Post on 17-Jan-2016
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan Allah sebagai petunjuk dan
pedoman bagi manusia dalam menjalani kehidupan di dunia, khususnya orang
Islam. Al-Qur’an merupakan sumber pertama dari semua hukum syariat Islam
yang tidak diragukan lagi kebenarannya. untuk itu orang-orang Islam dituntut
untuk dapat memahami isi/kandungan yang terdapat dalamal-Qur’an supaya
mendapatkan kebahagian baik di dunia maupun di akhirat. Atau yang dikenal
dalam Islam dengan sebutan hasanatun piddunia wa hasanatun pil akhirah.
Supaya tidak salah dalam memahami al-Qur’an perlu untuk mengetahui
ulumul Qur’an (ulumul tafsir), diantaranya kaidah-kaidah tafsir, metode yang
yang digunakan dalam menafsir ayat-ayat al-Qur’an, mengetahui asbabun
nuzul ayat-ayat al-Qur’an, dan ilmu yang berkaitan dengannya.
Kawaid membahas tentang aturan dalam menafsirkan, sedangkan metode
adalah cara yang digunakan dalam menafsir al-qur’an. Namun untuk dapat
memahmi al-qur’an dengan relevan baik dan benar haruslah menggunakan
aturan yang relevan dan metode yang baik. Adapun aturan tafsir secara garis
besar mencakup kaidah Qur’aniyah, kaidah as-Sunnah, kaidah Lugawiyah,
kaidah syar’i dan kaidah keilmuan, sedangkan metode yang baik dalam
menafsirkan al-qur’an yaitu: menafsirkan al-qur’an dengan al-qur’an,
menafsirkan al-qur’an dengan as-sunnah dan menafsirkan al-qur’an dengan
perkataan para sahabat.
Selain itu seorang mufassir juga harus memahami ilmu-ilmu lain seperti
asbabunn nuzul ayat dan ilmu-ilmu yang berkaitan lainnya. Melihat begitu
pentingnya masalah ini maka penulis makalah ini dengan judul: “KAIDAH-
KAIDAH UMUM DALAM MENAFSIRKAN AL-QURAN”
1
1
2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalahnya sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Kaidah-kaidah Umum dalamTafsir?
2. Bagaimana metode dalam memahmi ayat-ayat al-Qur’an ?
3. Bagaimanakah urgensi mengetahui asbabun nuzul dalam memahami ayat
al-Qur’an?
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kaidah-Kaidah Umum dalam Menafsirkan al-Qur’an
Kaidah-kaaidah tafsir (Qawaid al-Tafsir) terdiri dari dua kata yaitu
qawaid dan al-tafsir. Qawaid adalah kata jamak (plural) dari kata mufrad
(singular) qaidah, qaidah secara harfiah dalam bahasa indonesia bebrarti dasar,
asas, panduuan, prinsip. Juga bisa diartikan dengan model, peraturan, contoh
dan cara. Qaidah dalam istilah ahli tafsir adalah:
حكى كه تعزف ته عهى احكاو جشئاته
Hukum (aturan) yang bersifat menyeluruh/umum (kulli) yang dengan
aturan-aturan umum itu bisa dikenali (dideteksi) hukum-hukum yang
partikular (juz’i).
Sedangkan menurut Khalid Usman al-Sabt ialah:
لىاعذ انتفسز ه االحكاو انكهح انتى تىصم إنى استثاط يعاى انمزا انعظى و يعزفح كفح
اإلستفاد يها1
Kaidah-kaidah tafsir ialah rangkaian aturan yang bersifat umum
(global) yang mengantarkan (menuntun) seorang mufassir untuk
mengistinbatkan (menggali) makna al-Qur’an al-Azhim dan menggali cara
memperoleh atau menghasilkan cara pemahaman itu sendiri.
Dengan mengacu kepada pengertian Qawaid al-Tafsir di atas dapat
dipahami bahwa Qawaid al-Tafsir adalah aturan yang masih bersifat umum
sebagai penuntun mufassir dalam memperoleh pemahaman. Adapun kaidah-
kaidah penafsiran al-Qur’an secara umum menurut Badr al-Din Muhammad
bin Abd Allah al-Zarkasyi dan Jamal al-Qasimi ada empat kaidah penafsiran
yaitu:
1. Pengambilan riwayat dari Nabi Muhammad SAW
2. Mengambil pendapat sahabat (Qaul al-Shahabi)
3. Melalui pendekatan kebahasaan yang mereka sebut dengan istilah al-
Akhidz bi muthlaq al-lugah
1Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an,( Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001),
hlm. 163
1
3
4
4. Penafsiran yang dilakukan didasarkan atau disesuaikan dengan makna teks
(ayat), atau redaksi dari kekuatan syara.2
Secar umum kaidah penafsiran itu yaitu:3
a. Al-Quraniyah
Dalam menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an, ada beberapa qaidah
yang digunakannya:
a. انعثزج تعىو انهفظ ال تخصىص انسثة
Maksud qaidah ini jika satu nas menggunakan redaksi yang bersifat
umum, maka tidak ada pilihan lain kecuali menerapkan nas tersebut,
sekalipun nas itu turun untuk menanggapi suatu peristiwa tertentu.
Qaidah ini dipegangi oleh mayoritas ulama. Contoh:
4
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah
tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka
kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.
Menurut riwayat Abdullah Ibn Amr, ayat ini turun untuk
menanggapi suatu kasus pencurian perhiasan yang dilakukan seorang
perempuan bernama Tum’ah. Persoalan yang muncul dalam hal ini,
lapaz yang digunakan berbentuk isim mufrad yang dita’rifkan
termasuk katagori umum.
b. Kandungan suatu ayat yang memiliki keterkaitan dengan nama Allah
menunjukkan bahwa hukum yang terkandung berkaitan dengan nama
yang mulia. Misalnya :
ت انعهى انحكىلانى سثحاك ال عهى نا اال يا عهتا اك ا
Ayat ini merupakan lanjutan dari ayat sebelumnya, mengenai
dialog tuhan dengan malaikat berkenaan dengan pengankatan adam
2Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-Ilmu, hlm. 165
3M. Alfatih Suryadilaga, DKK. Metodologi Ilmu Tafsir , ( Yogyakarta:Teras 2005), hlm.56
4QS. Al-Maa’idah (5) : 38
5
menjadi khalifah di bumi. Kekeliriuan pandangan malaikat pada
masalah ini digambarkan dalam ungkapan انحكىاك ات انعهى
b. Kaidah Sunnah
Dalam hal ini, Abdul Muin Salim menyatakan pada zaman rasul ada dua
sumber penafsiran yaitu penafsiran yang bersumber dari al-Qur’an dan
penafsiran dengan as-Sunnah. Adapun qaidah yang diperlukan yaitu:
1. Sunnah harus dipakai sesuai dengan petunjuk al-Qur’an
Berdasarkan atas hadis Nabi sebagai penjelas al-Qur’an, tentunya
hadits Nabi tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’an ssebagai materi
yang dijelaskannya.
2. Meneghimpun hadits yang pokok bahasannya sama.
Hadits yang dimaksud dalamhal ini adalah hadits shahih, dengan
demikian akan didapatkan suatu pemahaman yang benar dan utuh
berdasarkan suatu ketetapan bahwa hadits berfungsi menafsirkan al-
Qur’an danmenjelaskan maknanya, menjelaskan makna globalnya,
menjelaskan makna yang belum terungkap dan lain sebagainya.
c. Kaidah kebahasaan
Al-Qur’an diturunkan dengan menggunakan bahasa arab, jadi tidak
ada jalan laian bagi mufassir untuk memahaminya kecuali dengan adanya
penguasaan terhadap bahasa arab. Diantara kaidah-kaidah yang harus
dipahami ialah:
a. Dhomir
b. Ta’rif dan tankir
c. Mufrad dan jama dll.
d. Kaidah syar’i
Penafsiran al-Qur’an harus menggunakan kaidah syari, adapun
kaidah-kaidah syar’I yaitu: kaidah yang berkaitan dengan al-amr dan al-
nahy, am,khas mujmal mubayyan, hakikat majaz dll. contoh amr adalah
tuntutan untuk melakukan suatu pekerjaan dari pihak yang lebih tinggi
6
derajatnya kepada pihak yang lebih rendah, sedangkan an-nahy kebalikan
dari amr.5
Hal ini berarti apabila Allah memerintahkan sesuatu berarti
melarang untuk melakukansebaliknya, apabila Allah melarang sesuatu
berarti memerintahkan untuk melakukan sebaliknya contoh: jika Allah
memerintahkan berbuat adil berarti Allah melarang berbuat zalim, jika
Allah melarang untuk berdusta berarti perintah berbuat jujur.
e. Kaidah Ilmu Pengetahuan
Selain kaidah-kaidah yang di atas seorang mufassir juga harus juga
memiliki ilmu pengetahuan, hal ini didasarkan pada prinsif al-qur’an yang
diturunkan sebagai rahmah lil alamiin dengan demikian maka al-Qur’an
akan sesuai dengan perkembangan zaman dan tempat.
B. Metode Tafsir yang Terbaik
Metode tafsir yang terbaik ada tiga yaitu:6
1. Menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an
Menurut az-Zarkasi al-Qasami dan ibnu katsir bahwa tafsir al-qur’an
dengan al-Qur’an adalah metode terbaik dalam menafsirkan al-Qur’an,
yang disebut ahsan al-Turuq al-Tafsir.7 Hal ini dikarenakan apa yang
diseburtkan di dalam al-Qur’an secara global diterangkan perinciannya di
tempat lain. Dalam kaitannya dengan ini Allah SWT berfirman:
Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di
antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al
qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang
yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti
5M. Alfatih Suryadilaga, DKK., Metodologi, hlm. 69
6Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Tafsiri Ibni Katsir, Terj. Abu Ihsan al-Atsari,
Shahih Tafsir Ibni Katsir, (cet. VI; Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2011), hlm. 22 7Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-Ilmu, hlm. 165
7
sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk
menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, Padahal tidak ada yang
mengetahui ta'wilnya melainkan Allah.
Dan berdasarkan petunjuk al-Qur’an, sebagaimana firman Allah
(QS:al-Qiyyamah (75):19
8
Kemudian, Sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya.
2. Menafsirkan al-Qur’an dengan al-Hadits
Apabila metode ini tidak dapat Anda lakukan, maka tafsirkanlah
dengan al-Hadits karena ia merupakan penjelasan bagi Al-Qur’an. As-
Syafi’I berkata, “Semua perkara yang ditetapkan Rasulullah SAW
merupakan bagian dari apa yang dipahaminya dari Al-Qur’an9
sebagaimana firman Allah SWT.
Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan
membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa
yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi
penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang
yang khianat.
10
Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan
pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya
mereka memikirkan,
Sedangkan sabda Rasulullah SAW yaitu:
اال، إى اوتت انمزأ و يثهه يعه
8 M. Alfatih Suryadilaga, DKK., Metodologi, hlm. 56
9 Lukman Hakim, Pengantar Memahami al-Qur’an, (Solo: al-Qowam, 2002), hlm. 235
10Lukman Hakim, Pengantar, hlm. 236
8
Ketahuilah, sesungguhnya aku telah diberikan al-Qur’an dan yang
menyerupainya (al-Hadits).
3. Menafsirkan al-Qur’an dengan pendapat para sahabat
Sebagaimana diketahui bahwa para sahabat termasuk orang yang
mengetahui hal ihwal penurunan al-Qur’an, sehingga mereka bisa
memahami al-Qur’an dengan tepat dan benar. Bahkan sebagian ulama
bahwa pendapat para sahabat termasuk kepada hadis marfu’ yang
disandarkan kepada Rasulullah SAW.11
Hal ini didasarkan ketika muaz ditanya oleh rasulullah SAW kepada
muaz ketika dia tidak mendapati hukum pada al-Qur’an dan Hadits maka
ia menjawab.
اجتهذ رأى
Mendengar jawaban ini rasulullah SAW bersabda:
انحذ هلل انذي وفك رسىل رسىل هللا نا زضى رسىل هللا
Segala puji bagi Allah yang telah mentaufikkan utusan rasulullah
kepada yang menyenangkan rasulullah sendiri12
C. Pengetahuan Asbab Nuzul Dan Kedudukannya Dalam Tafsir
1. Asbabun Nuzul
Untuk mengetahui asbabun nuzul tidak boleh hanya sekedar
menggunakan pendapat (ra’y) tetapi ia mempunyai hukum marfu (yang
disandarkan pada rasulullah). Al-wahidi mengatakan “tidak halal
berpendapat mengenai asbabun nuzul kitab kecuali dengan berdasarkan
pada riwayat atau mendengar lansung dari orang-orang yang menyaksikan
turunnya, mengetahui sebab-sebabnya dan membahas tentang
pengertianya serta bersungguh-sungguh dalam mencarinya.
Oleh karena itu, yang dapat dijadikan pegangan dalam asbabun nuzul
riwayat ucapan-ucapan sahabat yang bentuknya seperti musnad, yang
secara pasti menunjukkan asbabun nuzul. As-syayuti berpendapat bahwa
11
Usman, Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 249 12
TM. Hasbi Ash-Asiddieqy, sejarah dan pengantar ilmu al-qur’an tafsir, (Bulan Bintang,
1977), hlm. 203
9
bila ucapan seorang tabi’in secara jelas menunjukkan asbabun nuzul, maka
ucapan itu dapat diterima. Dan mempunyai kedudukan mursal bila
penyandaran kepada tabi’in itu benar dan ia termasuk salah seorang imam
tafsir yang mengambil ilmunya dari para sahabat seperti mujahid, ikrimah
dan sa’id bin jubair serta di dukung oleh hadis mursal yang lain.13
Adapun sebab-sebab turunnya sesuatu ayat itu berkisar pada dua hal:
a. Bila terjadi suatu peristiwa, maka terunlah ayat al-qur’an mengenai
peristiwa itu. Hal ini diriwayatkan oleh ibnu abbas, yang mengatakan
ketika turun ayat:
Artinya:
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.14
Ketika ayat di atas trun, rasulullah SAW naik kebukit safa dan
menyeru kaumnya. Ketika itu abu lahab berkata: celakalah engkau;
apakah engkau mengumpulkanku hanya untuk ini? lalu ia berdiri,
maka turunlah ayat:
Artinya:
Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan Sesungguhnya Dia akan
binasa15
b. Bila Rasulullah ditanya tentang suatu hal, maka turunlah ayat Al-
Qur’an menerangkan hukumnya. Seperti; perkataan aisyah tentang
haulah binti sa’labah yang dikenakan zihar oleh suaminya aus bin
samit dan dia bertanya kepada rasulullah, aisyah berkata: tiba-tiba
jibril turun membawa ayat-ayat ini: sesungguhnya Allah telah
13
Manna Khalil al-Qattan, Studi-Studi Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta; Litera AntarNusa, 2012),
hlm.108 14
Al-Qur’an, Asy-Syura [26] : 214 15
Al-Qur’an, Al-Lahab [111] :1
10
mendengar perkataan perempuan yang mengadu kepadamu tentang
suaminya yakni Aus bin Samit16
2. Urgensi mengetahui Asbabun nuzul
Pengetahuan mengenai asbabun nuzul mempunyai banyak
kegunaanatau faedah yaitu: 17
1) Mengetahui tentang rahasia/hikmah Allah secara husus
mensyari’atkan Agama-Nya melalui al-Qur’an.
Adapun hikmahnya untuk orang mukmin akan bertambah imannya
dan mempunyai hasrat yang keras untuk mengamalkan kitab-Nya,
sebab terlihat padanya keistimewaan-keistimewaan kandungan,
hukum-hukum ini yang karenanya al-Qur’an diturunkan. Sedangkan
bagi orang non-mukmin hikmah hikmah yang terkandung dalam
agama Allah ini akan menggiringnya ke dalam iman. Sebab, ia akan
ketahui bahwa agama Islam datang untuk kemaslahatan manusia
bukan untuk penindasan, pemerasan dan kezaliman.
Sebagai contoh dalam pengharaman minuman keras dilakukan
dengan cara bertahap hal ini agar sesuai dengan kesiapan jiwa untuk
meninggalkannya, tahap pertama Allah menurunkan ayat:
Artinya:
dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman yang
memabukkan dan rezki yang baik. Sesunggguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi
orang yang memikirkan.
16
Manna Khalil al-Qattan, Studi-Studi, hlm. 109 17
H. Rahmat Syafe’I, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung; Pustaka Setia, 2006), hlm. 32
11
mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah:
"Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat
bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang
kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang
kamu ucapkan.
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum)
khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan ituagar kamu mendapat keberuntungan.
Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan
permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum)
khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah
dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan
pekerjaan itu).
Dalam urutan turunnya ayat-ayat tentang khamar ini menunjukkan
tahapan dalam mengharamkan khamar, pada ayat pertama Allah
menerangkan bahwa dari buah anggur dan kurma orang membuat
khamar dan rizki yang baik, dengan ini secara tidak lansung Allah
telah menanamkan rasa benci padanya secara tidak lansung.
Sedangkan pada ayat kedua terkandung peringatan yang memalingkan
orang secara lansung, sedangkan pada ayat selanjutnya Allah
mengharamkan Khamar pada waktu sholat saja sehingga yang terakhir
Allah mengharamkannya secara total. Dari sini dapat dilihat betapa
12
dalamnya hikmah dan rahasia yang terkandung dalam al-Qur’an,
hukum-hukumnya diturunkan secara bertahap mulai dari bentuk
keterangan hingga bentuk ketetapan.
2) Menolong untuk memahami ayat dan mengurangi kesulitan
memahaminya.
Sebagaimana firman Allah SWT.
وهلل انشزق وانغزب فاا تىنىا فثى وجه هللا إ هللا واسع عهى
Lafal ini secara eksplisit menunjukkan atas bolehnya orang sholat
menghadap kemana saja yang di ingininya, dan tidak wajib
menghadap masjidil haram baik dalam keadaan musafir atau menetap.
Akan tetapi jika kita lihat asbabun nuzulnya berdasarkan riwayat Ibnu
Umar, ayat ini turun pada shalat untuk orang yang musafir di atas
kendaraan.18
3) Menolak keragu-raguan pada hasyr (pembatasan) arti yang tersebut
dalam ayat. Sebagai contoh dalam firman Allah SWT.
Artinya:
Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang
diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang
hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah
yang mengalir atau daging babi - karena Sesungguhnya semua itu
kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.
Menurut imam Syafi’i,19
sebelum ayat ini turun, orang-orang kafir
menghalalkan apa yang diharamkan Allah, kemudian ayat ini turun
seolah-oleh menyatakan “tidaklah haram kecuali apa yang telah
18
H. Abduh Ramli Wahid, Ulumul Quran, (Jakarta; PT. Raja Grapindo Persada, 2002),
hlm. 69 19
Nashruddhin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005),
hlm. 138
13
dihalalkan orang-orang kafir yakni bangkai..dst. jadi yang ditekankan
disini adalah keharaman sesuatu bukan kehalalan sesuatu.
4) Mengetahui kehususan hukum pada sebab (peristiwa) yang
menyebabkan ayat itu turun.
Hal ini perlu oleh golongan yang berpegang pada kaidah yang
menyatakan:
انعثزج تحصىص انسثة ال تعىو انهفظ20
yang menjadi ibarat (pegangan) adalah kehususan sebab bukan
keumuman lapaz.
Sebagai contoh adalah peristiwa Hilal Ibnu Umayyah menuduh
istrinya berzina. Mengenai peristiwa ini telah turun ayat:
زيى اسواجهى .....وانذ21
Tanpak di sini bahwa ayat ini turun dengan sebab yang husus yaitu
tuduhan Hilal Ibnu Umayyah kepada istrinya, akan tetapi lapalnya
dengan lapaz yang umum.
5) Mengetahui peristiwa yang menjadi sebab nuzul ayat itu, hukumnya
tidak keluar dari yang dimaksud oleh ayat.
6) Memudahkan untuk menghapal dan memahami ayat itu.
Seorang akan lebih mudah menghafal dan memahami al-Qur’an
jika ia mengetahui sebab turunnya, sebab, pertalian antara sebab dan
akibat, hukum dan peristiwanya, hal ini merupakan faktor yang
menyebakan mantapnya dan terlukisnya sesuatu dalam ingatan.22
Dari tujuh manfaat asbabun nuzul yang telah dikemukakan, ada
lima yang berhubungan dengan kepentingan menafsirkan al-Qur’an
yaitu nomor 2-5, sedangkan nomor 1 dan 6 hanya merupakan
pelengkap saja dalam menunjang kemantapan pendirian dan wawasan
seorang mufassir.
20
Nasharuddin baidan, IWawasan, hlm. 136 21
H. Ramli Abduh Wahid, Ulumul, hlm. 80 22
H. Ramli Abduh Wahid, Ulumul, hlm.78
14
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kaidah-kaidah tafsir (Qawaid al-Tafsir) adalah aturan yang masih bersifat
umum sebagai penuntun mufassir dalam memperoleh pemahaman yang bersifat
partikular (juz’i). adapun kaidah secara umum yaitu: kaidah Qur’aniyah, kaidah
as-Sunnah, kaidah Lugawiyah, kaidah syar’i dan kaidah keilmuan. Sedangkan
metode terbaik dalammenafsirkan al-qur’an yaitu: menafsirkan al-Qur’an dengan
al-Qur’an, menafsirkan al-Qur’an dengan al-hadits dan menafsirkan al-Qur’an
dengan pendapat para sahabat.
Untuk memahmi ayat-ayat al-qur’an dengan baik seorang mufassir tidak bisa
terlepas dari qawaid al-tafsir (aturan-aturan dalammenafsirkan al-qur’an) dan
penggunaan metode-metode terbaik dalam menafsirkan al-qur’an serta
mengetahui asbabunnuzul ayat atau ilmu-ilmu lain yang berkaitan dengannya
14
15
Daftar pustaka
Amin Suma, Muhammad, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, Jakarta: Pustaka Firdaus,
2001
Suryadilaga, M. Alfatih, DKK. Metodologi Ilmu Tafsir , Yogyakarta:Teras 2005
al-Mubarakfuri, Syaikh Shafiyyurrahman, Tafsiri Ibni Katsir, Terj. Abu Ihsan al-
Atsari, Shahih Tafsir Ibni Katsir, cet. VI; Jakarta: Pustaka Ibnu
Katsir, 2011
Hakim, Lukman, Pengantar Memahami al-Qur’an, Solo: al-Qowam, 2002
Ash-Asiddieqy, TM. Hasbi, sejarah dan pengantar ilmu al-qur’an tafsir, Bulan
Bintang, 1977
Manna Khalil al-Qattan, Studi-Studi Ilmu Al-Qur’an, Jakarta; Litera AntarNusa,
2012
Syafe’I, H. Rahmat, Pengantar Ilmu Tafsir, Bandung; Pustaka Setia, 2006
Ramli Wahid, H. Abduh, Ulumul Quran, Jakarta; PT. Raja Grapindo Persada,
2002
Baidan, Nashruddhin, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2005