Post on 16-Oct-2021
IDENTIFIKASI SEBARAN MINERALISASI TIMAH & STRUKTUR
GEOLOGI MENGGUNAKAN METODE GEOMAGETIK DI BUKIT
PUYUH KECAMATAN TEMPILANG KABUPATEN
BANGKA BARAT
SKRIPSI
ADO MUHAMMAD YUSHA
F1D315014
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA
JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
2021
i
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa penulisan Skripsi yang berjudul
“IDENTIFIKASI SEBARAN MINERALISASI TIMAH & STRUKTUR GEOLOGI
MENGGUNAKAN METODE GEOMAGNETIK DI BUKIT PUYUH KECAMATAN
TEMPILANG KABUPATEN BANGKA BARAT” ini berdasarkan hasil penelitian,
pemikiran dan pemaparan dari saya sendiri selama melaksanakan Penelitian
skripsi ini.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila
dikemudian hari terdapat penyimpangan atau ketidak benaran dalam pernyataan
ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku di
Universitas Jambi.Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar tanpa
paksaan dari pihak manapun.
Jambi, Juni 2021
Yang Menyatakan
Ado Muhammad Yusha
ii
IDENTIFIKASI SEBARAN MINERALISASI TIMAH & STRUKTUR
GEOLOGI MENGGUNAKAN METODE GEOMAGETIK DI BUKIT
PUYUH KECAMATAN TEMPILANG
KABUPATEN BANGKA BARAT
S K R I P S I
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana pada
Program Studi Teknik Geofisika
ADO MUHAMMAD YUSHA
F1D315014
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
2021
iii
PENGESAHAN
Skripsi dengan Judul IDENTIFIKASI SEBARAN MINERALISASI TIMAH &
STRUKTUR GEOLOGI MENGGUNAKAN METODE GEOMAGETIK DI BUKIT
PUYUH KECAMATAN TEMPILANG KABUPATEN BANGKA BARAT yang disusun
oleh ADO MUHAMMAD YUSHA, NIM: F1D315014 telah di pertahankan di depan
penguji pada tanggal 1 April 2021 dan dinyatakan lulus.
Susunan Tim Penguji :
Ketua : Drs. Faizar Farid M.Si
Sekretaris : Ira Kusuma Dewi, S.Si., M.T.
Anggota : 1. Drs. H. Nasri MZ, M.S
2. Dr. Drs. Ngatijo, M.Si
3. Ichy Lucya Resta, S.Pd., M.Si
Disetujui:
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Drs. Faizar Farid M.Si Ira Kusuma Dewi, S.Si., M.T.
NIP. 195812171989021001 NIP. 198701172019032015
Diketahui:
Ketua
Program Studi Teknik Geofisika,
Ira Kusuma Dewi, S.Si., M.T.
NIP. 198701172019032015
iv
RINGKASAN
Telah dilakukan pengambilan data dengan metode geomanetik di Bukit
Puyuh Kecamatan Tempilang Kabupaten Bangka Barat Bersama PT.Timah.Tbk
pada tanggal 14 Februari 2020 sampai 30 april 2020. Data yang diambil berupa
data Lapangan (Primer) dan dilakukan di lingkuanan IUP PT.Timah.Tbk itu sendiri.
Pengambilan data magnetik ini dilakukan pada lokasi yang sebelumnya telah
dilakukan pemetaan geologi terlebih dahulu dengan Luas wilayah penelitian seluas
4 x 3 km. Untuk lintasan penelitian berjumlah 38 lintasan dengan spasi 100 meter
di tiap lintasan dan jarak 10 meter di tiap titik pengukuran. Jumlah titik
pengukuran yang diambil pada wilayah penelitian adalah sebanyak 9313 titik
dengan 3 kali pengulangan di setiap titiknya. Zona sebaran anomali magnetik di
wilayah penelitian memiliki variasi nilai anomali magnetik mulai dari -6.5nT
sampai 11.5nT. zona mineralisasi timah di indikasikan dengan adanya kontras
nilai anomali magnetik. Kontras anomali rendah (negatif) dengan nilai -6.5nT
sampai 1.2nT yang tersebar dari Barat Laut ke Tenggara dan dari Timur Laut ke
Barat Daya serta bagian Selatan pabrik. Untuk anomali tinggi (positif) dengan nilai
8.8nT sampai 11.5nT tersebar dari area pabrik ke arah Barat Daya Dan Tenggara.
Kontras nilai anomali magnetik ini diperkirakan mengindikasikan keberadaan
struktur-struktur geologi seperti sesar serta keberadaan zona mineralisasi di
sekitar area struktur. Struktur geologi yang terdapat pada wilayah penelitian
adalah beberapa unit sesar yaitu sesar mendatar kiri. Sesar ini terdiri dari dua
pergerakan ke kanan yang arah utamanya yaitu baratlaut-tenggara dan ke kiri
yang arahnya yaitu baratdaya-timurlaut. Berdasarkan Katili, (1967) sesar
mendatar kiri terbentuk terlebih dahulu daripada sesar mendatar kanan. Serta
kekar-kekar yang nantinya menjadi urat-urat (vein) yang nantinya akan di isi oleh
mineral seperti kasiterit.
Kata Kunci: Anomali, Geomagnetik, Kasiterit.
v
SUMMARY
Data collection using the geomanetic method was carried out in Bukit Puyuh, Tempilang
District, West Bangka Regency with PT.Timah.Tbk on February 14, 2020 to April 30, 2020. The data
was taken in the form of Field (Primary) data and was carried out in the IUP environment of
PT.Timah.Tbk itself. This magnetic data collection was carried out at a location where geological
mapping had previously been carried out with an area of the study area of 4 x 3 km. For the research
trajectory there are 38 tracks with a space of 100 meters on each track and a distance of 10 meters at
each measurement point. The number of measurement points taken in the study area was 9313 points
with 3 repetitions at each point. The magnetic anomaly distribution zone in the study area has a
variation of magnetic anomaly values ranging from -6.5nT to 11.5nT. tin mineralization zone is
indicated by the presence of contrasting magnetic anomaly values. Low anomalous contrast
(negative) with values of -6.5nT to 1.2nT spread from the Northwest to the Southeast and from the
Northeast to the Southwest and the southern part of the plant. For high anomalies (positive) with a
value of 8.8nT to 11.5nT are scattered from the factory area to the southwest and southeast. This
magnetic anomaly value contrast is estimated to indicate the presence of geological structures such as
faults and the presence of mineralized zones around the structure area. The geological structure
contained in the study area is several fault units, namely the left horizontal fault. This fault consists of
two movements to the right, whose main direction is northwest-southeast and to the left in the
southwest-northeast direction. According to Katili, (1967) the left horizontal fault was formed earlier
than the right horizontal fault. As well as burrows which will later become veins which will later be
filled with minerals such as cassiterite.
Keywords: Anomaly, Geomagnetic, Casiterite
vi
RIWAYAT HIDUP
ADO MUHAMMAD YUSHA lahir di Jakarta, 10 Agustus
1997, penulis merupakan anak kedua dari Pasangan
Bapak Alpiadi S.H dan Elmides milia. Penulis sendiri
Berdomisili di Perumahan Bumi Mendalo Asri Blok V No. 11
RT 03 Kelurahan Mendalo Darat Kecamatan Jambi Luar
Kota, Kab. Muaro Jambi. Jalur pendidikan formal yang
ditempuh oleh penulis adalah tahun 2003 – 2009 SD Negeri
44/III Desa Baru Pulau Sangkar, Tahun 2009 – 2012 SMP
Negeri 12 Kerinci, Tahun 2012 – 2015 MAN 1 Sungai Penuh, Dan tahun 2015 –
Sekarang Teknik Geofisika Universitas Jambi.
Selama menempuh pendidikan jenjang S1, penulis cukup aktif dalam
bidang akademik maupun non akademik dan aktif sevagai anggota Himpunan
Mahasiswa Teknik Geofisika Antareja Universitas Jambi (HMTGF Antareja UNJA)
Periode 2017-2018. Penulis juga telah melakukan berbagai kunjungan perusahaan
diantaranya BMKG Kota Bumi, Lampung (2018) dan Pertamina Geotermal Energy
(PGE) Ulu Belu, Lampung (2018). Penulis juga melakukan kerja praktek lapangan
di PT.TIMAH.Tbk, Pangkal Pinang, Provinsi Bangka Belitung. Dalam memenuhi
syarat Program S1, Terakhir penulis telah menyelesaikan kegiatan Penelitian
skripsi di PT. TIMAH Tbk. Pangkal Pinang, Provinsi Bangka Belitung dengan judul
“Identifikasi Sebaran Mineralisasi Timah & Struktur Geologi Dengan Menggunakan
Metode Geomagnetik di Bukit Puyuh, Kecamatan Tempilang, Kabupaten Bangka
Barat.
vii
PRAKATA
Puji dan Syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala berkat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Penelitian skripsi yang
berjudul “IDENTIFIKASI SEBARAN MINERALISASI TIMAH & STRUKTUR
GEOLOGI MENGGUNAKAN METODE GEOMAGETIK DI BUKIT PUYUH
KECAMATAN TEMPILANG KABUPATEN BANGKA BARAT” , dilaksanakan di PT.
TIMAH Tbk, sebagai salah satu Matakuliah wajib Program Studi Teknik Geofisika
Universitas Jambi. Dalam menyelesaikan Penelitian skripsi ini penulis tidak lepas
dari bimbingan, bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak untuk itu penulis
mengucapkan rasa hormat dan terima kasih kepada :
1. Kepada Allah SWT, karena berkat dan rahmat-Nya lah, sehingga penelitian
skripsi ini dapat terlaksanakan dan penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan
tepat waktu.
2. Kepada Papa saya Alpiadi S.H dan Mama saya Elmides Milia yang pastinya
selalu mendoakan yang terbaik untuk anaknya serta selalu mendukung
semua kegiatan positif yang saya lakukan.
3. Kepada PT. TIMAH Tbk, yang telah memberikan penulis kesempatan untuk
melaksanakan penelitian skripsi di PT. TIMAH Tbk.
4. Kepada Pembimbing skripsi yaitu bapak Drs. Faizar Farid, M.Si dan ibu Ira
Kusuma Dewi, S.Si., M.T, yang telah membimbing saya dalam penulisan
skripsi ini.
5. Kepada Bapak Harry selaku pembimbing penulis di PT. TIMAH Tbk yang telah
memberikan bimbingan dan waktunya selama penulis melaksanakan
penelitian dan penyusunan skripsi
6. Kepada Bapak Hidayat Dan Bapak Dendi selaku satuan Tim Geofiska di PT
TIMAH Tbk. Terimakasih atas waktu dan bimbingannya selama penulis
melaksanakan penelitian skripsi selama kurang lebih 3 bulan.
7. Kepada bang Beta, Bang Tyas, Bang Chorio selaku Tim Akuisisi Magnetik PT
TIMAH Tbk. Terimakasih atas bimbingan dan waktunya selama penulis
melaksanakan Pengambilan data di lapangan.
8. Kepada Efraim Maykhel Hagana Ginting selaku rekan seperjuangan serta
sobat lockdown dalam penelitian skripsi ini dan teman yang selalu membantu
penulis dalam menyelesaikan penelitian skripsi ini baik secara moral maupun
material.
9. Kepada teman-teman Teknik Geofisika Universitas Jambi, khususnya
angkatan 2015 yang telah memberikan banyak motivasi, inspirasi dan
segalanya baik tentang pendidikan maupun di luar masalah pendidikan.
10. Dan yang tak kalah berjasa yaitu dosen - dosen di Teknik Geofisika
Universitas Jambi yang selama ini telah memberikan banyak ilmu yang sangat
bermanfaat.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN ........................................................................................................ i
RINGKASAN ........................................................................................................ iv
SUMMARY ............................................................................................................ v
RIWAYAT HIDUP ................................................................................................. vi
PRAKATA ........................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ................................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xii
I. PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
1.3. Hipotesis .................................................................................................... 2
1.4. Tujuan ....................................................................................................... 2
1.5. Manfaat ..................................................................................................... 3
II.TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 4
2.1. Penelitian Relevan ...................................................................................... 4
2.2. Geologi Regional Daerah Penelitian ............................................................. 7
2.3. Karakteristik Batuan Granit ..................................................................... 10
2.4. Mineral Kasiterit ..................................................................................... 14
2.5. Statigrafi Wilayah Penelitian ..................................................................... 16
2.6. Proses Hidrotermal ................................................................................... 17
2.7. Alterasi .................................................................................................... 18
2.8. Metode Magnetik ...................................................................................... 18
III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................... 24
3.1. Tempat dan Waktu ................................................................................... 24
3.2. Data dan Perangkat Lunak ....................................................................... 24
3.3. Tahap Penelitian ...................................................................................... 29
ix
3.4. Diagram Alir Penelitian ............................................................................ 35
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 36
4.1. Struktur Geologi ...................................................................................... 36
4.2. Metode Magnetik ...................................................................................... 40
4.3. Pemodelan 2D .......................................................................................... 47
4.4. Interpretasi dan Analisis .......................................................................... 51
V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 53
5.1. Kesimpulan .............................................................................................. 53
5.2. Saran Penelitian ....................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 54
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Peta Jalur Granit Regional (Batchelor, 1983) ................................................... 10
2. Blok Penyusun Paparan Sunda (Mangga Dan Djamal, 1994) ........................... 12
3.(A.Peta Index Persebaran Main Range Province dan Eastern Province Pada Pulau
Bangka-Belitung) Dan (B.Persebaran Main Range Province dan Eastern Province
Pada Pulau Bangka-Belitung) (Cobbing, 1998) .................................................... 14
4. Mineral kasiterit ............................................................................................. 15
5. Peta Geologi Lembar Bangka Utara Dan Bangka Barat Skala 1:250000 (Mangga
dan Djamal, 1994) .............................................................................................. 16
6. Spin Elektron Bahan Diamagnetik ................................................................. 20
7. Spin Elektron Bahan Paramagnetik ................................................................ 20
8. Spin Elektron Bahan Ferromagnetik ............................................................... 20
9. Spin Elektron Bahan Ferrimagnetik ................................................................ 21
10. Garis – Garis Gaya Magnetik (Isaak, 1989) .................................................... 22
11. Unsur- Unsur dari Medan Magnet Bumi (Lawless, 1995). .............................. 23
12. Proton Precision Magnetometer GMS-19T (http://www.gemsys.ca/gem-
product-catalogue) ............................................................................................. 28
13. Peta Elevasi Wilayah Pengambilan Data & Titik-titik Pengambilan Data ......... 30
14. Diagram Alir Penelitian ................................................................................. 35
15.Peta Geologi Lokal Tempilang ......................................................................... 36
16. Lahan Berupa Pertambangan Masyarakat. .................................................... 37
17. Lahan Berupa Perkebunan Kelapa Sawit ....................................................... 38
18.Lahan Pabrik PT.Sawindo Kencana ................................................................ 38
19. Foto Singkapan Batuan ................................................................................ 39
20. Sampel Batupasir ......................................................................................... 39
21. Peta Sebaran Anomali Total Medan Magnetik ................................................ 40
22. Peta Anomali Magnet Hasil Reduksi ke Ekuator ............................................ 42
23. Peta Anomali Magnetik Hasil Pengangkatan 50m .......................................... 43
24. Overlay Peta Geologi Lokal Dengan Peta Anomali Magnetik Pengangkatan 50m
.......................................................................................................................... 46
25. Peta Sayatan ................................................................................................ 47
26. Pemodelan 2D Geologi Bawah Permukaan Pada Sayatan A-A’ ........................ 48
27. Pemodelan 2D Geologi Bawah Permukaan Pada Sayatan B-B’ ....................... 49
28. Pemodelan 2D Geologi Bawah Permukaan Pada Sayatan C-C' ....................... 50
29. Pemodelan 2D Geologi Bawah Permukaan Pada Sayatan D-D' ....................... 51
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Statigrafi Bangka Barat .................................................................................. 16
2. Rencana Pelaksannan Tugas Akhir. ................................................................ 24
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Daftar Nilai Suseptibilitas Batuan dan Mineral (Telford, dkk., 1990) ................ 56
2. Raw data hari pertama serta Hasil Total Magnetic Intensity ............................. 58
3. Quality Control terhadap Hasil Total Magnetic Intensity .................................. 59
4. Koreksi diurnal menggunakan GEMLink V5.3 ................................................. 60
5. Nilai IGRF di Lapangan ................................................................................... 61
6. Nilai Inklinasi dan Deklinasi Wilayah Penelitian .............................................. 62
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bangka-Belitung merupakan bagian dari jalur timah Asia Tenggara dan
terkaya di dunia yang memanjang dari Cina Selatan, Thailand, Burma, Malaysia
dan Indonesia. Timah terbentuk sebagai endapan primer dalam batuan granit dan
pada daerah kontak batuan malihan yang biasa berasosiasi dengan turmalin dan
urat kuarsa. Di daratan Bangka-Belitung terdapat dua jenis urat kuarsa yang telah
ditambang yaitu berupa urat celah dan urat berlapis yang secara genetik berasal
dari intrusi granit berumur Trias Atas (Arifin, 2009).
Menurut Katili (1986), kerangka geologi regional Kepulauan Bangka-
Belitung dan pulau-pulau di sekitarnya termasuk kedalam Punggungan Bangka-
Belitung (Bangka – Biliton Ridge) yang merupakan tinggian batuan dasar yang
berada disebelah timur Cekungan Sumatera Selatan dan di sebelah utara
Cekungan Sunda. Menurut Batchelor (1983), punggungan ini merupakan bagian
dari jalur timah batuan granit (Tin Belt Granite) dari Kraton Sunda yang
memanjang dari daratan Thailand, Semenanjung Malaysia, Kepulauan Riau,
Bangka-Belitung hingga Kalimantan Barat. Sehubungan dengan batuan dasar
granit yang muncul di sepanjang jalur timah ini mempunyai jenis yang berbeda-
beda, maka batuan granit yang ada di Pulau Belitung dimasukkan pada Western
Tin Belt Granite , berbeda dengan jenis granit di Pulau Bangka yang dimasukan
pada Main Tin Belt Granite.Ditinjau dari perkembangan zona volkanik Sumatera
memperlihatkan bahwa granit Belitung berumur lebih tua (berumur Perm hingga
Jura), dibandingkan granit di Bangka dan di daratan pulau Sumatera yang
berumur Trias. Hal ini dapat menunjukan bahwa proses erosi pada tinggian -
tinggian granit di daerah Belitung telah berjalan lebih dahulu, sehingga hasilnya
berupa endapan alluvial dan sedimen pantai dan laut telah pula berjalan lebih
intensif dibandingkan dengan daerah Bangka dan Sumatera.
Metode magnetik merupakan salah satu metode potensial yang
menggambarkan kondisi bawah permukaan berdasarkan nilai intensitas magnetik.
Nilai intensitas magnetik berbanding lurus dengan nilai suseptibilitas batuan. Nilai
intensitas magnetik suatu batuan dapat mengindikasikan keberadaan zona
alterasi yang terjadi akibat naiknya fluida hidrotermal ke permukaan, zona
struktur pada batuan, dan persebaran zona mineralisasi pada batuan, dengan
demikian penerapan metode magnet sangat membantu dalam menentukan zona –
zona mineralisasi terutama mineralisasi timah primer. Kerentanan magnetik dapat
digunakan sebagai indikator jenis granit paramagnetik (ilmenitetype granites) dan
ferromagnetik granitoids (magnetite-type granites). Analisis distribusi nilai
kerentanan magnetik ini menunjukan hubungan yang kuat antara nilai
kerentanan magnetik dan tipe granit.
2
PT TIMAH merupakan produsen dan eksportir logam timah, dan memiliki
segmen usaha penambangan timah terintegrasi mulai dari kegiatan eksplorasi,
penambangan, pengolahan hingga pemasaran. Ruang lingkup kegiatan
Perusahaan meliputi juga bidang pertambangan, perindustrian, perdagangan,
pengangkutan dan jasa.
Penelitian di daerah Bukit Puyuh, Kecamatan Tempilang, Kabupaten
Bangka Barat menjadi menarik untuk dilakukan guna penentuan persebaran
intrusi granit dan juga karena adanya struktur geologi berupa sesar yang
terbentuk setelah penujaman intrusi granit tersebut beradasarkan peta geologi
lembar Bangka Selatan. intrusi granit sendiri memiliki nilai suseptibilitas yang
kontras, sehingga intrusi granit dapat dideteksi dengan menggunakan metode
magnetik. Oleh karena itu penulis tertarik melakukan penelitian yang berjudu
“IDENTIFIKASI SEBARAN MINERALISASI TIMAH & STRUKTUR GEOLOGI
MENGGUNAKAN METODE GEOMAGETIK DI BUKIT PUYUH KECAMATAN
TEMPILANG KABUPATEN BANGKA BARAT”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan peta geologi lembar Bangka Barat di temukan adanya sebaran
granit, namun belum di ketahui pola sebaran dari mineralisasi timah dan granit
berdasarkan nilai magnetik. Sehingga dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pola sebaran nilai anomali magnetik di Bukit Puyuh, Kecamatan
Tempilang, Kabupaten Bangka Barat ?
2. Dimana zona sebaran mineralisasi timah berdasarkan nilai suseptibiltas
metode magnetik di Bukit Puyuh, Kecamatan Tempilang, Kabupaten Bangka
Barat ?
3. Apa saja struktur geologi yang terdapat di Bukit Puyuh, Kecamatan
Tempilang, Kabupaten Bangka Barat ?
1.3. Hipotesis
Berdasarkan informasi yang diperoleh, dilihat dari kondisi daerah
penelitian maka nilai suseptibilitas batuan penyusun di daerah intrusi granit akan
memiliki variasi nilai suseptibilitas yang berbeda-beda yaitu interval 0 – 50 x 103
(SI). Persebaran granit di daerah penelitian di perkirakan mengarah dari Timur ke
arah Barat.
1.4. Tujuan
Adapun tujuan yang diharapkan dari penelitian tugas akhir ini antara lain
adalah:
1. Mengetahui sebaran anomali medan magnet di Bukit Puyuh, Kecamatan
Tempilang, Kabupaten Bangka Barat berdasarkan pengukuran metode
magnetik dalam zona sebaran mineralisasi timah.
3
2. Mengidentifikasi zona sebaran mineralisasi timah berdasarkan model bawah
permukaan dari metode magnetik di Bukit Puyuh, Kecematan Tempilang
Kabupaten Bangka Barat.
3. Mengetahui apa saja struktur geologi yang berada pada wilayah penelitian.
1.5. Manfaat
Adapun manfaat diadakan penelitian ini yang diharapkan memberikan
manfaat sebagai berikut :
1. Memberikan informasi kepada pemerintah khususnya PT. TIMAH untuk
menemukan sebaran mineralisasi Timah yang ada di Bukit Puyuh, Kecamatan
Tempilang Bangka Barat.
4
II.TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Relevan
Penelitian yang berkaitan dengan mengetahui sebaran intrusi granit
menggunakan metode magnetik disekitar daerah Bangka Belitung, adalah Febrido
Arwanda (2018) Arah Persebaran Sumberdaya Batu granit Pada proses upward
continuation 50 m, anomaly magnetik berupa warna semakin terlihat jelas dan
anomali pengotornya menghilang. Pada tahapan proses upward continuation 100
m, sampai 150 m, menjelaskan bahwa perubahan warna anomaly magnetik
memperlihatkan bentuk arah persebarannya berdasarkan nilai suseptibilitas
batuan dan mineral. Dari hasil proses filter upward continuation dapat diketahui
persebaran sumberdaya batugranit berada di zona anomali yang berwarna kuning
tuadengan interval nilai suseptibilitas antara 2,5-7,8 nT mengarah ke arah Barat.
Berdasarkan penelitian Aryanto (2016) Secara regional penyebaran
batugranit di Belitung terdapat di 4 daerah, yaitu daerah Tanjung Pandan,
Gunung Mang, Parangbuloh, dan Kelumpang. Kelompok batugranit Kelumpang ini
sebagai granit hornblende yang tidak ada hubungannya dengan mineralisasi
kasiterit.
Berdasarkan pemerian megaskopis dan analisa petrografi terlihat bahwa
granit di lokasi kegiatan memiliki sifat yang menyerupai granit tipe-I karena terdiri
dari serangkaian potasik dan cafemic yang diperkirakan berasal dari Formasi
Adamelit Baginda. Semua tubuh utama granit merupakan tipe-I selain itu granit di
lokasi telitian telah mengalami fase alterasi dengan hadirnya beberapa mineral
ubahan seperti serisit dan klorit yang secara komposisi antar mineral, tersusun
atas kuarsa (35%), orthoklas (25%) dan plagioklas (15%) sebagai mineral utama
penyusun batuan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Aifin (2009) Anomali positif-rendah
yang membatasi benda intrusif bawah laut dapat diamati di sekitar Pulau Belitung.
Anomali positif-rendah berbentuk elip dicirikan oleh nilai kerentanan magnetik
batuan antara 0.001- 0.003 cgs unit. Benda intrusif bawah laut ini bisa jadi
memiliki daya tarik ekonomi, dan berdasarkan sifat-sifat anomalinya maka benda
intrusif ini kemungkinan berupa pluton granitik jenis granit-biotit yang berasosiasi
dengan mineral kasiterit. Anomali magnetik positif-rendah ini bisa jadi mencirikan
batuan intrusif sama seperti granit yang berafiliasi dengan endapan timah.
Di bagian selatan Pulau Belitung tepatnya di sekitar Pantai Gembira,
singkapan granit menunjukkan tipe granit biotit porfiritik dengan fenokris ortoklas
yang panjangnya bisa sampai 8 cm, juga terdapat mikrokline, pertite, plagioklas,
biotit, kuarsa. Secara setempat, terdapat zirkon, apatit, titanit,fluorit, black
turmaline, kasiterit, amfibol. Sedangkan di bagian timur seperti di daerah Burung
Mandi lebih dicirikan oleh granodiorit.
5
Hasil penelitian oleh Usman (2018) Pemodelan A didapatkan jenis batuan
dan mineral seperti calcite, shales, cays, basalt, dan lava andesit. Shales yang
didaptakn ini diduga berasal dari bongkahan batuan Basalt. Sedangkan untuk
pemodelan B didaptakn jenis batuan dan mineral seperti calcite, coal, breksi,
alterasi lempung, shales, breksi, lava andesit, dan granite. Mineral coal yang
didapat ini merupakan mineral batu bara muda.
Dari hasil uji SEM menunjukkan bahwa struktur mikro dari sampel
batuan pada umumnya struktur kristalnya berbentuk lempengan yang tidak
teratur dengan ukuran yang bervariasi.Sedangkan hasil pengujian EDS
menunjukkan bahwa sampel batuan tersebut mengandung unsur silikon dan
magnesium dalam jumlah mayor. Selain dari itu diperoleh pula unsur mineral
dalam jumlah minor seperti sodium, sulfur, chlorine, phosphorus, potassium,
kalsium, titanium dan besi.
Menurut penelitian Eddy (2001) Hasil rata-rata penarikan jejak belah
untuk contoh batuan granit asal Sumater Barat dengan menggunakan zirkon
sebagai penentu umur adalah sebagai berikut: granit SB-36 berumur 39,03 ± 1,75
juta tahun, granit SB-38 berumur 48,09 ± 2,31 juta tahun, dan granit SB-47
berumur 4,74 ± 0,49 juta tahun.
Dari hasil pentarikhan tersebut terdapat perbedaan rata-rata antara umur
ketiga contoh batuan yang menunjukkan bahwa granit SB-36 terbentuk pada kala
Eosen Akhir, granit SB-38 terbentuk pada kala Eosen Awal dan granit SB-47
terbentuk pada kala Pliosen Awal. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga contoh
batuan granit tersebut tidak terbentuk secara bersamaan dan berasal dari sumber
magma yang berbeda.
Berdasarkan penelitian Melda (2015) Nilai suseptibilitas yang diperoleh di
tiap titik pengukuran daerah survey yaitu pada kisaran 1276.175-70615.84 nilai
tersebut menyatakan bahwa jenis batuan di daerah survey didominasi batuan
andesit dan dasit. Untuk harga anomaly terbesar diketahui kedalaman nya sekitar
9.92 m dari permukaan dan panjangnya 47.52 m. Adanya harga anomaly magnet
yang berbeda menandakan adanya batuan yang berbeda.Dari data yang terolah
dari penelitian ini dapat diperkirakan bahwa disekitar daeah Stasiun Geofisika
Tuntungan Kecamatan Pancur Batu Medan memungkinkan terdapatnya material
logam yang terdapat pada lintasan III, IV dan V dengan arah sepanjang Barat laut
yang memotong daerah survey. Pada harga anomaly magnet terlihat jelas
mengalami perubahan harga dari yang rendah (bernilai negatif).
6
Menurut penelitian dari Yudi (2014) Berdasarkan hasil survei IP, daerah
Parit Tebu didominasi oleh nilai tahanan jenis rendah dan chargeability rendah
yang berasosiasi dengan batuan sedimen di bagian tengah pada kedalaman kurang
dari 70 m. Di sebelah timurlaut ditemukan nilai tahanan jenis dan chargeability
tinggi yang di interpretasikan sebagai indikasi keberadaan intrusi granit. Dari hasil
penampang tahanan jenis dan chargeability 2D, nilai tahanan jenis dan
chargeability tinggi yang diduga sebagai respon dari batuan granit terlihat pada
kedalaman 70 m dan menerus hingga ke dalam. Interpretasi keberadaan batuan
granit di daerah ini diperkuat dengan adanya pasangan anomali magnet rendah
dan anomali magnet tinggi di sebelah timurlautnya. Pasangan anomali magnet ini
mengindikasikan keberadaan batuan yang lebih magnetis daripada batuan di
sekitarnya (batuan sedimen). Batuan granit ini diperkirakan berasosiasi dengan
timah primer yang sampai saat ini masih menjadi pertanyaan mengenai
keberadaannya. Karena itu zona prospek timah primer diperkirakan berada di
sebelah timurlaut dengan perkiraan luas sekitar 731283 m2. Serta cadangan
sumber daya hipotetik batuan granit di lokasi diperkirakan kurang lebih sebesar
250000 ton.
Pengeboran uji di daerah prospek perlu dilakukan untuk membuktikan dan
lebih menegaskan mengenai keberadaan batuan granit sebagai indikasi adanya
timah primer. Pengeboran sebaiknya dilakukan pada perkiraan zona prospek,
yaitu di sebelah timurlaut daerah survei (di sekitar titik D-2500). Hasil pemodelan
tahanan jenis dan chargeability 2D pada lintasan D memperlihatkan bahwa
anomali yang diduga sebagai batuan granit berada pada kedalaman 70 m dan
menerus hingga ke dalam. Karena itu kedalaman pengeboran uji disarankan lebih
dari 100 m.
Dalam penelitian Zaidan (2008) Daerah yang memiliki potensi cadangan
bijih besi (Fe) memiliki kontur anomaly Magnetik berkisar 500 nT - 4000 nT. Bijih
besi pada daerah ini bijih besi diinterpretasikan sebagai tipe vein dengan arah
sebaran vein Fe di permukaaan yang tersebar relative memanjang mengarah barat-
timur, sesuai dengan kelurusan umum (dominant) yang terbentuk di pulau
belitung. Adanya keterbatasan alat geomagnet dalam melakukan pengukuran pada
saat alat mendekati atau kontak langsung dengan objek benda (bijih besi) yang
telah terekspose di permukaan, sehingga terjadi penurunan akurasi pengukuran
sampai angka tak hingga.
7
Berdasarkan penelitian Hidayat (2017) Pengukuran medan magnet total
yang telah dilakukan di lokasi penelitian diperoleh data intensitas magnetik total
berkisar antara 42.456 sampai 43.111,6 nT. Setelah dilakukan koreksi harian dan
koreksi IGRF, intensitas anomali magnetik regional berkisar -640 sampai -180 nT.
Hasil dari filter upward continuitas menunjukkan anomali lokal daerah
penelitian.
Interpretasi kualitatif dilakukan dengan menganalisa kontur anomali
medan magnetik lokal. Berdasarkan pola kontur anomali dapat dilihat posisi dari
dyke yang menjadi sumber anomali. Adapun perbedaan anomali yang mencolok
pada bagian kanan atas peta kontur anomali residual timbul akibat perbedaan
ketinggian dan jumlah sedimen yang menutupi batuan dasar (sumber anomali)
yang tersingkap di dasar sungai. Perbedaan ketinggian antara tepi sungai dan
dasar sungai bervariatif antara 1-5 meter di sisi selatan sungai dan 2-11 meter di
sisi bagian utara sungai.
Menurut penelitian yang teah di lakuka faisol (2014) Berdasarkan hasil
pengolahan data, interpretasi dan analisis dengan menggunakan metode
geomagnetik di daerah bendungan Karangkates (Lahor dan Sutami) dapat
disimpulkan yaitu diperoleh nilai anomali magnetik total barkisar antara -600 nT
sampai dengan 1600 nT. Dari pemodelan yang telah dilakukan didapatkan
beberapa jenis batuan yaitu berupa tuf pasiran, batu apung dan lava. Dari
diindikasikanya beberapa jenis batuan ini dapat dijadikan informasi untuk melihat
ketahanan bendungan yang keberadaanya sangat bermanfaat sebagai PLTA
maupun pengairan untuk pertanian penduduk setempat.
2.2. Geologi Regional Daerah Penelitian
Menurut Gafoer drr., (1992), kepulauan Bangka-Belitung terdiri atas beberapa
formasi batuan seperti batuan malihan (schist and gneiss) berumur pra Karbon
sebagai batuan tertua. Intrusi granit dan granodiorit berumur Kapur-Trias muncul
sebagai sumber timah. Batuan sedimen berumur Trias terdiri atas perselingan
antara batulumpur dan batupasir termalihkan dengan lensa-lensa batugamping
dan kuarsit. Endapan Kuarter yang terdiri atas sedimen karbonatan, gamping,
kalkarenit, lumpur dan alluvium Kuarter (pasir dan kerikil) diendapkan secara
tidak selaras di atas batuan yang berumur lebih tua.
Batchelor dan Bowden (1985) menyatakan bahwa endapan timah di pulau
Belitung awalnya ditambang berdasarkan sistim paritan vertikal tempat dimana
kasiterit dapat dikenali dalam tanah penutup. Pada tahun-tahun berikutnya,
8
survey dilakukan dengan menggunakan magnetometer yang diikuti dengan
paritan. Mineral yang berada dalam urat timah biasanya berupa kasiterit
sementara pirit, kuarsa, zircon, ilmenit, plumbum, bismuth, arsen, stibnit, kalkopirit,
kuprit, xenotim, sedangkan monazit biasanya berupa mineral ikutan.
Geologi dan stratigrafi di P. Bangka dan P. Belitung (Baharudin dan
Sidarto, 1995) dipengaruhi oleh geologi regional Kraton Sunda dengan batuan
penyusunnya terdiri atas batuan beku Pra-Tersier yang terdiri dari Diorit Kuarsa
Batubesi, Granodiorit Burung Mandi, dan Adamelit Baginda serta batuan beku
Tersier (Granit Tanjung Pandan). Sedangkan batuan sedimennya dapat dibedakan
atas batuan sedimen Pra-Tersier dan Kuarter. Sedimen Pra-Tersier terdiri dari
Formasi Siantu, Formasi Kelapankampit dan Formasi Tajam. Sedimen Kuarter
umumnya menutupi daerah pesisir dan pulau-pulau kecil, terdiri atas endapan
sedimen pasir berkarbon, endapan aluvial sungai dan pantai.
Batuan beku Diorit Kuarsa Batubesi (Kbd) dan Granodiorit Burungmandi
(Kbg) terdapat di daerah bagian timurlaut dengan penyebaran setempat-setempat,
merupakan batuan beku tertua berumur Kapur di P. Belitung. Batuan beku
Adamalit Baginda (Jma) berumur Jura juga dijumpai secara setempat-setempat di
bagian selatan P. Belitung. Namun batuan ini juga dijumpai di pulau di P. Seliu,
bagian selatan P. Belitung. Batuan Beku Granit Tanjungpandan (Trtg) berumur
Trias dijumpai cukup luas di bagian utara P. Belitung.
Batuan sedimen dengan penyebaran yang cukup luas adalah Formasi
Kelapakampit (PCks) dan Formasi Tajam (PCTm) yang berumur Permo- Karbon.
Formasi Kelapakampit terdapat hampir diseluruh daerah P. Belitung. Sedangkan
Formasi Tajam dijumpai setempat-setempat tetapi dengan penyebaran hampir
merata di seluruh daerah P. Belitung. Batuan sedimen lainnya yang cukup penting
adalah sedimen Kuarter yang diduga mengandung sumberdaya mineral antara lain
endapan pasir berkarbon (Qpk), yang memiliki penyebaran sangat terbatas di
bagian tengah dan tenggara P. Belitung. Sedangkan endapan aluvial pantai (Qa)
terdapat diseluruh kawasan pantai P. Belitung, mengisi daerah-daerah teluk
ataupun daerah muara- muara sungai. Sedimen ini mengandung kuarsa dengan
kadar SiO2 lebih dari 97% dan merupakan komoditi pasir kuarsa terbaik di
Indonesia. Pasir ini banyak dipergunakan untuk berbagai kegiatan industri logam
dan banyak diusahakan oleh penduduk setempat. Namun mengingat
keberadaannya disepanjang garis pantai, maka pengendalian penambangannya
perlu diupayakan.
9
Struktur geologi yang berkembang di P. Belitung adalah struktur sesar
mendatar dengan pola yang tidak beraturan. Pola tersebut dipotong oleh sesar
utama berarah baratdaya-timurlaut dan baratlaut-tenggara. Pola struktur ini
berkembang mengikuti kelurusan struktur patahan batuan dasar dan sedimen
tua. Pola struktur patahan ini diperkirakan terbentuk awal Tersier sebagai akhir
dari pembentukan batuan beku, yang saat ini sudah tidak aktif.
Berdasarkan data penampang seismik refleksi dan inti bor di Selat Gaspar,
Batchelor dan Bowden (1985) mengindikasikan adanya empat kelompok batuan
sedimen yang diendapkan sejak jaman Miosen. Batuan sedimen tersebut adalah
aluvium muda yang terdiri atas sedimen penutup berumur Holosen dan komplek
aluvium berumur Plistosen Atas, satuan transisi yang terdiri atas sedimen marin
berumur Plistosen Atas dan satuan transisi berumur Plistosen Tengah, sedimen
penutup purba berumur Plistosen Awal-Atas dan fases dataran aluvial purba yang
menjari dengan fases kipas (bongkah granit) dan regolit Paparan Sunda yang
terdiri atas endapan koluvial dan material kipas berumur Pliosen dan latosol
Miosen Atas, laterit dan bauksit yang berasal dari pelapukan batuan granit dan
batuan sedimen.
Menurut Aleva (1985), Kepulauan Singkep-Tujuh hingga Belitung
berpotensi akan endapan plaser kasiterit dimana secara geologi genesanya
merupakan sistem plaser lembah (placer valley systems). Sistem ini erat kaitannya
dengan perubahan muka air laut (sea level change) yang terjadi selama Tersier dan
mempengaruhi kondisi geologi saat ini baik yang berada di daerah daratan
maupun di daerah lepas pantai, khususnya daerah granit Sengkeli, Pering dan
Lenggang. Perubahan- perubahan muka air laut dimasa lampau yang mencapai
±100 m ini setidaknya menyebabkan terjadinya tiga kali proses erosi (erosional
events), yakni proses erosi, akumulasi sedimen rombakan dan tertutup oleh
lapisan sedimen lain.
10
2.3 Karakteristik Batuan Granit
Gambar 1. Peta Jalur Granit Regional (Batchelor, 1983)
Menurut Batchelor (1983), punggungan ini merupakan bagian dari jalur
timah batuan granit (Tin Belt Granite) dari Kraton Sunda yang memanjang dari
daratan Thailand, Semenanjung Malaysia, Kepulauan Riau, Bangka-Belitung
hingga Kalimantan Barat. Sehubungan dengan batuan dasar granit yang muncul
disepanjang jalur timah ini mempunyai jenis yang berbeda-beda, maka batuan
granit yang ada di Pulau Belitung dimasukkan pada Western Tin Belt Granite ,
berbeda dengan jenis granit di Pulau Bangka yang dimasukan pada Main Tin Belt
Granite. Ditinjau dari Sumber timah di Indonesia merupakan bagian dari Jalur
Timah Asia Tenggara yaitu jalur timah terkaya di dunia. Jalur ini membentang dari
Cina Selatan, Thailand, Myanmar dan Malaysia hingga Indonesia. Timah terbentuk
sebagai endapan primer dalam batuan granit dan pada daerah kontak dalam
batuan malihan yang bisanya berasosiasi dengan turmalin dan urat kuarsa timah.
Menurut Pamungkas (2006), dua tipe urat-urat klasik telah ditambang di
Kepulauan Bangka-Belitung. Kedua macam urat-urat tersebut adalah urat-urat
celah dan urat -urat berlapis yang secara genesa berasal dari intrusi granit
berumur Trias Atas (± 222 juta tahun yang lalu).
Untuk mendelinasi variasi secara petrografis dan geokimia pluton granit,
Tarling dan Hrouda, (1993) dan Ishihara drr., (2000) telah menggunakan
pengukuran kerentanan magnetik batuan sebagai alat. Kerentanan magnetik
11
batuan ditentukan oleh komposisi kimia dan mineraloginya, dalam mana besarnya
kerentanan magnetik kemungkinan dibawa oleh silikat feromagnesia (Gleizes drr,
1993), atau pada granit feromagnetik dalam mana kerentanan magnetiknya
dibawa oleh magnetit.
magnetik batuan telah pula digunakan secara meluas sebagai indikator
litologi dalam batuan granit atau dalam membedakan antara paramagnetik
(ilmenite-type granites) dan granitoid feromagnetik (magnetite-type granites), seperti
disinggung oleh Sant'ovaia dan Noronha (2005). Menurut Aydin dkk.,(2007),
berdasarkan observasi petrografis dan perhitungan analitis elemen utama batuan
dalam granit Saruhan-Turkey, mengindikasikan adanya butiran magnetit, dimana
pola zona kerentanan magnetik atas pluton adalah konsentris dan berlawanan.
Secara regional penyebaran batuan granit di Pulau Belitung terdapat di empat
daerah, yaitu daerah Tanjung Pandan, Gunung Mang, Parangbuloh, dan
Kelumpang. Semua batuan granit merupakan tipe-I, terkecuali pada pluton
Tanjung Pandan yang merupakan granit tipe-S ( 2 dan 3). Beberapa tubuh batuan
yang lebih kecil (daerah Bt. Besi, Lilangan dan Buntar) telah teralterasi seutuhnya,
tapi masih dikenali sebagai granit. Umumnya merupakan mineralisasi timah dan
kemungkinan merupakan turunan dari granit tipe-S.
Kepulauan Bangka termasuk ke dalam paparan Sunda bersama dengan
pulau lainnya. Kepulauan yang termasuk ke dalam paparan Sunda adalah pulau
Belitung, Natuna, Karimunjawa, Kepulauan Riau, Anambas, Tambela dan Bawean
(van Bemmelen, 1949). Paparan Sunda merupakan wilayah laut dangkal. Dimana
kedalaman laut dangkal yang membenam paparan ini jarang melebihi 50 m dan
kebanyakan hanya sedalam kurang dari 20 m, hal ini mengakibatkan proses
eksogenik berupa erosi dan pelapukan oleh air laut sering terjadi pada wilayah
tersebut.
Pembentukan paparan Sunda terjadi pada Paleozoikum dan Mesozoikum.
Daratan paparan Sunda terbentuk karena adanya pertemuan antara
mikrokontinen blok East Malaya-Indochina dengan blok Sibumasu (Sino-Burma,
Malaya dan Sumatra). Pertemuan antara kedua blok ini dibatasi oleh blok
Southwest Borneo pada bagian timur, blok West Burma pada bagian barat, blok
West Sumatra pada bagian selatan dan blok South China pada bagian utara .
Pertemuan antara mikrokontinen ini menyebabkan fase tektonik dan struktur
yang cukup kompleks di pulau Bangka (Schwartsz, 1995)
12
Gambar 2. Blok Penyusun Paparan Sunda (Mangga Dan Djamal, 1994)
Menurut Mangga dan Djamal (1994), struktur geologi secara regional yang
berkembang adalah sesar naik, sesar geser, sesar normal, lipatan, kekar dan
kelurusan. Struktur utama yang mengontrol pada area penelitian adalah sesar
geser. Dimana sesar geser yang berkembang ada dua yaitu sesar geser dekstral
(sesar geser kanan) dan sesar geser sinistral (sesar geser kiri). Sesar geser dekstral
berkembang pada umur Paleozoikum Akhir dan sesar geser sinistral berkembang
pada umur Trias-Jura.
Pulau Bangka merupakan perpanjangan dari Southeast Asian Tin Belt. Jalur
ini merupakan perpanjangan dari semenanjung Malaysia. Pembentukan endapan
timah biasanya berkaitan dengan intrusi granitoid. Batuan granitoid merupakan
seluruh batuan beku plutonik yang memiliki ukuran yang kristal kasar dengan
13
komposisi kuarsa dan feldspar. Kriteria suatu batuan disebut granitoid jika
memiliki kandungan kuarsa sebesar 20-60 % serta kandungan feldsparnya
sebesar 10-60% dimana plagioklas lebih dominan dibandingkan dengan alkali
feldspar. Jenis-jenis batuan granitoid adalah sebagai berikut:
1. Batuan granitoid dengan komposisi 90 % alkali feldspar disebut alkali
feldspar granit,
2. Syenogranit merupakan jenis granitoid dengan kandungan ± 65 % alkali
feldspar,
3. Monzogranit merupakan batuan dimana komposisi alkali-feldspar dan
plagioklasnya seimbang,
4. Batuan granitoid dengan komposisi ± 65 % disebut sebagai Granodiorite,
5. Batuan granitoid yang didominasi plagioklas (90 %) disebut tonalite.
Pada saat terjadi intrusi granitoid ke permukaan bumi maka akan terjadi
proses pneumatolitik (reaksi antara kimia antara gas dan cairan magma) sehingga
membentuk endapan mineral bijih khususnya mineral kasiterit (SnO2). Mineral
kasiterit merupakan mineral utama yang memiliki kandungan timah.
Pembentukan batuan granit yang ada di pulau Bangka berkaitan dengan
pertemuan antara mikrokontinen Blok Indochina-East Malaya dengan Blok
Sibumasu. Pertemuan kedua blok ini menghasilkan zona Betong-Raub Suture yang
menerus dari sepanjang semenanjung malaysia hingga ke pulau Bangka-Belitung.
Pada zona Betong-Raub Suture terjadi percampuran antara dua tipe batuan
granitoid. Tipe batuan granitoid pada umumnya diklasifikasi ke dalam beberapa
jenis provinsi batuan granitoid. Di sepanjang semenanjung malaysia ditemukan
keberadaan dua jenis provinsi batuan granitoid. Kedua provinsi batuan granite
tersebut adalah Eastern Belt (Eastern Province) dan Main Range Province. Di
semenanjung malaysia kedua provinsi ini dapat dipisahkan secara jelas oleh
Betong-Raub Suture yang memanjang hingga ke pulau Bangka. Tetapi pada pulau
Bangka, keberadaan kedua provinsi granitoid ini ditemukan secara acak sehingga
sulit untuk mengelompokan masing-masing.
14
Gambar 3.(A.Peta Index Persebaran Main Range Province dan Eastern Province
Pada Pulau Bangka-Belitung) Dan (B.Persebaran Main Range Province dan Eastern
Province Pada Pulau Bangka-Belitung) (Cobbing, 1998)
A
B
13
Hall (2014) menyatakan bahwa Eastern province merupakan satuan
granitoid yang terbentuk akibat adanya subduksi antara blok sibumasu dengan
east-malaya pada Perm. Provinsi ini didominasi oleh batuan hornblende-biotit
granit atau batuan granodiorite (Schwartz, 1995). Main range province terbentuk
pada pertengahan- akhir Trias. Sumber batuan granitoid pada provinsi ini lebih
dangkal karena proses tektonismenya berupa penunjaman ganda yang
mengakibatkan adanya pelelehan kerak benua pada bagian atas. Main range
province didominasi oleh batuan biotit monzogranit (Schwartz, 1995). Di pulau
bangka sebagian besar main range province berada bagian utara pulau dan
eastern range province berada di bagian selatan (Cobbing,1992).
Granit dapat dikelompokan kembali berdasarkan karakter kimia dan
kandungan granit di dalamnya. Chappell dan White (1974) dalam Wikarno dkk,
(1994) membagi granit menjadi dua tipe berdasarkan karateristik kimianya
yaitu tipe I dan tipe S. Tipe I berkaitan dengan mineralisasi logam bijih seperti
tembaga, seng dan emas. Sementara tipe S merupakan granit dengan
kandungan timah dan tungsten yang tinggi. Berdasarkan besar komposisi
granit di dalam suatu batuan maka ada granit seri ilmenit dan granit seri
magnetit (Ishihara dkk, 1979). Granit tipe seri magnetit merupakan tipe granit
yang rendah akan kandungan timah. Hal ini dikarenakan kandungan bijih
logam pada fluida magmanya akan menghilang membentuk mineral lain pada
saat diferensiasi magma terjadi. Sementara granit seri Ilmenit merupakan tipe
yang kandungan timahnya cukup tinggi karena sifat fluida magmanya lebih
stabil pada saat proses diferensiasi magma terjadi. Menurut Wikarono dkk
(1984) menyatakan bahwa batuan granit tipe S dan seri Ilmenit berkaitan
dengan main range province sementara tipe I dan seri Magnetit berkaitan
dengan eastern province. Endapan timah ditemukan dalam bentuk mineral
kasiterit.
Ada dua jenis endapan timah yaitu endapan timah sekunder dan
endapan timah primer. Endapan timah sekunder (supergen) merupakan
endapan yang berasal dari pelapukan batuan induk. Endapan ini ditemukan
dalam bentuk deposit letakan atau di dalam endapan aluvial. Sedangkan
endapan timah primer (hipogen) merupakan endapan yang berhubungan
langsung dengan batuan induk. Pada penelitian ini endapan yang menjadi
target penelitian adalah endapan timah primer.
Timah primer memiliki unsur mineral kasiterit yang lebih tinggi dan
keberadaan cadangannya lebih besar. Menurut Smirnov (1968) di dalam Taylor
(1979), endapan timah primer dikelompokan menjadi beberapa tipe endapan
14
berdasarkan kumpulan mineral yang mengandung timah. Tipe tersebut adalah
stanniferous pegmatites, quartz-cassiterite, dan sulfide-cassiterite.
Stanniferous Pegmatites endapan timah ini terjadi pada daerah tin-
bearing. Endapan ini disebabkan oleh instrusi granit dalam, dengan magma
yang bersifat asam, sehingga membentuk mineral pegmatit dan juga terjadi
pembentukan urat kuarsa-kasiterit. Pegmatites merupakan jenis kuarsa-
microcline seperti albite, muscovite, topaz, spodumene, dan turmalin.
Quartz-Cassiterite endapan ini berasosiasi dengan proses hidrotermal
pada temperatur tinggi dengan sumber instrusi granit yang lebih dangkal.
Endapan ini dicirikan dengan alterasi intensif pada batuan akibat fluida
hidrotermal. Indikasi alterasinya adalah keberadaan topaz yang melimpah,
fluorit, serta terdapat juga asosiasi antara kasiterit dengan wolframite dan
mineral bijih logam (uranium dan tembaga). Endapan ini ditemukan dalam
bentuk urat kuarsa, stockworks dan greisen dengan kristal mineral kasiterit
yang berukuran kasar.
2.4 Mineral Kasiterit
Kasiterit merupakan sumber utama timah. Mineral kasiterit mempunyai
komposisi kimia SnO2 dengan kandungan timah (Sn) sebesar 78.77% dan
oksigen (O) sebesar 21.23%. Kasiterit dapat ditemukan berwarna kuning
kecoklatan, abu - abu kecoklatan sampai hitam gemelapan. Hablurnya
bersistem tetragonal dan sering ditemukan berbentuk prisma yg runcing di
kedua ujungnya (dwipiramid). Mempunyai sifat yg sangat padat (SG 6.8-7.1)
dan keras (6 -7 Mohs). Mineral kasiterit ini biasanya dijumpai pada lapisan
sedimen aluvial bersama- sama dengan mineral berat lainnya dalam bentuk
pasir/konsentrat.sebaran mineral kasiterit cukup bervariasi tergantung pada
karakteristik lapisan tanahnya. Penyebaran mineral kasiterit di Pulau Sumatera,
Kepulauan Riau, Pulau Bangka dan Pulau Belitung mengikuti penyebaran
kasiterit yang dinamakan “Tin Belt” Adapun di Pulau Kalimantan,
penyebarannya berindikasi pada penyebaran sedimen alluvial. Diperkirakan
sumberdaya logam timah di dunia sekitar 4,9 juta ton, yang tersebar di Cina
(30,5%), Indonesia (16,3%), Brasil (14,5%), Bolivia (8,1%), Rusia (7,1%),
Peru (6,3%), Malaysia (5,1%), Australia (4,9%), dan Thailand (3,5%).Pada saat
ini timah digunakan terutama dalam paduan, selain itu penggunaan utama
timah adalah untuk timah plating, solder dan pembuatan senyawa kimia, kain
tahan api, untuk membuat stabilisator PVC, pengawet kayu, keramik, pigmen
aditif semen, bantalan rem dan sejumlah aplikasi medis. Dan yang sedang trend
saat ini digunakan pada berbagai sektor energi dan bahan elektronik termasuk
ion baterai lithium, sel surya, bahan termo elektrik dan fotokatalis.
15
Gambar 4. Mineral kasiterit
Ditinjau dari sudut Geologi, Pulau Bangka dan Kepulauan Riau
termasuk ke dalam Sunda Land dan merupakan bagian dari peneplain Sunda.
Penyebaran bijih timah di Indonesia masih merupakan kelanjutan dari “
Granite Belt” yang berumur Yura – Kapur. “Granite Belt” sendiri merupakan
deretan formasi batuan granite kaya akan mineral kasiterit yang kemudian
dikenal dengan sebutan “The Tin Belt”.Sehingga potensi mineral kasiterit (timah
putih) di Indonesia tersebar sepanjang kepulauan Riau sampai Bangka
Belitung, serta terdapat di daratan Riau yaitu di Kabupaten Kampar dan Rokan
Ulu. Sumber daya timah putih yang telah diusahakan merupakan cebakan
sekunder, baik terdapat sebagai tanah residu dari cebakan primer, maupun
letakan sebagai aluvial darat dan lepas pantai. Memanjang mengikuti lembah
sungai yang masih aktif maupun sungai purba, menerus ke arah lepas pantai
membentuk pola yang menunjukkan arah dispersi dari cebakan primer
tertranspot melalui media air, membentuk endapan aluvial darat menerus ke
arah lepas pantai. Pola sebaran memanjang mengikuti lembah alluvial daratan
menerus ke arah lepas pantai, dengan komponen penyusun umumnya
mengandung kerikil sampai berangkal kuarsa memberikan gambaran akan
kemungkinan terbentuk pada saat susut laut.
16
2.5 Statigrafi Wilayah Penelitian
Gambar 5. Peta Geologi Lembar Bangka Utara Dan Bangka Barat Skala
1:250000 (Mangga dan Djamal, 1994)
Stratigrafi regional pada pulau bangka dari formasi yang paling tua
hingga ke termuda adalah Kompleks Pemali, Diabas Penyabung, Formasi
Tanjung Genting, Granit Klabat, Formasi Ranggam dan Aluvium ( 2.2). Berikut
merupakan penjelasan mengenai litologi batuan pada setiap formasi dari yang
paling tua hingga yang termuda menurut Mangga dan Djamal (1994) dan
Margono (1995):
Kompleks Pemali merupakan batuan paling tua di pulau bangka.
Komplek ini berumur Karbon. Formasi ini terdiri dari batuan filit, sekis dan
kuarsit. Formasi ini mengalami proses tektonik seperti terkekarkan, terlipatkan,
tersesarkan dan mengalami intrusi oleh batuan Granit Klabat.
Formasi Diabas Penyabung, tersusun atas litologi batuan diabas.
Formasi ini berkembang pada umur Perm. Formasi ini menerobos Kompleks
Pemali dan formasi ini juga mengalami proses terkekarkan dan tersesarkan.
Formasi Tanjung Genting, Formasi ini secara tak selaras menindih
Kompleks Pemali dan diintrusi oleh Granit Klabat. Formasi ini disusun oleh
perselingan antara malihan-batupasir, batupasir, batupasir lempungan dan
batulempung dengan lensa batugamping serta batuan yang kaya akan oksida
besi. Formasi ini diperkirakaan berusia Trias Awal.
Formasi Granit Klabat, Formasi ini tersusun atas batuan granit,
granodiorit, adamalit, diorit dan diorit kuarsa. Berdasarkan radiometri pada
17
sampel batuan granit yang sudah dilakukan, formasi ini berumur 217 ± 5 juta
tahun yang lalu atau pada zaman Trias Akhir-Jura Awal.
Formasi Ranggam, Formasi ini terdiri dari perselingan batupasir,
batulempung, dan batulempungtuffan dengan sisipan batulanau dan material
organik. Usia pembentukan formasi ini berada pada Pliosen ( tidak lebih tua
dari Miosen Akhir).
Formasi Alluvium, Formasi ini merupakan stratigrafi batuan yang paling
muda serta terbentuk pada Holosen. Formasi ini terdiri dari bongkah, kerakal,
kerikil, pasir, lempung dan gambut.
Tabel 1. Stratigrafi Bangka Barat
Sumber : (Ngadenin dkk, 2014)
2.6 Proses Hidrotermal
Pirajno (2009), Proses hidrotermal dapat diartikan sebagai sistem yang
memiliki dua komponen utama yaitu sumber panas dan fase fluida. Sistem
tersebut merupakan sirkulasi fluida panas (50°C hingga 500°C), secara lateral
dan vertikal pada temperatur dan tekanan yang bervariasi di bawah permukaan
bumi. Sirkulasi fluida hidrotermal menyebabkan himpunan mineral yang sesuai
dengan kondisi yang baru dikenal sebagi alterasi (ubahan) hidrotermal, dan
dapat menyebabkan terbentuknya endapan bijih. Endapan bijih hidrotermal
terbentuk karena sirkulasi fluida hidrotermal yang melelehkan, memindah, dan
mengendapkan mineral-mineral baru sebagai respon terhadap perubahan fisik
18
maupun kimiawi. Interaksi antara fluida hidrotermal dengan batuan yang
dilewatinya atau disebut batuan dinding akan menyebabkan terubahnya
mineral-mineral primer menjadi mineral ubahan.
2.7 Alterasi
Burleigh (1991), Alterasi merupakan perubahan mineralogi, tekstur,
maupun komposisi kimia batuan hasil interaksi fluida hidrotermal dengan
batuan yang dilewatinya pada kondisi fisika dan kimia tertentu. Fluida
hidrotermal merupakan larutan sisa hasil pendinginan magma dengan suhu
berkisar 100-500°C yang dapat mengubah atau membentuk mineral-mineral
baru serta mengubah tekstur dan komposisi batuan, terutama pada batuan
yang memiliki porositas dan permeabilitas tinggi, atau pada zona lemah yang
diakibatkan oleh struktur geologi. Tipe alterasi pada batuan dapat berbeda-beda
tergantung hasil interaksi yang menyebabkan reaksi kimia antara fluida
hidrotermal dengan senyawa pada batuan yang dilewatinya, serta faktor suhu
dan tekanan. Adanya kenampakan alterasi pada permukaan dapat dijadikan
manifestasi adanya keterdapatan endapan bijih timah di bawah permukaan.
Endapan bijih timah, jenis alterasi yang terbentuk berasal dari fluida
hidrotermal hasil intrusi batuan granitoid. Taylor (1979), membagi tipe-tipe
alterasi yang digunakan dalam konsep endapan timah primer berdasarkan
dominasi mineral yang berkembang, alterasi tersebut dibagi menjadi tipe
serisitisasi, kloritisasi, turmalinisasi, silisifikasi, argilisasi, feldspatisasi,
muskovitisasi, dan greisenisasi.
2.8 Metode Magnetik
Metode Magnetik adalah salah satu metode geofisika yang digunakan
untuk menyelidiki kondisi permukaan bumi dengan memanfaatkan sifat
kemagnetan bahan yang diidentifikasikan oleh kerentanan magnet batuan. Alat
yang digunakan dalam metode geomagnetik adalah magnetometer. Medan
magnet yang terbaca pada magnetometer merupakan akumulasi dari anomali
magnetik, yang masih mendapat pengaruh dari medan magnet bumi dan
berasal dari pengaruh ionosfer matahari. Salah satu jenis magnetometer adalah
Proton Absorption Magnetometer. Prinsip kerjanya menggunakan presesi dari
proton. Medan magnet yang cukup kuat akan menginduksi proton (yang
terdapat dalam cairan kaya hydrogen). Kemudian sumbu putar proton akan
mengikuti sumbu magnet, lalu medan magnet yang kuat dihilangkan. Akhirnya
sumbu putar proton akan berubah mengikuti sumbu medan magnet bumi.
Perubahan arah sumbu putar dari proton ini (dari medan yang kuat ke medan
magnet bumi) disebut presesi. Selanjutnya perubahan arah sumbu putar ini
19
akan diterjemahkan oleh alat menjadi pembacaan besarnya medan magnet
bumi di lokasi titik ukur. Nilai yang terukur kemudian ditafsirkan dalam bentuk
distribusi bahan magnetik di bawah permukaan. Hal itu dapat dijadikan dalam
pendugaan keadaan geologi yang mungkin teramati (Zaenudinet al., 2008).
Komponen frekuensi rendah merupakan hasil kontribusi dari batuan
yang dalam sedangkan komponen frekuensi yang tinggi merupakan hasil
kontribusi batuan yang dangkal. Batuan dengan kandungan mineral - mineral
tertentu dapat dikenal dengan baik dalam eksplorasi geomagnet, yang
dimunculkan sebagai anomali. Anomali yang diperoleh merupakan hasil distorsi
pada medan magnetik yang diakibatkan oleh material magnetik dari bumi atau
mungkin juga dari bagian atas mantel.
Menurut Santoso (2001) anomali magnetik diperoleh dari persamaan:
∆T = Tobs ± TIGRF ± TVH (1)
∆T adalah anomali magnetik, Tobs sebagai medan magnetik pengukuran
pada stasiun tertentu, TIGRF sebagai medan magnetik teoritis berdasarkan
IGRF pada stasiun Tobs, TVH sebagai koreksi medan magnetik akibat variasi
harian.
Metode ini didasarkan pada pengukuran intensitas medan magnet yang
dimiliki batuan. Sifat magnet ini ada karena pengaruh dari medan magnet bumi
pada waktu pembentukan batuan tersebut. Kemampuan untuk termagnetisasi
tergantung dari suseptibilitas magnetik masing-masing batuan. Benda-benda
tersebut dapat berupa gejala struktur bawah permukaan ataupun batuan yang
bersifat magnetik.
Setiap jenis material mempunyai sifat dan karakteristik tertentu dalam
medan magnet. Hinze, dkk (2012) mengklasifikasikan material menjadi empat
jenis berdasarkan nilai suseptibilitas magnet, yaitu diamagnet, paramagnet,
ferromagnet, dan ferrimagnet.
1. Diamagnet
Diamagnet adalah bahan yang kulit elektronnya lengkap dan terisi oleh
elektron yang berpasangan. Jika dipengaruhi oleh medan magnet luar, spin
elektron akan menghasilkan arah momen magnet yang berlawanan dengan arah
medan magnet luar sehingga akan menghasilkan resultan yang berarah negatif.
Diamagnet memiliki nilai suseptibilitas k<0 dalam satuan cgs. Contohnya
adalah bismuth, gypsum, marmer, kuarsa, garam, seng dan emas (Siswoyo,
dkk, 2010).
20
Gambar 6. Spin Elektron Bahan Diamagnetik
2. Paramagnet
Paramagnet adalah bahan yang jumlah elektron pada kulit atomnya
tidak lengkap (sebagian ada elektron yang tidak berpasangan). Tanpa pengaruh
kuat medan magnet luar, momen magnet memiliki arah orientasi yang acak.
Jika ada pengaruh dari medan luar, maka momen magnet akan sejajar dengan
medan tersebut. Paramagnet memiliki nilai suseptibilitas 0 <k< 10-6 dalam
satuan cgs. Contohnya adalah pyrite, zincblende, dan hematite (Siswoyo, dkk,
2010).
Gambar 7. Spin Elektron Bahan Paramagnetik
3. Ferromagnet
Ferromagnet adalah bahan yang sifat kemagnetannya dipengaruhi oleh
temperatur, yaitu pada temperatur di atas temperatur Curie akan kehilangan
sifat kemagnetannya. Jika dimasukkan ke dalam medan magnet luar,
magnetisasi bahan ini akan meningkat tajam. Ferromagnet memiliki nilai
suseptibilitas 1<k<106 dalam satuan cgs. Contohnya adalah besi, nikel, kobalt,
dan baja (Siswoyo, dkk, 2010).
Gambar 8. Spin Elektron Bahan Ferromagnetik
21
4. Ferrimagnet
Ferrimagnet adalah bahan yang sifat kemagnetannya seperti ferromagnet
yaitu dipengaruhi oleh temperatur. Tanpa adanya pengaruh kuat medan
magnet luar, arah momen magnetnya parallel dan saling berlawanan.
Ferrimagnet memiliki nilai suseptibilitas 10-6<k<1 dalam satuan cgs.
Contohnya adalah magnetit, ilmenite, pirhotit, dan hematit (Siswoyo, dkk,
2010).
Gambar 9. Spin Elektron Bahan Ferrimagnetik
Pada sebuah magnet sebenarnya merupakan kumpulan jutaan magnet
ukuran mikroskopik yang teratur satu dan lainnya. Kutub utara dan kutub
selatan magnet posisinya teratur. Secara keseluruhan kekuatan magnetnya
menjadi besar. Logam besi bisa menjadi magnet secara permanen (tetap) atau
bersifat megnet sementara dengan cara induksi elektromagnetik. Tetapi ada
beberapa logam yang tidak bisa menjadi magnet, misalnya tembaga dan
aluminium, dan logam tersebut dinamakan diamagnetik.
Bumi merupakan magnet alam raksasa, dapat dibuktikan dengan alat
yang dinamakan kompas, dimana jarum penunjuk pada kompas akan
menunjukkan arah utara dan selatan bumi kita. Karena sekeliling bumi
sebenarnya dilingkupi garis gaya magnet yang tidak tampak oleh mata kita tapi
bisa diamati dengan kompas keberadaannya. Penyebab bumi bersifat magnetik
karena faktor perputaran inti bumi yang bersifat cair. Inti cair bumi terdiri dari
lelehan besi dan nikel yang bertemperatur 5000oC. Lelehan besi dan nikel ini
mengandung sejumlah muatan listrik yang berputar mengelilingi sumbunya
sehingga menimbulkan medan magnet yang arahnya sesuai dengan aturan
tangan kanan. Hal tersebutlah yang membuat bumi menjadi sebuah magnet
raksasa dengan kutub selatan magnet berada di utara dan kutub utara berada
di selatan , seperti yang terlihat pada Gambar 10.
22
Gambar 10. Garis – Garis Gaya Magnetik (Isaak, 1989)
2.9 Medan Magnet Bumi
Medan magnet bumi berfungsi sebagai perisai kehidupan di bumi,
medang magnet ini melindungi bumi dari bahaya radiasi kosmis oleh matahari.
Radiasi kosmis sebagian direfleksikan oleh medan magnet bumi dan sebagian
lagi akan terus ke daerah kutub mengakibatkan peristiwa aurora. Letak kutub
magnetik bumi dapat berubah-ubah, perubahan kutub ini pada suatu titik
mengakibatkan medan magnet sepenuhnya hilang dan kehidupan bumi pun
akan terancam.
Bumi berlaku seperti sebuah magnet sferis yang sangat besar dengan
suatu medan magnet yang mengelilinginya. Medan itu dihasilkan oleh suatu
magnet yang yang terletak pada pusat bumi. Sumbu dipole ini bergeser sekitar
11° dari sumbu rotasi bumi, yang berarti kutub utara geografis bumi tidak
terletak pada tempat yang sama dengan kutub selatan magnetik bumi
(Sampurno, 2013).
Magnet atau magnit merupakan sebuah objek yang memiliki sebuah
medan magnet. Medan magnet adalah daerah disekitar magnet yang
diperangaruhi gaya magnetisnya. Salah satu metode geofisika yang didasarkan
pada medan magnet bumi adalah metode geomagnetik. Dalam metode
geomagnet ada yang disebut sebagai geomagnetical pole atau kutub dipole yang
merupakan sudut kutub geografis dari permukaan bumi terhadap sumbu
magnet batang yang diperkirakan sebagai bidang geomagnetik. Secara
sederhana di dalam inti bumi terdapat sebuah batang magnet besar atau
dengan kata lain dipole magnetik yang menimbulkan adanya medan magnet.
Medan magnet yang ditimbulkan oleh batang magnet raksasa tidak berhimpit
dengan pusat bumi. Menurut hasil perhitungan simetris diperoleh bahwa dipole
magnetik memotong permukaan bumi, sehingga letak kutub utara dan kutub
selatan magnetik bumi adalah 75o LU, 101o BB dan 67o LS, 143o BT. Hal ini
disebabkan karena pusat sumbu dipole pada inti bumi miring ± 18o terhadap
diameter kutub-kutub bumi, sehingga kutub utara geografis bumi tidak terletak
23
pada tempat yang sama persis dengan kutub selatan magnetik bumi
(Deniyanto, 2010: 77-78). Parameter yang mengkan arah medan magnetik
adalah deklinasi D (sudut antara utara magnetik dan utara geografis) dan
inklinasi I (sudut antara bidang horizontal dan vektor medan total), yang diukur
dalam derajat.
Intensitas medan magnet total F dikan dengan komponen horizontal H,
komponen vertical Z dan komonen horizontal ke arah utara X dan ke arah
timur Y, seperti yang terlihat pada Gambar 11. Intensitas medan magnet bumi
secara kasar antara 25.000-65.000 nT dan untuk Indonesia, wilayah yang
terletak di utara ekuator mempunyai intensitas ±40.000 nT sedangkan untuk
wilayah yang di selatan ekuator mempunyai intensitas ±45.000 nT.
Gambar 11. Unsur- Unsur dari Medan Magnet Bumi (Lawless, 1995).
Keterangan:
1. Deklinasi (D), yaitu sudut yang dibentuk antara utara geografis dengan utara
magnetik.
2. Inklinasi (I), yaitu sudut yang dibentuk antara medan magnetik total dengan
bidang horizontal yang dihitung dari bidang horizontal menuju bidang vertikal
ke bawah.
3. Intensitas horizontal (B), yaitu besar medan magnetik total pada bidang
horizontal.
Medan Magnet Utama Bumi
Secara teoritis medan magnet utama bumi disebabkan oleh sumber dari
dalam dan luar bumi. Medan magnet dari dalam bumi diduga dibangkitkan oleh
perputaran aliran arus dalam inti bagian luar bumi yang bersifat cair dan
konduktif. Karena medan magnet utama bumi berubah terhadap waktu maka
untuk menyeragamkan nilai-nilai medan utama magnet bumi, dibuat standart
24
nilai yang disebut dengan International Geomagnetics Reference Field (IGRF).
Nilai medan magnet utama ini ditentukan berdasarkan kesepakatan
internasional di bawah pengawasan International Association of Geomagnetic
and Aeronomy (IAGA). IGRF diperbaharui tiap 5 tahun sekali dan diperoleh dari
hasil pengukuran rata-rata pada daerah luasan sekitar 1 juta km2 yang
dilakukan dalam batas waktu satu tahun.
Medan Magnet Luar Bumi
Medan magnet bumi juga dipengaruhi oleh medan luar. Medan ini
bersumber dari luar bumi yang merupakan hasil ionisasi di atmosfer yang
ditimbulkan oleh sinar ultraviolet dari matahari. Karena sumber medan luar ini
berhubungan dengan arus listrik yang mengalir dalam lapisan terionisasi di
atmosfer, maka perubahan medan ini terhadap waktu jauh lebih cepat.
Beberapa sumber medan luar antara lain:
1. Perubahan konduktivitas listrik lapisan atmosfer dengan siklus 11 tahun.
2. Variasi harian (diurnal variation) dengan periode 24 jam yang berhubungan
dengan pasang surut matahari dan mempunyai jangkau 30 nT.
3. Variasi harian (diurnal variation) 25 jam yang berhubungan dengan pasang
surut bulan dan mempunyai jangkau 2 nT.
4. Badai magnetik (magnetic storm) yang bersifat acak dan mempunyai
jangkau sampai dengan 1000 nT
Anomali Medan Magnet
Anomali medan magnet dihasilkan oleh benda magnetik yang telah
terinduksi oleh medan magnet utama bumi, sehingga benda tersebut memiliki
medan magnet sendiri dan ikut mempengaruhi besarnya medan magnet total
hasil pengukuran. Variasi medan magnetik yang terukur di permukaan
merupakan target dari survei magnetik (anomali magnetik). Besarnya anomali
magnetik berkisar ratusan sampai dengan ribuan nano-tesla, tetapi ada juga
yang lebih besar dari 100.000 nT yang berupa endapan magnetik. Secara garis
besar anomali ini disebabkan oleh medan magnetik remanen dan medan
magnet induksi. Bila arah medan magnet remanen sama dengan arah medan
magnet induksi maka anomalinya bertambah besar, demikian juga sebaliknya.
Medan magnet remanen mempunyai peranan yang besar pada magnetisasi
batuan yaitu pada besar dan arah medan magnetnya serta sangat rumit diamati
karena berkaitan dengan peristiwa kemagetan yang dialami sebelumnya. Sisa
kemagnetan ini disebut dengan Normal Residual Magnetism yang merupakan
akibat magnetisasi medan utama. Dalam survei magnetik, adanya anomali
magnetik menyebabkan perubahan medan magnet total bumi.
25
Variasi Harian
Variasi harian adalah representasi gangguan terhadap medan magnet
regional F karena adanya sumber medan magnet luar dalam nT, sehingga untuk
mendapatkan nilai variasi harian, persamaannya dapat dituliskan sebagai
(Gravmag, 2015):
∆𝐹 =tn−ta
tb−ta(𝑇𝑏 − 𝑇𝑎) (2)
dengan tn adalah waktu saat pengukuran dalam detik, ta adalah waktu terukur
di base awal dalam detik, tb adalah waktu terukur di base akhir dalam detik, Tb
adalah nilai medan magnet total pada base akhir dalam nT, dan Ta adalah nilai
medan magnet total pada base awal dalam nT.
Intensitas Medan Magnet
Bila suatu tubuh magnetik terletak dalam suatu medan magnetik
eksternal, tubuh magnetik tersebut akan menjadi termagnetisasi oleh induksi.
Intensitas dan arah magnetisasi/kemagnetan tubuh magnetik tersebut adalah
sebanding dengan kuat dan arah medan magnetik yang menginduksi. Intensitas
kemagnetan didefinisikan sebagai momen magnet persatuan volume. Karena
kuat medan magnet bumi konstan dimana-mana, maka harga intensitas medan
magnet akan hanya tergantung pada perubahan kerentanan magnet. Konsep
inilah yang digunakan sebagai dasar dalam eksplorasi geomagnetik
Susceptibilitas/Kerentanan Magnetik
Suseptibilitas magnetik batuan merupakan harga magnet suatu bahan
terhadap pengaruh magnet yang erat kaitannya dengan kandungan mineral dan
oksida besi. Semakin besar kandungan mineral magnetit dalam batuan,
semakin besar harga suseptibilitasnya. Tingkat suatu benda magnetik mampu
dimagnetisasi ditentukan oleh suseptibilitas kemangnetan (disimbolkan dengan
) yang ditulis dalam persamaan berikut :
M = X H (3)
Sehingga intensitas magnetisasi (M) sangat tergantung pada kerentanan
magnetik batuannya (suseptibilitas batuannya). Nilai suseptibilitas magnetik
dalam ruang hampa sama dengan nol karena hanya benda berwujud yang
dapat termagnetisasi. Harga pada batuan semakin besar apabila dalam batuan
26
tersebut semakin banyak dijumpai mineral-mineral yang bersifat magnetik
(Burger et al., 2006).
Batuan Sedimen memiliki niali suseptibilitas rata-rata terendah
dibandingkan dengan bahan yang lain, sedangkan batuan yang memiliki nilai
suseptibilitas terbesar terdapat pada batuan beku dasar.
Kontinuasi Ke Atas
Konsep dasar pengangkatan ke atas berasal dari identifikasi tiga teorema
Green. Teorema ini menjelaskan bahwa apabila suatu fungsi U adalah
harmonik, kontinu dan mempunyai turunan yang kontinu di sepanjang daerah
R, maka nilai U pada suatu titik P di dalam daerah R dapat dinyatakan (Blakely,
1995):
Reduksi Ke Kutub
Baranov dan Naudy (1964) telah menggambarkan metode transformasi
ke kutub untuk menyederhanakan interpretasi data magnetik pada daerah -
daerah berlintang rendah dan menengah. Metode reduksi ke kutub magnetik
bumi dapat mengurangi salah satu tahap yang rumit dari proses interpretasi,
dengan anomali medan magnetik menunjukkan langsung posisi bendanya.
Reduksi ke kutub dilakukan dengan cara membuat sudut inklinasi benda
menjadi 90o dan deklinasinya 0o. Karena pada kutub magnetik arah dari medan
magnet bumi ke bawah dan arah dari induksi magnetisasinya ke bawah juga.
27
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu
Target rencana pelaksanaan tugas akhir selama 2 bulan lebih di PT.
TIMAH Tbk. Pangkal Pinang, Bangka Belitung pada tanggal 14 Februari – 30
April 2019. Adapun kerangka kegiatan penelitian sebagai berikut :
Tabel 2. Rencana Pelaksanaan Tugas Akhir
No Kegiatan
Februari Maret April
Minggu Ke- Minggu Ke- Minggu Ke-
3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Studi Literatur
2 Pengambilan Data
3 Pengolahan Data
4
Analisis &
Interpretasi Data
5
Penyusunan
Skripsi
3.2 Data dan Perangkat Lunak
Data
Peta Geologi Daerah Penelitian. Peta geologi yang digunakan adalah
peta geologi Bangka Selatan yang dikontrol oleh peta geologi lembar Pulau
Bangka, yang digunakan sebagai informasi lokasi penelitian yang meliputi
formasi, litologi, struktur geologi dan sebagainya.
Data Metode Magnetik. Data metode magnetik berupa nilai medan
magnet total ini merupakan data yang memberikan informasi nilai suseptibilitas
bawah permukaan. Dimana terdiri dari data base station dan data rover
(lapangan). Data Base Station yaitu data metode magnetik pada base station
yang digunakan merupakan data primer yang didapatkan dari tempat
penelitian. Data yang didapatkan berupa waktu pengukuran (time), intensitas
medan magnet terukur (nT) dan kualitas data yang terukur signal quality (sq).
Dan Data Rover yaitu data yang diukur pada area survey yang membawa
informasi intesintas magnet area survey. Data rover merupakan data primer
yang didapatkan dari tempat penelitian. Data yang didapatkan berupa
koordinat titik pengukuran lintang dan bujur (x dan y), elevasi titik pengukuran
menggunakan GPS (Elevation), intensitas magnet terukur lapangan dalam
satuan nanoTesla (nT), dan waktu pengukuran (time) serta kualitas sinyal (sq).
28
Perangkat Keras
Adapun Perangkat keras yang digunakan berupa alat-alat :
1. GPS (Global Positioning System), untuk mengetahui posisi titik
pengukuran.
2. Proton Precision Magnetometer (PPM) Tipe GSM-19T sebanyak dua buah,
satu digunakan sebagai Base (diletakan jauh dari lokasi survey dan
gangguan medan magnet lain dan mengukur secara kontinyu setiap 30
detik) PPM Base dilengkapi dengan sensor, console dan baterai
eksternal. Dan satu lagi digunakan sebagai rover (untuk mengukur
intensitas pada wilayah survey) PPM Rover terdiri dari sensor, tongkat
sensor, GPS, console dan tali penyangga console.
Gambar 12. Proton Precision Magnetometer GMS-19T (http://www.gemsys.ca/gem-product-catalogue)
3. Perlengkapan pendukung lain seperti baterai cadangan, buku lapangan,
jas hujan, parang.
Perangkat Lunak
Adapun perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini, adalah:
1. Perangkat Lunak Surfer 9
Perangkat lunak Surfer 9 untuk membuat desain survey dan model
kontur data penelitian serta sebagai converter koordinat geografis longitude-
latitude menjadi UTM atau sebaliknya.
2. Perangkat Lunak Google Earth
Perangkat lunak Google Earth untuk membuat jalur akuisisi data dan
penentuan lokasi base station.
29
3. Perangkat Lunak Oasis Montaj
Perangkat lunak Oasis Montaj untuk pemodelan data magnet pada
tahap mereduksi ke kutub, atenuasi ke atas, dan pemodelan.
4. Perangkat Lunak Microsoft Office
Perangkat lunak Microsoft Excel 2016, merupakan sebuah perangkat
lunak yang dikeluarkan oleh microsoft. Pada penelitian ini, microsoft excel
digunakan untuk manajemen data kordinat titik penelitian, dan digunakan
untuk perhitungan data Sheet yang dilapangan.
5. Perangkat Lunak Microsoft Word 2016
Perangkat lunak Microsoft Word 2016 adalah salah satu dari beberapa
program aplikasi pengolah kata yang terdapat dalam paket program aplikasi
Microsoft office, yang sejak mulai di kembangka pada tahun 1983 sampai
pertengahan tahun 2001.
3.3 Tahap Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilakukan dengan mengikuti tahapan penelitian
sebagai berikut:
Persiapan
Persiapan yang dilakukan yaitu studi literatur berupa studi
pendahuluan tentang lokasi penelitian, batasan lokasi, geologi regional daerah
penelitian.
Pengambilan Data
Data yang diambil berupa data Lapangan (Primer) dari tempat penelitian
PT. TIMAH Tbk tepatnya di Kecamatan Tempilang, Bangka Barat. Tahap
pengambilan data dilakukan dengan metode magnetik dan dengan teknik base
rover. Pengambilan data magnetik ini dilakukan pada lokasi yang sebelumnya
telah dilakukan pemetaan geologi terlebih dahulu dengan Luas wilayah
penelitian seluas 4 x 3 km. Untuk lintasan penelitian berjumlah 38 lintasan
dengan spasi 100 meter di tiap lintasan dan jarak 10 meter di tiap titik
pengukuran. Jumlah titik pengukuran yang diambil pada wilayah penelitian
adalah sebanyak 9313 titik dengan 3 kali pengulangan di setiap titiknya.
30
Gambar 13. Peta Elevasi Wilayah Pengambilan Data & Titik-titik Pengambilan
Data
Pengolahan Data
Setelah mendapatkan data nilai medan magnet total. Langkah
selanjutnya adalah melakukan koreksi-koreksi yang diperlukan seperti
melakukan koreksi nilai IGRF (International Geomagnetic Reference Field) dan
koreksi diurnal untuk menghilangkan efek variasi harian di lapangan. Setelah
koreksi-koreksi tersebut dilakukan, maka selanjutnya pengolahan data
memasuki tahap pengolahan lanjutan dengan menggunakan software Oasis
Montaj. Langkah – langkah yang dilakukan dapat dilihat pada diagram alir
(flowchart) dengan penjelasan yang lebih rinci pada tiap langkahnya.
Koreksi Data (Koreksi Diurnal dan Koreksi IGRF)
Data yang diukur dan didapat pada pengukuran di lapangan adalah nilai
medan magnet total dimana nilai tersebut merupakan penjumlahan dari nilai
medan magnet utama bumi, medan magnet luar dan nilai anomali magnet
batuan. Sementara data yang diperlukan untuk pengolahan lanjutan adalah
31
nilai anomali magnet batuan. Oleh karena itu, dilakukan koreksi nilai IGRF dan
koreksi variasi harian untuk menghilangkan nilai medan magnet utama bumi
dan nilai medan magnet luar yang tidak kita butuhkan. Untuk koreksi IGRF,
proses koreksi yang dilakukan adalah mengurangi nilai yang terukur di
lapangan dengan nilai IGRF di area pengukuran.
Nilai IRGF pada area pengukuran didapat dari referensi pada halaman
web National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA,
http://www.noaa.gov/) dan diperbaharui setiap lima tahun sekali. Untuk
mendapatkan nilai IGRF di situs NOAA, parameter yang perlu dimasukan
adalah posisi bujur dan lintang serta waktu akan dilakukannya pengukuran
magnetik. Setelah mengurangi nilai medan magnet total dengan nilai IGRF
daerah pengukuran, langkah selanjutnya adalah menghilangkan nilai medan
magnet luar dengan menggunakan variasi harian.
Koreksi nilai variasi harian atau koreksi diurnal bertujuan untuk
menghilangkan pengaruh nilai medan magnet luar yang disebabkan aktifitas
matahari. Koreksi ini dilakukan dengan cara mengurangkan nilai medan
magnet di base yang didapatkan pada saat perekaman secara kontinyu
(𝐵𝑃𝑒𝑟𝑒𝑘𝑎𝑚𝑎𝑛) dengan nilai medan magnet titik ikat (𝐵𝑇𝑖𝑡𝑖𝑘 𝐼𝑘𝑎𝑡),
𝐵𝐾𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖 𝐷𝑖𝑢𝑟𝑛𝑎𝑙 (𝐷) = 𝐵𝑃𝑒𝑟𝑒𝑘𝑎𝑚𝑎𝑛 − 𝐵𝑇𝑖𝑡𝑖𝑘 𝐼𝑘𝑎𝑡
Intensitas Total Magnetik (TMI)
Intensitas total magnetik dilakukan untuk mengetahui secara umum
persebaran nilai medan magnet anomali total dari wilayah penelitian setelah
data melalui proses koreksi diurnal dan IGRF. Proses pembuatan peta kontur
anomali magnetik menggunakan software Oasis Montaj, dimana data mentah
berupa data XYZ, data XY merupakan koordinat lokasi (easting (x) dan northing
(y)) dan Z merupakan nilai terukur. Proses gridding akan menggunakan data
XYZ tersebut dan menginterpolasikannya untuk menentukan nilai bacaan di
tiap grid nodes. Gabungan dari kumpulan data tersebut dinamakan grid
(Geosoft).
Data XYZ diolah menggunakan program RANGRID yang merupakan
program dari salah satu metode gridding yaitu minimum curvature. Metode ini
menerapkan proses iterasi dalam melakukan gridding. Program ini memiliki
keungggulan antara lain, dapat digunakan pada data yang tidak terogranisir,
pada lokasi apapun dan dapat memproses data yang memiliki tie line. Namun
pada data dengan jarak antar titik terlalu sempit, sering ditemui munculnya
32
noise dan relatif lambat digunakan untuk data dengan jumlah yang banyak
(Chusnul, 2006).
Reduksi ke Kutub (Reduction to Magnetic Pole)
Interpretasi data anomali magnetik cenderung rumit dikarenakan
ambiguitas dasar yang melibatkan produk dari properti fisika dan suatu
volume. Produk ini dinamakan momen dipole yang merupakan produk dari
magnetisasi dan volume. Megnetisasi yang merupakan suatu nilai vektor, lebih
berhubungan dengan bagian permukaan dibandingkan dengan distribusi
volume dari kutub magnetik. Ini berarti bahwa tidak hanya intensitas
magnetisasi, tetapi juga inklinasi dan deklinasi magnetisasi mugkin juga terlibat
dengan parameter yang mendefinisikan sumber dari volume. Hal ini
menyebabkan gangguan pada anomali magnetik, dengan derajat gangguan
merupakan fungsi dari garis lintang magnetik. Beberapa penulis menunjukkan
bahwa magnetik remanen bisa berkontribusi sangat signifikan atau bahkan
dominan terhadap medan anomali. Akan tetapi karena informasi tentang
magnetik remanen sangat jarang, anomali magnetik biasanya diasumsikan
seluruhnya disebabkan oleh induksi. Baranov dan Naudy (1964),
mengembangkan suatu metode yang secara matematis mengubah intensitas
medan magnet total kedalam suatu medan vertikal yang ekuivalen. Pada
dasarnya, metode ini membuat seolah-olah medan tersebut terukur pada
sumber geologi yang secara fisik berada di kutub magnetik (Lawal dan Osazuwa,
2004).
Proses ini bertujuan untuk melokalisasi anomali magnetik tepat berada
diatas sumber anomali dan membuat data seolah-olah berada di kutub
magnetik (inklinasi 90o dan deklinasi 0o). Proses reduksi ke kutub
menggunakan software Oasis Montaj dimulai dari proses rangrid dan
tranformasi FFT (Fast Fourier Transform) terhadap data hasil minimum curvature
(anomali medan magnet total). Setelah itu dimasukan parameter sudut inklinasi
dan deklinasi daerah penelitian serta amplitudo inklinasi koreksi untuk
didapatkan peta kontur anomali magnetik tereduksi ke arah kutub magnet.
Dengan adanya pengolahan reduksi ke kutub yang menjadikan benda tepat
berada di atas sumber anomali.
Kontinuasi ke Atas (Upward Continuation)
Data magnetik yang dihasilkan dari koreksi IGRF merupakan data
medan magnet anomali total. Data tersebut merupakan data yang dipengaruhi
oleh dua anomali magnetik yaitu anomali magnetik regional dan residual.
33
Anomali magnetik regional dipengaruhi oleh batuan regional yang berada di
lapisan batuan dalam. Sedangkan anomali magnetik residual ini dipengaruhi
oleh batuan lokal yang berada di lapisan batuan dangkal. Oleh karena itu, perlu
dilakukan suatu metode pemisahan untuk melokalisir masing-masing anomali
tersebut. Dalam penelitian ini, metode pemisahan anomali yang digunakan
adalah Upward Continuation.
Proses kontinuasi bertujuan untuk menghilangkan pengaruh dari
sumber anomali yang bersifat dangkal dan memperjelas fitur anomali dari
sumber yang bersifat dalam. Proses kontinuasi ke atas dirasa cukup bila pola
anomali yang menjadi target penelitian sudah tidak lagi dipengaruhi oleh
sumber anomali yang bersifat dangkal dan perubahan kontur anomali
cenderung stabil. Proses pengangkatan tidak boleh terlalu tinggi, karena ini
dapat mereduksi anomali magnetik lokal yang bersumber dari benda magnetik
atau struktur yang menjadi target survei magnetik ini.
Interpretasi Kualitatif dan Interpretasi Kuantitatif
Secara umum interpretasi data magnetik terbagi menjadi dua yaitu
interpretasi kualitatif dan kuantitatif. Interpretasi kualitatif didasarkan pada
pola kontur anomali medan magnetik yang bersumber dari distribusi benda-
benda termagnetisasi atau struktur geologi bawah permukaan bumi.
Selanjutnya pola anomali medan magnetik yang dihasilkan ditafsirkan
berdasarkan informasi geologi setempat dalam bentuk distribusi benda
magnetik atau struktur geologi yang dijadikan dasar pendugaan terhadap
keadaan geologi yang sebenarnya.Interpretasi kuantitatif bertujuan untuk
menentukan bentuk atau model dan struktur geologi melalui pemodelan bawah
permukaan.
Pemodelan 2D
Pemodelan ini dilakukan sebagai salah satu langkah untuk
menginterpretasi data secara kuantitatif. Dan juga untuk mengetahui dan
menggambarkan keadaan bawah permukaan pada area survey. Pemodelan
dimulai dengan cara menentukan profil anomali yang hendak dibuat modelnya,
profil anomali diambil dari peta anomali total yang sebelumnya telah melewati
proses reduksi ke kutub dan kontinuasi ke atas. Profil tersebut digunakan
untuk mencocokkan (data fitting) antara kurva model yang dibuat dengan kurva
profil anomali dari data pengukuran di lapangan hingga menghasilkan model
dengan nilai error terkecil. Pemodelan 2D dilakukan dengan menggunakan
software Oasis Montaj.
34
Interpretasi dan Analisis
Interpretasi pada data magnetik terbagi menjadi dua yaitu interpretasi
secara kualitatif dan interpretasi secara kuantitatif. Pada interpretasi kualitatif
dilakukan dengan menganalisa peta kontur anomali medan magnet total yang
telah melewati proses transformasi ke kutub dan kontinuasi ke atas.
Interpretasi kualitatif juga dapat dilakukan pada peta kontur anomali medan
magnet total hasil dari analisa derivatif. Interpretasi kualitatif dilakukan untuk
memperkirakan letak benda penyebab anomali yang selanjutnya dapat menjadi
acuan untuk melakukan interpretasi kuantitatif. Interpretasi kuantitatif
dilakukan dengan membuat model 2D dari hasil interpretasi kualitatif dengan
tambahan informasi data geologi pendukung seperti stratigrafi area pengukuran
dan peta struktur geologi. Pemodelan dilakukan dengan proses data fitting dan
trial and error sehingga didapatkan model yang dapat menggambarkan keadaan
bawah tanah area pengukuran berikut benda penyebab anomali. Pembuatan
model bawah permukaan dimulai dengan cara mengambil sayatan profil dari
peta kontur anomali total RTE. Sayatan tersebut kemudian dimodelkan dengan
metode Talwani dengan bantuan software Oasis Montaj.
Evaluasi dan Penyajian Laporan
Evaluasi dan penyajian laporan bertujuan untuk merumuskan masalah
penelitian agar dapat bermanfaat secara kualitatif dan kuantitatif berdasarkan
kegiatan penelitian dari akuisisi data, pengolahan data dan interpretasi data.
Tahap evaluasi dan penyajian laporan akan dilakukan bila adanya hasil dan
pembahasan dari kajian penelitian yang akan dilaksanakan.
35
3.4 Diagram Alir Penelitian
Diagram alir penelitian dapat dilihat pada (Gambar 13).
Gambar 14. Diagram Alir Penelitian
Identifikasi Masalah
MULAI
Perumusan masalah
Data Primer
1. Nilai kuat medan
magnetik
2. Nilai Koordinat
Peta (X,Y,Z)
Pengolahan Data
1. Koreksi Harian (diurnal)
2. Koreksi IGRF
3. Koreksi reduce to equator
4. Koreksi upward continuation
5. Pemodelan 2D
SELESAI
Desain Akuisisi
Pengambilan Data
Data Sekunder
1. Peta Geologi
2. Nilai IGRF
3. Inklinasi dan
deklinasi
Interpretasi Data
Hasil Dan Kesimpulan
36
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Struktur Geologi
Gambar 15.Peta Geologi Lokal Tempilang
Berdasarkan peta geologi lokal daerah penelitian oleh PT.TIMAH TBK
litologi pada daerah penelitian terdiri dari granit, batupasir dan batulempung.
Berdasarkan beberapa litologi tersebut, dijumpai perbedaan antara litologi
dengan berkembangnya kekar dilapangan, Dimana dalam kasus ini kekar yang
nantinya berkembang menjadi urat adalah sebagai media pembawa mineral
kasiterit. Diketahui bahwa terdapat beberapa struktur geologi berupa sesar-
sesar yang berisi mineral yang dinamakan vein (urat). Kemudian sesar-sesar
daerah penelitian terdiri dari beberapa unit sesar yaitu sesar mendatar kiri.
Sesar ini terdiri dari dua pergerakan ke kanan yang arah utamanya yaitu
Baratlaut-Tenggara dan ke kiri yang arahnya yaitu Baratdaya-Timurlaut.
Berdasarkan Katili, (1967) sesar mendatar kiri terbentuk terlebih dahulu
daripada sesar mendatar kanan. Sesar mendatar kanan yang terbentuk setelah
sesar mendatar kiri kemudian membuat sesar mendatar kiri menjadi terbuka
dan membuat altersi menjadi lebih intens. Dari beberapa hal tersebut dapat
dismpulkan bahwa sesar mendatar kiri dipotong oleh sesar mendatar kanan.
Zona sesar khususnya perpotongan dua sesar merupakan jalur tempat fluida
mengalir. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ariyo (2016) bahwa
Kasiterit merupakan mineral utama timah dengan rumus SnO2, berbentuk
37
kristal dengan permukaan mengkilap sehingga tampak seperti batu perhiasan.
Kasiterit merupakan mineral utama penghasil logam timah. Kasiterit di
temukan dalam 2 jenis lapisan yaitu lapisan atau retakan di batuan granit atau
batuan disekitarnya dan lapisan sedimen aluvial bersama-sama dengan mineral
berat lainnya dalam bentuk pasir.
Lokasi penelitian juga merupakan daerah dimana struktur geologi
khususnya kekar berkembang secara kompleks. Kekar-kekar yang kemudian
berkembang menjadi urat dengan pengisi kuarsa, mineral lempung dan mineral
oksida. Secara megaskopis urat-urat yang terisi oleh mineral kasiterit berada
pada kekar-kekar berlembar pada litologi batu pasir Satuan Batupasir
Tanjunggenting dan Granit Satuan Granit Klabat. Berdasarkan pengamatan di
lapangan, litologi pada daerah penelitian terdiri dari granit, batupasir dan batu
lempung. Berdasarkan beberapa litologi tersebut, dijumpai perbedaan antara
litologi dengan berkembangnya kekar dilapangan, dimana dalam kasus ini
kekar yang nantinya berkembang menjadi urat adalah sebagai media pembawa
mineral kasiterit. Kekar-kekar tersebut berperan sebagai celah untuk fluida
hidrotermal masuk dan mengendapkan timah. Batupasir dari satuan Batupasir
Tanjunggenting dilapangan cenderung memiliki kekar-kekar berlembar yang
lebih kompleks dibandingkan litologi lainnya.
Terdapat juga beberapa litologi batuan yang berbeda-beda diantaranya
nya adalah Endapan Aluvial yg menyebar diantara batupasir yang ada serta
terdapat intrusi granit yg berada di daerah penelitian, serta silisifaksi dimana
terdapat pengkayaan mineral kuarsa yang berada di urat-urat tersebut.
Gambar 16. Lahan Berupa Pertambangan Masyarakat.
38
Untuk tata lahan yang ada pada wilayah penelitian adalah perkebunan
sawit, pabrik, pertambangan dan pemukiman. Untuk lahan pertambangan
sendiri meliputi sekitar 35% dari wilayah penelitian dan merupakan
pertambangan timah inkonvensional atau lahan tambang yang di kelola oleh
masyarakat (Gambar 16). Lahan perkebunan sawit lebih mendominasi yaitu
sekitar 55% dari wilayah penelitian yang kelola oleh PT.Sawindo dan selebihnya
merupakan lahan pabrik serta beberapa rumah.
Gambar 17. Lahan Berupa Perkebunan Kelapa Sawit
Gambar 18.Lahan Pabrik PT.Sawindo Kencana
39
Satuan Batupasir
Satuan Batupasir di wilayah penelitian memiliki luas are sekitar
70% dari keseluruhan wilayah penelitian. Satuan ini disimbolkan
dengan warna kuning pada peta geologi lokal (Gambar 15). Batupasir di
wilayah penelitian memiliki warna jingga hingga cokelat. Berukuran
butir pasir halus (<0,25-0,5 mm) dengan struktur masif, bidang
perlapisan tidak teramati. Derajat pembundaran agak menyudut, derajat
pemilahan terpilah baik dengan kemas tertutup yang tersusun oleh
fragmen kuarsa, matriks lempung dan semen silika (Gambar 20).
Gambar 19. Foto Singkapan Batuan
Gambar 20. Sampel Batupasir
40
4.2 Metode Magnetik
Kontur Anomali Medan Magnet Total
kontur anomali magnetik dilakukan untuk mengetahui secara umum
persebaran nilai medan magnet anomali total dari wilayah penelitian setelah
data melalui proses koreksi diurnal dan IGRF. Proses pembuatan peta anomali
magnetik menggunakan Oasis Montaj, dimulai dari tahap memasukan data
spasial berupa koordinat lokasi (easting (x) dan northing (y)) serta nilai anomali
magnetik (z).
Gambar 21. Peta Sebaran Anomali Total Medan Magnetik
Metode statistik gridding yang digunakan dalam mengolah data adalah
minimum curvature, dimana metode ini menginterpolasi data dengan
meminimalisasir kelengkungan data pada permukaan. Data yang telah
dilakukan proses gridding menghasilkan peta kontur anomali magnetik total
yang terdiri atas nilai anomali lokal (residual) dan nilai anomali regional.
Berdasarkan hasil TMI (Gambar 21) menunjukan adanya persebaran
nilai anomali magnetik yang bervariasi dan memiliki kisaran anomali mulai
41
dari -7.6 nT hingga 14.3 nT. Variasi nilai tertinggi yaitu 8.1nT sampai 14.3 nT
tersebar dari Utara dan menyebar ke arah Selatan yang ditandai dengan warna
merah hingga ke warna pink dan berdasarkan nilai anomali tersebut
mempresentasikan mineral-mineral seperti granit, adamalit, serta diorit.
Diantara nilai anomali tinggi tersebut terdapat daerah yang tidak memiliki nilai
anomali, dimana daerah tersebut merupakan pabrik dari PT.Sawindo.
Sedangkan nilai terendah yaitu -7.6 nT sampai -0.1nT tersebar dari arah Barat
Laut ke arah Tenggara serta dari arah Timur Laut ke arah Barat Daya yang
ditandai dengan warna biru gelap sampai dengan warna biru terang. Dan
berdasarkan nilai anomali tersebut bisa jadi mempresentasikan sebaran dari
batupasir dan juga batu lempung.
Peta TMI ini masih dipengaruhi oleh dua kutub bumi (dipole) sehingga
posisi dari anomali di bawah permukaan bumi arah gaya magnetiknya belum
tepat vertikal (sudut inklinasi) karena efek dari dua kutub yang
mempengaruhinya. Nilai intensitas total magnetik yang masih dipengaruhi oleh
dua kutub ini akan mempersulit interpretasi, sehingga dilakukan proses reduksi
ke ekuator.
Reduksi Ke Ekuator ( Reduce To Equator)
Interpretasi pada nilai medan magnet yang bersifat dipole cenderung
sulit untuk dilakukan. Proses reduksi ke ekuator merupakan pengolahan data
yang bertujuan untuk mengubah sifat dipole anomali medan magnet seolah-
olah menjadi mopole, sehingga interpretasi pada hasil anomali medan magnet
lebih mudah dilakukan. Proses ini dilakukan dengan metransformasi arah
magnetisasi dan medan magnet utama menjadi arah horizontal seperti pada
pengukuran di ekuator.
Metode reduksi ke ekuator magnetik bumi dapat mengurangi salah satu
tahap yang rumit dari proses interpretasi, dimana anomali medan magnetik
menunjukkan langsung posisi bendanya. Proses transformasi reduksi ke
ekuator dilakukan dengan mengubah arah magnetisasi dan medan utama
dalam arah vertikal, tetapi masih disebabkan oleh sumber yang sama.
Bentuk anomali magnetik bergantung pada bentuk dan distribusi masa
bagaimana diilustrasikan dengan distribusi densitas batuan (ρ). Berbeda
dengan anomali gravitasi, anomali magnetik lebih kompak. Hal ini dikarenakan
oleh bentuk anomali magnetik tidak hanya bergantung pada bentuk bodi
batuan dan kerentanan magnet (k), tetapi juga bergantung pada arah
kemagnetan.
42
Gambar 22. Peta Anomali Magnet Hasil Reduksi ke Ekuator
Gambar 22. Diatas merupakan hasil fiter Reduksi ke ekuator dilakukan
dengan mengubah parameter medan magnet bumi pada daerah penelitian yang
memiliki rata-rata nilai inklinasi -21o dan deklinasi 0,4o menjadi kondisi di
kutub yang memiliki inklinasi 90o dan deklinasi 0o, sehingga arah medan
magnet yang awalnya dipole menjadi monopole yang bertujuan untuk sedikit
memudahkan dalam melakukan interpretasi. Menurut penelitian Blakely (1996)
bahwa daerah yang berada pada low-latitude magnetic (memiliki nilai inklinasi
rendah) atau daerah yang memiliki sudut inklinasi kurang dari 25o lebih baik
menggunakan transformasi atau filter reduksi ke ekuator yang dimana wilayah
penelitian memiliki sudut inklinasi -21o .
Untuk variasi nilai anomali magnetik setelah dilakuan filter reduksi ke
ekuator adalah mulai dari -6.5nT sampai 11.5nT. terdapat beberapa perubahan
dimana anomali magnetik di peta TMI nilai anomali tertinggi yang berwarna
pink di dekat area pabrik yang awlanya hanya menyebar dari arah Utara ke
arah Selatan, sekarang menyebar dari arah Utara ke arah Barat Daya dan dari
43
Utara menyebar ke arah Tenggara setelah di lakukan filter reduksi ke ekuator.
Dan di arah selatan dari pabrik juga tedapat perubahan nilai anomali magnet
yang rendah berwarna biru yang dimana sebelumnya pada peta TMI nilainya
malah tinggi di bandingkan nilai anomali magnetik setelah dilakukan RTE.
Kontras anomali rendah (negatif) dengan nilai -6.5nT sampai 1.2nT dan
anomali tinggi (positif) dengan nilai 8.8nT sampai 11.5nT ini diperkirakan
mengindikasikan keberadaan struktur-struktur geologi seperti sesar serta
keberadaan zona mineralisasi di sekitar area struktur.
Kontinuasi ke Atas (Upward Continuation)
Proses kontinuasi bertujuan untuk menghilangkan pengaruh dari
sumber anomali yang bersifat dangkal dan memperjelas fitur anomali dari
sumber yang bersifat dalam. Pada pengolahan tahap ini, data yang telah
diproses menjadi peta kontur anomali magnetik total. Hasil dari proses
kontinuasi ke atas ini berupa anomali medan magnet regional dan residual yang
telah terpisah. Proses kontinuasi ke atas dirasa cukup bila pola anomali yang
menjadi target penelitian sudah tidak Lagi dipengaruhi oleh sumber anomali
yang bersifat dangkal dan perubahan kontur anomali cenderung stabil. Proses
pengangkatan tidak boleh terlalu tinggi, karena ini dapat mereduksi anomali
magnetik lokal yang bersumber dari benda magnetik atau struktur yang
menjadi traget survei magnetik ini.
Gambar 23. Peta Anomali Magnetik Hasil Pengangkatan 50m
Zona 1
Zona 3
Zona 2
44
Sesuai dengan fungsi dari pengangkatan ke atas (upward) Gambar 23.
merupakan profil RTE (Reduce to equator) yang telah dihilangkan pengaruh
lokalnya. Hal ini mempermudah proses penentuan zona observasi penelitian
karena tidak terganggu frekuensi lokal. Pada penelitian ini filter kontinuasi ke
atas dilakukan pengangkatan sejauh 50m. Hal ini karena pada pengangkatan
50m sudah tidak lagi mengalami perubahan yang signifikan. Terlihat pada hasil
kontinuasi ke atas (upward continuation) memperlihatkan bahwa pola fitur
anomali mengalami perubahan saat melakukan pemfilteran kontinuasi, dimana
zona 1, 2 dan 3 yang menjadi target observasi masih terlihat. Peta hasil
kontinuasi menunjukkan bahwa pola anomali tinggi yang berada di bagian
utara wilayah penelitian meliputi zona 2 (Gambar 23) dikelilingi oleh zona
anomali magnetik rendah disekitarnya.
Terdapat struktur anomali yang menerus pada zona 1 dan zona 3 yang
memiliki intensitas magnet rendah.Karena peta intensitas magnet total telah
dilakukan reduksi ke ekuator maka zona interest pada peta intensitas magnet
total ditandai dengan warna biru karena trasformasi reduksi ke kutub membuat
sudut inklinasi menjadi 0. Intesitas magnet berbanding lurus dengan dengan
suseptiblitas batuan, karena semakin mudah batuan termagnetisasi semakin
besar nilai susebtibilitas batuan dan semakin besar intesitas magnet yang
dihasilkan. Pada peta intesitas magnet total wilayah bagian selatan lebih
memilki intesitas magnet yang tinggi dan lebih berfluktuasi yang dapat
diakibatkan oleh anomali benda-benda magnet yang lebih dangkal, dan
tersusun dari mineral – mineral magnetik yang tidak terdistribusi merata.
Sedangkan intensitas magnet pada bagian utara cenderung lebih teratur dan
terdistribusi pada area – area tertentu. Pada lingkungan pengendapan timah
epitermal sulfidasi rendah, nilai anomali magnetik tinggi yang dikelilingi oleh
anomali magnetik rendah dapat disimpulkan sebagai adanya tubuh intrusi
pada sumber yang dalam (Hoschke, 2011). Berdasarkan penelitian tersebut
dimungkinkan bahwa zona 2 pada proses kontinuasi yang menjadi target
observasi merupakan tubuh intrusi pada sumber yang dalam.
Keberadaan zona mineralisasi timah diindikasikan dengan adanya
kandungan mineral logam di sekitar daerah struktur atau pada intrusi granit
yang bersifat masif dengan struktur sebagai tempat terakumulasi dan jalur
naiknya fludia alterasi hidrotermal keprmukaan (Corbett, 2002). Dari nilai
anomali magnet rendah berwarna biru dengan rentang -4.4 nT – 2.6 nT dengan
arah umum yaitu arah Barat Laut ke arah Tenggara serta dari arah Timur Laut
ke arah Barat Daya (Gambar 23). Selain kontrol struktur geologi tersebut
45
kemenerusan anomali rendah dapat terjadi di karenakan pada zona ini
diperkirakan beasosisasi dengan adanya zona mineralisasi.
Menurut Kusdyantono, 2016, bahwa anomali magnetik rendah diduga
disebabkan oleh adanya struktur-struktur yang mengontrol distribusi fluida
hidrotermal yang menyebabkan daerah tersebut mengalami penghancuran nilai
kemagnetan batuan (magnet destructive). Berdasarkan penelitian tersebut,
bahwa zona 1 dan 3 pada proses pemfilteran kontinuasi dapat dimungkinkan
sebagai suatu patahan. Hal ini dapat menyimpulkan bahwa indikasi
keberadaan patahan pada zona epitermal sulfidasi rendah dapat diidentifikasi
melalui sebaran nilai anomali medan magnet yang rendah. Keberadaan patahan
pada zona epitermal sulfidasi rendah dapat dikaitkan dengan persebaran
mineralisasi.
Overlay peta Upward Continuation dengan Peta Geologi lokal
Proses overlay peta upward continuation dengan peta geologi lokal
bertujan untuk mebandingkan persebaran anomali magnetik dengan keadaan
geologi yang ada berdasarkan peta geologi regional dan peta geologi lokal.
Dilihat dari gambar terihat bahwa wilayah penelitian berada pada 2 formasi
yang berbeda yaitu, Formasi Tanjunggenting dan Formasi Granit Klabat serta
tepat berada pada struktur geologi berupa sesar. Terlihat bahwa anomali
magnetik yang bersifat tinggi yang memiliki nilai anomali magnetik berkisar
antara 9.3nT sampai 11.0 nT yang cenderung tersebar di bagian struktur
geologi berupa sesar tersebut. Wilayah penelitian sendiri lebih dominan berada
pada formasi Tanjunggenting di bandingkan dengan formasi Granit Klabat
dimana batuan yang tersebar pada Formasi Tanjunggenting adalah perselingan
batu pasir dan batu lempung.
Dari hasil analisa secara kualitatif dan kuantitatif data anomali medan
magnet total yang telah di reduksi ke ekuator dan dilakukan pengangkatan ke
atas 50m (Upward Continuation 50m) dan di dapatkan hasil akhir berupa
dugaan zona mineralisasi timah. Zona mineralisasi timah pada metode
magnetik ini masih berupa hipotesa, oleh sebab itu digunakan metode geolistrik
sebagai survey lanjutan untuk mengetahui detail mineralisasi timah pada zona
tersebut.
46
Gambar 24. Overlay Peta Geologi Lokal Dengan Peta Anomali Magnetik
Pengangkatan 50m
Gambar 24. merupakan proses overlay peta anomali magnetik yang
telah dilakukan Upward continuation dengan pengangkatan 50m ke peta Geologi
Lokal. overlay pada peta geologi lokal memperlihatkan litologi yang lebih detail
yang terfokus pada wilayah penelitian.
Pada Gambar 24. terlihat anomali yang tertinggi berwarna pink berada
di wilayah sekitaran PT.Sawindo, serta berdasarkan peta geologi lokal di wilayah
tersebut terdapat silisifaksi dimana terjadinya pengkayaan mineral. Pada bagian
selatan pabrik juga terdapat nilai anomali yang terendah berwarna biru dimana
terdapat beberapa struktur berupa urat-urat yang bisa jadi terisi oleh mineral
yang mengendapkan timah seperti kasiterit. Namun yang menjadi perhatian
adalah di arah Barat laut wilayah penelitian dimana di area tersebut terdapat
beberapa unit sesar yaitu sesar mendatar kiri yang dipotong oleh sesar
mendatar kanan dimana diarea tersebut berdasarkan peta geologi lokal terdapat
beberapa titik lokasi mineralisasi yang dimana juga terdapat urat-urat yang
mungkin terbentuk akibat adanya sesar sehingga nantinya kekar- kekar
tersebut akan terisi oleh mineral pembawa timah yaitu kasiterit. Terlihat juga
bahwa pada sesar mendatar kiri merupakan zona yang memiliki nilai anomali
magnetik yang rendah berwarna biru. Kekar-kekar dan titik lokasi mineralisasi
juga berada pada litogi batu pasir dan batu lempung yang tersebar pada
47
Formasi Tanjunggenting. Mineral Kasiterit sendiri sebagai mineral pembawa
timah biasa nya terendapkan pada batu lempung. Mineral kasiterit tersebut
terisi pada struktur kekar-kekar yang tebentuk akibat adanya sesar pada
wilayah penelitian.
4.3 Pemodelan 2D
Pemodelan ini dilakukan sebagai salah satu langkah untuk
menginterpretasi data secara kuantitatif. Dan juga untuk mengetahui dan
menggambarkan keadaan bawah permukaan pada area survey. Pemodelan
dimulai dengan cara menentukan profil anomali yang hendak dibuat modelnya,
profil anomali diambil dari peta anomali total yang sebelumnya telah melewati
proses reduksi ke kutub dan kontinuasi ke atas. Profil tersebut digunakan
untuk mencocokkan (data fitting) antara kurva model yang dibuat dengan kurva
profil anomali dari data pengukuran di lapangan hingga menghasilkan model
dengan nilai error terkecil. Pemodelan 2D dilakukan dengan menggunakan tools
GM SYS pada software Oasis Montaj.
Gambar 25. Peta Sayatan
A
A’
B’
B
C C’
D
D’
48
Gambar 26. Pemodelan 2D Geologi Bawah Permukaan Pada Sayatan A-A’
Penampang melintang garis sayatan A – A’ dengan panjang 909 m
orientasi sayatan dari arah Timur Laut ke Barat Daya (Gambar 26).
Diasumsikan bahwa lapisan pertama yang berwarna kuning dari atas
permukaan sampai kedalaman 140 m diduga sebagai batupasir dan
lempungpasir dengan nilai suseptibilitas 0,4 x 10-3 nT tersusun oleh mineral
besi, zinc, dan sedikit kobalt. Lapisan kedua yang berwarna hijau pada
kedalaman 140 - 284 m diduga sebagai batu lempung dengan nilai
suseptibilitas 0,2 x 10-3nT tersusun oleh mineral kaolin, cassiterie (SnO2) dan
kuarsa. Lapisan ketiga yang berwarna merah pada kedalaman 284 m diduga
sebagai batu granit dengan nilai suseptibilitas sebesar 0,25 x 10-3 nT. Dimana
nilai suseptibilatas batuan nya berdasarkan pada nilai rata-rata suseptibilitas
oleh (Telford,1990). Terdapat juga penurunan anomali pada grafik yang bisa
diidentifikasikan sebagai sesar, namun sesar tersebut merupakan sesar
mendatar kiri. Perhitungan kurva anomali model dengan kurva observasi
menunjukkan nilai referensi kesalahan (error) sebesar 4,151%. Kesesuaian
antara model geologi bawah permukaan yang dibuat dengan kurva observasi
memiliki nilai penyimpangan yang sangat kecil. Pemodelan 2D ini dilakukan
dengan pendekatan sedekat mungkin dengan lotologi pada peta geologi lokal di
wilayah penelitian dan meminimalisir nilai error yang di dapat. Namun
pemodelan 2D sendiri masih memiliki nilai ambiguitas yang cukup tinggi
sehingga tidak dapat menjadi patokan pasti.
49
Gambar 27. Pemodelan 2D Geologi Bawah Permukaan Pada Sayatan B-B’
Penampang melintang garis sayatan B – B’ dengan panjang 790 m
orientasi sayatan dari arah Timur Laut ke Barat Daya (Gambar 27).
Diasumsikan bahwa lapisan pertama yang berwarna kuning dari atas
permukaan sampai kedalaman 164 m diduga sebagai batupasir dan
lempungpasir dengan nilai suseptibilitas 0,4 x 10-3 nT tersusun oleh mineral
besi, zinc, dan sedikit kobalt. Lapisan kedua yang berwarna hijau pada
kedalaman 165 – 340 m diduga sebagai batu lempung dengan nilai
suseptibilitas 0,2 x 10-3nT tersusun oleh mineral kaolin, cassiterie (SnO2) dan
kurasa. Lapisan ketiga yang berwarna merah pada kedalaman 340 m diduga
sebagai batu granit dengan nilai suseptibilitas sebesar 2,5 x 10-3 nT.
Perhitungan kurva anomali model dengan kurva observasi menunjukkan nilai
referensi kesalahan (error) sebesar 1,718%. Kesesuaian model geologi bawah
permukaan yang dibuat dengan kurva observasi memiliki nilai penyimpangan
yang sangat kecil. Dan untuk sayatan B-B’ merupakan perbandingan dari
sayatan A-A’ dimana untuk memastikan apakah bentuk dari bawah permukaan
tersebut tidak jauh berbeda satu sama lain. Dan sama dengan sayatan A-A’
dimana masih terdapat struktur geologi berupa sesar mendatar kiri yang di
tandai dengan adanya fluktuasi atau penurunan grafik yang cukup signifikan.
50
Gambar 28. Pemodelan 2D Geologi Bawah Permukaan Pada Peta Sayatan C-C'
Penampang melintang garis sayatan C – C’ dengan panjang 1700 m
orientasi sayatan dari arah Barat ke Timur (Gambar 28). Diasumsikan bahwa
lapisan pertama yang berwarna kuning dari atas permukaan sampai kedalaman
40 m masih sama dengan sayatan sebelumnya yaitu diduga sebagai batupasir
dan lempungpasir dengan nilai suseptibilitas 0,4 x 10-3 nT .Lapisan kedua yang
berwarna hijau pada kedalaman 40 – 350 m diduga sebagai batu lempung
dengan nilai suseptibilitas 0,2 x 10-3nT tersusun oleh mineral. Lapisan ketiga
yang berwarna merah pada kedalaman 350 m diduga sebagai batu granit
dengan nilai suseptibilitas sebesar 2,5 x 10-3 nT. Perhitungan kurva anomali
model dengan kurva observasi menunjukkan nilai referensi kesalahan (error)
sebesar 3,843%. Berdeda dengan sayatan A-A’ dan B-B’ menunjukan adanya
patahan atau sesar, pada sayatan C-C’ juga terlihat adanya penurunan yang
cukup signifikan di mana pada sayatan C-C’ pada peta geologi lokalnya tidak
terdapat keterangan, namun disini bisa di asumsikan bahwa penurunan pada
grafik tersebut juga merepresentasikan adanya struktur geologi, bukan sesar
tetapi berupa lipatan.
51
Gambar 29. Pemodelan 2D Geologi Bawah Permukaan Pada Sayatan D-D'
Penampang melintang garis sayatan D – D’ dengan panjang 1300 m
orientasi sayatan dari arah Barat ke Timur (Gambar 29). Masih sama dengan
sayatan sebelumnya pada sayatan D-D’ masih Diasumsikan bahwa lapisan
pertama yang berwarna kuning dari atas permukaan sampai kedalaman 50 m
yaitu diduga sebagai batupasir dan lempungpasir dengan nilai suseptibilitas 0,4
x 10-3 nT .Lapisan kedua yang berwarna hijau pada kedalaman 40 – 350 m
diduga sebagai batu lempung dengan nilai suseptibilitas 0,2 x 10-3nT.
Perhitungan kurva anomali model dengan kurva observasi menunjukkan nilai
referensi kesalahan (error) sebesar 4,549%. Berbeda dengan sebelumnya
Lapisan ketiga pada sayatan D-D’ yang berwarna merah merupakan intrusi
batu granit yang memotong 2 lapisan, yaitu batu pasir dan litologi batulempung
dengan nilai suseptibilitas sebesar 2,5 x 10-3 nT. Intrusi granit pada sayatan D-
D’ sendiri diasumsikan berdasarkan kurva anomali yang naik dan juga
berdasarkan pada peta geologi lokal wilayah penelitian. Dan dapat di simpulkan
juga bahwa wilayah pada sayatan D-D’ merupakan zona interest karena adanya
intrusi granit, yang mana granit sendiri merupakan salah satu batuan yang
menandakan adanya mineral kasiterit sebagai mineral pembawa timah
4.4 Interpretasi dan Analisis
Interpretasi pada data magnetik terbagi menjadi dua yaitu interpretasi
secara kualitatif dan interpretasi secara kuantitatif. Pada interpretasi kualitatif
dilakukan dengan menganalisa peta kontur anomali medan magnet RTE yang
telah melewati proses kontinuasi ke atas. Interpretasi kualitatif dilakukan
52
untuk memperkirakan letak benda penyebab anomali yang selanjutnya dapat
menjadi acuan untuk melakukan interpretasi kuantitatif. Dimana Terlihat pada
hasil RTE yang telah dilakukan kontinuasi ke atas (upward continuation)
memperlihatkan bahwa pola fitur anomali mengalami perubahan saat
melakukan pemfilteran kontinuasi, dimana zona 1, 2, dan 3 yang menjadi target
observasi masih terlihat. Peta hasil kontinuasi menunjukkan bahwa pola
anomali tinggi yang berada di bagian utara wilayah penelitian meliputi zona 2
(Gambar 23) dikelilingi oleh zona anomali magnetik rendah disekitarnya.
Berdasarkan penelitian Surapto (2018) yang mana di kecamatan Tempilang
stratigrafi di lokasi penelitian terdiri dari 4 satuan batuan, tua – muda yaitu
satuan Batupasir Tanjunggenting (Trias Awal-Tengah), Satuan Fine Grain Granit
Klabat (Trias Akhir-Jura Awal), Satuan Coarse Grain Granit Klabat (Trias Akhir-
Jura Awal), dan Endapan Alluvial (Kuarter).
Interpretasi kuantitatif dilakukan dengan membuat model 2D dari hasil
interpretasi kualitatif dengan tambahan informasi data geologi pendukung
seperti stratigrafi area pengukuran dan peta struktur geologi. Pemodelan
dilakukan dengan proses data fitting dan trial and error sehingga didapatkan
model yang dapat menggambarkan keadaan bawah tanah area pengukuran
berikut benda penyebab anomali. Pembuatan model bawah permukaan dimulai
dengan cara mengambil sayatan profil dari peta kontur anomali total RTE.
Sayatan tersebut kemudian dimodelkan dengan bantuan software Oasis Montaj.
Namun hasil pemodelan 2D ini belum bisa di bilang sangat akurat dalam
menentukan bentuk dari lapisan yang ada pada daerah penelitian, dikarenakan
tidak adanya data pendukung seperti data sumur bor yang membuat hasil
pemodelan 2D ini masih jauh dari kata akurat.
53
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Zona sebaran anomali magnetik di wilayah penelitian memiliki variasi
nilai anomali magnetik mulai dari -6.5nT sampai 11.5nT. zona
mineralisasi timah di indikasikan dengan adanya kontras nilai anomali
magnetik. Kontras anomali rendah (negatif) dengan nilai -6.5nT sampai
1.2nT yang tersebar dari Barat Laut ke Tenggara dan dari Timur Laut ke
Barat Daya serta bagian Selatan pabrik
2. Struktur geologi yang terdapat pada wilayah penelitian adalah beberapa
unit sesar yaitu sesar mendatar kiri. Sesar ini terdiri dari dua
pergerakan ke kanan yang arah utamanya yaitu baratlaut-tenggara dan
ke kiri yang arahnya yaitu baratdaya-timurlaut.
3. Dilakukan 4 Sayatan untuk menampilkan perkiraan geologi bawah
permukaan, Sayatan A-A’ Diasumsikan bahwa lapisan pertama yang
berwarna kuning dari atas permukaan sampai kedalaman 90 m
diduga sebagai batupasir dan lempungpasir. Lapisan kedua yang
berwarna hijau pada kedalaman 90 - 200 m diduga sebagai batu
lempung. Lapisan ketiga yang berwarna merah pada kedalama
200 m diduga sebagai batu granit.
5.2 Saran Penelitian
Adapun saran dalam penelitian ini adalah :
1. Sebaiknya dilakukan pengambilan data geolistrik setelah penelitian
geomagnet untuk mendapatkan hasil geologi bawah permukaan yang
lebih akurat dibandingkan pemodelan 2D yan masih bersifat prediksi.
2. Melakukan analisis laboratorium terhadap batuan yang terdapat di
wilayah penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Aleva, G.J.J., 1985. Indonesian Fluvial Cassiterite placers and their genetic
environment. Journal of the Geological Society, Oxford London.
Aryanto, N.C.D., Nasrun, A.H Sianipar dan L. Sarmili, 2005. Granit Kelumpang
sebagai granite tipe-I di Pantai Teluk Balok, Belitung. Jurnal Geologi Kelautan, vol. 3. no. 1.
Ariyanto S. Dan Latifa H.L, 2016. Potensi Mineral Kasiterit Indonesia Sebagai Bahan Baku Pembuatan Senyawa Kimia Timah (TIN CHEMICAL). Fakultas
Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta
Aydin, A., E. C. Ferré dan Z. Aslan, 2007. The magnetic susceptibility of granitic rocks as a proxy for geochemical composition: Example from the Saruhan
granitoids, NE Turkey. Tectonophysics, vol. 441, p. 85-95.
Baharuddin dan Sidarto, 1995. Peta Geologi Lembar Belitung, Sumatra sekala 1:250.000. PuslitbangGeologi.
Batchelor, B.C., 1983. Sundaland Tin Placer genesisi and Late Caenozoic coastal and offshore stratigraphy in western Malaysia and Indonesia. Unpubl.
Ph.D. thesis, Geology Department, University of Malaya, 598 p.
Batchelor, R.A. dan P. Bowden, 1985. Petrogenetic interpretation of granitoid rock series using multicationic parameters. Chemical Geology, 48, p. 43-
55.
Bemmelen, R. W. V., 1949, The Geology Of Indonesia Vol 1 A, Government
Printing Office, The Hague.
Blakely, R.J., 1995. Potential theory and magnetic application. Cambrige
University Press : Cambrige.
Burleigh R. E., 1991, Evaluation Of The Tin-Tungsten Greisen Mineralization And Associated Granite At Sleitat Mountain, Southwestern Alaska, United
States Department Of The Interior, Bureau Of Mines
Cobbing, E.J., 2005, Granites, Barber, A.J., Crow, M.J., Milsom, J.S., Sumatra: Geology, Resources and Tectonic Evolution, Geological Society, London
Corbett, G.J. 2002. Epithermal Gold For Exprolation, Australian Institute Of
Geoscientist Presindents Lecture : AIG News No.67.
Eddy Sudjana, Uni Kurnia, Darwin A. Siregar dan Yeni Heryani, 2001, Umur Batuan Granit Asal Sumatera Barat Berdasrkan Metode Pentharikan Jejak Belah, Bandung.
Faisol Mohammad Abdulah, Sunaryo, Adi Susilo, 2014, Pendugaan Jenis Batuan Bawah Permukaan Daerah Bendunga Karangkates Dengan
Menggunakan Metode Geomagnetik, Malang.
Febrido Arwanda, Janiar Pitulima, 2017, Guskarnali, Identifikasi Persebaran Batu Granit Menggunakan Metode Geomagnetik Pada PT Vitrama Propert iDi Desa Air Mesu, Kecamatan Pangkalan Baru, Kabupaten Bangka Tengah, Bangka Belitung.
Gafoer, S., C. Amin dan Satiogroho, 1992. Geological Map of Indonesia, Palembang Sheet, Scale 1 : 1.000.000, Geol. Res. Dev. Center of Indonesia.
Gleizes, G., A. Nédélec, J.L. Bouchez dan Rochette, P., 1993. Magnetic
susceptibility of the Mont Louis - Andorra ilmenite - type granite
(Pyrenees): a new tool for the petrographic characterization and regional
mapping of zoned granite plutons. Journal of Geophysical Research: Solid Earth, 98(B3), p. 4317-4331.
Hall, R., 2014, The Origin Of Sundaland, Proceedings Of Sundaland Resources
2014 MGEIi Annual Convention, Palembang, 17-18 November.
Hoschke, T., 2011. Geophysical Signature of Ccoper – Gold Porphyry and
Epithermal Gold Deposits and Implications for Exploration. Tasmania: ARC
Centre of Excellence in Ore Deposits.
Ishihara, S., M. Hashimoto, dan M. Machida,2000. Magnetite/ilmenite series classification and magnetic susceptibility of the mesozoic-cainozoic batholiths in Peru. Resource Geology, 50, p. 123-129.
Katili, J.A., 1986. On Charting New Path to Mineral Exploration, Keynote Speaker paper presented at the conference on Indonesia Mining Industry : A General
Review. Jakarta May, 7-9.
Kusdyantono, 2016. Investigasi Persebaran Mineralisasi Emas Pada Lingkungan
Pengendapan Epitermal Sulfida Rendah Menggunakan Metode Magnetik
dan Transformasi Pseudigravitasi di Daerah Paningkaban-Cihonje
Banyumas Jawa Tengah. Universitas Gahjah Mada. Yogyakarta
L.Arifin, T.Naibaho, 2009. Verivikasi Litologi Terhadap Nilai Kerentanan Magnetic Di Perairan Bangka Belitung, Bandung
Mangga, S. A., & Djamal B., 1994, Peta Geologi Lembar Bangka Utara,
Sumatera, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Melda Panjaitan, 2015, Penerapan Metode Magnetik Dalam Penentuan Batuan Dan Mineral, Medan.
Moh Zaidan, Wahyu Hidayat, Teguh Prayogo, 2009, Aplikasi Geomagnet Untuk
Eksplorasi Bijih Besi Di Daerah Kacang Botor, Kabupaten Belitung Barat, Jakarta.
Nur Hidayat Nurdin, Muh Altin Massinai, Sabrianto Aswad, 2017, Identifikasi Pola Sebaran Intrusi Batuan Bawah Permukaan Menggunaka Metode Geomanetik Di Sungai Jenelata Kabupaten Gowa, Makassar.
Pamungkas, P., 2006. Kajian Pertambangan Timah Kita. World Press.Com.
Pirajno F., 2009, Hydrothermal Processes and Mineral Systems, Geological
Survey of Western Australia, Perth WA, Australia.
Schwartz, M. O., Rajah, S. S., Askury, A. K., Putthapiban, P, dan Djaswadi,
S.,1995, The Southeast Asian Tin Belt, Journal Earth-Science Review Volume 38, Elsevier Science B. V., Jerman.
Taylor, R. G., 1979, Geology of Tin Deposits, Elsevier Scientific Publishing
Company, New York.
Usman, Pariabti Palloan, Nasrul Ihsan, dan Vistarani Arini Tiwow, 2018,
Eksplorasi Mieral Denan Menggunakan Metode Geomagnetik SEM-EDS Di
Area Panas Bumi Desa Makula Tana Toraja, Makasar.
Wikarno, D. A. D., Suyatna, dan Sukardi, S., 1984, Granitoids of Sumatera
and the Tin Island, Hutchison, C.S.,Geology of Tin Deposits in Asia and the Pacific,Springer-Verlag, New York.
Yudi Aziz Muttaqin, 2013, Survey Polarisasi Terimbas (IP) Dan Geomagnetik Daerah Parit Tebu Kabupaten Bangka – Belitung, Bangka Belitung.
Lampiran 1. Daftar Nilai Suseptibilitas Batuan dan Mineral (Telford, dkk., 1990)
Jenis
Batuan/Mineral
Suseptibilitas
(x 10-6 emu)
Jenis
Batuan/Minera
l
Suseptibilitas
(x 10-6 emu)
Interval
Rata-
rata Interval
Rata-
rata
1 2 3 1 2 3
Batuan Sedimen
Piroxenit
10500
Dolomit 0 - 75 10 Peridotit
7600 -
15600 13000
Batu Kapur 2 - 280 25 Andesit
13500
Batu pasir 0 - 1600 30
Rata-rata beku
asam
650
Lempung 5 - 1480 50
Rata-rata beku
basa 44 - 9710 2600
Rata-rata
Sedimen 0 - 4000 75 Mineral
Batuan
Metamorf
Grafit
-8
Amphibolit
60 Quartz
-1
Sekis (schist) 25 - 240 120
Anidrite, batu
kapur
-1
Phillite
Mei-00 Calsit
Gneiss
Batubara
2
Kuarsit
350 Tanah Liat
20
Serpentine
250 -
1400
Chalcopirit
32
Slate 0 - 3000 500 Sphalerit
60
Rata-rata Me
tamorf 0 - 5800
Cassiterit
90
Batuan Beku
Siderit 100 - 310
Granit 0 - 4000 200 Pirit 4 - 420 130
Riolit
20 -
3000
Limonit
220
Dolorit
100 -
3000 1400 Garam batu
-1
Augit-Senit
2700 -
3600
Arsenopirit
240
Olivin-diabas
2000 Hematit 40 - 3000 550
Diabas
80 -
13000 4500 Chromit 240 - 9400 600
Porpiri
20 -
16700 5000 Franklinit
36000
Gabro
80 -
7200 6000 Pirrhotit
100 -
500000 125000
Basal
20 -
14500 6000 Iimenit
25000 -
300000 150000
Diorit
50 -
10000 7000 Magnetit
100000 -
1600000 500000
Lampiran 2. Raw data hari pertama serta Hasil Total Magnetic Intensity
Lampiran 3. Quality Control terhadap Hasil Total Magnetic Intensity
Lampiran 4. Koreksi diurnal menggunakan GEMLink V5.3
Lampiran 5. Nilai IGRF di Lapangan
Lampiran 6. Nilai Inklinasi dan Deklinasi Wilayah Penelitian