Jtptunimus Gdl Silvirinaw 6996 3 Babii

22
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru Tuberkulosis Paru ialah suatu penyakit radang parenkim paru yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis, mencakup 80% dari keseluruhan kejadian penyakit tuberkulosis, 20% merupakan tuberkulosis ekstrapulmonar (Djojodibroto RD. 2009). 1.1. Kuman Tuberkulosis Paru a. Morfologi Basil tuberkulosis berukuran sangat kecil berbentuk batang tipis, agak bengkok, bergranular, berpasangan yang hanya dapat dilihat di bawah mikroskop. Panjangnya 1- 4 mikron dan lebarnya antara 0,3-0,6 mikron, dan tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 37°C dengan tingkat pH optimal (6,4-7,0) membelah diri menjadi dari 1-2 kuman yang membutuhkan waktu 14-20 jam ( www.repository.usu.ac.id ). Kuman tuberkulosis terdiri dari lemak lebih dari 30% berat dinding kuman, asam strearat, asam mikolik, mycosides, sulfolipid serta cord factor dan protein terdiri dari tuberkuloprotein/tuberculin (www.repository.usu.ac.id).

description

hhj

Transcript of Jtptunimus Gdl Silvirinaw 6996 3 Babii

Page 1: Jtptunimus Gdl Silvirinaw 6996 3 Babii

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis Paru ialah suatu penyakit radang parenkim paru yang disebabkan

Mycobacterium tuberculosis, mencakup 80% dari keseluruhan kejadian penyakit

tuberkulosis, 20% merupakan tuberkulosis ekstrapulmonar (Djojodibroto RD. 2009).

1.1. Kuman Tuberkulosis Paru

a. Morfologi

Basil tuberkulosis berukuran sangat kecil berbentuk batang tipis, agak bengkok,

bergranular, berpasangan yang hanya dapat dilihat di bawah mikroskop. Panjangnya 1- 4

mikron dan lebarnya antara 0,3-0,6 mikron, dan tumbuh secara optimal pada suhu sekitar

37°C dengan tingkat pH optimal (6,4-7,0) membelah diri menjadi dari 1-2 kuman yang

membutuhkan waktu 14-20 jam

( www.repository.usu.ac.id).

Kuman tuberkulosis terdiri dari lemak lebih dari 30% berat dinding kuman, asam

strearat, asam mikolik, mycosides, sulfolipid serta cord factor dan protein terdiri dari

tuberkuloprotein/tuberculin (www.repository.usu.ac.id).

Page 2: Jtptunimus Gdl Silvirinaw 6996 3 Babii

2

Gambar. 1 Bakteri Mycobacterium tuberculosis pada pengecatan Ziehl Neelsen (Pasca.unhas.ac.id).

b. Fisiologi

Berdasarkan sifat metabolisme basil, terdapat 4 jenis populasi basil tuberkulosis, yaitu:

1. Populasi A, terdiri atas bakteri yang secara aktif berkembang biak dengan cepat,

terdapat pada dinding kavitas atau dalam lesi yang mempunyai pH netral.

2. Populasi B, terdiri atas bakteri yang tumbuhnya sangat lamban dan berada dalam

lingkungan pH rendah, yang melindunginya terhadap obat anti-tuberkulosis tertentu.

3. Populasi C, terdiri atas bakteri yang berada dalam keadaan dormant hampir sepanjang

waktu, sehingga jarang mengadakan metabolisme secara aktif dalam waktu yang singkat.

4. Populasi D, terdiri atas bakteri yang sepenuhnya bersifat dormant sehingga sama

sekali tidak bisa dipengaruhi oleh obat-obat antituberkulosis (www.repository.usu.ac.id).

Page 3: Jtptunimus Gdl Silvirinaw 6996 3 Babii

3

1.2. Patogenesis

Penderita tuberkulosis paru saat mengalami batuk, bersin atau berbicara maka droplet

nuclei (percikan sputum) akan jatuh dan menguap akibat suhu udara yang panas, sehingga

kuman tuberkulosis akan berkembang biak di udara dan berpotensi sebagai sumber infeksi.

Kuman tuberkulosis masuk melalui saluran pernapasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka

pada kulit (Budiart LY, 2001).

Kuman tuberkulosis yang mencapai permukaan alveolus diinhalasi, dimana gumpalan

kuman tubekulosis yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung, bronkus, dan tidak

menyebabkan penyakit. Kuman tuberkulosis setelah mencapai permukaan alveolus, berada

bagian bawah lobus atas paru atau di bagian atas lobus bawah. Lekosit polimorfonuklear pada

bagian bawah lobus atas paru atau di bagian atas lobus bawah dan memfagosit bakteri namun

tidak membunuh organisme tersebut. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan

timbul pneumonia akut. Pneumonia selular dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak

ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau

berkembang biak di dalam sel. Kuman tuberkulosis yang menyebar melalui getah bening

menuju ke kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi

panjang dan membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi limfosit. Reaksinya

membutuhkan waktu 10-20 hari (Price SA, Wilson LMC, 2005).

Page 4: Jtptunimus Gdl Silvirinaw 6996 3 Babii

4

a. Gejala Penyakit

Gejala penyakit tuberkulosis dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus :

1. Gejala umum

a. Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan tidak naik

dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang baik.

b. Demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria atau infeksi

saluran nafas akut) dapat disertai dengan keringat malam.

c. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit, paling sering di daerah leher,

ketiak dan lipatan paha.

d. Gejala saluran nafas, misalnya batuk lebih dari 30 hari.

e. Gejala saluran cerna, misalnya diare berulang yang tidak sembuh dengan pengobatan

diare (Anonim, 2005).

2. Gejala khusus sesuai dengan bagian tubuh yang diserang, misalnya :

a. Tuberkulosis kulit atau scrofuloderma.

b. Tuberkulosis tulang dan sendi, meliputi : tulang punggung (sponditis), tulang

panggul (koksitis), tulang lutut.

c. Tuberkulosis otak dan syaraf, misalnya meningitis dengan gejala kaku kuduk,

muntah-muntah dan kesadaran menurun.

Page 5: Jtptunimus Gdl Silvirinaw 6996 3 Babii

5

d. Gejala mata.

e. Conjunctivitis phiyctenularis.

f. Tuberkel koloid, terlihat dengan funduskopi (Anonim, 2005).

b. Diagnosis

Diagnosis tuberkulosis paru ditegakkan berdasarkan :

1. Pemeriksaan klinis dan pemeriksaan fisik.

2. Pemeriksaan Radiologi

Foto toraks pada tuberkulosis memberikan gambaran multiform, terdapat bayangan

berawan / nodular di segmen apikal, posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus

bawah (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006; Aditama TY, 2002).

3. Pemeriksaan Bakteriologi dan serologi.

Pemeriksaan bakteriologi menggunakan sputum dengan cara tiga kali pengambilan yaitu

pada saat kunjungan, pagi, sewaktu. Pemeriksaan serologi menggunakan ELISA, ICT,

Mycodot, PAP (Peroksidase Anti Peroksidase) (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,

2006; Aditama TY, 2002; Hopewell PC, 2005).

4. Pemeriksaan penunjang lain

Pemeriksaan lainnya seperti analisa cairan pleura, pemeriksaan histopatologi jaringan,

dan pemeriksaan darah dimana LED (Laju Endap Darah) akan meningkat tetapi tidak

dapat sebagai indikator tuberkulosis paru (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

1.3. Pencegahan Penyakit Tuberkulosis

Page 6: Jtptunimus Gdl Silvirinaw 6996 3 Babii

6

Pencegahan yang harus dilakukan menurut Depkes RI (2001) adalah sebagai berikut :

a. Penderita tidak menularkan kepada orang lain seperti menutup mulut pada waktu

batuk dan bersin dengan sapu tangan atau tisu, tidur terpisah dari keluarga terutama pada

dua minggu pertama pengobatan, tidak meludah di sembarang tempat, menjemur alat

tidur secara teratur setiap pagi, membuka jendela pada pagi hari, agar rumah mendapat

udara bersih dan cahaya matahari yang cukup sehingga kuman tuberkulosis paru dapat

mati.

b. Masyarakat tidak tertular dari penderita tuberkulosis paru seperti meningkatkan daya

tahan tubuh, antara lain makan-makanan bergizi, tidur dan istirahat yang cukup, tidak

merokok dan minum-minuman yang mengandung alkohol. membuka jendela dan

mengusahakan sinar matahari masuk ke ruang tidur dan ruangan lainnya, imunisasi BCG

(Bacillus Calmette Guarin) pada bayi, jika timbul batuk lebih dari tiga minggu,

menjalankan perilaku hidup sehat dan bersih.

1.4. Obat-obat Anti Tuberkulosis

Obat anti tuberkulosis dipakai di dalam P2TB (Program Penaggulangan Tuberkulosis)

nasional yaitu :

a. Isoniazid (H) atau INH bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 % populasi kuman

dalam hari pertama pengobatan. Isoniazid biasanya diberikan dalam dosis tunggal per

oral per hari, dengan dosis 5 mg/kgBB. Efek samping umum dari INH berhubungan

Page 7: Jtptunimus Gdl Silvirinaw 6996 3 Babii

7

dengan hepatitis. Efek samping ringan yang paling banyak terjadi adalah neuritis perifer.

Efek samping lain adalah reaksi hipersensitivitas berupa demam, reaksi hematologik,

arthritis, dan kelainan kulit (Departemen Kesehatan RI, 2002; Idris Fahmi. 2004). INH

segera

diabsorpsi dari saluran pencernaan. INH berdifusi ke dalam seluruh cairan tubuh dan

jaringan. Konsentrasi di susunan saraf pusat dan cairan serebrospinal kurang lebih 1/5

dari kadar plasma. Kadar obat di intra selular dan ekstraselular. Metabolisme INH berada

di bawah kontrol gen. INH dieskresikan terutama dalam urin. INH berkaitan dengan

hepatotoksisitas. Uji fungsi hati abnormal, penyakit kuning, dan nekrosis multilobular

(Katzung. G Bertram, 2007)

b. Rifampisin (R), bersifat bakterisid dapat membunuh kuman semi dormant (persisten)

yang tidak dapat dibunuh oleh Isoniazid. Obat ini biasanya diberikan sehari sekali satu

jam atau dua jam setelah makan. Efek samping yang sering ditimbulkan kemerahan pada

kulit, demam, mual, dan muntah. Efek samping yang berat adalah penyakit hati dan

hepatotoksik. Rifampisin 85-90% diekskresikan melalui hati ke dalam empedu,

kemudian mengalami resirkulasi dalam tinja dan sebagian melalui urin, bekerja secara

sinergis dengan Isoniazid (INH). Penderita dengan kelainan hepar akan ditemukan kadar

rifampisin serum yang lebih tinggi. Rifampisin akan menginduksi sistem enzim sitokrom

P 450 yang akan terus berlangsung hingga 7–14 hari setelah obat dihentikan. Rifampisin

menginduksi enzim yang memetabolisme obat di mikrosom hati (Idris Fahmi, 2004;

Departemen Kesehatan RI, 2002; Katzung. G Bertram, 2007 ).

Page 8: Jtptunimus Gdl Silvirinaw 6996 3 Babii

8

c. Streptomisin (S), bersifat bakteriostatik dan bakteriosid. Dosis harian yang dianjurkan

15 mg/kgBB. Resiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan

dosis yang digunakan dan umur penderita.

Kerusakan alat keseimbangan biasanya terjadi pada 2 bulan pertama dengan tanda-tanda

telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat

dipulihkan jika obat dihentikan atau dosis dikurangi 0,25 gr (Perhimpunan Dokter Paru

Indonesia, 2002).

d. Pirazinamid (Z), bersifat sebagai tuberkulostatik. Dosis harian yang dianjurkan 25

mg/kgBB. Pirazinamid diabsorbsi dengan baik dari saluran cerna dan distribusikan

secara meluas ke seluruh jaringan tubuh. Basil tuberkel yang resisten terhadap obat ini

berkembang dengan cepat, tetapi tidak ada resistensi silang dengan isoniazid atau obat-

obat antimikrobakeri lain. Efek samping yang ditimbulkan adalah hepatitis,

hiperuresemia, mual, muntah, dan kadang-kadang terjadi reaksi hipersensitifitas

misalnya demam, kemerahan pada kulit (Idris Fahmi, 2004; Katzung G Bertram, 2007).

c. Ethambutol (E), bersifat tuberkulostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15-25 mg/kgBB.

Efek samping yang ditimbulkan adalah neuritis optik, yaitu gangguan penglihatan berupa

berkurangnya ketajaman penglihatan atau buta warna untuk warna merah dan hijau, yang

akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan (Perhimpunan

Dokter Paru Indonesia, 2002).

2. Darah Rutin

Page 9: Jtptunimus Gdl Silvirinaw 6996 3 Babii

9

2.1. Hemoglobin

Hemoglobin adalah kompleks protein-pigmen yang mengandung zat besi. Kompleks

tersebut berwarna merah dan terdapat di dalam eritrosit. Sebuah

molekul hemoglobin memiliki empat gugus heme yang mengandung besi fero dan empat

rantai globin. Hemoglobin merupakan senyawa pembawa oksigen pada sel darah merah.

Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah Hb/100 ml darah. Fungsi hemoglobin

dalam tubuh adalah sebagai indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah, mengatur

pertukaran oksigen dengan karbon dioksida dalam jaringan tubuh, dan mengatur oksigen dari

paru-paru untuk dibuang (Brooker, 2001; Sodikin M, 2002).

Penurunan kadar hemoglobin setelah pengobatan bersifat sementara yang diakibatkan

adanya hemolisis. Nilai normal hemoglobin pada laki-laki adalah 13,2-17,3 g/dl, perempuan

adalah 11,7-15,5 g/dl (http://www.pustaka.unpad.ac.id; Perhimpunan dokter spesialis patologi

klinik Indonesia, 2004).

2.2. Lekosit

Lekosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah putih. Lekosit

terdiri dari dua golongan utama, yaitu agranular dan granular. Lekosit agranular mempunyai

sitoplasma yang tampak homogen, dan intinya berbentuk bulat atau berbentuk ginjal. Lekosit

granular mengandung granula spesifik (yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah

Page 10: Jtptunimus Gdl Silvirinaw 6996 3 Babii

10

cair) dalam sitoplasmanya dan mempunyai inti yang memperlihatkan banyak variasi dalam

bentuknya. 2 jenis leukosit agranular yaitu; limfosit yang terdiri dari sel-sel kecil dengan

sitoplasma sedikit, dan monosit yang terdiri dari sel-sel yang agak besar dan mengandung

sitoplasma lebih banyak. Jenis lekosit granular ada 3 yaitu neutrofil, basofil, dan eosinofil

(Effendi Z, 2003).

Peranan lekosit dalam tubuh sebagai pertahanan seluler dan humoral organisme

terhadap zat-zat asing. Penurunan lekosit/lekopeni efek tuberkulosis yang disebabkan oleh

obat isoniazid, rifampisin, streptomisin (Effendi Z, 2003; Fleming AF. Silva PS, 2003).

Nilai normal lekosit pada laki-laki adalah 3800-10.600 /ul, perempuan adalah 3.600-

11.000 /ul (Perhimpunan dokter spesialis patologi klinik Indonesia, 2004).

2.3. Hitung Jenis Sel Leukosit

a. Basofil

Basofil jumlahnya 0-1% dari leukosit darah, ukuran garis tengah 12um, inti satu,

besar bentuk pilihan ireguler, umumnya bentuk huruf S, sitoplasma basofil terisi granul yang

lebih besar, dan seringkali granul menutupi inti, granul bentuknya ireguler berwarna

metakromatik, dengan campuran jenis Romanvaki tampak lembayung

(http://www.brary.usu.ac.id).

Page 11: Jtptunimus Gdl Silvirinaw 6996 3 Babii

11

Basofil mempunyai kemampuan yang sangat kuat untuk mengikat IgE, berkat adanya

molekul profin reseptor (pengikat) IgE dipermukaan membran. Basofil berperan dalam

keadaan alergi/peradangan (Sodikin M, 2002).

b. Eosinofil

Jumlah eosinofil hanya 1-3 % leukosit darah, mempunyai garis tengah 9 um (sedikit

lebih kecil dari neutrofil). Inti biasanya berlobus dua, Retikulum endoplasma mitokonria dan

apparatus Golgi kurang berkembang. Eosinofil mempunyai granula ovoid yang dengan eosin

asidofkik, granula adalah lisosom yang mengandung fosfatae asam, katepsin, ribonuklase,

tapi tidak mengandung

lisosim. Eosinofil mempunyai pergerakan amuboid, dan mampu melakukan fagositosis, lebih

lambat tapi lebih selektif dibanding neutrifil. Eosinofil memfagositosis komplek antigen dan

anti bodi, merupakan fungsi eosinofil untuk melakukan fagositosis selektif terhadap komplek

antigen dan antibodi. Eosinofil mengandung profibrinolisin, diduga berperan

mempertahankan darah dari pembekuan, khususnya bila keadaan cairnya diubah oleh proses-

proses patologi. Kortikosteroid akan menimbulkan penurunan jumlah eosinofil darah dengan

cepat (http://www.brary.usu.ac.id).

Page 12: Jtptunimus Gdl Silvirinaw 6996 3 Babii

12

Eosinofil meningkat setelah pengobatan tuberkulosis merupakan respon alergi yang

dtimbulkan oleh obat tuberkulosis yang ditandai dengan demam, berkeringat, dan malaise

(Fleming AF. Silva PS, 2003).

c. Netrofil

Neutrofil berkembang dalam sumsum tulang dikeluarkan dalam sirkulasi, Garis

tengah sekitar 12 um, satu inti dan 2-5 lobus. Sitoplasma yang banyak diisi oleh granula-

granula spesifik (0,3-0,8um) mendekati batas resolusi optik, berwarna salmon pink oleh

campuran jenis romanovky. Granul pada neutrofil ada dua yaitu neutrofil batang dengan nilai

normal 2-6 % dan netrofil segment dengan nilai normal 50-70 %. Granula spesifik lebih kecil

mengandung fosfatase alkali dan zat-zat bakterisidal (protein kationik) yang dinamakan

fagositin. (http://www.brary.usu.ac.id)

Netofilia atau peningkatan jumlah netrofil pada infeksi tuberkulosis. Netrofilia

disebabkan oleh reaksi imunologis dengan mediator sel limfosit T, membaik setelah

pengobatan tuberkulosis. Netropeni atau penurunan jumlah

netofil merupakan bagian dari anemi dan disebabkan karena fibrosis atau disfungsi sumsum

tulang atau sekuestrasi di limpa. Defisiensi folat dan vitamin B12 dapat menyebabkan

netropeni (http://www.pustaka.unpad.ac.id).

d. Limfosit

Page 13: Jtptunimus Gdl Silvirinaw 6996 3 Babii

13

Limfosit merupakan sel yang sferis, garis tengah 6-8um, 20-40% leukosit darah.

Normal, inti relatif besar, bulat sedikit cekungan pada satu sisi, kromatin inti padat, anak inti

baru terlihat dengan electron mikroskop. Sitoplasma sedikit sekali, sedikit basofilik,

mengandung granula-granula azurofilik. Limfosit berwarna ungu dengan Romonovsky

mengandung ribosom bebas dan poliribisom. Limfosit mempunyai fungsi penting dalam

mekanisme pertahanan/imunitas spesifik terhadap benda asing(http://www.brary.usu.ac.id;

Sodikin M, 2002).

Peningkatan limfosit atau limfositosis merupakan respon imun normal di dalam darah

dan jaringan limfoid terhadap tuberkulosis. Respon ini menimbulkan limfadenopati dan

peningkatan limfosit dalam sirkulasi. Limfositosis merupakan proses penyembuhan

tuberculosis. Limfopeni atau penurunan limfosit menunjukkan proses tuberkulosis yang aktif.

Tuberkulosis yang aktif menyebabkan penurunan total limfosit T akibat penurunan sel T4. Sel

T8 tidak mengalami perubahan secara konsisten. Sel B total juga menurun. Pengobatan

tuberkulosis yang berhasil, memperbaiki jumlah sel-sel tersebut menjadi normal (Oyer RA,.

Schlossberg D, 2004; http://www.pustaka.unpad.ac.id).

e. Monosit

Monosit merupakan sel leukosit yang besar 2-6% dari jumlah leukosit normal,

diameter 9-10 um tapi pada sediaan darah kering diameter mencapai 20

um, atau lebih. Inti biasanya eksentris, adanya lekukan yang dalam berbentuk tapal kuda.

Kromatin kurang padat, susunan lebih fibriler, merupakan sifat tetap monosit. Sitoplasma

Page 14: Jtptunimus Gdl Silvirinaw 6996 3 Babii

14

relatif banyak dengan pulasan wrigh berupa abu-abu pada sajian kering. Monosit tergolong

fagositik mononuclear (system retikuloendotel) dan mempunyai tempat-tempat reseptor pada

permukaan membrannya,untuk imunoglobulin dan komplemen (http://www.brary.usu.ac.id)

Monosit berperan penting dalan respon imun pada infeksi tuberkulosis. Monosit

berperan dalam reaksi seluler terhadap bakteri tuberkulosis. Fosfolipid mikobakterium

tuberkulosis mengalami degradasi dalam monosit dan makrofag yang menyebabkan

transformasi sel-sel tersebut menjadi sel epiteloid. Monosit merupakan sel utama dalam

pembentukan tuberkel. Aktivitas pembentukan tuberkel ini dapat tergambar dengan adanya

monositosis dalam darah. Monositosis dianggap sebagai petanda aktifnya penyebaran

tuberkulosis. Fase penyembuhan, jumlah monosit menurun atau normal (Lichtman MA,

2001).

2.4. LED (Laju Endap Darah)

Laju endap darah (LED) adalah kecepatan pengendapan eritrosit, oleh karena itu

untuk mengukurnya diperlukan darah dengan anti koagulan. Ada 2 cara pemeriksaan LED

yaitu cara Wintrobe dan cara Westergren (http://www.static.schoolrock.com).

Fungsi pemeriksaan LED untuk membantu mendiagnosis perjalanan penyakit dan

membantu keberhasilan terapi kronik, misal tuberkulosis (Sodikin M, 2002).

Page 15: Jtptunimus Gdl Silvirinaw 6996 3 Babii

15

Nilai normal LED pada laki-laki adalah 0-10 mm, perempuan adalah 0-20 mm

(Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik Indonesia, 2004).

3. Hati

Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, letaknya sebagian besar di region

hipokondrika dekstra, epigastrika dan sebagian kecil di hipokondrika sinistra. Bentuknya

menyerupai pahat yang menghadap kiri. Berat pada pria dewasa antara 1,4-1,6 kg (1/36 berat

badan), pada wanita dewasa antara 1,2-1,4 kg. ukuran normal pada dewasa : panjang kanan-

kiri 15 cm, tinggi bagian kanan (ukuran superior-inferior) : 15-17 cm, tebal (ukuran

anteroposterior) setinggi ren dekstra : 12-15 cm. warna permukaan coklat kemerahan. Hati

mempunyai 5 permukaan yaitu fasies superior, fasies dekstra, fasies anterior, fasies posterior,

dan fasies inferior (Sulaiman Ali dkk, 2007).

Gambar. 2 Anatomi Hati (http://www.stikes-mataram.ac.id)

Page 16: Jtptunimus Gdl Silvirinaw 6996 3 Babii

16

3.1. Fungsi Hati

a. Pembentukan dan ekskresi empedu yaitu metabolisme garam dan metabolisme

pigmen empedu. Garam empedu berfungsi sebagai pencernaan, absorpsi lemak dan

vitamin yang larut dalam lemak di dalam usus. Bilirubin, pigmen empedu, merupakan

hasil akhir metabolisme dari penghancuran sel darah merah tua. Bilirubin dikonjugasi

dalam hati dan diekresikan dalam empedu (Price SA, Wilson LM, 2003).

b. Metabolisme karbohidrat (glikogenesis, glikogenolisis, glukoneogenesis) Hati

memegang peranan penting dalam mempertahankan kadar glukosa darah normal dan

penyediaan energi untuk tubuh. Karbohidrat disimpan dalam hati sebagai glikogen (Price

SA, Wilson LM, 2003).

c. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin.

Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K (http://www.stikes-

mataram.ac.id).

d. Metabolisme protein meliputi sintesis protein, pembentukan urea, dan penyimpanan

protein berupa asam amino (Price SA, Wilson LM, 2003).

e. Fungsi hati sebagai detoksikasi

Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi,

reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat

racun, obat over dosis (Hall Guyton, 2000).

Page 17: Jtptunimus Gdl Silvirinaw 6996 3 Babii

17

f. Metabolisme lemak, hati memegang peranan utama pada sintesis kolesterol, sebagian

diekskresikan dalam empedu sebagai kolesterol atau asam folat (Price SA, Wilson LM,

2003).

g. Metabolisme steroid, hati mengekskresikan aldosteron, glukortikoid, estrogen,

progreteron, dan testosterone (Price SA, Wilson LM, 2003).

h. Fungsi hemodinamik

Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500 cc/

menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam arteri hepatica ± 25%

dan di dalam vena porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar

dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah

cepat pada waktu exercise, terik matahari, shock. Hepar merupakan organ penting untuk

mempertahankan aliran darah (Guyton Hall, 2000).

i. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah

Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan

koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X.

Benda asing menusuk kena pembuluh darah – yang beraksi adalah faktor ekstrinsi, bila

ada hubungan dengan katup jantung – yang beraksi adalah faktor intrinsik.Fibrin harus

isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangkan Vitamin K

dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi (Guyton Hall,

2000).

Page 18: Jtptunimus Gdl Silvirinaw 6996 3 Babii

18

3.2. Bilirubin

Bilirubin merupakan hasil akhir dari katabolisme eritrosit. Eritrosit yang dihancurkan

oleh makrofag akan melepaskan hemoglobin. Hemoglobin mengalami degradasi menjadi

heme dan globin dalam sistem retikulo endotelial (limpa). Heme kemudian diubah menjadi

unconjugated/indirect bilirubin

(bilirubin tidak terkonjugasi). Bilirubin ini terikat albumin kemudian masuk ke dalam hati

dan mengalami konjugasi dengan asam glukuronat menjadi conjugated/direct bilirubin

(bilirubin terkonjugasi). Bilirubin total serum merupakan penjumlahan dari bilirubin

terkonjugasi dengan bilirubin tidak terkonjugasi. Fungsi bilirubin sebagai penanda penurunan

konjugasi hepatik dan penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu (Sulaiman A. dkk,

2007).

Bilirubin total akan meningkat bila ada kerusakan hati dan sebagian dari bilirubin

total termetabolisme, bagian ini disebut sebagai bilirubin langsung atau bilirubin direct.

Bilirubin direct meningkat penyebabnya di luar hati. Bilirubin langsung atau direct adalah

rendah sementara bilirubin total tinggi hal ini menunjukkan kerusakan pada hati atau pada

saluran cairan empedu (Kee JLF, 2007)

Nilai normal atau nilai rujukan dari bilirubin total adalah 1,1 mg/dl; direct bilirubin

adalah 0,25 mg/dl (Rajawali Nusindo Diagnostic).

3.3. SGPT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase)

SGPT adalah suatu enzim yang ditemukan pada jaringan hati, jantung, otot dan ginjal.

Kadar tertinggi terdapat pada jaringan hati, sedangkan di jantung, otot dan ginjal enzim

SGPT dengan kadar relatif rendah. Konsentrasi SGPT yang tinggi dari SGOT, dengan

Page 19: Jtptunimus Gdl Silvirinaw 6996 3 Babii

19

demikian SGPT memiliki spesifisitas yang relatif tinggi untuk kerusakan hati (Sulaiman A.

dkk, 2007; Sacher RA., Mc Pherson RA, 2004).

Enzim merupakan molekul protein yang mengatalisis reaksi kimia tanpa mengalami

perubahan secara kimiawi. Enzim mengatur metabolisme pada semua

fungsi sel. Enzim terdapat di dalam sel, adanya peningkatan jumlah suatu enzim dalam serum

atau plasma merupakan konsentrasi dari cedera sel sehingga molekul-molekul intrasel dapat

lolos keluar.

Enzim esensial terdapat pada hampir semua organ, tetapi memiliki bentuk-bentuk

yang berbeda yang disebut isoenzim. Peningkatan kadar suatu enzim di serum dan penentuan

isoenzim tidak dapat dilakukakn pola kelainan enzim atau biokimiawi lain yang sering

digunakan untuk mendiagnosa tampat kerusakan organ, menegakkan diagnosis. Pengukuran

enzim secara serial diterapkan untuk memantau suatu penyakit (Sacher RA. Mc Pherson RA,

2004).

Peranan enzim SGPT pada tubuh sebagai penanda kerusakan hepatoselular. Efek

samping dari pengobatan tuberkulosis menyebabkan gangguan hati pada penderita

tuberkulosis yang ditandai dengan peningkatan SGPT. Peningkatan kadar SGPT apabila

hepatosit mengalami cedera, Enzim yang secara normal berada intrasel masuk ke dalam

aliran darah (Sacher RA. Mc Pherson RA, 2004; Tobias. A Sherman., 2004).

Nilai normal atau nilai rujukan dari enzim SGPT adalah laki-laki 9–42 U/I,

perempuan 9-32 U/I (Rajawali Nusindo Diagnostic).

3.4. GGT (Gamma Glutamiltransferase)

Page 20: Jtptunimus Gdl Silvirinaw 6996 3 Babii

20

GGT mengatalisis pemindahan gugus-gugus glutamil antara peptida atau asam amino

melalui ikatan pada gugus karboksil gama. GGT terdapat di hati, ginjal, dan pankreas

(Sulaiman A. dkk, 2007; Sacher RA., Mc Pherson RA, 2004).

Kerusakan hepatoselular dapat menyebabkan pengeluaran GGT dalam jumlah sedang.

Hepatotoksisitas menyebabkan peningkatan GGT. Peningkatan

GGT disebabkan oleh penginduksi sintesis enzim hati yang memiliki efek sekunder

meningkatkan GGT serum yang bocor dari sel hati karena tingginya kadar intrasel. Fungsi

GGT dalam tubuh sebagai penanda patologi hati (Sacher RA., Mc Pherson RA, 2004).

Nilai normal atau nilai rujukan dari GGT adalah laki-laki 11-61 U/I, perempuan 9-39

U/I (Rajawali Nusindo Diagnostic).

3.5. Metabolisme Obat pada Hati

Sistem utama metabolisme obat dalam fraksi mikrosom sel hati (retikulum

endoplasma halus). Enzim yang dihubungkan merupakan fungsi campuran mono-oksigenase,

c-reduktase sitikrom, dan P450 sitokrom. NADPH direduksi dalam cairan sel yang

merupakan kofaktor. Reaksi metabolisme obat fase I mencakup pengubahan alkohol menjadi

asetaldehid oleh alkohol dehidrogenase yang terutama ditemukan dalam fraksi sitosol.

Metabolisme sistem enzim obat diinduksi secara tidak spesifik, sehingga meningkatkan

oksidasi obat. Zat penginduksi meningkatkan aktivitas enzim pemetabolisme obat dengan

depresi sintesis protein genom yang menyebabkan peningkatan produksi enzim yang

mencakup barbiturat, alkohol, obat anastesi, obat hipoglikemi dan anti konvulsan,

griseofulvin, rifampisin, glutetimid, fenilbutazon, dan meprobamat. Pembesaran hati setelah

terapi obat dapat dihubungkan ke induksi enzim penghambat. Sistem enzim mencakup para-

amino-salisilat. Fase II mencakup biotransformasi yang melibatkan konjugasi obat atau

Page 21: Jtptunimus Gdl Silvirinaw 6996 3 Babii

21

metabolisme obat dengan molekul obat dan molekul endogen yang kecil (Sherlock S. Petrus

A, 2000).

Rifampisin 85-90% dimetabolisme di hati dan metaboli aktifnya diekskresikan melalui urine

dan saluran cerna, bekerja secara sinergis dengan INH. Penderita dengan kelainan hati akan

ditemukan kadar rifampisin serum yang lebih tinggi. Rifampisin akan menginduksi sistem

enzim sitokrom P450 yang akan terus berlangsung hingga 7–14 hari setelah obat dihentikan.

Efek hepatotoksik dipengaruhi oleh dosis yang digunakan, dan proses metabolisme obat

dipengaruhi oleh faktor umur, jenis kelamin, lingkungan dalam lambung dan penyakit hati

(Vernon AA, 2004).

4. Kerangka Teori

a.

1.

Page 22: Jtptunimus Gdl Silvirinaw 6996 3 Babii

22

1.

5. Kerangka Konsep