Post on 26-Dec-2015
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah sebuah kondisi medis saat seseorang mengalami peningkatan tekanan darah atas normal. Akibatnya, volume darah meningkat dan saluran darah menyempit. Oleh karena itu, jantung harus memompa lebih keras untuk menyuplai oksigen dan nutrisi ke setiap sel di dalam tubuh (Puspitorini. M, 2009) dan hipertensi sering disebut sebagai pembunuh terselubung. Hipertensi tidak memberikan gejala kepada penderita. Namun bukan berarti hal ini tidak berbahaya (Santoso. D, 2010). Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan pada sistem peredaran darah yang sering terdapat pada usia pertengahan atau lebih, yang ditandai dengan tekanan darah lebih dari normal. Hipertensi menyebabkan perubahan pada pembuluh darah yang mengakibatkan makin meningkatnya tekanan darah.Dari definisi – definisi diatas dapat disimpulkan bahwa : Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik diatas normal sesuai umur dan merupakan salah satu faktor resiko terjadinya kompilkasi penyakit kardiovaskuler.Seseorang baru merasakan dampak yang gawat dari hipertensi ketika telah terjadi komplikasi. Hipertensi baru disadari ketika telah menyebabkan gangguan organ, seperti gangguan fungsi jantung, koroner, ginjal, gangguan fungsi kognitif ataupun stroke. Hipertensi pada dasarnya akan mengurangi harapan hidup para penderitanya. Selain mengakibatkan angka kematian yang tinggi (hight case fatality rate), hipertensi juga berdampak pada mahalnya pengobatan dan perawatan yang harus ditanggung para penderita. Bahkan, hipertensi berdampak pula bagi penurunan kualitas hidup.Hipertensi sebenarnya dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Jika salah satu orang tua orangtua terkena hipertensi, maka kecenderungan anak untuk menderita hipertensi lebih besar dibandingkan mereka yang tidak memiliki orang tua penderita hipertensi. Sekitar 40% kematian dibawah usia 65 tahun bermula dari tekanan darah tinggi. Penyakit ini sudah menjadi endemi di zaman modern, menggantikan wabah kolera dan TBC dizaman dulu.2.3 Jenis-Jenis HipertensiA. Menurut Dewi. S & Familia. D, (2010) yang berdasarkan keadaan disebutkan krisis hipertensi ini terbagi menjadi dua jenis diantaranya ialah: 1. Hipertensi EmergensiMerupakan hipertensi gawat darurat, tekanan darah melebihi 180/120mmHg disertai salah satu ancaman gangguan fungsi organ, seperti otak (perdarahan otak/stroke dan enselopatihipertensi), jantung (gagal jantung kiri akut dan penyakit jantung koroner akut), paru (bendungan diparu), dan eklamsia, atau tekanan darah dapat lebih rendah dari 180/120 mmHg, tetapi dengan salah satu gejala gangguan organ di atas yang sudah nyata timbul. Jika tekanan darah tidak segera diturunkan dapat mengakibatkan komplikasi yang menetap. Oleh karena itu, harus diturunkan dengan obat intravena (suntikan) yang bekerja cepat dalam beberapa menit maksimal satu jam. Pasien ini harus dibawa ke intensive care unit (ICU) untuk dipantau tekanan darahnya dan diberikan obat-obatan parenteral. Target penurunan mean arterial pressure (MAP) tidak melebihi 25% dalam hitungan menit sampai 1 jam dan jika stabil dapat mencapai tekanan darah 160/100-110 mmHg dalam waktu 2-6 jam, karena penurunan yang lebih cepat akan menyebabkan iskemia koroner, otak, dan ginjal. Terapi awal yang tepat untuk keadaan tersebut adalah memberikan nifedipin kerja singkat. Jika tingkat tekanan
darah tersebut dapat diteloransi dan pasien stabil, tekanan darah normal dapat dicapai dalam 24-48 jam berikutnya.2. Hipertensi UrgensiTekanan darah sangat tinggi (>180/120 mmHg) tetapi belum ada gejala seperti di atas. Tekanan darah tidak harus diturunkan dengan cepat (dalam hitungan menit), tetapi dapat diturunkan dalam hitungan jam sampai dengan hari dengan obat oral. Gejalanya berupa sakit kepala hebat/berputar (vertigo), mual, muntah, pusing/melayang, penglihatan kabur, mimisan, sesak nafas, gangguan cemas berat, tetapi tidak ada kerusakan target organ. Pasien dengan hipertensi urgensi dapat juga diberikan terapi oral yang bekerja short acting seperti kaptopril, labetalol, atau klonidin dengan pengawasan yang ketat.B. Sementara itu menurut Saraswati. S, (2009) hipertensi dibagi dua jenis yang berdasarkan penyebabnya antara lain: 1. Hipertensi Esensial atau PrimerPenyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat diketahui. Namun, berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer, seperti bertambahya umur, stres psikologis, dan hereditas (keturunan). Kurang lebih 90% penderita tergolong hipertensi primer, sedangkan 10% tergolong hipertensi sekunder.2. Hipertensi SekunderHipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, antara lain kelainan pembulu darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme), dan lain-lain. Karena golongan terbesar dari penderita hipertensi adalah hipertensi esensial, maka penyelidikan dan pengobatan lebih banyak ditujukan untuk penderita hipertensi esensial.2.4 Berdasarkan Faktor Akibat Hipertensi Terjadi Peningkatan Tekanan Darah di Dalam Arteri Dengan Beberapa Cara diantaranya:1. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya.2. Terjadi penebalan dan kekakuan pada dinding arteri akibat usia lanjut. Arteri besar kehilangan kelenturan dan menjadi kaku sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu, darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya darah.3. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh.4. Volume darah dalam tubuh meningkat sehingga tekanan darah juga meningkat.Oleh sebab itu, jika aktivitas memompa jantung berkurang. Maka, arteri mengalami pelebaran dan banyak cairan dari sirkulasi. Tekanan darah pula akan menurun atau menjadi lebih kecil.2.5 Berdasarkan Faktor Pemicu
Berdasarkan faktor pemicu yang menurut Dewi. S & Familia. D, (2010)
mengatakan hipertensi dibedakan atas yang tidak dapat terkontrol seperti umur, jenis
kelamin, dan keturunan. Pada 70-80 % kasus hipertensi primer, didapatkan riwayat
hipertensi didalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang
tua, maka dugaan hipertensi primer lebih besar. Hipertensi juga banyak dijumpai pada
penderita kembar monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita hipertensi.
Dugaan ini kian menguatkan bahwa faktor genetik mempunyai peran bagi terjadinya
hipertensi.
Faktor-faktor yang dapat dikontrol antara lain kegemukan atau obesitas, stres,
kurang olahraga, merokok, serta konsumsi alkohol dan garam. Faktor lingkungan ini
berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi esensial. Hubungan antara stres dan
hipertensi diduga terjadi melalui aktivitas saraf simpatis, saraf parasimpatis adalah saraf
yang bekerja pada saat kita beraktivitas. Peningkatan aktvitas saraf simpatis dapat
meningkatkan tekanan darah secara intermitten (tidak menentu). Stres berkepanjangan
dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti,
tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan di pedesaan.
Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stres yang dialami kelompok masyarakat
yang tinggal di kota.
Berdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan ciri khas dari populasi
hipertensi dan dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan
terjadinya hipertensi di kemudian hari. Walaupun belum dapat dijelaskan hubungan
antara obesitas dan hipertensi esensial, tetapi penyelidikan membuktikan bahwa daya
pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih
tinggi dibandingkan penderita yang mempunyai berat badan normal. Pada tahap lebih
jauh, hipertensi bisa memunculkan krisis. Krisis hipertensi adalah keadaan potensial
yang dapat mengancam jiwa sehingga memerlukan tindakan medis untuk mencegah
atau mengurangi kerusakan organ yang dapat terkena, yakni organ target seperti, otak,
jantung, ginjal, dan lain-lain. Benar bahwa biasanya tekanan darah dalam krisis
hipertensi meningkat secara cepat dan biasanya tekanan diastolik (tekanan yang
angkanya ditulis: 120/80 mmHg, 80 mmHg adalah tekanan diastolik) biasanya melebihi
120-130 mmHg.
2.6 Faktor Risiko Hipertensi
Faktor risiko hipertensi bukanlah penyebab dari timbulnya penyakit hipertensi.
Faktor resiko hanyalah pemicu munculnya suatu penyakit.
Menurut Dewi. S & Familia. D, (2010) faktor resiko timbulnya hipertensi ada 2 yaitu:
faktor genetik dan lingkungan. Penjelasan dari kedua faktor tersebut menurut Dewi. S &
Familia. D, (2010) adalah sebagai berikut:
A. Faktor Genetik
Faktor genetik di sini merupakan faktor yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor
genetik ini memainkan peran penting dalam hipertensi primer (esensial). Penelitian
yang berkembang tengah memfokuskan pada faktor genetik yang mempengaruhi
sistem renin-angiostensin-aldosteron. Sistem inilah yang membantu dalam pengaturan
tekanan darah dengan mengontrol keseimbangan garam dan keluwesan dari arteri.
Faktor-faktor tersebut meliputi beberapa hal seperti di bawah ini:
1. Faktor Usia
Hipertensi umumnya berkembang diusia antara 35-55 tahun. Semakin tua usia
seseorang, maka pengaturan metabolisme zat kapurnya (kalsium) terganggu. Hal ini
menyebabkan banyaknya zat kapur yang beredar bersama aliran darah. Akibatnya,
darah menjadi lebih pekat dan tekanan darah meningkat.
Endapan kalsium di dinding pembulu darah (arterioklerosis) menyebabkan
penyempitan pembuluh darah. Aliran darah pun menjadi terganggu dan memacu
peningkatan tekanan darah darah. Pertambahan usia menyebabkan elastisitas arteri
berkurang. Arteri tidak lagi lentur malah cenderung kaku sehingga volume darah yang
mengalir sedikit dan kurang lancar. Agar kebutuhan darah di jaringan tercukupi, maka
jantung harus memompa darah lebih kuat sehingga tekanan meningkat. Pembuluh
darah yang bermasalah pada orang tua adalah pembuluh arteri, maka tekanan sistolik
yang meningkat tinggi.
2. Faktor Keturunan
Pada 70-80% kasus hipertensi esensial, terdapat riwayat hipertensi dalam keluarga.
Jika kedua orang tua menderita hipertensi, maka dugaan hipertensi esensial lebih
besar. Kasus hipertensi juga banyak ditemukan pada kembar monozigotik, apabila
salah satunya menderita hipertensi. Ini menunjukkan bahwa faktor genetik berperan
dalam kemumculan penyakit hipertensi.
Perlu diketahui bahwa terdapat dua gen yang diduga berperan dalam timbulnya
hipertensi, yaitu NPPA dan NPPB. Kedua gen tersebut membuat tubuh kelebihan
sodium. Pengidap hipertensi berpeluang besat menderita penyakit stroke, serangan
jantung, gagal jantung, maupun gagal ginjal. Para peneliti mengemukakan bahwa
penyakit-penyakit tersebut dipengaruhi oleh faktor keturunan. Orang-orang yang
memiliki kedua gen tersebut berpotensi terkena hipertensi 18% lebih tinggi daripada
mereka yang hanya memiliki salah satu gen tersebut atau yang tidak memilikinya sama
sekali. Kedua gen tersebut memproduksi peptide natriuretik, yaitu sejenis protein yang
berpengaruh meregangkan pembuluh darah dan membuang garam (sodium) melalui
urin.
3. Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang yang berkulit hitam daripada orang yang
berkulit putih. Penyebabnya secara pasti belum diketahui. Tetapi pada orang kulit hitam
ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitivitas terhadap vasopressin lebih
besar.
Di beberapa Negara pernah dilakukan penelitian yang menunjukkan bahwa ras
dengan kulit berwarna mempunyai faktor lebih tinggi terkena hipertensi. Faktor suhu
mungkin berpengaruh pada hubungan antara umur dan tekanan darah, seperti yang
ditunjukkan oleh kecenderungan tekanan darah yang meninggi bersamaan dengan
bertambahnya umur secara progresif pada orang Amerika berkulit hitam keturunan
Afrika ketimbang pada orang Amerika berkulit putih. Etnis Amerika keturunan Afrika
menempati posisi tertinggi terkena hipertensi.
4. Jenis Kelamin
Pada umumnya resiko hipertensi pada pria lebih tingg dari pada wanita. Namun,
pada usia pertengahan dan lebih tua, insiden pada wanita akan meningkat. Ini berkaitan
dengan masa pramenopause yang dialami perempuan yang mengakibatkan tekanan
darah cenderung naik. Sebelum menopause wanita relatif terlindung oleh penyakit
kardiovaskuler karena adanya hormon ekstrogen. Sementara itu, kadar estrogen
menurun pada wanita yang memasuki masa menopause. Dengan demikian, resiko
hipertensi pada wanita usia di atas umur 65 tahun menjadi lebih tinggi.
B. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan dapat meningkat resiko penyakit hipertensi. Faktor lingkungan di sini meliputi faktor-faktor yang dapat dimodifikasi. Dengan demikian, suatu perubahan gaya hidup dan lingkungan dimungkinkan dapat menurunkan potensi terkena hipertensi. Faktor lingkungan tersebut antara lain stres, obesitas, kurang olah raga, dan lain-lain.
1. Stres dan Beban Mental
Hubungan antara stres dan hipertensi diduga melalui aktivitas simpatis. Peningkatan
aktivitas saraf simpatis akan meningkatkan tekanan darah secara tidak menentu. Jika
stres terjadi secara terus-menerus, maka akan mengakibatkan tekanan darah yang
menetap tinggi.
Seperti telah kita tahu, cepat atau lambat denyut jantung dipengaruhi oleh hormon
adrenalin. Peningkatan hormon adrenalin akan meningkat denyut jantung dan
menyebabkan penyempitan kapiler darah tepi. Pengeluaran hormon ini diatur oleh saraf
simpatis. Saraf simpatis ini bekerja keras pada orang yang berada dalam kondisi stres
atau mengalami tekanan mental. Karena itulah orang yang berada dalam kondisi stres
atau mengalami tekanan mental. Jantungnya terjebak kemacetan, menemui masalah
yang sulit, menghadapi ujian, dan sebagainya. Ketegangan yang berlarut-larut dapat
meningkatkan resiko hipertensi.
2. Konsumsi Makanan Berlebih dan Obesitas
Kadar lemak dalam tubuh maksimum adalah 150 mg/dl. Kandungan lemak baik
(HDL) optimum adalah 45 mg/dl. Sementara kandungan LDL maksimum 130 mg/dl.
Konsumsi makanan berlebih dapat meyebabkan kegemukan atau obesitas. Obesitas
adalah ketidak seimbangan antara konsumsi kalori dengan kebutuhan energi yang
disimpan dalam bentuk lemak (jaringan subkutan tirai usus, organ vital jantung, paru,
dan hati). Hal ini menyebabkan jaringan tidak aktif sehingga beban kerja jantung
meningkat. Selain itu, obesitas juga didefinisikan sebagai kelebihan berat badan.
Biasanya kelebihan tersebut sebesar 20% atau lebih dari berat badan ideal. Obesitas
adalah penumpukan jaringan lemak tubuh yang berlebihan dengan perhitungan IMT >
27.0. Pada orang yang menderita obesitas organ-organ tubuhnya dipaksa untuk bekerja
lebih berat. Oleh sebab itu, orang dengan obesitas akan lebih cepat gerah dan lelah.
Akibatnya dari obesitas, para penderita cenderung menderita penyakit kardiovaskuler,
hipertensi, dan diabetes mellitus.
Obesitas sendiri lebih banyak terjadi pada orang dengan gaya hidup pasif (kurang
olahraga). Jika makanan yang dikonsumsi lebih banyak mengandung kolesterol dapat
menimbulkan penimbunan lemak di sepanjang pembuluh darah. Akibatnya, aliran darah
menjadi kurang lancar. Kolesterol memang dibutuhkan oleh tubuh, tetapi dalam jumlah
tertentu.
Orang yang memiliki kelebihan lemak (hiperlipidemia), berpotensi mengalami
penyumbatan darah sehingga suplai oksigen dan zat makanan ke organ tubuh
terganggu. Penyempitan dan sumbatan oleh lemak ini memacu jantung untuk
memompa darah lebih kuat lagi agar dapat memasok kebutuhan darah ke jaringan.
Akibatnya, tekanan darah meningkat, maka terjadilah hipertensi.
3. Merokok
Seperti telah diketehui oleh masyarakat pada umumnya, rokok mengandung ribuan
zat kimia bebahaya tersebut anatara lain nikotin, tar, dan meningkatkan kekentalan
darah. Ini mengakibatkan jantung harus memompa darah lebih kuat lagi.
Sementara nikotin dapat memicu pengeluaran zat catecholamine tubuh seperti
hormon adrenalin. Hormon tersebut dapat memacu jantung untuk berdetak lebih
kencang, yaitu 10 hingga 20 kali lipat per menit. Ini meningkatkan tekanan darah 10
sampai 20 skala. Akibatnya, volume darah meningkat dan jantung menjadi lebih cepat
lelah.
Karbon monoksida (CO) dapat meningkatkan keasaman sel darah. Akibatnya, darah
menjadi lebih kental dan menempel di dinding pembuluh darah. Seperti yang terjadi
pada pengaruh zat sebelumnya, penempelan tersebut menyebabkan penyempitan
pembuluh darah dan memaksa jantung memompa darah lebih kuat lagi. Lambat laun,
tekanan darah pun akan meningkat. Tidak hanya perokok aktif saja yang berpotensi
terkena hipertensi, tetapi juga perokok pasif. Risiko hipertensi pada perokok pasif dua
kali lipat dari perokok aktif.
4. Konsumsi Alkohol
Alkohol dapat mengganggu sistem kerja saraf pusat maupun saraf tepi. Jika kerja
saraf simpatis terganggu, maka akan terjadi gangguan pula pada pengaturan tekanan
darah. Orang yang gemar mengkonsumsi alkohol dengan kadar yang tinggi akan
memiliki tekanan darah yang cepat berubah dan cenderung meningkat tinggi. Alkohol
juga memiliki efek yang hampir sama dengan karbon monoksida, yaitu dapat
meningkatkan keasaman darah. Darah menjadi lebih kuat lagi agar darah yang sampai
ke jaringan jumlahnya mencukupi. Ini berarti juga terjadi peningkatan tekanan darah.
5. Kelainan Ginjal
Hipertensi dapat disebabkan oleh adanya penurunan massa ginjal yang dapat
berfungsi dengan baik, kelebihan produksi angiotensin, dan aldosteron serta
meningkatnya hambatan aliran darah dalam arteri ginjal. Penurunan fungsi ginjal dalam
menyaring darah, menyebabkan sisa metabolisme yang seharusnya dibuang ikut
beredar kembali ke bagian tubuh yang lain. Akibatnya, volume darah total meningkat
sehingga darah yang dikeluarkan jantung juga meningkat.
6. Kebiasaan Minum Kopi
Hipertensi dapat dipicu pula oleh kebiasaan minum kopi. Kopi mengandung kafein.
Kafein dalam kopi dapat memacu kerja jantung dalam memompa darah. Peningkatan
tekanan dari jantung diteruskan pada arteri sehingga tekanan darah meningkat.
7. Kurang Olahraga
Olahraga lebih sering dihubungkan dengan pengobatan hipertensi. Hal ini
dikarenakan olahraga yang teratur dapat melancarkan peredaran darah sehingga dapat
menurunkan tekanan darah. Olahraga juga bermanfaat menurunkan obesitas dan dapat
mengurangi asupan garam ke dalam tubuh.
2.7 Akibat Fatal Apabila Terkena Hipertensi
Hipertensi terjadi seperti sebuah selang kecil tipis berisi terlalu banyak air yang menekan. Bila tertekan terus, selang akan bocor dan pecah (Lysis) (Saraswati. S, 2009).
1. Bila sumbatan terjdi di pembuluh otak, timbullah stroke.
2. Bila terjadi di pembuluh darah jantung, jadilah serangan jantung.
3. Bila kerusakan terjadi di pembuluh darah diretina mata, bisa menyebabkan kebutaan.
4. Bila mengenai pembuluh darah di ginjal, bisa menyebabkan gagal ginjal.
Hipertensi primer terjadi akibat dampak dari gaya hidup seseorang, dan faktor
lingkungan, serta beberapa faktor yang belum jelas diketahui penyebabnya. Mungkin
karena faktor-faktor usia, kurang olahraga, stres psikologis, keturunan, dan lain-lain.
Sekitar 90 % pasien hipertensi diperkirakan termasuk kategori ini.
Sedangkan, hipertensi sekunder adalah hipertensi akibat dari adanya penyakit
lain, misalnya ginjal yang tidak berfungsi, pemakaian kontrasepsi oral, atau
terganggunya keseimbangan hormon yang merupakan faktor pengatur tekanan darah,
dan lain-lain. Sekitar 5-10% penderita hipertensi sekunder berhubungan dengan
penyakit ginjal, 1-2% berhubungan dengan kelainan hormonal atau pemakaian obat
tertentu (misalnya, pil KB). Sedangkan sisanya disebabkan oleh berbagai faktor lain.
Kegemukan (obesitas), gaya hidup yang tidak aktif, stres, alkohol, ataupun garam
dalam makanan dapat memicu terjadinya hipertensi bagi orang tertentu yang memeiliki
kepekaan faktor keturunan. Stres cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah
untuk sementara waktu. Jika stres berlalu, tekanan darah biasanya akan normal
kembali. Organ-organ penjaga yang membuat tekanan darah meliputi:
1. Jantung
2. Pembulu Darah
3. Otak dan System Saraf Otonomik (saraf kehidupan)
4. Ginjal
5. Sebagian Hormon (Hormon Kortison, Adrenalin, Aldosteron, Hormon Tiroksin, Hormon
Antinatriuretik Peptid)
Sebagian ini terlibat dalam mempertahankan tekanan darah senantiasa konstan
normal (Santoso. D, 2010).
Jadi, beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder adalah;
1. Penyakit-penyakit ginjal, misalnya stenosis arteri renalis, pielonefretis,
glomerulonefretis, tumor-tomor ginjal, polikista ginjal, dan lain-lain.
2. Kelainan hormonal, misalnya hiperaldosteronisme, sindroma cushing, dan
feokromositoma.
3. Obat-obatan tertentu, misalnya pil KB kortikosteroid, sikllosporin, eritropoetin, kokain,
alkohol, dan kayu manis.
4. Penyebab lain, seperti koartasio aorta, preeklamsi pada kehamilan, perforia intermitten
akut, dan keracunan timbal akut (Saraswati. S, 2009).
2.8 Perjalanan Sampai Terkena Hipertensi
Menurut Saraswati. S, (2009) yang mengatakan hipertensi pada awalnya
tergantung dari faktor genetika, namun pada perjalanannya dipengaruhi pula oleh
beberapa faktor, yaitu:
1. Pola makan. Orang yang tanpa disadari telah terbiasa menyantap makanan yang asin
secara berlebihan dan kebetulan orang tersebut sensitif terhadap garam (menurut
statistik sensibilitas orang terhadap garam hanya 33%), maka lama kelamaan, akan
merasakan tubuhnya berubah, seperti cepat merasa pusing, berkurang keseimbangan
tubuhnya dan sering merasakan aneka gejala yang tidak enak. Setelah diperiksakan diri
ke dokter, baru diketahui tubuhnya mengidap hipertensi. Hipertensi sering kali tidak
menimbulkan gejala apa pun (tidak ada keluhan pusing dan sebagainya). Ini yang
sering berbahaya karena pasien sering menganggap tekanan darahnya sudah normal.
2. Olahraga. Berolahraga bertujuan memperlancar peredaran darah dan mempercepat
penyebaran impuls urat saraf kebagian tubuh atau sebaliknya sehingga tubuh
senantiasa bugar.
3. Istirahat. Seseorang dengan aktivitas berat atau dalam kondisi stres bisa mengalami
tekanan darah yang meningkat. Tekanan darah yang meningkatkan ini akan semakin
membuat stres. Jadi, stres dan tekanan darah tinggi memang seperti “Lingkaran Setan”.
2.9 Klasifikasi
Hipertensi merupakan kelainan yang sulit diketahui oleh tubuh kita sendiri. Satu-
satunya cara untuk mengetahui hipertensi adalah dengan mengukur tekanan darah
secara teratur. Tekanan darah diukur dalam satuan millimeter mercury (mmHg) dan
digambarkan sebagai dua angka tekanan darah sistolik terhadap tekanan diastolik.
Tekanan sistolik anda tulis didepan, sedangkan diastolik dibelakang. Jika hasil
pengukuran tensi 120/80 mmHg, artinya sistolik anda 120 dan diastolik adalah 80.
Pengukuran didasarkan dalam arteri yang menyebabkan naiknya kolom air raksa pada
alat pengukuran tekanan darah (Puspitorini. M, 2009).
Para ahli memberikan klasifikasi tekanan darah yang berbeda-beda, namun pada
dasarnya seseorang dikatakan menderita tekanan darah tinggi jika tensinya di atas
140/90 mmHg. Menurut WHO, tekanan darah dianggab normal bila kurang dari 135/85
mmHg, dikatakan hipertensi bila lebih dari 140/90 mmHg, dan diantara nilai tersebut
digolongkan normal tinggi.
Seventh Report of the Jointh National Committee VII (JNC VII) on Prevention,
Detection, Evaluation and Treatment of Hight Blood Pressure memberikan klasifikasi
tekanan darah bagi dewasa 18 tahun ke atas yang tidak sedang dalam pengobatan
tekanan darah tinggi dan tidak menderita penyakit serius dalam jangka waktu tertentu.
Tabel 2.1: Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC VII
KATEGORI SISTOLIK (mmHg)
DIASTOLIK (mmHg)
Optimal <120 <80Normal <130 <85Normal-Tinggi 130-139 85-89Hipertensi Stadium I* 140-159 90-99Stadium II* 160-179 100-109Stadium III* 180 110
Keterangan:
*) berdasarkan rata-rata pada dua kali atau lebih penguluran tekanan darah saat kedatangan pasien untuk pemeriksaan
Merujuk dari data pusat kesehatan jantung, paru-paru dan darah di Amerika
Serikat (NHLBI), tekanan darah 140/90 mmHg ke atas tergolong tinggi, sedangkan
antara 120-80 mmHg dikatakan prahipertensi.
Lembaga Kesehatan Nasional Amerika mengklasifikasikan sebagai berikut:Tabel 2.2: National Institute of Health
Kategori Sistolik DiastolikNormal ≤119 <79Pra-hipertensi 120-139 80-89Hipertensi derajat 1 140-159 90-99Hipertensi derajat 2 ≥160 ≥100
2.10 Patogenesis Hipertensi
Jantung adalah organ yang sangat vital dalam kehidupan manusia. Oleh karena
itu, tidak heran bila seorang manusia mempunyai masalah dengan penyakit jantungnya,
akibat paling seringnya adalah kematian (Maulana. M, 2008). Dan menurut Gayton &
Hall, (2007) bila seseorang dalam keadaan istirahat, setiap menitnya jantung hanya
akan memompa 4 sampai 6 liter darah. Selama bekerja berat, jantung mungkin perlu
memompa darah sebanyak empat sampai tujuh kali lipat. Dua alat dasar yang
mengatur volume darah yang dipompa oleh jantung adalah pengaturan intrinsik
pemompa jantung sebagai respon terhadap perubahan volume darah yang mengalir ke
dalam jantung, dan pengendalian frekuensi denyut jantung dan kekuatan pemompa
jantung oleh sistem saraf otonom.
Menurut Saraswati. S, (2009) terjadinya hipertensi sebagai berikut: Konsumsi
sodium (garam) yang berlebihan akan mengakibatkan meningkatnya volume cairan
dan pre load sehingga meningkatkan cardiac aouput. Mekanisme yang mengontrol
konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla
diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah
ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks
dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang
bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetikolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa
terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem
saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar
adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal
mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran
ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat,
yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan
volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Dan mekanisme lainya terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II
dari angiotensin I oleh angiotensin I-Converting Enzyme (ACE). ACE memang peran
fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen
yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan
diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I
diubah menjadi angiotensi II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam
menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus.
ADH diproduksi dihipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk
mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin
yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis) sehingga menjadi pekat dan tinggi
osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan
dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah
meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosterol
merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur
volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam)
dengan cara mereabsorpsi dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan
diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume ekstraseluler yang pada
gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Sekitar 9-10 orang
yang menderita hipertensi tidak dapat diidentifikasi penyebab dari penyakit mereka ini.
Hipertensi dapat diturunkan oleh orang tua kepada anaknya. Apabila salah satu dari
orangtua anda terkena lebih besar jika dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki
orang tua yang menderita hipertensi. Gejala-gelaja hipertensi
antara lain pusing, muka merah, sakit kepala, keluar darah dari hidung secara tiba-tiba,
tengkuk terasa gatal, kelemahan pada otot, mual, muntah, sesak nafas, dan pandangan
menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan
ginjal, dan lain-lain. Dampak yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi adalah kerusakan
ginjal, perdarahan pada selaput bening (retina mata), pecahnya pembuluh darah di
otak, serta kelumpuhan. Namun, hipertensi sebenarnya sulit disadari karena hipertensi
tidak memiliki gejala khusus. Gejala ringan seperti pusing, gelisah, mimisan, dan sakit
kepala biasanya jarang berhubungan langsung dengan hipertensi. Hipertensi dapat
diketahui dengan mengukur tekanan darah secara teratur.
Penderita hipertensi, apabila tidak ditangani dengan baik, akan mempunyai resiko
besar untuk meninggal karena komplikasi kardiovaskuler; seperti stroke, serangan
jantung, gagal jantung, menimbulkan gejala meskipun secara tidak sengaja beberapa
tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Kadang-kadang, penderita
hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran, dan bahkan koma karena terjadi
pembengkakan otak. Keadaan ini disebut enselopati hipertensi, yang memerlukan
penanganan segera.
Resiko terkena hipertensi dapat diperkecil dengan cara;
1. Mengontrol berat badan
2. Menjaga kebugaran
3. Menjaga pola makan
4. Menjaga pola makan yang seimbang dan membatasi konsumsi alkohol serta
menghindar obat-obatan yang dapat meningkatkan tekanan darah.
Faktor lain dengan kemungkinan yang lebih baik kecil sebagai penyebab
hipertensi adalah adanya kelainan ginjal atau kelenjar endokrin. Hal ini dapat diketahui
dengan pemeriksaan oleh tenaga kesehatan.
2.11 Komplikasi Hipertensi
Komplikasi hipertensi terjadi karena adanya kerusakan salah satu bahkan lebih
pada organ tubuh. Hal ini dikarenakan peningkatan tekanan darah sangat tinggi dalam
waktu lama sehingga organ tidak mampu bertahan dalam keadaan itu. Organ-organ ini
disebut dengan target organ hipertensi. Organ-organ itu meliputi otak, mata, jantung,
pembuluh darah arteri, dan ginjal (Dewi. S & Familia. D, 2010).
Pada otak, hipertensi akan menimbulkan komplikasi yang cukup parah, yaitu
stroke. Namun apabila hipertensi dapat dikendalikan, resiko stroke juga dapat menurun.
Selain stroke, akibat komplikasi pada otak adalah daya ingat menurun atau mulai pikun
(dimensia), dan kehilangan kemampuan mental yang lain.
Pada mata, hipertensi dapat menimbulkan kerusakan pada pembuluh darah halus
mata. Hipertensi menyebabkan pembuluh darah halus pada retina (bagian belakang
mata) robek. Darah merembes ke jaringan sekitarnya sehingga dapat menimbulkan
kebutaan.
Sementara itu, komplikasi yang terjadi pada jantung dan pembuluh darah dapat
dijabarkan seperti dibawah ini (Dewi. S & Familia. D, 2010).
a. Arteriosklerosis atau penyumbatan dipembuluh darah atau terjadinya pergeseran
pembuluh darah arteri karena tekanan yang terlalu besar. Dikarenakan hipertensi yang
tinggi, dinding arteri lama-kelamaan akan kaku dan menebal. Akibatnya, aliran darah
mejadi tidak lancar. Selain itu, juga dibutuhkan tekanan yang lebih kuat sebagai
kompensasi atau imbalannya.
b. Aterosklerosis atau ateroklerosis suatu keadaan arteri besar dan kecil yang ditandai
oleh endapan lemak, trombosit, magrofag, dan leukosit diseluruh lapisan tunika intima
dan akhirnya ke tunika media. Lebih singkatnya, ateroklerosis merupakan endapan
lemak pada lapisan dinding arteri. Penumpukan lemak pada jumlah besar disebut plak.
Pembentuan plak di dalam pembuluh darah sangat berbahaya karena dapat
menyebabkan penyempitan pembuluh darah sehingga organ-organ tubuh akan
mengalami kekurangan pasokan darah.
c. Aneurisme, istilah ini mungkin masih asing ditelinga kita. Tidak aneh karena memang
penyakit ini belum sepopuler penyakit mematikan lainnya. Bahkan, data mengenai
penyakit ini pun belum begitu jelas di Indonesia. Padahal, jika terjadi kematian
mendadak hanya ada dua kemungkinannya, yaitu serangan jantung dan jika
menyerang otak hampir dapat dipastikan itu aneurisme. Aneurisme adalah kelainan
pembuluh darah di otak karena lemahnya dinding pembuluh darah. Dinding pembuluh
darah tesebut tidak mampu menahan tekanan darah yang relatif tinggi. Melalui proses
sekian lama, terjadilah penggelembungan atau pelebaran yang disebut dilatasi.
Gelembung yang awalnya kecil itu dapat membesar seiring bertambahnya usia dan
makin melemahnya dinding pembuluh. Kondisi ini akan menjadi fatal jika kemudian
pecah.
d. Penyakit pada arteri koronaria. Arteri koronaria adalah pembuluh darah utama yang
membersihkan pasokan darah pada otot jantung. Apabila arteri ini mengalami
gangguan, misalnya plak, maka aliran darah ke jantung akan terganggu sehingga
organ-organ tubuh kekurangi darah.
e. Ginjal, hipertensi yang lama/berat dapat menyebabkan kerusakan ginjal sehingga
fungsi ginjal menurun. Fungsi ginjal yang menurun menyebabkan darah yang disaring
menjadi berkurang sehingga jumlah urin yang dihasilkan menurun dan zat-zat yang
seharusnya dibuang seperti urea menumpuk dalam darah/plasma. Kondisi seperti ini
lama-kelamaan dapat meracuni tubuh. Kerusakan ginjal juga menyebabkan
peningkatan albumin dalam urin sehingga dapat menyebabkan kekurangan albumin
(albuminemia) yang dapat menyebabkan keluarnya cairan dari pembuluh darah ke
jaringan dengan segala manifestasinya seperti asites (busung air), edema harus
diperiksa fungsi ginjal (serum creatinin, creatinin clearance, protein urin, dan albumin).