Post on 07-Aug-2015
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Medis
1. Persalinan
a. Pengertian persalinan
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin
turun ke dalam jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses
pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 – 42
minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala, tanpa
komplikasi baik ibu maupun janin (Asri dan Clervo, 2010).
Prawirohardjo (2008), Persalinan merupakan proses membuka dan
menipisnya serviks, dan janin turun kedalam jalan lahir. Kelahiran adalah
proses dimana janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir.
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang
terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 – 42 minggu) lahir spontan
dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa
komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.
Dapat disimpulkan bahwa persalinan normal merupakan keluarnya
hasil konsepsi yang mampu hidup di luar rahim dari jalan lahir dan tidak
ada komplikasi apapun pada janin. Dan keluarnya hasil konsepsi terjadi
pada kehamilan yang cukup bulan yaitu diantara (37 – 40 minggu).
10
11
b. Teori Terjadinya Persalinan
Sebab terjadinya persalinan dimulai dari penurunan kadar
progesterone, teori oxcytocin, peregangan otot – otot uterus yang
berlebihan (destended uterus), pengaruh janin, teori prostaglandin, seperti
diketahui bahwa progesterone merupakan penenang bagi otot – otot
uterus. Menurunnya kadar kedua hormon ini terjadi kira – kira 1 – 2
minggu sebelum partus dimulai. Kadar prostaglandin dalam kehamilan
dari minggu ke 15 hingga aterm mengalami peningkatan. Keadaan uterus
yang terus membesar dan menjadi tegang mengakibatkan iskemia otot –
otot uterus. Hal ini mungkin merupakan faktor yang dapat mengganggu
sirkulasi utero plasenter sehingga plasenta mengalami degenarasi.
Tekanan pada ganglion servikale, bila ganglion ini tertekan, kontraksi
uterus dapat dibangkitkan sehingga his dapat dibangkitkan dan hasil
konsepsi akan segera di keluarkan (Hidayat dan Sujiatini, 2010).
c. Faktor – faktor yang mempengharui persalinan adalah :
(Asri dan Clervo, 2010)
1) Power (Tenaga yang mendorong anak)
Power atau tenaga yang mendorong anak adalah
a) His adalah kontraksi otot – otot rahim pada persalinan
His persalinan yang dapat menyebabkan pendataran dan
pembukaan serviks. Yang terdiri dari his pembukaan, his
pengeluaran dan his pelepasan uri.
12
b) Tenaga mengejan
c) Kontraksi otot – otot dinding perut
d) Kepala di dasar panggul merangsang mengejan
2) Passage (Panggul)
Panggul terdiri dari:
a) Tulang Os ischium
b) Tulang Os pubis
c) Tulang Os sacrum
d) Tulang Os illium
3) Passager (Fetus/ Janin)
a) Akhir minggu ke – 8 janin mulai nampak menyerupai manusia
dewasa, menjadi jelas pada akhir minggu ke 12
b) Usia 12 minggu jenis kelamin luarnya sudah dapat dikenali
c) Terasa gerakan janin pada ibu hamil yang biasanya terjadi pada
usia kehamilan 16 – 20 minggu
d) Denyut jantung janin sudah mulai terdengar pada minggu ke 18
e) Panjang rata – rata janin cukup bulan 50 cm
f) Berat rata – rata janin laki – laki 3400 gr, perempuan 3150 gr
g) Janin cukup bulan lingkar kepala dan bahu hampir sama
4) Plasenta
Merupakan salah satu faktor dengan memperhitungkan implantasi
plasenta pada dinding rahim
13
5) Psychologic
Psychologic adalah kondisi psikis klien, dengan tersedianya dorongan
positif, persiapan persalinan, pengalaman lalu, strategi adaptasi
coping.
d. Mekanisme persalinan adalah sebagai berikut :
1) Engagement
Masuknya kepala ke PAP pada akhir – akhir minggu kehamilan atau pada
saat persalinan di mulai.
2) Desent
Kepala turun ke dalam rongga panggul, akibat adanya tekanan langsung
dari his dan daerah fundus ke arah daerah bokong, tekanan dari cairan
amnion, kontraksi otot dinding perut dan tenaga mengejan serta badan
janin terjadi ekstensi dan menegang.
3) Fleksion
Kepala janin fleksi, dagu menempel ke toraks, posisi kepala berubah dari
diameter puncak kepala menjadi diemeter belakang kepala.
4) Internal Rotation
Rotasi interna (putaran paksi dalam) selalu disertai turunnya kepala,
putaran ubun – ubun kecil kearah depan (ke bawah simpisis pubis)
5) Extension
Puncak kepala berada di simfisis dan dalam keadaan kontraksi perut ibu
yang kuat mendorong kepala ekspulsi dan melewati introitus vagina
14
6) External Rotation
Setelah seluruh kepala sudah lahir terjadi putaran kepala ke posisi pada
saat engagement. Dengan demikian bahu depan dan belakang dilahirkan
lebih dahulu dan diikuti dada, perut, bokong dan seluruh tungkai.
7) Ekspulsi
Setelah putaran paksi luar bahu depan di bawah simfisis menjadi
hipomoklion kelahiran bahu belakang, bahu depan menyusul lahir, diikuti
seluruh badan anak dan lengan, pinggul depan dan belakang, tungkai dan
kaki (Asri dan Clervo, 2010).
e. Tanda dan gejala persalinan meliputi :
1) Adanya penipisan dan pembukaan serviks
2) Adanya kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan pada serviks
minimal 2 kali dalam 10 menit
3) Cairan lendir yang bercampur darah (Show) melalui vagina
(Prawirohardjo, 2008).
f. Kala dalam persalinan
1) Kala I persalinan
Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur
dan meningkat (frekuensi dan kekuatanya) hingga serviks membuka
lengkap (10 cm). Di dalam kala I persalinan dibagi dalam 2 fase
(Prawirohardjo, 2008) :
15
a) Fase laten
(1) Dimulai sejak awal kontrasksi yang menyebabkan penipisan dan
pembukaan serviks secara bertahap.
(2) Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm
(3) Pada umumnya, fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam
(4) Kontraksi mulai teratur tetapi lamanya masih diantara 20 – 30 detik
b) Fase aktif
(1) Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara
bertahap (kontraksi dianggap adekuat/ memadai jika terjadi 3 kali
atau lebih dalam waktu 10 menit, dan berlangsung selama 40 detik
atau lebih).
(2) Dari pembukaan 4cm hingga mencapai pembukaan lengkap atau
10 cm, akan terjadi dengan kecepatan rata – rata 1 cm per jam
(nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm
(multipara).
(3) Terjadi penurunan bagian terbawah janin.
2) Kala II persalinan
Persalinan kala II ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan dalam
untuk memastikan pembukaan sudah lengkap atau kepala janin sudah
tampak di vulva dengan diameter 5 – 6 cm (Prawirohardjo, 2008).
16
3) Kala III persalinan
Adalah kala perlepasan uri atau plasenta yang ditandai dengan adanya:
a) Uterus globuler
b) Adanya semburan darah yang tak terkendali
c) Tali pusat bertambah panjang
d) Fundus uteri naik (Asri dan Clervo, 2010).
4) Kala IV persalinan adalah :
Kala pemantauan hal ini merupakan saat yang paling kritis atau rawan
yang dapat menyebabkan kematian ibu. Selama kala IV petugas harus
memantau ibu setiap 15 menit pada jam pertama setelah kelahiran
plasenta, dan setiap 30 menit pada jam kedua setelah persalinan
(Prawirohardjo, 2008).
2. Partus Tak Maju
a. Pengertian
Tidak adanya penurunan kepala, pembukaan, serta putaran paksi yang
menunjukkan bahwa persalinan tidak maju dan perlu dilakukan tindakan
(Oxorn dan Forte, 2010). Partus tak maju istilah ini memang menjadi
termenologi untuk menyatakan adanya persalinan spontan atau dengan
induksi. Termenologi ini biasa digunakan pada situasi dimana kemajuan
dilatasi serviks dan atau desensus janin tidak terjadi atau terjadi secara
tidak normal (Sujiyatini, Dkk, 2009).
17
b. Penyebab persalinan tak maju Achadiat ( 2004) adalah:
1) Faktor ibu
a) Kelainan tenaga (Power) kelainan pada his atau tenaga mengejan
(1) Kontraksi uterus yang tidak efektif
Kontraksi uterus yang tidak efektif menyebabkan kemajuan
persalinan menjadi terhambat atau bahkan persalinan tidak
maju sama sekali. Ini disebabkan karena kelelahan
myometrium akibat persalinan yang lama (Oxorn dan Forte,
2010). Kontraksi uterus yang tidak efektif, ini terjadi karena
adanya disfungsi uterus yang ditandai oleh kontraksi intensitas
rendah ,jarang, dan biasanya sering terjadi pada disproporsi
fetopelvis yang signifikan (Leveno Dkk, 2009). Dapat
dilakukan terapi untuk kontraksi uterus yang tidak efektif
adalah :
(a) Uterus diistirahatkan, karena umumnya pasien kelelahan
baik fisik maupun mental sebaiknya dibantu agar dapat
istirahat dengan sepuluh milligram morfin sulfat atau 100
mg demerol dapat memberi istirahat satu atau dua jam
sedangkan untuk persalinan ini dapat menimbulkan dilatasi
serviks, dan berikan infuse glukosa dalam air 5 %
sebanyak 1 liter untuk memperbaiki status dehidrasi.
18
(b) Dipacu, yaitu dengan menambahkan 5 kesatuan oxcytocin
dalam satu liter glukosa dalam air 5 % dan ini diberikan
sebagai infuse intravena. Tetesan dimulai perlahan – lahan,
dengan kecepatan sekitar 10 tetes/menit. Tujuannya adalah
untuk mencapai kontraksi uterus yang baik setiap 2 atau 3
menit, lamanya 45 sampai 60 detik (Oxorn dan forte,
2010)
(c) Pecah ketuban dengan menggunakan Klem Kocher dan
percepat persalinan menggunakan oksitosin. Kemudian
kaji kembali kemajuan persalinan dengan periksa dalam 2
jam setelah drip oksitosin dan diharapkan terbentuk
kontraksi yang baik dan kuat.Jika tidak terjadi kemajuan
persalinan dalam beberapa kali pemeriksaan, lahirkan
janin melalui sectio caessarea, dan apabila kemajuan
persalinan terjadi, lanjutkan infuse oksitosin dan periksa
kembali setelah dua jam, dan lanjutkan mengikuti
persalinan secara cermat (Yulianti dan Pamilih, 2005).
b) Kelainan jalan lahir (passage) kelainan tulang panggul maupun
jaringan lunak panggul
Bagian terbawah janin berada diatas panggul, atau biasanya
kepala tidak turun ke panggul yang sering kali bisa disebabkan
oleh masalah disproposi, masalah ini terjadi dikarenakan adanya
19
ukuran panggul yang kurang dari normal, serta ukuran janin yang
terlalu berlebihan. Di panggul tengah terdapat kegagalan putaran
paksi secara sebagian atau total/seluruhnya, ini disebabkan karena
(Oxorn dan Forte, 2010).
(1) Adanya disproposi kepala panggul, disproporsi ini terjadi
karena janin terlalu besar atau panggul ibu terlalu kecil. Jika
persalinan terjadi dengan disproporsi, persalinan dapat terhenti
atau bahkan tidak ada kemajuan dalam pembukaan.
(2) Panggul tengah berbentuk android yaitu pintu atas panggul
yang berbentuk segitiga.
2) Faktor janin (Prawirohardjo, 2007)
a) Posisi Oksipitalis Posterior Persisten
Dimana sutura sagitalis melintang atau miring, sehingga ubun
– ubun kecil dapat berada dikiri melintang, kanan melintang, kiri
depan, kanan depan, kiri belakang atau kanan belakang. Ini dapat
disebabkan karena penyesuaian kepala terhadap bentuk dan
ukuran panggul. Mekanisme persalinannya bila hubungan antara
panggul dengan kepala janin cukup longgar persalinan dapat
dilakukan secara spontan, tetapi pada umumnya akan lebih lama
untuk mengambil tindakan yang tepat maka persalinan yang aman
bagi ibu dan janin adalah sectio caessarea.
20
b) Presentasi Dahi
Presentasi dahi ialah keadaan dimana kedudukan kepala
diantara fleksi maksimal dan defleksi maksimal, sehingga dahi
merupakan bagian terendah. Pada umumnya presentasi dahi ini
merupakan kedudukan yang bersifat sementara, dan sebagian
besar akan berubah menjadi presentasi muka atau presentasi
belakang kepala.
Pada permulaan persalinan, diagnosis sulit ditegakkan.
Pemeriksaan luar memberikan hasil seperti pada muka, tetapi
bagian belakang kepala tidak seberapa menonjol. Denyut jantung
janin jauh lebih jelas didengar dibagian dada, yaitu sebelah yang
sama dengan bagian – bagian kecil. Pada pemeriksaan dalam
dapat diraba sutura frontalis, yang bila diikuti, pada ujung yang
satu diraba ubun – ubun besar dan pada ujung lain teraba pangkal
hidung dan lingkaran orbita, pada presentasi dahi ini mulut dan
dagu tidak bisa diraba. Pada janin kecil masih bisa lahir spontan,
tetapi janin dengan berat dan besar normal tidak dapat lahir
spontan per vaginam.
c) Ukuran janin berlebihan
Janin yang ukurannya berlebihan bahkan kepala dan bahu akan
mengalami kesulitan untuk melewati pintu atas panggul, janin
21
yang ukurannya melebihi 4250 – 4500 kemungkinan harus
dilakukan tindakan sesar secara selektif (Leveno Dkk, 2009).
c. Pemeriksaan penunjang
1) Ultrasonografi
2) Pelvimetri Radiologic (Achadiat, 2004).
d. Komplikasi pada Ibu
1) Infeksi intrapartum
Bahaya yang serius akan mengancam ibu dan bayi apalagi jika
ketuban sudah pecah, bakteri didalam cairan amnion akan menembus
desidua serta pembuluh korion sehingga akan terjadi bakteremia dan
sepsis pada ibu dan janin. Pneumonia pada janin, ini terjadi karena akibat
aspirasi cairan amnion yang terinfeksi.
2) Cincin retraksi patologis
Cincin ini sering timbul akibat persalinan yang sulit yang disertai
dengan peregangan dan penipisan berlebihan segmen bawah uterus.
Antisipasi yang bisa dilakukan apabila terjadi cincin retraksi patologis
diantaranya yaitu melakukan kolaborasi dengan dokter SpOG dan
pengakhiran persalinan dengan cara sectio caessarea.
3) Rupture uteri
Penipisan abnormal segmen bawah uterus dapat menimbulkan bahaya
serius selama partus tak maju, terutama bila wanita dengan paritas tinggi
dan wanita yang mempunyai riwayat section caessarea. Apabila
22
disproporsi antara kepala janin dengan panggul cukup besar dan tidak
terjadi penurunan bagian terbawah janin maka segmen bawah uterus akan
menjadi sangat regang yang kemudian dapat menyebabkan rupture.
Antisipasi yang dapat dilakukan apabila terjadi rupture uteri diantaranya
yaitu :
a) Lakukan kolaborasi dengan dokter SpOG
b) Berikan injeksi pethidin 50 mg untuk melemahkan kontraksi dan
mengurangi nyeri
c) Berikan infuse NaCl atau glukosa untuk mengatasi dehidrasi
d) Berikan infuse cairan kristaloid atau RL untuk mengganti cairan yang
hilang
e) Lakukan transfuse darah
f) Lakukan histerektomi ( Prawirohardjo, 2009).
4) Pembentukan fistula
Apabila bagian terendah janin menekan kuat pintu atas panggul tetapi
tidak maju untuk jangka waktu yang cukup lama, bagian jalan lahir yang
terletak diantaranya dan dinding panggul dapat mengalami tekanan yang
berlebihan. Karena gangguan sirkulasi, dapat terjadi nekrosis yang akan
jelas dalam beberapa hari setelah melahirkan dan akan munculnya fistula
vesikovaginal, vesikoservikal, atau rektovaginal (Cunningham Dkk,
2005).
23
e. Komplikasi pada Janin
1) Kaput Suksedaneum akibat dari panggul yang tidak normal pada saat
terjadinya persalinan.
2) Moulase kepala janin ini terjadi akibat tekanan his yang kuat, lempeng –
lempeng tulang tengkorak saling bertumpang tindih satu sama yang lain di
sutura – sutura besar (Cunningham Dkk, 2005).
3) Cedera
4) Fetal distress atau gawat janin adalah ditemukannya denyut jantung janin
di atas 160/menit atau di bawah 100/menit, denyut jantung tidak teratur,
atau keluarnya mekonium yang kental pada awal persalinan, untuk
memperbaiki apabila terjadi fetal distress menurut (Prawirohardjo, 2009)
adalah :
a) Melakukan kolaborasi dengan dokter SpOG
b) Melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anak
c) Miringkan ibu ke sebelah kiri untuk memperbaiki sirkulasi plasenta
d) Beri ibu oksigen dengan kecepatan 6-8 liter/menit dengan tujuan untuk
membantu memperlancar pertukaran sirkulasi udara dari plasenta ke
janin.
5) Asfiksia, akibat partus tak maju atau partus lama dikarenakan adanya
gangguan pada uteroplacental selama kontraksi rahim yang lama dan kuat.
Penanganan yang bisa dilakukan apabila terjadi asfiksia yaitu lakukan
resusitasi pada janin (Oxorn dan William, 2010).
24
6) Achadiat (2004), Kematian janin dalam kandungan (IUFD). Antisipasi
yang dapat dilakukan yaitu :
a) Melakukan kolaborasi dengan dokter SpOG
b) Melakukan persalinan secara pervaginam dengan cara melakukan
induksi persalinan menggunakan oksitosin atau misoprostol (dosis
misoprostol 25 µg pervaginam setiap 6 jam)
c) Melakukan persalinan perabdominal jika persalinan pervaginam tidak
terjadi secara aktif (Prawirohardjo, 2009).
f. Patofisiologi
Tidak ada pembukaan servik walaupun didapatkan kontraksi uterus yang
adekuat, pembukaan servik tidak melewati 3 cm sesudah 8 jam inpartu dan
ibu ingin mengejan tetapi tidak ada kemajuan presentasi pada janin (Suhiroh,
2006).
Partus tak maju merupakan penyulit persalinan dalam kala I, hal ini
terjadi di karenakan adanya 2 faktor yaitu faktor ibu dan faktor janin, dimana
dari faktor ibu adanya penyempitan pintu tengah panggul yang berbentuk
android, tidak adanya penurunan kepala serta putaran paksi yang disebabkan
karena disproporsi antara panggul dan janin, kontraksi uterus yang tidak
adekuat sehingga menghambat kemajuan pembukaan.Dari faktor janin yang
ditimbulkan yaitu adanya kelainan posisi seperti Posisi Oksipitalis Posterior
25
Persisten atau ubun – ubun kecil janin melintang, presentasi dahi serta berat
janin yang melebihi dari normal >4250 – 4500 (Oxorn dan Forte, 2010).
26
g. Pathway
Sumber :
Achadiat, 2004
Cunningham Dkk, 2005
Leveno Dkk, 2009
Oxorn dan Forte, 2010
Prawirohardjo, 2007
Yulianti dan Pamilih, 2005
Bagan 2.1 Pathway Partus Tak Maju
Ibu Janin
Kelainan Passange
Power
Kontraksi uterus
dan tenaga ibu Panggul
android
Berat
janin
Posisi
oksipitalis
posterior
persisten Kesempitan
pintu atas
panggul
Baik Jelek
Lakukan
observasi Istiratk
an
uterus
Pecah
kulit
ketuban
Lakukan
observasi
Perbaiki
status pasien
SC
Pembukaan
servik
Kaji kemajuan
persalinan
dengan periksa
dalam
Dahi
UUK
lintang
Panggul
normal
SC
>4250
- 4500
SC
Janin
kecil,
panggul
besar
Janin
besar,
panggul
kecil
Kemungkinan
Spontan kecil
SC
Lanjutkan
dengan
partus
spontan
Ada
Ikuti
kemajuan
persalinan
dengan
cermat
Tidak ada
SC
Infus oxcytocin
Periksa setelah 2 jam
Partus Tak Maju
Infus
glukosa
dalam air
5 %
sebanyak
1 liter Timbul
kontraksi
kuat
Kontraksi baik, Ada
kemajuan pembukaan
Lakukan
persalinan
spontan
Spontan
SC
Gagal
Berikan
asupan
makanan
Baik Lemah
Spontan
Timbul
kontraksi
ku
Kuat Lemah
Spontan SC
Gagal
SC
27
B. Teori Manajemen Kebidanan
Varney mengatakan seorang bidan dalam menerapkan manajemen perlu lebih
kritis dalam melakukan analisis untuk mengantisipasi diagnosa dan masalah
potensial. Kadang kala bidan juga harus segera bertindak untuk menyelesaikan
masalah tertentu dan mungkin juga melakukan kolaborasi, konsultasi bahkan
segera merujuk klien ( Mufdlilah Dkk, 2012 ).
Varney kemudian menyempurnakan proses manajemen kebidanan menjadi 7
langkah dengan menambahkan ke 3 agar bidan lebih kritikal mengantisipasi
masalah yang kemungkinan dapat terjadi pada kliennya.
1. Pengertian Manajemen kebidanan
Pengertian manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh
bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis,
mulai dari pengkajian, analisa data, diagnose kebidanan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi.
Menurut Depkes RI, 2005, Manajemen kebidanan adalah metode dan
pendekatan pemecahan masalah ibu dan anak yang khusus dilakukan oleh
bidan dalam memberikan asuhan kebidanan pada individu, keluarga dan
masyarakat.
2. 7 langkah manajemen kebidanan menurut varney
a. Langkah I : Pengumpulan data dasar
28
Pada langkah yang pertama ini dilakukan pengkajian dengan
mengumpulkan semua data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan
klien secara lengkap yaitu :
1) Riwayat kesehatan
2) Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhannya
3) Meninjau catatan terbaru
4) Meninjau data laboratorium dan membandingkan dengan hasil studi.
Pada langkah pertama, dikumpulkan semua informasi (Asrinah dan
Putri, 2010).
Kegiatan pengumpulan data dimulai saat klien masuk dan
dilanjutkan secara terus – menerus selama proses asuhan kebidanan
berlangsung. Data dapat dikumpulkan dari berbagai sumber, sumber
yang dapat memberikan informasi paling akurat yang dapat diperoleh
secepat mungkin dan upaya sekecil mungkin. Pasien adalah sumber
informasi yang akurat dan ekonomis, disebut sumber data primer.
Sumber data alternative atau sumber data sekunder adalah data yang
sudah ada, praktikan lain serta anggota keluarga, Secara garis besar
pengumpulan data diklasifikasikan menjadi 2 yaitu data subyektif dan
data obyektif. Data subyektif yaitu dengan cara mengembangkan
hubungan antar personal yang efektif dengan pasien, klien yang
diwawancarai, yang lebih memperhatikan hal – hal yang menjadi
keluhan utama pasien dan yang mencemaskan, berupaya mendapatkan
29
data atau fakta yang sangat bermakna dalam kaitan dengan masalah
pasien. Data obyektif menggunakan teknik pemeriksaan yang tepat
dan benar, melakukan pemeriksaan yang terarah dan bermakna yang
berkaitan dengan keluhan pasien ( Mufdilah dan Hidayat, 2012 ).
b. Langkah II: Interpretasi data dasar
Langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnose atau
masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi data yang benar dari
data – data yang dikumpulkan. Data dasar yang benar dan sudah
dikumpulkan lalu diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau
diagnose yang spesifik. Langkah awal dari perumusan masalah / analisa
diagnosa kebidanan adalah pengolahan / analisa data yaitu menggabungkan
dan menghubungkan data satu dengan lainnya sehingga tergambar fakta.
Standar Nomenklatur diagnosis kebidanan :
1) Diakui dan telah disahkan oleh profesi
2) Berhubungan langsung dengan praktik kebidanan
3) Memiliki ciri khas kebidanan
4) Didukung oleh clinical judgement dalam praktek kebidanan
5) Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan (Asrinah
dan Putri, 2010)
c. Langkah III : Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa potensial lain
30
berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi.
Langkah ini membutuhkan antisipasi,bila memungkinkan dilakukan
pencegahan, sambil mengamati klien, bidan diharapkan dapat bersiap –
siap bila diagnose / masalah potensial ini benar – benar terjadi (Asrinah dan
Putri, 2010)
d. Langkah IV : Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang
memerlukan penanganan segera
Beberapa data menunjukkan situasi emergensi dimana bidan perlu
bertindak segera demi keselamatan ibu dan bayi, beberapa data
menunjukkan situasi yang memerlukan tindakan segera sementara
menunggu instruksi dokter. Mungkin juga memerlukan konsultasi dengan
tim kesehatan lain. Bidan mengevaluasi situasi setiap pasien untuk
menentukan asuhan pasien yang paling tepat. Langkah ini mencerminkan
kesinambungan dari proses manajemen kebidanan (Mufdilah dan Hidayat,
2012)
e. Langkah V :Merencanakan asuhan yang komprehensif / menyeluruh.
Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnose atau
masalah yang telah diidentifikasi atau antisipasi, pada langkah ini informasi
atau data dasar yang tidak lengkap dilengkapi. Semua keputusan yang
dibuat dalam merencanakan suatu asuhan yang komprehensif harus
merefleksikan alasan yang benar, berlandaskan pengetahuan, teori yang
31
berkaitan dan up to date serta divalidasikan dengan asumsi mengenai apa
yang diinginkan wanita tersebut dan apa yang tidak diinginkan.
Perencanaan supaya terarah, dibuat pola pikir dengan langkah sebagai
berikut: tentukan tujuan tindakan yang akan dilakukan yang berisi tentang
sasaran atau target dan hasil yang akan dicapai, selanjutnya ditentukan
rencana tindakan sesuai dengan masalah diagnosa dan tujuan yang akan
dicapai (Asrinah dan Putri, 2010)
f. Langkah VI :Melaksanakan perencanaan dan penatalaksanaan
Langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah
diuraikan pada langkah ke 5 dilaksanakan secara efisien dan aman.
Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian
dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim
kesehatan yang lainnya (Asrinah dan Putri, 2010)
g. Langkah VII : Evaluasi
Pada langkah ke 7 ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang
sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar
– benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah
diidentifikasi di dalam masalah dan diagnosa. Rencana tersebut dapat
dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaanya.Ada
kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut telah efektif sedang
sebagian belum efektif (Asrinah dan Putri, 2010)
32
C. Teori Hukum dan Kewenangan Bidan
1. Landasan Hukum Bidan
a. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
369/MENKES/SK/III/2007.
Berdasarkan Kompetensi ke-4 dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 369/MENKES/SK/III/2007 hukum
kewenangan bidan dalam memberikan pertolongan pada partus tak maju
boleh melakukan tindakan :
1) Proses pemeriksaan penurunan janin melalui pelvic selama persalinan
dan kelahiran
2) Memberikan suntikan intramuskuler meliputi :uterotonika, antibiotik
dan sedative.
3) Indikasi tindakan kedaruratan kebidanan seperti distosia bahu, asfiksia
neonatal, retensio plasenta, perdarahan karena Antonia uteri, dan
mengatasi renjatan.
4) Mencatat waktu dan mengkaji kontraksi uterus (lama, kekuatan dan
frekuensi).
5) Melakukan pemeriksaan panggul (pemeriksaan dalam) secara lengkap
dan akurat meliputi pembukaan, penurunan kepala, bagian terendah,
presentasi posisi keadaan ketuban, dan proporsi panggul dengan bayi.
6) Melakukan pemantauan persalinan dengan menggunakan partograf.
33
7) Mengidentifikasi secara dini kemungkinan pola persalinan abnormal
dan kegawat daruratan dengan intervensi yang sesuai dan atau
melakukan rujukan dengan tepat waktu.
8) Melakukan amniotomi pada pembukaan serviks lebih dari 4 cm sesuai
dengan indikasi.
9) Memasang infus, mengambil darah untuk pemeriksaan hemoglobin
(HB) dan hematrokit (HT).
10) Memeriksa robekan vagina, serviks dan perineum.
11) Memberikan pertolongan persalinan abnormal : letak sungsang, partus
macet kepala di dasar panggul, ketuban pecah dini tanpa infeksi,
posterm dan preterm.
12) Memindahkan ibu untuk tindakan tambahan / kegawat daruratan
dengan tepat waktu sesuai dengan indikasi.
13) Memberikan oksitosin dengan tepat waktu untuk induksi dan
akselerasi persalinan dan penanganan perdarahan post partum.
b. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1464/Menkes/Per/X/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan:
Pasal 10
1) Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat
2 berwenang untuk :
a) Episiotomy
b) Penjahitan luka jalan lahir tingkat 1 dan 2
34
c) Penanganan kegawat – daruratan, dilanjutkan dengan perujukan
d) Pemberian tablet Fe pada ibu hamil
e) Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas
f) Fasilitas/ bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu
eksklusif
g) Pemberian uterotonika manajemen aktif kala tiga pada postpartum
h) Penyuluhan dan konseling
i) Bimbingan pada kelompok ibu hamil
j) Pemberian surat keterangan kematian dan
k) Pemberian surat keterangan cuti bersalin
Berdasarkan Hukum Kewenangan Bidan yang diatur dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1464/Menkes/Per/X/2010 dengan indikasi partus tak maju bidan
boleh melakukan pertolongan pada huruf c yaitu penanganan
kegawat daruratan yang dilanjutkan dengan perujukan, dan pada
huruf g yaitu pemberian uterotonika manajemen aktif kala III pada
postpartum.