,0 99,0 84,0 89,0
3 28,7 29,9 28,1 87,0 93,0 85,0
4 29,2 30,1 28,1 81,0 83,0 82,0
Rata-rata 29,0 30,0 28,5 91,5 85,8 85,5
Sumber : Data Primer Yang diolah, 2019
Tabel 1 menunjukkan tentang kondisi suhu rata-rata dan kelembaban
dalam ruangan. Penangkaran burung walet CV Muhammad Nur Mullu yaitu, pada
pagi hari suhu dalam ruangan dengan rata-rata 27,6°C, karena pada saat
22
pengambilan di waktu subuh sehingga mendapatkan suhu rendah, dan kelembaban
dalam ruangan 82,3%. Kemudian siang hari suhu dalam ruangan 29°C dengan
kelembaban 90,8%. Malam hari suhu rata-rata dalam ruangan 28,4°C dan
kelembaban dalam ruangan 87%. Pada tempat penangkaran yang ke 2 yaitu, CV
Ulla Said waktu pagi hari memiliki suhu dalam ruangan dengan rata-rata 28,23°C
dan kelembaban 86%, dan siang hari suhu rata-rata dalam ruangan 29°C,
kelembaban rata-rata dalam ruangan 86,78%. Sedangkan pada malam hari suhu
rata-rata dalam ruangan 28,31°C kemudian kelembaban dalam ruangan rata-rata
86,25%. Kemudian pada tempat penangkaran ke 3 yaitu, CV Amri memiliki suhu
rata-rata dalam ruangan 29,05° dan kelembaban dalam ruangan dengan rata-rata
91,5%, pada siang hari suhu dalam ruangan 30,03°C dan kelembaban dalam
ruangan 85,75%, sedangkan pada malam hari suhu dalam ruangan memiliki rata-
rata 30,03°C dan rata-rata kelembaban dalam ruangan 85,5%. Suhu di dalam
ketiga pemilik tempat penangkaran walet tersebut memiiliki suhu yang tidak ideal
karena pada saat pengambilan suhu musim kemarau, idealnya suhu yang sesuai
untuk penangkaran burung walet adalah sekitar 27°C sampai 29°C dan suhu
tersebut sebaiknya stabil sampai 24 jam. Kelembaban yang ideal untuk kehidupan
walet berkisar 80% sampai 95%. Inti dari rumah walet yang ideal adalah adanya
keseimbangan antara suhu dan kelembaban. Namun pada suhu yang rendah
kelembaban belum tentu terlalu tinggi, oleh karena itu kita harus dapat
menyeimbangkan antara keduanya dengan baik (Nazaruddin, 2002).
23
Burung walet dapat berkembang biak dengan baik dan mampu beradaptasi
dengan suasana kota karena burung walet memiliki indra pendengaran yang
kurang baik dan toleransi yang tinggi terhadap aktivitas manusia (Mardiastuti et
al. 1998). Ukuran penangkaran walet dapat dilihat pada tabel 2 berikut
Tabel 2. Ukuran dan Bagian-bagian Penangkaran Burung Walet
No Nama
Luas
penangkaran
(meter)
Jumlah
lantai
Dinding
penangkaran
Jumlah
lubang
masuk
(Buah)
Ukuran
lubang
masuk
(cm²)
Sirip
(m)
Jumlah
kolam
Jumlah
lubang
udara
1 CV
Ulla 15 x 4,30x 3 3
Batu bata
merah 1 50x30 4 2 68
2 CV
Karim
15 x 4,20 x
2,50 2
Batu bata
merah 2 50x30 4 2 50
3 CV
Amri 8 x 6 x 3 2
Batu bata
batako 2 50x40 4 1 10
30x20
Sumber data setelah diolah, 2019
Tabel 2 menunjukkan berapa luas penangkaran burung walet. Ukuran
rumah burung walet dari yang terbesar sampai terkecil secara berurutan adalah
penangkaran burung walet CV Ullah (Panjang 15 x Lebar 4,30 x Tinggi 3)m²
dengan jumlah 3 lantai, memiliki dinding yang terbuat dari batu bata merah,
jumlah lubang masuk walet hanya 1 dan memiliki ukuran 50 x 30cm, sirip
memiliki panjang 4 meter berfungsi sebagai tempat walet membuat sarang.
Bahan yang digunakan untuk sirip adalah kayu jati (Tectona grandis) karena kayu
tersebut dinilai lebih tahan lama dan memiliki kualitas baik (tidak cepat ditumbuhi
jamur), jumlah kolam yang digunakan hanya 2 kolam air, dan memiliki 68 lubang
udara, dengan jumlah lantai sebanyak 3 lantai, dan setiap lantai memiliki 27
lubang udara, Adapun dari penangkaran walet CV Nur Mullu dengan luas
(Panjang 15 x Lebar 4,20 x Tinggi 2,5)m², dengan jumlah lantai ada 2, dinding
penangkaran walet tersebut sama halnya dengan CV Ulla menggunakan batu bata
24
merah, jumlah lubang masuk walet tersebut ada 1 dengan ukuran 50 x 30cm,
memiliki panjang sirip 4m, 2 kolam dan 50 lubang udara, dan setiap lantai
memiliki 25 lubang udara.
Untuk penangkaran walet CV Amri memiliki luas ( Panjang 8 x Lebar 6 x
Tinggi 3)m². Dengan jumlah lantai ada 2, dinding menggunakan batu bata batako,
lubang masuk untuk burung walet ada 2 dengan ukuran yang berbeda yang
pertama dengan ukuran 50 x 40cm terletak di bagian atas depan dan yang kedua
dengan ukuran 30 x 20cm di bagian atas samping. Panjang sirip 4m, jumlah
kolam ada 2, dan memiliki lubang udara sebanyak 10 yang terletak bagian depan
penangkaran walet.
Tidak ada aturan khusus mengenai luas gedung walet, melainkan ukuran
gedung walet disesuaikan dengan modal pelaku usaha. Lain hal nya dengan jarak
antara lantai dengan sirip atau tinggi ruangan sebaiknya tinggi ruangan lebih dari
2 meter, karena semakin tinggi ruangan akan semakin banyak menampung udara
yang akan menciptakan suhu udara yang lebih sejuk. Tinggi ruangan mampu
menampung udara yang cukup. kolam air tidak hanya terdapat pada pertengahan
melainkan juga pada sisi kiri dan kanan lantai 1, serta terdapat di luar gedung
(Taufiqurohman, 2002).
volume air di sekitar gedung dapat membantu menurunkan suhu dan
melembabkan udara di dalam gedung. Atap yang digunakan di gedung yang
diamati yaitu atap genting. Hal ini dimaksudkan agar dapat menjaga kestabilan
suhu di dalam gedung, sesuai dengan pernyataan bahwa atap gedung burung
Walet sebaiknya menggunakan atap genting, karena atap asbes, seng dan atap
25
beton tidak dapat menjaga kestabilan suhu di dalam gedung. Sirip yang dipasang
pada plafon gedung berbentuk persegi dengan bahan kayu Meranti. Sirip pada
gedung Walet sebaiknya berbahan kayu yang tidak mudah terkena jamur, tidak
beraroma menyengat, tidak mudah lapuk seperti kayu jati, dan harganya
terjangkau seperti kayu meranti (Nazaruddin dkk, 2008). Menurut pendapat ahli
tempat, ketiga CV tidak ada yang memenuhi keriteria tempat penangkaran walet.
Karena CV Ulla, CV Nul Mullu dan CV Amri mennggunakan kayu jati, seng, dan
kolam hanya setiap lantai saja.
5.1.1. Jumlah Lantai Pada Penangkaran Burung Walet
Lantai pada rumah burung walet tersebut, terbuat dari dak beton. Lantai
yang terbuat dari dak beton sangat awet, tidak menimbulkan getar pada papan
sirip, tetapi membutuhkan biaya yang tinggi dalam pembuatannya. Lantai satu
dengan lantai yang lainnya pada rumah burung walet dan di dihubungkan oleh
tangga dengan bahan yang berbeda. Menggunakan tangga portable yang terbuat
dari bambu dan kayu yang hanya di gunakan pada saat pengelola memeriksa
keadaan ruangan. Sedangkan yang memiliki 3 tingkat dapat menggunakan tangga
permanen yang terbuat dari beton dari lantai satu kelantai dua, kemudian kelantai
tiga menggunakan tangga yang terbuat dari bambu. Jumlah lantai pada
penangkaran burung walet dapat di lihat pada Gambar 2.
26
Gambar 2. Penangkaran burung walet
5.1.2. Dinding Rumah Burung Walet
CV Ulla said menggunakan batu bata merah sebagai bahan pembuat
dinding dengan jumlah 3 lantai, dikarenakan batu bata merah memiliki pori-pori
sehingga mampu meredam panas, menstabilkan suhu dan kelembaban ruangan.
CV Nur mullu juga menggunakan batu bata merah dengan jumlah 2 lantai. .
Sedangkan menggunakan batu bata batako memiliki ukuran yang relatif besar,
menjadikan pemasangannya lebih mudah dan cepat selesai. Bobotnya juga lebih
ringan, batu bata batako memiliki sifat kedap air, rentan terhadap keretakan dan
benturan.
5.1.3. Pintu Masuk
Setiap rumah burung walet yang diamati memiliki pintu masuk untuk
pemiliknya. Pintu masuk pada penangkaran walet dapat dilihat pada Gambar 3.
27
Gambar 3. Pintu Masuk
Gambar 3 Pintu masuk pada penangkaran burung walet CV Muh Nur
Mullu terdapat di dalam rumah, Sehingga ukuran tempat masuk berukuran kecil
tinggi 40 cm dan lebar 60 cm, dan bagian bawa terdapat kamar tempat tidur.
Sedangkan pada tempat peangkaran CV Ulla said memiliki pintu masuk lebih
besar tinggi 2 meter dan lebar 70 cm, dan terletak di bagian luar gedung
penangkaran, karena gedung terpisa dari tempat tinggal, sedangkan pada Nur
Mullu yang teletak bagian dalam rumah.
5.1.4. Sirip dan Tata Letaknya Pada Penangkaran Burung Walet
Setiap rumah burung walet yang diamati memiliki sirip pada setiap
penangkaran walet, dapat dilihat pada Gambar 4.
28
Gambar 4. Sirip Pada Penangkaran Burung Walet
Langit -langit di dalam rumah burung walet dibuat petak-petak dengan
dibatasi tembok untuk menempatkan papan-papan sirip. CV Ulla said
menggunakan jenis kayu jati atau Papan sirip dengan ukuran panjang 4
meter,lebar 19cm, pada CV M,Nur Mullu memiliki ukuran papan sirip 4 meter
pada penangkaran dengan lebar papan 18cm sedangakan pada penangkaran CV
Amri menggunakan jenis kayu jati dan ukuran panjang 4 meter dan lebar 20 cm.
Papan sirip tersebut berfungsi sebagai tempat peletakan sarang burung walet.
Bahan yang digunakan untuk sirip adalah kayu jati karena kayu tersebut dinilai
lebih tahan lama dan memiliki kualitas baik (tidak cepat ditumbuhi jamur), dan
kayu papan sirip di buat kasar agar sarang walet tidak mudat jatuh, dan
memudahkan juga wallet bertengker di papan tersebut.
29
5.1.5. Kolam Air pada Penangkaran Burung Walet
Kolam air pada tempat penangkaran di buat sebagai tempat bermain walet
dan membantu untuk menurungkan suhu dalam ruangan Kolam pada tempat
penangkaran burung dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Kolam Air
Kolam Air pada penangkaran burung walet CV Ulla Said memiliki 2
kolam air di dalamnya dan bermacam macam ukurannya, kolam air yang terletak
pada lantai 2 memiliki ukuran panjang 3 meter dan lebar 2 meter dengan
kedalaman 20 cm, dan lantai 3 ukuran kolam lebih kecil dari lanti dua dengan
ukuran panjang satu meter dan lebar dua meter, setiap lantai memiliki baskom
tempat air, setiap lantai 15 buah baskom yang berisikan air 10 liter, kemudian di
air tersebut di campur dengan kotoran walet, bertujuan membantu menueungkan
suhu panas dalam ruangan. Pada tempat penangkaran CV Nur Mullu memiliki
kolam air dengan ukuran panjang 4 meter dan lebar 4 meter terlertak pada lantai 2
dengan kedalaman 50 cm, dan ukuran kolam air pada lantai dua yaitu, panjang 1
meter dan lebar 1,5 meter. Sedangkan pada tempat penangkaran CV Amri hanya
memiliki 1 kolam air yang terletak pada lantai dasar rumah dengan ukuran
panjang 5 meter dan lebar 4 meter dan kedalaman 15 cm, akan tetapi lantai dua
30
dan tiga terdapat box ikan yang di isi dengan air, sebagai pengganti kolam air.
fugsi dari kolam hanya sebagi tempat walet bermain dan membantu menurungkan
suhu panas dalam ruiangan.
5.1.6. Lubang Udara
Sirkulasi udara di dalam rumah burung walet dapat dijaga melalui
pembuatan lubang-lubang udara. Pada tempat penangkaran walet lubang udara
dapat di lihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Lubang Udara
Lubang udara pada rumah burung walet kemudian di tutupi dengan rang
kawat. Pemasangan ram kawat ini bertujuan untuk menghindari masuknya
binatang-binatang pengganggu seperti, tikus, kecowa dan tokke. Adapun yang
menggunakan lubang udara pada penangkaran burung walet terbuat dari pipa L
yang menghadap ke arah bawah yang terletak pada dinding dalam untuk
mengurangi cahaya yang masuk. Penambahan pipa L pada lubang udara lebih
baik digunakan di dalam penangkaran burung walet karena dapat mencegah
masuknya cahaya matahari secara langsung.
31
5.1.7. Pemancing Walet
Usaha budidaya walet bukan merupakan jenis usaha pembudidayaan
seperti hewan ternak dalam usaha budidaya walet yang dilakukan adalah
memancing burung walet agar mau masuk dan bersarang ke dalam gedung yang
telah dibuat. Gedung walet harus dibangun sedemikian rupa sehingga menyerupai
gua asli yang merupakan habitat asli burung walet. Cara memancing walet agar
mau masuk kedalam gedung yaitu di lakukan dengan pemancingan walet di
lakukan dengan kaset suara yang menyerupai suara khas koloni walet. Suara ini
akan memikat walet untuk datang denga cara di bunyikan setiap hari yakni pada
06.00-12.00. pemancing walet dapat di liat pada Gambar 7.
Gambar 7. Pemancing Walet
5.1.8. Pengabut dan Wadah Air
Kelembaban yang stabil dalam rumah walet dapat di jaga dengan
memasangkan alat pengabut. Alat pengeabut berfungsi setiap hari, kurang lebih 1
jam dalam sehari. Selain itu di gunakan juga wadah air yang diletakkan meyebar
di setiap lantai wadah berupa ember pelastik yang berisi air. Pergantian air tidak
harus sering di lakukan, tetapi hanya di tambahkan saat airnya berkurang, dan jika
32
air dalam wadah sudah terlalu hitam karena kotoran walet maka wadah di
bersihkan. Pengabut dan wadah air dapat di lihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Pengabut dan Wadah Air
5.1.9. Lubang Masuk Walet
Lubang masuk walet adalah tempat keluar masuknya walet dalam setiap
penangkaran. Adapun lubang masuk walet pada tempat pengkaran, CV Ullah
memilik 1 lubang masuk walet dengan ukuran 50 cm x 30cm, sedangkan pada
tempat penangkaran CV Nur Mullu dan CV Amri masing-masing memiliki 2
lubang dengan ukuran berbeda-beda. Lubang masuk tempat penangkaran walet
dapat di lihat pada gambar 9 berikut:
33
Gambar 9 Lubang Masuk Walet
5.2. Teknik Pemanenan Sarang Burung Walet
Pada teknik pemanenan sarang burung walet yang di lakukan pada CV
Ulla said, CV Nur Mullu dan CV Amri, dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel. 3 Teknik Pemanenan
Nomor Nama Teknik Pemanenan
1 CV Ulla Said Tetasan
2 CV M Nur Mullu Tetasan
3 CV Amri Tetasan
Sumber data setelah diolah, 2019
Proses pemanenan sarang burung walet CV Ulla, CV Nur Mullu, dan CV
Amri menggunakan teknik pemanenan yang sama, yaitu teknik tetasan, alasan
mereka menggunakan terknik tersebut bertujuan untuk meningkatkan populasi
burung walet yang ada di dalam penangkaran. Tetasan atau penetasan adalah tidak
memanen sarang yang terdapat telur dalamnya, telur yang terdapat di dalam
sarang tersebut dibiarkan hingga menetas sampai anakan dapat terbang. Alat yang
34
di gunakan untuk memanen pada CV Ulla Said, CV M Nur Mullu, dan CV Amri
dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Alat Pemanenan Sarang Burung Walet
Pada CV Nur Mullu telah melakukan 5 kali pemanenan sarang burung
walet pemanenan pertama dengan jumlah 15 sarang, pemanenan kedua 30 sarang
dan pemanenan ketiga yaitu 45 sarang, pemanenan ke 4 59 sarang, dan
pemanenan ke 5 80 sarang. Alat-alat yang di gunakan pada proses pemanenan
yaitu, senter, pisau dan kape. Kemudian pada proses pemanenan alat yang di
gunakan adalah kape, karena alat ini sangat tipis dan ujungnya tajam sehingga
memudahkan untuk melepaskan sarang walet dari papan sirip, dan alat yang
kedua yang di gunakan adalah senter kepala, alat ini di gunakan agar
memudahkan pada proses pemanenan karena di dalam tempat
penangkaran walet gelap.
5.2.1. Proses Pemanenan Sarang Walet
Pemanenan yang di laukan pada pukul 9 pagi karena pada saat itu walet
akan keluar mencari makan, pada saat itulah kesempatan untuk memanen sarang
walet, dan akan kembali ke tempat penangkaran jam 4 sore proses pemanenan
dapat dilihat pada gambar 11 berikut.
35
Gambar 11. Proses Pemanenan Sarang Burung Walet
dengan cara mencungkil di setiap ujung sarang walet kemudian langka
selanjutnya mencungkil bagian tenga agar sarang walet terlepas dari siripnya, cara
ini di lakukan agar sarang walet tidak pecah. Setelah panen, bekas sarang walet di
semprotkan parfum Cyperkiller 25 wp agar walet mau bersarang kembali.CV Nur
Mullu telah melakukan pemanenan sebanyak 5 kali karena uisa penangkaran 3
tahun, tempat CV Ulla Said telah melakukan pemanenan 1 kali karena uisa
poenangkaran berumur 2 tahun, sedangkan pada tempat peangkaran CV Amri
belum pernah melakukan pemanenan di karnakan usia penangkaran walet kurang
lebih 1 tahun.
36
VI. PENUTUP
6.1. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat di simpulkan:
1. Karakteriatik tempat penangkaran walat di Desa Binanga Karaeng
Kecamatan Lembang Kabupaten Pinrang memiliki ukuran penangkaran
yang beragam. Luas penangkaran pada, CV Ullah Said yaitu 64,05m²
dengan Panjang 15 meter dan Lebar 4,30, (PxL) dan Tinggi 3 meter, CV M
Nur Mullu 63m² dengan panjang 15 meter dan Lebar 4,20 meter (PxL)
dengan Tinggi 2,50 meter, 48m² dan untuk penangkaran walet CV Amri
memiliki luas Panjang 8 meter dan Lebar 6 meter (PxL) dengan Tinggi
3meter . suhu terendah 27,0°C dan suhu tertinggi 30,1°C, dan kelembaban
terenda 81% dan kelembaban tertinggi adalah 99%.
2. Teknik pemanenan walet di Desa Binanga Karaeng Kecamatan Lembang
Kabupaten Pinrang, di lakukan dengan teknik tetasan di mana pemanenan
sarang di lakukan ketika burung anakan walet bisa terbang.
6.2. SARAN
Mengingat masi kurangrnya populasi walet pada Desa Binanga karaeng di
karnakan masi kurangnya tempat penankaran walet sehingga populasi walet masi
krang, yang megankibatkan sarang walet butuh waktu yang lama baru bisa panen.
Dan suhu dalam penangkaran masi tinggi.
37
DAFTAR PUSTAKA
Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan, Kanius Yogyakarta.
Adiwibawa, E. 2002. Pengelolaan Rumah Walet, Jakarta: Kanisius.
Hakim, A. 2011. Karakterisik Lingkungan Rumah dan Produksi Sarang Burung
Walet (Collocalia fuciphaga), Jawa Barat.
Mardiastuti, A., Y. A. Mulyani, J. Sugarjito, L. N. Ginonga, I. Maryanto, A.
Nugraha dan Ismail.1998. Teknik pengusahaan Burung Walet rumah,
pemanenan sarang, dan penanganan pasca panen. Laporan Riset
Unggulan Terpadu IV.
Marzuki, A.,Kuntjoro, S.,Hanim,M.,Widyastuti, Y. 2008. Meningkatkan Produksi
Sarang Walet Berazaz Kelestarian. Jakarta: Penebar Swadaya.
Mulia, H.2010. Cara Jitu Memikat Walet. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Nazzarudin dan A. Widodo. 2008. Sukses Merumahkan Walet. Jakarta. Penebar
Swadaya
Peraturan Menteri Kehutanan No. 35/Menhut-II/2007. Tentang Hasil Hutan
Bukan Kayu. Jakarta.
Peraturan Menteri Kehutanan No.21/Menhut-II, 2009), Kriteria dan Indikator
Penetapan Jenis Hasil Hutan Bukan Kayu. Jakarta.
Salekat, 2009. Keunggulan Kandungan Sarang Burung Walet dan Berkhasiat
Sebagai Obat.
Soehartono, T, Mardiastuti A. 2003. Pelaksanaan Konvensi CITES di Indonesia.
Jakarta : Japan International Cooperation Agency (JICA).
Taufiqurohman. 2002. Meningkatkan Populasi Burung Walet atau Seriti di
Rumah Burung Walet yang Belum Berproduksi di Desa Pasarean
Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Jurusan Ilmu Produksi Ternak.
Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
38
Lampiran
Dokumentasi Tempat Penangkaran Burung Walet
39
40
41
42
43
44
45
Surat Izin Penelitian
46
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sinjai tanggal 01 Juli 1997 dari Ayah
Amang dan Ibu Manika. Penulis merupakan anak pertama
dari dua bersaudara.
Pendidikan formal yang dilalui adalah SDN 77 Balangtieng lulus pada tahun
2009, SMPN 1 Sinjai Borong lulus pada tahun 2012, MA Darul Hikmah Tosiba
dan lulus pada tahun 2015 dan pada tahun yang sama lulus seleksi perguruan
tinggi di Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Makassar. Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah,
menjabat menjadi pengurus di Himpunan Mahasiswa Kehutanan (HMK), pernah
magang di Soppeng KPH Walanae dan Kuliah Kerja Profesi di Desa Mattabulu
Kabupaten Soppeng, penulis juga aktif di organda Himpunan Pemuda Pelajar
Mahasiswa Sinjai (HIPPMAS)
Tugas akhir perkuliahan diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul
“Karakteristik Tempat Penangkaran dan Teknik Pemanenan Sarang Burung Walet
Putih (Collocaliae Fuciphaga) di Desa Binanga Karaeng Kecamatan Lembang
Kabupaten Pinrang”.
smpul .pdf (p.1-14)bab 1 dana Final.pdf (p.15-60)