Post on 30-Dec-2016
HUBUNGAN STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON DENGAN KONDISI FISIKA-KIMIA PERAIRAN PULAU
PRAMUKA DAN PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU
ANJAR ASMARA
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2005
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan, bahwa Skripsi yang berjudul :
HUBUNGAN STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON DENGAN KONDISI FISIKA-KIMIA PERAIRAN PULAU PRAMUKA DAN PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU adalah benar merupakan karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor,13 Oktober 2005
Anjar Asmara C24101043
ABSTRAK
Anjar Asmara. C24101043. Hubungan Struktur Komunitas Plankton dengan Kondisi Fisika-Kimia Perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh JOHAN BASMI dan ARIO DAMAR.
Penelitian ini mempelajari struktur komunitas plankton dan hubungannya dengan beberapa parameter fisika dan kimia perairan pada bulan Oktober, November dan Desember 2004 yang berlokasi di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Analisis data meliputi kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman, dominansi, indeks Canberra dan Bray Curtis serta analisis regresi linier sederhana.
Jenis-jenis fitoplankton yang ada 3 kelas dan 31 jenis, yaitu Bacillariophyceae (25 jenis), Dinophyceae (5 jenis) dan Cyanophyceae (1 jenis). Sedangkan yang ditemukan terdiri dari 5 kelas dan 11 jenis yaitu, Crustacea (4 jenis), Ciliata (4 jenis), Sarcodina (1 jenis), Sagittoidea (1 jenis) dan Polychaeta (1 jenis). Komposisi kelimpahan fitoplankton didominasi kelas Bacillariophyceae dari jenis Asterionella sp., Skeletonema sp., Navicula sp., Nitzschia sp. dan Fragillaria sp. Selanjutnya kelas Cyanophyceae dan Dinophyceae. Sedangkan komposisi berdasarkan kelimpahan zooplankton didominasi dari kelas Crustacea dari jenis Acartia sp., Calanus sp., dan Microsetella sp.
Nilai indeks keanekaragaman seluruh komunitas fitoplankton menunjukkan keanekaragaman yang rendah dengan kisaran 0.11-2.58. Nilai keseragaman fitoplankton menunjukkan bahwa keseragaman jumlah individu relatif sama dengan kisaran 0.26-0.96. Nilai indeks dominansi fitoplankton menunjukkan bahwa hampir tidak terjadi dominasi dalam komunitas dengan kisaran 0.08-0.74. Sedangkan nilai indeks keanekaragaman seluruh komunitas zooplankton menunjukkan keanekaragaman yang rendah dengan kisaran 0.63-1.68. Nilai keseragaman zooplankton menunjukkan bahwa keseragaman jumlah individu relatif sama dengan kisaran 0.48-1, kecuali pada staiun 6 pengamatan bulan November di perairan Pulau Panggang dengan nilai 1. Sedangkan nilai indeks dominansi zooplankton menunjukkan bahwa hampir tidak terjadi dominasi dalam komunitas dengan kisaran 0.20-0.49.
Suhu dan pH permukaan berkisar antara 29.0-31.0 oC dan 7.00-7.92. Sedangkan nilai salinitas yang terukur berkisar antara 32.5-35 o/oo dan nilai kecerahan dan kekeruhan berturut-turut berkisar antara 1-3.2 m dan 0.10-3.86 NTU. Parameter unsur hara (Nitrat, nitrit, ammonia dan ortofosfat) yang terukur, berturut-turut berkisar antara 0.556-1.113 mg/l, 0.001-0.097 mg/l, 0,001-0.067 mg/l. Sedangkan nilai DO, BOD dan COD yang terukur berturut-turut berkisar antara 6.98-7.92 mg/l, 0.34-6.59 mg/l dan 43.65-58.17 mg/l. Hasil analisis regresi linear sederhana menunjukkan korelasi yang erat antara kelimpahan fitoplankton dengan ortofosfat dan kekeruhan sebesar 0.70 dan 0.67.
HUBUNGAN STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON DENGAN KONDISI FISIKA-KIMIA PERAIRAN PULAU
PRAMUKA DAN PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU
ANJAR ASMARA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2005
PRAKATA
Alkhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT
yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan
skripsi yang berjudul “Hubungan Struktur Komunitas Plankton dengan
Kondisi Fisika-Kimia di Perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang,
Kepulauan Seribu” dapat penulis selesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan
yang sebesar-besarnya kepada Bapak Ir. H Johan Basmi M.S sebagai Ketua
Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Ario Damar M.Si sebagai anggota, atas
segala saran dan masukkannya. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Ibu Dr. Ir. Etty Riany, M.S sebagai Pembimbing Akademik selama
penulis menyelesaikan studi. Ungkapan terima kasih kepada Ayahanda dan
Ibunda tercinta, serta keluarga yang telah memberikan dukungan do’a, moral,
material dan kasih sayangnya. Tidak lupa kepada teman-teman MSP 38 dan
sahabat-sahabatku, atas kerjasama, motivasi dan kepeduliannya selama ini.
Akhir kata penulis menyadari, bahwa penulisan skripsi ini tidak luput dari
kekurangan. Semoga dengan segala keterbatasan yang ada, skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, 13 Oktober 2005
Anjar Asmara
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................…................. ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................................... 1 B. Pendekatan Masalah ............................................................................ . 2 C. Tujuan ................................................................................................ 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian ...................................................... 3 B. Plankton ............................................................................................... . 4 1. Definisi Plankton ............................................................................ 4 2. Hubungan Zooplankton dan Fitoplankton ....................................... 6 C. Ekologi Plankton ................................................................................ 6 1. Suhu .............................................................................................. 6 2. Kecerahan...................................................................................... 7 3. Kekeruhan ..................................................................................... 8
4. Nitrogen ........................................................................................ 8 5. Fosfor ............................................................................................ 11 6. Salinitas......................................................................................... 13 7. pH ................................................................................................. 13 8. DO (Dissolved Oxygen) ................................................................. 14 9. BOD (Biological Oxygen Demand)................................................ 15 10. COD (Chemical Oxygen Demand) ............................................... 15
III. METODOLOGI A. Waktu dan Lokasi Penelitian .............................................................. 16 B. Alat dan Bahan ................................................................................... 16 C. Metode Penelitian
1. Lokasi Pengambilan Contoh .......................................................... 17 2. Parameter Fisika-Kimia ................................................................. 18 3. Parameter Biologi .......................................................................... 19
D. Pengumpulan Data .............................................................................. 19 E. Analisis Data ........................................................................................ 20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Perairan ................................................................................. 25 B. Struktur Komunitas Plankton .............................................................. 31 C. Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi ................................. 42 D. Kesamaan Antar Stasiun Pengamatan ................................................. 46 E. Regresi Linier .................................................................................... 54
V. KESIMPULAN
A. Kesimpulan ........................................................................................ 61
B. Saran .................................................................................................. 61
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 62
LAMPIRAN ............................................................................................. 65
RIWAYAT HIDUP .................................................................................. 90
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Klasifikasi kesuburan perairan berdasarkan kandungan PO4-P........... 12
2. Parameter fisika kimia air yang diukur .............................................. 20
3. Kisaran nilai parameter fisika kimia di perairan Pulau Pramuka
selama pengamatan............................................................................... 25
4. Kisaran nilai parameter fisika kimia di perairan Pulau Panggang
selama pengamatan............................................................................... 25
5. Persen saturasi oksigen di perairan Pulau Pramuka............................ 29
6. Persen saturasi oksigen di perairan Pulau Panggang .......................... 29
7. Kelimpahan fitoplankton (sel/m3) masing-masing stasiun di
perairan Pulau Pramuka........................................................................ 32
8. Kelimpahan fitoplankton (sel/m3) masing-masing stasiun di
perairan Pulau Panggang ...................................................................... 33
9. Kelimpahan zooplankton (ind/m3) masing-masing stasiun di
perairan Pulau Pramuka........................................................................ 35
10. Kelimpahan zooplankton (ind/m3) masing-masing stasiun di
perairan Pulau Panggang ..................................................................... 36
11. Nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan
indeks dominansi (C) fitoplankton di perairan Pulau Pramuka
selama pengamatan.............................................................................. 42
12. Nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan
indeks dominansi (C) fitoplankton di perairan Pulau Panggang
selama pengamatan.............................................................................. 43
13. Nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan
indeks dominansi (C) zooplankton di perairan Pulau Pramuka
selama pengamatan.............................................................................. 44
14. Nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan
indeks dominansi (C) zooplankton di perairan Pulau Panggang
selama pengamatan.............................................................................. 45
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka pendekatan studi................................................................... 2
2. Siklus nitrogen di laut........................................................................... 9
3. Siklus fosfor di laut .............................................................................. 11
4. Lokasi penelitian .................................................................................. 18
5. Kelimpahan fitoplankton tiap stasiun di perairan Pulau Pramuka
selama pengamatan .............................................................................. 33
6. Kelimpahan fitoplankton tiap stasiun di perairan Pulau Panggang
selama pengamatan............................................................................... 34
7. Kelimpahan zooplankton tiap stasiun di perairan Pulau Pramuka
selama Pengamatan .............................................................................. 36
8. Kelimpahan zooplankton tiap stasiun di perairan Pulau Panggang
selama pengamatan............................................................................... 37
9. Persentase kelimpahan fitoplankton masing-masing kelas di perairan
Pulau Pramuka dan Pulau Panggang pada bulan Oktober...................... 38
10. Persentase kelimpahan fitoplankton masing-masing kelas di perairan
Pulau Pramuka dan Pulau Panggang bulan November .......................... 39
11. Persentase kelimpahan fitoplankton masing-masing kelas di perairan
Pulau Pramuka dan Pulau Panggang bulan Desember ........................... 39
12. Persentase kelimpahan zooplankton masing-masing kelas di perairan
Pulau Pramuka dan Pulau Panggang bulan Oktober .............................. 40
13. Persentase kelimpahan zooplankton masing-masing kelas di perairan
Pulau Pramuka dan Pulau Panggang bulan November .......................... 41
14. Persentase kelimpahan zooplankton masing-masing kelas di perairan
Pulau Pramuka dan Pulau Panggang bulan Desember ........................... 42
15. Pengelompokan stasiun berdasarkan kesamaan kelimpahan
fitoplankton di perairan Pulau Pramuka ................................................ 47
16. Pengelompokan stasiun berdasarkan kesamaan kelimpahan
fitoplankton di perairan Pulau Panggang............................................... 48
17. Pengelompokan stasiun berdasarkan kesamaan kelimpahan
zooplankton di perairan Pulau Pramuka................................................ 48
18. Pengelompokan stasiun berdasarkan kesamaan kelimpahan
zooplankton di perairan Pulau Panggang .............................................. 49
19. Pengelompokan secara temporal berdasarkan kelimpahan fitoplankton
di perairan Pulau Pramuka.................................................................... 50
20. Pengelompokan secara temporal berdasarkan kelimpahan zooplankton
di perairan Pulau Pramuka.................................................................... 50
21. Pengelompokan secara temporal berdasarkan kelimpahan fitoplankton
di perairan Pulau Panggang .................................................................. 51
22. Pengelompokan secara temporal berdasarkan kelimpahan zooplankton
di perairan Pulau Panggang .................................................................. 51
23. Pengelompokan stasiun berdasarkan parameter fisika kimia di perairan
Pulau Pramuka. .................................................................................... 52
24. Pengelompokan stasiun berdasarkan parameter fisika kimia di perairan
Pulau Panggang.................................................................................... 53
25. Pengelompokan secara temporal berdasarkan parameter fisika kimia di
perairan Pulau Pramuka........................................................................ 53
26. Pengelompokan secara temporal berdasarkan parameter fisika kimia di
perairan Pulau Panggang ...................................................................... 54
27. Regresi linier antara kelimpahan fitoplankton dengan nitrat.................. 54
28. Regresi linier antara kelimpahan fitoplankton dengan nitrit .................. 55
29. Regresi linier antara kelimpahan fitoplankton dengan ammonia............ 56
30. Regresi linier antara kelimpahan fitoplankton dengan ortofosfat........... 57
31. Regresi linier antara kelimpahan fitoplankton dengan kekeruhan.......... 58
32. Regresi linier antara kelimpahan fitoplankton dengan suhu................... 59
33. Regresi linier antara kelimpahan zooplankton dengan kekeruhan.......... 59
34. Regresi linier antara kelimpahan zooplankton dengan suhu .................. 60
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Kelimpahan plankton (sel/m3) bulan Oktober 2004 Pulau Pramuka .... 65
2. Kelimpahan plankton (sel/m3) bulan November 2004 Pulau Pramuka. 66
3. Kelimpahan plankton (sel/m3) bulan Desember 2004 Pulau Pramuka . 67
4. Kelimpahan plankton (sel/m3) bulan Oktober 2004 Pulau Panggang... 68
5. Kelimpahan plankton (sel/m3) bulan November 2004 Pulau Panggang 69
6. Kelimpahan plankton (sel/m3) bulan Desember 2004 Pulau Panggang 70
7. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup N0.51 tahun 2004
tentang baku mutu air laut untuk biota laut............................................ 71
3. Parameter fisika-kimia di perairan Pulau Pramuka............................... 72
9. Parameter fisika-kimia di perairan Pulau Panggang ............................. 73
10. Tabel ANOVA hasil analisis rgeresi antara kelimpahan plankton
dengan fisika-kimia perairan ............................................................... 74
11. Indeks similaritas Bray Curtis........................................................... 78
12. Curah hujan bulan Oktober dan November 2004 ............................... 86
13. Curah hujan bulan Desember 2004 .................................................... 87
14. Jenis-jenis plankton yang ditemukan ................................................. 88
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kondisi suatu lingkungan perairan merupakan suatu sistem yang kompleks
dan terdiri dari berbagai macam parameter yang saling berpengaruh satu sama
lainnya. Beberapa parameter tersebut antara lain parameter fisika, kimia dan
biologi. Plankton sebagai salah satu parameter biologi dipengaruhi oleh
parameter lainnya dan merupakan mata rantai yang sangat penting dalam
menunjang kehidupan organisme lainnya. Plankton dapat dibagi menjadi
fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton berperan sebagai produsen primer
yaitu organisme yang dapat mengubah senyawa anorganik menjadi senyawa
organik dengan bantuan sinar matahari melalui proses fotosintesis. Keberadaan
zooplankton sangat dipengaruhi oleh adanya fitoplankton, karena fitoplankton
merupakan sumber makanan bagi zooplankton. Selain dipengaruhi oleh
fitoplankton, kelimpahan zooplankton juga dipengaruhi oleh kualitas air sebagai
pendukung kehidupan plankton. Peranan zooplankton sebagai konsumen pertama
yang menghubungkan fitoplankton dengan karnivora kecil maupun besar, yang
sangat mempengaruhi rantai makanan di dalam perairan. Plankton merupakan
mata rantai yang sangat penting dalam menunjang kehidupan organisme lainnya,
sehingga perlu dikaji. Pengkajian tersebut diharapkan dapat memberikan
gambaran terhadap produktivitas perairan sehingga dapat dipergunakan sebagai
kebijakan dalam pengelolaan di perairan kedua pulau tersebut.
Kepulauan Seribu yang terletak ± 45-47 km sebelah utara Jakarta,
merupakan gugusan pulau karang. Secara administratif, kawasan ini termasuk
Kecamatan Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta Utara. Pulau-pulau di
Kepulauan Seribu berkeping 0-7 m diatas permukaan laut. Pulau Pramuka dan
Pulau Panggang merupakan dua pulau yang termasuk kedalam wilayah kerja
Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu. Kegiatan manusia seperti pariwisata,
perikanan budidaya, pemukiman penduduk dan jalur transportasi di kedua pulau
ini akan berdampak terhadap kondisi fisika, kimia dan biologi perairan. Dampak
yang disebabkan oleh manusia ini adalah seperti rusaknya habitat biota laut dan
kerusakan ekosistem termasuk didalamnya perubahan struktur komunitas
plankton, sehingga perlu dilakukan pengkajian tentang struktur komunitas
plankton dengan kondisi lingkungan perairan daerah tersebut.
B. Pendekatan Masalah
Plankton dalam perairan dapat perairan dapat menyebar secara acak atau
mengelompok. Keberadaan plankton dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya
seperti kondisi fisika, kimia dan biologi perairan. Kegiatan manusia seperti
transportasi, budidaya, pariwisata secara langsung atau tidak langsung dapat
mengakibatkan perubahan badan air. Hal tersebut menyebabkan perubahan
struktur komunitas biota di dalamnya yang diantaranya adalah plankton.
Secara sederhana pendekatan masalah dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 1 dibawah ini :
Gambar 1. Kerangka pendekatan studi
C. Tujuan
Penelitian bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas plankton secara
spasial dan temporal yang meliputi kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman
dan dominansi serta hubungannya dengan beberapa parameter fisika-kimia di
perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu.
Kegiatan di Perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang : - Transportasi - Pariwisata - Budidaya - Pemukiman Penduduk
Kondisi Fisika, kimia dan biologi perairan (suhu, kecerahan, kekeruhan, salinitas, pH, DO, COD, NO2, NO4, PO4, kompetisi, grazing dsb)
Plankton (fitoplankton, zooplankton)
Distribusi, komposisi (Spasial, temporal)
Struktur komunitas plankton (Kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman, dominansi)
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Kelurahan Pulau Panggang merupakan satu dari enam kelurahan yang ada di
Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Kelurahan ini termasuk wilayah
Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Secara geografis kelurahan yang terdiri dari
13 pulau ini terletak pada posisi geografis 5o40’00” –5o47’00” LS dan 106 o8’00” –
106o28’00’ BT. Luas Kelurahan Pulau Panggang meliputi areal perairan hampir
sekitar ± 58,5 km2 dan panjang garis pantai 22,74 km (Suwandi dkk, 2001 in
Abdurrohman, 2005). Sembilan pulau dari gugus pulau di kelurahan Pulau
Panggang termasuk dalam wilayah kerja Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu
sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 185/Kpts-II/1997 tanggal
31 Maret 1997 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional dan Unit
Taman Nasional. Menurut ketentuan di atas pulau-pulau tersebut yaitu Pulau
Pramuka, Pulau Panggang, Pulau Karya, Pulau Kotok Besar, Pulau Kotok Kecil,
Pulau Opak Kecil, Pulau Karang Bongkok, Pulau Karang Congkak dan Pulau
Semak Daun termasuk zona pemanfaatan tradisional yang mempunyai fungsi
sebagai penyaring dampak negatif dari kegiatan manusia di dalam maupun di luar
kawasan. Keberadaan zona ini sangat penting bagi kawasan konservasi laut,
sebab untuk menentukan garis batas yang tegas di kawasan Taman Nasional
Kepulauan Seribu sangat sulit dilakukan. Disamping itu Pulau Semak Daun
merupakan pulau Cagar Alam dengan fungsi pokok pengawetan keanekaragaman
tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, yaitu tempat bertelur, mencari makan
dan tumbuh menjadi dewasa penyu sisik (Eretmochelys imbricata) serta tempat
beristirahatnya burung-burung yang dilindungi seperti raja udang (Halycon
capensis), camar laut (Larus sp), pecuk ular (Anhinga melanogaster) dan dara laut
(Ducula bicolor) (Abdullah, 2000).
Dari 13 pulau-pulau yang ada di Kelurahan Pulau Panggang hanya dua
pulau ada pemukimannya, yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Panggang. Pulau
Pramuka saat ini merupakan Ibukota Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu.
Pulau-pulau lain dimanfaatkan untuk berbagai tujuan antara lain yaitu resort
wisata dan cottage pribadi (Pulau Air), untuk PHU penghijauan (Pulau Karang
Bangkok, Pulau Karang Congkak, Pulau Kotok Kecil). Pulau Peniki
dipergunakan untuk kepentingan lalu lintas kapal (mercu suar).
Perairan Kelurahan Pulau Panggang merupakan daerah penangkapan ikan
dan sumber daya hayati lain (seperti rumput laut, padang lamun, terumbu karang
dan lain-lain). Kegiatan perikanan tangkap dilakukan di sekitar Taman Nasional
Laut Kepulauan Seribu di zona pemanfaatan tradisional. Sebagaimana di kawasan
Kepulauan Seribu lainnya, beberapa lokasi di kawasan pantai maupun di pulau-
pulau kecil yang tersebar di kelurahan Pulau Panggang berpotensi sebagai tempat
kegiatan wisata dan rekreasi. Hal ini menarik investor untuk berinvestasi
(Abdullah, 2000).
B. Plankton
1. Definisi Plankton
Istilah plankton pertama kali digunakan oleh Victor Hensen pada tahun
1887, berasal dari bahasa Yunani yang artinya mengembara (Welch, 1952 in
Basmi, 1999). Plankton adalah organisme renik yang melayang-layang dalam air
atau mempunyai kemampuan renang yang sangat lemah, pergerakannya selalu
dipengaruhi oleh gerakan masa air.(Odum, 1971; Newell dan Newell, 1977).
Nybakken (1992) membagi plankton berdasarkan ukuran plankton dalam
lima golongan yaitu : megaplankton ialah organisme planktonik yang berukuran
lebih dari 2000 µm, makroplankton ialah organisme planktonik yang berukuran
200-2000 µm, sedangkan mikroplankton berukuran 20-200 µm. Ketiga golongan
lainnya yaitu nanoplankton yang berukuran 2-20 µm, dan ultrananoplankton
organisme yang memiliki ukuran kurang dari 2 µm. Plankton dapat dibagi
menjadi dua golongan yaitu fitoplankton yang terdiri dari tumbuhan renik bebas
bergerak dan mampu berfotosintesis sedangkan zooplankton ialah hewan yang
bersifat planktonik.
Fitoplankton merupakan nama umum untuk plankton tumbuhan atau
plankton nabati yang terdiri dari beberapa kelas. Beberapa kelas dari fitoplankton
yang sering dijumpai dalam lingkungan perairan adalah dari kelas diatom (kelas
Bacillariophyceae), Dinoflagellata (kelas Dinophyceae) dan ganggang hijau (kelas
Chlorophyceae). Keberadaan fitoplankton dalam perairan yang melimpah dapat
menyebabkan terjadinya blooming algae atau biasa disebut red tide (pasang
merah) yang dapat menyebabkan invertebrata dan ikan mati secara masal serta
merugikan petambak. Zooplankton berbeda dengan fitoplankton baik jumlah fila
maupun dalam daur hidupnya. Semua fila hewan terwakili didalam kelompok
zooplankton yaitu mulai dari filum Protozoa sampai filum Chordata (hewan
bertulang belakang). Dilihat dari cara hidupnya dibedakan atas holoplankton dan
meroplankton (Goldman and Horne (1983) in Basmi, 1988). Holoplankton adalah
plankton hewani yang seluruh masa hidupnya dilalui sebagai plankton seperti
Chaetognata dan Copepoda sedangkan meroplankton adalah plankton hewan yang
masa awal dari siklus hidupnya dilalui sebagai plankton dan sesudah dewasa akan
hidup menjadi nekton atau benthos. Zooplankton dijumpai hampir diseluruh
habitat akuatik tetapi kelimpahan dan komposisinya bervariasi tergantung kepada
keadaan lingkungan dan biasanya terkait erat dengan perubahan musim. Faktor
fisika-kimia seperti suhu, intensitas cahaya, salinitas, pH dan zat pencemar
memegang peranan penting dalam menentukan keberadaan (kelimpahan) dari
jenis plankton di perairan. Sedangkan faktor biotik seperti tersedianya pakan,
banyaknya predator dan adanya pesaing dapat mempengaruhi komposisi spesies
(Nybakken, 1992).
Keberadaan fitoplankton dalam suatu perairan sangat penting karena :
1. Fitoplankton merupakan organisme autotrof (produsen primer) dan
penghasil oksigen dalam perairan.
2. Fitoplankton merupakan makanan alami zooplankton dan beberapa jenis
ikan kecil maupun dewasa.
3. Fitoplankton yang mati akan tenggelam ke dasar perairan dan akan
diuraikan oleh bakteri menjadi bahan organik (Wetzel, 2001).
Dalam proses fotosintesisnya, fitoplankton memanfaatkan dan mengubah
unsur-unsur anorganik menjadi bahan organik dengan bantuan cahaya matahari.
Kemampuan dalam menyerap cahaya matahari oleh seluruh permukaan sel
menjadikan peranannya lebih penting dari pada tanaman air (Davis, 1955).
Plankton dapat digunakan sebagai indikator suatu perairan. Perairan yang
tercemar menyebabkan perubahan struktur komunitas plankton terutama pada
keanekaragaman jenis (spesies diversity). Fitoplankton dapat digunakan sebagai
indikator kualitas perairan, dimana perairan eutrof ditandai dengan adanya
blooming spesies tertentu dari fitoplankton (Boyd,1979).
2. Hubungan Zooplankton dan Fitoplankton
Perkembangan fitoplankton sangat dipengaruhi oleh zooplankton Harvey et
al. (1935) in Basmi (1988) dan Nybakken (1992) dengan mengemukakan teori
grazing, yang menyatakan jika di suatu perairan terdapat populasi zooplankton
yang tinggi maka populasi fitoplankton akan menurun karena dimangsa oleh
zooplankton. Pertumbuhan fitoplankton adalah mengikuti laju pertumbuhan yang
differensial, zooplankton mempunyai siklus reproduksi lebih lambat maka untuk
mencapai populasi maksimum akan membutuhkan waktu yang lebih lama
dibandingkan fitoplankton. Steeman-Nielsen (1975) in Basmi (1988). Ada
hubungan yang sangat erat antara fitoplankton dengan zooplankton, pada musim
panas jumlah fitoplankton akan melebihi zooplankton sedangkan pada musim
penghujan jumlah fitoplankton menurun akibat berkurangnya sinar matahari
sehingga jumlah zooplankton melebihi fitoplankton.
C. Ekologi Plankton
Plankton sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (fisika, kimia dan
biologi) di sekitarnya, seperti :
1. Suhu
Suhu merupakan parameter penting dalam lingkungan laut dan berpengaruh
secara langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan di laut. Menurut
Pescod (1973), suhu air mempengaruhi sifat fisik, kimia dan biologi perairan.
Pengaruh suhu secara langsung menentukan kehadiran dari spesies akuatik,
mempengaruhi pemijahan, penetasan, aktivitas dan pertumbuhan organisme.
Sedangkan secara tidak langsung dapat menyebabkan perubahan kesetimbangan
kimia. Suhu juga merupakan fungsi dari kelarutan gas-gas dalam air laut dimana
kelarutan akan meningkat pada saat temperatur rendah (Sumich,1992). Pengaruh
secara tidak langsung terjadi pada keberadaan unsur hara di laut. Hal ini dikaitkan
dengan laju metabolisme organisme air, dimana pada suhu yang tinggi laju
metabolisme akan meningkat. Proses metabolisme ini biasanya merupakan
pemanfaatan hasil fotosintesis yang akan mempengaruhi proses regenerasi unsur
hara. Tingginya suhu air berkaitan dengan besarnya intensitas cahaya matahari
yang masuk ke perairan, karena intensitas cahaya yang masuk menentukan derajat
panas. Semakin banyak sinar matahari yang masuk maka suhu semakin tinggi
dan bertambahnya kedalaman akan mengakibatkan suhu menurun Welch (1980)
in Basmi (1999). Radiasi sinar matahari hanya dapat menghangatkan sebagian
kecil lapisan air di permukaan, lebih dari 90 % panas yang ada dapat diserap
hingga kedalaman 20 meter pada perairan yang jernih, dan hingga kedalaman 4
meter untuk perairan pesisir, lebih dari itu pemanasan yang terjadi diakibatkan
oleh pencampuran massa air laut lapisan dalam dengan massa air di permukaan.
Menurut Nontji (1987) suhu air dipengaruhi oleh kondisi meteorologi. Faktor-
faktor yang berperan adalah curah hujan, penguapan, kelembapan udara,
kecepatan angin dan intensitas radiasi matahari. Oleh sebab itu, suhu di
permukaan biasanya mengikuti pola musiman. Dalam setahun terdapat dua suhu
maksimum masing-masing terjadi pada musim peralihan awal tahun sekitar awal
April-Mei dan musim peralihan akhir sekitar bulan November. Hal ini terjadi
karena pada musim peralihan angin biasanya lemah dan laut sangat tenang
sehingga proses pemanasan di permukan dapat terjadi lebih kuat. Pada musim
barat sekitar Desember-Februari suhu turun mencapai minimum yang bertepatan
pula dengan angin yang kuat dan curah hujan yang tinggi. Rendahnya suhu pada
musim barat disebabkan oleh masukan air hujan dan dan masukan massa air dari
timur laut yang dingin. Pada musim barat suhu air permukaan lebih rendah yakni
antara 26 – 27•C di Perairan Laut China Selatan. Suhu permukaan air di Perairan
Nusantara umumnya berkisar antara 28 – 30•C.
2. Kecerahan
Kecerahan air ditunjukkan dengan kedalaman secchi disk. Kedalaman
secchi disk berhubungan erat dengan intensitas sinar matahari yang masuk ke
suatu perairan. Kemampuan daya tembus sinar matahari ke perairan sangat
ditentukan oleh warna perairan, kandungan bahan–bahan organik maupun
anorganik yang tersuspensi dalam perairan, kepadatan plankton, jasad renik dan
detritus (Sumich, 1992).
Kedalaman secchi disk merupakan ukuran kejernihan perairan yang
menggambarkan sifat optik perairan terhadap transmisi cahaya. Kedalaman
secchi disk merupakan faktor yang menentukan produktivitas primer perairan.
Semakin tinggi kedalaman secchi disk semakin dalam penetrasi cahaya ke dalam
air, yang selanjutnya akan meningkatkan ketebalan lapisan air yang produktif.
Tebalnya lapisan air yang produktif memungkinkan terjadinya pemanfaatan unsur
hara secara kontinyu oleh produsen primer, akibatnya kandungan unsur hara
menjadi berkurang yang selanjutnya produsen primer dibatasi oleh tingkat
regenerasi unsur hara (Sumich, 1992).
3. Kekeruhan
Kekeruhan adalah gambaran sifat optik air dari suatu perairan yang
ditentukan berdasarkan banyaknya sinar (cahaya) yang dipancarkan dan diserap
oleh partikel-partikel yang ada dalam air tersebut (APHA,1989). Kekeruhan yang
tampak di perairan dapat berasal dari bahan-bahan tersuspensi seperti : lumpur,
pasir, bahan organik dan anorganik, plankton dan organisme mikroskopik lainnya.
Kekeruhan yang tinggi dapat menganggu proses respirasi organisme perairan
karena akan menutupi insang ikan. Kekeruhan juga menghalangi penetrasi cahaya
matahari ke dalam air sehingga secara tidak langsung mengganggu proses
fotosintesis fitoplankton.
4. Nitrogen
Senyawa nitrogen terdapat di perairan laut dalam bentuk yang beragam
mulai dari molekul nitrogen terlarut hingga bentuk anorganik dan organik.
Senyawa nitrogen merupakan salah satu senyawa yang sangat penting dalam air
laut (Saeni, 1989). Senyawa nitrogen dalam air laut terdapat dalam tiga bentuk
yaitu ammonia, nitrit dan nitrat. Senyawa nitrogen tersebut sangat dipengaruhi
oleh kandungan oksigen bebas dalam air. Pada saat oksigen rendah, nitrogen
bergerak menuju ammonia, sedangkan pada saat kadar oksigen tinggi nitrogen
bergerak menuju nitrat. Dengan demikian, nitrat merupakan akhir dari oksidasi
nitrogen dalam air (Hutagalung dan Rozak, 1997). Unsur nitrogen yang terdapat
dalam senyawa nitrat merupakan zat-zat hara anorganik utama yang diperlukan
oleh pertumbuhan fitoplankton.
Menurut Millero dan Sohn (1992) keberadaan nitrat di lapisan permukaan
laut juga diatur oleh proses biologi dan fisika. Pemanfaatan nitrat oleh
fitoplankton terjadi selama berlangsung proses fotosintesis dan bergantung pada
intensitas matahari. Proses regenerasi NO3- sebagian oleh bakteri pengoksidasi
dari nitrogen organik, yang kemudian melepaskan NH4+ dan PO4
2-, selanjutnya
NH4+ akan mengalami oksidasi menjadi NO3
- seperti terlihat dalam Gambar 2.
Gambar 2. Siklus nitrogen di laut (Milero dan Sohn, 1992)
Bentuk senyawa nitrogen yang paling dominan adalah ion nitrat (NO3
-) dan
sangat penting bagi pertumbuhan fitoplankton. Sedangkan ammonia (NH3)
adalah hasil buangan yang penting dari zooplankton yang selanjutnya siap untuk
dioksidasi menjadi ion nitrit (NO2-) dan tahap berikutnya akan dioksidasi kembali
menjadi ion nitrat (NO3-). Pada kondisi yang anoksik, penurunan nitrat menjadi
ammonia atau molekul nitrogen dapat terjadi oleh bakteri denitrifikasi.
Nitrat (NO3-) adalah nutrien utama bagi pertumbuhan fitoplankton dan algae.
Nitrat sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil yang dihasilkan dari proses
oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Konsentrasi nitrat di suatu
perairan diatur dalam proses nitrifikasi. Nitrifikasi yang merupakan proses
oksidasi ammonia yang berlangsung dalam kondisi aerob menjadi nitrit dan nitrat
adalah proses penting dalam siklus nitrogen. Oksidasi ammonia (NH3) menjadi
nitrit (NO2) dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas dan oksidasi nitrit (NO2)
menjadi nitrat (NO3) dilakukan oleh bakteri Nitrobacter. Kedua jenis bakteri ini
adalah bakteri kemotrofik yaitu bakteri yang mendapatkan energi dari proses
kimiawi (Effendi, 2003).
Menurut Hutagalung dan Rozak (1997) distribusi vertikal nitrat di laut
menunjukkan bahwa kadar nitrat semakin tinggi bila kedalaman laut bertambah
dan dari distribusi horizontal kadar nitrat semakin tinggi menuju pantai. Hal ini
dikarenakan masuknya bahan-bahan organik ke dalam perairan melalui sungai dan
run off dari daratan dan limbah rumah tangga (Brotowidjoyo et al, 1995).
Konsentrasi nitrat pada lapisan eufotik ditentukan oleh transfer advektif dari nitrat
ke lapisan permukaan, oksidasi ammonia oleh mikroba dan pemanfaatan oleh
produsen primer. Jika penetrasi cahaya matahari ke dalam air cukup, tingkat
pemanfaatan nitrat oleh oleh produsen primer biasanya lebih cepat daripada
transpor nitrat ke lapisan permukaan. Oleh karena itu, konsentrasi nitrat di hampir
semua perairan pada lapisan permukaan mendekati nol Grashoff et al., (1983) in
Hutagalung dan Rozak (1997).
Ammonia (NH3) dan garam–garamnya bersifat mudah larut dalam air laut.
Sumber ammonia di perairan adalah hasil pemecahan nitrogen organik (protein
dan Urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan air. Selain itu,
sumber ammonia dapat berasal dari dekomposisi bahan organik (biota akuatik
yang telah mati) yang dilakukan oleh mikroba dan jamur dikenal dengan istilah
ammonifikasi. Ammonia dapat bersifat toksik bagi organisme akuatik.
Persentase ammonia bebas meningkat dengan meningkatnya pH dan suhu
perairan. Toksisitas ammonia terhadap organisme akuatik meningkat dengan
penurunan kadar oksigen terlarut, pH dan suhu (Effendi, 2003). Konsentrasi
ammonia di perairan laut menunjukkan variasi yang tinggi dan dapat berubah
dengan cepat. Seringkali bentuk kelimpahan tertinggi dari nitrogen anorganik
pada lapisan permukaan setelah periode produktivitas yaitu ketika fitoplankton
berkembang melepaskan bagian yang terbesar dari nitrat dan fosfat. Pada proses
asimilasi oleh fitoplankton, ammonia digunakan untuk sintesa protein.
5. Fosfor
Unsur fosfor merupakan salah satu unsur esensial bagi pembentukan protein
dan metabolisme sel organisme. Fosfat merupakan salah satu zat hara yang
diperlukan dan mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan
hidup organisme di laut (Nybakken, 1992). Fosfat yang terdapat dalam air laut
baik terlarut maupun tersuspensi keduanya berada dalam bentuk anorganik dan
organik. Senyawa fosfat anorganik yang terkandung dalam air laut umumnya
berada dalam bentuk ion (orto) asam fosfat, H3PO4, kira–kira 10 % dari fosfat
anorganik terdapat sebagai ion PO43- dan sebagian besar (90 %) dalam bentuk
HPO42- (Hutagalung dan Rozak, 1997).
Fosfor yang diserap oleh organisme tumbuhan adalah dalam bentuk
orthofosfat. Sumber fosfor dalam perairan dapat berasal dari udara, pelapukan
batuan, dekomposisi bahan organik, pupuk buatan (limbah pertanian), limbah
industri, limbah rumah tangga dan mineral-mineral fosfat (Saeni, 1989). Fosfor
sering dianggap sebagai faktor pembatas, hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa
fosfor sangat diperlukan dalam transfer energi.
Berdasarkan uraian di atas, siklus fosfor di laut dapat dilihat seperti dalam
Gambar 3.
Gambar 3. Siklus fosfor di laut (Millero dan Sohn, 1992)
Berdasarkan siklus fosfor di laut (Gambar 3), Millero dan Sohn (1992)
menggambarkan bahwa keberadaan berbagai bentuk fosfat di laut dikendalikan
oleh proses biologi dan fisika. Pemanfaatan fosfat oleh fitoplankton terjadi
selama proses fotosintesis. Ketika fitoplankton mati, fosfor organik dengan cepat
berubah menjadi fosfat. Banyak fitoplankton dimakan oleh zooplankton yang
dalam prosesnya menghasilkan fosfat. Hidrolisis fosfor organik terjadi dengan
cepat melalui proses fosforilases. Proses dekomposisi fitoplankton yang mati juga
berperan dengan bantuan bakteri untuk menghasilkan fosfor anorganik. Bentuk
polifosfat di daerah pantai dan sungai banyak yang berasal dari deterjen dan jika
mengalami degradasi akan menghasilkan ortofosfat.
Menurut Hutagalung dan Rozak (1997) secara umum kandungan fosfat
meningkat terhadap kedalaman. Kandungan fosfat yang rendah dijumpai di
permukaan dan kandungan fosfat yang lebih tinggi dijumpai pada perairan yang
lebih dalam. Keberadaan unsur hara di suatu lokasi perairan merupakan
kontribusi kompleks yang bersumber dari proses upwelling, transportasi
horizontal massa air (arus permukaan), suplai dari sistem sungai (daratan) dan
proses kehidupan dalam perairan tersebut (Sanusi, 1994). Sehubungan dengan
kebutuhan bagi pertumbuhan fitoplankton, kisaran ortofosfat yang optimum
adalah 0,09–1,80 ppm. Mackentum (1969) in Basmi (1999) senyawa ortofosfat
merupakan faktor pembatas bila kadarnya di bawah 0,004 ppm, sementara pada
kadar lebih dari 1,0 ppm PO4-P dapat menimbulkan blooming. Berdasarkan
klasifikasi kesuburan yang disajikan pada Tabel 1, menunjukkan bahwa
konsentrasi fosfat yang optimum terdapat di perairan dengan tingkat kesuburan
yang sedang hingga tinggi.
Tabel 1. Klasifikasi kesuburan perairan berdasarkan kandungan PO4-P (Yoshimura, 1969 in Sanusi, 1994)
Kisaran Nilai PO4-P (ppm ) Tingkat Kesuburan 0,000 – 0,020 Rendah
0,021 – 0,050 Sedang
0,051 – 0,100 Tinggi
> 0,201 Sangat tinggi
6. Salinitas
Salinitas adalah jumlah gram garam terlarut dalam satu kilogram air laut dan
dinyatakan dalam satuan perseribu (Nybakken, 1992). Selanjutnya dinyatakan
bahwa dalam air laut terlarut bermacam-macam garam terutama natrium klorida.
Selain itu terdapat pula garam-garam magnesium, kalsium, kalium dan sebagainya
(Nontji, 1987). Sebaran salinitas di laut di pengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain pola sirkulasi, penguapan, curah hujan dan aliran sungai.
Pada bulan Februari arus musim barat bergerak dari Laut China Selatan
menuju Laut Jawa dan Flores. Pada bulan Agustus situasi ini berbalik dengan
berkembangnya musim timur. Saat itu adalah musim kemarau di bagian barat
Indonesia hingga pengenceran di Paparan Sunda terjadi lebih sedikit. Air
bersalinitas tinggi berbalik arah, kini mengalir dari timur mendorong air
bersalinitas rendah kembali ke barat. Akibat isohaline 33 ‰ menyusup masuk
sampai ke pertengahan Laut Jawa kira-kira sampai di utara Semarang (Nontji,
1987). Salinitas laut terbuka umumnya hanya berkisar antara 33 ‰ hingga 37 ‰
tergantung dari seberapa besar proses evaporasi dan curah hujan yang terjadi
(Royce,1973).
7. Derajat Keasaman (pH)
Nilai pH merupakan hasil pengukuran aktivitas ion hidrogen dalam perairan
dan menunjukkan keseimbangan antara asam dan basa air. Karbonat, hidroksida
dan bikarbonat akan meningkatkan kebasaan air, sementara adanya asam-asam
mineral bebas dan asam bikarbonat meningkatkan keasaman (Saeni,1989).
Nilai pH ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain aktivitas biologis
misalnya fotosintesis dan respirasi organisme, suhu dan keberadaan ion-ion dalam
perairan tersebut (Pescod, 1973). Perubahan nilai pH air laut (asam atau basa)
akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan aktivitas biologis. Keberadaan
unsur hara di laut secara tidak langsung dapat dipengaruhi oleh perubahan nilai
pH. Jika nilai pH di laut bersifat asam berarti kandungan oksigen terlarut rendah.
Hal ini akan mempengaruhi kegiatan mikroorganisme dalam proses dekomposisi
bahan organik. Salah satunya terjadi proses denitrifikasi yaitu proses
mikrobiologi dimana ion nitrat dan nitrit diubah menjadi molekul nitrogen (N2).
Produksi akhir dari proses tersebut akan menghasilkan gas inert yang tidak dapat
dipakai secara langsung. Akibatnya kandungan unsur hara yang dapat
dimanfaatkan akan menurun. pH di perairan laut umumnya berkisar antara 8.1-
8.3 pada lapisan permukaan. Pada perairan yang lebih dalam dimana kandungan
oksigen lebih rendah, nilai pH umumnya 7.5, dan di lapisan dasar yang stagnan
serta ditemui adanya gas H2S nilai pH biasanya • 7.0.
8. DO (Dissolved Oxygen)
DO menunjukkan banyaknya oksigen terlarut yang terdapat di dalam air
yang dinyatakan dalam ppm. Oksigen di perairan berasal dari proses fotosintesis
dari fitoplankton atau jenis timbuhan air, dan melalui proses difusi dari udara
(APHA,1989). Senyawaan oksigen di air terdapat dalam dua bentuk ; yaitu terikat
dengan unsur lain (NO3-, NO2
-, PO4-,CO2,CO3
-, dll) dan dalam bentuk senyawa
bebas (O2). Kadar oksigen terlarut dalam perairan alami tergantung pada suhu,
salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer (Effendi, 2003). Kadar oksigen
terlarut juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman tergantung pada
pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) masa air, aktifitas fotosintesis,
respirasi dan limbah (effluent) yang masuk kedalam badan air. Penurunan DO di
air dapat terjadi karena suhu yang tinggi, proses respirasi, masukan bahan organik,
proses dekomposisi serta tingginya salinitas. Penurunan oksigen terlarut dalam
air dapat disebabkan karena suhu yang tinggi, proses respirasi, masukan bahan
organik, proses dekomposisi serta tingginya salinitas. Kelarutan oksigen dan gas-
gas lainnya juga berkurang dengan meningkatnya salinitas sehingga kadar oksigen
di laut cenderung lebih rendah daripada kadar oksigen di perairan tawar (Effendi,
2003).
Oksigen sangat penting bagi hampir seluruh kehidupan organisme, sehingga
keberadaanya sangat membatasi distribusi dari berbagai jenis tumbuhan dan
hewan. Berkurangnya kadar oksigen di perairan disebabkan oleh beberapa hal
yaitu ; pertama proses respirasi dari jenis tumbuhan, hewan dan bakteri di semua
kolom perairan. Kedua perpindahan oksigen dari permukaan air yang kadar
oksigennya lewat jenuh (supersaturasi) ke atmosphere. Ketiga reaksi kimia yang
terjadi dalam air (Royce, 1973).
9. BOD5 (Biological Oxygen Demand)
BOD menunjukkan banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh dekomposer
(bakteri) untuk menguraikan bahan-bahan organik menjadi bahan-bahan
anorganik (dekomposisi aerobik) selama periode waktu tertentu, sehingga BOD
menunjukkan tingkat kebutuhan oksigen untuk proses dekomposisi secara
biologis (Effendi, 2003). Tinggi rendahnya BOD ditentukan oleh suhu, densitas
plankton, keberadaan mikroba serta jenis dan keberadaan bahan organik yang
terdapat dalam perairan.
10. COD (Chemical Oxygen Demand)
COD menggambarkan tingkat kebutuhan oksigen untuk penguraian bahan
oganik baik secara kimiawi maupun biologis atau dalam kata lain menyatakan
jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi semua bahan organik
yang terdapat di perairan menjadi CO2 dan H2O. Seperti halnya BOD, nilai COD
akan meningkat dengan semakin banyaknya bahan organik yang terdapat di
perairan. Dalam hal ini, nilai COD selalu lebih besar dari nilai BOD.
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang
pada bulan Oktober-Desember 2004. Waktu pengambilan sampel air dilakukan
antara pukul 09.00-13.00 WIB pada waktu air surut di perairan kedua pulau
tersebut. Pengambilan sampel air dan plankton dilakukan sekali dalam sebulan
dan bulan Oktober dan November termasuk dalam musim peralihan, sedangkan
bulan Desember merupakan awal musim penghujan (Arinardi et al, 1997).
Analisis fisika dan kimia air dilakukan di Laboratorium Lingkungan Departemen
Teknologi dan Manajemen Akuakultur, Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Sedangkan analisis plankton, dilakukan di Laboratorium
Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
B. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan untuk pengambilan sampel plankton antara
lain: ember volume 10 liter, botol sampel 30 ml, plankton net ukuran 45µm dan 3-
5 tetes Lugol sebagai pengawet. Identifikasi sampel plankton dilakukan dengan
menggunakan mikroskop dan Sedgewick Rafter Cell (volume 1ml) dengan metode
penyapuan dan buku identifikasi plankton dari Yamaji (1966) baik untuk sampel
fitoplankton maupun zooplankton.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah Kemmerer water sampler,
DO meter model TOA DO-20A dengan tingkat ketelitian 0.01 mg/l, secchi disk
diameter 20 cm, turbidimeter model CORONA OT-11, spektrofotometer model
MILTON ROY SPECTRONIC 20D, hand refraktometer model ATAGO tipe
8803, botol sampel volume 500 ml, pH meter model TOA HM-11p dengan
tingkat ketelitian 0.01, thermometer Hg, GPS (Global Positioning System), Ice
Box dan peralatan lain untuk analisis kualitas air. Pengukuran parameter fisika-
kimia perairan dilakukan pada dua tempat, yaitu lapang (in-situ) dan di
laboratorium (ex-situ). Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini
diantaranya adalah es (pendingin sampel), H2SO4 dan bahan-bahan lain yang
digunakan untuk analisa kualitas air.
C. Metode Penelitian
1. Penentuan Lokasi Pengambilan Contoh
Pengambilan sampel air dilakukan di enam stasiun yang dibedakan
berdasarkan karakteristik masing-masing stasiun. Stasiun pengamatan tersebut
meliputi :
Stasiun pengamatan Pulau Pramuka:
• Stasiun 1 : Daerah dengan karakteristik pelabuhan
• Stasiun 2 : Daerah dengan karakteristik perairan terbuka.
• Stasiun 3 : Daerah dengan karakteristik dekat pemukiman penduduk.
• Stasiun 4 : Daerah dengan karakteristik lamun
• Stasiun 5 : Daerah dengan karakteristik tempat budidaya (bandeng)
• Stasiun 6 : Daerah dengan karakteristik tempat penanaman mangrove.
Stasiun pengamatan Pulau Panggang :
• Stasiun 1 : Daerah dengan karakteristik pelabuhan
• Stasiun 2 : Daerah dengan karakteristik dekat pemukiman penduduk.
• Stasiun 3 : Daerah dengan karakteristik bekas pelabuhan
• Stasiun 4 : Daerah dengan karakteristik lamun
• Stasiun 5 : Daerah dengan karakteristik budidaya
• Stasiun 6 : Daerah dengan karakteristik pangkalan perahu.
Letak dan posisi stasiun penelitian tersebut dapat dilihat dalam Gambar 4.
Gambar 4. Lokasi dan stasiun penelitian (Awaludin, 2002).
2. Parameter Fisika-Kimia
Parameter fisika kimia perairan yang dianalisis terdiri dari 12 parameter.
Parameter fisika kimia dianalisis secara insitu dan exsitu seperti yang terlihat
dalam Tabel 2. Analisis secara exsitu dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan
Departemen Teknologi dan Manajemen Akuakultur, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan berupa analisis contoh air. Pengukuran parameter suhu menggunakan
termometer Hg, parameter salinitas diukur dengan menggunakan hand
refraktometer, parameter pH diukur dengan pH meter, kecerahan perairan diukur
dengan menggunakan secchi disk dengan diameter 20 cm, dan oksigen terlarut
diukur dengan alat DO meter.
Contoh air diperoleh dengan mengambil pada kedalaman sampai 50 cm dari
permukaan perairan sebanyak 1200 ml dengan menggunakan Kemmerer water
sampler sebanyak satu kali untuk masing-masing stasiun pengamatan. Contoh air
yang sudah diambil kemudian dimasukan kedalam botol sampel ukuran 500 ml
dan diawetkan dengan menggunakan H2SO4 pekat sebanyak 0,5 ml atau sekitar 10
tetes sampai pH 2 untuk analisis parameter nitrat dan COD, sedangkan untuk
parameter nitrit, ammonia, ortofosfat, diawetkan dengan HgCl sebanyak 0,5 ml
(10 tetes). Selanjutnya air sampel dimasukan kedalam ice box kemudian dibawa
ke laboratorium dan disimpan di dalam freezer untuk di analisis. Waktu dari
pengambilan sampel sampai dianalisis kurang lebih 24 jam, sebelum dianalisis
sampel air setelah dikeluarkan dari freezer kemudian dibiarkan terlebih dahulu
sampai kondisi suhunya normal pada suhu kamar antara 26-28 •C . Parameter
kekeruhan diukur dengan menggunakan turbidimeter, parameter BOD dan COD
dilakukan secara titrasi, sedangkan untuk parameter nitrat, nitrit, ammonia, dan
ortofosfat dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang
masing-masing untuk parameter nitrat, nitrit, ammonia, dan ortofosfat sebesar 410
nm, 543 nm, 640 nm, dan 880 nm.
3. Parameter Biologi
Parameter biologi yang dianalisis adalah fitoplankton dan zooplankton.
Sampel fitoplankton diambil dengan cara menyaring air lapisan permukaan
sebanyak 100 liter dengan menggunakan ember volume 10 liter. Sampel tersebut
disaring menggunakan plankton net dengan ukuran 45 µm, air sampel yang
tersaring dimasukan dalam botol sampel volume 30 ml dan diawetkan dengan
menggunakan pengawet Lugol sebanyak 3-5 tetes. Saat analisis, diambil
sebanyak 1 ml menggunakan pipet dan diamati dengan menggunakan Sedgewick
Rafter Cell (volume 1ml) dan mikroskop.
D. Pengumpulan Data
Data yang diperoleh adalah data primer hasil pengamatan secara langsung di
lapangan dan hasil analisis di laboratorium, seperti terlihat dalam Tabel 2.
Tabel 2. Parameter fisika dan kimia perairan yang diukur. Parameter Unit Alat Metode Analisis
A. Fisika 1. Suhu •C Termometer Pemuaian Insitu 2. Kecerahan meter Secchi Disk Visual Insitu 3. Kekeruhan NTU Turbidity meter Refraksi cahaya Laboratorium B. Kimia 1. pH - pH meter Visual Insitu 2. Salinitas ‰ Refraktometer Refraksi cahaya Insitu 3. Oksigen Terlarut mg/l DO meter Elektroda Insitu 4. Nitrogen
a. Nitrat mg/l Spektrofotometer Brucine Laboratorium b. Nitrit mg/l Spektrofotometer Indophenol Laboratorium c. Ammonia mg/l Spektrofotometer Sulfanilamide Laboratorium
5. Ortofosfat Spektrofotometer Molybdate ascorbic acid Laboratorium
6. BOD mg/l Titrasi Winkler Laboratorium
7. COD mg/l Titrasi Incubation Reflux Laboratorium
E. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif, yaitu dengan
membandingkan data hasil pengolahan dengan referensi yang ada dan standar
baku mutu air laut bagi peruntukan kegiatan perikanan berdasarkan Kep MENLH
No. 51 Tahun 2004 untuk melihat kondisi perairan secara umum. Hasil
pembandingan tersebut selanjutnya digunakan untuk penarikan kesimpulan
mengenai kondisi kualitatif perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang pada
penelitian.
1. Analisis Kelimpahan
Kelimpahan plankton didefinisikan sebagai jumlah individu atau sel per
satuan volume (dalam m3). Untuk fitoplankton dinyatakan dalam sel/m3,
sedangkan zooplankton dinyatakan dalam ind/m3. Jumlah individu atau sel
plankton dalam 1 m3 air dihitung dengan menggunakan metode penyapuan
sebanyak 2 kali ulangan yaitu sebagai berikut (Basmi, 2000):
N = ni x 1/Vd x Vt/Vs x 1000
Dengan ketentuan :
N = Jumlah total individu atau sel plankton per m3 (ind/m3)
ni = Jumlah individu atau sel spesies ke-i yang tercacah
Vd = Volume air yang disaring (liter)
Vt = Volume air tersaring (30ml)
Vs = Volume sampel di bawah gelas penutup (ml)
1000 = Konversi dalam m3
2. Analisis Keanekaragaman
Indeks keanekaragaman jenis adalah suatu pernyataan atau penggambaran
secara matematik yang melukiskan struktur kehidupan dan dapat mempermudah
menganalisa informasi-informasi tentang jenis dan jumlah organisme.
Penghitungan indeks keanekaragaman fitoplankton dan zooplankton dilakukan
dengan menggunakan Indeks Shannon-Wiener (Basmi, 1999) yaitu :
n
H’ = - ∑∑ pi ln pi; dengan pi = ni/N i = 0
Dengan ketentuan :
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (nits/individu)
ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah total individu
Penggolongan kondisi komunitas biota berdasarkan H’ ( Basmi, 1999) adalah :
H’ < 2,30 = Keanekaragaman kecil dan kestabilan komunitas rendah.
2,30 < H’< 6,91 = Keanekaragaman sedang dan kestabilan komunitas sedang.
H’ > 6,91 = Keanekaragaman tinggi dan kestabilan komunitas tinggi.
3. Analisis Keseragaman
Penyebaran jumlah individu pada masing-masing organisme dapat
ditentukan dengan membandingkan nilai indeks keanekaragaman dengan nilai
maksimumnya. Analisis indeks keseragaman fitoplankton dan zooplankton
menggunakan rumus sebagai berikut (Odum, 1993) :
E = H’/ Hmaks
Keterangan : E = Indeks Keseragaman H’ = Indeks Keanekaragaman Hmaks = ln S S = Jumlah Spesies
Dari perbandingan ini akan didapatkan nilai E antara 0 sampai 1, semakin
kecil nilai E maka semakin kecil juga keseragaman suatu populasi, artinya
penyebaran jumlah individu tiap genus tidak sama dan ada kecenderungan bahwa
suatu genera mendominasi populasi tersebut. Sebaliknya semakin besar nilai E,
maka populasi menunjukkan keseragaman yaitu jumlah individu setiap genus
dapat dikatakan relatif sama, atau tidak jauh berbeda (Odum,1993;Basmi,2000).
4. Analisis Dominansi
Indeks dominansi digunakan untuk melihat ada tidaknya suatu jenis tertentu
yang mendominasi dalam suatu jenis populasi. Perhitungan indeks dominansi
untuk fitoplankton dan zooplankton menggunakan rumus indeks dominansi
Simpson sebagai berikut (Odum, 1993) :
s
C = ∑∑ [ ni/N ]2 i =1
Dengan ketentuan :
C = Indeks dominansi Simpson
ni = Jumlah individu ke-i
N = Jumlah total individu
s = Jumlah jenis
Nilai C berkisar antara 0 dan 1, apabila nilai C mendekati 0 berarti hampir
tidak ada individu yang mendominasi, sedangkan bila C mendekati 1 berarti ada
andividu yang mendominasi populasi (Odum, 1993; Basmi, 1999).
5. Indeks Similaritas Bray Curtis
Untuk mengetahui kesamaan suatu lingkungan berdasarkan kelimpahan
fitoplankton dan zooplankton, digunakan analisa indeks kesamaan Bray-Curtis
(Bray and Curtis in Omori dan Ikeda 1976). Formulanya adalah sebagai berikut :
Ó | Y1j – Y1j |
S = 1 –
Ó Y1j + Y1j
Dimana
S = Indeks kesamaan
Y1j – Y1j = Nilai kelimpahan pd 2 stasiun yang berbeda
6. Indeks Similaritas Canberra
Untuk melihat kesamaan antar stasiun pengamatan berdasarkan parameter
fisika-kimia air, dilakukan pengelompokan menggunakan indeks similaritas
Canberra. Nilai yang diperoleh kemudian dibuat dalam bentuk plot (diagram
daun). Rumus yang digunakan sebagai berikut (Lance and Williams in Clifford
and Stephenson, 1975):
Keterangan: I C = Nilai kesamaan indeks Canberra
xi = Nilai parameter fisika-kimia air stasiun 1
yi = Nilai parameter fisika-kimia air stasiun yang lain
s = Jumlah parameter yang diperbandingkan
Dalam mengolah dan menganalisis dengan indeks Canberra dan Bray Curtis
menggunakan software produksi Laboratorium Model dan Simulasi, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Pengelompokan data dengan mencari nilai korelasi
antar stasiun, nilai korelasi antar stasiun tersebut selanjutnya disusun dalam
sebuah matriks yang disebut dengan Matriks Similaritas Canberra. Nilai korelasi
antar stasiun kemudian disajikan dalam bentuk dendrogram, garis similaritas yang
digambar terlebih dahulu adalah stasiun-stasiun dengan nilai korelasi yang paling
tinggi dan dilanjutkan sampai dengan stasiun dengan nilai korelasi paling rendah.
Setelah semua stasiun diplotkan akan terbentuk sebuah kelompok besar yang
terdiri dari kelompok kecil dengan tingkat similaritas yang berbeda. Untuk
menentukan taraf kesamaan yang akan memotong kelompok besar pada nilai
tertentu, dengan cara mencari nilai rata-rata similaritas untuk semua stasiun
∑ +−−= )(
)(11 yixi
yixi
sIc
pengamatan. Jumlah pengelompokan stasiun yang terbentuk ditunjukkan dengan
banyaknya garis yang terpotong oleh garis similaritas rata-rata.
7. Analisis Regresi Sederhana
Regresi linier sederhana digunakan untuk melihat hubungan antara
kelimpahan fitoplankton dengan keberadaan nutrien dan antara kelimpahan
zooplankton dengan beberapa parameter fisika-kimia perairan. Hubungan
tersebut yaitu antara kelimpahan fitoplankton dengan NO3-N, kelimpahan
fitoplankton dengan NO2-N, kelimpahan fitoplankton dengan NH3-N, kelimpahan
fitoplankton dengan PO4-P, kelimpahan fitoplankton dengan kekeruhan,
kelimpahan fitoplankton dengan suhu, kelimpahan zooplankton dengan suhu, dan
antara kelimpahan zooplankton dengan kekeruhan. Secara statistik hubungan
yang umum digunakan adalah sebagai berikut (Steel and Torrie, 1991)
Y = âo + â1 X Hipotesis
Ho : â = 0
H1 : â # 0
Dengan kaidah keputusan :
Fhit > Ftabel maka tolak Ho : ada pengaruh fisika-kimia perairan terhadap
kelimpahan plankton
Fhit < Ftabel maka gagal tolak Ho : tidak ada pengaruh fisika-kimia terhadap
kelimpahan plankton
Dengan asumsi bahwa data yang diambil mewakili satu bulan atau dianggap
homogen.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Perairan
Hasil pengukuran parameter fisika-kimia di perairan Pulau Pramuka selama
pengamatan, disajikan dalam Tabel 3 sebagai berikut :
Tabel 3. Kisaran nilai parameter fisika, kimia di perairan Pulau Pramuka selama pengamatan.
Oktober November Desember
Satuan Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata
Suhu oC 29,0 - 30,5 29,833 29,5 - 31,0 30,583 29,0 - 30,5 29,667
Salinitas o/oo 34 - 35 34,167 34 - 35 34,5 33 - 33,5 33,083
Kecerahan m 1,0 - 2,7 1,633 1,0 - 3,1 1,9 1,0 - 3,2 1,967
Kekeruhan NTU 3,07 - 3,86 3,422 0,15 - 0,50 0,367 0,2 - 0,55 0,442
pH 7,25 - 8,20 7,78 8 8 7,00 - 7,02 7,007
DO mg/l 7,14 - 8,38 7,658 6,03 - 10,95 8,225 5,85 - 6,90 6,173
N-Nitrat mg/l 0,595 - 0,780 0,69 0,763 - 1,189 1,024 0,556 - 1,113 0,809
N-Nitrit mg/l 0 014 - 0 065 0,028 0,002 - 0,005 0,003 0,018 - 0,024 0,02
N-Amonia mg/l 0 015 - 0 024 0,017 0,001 - 0,011 0,005 0,007 - 0,037 0,025
Orthofosfat mg/l 0 003 - 0,042 0,021 0,003 - 0,036 0,015 0,003 - 0,031 0,014
BOD5 mg/l 0,34 - 0,79 0,548 0,70 - 2,86 1,857 2,09 - 3,28 2,553
COD mg/l 46,91 - 52,34 50,222 29,88 - 54,99 48,075 43,65 - 45,63 45,217
Sedangkan hasil pengukuran parameter fisika-kimia di perairan Pulau
Panggang selama pengamatan, disajikan dalam Tabel 4 sebagai berikut :
Tabel 4. Kisaran nilai parameter fisika, kimia di perairan Pulau Panggang selama
pengamatan.
Oktober November Desember
Satuan Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata
Suhu oC 29,0 - 31 29,917 30 - 31 31 29 - 30 29,25
Salinitas o/oo 33 - 34 34 33,5 - 34 33,917 32,5 - 33 32,917
Kecerahan m 1,0 - 2,7 1,883 1,3 - 2,7 1,883 1,4 - 2,7 2,033
Kekeruhan NTU 3 16 - 3,86 3,515 3,33 - 3,86 3,518 0,10 - 0,70 0,367
pH 8 8 8 8 6,98 - 7,02 7,075
DO mg/l 6,39 - 7,58 6,94 7,13 - 9,86 8,017 4,35 - 6,56 5,183
N-Nitrat mg/l 0,598 - 0,763 0,682 0,83 - 1,075 0,964 0,563 - 0,908 0,748
N-Nitrit mg/l 0,023 - 0,097 0,055 0,001 - 0,003 0,002 0,021 - 0,026 0,023
N-Amonia mg/l 0,007 - 0,014 0,01 0,001 - 0,006 0,004 0,022 - 0,067 0,04
Orthofosfat mg/l 0,055 - 0,073 0,062 0,055 - 0,086 0,064 0,082 - 0,125 0,096
BOD5 mg/l 0,73 - 1,69 1,073 1,59 - 6,59 2,393 2,59 - 3,01 2,83
COD mg/l 46,91 - 58,23 50,957 49,8 - 58,17 51,66 47,62 - 48,61 48,195
Berdasarkan hasil pengamatan parameter fisika dan kimia di perairan Pulau
Pramuka dan Pulau Panggang pada bulan Oktober, November dan Desember 2004
sebaran horizontal suhu permukaan air laut menunjukkan penyebaran yang
cenderung homogen. Suhu yang terukur merupakan kisaran optimal untuk
pertumbuhan plankton. Variasi suhu yang terukur selama pengamatan sangat
dipengaruhi suhu udara di atasnya dan perbedaan intensitas cahaya matahari pada
saat pengukuran. Selain itu, suhu air dipengaruhi juga oleh kondisi iklim dan
cuaca saat pengamatan. Pada pengamatan bulan Oktober dan bulan November
merupakan musim peralihan dengan suhu yang tidak menentu atau cenderung
tidak stabil. Sedangkan pada bulan Desember merupakan awal dari musim barat
(Desember–Februari) dimana suhu turun mencapai minimum dan bertepatan pula
dengan adanya angin yang kuat dan curah hujan yang tinggi (Nontji,1987).
Diduga karena hal itu, nilai suhu permukaan pada bulan Desember lebih rendah
dibandingkan dengan bulan Oktober dan November. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Effendi (2003) yang menyatakan bahwa suhu suatu badan perairan
dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan air laut, lama
penyinaran matahari, sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran serta kedalaman
perairan. Kondisi curah hujan selama pengamatan menunjukkan kisaran yang
normal. Pada pengamatan bulan Oktober berkisar antara 154–185 mm, bulan
November berkisar antara 218–250 mm dan bulan Desember berkisar antara 250–
283 mm (www.lapanrs.com).
Secara umum nilai salinitas pada pengamatan bulan Oktober, November dan
Desember 2004 baik di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang tidak ada
perbedaan yang mencolok. Dari tabel dapat dilihat bahwa pada pengamatan bulan
Oktober dan November memiliki nilai salinitas yang berkisar antara 34 o/oo– 35o/oo
sedangkan pada bulan Desember berkisar antara 32,5 o/oo–33,5 o/oo. Adanya
perbedaan tersebut diduga karena adanya perbedaan musim dimana pada bulan
Desember terjadi musim barat dengan curah hujan yang tinggi sehingga terjadi
pengenceran perairan yang menyebabkan turunnya nilai salinitas di perairan Pulau
Pramuka dan Pulau Panggang. Nilai salinitas yang terukur masih dalam kisaran
yang baik untuk pertumbuhan plankton. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) yang menyatakan bahwa salinitas optimal bagi
plankton adalah antara 20-35 o/oo. Nilai pH air laut pada setiap pengamatan tidak
mempunyai perbedaan yang terlalu mencolok dimana pH perairan di Pulau
Pramuka dan Pulau Panggang berkisar antara 7–8. Nilai pH tersebut masih dapat
ditoleransi untuk pertumbuhan biota khususnya plankton. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Nybakken (1992) yang menyatakan bahwa perairan dengan nilai pH
yang bervariasi antara 7–8 masih dapat ditoleransi sebagian besar biota perairan.
Kecerahan sangat penting bagi perairan karena berkaitan dengan proses
berlangsungnya produktifitas primer melalui fotosintesis fitoplankton. Nilai rata-
rata kecerahan tertinggi ditemukan pada pengamatan bulan Desember baik di
perairan Pulau Pramuka maupun perairan Pulau Panggang. Hal ini diduga karena
pengaruh cuaca dan waktu pengukuran. Kecerahan sangat dipengaruhi oleh
keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan tersuspensi (Effendi,
2003). Perairan di sekitar Pulau Pramuka dan Pulau Panggang memiliki
kedalaman yang variatif namun relatif dangkal. Kedalaman perairan di stasiun
pengamatan di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang berkisar antara 1 sampai 23
meter dengan tingkat kecerahan 1–12,5 meter. Sementara hasil penelitian
sebelumnya menunjukkan kisaran nilai kecerahan antara 3,25–16,15 meter (Dinas
Peternakan Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta, 2002 in Nirmala 2003).
Perbedaan hasil penelitian ini disebabkan karena perbedaan aktifitas dan stasiun
pengamatan sehingga nilai yang diperoleh tidak sama. Kep. MENLH no. 51
tahun 2004 menetapkan batas kecerahan untuk perairan dengan ekosistem
terumbu karang adalah >5 meter dan >3 meter untuk ekosistem lamun. Nilai
kecerahan yang tinggi dapat menunjang terjadinya produktifitas primer yang
optimal karena sangat berkaitan erat dengan laju fotosintesis fitoplankton yang
merupakan komponen dasar rantai makanan.
Nilai kekeruhan yang didapat dari hasil pengamatan selama bulan Oktober,
November dan Desember 2004 di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang
berkisar antara 0,1–3,86 NTU. Sementara hasil pengamatan sebelumnya berkisar
antara 0,5–10,5 NTU (Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta,
2002 in Nirmala 2003). Nilai kekeruhan terbesar terdapat pada pengamatan bulan
Oktober di perairan Pulau Pramuka dan pengamatan bulan Oktober dan
November di perairan Pulau Panggang. Kep MENLH no. 51 tahun 2004
menetapkan ambang batas nilai kekeruhan bagi biota laut adalah <5 NTU. Dari
data yang didapat menunjukkan bahwa nilai kekeruhan dari semua stasiun
pengamatan berada dalam kisaran yang masih normal dan sangat baik untuk
menunjang proses kehidupan biota di dalamnya. Nilai kekeruhan yang tinggi
akan mengakibatkan terganggunya proses fisiologis hewan air seperti penglihatan,
pernafasan. Disamping itu nilai kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan
berkurangnya penetrasi cahaya kedalam perairan sehingga menghambat laju
fotosintesis oleh fitoplankton.
Nilai oksigen terlarut selama pengamatan di Pulau Pramuka masing-masing
berkisar antara 7,14 mg/l–8,38 mg/l; 6,030 mg/l –10,95 mg/l dan 5,85 mg/l–6,90
mg/l (Tabel 3). Sedangkan di Pulau Panggang berkisar antara 6,39 mg/l –7,58
mg/l ; 7,13 mg/l –9,89 mg/l dan 4,35 mg/l–6,56 mg/l (Tabel 4). Nilai rata-rata
oksigen terlarut tertinggi adalah 10,99 mg/l pada pengamatan bulan November di
perairan Pulau Pramuka dan nilai rata-rata oksigen terlarut terendah yaitu 5,184
mg/l pada pengamatan bulan Desember di perairan Pulau Panggang. Hal tersebut
sesuai dengan pernyataan Effendi (2003) bahwa sumber utama oksigen dalam
perairan adalah dari proses fotosintesis. Semakin subur suatu perairan akan
semakin banyak fitoplankton yang hidup di dalamnya dan akhirnya akan
meningkatkan pasokan oksigen terlarut dalam air. Adanya kandungan oksigen
terlarut rendah disebabkan karena aktifitas respirasi yang lebih tinggi daripada
fotosintesis. Selain itu nilai yang rendah tersebut diduga karena tingginya
aktifitas respirasi oleh organisme air dan adanya proses dekomposisi aerob oleh
bakteri. Hal ini sesuai dengan tingginya nilai BOD yang didapat pada
pengamatan bulan Desember baik di perairan Pulau Panggang dan Pulau Pramuka
yang lebih tinggi dibandingkan pada pengamatan bulan lain. Begitu pula dengan
nilai saturasi oksigen pada pengamatan bulan Desember yang mempunyai nilai
under saturation, seperti terlihat dalam Tabel 5.
Tabel 5. Persen saturasi oksigen di perairan Pulau Pramuka Oktober November Desember
Stasiun Suhu DO % saturasi Suhu DO % saturasi Suhu DO % saturasi
1 30 7,14 94,48 30 6,2 82,01 29,5 6,19 81,18
2 30 8,08 106,88 30 6,03 79,76 29 5,87 76,33
3 30,5 8,36 109,64 29.5 7,62 99,93 30 6,06 80,16
4 29,5 7,46 97,84 32 10,95 150 30 5,85 77,38
5 30 7,42 98,15 31 8,38 112,79 29 6,17 80,24
6 29 7,47 97,14 31 10,17 136,88 30 6,9 91,27
Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa tingkat saturasi oksigen di perairan Pulau
Pramuka memiliki nilai rata-rata yang under saturation (dibawah 100%) kecuali
pada stasiun 1 dan 2 bulan Oktober, stasiun 5 dan 6 bulan November yang
mempunyai nilai oksigen yang over saturation (diatas 100%). Tidak ditemukan
nilai oksigen yang dalam tingkat saturation atau jenuh (nilai 100%), hal ini
menunjukkan bahwa masih terjadi proses difusi dalam mencapai kesetimbangan
antara di perairan dengan di atmosfer seperti terlihat dalam Tabel 6.
Tabel 6. Persen saturasi oksigen di perairan Pulau Panggang
Oktober November Desember
Stasiun Suhu DO % saturasi Suhu DO % saturasi Suhu DO % saturasi
1 29 6.39 83.09 30 7.19 95.11 29.5 4.87 63.87
2 30 6.49 85.85 32 9.86 135.07 29 6.56 85.31
3 29 7.58 98.57 31 8.16 109.83 29 4.35 56.57
4 30 7.38 97.62 32 7.17 98.22 30 5.16 68.25
5 31 6.88 92.59 31 8.59 113.62 29 5.15 66.97
6 30 6.92 91.53 30 7.13 94.31 29 5.01 65.15
Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa tingkat saturasi oksigen di perairan Pulau
Panggang memiliki nilai rata-rata yang under saturation (dibawah 100%) kecuali
pada stasiun 2, 3 dan 5 bulan November yang mempunyai nilai oksigen yang over
saturation (diatas 100%). Tidak ditemukan nilai oksigen yang dalam tingkat
saturation atau jenuh (nilai 100%), hal ini menunjukkan bahwa masih terjadi
proses difusi dalam mencapai kesetimbangan antara di perairan dengan di
atmosfer (Effendi, 2003).
Dari hasil pengamatan selama bulan Oktober, November dan Desember
2004, nilai NO3-N di perairan Pulau Pramuka memiliki kisaran antara 0,595 mg/l–
0,780 mg/l; 0,763 mg/l–1,189 mg/l dan 0 556 mg/l–1,113 mg/l. Sedangkan nilai
NO3-N di perairan Pulau Panggang berkisar antara 0,574 mg/l–0,780 mg/l; 0,72
mg/l–1,151 mg/l dan 0,563 mg/l–0,908 mg/l. Secara umum nilai NO3-N yang
terukur selama pengamatan relatif mencukupi karena nilai rata-rata NO3-N untuk
setiap stasiun pengamatan lebih dari 0.144 mg/l yang merupakan faktor pembatas
bagi pertumbuhan organisme nabati perairan. Kandungan NO2-N dari hasil
pengukuran di Pulau Pramuka berkisar antara 0,005 mg/l-0,065 mg/l; 0,002 mg/l–
0,005 mg/l dan 0,018 mg/l–0,024 mg/l. Sedangkan di perairan Pulau Panggang
berkisar antara 0,023 mg/l–0,097 mg/l; 0,001 mg/l-0 003 mg/l dan 0,021 mg/l–
0,026 mg/l. Dari kisaran nilai tersebut dapat dilihat bahwa kandugan NO2-N di
Pulau Pramuka dan Pulau Panggang tidak berbahaya bagi organisme air karena
kandungannya tergolong rendah. Kadar NO2-N melebihi 0,5 mg/l dapat bersifat
toksik bagi organisme perairan yang sangat sensitif (Effendi, 2003). Hasil
pengukuran NH3-N di Pulau Pramuka selama pengamatan memiliki nilai yang
berkisar antara 0,015 mg/l–0,024 mg/l; 0,001 mg/l–0,011 mg/l dan 0,018 mg/l–
0,024 mg/l. Sedangkan di Pulau Panggang memiliki nilai yang berkisar antara
0,007 mg/l–0,014 mg/l; 0,001 mg/l–0,016 mg/l dan 0,022 mg/l–0,067 mg/l.
Amonia berasal dari dekomposisi bahan organik melalui proses amonifikasi
(Goldman dan Horne, 1983). Sedangkan menurut Effendi (2003) proses autolisis
atau pecahnya sel dan ekskresi ammonia oleh zooplankton juga dapat berperan
sebagai sumber ammonia di perairan.
Hasil pengamatan di Pulau Pramuka menunjukkan nilai ortofosfat yang
berkisar antara 0,003 mg/l–0,042 mg/l; 0,003 mg/l–0,036 mg/l dan 0,003 mg/l–
0,031 mg/l. Sedangkan nilai ortofosfat di perairan Pulau Panggang berkisar antara
0,0551 mg/l–0,073 mg/l; 0,055 mg/l–0,086 mg/l dan 0,085 mg/l–0,124 mg/l.
Menurut Mackentum (1969) in Basmi (1999) bila kadar fosfat dalam air rendah
(<0,02 mg/l) maka pertumbuhan plankton akan terhambat. Kep MENLH No.51
tahun 2004 menetapkan ambang batas kandungan ortofosfat untuk kehidupan
biota laut sebesar 0,015 mg/l. Hal ini berarti nilai yang didapat menunjukkan
bahwa nilai tersebut masih dapat atau masih memenuhi untuk kehidupan biota
laut.
Nilai BOD selama pengamatan di perairan Pulau Pramuka menunjukkan
kisaran 0,34 – 3,28 mg/l. Nilai rata-rata tertinggi baik di perairan Pulau Panggang
dan Pulau Pramuka pada pegamatan bulan Desember dan nilai terendah didapat
pada pengamatan bulan Oktober. Kep MENLH No.51 tahun 2004 menetapkan
ambang batas maksimum kandungan BOD bagi kehidupan laut adalah 20 mg/l.
Dari sudut pandang tersebut, terlihat bahwa kondisi perairan di Pulau Pramuka
dan Pulau Panggang masih dalam kondisi yang baik bagi kehidupan biota laut.
Nilai COD yang didapat dari hasil pengamatan di perairan Pulau Pramuka
berkisar antara 29,88–52,34 mg/l. Nilai tertinggi didapat pada pengamatan bulan
Oktober dan nilai terendah didapat pada pengamatan bulan November. Sedangkan
nilai COD di perairan Pulau Panggang berkisar antara 47,62–58,23 mg/l. Nilai
tertinggi didapat pada pengamatan bulan November dan nilai terendah didapat
pada pengamatan bulan Desember. Relatif tingginya nilai COD manunjukkan
bahwa bahan organik yang ada di perairan lebih banyak dalam bentuk yang sukar
didegradasi secara biologis. Dalam Kep MENLH No.51 tahun 2004 tidak
disebutkan nilai baku mutu untuk COD namun demikian nilai COD yang terlalu
tinggi tidak baik untuk kehidupan biota laut khususnya plankton karena akan
banyak oksigen yang digunakan dalam menguraikan bahan organik tersebut.
Nilai COD di perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l
sedangkan di perairan tercemar dapat lebih dari 200 mg/l (Effendi, 2003).
B. Struktur Komunitas Plankton Kelimpahan dan Komposisi
Komposisi fitoplankton yang dijumpai di perairan Pulau Pramuka dan Pulau
Panggang pada pengamatan bulan Oktober, November dan Desember 2004 terdiri
dari 3 kelas yaitu Bacillariophyceae (25 jenis), Dinophyceae (5 jenis) dan
Cyanophyceae (1 jenis). Sedangkan komposisi zooplankton yang dijumpai terdiri
dari 5 kelas yaitu Ciliata (4 jenis), Crustacea (4 jenis), Sagittoidea (1 jenis),
Sarcodina (1 jenis) dan Polychaeta (1 jenis). Pada setiap pengamatan, kelas
Baciilariophyceae yang sering dijumpai memiliki kelimpahan yang relatif tinggi
adalah Nitzschia sp. dan Fragillaria sp. Dari kelas Dinophyceae yang sering
dijumpai adalah dari jenis Peridinium sp. dan dari kelas Cyanophyceae yang
sering dijumpai adalah dari jenis Tricodesmium sp. Sedangkan untuk zooplankton
dari semua jenis ditemukan merata di tiap kelasnya seperti yang terlihat dalam
Tabel 7.
Tabel 7. Kelimpahan fitoplankton (sel/m3) pada masing-masing stasiun di perairan Pulau Pramuka
Oktober November Desember
Stasiun Jumlah Jenis Kelimpahan
Jumlah Jenis Kelimpahan
Jumlah Jenis Kelimpahan
1 15 17100 20 74700 14 104400
2 17 305100 10 51900 16 137700
3 17 65700 17 116400 16 180600
4 12 70200 12 27000 9 51300
5 20 46500 17 21000 14 40500
6 17 102600 14 64500 12 90900
Hasil uji F kelimpahan fitoplankton di perairan Pulau Pramuka
menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antar stasiun pengamatan dan juga
antar waktu pengamatan. Hal ini diduga karena kelimpahan fitoplankton setiap
stasiun dan waktu pengamatan memiliki nilai yang relatif merata atau sama.
Kelimpahan fitoplankton selama pengamatan memiliki nilai rata-rata tiap stasiun
yang berkisar antara 36000–100900 sel/m3. Kelimpahan terendah ditemukan pada
stasiun 4 dan kelimpahan tertinggi ditemukan pada stasiun 2 (tabel 7). Tingginya
kelimpahan fitoplankton pada stasiun 2 diduga berkaitan dengan karakteristik
stasiun 2. pada stasiun 2 memiliki karakteristik tanpa aktifitas, diduga
pertumbuhan fitoplankton dapat optimum karena belum terpengaruh oleh
masukan dari luar atau dengan kata lain pada stasiun 2 kondisinya masih alami.
Sedangkan nilai rata-rata kelimpahan fitoplankton tiap bulan berkisar antara
59250–100900 sel/m3. Pada bulan Oktober memiliki kelimpahan yang tinggi
diduga karena faktor fisika-kimia seperti suhu, salinitas, nitrat dan ortofosfat yang
ada dalam perairan. Jenis yang sering ditemukan adalah dari jenis Asteriorella
sp., Fragillaria sp., Nitzschia sp. dan Skeletonema sp. dari kelas
Bacillariophyceae. Sedangkan dari kelas Cyanophyceae, jenis yang paling banyak
ditemukan adalah Tricodesmium sp. Sementara itu dari kelas Dinophyceae kelas
yang ditemukan relatif merata seperti terlihat dalam Gambar 5.
050000
100000150000200000250000300000350000
1 2 3 4 5 6Stasiun
Kel
impa
han
Fito
plan
kton
(s
el/m
3 )
Oktober November Desember Gambar 5. Grafik kelimpahan fitoplankton tiap stasiun di perairan Pulau Pramuka
selama pengamatan.
Hasil pengamatan kelimpahan fitoplankton selama pengamatan, disajikan
dalam Tabel 8 sebagai berikut :
Tabel 8. Kelimpahan fitoplankton (sel/m3) pada masing-masing stasiun di perairan
Pulau Panggang Oktober November Desember
Stasiun Jumlah Jenis Kelimpahan
Jumlah Jenis Kelimpahan
Jumlah Jenis Kelimpahan
1 16 120000 16 89100 12 17700
2 17 64500 16 46500 15 32700
3 16 71400 15 24900 14 28800
4 13 10500 7 11100 11 15000
5 11 32400 12 13800 8 11400
6 13 13800 11 9900 8 8400
Hasil uji F kelimpahan fitoplankton di perairan Pulau Panggang
menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata baik antar stasiun dan antar waktu
pengamatan. Hal ini dapat dilihat dari kelimpahan fitoplankton baik antar stasiun
maupun antar waktu pengamatan memiliki kelimpahan fitoplankton yang relatif
tidak sama atau berbeda. Kelimpahan fitoplankton di perairan Pulau Panggang
selama pengamatan memiliki nilai rata-rata tiap stasiun yang bervariasi yaitu
berkisar antara 10700-75600 sel/m3. Tingginya kelimpahan fitoplankton pada
stasiun 1 diduga karena kandungan nutrien yang diperoleh khususnya nitrat (NO3-
N) dan ortofosfat (PO4-P) memiliki nilai yang masih cukup untuk kehidupan
fitoplankton (Lampiran 3). Berdasarkan Kep. MENLH No. 51 tahun 2004, nilai
tersebut masih standar untuk kehidupan biota air. Nitrat (NO3-N) merupakan
sumber utama nitrogen bagi tumbuhan (fitoplankton) selanjutnya dikonversi
menjadi protein (Effendi, 2003). Nitrat akan menjadi pembatas apabila kurang
dari 0,44 mg/l sedangkan fosfat akan menjadi pembatas bagi kehidupan
fitolankton jika kurang dari 0.02 mg/l (Mackentum, 1969 in basmi, 1988).
Rendahnya kelimpahan fitoplankton diduga karena adanya grazing oleh
zooplankton. Kelimpahan fitoplankton selama pengamatan memiliki nilai rata-
rata tiap bulan yang berkisar antara 19000–52100 sel/m3. Tingginya kelimpahan
fitoplankton pada bulan Oktober diduga karena pengaruh intensitas cahaya yang
cukup tinggi selama bulan Oktober begitu pula dengan rendahnya kelimpahan
fitoplankton pada bulan Desember. Fitoplankton membutuhkan cahaya untuk
fotosintesis dan perumbuhannya (Brotowidjoyo et al, 1995). Pada bulan
Desember, intensitas cahaya rendah karena pada bulan Desember merupakan awal
musim barat dengan tingginya curah hujan dan angin yang kuat (Nontji,1987).
Rendahnya kelimpahan fitoplankton juga diduga karena adanya grazing oleh
zooplankton. Perkembangan fitolankton dipengaruhi oleh zooplankton (Harvey
et. al. (1935) in Basmi (1988) seperti terlihat dalam Gambar 6.
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
1 2 3 4 5 6Stasiun
Kel
impa
han
Fito
plan
kton
(sel
/m3 )
Oktober November Desember Gambar 6. Grafik kelimpahan fitoplankton tiap stasiun di perairan Pulau
Panggang selama pengamatan
Hasil pengamatan kelimpahan zooplankton di perairan Pulau Panggang
selama pengamatan, disajikan dalam Tabel 9 sebagai berikut :
Tabel 9. Kelimpahan zooplankton (ind/m3) pada masing-masing stasiun di perairan Pulau Pramuka
Oktober November Desember
Stasiun Jumlah Jenis Kelimpahan
Jumlah Jenis Kelimpahan
Jumlah Jenis Kelimpahan
1 3 2100 4 2700 6 8400
2 5 3300 5 1800 5 5400
3 6 5400 5 3600 5 3300
4 3 2700 4 8700 3 1800
5 4 4500 5 3600 3 2700
6 6 5700 6 5100 6 10800
Hasil uji F kelimpahan zooplankton di perairan Pulau Pramuka
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antar stasiun dan antar waktu
pengamatan. Hal ini dapat dilihat dari kelimpahan fitoplankton setiap stasiun dan
waktu pengamatan memiliki nilai yang relatif merata atau sama. Kelimpahan
zooplankton selama pengamatan memiliki nilai rata-rata tiap stasiun yang berkisar
antara 3590–7200 ind/m3. Kelimpahan terendah ditemukan di stasiun 2 dan
kelimpahan tertinggi ditemukan di stasiun 6 (Tabel 9). Tingginya kelimpahan
zooplankton pada stasiun 6 diduga berkaitan dengan karakteristik stasiun, dimana
pada stasiun 6 memiliki karakteristik daerah penanaman mangrove. Kelimpahan
zooplankton memiliki nilai rata-rata tiap bulan yang berkisar antara 3950–5450
ind/m3. Pada bulan Desember memiliki kelimpahan zooplankton yang lebih
tinggi, hal ini diduga berkaitan dengan waktu pengambilan sampel (awal musim
penghujan). Jenis yang sering ditemukan adalah dari kelas Crustacea tetapi tidak
memiliki kelimpahan yang cukup tinggi atau relatif merata setiap jenisnya seperti
terlihat dalam Gambar 7.
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
1 2 3 4 5 6Stasiun
Kel
impa
han
zoop
lank
ton
(in
d/m
3 )
Oktober November Desember Gambar 7. Grafik kelimpahan zooplankton tiap stasiun di perairan Pulau Pramuka
selama pengamatan
Hasil pengamatan kelimpahan zooplankton di perairan Pulau Panggang
selama pengamatan, disajikan dalam Tabel 10 sebagai berikut :
Tabel 10. Kelimpahan zooplankton (ind/m3) pada masing-masing stasiun di
perairan Pulau Panggang Oktober November Desember
Stasiun Jumlah Jenis Kelimpahan
Jumlah Jenis Kelimpahan
Jumlah Jenis Kelimpahan
1 4 5400 3 2400 3 5100 2 5 6000 6 2700 4 9900 3 3 5100 3 1500 5 15600 4 2 900 4 2100 5 10500 5 3 2700 5 2100 4 5100 6 5 2700 2 600 5 9300
Hasil uji F kelimpahan zooplankton di perairan Pulau Panggang
menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antar stasiun pengamatan tetapi
terdapat perbedaan yang nyata antar waktu pengamatan. Hal ini diduga karena
kelimpahan fitoplankton setiap stasiun memiliki nilai yang relatif merata atau
sama sedangkan antar waktu pengamatan memiliki nilai yang relatif tidak sama
atau berbeda. Kelimpahan zoolankton selam pengamatan memiliki nilai rata-rata
tiap bulan yang berkisar antara 1900–9250 ind/m3 (Tabel 10). Tingginya
kelimpahan zooplankton pada pengamatan bulan Desember diduga karena
tingginya kelimpahan fitoplankton pada bulan Desember. Kelimpahan
zooplankton pada bulan Oktober juga memiliki kelimpahan yang cukup tinggi
yaitu sebesar 3800 ind/m3. Hal ini berkaitan dengan suhu perairan dan faktor
intensitas cahaya. Pada siang hari zooplankton menuju lapisan yang lebih dalam
untuk menghindari cahaya dan mencari makan di lapisan lebih dalam (Arinardi et
al, 1997). Pada bulan Desember (awal musim barat) suhu permukaan turun dan
intensitas cahaya berkurang akibat adanya tingginya curah hujan. Hal ini
menyebabkan zooplankton menuju lapisan dekat permukaan untuk mencari
makan yang dalam hal ini adalah fitoplankton sehingga menyebabkan tingginya
kelimpahan pada bulan Desember seperti yang terlihat dalam Gambar 8.
02000400060008000
1000012000140001600018000
1 2 3 4 5 6Stasiun
Kel
impa
han
Zoo
plan
kton
(in
d/m3 )
Oktober November Desember Gambar 8. Grafik kelimpahan zooplankton tiap stasiun di perairan Pulau
Panggang selama pengamatan.
Persentase kelimpahan fitoplankton dari masing-masing kelas yang
ditemukan pada bulan Oktober 2004 di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang
didominasi oleh kelas Bacillariophyceae yaitu sebesar 80% dan 68 %.
Selanjutnya diikuti dari kelas Cyanophyceae sebesar 18 % dan 27 %. Sedangkan
persentase terkecil dari kelas Dinophyceae dengan persentase 2 % dan 5 %
(Gambar 9). Di perairan Pulau Pramuka kelas Bacillariophyceae banyak
ditemukan dari jenis Skeletonema sp., Fragillaria sp., Navicula sp., Nitzschia sp.
dan Asterionella sp. Kelas Dinophyceae banyak ditemukan dari jenis Peridinium
sp dan Ceratium sp. Sedangkan dari kelas Cyanophyceae banyak ditemukan dari
jenis Trichodesmium sp. Di perairan Pulau Panggang, kelas Bacillariophyceae
banyak di temukan dari jenis Fragillaria sp., Nitzschia sp., dan Navicula sp. Dari
kelas Dinophyceae banyak ditemukan dari jenis Peridinium sp. Sedangkan dari
kelas Cyanophyceae banyak ditemukan dari jenis Trichodesmium sp.
(A) (B)
Gambar 9. Persentase kelimpahan dari masing-masing kelas fitoplankton di
perairan Pulau Pramuka (A) dan Pulau Panggang (B) pada bulan Oktober.
Persentase kelimpahan fitoplankton dari masing-masing kelas yang
ditemukan pada bulan Oktober 2004 di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang
didominasi oleh kelas Bacillariophyceae sebesar 74 % dikedua pulau tersebut.
Selanjutnya diikuti dari kelas Cyanophyceae sebesar 22 % dan 21 %. Sedangkan
pesentase terkecil dari kelas Dinophyceae dengan persentase 4 % dan 5 %
(Gambar 10). Di Pulau Pramuka kelas Bacillariophyceae banyak ditemukan dari
jenis Skeletonema sp, Fragillaria sp., Navicula sp., Chaetoceros sp., Amphora sp.,
Coscinodiscus sp., Nitzschia sp. dan Asterionella sp. Dari kelas Dinophyceae
banyak ditemukan dari jenis Peridinium sp. Sedangkan dari kelas Cyanophyceae
banyak ditemukan dari jenis Trichodesmium sp. Di perairan Pulau Panggang,
kelas Bacillariophyceae banyak ditemukan dari jenis Fragillaria sp., Asterionella
sp., Nitzchia sp. dan Navicula sp. Dari kelas Dinophyceae banyak ditemukan dari
jenis Peridinium sp. Sedangkan dari kelas Cyanophyceae banyak ditemukan dari
jenis Trichodesmium sp.
(A) (B)
Gambar 10. Persentase kelimpahan dari masing-masing kelas fitoplankton di
perairan Pulau Pramuka (A) dan Pulau Panggang (B) pada bulan November.
Persentase kelimpahan fitoplankton dari masing-masing kelas yang
ditemukan pada bulan Oktober 2004 di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang
didominasi oleh kelas Bacillariophyceae sebesar 70 % dan 64 % Selanjutnya
diikuti dari kelas Cyanophyceae sebesar 28 % dan 31 %. Sedangkan persentase
terkecil dari kelas Dinophyceae dengan persentase 3 % dan 5 % (Gambar 11). Di
Pulau Pramuka kelas Bacillariophyceae banyak di temukan dari jenis Skeletonema
sp., Fragillaria sp., Navicula sp., Nitzschia sp. dan Asterionella sp. Dari kelas
Dinophyceae banyak ditemukan dari jenis Peridinium sp. dan Ceratium sp.
Sedangkan dari kelas Cyanophyceae banyak ditemukan dari jenis Trichodesmium
sp. Di perairan Pulau Panggang, kelas Bacillariophyceae banyak ditemukan dari
jenis Fragillaria sp., Asterionella sp., Nitzschia sp. dan Navicula sp. Dari kelas
Dinophyceae banyak ditemukan dari jenis Gymnodinium sp. Sedangkan dari
kelas Cyanophyceae banyak ditemukan dari jenis Trichodesmium sp.
(A) (B)
Gambar 11. Persentase kelimpahan dari masing-masing kelas fitoplankton di
perairan Pulau Pramuka (A) dan Pulau Panggang (B) pada bulan Desember.
Persentase kelimpahan zooplankton dari masing-masing kelas yang
ditemukan di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang pada bulan Oktober 2004
sebagian besar dari kelas Crustacea yaitu sebesar 56 % dan 51 %, selanjutnya
ditemukan dari kelas Sagittoidea sebesar 25 % dan 13 %, kelas Sarcodina sebesar
10 % dan 29 % serta dari kelas Cilliata yaitu 9 % dan 7 %. Kelimpahan
zooplankton di perairan Pulau Pramuka dan Panggang relatif lebih merata
dibandingkan dengan kelimpahan fitoplankton (Gambar 12). Di Pulau Pramuka
kelas Crustacea banyak ditemukan dari jenis Microsetella sp. Dari kelas
Sarcodina banyak ditemukan dari jenis Globigerina sp. dan dari kelas Sagittoidea
banyak ditemukan dari jenis Sagitta sp. Sedangkan dari kelas Ciliata banyak
ditemukan dari jenis Favella sp. Di perairan Pulau Panggang, kelas Crustacea
banyak di temukan dari jenis Microsetella sp. Dari kelas Sarcodina banyak
ditemukan dari jenis Globigerina sp. dan dari kelas Sagittoidea banyak ditemukan
dari jenis Sagitta sp. Sedangkan dari kelas Ciliata banyak ditemukan dari jenis
Favella sp.
(A) (B)
Gambar 12. Persentase kelimpahan dari masing-masing kelas zooplankton di
perairan Pulau Pramuka (A) dan Pulau Panggang (B) pada bulan Oktober.
Persentase kelimpahan zooplankton dari masing-masing kelas yang
ditemukan di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang pada bulan November 2004
sebagian besar dari kelas Crustacea yaitu sebesar 51 % dan 55 %, selanjutnya
ditemukan dari kelas Sagittoidea sebesar 25 % di pulau Pramuka sedangkan di
Pulau Panggang tidak ditemukan kelas Sagittoidea. Selanjutnya dari kelas
Sarcodina sebesar 14 % dan 37 % serta dari kelas Cilliata yaitu 8 % dari kedua
pulau tersebut (Gambar 13). Kelas Polychaeta tidak ditemukan di Pulau
Panggang tapi ditemukan di Pulau Pramuka dengan persentase yang kecil yaitu 2
%. Di Pulau Pramuka kelas Crustacea banyak ditemukan dari genera Microsetella
sp. Dari kelas Sarcodina banyak ditemukan dari jenis Globigerina sp. dan dari
kelas Sagittoidea banyak ditemukan dari jenis Sagitta sp. Sedangkan dari kelas
Ciliata banyak ditemukan dari jenis Favella sp. dan dari kelas Polychaeta banyak
ditemukan dari jenis Temopteris sp. Untuk Pulau Panggang, kelas Crustacea
banyak ditemukan dari kelas Microsetella sp. Dari kelas Sarcodina banyak
ditemukan dari jenis Globigerina sp. Sedangkan dari kelas Ciliata banyak
ditemukan dari jenis Favella sp.
(A) (B)
Gambar 13. Persentase kelimpahan dari masing-masing kelas zooplankton di
perairan Pulau Pramuka (A) dan Pulau Panggang (B) pada bulan November.
Persentase kelimpahan zooplankton dari masing-masing kelas yang
ditemukan di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang pada bulan Desember 2004
secara berturut-turut sebagian besar dari kelas Crustacea dan Sagittoidea dengan
persentase kelimpahan sebesar 66 % dan 64 %. Kelas Sagittoidea di Pulau
Pramuka mempunyai persentase kelimpahan sebesar 15 % dan kelas Sarcodina 19
%. Sedangkan Di Pulau Panggang dari kelas Crustacea dengan kelimpahan
sebesar 26 % dan kelas Sarcodina sebesar 10 % (Gambar 14). Di Pulau Pramuka
kelas Crustacea banyak ditemukan dari jenis Microsetella sp. Dari kelas
Sarcodina banyak ditemukan dari jenis Globigerina sp. dan dari kelas Sagittoidea
banyak ditemukan dari jenis Sagitta sp. Di perairan Pulau Panggang, kelas
Crustacea banyak di temukan dari jenis Microsetella sp. Dari kelas Sarcodina
banyak ditemukan dari jenis Globigerina sp. dan dari kelas Sagittoidea banyak
ditemukan dari jenis Sagitta sp.
(A) (B)
Gambar 14. Persentase kelimpahan dari masing-masing kelas zooplankton di
perairan Pulau Pramuka (A) dan Pulau Panggang (B) pada bulan Desember.
C. Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi
Hasil perhitungan indeks keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks
dominansi fitoplankton di perairan Pulau Pramuka selama pengamatan, disajikan
dalam Tabel 11 sebagai berikut :
Tabel 11. Nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan indeks
dominansi (C) fitoplankton di perairan Pulau Pramuka selama pengamatan.
Oktober November Desember Stasiun H' C E H' C E H' C E
1 2,5821 0,084 0,9534 1,8678 0,2786 0,6235 1,9247 0,1972 0,7293
2 0,7275 0,7239 0,2568 1,1946 0,4889 0,5188 1,5939 0,3551 0,5749
3 2,0921 0,171 0,7384 1,8141 0,2379 0,6403 1,7399 0,2185 0,6275
4 1,4431 0,3633 0,5626 1,6849 0,2854 0,678 1,7196 0,2064 0,7826
5 2,3593 0,1434 0,7876 2,3664 0,1376 0,8352 1,8627 0,2221 0,7058
6 1,7574 0,2285 0,6203 1,8188 0,2508 0,8188 1,9629 0,1655 0,7899
Nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan indeks
dominansi (C) fitoplankton di perairan Pulau Pramuka pada bulan Oktober,
November dan Desember 2004 dapat dilihat pada tabel 11. Nilai indeks
keanekaragaman (H’) pada masing -masing bulan berkisar antara 0,73-2,58; 1,19-
2,37 dan 1,59-1,96. Nilai tertinggi diperoleh pada stasiun 1 bulan Oktober sebesar
2,58 dan nilai terendah pada stasiun 2 bulan Oktober sebesar 0,73 (Tabel 11).
Perairan ini keanekaragaman yang relatif kecil dan menunjukkan komunitas yang
tidak stabil (Odum, 1993). Secara umum dari nilai indeks keanekaragaman yang
didapat, memiliki nilai yang semakin menurun. Pada bulan Desember
mempunyai nilai indeks keanekaragaman yang lebih rendah dari buan Oktober.
Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan kenekaragaman jenis pada bulan
November. Penurunan tersebut diduga akibat adanya perbedaan musim yang
mempengaruhi faktor fisika, kimia dan biologi perairan.
Nilai indeks keseragaman (E) fitoplankton selama pengamatan masing-
masing berkisar antara 0,26-0,95; 0,52-0,82 dan 0,58-0,79. Nilai keseragaman
tertinggi ditemukan pada stasiun 1 bulan Oktober sebesar 0,95 dan nilai terendah
ditemukan pada stasiun 2 bulan Oktober sebesar 0,26. Nilai keseragaman yang
diperoleh tersebut mendekati 1 yang berarti bahwa penyebaran organisme relatif
merata. Sedangkan apabila nilai indeks keseragaman mendekati 0, dimungkinkan
ada jenis yang mendominasi di perairan tersebut. Pada umumnya penyebaran
organisme relatif merata sehingga tidak ada jenis yang secara ekstrim
mendominasi di perairan tersebut. Nilai indeks dominansi yang diperoleh selama
pengamatan berkisar antara 0,08-0,74; 0,14-0,48 dan 0,9-0,36. Jenis fitoplankton
yang memiliki kelimpahan yang lebih tinggi dari jenis lainnya adalah Skeletonema
sp.,Tricodesmium sp.,Fragillaria sp. dan Nitzschia sp.
Hasil perhitungan indeks keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks
dominansi zooplankton di perairan Pulau Pramuka selama pengamatan, disajikan
dalam Tabel 12 sebagai berikut :
Tabel 12. Nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan indeks
dominansi (C) zooplankton di perairan Pulau Pramuka selama pengamatan.
Oktober November Desember Stasiun H' C E H' C E H' C E
1 0,9557 0,4286 0,8699 1,273 0,3086 0,9183 1,5832 0,2096 0,9837
2 1,5157 0,2397 0,9418 1,5607 0,2223 0,9697 1,5051 0,2346 0,9352
3 1,504 0,2778 0,8394 1,5171 0,2361 0,9426 0,5157 0,2397 0,9418
4 0,995 0,4074 0,9058 1,0582 0,4174 0,7634 1,0114 0,3889 0,9206
5 1,3229 0,28 0,9543 1,4735 0,25 0,9155 1,0609 0,358 0,9656
6 1,4838 0,2909 0,8281 1,6767 0,2045 0,9358 1,5018 0,287 0,8382
Nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan indeks
dominansi (C) zooplankton di perairan Pulau Pramuka pada bulan Oktober,
November dan Desember 2004 dapat dilihat pada tabel 12. Nilai indeks
keanekaragaman (H’) pada masing -masing bulan berkisar antara 0,96-1,51; 1,05-
1,68 dan 0,5-1,58. Nilai tertinggi diperoleh pada stasiun 6 bulan Oktober sebesar
1,68 dan nilai terendah pada stasiun 3 bulan Desember sebesar 0,51 (Tabel 12).
Pada bulan Desember memiliki nilai keanekaragaman yang lebih rendah dari
bulan Oktober dan November. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan
keanekaragaman jenis pada bulan Desember. Secara umum dari nilai indeks
keanekaragaman yang diperoleh menunjukkan keanekaragaman yang rendah dan
kestabilan komunitas yang rendah (Odum,1993).
Sedangkan nilai indeks keseragaman yang diperoleh memiliki kisaran
antara 0,82-0,95; 0,76-0,96 dan 0,83-0,98. Nilai keseragaman tertingi dipeoleh
pada stasiun 1 bulan Desember dan nilai terendah diperoleh pada stasiun 4 bulan
November. Nilai keseragaman yang diperoleh menunjukkan bahwa perairan ini
memiliki keseragaman yang tinggi dan penyebaran jenis yang relatif merata
(Basmi,1999). Dari nilai keseragaman yang relatif sama ini, menunjukkan bahwa
tidak adanya dominansi di perairan ini. Nilai indeks dominansi yang diperoleh
berkisar antara 0,24-0,43; 0,22-0,41 dan 0,20-0,38.
Hasil perhitungan indeks keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks
dominansi fitoplankton di perairan Pulau Panggang selama pengamatan, disajikan
dalam Tabel 13 sebagai berikut :
Tabel 13. Nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan indeks
dominansi (C) fitoplankton di perairan Pulau Panggang selama pengamatan.
Oktober November Desember Stasiun H' C E H' E C H' C E
1 2,1804 0,1551 0,7864 1,7064 0,2874 0,6154 0,1765 0,1428 0,8789
2 1,8507 0,2357 0,6532 2,1539 0,1621 0,7769 2,1295 0,1587 0,7864
3 2,0649 0,1759 0,7288 2,3745 0,1171 0,8768 2,0847 0,1838 0,7899
4 2,4189 0,1004 0,9306 1,3682 0,3864 0,7031 1,9305 0,2044 0,505
5 2,0804 0,1485 0,8676 2,0202 0,1966 0,8129 1,7344 0,2216 0,834
6 2,4065 0,1068 0,9119 2,2441 0,1221 0,9359 1,5676 0,3 0,7539
Nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan indeks
dominansi (C) fitoplankton di perairan Pulau Panggang pada bulan Oktober,
November dan Desember 2004 dapat dilihat pada tabel 13. Nilai indeks
keanekaragaman (H’) pada masing -masing bulan berkisar antara 0,85-2,42; 1,37-
2,37 dan 0,18-2,13. Nilai tertinggi diperoleh pada stasiun 4 bulan Oktober sebesar
2,42 dan nilai terendah pada stasiun 4 bulan Oktober sebesar 0,11 (Tabel 13).
Nilai indeks keaekaragaman yang diperoleh menunjukkan bahwa perairan ini
memiliki nilai keanekaragaman jenis yang relatif rendah dan kominitas yang
kurang stabil (Odum,1993). Sedangkan nilai indeks keseragaman yang diperoleh
menunjukkan keseragaman antar spesies yang relatif sama dengan kisaran 0,65-
0,93; 0,62-0,93 dan 0,50-0,88. Nilai tertinggi diperoleh pada stasiun 6 bulan
Oktober dan November dan nilai terendah diperoleh pada stasiun 4 bulam
Desember (Tabel 12). Keseragaman antar spesies yang relatif sama di perairan ini
menunjukkan bahwa tidak terjadi dominansi karena memiliki nilai yang
mendekati 0. Nilai indeks dominansi yang diperoleh berkisar antara 0,10-0,23;
0,1-0,38 dan 0,14-0,3.
Hasil perhitungan indeks keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks
dominansi zooplankton di perairan Pulau Panggang selama pengamatan, disajikan
dalam Tabel 14 sebagai berikut :
Tabel 14. Nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan indeks
dominansi (C) zooplankton di perairan Pulau Panggang selama pengamatan.
Oktober November Desember Stasiun H' C E H' C E H' C E
1 1,1175 0,3765 0,8061 0,9743 0,4063 0,8869 0,6779 0,6194 0,617
2 1,3831 0,295 0,8594 1,5811 0,2099 0,9824 0,9682 0,4894 0,6984
3 1,0852 0,3426 0,9879 1,1277 0,36 0,9212 1,0049 0,4919 0,6244
4 0,6365 0,5 0,9193 1,0549 0,3061 0,9602 1,1702 0,3959 0,727
5 0,9369 0,4321 0,8528 1,277 0,3061 0,9212 0,6599 0,6886 0,4759
6 1,4271 0,2839 0,8867 0,6931 0,5 1 0,2402 0,3403 0,7706
Nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan indeks
dominansi (C) zooplankton di perairan Pulau Panggang pada bulan Oktober,
November dan Desember 2004 dapat dilihat pada tabel 14 (berdasarkan jenis
fitoplankton yang ditemukan). Nilai indeks keanekaragaman (H’) pada masing -
masing bulan berkisar antara 0,637–1,427; 0,639–1,581 dan 0,659–1,240. Nilai
tertinggi diperoleh di stasiun 2 pada bulan November yaitu 1,581 dan nilai
terendah di stasiun 4 pada bulan Oktober yaitu 0,637 (Tabel 14). Berdasarkan
rata-rata nilai indeks keanekaragaman tersebut, menunjukkan bahwa perairan ini
memiliki nilai keanekaragaman yang rendah dimana komunitas mudah berubah
hanya dengan mengalami perubahan lingkungan yang relative kecil (Basmi, 1999).
Secara umum dari nilai indeks keanekaragaman yang didapat, memiliki nilai yang
semakin menurun. Pada bulan Desember mempunyai nilai indeks
keanekaragaman yang lebih rendah dari bulan Oktober dan November. Hal ini
menunjukkan bahwa terjadi penurunan keanekaragaman jenis pada bulan
Desember. Penurunan tersebut diduga akibat peubahan kondisi lingkungan di
perairan tersebut.
Nilai indeks keseragaman zooplankton pada bulan Oktober, November dan
Desember 2004 masing-masing berkisar antara 0,806–0,987; 0,887-1 dan 0,467–
0,771. Nilai keseragaman tertinggi ditemukan di stasiun 4 dan stasiun 6 pada
bulan November yaitu sebesar 1 dan nilai keseragaman terendah ditemukan di
stasiun 5 pada bulan Desember yaitu 0,476. Nilai indeks dominansi pada masing-
masing bulan yang berkisar antara 0,284–0,5; 0,209–0,5 dan 0,396–0,689. Nilai
indeks dominansi yang diperoleh tersebut mendekati 0 berarti komunitas biota
yang diamat tidak terdapat spesies yang secara ekstrim mendominasi spesies
lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi suatu komunitas dalam keadaan
stabil, kondisi lingkungan cukup prima dan tidak terjadi tekanan ekologis (stress)
di habitat biota yang bersangkutan.
D. Kesamaan Antar Stasiun Pengamatan 1. Pengelompokan Berdasarkan Kesamaan Kelimpahan Plankton a. Spasial
Untuk mengetahui pengelompokan stasiun berdasarkan kelimpahan
plankton, digunakan indeks similaritas Bray Curtis. Pengelompokan stasiun
berdasarkan kelimpahan fitoplankton di perairan Pulau Pramuka disajikan dalam
Gambar 15. Pada taraf kesamaan 57,72 %, komunitas fioplankton membentuk 4
kelompok. Kelompok 1 terdiri dari stasiun 1, kelompok 2 terdiri dari stasiun 4
dan stasiun 5, kelompok 3 terdiri dari stasiun 3 dan stasiun 6 dan kelompok 4
terdiri dari stasiun 2. Stasiun 4 dan stasiun 5 membentuk kelompok karena
memiliki kesamaan jumlah jenis dan kelimpahan yang lebih sedikit dari stasiun
lainnya. Stasiun 3 dan stasiun 6 yang membentuk satu kelompok karena memiliki
kelimpahan dan jenis yang relatif sama dan lebih tinggi dari stasiun lainnya.
Stasiun 1 dan stasiun 2 masing-masing mengelompok sendiri karena memiliki
jenis yang tidak dimiliki oleh stasiun lainnya yaitu dari jenis Melosira sp.,
Mesogloia sp., Rhicosphenia sp., Thalasionema sp., Thalasiotrix sp. dan
Dinophysis sp.
% SIMILARITAS
100
90
80
70
60
50
40
30
1 4 5 3 6 2
57.72
75.3
59.953.4
47.9
37.1
Gambar 15. Pengelompokan stasiun berdasarkan kelimpahan fitoplankton di
perairan Pulau Pramuka
Pengelompokan stasiun berdasarkan kelimpahan fitoplankton di perairan
Pulau Panggang disajikan dalam Gambar 16. Pada taraf kesamaan 58,78 %,
komunitas fitoplankton membentuk 3 kelompok. Kelompok 1 terdiri dari stasiun
stasiun 1, kelompok 2 terdiri dari stasiun 2 dan stasiun 3 dan kelompok 3 terdiri
dari stasiun 4, stasiun 6 dan stasiun 5. Stasiun 1 mengelompok sendiri karena
memiliki jenis dan kelimpahan fitolankton yang lebih tinggi dari stasiun lain yaitu
dari jenis Asterionella sp., Fragillaria sp. dan Trichodesmium sp. Stasiun 2 dan
stasiun 3 membentuk kelompok karena memiliki kesamaan jenis dan kelimpahan
yaitu dari jenis Navicula sp., Nitzschia sp. dan Trichodesmium sp. Sedangkan
stasiun 4, stasiun 6 dan stasiun 5 membentuk kelompok karena memiliki
kesamaan kelimpahan yang relatif lebih rendah dari stasiun lainnya.
% SIMILARITAS
100
90
80
70
60
50
40
30
1 2 3 4 6 5
33.7
48.8
73.077.4
61.0
58.78
Gambar 16. Pengelompokan stasiun berdasarkan kelimpahan fitoplankton di
perairan Pulau Panggang.
Pengelompokan stasiun berdasarkan kelimpahan zooplankton di perairan
Pulau Pramuka disajikan dalam Gambar 17. Pada taraf kesamaan 80,08 %,
komunitas zooplankton membentuk 4 kelompok. Kelompok 1 terdiri dari stasiun
1, stasiun 5 dan stasiun 2. Kelompok 2, 3, dan 4 masing-masing terdiri dari
stasiun 3, 4 dan 6 yang mengelompok sendiri-sendiri. Stasiun 1, stasiun 5, dan
stasiun 2 membentuk kelompok karena memiliki kesamaan jumlah jenis dan
kelimpahan yang berbeda dengan stasiun yang lainnya. Stasiun 3 mengelompok
sendiri karena memiliki genera yang tidak dimiliki stasiun lainnya yaitu dari jenis
Tintinidium sp. Stasiun 4 dan stasiun 6 masing-masing mengelompok sendiri
karena memliki jenis yang tidak dimiliki stasiun lainnya yaitu dari jenis
Temopteris sp.
% SIMILARITAS
100
90
80
70
60
50
1 5 2 3 4 6
80.08
65.874.7 77.3
89.393.3
Gambar 17. Pengelompokan stasiun berdasarkan kelimpahan zooplankton di
perairan Pulau Pramuka.
Pengelompokan stasiun berdasarkan kelimpahan zooplankton di perairan
Pulau Panggang disajikan dalam Gambar 18. Pada taraf kesamaan 69,72 %,
komunitas zooplankton membentuk 4 kelompok. Kelompok 1 terdiri dari stasiun
1, kelompok 2 terdiri dari stasiun 2, stasiun 4 dan stasiun 3, kelompok 3 dan
kelompok 4 terdiri dari stasiun 6 dan stasiun 5 yang masing-masing mengelompok
sendiri. Stasiun 1 mengelompok sendiri karena memiliki jumlah jenis dan
kelimpahan yang berbeda dengan stasiun yang lainnya dan hanya terdapat pada
stasiun 1 yaitu dari jenis Epyplocylis sp. Stasiun 2, stasiun 4 dan stasiun 3
mengelompok karena memiliki kesamaan jumlah jenis dan kelimpahan yang
merata dan tidak dimiliki stasiun lainnya yang membentuk kelompok sendiri.
Sedangkan stasiun 6 dan stasiun 5 masing-masing membentuk kelompok sendiri
karena memiliki jenis yang tidak dimiliki stasiun lainnya terutama jenis Favella
sp., Acartia sp. dan Coracolyptra sp.
% SIMILARITAS
100
90
80
70
60
50
1 2 4 3 6 5
69.7259.5 66.9
68.374.679.3
Gambar 18. Pengelompokan stasiun berdasarkan kelimpahan zooplankton di
perairan Pulau Panggang
b. Temporal
Pengelompokan secara temporal berdasarkan kelimpahan fitoplankton di
perairan Pulau Pramuka, disajikan dalam Gambar 19. Pada taraf kesamaan 40,5
%, komunitas fitoplankton membentuk 2 kelompok. Kelompok 1 terdiri dari bulan
Oktober dan kelompok 2 terdiri dari bulan November dan Desember. Bulan
Oktober mengelompok sendiri karena memiliki kelimpahan fitoplankton yang
lebih tinggi dan jumlah jenis yang lebih banyak dari bulan November dan
Desember. Beberapa jenis yang tersebut antara lain Gomphonema sp.,
Thalasiotrix sp. dan Skeletonema sp.
100
75
50
25
Oktober November Desember
40.5
26
55
% SIMILARITAS
Gambar 19. Pengelompokan secara temporal berdasarkan kelimpahan
fitoplankton di perairan Pulau Pramuka
Pengelompokan secara temporal berdasarkan kelimpahan zooplankton di
perairan Pulau Pramuka, disajikan dalam Gambar 20. Pada taraf kesamaan 69,85
%, komunitas fitoplankton membentuk 2 kelompok. Kelompok 1 terdiri dari
bulan Oktober dan November, sedangkan kelompok 2 bulan Desember. Bulan
Desember mengelompok sendiri karena memiliki kelimpahan zooplankton yang
lebih rendah dan jumlah jenis yang lebih sedikit dari bulan Oktober dan
November. Beberapa jenis yang tersebut antara lain Favella sp., Tintinopsis sp.,
Tintinidium sp. dan Temopteris sp.
100
75
50
Oktober November Desember
74.4
65.3
69.85
% SIMILARITAS
Gambar 20. Pengelompokan secara temporal berdasarkan kelimpahan
zooplankton di perairan Pulau Pramuka
Pengelompokan secara temporal berdasarkan kelimpahan fitoplankton di
perairan Pulau Panggang, disajikan dalam Gambar 21. Pada taraf kesamaan 54,4
%, komunitas fitoplankton membentuk 2 kelompok. Kelompok 1 terdiri dari
bulan Oktober dan November, kelompok 2 terdiri dari bulan Desember. Bulan
Desember mengelompok sendiri karena memiliki kelimpahan fitoplankton yang
lebih rendah dan jumlah jenis yang lebih sedikit dari bulan Oktober dan
November. Beberapa jenis yang tersebut antara lain Climacosphenia sp.,
Nitzschia sp. dan Skeletonema sp. Sedangkan bulan Oktober dan November
membentuk kelompok karena memiliki kesamaan kelimpahan dan jenis.
100
75
50
Oktober November Desember
54.4
44.6
64.2
% S IMILARITAS
Gambar 21. Pengelompokan secara temporal berdasarkan kelimpahan
fitoplankton di perairan Pulau Panggang.
Pengelompokan secara temporal berdasarkan kelimpahan zooplankton di
perairan Pulau Panggang, disajikan dalam Gambar 22. Pada taraf kesamaan 54,35
%, komunitas fitoplankton membentuk 2 kelompok. Kelompok 1 terdiri dari
bulan Oktober dan November, sedangkan kelompok 2 bulan Desember. Bulan
Desember mengelompok sendiri karena memiliki kelimpahan zooplankton yang
lebih tinggi dari bulan Oktober dan November. Beberapa jenis yang tidak
ditemukan pada bulan Desember tetapi ditemukan pada bulan Oktober antara lain
Epyplocilis sp. dan Favella sp.
100
75
50
Oktober November Desember
54.35
47.5
61.2
% SIMILARITAS
Gambar 22. Pengelompokan secara temporal berdasarkan kelimpahan
zooplankton di perairan Pulau Panggang
2. Pengelompokan Berdasarkan Parameter Fisika-Kimia Perairan a. Spasial
Pengelompokan secara spasial di perairan Pulau Pramuka pada taraf
kesamaan 77,68%, yang disajikan dalam Gambar 23 terdiri dari 3 kelompok.
Kelompok 1 terdiri dari stasiun 1, 2, 5 dan 6 kelompok 2 terdiri dari stasiun 3 dan
kelompok 3 terdiri dari stasiun 4. Stasiun 1, 2, 5 dan 6 membentuk kelompok
sendiri karena memiliki kesamaan nilai salinitas, nitrat dan pH. Stasiun 3 dan
stasiun 4, masing-masing mengelompok sendiri karena nilai dari parameter yang
berbeda dengan stasiun lain khususnya BOD dan salinitas.
100
% S IMILARITAS
90
80
70
60
50
1 2 5 6 3 4
92.487.8
82.9
73.7
49.8
77.68
Gambar 23. Pengelompokan stasiun berdasarkan parameter fisika-kimia di
perairan Pulau Pramuka.
Pengelompokan secara spasial di perairan Pulau Panggang pada taraf
kesamaan 93,6%, yang disajikan dalam Gambar 24 terdiri dari 3 kelompok.
Kelompok 1 terdiri dari stasiun 1, kelompok 2 terdiri dari stasiun 2, 3, 4 dan
kelompok 3 terdiri dari stasiun 5 dan 6. Stasiun 2, 3 dan 4 membentuk kelompok
sendiri karena memiliki kesamaan nilai salinitas, kecerahan, kekeruhan, BOD dan
COD. Stasiun 1 mengelompok sendiri karena nilai dari parameter yang berbeda
dengan stasiun lain khususnya salinitas, nitrit, amonia dan BOD. Sedangkan
stasiun 5 dan 6 membentuk kelompok karena memiliki kesamaan nilai COD dan
BOD.
100
% SIMILARITAS
98
1 2 5 63 4
96
94
92
93.6
95.094.6 94.5
92.391.6
Gambar 24. Pengelompokan stasiun berdasarkan parameter fisika-kimia di
perairan Pulau Panggang. b. Temporal
Pengelompokan secara temporal di perairan Pulau Pramuka pada taraf
kesamaan 93,6%, yang disajikan dalam Gambar 25 terdiri dari 2 kelompok.
Kelompok 1 terdiri dari bulan Oktober dan kelompok 2 terdiri dari bulan
November dan Desember. Bulan Oktober mengelompok sendiri karena memiliki
nilai yang berbeda yaitu kecerahan, kekeruhan, ortofosfat, BOD dan COD.
Sedangkan bulan November dan Desember membentuk kelompok karena
memiliki kesamaan nilai kekeruhan, ortofosfat dan COD.
100
90
80
Oktober November Desember
% SIMILARITAS
70
82.5
76.6
79.55
Gambar 25. Pengelompokan secara temporal berdasarkan parameter fisika-kimia
di perairan Pulau Pramuka.
Pengelompokan secara temporal di perairan Pulau Panggang pada taraf
kesamaan 78,75%, yang disajikan dalam Gambar 24 terdiri dari 2 kelompok.
Kelompok 1 terdiri dari bulan Oktober dan November, kelompok 2 terdiri dari
bulan Desember. Bulan Desember mengelompok sendiri karena memiliki nilai
yang berbeda dengan bulan lain yaitu salinitas, kecerahan, kekeruhan, pH,
ortofosfat dan COD. Sedangkan bulan Oktober dan November membentuk
kelompok karena memiliki kesamaan nilai kecerahan, kekeruhan, pH dan
ortofosfat.
100
90
80
Oktober November Desember
% SIMILARITAS
70
78.75
82.9
74.5
Gambar 26. Pengelompokan secara temporal berdasarkan parameter fisika-kimia
di perairan Pulau Panggang. E. Analisis Regresi Linier Hubungan Antara Kelimpahan Plankton dengan
Beberapa Parameter Fisika-Kimia Perairan.
Analisis regresi linear merupakan analisis hubungan keeratan antara
kelimpahan fitoplankton sebagai peubah tak bebas dengan parameter unsur hara
perairan. Setiap peubah bebas dikatakan mempunyai pengaruh apabila koefisien
regresi linier berbeda nyata pada taraf uji yang telah ditentukan. Hasil analisis
regresi linear antara kelimpahan fitoplankton dengan NO3-N yang diperoleh
mempunyai model dan kurva linier sebagai berikut
Y = 1,3028 + 1,3274 X
0 .0 0 0
0 .2 0 0
0 .4 0 0
0 .6 0 0
0 .8 0 0
1 .0 0 0
1 .2 0 0
0 5 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 5 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0
K e lim p a h a n F ito p la nk to n (se l/m 3 )
NO 3
-N (
mg
/l)
Gambar 27. Regresi linier antara kelimpahan fitoplankton dengan nitrat
Hubungan antara kelimpahan fitoplankton dengan NO3-N secara linier
menunjukkan hubungan dengan tingkat keeratan sebesar 0,17. Adanya keeratan
hubungan secara linier yang kecil ini diduga karena kandungan NO3-N dalam
perairan masih dalam kondisi yang cukup untuk pertumbuhan fitoplankton.
Selain itu, korelasi yang kecil ini diduga fitoplankton telah memanfaatkan NO3-N
pada periode sebelumnya sehingga pada saat pengukuran, fitoplankton hanya
sedikit memanfaatkan NO3-N dalam perairan. Sedangkan hubungan antara
kelimpahan zooplankton dengan NO3-N secara linier menunjukkan korelasi
dengan tingkat keeratan sebesar 0,45. Model yang diperoleh hanya dapat
menjelaskan model yang sebenarnya sebesar 3,02 %. Hal ini berarti model ini
kurang baik untuk digunakan untuk menjelaskan hubungan antara kelimpahan
fitoplankton dengan NO3-N perairan.
Hasil analisis regresi linear antara kelimpahan fitoplankton dengan NO2-N
yang diperoleh mempunyai model dan kurva linier sebagai berikut
Y = 1,5605 – 2,4187 X
0.000
0.005
0.010
0.015
0.020
0.025
0.030
0.035
0.040
0.045
0 50000 100000 150000 200000
Kelimpahan Fitoplankton (sel/m3)
NO
2-N
(mg/
l)
Gambar 28. Regresi linier antara kelimpahan fitoplankton dengan nitrit.
Hubungan antara kelimpahan fitoplankton dengan NO2-N secara linier
menunjukkan keeratan hubungan yang sangat kecil yaitu dengan tingkat keeratan
sebesar 0,11. Hal ini diduga karena kecilnya kandungan NO2-N dalam perairan
dan sifatnya yang tidak stabil dengan keberadaan oksigen, teroksidasi menjadi
NO3-N (Effendi, 2003) sehingga menyebabkan kecilnya keeratan hubungan antara
NO2-N dengan kelimpahan fitoplankton. Sedangkan hubungan antara kelimpahan
zooplankton dengan NO2-N secara linier menunjukkan korelasi dengan tingkat
keeratan sebesar 0,17.Selain itu, NO2-N dapat bersifat toksik sehingga kurang
dimanfaatkan bagi organisme perairan. Model yang diperoleh hanya menjelaskan
1,37 %. Hal ini berarti bahwa model ini kurang baik untuk menjelaskan
hubungan antara kelimpahan fitoplankton dengan NO2-N perairan.
Hasil analisis regresi linear antara kelimpahan fitoplankton dengan NH3-N
yang diperoleh model dan kurva linier sebagai berikut
Y = 1,5003 + 3,1889 X
0.000
0.005
0.010
0.015
0.020
0.025
0.030
0 50000 100000 150000 200000
Kelimpahan Fitoplankton (sel/m3)
NH
3-N
(mg/
l)
Gambar 29. Regresi linier antara kelimpahan fitoplankton dengan ammonia.
Hubungan antara kelimpahan fitoplankton dengan unsur hara NH3-N secara
linier menunjukkan adanya pengaruh terhadap kelimpahan fitoplankton tingkat
keeratan sebesar 0,13. Hal ini berarti bahwa dengan adanya perubahan unsur hara
NH3-N dalam perairan, mempunyai peran yang sangat kecil terhadap kelimpahan
fitoplankton. Tidak eratnya hubungan antara kelimpahan fitoplankton dengan
NH3-N diduga karena NH3-N dapat bersifat toksik bagi biota perairan walaupun
dengan adanya NH3-N dalam perairan memberikan kontribusi terhadap
kandungan unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan fitoplankton seperti
nitrat melalui oksidasi NH3-N (Brotowidjoyo et al, 1995). Model yang diperoleh
hanya dapat menjelaskan model yang sebenarnya sebesar 1,74 %. Hal ini berarti
model ini kurang baik untuk digunakan untuk menjelaskan hubungan antara
kelimpahan fitoplankton dengan NH3-N perairan.
Hasil analisis regresi linear antara kelimpahan fitoplankton dengan PO4-P
yang diperoleh mempunyai model dan kurva linier sebagai berikut
Y = 1,6149 – 2,9738 X
0.010
0.000
0.010
0.020
0.030
0.040
0.050
0.060
0.070
0.080
0.090
0 50000 100000 150000 200000
Kelimpahan Fitoplankton (sel/m3)
PO4-
P (m
g/l)
Gambar 30. Regresi linier antara kelimpahan fitoplankton dengan ortofosfat.
Hubungan antara kelimpahan fitoplankton dengan unsur hara PO4-P secara
linier menunjukkan adanya pengaruh terhadap kelimpahan fitoplankton dengan
tingkat keeratan sebesar 0,70. Secara linier dapat dikatakan bahwa dengan adanya
perubahan kelimpahan fitoplankton sebesar satu satuan akan mempengaruhi
kandungan unsur hara sebesar 2,9738. Hal ini menunjukkan bahwa ortofosfat
lebih lebih berperan sebagai pembatas dalam pertumbuhan fitoplankton
dibandingkan dengan nitrat. Dari model tersebut dapat dilihat bahwa kelimpahan
fitoplankton akan bertambah seiring dengan berkurangnya ortofosfat. Mackentum
(1969) in Basmi (1999) mengatakan bahwa fosfat dapat menjadi pembatas bagi
pertumbuhan fitoplankton jika kurang dari 0,02 ppm. Pratiwi (2003) menyatakan
bahwa dalam suatu periode tertentu, kesuburan unsur hara menurun jika populasi
fitoplankton meningkat dan selanjutnya populasi fitoplankton menurun seiring
dengan peningkatan kesuburan unsur hara. Model yang diperoleh hanya dapat
menjelaskan model yang sebenarnya sebesar 49,36 %. Hal ini berarti model ini
kurang baik untuk digunakan untuk menjelaskan hubungan antara kelimpahan
fitoplankton dengan PO4-P perairan.
Hasil analisis regresi linear antara kelimpahan fitoplankton dengan
kekeruhan yang diperoleh mempunyai model dan kurva linier sebagai berikut :
Y = 1,7956 – 1,0879 X
0.000
0.500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
0 50000 100000 150000 200000
Kelimpahan Fitoplankton (sel/m3)
Kek
eruh
an (N
TU
)
Gambar 31. Regresi linier antara kelimpahan fitoplankton dengan kekeruhan.
Hubungan antara kelimpahan fitoplankton dengan kekeruhan secara linier
menunjukkan adanya pengaruh terhadap kelimpahan fitoplankton dengan tingkat
keeratan sebesar 0,67. Hal ini menunjukkan bahwa adanya kekeruhan yang tinggi
akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan fitoplankton karena tingginya
kekeruhan. Nilai kekeruhan yang tinggi mengakibatkan terhalangnya penetrasi
cahaya ke dalam kolom perairan, sehingga menghambat proses fotosintesis oleh
fitoplankton.
Hasil analisis regresi linear antara kelimpahan fitoplankton dengan suhu
yang diperoleh mempunyai model dan kurva linier sebagai berikut :
Y = 3,7899 – 3,2786 X
29.4
29.6
29.8
30.0
30.2
30.4
30.6
30.8
0 50000 100000 150000 200000
Kelimpahan Fitoplankton (sel/m3)
Suhu
(o C)
Gambar 32. Regresi linier antara kelimpahan fitoplankton dengan suhu.
Hubungan antara kelimpahan fitoplankton dengan suhu secara linier
menunjukkan adanya pengaruh terhadap kelimpahan fitoplankton dengan tingkat
keeratan sebesar 0,36. Rendahnya korelasi tersebut diduga karena suhu perairan
belum optimal bagi pertumbuhan fitoplankton. Model yang diperoleh hanya
mampu menjelaskan model yang sebenarnya sebesar 13,14 %.
Hasil analisis regresi linear antara kelimpahan zooplankton dengan
kekeruhan yang diperoleh mempunyai model dan kurva linier sebagai berikut :
Y = 1,2711 – 1,5508 X
0 .0 0 0
0 .5 0 0
1 .0 0 0
1 .5 0 0
2 .0 0 0
2 .5 0 0
3 .0 0 0
0 1 0 0 0 2 0 0 0 3 0 0 0 4 0 0 0 5 0 0 0 6 0 0 0 7 0 0 0 8 0 0 0
K e lim p a h a n Z o o p la n k to n (in d /m 3)
Kek
eruh
an (
NT
U)
Gambar 33. Regresi linier antara kelimpahan zooplankton dengan kekeruhan.
Hubungan antara kelimpahan zooplankton dengan kekeruhan secara linier
menunjukkan adanya pengaruh terhadap kelimpahan fitoplankton dengan tingkat
keeratan sebesar 0,15. Rendahnya korelasi ini diduga karena kekeruhan menjadi
penghalang bagi zooplankton dalam mencari makanannya yang dalam hal ini
adalah fitoplankton. Tingginya kekeruhan mengakibatkan berkurangnya penetrasi
cahaya ke dalam kolom perairan sehingga mempengaruhi pergerakan zooplankton
yang bersifat fototaksis dan proses fotosintesis fitoplankton.
Hasil analisis regresi linear antara kelimpahan zooplankton dengan suhu
yang diperoleh mempunyai model dan kurva linier sebagai berikut :
Y = 0,871 X – 2,3253
29.4
29.6
29.8
30.0
30.2
30.4
30.6
30.8
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000
Kelimpahan Zooplankton (ind/m3)
Suhu
(o C)
Gambar 34. Regresi linier antara kelimpahan zooplankton dengan suhu.
Hubungan antara kelimpahan zooplankton dengan suhu secara linier
menunjukkan adanya pengaruh terhadap kelimpahan fitoplankton dengan tingkat
keeratan sebesar 0,10. Rendahnya korelasi ini diduga karena suhu menjadi
penghalang bagi pergerakan zooplankton menuju lapisan permukaan. Arinardi et.
al.(1997) menyatakan bahwa pada siang hari zooplankton menuju kolom perairan
yang lebih dalam untuk mencari makanan karena tingginya suhu permukaan.
model yang diperoleh hanya mampu menjelaskan model yang sebenarnya sebesar
1.08 %.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Selama penelitian diperoleh masing–masing 3 kelas fitoplankton di Pulau
Pramuka yaitu kelas Bacillariophyceae (25 jenis), kelas Dinophyceae (5 jenis) dan
kelas Cyanophyceae (1 jenis) dan di Pulau Panggang diperoleh 3 kelas
fitoplankton yaitu kelas Bacillariophyceae (20 jenis), kelas Dinophyceae (3 jenis)
dan kelas Cyanophyceae (1 jenis). Sedangkan untuk zooplankton di perairan
Pulau Pramuka diperoleh 5 kelas yaitu kelas Ciliata (3 jenis), kelas Crustacea (4
jenis), kelas Sagittoidea (1 jenis), kelas Sarcodina (1 jenis) dan kelas Polychaeta
(1 jenis) dan di perairan Pulau Panggang diperoleh 4 kelas yaitu kelas Ciliata (2
jenis), kelas Crustacea (4 jenis), kelas Sagittoidea (1 jenis), kelas Sarcodina (3
jenis). Nilai indeks keanekaragaman yang didapat secara umum menunjukkan
keanekaragaman yang rendah, komunitas yang tidak stabil dan penyebaran
individu tiap jenis yang rendah dengan kisaran nilai 0.11-2.58. Nilai keseragaman
menunjukkan bahwa keseragaman jumlah individu yang relatif sama dengan
kisaran nilai 0.26-0.96, sedangkan nilai indeks dominansi yang didapat
menunjukkan bahwa hampir tidak terjadi dominasi dalam komunitas dengan
kisaran nilai 0.08-0.74. Secara umum kualitas perairan masih layak untuk
kehidupan biota perairan berdasarkan Kep. MENLH No.51 tahun 2004 dan secara
linier plankton menunjukkan korelasi yang kurang erat terhadap beberapa
parameter fisika-kimia perairan (Nitrat, nitrit, ammonia, ortofosfat, kekeruhan dan
suhu).
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat kapekaan dan pengaruh
fisika-kimia perairan terhadap kelimpahan plankton pada bulan yang lain.
2. Dalam pengambilan sampel plankton diusahakan dalam rentang waktu yang
tidak jauh dan berdasarkan kedalaman untuk melihat perbandingan per satuan
waktu per pengamatan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, A. 2000. Buku Informasi : Kawasan Taman Nasional Kepulauan
Seribu. Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Direktorat Jenderal
Perlindungan dan Konservasi Alam. Balai Taman Nasional Kepulauan
Seribu. 30 hal.
Abdurrohman, A. 2005. Studi parameter fisika-kimia di perairan Pulau Panggang,
Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. 64
hal.
APHA (American Public Health Association). 1989. Standard Method for the
Examinition of Water and Waste Water. American Public Health
Association. Water Pollution Control Federation. Port City Press.
Baltimore, Mariland. 1202 p.
Arinardi, O.H, A.B. Sutomo, S.A. Yusuf, Trimaningsih, E Asnaryanti, S.H.
Riyono. 1997. Kisaran Kelimpahan dan Komposisi Plankton
Predominan di Perairan Kawasan Timur Indonesia. LIPI. Jakarta. 77
hal.
Awaludin. 2002. Studi Beberapa Aspek Bioekologis Teripang (Holothuroidea)
pada Musim Peralihan dan Musim Timur Di Perairan Pulau Pramuka,
Kepulauan Seribu, Jakarta. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 50 hal.
Basmi, J. 1988. Plankton Sebagai Makanan Ikan Kultur. Makalah Mata Ajaran
Budidaya Perairan (Air 54) Program Studi Ilmu Perairan (S2) FPS
IPB. Fakultas Pasca Sarjana. IPB. Bogor. 37 hal.
Basmi, J. 1999. Planktonologi : Bioekologi Plankton Algae. Tidak Dipublikasikan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelauan. IPB. Bogor. 110 h.
Boyd, C.Z. 1979. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsevier.
Science Publication Co. Amsterdam. 319 p.
Brotowidjoyo, M.D, D. Tribawono, E. Mulbyantoro, 1995. Pengantar Lingkungan
Perairan dan Budidaya Air. Liberty Yogyakarta. Yogyakarta. 259 hal.
Clifford, H.T and Stephenson. 1975. An Introduction to Numerical Clasification.
Academic Press. New York. San Fransisco.229p.
Davis, C.C. 1955. The Marine and Freshwater Plankton. Machigan State
University Press. USA. 562 p.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. 258 hal
Goldman, C. R. and A. J. Horne. 1983. Limnology. Mc Graw Hill International
Book Company. Tokyo. 464 p.
Hutagalung, H. P. dan A. Rozak. 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen dan
Biota. Buku 2. LIPI. Jakarta.182 hal.
Isnanstyo, A dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan
Zooplankton. Kanisius. Yogyakarta. 116 hal.
Kep MENLH. 2004. Keputusan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup No.
Kep 51 / MENLH / I / 2004. Tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu
Lingkungan. 11 hal.
Millero, F.S and M.L Sohn. 1992. Chemical Oceanography. CRC Pres. London.
531 p.
Newell, G.E and R.C Newell. 1977. Marine Plankton. Machigan State University
Press. USA. 244 p.
Nirmala, R. 2003. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Ekosistem Terumbu
Karang Secara Berkelanjutan (Kasus Di Kelurahan Pulau Panggang
Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu). Tesis. Program Pasca
Sarjana. Institut Pertanian Bogor. 151 hal.
Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Jambatan. Jakarta. 368 hal.
Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Alih bahasa H.
M. Eidman, Koesoebiono, D. G. Bengen, M. Hutomo dan S. Sukardjo.
PT Gramedia Jakarta. 459 hal.
Odum, E. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Diterjemahkan oleh Tjahjono Samingan.
UGM Press. Yogyakarta. 697 hal.
Omori, I and T. Ikeda. 1976. Method in Marine Zooplankton Ecology. John
Willey and Son. New York. 271 p.
Pratiwi, N. T. M. 2003. Manajemen Bioregional Jabodetabek : Profil dan Strategi
Pengelolaaan Situ, Rawa dan Danau. LIPI. Bogor. 404 hal.
Royce, F. W. 1973. Introduction to The Fishery Sciences. College of Fisheries
University of Washington. Academic Press. New York and London.
351 p.
Saeni, M. S. 1989. Kimia Lingkungan. PAU-IPB. Bogor. 177 hal
Sanusi, H.S. 1994. Karakteristik Kimia dan Kesuburan Perairan Teluk Pelabuhan
Ratu (tahap II-Musim Timur). Laporan Penelitian. Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 89 hal.
Steel, R.G.D dan J.H. Torie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik : Pendekatan
Biometrik. PT. Gramedia Pustaka. Jakarta. 748 hal
Sumich, J. L. 1992. Introduction to the Biology of Marine Life. 5th Edition. WCB,
Wm. C. Brown Publishers, USA. 348 p.
Wetzel, R.G. 2001. Limnology. 3rd. Saunders Company. Philadelphia. Toronto.
London. 767 p.
www.lapanrs.com Yamaji, I. 1966. Illustrations of the Marine Plankton of Japan. Hoikusha
Publishing Co Ltd. Osaka. Japan. 53p.
Lampiran 1. Kelimpahan plankton (sel/m3) bulan Oktober 2004 Pulau Pramuka
Organisme Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6 Rata-rata total Phytoplankton Bacillariopyceae Amphora sp. 0 0 600 600 1200 1500 650 4550 Asterionella sp. 1200 1500 3000 0 11400 2100 3200 22400 Bacteriastrum sp. 600 0 300 0 0 300 200 1400 Biddulphia sp. 600 1200 0 0 1800 300 650 4550 Chaetoceros sp. 1200 1200 600 600 600 300 750 5250 Climacosphenia sp. 0 0 0 300 0 600 150 1050 Cocconeis sp. 0 1500 900 300 600 600 650 4550 Corethron sp. 0 0 300 0 0 0 50 350 Coscinodiscus sp. 2400 2100 300 4200 1500 900 1900 13300 Cyclotella sp. 0 300 0 0 0 0 50 350 Fragillaria sp. 1200 6000 6300 1200 1800 24600 6850 47950 Gomphonema sp. 0 0 0 0 0 300 50 350 Leptocylindrus sp. 0 0 900 0 600 0 250 1750 Melosira sp. 0 2100 2100 0 300 0 750 5250 Mesogloia sp. 600 0 0 0 300 0 150 1050 Navicula sp. 600 900 6300 1500 1800 8100 3200 22400 Nitzschia sp. 1800 6300 19800 7500 4200 27300 11150 78050 Pleurosigma sp. 0 600 300 0 600 600 350 2450 Rhicosphenia sp 0 900 0 0 600 0 250 1750 Rhizosolenia sp. 600 300 0 300 1200 0 400 2800 Skeletonema sp. 1500 258600 13500 12900 4500 0 48500 339500 Thalasionema sp. 0 0 0 0 0 1800 300 2100 Jumlah 12300 283500 55200 29400 33000 69300 80450 563150 Cyanophyceae Trichodesmium sp. 1800 20400 8100 39300 11100 31200 18650 130550 Jumlah 1800 20400 8100 39300 11100 31200 18650 130550 Dinophyceae Ceratium sp. 1800 600 1500 600 600 300 900 6300 Dinophysis sp. 600 0 0 0 600 0 200 1400 Peridinium sp. 600 600 900 900 1200 1800 1000 7000 Jumlah 3000 1200 2400 1500 2400 2100 2100 14700 Zooplankton Ciliata Favella sp. 600 600 0 0 0 0 200 1400 Tintinopsis sp. 0 0 0 0 0 300 50 350 Tintinidium sp. 0 0 600 0 0 0 100 700 Jumlah 600 600 600 0 0 300 350 2450 Crustacea Calanus sp. 0 0 2400 1500 0 900 800 5600 Microsetella sp. 300 600 300 600 1500 2700 1000 7000 Paracalanus sp. 0 300 600 0 900 600 400 2800 Jumlah 300 900 3300 2100 2400 4200 2200 15400 Sagittoidea Sagitta sp. 1200 1200 1200 600 1500 300 1000 7000 Jumlah 1200 1200 1200 600 1500 300 1000 7000 Sarcodina Globigerina sp. 0 600 300 0 600 900 400 2800 Jumlah 0 600 300 0 600 900 400 2800
Lampiran 2. Kelimpahan plankton (sel/m3) bulan November 2004 Pulau Pramuka
Organisme Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6 Rata-rata total Phytoplankton Bacillariopyceae Amphora sp. 600 0 600 0 0 2100 550 3300 Asterionella sp. 35400 0 2400 300 4500 600 7200 43200 Bacteriastrum sp. 1200 0 300 0 0 0 250 1500 Biddulphia sp. 1500 0 1200 600 600 0 650 3900 Chaetoceros sp. 600 1200 600 4200 600 600 1300 7800 Climacosphenia sp. 0 0 0 0 600 0 100 600 Cocconeis sp. 900 0 300 300 300 1500 550 3300 Corethron sp. 0 0 0 0 0 0 0 0 Coscinodiscus sp. 600 900 2700 4500 1200 600 1750 10500 Cyclotella sp. 0 0 0 0 0 0 0 0 Fragillaria sp. 3000 900 5400 600 1200 6900 3000 18000 Leptocylindrus sp. 0 0 0 0 600 600 200 1200 Melosira sp. 0 0 1200 0 0 0 200 1200 Mesogloia sp. 2100 0 0 0 0 0 350 2100 Navicula sp. 2400 1500 17100 600 2100 5700 4900 29400 Nitzschia sp. 2400 3000 47100 900 900 12300 11100 66600 Pleurosigma sp. 300 0 600 0 600 900 400 2400 Rhicosphenia sp 600 0 0 0 0 0 100 600 Rhizosolenia sp. 600 0 0 0 600 0 200 1200 Skeletonema sp. 1200 35400 11400 12900 0 0 10150 60900 Thalasionema sp. 600 0 0 0 0 1800 400 2400 Thalasiotrix sp. 0 900 0 0 0 0 150 900 Triceratium sp. 300 0 600 0 0 0 150 900 Jumlah 54300 43800 91500 24900 13800 33600 43650 261900 Cyanophyceae Trichodesmium sp. 15900 6900 23100 0 5400 28200 13250 79500 Jumlah 15900 6900 23100 0 5400 28200 13250 79500 Dinophyceae Ceratium sp. 0 900 1200 900 300 600 650 3900 Dinophysis sp. 0 0 0 300 300 0 100 600 Gymnodinium sp. 0 0 0 0 600 0 100 600 Peridinium sp. 3900 300 600 900 600 2100 1400 8400 Pyrocistis sp. 600 0 0 0 0 0 100 600 Jumlah 4500 1200 1800 2100 1800 2700 2350 14100 Zooplankton Ciliata Favella sp. 0 0 0 0 300 900 200 1200 Tintinopsis sp. 300 0 0 0 0 600 150 900 Jumlah 300 0 0 0 300 1500 350 2100 Crustacea Calanus sp. 0 300 600 0 0 0 150 900 Microsetella sp. 600 300 1200 5100 900 1200 1550 9300 Paracalanus sp. 0 300 300 1800 300 0 450 2700 Jumlah 600 900 2100 6900 1200 1200 2150 12900 Sagittoidea Sagitta sp. 600 600 900 1500 1200 1500 1050 6300 Jumlah 600 600 900 1500 1200 1500 1050 6300 Sarcodina Globigerina sp. 1200 300 600 0 900 600 600 3600 Jumlah 1200 300 600 0 900 600 600 3600 Polychaeta Temopteris sp. 0 0 0 300 0 300 100 600 Jumlah 0 0 0 300 0 300 100 600
Lampiran 3. Kelimpahan plankton (sel/m3) bulan Desember 2004 Pulau Pramuka
Organisme Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6 Rata-rata total Phytoplankton Bacillariopyceae Amphora sp. 9900 2700 1800 0 1200 8700 4050 24300 Asterionella sp. 22800 4200 900 300 1200 0 4900 29400 Bacteriastrum sp. 900 600 600 0 300 0 400 2400 Biddulphia sp. 0 600 6300 900 900 0 1450 8700 Chaetoceros sp. 1500 3600 1500 3300 0 2400 2050 12300 Cocconeis sp. 2100 600 2400 0 600 0 950 5700 Coscinodiscus sp. 3000 1500 600 0 600 1200 1150 6900 Cyclotella sp. 0 0 0 0 0 600 100 600 Fragillaria sp. 34500 10200 42900 13200 12300 18900 22000 132000 Melosira sp. 0 8400 0 0 0 0 1400 8400 Mesogloia sp. 0 0 600 0 600 600 300 1800 Navicula sp. 0 12000 41400 13500 12900 17700 16250 97500 Nitzschia sp. 17400 12600 25200 9900 6000 15600 14450 86700 Pleurosigma sp. 900 300 0 0 900 2100 700 4200 Rabdonema sp. 1200 0 0 0 0 0 200 1200 Rhizosolenia sp. 600 600 600 600 0 0 400 2400 Skeletonema sp. 0 0 1200 900 0 0 350 2100 Thalasionema sp. 0 0 0 0 300 0 50 300 Triceratium sp. 0 0 300 0 0 0 50 300 Jumlah 94800 57900 126300 42600 37800 67800 71200 427200 Cyanophyceae Trichodesmium sp. 8100 79200 53700 8700 600 18900 28200 169200 Jumlah 8100 79200 53700 8700 600 18900 28200 169200 Dinophyceae Ceratium sp. 1200 600 0 0 0 300 350 2100 Peridinium sp. 1500 600 600 0 2100 4200 1500 9000 Jumlah 2700 1200 600 2100 4500 1850 11100 Zooplankton Crustacea Acartia sp. 900 300 600 0 0 1500 550 3300 Calanus sp. 1800 1500 300 0 1200 600 900 5400 Microsetella sp. 1500 1200 600 0 0 5100 1400 8400 Paracalanus sp. 1800 0 0 300 600 1800 750 4500 Jumlah 6000 3000 1500 300 1800 9000 3600 21600 Sagittoidea Sagitta sp. 900 900 1200 900 0 900 800 4800 Jumlah 900 900 1200 900 0 900 800 4800 Sarcodina Globigerina sp. 1500 1500 600 600 900 900 1000 6000 Jumlah 1500 1500 600 600 900 900 1000 6000
Lampiran 4. Kelimpahan plankton (sel/m3) bulan Oktober 2004 Pulau Panggang
Organisme Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6 Rata-rata total Phytoplankton Bacillariopyceae Amphora sp. 2100 600 2400 600 2700 600 1500 9000 Asterionella sp. 16500 900 1500 600 600 1500 3600 21600 Bacteriastrum sp. 2700 300 900 300 0 300 750 4500 Biddulphia sp. 600 0 0 0 0 300 150 900 Chaetoceros sp. 6300 0 0 0 0 0 1050 6300 Climacosphenia sp. 0 1500 600 0 0 0 350 2100 Cocconeis sp. 3600 1200 600 600 600 300 1150 6900 Corethron sp. 0 0 0 0 0 0 0 0 Coscinodiscus sp. 1500 600 1200 900 600 300 850 5100 Cyclotella sp. 0 0 0 0 0 0 0 0 Fragillaria sp. 12600 8100 7500 1500 6600 1500 6300 37800 Licmophora sp. 0 600 0 300 0 600 250 1500 Melosira sp. 7500 600 900 0 0 0 1500 9000 Navicula sp. 11100 6000 12000 1800 3000 600 5750 34500 Nitzschia sp. 14400 15300 20100 900 5400 1500 9600 57600 Pleurosigma sp. 900 300 0 300 900 0 400 2400 Rhizosolenia sp. 0 600 300 0 0 0 150 900 Skeletonema sp. 0 1500 2100 600 7200 900 2050 12300 Strepthotheca sp. 0 0 600 0 0 0 100 600 Triceratium sp. 300 0 300 0 0 0 100 600 Jumlah 80100 38100 51000 8400 27600 8400 35600 213600 Cyanophyceae Trichodesmium sp. 36600 25200 16200 900 3300 2700 14150 84900 Jumlah 36600 25200 16200 900 3300 2700 14150 84900 Dinophyceae Ceratium sp. 600 300 600 0 0 900 400 2400 Peridinium sp. 2700 900 3600 1200 1500 1800 1950 11700 Jumlah 3300 1200 4200 1200 1500 2700 2350 14100 Zooplankton Ciliata Epyplocilis sp. 600 0 0 0 0 0 100 600 Favella sp. 0 600 0 0 0 300 150 900 Jumlah 600 600 0 0 0 300 250 1500 Crustacea Acartia sp. 0 1200 0 0 0 1200 400 2400 Calanus sp. 0 0 0 0 300 600 150 900 Microsetella sp. 1800 2700 2100 0 0 300 1150 6900 Paracalanus sp. 0 0 1500 0 0 0 250 1500 Jumlah 1800 3900 3600 0 300 2100 1950 11700 Sagittoidea Sagitta sp. 0 1200 0 300 1500 0 500 3000 Jumlah 0 1200 0 300 1500 0 500 3000 Sarcodina Coracolyptra sp. 0 300 0 0 0 0 50 300 Globigerina sp. 2700 0 1500 600 900 300 1000 6000 Orbulina sp. 300 0 0 0 0 0 50 300 Jumlah 3000 300 1500 600 900 300 1100 6600
Lampiran 5. Kelimpahan plankton (sel/m3) bulan November 2004 Pulau Panggang
Organisme Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6 Rata-rata total
Phytoplankton Bacillariopyceae Amphora sp. 0 900 1200 0 300 600 500 3000 Asterionella sp. 41400 1200 1800 0 5100 0 8250 49500 Bacteriastrum sp. 900 900 300 0 0 0 350 2100 Biddulphia sp. 600 600 600 600 600 0 500 3000 Chaetoceros sp. 2700 0 600 0 600 600 750 4500 Cocconeis sp. 900 1500 600 600 0 600 700 4200 Corethron sp. 0 0 0 0 0 0 0 0 Coscinodiscus sp. 600 600 600 0 600 900 550 3300 Cyclotella sp. 0 0 0 0 300 0 50 300 Fragillaria sp. 9000 8100 5100 1500 2700 600 4500 27000 Licmophora sp. 0 600 0 0 600 0 200 1200 Melosira sp. 2400 600 0 0 0 0 500 3000 Navicula sp. 2100 6600 1500 600 0 600 1900 11400 Nitzschia sp. 2400 13500 3000 0 600 600 3350 20100 Pleurosigma sp. 300 0 0 0 0 0 50 300 Rhizosolenia sp. 0 600 300 0 0 0 150 900 Skeletonema sp. 1200 2700 2400 0 1200 1500 1500 9000 Triceratium sp. 300 0 0 0 0 0 50 300 Jumlah 64800 38400 18000 3300 12600 6000 23850 143100 Cyanophyceae Trichodesmium sp. 21300 6600 4500 6600 600 2100 6950 41700 Jumlah 21300 6600 4500 6600 600 2100 6950 41700 Dinophyceae Ceratium sp. 600 600 900 600 0 300 500 3000 Peridinium sp. 2400 900 1500 600 600 1500 1250 7500 Jumlah 3000 1500 2400 1200 600 1800 1750 10500 Zooplankton Ciliata Favella sp. 0 600 0 0 300 0 150 900 Jumlah 0 600 0 0 300 0 150 900 Crustacea Acartia sp. 0 0 300 300 0 0 100 600 Calanus sp. 0 600 0 300 0 0 150 900 Microsetella sp. 900 600 0 600 900 300 550 3300 Paracalanus sp. 300 0 600 0 600 0 250 1500 Jumlah 1200 1200 900 1200 1500 300 1050 6300 Sarcodina Coracolyptra sp. 0 300 600 0 0 0 150 900 Globigerina sp. 1200 600 0 900 300 300 550 3300 Jumlah 1200 900 600 900 300 300 700 4200
Lampiran 6 Kelimpahan plankton (sel/m3) bulan Desember 2004 Pulau Panggang
Organisme Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6 Rata-rata total Phytoplankton Bacillariopyceae Amphora sp. 1200 1500 600 0 0 0 550 3300 Asterionella sp. 1200 900 3000 900 600 900 1250 7500 Bacteriastrum sp. 600 0 0 0 0 0 100 600 Biddulphia sp. 0 600 600 900 0 0 350 2100 Chaetoceros sp. 1200 900 600 900 600 0 700 4200 Cocconeis sp. 0 300 600 300 300 0 250 1500 Coscinodiscus sp. 600 600 600 0 0 0 300 1800 Fragillaria sp. 4200 8100 4200 3300 1800 1200 3800 22800 Gyrosigma sp. 0 600 0 0 0 0 100 600 Melosira sp. 0 0 2400 0 0 0 400 2400 Navicula sp. 1200 6000 2400 1500 900 1200 2200 13200 Nitzschia sp. 2100 4200 2100 1200 3000 300 2150 12900 Pleurosigma sp. 0 0 300 0 0 0 50 300 Rhizosolenia sp. 0 0 300 0 0 300 100 600 Skeletonema sp. 0 900 0 0 0 0 150 900 Triceratium sp. 300 0 0 0 0 0 50 300 Jumlah 12600 24600 17700 9000 7200 3900 12500 75000 Cyanophyceae Trichodesmium sp. 3900 6600 10500 6000 4200 4500 5950 35700 Jumlah 3900 6600 10500 6000 4200 4500 5950 35700 Dinophyceae Ceratium sp. 0 300 0 600 0 0 150 900 Gymnodinium sp. 300 300 0 300 0 300 200 1200 Peridinium sp. 900 900 900 300 600 300 650 3900 Jumlah 1200 1500 600 0 0 0 550 3300 Zooplankton Crustacea Calanus sp. 0 600 2400 2400 300 2400 1350 8100 Microsetella sp. 300 900 1800 600 300 1800 950 5700 Paracalanus sp. 0 0 300 0 300 0 100 600 Jumlah 300 1500 4500 3000 900 4200 2400 14400 Sagittoidea Sagitta sp. 3900 6600 10500 6000 4200 4500 5950 35700 Jumlah 3900 6600 10500 6000 4200 4500 5950 35700 Sarcodina Coracolyptra sp. 0 0 0 300 0 300 100 600 Globigerina sp. 900 1800 600 1200 0 300 800 4800 Jumlah 900 1800 600 1500 0 600 900 5400
Lampiran 7. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut.
No Parameter Satuan Baku mutu FISIKA 1 Kecerahan m Coral >5.
mangrove- lamun:>3
2 Kebauan alami 3 Kekeruhan NTU <5 4 Padatan tersuspensi total mg/l coral; 20 mangrove: 80 lamun: 20 5 Sampah nihil 6 Suhu oC alami 7 Lapisan minyak nihil KIMIA 1 pH 7-8.5 2 Salinitas PSU alami 3 Oksigen terlarut (DO) mg/l >5 4 BOD5 mg/l 20 5 Amonia total (NH3
-N) mg/l 0.3 6 Fosfat (PO4
-P) mg/l 0.015 7 Nitrat (NO3
-N). mg/l 0.008 8 Sianida (CN-) mg/l 0.5 9 Sulfida mg/l 0.01
10 PAH (poliaromatik hidrokarbon) mg/l 0.003
11 Senyawa fenol total mg/l 0.002
12 PCB total (poliklor bifenil) mg/l 0.01
13 Surfaktan (deterjen) mg/l/MBAS 1 14 Minyak dan lemak mg/l 1 15 Pestisida mg/l 0.01 16 TBT (tributil tin) mg/l 0.01 Logam terlarut
17 Raksa (Hg) mg/l 0.001
18 Kromium heksavalen (Cr(VI)) mg/l 0.005
19 Arsen (As) mg/l 0.012 20 Kadmium (Cd) mg/l 0.001 21 Tembaga (Cu) mg/l 0.008 22 Timbal (Pb) mg/l 0.008 23 Seng (Zn) mg/l 0.05 24 Nikel (Ni) mg/l 0.05
Lampiran 11. Indeks similaritas Bray Curtis FITOLANKTON-PANGGANG-SPASIAL
MATRIKS SIMILARITAS CANBERRA PENGGABUNGAN KE: 1 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 4 + 6 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 2 SIMILARITAS RATA-RATA = 77.4 ANGGOTA KELOMPOK 4 6 PENGGABUNGAN KE: 2 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 2 + 3 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 2 SIMILARITAS RATA-RATA = 73.0 ANGGOTA KELOMPOK 2 3 PENGGABUNGAN KE: 3 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 4 + 5 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 3 SIMILARITAS RATA-RATA = 61.0 ANGGOTA KELOMPOK 4 6 5 PENGGABUNGAN KE: 4 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 2 + 4 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 5 SIMILARITAS RATA-RATA = 48.8 ANGGOTA KELOMPOK 2 3 4 6 5 PENGGABUNGAN KE: 5 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 2 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 6 SIMILARITAS RATA-RATA = 33.7 ANGGOTA KELOMPOK 1 2 3 4 6 5 ZOOPLANKTON-PANGGANG-SPASIAL MATRIKS SIMILARITAS CANBERRA PENGGABUNGAN KE: 1 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 2 + 4 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 2 SIMILARITAS RATA-RATA = 79.3 ANGGOTA KELOMPOK 2 4
Lampiran 11. Indeks similaritas Bray Curtis (lanjutan) PENGGABUNGAN KE: 2 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 2 + 3 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 3 SIMILARITAS RATA-RATA = 74.6 ANGGOTA KELOMPOK 2 4 3 PENGGABUNGAN KE: 3 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 2 + 6 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 4 SIMILARITAS RATA-RATA = 68.3 ANGGOTA KELOMPOK 2 4 3 6 PENGGABUNGAN KE: 4 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 2 + 5 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 5 SIMILARITAS RATA-RATA = 66.9 ANGGOTA KELOMPOK 2 4 3 6 5 PENGGABUNGAN KE: 5 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 2 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 6 SIMILARITAS RATA-RATA = 59.5 ANGGOTA KELOMPOK 1 2 4 3 6 5 FITOPLANKTON-PRAMUKA-SPASIAL MATRIKS SIMILARITAS CANBERRA PENGGABUNGAN KE: 1 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 3 + 6 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 2 SIMILARITAS RATA-RATA = 75.3 ANGGOTA KELOMPOK 3 6 PENGGABUNGAN KE: 2 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 4 + 5 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 2 SIMILARITAS RATA-RATA = 59.9 ANGGOTA KELOMPOK 4 5
Lampiran 11. Indeks similaritas Bray Curtis (lanjutan) PENGGABUNGAN KE: 3 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 4 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 3 SIMILARITAS RATA-RATA = 53.4 ANGGOTA KELOMPOK 1 4 5 PENGGABUNGAN KE: 4 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 3 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 5 SIMILARITAS RATA-RATA = 47.9 ANGGOTA KELOMPOK 1 4 5 3 6 PENGGABUNGAN KE: 5 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 2 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 6 SIMILARITAS RATA-RATA = 37.1 ANGGOTA KELOMPOK 1 4 5 3 6 2 ZOOPLANKTON-PRAMUKA-SPASIAL MATRIKS SIMILARITAS CANBERRA PENGGABUNGAN KE: 1 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 5 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 2 SIMILARITAS RATA-RATA = 93.3 ANGGOTA KELOMPOK 1 5 PENGGABUNGAN KE: 2 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 2 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 3 SIMILARITAS RATA-RATA = 89.3 ANGGOTA KELOMPOK 1 5 2 PENGGABUNGAN KE: 3 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 4 + 6 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 2 SIMILARITAS RATA-RATA = 77.3 ANGGOTA KELOMPOK 4 6
Lampiran 11. Indeks similaritas Bray Curtis (lanjutan) PENGGABUNGAN KE: 4 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 3 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 4 SIMILARITAS RATA-RATA = 74.7 ANGGOTA KELOMPOK 1 5 2 3 PENGGABUNGAN KE: 5 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 4 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 6 SIMILARITAS RATA-RATA = 65.8 ANGGOTA KELOMPOK 1 5 2 3 4 6 FITOPLANKTON-PRAMUKA-TEMPORAL PENGGABUNGAN KE: 1 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 2 + 3 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 2 SIMILARITAS RATA-RATA = 55.0 ANGGOTA KELOMPOK 2 3 PENGGABUNGAN KE: 2 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 2 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 3 SIMILARITAS RATA-RATA = 26.0 ANGGOTA KELOMPOK 1 2 3 ZOOPLANKTON-PRAMUKA-TEMPORAL PENGGABUNGAN KE: 1 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 2 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 2 SIMILARITAS RATA-RATA = 74.4 ANGGOTA KELOMPOK 1 2 PENGGABUNGAN KE: 2 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 3 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 3 SIMILARITAS RATA-RATA = 65.3 ANGGOTA KELOMPOK 1 2 3
Lampiran 11. Indeks similaritas Bray Curtis (lanjutan) FITOPLANKTON-PANGGANG-TEMPORAL PENGGABUNGAN KE: 1 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 2 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 2 SIMILARITAS RATA-RATA = 64.2 ANGGOTA KELOMPOK 1 2 PENGGABUNGAN KE: 2 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 3 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 3 SIMILARITAS RATA-RATA = 44.6 ANGGOTA KELOMPOK 1 2 3 ZOOPLANKTON-PANGGANG-TEMPORAL
PENGGABUNGAN KE: 1 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 2 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 2 SIMILARITAS RATA-RATA = 61.2 ANGGOTA KELOMPOK 1 2 PENGGABUNGAN KE: 2 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 3 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 3 SIMILARITAS RATA-RATA = 47.5 ANGGOTA KELOMPOK 1 2 3
Lampiran 11. Indeks similaritas Canberra
SPASIAL-PRAMUKA PENGGABUNGAN KE: 1 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 2 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 2 SIMILARITAS RATA-RATA = 94.2 ANGGOTA KELOMPOK 1 2 PENGGABUNGAN KE: 2 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 5 + 6 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 2 SIMILARITAS RATA-RATA = 87.8 ANGGOTA KELOMPOK 5 6 PENGGABUNGAN KE: 3 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 5 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 4 SIMILARITAS RATA-RATA = 82.9 ANGGOTA KELOMPOK 1 2 5 6 PENGGABUNGAN KE: 4 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 3 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 5 SIMILARITAS RATA-RATA = 73.7 ANGGOTA KELOMPOK 1 2 5 6 3 PENGGABUNGAN KE: 5 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 4 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 6 SIMILARITAS RATA-RATA = 49.8 ANGGOTA KELOMPOK 1 2 5 6 3 4
SPASIAL-PANGGANG PENGGABUNGAN KE: 1 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 3 + 4 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 2 SIMILARITAS RATA-RATA = 95.0 ANGGOTA KELOMPOK 3 4
Lampiran 11. Indeks similaritas Canberra (lanjutan) PENGGABUNGAN KE: 2 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 2 + 3 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 3 SIMILARITAS RATA-RATA = 94.6 ANGGOTA KELOMPOK 2 3 4 PENGGABUNGAN KE: 3 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 5 + 6 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 2 SIMILARITAS RATA-RATA = 94.5 ANGGOTA KELOMPOK 5 6 PENGGABUNGAN KE: 4 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 2 + 5 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 5 SIMILARITAS RATA-RATA = 92.3 ANGGOTA KELOMPOK 2 3 4 5 6 PENGGABUNGAN KE: 5 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 2 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 6 SIMILARITAS RATA-RATA = 91.6 ANGGOTA KELOMPOK 1 2 3 4 5 6
TEMPORAL-PRAMUKA PENGGABUNGAN KE: 1 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 2 + 3 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 2 SIMILARITAS RATA-RATA = 82.5 ANGGOTA KELOMPOK 2 3 PENGGABUNGAN KE: 2 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 2 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 3 SIMILARITAS RATA-RATA = 76.6 ANGGOTA KELOMPOK 1 2 3
TEMPORAL-PANGGANG PENGGABUNGAN KE: 1 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 2 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 2
Lampiran 11. Indeks similaritas Canberra (lanjutan) SIMILARITAS RATA-RATA = 82.9 ANGGOTA KELOMPOK 1 2 PENGGABUNGAN KE: 2 DATA YANG DIGABUNGKAN : ( 1 + 3 ) BANYAKNYA DATA DI DALAM GEROMBOL= 3 SIMILARITAS RATA-RATA = 74.5 ANGGOTA KELOMPOK
1 2 3
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 6 Agustus 1983 di Desa
Banjaranyar, Kecamatan Balapulang, Kabupaten Tegal,
Propinsi Jawa Tengah. Penulis merupakan anak pertama dari
empat bersaudara dari pasangan Bapak Suwarno dan Ibu
Dahwati. Penulis mengawali pendidikan pada tahun 1987 di
TK Handayani Banjaranyar, SD Negeri I Banjaranyar tahun
1989-1995, SLTP Negeri I Balapulang tahun 1995-1998 dan SMU Negeri I
Balapulang tahun 1998-2001.
Pada tahun 2001 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan
Seleksi Masuk IPB) dan memilih Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama di IPB, penulis pernah aktif dalam
beberapa organisasi kemahasiswaan seperti HIMASPER (Himpunan Mahasiswa
Manajemen Sumberdaya Perairan) periode tahun 2002-2003 dan 2003-2004, ASC
(Aquares Study Club), Teater Lingkar Seni JARING. Selain itu juga, penulis
pernah menjadi asisten mata kuliah Biologi Perairan dan Tumbuhan Air Terapan
periode tahun 2004-2005. Untuk menyelesaikan studi, penulis melaksanakan
penelitian dan skripsi yang berjudul “Hubungan Struktur Komunitas Plankton
dengan Kondisi Fisika-Kimia Perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang,
Kepulauan Seribu”.