Post on 08-Nov-2020
Homeschooling Sebagai Sekolah Alternatif
Study Kasus: SUN Homeschooling
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
oleh
Syafina Hanum
1050 11000 163
Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah
Jakarta
2013
i
ABSTRAK
Homeschooling Sebagai Sekolah Alternatif
Kata kunci: Homeschooling
Skripsi ini membahas mengenai alasan orang tua dalam memilih
homeschooling sebagai sekolah alternatif bagi anaknya. Beberapa diantaranya
dalah ketidak nyamanan system pendidikan pada sekolah formal, biaya
pendidikan yang semakin tinggi serta tidak tercukupinya pendidikan mengenai
keagamaan, etika, estetika, pendidikan karakter dan moral pada anak.
Penelitian ini bertujun untuk memberikan informasi dan gambaran
mengenai homeschooling yang dewasa ini semakin dilirik oleh para pendidik dan
orang tua serta anak didik.
Data yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah metode
penelitian kualitatif yang dikemukakan secara deskriptif analisis melalui Field
Research (Penelitian Lapangan).
Hasil penelitian menyatakan bahwa alasan orang tua memilih
homeschooling adalah ketidak puasan dan ketidak setujuan atas sistem pendidikan
disekolah, keadaan pergaulan disekolah yang tidak sehat, dapat menekan kepada
pendidikan moral dan keagamaan, memperluas lingkungan social serta
tersedianya waktu yang fleksible dan suasana belajar yang nyaman, dan anakn
memiliki kesempatan untuk mengeksplorasi bakat di luar kemampuan akademis.
Syafina Hanum (1050 11000 163)
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang maha rahim yang telah
memberikan kita berbagai macam nikmat sehat walafiat.shalawat serta salam
tercurahkan pada muara ilham, lautan ilmu yang tidak pernah larut yakni
keharibaan baginda Nabi Muhammad SAW, serta keluarga, sahabat dan seluruh
pengikutnya. Aamiiin Ya Rabbal alamin.
Penulis juga menyadari adanya kekurangan dalam skripsi ini. Maka
dengan semangat belajar dari keselahan, penulis akan menerima kritik, saran,
masukan dan dukungan dari berbagai pihak. Dalam menyelesaikan tugas ini
penulis tidak semata berhasil dengan tenaga dan upaya sendiri namun banyak
pihak yang telah berpartisipasi dalam terselesaikannya penulisan skripsi ini baik
yang bersifat moril maupun materiil, maka dengan sepatutnya penulis
menyampaikan terimakasih atas kerjasamanya dan dorongannya. Rasa terimaksih
yang begitu tinggi saya sampaikan kepada:
1. Bapak Dr. Rif’at Syauqi, M.A, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyan dan Keguruan
Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah dan Ibu Nurlena, Pembantu Dekan
bidang Kemahasiswaan serta dosen seminar proposal skripsi.
2. Bapak Bahrisalim, M.A dan Bapak Sapiudin, M.Ag, Ketua dan Sekertaris
Jurusan Pendidikan Agama Islam.
3. Prof. Komarudin Hidayat, dan Prof. Azyumardi Azra Rektor UIN Syahid dan
Rektor Pascasarjana UIN Syahid, terimakasih atas izin cutinya Prof.
Alhamdulillah saya telah kembali ketanah air untuk menyelesaikan study di
UIN Syahid).
4. Bapak M. Zuhdi, M. Ed, Ph. D. Pembimbing penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini, yang selalu meluangkan waktunya ditengah-tengah kesibukannya
untuk membuka e-mail dan mengoreksi skripsi ini serta waktu untuk setiap
pertemuan untuk advice nya. Saya bersyukur mendapatkan bapak sebagai
pembimbing saya, yang secara tidak sadar saya inginkan dari pertama bapak
mengajar di kelas saya.
iii
5. Pak Tanenji atas bimbingannya selama saya menjadi Mahasiswa PAI. Pak
Furqon, Pak Aminuddin Ya’kub dan seluruh Dosen Jurusan PAI yang telah
berbagi ilmu, pengalaman dan senyumannya selama ini. Serta seluruh staff dan
karyawan Jurusan Pendidikan Agama Islam.
6. Pak Dhanang Sasongko, Pemilik SUN Homeschooling. Terimakasih atas
izinnya untuk melakukan penelitian di SUN HS, pengalamannya, waktu dan
diskusi-diskusinya sehingga skripsi ini menjadi lengkap. Serta mas Aris,
Karyawan SUN Homeschooling. Terimakasih atas bantuan dan keramahannya.
7. Orangtua terkasih. Ayahanda dan Ibunda, yang tak henti-hentinya mendo’akan
yang terbaik bagi anak-anaknya. Khalidah Nisma Fritz yang memberi masukan
dan inspirasi buat skripsi ini. Fauziah Nashrin yang sedang studi Kedokteran di
Pakistan (Jadilah Dokter muslimah yang bermanfaat bagi orang lain). My first
love, who give me the color of life. Thanks for helping me finishing my little
thesis proposal even just by texting. I love you
8. Teman-teman seperjuangan PAI D angkatan 2005 atas kekeluargaan dan
persahabatan yang kalian berikan. Ais thank you so much for your patience in
helping me
9. Sepupuku, Afifah Emilia dan Shafa Noer atas informasi dan bantuannya. Serta
sahabatku Ading Munawar dan Muflichun atas translate dan nasehat serta
dukungannya.
Semoga skripsi ini bermanfaat untuk pembaca sekalian khususnya bagi
penulis dalam hal mengetahui tentang homeschooling lebih mendalam guna
memenuhi keinginan penulis untuk melakukan homeschooling dimasa mendatang.
Jakarta: 28 May, 2013 M
12 Rajab 1434 H
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK …………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR ………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ……………………………………………... 1
B. Identifikasi Masalah …………………………………………………. 6
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah …………………….….………. 7
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian …………………………..………… 7
BAB II KAJIAN TEORI
A. Definisi Homeschooling ……………………………………………..... 9
B. Sejarah Homeschooling ……………………………………………….. 13
1. Sejarah homeschooling di Amerika ……………………………... . 13
2. Sejarah homeschooling di Indonesia ……………………………… 20
C. Alasan Orang Tua Memilih homeschooling ………………………….. 23
D. Klafikasi homeschooling ……………………………………………... 27
E. Kelebihan dan Kekurangan homeschooling ………………………….. 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian ……………………………………….. 35
B. Metode Penelitian ………………………………………………….… 35
C. Jenis Penelitian ………………………………………………………. 36
D. Analisis Data ………………………………..………………………. 37
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Mengenai SUN Homeschooling ……………….... 39
B. Kurikulum SUN Homeschooling ……………………………………. 45
C. Profil Siswa ………………………………………………………….. 45
D. Program ……………………………………………………………… 45
v
BAB V PENUTUP
A. Saran ……………..………………………………………………….. 50
B. Kesimpulan ………..………………………………………………… 51
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berbagai macam alasan mengapa orang tua lebih memilih homeschooling
bagi anak-anaknya membuat nama homeschooling yang sudah ada mulai dikenal
oleh kalangan pendidik dan masyarakat luas.
Sebenarnya, metode homeschooling sudah ada sejak zaman dahulu. Jauh
sebelum era pendidikan masal dimulai. Liahatlah orang-orang zaman dahulu;
kakek-nenek kita dan sebelum mereka, mereka tidak mengenal adanya sekolahan.
Sistem pembelajaran mereka sangatlah berbeda dengan kita saat ini. Mereka
berguru pada seseorang yang memiliki ilmu yang tidak diragukan dalam suatu
bidang. Misalnya, jika mereka ingin belajar mengenai obat-obatan, mereka tidak
akan pergi ke sekolah untuk mempelajarinya. Mereka akan mencari seseorang
yang dianggap mampu dan menguasai ilmu mengenai obat-obatan. Lalu mereka
akan berguru pada orang tersebut. Saat mereka dianggap cukup mampu
menguasai ilmunya, maka mereka akan dinyatakan lulus tanpa mengikuti ujian-
ujian seperti zaman sekarang.
Sistem sekolah seperti ini pada zaman Rasulullah dinamakan „Halaqah’.
Artinya kita berguru pada seseorang yang menguasai pada suatu bidang tertentu.
Dewasa ini sistem seperti itu lebih dikenal dengan sebutan „Homeschooling’.
Yang dipahami dengan sekolah yang dilakukan dirumah.
Awalnya homeschooling dikenal dinegara „Paman Sam‟. Kemudian sistem
ini digunakan di negara-negara lain di dunia, termasuk di Indonesia. Secara tidak
disadari, sesungguhnya setiap manusia sudah melakukan homeschooling sejak
mereka dilahirkan ke dunia ini.
Pendidikan adalah sebuah sarana atau jalan bagi manusia untuk
memperoleh pengetahuan. Pendidikan tidak hanya di peroleh melalui sekolah-
sekolah atau kursus-kursus. Pendidikan juga bisa didapatkan melalui pengalaman.
2
Pendidikan sama dengan hidup. Pendidikan juga merupakan pengalaman belajar.
Oleh karena itu, pendidikan dapat pula didefinisikan sebagai keseluruhan
pengalaman belajar setiap orang sepanjang hidupnya. Pendidikan tidak terbatas
pada usia, tempat dan waktu. Pendidikan berlangsung sepanjang hayat, selama
kita masih hidup.
Menurut Zurinal, “Dalam pengertian yang sederhana, pendidikan sering
dimaknai sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan
potensi-potensi pembawaaan, baik potensi jasmani maupun rohani sesuai dengan
nilai-nilai yang ada di dalam masarakat dan kebudayaan”.1
John Dewey, sebagaimana dikutip oleh Zurinal, memandang pendidikan
sebagai suatu rekonstruksi atau reorganisasi pengalaman agar lebih bermakna,
sehingga pengalaman tersebut dapat mengarahkan pengalaman yang didapat
berikutnya”.2
John .S. Brubacher, sebagaimana dikutip oleh Zurinal, berpendapat
bahwa pendidikan adalah proses pengembangan potensi, kemampuan dan
kapasitas manusia yang mudah dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan, kemudian
disempurnakan dengan kebiasaaan-kebiasaan yang baik, didukung dengan alat
(media) yang disusun sedemikian rupa, sehingga pendidikan dapat digunakan
untuk menolong orang lain atau dirinya sendiri dalam mencapai tujuan-tujuan
yang telah ditetapkan.3
Sedangkan Ki Hajar Dewantara, sebagaimana dikutip oleh Zurinal,
mendefinisikan pendidikan dengan tuntutan bagi pertumbuhan anak-anak.4
Zurinal sendiri berpandangan bahwa,
“Pendidikan dalam pengertian sempit, dimaknai sekolah atau persekolahan
(schooling). Dengan kata lain, dalam pengertian sempit pendidikan merupakan
pengaruh yang diuayakan dan direkayasa sekolah terhadap anak dan remaja
agar mereka mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh
1 Zurinal, Ilmu Pendidikan Islam: Pengantar & Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan,
(Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006) hal. 1 2 Zurinal, Ilmu Pendidikan Islam: Pengantar & Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan,
(Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006) hal. 2 3 Zurinal, Ilmu Pendidikan Islam: Pengantar & Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan,
(Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006) hal. 2 4 Zurinal, Ilmu Pendidikan Islam: Pengantar & Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan,
(Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006) hal. 2
3
terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka. Pendidikan dalam
pengertian luas adalah segala situasi dalam hidup yang mempengaruhi
pertumbuhan seseorang”.5
Pendidikan adalah usaha yang dilakukan manusia untuk mengambangkan
potensi jasmani maupun potensi rohani yang ada dalam masyarakat dan
kebudayaan yang terorganisasi dengan pengalaman yang disempurnakan dengan
kebiasaan-kebiasaan yang baik yang dapat mengarahkan pengalaman yang dapat
digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Undang-
Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional, BAB 1 Pasal 1, “Sistem
pendidikan di Indonesia dikenal dalam tiga jalur, yaitu jalur pendidikan formal,
nonformal dan informal yang saling melengkapi dan memperkaya satu sama lain6.
Pendidikan formal, nonformal dan informal diselenggarakan dengan sistem
terbuka melalui tatap muka dan/atau melalui jarak jauh”.7
Pendidikan formal adalah pendidikan yang terdiri atas sekolah dasar (SD
dan MI), sekolah menengah pertama (SMP dan MTs), pendidikan menengah
(SMA, MA, SMK, MAK), dan pendidikan tinggi yang mencakup pendidikan
diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional BAB 1 Ketentuan Umum, Pasal satu dikatakan: “Pendidikan formal
adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan non
formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan
secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan
keluarga dan lingkungan.
Direktur Jendral Pendidikan dasar dan menengah Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan, Hamid Muhammad berpendapat “Homeschooling masuk dalam
katagori pendidikan bukan formal”.8
5 Zurinal, Ilmu Pendidikan Islam: Pengantar & Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan,
(Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006) hal. 4-6 6 Undang-Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional, BAB 1 Pasal 1
7 Undang-Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional, BAB 1 Pasal 1
8 Siwi Tri Puji, Homeschooling: Ketika Rumah Berubah Jadi Sekolah, Harian Republika
edisi senin, 30 Januari 2012, hal. 23
4
Ada beberapa alasan mengapa banyak orang tua di Indonesia, terutama di
Jakarta lebih memilih sekolah rumah. Tidak sedikit orang tua yang merasa
kecewa dengan sistem pendidikan dewasa ini. Dari mulai ganti-ganti kurikulum,
kekerasan di sekolah seperti guru menghukum siswa yang terlambat datang ke
sekolah, siswa di tuntut untuk mengerjakan pekerjaan rumah (PR) yang tidak
sedikit, jam pelajaran di sekolah yang di mulai dari jam tujuh pagi hingga jam dua
siang, bahkan ada yang hingga jam tiga atau jam empat sore. Terlebih lagi bagi
anak yang akan menghadapi ujian akhir sekolah (kelas enam SD, kelas tiga SMP
dan SMA).
Bagi sebagian sekolah ada yang mewajibkan siswa-siswi untuk memilih
kegiatan ektrakurikuler minimal satu; seperti Pramuka, Paskibra, PMR dan
kegiatan-kegitan yang lain.
Bagi siswa-siswi yang kurang mampu dalam pelajaran di sekolah, mereka
diminta untuk mengikuti les atau kursus yang mempelajari mata pelajaran yang
mereka kurang mampu atau lamban dalam menerima pelajaran.
Dengan beragam kegiatan yang ada, siswa sering sekali merasa terbebani.
Dewasa ini, biaya untuk sekolah sangatlah mahal sehingga banyak orang tua yang
tidak mampu menyekolahkan anaknya. Keamanan pun juga menjadi alasan
mengapa orang tua lebih memilih homeschooling. Pergaulan teman sebaya yang
dapat mengakibatkan si anak terlibat dalam tawuran dan narkoba serta minuman
keras.
Kecenderungannya antara lain, bisa menekankan kepada pendidikan moral
atau keagamaan, memperluas lingkungan sosial dan tentunya suasana belajar
yang lebih baik, selain memberikan pembelajaran langsung yang konstekstual,
tematik, nonskolastik yang tidak tersekat-sekat oleh batasan ilmu.9
“Saya termasuk orang tua yang tidak puas dengan sistem pendidikan kita.
Sudah berapa banyak sekolah yang saya datangi, hingga yang internasional,
ternyata tidak memuaskan juga. Akhirnya saya putuskan untuk mengajar sendiri
9Indosiar.com, Homeschooling: Sekolah Rumah atau Rumah Sekolah, Jakarta:
http://indosiar.com/ragam/60082/homeschooling--sekolah-rumah-atau-rumah-sekolah, Di Akses
pada tanggal 22 Oktober 2011
5
anak-anak saya” Kata wanti Wowor, seorang ibu yang merasa tidak puas dengan
sistem pendidikan di Indonesia.10
John Lloyd menyebutkan beberapa alasan orang tua memilih
homeschooling sebagai pendidikan alternatif bagi anak-anak mereka. Concerns
about the school environment (including safety, drugs, peer pressure), a desire to
provide religious or moral instruction, dissatisfaction with instruction at other
schools, an interest in a non-traditional approach.11
Direktur Pendidikan Kesetaraan Departemen Pendidikan Nasional
(Depdiknas) Ella Yulaelawati mengatakan
Ada beberapa alasan mengapa para orang tua di Indonesia lebih memilih
sekolah rumah. Kecendrungannya antara lain, bisa menekankan kepada
pendidikan moral atau keagamaan, memperluas lingkungan sosial dan tentunya
suasana belajar yang lebih baik, selain memberikan pembelajaran langsung
yang konstekstual, tematik, nonskolastik yang tidak tersekat-sekat oleh batasan
ilmu.12
Menurut Munasprianto Ramli, koordinator tutorial Homeschooling Kak
Seto, sebagiaman dikutip oleh Arif Rahman,
Ada berbagai alasan anak berpindah dari sekolah formal ke sekolah-rumah.
Sebagian karena pengalaman kurang berkesan, bullying atau diolok-olok
teman-temannya, kurang dapat mengikuti pelajaran formal, ritme kehidupan
yang berbeda, serta jenuh dengan mata pelajaran dan tumpukan pekerjaan
rumah. Akan tetapi, tentu tidak dapat digeneralisasi pengalaman anak di
sekolah formal dan tidak dapat dibandingkan mana yang terbaik antara
sekolah-rumah dan sekolah formal karena sistemnya memang berbeda.13
Beberapa tahun belakangan ini, fenomena homeschooling nampaknya
mulai muncul dan menarik perhatian khusus dalam dunia pendidikan. Sekolah
formal yang dianggap kurang memberi perhatian besar kepada peserta didik, juga
10
Arief Rachman, Rumah Kelasku, Dunia Sekolahku, (Jakarta: KOMPAS), h. 22 11
Janice Lloyd, Homeschooling Grows, (USA Today, Update January 5, 2009 at
5:23pm), http://www.usatoday.com/community/tags/reporter.aspx?=id264 , Di akses pada tanggal
14 Oktober 2011 12
Indosiar.com, Homeschooling: Sekolah Rumah atau Rumah Sekolah,
http://indosiar.com/ragam/60082/homeschooling-sekolah-rumah-atau-rumah-sekolah Di akses
pada tanggal 22 Oktober 2011 13
Arief Rachman, Homeschooling Rumah Kelasku, Dunia Sekolahku, (Jakarta: KOMPAS,
), h. 12
6
dianggap kurang efektif dan efisien dalam rangka pemenuhan kebutuhan
kecerdasan siswa didik, yakni intelektual, emosional dan spiritual.14
Menurut Iman Munandar, “homeschooling atau sekolah rumah kini mulai
banyak dillirik orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Sebagian karena merasa
pembelajaran di sekolah formal kurang mengedepankan kepentingan sang
anak”.15
Menurut Arif Rahman, “homeschooling sudah mulai menjadi pilihan yang
menarik bagi masyarakat dalam mendidik anak”.16
Berkembangnya
homeschooling tentu dengan berbagai alasan. Salah satu alasan yang mendasar
adalah faktor ketidakpuasaan atas sistem pendidikan disekolah. Alasan lain adalah
pergaulan di sekolah yang tidak sehat. Alasan tersebut dilatari dengan berbagai
macam, latar belakang sosial seperti religious (agama), sekuler, kaya, kelas
menengah, miskin, kota, pinggiran, pedesaan. Dan latar belakang profesi orang
tua seperti dokter, Pegawai pemerintah, pegawai swasta, pemilik bisnis, bahkan
guru di sekolah umum.
Karena banyaknya orangtua siswa yang lebih memilih homeschooling
sebagai sekolah alternatif bagi anak-anak mereka dan beragamnya alasan orang
tua memilih homeschooling sebagai sekolah alternatif, maka penulis tertarik
untuk membahas “HOMESCHOOLING SEBAGAI SEKOLAH
ALTERNATIF”
B. Identifikasi Masalah
Dari pemaparan Latar Belakang diatas, penulis dapat mengidentifikasikan
permasalahan sebagai berikut:
1. Pendidikan formal dewasa ini tidak lagi dapat memberikan kepuasan terhadap
para orang tua.
14
Skripsi Pelaksanaan Homeschooling Dalam Mengembangkan Kecerdasan Spiritual
Anak di Taman Pembinaan Anak Soleh, di akses pada tanggal 09 November 2011. 15
Iwan Munandar, Ketika Homeschooling Jadi Pilihan, Di akses pada tanggal 22 Oktober
2011, http://indosiar.com/ragam/68434/ketika-homeschooling-jadi-pilihan 16
Arief Rachman, Homeschooling Rumah Kelasku, Dunia Sekolahku, (Jakarta: KOMPAS
), h. 9
7
2. Banyaknya tuntutan-tuntutan terhadap peserta didik dapat membuat anak
merasa terbebani.
3. Kekerasan dalam sekolah dan hal-hal kecil yang akhirnya melibatkan
orangtua.
4. Adanya bullying, tawuran, dan alasan keamanan lain yang membuat sekolah
di anggap tidak lagi aman.
5. Tingginya tingkat anak putus sekolah (Drop Out) dikarenakan tidak adanya
biaya untuk sekolah17
6. Kurang berkembangnya bakat dan minat siswa
7. Kewajiban bagi setiap siswa untuk memakai seragam sekolah
8. Kewajiban seorang siswa memiliku buku yang baru, padahal buku yang lama
masih dapat dipergunakan.
9. Alasan para orang tua yang memilih homeschooling sebagai sekolah alternatif
bagi anak-anaknya.
10. Sistem pembelajaran flexible yang dapat dilakukan dimana saja dan kapan
saja serta tidak memberatkan bagi anak dan orang tua.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Dalam penelitian ini, akan membatasi masalah yang ingin diteliti, antara lain:
1. Alasan orang tua yang memilih homeschooling sebagai sekolah alternative
bagi anak-anaknya.
2. Sistem pembelajaran flexible yang dapat dilakukan dimana saja dan kapan
saja serta tidak memberatkan bagi anak dan orang tua.
Adapun perumusan masalah yang penulis teliti adalah „Bagaimana konsep
homeschooling yang di implementasikan oleh SUN Homeschooling?”
D. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
alasan-alasan orang tua memilih homeschooling bagi anak-anaknya.
17
Neneng Zubaidah, Pacu Rata-rata Lama Sekolah, Seputar Indonesia, Senin 19
Desember 2011
8
Adapun penelitian atau pembahasan terhadap masalah tersebut di atas
mempunyai manfaat
1. Sebagai data awal bagi penulis dan penulis selanjutnya yang berkeinginan
untuk meneliti homeschooling.
2. Sebagai informasi bagi pembaca mengenai apa dan bagaimana
homeschooling.
3. Untuk memahami dan mengetahui alasan-alasan bagi orang tua dalam
memilih homeschooling sebagai sekolah alternatif bagi anak-anaknya.
4. Dapat menambah wawasan keilmuan para pembaca untuk kehidupan anak-
anaknya kelak.
5. Dapat memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak bangsa di masa
yang mendatang.
9
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Definisi Homeschooling
Dan Lips dan Evan Feinberg berpendapat bahwa homeschooling adalah
pendidikan alternatif di mana anak-anak di ajarkan dirumah daripada di sekolah
tradisional atau sekolah privat. Anak-anak yang melakukan homeschooling di
ajarkan oleh orang tua, wali, atau tutor yang lain.1 Homeschooling is an
alternative form of education in which children are instructed at home rather than
at a traditional public or private school. Children who are homeschooled are
instructed by parents, guardians, or other tutors.
Homeschooling adalah sistem pembelajaran yang dilakukan di rumah.
Selain itu, homeschooling juga dapat di lakukan di mana saja selain disekolah,
seperti di masjid, di pasar, di sawah, di hutan, dan di tempat-temat lain yang dapat
mejadi sumber dalam belajar. Sumber materi pada homeschooling tidak hanya
terbatas pada buku yang telah ditetapkan pemerintah. Secara etimologis,
homeschooling (HS) adalah sekolah yang diadakan di rumah. Meski disebut
homeschoooling, tidak berarti anak akan terus menerus belajar di rumah, tetapi
anak-anak bisa belajar di mana saja dan kapan saja asal situasi dan kondisinya
benar-benar nyaman dan menyenangkan seperti layaknya berada dirumah.
Keunggulan secara individual inilah yang memberi makna bagi terintegrasinya
mata pelajaran kepada peserta didik.2
Homeschooling atau Sekolah-Rumah saat ini mulai dilirik para pengamat
pendidikan nusantara. Sebagai salah satu alternatif pendidikan, homeschooling
memiliki daya tarik tersendiri yang tidak dimiliki sekolah. Para orang tua sedikit
demi sedikit mulai memilih untuk melanjutkan pendidikan anaknya melalui
homeschooling. Hal ini ditempuh karena orang tua memandang homeschooling
1 Dan Lips and Evan Feinberg, Homeschooling: a Growing Option in American
Education, (Washington DC: The Heritage Foundation, 2008) No. 2122, h. 2 2Indosiar.com, Homeschooling : Sekolah Rumah atau Rumah Sekolah: Penerapan
Homeschooling, http://indosiar.com/ragam/60082/homeschooling--sekolah-rumah-atau-rumah-
sekolah
10
lebih tepat untuk mengembangkan bakat dan minat sang buah hati. Jika
Homeschooling difahami sebagai model belajar otodidak dan mandiri, maka
jejaknya telah dikenal sejak dahulu. Di Indonesia, model belajar ini banyak
dijalani oleh para pedagang dengan sistem magang dan para santri dengan
pesantrennya.3 Menurut Kak Seto, homeschooling adalah sebuah sistem
pendidikan atau pembelajaran yang diselenggarakan di rumah.4
Istilah homeschooling mungkin jarang terdengar, tapi sebenarnya proses
homeschooling yang berarti sekolah rumah, sudah diterapkan hampir oleh seluruh
keluarga. Bukankah setiap anak mendapatkan pendidikan di rumahnya?
Bagaimana sang ibu mulai mengajarkan anak berbicara, berhitung bahkan
membaca? Sebenarnya, di situlah proses homeschooling dimulai. Hanya saja,
proses pendidikan orang tua di rumah itu umumnya tak berlangsung lama. Saat
anak memasuki usia sekolah dasar, orang tua lebih banyak mengandalkan sistem
sekolah umum untuk perkembangan pendidikan anaknya.5
Tak ada sebuah definisi tunggal mengenai homeschooling. Homeschooling
yang dimaksud di sini adalah model alternatif belajar selain di sekolah. Selain
homeschooling, ada istilah “Home Education” atau “Home-Based Learning”
yang digunakan untuk maksud yang kurang lebih sama.6 Dalam bahasa Indonesia,
ada yang menggunakan istilah “Sekolah Rumah”, ataupun sekolah mandiri.
Disebut apapun yang penting adalah esensinya. Menurut Kak Seto, seperti yang
dikutip pada harian Republika, pengertian umum homeschooling adalah model
pendidikan dimana sebuah keluarga bertanggung jawab sendiri atas pendidikan
anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya.7
3Abdurrrahman HRD, “Homeschooling di Indonesia dan Problematikanya”, Diakses
pada October 22, 2011 http://percikankehidupan.wordpress.com/2008/11/07/homeschooling-di-
indonesia-dan-problematikanya/ 4 Kak Seto (Dr. Seto Mulyadi), Homeschooling, Pendidikan Alternatif Masa Depan,
Disampaikan dalam „Lokakarya Nasional‟ yang diadakan oleh Direktorat Pendidikan Kesetaraan-
Departement Pendidikan Nasional, pada tanggal 09 Maret 2007 di Yogyakarta 5 Yayah Komariah, Homeschooling Tren Baru Sekolah Alternatif, (Jakarta: Sakura
Publishing, 2007), h. 4 6 Komariah, ibid
7 Siwi Tri Puji, “Homeschooling: Ketika Rumah Berubah Jadi Sekolah”, Harian
Republika, Jakarta,, 30 Januari 2012, hal. 23
11
Dalam ber-homeschooling, orang tualah yang menjadi guru bagi murid. Di
sini orang tua tidak hanya dapat mengajarkan anaknya materi yang hanya di
ajarkan di sekolah saja. Sambil meminta anak untuk membantu mengerjakan
pekerjaan rumah juga dapat menjadi pelajaran bagi anak. Jika orang tua bekerja
sebagai nelayan atau petani, maka dengan membantu orang tuannya anak akan
mendapatkan pelajaran dari apa yang mereka lakukan. Karena belajar tidak hanya
mempelajari matematika, bahasa Indoneisa, pengetahuan alam, pengetahuan
sosial, dan pelajaran lain yang hanya didapatkan dibangku sekolah.
Definisi homeschooling menurut Arief Rachman adalah:
“Secara etimologis homeschooling adalah sekolah yang di adakan di
rumah.Sedangkan secara hakiki homeschooling adalah sebuah sekolah
alternatif yang menempatkan anak sebagai subyek dengan pendekatan
pendidikan secara At Home. Dengan pendekatan ini anak merasa nyaman.
Mereka bisa belajar sesuai keinginan dan gaya belajar masing-masing; kapan
saja dan di mana saja, sebagaimana ia tengah berada di rumahnya sendiri.8
Home-education literally means teaching or having your children taught
in the privacy of your own home. The home-educating family has full control over
the education of the child including choosing the curriculum, choosing the school
schedule, choosing whether or not to assign grades to their children’s work, and
choosing whether or not to give their children test.9 (Pendidikan rumah berarti
mengajarkan atau mendapatkan anak-anak anda diajarkan pada tempat khusus di
rumah anda. Pendidikan rumah memiliki kontrol penuh atas pendidikan anak
termasuk memilih kurikulum, memilih jadwal sekolah dan memilih antara
memberikan tugas kelas pada tugas anak, dan memilih antar memberikan atau tes
atau tidak pada anak-anak).
Menurut Komariah, salah satu pengertian umum homeschooling adalah,
Proses layanan pendidikan yang secara sadar, teratur dan terarah
dilakukan oleh orang tua/ keluarga di rumah atau tempat-tempat lain, dimana
proses belajar mengajar dapat berlangsung dalam suasana yang kondusif
dengan tujuan agar setiap potensi anak yang unik dapat berkembang secara
maksimal. Jadi, homeschooling adalah pilihan sebuah keluarga untuk
8 Arief Rachman, Homeschooling: Rumah Kelasku, Dunia Sekolahku, (Jakarta: Kompas,
2007), h. 18 9Kinza Accademy, What Is Home-education? http://www.ahomeeducation.co.uk/what-
home-schooling.html Diakses pada tanggal 21 Maret 2011
12
bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anak-anak dan mendidik anaknya
dengan berbasis rumah. Pada homeschooling, orang tua bertanggung jawab
sepenuhnya atas proses pendidikan anak; sementara pada sekolah regular
tanggung jawab itu didelegasikan kepada guru dan sistem sekolah.10
Dengan ber-homeschooling sang anak tidak dituntut belajar secara paksa
dan tidak sesuai dengan kemampuannya. Pada homeschooling, anak akan lebih di
arahkan pada minat dan bakatnya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh
anak.
Homeschooling (also known as home education, home learning or home
teaching) is when a family chooses to educate their child, or children, at home
instead of enrolling them in a school.11
(Homeschooling –juga diketahui sebagai
pendidikan dirumah, belajar dirumah atau mengajar dirumah- adalah saat dimana
sebuah keluarga memilih mendidik anak-anak dirumah disamping mendaftarkan
mereka pada sebuah sekolah).
Sumardiono, menjelaskan bahwa salah satu pengertian homeschooling
adalah:
“Sebuah keluarga memilih untuk bertanggung jawab sepenuhnya atas
proses pendidikan anak dengan berbasis rumah. Meskipun demikian,
pendidikan tidak selalu dilakukan orang tua saja. Selain mengajar sendiri,
orang tua dapat pula mengundang guru privat, mendaftar anak pada kursus,
melibatkan anak pada proses magang, dan sebagainya.12
Dalam ber-homeschooling, anak dapat pula di daftarkan pada lembaga-
lembaga tertentu yang dapat mengasah bakat anak, seperti jika sang anak
menyukai musik, maka orang tua dapat mendaftarkan anak pada sekolah musik.
Orang tua juga dapat memperdalam agama sang anak dengan menitipkan sang
anak pada seorang ustad atau syeikh untuk menggali potensi yang ada pada anak,
seperti mengaji dengan nada (qori), bagaimana cara berbicara dihadapan orang
banyak, dan sebagainya.
Disamping itu, anak juga dapat diikutsertakan dengan kegiatan-kegiatan
sosial dan kemasyarakatan lain untuk sosialisasi anak dengan teman sebaya.
10
Komariah, loc. cit, h. 4 11
Kinza Academy, op. cit 12
Abdurrrahman HRD, loc. cit.
13
Untuk mengikuti kegiatan kepramukaan atau out boud dan perkemahan, anak
tidak perlu untuk mendaftar menjadi murid disatu sekolah. Dengan demikian anak
tidak akan mengalami tekanan atau paksaan dalam belajar. Anak menganggap
bahwa learn is fun, with learning we can strunggle on our life. Learning is
everyday needed. Belajar bukanlah suatu kewajiban, melainkan suatu keharusan
dan kebutuhan yang digunakan untuk kelangsungan hidup sang anak untuk saat
ini dan saat mereka dewasa kelak.
Menurut Direktur Pendidikan Kesetaraan Departemen Pendidikan
Nasional (Depdiknas) Ella Yulaelawati, seperti yang dikutip oleh Abdurrahman,
Homeschooling adalah proses layanan pendidikan yang secara sadar,
teratur dan terarah dilakukan oleh orang tua atau keluarga dan proses belajar
mengajar pun berlangsung dalam suasana yang kondusif. Tujuannya, agar
setiap potensi anak yang unik dapat berkembang secara maksimal. Rumusan
yang sama juga dipegang oleh lembaga-lembaga pendidik lain yang mulai
menggiatkan sarana penyediaan program homeschooling.13
Homeschooling adalah pendidikan alternatif, dimana anak-anak diajarkan
di rumah daripada di sekolah tradisional atau sekolah privat. Meski disebut
homeschooling, tidak berarti anak terus menerus belajar di rumah. Anak-anak bias
belajar dimana saja dan kapan saja sesuai dengan situasi dan kondisi yang benar-
benar nyaman dan menyenangkan. Dewasa ini sedikit demi sedikit orang tua
siswa lebih memilih untuk melanjutkan pandidikan anaknya melalui
homeschooling karena dipandang lebih tepat untuk mengembangkan bakat dan
minat anak.
Sebenarnya proses homeschooling sudah diterapkan oleh hampir seluruh
keluarga, terutama saat sang ibu mulai mengajarkan anaknya berbicara, berhitung
bahkan membaca. Hanya saja proses itu tidak berlangsung lama. Saat anak
memasuki usia sekolah, maka orang tua lebih mengandalkan anaknya pada sistem
sekolah untuk perkembangan pendidikan anaknya.
B. Sejarah Homeschooling
1. Sejarah Homeschooling di Amerika
13
Abdurrrahman HRD, ibid.
14
L.Paul D. Lindstrom, seperti yang dikutip oleh Loy Kho mengatakan
bahwa “Sekolah rumah dimulai di Amerika Serikat jauh sebelum pendidikan
modern muncul, yaitu sebelum abad ke-18. Umumnya anak-anak dididik oleh
keluarganya sendiri atau memanggil guru privat ke rumah”.14
Pada zaman dahulu, jauh sebelum sekolah formal didirikan, para orang tua
mendidik anaknya secara pribadi atau menitipkan anak-anaknya pada seorang
yang dianggap mampu pada bidang tertentu.
Pada zaman Rasulullah SAW, setiap anak akan mendatangi seorang ulama
untuk belajar. Jika ia ingin belajar Fiqh, maka dia akan mendatangi seseorang
yang menguasai ilmu fiqh, jika si anak ingin memperdalam ilmu hadis, maka
mereka akan mendatangi seorang ulama yang menguasai hadits. Mereka
belajar di serambi-serambi masjid atau di tempat terbuka dan mereka duduk
mengelilingi sang guru. Menurut sejarah Islam, cara belajar seperti itu
dinamakan “Halaqah”. Sang guru tidak akan megeluarkan ijazah bagi murid-
muridnya. Jika muridnya dianggap mampu, maka ia akan menggantikan sang
guru untuk mengajar atau diminta oleh sang guru untuk mengajar di tempat
lain yang membutuhkannya.
Rick Boyer, seperti yang dikutip oleh Loy Kho berkata “Pendidikan
massal dimulai sejak berkembangnya psikologi dan filsafat modern, terutama
sejak munculnya filsafat pragmatism dari John Dewey dan pandangan
Unitarian dari Horace Mann, yakni mulai tahun 1860-an”.
Homeschooling bukanlah jenis sekolah yang baru.Homeschooling adalah
sistem pembelajaran yang di lakukan oleh kakek dan nenek kita dahulu.
John Taylor Gatto, seperti yang dikutip oleh Loy Kho,
“Sang guru teladan di New York yang membongkar kebobrokan sistem
pendidikan di Amerika mengatakan bahwa pada saat penguasa atau pemilik
modal merasa perlu melakukan kontrol terhadap masyarakat dan
mengindoktrinasi massa untuk memiliki pandangan yang sama dengan
penguasa atau pemilik modal, pada saat itulah pendidikan massal dimulai”.
14
Loy Kho, Homeschooling Untuk Anak, Mengapa Tidak?, (Yogyakarta: Pustaka
Familia, Penerbit Kanisius, 2007) Cet. 5, h. 25
15
Setelah pendidikan masal dimulai, maka sistem pendidikan yang telah
dipakai dari zaman dahulu mulai terhapus. Sistem pembelajaran yang
digunakan adalah sistem pendidikan masal seperti yang kita saksikan saat
ini.Dewasa ini sistem halaqah hanya digunakan di masjid-masjid.
Rick Boyer, John Taylor Gatto, DR. James Dobson dan David Kupelian
mengatakan:
“Dewasa ini yang diajarkan di sekolah jauh dari sifat alami manusia
sebagai makhluk ciptaan. Filsafat humanisme memegang peran utama dalam
kurikulum sekolah. Manusia menjadi tolok ukur utama dalam nilai-nilai yang
diajarkan di sekolah. Akibatnya, nilai moral tidak lagi merupakan sesuatu yang
mutlak tetapi menjadi sangat relatif, tergantung keputusan pengusa dan pemilik
modal. Guru tidak dididik mengenai bagaimana mendidik siswa”.
Rick Boyer sendiri mengatakan bahwa Pada tahun 1980-an pendidikan
publik di sekolah bertujuan memberikan pendidikan yang terjangkau bagi
semua rakyat dan penduduk di Amerika dan menjadikan manusia yang baik,
warga negara yang baik. Pada waktu itu diharapkan setiap pelajar menemukan
bakat istimewanya untuk dikembangkan secara optimal. Tetapi pada zaman
revolusi industri para pemilik modal seperti Carnegie, JP Morgan, Rockefeller,
dan lain-lain, merekalah yang menentukan wajah pendidikan massal.
Timbullah tujuan tambahan dari pendidikan masssal yakni menjadikan manusia
sebagai pelayan masyarakat, tepatnya pelayan koprasi dan manajemen politik.
Manusia dinyatakan sebagai sumber daya manusia.15
DR. James Dobson, David Kupelian dan George Grant seperti yang
dikutip oleh Loy Kho berkata:
“Pada era 1970-an pembaca Alkitab dan penerapan “Sepuluh Perintah
Allah” di sekolah dihapuskan. Segala hal yang berbau agama dilarang dan
diharamkan di sekolah. Bahkan, atas nama toleransi dan kebebasan, pengajaran
yang bertentangan dengan harkat dan kodrat manusia dilakukan di Taman
Kanak-Kanak di California, Massachusetts, Utah, Washington DC, dan
berbagai tempat di America Serikat yang menyebabkan salah satu negara barat
yang mengalami dekadensi moral terhebat diseluruh dunia, sekaligus
mengekspor segala kebejatan tersebut ke seluruh dunia. Hal tersebut juga
merupakan salah satu alasan utama mengapa homeschooling berkembang”.
15
Loy Kho, ibid
16
Pada awalnya, pemerintah Amerika, dalam hal ini Departemen
Pendidikan, menentang perkembangan Sekolah Rumah. Sekolah publik yang
didanai pajak menentang keras gerakan Sekolah Rumah, karena mengurangi
pendapatan dana sekolah. Setiap anak dibiayai pemerintah sekitar US $6,000
per tahun bila terdaftar di sekolah public. Dengan demikian bila jumlah anak
yang disekolahrumahkan bertambah, dana yang diterima sekolah setempat
menjadi berkurang secara signifikan. Departmen Pendidikan berusaha
mengeluarkan peraturan ketat guna membatasi gerakan ini. Distrik sekolah
berusaha melakukan tuntutan hukum dan menyerang keluarga-keluarga yang
menyekolahrumahkan anak-anak mereka terutama di sekitar tahun 1980-an. Di
pihak lain keluarga Sekolah Rumah juga melakukan strategi pertahanan dengan
membentuk Home School Legal Defense Association, kata Rick Boyer
Hingga saat ini pun, jika kita mendaftarkan anak-anak kita pada salah satu
homeschooling di US, maka pemerintah akan memberikan kita uang sebesar
US $6,000. Disamping itu, pemerintah juga akan memberikan kita materi
berupa buku-buku pelajaran atau alat-alat yang dipergunakan dalam pelajaran,
seperti pada mata pelajaran IPA. Hal itu sangat berbanding terbalik dengan
homeschooling yang di dirikan oleh komunitas Muslim. Pada Islamic
Homeschooling orang tua diminta untuk membayar biaya pendidikan dan
membeli keperluan sekolah masing-masing, walaupun pihak homescloooling
telah menyediakan kurikulum yang akan dipilih oleh anak dan orang tua.
Orang tua homeschooler di Seattle (Amerika Utara), kebayakan mereka
mengikuti homeschooling dari pemerintah, lalu pelajaran agamanya di sisipkan
oleh orang tua dan orang tua mempercayakan seorang Syeh untuk mengajari
anak-anak mereka belajar Al-Qur‟an.16
Dewasa ini homeschooling di Amerika sudah legal. The Home School
Legal Defense Association (HSLDA) adalah sebua h organisani yang menaungi
homeschooling. The Home School Legal Defense Association (HSLDA), a
nonprofit organization that advocates for homeschooling, rates the degree to
which states regulate homeschooling.17
16
Wawancara dengan Afifah Siddik, salah satu orang tua homeschooler di Seattle,
Amerika Utara 17
Dan Lips and Evan Feinberg, Homeschooling: A Growing Option in American
Education, (Washington DC: The Heritage Foundation, 2008) No. 2122, h. 2
17
Before public education became widely available in the United States and
Canada during the late 19th century, many children obtained a FORMAL
EDUCATION AT HOME. Even throughout the 20th century many parent have
continued to homeschool their children, usually for religious or cultural
reasons. In the 1960s and 1970s some families began homeschooling to
provide an education in which the child is free to pursue subjects that stimulate
personal interes. In this form of instruction, known as child-directed education,
parents and other adult give support but do not impose a course of study on the
child. Families who adopt this technique believe children learn best at home
because they are motivated to pursue and education in a less-structured but
stimulating environment. In the 1980s and 1990s even more families began
homeschooling, often because of religion.18
Dan Lips dan Evan Feinberg mengatakan awalnya sekolah rumah hanya
dilakukan oleh komunitas tertentu terkait ideologi dan agama. Belakangan,
ketidakpuasan secara umum dengan sistem sekolah publik dan gaya hidup ikut
berpengaruh.
Sekolah publik, dewasa ini membuat anak menjadi malas untuk belajar.
Mereka beranggapan bahwa sekolah itu adalah tempat yang tidak
menyenangkan, sekolah membuat anak menjadi stress. Dengan bersekolah,
maka status sosial seseorang akan menjadi tinggi. Jika anak tidak bersekolah,
maka orang berpendapat dan berfikir negatif pada si anak. Tidak semua orang
tua bisa menyekolahkan anaknya, seperti orang tua yang berprofesi sebagai
buruh biasa. Jangankan untuk menyekolahkan anak, untuk kehidupan sehari-
hari pun kadang mereka tidak dapat mencukupinya terlebih untuk membayar
biaya pendidikan.
Dengan adanya homeschooling, maka orang tua yang berprofesi sebagai
apapun akan dengan mudah menyekolahkan anaknya. Sang anak dapat
menggunakan buku-buku pelajaran yang telah dipakai oleh kakaknya atau
teman-temannya.Bahkan mereka dapat menggunakan buku tersebut bersama-
18
Komunitas Homeschooling Pelangi, Sejarah Homeschooling,
http://www.facebook.com/profile.php?id=1137314440#!/komunitassekolahrumah.sekolahpelangi/
posts/267725629955371?notif_t=feed_comment, Diakses 27 December 2011
18
sama dengan temannya. Dengan demikian orang tua tidak perlu mengeluarkan
biaya banyak untuk menyekolahkan anaknya. Anak juga tidak membutuhkan
seragam, topi, dasi, buku yang bermacam-macam (buku khusus PR, buku
khusus untuk mencatat, dll), membayar sumbangan, membayar uang gedung,
uang bangku dan membayar beragam sumbangan-sumbangan yang lain.
Seiring denga adanya gerakan sekolah rumah yang terus bergulir dan
komunitas terus membuktikan diri, akhirnya keberadaan sekolah rumah dapat
diterima. Legalitas juga diakui.19
Saat ini, di Indonesia pun nama
„homeschooling‟ sudah mulai dikenal publik. Jika pada awalnya
homeschooling hanya dipahami bagi orang-orang yang berekonomi menengah
keatas, maka homeschooling saat ini juga dipahami oleh orang-orang berkelas
menengah kebawah. Bahkan orang-orang awam mulai mengetahui keberadaan
homeschooling.
Menurut sejarah, homeschooling sudah menjadi metode utama para orang
tua mengajar dirumah. Beberapa penemu Amerika seperti George Washington
dan Thomas Jefferson pun melakukan homeschooling. Sejak 1970-an dan
1980-an, homeschooling telah menjadi metode pengajaran yang sukses.20
Di Indonesia sendiri homeschooling bukanlah sistem pembelejaran yang
baru. Sistem pembelajaran homeschooling sudah lama dikenal di Indonesia.
Hanya saja tidak semua orang memahami bagaimana sistem pembelajaran
homeschooling , untuk apa mereka ber-homeschooling, dan sebagainya. Di
Amerika Serikat, sekitar 1.35 juta anak telah secara resmi mengikuti model
sekolah rumah. Padahal, sekitar 20 tahun lalu model sekolah rumah di hampir
seluruh negara bagian Amerika dianggap “kejahatan”, itu tak lepas karena
kurangnya proteksi terhadap anak yang belajar di rumah.21
Tidak hanya para artis, atlet, atau anak pejabat dan anak orang kaya saja
yang bisa melakukan homeschooling. Anak tukang cuci, anak tukang ojek,
19
Arief Rachman, Homeschooling: Rumah Kelasku, Dunia Sekolahku, (Jakarta:
KOMPAS, ) h. 12 20
Dan Lips and Evan Feinberg, lop. cit, h. 2 21
Arief Rachman, Homeschooling: Rumah Kelasku, Dunia Sekolahku,
(Jakarta:KOMPAS, ) h. 12
19
anak guru, anak kepala sekolah bahkan anak dokter sekalipun dapat memilih
homeschooling sebagi pendidikan yang dipilihnya.
Mengacu pada Departemen Pendidikan, Dan Lips dan Evan Feinberg
berpendapat bahwa angka homeschooler mendekati 1.1 juta murid (2.2 persen
dari jumlah usia sekolah) telah dididik di rumah pada tahun 2003, dibanding
dengan perkiraan 850.000 murid pada tahun 1999. Perkiraan ini berasumsi dari
sebuah survey nasional murid usia sekolah. Dari perkiraan 1.1 juta murid,
200.000 juga mendaftar pada sekolah part time. Menurut Dan Lip dan Evan
Feinberg, angka pertumbukan keluarga di Amerika memilih untuk
homeschooling anak-anak mereka. Statistik pusat Departemen Pendidikan
Nasional US melaporkan bahwa angka homeschooler mendekati 1.1 juta anak
(2.2 persen dari anak-anak usia sekolah) lebih dari 850.000 murid yang
homeschooling pada tahun 1998. Perkiraan lain kedepan adalah dua juta atau
lebih anak-anak akan melakukan homeschooling.22
Perkiraan jumlah homeschooler yang terdaftar di Indonesia,
JABODETABEK khususnya, setiap kota madyan (kodya) memiliki 6-9
komunitas, bahkan didaerah Tanggerang Selatan sendiri memiliki 12
komunitas homeschooling. Sedangkan jumlah homeschooler perkomunitas
sangat berbeda atara komunitas yang satu dengan komunitas yang lain.
Homeschooling Pelangi memiliki homeschooler lebih dari 250 homeschoolers,
Homeschooling Kak Seto (HSKS) memiliki lebih dari 400 homeschooler
(HSKS memiliki cabang hampir diseluruh Indonesia), dan Homeschooling
Technosa memiliki sekitar 200 homeschoolers. Ketiga homeschooling tersebut
berada didaerah Tenggerang Selatan. Morning Star Academy dibilangan
Kuningan Jakarta memiliki jumlah homeschoolers lebih dari 500
homeschoolers. Jumlah tersebut belum termasuk jumlah homeschoolers
Primagama yang mendirikan homeschooling dibeberapa tempat seperti di
Jogjakarta, Jakarta, Tenggerang Selatan, Batam, Palembang, Denpasar dan
kota-kota lain di Indonesia. Selain homeschooling tersebut diatas, masih ada
lagi homeschooling seperti SUN Homeschooling, Homeschooling Berkemas,
22
Dan Lips and Evan Feinberg, op. cit, h. 1
20
Kamyabi Homeschooling, Hughes Homeschooling, Kandank Jurank,
Homeschooling Kibar, Sekolah Dolan, Fikar Homeschooling, dan lain-lain.
Homeschooling dewasa ini banyak diminati oleh orang tua sebagai pendidikan
alternatif bagi anak-anaknya. Kemudahan dan fleksibelitas waktu adalah salah
satu dari sekian alasan yang membuatorang tua memilih homeschooling
sebagai pendidikan alternatif.
2. Sejarah Homeschooling di Indonesia
Pendidikan di rumah bukanlah sebuah hal yang baru. Jauh sebelum ada
sistem pendidikan modern (sekolah) sebagaimana yang dikenal pada saat ini,
Pendidikan dilakukan berbasis rumah. Seorang pendekar senantiasa
berkeinginan agar ilmunya dapat diwarisi oleh anak-anaknya kelak. Ia pun
menerapkan Pendidikan di rumah atau menitipkan anaknya ke sebuah
padepokan, jika tidak sanggup melaksanakannya sendiri. Sistem magang
adalah model yang dikenal oleh masyarakat. Demikianpun belajar otodidak
yang ampai sekarang masih dilakukan. Selain itu, para bangsawan zaman
dahulu biasa mengundang guru-guru privat untuk mengajarkan anak-anaknya.
Itulah jejak homeschooling pada masa dahulu. Sejak perkembangan industri
terjadi proses sistematisasi pendidikan dan proses belajar.23
Di daerah Pulo Gadung, Jakarta Timur terdapat sekolah otomotif gratis
yang di khususkan untuk anak-anak jalanan yang tidak tersentuh oleh program
pemerintah, seperti jatah beras untuk rakyat miskin atau yang tidak punya karto
berobat untuk warga miskin. Sekolah ini bernama Sekolah Otomotif Kartini
Gratis (SOKG). Pagi hingga sore hari para siswa dapat menerima jasa mencuci
mobil dan motor. Malamnya mereka di ajarkan bagaimana cara mengenali
mesin sampai memperbaikinya. Sekolah otomotif ini tidak memunggut biaya
sama sekali bagi siswa-siswanya. Biaya yang dikeluarkan sebagian besar
berasal dari uang pribadi pendiri sekolah otomotif kartini.
Setelah itu, homeschooling terus berkembang dengan berbagai alasan.
Selain karena alasan keyakian (beliefs), pertumbuhan homeschooling juga
23
Yayah Komariah, Homeschooling: Trend Baru Sekolah Alternative, (Jakarta: Sakura
Publishing, 2007), h. 5-6
21
banyak dipicu oleh ketidakpuasan atas sistem pendidian di sekolah. Keadaan
pergaulan sosial di sekolah yang tidak sehat juga memberikan kontribusi
terhadap pertumbuhan homeschooling. Walaupun awalnya dipersepsi sebagai
kelompok konservatif dan penyendiri (isolationis), homeschooling terus
tumbuh dan membuktikan diri sebagai sistem yang efektif dan dapat
dijalankan. Praktisi homeschooling pun semakin berfariasi; dengan berbagai
alasan memilih homeschooling dan dengan beragam latar belakang religious
dan sekuler; kaya, kelas menengah, miskin; kota (urban), pinggiran (sub
urban), pedesaan (rural). Keluarga praktisi homeschooling memiliki beragam
profesi; dokter, pegawai pemerintah, pegawai swasta, pemilik bisnis, bahkan
guru di sekolah umum.24
Dewasa ini homeschooling mulai dikenal oleh masyarakat luas. Beragam
alasan orang tua dan siswa mulai melirik homeschooling sebagai pendidikan
alternatif, mulai dari ketidak setujuan dengan sistem pembelajaran yang
diterapkan oleh sekolah-sekolah hingga biaya yang sangat mahal.
Homeschooling juga memiliki landasan hukum yang di atur oleh UU
Nomor 20 Sisdiknas Tahun 2003.25
Landasan hukum ini di muat dalam UU
Nomor 20 Sisdiknas Tahun 2003 pasal 12 ayat 1 dan 1326
serta pasal 27 ayat 1
dan ayat 227
. Homeschooling adalah model pendidikan yang berada dalam jalur
pendidikan informal. Keberadaan homeschooling secara implisit telah diatur
dalam UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 27 ayat (1):
Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.28
24
Yayah Komariah, ibid, h. 7 25
Seminar Peningkatan Kualitas Pelayanan Pendidikan Sekolah Rumah, Di laksanakan
pada Kamis 22 Desember, 2011 di Universitas Multimedia Nusantara, Serpong, Tanggerang
Selatan 26
Bahwa setiap warga negara dapat memilih alternatif pendidikan baik melalui jalur
pendidikan formal, informal, non formal sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan minat anak. 27
Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diakui sama dengan pendidikan
formal dan nonformal setela peserta lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan. 28
Abdurrahman HRD, Homeschooling di Indonesia dan Problematikanya,
http://percikankehidupan.wordpress.com/2008/11/07/homeschooling-di-indonesia-dan-
problematikanya/, diakses pada tanggal 22 Oktober, 2011
22
Pada tanggal 10 Januari 2007, telah ditandatangani kesepakatan kerjasama
Nomor: 02/E/TR/2007 dan Nomor: 001/I/DK/AP/0729
antara Dirjen
Pendidikan Luar Sekolah Depdiknas (PLS Depdiknas) dengan Asosiasi
Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif (ASAHPENA). Kesepakatan
tersebut telah ditandatangani oleh Ace Suryadi, Ph. D (Dirjen PLS Depdiknas)
dan Dr. Seto Mulyadi (Ketua Umum ASAH PENA). Kesepakatan ini
meningkatkan pengakuan dan eksistensi homeschooling di Indonesia, karena
Komunitas SekolahRumah diakui sebagai satuan pendidikan kesetaraan.30
Tujuan didirikanya homeschooling secara umum adalah
menyelenggarakan pelayanan informal guna menanamkan keyakinan agama,
nilai budaya, nilai moral, etika dan kepribadian, estetika serta meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan peserta didik dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan nasional dan tujuan pendirian Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Sedangkan secara khusus adalah mengembangkan peserta didik
menjadi manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berbudaya, bermoral, berestetika, berkepribadian Indonesia,
berilmu, cakap, mandiri serta bertanggung jawab. Menghasilkan kompetensi
peserta didik yang dapat diakui sama dengan pendidikan formal setelah peserta
didik lulus ujian sesuai SNP (Standar Pendidkan Nasional). 31
Nilai-nilai agama, budaya, keterampilan serta etika dan kepribadian tidak
mendapatkan porsi pengajaran yang cukup disekolah-sekolah. Jika pun
sekolah-sekolah mengajarakan nilai-nilai tersebut, maka jumalnya tidaklah
semibang dengan mata pelajaran yang lain. Jika disekolah-sekolah lebih
mengejar nilai dan ijazah, maka pada homeschooling anak tidak dituntut untuk
mengejar nilai atau ijazah. Mereka lebih di ajak untuk menyukai belajar sambil
mengenbangkan bakat dan minat mereka.
29
Kesepakatan terdapat pada lampiran 30
Abdurrahman HRD, Homeschooling di Indonesia dan Problematikanya 31
Seminar Peningkatan Kualitas Pelayanan Pendidikan Sekolah Rumah, Di laksanakan
pada Kamis, 22 Desember, 2011 di Universitas Multimedia Nusantara, Serpong, Tanggerang
Selatan
23
Adapun visi dan misi didirikannya homeschooling di Indonesia adalah
“Sekolah rumah adalah terwujudnya penyelenggaraan pendidikan informal
melalui pendidikan di rumah yang mampu mengembangkan potensi, minat,
bakat peserta didik agar dapat diakui oleh pendidikan formal berdasarkan
standar nasional pendidikan (SNP)”. Sedangkan misinya adalah
mengembangkan potensi peserta didik dalam proses belajar secara mandiri
yang hasilnya agar dapat diakui sama dengan hasil pendidikan formal.
Memberikan kesempatan bagi peserta didik memperoleh pendidikan di rumah
berdasarkan standar nasional pendidikan. Fungsi homeschooling ini adalah
mengembangkan potensi peserta didik pada penguasaan pengetahuan,
keterampilan, sikap dan kepribadian sesuai dengan standar pendidikan
nasional.Memberikan kesempatan pendidikan bagi warga masyarakat untuk
melakukan kegiatan belajar secara mandiri di rumah.32
C. Alasan Orang Tua Memilih Homeschooling
Laporan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) 2011
menyebutkan 489.000 anak sekolah dasar (SD) drop out (DO), 366.000 anak tidak
bisa melanjutkan sekolah ke tingkat SMP; alasannya, 70% dari mereka tidak
memiliki biaya untuk sekolah. Data tersebut cukup mencengangkan, apalagi
jumlahnya sangat tinggi. Karena itu perlu ada langkah-langkah startegis dan
progresif untuk mengurangi angka siswa DO.33
Alasan utama anak-anak DO karena tidak memiliki biaya untuk sekolah.
Biaya ini tidak hanya sebatas untuk membayar uang masuk sekolah dan uang
bulanan sekolah. Biaya yang dibutuhkan juga mencakup uang transportasi (jika
jarak antara rumah dan sekolah harus menggunakan kendaraan), iuran-iuran
sekolah, sumbangan-sumbangan sukarela yang dipaksakan, seragam sekolah, baju
olah raga, buku-buku serta lembar kerja siswa dan lain-lain.
Sungguh sangat memalukan saat melihat jumlah siswa yang drop out,
apalagi jumlahnya mencapai ratusan ribu anak. Alasan mereka DO adalah karena
tidak adanya biaya untuk sekolah.Dengan angka sebesar, dapat di katakana bahwa
32
Seminar Peningkatan Kualitas Pelayanan Pendidikan Sekolah Rumah, ibid 33
Neneng Zubaidah, Pacu Rata-rata Lama sekolah, di kutip dari harian Seputar
Indonesia terbit tanggal 19 Desember, 2011
24
program pemerintah wajib belajar 9 tahun dapat dikatakan tidak berhasil terbukti
dari banyaknya jumlah anak yang putus sekolah. Jumlah anak yang putus sekolah
juga merupakan bukti bahwa dana BOS yang diberikan pada sekolah-sekolah
tingkat dasar tidak sampai pada sekolah atau bahkan pada siswa yang
membutuhkan. Atau jika dana tersebut sampai ketangan para siswa, mereka tidak
mendapatkan jumlah sesuai yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Menurut John dan Kathy Perry, melakukan homeschooling untuk anak-
anak diperbolehkan dengan alasan apapun yang anda fikirkan. Dalam
berhomeschooling, orang tua tidak perlu mengisi formulir atau daftar mengenai
alasan apa yang orang tua pilih untuk si anak melakukan homeschooling. As you
meet more parents who’ve chosen homeschooling as an alternative to public
education, you’ll realize that every parent expresses a different concern or reason
to homeschool.34
Percayakan pada keyakinan anda (orang tua) untuk melakukan
homeschooling. Apapun alasan anda, jangan biarkan orang lain mengatakan
bahwa alasan-alasan anda melakukan homeschooling adalah tidak cukup kuat.
Ada beragam alasan mengapa homeschooling menjadi pilihan bagi orang
tua. Dari mulai alasan keamanan, pergaulan, beban yang membuat anak stress
hingga kurikulum yang gonta-ganti dapat menjadi alasan mengapa orang tua
mulai melirik homeschooling sebagai sekolah alternatif bagi anak-anak mereka.
Flexibilitas waktu, ketidakpuasan sistem di sekolah dan penghematan biaya
sekolah pun juga menjadi faktor alasan berpalingnya orang tua pada
homeschooling. Apapun alasan anda dalam memilih homeschooling, jangan
biarkan orang lain mengatakan bahwa alasan anda tidak tepat.
Indosiar.com mengutip beberapa kecenderungan orang tua di Indonesia
lebih memilih sekolah rumah. Kecenderungannya antara lain adalah, bisa
menekankan kepada pendidikan moral atau keagamaan, memperluas lingkungan
sosial dan tentunya suasana belajar yang lebih baik, selain memberikan
pembelajaran langsung yang konstekstual, tematik, nonskolastik yang tidak
34
John and Kathy Perry, The Complete Guide to Homeschooling (Los Angeles: Lowell
House:2000) h. 31
25
tersekat-sekat oleh batasan ilmu.35
Arief Rachman mengungkapkan bahwa alasan
orang tua memilih homeschooling adalah strategi untuk menghindari ke
khawatiran bahwa siswa yang mengikuti metode pendidikan ini adan teraliensi
dari lingkungan sosialnya sehingga potensi kecerdasan sosialnya tidak muncul.36
Menurut Yayah Komariah, ketidak puasan dengan sistem pendidikan di
sekolah, agar anak punya lebih banyak waktu untuk bersosialisasi, agar anak bisa
memperoleh materi akademis yang lebih baik, anak-anak yang membutuhkan
perhatian khusus (seperti penderita autism dan hiperaktif), untuk menjalankan
nilai-nila agama tertentu, anak-anak yang memiliki karir (seperti artis dan atlet),
anak-anak yang menderita sakit parah, kendala geografis, flexibilitas,
menyediakan pendidikan moral atau keagamaan, memberikan lingkungan sosial
dan suasana belajar yang lebih baik, menyediakan waktu untuk belajar yang lebih
fleksibel, memberikan kehangatan dan proteksi dalam pembelajaran, menghindari
penyakit sosial, memberikan keterampilan khusus, memberikan pembelajaran
langsung yang kontekstual, tematik, nonscholastic yang tidak tersekat oleh
batasan ilmu juga menjadi alasan bagi orang tua memilih homeschooling daripada
sekolah publik.37
Menurut Anton, salah satu orang tua siswa sekolah formal, kurikulum
sekolah formal terlalu padat, kaku, dan seragam. Ruang kreativitas bagi siswa
juga tertutup karena pembelajaran hanya disesuaikan selera pemerintah. "Saya
lebih suka belajar di rumah karena bisa bebas dan tidak stres," kata Pascalis,
seorang siswa sekolah umum yang sebelumnya pernah muntah-muntah ketika
belajar di sekolah formal. Kedepan, Anton berharap pemerintah bisa lebih
memerhatikan pelaku sekolah rumah dengan pemberian ijazah pendidikan dasar
atau pendidikan menengah. Sejauh ini, ijazah pelaku sekolah rumah masih sama
dengan siswa pendidikan kesetaraan seperti Paket A, Paket B, atau Paket C. Anton
35
Indosiar.com, Homeschooling : Sekolah Rumah atau Rumah Sekolah: Model
Pengembangan Sistem Pendidikan, http://indosiar.com/ragam/60082/homeschooling--sekolah-
rumah-atau-rumah-sekolah, diakses pada 36
Arief Rachman, Homeschooling: Rumah Kelasku, Dunia Sekolahku, (Jakarta:
KOMPAS) h. ix 37
Yayah Komariah, Homeschooling: Trend Baru Sekolah Alternative, (Jakarta: Sakura
Publishing, 2007), h. 16-20
26
mengatakan, hingga kini pemerintah cenderung mengabaikan eksistensi pelaku
sekolah rumah. Padahal, kurikulum sekolah rumah dinilai lebih fleksibel dan
sesuai kebutuhan siswa. Anak akhirnya bisa memiliki lebih banyak kesempatan
untuk mengeksplorasi bakat di luar kemampuan akademis.38
Alasan orang tua memilih homeschooling menurut Yayah Komariah
adalah tersedianya pendidikan moral atau keagamaan, memberikan lingkungan
sosial dan suasana belajar yang lebih baik, tersedia waktu belajar yang lebih
fleksibel, memberikan kehangatan dan proteksi dalam pembelajaran, menghindari
penyakit sosial, memberikan keterampilan khusus serta memberikan pembelajaran
langsung yang kontekstual, tematik, nonscholastik yang tidak tersekat oleh
batasan ilmu.39
Berbeda dengan homeschooling, sekolah formal dibatasi oleh waktu dan
ilmu yang didapat sangatlah terbatas. Tidak semua ilmu dapat tersampaikan dan
tidak semua pertanyaan dapat terjawab karena keterbatasan waktu yang ada.
Dengan waktu yang sangat singkat, tidak semua siswa dapat menerima seluruh
mata pelajaran yang disampaikan disekolah. Anak lebih dituntut untuk menguasai
satu materi dalam waktu tertentu, jika si anak tidak dapat menguasai dalam waktu
tertentu maka mereka akan tertinggal dalam pelajarannya.
“Homeschooling tidak mesti mahal”, kata Ny Yayah. Besaran biaya
tergantung pada bagaimana proses pembelajaran. Terlebih lagi untuk pendidikan
dasar. “Untuk itu sumber belajar dapat digunakan buku bekas atau materi lain.
Apalagi sekarang sudah banyak informasi di internet, radio, atau televisi. Belajar
juga dapat di mana saja, siapa saja dapat menjadi guru bagi anak-anak
homeschooling. Terkadang saya membawa anak-anak ke orang-orang dengan
keahlian tertentu agar mereka bisa belajar langsung dari sumbernya. Intinya,
segala yang ada di lingkungan dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran,”
katanya. Tidak semua homeschooling menunut biaya yang tinggi, bahkan ada juga
38
Kompas.com, Sekolah Rumah Mulai Jadi Pilihan,
http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/16/15553775/Sekolah.Rumah.Mulai.Jadi.Pilihan, di
akses pada tanggal 5 November, 2011 39
Yayah Komariah, Homeschooling: Trend Baru Sekolah Alternative, (Jakarta: Sakura
Publishing, 2007), hal. 16-17
27
homeschooling yang tidak memungut biaya sedikitpun bagi para siswanya.
Homeschooling yang dipahami masyarakat dewasa ini sangatlah mahal. Tetapi
apa yang telah dikatakan oleh Ibu Yayah tidaklah salah. Besar kecilnya biaya
yang dikeluarkan dalam homeschooling adalah tergantung bagaimana orang tua
menyiasatinya.
Beberapa homeschooling besar, seperti Homeschooling Kak Seto (HSKS)
dan Homeschooling Hughes memang mengeluarkan biaya yang tidak sedikit
dibanding sekolah formal. Bahkan untuk membayar satu tutor (guru) pun biaya
yang dikeluarkan bisa mencapai biaya satu bulan untuk membayar disekolah
formal. Pada HSKS, siswa yang mendaftar dari kalangan menengah keatas.
Berbeda dengan homeschooling yang didirikan oleh Ibu Yayah. Ada beberapa
homeschooling yang menrima anak dari golongan menengah keatas maupun
menengah kebawah, dengan demikian biaya yang dikeluarkan untuk anak yang
tidak mampu akan ditutupi oleh angka yang mampu.
Abdurrahman berpendapat bagi orang tua yang memilih Homeschooling,
terdapat banyak alasan yang melatarbelakangi yaitu orang tua ingin meningkatkan
kualitas anak, tidak puas dengan kualitas pendidikan di sekolah reguler, merasa
keamanan dan pergaulan sekolah tidak kondusif bagi perkembangan anak,
menginginkan hubungan keluarga yang lebih dekat dengan anak, merasa sekolah
yang baik semakin mahal dan tidak terjangkau, memiliki keyakinan bahwa sistem
yang ada tidak mendukung nilai-nilai keluarga yang dipegangnya, merasa
terpanggil untuk mendidik sendiri anak-anaknya, sering berpindah-pindah atau
melakukan perjalanan, dan merasa bahwa anak-anaknya memiliki kebutuhan
khusus yang tidak dapat dipenuhi di sekolah umum.40
D. Klasifikasi Homeschooling
Homeschooling terbagi dalam tiga klasifikasi format homeschooling, yaitu:
1. Homeschooling tunggal
40
Abdurrahman HRD, Homeschooling di Indonesia dan Problematikanya,
http://percikankehidupan.wordpress.com/2008/11/07/homeschooling-di-indonesia-dan-
problematikanya/, di akses pada tanggal 22 Oktober, 2011
28
Homeschooling tunggal yaitu homeschooling yang dilaksanakan oleh
orangtua dalam satu keluarga tanpa bergabung dengan lainnya karena hal
tertentu atau karena lokasi yang berjauhan.
2. Homeschooling majemuk
Homeschooling majemuk adalah homeschooling yang dilaksanakan oleh
dua atau lebih keluarga untuk kegiatan tertentu sementara kegiatan pokok tetap
dilaksanakan oleh orangtua masing-masing.Alasannya karena terdapat
kebutuhan-kebutuhan yang dapat dikompromikan oleh beberapa keluarga
untuk melakukan kegiatan bersama.Contohnya kurikulum dari Konsorsium,
kegiatan olahraga (misalnya keluarga atlit tennis), keahlian musik/seni,
kegiatan sosial dan kegiatan agama.
3. Komunitas homeschooling
Komunitas homeschooling adalah gabungan beberapa homeschooling
majemuk yang menyusun dan menentukan silabus, bahan ajar, kegiatan pokok
(olah raga, musik/seni dan bahasa), sarana/prasarana dan jadwal
pembelajaran.Komitmen penyelenggaraan pembelajaran antara orang tua dan
komunitasnya kurang lebih 50:50.41
Alasan memilih komunitas homeschooling antara lain karena komunitas
homeschooling lebih terstruktur dan lebih lengkap untuk pendidikan akademik,
pembangunan akhlak mulia dan pencapaian hasil belajar. Tersedia fasilitas
pembelajaran yang lebih baik misalnya: bengkel kerja, laboratorium alam,
perpustakaan, laboratorium IPA/Bahasa, auditorium, fasilitas olah raga dan
kesenian. Ruang gerak sosialisasi peserta didik lebih luas tetapi dapat
dikendalikan, dukungan lebih besar karena masing-masing bertanggung jawab
untuk saling mengajar sesuai keahlian masing-masing, sesuai untuk anak usia
di atas 10 tahun dan menggabungkan keluarga tinggal berjauhan melalui
internet dan alat informasi lainnya untuk tolak banding (benchmarking)
termasuk untuk standardisasi.42
41
Abdurrahman HRD, ibid 42
Indosiar.com, Homeschooling: Sekolah Rumah atau Rumah Sekolah: Penerapan
Homeschooling, http://indosiar.com/ragam/60082/homeschooling--sekolah-rumah-atau-rumah-
sekolah
29
Dalam perkembangannya, homeschooling juga menghadapi beberapa
tantangan, yaitu:
1. Homeschooling tunggal
Pada homeschooling tunggal kendala yang dihadapi antara lain adalah
sulitnya memperoleh dukungan atau tempat bertanya, berbagi dan berbanding
keberhasilan, kurang tempat sosialisasi untuk mengekspresikan diri sebagai
syarat pendewasaan, dan orang tua harus melakukan penilaian hasil pendidikan
dan mengusahakan penyetaraannya.
2. Homeschooling majemuk
Pada homeschooling majemuk kendala yang dihadapi antara lain adalah
perrlu kompromi dan fleksibilitas jadwal, suasana, fasilitas dan kegiatan
tertentu, perlu ahli dalam bidang tertentu walaupun “kehadiran” orang tua
harus tetap ada, anak-anak dengan keahlian/kegiatan khusus harus
menyesuaikan/menerima lingkungan lainnya dengan dan menerima
“perbedaan-perbedaan” lainnya sebagai proses pembentukan jati diri, orang tua
masing-masing penyelenggara homeschooling harus menyelenggarakan sendiri
penyetaraannya.43
3. Komunitas homeschooling
Komunitas homeschooling mengalami kendala sebagai berikut: perlunya
kompromi dan fleksibilitas jadwal, suasana, fasilitas dan kegiatan tertentu yang
dapat dilaksanakan bersama-sama, perlunya pengawasan yang professional
sehingga diperlukan keahlian dalam bidang tertentu walaupun “kehadiran”
orang tua harus tetap ada, anak-anak dengan keahlian atau kegiatan khusus
harus juga bisa menyesuaikan dengan lingkungan lainnya dan menerima
“perbedaan-perbedaan” lainnya sebagai proses pembentukan jati diri.44
43
Abdurrahman HRD, Homeschooling di Indonesia dan Problematikanya,
http://percikankehidupan.wordpress.com/2008/11/07/homeschooling-di-indonesia-dan-
problematikanya/, diakses pada tanggal 22 Oktober, 2011 44
Indosiar.com, lop. cit
30
E. Kelebihan dan Kekurangan Homeschooling
Sebagai sebuah pendidikan alternatif, homeschooling juga mempunyai
beberapa kekuatan dan kelemahan.
Kekuatan/ kelebihan homeschooling adalah:
1. Lebih memberikan kemandirian dan kreativitas individual bukan
pembelajaran secara klasikal.
2. Memberikan peluang untuk mencapai kompetensi individual semaksimal
mungkin sehingga tidak selalu harus terbatasi untuk membandingkan dengan
kemampuan tertinggi, rata-rata atau bahkan terendah.
3. Terlindungi dari “tawuran”, kenakalan, NAPZA, pergaulan yang
menyimpang, konsumerisme dan jajan makanan yang malnutrisi.
4. Lebih bergaul dengan orang dewasa sebagai panutan. Lebih disipakan untuk
kehidupan nyata.
5. Lebih didorong untuk melakukan kegiatan keagamaan, rekreasi/olahraga
keluarga.
6. Membantu anak lebih berkembang, memahami dirinya dan perannya dalam
dunia nyata disertai kebebasan berpendapat, menolak atau menyepakati nilai-
nlai tertentu tanpa harus merasa takut untuk mendapat celaan dari teman atau
nilai kurang.
7. Membelajarkan anak-anak dengan berbagai situasi, kondisi dan lingkungan
sosial.
8. Masih memberikan peluang berinteraksi dengan teman sebaya di luar jam
belajarnya. 45
9. Customized, sesuai kebutuhan anak dan kondisi keluarga.
10. Lebih memberikan peluang untuk kemandirian dan kreativitas individual
yang tidak didapatkan dalam model sekolah umum.
11. Memaksimalkan potensi anak sejak usia dini, tanpa harus mengikuti standar
waktu yang ditetapkan di sekolah.
12. Lebih siap untuk terjun di dunia nyata (real world) karena proses
pembelajarannya berdasarkan kegiatan sehari-hari yang ada di sekitarnya.
45
Indosiar.com, ibid
31
13. Kesesuaian pertumbuhan nilai-nilai anak dengan keluarga. Relatif terlindung
dari paparan nilai dan pergaulan yang menyimpang (tawuran, drug,
konsumerisme, pornografi, mencontek, dsb).
14. Kemampuan bergaul dengan orang tua dan yang berbeda umur (vertical
socialization).
15. Biaya pendidikan dapat menyesuaikan dengan keadaan orang tua. 46
Kelemahan homeschooling seperti yang dikutip dari indosiar.com adalah:
1. Anak-anak yang belajar di homeschooling kurang berinteraksi dengan teman
sebaya dari berbagai status sosial yang dapat memberikan pengalaman
berharga untuk belajar hidup di masyarakat.
2. Sekolah merupakan tempat belajar yang khas yang dapat melatih anak untuk
bersaing dan mencapai keberhasilan setinggi-tingginya.
3. Homeschooling dapat mengisolasi peserta didik dari kenyataan-kenyataan yang
kurang menyenangkan sehingga dapat berpengaruh pada perkembangan
individu.
4. Apabila anak hanya belajar di homeschooling, kemungkinan ia akan terisolasi
dari lingkungan sosial yang kurang menyenangkan sehingga ia akan kurang
siap untuk menghadapi berbagai kesalahan atau ketidakpastian.47
5. Butuh komitmen dan keterlibatan tinggi dari orang tua.
6. Sosialisasi seumur (horizontal socialization) relatif rendah dibandingkan anak
sekolah karena anak homeschooling lebih terekspos dengan sosialiasi lintas
umur (vertical socialization).
7. Ada resiko kurangnya kemampuan bekerja dalam tim (team work), organisasi,
dan kepemimpinan.
8. Perlindungan orang tua dapat memberikan efek samping ketidakmampuan
menyelesaikan situasi sosial dan masalah yang kompleks yang tidak
terprediksi.48
John dan Kathy Perry menyebutkan perbandingan homeschooling dengan
private school adalah49
46
Abdurrahman HRD, op. cit 47
Indosiar.com, op. cit 48
Abdurrahman HRD, lop. cit
32
Homeschooling Private School
One-on-one teaching 1:18 average ratio
Learning is by
retention
Learning is by
repetition
Repeat what is
missed
Moveon or be left
behind
Safety is assured Safety is not
guaranted
Move at child’s pace Move at class pace
Minimal cost Monthly tuition
Alasan orang tua memilih homeschooling sebagai sekolah alternatif sangat
beragam, penulis akan mengutip beberapa alasan orang tua menurut John dan
Kathy Perry.
“Anak saya membutuhkan perhatian khusus saat masuk pada pelajaran
baru, karena pikirannya selalu kemana-mana.Dia selalu ketinggalan jauh
dibelakang pada sekolah umum”.
“Anak kami tidak melakukan konsep
pembukaan kelas dengan baik. Dia tidak hanya fokus pada apa yang gurunya
katakan. Dia mendengarkan pada semua guru di ruangannya, yang membuat dia
binggung”. “Saya perhatikan anak saya tidak membawa pulang apapun kecuali
pekerjaan sibuk. Kapan saatnya sekolah melangkah kedasar? Saya melangkah dan
49
John and Kathy Perry, The Complete Guide to Homeschooling (Los Angeles: Lowell
House:2000) h. 18
33
memulai mengajarkan anak saya begaimana cara membaca dan mengeja sambil
dia hadir public school. Hal itu membuat saya sampir setahun sebelum saya sadar
bahwa ia pergi ke sekolah untuk bermain dan pulang kerumah untuk belajar”.
“Kami mempersiapkan anak kami untuk sekolah di atas apa yang anak kelas satu
harus tahu. Pada kenyataannya dia memiliki kemampuan alami dan program
talenta, dia bosan pada bulan pertama sekolahnya adan memiliki masalah tingkah
laku. Pihak sekolah memberitahukan kami bahwa dia tahu terlalu banyak untuk
tingaktannya dan menjulukinya hiperaktif”. “Anak kami tidak dapat membaca
dengan benar di kelas enam dan sekolahnya tetap meluluskan dia dengan nilai A”.
50
Cerita orang tua diatas merupakan beberapa dari sejuta alasan orang tua di
Amerika memilih homeschooling untuk anak-anak mereka dari pada public school
(di Indonesia public school adalah sekolah formal). Selain alasan-alasan tersebut
diatas, masih banyak lagi alasan para orang tua memilih homeschooling dari pada
sekolah formal. Seperti masalah agama, pergaulan, kekerasan dalam sekolah, dan
lain-lain.
Seperti yang dikutip dari indosiar.com, prasyarat keberhasilah
homeschooling, adalah:
1. Kemauan dan tekad yang bulat. Ketersediaan waktu yang cukup.
2. Disiplin belajar-pembelajaran yang dipegang teguh.
3. Keluwesan dalam pendekatan pembelajaran.
4. Kemampuan orang tua mengelola kegiatan. Kegiatan sumber belajar
5. Dipenuhinya standar yang ditentukkan.
6. Ditegakkannya ketentuan hukum.
7. Diselenggarakannya program sosialisasi agar anak-anak tidak terasing dari
lingkungan masyarakat dan teman sebaya.
8. Dijalinnya kerjasama dengan lembaga pendidikan formal dan nonformal
setempat sesuai dengan prinsip keterbukaan dan multimakna.
50
John and Kathy Perry, ibid
34
9. Terjalin komunikasi yang baik antar penyelenggara homeschooling.51
10. Tersedianya perangkat penialaian belajar yang inovatif (misalanya dalam
bentuk portofolio dan kolokium).52
51
Indosiar.com, Homeschooling : Sekolah Rumah atau Rumah Sekolah: Tantangan
Homeschooling, http://indosiar.com/ragam/60082/homeschooling--sekolah-rumah-atau-rumah-
sekolah 52
Kak Seto, Homeschooling, Pendidikan Alternatif Masa Depan, Disampaikan dalam
„Lokakarya Nasional‟ yang diadakan oleh Direktorat Pendidikan Kesetaraan- Departement
Pendidikan Nasional, pada tanggal 09 Maret 2007 di Yogyakarta
35
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat penelitian
Tempat yang dijadikan penulis sebagai penelitian tentang alasan orangtua
memilih homeschooling sebagai pendidikan alternatif adalah “SUN
Homeschooling”. Penelitian ini dilaksanakan di SUN Homeschooling yang
dilaksanakan pada bulan Maret 2012 hingga April 2012.
B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang saya gunakan adalah metode kuantitatif dengan
pendekatan deskriptif analisi. Metode penelitian adalah suatu pengkajian dalam
mempelajari peraturan-peraturan yang terdapat dalam penelitian. Ditinjau dari
sudut filsafat, metode penelitian merupakan epistimologi penelitian. Yaitu yang
menyangkut bagaimana kita mengadakan penelitian.1 Adapun metode penelitian
yang penulis pergunakan adalah:
1. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan
dengan:
a. Studi Pustaka
Studi pustaka ini dilakukan dengan cara inventarisasi dan mengutip
buku-buku atau literatur yang berkaitan dengan masalah penelitian.
Menurut Lofland dan Lofland seperti yang dikutip oleh Lexi J.
Moleong, sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan
tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.
Berkaitan dengan hal itu pada bagian ini jenis datanya dibagi ke dalam kata-
1 Husaini Usman, Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Peneltian Sosial, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2003), hal. 42
36
kata dan tindakan, sumber data tertulis, foto dan statistik.2 Menurut
pendapat Lexy J. Moleong, studi pustaka termasuk dalam sumber tertulis.
b. Wawancara
Wawancara adalah tanya jawab lisan antara dau orang atau lebih secara
langsung. Pewawancara disebut intervieuwer, sedangkan orang yang
diwawancarai disebut interviewe.3
Adapun prosedur wawancaranya adalah dengan menyusun pertanyaan
baku terlebih dahulu untuk mengetahui dan menggali informasi dari
narasumber sesuai dengan topik yang diteliti.
Dengan melakukan wawancara pada pihak terkait, maka akan di
dapatkan informasi yang diperlukan. Seperti apa alasan para orang tua
memilihkan homeschooling sebagai sekolah bagi anaknya, kenyamanan
anak dengan sistem homeschooling, biaya yang dikeluakan untuk
homeschooling serta sistem pembelajaran yang ditawarkan.
2. Sumber Data
Dalam penelitian ini data utama yang di gunakan penulis adalah data yang
berkaitan langsung dengan topik penelitian yakni berupa buku-buku,
narasumber yang terdiri dari pendiri SUN Homeschooling dan orang tua murid,
kegiatan/ aktifitas di SUN Homeschooling, artikel, brosur dan website yang
dapat menjadi pendukung dalam topik penelitian.
3. Instrumen penelitian
Adapun instrument yang penulis gunakan dalam pengumpulan data adalah
pedoman wawancara dan pedoman observasi. Dimana responden akan diminta
untuk menjawab beberapa pertanyaan yang penulis ajukan.
C. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian kualitatif
dengan pendekatan deskriptif analisis.
2 Lexy J. Moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosdakarya, 2010), Cet.
27, h. 112 3 Husaini Usman, Purnomo Setiady Akbar, op. cit, hal. 58
37
Istilah penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miller, seperti yang dikutip
oleh Lexi J. Moelong, pada mulanya bersumber pada pengamatan kualitatif yang
dipertentangkan dengan pengamatan kualitatif. Bodgan dan Taylor, mengatakan:
”Metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskripsi berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara
holistik (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau
organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai
bagian dari suatu keutuhan. Menurut Kirk dan Miller, seperti yang dikutip oleh
Lexi Moelong, penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan
sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam
kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam
bahasanya dan dalam peristilahannya.4
D. Analisa Data
Dalam proses penganalisisan data, penulis akan mengadakan penelitian di
SUN Homeschooling. Dalam proses penelitian, penulis menggunakan metode
interview yang akan mengajukan beberapa pertanyaan yang telah penulis susun
sebelumnya. Selain interview, penulis juga akan mengumpulkan data dengan cara
mendokomentasikan atau mengumpulkan arsip-arsip yang diperlukan untuk
melengkapi penelitian.
Setelah data terkumpul, penulis akan mendeskripsikan data-data dari hasil
wawancara dan studi pustaka untuk menjawab alasan orangtua memilih
homeschooling sebagai sekolah alternatif.
Analisis data adalah proses pengumpulan data yang didapat dari berbagai
sumber, yang akan dikelompokkna dan disesuaikan sehingga dapat menjadi
membantu merumuskan hipotesis data sesuai dengan tema yang disaranan oleh
data itu.
Analisis data menurut Patton, seperti yang dikutip oleh Lexi Moelong,
adalah:
4 Moeleong, op. cit. h. 3
38
“Proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola,
kategori, dan satuan uraian dasar. Ia membedakannya dengan penafsiran, yaitu
memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian, dan
mencari hubungan di antara dimensi-dimensi uraian”. Bogdan dan Taylor, seperti
yang dikutip oleh Lexi Moelong, mendefinisikan analisis data sebagai proses yang
merinci usaha secara formal untuk menemukan tema bantuan pada tema dan
merumuskan hipotesis (ide) seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha
untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis itu. Menurut Lexy Moelong
sendiri, analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke
dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.5
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengumpulkan data
secara rinci sehingga dapat merusmuskan ide (hipotesis) kerja seperti yang
disarankan oleh data.
5 Moeleong, ibid, h. 103
39
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Mengenai SUN Homeschooling
Yayasan Sumbangsih Untuk Negri (Yayasan SUN) adalah yayasan yang
membawahi SUN Homeschooling. Yayasan SUN mempunyai berbagai kegiatan,
seperti majlis ta’lim, pelatihan bagi guru-guru PAUD, homeschooling dan
penyelenggaraan ujian kesetaraan paket A, paket B dan paket C.
Yayasan SUN berdiri pada tahun 2007, sedangkan SUN homeschooling
berdiri pada tahun 2009 bulan Mei. SUN Homeschooling awalnya berdiri di
pinggir jalan Kalimalang, Jakarta Timur, yang juga menjadi cabang asah pena
daerah Jakarta Timur. Karena jumlah murid yang terus berkembang, maka SUN
Homeschooling pindah lokasi di Cipinang Indah, Jakarta Timur. Yayasan SUN
homeschooling di dirkan oleh Dhanang Sasongko, SE, S. Psi. SUN
homeschooling di Jakarta Timur di dirikan karena banyak orang yang bertanya
mengenai homeschooling di bilangan Jakarta Timur.
Disamping sebagai pemilik SUN Homeschooling, Pak Dhanang Sasongko
juga menjabat sebagai kepala sekolah SUN Homeschooling. Beliau juga
merupakan salahsatu pendiri Homeschooling Kak Seto (HSKS). Beliau bekerja di
HSKS selama 4 bulan dari mulai mendirikan homeschooling hingga men-setting
bagaimana HSKS berjalan. Hingga saat ini, Dhanang Sansongko masih menjabat
sebagai sekertaris di ASAH PENA Jakarta yang di ketuai oleh Dr. Seto Mulyadi
(Kak Seto). SUN Homeschooling juga merupakan cabang ASAH PENA wilayah
Jakarta Timur.
ASAH PENA adalah sebuah asosiasi yang mewadahi homeschooling yang berada
di seluruh Indoneisa. Hingga saat ini ASAH PENA sudah memiliki cabang yang tersebar
dihampir penjuru Indonesia. ASAH PENA tidak hanya mewadahi SUN Homescholing
dan HSKS, ASAH PENA mewadahi semua jenis homeschooling yang ada di Indonesia,
baik tunggal, majemuk maupun komunitas. Adapun beberapa homeschooling lain yang
dinaungi oleh ASAH PENA adalah homeschooling berkemas, Homeschooling Kandank
Jurank (milik Dik Doank), Hughes Homeschooling dan lain sebagianya.
40
SUN Homeschooling terletak di dalam perumahan di kawasan Cipinang
sehingga suasana belajar menjadi nyaman bagi homeschooler dalam mengikuti
proses KBM (Kegiatan Belajar Mengajar). Begitu juga dengan ASAH PENA
yang terrletak agak kedalam sehingga memudahkan untuk para homeschooler
yang melakukan proses kegiatan belajar mengajar agar tidak terdengar suara-suara
bising dari kendaraan di jalan raya.
Adapun visi dan misi SUN Homeschooling adalah sebagai berikut
Visi : Memperluas akses pendidikan bagi anak indoneisa
Misi : Menyelenggarakan komunitas pembelajaran yang menitik beratkan pada
pengembangan minat, potensi dan bakat serta menyelenggarakan
komunitas pembelajaran yang mudah dijangkau
Menurut penulis hingga saat ini perluasan akses pendidikan bagi anak
Indonesia masih belum terlaksana jika dilihat dari segi sarana dan prasarana yang
ada pada SUN Homeschooling. Penyelenggaraan komunitas yang bertujuan untuk
menitik beratkan pada pengembangan minat, potensi dan bakat anak bias
dikatakan telah tercapai walaupun belum sepenuhnya tercapai. Dalam
pengembangan bakat, minat dan potensi anak, dirasa dapat terpenuhi karena
waktu bagi anak untuk belajar tidak sepadat yang ada disekolah formal. Jika
disekolah formal sekolah dilaksanakan selama lima hari dalam satu minggu, maka
dikomunitas homeschooling siswa diwajibkan datang dua kali dalam semingu.
Sehingga banyak waktu yang terseda untuk memenuhi dan mengembangkan
bakat, minat dan potensi anak.
Berdirinya SUN Homeschooling bertujan untuk mengembangkan model
pendidikan informal, karena ketidak nyamanan pendidikan di sekolah formal,
serta untuk memenuhi kebutuhan anak.
Ketidak nyamanan pendidikan di sekolah formal antara lain adalah adanya
bullying, biaya pendidikan yang semakin tinggi, dan kejenuhan terhadap mata
pelajaran serta penumpukan pekerjaan rumah.
Latar belakang SUN homeschooling berdiri adalah untuk memberikan
pelayanan pada anak-anak yang merasa tidak nyaman belajar dalam sekolah
formal, anak-anak yang tidak mau sekolah, keterbatasan sosialisasi, karena
41
kesehatan, komunikasi yang tidak baik seperti pemalu dan minder. Anak yang
terlalu pintar, anak yang tidak dapat fokus pada satu hal seperti musik, seni dan
olahragawan. Anak-anak seperti itu memerlukan suatu lembaga atau wadah untuk
memberikan pelayanan pada mereka. Dalam ber-homeschooling, anak belajar
sesuai dengan bakat, minat dan kemauan si anak dengan begitu dalam belajar anak
tidak merasa dipaksa dan terbebani.
Bagi anak yang tidak mampu, ia akan merasa teringgal disaat gurunya
telah melewati materi yang dikuasai sebagian besar teman-temannya. Sebaliknya
bagi anak-anak yang terlalu pandai, ia akan merasa jenuh jika diminta untuk
menunggu teman-temannya yang belum dapat menguasai materi yang sudah ia
kuasai. Begitu juga dengan seorang anak yang lebih menyukai suatu mata
pelajaran saja, mereka akan merasa terpaksa dan terbebani dengan mata pelajaran
yang tidak disukainya.
Pada awal berdirinya, SUN homeschooling hanya memiliki tiga orang
murid yang merupakan kakak-adik. Tiga murid ini didapatkan saat SUN
Homeschooling mengadakan seminar pertama mereka di salah satu festival. Pada
seminar itu di sampaikan mengenai homeschooling; apa itu homeschooling dan
bagaimana proses homeschooling itu. Seminar yang dihadiri tidak lebih dari 20
orang ini membuahkan seorang orang tua murid yang beranggapan bahwa
homeschooling adalah cara bersekolah yang nyaman dan cocok buat anak-
anaknya.
Tentunya tidak semua orang tua dapat mempercayai dan meyakini sistem
yang ditawarkan oleh homeschooling. Untuk meyakinkan mereka, orang tua diberi
pengarahan dan pengetahuan mengenai homeschooling. Biasanya orang tua yang
datang ke homeschooling adalah orang tua yang anaknya memiliki masalah
disekolah, seperti membolos, malas kesekolah dan tidak ada minat untuk pergi
kesekolah dan belajar.
Sistem homeschooling yang mulai diperkenalkan kepada publik awalnya
tidak sepenuhnya dapat dipercayai. Walaupun sistem ini telah berkembang jauh
sebelum adanya pendidikan formal, tetapi tidak banyak masyarakat yang
42
mengetahui dan paham mengenai homeschooling. Sangat sedikit sekali
masyarakat yang tahu bahkan paham mengenai homeschooling.
Homeschooling yang perlahan mulai dikenalkan pada masyarkat, tidak
semua orang dapat memahami mengenai homeschooling, ada yang berpendapat
bahwa homeschooling itu hanyalah untuk orang-orang kaya saja, seperti anak
pejabat, anak pengusaha, artis dan atlet. Bakhan ada juga yang berpendapat bahwa
homeschooling hanya untuk anak-anak pemalas.
Tidak sedikit orang tua murid yang meragukan apakah anaknya dapat
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau tidak, jika saatnya
bekerja apakah anak mendapatkan kemudahan atau kesulitan. Disini orang tua
akan diyakinkan oleh undang-undang sisdiknas yang mengatakan bahwa sistem
pendidikan di Indonesia terbagi dalam tiga jalur; pendidikan formal, non formal
dan informal, ketiga-tiganya sama. Artinya, sekolah tidak hanya dilakukan di
bangku sekolah. Tetapi skeolah dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja.
Apapun dapat menjadi sumber belajar bagi anak. Misalnya si anak menyukai
boneka Barbie, dari sebuah boneka Barbie si anak bisa mendapatkan ilmu
pengetahuan. Siapa pembuat Barbie, dari mana asal boneka Barbie, terletak
dimana negaranya, dibenua apa, benderanya bagaimana, bahasanya seperti apa,
jumlah penduduknya berapa, bagaimana iklim dinegara tersebut dan sebagainya
yang secara tidak sadar anak juga akan belajar dari apa yang disukainya.
Minimnya pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki orang tua murid
menimbulkan keraguan apakah anak akan dapat melanjutkan sekolahnya
kejenjang yang lebih tinggi seperti saat anak berada di sekolah formal. Apakah
anaknya akan mendapatkan pekerjaan dengan mudah atau malah dipersulit.
Dengan adanya undang-undang sisdiknas maka orang tua murid akan diberi
pengarahan mengenai jalur pendidikan yang ada di Indonesia. Orang tua juga
akan diberi pemahaman mengenai homeschooling.
SUN Homeschooling berkembang melalui berbagai cara seperti seminar-
seminar, dari mulut ke mulut, melalui brosur, melalui guru-guru PAUD,
pertemuan dengan orang tua siswa, kasus-kasus yang terjadi di sekolah formal,
bahkan melalui media dan kegitaan yang melibatkan masyarakat sekitar. Perlahan
43
tapi pasti, akhirnya jumlah siswa di SUN Homeschooling kian bertambah, dari
tiga orang menjadi belasan bahkan menjadi puluhan siswa yang terdaftar.
Siswa yang terdaftar di homeschooling tidak semuanya murid yang
mempunyai masalah di sekolah, ada juga murid yang memang dari awal orang
tuanya ingin anaknya melakukan homeschooling. Di samping itu terdapat juga
murid yang berkebutuhan khusus seperti murid yang terkena dawn sindrom,
autism dan sebagainya. Siswa di homeschooling, khususnya di SUN
Homeschooling berasal dari beragam latar belakang. Ada juga siswa yang
memeiliki pengetahuan melebihi teman-teman dikelasnya, sehingga saat guru
menerangkan pelajaran untuk teman-temannya maka murid tersebut akan menjadi
bosan dan akhirnya menjadi malas untuk pergi ke sekolah.
Pada homeschooling anak akan diajarkan sesuai dengan kurikulum
kurikulum diknas, mereka akan diberikan waktu yang lebih untuk
mengembangkan bakat dan minatnya. Di sini guru dituntut untuk menjadi lebih
sabar dalam mengahadapi para homeschooler. Dengan kesabaran dan ketulusan
dari sang guru, anak merasa nyaman dan senang dalam belajar.
Biaya yang dikeluarkan oleh homeschooler bisa lebih mahal dari pada
sekolah formal bisa juga lebih murah dari pada sekolah sekolah formal. Biaya
untuk komunitas homeschooling tidak semuanya mahal. SUN homeschooling dan
homeschooling Berkemas merupkan salah satu contoh dari homeschooling yang
tidak mengeluarkan biaya lebih dari sekolah formal. Adapun homeschooling Kak
Seto (HSKS) dan Hughes homeschooling adalah contoh homeschooling yang
biayanya melebihi sekolah formal. Tetapi fasilitas yang diberikan pada anak juga
sesuai seperti misalnya si anak menyukai photography, maka biaya yang
dikeluarkan untuk sekolah photography tidaklah sedikit. Juga para olahragawan
yang memfokuskan pada kegitaan olahraga yang diminatinya. Homeschooling
Kandank Jurang adalah salah satu contoh homeschooling yang oleh pemerintah
diberi bantuan berupa dana bantuan sekolah (BOP-Bantuan Operasional
Pendidikan) bagi para homeschooler.
Biaya yang dikeluarkan untuk melakukan homeschooling dikomunitas
tentu akan berbeda denga biaya yang dikeluarkan homeschooling tunggal. Pada
44
homeschooling komunitas, orang tua akan diminta biaya untuk gaji para guru dan
biaya untuk melengkapi sarana prasana. Tetapi pada homeschooling tunggal orang
tua tidak perlu membayar gaji guru atau biaya sarana dan prasarana. Besar
kecilnya pengeluaran akan tergantung bagaimana orang tua dapat menyiasatinya.
Jika anak setiap minggu atau setiap bulan melakukan field trip maka biaya
homeschooling tunggal akan lebih mahal dibanding dengan homeschooling
komunitas. Jika pada komunitas orangtua hanya membayar satu kali untuk guru
mata pelajaran, sedangkan homeschooling tunggal akan membiayai beberapa guru
untuk beberapa mata pelajaran jika pendidiknya bukan orangtua, yaitu anak
dimasukkan dalam les-les/ kursus-kursus.
Keunggulan sekolah formal dibanding dengan homeschooling adalah
kurangnya perhatian pemerintah pada homeschooling. Hal ini dapat dilihat dari
kurangnya bantuan yang dikerahkan untuk homeschooler. Bahkan nasib anak
untuk mengikuti ujian nasional saja tergantung pada siapa pejabat dinas
pendidikan di sekolah. Jika pejabatnya paham dengan homeschooling, maka ujian
tidak akan dipersulit. Sebaliknya jika pemerintahnya tidak paham mengenai
homeschooling maka ujian untuk homeschooler akan dipersulit. Dari sisi sarana
dan prasarana serta administratif untuk homeschooling juga kurang mendapatkan
perhatian dari pemerintah.
Dari segi kemampuan, anak-anak yang melakukan homeschooling tidak
kalah dengan anak-anak sekolah formal. Hal ini tergantung dari cara belajar
mereka yang efektif atau tidak. Bahkan ada homeschooler yang menjadi asisten
dosen dan memiliki kios sendiri di Tanah Abang.
Sosialisasi di sekolah formal sangat terbatas. Anak hanya bergaul dengan
orang-orang yang sama setiap harinya. Tetapi pada homeschooling anak dapat
bergaul dengan siapa saja setiap harinya, bahkan mereka bergaul dengan orang
yang usianya lebih tua atau lebih muda dari mereka dan dari profesi apapun.
Sosialisasi anak tergantung olah lingkungan dan orang tua. Pada
kenyataannya dewasa ini banyak anak-anak yang bersekolah formal yang
pergaulannya tidak hanya dengan yang itu-itu saja. Anak yang sekolah formal
juga bergaul dengan orang yang usianya lebih tua atau lebih muda dari mereka.
45
Bahkan ada homeschooler yang bergaul hanya dengan sesama teman-teman
homeschooler.
B. Kurikulum SUN Homeschooling
Pelajaran yang diajarkan pada homeschooler lebih fokus pada pelajaran-
pelajaran yang akan diujikan. Oleh karenanya kurikulum yang digunakan oleh
SUN Homeschooling adalah kurikulum nasional berdasarkan permen nomer 14
tahun 2005 tentang pendidikan formal untuk mecapai standar kompetensi dan
kompetensi dasar dan memudakan homeschooler untuk mengikuti ujian Paket A,
Paket B maupun Paket C. Disamping itu SUN Homeschooling juga menjalin
kerjasama untuk para siswanya seperti kewirausahaan, SUN Homeschooling
bekerja sama dengan LP3I.
Adapun yang dimaksud dengan kurikulum nasional yang disesuaikan
dengan kebutuhan anak adalah kurikulum dari diknas yang disesuaikan dengan
minat dan bakat homeschooler. Seperti disisipkan mengenai pembelajaran
karakter yang secara tidak langsung didapatkan dari kesempatan belajar menjadi
eneterpreneur yang diajarkan oleh mahasiswa atau alumnus dari LP3I.
Sedangkan materi ajar/ bahan yang akan diajarkan pada homeschooler
sebelumnya akan dimusyawarahkan dengan pihak homeschooling agar dapat
disesuaikan dengan homeschooler baik dari segi kemampuan maupun bakat dan
minat homeschooler.
C. Profil Siswa
Siswa di homeschooling dari mulai usia sekolah dasar (SD) hingga sekolah
menengah atas (SMA). Anak-anak yang melakuan homeschooling tidak hanya
berlatar belakang anak yang berkebutuhan khusus seperti autis maupun yang
memiiki penyakit yang tidak memungkinkan untuk pergi ke sekolah formal,
seperti anak yang memiliki kemampuan melebihi temannya atau sebaliknya. Anak
yang memiliki masalah dengan sekolah formal seperti adanya bullying, kekerasan
dalam sekolah dan biaya yang terus menerus melambung tinggi.
46
Siswa di homeschooling juga berlatar belakang anak pejabat, artis dan
penyanyi. Anak yang membutukhan perhatian lebih serta anak yang memiliki
bakat dan minat yang tidak bisa di kembangkan dibangku sekolah seperti seorang
anak yang suka bermusik, bermain seni atan peran, bahkan anak yang lebih suka
pada suatu pelajaran tertentu.
Jumlah keseluruhan siswa di SUN Homeschooling mencapai 71 siswa.
Dengan jumlah SD yang mencapai 22 siswa, tingkat SMP mencapai 18 siswa dan
tingkat SMA mencapai 31 orang dengan penjurusan IPA dan IPS.
Tabel jumlah homeschoolers pada SUN Homeschooling
Jenjang Pendidikan Jumlah Homeschoolers
SD 22 homeschoolers
SMP 18 homeschoolers
SMA 31 homeschoolers
Jumlah 71 homeschoolers
Latar belakang orang tua homeschoolers beragam, ada yang mampu dan
tidak mampu. Di SUN Homeschooling sendiri mayoritas orang tua siswa
berlatarbelakang memiliki ekonomi cukup, seperti anak dari seorang dokter, anak
pejabat, artis yang kurang lebihnya sekitar 60%. Sisanya berlatar belakang
ekonomi tidak cukup seperti anak tukang becak, anak yang orang tuanya
mendapatkan bantuan dari pemerintah seperti raskin, dsb.
Untuk mengatasi biaya, pihak SUN melakukan subsidi silang biaya
pendidikan. Jika pada anak yang mampu membayar biaya pendidikan dengan tarif
normal, tetapi bagi yang tidak mampu membayar biaya sebisanya atau tidak
menbayar sama sekali. Jika ada siswa yang misalnya bulan ini tidak mampu
membayar tetapi pada bulan berikutnya dapat berpartisipasi itu tidaklah menjadi
masalah. Karena SUN Homeshooling tidak ingin membebankan orang tua murid
dengan biaya-biaya yang memberatkan orang tua yang menyebabkan anaknya jadi
47
tidak semangat untuk belajar. Pihak SUN tidak ingin masalah yang dihadapi di
sekolah formal juga terjadi pada homeschooling, karena orang tua tidak ada biaya
maka anak menjadi terhambat dalam belajar. Pada dasarnya komunitas
homeschooling hanyalah memfasilitasi pembelajaran pada anak. Belajar dapat
dilakukan di rumah. Tetapi dengan bergabung dengan komunitas, maka orang tua
akan mudah mengakses informasi mengenai pendidikan dan para orang tua dapat
saling bertukar informasi dengan orang tua murid lainnya.
D. Program
Program yang disuguhkan oleh komunitas homeschooling tidaklah jauh
berbeda dengan sekolah formal. Program di komunitas seperti tatap muka yang
dilakuakn setiap senin dan rabu jam 09.00 hingga jam 12.00 untuk tingka SD dan
SMP, jam 13.00 hingga jam 15.00 untuk tingkat SMA. Praktek untuk mata
pelajaran eksakta di laboratorium di UI atau sekolah-sekolah lain yang
bekerjasama dengan SUN Homeschooling, diskusi, tanya jawab dan mengadakan
field trip ke TIM, museum-museum, dan lain-lain serta out bound (yang juga
menjadi ajang pertemuan para orang tua homeschooler). Sedangkan program
untuk di rumah, siswa diminta unutk belajar lebih mendalam mengenai materi
yang telah di berikan di komunitas. Selain itu siswa di beri kesempatan untuk sms
atau bertemu dengan guru untuk membahas materi yang belum di pahami oleh
anak. Dengan pembelajaran yang flexible, maka anak akan memiliki waktu yang
cukup untuk mengembangkan bakat dan minat mereka.
Materi yang disampaikan di SUN Homeschooling yang paling utama
adalah mata pelajaran yang akan diikutkan dalam ujian Negara (UAN) disamping
mata pelajaran yang lain dan mata pelajaran yang lebih diminati oleh
homeschooler. Mata pelajaran yang tidak di UAN kan sistem pembelajarannya
dengan cara meminta siswa mengerjakan tuga-tugas dan jika siswa tidak paham
maka akan dibahas oleh guru tutor, selain itu juga diadakan diskusi dan tanya
jawab. Sedangkan secara non akademis adalah untuk membangun jiwa
entrepreneur anak dari sisi membangun strategi, penghematan biaya rumah tangga
serta pembangunan emosi yang pada akhirnya secara tidak langsung anak akan
48
belajar mengenai pendidikan karakter. Pada SUN Homeschooling, sejak awal
anak diajarkan mengenai kewirausahaan dengan mengajarkan anak cara mengatur
uang seperti pengematan biaya-biaya kehidupan untuk bekal masa depan mereka.
Tabel aktifitas homeschooler dikomunitas
Hari Jam Kegiatan Keterangan
Senin dan
Rabu
09.00-12.00 Tatap muka, membahas
materi-materi yang tidak
dipahami siswa, diskusi,
tanya jawab serta
pengembangan bakat
dan minat
homeschooler.
SD dan SMP
13.00-15.00 Tatap muka, membahas
materi-materi yang tidak
dipahami siswa, diskusi,
tanya jawab serta
pengembangan bakat
dan minat
homeschooler.
SMA
Kamis 10.00-12.00 Pelajaran agama Tidak diwajibkan hadir
Pada mata pelajaran agama homeschooler tidak diwajibkan hadir karena
ada siswa yang beragama non muslim. Mata pelajaran agama yang disuguhkan
pada SUN Homeschooling adalah mata pelajaran agama Islam seperti sejarah
Nabi SAW, membaca Al-Qur’an, cara shalat dan berwudhu. Disamping itu,
beberapa orang tua homeschooler yang mengajarakan agama secara pribadi atau
49
sang anak di minta untuk mengikuti TPA (taman pendidikan Al-Qur’an). Adapun
tujuan yang dicapai secara akademis adalah untuk memenuhi standar kelulusan,
memenuhi standar kompetensi dan kompetensi dasar, dan untuk menghadapi ujian
akhir nasional serta untuk mengukur bakat serta minat anak.
50
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian penulis di SUN Homeschooling, penulis mendapatkan
pengetahuan yang sangat bermanfaat dan dapat mengetahui secara langsung
bagaimana perbedaan sistem pembelajaran antara homeschooling dan sekolah
formal. Penulis juga telah membuktikan bahwa homeschooler dapat menjadi
seklah alternatif bagi anak-anak. Homeschooling tidak berbeda dengan sekolah
formal dari segi akademis dan non akademis serta sosialisasi mereka terhadap
teman sebaya maupun orang yang lebih tua maupun orang yang lebih muda dari
usia mereka.
Dari pembahasan yang penulis kemukakan dapat disimpulkan bahwa
‘Alasan sebagian orang tua memilih homeschooling sebagai sekolah alternatif
bagi anaknya’ karena pada homeschooling lebih mengedepankan pembelajaran
mengenai moral, etika, estetika dan keagamaan. Ruang kreativitas dan bakat serta
minat anak tidak dibatasi, bahkan anak diberi kebebasan untuk mengembangkan
bakat dan minatnya sesuai dengan kemampuan mereka.
Jika pada sekolah formal jam pembelajarannya dibatasi oleh ruang dan
waktu maka di homeschooling jam pembelajarannya lebih fleksibel dan tidak
terikat oleh ruang dan waktu. Selain waktu yang lebih fleksibel, anak akan
mendapatkan perhatian yang khusus dari pendidiknya. Anak juga akan
memperoleh materi akademis yang lebih baik dengan suasana belajar yang
nyaman.
Dalam masalah sosialisasi, homeschooler dapat bergaul dengan siapa saja
tanpa batasan usia, dan siapun dapat menjadi sumber belajar. Anak juga dapat
terhindar dari penyakit sosial seperti pergaulan bebas, tawuran dan narkoba.
Dari segi biaya, homeschooling tidak membebani orang tua homeschooler.
Besaran biaya antara homeschooling tunggal dan komunitas juga berbeda
tergantung bagaimana orang tua menyiasatinya. Homeschooling tunggal bisa
51
menjadi lebih mahal daripada homeschooling komunitas jika orang tua tidak dapat
mengaturnya. Untuk mengikuti ujian negara, biaya yang dikeluarkan
homeschooling tunggal lebih mahal dibanding homeschooling komunitas karena
seluruh biayanya ditanggung sendiri.
Dengan homeschooling kemungkinan anak berbuat nakal sangatlah tipis
karena anak diberi pengetahuan mengenai etika, moral, etstetika dan keagamaan.
Walaupun ada siswa sekolah publik yang tidak berbuat nakal.
Sekolah formal dibatasi oleh waktu dan ilmu jadi tidak semua ilmu dapat
tersampaikan, anak lebih dituntut menguasai satu materi dalam waktu tertentu,
jika tidak bisa maka anak akan tertinggal dalam pelajaran.
Disamping alasan-alasan yang dikemukakan oleh para orang tua,
homeschooling belum mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah maupun
pemerintah pusat.
B. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini ada beberapa saran yang penulis akan
kemukakan:
Untuk orang tua dalam memilih homeschooling jangan ragu terhadap
apapun alasan yang anda kemukakan untuk memilih homeschooling sebagai jalur
pendidikan bagi anaknya.
Untuk SUN Homeschooling, sebagai jalur pendidikan nonformal, maka
diharapkan dapat menambah fasilitas-fasilitas yang dapat membantu dan
mempermudah proses pembelajaran bagi homeschooler.
Untuk pemerintah agar lebih memperhatikan lagi homeschooling yang
mulai menjadi jalur pendidikan alternatif bagi masyarakat. Perhatian yang
diberikan diharapkan dapat mempermudah homeschooler dalam mengikuti ujian-
ujian yang diselenggarakan oleh pemerintah, bantuan fasilitas-fasilitas dan
bantuan lain yang dibutuhkan oleh homeschooling demi kelancaran dan
kenyamanan kegiatan pembelajaran.
52
Daftar Pustaka
Abdurrahman HRD, Homeschooling di Indonesia dan Problematikanya, Di akses
pada 7 November 2008, Di akses pada October 22, 2011
http://percikankehidupan.wordpress.com/2008/11/07/homeschooling-di-
indonesia-dan-problematikanya/
Indosiar.com, Homeschooling: Sekolah Rumah atau Rumah Sekolah, Jakarta
http://indosiar.com/ragam/60082/homeschooling--sekolah-rumah-atau-
rumah-sekolah, Di Akses pada tanggal 22 Oktober 2011
--------------------, Homeschooling: Sekolah Rumah atau Rumah Sekolah:
Penerapan Homeschooling,
http://indosiar.com/ragam/60082/homeschooling--sekolah-rumah-atau-
rumah-sekolah
--------------------, Homeschooling: Sekolah Rumah atau Rumah Sekolah: Model
Pengembangan Sistem Pendidikan,
http://indosiar.com/ragam/60082/homeschooling--sekolah-rumah-atau-
rumah-sekolah
------------------, Homeschooling: Sekolah Rumah atau Rumah Sekolah: Tantangan
Homeschooling, http://indosiar.com/ragam/60082/homeschooling--
sekolah-rumah-atau-rumah-sekolah
Kompas.com, Sekolah Rumah Mulai Jadi Pilihan,
http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/16/15553775/Sekolah.Rumah.M
ulai.Jadi.Pilihan
Komariah, Yayah, Homeschooling Tren Baru Sekolah Alternatif, (Jakarta: Sakura
Publishing, 2007)
Kinza Accademy, What Is Home-education?
http://www.ahomeeducation.co.uk/what-home-schooling.html Di akses
pada tanggal 21 Maret 2011
Kho, Loy, Homeschooling Untuk Anak, Mengapa Tidak? Yogyakarta: Pustaka
Familia, Penerbit Kanisius, 2007 Cet. 5
Lips, Dan and Evan Feinberg, Homeschooling: A Growing Option in American
Education, Washington DC: The Heritage Foundation, 2008 No. 2122
53
Lloyd, Janice, Homeschooling Grows, USA Today, Update January 5, 2009 at
5:23pm, http://www.usatoday.com/community/tags/reporter.aspx?=id264,
Di akses pada tanggal 14 Oktober 2011
Moeleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kuantitatif, Bandung: Rosdakarya,
2010, Cet. 27
Munandar, Iwan, Ketika Homeschooling Jadi Pilihan, Di akses pada tanggal 22
Oktober 2011, http://indosiar.com/ragam/68434/ketika-homeschooling-
jadi-pilihan
Perry John and Kathy, The Complete Guide to Homeschooling, Lowell House,
Los Angeles: 2000
Rachman, Arief, Homeschooling Rumah Kelasku, Dunia Sekolahku, Jakarta:
KOMPAS
Shaleh, Abdul Rachman, Madrasah Dan Pendidikan Anak Bangsa Visi, Misi dan
Aksi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005
Tri Puji, Siwi, Homeschooling: Ketika Rumah Berubah Jadi Sekolah, Harian
Republika edisi senin, 30 Januari 2012
Undang-Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Usman, Husaini, Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Peneiltian Sosial, Jakarta:
Bumi Aksara, 2003
Zubaidah, Nenenng, Pacu Rata-rata Lama Sekolah, Seputar Indonesia, Senin 19
Desember 2011
Zurinal, Ilmu Pendidikan Islam: Pengantar & Dasar-dasar Pelaksanaan
Pendidikan, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Seminar Peningkatan Kualitas Pelayanan Pendidikan Sekolah
Rumah di Campus Universitas Multimedia Nusantara pada
tanggal 22 Desember 2011