Imunisasi Dasar

Post on 12-Jan-2016

14 views 0 download

Transcript of Imunisasi Dasar

Imunisasi Dasar

A. Pengertian imunisasi

Imunisasi adalah suatu cara untuk memberikan kekebalan kepada

seseorang secara aktif terhadap penyakit menular (Mansjoer, 2000).

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kesehatan seseorang

secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpapar

antigen yang serupa tidak pernah terjadi penyakit (Ranuh dkk, 2001).

Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya

penyakit tertentu (Theophilus, 2007), sedangkan yang dimaksud dengan

vaksin adalah suatu obat yang diberikan untuk membantu mencegah

suatu penyakit. Vaksin membantu tubuh untuk menghasilkan antibodi.

Antibodi ini berfungsi melindungi terhadap penyakit (Theophilus, 2007).

Imunisasi adalah usaha untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit

infeksi pada bayi, anak dan juga orang dewasa (Indiarti, 2008). Imunisasi

merupakan reaksi antara antigen dan antibodi-antibodi, yang dalam

bidang ilmu imunologi merupakan kuman atau racun (toxin disebut

sebagai antigen) (Riyadi, 2009).

Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai

kadar kekebalan diatas ambang perlindungan (Depkes, 2005). Yang

dimaksud dengan imunisasi dasar lengkap menurut Ranuh dkk (2001),

adalah pemberian imunisasi BCG 1x, hepatitis B 3x DPT 3x, polio 4x dan

campak 1x sebelum bayi berusia 1 tahun.

B. Tujuan pemberian imunisasi

Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan

menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi)

atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada

imunisasi cacar (Ranuh dkk, 2001). Memberikan kekebalan terhadap

penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi yaitu Polio, Campak,

Difteri, Pertusis, Tetanus, TBC dan Hepatitis B (Depkes, 2000).

Dari tujuan diatas disimpulkan bahwa tujuan pemberian imunisasi adalah

memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan maksud menurunkan

kematian dan kesakitan serta mencegah akibat buruk lebih lanjut dari

penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

C. Syarat–syarat imunisasi

Ada beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya bagi anak,

yang pencegahannya dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi dalam

bentuk vaksin. Dapat dipahami bahwa imunisasi hanya dilakukan pada

tubuh yang sehat. Berikut ini keadaaan yang tidak boleh memperoleh

imunisasi yaitu : anak sakit keras, keadaan fisik lemah, dalam masa tunas

suatu penyakit, sedang mendapat pengobatan dengan sediaan

kortikosteroid atau obat imunosupresif lainnya (terutama vaksin hidup)

karena tubuh mampu membentuk zat anti yang cukup banyak (Huliana,

2003).

Menurut Depkes RI (2005), dalam pemberian imunisasi ada syarat

yang harus diperhatikan yaitu : diberikan pada bayi atau anak yang sehat,

vaksin yang diberikan harus baik, disimpan di lemari es dan belum lewat

masa berlakunya, pemberian imunisasi dengan teknik yang tepat,

mengetahui jadwal imunisasi dengan melihat umur dan jenis imunisasi

yang telah diterima, meneliti jenis vaksin yang diberikan, memberikan

dosis yang akan diberikan, mencatat nomor batch pada buku anak atau

kartu imunisasi serta memberikan informed concent kepada orang tua

atau keluarga sebelum melakukan tindakan imunisasi yang sebelumnya

telah dijelaskan kepada orang tuanya tentang manfaat dan efek samping

atau Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang dapat timbul setelah

pemberian imunisasi.

D. Macam–macam Imunisasi Dasar Menurut Theophilus (2007)

1) Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerrin)

Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus Calmette Guerrin hidup yang

dilemahkan, diberikan secara intra cutan dengan dosis 0,05 ml pada

insertio muskulus deltoideus. Kontraindikasi untuk vaksinasi BCG adalah

penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita leukemia,

penderita yang menjalani pengobatan steroid jangka panjang, penderita

infeksi HIV). Reaksi yang mungkin terjadi :

a). Reaksi lokal

1–2 minggu setelah penyuntikan, pada tempat penyuntikan timbul

kemerahan dan benjolan kecil yang teraba keras. Kemudian benjolan ini

berubah menjadi pustule (gelembung berisi nanah), lalu pecah dan

membentuk luka terbuka (ulkus). Luka ini akhirnya sembuh secara

spontan dalam waktu 8–12 minggu dengan meningkatkan jaringan parut

yang disebut scar. Bila tidak ada scar berarti imunisasi BCG tidak jadi,

maka bila akan diulang dan bayi sudah berumur lebih dari 2 bulan harus

dilakukan uji Mantoux (tuberkulin).

b). Reaksi regional

Pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau leher tanpa disertai

nyeri tekan maupun demam yang akan menghilang dalam waktu 3–6

bulan.

Komplikasi yang mungkin timbul adalah :

Pembentukan abses (penimbunan nanah) di tempat penyuntikan

karena penyuntikan yang terlalu dalam. Abses ini akan menghilang

secara spontan. Untuk mempercepat penyembuhan, bila abses telah

matang, sebaiknya dilakukan aspirasi (pengisapan abses dengan

menggunakan jarum) dan bukan disayat.

limfadenis supurativa, terjadi jika penyuntikan dilakukan terlalu dalam

atau dosisnya terlalu tinggi. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 2–

6 bulan.

2) Imunisasi DPT (Difteri Pertusis dan Tetanus)

Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3 in 1 yang melindungi terhadap

difteri, pertusis, dan tetanus. Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang

menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius

atau fatal.

Pertusis (batuk rejan) adalah infeksi bakteri pada saluran udara yang

ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasn yang

melengking. Pertusis berlangsung selama beberapa minggu dan dapat

menyebabkan serangan batuk hebat sehingga anak tidak dapat bernafas,

makan atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi yang

serius seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak. Tetanus adalah

infeksi yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang.

Vaksin DPT adalah vaksin 3 in 1 yang bisa diberikan kepada anak

yang berumur kurang dari 7 bulan. Biasanya vaksin DPT terdapat dalam

bentuk suntikan, yang disuntikkan pada otot paha secara subcutan dalam.

Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak berumur 2

bulan (DPT I), 3 bulan (DPT II), 4 bulan (DPT III), selang waktu tidak

kurang dari 4 minggu dengan dosis 0,5 ml.

DPT sering menyebabkan efek samping yang ringan seperti demam

ringan atau nyeri di tempat penyuntikan selama beberapa hari. Efek

samping tersebut terjadi karena adanya komponen pertusis di dalam

vaksin. Pada kurang dari 1% penyuntikan DPT menyebabkan komplikasi

sebagai berikut :

a) Demam tinggi (lebih 40,5Celcius )

b) Kejang

c) Kejang demam (risiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya

pernah mengalami kejang atau terdapat riwayat kejang dalam

keluarga)

d) Syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon)

Kontraindikasi dari pemberian imunisasi DPT adalah jika anak mempunyai

riwayat kejang. Pemberian imunisasi yang boleh diberikan adalah DT,

yang hanya dapat diperoleh di Puskesmas (kombinasi toksoid difteria dan

tetanus (DT) yang mengandung 10–12 Lf dapat diberikan pada anak yang

memiliki kontraindikasi terhadap pemberian vaksin pertusis) (Ranuh,dkk,

2005). 1–2 hari setelah mendapat suntikan DPT, mungkin akan terjadi

demam ringan, nyeri, kemerahan atau pembengkakan di tempat

penyuntikan. Untuk mengatasi nyeri dan menurunkan demam, bisa

diberikan asetaminofen atau ibuprofen. Untuk mengurangi nyeri di tempat

penyuntikan juga bisa dilakukan kompres hangat atau lebih sering

menggerak–gerakkan lengan maupun tulang tungkai yang bersangkutan.

3) Imunisasi Polio

Imunisasi polio memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit

poliomyelitis. Polio bisa menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada

salah satu maupun kedua lengan atau tungkai. Polio juga bisa

menyebabkan kelumpuhan pada otot–otot pernafasan dan otot untuk

menelan. Polio bisa menyebabkan kematian.

Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I, II, III dan IV) dengan

interval tidak kurang dari 4 minggu. Vaksin polio diberikan sebanyak 2

tetes (0,2 mL) langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan sendok

yang berisi air gula.

Kontraindikasi pemberian vaksin polio :

a). Diare

b). Gangguan kekebalan (karena obat imunosupresan, kemoterapi,

kortikosteroid)

c). Kehamilan

Efek samping yang mungkin terjadi berupa kelumpuhan dan kejang–

kejang. Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon

kekebalan primer, sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan untuk

meningkatkan kekuatan antibodi sampai tingkat yang tertinggi.

4) Imunisasi Campak

Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit

campak. Imunisasi campak diberikan sebanyak 1 dosis pada saat anak

berumur 9 bulan dan diulangi 6 bulan kemudian. Vaksin disuntikkan

secara subcutan sebanyak 0,5 mL. Jika terjadi wabah campak, dan ada

bayi yang belum berusia 9 bulan, maka imunisasi campak boleh diberikan.

Kontra indikasi pemberian vaksin campak adalah sebagai berikut :

a). Infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38Celcius

b). Gangguan system kekebalan

c). Pemakaian obat imunosupresan

d). Alergi terhadap protein telur

e). Hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisin

f). Wanita hamil

Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit, diare,

konjungtivitis dan gejala katarak serta ensefalitis (jarang).

5) Imunisasi HB (Hepatitis B)

Imunisasi HB memberikan kekebalan terhadap hepatitis B. hepatitis

B adalah suatu infeksi hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan

kematian. Dosis pertama (HB 0) diberikan segera setelah bayi lahir atau

kurang dari 7 hari setelah kelahiran. Pada umur 2 bulan, bayi mendapat

imunisasi HB I dan 4 minggu kemudian mendapat imunisasi HB II.

Imunisasi dasar diberikan sebanyak 3 kali dengan selang waktu 1 bulan.

Vaksin disuntikkan pada otot paha secara subcutan dalam dengan dosis

0,5 ml.

Pemberian imunisasi kepada anak yang sakit berat sebaiknya

ditunda sampai anak benar–benar pulih. Efek samping dari vaksin HB

adalah efek lokal (nyeri di tempat suntikan) dan sistematis (demam ringan,

lesu, perasaan tidak enak pada saluran pencernaan), yang akan hilang

dalam beberapa hari.

E. Jadwal Imunisasi

F. Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Kelengkapan Imunisasi

Banyak faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi, antara

lain :

a. Motivasi

Motivasi adalah suatu tenaga atau faktor yang terdapat didalam diri

manusia, yang menimbulkan, menggerakkan dan mengorganisasikan

tingkah lakunya. Motivasi dapat diartikan sebagai dorongan secara sadar

dan tidak sadar membuat orang berperilaku untuk mencapai tujuan yang

sesuai kebutuhannya. Diharapkan dengan motivasi yang besar untuk

melengkapi imunisasi dasar bagi bayinya, segala penyakit dapat dicegah

sedini mungkin dan kesehatan bayi dapat terpenuhi (Budioro, 2002).

b. Letak Geografis

Daerah yang tersedia sarana transportasi berbeda dengan mereka

yang hidup terpencil. Kemudahan tempat yang strategis dan sarana

transportasi yang lengkap akan mempercepat pelayanan kesehatan

(Budioro,2002).

c. Lingkungan

Lingkungan adalah segala objek baik berupa benda hidup atau tidak

hidup yang ada disekitar dimana orang berada. Dalam hal ini lingkungan

sangat berperan dalam kepatuhan untuk melengkapi imunisasi dimana

apabila lingkungan mendukung secara otomatis ibu akan patuh untuk

melengkapi imunisasi pada anaknya (Budioro,2002).

d. Sosial Ekonomi

Sosial ekonomi merupakan faktor yang sangat berpengaruh

terhadap tingkah laku seseorang. Keadaan ekonomi keluarga yang baik

diharapkan mampu mencukupi dan menyediakan fasilitas serta kebutuhan

untuk keluarga, sehingga seseorang dengan tingkat sosial ekonomi tinggi

akan berbeda dengan tingkat sosial ekonomi rendah. Keluarga dengan

tingkat sosial ekonomi yang tinggi akan mengusahakan terpenuhinya

imunisasi yang lengkap bagi bayi (Budioro,2002; Notoatmodjo, 2003).

e. Fasilitas Kesehatan

Fasilitas kesehatan merupakan suatu prasarana dalam hal

pelayanan kesehatan. Apabila fasilitas baik akan mempengaruhi tingkat

kesehatan yang ada, ini terbukti seseorang yang memanfaatkan fasilitas

kesehatan secara baik maka akan mempunyai taraf kesehatan yang tinggi

(Notoatmodjo, 2003).

f. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan seluruh kemampuan individu untuk berfikir

secara terarah dan efektif, sehingga orang yang mempunyai pengetahuan

tinggi akan mudah menyerap informasi, saran dan nasihat (Budioro, 2002;

Notoatmodjo, 2003).

g. Pendidikan

Pendidikan merupakan proses kegiatan pada dasarnya melibatkan

tingkah laku individu maupun kelompok. Inti kegiatan pendidikan adalah

proses belajar mengajar. Hasil dari proses belajar mengajar adalah

terbentuknya seperangkat tingkah laku, kegiatan dan aktivitas. Dengan

belajar baik secara formal maupun informal, manusia akan mempunyai

pengetahuan, dengan pengetahuan yang diperoleh seseorang akan

mengetahui manfaat dari saran atau nasihat sehingga akan termotivasi

untuk meningkatkan status kesehatan. Pendidikan yang tinggi terutama

ibu akan memberikan gambaran akan pentingnya menjaga kesehatan

terutama bagi bayinya.