Post on 13-Aug-2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu harapan bagi pelaksanaan pembangunan
secara keseluruhan, dimana masing-masing daerah memiliki kesempatan untuk mengelola,
mengembangkan, dan membangun daerah masing-masing sesuai kebutuhan dan potensi yang
dimiliki.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang
No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah merupakan
landasan yuridis bagi perkembangan otonomi daerah di Indonesia. Undang-Undang No. 32
Tahun 2004 berintikan pembagian kewenangan dan fungsi (power sharing) antara pemerintah
pusat dan daerah, Sementara Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 mengatur pembagian sumber-
sumber daya keuangan (financial sharing) antara pusat dan daerah.
Adanya Undang-Undang tersebut telah mengakibatkan pergeseran paradigma
penyelenggaraan pemerintah dari paradigma sentralistis ke arah desentralisasi, yang ditandai
dengan pemberian otonomi yang luas dan nyata kepada daerah. Perubahan paradigma
merupakan kesempatan yang penting bagi pemerintah daerah untuk membuktikan
kesanggupannya dalam melaksanakan urusan-urusan pemerintahan lokal, sesuai dengan
keinginan dan kebutuhan masyarakat lokal. Hal ini diwujudkan dengan pengaturan,
pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan daerah dan
pusat secara demokratis, peran serta masyarakat, pemerataan keadilan, serta memperhatikan
potensi dan keragaman daerah. Tujuan pemberian keuangan dalam penyelenggaraan Otonomi
Daerah adalah guna meningkatkan kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadilan sosial.
2
Dengan berlakunya Undang-Undang tersebut juga, akan tercipta peningkatan
kemampuan keuangan daerah. Otonomi daerah diharapkan bisa menjadi jembatan bagi
pemerintah daerah untuk mendorong efisiensi ekonomi, efisiensi pelayanan publik dan
memberikan peluang bagi daerah untuk menggali potensi lokal, serta meningkatkan kinerja
keuangannya dalam rangka mewujudkan kemandirian keuangan daerah, sehingga mampu
mendorong pertumbuhan ekonomi daerah serta meningkatkan kesejahteraan penduduk lokal.
Menurut Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 5. Otonomi Daerah adalah
hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, sedangkan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurusi urusan pemerintahan, menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut, peranan
pemerintah daerah sangat menentukan berhasil tidaknya menciptakan kemandirian yang
selalu didambakan Pemerintah Daerah. Terlepas dari perdebatan mengenai ketidaksiapan
daerah di berbagai bidang untuk melaksanakan kedua Undang-Undang tersebut, otonomi
daerah diyakini merupakan jalan terbaik dalam rangka mendorong pembangunan daerah.
Dengan adanya otonomi daerah, kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah
akan semakin besar, sehingga tanggung jawab yang diembannya akan bertambah banyak.
Implikasi dari adanya kewenangan urusan pemerintahan yang begitu luas yang diberikan
kepada daerah dalam rangka otonomi daerah dapat menjadi suatu keuntungan bagi daerah.
Namun disisi lain bertambahnya kewenangan daerah tersebut juga merupakan beban yang
menuntut kesiapan daerah untuk pelaksanaannya, karena semakin besar urusan pemerintah
yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
3
Otonomi daerah adalah konsep pemberdayaan daerah dalam pengambilan keputusan
daerah, secara lebih leluasa dan bertanggung jawab untuk mengelolah sumber daya yang
dimiliki sesuai dengan kepentingan, prioritas, dan potensi daerah itu sendiri. Kewenangan
yang luas, utuh dan bulat yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
pengendalian dan evaluasi pada semua aspek pemerintahan, pada akhirnya harus
dipertanggungjawabkan kepada pemberi wewenang dan masyarakat.
Menurut Mardiasmo (2004:25) menyatakan bahwa pelaksanaan otonomi daerah di
indonesia dapat dipandang sebagai suatu strategi yang memiliki tujuan ganda. Tujuannya adalah:
1) Pemberian otonomi daerah sebagai strategi untuk merespon tuntutan masyarakat
terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power, distribution of income dan
kemandirian sistem manajemen di daerah.
2) Otonomi daerah dalam rangka memperkokoh perekonomian nasional untuk menghadapi
era globalisasi
Selanjutnya tujuan otonomi daerah menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 pada
dasarnya adalah sama, yaitu otonomi diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan
hasil – hasilnya, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan prakarsa dan peran serta aktif
masyarakat, serta peningkatan potensi pembangunan daerah secara optimal dan terpadu secara
nyata, dinamis dan bertanggung jawab sehingga memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa,
mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan di daerah yang akan memberikan
peluang untuk koordinasi tingkat lokal.
Adanya otonomi daerah dinilai sebagai salah satu solusi nyata menuju tatanan
pengelolahan pemerintahan daerah yang lebih baik, karena pada dasarnya substansi dari
otonomi daerah adalah untuk mengedepankan prinsip-prinsip desentralisasi dan
pemberdayaan daerah, yang bertujuan untuk meningkatkan kemandirian sistem keuangan
daerah dan pelayanan publik. Penerapan otonomi daerah juga membawa konsekuensi logis,
4
berupa pelaksanaan penyenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah berdasarkan
keuangan daerah yang sehat, transparan, akuntabel, efisien,dan efektif .
Menurut Halim (2008:55), ciri utama suatu daerah sudah mampu melaksanakan
otonomi daerah adalah:
1. Kemampuan keuangan daerah, yang berarti daerah tersebut memiliki kemampuan
dan kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelolah dan
menggunakan keuangannya sendiri untuk penyelenggaraan pemerintah
2. Ketergantungan pada bantuan pemerintah pusat harus seminimal mungkin, karena
itu PAD harus menjadi sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan
perimbangan keuangan pusat dan daerah
Kedua ciri tersebut akan mempengaruhi pola hubungan antara pemerintah pusat dan
daerah. Dimana pola hubungan tersebut harus sesuai dengan kemampuan daerah dalam
pelaksanaan otonomi daerah.
Ada dua alasan yang melatarbelakangi penelitian tentang Analisis Kemandirian
Keuangan Daerah Di Kota Palembang Pada Era Otonomi Daerah ini dilakukan, yaitu:
1. Pendapatan asli daerah (PAD) Pemerintah Kota Palembang belum maksimal.
2. Ketergantungan Pemerintah Kota Palembang pada bantuan dana dari Pemerintah
Pusat.
1.1.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah Kota Palembang Belum Maksimal
Dalam melihat suatu daerah mampu melaksanakan otonomi daerah dapat dilihat dari
kemampuan keuangan daerahnya, yang berarti daerah tersebut memiliki kemampuan dan
kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan
keuangannya sendiri dalam penyelenggaraan pemerintah. karena itu PAD harus menjadi
sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan
daerah.
5
Pendapatan Asli Daerah (PAD) setiap daerah berbeda-beda. Daerah yang memiliki
kemajuan dibidang industri dan memiliki kekayaan alam yang melimpah cenderung memiliki
PAD jauh lebih besar dibanding daerah lainnya, begitu juga sebaliknya. Karena itu terjadi
ketimpangan Pendapatan Asli Daerah. Disatu sisi, ada daerah yang sangat kaya karena
memiliki PAD yang tinggi dan disisi lain ada daerah yang tertinggal karena memiliki PAD
yang rendah.
Besar kecilnya suatu PAD terhadap total pendapatan daerah berpengaruh langsung
terhadap kemandirian keuangan daerah. Dalam hal ini, berarti kemandirian keuangan daerah
itu dapat dilihat dari proporsi atau persentase PAD terhadap total pendapatan daerah. Apabila
proporsi PAD terhadap total pendapatan daerah kecil atau belum maksimal dibandingkan dari
penerimaan dari pemerintah pusat, artinya daerah tersebut belum dapat mengurangi
ketergantungan fiskalnya dari pemerintah pusat.
Kendala utama yang dihadapi Pemerintah Daerah Kota Palembang dalam
melaksanakan kemandirian keuangan daerah, adalah belum maksimalnya pendapatan yang
bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan masih kurangnya sumber daya alam yang
dapat dikelolah. Proporsi Pendapatan Asli Daerah yang rendah, di lain pihak menyebabkan
Pemerintah Daerah Kota Palembang memiliki derajat kebebasan rendah dalam mengelola
keuangan daerah. Hal ini terlihat dari tabel tentang perbandingan jumlah PAD dengan dana
perimbangan Kota Palembang Tahun 2008-2011, yaitu:
6
Tabel 1.1
Perbandingan Jumlah PAD Dengan Dana Perimbangan Kota Palembang Tahun
2008-2011
Tahun PAD Dana Perimbangan
2008
2009
2010
2011
171.383.551.551
170.540.649.161
255.193.654.243
372.978.041.916
939.914.612.258
910.374.825.477
1.177.289.944.837
1.104.509.922.643
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang Tahun 2011
Dari tabel 1.1 tersebut terlihat bahwa tahun 2008-2011, sumber-sumber penerimaan
daerah yang berasal dari PAD sangat kecil sekali dibandingkan dengan dana perimbangan
yang diberikan pemerintah pusat kepada daerah. Artinya pemerintah pusat masih
mendominasi sumber-sumber penerimaan kepada daerah. Hal inilah yang harus diperhatikan
pemerintah Kota Palembang untuk meningkatkan kemandirian keuangan daerah, dengan
melihat celah potensi PAD yang ada di Kota Palembang.
1.1.2 Ketergantungan Pemerintah Kota Palembang Pada Bantuan Dana Dari
Pemerintah Pusat
Dalam melaksanakan otonomi daerah, suatu daerah dituntut dapat mengembangkan
potensi-potensi daerahnya sendiri terutama dalam hal kemampuan dalam mengelolah
keuangan daerahnya sendiri. Namun, pada prakteknya masih banyak daerah-daerah yang
masih sangat bergantung sekali dari bantuan dana pemerintah pusat yang berupa bantuan
dana perimbangan. Proporsi penerimaan dana bantuan dari pemerintah pusat menunjukan
besar kecilnya ketergantungan fiskal daerah dari pemerintah pusat. Hal ini berpengaruh
langsung terhadap kemandirian keuangan daerah.
7
Pemerintah Kota Palembang dalam melaksanakan otonomi daerah juga masih sangat
tergantung dari pemberian bantuan dana perimbangan dari pemerintah pusat. Hal tersebut
dikarenakan, pendapatan daerah yang bersumber pendapatan asli daerah Pemkot Palembang
belum dapat dikelolah secara maksimal sehingga dana perimbangan dari pemerintah pusat
masih berperan besar terhadap keuangan daerahnya. Hal ini terlihat dari tabel tentang
perbandingan dana alokasi umum dengan dana alokasi khusus Kota Palembang Tahun 2008-
2011, yaitu:
Tabel 1.2
Perbandingan Dana Alokasi Umum Dengan Dana Alokasi Khusus Kota
Palembang Tahun 2008-2011
No Tahun DAU DAK
1
2
3
4
2008
2009
2010
2011
716.129.504.000
689.108.622.000
696.587.039.000
787.312.331.000
8.387.000.000
11.770.000.000
28.427.000.000
47.678.900.000
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang Tahun 2011
Dari tabel 1.2 tersebut terlihat bahwa tahun 2008-2011 menunjukan bahwa dana alokasi
umum (DAU) lebih besar setiap tahunnya dibandingkan dana alokasi khusus (DAK) Kota
Palembang. Dan juga dapat terlihat bahwa dana transper dari pemerintah pusat masih
berkontribusi besar bagi keuangan daerah di Kota Palembang, yang digunakan untuk
pembangunan daerah tersebut. Dengan kata lain, Pemerintah Pusat masih belum rela
mendesentralisasikan sepenuhnya sumber-sumber penerimaan kepada daerah.
Pemerintah daerah Kota Palembang diharapkan dapat meningkatkan PAD dan
mengurangi ketergantungan terhadap dana transper atau dana perimbangan dari pusat,
sehingga meningkatkan otonomi dan keleluasaan daerah. Langkah penting yang harus
8
dilakukan pemerintah daerah untuk meningkatkan penerimaan daerah adalah menghitung
potensi PAD yang riil dimiliki daerah, sehingga akan tercapainya kemandirian suatu daerah.
Atas dasar inilah, penulis tertarik untuk melihat sampai sejauh mana kemandirian
keuangan daerah Kota Palembang pada era otonomi daerah.
Dari gambaran dan kondisi yang telah dijelaskan diatas, sehingga adanya keinginan
penulis untuk meneliti tentang “Analisis Kemandirian Keuangan Daerah Kota Palembang
Pada Era Otonomi Daerah Periode 2008-2011 ”.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana kemandirian keuangan daerah di Kota Palembang pada era otonomi
daerah periode 2008-2011?
2. Faktor-faktor apa saja yang menghambat kemandirian keuangan daerah di Kota
Palembang?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui bagaimana kemandirian keuangan daerah di Kota Palembang pada era
otonomi daerah periode 2008-2011.
2. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang menghambat kemandirian keuangan daerah di
Kota Palembang.
1.4 Manfaat
1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bukti empiris mengenai penerapan sistem
perimbangan daerah yang tengah berjalan dan dapat dijadikan acuan dalam
menetapkan kebijakan selanjutnya.
2. Sebagai bahan informasi yang mampu memperkaya penelitian yang telah ada
sehingga dapat digunakan sebagai bahan refrensi bagi peneliti selanjutnya.
9
1.5 Kerangka Teori
1.5.1 Keuangan Daerah
Keuangan daerah merupakan bagian integral dari keuangan negara dalam
pengalokasian sumber-sumber ekonomi, pemerataan hasil-hasil pembangunan dan
menciptakan stabilitas ekonomi guna stabilitas sosial politik. Peranan keuangan daerah
menjadi semakin penting karena adanya keterbatasan dana yang dapat dialihkan ke daerah
berupa subsidi dan bantuan. Selain itu juga, karena semakin kompleksnya persoalan yang
dihadapi daerah yang pemecahannya membutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat di
daerah. Peranan keuangan daerah akan dapat meningkatkan kesiapan daerah untuk
mendorong terwujudnya otonomi daerah yang lebih nyata dan bertanggungjawab.
Menurut Mamesah (1995:16), keuangan daerah adalah rangkaian kegiatan dan
prosedur dalam mengelolah keuangan baik penerimaan maupun pembiayaan secara tertib,
sah, hemat, berdaya guna dan berhasil guna. Secara teoritis, definisi keuangan daerah adalah
semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik
berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki
atau dikuasi oleh negara atau daerah yang lebih tinggi, serta pihak-pihak lain sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Definisi keuangan daerah diatas dapat dilihat adanya kata hak dan kewajiban. Disini
hak dimaksud, yaitu hak pemerintah untuk mendapatkan penerimaan daerah melalui hak
untuk memungut pajak daerah, retribusi daerah dan penerimaan daerah lainnya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Dan yang dimaksud kewajiban, yaitu kewajiban pemerintah untuk
membayar atau mengeluarkan uang untuk membiayai kegiatan daerah yang bersangkutan.
Menurut Abdul Halim (2008:128), menyatakan bahwa keuangan daerah merupakan
salah satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan dalam mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri secara mandiri.
10
Keuangan daerah merupakan salah satu faktor penting dalam mengukur secara nyata
kemampuan daerah dalam melaksanakan otonomi. Keuangan daerah menyangkut upaya
mendapatkan uang, sehingga masalah yang timbul dalam keuangan daerah adalah bagaimana
sumber pendapatan itu digali dan di distribusikan.
Keuangan daerah adalah sebagai alat fiskal pemerintah daerah, merupakan bagian integral
dari keuangan negara dalam mengalokasikan sumber-sumber ekonomi, memeratakan hasil
pembangunan dan menciptakan stabilitas ekonomi selain stabilitas sosial politik. Peranan
keuangan daerah semakin penting, selain karena keterbatasan dana yang dapat dialihkan ke
daerah berupa DAU dan DAK, tetapi juga karena makin kompleksnya persoalan yang dihadapi
daerah dan pemecahannya membutuhkan partisipasi aktif masyarakat daerah.
Menurut Halim (2008:20) menyatakan bahwa ruang lingkup keuangan daerah, terdiri
dari keuangan daerah yang dikelolah langsung dan kekayaan daerah yang dipisahkan, dimana
yang termasuk dalam keuangan daerah yang dikelolah langsung adalah APBD dan barang-
barang inventaris milik daerah dan keuangan daerah yang dipisahkan meliputi BUMD.
Ada empat kriteria untuk menjamin sistem keuangan pusat dan daerah yang baik.
Adapun keempat kriteria tersebut adalah:
1. Harus memberikan pembagian kewenangan yang rasional dari berbagai tingkat
pemerintahan, mengenai penggalian sumber dana pemerintah dan kewenangan
penggunaannya.
2. Menyajikan suatu bagian yang memadai dari sumber-sumber dana masyarakat secara
keseluruhan, untuk membiayai pelaksanaan fungsi-fungsi penyedian pelayanan dan
pembangunan yang diselenggarakan pemerintah daerah
3. Sejauh mungkin membagi pengeluaran pemerintah secara adil antar daerah-daerah,
atau sekurang-kurangnya memberikan proritas pada pemerataan pelayanan kebutuhan
dasar tertentu
11
4. Pajak dan retribusi yang dikenakan pemerintah daerah harus sejalan dengan retribusi
yang adil, atas beban keseluruhan dari pengeluaran pemerintah dalam masyarakat.
Untuk memiliki keuangan daerah yang memadai dengan sendirinya, daerah
membutuhkan sumber-sumber keuangan dan pemerintah daerah dapat melakukan dengan
berbagai cara, yaitu:
a) Pemerintah daerah dapat mengumpulkan dana dari pajak-pajak daerah
b) Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga yaitu pasar uang dan
bank atau melalui pemerintah pusat
c) Ikut ambil bagian dalam pendapatan pajak sentral yang dipungut di daerah
d) Pemerintah daerah dapat menerima bantuan atau subsidi dari pemerintah pusat
1.5.2 Kemandirian Keuangan Daerah
Salah satu indikator penting kemandirian suatu daerah dalam membangun dan
menjalankan semua urusan pemerintahan, yang diserahkan pemerintah atasan adalah
kemampuan daerah untuk membiayai kebutuhan daerah. Suatu hubungan keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah dikatakan ideal, apabila sumber PAD menyumbang bagian
terbesar dari seluruh pendapatan daerah dibandingkan dengan dana perimbangan. Dengan
proporsi semacam ini daerah akan lebih leluasa melaksanakan kegiatannya dalam rangka
menjalankan hak otonominya.
Menurut Dwiranda (Dalam Abdul Halim, 2008:167) menyatakan bahwa kemandirian
keuangan daerah adalah daerah harus memiliki kemampuan dan keuangan untuk menggali
sumber-sumber keuangan, mengelolah dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup
memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahannya.
12
Pengertian kemandirian keuangan daerah dikemukakan oleh Abdul Halim (2008:238)
sebagai berikut:
Kemandirian keuangan daerah adalah kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang dibutuhkan daerah.
Abdul Halim juga menyatakan bahwa kemandirian keuangan daerah sendiri
ditunjukan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah, dibandingkan dengan pendapatan
daerah yang berasal dari sumber lain misalnya, bantuan dari pemerintah pusat ataupun dari
pinjaman. Kemandirian tersebut juga dapat dicapai antara lain dengan mengurangi
ketergantungan keuangan pada pemerintah pusat.
Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemandirian keuangan daerah
adalah kemampuan pemerintah daerah dalam menggali dan mengelolah sumber daya atau
potensi daerah yang dimilikinya, secara efektif dan efisien sebagai sumber utama keuangan
daerah.
Salah satu ciri utama yang menunjukan suatu daerah sudah mampu melaksanakan
otonomi daerah terletak pada kemandirian atau kemampuan keuangan daerah. Artinya,
daerah otonomi harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber
keuangannya sendiri, mengelolah dan menggunakan keuangan yang cukup memadai untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya. Ketergantungan kepada bantuan dari
pemerintah pusat harus seminimal mungkin, sehingga PAD khususnya pajak dan retribusi
daerah menjadi bagian sumber keuangan terbesar.
Kemandirian keuangan daerah menunjukan kemampuan pemerintah daerah dalam
membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat
yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah.
Kriteria penting yang lain untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam
mengatur dan mengurus rumah tangganya adalah kemampuan daerah dalam bidang
13
keuangan. Dengan perkataan lain, faktor keuangan merupakan faktor yang penting dalam
mengatur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah.
Kemandirian keuangan daerah ini merupakan salah satu tujuan dari otonomi daerah.
Dengan adanya otonomi daerah diharapkan daerah dapat memenuhi kebutuhan daerahnya
masing-masing secara mandiri dan diharapkan masing-masing daerah dapat mencapai suatu
kemandirian keuangan daerah.
Menurut Halim (2008:128), ciri-ciri dari kemandirian keuangan daerah, yaitu:
1. Pemerintah daerah mampu membiayai sendiri kebutuhan keuangan daerahnya
2. Berkurangnya ketergantungan terhadap bantuan atau subsidi dari pemerintah pusat
3. PAD merupakan sumber utama dalam membiayai kepatuhan keuangan daerah
Dari ciri-ciri tersebut, dapat dinyatakan bahwa daerah yang mandiri harus dapat
membiayai sendiri kebutuhan keuangan daerahnya melalui pendapatan daerah yang
dihasilkan, sehingga daerah tidak terlalu bergantung terhadap dana transper dari pemerintah
pusat.
Suatu daerah dikatakan mandiri, apabila daerah tersebut mampu membiayai
pengeluarannya sendiri tanpa bantuan dari pemerintah pusat. Apabila dipadukan dengan
desentralisasi yang digunakan untuk melihat kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah
secara keseluruhan, maka akan terlihat kinerja keuangan daerah secara utuh. Secara umum,
semakin tinggi kontribusi PAD dan semakin tinggi kemampuan daerah untuk membiayai
kemampuannya sendiri, akan menunjukan kinerja keuangan daerah yang positif. Dalam hal
ini, kinerja keuangan positif dapat diartikan sebagai kemandirian keuangan daerah dalam
membiayai kebutuhan daerah dan mendukung pelaksanaan otonomi daerah pada daerah
tersebut. (Halim, 2008:263)
14
Daerah apabila semakin besar kontribusi PAD terhadap total pendapatan, maka kualitas
otonomi daerah akan semakin meningkat. Sebaliknya bila semakin besar subsidi pemerintah
pusat terhadap total pendapatan, maka akan berakibat semakin besar ketergantungan
pemerintah daerah kepada pemerintah pusat. Hal ini dapat memperlemah aksistensi otonomi
daerah dan perlunya meningkatkan kemampuan keuangan daerah dalam menunjang
keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari
sumber ekonomi asli daerah. Optimalisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah hendaknya
didukung upaya Pemerintah Daerah dengan meningkatkan kualitas layanan publik (Abdul
Halim, 2008:96).
Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, pendapatan asli daerah (PAD) adalah
pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada daerah
untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah. PAD bersumber
dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolahan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
lain-lain PAD yang sah.
1. Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang,yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah.
3. Hasil pengelolahan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan hasil yang diperoleh dari pengelolahan kekayaan yang terpisah dari pengelolahaan APBD
4. Lain-lain PAD yang sah merupakan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolahan kekayaan daerah yang dipisahkan
15
Undang-Undang tersebut juga menyebutkan bahwa penerimaan daerah, selain diperoleh
dari PAD juga diperoleh dari pemerintah pusat. Penerimaan yang bersumber dari pemerintah
pusat, yaitu dana perimbangan. Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah
dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana perimbangan terdiri dari:
1. Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah, dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
2. Dana alokasi umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk medanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi
3. Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional
Adanya peranan PAD sangat menentukan kinerja keuangan daerah. Pengukuran kinerja
keuangan daerah yang banyak dilakukan antara lain dengan melihat rasio antara PAD dengan
total pendapatan. Prinsipnya, semakin besar sumbangan PAD kepada total pendapatan akan
menunjukkan semakin kecil ketergantungan daerah kepada pusat. Peningkatan PAD bukan berarti
daerah harus berlomba-lomba membuat pajak baru, tetapi lebih pada upaya memanfaatkan
potensi daerah secara optimal.
Salah satu alat untuk menganalisa kinerja pemerintah daerah dalam mengelolah
keuangan daerahnya adalah dengan melakukan analisa rasio kemandirian keuangan daerah.
Hasil analisa rasio tersebut dapat digunakan sebagai tolak ukur untuk: (Halim, 2008:281)
a) Menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan otonomi daerah
b) Mengukur efektivitas dalam merealisasikan pendapatan daerah c) Mengukur sejauh mana aktivitas pemerintah daerah dalam membelanjakan
pendapatan daerahnya d) Mengukur kontribusi masing-masing sumber pendapatan dalam pembentukan
pendapatan daerah e) Melihat pertumbuhan atau perkembangan perolehan pendapatan dan pengeluaran
yang dilakukan selama periode waktu tertentu.
16
Dengan adanya kebijakan otonomi daerah diharapkan daerah dapat memiliki kemandirian
khususnya kemandirian dalam bidang keuangan. Keuangan daerah tersebut dapat mandiri
apabila didasarkan pada faktor-faktor berikut:
a) Pemerintah daerah dan kemampuan menggali dan mengoptimalkan potensi
pendapatan asli daerah (PAD)
b) Pemerintah daerah dan kemampuan mengurangi ketergantungan fiskal dari
pemerintah pusat.
c) Pemerintah daerah dan kemampuan mengelolah keuangan daerah berdasarkan
kepentingan publik
1.5.3 Teori Kemandirian Keuangan Daerah
Dalam melihat kemandirian keuangan daerah, maka harus dilihat beberapa indikator-
indikator menurut Paul Hersey dan Kenneth Blachard dalam Halim (2008:232). Kemandirian
keuangan daerah diukur dengan indikator-indikator, sebagai berikut:
1) Proporsi PAD Terhadap Total Pendapatan Daerah
Proporsi PAD terhadap total pendapatan daerah merupakan rasio kemandiran keuangan
daerah yang dilihat dari proporsi PAD terhadap total pendapatan daerah. Proporsi tersebut
dapat dilihat dengan cara menghitung rasio kemandiran keuangan daerah. Dengan rasio ini
akan dapat terlihat ketergantungan daerah terhadap bantuan dari pihak lain, dalam hal ini
bantuan dari pemerintah pusat.
Menurut Abdul Halim (2008:232) menyatakan bahwa kemandirian keuangan daerah
ditunjukan dengan besar kecilnya PAD dibandingkan dengan pendapatan daerah. Rasio
kemandirian keuangan daerah menunjukan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai
sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah
membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang dibutuhkan daerah.
17
Dari pernyataan diatas maka untuk mengukur rasio kemandiran keuangan daerah:
Rasio kemandirian ini menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana
dari pemerintah pusat. Artinya semakin tinggi rasio kemandirian, maka ketergantungan
daerah terhadap pemerintah pusat semakin rendah atau daerah tersebut semakin mandiri, dan
demikian pula sebaliknya (Abdul Halim, 2008:233)
Menurut Siragih (2003:55) menyatakan bahwa pendapatan asli daerah merupakan salah
satu tolak ukur keberhasilan pelaksanaan desentralisasi atau otonomi daerah. Hal tersebut
dikarenakan, Besar kecilnya suatu PAD terhadap total pendapatan atau penerimaan daerah
berpengaruh langsung terhadap kemandirian keuangan daerah. Dalam hal ini, berarti
kemandirian keuangan daerah itu dapat dilihat dari proporsi atau jumlah PAD terhadap total
pendapatan daerah. Apabila proporsi PAD terhadap total pendapatan daerah cukup besar
dibandingkan dari penerimaan dari pemerintah pusat, artinya daerah sudah dapat mengurangi
ketergantungan fiskalnya dari pemerintah pusat.
Berikut ini tabel tentang pola hubungan pemerintah pusat dan daerah terhadap
kemampuan daerah, yaitu:
Tabel 1.3
Pola Hubungan dan Kemampuan Daerah
Kemampuan Keuangan
Daerah Rasio Kemandirian Pola Hubungan
Rendah Sekali
Rendah
Sedang
Tinggi
0%-25%
25%-50%
50%-75%
75%-100%
Instruktif
Konsultatif
Partisipatif
Delegatif
Sumber: Halim (2008:189)
Rasio Kemandirian = Pendapatan Asli Daerah (PAD) × 100%
Total Pendapatan Daerah (TPD)
18
Rasio kemandirian keuangan daerah menunjukan pola hubungan antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah. Paul Hersey dan Kenneth Blachard dalam Halim (2008:284)
menyatakan bahwa pola hubungan antara pemerintah pusat dan daerah antara lain:
a) Pola hubungan instruktif yaitu peranan pemerintah pusat lebih dominan dari pada kemandirian keuangan daerah (daerah yang tidak mampu melaksanakan otonomi daerah)
b) Pola hubungan konsultatif yaitu campur tangan pemerintah pusat sudah mulai berkurang, daerah dianggap sedikit lebih mampu melaksanakan otonomi
c) Pola hubungan partisipatif dimana peranan pemerintah pusat semakin berkurang, mengingat suatu daerah sudah memiliki kemandirian mendekati mampu melaksanakan otonomi daerah
d) Pola hubungan delegatif yaitu pola hubungan dimana daerah tersebut sudah tidak ada lagi campur tangan pemerintah pusat. Daerah tersebut sudah benar-benar mampu dan mandiri dalam melaksanakan otonomi
2) Proporsi Dana Perimbangan Terhadap Total Pendapatan Daerah
Proporsi dana perimbangan terhadap total pendapatan daerah merupakan rasio
kemandiran keuangan daerah yang dilihat dari proporsi dana perimbangan terhadap total
pendapatan daerah.. Proporsi tersebut dapat dilihat dengan cara menghitung rasio kemandiran
keuangan daerah. Dengan rasio ini akan dapat terlihat ketergantungan daerah terhadap
bantuan dari pemerintah pusat.
Komponen dana perimbangan merupakan sumber penerimaan daerah yang sangat
penting. Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah merupakan salah satu bentuk hubungan
dari sekian banyak hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. Perimbangan Keuangan
Pusat dan Daerah merupakan suatu sistem hubungan keuangan yang bersifat vertikal antara
pemerintah pusat dan daerah, sebagai konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dalam
bentuk penyerahan sebagian wewenang pemerintahan.
Proporsi penerimaan daerah dari pemerintah pusat menunjukan besar kecilnya tingkat
ketergantungan fiskal daerah dari pemerintah pusat. Hal ini berpengaruh langsung terhadap
kemandirian keuangan daerah.
19
Dari pernyataan diatas maka untuk mengukur rasio kemandiran keuangan daerah:
Dana perimbangan merupakan salah satu tolak ukur dari melihat kemandirian keuangan
daerah. Hal tersebut dikarenakan, Besar kecilnya suatu Dana Perimbangan terhadap total
pendapatan atau penerimaan daerah berpengaruh langsung terhadap kemandirian keuangan
daerah. Dalam hal ini, berarti kemandirian keuangan daerah itu dapat dilihat dari proporsi
atau jumlah Dana Perimbangan terhadap total pendapatan daerah. Apabila proporsi Dana
Perimbangan terhadap total pendapatan daerah cukup besar dibandingkan dari PAD, artinya
daerah belum dapat mengurangi ketergantungan fiskalnya dari pemerintah pusat.
1.6 Metode Penelitian
Sebagaimana dalam suatu penelitian ilmiah, metodelogi yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi antara lain : Definisi Konsep, Fokus Penelitian, Data dan Sumber Data,
Unit Analisa Data, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisa Data, dan sistematika
penulisan.
1.6.1 Definisi Konsep
Menurut Masri Singarimbun, Konsep merupakan unsur penelitian yang terpenting dan
merupakan definisi yang dipakai oleh para peneliti untuk menggambarkan secara abstrak
suatu fenomena sosial (1989:33). Definisi konsep yang digunakan pada penelitian ini yaitu:
Rasio Kemandirian = Dana Perimbangan × 100%
Total Pendapatan Daerah (TPD)
20
1. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban Kota Palembang untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
Kota Palembang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah Kota Palembang dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi yang dapat dinilai dengan uang, termasuk di
dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban
tersebut.
3. Kemandirian keuangan daerah merupakan kemampuan pemerintah daerah Kota
Palembang dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan
pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai
sumber pendapatan yang dibutuhkan daerah.
1.6.2 Fokus Penelitian
Adapun yang menjadi fokus penelitian ini menurut Paul Hersey dan Kenneth Blachard
dalam Halim (2008:188), sebagai berikut:
Proporsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Total Pendapatan Daerah
Proporsi PAD terhadap total pendapatan daerah merupakan rasio kemandiran keuangan
daerah yang dilihat dari proporsi PAD terhadap total pendapatan daerah. Proporsi tersebut
dapat dilihat dengan cara menghitung rasio kemandiran keuangan daerah.
21
Tabel 1.4
Rincian Proporsi PAD Terhadap Total Pendapatan
Variabel Dimensi Indikator
Kemandirian
Keuangan Daerah
(Paul Hersey dan
Kenneth Blachard)
Pendapatan Asli
Daerah
Total Pendapatan
Daerah
Pajak daerah
Retribusi daerah
Hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan
Lain-lain pendapatan asli daerah yang
sah
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Dana Perimbangan
Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah
Dari pernyataan diatas, maka untuk mengukur rasio kemandiran keuangan daerah:
Proporsi Dana Perimbangan Terhadap Total Pendapatan Daerah
Proporsi dana perimbangan terhadap total pendapatan daerah merupakan rasio
kemandiran keuangan daerah yang dilihat dari proporsi dana perimbangan terhadap total
pendapatan daerah.. Proporsi tersebut dapat dilihat dengan cara menghitung rasio kemandiran
keuangan daerah. Ringkasan proporsi dana perimbangan terhadap total pendapatan dapat
dilihat dibawah ini:
Rasio Kemandirian = Pendapatan Asli Daerah (PAD) × 100%
Total Pendapatan Daerah (TPD)
22
Tabel 1.5
Rincian Proporsi Dana Perimbangan Terhadap Total Pendapatan
Variabel Dimensi Indikator
Kemandirian
Keuangan Daerah
(Paul Hersey dan
Kenneth Blachard)
Dana
Perimbangan
Total Pendapatan
Daerah
Dana Alokasi Umum (DAU)
Dana Alokasi Khusus (DAK)
Dana Bagi Hasil
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Dana Perimbangan
Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah
Dari pernyataan diatas, maka untuk mengukur rasio kemandiran keuangan daerah:
1.6.3 Data dan Sumber Data
Adapun data dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yakni:
a) Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lokasi penelitian. Dalam
penelitian ini data primer didapatkan langsung dari Dinas Pendapatan Daerah Kota
Palembang melalui wawancara secara langsung dengan sumber pemberi data.
Rasio Kemandirian = Dana Perimbangan × 100%
Total Pendapatan Daerah
23
b) Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang berperan sebagai penunjang bagi data primer yang
bersumber dari buku-buku, literatur, tulisan ilmiah, artikel dan dokumentasi yang berkaitan
dengan penelitian.
1.6.4 Informan Penelitian
Dalam penelitian ini informan penelitian, yaitu: bidang program yang terdiri dari kasi
penyusunan program, kasi pemantauan, pengembangan, dan penyuluhan, serta kasi evaluasi
pelaporan Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang.
1.6.5 Unit Analisa data
Unit analisa data pada penelitian ini adalah organisasi pemerintahan dengan obyek
penelitiannya yaitu Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang dan Bagian Keuangan Kota
Palembang.
1.6.6 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan , yaitu:
1. Wawancara
Yaitu metode pengumpulan data secara langsung dari narasumber dengan mengadakan
tanya jawab yang sifatnya terbuka. Dimana wawancara yang digunakan dalam penelitian ini
adalah wawancara secara langsung dengan pihak-pihak yang terlibat langsung dengan
permasalahan yang diteliti.
2. Dokumentasi
Yaitu metode pengumpulan data dengan cara mengumpulkan data yang bersumber dari
laporan resmi pemerintah antara lain dari dinas pendapatan daerah Kota Palembang.
24
1.6.7 Teknik Analisa Data
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.
Dalam teknik analisa data deskriptif kualitatif penelitian ini melalui tahapan-tahapan, yaitu:
1. Menggambarkan dan menganalisa kemandirian keuangan daerah Kota Palembang yang
akan diteliti
2. Mengetahui secara umum kemandirian keuangan daerah Kota Palembang terutama
yang berkaitan dengan indikator-indikator kemandirian keuangan daerah
3. Menguraikan secara terstruktur untuk mendapatkan gambaran-gambaran tentang
kemandirian keuangan daerah Kota Palembang yang akan diteliti.
25
BAB II
GAMBARAN UMUM
2.1 Keadaan Umum Kota Palembang
2.1.1 Keadaan Geografis dan Batasan Wilayah Kota Palembang
Kota Palembang merupakan ibukota dari Provinsi Sumatera Selatan. Secara geografis
Kota Palembang terletak antara 1,5 - 2 Lintang Selatan dan 101- 105 Bujur Timur
dengan ketinggian rata-rata delapan meter dari permukaan laut, dan batas-batas wilayah
sebagai berikut :
a) Batas Utara : Kabupaten Banyuasin
b) Batas Selatan : Kabupaten Ogan Komering Ilir
c) Batas Timur : Kabupaten Banyuasin
d) Batas Barat : Kabupaten Banyuasin
Luas wilayah Kota Palembang adalah 400,61 km2 dengan jumlah penduduk yaitu
1.708.413 jiwa, terdiri dari 16 kecamatan dengan luas wilayah terbesar yaitu Kecamatan
Gandus (68,78 km2), sedangkan kecamatan dengan luas terkecil yaitu Kecamatan Ilir Barat II
(6,22 km2). Palembang memiliki 107 jumlah kelurahan dengan 946 rukun warga (RW) dan
4.018 unit organisasi rukun tetangga (RT).
2.1.2 Keadaan Alam dan Topografi
Keadaan alam di Kota Palembang mempunyai iklim tropis dengan angin lembab
nisbi, kecepatan angin berkisar antara 2,3 km/jam - 4,5 km/jam. Suhu cukup panas ( antara 22
- 32 C ) dan curah hujan terbanyak pada bulan maret, yaitu 428 mm dan yang paling
sedikit di bulan Juli 22 mm dimana Curah hujan per tahun berkisar antara 2.000 mm - 3.000
mm. Kelembaban udara berkisar antara 75 - 89% dengan rata-rata penyinaran matahari 45%.
Topografi tanah relatif datar dan rendah. Hanya sebagian kecil wilayah kota yang tanahnya
26
terletak pada tempat yang agak tinggi, yaitu pada bagian utara kota. Sebagian besar tanah
adalah daerah berawa sehingga pada saat musim hujan daerah tersebut tergenang.
Pada bulan Juni, Juli Agustus dan September suhu tinggi, pada bulan lainnya suhu
menurun. Pada bulan Agustus sampai April angin dari barat daya, barat laut. Aliran
sungainya mengalir dengan deras ke pedalaman, selama sembilan bulan dalam setahun
2.1.3 Keadaan Demografis
Penduduk Palembang merupakan etnis Melayu dan menggunakan bahasa Melayu
yang telah disesuaikan dengan dialek setempat yang kini dikenal sebagai bahasa Palembang.
Namun para pendatang seringkali menggunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa sehari-
hari, seperti bahasa Komering, Rawas, Musi dan Lahat. Pendatang dari luar Sumatera Selatan
kadang-kadang juga menggunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa sehari-hari dalam
keluarga atau komunitas kedaerahan, tetapi untuk berkomunikasi dengan warga Palembang
lain, penduduk umumnya menggunakan bahasa Palembang sebagai bahasa pengantar sehari-
hari. Selain penduduk asli, di Palembang terdapat pula warga pendatang dan warga
keturunan, seperti dari Jawa, Minangkabau, Madura, Bugis dan Banjar. Warga keturunan
yang banyak tinggal di Palembang adalah Tionghoa, Arab dan India. Kota Palembang
memiliki beberapa wilayah yang menjadi ciri khas dari suatu komunitas seperti Kampung
Kapitan yang merupakan wilayah Komunitas Tionghoa serta Kampung Al Munawwar,
Kampung Assegaf, Kampung Al Habsyi, Kuto Batu, 19 Ilir Kampung Jamalullail dan
Kampung Alawiyyin Sungai Bayas 10 Ilir yang merupakan wilayah Komunitas Arab. Agama
mayoritas di Palembang adalah Islam. Selain itu terdapat pula penganut Katolik, Protestan,
Hindu, Buddha dan Konghucu.
27
2.1.4 Visi dan Misi Kota Palembang
Sesuai Perda Nomor 6 Tahun 2009 tentang RPJMD Kota Palembang 2008 - 2013 visi
dan misi dari Kota Palembang, maka visi pembangunan Kota Palembang sampai dengan
tahun 2013, adalah: “ Palembang Kota Internasional, Sejahtera dan Berbudaya 2013 ”
Penjelasan :
Visi tersebut memiliki makna bahwa selama lima tahun ke depan, pembangunan di
Kota Palembang memiliki cita-cita untuk mencapai terwujudnya Kota Palembang sebagai
salah satu Kota Internasional yang senantiasa dinamis dalam merespon semua peluang dan
tuntutan global, disertai dengan kepedulian tinggi dalam mewujudkan kesejahteraan
masyarakat yang berbudaya.
Terdapat tiga kunci pokok dalam visi Kota Palembang yakni, Kota Internasional,
Sejahtera, dan Berbudaya.
Kota Internasional mengandung arti bahwa pembangunan di Kota Palembang
bertujuan untuk senantiasa meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, sehingga
Kota Palembang memiliki kualitas pelayanan yang berdaya saing internasional, baik dari segi
sarana prasarana, maupun sistem birokrasi beserta aparaturnya;
Sejahtera bermaksud bahwa pembangunan di Kota Palembang bertujuan untuk
mewujudkan kota yang aman, sentosa dan makmur dengan terpenuhinya kebutuhan hidup
dasar disemua lapisan masyarakat;
Berbudaya mengandung arti bahwa pembangunan di Kota Palembang akan tetap
memperhatikan keberadaan dan keragaman budaya lokal, dalam bingkai dan tatanan
masyarakat yang senantiasa dijiwai oleh nilai-nilai religius guna mewujudkan kesejahteraan
seluruh masyarakat.
28
Sedangkan untuk pencapaian Misi Kota Palembang periode tahun 2008 – 2013 adalah
sebagai berikut :
1) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang cerdas, bermoral, berbudaya serta
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Strategi pembangunan yang ditentukan:
a. Peningkatan kualitas pendidikan dan latihan bagi seluruh stakeholders.
b. Peningkatan pembinaan budaya, iman dan takwa bagi seluruh stakeholders.
c. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
d. Perluasan akses bagi masyarakat akan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
2) Meningkatkan kesejahteraan dan peran serta masyarakat dalam pembangunan.
Strategi pembangunan yang ditentukan:
a. Peningkatan kompetensi masyarakat dalam berbagai profesi dan bidang kegiatan
pembangunan
b. Peningkatan pertumbuhan ekonomi
c. Peningkatan keterlibatan stakeholders dalam pembangunan
3) Meningkatkan sarana dan prasarana perkotaan sesuai rencana tata ruang yang
berkelanjutan.
Strategi pembangunan yang ditentukan:
a. Peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana perkotaan
b. Peningkatan sarana dan prasarana yang lebih baik
4) Meningkatkan pertumbuhan perekonomian melalui peningkatan jejaring kerja antar daerah
baik Dalam Negeri maupun Luar Negeri.
Strategi pembangunan yang ditentukan:
a. Menguasai teknologi terkini
b. Harmonisasi sektor industri, perdagangan, jasa dan pariwisata
29
c. Pengembangan objek dan daya tarik wisata.
d. Peningkatan kualitas produk unggulan sektor industri, perdagangan dan pariwisata.
5) Melanjutkan reformasi birokrasi baik secara kultural maupun struktural untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Strategi pembangunan yang ditentukan:
a. Peningkatan pelaksanaan pengelolaan kepemerintahan yang baik melalui penerapan
Good Governance dan Reinventing Goverment.
b. Pengembangan sarana dan prasarana pemerintahan yang berbasis teknologi.
6) Meningkatkan keamanan, ketertiban masyarakat secara adil dan merata serta mendorong
terlaksananya penegakan hukum.
Strategi pembangunan yang ditentukan:
a. Peningkatan penerapan kepastian hukum.
b. Peningkatan tegaknya hokum yang adil
7) Melestarikan sumber daya alam, lingkungan hidup, warisan sejarah dan budaya.
Strategi pembangunan yang ditentukan:
a. Peningkatan keseimbangan antara pelaksanaan pembangunan dan keberlanjutan
sumber daya alam dan lingkungan
b. Peningkatan peran serta stakeholders dalam pengelolaan lingkungan
c. Peningkatan pemanfaatan dan pelestarian kekayaan budaya lokal.
d. Menumbuhkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap lingkungan, warisan sejarah dan
budaya.
30
2.1.5 Tujuan dan Sasaran Kota Palembang
Dalam mewujudkan Misi Kota Palembang tersebut, maka ditetapkan tujuan-tujuan
yang akan dicapai dari pernyataan misi-misi yang ditetapkan yaitu sebagai berikut :
1) Misi Pertama
Adapun gambaran keterkaitan tujuan dan sasaran yang akan diwujudkan sebagai
cermin dari pelaksanaan misi pertama adalah:
a. Terciptanya tenaga kerja yang berdaya saing internasional
Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya mutu
pendidikan masyarakat, meningkatnya jumlah guru yang memenuhi kualifikasi s1/d-iv,
meningkatnya minat baca masyarakat, meningkatnya kualitas tenaga kerja.
b. Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat
Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya kualitas
sarana dan prasarana kesehatan, meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan
masyarakat.
c. Terciptanya pemuda yang mandiri dan olaraga yang berprestasi.
Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya kualitas
pemuda, meningkatnya prestasi olahraga
d. Terwujudnya toleransi dan kerukunan hidup beragama dalam masyarakat
Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya kerukunan
hidup beragama
31
2) Misi Kedua :
Adapun gambaran keterkaitan tujuan dan sasaran yang akan diwujudkan sebagai
cermin dari pelaksanaan misi kedua adalah:
a. Terwujudnya perlindungan sosial bagi masyarakat
Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, meningkatnya kualitas penanganan
PMKS.
b. Terciptanya peran serta masyarakat dalam mendukung Palembang Kota Internasional.
Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya kualitas
UKM dan koperasi, meningkatnya kualitas pelayanan keluarga berencana,
meningkatnya peran serta masyarakat
3) Misi Ketiga :
Adapun gambaran keterkaitan tujuan dan sasaran yang akan diwujudkan sebagai
cermin dari pelaksanaan misi ketiga adalah:
a. Terwujudnya perencanaan pembangunan yang handal dan dinamis.
Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya kualitas
perencanaan daerah
b. Terciptanya infrastruktur yang berkualitas.
Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya kualitas
jalan dan jembatan, meningkatnya kualitas prasarana dan fasilitas perhubungan.
c. Terciptanya pemukiman yang berwawasan lingkungan.
Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya kualitas
pengairan wilayah kota, meningkatnya kualitas air bersih/air minum, meningkatnya
kualitas lingkungan perumahan, meningkatnya penataan kepemilikan tanah.
32
4) Misi Keempat :
Adapun gambaran keterkaitan tujuan dan sasaran yang akan diwujudkan sebagai
cermin dari pelaksanaan misi keempat adalah:
a. Terciptanya iklim usaha yang kondusif
Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya kapasitas
investasi daerah, meningkatnya pemasaran produk daerah, meningkatnya kualitas hasil
industri daerah.
b. Terwujudnya pemberdayaan masyarakat dalam ketahanan pangan.
Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya kualitas
hasil pertanian dan perkebunan, meningkatnya kualitas hasil peternakan, meningkatnya
kualitas hasil perairan.
c. Terwujudnya pariwisata yang berdaya saing internasional
Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya daya tarik
wisata daerah.
5) Misi Kelima
Adapun gambaran keterkaitan tujuan dan sasaran yang akan diwujudkan sebagai
cermin dari pelaksanaan misi kelima adalah:
a. Terciptanya aparatur yang profesional, produktif dan kompeten.
Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya
profesionalisme, produktifitas dan kompetensi aparatur daerah.
b. Terwujudnya kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi SKPD
Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya kualitas
sarana dan prasarana aparatur daerah, meningkatnya kualitas pengelolaan arsip daerah.
33
c. Terwujudnya komunikasi dan informasi publik yang berdaya saing internasional
Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: terpenuhinya kebutuhan
komunikasi dan informasi yang andal.
d. Terwujudnya kepemerintahan yang baik
Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya pelayanan
pemerintahan, meningkatnya pengawasan pemerintahan.
e. Terwujudnya kemandirian pengeloaan keuangan daerah
Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya kualitas
pengelolaan keuangan daerah, meningkatnya pendapatan daerah.
6) Misi Keenam :
Adapun gambaran keterkaitan tujuan dan sasaran yang akan diwujudkan sebagai
cermin dari pelaksanaan misi keenam adalah:
a. Terwujudnya pengejawantahan nilai-nilai kebangsaan di dalam kehidupan masyarakat.
Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya wawasan
kebangsaan dan politik masyarakat.
b. Terwujudnya sistem keamanan dan ketertiban masyarakat sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya keamanan
dan perlindungan masyarakat, terpenuhinya perlindungan masyarakat terhadap bahaya
narkotika.
34
7) Misi Ketujuh :
Adapun gambaran keterkaitan tujuan dan sasaran yang akan diwujudkan sebagai
cermin dari pelaksanaan misi ketujuh adalah:
a. Terwujudnya pelestarian lingkungan hidup.
Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya
perlindungan terhadap kualitas lingkungan hidup.
b. Terwujudnya ketahanan budaya lokal.
Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya
pelestarian budaya daerah
2.1.6 Pembagian Wilayah Administrasi Pemerintah Kota Palembang
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 19 Tahun 2007 tentang
pemekaran Kelurahan dan Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 20 Tahun 2007 tentang
pemekaran kecamatan, wilayah administrasi Kota Palembang mengalami perubahan
Kecamatan dan Kelurahan yang terbagi menjadi 16 Kecamatan dan meliputi 107 Kelurahan
dengan rincian sebagai berikut :
1. Kecamatan Ilir Timur I : 11 Kelurahan
2. Kecamatan Kemuning : 6 Kelurahan
3. Kecamatan Ilir Timur II : 12 Kelurahan
4. Kecamatan Kalidoni : 5 Kelurahan
5. Kecamatan Ilir Barat I : 6 Kelurahan
6. Kecamatan Bukit Kecil : 6 Kelurahan
7. Kecamatan Ilir Barat II : 7 Kelurahan
8. Kecamatan Gandus : 5 Kelurahan
9. Kecamatan Seberang Ulu I : 10 Kelurahan
10. Kecamatan Kertapati : 6 Kelurahan
35
11. Kecamatan Seberang Ulu II : 7 Kelurahan
12. Kecamatan Plaju : 7 Kelurahan
13. Kecamatan Sako : 4 Kelurahan
14. Kecamatan Sukarami : 7 Kelurahan
15. Kecamatan Alang-Alang Lebar : 4 Kelurahan
16. Kecamatan Sematang Borang : 4 Kelurahan
Kota Palembang sebagai Kota Metropolitan dengan jumlah penduduk berdasarkan data
agregat kependudukan perkecamatan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota
Palembang di Januari 2012 sebanyak 1.708.413 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk
sebesar 1.76 %.
Jumlah penduduk Kota Palembang adalah 1.708.413 jiwa yang terdiri dari 868.197
laki-laki dan 840.216 perempuan. Terhadap jumlah penduduk tersebut masih tampak bahwa
penyebaran penduduk Kota Palembang masih bertumpu di Kecamatan Ilir Timur II,
Kecamatan Seberang Ulu I dan Kecamatan Sukarami. Rincian jumlah penduduk Kota
Palembang per kecamatan dapat di lihat pada tabel di bawah ini .
36
Tabel 2.1
Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan Tahun 2011 Kota Palembang
No Kecamatan Penduduk
Laki-Laki Perempuan Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Ilir Barat II
Seberang Ulu I
Seberang Ulu II
Ilir Barat I
Ilir Timur I
Ilir Timur II
Sukarami
Sako
Kemuning
Kalidoni
Bukit Kecil
Gandus
Kertapati
Plaju
Alang-Alang Lebar
Sematang Borang
37.813
95.800
52.281
74.661
43.977
96.734
79.427
48.587
47.356
62.968
24.884
34.782
50.831
48.811
49.064
20.221
36.609
92.710
50.249
72.906
44.364
94.069
76.566
46.517
46.111
59.704
24.939
32.996
48.545
47.139
47.511
19.281
74.422
188.510
102.530
147.567
88.341
190.803
155.993
95.104
93.467
122.672
49.823
67.778
99.376
95.950
96.575
39.502
Total 868.197 840.216 1.708.413
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang
37
2.1.7 Perangkat Organisasi Pemerintah Kota Palembang
Dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka Pemerintah Kota Palembang
mengimplementasikan pelaksanaan dalam peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007
tentang Organisasi Perangkat Daerah. Perangkat daerah tersebut terdiri dari:
1. Sekretariat Daerah
Berdasarkan Peraturan Walikota Palembang Nomor 23 Tahun 2009 tentang Tugas
Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Sekretariat Daerah dan Staf Ahli Walikota Palembang,
Sekretariat Daerah merupakan unsur staf Pemerintah Daerah yang dipimpin oleh seorang
Sekretaris Daerah yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota. Tugas
pokok Sekretariat Daerah adalah membantu Walikota dalam menyusun kebijakan dan
mengkoordinasikan Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah mulai dari proses
perencanaan,pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, pelaporan serta pelayanan administratif.
2. Sekretariat DPRD
Peraturan Walikota Nomor 24 Tahun 2009 tentang Tugas Pokok,Fungsi dan Uraian
Tugas Sekretariat DPRD Kota Palembang, Sekretariat DPRD merupakan unsur staf
Pemerintah Daerah yang dipimpin oleh seorang Sekretaris DPRD yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Walikota. Tugas pokok Sekretariat DPRD adalah
menyelenggarakan pelayanan administrasi kepada Pimpinan dan Anggota DPRD serta
mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan petunjuk pelaksanaannya.
38
3. Dinas Daerah di Kota Palembang
Dinas Daerah Kota Palembang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 41
Tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan uraian Tugas Dinas Daerah Kota Palembang.
Dinas daerah merupakan unsur pelaksana Pemerintah Daerah yang dipimpin oleh seorang
Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui
Sekretaris Daerah. Dinas Daerah Kota Palembang sebanyak 17 (tujuh belas) Dinas.
4. Lembaga Teknis Daerah
Lembaga Teknis Kota Palembang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 51
Tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Lembaga Teknis Daerah.
Lembaga Teknis Daerah merupakan perangkat kelembagaan daerah yang berupa badan/
kantor yang dikepalai oleh seorang Kepala Badan/ Kepala Kantor sebagai unsur penunjang,
berfungsi membantu Walikota dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk bidang-
bidang tertentu. Kepala badan/ kepala kantor berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Walikota melalui Sekretaris Daerah. Lembaga Teknis terdiri dari, Inspektorat, 9 (sembilan)
Badan.
5. Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2010 tentang susunan Otganisasi dan
Tata Kerja Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Palembang.
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Palembang merupakan perangkat Kantor Negara
Perijinan Terpadu Kota Palembang yang dipimpin oleh seorang Kepala Kantor yang
berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Walikota Palembang melalui
Sekrearis Daerah Kota Palembang yeng mempuyai tugas melaksanakan koordinasi dan
menyelenggarakan pelayanan administrasi di bidang perijinan secara terpadu dengn prinsip
koordinasi, integritas, sinkronisasi, simplifikasi, keamanan dan kepastian.
39
Sedangkan struktur organisasi pemerintah di Kota Palembang terdiri dari:
1. Sekretaris Daerah
a) Asisten Bidang Pemerintahan.
b) Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan.
c) Asisten Bidang Administrasi Umum.
d) Asisten Bidang Kesejahteraan Rakyat.
e) Bagian Tata Pemerintahan.
f) Bagian Hukum, Organisasi dan Tata Laksana.
g) Bagian Hubungan Masyarakat dan Protokol.
h) Bagian Perekonomian.
i) Bagian Pembangunan.
j) Bagian Sosial Kemasyarakatan.
k) Bagian Keuangan.
l) Bagian Umum.
m) Bagian Perlengkapan dan Pengelolaan Asset Daerah.
n) Bagian Keagrariaan dan Batas Wilayah.
o) Bagian Kesejahteraan Rakyat.
2. Sekretariat DPRD
3. Inspektorat Kota
4. Dinas-Dinas, Terdiri Dari :
a. Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga.
b. Dinas Kesehatan.
c. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.
d. Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi.
e. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
40
f. Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan.
g. Dinas Kebersihan.
h. Dinas Perhubungan.
i. Dinas Sosial.
j. Dinas Tenaga Kerja.
k. Dinas Tata Kota.
l. Dinas Komunikasi dan Informatika.
m. Dinas Penerangan Jalan,Pertamanan dan Pemakaman.
n. Dinas Pendapatan Daerah.
o. Dinas Penyelamatan dan Pemadam Kebakaran.
p. Dinas PU Bina Marga dan Pengelolaan Sumber Daya
Air.
q. Dinas PU Cipta Karya dan Perumahan.
5. Badan-Badan, Terdiri Dari :
a. Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan
Masyarakat.
b. Badan Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan.
c. Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan
Perempuan.
d. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.
e. Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah.
f. Badan Lingkungan Hidup.
g. Badan Kepegawaian Daerah dan Diklat.
h. Badan Arsip, Perpustakaan dan Dokumentasi.
i. Badan Narkotika Kota Palembang
41
6. Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT).
7. RSUD Palembang Bari
8. Satuan Pamong Praja
9. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
a. PDAM Tirta Musi
b. PD. Pasar
c. PT. SP2J
2.2 Keadaan Umum Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Pembentukan, susunan
organisasi, dan tata kerja dinas pendapatan daerah Kota Palembang, Dinas Pendapatan
Daerah merupakan salah satu unsur Staf Pemerintah daerah yang dipimpin oleh Kepala Dinas
dan berada dibawah serta bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah.
2.2.1 Tugas Pokok Dinas Pendapatan Daerah
Dinas Pendapatan Daerah mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian urusan
pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi serta tugas pembantuan di bidang pendapatan
daerah.
2.2.2 Fungsi Dinas Pendapatan Daerah
Dalam rangka melaksanakan tugas pokok tersebut, dinas pendapatan daerah
mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Perumusan kebijakan teknis dibidang pendapatan daerah
b. Penyelenggaraan sebagian urusan pemerintahan dan pelayanan umum dibidang
pendapatan daerah
c. Pembinaan dan pelaksanaan pengelolahan pendapatan daerah
d. Pengaturan, pengawasan, pengendalian, dan pemberian perizinan dibidang
pendapatan daerah
42
e. Pelaksanaan pelayanan teknis ketatausahaan dinas
f. Penyelengaraan monitoring dan evaluasi
g. Pelaksanaan tugas yang diberikan oleh walikota sesuai dengan fungsi dan tugasnya
2.2.3 Susunan Organisasi
Berdasarkan peraturan daerah kota Palembang nomor 9 tahun 2008, susunan
organisasi Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang terdiri dari:
a. Kepala Dinas
b. Sekretariat, membawahi:
1. Sub bagian umum
2. Sub bagian kepegawaian
3. Sub bagian keuangan
c. Bidang program, membawahi:
1. Seksi penyusunan program
2. Seksi pemantauan, pengembangan, dan penyuluhan
3. Seksi evaluasi dan pelaporan
d. Bidang pendataan dan penetapan, membawahi:
1. Seksi pengelolahan data
2. Seksi penetapan
3. Seksi Pemeriksaan
e. Bidang penagihan dan pembukuan, membawahi:
1. Seksi penagihan dan perhitungan
2. Seksi pertimbangan dan keberatan
3. Seksi pembukuan dan verifikasi
f. Bidang bagi hasil dan penerimaan lain-lain, membawahi:
1. Seksi bagi hasil PBB dan BPHTB
43
2. Seksi bagi hasil PPh dan penerimaan lain-lain
3. Seksi Retribusi dan Legeslisasi
g. Unit pelaksana teknis dinas
h. Kelompok jabatan fungsional
2.2.4 Pegawai Dinas Pendapatan Daerah
Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang sampai dengan akhir tahun anggaran 2011
memiliki sumber daya manusia sebanyak 242 orang, terdiri dari 156 orang PNS dan 86 orang
Non PNS, yang diklasifikasikan berdasarkan golongan, jabatan, pendidikan, penjenjangan,
dan status kepegawaian sebagaimana pada table berikut:
Tabel 2.2
Jumlah Pegawai Dinas Pendapatan Daerah Tahun 2011
No Status Kepegawaian Jumlah
1.
2.
PNS
NON PNS
156
86
Jumlah 242
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang
44
BAB III
ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA
Analisis dan interpretasi data dalam penelitian ini merujuk pada teori yang sampaikan
Paul Hersey dan Kenneth Blachard dalam Halim (2008:232) bahwa untuk mengukur
kemandirian keuangan daerah dapat diukur dengan dimensi-dimensi, sebagai berikut:
1. Proporsi PAD Terhadap Total Pendapatan Daerah
Proporsi PAD terhadap total pendapatan daerah merupakan rasio kemandiran keuangan
daerah yang dilihat dari proporsi PAD terhadap total pendapatan daerah. Proporsi tersebut
dapat dilihat dengan cara menghitung rasio kemandiran keuangan daerah. Dengan rasio ini
akan dapat terlihat ketergantungan daerah terhadap bantuan dari pihak lain, dalam hal ini
bantuan dari pemerintah pusat. Proporsi PAD terhadap total pendapatan daerah dapat diukur
dengan beberapa indikator, yaitu:
a) Penerimaan yang Bersumber dari Pendapatan Asli Daerah
b) Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah
c) Pendapatan Asli Daerah Terhadap Total Penerimaan Daerah
2. Proporsi Dana Perimbangan Terhadap Total Pendapatan Daerah
Proporsi dana perimbangan terhadap total pendapatan daerah merupakan rasio
kemandiran keuangan daerah yang dilihat dari proporsi dana perimbangan terhadap total
pendapatan daerah. Proporsi tersebut dapat dilihat dengan cara menghitung rasio kemandiran
keuangan daerah. Dengan rasio ini akan dapat terlihat ketergantungan daerah terhadap
bantuan dari pemerintah pusat. Proporsi dana perimbangan terhadap total pendapatan daerah
dapat diukur dengan beberapa indikator, yaitu:
a) Penerimaan yang Bersumber dari Bantuan Pemerintah
b) Realisasi Penerimaan dari Bantuan Pemerintah
c) Bantuan Pemerintah Terhadap Total Penerimaan Keuangan Daerah
45
Analisis dan interpretasi data dilakukan berdasarkan indikator-indikator pada setiap
dimensi-dimensi, sebagai berikut:
3.1 Proporsi PAD Terhadap Total Pendapatan Daerah
3.1.1 Penerimaan yang Bersumber dari Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal
dari sumber ekonomi asli daerah. Optimalisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah
hendaknya didukung upaya Pemerintah Daerah, dengan meningkatkan kualitas layanan
publik (Mardiasmo, 2002).
Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, pendapatan asli daerah (PAD) adalah
pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada daerah
untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah. PAD bersumber
dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolahan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
lain-lain PAD yang sah. PAD yang merupakan sumber penerimaan yang berasal dari daerah
itu sendiri harus lebih ditingkatkan sehingga dapat member kontribusi kepada daerah dalam
pelaksanaan pembangunan.
1) Pajak Daerah
Pajak daerah merupakan bagian terpenting dari pendapatan asli daerah. Dimana pajak
daerah menjadi sumber pokok dalam pendapatan asli daerah dan hampir setiap daerah sumber
pendapatan daerahnya yang terbesar berasal dari pajak daerah.
Karena itulah diharapkan pemerintah daerah dapat lebih meningkatkan dan
mengembangkan pendapatan yang berasal dari pajak daerah tersebut agar dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
46
Pengertian pajak daerah dirumuskan sebagai berikut:
Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 157)
Dalam pengertian tersebut terlihat bahwa daerah diberikan wewenang dalam
melakukan pemungutan pajak daerah yang digunakan untuk membiayai pengeluaran
daerahnya sendiri. Dibawah ini tabel tentang jenis dan realisasi dari pajak daerah Kota
Palembang Tahun 2008-2011.
Tabel 3.1
Jenis dan Realisasi Pajak Daerah Kota Palembang Tahun 2008-2011
No Pajak Daerah 2008 2009 2010 2011
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Pajak Hotel
Pajak Restoran
Pajak Hiburan
Pajak Reklame
Pajak Penerangan Jalan
PLN
Pajak Penerangan Jalan
NON PLN
Pajak Mineral Bukan
Logam Dan Batuan
Pajak Parkir
Pajak Air Bawah Tanah
Pajak Sarang Burung Walet
Bea Perolehan Hak Atas
Tanah Dan Bangunan
Pajak Galian Gol C
6.826.069.168
14.044.103.898
3.748.434.290
4.138.404.435
37.972.161.830
-
-
1.714.854.098
-
-
-
923.565.060
10.353.748.458
16.095.416.841
4.366.158.504
4.225.282.834
47.226.315.254
-
-
1.889.528.090
-
-
-
540.113.195
14.094.700.545
19.226.002.354
5.113.107.739
4.603.540.213
58.035.666.496
-
-
2.373.884.593
-
-
-
600.411.497
18.596.699.903
24.303.405.188
5.967.246.597
7.937.771.136
69.004.384.193
2.230.546.054
858.954.037
3.816.026.337
6.651.000
78.530.000
74.946.134.964
-
Jumlah 69.367.592.779
84.696.563.176 104.047.313.437 207.746.349.410
Persentase 5,3% 6,9% 6,3% 10,8%
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang Tahun 2011
47
Berdasarkan tabel 3.1 terlihat bahwa realisasi pajak daerah dari Tahun 2008-2011
selalu meningkat hanya pada pajak galian Gol C saja yang menurun. Tahun 2008-2009
menurun sebesar Rp.383.451.865, tapi pada tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar
Rp.60.298.302. Di lihat dari persentase pajak daerah terlihat bahwa pajak daerah
berkontribusi kecil terhadap total pendapatan daerah dari tahun 2008-2011 hanya sebesar
7,3% saja.
Realisasi dari pajak daerah Kota Palembang Tahun 2008-2011 dapat dilihat juga pada
diagram garis dibawah ini:
Gambar 3.1
Diagram Realisasi Pajak Daerah Kota Palembang Tahun 2008-2011
Berdasarkan diagram garis 3.1 terlihat bahwa pajak daerah yang di peroleh Kota
Palembang dari Tahun 2008-2011 selalu meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut
dikarenakan Pemkot Palembang selalu berusaha meningkatkan dalam pemungutan PAD dari
jenis pajak daerah, karena pendapatan yang dihasilkan pajak daerah sangat berkontribusi
besar bagi PAD. Karena itulah, kontribusi terbesar pendapatan asli daerah berasal dari pajak
daerah. Sebagaimana menurut (Kasi Evaluasi dan Pelaporan Dinas Pendapatan Daerah Kota
Palembang):
0
50
100
150
200
250
2008 2009 2010 2011
Realisasi Pajak Daerah Kota Palembang (Milyar)
Tingkat Pertumbuhan
48
“Pajak Daerah yang di pungut dari tahun 2008-2011 memang mengalami peningkatan setiap tahunnya, karena Pemkot Palembang selalu berupaya memungut pajak daerah semaksimal mungkin dikarenakan kontribusi pajak daerah sangat besar bagi PAD”
Jenis pajak daerah tahun 2008-2011 mengalami perubahan. Hal ini dikarenakan
adanya tambahan potensi pajak daerah baru. Sebagaimana yang di kemukakan oleh ibu Ely
Dalti (Kasi Evaluasi dan Pelaporan Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang):
“Jenis pajak daerah dari tahun 2008-2011 mengalami perubahan. Dimana pada tahun 2008-2010 ada 7 jenis pajak daerah dan pada tahun 2011 mengalami kenaikan menjadi 11 pajak daerah”
Seperti yang telah di sampaikan oleh Kasi Evaluasi dan Pelaporan Dinas Pendapatan
Daerah Kota Palembang bahwa adanya potensi munculnya pajak baru. Adanya potensi pajak
baru, daerah tidak boleh menyebabkan ekonomi biaya tinggi, menghambat kegiatan mobilitas
penduduk. Undang-undang No. 33 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa:
Pasal (7),
Dalam mengupayakan PAD, daerah dilarang: a) Menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi. b) Menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas penduduk.
Dari pernyatan tersebut, pemerintah harus lebih konsisten dalam memungut pajak daerah
agar tidak membebani masyarakat serta Negara tidak dirugikan dalam melihat potensi pajak
daerah. Oleh karena itu, pajak daerah juga berkontribusi penting bagi pendapatan asli daerah
Kota Palembang.
49
2) Retribusi Daerah
Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian
izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah. Retribusi daerah
juga merupakan salah satu jenis pendapatan asli daerah selain pajak. Kota Palembang di
harapkan dapat menggali sumber-sumber keuangan yang berasal dari retribusi dalam
membiayai pengeluaran daerahnya.
Menurut ahli, retribusi daerah merupakan pembayaran wajib dari penduduk kepada
Negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh Negara bagi penduduknya secara
langsung (Marihot,2005:5)
Dalam Kota Palembang memiliki banyak penerimaan daerah yang berasal dari retribusi
daerah dan setiap tahunnya retribusi tersebut selalu mengalami perubahan. Realisasi retribusi
tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.2
Realisasi Retribusi Daerah Kota Palembang Tahun 2008-2011
No Tahun Total Retribusi Persentase
1
2
3
4
2008
2009
2010
2011
59.055.021.400
51.274.328.286
65.175.505.023
81.710.682.296
4,9%
4,2%
3,9%
4,3%
Jumlah 257.215.537.005 4,3%
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang Tahun 2011
50
Berdasarkan tabel 3.2 terlihat bahwa realisasi retribusi daerah dari tahun 2008-2011
hampir selalu meningkat hanya pada tahun 2008-2009 saja yang menurun sebesar
Rp.7.780.693.114. Pada tahun 2009-2011 mengalami peningkatan setiap tahunnya, Akan
tetapi apabila di lihat dari persentase retribusi daerah terhadap total pendapatan daerah
mengalami perubahan setiap tahunya. Dimana rata-rata kontribusi retribusi daerah terhadap
total pendapatan daerah hanya sekitar 4,3% lebih kecil di bandingkan persentase pajak
daerah.
Walaupun demikian, retribusi daerah juga berperan dalam pendapatan asli daerah
setelah pajak daerah. Realisasi dari retribusi daerah Kota Palembang Tahun 2008-2011 dapat
dilihat juga pada diagram garis dibawah ini:
Gambar 3.2
Diagram Garis Realisasi Retribusi Daerah Kota Palembang Tahun 2008-2011
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
2008 2009 2010 2011
Realisasi Retribusi Daerah Kota Palembang (Milyar)
Tingkat Pertumbuhan
51
Berdasarkan diagram garis 3.2 terlihat bahwa retribusi yang diperoleh Pemkot
Palembang terjadi peningkatan pada Tahun 2009-2011, tapi terjadi penurunan juga Tahun
2008-2009 dikarenakan pemungutan dari jenis-jenis retribusi daerah mengalami penurunan
pada tahun tersebut.
Dalam pemungutan PAD dari jenis retribusi daerah juga berkontribusi walaupun tidak
sebesar pajak daerah, karena pendapatan yang dihasilkan retribusi daerah menyumbangkan
kontribusinya terhadap PAD yang dapat menambah penerimaan pendapatan daerah.
Pemungutan retribusi yang dilakukan oleh pemerintah Kota Palembang menghasilkan
penerimaan yang cukup besar untuk daerah. Sektor retribusi daerah ini sebenarnya potensial
sekali sebagai sumber keuangan daerah, apabila daerah mengupayakan secara maksimal jasa
yang di perlukan oleh masyarakat.
3) Hasil Pengelolahan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan
Hasil pengelolahan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan hasil yang diperoleh
dari pengelolahan kekayaan yang dipisahkan. Hasil pengelolahan kekayaan tersebut diperoleh
apabila memperoleh keuntungan dari laba perusahaan milik daerah. Dimana kekayaan
tersebut bersumber dari badan usaha milik daerah (BUMD) Kota Palembang. Oleh sebab itu,
dalam batas-batas tertentu pengelolahan perusahaan daerah haruslah professional dan harus
berpegang teguh pada prinsip ekonomi secara umum.
“Perusahaan daerah merupakan salah satu komponen yang diharapkan dapat memberikan kontribusinya bagi pendapatan asli daerah, tapi sifat utamanya bukan berorientasi pada profit, akan tetapi justru dalam memberikan jasa dan menyelenggarakan kepentingan umum.”(Riwo Kaho,2005:188)
Perusahaan daerah diharapkan mampu memberikan kontribusi yang maksimal bagi
keuangan daerah. Perusahaan daerah diupayakan untuk memenuhi fungsi social yang
mengutamakan pelayanan public, akan tetapi di sisi lain mampu memberikan sumbangan
lebih bagi fungsi ekonomi .
52
Dibawah ini tabel realisasi hasil pengelolahan kekayaan daerah yang dipisahkan sebagai
berikut:
Tabel 3.3
Realisasi Hasil Pengelolahan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan Kota Palembang
Tahun 2008-2011
No Tahun Total Kekayaan Daerah
Yang Dipisahkan
Persentase
1
2
3
4
2008
2009
2010
2011
1.951.494.846
8.402.352.751
23.533.118.892
35.184.073.541
0,2%
0,7%
1,4%
1,8%
Jumlah 69.071.040.030 1%
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang Tahun 2011
Berdasarkan tabel 3.3 terlihat bahwa realisasi hasil pengelolahan kekayaan daerah
yang dipisahkan dari tahun 2008-2011 selalu meningkat. Hal tersebut terlihat dari tahun 2008
sampai 2011, jumlah pendapatan dari hasil pengelolahan kekayaan daerah yang dipisahkan
selalu bertambah setiap tahunnya. Tetapi berdasarkan persentase hasil pengelolahan kekayaan
daerah yang dipisahkan terhadap total pendapatan daerah sangat kecil sekali hanya rata-rata
dari tahun 2008-2011 sekitar 1% saja.
Realisasi dari hasil pengelolahan kekayaan daerah yang dipisahkan Kota Palembang
Tahun 2008-2011 dapat dilihat juga pada diagram garis dibawah ini:
53
Gambar 3.3
Diagram Garis Realisasi Hasil Pengelolahan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan
Kota Palembang Tahun 2008-2011
Berdasarkan diagram garis 3.3 terlihat bahwa hasil pengelolahan kekayaan daerah
yang dipisahkan Kota Palembang dari Tahun 2008-2011 selalu meningkat setiap tahunnya.
Hal tersebut dikarenakan Pemkot Palembang selalu meningkatkan dalam pemungutan PAD
dari hasil pengelolahan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Dalam pemungutan PAD dari hasil pengelolahan kekayaan daerah yang dipisahkan
juga berkontribusi dikarenakan pengelolahan kekayaan daerah yang dipisahkan
menyumbangkan terhadap PAD yang menambah penerimaan pendapatan daerah.
Dengan kenaikan setiap tahunnya, maka adanya peluang yang cukup potensial yang
bisa dikembangkan pada tahun yang akan datang seiring dengan perkembangan investasi dan
pembangunan di Kota Palembang.
05
10152025303540
2008 2009 2010 2011
Realisasi Hasil Pengelolahan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan Kota Palembang
(Milyar)
Tingkat Pertumbuhan
54
4) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah
Lain-lain PAD yang sah merupakan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis
pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolahan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Pendapatan tersebut di peroleh dari daerah itu sendiri yang merupakan aset tetap daerah
tersebut. Dibawah ini tabel realisasi lain-lain pendapatan asli daerah yang sah sebagai
berikut:
Tabel 3.4
Realisasi Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Kota Palembang Tahun
2008-2011
No Tahun Total Lain-lain Pendapatan
Asli Daerah yang Sah
Persentase
1
2
3
4
2008
2009
2010
2011
41.009.442.525
26.167.404.947
62.437.716.891
48.336.936.669
3,4%
2,1%
3,8%
2,5%
Jumlah 177.951.501.032 2,9%
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang Tahun 2011
Berdasarkan tabel 3.4 terlihat bahwa realisasi lain-lain pendapatan asli daerah yang
sah dari tahun 2008-2011 selalu berubah-ubah. Dimana setiap tahunnya jumlahnya
mengalami kenaikan dan mengalami penurunan. Kalau dilihat dari persentase lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah terhadap total pendapatan daerah rata-rata dari tahun 2008-
2011 hanya sekitar 2,9% dan berkontribusi rendah terhadap PAD.
Realisasi dari lain-lain pendapatan asli daerah yang sah Kota Palembang Tahun 2008-
2011 dapat dilihat juga pada diagram garis dibawah ini:
55
Gambar 3.4
Diagram Garis Realisasi Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Kota
Palembang Tahun 2008-2011
Berdasarkan diagram garis 3.4 terlihat bahwa PAD yang berasal dari lain-lain
pendapatan asli daerah selalu mengalami perubahan setiap tahunnya. Hal tersebut terjadi
dikarenakan pemungutan dari jenis PAD ini jumlahnya selalu berubah-ubah kadang
meningkat dan kadang juga menurun setiap tahunnya.
Penerimaan yang berasal dari lain-lain PAD yang sah dari tahun 2008-2011 hampir
tidak ada perbedaan jenis penerimaan . Tidak menutup kemungkinan celah potensi baru di
sektor penerimaan yang berasal dari lain-lain PAD yang sah , akan tetapi sebaiknya
memaksimalkan potensi yang sudah ada.
3.1.2 Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah
Dalam melihat berapa besar kontribusi pendapatan asli daerah dapat terlihat pada
realisasi pendapatan asli daerah tersebut. Realisasi tersebut merupakan hasil dari semua
proses pemungutan pendapatan asli daerah yang bersumber dari pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolahaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli
daerah yang sah. Untuk melihat realisasi pendapatan asli daerah dapat dilihat pada tabel,
sebagai berikut:
0
10
20
30
40
50
60
70
2008 2009 2010 2011
Realisasi Lain-Lain PAD Yang Sah Kota Palembang (Milyar)
Tingkat Pertumbuhan
56
Tabel 3.5
Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Palembang Tahun 2008-2011
No Tahun Jenis PAD Target Realisasi
1 2008 1) Pajak Daerah 2) Retribusi Daerah 3) Hasil Pengelolahaan Kekayaan
Daerah Yang Dipisahkan 4) Lain-Lain Pendapata Asli Daerah
Yang Sah
69.350.000.000 65.332.735.137 8.000.000.000 29.632.539.011
69.367.592.779
59.055.021.400 1.951.494.846
41.009.442.525
Jumlah 172.315.274.148 171.383.551.550
Persentase 14,2% 14,1%
2 2009 1) Pajak Daerah 2) Retribusi Daerah 3) Hasil Pengelolahaan Kekayaan
Daerah Yang Dipisahkan 4) Lain-Lain Pendapata Asli Daerah
Yang Sah
87.485.932.360 64.629.000.000 10.000.000.000 56.477.729.450
84.696.563.176
51.274.328.286 8.402.352.751
26.167.404.947
Jumlah 218.592.661.810 170.540.649.161
Persentase 17,9% 13,9% 3 2010 1) Pajak Daerah
2) Retribusi Daerah 3) Hasil Pengelolahaan Kekayaan
Daerah Yang Dipisahkan 4) Lain-Lain Pendapata Asli Daerah
Yang Sah
93.420.835.800 74.393.402.273 20.000.000.000 22.235.219.168
104.047.313.437
65.175.505.023 23.533.118.892
62.437.716.891
Jumlah 210.049.457.241 255.193.654.243
Persentase 12,7% 15,5% 4 2011 1) Pajak Daerah
2) Retribusi Daerah 3) Hasil Pengelolahaan Kekayaan
Daerah Yang Dipisahkan 4) Lain-Lain Pendapata Asli Daerah
Yang Sah
172.117.431.035 90.795.550.515 25.570.000.000 69.522.182.615
207.746.349.410
81.710.682.296 35.184.073.541
48.336.936.669
Jumlah 358.005.164.165 372.978.041.916
Persentase 18,7% 19,4% Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang Tahun 2011
57
Berdasarkan tabel 3.5 menunjukan realisasi pendapatan asli daerah Kota Palembang
Tahun 2008-2011 dapat diketahui terjadi kenaikan dan juga mengalami penurunan. Tahun
2009 pendapatan asli daerah mengalami penurunan sebesar Rp.842.902.389, dimana tahun
2008 pendapatan asli daerah sebesar Rp. 171.383.551.550 dan pada tahun 2009 menurun
menjadi sebesar Rp. 170.540.649.161, sedangkan berdasarkan persentase terlihat bahwa
tahun 2008-2009 mengalami penurunan persentase dari 14,1% menjadi 13,9% dan pada
tahun 2009-2011 mengalami kenaikan setiap tahunnya.
Realisasi dari pendapatan asli daerah Kota Palembang Tahun 2008-2011 dapat dilihat
juga pada diagram garis dibawah ini:
Gambar 3.5
Diagram Garis Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Palembang Tahun
2008-2011
Berdasarkan diagram garis 3.5 terlihat bahwa realisasi PAD mengalami kenaikan dan
penurunan. Dari tahun 2008-2009 mengalami penurunan dikarenakan sektor retribusi dan
lain-lain PAD yang sah mengalami penurunan walaupun terjadi kenaikan dalam sektor pajak
daerah dan hasil pengelolahaan kekayaan daerah yang dipisahkan, namun terjadi kenaikan
tidak begitu besar dibandingkan terjadi penurunannya. Dan pada tahun 2009-2011 terjadi
0
50
100
150
200
250
300
350
400
2008 2009 2010 2011
Realisasi PAD Kota Palembang (Milyar)
Tingkat Pertumbuhan
58
peningkatan terus dibandingkan pada tahun 2008-2009. Hal tersebut terjadi dikarenakan
terjadinya peningkatan dari sektor-sektor PAD.
3.1.3 Pendapatan Asli Daerah Terhadap Total Penerimaan Daerah
Dalam melihat suatu daerah mampu melaksanakan otonomi daerah dapat dilihat dari
kemampuan keuangan daerahnya, yang berarti daerah tersebut memiliki kemampuan dan
kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan
keuangannya sendiri dalam penyelenggaraan pemerintah. karena itu PAD harus menjadi
sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan
daerah.
Besar kecilnya suatu PAD terhadap total pendapatan daerah berpengaruh langsung
terhadap kemandirian keuangan daerah. Dalam hal ini, berarti kemandirian keuangan daerah
itu dapat dilihat dari proporsi atau jumlah PAD terhadap total pendapatan daerah. Apabila
proporsi PAD terhadap total pendapatan daerah kecil atau belum maksimal dibandingkan dari
penerimaan dari pemerintah pusat, artinya daerah tersebut belum dapat mengurangi
ketergantungan fiskalnya dari pemerintah pusat.
Sebagaimana yang dinyatakan Bapak Ahmad Syaufan (Kasi Pemantauan,
Pengembangan dan Penyuluhan Dispenda Kota Palembang):
“Kontribusi PAD terhadap total pendapatan daerah dapat dilihat dari berapa besar jumlah dari PAD itu sendiri. Dimana PAD jumlahnya masih kecil di bandingkan dengan dana yang diberikan pemerintah pusat, sehingga kontribusinya masih rendah”.
Dari pernyataan tersebut dapat terlihat bahwa kontribusi PAD terhadap total
pendapatan daerah memang rendah atau kecil sekali di bandingkan dengan dana yang di
berikan pemerintah daerah.
Persentase PAD terhadap total penerimaan daerah Kota Palembang Tahun 2008-2011
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
59
Tabel 3.6
Persentase PAD Terhadap Total Penerimaan Daerah Kota Palembang Tahun
2008-2011
Tahun PAD Total Pendapatan
Daerah
Persentase PAD terhadap
total pendapatan daerah
2008
2009
2010
2011
171.383.551.551
170.540.649.161
255.193.654.243
372.978.041.916
1.209.505.934.544
1.219.171.711.299
1.648.325.888.374
1.917.931.790.520
14,2%
14%
15,4%
19,4%
Rata-Rata 15,6%
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang Tahun 2011
Dalam tabel 3.6 menunjukan bahwa kontribusi pendapatan asli daerah tahun 2008
sebesar Rp. 171.383.551.551 dari total penerimaan daerah sebesar Rp. 1.209.505.934.544 dan
kontribusinya hanya 14,2% saja. Pada tahun 2009 sebesar Rp. 170.540.649.161 dari total
penerimaan daerah sebesar Rp. 1.219.171.711.299 dan kontribusinya hanya 14% saja. Pada
tahun 2010 sebesar Rp. 255.193.654.243 dari total penerimaan daerah sebesar Rp.
1.648.325.888.374 dan kontribusinya hanya 15,4% saja. Pada tahun 2011 sebesar Rp.
372.978.041.916 dari total penerimaan daerah sebesar Rp. 1.917.931.790.520 dan
kontribusinya hanya 19,4% saja.
Dari tabel tersebut terlihat bahwa tahun 2008-2011, kontribusi PAD sangat kecil sekali
terhadap total pendapatan daerah, dikarenakan PAD yang diperoleh Kota Palembang
memiliki proporsi persentase yang kecil terhadap total pendapatan daerah.
Dapat disimpulkan bahwa sumber-sumber penerimaan daerah yang berasal dari PAD
tidak begitu besar hasilnya, jika dibandingkan dengan dana yang diberikan pemerintah pusat
kepada daerah. Artinya pemerintah pusat masih mendominasi sumber-sumber penerimaan
kepada daerah. Hal inilah yang harus diperhatikan pemerintah Kota Palembang untuk
60
meningkatkan kemandirian keuangan daerah, dengan melihat celah potensi PAD yang ada di
Kota Palembang.
Dari penafsiran-penafsiran diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam mengukur
kemandirian keuangan daerah Kota Palembang melalui indikator proporsi PAD terhadap total
pendapatan daerah dapat terlihat di bawah ini:
Dalam mengukur rasio kemandiran keuangan daerah dapat menggunakan rumus
berikut:
3)
4)
Tabel 3.7
Kemandirian Keuangan Daerah Kota Palembang Berdasarkan PAD Tahun 2008-2011
Tahun PAD Total Pendapatan
Daerah
Persentase PAD
terhadap total
pendapatan daerah
Pola
Hubungan
2008
2009
2010
2011
171.383.551.551
170.540.649.161
255.193.654.243 372.978.041.916
1.209.505.934.544
1.219.171.711.299
1.648.325.888.374
1.917.931.790.520
14,2%
14%
15,4%
19,4%
Instruktif
Instruktif
Instruktif
Instruktif
Rata-Rata 15,6% Instruktif
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang
Berdasarkan Tabel 3.7 terlihat bahwa kontribusi PAD terhadap total pendapatan daerah
sangat kecil sekali. Rata-ratanya hanya 15,6% terhadap total pendapatan daerah. Dengan
demikian, berdasarkan Tabel 1.3 kemandirian keuangan daerah kota Palembang dari tahun
2008-2011 masih rendah sekali dan bersifat Instruktif. Dimana pola hubungan tersebut
menunjukan peranan pemerintah pusat lebih dominan terhadap pemerintah daerah. Hal
Rasio Kemandirian = Pendapatan Asli Daerah (PAD) × 100%
Total Pendapatan Daerah (TPD)
61
tersebut dapat dikarenakan penggalian potensi-potensi PAD yang di pungut pemerintah Kota
Palembang belum maksimal, sehingga Kota Palembang belum mandiri dan masih tergantung
dari dana bantuan pemerintah pusat.
3.2 Proporsi Dana Perimbangan Terhadap Total Pendapatan Daerah
3.2.1 Penerimaan yang Bersumber dari Bantuan Pemerintah
Pemerintah Kota Palembang dalam melaksanakan otonomi daerah juga, masih sangat
tergantung dari pemberian bantuan dana perimbangan dari pemerintah pusat. Hal tersebut
dikarenakan, pendapatan daerah yang bersumber pendapatan asli daerah Pemkot Palembang
belum dapat dikelolah secara maksimal sehingga dana perimbangan dari pemerintah pusat
masih berperan besar terhadap keuangan daerahnya.
Penerimaan bantuan dari Pemerintah Kota Palembang berasal dari penerimaan dari
bantuan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi. Bantuan dari pemerintah pusat terdiri
dari dana bagi hasil pajak/bukan pajak, dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus
(DAK). Sedangkan bantuan pemerintah provinsi yaitu berasal dari bagi hasil pajak provinsi
dan bantuan keuangan dari provinsi.
A. Bantuan Pemerintah Pusat
1. Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak
Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah,
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dalam UU No. 33 tahun 2004 pasal 10 menyebutkan bahwa dana hasil bagi
bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak
terdiri atas :
a) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
b) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
62
c) Pajak Penghasilan wajib pajak orang pribadi dalam negeri
Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumber daya alam terdiri atas :
a. Kehutanan
b. Pertambangan Umum
c. Perikanan
d. Pertambangan minyak bumi
e. Pertambangan minyak gas bumi
f. Pertambangan panas bumi
Adapun Realisasi penerimaan dana bagi hasil Kota Palembang dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
Tabel 3.8
Realisasi Dana Bagi Hasil Kota Palembang Tahun 2008-2011
No Tahun Total Dana Bagi Hasil Persentase
1
2
3
4
2008
2009
2010
2011
215.398.072.258
209.496.203.477
452.275.905.837
269.518.691.643
17,8%
17,2%
27,4%
14,1%
Jumlah 1.146.688.873.215 19,1%
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang Tahun 2011
Berdasarkan tabel 3.8 terlihat bahwa realisasi dana bagi hasil dari tahun 2008-2011
selalu berubah-ubah. Dimana setiap tahunnya jumlahnya mengalami kenaikan dan
mengalami penurunan. Hal tersebut terjadi dikarenakan dana yang diberikan pemerintah
pusat yang berasal dari sektor-sektor dana bagi hasil selalu berbeda setiap tahunnya. Dan
dilihat dari persentase dana bagi hasil terhadap total pendapatan daerah cukup besar dari
tahun 2008-2011 rata-rata sekitar 19,1%.
63
Realisasi dana bagi hasil Kota Palembang Tahun 2008-2011 dapat dilihat juga pada
diagram garis dibawah ini:
Gambar 3.6
Diagram Garis Realisasi Dana Bagi Hasil Kota Palembang Tahun 2008-2011
Berdasarkan diagram garis 3.8 terlihat bahwa realisasi dana bagi hasil Kota
Palembang selalu mengalami perubahan setiap tahunnya. Hal tersebut terjadi dikarenakan
dana bantuan yang bersumber dari pemerintah pusat berupa dana bagi hasil jumlahnya selalu
berubah-ubah tergantung kebutuhan Kota Palembang setiap tahunnya.
Pendapatan Daerah yang berasal dana bagi hasil mengalami peningkatan disebabkan
juga karena peningkatan jumlah pendapatan Negara secara umum maupun Kota Palembang
secara khusus
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
2008 2009 2010 2011
Realisasi Dana Bagi Hasil Kota Palembang (Milyar)
Tingkat Pertumbuhan
64
2. Dana Alokasi Umum
Dana alokasi umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan
tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah, untuk membiayai kebutuhan
pembelanjaan.
Dana alokasi umum dialokasikan dengan tujuan pemerataan yang memperhatikan potensi
daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan masyarakat
di daerah, sehingga perbedaan antara daerah yang maju dengan daerah yang belum maju atau
belum berkembang dapat diperkecil. Dana alokasi umum ini bersifat block grant artinya
pengelolahan dana tersebut diserahkan sepenuhnya kepada daerah, dengan kata lain
pemerintah daerah diberi keleluasaan untuk menggunakan dana alokasi umum tersebut.
Adapun cara menghitung dana alokasi umum menurut ketentuan adalah sebagai berikut:
1. Dana alokasi umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 25% dari penerimaan
dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN.
2. Dana alokasi umum (DAU) untuk daerah propinsi dan untuk daerah kabupaten/kota
ditetapkan masing-masing 10% dan 90% dari dana alokasi umum sebagaimana
ditetapkan diatas.
3. Dari dana alokasi (DAU) untuk suatu daerah kabupaten/kota tertentu ditetapkan
berdasarkan perkalian jumlah dana alokasi umum untuk daerah kabupaten/kota yang
ditetapkan APBN dengan porsi daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.
4. Porsi daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud diatas merupakan proporsi bobot
daerah kabupaten/kota diseluruh indonesia.
65
Diketahui bahwa potensi PAD dan penerimaan bagi hasil berpengaruh besar dalam
penentuan besarnya proporsi DAU untuk suatu daerah. Dalam hal ini apabila jumlah PAD
dan penerimaan bagi hasil suatu daerah relatif besar, maka proporsi DAU yang diterima akan
menjadi lebih kecil. Demikian juga sebaliknya, apabila PAD dan penerimaan bagi hasil relatif
kecil, maka proporsi DAU yang akan diterima oleh daerah akan lebih besar, apabila hal ini
terjadi berarti pemerintah daerah dalam hal membiayai kebutuhan daerahnya masih sangat
tergantung kepada pemerintah pusat. Untuk melihat realisasi penerimaan DAU Kota
Palembang dapat pada tabel berikut:
Tabel 3.9
Realisasi Dana Alokasi Umum Kota Palembang Tahun 2008-2011
No Tahun Total Dana Alokasi Umum Persentase
1
2
3
4
2008
2009
2010
2011
716.129.540.000
689.108.622.000
696.587.039.000
787.312.331.000
59,2%
56,5%
42,3%
41,1%
Jumlah 2.889.137.532.000 49,8%
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang Tahun 2011
Berdasarkan tabel 3.9 terlihat bahwa realisasi dana alokasi umum dari tahun 2008-
2011 hampir selalu meningkat hanya pada tahun 2008-2009 saja yang menurun sebesar
Rp.27.020.918.000. Hal tersebut dikarenakan, dana alokasi umum dari pemerintah pusat
jumlahnya selalu berubah-ubah tergantung kebutuhan Kota Palembang setiap tahunnya. Pada
tahun 2009-2011 mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan persentase dapat
terlihat bahwa rata-rata dari tahun 2008-2011 kontribusi dana alokasi umum terhadap total
pendapatan daerah sangat besar sekali sebesar 49,8%.
66
Realisasi dari dana alokasi umum Kota Palembang Tahun 2008-2011 dapat dilihat
juga pada diagram garis dibawah ini:
Gambar 3.7
Diagram Garis Realisasi Dana Alokasi Umum Kota Palembang Tahun 2008-
2011
Berdasarkan diagram garis 3.9 terlihat bahwa dana alokasi umum yang diperoleh
Pemkot Palembang terjadi peningkatan pada Tahun 2009-2011, tapi terjadi penurunan juga
Tahun 2008-2009 dikarenakan dana yang diperoleh dari bantuan pemerintah pusat dikurangi
berdasarkan kebutuhan daerah tersebut.
Dapat disimpulkan DAU Kota Palembang tahun 2008-2011 terlihat bahwa kontribusi
DAU bagi pendapatan keuangan daerah sangat berperan besar, hal tersebut dikarenakan rata-
rata jumlah DAU yang diberikan pemerintah pusat kepada daerah cukup besar walaupun
jumlah DAU selalu berubah-ubah setiap tahunnya, sehingga terlihat kontribusinya berperan
penting yang dapat menambah pendapatan daerah dalam APBD.
640
660
680
700
720
740
760
780
800
2008 2009 2010 2011
Realisasi Dana Alokasi Umum Kota Palembang (Milyar)
Tingkat Pertumbuhan
67
3. Dana Alokasi Khusus
Dana Alokasi Khusus (DAK) ini merupakan transfer dana dari pemerintah pusat yang
bersifat specific grant karena penggunaannya sudah ditentukan untuk kebutuhan khusus
tertentu.
Menurut ketentuan UU No 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dengan daerah terdapat ketentuan-ketentuan DAK, yaitu:
1) DAK dialokasikan kepada Daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah.
2) Daerah penerima DAK wajib menyediakan Dana Pendamping sekurang-kurangnya 10% dari alokasi DAK.
3) Pemerintah menetapkan kriteria DAK yang meliputi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.
4) Kriteria umum ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan Keuangan Daerah dalam APBD.
5) Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan dan karakteristik Daerah.
6) Kriteria teknis ditetapkan oleh kementerian Negara/departemen teknis. 7) Kegiatan yang tidak dapat dibiayai oleh DAK adalah biaya administrasi, biaya
penyiapan proyek fisik, biaya penelitian, biaya perjalanan dinas, biaya administrasi umum dan lain-lain biaya umum sejenis.
Menurut Henley (1992) sebagaimana yang dikutif oleh Mardiasmo, ada beberapa tujuan
pemerintah pusat memberikan dana bantuan dalam bentuk DAK kepada pemerintah daerah,
yaitu:
1) Untuk mendorong terciptanya keadilan antar wilayah 2) Untuk meningkatkan akuntabilitas 3) Untuk meningkatkan sistem pajak yang lebih progresif
Realisasi dana alokasi khusus Kota Palembang dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
68
Tabel 3.10
Realisasi Dana Alokasi Khusus Kota Palembang tahun 2008-2011
No Tahun Total Dana Alokasi Khusus Persentase
1
2
3
4
2008
2009
2010
2011
8.387.000.000
11.770.000.000
28.427.000.000
47.678.900.000
0,7%
0,9%
1,7%
2,5%
Jumlah 96.262.900.000 1,5%
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang Tahun 2011
Berdasarkan tabel 3.10 terlihat bahwa realisasi dana alokasi khusus dari Tahun 2008-
2011 selalu meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut terlihat dari tahun 2008 sampai 2011
jumlah pendapatan dari dana alokasi khusus selalu bertambah setiap tahunnya. Dilihat dari
persentase dana alokasi khusus terhadap total pendapatan daerah terlihat bahwa kontribusinya
tidak terlalu besar hanya sekitar 1,5% saja.
Realisasi dari dana alokasi khusus Kota Palembang Tahun 2008-2011 dapat dilihat
juga pada diagram garis dibawah ini:
69
Gambar 3.8
Diagram Garis Realisasi Dana Alokasi Khusus Kota Palembang Tahun 2008-
2011
Berdasarkan diagram garis 3.10 terlihat bahwa dana alokasi khusus Kota Palembang
dari Tahun 2008-2011 selalu meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut dikarenakan Pemkot
Palembang mendapat dana bantuan pemerintah pusat berupa dana alokasi khusus jumlahnya
meningkat setiap tahunnya.
Dana alokasi khusus ini merupakan dana yang bersumber dari anggaran pendapatan
belanja Negara yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu
mendanai kegiatan khusus selain reboisasi atau penghijauan yang merupakan urusan daerah
dan sesuai perioritas nasional. Walaupun kontribusi dana alokasi khusus ini sangat kecil jika
dibandingkan dengan penerimaan dana alokasi umum, tetapi dana alokasi khusus ini ikut
mempengaruhi terhadap kemandirian keuangan daerah karena dana alokasi khusus juga
merupakan transfer dana yang berasal dari pemerintah pusat.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
2008 2009 2010 2011
Realisasi Dana Alokasi Khusus Kota Palembang (Milyar)
Tingkat Pertumbuhan
70
B. Batuan Pemerintah Provinsi
1. Bagi Hasil Pajak Provinsi
Dana bagi hasil pajak dari provinsi merupakan penerimaan daerah kota Palembang
dari provinsi Sumatra selatan atas pemungutan pajak provinsi Pajak ini dipungut langsung
oleh pemerintah Kota Palembang.
Dana bagi hasil pajak provinsi Kota Palembang dari tahun 2008-2011 terdiri dari 6
jenis,yaitu: Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor, Pajak Kendaraan diatas air, Bagi Hasil Dari Bagian Tahun Lalu, dan Pajak Air
Bawah Tanah.
Jenis dan realisasi penerimaan yang berasal dari bagi hasil pajak provinsi Sumatera
selatan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.11
Jenis Dan Realisasi Penerimaan Yang Berasal Dari Bagi Hasil Pajak Provinsi
Tahun 2008-2011
No Dana Bagi Hasil
Pajak Provinsi 2008 2009 2010 2011
1 Pajak Kendaraan
Bermotor
27.243.249.067 31.298.287.838 44.673.002.354 21.160.729.650
2 Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor
25.260.151.965 21.409.318.561 41.478.082.655 35.653.078.100
3 Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor
32.002.256.202 27.400.797.100 24.661.455.100 29.635.661.650
4 Pajak Kendaraan diatas
air
37.654.900 - 29.107.100 637.636.300
5 Bagi Hasil Dari Bagian
Tahun Lalu
4.275.693.799 21.490.527.160 - 7.628.620.300
6. Pajak Air Bawah Tanah 875.170.600 - 736.738.400 -
Jumlah 89.694.176.534 102.044.279.659 111.578.385.600 94.705.726.000
Persentase 7,4% 8,4% 6,8% 4,9%
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang Tahun 2011
71
Pada tabel 3.11 menunjukan tahun 2008-2011 terlihat bahwa selalu berubah-ubah.
Dimana terjadi kenaikan dan penurunan.Tahun 2008-2010 terjadi kenaikan dan hanya tahun
2011 yang mengalami penurunan. Berdasarkan persentase dana bagi hasil pajak provinsi
terhadap total pendapatan daerah terlihat bahwa rata-rata dari tahun 2008-2011 sebesar 6,9%.
Realisasi dari dana bagi hasil pajak provinsi Kota Palembang Tahun 2008-2011 dapat
dilihat juga pada diagram garis dibawah ini:
Gambar 3.9
Diagram Garis Realisasi Dana Bagi Hasil Pajak Provinsi Kota Palembang
Tahun 2008-2011
Berdasarkan diagram garis 3.11 terlihat bahwa realisasi dana bagi hasil pajak provinsi
dari tahun 2008-2011 hampir selalu meningkat hanya pada tahun 2010-2011 saja yang
menurun. Hal tersebut dikarenakan, dana bagi hasil pajak dari pemerintah provinsi jumlahnya
selalu berubah-ubah tergantung kebutuhan Kota Palembang setiap tahunnya.
Dengan demikian, dapat terlihat bahwa dana bagi hasil dari provinsi juga
berkontribusi bagi total pendapatan daerah walaupun tidak begitu besar jumlahnya yang
diberikan oleh pemerintah provinsi kepada Kota Palembang.
0
20
40
60
80
100
120
2008 2009 2010 2011
Realisasi Dana Bagi Hasil Pajak Provinsi Kota Palembang (Milyar)
Tingkat Pertumbuhan
72
2. Bantuan Keuangan Dari Provinsi
Bantuan keuangan dari provinsi merupakan bantuan yang berasal dari pemerintah
provinsi yang diberikan pada pemerintah daerah. Realisasi penerimaan bantuan keuangan
dari provinsi dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.12
Realisasi Penerimaan Bantuan Keuangan Dari Provinsi Kota Palembang Tahun
2008-2011
No Tahun Total Dana Bantuan
Keuangan Dari Provinsi
Persentase
1
2
3
4
2008
2009
2010
2011
-
4.000.000.000
20.005.572.494
60.913.756.674
-
0,3%
1,2%
3,2%
Jumlah 84.919.329.169 1,6%
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang Tahun 2011
Pada tabel 3.12 menunjukan tahun 2008-2011 terlihat bahwa selalu meningkat.
Dimana dana bantuan dari pemerintah provinsi selalu meningkat setiap tahunnya dan hanya
tahun 2008 yang tidak mendapatkan dana bantuan keuangan dari Pemerintah Provinsi.
Berdasarkan persentase juga terlihat kontribusi dana bantuan keuangan dari pemerintah
provinsi terhadap total pendapatan daerah rata-rata dari tahun 2008-2011 hanya sebesar 1,6%.
Realisasi dana bantuan keuangan dari provinsi Kota Palembang Tahun 2008-2011
dapat dilihat juga pada diagram garis dibawah ini:
73
Gambar 3.10
Diagram Garis Realisasi Dana Bantuan Keuangan Dari Provinsi Kota
Palembang Tahun 2008-2011
Berdasarkan diagram garis 3.12 terlihat bahwa dana bantuan keuangan dari provinsi
yang di peroleh Kota Palembang dari Tahun 2008-2011 selalu meningkat setiap tahunnya.
Hal tersebut di karenakan jumlah bantuan keuangan tergantung dari kebutuhan daerah itu
sendiri.
Dengan demikian, dana bantuan keuangan yang di berikan pemerintah provinsi juga
memberikan kontribusi terhadap total pendapatan daerah walaupun jumlah dana yang
diberikan tidak terlalu besar.
3.2.2 Realisasi Penerimaan dari Bantuan Pemerintah
Realisasi penerimaan bantuan dari pemerintah merupakan hasil penerimaan daerah
yang bersumber dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi. Untuk melihat realisasi
tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
0
10
20
30
40
50
60
70
2008 2009 2010 2011
Realisasi Dana Bantuan Keuangan Dari Provinsi Kota Palembang
(Milyar)
Tingkat Pertumbuhan
74
Tabel 3.13
Realisasi Penerimaan Bantuan Pemerintah Kota Palembang Tahun 2008-2011
No Tahun Bantuan Pemerintah Target Realisasi
1 2008 1. Bantuan Pemerintah Pusat
2. Bantuan Pemerintah Provinsi
920.854.185.697
99.486.763.687
939.914.612.258
89.694.176.534
Jumlah 1.020.340.949.384 1.029.608.788.792
Persentase 84% 85%
2 2009 1. Bantuan Pemerintah Pusat
2. Bantuan Pemerintah Provinsi
963.652.743.054
185.349.963.543
910.374.825.477
106.044.279.659
Jumlah 1.149.002.706.597 1.016.419.105.136
Persentase 94% 83%
3 2010 1. Bantuan Pemerintah Pusat
2. Bantuan Pemerintah Provinsi
1.029.616.727.621
185.349.963.543
1.177.289.944.837
131.583.958.094
Jumlah 1.214.966.691.164 1.308.873.902.931
Persentase 74% 79%
4 2011 1. Bantuan Pemerintah Pusat
2. Bantuan Pemerintah Provinsi
1.091.430.028.671
196.953.068.260
1.104.509.922.643
155.619.482.674
Jumlah 1.288.383.096.931 1.260.129.405.317
Persentase 67% 66%
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang Tahun 2011
Berdasarkan tabel 3.13 menunjukan realisasi penerimaan bantuan dari pemerintah
kepada Kota Palembang Tahun 2008-2011 dapat diketahui terjadi kenaikan dan juga
mengalami penurunan. Tahun 2009 bantuan pemerintah mengalami penurunan sebesar
Rp.13.189.683.656, dimana tahun 2008 bantuan pemerintah sebesar Rp. 1.029.608.788.792
dan pada tahun 2009 menurun menjadi sebesar Rp. 1.016.419.105.136. Berdasarkan
persentasenya terlihat bahwa penerimaan dana bantuan pemerintah terhadap total pendapatan
75
daerah terlihat bahwa setiap tahunnya mengalami penurunan. Hal tersebut bisa disebabkan
perubahan jumlah dana yang diberikan pemerintah pusat maupun provinsi tergantung
kebutuhan daerah itu sendiri setiap tahunnya.
Realisasi dana bantuan pemerintah Kota Palembang Tahun 2008-2011 dapat dilihat
juga pada diagram garis dibawah ini:
Gambar 3.11
Diagram Garis Realisasi Dana Bantuan Pemerintah Kota Palembang Tahun
2008-2011
Berdasarkan diagram garis 3.13 terlihat bahwa realisasi dana bantuan pemerintah
selalu mengalami perubahan setiap tahunnya. Hal tersebut dikarenakan bantuan pemerintah
pusat mengalami penurunan walaupun terjadi kenaikan pada bantuan pemerintah provinsi ,
namun terjadi kenaikan tidak begitu besar dibandingkan terjadi penurunannya dan terjadi
peningkatan setiap tahun ini disebabkan terutama karena peningkatan jumlah penerimaan
daerah dari sektor bantuan pemerintah pusat, yaitu dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan
dana alokasi khusus untuk Kota Palembang.
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
2008 2009 2010 2011
Realisasi Dana Bantuan Pemerintah Kota Palembang (Milyar)
Tingkat Pertumbuhan
76
Dengan demikian, terlihat bahwa dana yang diberikan pemerintah pusat maupun
provinsi sangat berkontribusi besar sekali terhadap total pendapatan yang di peroleh
pemerintah daerah. Hal tersebut dikarenakan jumlah dana yang diberikan pemerintah kepada
daerah jumlahnya sangat besar dibandingkan pendapatan dari Kota Palembang itu sendiri
yang berasal dari PAD.
3.2.3 Bantuan Pemerintah Terhadap Total Penerimaan Keuangan Daerah
Pemerintah Kota Palembang dalam melaksanakan otonomi daerah juga, masih sangat
tergantung dari pemberian bantuan dana pemerintah, baik pemerintah pusat maupun provinsi.
Hal tersebut dikarenakan, pendapatan daerah yang bersumber pendapatan asli daerah Pemkot
Palembang belum dapat dikelolah secara maksimal.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh ibu Lidia (Kasi Penyusunan Program Dinas
Pendapatan daerah Kota Palembang):
“Kalau kontribusi dana perimbangan terhadap total pendapatan daerah terlihat sangat berperan penting dan jumlahnya cukup besar di bandingkan PAD yang di peroleh. Dikarenakan dana perimbangan yang di berikan pemerintah pusat tergantung kebutuhan daerah itu sendiri.”
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat di lihat bahwa dana perimbangan yang di
berikan pemerintah pusat kepada daerah memang jumlahnya sangat besar dibandingkan PAD
daerah itu sendiri. Karena itu, kontribusi dana perimbangan sangat berperan penting bagi
perkembangan daerah itu, terutama Kota Palembang.
Hal ini terlihat dari tabel tentang persentase dana bantuan pemerintah terhadap total
pendapatan Kota Palembang Tahun 2008-2011, yaitu:
77
Tabel 3.14
Tabel Tentang Persentase Dana Bantuan Pemerintah Terhadap Total
Pendapatan Kota Palembang Tahun 2008-2011
Tahun Dana Bantuan
Pemerintah Total Pendapatan
Daerah
Persentase dana bantuan pemerintah terhadap total
pendapatan daerah 2008
2009
2010
2011
1.029.608.788.792
1.016.419.105.136
1.308.873.902.931
1.260.129.405.317
1.209.505.934.544
1.219.171.711.299
1.648.325.888.374
1.917.931.790.520
85,1%
83,4%
79,4%
65,7%
Rata-rata 78,4%
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang Tahun 2011
Dalam tabel 3.14 menunjukan bahwa kontribusi bantuan pemerintah tahun 2008
sebesar Rp. 1.029.608.788.792 dari total penerimaan daerah sebesar Rp. 1.209.505.934.544
dan kontribusinya hanya 85,1%. Pada tahun 2009 sebesar Rp. 1.016.419.105.136 dari total
penerimaan daerah sebesar Rp. 1.219.171.711.299 dan kontribusinya hanya 83,4% saja. Pada
tahun 2010 sebesar Rp. 1.308.873.902.931 dari total penerimaan daerah sebesar Rp.
1.648.325.888.374 dan kontribusinya hanya 79,4%. Pada tahun 2011 sebesar Rp.
1.260.129.405.317 dari total penerimaan daerah sebesar Rp. 1.917.931.790.520 dan
kontribusinya hanya 65,7%% saja.
Dari tabel tersebut terlihat bahwa kontribusi bantuan pemerintan baik dari pemerintah
pusat maupun pemerintah provinsi sangat besar sekali, sehingga pemerintah kota Palembang
masih bergantung pada pemerintah pusat.
Dari penafsiran-penafsiran diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam mengukur
kemandirian keuangan daerah Kota Palembang melalui indikator proporsi dana perimbangan
terhadap total pendapatan daerah dapat terlihat di bawah ini:
78
Dalam mengukur rasio kemandiran keuangan daerah dapat menggunakan rumus
berikut:
Tabel 3.15
Kemandirian Keuangan Daerah Kota Palembang Berdasarkan Dana
Perimbangan Tahun 2008-2011
Tahun Dana
Perimbangan Total Pendapatan
Daerah
Persentase Dana Perimbangan Terhadap
Total Pendapatan Daerah 2008
2009
2010
2011
939.914.612.258
910.374.825.477
1.177.289.944.837
1.104.509.922.643
1.209.505.934.544
1.219.171.711.299
1.648.325.888.374
1.917.931.790.520
77,7%
74,6%
71,4%
58,6%
Rata-rata 70,6%
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang Tahun 2011
Dari tabel tersebut terlihat bahwa tahun 2008-2011 kontribusi dana transper dari
pemerintah pusat yang berupa dana perimbangan sangat berperan besar terhadap total
pendapatan daerah, dikarenakan dana perimbangan yang diperoleh Kota Palembang memiliki
proporsi persentase yang besar terhadap total pendapatan daerah yang rata-rata dari tahun
2008-2011 sebesar 70,6%.
Berdasarkan tabel itu juga, dapat terlihat bahwa dana transper dari pemerintah pusat
masih berkontribusi besar bagi keuangan daerah di Kota Palembang, yang digunakan untuk
pembangunan daerah tersebut. Dengan kata lain, Pemerintah Pusat masih belum rela
mendesentralisasikan sepenuhnya sumber-sumber penerimaan kepada daerah.
Rasio Kemandirian = Dana Perimbangan × 100%
Total Pendapatan Daerah (TPD)
79
Oleh karena itu, diharapkan pemerintah kota palembang dapat mengupayakan
kemandirian khususnya kemandirian dalam bidang keuangan, Misalnya dengan cara sebagai
berikut:
1. Menggali dan mengoptimalkan potensi pendapatan asli daerah (PAD)
2. Mengurangi ketergantungan fiskal dari pemerintah pusat.
3. Mengelolah keuangan daerah berdasarkan kepentingan publik
3.3 Faktor-Faktor Yang Menghambat Dalam Mewujudkan Kemandirian Keuangan
Daerah
Dalam mewujudkan kemandirian keuangan daerah diharapkan memiliki kemandirian
lebih besar, akan tetapi masih banyaknya hambatan-hambatan yang dihadapi pemerintah
daerah Kota Palembang dalam upaya meningkatkan penerimaan daerah untuk mewujudkan
kemandirian keuangan daerah. Faktor-faktor penghambat dalam mewujudkan kemandirian
keuangan daerah Kota Palembang, yaitu :
a) Potensi pendapatan asli daerah belum optimal.
Pada penelitian yang telah dilakukan terlihat bahwa potensi PAD yang dihasilkan sangat
kecil sekali. Hal tersebut terlihat pada persentase yang di sumbangkan PAD bagi pendapatan
daerah Tahun 2008-2011 sangat kecil rata-rata hanya sekitar 15,6% saja. Karena itu, terlihat
bahwa potensi PAD Kota Palembang belum dapat di kelolah secara optimal, sehingga untuk
mewujudkan kemandirian keuangan daerah sangat sulit. Hal inilah yang dapat menghambat
terwujudnya kemandirian keuangan daerah.
Sebagaimana yang di nyatakan bapak Ahmad Syaufan (Kasi Pemantauan, Pengembangan
dan Penyuluhan Dispenda):
“Faktor yang menghambat kemandirian keuangan daerah yaitu masih sedikitnya pendapatan yang berasal dari pendapatan asli daerah dan kurangnya penggalian potensi-potensi yang ada di Kota Palembang”.
80
Dari pernyataan tersebut dapat terlihat bahwa kurangnya penggalian terhadap potensi-
potensi PAD yang ada dan menjadi penghambat dalam mewujudkan kemandirian keuangan
daerah.
b) Ketergantungan Pemerintah Kota Palembang terhadap dana bantuan dari pemerintah
baik Pusat maupun Provinsi.
Pemerintah Kota Palembang masih bergantung pada dana bantuan dari pemerintah. Hal
tersebut terlihat pada kontribusi dana bantuan pemerintah Tahun 2008-2011 rata-rata sebesar
78,4% terhadap pendapatan daerah. Hal tersebut jelas menunjukan besarnya kontribusi dana
bantuan pemerintah bagi total pendapatan daerah Kota Palembang. Dengan besarnya
ketergantungan ini dapat menjadi hambatan bagi pemerintah daerah Kota Palembang dalam
mewujudkan kemandirian keuangan daerah.
Sebagaimana yang di nyatakan ibu Lidia (Kasi Penyusunan Program Dinas Pendapatan
daerah):
“Faktor yang menghambat kemandirian keuangan daerah yaitu masih sulitnya mengurangi ketergantungan dana dari bantuan pemerintah pusat dalam mengembangkan Kota Palembang.” Dari pernyataan tersebut dapat terlihat bahwa masih tergantungnya dana dari pemerintah
pusat dapat menjadi penghambat dalam mewujudkan kemandirian keuangan daerah.
c) Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak atau retribusi sehingga
penerimaan daerah sedikit.
Hal tersebut dapat terlihat pada pendapatan daerah Kota Palembang yang berasal dari
pajak dan retribusi daerah. Dimana kontribusinya bagi pendapatan daerah Tahun 2008-2011
masih sangat kecil. Pajak daerah rata-rata kontribusinya hanya 7,5%, sedangkan retribusi
daerah rata-rata hanya 4,3%. Karena itu, pajak dan retribusi daerah berkontribusi sangat kecil
bagi pendapatan daerah. Hal ini terjadi dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat dalam
membayar pajak dan retribusi daerah. Masyarakat yang belum tahu atau tidak mau tahu
81
adanya pungutan daerah ini jelas akan menjadi hambatan bagi pemerintah daerah dalam
meningkatkan pendapatan asli daerah, sehingga dapat mempengaruhi kemandirian keuangan
daerah.
Sebagaimana yang di nyatakan ibu Ely Dalti (Kasi Evaluasi dan Pelaporan Dinas
Pendapatan Daerah):
“Faktor yang menghambat kemandirian keuangan daerah yaitu masih terdapatnya wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya sebagai wajib pajak seperti membayar pajak dan retribusi daerah.”
Dari pernyataan tersebut dapat terlihat bahwa masih adanya wajib pajak yang tidak
membayar pajak dan retribusi daerah dapat menjadi penghambat dalam mewujudkan
kemandirian keuangan daerah.
82
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa kemandirian keuangan daerah Kota Palembang tahun 2008-2011 belum mandiri atau
masih rendah dikarenakan bantuan dari pemerintah pusat ataupun provinsi sangat besar dan
memegang peranan penting bagi keuangan daerah Kota Palembang. Penjelasan kesimpulan
dalam penelitian ini, yaitu:
A. Kemandirian keuangan daerah Kota Palembang dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Pendapatan daerah yang berasal dari pendapatan asli daerah Kota Palembang masih
sangat kecil pada tahun 2008-2011. Hal tersebut dapat terlihat dari rata-rata persentase
pendapatan asli daerah terhadap total pendapatan daerah sebesar 15,6%. Hal ini
menunjukan bahwa pendapatan asli daerah memberikan kontribusi sangat kecil bagi
total yang diperoleh daerah
2) Bantuan dari pemerintah pusat maupun provinsi terhadap total pendapatan daerah
Kota Palembang sangat besar pada tahun 2008-2011. Hal tersebut dapat terlihat dari
rata-rata persentase penerimaan bantuan pemerintah terhadap total pendapatan daerah
Kota Palembang sebesar 78.4%. Hal ini menunjukan bahwa dana dari bantuan
pemerintah sangat berperan atau berkontribusi penting bagi total penerimaan yang
diperoleh daerah
3) Dilihat dari rata-rata rasio kemandirian keuangan daerah Kota Palembang tahun 2008-
2011 sebesar 15,6% artinya kemandirian keuangan daerah kota Palembang dari tahun
2008-2011 masih rendah sekali dan bersifat Instruktif. Dimana pola hubungan
tersebut menunjukan peranan pemerintah pusat lebih dominan terhadap pemerintah
83
daerah, sehingga dapat dilihat Kota Palembang belum mandiri dan masih tergantung
dari dana bantuan pemerintah pusat
B. Faktor penghambat kemandirian keuangan daerah Kota Palembang yaitu potensi
pendapatan asli daerah belum optimal, kurangnya kesadaran masyarakat dalam
membayar pajak atau retribusi daerah, dan ketergantungan pemerintah terhadap dana
bantuan dari pemerintah baik Pusat maupun Provinsi.
4.2 Saran
1. Pemerintah Kota Palembang harus lebih meningkatkan kemampuan daerah atau
menggali potensi pendapatan asli daerah, sehingga pendapatan daerah yang berasal
dari pendapatan asli daerah dapat lebih meningkat dan dapat mengurangi
ketergantungan pada dana bantuan dari pemerintah
2. Pemerintah Kota Palembang harus dapat menyadarkan kepada masyarakat pentingnya
membayar pajak dan retribusi daerah dalam meningkatkan keuangan daerah. Karena
itu, pemerintah daerah juga harus meningkatkan fasilitas sarana dan prasarana,
sehingga masyarakat lebih rajin dalam membayar pajak dan retribusi daerah.
84
DAFTAR PUSTAKA
Halim, Abdul.2008. Manajemen Keuangan Daerah.Yogyakarta: UPP UMP YKPN
Mamesah, DJ.1995. Sistem Administrasi Keuangan Daerah.Jakarta: Gramedia
Mardiasmo.2004. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah.Yogyakarta: ANDI OFFSET
Saragih, Juli Panglima.2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah.Jakarta: Ghalia Indonesia
Singarimbun, Masri.2006. Metode Penelitian Survei.Yogyakarta: LP3ES Indonesia
Sugiyono.2003. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta: Bandung
Suparmoko.2000. Keuangan Negara dalam Teori dan Praktek.Yogyakarta: BPFE
Yani, Ahmad.2008. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia.Jakarta: PT Raja Grafindo Indonesia
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan
Daerah