Post on 27-Jan-2021
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mata pelajaran seni budaya khususnya bidang seni rupa pada jenjang
SMA terdiri dari seni rupa murni, terapan, dan kriya. Di SMAN 33 Jakarta
Barat, pembelajaran seni rupa diberikan di kelas peminatan Sosial, sedangkan
kelas peminatan Bahasa, serta Matematika dan Sains (MIA) mendapatkan
materi seni musik.
Kompetensi Dasar pembelajaran Seni Rupa di kelas XI IPS semester
ganjil adalah siswa mampu merancang dan membuat karya seni ilustrasi,
sehingga kompetensi menggambar ilustrasi merupakan kompetensi yang harus
dimiliki siswa di kelas tersebut. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dan
angket pilihan materi pelajaran yang diminati siswa antara gambar ilustrasi
dan ragam hias, Sebanyak 62% siswa memilih materi gambar ilustrasi,
sedangkan 38% siswa memilih ragam hias sehingga pembelajaran
menggambar ilustrasi menjadi pilihan permasalahan yang diangkat dalam
penelitian ini.
Alasan mendasar lain memilih masalah pembelajaran menggambar
ilustrasi dikarenakan aktivitas menggambar ilustrasi dapat mengembangkan
daya imajinasi, menggali potensi kreatif siswa, dan melatih siswa
mengungkapkan ide melalui cara yang diminati. Proses menggambar ilustrasi
pada intinya melatih keterampilan (skill), kepekaan rasa, kreativitas, ide,
pengetahuan dan wawasan. Menggambar adalah proses interaktif dari proses
2
melihat, memvisualisasikan, dan mengekspresikan imajinasi (Aprianto, 2004,
h. 1-4). Dalam penelitian ini, ditetapkannya tema genre musik populer
sebagai acuan dalam menggambar ilustrasi kartun gag, karena tema musik
lebih kontekstual bagi kehidupan sehari-hari siswa, sehingga dipilihlah tema
tersebut.
Keberhasilan siswa dalam belajar sangat tergantung pada bagaimana
proses pembelajaran tersebut dilaksanakan. Dalam proses pembelajaran,
banyak faktor yang memengaruhi, antara lain kurikulum, kualitas guru, materi
pembelajaran, strategi pembelajaran, sumber belajar, model pembelajaran, dan
teknik penilaian. Di antara faktor-faktor tersebut, faktor pendekatan dan model
pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting.
Pendekatan pembelajaran pada mata pelajaran seni rupa mengacu pada
kurikulum yang berlaku di SMAN 33 Jakarta, yakni kurikulum 2013. Pada
kurikulum 2013 mengharuskan siswa lebih aktif dalam merespon materi
pelajaran. Menurut UNESCO, pembelajaran yang efektif berorientasi terhadap
empat pilar, yaitu learning to know, guru memiliki peran sebagai fasilitator
yaitu sebagai teman sejawat dalam berdialog dan berdiskusi dengan siswa
guna mengembangkan penguasaan pengetahuan maupun ilmu tertentu.
Learning to do, belajar untuk melakukan sesuatu, yakni siswa dapat
mengaplikasikan keterampilan yang dimilikinya sehingga dapat berkembang
dan dapat mendukung keberhasilan siswa. Learning to be, yaitu erat
hubungannya dengan bakat dan minat siswa, tipologi pribadi anak serta
kondisi lingkungannya. Learning to live together, kebiasaan hidup bersama,
3
saling menghargai, terbuka, memberi, dan menerima perlu ditumbuh
kembangkan dalam proses belajar di sekolah.
Melalui pembelajaran seni rupa, siswa didorong untuk menggunakan
feeling, imajinasi, dan sensitivitas mereka dalam mempelajarinya sehingga
diperlukan sikap aktif dari siswa dalam proses pembelajaran. Berdasarkan
kondisi nyata di kelas XI IPS di SMAN 33 Jakarta, dalam proses pembelajaran
seni rupa masih terdapat kendala untuk melibatkan siswa secara aktif,
sehingga hasil belajar mereka kurang optimal. Dari 108 siswa kelas XI IPS,
60% hasil belajar seni rupa siswa masih di bawah Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM).
Pembelajaran seni rupa di SMAN 33 Jakarta sudah cukup baik terkait
metode penyampaian pembelajarannya. Guru memilih menggunakan metode
ceramah, walaupun pada hakikatnya metode pembelajaran yang selama ini
digunakan tidaklah salah. Namun, untuk meningkatkan mutu proses dan hasil
pembelajaran seni rupa dibutuhkan pengembangan model pembelajaran yang
dapat mengoptimalkan hasil belajar siswa, sehingga siswa tidak hanya
memiliki kegiatan yang sekadar melihat, mendengarkan, dan membuat
catatan. Akan tetapi, dapat bekerja secara aktif sebagai individu maupun
kelompok, saling bertukar pikiran, saling berbagi pengetahuan pada situasi
pembelajaran di kelas. Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan
memberikan pengaruh yang baik bagi hasil belajar siswa dalam menggambar
ilustrasi.
4
Berdasarkan kondisi tersebut, diperlukan penelitian mengenai penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation. Model pembelajaran
kooperatif tipe Group Investigation merupakan model pembelajaran yang
melatih siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran, siswa dengan
dibimbing guru membentuk kelompok yang beranggotakan empat orang untuk
memahami materi yang disampaikan oleh guru. Siswa juga dilibatkan sejak
awal proses pembelajaran hingga akhir.
Alasan yang melatarbelakangi peneliti memilih menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation yaitu agar siswa terlibat
aktif sebagai individu maupun anggota kelompok dalam pembelajaran seni
rupa. Artinya, siswa tidak hanya terampil dalam membuat karya seni tetapi
memahami proses pembelajarannya. Melalui model pembelajaran kooperatif
tipe Group Investigation diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar
(kreativitas dan keterampilan) dalam membuat gambar ilustrasi kartun gag
agar lebih optimal.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat
diidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
Group Investigation terhadap hasil belajar (keterampilan dan kreativitas)
gambar ilustrasi kartun gag di kelas XI IPS SMAN 33 Jakarta Barat?
5
2. Bagaimanakah pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
Group Investigation terhadap hasil belajar (keterampilan dan kreativitas)
menggambar ilustrasi kartun gag di kelas XI IPS SMAN 33 Jakarta Barat?
3. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation efektif
untuk memaksimalkan hasil belajar siswa dalam menggambar ilustrasi
kartun gag di kelas XI IPS SMAN 33 Jakarta Barat?
4. Apakah melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group
Investigation siswa menjadi aktif dalam pembelajaran menggambar
ilustrasi kartun gag?
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka batasan masalah
penelitian yang dikaji adalah:
1. Pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group
Investigation terhadap hasil belajar (kreativitas dan keterampilan)
menggambar ilustrasi kartun gag di kelas XI SMAN 33 Jakarta Barat.
2. Karakteristik subjek penelitian yang mewakili yaitu periodisasi Adolesence
atau masa pengambilan keputusan (usia 14-17 tahun).
3. Hasil belajar yang dicapai yaitu pada kreativitas dan keterampilan siswa
dalam membuat gambar ilustrasi kartun gag.
6
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang ada,
maka dapat dirumuskan masalah yang ada:
“Apakah ada pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group
Investigation terhadap hasil belajar menggambar kartun gag di kelas XI IPS
SMAN 33 Jakarta Barat?”
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Meningkatkan hasil belajar (kreativitas dan keterampilan) seni rupa
menggambar ilustrasi kartun gag di kelas XI IPS SMAN 33 Jakarta Barat
melalui model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation.
2. Mengembangkan kreativitas dan daya imajinasi, pengetahuan, serta
keterampilan melalui praktik membuat karya gambar ilustrasi kartun gag
dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Group
Investigation.
3. Mengembangkan minat dan bakat siswa di bidang seni rupa khususnya
dalam menggambar ilustrasi.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi banyak pihak, di
antaranya sebagai berikut:
7
1. Siswa
a. Mengembangkan kreativitas dan keterampilan siswa dalam merespon
tema menggambar ilustrasi kartun gag sesuai dengan imajinasinya
berdasarkan periodisasi masa penentuan atau peralihan (14 hingga 17
tahun).
b. Melalui model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation sumber
belajar siswa bukan hanya didapatkan melalui guru, tetapi sesama siswa
sehingga pembelajaran lebih bermakna.
2. Guru
a. Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi atau masukkan
bagi guru tentang model pembelajaran yang efektif untuk mempengaruhi
hasil belajar siswa agar lebih optimal.
b. Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dapat terlaksana dengan maksimal
melalui penerapan model pembelajaran yang mengaktifkan siswa.
c. Dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi guru terkait dengan model
pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dalam pembelajaran
seni rupa demi meningkatkan mutu pengajarannya.
3. Peneliti
a. Menambah wawasan, pengetahuan, dan keterampilan peneliti khususnya
terkait dengan penelitian menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe Group Investigation.
8
b. Memberikan kontribusi nyata bagi dunia pendidikan, terkait penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dalam
pembelajaran seni rupa.
c. Memahami karakteristik menggambar ilustrasi kartun gag, khususnya
bagi siswa-siswi pada masa penentuan (14 hingga 17 tahun).
d. Mengetahui dan memahami tipe humor pada karya kartun yang dibuat
oleh siswa-siswi pada masa penentuan (14 hingga 17 tahun).
9
II. KERANGKA TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA
Kajian Pustaka merupakan penjabaran setiap kajian untuk mendapatkan
gambaran dalam penelitian ini, yaitu mengenai belajar dan pembelajaran seni
rupa, gambar ilustrasi (kartun gag), karakteristik gambar anak masa peralihan
menurut Victor Lowenfeld, dan Model Pembelajaran Kooperatif (Group
Investigation).
A. Penelitian yang Relevan
Penelitian ini merujuk pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,
diambil tiga rujukan penelitian dengan topik penelitian yang berbeda-beda.
Rujukan Penelitian yang relevan dengan judul penelitian “Pengaruh Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Investigation Group Terhadap Hasil Belajar
Menggambar Ilustrasi kartun gag di kelas XI IPS SMAN 33 Jakarta Barat”,
pertama penelitian Erika Pratiwi dengan judul Pengaruh Pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL) Terhadap Hasil Belajar Scrapframe
pada Siswa Kelas XI di SMAN 50 Jakarta, Tahun 2016.
Penelitian yang dilakukan Erika memiliki relevansi dengan penelitian
yang dilakukan penulis, karena menggunakan pendekatan kuantitatif dan
metode penelitian eksperimen. Tetapi materi ajar dan desain penelitian yang
digunakan berbeda. Peneliti menggunakan desain penelitian pre-experimental
dan materi ajar menggambar ilustrasi kartun gag.
Kedua, penelitian Sang Ayu Made Ika Utari Dewi yang berjudul
Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation Terhadap
10
Hasil Belajar Photo Print di kelas VII SMP Amarawati Tampaksiring, Tahun
2014. Penelitian ini memiliki relevansi dengan penelitian yang penulis
kerjakan. Relevansinya yaitu sama-sama menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Group Investigation dan metode eksperimen jenis pre-
experimental dengan jenis one group pretest- posttest design. Namun, Sang
Ayu menggunakan materi photo print pada penelitiannya.
Ketiga, penelitian Desy Mayanti Anggraini Sugito yang berjudul
Pengaruh Metode Inkuiri Terhadap Hasil Belajar Kerajinan Keramik Siswa
Kelas VII SMP Swasta PAB 5 Patumbak Kabupaten Deli Serdang, Tahun
2012. Relevansinya dengan penelitian yang dilakukan penulis yaitu
menggunakan metode penelitian kuantitatif dan penelitian yang dilakukan
Desy Mayanti sama-sama menggunakan metode penelitian eksperimen. Tetapi
materi yang dibahas pada penelitian berbeda, karena penulis membahas
gambar ilustrasi.
B. Kerangka Teori
Pada kerangka teori ini membahas mengenai teori-teori yang dikutip dari
para ahli sebagai pedoman dasar dalam penelitian ini. Berikut uraian kerangka
teori yang mendukung dan digunakan pada penelitian ini.
1. Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas.
Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan
digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap
11
dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan
kelas (Arends, 2008, dalam Trianto, 2010, h. 51).
Sedangkan menurut Joyce dan Weil menyatakan bahwa model
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur secara
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan pembelajaran tertentu. Model pembelajaran memiliki fungsi sebagai
pedoman bagi para perancang pembelajaran serta para pengajar dalam
merencanakan dan melaksanakan aktifitas belajar mengajar (Mulyani
Sumantri dkk, 1999, h. 42).
Berdasarkan dua pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan pembelajaran tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang
pembelajaran dan para guru dalam merancang dan melaksanakan proses
pembelajaran.
Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi perancang
pengajar dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran. Dalam memilih
model pembelajaran sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan
diajarkan, dan juga dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai dalam
pembelajaran tersebut serta tingkat kemampuan peserta didik (Trianto, 2010,
h. 53).
Di samping itu, setiap model pembelajaran juga mempunyai tahap-
tahap (sintaks) yang dapat dilakukan siswa dengan bimbingan guru. Antara
12
sintaks yang satu dengan sintaks yang lain juga mempunyai perbedaan.
Perbedaan-perbedaan ini, di antaranya pembukaan dan penutupan
pembelajaran yang berbeda antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu,
guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai keterampilan
mengajar, agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang beraneka ragam
dan lingkungan belajar yang menjadi ciri pembelajaran di sekolah pada saat
ini.
Menurut Kardi dan Nur istilah model pembelajaran mempunyai
makna yang lebih luas daripada strategi, metode, atau prosedur. Model
pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh
strategi, metode, atau prosedur. Ciri-ciri khusus model pembelajaran adalah:
a. Rasional artinya model pembelajaran yang disusun oleh para pencipta
atau pengembangnya merupakan suatu yang memiliki alasan, juga
optimal untuk mencapai tujuan dan memecahkan masalah dalam suatu
pembelajaran. Model pembelajaran mempunyai teori berpikir yang
masuk akal. Maksudnya para pencipta atau pengembang membuat teori
dengan mempertimbangkan teorinya dengan kenyataan sebenarnya serta
tidak secara fiktif dalam menciptakan dan mengembangkannya.
b. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan
pembelajaran yang akan dicapai). Model pembelajaran mempunyai
tujuan yang jelas tentang apa yang akan dicapai, termasuk di dalamnya
apa dan bagaimana siswa belajar dengan baik serta cara memecahkan
suatu masalah pembelajaran.
13
c. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat
dilaksanakan dengan berhasil. Model pembelajaran mempunyai tingkah
laku mengajar yang diperlukan sehingga apa yang menjadi cita-cita
mengajar selama ini dapat berhasil dalam pelaksanaannya.
d. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat
tercapai. Model pembelajaran mempunyai lingkungan belajar yang
kondusif serta nyaman, sehingga suasana belajar dapat menjadi salah
satu aspek penunjang apa yang selama ini menjadi tujuan pembelajaran
(Trianto, 2011, h. 142).
Setiap model pembelajaran memerlukan sistem pengelolaan dan
lingkungan belajar yang berbeda. Setiap pendekatan memberikan peran
yang berbeda kepada siswa, pada ruang fisik, dan pada sistem sosial kelas.
Sifat materi dari sistem syaraf banyak konsep dan informasi-informasi dari
teks buku bacaan, materi ajar siswa, di samping itu banyak kegiatan
pengamatan gambar-gambar. Tujuan yang akan dicapai meliputi aspek
kognitif (produk dan proses) dari kegiatan pemahaman bacaan dan lembar
kegiatan siswa (Trianto, 2010, h. 55).
2. Model Pembelajaran Kooperatif
a. Pengertian model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning)
Model pembelajaran dapat dijadikan sebagai salah satu cara
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Model-model
pembelajaran memiliki banyak variasi, salah satunya yaitu model
14
Cooperative Learning. Cooperative Learning merupakan bentuk
pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-
kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai
5 orang (Rusman, 2011, h. 202).
Komalasari menjelaskan bahwa Cooperative Learning adalah
suatu strategi pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari
dua sampai lima orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat
heterogen. Artinya, tidak ada pemisah antara suku, ras, agama, maupun
jenis kelamin siswa yang beragam (2011, h. 62).
Johnson mengemukakan:
“Cooperanon means working together to accomplish shared
goals. Within cooperative activities individuals seek outcomes that
are beneficial to all other groups member cooperative learning is
the intructional use of small groups that allows students to work
together to maximize their own and each other as learning”
(Johnson dalam Isjoni, 2007, h. 15).
Berdasarkan uraian tersebut, maka Cooperative Learning
mengandung arti bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama.
Dalam kegiatan kooperatif siswa mencari hasil yang menguntungkan bagi
seluruh anggota kelompok. Belajar kooperatif adalah pemanfaatan
kelompok kecil untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar
anggota lainnya dalam kelompok itu. Prosedur Cooperative Learning
didesain untuk mengaktifkan siswa melalui inkuiri dan diskusi dalam
kelompok kecil yang terdiri atas 4-5 orang.
15
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan
bahwa Cooperative Learning adalah suatu model pembelajaran di mana
siswa bekerja sama secara kolaboratif dalam kelompok-kelompok kecil
terdiri dari 4-5 orang secara heterogen untuk menyelesaikan masalah
dalam tugas mereka agar tercapainya tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan dan diharapkan dapat membuat siswa lebih aktif dalam
pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif adalah penerapan pembelajaran
terhadap kelompok kecil sehingga para siswa dapat bekerja sama untuk
memaksimalkan pembelajarannya sendiri serta memaksimalkan
pembelajaran anggota kelompok yang lain (Johnson & Johnson dalam
Isjoni, 2014, h. 18).
Slavin mengemukakan: “In cooperative learning methods,
students work together in four member teams to master material
initially presented by the teacher” (Isjoni, 2014, h. 15).
Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa cooperative
learning adalah suatu model pembelajaran di mana sistem belajar dan
bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-5 orang
secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa untuk lebih
bergairah dalam belajar.
Menurut funderstanding, suatu organisasi yang melalui situsnya
mengkhususkan diri kepada penyebarluasan konsep-konsep pendidikan,
mengutip Spencer Kagan secara sederhana merumuskan, “Pembelajaran
16
kooperatif terdiri dari teknik-teknik pembelajaran yang memerlukan
saling ketergantungan positif antara pebelajar agar pembelajaran
berlangsung baik.”
Pembelajaran Kooperatif merupakan suatu model pembelajaran
yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan
pembelajaran yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama
untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan
siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang
agresif dan tidak peduli dengan orang lain. Model pembelajaran ini telah
terbukti dapat dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai
usia (Isjoni, 2014, h. 16).
Isjoni mengutip Djahiri K menyebutkan cooperative learning
sebagai pembelajaran kooperatif kelompok yang menuntut diterapkannya
pendekatan belajar yang siswa sentris, humanistik, dan demokratis yang
disesuaikan dengan kemampuan siswa dan lingkungan belajarnya (Djahiri
dalam Isjoni, 2014, h.18).
Dengan demikian, maka pembelajaran kooperatif mampu
membelajarkan diri dan kehidupan siswa baik di kelas atau sekolah.
Lingkungan belajarnya juga membina dan meningkatkan serta
mengembangkan potensi diri siswa sekaligus memberikan pelatihan
hidup senyatanya (Isjoni, 2014, h. 19).
Jadi, cooperative learning dapat dirumuskan sebagai kegiatan
pembelajaran kelompok yang terarah, terintegrasi, efektif-efesien, ke arah
17
mencari atau mengkaji sesuatu melalui proses kerja sama dan saling
membantu (sharing) sehingga tercapai proses dan hasil belajar yang
produktif (survive).
Melalui definisi-definisi para ahli tersebut, dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran kooperatif adalah metode pembelajaran yang
melibatkan sejumlah kelompok kecil siswa yang bekerja sama dan belajar
bersama dengan saling membantu secara interaktif untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang dirumuskan.
Ada banyak alasan mengenai pembelajaran kooperatif mampu
diterapkan dalam praktik pendidikan, selain mengenai bukti-bukti nyata
dari para ahli tentang keberhasilan pendekatan ini, pada masa sekarang
masyarakat pendidikan semakin menyadari pentingnya para siswa
berlatih berpikir, memecahkan masalah, serta menggabungkan
kemampuan dan keahlian yang dimiliki.
Walaupun memang pendekatan ini akan berjalan baik di kelas
yang kemampuannya merata, namun sebenarnya kelas dengan
kemampuan siswa yang bervariasi lebih membutuhkan pendekatan ini.
Karena dengan menggabungkan para siswa dengan kemampuan yang
beragam tersebut, maka siswa yang keahlian atau kemampuannya kurang
akan sangat terbantu dan termotivasi untuk melakukan pembelajaran.
Demikian juga siswa yang memiliki keahlian dan kemampuan lebih akan
terasah pemahamannya.
18
b. Elemen-elemen pembelajaran kooperatif
Pembelajaran kooperatif terkadang disebut juga kelompok
pembelajaran (group learning), yang merupakan istilah generik bagi
bermacam prosedur instruksional yang melibatkan kelompok kecil yang
interaktif. Siswa bekerja sama untuk menyelesaikan suatu tugas akademik
dalam suatu kelompok kecil untuk saling membantu dan belajar bersama
dalam kelompok mereka serta dengan kelompok yang lain. Pada
umumnya dalam implementasi metode pembelajaran kooperatif, para
siswa saling berbagi (sharing), bertukar pikiran tentang hal-hal sebagai
berikut:
1) Siswa bekerja sama tentang suatu tugas bersama, atau kegiatan
pembelajaran yang akan tertangani dengan baik melalui karya suatu
kelompok kerja.
2) Siswa bekerja sama dalam suatu kelompok kecil yang terdiri dari 2-5
orang. Namun yang paling efektif dan efisien adalah dalam satu
kelompok siswa terdiri dari 4 orang.
3) Siswa bekerja sama, berperilaku pro-sosial untuk menyelesaikan tugas
bersama atau kegiatan pembelajaran.
4) Siswa saling bergantung secara positif, aktivitas pembelajaran diberi
struktur sedemikian rupa sehingga setiap siswa saling membutuhkan
satu sama lain untuk menyelesaikan tugas bersama.
5) Setiap siswa bertanggung jawab secara individu terhadap tugasnya
(Isjoni, 2014, h. 20).
19
Pembelajaran kooperatif terbukti merupakan pembelajaran yang
efektif bagi bermacam karakteristik dan latar belakang sosial siswa
karena mampu meningkatkan prestasi akademis siswa, baik bagi siswa
yang berbakat, siswa yang kecakapannya rata-rata maupun mereka yang
tergolong lambat belajar. Strategi ini meningkatkan hasil belajar,
mendorong untuk saling menghargai, dan menjalin persahabatan di antara
berbagai kelompok siswa bahkan dengan mereka yang berasal dari ras
dan golongan etnis yang berbeda.
Pada kenyataannya, justru makin berbeda-beda karakteristik sosial
budaya siswa, makin tinggi manfaat yang akan dicapai oleh siswa.
Pembelajaran kooperatif cocok diterapkan untuk berbagai jenis mata
pelajaran, baik itu untuk matematika, sains, ilmu sosial, bahasa dan sastra,
seni, dan lain-lain.
Johnson dan Johnson memberikan gambaran yang lebih rinci
dengan menyatakan pembelajaran kooperatif adalah suatu pengajaran
yang melibatkan siswa untuk bekerja sama dalam tim, menyelesaikan
suatu tujuan bersama (Richard M. Felder dan Rebecca Brent, 2007, h.
27).
c. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif
Model Cooperative Learning pada penerapannya memiliki tujuan-
tujuan yang dikembangkan sesuai apa yang diharapkan oleh guru. Menurut
Jhonson & Jhonson menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif
adalah memaksimalkan belajar siswa untuk meningkatkan prestasi
20
akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok
(Trianto, 2011, h. 57). Sedangkan menurut Ibrahim model Cooperative
Learning dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya ada tiga tujuan,
yaitu:
1) Hasil Belajar Akademik
Dalam Cooperative Learning meskipun mencakup beragam tujuan
sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis
penting lainnya. Di samping mengubah norma yang berhubungan
dengan hasil belajar, Cooperative Learning dapat memberi keuntungan,
baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja
bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
2) Penerimaan Terhadap Perbedaan Individu
Tujuan lain model Cooperative Learning adalah penerimaan secara luas
dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial,
kemampuan, dan ketidakmampuannya.
3) Pengembangan Keterampilan Sosial
Tujuan penting ketiga Cooperative Learning adalah mengajarkan
kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan
sosial penting dimiliki siswa, sebab saat ini banyak anak muda masih
kurang dalam keterampilan sosial (Isjoni, 2014, h. 27).
Berdasarkan pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
penerapan model pembelajaran Cooperative Learning memiliki tujuan-
21
tujuan tertentu, di antaranya meningkatkan hasil belajar akademik,
penerimaan terhadap individu, dan pengembangan keterampilan sosial.
d. Pengertian Group Investigation
Menurut Slavin, “Group Investigation adalah perencanaan
kooperatif siswa atas apa yang dituntut dari mereka”. Anggota kelompok
mengambil bagian dalam merencanakan berbagai dimensi dan tuntunan
dari proyek mereka. Bersama mereka menentukan apa yang mereka ingin
investigasikan sehubungan dengan upaya mereka untuk menyelesaikan
masalah yang mereka hadapi, sumber apa yang mereka butuhkan dan
bagaimana mereka mempresentasikan karya atau hasil belajar mereka
yang sudah selesai ke hadapan kelas (Slavin, 2005, h. 216).
Menurut Sharan dan Sharan, Nurhadi, dkk mengungkapkan GI
merupakan salah satu bentuk pembelajaran kooperatif yang menekankan
pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi
(informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang
tersedia (Wena, 2009, h. 196).
Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik
maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Tipe
pembelajaran kooperatif ini menuntut para siswa untuk memiliki
kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan
proses kelompok. Tipe GI dapat melatih siswa untuk menumbuhkan
kemampuan berpikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat
mulai dari tahap pertama sampai tahap terakhir pembelajaran.
22
Dalam tipe GI terdapat tiga konsep utama, yaitu: Inquiri,
Pengetahuan atau Knowledge, dan Dinamika kelompok atau The Dynamic
Of The Learning Group, (Wina taputra, 2007, h. 75). Proses menemukan
di sini adalah proses dinamika siswa memberikan respon terhadap masalah
atau topik yang akan dipelajari. Sedangkan dinamika kelompok
menunjukkan suasana yang menggambarkan sekelompok saling
berinteraksi yang melibatkan berbagai ide dan pendapat serta saling
bertukar pengalaman melalui proses pembelajaran.
Joyce, Weil, dan Calhoun menyatakan bahwa “Belajar berdasar
aktivitas secara umum jauh lebih efektif dari pada yang didasarkan
ceramah, materi, dan media”. Hal ini memberikan asumsi bahwa belajar
yang baik adalah mengajak atau melibatkan siswa untuk terlibat
sepenuhnya baik fisik, mental, indera, dan pikiran. Melalui gerakan fisik
dapat meningkatkan proses mental yang dikontrol oleh aktivitas otak
melalui proses berpikir untuk memecahkan masalah menjadi lebih mudah.
Inilah inti dari materi pembelajaran dengan strategi kelompok diskusi.
Sehingga penggunaan metode Cooperative Learning tipe Group
Investigation sangat cocok untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar
siswa (Slavin, 2011, h. 307).
1) Dasar Pemikiran Group Investigation (Kelompok Investigasi)
Group Investigation merupakan bentuk pembelajaran kooperatif
yang berasal dari John Dewey, tetapi model pembelajaran kooperatif
tipe Group Investigation ini telah diperbaharui dan diteliti pada
23
beberapa tahun terakhir ini oleh Shlomo dan Yael Sharan, serta Rachel-
Lazarowitz di Israel (Slavin, 2005, h. 214).
Dewey memandang jika pembelajaran kooperatif merupakan
wadah untuk dapat menghadapi berbagai masalah kehidupan yang
dihadapi siswa di dalam kelas. Kelas merupakan sebuah tempat
kreativitas kooperatif di mana guru dan murid membangun proses
pembelajaran yang didasarkan pada perencanaan mutual dari berbagai
pengalaman, kapasitas, dan kebutuhan mereka masing-masing (Slavin,
2005, h. 215).
Pihak yang belajar adalah partisipan aktif dalam segala aspek
kehidupan sekolah, membuat keputusan yang menentukan tujuan
terhadap apa yang mereka kerjakan. Kelompok dijadikan sebagai sarana
sosial dalam proses ini. Rencana kelompok adalah suatu metode untuk
mendorong keterlibatan maksimal para siswa (Slavin, 2005, h. 215).
Dalam metode pembelajaran kooperatif, komunikasi, dan
interaksi kooperatif di antara sesama teman sekelas akan mencapai hasil
terbaik apabila dilakukan dalam kelompok kecil, di mana pertukaran di
antara teman sekelas dan sikap-sikap kooperatif bisa terus bertahan.
Beberapa hal yang diperhatikan dalam pembelajaran kooperatif tipe
group investigation:
a) Menguasai kemampuan kelompok
Kesuksesan dari implementasi Group Investigation menuntut
pelatihan dalam kemampuan komunikasi dan sosial. Fase ini sering
24
disebut meletakkan landasan kerja atau pembentukan tim. Guru dan
siswa melaksanakan sejumlah kegiatan akademik yang dapat
membangun norma-norma perilaku kooperatif yang sesuai di dalam
kelas.
Secara umum, guru merancang sebuah topik yang cakupannya
luas, di mana para siswa membagi topik tersebut ke dalam sub topik.
Sub topik tersebut merupakan sebuah hasil perkembangan dari
ketertarikan dan latar belakang siswa, yang sama halnya dengan
pertukaran gagasan di antara para siswa.
Sebagai bagian dari investigasi, para siswa mencari informasi
dari berbagai sumber baik di dalam maupun di luar kelas. Para siswa
selanjutnya mengevaluasi dan menyimpulkan informasi yang
dihasilkan dari pengamatan melalui hasil pemikiran masing-masing
anggota kelompok (Slavin, 2005, h. 215).
b) Perencanaan Kooperatif
Dalam pembelajaran kooperatif, pentingnya perencanaan
kooperatif atas apa yang dituntut dari mereka. Anggota kelompok
mengambil bagian dalam merencanakan berbagai dimensi dan
tuntutan dari apa yang mereka kerjakan. Bersama dengan siswa, guru
menentukan apa yang siswa ingin investigasikan sehubungan dengan
upaya mereka untuk menyelesaikan masalah yang mereka hadapi,
sumber apa yang mereka butuhkan, diskusi anggota kelompok, dan
25
bagaimana mereka akan menampilkan hasil karya mereka yang
sudah selesai ke hadapan kelas.
Biasanya ada pembagian tugas dalam kelompok yang
mendorong tumbuhnya interdependensi yang bersifat positif di
antara anggota kelompok. Guru dapat memimpin diskusi dengan
seluruh kelas atau dengan kelompok-kelompok kecil, untuk
memunculkan gagasan-gagasan untuk menerapkan tiap aspek
kegiatan kelas (Slavin, 2005, h. 216-217).
c) Peran Guru
Di dalam kelas yang melaksanakan pembelajaran group
investigation guru bertindak sebagai narasumber dan fasilitator. Guru
berkeliling di antara kelompok-kelompok yang ada dan untuk
melihat bahwa mereka bisa mengelola tugasnya serta membantu tiap
kesulitan yang siswa hadapi dalam interaksi kelompok, termasuk
masalah dalam kinerja terhadap tugas-tugas yang berkaitan dengan
hasil karya gambar ilustrasi.
Ada banyak kesempatan bagi guru sepanjang waktu sekolah
untuk memikirkan berbagai variasi peran kepemimpinan, seperti
dalam diskusi dengan seluruh kelas atau dengan kelompok-kelompok
kecil. Dalam diskusi ini guru membuat model-model dari berbagai
kemampuan: mendengarkan, membuat ungkapan, memberi reaksi
yang tidak menghakimi, mendorong partisipasi, dan sebagainya
(Slavin, 2005, h. 216-218).
26
3. Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu proses serangkaian kegiatan jiwa raga untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman
individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif,
afektif, dan psikomotor (Djamarah, 2011, h.13).
Robert M. Gagne dalam buku the conditioning of learning
mengemukakan bahwa: “Learning is change in human disposition or
capacity, wich persists over a period time, and which is not simply
ascribable to process a groeth” (Aisyah, 2015, h. 65).
Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia
setelah belajar secara terus-menerus, bukan hanya disebabkan karena proses
pertumbuhan saja. Gagne memiliki keyakinan jika proses belajar
dipengaruhi oleh faktor dari luar diri dan dalam diri peserta didik, keduanya
saling berinteraksi.
Menurut Winkel pembelajaran adalah seperangkat tindakan yang
dirancang untuk mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan
kejadian ekstrem yang berperan terhadap rangkaian kejadian intern yang
berlangsung dan dialami siswa (Siregar, 2010, h. 17).
a. Hasil Belajar
Hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui
seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang diajarkan. Hasil belajar
berasal dari dua kata yaitu “hasil” dan “belajar”. Hasil (product) merupakan
suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang
27
mengakibatkan berubahnya input secara fungsional (Purwanto, 2009, h.
44).
Sedangkan belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku
individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi
dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Perubahan tingkah
laku dalam hal ini seperti tingkah laku yang diakibatkan oleh proses
kematangan fisik, keadaan mabuk, lelah, dan jenuh tidak dipandang sebagai
proses belajar (Muhibbin, 2007, h. 64).
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata hasil belajar merupakan
realisasi potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan hasil
belajar seseorang dapat dilihat dari prilakunya, baik prilaku dalam bentuk
penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun keterampilan
motorik. Berdasarkan uraian definisi-definisi di atas dapat ditarik kesimpulan
hasil belajar adalah suatu hasil yang telah dicapai setelah mengalami proses
belajar atau setelah mengalami interaksi dengan lingkungannya guna untuk
memperoleh ilmu pengetahuan yang akan menimbulkan tingkah laku sesuai
dengan tujuan pembelajaran.
1) Ruang Lingkup Hasil Belajar
Ruang lingkup hasil belajar adalah perilaku-perilaku kejiwaan
yang akan diubah dalam proses pendidikan. Perilaku kejiwaan itu
diklasifikasi dalam tiga domain yaitu:
a) Ranah Kognitif
28
Hasil belajar kognitif meliputi kemampuan menyatakan kembali
suatu konsep atau prinsip yang telah dipelajari dan kemampuan
intelektual. Ranah kognitif menurut Bloom terdiri atas enam tingkatan
yaitu:
(1) Mengingat (Remembering)
Menarik kembali informasi yang relevan yang tersimpan dalam
memori jangka panjang. Mencakup dua macam proses kognitif
yaitu mengingat dan memanggil ulang. Mengingat adalah ketika
memori digunakan untuk menghasilkan definisi, fakta, atau daftar,
atau membacakan atau mengambil materi.
(2) Memahami (Understanding)
Mengkonstruksi makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan
awal yang dimiliki, atau mengintegrasikan pengetahuan yang baru
ke dalam skema yang telah ada dalam pemikiran siswa, baik itu
lisan, tulisan, dan dalam bentuk grafik. Memahami mencakup
tujuh proses kognitif yaitu menafsirkan, memberikan contoh,
mengklasifikasikan, meringkas, menarik inferensi, membanding-
kan, dan menjelaskan.
(3) Mengaplikasikan (Applying)
Mencakup penggunaan suatu prosedur guna menyelesaikan
masalah atau mengerjakan tugas. Meliputi dua macam proses
kognitif yaitu menjalankan dan mengimplementasikan.
29
(4) Menganalisis (Analyzing)
Menguraikan suatu permasalahan atau objek ke unsur-unsurnya
dan menentukan bagaimana saling keterkaitan antar unsur-unsur
tersebut. Mencakup tiga macam proses kognitif yaitu:
membedakan, mengorganisasikan, dan menemukan pesan tersirat
(memberikan atribut).
(5) Mengevaluasi (Evaluating)
Membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar
yang ada. Mencakup dua macam proses kognitif yaitu memeriksa
dan mengkritik.
(6) Mencipta (Creating)
Menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan
atau menyusun unsur-unsur untuk membentuk sebuah ide baru,
atau membuat produk sendiri. Mencakup tiga macam proses
kognitif yaitu: merumuskan, merencanakan, dan memproduksi
(Utari, 2016, Jurnal Depkeu.go.id).
b) Ranah Afektif
Ranah afektif ialah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.
Adapun ranah efektif dibagi menjadi lima tingkat yaitu:
(1) Receiving atau attending (menerima atau memperhatikan)
Yaitu kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan dari luar
yang datang kepadanya dalam bentuk masalah, gejala, situasi, dan
lain-lain.
30
(2) Responding (menanggapi)
Yaitu kesediaan memberikan respons berpartisipasi.
(3) Valuing (menilai atau menghargai)
Yaitu kesediaan untuk menentukan pilihan sebuah nilai dari
rangsangan tersebut.
(4) Organization (mengatur atau mengorganisasikan)
Yaitu merupakan pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem
organisasi, termasuk di dalam hubungan satu dengan nilai lain.
(5) Characterization (karakterisasi)
Yaitu keterpaduan sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang,
yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya
(Purwanto, 2009, h. 51).
c) Ranah Psikomotorik
Ranah psikomotor ialah ranah yang berkaitan dengan
keterampilan atau keterampilan bertindak setelah seseorang menerima
pengalaman belajar. Ranah psikomotor menurut Simpson terdiri atas
enam tingkatan yaitu:
(1) Perception (Persepsi)
Kemampuan membedakan suatu gejala dengan gejala lain.
(2) Set (Kesiapan)
Contoh mengetik, kesiapan sebelum lari, dan gerakan sholat.
(3) Guided response (Gerakan terbimbing)
Kemampuan melakukan sesuatu yang dicontohkan seseorang.
31
(4) Mechanism (Gerakan terbiasa)
Kemampuan yang dicapai karena latihan berulang-ulang sehingga
menjadi terbiasa.
(5) Adaptation (Gerakan kompleks)
Kemampuan melakukan serangkaian gerakan dengan cara dan urutan
yang tepat.
(6) Origination (kreativitas)
Kemampuan menciptakan gerakan-gerakan baru yang tidak ada dari
yang sebelumnya (Purwanto, 2009, h. 52).
2) Kesulitan Belajar
Kesulitan merupakan suatu kondisi tertentu yang ditandai dengan
adanya hambatan-hambatan dalam kegiatan mencapai tujuan, sehingga
memerlukan usaha lebih giat lagi untuk dapat mengatasi hambatan
tersebut. Kesulitan belajar dapat diartikan sebagai suatu kondisi dalam
suatu proses belajar yang ditandai adanya hambatan-hambatan tertentu
untuk mencapai hasil belajar.
Kesulitan belajar tidak selalu disebabkan karena faktor
intelegensi yang rendah (kelainan mental), akan tetapi dapat juga
disebabkan oleh faktor-faktor non-intelegensi. Dengan demikian IQ yang
tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar. Faktor-faktor
penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan dalam dua golongan yaitu
berikut ini:
32
a) Faktor intern yang meliputi:
(1) Faktor psikis (jasmani). Kondisi umum jasmani yang menandai
dapat mempengaruhi semangat dan intensitas anak dalam
mengikuti pelajaran.
(2) Faktor psikologis (kejiwaan). Faktor yang termasuk aspek
psikologis yang dapat mempengaruhi kualitas perolehan hasil
belajar siswa antara lain: intelegensi, sikap, bakat, minat, dan
motivasi.
b) Faktor ekstern meliputi:
(1) Faktor-faktor non sosial seperti sarana dan prasarana
sekolah/belajar, letaknya rumah tempat tinggal keluarga,
keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan anak.
(2) Faktor-faktor sosial seperti para guru, sifat para guru, staf
adminitrasi dan teman-teman sekelas (Hammil dkk, 2004, h. 6).
4. Definisi Pembelajaran
Pembelajaran adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh
pendidik yang dapat menyebabkan siswa melakukan kegiatan belajar.
Pembelajaran merupakan upaya pendidik dalam menyampaikan ilmu
pengetahuan, mengorganisasi, dan menciptakan sistem lingkungan dengan
berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara
efektif dan efisien serta dengan hasil optimal (Sugihartono, 2007, h. 81).
33
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-
unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling
mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran (Hamalik, 2001, h. 57).
Setiap kegiatan pembelajaran selalu melibatkan dua pelaku aktif, yaitu guru
dan siswa (Pupuh dan Sutikno, 2007, h. 8).
Guru sebagai pengajar merupakan pencipta kondisi belajar siswa
yang didesain secara sengaja, sistematis, dan berkesinambungan, sedangkan
siswa sebagai subjek pembelajaran merupakan pihak yang menikmati
kondisi belajar yang diciptakan guru.
Pada kegiatan pembelajaran, keduanya (guru dan siswa) saling
mempengaruhi dan memberi masukan. Karena itulah kegiatan pembelajaran
harus merupakan aktivitas yang hidup, sarat nilai dan senantiasa memiliki
tujuan, sehingga yang dimaksud dengan pembelajaran adalah upaya
pendidik dalam menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi, dan
menciptakan sistem lingkungan yang berkaitan dengan material, fasilitas,
perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi sehingga siswa
dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien.
a. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran berpegang pada apa yang tertuang
dalam perencanaan. Namun, situasi yang dihadapi guru dalam
melaksanakan pengajaran mempunyai pengaruh besar terhadap proses
belajar mengajar itu sendiri. Situasi pembelajaran itu sendiri banyak
dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
34
1) Faktor Guru
Setiap guru memiliki pola mengajar yang tercermin pada saat
melaksanakan pengajaran, bagaimana pelaksanaan pengajaran yang
dilakukan guru dipengaruhi oleh metode, cara pandang guru tentang
mengajar serta kurikulum yang dilaksanakan.
2) Faktor Siswa
Setiap siswa atau peserta didik memiliki kecakapan dan
kepribadian yang beragam. Seperti kecakapan atau keahlian yang
potensial untuk dikembangkan, seperti bakat dan kecerdasan, maupun
keahlian yang diperoleh melalui hasil belajar. Keragaman keahlian dan
kepribadian siswa sangat mempengaruhi situasi pembelajaran.
3) Faktor Kurikulum
Bahan pelajaran sebagai isi kurikulum mengacu kepada tujuan
yang hendak dicapai, demikian juga pola interaksi guru dengan siswa.
Oleh sebab itu, tujuan yang hendak dicapai secara khusus
menggambarkan bentuk perubahan tingkah laku yang diharapkan dapat
dicapai siswa melalui proses belajar yang beraneka ragam, dengan
demikian baik bahan maupun pola interaksi guru dengan siswa pun
beraneka ragam pula. Hal ini dapat menimbulkan situasi yang
bervariasi dalam proses pembelajaran.
4) Faktor Lingkungan
Lingkungan meliputi keadaan kelas, tata ruang, dan berbagai
situasi fisik yang ada di ruang kelas atau tempat terjadinya proses
35
pembelajaran. Guru memiliki peranan penting dalam menciptakan
situasi yang kondusif, sehingga proses belajar dapat sesuai dengan
tujuan pembelajaran yang diharapkan. Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi proses pembelajaran:
a) Pengaruh karakteristik (ciri khas) siswa yang dapat mempengaruhi
proses dan hasil pembelajaran. Karakteristik tersebut antara lain
kematangan mental dan kecakapan intelektual siswa (yang meliputi
kecerdasan umum, bakat, dan kecakapan ranah cipta melalui
belajar), kondisi jasmani, ranah rasa (berkaitan dengan motivasi
belajar), lingkungan, usia siswa, dan jenis kelamin siswa.
b) Pengaruh karakteristik guru yang berperan sebagai mediator sangat
berpengaruh terhadap proses hasil belajar mengajar.
c) Interaksi guru terhadap anak didik (baik berupa komunikasi dua
arah atau multi arah) dan metode yang tepat akan menimbulkan
perubahan tingkah laku yang menjadi tujuan pembelajaran.
d) Karakteristik kelompok perlu dipahami guru untuk dimanfaatkan
dalam mengatur kegiatan proses belajar mengajar dan proses
pembelajaran anak didik, baik sebagai individu atau sebagai bagian
dari kelompok.
e) Fasilitas fisik memang memiliki dampak yang signifikan dalam
proses belajar mengajar.
36
f) Pengaruh mata pelajaran yang terkait dengan tingkat kesukaran
dari mata pelajaran akan berpengaruh pada minat dan bakat anak
didik dalam mengikuti pelajaran.
g) Pengaruh lingkungan luar dapat membantu dan menghambat
proses belajar mengajar. Lingkungan yang dimaksud di sini bisa
sekolah atau di luar sekolah, seperti lingkungan rumah (Muhibbin
Syah, 2007, h. 247-250).
Penilaian hasil belajar menggambar ilustrasi kartun gag didasarkan
pada tabel modifikasi Brent G. Wilson. Kemampuan siswa dinilai
berdasarkan keterampilan dan kreativitas siswa dalam membuat gambar
ilustrasi (kartun gag). Dua aspek pembelajaran gambar ilustrasi yang dinilai
yaitu kreativitas dan keterampilan. Keterampilan mencakup penguasaan
bahan, alat, dan teknik dalam mewarnai gambar ilustrasi kartun gag,
sedangkan kreativitas mencakup struktur visualnya. Penilaian hasil belajar
juga didasarkan pada penilaian unjuk kerja presentasi kelompok dan laporan
mengenai materi dari tugas kelompok. Kemudian penilaian hasil karya
individu, penilaian presentasi kelompok, dan laporan materi dari tugas
kelompok direkapitulasi hingga mencapai nilai rata-rata/nilai akhir.
Pada tes unjuk kerja presentasi, alat yang digunakan untuk
melakukan penilaian berupa lembar pengamatan (lembar observasi).
Penilaian unjuk kerja digunakan untuk memberikan penilaian kelompok dan
individu karena pembelajaran menggunakan model kooperatif. Selain itu,
penggunaan tes unjuk kerja presentasi untuk mencocokkan kesesuaian antara
37
pengetahuan mengenai konsep karya dan keterampilan di dalam praktik,
sehingga hasil evaluasinya menjadi lebih jelas.
Aspek bahan, alat, dan proses pada tabel Brent G. Wilson
merupakan aspek operasional yang meliputi media, material, dan teknik
dalam mewarnai gambar ilustrasi kartun gag. Aspek visual atau rupa
meliputi perpaduan warna, kesesuaian dengan tema, dan bentuk gambar
yang estetis.
5. Kreativitas
Kreativitas dikenal dari beberapa subkemampuannya, di antaranya
kepekaan, kelancaran, keluwusen, orisinalitas, elaborasi, dan redefinisi.
Kepekaan secara fisiologis adalah proses memadukan hubungan sejumlah
susunan saraf dan indera-indera kita agar menjadi dinamis, cepat, memberi
dan menerima. Kelancaran adalah kemampuan meluncurkan banyak ide
yang seakan mengalir. Keluwesan merupakan kemampuan untuk melihat
suatu masalah dari berbagai arah dan dengan kacamata yang berbeda.
Orisinalitas merupakan kemampuan untuk membuat gagasan yang asli,
berbeda dan tidak seperti biasa. Elaborasi adalah kemampuan untuk
mengembangkan suatu ide sampai selesai dan mendetail. Redefinisi adalah
kemampuan untuk melihat suatu tapi tampak sesuatu yang lain (Guilford
dalam Tabrani, 2014, h. 32).
Dalam kreativitas banyak aspek yang berpengaruh di dalam
mengembangkan kreativitas yang juga dapat membedakan antara individu
38
satu dengan yang lainnya, seperti yang di kemukakan menurut Guilford,
“Kreativitas adalah suatu proses yang tercermin dalam kelancaran,
keluwesan (fleksibilitas), dan orisinalitas, memperkaya, dan memperinci
suatu gagasan.” Kreativitas dapat diartikan sebagai kemampuan untuk
membuat kombinasi yang baru berdasarkan data, informasi, atau unsur-
unsur yang ada (F. Barron dalam Munandar, 1999, h. 32).
Melalui uraian yang telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan
bahwa kreativitas adalah sebuah proses menghasilkan suatu gagasan atau
objek yang baru melalui kepekaan, kelancaran, fleksibilitas, elaborasi, dan
originalitas.
6. Pengertian Gambar Ilustrasi
Kata ilustrasi berasal dari bahasa latin illustrate yang berarti
menjelaskan. Dalam bahasa Inggris, yaitu illustration yang berarti menghiasi
dengan gambar-gambar. Dengan demikian, gambar ilustrasi adalah gambar
yang berfungsi sebagai penghiasan serta membantu menjelaskan suatu teks,
kalimat, naskah, dan lain-lain pada buku, majalah, iklan, dan sejenisnya agar
lebih mudah dipahami.
Menggambar ilustrasi adalah cara menggambar yang lebih
mengutamakan fungsi gambar itu sendiri sebagai bahasa, untuk
menerangkan atau menjelaskan suatu hal atau keadaan (Margono dan Aziz,
2010, h. 83). Suatu tulisan atau naskah akan lebih menarik jika didukung
dengan gambar/foto, karena fungsinya sebagai penjelas/penerang naskah
39
tersebut. Ilustrasi disebut juga gambar (foto, lukisan) untuk memperjelas isi
buku, karangan dan sebagainya atau sebuah gambar, desain, dan diagram
untuk penghias halaman sampul.
Dalam Ensiklopedia (1987, h. 1388) dijelaskan bahwa: Ilustrasi
(Latin = illustrare = menerangkan, menghias) suatu bentuk perhiasan buku,
dapat berupa ornamen abstrak, ragam-ragam hias yang berasal dari dunia
tumbuhan dan hewan, vignette atau penggambaran berdasarkan naskah yang
menyertainya. Secara garis besar dapat diperinci:
a. Dalam pengertian umum: gambar-gambar dan foto-foto yang menyertai
naskah dalam buku, majalah, atau media massa untuk lebih menjelaskan
naskah tersebut.
b. Dalam pengertian khusus, ilustrasi di luar naskah maupun di antaranya
juga berfungsi untuk menyemarakkan halaman-halaman buku itu sebagai
karya cetak, yang mempunyai keindahan sendiri dalam kombinasi dengan
jenis huruf cetak yang dipakai.
Gambar ilustrasi merupakan karya seni rupa dua dimensi yang
bertujuan untuk memperjelas suatu pengertian (Seni Budaya SMP, 2007, h.
13). Ilustrasi adalah seni gambar yang dimanfaatkan untuk memberi
penjelasan atas suatu maksud atau tujuan secara visual (Adi Kusrianto
(2007, h. 140). Dalam perkembangan ilustrasi itu tidak hanya berguna
sebagai sarana pendukung cerita, tetapi dapat juga menghiasi ruang kosong.
Misalnya dalam majalah, koran, tabloid, dan lain-lain (Mikke Susanto, 2011,
h. 190).
40
Melalui gambar ilustrasi, diharapkan isi bacaan mudah dipahami.
Jadi, gambar ilustrasi adalah gambar yang berfungsi sebagai penghias serta
membantu menjelaskan suatu teks, kalimat, dan naskah pada buku, majalah,
iklan, dan sejenisnya agar lebih mudah dipahami. Menggambar ilustrasi
adalah cara menggambar yang lebih mengutamakan fungsi gambar itu
sendiri sebagai bahasa, untuk menerangkan atau menjelaskan suatu hal atau
keadaan.
Menggambar ilustrasi yaitu menggambar sesuatu yang ada dalam
angan-angan atau isi hati (ide) sehingga memperoleh bentuk gambar yang
nyata (visualisasi). Jadi, gambar ilustrasi merupakan suatu gambar yang
memvisualisasikan keadaan dan menerangkan sesuatu hal (Wayan, 2005, h.
1).
7. Pengertian Kartun
Kartun jika ditinjau dari seni rupa berasal dari seni ilustrasi. Secara
etimologi, kata ilustrasi (illustration) berasal dari bahasa Latin, Illustrare
yang artinya menjelaskan atau menerangkan sesuatu, yakni cerita atau
artikel dengan gambar. Keefektifan sebuah ilustrasi dalam penyampaian
suatu pesan terhadap pembaca, harus memenuhi beberapa kriteria sebagai
berikut:
a) Mempunyai daya tarik
b) Jelas
c) Sederhana
41
d) Mudah dimengerti
e) Representatif (mewakili isi cerita yang terkandung di dalam gambar).
Kartun adalah penggambaran tentang sesuatu secara sederhana,
atau dengan cara yang dilebih-lebihkan, atau diplesetkan sama sekali,
dengan tujuan menghadirkan sesuatu dengan lucu bahkan terkesan dungu
(Marianto dalam Indarto, 1999, h.11, para. 1).
Kartun adalah sebuah gambar yang mengalami perubahan bentuk
(distorsi) tetapi tidak diutamakan, atau serangkaian gambar yang memuat
cerita atau pesan dalam wujud humor (The World book Encyclopedia
mengutip Intisari, Januari 1992, dalam Roikan, 2016, para. 3).
Seorang Antropolog, Dr. Mark Hobart menyebut kartun sebagai
suatu bentuk seni yang berbeda, mampu membuat situasi kompleks menjadi
elemen sederhana, sebab kartun adalah sarana yang mampu mengubah cara
memahami dunia dengan menekankan aspek yang biasanya terkubur dalam
hiruk pikuk kita sehari-hari (Museum Pendet, 2004, h. 26, dalam Roikan,
2016, para. 3).
Kartun mengungkapkan masalah sesaat secara ringkas yang lebih
berkepentingan pada momen, namun digarap tajam dan humoristis dengan
menekankan pada esensi atau inti permasalahan, sehingga tidak jarang
memancing senyum dan tawa pembaca. Humor dalam kartun merupakan
perpaduan antara ide (idea) dengan menggambar (drawing) yang
diupayakan untuk membuat orang yang melihat tersenyum sekaligus
merenung.
42
Pada awalnya, kartun merupakan bidang yang dimiliki oleh
seniman gambar bernama R.C. Harvey. Kartun berupa gambar tunggal yang
berkombinasi dengan kata-kata dan bersifat naratif, namun terkesan lucu.
Namun, dalam kartun tidak hanya menunjukkan karakter yang lucu, akan
tetapi memberitahukan kepada seseorang yang melihatnya mengenai
gambaran dari situasi kehidupan, di mana seorang kartunis atau orang yang
menggambar kartun tersebut dapat berbagi pendapat tentang situasi
kehidupan atau hal yang menarik (Fairrington, 2009, h. 33).
a. Pengertian Kartun Gag
Kartun humor atau gag cartoon adalah kartun yang berfungsi
sekadar menghibur, mengangkat humor-humor yang sudah dipahami
secara umum oleh masyarakat bahkan tidak jarang digunakan sebagai
sindiran terhadap fenomena sehari-hari yang terjadi di masyarakat,
sehingga kartun jenis ini hampir mirip dengan kartun sosial hanya saja
bedanya, kartun jenis ini lebih fokus pada humor.
Kartunis humor modern ditemukan dalam majalah dan koran. Pada
umumnya kartun humor modern konsisten dalam gambar tunggal dengan
teks di bagian bawah gambar atau dengan menggunakan balon kata-kata.
Sebagian kalangan menganggap kartunis dari New York yakni Peter
Arno, sebagai bapak kartun humor modern. Kartunis humor lainnya yang
masuk ke dalam catatan kartunis humor adalah Charles Addams, Gary
Larson, Charles Barsotti, Chon Day, dan Mel Calman. Di bawah ini
merupakan contoh kartun gag.
43
Gambar 1. Contoh Kartun Gag Satu Panel Karya Mike Cope. Diadaptasi dari
Mike Cope Cartoon, 2015, Humor Cartoon. h. 2. Hak Cipta (2015) oleh Mike
Cope Website.
Gambar 2. Kartun Gag karya Rizal Fahmi. Diadaptasi dari “Rizal Fahmi”, oleh
Rizal Fahmi, 2016, Kartun Gag. Hak Cipta (2016) oleh Gramedia Pustaka
Utama.
b. Tipe Humor dalam Kartun
Kekuatan kartun terletak pada bentuk visual, hemat kata-kata,
bahkan tidak memerlukan keterangan dan komentar sama sekali.
Humor merupakan salah satu teknik yang sering digunakan oleh para
kartunis untuk mengemas visualisasi imajinasinya, inti dari humor
adalah kejutan yang dapat membuat pembaca berspekulasi dan
44
menawarkan perspektif yang baru atau tidak biasa. Berikut ini adalah
klasifikasi berbagai macam tipe humor menurut Mishon (2003, h. 16-
39, dalam Roikan, 2016, h. 1) yang terdapat dalam kartun di antaranya:
1) Permainan kata-kata (The Pun)
Permainan kata-kata merupakan bentuk yang paling mudah
dan sederhana dari sebuah lelucon. Jenis humor ini dapat
menimbulkan beragam interpretasi dari pembacanya, karena
menggunakan kata-kata dengan nada yang sama, tetapi memiliki
makna yang berbeda. Permainan kata-kata dapat menimbulkan kesan
lucu karena dapat membuat gambar, ide, dan asosiasi menjadi tak
terduga.
Gambar 3. Kartun Tafsir Baru Sumpah Pemuda Karya Kuss Indarto.
Diadaptasi dari “Tipe Humor Dalam Kartun”, oleh Achmad Roikan, 2016,
Tipe Humor Dalam Kartun, Volume 6, h. 2. Hak Cipta (1999) oleh Sketsa di
tanah Merdeka: Kumpulan Karikatur.
2) Humor Penglihatan (Observational Humour)
Humor jenis ini menekankan pada anekdot yang bagus
tentang pandangan seseorang terhadap sesuatu yang merefleksikan
pengalaman terutama pada sesuatu yang salah kaprah. Secara
visualisasi humor jenis ini dalam kartun digambarkan dengan
45
pandangan dari tokoh atau karakter terhadap sesuatu yang tidak biasa
ditemui dalam kehidupan sehari-hari.
Gambar 4. Kartun Karya Giles Pilbrow. Diadaptasi dari “Tipe Humor
Dalam Kartun”, oleh Achmad Roikan, 2016, Tipe Humor Dalam Kartun,
Volume 6, h. 2. Hak Cipta (2003) oleh Joel Mishon, Cartoon Workshop:
How to Create Humor.
Kartun karya Giles Pilbrow di atas menggambarkan seorang
lelaki yang sedang mandi di kamar mandi dan tubuhnya tersiram air
dari shower, kejanggalan yang terlihat adalah pada tombol pemilihan
suhu yang dituliskan too cold dan too hot, sehingga lelaki yang
sedang mandi tersebut menjadi ketakutan.
3) Humor Kejutan (What If)
Tipe humor ini berawal dari pertanyaan apa yang terjadi jika
objek “X” bertemu dengan “Y”, lalu untuk menjadikan
lelucon/humor, pertanyaan tersebut diganti dengan apa yang terjadi
jika objek “X” bertemu dengan objek selain “Y”, misalnya objek “Z”
atau “W”. Kombinasi inilah yang dapat menampilkan sesuatu yang
lucu bahkan dilematis. Contohnya ada pada kartun karya Tukirno
Hadi di bawah ini:
46
Gambar 5. Kartun Karya Tukirno Hadi. Diadaptasi dari “Tipe Humor
Dalam Kartun”, oleh Achmad Roikan, 2016, Tipe Humor Dalam Kartun,
Volume 6, h. 3. Hak Cipta (1997) oleh Tukirno Hadi, Humoria 5: Si Mas.
4) Humor Bisu (Silent Humour)
Kartun yang menganut tipe humor bisu, sering digambarkan
dengan gambar tanpa teks. Ide dasar yang mengawali tipe humor ini
adalah pandangan jika kita tidak memiliki kata-kata, maka masih ada
kejutan terhadap pembaca melalui tampilan komedi fisik yang lebih
menekankan pada sikap dan bahasa tubuh.
Gambar 6. Kartun Karya Meng. Diadaptasi dari “Tipe Humor Dalam
Kartun”, oleh Achmad Roikan, 2016, Tipe Humor Dalam Kartun, Volume
6, h. 4. Hak Cipta (2005) oleh Bog-Bog Bali Cartoon Magazine: Mountain
Edition.
5) Silly Humour
Humor ini berawal dari pandangan terhadap seseorang yang
melakukan hal bodoh. Di dalam kartun, kebodohan tidak selalu hal
47
yang buruk, namun dapat menjadi sesuatu yang lucu. Humor ini
dibangun dengan mempergunakan kekeliruan gestural atau
kekeliruan lain yang memiliki dimensi visual.
Gambar 7. Kartun Karya Roland Fiddy. Diadaptasi dari “Tipe Humor
Dalam Kartun”, oleh Achmad Roikan, 2016, Tipe Humor Dalam Kartun,
Volume 6, h. 5. Hak Cipta (1995) oleh Roland Fiddy.
6) Eksagerasi (Exaggeration)
Eksagerasi adalah kelucuan dengan cara melebih-lebihkan
ukuran fisik, seperti hidung yang sangat panjang, kaki yang panjang,
badan dibuat tambun, atau menonjolkan telinga. (Berger dalam
Setiawan, 2002, h. 36, mengutip Roikan, 2016). Eksagerasi dalam
kartun tidak hanya menyangkut masalah fisik saja, tetapi mengarah
pada masalah konseptual, sehingga dengan eksagerasi sebuah ide
menjadi lebih lucu. Di bawah ini merupakan kartun tipe humor
dengan melebih-lebihkan bagian tubuhnya.
48
Gambar 8. Kartun Karya Muh. Misrad, Double cheese burger. Diadaptasi
dari “Tipe Humor Dalam Kartun”, oleh Achmad Roikan, 2016, Tipe Humor
Dalam Kartun, Volume 6, h. 5. Hak Cipta (1997) oleh Lagak Jakarta Edisi
Trend dan Perilaku.
7) Sindiran (Satire)
Sindiran (satire) mempunyai makna yang spesifik bernada
negatif dan kurang mengenakkan. Kartun jenis ini menjadi media
dengan isu utama yang mengangkat kebodohan atau caci maki
dengan bahan tertawaan yang lucu dan ironis. Secara visual kartun
yang bersifat menyindir dapat dilihat pada bentuk karikatur, yakni
suatu bentuk potret yang menjaga kemiripan karakter, namun
mengalami deformasi sebagai salah satu penegas dalam sindiran.
Gambar 9. Kwartet Vokalis Indonesia: Megawati, Akbar Tanjung, Gus Dur,
Amin Rais. Diadaptasi dari “Tipe Humor Dalam Kartun”, oleh Achmad
Roikan, 2016, Tipe Humor Dalam Kartun, Volume 6, h. 6. Hak Cipta (2002)
oleh Museum Pendet dan Art Foundation.
49
8) Anthropomorphism
Tipe humor jenis ini menggambarkan binatang yang dapat
bertingkah laku seperti layaknya manusia, bahkan tingkah laku
tersebut tidak umum dan menyalahi kodrat yang dimiliki binatang
tersebut. Penggunaan media hewan sebagai salah satu humor
merupakan elemen yang kerap dipakai dalam metafor visual.
Gambar 10. Tikus Putus Asa Karya Jojok Sulaiman. Diadaptasi dari “Tipe
Humor Dalam Kartun”, oleh Achmad Roikan, 2016, Tipe Humor Dalam
Kartun, Volume 6, h. 6. Hak Cipta (2003) oleh Si Bundel 2.
8. Unsur-unsur dalam Kartun Gag
a. Panel atau Kolom, adalah ruang pengadegan gambar kartun. Dalam
kartun gag, panel yang digunakan biasanya hanya terdiri dari satu
panel. Berbeda dengan komik yang terdiri dari banyak panel.
Gambar 11. Contoh Format Panel Pada Kartun Gag
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
50
b. Unsur Teks, yaitu unsur penguat dari gambar. Unsur teks dalam kartun
gag bisa berupa dialog yaitu bicara lebih dari satu orang, monolog
berarti bicara seorang diri, narasi berarti keterangan.
Gambar 12. Contoh Unsur Teks Monolog Pada Kartun. Diadaptasi dari
Imgrum, oleh Rizal Fahmi, 2017, Gag Cartoon. Hak Cipta (2017) oleh
Gramedia Pustaka Utama.
Gambar 13. Contoh Unsur Teks Dialog Pada Kartun. Diadaptasi dari
Imgrum, oleh Rizal Fahmi, 2017, Gag Cartoon. Hak Cipta (2017) oleh
Gramedia Pustaka Utama.
c. Balon Kata, adalah tempat menaruh teks narasi atau juga menampilkan
kata-kata. Dalam kartun, balon kata dapat digantikan oleh garis, yang
menghubungkan gambar tokoh dengan ujaran yang akan diucapkan,
51
namun akan lebih baik jika narasi atau teks diletakkan di dalam balon
kata.
Gambar 14.Contoh Balon Kata. Diadaptasi dari Cartoon Style, oleh Wig Clip,
2014, Diperoleh dari www.worldwideclips.net, Hak cipta (2005) oleh World Clip.
d. Bahasa Tubuh erat kaitannya dengan ungkapan rasa pada hal ini
anggota tubuhlah yang langsung berbicara.
Gambar 15. Bahasa Tubuh. Diadaptasi dari Kreavi, oleh Renata Owen,
Diperoleh dari www.kreavi.com, Hak cipta (2016) oleh Kreavi Indonesian Creative Network.
52
e. Ekspresi Wajah adalah ungkapan rasa yang ditunjukkan dengan
perubahan raut wajah.
Gambar 16. Ekspresi Wajah dari Wiley Publishing, oleh Brian Fairrington,
Diperoleh dari New York Cartoon, Hak cipta (2015) oleh Willey Publishing.Inc.
f. Tata Cahaya atau biasanya disebut dengan terang gelap akan
memberikan kesan tiga dimensi, sehingga figur gambar menjadi lebih
hidup dan menarik.
Gambar 17. Pencahayaan Pada Gambar
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
53
g. Caption merupakan keterangan pada bawah atau atas gambar sebagai
teks pembuka.
Gambar 18.Contoh Caption Pada Kartun dari Copetoons, oleh Mike Cope,
2016, Diperoleh dari www.ridersdigestcanada.com, Hak cipta (2005) oleh Canada Cartoon.
h. Ilustrasi atau Gambar, merupakan perpaduan antara titik, garis, dan
juga warna yang membentuk suatu bentuk.
Gambar 19. Contoh Ilustrasi Kartun. Diadaptasi dari Imgrum, oleh Rizal
Fahmi, 2017, Gag Cartoon. Hak Cipta (2017) oleh Gramedia Pustaka
Utama.
i. Latar pendukung atau background merupakan tempat di mana suatu
kejadian atau peristiwa terjadi. Misalnya suatu adegan gambar yang
54
digambarkan di hutan, dengan rumput-rumput dan berbagai macam
tumbuhan.
Gambar 20. Latar Tempat (Background)
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
9. Fungsi Kartun
Kartun merupakan media yang multiguna, sebab keberadaan
kartun selain sebagai sesuatu yang menyajikan hiburan melalui humor
yang terkandung di dalamnya tetapi memiliki beragam fungsi lain
(Ahmad, 2006, h. 14-25, dalam Roikan, 2016) di antaranya:
a. Kartun sebagai media hiburan
Kartun berfungsi sebagai media hiburan yaitu dalam kartun biasanya
digunakan sebagai sarana penghilang rasa jenuh atau penat karena
rutinitas yang padat, baik itu bekerja ataupun sekolah. Melalui
kartun, pesan-pesan yang disampaikan dapat menghibur dan
biasanya mudah dipahami.
55
b. Media untuk bercerita
Kartun berfungsi sebagai media untuk bercerita yaitu melalui kartun
yang berbentuk visual akan dapat menceritakan suatu kejadian atau
peristiwa.
c. Media Pendidikan
Kartun sebagai media pendidikan yaitu kartun yang digunakan
sebagai media pembelajaran di sekolah dan di rumah. Di sekolah,
kartun digunakan sebagai pendukung pada buku-buku pelajaran,
karena didukung oleh gambar-gambar atau ilustrasi yang menarik,
sehingga materi yang diajarkan dapat tersampaikan dengan baik.
Kartun sebagai media pembelajaran di rumah, misalnya karakter
kartun Pinocchio dapat dijadikan pelajaran moral bagi anak-anak
maupun orang dewasa tentang sikap-sikap moral, bahwa berbohong
merupakan perbuatan tidak terpuji.
d. Media untuk berekspresi
Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang menyukai keindahan
yang diwujudkan dalam bentuk ekspresi. Ekspresi adalah penyaluran
hasrat maupun manifestasi dari imajinasi maupun tanggapan
terhadap berbagai fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-
hari.
e. Media Refleksi
Kartun sebagai media refleksi pemikiran yaitu pandangan dan
kenyataan visual yang terjadi pada suatu tempat atau suatu zaman
56
yang diwakilinya sebagai perenungan mengenai kejadian yang telah
terjadi dan apa yang telah dilakukan.
f. Media Propaganda
Kartun selain berfungsi untuk media refleksi pemikiran, berekspresi,
media pendidikan, dan media hiburan, juga berfungsi sebagai media
propaganda. Propaganda berarti mengembangkan atau memekarkan,
dalam bahasa Latin modern yaitu propagare. Kartun sebagai media
propaganda dapat mempengaruhi pendapat dan perilaku masyarakat
atau sekelompok orang melalui rangkaian pesan visualnya.
Propaganda tidak menyampaikan pesan secara objektif, tetapi
memberikan informasi yang dirancang untuk mempengaruhi pihak
yang mendengar atau melihatnya.
10. Warna
Warna dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk cahaya atau radiasi
gelombang elektromagnetik, yang dihasilkan dari cahaya matahari dan
berwarna putih murni. Mata manusia dapat melihat warna setelah cahaya
matahari melewati sebuah prisma yang membiaskan dan memisahkan
cahaya tersebut menjadi 7 frekuensi gelombang cahaya yang berbeda yaitu:
merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu (Anggraini dan Nathalia,
2014, h. 37). Jadi, seseorang bisa melihat warna karena adanya cahaya yang
masuk ke mata.
57
Selain itu, warna dapat didefinisikan secara subjektif/psikologis
merupakan bagian dari pengalaman indra pengelihatan, atau secara
objektif/fisik sebagai sifat cahaya yang dipancarkan, sebagai bagian dari
elemen tata rupa, warna memegang peran sebagai sarana untuk lebih
mempertegas dan memperkuat kesan atau tujuan dari sebuah karya.
Walaupun hanya dapat dilihat dengan mata, warna juga mampu
mempengaruhi perilaku seseorang, mempengaruhi penilaian estetis, dan
turut menentukan suka atau tidaknya seseorang pada suatu benda.
Warna merupakan unsur penting dalam objek desain. Melalui
warna, seseorang dapat menampilkan identitas atau citra yang ingin
disampaikan. Warna dapat digunakan untuk menyampaikan pesan atau
membedakan sifat secara jelas. Warna merupakan salah satu elemen yang
dapat menarik perhatian, meningkatkan mood, mempengaruhi perilaku, dan
sebagainya (Anggraini dan Nathalia, 2014, h. 37).
a. Klasifikasi Warna
1) Warna Primer
Warna primer merupakan warna dasar yang bukan campuran
dari warna-warna lain. Warna yang termasuk dalam golongan warna
primer adalah merah, biru, dan kuning. Warna primer tidak dapat
dibentuk oleh warna-warna lain (Anggraini dan Nathalia, 2014, h.
39).
58
Gambar 21. Lingkaran Warna Primer. Diadaptasi dari Desain Komunikasi Visual
(h. 39), oleh Kirana Nathalia dan Lia Anggraini, 2014, Bandung: Nuansa Cendekia.
Hak cipta (2014) oleh Penerbit Nuansa Cendekia.
2) Warna Sekunder
Warna sekunder merupakan hasil pencampuran warna-
warna primer dengan proporsi 1:1. Misalnya warna jingga
merupakan hasil campuran warna merah dengan kuning, hijau
adalah campuran biru dan kuning, dan ungu adalah campuran
merah dan biru.
Gambar 22. Lingkaran Warna Sekunder. Diadaptasi dari Desain Komunikasi
Visual (h. 39), oleh Kirana Nathalia dan Lia Anggraini, 2014, Bandung: Nuansa
Cendekia. Hak cipta (2014) oleh Penerbit Nuansa Cendekia.
Kuning
Merah Biru
Kuning
Merah
Ungu
Jingga Hijau
Biru
59
3) Warna Intermediate
Warna Intermediate merupakan warna perantara atau warna
yang ada di antara warna primer dan warna sekunder pada
lingkaran warna. Nama-nama warna intermediate yaitu:
a) Kuning Hijau (sejenis Moon Green), yaitu warna yang ada di
antara kuning dan hijau.
b) Kuning Jingga (sejenis Deep Yellow), yaitu warna yang ada di
antara kuning dan jingga.
c) Merah Jingga (Red/Vermilion), yaitu warna yang ada di antara
merah dan jingga.
d) Merah Ungu (Red Purple), yaitu warna yang ada di antara
merah dan ungu/violet.
e) Biru Violet (sejenis Blue/Indigo), yaitu warna yang ada di
antara biru dan ungu/violet.
f) Biru Hijau (sejenis Sea Green), yaitu warna yang ada di antara
biru dan hijau.
Gambar 23. Lingkaran Warna Intermediate. Diadaptasi dari Desain Multimedia
(h. 69-70), oleh Nanik Sri Rahayu, 2013, Malang: Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan. Hak cipta (2013) oleh Kemendikbud.
Kuning Hijau Kuning Jingga
Merah Jingga
Merah Ungu Biru Ungu
Biru Hijau
60
4) Warna Tersier
Warna tersier merupakan warna ketiga, yaitu warna hasil
percampuran dari dua warna sekunder atau warna kedua. Nama-
nama warna tersier, yaitu:
a) Coklat Kuning (disebut juga Siena Mentah, Kuning Tersier,
Yellow Ochre, atau Olive), yaitu percampuran warna jingga dan
hijau.
b) Coklat Merah (disebut juga Siene Bakar, Merah Tersier, Burnt
Siena, atau Red Brown), yaitu percampuran warna jingga dan
ungu.
c) Coklat biru (disebut juga Siena Sepia, Biru Tersier, Zaitun, atau
Navy Blue), yaitu percampuran warna hijau dan ungu (Sri
Rahayu, 2013, h. 70).
5) Warna Kuarter
Warna kuarter adalah warna keempat yaitu warna hasil
percampuran dari dua warna tersier atau warna ke tiga. Nama-
nama warna kuarter adalah:
a) Cokelat Jingga (Jingga/ orange Kuarter, atau semacam Brown),
yaitu hasil percampuran kuning tersier dan merah tersier.
b) Coklat Hijau (Hijau kuarter, semacam Moss Green), yaitu
percampuran biru tersier dan kuning tersier.
c) Coklat Ungu (Ungu/Violet kuarter, atau semacam Deep Purple),
yaitu hasil percampuran merah tersier dan biru tersier.
61
Kelima klasifikasi warna tersebut dapat digambarkan dalam
diagram seperti berikut ini:
Gambar 24. Skema Klasifikasi Warna. Diadaptasi dari Desain
Multimedia (h. 71), oleh Nanik Sri Rahayu, 2013, Malang: Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan. Hak cipta (2013) oleh Kemendikbud.
6) Warna Netral
Warna netral merupakan hasil campuran ketiga warna dasar
dalam proporsi 1:1:1. Warna ini sering muncul sebagai
penyeimbang warna-warna kontras di alam (Anggraini dan
Nathalia, 2014, h. 40).
Gambar 25. Lingkaran Warna Netral. Diadaptasi dari Irfan Julio, Oleh
Irfan Julio, Diperoleh dari http://irfanjulio.blogspot.co.id/2012/07/teori-
warna-brewster.html. Hak cipta (2012) oleh Indonesia: Link and Match
Graphic.
http://irfanjulio.blogspot.co.id/2012/07/teori-warna-brewster.htmlhttp://irfanjulio.blogspot.co.id/2012/07/teori-warna-brewster.html
62
b. Prinsip-prinsip Dasar Seni Rupa Pada Warna
Warna merupakan unsur seni rupa, sehingga komposisi warna
harus tunduk pada prinsip-prinsip dasar seni rupa, yaitu keselarasan,
kesatuan, dominasi, dan keseimbangan.
1) Keselarasan Warna
Untuk memperoleh keselarasan warna, cara yang paling mudah
adalah menggunakan interval tangga warna yang tertera pada
lingkaran warna. Dalam lingkaran warna terdapat enam warna
standar dan enam warna intermediate. Interval tangga warna
berupa warna-warna pada setengah lingkaran warna, yang terdiri
dari tujuh tingkatan warna yang sering disebut juga gradasi warna.
Gambar 26. Lingkaran Warna Primer, Sekunder, dan Intermediate.
Diadaptasi dari Desain Multimedia (h. 78), oleh Nanik Sri Rahayu, 2013,
Malang: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Hak cipta (2013) oleh
Kemendikbud.
Gambar 27. Interval Tangga Warna. Diadaptasi dari Desain Multimedia (h.
79), oleh Nanik Sri Rahayu, 2013, Malang: Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan. Hak cipta (2013) oleh Kemendikbud.
63
Dengan berpedoman pada interval tangga warna tersebut, dapat
dihasilkan susunan warna sebagai berikut:
a) Susunan warna dengan satu interval tangga (satu warna). Misalnya
warna kuning saja, ini disebut laras monoton atau laras tunggal.
Hasilnya adalah susunan warna yang monoton, statis, berkesan
tenang, resmi.
b) Susunan warna dengan dua atau tiga interval tangga berdekatan
(warna-warna transisi atau analogus), disebut laras harmonis.
Hasilnya adalah susunan warna yang harmonis, selaras, ada
dinamika, dan menarik jika dilihat. Kombinasi warna-warna yang
harmonis terlihat lembut karena satu warna dengan warna lain
yang dipadukan memiliki perubahan warna yang lembut. Misalnya
warna kuning- kuning jingga-jingga (Sri Rahayu, 2013, h. 79).
c) Susunan warna dengan interval tangga saling berjauhan, disebut
laras kontras. Hasilnya adalah susunan warna yang kontras, kuat,
tajam, dinamis, bergejolak. Kombinasi warna kontras cepat
terlihat, tetapi cepat pula ditinggalkan. Adapun jenis-jenis warna
kontras tersebut antara lain :
(1) Kontras komplementer (kontras dua warna)
Dua warna yang saling berhadapan dalam lingkaran warna
disebut komplementer. Dua warna ini adalah warna-warna
yang paling kontras, karena memiliki jarak paling jauh dalam
lingkaran warna sehingga warna yang bertentangan. Pasangan
64
warna komplementer berdasarkan kekontrasannya yaitu kuning
dengan ungu, kuning jingga dengan biru ungu, kuning hijau
dengan merah ungu, jingga dengan biru, hijau dengan merah
dan merah jingga dengan biru hijau.
(2) Kontras split komplemen (kontras dua warna komplemen bias)
Split/bias komplemen yaitu warna-warna yang berseberangan
pada lingkaran warna, tetapi menyimpang ke kiri atau ke
kanan. Misalnya warna-warna komplemen bias kuning dapat
berupa biru ungu, merah ungu, tetapi dapat pula dengan biru
dan merah.
(3) Kontras triad komplemen (kontras segitiga/kontras tiga warna)
Semua bentuk segitiga sama sisi yang dapat dibuat dalam
lingkaran warna, misalnya merah – biru – kuning atau jingga –
hijau – ungu adalah jenis kontras tiga warna.
Gambar 28. Kontras Triad Komplemen. Diadaptasi dari Desain Multimedia
(h. 81), oleh Nanik Sri Rahayu, 2013, Malang: Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan. Hak cipta (2013) oleh Kemendikbud.
65
(4) Kontras tetrad komplemen (kontras empat warna)
Semua bentuk segiempat sama sisi yang dapat dibuat pada
lingkaran warna merupakan kontras empat warna, misalnya
merah – kuning jingga – hijau – biru ungu.
Gambar 29. Kontras Tetrad Komplemen. Diadaptasi dari Desain
Multimedia (h. 82), oleh Nanik Sri Rahayu, 2013, Malang: Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan. Hak cipta (2013) oleh Kemendikbud.
2) Kesatuan Warna
Suatu susunan warna harus menyatu sehingga seimbang
dilihat. Kesatuan warna dapat diperoleh jika warna-warna yang
digunakan saling ada hubungan. Terdapat dua kemungkinan
hubungan, yaitu hubungan kesamaan dan kemiripan. Kesamaan
warna artinya semua warna yang digunakan sama persis. Kemiripan
warna artinya warna-warna yang digunakan mempunyai unsur yang
membuat mereka hampir sama. Misalnya, merah dengan merah
jingga, biru dengan biru hijau.
66
3) Dominasi Warna
Penggunaan warna-warna analogus untuk seluruh komposisi
akan terlihat harmonis, namun terasa mentah, datar, dan tidak ada
dominasinya. Oleh karena itu, komposisi semacam itu harus diberi
dominasi dan warna dapat menjadi dominasi jika warna tersebut
lain dari yang umum, atau juga warna kontras. Misalnya susunan
warna-warna dingin dengan dominasi satu warna panas, atau
susunan warna-warna panas dengan dominasi satu warna dingin
(Sri Rahayu, 2013, h. 83).
4) Keseimbangan Warna
Untuk memperoleh keseimbangan warna secara simetris
tidaklah sulit, asal bagian kanan dan kirinya sama, maka tercapailah
keseimbangan. Sedangkan untuk memperoleh keseimbangan
asimetris cukup sulit memperhitungkannya, karena keseimbangan
sesungguhnya menyangkut gaya berat yang bersifat matematis,
sedangkan warna sebagai unsur seni adalah menyangkut rasa. Salah
satu cara untuk memperoleh keseimbangan asimetris adalah dengan
mengadakan pengulangan-pengulangan warna yang sama
diberbagai bagian dari susunan.
11. Prinsip Seni Rupa
Prinsip-prinsip Seni Rupa merupakan sesuatu yang penting
diterapkan ketika berkarya seni rupa. Ketika membuat gambar ilustrasi
67
(kartun) diperlukan prinsip-prinsip seni rupa karena hal tersebut
merupakan pengetahuan awal yang harus dimiliki oleh siapa saja yang
akan berkarya seni rupa. Prinsip-prinsip tersebut yaitu keseimbangan
(balance), irama (rhytm), keselarasan, penekanan/dominasi (emphasis),
kesatuan (unity), dan kesederhanaan (simplicity). Di bawah ini penjelasan
mengenai prinsip-prinsip rupa.
a. Keseimbangan (Balance)
Keseimbangan merupakan pembagian berat yang sama, baik secara
visual maupun optik. Desain atau karya seni rupa dikatakan seimbang
apabila objek pada bagian kiri atau kanan, bagian atas atau bawah
terkesan sama berat. Suatu karya seni rupa harus memiliki keseimbangan
agar nyaman di pandang dan tidak membuat gelisah. (Anggraini dan
Nathalia, 2014, h. 41). Terdapat dua pendekatan yang pada umumnya
untuk menciptakan keseimbangan:
1) Keseimbangan simetris/formal
Membagi secara sama berat masa antara kanan atau kiri, antara atas
dan bawah, secara simetris atau setara.
2) Keseimbangan Asimetris/informal
Penyusunan elemen rupa yang tidak sama antara sisi kanan dengan
kiri, atau atas dengan bawah, namun tetap terasa seimbang. Hal ini
dapat dibedakan dengan menggunakan bentuk atau warna yang
berbeda. Keseimbangan asimetris tampak lebih bervariatif dan
dinamis (Anggraini dan Nathalia, 2014, h. 42).
68
b. Irama (rhytm)
Irama adalah pengulangan gerak atau penyusunan bentuk secara
berulang-ulang. Dalam desain, irama dapat berupa repetisi atau variasi.
Repetisi merupakan elemen yang dibuat secara berulang-ulang dan
konsisten. Sedangkan secara variasi, irama adalah pengulangan elemen
visual disertai perubahan bentuk, ukuran, dan posisi.
c. Keselarasan (Harmony)
Keselarasan merupakan prinsip yang digunakan untuk menyatukan
unsur-unsur visual dari berbagai bentuk yang berbeda. Keselarasan
dapat diwujudkan melalui penyusunan bentuk-bentuk atau warna-
warna yang saling berdekatan. Misalnya, memadukan antara bentuk
lingkaran dengan oval, atau melalui warna dapat dipadukan dengan
menggunakan warna-warna monokromatis, analog (berdekatan dengan
lingkaran warna), komplementer (berlawanan dengan lingkaran
warna).
d. Penekanan (Emphasis)
Penekanan atau dominasi merupakan salah satu prinsip dasar tata rupa
yang harus ada dalam karya seni dan desain. Dominasi sendiri berasal
dari kata