Post on 27-Oct-2015
description
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak adalah harta yang paling berharga di dunia ini. Mengenali dan
memahami tumbuh kembang anak bagi orang tua adalah sangat penting,
artinya demi menjaga perkembangan dan pertumbuhan agar bisa tumbuh
cerdas, sehat, dan kuat serta mendapatkan banyak pengalaman dan ketrampilan
dalam hidup terutama kemampuan dalam menolong diri sendiri (Zaviera,
2008).
Proses berpisah dari ibu selama 3 tahun pertama kehidupan anak sebagai hal
yang penting dalam perkembangan kepribadiannya. Teori hubungan objek ini
sangat menganggap penting perkembangan individu pada tahap awal, yaitu
usia 0-5 tahun. Tahap awal perkembangan manusia ini dipandang sebagai masa
pembentukan kepribadian individu dan menentukan bagaimana individu akan
menapaki tahap perkembangan selanjutnya. Anak-anak yang mengalami
banyak konflik dan hambatan pada tahap ini (usia 0-5 tahun) atau mereka
kebutuhan dasarnya kurang terpenuhi akan memunculkan masalah pada tahap
perkembangan selanjutnya (Nuryanti, 2008).
Usia toddler merupakan usia emas karena perkembangan anak di usia
toddler ini yaitu usia 1-3 tahun mengalami pertumbuhan dan perkembangan
yang sangat cepat. Sehingga apabila di usia toddler ini mengalami hambatan
dalam pertumbuhan dan perkembangannya maka akan berpengaruh besar pada
kehidupan anak selanjutnya. Salah satu tugas besar pada anak usia toddler ini
adalah pelatihan toilet training (Nursalam dkk, 2008).
Pelatihan toilet training adalah hal yang penting. Untuk itu anak harus
dididik pelatihan penggunaan toilet training, dalam hal ini orang tua harus
memahami keadaan anak, tingkat perkembangan, dan cara belajar anak. Belajar
untuk menggunakan toilet adalah semacam upacara perjalanan yang membantu
anak merasa mandiri. Hal itu memberi anak kekuatan dan kontrol atas tubuh
1
2
anak, dan membantunya mengambil langkah lagi untuk menjadi individu yang
mandiri. Salah satu tanda penting dalam kehidupan awal anak adalah
perpindahan dari popok ke penggunaan toilet. Ini adalah langkah besar untuk
semua orang yang terlibat dalam suksesnya pengajaran toilet training pada
anak (Warner, 2006).
Toilet training pada anak yang dilakukan oleh orang tua merupakan usaha
yang susah adalah untuk toddler karena beberapa hal yaitu pada masa usia
toddler masih dianjurkan atau kebiasaan untuk memakai diapers atau pospak
sebagai pengganti toilet, sehingga untuk toilet training harus belajar
meninggalkan kebiasaan pemakaian diapers atau pospak dimana anak belum
bisa menunjukkan bahasa tubuh yang membedakan apakah buang airnya hanya
keinginan atau perasaan atau benar-benar ingin serta buang air. Anak usia
toddler khususnya laki-laki tidak bisa menahan keinginannya untuk buang air
(Anonim, 2000).
Anak usia toddler yang terbiasa memakai diapers atau pampers dari kecil
akan mengalami keterlambatan jika dibandingkan anak yang tidak memakai
diapers atau pospak ketika berhadapan pada tuntutan lingkungan yang
mengharuskan anak untuk mampu mengeluarkan sisa makanan dan minuman
ditempat yang semestinya yaitu toilet. Keterlambatan anak-anak yang memakai
pampers tersebut dinamakan dengan hambatan yang dampaknya akan panjang
hingga anak dewasa apabila tidak segera ditangani.
Anak yang memakai diapers akan mengalami beberapa hambatan dari segi
sebab-akibat yaitu apabila anak buang air kecil dicelana akibatnya celananya
basah ini merupakan pelajaran logika hidup yang pertama dan kemampuan
berlogika akan digunakan sampai anak dewasa. Dari segi tanggung jawab
apabila anak mengotori celananya maka seharusnya anak mengganti celananya.
Anak yang tidak belajar dari segi sebab-akibat dan tanggung jawab ini dalam
proses pelatihan buang air besar dan buang air kecil di toilet menjadi terganggu
karena anak tidak mengenali kapan anak harus buang air besar atau buang air
kecil dan anak juga tidak mengenali cara menahan diri atau mengendalikan
perilakunya. Apabila ini berlangsung secara terus menerus anak akan sulit
3
diatur atau sulit mengikuti aturan masyarakat. Kebiasaan memakai diapers
pada anak usia toddler maka anak akan kehilangan masa toilet trainingnya, dan
ini membawa dampak pada lingkungan, anak akan tidak percaya pada
lingkungan karena ketidakberhasilannya dalam melakukan toilet training
(Punky, 2005).
Berdasarkan penelitian 45% masih menggunakan diapers diusia toddler
meskipun dalam waktu yang singkat. 17% harus memulai proses lagi minimal
sekali, 17% harus memulai lagi setelah lebih dari dua kali, dan 35% harus
memulai berkali-kali (Warner, 2006).
Berdasarkan data yang diatas, dan berdasarkan data yang ada di
Perumahan Kinijaya Semarang, anak yang berusia toddler ada 50 anak.
Berdasarkan identifikasi permasalahan tentang penggunaan diapers pada anak
usia toddler di Perumahan Kinijaya Semarang ini, masih ada anak-anak usia
toddler di Perumahan Kinijaya Semarang ini yang masih menggunakan diapers
karena para orang tua yang tidak memiliki waktu yang cukup untuk anaknya
karena mayoritas bekerja di kantor. Penggunaan diapers sangat praktis dan
tidak memerlukan banyak waktu untuk memakainya ini menjadi alasan ibu-ibu
mengggunakan diapers.
Pada orang tua yang mempunyai tingkat pengetahuan yang baik tentang
toilet training akan menerapkan sesuai dengan kemampuan dan kesiapan anak.
Sebaliknya pada orang tua yang kurang dalam pengetahuan tentang toilet
training akan menerapkan tidak sesuai dengan usia serta kemampuan anak, hal
ini dapat menimbulkan kecemasan, stres, dan muncul rasa marah jika melihat
anak tidak mampu melakukan toilet training. Orang tua yang membiasakan
anak memakai diapers hingga usia toddler ini akan merasa kerepotan apabila
anak harus dituntut untuk mandiri dalam melakukan toilet training sesuai
dengan tuntutan lingkungan yang ada disekitar.
Berdasarkan penelitian pengetahuan ibu tentang kesiapan toilet training
pada anak usia 18-24 bulan di Kediri, 70% baik. Kesiapan fisik 60% cukup,
kesiapan psikologis 55% cukup, dan persiapan intelektual 60% baik (Sholihah,
2009).
4
Toilet training pada anak merupakan suatu usaha agar anak mampu
mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar. Dalam
proses toilet training ini diharapkan terjadi pengaturan atau rangsangan dan
instink anak dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar dan perlu
diketahui bahwa buang air kecil dan buang air besar merupakan suatu alat
pemuasan untuk melepaskan ketegangan, dengan latihan ini anak diharapkan
dapat melakukan penundaan pemuasan (Hidayat, 2005).
Suksesnya toilet training tergantung pada kesiapan yang ada pada diri
anak dan keluarga seperti fisik, dimana kemampuan anak secara fisik sudah
mampu dan kuat duduk sendiri atau berdiri sehingga memudahkan anak untuk
dilatih buang air, demikian juga kesiapan psikologi dimana anak membutuhkan
suasana yang nyaman agar mampu mengontrol dan konsentrasi dalam
merangsang untuk buang air besar dan buang air kecil (Hidayat, 2005)
Beberapa anak siap menyesuaikan diri terhadap perubahan, tetapi ada
beberapa anak yang tidak suka perubahan. Jika anak dapat beradaptasi dengan
baik , anak biasanya lebih mudah diajari. Jika tidak, anak akan lebih banyak
bimbingan, dukungan, dan fleksibilitas dari orang tua (Warner, 2006).
Dampak yang paling umum dalam kegagalan toilet training seperti
perlakuan atau aturan yang ketat bagi orang tua kepada anaknya, akan dapat
mengganggu kepribadian anak atau cenderung bersifat retentif dimana anak
cenderung bersikap keras kepala bahkan kikir. Hal ini dapat dilakukan oleh
orang tua apabila sering memarahi anak pada saat anak buang air kecil dan
buang air besar, atau larangan anak saat bepergian. Bila orang tua santai dalam
memberikan aturan dalam toilet training maka anak akan dapat mengalami
kepribadian ekspresif dimana anak lebih tega, cenderung ceroboh, suka
membuat gara-gara, emosional, dan seenaknya dalam melakukan kegiatan
sehari-hari. Pengetahuan orang tua tentang toilet training disini sangat
diperlukan karena toilet training ini penting untuk perkembangan anak pada
selanjutnya.
5
Berdasarkan fenomena diatas penulis berkeinginan untuk meneliti hubungan
pengetahuan ibu tentang toilet training dengan penggunaan diapers pada anak
usia toddler di perumahan Kinijaya Semarang.
.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, diketahui bahwa masih banyak
anak usia toddler yang menggunakan diapers, anak akan kehilangan masa toilet
trainingnya. Anak yang terbiasa memakai diapers akan mengalami hambatan
antara lain anak tidak akan bisa mandiri dalam hal buang air kecil dan buang
air besar. Pengetahuan orang tua tentang toilet training berpengaruh sekali
dalam penggunaan diapers pada anak.
Berdasarkan survai di Perumahan Kinijaya Semarang didapatkan beberapa
ibu yang mempunyai anak usia toddler sebanyak 50 orang sekaligus jumlah
populasinya. Berdasarkan wawancara tidak berstruktur dengan beberapa ibu
yang mempunyai anak usia toddler yang masih menggunakan diapers peneliti
menyimpulkan bahwa pengetahuan ibu tentang toilet training disini masih
kurang dilihat dari penggunaan diapers pada anaknya, disamping itu juga
karena ibu tidak mempunyai banyak waktu untuk bersama anaknya karena
mayoritas ibu-ibu di Perumahan Kinijaya Semarang ini bekerja di kantor.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, maka perumusan
masalahnya adalah “Adakah hubungan antara pengetahuan ibu tentang toilet
training dengan penggunaan diapers pada anak usia toddler di Perumahan
Kinijaya Semarang“.
6
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu tentang toilet
training dengan penggunaan diapers pada anak usia toddler di Perumahan
Kinijaya Semarang.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan pengetahuan ibu tentang toilet training di Perumahan
Kinijaya Semarang.
b. Mendeskripsikan penggunaan diapers pada anak usia toddler di
Perumahan Kinijaya Semarang.
c. Menganalisis hubungan antara pengetahuan ibu tentang toilet training
dengan penggunaan diapers pada anak usia toddler di Perumahan
Kinijaya Semarang.
D. Manfaat penelitian
1. Bagi keluarga
a. Bagi orang tua
Di harapkan dalam penelitian nantinya orang tua dapat menambah
pengetahuan tentang toilet training pada anak tanpa menggunakan
diapers.
b. Bagi anak
Peneliti berharap dengan penelitian ini akan meningkatkan kemampuan
anak dalam melakukan toilet training dan anak lebih cepat beradaptasi
sesuai kemampuan yang dimiliki tanpa menggunakan diapers.
2. Bagi peneliti.
Peneliti berharap agar hasil penelitian ini dapat menambah ilmu
pengetahuan tentang toilet training dalam jangka panjang, anak mampu
melaksanakan toilet training dengan baik.
7
3. Bagi ilmu keperawatan.
Diharapkan penelitian ini dapat diaplikasikan didalam bidang ilmu
keperawatan anak dan dapat melihat kemampuan anak usia toddler didalam
melakukan toilet training dalam memberikan asuhan keperawatan dan
pelayanan yang bermanfaat bagi yang membutuhkan. Perawat dapat
melakukan pengkajian terkait dengan pengetahuan ibu tentang toilet training
dengan penggunaan diapers pada anak usia toddler. Penggunaan diapers
dapat menimbulkan masalah fisik dan psikologis pada anak bila terbiasa
menggunakan diapers perawat dapat melakukan pengkajian tersebut untuk
melakukan intervensi, implementasi dan evaluasi dari hal tersebut.
Berdasarkan masalah yang ada perawat dapat memberikan konseling
terhadap ibu yang menpunyai anak usia toddler yang masih menggunakan
diapers untuk tidak membiasakan menggunakan diapers karena akan
menimbulkan dampak fisik dan psikologis, dari sini diharapkan perawat
dapat memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan ibu sehingga
masalah dapat teratasi.
E. Bidang Ilmu
Penelitian ini terkait dengan ilmu keperawatan anak dan keperawatan
komunitas.