Jurnal Reading.docx

Post on 29-Jan-2016

219 views 0 download

description

THT-KL

Transcript of Jurnal Reading.docx

Obstruksi Saluran Pernapasan Atas Yang Disebabkan Oleh Bilateral

Tonsillolith Yang Besar

1. Pendahuluan

Obstruksi saluran napas atas adalah kegawatdaruratan di bidang THT-KL.

Penyebab yang paling umum adalah infeksi akut dengan adanya abses,

pertumbuhan tumor dan adanya benda asing. Untuk menjaga patensi saluran

napas atas, intubasi endotrakeal, krikotiroidotomi atau trakeostomi kadang-

kadang diwajibkan. Saat ini, pemeriksaan radiologi memiliki peran penting

dalam diagnosa banding. Tonsilitis akut dengan abses peritonsilar adalah salah

satu penyebab tersering dari obstruksi saluran nafas atas. Namun demikian,

bilateral tonsillolith yang besar disertai dengan tonsilitis akut jarang terjadi.

Tonsillolith biasanya kecil, unilateral, dan tanpa gejala. Kebanyakan pasien

terjadi secara sporadis dan pengobatan konservatif cukup tanpa manipulasi

lebih lanjut. Kami menyajikan seorang pria umur 75 tahun yang memiliki

bilateral tonsillolith yang besar dengan keluhan awal odinofagia dan dispnea

yang progresif. Dengan pertimbangan ketidaknyamanan yang berat,

tonsilektomi segera dilakukan, mengurangi gejala secara dramatis.

2. Laporan Kasus

Seorang pria umur 75 tahun dirujuk ke institusi kami karena infeksi saluran

napas bagian atas yang refrakter terhadap lini kedua antibiotik intravena.

Menelusuri kembali riwayatnya, dia telah menderita odinofagia, demam tinggi

dan dispnea yang progresif sekitar 3 minggu sebelumnya. Gejala-gejala secara

bertahap memburuk dan pernafasan terganggu. Intubasi endotrakeal darurat

dilakukan di rumah sakit setempat, dan kemudian pasien diopnamekan untuk

pengobatan selanjutnya. Kondisi pernapasan membaik setelah 3 minggu

pengobatan antibiotik intravena. Meskipun telah membaik, odinofagia, demam

tinggi, dan leukositosis masih tetap.

Pada instalasi gawat darurat kami temukan, pembesaran tonsil bilateral

ditutupi dengan ulkus, terutama di sisi kanan (Gambar 1). Permukaan tonsil

tidak teratur dan tampak mudah berdarah. Pada pemeriksaan laboratorium

1

menunjukkan leukositosis (16.430 / mL) dengan pergeseran ke kiri, tetapi dari

foto thorak tidak menunjukkan lesi paru aktif. Untuk menyingkirkan kecurigaan

adanya abses atau pertumbuhan tumor, dilakukan CT-Scan dengan kontras

potongan koronal dan aksial pada kepala dan leher. Hal ini menunjukkan suatu

lesi highdensity di setiap tonsil palatina, dengan diameter terbesar 1,85 cm di

sisi kanan dan 1,29 cm di sisi kiri (Gambar 2). Tidak ada lesi lowdensity yang

jelas terlihat atau massa jaringan lunak ditemukan di daerah peritonsilar.

Bilateral tonsillolith yang besar disertai dengan tonsilitis akut didiagnosa melalui

pemeriksaan radiologi. Tidak ada abses atau tumor tampak dalam lesi.

Gambar. 1. Pembesaran tonsil bilateral. Gambar. 2. Dua lesi highdensity di atas bilateral

fossa tonsilaris.

Kami melakukan tonsilektomi bilateral karena gejala yang persisten. Saat

operasi, suatu massa yang keras ditemukan pada setiap fosa tonsil. Spesimen

tonsil bilateral diukur sekitar 2 cm x 1 cm x 1 cm di sisi kiri dan 3 cm x 1,5 cm x

1 cm di sisi kanan. Pinggirannya tidak teratur (Gambar 3). Diagnosa akhir dari

patologi anatomi adalah tonsilitis dengan tonsillolith. Setelah operasi, demam

pasien segera mereda dan kemudian ia dipulangkan 3 hari kemudian. Tidak

ada gejala pernapasan yang dikeluhkan lagi selama follow up rawat jalan.

2

Gambar. 3. Tonsillolith dengan konsistensi yang keras dan pinggiran yang

tidak teratur pada fossa tonsilaris di kedua sisi.

3. Diskusi

Pengapuran yang kecil sering ditemukan pada tonsil dan tonsillolith

biasanya tunggal dan unilateral, berwarna keputihan sampai kekuningan,

terutama terdiri dari garam kalsium dan sering terjadi pada usia 20-77 tahun.

Hingga kini, patogenesisnya masih belum diketahui. Hipotesis yang paling

umum adalah tonsilitis berulang, hal ini mengarah pada pengendapan debris

epitel dan membentuk lingkungan yang cocok untuk bakteri, jamur atau

aktinomikosis untuk bertahan hidup. Setelah infeksi berulang, garam anorganik

yang berasal dari air liur yang merupakan komposisi utama tonsillolith dan

tertanam pada ruang peritonsillar atau dinding lateral faring.

Komposisi bakteri pada tonsillolith berbeda dengan saluran pernapasan

bagian atas yang sehat. Hal ini diyakini penyebab dengan persentase lebih

tinggi adalah dari spesies bakteri anaerob, yang dapat menyebabkan malodor

dari rongga mulut dan kemungkinan reservoir untuk tonsillitis.

Tonsillolith dapat didiagnosa melalui gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan radiologi. Pembesaran tonsil dan konsistensinya yang keras

adalah temuan khas pada pemeriksaan fisik. Pemeriksaan X-ray dari rongga

mulut menunjukkan bayangan radioopak, tetapi juga mudah untuk salah menilai

sebagai benda asing, gigi, penonjolan ramus mandibula atau rahang, kalsifikasi

pada arteri, kelenjar getah bening, kelenjar ludah, dan ligamen styloid . Foto

3

yang paling sesuai dan akurat adalah CT-Scan, melalui karakteristik multi-slice

serta tampilan yang berbeda-beda, secara akurat bisa mengetahui ukuran,

lokasi tonsillolith dan peradangan sekitarnya. Meskipun diagnosa relatif lebih

mudah ketika CT-Scan dilakukan, pemeriksaan radiologi masih belum

patognomonik. Oleh karena itu, dokter harus mempertimbangkan kemungkinan

diagnosa banding seperti yang disebutkan diatas. Keuntungan dari CT-Scan

adalah bahwa kita dapat mengetahui hubungan antara lesi dan struktur

sekitarnya melalui gambar berantai dan beberapa diagnosa seperti tulang keras

atau pengapuran pada pembuluh darah, dapat dikesampingkan. Dalam kasus

kami, diagnosa terlambat karena jarangnya gejala klinis dengan obstruksi

saluran pernapasan atas dan infeksi yang refrakter. CT-Scan adalah alat yang

bagus untuk membantu menegakkan diagnosa yang cepat dan tepat.

Kebanyakan pasien dengan tonsillolith tidak menunjukkan gejala dan tidak

ada intervensi bedah diperlukan. Namun, hal itu dapat menyebabkan berbagai

gejala seperti halitosis, disfagia, odinofagia dan sensasi benda asing. Jika

ukurannya lebih besar dari biasanya dan disertai dengan infeksi akut, mungkin

akan menyebabkan kesulitan untuk bernafas, seperti dalam kasus ini. Kami

menyimpulkan bahwa jika gejala terus berlangsung, pengangkatan tonsillolith

dengan tonsilektomi adalah terapi yang paling efektif.

4

1. Hung CC, Lee JC, Kang BH, Lin YS. Giant tonsillolith. Otolaryngol Head Neck

Surg 2007;137:676e7.

2. Thakur JS, Minhas RS, Thakur A, Sharma1 DR, Mohindroo NK. Giant ton-

sillolith causing odynophagia in a child: a rare case report. Cases J 2008;1:50.

3. Tsuneishi M, Yamamoto T, Kokeguchi S, Tamaki N, Fukui K, Watanabe T.

Composition of the bacterial flora in tonsilloliths. Microbes Infect 2006;8:

2384e9

4. de Moura MD, Madureira DF, Noman-Ferreira LC, Abdo EN, de Aguiar EG,

Freire AR. Tonsillolith: a report of three clinical cases. Med Oral Patol Oral Cir

Bucal 2007;12:E130e3

5. Silvestre-Donat FJ, Pla-Mocholi A, Estelles-Ferriol E, Martinez-Mihi V. Giant

tonsillolith: report of a case. Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2005;10: 239e42

6. Espe BJ, Newmark 3rd H. A tonsillolith seen on CT. Comput Med Imaging

Graph 1992;16:59e61.

5