Post on 06-Mar-2019
i
IMPLEMENTASI MODEL PENDIDIKAN PESANTREN
BERBASIS AKHLAK PLUS WIRAUSAHA
DI PESANTREN DAARUT TAUHIID BANDUNG
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana dalam Ilmu Tarbiyah
Jurusan/ Prodi : Pendidikan Agama Islam (PAI)
Disusun oleh:
Nur Chahyadi 3105164
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2009
ii
ABSTRAK PENELITIAN
Nur Chahyadi (NIM. 3105164), Implementasi Model Pendidikan Pesantren Berbasis Akhlak plus Wirausaha di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung, Skripsi, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2009.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Implementasi pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung (2) Kelebihan dan kekurangan dari pendidikan berbasis akhlak plus wirausaha di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif lapangan dengan menggunakan analisis deskriptif, yaitu dengan mendeskripsikan data-data yang telah peneliti kumpulkan, baik data hasil wawancara, observasi maupun dokumentasi selama mengadakan penelitian di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung, dengan obyek penelitian tentang “Implementasi Model Pendidikan Pesantren Berbasis Akhlak plus Wirausaha di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung”.
Pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha adalah salah satu program unggulan di Pesantren Daarut Tauhiid, dengan jangka waktu yang cukup singkat yaitu 6 bulan, para santri dididik agar menjadi sosok santri yang memiliki kebeningan hati (qolbun salim), kemandirian, bertanggungjawab dan bermental wirausaha, berjiwa kepemimpinan, mampu membangun opini massa dan mampu mengaplikasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha ini, dibagi menjadi tiga tahapan/marhalah, yang mana pada marhalah pertama santri dididik untuk memiliki mental baik dan kuat (BAKU), pada marhalah ke dua, santri diberi materi-materi pembelajaran tentang pengetahuan Islam, manajemen qolbu, dan wirausaha, dan pada marhalah ketiga, para santri diarahkan untuk dapat mengaplikasikan ilmu-ilmu yang didapat pada marhalah satu dan dua, dengan praktek magang, praktek wirausaha dan praktek pengabdian masyarakat (PPM).
Di dalam pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha ini didapati beberapa kelebihan dan kekurangan yang harus diperbaiki terus menerus. Diantara kelebihannya, yaitu merupakan model pendidikan pesantren yang tidak ditemukan di pesantren lainnya (berciri khas Daarut Tauhiid). Adapun kekurangan yang didapati, yaitu materi pelajaran yang kurang komprehensif, proses pembelajaran dengan metode yang kurang bervariasi, hingga masalah kedisiplinan santri.
Akhirnya, berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan nantinya dapat menjadi bahan informasi dan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam menerapkan model pendidikan berbasis akhlak plus wirausaha dan menjadi bahan pertimbangan bagi lembaga pendidikan pesantren lainnya yang hendak menerapkan model pendidikan serupa.
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp : 7 (tujuh) eks
Hal : Naskah Skripsi
A. n. Sdr. Nur Chahyadi
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Setelah saya mengadakan koreksi perbaikan seperlunya maka bersama
ini saya kirimkan naskan skripsi saudara:
Nama : Nur Chahyadi
NIM : 3105164
Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI)
Dengan Judul : Implementasi Model Pendidikan Pesantren Berbasis Akhlak
plus Wirausaha di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung
Dengan ini saya mohon agar skripsi saudara tersebut di atas dapat segera
dimunaqasahkan.
Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Semarang, 11 Desember 2009
Pembimbing I pembimbing II
Musthafa Rahman, M.Ag. Ismail SM, M. Ag
NIP. 150276925 NIP. 150282135
iv
PENGESAHAN PENGUJI
Tanggal Tanda Tangan Drs. Mat Solikhin, M.Ag. Ketua Fahrurrozi, M.Ag. Sekretaris Drs. Fatah Syukur, M.Ag. Anggota DR. H. Hamdani, M.Ag. Anggota
v
PERNYATAAN
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini
tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan.
Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali
informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 9 Desember 2009
Deklarator,
Nur Chahyadi
NIM : 3105164
vi
MOTTO
إيا ك نعبد و إيا ك نستعين
Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. (al Fatihah:5)1
Jadikan Allah no.1 dalam hidupmu (Nur Chahyadi)
1 R.H.A. Soenarjo (Ketua), Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsir al Qur'an, al
Qur'an dan Terjemahannya, (Jakarta:Indah Press, 1994), h. 5-6.
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk orang-orang yang telah membantu saya
menyelesaikan skripsi ini, semoga doa-doa orang yang saya sebutkan disini selalu
menyertai saya. Yang pertama, Ayah dan Ibuku tersayang, Bpk. Musthafa Rahman
M.Ag dan Bpk. Ismail SM, M.Ag pembimbing skripsi penulis, teman-temanku
Syekhudin, Mashuri, Bambang, Amin, Kustanto, Umaz, Maftuhah.
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirramanirrahim
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha
Pengasih dan Penyayang, yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada
penulis sehingga bisa menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kehadirat beliau Nabi
Muhammad saw, keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya.
Skripsi yang berjudul "Implementasi Model Pendidikan Pesantren Berbasis
Akhlak Plus Wirausaha di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung", ditulis untuk
memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Fakultas
Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang.
Dengan selesainya penulisan skripsi ini penulis sampaikan banyak terima kasih
kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. Ibnu Hadjar, M.Ed. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo Semarang.
2. Bapak Ikhrom, M.Ag, selaku wali studi penulis yang banyak memberikan
masukan dan motivasi secara langsung maupun tak langsung pada penulis
dalam studinya di Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
3. Bapak Musthofa Rahman, M.Ag dan Bapak Ismail SM, M.Ag selaku
pembimbing skripsi penulis yang telah bersedia meluangkan waktu dan
mengoreksi naskah skripsi penulis ditengah kesibukannya.
4. K.H Abdullah Gymnastiar, guru penulis yang telah banyak memberikan
ilmunya kepada penulis tentang hakekat ma'rifatullah
5. Ayah dan Ibuku tercinta, yang telah memberikan curahan perhatian dan biaya
kepada penulis dalam menyelesaikan studinya.
6. Ust. Roni Abdul Fattah, yang telah banyak memudahkan penulis dalam
mencari data-data berkenaan dengan penelitian penulis, jazakallahu khairan
katsiron
ix
7. Kakak dan adikku tersayang Nadhir Zacky al Falah yang telah memberikan
semangat kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan
8. Serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini
khususnya teman-teman DKM Daarut Tauhiid.
Kepada mereka penulis tidak dapat memberikan apa-apa selain ungkapan
terimakasih dan iringan doa semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan
kalian semua dengan sebaik-baik balasan.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum mencapaii
kesempurnaan. Namun demikian penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Semarang, 18 Desember 2009
Penulis,
Nur Chahyadi
NIM: 3105164
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
HALAMAN ABSTRAK PENELITIAN ............................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ iv
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................... v
HALAMAN MOTTO ............................................................................ vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................... vii
HALAMAN KATA PENGANTAR ..................................................... viii
HALAMAN DAFTAR ISI .................................................................... x
HALAMAN GAMBAR ........................................................................ xiii
HALAMAN DAFTAR LAMPIRAN ................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................. 1
B. Penegasan Istilah ......................................................... 4
C. Rumusan Masalah ....................................................... 5
D. Tujuan Penelitian ........................................................ 6
E. Kegunaan Penelitian ................................................... 6
F. Kajian Pustaka ............................................................. 7
G. Metode Penelitian ....................................................... 8
H. Sistimatika Pembahasan ............................................. 11
BAB II MODEL PENDIDIKAN PESANTREN BERBASIS
AKHLAK DAN WIRAUSAHA
A. Pengertian Pendidikan Pesantren Berbasis Akhlak
plus Wirausaha ............................................................ 13
xi
B. Unsur dan Karakteristik Pendidikan Pesantren
Berbasis Akhlak plus Wirausaha ................................. 19
C. Akhlak sebagai Jiwa Wirausaha .................................. 25
BAB III PELAKSANAAN MODEL PENDIDIKAN
PESANTREN BERBASIS AKHLAK PLUS
WIRAUSAHA DI PESANTREN DAARUT TAUHIID
BANDUNG
A. Profil Pesantren Daarut Tauhiid .................................. 47
B. Pelaksanaan Program Pendidikan Pesantren Berbasis
Akhlak plus Wirausaha (APW) Daarut Tauhiid .......... 58
1. Latar Belakang Adanya Model Pendidikan
Pesantren Berbasis Akhlak Plus Wirausaha ............ 58
2. Tujuan Pendidikan Pesantren Berbasis Akhlak
plus Wirausaha ..................................................... 59
3. Materi Pendidikan Pesantren Berbasis Akhlak
plus Wirausaha ........................................................ 59
4. Keadaan Guru/ Asaatidz ......................................... 61
5. Sarana dan Prasarana............................................... 62
6. Proses Pembelajaran Pendidikan Pesantren
Berbasis Akhlak plus Wirausaha ............................ 64
7. Implementasi Pendidikan Pesantren Berbasis
Akhlak plus Wirausaha ........................................... 64
BAB IV KELEBIHAN DAN KEKURANGAN PELAKSANAAN
MODEL PENDIDIKAN PESANTREN BERBASIS
AKHLAK PLUS WIRAUSAHA DI PESANTREN
DAARUT TAUHIID BANDUNG
xii
A. Kelebihan Implementasi Model Pendidikan Pesantren
Berbasis Akhlak plus Wirausaha di Pesantren Daarut
Tauhiid Bandung ........................................................ 70
B. Kekurangan Implementasi Model Pendidikan Pesantren
Berbasis Akhlak plus Wirausaha di Pesantren Daarut
Tauhiid Bandung ..........................................................
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ...................................................................... 75
B. Saran ............................................................................. 76
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
HALAMAN GAMBAR
1. Gambar Denah Lokasi Pesantren Daarut Tauhiid...............................50
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1: Foto Kegiatan Penelitian
Lampiran 2: Pedoman wawancara
Lampiran 3: Trasnkip Wawancara
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pondok Pesantren merupakan lembaga dan wahana pendidikan agama
sekaligus sebagai komunitas santri yang “ngaji“ ilmu agama Islam. Pondok
Pesantren sebagai lembaga tidak hanya identik dengan makna keislaman,
tetapi juga mengandung makna keaslian (indigenous) Indonesia1, sebab
keberadaanya mulai dikenal di bumi Nusantara pada periode abad ke 13 – 17
M, dan di Jawa pada abad ke 15 – 16 M.2
Pondok pesantren pertama kali didirikan oleh Syekh Maulana Malik
Ibrahim atau Syekh Maulana Magribi, yang wafat pada tanggal 12 Rabiul
Awal 822 H, bertepatan dengan tanggal 8 April 1419 M.3 Menurut Ronald
Alan Lukens Bull, Syekh Maulana Malik Ibrahim mendirikan Pondok
pesantren di Jawa pada tahun 1399 M untuk menyebarkan Islam di Jawa.4
Namun dapat dihitung bahwa sedikitnya pondok pesantren telah ada sejak
300–400 tahun lampau. Usianya yang panjang ini kiranya sudah cukup alasan
untuk menyatakan bahwa pondok pesantren telah menjadi milik budaya
bangsa dalam bidang pendidikan, dan telah ikut serta mencerdaskan
kehidupan bangsa.5
Tradisi pondok pesantren paling tidak memiliki lima elemen dasar, yakni
pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab Islam klasik dan kiai.6 Menurut
Martin van Bruinessen, salah satu tradisi agung (great tradition) di Indonesia
adalah tradisi pengajaran agama Islam, yang bertujuan untuk mentransmisikan
Islam tradisional sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab klasik yang
1 Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren: sebuah Potret Perjalanan (Jakarta:
Paramadiana, 1997), h. 3. 2 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren (Jakarta: INIS, 1994), h. 6. 3 Wahjortomo, Perguruan Tinggi Pesantren (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), h. 70. 4 Ronald Alan Lukens Bull, A Peaceful Jihad: Javanese Education and Religion Identity
Construction, ( Michigan:Arizona State University, 1997), h. 70 5 Mastuhu. Dinamika….., h. 7. 6 Zamakhsyari Dhofier. Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kiai (Jakarta:
LP3ES, 1982), h. 44.
2
ditulis berabad-abad yang lalu.7 Proses belajar mengajarnya dilakukan melalui
struktur, metode dan literatur tradisional, baik berupa pendidikan formal di
sekolah atau madrasah dengan jenjang yang bertingkat, ataupun pemberian
pengajaran dengan sistem halaqah dalam bentuk wetonan atau sorogan. Ciri
utama dari pengajaran tradisional ini adalah cara pemberian ajarannya yang
ditekankan pada penangkapan harfiah atas suatu kitab (teks) tertentu.8
Dalam perkembangannya dari dulu sampai sekarang, model pendidikan
pesantren pun mengalami banyak perubahan, antara satu pesantren dengan
pesantren lainnya berbeda-beda. Kita lihat adanya pada zaman sekarang model
pendidikan pesantren salaf, pesantren khalaf dan yang baru-baru ini pesantren
virtual, mana yang lebih baik? semuanya punya kelebihan dan kekurangan
masing-masing.
Dalam kaitannya dengan judul proposal penelitian diatas, penulis ingin
meneliti lebih jauh model pendidikan pesantren yang tidak menutup dari
perkembangan zaman (globalisasi), yang mana pada zaman sekarang ini,
manusia dituntut untuk memiliki keterampilan tertentu jika mau bersaing dan
bertahan dalam kehidupannya
Latar belakang utama penulis mengajukan penelitian dengan judul
”Implementasi Model Pendidikan Pesantren Berbasis Akhlak Plus Wirausaha
di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung” adalah karena penulis tertarik untuk
mengetahui lebih jauh mengenai model dan implementasi pendidikan
pesantren yang penulis anggap lain dari model pendidikan pesantren pada
umumnya, yang mana menurut informasi yang penulis dapatkan, model
pendidikan di Pesantren Daarut Tauhiid ini tujuannya adalah menghasilkan
sosok santri yang mampu :
1. Memiliki Kebeningan Hati (Qolbum Salim)
2. Mandiri dan Bertanggungjawab
3. Berjiwa Kepemimpinan (Leadership)
4. Bermental Wirausaha (Entreperneurship)
7 Martin van Bruinessen, Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat (Bandung: Mizan, 1995), h. 17.
8 Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi (Yogyakarta: LkiS, 2001), h. 55.
3
5. Mengaplikasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari
Untuk mencapai tujuan tersebut, Pesantren Daarut Tauhiid membuat suatu
program pendidikan sebagai usaha dalam membentuk generasi muda yang
berakhlakul karimah dan mempunyai kemampuan berwirausaha. Karena
dalam mengahadapi derasnya laju kemajuan, baik itu kemajuan teknologi,
ekonomi, dan bisnis, tentu dibutuhkan suatu keahlian yang praktis dalam
menghadapinya. Penulis juga ingin mengetahui kelebihan dan kekurangan
model pendidikan ini, dengan harapan nantinya dapat menjadi pertimbangan
ketika ada lembaga pendidikan lain yang hendak meniru atau
mengembangkan model pendidikan yang serupa.
Adanya program ini diharapkan mampu menumbuhkan jiwa entrepreneur
bagi seorang Muslim, sehingga ia mampu hidup tanpa tergantung pada orang
lain. Minimal ia dapat hidup mandiri dan tidak menjadi beban siapapun dan
kehadirannya akan menjadi manfaat bagi umat, demi tegaknya syiar Islam
yang kokoh, baik itu akhlaknya, pondasi iman yang kuat, dan yang tidak kalah
penting yaitu kekuatan dibidang ekonomi dan kemandirian yang nyata.9
Latar belakang lain disusunnya skipsi ini adalah karena penulis prihatin
melihat banyaknya perguruan tinggi yang meluluskan para sarjana setiap
tahunnya, tetapi tidak bisa menjadi solusi untuk mengurangi jumlah
pengangguran tetapi malah menambah daftar pengangguran (pengangguran
terpelajar). Secara subyektif penulis juga merasa prihatin terhadap sebagian
sikap para lulusan perguruan tinggi yang penulis temui, yang sibuk untuk
mencari lapangan kerja yang semakin hari semakin sulit, tetapi tidak pernah
sibuk memikirkan bagaimana membuat lapangan kerja.
Melihat fenomena ini penulis ingin meneliti lebih mendalam tentang
pendidikan pesantren berbasis kewirausahaan di Pesantren Daarut Tauhiid
Bandung, bagaimana pendidikan disana bisa menanamkan akhlak plus mental
berusaha serta mental pantang menjadi beban bagi orang lain pada santri-
santrinya.
9 Tim MQ Publishing, Welcome To Daarut Tauhiid: Berwisata Rohani, Melapangkan
Hati (Bandung: MQ Publishing, 2003), h. 52-53.
4
Adapun secara implisit latar belakang lain yang mengganjal di hati penulis
yaitu, apakah model pendidikan pesantren ini dapat menjadi solusi dalam
mengatasi problematika pengangguran?, khususnya dalam skala mikro di
lingkungan pesantren Daarut Tauhiid Bandung, yang nanti kedepannya
mungkin model pendidikan ini dapat diterapkan dalam pendidikan formal
dengan berbagai jenjang.
B. Penegasan Istilah
Agar memberikan pemahaman yang tepat serta untuk menghindari
kesalahan pemahaman dalam menginterpretasikan judul skripsi ini, maka
penulis merasa perlu untuk mengemukakan makna dan maksud kata-kata
dalam judul tersebut, serta memberikan batasan-batasan istilah agar dapat
dipahami secara konkret dan lebih operasional. Adapun penjelasan dari istilah
tersebut adalah :
1. Implementasi
Implementasi secara sederhana dapat diartikan sebagai pelaksanaan.10
Pelaksanaan di sini jika dikaitkan dengan judul proposal diatas ialah
pelaksanaan model pendidikan akhlak plus wirausaha pada santri pesantren
Daarut Tauhiid
2. Pendidikan Pesantren
Dalam buku yang berjudul ”Tradisi Pesantren”, Zarmakhsyari Dhofier
menjelaskan bahwa pendidikan pesantren adalah pendidikan yang tidak
semata-mata untuk memperkaya murid dengan penjelasan-penjelasan, tetapi
untuk meninggikan moral, melatih dan mempertinggi sikap dan tingkah laku
yang jujur dan bermoral, dan menyiapkan para murid untuk hidup sederhana
dan bersih hati yang didalamnya diajarkan kitab-kitab klasik dan ilmu agama.
Tujuan pendidikan pesantren bukanlah untuk mengejar kepentingan
kekuasaan, uang dan keagungan duniawi, tetapi ditanamkan kepada mereka
10 Alex MA, Kamus Ilmiah Populer Kontemporer, (Surabaya: Karya Harapan, 2005), h.
240
5
bahwa belajar adalah semata-mata kewajiban dan pengabdian pada Tuhan.11
dari situ penulis akan meneliti apakah pendidikan pesantren Daarut Tauhid
sama dengan pendidikan pesantren pada umumnya.
3. Akhlak Plus Wirausaha
Ialah salah satu model pendidikan yang diterapkan pada santri mukim di
pesantren Daarut Tauhid Bandung12. Program santri akhlak plus wirausaha ini
adalah program seperti kursus, yang mana santri menempuh program ini
selama 6 bulan dan diwisuda serta mendapatkan sertifikat kelulusan setelah
dinyatakan lulus.
4. Pesantren Daarut Tauhiid
Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam, yang mengajarkan
ilmu-ilmu keIslaman, dipimpin oleh kiai sebagai pemangku/ pemilik Ponpes
dan dibantu oleh ustadz/ guru yang mengajarkan ilmu-ilmu keislaman kepada
santri, melalui metode dan teknik yang khas.13 Dalam kaitannya dengan judul
penelitian ini, pesantren yang dimaksud ialah Pesantren Daarut Tauhiid yang
terletak di jalan Gegerkalong Girang, Bandung.
C. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, penulis
berusaha merumuskan pokok-pokok permasalahan yang relevan dengan judul
skripsi ini. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi pendidikan pesantren berbasis akhlak plus
wirausaha di Pesantren Daarut Tauhid?
2. Bagaimana kelebihan dan kekurangan pendidikan berbasis akhlak plus
wirausaha di Pesantren Daarut Tauhid?
11 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kiai
(Jakarta: LP3ES, 1982), h. 21. 12 Tim MQ Publishing, loc.cit., 13 A.Halim, Rr. Suhartini, M Chorul Arif dan A. Sunarto AS. Manajemen Pesantren
(Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005), h. 247.
6
D. Tujuan Penelitian
Dewasa ini pandangan masyarakat umum terhadap dunia pesantren dapat
dibedakan menjadi 2 macam, pertama masyarakat yang menyangsikan
eksistensi dan relevansinya lembaga pesantren untuk menyongsong masa
depan. Kedua, masyarakat yang menaruh perhatian dan sekaligus harapan
bahwa pesantren merupakan alternatif model pendidikan Islam masa depan.14
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana implementasi pendidikan pesantren berbasis
akhlak plus wirausaha di Pesantren Daarut Tauhid.
2. Untuk mengetahui bagaimana kelebihan dan kekurangan dari pendidikan
berbasis akhlak plus wirausaha di Pesantren Daarut Tauhid.
E. Kegunaan Penelitian
Harapan penulis disusunnya proposal penelitian ini, yang nanti akan
ditindak lanjuti dengan penelitian, dapat memberi manfaat sebagai berikut :
1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan bagi lembaga
pendidikan atau pesantren lain yang ingin menerapkan model pendidikan
berbasis akhlak dan wirausaha.
2. Dengan mengetahui kelebihan dan kekurangan model pendidikan berbasis
akhlak plus wirausaha dapat menjadi pertimbangan bagi lembaga
pendidikan atau pesantren lain yang ingin menerapkan model pendidikan
ini dengan lebih mengembangkan atau meminimalisir kekurangan-
kekurangannya.
3. Sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk peneliti lain yang hendak meneliti
model pendidikan ini secara lebih luas.
4. Sebagai bahan pustaka bagi fakultas tarbiyah berupa penelitian
pengembangan pendidikan
14 Imam Tholkhah dan Ahmad Barizi, Membuka Jendela Pendidikan: Mengurai Akar Tradisi Dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 50
7
F. Kajian Pustaka
Sebagai sebuah pesantren yang umurnya masih sangat muda, pesantren
Daarut Tauhiid telah menjadi pesantren yang telah diakui eksistensinya, baik
dalam skala regional, nasional, maupun internasional. Sebutan sebagai
pesantren virtual sangat melekat pada pesantren ini, berbagai penelitian
mengenai pesantren ini telah banyak dilakukan, beberapa literatur yang ada
korelasinya dengan tema penelitian yang dikaji dalam skripsi ini yaitu:
1. Tesis berbahasa Inggris oleh Zaki Nur’aeni mahasiswa program doktor
Universitas Syarif Hidayatullah yang berjudul ”Daarut Tauhiid :
Modernizing a Pesantren Tradition” yang mana isi dalam pesantren ini
ialah tentang profil pesantren daarut tauhid yang makin melejit karena
kemodernannya. Dalam tesis ini dibahas mengenai pendiri dan pengasuh
pondok pesantren ini, kemodernannya dalam hal pemanfaatan teknologi,
kegiatan-kegiatan yang rutin dilakukan di pondok pesantren ini, serta sikap
plural dan multikultural masyarakat dan santrinya serta model
pendidikannya yang menerapkan konsep learning by doing.15
2. Skripsi Saudara Asep Cuwantoro yang berjudul Stigma Terorisme dan
Masa Depan Pendidikan Pesantren, yang mana obyek penelitiannya di
Pesantren Ngruki, Solo, yang diasuh oleh K.H. Abu Bakar Ba’asyir.
Dalam skiripsi ini si peneliti meneliti salah satu pesantren yang diklaim
sebagai lembaga pendidikan yang mencetak para teroris. Selain
menampilkan profil Pondok Pesantren Ngruki, Solo, si peneliti juga
memaparkan model pendidikan Pondok Pesantren ini, apakah sama
dengan model pendidikan pesantren pada umumnya atau tidak, lalu
dikaitkan dengan terorisme dan klaim yang disandarkan pada pondok
pesantren tersebut.16
3. Skripsi Saudari Fitriyatun Khasanah (3103120) yang berjudul ” Upaya
Pesantren Berbasis Agrobisnis Dalam Meningkatkan Life Skill Santri
15 Zaki Nur’aeni, Daarut Tauhid: Modernizing Pesantren Tradition, (Studi Islamika vol
12, no 3, 2005). h. 475-513. 16 Asep Cuwantoro, Stigma Terorisme dan Masa Depan Pesantren, Skripsi Fakultas
Tarbiyah, (Semarang: Perpustakaan Fakultas Tarbiyah, 2007).
8
Pondok Pesantren”, yang didalamnya membahas tentang model
pendidikan pesantren yang tergolong baru, yaitu bagaimana sebuah
pesantren menerapkan bagi santri-santrinya model pendidikan yang
mempunyai visi ke depan agar nanti lulusannya dapat mempunyai life skill
sehingga dapat berguna nantinya bagi masyarakat banyak pada umumnya
atau minimal dapat menjadi modal untuk mencari penghidupan bagi santri
sendiri pada khususnya. Adapun model pendidikan yang diterapkan ialah
model pendidikan pesantren berbasis pertanian dan penanaman Life Skill.17
Penulis tahu bahwa penelitian tentang pesantren Daarut Tauhiid bukan hal
yang baru lagi, tetapi penelitian yang khusus meneliti bagaimana
implementasi model pendidikan berbasis kewirausahaan plus akhlak ini dan
bagaimana kelebihan dan kekurangan model pendidikan ini setahu penulis
belum secara serius diteliti. Untuk itu, dengan keyakinan ini penulis
memberanikan diri mengajukan proposal penelitian berjudul ”Implementasi
Model Pendidikan Berbasis Akhlak Plus Wirausaha di Pesantren Daarut
Tauhiid Bandung ”.
G. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber primer maupun sekunder,
yaitu
1. Sumber Data
a. Primer
Data primer dalam penelitian ini adalah berupa kata-kata, tindakan
orang-orang yang diamati atau diwawancarai dan dicatat melalui catatan
tertulis atau melalui perekam video/ audio tape, pengambilan foto/ film.18
Dalam penelitian ini penulis hendak mengambil data dari subyek
penelitian (setting alamiah) yaitu data yang diperoleh dari Pesantren
Daarut Tauhiid Bandung
17 Fitriyatun Khasanah (3103120), Upaya Pesantren Berbasis Agrobisnis dalam
Meningkatkan Life Skill Santri Pondok Pesantren, (Semarang, Perpustakaan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang).
18 Sunadi Suryabrata, Metodologi Penelitian ( Jakarta: Rajawali, 1994), cet 8, h. 84-85
9
b. Sekunder
Penulis ambil dari buku yang diterbitkan oleh Tim MQ Publishing
dengan judul Welcome to Daarut Tauhiid : Berwisata rohani,
melapangkan hati, sebagai buku utama, karena didalamnya banyak
memuat hal-hal yang berkaitan dengan pesantren Daarut Tauhiid. Dan data
yang lain penulis ambil dari buku-buku yang berkaitan dengan pesantren
dan kewirausahaan, majalah, koran dan lain-lain yang berhubungan
dengan pesantren Daarut Tauhiid atau pesantren secara umum
2. Fokus dan Ruang Lingkup
Dalam kaitannya dengan dengan judul proposal diatas fokus
penelitian yang akan dikaji penulis ialah mengenai implementasi model
pendidikan pesantren berbasis kewirausahaan plus akhlak di pesantren
Daarut Tauhiid Bandung.
Sedangkan ruang lingkup yang diteliti :
a. Santri Akhlak plus Wirausaha angkatan 12
b. Materi dan Kurikulum
c. Implementasi pembelajaran
d. Pondok
3. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis hendak menggunakan pendekatan
fenomenologis yaitu berusaha memahami makna dari suatu peristiwa dan
kaitan-kaitannya terhadap manusia dalam situasi tertentu19. Dalam
meneliti subjek yang hendak diteliti penulis akan masuk ke dalam pondok
pesantren Daarut Tauhiid, dan berusaha menyatu dengan elemen-elemen
yang hendak diteliti
4. Instrument/ Tehnik Pengumpulan Data
a. Observasi
Metode observasi adalah metode yang dilakukan melalui pengamatan,
meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap sesuatu obyek dengan
19 Lexi J Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda
Karya,2001), h. 9.
10
menggunakan seluruh alat indera20. Dalam penelitian ini penulis akan
menggunakan observasi partisipan (peneliti berperan serta untuk
mendekati subjek penelitian).
b. Wawancara
Metode ini identik dengan interview yang secara sederhana dapat
diartikan sebagai dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer)
untuk memperoleh informasi dari terwawancara. Dalam hal ini penulis
menggunakan jenis wawancara tidak berstruktur, yaitu kombinasi antara
wawancara bebas dengan wawancara terpimpin. Tehnisnya adalah
pewawancara membawa pedoman yang hanya merupakan garis besar
tentang hal-hal yang akan ditanyakan.21 Penulis akan mewancarai,
pengasuh pondok pesantren, pengajar serta santri yang mengikuti model
pendidikan ahklak plus wirausaha ini
c. Dokumentasi
Dokumentasi artinya barang-barang tertulis. Maksudnya peneliti
menyelidiki dokumen-dokumen dan sebagainya sebagai sumber data yang
dibutuhkan. Dalam metode ini yang penulis gunakan untuk
mengumpulkan data adalah dokumentasi yang berhubungan dengan
kelembagaan, administrasi, desain kurikulum, struktur organisasi, kegiatan
santri dan sebagainya yang terkait dengan pesantren Daarut Tauhid ini.
5. Tehnik Analisis Data
Penulis hendak menggunakan tehnik analisis deskriptif, proses analisis
dilakukan secara interaktif (berkelanjutan) dari mulai penetapan masalah,
pengumpulan data maupun setelah data dikumpulkan. Setelah data
terkumpul, langkah selanjutnya adalah penulis melakukan analisis
terhadap data yang terhimpun dengan menggunakan metode ini. Metode
analisis ini penulis gunakan untuk menyampaikan hasil penelitian yang
20 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka
Cipta), cet 12, h. 132 21 Ibid, h. 132
11
diwujudkan bukan dalam bentuk angka-angka melainkan dalam bentuk
laporan dan uraian deskriptif.22
H. Sistematika Pembahasan
Skripsi ini ditulis dalam lima bab. Antara bab yang satu dengan yang
lainnya saling berkaitan dan kesemuanya itu merupakan satu pokok
pembahasan. Adapun susunan penulisannya adalah sebagai berikut:
Bab pertama, pada bagian ini penulis akan membahas tentang latar
belakang penelitian. Yaitu penulis menerangkan apa alasan penulis
memberikan judul skripsi ini. Lalu didalamnya ada rumusan masalah
mengenai hal-hal yang hendak diteliti penulis, penegasan istilah yang
fungsinya menerangkan judul skripsi yang dimaksud, kajian pustaka, metode
penelitian atau cara yang akan dilakukan penulis/ peneliti dalam
mengumpulkan data, dan yang terakhir sistematika penulisan.
Selanjutnya pada bab kedua mengenai model pendidikan pesantren
berbasis akhlak plus wirausaha, karakteristik pendidikan pesantren berbasis
akhlak plus wirausaha, dan akhlak sebagai jiwa wirausaha. Di dalamnya
penulis akan menjelaskan tentang beberapa kajian teoritis mengenai
pengertian pesantren, apa itu pendidikan pesantren berbaisis akhlak dan
wirausaha, karekteristiknya dan bagaimana hendaknya akhlak menjadi jiwa
wirausaha.
Pada bab ketiga, penulis akan membahas mengenai pelaksanaan model
pendidikan akhlak plus wirausaha. Pada bab ini pembahasannya akan meliputi
profil pesantren yang akan diteliti, dalam kaitannya disini ialah pesantren
Daarut Tauhid Bandung, didalamnya akan dibahas tentang sejarah berdirinya,
letak geografisnya, visi dan misi, kondisi santri, guru dan staf, sarana dan
prasarana yang dimiliki serta akan dipaparkan pula bagaimana implementasi
model pendidikan berbasis akhlak dan wirausaha di pesantren Daarut Tauhid
ini.
22 Nana Sudjana dan Ibrahim. Penelitian dan Penilaian Pendidikan (Bandung: Sinar
Baru, 1989), h. 64
12
Pada bab keempat, mengenai hasil analisis penelitian. Penulis akan
menganalisis bagaimana pelaksanaan model pendidikan berbasis akhlak plus
wirausaha di pesantren Daarut Tauhid Bandung serta menganalisi kelebihan
dan kekurangan model pendidikan tersebut. Intinya pada bab ini penulis
hendak menjawab rumusan masalah yang terdapat pada bab pertama.
Pada bab kelima, penulis akan memberikan kesimpulan hasil penelitian,
saran-saran dan penutup. Sekian.
13
BAB II
MODEL PENDIDIKAN PESANTREN BERBASIS AKHLAK PLUS
WIRAUSAHA
A. Pengertian Pendidikan Pesantren Berbasis Akhlak plus Wirausaha
Untuk mengetahui arti pondok pesantren, perlu diketahui lebih dahulu
pengertian pendidikan secara umum. Sebab, pondok pesantren adalah
merupakan salah satu bentuk dari lembaga pendidikan, khususnya lembaga
pendidikan yang bernafaskan Islam.
Definisi pendidikan umumnya sangat bervariasi, oleh para ahli, pendidikan
didefinisikan tidak sama. Pendidikan menurut Syekh Musthafa al Ghulayani
adalah:
Pendidikan adalah penanaman akhlak yang mulia dalam jiwa anak-anak yang sedang tumbuh menyiraminya dengan siraman petunjuk dan nasehat, sehingga menjadi suatu watak yang melekat dalam jiwa, kemudian buahnya berupa keutamaan, kebaikan, suka beramal demi kemanfaatan bangsa1
Sedangkan pendidikan menurut Ngalim Purwanto adalah segala usaha
orang dewasa dalam pergaulan anak-anak untuk memimpin perkembangan
jasmani dan ruhaninya kearah kedewasaan.2
Berbeda lagi dengan al Syaibani, yang mengatakan bahwa pendidikan
adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan
pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya.3
Berdasarkan 3 pengertian pendidikan di atas, jelaslah bahwa pendidikan
yang diterapkan di pesantren juga ada kesamaan dengan prinsip pengertian
pendidikan yang telah dijelaskan di atas. Namum demikian, pesantren adalah
lembaga yang bisa dikatakan merupakan wujud proses wajar perkembangan
1 Muhammad Musthafa al Ghulayani, Idhatun Nashihin, (Beirut: al Maktabah al Ahliyah,
1949), h. 185. 2 Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja
Rosdakarnya, 2003),cet. ke-12., h. 11. 3 Omar Muhammad al Thoumy al Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1979), h. 399.
14
sistem pendidikan nasional. Menurut Nurcholis Madjid, dari segi historis
pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga
mengandung makna keaslian Indonesia (indegenous). Sebab, lembaga yang
serupa pesantren ini sebenarnya sudah ada sejak pada masa kekuasaan Hindu-
Budha.4 Lebih lanjut beliau menjelaskan:
Seandainya negeri kita ini tidak mengalami penjajahan, mungkin pertumbuhan sistem pendidikannya akan mengikuti jalur-jalur yang ditempuh pesantren-pesantren itu. Sehingga perguruan-perguruan tinggi yang ada sekarang ini tidak akan berupa UI, ITB, UGM, UNDIP ataupun yang lain, tetapi mungkin namanya ”Universitas” Tremas, Krapyak, Tebuireng, Bangkalan, Lasem, dan seterusnya. Kemungkinan ini bisa kita tarik setelah melihat dan membandingkan secara kasar dengan pertumbuhan sistem pendidikan di negeri-negeri Barat sendiri, dimana hampir semua universitas terkenal cikal-bakalnya adalah perguruan yang semula berorientasi keagamaan. Mungkin juga, seandainya kita tidak pernah dijajah, pesantren-pesantren itu tidaklah begitu terpencil di daerah pedesaan seperti kebanyakan pesantren sekarang ini, melainkan akan berada di kota-kota pusat kekuasaan atau ekonomi, atau sekurang-kurangnya tidak terlalu jauh dari sana, sebagaimana hal nya sekolah-sekolah keagamaan di Barat yang kemudian tumbuh menjadi universitas-universitas tersebut.5
Adapun definisi pondok pesantren sendiri terdapat berbagai variasinya,
antara lain pondok pesantren didefinisikan sebagai lembaga keagamaan yang
memberikan pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan
menyebarkan ilmu agama Islam.6
Secara harfiah, kata pondok berasal dari bahasa Arab “funduq” yang
berarti “Hotel atau Asrama”.7 Pesantren sendiri pun menurut pengertian
dasarnya adalah tempat belajar para santri, sedangkan pondok berarti rumah
atau tempat tinggal sederhana yang terbuat dari bambu.
4 Sehigga Islam tinggal meneruskan dan mengislamkan lembaga pendidikan yang sudah
ada. Tentunya ini tidak berarti mengecilkan peranan Islam dalam memelopori pendidikan di Indonesia. Lihat: Nurcholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren; Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina, 1997), h. 3.
5 Ibid, h. 4. 6 M. Ridwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, Pondok Pesantren di
Tengah Arus Perubahan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 80 7 Ahmad Syafi’i Noer, Pesantren: Asal-usul dan Pertumbuhan Kelembagaan, dalam
buku “ Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, karya Abuddin Nata (ed), (Jakarta: PT. Grasindo, 2001), h. 89
15
Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir, MA., mengatakan bahwa pondok
pesantren adalah gabungan dari pondok dan pesantren. Istilah pondok,
mungkin berasal dari kata funduk, dari bahasa Arab yang berarti rumah
penginapan atau hotel. Akan tetapi di dalam pesantren Indonesia, khususnya
Pulau Jawa, lebih mirip dengan pemondokan dalam lingkungan padepokan,
yaitu perumahan sederhana yang dipetak-petak dalam bentuk kamar-kamar
yang merupakan asrama bagi santri. Sedangkan istilah pesantren secara
etimologi asalnya pe-santri-an yang berarti tempat santri. Santri atau murid
mempelajari agama dari seorang Kyai atau Syaikh di pondok pesantren.
Pondok pesantren adalah lembaga keagamaan yang memberikan pendidikan
dan pengajaran serta mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama dan
Islam.8
Sedangkan menurut Zamakhsyari Dhofier, bahwa pesantren berasal dari
kata santri, yang dengan awalan pe di depan dan akhiran an berarti tempat
tinggal para santri. Lebih lanjut beliau mengutip dari pendapat Profesor Johns
dalam ”Islam in South Asia”, bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil,
yang berarti guru ngaji. Sedang menurut C.C Berg, bahwa istilah santri berasal
dari istilah shastri yang dalam bahasa india berarti orang yang tahu buku-buku
suci agama Hindu. Kata Shastri berasal dari akar kata shastra yang berarti
buku-buku suci, buku-buku agama atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan.9
Pondok pesantren bukan saja merupakan sub culture yang unik dan
penting untuk diteliti lebih dalam, tetapi juga suatu lembaga pendidikan yang
yang mampu bertahan dan terus berkembang hingga saat ini, namun juga
paling sedikit diketahui umum atau paling kurang memperoleh perhatian
pemerintah atau kalangan pendidik. Sejarah pendidikan Nasional lebih
mengenal Ki Hajar Dewantara dengan Taman Siswanya, atau KH. Ahmad
8 Lebih lanjut diterangkan: pondok pesantren adalah salah satu bentuk lembaga
pendidikan dan keagamaan yang ada di Indonesia. Secara lahiriyah, pesantren pada umumnya merupakan suatu komplek bangunan yang terdiri dari kyai, masjid, pondok tempat tinggal para santri dan ruangan belajar. Disinilah para santri tinggal selama beberapa tahun belajar langsung dari kyai dalam hal ilmu agama. Meskipun dewasa ini pondok pesantren telah tumbuh dan berkembang secara bervariasi.
9 M. Ridlwan Nasir, op.cit., h. 82 atau lihat: Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1994), h. 99.
16
Dahlan dengan Muhammadiyah-nya, dan hampir tidak pernah mengungkapkan
pola pendidikan di pondok-pondok pesantren yang sudah berpuluh tahun ada di
tengah masyarakat pedesaan Indonesia. Padahal, jutaan penduduk desa telah
memasuki proses pendidikan melalui puluhan ribu pondok-pondok pesantren
yang tersebar di pulau Jawa, bahkan sejak jauh sebelum Gerakan Perjuangan
Nasional untuk kemerdekaan Indonesia.
Meskipun demikian, fungsi pendidikan pondok pesantren tidak tercerabut
dari akar kulturnya. Yaitu memiliki fungsi sebagai (1) lembaga pendidikan
yang melakukan transfer ilmu-ilmu agama (tafaqquh fi al diin) dan nilai-nilai
Islam (Islamic values), (2) Lembaga keagamaan yang melakukan kontrol sosial
(social control), dan (3) lembaga keagamaan yang melakukan rekayasa sosial
(social engineering).10
Dewasa ini pesantren telah memasuki era baru dengan munculnya
pesantren-pesantren modern, dimana berbagai keterampilan telah memasuki
pesantren, mata pelajaran yang dipelajari pun bukan hanya agama saja, tetapi
juga mencangkup pelajaran umum lainnya, seperti bahasa Inggris,
Matematikan, Sosiologi, Anthropologi, dan sebagainya.11
Adapun jika berbicara tentang tujuan pendidikan pesantren,
mengambil pendapat mastuhu, yaitu:
Menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau abdi masyarakat seperti rasul, yaitu menjadi pelayan masyarakat sebagaimana kepribadian Nabi Muhammad (mengikuti sunnah Nabi), mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan umat Islam di tengah-tengah masyarakat (’Izzul Islam wal Muslimin), dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia. Idealnya pengembangan kepribadian yang ingin dituju ialah kepribadian Muhsin,12 bukan sekedar muslim.13
10 Ibid, h. 6. 11 Tim Penyusun IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta:
Djambatan, 1992), h. 771. 12 Dalam nomenklatur Islam dikenal istilah-istilah: mukmin, muslim dan muhsin, yang
berbeda secara gradual. Mukmin: sekedar beriman kepada Allah dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul, tetapi belum tentu mengamalkannya. Muslim: beriman, mengamalkan secara konsekuen dan selalu merasa dekat dengan Allah dan Rasulnya. Muhsin: memiliki perilaku yang lebih
17
Apa yang telah dikemukakan oleh Mastuhu tentang tujuan pendidikan
pesantren tersebut diatas jika dikontekskan dengan konteks keIndonesiaan
(Tujuan Pendidikan Nasional) maka belum mencangkup secara keseluruhan,
artinya peran pesantren yang merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam
masih belum terasa jelas peranannya dalam pembangunan bangsa. Oleh karena
itu maka kita perlu melihat bagaimana tujuan pendidikan pesantren jika dalam
konteks tujuan pendidikan Nasional.
Mengacu kepada tuntutan makro serta mikro pendidikan Nasional
Indonesia, maka pendidikan pondok pesantren harus memadukan tujuan
pendidikan nasional dengan tujuan pendidikan pesantren agar menghasilkan
sosok santri yang memiliki beberapa kompetensi lulusan seperti yang
dikemukakan M.M Billah sebagaimana dikutip oleh Pupuh Faturrahman yaitu
menciptakan sosok santri yang memiliki:
1. Religious Skillfull People, yaitu insan yang akan menjadi tenaga-tenaga
terampil, ikhlas, cerdas mandiri, tetapi sekaligus mempunyai iman yang
teguh, dan utuh sehingga religius dalam sikap dan perilaku, yang akan
mengisi kebutuhan tenaga kerja di dalam berbagai sektor pembangunan.
2. Religious Community Leader, yaitu insan Indonesia yang ikhlas, cerdas dan
mandiri dan akan menjadi penggerak yang dinamis di dalam transformasi
sosial budaya (madani) dan sekaligus menjadi benteng terhadap ekses
negatif pembangunan dan mampu membawakan aspirasi masyarakat, dan
melakukan pengendalian sosial (social control).
3. Religious Intelectual, yang mempunyai integritas kukuh serta cakap
melakukan analisa ilmiah dan concern terhadap masalah-masalah sosial.
Dalam dimensi sosialnya, pondok pesantren dapat menempatkan posisinya
pada lembaga kegiatan pembelajaran masyarakat yang berfungsi
menyampaikan teknologi baru yang cocok buat masyarakat sekitar dan
mendalam dari pada muslim. Pengabdiaannya kepada Tuhan dilakukan semata-mata karena rasa cinta kepadanya, tanpa ada rasa kepentingan dan takut, dan rasa cinta itu sudah mendarah daging merupakan bagian dari biological menchanism. Lihat: Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan: Suatu Kajian Tentang Unsur-Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994), h. 54.
13 Ibid, h. 55-56.
18
memberikan pelayanan sosial dan keagamaan, sekaligus pula memfungsikan
sebagai laboratorium sosial, dimana pondok pesantren melakukan
eksperimentasi pengembangan masyarakat, sehingga tercipta keterpaduan
hubungan antara pondok pesantren dengan masyarakat secara baik dan
harmonis, saling menguntungkan dan saling mengisi.14
Akhirnya tujuan pendidikan pondok pesantren dapat didefinisikan
kepada; memelihara dan mengembangkan fitrah peserta didik (santri) untuk
taat dan patuh kepada Allah SWT, mempersiapkannya agar memiliki
kepribadian muslim, membekali mereka dengan berbagai ilmu pengetahuan
untuk mencapai hidup yang sempurna, menjadi anggota masyarakat yang
baik dan bahagia lahir dan batin, dunia dan akherat.
Model pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha adalah
model pendidikan pesantren yang berupaya untuk mencapai tujuan
pendidikan diatas. Model pendidikan pesantren yang tidak menutup dari
perkembangan zaman (globalisasi), yang mana pada zaman sekarang ini,
manusia dituntut untuk memiliki keterampilan tertentu jika mau bersaing
dan bertahan dalam kehidupannya.
Model dan implementasi pendidikan pesantren ini lain dari model
pendidikan pesantren pada umumnya, yang mana model pendidikan di
Pesantren ini tujuannya adalah menghasilkan sosok santri yang mampu :
1. Memiliki Kebeningan Hati (Qolbum Salim)
2. Mandiri dan Bertanggungjawab
3. Berjiwa Kepemimpinan (Leadership)
4. Bermental Wirausaha (Entreperneurship)
5. Mengaplikasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari
Untuk mencapai tujuan tersebut, dibutlah suatu program pendidikan
sebagai usaha dalam membentuk generasi muda yang berakhlakul karimah
dan mempunyai kemampuan berwirausaha. Karena dalam mengahadapi
derasnya laju kemajuan, baik itu kemajuan teknologi, ekonomi, dan bisnis,
14 Pupuh Faturrahman, Pengembangan Pondok Pesantren: Analisis Terhadap
Keunggulan Sistem Pendidikan Terpadu, Lektur Seri XVI/ 202, h. 322-323.
19
tentu dibutuhkan suatu keahlian yang praktis dalam menghadapinya. Model
pendidikan ini diharapkan mampu menumbuhkan jiwa entrepreneur bagi
seorang Muslim, sehingga ia mampu hidup tanpa tergantung pada orang lain.
Minimal ia dapat hidup mandiri dan tidak menjadi beban siapapun dan
kehadirannya akan menjadi manfaat bagi umat, demi tegaknya syiar Islam
yang kokoh, baik itu akhlaknya, pondasi iman yang kuat, dan yang tidak kalah
penting, yaitu kekuatan dibidang ekonomi dan kemandirian yang nyata.15
B. Unsur dan Karakteristik Pendidikan Pesantren Berbasis Akhlak Plus
Wirausaha
Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai sejarah
panjang dan unik. Secara historis, termasuk pendidikan Islam yang paling
awal dan masih bertahan sampai sekarang. Berbeda dengan lembaga
pendidikan yang muncul kemudian, pesantren telah sangat berjasa mencetak
kader-kader ulama, dan kemudian berperan aktif dalam penyebaran agama
Islam dan transfer ilmu pengetahuan. Namun dalam perkembangannya,
pesantren telah mengalami transformasi yang memungkinkannya kehilangan
identitas jika nilai-nilai tradisionalnya tidak dilestarikan.16
Unsur-unsur yang melekat pada lembaga pendidikan pesantren
menurut Zamaksyari Dofier ada 5, yaitu kiai, pondok, masjid, santri,dan
pengajaran kitab-kitab klasik. Namun, berdasarkan kenyataannya, sekarang
unsur-unsur pokok lembaga pendidikan pesantren tidak hanya terdapat lima
unsur an sich, dapat ditemukan di lembaga pendidikan pesantren sekarang
yaitu kyai, pondok, masjid, santri, pengajaran ilmu-ilmu agama,
madrasah,/pengajian, lembaga ekonomi, perpustakaan, tempat keterampilan
(pendidikan vokasional). Yang mana penambahan dan pengurangan unsur-
15 Tim MQ Publishing, Welcome To Daarut Tauhiid: Berwisata Rohani, Melapangkan
Hati (Bandung: MQ Publishing, 2003), h. 52-53. 16 Abudin Nata, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga
Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Grasindo, 2001), h.101...
20
unsur pesantren ini menunjukkan tentang tipologi dan modernisasi sebuah
pesantren. 17
Dewasa ini, banyak sekali ditemukan pendidikan pesantren yang
mempunyai spesifikasinya masing-masing. Asep muhyiddin18 dalam semiloka
perencanaan strategi yayasan Daarut Tauhiid yang bertajuk ”Dialektika
Pesantren, Perubahan Zaman dan Transformasi Sosial” membagi pendidikan
pesantren menjadi 5 tipologi yaitu; yang pertama, pesantren salafi, dengan ciri
khas kitab-kitab klasik, metode yang digunakan masih tradisional (wetonan,
sorogan, halaqah dan hafalan) yang mana pesantren model ini berfungsi
sebagai lembaga pendidikan yang mentransmisi ilmu-ilmu Islam, pemelihara
tradisi-tradisi Islam, dan pencetak para ulama. Yang kedua, Pesantren Khalafi,
yaitu pesantren yang terbuka dan modern. Pesantren yang tidak hanya
mengajarkan kitab-kitab klasik saja tetapi juga pelajaran umum. Pesantren
yang berbasis kebahasaan, vokasional, madrasah atau sekolah dengan ijazah
formal. Yang ketiga, pesantren campuran; yaitu kombinasi antara kedua unsur
tadi. Yang keempat, Pesantren konsentrasi ilmu-ilmu agama; Pesantren al
Qur’an, Pesantren Tahfidz, Pesantren Hadist, Pesantren Fiqh, Pesantren
Bahasa dan lain-lain. Yang kelima, pesantren berbasis pengembangan usaha;
Pesantren Pertanian, Pesantren Keterampilan, Pesantren agrobisnis, Pesantren
Kelautan dan lain-lain. Dan yang keenam, Pesantren berbasis budaya.19
Adapun Prof. Dr. Haidar Putra Daulay, dalam bukunya ”Pendidikan
Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional Indonesia”, membagi pola
pendidikan pesantren menjadi 5 pola berdasarkan karakteristiknya yaitu:
a. Pola I
Pesantren pola I yang dimaksud dalam tulisan ini adalah pesantren
yang masih terikat kuat dengan sistem pendidikan Islam sebelum zaman
pembaruan pendidikan Islam di Indonesia. Ciri-ciri pola I adalah pertama,
pengkajian kitab-kitab klasik semata-mata. Kedua, memakai metode sorogan,
17 Asep Muhyiddin, “Dialektika Pesantren, Perubahan Zaman dan Transformasi Sosial”
dalam semiloko perencanaan strategi Yayasan Daarut Tauhiid Bandung. 18 Dekan Fakultas Dakwah Komunikasi UIN Bandung 19 Asep Muhyiddin, op.cit.
21
wetonan, dan hafalan dalam berlangsungnya proses belajar mengajar. Ketiga,
tidak memakai sistem klasikal, pengetahuan seseorang diukur dari sejumlah
kitab-kitab yang telah dipelajarinya dan kepada ulama mana ia berguru.
Keempat, tujuan pendidikan adalah untuk meninggikan moral, melatih, dan
mempertinggi semangat menghargai nilai-nilai spiritual, dan kemanusiaan,
mengajarkan sikap dan tingkah laku yang jujur dan bermoral, serta
menyiapkan para santri untuk hidup dan bersih hati.
Sebagian dari pesantren pola I ini ada yang lebih mengkhususkan diri
kepada satu bidang tertentu, misalnya keahlian Fiqh, Hadits, Bahasa Arab,
Tasawuf, ataupun lainnya. Oleh karena itulah sering seorang santri pindah dari
satu pesantren ke pesantren lainnya yang menjadi pola spesifik pesantren yang
dituju.20
b. Pola II
Pesantren pola II adalah merupakan pengembangan daari pesantren
pola I. Kalau pola I inti pelajaran adalah pengkajian kitab-kitab klasik dengan
menggunakan metode sorogan, wetonan, dan hafalan, sedangkan pada
pesantren pola II ini l ebih luas dari pada itu. Pada pesantren pola II, inti
pelajaran tetap menggunakan kitab-kitab klasik yang diajukan dalam
berbentuk klasikal dan non klasikal. Disamping itu, diajarakan ekstra
kurikuler seperti keterampilan dan praktik keorganisasian.
Pada bentuk klasikal, tingkat pendidikan dibagi kepada jenjang
pendidikan dasar (ibtidaiyyah) 6 tahun, jenjang pendidikan atas (tsanawiyah) 3
tahun, dan jenjang pendidikan atas (aliyah) 3 tahun. Diluar waktu pengajaran
klasikal di pesantren pola II ini diprogramkan pula sistem non klasikal, yakni
membaca kitab-kitab klasik dengan metode sorogean atau wetonan. Pimpinan
pesantren telah mengatur jadwal pengkajian tersebut lengkap dengan waktu,
kitab yang akan dibaca dan ustadz yang akan mengajarkannya. Para santri
bebas memilih kitab apa yang diikutinya untuk dibaca.21
20 Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional Indonesia,
(Jakarta: Kencana, 2004), h. 28 21 Ibid, h. 29.
22
Selain dari materi pelajaran ilmu agama lewat kitab-kitab klasik, di
pesantren ini juga diajarkan sedikit pengetahuan umum, keterampilan, latihan
berorganisasi, olahraga, dan lain-lain.
c. Pola III
Pesantren pola III adalah pesantren yang didalamnya program
keilmuan telah diupayakan menyeimbangkan antara ilmu agama dan umum.
Ditanamkan sikap positif terhadap kedua jenis ilmu itu kepada santri. Selain
dari itu dapat digolongkan kepada ciri pesantren pola III ini adalah penanaman
berbagai aspek pendidikan, seperti kemasyarakatan, keterampilan, kesenian,
kejasmanian, kepramukaan dan sebagian dari pesantren pola III telah
melaksanakan program pengembangan masyarakat.22
Struktur kurikulum yang dipakai pada pesantren pola III ini ada yang
mendasarkannya kepada struktur madrasah negeri dengan memodifikasi mata
pelajaran agama, dan ada pula yang memakai kurikulum yang dibuat oleh
pondok sendiri. Pengajaran ilmu-ilmu agama pada pesantren pola III ini tidak
mesti bersumber dari kitab-kitab klasik.
d. Pola IV
Pesantren pola IV, adalah pesantren yang mengutamakan pengajaran
ilmu-ilmu keterampilan disamping ilmu-ilmu agama sebagai mata pelajaran
pokok. Pesantren ini mendidik para santrinya untuk memahami dan dapat
melaksanakan berbagai keterampilan guna dijadikan bekal hidupnya. Dengan
demikian kegiatan pendidikannya meliputi kegiatan kelas, praktik di
laboraturim, bengkel, kebun/ lapangan.23
e. Pola V
Pesantren pola V, adalah pesantren yang mengasuh beraneka ragam
lembaga pendidikan yang tergolong formal dan non formal. Pesantren ini juga
dapat dikatakan sebagai pesantren yang lebih lengkap dari pesantren yang
telah disebutkan diatas. Kelengkapannya itu ditinjau dari segi
keanerakagaman bentuk pendidikan yang dikelolanya.
22 Ibid, h. 29. 23 Ibid, h. 30.
23
Di pesantren ini ditemukan madrasah, sekolah, perguruan tinggi,
pengkajian kitab-kitab klasik, majelis taklim, dan pendidikan keterampilan.
Pengajian kitab-kitab klasik di pesantren ini dijadikan sebagai materi yang
wajib diikuti oleh seluruh santri yang mengikuti pelajaran di madrasah,
sekolah dan perguruan tinggi. Sementara itu ada santri yang secara khusus
mengikuti pengajian kitab-kitab klasik saja.24
Berdasarkan karakteristik diatas pendidikan pesantren berbasis akhlak
plus wirausaha menurut tipologi asep muyiddin adalah salah satu model
pendidikan pesantren yang berbasis pengembangan usaha, dan merupakan
pola pendidikan pesantren menurut Prof. Dr. Haidar Putra Dualaydengan
karakteristik model pendidikan pesantren pola IV, ciri-ciri lainnya ialah lebih
menekankan akhlak dan keterampilan wirausaha kepada santri-santrinya
disamping juga mengajarkan ilmu-ilmu agama (seperti fiqh ibadah,
muamalah, dan sebagainya) masa pendidikannya yang cukup singkat, metode
pembelajaran yang sarat fasilitas dan teknologi modern, lebih menekankan
pada kemampuan vokasional tetapi tetap dalam bingkai akhlak dan
manajemen qolbu adalah ciri utama model pendidikan ini, dengan materi
kurikulum yang telah disesuaikan.25
Pada dasarnya, pesantren hanya mengajarkan ilmu dengan sumber
kajian atau mata pelajarannya kitab-kitab yang ditulis atau berbahasa Arab.
Sumber-sumber tersebut mencakup Al Qur’an, beserta tajwid dan tafsirnya,
aqaid dan ilmu kalam, fiqh dan ushul fiqh, al hadits dan mushthalahah al
hadits, bahasa Arab dengan seperangkat ilmu alatnya, seperti nahwu, sharaf,
bayan, ma’ani, badi’ dan ’arudh, tarikh, manthiq dan tasawuf. Sumber-
sumber kajian ini biasa disebut sebagai ”kitab-kitab kuning”.26
Adapun sistem pendidikan yang digunakan untuk pengajaran kitab-
kitab kuning adalah dengan menggunakan metode sorogan, bandongan,
hafalan dan halaqah.
24 Ibid., h. 30. 25 Asep Muhyiddin, loc.cit. 26 M. Sulthon Masyhud, dan Moh. Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta:
Diva Pustaka, 2003), h. 89.
24
Istilah sorogan berasal dari kata sorog (jawa) yang berarti
menyodorkan. Sebab setiap santri secara bergilir menyodorkan kitabnya
dihadapan kyai atau badal (pembantunya).
Dalam bentuknya yang asli, cara belajar pada pondok pesantren dilukiskan
oleh H. Aboebakar Aceh sebagaimana dikutip oleh M. Ridwan Nasir
mengatakan;
Guru atau kyai biasanya duduk di atas sepotong sajadah atau sepotong kulit kambing atau kulit biri-biri, dengan sebuah atau dua buah bantal dan beberapa jilid kitab disampingnya yang diperlukan, sedang murid-muridnya duduk mengelilinginya, ada yang bersimpul, ada yang bertopang dagu, bahkan ada yang sampai bertelungkup setengah berbaring, sesuka-sukanya mendengar sambil melihat lembaran kitab-kitab dibacakan gurunya. Sepotong pensil murid-muridnya itu minuliskan catatan-catatan dalam kitabnya mengenai arti atau keterangan yang lain. Sesudah guru membaca kitab-kitab Arab yang gundul tidak berbaris itu, menterjemahkan dan memberikan keterangan yang perlu, maka dipersilahkan salah seorang murid membaca kembali matan, lafadz yang sudah diterangkannya itu. Dengan demikianmurid-murid itu terlatih dalam pempinan gurunya tidak saja dalam mengartikan naskah-naskah Arab itu, tetapi juga dalam membaca bahasa Arab itu dengan mempergunakan pengetahuan ilmu bahasanya atau Nahwu. Demikian ini dilakukan bergilir-gilir dari pagi sampai petang, yang diikuti oleh murid-murid yang berkepentingan sampai kitab ini tamat dibacanya.27
Adapun metode bandongan adalah sistem pengajaran secara
kolektif yang diajarkan secara kolektif yang dilaksanakan di pesantren,
dimana seorang santri mendatangi seorang kyai/ ustadz yang membaca,
menerjemahkan, menerangkan, dan sekaligus mengulas kitab Islam
tertentu yang berbahasa Arab. Setiap santri menyimak dan memperhatikan
kitabnya masing-masing dan membuat catatan-catatan (baik arti maupun
keterangan) tentang kata-kata atau buah pikiran yang sulit. Kelompok dari
27 H. M. Ridlwan Nasir, op.cit., h. 112.
25
sistem bandongan ini disebut halaqah, yang berarti sekelompok santri yang
belajar dibawah bimbingan seorang kyai/ ustadz.”28
Dalam sistem bandongan biasanya seorang kyai/ ustadz
menggunakan bahasa daerah setempat dan langsung menterjemahkan
kalimat demi kalimat dari kitab yang dipelajarinya.29
Sedangkan metode halaqah artinya diskusi untuk memahami isi
kitab, bukan untuk mempercayakan kemungkinan benar salahnya apa-apa
yang diajarkan oleh kitab, tetapi untuk memahami apa maksud yang
diajarkan oleh kitab. Santri yakin bahwa kiai tidak akan mengajarkan hal-
hal yang salah, dan mereka juga yakin bahwa isi kitab yang dipelajari
adalah benar.30
Ketiga metode pengajaran tersebut biasanya diberlakukan hampir
di seluruh pesantren tradisional yang ada di Indonesia. Namun selain dari
ketiga metode tersebut, sekarang banyak dijumpai pesantren-pesantren
(pesantren khalaf) yang memakai metode pengajaran yang modern
didukung pula dengan media pembelajaran yang modern.
C. Ahklak sebagai Jiwa Wirausaha
Akhlak berasal dari Bahasa Arab, jama’ dari kata “khuluqun yang berarti
budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat”. Kata tersebut memiliki
persesuain dengan kata “khalqun berarti kejadian serta erat hubungannya
dengan khaliq yang berarti pencipta.31
Akhlak menurut al-Ghazali adalah gerakan dalam jiwa yang suci
bersumber pada perbuatan yang memberikan kemudahan tanpa membutuhkan
pemikiran. Jika perbuatan yang bersumber darinya baik maka dinamakan
28 Ismail SM, “Signifikasi Peran Pesantren dalam Pengembangan Masyarakat Madani”
dalam Ismail SM dan Abdul Mukti, Pendidikan Islam, Demokratisasi dan Masyarakat Madani, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), h. 200.
29 Mastuhu, op.cit., h. 61 30 Ibid, h. 61 31 Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah, (Bandung:
Diponegoro,1996), h. 11
26
akhlak baik. Apabila perbuatan tersebut bersumber pada perbuatan jelek maka
dinamakan akhlak buruk.32
Akhlak menurut Daud Ali adalah “keadaan yang melekat pada jiwa
manusia yang melahirkan perbuatan mungkin baik mungkin buruk”.33
Ibnu Qudamah menyebutkan dalam kitab Mukhtashar Minhaj al-Qashidin.
Sebagaimana dikutip oleh Farid bahwa “Akhlak merupakan ungkapan tentang
kondisi jiwa yang bisa menghasilkan perbuatan tanpa membutuhkan pemikiran
dan pertimbangan.34
Dari beberapa definisi tersebut, dapat dijelaskan bahwa Akhlak merupakan
keadaan yang melekat pada jiwa manusia tanpa melalui pemikiran dan
pertimbangan yang melahirkan perbuatan baik maupun buruk. Dapat dikatakan
sebagai percerminan akhlak apabila dilakukan berulang-ulang dan timbul
dengan sendirinya tanpa dipikirkan terlebih dahulu karena telah menjadi suatu
kebiasaan.35
Jenis-jenis akhlak dibagi menjadi beberapa bagian, yang pertama, akhlak
terhadap Allah,36 yang kedua, akhlak terhadap sesama,37 yang ketiga akhlak
kepada diri sendiri38 dan yang keempat, akhlak kepada alam.39
Tentang wirausaha, di dalam banyak literatur, antara istilah wiraswasta
dengan wirausaha sering berganti tempat, alias artinya dianggap sama.
Memang ada sebagian ahli membedakan pengertian kedua istilah tersebut,
32 Abu Hamid al Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, juz VII-IX, (Beirut: Daarul Fikr,1980), h. 96.
maksud dari tanpa membutuhkan pikiran yaitu segala gerakan anggota badan adalah buah yang terguris di dalam hati, segala amal perbuatan adalah hasil budi pekerti. Lih: Ismail Ya'kub, Ihya al Ghazali, Jilid 3, (Semarang: CV.Faizan, 1978), Cet. 2, h. 608.
33 Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), h. 345
34 Farid bin Gasim Anuz, Bengkel Akhlak, (Jakarta: Darul Falah, 2002), h. 16 35 Muhammad Daud Ali, op.cit., h. 348. 36 Meliputi: mengimani dengan baik dan benar, membenarkan segala firmannya, mentaati
perintah dan menjauhi larangannya, mencintainya, senantiasa mengingatnya, senantiasa memujinya, mengesakannya, mensyukuri nikmatnya dan bertawakal padanya.
37 Meliputi: mengikuti jejak rasul, menghormati keberadaan rasul, menghormati para ulama, mentaati ulil amri.
38 Meliputi: menjaga mata, telinga, lisan, hati, kemaluan (farji), tangan, dan kaki 39 Meliputi: menyayangi binatang, menyayangi tumbuh-tumbuhan dan lain-lain
27
Tetapi pembedaan itu tidaklah terlalu signifikan. Kamus Besar Bahasa
Indonesia juga tidak membedakan arti kedua istilah tersebut.40
Adapun wirausaha dalam bahasa Indonesia merupakan gabungan dari
kata wira dan usaha, wira diartikan gagah, berani, perkasa. Sedangkan usaha
diartikan sebagai bisnis, sehingga istilah wirausaha dapat diartikan sebagai
orang yang berani atau perkasa dalam usaha/ bisnis.41
Istilah wiraswasta berasal dari dua kata, yakni ‘wira’ dan ‘swasta’.
Wira memiliki arti berani, utama, atau perkasa. Sedangkan swasta ternyata
juga berasal dari dua kata, yakni ‘swa’ dan ‘sta’. Swa artinya sendiri, dan sta,
berarti berdiri. Jadi, swasta bisa dimaknai berdiri di atas kekuatan sendiri.
Disini yang perlu diperjelas adalah makna ‘kekuatan sendiri’. Makna dari
‘kekuatan sendiri’ bukanlah kegiatan usaha yang dilaksanakan secara
sendirian, melainkan lebih mengacu kepada sikap mental yang tidak
bergantung pada orang lain. Dalam memecahkan masalah-masalah yang
dihadapi, ia lebih mengandalkan pada kekuatan sendiri daripada minta
bantuan orang lain. Jadi, pengertian ‘menggunakan kekuatan sendiri’ bisa
dikenakan pada usaha sendiri maupun bekerja sebagai karyawan.42
Istilah wirausaha atau wiraswasta juga merupakan terjemahan dari kata
entrepreneur. Entrepreneur sendiri berasal dari bahasa Perancis yang
kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan arti between taker
atau go-between. Contoh yang sering digunakan untuk menggambarkan
pengertian ‘go-between’ atau ‘perantara’ ini adalah pada saat Marcopolo yang
mencoba merintis jalur pelayaran dagang ke timur jauh. Untuk melakukan
perjalanan dagang tersebut, Marcopolo tidak menjual barangnya sendiri. Dia
hanya membawa barang seorang pengusaha melalui penandatanganan kontrak.
Dia setuju menandatangani kontrak untuk menjual barang dari pengusaha
40 "Pengertian wirausaha dan Wiraswasta", http://www. E-dukasi.net/mapok/mp.full.php?id=183, tanggal akses 17 Oktober 2009.
41 Arman Hakim Nasution, Bustanul Arifin Nur dan Mohk. Suef, Entrepreneurship Membangun Spirit Teknopreneurship, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2007), h. 2.
42 Ibid, h. 3
28
tersebut. Dalam kontrak ini dinyatakan bahwa si pengusaha memberi
pinjaman dagang kepada Marcopolo. Dari penjualan barang tersebut,
Marcopolo mendapat bagian 25%, termasuk asuransi. Sedangkan pengusaha
memperoleh keuntungan lebih dari 75%. Segala macam resiko dari
perdagangan tersebut ditanggung oleh pedagang, dalam hal ini Marcopolo.43
Jadi, pada masa itu wiraswasta digambarkan sebagai usaha, dalam hal
contoh ini perdagangan, yang menggunakan modal orang lain, dan
memperoleh bagian (yang lebih kecil daripada pemilik modal) dari usaha
tersebut. Di sini, segala resiko usaha tersebut menjadi tanggungan
wiraswastawan. Pemilik modal tidak menanggung resiko apapun.
Sekitar abad lima belas, pengertian entrepreneur mengalami
pergeseran. Saat itu istilah entrepreneur dipakai untuk melukiskan seseorang
yang memimpin proyek produksi. Berbeda dengan zamannya Marcopolo,
orang ini tidak menanggung resiko apapun. Tetapi ia bertanggungjawab
menyediakan sumber-sumber yang diperlukan. Entrepreneur pada masa ini
berbentuk klerikal, yakni orang yang bertanggungjawab dalam pekerjaan
arsitek, seperti untuk pekerjaan bangunan istana.
Jika kita ikuti perkembangan makna pengertian entrepreneur, memang
mengalami perubahan-perubahan. Namun, sampai saat ini, pendapat Joseph
Schumpeter pada tahun 1912 masih diikuti banyak kalangan, karena lebih
luas. Menurut Schumpeter, seorang entrepreneur tidak selalu seorang
pedagang (businessman) atau seorang manager, ia adalah orang yang unik
yang berpembawaan pengambil resiko dan yang memperkenalkan produk-
produk inovatif dan tekhnologi baru ke dalam perekonomian.44
Pandangan tentang entrepreneur tidak selalu seorang pedagang atau
seorang manager, mendapat dukungan dari beberapa ahli, dalam buku yang
43 "Pengertian wirausaha dan Wiraswasta" , http://www. E-dukasi.net/mapok/mp.full.php?id=183, tanggal akses 17 Oktober 2009.
44"Pengertian wirausaha dan Wiraswasta", http://www. E-dukasi.net/mapok/mp.full.php?id=183, tanggal akses 17 Oktober 2009.
29
berjudul entrepreneurship spirit teknopreneurship karya Arman Hakim
Nasution dkk, dijelaskan bahwa entrepreuneur bukanlah sekedar pedagang,
namun bermakna jauh lebih dalam, yaitu berkenaan dengan mental manusia,
rasa percaya diri, efisiensi waktu, kreativitas, ketabahan, keuletan,
kesungguhan dan moralitas dalam menjalankan usaha mandiri. Tujuan
akhirnya adalah untuk mempersiapkan setiap individu maupun masyarakat
agar dapat hidup layak sebagai manusia.45
Adapun K.H Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) juga mengatakan
“Wirausaha tidak identik dengan bisnis, melainkan keterampilan mengolah
potensi yang ada sehingga dapat bermanfaat bagi orang banyak, dalilnya
khairunnas anfauhum linnas.”46
Berbeda dengan zaman dulu, orang senang kalau menjadi karyawan
dan pegawai (ambtenar). Tapi seiring dengan perkembangan pengetahuan dan
wawasan masyarakat, mereka sudah mulai menyadari keuntungan menjadi
entrepreneur. Ditambah lagi dengan banyaknya bermunculan pengusaha baru
yang sukses dengan usahanya, ini semakin memotivasi masyarakat untuk
menjadi entrepreneur.47
Seorang entrepreneur atau wirausahawan dalam menjalankan sesuatu
selalu dengan pertimbangan yang matang dan tidak asal-asalan, itulah yang
membedakan entrepreneur sejati dengan entrepreneur asal jadi. Sehingga
dapat diketahui ciri-ciri seorang entrepreneur sejati ialah ia memiliki jiwa
wirausaha. Adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
a. Percaya Diri
Kepercayaan diri merupakan suatu paduan sikap dan keyakinan
seseorang dalam menghadapi tugas atau pekerjaan. Dalam praktik, sikap
45 Arman Hakim Nasution, Bustanul Arifin Nur dan Mohk. Suef, Entrepreneurship Membangun Spirit Teknopreneurship, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2007), h. 3.
46 Hasil Wawancara dengan Aa Gym, tanggal 1 Nov 2009 47 Yopi Hendra, Modul Motivasi Wirausaha, Santri Mukim APW Angkatan 12,
Disampaikan pada materi wirausaha santri APW 12, tanggal 14 Oktober 2009, h. 1.
30
dan kepercayaan ini merupakan sikap dan keyakinan untuk memulai,
melakukan dan menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan yang dihadapi.
Oleh sebab itu kepercayaan diri memiliki nilai keyakinan, optimis,
individualitas, dan ketidaktergantungan. Seseorang yang memiliki
kepercayaan diri cenderung memiliki keyakinan akan kemampuannya
untuk mencapai keberhasilan.48
b. Berorientasi pada tugas dan hasil
Seseorang yang selalu mengutamakan tugas dan hasil, adalah
orang yang selalu mengutamakan nilai-nilai motif berprestasi, berorientasi
pada laba, ketekunan dan ketabahan, tekad kerja keras, mempunyai
dorongan kuat, energik, dan berinisiatif. Berinisiatif artinya selalu ingin
mencari dan memulai. Untuk memulai diperlukan niat dan tekad yang
kuat, serta karsa yang besar. Sekali sukses atau berprestasi, maka sukses
berikutnya akan menyusul, sehingga usahanya semakin maju dan semakin
berkembang.49
c. Keberanian mengambil resiko
Kemauan dan kemampuan untuk mengambil resiko merupakan
salah satu nilai utama dalam kewirausahaan. Wirausaha yang tidak mau
mengambil resiko akan sukar memulai atau berinisiatif.50
Wirausaha adalah orang yang lebih menyukai usaha-usaha yang
lebih menantang untuk mencapai kesuksesan. Dengan demikian,
keberanian untuk menanggung resiko yang menjadi nilai kewirausahaan
adalah pengambilan resiko yang penuh dengan perhitungan dan realistik.
Kepuasan yang besar diperoleh apabila berhasil dalam melaksanakan
tugas-tugasnya secara realistik. Artinya, wirausaha menyukai tantangan
yang sukar namun dapat dicapai. Wirausaha menghindari situasi resiko
yang rendah karena tidak ada tantangan dan menjauhi situasi resiko yang
tinggi karena ingin berhasil.
48 Adrianto, Modul Mental Wirausaha Santri Mukim APW Angkatan 12, Disampaikan
pada kegiatan santri APW angkatan 12 di Aula Daarul Hidayah, Bandung, Jawa Barat. 49 Ibid. 50 Ibid
31
d. Kepemimpinan
Seorang wirausaha yang berhasil selalu memiliki sifat
kepemimpinan, kepeloporan, keteladanan. Ia selalu ingin tampil berbeda
lebih dulu dan lebih menonjol. Dengan menggunakan kemampuan
kreativitas dan keinovasian, ia selalu menampilkan barang dan jasa-jasa
yang dihasilkannya dengan lebih cepat, lebih dulu dan segera berada di
pasar.51
e. Berorientasi ke masa depan
Orang yang berorientasi ke masa depan adalah orang yang
memiliki perspektif dan pandangan ke masa depan. Karena ia memiliki
pandangan yang jauh ke masa depan, maka selalu berusaha untuk berkarsa
dan berkarya. Kuncinya pada kemampuan untuk menciptkan sesuatu yang
baru dan berbeda dengan yang sudah ada sekarang. Meskipun dengan
resiko yang mungkin terjadi, ia tetap tabah untuk mencari peluang dan
tantangan demi pembaharuan masa depan. Pandangan yang jauh ke depan,
membuat wirausaha tidak cepat puas dengan karsa dan karya yang sudah
ada sekarang. Oleh sebab itu, ia selalu mempersiapkannya dengan mencari
suatu peluang.52
f. Kreatif inovatif
Kreativitas adalah berpikir sesuatu yang baru (thinking new things)
dan keinovasian adalah melakukan sesuatu yang baru (doing new things).
Kreatifitas diartikan sebagai kemampuan mengembangkan ide-ide baru
dan untuk menemukan cara-cara baru dalam memecahkan persoalan dan
mencari peluang.53
Keinovasian diartikan sebagai kemampuan untuk menerapkan
kreatifitas dalam rangka memecahkan persoalan-persoalan dan peluang
untuk mempertinggi dan meningkatkan taraf hidup. Oleh karena itu
kewirausahaan adalah “thinking and doing new things or old thinks in new
51 Ibid. 52 Ibid. 53 Ibid.
32
ways” Kewirausahaan adalah berpikir dan bertindak dengan sesuatu yang
baru atau berpikir sesuatu yang lama dengan cara-cara baru.54
Jiwa wirausaha yang kuat dan sempurna harus dibingkai dengan
akhlak yang mulia, sehingga orientasi orang mempunyai jiwa ini bukan hanya
mencari keuntungan dunia, namun juga keuntungan akheratnya.
Akhlak sebagai jiwa wirausaha adalah unsur yang paling penting untuk
mencapai keuntungan dunia dan akherat. Sehingga dengan akhlak ini nantinya
akan didapati seorang yang punya rasa percaya diri dan yakin untuk mencapai
keberhasilan, tetapi tidak membuatnya diatas langit (sombong) dan tetap
bertawakal kepada Allah. Akan pula didapati seseorang yang memiliki jiwa
wirausaha yang berorientasi pada tugas dan hasil, namun ketika hasilnya tidak
sesuai dengan yang dia inginkan, dia tidak akan stress, karena akhlak
mengajarinya berprasangka baik kepada Allah.55 Ketika mempunyai jiwa
berani dalam mengambil resiko, ia akan berani jika resiko yang dia ambil
tidak melanggar aturan Allah, jika ia kreatif dan inovatif ia akan
menggunakaan kekreatifan dan keinovatifannya sebagai jalan untuk
mendekatkan diri pada Allah dan jika ia mempunyai jiwa berorientasi pada
masa depan, maka ia akan berorientasi bagaimana masa depannya bisa banyak
berguna bagi mahluk-mahluk Allah. Intinya orang yang menjadikan akhlak
sebagai jiwa wirausaha akan selalu berusaha untuk selalu mengedepankan
akhlak dalam segala usahanya.
Akhlak dalam membangun jiwa wirausaha terdapat beberapa jenis,
seperti yang telah disinggung pada uraian sebelumnya, yang pertama akhlak
kepada Allah; bentuk perbuatan yang termasuk akhlak terhadap Allah tentulah
sangat kompleks, sekompleks apa yang diajarkan dalam al-Qur’an dan Hadits,
karena dari keduanyalah akhlak kepada-Nya itu bersumber. Namun demikian
untuk memudahkan pemahaman kita, bentuk perbuatan yang termasuk akhlak
54 Ibid. 55 Kahar Mashur, op.cit., h. 30.
33
kepada Allah itu dikelompokkan dalam pokok-pokok yang lebih sederhana,
meliputi;
1. Mengimani dengan baik dan benar
Adapun cara yang harus ditempuh agar dapat mengenali-Nya
dengan baik dan benar, tidak lain adalah dengan cara membaca ayat-ayat-
Nya. Oleh karena itu, bersama dengan niat untuk berakhlak kepada Allah
juga harus dibarengi dengan peningkatan terhadap pengenalan Allah.
Sehingga manusia lebih pandai memposisikan diri di hadapan-Nya dan
lebih berakhlakul karimah kepada-Nya.56
2. Membenarkan segala firman-Nya
Dengan membenarkan segala yang difirmankan oleh Allah, berarti
kita telah mempersiapkan diri kita menjadi manusia yang hidup secara
benar. Hidup meniti kebenaran yang diajarkan oleh Allah berarti kita telah
memposisikan diri sebagai penghamba-Nya. Itulah wujud akhlakul karimah
kepada Allah.57
3. Mentaati perintah dan menjauhi segala larangan-Nya
Ketaatan dalam mejalankan segala perintah dan segala larangan Allah
bukanlah ketaatan yang berlaku secara temporal, melainkan berlaku secara
konstan selama hayat masih dikandung badan.58
4. Mencintai-Nya
Berbahagialah orang yang telah mampu mencintai Allah dengan
sebenar-benarnya cinta. Karena dengan modal cinta itu manusia akan
mempersembahkan hidupnya hanya karena cintanya kepada Allah.59
5. Senantiasa mengingat-Nya
Mengingat Allah dengan dzikir sebanyak-banyaknya mengisyaratkan
agar setiap saat kita senantiasa mengingatnya selama akal kita dalam
56 M. Nipan Abdul Halim, Menghias Diri dengan Ahklak Terpuji, (Yogyakarta: Mitra
Pustaka, 200), h. 45. 57 Ibid, h.
58 Said Hawa, Mensucikan Jiwa, (Robbani Press,1998), h. 360. 59 Ibid, h. 335.
34
keadaan sadar, kita hendaknya terus menerus mengingatnya kapan saja dan
dimana saja.60
⌧
⌧
⌧
Berkata Zakariya: "Berilah aku suatu tanda (bahwa isteriku telah mengandung)". Allah berfirman: "Tandanya bagimu, kamu tidak dapat berkata-kata dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat. Dan sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari".” (Ali Imron: 41)61
6. Senantiasa memuji-Nya
Memuji Allah adalah suatu keharusan bagi setiap hamba-Nya yang
baik. Dan Perwujudan hamba yang baik adalah hamba yang berakhlakul
karimah kepada-Nya. Maka seorang hamba yang berakhlakul karimah
kepada-Nya niscaya gemar memuji-Nya.62
7. Meng-Esakan-Nya
Salah satu pokok akhlakul karimah kepada Allah yang harus kita
tegakkan adalah meng-Esakan Allah. Mengakui ke-Maha Esaan-Nya dan
mengaktualisasikan pengakuan itu dalam kehidupan sehari-hari.63
8. Berprasangka Baik Kepada Allah
60 Kahar Mashur, Membina Moral dan Ahklak, (Jakarta: Kalam Mulia, 1987), h. 44. 61 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsir al Qur’an, al Qur’an dan
Terjemahannya, (Jakarta: Indah Press, 1994). Dalam tafsir Ibnu Katsir diterangkan: nabi Zakaria diperintahkan untuk banyak berdzikir, bertakbir dan bertasbih di waktu senja dan pagi, Lihat: Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2005), edisi revisi, h. 63.
62 Hasan Basri, Keluarga Sakinah: Tinjauan Psikologi dan Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), h. 114.
63 M. Nipan Abdul Halim, op.cit., h. 58.
35
Manusia tidak luput dari kebiasaan berprasangka terhadap segala hal
yang dihadapinya. Prasangka baik terhadap sesuatu dan prasangka yang
tidak baik akan berkembang menjadi perasaan benci. Sehingga tidak jarang
kita menyukai atau membenci sesuatu hanya berdasarkan prasangka belaka
tanpa terlebih dahulu meneliti hal yang sebenarnya.64
9. Mensyukuri Nikmat-Nya
Bersyukur kepada Allah atas segala nikmat yang telah diberikan
adalah suatu bentuk akhlakul karimah yang harus ditegakkan dalam rangka
mengabdikan diri secara total kepada-Nya. Sebagaimana firman Allah :
☺ ⌧
☺
Maka makanlah yang halal lagi baik dari rizki yang yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat-nikmat Allah, jika kalian benar-benar menghambakan diri secara total kepada-Nya.” (QS. an-Nahl:114)65
10. Tawakal Kepada-Nya
Tawakal kepada Allah berarti berserah diri kepada-Nya.
Yang kedua, akhlak terhadap sesama; akhlak kepada sesama pada
dasarnya bertolak pada keluhuran budi dalam menempakan diri kita dan
menempatkan diri orang lain pada posisi yang tepat. Ia merupakan refleksi
dari totalitas kita dalam menghambakan diri kepada Allah sehingga akhlak
yang terhadap sesama manusia semata-mata didasari oleh akhlak yang kita
persembahkan kepada-Nya. Adapun bentuk akhlak terhadap sesama adalah:
64 Kahar Mashur, op.cit., h. 30. 65 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsir al Qur’an, al Qur’an dan
Terjemahannya, (Jakarta: Indah Press, 1994). Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa Allah swt menyuruh hamba-hambanya yang mukmin agar memakan makanan dari rezeki yang halal yang diberikan Allah kepadanya dan bersyukur kepadanya sebagai pemberi nikmat dan pemberi rezeki yang Maha Esa dan tiada bersekutu. Lih: Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 4, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2005), edisi revisi, h. 650.
36
1. Mengikuti jejak Rasulullah
Mengikuti jejak Rasuullah berarti menempatkan kedudukan beliau
sebagai manusia pilihan Allah, membenarkan kerasulannya, membenarkan
risalah yang dibawanya, mentaati segala perintahnya dan menjauhi
larangannya.66
2. Menghormati keberadaan para Nabi dan rasul
Kita harus mengimani para Nabi dan Rasul sebelum Rasululllah tanpa
membeda-bedakan antara satu dengan yang lainnya, artinya mereka Semua
adalah sama manusia pilihan Allah dan sama-sama mengajarkan risalah
tauhid Allah Swt.67
3. Menghormati para ulama
Peran ulama sangatlah besar bagi sekalian umat Islam. Berkat jasa
merekalah ajaran Islam terus lestari hingga kita dan pada masa-masa
mendatang. Tanpa jasa mereka, niscaya al-Qur’an dan al-Hadits tidak akan
kita ketahui, maka hormatilah para ulama.68
4. Berbakti kepada orang tua
Salah satu pokok akhlak kepada sesama manusia adalah berbakti
kepada kedua orang tua.69 Hal ini diperintahkan secara langsung oleh
Allah dalam surat al-Isra’ ayat 23;
⌧ ☺
☺ ⌧ ⌧ ☺
☺ ☺ ☺
66 Hamzah Ya’qub, Etika Islam, (Bandung: Diponegoro, 1996), h. 145. 67 M. Nipan Abdul Halim, op.cit., h. 95. 68 Kahar Mashur, op.cit., h. 294. 69 Ibid, h. 168.
37
Dan tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (QS. al-Isra’: 23)70
5. Mentaati ulil amri
Kata ulil amri menurut bahasa berarti orang yang mengurus urusan
kita, orang yang berkewajiban memimpin kita atau pihak yang
berkewajiban memerintah kita. Termasuk didalamnya pemerintah,
pemimpin, imam, guru, pengurus organisasi dan suami.71
Yang ketiga, akhlak pada diri sendiri; pada prinsipnya akhlak
kepada diri sendiri merupakan kontrol diri yang harus dilakukan demi
keselamatan diri sendiri baik berupa perintah atau kewajiban yang erat
hubungannya dengan individu maupun larangan yang harus dihindari.
Seseorang yang melanggar perintah Allah dengan melakukan kemaksiatan
dengan cara mempergunakan anggota badan, berarti dia mendzalimi diri
sendiri dan itu akan berdampak negatif bagi dirinya.
Maka peliharalah seluruh anggota badanmu dari kemaksiatan
tersebut. Adapun anggota badan tersebut ialah:
1. Mata
Melihat hal-hal yang diharamkan oleh agama merupakan cobaan
yang sangat besar dan sangat berbahaya bagi keberagamaan kita,
merupakan sumber malapetaka. Melihat hal-hal tersebut merupakan
indikasi keinginan gejolak nafsu birahi. Memandang barang haram,
70 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsir al Qur’an, al Qur’an dan
Terjemahannya, (Jakarta: Indah Press, 1994), h. 427. Dijelaskan bahwa kamu hendaklah berbuat baik dan hormat terhadap ke dua ibu bapakmu. Janganlah sekali-kali memperdengarkan kata yang kasar dan tidak sopan bahakan kata “ah” atau “uf”. Jangan membentak mereka, tetapi hendaklah mengucapkan kata-kata yang normal, sopan dan lemah lembut dihadapan mereka. Lih: Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 5, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2005), edisi revisi, h. 32.
71 M. Nipan Abdul Halim, op.cit., h. 105.
38
lama-kelamaan akan menyebabkan munculnya anggapan bahwa hal itu
adalah biasa. Di samping itu, menimbulkan khayalan dan keinginan
dalam pikiran dan hati.72
Maka jagalah mata dari memandang empat macam
a. Memandang wanita yang bukan muhrim
b. Melihat gambar-gambar dan sejenisnya yang dapat menimbulkan
nafsu sahwat
c. Memandang sesama muslim dengan pandangan meremehkan, sinis,
penuh kebencian, dan kesombongan
d. Berusaha melihat serta mengetahui aib orang lain maupun cacatnya
karena bertujuan mencela serta menghinanya.73
Rasulullah Saw bersabda:
ما رأيت شيئا أشبه با للمم مما قال :عن ابن عا بس قال ..زنا العني النظر: ....يه وسلمأبوهريرة عن النيب صلي اهللا عل
)رواه البخاري( Diceritakan dari Ibnu Abbas, ia berkata : saya tidak ragu (saya tidak melihat adanya ketidakjelasan) tentang dosa kecil, seperti yang telah dikatakan oleh Abu Hurairah dari Nabi Muhammad Saw bersabda : … Zinanya mata adalah memandang (hal yang diharamkan)… (HR. Bukhari).74
2. Telinga
Sesungguhnya diciptakan telinga oleh Allah Swt untuk
mendengarkan ayat Allah, sunnah Rasulullah juga sebagai alat
pendengaran menuntut ilmu.75 Apabila digunakan untuk mendengarkan
hal-hal yang buruk, maka apa yang berguna menjadi bahaya sehingga
72 Abdul Aziz al Ghazali, Menahan Pandangan Menjaga Hati, terj. Abdul Hayyie al
Kattani, (Jakarta: Gema Insani, 2003), h. 98. 73 Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizibah al
Bukhari, al Ja’fi, Shohih Bukhari, Juz VII, (Beirut Libanon: Daarul Kitab al Ilmiah, 1992), h. 168. 74 Abdul Aziz al Ghazuli, Menahan Pandangan Menjaga Hati, terj. Abdul Hayyie al
Kattani, (Jakarta: Gema Insani, 2003), h. 54. 75 Ibid, h. 88
39
penyebab keberuntungan berubah menjadi penyebab kebinasaan dan
sebagai puncak kerugian.76
3. Lisan
Lisan diciptakan untuk memperbanyak dzikrullah, membaca kitab-
Nya dan memberi petunjuk kepada makhluk-Nya agar tat kepada-
Nya.77 Secara khusus, lisan merupakan proyektor hati. Setiap kata yang
terucap akan membahas di dalam hati dan akan tergores di dalam benak
dengan demikian hatipun akhirnya berkecenderungan melakukan
penyimpangan. Demikian pula bila lisan mengobral kata yang tidak
berguna, maka hatipun menjadi pekat dan akhirnya mematikan hati.78
4. Hati
Menundukkan pandangan adalah jalan untuk menjaga hati, karena
hati awalnya bebas dari penyakit tapi kemudian pancaindera
mengotorinya dengan masukan-masukan yang diberikan. Pandangan
mata adalah perangkat yang memasukkan data-data penglihatan ke
dalam hati dan mengukir gambar-gambar dilihatnya ke dalam dan hati
menjadi sibuk memikirkannya.79
Gambaran yang terlintas dalam hati adalah lebih sukar dilepas, itu
merupakan permulaan dari kebaikan atau kejahatan. Karena dari itulah
munculnya kehendak, angan-angan dan kemajuan yang keras. Orang
yang dikuasai oleh bayangan dalam hati dan pikiran, hawa nafsunya
akan mendominasi hingga mudah terjerat dalam kemaksiatan dam
kekejian lebih-lebih bila bayangan itu terlintas secara berulang-ulang
dalam hati hingga akhirnya menjadi angan yang batil.80
Rasulullah Saw bersabda:
76 Muhammad Nawawi al Jawi, Maraqil Ubudiyah, (Semarang: Toha Putra, t.th), h. 63. 77 Ibid, h. 208. 78 Imam al Ghazali, Teosofi al Qur’an, Terj. Lukman Hakim, (Surabaya: Risalah Gusti,
1996), h. 123. 79 Abdul Aziz al Ghazuli, Menahan Pandangan Menjaga Hati, terj. Abdul Hayyie al
Kattani, (Jakarta: Gema Insani, 2003), h. 44. 80 Ibnu Qayyim al Jauzi, Terapi Penyakit Hati, terj. Salim Bazemool, (Solo: Pustaka
Mantiq, 1995), h. 273.
40
مسعت رسول اهللا: مسعت النعمان بن بشري يقول: عن عامرقال إن يف اجلسد مضـغة إذا صـلحت :.......صلي اهللا عليه يقول أالوهي القلب, وإذ فسدت فسد اجلسد كله, صلح اجلسد كله
ــاري( )رواه البخـــــــــــــــــ Diceritakan dari Amir, dia berkata : bahwa saya mendengar dari Nu’man bin Basyir yang mengatakan bahwa : saya mendengar dari Rasulullah Saw telah bersabda : …Di dalam tubuh manusia ada segumpal daging, jika ia baik maka baiklah seluruh tubuhnya, sedangkan jika ia rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya. Segumpal daging itu adalah hati. (HR. Bukhari).81
5. Kemaluan (farji)
Peliharalah farji (kemaluan)mu dari segla perbuatan yang
diharamkan oleh Allah SWT seperti zina, liwath, lesbian, mengeluarkan
mani dengan tangan (onani), menggauli istri di waktu haidh dan
bersetubuh dengan hewan.82
Allah SWT berfirman:
☺ ⌧
Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. (QS. Al-Mu’minun : 5-6)83
81 Abdul Aziz al Ghazuli, op.cit., h.35 82 Abdullah bin Husain bin Thahir bin Muhammad bin Hasyim, Sulam at Taufiq,
(Surabaya: al Hidayah, t.th), h. 76. 83 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsir al Qur’an, al Qur’an dan
Terjemahannya, (Jakarta: Indah Press, 1994), h. 526.
41
Tidaklah anda berhasil menjaga farjimu, melainkan terlebih dahulu
harus menjaga mata dari memandang hal-hal yang menimbulkan
naiknya nafsu syahwat. Menjaga hati dari memikirkan hal-hal yang
merangsang. Hal yang demikian mudah menimbulkan nafsu syahwat
dan membuat farjimu mengikuti kemauanmu.84
6. Tangan
Peliharalah kedua tanganmu dari memukuli tanpa alasan dan
menerima harta haram serta janganlah mempergunakannya untuk
menyakiti makhluk Allah SWT, menganggu seseorang atau
menghianati amanat dan menuliskan sesuatu yang tidak boleh
diucapkan, karena pena adalah salah satu dari kedua lesan. Maka
jagalah pena dari apa yang tidak boleh diucapkan.
7. Kaki
Adapun langkah perbuatan, maka setiap manusia harus menjaga
agar tidak melangkahkan kakinya kecuali kepada hal-hal yang
membawa pahala. Kalau dalam perhitungan langkah-langkahnya tidak
membawa pahala, maka duduk lebih baik daripada berjalan bolehlah
melangkahkan kaki untuk perbuatan yang mubah dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah. Bila manusia salah menentukan
langkah kakinya maka akan mengakibatkan keburukan.85 Seperti firman
Allah :
☺
☺
Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orangorang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang
84 Muhammad Nawawi al Jawi, op.cit., h. 285. 85 Ibnu Qayyim al Jauzi, op.cit., h. 285.
42
jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan katakata yang baik. (QS. Al-Furqan : 63)86
Dari penjelasan tentang akhlak terhadap diri sendiri yang
menekankan pada pengendalian diri yang harus dilaksanakan demi
keselamatan diri dengan menjaga anggota tubuh yang dimungkinkan
dapat melakukan perbuatan baik maupun buruk. Maka dapat peneliti
jelaskan bahwa dalam diri manusia dianugerahi Allah jasmani dan
rohani sebagai alat untuk mengabdi kepada Allah serta berbuat
kebaikan. Jika anggota tubuh itu dipergunakan sebagaimana mestinya
dengan tidak melakukan sesuatu yang tidak berguna serta dapat
memilahnya berarti perbuatan tersebut cerminan akhlak baik. Tetapi
jika anggota tubuh itu dipergunakan kepada perbuatan yang tidak
berguna tanpa alasan yang positif serta cenderung dikuasai oleh nafsu
yang menjurus kepada maksiat berarti perbuatan tersebut merupakan
perilaku yang tidak baik dan cerminan akhlak buruk.
Yang keempat, akhlak terhadap alam; manusia tidak lepas dari
alam, maka hendaknya manusia berbuat baik terhadap alam. Adapun
bentuk Akhlak terhadap alam adalah :
1. Menyayangi binatang
Sebagian dari binatang merupakan karunia Allah yang boleh kita
makan dagingnya, tetapi kita harus menyembelihnya terlebih dahulu.
Jangan sampai kita menghambat kematiannya atau menyiksanya sedikit
86 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsir al Qur’an, al Qur’an dan
Terjemahannya, (Jakarta: Indah Press, 1994), h. 568. Ayat-ayat ini melukiskan sifat-sifat dan cara hidup yang hendaknya dimiliki oleh hamba-hamba Allah yang mukmin yang akan memperoleh derajat dan martabat tinggi di sisi Allah. Mereka itu disifatkan oleh Allah bahwa mereka berjalan diatas bumi dengan rendah hati, jauh dari sifat sombong atau mengesankan seakan-akan memandang rendah terhadap sesamanya, dan jika dalam perjalanan, mereka diganggu oleh orang-orang yang jahil dengan kata-kata atau perbuatan-perbuatan yang tidak berkenan dalam hati mereka, maka mereka tidak akan membalas tindakan itu dengan tindakan serupa, tetapi bahkan kan membalasnya dengan kata-kata yang sedap dan manis serta perbuatan yang mendidik dan membimbing. Lih: Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 6, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2005), edisi revisi, h. 32.
43
demi sedikit. Berbuatlah sesuatu yang membuat binatang itu senang.87
Firman Allah dalam surat al-An’am ayat 38;
⌧
Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burungburung yang terbang dengan kedua sayapnya melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di dalam al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpun. (QS. al-An’am: 38)88
2. Menyayangi tumbuh-tumbuhan
Tumbuhan yang menghijau di muka bumi ini sungguh memberikan
kemanfaatan yang besar bagi kehidupan manusia. Sebagian dari buah-
buahannya memberikan manfaat untuk kita makan, kayunya
memberikan manfaat untuk kita jadikan aneka macam bangunan dan
kita jadikan sebagian obat-obatan dari daun dan akar-akarnya. Semua
itu wajib kita pelihara dan kita syukuri.
Lalu muncul Pertanyaan, bagaimana menumbuhkan mental atau jiwa
wirausaha? Ada dua pendapat para ahli mengenai tumbuhnya jiwa wirausaha
dalam diri seseorang. Pendapat yang pertama mengatakan bahwa jiwa
wirausaha muncul dan tumbuh dari faktor keturunan, artinya kalau orang
87 Hamzah Ya’qub, op.cit., h. 17. 88 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsir al Qur’an, op.cit., h. 192. Dalam ayat
ini Allah menyatakan bahwa semua mahluk yang melata diatas tanah atau terbang di udara, mereka semuanya merupakan umat yang sama dengan manusia dalam hajat kebutuhannya kepada rahmat karunia Allah dan jaminannya, dan Allah tidak melalaikan sesuatu pun dalam al kitab mengenai rezeki dan pemeliharaannya atau mencakup segala hajat kebutuhannya. Dan kesemuanya mahluk Allah itu akan dibangkitkan untuk dihadapkan kepada Allah untuk menerima dan merasakan keadilannya. Lih: Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2005).
44
tuanya pengusaha maka anaknya pun akan memiliki bakat menjadi seorang
pengusaha. Pendapat yang kedua, bahwa jiwa wirausaha dapat
ditumbuhkembangkan dengan pendidikan dan pelatihan yang
berkesinambungan. Terlepas dari kedua pandangan tersebut, bagaimana
menumbuhkan jiwa wirausaha, penulis mengambil pendapat andrianto dalam
modul mental wirausaha santri APW angkatan ke 12 dijelaskan bahwa jiwa
wirausaha dapat ditumbuhkan melalui beberapa cara, yaitu:
a. Melalui Komitmen Pribadi
Jiwa wirausaha ditandai dengan adanya komitmen pribadi untuk dapat
mandiri, mencapai sesuatu yang diinginkan, menghindari ketergantungan
pada orang lain, agar lebih produktif dan untuk memaksimalkan potensi
diri
Anda dapat memprogram ulang diri anda untuk sukses melalui
deklarasi tertulis, bahwa pikiran perasaan, ucapan dan tindakan anda akan
selalu diperbaiki kearah yang lebih baik (buat 1 deklarasi setiap hari
selama 1 bulan).89
b. Melalui Lingkungan dan Pergaulan yang Kondusif
Dorongan untuk menumbuhkan jiwa wirausaha dapat berasal dari
lingkungan pergaulan teman, keluarga, sahabat, karena mereka dapat
berdiskusi tentang ide wirausaha, masalah yang dihadapi dan cara-cara
mengatasinya. Sehingga mempunyai semangat, kemampuan dan pikiran
untuk menaklukan cara berfikir lamban dan malas.
c. Melalui pendidikan dan pelatihan
Keberanian untuk membentuk jiwa wirausaha juga didorong oleh
guru atau dosen di sekolah atau lembaga pelatihan. Mereka memberikan
mata pelajaran kewirausahaan yang praktis dan menarik sehingga
membangkitkan minat siswa untuk berwirausaha.
d. Melalui/ karena keadaan terpaksa
89 Adrianto, Modul Mental Wirausaha Santri Mukim APW Angkatan 12, Disampaikan
pada kegiatan santri APW angkatan 12 di Aula Daarul Hidayah, Bandung, Jawa Barat.
45
Banyak orang yang sukses karena dipaksa oleh keadaan. Mungkin
pada awalnya tujuannya hanya untuk memenuhi kebutuhannya. Tetapi
karena usahanya yang keras, tidak gampang menyerah dan berputus asa,
sehingga akhirnya menjadi wirausaha yang sukses.90
Nabi Muhammad Saw adalah seorang wirausahawan yang sangat ulet,
jujur, amanah, terpercaya dan professional. Bahkan kredibilitas dan intregitas
pribadinya sebagai usahawan mendapati pengakuan bukan hanya kaum
muslimin sendiri, namun orang Yahudi dan Nasrani, hal itu dikarenakan
beliau memenejemen usahanya dengan professional.91
Sebagai agama yang menekankan dengan kuat tentang pentingnya
pemberdayaan umat, maka islam memandang bahwa berwirausaha merupakan
bagian integral dari ajaran Islam. Terdapat sejumlah ayat dan hadist yang
menjelaskan pentingnya aktifitas berusaha itu, diantaranya;
⌧
Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah di muka bumi. Dan carilah karunia Allah” (QS. Al Jumuah: 10).92
Sedemikian strategisnya kedudukan kewirausahaan dan perdagangan
dalam Islam, hingga teologi Islam itu dapat disebut sebagai “commercial
90 Ibid. 91"Menciptakan Wirausahawan Islami",
http://www. Moslemyouth.multiply.com/journal/item/29, tanggal akses 20 Oktober 2009. 92 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsir al Qur’an, al Qur’an dan
Terjemahannya, (Jakarta: Indah Press, 1994). Ayat ini menganjurkan sesudah shalat (jum’at) untuk berkeliaran diatas bumi untuk mencari rezeki karunia Allah, tetapi pada akhir ayat mengingatkan supaya banyak berdzikir, dan jangan sampai perlombaan mencari rezeki dunia ini menghalangi dzikrullah, sebab dzikrullah itulah terletak keuntungan dan kejayaan, kebahagiaan yang besar. Lih: Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 8, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2005), edisi revisi, h. 138.
46
theology” (teologi perdagangan). Hal tersebut dapat dilihat dalam kenyataan
bahwa hubungan timbal balik antara Tuhan dan manusia bersifat perdagangan,
karena Allah adalah “Saudagar Sempurna. Ia (Alllah) memasukkan seluruh
alam semesta dalam pembukuan-Nya. Segala diperhitungkan, tiap amalan
dihitung, ia telah membuat sebuah pembukuan, neraca-neraca, dan tuntunan-
Nya telah menjadi arahan mutlak bagi pebisnis yang jujur. Pengembangan
kewirausahaan akan memberikan kontribusi yang besar bagi perluasan
lapangan kerja dan meminimalisir pengangguran, meningkatkan kekuatan
ekonomi Negara dalam sektor riil. Telah terbukti dalam sejarah perjalanan
bangsa kita, bahwa UKM hingga marketing yang berlandaskan syariah pun
yang paling tahan menghadapi goncangan yang bersifat multidimensional dan
dengan semakin banyaknya wirausahawan, termasuk wirausahawan muslim,
akan semakin banyak keteladanan dalam masyarakat, karena para usahawan
yang sebenarnya memiliki pribadi yang unggul, berani independent dan hidup
memberdayakan orang.93
93 Ibid, h. 2.
47
47
BAB III
PELAKSANAAN MODEL PENDIDIKAN PESANTREN BERBASIS
AKHLAK PLUS WIRAUSAHA DI PESANTREN DAARUT TAUHIID
BANDUNG
A. Profil Pesantren Daarut Tauhiid
Sebagai sebuah pesantren, Daarut Tauhid memang terbilang masih muda.
Tapi atas karunia Allah, Daarut Tauhiid berkembang begitu pesat. Daarut
Tauhiid diharapkan dapat menjadi tempat bagi setiap orang untuk
meningkatkan keyakinan kepada Allah Swt, Inilah dasar filosofis pemilihan
nama Daarut Tauhiid.1
Dengan Allah sebagai tujuan hidup, pesantren Daarut Tauhiid mencoba
mengembangkan sistem pesantren alternatif, pesantren yang tidak sekedar
bericirikan asrama santri, pesantren yang menekankan pada perubahan diri
dan pesantren yang berusaha membangun tata nilai yang aplikatif.
Dengan visi ahli dzikir2, ahli fikir3 dan ahli ikhtiar4, pesantren Daarut
Tauhiid mencoba untuk menggabungkan ketiga potensi ini untuk menjadikan
Daarut Tauhiid menjadi pesantren yang diridhoi Allah, sebagai pusat keilmuan
dan selalu berkarya dengan diiringi sikap amar ma’ruf nahi mungkar. Visi
tersebut hendak diwujudkan dengan beberapa misi, yang pertama, menjadikan
konsep manajemen qalbu sebagai konsep perubahan sikap, penyejuk hati,
penggelora semangat; pendidikan dan pelatihan serta pembinaan, kedua,
1 Tim MQ Publishing, Welcome To Daarut Tauhiid: Berwisata Rohani, Melapangkan
Hati (Bandung: MQ Publishing, 2003), h. 14. 2 AHLI DZIKIR : Menjadikan Allah sebagai tumpuan kerinduan, harapan, pertolongan
dan tujuan dalam beramal shaleh, sehingga apapun yang terjadi tidak akan mengurangi keyakinan dan selalu ridha pada ketentuan-Nya.
3 AHLI FIKIR Mengoptimalkan kemampuan berfikir, bertafakur dan bertadabbur dalam menggali
hakekat kebenaran, mengungkap hikmah yang tersembunyi, potensi diri dan lingkungan sehingga diharapkan muncul sikap yang arif, efektif dan tepat dalam mengatasi berbagai tantangan dan masalah
4 AHLI IKHTIAR Mengoptimalkan daya upaya dan ikhtiar yang diridhoi Allah, sehingga diharapkan akan muncul manusia-manusia unggul yang selalu berkarya dengan diiringi sikap amar ma’ruf nahi mungkar
48
mengarahkan aktifitas organisasi menuju pesantren kota; lingkungan barokah,
Bandung bermartabat, Ketiga, Memajukan perekonomian Daarut Tauhiid
dengan menumbuhkankembangkan jiwa entrepreneurship, produk dan jasa,
Keempat, mencetak SDM yang siap berkarya dengan etos kerja yang optimal;
menjadi pusat pendidikan dan pelatihan serta pembinaan.
Pesantren Daarut Tauhiid mempunyai konsep pesantren dengan miniatur
realita kehidupan. Pesantren Daarut Tauhiid lebih menekankan aktivitasnya
untuk mewujudkan ajaran Islam yang membumi, yang tidak sekedar bahasa
teori, namum justru lebih ditekankan pada bukti dan karya nyata, dimana
manfaatnya langsung dapat dirasakan umat. Dengan ini diharapakan
keindahan ajaran Islam, manajemen Islami, profesionalisme Islami dan solusi
Islami atas aneka permasalahan aktual umat dalam kehidupan nyata bisa
langsung dlihat, dirasakan dan dikaji bersama.
Disamping menjalankan program-program kepesantrenan, Daarut Tauhiid
juga dirancang sarat dengan aktivitas pendidikan, pelatihan, manajemen diri,
seni budaya, perekonomian hingga teknologi. Bidang perekonomian bahkan
mendapatkan perhatian tersendiri, karena dari sisi inilah antara lain yang
menopang perkembangan Daarut Tauhiid selama ini.
Menjadi pesantren virtual yang tidak memiliki batas dengan masyarakat
sekitarnya juga merupakan konsep masa depan Daarut Tauhiid. Pesantren
berupaya menjadi bengkel akhlak bagi generasi muda, menjadi motivator
umat, bank SDM dan pensinergi aneka kemampuan umat melalui program-
program kegiatan yang dilaksanakan lewat media TV, radio, media cetak, dan
pengajian-pengajian.
Sejarah pesantren Daarut Tauhiid (DT) berawal pada tahun 1987. Ketika
seorang pemuda bernama Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) merintis usaha
wiraswasta dalam wadah KMIW (Kelompok Mahasiswa Islam Wiraswasta)
yang dengan sebagian hasil usahanya digunakan untuk menopang kegiatan
pengajian rutin yang dipimpimnya.
Setelah selanjutnya menyadari akan keterbatasan pengetahuan, akhirnya
Aa Gym memutuskan untuk menambah ilmu khususnya ilmu agama Islam di
49
berbagai pesantren diantaranya K.H. Djunaedi di Garut dan K.H. Khoer
Affandi di Tasikmalaya. Diawali dengan perjuangan yang cukup berat,
Alhamdulillah Aa Gym dengan ketekunan sedikit demi sedikit hasilnya dapat
dinilai.
Sejak tahun 1989, wirausaha yang dirintis Aa Gym ini semakin hari
semakin berkembang seiring dengan semakin banyaknya jama’ah yang dating
ke pengajian rutin asuhannya, sehingga tempat yang ada yaitu di rumah Aa
Gym sendirir tidak memungkinkan lagi. Untuk memfasilitasinya, maka pada
tanggal 04 September 19990 berdirilah secara resmi Yayasan Daarut Tauhid
(DT) yang beralamat di Jalan Gegerkalong Girang No. 38 Bandung.
Saat-saat penuh tantangan bagi DT dalam merintis da’wah adalah ketika
menempati lokasi baru tersebut. Lokasi baru ini semula adalah sebuah rumah
kontrakan sederhana dengan 20 kamar yang sebelumnya dipakai sebagai
tempat ponsokan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Kota Bandung.
Bagai musafir kehausan di tengah padang, hari demi hari pengajian di lokasi
baru ini semakin banyak dihadiri khalayak yang rindu akan siraman penyejuk
qalbu.
Di tahun 1993 DT terus berupaya mengembangkan organisasinya dengan
melakukan pembebasan tanah dan bangunan yang diikuti dengan
pembangunan sebuah masjid permanen berlantai tiga. Masjid DT sering
disebut masjid seribu tangan, sebab dibangun secara gotong royong oleh
ribuan masyarakat sekitar dan jama’ah DT. Untuk menopang laju dan gerak
dakwah islamiyah di DT, tahun selanjutnya (1994) berdiri Koperasi Pondok
Pesantren (KOPONTREN DT).
Tahun 1995 Aa Gym dapat membebaskan tanah gedung pesantren atas
bantuan Bapak Palgunadi T. Setyawan dari Astra Mitra Ventura. Ketika itu Aa
Gym berkesempatan untuk memberikan ceramah di PT. Astra Mitra Ventura,
saat itu pula Pak Pal merasa tertarik untuk ikut andil dalam pengembangan
Pesantren Daarut Tauhiid.
Menjelang akhir 1997, sarana dakwah dan perekonomian menjadi semakin
lengkap denga didirikannya gedung KOPONTREN-DT berlantai empat persis
50
diseberang masjid. Gedung yang cukup representatif ini dipergunakan untuk
kantor beberapa unit usaha.
Bersamaan dengan berkembangnya aktivitas perekonomian, aktivitas
pendidikan pun ikut aktif dengan berbagai programnya, diantaranya adalah
dengan dimulainya program Pendidikan Santri Beasiswa tahun 1995,
dibukanya lembaga Pusat Pendidikan dan Pelatihan (PUSDIKLAT) DT pada
tanggal 7 Desember 1997. Diantara pragramnya adalah kerjasama pendidikan
dan pelatihan Manajemen Qalbu (MQ) untuk para eksekutif, staff dan
karyawan berbagai perusahaan swasta. Diantara perusahaan yang pernah
mengikuti pelatihan MQ ini adalah Bank Muamalat Indonesia Cabang
Bandung, PT Telkom Divre III Jabar, PT Telkom Corporate Office, PT Kereta
Api Indonesia (KAI), Bank Indonessia, Bank Bukopin, PLN Persero dan
perusahaan lainnya..
Berdasarkan data, perkembangan DT Bandung dapat digambarkan sebagai
berikut : luas tanah 22.202 M2 dan luas bangunan masjid 587.50 M2.5
Letak Geografis
Pesantren Daarut Tauhiid terletak di kawasan Gegerkalong Girang
Bandung Utara, Jawa Barat. Bila memasuki kota Kembang dari arah
Purwakarta, Subang, dan Lembang, akan melalui jalan setiabudi, tepat selepas
kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), berbeloklah ke kanan,
disitulah terletak jalan Gegerkalong Girang.6
Namun bila kota Bandung dijadikan patokan, maka tinggal memilih
jalur yang menuju kearah Lembang atau terminal Ledeng, jaraknya 7
kilometer kearah utara dari pusat kota. Sebelum melewati kawasan kampus
UPI berbeloklah ke kiri dan sekitar 500 meter setelah memasuki jalan
Gegerkalong Girang itulah atmosfir khas pesantren Daarut Tauhiid dapat
dirasakan. Letaknya cukup strategis karena berada diantara kawasan kota dan
5 Pesantren Daarut Tauhid, Buku Panduan Santi Mukim, (Bandung: Daarut Tauhiid,
2008) 6 Tim MQ Publishing, Welcome To Daarut Tauhiid: Berwisata Rohani, Melapangkan
Hati (Bandung: MQ Publishing, 2003), h. 4.
51
pegunungan (jalan yang dilalui sebelum ke Lembang). Selain itu pesantren
Daarut Tauhiid adalah pesantren yang tidak menutup diri dari masyarakat,
keadaan pesantren langsung menyatu dengan rumah-rumah penduduk,
sehingga bagi orang yang baru pertama kali datang ke Daarut Tauhiid
mungkin akan sedikit bingung mencari mana letak pesantrennya.
Konsep Budaya Daarut Tauhiid
Selain konsep manajemen qolbu, Daarut Tauhiid mempunyai konsep
budaya, yang mana konsep ini merupakan format dakwah yang diciptakan Aa
gym agar para santri-santrinya lebih mudah menghafal dan menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari, konsep tersebut yaitu;
Rumus 7 T (Kiat Membentuk Pribadi Sukses)
1) Tenang
2) Terencana
52
3) Terampil
4) Tertib
5) Tekun
6) Tegar
7) Tawadhu
Prinsip Kerjasama
1) Adil
2) Transparent
3) Saling menguntungkan
Rumus 5 S (Kiat Membentuk Pribadi Simpatik)
1) Senyum
2) Salam
3) Sapa
4) Sopan
5) Santun
Budaya Tertib Teratur
1) Pahami prosedur, aturan dan resiko sebelum berbuat
2) Adakan perencanaan yang matang
3) Tidak berbuat sebelum chek dan recheck
4) Untuk aman dan sukses, selalu lakukan sesuai prosedur dan aturan
5) Hindari pelanggaran sekecil apapun
Lima Kiat Praktis Mengatasi Persoalan Hidup
1) Siap
2) Ridho
3) Jangan mempersulit diri
4) Evaluasi diri
5) Hanya Allah satu-satunya penolong
53
3 B+RS (Budaya Kepemilikan)
1) Barakah
2) Bersahaja
3) Bersih
4) Rapi
5) Serasi
3 S (Manajemen Konflik)
1) Semangat bersaudara
2) Semangat mencari solusi
3 A (Seni Bergaul dengan Bening Hati)
1) Aku aman bagimu
2) Aku menyenangkan bagimu
3) Aku bermanfaat bagimu
3 M untuk merubah diri
1) Mulai dari sendiri
2) Mulai dari hal yang kecil
3) Mulai saat ini
Lima Pantangan di DT (Daarut Tauhiid)
1) Pantang sia-sia
2) Pantang mengeluh
3) Pantang menjadi beban
4) Pantang berkhianat
5) Pantang kotor hati
Kredibilitas
1) Jujur artinya harus terbukti kejujurannya
2) Cakap/ professional
54
3) Inovatif
4) Istiqomah
Lima Obat Penentram Jiwa
1) Cinta al Qur’an
2) Shalat Tahajud
3) Bergabung dengan orang-orang sholeh
4) Walaupun lapar tetapi tidak mengisi perut dengan makanan sampai
kenyang
5) Dzikir malam
5 M (Manajemen Produksi)
1) Mutu terjamin halah
2) Murah harganya
3) Mudah didapat (diperoleh)
4) Mutakhir (teknologi)
5) Multi manfaat dunia akherat
Konsep Untung
1) Bila jadi amal sholeh
2) Bila jadi ilmu
3) Bila bermanfaat
4) Bila menambah silaturahmi
5) Bila menguntungkan orang lain
Konsep Rapih (Bebaskomiba)
1) Berantakan rapikan
2) Basah keringkan
3) Kotor bersihkan
4) Miring luruskan
5) Bahaya amankan
TSP (Budaya Kebersihan)
55
1) Tahan dari buang sampah sembarangan
2) Simpan sampah pada tempatnya
3) Pungut sampah, insya Allah sedekah
Dewasa
1) Diam aktif
2) Empati
3) Wara’
4) Amanah
5) Suri Tauladan
6) Adil
Rahasia Sosialisasi
1) Suri Tauladan
2) Media yang aman
3) Pendidikan yang unggul
4) Lingkungan yang kondusif
7 sasaran manajemen qalbu, meredam penyakit hati (TENGIL)
1) Takabur
2) Egois
3) Norak/ Pamer
4) Galak
5) Iri Dengki
6) Licik
7 B (Kiat Meraih Hidup Sukses)
1) Beribadah dengan benar dan istiqomah
2) Berakhlak baik
3) Belajar tiada henti
4) Bekerja keras, cerdas dan ikhlas
5) Bersahaja dalam hidup
6) Bantu sesama
56
7) Bersihkan hati selalu
2 B 2 L
1. Bijak melihat kekurangan orang lain
2. Berani mengakui kelebihan orang lain
3. Lupakan kebaikan diri pada orang lain
4. Lihat kebaikan orang lain pada diri kita
6 Cinta (Peningkatan Ruhiah)
1) Cinta masjid
2) Cinta shalat
3) Cinta shaum
4) Cinta Qur’an
5) Cinta shadaqah
6) Cinta dzikir
5 ‘at (Ma’rifatullah)
1) Tekad yang kuat
2) Perbanyak tobat
3) Jauhi maksiat
4) Tingkatkan taat
5) Tebarkan manfaat
Program Unggulan
Sebagai pesantren yang mempunyai konsep sebagai miniatur realita
kehidupan, pusat aktivitas keislaman dan pesantren virtual. Daarut Tauhiid
mempunyai berbagai macam program unggulan diantaranya
1) Training Manajemen Qolbu (Daarut Tauhiid Training Center)
2) MQ untuk instansi/ perusahaan
3) MQ bunda
4) MQ umum
5) In House Training (Daarut Tauhiid Training Center)
6) Pesantren kilat (sanlat) Liburan Prestatif (Pusat pelatihan anak & remaja)
57
7) Sanlat khas DT Super Camp (Pelatihan anak & remaja)
8) Santri Siap Guna (SSG), Santri Dauroh Qolbiyah, Dauroh Qur’aniyah,
Dauroh Akhir Tahun (lifeskill), Dauroh Ramadhan, Dirosah Islamiyah,
Program Akhlak plus Wirausaha (Pendidikan), Program Pesantren
Mahasiswa (PPM)
9) Dana Produktif Ummat dan Sosial (DPU)
10) Klinik Kesehatan (K-Pe Sehat) dan konsultasi
11) MQ on air (MQ FM 102.7 FM)
12) Pengajian rutin kamis malam dan ahad pagi (Dewan Kemakmuran Masjid)
13) Keluarga mahiswa Daarut Tauhiid (Gamada)
14) Majlis Ta’lim Manajemen Qolbu
15) Pelatihan Baby sitter (muslimah center)
16) Bazaar Pengajian (Persaudaraan Pengusaha Muslim)
17) Kelompok bimbingan haji (KBIH)
18) Koperasi pondok pesantren (Kopontren)
19) Baituk mal wa tamwil (BMT)
20) SMM DT
21) Cottage dan Café Daarul Jannah
22) MQ Guest House
23) Dan lain-lain
Struktur organisasi
Secara struktural pembina yayasan DT adalah AA GYM dan H.
Engkos koeswara (ayah AA) dengan dibantu dewan asaatidz yang diketuai H.
Abdul Wahab, LC.7
Sedang kesekretariatan DT membawahi: Bagian Adkeu, HUMAS,
Litbang dan kelembagaan, TK Kahs DT, Klinik DT.
Untuk merealisasikan program-programnya, yayasan DT membentuk
Dompet Peduli Umat (DPU), cabang DT serta Kelompok Bimbingan Ibadah
Haji (KBIH), Daarut Tauhiid Training Center (DTTC) yang mengelola
7 File Profil Daarut Tahiid, (Bandung: 24 Oktober 2009)
58
Pelatihan MQ, Pesantren (yang menangani program pendidikan santri),
Dewan Kemakmuran Masjid (DKM), serta Muslimah Center, yang menangani
Pesantren khusus akhwat/ wanita.
Untuk struktur organisasi bidang yang menangani pesantren
(pendidikan program santri akhlak plus wirausaha) dapat dilihat dalam
lampiran-lampiran.
B. Pelaksanaan Model Pendidikan Pesantren Berbasis Akhlak plus
Wirausaha Daarut Tauhiid
1. Latar Belakang Adanya Model Pendidikan Pesantren Berbasis
Akhlakplus Wirausaha
Latar belakang adanya pendidikan pesantren berbasis akhlak plus
wirausaha adalah berawal dari keinginan pimpinan pondok pesantren
(Aa Gym) pada tahun 2001 beliau sedang membumingkan program
bagaimana agar setiap muslim memiliki kemampuan leadership dan
wirausaha (entrepreneurship). Beliau ingin merubah paradigma (pola
pikir) masyarakat terutama kawula muda tentang apa itu wirausaha
wirausaha. Beliau ingin merubah pola pikir bahwa wirausaha itu bisnis
dagang dan jualan.8
Akhirnya diterjemahkan keinginan itu oleh para asaatidz dan tim
dengan mengadakan rapat membahas bagaimana menjual program
pada umat yang mana tujuannya ketika santri mengikuti pendidikan
ini diharapkan, yang pertama, santri mempunyai akhlak yang baik;
akhlak yang baik pada Allah, Rasul, manusia dan sesama mahkluk,
semuanya diajarkan lewat materi tauhid dan akhlak lewat bingkai
metode Manajemen Qolbu (MQ).9
8 Hasil wawancara denga PJ. Santri Mukim, Abu Azizah Roni Abdul Fatah, S.Th.
Bandung: 14 Oktober 2009 9 Ibid.
59
Yang kedua, diharapkan santri memiliki jiwa kemandirian ( tidak
menjadi beban orang lain) ditanamkan pada santri rasa malu menjadi
beban orang lain.
Dan yang ketiga, santri bisa memberikan manfaat sebanyak
mungkin bagi orang lain. Sehingga nantinya ketika santri sudah
memiliki akhlak yang baik lalu terjun ke dunia bisnis dengan baik dan
ketika nanti Allah mentakdirkan santri ini memiliki kekayaan, berhasil
dan sukses, orang lain bisa merasakan manfaat dari kesuksesannya
itu.10
2. Tujuan pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha
a. Tujuan Umum
Membentuk pribadi santri yang memiliki pemahaman agama Islam
dengan baik dan benar yang dibangun di atas pemahaman al Qur’an
dan as Sunnah sebagai sumber kebahagiaan di dunia dan akhirat,
memiliki jiwa kemandirian, mampu mengoreksi dan memperbaiki diri
untuk menuju ridho ilahi, Allah ‘azza wa jalla.
b. Khusus
Menghasilkan sosok santri yang memiliki:
Kebeningan Hati (Qolbun Salim)
Kemandirian, bertanggung jawab dan Bermental Wirausaha
Berjiwa Kepemimpinan
Mampu membangun opini massa
Mampu mengaplikasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-
hari.
3. Materi pendidikan ahklak plus wirausaha
A. MATERI KELAS
MKDU (Mata Kuliah Dasar Umum)
1. Akhlaq, terdiri dari :
a. Manajemen Qalbu (Mengenal Hati, Mengenal Penyakit Hati,
Mengobati Penyakit Hati, Bagaimana Agar Hati Selalu Hidup, dsb)
10 Ibid.
60
b. Konsep-konsep DT lainnya, meliputi 5 S, 7B, dan lain-lain
2. Tilawah Quran, terdiri dari :
a. Al-qur’an, (Pra Tahsin ) & (Tahsin)
3. Aqidah, terdiri dari :
a. Ma’rifatulloh (Mengenal Allah)
b. Ma’rifaturrosul (Megenal Rosul)
4. Fikh Ibadah
a. Fiqh Ibadah (Thaharoh, Shalat, Zakat, Shaum dan Haji)
MKDK (Mata Kulaih Dasar Kejuruan)
1. Leadership/Kepemimpinan
2. Entrepreneurship/Wirausaha
3. Ekonomi Syariah
4. Live Skill
Materi IntraKurikuler
1. Kajian Al hikam
2. MQ On Air
3. Tausyiah
4. Majlis Ma’rifatulloh (Kamis Malam dan Minggu Siang)
5. Praktikum Wirausaha
6. Praktik Pembekalan
Materi Pembiasaan
1. Sholat Fardu berjamaah dimasjid
2. Sholat Tahajud
3. Shaum Sunah Senin dan Kamis
4. Sholat Dhuha
5. Tadrus dan Talaqqi Al Qur-an
6. Dzikir pagi dan Petang ( Al Ma’tsurot )
Materi Pendukung
1. Olah Raga Bela Diri
2. Kebersamaan
3. Opsih
61
4. Muhasabah/perenungan diri
5. Aktivitas dialam terbuka
6. Malam Bina Iman Dan Taqwa (MABIT)
7. Rihlah Ilmiyah / Studi Banding
8. Buka Shaum bersama
9. Semua kegiatan keseharian yang berdasarkan aktivitas, dengan
dibimbing oleh mudabbir/fasilitator
4. Keadaan Guru/ Asaatidz
Para pengajar/ atau asaatidz mempunyai latar belakang yang
berbeda-beda. Rata-rata para asaatidz berpendidikan minimal strata 1,
ada yang memang dari pendidikan dan ada yang dari umum.adapun
jumlah asaatidz dalam pendidikan ini tidak diketahui secara pasti,
karena pendidikan ini seperti diklat (tapi panjang) sehingga tidak seperti
sekolah formal yang memiliki guru tetap.
Adapun para asaatidz (selain Aa gym) yang mengajar pada
program ini yaitu;
1. Ust. Roni Abdul Fatah
2. Bp. Dudung Abdul Ghaniy
3. Ust. Mulyadi al Fadhil
4. Ust. Ahmad Suja’i
5. Abdurrahman Yuri (Adeda)
6. Ust. Maman
7. Ust. Sholahuddin
8. Ust. Mardais
9. Bp. Leonardo al Ghazi
10. Bpk. Yopi Hendra
11. Bpk. Andrianto
12. Ust. Nashirul Haq dan lain-lain
62
5. Sarana dan Prasarana
a. Daarul Ilmi
Adalah salah satu bangunan di lingkungan Daarut Tauhiid yang
pada awalnya bangunan ini hanya berupa saung sederhanq. Gedung ini
dibangun hanya dalam waktu 40 hari (selama Aa Gym pergi
melaksanakan ibadah Haji pada bulan april 1999). Hingga saat ini selain
digunakan untuk pelatihan manajemen qalbu dan tempat pembelajaran
santri mukim APW, juga dibuka untuk masyarakat umum yang ingin
menggunakan aula tersebut, dengan beberapa syarat yang telah
ditentukan.
b. Daarul Hajj
Aula yang letaknya berada persis di sebelah aula Daarul Ilmu ini
merupakan hadiah dari santri untuk Aa Gym ketika beliau
melaksanakan ibadah Haji tahun 2002. Aula ini digunakan untuk
pelatihan-pelatihan, seminar, bedah buku, dan acara-acara lainnya yang
diselenggarakan oleh Daarut Tauhiid.
Keberadaan aula ini sangat menunjang terlaksananya berbagai
kegiatan Daarut Tauhiid, dan merupakan aula yang sering digunakan
santri mukim APW dalam pembelajaran materi manajemen qolbu.
c. Aula Daarul Hidayah
Aula ini letaknya di bawah serambi utama masjid Daarut tauhiid,
selain tempatnya cukup representatif, aula ini juga dilengkapi sarana
multimedia, seperti: televisi yang dihubungkan langsung dengan
serambi utama masjid lewat kamera (handy cam/CCTV yang terpasang
di serambi utama masjid). Aula ini yang paling sering digunakan santri
mukim APW dalam pembelajaran.
d. Aula kantor pesantren lantai 3
Aula yang berada di lantai 3 gedung Kopontren ini selain untuk
ruang pertemuan para santri karya Daarut Tauhiid juga digunakan untuk
pembelajaran santri mukim APW. Kelebihan ruang ini adalah
63
dilengkapi panggung dan juga bebas dari kebisingan yang datang dari
luar, karena letaknya di lantai 3 gedung dan tersembunyi.
e. Asrama Santri
Asrama santri ini dipisahkan menjadi 2, yaitu asrama ikhwan dan
asrama akhwat, seiring dengan perkembangannya, asrama santri sering
berpindah tempat. Yang mana pada saat santri mukim APW letak
asrama ikhwan di sebelah rumah salah satu asaatidz DT, sedangkan
akhwat di belakang kantor sekretariat pesantren. Adapun untuk tahun ini
pembangunan asrama santri 6 lantai sedang digarap.
f. Kelas SMK Boarding School Daarut Tauhiid
Adalah kelas milik SMK yang digunkan santri untuk melaksanakan
ujian sebelum masuk ke marhalah 3, terletak di sentral V di gedung
SMK lantai 3.
g. Masjid Daarut Tauhiid
Masjid Daarut Tauhiid adalah tempat yang paling sering digunakan
santri, yaitu untuk melaksanakan kegiatan ibadah fardhu, maupun
sunnah, adapun pada hari senin dan kamis, santri sering menghabiskan
waktu di masjid ini untuk berbuka puasa bersama dan mengikuti
pengajian Aa gym dan para asaatidz Daarut Tauhiid.
h. Perpustakaan Daarut Tauhiid
Perpustakaan Daarut Tauhiid adalah salah satu sarana bagi santri
yang hendak menambah ilmu. Perpustakaan ini memiliki memiliki
sekitar 10000 Eksemplar Buku, VCD sekitar 300 Buah dan Kaset 125
Buah, kini pun dalam usianya hampir 2 tahun, memiliki anggota 665
orang (terdiri atas Civitas DT, dan masyarakat umum/ mahasiswa ).
i. SMM Daarut Tauhiid
Tempat santri biasanya membeli kebutuhan sehari-harinya.(bersifat
fasilitas saja)
j. BMT (baitul mal wa ta’mil) Daarut Tauhiid
Tempat santri menabungkan uangnya. Dan berbagai macam sarana
dan prasarana lainnya.
64
6. Proses pembelajaran pendidikan pesantren berbasis akhlak plus
wirausaha
Dalam pengamatan peneliti, pembelajaran umumnya dilaksanakan
pukul 09.00 WIB, sebelum pembelajaran santri diharuskan untuk shalat
dhuha terlebih dahulu lalu membaca asmaul husna secara klasikal
sambil menunggu kedatangan ustadz, dan dalam pembelajarannya para
santri selalu didampingi mudabbir.
Proses pembelajaran seperti layaknya proses belajar mengajar pada
umumnya, ada tujuan, ada guru yang menyampaikan, ada santri, ada
materi, metode, kurikulum, sarana dan prasarana dan evaluasi.
Dalam proses pembelajaran, masing-masing ustadz memiliki
metode tersendiri. Dan cukup variatif. ada yang menggunakan berbagai
metoden dalam 1 materi, namun ada pula yang setiap materi metode
yang digunakan selalu sama.
Dalam proses pembelajaran, para ustadz selalu memanfaatkan
media pembelajaran modern seperti LCD dan laptop, dalam rangka
efektifitas dan efisiensitas pembelajaran
Para santri biasa belajar di aula-aula yang terdapat di lingkungan
Daarut Tauhiid, selain representatif, aula-aula yang ada sangat nyaman,
sehingga santri jarang yang merasakan kepanasan atau yang lainnya.
Secara keseluruhan proses pembelajaran dalam pendidikan akhlak
plus wirausaha ini sudah baik. Cuma ada beberapa hal yang perlu
ditingkatkan.
7. Implementasi pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha
Pendidikan pesantren akhlak plus wirausaha ini dilaksanakan
selama 6 (enam) bulan. Pendidikan ini adalah salah satu program
unggulan pesantren Daarut Tauhiid. Santri yang ikut pendidikan ini
sering disebut santri mukim akhlak plus wirausaha atau santri APW.
Dengan ciri santri memakai syal warna orange, tujuannya supaya santri
lebih mudah dikenali. pendidikan ini dibagi menjadi 3 marhalah/
tingkatan :
65
a. Tahapan/ marhalah, satu pembangunan karakter.
Pada marhalah satu ini (santri APW 12 dengan latar belakang yang
berbeda-beda berjumlah 52 orang yang telah lolos seleksi) mengikuti
pembekalan awal dengan pengkondisian kelas, pembukaan marhalah 1,
pengenalan tata nilai dan budaya Daarut Tauhiid, kontrak marhalah
satu, penjelasan tata tertib dan lain-lain. Selama 1 minggu (11-17
Agustus 2009) santri dibekali beberapa materi, mulai dari materi
keagamaan, materi adab, pendidikan baris-berbaris (PBB), manajemen
diri, dan manajemen camping. Setelah itu selama 3 hari mulai tanggal
18-20 Agustus, para santri berangkat ke Bumi Perkemahan Cikole
untuk melaksanakan camping dan solo bivouac. Disana selama 3 hari 2
malam, santri diajarkan beberapa materi kepanduan dan kemiliteran dan
materi solo bivouac. Selain itu terdapat pula materi bina mental untuk
menumbuhkan dan menguatkan mental rohani mereka sebelum mereka
menempuh pendidikan selama 6 bulan lamanya. Selain materi bintal
para santri juga diwajibkan memperkuat ruhaninya dengan melakukan
qiyamul lail di alam bebas sekaligus untuk melatih mereka untuk
mentadaburi kekuasaan Allah lewat alam
Di tempat camping para santri dibagi menjadi beberapa regu (1
regu: 5-6 orang) mereka diberi tenda sebagai tempat istirahat (bivak
alam regu). Adapun pada malam terakhir para santri diperintahkan
untuk bermalam di atas gunung tanpa berkelompok, tetapi secara
individu, dengan bermalam di atas gunung sendirian (Setelah
sebelumnya dibekali materi solo bivak) para santri diberi kesempatan
untuk melakukan perenungan dan dzikir kepada Allah.
Tujuan marhalah satu ini adalah untuk mengenalkan tata nilai dan
budaya pesantren Daarut Tauhiid melalui orientasi dan pembentukan
karakter BAKU (baik dan kuat) melalui diklatsar agar santri memiliki
kesiapan (kognisi, sikap mental, fisik, sosial) untuk mengikuti
pembelajaran selama 6 bulan dalam program APW.
66
b. Tahapan/ Marhalah dua, Pembekalan Teori
Pada tahap/marhalah dua, santri mendapatkan materi yang
diarahkan kepada pembentukan akhlak dan mental wirausaha yang
Berjiwakan leadership dengan tata nilai manajemen qolbu, di dalamnya
juga dimasukkan kajian tentang tsaqofah islamiyah, fiqh ibadah,
ekonomi syariah dan lain-lain. (jadwal terlampir)
Pada tahapan ini santri mendapat berbagai materi selama 3 bulan
lamanya. Ada 3 materi yang harus diikuti selama 3 bulan selain materi
inti, yaitu materi pembiasaan, materi intra kurikuler dan materi
pendukung. Adapun sebelum pembelajaran, para santri diwajibkan
untuk membaca asmaul husna bersama-sama dan dzikir-dzikir yang
disunnahkan sembari menunggu kedatangan ustadz. Dalam
pembelajaran, materi inti disampaikan oleh para asaatidz baik dari
Daarut Tauhiid sendiri maupun Asaatidz dari luar. Pembelajaran
dilakukan di dalam ruangan/ aula, seperti aula daarul hidayah, aula
daarul ilmi, aula daarul hajj, yang mana suasana dan keadaannya sangat
representatif.
Dalam proses pembelajaran, para asaatidz kebanyakan
menggunakan metode ta’lim (ceramah), metode ta’lim billu’bah
(simulasi/games), halaqah (mentoring), Nadwah (diskusi/dialog),
Praktikum (disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan). Selain
itu para asaatidz juga menggunakan media pembelajaran yang cukup
modern, seperti laptop, LCD, dan wireless. Sehingga dengan variasi
metode didukung media pembelajaran yang modern para santri dapat
lebih cepat menangkap dan memahami materi yang diajarkan.
Pemberian tugas dan meresume materi pembelajaran juga
dilakukan para asaatidz agar para santri tidak hanya menjadikan para
ustadz sebagai sumber pembelajaran/ ilmu (teacher oriented). Para
santri dipersilahkan menggunakan fasilitas internet untuk mencari
kajian materi yang ditugaskan.
67
Selain pembelajaran yang telah terjadwal, para santri juga memiliki
jadwal pembelajaran hasil kesepakatan para santri. Yaitu latihan
muhadarah (ceramah) yang dilakukan di asrama secara bergiliran. Para
santri dengan dibimbing mudabbir (pendamping) membagi tugas para
santri dalam pembelajaran ini, siapa yang menjadi MC, pembaca sari
tilawah, pemateri, doa dan sebagainya. Di dalamnya juga diadakan sesi
tanya jawab atas materi yang telah disampaikan. Lalu nantinya
mudabbir memberikan kesimpulan atas materi-materi yang telah
disampaikan. Muhadarah ini dilakukan 2 kali dalam seminggu, yaitu
hari jumat malam bada isya, dan ahad sore ba’da ashar.11
Setelah 3 bulan mengikuti marhalah dua, sebelum naik ke
marhalah tiga, para santri diwajibkan mengikuti ujian atas materi-materi
yang telah disampaikan dari awal sampai akhir. Bentuk ujian ialah tes
lesan dan tertulis (untuk tes tertulis contoh/ sampel soal ujian
terlampir). Baru setelah dinyatakan lulus, santri bisa naik ke marhalah
tiga.
c. Tahapan/ Marhalah Tiga, Aplikasi Ilmu
Pada tahap/marhalah tiga, santri dibagi menjadi tiga
kelompok/kafilah: yaitu kafilah ikhtiar, kafilah khidmat dan kafilah
da’wah, pada marhalah ini santri dituntut mengaplikasikan semua ilmu
yang pernah didapat dan dipelajarinya pada marhalah satu dan dua.
Dengan waktu sekitar 2 bulan, marhalah ini dibuka dengan
magang, yaitu para santri diberi kesempatan magang pada lembaga
bagian/ sub bagian Daarut Tauhiid seperti: cottage daarul jannah,
Daarut Tauhiid Training Centre (DTTC), MQ TV, MQ FM, dan lain-
lain selama 3 minggu. Para santri diberi kebebasan memilih dimana ia
akan magang sesuai bakat dan minatnya dengan memberikan angket H-
1 minggu sebelum kegiatan magang dilaksanakan.
Setelah magang, menginjak ke tahapan ke dua marhalah tiga, yaitu
aplikasi ilmu yang didapatkan pada marhalah satu dan dua. Pada
11 Hasil Observasi di Asrama Santri, tanggal 18-19 Oktober 2009.
68
tahapan ini santri di nol kan (dalam artian tidak membawa uang
sepeserpun) dengan keadaan seperti itu santri dituntut untuk
mempraktekkan ilmu yang didapat, dibebaskan mereka berikhtiar
bagaimana caranya santri dengan posisi seperti itu mendapatkan uang
tanpa mengesampingkan akhlak dan ibadahnya tetap terjaga (baik itu
ibadah wajib, dhuha, tahajud, tilawah al Qur’an dan sebagainya).
Mereka dituntut mencari pekerjaan apapun itu tanpa uang sepesepun
mereka ditarget 1 hari harus mendapat sejumlah uang 25 ribu untuk
setoran wajib (jika lebih, untuk dirinya pribadi dan jika kurang berarti
santri berhutang) Pada malam harinya, di review setelah seharian santri
berikhtiar, sehingga nantinya para santri bisa mengambil hikmah apa
yang didapat, seperti timbul keyakinan dalam diri santri bahwa Allah
itu menetapkan rezeki manusia itu berbeda-beda, walaupun sama-sama
mereka berikhtiar tetapi hasilnya pasti beda-beda. Sehingga dengan itu
santri makin bertauhid kepada Allah, yakin kepada janji dan jaminan
Allah.
Pada tahapan ini sebagian santri ada yang berkhidmat di asrama,
mencucikan pakaian, mencuci piring, memasak untuk santri kelompok
ikhtiar, nanti selama 1 minggu dirolling/ diganti, kelompok ikhtiar
menjadi kelompok khidmat dan sebaliknya. Dalam berikhtiar, para
santri seperti yang disebutkan diatas, ditarget mendapat minimal 25 ribu
rupiah/ hari, yang nantinya digunakan untuk kebutuhan sehari-hari
seperti makan, minum para santri (sehingga uang para santri masih
utuh) dan sebagian untuk bekal ketika nanti marhalah da’wah di tempat-
tempat yang telah ditentukan.
Yang terakhir, santri masuk ke marhalah dakwah atau PPM
(Praktek Pengabdian Masyarakat) selama 3 minggu. Disini santri
dikirim ke daerah tertentu yang rawan ketertinggalan dan kristenisasi
untuk berdakwah. Dengan bekal ilmu yang didapat pada marhalah 1
dan 2, serta bekal finansial dari marhalah ikhtiar, santri berdakwah pada
masyarakat. Bentuk dakwahnya pun bermacam-macam, seperti bakti
69
sosial, majelis ta’lim, TPA, kegiatan kebersihan dan lain-lain.
Harapannya setelah kegiatan ini para santri mempunyai kepekaan untuk
berbagi kepada orang lain.
Selesai semua itu, para santri diberi waktu selama satu minggu
untuk membuat tugas akhir (laporan pertanggungjawaban) atas kegiatan
yang dilakukan pada marhalah 3 untuk disidangkan. Bagi yang lulus
akan diwisuda (langsung oleh Aa Gym), mendapat sertifikat, transkip
nilai dan grafik ibadah dari mulai awal sampai akhir. Dalam wisuda ini
nantinya orang tua santri diundang sekaligus sebagai sarana silaturahmi
orang tua dengan keluarga besar pesantren Daarut Tauhiid.12
Seperti itulah proses pendidikan berbasis akhlak plus wirausaha
yang dilaksanakan di Daarut Tauhiid, sehingga dengan model
pendidikan seperti ini nantinya tercipta santri yang sesuai dengan tujuan
pendidikan akhlak plus wirausaha ini.
12 Hasil Wawancara, loc.,cit.
70
BAB IV
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN PELAKSANAAN MODEL
PENDIDIKAN PESANTREN BERBASIS AKHLAK PLUS
WIRAUSAHA DI PESANTREN DAARUT TAUHIID
A. Kelebihan implementasi model pendidikan pesantren berbasis akhlak plus
wirausaha di pesantren Daarut Tauhiid
Dari penelitian yang penulis lakukan selama 1 bulan dan dari beberapa
informasi serta hasil observasi, dokumentasi dan wawancara, dalam
pelaksanaan pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha ini, penulis
menganalisis beberapa kelebihan pelaksanaan model pendidikan pesantren
berbasis wirausaha ini. Meliputi;
1. Pertama, penulis menemukan kelebihan dalam model pendidikan ini, yaitu
model pendidikan ini tidak ditemukan di pesantren selain Daarut Tauhid
(berciri khas Daarut Tauhiid) dengan jangka waktu pendidikan 6 bulan,
para santri mendapatkan berbagai macam keilmuan, mulai dari
keagamaan, manajemen qalbu sampai ketrampilan wirausaha. dalam hal
tahapan pendidikannya pun sangat tepat karena yang pertama santri
dikuatkan dahulu mentalnya, lalu diberi materi keilmuan dan terakhir
aplikasi keilmuannya dalam kehidupan nyata (bersifat konstektual).
2. Mengenai penerimaan santri yang mengikuti pendidikan akhlak plus
wirausaha ini, penulis juga menemukan beberapa kelebihan mengenai
aturan-aturan yang yang harus dipatuhi calon santri yaitu adanya MoU
atau nota kesepakatan antara santri, orang tua santri dan penanggung
jawab program untuk melaksanakan dan mematuhi aturan-aturan yang
telah ditetapkan pesantren, yang mana hal ini dilakukan untuk mengukur
keseriusan santri dalam mengikuti pendidikan ini. Setelah itu juga terdapat
pre test atau tes awal dan placement tes atau tes penempatan berupa tes
kemampuan wawasan dan tahsin Qur’an yang berguna nantinya sebagai
acuan untuk penempatan santri.
71
3. Ketika dalam proses pembelajaran, adanya peran serta mentoring/
mudabbir yang selalu mendampingi dan mengawasi santri selalu
dilakukan. Seperti membangunkan santri yang dalam proses pembelajaran
tertidur atau yang memberikan teguran santri ketika cuek terhadap materi
yang diberikan. Dalam proses pembelajaran penggunaan media
pembelajaran yang modern menjadi nilai tambah tersendiri, karena selain
pembelajaran dapat lebih efektif, santri pun sepertinya lebih
memperhatikan jikalau materi yang diterangkan dirancang dengan audio
visual yang menarik.
4. Selain itu menurut pengamatan penulis, pendidikan akhlak plus wirausaha
ini dalam materi tertentu selalu disampaikan oleh orang-orang yang sudah
berpengalaman di bidangnya, tenaga professional dan merupakan trainer-
trainer yang cukup diakui, memiliki banyak pengalaman sehingga
membuat santri termotivasi dalam mengikuti apa yang disampaikan.
5. Fasilitas berupa tempat belajar yang nyaman dan representatif,
perpustakaan yang lengkap turut menjadi kelebihan model pendidikan ini.
6. Adanya materi intra, materi pembiasaan dan materi pendukung menurut
pengamatan penulis menjadikan santri lebih fres dan menjadi lebih
semangat karena dalam materi pendukung, pembiasaan dan intra sangat
melatih kekuatan ruhiah, kemampuan afektif dan psikomotorik mereka,
seperti rihlah ilmiyah dan mabit di masjid yang terletak di pegunungan,
juga tadabur alam. Materi-materi dasar umum dan dasar kejuruan yang
diberikan pun cukup aplikatif, dipilih dan disesuaikan dengan latar
belakang santri yang berbeda-beda serta dipilihkan materi yang kiranya
diperlukan dan dekat dengan keseharian mereka.
B. Kekurangan implementasi model pendidikan pesantren berbasis akhlak
plus wirausaha di pesantren Daarut Tauhiid
Diantara kelebihan pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha
ini, penulis juga menganalisis dan mengidentifikasi kekurangan yang terdapat
dalam pendidikan pesantren ini. Diantara kekurangan yang penulis temukan
72
diantaranya kebanyakan bersifat tekhnis selain tentu ada yang bersifat non
tekhnis. Kekurangan tersebut yaitu:
1. Dalam materi fiqh, idealnya dalam sebuah lembaga pendidikan bernama
pesantren terdiri dari beberapa jenis ilmu fiqh, dari fiqh ibadah, muamalah,
siyasah, munakahat dan sebagainya. Di dalam pendidikan akhlak plus
wirausaha ini hanya diajarkan tentang fiqh ibadah an sich. Yang mana
tentunya masih banyak kekurangan dalam hal ini.
2. Dalam pembelajarannya, menurut pengamatan penulis, santri kurang
dilibatkan dalam aktifitas pembelajaran. Pola pembelajaran yang
dilakukan seakan satu arah, ustadz menjelaskan, lalu santri mendengarkan
dan mencatat. Walaupun ada dialog diakhir pembelajaran, menurut penulis
itu masih sangat kurang. Pola pembelajarannya tidak pernah berangkat
dari sebuah masalah, sehingga daya kritis santri dan semangat santri untuk
mencari dan menggali hukum-hukumnya melalui kemampuannya sendiri
sangat kurang.
3. Menurut pengamatan penulis, pada marhalah dua, adanya
ketidakseimbangan jumlah materi yang diajarkan, dengan durasi waktu
yang telah ditetapkan, artinya terkadang seperti dipaksakan, karena materi
masih banyak, waktunya terbatas, maka seperti dipaksakan materi ini pada
santri, padahal materi sebelumnya santri belum tentu sudah mengerti.
Dengan pertimbangan lebih baik tahu sedikit tapi faham dari pada tahu
banyak tapi tidak faham sedikitpun, harusnya jadi pertimbangan.
4. Dalam pembelajaran seringnya penulis amati santri yang terlambat datang,
atau asaatidz yang terlambat datang, serta ruangan pembelajaran yang
seolah-olah tidak ada koordinasi, pindah kesana-kesini tanpa
pemberitahuan, sehingga membingungkan santri dan juga asaatidz. hal ini
secara tidak langsung dapat mempengaruhi pemahaman santri akan makna
kedisiplinan dan manajemen islami yang profesional yang diterapkan di
pesantren.
73
5. Mengenai metode, dalam materi tertentu, ustadz selalu memakai metode
yang sama dalam pembelajarannya, sehingga yang pada mulanya santri
bersemangat kini mulai bosan. Contoh: terlalu lama menggunakan metode
ceramah. Memang diantara kelebihan metode ceramah yaitu ustadz mudah
menguasai kelas, guru mudah menerangkan bahan pelajaran berjumlah
besar, dapat diikuti anak didik dalam jumlah besar dan mudah
dilaksanakan. Namum perlu dipertimbangkan pula kekurangannya yaitu
membuat siswa pasif, mengandung unsur paksaan kepada siswa (siswa
seperti dijejali materi), membendung daya kritis siswa, kegiatan
pengajaran menjadi verbalisme (pengertian kata-kata), dan bila terlalu
lama menggunakan metode ini akan cepat menimbulkan kebosanan.
6. Diskusi dan tanya jawab hanya dikuasai oleh santri yang vokal, Karena
santri ada yang cenderung malu jikalau harus bicara di depan forum.
(mungkin bisa dicoba dengan metode-metode seperti active learning dan
sebagainya).
7. Dalam pembelajaran materi tertentu, ustadz jarang memberikan contoh
konkret terkait materi yang diajarkan (karena dengan latar belakang yang
berbeda, santri ada yang lebih mudah menerima/ faham jika dimulai dari
kasus atau kejadian) maksudnya bisa dicoba dengan menggunakan metode
problem solving.
8. Belum adanya tes perbuatan/praktek, yang mana pada materi tertentu perlu
adanya tes praktek/perbuatan, misal praktek shalat sesuai dengan sunnah
rasul (jikalau memang diperlukan, terkait dengan madzhab).
9. Mengenai fasilitas, banyak fasilitas milik pesantren yang jarang sekali
dimanfaatkan oleh santri, seperti perpustakaan (untuk menambah ilmu).
Kurangnya kesadaran santri untuk menggunakan fasilitas yang ada di
sekitar pesantren hanya untuk hal-hal yang bermanfaat saja. seperti
internet, dan lain-lain.
10. Kurangnya penghargaan santri atas kebebasan yang diberikan penanggung
jawab program untuk membawa hp. Sehingga saat pembelajaran ada santri
yang sibuk smsan atau mengakses internet tanpa pengawasan.
74
11. Adanya asrama santri nyaman tetapi jauh dari masjid membuat santri agak
malas-malasan untuk shalat berjamaah di masjid secara berjamaah.
12. Yang terakhir, pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai
sejarah panjang dan unik. Secara historis, termasuk pendidikan Islam yang
paling awal dan masih bertahan sampai sekarang. Berbeda dengan
lembaga pendidikan yang muncul kemudian, pesantren telah sangat
berjasa mencetak kader-kader ulama, dan kemudian berperan aktif dalam
penyebaran agama Islam dan transfer ilmu pengetahuan. Namun dalam
perkembangannya, pesantren telah mengalami transformasi yang
memungkinkannya kehilangan identitas jika nilai-nilai tradisionalnya tidak
dilestarikan.1
Merujuk pada keterangan diatas, penulis menemui kekurangan model
pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha yang cukup
substansial, yaitu hilangnya salah satu fungsi lembaga pendidikan
pesantren sebagai lembaga pendidikan yang melakukan transfer ilmu-ilmu
agama (tafaqquh fiddiin), menurut pengamatan penulis, didalam
pelaksanaannya, pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha ini
lebih mengutamakan kecakapan vokasional (keterampilan) dibandingkan
dengan kecakapan keagamaan. Pada pembelajaran keagamaannya, santri
hanya sekedar tahu, bukan untuk mengkaji dan mendalami. Dan terkait
dengan model pendidikan pesantren ini yang seperti diklat (tetapi panjang,
sekitar 6 bulan) akan sangat sulit menjadikan model pendidikan pesantren
ini untuk mengembalikan makna lembaga pendidikan pesantren yang
sebenarnya yaitu menciptakan kader ulama.
1 Abudin Nata, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Grasindo, 2001), h.101.
75
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Dari hasil penelitian tentang implementasi pendidikan pesantren berbasis
akhlak plus wirausaha ini, dapat penulis simpulkan bahwa;
1. Pendidikan berbasis akhlak plus wirausaha ini berawal dari pemikiran
pimpinan pondok pesantren Daarut Tauhiid (Aa gym) yang ingin merubah
paradigma masyarakat utamanya kawula muda tentang wirausaha. Beliau
juga ingin agar setiap muslim mempunyai akhlak yang baik, kemampuan
leadership dan entrepreunership yang bagus. dengan dalil atau dasar
pemikiran: khoirunnas anfauhum linnnas, sebaik-baik diantara kamu adalah
yang paling banyak manfaatnya bagi sesama.
Dapat diketahui pula pendidikan akhlak plus wirausaha merupakan salah
satu program unggulan yang ada di DT, dengan 3 tahapan/marhalah:
marhalah 1, marhalah 2 dan marhalah 3. Tahapan/ marhalah satu tujuannya
adalah pembangunan karakter. pada marhalah ini santri mengikuti kegiatan
dan beberapa materi lapangan yang mengarahkannya kepada pembentukan
karakter baik dan karakter kuat. Disusul Tahap/marhalah dua, yaitu
pembekalan keilmuan, pada tahapan ini santri mendapatkan materi yang
diarahkan kepada pembentukan mental wirausaha yang berjiwakan
leadership dengan tata nilai manajemen qolbu. Dan yang terakhir
tahap/marhalah tiga, pada tahapan ini santri berlatih mengaplikasikan semua
ilmu yang pernah dipelajari pada tahap/marhalah satu dan dua. Pada
tahap/marhalah ini santri dibagi menjadi tiga kelompok/kafilah:
a. Kafilah Da’wah dan Sosial, Kafilah ini memiliki tugas berda’wah di
tempat/desa binaan yang sudah ditentukan oleh panitia
b. Kafilah Ikhtiar, Kafilah ini bertanggung jawab menghidupi dan
mencukupi semua kebutuhan hidup dan biaya da’wah seluruh santri , dan
c. Kafilah Khidmat, Kafilah ini bertanggung jawab untuk melayani semua
kebutuhan yang diperlukan oleh dua kafilah tersebut, dan bertanggung
76
jawab atas pengelolaan serta pendistribusian hasil yang didapatkan oleh
tim ikhtiar untuk kesejahteraan semua santri.
Dengan pendidikan 3 tahapan ini diharapkan santri dapat memiliki
kemampuan seperti tujuan pendidikan pesantren berbasis akhlak plus
wirausaha ini.
Adapun pendidikan berbasis akhlak plus wirausaha ini berawal dari
pemikiran pimpinan pondok pesantren Daarut Tauhiid (Aa Gym) yang
ingin merubah paradigma masyarakat, utamanya kawula muda tentang
makna wirausaha. Beliau juga ingin agar setiap muslim memiliki akhlak
yang baik, kemampuan leadership dan entrepreneurship yang bagus, dengan
dalil atau dasar pemikiran: khoirunnas anfauhum linnas, sebaik-baik
diantara kamu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi sesame.
2. Tidak ada gading yang tak retak, diantara kelebihan yang dimiliki model
pendidikan akhlak plus wirausaha, yaitu mulai dari proses penerimaan santri
yang selektif, proses pembelajarannya yang mengunakan media
pembelajaran modern, fasilitas dan tenaga pengajar yang professional,
terdapat pula kekurangan-kekurangan yang didapati dalam pelaksanaan
program pendidikan ini yang perlu diperbaiki terus menerus. Kekurangan
tersebut meliputi efektifitas metode pembelajaran yang digunakan, materi
yang kurang komprehensif, kurangnya variasi pembelajaran, fasilitas
perpustakaan yang kurang dimanfaatkan dan juga belum tercapainya makna
pesantren sebagai pencetak para ulama (tafaqquh fiddiin), karena sangat
sulit menciptakan pesantren pencetak para ulama dengan model pendidikan
yang cukup singkat (seperti diklat) selama 6 bulan..
B. Saran-saran
Untuk Pesantren
1. Lebih membuka jaringan/ link untuk bekerja sama dengan pondok
pesantren lain demi kemajuan pesantren, semisal bekerja sama dalam hal
materi/ pertukaran asaatidz dengan pesantren modern lainnya.
77
2. Diadakannya semacam workshop/ pelatihan untuk para asaatidz dalam
mempelajari berbagai macam metode pengajaran, seperti active learning
dan sebagainya. Sehingga diharapkan para asaatidz dapat menerapkan
berbagai macam metode tersebut dalam penyampaian materi sehingga
santri tidak mengalami kebosanan tetapi tujuan pembelajaran tetap
tercapai.
3. Diperketat dan dipertegasnya kembali aturan-aturan yang telah disepakati,
terutama di asrama santri.
4. Pengoptimalan kembali peran mudabbir dalam membimbing dan
mendampingi santri selama proses pembelajaran maupun saat di asrama,
mudabbir harus dapat menjadi sahabat bagi santri dan menjadi pemberi
solusi dalam permasalahan santri, serta menjadi penghubung antara para
santri dengan para asaatidz.
Daftar Pustaka
Abdul Halim, M. Nipan, Menghias Diri dengan Ahklak Terpuji, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 200.
Adrianto, Modul Mental Wirausaha Santri Mukim APW Angkatan 12,
disampaikan pada kegiatan santri APW angkatan 12 di Aula Daarul Hidayah, Bandung, Jawa Barat.
Al Ghazali, Abu Hamid, Ihya’ Ulumuddin, juz VII-IX, Beirut: Daarul Fikr,1980.
Al Ghazali, Imam, Teosofi al Qur’an, Terj. Lukman Hakim, Surabaya: Risalah Gusti, 1996.
Al Ghazuli, Abdul Aziz, Menahan Pandangan Menjaga Hati, terj. Abdul Hayyie
al Kattani, Jakarta: Gema Insani, 2003. Al Ghulayani, Muhammad Musthafa, Idhatun Nashihin, Beirut: al Maktabah al
Ahliyah, 1949. Al Ja’fi, Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin
Bardizibah al Bukhari, Shohih Bukhari, Juz VII, Beirut Libanon: Daarul Kitab al Ilmiah, 1992.
Al Jauzi, Ibnu Qayyim, Terapi Penyakit Hati, terj. Salim Bazemool, Solo: Pustaka
Mantiq, 1995. Al Syaibani, Omar Muhammad al Thoumy, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta:
Bulan Bintang, 1979. Ali, Muhammad Daud, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1998. Anuz, Farid bin Gasim, Bengkel Akhlak, Jakarta: Darul Falah, 2002.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta.
Bahreisy, Salim dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir,
Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2005.
Basri, Hasan, Keluarga Sakinah: Tinjauan Psikologi dan Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995.
Bruinessen, Martin van, Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat, Bandung: Mizan,
1995.
Cuwantoro, Asep, Stigma Terorisme dan Masa Depan Pesantren, Skripsi Fakultas
Tarbiyah, Semarang: Perpustakaan Fakultas Tarbiyah, 2007. Daarut Tauhid, Pesantren, Buku Panduan Santi Mukim, (Bandung: Daarut
Tauhiid, 2008. Daulay, Haidar Putra, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional
Indonesia, Jakarta: Kencana, 2004. Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kiai,
Jakarta: LP3ES, 1982. Faturrahman, Pupuh, Pengembangan Pondok Pesantren: Analisis Terhadap
Keunggulan Sistem Pendidikan Terpadu, Lektur Seri XVI/ 202, h. 322-323.
File Profil Daarut Tahiid, (Bandung: 24 Oktober 2009)
Halim, A, Rr. Suhartini, M Chorul Arif dan A. Sunarto AS. Manajemen Pesantren, Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005.
Hasil Observasi di Asrama Santri, tanggal 18-19 Oktober 2009.
Hasil wawancara denga PJ. Santri Mukim, Abu Azizah Roni Abdul Fatah, S.Th. Bandung: 14 Oktober 2009.
Hasil Wawancara dengan Aa Gym, tanggal 1 Nov 2009
Hawa, Said, Mensucikan Jiwa, Robbani Press,1998.
Hendra, Yopi, Modul Motivasi Wirausaha, Santri Mukim APW Angkatan 12, disampaikan pada materi wirausaha santri APW 12, tanggal 14 Oktober 2009.
Hidayatullah, Tim Penyusun IAIN Syarif, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta:
Djambatan, 1992. http://www.E-dukasi.net/mapok/mp.full.php?id=183, “ Pengertian Wiruausaha
dan Wiraswasta” tanggal akses 17 Oktober 2009. http://www.Moslemyouth.multiply.com/journal/item/29, “Menciptakan wirausaha
Islami “tanggal akses 20 Oktober 2009. Islam, Dewan Redaksi Ensiklopedi, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru
van Hoeve, 1994.
Khasanah, Fitriyatun (3103120), Upaya Pesantren Berbasis Agrobisnis dalam
Meningkatkan Life Skill Santri Pondok Pesantren, Semarang, Perpustakaan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
Lukens Bull, Ronald Alan, A Peaceful Jihad: Javanese Education and Religion
Identity Construction, Michigan:Arizona State University, 1997. MA, Alex, Kamus Ilmiah Populer Kontemporer, Surabaya: Karya Harapan,
2005.
Madjid, Nurcholish, Bilik-bilik Pesantren: sebuah Potret Perjalanan.Jakarta: Paramadiana, 1997.
Mashur, Kahar Membina Moral dan Ahklak, Jakarta: Kalam Mulia, 1987.
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS, 1994.
Masyhud, M. Sulthon dan Moh. Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka, 2003.
Moelong, Lexi J, Metodologi Penelitian Kualitatif , Bandung: Remaja Rosda
Karya,2001. Muhammad bin Hasyim, Abdullah bin Husain bin Thahir bin, Sulam at Taufiq,
Surabaya: al Hidayah, t.th. Muhyiddin, Asep, “Dialektika Pesantren, Perubahan Zaman dan Transformasi
Sosial” dalam semiloko perencanaan strategi yayasan daarut tauhiid bandung.
Nasir, M. Ridwan, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, Pondok Pesantren
di Tengah Arus Perubahan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Nasution, Arman Hakim, Bustanul Arifin Nur dan Mohk. Suef, Entrepreneurship
Membangun Spirit Teknopreneurship, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2007. Nata, Abudin, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga
Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Grasindo, 2001. Nawawi al Jawi, Muhammad, Maraqil Ubudiyah, Semarang: Toha Putra, t.th
Nur’aeni, Zaki, Daarut Tauhid: Modernizing Pesantren Tradition, Studi Islamika vol 12, no 3, 2005.
Pentafsir al Qur’an, Yayasan Penyelenggara Penterjemah, al Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: Indah Press, 1994.
Publishing, Tim MQ, Welcome To Daarut Tauhiid: Berwisata Rohani,
Melapangkan Hati, Bandung: MQ Publishing, 2003. Purwanto, Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: Remaja
Rosdakarnya, 2003. SM, Ismail Dan Abdul Mukti, Pendidikan Islam, Demokratisasi dan Masyarakat
Madani, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000. Sudjana, Nana dan Ibrahim. Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Bandung: Sinar
Baru, 1989. Suryabrata, Sunadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: Rajawali, 1994.
Tholkhah, Imam dan Ahmad Barizi, Membuka Jendela Pendidikan: Mengurai Akar Tradisi Dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
Wahid, Abdurrahman, Menggerakkan Tradisi, Yogyakarta: LkiS, 2001.
Wahjortomo, Perguruan Tinggi Pesantren, Jakarta: Gema Insani Press, 1997.
Ya'kub, Ismail Ihya al Ghazali, Jilid 3, Semarang: CV.Faizan, 1978 Ya’qub, Hamzah, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah, Bandung:
Diponegoro,1996.
Lampiran-Lampiran
GAMBAR KEGIATAN PENELITIAN
Gambar 1. Suasana Masjid Daarut Tauhiid
Gambar 2. Peneliti mewancarai pimpinan pondok pesantren Daarut Tauhiid
(Aa Gym)
Gambar 3. Santri sedang mengikuti simulasi bagaimana bersifat egois ( materi manajemen qolbu)
Gambar 4. Santri sedang melakukan Tanya jawab dalam proses pembelajaran.
Gambar 5. Para Santri sedang melakukan ibadah rutinitasnya yaitu shalat Dhuha Gambar 6. Para Santri sedang mengikuti ujian kenaikan ke marhalah 3
Gambar 7. Santri yang indisipliner ( memakai syal kuning) Gambar 8. Fasilitas perpustakaan milik pesantren Daarut Tauhiid
Gambar 9. Suasana muhadharah di asrama santri ikhwan
Gambar 10. Suasana santri ketika mengikuti pembelajaran di aula darul hidayah
PEDOMAN WAWANCARA
Untuk Pemimpin Pondok
1. Tujuan apa yang ingin diwujudkan dari sini?
2. Apa visi dan misi dari pondok pesantren ini?
3. Apa yang membedakan pesantren ini dengan pesantren lainnya?
4. Fasilitas apa saja yang dimiliki pesantren ini?
5. Bagaimana model pendidikan pesantren berbasis APW?
6. Apa maksud diadakannya model pendidikan ini?
Dengan Pengasuh/ Pengajar
1. Bagaimana cara pengajar memotivasi santri agar mempunyai akhlak yang
baik dan mempunyai mental wirausaha?
2. Pendekatan apa saja yang digunakan?
3. Apakah ada strategi tertentu dalam mendidik santri agar memiliki akhlak
yang Qolbun Salim dan jiwa kewirausahaan?
4. Dalam penerapan strategi yang digunakan, apakah ada matrei khusus
tentang akhlak dan wirausaha yang diberikan kepada santri?
5. Apa dan Bagaimana metode yang digunakan dalam menerapkan akhlakul
karimah dan jiwa wirausaha pada santri?
6. Bagaimana pengajar menciptakan lingkungan yang kondusif bagi
perkembangan tingkah laku santri?
7. Bagaimana aturan dan sangsi yang diterapkan dalam pendidikan APW ini?
Dengan Santri
1. Sudah berapa lama anda disini?
2. Motivasi apa yang mendorong anada untuk mengikuti pendidikan ini?
3. Apa yang anda rasakan ketika mengikuti kegiatan yang ada di pesantren
ini?
4. Apakah ada perubahan yang anda rasakan setelah berada di pesantren ini?
5. Apa yang anda harapkan setelah mengikuti pendidikan di pesantren ini?
6. Setelah mengikuti kegiatan ini adakah niat untuk berwirausaha?
7. Menurut anda, apa yang kurang dari program pendiikan APW ini? Dan
bagaimana perbaikan yang anda inginkan?
TRANSKIP WAWANCARA
A. Wawancara dengan Penanggung Jawab Program Santri Akhlak Plus
Wirausaha (Ust. Roni Abdul Fatah) 14 Oktober 2009.
1. Bagaimana sejarah adanya program santri akhlak plus wirausaha dan
siapa founding fathernya?
Jawab: ya, terima kasih. Latar belakang adanya program santri akhlak plus
wirausaha adalah berawal dari pimpinan pondok pesantren yaitu Aa gym,
beliau ingin merubah paradigma masyarakat, khususnya kawula muda
tentang wirausaha, yang menganggap wirausaha itu dagang saja dan
jualan. Ketika itu pada tahun 2001 beliau mengiinkan agar setiap muslim
memiliki jiwa leadership dan entrepreneurship, akhirnya semua tim
asaatidz menanggapi keinginan itu dan saat itu tercetuslah ide santri
akhlak plus wirausaha.
2. Dari hasil observasi kami, kenapa model pendidikan ini sepertinya tidak
ada pemisahan umur (yang tua dicampur dengan yang muda)?
Jawab: untuk materi tertentu kami pisahkan, karena latar belakang mereka
yang berbeda-beda, seperti contoh semisal dalam belajar al Qur’an, ada
pra tahsin, tahsin, program hafidz dan lain-lain, itu ya, jadi kita pisahakan
bukan berdasar umur, tapi kemampuan. karena yang mengikuti program
ini minimal SMA, jadi walaupun dalam materi tertentu mereka digabung,
mereka bisa menyesuaikan dan malah makin menambah wawasan.
3. Tentang strategi pembelajarannya ustadz, ada tidak, strategi khusus yang
digunakan, agar santri tertanam pada jiwanya akhlak dan mental
wirausaha?
Jawab: ya, yang pertama program ini mempunyai 3 tingkatan/ marhalah,
yang mana pada marhalah pertama santri disiapkan mentalnya, dibentuk
sehingga memiliki mental yang baik dan kuat (BAKU). Pada marhalah
dua diberikan teori-teori dan pengetahuan keislaman, akhlak dan
wirausaha. Dan pada marhalah tiga dibuat agar dapat mengaplikasikan
ilmu yang didapat pada marhalah satu dan dua, lewat praktek wirausaha
dan pengabdian masyarakat.
4. Pertanyaan terakhir ustadz, kenapa pesantren Daarut Tauhiid berbeda
dengan pesantren lainnya? Salah satunya, banyak program yang tidak
ditemukan di pesantren lain, seperti daurah qolbiyah, daurah qur’aniyah,
santri APW, sanlat dsb, dan tidak adanya kajian mendalam tentang kitab-
kitab klasik (kitab kuning)?
Jawab: yang pertama Daarut Tauhiid tidak atau belum seperti pesantren
yang lain, yang mana paradigma masyarakat, orang yang masuk pesantren
pasti bisa ilmu-ilmu agama, misal bahasa arab, nahwu shorof dan
sebagainya. Disini bukan tidak ingin, tapi sedang berproses. Karena awal
berdirinya DT dari kumpulan orang-orang yang bukan background agama
yang kuat. Bukan tidak ingin, mereka ingin, tapi kemampuan terbatas,
sehingga pada awal-awal berdirinya pesantren ini, lebih fokus ke
wirausaha dahulu, tetapi perbaikan tetap kami lakukan.
B. Wawancara dengan salah satu santri Akhlak plus Wirausaha angkatan 12
(Andi Kurniawan, asal lampung, umur 25 tahun.) 19 Oktober 2009.
1. Motivasi apa yang mendasari kang andi ikut program santri akhlak plus
wirausaha ini?
Jawab: ya, kalo motivasi, yang pertama menuntut ilmu pastinya, kalau di
pesantren DT kan terkenal tauhidnya, maka saya ingin belajar tauhid disini
dan tentunya wirausaha, karena saya ikut pendidikan akhlak plus
wirausaha, selain itu ingin tambah wawasan, tambah ilmu, ilmu mengenal
Allah dan rasulnya.
2. Apa yang kang andi rasakan setelah 2 bulan mengikuti pendidikan ini?
Jawab: ya, pertama tambah ilmu, tambah wawasan juga bertambahnya
motivasi pada diri saya untuk bertaqorrub ilallah dan termotivasi untuk
mengembangkan wirausaha.
3. Apa perubahan yang bisa langsung dirasakan kang andi?
Jawab: kalau dampak langsungnya mungkin tentang kedisiplinan dan
manajemen waktu, karena sebelum mengikuti pendidikan ini hidup saya
seperti air yang mengalir saja.
4. Apa harapan kang andi setelah nanti selesai mengikuti pendidikan santri
akhlak plus wirausaha ini?
Jawab: yang pertama, bertambahnya ilmu saya, bertambah taqorrub saya
pada Allah dan menjadi wirausaha yang sukses.
5. Pertanyaan yang terakhir, kira-kira menurut kang andi, adakah
kekurangan pendidikan akhlak plus wirausaha ini? dan apa saran kang
andi untuk perbaikan angakatan selanjutnya?
Jawab: yang pertama dari segi waktu ya, pada awal-awal tidak sesuai
dengan jadwal yang ditentukan, artinya kurang disiplin, ketika KBM pun
terkadang juga molor, ustadznya yang terlambat datang atau sebaliknya.
Harapannya untuk masalah waktu agar diperhatikan. dan untuk
peraturannya sendiri khususnya di asrama, saya kira terlalu longgar dan
kurang tegas.
C. Wawancara dengan pengasuh pondok pesantren Daarut Tauhiid (Aa
Gym) 1 November 2009.
1. Kenapa pesantren Daarut Tauhiid berbeda dengan pesantren lainnya a’,
kalau kita kaji dari makna pesantren, maka akan didapati pesantren
adalah tempat pencetak ulama, nah, apakah pendidikan pesantren akhlak
plus wirausaha ini yang paling lama jangka waktunya sekitar 6 bulan ini
bisa mencetak para ulama?
Jawab: sebenarnya tidak niat berbeda dengan yang lain, cuma
kemampuannya baru seperti ini, pesantren ini pun tidak dipimpin seorang
ulama, baru sedang belajar, bagaimana mungkin berani mencetak para
ulama.
2. Lalu bagaimana dengan makna pesantren itu sendiri a’?
Jawab: kita belajar terus menerus untuk memperbaiki, mudah-mudahan
ada saatnya untuk menjadi lebih baik.
3. Tentang santri APW a’, sebenarnya cikal bakal adanya program santri
akhlak plus wirausaha ini seperti apa a’?
Jawab: Rasulullah pun seorang entrepreneur, kita lihat sebelum diangkat
menjadi nabi, beliau seorang pedagang. Jiwa entrepreneur itu ialah jiwa
orang yang kreatif membuat manfaat, sehingga kalau disebut wirusaha
tidak identik dengan bisnis, tapi keterampilan mengolah potensi yang ada
sehingga dia bisa memberikan manfaat yang besar, dalilnya khoirunnas
anfauhum linnas, sebaik-baiknya kalian adalah yang bermanfaat bagi
banyak manusia.