Post on 05-Aug-2015
description
PERADABAN DINASTI TURKI UTSMANIYAH
Berdiri dan Perkembangannya
Dinasti Usmaniyah berdiri sejak Utsman berhasil merebut kekuasaan pada tahun 1300 M.
Dinasti ini berkuasa hingga enam abad hingga sultan yang terakhir yakni Wahid ad-Din (1918-
1922).[1]
Bidang Politik dan Militer
Turki Utsmaniyah mengalami masa kejayaannya pada masa pemerintahan Sulaiman al-Qanuni
(1520-1566 M). Pada masa ini, wilayah kekuasaannya membentang dari Budapest hingga ke
Bagdad.[2] Pada masa kejayaannya, di dalam tubuh militer tersebut pasukan militer bernama
Jenissarin yang merupakan pasukan militer yang beranggotakan anak-anak Kristen yang
mendapatkan pendidikan militer.
Dalam sistem pemerintahan Dinasti Turki Utsmani, Sultan memegang kekuasaan tertinggi
dengan menggunakan berbagai macam gelar. Gelar khalifah baru dipakai sejak pemerintahan
Murad I (1359-1389 M). Untuk menjalankan pemerintahan, sultan dibantu oleh seorang perdana
menteri yang lazim disebut dengan Shadr al-A’zham. Perdana menteri inilah yang kemudian
berurusan dengan gubernur di setiap wilayahnya.
Beberapa penaklukan terjadi pada masa Dinasti Turki Utsmaniyah seperti penaklukan
Konstantinopel pada masa pemerinahan Muhammad II yang bergelar al-Fatih.
Penaklukan Kosntantinopel ini berpengaruh kepada beberapa penaklukan setelahnya, yakni
pada masa pemerintahan Sulaiman al-Qanuni yang berhasil menaklukkan Iraq, Belgrado,
Rhodes, Tunis, Budapest dan Yaman.
Bidang Seni Arsitektur dan Pendidikan.
Pada dasarnya, Turki adalah sebuah bangsa yang berdarah militer, awalnya mendiami daerah
Mongol dan daerah utara negeri Cina. Pasca penyerangan bangsa Mongol terhadap mereka,
bangsa ini pindah dan mengabdi kepada saudara mereka yakni bangsa Turki Saljuk.
Setelah pimpinan pertama, Ertogul meninggal pada tahun 1289 M. pucuk pimpinan
dipegang oleh Usman. Dialah yang dianggap sebagai pendiri kerajaan Usmani.[3]
Fokus aktifitas dinasti ini adalah pada bidang kemiliteran, sehingga bidang ilmu
pengetahuan tidak begitu mendapat perhatian. Bidang seni arsitektur tampak sangat diminati
dan perkembangannya sangat signifikan. Ini terlihat pada bangunan-bangunan mesjid yang
sangat indah. Salah satu mesjid yang terkenal keindahan kaligrafinya adalah mesjid Aya Sopia
yakni sebuah mesjid yang awalnya adalah sebuah gereja.
Dalam dunia seni arsitektur, Turki memiliki gaya tersendiri yang disebut gaya/style Usmani.
Corak ini muncul saat Turki mengalahkan Bizantium, dan pertemuan dua seni arsitektur ini
melahirkan gaya baru. Era sultan Sulaiman, Daulah ini memiliki satu lagi mesjid nan indah dan
megah yang dibangun oleh Sultan Sulaiman, yakni mesjid Sulaiman. Selain ini, Sultan Sulaiman
juga membangun madrasah, asrama besar untuk mempelajari al Qur’an, rumah sakit, musalla,
istana, pesanggrahan dan mesium. Kesemuanya ini bergaya arsitektur usmaniyah di bawah
arahan seorang ahli bangunan turki, Sinan Pasha, dia juga ahli kaligrafi serta penulis prosa
terkenal yang dinamakan taazuraat.[4]
Kemunculan para ilmuwan era ini sangat sedikit, di antaranya adalah Haji Kholila, yakni
seorang prajurit tangguh dan memiliki pengetahuan luas. Karyanya yang terkenal adalah Kasyfu
al Dzunnun, yaitu kamus yang memuat kira-kira 14.500 buah nama kita dalam bahasa Arab dan
disusun secara alfabetis. Selain itu karyanya yang lain adalah Taqwimu al Tawarikh dan Tahfatu
al Haq fi Ikhtiyari al haq (sebuah kitab tentang tasawuf). Tokoh lainnya adalah Daud Inthaqy (w.
1598 M). Dia adalah seorang dokter dan pengarang dalam ilmu bidangnya yang terkenal.
Karyanya adalah Tadzkirah Ulil Albab Wa al Jumu’u lil Ujbi al Ujab, Al Nuzhatu al Mubhiyah fi
Usyizil azhan wa Ta’dili al Amzijah (keduanya kitab tentang ilmu kedokteran). Dalam bidang seni,
syair dan arsitektur, kita kenal dengan seorang penyair muslim terkenal yaitu Jalaluddin Rumi,
seorang ,muslim Iran yang berdomisili di Asia Kecil.[5]
Gerakan penterjemahan karya-karya asing (terutama dari Perancis) ke dalam bahasa Turki, saat
itu dilakukan oleh seorang berkebangsaan Hongaria yang sudah masuk agama Islam yang
bernama Ibrahim Mustafarika. Di antara karya-karya asing yang diterjemahkannya adalah
dalam bidang ilmu kedokteran, astronomi, ilmu pasti, sejarah, ilmu bumi, ilmu alam, ilmu politik,
ilmu kemiliteran, kemajuan tekhnik Eropa dan kemajuan pembaharuan di Rusia.[6]
Dalam catatan sejarah pendidikan, ternyata Turki hanya mampu melahirkan tokoh-tokoh dalam
bidang seni saja, seperti para penyair dan arsitek ulung dan ternama. Sementara dalam bidang
ilmu pengetahuan, pada zaman ini mengalami kemandulan. Ini dikarenakan era Turki Usmani,
bidang kemiliteran dan ekspansi wilayah menjadi fokus utamanya, sehingga terabaikan
akspansi intelektual.
Bidang Ekonomi
Pada umumnya, daerah-daerah yang dikuasai oleh Dinasti Turki Utsmani adalah daerah yang
mempunyai kekayaan alam, seperti Mesir, Syuria, Anatolia dan berbagai wilayah lainnya.
Dinamika ekonomi Dinasti Turki Utsmaniyah mencapai puncaknya ketika kota Bursar menjadi
pusat perdagangan penting pada abad ke-15 dan 16 M. Bursar tidak hanya menjadi pusat
perdagangan intern Dinasti Turki Utsmaniyah tapi juga hingga ke Eropa.[7]
Bidang Keagamaan.
Pada masa Dinasti Turki Utsmani, hampir tidak terdapat ulama yang mempunyai pemikiran
orisinil, karena pada umumnya para ulama hanya nmengkaji literatur-literatur karya ulama
sebelumnya dan menulis keterangan-keterangan atau komentar terhadap karya-karya tersebut
yang lazim dikenal dengan Hasyiyah atau syarah.[8]
Dalam bidang tarekat, aliran tarekat Bektasy merupakan tarekat yang cukup berkembang.
Tarekat ini mendapat tempat di kalangan pasukkan Jenissarin. Aliran lainnya yang juga
berkembang adalah tarekat Maulawi yang mendapat dukungan dari pihak pemerintah.
C. Dinasti Mughal
Berdirinya Dinasti Mughal Di India
Dinasti Mughal (1256-1858 M) merupakan kekuasaan Islam terbesar pada anak benua India,
yang didirikan oleh Zahiruddin Babur (1526-1530M), salah satu dari cucu Timur Lenk..[9] Ia
berambisi dan bertekad untuk menaklukan Samarkhand yang menjadi kota penting di Asia
Tengah pada masa itu. Dengan bantuan dari raja Safawi, Ismail I, akhirnya ia berhasil
menaklukan Samarkhand tahun 1492 M, dan pada tahun 1504 M Babur menduduki Kabul,
ibukota Afganistan.[10]
Setelah Kabul dapat ditaklukan, Babur meneruskan ekspansinya ke India yang saat itu
diperintah Ibrahim Lodi, yang sedang mengalami masa krisis, sehingga stabilitas pemerintahan
menjadi kacau. Alam Khan, paman dari Ibrahim Lodi, bersama-sama Daulat Khan, Gubernur
Lahore, mengirim utusan ke Kabul, ia meminta bantuan Babur untuk menjatuhkan pemerintahan
Ibrahim Lodi di Delhi. Permohonan itu langsung diterimanya. Pada tahun 1525 M, Babur berhasil
menguasai Punjab dengan ibu kotanya Lahore. Setelah itu, ia memimpin tentaranya menuju
Delhi.[11]
Pada tanggal 21 April 1526 M terjadilah pertempuran yang dahsyat di Panipat antara Ibrahim
Lodi dan Zahiruddin Babur, yang terkenal dengan pertempuran Panipat I. Ibrahim Lodi
terbunuh dan kekuasaannya berpindah ke tangan Babur, Sejak itulah berdiri dinasti Mughal di
India, dan Delhi dijadikan ibu kotanya.[12]
Perkembangan Dinasti Mughal
Berdirinya Dinasti Mughal menyebabkan bersatunya raja-raja Hindu Rajputh (seperti Rana
Sanga) di seluruh India dan menyusun angkatan perang yang besar untuk menyerang Babur.
Namun gabungan pasukan Hindu dapat dikalahkan Babur, sementara itu di Afghanistan masih
ada golongan yang setia kepada keluarga Lodi. Mereka mengangkat adik kandung Ibrahim Lodi,
Mahmud menjadi sultan. Tetapi sultan Mahmud Lodi dengan mudah dikalahkan Babur dalam
pertempuran dekat Gogra tahun 1529 M.[13]
Pada tahun 1530 M Babur meninggal dunia dalam usianya 48 tahun. Ia meninggalkan Wilayah
kekuasaan yang luas, kemudian pemerintahan pun di pegang oleh anaknya Humayun.
Pada pemerintahan Humayun (1530-1540 dan 1555-1556 M), kondisi negara tidak stabil karena
ia banyak menghadapi tantangan dan perlawanan dari musuh-musuhnya.[14] Di antara
tantangan yang muncul adalah pemberontakan Bahadur Syah, penguasa Gujarat yang
memisahkan diri dari Delhi.[15]
Pada tahun 1540 M terjadi pertempuran dengan Sher Khan di Kanauj. Dalam pertempuran ini
Humayun kalah dan melarikan diri ke Kendahar dan kemudian ke Persia. Di pengasingan ini dia
menyusun kekuatannya dan di sinilah ia mengenal tradisi Syi’ah. Pada saat itu Persia di pimpin
oleh penguasa Safawiyah yang bernama Tahmasp. Setelah lima belas tahun menyusun
kekuatannya dalam pengasingan di Persia, ia kembali menyerang musuh-musuhnya dengan
bantuan raja Persia. Humayun dapat mengalahkan Sher Khan setelah lima belas tahun
berkelana meninggalkan Delhi. Ia kembali ke India dan menduduki tahta kerajaan Mughal pada
tahun 1555 M.[16] Pada tahun 1556 M Humayun meninggal dunia dan kemudian digantikan oleh
anaknya Akbar Khan.
Akbar Khan ( 1556-1605 M), sewaktu naik tahta berumur 15 tahun, sehingga pada masa awal
pemerintahannya, Akbar menyerahkan urusan kenegaraan pada Bairam Khan, seorang Syi’i.
Awal periode ini ditandai dengan berbagai pemberontakan. Bairam Khan harus menghadapi
sisa-sisa pemberontakan keturunan Sher Khan yang masih berkuasa di Punjab. Selain itu
pemberontakan yang mengancam pemerintahan Akbar adalah Hemu seorang penguasa Gwalior
dan Agra. Pasukan Hemu berusaha memasuki kota Delhi, Bairam Khan menyambut
pemberontakan ini dengan mengerahkan pasukan yang besar. Pertempuran antara keduanya
dikenal sebagi pertempuran Panipat II, terjadi pada tahun 1556 M. Pasukan Bairam Khan
berhasil memenangkan peperangan ini, sehingga wilayah Agra dan Gwalior dapat dikuasai
secara penuh.[17]
Setelah Akbar dewasa ia berusaha menyingkirkan Bairam Khan yang sudah mempunyai
pengaruh sangat kuat dan terlampau memaksakan kepentingan aliran Syi’ah. Bairam Khan
mencoba untuk memberontak, tetapi usahanya ini dapat dikalahkan oleh Akbar di Jullandur
tahun 1561 M. Setelah persoalan-persoalan dalam negeri dapat diatasi, Akbar mulai melakukan
ekspansi. Ia berhasil menguasai Chundar, Ghond, Chritor, Ranthabar, Kalinjar, Gujarat, Surat,
Bihar, Bengal, Kashmir, Orissa, Deccan, Gawilgarh, Narhala, Admadnagar, Dan Ashgar.[18]
Stabilitas politik yang berhasil diciptakan oleh Akbar melalui sistem pemerintahan militeristik
mendukung pencapaian kemajuan di bidang perekonomian, ilmu pengetahuan dan peradaban.
Kemajuan di bidang ekonomi ditandai dengan kemajuan sektor pertanian dan perindustrian.
Setelah Akbar, maka penguasa selanjutnya adalah Jahangir (1605-1628 M), putera Akbar.
Jahangir penganut ahlussunnah wal jamaah. Pemerintahan Jahangir juga diwarnai dengan
pemberontakan, seperti pemberontakan di Ambar yang tidak mampu dipadamkan.
[19]Pemberontakan juga muncul dari dalam istana yang dipimpin oleh Kurram, puteranya sendiri.
Dengan bantuan panglima Muhabbat Khar, Kurram menangkap dan menyekap Jahangir. Tetapi
berkat usaha permaisuri, permusuhan ayah dan anak dapat didamaikan.
Akhirnya setelah Jahangir meninggal, Kurram naik tahta dan bergelar Muzaffar Shahabuddin
Muhammad Shah Jehan Padshah Ghazi. Shah Jehan (1627-1658 M), pemerintahannya
diwarnai dengan timbulnya pemberontakan dan perselisihan di kalangan keluarganya sendiri.
Seperti dari ibunya, adiknya Syahriar yang mengukuhkan dirinya sebagai kaisar di Lahore.
Namun pemberontakan itu dapat diselesaikannya dengan baik. Pada tahun 1657 M, Shah Jehan
jatuh sakit dan mulai timbullah perlombaan dikalangan anak-anaknya, karena saling ingin
menjadi kaisar. Dalam pertarungan itu, Aurangzeb muncul sebagai pemenang karena telah
berhasil mengalahkan saudara-saudaranya Dara, Sujak, Murad.[20]
Aurangzeb adalah sultan Mughal besar terakhir yang memerintah mulai tahun 1658-1707 M. [21]
Dia bergelar Alamgir Padshah Ghazi. Dia adalah penguasa yang berani dan bijak.
Kebesarannya sejajar dengan Akbar, pendahulunya. Di akhir pemerintahannya dia berhasil
menguasai Deccan, Bangla dan Aud. Sistem yang dijalankan Aurangzeb banyak berbeda
dengan pendahulunya. Kebijakan-kebijakan yang telah dirintis oleh raja-raja sebelumnya banyak
diubah, khususnya yang menyangkut hubungan dengan orang Hindu. Aurangzeb adalah
penguasa Mughal yang membalik kebijakan konsiliasi dengan Hindu. Diantara kebijakannya
adalah melarang minuman keras, perjudian, prostitusi dan penggunaan narkotika ( 1659 M).
Tahun 1664 dia juga mengeluarkan dekrit yang isinya tidak boleh memaksa wanita untuk
satidaho, yaitu pembakaran diri seorang janda yang ditinggal mati suaminya, tanpa kemauan
yang bersangkutan. Akhirnya praktek ini dihapus secara resmi pada masa penjajahan Inggis.[22]
Aurangzeb juga melarang pertunjukan musik di istana, membebani non muslim dengan poll-tax,
yaitu pajak untuk mendapatkan hak memilih ( 1668 M), menyuruh perusakan kuil-kuil Hindu dan
mensponsori pengkodifikasian hukum Islam yang dikenal dengan Fatawa Alamgiri.[23]
Tindakan Aurangzeb di atas menyulut kemarahan orang-orang Hindu. Hal inilah yang akhirnya
menimbulkan pemberontakan di masanya. Namun karena Aurangzeb sangat kuat,
pemberontakan itu pun dapat dipadamkan. Meskipun pemberontakan–pemberontakan tersebut
dapat dipadamkan, tetapi tidak sepenuhnya tuntas. Hal ini terbukti ketika Aurangzeb meninggal
(1707 M), banyak wilayah-wilayah memisahkan diri dari Mughal dan terjadi pemberontakan oleh
golongan Hindu.
Setelah Aurangzeb meninggal ( 1707 M), maka dinasti Mughal ini dipimpin oleh sultan-sultan
yang lemah yang tidak dapat mempertahankan eksistensi kesultanan Mughal hingga berakhir
pada raja terakhir Bahadur Syah II ( 1837-1858 M)[24]
Dinamika Sosial Keagamaan
Penduduk mayoritas di anak benua India beragama Hindu, Muslim merupakan kelompok
minoritas. Mereka tidak membentuk sebuah komunitas tunggal tetapi terdiri dari berbagai
kelompok etnik, nasab, dan sejumlah kelas penduduk.[25]
Muslim India membentuk sejumlah badan keagamaan berdasarkan persekutuan terhadap
mazhab hukum, thariqat sufi, dan persekutuan terhadap ajaran syaikh, ulama, dan wali
individual..[26]
Pada dinasti Mughal berkembang Thariqat Naqshabandiyah, Qadiriyah, Thariqat Chistiyah.
Akbar mendukung thariqat Chistiyah yang mentolerir beberapa bentuk pemujaan yang
dinamakan Din Ilahi, atau agama ketuhanan yang merupakan sintesa antara Hinduisme dan
Islam, dimana sang raja dipandang sebagai guru besar dari thariqat tersebut. Thariqat Chistiyah
dibentuk berdasarkan pandangan religius pribadi sang guru pendiri dan kebaktian pribadi dari
pada muridnya. [27]
Di Bengal dan Punjab umat muslim turut memperingati berbagai perayaan Hindu, beribadah di
beberapa tempat suci Hindu, melaksanakan sesajen pada dewa-dewa Hindu dan
menyelenggarakan perkawinan dalam pola tradisi Hindu. Warga Hindu yang memeluk Islam
tetap mempertahankan unsur-unsur keyakinan dan praktek lama mereka, banyak warga
Hindu mengeramatkan wali-wali muslim tanpa mengubah identitas agama mereka.[28]
Dinamika Pemerintahan dan Sosial-Politik
Sistem pemerintahan Dinasti Mughal adalah militeristik. Pemerintah pusat dipegang oleh sultan
yang bersifat diktator. Pemerintah daerah dipegang oleh sipah salar atau kepala komandan,
sedangkan sub distrik dipegang oleh faudjar (komandan). Jabatan-jabatan sipil juga memakai
jenjang militer dimana para pejabatnya diwajibkan mengikuti latihan militer. [29]
Sistem yang menonjol adalah politik “Sulakhul” atau toleransi universal. yang diterapkan oleh
Akbar. Dengan politik ini semua rakyat India dipandang sama. Mereka tidak dibedakan Karena
perbedaan etnis dan agama. Secara umum politik “Sulakhul” ini berhasil menciptakan kerukunan
masyarakat India yang sangat beragam suku dan keyakinannya. Lembaga yang merupakan
produk dari sistem politik “Sulakhul” adalah terciptanya Din Ilahi,[30] yaitu menjadikan semua
agama yang ada di India menjadi satu. Tujuannya adalah kepentingan stabilitas politik. Dengan
adanya penyatuan agama ini diharapkan tidak terjadi permusuhan antar pemeluk agama. Untuk
merealisasikan ajarannya Akbar mengawini putri Hindu sebanyak dua kali, berkhutbah dengan
menggunakan simbol Hindu, melarang menulis dengan huruf Arab, tidak mewajibkan khitan dan
melarang menyembelih atau memakan daging sapi.[31] Usaha lain Akbar adalah membentuk
mansabdharis, yaitu lembaga public service yang berkewajiban menyiapkan segala urusan
kerajaan, seperti menyiapkan sejumlah pasukan tertentu. [32]Lembaga ini merupakan satu kelas
penguasa yang terdiri dari berbagai etnis yang ada, yaitu Turki, Afghan, Persia Dan Hindu.
Bidang Ekonomi dan Keuangan
Pada masa kerajaan ini dikenal beberapa macam pajak seperti pajak atas tanah, bea cukai dan
lain-lain. [33]
Selain itu Kontribusi Mughal di bidang ekonomi adalah memajukan pertanian terutama pertanian
untuk tanaman padi, kacang, tebu, rempah-rempah, tembakau dan kapas. Di samping pertanian,
pemerintah juga memajukan industri tenun, yang mana kerajinan tenun berkembang menjadi
pabrik tekstil pada masa Aurangzeb.
Dinamika Intelektual ( Pendidikan dan Pengetahuan)
Dinasti Mughal juga banyak memberikan sumbangan di bidang ilmu pengetahuan. Sejak berdiri
dinasti ini banyak ilmuwan yang datang ke India untuk menuntut ilmu pengetahuan, bahkan
istana Mughal pun menjadi pusat kegiatan kebudayaan.[34]
Pada masa Mughal, tiap-tiap masjid memiliki lembaga tingkat dasar yang dikelola oleh seorang
guru. Pada masa Shah Jehan didirikan sebuah perguruan tinggi di Delhi. Jumlah ini semakin
bertambah ketika pemerintahan dipegang oleh Aurangzeb. Di bidang ilmu agama berhasil
dikodifikasikan hukum Islam yang dikenal dengan sebutan fatawa I Alamgiri.[35]
Dokter-dokter pengarang besar abad 17 pada masa Mughal India adalah Dara Shukuh yang
mengarang kedokteran Dara Shukuh, yang merupakan ensiklopedi medis besar terakhir dalam
Islam. Ia juga dikenal sebagai seorang sufi.
Bidang Arsitektur, Bahasa dan Sastra
Hasil karya seni dan arsitektur Mughal sangat terkenal dan bisa dinikmati sampai sekarang. Ciri
yang menonjol dari arsitektur Mughal adalah pemakaian ukiran dan marmer yang timbul dengan
kombinasi warna-warni. Bangunan yang menunjukkan ciri ini antara lain: benteng merah (Lah
Qellah), istana-istana, makam kerajaan dan yang paling mengagumkan adalah Taj Mahal.[36]
Bidang sastra juga menonjol. Banyak karya sastra yang digubah dari bahasa Persia ke bahasa
India. Pada masa Akbar berkembang bahasa Urdu, yang merupakan perpaduan antara bahasa
Persia dan Hindi asli.[37] Bahasa Urdu pernah dijadikan bahasa ilmu pengetahuan diantaranya
karangan Ikhwanus Shofa di salin ke dalam bahasa Urdu oleh Ikrom Ali. Bahasa Urdu ini
kemudian banyak dipakai di India dan Pakistan sekarang. Sastrawan Mughal yang terkenal
adalah Malik Muhammad Jayashi, dengan karya monumentalnya Padmavat, sebuah karya
alegoris yang mengandung kebajikan jiwa manusia. Sastrawan lain adalah Abu Fadhl yang juga
sejarawan. Karyanya berjudul Akbar Nama dan Ain-I-Akhbari, yang mengupas sejarah Mughal
berdasarkan figur pimpinannya.[38]
Kemunduran Dinasti Mughal
Pada permulaan abad kedelapan belas, Dinasti Mughal di India memasuki zaman kemunduran.
Faktor-faktor penyebab kemunduran Dinasti Mughal adalah sebagai berikut: dapat
diklasifikasikan menjadi dua: faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor Internal
Masalah Politik Kerajaan
Krisis Kepemimpinan
Perang Saudara
Gerakan Hindu
Faktor Eksternal
Ekspansi Negara Lain
Serangan dari Persia
Serangan dari Afghanistan
Intervensi Politik-Ekonomi Inggris
D. Dinasti Safawiyah
Tarekat safawiyah berkembang setelah safi al-din mengubah bentuk dari majlis pengajian
tasawuf menjadi suatu gerakan keagamaan.Syekh safi al-din mulai meminpin tarekat ini dari
tahun 1301 sampai 1334 M. sepeninggal syekh safi pimpinan tarekat dipegang oleh putranya
yang bernama sadr al-din musa (1334-1391 M).
Pada masa kepemimpinan berikutnya, tarekat safawi dipegang oleh putra ibrahim yang bernama
junaid (1447-1460) keadaan telah berubah. Gerakan tarekat tersebut yang asal bercorak murni
keagamaan telah menjadi gerakan politik yang berorientasi pada kekuasaan.
Pada masa Ismail, gerakan safawi mencapai puncaknya. Sewaktu ia menjadi mursyd, ia
mengkonsolidasikan kekuatan politik selama kurang lima tahun (1494-1499 M) sampai berhasil
menghimpun kekuatan yang cukup besar yang akhirnya mampu menaklukkan penguasa
shirvan. Lalu ia menaklukkan ak koyunlu di kota sharur (dekat nakhehivan). Setelah itu, ia
bersama tenteranya (qizilbas) memasuki tabriz, ibukota ak koyunlu. Di kota ini ia
memproklamasikan dirinya sebagai syekh pertama kerajaan safawi pada tahun 907H / 1501 M.
[39]
Perkembangan Dan Kemajuan Kerajaan Safawi
Ismail (Syah Ismail 1) pemimpin gerakan dan pendiri kerajaan safawi. Ia lahir pada tanggal 17
juli 1487 M. pemerintahannya berlangsung sekitar 23 tahun (1501-1524 M). sekitar sepuluh
tahun pada awal pemerintahannya, ia manfaatkan dengan memantapkan mazhab syiah sebagai
aliran negara. Di samping itu, ia memperluas kerajaannya meliputi Persia. Pada tahun 1503 M
tentera Ismail berhasil melakukan penaklukan terhadap propinsi Kaspia di Mazandaran, Gurgan,
Yazdshirvan, dan Samarqand. Sementara itu kerajaannya meliputi Fars, Kerman, Khuzistan,
Khurasan, Balkhmerv, Irak, Azarbaijan, dan Diyarbakr. Setelah itu, ia melakukan pembersihan
terhadap tentera al wand yang menguasai sebagian besar Persia (termasuk Isfahan dan Shiraz).
[40] Pada tahun 1510 M ia melakukan peperangan dengan raja Turkistan. Dalam peperangan
itu, ia memperoleh kemenangan. Kemenangan demi kemengan yang di raihnya secara gemilang
telah membuat popularitas ismail I menjadi semakin meningkat, baik didalam maupun diluar
negerinya.
Sepeninggal ismail I, raja – raja yang menggantikannya tidak begitu berartidalam
mengembangkan kerajaan safawi, seperti syah tahmasp (1524-1576 M) ismail II (1576-1577 M)
dan mahmud (1577-1588 M) . Raja yang dianggap paling berjasa dalam memulihkan kebesaran
kerajaan safawi, sekaligus membawanya kepuncak kemajuan adalah syah abbas I (1587-1629
M).
Usaha – usaha yang dilakukan oleh syah abbas I antara lain:
mengganti pasukan Qizilbash dengan pasukan baru dari kalangan budak berasal dari tawanan
perang yang berkebangsaan Georgia, Armenia, dan Sircassia.
Mengadakan perjanjian damai dengan turki usmani pada tahun 1589.
Mengadakan hubungan dengan dua penasehat militer inggris Sir Antony Sherley dan Sir Robert
Sherley untuk belajar membuat meriam dalam rangka menandingi tentera inkisyariyah.
Disamping itu, kemajuan yang dicapai kerajaan Safawi meliputi bidang politik, militer, ekonomi,
dan pembangunan.
Dinamika Politik
Dinasti safawi bekuasa di Persia sekitar dua setenagh abad (1501-1789 M). tercatat dalam
sejarah ada sebelas raja yang menduduki singgasana kerajaan safawi.
Kemajuan politik yang telah dicapai tergambar dalam perluasan wilayahnya yang mencakup
daerah Khurasan sebelah Timur, sekitar Laut Kaspia di sebelah Utara, Asia Kecil di sebelah
Barat, dan Kepulauan Hormuz disebelah Selatan. Kekuatan militer dinasti Safawi yang militan
baik dari pasukan inti Qizalbash maupun gulam merupakan faktor yang dominan bagi perluasan
wilayah. Adapun faktor lain yang mendukungnya antara lain:
Besarnya ambisi para raja untuk mewujudkan kerajaan besar dibawah kekuasaan aliran Syiah.
Gencarnya melakukan propaganda ajaran Syiah.
Lemahnya kontrol militer didaerah yang berada dibawah kekuasaan Turki Utsmani maupun
Mongol karena jauh dari pusat kekuasaan mereka masing – masing.
Lihainya para raja dalam melakukan strategi perang.
Dinamika Ekonomi
Safawiah mampu membangun proyek – proyek mercusuar. Misalnya Istana, mesjid, jembatan
besar, taman, dan lain-lain. Mereka juga dapat memajukan industri permadani, brokad (kain
sutera), porselin, memajukan seni lukis, dekorasi, dan seni arsitektur.
Kemunduran Dan Kehancuran Kerajaan Safawi Sebab-sebab kemunduran Dinasti Safawiyah
adalah sebagai berikut:
Terjadinya kemelut dalam negeri.
Terjadinya konflikdalam keluarga raja.
Lemahnya para sultan.
Lemahnya pasukan kerajaan.
Konflik dengan turki yang berkepanjangan.
F. Penutup.
Demikianlah uraian tentang tiga dinasti besar yang berkembang di India yakni Mughal, Turki
yakni Utsmaniyah dan Safawiyah di Persia. Ketiga dinasti ini memberikan sumbangan yang
besar dalam perkembangan perdaban Islam.
Layaknya dinasti besar lainnya, ketiga Dinasti ini mempunyai ciri khusus penting dan sumbangan
khusus bagi peradaban Islam. Dinasti Mughal terkenal dengan ajaran agama Ilahinya yang terus
terlihat hingga sekarang di India. Pada dinasti Turki Utsmaniyah terkenal dengan kekuatan
militer dan sumbangan qanunya terhadap hukum Islam. Sedangkan Safawiyah terkenal dengan
tarekatnya yang berhasil menjelma menjadi kekuatan politik.
Daftar Pustaka dan Footnote
Daftar Pustaka
Syalabi, Ahmad, Sejarah dan dan Kebudayaan Imperium Turki Utsmani. Terj. Jakarta: Kalam
Mulia, 1988.
Hitti, Philip K., History of The Arabs. London: Cambridge University, t.th.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo, 1997.
Ali, K., Sejarah Islam ( Tarikh Pramodern). Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1997.
Bosworth, C. E., Dinasti-Dinasti Islam, terj. Bandung : Mizan, 1993.
Hamka, Sejarah Umat Islam. Singapura : Pustaka Nasional PTE. LTD, 1994.
Hasan, Hasan Ibrahim, Sejarah kebudayaan Islam. Yogyakarta: Kota Kembang, t.th.
Hasyimi, A., Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1993.
Hoesen, Oemar Amin, Kultur Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1964.
Holt, PM. dkk, The Cambridge History of Islam. London : Cambridge University Press, 1970.
Ikram, S. M., Muslim Civilization In India. New York : Columbia University Press, 1965.
Jundi, Anwar, Tarikh al-Islam, Jilid II. Kairo : Dar al- Anshar, t.t.
Lapidus, Ira M., A History Of Islamic Societies. New York: Cambridge University Press, 1991.
Mahmudunnasir, Syed, Islam; Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung : Rosdakarya, 1993.
Maryam, Siti dkk, Sejarah Peradaban Islam; Dari Masa Klasik Hingga modern,. Yogyakarta :
LESFI, 2002.
Mujib, M., The Indian Muslim. London : George Alen, 1967.
Nasution, Harun, Pembaharuan Dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan
Bintang, 1996.
_______________, Islam ditinjau Dari Berbagai aspeknya, Jilid I. Jakarta : Universitas
Indonesia, 1985.
Zaidan, Jurji, Tarikhu Adabi al Lughah al Arabiyah. Kairo: Dar al Hilal, 1959.
Thohir, Ajid, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2004.
Rivzi, SAA, Religion and Intelectual History of Muslim in Akbar Reign. New Delhi : Musgiran,
Munoharlal, 1975.
Footnote
[1] Ahmad Syalabi, Sejarah dan dan Kebudayaan Imperium Turki Utsmani. Terj. (Jakarta: Kalam
Mulia, 1988), h. 17.
[2] Philip K. Hitti, History of The Arabs (London: Cambridge University, t.th.), h. 712.
[3]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Raja Grafindo, 1997), h. 129.
[4]Oemar Amin Hoesen, Kultur Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1964), h. 504.
[5]Jurji Zaidan, Tarikhu Adabi al Lughah al Arabiyah (Kairo: Dar al Hilal, 1959), h. 315.
[6]Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: Bulan
Bintang, 1996), h. 107.
[7] Ira M. Lapidus, A History Of Islamic Societies (New York: Cambridge University Press, 1991),
h. 329.
[8] A. Hasyimi, Sejarah Kebudayaan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), h. 353.
[9] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000), h. 147
[10] Ibid.
[11] Siti Maryam, dkk, Sejarah Peradaban Islam ; Dari Masa Klasik Hingga modern,
(Yogyakarta : LESFI, 2002), h. 184.
[12] S. M. Ikram, Muslim Civilization In India, ( New York : Columbia University Press, 1965), h.
136
[13] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam (Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2004), h. 203.
[14] Hamka, Sejarah Umat Islam, ( Singapura : Pustaka Nasional PTE. LTD, 1994),h. 504
[15] Syed Mahmudunnasir, Islam ; Konsepsi dan Sejarahnya, ( Bandung : Rosdakarya, 1993), h.
265-266
[16] C. E. Bosworth, Dinasti-Dinasti Islam, terj. (Bandung : Mizan, 1993), h. 226
[17] K. Ali, Sejarah Islam ( Tarikh Pramodern), ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1997), h. 354.
[18] M. Mujib, The Indian Muslim, ( London : George Alen, 1967), h. 254
[19] PM. Holt, dkk, The Cambridge History of Islam ( London : Cambridge University Press,
1970), h. 45
[20] Syed Mahmudunnasir, Islam ; Konsepsi dan Sejarahnya….h.277
[21] Harun Nasution, Islam ditinjau Dari Berbagai aspeknya, Jilid I, ( Jakarta : Universitas
Indonesia, 1985),h. 85
[22] Siti Maryam, dkk, Sejarah Peradaban Islam ; Dari Masa Klasik Hingga modern,h. 186
[23] K. Ali, Sejarah Islam ( Tarikh Pramodern)……, h. 536.
[24] Siti Maryam, dkk, Sejarah Peradaban Islam ; Dari Masa Klasik Hingga modern…h. 186-187
[25] Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, jilid I & 2, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada),h.
703.
[26] Ibid., h. 704
[27] Ibid., h. 703
[28] Ibid., h. 685.
[29] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban Islam, ….h. 205
[30] Ibid., h. 206
[31] SAA Rivzi, Religion and Intelectual History of Muslim in Akbar Reign ( New Delhi : Musgiran,
Munoharlal, 1975), h. 376-377
[32] C. E. Bosworth, Dinasti-dinasti Islam…….h. 237
[33] S. M. Ikram, Muslim Civilization in India,……h.214-215
[34] Siti Maryam, dkk, Sejarah Peradaban Islam, Dari Masa Klasik Hingga Modern….h.. 188
[35] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban Islam….h. 211
[36] Harun Nasution, Islam ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, …..h. 86
[37] Anwar Jundi, Tarikh al-Islam, Jilid II, ( Kairo : Dar al- Anshar, t.t), h. 209
[38] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam…..h.151
[39] Holt, The Cambridge History, 398.
[40] Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah kebudayaan Islam (Yogyakarta: Kota Kembang, t.th.), h.
336.