Post on 26-Jul-2018
Kata PengantarSebagaimana diketahui dengan diberlakukannya UU No. 23 Tahun 1999 tentang
tujuan Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 2004, tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Lebih lanjut, tugas-tugas pokoknya adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi bank.
Sejalan dengan Undang-Undang tersebut, Kantor Bank Indonesia (KBI) di daerah dalam era otonomi mempunyai peranan yang strategis, selain sebagai economic intelligencedan research unit di wilayah kerjanya. Dalam kaitan dengan peran tersebut, KBI bertugas untuk melakukan pengumpulan data dan informasi (antara lain melalui survei), dan melakukan pengkajian serta penelitian mengenai perkembangan ekonomi daerah secara terkini dan berkala.
Sejak tahun 2002 KBI Makassar telah melakukan Kajian terhadap Perkembangan Ekonomi Daerah secara triwulanan atau disingkat menjadi KER dengan cakupan daerah Sulawesi Selatan. Sejak ditetapkannya secara resmi pemisahan antara Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, maka sejak tahun 2007 ini materi kajian untuk masing-masing provinsi (Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat) akan dipisahkan dan disampaikan dalam buku laporan yang terpisah. Adapun cakupan kajian (KER) tersebut adalah pada aspek makroekonomi, inflasi, moneter-perbankan-sistem pembayaran, keuangan daerah dan prospek ekonomi. Dalam perkembangannya, cakupan ini akan kami kembangkan terus sejalan dengan ketersediaan data ekonomi daerah yang kami peroleh.
Selanjutnya, informasi dan hasil kajian/riset tersebut akan disampaikan ke Kantor Pusat Bank Indonesia, sebagai masukan dalam formulasi kebijakan moneter. Disamping itu, hasil kajian tersebut diharapkan dapat bermanfaat bagi stakeholder Bank Indonesia di daerah antara lain: Pemerintah Daerah, DPRD, akademisi, pihak swasta dan kalangan masyarakat Iainnya.
Saran dan masukan dan semua pihak, sangat kami harapkan guna peningkatan kualitas laporan ini di masa mendatang. Perlu kami sampaikan pula penghargaan dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu secara aktif dalam penyusunan laporan ini, dengan memberikan data dan informasi secara kontinyu, tepat waktu dan reliable. Selanjutnya, kami nantikan kerjasama tersebut dapat terus berlangsung di masa mendatang guna mendukung kesinambungan penyusunan laporan ini.
Makassar, Mei 2011BANK INDONESIA MAKASSAR
ttd.
Lambok A. SiahaanPemimpin
Daftar Isi
KATA PENGANTAR ~ iii
DAFTAR ISI ~ v
DAFTAR GRAFIK ~ vii
DAFTAR TABEL ~ ix
RINGKASAN EKSEKUTIF ~ 1
INDIKATOR EKONOMI KER Trw. I-2011 ~5
BAB 1 PERKEMBANGAN KONDISI MAKRO EKONOMI ~ 7
1.1. Permintaan Daerah ~ 7
1.1.1. Konsumsi ~ 8
1.1.2. Investasi ~ 10
1.1.3. Perdagangan Eksternal (Ekspor – Impor) ~ 11
1.2. Penawaran Daerah (Sektoral) ~ 14
1.2.1. Sektor Angkutan Komunikasi ~ 15
1.2.2. Sektor Pertanian ~ 16
1.2.3. Sektor Perdagangan-Hotel-Restauran ~ 18
1.2.4. Sektor Bangunan ~ 19
1.2.5. Sektor Jasa-jasa ~ 19
1.2.6. Sektor Keuangan-Persewaan-Jasa Perusahaan ~ 20
1.2.7. Sektor Listrik-Gas-Air ~ 21
1.2.8. Sektor Industri Pengolahan ~ 22
1.2.9. Sektor Pertambangan-Penggalian ~ 23
BOKS I KONDISI TERKINI PRODUKSI PANGAN DAN DISTRIBUSI PASOKAN
PANGAN STRATEGIS ~ 25
BOKS II PENGARUH TSUNAMI DI JEPANG TERHADAP PEREKONOMIAN
SULAMPUA ~ 29
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI ~ 31
2.1. Perkembangan Inflasi ~ 31
2.1.1 Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa ~ 31
2.1.2 Inflasi Berdasarkan Kota ~ 41
2.2 Disagregasi Inflasi ~ 43
2.3 Pemantauan Inflasi oleh KBI~ 45
BOKS III “DEKLARASI KENDARI”, KESEPAKATAN TPID SE-SULAMPUA
DALAM PENGENDALIAN INFLASI ~ 47
BOKS IV KENAIKAN HARGA KOMODITAS GLOBAL DAN DAMPAKNYA
PADA DAYA BELI MASYARAKAT DI DAERAH BASIS EKSPOR
PERTANIAN ~ 49
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN ~ 53
3.1. Kondisi Umum ~ 53
3.1.1. Perkembangan Kelembagaan ~ 53
3.1.2. Perkembangan Aset Perbankan ~ 54
3.2. Intermediasi Perbankan ~ 54
3.2.1. Perkembangan Dana Masyarakat ~ 54
3.2.2. Penyaluran Kredit ~ 55
3.2.3. Kredit UMKM ~ 59
3.3. Perbankan Syariah ~ 60
3.4. Perbankan BPR ~ 61
BAB 4 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN ~ 63
4.1. Aliran Uang Kartal Masuk (Inflow) dan Keluar (Outflow) ~ 63
4.2. Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) ~ 64
4.3. Perkembangan Uang Palsu yang Ditemukan ~ 65
4.4. Perkembangan Kliring dan RTGS ~ 65
4.4.1. Perkembangan RTGS ~ 65
4.4.2. Perkembangan Kliring ~ 67
BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN ~ 69
5.1. Ketenagakerjaan ~ 69
5.2. Kesejahteraan ~ 70
5.2.1. Nilai Tukar Petani ~ 70
5.2.2. Jumlah Penduduk Miskin ~ 72
5.3. Survei ~ 73
BAB 6 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH ~ 75
6.1. Pendapatan Daerah ~ 75
6.2. Belanja Daerah dan Transfer ~ 75
BAB 7 OUTLOOK KONDISI EKONOMI DAN INFLASI ~ 77
7.1. Outlook Kondisi Makroregional ~ 78
7.2. Outlook Inflasi ~ 80
7.3. Prospek Perbankan ~ 82
LAMPIRAN ~ 83
Daftar Grafik
Grafik 1.1. Laju Pertumbuhan PDRB ~ 7Grafik 1.2. Prompt Indikator Kinerja Konsumsi ~ 9Grafik 1.3. Prompt Indikator Kinerja Investasi ~ 10Grafik 1.4. Prompt Indikator Kinerja Ekspor ~ 12Grafik 1.5. Prompt Indikator Kinerja Impor ~ 13Grafik 1.6. Prompt Indikator Kinerja Sektor Angkutan ~ 15Grafik 1.7. Prompt Indikator Kinerja Sektor Pertanian ~ 17Grafik 1.8. Prompt Indikator Kinerja Sektor Perdagangan-Hotel-Restauran ~ 18Grafik 1.9. Prompt Indikator Kinerja Sektor Bangunan ~ 19Grafik 1.10. Prompt Indikator Kinerja Sektor Keuangan-Persewaan-Jasa Perusahaan ~ 21Grafik 1.11. Prompt Indikator Kinerja Sektor Listrik-Gas-Air Bersih ~ 22Grafik 1.12. Prompt Indikator Kinerja Sektor Industri Pengolahan ~ 22Grafik 1.13. Prompt Indikator Kinerja Sektor Pertambangan-Penggalian ~ 23
Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan~ 31Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Kelompok Bahan Makanan ~ 32Grafik 2.3. Perkembangan Harga Beberapa Komoditi dalam Kel. Bahan Makanan Hasil
SPH di Makassar ~ 33Grafik 2.4. Harga CPO Internasional ~ 29Grafik 2.5. Perkembangan Inflasi Kelompok Sandang~ 34Grafik 2.6. Perkembangan Harga Internasioanal: Komoditas Emas~ 34Grafik 2.7. Perkembangan Indeks Penjualan Eceran Kel. Pakaian dan Perlengkapan~ 34Grafik 2.8. Perkembangan Inflasi Kel. Makanan Jadi-Minuman-Rokok-Tembakau ~ 35Grafik 2.9. Perkembangan Harga Beberapa Komoditi dalam Kelompok Makanan Jadi-
Rokok SPH di Makassar~ 36Grafik 2.10. Harga Gula Internasional~ 36Grafik 2.11. Perkembangan Indeks Penjualan Eceran Kel. Makanan dan Tembakau~ 36Grafik 2.12. Perkembangan Inflasi Kelompok Perumahan-Air-Listrik-Bhn Bakar~ 37Grafik 2.13. Perkembangan Indeks Penjualan Eceran Kel. Bahan Konstruksi ~ 37Grafik 2.14. Perkembangan Inflasi Kelompok Kesehatan ~ 38Grafik 2.15. Perkembangan Inflasi Kelompok Transportasi ~ 39Grafik 2.16. Perkembangan Rata-rata Harga Minyak Dunia ~40Grafik 2.17. Perkembangan Indeks Penjualan Eceran Kel. Kendaraan & Suku Cadang ~40Grafik 2.18. Perkembangan Inflasi Kelompok Pendidikan ~41Grafik 2.19. Perkembangan Indeks Penjualan Eceran Kel. Peralatan Tulis ~41Grafik 2.20. Perkembangan Inflasi 4 (Empat) Kota di Sulawesi Selatan ~ 42Grafik 2.21. Sumbangan Inflasi Inti, Administered, dan Volatile ~ 44Grafik 2.22. Pertumbuhan Inflasi Inti, Administered, dan Volatile ~ 44
Grafik 3.1. Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen ~ 56Grafik 3.2. Pangsa Kredit/Pembiayaan Bank Umum Per Jenis Penggunaan ~ 56Grafik 3.3. Pangsa Kredit/Pembiayaan Bank Umum Per Sektor Ekonomi ~ 56Grafik 3.4. NPLs Per Sektor Ekonomi ~ 59Grafik 3.5. Pangsa Kredit/Pembiayaan MKM Bank Umum Per Sektor Ekonomi ~ 59Grafik 3.6. Perkembangan Aset BPR/S ~ 61Grafik 3.7. Perkembangan DPK, Kredit & LDR BPR/S ~ 61
Grafik 4.1. Aliran Uang Kartal Masuk (Inflow) ~ 63Grafik 4.2. Aliran Uang Kartal Keluar (Outflow) ~ 63Grafik 4.3. Pemberian Tanda Tidak Berharga dan Inflow ~ 64Grafik 4.4. Proporsi Jumlah Lembar Uang Palsu Berdasarkan Pecahan Trw.IV-2010 ~ 64Grafik 4.5. Transaksi RTGS – Total Transaksi ~ 66Grafik 4.6. Transaksi RTGS – Incoming ~ 66Grafik 4.7. Transaksi RTGS – Outgoing ~ 66
Grafik 5.1. Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama ~ 70Grafik 5.2. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani ~ 72Grafik 5.3. Perkembangan Rata-rata Indeks Yang Diterima Petani ~ 72Grafik 5.4. Perkembangan Rata-rata Indeks Yang Dibayar Petani ~ 72Grafik 5.5. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan ~ 72Grafik 5.6. Persentase Jumlah Penduduk Miskin se-Sulampua per Maret 2010 ~ 73Grafik 5.7. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini ~ 74Grafik 5.8. Indeks Penghasilan Saat ini Dibandingkan 6 Yang Lalu ~ 74
Grafik 7.1. Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen ~ 78Grafik 7.2. Indeks Ekspektasi Terhadap Harga-harga dalam 3 bulan y.a.d ~ 78Grafik 7.3. Perkembangan Indeks Kondisi Ekonomi 6 bulan y.a.d ~ 78Grafik 7.4. Perkembangan Indeks Ekspektasi Penghasilan Konsumen 6 bulan y.a.d ~ 78Grafik 7.5. Perkembangan Indeks Ketersediaan Lapangan Pekerjaan 6 bulan y.a.d ~ 79Grafik 7.6. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD ~ 79Grafik 7.7. Indeks Ekspektasi Terhadap Harga-harga dalam 3 bulan y.a.d ~ 81Grafik 7.8. Perkembangan Laju Inflasi Tahunan Sulsel dan Proyeksinya ~ 81
Daftar Tabel
Tabel 1.1. Perkembangan PDRB Riil : Permintaan Daerah (yoy) ~ 8Tabel 1.2. Perkembangan PDRB Riil : Penawaran Daerah (yoy) ~ 14
Tabel 2.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa (%, yoy) ~ 32Tabel 2.2. Inflasi Per-Sub Kelompok Bahan Makanan ~ 32Tabel 2.3. Inflasi Per-Sub Kelompok Sandang~ 34Tabel 2.4. Inflasi Per-Sub Kelompok Makanan Jadi-Minuman-Rokok-Tembakau ~ 35Tabel 2.5. Inflasi Per-Sub Kelompok Perumahan-Air-Listrik-Bahan Bakar ~ 37Tabel 2.6. Inflasi Per-Sub Kelompok Kesehatan ~ 38Tabel 2.7. Inflasi Per-Sub Kelompok Transportasi-Komunikasi-Jasa Keuangan ~ 39Tabel 2.8. Inflasi Per-Sub Kelompok Pendidikan-Rekreasi-Olahraga~ 41Tabel 2.9. Sumbangan Inflasi 4 (Empat) Kota di Sulawesi Selatan ~ 43
Tabel 3.1. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum Sulawesi Selatan ~ 53Tabel 3.2. Aset Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank ~ 54Tabel 3.3. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum ~ 55Tabel 3.4. Penyaluran Kredit /Pembiayaan Bank Umum Per Jenis Penggunaan~ 55Tabel 3.5. Pertumbuhan Tahunan Kredit/Pembiayaan Per Sektor Ekonomi ~ 58Tabel 3.6. Perkembangan NPLs Net dan Gross Bank Umum ~ 58Tabel 3.7. Pertumbuhan Kredit/Pembiayaan Mikro, Kecil dan Menengah (MKM) Bank
Umum (y.o.y) ~ 60Tabel 3.8. Perkembangan Bank Umum Syariah ~ 60
Tabel 4.1. Perkembangan Temuan Uang Palsu di Wilker KBI Makassar Trw. IV-2010 ~ 65
Tabel 4.2. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong ~ 67
Tabel 5.1. Penduduk Usia 15+ Menurut Kegiatan Utama ~ 69
Tabel 6.1. Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Sampai Dengan Semester II-2010~ 76
Ringkasan Eksekutif
Asesmen EkonomiPertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan (Sulsel) pada triwulan I-2011
cenderung melambat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun
triwulan I-2010 (sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan). Pertumbuhan ekonomi
pada triwulan I-2011 tercatat sebesar 7,04% (yoy), sementara pada triwulan IV-2010 sebesar
8,93%, dan pada triwulan I-2010 sebesar 7,35%. Perekonomian Sulsel tumbuh di atas
pertumbuhan nasional dengan pola pertumbuhan yang relatif searah. Pada triwulan I-2011,
perekonomian nasional mencatat angka pertumbuhan sebesar 6,5% (yoy).
Dari sisi permintaan, laju pertumbuhan dimaksud terutama didukung oleh
pertumbuhan investasi dan konsumsi. Sementara dari sisi penawaran (sektoral), sektor
utama yang menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi adalah pertanian, perdagangan-
hotel-restauran, angkutan-komunikaasi dan jasa-jasa.
Asesmen InflasiLaju inflasi tahunan Sulsel pada triwulan I-2011, masih sejalan dengan proyeksi
inflasi di kisaran 6,52% ± 0.5% (yoy), menurun dibandingkan triwulan sebelumnya.
Inflasi pada triwulan I-2011 sebesar 6,32% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I-2010
sebesar 3,45% (yoy) namun menurun dibandingkan triwulan IV-2010 sebesar 6,56% (yoy).
Sementara itu, dibandingkan inflasi Nasional sebesar 6,65% (yoy)1. Inflasi tahunan Sulsel
masih tercatat lebih rendah, dibandingkan inflasi Nasional sebesar 6,65% (yoy)2.
Secara tahunan, terdapat 3 (tiga) kelompok komoditas yang memiliki laju inflasi
terbesar yaitu kelompok bahan makanan, kelompok sandang dan kelompok makanan jadi-
minuman-rokok-tembakau. Tekanan inflasi pada kelompok bahan makanan dipicu oleh
kenaikan harga pada sub-kelompok bumbu-bumbuan, sub-kelompok ikan segar dan sub-
kelompok lemak-minyak. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, hampir semua kelompok
mengalami peningkatan, kecuali kelompok makanan jadi-minuman-rokok tembakau dan
kelompok pendidikan.
1 Sumber : BPS2 Sumber : BPS
Asesmen PerbankanKinerja perbankan Sulsel pada triwulan I-2011 secara umum mengalami
pertumbuhan yang lebih baik jika dibandingkan dengan triwulan IV-2010. Hal ini
tercermin dari peningkatan beberapa indikator perbankan seperti penghimpunan DPK (Dana
Pihak Ketiga) dan penyaluran kredit. Penyebab meningkatnya kinerja perbankan tersebut
terutama karena peningkatan pertumbuhan di sisi kredit dan DPK pada Bank Umum
konvensional, selain itu kinerja Bank Syariah yang juga menunjukan peningkatan
pertumbuhan pada penyaluran kredit. Sejalan dengan itu, kinerja intermediasi perbankan
yang dicerminkan oleh nilai LDR (Loan to Deposit Ratio) secara keseluruhan mengalami
peningkatan pertumbuhan, terutama karena pertumbuhan kredit melebihi pertumbuhan
DPK. Sedangkan NPLs (Non Performing Loans) Bank Umum pada triwulan laporan secara
gross adalah sebesar 3,2%, masih berada dibawah batas aman 5,00%. Meski di sisi lain,
perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) relatif menurun namun masih pada tingkat
yang moderat.
Asesmen Sistem PembayaranNilai transaksi tunai maupun non tunai pada triwulan I-2011 menunjukkan
peningkatan, sejalan dengan masih tingginya pertumbuhan ekonomi Sulsel dan juga sejalan
dengan meningkatnya penyaluran kredit dan LDR di Sulsel pada triwulan laporan. Pada
triwulan I-2011, perkembangan aliran uang kartal di Sulsel menunjukkan net inflow sebesar
Rp1,08 triliun yaitu aliran uang masuk ke dalam Bank Indonesia (inflow) melebihi aliran uang
keluar ke Bank Indonesia (outflow).
Pada triwulan I-2011, jumlah uang kartal dengan kondisi tidak layak edar yang
telah dibukukan sebagai PTTB tercatat sebesar Rp1,22 triliun, relatif meningkat jika
dibandingkan PTTB pada triwulan IV-2010 yaitu sebesar Rp0,99 triliun. Kemudian, jumlah
temuan uang palsu di KBI Makassar selama triwulan laporan tercatat sebanyak 439 lembar
dengan nilai nominal sebesar Rp27,75 juta, mengalami sedikit penurunan jika dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya.
Kemudian, secara total, nilai transaksi BI-RTGS Sulsel hingga akhir triwulan I-2011
melambat menjadi Rp29,8 triliun atau tumbuh sebesar 0,3% (yoy) dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar Rp42,2 triliun yang hanya tumbuh sebesar 15,3% (yoy). Transaksi BI-
RTGS dalam periode laporan masih didominasi oleh aliran dana yang masuk (incoming) ke
perbankan Sulsel. Selain itu, secara nominal perputaran kliring pada triwulan laporan tercatat
sebesar Rp8,2 triliun atau tumbuh sebesar 12,2% (yoy). Secara nominal jumlah kliring pada
triwulan I-2011, relatif sama jika dibandingkan dengan triwulan IV-2010.
Asesmen Ketenagakerjaan dan KesejahteraanDaya serap perkembangan pertumbuhan ekonomi Sulsel selama tahun 2010
terhadap angkatan kerja cukup baik, sebagaimana terlihat dari naiknya Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja (TPAK) pada Agustus 2010 (64,1%) jika dibandingkan dengan tahun
sebelumnya (62,5%). Sejalan dengan itu, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulsel
tercatat mengalami penurunan sebesar 0,5%, dari 8,9% pada Agustus 2009 menjadi
8,4% pada Agustus 2010. Selanjutnya di sisi lain pertumbuhan ekonomi Sulsel juga
memberikan kontribusi positif dalam meningkatkan tingkat kesejahteraan petani yang
tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP), yang menunjukkan peningkatan
pertumbuhan pada triwulan laporan. Rata-rata pertumbuhan NTP Sulsel pada triwulan I-
2011 tercatat tumbuh meningkat sebesar 3,13% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan NTP pada triwulan sebelumnya yang tumbuh 0,76% (yoy).
Asesmen Keuangan DaerahKinerja keuangan Pemerintah Propinsi Sulsel sampai dengan semester I-2011
berada pada posisi yang relatif baik jika dibandingkan dengan triwulan yang sama
tahun 2010, meskipun realisasi pertumbuhan pendapatan dan belanja pada
triwulan I-2011 lebih kecil daripada periode yang sama tahun sebelumnya. Pada sisi
penerimaan, realisasi jumlah pendapatan belum mencapai 25% pada triwulan I-2011, begitu
pula jika dilihat dari sisi belanja daerah yang realisasinya masih relatif kecil. Namun demikian,
kondisi tersebut relatif sejalan dengan pertumbuhan konsumsi pemerintah pada tahun 2011
yang masih relatif kecil.
Prospek Ekonomi Triwulan I-2011Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan di triwulan II-2011 diperkirakan akan
cenderung melambat jika dibandingkan dengan triwulan I-2011. Pada sisi permintaan,
perkiraan peningkatan pertumbuhan pada triwulan II-2011 cenderung dipengaruhi oleh
meningkatnya konsumsi rumah tangga, swasta dan pemerintah. Kemudian untuk investasi,
pada triwulan II-2011 diprediksi masih akan cukup cukup tinggi sejalan dengan proyek-
proyek lanjutan yang dikerjakan sejak awal tahun 2011 di Sulsel. Pada sisi ekspor-impor,
diperkirakan akan terjadi perbaikan kinerja net ekspor Sulsel. Pada sisi penawaran,
peningkatan pertumbuhan diprediksikan karena meningkatnya kinerja sektor perdagangan-
hotel-restauran (PHR), angkutan-komunikasi, industri pengolahan dan pertambangan-
penggalian. Peningkatan pertumbuhan pada sektor PHR diperkirakaan akan beriringan
dengan naiknya pertumbuhan pada sektor angkutan-komunikasi, yang akan dipicu oleh
kegiatan liburan anak sekolah dan juga semakin meningkatnya intensitas MICE
(Meeting, Incentive, Convention and Exhibition). Kemudian sektor industri pengolahan
diperkirakan akan didorong oleh industri semen sebagai dampak dari peningkatan investasi
untuk proyek-proyek pembangunan. Kinerja sektor pertambangan-penggalian diproyeksikan
akan meningkat sejalan dengan membaiknya kinerja ekpor Sulsel pada triwulan II-2011.
Pada triwulan mendatang, laju inflasi tahunan diperkirakan akan cenderung
akan meningkat pada level yang moderat jika dibandingkan dengan triwulan I-2011.
Tekanan inflasi pada triwulan II-2011 diperkirakan masih bersumber dari peningkatan inflasi
volatile food dan inflasi inti. Sementara laju inflasi administered diperkirakan masih relatif
terkendali karena belum ada kebijakan pemerintah yang berpotensi mendorong kenaikan
harga.
Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan II-2011 diduga akan tumbuh lebih baik
jika dibandingkan dengan triwulan I-2011. . Intermediasi perbankan diprediksi akan semakin
membaik tercermin dari pertumbuhan kredit, LDR yang meningkat dan terjaganya rasio
kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5%.
INDIKATOR EKONOMI DAN PERBANKAN TRIWULAN
PROPINSI SULAWESI SELATAN
a. INFLASI dan PDRB
1 2 3 4 1 2 3 4
MAKRO
- Sulawesi Selatan 116.09 115.04 117.88 118.94 120.11 120.79 125.64 126.75 - Sulawesi Utara 116.57 114.15 115.00 117.87 118.72 118.96 123.49 125.27 - Gorontalo 116.03 116.71 117.70 118.32 120.20 119.90 126.65 127.11 - Papua 115.25 114.84 116.62 117.53 119.07 120.30 121.94 122.80 - Irian Jaya Barat 130.53 131.16 132.25 133.45 134.75 137.15 143.69 143.34 - Maluku 113.20 110.45 112.46 117.87 121.22 121.54 127.25 128.22 - Sulawesi Tengah 116.45 116.03 119.92 120.96 120.19 122.19 128.22 128.70 - Sulawesi Tenggara 120.96 120.55 123.20 122.85 122.60 123.46 128.12 127.61 - Sulawesi Barat 118.83 118.90 120.62 121.37 122.39 123.13 125.07 127.59 - Maluku Utara 117.33 117.01 118.55 120.38 122.53 120.99 124.11 126.78
- Sulawesi Selatan 9.01 3.80 2.70 3.39 3.46 5.00 6.58 6.57 - Sulawesi Utara 8.85 2.25 (0.01) 2.31 1.84 4.21 7.38 6.28 - Gorontalo 10.54 7.22 3.97 4.35 3.59 2.73 7.60 7.43 - Papua 8.26 2.77 1.44 1.92 3.31 4.75 4.56 4.48 - Irian Jaya Barat 21.25 7.93 1.24 3.59 3.23 4.57 8.65 7.41 - Maluku 8.84 (0.21) (3.29) 6.48 7.08 10.04 13.15 8.78 - Sulawesi Tengah 11.07 5.83 4.16 5.73 3.21 5.31 6.92 6.40 - Sulawesi Tenggara 15.81 6.81 5.67 3.59 1.35 2.41 3.99 3.87 - Sulawesi Barat 9.64 5.24 0.85 1.78 3.00 3.56 3.69 5.12 - Maluku Utara 7.64 4.34 1.36 3.88 4.43 3.40 4.69 5.32
1. Pertanian 3,369.85 3,337.76 3,542.10 3,201.60 3,265.68 3,615.33 3,780.29 3,218.25 2. Pertambangan dan Penggalian 923.44 934.94 966.80 1,028.20 1,157.58 1,101.71 1,087.69 1,143.21 3. Industri Pengolahan 1,560.65 1,688.66 1,741.40 1,593.80 1,648.87 1,748.89 1,738.57 1,733.02 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 119.83 121.21 131.00 120.51 123.69 136.38 139.20 130.32 5. Konstruksi/Bangunan 620.84 650.18 683.60 702.24 694.20 709.11 733.65 763.20 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 1,825.74 1,916.95 2,008.80 1,991.20 2,043.86 2,102.33 2,220.16 2,332.84 7. Angkutan dan Komunikasi 903.23 973.51 1,042.00 1,105.10 1,061.81 1,123.81 1,181.41 1,253.06 9. Keuangan, Persewaan dan Jasa 736.04 803.20 807.70 850.64 929.37 930.77 903.17 978.82 10. Jasa-jasa 1,305.65 1,324.66 1,334.50 1,343.90 1,348.10 1,366.30 1,390.83 1,430.40
4.06 5.24 7.95 6.69 7.96 9.22 7.48 8.93 *
238.40 143.59 643.66 483.81 478.48 477.22 592.28 466.81 153.72 154.43 266.36 235.91 194.26 166.57 271.79 241.98 185.08 84.60 130.88 154.70 122.67 102.04 104.36 178.49 195.25 217.65 257.87 317.47 254.08 299.99 201.77 233.87
Catt : Per Trw.II-2008, penghitungan inflasi menggunakan tahun dasar 2007
INDIKATOR 2009 2010
Indeks Haga Konsumen
*) Sementara
Volume Impor Non Migas (Ribu Ton)Nilai Impor Non Migas (USD Juta)
Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta)Volume Ekspor Non Migas (Ribu Ton)
Laju Inflasi Tahunan (y.o.y;%)
PDRB - Harga Konstan (Miliar Rp)
Pertumbuhan PDRB (y.o.y;%)
LANJUTAN ... INDIKATOR EKONOMI DAN PERBANKAN TRIWULAN
PROPINSI SULAWESI SELATAN
B. PERBANKAN
1 2 3 4 1 * 2* 3 * 4 * 1 *
Total Aset (Rp. Miliar) 37,587.50 38,881.67 40,388.42 43,746.72 42,063.05 46,117.19 48,937.94 52,864.76 53,490.50
28,625.67 29,520.99 29,450.83 33,601.07 30,175.34 32,752.57 33,958.94 37,298.83 37,461.05 Giro 5,108.73 5,062.09 4,939.34 4,994.19 5,148.85 5,731.33 5,947.53 5,627.99 6,515.71 Tabungan 14,135.56 15,169.42 14,965.87 18,460.23 14,676.24 16,737.24 18,273.54 20,864.60 19,647.54 Deposito 9,381.39 9,289.49 9,545.62 10,146.65 10,350.25 10,283.99 9,737.87 10,806.24 11,297.80
31,563.21 32,919.44 33,872.77 36,430.30 37,041.42 39,883.76 41,120.47 43,025.20 46,519.87 - Modal Kerja 12,195.55 13,239.15 13,582.62 14,671.89 13,853.82 14,873.23 15,424.31 16,609.73 17,246.85 - Investasi 6,398.84 6,230.54 6,299.91 6,769.70 7,705.26 8,143.12 7,975.95 8,960.67 9,147.97 - Konsumsi 12,968.81 13,449.75 13,990.23 14,988.71 15,482.34 16,867.42 17,720.21 17,454.80 20,125.05
110.26% 111.51% 115.01% 108.42% 122.75% 121.77% 121.09% 115.35% 124.18%
31,563.21 32,919.44 33,872.77 36,430.30 37,041.42 39,883.76 41,120.47 43,025.20 46,519.87 - Pertanian 988.37 918.73 986.73 989.64 513.85 448.33 412.95 468.23 498.92 - Pertambangan 170.56 169.82 218.30 201.51 263.03 259.60 263.17 331.22 339.16 - Industri pengolahan 3,376.72 3,395.70 3,160.59 3,148.85 2,921.77 3,277.68 3,366.74 3,884.30 3,700.81 - Listrik,Gas dan Air 56.56 74.50 169.35 253.63 339.47 299.16 417.94 440.60 419.63 - Konstruksi 1,932.56 2,170.31 2,248.17 2,224.73 1,934.70 2,319.01 2,529.77 2,678.57 2,869.88 - Perdagangan 8,578.93 9,509.54 9,805.49 11,105.77 9,057.40 9,853.48 11,435.18 12,677.98 11,994.85 - Pengangkutan 1,444.98 1,079.02 1,060.54 1,178.16 1,175.62 1,284.72 1,020.97 1,005.47 1,040.09 - Jasa Dunia Usaha 1,730.04 1,794.99 1,843.65 1,964.50 1,100.71 899.49 986.38 1,577.55 1,932.32 - Jasa Sosial Masyarakat 315.69 357.08 389.72 374.81 1,515.69 1,678.92 1,461.84 1,640.52 1,684.90 - Lain-lain 12,968.81 13,449.75 13,990.23 14,988.71 18,219.20 19,563.37 19,225.53 18,320.78 22,039.30
22,626.12 24,012.99 24,785.66 26,872.02 17,563.20 20,207.56 13,412.15 13,198.51 15,199.94
6,440.47 6,714.52 7,010.43 7,152.79 3,901.54 4,608.93 1,702.46 1,189.31 2,279.30 - Modal Kerja 1,154.74 1,263.32 1,343.63 1,299.20 1,223.68 1,458.37 1,335.60 845.46 1,965.22 - Investasi 143.15 161.72 167.39 144.31 369.88 450.21 366.87 343.85 314.08 - Konsumsi 5,142.58 5,289.48 5,499.41 5,709.28 2,307.99 2,700.34 - - -
0 0 0 0 010,109.69 10,693.36 11,054.72 11,934.71 10,342.59 10,926.40 7,066.34 6,654.87 7,834.56
- Modal Kerja 2,624.75 2,832.74 2,910.72 3,083.08 3,765.82 4,271.83 5,016.06 4,588.83 5,122.02 - Investasi 754.18 849.18 925.01 1,024.82 1,564.84 1,786.43 1,949.52 1,961.89 2,482.85 - Konsumsi 6,730.76 7,011.44 7,218.99 7,826.81 5,011.93 4,868.15 100.76 104.15 229.69
6,075.96 6,605.11 6,720.52 7,784.53 3,319.07 4,672.24 4,643.34 5,354.33 5,086.08 - Modal Kerja 4,042.81 4,468.59 4,445.99 5,212.03 2,343.29 3,372.92 3,540.80 4,038.91 4,000.27 - Investasi 973.98 1,015.74 1,032.26 1,154.59 832.52 1,123.67 1,102.54 1,315.41 1,085.81 - Konsumsi 1,059.18 1,120.79 1,242.27 1,417.91 143.26 175.65 - - -
- 3.82% 3.05% 4.08% 3.08% 3.47% 2.95% 3.06% 2.94% 3.25%
2.96% 3.37% 3.45% 2.93% 2.99% 3.01% 3.75% 3.94% 4.82%
BANK UMUM SYARIAH1,395.53 1,288.73 1,308.37 1,361.65 1,465,949 1,638,555 1,586,776 1,978,888 1,994,611
714.07 833.87 861.66 898.68 706.12 951.48 1,025.07 1,134.86 1,253.51 Giro 76.92 149.44 133.05 142.56 62.95 107.92 111.74 127.26 162.30 Tabungan 311.38 351.00 344.76 360.76 304.41 422.29 451.82 518.41 544.78 Deposito 325.77 333.43 383.85 395.36 338.76 421.26 461.52 489.19 546.43
1,443.14 1,405.82 1,422.01 1,431.97 1,323 1,699 1,954 2,020 2,358 - Modal Kerja 528.45 474.63 492.53 520.20 556.77 574.04 660.86 662.12 790.24 - Investasi 121.53 171.97 165.07 159.53 332.83 391.14 376.63 346.89 353.25 - Konsumsi 793.16 759.23 764.41 752.24 433.26 734.28 916.99 1,011.17 1,214.50
202.10% 168.59% 165.03% 159.34% 187.34% 178.61% 190.67% 178.01% 188.11%
Catt.* (<Rp. 50 Juta)** (Rp. 50 < X < Rp. 500 Juta)*** (Rp. 500 Juta < X < Rp. 5 M)**** Data Sementara
2011
FDR
Total Aset (Rp. Miliar)
D P K (Rp. Miliar)
Pembiayaan - dsr. Lokasi Proyek (Rp. Miliar)
Kredit - dsr. Lokasi Proyek (Rp. Miliar)
INDIKATOR 2009
BANK UMUM :
2010
NPL UMKM gross (%)
Kredit UMKM (Rp. Miliar)
Kredit Mikro* (Rp. Miliar)
Kredit Kecil ** (Rp. Miliar)
Kredit Menengah *** (Rp. Miliar)
NPL Total gross (%)
D P K (Rp. Miliar)
L D R
Kredit - dsr. Lokasi Proyek (Rp. Miliar)
Bab 1 Perkembangan Kondisi Makroekonomi
Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan (Sulsel) pada triwulan I-2011 cenderung
melambat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun triwulan I-2010 (sumber:
Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan). Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2011 tercatat
sebesar 7,04% (yoy), sementara pada triwulan IV-2010 sebesar 8,93%, dan pada triwulan I-
2010 sebesar 7,35%. Perekonomian Sulsel tumbuh di atas pertumbuhan nasional dengan
pola pertumbuhan yang relatif searah. Pada triwulan I-2011, perekonomian nasional
mencatat angka pertumbuhan sebesar 6,5% (yoy).
Dari sisi permintaan, laju pertumbuhan dimaksud terutama didukung oleh
pertumbuhan investasi dan konsumsi. Sementara dari sisi penawaran (sektoral), sektor utama
yang menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi adalah pertanian, perdagangan-hotel-
restauran, angkutan-komunikaasi dan jasa-jasa.
Grafik 1.1. Laju Pertumbuhan PDRB
1.1 Permintaan Daerah
Pada triwulan I-2011, investasi menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi
Sulsel, dimana biasanya peran konsumsi lebih dominan dalam pertumbuhan perekonomian
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
y.o.y Sulsel
y.o.y Nas
Sumber : BPS, diolah
Sulsel. Pertumbuhan investasi pada triwulan I-2011 tercatat sebesar 18,90% (y.o.y), tumbuh
cukup signifikan jika dibandingkan triwulan IV-2010 sebesar 6,62%. Meski pertumbuhan
konsumsi cenderung melambat pada triwulan laporan yaitu sebesar 4,65% (y.o.y) atau lebih
kecil jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (5,78%), namun sumbangan
pertumbuhan konsumsi masih cukup besar. Kemudian dari sisi perdagangan eksternal, juga
terjadi perlambatan pertumbuhan pada ekspor dan impor, dimana secara net ekspor terjadi
kontraksi atau pertumbuhan negatif sebesar 11,80% pda triwulan I-2011 sedangkan
tumbuh 57,38% pasa triwulan IV-2010.
Tabel 1.1. Perkembangan PDRB Riil : Permintaan Daerah (y.o.y)
1.1.1. Konsumsi
Kinerja konsumsi pada triwulan laporan tercatat sebesar 4,65% (yoy), tumbuh
melambat dibandingkan triwulan IV-2010 sebesar 5,78% (yoy) dan triwulan I-2010 sebesar
6,19% (yoy). Pertumbuhan konsumsi yang relatif melambat tersebut disebabkan oleh masih
relatif kecilnya realisasi anggaran pemerintah pada triwulan I-2011, dimana realisasinya baru
sebesar 9,78% dari total anggaran Rp2,97 triliun. Sejalan dengan itu, konsumsi rumah
tangga-nirlaba juga mengalami perlambatan pertumbuhan konsumsi namun pada tingkat
yang moderat. Pertumbuhan konsumsi yang cukup tinggi pada triwulan yang sama tahun
2010 disebabkan oleh diselenggarkannya 6 (enam) kabupaten di Sulsel menyelenggarakan
Pilkada pada Maret 2010. Besarnya anggaran pilkada tersebut bervariasi mulai dari Rp6 miliar
sampai dengan Rp12 miliar, disesuaikan dengan kondisi di lapangan untuk menggelar satu
atau dua kali putaran dalam pilkada kabupaten periode 2010-2015.
Pertumbuhan konsumsi yang melambat tersebut didukung pula oleh hasil survei
konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia Makassar yang menunjukkan optimisme
indeks keyakinan konsumen pada triwulan laporan yang cenderung menurun dibandingkan
triwulan IV-2010 (grafik 1.2.1). Prompt indikator yang juga menunjukkan perkembangan
yang cenderung menurun adalah melambatnya pertumbuhan konsumsi listrik sektor rumah
tangga (grafik 1.2.2.) dan sektor sosial (grafik 1.2.3.), serta melambatnya volume impor
Kons Inv Eks Imp Net Eksim TOTAL Kons Inv Eks Imp Net Eksim TOTAL1 4.75% 32.03% -44.04% -40.98% -55.43% 4.09% 3.34% 6.29% -20.79% -15.25% -5.54% 4.09%2 6.17% 11.09% -30.04% -36.22% -5.13% 6.19% 4.31% 2.34% -13.62% -13.16% -0.46% 6.19%3 6.30% 1.04% -29.27% -46.39% 38.34% 8.04% 4.41% 0.22% -12.87% -16.28% 3.41% 8.04%4 7.23% 22.80% 26.29% 43.77% -33.40% 6.53% 5.17% 4.43% 10.65% 13.71% -3.06% 6.53%1 6.19% 2.75% 90.54% 98.08% 53.35% 7.35% 4.38% 0.69% 22.98% 20.70% 2.28% 7.35%2 6.48% 9.64% 57.06% 67.22% 29.55% 9.04% 4.53% 2.13% 17.04% 14.66% 2.38% 9.04%3 5.63% 7.03% 62.70% 91.46% 18.68% 7.39% 3.88% 1.39% 18.05% 15.93% 2.13% 7.39%4 5.78% 6.62% 18.27% 12.97% 57.38% 8.93% 4.16% 1.48% 8.77% 5.48% 3.29% 8.93%1 4.65% 18.90% 4.89% 7.50% -11.80% 7.04% 3.26% 4.51% 2.20% 2.92% -0.72% 7.04%234
Sumber : BPS & Proyeksi BI* Angka Sementara & ** Angka Sangat Sementara
2011
**
PERIODEPERTUMBUHAN (yoy) SUMBANGAN (yoy)
2009
2010
*
consumer goods (grafik 1.2.4.). Selain itu, perkembangan indeks penjualan eceran untuk
kelompok perlatan rumah tangga (grafik 1.2.5.) dan kelompok bahan bakar (grafik 1.2.6.)
sebagai prompt indikator yang menggambarkan konsumsi masyarakat terlihat juga
mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan triwulan IV-2010.
Grafik 1.2. Prompt Indikator Kinerja Konsumsi
Grafik 1.2.1.Indeks Keyakinan Konsumen
Grafik 1.2.2.Konsumsi Listrik Sektor RT
Grafik 1.2.3.Konsumsi Listrik Sektor Sosial
Grafik 1.2.4.Volume Impor Consumers Goods
Grafik 1.2.5.Indeks Penjualan Eceran
Kel. Peralatan Rumah Tangga
Grafik 1.2.6.Indeks Penjualan Eceran Kel. Bahan Bakar
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
95
100
105
110
115
120
125
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
Indeks Keyakinan Konsumeny.o.y
Smb : Survei Konsumen KBI Mks
0%5%10%15%20%25%30%35%40%45%50%
100
150
200
250
300
350
400
1 2 3 4 1 2 3 4 1*
2009 2010 2011
Juta
GW
H
Rumah Tanggay.o.y
Sbr : PLN Divre VII
0%
5%
10%
15%
20%
25%
-
5
10
15
20
25
30
1 2 3 4 1 2 3 4 1*
2009 2010 2011
Juta
GW
H
Sosial y.o.y Sbr : PLN Divre VII
-500%
0%
500%
1000%
1500%
2000%
2500%
3000%
-
10
20
30
40
50
60
70
1 2 3 4 1 2 3 4* 1**
2009 2010 2011Juta
Kg
Consumer Goods
Consumer Goods y.o.y
* SementaraSmb : Cognos - BI
-50%0%50%100%150%200%250%300%
0
50
100
150
200
250
300
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
Perlt RTyoy
Smb : SPE
-60%-40%-20%0%20%40%60%80%
0 10 20 30 40 50 60 70 80
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
Bhn Bkr yoy
Smb : SPE
1.1.2. Investasi
Perkembangan kinerja investasi pada triwulan laporan tumbuh cukup signifikan
menjadi 18,90% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan IV-2010 yang tumbuh
sebesar 6,62%. Pertumbuhan kinerja investasi di Sulsel pada triwulan ini diperkirakan lebih
dominan berasal dari sektor proyek-proyek infrastruktur swasta. Sementara investasi di sektor
pemerintah diduga tumbuh relatif kecil dan cenderung melambat, melihat dari realisasi
belanja modal pemda yang masih kecil yaitu sebesar 2,97%.
Beberapa investasi yang mulai berjalan antara lain adalah penambahan investasi di
SPBU untuk dispenser atau pompa untuk bahan bakar pertamax sebagai pengalihan BBM
bersubsidi dari premium ke pertamax. Kemudian, potensi investasi dari sektor LGA di waktu
mendatang juga akan didorong oleh penambahan kapasitas PLTG tahap dua. Dimana tahap
pertama, telah menambah kapasitas sebesar 60 MW, dengan investasi US$ 80 juta di tahun
2010. Kemudian, proyek tahap kedua di 2011 dimana akan menambah kapasitas 60 MW
senilai US$ 70 juta. Selain itu, terdapat perluasan pabrik Semen Bosowa dengan tambahan
investasi sebesar US $300juta, yang digunakan untuk peningkatan kapasitas pabrik lama dan
pembangunan pabrik baru. Kemudian pembangunan PLTU Jeneponto 2x125MW milik
kelompok Bosowa, yang diperkirakan akan masuk ke dalam sistem di Sulselbar mulai April
2012. Sampai dengan saat ini diperkirakan telah selesai 20% dari proyeksi total 2,2 T.
Perkembangan investasi tercermin dari hasil survei penjualan eceran untuk kelompok
bahan konstruksi dan kelompok kendaraan-suku cadang yang pada triwulan I-2011
menunjukan peningkatan (grafik 1.3.1.). Selain itu, penigkatan pertumbuhan investasi,
ditandai dengan volume impor capital goods (barang modal) yang cenderung naiknya (grafik
1.3.2.). Selain volume impor, kondisi perkembangan kinerja investasi pada triwulan ini juga
tercermin dari prompt indikator realisasi pengadaan semen (grafik 1.3.3.) yang juga
menunjukan kecenderungan meningkat.
Grafik 1.3. Prompt Indikator Kinerja Investasi
Grafik 1.3.1.Indeks Penjualan Eceran
Kel. Kendaraan & Sk. Cadang
Grafik 1.3.2.Volume Impor Capital Goods
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
0
50
100
150
200
250
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
Kend & Sk Cd
yoy
Smb : SPE
-200%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
700%
800%
900%
-
2
4
6
8
10
12
14
16
18
1 2 3 4 1 2 3 4* 1**
2009 2010 2011Juta
Kg
Capital GoodsCapital Goods Series2
* SementaraSmb : Cognos - BI
Grafik 1.3.3.Realisasi Pengadaan Semen
Grafik 1.3.4.Indeks Penjualan Eceran Kel. Bahan Konstruksi
Selain itu, pertumbuhan kinerja investasi pada triwulan laporan juga tercatat lebih
tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan I-2010 (2,75%). Kondisi tersebut
disebabkan karena pada triwulan I-2010, terjadi penurunan investasi swasta yang cukup
besar seiring dengan rampungnya beberapa mega proyek pembangunan di Sulawesi Selatan,
seperti trans-studio dan pembangunan jalan tol Makassar.
1.1.3. Perdagangan Eksternal (Ekspor – Impor)
Dari sisi lain perdagangan eksternal, kinerja net ekspor-impor Sulsel pada triwulan
laporan, mengalami penurunan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan triwulan IV-
2010, yang tumbuh sebesar 57,38% menjadi negatif 11,80% (yoy). Pertumbuhan kinerja net
ekspor-impor pada triwulan laporan didominasi oleh perlambatan kinerja import,
dibandingkan triwulan IV-2010. Hal ini sejalan dengan perlambatan pertumbuhan total
volume ekspor luar negeri non migas Sulsel (grafik 1.4.1). Tingginya penurunan kinerja
ekspor Sulsel yang lebih besar daripada impor, menyebabkan net ekspor Sulsel mengalami
kontraksi yang sangat signifikan pada triwulan I-2011, yaitu tumbuh negatif 11,80% (y.o.y).
Perlambatan pertumbuhan ekspor tercermin dari penurunan yang cukup signifikan
pada ekspor komoditas unggulan Sulsel, seperti ikan-udang-kerang-dll, kopi-teh-kakao dan
sejenisnya, ekspor nikel dan barang-barang kayu olahan yang cenderung menurun pada
triwulan laporan (grafik 1.4.4, 1.4.5, 1.4.6 dan 1.4.7). Penurunan kinerja ekspor nikel
disebabkan oleh perawatan pabrik yang akan berakhir pada triwulan I-2011. Perlambatan
pada sektor dimaksud juga sejalan dengan prompt muat luar negeri via pelabuhan (grafik
1.4.3).
Di sisi lain, pertumbuhan ekspor Sulsel pada triwulan laporan terbantu oleh kinerja
perdagangan antar pulau (ekspor antar pulau), yang tercermin dari peningkatan aktivitas
muat dalam negeri via pelabuhan (grafik 1.4.2). Hal ini diperkirakan didominasi oleh ekspor
komoditas makanan seperti beras dan gula, dimana pasokan komoditas tersebut cukup
berlimpah di wilayah Sulsel sehubungan dengan panen raya yang terjadi pada Maret-April
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
0
100
200
300
400
500
600
1 2 3 4 1 2 3 4 1*
2009 2010 2011
Ribu
an T
onSulsel y.o.y
Sumber : ASI* : Sementara
-40%-20%0%20%40%60%80%100%120%
0 100 200 300 400 500 600 700
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
Bhn Kons
yoy
Smb : SPE
2011 dan juga terdapat pabrik gula rafinasi di Sulsel yang cukup besar produksinya untuk
memenuhi permintaan daerah di luar Sulsel.
Grafik 1.4. Prompt Indikator Kinerja Ekspor
Grafik 1.4.1.Volume Ekspor Luar Negeri Non Migas Total
Grafik 1.4.2.Volume Muat Dalam Neg. via Pelabuhan
Grafik 1.4.3.Volume Muat Luar Negeri
via Pelabuhan
Grafik 1.4.4.Volume Ekspor Luar Negeri
Ikan, Udang, Kerang dan lain-lain
Grafik 1.4.5.Volume Ekspor Luar Negeri
Kopi, Teh, Kakao dan Sejenisnya
Grafik 1.4.6.Volume Ekspor Luar Negeri
Komoditas Nikel
-120%
-100%
-80%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
-
50
100
150
200
250
300
350
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1*
2008 2009 2010 2011
Ribu
Ton
EKSPOR NON MIGAS TOTAL y.o.y
Smb : Cognos - BI* Sementara
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
1 2 3 4 1 2 3 4 1*
2009 2010 2011
Ribu
Ton
MUAT AP
yoySumber : Pelindo IV* : Sementara
-80%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
0.0
0.0
0.0
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.2
1 2 3 4 1 2 3 4 1*
2009 2010 2011
Ribu
Ton
MUAT LN
yoy
Sumber : Pelindo IV* : Sementara
-50%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
-
1
2
3
4
5
6
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1*
2008 2009 2010 2011
Ribu
Ton
IKAN, UDANG, KERANG, DLL TOTALy.o.y
Smb : Cognos - BI* Sementara
-60%-40%-20%0%20%40%60%80%100%120%
-10 20 30 40 50 60 70 80 90
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1*
2008 2009 2010 2011Ribu
Ton
KOPI, TEH, KAKAO & SEJENISNYATOTALy.o.y
Smb : Cognos - BI* Sementara
-500%
0%
500%
1000%
1500%
2000%
2500%
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
1 2 3 4 1 2 3 4 1*
2009 2010 2011
Volume Ekspor Nikely.o.y
Smb : Cognos - BI* Sementara
Grafik 1.4.7.Volume Ekspor Luar Negeri Kayu Olahan
Sementara kinerja impor juga tercatat mengalami perlambatan, yang terutama
didorong oleh perlambatan permintaan akan barang-barang konsumsen (consumer goods)
dan intermediate goods. Perlambatan impor terhadap barang-barang konsumen sejalan
dengan turunnya aktivitas bongkar dalam negeri dan luar negeri via pelabuhan (grafik 1.5.5
dan garfik 1.5.6). Hal tersebut sejalan dengan kecenderungan melambatnya aktivitas
perekonomian pada awal tahun yang juga tercermin pada hasil Survei Konsumen (SK) Bank
Indonesia yang cenderung menurun pada triwulan I-2011.
Grafik 1.5. Prompt Indikator Kinerja Impor
Grafik 1.5.1.Volume Impor Luar Negeri Capital Goods
Grafik 1.5.2.Indeks Keyakinan Konsumen
Grafik 1.5.3.Volume Impor Luar Negeri Consumer Goods
Grafik 1.5.4.Vol. Impor Luar Negeri Intermediate Goods
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
-
2
4
6
8
10
12
14
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1*
2008 2009 2010 2011Ribu
Ton
BARANG2 KAYU & GABUSTOTALy.o.y
Smb : Cognos - BI* Sementara
-200%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
700%
800%
900%
-
2
4
6
8
10
12
14
16
18
1 2 3 4 1 2 3 4* 1**
2009 2010 2011Juta
Kg
Capital GoodsCapital Goods Series2
* SementaraSmb : Cognos - BI
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
95
100
105
110
115
120
125
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
Indeks Keyakinan Konsumeny.o.y
Smb : Survei Konsumen KBI Mks
-500%
0%
500%
1000%
1500%
2000%
2500%
3000%
-
10
20
30
40
50
60
70
1 2 3 4 1 2 3 4* 1**
2009 2010 2011Juta
Kg
Consumer Goods
Consumer Goods y.o.y
* SementaraSmb : Cognos - BI
-80%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
-
50
100
150
200
250
300
350
1 2 3 4 1 2 3 4* 1**
2009 2010 2011Juta
Kg
Intermediate GoodsIntermediate Goods y.o.y
* SementaraSmb : Cognos - BI
Grafik 1.5.5.Volume Bongkar Dalam Negeri via Pelabuhan
Grafik 1.5.6.Volume Bongkar Luar Negeri via Pelabuhan
Pola perlambatan pertumbuhan net ekspor-impor juga terjadi jika membandingkan
pertumbuhan triwulan laporan dengan triwulan I-2010 (53,35%) yang tumbuh sangat
signifikan. Hal tersebut diperkirakan salah satunya bersumber dari peningkatan impor antar
provinsi yang cukup besar sebagai dampak dari persiapan Pilkada 6 (enam) kabupaten di
Sulsel yang berlangsung pada Maret 2011. Hal tersebut tercermin dari meningkatnya volume
bongkar dalam negeri via pelabuhan pada triwulan I-2010 (grafik 1.5.5).
1.2. Penawaran Daerah (Sektoral)
Dari sisi penawaran (sektoral), secara tahunan (yoy), pertanian, perdagangan-hotel-
restauran, dan angkutan-komunikasi tercatat masih menjadi pendorong utama pertumbuhan
ekonomi pada triwulan laporan. Secara umum, hampir semua sektor mengalami
perlambatan pertumbuhan kecuali 2 (dua) sektor, yaitu sektor pertanian dan jasa-jasa yang
tumbuh lebih tinggi pada triwulan I-2011 dibandingkan triwulan IV-2010.
Tabel 1.2. Perkembangan PDRB Riil : Penawaran Daerah (y.o.y)
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1 2 3 4 1 2 3 4 1*
2009 2010 2011
Ribu
Ton
BONGKAR APyoy
Sumber : Pelindo IV* : Sementara
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
0.0
0.1
0.1
0.2
0.2
0.3
0.3
0.4
0.4
1 2 3 4 1 2 3 4 1*
2009 2010 2011
Ribu
Ton
BONGKAR LN
yoySumber : Pelindo IV* : Sementara
Tani Tambang Industri LGA Bgn PHR Angkom Keu Jasa TOTAL1 7.22% -13.99% -5.80% 9.25% 15.78% 10.93% 4.77% 5.94% 7.65% 4.09%2 4.12% -4.51% 6.69% 9.86% 11.74% 10.55% 8.67% 9.16% 6.80% 6.19%3 6.43% -4.31% 11.78% 13.62% 14.64% 10.28% 10.75% 11.41% 6.71% 8.04%4 0.84% 5.73% 1.72% 2.47% 14.34% 11.33% 15.99% 18.24% 3.39% 6.53%1 -6.98% 25.52% 14.12% 5.08% 11.83% 8.99% 17.56% 25.16% 3.25% 7.35%2 7.68% 17.85% 3.56% 12.58% 9.07% 9.67% 15.44% 15.88% 3.13% 9.04%3 6.42% 12.52% -0.16% 6.31% 7.33% 10.51% 13.38% 11.82% 4.21% 7.39%4 1.09% 11.20% 8.74% 8.20% 8.68% 17.15% 13.39% 15.07% 6.44% 8.93%1 11.52% -13.16% 3.10% 3.97% 8.48% 11.52% 13.11% 6.77% 6.80% 7.04%234
2009
2010
*20
11**
PERIODEPERTUMBUHAN (yoy)
Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor angkutan-komunikasi, yang diikuti
berturut-turut oleh sektor pertanian, perdagangan-hotel-restauran, bangunan, jasa-jasa,
keuangan-persewaan-jasa perusahaan, listrik-gas-air bersih dan industri pengolahan.
Sementara pertumbuhan terendah tercatat pada sektor pertambangan-penggalian.
1.2.1. Sektor Angkutan-Komunikasi
Pertumbuhan sektor angkutan-komunikasi menduduki (13,11%; y.o.y) posisi
tertinggi jika dibandingkan sektor lainnya pada triwulan I-2011. Namun, perkembangan
sektor angkutan-komunikasi pada triwulan I-2011 relatif melambat, tercatat tumbuh sebesar
13,11% (yoy), atau sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan IV-2010
(13,39%). Perlambatan sektor ini sejalan dengan prompt indikator dimana aktivitas lalu lintas
penumpang dan pesawat udara pada triwulan laporan cenderung mengalami penurunan
meski masih pada level yang moderat (grafik 1.6.1 dan 1.6.2).
Grafik 1.6. Prompt Indikator Kinerja Subsektor Angkutan
Grafik 1.6.1.Lalu Lintas Penumpang
Angkutan Udara
Grafik 1.6.2.Lalu Lintas Pesawat
Angkutan Udara
Tani Tambang Industri LGA Bgn PHR Angkom Keu Jasa TOTAL1 2.12% -1.37% -0.81% 0.09% 0.77% 1.69% 0.38% 0.38% 0.85% 4.09%2 1.20% -0.40% 0.95% 0.10% 0.62% 1.65% 0.70% 0.61% 0.76% 6.19%3 1.89% -0.38% 1.62% 0.14% 0.77% 1.65% 0.89% 0.73% 0.74% 8.04%4 0.24% 0.50% 0.24% 0.03% 0.79% 1.81% 1.36% 1.17% 0.39% 6.53%1 -2.11% 2.07% 1.79% 0.05% 0.65% 1.48% 1.39% 1.64% 0.37% 7.35%2 2.19% 1.42% 0.51% 0.13% 0.50% 1.57% 1.28% 1.08% 0.35% 9.04%3 1.86% 0.99% -0.02% 0.07% 0.41% 1.72% 1.14% 0.78% 0.46% 7.39%4 0.29% 0.97% 1.17% 0.08% 0.51% 2.87% 1.24% 1.08% 0.73% 8.93%1 3.02% -1.25% 0.42% 0.04% 0.48% 1.93% 1.14% 0.52% 0.75% 7.04%234
Sumber : BPS & Proyeksi BI* Angka Sementara & ** Angka Sangat Sementara
2009
*20
10*
2011
PERIODESUMBANGAN (yoy)
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1*
2008 2009 2010 2011
Ribu
Org
DEP ARRy.o.y
Lalu Lintas Penumpang
Smb : Bandara S. Hasanuddin* : Sementara
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
-2,000 4,000 6,000 8,000
10,000 12,000 14,000 16,000 18,000 20,000
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1*
2008 2009 2010 2011
DEPARRy.o.y
Lalu Lintas Pesawat
Smb : Bandara S. Hasanuddin* : Sementara
Grafik 1.6.3.Lalu Lintas Penumpang
Angkutan Laut
Grafik 1.6.4.Perkembangan Indeks Penjualan Eceran
Kel. Kendaraan & Suku Cadangan
Namun di sisi lain, dorongan pertumbuhan pada sektor ini diperkirakan berasal dari
aktivitas antar daerah via jalur darat. Hal ini sejalan dengan hasil Survei Bank Indonesia,
dimana perlembangan indeks penjualan eceran kelompok kendaraan dan suku cadang
cenderung meningkat (grafik 1.6.4). Selain itu, pertumbuhan aktivitas lalu lintas penumpang
angkutan laut juga relatif meningkat (grafik 1.6.3). Selain itu, diperkiraan pertumbuhan sub-
sektor komunikasi juga cukup baik pada triwulan I-2011.
Pertumbuhan sektor ini pada triwulan laporan, juga tercatat lebih rendah
dibandingkan triwulan I-2010 (17,56%), yang diperkirakan tumbuh karena pengaruh Pilkada
6 kabupaten di Sulsel yang diselenggarakan pada Maret 2010. Hal tersebut ditandai dengan
tingginya tingkat pertumbuhan beberapa prompt indikator seperti, indeks penjualan eceran
untuk kelompok kendaraan dan suku cadangnya (grafik 1.6.5.), lalu lintas penumpang
angkutan laut pada periode lalu lintas penumpang dan pesawat udara (grafik 1.6.1 dan
1.6.2) dan juga peningkatan pada lalu lintas penumpang angkutan laut (grafik 1.6.3).
1.2.2. Sektor Pertanian
Pertumbuhan sektor pertanian (11,52%; y.o.y), berada pada urutan kedua paling
tinggi pada triwulan laporan. Pada triwulan I-2011, sektor pertanian tercatat mengalami
peningkatan pertumbuhan yang cukup signifikan dimana pada triwulan IV-2010 hanya
tumbuh sebesar 1,09% dan kemudian tumbuh menjadi 11,52% (y.o.y) pada triwulan
laporan. Peningkatan pertumbuhan tersebut disebabkan oleh meningkatnya produksi
khususnya beras di Sulsel. Hal ini sejalan dengan data angka sementara 2010 dan angka
ramalan 2011 (grafik 1.7.1), luas panen dan produksi beras yang cenderung mengalami
peningkatan. Kondisi pertanian Sulsel cukup unik jika dibandingkan dengan daerah-daerah
lain. Meski perubahan iklim yang membuat beberapa wilayah di Indonesia sulit memproduksi
pangan karena gagal panen, Sulsel mengalami kondisi yang berbeda. Di sejumlah kabupaten/
kota Sulsel terjadi penambahan lahan pertanian dan intensitas masa tanam yang semakin
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
-
50
100
150
200
250
300
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
Embarkasi (keluar)Debarkasi (masuk)Y.O.Y
Sumber : Pelindo IV* : Sementara
ribu
org
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
0
50
100
150
200
250
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
Kend & Sk Cd
yoy
Smb : SPE
meningkat khususnya untuk lahan pertanian tadah hujan. Lahan pertanian tadah hujan yang
hanya terjadi sekali setahun pada saat curah hujan tinggi sehingga dapat membuat banyak
lahan persawahan yang selalu tergenangi air atau mendapat pasokan air yang cukup
sehingga sangat berpotensi menanam lebih dari sekali. Peningkatan pertumbuhan pertanian
dimaksud juga dicerminkan oleh peningkatan petumbuhan indeks Nilai Tukar Petani (grafik
1.7.2) dan indeks rata-rata yang diterima petani (grafik 1.7.3).
Grafik 1.7. Prompt Indikator Kinerja Sektor Pertanian
Grafik 1.7.1.Realisasi dan Perkiraan
Luas Panen & Produksi Padi
Grafik 1.7.2.Perkembangan Indeks Nilai Tukar Petani
Grafik 1.7.3.Perkembangan Rata-rata
Indeks Yang Diterima Petani
Pertumbuhan kinerja sektor pertanian ini juga tercatat lebih tinggi dibandingkan
triwulan I-2010 yang terkontraksi cukup besar yaitu tumbuh negatif 6,98% (y.o.y).
Penurunan kinerja sektor pertanian yang cukup besar pada tahun sebelumnya disebabkan
karena pengaruh faktor eksternal, yaitu cuaca buruk yang menghambat pertumbuhan
pertanian Sulsel sejak triwulan IV-2010 dan berlanjut hingga mencapai puncaknya pada
triwulan I-2010. Terjadi pergeseran awal musim hujan dan kemarau menyebabkan terjadinya
perubahan pola tanam dan waktu tanam. Sehingga panen yang seyogyanya terjadi pada
triwulan I-2011 banyak yang justru mengalami gagal panen dan juga turunnya kualitas
-
200,000
400,000
600,000
800,000
1,000,000
1,200,000
1,400,000
1,600,000
1,800,000
Luas Panen (Ha) Hasil/Ha Produksi (ton)
asem 2010aram 2011
Periode Januari-April
-2%
-1%
0%
1%
2%
3%
4%
95 96 97 98 99
100 101 102 103 104 105 106
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
NTP y.o.y
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
105
110
115
120
125
130
135
140
145
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
Indeks Yang Diterima Petani y.o.y
komoditas pertanian pada periode tersebut. Pada tahun 2010, terjadi pergeseran awal
musim hujan dan kemarau
1.2.3. Sektor Perdagangan-Hotel-Restoran (PHR)
Pertumbuhan sektor ini juga cukup tinggi dan memiliki tingkat pertumbuhan yang
sama dengan sektor pertanian, yaitu sebesar 11,52% (y.o.y). Meski demikian, namun jika
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya pertumbuhannya cenderung melambat jika
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (17,15%). Perlambatan pada sektor ini didorong
oleh sub-sektor perdagangan dan hotel yang ditandai dengan melambatnya prompt
indikator volume bongkar muat via pelabuhan (grafik 1.8.1) dan rata-rata tingkat
penghunian kamar (TPK) berbintang (garfik 1.8.2).
Grafik 1.8. Prompt Indikator Kinerja Sektor Perdagangan-Hotel-Restoran
Grafik 1.8.1.Volume Bongkar Muat
Via Pelabuhan
Grafik 1.8.2.Rata-rata Tingkat Penghunian Kamar
Hotel Berbintang
Grafik 1.8.3.Perkembangan Indeks Penjualan Eceran
Kel. Makanan dan Tembakau
Grafik 1.8.4.Perkembangan Indeks Penjualan Eceran
Kel. Peralatan Rumah Tangga
Sementara disisi lain terdapat dorongan pertumbuhan yang diperkirakan berasal dari
konsumsi masyarakat yang bersifat bahan makanan maupun makanan jadi, yang secara tidak
langsung berkontribusi terhadap pertumbuhan sub-sektor perdagangan pada triwulan
laporan. Hal tersebut diindikasikan dari peningkatan indeks penjualan eceran untuk
-50%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
1 2 3 4 1 2 3 4 1*
2009 2010 2011
Ribu
Ton
BONGKARMUAT
Sumber : Pelindo IV* : Sementara
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
-
10
20
30
40
50
60
1 2 3 4 1 2 3 4 1*
2009 2010 2011
Ss yoy
Sumber: BPS
-60%-40%-20%0%20%40%60%80%100%
0
100
200
300
400
500
600
700
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
Mknn & Temb yoy
Smb : SPE
-50%0%50%100%150%200%250%300%
0
50
100
150
200
250
300
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
Perlt RTyoy
Smb : SPE
kelompok komoditas makanan dan tembakau (grafik 1.8.3.) serta kelompok komoditas
peralatan rumah tangga (1.8.4.).
1.2.4. Sektor Bangunan
Sektor bangunan pada triwulan laporan tumbuh cukup tinggi, yaitu tercatat sebesar
8,48% (yoy), namun sedikit lebih rendah jika dibandingkan pertumbuhan pada triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 8,68%. Perlambatan sektor bangunan, diperkirakan terjadi
karena masih belum optimalnya realisasi pembangunan atas proyek-proyek pemerintah. Hal
ini sejalan dengan masih relatif kecilnya realisasi ‘Belanja Modal’, yaitu sebesar 2,97%.
Namun di sisi lain, masih cukup tingginya pertumbuhan sektor dimaksud sejalan
dengan tingginya pertumbuhan investasi pada triwulan laporan (18,90%). Hal tersebut
diperkirakan berasal dari cukup tingginya kontribusi sektor swasta pada sektor konstruksi,
yang tercemin dari terjadinya peningkatan realisasi pengadaan semen (grafik 1.9.1.) dan juga
meningkatnya indeks penjualan eceran untuk kelompok bahan konstruksi (grafik 1.9.2.).
Grafik 1.9. Prompt Indikator Kinerja Sektor Bangunan
Grafik 1.9.1.Realisasi Pengadaan Semen
Grafik 1.9.2.Indeks Penjualan EceranKel. Bahan Konstruksi
Namun pertumbuhan sektor bangunan pada triwulan ini masih lebih rendah jika
dibandingkan dengan triwulan I-2010 (11,83%), dimana pada triwulan dimaksud
penyelesaian proyek-proyek yang didanai oleh stimulus fiskal pada tahun 2009, masih
berdampak yang cukup besar pada triwulan I-2010, yang merupakan imbas dari
penyelesaikan proyek-proyek dimaksud.
1.2.5. Sektor Jasa-jasa
Pertumbuhan sektor ini tercatat menduduki peringkat kelima dari 9 (sembilan) sektor
perekonomian pada triwulan I-2011. Pertumbuhan sektor ini tidak juga seperti kebanyakan
sektor–sektor lain yang mengalami perlambatan. Pada triwulan laporan, sektor jasa-jasa
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
0
100
200
300
400
500
600
1 2 3 4 1 2 3 4 1*
2009 2010 2011
Ribu
an T
on
Sulsel y.o.ySumber : ASI* : Sementara
-40%-20%0%20%40%60%80%100%120%
0 100 200 300 400 500 600 700
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
Bhn Kons
yoy
Smb : SPE
sedikit mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan triwulan IV-2010, yang tumbuh
sebesar 15,07% (y.o.y).
Peningkatan ini diperkirakan karena adanya peningkatan pada kegiatan penunjang
dalam memproduksi hasil pertanian dan kegiatan sejenisnya. Kegiatan yang mencakup
penunjang pertanian atas dasar balas jasa atau kontrak, antara lain mencakup jasa penyiapan
lahan pertanian, penanaman lahan pertanian, pemeliharaan lahan pertanian, penyiraman
lahan pertanian (termasuk penyiraman lahan melalui udara), perapihan (trimming) pohon
buah dan anggur, transplantasi padi dan bit, pemanenan, pengendalian hama (termasuk
kelinci) dalam hubungannya dengan pertanian, pengoperasian peralatan irigasi pertanian,
penyediaan perlengkapan mesin pertanian dengan operator dan jasa pemeliharaan kondisi
lahan agar baik digunakan untuk pertanian1. Hal tersebut sejalan dengan peningkatan
pertumbuhan sektor pertanian Sulsel pada triwulan laporan hingga mencapai 11,52% (tabel
1.2)
1.2.6. Sektor Keuangan-Persewaan-Jasa Perusahaan
Pertumbuhan sektor ini berada pada urutan keenam yaitu sebesar 6,77% (y.o.y), dari
9 (sembilan) sektor perekonomian di Sulsel. Namun jika dibandingkan dengan pertumbuhan
pada triwulan IV-2010, maka sektor ini mengalami perlambatan dari tumbuh sebesar
15,07% (y.o.y) menjadi sebesar 6,77% pada triwulan I-2011. Perlambatan tersebut
diperkiraan disebabkan karena terjadinya penurunan sub-sektor persewaan seperti
persewaan motor, mobil dan bus parwisata, dimana pada triwulan I-2011 masih relatif
kecilnya aktivitas jasa perusahaan sehingga juga turut penyebabkan perlambatan pada sektor
dimaksud. Di tambah lagi dengan kecenderungan penurunan pada subsektor keuangan
khususnya yang berasal dari lembaga keuangan non-bank. Selain itu, perlambatan sektor
dimaksud juga sejalan dengan perlambatan pertumbuhan Nilai Tambah Bruto (NTB) Bank
Umum relatif melambat (grafik 1.10.1.).
Sementara pertumbuhan triwulan I-2011 relatif lebih lebih rendah dibandingkan
dengan triwulan I-2010 (25,16%; y.o.y). Tingginya pertumbuhan sektor keuangan-
persewaan dan jasa perusahaan pada triwulan I-2010 karena bersamaan dengan
diselenggarakannya aktivitas Pilkada di 6 (enam) kabupaten di Sulsel pda Maret 2010. Hal ini
tercermin dari tingkat pertumbuhan NTB Bank Umum (grafik 1.10.3) yang sangat tinggi pada
triwulan I-2010 dan juga tercermin dari terjadinya peningkatan transaksi RTGS di Sulsel
(grafik 1.10.4) yang tumbuh cukup tinggi sejak 2 (dua) triwulan sebelum terselenggaranya
Pilkada.
1 http://produksipemalang.wordpress.com/2011/03/15/klasifikasi-lapangan-usaha-edisi-010/
Grafik 1.10. Prompt Indikator Kinerja Sektor Keuangan-Persewaan-Jasa Perusahaan
Grafik 1.10.1.Pembiayaan Lemb. Keuangan Non Bank
Grafik 1.10.2.Perkembangan Kredit Bank Umum
Grafik 1.10.3.Nilai Tambah Bruto Bank Umum
Grafik 1.10.4.Transaksi RTGS
1.2.7. Sektor Listrik-Gas-Air Bersih
Pertumbuhan sektor listrik-gas-air bersih menduduki peringkat ke tujuh dari 9
(sembilan) sektor perekonomian Sulsel. Kinerja sektor listrik-gas-air pada triwulan laporan
cenderung mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada
triwulan laporan sektor ini tercatat tumbuh sebesar 3,10% (yoy), sementara pada triwulan
IV-2010 tumbuh sebesar 8,20%. Perlambatan pertumbuhan tersebut diduga sejalan dengan
melambatnya aktivitas perekonomian Sulsel pada awal tahun 2011 dimana hal ini tercermin
pada pertumbuhan penjualan listrik pada triwulan I-2011 yang relatif melambat jika
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (grafik 1.11).
Sementara secara tahunan, apabila dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan I-
2010 (5,08%; yoy), pertumbuhan sektor ini pada triwulan laporan masih tercatat lebih
rendah. Selain itu, kinerja penyediaan air bersih relatif terhambat pada musim penghujan,
karena Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) belum dapat menjamin tingkat kejernihan air
100 persen untuk disuplai ke pelanggan setiap harinya. Tingkat kejernihan air masih dapat
dipengaruhi atau berubah keruh jika intensitas curah hujan setiap hari meningkat atau jika
tidak terjadi kendala dalam masalah mesin milik PDAM.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
-
100
200
300
400
500
600
700
800
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011Mill
ions
Sbr : Kanwil Pegadaian Mks* Sementara
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
0.05.0
10.015.020.025.030.035.040.045.050.0
1 2 3 4 1 2 3 4 1*
2009 2010 2011
Trili
un R
p
KREDIT yoy
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0
2
4
6
8
10
12
1 2 3 4 1 2 3 4 1*
2009 2010 2011Trily
un R
p
NTB SULSEL y.o.y
Sbr : LBU - BI
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
-
5
10
15
20
25
30
35
40
45
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
Total
Y.O.Y
Grafik 1.11. Prompt Indikator Kinerja Sektor Listrik-Gas-Air Bersih
Penjualan Listrik (Juta Kwh)
1.2.8. Sektor Industri Pengolahan
Pada triwulan I-2011, sektor ini mengalami perlambatan pertumbuhan yang cukup
besar jika dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari tumbuh dari sebesar 8,74% (yoy)
pada triwulan IV-2010 menjadi sebesar 3,10% pada triwulan laporan. Perlambatan
pertumbuhan tersebut diperkirakan karena perlambatan pada industri tepung terigu di Sulsel
(grafik 1.12.1), sebagai akibat dari masih tingginya harga gandum internasional (grafik
1.12.2). Selain itu, melambatnya industri di Sulsel juga tercermin dari perlambatan pada
volume impor intermediate goods (grafik 1.12.3), yang berarti bahwa kapasitas produksi dari
sektor ini masih belum digunakan secara optimal.
Namun di sisi lain, dorong pertumbuhan dari industri semen masih cukup baik,
meskipun dari sisi volume realisasi pengadaan semen juga cenderung menurun jika
dibandingkan triwulan IV-2010 (grafik 1.12.4).
Grafik 1.12. Prompt Indikator Kinerja Sektor Industri Pengolahan
Grafik 1.12.1.Realisasi Produksi Tepung Terigu
Grafik 1.12.2.Harga Gandum Internasional
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
560 580 600 620 640 660 680 700 720 740
1 2 3 4 1 2 3 4 1*
2009 2010 2011Juta
KW
H
Total Pemakaian Listriky.o.y
Sbr : PLN Divre VII
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
-20%
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
Ribu
an T
on
Produksi-axis kiriyoy-axis kanan
Sumber : EFM Mks
-60%-40%-20%0%20%40%60%80%100%120%140%
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1
2008 2009 2010 2011
$/bushel
yoy indeks
Grafik 1.12.3.Volume Impor Intermediate Goods
Grafik 1.12.4.Realisasi Pengadaan Semen
Namun di sisi lain, dorong pertumbuhan dari industri semen masih cukup baik,
meskipun dari sisi volume realisasi pengadaan semen juga cenderung menurun jika
dibandingkan triwulan IV-2010 (grafik 1.12.4).
1.2.9. Sektor Pertambangan - Penggalian
Pada triwulan laporan sektor ini mengalami kontraksi pertumbuhan yang cukup
signifikan yaitu dari negatif 11,20% pada triwulan IV-2010 menjadi 13,16% (y.o.y) pada
triwulan laporan. Perlambatan sektor dimaksud tercermin pada perlambatan volume ekspor
luar negeri barang mineral non-logam (grafik 1.13.1). Kontraksi tersebut diperkirakan karena
PT International Nickel Indonesia Tbk (INCO) berencana menggenjot produksi pasca
melakukan perawatan pabrik pada akhir triwulan I-2011, dimana selama proses
pemeliharaan, secara langsung akan mengakibatkan turunnya produksi karena akan terjadi
shutdown sementara. Hal ini tercermin pada relatif melambatnya volume ekspor luar negeri
komoditas nikel (grafik 1.13.2). Selain itu, perkembangan sektor ini ditandai dengan volume
ekspor barang mineral non-logam (grafik 1.13.1.) yang pertumbuhannya relatif lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya, yang terutama dipengaruhi oleh perlambatan volume
ekspor nikel (grafik 1.13.2.).
Grafik 1.13. Prompt Indikator Kinerja Sektor Pertambangan-Penggalian
Grafik 1.13.1.Volume Ekspor Luar NegeriBarang Mineral Non Logam
Grafik 1.13.2.Volume Ekspor Luar Negeri Nikel
-80%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
-
50
100
150
200
250
300
350
1 2 3 4 1 2 3 4* 1**
2009 2010 2011Juta
Kg
Intermediate GoodsIntermediate Goods y.o.y
* SementaraSmb : Cognos - BI
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
0
100
200
300
400
500
600
1 2 3 4 1 2 3 4 1*
2009 2010 2011
Ribu
an T
on
Sulsel y.o.ySumber : ASI* : Sementara
-150%-100%-50%0%50%100%150%200%250%300%
-10 20 30 40 50 60 70 80 90
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1*
2008 2009 2010 2011
Ribu
Ton
BARANG2 DARI MINERAL NON LOGAMTOTALy.o.y
Smb : Cognos - BI* Sementara
-500%
0%
500%
1000%
1500%
2000%
2500%
0
5000000
10000000
15000000
20000000
25000000
30000000
35000000
40000000
45000000
1 2 3 4 1 2 3 4 1*
2009 2010 2011
Volume Ekspor Nikely.o.y
Smb : Cognos - BI* Sementara
Grafik 1.13.3.Harga Nikel Internasional
Namun apabila dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan I-2010 yang sebesar
25,52% (yoy), maka pertumbuhan pada triwulan ini tercatat jauh lebih rendah yang relatif
disebabkan pengaruh faktor harga nikel di pasar internasional (grafik 1.13.3.) yang pada
triwulan I-2010 cenderung lebih tinggi dibandingkan triwulan I-2010. Hal tersebut,
dipengaruhi oleh membaiknya kondisi perekonomian global setelah krisis keuangan global
yang melanda di tahun 2008-2009.
-80%-60%-40%-20%0%20%40%60%80%100%120%
-
5
10
15
20
25
30
35
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1
2008 2009 2010 2011Thou
sand
sUSD/metric ton
yoy indeks
BOKS I
Kondisi Terkini Produksi Pangan Dan Distribusi Pasokan Pangan Strategis
Kondisi Capaian Produksi Pangan
Di tahun 2010 pencapaian produksi pangan di Wilayah Sulampua menunjukkan
kinerja yang kurang memuaskan. Produksi padi yang merupakan bahan pangan utama
Sulampua tumbuh 2,30% (yoy), melambat dibandingkan tahun 2009 sebesar 3,59%
(yoy). Rendahnyapencapaian produksi beras tahun 2010 terutama disebabkan oleh
faktor anomali cuaca yang mengganggu proses tanam/produksi.
Sebaliknya pertumbuhan produksi bahan pangan lainnya seperti jagung dan ubi
kayu menunjukkan peningkatan. Perbaikan kinerja produksi jagung terutama
disumbangkan oleh peningkatan Gorontalo sejalan dengan perluasan lahan tanam
jagung yang cukup masif mencapai 19.035 ha. Sementara peningkatan produksi ubi kayu
didorong oleh kebijakan pemerintah untuk melakukan diversifikasi pangan.
Produksi Bahan Pangan Sulampua (% yoy)
*) Angka RamalanSumber : Kementerian Pertanian
Pada tahun 2011 produksi padi Sulampua diperkirakan optimis mencapai 7,5
juta ton atau tumbuh sebesar 4,04% (yoy). Volume produksi tersebut sebagian besar
dihasilkan di Sulawesi Selatan (60%). Peningkatan produksi didorong oleh peningkatan
luas panen (2,89%) yang terjadi di Sulawesi Selatan seluas 16,9 ribu hektar. Perluasan
tersebut merupakan hasil program rehabilitasi dan pembangunan sistem irigasi pertanian
di seluruh kabupaten yang dapat meningkatkan frekuensi panen.
Pada subround I-2011 (bulan Januari-April) capaian produksi padi di Sulampua
diperkirakan cukup baik, yaitu sebesar 2,6 juta ton atau tumbuh 16,2% dibandingkan
periode yang sama tahun 2010. Curah hujan yang cukup tinggi di awal tahun 2011 (saat
benih berumur +1 bulan) dan cenderung turun di bulan Februari dan Maret (saat musim
panen dimulai) mendorong peningkatan produksi tersebut. Selain itu diperoleh informasi
bahwa tidak terdapat gangguan berupa banjir/hama/kekeringan yang secara signifikan
mengganggu proses panen.
2009 2010 2011* 2009 2010 2011*Padi 7,073.3 7,235.8 7,528.2 3.59% 2.30% 4.04%Jagung 2,752.6 2,845.1 2,947.2 1.02% 3.36% 3.59%Ubi Kayu 1,155.8 1,283.5 1,372.7 -5.42% 11.05% 6.95%
Pertumbuhan (yoy)Produksi (Ribu Ton)KOMODITAS
Produksi padi Sulampua pada subround II-2011 (bulan Mei-Agustus) diperkirakan
lebih tinggi dari Subround I-2011, yaitu meningkat 8,57% dibandingkan Subround I-
2011 atau tumbuh 2,2% (yoy). Pola produksi tahun ini berbeda dari tahun sebelumnya,
dimana pada tahun 2010 terjadi pergeseran pola panen akibat anomali cuaca yang terjadi
sejak awal tahun.
Kondisi Distribusi Pasokan Kebutuhan Pokok
Meskipun kondisi produksi telah kembali normal namun masih terdapat indikasi
terkendalanya proses distribusi yang tercermin dari masih tertahannya penurunan harga
beras walaupun musim panen sudah dimulai. Margin harga beras yang relatif tinggi
diperkirakan akan menambah jumlah pemain (pedagang besar) yang dapat kembali
mendorong kenaikan harga beras (vicious circle). Indikasi makin bertambahnya para
pemain komoditas beras dapat dikonfirmasi dengan pertumbuhan kredit modal kerja
untuk pembelian beras di Sulsel yang sangat tinggi sebesar 221% (yoy).
Berdasarkan informasi dari Bulog Divre VII Sulselbar, tingginya harga beras saat ini
diperkirakan akan mengurangi kemampuan penyerapan beras bulog tahun 2011 sebesar
17,8% dibandingkan tahun lalu. Pada tahun ini penyerapan Bulog Divre VII diperkirakan
hanya sebesar 370.000 ton, lebih rendah dibandingkan realisasi penyerapan beras Bulog
tahun 2010 sebesar 450.000 ton. Mengingat bahwa Sulsel dapat memenuhi 60%
kebutuhan beras Sulampua, kondisi ini cukup mengganggu stabilisasi harga beras oleh
Bulog.
Kendala pada proses distribusi pangan perlu dicermati terutama pada daerah yang
berpotensi rawan pangan. Berdasarkan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan
Indonesia (Badan Ketahanan Pangan, 2009), dari 30 kabupaten yang memiliki potensi
rawan pangan tinggi, 20 diantaranya berada di Wilayah Sulampua terutama Papua (17
kabupaten). Ketahanan pangan Papua sangat rentan karena tidak memiliki areal
pertanian pangan memadai dan bergantung pada suplai dari provinsi lain, sementara
akses transportasi masih cukup minim.
Program Peningkatan Ketahanan Pangan
Dalam rangka menjaga ketahanan pangan, Badan Ketahanan Pangan (BKP)
memiliki beberapa program yang pelaksanaannya terkoordinasi secara nasional. Program
utama BKP adalah (1) Program Peningkatan Diversifikasi Pangan Non Beras dengan target
menurunkan konsumsi beras masyarakat 1,5% di tahun 2013, (2) Pengembangan Desa
Mandiri Pangan untuk meningkatkan ketahanan pangan di desa rawan pangan,
(3) Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM). Program (1) dan (2)
dilaksanakan di semua provinsi, sedangkan program (3) dilakukan di daerah sentra
produksi beras (Sulsel, Sulteng, dan Sulut).
Khusus provinsi Papua yang merupakan provinsi dengan kerentanan pangan
tertinggi, pada tahun 2011 akan mengadakan pelatihan penyusunan Peta Ketahanan dan
Kerentanan Pangan, Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi dan SKPG agar antisipasi
kekurangan pangan dan gizi dapat dilakukan dengan cepat sampai ke tingkat distrik.
Selain itu pemerintah juga menyediakan dana bantuan sosial Rp25 juta per kabupaten
untuk mengatasi ketika terjadi rawan pangan.
Realisasi Kebijakan Peningkatan Produksi Pangan
Untuk meningkatkan produksi pangan di tahun 2011, beberapa program yang
akan dilaksanakan oleh pemerintah antara lain (1) Bantuan benih dan pupuk, (2)
Pendampingan dan penyuluhan kepada petani, (3) Bantuan alat mesin pertanian, (4)
Pembangunan alat pengering (lantai jemur, terpal, dan silo dryer, dan (6) Rehabilitasi dan
pembangunan sistem irigasi. Pelaksanaan program-program tersebut diperkirakan baru
akan berjalan di pertengahan tahun 2011, sehingga peningkatan produksi akan tercatat
pada Subround III-2011 (bulan September-Desember).
BOKS II
Pengaruh Tsunami di Jepang Terhadap Perekonomian Sulampua
Tsunami Jepang yang terjadi pada tanggal 11 Maret 2011 diperkirakan akan
mengoreksi pertumbuhan ekonomi Sulampua, karena Jepang merupakan negara tujuan
ekspor utama bagi provinsi yang ada di Sulampua. Nilai ekspor Sulampua ke Jepang pada
tahun 2010 mencapai US$ 3,35 miliar, atau sebesar 32% dari total nilai ekspor
Sulampua. Berdasarkan nilai ekspornya, komoditas yang mendominasi yaitu tembaga
(48,7%) dan nikel (41,5%).
Share Nilai Ekspor Sulampua Berdasarkan Negara Tujuan
Share Nilai Ekspor Komoditas Sulampua dengan Tujuan Ekspor Jepang
Nilai ekspor Sulampua ke Jepang pada tahun 2010 mencapai US$ 3,35 miliar,
atau sebesar 32% dari total nilai ekspor Sulampua. Komoditas yang mendominasi yaitu
tembaga (48,7% dari total ekspor Sulampua ke Jepang) dan nikel (41,5% dari total
ekspor Sulampua ke Jepang).
Potensi gangguan ekspor dengan tujuan Jepang dapat diperkecil bila pelaku
usaha di Sulampua dapat melakukan pengalihan ekspor ke negara lain. Ekspor tembaga
diperkirakan cukup aman mengingat banyak negara lain yang mampu menyerap hasil
produksi tembaga, misalkan Filipina, India, Korea Selatan, dan Cina. Sementara untuk
komoditas nikel, hanya Cina yang memiliki volume pembelian hampir setara dengan
Jepang. Permintaan nikel Cina diprediksikan akan terus menguat mengingat tingginya
pertumbuhan ekonomi negara tersebut.
Jepang32%
Cina12%
India10%
Korea Selatan
9%
Spanyol8%
Malaysia6%
US4% Lainnya
19%
Tembaga, 48.71%
Nikel, 41.45%
Batubara, 4.54%
Hasil Ikan, 2.90%
Produk Kayu, 1.36%
Timah, 0.43%Lainnnya,
0.60%
Share Ekspor Tembaga Sulampua
Share Ekspor Nikel Sulampua
Bila dilihat dari volume ekspor, share Jepang terhadap total ekspor hanya sebesar
11% dari total ekspor Sulampua. Volume ekspor menjadi sedemikian kecil karena
tingginya nilai komoditas utama ekspor ke Jepang, yaitu matte nikel. Dalam hal volume,
Cina mencatat share terbesar.
Share Volume Ekspor Sulampua Berdasarkan Negara Tujuan
Share Volume Ekspor Komoditas Sulampua dengan Tujuan Ekspor Jepang
Pengaruh kedua yang harus diwaspadai adalah penurunan impor. Selama tahun
2010 impor Sulampua yang berasal dari Jepang mencatat share 11,9%, dengan
komoditas utama ban mobil dan plat baja. Pengiriman kedua komoditas tersebut
diprediksi akan terganggu karena lokasi pabriknya sempat terhantam gempa dan
tsunami. Namun diperkirakan pembeli di Sulampua dapat memenuhi kebutuhannya dari
negara lain atau dari hasil produksi lokal.
Share Komoditas Impor Utama Jepang ke Sulampua
Negara Tujuan Share Nilai Share VolumeJepang 37.20% 37.53%India 19.18% 19.47%Spanyol 18.13% 17.36%Cina 14.73% 14.58%Korea Selatan 6.64% 6.26%Filipina 4.12% 4.79%
Negara Tujuan Share Nilai Share VolumeJepang 76.03% 9.28%Cina 19.30% 80.64%Lainnya 4.68% 10.07%
RRC55%
Jepang11%
India8%
Korea Selatan
4%
Singapura3%
Lainnya19%
Nikel, 41.80%
Batubara, 39.97% Tembaga,
16.14%
Kayu Olahan, 1.03%
Ikan-Ikanan, 0.45%
Lainnya, 0.61%
Komoditas Ban Mobil Plat BajaTerhadap Impor dari Jepang 16.9% 4.4%Terhadap Impor Komoditas di Sulampua 57.3% 54.0%Terhadap Total Impor Sulampua 2.02% 0.53%
31Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan I - 2011
Bab 2 Perkembangan Inflasi
2.1. Perkembangan Inflasi
Laju inflasi tahunan Sulsel pada triwulan I-2011, masih sejalan dengan proyeksi inflasi
di kisaran 6,52% ± 0.5% (yoy), menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflasi pada
triwulan I-2011 sebesar 6,32% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I-2010 sebesar
3,45% (yoy) namun menurun dibandingkan triwulan IV-2010 sebesar 6,56% (yoy).
Sementara itu, dibandingkan inflasi Nasional sebesar 6,65% (yoy)1. Inflasi tahunan Sulsel
masih tercatat lebih rendah, dibandingkan inflasi Nasional sebesar 6,65% (yoy)2.
Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1
2008 2009 2010 2011
y.o.y - Nasy.o.y - Ssy.t.d - Ss
Sumber : BPS diolah
%
2.1.1. Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa
Secara tahunan, urutan inflasi Sulsel pada triwulan I-2011 berdasarkan kelompok
barang dan jasa, dari yang tertinggi hingga terkecil adalah sebagai berikut :
Kelompok Bahan Makanan, laju inflasi tahunan pada triwulan laporan meningkat
cukup tinggi menjadi sebesar 13,96%, dibandingkan triwulan yang sama tahun 2010
sebesar 2,68% (tabel 2.1). Peningkatan inflasi tersebut disebabkan oleh kenaikan harga pada
sub-kelompok bumbu-bumbuan, sub-kelompok ikan segar dan sub-kelompok lemak-minyak
yang inflasi secara berurutan sebesar 76,64% (yoy); 22,89%; dan 14,44% pada triwulan I-
1 Sumber : BPS2 Sumber : BPS
32 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi SelatanTriwulan I – 2011
2011 dimana lebih tinggi jika dibandingkan triwulan I-2010 masing-masing sebesar 74,18%;
6,58% dan 10,81% (tabel 2.2).
Tabel 2.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa (%, yoy)
Bahan Makanan
Makanan Jadi
Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor UMUM
1 13.17 11.97 9.34 11.12 10.21 3.55 1.77 9.01 2 4.14 10.63 4.66 7.65 6.51 3.46 (5.01) 3.80 3 3.38 6.74 3.26 6.92 3.89 4.66 (4.72) 2.70 4 3.60 6.23 3.55 7.31 2.86 6.91 (2.32) 3.39 1 2.68 6.22 3.48 2.16 2.98 7.08 1.18 3.45 2 7.64 5.23 4.11 7.56 2.73 7.08 1.06 5.00 3 13.43 6.21 4.13 7.65 2.92 4.07 1.76 6.58 4 14.27 5.90 4.14 7.35 3.06 1.80 1.75 6.56 1 13.96 4.47 4.16 8.30 3.08 1.48 1.84 6.32 2 - - - - - - - -3 - - - - - - - -4 - - - - - - - -
Sumber : BPS, diolah
Ket : Sejak Tahun 2008 menggunakan tahun dasar 2007
2011
2009
2010
TAHUN
Tekanan inflasi pada sub-kelompok bumbu-bumbuan dan ikan segar tersebut
disebabkan terutama karena faktor cuaca yang kurang kondusif, yaitu masih cukup tingginya
curah hujan. Sifat komoditas sayur-sayuran yang tidak tahan lama menyebabkan komoditas
tersebut cepat busuk/rusak. Hal tersebut menyebabkan terbatasnya ketersediaan komoditi
pada sub-kelompok tersebut yang pada akhirnya memberi tekanan pada inflasi.
Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Kel. Bahan Makanan
-5
0
5
10
15
20
25
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1
2008 2009 2010 2009%
y.t.d
y.o.ySumber : BPS diolah
Tabel 2.2. Inflasi Per-Sub Kel. Bahan Makanan
1 4 1BAHAN MAKANAN 2.69% 14.27% 13.96%
1 Padi-padian 12.50% 15.02% 6.47%2 Daging & Hasilnya -0.81% 8.45% 0.55%3 Ikan Segar -4.02% 6.58% 22.91%4 Ikan Diawetkan -1.83% 5.10% 13.21%5 Telur, Susu & Hasilnya 0.71% 4.42% 6.02%6 Sayur-sayuran 4.58% 15.98% 8.31%7 Kacang-kacangan 1.67% 9.02% 6.63%8 Buah-buahan 28.49% 12.42% -5.17%9 Bumbu-bumbuan -9.22% 74.18% 76.59%
10 Lemak & Minyak -5.08% 10.81% 14.44%11 Bhn Makanan Lainnya 2.55% 4.97% 3.85%
2011No
2010Keterangan
Selain itu, cuaca ekstrim yang terutama terjadi pada awal triwulan I-2011
menyebabkan nelayan sulit melaut sehingga harga ikan laut di sejumlah pasar tradisional dan
Pusat Pelelangan Ikan naik sekitar 40 persen dari sebelumnya(lihat grafik 2.3).
Tekanan inflasi juga terjadi pada sub-kelompok lemak dan minyak. Hal ini disebabkan
karena harga CPO di tingkat dunia yang masih terus meningkat sejak triwulan II-2010.
33Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan I - 2011
Lonjakan harga tersebut mempengaruhi peningkatan harga minyak goreng di Indonesia yang
penentuan harganya mengacu pada harga jual CPO yang semakin meningkat (grafik 2.4).
Grafik 2.3. Perkembangan Harga Beberapa Komoditi dalam Kel. Bahan Makanan Hasil SPH di Makassar
Cakalang dan Tongkol
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
Tongkol
Cakalang
Bawang Merah
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
-40.00%
-20.00%
0.00%
20.00%
40.00%
60.00%
80.00%
100.00%
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
Harga Bawang Merah
Growth (yoy)
Minyak Goreng
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
-20.00%
-15.00%
-10.00%
-5.00%
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
Minyak Goreng
Growth (yoy)
Sawi Hijau dan Bayam
-2,000 4,000 6,000 8,000
10,000 12,000 14,000
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
Sawi Hijau
Bayam
Grafik 2.4.Harga CPO Internasional
-50%-40%-30%-20%
-10%0%10%20%
30%40%
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1
2008 2009 2010 2011
ringgit/ton (metrik)
yoy indeks
Kemudian, jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maka inflasi triwulan
laporan juga tercatat lebih rendah sebesar 0,31% jika dibandingkan dengan inflasi pada
triwulan IV-2010 sebesar (14,27%; yoy), dimana sumber perlambatan inflasinya juga berasal
dari sub-kelompok padi-padian, daging-hasilnya, sayur-sayuran, kacang-kacangan dan buah-
buahan. Penyebabnya utamanya adalah karena faktor musiman, dimana pada pada triwulan
IV-2010 terdapat perayaan Hari Raya Idul Fitri, Idul Adha, Natal, Tahun Baru dan liburan
sekolah yang menyebabkan terjadinya peningkatan permintaan yang cukup signifkan yang
kemudian tekanan permintaan berkurang pada awal tahun 2011. Selain itu, pada akhir
34 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi SelatanTriwulan I – 2011
triwulan I-2011 Sulsel memasuki panen raya, dimana hasil panen padi di Sulawesi Selatan
justru meningkat. Hal ini menandakan bahwa faktor cuaca ekstrem yang melanda Indonesia
tidak banyak berpengaruh terhadap komoditas padi di Sulsel.
Kelompok Sandang, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, maka inflasi
tahunan (yoy) pada triwulan I-2011 yang sebesar 8,30% (yoy) jauh lebih tinggi dibandingkan
triwulan I-2019 sebesar 2,17% (yoy) karena meningkat sebesar 6,14%. Peningkatan tersebut
bersumber dari kenaikan inflasi pada sub-kelompok barang pribadi dan sandang lain,
khususnya pada komoditas emas yang mengalami kenaikan harga cukup signifikan sejak
tahun 2010 (grafik 2.6). Masih belum pulihnya perekonomian global menyebabkan emas
menjadi salah satu komoditas yang diburu mengingat nilainya yang cenderung naik dari
tahun ke tahun. Selain itu, kenaikan inflasi juga terjadi pada sub-kelompok sandang anak-
anak. Penigkatan inflasi pada kelompok dandang sejalan dengan indeks penjualan eceran
untuk kelompok pakaian dan perlengkapan pada triwulan I-2011 yang tumbuh lebih tinggi
jika dibandingkan dengan triwulan I-2010 (grafik 2.7).
Grafik 2.5. Perkembangan Inflasi Kel. Sandang
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
16
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1
2008 2009 2010 2011%
y.t.d
y.o.y
Sumber : BPS diolah
Tabel 2.3. Inflasi Per-Sub Kel. Sandang
1 4 1SANDANG 2.17% 7.35% 8.30%
1 Sandang Laki-laki 4.52% 3.40% 3.46%2 Sandang Wanita 3.53% 2.72% 2.38%3 Sandang Anak-anak 7.71% 8.58% 8.50%4 Brg Pribadi & Sandang Lain -3.38% 13.85% 17.51%
2011No 2010Keterangan
Grafik 2.6.Perkembangan Harga Internasaional:
Komoditas Emas
-5%0%5%10%15%20%25%30%35%40%45%
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
$/troy oz
Grafik 2.7.Perkembangan Indeks Penjualan Eceran
Kel.Pakaian dan Perlengkapan
-30%-20%-10%0%10%20%30%40%50%
0
50
100
150
200
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
Pakn & Perlgkyoy
Smb : SPE
Kemudian, secara triwulanan, inflasi pada triwulan laporan cenderung lebih tinggi jika
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yaitu naik dari 7,35% menjadi 8,30% (yoy),
dimana sumber pemicu inflasinya juga berasal dari sub-kelompok barang pribadi dan
35Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan I - 2011
sandang lain. Namun di sisi lain, terjadi penurunan inflasi pada sub-kelompok sandang
wanita dan anak-anak. Perlambatan inflasi pada sub-kelompok dimaksud, diduga merupakan
dampak musiman dimana pada permintaan pakaian, khususnya wanita an anak-anak
meningkat pada triwulan IV-2010 jika dibandingkan dengan triwulan I-2011, karena terdapat
perayaan Hari Raya Idul Fitri, Idul Adha, Natal dan Tahun Baru.
Kelompok Makanan Jadi-Minuman-Rokok-Tembakau, jika dibandingkan dengan
tahun sebelumnya, maka inflasi tahunan (yoy) pada triwulan I-2011 relatif melambat. Pada
triwulan laporan, inflasi kelompok ini tercatat sebesar 4,47% (yoy), lebih rendah jika
dibandingkan dengan triwulan I-2010 sebesar 6,22% (yoy) (tabel 2.4). Penurunan inflasi
pada kelompok dimaksud disebabkan karena terjadi penurunan yang cukup signifikan pada
sub-kelompok minuman yang tidak beralkohol (tabel 2.4). Salah satu komoditas yang cukup
dominan dalam mempengaruhi inflasi sub-kelompok dimaksud adalah gula pasir. Meski
tingkat harga internasional gula pasir masih cukup tinggi, namun pergerakan harga gula
pasir didalam negeri relatif cukup terkendali sejak triwulan II-2010 karena pasokan gula
passir Sulsel terjaga, dimana hal ini searah dengan hasil Survei Pemantauan Harga yang
dilakukan oleh KBI Makassar (grafik 2.9).
Grafik 2.8. Perkembangan Inflasi Kel. Makanan Jadi-
Minuman-Rokok-Tembakau
0
2
4
6
8
10
12
14
16
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1
2008 2009 2010 2011%
y.t.d
y.o.y
Sumber : BPS diolah
Tabel 2.4. Inflasi Per-Sub Kel. Makanan Jadi-
Minuman-Rokok-Tembakau
1 4 1MKNN JADI, M, R & T. 6.22% 5.90% 4.47%
1 Makanan Jadi 5.69% 5.65% 4.11%2 Min. yg tdk Beralkohol 10.95% 8.17% 3.78%3 Temb. & Min. Beralkohol 5.04% 4.97% 5.90%
2011No 2010Keterangan
Kemudian jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, maka laju inflasi
kelompok dimaksud juga mengalami perlambatan yaitu dari 5,90% pada triwulan IV-2010
menjadi 4,47% (yoy) (lihat grafik 2.8). Perlambatan laju inflasi dimaksud, terutama juga
didorong oleh menurunnya laju inflasi sub-kelompok minuman yang tidak beralkohol,
dimana laju inflasinya tercatat melambat dari 8,17% menjadi 3,78%. Hal tersebut,
disebabkan oleh penurunan harga gula pasir (grafik 2.10), yang merupakan salah satu
komoditas penyumbang inflasi utama pada sub-kelompok tersebut, mengalami penurunan
harga di tingkat agen. Turunnya harga gula pasir akibat dari faktor distribusi yang lancar dan
stok yang cukup banyak, sedangkan di sisi lain permintaannya relatif stagnan sehingga
36 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi SelatanTriwulan I – 2011
menyebabkan harga gula pasir menjadi cenderung turun. Selain itu, harga komoditas
makanan jadi juga relatif menurun yang disebabkan karena pengaruh dari turunnya inflasi
pada kelompok bahan makanan (grafik 2.3).
Grafik 2.9. Perkembangan Harga Beberapa Komoditi dalam Kelompok Makanan Jadi-rokok
Hasil SPH di Makassar
Nasi
8,400
8,600
8,800
9,000
9,200
9,400
9,600
-5.00%
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
Nasi
Growth (y.o.y)
Mie
0%2%4%6%8%10%12%14%16%18%20%
-1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 7,000 8,000 9,000
1 2 3 4 1 2 3 4
2009 2010
Mieyoy - a.kanan
Kue Basah
3,800
3,900
4,000
4,100
4,200
4,300
4,400
4,500
0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
10.00%
12.00%
14.00%
1 2 3 4 1
2010 2011
Kue Basah
Growth (y.o.y)
Gula Pasir
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
70.00%
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
Gula Pasir
Growth (yoy)
Grafik 2.10.Harga Gula Internasional
-
5
10
15
20
25
30
35
40
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
USD/PoundUSD/Pound
Grafik 2.11.Perkembangan Indeks Penjualan Eceran Kel.
Makanan dan Tembakau
-60%-40%-20%0%20%40%60%80%100%
0 100 200 300 400 500 600 700
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
Mknn & Temb yoy
Smb : SPE
Kelompok Perumahan-Air-Listrik-Gas-Bahan Bakar, jika dibandingkan periode
yang sama tahun lalu, inflasi pada triwulan I-2011 sedikit mengalami peningkatan dari
sebesar 3,48% menjadi 4,16% (yoy). Kenaikan laju inflasi tahunan tersebut didorong oleh
37Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan I - 2011
peningkatan laju inflasi pada sub-kelompok biaya tempat tinggal dan sub-kelompok
perlengkapan rumah tangga (tabel 2.5). Peningkatan laju inflasi pada sub-kelompok biaya
tempat tinggal diduga didorong oleh ekspektasi kenaikan harga bahan bangunan.
Hal tersebut disebabkan karena meroketnya harga pangan internasional, anomali
musim dan kenaikan harga minyak yang akan menimbulkan efek berantai, dimana akan
menyebabkan terjadinya inflasi dan akhirnya harga bahan baku juga akan ikut disesuaikan.
Kondisi ini sejalan dengan hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) kelompok bahan konstruksi
yang menunjukkan kecenderungan kenaikan tingkat harga (grafik 2.13.).
Grafik 2.12. Perkembangan Inflasi Kel.
Perumahan-Air-Listrik-Bhn Bakar
-
2
4
6
8
10
12
14
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1
2008 2009 2010 2011
%
y.t.d
y.o.ySumber : BPS diolah
Tabel 2.5. Inflasi Per-Sub Kel.
Perumahan-Air-Listrik-Bhn Bakar
1 4 1PERUMAHAN,A, L,G & BB 3.48% 4.14% 4.16%
1 Biaya Tempat Tinggal 2.30% 3.75% 3.79%2 BB, Penerangan & Air 7.32% 6.62% 6.36%3 Perlengkapan RT 2.27% 1.88% 2.59%4 Penyelenggaraan RT 3.19% 2.42% 2.41%
2011No 2010Keterangan
Kemudian, jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, inflasi pada triwulan
laporan cenderung stabil. Inflasi pada triwulan IV-2010 tercatat sebesar 4,14%, relatif stabil
yaitu sebesar 4,16% (yoy) pada triwulan I-2011, atau hanya meningkat sebesar 0,02%
daripada triwulan IV-2010. Hal ini diduga karena ada pengaruh faktor cuaca, yang dapat
mempengaruhi proses produksi bahan baku bangunan. Misalnya harga batu bata yang relatif
meningkat karena pengaruh musim penghujan sehingga proses pengeringan batu bata
menjadi terhambat sehingga pasokan menjadi terbatas.
Grafik 2.13.Perkembangan Indeks Penjualan Eceran Kel.
Bhn Konstruksi
-40%-20%0%20%40%60%80%100%120%
0 100 200 300 400 500 600 700
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
Bhn Kons
yoy
Smb : SPE
38 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi SelatanTriwulan I – 2011
Kelompok Kesehatan, inflasi periode laporan jika dibandingkan dengan tahun
sebelumnya, terlihat cenderung naik dari 2,98% pada triwulan I-2010, menjadi sebesar
3,08% (yoy) pada triwulan I-2011 (grafik 2.14). Sub-kelompok yang mengalami kenaikan
terbesar adalah pada sub-kelompok obat-obatan. Tekanan inflasi pada sub-kelompok obat-
obatan disebabkan oleh harga bahan baku obat telah melambung sekitar 5%-8% sejak awal
tahun 2011 sehingga harga obat naik sekitar 10 persen. Faktor-faktor tersebut menyebabkan
inflasi pada sub-kelompok obat-obatan pada triwulan ini meningkat jika dibandingkan
periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Grafik 2.14. Perkembangan Inflasi Kelompok Kesehatan
-
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1
2008 2009 2010 2011%
y.t.dy.o.y
Sumber : BPS diolah
Tabel 2.6. Inflasi Per-Sub Kelompok Kesehatan
1 4 1KESEHATAN 2.98% 3.06% 3.08%
1 Jasa Kesehatan 6.49% 6.47% 5.68%2 Obat-obatan 1.02% 2.62% 3.32%3 Js Prwtn Jas. 6.81% 4.60% 3.92%4 Prwtn Jas. & Kos. 1.04% 0.98% 1.30%
2011No 2010Keterangan
Namun di sisi lain, sub-kelompok jasa perawatan jasmani cenderung menurun
inflasinya karena diduga karena maraknya bisnis perawatan kecantikan yang baru dibuka
pada awal tahun 2011, khususnya di Makassar sehingga membawa persaingan harga yang
cukup kompetitif atas jasa-jasa yang ditawarkan dan akhirnya menekan laju inflasi pada sub-
kelompok dimaksud.
Di sisi lain, jika periode triwulan I-2011 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya,
inflasi kelompok kesehatan relatif stabil dimana laju inflasi pada triwulan IV-2010 sebesar
3,06% (yoy) menjadi 3,08% pada triwulan I-2011. Peningkatan laju inflasi pada triwulan
laporan ini didorong oleh sub-kelompok obat-obatan namun di sisi lain diredam oleh
melambatnya inflasi pada sub-kelompok jasa perawatan jasmani (tabel 2.6).
Kelompok Transportasi-Komunikasi-Jasa Keuangan, jika dibandingkan dengan
tahun sebelumnya, maka inflasi pada triwulan I-2011 sedikit mengalami peningkatan, yaitu
dari 1,18% menjadi sebesar 1,84% (yoy) (grafik 2.15). Kenaikan laju inflasi kelompok ini
terbesar terdapat pada sub-kelompok sarana dan penunjang transpor. Hal ini disebabkan
oleh kebijakan pemerintah dalam menaikkan biaya pengurusan jasa Surat Tanda Kendaraan
Bermotor (STNK) dan biaya perpanjangan dan pembuatan surat izin mengemudi (SIM) pada
39Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan I - 2011
awal Juli 20103 dan diperkirakan akan memberikan dampak peningkatan inflasi sub-
kelompok dimaksud hingga 1 (satu) tahun kedepan. Selain itu, juga terdapat beberapa
kenaikan jenis tarif layanan yang berkisar antara 80% hingga 100%. Tarif yang mengalami
kenaikan itu, di antaranya penerbitan SIM, pelayanan ujian keterampilan mengemudi melalui
simulator, penerbitan STNK, penerbitan surat tanda coba kendaraan (STCK), dan penerbitan
tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB). Ditambah lagi dengan kenaikan tarif pada
penerbitan buku pemilik kendaraan bermotor (BPKB), penerbitan surat mutasi kendaraan ke
luar daerah, penerbitan surat izin senjata api dan bahan peledak, penerbitan surat
keterangan catatan kepolisian (SKCK), penerbitan surat keterangan lapor diri, serta
penerbitan kartu sidik jari. Selain dari kenaikan tarif pengurusan surat-surat, juga terjadi
peningkatan tarif untuk pembuatan pelat nomor kendaraan sebesar 100%. Selain itu,
pengaruh dari penigkatan harga minyak dunia pada triwulan I-2010 juga memicu inflasi pada
sub-kelompok dimaksud, karena akan berdampak pada penignkatan harga karet dan
akhirnya berpengaruh pada harga ban kendaraan.
Grafik 2.15. Perkembangan Inflasi Kelompok Transportasi
(8)
(6)
(4)
(2)
-
2
4
6
8
10
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1
2008 2009 2010 2011%
y.t.d
y.o.y
Sumber : BPS diolah
Tabel 2.7. Inflasi Per-Sub Kel.
Transpor-Komunikasi-Jasa Keuangan
1 4 1TRANSPOR, KOM. & JK 1.18% 1.75% 1.84%
1 Transpor 1.51% 0.46% 0.63%2 Kom. & Pengiriman -1.30% -0.55% -0.36%3 Srn & Penunjang Transpor 4.93% 21.73% 20.50%4 Js Keuangan 0.41% 0.00% 0.00%
Keterangan2011No 2010
Namun di sisi lain, inflasi pada sub-kelompok transpor mengalami perlambatan jika
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini diperkirakan karena masih relatif banyaknya
paket-paket promo yang di tawarkan oleh maskapai penerbangan pada awal tahun 2011,
untuk merangsang jumlah penumpang. Dimana aktivitas bandar udara Makassar selaku
pintu gerbang Indoesia Timur juga semakin tinggi sebagai akibat dari meningkatnya jumlah
penerbangan ke/dan dari Makassar sehingga tingkat harga angkutan udara juga semakin
kompetitif.
Kemudian jika inflasi triwulan I-2011 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya,
inflasi kelompok transportasi-komunikasi-jasa keuangan, juga mengalami peningkatan inflasi
3 Kenaikan Biaya Perpanjangan STNK Sumbang Inflasi Sulsel, Tribun Timur.com, http://202.146.4.121/read/artikel/121399/sitemap.html.
40 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi SelatanTriwulan I – 2011
yaitu dari 1,75% pada triwulan IV-2010 menjadi 1,84% (yoy) pada triwulan laporan (tabel
2.7). Peningkatan laju inflasi pada kelompok dimaksud terutama dipengaruhi oleh kenaikan
inflasi pada sub-kelompok transpor. Hal tersebut diduga disebabkan karena perkembangan
harga minyak dunia yang cenderung meningkat (grafik 2.16) sehingga mempengaruhi
kenaikan harga tiket angkutan udara pada triwulan I-2011 jika dibandingkan dengan
triwulan IV-2010.
Grafik 2.16. Perkembangan Rata-rata Harga Minyak
Dunia
-80%-60%-40%-20%0%20%40%60%80%100%
-
20
40
60
80
100
120
140
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1
2008 2009 2010 2011
$/barrel
yoy indeks
Grafik 2.17.Perkembangan Indeks Penjualan Eceran
Kel. Kendaraan & Suku Cadang
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
0
50
100
150
200
250
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
Kend & Sk Cd
yoy
Smb : SPE
Kelompok Pendidikan-Rekreasi-Olahraga, jika dibandingkan dengan tahun
sebelumnya maka inflasi periode triwulan I-2011 mengalami perlambatan yang cukup
signifikan jika dibandingkan dengan triwulan I-2010 sebesar 7,09% menjadi sebesar 1,48%
(yoy) pada triwulan I-2011. Perlambatan tersebut terjadi di seluruh sub-kelompok.
Perlambatan inflasi yang paling besar terjadi pada sub-kelompok pendidikan. Hal ini
disebabkan karena pada triwulan I-2010 terjadi kenaikan biaya pendidikan yang mencapai
13,24% (yoy). Selain itu, sub-kelompok olahraga juga mengalami perlambat inflasi pada level
yang moderate. Lebih tingginya inflasi sub-kelompok dimakasud pada tahun 2010 jika
dibandingkan dengan tahun 2011 diperkirakan karena penyelenggaraan piala dunia pada
Juni 2010, namun dampaknya yang ditimbulkan sebelumnya diperkirakan sudah cukup
terasa.
Kemudian, jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, maka inflasi kelompok ini
juga mengalami perlambatan meski pada level yang kecil, yaitu dari sebesar 1,80% pada
triwulan IV-2010 melambat menjadi sebesar 1,48% (yoy) pada triwulan laporan (grafik 2.18).
Hampir semua sub-kelompok pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga mengalami
perlambatan. Perlambatan laju inflasi terutama bersumber dari perlambatan pada sub-
kelompok rekreasi. Hal ini diduga karena pngaruh faktor musiman, dimana pada awal tahun
menjadi penanda berkhirnya masa liburan anak sekolah, libur akhir tahun yang bersamaan
dengan perayaan Natal dan Tahun Baru.
41Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan I - 2011
Namun di sisi lain, sub-kelompok olahraga mengalami kenaikan inflasi. Hal ini
diperkirakan karena pada triwulan I-2011 terdapat beberapa event yang melibatkan aktivitas
olahraga, seperti kegiatan jalan santai yang diikuti oleh sekitar 5000 siswa-siswi Makassar,
baik SD, SMP dan SMA yang merupakan perayaan acara ulang tahun salah satu bimbel
(bimbingan belajar) di Makassar. Selin itu, juga ada kegiatan sepeda santai yang diadakan
oleh organisasi masyarakat maupun perbankan dimana hal tersebut menyebababkan
terjadinya peningkatan pembelian untuk pakaian olahraga pria maupun wanita.
Grafik 2.18. Perkembangan Inflasi Kel. Pendidikan
-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1
2008 2009 2010 2011%
y.t.dy.o.y
Sumber : BPS diolah
Tabel 2.8. Inflasi Per-Sub Kel. Pendidikan-Rekreasi-
Olahraga
1 4 1PENDIDIKAN, R & OR 7.09% 1.80% 1.48%
1 Pendidikan 13.24% 2.05% 2.03%2 Kursus/Pelatihan 3.43% 2.21% 2.08%3 Prlngkpn/Prltn Pendd. 1.83% 1.68% 1.59%4 Rekreasi 1.47% 1.57% 0.28%5 Olahraga 2.31% 0.74% 1.59%
2011No 2010Keterangan
Grafik 2.19.Perkembangan Indeks Penjualan Eceran
Kel. Peralatan Tulis
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
0
50
100
150
200
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
Prltn Tls yoy
Smb : SPE
2.1.2. Inflasi Berdasarkan Kota
Dari pergerakan data mengenai pertumbuhan Inflasi daerah-daerah yang tergabung
dalam Provinsi Sulsel dapat diketahui beberapa hal sebagai berikut:
Berdasarkan perbandingan tingkat pertumbuhan inflasi dengan triwulan yang sama
pada tahun sebelumnya, maka kota/daerah yang menunjukkan pergerakan pertumbuhan
inflasi yang paling tinggi adalah kota Pare-pare dengan tingkat inflasi sebesar 5,66% pada
triwulan I-2011, meningkat signifikan sebesar 4,18%, dibandingkan triwulan I-2010 sebesar
1,48%. Pertumbuhan inflasi kedua tertinggi di Provinsi Sulsel adalah kota Makassar dengan
tingkat inflasi pada triwulan I-2011 sebesar 6,60% naik dibandingkan triwulan I-2010 yang
42 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi SelatanTriwulan I – 2011
tercatat sebesar 3,41%. Kemudian, kota terakhir yang mengalami peningkatan inflasi adalah
kota Palopo dengan tingkat inflasi sebesar 3,96%, naik dibandingkan inflasi triwulan I-2010
sebesar 3,78%. Sebaliknya, kota yang mengalami perlambatan inflasi adalah kota
Watampone dengan tingkat inflasi pada triwulan I-2011 sebesar 5,97%, sedikit turun
dibandingkan triwulan I-2010 yang tercatat sebesar 6,09% (grafik 2.18).
Jika dilakukan perbandingan dengan inflasi pada triwulan sebelumnya, maka didapati
bahwa 4 (empat) kota yang masuk dalam perhitungan inflasi mengalami perlambatan. Kota
yang mengalami penurunan inflasi terbesar adalah kota Watampone dengan tingkat inflasi
pada triwulan I-2011 sebesar 5,97% sedangkan tingkat inflasi pada triwulan IV-2010 sebesar
6,74%. Kota yang mencatat perlambatan terbesar kedua adalah kota Makassar dengan
tingkat inflasi sebesar 6,60% pada triwulan I-2011, turun dibandingkan triwulan IV-2010
yang sebesar 6,82%. Kota ketiga yang mencatat perlambatan terbesar adalah kota Pare-pare
dengan tingkat inflasi sebesar 5,66% pada triwulan I-2011, turun dibandingkan triwulan IV-
2010 yang sebesar 5,79%. Sedangkan kota yang mencatat penurunan tingkat inflasi paling
kecil adalah kota Palopo dengan tingkat inflasi sebesar 3,96% pada triwulan I-2011, turun
dibandingkan triwulan IV-2010 yang tercatat sebesar 3,99%.
Grafik 2.20.Perkembangan Inflasi 4 (Empat) Kota di Sulsel
0.002.004.006.008.00
10.0012.0014.0016.0018.0020.00
I II III IV I II III IV I II III IV I
2008 2009 2010 2011
Gro
wth
(y.
o.y)
Makasar PalopoPare-pare WatamponeSulawasi Selatan
Hal yang menarik untuk diamati dari data maupun grafik yang disajikan adalah
pergerakan pertumbuhan semua kota yang ada di Sulsel adalah searah, yang dimana secara
garis tren menunjukkan indikasi bahwa pergerakan pertumbuhan inflasi yang relatif stabil
sejak akhir 2010. Kota yang pergerakan inflasinya mirip dengan pergerakan inflasi Provinsi
Sulsel secara keseluruhan adalah kota Makassar. Selain itu, pergerakan inflasi kota Palopo
mengalami penurunan yang sangat signifikan jika dibandingkan dengan kota-kota lainnya,
dimana sebelum triwulan I-2010 tingkat inflasinya berada diatas inflasi Sulawesi Selatan.
Namun setelah triwulan I-2010 berada di bawah inflasi Sulsel bahkan sejak triwulan IV-2010
43Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan I - 2011
tingkat inflasinya paling rendah jika dibandingkan dengan 3 (tiga kota) lainnya, yaitu
Makasar, Watampone dan Pare-pare.
Berdasarkan bobot inflasi masing-masing kota di Provinsi Sulsel, Makassar memiliki
bobot inflasi terbesar baik terhadap nasional maupun terhadap Provinsi Sulsel, yang bobot
inflasinya masing-masing sebesar 2,56% dan 81,27%. Kota kedua yang memiliki bobot
inflasi cukup besar adalah Palopo, yaitu sebesar 0,22% terhadap nasional, sedangkan
terhadap Sulsel sebesar 5,98%. Kota yang terendah bobot inflasinya adalah Watampone
dimana bobot inflasinya terhadap nasional dan terhadap Sulsel berturut-turut sebesar 0,18%
dan 5,71%.
Tabel 2.9. Sumbangan Inflasi 4 (Empat) Kota di Sulsel
Trw I-2010 Trw IV-2010 Trw I-2011
Watampone 0.17% 0.32% 0.30%
Makassar 2.90% 5.51% 5.32%
Palopo 0.19% 0.36% 0.35%
Pare-pare 0.19% 0.36% 0.34%
Sulawasi Selatan 3.45% 6.56% 6.32%
Sumbangan Inflasi KotaKeterangan
Kota yang memberikan sumbangan inflasi terbesar untuk Provinsi Sulsel pada
triwulan I-2011 masih diduduki oleh Makassar sebagai kota dengan bobot inflasi terbesar di
Sulsel, yaitu sebesar 5,32%. Nilai tersebut lebih besar jika dibandingkan triwulan yang sama
pada tahun 2010 (2,90%). Namun nilai tersebut cenderung lebih rendah jika dibandingkan
pada triwulan IV-2010 (5,51%). Kemudian hal yang serupa terjadi pada kota Palopo yang
menyumbangkan inflasi 0,35% di triwulan I-2011, atau meningkat jika dibandingkan dengan
triwulan I-2010 (0,19%), akan tetapi sumbangan inflasi kota Palopo pada triwulan laporan
cenderung tetap jika dibandingkan dengan periode sebelumnya(0,36%), tabel 2.9.
2.2. Disagregasi Inflasi
Selain analisa inflasi berdasarkan pengelompokan Inflasi yang diukur dengan IHK di
Indonesia dikelompokan ke dalam 7 kelompok pengeluaran berdasarkan Classification of
Individual Consumption According to Purpose (COICOP), dilakukan juga analisa disagregasi
inflasi yang membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi non-inti (volatile dan
administred inflation). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih
menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental, dimana inflasi dapat
44 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi SelatanTriwulan I – 2011
bersumber dari adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan
(demand pull inflation), dan ekspektasi inflasi.
Inflasi inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent
component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti
interaksi permintaan-penawaran, lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi
internasional, inflasi mitra dagang, serta ekspektasi inflasi dari pedagang dan konsumen.
Kemudian inflasi non inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung tinggi volatilitasnya karena
dipengaruhi oleh selain faktor fundamental. Komponen inflasi non inti terdiri dari inflasi
komponen bergejolak (volatile foods) yang biasa dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam
kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga
komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan
internasional. Terakhir adalah inflasi komponen harga yang diatur Pemerintah (administered
price), dimana inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) berupa kebijakan
harga Pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, tarif angkutan, dan lain-lain.
Grafik 2.21. Sumbangan Inflasi Inti, Administered dan
Volatile
-1.00%
0.00%
1.00%
2.00%
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
Administered Inflation
Core Inflation
Volatile Inflation
Sumber: BPS Diolah
Grafik 2.22. Pertumbuhan Inflasi Inti, Administered dan
Volatile
-5.00%
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
Administered Inflation Core Inflation
Volatile Inflation Total
Sumber: BPS Diolah
Sumbangan inflasi Sulsel, secara rata-rata (sejak tahun 2009 hingga pertengahan
2010) didominasi oleh inflasi inti, kemudian pada urutan kedua adalah inflasi komponen
bergerak (volatile inflation) dan yang terakhir adalah inflasi komponen harga yang diatur
pemerintah (administered inflation). Namun pada triwulan I-2011, sumbangan inflasi terbesar
berasal dari volatile inflation (3,46%) kemudian diikuti dengan inflasi inti (2,26%) dan yang
terakhir disumbang oleh administered inflation (0,62%), lihat grafik 2.21.
Jika dilihat dari sisi pergerakan pertumbuhannya, maka pada triwulan I-2011 volatile
inflation tercatat sebesar 16,78% (yoy), meningkat sangat tinggi jika dibandingkan dengan
tahun sebelumnya (2,31%; yoy), namun relatif menurun jika dibandingkan dengan triwulan
IV-2010 (16,98%; yoy), lihat grafik 2.22.
45Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan I - 2011
Dominasi volatile inflation dalam inflasi di Sulsel triwulan I-2011 disebabkan karena
curah hujan yang masih cukup tinggi sehingga menyebabkan turunnya produksi bahan
makanan, khususnya pada komoditas sayur-sayuran serta hasil tangkapan ikan. Selain itu,
kurang kondusifnya cuaca pada triwulan I-2011 dapat mengurangi kualitas panen beras,
mengurangi produksi udang tambak dan mengakibatkan proses distribusi barang kurang
lancar.
2.3 Pemantauan Inflasi oleh KBI
Pada tanggal 28 Februari 2011, dalam rangka penguatan koordinasi antar instansi
dalam rangka pengendalian inflasi provinsi Sulawesi Selatan, maka diadakan pertemuan High
Level Meeting (HLM) Forum Koordinasi Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (FKPPI)
bertujuan antara lain membahas Program Kerja FKPPI Tahun 2011, untuk mendukung upaya
penguatan koordinasi antara Bank Indonesia, Pemerintah Daerah, Instansi Terkait dan Pelaku
Usaha. Kemudian menetapkan langkah strategis pengendalian inflasi yang akan dilakukan
pada tahun 2011 termasuk. Pembentukan sub FKPPID Kabupaten Watampone, Pare-pare
dan Palopo.
Pertemuan tersebut dihadiri antara lain oleh Pemimpin Bank Indonesia Makassar
selaku Pembina FKPPI, Asisten Gubernur Bidang Ekonomi yang bertindak selaku Wakil Ketua
FKPPI sekaligus mewakili Gubernur Sulawesi Selatan yang berhalangan hadir.
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pertemuan FKPPI dimaksud adalah
mencoba melihat beberapa hal seperti pola historis inflasi beserta tantangan inflasi yang akan
melanda Indonesia di tahun 2011. Jika inflasi ditinjau dari sumber penyebab, maka setiap
instansi mempunyai peran masing-masing dalam upaya mengendalikan inflasi. Dari sisi
supply, peran pemerintah dalam hal ini Pemda dapat mengintervensi melalui penetapan
kebijakan. Sementara Bank Indonesia berperan dari sisi demand (permintaan). Untuk itu
koordinasi antar institusi perlu ditingkatkan agar pengendalian inflasi daerah dapat dilakukan
secara optimal. Kemudian forum FKPPI menyepakati bahwa terdapat beberapa faktor yang
perlu dicermati dalam meningkatkan efektifitas pengendalian inflasi di Sulsel a.l pola
distribusi, struktur pasar dan kecukupan pasokan dari komoditas-komoditas penting yang
menyumbang inflasi cukup tinggi, seperti beras, gula pasir, minyak goreng dan cabai. Selain
itu, untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan tugas FKPPI, pertemuan forum
FKPPI menyetujui usulan program kerja FKPPI tahun 2011. Dengan disepakatinya program
kerja tersebut, diharapkan agar jajaran FKPPI kiranya dapat menindaklanjutinya.
Berkaitan dengan permasalahan inflasi dan faktor-faktor yang menjadi pemicu inflasi
di Sulsel, forum juga sepakat untuk menetapkan 11 (sebelas) langkah strategis pengendalian
inflasi tahun 2011, termasuk mempercepat terbentuknya sub FKPPI di kabupaten/kota, di
46 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi SelatanTriwulan I – 2011
Watampone, Palopo, dan Parepare. Adapun 11 (sebelas) langkah strategis tersebut adalah,
sebagai berikut :
1. Mengembangkan sistem pencatatan harga, stok dan arus perdagangan di seluruh
kabupaten dan provinsi
2. Menginformasikan harga dan stok kepada masyarakat secara rutin melalui media
massa.
3. Pelaksanaan Pasar Murah oleh beberapa lembaga/instansi secara terkoordinasi
4. Penegakan hukum terhadap pihak-pihak yang melakukan penimbunan maupun
praktek persaingan usaha yang tidak sehat
5. Pembentukan cluster komoditas pangan yang terintegrasi dari proses produksi,
pengolahan lanjutan, penyimpanan, dan penjualan
6. Peningkatan produktivitas pertanian melalui intensifikasi dan ekstensifikasi produksi
7. Percepatan realisasi pembangunan dan pemanfaatan infrastruktur pendukung
kelancaran produksi dan pasokan komoditas pangan, yaitu :
8. Optimalisasi Pemanfaatan Pasar Tradisional-Modern di 24 Kabupaten
9. Pembangunan Silo Dryer padi
10. Penyediaan mobil coolbox untuk mengangkut hasil panen sayur-sayuran dan
hortikultura
11. Pembentukan Forum Koordinasi Pemantauan dan Pengendalian Inflasi di
kabupaten/kota, terutama di Watampone, Palopo, dan Parepare,
12. Peningkatan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pengendalian inflasi melalui
sosialisasi
13. Penelitian untuk memahami struktur pasar, pola distribusi, dan perilaku pembentukan
harga komoditas --- komoditas penyumbang inflasi tinggi di Sulsel
14. Meningkatkan pemanfaatan Sistem Resi gudang, khususnya komoditas unggulan
Adapun rencana tindak lanjut dari pertemuan dimaksud yaitu mengadakan Forum
Kordinasi antar FKPPI wilayah Sulampua yang akan dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 2011
(Box1: ‘‘Deklarasi Kendari’’, Kesepakatan TPID Se-Sulampua dalam Pengendalian Inflasi),
dengan agenda utama membahas isu strategis pengendalian inflasi Sulampua dan bentuk
koordinasi antar daerah Sulampua. Kemudian dengan mengacu kepada Program Kerja dan
Langkah-Langkah Strategis Pengendalian Inflasi tahun 2011, maka Tim Teknis FKPPI Sulsel
dapat melakukan pertemuan secara reguler untuk membahas permasalahan inflasi dan
realisasi dari 11 langkah tersebut, serta berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Kota
Watampone, Pare-pare dan Palopo, untuk mewujudkan rencana pembentukan sub FKPPI di
daerah dimaksud.
BOKS II
“Deklarasi Kendari”, Kesepakatan TPID Se-Sulampua dalam Pengendalian Inflasi
Dalam rangka membahas stabilisasi harga komoditas pangan strategis di tahun 2011,
Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua berkumpul
pada acara Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) TPID Sulampua di Swiss Belhotel Kendari,
Sulawesi Tenggara, Hari Senin (7 Maret 2011). Pertemuan dihadiri oleh Ketua dan Anggota
TPID dan pejabat Kantor Bank Indonesia se-Sulampua, serta perwakilan beberapa daerah yang
menjadi tempat perhitungan inflasi.
Pertemuan diawali dengan sambutan dari Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara, H.
Nur Alam, dan dibuka oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Ardhayadi Mitroatmodjo.
Dengan mengangkat tema “Stabilisasi Harga Komoditas Pangan Strategis Melalui
Penanganan Masalah Pasokan, Distribusi, dan Struktur Pasar di Wilayah Sulampua”,
Rakorwil TPID Sulampua bertujuan untuk membangun komunikasi dan koordinasi antar TPID
se-Sulampua, serta merumuskan solusi terhadap masalah inflasi komoditas pangan di
Sulampua. Rakorwil juga dilaksanakan sebagai persiapan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas)
TPID di Jakarta, 16-17 Maret 2011 nanti.
Mencermati inflasi Sulampua, inflasi tahunan Sulampua tahun 2010 tercatat 6,40%,
lebih rendah dari nasional sebesar 6,96%. Laju inflasi Sulampua secara tahunan disebabkan
oleh komponen volatie food yang mencapai angka realisasi sebesar 16,14% pada bulan
Desember 2010, sebagian besar berasal dari kenaikan harga kelompok bahan makanan antara
lain beras, gula pasir, telur, dan bawang merah. Sementara inflasi inti (core inflation) dan
administered price secara tahunan hanya mencapai sebesar 4,57% dan 4,35%. Pada tahun
2011 Bank Indonesia memperkirakan inflasi Sulampua akan mencapai 6,2% + 1%.
Salah satu penyebab inflasi di Sulampua tidak terlepas dari pengaruh peningkatan
tekanan inflasi secara global. Peningkatan tekanan inflasi global didorong setidaknya oleh tiga
hal yaitu kenaikan harga komoditas internasional, buruknya kondisi cuaca, dan meningkatnya
ketegangan politik di Timur Tengah dan Afrika Utara.
Selain itu terdapat faktor-faktor domestik yang memberi tekanan inflasi pada
komoditas pangan di Sulampua. Faktor-faktor tersebut dibahas oleh Kabid Harga
Pangan,Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian (Herena Pudjihastuti), Kabid
Disperindag Sulsel (Hadi Basalamah), dan Komisioner KPPU (Erwin Syahril). Diskusi tersebut
menghasilkan kesimpulan bahwa diperlukan koordinasi antar daerah di Sulampua untuk
mengatasi permasalahan inflasi yang dipicu oleh pasokan, distribusi, dan struktur pasar yang
diakibakan struktur pasar yang monopoli dan oligopoli.
Secara nasional upaya menekan laju inflasi telah direspon dengan peningkatan suku
bunga acuan dari 6,50% menjadi 6,75% yang diputuskan oleh Dewan Gubernur Bank
Indonesia pada tanggal 4 Februari 2011. Keputusan tersebut ditetapkan sebagai langkah
antisipatif untuk mengendalikan ekspektasi inflasi yang cenderung meningkat ke depan.
Sementara di tingkat wilayah Sulampua, Rakorwil TPID Sulampua telah menghasilkan
“Deklarasi Kendari”, yaitu kesepakatan 9 TPID se-Sulampua mengenai langkah bersama
pengendalian inflasi dan rekomendasi untuk pemerintah pusat. Deklarasi tersebut merupakan
hasil diskusi bersama mengenai isu dan langkah strategis pengendalian inflasi yang diawali
dengan paparan dari Bank Indonesia dan 3 TPID yaitu, Bank Indonesia Makassar (Bambang
Kusmiarso, Deputi Pemimpin Bank Indonesia Makassar), TPID Sulsel (H. Amal Natsir, Asisten II
Bid. Ekonomi dan Pembangunan Setda Sulawesi Selatan), TPID Sultra (Saemu Alwi,
Kadisperindag Provinsi Sulawesi Tenggara), dan TPID Sulut (Yanny Rembet, Kabid Disperindag
Provinsi Sulawesi Utara).
Dalam rangka meningkatkan sinergi untuk mencapai inflasi yang rendah dan stabil, 6
Langkah Bersama yang disepakati pada Deklarasi Kendari yaitu :
1. Optimalisasi pencatatan harga, pemantauan persediaan dan pasokan melalui
koordinasi perdagangan antar daerah
2. Penerapan Sistem Resi Gudang
3. Gerakan bersama optimalisasi pemanfaatan lahan
4. Gerakan dan sosialisasi diversifikasi pangan non-beras
5. Penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang melakukan penimbunan bahan pokok
dan mengambil keuntungan secara tidak wajar.
6. Peningkatan kesadaran masyarakat akan pengaruh konsumsi berlebihan terhadap
peningkatan inflasi
Kemudian, 3 rekomendasi yang akan disampaikan kepada pemerintah pusat pada
Rakornas TPID tanggal 16-17 Maret 2011 mendatang, yaitu
7. Optimalisasi distribusi benih dan pupuk untuk petani
8. Menata kembali tataniaga gula dan mempertimbangkan untuk mencabut SK Menteri
Perdagangan RI No.527 Tahun 2004
9. Percepatan pengaturan jalur pelayaran, bongkar muat di pelabuhan, dan penerbangan
guna memperlancar distribusi
BOKS IV
Kenaikan Harga Komoditas Global Dan Dampaknya Pada Daya Beli Masyarakat Di Daerah Basis Ekspor Pertanian
Harga kakao dan CPO, komoditas ekspor utama berbasis pertanian di
Sulampua, mengalami peningkatan di pasaran dunia. Trend peningkatan harga
kakao dimulai sejak bulan Desember 2010, dan pada bulan Maret 2011 telah naik
22,5% dibandingkan Maret 2010 dan berada pada tingkat harga USD3.064 per
ton. Harga CPO juga memperlihatkan trend peningkatan harga, yaitu sejak akhir
triwulan III-2010. Saat ini harga CPO di pasar internasional mencapai USD 1.197
per ton, atau meningkat 50,7% dibandingkan Maret 2010.
Perkembangan Harga Kakao Internasional Perkembangan Harga CPO Internasional
Peningkatan harga komoditas kakao dan CPO berpotensi meningkatkan
daya beli masyarakat. Berdasarkan struktur pasar kedua komoditas tersebut, pihak
yang berpotensi mengalami kenaikan daya beli yaitu petani, pedagang
pengumpul, industri pengolahan hulu (pada kelapa sawit), dan eksportir1.
Mengingat bahwa struktur tenaga kerja di Sulampua didominasi oleh petani, daya
beli masyarakat dianggap meningkat jika terdapat peningkatan yang signifikan
pada daya beli petani.
Daya Beli Petani
Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat
kemampuan/daya beli petani di pedesaan dan juga menunjukkan daya tukar (term
of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang yang dikonsumsi
-40%-30%-20%-10%0%10%20%30%40%50%
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3*
2009 2010 2011
Harga Kakao Internasional g.mtm g.yoy
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3*
2009 2010 2011
Harga CPO Internasional g.mtm g.yoy
maupun untuk biaya produksi. Untuk melihat pengaruh kenaikan harga komoditas kakao
dan kelapa sawit, maka perlu diamati pergerakan NTP Subsektor Tanaman Perkebunan
Rakyat.
Dalam kondisi peningkatan harga kakao dan CPO yang demikian besar, daya beli
petani pada subsektor tanaman perkebunan rakyat mencatat kenaikan yang minim.
Sulawesi Barat sebagai sentra produksi kelapa sawit di Sulampua pada bulan Maret 2011
hanya mencatat peningkatan NTP sebesar 1,33% dibandingkan periode yang sama tahun
2010. Sementara Sulawesi Tengah yang merupakan penghasil kakao terbesar di
Sulampua hanya mencatat kenaikan NTP sebesar 2,07%. Minimnya peningkatan NTP
mengindikasikan bahwa kenaikan harga komoditas kakao dan CPO tidak signifikan dalam
meningkatkan daya beli petani dengan penjelasan sebagai berikut:
Nilai Tukar Petani (NTP)Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat
Pengaruh Kenaikan Harga Kakao
Petani kakao tidak memperoleh banyak keuntungan dari peningkatan harga kakao di
pasar internasional. Harga beli yang ditentukan pedagang pengumpul relatif tetap,
sementara petani juga menghadapi tantangan berupa serangan hama dan penurunan
kualitas akibat curah hujan tinggi. Buruknya imbal balik petani kakao ditandai oleh
konversi lahan kakao menjadi lahan sawit yang terjadi di Sulsel dan Sulteng1.
Secara umum margin keuntungan tebesar dinikmati oleh pedagang pengumpul.
Pedagang pengumpul memiliki kekuatan dalam menentukan harga beli kakao dari
petani. Ketika eksportir meningkatkan harga belinya saat harga kakao internasional naik,
harga beli dari petani tetap rendah dengan alasan rendahnya kualitas.
Di sisi lain eksportir tidak banyak diuntungkan oleh kenaikan harga kakao tersebut.
Eksportir tidak dapat meningkatkan margin dengan menahan harga beli karena eksportir
bersaing dengan industri pengolahan untuk memperoleh biji kakao.
90
100
110
120
130
140
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2
2009 2010 2011
Sulteng Sulsel Sulbar Sultra
Selain itu bea ekspor progresif1 yang ditetapkan pemerintah menyebabkan sekitar
30% eksportir menghentikan ekspornya agar tidak merugi. Sementara penguatan nilai
Rupiah dinyatakan tidak banyak berpengaruh terhadap kondisi tersebut.
.Produksi Kakao Wilayah Sulampua Share Produksi Kakao Wilayah Sulampua
Sumber : Departemen Pertanian Sumber : Departemen Pertanian
Pengaruh Kenaikan Harga CPO
Kenaikan harga CPO secara langsung meningkatkan harga beli kelapa sawit di
Sulampua karena harga pembelian TBS menggunakan standar harga CPO. Peningkatan
tersebut memberikan keuntungan terutama bagi produsen kelapa sawit, yang biasanya
sekaligus sebagai perusahaan pengolahan CPO. Namun kenaikan keuntungan tersebut
diperkirakan tidak banyak berkontribusi terhadap peningkatan daya beli masyarakat
Sulampua karena luas lahan terbesar dikuasai oleh perkebunan besar swasta.
Faktor lain yang mempengaruhi adalah kebijakan bea ekspor progresif. Dengan
tingkat harga CPO saat ini, bea keluar mencapai 25%. Dampak dari pajak progresif
tersebut menyebabkan pengusaha kelapa sawit tidak mendapatkan keuntungan untuk
ekspansi industrinya dari kenaikan harga CPO.
Produksi kelapa sawit Sulbar tahun 2009 tercatat 718 ribu ton, atau 3,85% dari
total produksi kelapa sawit Indonesia. Pada akhir tahun 2010, Sulbar memberikan
kontribusi sebesar 53,51% terhadap produksi kelapa sawit Sulampua. Produsen terbesar
kedua adalah Sulawesi Tengah, yaitu 23,56% dari produksi kelapa sawit Sulampua.
Produksi Kelapa Sawit Wilayah Sulampua Share Produksi Kelapa Sawit Wilayah Sulampua
Sumber : Departemen Pertanian Sumber : Departemen Pertanian
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
-
100
200
300
400
500
600
700
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Produksi Kakao g.YOY
28.59%
24.02%22.98%
16.84%
2.28% 1.92%
1.62%0.63% 0.61%
0.51%
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Barat
Maluku Utara
Papua
Maluku
Gorontalo
Sulawesi Utara
Papua Barat
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
-
100
200
300
400
500
600
700
800
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Produksi Kelapa Sawit g.YOY
53.51%
23.65%
11.19%
6.93%
3.71%
1.01%
Sulawesi Barat
Sulawesi Tengah
Papua Barat
Papua
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Bab 3 Perkembangan Perbankan
Kinerja perbankan Sulsel pada triwulan I-2011 secara umum mengalami
pertumbuhan yang lebih baik jika dibandingkan dengan triwulan IV-2010. Hal ini tercermin
dari peningkatan beberapa indikator perbankan seperti penghimpunan DPK (Dana Pihak
Ketiga) dan penyaluran kredit. Penyebab meningkatnya kinerja perbankan tersebut terutama
karena peningkatan pertumbuhan di sisi kredit dan DPK pada Bank Umum konvensional,
selain itu kinerja Bank Syariah yang juga menunjukan peningkatan pertumbuhan pada
penyaluran kredit. Sejalan dengan itu, kinerja intermediasi perbankan yang dicerminkan oleh
nilai LDR (Loan to Deposit Ratio) secara keseluruhan mengalami peningkatan pertumbuhan,
terutama karena pertumbuhan kredit melebihi pertumbuhan DPK. Sedangkan NPLs (Non
Performing Loans) Bank Umum pada triwulan laporan secara gross adalah sebesar 3,2%,
masih berada dibawah batas aman 5,00%. Meski di sisi lain, perkembangan Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) relatif menurun namun masih pada tingkat yang moderat.
3.1. Kondisi Umum
3.1.1 Perkembangan Kelembagaan
Dari sisi kelembagaan, pada triwulan I-2011, jumlah bank di Sulsel bertambah 1
(satu) bank yaitu Standart Carter. Kemudian jumlah kantor bank umum di SulSel juga
mengalami peningkatan sebanyak 2 (dua) kantor cabang pembantu (KCP), yaitu BSM (Bank
Syariah Mandiri) Sengkang dan BNI (Bank Negara Indonesia) Menara Bosowa sehingga
menjadi 704 kantor bank (tabel 3.1).
Tabel 3.1Perkembangan Kelembagaan Bank Umum Sulawesi Selatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1Jumlah Bank 68 68 69 69 69 70 69 69 71
41 41 42 42 42 43 43 43 44Konvensional 30 30 30 30 30 30 30 30 31Syariah 3 4 4 4 4 5 5 5 5UUS 8 7 8 8 8 8 8 8 8
27 27 27 27 27 27 27 27 27669 679 680 690 694 700 701 702 704
2011
Bank Umum
BPRJumlah Kantor BankSumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Daerah (SEKDA)
Kelembagaan2009 2010
3.1.2 Perkembangan Aset Perbankan
Total aset Bank Umum pada triwulan I-2011 tumbuh sebesar 27,2% menjadi Rp53,5
triliun, lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan IV-2010 yang mengalami
pertumbuhan sebesar 20,8% (tabel 3.2). Peningkatan pertumbuhan terbesar disebabkan
oleh meningkatnya pertumbuhan bank asing-campuran dan bank pemerintah yaitu masing-
masing sebesar negatif 53,0% dan positif 14,6% pada triwulan sebelumnya, kemudian
tumbuh menjadi 19,8% dan 23,1%(yoy) pada triwulan laporan. Sementara pertumbuhan
tahunan (yoy) aset bank swasta nasional mengalami kontraksi dari 37,6% pada triwulan IV-
2010 menjadi negatif 34,2%.
Peningkatan pertumbuhan aset Bank Umum di Sulsel ini terutama karena adanya
penambahan kantor cabang bank pemerintah (BSM Sengkang dan BNI Menara Bosowa) dan
1 bank asing (Standart Carter). Oleh karena itu, aset Bank di Sulsel pada triwulan laporan
mengalami peningkatan yang cukup besar jika dibandingkan dengan triwulan IV-2010.
Tabel 3.2Aset Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank
3.2. Intermediasi Perbankan
Kinerja intermediasi perbankan tercermin dari trend pergerakan LDR pada triwulan I-
2011 sebesar 124,2% mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan triwulan IV-2010
yaitu sebesar 115,4%. Peningkatan tersebut terutama karena terdapat peningkatan
penyaluran kredit lebih besar dibandingkan peningkatan DPK yang dihimpun pada triwulan I-
2011.
3.2.1 Perkembangan Dana Masyarakat
Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun oleh bank umum pada triwulan I-2011
mencapai Rp37,5 triliun, mengalami peningkatan pertumbuhan dari 11,0% (yoy) pada
triwulan IV-2010 menjadi 24,14% (yoy); tabel 3.3. Kenaikan pertumbuhan DPK ini terutama
karena terjadi peningkatan pertumbuhan pada simpanan giro, tabungan dan deposito. Giro,
tabungan dan deposito masing-masing tercatat tumbuh lebih tinggi dari 12,7%; 13,02%
dan 6,5% menjadi 26,6%; 33,9% dan 9,15% (yoy).
2011 2011I II III IV I* I II III IV I*11.91% 18.61% 21.17% 20.84% 27.17% 42,063.0 46,117.2 48,937.9 52,864.8 53,490.5
- Bank Pemerintah 11.66% 13.42% 14.25% 14.56% 23.08% 26,150.9 28,122.5 29,703.9 32,233.4 32,186.2- Bank Swasta Nasional 17.24% 32.11% 38.85% 37.64% 34.19% 15,573.5 17,546.4 18,765.3 20,188.5 20,898.7- Bank Asing&Campuran -61.66% -44.41% -46.40% -52.98% 19.80% 338.6 448.3 468.8 442.8 405.7
Total Aset
Pertumbuhan (y.o.y) Nominal (Rp Milyar)2010 2010KOMPONEN
Peningkatan pertumbuhan DPK baik dalam bentuk giro, tabungan maupun deposito,
diduga terkait dengan penambahan bank asing di Sulsel dan kantor cabang pembantu (KCP)
yang menyebabkan pencapaian penghimpunan DPK meningkat cukup signifikan pada
triwulan I-2011 jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Tabel 3.3.Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum
3.2.2 Penyaluran Kredit
Pada triwulan I-2011, pertumbuhan kredit perbankan di Sulsel juga mengalami
peningkatan menjadi 25,6% (yoy) dibandingkan triwulan IV-2010 sebesar 18,1% (yoy); tabel
3.4. Salah satu faktor utama penyebab meningkatnya penyaluran kredit di Sulsel diduga juga
karena penambahan 1 bank asing dan 2 kantor bank pemerintah di Sulsel sehingga pasokan
kredit yang siap untuk di saluran juga otomatis bertambah cukup besar.
Peningkatan ini terutama disebabkan kenaikan pertumbuhan pada kredit modal kerja
dan kredit konsumsi. Kenaikan pada kredit modal kerja diperkirakan sebagai dampak dari
ekspektasi kondisi perekonomian daerah yang cenderung meningkat pada triwulan II-2011,
dimana hal tersebut sejalan dengan hasil Survei Konsumen pada bulan April 2011 (grafik
3.1).
Tabel 3.4Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum Per Jenis Penggunaan
Kondisi ekonomi yang demikian ini nampaknya membuat masyarakat menjadi lebih
optimis dalam membuat keputusan terkait pengajuan kredit konsumsi, akibatnya terdapat
peningkatan kredit konsumsi yang cukup besar pada triwulan laporan yaitu dari 16,5%
menjadi 30,0% (yoy). Peningkatan kredit konsumsi dimaksud juga relatif sejalan dengan hasil
Survey Konsumen yang menunjukkan bahwa ekspektasi masyarakat akan penghasilan
2011 2011I II III IV I* I II III IV I*5.41% 10.95% 15.31% 11.00% 24.14% 30,175 32,753 33,959 37,299 37,461
a. Giro 0.79% 13.22% 20.41% 12.69% 26.55% 5,149 5,731 5,948 5,628 6,516 b. Tabungan 3.82% 10.34% 22.10% 13.02% 33.87% 14,676 16,737 18,274 20,865 19,648 c. Deposito 10.33% 10.71% 2.01% 6.50% 9.15% 10,350 10,284 9,738 10,806 11,298
17.36% 21.16% 21.40% 18.10% 25.59% 37,041 39,884 41,120 43,025 46,520 3. LDR (%) 122.8% 121.8% 121.1% 115.4% 124.2%4. NPLs Gross (%) 3.5% 2.9% 3.1% 2.9% 3.2%Catatan: Mulai Januari 2010 sistem pencatatan data perbankan menggunakan sistem Basel II
Pertumbuhan (y.o.y) Nominal (Rp Milyar)2010
1. DPK
2. Kredit
KOMPONEN 2010
2011 2011I II III IV I* I II III IV I*
Kredit (lokasi proyek) 17.36% 21.16% 21.40% 18.10% 25.59% 37,041 39,884 41,120 43,025 46,520- Modal Kerja 13.60% 12.34% 13.56% 13.21% 24.49% 13,854 14,873 15,424 16,610 17,247- Investasi 20.42% 30.70% 26.60% 32.36% 18.72% 7,705 8,143 7,976 8,961 9,148
19.38% 25.41% 26.66% 16.45% 29.99% 15,482 16,867 17,720 17,455 20,125*Angka Sementara
20102010Nominal (RP Milyar)Pertumbuhan (y.o.y)
- Konsumsi
KOMPONEN
mereka pada 2 (dua) triwulan mendatang akan cenderung meningkat jika dibandingkan
dengan awal tahun 2011. Hal ini sejalan dengan adanya kenaikan gaji PNS dan rapel
pembayarannya yang jatuh pada bulan April 2011.
Grafik 3.1. Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen
Grafik 3.1. Perkembangan Indeks Ekspektasi
Penghasilan 6 bln y.a.d
Pertumbuhan kredit modal kerja pada triwulan I-2011 juga tercatat mengalami
peningkatan cukup tinggi jika dibanding pada periode sebelumnya dari 13,2% menjadi
24,5% (yoy). Namun demikian, kondisi tersebut masih belum dapat merubah struktur kredit
Sulsel, dimana share kredit konsumsi masih menempati posisi pertama paling besar yaitu
Rp20,1 triliun (43%), diikuti kredit modal kerja Rp17,3 triliun (37%) dan kredit investasi
Rp9,2 triliun (20%) (grafik 3.2.).
Grafik 3.2Pangsa Kredit/Pembiayaan Bank Umum
Per Jenis Penggunaan
Grafik 3.3Pangsa Kredit/Pembiayaan Bank Umum
Per Sektor Ekonomi
Secara sektoral, penyaluran kredit pada triwulan I-2011 masih tetap didominasi 3
(tiga) sektor utama yaitu sektor lain-lain (konsumsi), sektor perdagangan dan sektor industri
pengolahan masing-masing sebesar 47,4%, 25,8% dan 8,0% (grafik 3.3). Sementara 3 (tiga)
sektor ekonomi yang mengalami peningkatan pertumbuhan yang cukup signifikan,
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
105
110
115
120
125
130
135
140
1 2 3 4 1 2
2010 2011
Indeks Ekspektasi Konsumeny.o.y
Smb : Survei Konsumen KBI Mks
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
110
115
120
125
130
135
140
145
150
155
1 2 3 4 1 2 3
2010 2011
Indeks ekspektasi penghasilan 6 bln yg akan dtgy.o.y
Smb : Survei Konsumen KBI Mks
Modal Kerja37%
Investasi20%
Konsumsi43%
Pertanian1%
Pertambangan1%
Pengolahan8%
LGA1%
Konstruksi6%
Perdagangan26%
Pengangkutan2%
Jasa Dunia Usaha
4%
Jasa Sos Masy4%
Lain-lain47%
dibandingkan dengan triwulan IV-2010, yaitu sektor jasa dunia usaha, konstruksi, dan
perdagangan.
Peningkatan pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor jasa dunia usaha, yaitu dari
negatif 19,7% pada triwulan lalu menjadi 75,6% pada triwulan I-2011 (tabel 3.5). Kredit di
sektor konstruksi juga meningkat dengan signifikan dari 20,4% menjadi 48,3% (yoy). Sektor
perdagangan juga yang menunjukkan peningkatan pertumbuhan pada triwulan laporan
yaitu sebesar 32,4% (yoy), jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 14,2%
(yoy). Peningkatan pertumbuhan kredit di sektor jasa dunia usaha, konstruksi dan
perdagangan sejalan dengan beberapa langkah kerjasama maupun program bank,
pemerintah yang secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada peningkatan
kredit pada sektor-sektor tersebut.
Peningkatan pada sektor jasa dunia usaha diduga juga terkait erat dengan program
dukungan kepada MKM (Mikro Kecil dan Menengah) tahun 2011, dimana salah satu fokus
perbankan nasional, termasuk Sulsel, adalah penyaluran kredit Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM). Selain melakukan pendekatan kepada komunitas usaha potensial yang
bertumbuh kembang yang berbentuk cluster, bank juga bekerjasama dengan departemen
teknis, dalam penyaluran kredit bagi usaha sektor pertanian, perikanan, dan perkebunan.
Hal-hal tersebut mempengaruhi jumlah alokasi dana kredit bank yang meningkat untuk
MKM.
Selain itu, peningkatan pertumbuhan kredit untuk sektor konstruksi pada triwulan
laporan diduga karena sejak awal Maret 2011, Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional
Indonesia (Gapeksindo) Sulsel bekerjasama dengan perbankan untuk membiayai sektor jasa
konstruksi, khususnya untuk properti dan perumahan. Saat ini Gapeksindo Sulsel sudah
bekerja sama dengan BRI cabang Makassar untuk pemberian kredit modal kerja. Kredit yang
diberikan kepada anggota Gapeksindo Sulsel, disalurkan tanpa menggunakan agunan,
dimana “Surat Perintah Kerja” (SPK) sudah bisa dijadikan jaminan pengambilan kredit.
Kemudian meningkatnya pertumbuhan kredit di sektor perdagangan, sejalan dengan
perkembangan ekonomi Sulsel yang semakin baik. Dimana hal tersebut secara tidak
langsung meningkatkan prospek bisnis di kawasan Indonesia bagian timur, khususnya
Makassar yang menjadi kota sentra bisnis, terutama jika ditinjau dari sisi perdagangan, agro
industri, hasil usaha laut, furniture dan pariwisata. Sehubungan dengan hal dimaksud, sejak
awal tahun PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (Persero) berusaha membantu dan
mengembangkan pelaku bisnis ekspor dan impor untuk prospek bisnis di kawasan Indonesia
Timur dengan cara melakukan sosialisasi yang menginfromasikan bahwa BRI akan membantu
para pengusaha yang akan melakukan perdagangan internasional maupun domestik dengan
menyediakan layanan transaksi pembayaran internasional yang meliputi Internasional Trade
berupa Penerbitan LC impor, Jasa Penagihan Ekspor, Pembiayaan Dalam rangka ekspor ( Pre-
shipment Financing & Post-shipment Financing) dan Domestik trade berupa Surat Kredit
Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN), Bill Purchase Financing serta Garansi (SBLC) dengan
keuntungan komparatif yang aman dan terpercaya sehingga sangat membantu para pelaku
usaha yang ingin melakukan trade ke luar negeri maupun domestik. Tentu saja hal tersebut
secara tidak langsung juga berhubungan dengan dukungan mereka untuk menyalurkan
kredit kepada para pengusaha yang potensial, dimana pada akhirnya hal ini yang
menyebabkan pertumbuhan kredit untuk sektor dimaksud juga meningkat.
Pengelolaan manajemen risiko usaha Bank Umum di Sulsel pada triwulan I-2011
menunjukkan kondisi yang cenderung membaik, tercermin dari rasio kredit macet atau non
performing loan (NPL) Bank Umum yang relatif cukup baik, yaitu sebesar 3,25%, meski NPL
pada periode laporan mengalami sedikit kenaikan jika dibandingkan dengan triwulan IV-
2010 sebesar 2,94% (tabel 3.6).
Tabel 3.6Perkembangan NPLs Gross Bank Umum
2011I II III IV I II III IV I*
NPL Gross 3.82% 3.05% 4.08% 3.08% 3.47% 2.95% 3.06% 2.94% 3.25%*Angka Sementara
KOMPONEN2009 2010
Tabel 3.5Pertumbuhan Tahunan Kredit/Pembiayaan Per Sektor Ekonomi
2011 2011I II III IV I* I II III IV I*
Kredit 17.36% 21.16% 21.40% 18.10% 25.59% 37,041 39,884 41,120 43,025 46,520* Pertanian -48.01% -51.20% -58.15% -52.69% -2.90% 514 448 413 468 499* Pertambangan 54.22% 52.87% 20.56% 64.37% 28.95% 263 260 263 331 339* Industri pengolahan -13.47% -3.48% 6.52% 23.36% 26.66% 2922 3278 3367 3884 3701* Listrik,Gas dan Air 500.25% 301.55% 146.80% 73.72% 23.61% 339 299 418 441 420* Konstruksi 0.11% 6.85% 12.53% 20.40% 48.34% 1935 2319 2530 2679 2870* Perdagangan 5.58% 3.62% 16.62% 14.16% 32.43% 9057 9853 11435 12678 11995* Pengangkutan -18.64% 19.06% -3.73% -14.66% -11.53% 1176 1285 1021 1005 1040* Jasa Dunia Usaha -36.38% -49.89% -46.50% -19.70% 75.55% 1101 899 986 1578 1932* Jasa Sosial Masyarakat 380.12% 370.19% 275.10% 337.69% 11.16% 1516 1679 1462 1641 1685* Lain-lain 40.48% 45.46% 37.42% 22.23% 20.97% 18219 19563 19226 18321 22039* Angka Sementara
2010Pertumbuhan (y.o.y)
KOMPONEN 2010Nominal (Rp Milyar)
Grafik 3.4NPLs Per Sektor Ekonomi
Secara sektoral, NPL tertinggi terjadi terdapat pada sektor pertanian yang mencapai
17,9% (grafik 3.4). Kemudian diikuti oleh sektor pertambangan dan industri pengolahan
yang masing-masing NPL-nya adalah sebesar 9,2% dan 7,9%. Rasio NPL yang sangat tinggi
di sektor pertanian diduga terjadi karena ketergantungan yang cukup besar pada faktor alam
seperti cuaca sehingga pada dari cuaca esktrim yang teradi pada triwulan I-2011 masih
mengganggu produksi pertanian Sulsel. Hal ini kemudian mempengaruhi pendapatan atau
kemampuan para petani untuk membayar kreditnya.
3.2.3 Kredit UMKM
Berdasarkan segmentasi skala
usaha debitur, sebagian besar
kredit/pembiayaan Bank Umum Sulsel
diklasifikasikan sebagai
kredit/pembiayaan Mikro, Kecil dan
Menengah (MKM). Pangsa
kredit/pembiayaan MKM per sektor
ekonomi per Maret 2011 sebagian
besar masih didominasi oleh sektor
perdagangan 52%, kemudian diikuti
oleh sektor lain-lain sebesar 13% (grafik 3.5).
0.01%1.75%1.80%
3.18%3.22%
4.66%6.10%
7.94%9.18%
17.92%
0% 5% 10% 15% 20%
Listrik,Gas dan AirLain-lain
PengangkutanJasa Sosial Masyarakat
PerdaganganKonstruksi
Jasa Dunia UsahaIndustri pengolahan
PertambanganPertanian
Grafik 3.5Pangsa Kredit/pembiayaan MKM Bank Umum
Per Sektor EkonomiPertanian
2%Pertambangan1% Industri
pengolahan5%
Listrik,Gas dan Air
0%
Konstruksi8%
Perdagangan52%
Pengangkutan3%
Jasa Dunia Usaha
6%
Jasa Sosial Masyarakat
10%
Lain-lain13%
Tabel 3.7.Pertumbuhan Kredit/Pembiayaan Mikro, Kecil dan Menengah (MKM) Bank Umum (y.o.y)
Kinerja pertumbuhan kredit/pembiayaan MKM secara tahunan mengalami perbaikan
jika dibandingkan pertumbuhan triwulan IV-2010, yaitu dari negatif 51% menjadi negatif
13% (yoy) (tabel 3.7.). Hampir seluruh sektor mengalami peningkatan pertumbuhan yang
cukup signifikan kecuali 2 (dua) sektor yang mengalami perlambatan, yaitu adalah sektor jasa
sosial masyarakat dan pertambangan. Peningkatan pertumbuhan kredit MKM hampir
diseluruh sektor tesebut sejalan dengan membaiknya kinerja pertumbuhan kredit MKM
secara total pada triwulan I-2011.
3.3. Perbankan Syariah
Pada triwulan laporan, jumlah perbankan syariah tidak mengalami perubahan
dibandingkan triwulan IV-2010, yakni sebanyak 12 Bank Syariah yang terdiri dari 5 (lima)
Bank Umum Syariah dan 7 Unit Usaha Syariah. Posisi ini masih tetap sama sejak triwulan III-
2009.
Tabel 3.8. Perkembangan Bank Umum Syariah
2011 2011I II III IV I* I II III IV I*
Pertumbuhan Kredit (y.o.y) -22% -16% -46% -51% -13% 17,563 20,208 13,412 13,199 15,200 * Pertanian -68% -63% -47% -53% 106% 168 193 314 272 346 * Pertambangan 69% 92% 40% 281% 240% 31 31 48 75 105 * Industri pengolahan -25% 42% 62% 59% 128% 364 700 781 835 830 * Listrik,Gas dan Air -26% 257% 149% 160% 900% 3 29 40 30 29 * Konstruksi -50% 14% 30% 20% 182% 428 1,126 1,245 1,201 1,207 * Perdagangan -22% -15% 8% -1% 65% 4,827 5,806 7,588 7,748 7,972 * Pengangkutan 48% 87% 69% 45% 69% 247 346 342 371 418 * Jasa Dunia Usaha -35% -41% -43% -50% 20% 755 719 677 677 902 * Jasa Sosial Masyarakat 382% 332% 279% 336% 10% 1,346 1,389 1,288 1,377 1,480 * Lain-lain -27% -26% -92% -96% -80% 9,395 9,869 1,090 613 1,910 * Angka Sementara
KOMPONEN 2010 2010Pertumbuhan (y.o.y) Nominal (RP Milyar)
2011 2011I II III IV I* I II III IV I*
23.84% 8.01% 10.53% 32.69% 41.75% 884,323 900,645 952,409 1,192,436 1,253,507 a. Giro -6.12% -41.59% -10.36% 46.32% 103.24% 79,860 92,942 130,683 208,597 162,304 b. Tabungan 24.61% 15.93% 24.79% 32.78% 44.17% 377,864 395,693 414,327 479,013 544,776 c. Deposito 30.95% 23.56% 6.13% 27.69% 28.09% 426,599 412,010 407,399 504,826 546,427
13.83% 9.26% 37.44% 41.08% 58.88% 1,484,158 1,536,028 1,954,476 2,020,185 2,357,9873. FDR (%) 167.8% 170.5% 205.2% 169.4% 188.1%4. NPFs Gross (%) 5.8% 4.9% 3.9% 3.0% 2.5%Catatan: Mulai Januari 2010 sistem pencatatan data perbankan menggunakan sistem Basel II
1. DPK
2. Pembiayaan
KOMPONEN 2010Nominal (Rp Milyar)2010
Pertumbuhan (y.o.y)
Kinerja perbankan Syariah Sulsel pada triwulan I-2011 cenderung membaik
dibandingkan dengan triwulan IV-2010. Hal ini tercermin dari peningkatan pertumbuhan
beberapa indikator total aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) pembiayaan dan Finance to Deposit
Ratio (FDR) dibandingkan triwulan sebelumnya (tabel 3.8.). Peningkatan pembiayaan dan FDR
disebabkan oleh peningkatan pertumbuhan DPK lebih lambat jika dibandingkan dengan
pertumbuhan pembiayaan. Pola yang sama juga terjadi pada bank Umum, dimana
perbankan akan cenderung mulai mengurangi pengumpulan dana mengingat masih
besarnya dana yang mereka kelola, melihat hal tersebut Bank relatif memiliki likuiditas yang
cukup besar sehingga tidak perlu tambahan dana untuk peningkatan penyaluran kredit. Di
sisi lain, kualitas kredit yang disalurkan terlihat cenderung semakin membaik. Hal ini
tercermin dari nilai Non Performing Loans (NPLs) secara gross yang turun dari 3,0% di
triwulan sebelumnya menjadi 2,5%
3.4. Perbankan BPR
Dari sisi kelembagaan, jumlah jaringan kantor BPR yang beroperasi pada triwulan I-
2011 (per Maret 2011), tidak mengalami perubahan sehingga jumlahnya tetap 53 kantor.
Pada triwulan I-2011, total aset perbankan kelompok BPR/S tercatat tumbuh sebesar
35,2% (yoy) atau sebesar menjadi Rp538 milyar dimana posisi ini lebih tinggi jika
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 33,8% (yoy) atau sebesar 525
milyar (grafik 3.6.). Pertumbuhan aset ini terutama bersumber dari pertumbuhan
kredit/pembiayaan yang cukup tinggi.
Penghimpunan Dana Pihak Ketiga BPR/S mengalami sedikit penurunan pertumbuhan
yaitu menjadi sebesar 35,96% (yoy) pada triwulan I-2011, dimana pada triwulan sebelumnya
tumbuh 39,47% (yoy). Pada triwulan laporan, kredit/pembiayaan yang berhasil disalurkan
oleh BPR tumbuh 40,87% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya (35,48%)
(grafik 3.7.).
Grafik 3.6. Perkembangan Aset BPR/S
Grafik 3.7. Perkembangan DPK, Kredit & LDR BPR/S
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
-
100
200
300
400
500
600
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1*
2008 2009 2010 2011Rp M
ilyar
Asety.o.y
Smb : LB-BPR/S* Sementara
0%
20%
40%60%
80%
100%
120%
140%
160%
180%200%
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1*
2007 2008 2009 2010 2011
Mily
ar R
p
DPK
Kredit
LDR
Smb : LB-BPR/S* Sementara
Rasio perbandingan kredit/pembiayaan dengan Dana Pihak Ketiga BPR/S pada
triwulan laporan tercatat sebesar 161,6%, lebih tinggi dibanding LDR pada triwulan IV-2010
yang sebesar 156,3%. Kenaikan LDR ini lebih disebabkan oleh peningkatan pertumbuhan
Kredit yang disalurkan pada triwulan I-2011.
Peningkatan LDR pada BPR diperkirakan sejalan dengan pola peningkatan FDR pada
Bank Syariah maupun LDR pada Bank Umum. Hal tersebut disebabkan oleh masih tingginya
likuiditas dana di masyarakat sehingga Bank memliki kecenderungan untuk mengurangi
pengumpulan dana yang mereka kelola (khususnya untuk Bank Syariah dan BPR/S), dan lebih
berfokus untuk meningkatkan penyaluran dana/pembiayaan, dimana hal ini secara otomatis
meningkatkan LDR maupun FDR Bank di Sulsel pada triwulan I-2011.
63Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan I - 2011
Bab 4 Perkembangan Sistem Pembayaran
Nilai transaksi tunai maupun non tunai pada triwulan I-2011 menunjukkan
peningkatan, sejalan dengan masih tingginya pertumbuhan ekonomi Sulsel dan juga sejalan
dengan meningkatnya penyaluran kredit dan LDR di Sulsel pada triwulan laporan.
4.1. Perkembangan Aliran Uang Kartal Masuk (Inflow) dan Keluar (Outflow)
Pada triwulan I-2011, perkembangan aliran uang kartal di Sulsel menunjukkan net
inflow sebesar Rp1,08 triliun yaitu aliran uang masuk ke dalam Bank Indonesia (inflow)
melebihi aliran uang keluar ke Bank Indonesia (outflow). Sementara, kondisi yang
berlawanan terjadi pada triwulan IV-2010, yang menunjukkan net outflow sebesar Rp0,15
triliun. Peningkatan net inflow pada triwulan laporan terjadi karena faktor seasonal sejalan
dengan menurunnya kebutuhan uang kartal karena berakhirnya kegiatan perayaan beberapa
Hari Raya Keagamaan seperti Idul Adha, Natal, Tahun Baru dan liburan anak sekolah pada
triwulan IV.
Grafik 4.1 Aliran Uang Kartal Masuk (Inflow)
Grafik 4.2 Aliran Uang Kartal Keluar (Outflow)
Jumlah aliran uang masuk (inflow) triwulan I-2011 tercatat sebesar Rp2,33 triliun atau
meningkat dibandingkan triwulan IV-2010 yang tercatat sebesar Rp1,2 triliun (grafik 4.1).
Namun aliran uang keluar (outflow) dari Bank Indonesia menunjukan arah yang berlawanan
yaitu mencatat penurunan dari Rp1,35 triliun menjadi Rp1,25 triliun (grafik 4.2). Kondisi net
inflow pada triwulan I-2011 didorong oleh perlambatan konsumsi masyarakat. Pada triwulan
I-2011, perlambatan konsumsi masyarakat dan pemerintah terjadi pasca peningkatan
-50%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
-
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
Inflow
Y.O.Y
Trili
un R
p
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
250%
300%
350%
400%
-
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
1.80
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
OutflowY.O.Y
Trili
un R
p
64 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi SelatanTriwulan I - 2011
aktivitas masyarakat di akhir tahun. Selain itu, pola pembiayaan proyek-proyek pemerintah
yang relatif tertahan realisasinya pada awal tahun juga menyebabkan aliran uang yang keluar
(outflow) relatif kecil pada triwulan I-2011 jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
4.2. Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB)
Dalam rangka menerapkan kebijakan clean money policy, Bank Indonesia Makassar
secara berkala, melakukan kegiatan penukaran uang dan kas keliling yang menjangkau
seluruh daerah di Sulawesi Selatan. Selain itu juga melakukan kegiatan pemusnahan uang
tidak layak edar (UTLE) dengan terlebih dahulu melakukan pemberian tanda tidak berharga
(PTTB). Pada triwulan I-2011, jumlah uang kartal dengan kondisi tidak layak edar yang telah
dibukukan sebagai PTTB tercatat sebesar Rp1,22 triliun, relatif meningkat jika dibandingkan
PTTB pada triwulan IV-2010 yaitu sebesar Rp0,99 triliun (grafik 4.3). Meningkatnya jumlah
uang tidak layak edar pada periode laporan, sejalan dengan peningkatan aliran uang kartal
yang masuk (inflow) ke Bank Indonesia Makassar baik secara nominal maupun
pertumbuhannya. Peningkatan inflow tersebut merupakan akibat dari peningkatan aktivitas
masyarakat pada triwulan IV-2010, dimana pengeluran masyarakat cenderung meningkat
menjelang perayaan Hari Raya Keagamaan sperti Idul Adha, Natal, perayaan Tahun Baru dan
masa liburan anak sekolah sehingga setelah periode tersebut, otomatis akan terjadi
penurunan uang kartal yang beredar (meningkatnya inflow ke dalam BI Makassar). Sejalan
dengan hal tersebut, jumlah uang lusuh (PTTB) juga cenderung meningkat. Namun di sisi
lain, perbandingan antara jumlah PTTB dan inflow uang kartal terjadi penurunan yang cukup
signifikan, yaitu dari 82,7% pada triwulan IV-2010 menjadi 52,4% pada triwulan I-2011. Hal
ini mengindikasikan bahwa program clean money policy yang diterapkan oleh BI Makassar
dalam rangka menjaga kondisi uang layak edar di masyarakat telah membuahkan hasil yang
memuaskan.
Grafik 4.3Pemberian Tanda Tidak Berharga dan Inflow
-200%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
700%
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
PTTB
/ In
flow
Inflo
w &
PTT
B (T
riliu
n Rp
)
InflowPTTBPTTB/InflowPTTB Growth (yoy)
65Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan I - 2011
4.3. Perkembangan Temuan Uang Palsu
Jumlah temuan uang palsu di KBI
Makassar selama triwulan laporan tercatat
sebanyak 439 lembar dengan nilai nominal
sebesar Rp27,75 juta, mengalami sedikit
penurunan jika dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya sebanyak 850 lembar dengan
nominal sebesar Rp39,40 juta. Berdasarkan jenis
pecahan, selama triwulan I-2011 (grafik 4.4 dan
tabel 4.1), uang kertas yang paling banyak
dipalsukan adalah pecahan Rp50.000,-
sebanyak 299 lembar (68,11%), diikuti pecahan Rp100.000,- sebanyak 126 lembar
(28,70%), pecahan Rp20.000 sebanyak 7 lembar (1,59%), pecahan Rp10.000 sebanyak 5
lembar (1.14%), pecahan Rp5.000 dan sebanyak 2 lembar (0,46%). Tidak didapati uang
palsu untuk pecahan kecil, seperti pecahan Rp2.000,- dan Rp1.000,- .
4.4. Perkembangan Transaksi RTGS dan Kliring
4.4.1. Perkembangan RTGS
Secara total, nilai transaksi BI-RTGS Sulsel hingga akhir triwulan I-2011 melambat
menjadi Rp29,8 triliun atau tumbuh sebesar 0,3% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar Rp42,2 triliun yang hanya tumbuh sebesar 15,3% (yoy), lihat grafik 4.5. Transaksi BI-
RTGS dalam periode laporan masih didominasi oleh aliran dana yang masuk (incoming) ke
Tabel 4.1Perkembangan Temuan Uang Palsu di Wilker KBI Makassar Triwulan I-2011
Pecahan
100,000 50,000 20,000 10,000 5,000 2,000 1,000
Trw IV-2008 62 123 11 5 2 0 0 203
Trw I-2009 44 116 9 4 2 0 0 175
Trw II-2009 58 87 11 4 1 0 1 162
Trw III-2009 103 277 8 8 19 0 0 415
Trw IV-2009 139 183 8 3 5 0 0 338
Trw I-2010 97 181 13 8 2 0 0 301
Trw II-2010 127 123 8 4 4 2 0 268
Trw III-2010 153 125 15 0 10 1 0 304
Trw IV-2010 116 242 32 2 1 1 0 394
Trw I-2011 126 299 7 5 2 0 0 439Sumber : Bank Indonesia
Periode Total
Grafik 4.4 Proporsi Jumlah Lembar Uang Palsu
Berdasarkan Pecahan Triwulan I-2011
100,000 24.21%
50,000 68.1% 20,000
1.6%
10,000 1.1%
5,000 0.5%
2,000 0.0%1,000
0.0%
66 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi SelatanTriwulan I - 2011
perbankan Sulsel dengan nilai sebesar Rp20,1 triliun, lebih tinggi dibandingkan aliran yang
keluar (outgoing) dari perbankan Sulsel yang tercatat sebesar Rp9,8 triliun.
Pada triwulan I-2011, pertumbuhan aliran dana yang masuk (incoming) ke perbankan
Sulsel via RTGS menunjukkan perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari
32,3% menjadi 12,6% (yoy) (grafik 4.6), terutama karena meningkatnya masih relatif
rendahnya realisasi pembayaran untuk keperluan proyek-proyek pemerintah pada triwulan
laporan. Hal yang serupa terjadi pada pertumbuhan aliran dana yang keluar via RTGS
(outgoing) pada triwulan laporan juga mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan
triwulan IV-2010, yaitu dari negatif 9,0% tumbuh menjadi negatif 18,2% (yoy), lihat grafik
4.7. Perlambatan tersebut diperkirakan karena menurunnya aktivitas transaksi masyarakat,
swasta dan pemerintah pada awal tahun jika dibandingkan dengan periode akhir tahun,
dimana hal ini sejalan dengan pergerakan perekonomian Sulsel.
Grafik 4.6.
Transaksi RTGS – Incoming
Grafik 4.7. Transaksi RTGS – Outgoing
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
-
5
10
15
20
25
30
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
Incoming
Y.O.Y
Trili
un R
p
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
-
2
4
6
8
10
12
14
16
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
Outgoing
Y.O.Y
Trili
un R
p
Grafik 4.5.Transaksi RTGS – Total Transaksi
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
-
5
10
15
20
25
30
35
40
45
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
Total
Y.O.Y
67Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan I - 2011
4.4.2. Perkembangan Kliring
Secara nominal perputaran kliring pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp8,2 triliun
atau tumbuh sebesar 12,2% (yoy). Secara nominal jumlah kliring pada triwulan I-2011, relatif
sama jika dibandingkan dengan triwulan IV-2010. Namun pertumbuhan tahunan
menunjukan terjadi peningkatan pertumbuhan yang cukup signifikan dari triwulan IV-2010
ke triwulan I-2011, yaitu dari negatif 70.65% (y.o.y) menjadi 12.86%, lihat tabel 4.2.
Peningkatan pertumbuhan perputaran kliring sejalan aktivitas perekonomian Sulsel
yang trendnya cenderung meningkat, dimana hal tersebut tercermin pada pertumbuhan
Sulsel yang berada pada level yang cukup tinggi. Pertumbuhan kliring yang lebih tinggi pada
triwulan I-2011 jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya diduga terkait dengan
meningkatnya peran perbankan dalam penyaluran kreditnya. Hal ini tercermin dari kinerja
perbankan Sulsel yang pertumbuhan kredit dan LDR-nya cenderung meningkat pada periode
laporan, dimana tentunya aliran kredit itu akan langsung dipergunakan untuk menopang
atau mengembangkan aktivitas bisnis para pengusaha dan hal tersebut seyogyanya tercermin
pada meningkatnya aktivitas kliring di Sulsel.
Sementara dari sisi rata-rata harian, nilai nominal perputaran kliring sedikit
mengalami peningkatan. Rata-rata harian nilai nominal perputaran kliring pada triwulan I-
2011 tercatat sebesar Rp128 miliar, mengalami peningkatan apabila dibanding triwulan IV-
2010 yang sebesar Rp126,1 miliar. Selain itu, rasio rata-rata harian penolakan warkat
(Cek/BG) kosong pada triwulan laporan, secara nominal mengalami penurunan namun dari
sisi jumlah lembarnya relatif tetap. Secara nominal, rasio rata-rata warkat yang ditolak
meningkat dari sebesar 1,9% (Rp2,39 miliar) pada triwulan IV-2010 menjadi sebesar 2,4%
(Rp3,06 miliar) pada triwulan laporan. Sementara dari jumlah lembar, rasio rata-rata harian
warkat yang relatif tetap jika membandingkan antara triwulan IV-2010 dan triwulan I-2011,
yaitu sebesar 2,1% .
Tabel 4.2. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong
1 2 3 4 1 2 3 4 1
Total Perputaran Kliring- Nominal (triliun rupiah) 6.5 6.9 7.4 7.5 7.2 7.3 7.9 8.3 8.2 - Lembar (ribuan) 242.2 258.4 262.3 263.6 253.5 259.8 261.6 267.9 265.0 Rata-rata Harian Perputaran Kliring- Nominal (triliun rupiah) 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 - Lembar (ribuan) 4.1 4.2 4.3 4.2 4.0 4.0 4.0 4.1 4.1 Nisbah Rata-rata Penolakan Cek/ BG Kosong- Nominal (%) 1.7 2.0 1.7 2.2 1.7 2.1 2.3 1.9 2.4 - Lembar (%) 1.8 1.6 1.8 1.7 1.8 1.9 2.2 2.1 2.1
URAIAN 201120102009
68 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi SelatanTriwulan I - 2011
Halam ini sengaja dikosongkanThis page is intentionally blank
Tabel 5.1 Penduduk Usia 15 + Menurut Kegiatan UtamaFebruari Februari
2010 2011Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas 5,721,682 5,590,797 Angkatan Kerja 3,560,893 3,634,355
a. Bekerja 3,276,523 3,391,334 b. Pengangguran 284,370 243,021
Bukan Angkatan Kerja 2,160,789 1,956,442 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 62.2% 65.0%Tingkat Pengangguran Terbuka 8.0% 6.7%Sumber : BPS
KEGIATAN UTAMA
Bab 5 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Daya serap perkembangan pertumbuhan ekonomi Sulsel selama tahun 2010
terhadap angkatan kerja cukup baik, sebagaimana terlihat dari naiknya Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja (TPAK) pada Agustus 2010 (64,1%) jika dibandingkan dengan tahun
sebelumnya (62,5%). Sejalan dengan itu, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulsel tercatat
mengalami penurunan sebesar 0,5%, dari 8,9% pada Agustus 2009 menjadi 8,4% pada
Agustus 2010. Selanjutnya di sisi lain pertumbuhan ekonomi Sulsel juga memberikan
kontribusi positif dalam meningkatkan tingkat kesejahteraan petani yang tercermin dari Nilai
Tukar Petani (NTP), yang menunjukkan peningkatan pertumbuhan pada triwulan laporan.
Rata-rata pertumbuhan NTP Sulsel pada triwulan I-2011 tercatat tumbuh meningkat sebesar
3,13% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan NTP pada triwulan sebelumnya yang
tumbuh 0,76% (yoy).
5.1. Ketenagakerjaan
Perkembangan ketenagakerjaan Sulsel hingga Februari 2011 menunjukkan
kecenderungan lebih baik jika dibandingkan tahun sabelumnya. Hal ini tercermin dari
meningkatnya jumlah
angkatan kerja sebesar 2,06%
dari 3,56 juta orang pada
Februari 2010, sehingga
menjadi 3,63 juta orang pada
Februari 2011 (Tabel 5.1).
Meskipun di sisi lain terdapat
penurunan Penduduk Usia 15
Tahun ke atas sebesar 2,29%, dimana pada Februari 2010 sebesar 5.721.682 orang menjadi
5.590.797 orang per Februari 2011. Kondisi ini menyebabkan TPAK meningkat dari 62,2%
pada Februari 2010 menjadi 65,0% pada Februari 2011. Sedangkan, di sisi lain, menurunnya
jumlah pengangguran dari 284.370 orang per Februari 2010 menjadi 243.021 orang per
Februari 2011 mengakibatkan penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 1,3%
sehingga menjadi 6,7% pada Februari 2011. Menurunnya TPT Sulsel tersebut
mengindikasikan bahwa kenaikan pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan IV-2009
sebesar 6,53% jika dibandingkan dengan triwulan IV-2010 sebesar 8,93% berdampak positif
terhadap penyerapan tenaga kerja.
Dari sisi lapangan pekerjaan utama, untuk periode Februari 2010 dan Februari 2011
komposisi tenaga kerja di sektor pertanian cenderung mengecil, sebaliknya komposisi tenaga
kerja di sektor non pertanian bertambah besar, terutama pada sektor jasa. Pangsa jumlah
tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian pada Fenruari 2011 tercatat sebesar 47%,
turun dibandingkan Februari 2010 tercatat sebesar 50%. Kondisi ini menunjukkan terjadinya
pergeseran struktur perekonomian yang ditandai dengan mulai beralihnya jumlah tenaga
kerja dari sektor pertanian selaku sektor utama di Sulsel ke sektor lainnya. Hal tersebut
dimungkinkan karena tingkat pendapatan sektor pertanian yang bersifat musiman dan
pengaruh tingkat harga produk hasil pertanian yang relatif kurang menguntungkan.
Di sisi lain, pangsa jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor jasa meningkat dari
12% pada Februari 2010, menjadi sebesar 18% Februari 2011. Selain itu Meski terjadi
penurunan pangsa jumlah tenaga kerja di sektor perdagangan pada Februari 2011 jika
dibandingkan tahun sebelumnya, namun share tenaga kerja untuk masing-masing sektor
masih cukup besar jika dibandingkan sektor lainnya yaitu 18%.
Grafik 5.1. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
Februari 2010 Februari 2011
5.2. Kesejahteraan
5.2.1. Nilai Tukar Petani
Pertumbuhan daya beli masyarakat yang berkerja di sektor pertanian relatif
meningkat pada triwulan laporan, tercermin dari meningkatnya pertumbuhan Nilai Tukar
Petani (NTP) Sulsel pada triwulan laporan.
Pertanian50%
Industri6%
Konstruksi6%
Perdagangan19%
Angkutan/Komunikasi
5%
Jasa12%
Lainnya *)2%
Pertanian47%
Industri6%
Konstruksi5%
Perdagangan18%
Angkutan/Komunikasi
5%
Jasa18%
Lainnya *)2%
Tingkat kesejahteraan petani Sulsel pada triwulan laporan menunjukkan peningkatan
pertumbuhan. Rata-rata pertumbuhan NTP Sulsel pada triwulan I-2011 tercatat tumbuh
3,13% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan NTP pada triwulan sebelumnya yang
tumbuh 0,76% (yoy), lihat grafik 5.2. NTP yang lebih tinggi pada triwulan I-2011,
menunjukan indeks harga hasil produksi pertanian lebih besar dibandingkan dengan
kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun untuk
keperluan produksi pertanian. Meski perubahan iklim yang membuat beberapa wilayah di
Indonesia sulit memproduksi pangan karena gagal panen, Sulsel mengalami kondisi yang
berbeda. Di sejumlah kabupaten/ kota Sulsel terjadi penambahan lahan pertanian dan
intensitas masa tanam yang semakin meningkat khususnya untuk lahan pertanian tadah
hujan. Lahan pertanian tadah hujan yang hanya terjadi sekali setahun pada saat curah hujan
tinggi sehingga dapat membuat banyak lahan persawahan yang selalu tergenangi air atau
mendapat pasokan air yang cukup sehingga sangat berpotensi menanam lebih dari sekali.
Perkembangan pertumbuhan ‘Indeks yang Diterima Petani’ jika dibandingkan dengan
sebelumnya, mengalami peningkatan dari sebesar 6,31% (yoy) menjadi sebesar 8,61% pada
triwulan laporan (grafik 5.3). Secara rata-rata pertumbuhan ‘Indeks yang Diterima Petani’
meningkat karena pada triwulan I-2011 Sulsel memasuki panen raya, dimana hasil panen
padi di Sulawesi Selatan justru meningkat. Hal ini menandakan bahwa faktor cuaca ekstrem
yang melanda Indonesia tidak banyak berpengaruh terhadap komoditas padi di Sulsel. Panen
di sebagian daerah Sulsel yang sudah dimulai sejak Januari 2011, menciptakan peluang bagi
petani untuk mendapatkan harga produksi yang lebih baik dimana biasanya pedagang
pengumpul memberikan patokan harga yang lebih tinggi dibandingkan Harga Pembelian
Pemerintah (HPP), karena pada periode awal panen ketersediaan beras di lapangan masih
terbatas. Selain itu, dukungan perbankan dalam menyalurkan kreditnya untuk sektor
pertanian semakin besar di tahun 2011. Hal ini disebabkan karena bank masih optimis
terhadap kinerja sektor pertanian yang merupakan salah satu sektor utama di Sulsel, meski di
sisi lain faktor anomali cuaca masih menjadi penghamabat pertumbuhan sektor dimaksud.
Namun di sisi lain, ‘Indeks yang Dibayar Petani’ juga menunjukkan penurunan
pertumbuhan yang relatif kecil, yaitu dari 5,52% (yoy) pada triwulan IV-2010 menjadi 5,30%
pada triwulan laporan (grafik 5.4). Menurunnya pertumbuhan “Indeks yang Dibayar Petani”
sejalan dengan pertumbuhan laju inflasi Sulsel yang cenderung melambat pada triwulan I-
2011 jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Selain itu, Harga Eceran Tertinggi (HET)
yang tidak naik pada triwulan I-2011, merupakan salah satu faktor yang meringankan biaya
produksi para petani. Hal ini tentu saja menyebabkan tekanan harga terhadap konsumsi
petani relatif menurun.
Grafik 5.5.Jumlah Penduduk Miskin Sulsel
150.8 124.5 119.2
880.9839.1
794.2
13.3%
12.3%
11.6%
10.5%
11.0%
11.5%
12.0%
12.5%
13.0%
13.5%
0
200
400
600
800
1000
1200
2008 2009 2010
Jml Pendd Miskin DesaJml Pendd Miskin Kota% Total Pendd Miskin
Sumber : BPS
Grafik 5.2Perkembangan Rata-rata
Nilai Tukar Petani
Grafik 5.3 Perkembangan Rata-rata
Indeks Yang Diterima Petani
Grafik 5.4 Perkembangan Rata-rata
Indeks Yang Dibayar Petani
5.2.2. Jumlah Penduduk Miskin
Jumlah penduduk miskin di Sulsel per Maret 2010 tercatat sebesar 11,6% dari jumlah
penduduknya atau sebesar 913,4 ribu
orang (grafik 5.5). Dari jumlah
tersebut, 13,0% berada di daerah
perkotaan sedangkan sisanya berada
di daerah pedesaan. Persentase
pangsa jumlah penduduk miskin di
perkotaan tersebut relatif tetap
dibanding Maret 2009 yang tercatat
sebesar 12,9% dari jumlah penduduk
miskin pada tahun tersebut.
Dari sisi jumlah, jumlah penduduk miskin di Sulsel mengalami penurunan, dari 963,6
ribu per Maret 2009 menjadi 913,4 ribu pada Maret 2010, atau menurun 5,2%, sementara
pada tahun 2009 turun sebesar 6,6%. Penurunan jumlah penduduk miskin tertinggi terjadi
di pedesaan sebesar 5,3%, dari 839,1 ribu orang pada Maret 2009 menjadi 794,2 ribu
-2%
-1%
0%
1%
2%
3%
4%
95 96 97 98 99
100 101 102 103 104 105 106
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
NTP y.o.y
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
105
110
115
120
125
130
135
140
145
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
Indeks Yang Diterima Petani y.o.y
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
114 116 118 120 122 124 126 128 130 132 134
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
Indeks Yang Dibayar Petani y.o.y
orang. Jumlah tersebut relatif masih cukup besar, yaitu sekitar 10,1% dari total penduduk
Sulsel. Penurunan jumlah penduduk miskin juga terjadi di perkotaan yang tercatat
menurun sebesar 4,3%, dari 124,5 ribu orang menjadi 119,2 ribu orang. Jumlah penduduk
miskin perkotaan tersebut tercatat sebesar 1,5% dari total penduduk Sulsel.
Terkonsentrasinya jumlah penduduk miskin di pedesaan tersebut perlu mendapatkan
perhatian tersendiri, mengingat sektor unggulan ekonomi Sulsel masih terletak pada sektor
pertanian, dimana penduduk pedesaan sebagian besar mata pencariannya adalah petani.
Apabila dibandingkan dengan provinsi se-Sulampua, persentase jumlah penduduk
miskin di Sulsel masih berada pada urutan ketiga terendah (11,6%) setelah Provinsi Sulawesi
Utara (9,1%) dan Maluku Utara (9,4%). Urutan Provinsi Sulut dan Malut tersebut juga tidak
mengalami perubahan dibandingkan kondisi pada Maret 2009. Sedangkan persentase
jumlah penduduk miskin tertinggi di Sulampua tercatat sebesar 36,8% masih terdapat di
Provinsi Papua. Jumlah penduduk miskin se-Sulampua tersebut tercatat sebesar 1,65% dari
total penduduk Indonesia, sementara pada Maret 2009 tercatat sebesar 1,73% dari total
penduduk Indonesia.
Grafik 5.6. Persentase Jumlah Penduduk Miskinse-Sulampua per Maret 2010
5.3. Survei
Hasil Survei Konsumen, pada triwulan laporan rata-rata ‘Indeks Ketersediaan
Lapangan Kerja Saat Ini’ (IKLK) relatif menunjukan perlambatan pada level yang moderat.
Rata-rata IKLK pada triwulan laporan tercatat tumbuh lebih rendah yaitu sebesar negatif
2,87% (yoy), sementara pada triwulan IV-2010 tumbuh sebesar 1,16% (grafik 5.7).
Menurunnya pertumbuhan indeks ini sejalan dengan menurunnya aktivitas perekonomian
Sulsel pada triwulan I-2011, dimana realisasi anggaran pemerintah dan swasta masih relatif
kecil sehingga proyek-proyek permbangunan pemerintah juga masih relatif stagnan.
36.9
5
11.4
1
13.0
5
6.03
8.50
23.8
6
9.60
8.39
3.33
3.71
63.0
5
88.5
9
86.9
5
94.4
6
91.5
0
76.1
4
90.4
0
91.6
1
96.2
6
96.5
6
9.10
18.07
11.60
17.05
23.18
13.58
27.74
9.42
34.88 36.80
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gor Sulbar Maluku Malut Irjabar Papua
Desa Kota % Total Penddk Miskin
Sum
ber :
BPS, dio
lah
%
Grafik 5.7. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja
Saat Ini
Grafik 5.8. Indeks Penghasilan Saat Ini
Dibandingkan 6 Bulan Yang Lalu
Namun di sisi lain, dengan perkembangan rata-rata ‘Indeks Penghasilan Saat Ini
Dibanding 6 bulan lalu’ (IPD6) juga mengalami pertumbuhan yang lebih baik dimana
tercermin dari pergerakan pertumbuhan IPD6 yang pada triwulan IV-2011 negatif 10,01
meningkat cukup signifikan menjadi sebesar 2,60% pada triwulan laporan (grafik 5.8).
Hal tersebut menunjukan bahwa meski secara umum siklus perekonomian pada
triwulan I-2011 menunjukan perlambatan, namun ternyata berdasarkan hasil Survei
Konsumen, terjadi peningkatan pertumbuhan penghasilan dibandingkan 6 bulan yang lalu,
dimana hal ini masih sejalan dengan pertumbuhan NTP dan Indeks diterima petani Sulsel
sehingga hal ini menunjukan bahwa pertanian merupakan salah satu penting yang dapat
dijadikan acuan pergerakan kesejahteraan masyarakat Sulsel.
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
80
85
90
95
100
105
110
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
Indeks ketersediaan lapangan kerja saat iniy.o.y
Smb : Survei Konsumen KBI Mks
-25%
-20%
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
0
20
40
60
80
100
120
140
160
1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011
Penghasilan saat ini dibandingkan 6 bln yg laluy.o.y
Smb : Survei Konsumen KBI Mks
Bab 6 Keuangan Daerah
Kinerja keuangan Pemerintah Propinsi Sulsel sampai dengan semester I-2011 berada
pada posisi yang relatif baik jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2010,
meskipun realisasi pertumbuhan pendapatan dan belanja pada triwulan I-2011 lebih kecil
daripada periode yang sama tahun sebelumnya. Pada sisi penerimaan, realisasi jumlah
pendapatan belum mencapai 25% pada triwulan I-2011, begitu pula jika dilihat dari sisi
belanja daerah yang realisasinya masih relatif kecil. Namun demikian, kondisi tersebut relatif
sejalan dengan pertumbuhan konsumsi pemerintah pada triwulan I-2011 yang masih relatif
kecil, yaitu sebesar 1,62% (y.o.y).
6.1. Pendapatan Daerah
Realisasi anggaran pendapatan daerah sampai dengan triwulan I-2011 tercatat
sebesar Rp0,55 triliun atau 19,23% dari total target pendapatan sebesar Rp2,87 triliun.
Pencapaian realisasi pendapatan tersebut sedikit lebih kecil dari realisasi pendapatan pada
triwulan I-2010 yang tercatat sebesar Rp0,58 triliun. Meski demikian, akselerasi realisasi
pendapatan diperkirakan akan terjadi pada akhir triwulan II-2011 dan berlanjut hingga akhir
tahun.
Dari komponen pendapatan, realisasi “Dana Perimbangan” mencapai 14,56%,
terutama didorong oleh sub komponen “Dana Alokasi Umum” (DAU) yang sebesar 16,67%.
Sementara realisasi komponen “Pendapatan Asli Daerah” telah mencapai 22,09%, pada sub
komponen “Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah” dan “Pendapatan Pajak Daerah”
yang masing-masing telah mencapai 45,69% dan 22,75%. Realisasi pada sub-komponen
“Pendapatan Pajak Daerah” tersebut relatif menggambarkan kinerja konsumsi rumah tangga
(PDRB) Sulsel, mengingat objek penerimaan dari “Pendapatan Pajak Daerah” tersebut antara
lain adalah pajak dan bea balik nama kendaraan bermotor.
6.2. Belanja Daerah dan Transfer
Dari sisi anggaran belanja daerah, sampai dengan triwulan I-2011, realisasinya masih
relatif kecil yaitu sebesar Rp0,29 triliun atau 9,78% dari target yang ditetapkan sebesar
Rp2,97 triliun. Namun jika dibandingkan dengan realisasi triwulan I-2010 yaitu sebesar
Rp0,29 triliun, maka kinerja realisasi belanja semester I-2011 tersebut masih relatif stabil.
Realisasi terbesar terjadi pada pos ‘Belanja Bunga’ yang sebesar 29,69%, diikuti oleh pos
‘Belanja Pegawai’ (19,98%). Realisasi pos “Belanja Tidak Langsung” pada triwulan laporan
meningkat sebesar 11,27% (Rp 0,21 Triliun), relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan
semester sebelumnya sebesar RP 0,25 Triliun.
Realisasi ‘Belanja Langsung’ lebih banyak dipergunakan untuk Belanja Pegawai
dengan realisasi sebesar 10,45% dan untuk Belanja Barang dan Jasa yang telah terealisasi
sebesar 9,40%. Sementara untuk ‘Belanja Modal’, realisasi masih relatif kecil yaitu sebesar
2,97%. Hal ini sejalan dengan relatif kecilnya pertumbuhan konsumsi permerintah (PDRB)
secara tahunan pada triwulan laporan, yang tumbuh 1,62% (yoy) atau jauh lebih kecil
daripada triwulan I-2010 yang tumbuh sebesar 4,31%.
Tabel 6.1. Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja DaerahSampai Dengan Triwulan I-2011
Nominal % REALISASI % (y.o.y)1. PENDAPATAN1.1. PENDAPATAN ASLI DAERAH 1,782.15 393.60 22.09% 21.59%
- Pendapatan Pajak Daerah 1,549.18 352.44 22.75% 19.01%- Pendapatan Retribusi Daerah 111.17 14.56 13.10% -19.24%- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 63.58 - - - Lain-lain PAD yang Sah 58.22 26.60 45.69% 178.53%
1.2. DANA PERIMBANGAN 1,090.32 158.78 14.56% -39.11%- Dana Bagi Hasil Pjk dan Bukan Pjk 231.61 22.65 9.78% -10.43%- DAU 816.76 136.13 16.67% -42.18%- DAK 41.95 - - -100.00%Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya
1.3. Lain-lain Pendapatan yang Sah - - - JUMLAH PENDAPATAN 2,872.47 552.38 19.23% -5.49%
2. BELANJA 2.1. BELANJA TIDAK LANGSUNG 1,847.67 208.27 11.27% -15.46%
- Belanja Pegawai 627.71 125.44 19.98% 11.26%- Belanja Bunga 0.15 0.04 29.69% -47.01%- Belanja Hibah 87.50 3.38 3.86% 66.09%- Belanja Bantuan Sosial 22.10 0.93 4.21% -72.82%- Belanja Bagi Hasil Kpd Prov/Kab/Kota&Pemerintahan Desa 634.95 - - -100.00%- Belanja Bantuan Keuangan Kpd Prov/Kab/Kota&Pemerintahan Desa 460.28 78.42 17.04% 185.64%- Belanja Tidak Terduga 15.00 0.05 0.33% -83.05%
2.2. BELANJA LANGSUNG 1,124.60 82.39 7.33% 81.61%- Belanja Pegawai 141.77 14.81 10.45% - - Belanja Barang & Jasa 597.02 56.12 9.40% 25.72%- Belanja Modal 385.82 11.46 2.97% 1478.70%JUMLAH BELANJA 2,972.28 290.66 9.78% -0.36%
SURPLUS / (DEFISIT) (99.81) 261.72 -262.22% -10.60%
3. PEMBIAYAAN3.1. PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 111.51 - - - 3.2. PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH 11.70 0.35 2.99% -
JUMLAH PEMBIAYAAN 99.81 (0.35) -2.99% - Sumber : Pemprov Sulsel
NO. U R A I A N
(Milyar Rupiah)Realisasi s/d TRIWULAN I-2011
ANGGARAN 2011
Bab7 Outlook KondisiEkonomi dan Inflasi
Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan di triwulan II-2011 diperkirakan akan
cenderung menigkat jika dibandingkan dengan triwulan I-2011. Pada sisi permintaan,
perkiraan peningkatan pertumbuhan pada triwulan II-2011 cenderung dipengaruhi oleh
meningkatnya konsumsi rumah tangga, swasta dan pemerintah sejalan dengan proyeksi
meningkatnya aktivitas perekonomian Sulsel. Ditambah lagi dengan pembayaran rapel
kenaikan gaji PNS pada bulan April 2011 yang akan mendorong pengeluran pada triwulan II-
2011. Kemudian untuk investasi, pada triwulan II-2011 diprediksi masih akan cukup cukup
tinggi sejalan dengan proyek-proyek lanjutan yang dikerjakan sejak awal tahun 2011 di
Sulsel. Pada sisi ekspor-impor, diperkirakan akan terjadi perbaikan kinerja net ekspor Sulsel.
Kondisi ini antra lain akan didorong oleh peningkatan produksi nikel oleh PT International
Nickel Indonesia Tbk (INCO) berencana menggenjot produksi pasca melakukan perawatan
pabrik pada akhir triwulan I-2011. Pada sisi penawaran, peningkatan pertumbuhan
diprediksikan karena meningkatnya kinerja sektor perdagangan-hotel-restauran (PHR),
angkutan-komunikasi, industri pengolahan dan pertambangan-penggalian. Peningkatan
pertumbuhan pada sektor PHR diperkirakaan akan beriringan dengan naiknya pertumbuhan
pada sektor angkutan-komunikasi, yang akan dipicu oleh kegiatan liburan anak sekolah dan
juga semakin meningkatnya intensitas MICE (Meeting, Incentive, Convention and Exhibition).
Kemudian sektor industri pengolahan diperkirakan akan didorong oleh industri semen
sebagai dampak dari peningkatan investasi untuk proyek-proyek pembangunan. Kinerja
sektor pertambangan-penggalian diproyeksikan akan meningkat sejalan dengan membaiknya
kinerja ekpor Sulsel pada triwulan II-2011.
Pada triwulan mendatang, laju inflasi tahunan diperkirakan akan cenderung akan
meningkat pada level yang moderat jika dibandingkan dengan triwulan I-2011. Tekanan
inflasi pada triwulan II-2011 diperkirakan masih bersumber dari peningkatan inflasi volatile
food dan inflasi inti. Sementara laju inflasi administered diperkirakan masih relatif terkendali
karena belum ada kebijakan pemerintah yang berpotensi mendorong kenaikan harga.
Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan II-2011 diduga akan tumbuh lebih baik
jika dibandingkan dengan triwulan I-2011. . Intermediasi perbankan diprediksi akan semakin
membaik tercermin dari pertumbuhan kredit, LDR yang meningkat dan terjaganya rasio
kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5%.
7.1. Outlook Kondisi Makroregional
Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan di triwulan II-2011 diperkirakan akan
cenderung meningkat jika dibandingkan dengan triwulan I-2011. Pada sisi permintaan,
perkiraan peningkatan pertumbuhan pada triwulan II-2011 cenderung dipengaruhi oleh
meningkatnya konsumsi rumah tangga, swasta dan pemerintah sejalan dengan proyeksi
meningkatnya aktivitas perekonomian Sulsel dan juga realisasi belanja pemerintah pada
triwulan mendatang. Ditambah lagi dengan pembayaran rapel kenaikan gaji PNS pada bulan
April 2011, diperkirakan akan menyebabkan terjadinya pertambahan pengeluaran
masyarakat, yang biasanya peningkatan penghasilan tersebut akan digunakan pada saat
liburan anak sekolah.
Grafik 7.1. Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen
Grafik 7.2. Perkembangan PDRB Sulsel (y.o.y) dan
Proyeksinya
Grafik 7.3. Perkembangan Indeks Kondisi Ekonomi 6 Bulan
Yang Akan Datang
Grafik 7.4. Perkembangan Indeks Ekspektasi Penghasilan 6
Bulan Yang Akan Datang
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
105
110
115
120
125
130
135
140
1 2 3 4 1 2
2010 2011
Indeks Ekspektasi Konsumeny.o.y
Smb : Survei Konsumen KBI Mks
7.97%7.04%
7.47%
8.47%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2*
2009 2010 2011
y.o.y Sulsel
y.o.y Nas
Sumber : BPS, diolah
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
0
20
40
60
80
100
120
140
160
1 2 3 4 1 2
2010 2011
Kondisi ekonomi 6 bln yg akan datang y.o.y
Smb : Survei Konsumen KBI Mks
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
115
120
125
130
135
140
145
150
155
1 2 3 4 1 2
2010 2011
Indeks ekspektasi penghasilan 6 bln yg akan dtgy.o.y
Smb : Survei Konsumen KBI Mks
Grafik 7.5. Perkembangan Indeks Ketersediaan Lapangan
Pekerjaan 6 Bulan Yang Akan Datang
Grafik 7.6. Perkembangan Nilai Tukar
Rupiah Terhadap USD
Peningkatan konsumsi masyarakat pada triwulan II-2011 sejalan dengan hasil Survei
Konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia Makassar, dimana Indeks Ekspektasi
Konsumen (IEK) menunjukan kecenderungan ekspektasi masyarakat pada triwulan I-2011
cenderung lebih optimis jika dibandingkan triwulan sebelumnya. Indeks Ekspektasi
Konsumen merupakan gabungan dari indeks ekspektasi masyarakat akan kondisi
perekonomian, ekspektasi penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja (grafik 7.1, grafik
7.3 dan grafik 7.4).
Kemudian untuk investasi, pada triwulan II-2011 diprediksi masih akan cukup cukup
tinggi sejalan dengan proyek-proyek lanjutan yang dikerjakan sejak awal tahun 2011 di Sulsel
antara lain adalah ‘City Gas Sengkang’ yang diperkirakan senilai Rp1,253 – 1,40 triliun,
proyek energi bio etanol dan pembangkit listrik dengan memanfaatkan tanaman sweet
sorghum di Luwu Timur dengan perkiraan investasi Rp400 miliar. Kemudian terdapat proyek
pembangunan Waterboom di Makassar yang bernilai belasan miliar dan GDP (Gowa
Discovery Park) di Somba Opu dengan nilai investasi Rp45 miliar. Ditambah lagi dengan
investasi untuk perluasan pabrik Semen Bosowa yaitu sebesar US $300juta, yang digunakan
untuk peningkatan kapasitas pabrik lama dan pembangunan pabrik baru. Kemudian juga
Sintesa Group melalui PT Sindoka yang akan menanamkan investasi senilai 40 juta dolar AS
atau mencapai Rp 400 miliar (kurs Rp 10 ribu) untuk membangun produksi energi, bio
ethanol, termasuk pembangkit listrik. PLTA berkapasitas 100 MW ini diperkirakan akan
menelan investasi hingga Rp 2 triliun dengan tahapan pembangunan dimulai akhir tahun ini.
Meningkatnya perkiraan petumbuhan investasi pada triwulan mendatang sejalan dengan
hasil Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia mengenai perkembangan indeks ketersedian
lapangan pekerjaan 6 bulan yang akan datang (grafik 7.5).
Pada sisi ekspor-impor, diperkirakan akan terjadi perbaikan kinerja net ekspor Sulsel.
Kondisi ini antra lain akan didorong oleh peningkatan produksi nikel oleh PT International
Nickel Indonesia Tbk (INCO) berencana menggenjot produksi pasca melakukan perawatan
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
95
100
105
110
115
120
125
130
4 1 2 3 4 1 2
2010 2011
Indeks ketersediaan lapangan kerja 6 bln yg akan dtgy.o.y
Smb : Survei Konsumen KBI Mks
-15.0%
-10.0%
-5.0%
0.0%
5.0%
10.0%
15.0%
20.0%
6,000
6,500
7,000
7,500
8,000
8,500
9,000
9,500
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1
2008 2009 2010 2011
Rata-rata Kurs Tengahyoy
pabrik pada akhir triwulan I-2011. Selain itu, diperkirakan juga akan terjadi pergeseran
pangsa pasar beberapa komoditas unggulan Sulsel, seperti ikan-udang-hasil laut sejenis, kayu
olahan dan nikel, yang biasanya di ekspor ke Jepang kemudian dialihkan ke negara lain pasca
tsunami yang melanda Jepang. Dimana pada sisi impor, diperkirakan akan cenderung terjadi
perlambatan. Hal ini sejalan dengan pencabutan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
13 yang membebaskan bea masuk impor beras sejak 22 Desember 2010 lalu dan berakhir
hingga 31 Maret 2011, dimana hal ini akan menyebabkan penurunan impor beras dari luar
negeri. Namun di sisi lain, kenaikan tarif bea masuk beras tersebut, diprediksi akan memicu
kenaikan harga beras di dalam negeri dan hal ini dapat memicu peningkatan ekspor antar
pulau Sulsel karena petani/pedagang akan melihat potensi untuk menjual dengan harga lebih
tingi diluar Sulsel. Namun dorongan impor juga cukup potensial melihat dari pergerakan nilai
tukar Rupiah terhadap Dollar yang cenderung menguat (grafik 7.6)
Pada sisi penawaran, peningkatan pertumbuhan diprediksikan karena meningkatnya
kinerja sektor perdagangan-hotel-restauran (PHR), angkutan-komunikasi, industri pengolahan
dan pertambangan-penggalian. Peningkatan pertumbuhan pada sektor PHR diperkirakaan
akan beriringan dengan naiknya pertumbuhan pada sektor angkutan-komunikasi, yang akan
dipicu oleh kegiatan liburan anak sekolah dan juga semakin meningkatnya intensitas MICE
(Meeting, Incentive, Convention and Exhibition) yang diselenggarakan di Sulsel terutama di
Makassar. Hal tersebut berjalan searah dengan pertumbuhan Sulsel yang cukup tinggi dari
tahun ke tahun, Kawasan Indonesia Timur pun semakin ramai dikunjungi oleh pendatang
baik untuk berrekreasi maupun kunjungan dalam rangka bisnis/pekerjaan.
Kemudian sektor industri pengolahan diperkirakan akan didorong oleh industri
semen sebagai dampak dari peningkatan investasi untuk proyek-proyek pembangunan
infrastruktur di Sulsel yang meningkat cukup pesat sejak triwulan I-2011.
Kinerja sektor pertambangan-penggalian diproyeksikan akan meningkat sejalan
dengan membaiknya kinerja ekpor Sulsel pada triwulan II-2011, dimana PT International
Nickel Indonesia Tbk (INCO) berencana menggenjot produksi nikel pasca melakukan
perawatan pabrik pada akhir triwulan I/2011.
Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut di atas, maka perekonomian Sulsel
pada triwulan mendatang diperkirakan tumbuh sebesar 7,97%+0,5% (yoy) atau lebih tinggi
jika dibandingkan dengan triwulan I-2011 (7,04%).
7.2. Outlook Inflasi
Pada triwulan mendatang, laju inflasi tahunan diperkirakan akan cenderung akan
meningkat pada level yang moderat jika dibandingkan dengan triwulan I-2011. Hal ini sejalan
dengan hasil Survei Konsumen Bank Indonesia, dimana perkembangan Indeks Ekspektasi
Terhadap Harga-harga dalam 3 bulan y.a.d menejukan kecenderungan meningkat (grafik
7.7). Tekanan inflasi pada triwulan II-2011 diperkirakan masih bersumber dari peningkatan
inflasi volatile food dan inflasi inti. Sementara laju inflasi administered diperkirakan masih
relatif terkendali karena belum ada kebijakan pemerintah yang berpotensi mendorong
kenaikan harga.
Tekanan inflasi inti di triwulan laporan diperkirakan dipicu oleh peningkatan
permintaan seiring pembayaran rapel kenaikan gaji PNS,TNI,dan Polri di bulan April 2011 dan
datangnya masa liburan sekolah di akhir triwulan II-2011. Selain itu, diproyeksikan tekanan
kenaikan harga komoditas internasional masih potesial, yang kemudian akan berpengaruh
pada inflasi Sulsel pada khususnya, terutama pada komoditas emas, minyak, dan bahan
bangunan. Namun tekanan tersebut dapat dikurangi oleh terbukanya ruang penguatan nilai
tukar rupiah lebih lanjut.
Sementara inflasi volatile food diperkirakan masih mendapat tekanan pada tingkat
moderat. Trend kenaikan harga komoditas di pasar internasional (gandum, gula, dan kedelai)
berpotensi meningkatkan harga makanan dan minuman jadi sekitar 10%1. Faktor yang
dapat mengurangi tekanan inflasi volatile food yaitu peningkatan pasokan komoditas pangan
lokal sebagai hasil masa panen raya beras Maret-April 2011. Curah hujan yang diperkirakan
kembali normal di bulan April 20112 juga mendukung peningkatan pasokan sayur-sayuran,
bumbu-bumbuan, dan perikanan.
Sementara itu laju inflasi administered price relatif minim karena pemerintah telah
menunda kebijakan strategis yang dapat memacu inflasi, seperti kebijakan kenaikan TDL,
kenaikan HPP beras, dan pembatasan BBM bersubsidi di Jabodetabek.
Grafik 7.7. Indeks Ekspektasi Terhadap Harga-harga
dalam 3 bulan y.a.d
Grafik 7.8.Perkembangan Laju Inflasi Sulsel (y.o.y) dan
Proyeksinya
1 Indonesia Finance Today – Januari 20112 BMKG
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
140
145
150
155
160
165
170
175
180
185
190
195
1 2 3 4 1 2
2010 2011
Indeks perubahan harga umum 3 bulan yadSeries2
6.72
6.22
7.22
0
2
4
6
8
10
12
14
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2*
2008 2009 2010 2011
y.o.y - Ss
y.o.y - Nas
Sumber : BPS diolah
%
Sumber : BPS diolah
%
Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut di atas, maka pada triwulan III-
2011 diperkirakan inflasi tahunan provinsi Sulsel akan sedikit meningkat jika dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya (6,32%), yaitu pada kisaran 6,72% ± 0.5% (yoy) - (grafik 7.8).
Kecenderungan tersebut searah dengan rata-rata hasil Survei Konsumen (SK) yang dilakukan
oleh Bank Indonesia, dimana rata-rata Indeks Ekspektasi terhadap harga-harga dalam 3 bulan
yang akan datang (triwulan II-2011), yaitu sebesar 179.67 yang mengindikasikan bahwa
persepsi responden SK akan harga akan cenderung meningkat pada triwulan mendatang.
7.3. Prospek Perbankan
Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan II-2011 diduga akan tumbuh lebih tinggi
jika dibandingkan dengan triwulan I-2011. Intermediasi perbankan diprediksi akan semakin
membaik tercermin dari pertumbuhan kredit yang sudah menunjukan kecenderungan
peningkatan sejak triwulan I-2011. Selain itu, dukungan perbankan kepada UMKM juga
mengalami peningkatan pada triwulan I-2011. Namun di sisi lain, perkembangan DPK (Dana
Pihak Ketiga) diperkirakan melambat, sejalan dengan proyeksi peningkatan konsumsi
masyarakat pada triwulan II-2011. Kemudian pergerakan 2 (dua) indikator tersebut, dimana
terjadi peningkatan kredit dan kecenderungan melambatnya DPK, maka akan menyebabkan
LDR (Loan to Deposit Ratio) diperkirakan meningkat.
Proyeksi masih cukup baiknya kondisi perbankan pada triwulan II-2011, juga ditandai
dengan cukup stabil terjaganya kondisi permodalan dan likuiditas sebagaimana tercermin
pada tingginya rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) dan terjaganya rasio
kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5%.
LAMPIRAN
1. Data Ekonomi Makro
Tabel 1.aProduk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan
Atas Dasar Harga Konstan (Rp Miliar)
-
Tabel 1.bProduk Domestik Regional Bruto Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan
Atas Dasar Harga Konstan (Rp Miliar)
2. Data Inflasi
Tabel 2.aLaju Inflasi Kota Makassar Menurut Kelompok Pengeluaran (2007 = 100)
1 2 3 4 1 2 3 4 11. Pertanian 3,435.21 3,337.76 3,542.10 3,183.40 3,196.08 3,615.40 3,780.29 3,218.03 3,564.20 2. Pertambangan & Penggalian 922.85 934.94 966.80 1,028.11 1,158.26 1,101.85 1,087.89 1,143.34 1,005.80 3. Industri Pengolahan 1,444.88 1,688.66 1,741.35 1,593.77 1,648.87 1,748.86 1,738.59 1,733.11 1,699.90 4. Listrik,Gas & Air Bersih 117.72 121.21 131.01 120.44 123.69 136.46 139.28 130.39 128.60 5. Bangunan 620.76 650.18 683.60 702.24 694.24 709.14 733.67 763.21 753.10 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 1,875.18 1,916.95 2,008.80 1,991.29 2,043.84 2,102.29 2,219.99 2,332.69 2,279.30 7. Angkutan & Komunikasi 903.20 973.51 1,042.00 1,105.05 1,061.80 1,123.74 1,181.33 1,253.06 1,201.00 8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 742.58 803.20 807.65 850.64 929.40 930.70 903.16 978.83 992.30 9. Jasa - jasa 1,305.67 1,324.66 1,334.54 1,343.90 1,348.12 1,366.22 1,390.77 1,430.44 1,439.80
PDRB 11,368.05 11,751.04 12,257.85 11,918.84 12,204.28 12,834.65 13,174.98 12,983.12 13,064.00 Sumber : BPS
20112009SEKTORAL 2010
1 2 3 4 1 2 3 4 1Konsumsi 8,049.61 8,222.00 8,440.76 8,568.47 8,547.98 8,755.17 8,916.26 9,063.98 8,945.78 Investasi 2,832.07 2,580.84 2,421.01 2,666.96 2,910.26 2,851.03 2,601.89 2,843.62 3,460.20 Ekspor 2,885.49 3,516.10 3,532.63 5,721.74 5,498.22 5,522.39 5,747.49 6,767.34 5,766.80 Dikurangi Impor 2,399.12 2,567.90 2,136.55 5,038.33 4,752.18 4,293.94 4,090.65 5,691.82 5,108.78
PDRB 11,368.05 11,751.04 12,257.85 11,918.84 12,204.28 12,834.65 13,174.98 12,983.12 13,064.00 Sumber : BPS
2011PENGGUNAAN 2009 2010
KELOMPOKPENGELUARAN Jan Feb Mar m.t.m y.t.d y.o.y
Umum 128.39 128.12 127.70 -0.3% 0.7% 6.3%Bahan Makanan 155.29 153.50 150.26 -2.1% 1.0% 14.0%Makanan Jadi, Mnman, Rkk & Tembakau 132.24 132.88 133.21 0.2% 0.9% 4.5%Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 122.23 122.34 123.07 0.6% 0.9% 4.2%Sandang 136.03 135.85 136.56 0.5% 0.6% 8.3%Kesehatan 120.15 120.51 120.77 0.2% 1.3% 3.1%Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 116.87 116.91 116.89 0.0% 0.0% 1.5%Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 104.79 104.84 105.01 0.2% 0.3% 1.8%Sumber : BPS
Des'10 (%)IHK (20101)
3. Data Perbankan
Tabel 3.a. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit
Bank Umum (Rp Miliar)
Tabel 3.b. Penghimpunan Dana
Bank Umum (Rp Miliar)
Tabel 3.c. Penyaluran Kredit Menurut Jenis Penggunaan
Bank Umum (Rp Miliar)
1 28,625.67 31,563.21 110.26%2 29,520.99 32,919.44 111.51%3 29,450.83 33,872.77 115.01%4 33,601.07 36,430.30 108.42%1 29,843.83 37,041.42 124.12%2 32,401.02 39,883.76 123.09%3 33,596.66 41,120.47 122.39%4 37,298.83 43,025.20 115.35%
1* 37,461.05 46,519.87 124.18%234
* Angka Sementara
20
11
20
10
THN
20
09
TRW LDRDPK KREDIT
1 2 3 4 1 2 3 4 1 Modal Kerja 12,195.55 13,239.15 13,582.62 14,671.89 13,853.82 14,873.23 15,424.31 16,609.73 17,246.85 Investasi 6,398.84 6,230.54 6,299.91 6,769.70 7,705.26 8,143.12 7,975.95 8,960.67 9,147.97 Konsumsi 12,968.81 13,449.75 13,990.23 14,988.71 15,482.34 16,867.42 17,720.21 17,454.80 20,125.05
TOTAL 31,563.21 32,919.44 33,872.77 36,430.30 37,041.42 39,883.76 41,120.47 43,025.20 46,519.87 GROWTH 48.74% 42.46% 39.39% 41.91% 17.36% 21.16% 21.40% 18.10% 25.59%
Sumber : Cognos
* Sementara
2011JENIS PENGGUNAAN
2009 2010
1 2 3 4 1 2 3 4* Modal Kerja 12,195.55 13,239.15 13,582.62 14,671.89 13,853.82 14,873.23 15,424.31 16,609.73 Investasi 6,398.84 6,230.54 6,299.91 6,769.70 7,705.26 8,143.12 7,975.95 8,960.67 Konsumsi 12,968.81 13,449.75 13,990.23 14,988.71 15,482.34 16,867.42 17,720.21 17,454.80
TOTAL 31,563.21 32,919.44 33,872.77 36,430.30 37,041.42 39,883.76 41,120.47 43,025.20 GROWTH 18.79% 11.18% 8.28% 15.49% 17.36% 21.16% 21.40% 12.18%
Sumber : Cognos
* Sementara
JENIS PENGGUNAAN
2009 2010
4. Data Sistem Pembayaran
Tabel 4.a. Aliran Uang Kartal di Depo KBI Makassar (Rp Triliun)
Tabel 4.b. Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) (Rp Triliun)
Tabel 4.c. Transaksi Non Tunai via RTGS (Rp Triliun)
Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow1 2.23 0.24 2.00 -4.3% -60.0% 14.7% 2.2% -84.2% 196.7%2 0.87 0.86 0.01 -20.7% -52.7% 100.8% -61.2% 259.6% -99.7%3 0.91 0.78 0.13 -36.8% -58.5% 129.0% 4.5% -9.6% 2028.9%4 1.65 0.70 0.95 -24.8% -53.8% 40.6% 81.8% -10.0% 639.8%1 1.84 0.28 1.56 -17.4% 17.5% -21.6% 12.1% -59.8% 65.4%2 0.61 1.26 (0.65) -30.0% 45.9% 10904.5% -67.1% 346.6% -141.5%3 1.29 1.53 (0.24) 42.4% 96.2% 285.2% 112.6% 21.5% -63.5%4 1.20 1.35 (0.15) -26.9% 93.0% 115.6% -6.7% -11.5% -37.6%1 2.33 1.25 1.08 26.3% 344.8% -30.9% 93.7% -7.4% -830.9%234
Sumber : Bank Indonesia Makassar
20
11
20
10
20
09
Thn Trw Y.O.YJUMLAH Q.T.Q
Inflow PTTB PTTB/Inflow Inflow PTTB PTTB/Inflow Inflow PTTB PTTB/Inflow
1 2.23 0.25 11.1% -4.3% -81.3% -80.4% 2.2% -39.2% -40.5%2 0.87 0.09 10.9% -20.7% -86.9% -83.5% -61.2% -62.1% -2.1%3 0.91 0.39 42.5% -36.8% -29.1% 12.2% 4.5% 309.3% 291.6%4 1.65 1.19 72.5% -24.8% 192.5% 288.8% 81.8% 209.8% 70.5%1 1.84 1.04 56.2% -17.4% 318.5% 407.0% 12.1% -13.0% -22.4%2 0.61 0.69 113.6% -30.0% 632.3% 946.1% -67.1% -33.6% 102.0%3 1.29 0.98 75.9% 42.4% 154.2% 78.5% 112.6% 42.1% -33.2%4 1.20 0.99 82.7% -26.9% -16.6% 14.1% -6.7% 1.6% 8.9%1 2.33 1.22 52.4% 26.3% 17.6% -6.9% 93.7% 22.7% -36.7%234
Sumber : Bank Indonesia Makassar
Thn Trw
20
10
20
09
20
11
Y.O.Y Q.T.QJUMLAH
Incoming Outgoing Total Incoming Outgoing Total Incoming Outgoing Total1 17.8 11.9 29.7 56.5% 66.5% 60.4% 22.1% 29.2% 24.8%2 18.5 11.6 30.1 51.8% 46.7% 49.7% 3.7% -2.8% 1.1%3 18.7 14.3 32.9 81.4% 83.1% 82.1% 1.1% 23.0% 9.5%4 21.5 15.1 36.6 47.4% 63.0% 53.5% 15.2% 5.5% 11.0%1 17.8 11.9 29.7 0.0% 0.0% 0.0% -17.2% -20.8% -18.7%2 22.4 12.6 35.0 21.4% 8.6% 16.5% 25.9% 5.6% 17.8%3 24.5 11.7 36.2 30.9% -17.8% 9.8% 9.0% -6.9% 3.3%4 28.5 13.7 42.2 32.3% -9.0% 15.3% 16.4% 16.8% 16.6%1 20.1 9.8 29.8 12.6% -18.2% 0.3% -29.5% -28.7% -29.3%234
Sumber : Bank Indonesia Makassar
2011
2009
Thn Trw JUMLAH Y.O.Y Q.T.Q
2010