BABII KONSEPDASAR A....

27
6 BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian 1. Typhus Abdominalis adalah penyakit infeksi yang menyerang saluran pencernaan yang disebabkan oleh kuman salmonella typhosa dengan masa inkubasi hari di tandai dengan demam, mual, muntah, sakit kepala, nyeri perut (Ngastiyah, 2005). 2. Demam typoid (Enterik fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran (Nursalam, 2005). 3. Typus Abdominalis (demam Typhoid, Enteric Fever) ialah penyakit infeksi akut yang diawali di selaput lebder usus dan jika tidak diobati secara progresif menyerbu jaringan diseluruh tubuh (Mansjoer, 2006). Jadi Typhus Abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh Salmonella Typhi mengenai saluran pencernaan ditandai adanya demam lebih dari 1 minggu, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran. B. Anatomi dan Fisioloogi Anatomi fisiologi pada klien Typhoid menurut Syaifudin (1997) meliputi sistem yang mengalami gangguan, yaitu system pencernaan. Sistem pencernaan atau system Gastrointestinal adalah sistem organ dalam manusia

Transcript of BABII KONSEPDASAR A....

6

BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian

1. Typhus Abdominalis adalah penyakit infeksi yang menyerang saluran

pencernaan yang disebabkan oleh kuman salmonella typhosa dengan

masa inkubasi hari di tandai dengan demam, mual, muntah, sakit

kepala, nyeri perut (Ngastiyah, 2005).

2. Demam typoid (Enterik fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya

mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu

minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran (Nursalam,

2005).

3. Typus Abdominalis (demam Typhoid, Enteric Fever) ialah penyakit

infeksi akut yang diawali di selaput lebder usus dan jika tidak diobati

secara progresif menyerbu jaringan diseluruh tubuh (Mansjoer, 2006).

Jadi Typhus Abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang

disebabkan oleh Salmonella Typhi mengenai saluran pencernaan

ditandai adanya demam lebih dari 1 minggu, gangguan pada saluran cerna

dan gangguan kesadaran.

B. Anatomi dan Fisioloogi

Anatomi fisiologi pada klien Typhoid menurut Syaifudin (1997)

meliputi sistem yang mengalami gangguan, yaitu system pencernaan. Sistem

pencernaan atau system Gastrointestinal adalah sistem organ dalam manusia

7

yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi

dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang

bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses

tersebut dari tubuh.

Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),

kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem

pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran

pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu. Gambar 2.1

menunjukkan anatomi sistem pencernaan pada manusia.

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pencernaan ManusiaSumber : Patriani (2008)

1. Mulut

Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan

air pada manusia. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya

merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir.

8

Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam

dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ

perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana,

terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh Saraf

Olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau.

2. Lambung

Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti

kandang keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu Kardia, Fundus, Antrum.

Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot

berbentuk cincin (Sfingter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam

keadaan normal, sfingter menghalangi masuknya kembali isi lambung

ke dalam kerongkongan.

Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi

secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Lendir

melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap

kelainan pada lapisan lendir ini bisa menyebabkan kerusakan yang

mengarah kepada terbentuknya tukak lambung. Asam klorida

menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin

guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan

sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai

bakteri.

3. Usus halus (usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran

pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding

9

usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang

diserap ke hati melalui Vena Porta. Dinding usus melepaskan lendir

(yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-

pecahan makanan yang dicerna).

Gambar 2.2. Bagian Usus Halus (Usus Kecil)Sumber : Medicastore (2010)

Lapisan usus halus terdiri dari lapisan mukosa (sebelah dalam),

lapisan otot melingkar (Muskulus Sirkuler), lapisan otot memanjang

(Muskulus Longitidinal) dan lapisan serosa (sebelah luar).

Gambar 2.3. Lapisan Usus HalusSumber : Medicastore (2010)

10

Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari

(Duodenum), usus kosong (Jejunum), dan usus penyerapan (Ileum).

a. Usus dua belas jari (Duodenum)

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus

yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus

kosong (Jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian

terpendek dari usus halus, dimulai dari Bulbo Duodenale dan

berakhir di ligamentum Treitz.

b. Usus Kosong (Jejenum)

Usus kosong atau Jejunum adalah bagian kedua dari usus halus,

di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan

(Ileum). Panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter pada orang

dewasa, 1-2 meter adalah berupa jejunum. Jejunum dalam tubuh

dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa

membran mukus dan terdapat jonjot usus (Vili), yang memperluas

permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan

usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara

hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni

sedikitnya Sel Globet dan Plak Peyeri. Sedikit sulit untuk

membedakan usus kosong dan usus penyerapan.

c. Usus Penyerapan (lleum)

Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus

halus. Pada sistem pencernaan manusia ini memiliki panjang

sekitar 2-4 m dan terletak setelah Duodenum dan Jejunum dan

11

dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8

(netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B 12 dan

garam-garam empedu.

d. Usus Besar (Kolon)

Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara

usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air

dari feses. Usus besar terdiri dari Kolon asendens (kanan), Kolon

transversum, Kolon desendens (kiri), Kolon sigmoid (berhubungan

dengan rektum). Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus

besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan

zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat

zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi

normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa

menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar.

Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya

lendir dan air, dan terjadilah diare.

e. Rectum dan Anus

Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan Intestinum

Mayor dengan anus terletak didalam Rongga Pelvis di depan Os

Sacrum dan Os Koksigis. Anus adalah bagian dari saluran

pencernaan yang menghubungkan rectum dengan dunia luar (udara luar)

terletak di dasar Pelvis dindingnya diperkuat oleh 3 spincter, yaitu

spincter ani ekstemus yang bekerja menurut kehendak, spincter ani

internus dan spincter levator ani yang bekerja tidak menurut kehendak.

12

C. Etiologi Dan Presdisposisi

Etiologi dan predisposisi demam typhoid menurut Ngastiyah (2000) dan

Widodo (2006) adalah:

1. Etiologi

Etiologi Typhus Abdominalis adalah Salmonella Typhi, mikro

organisme ini merupakan bakteri gram negative yang motil. Bergerak

dengan rambut getar, bersifat Aerob dan tidak membentuk spora. Kuman

ini hidup baik sekali pada tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah

sedikit serta mati pada suhu 70 o C maupun oleh anti septik.

Bakteri ini mempunyai beberapa komponen antigen , yaitu Antigen

O (Somotik), Antigen H (Flagel), Anti Vi (Virulen). Ketiga antigen tersebut pada

tubuh manusia akan menimbulkan pembentukan 3 macam anti bodi yang lazim

disebut Aglutinin.

2. Presdisposisi

Typhus Abdominalis timbul akibat dari infeksi oleh bakteri

golongan Salmonella yang memasuki tubuh penderita melalui saluran

pencernaan. Sumber utama yang terinfeksi adalah manusia yang selalu

mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit, baik ketika ia sedang

sakit atau sedang dalam masa penyembuhan. Saat masa penyembuhan,

penderita masih mengandung Salmonella didalam kandung empedu atau di

dalam ginjal. Sebanyak 5% penderita Typhus Abdominalis kelak akan

menjadi karier sementara, sedang 2 % yang lain akan menjadi karier yang

menahun. Sebagian besar dari karier tersebut merupakan karier intestinal.

13

Kekambuhan yang ringan pada karier Typhus Abdominalis sukar diketahui

karena gejala dan keluhannya tidak jelas.

D. Patofisiologi

Proses infeksi dari penyakit typhoid menurut Rampengan (2001)

disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi yang masuk kedalam tubuh

manusia melalui mulut dengan perantara makanan dan minuman yang

tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan terjadi

meningkatan produksi asam lambung yang menimbulkan perasaan yang tidak

enak di perut mual, muntah, anoreksia, dan mengakibatkan terjadi iritasi

mukosa lambung sebagian lagi masuk ke dalam usus halus sehingga

terjadi infeksi yang merangsang peristaltik usus sehingga menimbulkan diare

atau konstipasi.

Kuman juga sering mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di

ileum terminalis yang mengalami hipertropi. Di tempat ini terjadi

komplikasi perdarahan, kuman salmonella kemudian menembus ke krina

propia, masuk ke aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe mesentrial, yang

juga mengalami hipertropi. Selanjutnya kuman Salmonella Typhi lain

mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. Salmonella Typhi bersarang

di plaque peyeri, limpa hati, dan bagian-bagian lain system reticuloendotelia.

Endotoksik Salmonella Typhi menyebabkan terjadinya proses

inflamasi lokal pada jaringan tempat Salmonella Typhi berkembangbiak.

Sementara demam pada Typhus Abdominalis disebabkan karena Salmonella

Typhi dan endotoksik merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh

14

leukosit pada jaringan yang meradang. Kuman yang berkembangbiak juga

dapat mengakibatkan hipertropi hepatomegali sehingga menyebabkan nyeri.

E. Manifestasi Klinik

Typhus Abdominalis yang tidak diobati seringkali merupakan penyakit

berat yang berlangsung lama dan terjadi selama 4 minggu atau lebih. Adapun

manifestasi klinik yang bisa ditemukan pada demam typhoid menurut. Nelson,

(2001) dan Mansjoer (2000), antara lain:

1. Demam

Demam biasanya berlangsung 3 minggu, bersifat febris

remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu

tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari

dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Suhu tubuh meningkat dan

dapat terjadi serangan kejang.

2. Gangguan Sistem Pencernaan

Mulut berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah. Lidah

tertutup selaput putih kotor (coated tongue). Ujung dan tepinya

kemerahan jarang disertai tremor. Pemeriksaan abdomen di temukan

keadaan perut kembung (meteorismus), hati dan limpa membesar di sertai

nyeri perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi,kadang diare atau

BAB tanpa kelainan. Pasien juga akan mengalami mual, muntah, dan

distensi abdomen, selain itu biasanya juga dijumpai ikterik.

3. Gangguan Kesadaran

Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak teraba

demam yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau

15

gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat mendapatkan pengobatan).

4. Gejala lain

Disamping gejala-gejala tersebut mungkin terdapat gejala

lainnya. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola,

yaitu bintik-bitik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit,

yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam kadang-kadang di

temukan pula bradikardia dan epistaksis pada anak besar.

F. Penatalaksanaan Klinis

Pengobatan Typhus Abdominalis menurut Widodo (2006) terdiri atas 3

bagian yaitu dengan perawatan, diet, dan obat-obatan (medikasi).

1. Perawatan

Pasien Typhus Abdominalis perlu di rawat di rumah sakit untuk

isolasi, observasi, dan pengobatan. Pasien harus tirah baring sampai

minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud

tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi pendarahan

usus atau perforasi usus. Mobilisasi pasien dilakukan secara bertahap,

sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.

Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus

diubah-ubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi

pneumonia hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan buang air kecil perlu di

perhatikan, karena kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih.

2. Diet

Makanan harus cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan

makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan

tidak menimbulkan gas. Bila kesadaran menurun dapat diberikan

16

makanan cair melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan

baik dapat juga diberikan makanan lunak. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini yaitu nasi dengan lauk-

pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan

dengan aman.

3. Obat-obatan

a. Obat-obat anti mikroba yang sering di pergunakan ialah:

1) Kloramfenikol; obat anti mikroba yang dapat meredakan demam

dengan cepat.

2) Tiamfenikol; efektifitas tiamfenikol pada demam typoid hampir

sama dengan kloramfenikol.

3) Cotrimoksazol (kombinasi dari Sulfamitoksasol); efektifitas obat

ini dilaporkan hampir sama dengan kloramfenikol.

b. Obat-obat anti biotik yang sering dipergunakan ialah :

1) Ampicillin dan Amoksisilin; indikasi mutlak penggunaannya

adalah pasien demam typhoid dengan leokopenia.

2) Cefalosforin generasi ketiga; beberapa uji klinis menunjukkan

Cefalosforin generasi ketiga antara lain Sefiperazon, Ceftriakson,

dan Cefotaxim efektif untuk demam.

3) Fluorokinolon; efektif untuk demam typoid, tetapi dosis dan

lama pemberian yang optimal belum di ketahui dengan pasti.

17

G. Komplikasi

Komplikasi Typhus Abdominalis menurut Widodo (2006) dapat terjadi

pada usus halus dan diluar usus halus, antara lain:

1. Komplikasi pada Usus Halus

a. Perdarahan usus

Usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis) dapat

terbentuk tukak atau luka berbentuk lonjong dan memanjang terhadap

sumbu usus. Bila luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh

darah maka terjadi perdarahan. Selanjutnya bila tukak menembus

dinding usus maka perforasi dapat terjadi.

b. Perforasi usus

Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya

timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu

pertama. Penderita Typhus Abdominalis dengan perforasi mengeluh

nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang

kemudian menyebar ke seluruh perut dan disertai dengan tanda-tanda

ileus.

c. Peritonitis

Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi

usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat,

dinding abdomen tegang (defence musculair) dan nyeri tekan.

2. Komplikasi diluar Usus Halus

a. Komplikasi kardiovaskular meliputi gagal sirkulasi perifer, miokarditis,

tromboflebitis.

18

b. Komplikasi paru meliputi pneumonia, emphiema, pleuritis.

c. Komplikasi hepatobilier meliputi hepatitis, kolesistitis.

d. Komplikasi ginjal meliputi glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis.

e. Komplikasi tulang meliputi osteomielitis, periositis, spondiltis,

arthritis.

f. Komplikasi neuropsikiatrik atau Typhoid toksik.

H. Pengkajian Fokus

Data dasar pengkajian pasien dengan Typhus Abdominalis menurut

Doenges (2002) yaitu :

1. Identitas Klien, meliputi:

a. Umur ; penderita yang terkena Typhus Abdominalis rata-rata antara usia

3-19 tahun, karena terkait dengan pola dan jenis makanan yang

dikonsumsi yang lebih variatif dan beresiko menjadi faktor pencetus

masukanya kuman Salmonella Typhi.

b. Lingkungan; kebersihan lingkungan yang buruk merupakan sumber dari

penyakit Typhus Abdominalis , seperti membuang sampah sembarangan.

c. Pekerjaan; kebanyakan penderita penyakit Typhus Abdominalis bekerja

ditempat yang kumuh, atau bekerja yang menguras tenaga.

d. Jenis Kelamin; kebanyakan penderita yang terkena penyakit typhoid laki-

laki lebih banyak dari perempuan dengan perbandingan 2-3:1

2. Riwayat kesehatan, meliputi:

a. Keluhan utama; pada pasien Typhus Abdominalis biasanya

mengeluh perut merasa mual dan kembung, nafsu makan menurun,

panas dan demam.

19

b. Riwayat penyakit dahulu; apakah sebelumnya pasien pernah

mengalami sakit Typhus Abdominalis, apakah tidak pernah, apakah

menderita penyakit lainnya.

c. Riwayat penyakit sekarang; pada umumnya penyakit pada pasien

Typhus Abdominalis adalah demam, anoreksia, mual, muntah, diare,

perasaan tidak enak diperut, pucat (anemi), nyeri otot, lidah tiphoid

(kotor), gangguan kesadaran berupa sommolen sampai koma.

d. Riwayat kesehatan keluarga; apakah dalam kesehatan keluarga ada

yang pernah menderita Typhus Abdominalis atau sakit lainnya.

3. Pola fungsi kesehatan

a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan; adanya pola hidup dan

kebiasaan yang tidak sehat, dan tidak mengetahui pemeliharaan dan

penanganan kesehatan, kebiasaan jajan di tempat terbuka,

kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan.

b. Pola nutrisi dan metabolisme; adanya mual dan muntah, penurunan

nafsu makan selama sakit, lidah kotor, dan rasa pahit waktu makan

sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi tubuh. Pasien juga

akan dijumpai adanya demam dan keluhan badannya panas.

c. Pola aktifitas dan latihan; pasien akan terganggu aktifitasnya akibat

adanya kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan

gerak akibat penyakitnya.

d. Pola istirahat dan tidur; kebiasaan tidur pasien akan terganggu

karena suhu badan yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah

pada saat tidur.

20

e. Pola persepsi sensori kognitif; adanya nyeri pada ulu hati, nyeri

pada kuadran kanan atas dan menurunya tingkat kesadaran.

f. Pola hubungan dengan orang lain; adanya kondisi kesehatan

mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan peran serta

mengalami tambahan dalam menjalankan peranya selama sakit.

g. Persepsi diri dan konsep diri; adanya kecemasan, ketakutan atau

penilaian terhadap diri, tampak sakit terhadap diri, kontak mata,

asertif atau pasif, isyarat non verbal, ekspresi wajah, merasa tidak

berdaya, gugup atau rileks.

h. Pola mekanisme koping; stres timbul apabila seorang pasien tidak

efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.

i. Pola nilai kepercayaan atau keyakinan; timbulnya distres dalam

spritual pada pasien, maka pasien akan menjadi cemas dan takut

akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu.

4. Pemeriksaaan fisik

a. Keadaan Umum dan Tanda-tanda Vital; biasanya pada klien

typhoid mengalami penurunan kesadaran, badan lemah, suhu

meningkat antara 37,5-38oC, tekanan darah mengalami penurunan,

dan penurunan frekuensi nadi.

b. Kepala dan leher; biasanya pada pasien Typhus Abdominalis yang

ditemukan adanya kongjungtiva anemia, mukosa pucat, bibir

kering, lidah kotor ditepi dan ditengah merah.

c. Abdomen; biasanya terdapat nyeri tekan pada bagian ulu hati dan

kuadran kanan atas.

21

d. Sistem integument; turgor kulit menurun, pucat, berkeringat

banyak, mungkin muncul roseola.

5. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid menurut

Widodo (2006) adalah pemeriksaan laboratorium , yang terdiri dari :

a. Pemeriksaan leukosit

Biasanya pada klien dengan demam typhoid terdapat

leukopenia dan limposistosis, tetapi kenyataannya leukopenia jarang

dijumpai. Pada kebanyakan kasus Typhus Abdominalis, jumlah

leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal

bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada

komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena pemeriksaan jumlah

leukosit tidak berguna untuk diagnosa Typhus Abdominalis.

b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT

SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat

tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya Typhus Abdominalis.

c. Biakan darah

Bila biakan darah positif hal itu menandakan Typhus

Abdominalis, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup

kemungkinan akan terjadi demam.

d. Uji Widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan

antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella

thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada

22

orang yang pernah di vaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji

widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan

diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk

menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka

menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi klien

membuat antibodi atau aglutinin yaitu :

1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal

dari tubuh kuman). Makin tinggi titter O makin besar jumlah

kuman Salmonella Typhi di dalam tubuh.

2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal

dari flagel kuman). Makin tinggi titter H makin besar jumlah

kuman Salmonella Typhi di dalam tubuh.

3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal

dari sampai kuman)

23

I. Pathways keperawatan

Krisissituasi

Cemas

Sumber : Carpenito (2002)

Perubahan nutrisi; kurangdari kebutuhan

Salmonella typhosa

Masuk ke mulut bersama makanan dan minuman

Sampai ke usus halus

Bakteri mengadakan Multiplikasi di usus halus

Iritasi mukosa usus halus

Peningkatanperistaltik

usus

Gangguaneliminasi: diare

Diare

Reaksiperadangan

Lambung terisi udara(Flatulence)

Peningkatanasam lambung

Pelepasan zat Pirogenpada jaringan yang

meradang

Melalui Peredaran darah,samapi ke Hepatomolus

Gangguan fungsi Termoregulasi

Peningkatan suhu tubuh

Metabolisme meningkat

Out put >>

Resiko DefisitVolumeCairan

Kurangaktivitas

Menginvasi hati danlimpa

Pembesaran organ tubuh(Hati dan limpa)

empedu)

Mual, Muntah, Anoreksia

Mendesaklambung

Penurunan nafsu makan

Bedrest

Kembung

Stress fisik danmental

Rangsangansel parietallambung

Nyeri

Perawatan dirumah/RS

Penurunanmotilitas usus

Gangguan eliminasi:Konstipasi

24

J. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul merujuk pada Carpenito

(2002) dan Doenges (2000), antara lain:

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual,

muntah, nafsu makan menurun.

2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan output yang

berlebihan sekunder terhadap diare, demam, dan muntah.

3. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan efek peradangan

pada usus.

4. Gangguan eliminasi BAB : konstipasi berhubungan dengan

penurunan peristaltik usus.

5. Gangguan eliminasi BAB : diare berhubungan dengan absorbsi

dinding usus sekunder, infeksi Salmonella typhi.

6. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan

pada usus halus.

7. Cemas berhubungan dengan krisis situasi akibat proses penyakit dan

hospitalisasi.

K. Fokus Intervensi dan Rasional

Fokus intervensi keperawatan dan rasional merujuk pada Carpenito (2002)

dan Doenges (2000), antara lain:

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual,

muntah, nafsu makan menurun.

a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam pemenuhan

kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.

25

b. Kriteria hasil : BB stabil atau peningkatan BB, tidak ada

malnutrisi, nafsu makan meningkat, pasien mengmhabiskan porsi

makan yang sudah disediakan rumah sakit.

c. Intervensi :

1) Dorong tirah baring atau pembatasan aktifitas selama fase sakit

akut.

Rasional: Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah

penurunan kalori dan simpanan energi.

2) Anjurkan klien istirahat sebelum makan.

Rasional: Menenangkan peristaltik dan meningkatkan energi untuk

makan

3) Sediakan makanan dalam keadaan hangat, lingkungan

menyenangkan, dan kondisi tidak terburu-buru.

Rasional: Lingkungan yang menyenangkan dapat menurunkan

stress dan lebih kondusif untuk makan.

4) Catat masukan makanannya.

Rasional: Memberikan rasa kontrol pada klien dan memberikan

kesempatan untuk memilih makanan yang diinginkan, dinikmati,

dapat meningkatkan masukan.

5) Berikan nutrisi parental total, terapi Intra Vena sesuai indikasi.

Rasional: Dapat mengistirahatkan saluran sementara memberikan

nutrisi penting.

6) Timbang berat badan setiap hari.

Rasional: memberikan informasi tentang kebutuhan diet atau

26

keefektifan terapi.

2. Resiko Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang

berlebihan sekunder terhadap diare, demam, dan muntah.

a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam

kebutuhan cairan terpenuhi.

b. Kriteria hasil: Suhu 36-37oC, turgor baik, kulit lembab, TD

120/80 mmHg, nadi 80x/menit, nadi perifer teraba,

mempertahankan volume cairan.

c. Intervensi :

1) Kaji tanda-tanda vital.

Rasional: Hipotensi, Takardi, demam, dapat menunjukan

respon pada efek kehilangan cairan.

2) Observasi kulit kering berlebihan dan membrane mukosa,

penurunan turgor kulit.

Rasional: Dapat mengetahui kehilangan cairan berlebihan

dan dehidrasi.

3) Pertahankan pembatasan per oral, tirah baring, hindari kerja

atau batasi aktifitas.

Rasional: Kolon diistirahatkan untuk peyembuhan dan untuk

menurunkan cairan usus

4) Observasi perdarahan dan tes feses tiap hari untuk adanya

darah samar.

Rasional: Diet tak adekuat dan penurunan absorbsi dapat

memasukan defisiensi Vitamin K dan merusak koagulasi,

27

potensial resiko pendarahan.

5) Kolaborasi pemberian cairan parenteral sesuai indikasi.

Rasional: Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan

penggantian cairan untuk memperbaiki kehilangan atau

anemia.

3. Gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan efek peradangan

pada usus.

a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri

hilang atau bekurang.

b. Kriteria hasil : Nyeri klien dapat hilang atau berkurang, klien

tampak rileks, klien tampak tenang, ekspresi wajah tidak cemas,

suhu 36-37oC, TD 120/80 mmHg, nadi 80x/menit, RR 20x/menit.

c. Intervensi :

1) Kaji laporan kram abdomen atau nyeri, catat lokasi, lamanya

intensitas (skala 0-10). Selidiki dan laporkan perubahan

karateristik nyeri.

Rasional: Nyeri selama defekasi seiring terjadi pada klien

dengan tiba-tiba dimana dapat berat dan tidak dimana dapat

berat dan terus menerus. Perubahan pada karateristik nyeri dapat

menunjukan penyebaran penyakit atau terjadi komplikasi.

2) Dorong klien untuk menghilangkan rasa nyeri.

Rasional: Untuk dapat mentoleransi nyeri.

3) Tentukan stress luar, misal keluarga, teman, lingkungan kerja

atau sosial.

28

Rasional: Stress dapat mengganggu respon saraf otonomik dan

mendukung eksaserasi penyakit. Meskipun tujuan

kemandirianlah pada klien menjadi penambah stessor.

4) Anjurkan klien istirahat atau tidur yang cukup.

Rasional: Kelelahan karena penyakit cenderung menjadi

masalah berarti, mempengaruhi kemampuan mengatasinya.

5) Dorong penggunaan ketrampilan menangani stress misal tekhnik

relaksasi, latihan nafas dalam.

Rasional: Memberatkan kembali perhatian, meningkatkan

relaksasi dan meningkatkan kemampuan koping.

6) Berikan obat analgetik sesuai indikasi.

Rasional: bantuan dalam istirahat psikologi atau fisik,

menghemat energi, dan dapat menguatkan kemampuan koping.

4. Gangguan eliminasi BAB : konstipasi berhubungan dengan

penurunan peristaltik usus.

a. Tujuan : Selama dalam perawatan kebutuhan eliminasi

terpenuhi.

b. Kriteria hasil : Tidak terjadi gangguan pada eliminasi BAB

kembali normal, konsistensi lunak, tidak cair, pasien tidak kembung.

c. Intervensi :

1) Kaji pola BAB pasien.

Rasional: Untuk mengetahui pola BAB pasien.

2) Pantau dan catat BAB setiap hari.

Rasional: Mengetahui konsistensi pada feses dan perkembangan

29

pola BAB pasien.

3) Pertahankan intake cairan 2-3 liter /hari.

Raional: Memenuhi kebutuhan cairan dan membantu memperbaiki

konsistensi feses.

4) Kolaborasi dengan ahli gizi pemberian diet tinggi serat tapi rendah

lemak.

Rasional: Serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorbsi air

dalam aliranya sepanjang traktus intestinal.

5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat pencahar.

Rasional: Obat itu untuk melunakan feses yang keras sehingga

pasien dapat defekasi dengan mudah.

5. Gangguan eliminasi BAB : diare berhubungan dengan absorbsi

dinding usus sekunder, infeksi salmonella typhi.

a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama

3x24 jam klien tidak mengalami diare, BAB normal.

b. Kriteria hasil: BAB normal 1-2x/ hari, Konsistensi berbentuk,

perut tidak mulas, peristaltik normal.

c. Intervensi :

1) Kaji frekuensi, bau, warna feses.

Rasional: Untuk mengetahui adakah pendarahan.

2) Observasi tanda dehidrasi.

Rasional: Untuk mengetahui tanda dehidrasi.

3) Observasi Peristaltik usus.

Rasional: Untuk mengetahui perubahan peristaltik usus.

30

4) Observasi atau monitor intake output cairan.

Rasional: Untuk mengetahui balance cairan.

5) Anjurkan klien untuk banyak minum.

Rasional: Untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang

melalui diare.

6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti diare dan anti

mikroba.

Rasional: untuk mengurangi reaksi peradangan pada usus halus dan

menurunkan peristaltik.

6. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan

pada usus halus.

a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu

tubuh normal.

b. Kriteria hasil : Suhu tubuh normal 36-37oC, TD 120/80

mmHg, bibir tidak kering, pasien tampak rileks, turgor kulit

baik, tidak terjadi resiko kekurangan volume cairan.

c. Intervensi :

1) Kaji peningkatan suhu.

Rasional: Suhu 38,9oC menentukan proses penyakit infeksi

akut.

2) Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambah linen tempat

tidur sesuai indikasi.

Rasional: Suhu lingkungan atau jumlah slimut harus dibatasi

untuk mempertahankan suhu mendekati normal.

31

3) Berikan kompres air hangat, hindari penggunaan air es.

Rasional: Membantu mengurangi demam (penggunaan air es

menyebabkan peningkatan suhu secara aktual).

4) Kolaborasi pemberian Antipiretik.

Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam.

5) Kolaborasi pemberian Antibiotik dan Antimikroba.

Rasional: untuk mengatasi peradangan yang terjadi dalam

tubuh.

7. Cemas berhubungan dengan krisis situasi akibat proses penyakit dan

hospitalisasi.

a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan

kecemasan berkurang.

b. Kriteria Hasil : klien menunjukkan penurunan ketegangan, mampu

mengontrol kecemasan, menunjukkan kemampuan interaksi sosial yang

baik dengan lingkungan.

c. Intervensi :

1) Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan klien.

2) Berikan informasi tentang masalah kesehatan dan penyakit yang

dialaminya.

Rasional: membantu mengurangi ketegangan klien yang tidak

beralasan.

3) Bantu pasien memfokuskan pada situasi saat ini

Rasional: sebagai alat bantu untuk mengidentifikasi mekanisme

koping yang dibutuhkan untuk mengurangi ansietas.

32

4) Sediakan pengalihan melalui alat bantu seperti televise, radio,

permainan, serta terapi okupasi.

Rasional: membantu mengalihkan perhatian klien dan mengurangi

kecemasan

5) Kurangi rangsangan yang berlebihan dan sediakan lingkungan yang

tenang.

Rasional: mengurangi faktor yang dapat mebuat klien cemas.

6) Kolaborasi dengan psikiater bila diperlukan.

Rasional : membantu klien lebih tenang dalam mengatasi kecemasan

yang berlebihan.