Post on 07-Jul-2018
INTERVENSI PENYULUHAN MENGGUNAKAN MEDIA LEMBAR BALIK
TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN BAHAYA K3 DAN
PENCEGAHANNYA PADA PEKERJA LAS DI CIPUTAT
KELURAHAN PISANGAN TAHUN 2014
SKRIPSI
OLEH :
Zubaidi Bajuri
NIM : 109101000024
PEMINATAN K3 (KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA)
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016 M/ 1436 H
ii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
Skripsi, Februari 2016
Zubaidi bajuri, NIM: 109101000024
Intervensi Penyuluhan Menggunakan Media Lembar Balik Terhadap Peningkatan
Pengetahuan Tentang Bahaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan
Pencegahannya pada Pekerja Las di Ciputat Kelurahan Pisangan Tahun 2014
ABSTRAK
Bengkel las memiliki bahaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang cukup
tinngi. Salah satu faktor yang berhubungan dengan potensi bahaya yang ada di lingkungan
kerja bengkel las adalah kurangnya pengetahuan pekerja las tentang bahaya K3 dan cara
pencegahannya. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 orang pekerja
las yang berada di Ciputat Kelurahan Pisangan Timur, diketahui bahwa pengetahuan pekerja
las tentang bahaya K3 dan pencegahannya masih sangat kurang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan pengetahuan tentang bahaya K3
dan pencegahannya dengan metode penyuluhan menggunakan media lembar balik. Penelitian
ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi Quasi Experiment Nonequivalent
Control Group Design. Penelitian dilakukan mulai tanggal 25 April 2013 sampai bulan
Desember 2014 pada 11 bengkel las di Ciputat Kelurahan Pisangan Timur dengan jumlah
sampel sebanyak 25 orang pekerja las, yang terdiri dari kelompok pre-tes dan pos-test.
Instrumen yang digunakan adalah kuesioner pre-test dan post-test, dan lembar balik.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa ada perbedaan perubahan pengetahuan yang
terjadi antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol, yaitu kelompok intervensi lebih baik
dari pada kelompok kontrol dengan mean 6.24 dengan nilai range yang cukup panjang atau
bervariasi yaitu antara 3 hingga 9. Sementara itu, perbedaan mean skor kelompok intervensi
cukup jauh yaitu pre-test (3.04) dan post-test (6.24) sedangkan pada kontrol tidak terlalu jauh
yaitu pre-test (3.96) dan post-test (3.92).
Untuk memastikan apakah pengetahuan yang mereka dapatkan dari hasil penyuluhan
mendorong perilaku pekerja las bekerja dengan aman dan sehat, disarankan kepada peneliti
selanjutnya untuk melakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh penyuluhan terhadap
perilaku pekerja las tentang bahaya K3 dan pencegahannya. Selain itu, Disarankan untuk
melakukan penelitian komparatif untuk mendapatkan metode penyuluhan yang paling efektif
dalam aspek perubahan perilaku tentang bahaya K3 dan pencegahannya.
Kata Kunci : Perubahan Pengetahuan, Pekerja Las, Lembar Balik
Daftar bacaan : 52 (1996-2013)
STATE ISLAMIC UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
iii
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
DEPARTMENT OF SAFETY AND OCCUPATIONAL HEALTH
Undergraduated Thesis, Febraury 2016
Zubaidi bajuri, NIM: 109101000024
Counseling Intervention by Using Flipchart towards Knowledge Enhancement about
Occupational Safety and Health Hazard and Its Prevention among Welding Workers in
Ciputat, Pisangan on 2014
ABSTRACT
Welding workshop have high risk of occupational safety and health hazard. One of the
factors which related to potential hazard in welding workshop is the workers are lack of
knowledge about occupational safety and health hazard and its prevention. Based on
preliminary study conducted to 10 workers in welding workshop around Ciputat, Pisangan
Timur, it has been known that workers’ knowledge about occupational safety and health hazard
and its prevention was very poor.
This research was conducted to know any knowledge enhancement about occupational
safety and health hazard and its prevention by counseling method with using of flipchart. This
research is quantitative with Quasi Experiment Nonequivalent Control Group study design.
This research was conducted from April 25th 2013 until December 2014 in 11 different welding
workshop in Ciputat, Pisangan Timur with 25 workers as sample, which consist of workers as
pre-test group and post-test . Instrument used in this research is pre and post test questionnaire,
and flipchart.
Based on the result of research, it has been known that there is a significant change
occurred between intervention group and control group. Intervention group has better change
with mean 6.24 with longer or varied range value. Its between 3 to 9. Whereas, the mean
differences in intervention group is wide enough, they were pre-test (3.04) and post-test (6.24)
while in controlled group is not wide enough, they were pre-test (3.96) and post-test (3.92).
To ensure whether if their knowledge from counseling session enforce workers’
behavior to work safely and healthily, it is recommended to the next researcher to conduct
advanced research about the effect of counseling to welding workers’ behavior about
occupational safety and health hazard and its prevention. Futhermore, it is alo recommended
to conduct comparative research to get the most effective counseling mehod in behavior change
aspect about occupational safety and health hazard and its prevention.
Keywords : Behavior change, Welding workers, Flipchart
References : 52 (1996-2013)
vi
IDENTITAS PERSONAL
Nama
Alamat Asal
:
:
Zubaidi Bajuri
Jl. H. Maat no. 54 RT 002/003 Duren Seribu-Bojong Sari,
Depok.
TTL : Bogor, 28 Februari 1991
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Golongan
Darah : -
No. Hp : 081297424402
Alamat Email : zubaidibaijuri@rocketmail.com
zubaidibajuri28@gmail.com
PENDIDIKAN FORMAL
2009-sekarang : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Program Studi Kesehatan Masyarakat
Peminatan Kesehatan Keselamatan Kerja ( K3 )
2007 - 2009 : SMA KHARISMAWITA Depok
2003 - 2006 : MTS Daarul Ihsan Bogor
1997 - 2003 : MI Misbahul Falah Depok
2013
:
:
Workshop work permit
Workshop CSMS ( Contractor Safety Management System )
PENGALAMAN ORGANISASI
2010-2012
:
Staff Departement Dana dan Usaha (DANUS) Badan
EksekutifMahasiswa (BEM)
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
السالم عليكم ورحمة ا لله وبركاته
Segala Puji bagi Allah S.W.T yang selalu memberikan kenikmatan yang tak
terhingga kepada kita semua. Shalawat dan salam juga selalu tercurah kepada baginda
besar Nabi Muhammad SAW. Dengan memanjat rasa syukur atas segala nikmat dan
rahmat–Nya hingga skripsi yang berjudul ”Intervensi Penyuluhan Menggunakan
Media Lembar Balik Terhadap Peningkatan Pengetahuan Bahaya K3 dan
Pencegahannya pada Pekerja Las di Ciputat Kelurahan Pisangan Tahun 2014” ini
dapat tersusun dengan baik.
Penyusun skripsi ini semata-mata bukanlah hasil usaha penulis melainkan
banyak pihak yang memberikan bantuan, bimbingan, motivasi, dan petunjuk. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Allah SWT, atas berkah dan rahmatnya sehingga penulis diberikan kemudahan
dan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi “.
2. Orang tua dirumah yang telah memberikan dukungan doa, moril, dan materil
sehingga penulis masih semangat menyelesaikan skripsi ini. Semoga kebaikan
yang saya rasakan diganti dengan syurga tanpa hisab. Maaf saya telat lulusnya
3. Ibu Fajar Ariyanti, M. Kes, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat.
4. Ibu Dr. Iting Shofwati, MKKK selaku dosen K3 sekaligus inspirasi untuk penulis.
Alhamdulillah saya bisa.
5. Ibu Yuli Amran, MKM selaku pembimbing 1 dan Ibu Dewi Utami, M. Kes, Ph.D
selaku pembimbing 2 , yang dalam kesibukannya telah menyempatkan waktu
untuk membimbing penulis dan memberi masukan-masukan yang sangat
bermanfaat.
6. Seluruh pekerja las dan pemilik bengkel las yang telah bersedia menjadi
responden dalam penelitian ini.
7. Teman-teman K3 2009 yang memberikan semangat dan doa (Dio, Vj, Arifah,
Diana, Amel, Sandy, Rifqi, Fadil, Ubay, Reza, Nia, Denis, Desi, Lina, Mufil,
viii
Pikih, Defri, Sca, Novan). Khususnya mas Defri dan Fadil yang selalu siap
membantu dari awal sampe akhir
8. Pak Ajib yang memberikan info-info up to date kepada penulis, serta Ka Ami, Ka
Septi, dan Ka Ida selaku Laboran Kesmas yang telah memberikan arahan dalam
perjalanan penyelesaian skripsi ini.
9. Adik-adik kelas yang selalu menanyakan saya “kapan lulus ka?” makasih atas
pertanyaannya semakin banyak yang bertanya semakin semangat saya untuk
lulus.
10. Yaumi, Agin, Tsabit, Novaco, Riko, Ricad, Nizar, Lukman, Viral, dan Rohim
makasih sudah menemani selama saya berjuang untuk menyelesaikan skripsi
Penulis juga meminta maaf atas segala kesalahan perkataan maupun perbuatan
yang kurang berkenan selama ini. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini akan
bermanfaat baik bagi semua pihak yang membaca, baik dari kalangan mahasiswa
maupun umum dan dijadikan langkah awal bagi pengembangan ilmu serta bermanfaat
diwaktu mendatang.
Terima kasih.
و السالم عليكم ورحمة ا لله وبركاته
Jakarta, Februari 2016
Zubaidi Bajuri
ix
DAFTAR ISI
COVER
LEMBAR PERNYATAAN i
ABSTRAK ii
LEMBAR PERSETUJUAN iv
PANITIA SIDANG v
RIWAYAT HIDUP vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xvi
DAFTAR GAMBAR xvii
DAFTAR BAGAN. xviii
DAFTAR LAMPIRAN xix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 6
C. Pertanyaan Penelitian 7
D. Tujuan 8
1. Tujuan Umum 8
2. Tujuan Khusus 8
E. Manfaat 8
x
1. Bagi Peneliti 8
2. Bagi Pekerja Bengkel Las dan Pengusaha Bengkel Las 8
A. Bagi Pekerja Bengkel Las 8
B. Bagi Pengusaha Bengkel Las 9
F. Ruang Lingkup 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kesehatan dan Keselamatan Kerja 10
1. Definisi 10
2. Konsep Pengendalian Bahaya Akibat Kerja 11
B. Bengkel Las 14
1. Pengertian Las 14
2. Jenis-jenis Pengelasan 14
a. Las Oksi Asetilen ( las karbit ) 14
b. Las Listrik 15
C. Bahaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Bengkel Las 16
1. Pengertian Bahaya 16
2. Jenis Bahaya 17
a. Bahaya Keselamatan (Safety Hazard) 17
b. Bahaya Kesehatan (Health Hazard) 17
3. Macam-macam Bahaya K3 yang ada di Bengkel Las 18
A. Bahaya Debu (fume) 18
1) Pengertian Debu 18
2) Dampak Debu Terhadap Kesehatan Pernafasan 19
a. Penurunan Kapasitas Vital Paru 20
xi
3) Pencegahan Paparan Debu di Bengkel Las 21
a. Pengendalian secara mekanik 21
b. Alat Pelindung Diri (APD) Masker 21
B. Bahaya Arus Listrik 23
1. Pengertian Arus Listrik 24
2. Dampak Tersengat Arus Listrik 26
a. Trauma Akibat Sengatan Listrik 27
b. Terbakar Akibat Sengatan Listrik 28
3. Pencegahan Sengatan Listrik di Bengkel Las 28
C. Bahaya Kebakaran 31
1. Pengertian Kebakaran 31
2. Dampak Bahaya Kebakaran 33
3. Pencegahan Bahaya Kebakaran 35
D. Bahaya Radiasi 36
1. Pengertian Radiasi 36
2. Pencegahan Paparan Radiasi Las 39
D. Promosi K3 sebagai Proses Peningkatan Pengetahuan 40
1. Pengertian Promosi 40
2. Manfaat Promosi K3 42
E. Pengetahuan 46
F. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan 48
G. Pengukuran Pengetahuan 53
H. Pendidikan Kesehatan 53
1. Definisi Pendidikan kesehatan 53
2. Metode Pendidikan Kesehatan 54
xii
a. Metode Pendidikan Individu 54
b. Metode Pendidikan Kelompok 54
c. Metode Pendidikan Massa 56
I. Media Pendidikan Kesehatan 57
1. Media Cetak 58
2. Media Elektronik 60
3. Media Luar Ruangan 61
J. Kerangka Teori 61
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPRASIONAL
A. Kerangka Konsep 64
B. Definisi Oprasional 65
C. Hipotesis Penelitian 67
1. Hipotesis Utama 67
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian 68
B. Lokasi dan Waktu Penelitian 69
C. Populasi dan Sampel 69
1. Populasi 69
2. Sampel 70
D. Instrumen Penelitian 70
1. Kuisioner pre-test dan post-test 70
2. Media Lembar Balik 71
E. Langkah-langkah Kegiatan Penelitian 71
xiii
1. Persiapan Penelitian 71
a. Pembuatan Rancangan Penelitian 71
b. Penentuan Media Penyuluhan 71
c. Teknik Penyuluhan 73
d. Uji Validitas dan Realibilitas 74
F. Pengolahan Data 76
1. Editing 76
2. Coding Data 77
3. Entry Data 78
4. Tahap Pemeriksaan 78
G. Teknik Analisis Data 78
1. Analisis Univariat 78
2. Analisis Bivariat 79
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Proses Pengembangan Media Lembar Balik 80
1. Pembuatan Materi Penyuluhan 80
2. Tahap Konsep 83
3. Desain Media 84
B. Analisis Univariat 97
1. Pengetahuan Pekerja Las 97
2. Pengetahuan Bahaya K3 dan Pencegahannya pada Pekerja Las Sebelum dan
Setelah dilakukan Penyuluhan 97
C. Analisis Bivariat 100
xiv
1. Distribusi rata-rata Skor Pengetahuan Pekerja Las sebelum dan sesudah dilakukan
penyuluhan 100
2. Pengaruh Penyuluhan Menggunakan Media Lembar Balik Terhadap Peningkatan
Pengetahuan Pada Pekerja Bengkel Las 101
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian 103
B. Gambaran Proses Pengembangan Media Lembar Balik terkait Bahaya K3 dan
Pencegahannya pada Pekerja Las 103
1. Pembuatan Materi Penyuluhan 103
a. Isi Materi Media Lembar Balik 103
b. Bahasa Media Lembar Balik 105
2. Tahap Konsep 107
a. Tujuan Produksi Media 107
3. Desain Media Lembar Balik 108
a. Bentuk ukuran Lembar Balik 108
b. Warna (Background, Tulisan dan Gambar) Media Lembar Balik 109
C. Pengetahuan Pekerja Bengkel Las di Ciputat Kelurahan Pisangan 112
D. Pengetahuan Bahaya K3 dan Pencegahannya pada Pekerja Las Sebelum dan Sesudah
dilakukan Penyuluhan 113
E. Distribusi Rata-rata skor Pengetahuan Pekerja Las Sebelum dan Sesudah dilakukan
Penyuluhan 114
F. Pengaruh Penyuluhan Menggunakan Media Lembar Balik terhadap Perubahan
Pengetahuan 115
xv
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan 119
B. Saran 119
1. Bagi Pekerja Bengkel Las 119
2. Bagi Penelitian Selanjutnya 120
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Oprasonal 66
Tabel 4.1 Uji Validitas Instrumen Penelitian 75
Tabel 5.1 Materi Media Lembar Balik 81
Tabel 5.2 Hasil Uji Media Lembar Balik 86
Tabel 5.3 Gambaran Pengetahuan Bahaya K3 dan Pencegahannya pada Pekerja
Bengkel Las di Ciputat Kelurahan Pisangan Tahun 2014 97
Tabel 5.4 Distribusi Arah Perubahan Pengetahuan Pekerja Bengkel Las
di Ciputat Kelurahan Pisangan Tahun 98
Tabel 5.5 Distribusi Pengetahuan (Jawaban Benar Pre-test dan Post-test)
Berdasarkan Jumlah Orang Sebelum dan Setelah Penyuluhanpada
Pekerja Bengkel Lasdi Ciputat Kelurahan PisanganTahun 2014 99
Tabel 5.6 Distribusi Rata-Rata Skor Pengetahuan Sebelum dan Sesudah
Penyuluhan pada Pekerja Bengkel Las di Ciputat Kelurahan Pisangan
Tahun 2014 101
Tabel 5.7 Pengaruh Penyuluhan Menggunakan Media Lembar Balik
terhadap Perubahan Pengetahuan pada Pekerja Bengkel Las
di Ciputat Kelurahan Pisangan Tahun 2014 102
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Teori perilaku Lawrance Green dalam Patricia Goodson (2010) 62
Gambar 5.1 Potret Pekerja Las Baik Menggunakan APD Saat Bekerja dan Pekerja Las
Buruk tidak Menggunakan APD Saat Bekerja 84
Gambar 5.2 Potret Pekerja Las Baik Bekerja dengan Aman dan Fokus Saat Bekerja dan
Potret Pekerja Las Buruk tidak Aman dalam Bekerja Karena Merokok Saat
Bekerja dan Tidak Menggunakan APD Saat Bekerja 84
Gambar 5.3 Lembar Balik Bahaya K3 Sebelum dan Setelah Uji Media 88
Gambar 5.4 Lembar Balik Definisi K3 Sebelum Uji Media dan Setelah Uji Media 89
Gambar 5.5 Lembar Balik Macam-macam Bahaya Sebelum Uji Media dan Setelah Uji
Media 90
Gambar 5.6 Lembar Balik Bahaya Debu Sebelum Uji Media dan Setelah Uji Media 91
Gambar 5.7 Lembar Balik bahaya Listrik Sebelum Uji Media dan Setelah Uji Media 92
Gambar 6.1 Himbauan Emosional dan Sebab Akibat 105
Gambar 6.2 Bahasa yang digunakan dalam materi penyuluhan 107
Gambar 6.3 Warna gambar hijau, kuning dan putih 110
Gambar 6.4 Layout Seimbang Tulisan Dan Gambar 111
xviii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori 63
Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian 64
Bagan 4.1 Desain Penelitian 68
Bagan 4.2 Garis Waktu (Time Line) Penelitian 69
xix
DAFTAR LAMIRAN
Lampiran 1 Kuisioner Pengetahuan Bahaya K3 dan Pencegahannya
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekonomi informal merupakan salah satu alternatif kesempatan kerja yang
mampu menampung tenaga kerja tanpa persyaratan tertentu seperti tingkat pendidikan
dan keterampilan kerja. Hal ini merupakan salah satu faktor utama yang memudahkan
tenaga kerja memasuki ekonomi informal dan semakin mengukuhkan kehadirannya
sebagai penyangga terhadap kelebihan tenaga kerja. Hal ini memberi dampak positif
dalam membantu mengurangi angka pengangguran di Indonesia (Harahap dan
Hastuty, 2006). Pemberdayaan sektor informal merupakan bagian dari pemberdayaan
perekonomian rakyat dalam pertumbuhan dan perkembangan ekonomi. Secara nyata
ekonomi informal mampu memberikan pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat
yang berpenghasilan rendah, sehingga dengan demikian tercipta suatu kondisi
pemerataan hasil-hasil pembangunan (Hutajulu, 2004).
Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang
dilakukan Badan Pusat Statistik RI (BPS-RI) selama tahun 20014 menyajikan data
sebanyak 118,2 juta jiwa (93,16%) penduduk Indonesia adalah bagian dari angkatan
kerja. Ekonomi informal lebih besar proporsinya dalam mengurangi angka
pengangguran di Indonesia yaitu sebanyak 70,7 juta jiwa (59,81%) dari penduduk
Indonesia dan ekonomi formal sebanyak 47,5 juta jiwa (40,19%). Sektor informal
lebih dapat beradaptasi dan tidak terganggu oleh manajemen operasional yang kaku
dan dalam periode krisis perekonomian nasional, sektor informal yang bersifat adaptif
dan lentur masih tetap bertahan bahkan mampu mengembangkan peluang-peluang
2
usaha dibandingkan dengan perusahaan besar. Selain memberi manfaat untuk
kesejahteraan negara dan mengurangi angka pengangguran yang ada di Indonesia,
karakteristik operasi ekonomi informal berpotensi terhadap terjadinya kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja karena sebagian besar dari usaha-usaha informal yang
terlibat dalam produksi dan distribusi cenderung berskala sangat kecil. Orang-orang
yang mendirikan sektor informal sangat kurang dalam hal pendidikan dan
ketrampilan, dan hanya memiliki sedikit sumber daya untuk investasi fisik seperti
pabrik dan perlengkapan, mesin-mesin, dan budaya keselamatan dan kesehatan dalam
bekerja (Suprobo, 2007).
Risiko operasi ekonomi informal cukup tinggi terutama risiko yang berkaitan
dengan keselamatan dan kesehatan kerja. Banyak potensi bahaya di lingkungan kerja
ekonomi informal berdistribusi menyebabkan kecelakaan dan gangguan kesehatan
akibat kerja. Hal ini mengarah kepada prinsip bahwa bahaya adalah pelopor untuk
terjadinya sebuah kecelakaan (Ericson, 2005). Contoh bahaya yang sangat dekat
dengan ekonomi informal yaitu proses kerja dengan karakter tekanan suhu panas pada
pekerja bengkel las, keberadaan alat-alat berat yang moving part seperti besi, mesin
disel pada pekerja bengkel, zat-zat kimia yang mudah terbakar dan eksplosif yang
menimbulkan keracunan dan alergi, lingkungan kerja yang berdebu pada pekerja
mebel kayu yang menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja (Mellysa, 2011).
Bahan-bahan kimia yang menimbulkan iritasi kulit pada pekerja bengkel motor dan
penurunan Kapasitas Vital Paru (KVP) pada pekerja membel dan bengkel las.
Bengkel las merupakan bagian dari ekonomi informal yang berisiko tinggi
untuk terjadinya kecelakaan karena untuk menunjang pekerjaan las bengkel las
menggunakan alat-alat berat yang memiliki bahaya tinggi serta lingkungan yang
kurang kondusif untuk kesehatan pekerja seperti terpaparnya debu berat hasil
3
pembakaran besi, terpapar panas, bahaya ledakan, dan bahaya sengatan listrik.
Kecelakaan yang diwaspadai pada pekerjaan bengkel las adalah terpleset, tersandung,
terjatuh, terjepit, tersengat listrik dan tertimpa (Suharno, 2008). Terjatuh dapat
menyebabkan cedera bahkan kematian. Terjepit dapat mencelakakan anggota tubuh
seperti tangan. Salah satu bahaya yang dapat menyebabkan tangan terjepit adalah
posisi tangan yang berada di daerah engsel pengunci atau daerah titik jepit. Tersengat
listrik dapat mencelakakan pekerja bahkan menimbulkan kematian jika alus listrik
yang dialirkan sangat besar melebihi kapabilitas tubuh (Anonim, 2007).
Tingginya risiko di kegiatan bengkel las tersebut disebabkan karena ada tujuh
bahaya besar. Tujuh bahaya besar tersebut adalah sengatan listrik, cedra tangan, benda
terjatuh, ledakan las karbit, jatuh dari ketinggian, bahaya mata dan paparan debu
secara terus menerus dapat membahayakan kesehatan pekerja. tanpa pengenalan yang
cukup akan sumber-sumber risiko yang ada di bengkel las serta perlakuan yang tidak
tepat bagi setiap sumber risiko maka akan sangat berpotensi menimbulkan kecelakaan
kerja. Kebanyakan kecelakaan kerja yang terjadi adalah kurangnya pemahaman dan
pengenalan terhadap sumber risiko tersebut, sehingga menimbulkan keadaan yang
tidak aman, atau adanya tindakan yang tidak aman yang pada akhirnya akan menjadi
pemicu terjadinya kecelakaan kerja (Lukas, 2012).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 25
April tahun 2013 pada 10 orang pekerja las dari empat bengkel las dengan cara
observasi sebagai tolak ukur peneliti dalam menentukan besaran risiko yang tercermin
dari kemungkinan dan keparahan yang ditimbulkan dan kuisioner untuk mengetahui
sejauh mana pekerja las memahami bahaya apa yang ada dilingkungan kerja dan
sejauh mana mereka tahu bagaimana cara menanggulanginya. Hasil observasi
langsung didapatkan bahwa seluruh pekerja las dari 4 bengkel las belum
4
menggunakan APD las yang memenuhi standar aman. Pekerja las hanya memakai
pakaian biasa, masker dari kain itupun tidak digunakan dengan baik hanya
menggantung di leher ataupun kantong celana, alas kaki berupa sandal, kaca mata
yang di pakai bukan dimata tapi di hidung. Hal ini diperparah dengan didapatkannya
beberapa pekerja las merokok disaat bekerja, sehingga hal tersebut memicu adanya
kondisi yang tidak aman (unsafe condition).
Selain itu, dari hasil kuisioner yang diberikan peneliti kepada 10 orang pekerja
las didapatkan bahwa sebanyak 8 orang pekerja las (95, 2%) tidak tahu tentang bahaya
K3 dan pencegahannya dan sebanyak 2 orang pekerja las (4,8%) sedikit mengetahui
tentang bahaya K3 dan pencegahannya. Mayoritas pekerja bengkel las berpendapat
bahwa prosedur kerja yang mereka lakukan sudah aman jauh dari bahaya K3. Namun
demikian, ketidak tahuan mereka tentang bahaya K3 dan pencegahanya ditempat
kerja menjadikan mereka tidak peduli dan enggan untuk menggunakan APD yang
telah disediakan oleh pihak manajemen tempat mereka bekerja.
Pada penelitian ini peneliti telah melakukan penyuluhan bahaya K3 dan
pencegahannya untuk mengetahui seberapa besar pengaruhnya terhadap tingkat
pengetahuan pekerja bengkel las di Ciputat Kelurahan Pisangan Tangerang
menggunakan media lembar balik sebagai alat bantu penelitian. Penelitian ini
merupakan penelitian lanjutan sebagai tindakan preventif dari penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Prasetyo pada tahun 2010 yang meneliti tentang penurunan
kapasitas vital paru pada pekerja bengkel las di lokasi yang sama didapatkan bahwa
salah satu faktor terjadinya penurunan kapasitas paru pada pekerja las adalah
kurangnya pengetahuan pekerja las akan bahaya K3 yang ada dibengkel las.
Menurut Ramli (2009) seorang melakukan tindakan tidak aman karena
didasari oleh tidak tahu yaitu pekerja tidak mengetahui tentang bahaya, peraturan atau
5
cara kerja yang aman sehingga melakukan kesalahan dalam menjalankan aktivitas
yang berakhir dengan kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Salah satu penyebab
terjadinya kecelakaaan kerja pada pekerja bengkel las adalah kurangnya pemahaman
tentang bahaya K3, pentingnnya penggunaan APD, penyakit akibat kerja, serta
kurangnya pengetahuan pekerja bengkel mengenai risiko yang ada dilingkungan kerja.
Sejalan dengan permasalahan tersebut, salah satu intervensi yang dapat dilakukan
adalah dengan mengadakan penyuluhan keselamatan dan kesehatan kerja. Menurut
Sumardjo (1999), penyuluhan merupakan suatu intervensi komunikasi yang
diselenggarakan untuk menimbulkan perubahan kualitas perilaku secara sukarela
(voluntare change) bagi kesehjahteraan masyarakat.
Penyuluhan merupakan salah satu metode pendidikan kesehatan yang
sederhana. Selain itu, metode penyuluhan juga efektif dalam upaya penyampaian
informasi secara cepat kepada kelompok sasaran berpendidikan rendah. Oleh sebab
itu, metode penyuluhan ini tepat digunakan untuk pekerja bengkel las yang rata-rata
berpendidikan rendah, yaitu SD dan SMP. Penyuluhan bahaya K3 dan pencegahannya
sebagai penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui teknik praktik
belajar atau instruksi dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia
baik secara individu, kelompok maupun masyarakat untuk meningkatkan kesadaran
akan nilai K3 dan pencegahannya sehingga dengan sadar mau mengubah perilakunya
menjadi perilaku sehat. Sedangkan dalam aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3), George (1998) yang dikutip dalam Helliyanti (2009), menyatakan bahwa
penyuluhan K3 adalah bentuk usaha yang dilakukan untuk mendorong dan
menguatkan kesadaran dan perilaku pekerja tentang K3 sehinggga dapat melindungi
pekerja, properti, dan lingkungan.
6
Kunci keberhasilan metode penyuluhan salah satunya adalah dengan
menggunakan media atau alat bantu lihat semaksimal mungkin (Notoatmodjo, 2007).
Alat bantu penyuluhan dibengkel las Ciputat menggunakan alat bantu lembar balik.
Lembar balik membuat proses pendidikan atau belajar lebih mudah dan lebih menarik
bagi penerima pesan maupun pemberi pesan. Gambar dan tulisan serta komposisi
warna yang tepat dapat mempermudah proses pemahaman bagi penerima pesan.
Sedangkan bagi pemberi pesan, teks yang tertera pada halaman belakang dapat
membantu mempermudah penyampaian pesan. Selain itu, melalui media lembar balik
pesan yang disampaikan dapat lebih terperinci dan dapat digunakan untuk penyuluhan
kelompok kurang dari 12 orang (Dirjen PPM & PL, 2003). Berdasarkan hasil
penelitian tentang pendidikan kesehatan pada pekerja terhadap pengetahuan K3,
didapatkan hasil bahwa terjadi peningkatan pengetahuan pada kelompok yang diberi
penyuluhan dengan lembar balik. Nilai median sebelum pendidikan kesehatan adalah
11, sedangkan setelah pendidikan kesehatan adalah 14 (Isnaini, 2011).
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti bermaksud mengadakan penyuluhan
bahaya K3 dan pencegahannya serta menganalisis pengaruh penyuluhan tersebut
terhadap tingkat pengetahuan pekerja bengkel las di Ciputat Kelurahan Pisangan.
B. Rumusan Masalah
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 25 April tahun 2013
dengan cara observasi, wawancara dan pemberian kuisioner, menunjukan bahwa 10
orang pekerja bengkel las belum sepenuhnya memahami tentang bahaya Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3). Mayoritas pekerja bengkel las berpendapat bahwa
prosedur kerja yang mereka lakukan sudah aman jauh dari bahaya K3. Namun
demikian, dari hasil observasi langsung ditempat kerja bengkel las Ciputat bahwa
seluruh pekerja las dari 4 bengkel las belum menggunakan APD las yang memenuhi
7
standar aman. Pekerja las hanya memakai pakaian biasa, masker dari kain itupun tidak
digunakan dengan baik hanya menggantung di leher ataupun kantong celana, alas kaki
berupa sandal, kaca mata yang di pakai bukan dimata tapi di hidung. Hal ini
diperparah dengan didapatkannya beberapa pekerja las merokok disaat bekerja,
sehingga hal tersebut memicu adanya kondisi yang tidak aman (unsafe condition).
Jika ditinjau dari teori “S-O-R” atau Stimulus-Organisme-Respon, maka didapatkan
tiga faktor yang mempengaruhi perilaku tidak aman tersebut, yaitu pengetahuan, sikap
dan tindakan.
Berdasarkan permasalahan di atas, dalam penelitian ini dilakukan intervensi
berupa penyuluhan menggunakan media lembar balik tentang bahaya K3 dan
pencegahannya. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh penyuluhan
tersebut terhadap peningkatan pengetahuan bahaya K3 dan pencegahannya pada
pekerja bengkel las di Ciputat Kelurahan Pisangan.
C. Pertanyaan Penelitiaan
1) Bagaimana proses pengembangan media lembar balik terkait bahaya K3 dan
pencegahannya pada pekerja bengkel las di Ciputat Kelurahan Pisangan tahun
2014?
2) Bagaimana gambaran skor pengetahuan bahaya K3 dan pencegahannya antara
sebelum dan setelah dilakukan penyuluhan pada pekerja bengkel las di Ciputat
Kelurahan Pisangan tahun 2014?
3) Bagaimana pengaruh penyuluhan menggunakan media lembar balik terhadap
perubahan pengetahuan bahaya K3 dan pencegahannya pada pekerja bengkel las
di Ciputat Kelurahan Pisangan Tahun 2014?
8
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh intervensi
penyuluhan menggunakan media lembar balik terhadap peningkatan pengetahuan
bahaya K3 dan pencegahannya pada pekerja bengkel las di Ciputat Kelurahan
Pisangan tahun 2014.
2. Tujuan Khusus
a. Diperoleh proses pengembangan media lembar balik terkait bahaya K3 dan
pencegahannya pada pekerja bengkel las di Ciputat Kelurahan Pisangan tahun
2014.
b. Diperoleh gambaran skor pengetahuan bahaya K3 dan pencegahannya antara
sebelum dan setelah dilakukan penyuluhan pada pekerja bengkel las di Ciputat
Kelurahan Pisangan tahun 2014.
c. Diketahuinya pengaruh penyuluhan menggunakan media lembar balik
terhadap perubahan pengetahuan bahaya K3 dan pencegahannya pada pekerja
bengkel las di Ciputat Kelurahan Pisangan Tahun 2014.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
a. Penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi kekurangan dan
kelebihan untuk penelitian selanjutnya terkait promosi K3 dengan
menggunakan media lembar balik sebagai media promosi yang digunakan.
b. Penelitian ini dapat dilanjutkan untuk penelitian selanjutnya terkait
perubahan perilaku pekerja bengkel las setelah diberikan penyuluhan.
2. Bagi Pekerja Bengkel Las dan Pengusaha Bengkel Las
a. Pekerja Bengkel Las
9
1) Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi informasi dan rekomendasi
kepada pekerja bengkel las sebagai bahan pertimbangan untuk
menggunakan APD dalam melakukan pekerjaan.
2) Pekerja las dapat memahami potensi bahaya yang ada dilingkungan kerja
serta dapat meminimalisir bahaya tersebut
b. Pengusaha Bengkel Las
1) Penelitian ini memberi rekomendasi untuk menerapkan promosi K3 di
tempat kerja
2) Memberikan rekomendasi bagi pengusaha bengkel las untuk
menyediakan APD yang sesuai dengan kondisi pekerjaan
3) Memberikan rekomendasi untuk mengadakan pelatihan-pelatihan untuk
menambah pengetahuan dan keterampilan pekerja.
F. Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan pada pekerja las di Ciputat Kelurahan Pisangan Timur
Kabupaten Tangerang. Waktu penelitian dimulai pada bulan November 2013 sampai
Februari 2016. Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu (Quasi-
Experimental Design) dengan memberikan intervensi berupa penyuluhan tentang
bahaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan pencegahannya menggunakan alat
bantu sebagai media promosi berupa lembar balik. Tujuan penelitian ini yaitu untuk
mengetahui pengaruh penyuluhan tersebut terhadap pengetahuan pekerja las terkait
bahaya K3 dan pencegahannya. Data yang digunakan adalah data primer yang
diperoleh dari hasil wawancara, kuesioner pre-test dan post-test dan observasi terkait
pengetahuan pekerja bengkel las.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kesehatan dan Keselamatan Kerja
1. Definisi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah ilmu pengetahuan dan
penerapan untuk mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. K3
merupakan upaya perlindungan yang ditujukan agar tenaga kerja dan orang lain
ditempat kerja atau perusahaan selalu dalam keadaan selamat dan sehat, serta agar
setiap produksi digunakan secara aman dan efisien (Ramli, 2010). Pada hakekatnya,
K3 merupakan suatu pengetahuan yang berkaitan dengan dua kegiatan. Kegiatan
pertama berkaitan dengan upaya keselamatan terhadap keberadaan tenaga kerja yang
sedang bekerja. Kegiatan kedua berkaitan dengan kondisi kesehatan sebagai akibat
adanya penyakit akibat kerja (Suardi, 2005).
Santoso (2002) menjelaskan bahwa keselamatan kerja bersifat teknik dan
sasarannya adalah lingkungan kerja. Keselamatan kerja berhubungan dengan mesin,
pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan
lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaaan. Keselamatan kerja juga
menyangkut seluruh proses produksi dan distribusi barang maupun jasa. Adapun
tujuan dari keselamatan kerja adalah melindungi tenaga kerja atas hak
keselamatannya dalam melakukan pekerjaannya untuk kesejahteraan hidup, menjamin
keselamatan setiap orang lain di tempat kerja, dan meningkatkan produksi. Adapun
Kesehatan kerja didefinisikan sebagai ilmu kesehatan dan penerapan yang bertujuan
untuk mewujudkan tenaga kerja sehat, produktif dalam bekerja, berada dalam
keseimbangan antara kapasitas kerja, beban kerja dan keadaan lingkungan kerja, serta
11
terlindung dari penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja.
Kesehatan kerja memiliki sifat medis dan sasarannya adalah tenaga kerja (Sumakmur,
2009).
Tujuan dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menurut Mangkunegara
(2002) adalah sebagai berikut:
a. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
b. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau
kondisi kerja.
c. Agar setiap pegawai/tenaga kerja merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.
d. Agar setiap pegawai atau tenaga kerja mendapat jaminan keselamatan dan
kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
e. Agar setiap peralatan kerja digunakan secara baik dan selektif.
f. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya
g. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi
pegawai/tenaga kerja.
2. Konsep Pengendalian Bahaya Akibat Kerja
Pengendalian bahaya yang menjadi objek dalam Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) mencangkup semua bahaya yang dapat mengganggu keselamatan dan
kesehatan pekerja. Menurut Ramli (2010), pengendalian bahaya tersebut dapat
dilakukan dengan beberapa pendekatan sebagai berikut :
a. Pendekatan energi
Kecelakaan bermula karena adanya sumber energi yang mengalir
mencapai penerima. Pendekatan energi untuk mengendalikan kecelakaan
dilakukan melalui 3 titik, yaitu :
1. Pengendalian pada sumber bahaya
12
Bahaya sebagai sumber terjadinya kecelakaan dapat dikendalikan langsung
pada sumbernya dengan melakukan pengendalian secara teknis atau
administratif.
2. Pendekatan pada jalan energi
Pendekatan ini dapat dilakukan dengan melakukan penetrasi pada jalan energi
sehingga intesitas energi yang mengalir ke penerima dapat dikurangi
3. Pengendalian pada penerima
Pendekatan ini dilakukan melalui pengendalian terhadap penerima.Salah satu
upaya yaitu dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). Pendekatan ini
dapat dilakukan jika pengendalian pada sumber atau jalannya energi tidak
dapat dilakukan dengan efektif.
b. Pendekatan manusia
Pendekatan secara manusia didasarkan hasil statistik yang menyatakan
bahwa 85 % kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia dengan tindakan yang
tidak aman. Untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian mengenai K3
dilakukan berbagai pendekatan dan program K3 antara lain:
1. Pembinaan dan pelatihan
2. Promosi K3 dan kampanye K3
3. Pembinaan Perilaku Aman
4. Pengawasan dan inspeksi K3
5. Audit K3
6. Komunikasi K3
7. Pengembangan prosedur kerja aman
c. Pendekatan Teknis
13
Pendekatan teknis menyangkut kondisi fisik, peralatan, material, proses
maupun lingkungan kerja yang tidak aman. Untuk mencegah kecelakaan yang
bersifat teknis dilakukan upaya keselamatan antara lain :
1. Rancang bangun yang aman yang disesuaikan dengan persyaratan teknis dan
standar yang berlaku untuk menjamin kelaikan instalasi atau peralatan kerja
2. Sistem pengaman pada peralatan atau instalasi untuk mencegah kecelakaan
dalam pengoperasian alat atau instalasi.
d. Pendekatan Administratif
Pendekatan secara administratif biasanya kebijakan dari pihak manajemen
dan dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:
1. Pengaturan waktu dan jam kerja sehingga tingkat kelelahan dan paparan
bahaya dapat dikurangi
2. Penyediaan alat keselamatan kerja
3. Mengembangkan dan menetapkan prosedur dan peraturan tentang K3.
4. Mengatur pola kerja, sistem produksi dan proses kerja.
e. Pendekatan Manajemen
Banyak kecelakaan yang disebabkan faktor manajemen yang tidak
kondusif sehingga mendorong terjadinya kecelakaan pendekatan manajemen
merupakan pedekatan yang mengarah kepada kebijakan perusahaan. Perusahaan
bertindak koeperatif dengan menyediakan segala upaya dalam mencegah
terjadinya kecelakaan kerja yang dapat merugikan perusahaan. Upaya
pencegahan yang dapat dilakukan antara lain :
1. Menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3).
2. Mengembangkan organisasi K3 yang efektif.
14
3. Mengembangkan komitmen dan kepemimpinan dalam K3, khususnya untuk
manajemen tingkat atas.
B. Bengkel Las
1. Pengertian Las
Pengelasan merupakan penyambungan dua bahan atau lebih yang didasarkan
pada prinsip-prinsip proses difusi, sehingga terjadi penyatuan bagian bahan yang
disambung. Kelebihan sambungan las adalah konstruksi ringan, dapat menahan
kekuatan yang tinggi, mudah pelaksanaannya, serta cukup ekonomis. Namun
kelemahan yang paling utama adalah terjadinya perubahan struktur mikro bahan yang
dilas, sehingga terjadi perubahan sifat fisik maupun mekanis dari bahan yang dilas.
Untuk berhasilnya penyambungan diperlukan beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi, yakni (Sriwidharto, 2001):
a. Bahwa benda cair tersebut dapat cair/lebur oleh panas
b. Bahwa antara benda-benda padat yang disambung tersebut terdapat kesesuaian
sifat lasnya sehingga tidak melemahkan dan menggagalkan sambungan tersebut
c. Bahwa car-cara penyambungan sesuai dengan sifat benda padat dan tujuan
penyambungannya
2. Jenis-jenis Pengelasan
Berdasarkan proses pengelasan, maka pengelasan terbagi menjadi dua antara
lain (Bintoro, 1999) :
a. Las Oksi Asetilen (las karbit)
Las oksi asetilen merupakan proses pengelasan secara manual dengan
pemanasan permukaan logam yang akan dilas atau disambung sampai mencair oleh
nyala gas asetilen melalui pembakaran C2H2 dengan gas O2 dengan atau tanpa
logam pengisi. Pembakaran gas C2H2 oleh oksigen (O2) dapat menghasilkan suhu
15
yang sangat sangat tinggi sehingga dapat mencairkan logam. Gas asetilen
merupakan salah satu jenis gas yang sangat mudah terbakar dibawah pengaruh
suhu dan tekanan. Gas asetilen disimpan di dalam suatu tabung yang mampu
menahan tekanan kerja. Bahaya-bahaya yang dapat ditimbulkan oleh gas asetilen
antara lain:
a. Polimerisasi, peristiwa ini akan menyebabkan suhu gas meningkat jauh lebih
tinggi dalam waktu yang sangat singkat. Polimerisasi ini akan terjadi pada suhu
300°C, jika berada pada tekanan 1 atm. Oleh sebab itu, gas asetilen tidak boleh
disimpan atau digunakan pada suhu diatas 300°C.
b. Disosiasi, yaitu adanya panas yang ditimbulkan oleh proses pembentukan zat-zat.
Disosiasi terjadi pada suhu 600°C jika berada pada tekanan 1 atm atau 530°C jika
tekanan 3 atm. Jika terjadi disosiasi maka tekanan gas meningkat dan hal ini
sangat membahayaka karena bisa menimbulkan ledakan.
b. Las listrik
Las tahanan listrik adalah proses pengelasan yang dilakukan dengan jalan
mengalirkan arus listrik melalui bidang atau permukaan-permukaan benda yang
akan disambung. Elektroda-elektroda yang dialiri listrik digunakan untuk menekan
benda kerja dengan tekanan yang cukup. Penyambungan dua buah logam atau
lebih menjadi satu dengan jalan pelelehan atau pencairan dengan busur nyala
listrik. Tahanan yang ditimbulkan oleh arus listrik pada bidang-bidang sentuhan
akan menimbulkan panas dan berguna untuk mencairkan permukaan yang akan
disambung.
Bahaya pada las listrik yaitu, loncatan bunga api yang terjadi pada nyala
busur listrik karena adanya potensial tegangan atau beda tegangan antara ujung-
ujung elektroda dan benda kerja. Tegangan yang digunakan sangat menentukan
16
terjadinya loncatan bunga api, semakin besar tegangan semakin mudah terjadi
loncatan bunga api listrik. Hal yang perlu diperhatikan, bahwa tegangan yang
tinggi akan membahayakan operator las, karena tubuh manusia hanya mampu
menderita tegangan listrik sekitar 42 volt. Selain penggunaan arus dan tegangan
yang bisa membahayakan operator, nyala busur listrik juga memancarkan sinar
ultra violet dan sinar infra merah yang berinteraksi sangat tinggi. Pancaran atau
radiasi dari sinar tersebut sangat membahayakan mata maupun kulit manusia
(Bintoro, 1999).
C. Bahaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Bengkel Las
1) Pengertian Bahaya
Bahaya adalah sumber yang berpotensi untuk menimbulkan cidera dan
kesakitan pada manusia, kerusakan peralatan dan lingkungan atau kombinasi dari
semua itu (Frank Bird-Loss Control Management dalam Ramli, 2010). Sedangkan
menurut Soehatman Ramli (2010), bahaya adalah segala sesuatu termasuk situasi
atau tindakan yang berpotensi menimbulkan kecelakaan atau cidera pada manusia,
kerusakan atau gangguan lainnya. Karena hadirnya bahaya maka diperlukan upaya
pengendalian agar bahay tersebut tidak menimbulkan akibat yang merugikan.
Menurut Ridley (2008), bahaya merupakanfaktor instrinsik yang ada pada
suatu barang atau kondisi tertentu yang mempunyai potensi menimbulkan efek
merugikan. Sedangkan menurut Australian Standard / New Zealand Standard
4360 : 1999 memaparkan bahwa bahaya adalah sumber atau situasi yang
memiliki potensi menimbulkan kerugian.
Bahaya merupakan sifat yang melekat (inherent) dan menjadi bagian dari
suatu zat, sistem, kondisi atau peralatan. Api misalnya, secara alamiah mengandung
sifat panas yang bila mengenai benda atau tubuh manusia dapat menimbulkan
17
kerusakan atau cedera. Pemahaman mengenai bahaya sangat penting, karena sering
salah paham dalam mendefinisikan bahaya. Bahaya sering diartikan sebagai faktor
kondisi fisik, faktor organisional, kurang pelatihan atau cara kerja yang tidak aman.
Semuanya itu bukan bahaya, tetapi faktor yang memberikan kontribusi terjadinya
kecelakaan atau keparahan dari kejadiaan.
2) Jenis Bahaya
Berdasarkan kelompoknya, bahaya dapat di bagi menjadi 2 jenis, yaitu
(Mulya, 2008) :
a. Bahaya Keselamatan (Safety Hazard)
Bahaya keselamatan (safety hazard) fokus pada keselamatan manusia
yang terlibat dalam proses, peralatan, dan teknologi. Dampak bahaya keselamatan
bersifat akut, konsekuensi tinggi, dan probabilitas untuk terjadi rendah.
Bahaya keselamatan (safety hazard) dapat menimbulkan dampak cidera,
kebakaran, dan segala kondisi yang dapat menyebabkan kecelakaan di tempat
kerja. Jenis-jenis safety hazard, antara lain :
a. Mechanical Hazard, bahaya yang terdapat pada benda atau proses yang
bergerak yang dapat menimbulkan dampak, seperti tertusuk, terpotong,
terjepit, tergores, terbentur, dan lain-lain.
b. Electrical Hazard, merupakan bahaya yang berasal dari arus listrik.
c. Chemical Hazard, bahaya bahan kimia baik dalam bentuk gas, cair, dan
padat yang mempunyai sifat mudah terbakar, mudah meledak, dan korosif.
b. Bahaya Kesehatan (Health Hazard)
Bahaya kesehatan (health hazard) fokus pada kesehatan manusia.
Dampak bahaya kesehatan bersifat kronis, konsekuensi rendah, bersifat terus-
18
menerus, dan probabilitas untuk terjadi tinggi. Jenis-jenis health hazard, antara
lain:
a. Physical Hazard, berupa energi seperti kebisingan, radiasi, pencahayaan,
temperature ekstrim, getaran, dan lain-lain.
b. Chemical Hazard, berupa bahan kimia baik dalam bentuk gas, cair, dan
padat yang mempunyai sifat toksik, beracun, iritan, dan patologik
c. Biological Hazard, bahaya dari mikroorganisme, khususnya yang patogen
yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan.
d. Ergonomi, merupakan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan
kesehatan sebagai akibat ketidaksesuaian desain kerja dengan pekerja.
3) Macam-macam Bahaya K3 yang ada di Bengkel Las Ciputat
A. Bahaya Debu (fume)
1) Pengertian Debu (fume)
Debu biasanya terlihat pada setiap operasi pengelasan. Debu ini terdiri
dari komponen yang dihasilkan dari elektroda, logam dasar, dan flux pada
setiap operasi. Elektroda merupakan penghasil fume yang paling utama.
Diameter debu dalam asap las berkisar antara 0,2 mikrometer s/d 3
mikrometer. Butiran debu dengan ukuran > 0,5 mikrometer bila terhisap akan
tertahan oleh bulu hidung dan bulu pada pipa pernapasan, sedangkan yang
lebih halus akan terbawa masuk ke dalam paru-paru. Sebagian akan
dihembuskan kembali, sedangkan sebagian lain akan tertinggal dan melekat
pada kantong udara dalam paru-paru (alveoli) sehingga bila sudah
terakumulasi akan dapat menimbulkan berbagai penyakit pernapasan (Blunt
and Balchin, 2002).
19
Komposisi kimia fume tergantung dari proses pengelasan dan
elektrodanya. Misalnya pada pengelasan dengan menggunakan elektroda
jenis law hydrogen maka di dalam asap las akan terdapat fluor (F) dan oksida
kalium dan sebagainya. Fume dapat juga di hasilkan dari pelapisan residu
pada logam. Sebagai contoh logam yang di galvanis (pelapisan seng) akan
menghasilkan asap pada saat di las. Berbagai gas berbahaya terkandung
dalam fume yang terjadi pada pekerjaan pengelasan antara lain adalah karbon
monoksida, karbon dioksida, ozon, dan nitrogen dioksida, disamping gas-gas
lain yang terbentuk dari penguraian bahan pelapis, karat dan lain-lain.
2) Dampak debu terhadap kesehatan pernafasan
Menurut Mila (2006), mekanisme penimbunan debu dalam paru-paru
dapat terjadi pada saat kita bernapas dengan menarik napas, udara yang
mengandung debu masuk ke dalam paru-paru. Jalur yang ditempuh adalah
hidung, faring trakea, bronkus, bronchioli, dan alveoli. Partikel debu yang
dapat terhirup saat bernafas berukuran antara 0,1 mikron Pada hidung dan
tenggorokan bagian bawah ada silia yang berfungsi menahan benda-benda
asing, yang kemudian dikeluarkan bersama secret atau waktu bernapas.
Ukuran partikel debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit
pada saluran pernapasan. Dari hasil penelitian ukuran tersebut dapat
mencapai target organ sebgai berikut:
a. 5-10 mikro, akan tertahan oleh cilia pada saluran pernapasan bagian atas
b. 3-5 mikron, akan tertahan oleh saluran pernapasan bagian tengah
c. 1-3 mikron, sampai dipermukaan alveoli
d. 0,5-1 mikron, hinggap dipermukaan alveoli, selaput lendir sehingga
menyebabkan fibrosis paru.
20
e. 0,1-0,5 mikron, melyang dipermukaan alveoli.
Debu aerosol dan gas iritan kuat menyebabkan refleksi batuk atau
spasme laring (penghentian pernapasan). Jika zat-zat ini menembus kedalam
paru-paru maka akan terjadi bronkhitis toksik, endema paru atau pneumonitis
(WHO, 1993). Menurut WHO 1996, ukuran debu partikel yang
membahyakan adalah ukuran 0,1-5 atau 10 mikron. Depkes mengisyaratkan
bahwa ukuran debu yang membahayakan berkisar 0,1 sampai 10 mikron
(Pudjiastuti, 2003).
Berdasarkan Kepmenkes RI NO. 1405/MENKES/SK/XI/2002, tanggal
19 November 2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja di
perkantoran yaitu meliputi semua ruangan, halaman, dan area sekelilingnya
yang merupakan bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja untuk
perkantoran. Kandungan debu maksimal didalam udara ruangan dalam
pengukuran rata-rata 8 jam adalah sebesar 0,15 mg/m3 untuk debu total
dengan suhu 18-28 °C. Sedangkan untuk persyartan kesehatan lingkungan
diindustri yang meliputi semua ruangan dan area sekelilingnya merupakan
bagian atau berhubungan dengan tempat kerja untuk memproduksi barang
hasil industri adalah sebesar 10 mg/m3 untuk debu total dengan suhu 18-300
°C (Depkes RI, 2002). Salah satu akibat dari paparan debu secara terus
menerus adalah:
a. Penurunan Kapasitas Vital Paru
Kapsitas Vital Paru (KVP) sama dengan volume cadangan inspirasi
ditambah volume alun napas dan volume cadangan ekspirasi. Ini adalah
jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan seorang dari paru,
21
setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum dan dikeluarkan
sebanyak-banyaknya kira-kira 4600 mL (Guyton, 1997).
Kapasital vital paru adalah jumlah udara maksimum pada seseorang
yang berpindah pada satu tarikan napas. Kapasitas ini mencakup volume
cadangan inspirasi, volume tidal dan cadangan ekspirasi. Nilainya diukur
dengan menyuruh individu melakukan inspirasi maksimum, kemudian
menghembuskan sebanyak mungkin udara didalam parunya kealat
pengukur (Corwin, 2001).
3) Pencegahan Paparan Debu di Bengkel Las
a. Pengendalian secara mekanik
Usaha untuk mengurangi pengaruh fume ini secara praktis adalah
apabila fume masih dapat terlihat bernafaslah di luar kepulan fume
tersebut. Hal ini akan sangat menguntungkan bagi juru las, namun usaha
ini sangatlah sulit untuk dilaksanakan terutama pada pengelasan
ditempat yang tertutup/ kurang ventilasi. Untuk itu haruslah diingat pada
saat pengelasan di dalam ruangan tertutup atau tida cukup sirkulasi
udaranya, diperlukan adanya ventilasi mekanik. Sebagai gambaran kasar
kebutuhan udara segar tiap juru las adalah 2000 cuft per menit.
Kecepatan udara yang ditiupkan atau disedot kira-kira 0,5 meter per
detik atau 100 feet per menit.
b. Alat Pelindung Diri (APD) Masker
Menurut harry (1995), pemakaan APD sangat penting sebagai
garis pertahanan untuk melindungi pemakai sebagai akibat dari kelalaian
atau kondisi yang tidak diperkirakan. Alat pelindung diri adalah
seperangkat alat yang digunakan tenaga kerja untuk melindungi sebagian
22
atau seluruh tubuh dari adanya potensi bahya atau kecelakaan. Alat ini
digunakan sesorang dalam melakukan pekerjaannya, yang dimaksud
untuk melindungi dirinya dari sumber bahya tertentu baik yang berasal
dari pekerjaan maupun dari lingkungan kerja. Alat pelindung diri ini
tidaklah secara sempurna dapat melindungi tubuh tetapi jika digunakan
secara teratur dan baik maka alat pelindung diri ini dapat mengurangi
tingkat keparahan yang mungkin terjadi (Budiono, 2003)
Perlindungan tenaga kerja melalui usaha-usaha teknis pengamanan
tempat, peralatan dan lingkungan kerja sangat perlu untuk diutamakan.
Namun, sering kali potensi bahaya ditempat kerja belum sepenuhnya
dikendalikan, sehingga perlu adanya alternatif solusi untuk meminialisir
potensi bahaya yang belum terkendalikan dengan menggunakan alat
pelindung diri. Alat pelindung diri yang baik adalah alat pelindung diri
yang mengerti pekerja dari mulai kenyamanan, serta memberi
perlindungan yang efektif dan murah (Suma’mur, 1996).
Pilihan peralatan dibidang ini amat luas, mulai dari masker debu
sekali pakai biasa sampai alat pernapasan isi sendiri dan memiliki nilai
kerumitan yang kompleks dari mulai kapan alat ini digunakan samapi
pada untuk bahaya apa alat ini digunakan. Jika pilihankeliru maka dapat
membahayakan pemakai dan menyebabkan apiksia. Perlu adanya
pelatihan atau promosi tentang pengenalan APD untuk lebih memahami
APD apa yang dipakai, bagaimana fasilitas pembersihan dan
pemeliharaan APD (Gill, 2005). Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Adi (2007) menunjukan ada hubungan antara penggunaan APD (masker)
dengan kapasitas vital paru.
23
B. Bahaya Arus Listrik
1. Pengertian Arus Listrik
Listrik merupakan suatu energi yang tidak tampak, tetapi merupakan
sumber bahaya bila tidak diperlakukan dengan baik. Besarnya kejutan yang
timbul karena listrik tergantung pada besarnya arus dan keadaan badan
manusia. Pada pengerjaan las, arus yang digunakan sangat besar, yaitu
antara 80-500 Amper. Besarnya arus digunakan tergantung dari diameter
elektroda, jenis bahan dan posisi pengelasan. Hal tersebut diatas sangat
membahayakan, bila salah satu anggota tubuh terkena aliran arus listrik.
Apabila pada saat tubuhnya sedang basah atau berkeringat, mengakibatkan
aliran arus listrik akan lebih besar dan cepat, yang dapat menimbulkan
kematian. Maka untuk mencegah hal tersebut di atas, tubuh operator harus
tidak dalam keadaan basah juga pemegang elektroda harus selalu kering
dan terisolasi dengan baik.Tingkat dari kejutan dan hubungannya dengan
besar arus adalah sebagai berikut:
a. Arus 1mA hanya menimbulkan kejutan yang kecil saja dan tidak
membahayakan
b. Arus 5 mA akan memberikan simulasi yang cukup tinggi pada otot dan
menimbulkan rasa sakit
c. Arus 10 mA akan menyebabkan rasa sakit hebat
d. Arus 20 mA akan menyebabkan terjadinya pengerutan otot sehingga
orang yang terkena tidak dapat melepaskan dirinya tanpa bantuan orang
lain.
e. Arus 50 mA sudah sangat berbahaya
f. Arus 100 mA akan mengakibatkan kematian.
24
Cedera listrik bisa terjadi akibat tersambar petir atau menyentuh
kabel maupun sesuatu yang menghantarkan listrik dari kabel yang
terpasang.Cedera bisa berupa luka bakar ringan sampai kematian,
tergantung kepada:
a. Jenis dan kekuatan arus listrik
Secara umum, arus searah (DC) tidak terlalu berbahaya jika
dibandingkan dengan arus bolak-balik (AC). Efek AC pada tubuh
manusia sangat tergantung kepada kecepatan berubahnya arus
(frekuensi), yang diukur dalam satuan siklus/detik (hertz). Arus
frekuensi rendah (50-60 hertz) lebih berbahaya dari arus frekuensi
tinggi dan 3-5 kali lebih berbahaya dari DC pada tegangan (voltase)
dan kekuatan (ampere) yang sama.
DC cenderung menyebabkan kontraksi otot yang kuat, yang
seringkali mendorong jauh/melempar korbannya dari sumber arus. AC
sebesar 60 hertz menyebabkan otot terpaku pada posisinya, sehingga
korban tidak dapat melepaskan genggamannya pada sumber listrik.
Akibatnya korban terkena sengatan listrik lebih lama sehingga terjadi
luka bakar yang berat.Biasanya semakin tinggi tegangan dan
kekuatannya, maka semakin besar kerusakan yang ditimbulkan oleh
kedua jenis arus listrik tersebut.Kekuatan arus listrik diukur dalam
ampere. 1 miliampere (mA) sama dengan 1/1,000 ampere.
Pada arus serendah 60-100 mA dengan tegangan rendah (110-
220 volt), AC 60 hertz yang mengalir melalui dada dalam waktu
sepersekian detik bisa menyebabkan irama jantung yang tidak
beraturan, yang bisa berakibat fatal. Arus bolak-balik lebih dapat
25
menyebabkan aritmia jantung dibanding arus searah. Arus dari AC
pada 100 mA dalam seperlima detik dapat menyebabkan fibrilasi
ventrikel dan henti jantung. Efek yang sama ditimbulkan oleh DC
sebesar 300-500 mA. Jika arus langsung mengalir ke jantung, misalnya
melalui sebuah pacemaker, maka bisa terjadi gangguan irama jantung
meskipun arus listriknya jauh lebih rendah (kurang dari 1 mA).
b. Ketahan tubuh terhadap arus listrik
Resistensi adalah kemampuan tubuh untuk menghentikan atau
memperlambat aliran arus listrik. Kebanyakan resistensi tubuh terpusat
pada kulit dan secara langsung tergantung kepada keadaan kulit.
Resistensi kulit yang kering dan sehat rata-rata adalah 40 kali lebih
besar dari resistensi kulit yang tipis dan lembab. Resistensi kulit yang
tertusuk atau tergores atau resistensi selaput lendir yang lembab
(misalnya mulut, rektum atau vagina), hanya separuh dari resistensi
kulit utuh yang lembab.Resistensi dari kulit telapak tangan atau telapak
kaki yang tebal adalah 100 kali lebih besar dari kulit yang lebih tipis.
Arus listrik banyak yang melewati kulit, karena itu energinya
banyak yang dilepaskan di permukaan. Jika resistensi kulit tinggi, maka
permukaan luka bakar yang luas dapat terjadi pada titik masuk dan
keluarnya arus, disertai dengan hangusnya jaringan diantara titik masuk
dan titik keluarnya arus listrik. Tergantung kepada resistensinya,
jaringan dalam juga bisa mengalami luka bakar.
c. Jalur arus listrik ketika masuk ke dalam tubuh
Arus listrik paling sering masuk melalui tangan, kemudian
kepala; dan paling sering keluar dari kaki. Arus listrik yang mengalir
26
dari lengan ke lengan atau dari lengan ke tungkai bisa melewati
jantung, karena itu lebih berbahaya daripada arus listrik yang mengalir
dari tungkai ke tanah.Arus yang melewati kepala bisa menyebabkan:
1) Kejang.
2) Pendarahan otak.
3) Kelumpuhan pernapasan.
4) perubahan psikis (misalnya gangguan ingatan jangka pendek,
perubahan kepribadian, mudah tersinggung dan gangguan tidur).
5) irama jantung yang tidak beraturan.
6) Kerusakan pada mata bisa menyebabkan katarak.
d. Lamanya terkena arus listrik.
Listrik merupakan aliran eloktron-elektron dari atom ke atom
pada sebuah penghantar. Semakin lama terkena listrik maka semakin
banyak jumlah jaringan yang mengalami kerusakan. Seseorang yang
terkena arus listrik bisa mengalami luka bakar yang berat. Tetapi, jika
seseorang tersambar petir, jarang mengalami luka bakar yang berat
(luar maupun dalam) karena kejadiannya berlangsung sangat cepat
sehingga arus listrik cenderung melewati tubuh tanpa menyebabkan
kerusakan jaringan dalam yang luas. Meskipun demikian, sambaran
petir bisa menimbulkan konslet pada jantung dan paru-paru dan
melumpuhkannya serta bisa menyebabkan kerusakan pada saraf atau
otak.
2. Dampak Tersengat Arus Listrik
Listrik merupakan aliran elektron dari sebuah objek melalui
konduktor. Elektron adalah partikel terluar dari atom yang bermuatan
27
negatif yang bila bersentuhan dengan objek, objek tersebut akan bermuatan
negatif. Ada beberapa dampak yang disebabkan sengatan listrik diantaranya
adalah:
a. trauma akibat sengatan listrik
Trauma dari serangan listrik adalah kerusakan yang disebabkan
oleh adanya aliran arus listrik yang melewati tubuh manusia dan
membakar jaringan ataupun menyebabkan terganggunya fungsi organ.
Trauma ini dapat terjadi pada kontak dengan aliran listrik bertegangan
tinggi ataupun rendah. Listrik dengan tegangan rendah lebih sering
menjadi penyebab pada trauma akibat listrik yang terjadi pada
lingkungan rumah tangga, sering disertai adanya tetani otot pada
daerah kontak listrik, dan dapat mengakibatkan gangguan pada jantung
yang dapat berakibat fatal. Trauma akibat serangan listrik berada pada
urutan kelima sebagai salah satu risiko akibat kerja. Sekitar 60-70%
dari trauma akibat serangan listrik terjadi pada aliran listrik
bertegangan rendah, dimana 50% mengalami kematian.
Tubuh manusia merupakan penghantar listrik yang baik
sehingga bila terjadi kontak langsung dengan arus listrik bisa berakibat
fatal. Arus listrik yang mengalir ke dalam tubuh manusia akan
menghasilkan panas yang dapat membakar dan menghancurkan
jaringan tubuh. Meskipun luka bakar akibat serangan arus listrik
tampak ringan, tetapi terdapat kemungkinan adanya kerusakan organ
dalam yang serius, terutama pada jantung, otot, ataupun otak yang
dapat mengakibatkan kematian. Tanda dan gejala meliputi luka bakar
28
pada kulit, kerusakan organ dalam dan jaringan lainnya, aritmia, serta
gagal nafas.
Arus listrik dapat menyebabkan terjadinya cedera melalui tiga
cara, yaitu henti jantung (cardiac arrest), perusakan otot, saraf, dan
jaringan oleh arus listrik yang melewati tubuh, serta luka bakar termal
akibat kontak dengan sumber listrik. Cedera akibat serangan arus listrik
dapat berupa luka bakar ringan hingga kematian. Tingkat cedera yang
terjadi tergantung pada beberapa faktor, antara lain jenis dan kekuatan
arus listrik, tegangan, ketahanan tubuh terhadap arus listrik, jalur arus
listrik ketika masuk ke dalam tubuh, dan lamanya tubuh terkena
paparan arus listrik.
b. Terbakar akibat sengatan listrik
Cedera Akibat Listrik adalah kerusakan yang terjadi jika arus
listrik mengalir ke dalam tubuh manusia dan membakar jaringan
ataupun menyebabkan terganggunya fungsi suatu organ dalam. Tubuh
manusia adalah penghantar listrik yang baik. Kontak langsung dengan
arus listrik bisa berakibat fatal. Arus listrik yang mengalir ke dalam
tubuh manusia akan menghasilkan panas yang dapat membakar dan
menghancurkan jaringan tubuh. Meskipun luka bakar listrik tampak
ringan, tetapi mungkin saja telah terjadi kerusakan organ dalam yang
serius, terutama pada jantung, otot atau otak.
3. Pencegahan Arus Listrik di Bengkel Las
Industri atau perusahaan tidak mungkin terlepas dari tenaga listrik.
Listrik merupakan daya yang sangat penting dalam membantu pekerjaan
manusia. Sebagai contoh industri las tanpa adanya daya listrik proses
29
pengelasan membutuhkan waktu yang lama, biaya yang cukup mahal
bahkan hasil pengelasan pun tidak sebaik pengelasan dengan menggunakan
las listrik. Selain memberikan maanfaat yang cukup besar bagi industri
kecil sampai industri besar risiko listrik memberikan kerugian yang cukup
besar jika penggunaannya tidak sesuai dengan ketentuan dan standar yang
dianjurkan dari mulai risiko yang sederhana seperti kesemutan saat
tersengat arus listrik bertegangan rendah, luka bakar yang ditimbulkan
akibat sengatan listrik, trauma akibat sengatan listrik sampai risiko yang
tinggi seperti hilangnya propeti (kebakaran), bahkan dapat menyebabkan
korban jiwa (kematian).
Sengatan listrik ditempat kerja tidak mungkin dihilangkan tetapi bisa
diminimalisir dengan cara:
a. Lakukan perawatan dan penggantian pada alat-alat listrik yang sudah
rusak. Melakukan perawatan listrik merupakan keharusan bagi industri
besar maupun kecil dengan perawatan bisa di ketahui item listrik mana
yang perlu diganti.
b. Hindari penggunaan rol listrik secara menumpuk. kebiasaan memang
sulit untuk di hilangkan begitu juga kebiasaan menggunakan rol listrik
secara menumpuk. penggunaan rol listrik secara menumpuk bisa
mengakibatkan konsleting listrik karna daya yang ada di rol tidak sesuai
kapasitas alat. Konsleting listrik bisa berakibat fatal yaitu bisa
menyebabkan kebakaran berdasarkan survei yang dilakukan Dinas
Pemadaman DKI sepanjang tahun angka kebakaran mencapai rata-rata
800 kali atau 2-3 kali kebakaran setiap harinya dan 70 % diakibatkan
karena konsleting listrik.
30
c. Hindari penggunaan arus listrik ilegal penggunaan alustrik ilegal dengan
cara menggunakan alus listrik tanpa izin dari pihak PLN bisa berisiko
sangat fatal selain hukuman pidana saksi pasal 378 yaitu pasal pencurian
penggunaan arus listrik ilegal dapat menyebabkan konsleting listrik
biasanya diakibatkan karena gesekan instalasi yang disambung secara
ilegal.
d. Gunakan sarung tangan dan alas kaki (sepatu atau sandal) saat bekerja.
Penggunaan sarung tangan dan alas kaki dalam bekerja sangatlah
penting yaitu untuk menghindari bersentuhan langsung dengan listrik
biasanya ditempat kerja banyak kabel kabel yang terkelupas dan robek
yang tidak diketahui pekerja.
e. Membersihkan dan menjaga lingkungan kerja agar tetap bersih untuk
menghindari air, minyak atau tinner yang berserakan yang
memungkinkan menimbulkan bahaya untuk pekerja
f. Menggunakan kabel listrik sesuai standar SNI
g. Isolasi kabel atau sambungan kabel yang terkelupas (terbuka)
Untuk mempermudah pertolongan kepada penderita, penolong harus
dapat membedakan kecelakaan ini satu sama lain. Bagaimanapun
keterlambatan pertolongan akan dapat mengakibatkan fatal kepada
penderita. Cara-cara untuk menolong bahaya akibat kecelakaan listrik yaitu:
a. Matikan stop kontak (switch off) dengan segera
b. Berikan pertolongan pertama sesuai dengan kecelakaan yang dialami
oleh penderira. Apabila tidak sempat mematikan stop kontak dengan
segera, maka hindarkanlah penderita dari aliran listrik dengan memakai
31
alat-alat kering yang tidak bersifat konduktor (jangan gunakan bahan
logam. Cara-caranya adalah sebagai berikut :
1. Tarik penderita dengan benda kering (karet, plastik, kayu, dan
sejenisnya) pada bagian-bagian pakaian yang kering.
2. Penolong berdiri pada bahan yang tidak bersifat konduktor (
papan, sepatu karet)
3. Doronglah penderita dengan alat yang sudah disediakan.
4. Bawalah kerumah sakit dengan segera.
C. Bahaya Kebakaram
1. Pengertian Kebakaran
Kebakaran adalah suatu insiden akibat dari api yang bekerja tidak
pada tempatnya, yang terjadi antara api, bahan bakar, dan oksigen (Astra
Internasional, 2001). Kebakaran dapat terjadi karena proses persenyawaan
antara bahan bakar, oksigen dan panas (Akhmadsyah, 2009). Kebakaran
dapat menyebabkan kerusakan pada properti tempat kerja, luka bakar
bahkan kehilangan nyawa pekerja. Kebanyakan dari tempat kerja las yang
ada diciputat dalam melakukan proses pengelasan dan pemotongan besi
menghasilkan panas sehingga memicu dan mudah terjadinya kebakaran
(Lestari, 2007).
Menurut Ramli (2010) kebakaran adalah api yang tidak terkendali
artinya diluar kemampuan dan keinginan manusia. Api unggun misalnya
walaupun berkobar besar dan tinggi, belum bisa disebut dengan kebakaran
karena masih dalam kendali dan diinginkan terjadinya. Api tidak terjadi
begitu saja tetapi merupakan suatu proses kimiawi antara uap bahan bakar
dengan oksigen dan bantuan panas. Teori ini dikenal dengan segi tiga api
32
(fire triangle). Menurut teori ini, kebakaran terjadi karena adanya 3 faktor
yang menjadi unsur api diantaranya adalah:
1. Oksigen
Oksigen adalah suatu unsur/zat yang sangat dibutuhkan bagi
kehidupan manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan. Demikian pula api,
tanpa kehadiran oksigen, api tidak akan terjadi. Dalam proses
pembakaran, oksigen merupakan alat oksidasi. Didalam beberapa
pengelasan dalam operasi pemotongan besi menggunakan grinda dalam
proses pemotongannya mengeluarkan percikan api yang dapat memicu
terjadinya kebakaran jika dilingkungan kerja babyak bahan bahan yang
mudah terbakar.
Permasalah yang paling besar adalah ketika dilingkungan kerja
bengkel las memiliki ventilasi minim sehingga semakin memudahkan
terjadinya kebakaran karena dipicu oleh adanya kandungan oksigen dari
udara yang meningkat sehingga meningkatkan risiko terjadinya
kebakaran. Karena minimnya ventilasi udara dibengkel las sehingga
menyebabkan berkumpulnya udara disatu sisi yang memudahkan
terjadinya kebakaran, item yang tadinya tidak mudah terbakar
diatsmosfer normal dapat menjadi mudah terbakar dan jika terjadi
kebakaran maka kebakaran tersebut sangat sulit untuk dipadamkan.
2. Sumber panas
Sumber panas adalah pemicu kebakaran dengan energi yang cukup
untuk menyalakan campuran antara bahan bakar dan oksigen yang ada
diudara. Selain memiliki energi yang cukup untuk menyalakan
campuran antara bahan bakar dan oksigen sumber panas juga merupakan
33
pemicu yang paling utama menyebabkan terjadinya kebakaran
contohnya saja ketika bensi dan minyak tanah disiramkan kedalam
plastik tanpa udara masih bisa menghasilkan api walaupun menghasilkan
api yang tidak cukup besar. Sumber panas tidak mungkin tidak ada
dalam proses pengelasan untuk menghindari terjadinya kebakaran yang
terjadi dibengkel las adalah dengan cara mencegah sumber-sumber
pengapian berdekatan atau adanya jarak dengan bahan yang mudah
terbakar karena itu merupakan kunci untuk mencegahan terjadinya
kebakaran dibengkel las.
3. Bahan bakar
Unsur bahan bakar baik padat, cair atau gas yang dapat terbakar
dan bercampur dengan oksigen dari udara. Risiko terjadinya kebakran
dibengkel las terjadi bukan hanya dipicu dengan adanya sumber panas
dan oksigen akan tetapi kebakaran yang terjadi dibengkel las dipicu
dengan adanya bahan-bahan yang mudah terbakar seperti tumpukan
kardus-kardus bekas, bahan kimia yang mudah terbakar seperti bensin,
tinner dan bahan kimia lainnya yang rentan terhadap nyala api.
2. Dampak Bahaya Kebakaran
Kebakaran mengandung berbagai potensi bahaya baik bagi manusia,
harta benda maupun lingkungan. Bahaya yang paling utama dari suatu
kebakaran yang terjadi adalah sebagai berikut:
a. Terbakar api secara langsung
Misalnya karena terjebak dalam api yang sedang berkobar. Panas
yang tinggi akan mengakibatkan luka bakar, bahkan korban dapat
34
hangus. Luka bakar akibat api biasanya dibedakan menurut derajat
lukanya diantaranya adalah
1) Derajat 1 merupakan luka bakar ringan, efek merah dan kering pada
kulit seperti terkena matahari
2) Derajat 2 luka bakar dengan kedalaman lebih dari 0,1 mm
menimbulkan dampak epidermis atau lapisan luar kulit dan melepuh
sehingga menimbulkan semacam gelembungan berair
3) Derajat 3 luka bakar dengan kedalam lebih dari 2 mm, mengakibatkan
kulit mengering, hangus dan melepuh besar.
b. Terjebak karena asap yang ditimbulkan kebakaran.
Kematian dalam kebakaran paling banyak ditimbulkan karena
asap. Kematian akibat asap dapat disebabkan dua faktor yaitu, karena
kekurangan oksigen dan kedua adalah karena terhirup gas beracun. Pada
saat kebakaran terjadi, asap yang terbentuk akan mengusir oksigen dari
ruangan sehingga ruangan menjadi sesak. Kondisi ini korban akan
kekurangan oksigen dan asap masuk kedalam paru-paru. Selain itu juga
asap kebakaran memgandung berbagai jenis zat berbahaya dan beracun
tergantung jenis bahan yang terbakar.
c. Bahaya ikutan akibat kebakaran,
Kejatuhan benda akibat runtuhnya konstruksi. Bahaya ini banyak
terjadi dan mengancam keselamatan penghuni, bahkan juga petugas
pemadam kebakaran yang memasuki suatu bangunan yang sedang
terbakar. Bahaya ikutan lainnya yang bersumber dari ledakan bahan atau
material lainnya yang terdapat dalam ruangan yang terbakar. Salah satu
35
bahaya ikutan yang sering terjadi adalah ledakan gas yang terkena
paparan panas.
d. Trauma akibat kebakaran.
Bahaya ini juga banyak mengancam korban kebakaran yang
terperangkap, panik, kehilangan orientasi dan akhirnya dapat berakibat
fatal. Hal ini terjadi dalam kebakaran gedung bertingkat dimana
penghuninya kesulitan orientasi untuk mencari jalan keluar yang sudah
dipenuhi asap.
3. Pencegahan Bahaya Kebakaran
1. Mencegah penyalaan api
Prinsip pertama dalam mencegah kebakaran adalah dengan
menghindarkan terjadinya suatu penyalaan. Mencegah terjadinya
penyalaan sangatlah efektif karena tanpa tidak adanya percikan api maka
api tidak akan terjadi. Tanpa dimulai dengan adanya nyala api kebakaran
tidak akan terjadi.
2. Area dimana biasanya pengelasan dilakukan harus dijaga bebas dari
semua bahan yang mudah terbakar bila perlu melakukan pengelasan
diruang terbuka. Jika tempatnya tidak memadai sebaiknya bahan yang
mudah terbakar dialokasikan ketempat yang aman jauh dari percikan api
dilindungi dengan bahan yang tidak mudah terbakar
3. Adanya ventilasi. Ventilasi dibengkel las sangat penti selain untuk
sirkulasi uadara ventilasi dibengkel las juga dapat menghindara
penumpukan oksigen diruang las dan jika terjadi kebakaran ventilasi ini
berfungsi untuk memudahkan asap api keluar dari ruangan sehingga
kadar asap dalam ruangan bisa berkurang.
36
D. Bahaya Radiasi
1) Pengertian Radiasi
Kegiatan pengelasan berorientasi dalam menyatukan logam-logam
yang akan menghasilkan percikan api dan pecahan-pecahan logam berupa
partikel kecil. Pengelasan bukanlah suatu pekerjaan yang mudah karena
memiliki risiko fisik yang sangat tinggi sehingga dalam pengerjaannya
memerlukan keahlian serta peralatan khusus agar seorang pengelas tidak
terkena kecelakaan kerja. Salah satu organ tubuh yang sangat sensitif dalam
menanggapi respon dari sekitarnya terutama dalam menanggapi rangsangan
intensitas cahaya yang terlalu lemah atau pun terlalu kuat adalah mata.
Untuk seorang pekerja di bidang pengelasan, terlalu sering berhadapan
dengan cahaya intensitas tinggi akan memberi dampak pada sistem kerja
matanya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lyon (1977), fisikawan
radiasi optik, terdapat sinar-sinar elektromagnetik yang dihasilkan selama
proses pengelasan tersebut dan terkait dengan indra mata yaitu salah
satunya sinar ultraviolet. Sinar ini dapat menembus alat pelindung diri
sehingga mempengaruhi kesehatan mata pekerja.
Jurnal Canadian Centre for Accupational Health & Safety (2008)
menambahkan bahwa kegiatan pengelasan akan menghasilkan radiasi non
pengion. Radiasi merupakan transmisi energi melalui emisi berkas cahaya
atau gelombang. Energi radiasi bisa terletak di rentang sinar tampak, tetapi
dapat pula lebih besar atau lebih kecil dibandingkan sinar tampak. Dua
sinar utama nonpengion tersebut antara lain (Canadian Centre for
Occupational Health & Safety, 2008):
37
a. Sinar ultraviolet
Selama proses pengelasan akan timbul cahaya atau sinar yang dapat
membahayakan pekerja las dan pekerja lainnya yang ada dilingkungan las.
Sinar ultraviolet sebenarnya adalah pancaran yang mudah terserap, tetapi
sinar ini memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap reaksi kimia yang
ditimbulkan didalam tubuh. Jika sinar ultraviolet tersebut diserap oleh lensa
mata dan kornea maka pada mata terasa seakan-akan terdapat benda asing
didalamnya. Sinar ultra violet sebenarnya adalah pancaran yang mudah
terserap, tetapi sinar ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap reaksi
kimia yang terjadi dalam tubuh. Efek kesehatan akibat dari radiasi ultraviolet
dapat menyebabkan:
1. Mata
Mata merupakan organ vital bagi manusia tanpa indra mata manusia
sulit untuk melakukan aktivitas selain vital indra mata sangat sensitif
terhadap lingkungan terutama lingkungan dan bahaya yang ada
dilingkungan kerja bengkel las. Salah satunya adalah paparan sinar
ultraviolet Bila sinar ultraviolet yang terserap oleh lensa dan kornea mata
melebihi jumlah tertentu maka pada mata akan terasa seakan-akan ada
benda asing didalamnya. Dalam waktu antara 6 sampai 12 jam kemudian
mata menjadi sakit selama 6 sampai 24 ja pada umumnya rasa sakit ini
akan hilang setelah 48 jam. Menurut jane blunt dan nigel C Balchin
(2002), efek kesehatan yang diakibatkan dari paparan sinar ultraviolet
busur las menyebabkan mata menjadi merah, berair dan menyakitkan dan
jika paparannya secara terus menurus akan mengakibatkan degenerasi
38
retina dan peradangan pada kornea mata sehingga sipenderita dapat
mengalami katarak dan kebutaan.
2. Kulit
Selain mata kulit juga merupakan indra yang sangat sensitif. Kulit
merupakan indra yang sangat penting untuk merespon lingkungan atau
meraba pada suatu objek kepekaan kulit terhadap benda dapat
mendeskripsikan suatu benda tanpa melihat benda tersebut. Selain
berfungsi untuk kepekaan kulit juga berguna untuk proses kimiawi tubuh
yaitu mengeluarkan keringat sebagai proses evavokasi yang terjadi
didalam tubuh. Ketika tubuh terpapar panas pada siang hari atau sedang
melakukan aktivitas fisik kulit sangat berfungsi sekali untuk menetralisisr
panasnya suhu tubvuh dengan cara mengeluarkan keringat dari pori-pori
kulit.
Paparan radiasi ultraviolet terhadap kulit yang tidak terlindungi
secara berkepanjangan menyebabkan luka bakar pada kulit sehingga kulit
menjadi mati dan tidak peka lagi terhadap respon yang ada dilingkungan
sehingga kulit sukar untuk merasakan apa-apa yang disentuh oleh kulit.
Selain luka bakar paparan radiasi panas secara berkepanjangan
menyebabkan peradangan pada kulit yang ditandai oleh eritema (kulit
merah), edema (pembengkakan), rasa gatal dan panas di kulit, serta
permukaan kulit bergelembung berisi cairan, yang biasanya terjadi di
tangan, lengan bawah, atau wajah (Suma’mur, 1996). Akibat paparan
radiasi sinar ultraviolet secara terus-menerus menyebabkan penuaan dini
pada kulit bahkan lebih parah lagi menyebabkan kanker kulit.
39
b. Sinar Inframerah
Sinar inframerah di sinari oleh benda-benda pijar seperti dapur atau tanur
atau bahan-bahan pijar lainnya, sinar inframerah berasal dari busur las listrik.
Sinar inframerah dapat menyebabkan katarak pada pekerja bengkel las. Sinar
inframerah tidak segera terasa oleh mata, karena sinar inframerah itu lebih
berbahaya tidak diketahui, tidak terasa dan tidak terlihat. Pengaruh sinar
inframerah sama dengan pengaruh panas yaitu menyebabkan pembengkakan
pada kelopak mata, terjadinya penyakit kornea, presbiopia yang terlalu dini
(terjadinya kerabunan). Selain berbahaya pada kulit sinar inframerah juga
dapat menyebabkan terbakarnya pada kulit berulang-ulang (mula-mula
merah kemudian memar dan selanjutnya terkelupas yang sangat ringan)
c. Cahaya tampak
Benda kerja dan bahan tambah yang mencair pada las busur manual
mengeluarkan cahaya tampak semua cahaya tampak yang masuk kemata
akan diteruskan oleh lensa dan kornea mata ke retina mata. Bila cahaya ini
terlalu kuat maka mata akan segera menjadi lelah dan jika terlalu lama
mungkin menjadi sakit. Rasa lelah dan sakit pada mata bersifat sementara
(Prasetya, 2012).
2) Pencegahan paparan radiasi las
1) Menggunakan pelindung mata dan muka ketika melakukan pengelasan,
yaitu kedok atau helm las
2) Menggunakan peralatan keselamatan dan kesehatan kerja (pakaian
pelindung) pakaian kerja, apron / jaket las, sarung tangan, sepatu
keselamatan kerja.
40
3) Mebuat batas atau pelindung daerah pengelasan agar orang lain tidak
terganggu
4) Pakaian yang digunakan bahan yang tidak mudah meleleh sehingga
mudah dilepaskan jingga terbakjar.
5) Menggunakan sarung tangan las untuk menghindari terjadinya
kontaminasi bahan kimia
6) Alat pelindung diri harus sesuai dengan standar
D. Promosi K3 sebagai Proses Peningkatan Pengetahuan
1. Pengertian Promosi
Promosi kesehatan menurut Green (2007) suatu gabungan dari usaha
pendidikan kesehatan, pengorganisasian dan keekonomian yang dirancang untuk
menghasilkan perubahan tingkah laku dan lingkungan yang mendukung praktik pola
hidup sehat. Pengertian tersebut masih bersifat umum, untuk kepentingan
masyarakat pekerja yang memang memiliki ciri-ciri khusus, yang membedakan ciri
tersebut dengan masyarakat umum dalam hal karakteristik lingkungan kerja, yaitu
adanya pola shift kerja, lokasi kerja, dan lain-lain. Pengertian atau definisi tersebut
berubah menjadi “Promosi Kesehatan di tempat kerja adalah ilmu dan seni untuk
menolong pekerja mengubah gaya hidup mereka agar bergerak menuju status
kesehatan dan kapasitas kerja yang optimal, sehingga berkontribusi bagi kesehatan
dan keselamatan di tempat kerja, dan dapat meningkatkan kinerja dan produktivitas
perusahaan. Kesehatan optimal adalah derajat tertinggi dari kesejahteraan fisik,
emosional, mental, sosial, spiritual dan ekonomi”.
Kapasitas kerja optimal adalah kemampuan untuk bekerja dengan kuat dan
senang tanpa kelelahan yang berarti, dengan masih tersedia energi untuk menyenangi
hobi, aktivitas rekreasi dan menghadapi gawat darurat yang tak terduga. Perubahan
41
gaya hidup dapat dimudahkan dengan kombinasi upaya aktifitas organisasi,
pendidikan dan lingkungan yang mendukung praktek hidup sehat (Modjo, 2007).
Promosi kesehatan kerja adalah serangkaian kegiatan yang terkait dengan
pendidikan dan pengorganisasian yang melibatkan organisasi kerja, komunitas
lingkungan ditempat kerja yang didesain khusus untuk memperbaiki dan mendukung
secara kondusif prilaku kesehatan baik prilaku hidup maupun prilaku bekerja untuk
terciptanya kapasitas kerja dan kondisi kesehatan dan keselamatan pekerja yang
optimal. Promosi kesehatan dan keselamatan pekerja adalah sebagai alat dan seni
untuk mengubah perilaku bekerja untuk terciptanya status kesehatan dan kapasitas
kerja yang optimal sehingga memberi peran baik untuk peningkatan produktivitas
dan pengurangan biaya (anggaran) untuk biaya pengobatan akibat kecelakaan dan
penyakit akibat kerja (Kurniawidjaja, 2011).
Menurut WHO Expert Committee On Health Promotion In The Worksetting
(1988) menekankan bahwa promosi K3 merupakan komponen penting dari
pelayanan K3 dan menegaskan bahwa prinsip K3 tidak terbatas pada upaya
pencegahan dan pengendalian efek buruk terhadap kesehatan dan keselamatan
pekerja, tetapi bergerak dan berfokus juga terhadap promosi keselamatan dan
kesehatan pekerja. Hal ini sejalan dengan ruang lingkup keselamatan dan kesehatan
pekerja yang diperluas tidak hanya berfokus pada kesehatan dan keselamatan tetapi
juga mencakup pada aspek psikologi dan sosial serta kemampuan menjalankan
kehidupan produktif secara sosial dan ekonomi.
Promosi K3 adalah suatu usaha yang dilakukan untuk mendorong dan
menguatkan kesadaran serta prilaku pekerja tentang K3 sehingga dapat melindungi
pekerja, properti, dan lingkungan (Pasman, 2001). Program promosi K3 menjadi
efektif apabila terjadi perubahan sikap dan prilaku pada pekerja. Undang-undang
42
kesehatan yang mendukung pelaksanaan program promosi K3 yaitu undang-undang
no.23 tahun 1992 pasal 10, mengenai upaya kesehatan dengan pendekatan
pemeliharaan, peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit,
dan pemulihan kesehatan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.
Pelayanan kesehatan kerja dilaksanakan melalui peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit termasuk pengendalian faktor risiko, penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan.
Promosi kesehatan sebagai pendekatan kesehatan terhadap faktor perilaku
kesehatan, maka kegiatannya tidak terlepas dari faktor – faktor yang menentukan
perilaku tersebut. Kegiatan promosi kesehatan harus disesuaikan dengan determinan
(faktor yang mempengaruhi perilaku itu sendiri). Menurut Green perilaku ini
ditentukan oleh 3 faktor utama antara lain:
a. Faktor Pendorong (predisposing factors) Faktor-faktor yang mempermudah
terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan,
kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan sebagainya.
b. Faktor Pemungkin (enabling factor) Faktor-faktor yang memungkinkan atau
memfasilitasi perilaku atau tindakan mencakup lingkungan fisik, tersedia atau
tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana keselamatan kerja
c. Faktor penguat (reinforcement factor) Faktor yang mendorong atau memperkuat
terjadinya perilaku, yang terdiri dari peraturan dan juga sikap serta perilaku tokoh
masyarakat, tokoh agama, petugas kesehatan, dan sebagainya.
2. Manfaat Promosi K3
Menurut Schuler dan Jackson tahun 1999 apabila perusahaan dapat
melaksanakan program K3 dengan baik, maka perusahaan akan dapat memperoleh
manfaat sebagai berikut:
43
a. Meningkatkan produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja yang hilang.
b. Meningkatnya efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih komitmen.
c. Menurunnya biaya-biaya kesehatan dan asuransi.
d. Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih rendah karena
menurunnya pengajuan klaim.
e. Fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari partisipasi
dan ras kepemilikan.
f. Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatkan citra
perusahaan.
g. Perusahaan dapat meningkatkan keuntungannya secara substansial
Menurut Modjo (2007), manfaat penerapan program promosi keselamatan dan
kesehatan kerja di perusahaan antara lain:
a. Pengurangan absentisme. Perusahaan yang melaksanakan program keselamatan
dan kesehatan kerja secara serius, akan dapat menekan angka risiko kecelakaan
dan penyakit kerja dalam tempat kerja, sehingga karyawan yang tidak masuk
karena alasan cedera dan sakit akibat kerja pun juga semakin berkurang. secara
signifikan dari jumlah anggota dari sebuah pusat kebugaran travelers yang tidak
masuk kerja lebih sedikit dari pada jumlah pekerja yang yang absen dihari kerja.
Didupont setiap dolar yang diinvestasikan untuk promosi kesehatan
ditempat kerja menyumbang 1,42 US dolar lebih rendah pada biaya ketidak
hadiran pekerja selama priode lebih dari dua tahun. Selain itu juga perusahaan
Johnson mengurangi rata-rata absentisme mereka hingga 15% dalam dua tahun
melalui program kesehatan pekerja. Mereka juga memotong biaya rumah sakit
hingga 34% hanya dalam tiga tahun (WHO, 1998).
a. Incidence Rate
Number of workers absent
44
................................................. X 100
Total employeees
Ex. Menghitung incidence rate suatu perusahaan yang memiliki jumlah
karyawan 250 orang, jika dalam satu minggu ada 15 karyawan yang tidak
masuk (absent) maka berapakah incidence rate perusahaan tersebut?
Jawab :
Incidence rate :
15 : 250 x 100 = 6 %
Intepretasi : setiap 100 karyawan pada perusahaan ini, dalam seminggu ada 6
orang yang absent
b. Absence Rate
Number of hours absent
.................................................... X 100
Number of hours usually worked
Ex. Jika 250 karyawan pada perusahaan bekerja selama 40 jam setiap
minggunya, sementara 15 karyawan masing-masing tidak masuk selama 3
hari maka berapakah absence rate perusahaan tersebut?
Jawab :
15 (3 x 8 jam)
Absence rate = ............................ X 100
240 X 40 Jam
= 3,6%
Intepretasi :
ada sekitar 3,6 % dari jam kerja hilang karena karyawan absen/tidak masuk
c. Severity Rate
Average number of hours lost by absent employee
............................................................................................ X100
Average number of hours usually worked
Ex. Jika 3 karyawan di suatu perusahaan mengalami sakit selama 8 jam,
maka berpa saverity rate nya?
3 x 8 24
................. X 100 = ............. X 100 = 20 %
3 x 40 120
Intepretasi :
45
20 % of the scheduled time was lost !
b. Pengurangan biaya klaim kesehatan. Karyawan yang bekerja pada perusahaan
yang benar-benar memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja
karyawannya kemungkinan untuk mengalami cedera atau sakit akibat kerja
adalah kecil, sehingga makin kecil pula kemungkinan klaim pengobatan/
kesehatan dari mereka. Rata-rata biaya pengobatan perorang pertahun di Aerika
Serikat mencapai 3000 US dolar. Pencegahan penyakit menyumbang sekitar
70% dari seluruh total biaya karena sakit. Sebagian besar dari biaya tersebut
berhubungan dengan kebiasaan hidup sehat. Langkah yang signifikan terhadap
pengurangan konsumsi biaya pengobatan kesehatan dan keselamatan kerja
dengan cara mengimplementasikan program promosi kesehatan dan
keselamatan kerja (Harries, 2006).
c. Pengurangan turnover pekerja. Perusahaan yang menerapkan program K3
mengirim pesan yang jelas pada pekerja bahwa manajemen menghargai dan
memperhatikan kesejahteraan mereka, sehingga menyebabkan para pekerja
menjadi merasa lebih nyaman dan bahagia dan tidak ingin keluar dari
pekerjaannya. Pekerja yang merasa nyaman dan sehat ditempat kerja dapat
mengurangi biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk membayar dan
melatih pekerja yang baru. Sebuah studi di Tenneco menemukan bahwa pekerja
yang berpartisipasi dalam program promosi kesehatan memiliki peluang yang
lebih besar untuk terus dapat bekerja dari pada yang tidak berpartisipasi. Sekitar
3,5 % pekerja yang mengalami turnover dibandingkan dengan sebuah
perusahaan besar yang mengalami turnover pekerja sebesar 10,3% (Grosh,
2008)
d. Peningkatan moral dan produktivitas. Untuk kelanjutan usaha dalam
meningkatkan sumber daya mereka, produktivitas pekerja menjadi faktor yang
46
menentukan kunci kesuksesan. Meskipun, tidak mudah untuk mengukur
pengurangan biaya pengobatan kesehatan, peningkatan produktivitas pekerja
dan peningkatan moral, dapat memberikan pengaruh pada keuntungan dan
organisasi. Program promosi kesehatan dan keselamatan pekerja memegang
peranan yang penting dalam memelihara dan meningkatkan produktivitas dan
moral pekerja. hasil studi Union Pacific Railroad menemukan bahwa 80% dari
pekerja percaya bahwa program exercise di perusahaan membantu mereka untuk
meningkatkan produktivitas mereka dan 75% pekerja merasakan bahwa exercise
yang teratur membantu mereka untuk lebih berkonsentrasi dalam bekerja
(Grosh, 2006).
Menurut Malthis dan Jackson 2002 menyebutkan, manfaat program
keselamatan dan kesehatan kerja yang terkelola dengan baik adalah:
1. Penurunan biaya premi asuransi
2. Menghemat biaya litigasi
3. Lebih sedikitnya uang yang dibayarkan kepada pekerja untuk waktu kerja
mereka yang hilang
4. Biaya yang lebih rendah untuk melatih pekerja baru
5. Menurunnya lembur
6. Meningkatnya produktivitas
E. Pengetahuan
1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan ini terjadi
melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
47
telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Ada 6 tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif, yakni :
a. Tahu (know)
Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah di pelajari
sebelumnya. termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari keseluruhan bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa
orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,
mengidentifikasi, menyatakan, dan sebagainya
b. Memahami (comprehension)
Diartikan sebagai suatu kemempuan untuk menjelaskan secara benar
tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya
c. Menerapkan (application)
Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah di pelajari pada kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hokum-hukum, rumus, metode,
prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang nyata
d. Analisis (analysis)
Analisa dalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek ke
dalam komponen–komponen tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan
masih ada kaitannya satu sama lainnya. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
48
penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan,
mengelompokkan dan sebagainya.
e. Sintesa (Synthesis)
Menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagia –bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain, sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulas –
formulasi yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemempuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu obyek atau materi. Penilaian–penilaian ini
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan
kriteria–kriteria yang telah ada.
Indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkatan pengetahuan
kesehatan dapat dikelompokan menjadi (Fitriani, 2011)
1) Pengetahuan tentang sakit dan penyakit, yang meliputi penyebab penyakit,
gejala atau tanda-tanda penyakit, cara pengobatan, cara penularan, cara
pencegahan dan sebagainya.
2) Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan hidup sehat
3) Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan
F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Mubarok (2007), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu :
1. Umur
Semakin tua seseorang maka semakin sulit untuk menyerap ilmu pengetahuan
yang diajarkan, tidak seperti anak muda yang mudah dalam menerima pengetahuan
49
baru. Dilihat dari tuntutan hidup orang yang berkeluarga dan berusia tua lebih banyak
memiliki tuntutan hidup dibandingkan dengan orang dengan usia muda (remaja) usia
muda belum memikirkan tanggungan hidup yang berat sehingga lebih mudah
menyerap pengetahuan baru dibandingkan orang yang berumuran tua. Selain itu
penyerapan pengetahuan juga dipengaruhi oleh daya ingat seseorang.
Pada orang dewasa, umur dikelompokan menjadi (Hurlock, 1999):
a. Dewasa Awal (18-40 tahun)
Pada masa dewasa awal individu mulai dapat merencanakan atau
membuat hipotesis tentang masalah-masalah mereka, pemekiran lebih realistis,
bertanggung jawab, menerima perbedaan pendapat, dan melibatkan
intelektualitas pada situasi yang memiliki konsekuensi besar dalam tujuan jangka
panjang, seperti pencapaian karir dan pengetahuan. Selain itu, kemampuan
kognitif semakin meningkat pada masa dewasa ini.
b. Dewasa Madya (41-60 tahun)
Pada dewasa madya, kemampuan kognitif mengalami penurunan karena
daya ingat yang menurun ketika informasi yang dicoba untuk diingat adalah
informasi yang disimpan baru-baru ini atau tidak sering digunakan. Daya ingat
juga cendrung menurut untuk mengingat (reall) dari pada untuk mengenali
(recognize).
c. Dewasa Akhir (61 tahun keatas)
Pada masa ini, kemampuan kognitif semakin mengalami penurunan
karena adanya proses penuaan yang dialami setiap orang.
2. Tingkat Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan
50
mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang
tersebut untuk menerima informasi. Pendidikan tinggi maka seseorang akan
cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media
massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan
yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan
pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang
tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa
seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula.
Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi
juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang
sesuatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua
aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek
tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan
menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut (Notoatmodjo, 2007).
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi dalam memberi respon
terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan
memberi respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang, mereka akan
berpikir sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan
tersebut. berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan yang
rendah cendrung memiliki pengetahuan yang rendah pula (Suriasumantri, 2001).
Tingkat pendidikan dapat dikatagorikan menjadi (Wulan, 2010)
a. Pendidikan dasar: Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP)
b. Pendidikan menengah : Sekolah Menengah Atas (SMA)
c. Pendidikan tinggi : diploma, sarjana, magister, doktor
51
3. Sumber Informasi
Sumber informasi berhubungan dengan pengetahuan, baik dari orang maupun
media (Notoatmodjo, 2007). Sumber informasi dari orang itu mempengaruhi
pengetahuan seseorang, yang dipengaruhi antara lain: masyarakat baik teman bergaul
maupun tenaga kesehatan. Selain itu, sumber informasi juga dapata diperoleh dari
pengalaman seseorang mengikuti kegiatan pendidikan seperti seminar, penyuluhan
dan sebagainya (Sarwono, 1997).
Dalam proses peningkatan pengetahuan agar diperoleh hasil yang efektif
diperlukan alat bantu atau media. Fungsi media dalam pembentukan pengetahuan
seseorang yaitu menyampaikan informasi atau menyampaiakn pesan-pesan
(Notoatmodjo, 2007). Melalui berbagai media, baik cetak maupun elektronik,
berbagai informasi dapat diterima oleh masyarakat, sehingga seseorang yang lebih
sering terpapar media massa cendrung memiliki informasi yang lebih banyak
dibandingkan orang yang lebih sedikit terpapar oleh media massa. Hal ini berarti
paparan media mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang
(Wulan, 2010).
4. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang meperoleh pengalaman
dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.
5. Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seeorang dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecendrungan pengalaman yang kurang
baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap
objek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang sangat
52
mendalam dan membekas dalam emosi kejiwaannya, dan akhirnya dapat pula
membentuk sikap positif dalam kehidupannya.
Semakinorang berpengalaman akan satu objek makan semakin memahami dan
tahu pula orang tersebut akan objek tersebut pengalaman sebagai sumber
pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan
cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah
yang dihadapi masa lalu. Notoatmodjo (2003) mengatakan pengetahuan diperoleh
dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Seorang anak memperoleh
pengetahuan bahwa apa itu panas adalah setelah memperoleh pengalaman tangan
atau kakinya kena panas. Seorang ibu akan mengimunisasikan anaknya setelah
melihat anak tetangganya kena penyakit polio sehingga cacat, karena anak tersebut
belum pernah memperoleh imunisasi polio. Pengalaman belajar dalam bekerja yang
dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan professional serta
pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan dalam
mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara
ilmiah dan etika yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerja.
6. Kebudayaan Lingkungan sekitar
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar
terhadap pembentukan sikap kita. apa bila dalam suatu wilayah mempunyai budaya
untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya
mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan, karena lingkungan
sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang.
Segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis,
maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke
dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya
53
interaksi timbal balik ataupun tindakan yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh
setiap individu.
G. Pengukuran Pengengetahuan
Pengetahuan kesehatan dapat diukur dengan mengajukan pertanyaan secara
langsung (wawancara) atau melalui pertanyaan tertulis (kuisioner). Sedangkan perubahan
pengetahuan didapatkan dari selisih skor pengetahuan sebelum dan sesudah intervensi.
Pengetahuan dikatakan meningkat apabila selisih skor pengetahuan sebelum dan sesudah
intervensi sebesar ≥ 10 point, sedangkan dikatakan menurun apabila selisih skor
pengetahuan sebelum dan sesudah intervensi sebesar < 10 poin (Nurazizah, 2011).
Pengukuran pengetahuan juga dapat di lakukan dengan wawancara atau angket
yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ketahui atau kita
ukur dapat disesuaikan dengan tingkatan domain diatas. Pengukuran pengetahuan
dimaksud untuk mengetahui status pengetahuan seseorang dan disajikan dalam
persentase kemudian ditafsirkan dengan kalimat yang bersifat kualitiatif, yaitu
(Notoatmodjo, 2003)
1. Baik: bila subjek mampu menjawab dengan benar 76-100% dari seluruh pertanyaan
2. Cukup: bila subjek mampu menjawab dengan benar 60-75% dari seluruh
pertanyaan.
3. Kurang: bila subjek mampu menjawab pertanyaan benar < 60% dari seluruh
pertanyaan.
H. Pendidikan Kesehatan
1. Definisi Pendidikan Kesehatan
Menurut WHO pendidikan kesehatan merupakan proses untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat.
54
Untuk mencapai drajat kesehatan yang sempurna baik fisik, mental, dan sosial
masyarakat harus mempu mengenal dan mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya, dan
mampu mengubah atau mengatasi lingkungan nya.Pendidikan kesehatan adalah
upaya mempengaruhi masyarakat agar menghentikan perilaku berisisko tinggi dan
menggantikannya dengan perilaku aman atau berisiko rendah (Depkes RI, 2004).
2. Metode Pendidikan Kesehatan
a. Metode Pendidikan Individu (perorangan)
Dalam pendidikan kesehatan, metode pendidikan yang bersifat
individual ini digunakan untuk membina perilaku baru, membentuk perilaku
baru, atau membina seseorang yang mulai tertarik kepada suatu perubahan
perilaku atau inovasi (Notoatmodjo, 2007). Dasar digunakannya pendekatan
individu adalah karena setiap orang memiliki masalah atau alasan yang berbeda-
beda sehubungan dengan penerimaan atau prilaku baru tersebut. metode
pendidikan individu ini antara lain bimbingan dan penyuluhan serta wawancara.
Dengan pendekatan individu seseorang akan lebih merasa nyaman atau adanya
kecocokan sehingga mempermudah adopsi pendidikan untuk mendapatkan
perilaku baru.
b. Metode Pendidikan Kelompok
Dalam memilih metode promosi kelompok, harus mengingat besarnya
kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal dari sasaran. Untuk kelompok
yang besar, metodenya akan lain dengan kelompok yang kecil. Efektivitas suatu
metode akan tergantung pula pada besarnya sasaran pendidikan. Adapun
metode-metode pendidikan yang termasuk pendidikan kelompok melalui
seminar, diskusi kelompok, curah pendapat, bola salju, kelompok-kelompok
kecil, role play, permainan simulasi, dan penyuluhan.
55
Salah satu kegiatan pendidikan kesehatan adalah pemberian informasi
atau pesan kesehatan berupa penyuluhan kesehatan untuk memberikan atau
meningkatkan pengetahuan dan sikap seseorang tentang kesehatan melalu
teknik praktik belajar atau instruksi dengan tujuan mengubah atau
mempengaruhi perilaku manusia baik secara individu, kelompok maupun
masyarakat untuk dapat lebih mandiri agar memudahkan terjadinya perilaku
sehat (Liliweri, 2007). Penyuluhan kesehatan merupakan suatu proses yang
berlangsung secara terus menerus, yang kemajuannya harus diamati terutama
kepada mereka yang memberi penyuluhan.
Tujuan pendidikan kesehatan dengan metode penyuluhan adalah untuk
meningkatkan pengetahuan. Pengetahuan akan menjadi titik tolak perubahan
sikap dan gaya hidup. Pada akhirnya yang menjadi tujuan pendidikan kesehatan
adalah perubahan perilaku dan meningkatkan kepatuhan yang selanjutnya akan
meningkatkan kualitas hidup. Untuk meningkatkan pengetahuan dapat
dilakukan perubahan dengan memberikan pendididkan kesehatan (Liliweri,
2007).
Materi atau pesan yang akan disampaikan hendaknya disesuaikan
dengan kebutuhan sasaran penyuluhan sehingga materi yang disampaikan dapat
dirasakan langsung manfaatnya. Materi atau pesan penyuluhan dapat
disampaikan menggunakan media atau alat bantu pendidikan untuk membantu
pendidikan dalam menyampaikan bahan pendidikan serta untuk menarik
perhatian sasaran pendidikan.
Dalam penyuluhan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi
keberhasilan penyuluhan antara lain (Notoatmodjo, 2007):
56
1) Faktor penyuluh : kurang persiapan, kurang menguasai materi yang akan
dijelaskan, penampilan kurang meyakinkan sasaran, bahsa yang digunakan
kurang dapat dimengerti oleh sasaran karena terlalu banyak menggunakan
istilah asing, suara terlalu kecil, penampilan materi penyuluhan monoton
sehingga membosankan bagi sasaran.
2) Faktor sasaran : tingkat pendidikan terlalu rendah, tingkat sosial ekonomi
terlalu rendah, kepercayaan dan adat istiadat yang telah tertanam sehingga
sulit untuk diubah, kondisi yang tidak mungkin terjadi perubahan.
3) Faktor proses dalam penyuluhan : waktu penyuluhan tidak sesuai dengan
waktu yang diinginkan sasaran, tempat penyuluhan dilakukan didekat tempat
keramaian sehingga mengganggu proses penyuluhan adanya kebisingan
diarea pubrik, jumlah sasaran terlalu banyak, alat peraga dalam memberikan
penyuluhan kurang, metode yang digunakan kurang tepat, bahasa yang
digunakan sulit dimengerti oleh sasaran.
c. Metode Pendidikan Massa
Metode pendidikan (pendekatan) massa cocok untuk
mengkomunikasikan pesan-pesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat.
Oleh karena sasaran pendidikan ini bersifat umum, dalam arti tidak
membedakan golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan status sosial ekonomi,
tingkat pendidikan, dan sebagainya, maka pesan-pesan kesehatan yang akan
disampaikan harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap oleh
massa tersebut. Pendekatan ini biasanya digunakan untuk menggugah
awareness atau kesadaran masyarakat terhadap suatu inovasi, dan belum begitu
diharapkan untuk sampai pada perubahan perilaku. Namun demikian bila
57
kemudian dapat berpengaruh terhadap perubahan perilaku juga merupakan hal
yang wajar.
I. Media Pendidikan Kesehatan
Media promosi merupakan sarana atau upaya untuk menampilkan pesan atau
informasi yang akan disampaikan oleh komunikator, baik itu melalui media cetak,
elektronik dan media luar ruang, sehingga sasaran dapat meningkat pengetahuannya
yang akhirnya diharapkan dapat berubah perilakunya kearah positif terhadap kesehatan
(Notoatmodjo, 2007). Menurut Suhardjo (2003), media sebagai sarana belajar
mengandung pesan atau gagasan sebagai perantara untuk menunjang proses belajar atau
penyuluhan tertentu yang telah direncanakan.
Tujuan media kesehatan adalah untuk mempermudah penyampaian informasi,
menghindari kesalahan persepsi, memperjelas informasi, mempermudah pengertian,
mengurangi komunikasi yang verbalistik, dapat menampilkan objek yang tidak dapat
dilihat oleh mata, memperlancar komunikasi untuk lebih mudah diserap dan diterima
oleh orang yang membaca dan mendengarkan.
Adapun pemilihan media sebagai berikut pemilihan media didasarkan pada selera
dan kebutuhan khalayak sasaran bukan pada selera petugas (provider) atau pengelola
program, pemilihan media harus memberikan dampak yang luas bagi khalayak sasaran,
media-media yang dibuat mempunyai peran yang berbeda-beda, penggunaan berbagai
media secara serempak dan terpadu akan meningkatkan cakupan, frekuensi dan
efektivitas pesan
Media pendidikan kesehatan disebut juga sebagai alat peraga karena berfungsi
membantu dan memeragakan sesuatu dalam proses pendidikan atau pengajaran. Prinsip
pembuatan alat peraga atau media bahwa pengetahuan yang ada pada setiap orang
58
diterima atau ditangkap melalui panca indra (Heri, 2009). Semakin banyak pancaindra
yang digunakan, semakin banyak dan semakin jelas pula pengertian atau pengetahuan
yang diperoleh. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan alat peraga dimaksudkan
mengerahkan indera sebanyak mungkin pada suatu objek sehingga memudahkan
pemahaman. Menurut penelitian para ahli, panca indera yang paling banyak menyalurkan
pengetahuan ke otak adalah mata (kurang lebih 75% - 87%), sedangkan 13%-25%
pengetahuan manusia diperoleh atau disalurkan melalui indra lainnya (D. J. Maulana,
2009).
Berdasarkan fungsinya sebagai penyalur pesan kesehatan, media dibedakana
menjadi tiga diantaranya adalah:
1. Media Cetak
Media ini mengutamakan pesan-pesan visual, biasanya terdiri dari gambaran
sejumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna. Ada beberapa kelebihan media
cetak antara lain tahan lama, tidak memerlukan listrik, mempermudah pemahaman
dan dapat meningkatkan gairah belajar. Media cetak memiliki kelemahan yaitu tidak
dapat menstimulir efek gerak dan efek suara dan mudah terlipat (Depkes RI, 2004).
Yang termasuk dalam media cetak antara lain:
a. Lembar Balik Salah satu contoh media yang sering digunakan dimasyarakat umum
adalah lembar balik (Depkes RI, 2004). Lembar balik merupakan lembaran-
lembaran kertas yang dibundel menjadi satu dengan jilid ring sehingga dapat
dibalikan, yang berisi pesan dan diterangkan dengan gambar yang menjelaskan
suatu topik secara cukup rinci. Setiap topik bahasan tertentu selalu terdiri dari 2
halaman, satu halaman bergambar dengan teks terbatas menghadap kearah peserta
sedangkan halaman yang menghadap fasilitator berisikan informasi kunci dan
59
pertanyaan diskusi yang mejadi acuan pembahasan topik tersebut (Dirjen PPM &
PL 2003). Syarat-syarat lembar balik adalah:
1. Berisikan gambar-gambar untuk menjelaskan pesan yang hendak disampaikan
2. Di lembar baliknya terdapat kalimat penjelasan gambar
3. Mudah dibawa oleh penyuluh
4. Ukuran disesuaikan dengan target/jumlah peserta
5. Gambar yang ditayangkan menarik, mudah dipahami dan sesuai dengan
penjelasan yang disampaikan.
Sedangkan menurut Suyatno (2008) lembar balik adalah kumpulan
ringkasan, skema, gambar, tabel yang dibuka secara berurutan berdasarkan topik
materi pembelajaran. Cara penggunaan lembar balik bergantung metode apa yang
akan digunakan. Jika metode yang digunakan ceramah maka lembar balik langsung
dibuka sesuai dengan topik pembicaraan untuk diterangkan atau ditulis hal-hal
yang perlu dituliskan. Dalam menggunakan lembar balik haruslah menggunakan
bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh masyarakat. Dengan adanya
media lembar balik ini diharapkan dapat diperoleh bahan informasi yang bersifat
standard, sehingga penyimpangan informasi mengenai konsep dan subtansi dasar
sebuah program yang akan dijelaskan dapat terhindarkan.
Dengan menggunakan lembar balik, proses pendidikan dan belajar menjadi
lebih mudah dan lebih menarik bagi penerima pesan maupun pemberi pesan. Bagi
penerima pesan gambar dan tulisan serta komposisi warna tulisan dapat membantu
dan mempermudah proses pemahaman. Sedangkan bagi pemberi pesan teks yang
tertera pada halaman belakang dapat membantu mempermudah penyampaian
pesan. Cara menggunakan lembar balik yaitu langsung dibuka sesuai dengan topik
pembicaraan untuk diterangkan kepada peserta penyuluhan (Dirjen PPM & PL
60
2003). Berdasarkan penggunaannya media ini memiliki kelebihan dan kekurangan
diantaranya adalah:
1. Kelebihan media lembar balik
a. Tidak perlu listrik
b. Ekonomis, tidak memerlukan film atau printer untuk menghasilkan bahan
persentasi
c. Warna bisa ditambahkan dengan mudah
d. Peluang untuk spontanitas. Setiap kemungkinan didetik terakhir bisa tetap
diekspresikan dengan baik
e. Dapat digunakan dalam metode pembelajaran inovatif apapun
f. Lebih praktis
g. Bendel lembar balik mudah dibawa kemana saja tergantung tempat
persentasi
h. Menghemat media pengajaran
i. Peserta tidak mudah bosan sehingga peserta lebih berimajinasi dalam
mengembangkan ide-idenya dalam belajar
j. Fleksibilitas
2. Adapun kekurangnnnya adalah:
a. Sulit dibaca karena keterbatasan tulisan
b. ukurannya kurang efektif untuk khalayak lebih dari 12 orang
c. agak kaku saat penggunaannya karena urutan lembarnya sulit diubah-ubah
d. memerlukan biaya relatif agak mahal.
2. Media elektronik
Media ini merupakan media yang bergerak dinamis, dapat dilihat dan didengar
serta penyampaiannya melalui alat bantu elektronika. Seperti halnya media cetak,
61
media elektronik ini memiliki kelebihan antara lain lebih mudah dipahami, lebih
menarik, sudah dikenal masyrakat, bertatap muka, mengikut sertakan seluruh panca
indera, penyajiannya dapat diulang-ulang serta jangkaunnya lebih besar. Kelemahan
dari media ini adalah biaya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu listrik dan alat canggih
untuk produksinya, perlu persiapan matang, peralatan selalu berkembang dan berubah,
perlu keterampilan penyimpanan dan keterampilan untuk mengoprasikannya ketika
alat yang digunakan salah untuk dioprasikan maka bisa saja pesan yang disampaiakan
tidak tersampaiakn dengan baik (Notoatmodjo, 2007).
3. Media Luar Ruangan
Media menyampaiakan pesannya diluar ruang, bisa melalui media cetak
maupun media elektronik misalnya melalui papan reklame, spanduk, pameran,
banner, dan televisi layar lebar. Kelebihan dari media ini adalah lebih mudah
dipahami, lebih menarik, sebagai informasi umum dan hiburan, mengikutsertakan
seluruh panca indera, penyajian dapat dikendalikan dan jangkaunnya relatif besar.
Kelemahan dari media ini adalah biaya lebih tinggi, perlu alat canggih untuk
produksinya dan membutuhkan persiapan matang.
J. Kerangka Teori
Bahaya K3 yang banyak terjadi di bengkel las disebabkan karena perilaku tidak
aman (unsafe act) serta kondisi atau lingkungan kerja yang tidak aman (unsafe
condition). Bahaya K3 dapat di minimalisir dengan perilaku pekerja yang aman
sedangkan perilaku aman timbul dari kesadaran dan kesadaran itu sendiri timbul dari
adanya pengetahuan. Menurut teori Green menyatakan bahwa perilaku manusia
dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Sikap
merupakan determinan perilaku sehingga faktor-faktor ini juga mempengaruhi sikap.
Perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor diantaranya
62
a. Faktor pendorong/predisposisi (predisposing factors) mencakup pengetahuan
b. Faktor pemungkin (enabling factor) mencakup lingkungan fisik, tersedia atau tidak
tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana keselamatan kerja.
c. Faktor penguat (reinforcement factor) mencakup peraturan-peraturan dan
pengawasan.
Gambar 2.1
Teori Perilaku Lawrance Green dalam Patricia Goodson (2010)
Promosi kesehatan sebagai pendekatan kesehatan yang mengarah pada intervensi
perubahan prilaku kesehatan. Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor
lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat (Blum,
1974). Oleh sebab itu, dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat intervensi atau
upaya yang ditujukan kepada faktor perilaku ini sangat strategis. Kegiatan promosi kesehatan
harus disesuaikan dengan determinan (faktor yang mempengaruhi perilaku sendiri), salah
satunya adalah faktor pendorong (predisposing factors) yang mempermudah terbentuknya
perilaku seseorang dimana faktor pengetahuan masuk kedalam faktor pendukung dalam
Faktor Pendorong
a. Pengetahuan f. Tradisi
b. Sikap
c. Keyakinan
d. Kepercayaan
e. Nilai-nilai
Faktor Pemungkin
Sarana dan prasarana yang tersedia
Faktor Penguat
a. Peraturan
b. Tokoh masyarakat
c. Tokoh agama
d. Sikap dan perilaku petugas
kesehatan
Perilaku
kesehatan
63
terbentuknya perilaku seseorang yang termasuk dalam faktor ini salah satunya adalah faktor
pengetahuan. Terbentuknya suatu perilaku baru terutama pada orang dewasa dimulai dengan
pengetahuan. Sedangkan terbentuknya pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya adalah faktor umur, tingkat pendidikan, sumber informasi, pekerjaan,
pengalaman, budaya sekitar, dan hubungan sosial. Oleh karena itu dalam mengubah perilaku
tidak aman pekerja las dalam bekerja dilakukan melalui pendidikan kesehatan. Dalam
pendidikan kesehatan, proses pendidikan kesehatan menuju perubahan perilaku dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya adalah metode pendidikan dan media pendidikan yang
digunakan.Mengacu pada teori tersebut dan disesuaikan dengan tujuan penelitian maka
kerangka teori dalam penelitian ini digambarkan seperti dibawah ini:
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Modifikasi Teori Preceed Lawrence Green dalam Maulana (2007)
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Mubarok (2007).
Pendidikan Kesehatan
Metode
- Penyuluhan
- Seminar
- Diskusi kelompok
- Bermain peran
Media
- Leaflet - Film
- Lembar balik - Video
- Poster - booklet
Faktor Pendorong
(predisposing factors) - Pengetahuan
- Sikap
- Keyakinan
- Kepercayaan
- Nilai-nilai
- Tradisi
Faktor yang mempengaruhi pengetahuan:
- Umur - budaya lingkungan
- Tingkat pendidikan
- Sumber informasi
- Pengalaman
- Pekerjaan
64
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPRASIONAL
A. Kerangka Konsep
Risiko ditempat kerja di ekonomi informal cenderung kurang diperhatikan
sehingga berkontribusi menimbulkan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Dibutuhkan pengenalan akan sumber-sumber bahaya dan perlakuan yang tepat untuk
setiap sumber, sehingga dapat meminimalisir bahaya yang ada. Salah satunya dengan
melakukan penyuluhan bahaya K3 dan pencegahannya. Penyuluhan bahaya K3 di
bengkel las dilakukan untuk menambah pengetahuan pekerja bengkel las sehingga
meraka lebih peka dan antisipasif terhadap bahaya yang ada dilingkungan kerja, dan
dapat meminimalisir bahaya K3 di tempat kerja dengan berkurangnya perilaku tidak
aman dan lingkungan kerja yang tidak aman.
Bagan 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep diatas, yang menjadi variable dependen adalah
peningkatan pengetahuan pekerja bengkel las (selisih skor menjawab quisioner
sebelum dan sesudah intervensi penyuluhan). Variabel independennya adalah
intervensi penyuluhan dengan media lembar balik. Perubahan pengetahuan responden
merupakan perbandingan skor pengetahuan antara sebelum dan sesudah intervensi
Peningkatan pengetahuan
pekerja las tentang bahaya
K3 dan pencegahannya
Penyuluhan dengan media
lembar balik tentang bahaya
K3 dan pencegahannya
65
penyuluhan. Pengetahuan pekerja bengkel las sebelum dan sesudah intervensi
penyuluhan berdasarkan selisih hasil skor pre-test & post-test.
Dalam penelitian ini hanya diteliti variable pengetahuan (kognitif) saja. Hal ini
karena terbentuknya suatu perilaku baru terutama pada orang dewasa dimulai pada
domain pengetahuan (kognitif) ini, dalam arti subjek terlebih dahulu tahu terhadap
stimulus yang berupa materi atau objek. Dengan pengetahuan, seorang dapat
mempertimbangkan untuk bersikap dan bertindak. Hal ini mengacu pada teori
Benyamin Bloom (1908) yang menyatakan bahwa perilaku manusia dibagi menjadi
tiga domain ranah atau kawasan, yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective) dan
psikomotor (psychomotor).
B. Definisi Operasional
Definisi Operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional
berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk
melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau
fenomena. Definisi operasional ditentukan berdasarkan parameter yang dijadikan
ukuran dalam penelitian. Sedangkan cara pengukuran merupakan cara dimana
variabel dapat diukur dan ditentukan karakteristiknya ( Hidayat, 2007).
66
Tabel 3.1
Definisi Oprasional
No
.
Variabel Definisi Opersional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala ukur
1. Penyuluhan Intervensi yang diberikan sebagai upaya
pendidikan kesehatan mengenai bahaya K3 dan
pencegahannya dengan menggunakan media
lembar balik
Kuesioner Soal pre-
test dan
pos-test
Nilai skor
Rasio
2. Pengetahuan Pre-test Hasil skoring 20 pertanyaan yang diberikan pada
responden sebelum penyuluhan mengenai bahaya
K3 dan pencegahannya.
Kuesioner Soal pre-
test
Nilai skor
Rasio
3. Pengetahuan Post-test Hasil skoring 20 pertanyaan yang diberikan pada
responden setelah penyuluhan mengenai bahaya
K3 dan pencegahannya.
Kuesioner Soal pos-
test
Nilai skor Rasio
6. Perubahan Pengetahuan Penialaian perubahan pengetahuan berdasarkan
perbandingan jumlah jawaban benar post-test dan
pre-test.
Kuesioner Soal pre-
test dan
pos-test
0: Meningkat (
selisih≥1);
1: Tetap (selisih=0);
dan 2: Menurun
(selisih<0)
Ordinal
67
C. Hipotesis Penelitian
1. Hipotesis Utama
a. Ada perbedaan rata-rata skor pengetahuan bahaya K3 dan pencegahannya antara
sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan pada pekerja bengkel las di Ciputat
Kelurahan Pisangan Tahun 2014.
b. Ada pengaruh yang signifikan dari penyuluhan menggunakan media lembar balik
terhadap peningkatan pengetahuan bahaya K3 dan pencegahannya pada pekerja
bengkel las di Ciputat Kelurahan Pisangan Tahun 2014.
68
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini ini termasuk pada penelitian eksperimen semu (quasi experiment)
dengan menggunakan desain one group pretest and posttest design.
Bagan 4.1 Desain Penelitian
Pretest Treatment Postest
O1 X O2
Sumber : Suryabrata (2010)
Keterangan :
X : Treatment yaitu bentuk perlakuan (intervensi) yang diberikan kepada pekerja las
setelah diberikan pretest
O1 : Pretest yaitu pengukuran yang dilakukan sebelum intervensi (treatment)
O2 : Postest yaitu pengukuran yang dilakukan setelah intervensi (treatment)
Menurut Suryabrata (2010), hasil dari penelitian eksperimen semu merupakan
perkiraan yang mendekati hasil dari penelitian eksperimen sebenranya (true experiment).
Dalam penelitian eksperimen semu, variabel yang seharusnya dikontrol tidak dapat
dikontrol, sehingga validitas penelitian tidak cukup memadai untuk disebut sebagai
penelitian eksperimen yang sebenarnya.
Selanjutnya, Suryabrata (2010) juga menerangkan bahwa penelitian eksperimen
semu dengan desain one group pretest and posttest design memiliki kelebihan dan
69
kekurangan pada validitas penelitiannya. Kelebihan desain ini yaitu; (1) Dapat
mengontrol selection biases and mortality, dan (2) Dapat memberi landasan untuk
komparasi prestasi subjek yang sama sebelum dan sesudah dikenai perlakuan (treatment).
Adapun kelemahan desain ini yaitu; (1) Tidak ada jaminan bahwa perlakuan (treatment)
adalah satu-satunya faktor atau bahkan faktor utama yang menimbulkan perbedaan antara
pretest dan posttest, dan (2) Terdapat beberapa hipotesis tandingan (probable error) yang
meliputi; history, maturation, testing effect, changing effect of instrumentation, statistical
regression, dan selection biases and mortality.
Untuk meminimalisisir history yang merupakan salah satu hipotesis tandingan
(probable error), maka garis waktu (time line) antara pretest, penyuluhan, dan posttest
ditentukan dengan jarak yang relatif dekat. Pada penelitian ini, Pretest dilakukan 30 menit
sebelum penyuluhan, sedangkan posttest dilakukan satu jam setelah penyuluhan. Garis
waktu (time line) tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Bagan 4.2 Garis Waktu (Time Line) Penelitian
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di bengkel las kelurahan Pisangan Ciputat Tanggerang
pada bulan Maret 2013 sampai bulan Maret 2016.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja bengkel las yang ada di
Kelurahan Pisangan Ciputat. Untuk lebih valid dalam menggambarkan hasil intervensi
Posttest 1 jam setelah
penyuluhan
Penyuluhan
Pretest 30 menit sebelum
penyuluhan
70
promosi melalui penyuluhan penggunaan APD peneliti mengikut sertakan semua
populasi menjadi sample yang akan diberikan penyuluhan menggunakan media
lembar balik dengan jumlah populasi sebanyak 25 orang pekerja bengkel las dengan
kriteria inklusi sebagai berikut:
a. Bersedia menjadi sempel penelitian
b. Berumur ≥20 tahun sampai dengan <45 tahun
c. Pendidikan terakhir SD atau SMP
d. Mengisi soal pre-test dan post-test
2. Sample
Sampel yang diambil pada penelitian ini adalah seluruh populasi terjangkau
yang bersediai. Dengan demikian, teknik pengambilan sampelpada penelitian ini
adalah sampling jenuh. Adapun pertimbangan penggunaan sampling jenuh adalah
karena jumlah populasi yang sedikit (< 25).
D. Instrumen Penelitian
1. kuisioner pre-test dan post-test
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kuesioner pre-test
dan post-test yang mencakup tentang bahaya K3, pencegahan, manfaat penggunan
APD saat bekerja, dampak bahaya K3,dan pencegahan bahaya K3 di tempat kerja.
Kuesioner pre-test dan post-test berisi 20 soal dan responden diberi waktu
mengerjakan soal selama 15 menit. Jawaban benar akan diberi nilai 1 dan jawaban
salah akan diberi nilai 0. Penilaian akan dihitung dengan cara jumlah skor dibagi 2.
Selain itu, selisih skor pengetahuan antara pre-test dan post-test juga akan dihitung
untuk melihat perubahan pengetahuan yang terjadi, apakah mengalami peningkatan
(hasil selisih skor pengetahuan positif) atau penurunan (hasil selisih skor pengetahuan
negatif).
71
2. Media lembar balik
Selain menggunakan kuisioner sebagai instrumen penelitian pada penelitian
ini juga menggunakan instrumen lembar balik sebagai instrumen bantu untuk
mempermudah peneiti melakukan penyuluhan. Media lembar balik ini berisi tentang
bahaya K3, pencegahan, manfaat penggunan APD saat bekerja, dampak bahaya K3,
pencegahan bahaya K3 di tempat kerja. Pertama peneliti akan memberikan pre-test
kepada peserta penyuluhan, setelah peserta selesai menjawab, peneliti akan
melakukan penyuluhan tentang bahaya K3 dan pencegahannya pada responden
setelah diberikan penyuluhan peneliti melakukan jeda waktu selama 1 jam untuk
memberikan soal post-test.
E. Langkah-langkah Kegiatan Penelitian
1. Persiapan Penelitian
Persiapan penelitian dilakukan agar penelitian dilakukan sesuai dengan
rencana dan sistematis adapun persiapannya adalah
a. Pembuatan Rancangan Penelitian
Pada tahap ini peneliti menyusun rencana penelitian baik pendahuluan,
kepustakaan, kerangka konsep, definisi oprasional serta metode penelitian
yang dilatar belakangi oleh ketidak tahuan pekerja bengkel las di Kelurahan
Pisangan Ciputat akan bahaya K3dan pencegahannya sehingga perlu adanya
intervensi penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan pekerja bengkel las.
b. Penentuan Media Penyuluhan dan Perancangan Media
Media penyuluhan yang digunakan adalah media lembar balik. Lembar
balik dipilih karena media ini membuat proses pendidikan atau belajar lebih
mudah dan menarik bagi penerima pesan maupun pemberi pesan. Gambar dan
tulisan serta komposisi warna yang tepat dapat mempermudah proses
72
pemahaman bagi penerima pesan. Sedangkan bagi pemberi pesan, teks yang
tertela pada halaman belakang dapat membantu mempermudah penyampaian
pesan (Dirjen PPM & PL, 2003).
Media penyuluhan merupakan alat yang digunakan pendidik dalam
menyampaikan bahan pendidikan/penyuluhan. Media penyuluhan disusun
berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan yang ada pada setiap manusia
diterima atau ditangkap melalui panca indra. Semakin banyak indra yang
digunakan untuk menerima sesuatu maka semakin banyak dan semakin jelas
pula pengetahuan yang diperoleh. Dengan kata lain media penyuluhan ini
dimaksudkan untuk mengarahkan indra sebanyak mungkin kepada suatu
objek, sehingga mempermudah pemahaman (Notoatmodjo, 2007).
Dalam menentukan media penelitian untuk memperoleh suatu hasil
yang optimal perlu memperhatikan karakteristik objek penelitian. Untuk media
yang digunakan pada penelitian ini adalah media lembar balik. Alasan
pemilihan media ini adalah karena kelebihannya yaitu : mudah dibawa
kemana-mana, mencakup banyak orang, biaya lebih murah, dan dapat
mempermudah pemahaman, sehingga media ini cocok untuk penyuluhan pada
pekerja bengkel las (Notoatmodjo, 2007).
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan media lembar balik yang
dibuat oleh peneliti. Adapun langkah-langkah pembuatannya sebagai berikut:
1. Pembuatan materi penyuluhan yaitu hasil penilaian dan penentuan besaran
risiko yang tercermin dari kemungkinan dan keparahan yang ditimbulkan
yang ada dilingkungan kerja bengkel las yang disesuaikan dengan teori-
teori yang telah dipelajari dikelas.
73
2. Menentukan gambar media lembar balik, untuk pemilihan gambar media
peneliti dapatkan dari hasil langsung di bengkel las yang ada di Ciputat
untuk lebih menarik dan mudah dipahami responden gambar media lembar
balik diisi dengan gambar-gambar pekerja las yang sedang bekerja.
3. Dalam pembuatan media penyuluhan perlu adanya uji media dikarenakan
dalam pembuatan desain media lembar balik peneliti mendesain sendiri
sehingga diperlukan uji media untuk mengetahui kelayakan media yang
akan digunakan dalam penyuluhan. Media lembar balik yang digunakan
peneliti akan diuji oleh mahasiswa peminatan promosi kesehatan angkatan
2010 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta hasil uji media lembar balik terdapat
pada lampiran no. 1
c. Teknik Penyuluhan
1. Teknik penyuluhan
Teknik yang dilakukan peneliti dalam melakukan penyuluhan dengan
menggunakan media lembar balik adalah dengan cara peneliti mendatangi
11 bengkel las yang ada di Kelurahan Pisangan Ciputat dengan membatasi
jumlah pekerja yang diberikan penyuluhan maksimal 5 orang pekerja
dengan tujuan agar penyuluhan yang dilakukan peneliti lebih terarah dan
mudah dimengerti oleh pekerja bengkel las dan untuk peneliti agar lebih
fokus dalam mempresentasikan materi yang ada dilembar balik
2. Metode penyuluhan
Metode yang digunakan peneliti dalam penyuluhan ini adalah metode
ceramah. Metode ceramah baik digunakan untuk sasaran yang
berpendidikan tinggi maupun rendah. Adapun hal-hal yang perlu
diperhatikan peneliti dalam menggunakan metode ceramah adalah:
74
a. Mempelajari materi dengan sistematika yang baik. Lebih baik lagi jika
disusun dalam diagram atau skema.
b. Mempersiapkan alat-alat bantu penyuluhan seperti media lembar balik
dan sebagainya.
c. Untuk mendapatkan hasil penyuluhan yang baik peneliti melakukan
penyuluhan didampingi oleh team penilai dengan tujuan agar team
penilai tau apa yang menjadi kekurangan dan kelebihan peneliti dalam
mempresentasikan materi penyuluhan yang kemudian hasil penilain
tersebut diberikan ke peneliti untuk dijadikan acuan.
3. Media lembar balik
Untuk penyuluhan dengan menggunakan media lembar balik peneliti
menggerakan setiap gambar yang terdapat pada lembar balik tersebut lalu
dijelaskan setiap lembar. Sebelum dijelaskan tentang bahaya K3 dan
pencegahannya peneliti memberikan kuesioner berupa pre-test.
d. Uji Validitas dan Realibilitas
Uji validitas merupakan uji instrumen yang digunakan untuk mengukur
apakah sebuah instrumen penelitian tersebut valid atau sahih. Sebuah
instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan
(Arikunto, 2006). Ujicoba instrumen dilaksanakan di luar anggota sampel
penelitian yaitu di Desa Gendro Krajan. Uji validitas dilakukan dengan
menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment. Suatu pertanyaan
dinyatakan valid apabila hasil “r hitung” lebih besar dari “r tabel” (r hitung > r
tabel), dengan jumlah sampel sebanyak 20 orang maka df=n-k-1.
75
Tabel 4.1
Uji Validitas Instrumen Penelitiam
No. Pertanyaan Nilai r
Tabel
Nilai r Hitung Keterangan
Uji Ke-1 Uji Ke-2
1. P1
0.317
0.283 - -
2. P2 0.321 0.331 valid
3. P3 0.214 0.316 valid
4. P4 0.325 0.349 valid
5. P5 -0.011 - -
6. P6 0.346 0.401 valid
7. P7 0.315 0.376 valid
8. P8 0.359 0.361 valid
9. P9 0.404 0.41 valid
10. P10 0.318 0.321 valid
11. P11 0.125 0.131 -
12. P12 0.367 0.386 valid
13. P13 0.342 0.351 valid
14. P14 0.321 0.335 valid
15. P15 0.334 10.35 valid
16. P16 0.301 0.319 valid
17. P17 0.357 0.38 valid
18. P18 0.201 0.323 valid
19. P19 0.314 0.321 valid
20. P20 0.356 0.376 valid
Berdasarkan tabel 4. 2 diketahui bahwa semua penelitian valid kecuali
untuk pertanyaan nomor urut 1, 5, dan 11. Pertanyaan yang diketahui tidak
valid maka dirubah tata bahasa pertanyaannya agar lebih mudah dipahami
Uji reliabilitas terhadap instrumen penelitian dapat menunjukkan
bahwa suatu instrumen tersebut dapat dipercaya dan diandalkan (Arikunto,
76
2006). Menurut Sugiyono (2007), pengujian reliabilitas digunakan dengan
rumus koefisien reliabilitas alpha cronbach dengan bantuan perhitungan
komputer. Untuk mengetahui reliabilitas caranya adalah dengan
membandingkan nilai r tabel dengan alpha. Dengan ketentuan bila r alpha
>0,60, maka instrumen peneliti dapat di katakan reliabel (Sugiyono, 2007).
pada penelitian yang digunakan kali ini adalah 0.73 maka instrument
penelitian yang dimaksud adalah realibel.
F. Pengolahan Data
1. Editing
Perhitungan dan penjumlahan yaitu menghitung banyaknya lembaran-
lembaran kuisioner atau daftar pertanyaan yang telah diisi dan kembali. Kegiatan
ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah jumlahnya telah sesuai dengan jumlah
yang disebarkan atau ditentukan. Jika terdapat kekurangan, segera ditelusuri apa
penyebabnya untuk kemudian diatasi. Sebaliknya apabila jumlahnya berlebih agar
diteliti kemungkinannya terjadi pencatatan yang ganda. Kemungkinan lain yakni
adanya unit yang tidak termasuk dalam sampel. Dan jika terjadi hal demikian
maka dapat segera diketahui untuk kemudian diambil tindakan. Dalam kegiatan
menjumlah ini termasuk didalamnya adalah menghitung angka-angka yang
mengharuskan untuk menghitung. Misalnya pendapatan perbulan, pendapatan
pertahun, pendapatan perkapita dan sebagainya.
Termasuk didalam kegiatan koreksi ini adalah untuk adalah untuk melihat
hal-hal sebagai berikut:
a. Memeriksa kelengkapan data
b. Memeriksa kesinambungan data
c. Memeriksa keseragaman data
77
Tahap ini merupakan tahap pemeriksaan yaitu pemeriksaan data yang
telah diisi oleh responden untuk menilai dan memeriksa isi kelengkapan data,
relevan pertanyaan dan jawaban dan konsistensi jawaban responden. Tahap ini
juga peneliti memastikan apakah kuisioner sudah memenuhi kriteria sampel
sesuai ketentuan penelitian, untuk menghindari kuisioner yang tertinggal atau
hilang, maka pengolahan data dapat dilanjutkan ketahap selanjutnya.
2. Coding Data
Untuk memudahkan pengolahan data, maka semua jawaban atau data
hasil penelitian dianggap sangat pelu untuk disederhanakan supaya dalam
pengolahan dapat dilakukan dengan mudah. Salah satu cara menyederhanakan
data hasil penelitian tersebut adalah kegiatan merubah data berbentuk huruf
menjadi data berbentuk angka/bilangan. Misal: untuk jawaban “ya” diberi kode 1
dan untuk jawaban “tidak” diberi kode 0 dan bisa juga digunakan untuk mengkode
data yang sifatnya katagorik seperti pada variablel paparan informasi pada
penelitian ini yaitu dengan mengkode data pernah dengan angka 0 dan tidak
pernah dengan angka 1.
Kegiatan mengklasifikasikan data dan memberi kode terhadap setiap
variabel sebelum diolah dengan komputer dengan tujuan untuk memudahkan
peneliti dalam melakukan analisa data.
Adapun data yang di coding antara lain:
1) Intervensi penyuluhan :
a. Pretest (0)
b. Posttest (1)
2) Perubahan pengetahuan :
a. Meningkat (0)
78
b. Menurun (1)
3. Entry data
Setelah data dikumpulkan, maka langkah selanjutnya adalah kita memasukkan
data tersebut kedalam perangkat lunak yang berfungsi untuk mengolah dan
menganalisis data. Sebelum data tersebut dientry terlebih dahulu dibuat template
dengan program epidata.Pengelolaan data dengan menggunakan epi data dimulai
dari mendefinisiskan variable untuk membuat program pemasukan data
kekomputer. Setelah itu membuat batasan nilai yang boleh masuk agar tidak
terjadi kesalahan pada saat memasukkan data kekomputer. Langkah berikutnya
adalah membuat alur loncatan agar proses pemasukan data lebih cepat dan efesien,
dan kemudian data yang telah dikode tersebut dimasukkan kedalam program
komputer untuk selanjutnya akan diolah menggunakan program.
4. Tahap pemeriksaan
Tahapini adalah tahap pemeriksaan kembali dimana data yang sudah dientry
diperiksa kembali untuk lebih efektif dalam hal validitas data pemeriksaan yang
dilakukan untuk menghindari data-data yang missing (hilang), karena terlupakan
atau hilang karna terlewatkan oleh peneliti.
G. Teknik Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel penelitian untuk
memberikan gambaran umum terhadap data hasil penelitian. penggambaran
dilakukan dengan menggunakan distribusi frekuensi masing-masing variable.
Analisis univariat bertujuan melihat deskripsi masing-masing variable
independen dan dependen. Adapun variable yang dianalisis menggunakan
analisis univariat adalah pengetahuan sebelum intervensi penyuluhan. Analisis
79
univariat ini juga digunakan untuk melihat distribusi frekuensi dan proporsi
masing-masing variabel yang diamati, baik variabel dependen maupun
variabel independen.
2. Analisis Bivariat
Untuk mengetahui jenis uji yang digunakan dalam analisis bivariat
terhadap data efektivitas keterpaparan media penyuluhan, pengetahuan bahaya
K3 dan pencegahannya sebelum penyuluhan (pre-test), dan pengetahuan
bahaya K3 dan pencegahannya setelah penyuluhan (post-test) terlebih dahulu
dilakukan uji normalitas. Setelah itu, uji yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Uji T.
Uji T yang digunakan dalam analisis bivariat pada penelitian ini adalah
uji beda mean independen dan uji beda mean dependen. Uji beda mean
independen (Uji T Independen) digunakan untuk mengetahui perbedaan mean
dua kelompok data independen. Sedangkan uji beda mean dependen (Uji T
dependen) digunakan untuk menguji perbedaan mean antara dua kelompok
data yang dependen. Kedua sampel disebut dependen jika kedua sampel yang
dibandingkan mempunyai sampel yang sama.
Uji T Dependen digunakan untuk menilai perbedaan pengetahuan
sebelum dan setelah penyuluhan pada masing-masing kelompok. Bila Pvalue
≤ 0,05 maka Ho ditolak, artinya ada perbedaan atau ada hubungan. Sebaliknya
bila Pvalue > 0,05 maka Ho gagal ditolak, artinya tidak ada perbedaan atau
tidak ada hubungan antara keduanya.
80
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Proses Pengembangan Media Lembar Balik terkait Pengetahuan
Pekerja Las tentang Bahaya K3 dan Pencegahannya
Dalam melakukan perancangan media lembar balik terdapat beberapa
tahapan yaitu pembuatan materi penyuluhan, tahapan konsep, desain,
pengumpulan bahan-bahan dan pembuatan yang dilakukan dengan telaah
dokumen, wawancara kepada ahli media, serta atas keputusan dari peneliti,
berikut uraiannya:
1. Pembuatan materi penyuluhan
Materi penyuluhan media lembar balik terkait peningkatan
pengetahuan pekerja las mengenai bahaya K3 dan pencegahannya
merupakan materi yang dibuat sesuai dengan kondisi lingkungan kerja dari
mulai bahaya sampai dengan tahap preventif. Pembuatan materi
penyuluhan berdasarkan telaah jurnal yang sesuai dengan topik media
yaitu bahaya K3 dan pencegahannya yang kemudian di konsultasikan
kepada ahli K3 yang sudah berpengalaman selain dikonsultasikan materi
yang dibuat oleh penelitian merupakan materi hasil observasi dari lokasi
penelitian yaitu bengkel las yang diperkuat oleh gambar-gambar yang
diambil oleh peneliti. Adapun materi yang ada pada penelitian ini terdapat
pada tabel dibawah ini.
81
Tabel 5.1
Materi pada media lembar balik
No. Materi Isi Materi Keterangan
1. Kesehatan dan
Keselamatan Kerja
(K3)
1. Pengertian
Kesehatan dan Keselamatan
Kerja adalah upaya
mengendalikan risiko yang ada
di tempat kerja sehingga tercipta
tempat kerja yang aman, efisien,
dan produktif
2. Tujuan K3 o lingkungan kerja yang aman
o kesehatan jasmani dan rohani
o produktivitas kerja
2. Bahaya Kesehatan dan
Keselamatan Kerja
1. Potensi
Bahaya
Bahaya adalah sumber yang
berpotensi menimbulkan
Cidera
Kesakitan pada manusia
Kerusakan pada alat
2. Bahaya K3 a. Bahaya debu
b. Bahaya arus listrik
c. Bahaya kebakaran
d. Bahaya radiasi
3. Bahaya debu las 1. Sumber
debu las
a) Pemotongan besi
b) Penggerindaan
c) Asap pembakaran
(pengelasan)
2. Risiko debu
las
a. Batuk- batuk
b. Asma (sesak nafas)
c. Penurunan pendapatan dan
d. Menimbulkan penyakit paru
3. Pencegahan Pencegahan paparan debu las
bisa dilakukan dengan cara
mengurangi paparan,
menyediakan ventlasi udara,
menggunakan masker saat
bekerja dan membiasakan
mencuci tangan sebelum dan
sesudah makan dan
membersihkan tempat kerja.
82
No. Materi Isi Materi Keterangan
4. Bahaya listrik 1. Penyebab a. Kabel listrik terkelupas
b. Tersentuh tanpa sarung
tangan
c. Terinjak tanpa alas kaki
d. Terminal kabel yang tidak
kencang
e. Lingkungan kerja basah
2. Risiko a. Kesemutan untuk sengatan
listrik yang ringan
b. Gagal kerja jantung
c. Gangguan pernafasan
d. Luka bakar
e. Kematian
3. Pencegahan a. Rawat peralatan listrik
b. Ganti alat listrik rusak
c. Jaga kebersihan lingkungan
d. Hindari penggunaan rol listrik
secara menumpuk
e. Hindari arus listrik ilegal
f. Isolasi kabel-kabel terkelupas
g. Gunakan AP
5. Bahaya kebakaran 1. Unsur api a. Oksigen
b. Sumber panas
c. Bahan bakar
2. Dampak
kebakaran
a. Luka bakar
b. Kematian
c. Kerusakan properti (peralatan
kerja)
3. Pencegahan a. Tidak merokok saat bekerja
b. Menghindari bahan mudah
terbakar
c. Sediakan APAR (Alat
Pemadam Api Ringan)
83
No. Materi Isi Materi Keterangan
6. Bahaya radiasi 1. Risiko a. Gangguan penglihatan
b. Luka bakar pada kulit
c. Hilangnya jam kerja
d. Menurunnya produktivitas
2. Pencegahan a. Isolasi tempat pengelasan
b. Hindari kontak mata langsung
dengan sinar las
c. Gunakan APD (Alat
Pelindung Diri)
2. Tahap Konsep
Tujuan produksi media pada penilitian ini adalah untuk
mempermudah penyuluhan dan sebagai media/alat untuk menarik pekerja
las untuk lebih antusias mengikuti penyuluhan yang dilakukan peneliti.
Menurut Notoatmodjo ( 2007 ), alat bantu penyuluhan adalah alat- alat
yang digunakan penyuluh dalam penyampaian informasi. Alat bantu ini
disusun berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan yang ada pada setiap
manusia diterima atau ditangkap melalui panca indera. Semakin banyak
indera yang digunakan untuk menerima sesuatu maka semakin banyak dan
semakin jelas pula pengertian/pengetahuan yang diperoleh.
Penelitian ini menggunakan media lembar balik yang terdiri dari dua
sisi gambar yaitu gmbar baik dan gambar buruk. Gambar buruk itu sendiri
terdiri dari gambar-gambar yang berisi contoh perilaku pekerja las yang
sala contohnya adalah gambar pekerja las yang sedang bekerja sambil
merokok. Gambar baik sendiri berisi gambar yang sifatnta membangun
dan bisa dijadikan contoh pekerja las ketika bekerja contohnya adalah
84
pekerja las yang menggunakan APD saat bekerja terdapat pada gambar
dibawah ini.
(a) (b)
Gambar 5.1 Potret Pekerja Las Baik Menggunakan APD Saat
Bekerja (a) dan (b) Potret Pekerja Las Buruk Tidak Menggunakan
APD Saat Bekerja
(a) (b)
Gambar 5.2 Potret Pekerja Las Baik Bekerja Aman dan Fokus
Saat Bekerja dan Menggunakan APD Saat Bekerja (a) dan (b) Potret
Pekerja Las Buruk Tidak Aman Karena Merokok Saat Bekerja dan
Tidak Menggunakan APD Saat Bekerja
3. Desain Media
Dalam tahapan desain dilakukan kegiatan wawancara mendalam
dengan seorang ahli media terkait lembar balik yang baik bagi pekerja las.
Dalam tahapan desain terdapat dua poin diantaranya adalah
85
mengembangkan pesan dan menetapkan kemasan, dalam mengembangkan
pesan terdapat bentuk pesan, dan bentuk bahasa, sedangkan dalam
menetapkan kemasan dalam lembar balik terdapat menyeimbangkan
komponen-komponen yang ada dalam desain teks (bentuk, ukuran, warna,
dan letak), dan bagaimana gambar yang tepat dan menarik untuk pekerja
las.
Dari hasil uji media dari 25 orang mahasiswa promkes UIN Syarif
Hidayatullah jakarta disimpulkan bahwa lembar balik yang mereka
sarankan memiliki bentuk bahasa pesan yang singkat namun jelas, lebih
banyak gambar daripada tulisan. Hasil uji juga menjelaskan bentuk bahasa
yang ada dalam media lembar balik tidak baku, dan tidak formal agar lebih
cepat dimengerti oleh mereka. Media yang menarik dan mudah dipahami
oleh pekerja las peneliti disarankan untuk membuat media yang lebih
banyak menggunakan panca indra dan materi atau pesan yang akan
disampaikan hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan sasaran
penyuluhan sehingga materi yang disampaikan dapat dirasakan langsung
manfaatnya. Isi media disarankan lebih diperbanyak gambar-gambar dari
pada tulisan yang menyebabkan responden merasa jenuh. Adapun hasil uji
media dari 25 orang mahasiswa promkes dapat dilihat pada tabel dibawah
ini.
86
Tabel 5.2
Hasil Uji Media Lembar Balik
Pertanyaan Responden 1 Responden 2 Responden 3 Responden 4 Laboran Promkes
Apakah anda
mengerti informasi
yang ada dalam
media?
Untuk judul,
bahasa/ isi materi
penyuluhan lebih
disederhanakan
dengan
menggunakan
bahasa sehari – hari.
Ya Ya Ya Ya
Apakah informasi
dalam media
memberikan
pengetahuan bagi
anda?
Ya Ya Ya Ya Ya
Apakah pesan yang
tertuang dalam
media memberikan
kesinambungan
informasi?
Ya Ya Ya Ya Di judul tambahin gambar
pekerja las supaya jelas
sasarnnya siapa
Apakah ada kata-
kata yang tidak
dipahami?
Bahasa definisi K3
lebih
disederhanakan
dengan
menggunakan
bahasa sehari – hari.
Tidak Penjelasan untuk
akibat/dampak
sebaiknya jangan
langsung
menurunnya
produktifitas
berikan alur yang
agak panjang sedikit
Tidak Tidak
Apakah bahasa
yang digunakan di
dalam media
lembar balik cukup
jelas?
Ya Ya Ya Ya Ya
87
Apakah anda
mengalami
kesulitan dalam
membaca
informasi di media
lembar balik?
Iya. Harus di
singkat lagi. Isi
materi terlalu padat
dan berantakan
Tidak Tidak Tidak Tidak
Apakah hurufnya
terlalu kecil bagi
anda?
Ya Ukuran huruf pada
bagian penyjelasan lebih
diperbesar agar lebih
mudah terlihat.
Tidak, jika ukurannya
A4
Huruf monoton, klo
bisa font d buat
menarik dan ukuran di
sesuaikan dengan
gambar ( hampir sama
besarnya atau
setengah dari gambar)
fontnya tidak serasi.
Ada beberapa tulisan yg di
bold
Apakah gambar
pada media
lembar balik ini
mudah terlihat?
Ya Ya Ya Ya Ya
Apakah gambar-
gambar yang
ditampilkan
menarik perhatian
Anda?
Ya Ya Usahakan
menggunakan gambar
yang sopan dan
menarik untuk pekerja
las
di perhalus border
gambarnya Untuk judul lebih eye
catching biar menarik
Gambarnya kotak2 terkesan
kaku
Nomor gambar langkah2,
warna kotaknya jangan
hitam
Apakah gambar
yang ditampilkan
terlalu banyak?
Sudah ideal jumlah
gambar yang
ditampilkan
Penempatan dan jumlah
gambar yang digunakan
sudah sesuai dengan
penjelasan
Tidak lebih di perjelas
maksud dari
gambarnya
Tidak
Apakah warna-
warna dalam media
lembar balik
menarik bagi anda?
Hurufnya terlalu
datar warnanya
Ya Warna terlalu
monoton
Warna masih kurang,
terlihat monoton dan
standar
Lembaran yg untuk peserta
kurang
menarik.backgroundnya
diwarnain
Apakah
penempatan teks
dan gambar sudah
sesuai?
Isi materi dalam
lembar balik masih
terlalu rapat lebih di
singkat dan padat
Ya Ya Ya Banyakin lagi gambarnya
88
Gambar 5.3
Lembar Balik Bahaya K3 Sebelum Uji Media (a) dan Setelah Uji Media (b)
(a)
(b)
89
Gambar 5.4
Lembar Balik Definisi K3 Sebelum Uji Media (a) dan Setelah Uji Media (b)
(a)
(b)
90
Gambar 5.5
Lembar Balik Macam-macam Bahaya Sebelum Uji Media (a) dan Setelah Uji Media (b)
(a)
(b)
91
Gambar 5.6
Lembar Balik Bahaya Debu Sebelum Uji Media (a) dan Setelah Uji Media (b)
(a)
(b)
92
Gambar 5.7
Lembar Balik bahaya Listrik Sebelum Uji Media (a) dan Setelah Uji Media (b)
(a)
(b)
97
B. Analisis Univariat
1. Pengetahuan Pekerja Las di Ciputat Kelurahan Pisangan
Pengetahuan didapatkan dari hasil skoring dua puluh pertanyaan
seputar bahaya K3 pengelasan dan pencegahannya kepada dua puluh lima
orang pekerja bengkel las di Ciputat Kelurahan Pisangan. Dari 25 orang
tersebut diberikan kuisioner pre-tes dan pos-test. Soal pre-test diberikan
sebelum penyuluhan dan soal post-test diberikan setelah penyuluhan
menggunakan media lembar balik.
Tabel 5.3
Gambaran Pengetahuan Bahaya K3 dan Pencegahannya pada Pekerja
Bengkel Las di Ciputat Kelurahan Pisangan Tahun 2014
Pengetahuan Mean Std. Deviation Min-Maks
Pre test 3.04 1.43 0-6
Post test 6.24 1.81 3-9
Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa pekerja las memiliki skor
post-test pengetahuan mengenai bahaya K3 pengelasan dan pencegahannya
lebih baik yaitu dengan mean 6.24 dari pada kelompok pre-test dengan nilai
mean 3.04. ada perbedaan yang signifikan pengetahuan pekerja las antara
sebelum dilakukan penyuluhan dan setelah dilakukan penyuluhan.
2. Pengetahuan Bahaya K3 dan Pencegahannya pada Pekerja Las Sebelum
dan Setelah dilakukan Penyuluhan
Perubahan pengetahuan diketahui dari evaluasi pre-test dan post-test
setelah adanya feedback dari tindakan penyuluhan. Perubahan pengetahuan
98
didapatkan dari selisih skoring pengetahuan dari pre-test dan post-test.
Adapun pengkategoriannya adalah “cukup” (selisih=0), “meningkat”
(selisih≥1), dan “kurang” (selisih<0). Berikut merupakan perubahan
pengetahuan pekerja bengkel las mengenai bahaya K3 pengelasan dan
pencegahannya di Ciputat Kelurahan Pisangan 2014.
Tabel 5.4
Distribusi Arah Perubahan Pengetahuan Pekerja Bengkel Las di
Ciputat Kelurahan Pisangan Tahun 2014
Tingkat Pengetahuan Pretest Posttest
n % n %
Kurang 20 85 0 0
Cukup 2 6 0 0
Baik 3 9 25 100
Total 25 100 25 100
Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa sebelum dilakukan
penyuluhan dengan media lembar balik, pekerja las yang memiliki
pengetahuan kurang sebanyak 20 orang (85%), pengetahuan cukup sebanyak
2 orang (6%) dan pengetahuan baik sebanyak 3 orang (9%). Setelah
dilakukan penyuluhan dengan media lembar balik, tidak ada pekerja las yang
memiliki tingkat pengetahuan dengan katagori kurang maupun katagori
cukup. Semua pekerja las mendapatkan nilai pengetahuan dengan katagori
baik yaitu sebanyak 25 orang (100%).
Berdasarkan skor pengetahuan, perubahan pengetahuan juga sebaiknya
diketahui berdasarkan jumlah orang. Suatu pemahaman atau pengetahuan
pada dasarnya harus dimiliki oleh sebagian besar anggota kelompok tertentu
agar suatu budaya dapat terwujud. Dalam hal ini banyaknya orang akan
99
menentukan bagaimana kelanjutan dari suatu konsep pemikiran nantinya
akan dapat berlanjut ke tahap lebih lanjut atau tidak. Pada tabel informasi
dibawah ini dijelaskan bagaimana suatu konsep pemikiran/ informasi dapat
meluas pada masyarakat atau kelompok tertentu dengan bantuan intervensi
yaitu penyuluhan.
Tabel 5.5
Distribusi Pengetahuan (Jawaban Benar Pre-test dan Post-test)
Berdasarkan Jumlah Orang Sebelum dan Setelah Penyuluhan pada
Pekerja Bengkel Lasdi Ciputat Kelurahan PisanganTahun 2014
No. Pengetahuan Kelompok
Pre-test
(N)
Post-test
(N)
1 P1 = pengetahuan mengenai definisi K3 5 11
2 P2 = pengetahuan mengenai tujuan K3 7 8
3 P3 = pengetahuan implementasi K3 ditempat kerja 3 9
4 P4 = pengetahuan tentang bahaya K3 5 8
5 P5 = pengetahuan tentang macam-macam bahaya
K3
3 7
6 P6 = pengetahuan tentang bahaya debu 5 9
7 P7 = pengetahuan tentang risiko bahaya debu 2 6
8 P8 = pengetahuan tentang keparahan paparan debu 2 9
9 P9 = pencegahan paparan bahaya debu 4 4
10 P10 = pengetahuan tentang bahaya listrik 2 5
11 P11 = pengetahuan tentang risiko tersengat listrik 2 7
12 P12 = pengetahuan tentang pencegahan bahaya
listrik
0 5
13 P13 = pengetahuan tentang APD bahaya listrik 12 19
14 P14 = pengetahuan tentang bahaya kebakaran 5 9
15 P15 = pengetahuan tentang risiko kebakaran 6 8
16 P16 = pengetahuan tentang pengendalian
kebakaran
4 8
17 P17 = pengetahuan tentang APD bahaya kebakaran 1 4
18 P18 = pengetahuan tentang bahaya radiasi 4 6
19 P19 = pengetahuan tentang pencegahan radiasi 2 5
20 P20 = pengetahuan tentang APD radiasi 2 3
100
Berdasarkan tabel 5.5 diketahui pada pekerja las dari 20 pertanyaan
yang ada dikuisioner penelitian didapatkan bahwa ada perbedaan yang
signifikan antara sebelum dan sesudah penyuluhan. Kuisioner berdistribusi
meningkat dari semua jwaban kecuali pada kuisioner pengetahuan P9 yang
stagnan. Hal ini dapat terjadi karena kelompok post-test diberikan perlakuan
berupa penyuluhan mengenai bahaya K3 dan pencegahannya melalui media
lembar balik
C. Analisis Bivariat
Analisis bivariat merupakan analisis untuk mengetahui hubungan antara
dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Dalam pengujian
hipotesis penelitian dengan data (rasio) harus memenuhi syarat uji normalitas
distribusi data sehingga dapat dianalisis dengan uji parametrik. Uji normalitas
distribusi data pada penelitian ini dilakukan pada skor pengetahuan baik sebelum
penyuluhan (pre-test) maupun sesudah dilakukan penyuluhan (post-test).
Selanjutnya variabel skor pengetahuan dianalisis dengan uji parametrik yaitu uji
t-dependent dan t-independent.
1. Distribusi Rata-Rata Skor Pengetahuan Pekerja Las Sebelum dan
Sesudah dilakukan Penyuluhan
Distribusi rata-rata skor pengetahuan sebelum dan sesudah
penyuluhan ditujukan untuk mengetahui seberapa efektif penyuluhan yang
telah dilakukan dalam meningkatkan pengetahuan responden. Uji t-
dependent digunakan untuk mengetahui perbedaan ini. Berikut merupakan
hasil statistik uji parametrik t-dependent dapat dilihat pada tabel 5.6.
101
Tabel 5.6
Distribusi Rata-Rata Skor Pengetahuan Sebelum dan Sesudah
Penyuluhan pada Pekerja Bengkel Las di Ciputat
Kelurahan Pisangan Tahun 2014
Variabel Mean Sd Se P-value N
Pengetahuan pekerja las
Pre-test 3,04 1,428 0,286 0,0001 25
Post-test 6,24 1,809 0,362
Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa rata-rata skor pengetahuan
pekerja las sebelum dilakukan penyuluhan adalah 3,04 dengan standar
deviasi 1,428. Sedangkan pengetahuan pekerja las setelah dilakukan
penyuluhan didapatkan rata-rata skor pengetahuan sebesar 6,24 dengan
standar deviasi 1,809. Terlihat nilai mean perbedaan antara sebelum dan
sesudah penyuluhan adalah 3,2 dengan standar deviasi 1,118. Hasil uji
statistik diperoleh nilai probabilitas sebesar 0.0001, artinya pada alpha 5%
dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara pengetahuan
pekerja las sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan dengan
menggunakan media lembar balik.
2. Pengaruh Penyuluhan Menggunakan Media Lembar Balik terhadap
Peningkatan Pengetahuan pada Pekerja Bengkel Las
Analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh dari penyuluhan
menggunakan media lembar balik terhadap perubahan pengetahuan bahaya
K3 dan pencegahannya pada pekerja bengkel las di Ciputat Kelurahan
Pisangan Tahun 2014. Perubahan pengetahuan didapatkan dari penghitungan
selisih antar skor pre dan post-test. Asumsinya adalah jika selisih antara pre
dan post-test sama dengan 0 (nol) maka dikatakan tidak ada perubahan
102
pengetahuan yang terjadi. Jika selisihnya lebih dari sama dengan satu
(selisih≥1) maka dikatakan terjadi peningkatan pengetahuan. Jika selisihnya
kurang dari nol (selisih<0) maka dikatakan terjadi penurunan pengetahuan.
Sebelum dilakukan analisis bivariat, uji normalitas dilakukan
terlebih dahulu terhadap “skor selisih” dan hasilnya adalah 0.116 yang
artinya data berdistribusi normal. Uji t-independent selanjutnya digunakan
dalam analisis bivariat yang dapat dilihat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.7
Pengaruh Penyuluhan Menggunakan Media Lembar Balik terhadap
Perubahan Pengetahuan pada Pekerja Bengkel Las di Ciputat
Kelurahan Pisangan Tahun 2014
Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa rata-rata perubahan
pengetahuan responden kelompok pre-test sebelum penyuluhan adalah -0.04
sedangkan pada kelompok post-test 3.20. Hasil uji statistik diperoleh nilai
probabilitas sebesar 0.000, artinya pada alpha 5 % terdapat perbedaan rata-rata
perubahan skor pengetahuan responden sebelum dan setelah penyuluhan
antara kedua kelompok sehingga dapat dikatakan bahwa ada pengaruh yang
signifikan dari penyuluhan menggunakan media lembar balik terhadap
perubahan pengetahuan bahaya K3 dan pencegahannya pada pekerja bengkel
las di Ciputat Kelurahan Pisangan Tahun 2014.
Kelompok Mean SD p-value
Pre-test -0.04 1.098
0.000 Post-test 3.20 1.120
103
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Selama proses penelitian, terdapat beberapa keterbatasan yang dialami
oleh peneliti yaitu pengukuran pengetahuan pekerja bengkel las menggunakan
kuisioner pre dan post-test. Pre-test sebagai pengukuran pengetahuan sebelum
diberikan penyuluhan dan post-test pengukuran pengetahuan sesudah diberikan
penyuluhan. Pada saat pemberiaan post-test peneliti melakukan jeda waktu
hanya 1 jam setelah diberikan penyuluhan dengan media lembar balik.
Seharusnya diberikan jeda waktu yang lebih lama dalam pemberian post-test
untuk mengetahui apakah pengetahuan yang pekerja bengkel las terima bersifat
jangka pendek (short term knowledge) atau jangka panjang (long term
knowledge). Dengan keterbatasan ini, diharapkan dapat dilakukan perbaikan
untuk penelitian yang akan datang.
B. Gambaran Proses Pengembangan Media Lembar Balik terkait Bahaya K3
dan Pencegahannya pada Pekerja Las Ciputat Kelurahan Pisangan
1. Pembuatan Materi Penyuluhan
a. Isi Materi Media Lembar Balik
Materi penyuluhan media lembar balik terkait peningkatan
pengetahuan pekerja las mengenai bahaya K3 dan pencegahannya
merupakan materi yang dibuat sesuai dengan kondisi lingkungan kerja
dari mulai bahaya sampai dengan tahap preventif. Bahasa yang
digunakan dalam materipun menggunakan bahasa sehari-hari untuk
104
mempermudah pemahaman pekerja las yang memperhatikannya. Hasil
uji media oleh 25 mahasiswa/i Promkes UIN Syarif Hidayatullah
menyimpulkan bahwa pekerja las menyukai media lembar balik yang
menuliskan bahasa mengajak atau himbauan untuk melakukan suatu
perilaku.
Menurut Kholid (2014) Suatu pesan akan mampu menimbulkan
respon jika media yang dibuat mencantumkan beberapa himbuan dalam
pesan, contohnya adalah himbuan rasional, himbauan emosional,
himbauan ketakukan, himbauan ganjaran dan himbauan motivasional.
Penggunaan himbauan tersebut bermacam-macam tergantung dari sisi
mana yang mau dirubah dan sasarannya. Penelitian ini adalah penelitian
yang salah satu tujuannya adalah meningkatkan pengetahuan pekerja las
tentang bahaya K3 dan pencegahannya.
Dari hasil penelitian dan teori di atas mempunyai kesamaan
bahwa diperlukan himbauan dalam pesan untuk melakukan tindakan,
karena suatu pesan himbauan akan menimbulkan respon seseorang
untuk melakukan suatu perilaku, himbauan yang digunakan bisa
bermacam-macam tergantung sasaran yang dituju dan dalam lembar
balik ini himbauan yang digunakan adalah himbauan emosional dan
himbauan sebab akibat. Dari hasil penelitian dan melihat teori yang
telah dijabarkan di atas, peneliti akan merancang sebuah pesan yang di
dalamnya ada pesan himbauan emosional selain himbuan emosional isi
materi media lembar balik pada penelitian ini berisi pesan sebab akibat
105
tujuannya adalah untuk memberikan kesadaran akan pentingnya
keselamatan dan kesehatan dalam bekerja.
Gambar 6.1
Himbauan Emosional dan Sebab Akibat
b. Bahasa Media Lembar Balik
Bahasa yang akan digunakan dalam lembar balik ini akan
mencocokkan sasaran (semi formal) dari responden yaitu pekerja las,
jadi bahasa yang digunakan tidak baku agar menarik, mudah dimengerti
dan diterima oleh sasaran. Sebagaimana yang disebutkan oleh Rahardi
(2006) bahwa jenis tulisan di majalah remaja, tabloid olahraga,
106
penerbitan khusus (buletin atau jurnal interen) dan lain-lain bisa saja
melanggar kaidah penulisan kalimat baku. Peneliti akan memasukkan
slogan bersifat kedesaan di kalangan pekerja informal serta kata kerja
dan kalimat singkat dimaksudkan agar pesan yang disampaikan
menempel di ingatan pembaca, pesan yang di buat tidak kaku dan segar
serta diharapkan setelah membaca pesan sasaran melakukan suatu
reaksi.
Hal ini sesuai dengan teori Jefkins (2004) dalam penulisan copy
iklan yaitu tulisan yang di rancang harus familiar, kata-kata sederhana,
kata unik yang terbukti sangat sukses digunakan dalam periklanan yaitu
disebut dengan buzz words atau topik atau kata-kata yang sedang
“ngetrend” dibicarakan di kalangan masyarakat, kata kerja dapat
digunakan untuk memberikan suatu derajat keurgensian pada copy iklan
guna membantu copy iklan mengalir dan tidak kaku, kata-kata yang
singkat yang memberi copy iklan itu suatu pemicu beraksi.
Dari hasil penelitian dan melihat dari teori yang telah dijabarkan
di atas, peneliti akan merancang media yang lebih banyak gambar
daripada tulisan berisikan seputar bahaya K3 dan pencegahannya,
dampak paparan bahaya dan cara menanggulanginya. Serta kalimat-
kalimat anjuran yang membangun seperti “membiasakan mencuci
tangan sebelum dan sesudah bekerja.” Bahasa yang digunakan adalah
bahasa yang semi formal sehingga mudah dipahami dan dibaca oleh
pekerja las yang ada di Ciputat. Adapun contoh kalimat yang mudah
dipahami dan disajikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
107
Gambar 6.2
Bahasa yang digunakan dalam materi penyuluhan
2. Tahap Konsep
a. Tujuan Produksi Media
Tujuan produksi media lembar balik adalah meningkatkan
pengetahuan pekerja las terkait bahaya K3 dan pencegahannya.
Menurut Notoatmojo (2009) pengetahuan diperoleh dari pendidikan,
pengalaman diri sendiri maupun pengalaman orang lain, media massa
maupun lingkungan, pengetahuan diperlukan sebagai dorongan psikis
dalam menumbuhkan sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat
dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimulus terhadap tindakan
seseorang.
Pengetahuan dapat diperoleh melalui media massa, salah
satunya adalah lembar balik, menurut hasil penelitian dan teori yang
dijabarkan sesuai karena pengetahuan juga dapat merubah perilaku
108
seseorang untuk melakukan suatu tindakan, hal itu dikarenakan
perubahan perilaku seseorang didasari oleh pengetahuan yang
dimilikinya terlebih dahulu, pengetahuan yang diberikan secara sekali
atau bertahap akan merubah seseorang untuk melakukan suatu
tindakan. Seperti yang dipaparkan oleh Kairupan, dkk (2009) bahwa
metode pendidikan atau promosi kesehatan dipakai untuk
mengkomunikasikan pesan-pesan kesehatan yang ditujukan kepada
masyarakat dengan menggunakan alat bantu paling tepat ialah
pendekatan kelompok.
3. Desain Media Lembar Balik
a. Bentuk Ukuran Lembar Balik
Menurut Masri (2007) bahwa ukuran dari lembar balik bisa
ukuran besar bisa juga berukuran kecil, tetapi dengan catatan konten
yang dibuat harus sesuai format yang dibuat dan kejelasan tulisan
terlihat, dalam pembentukan lembar balik pemilihan bentuk
disesuaikan dengan selera, psikologi dan tipe sasaran hal itu bertujuan
agar tidak merepotkan sasaran. Hasil uji media dari 25 mahasiswa/i
promkes UIN Syarif Hidayatullah menyimpulkan bahwa bentuk
ukuran media lembar balik sebesar ukuran kertas letter. Ukuran
tersebut merupakan ukuran sedang mudah dibawa kemana-mana tidak
merpotkan penelti yang melakukan penyuluhan tidak tetap disatu
tempat. Ukuran tersebut juga mudah dibaca oleh responden serta
pesan yang terkandung di dalam lembar balik dapat diterima oleh
sasaran.
109
b. Warna (Background, Tulisan dan Gambar) Media Lembar Balik
Warna mempunyai dampak tersendiri bagi psikologis, sugesti
dan suasana hati bagi sasaran yang melihatnya, warna merupakan unsur
yang ekspresif karena kualitasnya mempengaruhi emosi atau merespon
secara langsung dan segera (Holtzschue, 2006). Dari hasil uji media
lembar balik pada 25 orang mahasiswa/i promkes UIN Syarif
Hidayatullah menyimpulkan bahwa anjuran warna background biru dan
kuning, sedangkan untuk tulisan dan gambar menyarankan untuk
disesuaikan dengan warna background yang dipilih, dari hasil tersebut
mahasiswa/i promkes menganjurkan menggunakan warna background
biru dan kuning, warna tulisan biru, warna gambar merah, kuning,
hijau, putih dan biru.
Dalam rancangan lembar balik yang akan digunakan
menggunakan warna yang mencolok dan jelas untuk pekerja las dan
didapat warna lembar balik adalah biru, kuning, merah, putih, hitam dan
hijau. Pemilihan warna biru mempunyai arti kebebasan, sebagaimana
yang disebutkan oleh Isroi (2007) bahwa warna biru memiliki arti suatu
kebebasan. Warna kuning dimaksudkan bahwa media ini berisikan
materi bahaya K3 dan pencegahannya dimana pekerja harus berhati-hati
dengan bahaya yang ada di lingkungan kerja, warna kuning merupakan
warna salah satu provider yang pasti pekerja las mudah mengingatnya.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Isroi (2007) bahwa warna kuning
mempunyai arti optimisme, kebahagiaan, kesuksesan, idealisme,
imajinasi, jadi jika diartikan memakai warna biru dan kuning adalah
110
pekerja las yang mempunyai jiwa yang penuh kebebasan. Bebas buakn
berarti negatif tapi dalam hal positif bekerja aman bebas dari bahaya
dengan produktivitas meningkat.
Gambar 6.3
Warna gambar hijau, kuning dan putih
Untuk warna teks digunakan warna biru, warna ini dipilih
dikarenakan warna tersebut merupakan warna dasar dan peneliti
mempertimbangkan keterlihatan dan kejelasan tulisan pesan, untuk
warna gambar di pilih warna merah, menurut Isroi (2007) warna merah
mempunyai arti membangkitkan gairah, darah, hidup, bahaya, musuh,
perang. Warna hijau, menurut Isroi (2007) warna hijau yaitu memiliki
arti kesehatan, warna hijau dipilih karena tema yang akan dibahas
dalam lembar balik adalah masalah bahaya K3 dan pekerja las harus
berhati-hati supaya mempunyai tubuh sehat dan terhindar dari bahaya
tersebut.
111
Pemilihan warna secara tepat akan menghasilkan harmonisasi
yang menawan pada sebuah media, selain merujuk pada warna
korporat, kombinasi warna yang dipilih harus tepat. Sesuai dengan teori
yang dijelaskan Holtzschue (2006) bahwa pemilihan warna juga sangat
berpengaruh pada layout yang dibuat terutama warna-warna yang
melatar belakangi teks maupun gambar, selain warna yang harmoni
keterbacaan teks juga sangat diperlukan. Standar warna yang digunakan
pada proses cetak brosur menggunakan sistem warna Cyan Magenta
Yellow Black (CMYK), grayscale atau hitam putih dan warna-warna
khusus.
Gambar 6.4
Layout Seimbang Tulisan Dan Gambar
C. Pengetahuan Pekerja Las di Ciputat Kelurahan Pisangan
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan merupakan hasil tahu yang
terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
112
tertentu. Dalam penelitian ini, pengetahuan pekerja bengkel las yang diukur
mencakup pengetahuan tentang bahaya K3 di bengkel las. Pengetahuan
didapatkan dari hasil skoring dua puluh pertanyaan seputar bahaya K3
pengelasan dan pencegahannya kepada dua puluh lima orang pekerja bengkel
las di Ciputat Kelurahan Pisangan.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa ada perbedaan pengetahuan
tentang bahaya K3 dan pencegahannya di bengkel las antara pre-test dan post-
test, yaitu kelompok post-test lebih baik dari pada pre-test dengan mean 6.24
dengan nilai range yang cukup panjang atau bervariasi yaitu antara 3 hingga 9.
Sementara itu, perbedaan mean skor cukup jauh yaitu pre-test (3.04) dan post-
test (6.24). Dari hasil uji statistik, dapat diketahui adanya perbedaan
peningkatan pengetahuan antara sebelum dan setelah dilakukan penyuluhan
dengan media lembar balik.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya tentang
penyuluhan menggunakan media lembar balik pada pekerja terhadap
pengetahuan K3, didapatkan hasil bahwa terjadi peningkatan pengetahuan pada
kelompok yang diberi penyuluhan dengan lembar balik. Nilai median sebelum
pendidikan kesehatan adalah 11, sedangkan setelah pendidikan kesehatan
adalah 14 (Isnaini, 2011). Penelitian lain tentang pengaruh penyuluhan
terhadap pengetahuan K3 pada pekerja peternak ayam didapatkan hasil bahwa
terdapat perubahan pengetahuan K3 antara sebelum dan sesudah diberikan
penyuluhan dengan media lembar balik (p value = 0,000) (Sumardiyono,
2010).
113
D. Pengetahuan Bahaya K3 dan Pencegahannya pada Pekerja Las Sebelum
dan Sesudah dilakukan Penyuluhan
Dari hasil analisis didapatkan bahwa pengetahuan pekerja las sebelum
dilakukan penyuluhan dengan media lembar balik, pekerja las yang memiliki
pengetahuan kurang sebanyak 20 orang (85%), pengetahuan cukup sebanyak 2
orang (6%) dan pengetahuan baik sebanyak 3 orang (9%). Setelah dilakukan
penyuluhan dengan media lembar balik, tidak ada pekerja las yang memiliki
tingkat pengetahuan dengan katagori kurang maupun katagori cukup. Semua
pekerja las mendapatkan nilai pengetahuan dengan katagori baik yaitu
sebanyak 25 orang (100%).
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya tentang
penyuluhan menggunakan media lembar balik pada pekerja terhadap
pengetahuan K3 didapatkan hasil adanya peningkatan pengetahuan pada
kelompok yang diberi penyuluhan dengan lembar balik. Nilai median sebelum
pendidikan kesehatan adalah 11, sedangkan setelah pendidikan kesehatan
adalah 14 (Isnaini, 2011). Penelitian lain tentang pengaruh penyuluhan
terhadap pengetahuan K3 pada pekerja peternak ayam didapatkan hasil bahwa
terdapat perubahan pengetahuan K3 antara sebelum dan sesudah diberikan
penyuluhan dengan media lembar balik (p value = 0,000) (Sumardiyono,
2010).
Adanya peningkatan pengetahuan antara sebelum dan sesudah
intervensi pada pekerja las ini dipengaruhi oleh informasi yang didapat oleh
responden setelah penyuluhan. Sumber informasi mempengaruhi tingkat
pengetahuan yang dimiliki seseorang (Wulan, 2010). Sebelum diberikan
penyuluhan, semua responden ini tidak pernah mendapatkan informasi
114
mengenai potensi bahaya K3 dan pencegahannya darimanapun. Oleh sebab itu,
mean skor pengetahuan sebelum penyuluhan hanya 3.04. Namun, setelah
penyuluhan mean skor pengetahuan meningkat menjadi 6.24. Informasi yang
didapat melalui penyuluhan ini meningkatkan pengetahuan responden
mengenai potensi bahaya K3 dan pencegahannya.
Secara statistik,dapat diketahui adanya perubahan skor pengetahuan
antara sebelum dan setelah penyuluhan. Peningkatan pengetahuan ini
menunjukkan adanya pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan. Selanjutnya,
pengaruh tersebut dianalaisis dengan menggunakan uji t-test dan menghasilkan
P-value sebesar 0,000. Artinya, pada alpha 5% terdapat pengaruh penyuluhan
yang bermakna terhadap perubahan pengetahuan pekerja bengkel las terkait
bahaya K3 dan pencegahannya.
E. Distribusi Rata-rata skor Pengetahuan Pekerja Las Sebelum dan Sesudah
dilakukan Penyuluhan
Perbandingan pengetahuan sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan
ditujukan untuk mengetahui seberapa berpengaruh penyuluhan menggunakan
media lembar balik yang telah dilakukan dalam meningkatkan pengetahuan
responden. Berdasarkan hasil analisis data didapatkan bahwa rata-rata skor
pengetahuan pekerja las sebelum dilakukan penyuluhan adalah 3,04 dengan
standar deviasi 1,428. Sedangkan pengetahuan pekerja las setelah dilakukan
penyuluhan didapatkan rata-rata skor pengetahuan sebesar 6,24 dengan
standar deviasi 1,809. Terlihat nilai mean perbedaan antara sebelum dan
sesudah penyuluhan adalah 3,2 dengan standar deviasi 1,118. Hasil uji
statistik diperoleh nilai probabilitas sebesar 0.000, artinya pada alpha 5%
dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara pengetahuan pekerja
115
las sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan dengan menggunakan media
lembar balik.
Peningkatan pengetahuan pada pekerja las ini disebabkan karena
adanya hasil pengindraan yang dilakukan oleh pekerja las setelah diberikan
penyuluhan. Notoatmodjo (2003) menyebutkan bahwa pengetahuan
merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan
penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui
panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata
dan telinga. Penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini juga
memiliki hasil yang sama. Penelitian Fatmawati (2013), tentang penyuluhan
menggunakan media lembar balik pada pekerja terhadap pengetahuan K3,
didapatkan hasil bahwa terjadi peningkatan pengetahuan pada kelompok yang
diberi penyuluhan dengan lembar balik. Nilai median sebelum pendidikan
kesehatan adalah 11, sedangkan setelah pendidikan kesehatan adalah 14.
F. Pengaruh Penyuluhan Menggunakan Media Lembar Balik terhadap
Perubahan Pengetahuan
Salah satu strategi untuk memperoleh perubahan perilaku menurut WHO
yang dikutip oleh Notoadmodjo (2003) adalah dengan pemberian informasi
untuk meningkatkan pengetahuan sehingga menimbulkan kesadaran dan pada
akhirnya orang akan berperilaku sesuai dengan pengetahuannya tersebut.
Upaya pemberian informasi yang dapat dilakukan adalah dengan penyuluhan.
Sedangkan dalam aspek K3, George (1998) yang dikutip dalam Helliyanti
(2009), menyatakan bahwa penyuluhan K3 adalah bentuk usaha yang
116
dilakukan untuk mendorong dan menguatkan kesadaran dan perilaku pekerja
tentang K3 sehingga dapat melindungi pekerja, properti, dan lingkungan.
Pada penyuluhan ini peneliti menggunakan media lembar balik yaitu
peneliti memperlihatkan gambar kepada peserta penyuluhan sambil membaca
tulisan yang terletak di halaman belakang gambar. Ukuran lembar balik yang
cukup besar dengan gambar, tulisan, dan komposisi warna yang tepat pada
lembar balik membuat proses pendidikan atau belajar menjadi lebih mudah dan
lebih menarik bagi peserta penyuluhan. Oleh karena itu, peserta penyuluhan
fokus untuk mendengarkan penyuluh serta melihat gambar dan penjelasan yang
terdapat pada lembar balik (Dirjen PPM & PL 2003).
Penyuluhan terkait bahaya K3 dan pencegahannya yang dilakukan
peneliti kepada pekerja bengkel las merupakan salah satu bentuk penyaluran
informasi. Peneliti menggunakan dua metode penyuluhan yaitu metode satu
arah dan metode dua arah. Metode satu arah dilakukan dengan penyuluhan
menggunakan media lembar balik. Sedangkan metode dua arah dilakukan
dengan diskusi dan tanya jawab. Dengan penyuluhan ini, diharapkan informasi
yang diberikan dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap perilaku
pekerja bengkel las terkait bahaya K3 dan pencegahannya yang kemudian
diukur dengan melihat perubahan pengetahuan tersebut.
Pada saat diskusi dan tanya jawab, pekerja las dapat mengetahui secara
verbal bahwa penyuluhan berpengaruh baik terhadap pengetahuan. Banyak
pekerja las yang merasa khawatir tentang kondisi kesehatannya, terutama
pekerja las yang baru menyadari adanya banyak bahaya yang ada di bengkel
las yang dapat merugikan mereka baik fisik (kesehatan) maupun material
117
(hilangnya jam kerja akibat sakit). Selain itu, banyak pekerja las yang mulai
merasa takut terhadap bahaya K3 yang ada di bengkel las terlebih setelah
mereka melihat gambar media lembar balik yang berisi tentang risiko yang bisa
mereka alami jika mereka mengabaikan bahaya bahaya K3 di bengkel las.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui dari Hasil uji statistik diperoleh
nilai probabilitas sebesar 0.000, artinya pada alpha 5 % terdapat perbedaan
rata-rata perubahan skor pengetahuan responden sebelum dan setelah
penyuluhan antara kedua kelompok. Sehingga dapat dikatakan bahwa ada
pengaruh yang signifikan dari penyuluhan menggunakan media lembar balik
terhadap perubahan pengetahuan bahaya K3 dan pencegahannya pada pekerja
bengkel las di Ciputat Kelurahan Pisangan Tahun 2014.
Adanya pengaruh yang signifikan dari penyuluhan dengan menggunakan
media lembar balik terhadap perubahan pengetahuan bahaya K3 dan
pencegahannya ini dipengaruhi oleh informasi yang didapatkan oleh responden
pada pekerja las setelah penyuluhan. Dalam peningkatan pengetahuan,
seseorang yang lebih terpapar informasi akan memperoleh informasi yang
lebih banyak sehingga akan mempengaruhi tingkat pengetahuannya (Wulan,
2010). Hal ini dapat dilihat dari perbedaan antara skor pengetahuan pada
sebelum dan setelah diberikan penyuluhan yaitu -0,04 dan post-tes sebesar
3.20.
Dalam proses peningkatan pengetahuan agar diperoleh hasil yang efektif
diperlukan alat bantu atau media yang digunakan untuk menyampaikan
informasi atau sebagai sumber informasi (Notoatmodjo, 2007). Dengan
menggunakan lembar balik, proses pendidikan atau belajar menjadi lebih
118
mudah dan lebih menarik bagi penerima pesan maupun pemberi pesan. Bagi
penerima pesan, gambar dan tulisan serta komposisi warna yang tepat dapat
membantu dan mempermudah proses pemahaman selain itu juga isi dari
lembar balik penelitian ini sesuai dengan apa yang ada di lapangan (bengkel
las) karena hampir semua objek gambar yang ada di media lembar balik
didapatkan dari bengkel las langsung berdasarkan pengamatan dan
pengambilan gambar secara langsung di bengkel las sehingga semakin
mempermudah pemahaman penerima pesan. Sedangkan bagi pemberi pesan,
teks yang tertera pada halaman belakang dapat membantu mempermudah
penyampaian pesan (Dirjen PPM & PL 2003).
Selain itu, bahasa yang digunakan penyuluh maupun bahasa yang
terdapat pada lembar balik juga menggunakan bahasa awam atau bahasa yang
dapat dimengerti oleh sasaran, seperti kata K3 yang dilengkapi dengan definisi
dan contoh-contoh yang nyata yang ada dilapangan. Bahasa yang digunakan
pada saat penyuluhan juga dapat mempengaruhi keberhasilan penyuluhan
sehingga harus digunakan bahasa yang dapat dimengerti dan jangan
menggunakan istilah asing (Notoatmodjo, 2007). Sedangkan dari jumlah
sasarannya, lembar balik efektif untuk khalayak kurang dari 12 orang. Pada
penelitian ini jumlah dalam satu bengkel las tidak lebih dari 12 orang pekerja
las sehingga penyuluhan dengan alat bantu media lembar balik pada penelitian
ini sangat efektif (Dirjen PPM & PL, 2003).
119
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Diketahui proses pengembangan dan cara pengujian media lembar balik
terkait bahaya K3 dan pencegahannya pada pekerja bengkel las di Ciputat
Kelurahan Pisangan tahun 2014.
2. Terdapat perbedaan pengetahuan pekerja bengkel las terkait bahaya K3 dan
pencegahannya antara sebelum dan setelah dilakukan penyuluhan pada
pekerja bengkel las di Ciputat Kelurahan Pisangan tahun 2014.
3. Ada pengaruh penyuluhan menggunakan media lembar balik terhadap
perubahan pengetahuan bahaya K3 dan pencegahannya pada pekerja
bengkel las di Ciputat Kelurahan Pisangan Tahun 2014.
B. Saran
1. Bagi Pekerja Bengkel Las
a. Sebaiknya pekerja bisa mengaplikasikan pengetahuan yang telah
didapatkan dari penyuluhan untuk bekerja dengan aman, sehat dan
produktif
b. Sebaiknya pekerja las bisa lebih disiplin dalam menggunakan Alat
Pelindung Diri (APD)
c. Agar lebih giat lagi dalam menambah pengetahuan tentang Kesehatan
dan Keselamata Kerja (K3)
120
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Diharapkan tidak saja hanya mengukur perubahan pengetahuan, tetapi
juga mengukur faktor predisposing lainnya seperti sikap, keyakinan,
kepercayaan, dan sebagainya, sehingga materi yang disampaikan saat
penyuluhan juga dapat merubah perilaku responden menjadi lebih baik
agar terhindar dari bahaya K3 yang ada di bengkel las
b. Disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh
penyuluhan terhadap perilaku pekerja las terkait bahaya K3 dan
pencegahannya.
c. Disarankan untuk melakukan penelitian komparatif untuk mendapatkan
metode penyuluhan yang paling efektif dalam meningkatkan
pengetahuan pekerja bengkel las terkait bahaya K3 dan pencegahannya
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Tri. 2007. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru pada Pekerja
Pembuatan Genteng. Skripsi. Semarang: UNNES
Angelina, Cory & Katharina Oginawati. 2009. Paparan Fisis Pencahayaan Terhadap Mata
dalam Kegiatan Pengelasan. Jurnal. Bandung: Institut Teknologi Bandung
American Thoracic Society. 1995. Standard for The Diagnosis and Care Of Patient With
Chronic Obstructive Pulmonary Diseases (COPD) and Asthma. Am. Rev. Respir Dis
Blunt, Jane & Nigel C Balchin. 2002. Health and Safety in Welding and Allied Processes.
Fifth Edition. CRC Press: Boca Raton Boston New York Washington, D.C
Budiono, AM Sugeng. 2003. Bunga rampai hiperkes dan keselamatan kerja. Jakarta: bina
mitra press
Corwin J, Elizabeth. 2000. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC
Depkes RI. 1990. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja. Jakarta:
Depkes RI.
________. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan RI Dan Keputusan Dirjen PPM&PLP
Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja. Jakarta : Depkes RI
________. 2004. Pengembangan Media Promosi Kesehatan. Jakarata : Depkes RI
Departemen Tenaga Kerja RI. 1996. Permenaker No. Per/05/MEN/1996 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : Depnaker RI.
Depnakertrans RI. 20010. Kepmenakertans Nomor : KEP. 372 /MEN/XI/20010 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Bulan K3 tahun 2010-2014. Jakarta : Depnaker RI.
Dirjen PPM & PL. 2003. Panduan Penggunaan Media Penyuluhan. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI
Direktorat Bina Kesehatan Kerja. 2007. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat,
Departemen Kesehatan RI, Promosi Kesehatan di Tempat Kerja. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI
Ericson, Clifton A. 2005. Hazard Analysis Techniques For System Safety. Wiley
interesscience: Virginia
Fitriani, Sinta. 2011. Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Grosh, Margaret. 2008. The Design And Implementation Of Effective Safety Nets For
Protection and Promotion. The World Bank: Washington, D.C
Guyton, Arthur C & John E. Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Terjemahan Irawati
Setiawan. Jakarta : EGC
Harahap dan Sri Hastuty. 2006. Kajian Persepsi Harapan Sektor Informal Terhadap
Kebijakan Pemberdayaan Usaha Pemerintah. Tesis. UNNES
Harries, Jane. 2006. Promoting Personal Safety In PSHE. A Sage Publications Company:
London
Hurlock, E.B. 1999. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama
Isnaini. 2011. Efektifitas Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Pekerja Tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Tesis. Universitas Indonesia
Kurniawidjaja, L. Meily. 2011. Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Jakarta, Indonesia:
Universitas Indonesia (UI-PRESS).
Liliweri. 2007. Komunikasi dan Perubahan Perilaku. Jakarta: Gramedia
Lombardi, D.A, R. Pannala, dkk. 2005. Welding Related Occupational Eye Injuries: a
Narrative Analysis. Liberty Mutual Research Insitute For Safety. USA
Maulana, Heri D.J. 2007. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC
Mila. Siti Muslikatul. 2006. Hubungan Antara Masa Kerja, Pemakaian APD Pernafasan
(Masker) Pada Tenaga Kerjapengamplasan Dengan Kapasitas Fungsi Paru PT Ascent
House Pecangaan Jepara. Skripsi. UNNES
Modjo, Robiana. 2007. Promosi Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta, Indonesia:
Universitas Indonesia (UI-Press)
Mubarok, Wahid Iqbal, dkk. 2007. Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Neldi, Melisa P. 2011. Analisis Pelaksanaan JSA Pada Pekerja Well Work dan Initial
Completion yang Dilakukan Kontraktor MIGAS Berdasarkan Teknik Management
Oversight and Risk Tree di Lokasi Kerja PT.X tahun 2011. Skripsi. Jakarta: UIN
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: PT Rineka
cipta
Nurazizah, Dhiena. 2011. Pengaruh Penyuluhan Melalui Media KIE Mengenai ASI Eksklusif
dan IMD Terhadap Pengetahuan Ibu Hamil di Kelurahan Pengasinan, Kecamatan
Sawangan Depok Tahun 2011. Skripsi. Universitas Indonesia
Pasman, H.J. 19-12 June 2001. Loss Prevention and Safety Promotion in The Process
Industries. Stockholm: Sweden
Prasetyo, Dian R. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru pada
Pekerja Bengkel Las di Pisangan Ciputat. Skripsi. Jakarta: UIN
Pudjiastuti, Wiwiek. 2003. Modul Pelatihan Bagi Fasilitator Kesehatan Kerja. Jakarta : pusat
kesehatan kerja Departemen Kesehatan RI
Putri, Yunci Perdani. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Gangguan Restriksi
Paru pada Pengrajin Kayu Meubel Di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2011.
Skripsi. Jakarta: UIN
Rachbini, didik J. Kompas. 15 april, 2006. Ekonomi Informal di Tengah Kegagalan Negara.
Rahayu, Kusmaryati Dwi. 2008. Peran Perempuan Pekerja Di Sektor Informal Dalam
Peningkatan Pendapatan Keluarga Di Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Janabadra
Ramli, Soehatman. 2010. Manajemen Risiko Dalam Perspektif K3. Jakarta: PT. Dian Rakyat
Razi, Muhammad. 2001. Bahaya pada Bengkel Las Listrik (Sektor Informal) dan Usaha
Pembinaannya di Kota Depok Tahun 2011. Skripsi. Depok: FKM UI
Saraswati, Mila dan Ida Widaningsih. 2008. Be Smart IPS. Bandung: Grafindo Media
Pratama
Sarwono, Sarlito W. 1997. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Srikandi Fardiaz. 1999. Polusi air dan udara. Yogyakarta: Kanisius
Suma’mur. 1996. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT Toko Gunung
Agung
Suprobo, Tara Bakti. 2007. Sektor Informal di Indonesia dan Jaminan Sosial. Jurnal. UNNES
Suriasumantri, J.S. 2001. Ilmu Dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Tambayong, Jan. 2001. Anatomi dan fisiologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC
Tarwaka, 2008. Manajemen dan Implementasi K3 di Tempat Kerja. Surakarta : Harapan
Press.
Tersnaningsih, E. 2004. Promosi Kesehatan di Tempat Kerja. Jakarta, Indonesia: Pusat
Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Triatmo, Wenang et all. 2006. Paparan Debu Kayu dan Gangguan Fungsi Paru pada
Pekerja Mebel (Studi di PT. Alis Jaya Ciptatama). Jurnal Kesehatan Lingkungan
Indonesia
Warpaji, Suparman. 1994. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : UI Press
World Health Organization. 1993. Deteksi Penyakit Akibat Kerja. Penerbit Buku Kedokteran
Jakarta: EGC
Wulan,Wita. 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan Ibu Hamil di
RSU Dr. Pirngadi Medan. Skripsi. Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN
1 Lampiran
Lampiran 4
PEDOMAN WAWANCARA
KETERANGAN UMUM KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PEKERJA
LAS
DI CIPUTATA - PISANGAN
No. : .........
Nama : .......................................................................................................
Umur : ......... Tahun
Jenis Kelamin : L / P
Pendidikan Terakhir : SD/ SMP/ SMA / PT / Lain-lain : .................................................
A. Keterangan Umum Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Pekerja Las
1. Sudah berapa lama Bapak bekerja di bengkel las?.......................................
2. Selama bapak bekerja di bengkel las pernakah dilakukan penyuluhan tentang kesehatan
dan keselamatan kerja (K3)? ......................... jika pernah berapa kali? ....................
2 Lampiran
KUESIONER PENGETAHUAN PEKERJA BENGKEL LAS
TERKAIT BAHAYA KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)
DI CIPUTATA KELURAHAN PISANGAN
No. Responden : ......................
Umur : ......... Tahun
Jenis Kelamin : L / P
Pendidikan Terakhir : SD/ SMP/ SMA / PT / Lain-lain : .................................................
A. PENGETAHUAN
1. Menurut anda, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah :
a. Ilmu untuk mencegah dari kebiasaan kecelakaan dan penyakit akibat kerja
b. Ilmu untuk manangani kecelakaan dan mengobati penyakit akibat kerja
c. Upaya perlindungan agar tenaga kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat
d. Upaya penanganan dan pengobatan terhadap pekerja yang mengalami kecelakaan
atau penyakit akibat kerja
2. Berikut ini yang tidak termasuk tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
adalah :
a. Agar setiap tenaga kerja mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja
b. Agar setiap peralatan kerja digunakan secara baik dan selektif
c. Agar setiap tenaga kerja merasa aman dan terlindungi
d. Agar pekerja mendapat pengobatan terhadap penyakit akibat kerja
3. Menurut anda, apakah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) perlu diterapkan pada
bengkel las ?
a. Perlu, agar pekerja dapat bekerja dengan cara yang aman
b. Tidak perlu, karena pekerjaan las merupakan pekerjaan yang mudah di lakukan
c. Perlu, agar pekerja mendapat pengobatan terhadap penyakit akibat kerja
d. Tidak perlu, karena pekerjaan las tidak berbahaya bagi keselamatan dan kesehatan
4. Apa yang dimaksud dengan bahaya?
a. Bahaya adalah potensi yang menimbulkan cidera, kesakitan dan kerusakan alat
b. Bahaya adalah kondisi yang menimbulkan penyakit akibat kerja
c. Bahaya merupakan sumber yang berbahaya bagi pekerja
d. Bahaya merupakan bagian dari pekerjaan yang menimbulkan kerugiaan
5. Berikut ini yang bukan merupakan bahaya K3 yang ada di bengkel las adalah :
3 Lampiran
a. Bahaya debu
b. Bahaya listrik
c. Bahaya kebakaran
d. Bahaya kesakitan
I. Bahaya debu
6. Debu dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui jalur sebagai berikut:
a. Jalur pernafasan (terhirup) dan jalur pencernaan (tertelan atau terminum)
b. Jalur kulit dan jalur pencernaan (tertelan/ terminum)
c. Jalur pernafasan (terhirup) dan jalur kulit
d. Jalur kulit, jalur pernafasan (terhirup), dan jalur pencernaan (tertelan atau
terminum)
7. Apa akibat yang anda ketahui jika debu las terpapar secara terus-menerus ?
a. Batuk-batuk, asma (sesak nafas), mual-mual dan bersin-bersin
b. Batuk-batuk, asma (sesak nafas), hidung gatal dan bersin
c. Batuk-batuk, asma (sesak nafas), metabolisme terganggu sehingga berat badan
turun dan kerusakan paru-paru (kanker paru)
d. Batuk-batuk, asma (sesak nafas), tenggorokan gatal-gatal dan batuk berdahak
8. Hal-hal berikut yang mempengaruhi tingkat gangguan debu terhadap kesehatan
adalah?
a. Dosis, Jalur masuk debu, pencahayaan lingkungan kerja
b. Dosis, lama kerja, jalur masuk debu
c. Dosis, suhu lingkungan kerja, toksisitas
d. Suhu lingkungan kerja, jalur masuk debu, lama kerja
9. Berikut ini yang bukan termasuk syarat pencegahan paparan debu las yang baik
adalah?
a. Melakukan pengelasan diruang terbuka adanya ventilasi udara (buangan udara) di
ruangan kerja
b. Biasakan mencuci tangan sebelum dan sesudah bekerja
c. Meminta bantuan teman saat bekerja jika merasa tidak nyaman karena debu las
d. Menggunakan masker di saat bekerja dan melakukan aktivitas fisik/olahraga
minimal 2 kali dalam seminggu.
4 Lampiran
II. Bahaya Listrik
10. Dibawah ini yang bukan termasuk penyebab terjadinya sengatan listrik adalah?
a. Kondisi kabel listrik terkelupas dan tersentuh tangan tanpa sarung tangan atau
terinjak tanpa alas kaki (sepatu atau sandal)
b. Banyak alat-alat yang ada di lingkungan kerja yang menggunakan tenaga listrik
c. Kondisi kabel yang terkelupas dan tersentuh tangan tanpa sengaja
d. Sambungan terminal yang tidak kencang sehingga menimbulkan gesekan yang
bisa menyebabkan terjadinya kebakaran
11. Berikut ini merupakan akibat tersengat listrik, kecuali.....
a. Kesemutan, gangguan pernafasan, luka bakar, kematiaan
b. Kesemutan, diare, luka bakar, kematian, kerusakan sel
c. Kesemutan, denyut jantung lemah, kerusakan sel, kematian
d. Kesemutan, denyut jantung lemah dan kematian.
12. Sengatan listrik dapat dicegah dengan beberapa cara diantaranya adalah....
a. Mencuci tangan sebelum dan sesudah bekerja dengan sabun
b. Membersihkan lingkungan kerja dan bekerja secara maksimal
c. Melakukan perawatan dan menghindari penggunaan rol listrik secara menumpuk
d. Merapihkan tempat kerja sesudah bekerja dengan serapih rapihnya
13. Bahan sarung tangan yang cocok digunakan untuk pekerja pengelasan listrik untuk
terhindar dari sengatan listrik adalah
a. Kulit
b. Karet
c. Plastik
d. Kayu
III. Bahaya Kebakaran
14. kebakaran terjadi karena adanya 3 faktor yang menjadi unsur api diantaranya adalah
a. oksigen (udara), api yang ada di luar bengkel dan minyak tanah
b. ada oksigen (udara), tidak ada api, dan ada bensin
c. adanya sumber panas, oksigen (udara) dan bahan mudah terbakar
d. adanya sumber api, oksigen (udara) dan bahan tidak mudah terbakar
15. Berikut ini merupakan akibat kebakaran, kecuali.....
a. Luka bakar, kesemutan, dan kejang-kejang
b. Luka bakar yaitu kulit melepuh, hangus dan kematian
5 Lampiran
c. Kerusakan alat, kematian dan luka bakar
d. Keracunan asap, kematian dan kerusakan tempat kerja
16. Untuk menghindari terjadinya kebakaran pekerja sebaiknya....
a. Bekerja dengan tekun dan hati-hati
b. Menggunakan kaca mata las saat bekerja
c. Tidak merokok saat bekerja serta lingkungan kerja bersih dan tersusun rapih
d. Membuang sampah pada tempatnya dan mengurangi pengelasan karbit
17. Manakah Alat Pelindung Diri (APD) yang harus digunakan bagi pekerja saat
menggunakan melakukan pengelasan?
a. Masker, Kaca mata, sarung tangan
b. Sepatu Boot, Pelindung Kepala
c. Pakaian panjang tidak tembus air
d. Semua di perlukan (jawaban a, b, dan c)
IV. Bahaya Radiasi
18. Radiasi dapat memberikan kerugian bagi kesehatan diantaranya adalah
a. Gangguan mata, luka bakar pada kulit dan produktivitas menurun
b. Gangguan mata, sesak nafas dan batuk-batuk
c. Luka bakar, batuk berdahak dan gatal pada kulit
d. Luka bakar, bengkak-bengkak pada tangan, tangan kaku
19. Radiasi dapat diminimalisir (dikurangi) dengan cara?.........
a. Menggunakan masker, makan sebelum bekerja agar stamina terjaga
b. Menggunakan masker saat tidak bekerja dan tidak merokok saat bekerja
c. Tidak merokok saat bekerja dan melakukan aktivitas fisik olah raga 2 kali dalam
seminggu
d. Menggunakan pelindung mata dan muka saat mengelas dan makan-makanan yang
bervitamin A
20. Berikut ini yang bukan merupakan syarat Alat Pelindung Diri (APD) yang baik
adalah:
a. Nyamandiapakai, tidak mengganggu atau menyulitkan gerak pekerja
b. Memiliki nilai seni yang dapat menambah gaya dan penampilan pekerja
c. Memberikan perlindungan yang tepat terhadap bahaya
d. Desain dan bentuk APD yang teruji dan memenuhi standar