Post on 08-Aug-2015
description
KAJIAN PENERAPAN GMP, GTP, GRP DAN SSOP SERTA PENYUSUNAN AWAL RENCANA SISTEM HACCP
PADA PRODUKSI YOGHURT DI KPSBU LEMBANG, BANDUNG
SKRIPSI
YONGKI WAHYU PERDANA
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN
YONGKI WAHYU PERDANA. D14204043. 2008. Kajian Penerapan GMP, GTP, GRP dan SSOP serta Penyusunan Awal Rencana HACCP pada Produksi Yoghurt di KPSBU Lembang, Bandung. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA Pembimbing Anggota : Zakiah Wulandari, S.TP,. M.Si
Masalah keamanan pangan merupakan hal serius yang saat ini menjadi perhatian berbagai pihak. Adanya jaminan keamanan dalam produk pangan menjadi salah satu faktor yang dapat meningkatkan preferensi masyarakat terhadap produk tersebut. Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara (KPSBU) yang merupakan bentuk usaha koperasi yang melayani kebutuhan peternak termasuk menyalurkan susu segar ke industri pengolahan susu, kini juga melakukan proses pengolahan susu dengan hasil yoghurt sebagai produk yang akan dikembangkan. KPSBU berkeinginan untuk menciptakan produk yang aman dipasarkan secara luas sesuai dengan tuntutan konsumen saat ini. Aplikasi sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) perlu dilakukan untuk mewujudkan keinginan KPSBU tersebut. HACCP merupakan sistem yang dapat menjamin bahwa keamanan pangan telah dilaksanakan dengan efektif.
Pada penerapan HACCP, syarat mendasar yang harus dipenuhi yaitu telah dilaksanakannya Good Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating procedures (SSOP) dalam suatu perusahaan dengan Good Transporting Practices (GTP) dan Good Retailing Practices (GRP) sebagai pendukung untuk mewujudkan tersedianya produk yang aman hingga ke tangan konsumen sehingga sistem HACCP dapat dapat diterapkan lebih efektif.
Kegiatan magang penelitian ini dilaksanakan di KPSBU Lembang, Bandung selama 2 bulan, dimulai dari tanggal 9 Juli 2007 sampai dengan 31 Agustus 2007. Pelaksanaan magang dilakukan di unit pengolahan susu KPSBU dengan berpartisipasi aktif dalam aktivitas keseharian, diantaranya dengan ikut serta melakukan pekerjaan sehari-hari pada unit produksi yoghurt dan distribusi yoghurt, observasi lapangan, wawancara, pengumpulan data, evaluasi dan analisis data serta penetapan Critical Control Point (CCP) pada tiap proses. Studi literatur dilakukan sesuai dengan topik yang dibahas untuk mendukung pembuatan rencana HACCP.
Hasil penelitian menunjukkan standar tentang praktek higiene yang disyaratkan pemerintah yaitu GMP yang tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 23/Menkes/SK/1978 tentang Pedoman Cara Produksi yang Baik untuk Makanan dan SSOP, belum dapat dilaksanakan secara maksimal oleh unit pengolahan koperasi. Pemenuhan persyaratan sanitasi di seluruh kegiatan rantai pangan yang dilakukan dengan cara menerapkan pedoman cara yang baik, meliputi GTP dan GRP juga belum maksimal diterapkan unit pengolahan koperasi. Penyediaan fasilitas sanitasi belum dilengkapi dengan sabun pencuci tangan serta alat pengering, proses penyimpanan masih rentan kontaminasi silang, serta penggunaan air yang belum diuji kualitasnya secara laboratorium untuk digunakan pada proses pengolahan dan kurang terkontrolnya suhu produk selama transportasi dan pemasaran. Penyusunan awal rencana sistem HACCP didapatkan enam CCP
ii
pada proses produksi yoghurt yaitu bahan baku susu segar, gula, proses pasteurisasi, proses inokulasi starter, proses pengemasan, dan proses distribusi. Pada tahap proses penambahan gula dan pensterilisasian kemasan diperlukan adanya modifikasi proses agar tidak menjadi sumber bahaya. Oleh karena itu perlu perevisian Standard Operating Procedures yang sesuai dengan aspek-aspek GMP, GTP, GRP dan SSOP guna meminimalisir CCP dan disosialisasikan kepada karyawan agar penerapan GMP, GTP, GRP, dan SSOP dapat dilakukan secara benar dan sistem HACCP dapat berjalan efektif dan siap diterapkan di KPSBU.
Kata-kata kunci: HACCP, yoghurt, GMP, GTP, GRP,SSOP
ABSTRACT
Study of GMP, GTP, GRP, SSOP Applications and Initiation of HACCP Plan System on Yoghurt Production at KPSBU Lembang, Bandung
Perdana Y.W., R. R. A. Maheswari, and Z. Wulandari
Nowadays consumers are more concern about food safety, therefore quality
and food safety assurance take the top place in food industry. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) is one of food safety assurance that prevent products from hazard material. HACCP system is concern about identify and anticipate hazards in processing lines, not only final products examination. KPSBU has been developed yoghurt products. The main ingredient of KPSBU’s yoghurt is fresh milks which are come from the farmers in Lembang, Bandung. KPSBU wants to produce their yoghurt safety and have high quality as the reaction of consumer awareness in food safety, so HACCP plan system need to be arranged in KPSBU to reach that goal. This internship study was conducted to study the GMP and SSOP applications in KPSBU as pre-requisites of HACCP system and also the GTP and GRP aspects to accompany the HACCP plan system effectively that will be applied in KPSBU. The results explained that the GMP, GTP, GRP and SSOP’s application in KPSBU were need to be developed. SOP documentary revisions that accompany GMP, GTP, GRP and SSOP’s applications, complete sanitary facilities arrangement, water safety and products temperature control during transportation and retailing process need to be managed well. HACCP plan system has been identifying Six Critical Control Points (CCPs) in yoghurt production of KPSBU. Raw milks, sucrose material, also pasteurization, starter inoculation, packaging and distribution processing are the CCPs. KPSBU must pay attention in identified CCPs and make corrections in the process to eliminate the hazards.
Keywords: Yoghurt, HACCP, GMP, GTP, GRP, SSOP
KAJIAN PENERAPAN GMP, GTP, GRP DAN SSOP SERTA PENYUSUNAN AWAL RENCANA SISTEM HACCP
PADA PRODUKSI YOGHURT DI KPSBU LEMBANG, BANDUNG
SKRIPSI
YONGKI WAHYU PERDANA
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
KAJIAN PENERAPAN GMP, GTP, GRP DAN SSOP SERTA PENYUSUNAN AWAL RENCANA SISTEM HACCP
PADA PRODUKSI YOGHURT DI KPSBU LEMBANG, BANDUNG
Oleh YONGKI WAHYU PERDANA
D14204043
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan komisi Ujian Lisan pada tanggal 28 Agustus 2008
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Dr. Ir. Rarah. R. A. Maheswari, DEA. Zakiah Wulandari, S.TP., M.Si. NIP. 131 671 595 NIP. 132 206 246
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc. Agr. NIP.131 955 531
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 9 September 1986 di Surabaya. Penulis
adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Yoyok Wahyu
Handayanto dan Ibu Saptawatie Saputra.
Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998 di SDN 002 Tanjung Uban,
Kep. Riau. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di
SLTP Swastika Karya Negara, Bali dan pendidikan lanjutan menengah atas
diselesaikan tahun 2004 di SMUN 10 Bekasi, Jawa Barat.
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada program studi Teknologi Hasil
Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI tahun
2004.
Selama pendidikan penulis aktif menjadi staf Badan Eksekutif Mahasiswa
Fakultas Peternakan IPB pada masa jabatan Tahun 2005-2006, dan aktif di beberapa
kepanitiaan. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Ilmu
dan Teknologi Pengolahan Susu tahun 2008.
Memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan,
penulis melaksanakan magang penelitian di Unit Produksi Yoghurt KPSBU
Lembang Bandung. Hasil kegiatan magang penelitian telah dituangkan ke dalam
bentuk skripsi berjudul Kajian Penerapan GMP, GTP, GRP dan SSOP serta
Penyusunan Awal Rencana Sistem HACCP pada Produksi Yoghurt di KPSBU
Lembang Bandung dibawah bimbingan Dr. Ir Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA
dan Zakiah Wulandari, S.TP., M.Si.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan
karunia-Nya yang senantiasa menyertai penulis hingga akhirnya skripsi ini dapat
terselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu dilimpahkan pada Nabi
Muhammad SAW dan keselamatan seluruh umat Islam.
Skripsi yang berjudul “Kajian Penerapan GMP, GTP, GRP, dan SSOP serta
Penyusunan Awal Rencana Sistem HACCP pada Produksi Yoghurt di KPSBU
Lembang, Bandung” ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
KPSBU merupakan salah satu koperasi yang bergerak dalam bidang industri
susu dengan produk utama susu segar. Pada saat ini KPSBU sedang mengembangkan
produk yoghurt sebagai diversifikasi produk olahan susu. KPSBU berusaha
menciptakan produk yoghurt yang bermutu untuk dapat bersaing di pasaran. Upaya
pengendalian dan peningkatan mutu, pada saat ini dilakukan oleh KPSBU Lembang
melalui usaha penerapan GMP dan SSOP dengan benar sebagai dasar penyusunan
rencana HACCP untuk lebih menjamin keamanan produk yang dihasilkan, dan
meningkatkan kualitas produk serta penerapan GTP dan GRP agar produk tetap
aman hingga diterima oleh konsumen.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga
karya kecil ini dapat bermanfaat bagi praktisi, akademisi serta pihak-pihak yang
berkepentingan dalam pembangunan peternakan terutama pihak KPSBU dalam
mengembangkan produknya.
Bogor, September 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ............................................................................................ i
ABSTRACT............................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP.................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ............................................................................... v
DAFTAR ISI.............................................................................................. vi
DAFTAR TABEL...................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. xi
PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
Latar Belakang........................................... ......................................... 1 Tujuan.................................................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 4
Keamanan Pangan................................................................................ 4 Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP).............................. 4 Rencana Sistem HACCP...................................................................... 6 Good Manufacturing Practices (GMP) .............................................. 7 Good Transportation Practices (GTP) ................................................ 9
Good Retailing Practices (GRP)................ ......................................... 10 Sanitation Standard Operational Procedures (SSOP) ........................ 11 Susu...................................................................................................... 12 Yoghurt ................................................................................................ 13
Kerusakan Yoghurt ............................................................................. 16 Kerusakan Fisik....................................................................... 16 Kerusakan Mikrobiologis........................................................ 16
METODE................................................................................................... 18
Lokasi dan Waktu ................................................................................ 18 Materi................................................................................................... 18 Prosedur ............................................................................................... 18
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN.......................................... 23
Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara (KPSBU) ......................... 23 Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan........................................... 24 Pelayanan dan Produk Koperasi ......................................................... 24
HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................. 25
Penerimaan Susu dari Peternak ke Koperasi ....................................... 25 Uji Alkohol............................. ................................................. 25
vii
Uji Berat Jenis.......................................................................... 26
Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)............................. 27 Lokasi dan Lingkungan Pabrik............................. ................... 27 Bangunan dan Ruangan Pengolahan........................................ 29 Fasilitas Sanitasi ...................................................................... 34 Peralatan dan Perlengkapan Produksi...................................... 37 Bahan ....................................................................................... 37 Produk Akhir............................................................................ 38 Laboratorium dan Pemeriksaan ............................................... 38 Kesehatan dan Kebersihan Karyawan............................. ........ 38 Wadah Kemasan ...................................................................... 39 Label ........................................................................................ 39 Penyimpanan............................................................................ 39 Pemeliharaan............................................................................ 41
Penerapan Good Transporting Practices (GTP).................................. 53 Desain Konstruksi Unit Transportasi dan Perlengkapannya ... 55 Pembersihan dan Perawatan Peralatan dan Unit Transportasi. 57 Higien dan Kesehatan Karyawan............................................. 58 Prosedur Operasional............................................................... 59 Dokumen Kontrol dan Penyimpanan Catatan ......................... 64 Verifikasi ................................................................................. 64
Penerapan Good Retailing Practices (GRP)........................................ 64
Cara Penempatan Pangan......................................................... 65 Pengendalian Stok Penerimaan dan Penjualan ........................ 65 Mengatur Rotasi Stok Pangan sesuai dengan Masa Kadaluwarsanya ....................................................................... 66 Mengendalikan Kondisi Lingkungan Penyimpanan ................ 66
Penerapan Sanitation Standard Operational Procedures (SSOP) ...... 66 Keamanan Air............................. ............................................. 67 Pencegahan Kontaminasi dari Pekerja..................................... 68 Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Bahan Pangan .. 69 Fasilitas Sanitasi di Ruang Pengolahan .................................. 70 Perlindungan dari Bahan Cemaran (Adulteran)....................... 71 Sistem Pelabelan dan Penyimpanan Produk............................ 71 Kontrol Kesehatan Pegawai..................................................... 72 Pencegahan Hama Pabrik ........................................................ 72
Penyusunan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)......... 88 Kebijakan Mutu ....................................................................... 88 Organisasi Tim HACCP .......................................................... 88 Mendefinisikan Ruang Lingkup HACCP Plan ....................... 89 Deskripsi Produk Yoghurt ...................................................... 89 Penyusunan dan Verifikasi Diagram Alir................................ 90 Analisa Bahaya ........................................................................ 94 Penetapan Critical Control Point (CCP) ................................. 97
viii
Menentukan Batas Kritis, Prosedur Pemantauan dan Tindakan Koreksi..................................................................... 100 Membuat Proses Verifikasi dan Sistem Pencatatan................. 101 Dokumentasi dan Pencatatan ................................................... 101
KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................. 119
Kesimpulan .......................................................................................... 119 Saran .................................................................................................... 119
UCAPAN TERIMA KASIH...................................................................... 122
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 123 LAMPIRAN............................................................................................... 126
ix
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Standar Susu Segar (SNI 01-3141-1992) ................................. 13
2. Syarat Mutu Yoghurt (SNI 01-2981-1992) .............................. 14
3. Penilaian Penerapan GMP di Unit Produksi Yoghurt KPSBU 28
4. Rekapitulasi Penerapan GMP di KPSBU................................. 42
5. Penilaian Penerapan GTP di Unit Produksi Yoghurt KPSBU . 54
6. Penilaian Penerapan SSOP di Unit Produksi Yoghurt KPSBU 67
7. Rekapitulasi Penerapan GTP di KPSBU.................................. 73
8. Rekapitulasi Penerapan SSOP di KPSBU................................ 82
5. Deskripsi Produk Yoghurt Freshtime....................................... 89
6. Penetapan Signifikansi Bahaya pada Bahan Baku dan Proses Produksi Yoghurt ......................................................... 102
7. Penetapan CCP Bahan Baku..................................................... 109
8. Penetapan CCP Proses Produksi Yoghurt ................................ 112
9. HACCP Table Plan Yoghurt .................................................... 115
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Aktivitas Penerimaan Susu..............................................................
2. Lokasi dan Lingkungan Koperasi....................................................
3. Gudang Bahan Baku, Ruang Produksi, Area Pasteurisasi dan Ruang Penyimpanan Produk Akhir..................................................
4. Kondisi Lantai dan Saluran Pembuangan Air..................................
5. Kondisi Dinding...............................................................................
6. Kondisi Pintu....................................................................................
7. Kondisi Lampu…………………………………………………….
8. Kondisi Ventilasi Udara…………………………………………...
9. Desain Tempat Sampah yang Digunakan........................................
10. Kondisi Bak Pencuci Tangan...........................................................
11. Penyimpanan Peralatan Produksi.....................................................
12. Kendaraan Transportasi yang Digunakan........................................
13. Peralatan pendingin: Cool box dan Showcase.................................
14. Penerapan Higien Personal Karyawan di Ruang Pengemasan........
15. Diagram Alir Yoghurt.....................................................................
25
29
29
30
31
32
33
34
35
36
40
55
56
68
93
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Struktur Organisasi KPSBU....................................................... 127
2. Denah KPSBU............................................................................ 128
3. Sistem Pelabelan dan Penyimpanan dengan Kartu .................... 129
4. Manajemen Pengendalian Hama................................................ 135
5. Check List GMP, GTP dan SSOP .............................................. 138
6. SOP Good Transporting Practices ............................................ 158
7. SOP Good Retailing Practices ................................................... 174
8. Persyaratan Kualitas Air Minum Menurut Menteri Kesehatan RI No. 416/MENKES/Per/IX/1990................................................. 178
9. SSOP pada Produksi Yoghurt .................................................... 181
10. Contoh Penyusunan Tim HACCP KPSBU ............................... 191
11. SOP Produksi Yoghurt............................................................... 193
12. Decision Tree untuk Bahan Mentah .......................................... 205
13. Decision Tree untuk Proses Pengolahan.................................... 206
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah keamanan pangan saat ini merupakan hal serius yang menjadi
perhatian berbagai pihak yaitu pemerintah, industri maupun konsumen. Masyarakat
semakin selektif dalam memilih produk pangan yang akan dikonsumsi. Susu sebagai
salah satu produk pangan hasil ternak memiliki nilai gizi yang lengkap. Komposisi
susu terdiri atas protein, laktosa, lemak, vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan
oleh manusia. Nilai nutrisi yang lengkap membuat susu dan produk – produk
olahannya menjadi produk pangan yang mudah rusak, karena rentan akan
pertumbuhan mikroba. Adanya jaminan keamanan dalam produk pangan dapat
menjadi salah satu faktor yang meningkatkan preferensi pada masyarakat. Sistem
pengendalian bahaya yang disebut Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
direkomendasikan untuk memenuhi tuntutan keamanan pangan tersebut.
HACCP adalah suatu sistem yang mengidentifikasi bahaya spesifik yang
mungkin timbul dalam mata rantai produksi makanan dan menentukan tindakan
pencegahan yang perlu diperlukan untuk mengendalikan bahaya tersebut dengan
tujuan untuk menjamin keamanan pangan. Sistem HACCP mampu mencegah
terjadinya penyimpangan dan bukannya menunggu sampai timbul masalah karena
sistem HACCP tidak bergantung pada pengujian produk akhir.
Penerapan sistem HACCP bermanfaat bagi konsumen maupun bagi pihak
industri pangan. Manfaat sistem HACCP bagi industri pangan diantaranya yaitu
meningkatkan kepercayaan konsumen, meningkatkan jaminan keamanan produk,
mencegah kehilangan pasar, mencegah penarikan produk serta mencegah
pemborosan biaya kerugian akibat masalah keamanan produk. Hal ini menunjukkan
bahwa dengan menerapkan sistem HACCP akan meningkatkan keuntungan dari
perusahaan serta penggunaan sumber daya menjadi lebih efisien dan pemecahan
masalah dapat lebih cepat. Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara (KPSBU) yang
merupakan bentuk usaha koperasi yang melayani kebutuhan peternak termasuk
menyalurkan susu segar ke industri pengolahan susu, kini juga melakukan
pengolahan dengan hasil yoghurt sebagai produk yang akan dikembangkan. KPSBU
berkeinginan untuk menciptakan produk yang aman dipasarkan secara luas sesuai
dengan tuntutan konsumen saat ini. Rancangan HACCP perlu dipersiapkan untuk
2
mewujudkan keinginan KPSBU tersebut, oleh karenanya magang penelitian di unit
pengolahan KPSBU dipilih untuk melakukan kajian terhadap penerapan aspek-aspek
Good Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating
Procedures (SSOP) sebagai persyaratan dasar yang harus diterapkan dengan baik
agar sistem HACCP dapat berjalan secara efektif dan membantu mewujudkan
penyusunan dokumen sistem HACCP plan yang diperlukan. Kajian terhadap aspek-
aspek Good Transporting Practices (GTP) dan Good Retailing Practices (GRP) juga
dilakukan sebagai pendukung untuk menjamin produk aman hingga ke tangan
konsumen “Safe from Farm to Table”.
Good Manufacturing Practices (GMP) merupakan pedoman cara
memproduksi makanan yang baik pada seluruh rantai produksi, mulai dari produksi
sampai konsumen akhir dan menekankan higiene pada setiap tahap pengolahan
dengan tujuan agar produsen memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah
ditentukan untuk menghasilkan produk makanan bermutu sesuai dengan tuntutan
konsumen. Good Transporting Practices merupakan suatu cara pengiriman yang
baik yang mampu menjaga agar produk tetap aman hingga tangan konsumen. Good
Retailing Practices merupakan pedoman cara menjual produk atau memasarkan
produk yang aman dan baik. Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP)
adalah prosedur tertulis tentang proses pembuatan pangan yang harus diproduksi
dalam kondisi dan cara yang higienis.
3
Tujuan
Adapun tujuan magang penelitian ini antara lain :
1) melakukan evaluasi terhadap permasalahan manajemen dan teknik khususnya
dalam bidang GMP, GTP, GRP dan SSOP yang terkait dengan disiplin ilmu
teknologi hasil ternak dan mencari solusi untuk permasalahan sesuai dengan
kaidah ilmiah dan praktek langsung di KPSBU.
2) membantu KPSBU dalam mempersiapkan rencana HACCP, menentukan
karakteristik bahaya, batas kritis dan tindakan untuk mencegah bahaya yang
dapat ditimbulkan serta tindakan koreksi yang harus dilakukan bila bahaya
tersebut muncul.
TINJAUAN PUSTAKA
Keamanan Pangan
Tuntutan terhadap bahan pangan yang sehat dan aman sudah menjadi
perhatian sejak dulu. Hal tersebut dengan diperlihatkan dengan konsepsi higien pada
penanganan bahan pangan yang bertujuan untuk menghilangkan atau meminimalisir
terjadinya kontaminasi mikroorganisme dengan pendekatan pemeriksaan/pengujian
produk akhir. Konsep tersebut tidak cukup memberikan perlindungan terhadap
kesehatan konsumen akibat konsumsi bahan pangan. Beberapa kasus gangguan
kesehatan yang disebabkan mikroba diantaranya Campylobacter dan Salmonella
memiliki tingkat kejadian lebih dari 3000 kasus (Heijden et al., 1999).
Konsep pengawasan keamanan pangan berubah dari pendekatan
meminimalisir bahaya menjadi mencegah dan menghilangkan bahaya dengan tidak
hanya menerapkan metode pengujian produk akhir namun juga melakukan analisis
kemungkinan bahaya yang dapat terjadi. Codex Alimentarius Comissions
merekomendasikan penggunaan sistem Hazard Analysis Critical Control Point
(HACCP), yaitu sistem yang menekankan pada analisis bahaya dan pengendalian
titik-titik kritis bahaya sehingga bahaya kesehatan yang terjadi pada pangan dapat
terjadi. Komponen-komponen dalam sistem pengawasan keamanan pangan
berdasarkan food hygiene yang baik adalah dengan penentuan kriteria bahan pangan
yang baik, pelaksanaan analisis resiko untuk mengidentifikasi dan karakterisasi
potensi bahaya, pelaksanaan pengawasan keamanan pangan berdasarkan hasil
analisis resiko dan penetapan panduan pelaksanaan penanganan bahan pangan secara
higienis (CAC, 1995)
HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)
Hazard Analysis Analitical Control Point merupakan suatu analisa yang
dilakukan terhadap bahan baku, proses dan produk untuk menentukan komponen,
kondisi atau tahapan proses yang harus mendapat pengawasan ketat untuk menjamin
bahwa produk yang dihasilkan aman dan memenuhi persyaratan yang telah
ditetapkan. HACCP merupakan sistem pengawasan yang bersifat mencegah atau
preventif (Fardiaz, 1996). Konsep HACCP telah diterima secara internasional oleh
Codex Alimentarius Commision dan diadopsi sebagai teks “Guidelines for the
5
Application of the Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) System”
(Mortimore dan Wallace, 1994). Dalam HACCP dikenal istilah CCP (Critical
Control Point) yaitu semua titik di dalam sistem keamanan pangan yang spesifik
yaitu yang bila terjadi hilangnya kendali akan menyebabkan resiko kesehatan yang
besar (Pierson dan Corlett, 1992).
Prinsip HACCP yang diadopsi pada SNI 01-4852-1998 sesuai dengan Codex
terdiri atas tujuh:
1) analisis bahaya dan penetapan kategori bahaya;
2) penetapan titik kendali kritis (CCP);
3) penetapan batas kritis yang harus dipenuhi bagi setiap CCP yang ditentukan;
4) dokumetasi prosedur untuk memantau batas kritis CCP;
5) penetapan tindakan koreksi yang harus dilakukan bila terjadi penyimpangan
selama pemantauan CCP;
6) penetapan prosedur verifikasi untuk membuktikan bahwa sistem HACCP telah
berhasil; dan
7) penetapan dokumentasi mengenai semua prosedur catatan yang sesuai dengan
prinsip-prinsip dan penerapannya.
Sistem HACCP terdiri atas dua belas langkah dan terdapat tujuh prinsip
menurut Codex Alimentarius Comission. Langkah-langkah dalam menerapkan
HACCP yang direkomendasikan oleh BSN (1998) meliputi :
1) menyusun tim HACCP;
2) membuat keterangan mengenai produk pangan;
3) identifikasi mengenai cara penggunaan atau konsumsi oleh konsumen;
4) menyusun diagram alir proses;
5) verifikasi diagram alir;
6) prinsip 1 : analisis bahaya dan pencegahan;
7) prinsip 2 : identifikasi CCP (Critical Control Point) di dalam proses;
8) prinsip 3 : menetapkan batas kritis untuk setiap CCP;
9) prinsip 4 : menetapkan cara pemantauan CCP;
10) prinsip 5 : menetapkan tindakan koreksi;
11) prinsip 6 : menyusun prosedur untuk verifikasi; dan
12) prinsip 7 : menetapkan prosedur pencatatan.
6
Rencana Sistem HACCP
Rencana HACCP adalah dokumen yang dibuat sesuai dengan prinsip –
prinsip HACCP untuk menjamin pengendalian bahaya yang nyata bagi keamanan
pangan pada bagian rantai pangan yang sedang dipertimbangkan (BSN, 2002).
Rencana HACCP ditulis oleh tim HACCP dan berisi dua komponen esensial yaitu
diagram alir proses HACCP Control Chart beserta dokumentasi pendukung lainnya
(Mortimore dan Wallace, 1994).
Penyusunan dokumen rencana HACCP di Indonesia mengacu pada pedoman
BSN 1004-2002. Ruang lingkup rencana HACCP mencakup 3 materi utama:
1) prinsip-prinsip HACCP merupakan implementasi dari tujuh prinsip dan langkah-
langkah penerapannya sesuai dengan SNI 01-4852-1998;
2) persyaratan dasar (prerequisite) merupakan syarat minimal untuk menjamin
keamanan pangan melalui penerapan GMP dan SSOP yang terkendali; dan
3) program universal manajemen mutu merupakan program manajemen mutu untuk
menjamin konsistensi dan ketelusuran penerapan system HACCP.
Unsur atau elemen yang harus tercakup dan dipertimbangkan dalam
penyusunan rencana HACCP:
1) kebijakan mutu perusahaan;
2) deskripsi dari organisasi yang meliputi identitas, struktur organisasi, bidang
kegiatan, personil (tim HACCP) dan pelatihan bagi tim HACCP;
3) penjelasan mengenai deskripsi produk yang berupa sebuah daftar yang berisikan
seluruh produk akhir yang dicakup oleh konsep HACCP;
4) memuat persyaratan dasar (pre-requisite);
5) memuat diagram alir dan memverifikasinya;
6) adanya penjelasan mengenai analisis bahaya;
7) adanya lembar kerja pengendalian (control measure) yang mencakup informasi
lokasi CCP pada setiap proses, jenis bahaya, batas kritis , prosedur pemantauan,
tindakan koreksi, verifikasi dan system pencatatan;
8) sistem penyimpanan catatan;
9) prosedur verifikasi;
7
Good Manufacturing Practice (GMP)
Good Manufacturing Practices (GMP) atau Cara Produksi Makanan yang
Baik (CPMB) merupakan suatu pedoman cara memproduksi makanan dengan tujuan
agar produsen memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan untuk
menghasilkan produk makanan bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen (Thaheer,
2005). Pedoman GMP atau Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) menurut
Menteri Kesehatan No.23/MEN. KES/SK/1978 mencakup lokasi pabrik, bangunan,
produk akhir, peralatan produksi, bahan, higiene karyawan, pengendalian proses
pengolahan, fasilitas sanitasi, label, keterangan produk, penyimpanan, pemeliharaan
sarana pengolahan dan kegiatan sanitasi, laboratorium, wadah kemasan, dan
transportasi:
Lokasi Pabrik
Lokasi pabrik mempunyai syarat berada pada daerah bebas atau jauh dari
pencemaran. Pencemaran yang dimaksud dapat bersumber dari daerah pembuangan
sampah, rawa, pemukiman padat penduduk, dan sistem saluran air yang tidak baik.
Bangunan
Bangunan harus dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan
teknik dan higiene sesuai dengan jenis makanan yang diproduksi, mudah
dibersihkan, mudah dilaksanakan tindakan sanitasi dan mudah dipelihara.
Produk Akhir
Produk akhir perlu dianalisis sesuai bahan baku secara kimia, fisik, dan
mikrobiologis sebelum produk dipasarkan agar aman dikonsumsi.
Peralatan Produksi
Alat dan perlengkapan yang dipergunakan untuk memproduksi makanan
harus dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan
higiene, antara lain sesuai dengan jenis produksi, permukaan alat yang digunakan
berhubungan makanan harus tidak menyerap air, tidak mengelupas, dan tidak mudah
berkarat.
8
Bahan
Bahan baku dan bahan tambahan serta bahan penolong yang digunakan untuk
pembuatan produk tidak boleh merugikan atau membahayakan kesehatan dan harus
memenuhi standar mutu persyaratan yang ditetapkan. Sebelum diproses bahan
tersebut dianalisis secara organoleptik, fisik, kimia, mikrobiologis dan biologis.
Higiene Karyawan
Karyawan yang berhubungan dengan produksi makanan harus dalam keadaan
sehat (bebas penyakit, luka, dan penyakit kulit). Pemeriksaan kesehatan karyawan
dilakukan secara berkala, karyawan selama bekerjaharus meninggalkan kebiasaan-
kebiasaan buruk (seperti : membersihkan hidung, membuang air ludah sembarangan,
bersin tidak ditutup) dan tidak boleh mengenakan perhiasan serta arloji karena akan
beresiko terjadi kontaminasi fisik pada produk.
Pengendalian Proses Pengolahan
Pengendalian proses pengolahan dilakukan dengan cara : menetapkan
persyaratan bahan mentah, komposisi, pengolahan distribusi, pengendalian bahaya
melalui penerapan HACCP, dan adanya catatan lengkap mengenai proses produksi,
keterangan produk serta jumlah atau tanggal batas kadaluarsa produk.
Fasilitas Sanitasi
Bangunan pabrik harus dilengkapi dengan fasilitas sanitasi yang dibuat
berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan dan higiene, antara lain :
sarana penyediaan air bersih harus cukup, sumber dan saluran air untuk keperluan
lain (pemadam api, penghasil uap dan pendinginan ) harus terpisah dari sumber
saluran air untuk pengolahan.
Label
Label makanan harus memenuhi ketentuan yang disebutkan dalam Peraturan
Menteri Kesehatan tentang label dan periklanan .
Keterangan Produk
Keterangan produk harus lengkap dan jelas, yang mencakup : cara
penggunaan, penyimpanan, dan pengolahan.
9
Penyimpanan
Penyimpanan menjaga agar tidak terjadi kontaminasi silang sehingga harus
terpisah antara bahan yang sudah diolah dengan yang belum, bahan beracun dengan
bahan non pangan, dan bahan yang dikemas dengan bahan yang tidak dikemas serta
kondisi yang sesuai.
Pemeliharaan Sarana Pengolahan dan Kegiatan Sanitasi
Pemeliharaan dan kegiatan sanitasi pada bangunan dilakukan dengan cara
melakukan pencegahan binatang (serangga, unggas dan lain-lain) masuk ke
dalamnya, pembasmian jasad renik dan serangga serta monitoring keefektifan sistem
sanitasi.
Laboratorium
Perusahaan yang memproduksi jenis makanan tertentu yang ditetapkan
Menteri Kesehatan harus dilengkapi atau memiliki fasilitas laboratorium untuk
melakukan pemeriksaan terhadap bahan baku, bahan penolong, bahan tambahan serta
produk akhir.
Wadah Kemasan
Bahan dan kemasan mempunyai fungsi utama untuk melindungi produk,
namun aman bagi konsumen dan benar – benar sesuai dengan fungsi yang
diharapkan. Kemasan tidak bersifat mencemari produk sehingga dalam
penggunaanya perlu dipertimbangkan jenis bahan kemasan tersebut.
Transportasi
Distribusi produk harus dilakukan dengan sistem transportasi yang mampu
menjaga produk agar tidak terkontaminasi, terlindung dari kerusakan yang
menyebabkan produk tidak layak dikonsumsi dan dapat mencegah pertumbuhan
mikroorganisme patogen.
Good Transporting Practices (GTP)
Good Transporting Practices merupakan suatu cara pengiriman atau
pendistribusian yang baik yang mampu menjaga agar produk tetap aman hingga
ketangan konsumen. Menurut UU No. 7 tahun 1996 tentang pangan, pengangkutan
10
pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka memindahkan
pangan dari satu tempat ke tempat lain dengan cara atau sarana angkutan yang
digunakan dalam rangka produksi, peredaran, dan atau perdagangan pangan.
Pedoman cara distribusi pangan yang baik seperti yang dimaksud dalam PP No. 28
tahun 2004 Pasal 7 adalah cara distribusi yang memperhatikan aspek keamanan
pangan, antara lain dengan cara:
1) melakukan cara bongkar muat pangan yang tidak menyebabkan kerusakan
pangan;
2) mengendalikan kondisi lingkungan, distribusi dan penyimpanan pangan
khususnya yang berkaitan dengan suhu, kelembaban, dan tekanan udara; dan
3) mengendalikan sistem pencatatan yang menjamin penelusuran kembali pangan
yang didistribusikan.
Adapun yang ditinjau dalam pelaksanaan Good Transporting Practices
menurut New Zealand Food Safety Authhority (2007) adalah :
1) desain dan konstruksi unit transportasi dan perlengkapannya;
2) pembersihan dan perawatan unit transportasi;
3) higienitas dan kesehatan karyawan;
4) prosedur operasional penerapan Good Operating Practices pada tahap
Loading/unloading, transfer dan handling produk, serta distribusi produk;
5) dokumen kontrol dan record keeping; dan
6) verifikasi.
Good Retailing Practices (GRP)
Undang – undang nomor 7 tahun 1996 tentang pangan pasal 6 menyatakan
Setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan atau proses
produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan wajib:
1) memenuhi persyaratan sanitasi, keamanan, dan atau keselamatan manusia;
2) menyelenggarakan program pemantauan sanitasi secara berkala; dan
3) menyelenggarakan pengawasan atas pemenuhan persyaratan sanitasi.
Ritel atau penjualan produk pangan merupakan salah satu bagian dari
peredaran pangan, oleh karenanya diperlukan adanya pelaksanaan ritel yang aman
dalam penyediaan makanan bagi konsumen. Undang – Undang nomor 8 tahun 1999
tentang perlindungan konsumen menjamin konsumen untuk mendapatkan produk
11
yang bermutu. Pemerintah memberikan pedoman tentang pelaksanaan ritel yang baik
dalam Pedoman cara ritel pangan yang baik seperti yang dimaksud dalam PP no 28
tahun 2004 pasal 8 yaitu cara ritel yang memperhatikan aspek keamanan pangan,
antara lain dengan cara:
1) mengatur cara penempatan pangan dalam lemari gerai dan rak penyimpanan agar
tidak terjadi pencemaran silang;
2) mengendalikan stok penerimaan dan penjualan;
3) mengatur rotasi stok pangan sesuai dengan masa kedaluwarsanya; dan
4) mengendalikan kondisi lingkungan penyimpanan pangan khususnya yang
berkaitan dengan suhu, kelembaban, dan tekanan udara.
Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)
Menurut Undang – undang pangan RI No. 7 (1996) sanitasi pangan
didefinisikan sebagai upaya pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan
berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan pathogen dalam makanan, minuman,
peralatan dan bangunan yang dapat merusak pangan dan membahayakan manusia.
Prosedur SSOP merupakan alat bantu dalam penerapan GMP dan mempunyai
karakteristik yang umum pada sistem HACCP. Prosedur SSOP berisi tentang
perencanaan tertulis untuk menjalankan GMP, syarat agar penerapan GMP dapat
dimonitor dan adanya tindakan koreksi jika terdapat komplain, verifikasi dan
dokumentasi (FDA, 1995).
SSOP menurut FDA (1995) terdiri atas delapan aspek kunci yaitu :
1) keamanan air proses produksi;
2) kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan;
3) pencegahan kontaminasi silang;
4) kebersihan pekerja;
5) pencegahan atau perlindungan dari adulterasi;
6) pelabelan dan penyimpanan yang tepat;
7) pengendalian kesehatan karyawan; dan
8) pemberantasan hama.
12
Susu
Susu segar adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat, diperoleh
dengan cara pemerahan yang benar, tidak mengalami penambahan atau pengukuran
suatu komponen apapun dan tidak mengalami proses pemanasan (SNI 01-3141-
1998). Susu merupakan bahan pangan yang dapat dikatakan sempurna karena susu
mempunyai daya cerna tinggi (Biological Value) yaitu 98% untuk protein susu (asam
amino lengkap) dan 99% untuk karbohidrat dan lemak susu dapat diserap dan
digunakan oleh tubuh manusia (Sudono, 1985). Standar susu segar menurut SNI 01-
3141-1992 terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1. Standar Susu Segar (SNI 01-3141-1992) Sifat susu Nilai
Berat jenis 1,026 – 1,028 g/cm3
Kadar lemak Minimum 3,0%
Kadar bahan kering tanpa lemak Minimum 8,0%
Kadar protein Minimum 2,7%
Warna, bau, rasa dan konsistensi Normal
Tingkat keasaman 4,5-7oSH
Uji alkohol (70%) Negatif
E.coli Maksimum 10 APM/ml
Salmonella Negatif
Titik beku -0,520oC s.d -0,560oC
Uji pemalsuan Negatif
TPC (CFU/ml maks) 1x106
Sumber : DSN (1992)
Susu merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Setiap
20 hingga 30 menit makan pertumbuhan mikroorganisme dalam susu akan berlipat
ganda (Dwidjoseputro, 1987). Mikroorganisme hidup dan berkembang dengan baik
secara optimal pada suhu 37oC dan menjadi tidak aktif pada suhu kurang dari 10oC
(Ressang dan Nasution, 1982). Mikroorganisme dalam susu dapat berasal dari
peralatan yang kurang bersih, sumber air dan kandang dengan mikroorganisme yang
umum didapatkan adalah bakteri psikotrofik, seperti Enterobacter sp, Bacillus sp dan
Flavobacterium sp (Lampert 1970).
13
Yoghurt
Yoghurt didefinisikan sebagai produk yang diperoleh dari susu yang telah
dipasteurisasi, kemudian difermentasi dengan bakteri sampai diperoleh keasaman,
bau dan rasa yang khas dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diizinkan
(SNI 01-2981-1992). yoghurt dapat dikelompokan menjadi beberapa kategori,
berdasarkan flavornya, yoghurt dibedakan menjadi plain yoghurt atau natural
yoghurt, dan flavored yoghurt atau fruit yoghurt. Plain yoghurt adalah yoghurt yang
tidak ditambah flavor lain dari luar sehingga memiliki rasa asam yang sangat tajam
sedangkan flavored yoghurt adalah yoghurt yang ditambah dengan flavor (Rahman,
et al., 1992).
Terdapat tiga kategori produk yoghurt berdasarkan kandungan lemaknya.
Produk yang mengandung minimum 3,25% lemak susu disebut yoghurt. yoghurt
dengan kadar lemak rendah bila mengandung lemak susu 0,5-2,0%, dan yoghurt
tanpa lemak bila mengandung lemak susu kurang dari 0,5%. Pada ketiga kategori
yoghurt tersebut, jumlah padatan susu tanpa lemak minimum 8,25%. Syarat Mutu
yoghurt menurut SNI 01-2981-1992 dapat dilihat pada Tabel 2.
Berdasarkan cara pembuatannya, yoghurt dibagi menjadi dua tipe, yaitu set
yoghurt dan stirred yoghurt. Keduanya berbeda dari cara pembuatan dan struktur
fisik koagulum yang terbentuk. Tipe set yoghurt adalah yoghurt yang diinkubasi
dengan kultur dalam kemasan-kemasan kecil yang siap jual sehingga gel atau
koagulum yang terbentuk berasal dari aktivitas kultur starter itu sendiri, sedangkan
tipe stirred yoghurt adalah yoghurt yang difermentasi dengan kultur pada wadah
besar. Koagulum yang terbentuk kemudian dipecah agar produk mudah dialirkan ke
dalam kemasan-kemasan kecil. Gel atau koagulum yang terbentuk bukan hanya
merupakan hasil dari aktivitas starter, melainkan juga dari penambahan stabilizer
(Rahman et al., 1992).
Pembuatan yoghurt secara umum meliputi pemanasan (pasteurisasi) susu,
pendinginan, inokulasi, dan inkubasi. Tujuan pemanasan susu adalah untuk
menurunkan populasi mikroba patogen dalam susu dan memberikan kondisi yang
baik bagi pertumbuhan starter yoghurt, mengurangi kadar air susu sehingga diperoleh
yoghurt dengan tekstur yang kompak (Kuntarso, 2007). Selain itu pemanasan susu
bertujuan untuk mendenaturasi protein whey (albumin dan globulin) agar yoghurt
14
yang dihasilkan menjadi lebih kental, mengurangi jumlah oksigen dalam susu agar
kultur yoghurt yang secara normal yang bersifat mikroaerofilik dapat tumbuh dengan
baik (Tamime dan Robinson, 1999). Rekomendasi suhu pemasakan susu yaitu 90oC
selama 15-30 menit (Buckle et al., 1987). Tahap selanjutnya yaitu proses
pendinginan susu agar suhu susu optimum untuk pertumbuhan kultur starter yaitu
43oC (Buckle et al., 1987). Inokulasi kultur starter Streptococcus thermophillus dan
Lactobacillus bulgaricus dilakukan sebanyak 2% dan dibiarkan pada suhu 43oC
selama 3 jam sampai tercapai keasaman yang dikehendaki 0,85% - 0,90% dan pH 4,0
- 4,5, kemudian produk didinginkan sampai 5oC untuk dikemas (Buckle et al.,
1987).
Tabel 2. Syarat Mutu Yoghurt (SNI 01-2981-1992)
Kriteria uji Satuan Persyaratan Keadaan
Penampakan Cairan kental/semipadat
Bau Normal/khas
Rasa Khas/asam
Konsistensi Homogen
Lemak (% b/b) Maksimum 3,8
Berat kering tanpa lemak (BKTL) (% b/b) min 8,2
Protein (% b/b) Min 3,5
Abu (% b/b) Maks 1,0
Jumlah asam (dihitung sebagai laktat) (% b/b) 0,5-2,0
Cemaran logam
Timbal (Pb) (mg/kg) Maksimum 0,3
Tembaga (Cu) (mg/kg) Maksimum 20
Timah (Sn) (mg/kg) Maksimum 40
Raksa (Hg) (mg/kg) Maksimum 0,03
Arsen (As) (mg/kg) Maksimum 0,1
Cemaran mikroba
a. Koliform (APM/g) maks 10
b. E. coli < 3
c. Salmonella negatif/gram
Sumber: Dewan Standardisasi Nasional (1992)
15
Yoghurt dibuat dengan menambahkan bakteri spesifik ke dalam susu dibawah
kontrol suhu dan kondisi lingkungan, khususnya dalam produksi industri. Bakteri
mencerna gula susu dan melepaskan asam laktat sebagai hasil ikutannya. Keasaman
yang meningkat menyebabkan protein susu menggumpal. Meningkatnya keasaman
(pH 4,0-5,0) juga mencegah proliferasi (perbanyakan sel) dari bakteri patogen yang
potensial. Produk yoghurt, dipastikan mengandung bakteri Streptococcus salivarius
ssp thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus (nama resminya Lactobacillus
delbrueckii ssp. bulgaricus). Keduanya sering di ko-kulturkan dengan bakteri asam
laktat lain untuk efek rasa dan kesehatan. Bakteri tersebut disebut probiotik,
diantaranya termasuk L. acidophilus, L. casei dan spesies Bifidobacteria.
Karena produksi asam oleh bakteri asam laktat berjalan secara cepat, maka
pertumbuhan miroba lain yang tidak diinginkan dapat terhambat (Sumedi, 2004).
Kelompok bakteri yang termasuk bakteri asam laktat adalah famili Lactobacillaceae,
yaitu Lactobacillus dan famili Streptocaceae, terutama Leuconostoc, Streptococcus
dan Pediococcus (Fardiaz, 1992). Dua peranan utama kultur starter selama
fermentasi yoghurt adalah menghasilkan asam laktat dan senyawa karbonil, asetal
dehida, aseton, asetoin dan diasetil (Marcon, 1994).
Streptococcus thermophilus adalah bakteri berbentuk bulat yang membentuk
rantai pendek atau rantai panjang, gram positif, dapat mereduksi litmus milk dan
katalase negatif. Bakteri ini tidak toleran terhadap konsentrasi garam lebih dari 6.5%,
tidak berspora, termodurik dan menyukai suasana mendekati netral dengan pH
pertumbuhan optimum 6.5 (Helferich dan Westhoff, 1980). Streptococcus
thermophilus dibedakan dari Streptococcus yang lainnya berdasarkan pertumbuhan
pada suhu 450C dan tidak dapat hidup pada suhu 100C (Tamime dan Robinson 1999).
Umumnya bakteri Streptococcus adalah penghasil asam laktat, tumbuh sangat baik
pada pH 6.5 dan terhenti pertumbuhannya pada pH 4,2-4,4 (Marcon, 1994).
Lactobacillus bulgaricus merupakan bakteri gram positif berbentuk batang,
mereduksi litmus milk, tidak berspora, katalase negatif dan toleran terhadap kadar
garam dengan konsentrasi lebih dari 6,5% (Marcon, 1994). Lactobacillus bulgaricus
bersifat termodurik dengan suhu optimum 450C dan menyukai suasana agak asam
dengan pH optimum 5.5, sedangkan pH lebih rendah dari 3,5 akan menghambat
pertumbuhannya (Marcon, 1994).
16
L. bulgaricus dan S. thermophilus akan menghasilkan interaksi yang saling
menguntungkan karena bakteri yang pertama akan mensintesa dan membebaskan
senyawa yang dibutuhkan untuk menstimulir pertumbuhan bakteri yang lain.
Lactobacillus bulgaricus akan membebaskan asama amino seperti valin, histidin dan
glisin yang diperlukan oleh S. thermophilus. Sebaliknya S. thermophilus menurunkan
pH dan mensintesa asam format yang diperlukan L. bulgaricus (Tamime dan
Robinson 1999).
Penggunaan kultur campuran L. bulgaricus dan S. thermophilus akan lebih
banyak menghasilkan asam, daripada penggunaan kultur tunggal. Asam dapat
diproduksi dengan cepat, bila perbandingan kedua bakteri tersebut dipertahankan
sebesar 1:1. Semakin cepat asam terbentuk berarti waktu inkubasi akan semakin
cepat (Tamime dan Robinson 1999). Perbandingan ini dapat sebesar 1:1 sampai 1:3
dan perbandingan ini perlu dijaga agar citarasa dan bentuk yang dihasilkan seperti
yang diinginkan.
Kerusakan Yoghurt
Kerusakan Fisik
Kerusakan fisik yang terjadi umumnya adalah sineresis. Sineresis adalah
pemisahan whey protein bebas ke permukaan yoghurt (Robinson, 1993). Sineresis
dapat disebabkan oleh padatan bukan lemak atau lemak yang rendah, mineral susu
yang kurang dan tidak cukupnya proses pemanasan. Sineresis dapat terjadi pada saat
inkubasi. Menurut Robinson (1993) sineresis juga dapat terjadi akibat kurangnya
pendinginan setelah inkubasi pada suhu 420C.
Kerusakan Mikrobiologis
Kerusakan yoghurt umumnya disebabkan oleh kontaminasi mikroorganisme,
khususnya adalah kapang dan khamir yang relaif tahan asam. Mikroba perusak
seperti kapang dan khamir umumnya kurang sensitif terhadap faktor-faktor
lingkungan sehingga masih mungkin tumbuh dan berkembang di dalam yoghurt
(Rahman et al., 1992). Kontaminasi mikroorganisme biasanya disebabkan oleh
kontaminasi silang dari udara pada ruang pengemasan, perlatan untuk pengisian,
buah-buahan atau sirup yang ditambahkan dan kontaminasi pengemas (Vedamuthu,
1982)
17
Yoghurt yang telah dipasarkan menurut Rahman et al. (1992) tidak boleh
mengandung khamir lebih dari 100 sel/ml, dan bila jumlah khamir mencapai 1000
sel/ml atau lebih, maka menunjukkan kemungkinan terjadinya resiko kerusakan yang
sangat serius. Beberapa jenis khamir yang sering mengkontaminasi yoghurt adalah
Kluyveromyces fragilis, Saccharomyces cereviceae, dan Kluyveromyces lactis.
Pertumbuhan kapang pada yoghurt biasanya lebih lambat dari khamir dan dapat
dilihat secara visual pada permukaannya. Beberapa jenis kapang seperti Mucor,
Aspergillus, atau Alternaria. Jumlah maksimum kapang yang terdapat yoghurt tidak
boleh lebih dari 10 cfu/ml (Robinson, 1993).
METODE
Lokasi dan Waktu
Kegiatan magang penelitian ini bertempat di KPSBU Lembang, Bandung.
Pelaksanaan magang penelitian dilaksanakan selama 2 bulan, dimulai dari tanggal 9
Juli 2007 sampai dengan 31 Agustus 2007.
Materi
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian dan observasi kerja yaitu bahan
baku, bahan tambahan dan bahan pendukung dalam proses pembuatan yoghurt,
personel yang terlibat dalam proses pembuatan yoghurt dan pendistribusian yoghurt,
beberapa catatan atau dokumentasi data-data perusahaan yang berkaitan erat dengan
HACCP.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian dan observasi kerja yaitu check list,
questioner, dan alat tulis lengkap sebagai sarana untuk memperoleh data yang
diperlukan serta thermometer untuk mengecek suhu selama transportasi dan
stopwatch sebagai sarana verifikasi waktu proses produksi yoghurt.
Prosedur
Pelaksanaan magang dilakukan di unit pengolahan susu KPSBU dengan ikut
berpartisipasi aktif, diantaranya dengan ikut serta langsung dalam tugas keseharian
baik dibagian penerimaan susu dan bahan-bahan tambahan dan pendukung,
pengujian kualitas, proses pembuatan yoghurt, transportasi dan distribusi produk.
Melakukan observasi lapang, wawancara, pengumpulan data, evaluasi dan analisis
data untuk penetapan CCP pada tiap proses. Dilakukan pula studi literatur sesuai
dengan topik yang dibahas untuk mendukung pembuatan rencana HACCP.
Observasi Lapangan. Observasi lapangan dilakukan bersamaan pada saat mengikuti
berbagai kegiatan kegiatan di unit pengolahan susu KPSBU Lembang, Bandung.
Kegiatan ini juga sebagai upaya untuk melakukan verifikasi kesesuaian antara GMP,
19
GTP, GRP dan SSOP secara teoritis dengan keadaan sesungguhnya yang terjadi di
lapangan pada saat penyusunan rencana HACCP.
Wawancara dan Pengumpulan Data. Pengambilan dan pengumpulan data yang
dilakukan adalah yang terkait dengan pengendalian keamanan pangan pada seluruh
rantai produksi yoghurt seperti Good Manufacturing Practices, Good Transporting
Practices,Good Retailing Practices, Standard Sanitation Operating Procedures, dan
Hazard Analysisi Critical Control Point. Pengambilan dan pengumpulan data
dilaksanakan melalui pengamatan langsung, pencatatan data informasi yang sudah
ada di perusahaan, dan melalui wawancara pada pihak manajemen yang terlibat
langsung dalam pelaksanaan sistem tersebut. Wawancara juga dilakukan terhadap
beberapa karyawan yang melakukan kegiatan produksi sehari-hari.
Evaluasi dan Analisis Data. Evaluasi dilakukan terhadap data yang diperoleh di
lapangan dengan data yang diperlukan dalam penerapan GMP, GTP, GRP dan SSOP
secara baik berdasarkan form monitoring yang telah dibuat pada lampiran 5. Hasil
evaluasi kemudian dianalisis untuk penilaian terhadap persentase kesesuaian antara
penerapan GMP menurut SK MENKES No. 23/MEN KES/I/1978, penerapan GTP
menurut New Zealand Food Safety Authhority (2007), Penerapan GRP menurut PP
no 28 tahun 2004 pasal 8 dan penerapan SSOP menurut FDA (1995) dengan kondisi
di lapangan. Rumus yang digunakan untuk mendapatkan persentase kesesuaian
penerapan GMP, GTP dan SSOP adalah dengan melihat hasil perhitungan jumlah
aspek yang sesuai dengan jumlah poin kesesuaian yang telah ditentukan yaitu
Y = (n x 0) + (n x 1) + (n x 2) + (n x 3) + (n x 4)
Keterangan :
Y = nilai total penerapan
n = jumlah aspek prinsip dalam form monitoring yang dicheck list
Nilai 0 = penyimpangan yang terjadi 0% (Memenuhi)
Nilai 1 = penyimpangan yang terjadi 1% – 25% (Cukup memenuhi)
Nilai 2 = penyimpangan yang terjadi 26% – 50% (Kurang memenuhi)
Nilai 3 = penyimpangan yang terjadi 51% – 75% (Sangat kurang memenuhi)
Nilai 4 = penyimpangan yang terjadi > 75% (Tidak memenuhi)
20
Nilai total penerapan (Y) kemudian di sesuaikan dengan persentase skala yang dibuat
berdasarkan nilai sempurna di setiap poin kesesuaian untuk melihat klasifikasi
penerapan perusahaan yaitu
(n x 0) = perusahaan telah menerapkan aspek
GMP/GTP/SSOP sebesar 100% (memenuhi)
((n x 0) + 1) s/d (n x 1) = perusahaan telah menerapkan aspek
GMP/GTP/SSOP sebesar 75% (cukup
memenuhi)
((n x 1) + 1) s/d (n x 2) = perusahaan telah menerapkan aspek
GMP/GTP/SSOP sebesar 50% (kurang
memenuhi)
((n x 2) + 1) s/d (n x 3) = perusahaan telah menerapkan aspek
GMP/GTP/SSOP sebesar 25% (sangat
kurang memenuhi)
((n x 3) + 1) s/d (n x 4) = perusahaan telah menerapkan aspek
GMP/GTP/SSOP sebesar <25% (tidak
memenuhi)
Keterangan :
n = jumlah total aspek prinsip yang diamati pada setiap sub bab dalam form
monitoring
Penyusunan Rencana Kerja Jaminan Mutu (RKJM) sistem HACCP dilakukan
berdasarkan data-data yang diperoleh. Menurut Mortimore dan Wallace (1995),
penyusunan HACCP terdiri atas membuat kebijakan mutu, membentuk organisasi
tim HACCP, mendefinisikan ruang lingkup HACCP, mendeskripsikan produk,
pembuatan persyaratan dasar HACCP plan, pembuatan diagram alir proses dan
melakukan verifikasi, mengidentifikasi bahaya dan tindakan pencegahannya,
mengidentifikasi titik kendali kritis, menentukan batas kritis, menentukan prosedur
pemantauan, menentukan prosedur tindakan koreksi dan validasi HACCP plan.
Studi Pustaka. Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan pengetahuan secara
umum mengenai sistem HACCP beserta implementasinya secara langsung pada
21
industri pengolahan susu. Studi pustaka juga diharapkan dapat memberikan
pembekalan terhadap berbagai permasalahan-permasalahan pelaksanaan penerapan
HACCP, GMP, GTP, GRP dan SSOP.
Standar yang digunakan untuk GMP adalah SK MENKES No. 23/MEN
KES/I/1978 tentang cara produksi makanan yang baik (CPMB) yaitu meliputi :
1) lokasi pabrik;
2) bangunan;
3) fasilitas sanitasi
4) peralatan produksi;
5) bahan;
6) produk akhir;
7) laboratorium;
8) higiene karyawan;
9) wadah kemasan;
10) label;
11) penyimpanan;
12) pemeliharaan sarana pengolahan dan kegiatan sanitasi; dan
Good Transporting Practices ditinjau menurut New Zealand Food Safety
Authhority (2007) :
1) desain dan konstruksi unit transportasi dan perlengkapannya;
2) pembersihan dan perawatan unit transportasi;
3) higienitas dan kesehatan karyawan;
4) prosedur operasional penerapan Good Operating Practices pada tahap
Loading/unloading, transfer dan handling produk, serta transportasi produk;
5) dokumen kontrol dan record keeping; dan
6) verifikasi.
Good Retailing Practices ditinjau menurut PP no 28 tahun 2004 pasal 8
adalah cara ritel yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan
cara:
1) mengatur cara penempatan pangan dalam lemari gerai dan rak penyimpanan agar
tidak terjadi pencemaran silang;
2) mengendalikan stok penerimaan dan penjualan;
22
3) mengatur rotasi stok pangan sesuai dengan masa kedaluwarsanya; dan
4) mengendalikan kondisi lingkungan penyimpanan pangan khususnya yang
berkaitan dengan suhu, kelembagaan, dan tekanan udara.
Standard Sanitation Operating Procedures dibandingkan dengan SSOP
menurut FDA (1995) tentang sanitasi yang terdiri dari delapan aspek yaitu :
1) keamanan air;
2) kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan makanan;
3) pencegahan kontaminasi silang;
4) kebersihan pekerja;
5) pencegahan atau pelindungan dari adulterasi;
6) pelabelan dan penyimpanan yang tepat;
7) pengendalian kesehatan karyawan; dan
8) pemberantasan hama .
Penyusunan HACCP menggunakan pedoman dari BSN 1004-2002 yang
terdiri dari :
1) kebijakan mutu perusahaan;
2) deskripsi dari organisasi yang meliputi identitas, struktur organisasi, bidang
kegiatan, personil (tim HACCP) dan pelatihan bagi tim HACCP;
3) penjelasan mengenai deskripsi produk yang berupa sebuah daftar yang berisikan
seluruh produk akhir yang dicakup oleh konsep HACCP;
4) memuat persyaratan dasar (pre-requisite);
5) memuat diagram alir dan verifikasi;
6) adanya penjelasan mengenai analisis bahaya;
7) adanya lembar kerja pengendalian (control measure);
8) sistem penyimpanan catatan;
9) prosedur verifikasi;
Aspek lain yang dikaji meliputi keadaan umum perusahaan yang mencakup
sejarah singkat perusahaan, lokasi dan tata letak pabrik, struktur organisasi
perusahaan, ketenagakerjaan dan produk serta pelayanan koperasi.
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara
Peternakan sapi perah diperkenalkan di daerah Lembang oleh bangsa asing
sekitar satu abad yang lalu. Bertambahnya jumlah peternak di daerah Lembang
membuat semakin sadar akan pentingnya kebutuhan memasarkan produk susu yang
dihasilkan. Meskipun banyak industri yang menampung hasil susu segar dari
peternak, namun harga yang diterapkan masih belum memuaskan. Oleh karena
Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara (KPSBU) didirikan oleh 35 orang peternak
pada 8 Agustus 1971 dan terus berupaya mencapai tujuan menjadi koperasi dalam
mensejahterakan anggota.
Wilayah kerja KPSBU terletak pada daerah dengan ketinggian 1200 meter di
atas permukaan laut dan berada pada 15 km sebelah utara Kota Bandung. Daerah ini
termasuk dataran tinggi yang berhawa sejuk dengan kisaran suhu antara 15,6-16,8 0C
pada musim hujan dan 30,5-32,7 0C pada musim kemarau (rataan suhu mencapai 15-
18 0C). Curah hujan yang cukup tinggi yaitu sekitar 1800-2500 mm/tahun serta
kondisi geografis yang berbukit menjadikan daerah ini cocok untuk peternakan sapi
perah. Lokasi KPSBU berada pada Komplek Pasar Panorama Lembang, Bandung.
Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang semakin
berkembang dengan meningkatnya produksi susu yang dihasilkan dari 56 ton per
hari pada tahun 1996 menjadi 110 ton per hari pada tahun 2006. Peningkatan itu turut
didorong upaya pengembangan susu segar dengan adanya kerjasama dari PT Frisian
Flag Indonesia (FFI) yang menampung pasokan dari KPSBU sejak tahun 2002.
Produksi KPSBU tumbuh 10% setiap tahunnya. Tercatat hingga sekarang sekitar
6.000 peternak menjadi anggota KPSBU. Jumlah peternak yang aktif adalah 4.500
anggota. Jumlah satuan ternak (ST) di KPSBU adalah sebanyak 16.553 ST. Pada
umumnya sapi yang dipelihara adalah sapi bangsa Fries Holland (FH) dan peranakan
FH. Pasokan susu KPSBU Lembang kini telah menempati 25% dari seluruh pasokan
susu IPS FFI.
Pada saat ini, KPSBU menjadi salah satu koperasi terbaik di Indonesia.
KPSBU menempati urutan pertama sebagai koperasi susu terbaik dan merupakan
leader, baik dari segi manajemen, pengembangan organisasi, maupun kualitas
produk di Jawa Barat. Keberhasilan KPSBU dapat terukur dengan diberikannya
24
penghargaan Indonesia Cooperative Award dari Kementerian Negara Koperasi dan
UKM dan Majalah SWA pada tahun 2006.
Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan Koperasi
Struktur organisasi KPSBU dapat dilihat pada Lampiran 1 terdiri atas
beberapa unsur yaitu rapat anggota, pengurus, badan pengawas, penasehat dan
manajer serta karyawan. Pengurus bertugas mengelola koperasi yang dibantu oleh
penasehat, manajer operasional, manajer keuangan dan para karyawan. Badan
pengawas bertugas mengawasi pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan koperasi.
Jumlah tenaga kerja di KPSBU Lembang terdiri atas tiga orang Pengurus,
tiga orang Pengawas, dua orang Manajer yang mengurusi bidang Teknis dan
Operasional serta Keuangan dan 269 orang karyawan dengan 43 orang karyawan
kontrak/harian didalamnya. Karyawan KPSBU diwajibkan masuk kerja enam hari
dalam seminggu. Adapun jam kerja untuk hari Senin-Kamis dimulai pukul 07.30-
14.00 WIB, hari Jum’at mulai pukul 07.30-11.00 WIB, sedangkan pada hari Sabtu
pukul 07.30-13.00 WIB.
Pelayanan dan Produk Koperasi
Pelayanan yang diberikan KPSBU diantaranya 1) memberikan pelayanan
pemasaran susu segar yang dihasilkan oleh peternak untuk dikirimkan ke industri
pengolahan susu, 2) memberikan pinjaman tanpa bunga bagi anggota koperasi, 3)
menyediakan WASERDA yang menjual barang-barang kebutuhan rumah tangga
dan kandang bagi anggota koperasi, 4) pelayanan kesehatan anggota bekerjasama
dengan Klinik/Rumah Sakit swasta, 5) pelayanan kesehatan hewan dan inseminasi
buatan untuk ternak sapi perah dan 6) menyediakan unit produksi makanan ternak
yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ransum sapi perah milik anggota.
KPSBU berusaha untuk menyejahterakan anggotanya dengan memasarkan susu
segar yang berasal dari peternak secara langsung ke masyarakat dengan harga Rp.
3000,-/liter dan mengolah susu menjadi produk yoghurt Freshtime dengan 5 rasa
yang berbeda yaitu melon, durian, anggur, moka dan strowberi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Susu dengan kualitas yang baik sangat penting dalam pembuatan produk-
produk olahan yang berkualitas terbebas dari patogen serta mempunyai daya simpan
yang lama. Produk-produk olahan berkualitas baik tidak akan di dapat dari bahan
mentah berkualitas rendah. Penerapan proses yang higienis di setiap tahap diperlukan
untuk menjamin dihasilkannya produk-produk yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal
(ASUH) .
Penerimaan Susu dari Peternak di Koperasi
Penerimaan susu dilakukan di tiap Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) dua
kali sehari yaitu pada pagi hari pukul 05.00-07.30 WIB dan pada sore hari pukul
15.30-17.30 WIB. KPSBU Lembang selalu melakukan pengujian susu untuk
mencegah kerusakan pada susu akibat rendahnya kualitas susu asal peternak atau
adanya pemalsuan susu yang dilakukan oleh peternak. Pengujian kualitas yang
dilakukan meliputi uji alkohol 70% dan uji berat jenis yang dilaksanakan di setiap
TPK sebelum susu dibawa ke KPSBU atau cooling unit yang berada di Nagrak,
Pamecelan, Cibedug dan Pojok. Aktivitas penerimaan susu ditampilkan pada Gambar
1.
Gambar 1. Tempat Penerimaan Susu (A), Alat Transportasi Susu (B), Uji Alkohol (C), Uji Berat Jenis (D)
Uji Alkohol
Uji alkohol dilakukan dengan alat bantu berupa gun tester yang berisi alkohol
70% sebagai indikatornya. Pada uji alkohol yang diperiksa adalah terjadinya
koagulasi protein susu. Protein susu segar yang berkualitas baik mempunyai
stabilitas yang tinggi terhadap mantel-mantel airnya. Susu yang dalam keadaan asam
stabilitas proteinnya terganggu. Alkohol yang mempunyai sifat dehidrasi akan
A B C D
26
menarik mantel air sehingga protein tidak dapat mempertahankan selubung air yang
menyelimutinya. Bila air susu yang keasamannya tinggi dicampur dengan alkohol
yang mempunyai sifat dehidrasi tersebut, maka protein susu terkoagulasi, sehingga
tampak butiran-butiran susu pada dinding tabung reaksi yang digunakan dan uji
alkohol dikatakan positif, artinya susu telah rusak (Rachmawan, 2001). Susu yang
diterima koperasi adalah susu yang mempunyai karakteristik uji alkohol negatif.
Uji Berat Jenis
Uji berat bertujuan untuk mengukur berat jenis suatu bahan yang merupakan
perbandingan antara berat bahan tersebut dengan berat air pada volume dan suhu
yang sama (Rachmawan, 2001). Pengujian berat jenis menggunakan alat bantu
laktodensimeter dengan cara mencelupkan kedalam susu ditunggu hingga stabil lalu
dibaca nilai suhu yang tertera dan berat jenisnya. Nilai berat jenis yang diperoleh
pada susu harus dikoreksikan pada suhu 27,50C.
Susu yang telah memenuhi syarat dibawa ke KPSBU Lembang dengan
menggunakan mobil tangki atau milk can yang diangkut dengan truk. Susu yang akan
didinginkan untuk disetorkan ke Industri Pengolahan Susu atau akan diolah menjadi
yoghurt Fresh time diambil ±250 ml oleh petugas Quality Control untuk dijadikan
sampel. Pengadukan dilakukan terlebih dahulu terhadap sampel susu tersebut yang
selanjutnya dilakukan uji kadar lemak, SNF (Solid Non Fat), uji protein, titik beku
dan TS (Total Solid). Susu didinginkan dalam cooling unit atau diolah menjadi
yoghurt. Kualitas susu sapi yang diterima oleh pihak KPSBU adalah dengan batasan
TS (Total Solid) yang masih dapat ditolerir adalah 10,86%, kadar lemak 3,5%, SNF
7,0-8,0% dan titik beku susu yang dianjurkan adalah -0,520 s/d -0,560. Pengujian ini
dilakukan untuk menentukan harga susu dari peternak berdasarkan tingkat kualitas
susu yang disetorkan. Standar kualitas yang digunakan oleh KPSBU berdasarkan
SNI susu segar (SNI 01-3141-1992). Susu yang telah memenuhi standar SNI dikirim
menuju IPS dan digunakan sebagai bahan baku produksi yoghurt, sedangkan yang
tidak terkirim ke IPS akan dipasarkan secara langsung kepada konsumen.
27
Penerapan GMP (Good Manufacturing Practices)
GMP merupakan suatu pedoman bagi industri pangan, untuk memproduksi
makanan dan minuman yang baik. GMP menurut keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 23/MenKes/SK/1978 meliputi: lokasi dan lingkungan pabrik, bangunan,
mutu produk akhir, peralatan produksi, bahan baku, higiene karyawan, fasilitas
sanitasi, pelabelan, wadah kemasan, penyimpanan, pemeliharaan dan program
sanitasi, serta laboratorium dan pemeriksaan.
Hasil pengamatan penerapan GMP pada unit produksi yoghurt di KPSBU
didapatkan masih terdapat kekurangan di beberapa aspek GMP yang dikaji. Nilai
penerapan GMP di unit produksi yoghurt KPSBU secara lengkap dapat dilihat secara
lengkap pada Tabel 3. Pemeliharaan memiliki persentase kesesuaian terendah yaitu
25% dan label produk akhir yoghurt telah 100% sesuai dengan ketentuan GMP
tentang pelabelan.
Rekapitulasi penerapan GMP di KPSBU serta tindakan koreksi yang perlu
diambil oleh KPSBU secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4. Audit internal yang
dilakukan oleh tim HACCP pada setiap aspek GMP perlu dilaksanakan secara rutin
untuk mengetahui tingkat pelaksanaan GMP di KPSBU. Contoh check list
pemantauan GMP dapat dilihat pada Lampiran 5.
Lokasi dan Lingkungan Pabrik. Lokasi dan lingkungan dari suatu
perusahaan menjadi faktor awal yang mempengaruhi kegiatan proses produksi.
Lingkungan Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara (KPSBU) induk tempat unit
usaha produksi yoghurt berada di dalam kompleks pasar tradisional Lembang
Bandung dan juga lokasi tempat pembuangan sampah serta limbah sementara dari
pasar yang berada ± 50 m di dekat lokasi perusahaan (Gambar 2).
Gambar 2. Tempat Pembuangan Sampah Pasar Dekat Lokasi Koperasi (A), Lokasi Koperasi (B)
A B
28
Tabel 3. Penilaian Penerapan GMP di Unit Produksi Yoghurt KPSBU
No Parameter Penilaian Kategori penerapan GMP 1. Lokasi dan Lingkungan 50% Kurang memenuhi - Lokasi 75% Cukup memenuhi - Lingkungan <25% Tidak memenuhi 2. Bangunan 50% Kurang memenuhi - Desain dan Tata Letak Ruangan 100% Memenuhi - Lantai 100% Memenuhi - Dinding 50% Kurang memenuhi - Atap 100% Memenuhi - Langit-langit 100% Memenuhi - Pintu 75% Cukup memenuhi - Jendela 100% Memenuhi - Penerangan 75% Cukup memenuhi - Ventilasi dan Pengatur Suhu 25% Sangat kurang memenuhi - Keadaan Area Produksi o Ruang Pasteurisasi,
Pendinginan dan Inokulasi 25% Sangat kurang memenuhi
o Ruang Inkubasi 75% Cukup memenuhi o Ruang Pengemasan 75% Cukup memenuhi 3. Fasilitas Sanitasi 50% Kurang memenuhi - Sarana Penyediaan Air 75% Cukup memenuhi - Sarana pembuangan air dan limbah 75% Cukup memenuhi - Toilet 75% Cukup memenuhi - Sarana Higiene Karyawan 25% Sangat kurang memenuhi 4. Peralatan Produksi 75% Cukup memenuhi 5. Bahan 75% Cukup memenuhi 6. Produk Akhir 50% Kurang memenuhi 7. Laboratorium 50% Kurang memenuhi 8. Penyimpanan 75% Cukup memenuhi - Area Penyimpanan Bahan Baku 75% Cukup memenuhi - Area Penyimpanan Produk Akhir 75% Cukup memenuhi - Penyimpanan Bahan Toksin 75% Cukup memenuhi 9. Pelabelan 100% Memenuhi 10. Karyawan 50% Kurang memenuhi - Kesehatan Karyawan 50% Kurang memenuhi - Kebersihan Karyawan 50% Kurang memenuhi 11. Kemasan 75% Cukup memenuhi 12. Pemeliharaan 25% Sangat kurang memenuhi
Menurut keputusan Menteri Kesehatan Nomor 715/MENKES/SK/V/2003
tentang persyaratan hygiene sanitasi jasaboga jarak minimum letak industri pangan
dengan sumber pencemaran adalah 500 m. Polusi udara dari lingkungan yang tidak
sehat dapat mencemari produk berbahan baku susu yang memiliki sifat sangat mudah
menyerap bau dan masuknya kontaminasi mikroorganisme melalui udara, dengan
demikian lokasi perusahaan belum memenuhi persyaratan GMP. Perbaikan yang bisa
dilakukan oleh pihak KPSBU adalah merelokasikan unit produksi yoghurt di daerah
29
yang bebas pencemaran atau dengan melakukan protokol khusus seperti mendesain
bangunan yang dilengkapi dengan filter udara dan melakukan sterilisasi ruangan
dengan sinar UV sebelum dan setelah produksi serta menjaga ruangan selalu tertutup
selama proses produksi, serta menegakkan peraturan bahwa karyawan tidak bebas
keluar masuk ruang produksi. Higien karyawan harus selalu terjaga dengan
disediakan fasilitas sanitasi yang lengkap.
Bangunan dan Ruangan Pengolahan
Bangunan koperasi terdiri dari beberapa ruang yaitu : ruang produksi, ruang
pelayanan, ruang penyimpanan dan gudang. Ruang produksi terdiri atas 4 bagian
ruang yaitu ruang pemasakan, ruang inkubasi, ruang pengemasan dan ruang
penyimpanan. Denah Bangunan koperasi dapat dilihat pada Lampiran 2.
Gambar 3. Gudang Bahan Baku Gula, (A), Ruang Produksi (B), Area Pasteurisasi, Pendinginan dan Inokulasi Starter (C), Ruang Penyimpanan Produk Akhir (D)
Keterbatasan ruang menyebabkan terdapat ruangan yang berfungsi ganda.
Kondisi ruangan di KPSBU dan peruntukannya dapat dilihat pada Gambar 3.
Ruangan produksi telah sesuai dengan urutan proses namun di dalam ruang
pasteurisasi susu terdapat beberapa kegiatan produksi yaitu : pasteurisasi,
pendinginan dan inokulasi starter. Beberapa aspek bangunan dan ruangan yang
A B
C D
30
diamati dalam GMP adalah lantai dan saluran pembuangan air, dinding, atap dan
langit – langit, pintu dan jendela, penerangan serta ventilasi udara.
Lantai dan Saluran Pembuangan Air. Lantai merupakan salah satu aspek penting
dan berpengaruh dalam industri, karena berkaitan erat dengan kebersihan ruangan
dan keamanan pekerja selama melakukan aktifitas produksi contoh tidak licin. Lantai
yang terdapat pada ruang produksi koperasi berupa keramik yang rapat air,
permukaannya rata, halus tetapi tidak licin, mudah dibersihkan dan memudahkan
aliran air. Saluran pembuangan air yang terdapat di dalam ruang produksi sudah
langsung dialirkan melalui pipa ke bawah tanah, kekurangan yang diamati dari
lubang pembuangan air tersebut adalah belum terdapat penahan bau, saringan dan
katup untuk mencegah masuknya binatang atau benda asing lain dari luar masuk ke
dalam ruang produksi.
Gambar 4. Konstruksi Lantai Keramik yang Rapat Air, Tidak Licin dan Membentuk Sudut Siku-Siku (A), Saluran Pembuangan Air yang Belum Dilengkapi Katup serta Penahan Bau (B)
Secara umum konstruksi lantai telah memenuhi persyaratan GMP. Lantai
berbahan keramik dengan arah kemiringan ke samping untuk memudahkan aliran air
ke saluran pembuangan yang berada di samping area produksi. Bila memungkinkan
dilakukan perbaikan terhadap lantai adalah sudut antara lantai dengan dinding tidak
membentuk sudut siku-siku melainkan harus melengkun. Bila tidak memungkinkan
dilakukan perbaikan maka pihak KPSBU harus mampu menjaga bahwa kebersihan
pada bagian-bagian tersebut dapat terjamin. Sarana pembuangan air perlu dilengkapi
dengan saringan, katup serta penahan bau agar dapat melindungi ruangan produksi
dari bau, serta benda – banda asing lain termasuk hewan pengerat masuk ke dalam
ruang produksi, seperti contoh pada Gambar 4.
A B
31
Dinding. Dinding ruangan pokok telah memenuhi ketentuan GMP yaitu berwarna
terang, tidak mudah mengelupas, dan mudah dibersihkan. Beberapa kekurangan pada
dinding yang perlu diperbaiki :
1) sudut pertemuan antara dinding dengan dinding masih membentuk sudut siku-
siku dan tidak melengkung, kondisi ini akan menyulitkan pada saat pembersihan;
2) dinding yang dilapisi dengan keramik kedap air masih kurang dari persyaratan
GMP yaitu minimal 2 m dari permukaan lantai. Dinding keramik pada ruang
produksi hanya memiliki tinggi 120 cm dari permukaan lantai. Persyaratan ini
bertujuan agar dinding lebih mudah dibersihkan; dan
3) terdapat beberapa instalasi listrik yang belum tertanam didalam dinding dan
berdekatan dengan sumber air yang dikhawatirkan akan menimbulkan bahaya
seperti terlihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Dinding Keramik yang Hanya Memiliki Tinggi 120 m dan Instalasi Listrik yang Belum Tertanam di dinding serta Berdekatan dengan Sumber Air.
Bila tidak memungkinkan dilakukan perbaikan konstruksi dinding, maka
sebaiknya KPSBU melapisi dinding dengan menggunakan cat epoxy sehingga
dinding lebih mudah dibersihkan serta KPSBU harus melaksanakan peraturan yang
ketat dalam menjaga kebersihan dinding dengan meningkatkan frekuensi
pembersihan dinding dan ruangan setiap selesai melaksanakan proses produksi
dengan cara sanitasi kering seperti menyikat atau menggosok dinding serta
menggunakan vacuum cleaner dan atau dengan menyemprotkan larutan alkohol 70
% serta menyinari dengan sinar UV (Thaheer, 2005). Instalasi listrik yang berada di
area produksi harus dijauhkan dari sumber air.
Gambar 14. Dinding
32
Atap dan Langit – Langit. Konstruksi atap terbuat dari bahan yang tahan lama,
tahan berbagai kondisi. Sedangkan konstruksi langit – langit terbuat dari bahan
internit berwarna terang, tahan lama, tidak mudah mengelupas dan mudah
dibersihkan. Langit langit tersebut memiliki tinggi 3 m dari permukaan lantai.
Konstruksi atap dan langit – langit telah memenuhi persyaratan GMP secara umum.
Pintu dan Jendela. Pintu terbuat dari kayu dan mudah dibersihkan, namun
kelemahan yang perlu diperbaiki adalah pintu membuka ke arah dalam sehingga
akan mempersempit ruangan dan menyebabkan pemanfaatan ruangan menjadi tidak
optimal seperti terlihat pada Gambar 6, sebaiknya pintu membuka ke arah luar . Pintu
yang berfungsi sebagai pembatas antar ruang sebaiknya menggunakan pintu jenis
rolling door agar pemanfaatan ruang lebih optimal dan pembersihan area produksi
dapat berlangsung secara keseluruhan tanpa ada area yang terlupakan seperti area di
belakang pintu yang masih sering dalam keadaan kotor.
Gambar 6. Pintu yang Membuka ke Arah Dalam
Jendela kaca mudah dibersihkan terdapat pada ruang pasteurisasi susu dan ruang
inkubasi, ukuran luasnya telah sesuai dengan besar bangunan. Jendela tidak dapat
dibuka. Konstruksi jendela telah memenuhi GMP.
Penerangan. Penerangan merupakan salah satu bagian yang mendukung kelancaran
proses produksi. Penerangan yang cukup akan mempermudah karyawan untuk dapat
mengetahui adanya kontaminasi fisik pada produk. Lampu yang digunakan belum
cukup menerangi ruangan produksi yaitu diperlukan kekuatan penerangan minimal
220 lux untuk ruangan produksi. Pada setiap area produksi tersedia dua buah lampu
33
TL 40 watt dan telah berpenutup, untuk menghindari bahaya masuknya pecahan
lampu kedalam produk dapat dilihat pada Gambar 7. Pemenuhan kekuatan
penerangan 220 lux pada ruangan pasteurisasi, ruang inkubasi dengan luas ±30 m2
maka diperlukan 3 unit 2 lampu TL 40 watt dan ruang pengemasan dengan luas ± 21
m2 maka memerlukan 2 unit 2 lampu TL 40 watt, sedangkan pemenuhan kekuatan
penerangan minimal 110 lux pada ruang penyimpanan produk akhir ±20 m2 telah
memenuhi syarat yaitu diperlukan 1 unit 2 lampu TL 40 watt. Cara penghitungan
menurut Poerbo (1999):
Jumlah lampu yang dibutuhkan = E X A
Qlampu X Cu X LLF
Keterangan:
E : Kuat Penerangan (lux)
A : Luas Bidang Kerja
Qlampu : Lumen Lampu
Cu : Coeffisien of Utilization = (50-65)%
LLF : Light Loss Factor = 0,7-0,8
Kekuatan cahaya (I) = 75 candle
Lumen : Ф = I X watt
Gambar 7. Lampu yang Telah Berpenutup
Ventilasi Udara. Ventilasi udara yang ada belum sesuai dengan keadaan ruangan,
karena belum mampu menjamin peredaran udara dengan baik diantaranya
menghilangkan uap, gas, asap, bau, debu, dan panas yang dapat merugikan kesehatan
34
(Gambar 8). KPSBU mengatasi masalah tersebut dengan cara selama proses
produksi, ruangan dibiarkan terbuka. Walaupun dapat menyelesaikan masalah,
namun hal ini dapat menimbulkan masalah baru berupa peluang kontaminasi melalui
udara. Sebaiknya ventilasi udara dibuat dengan penambahan exhaust fan yang
terintegrasi dengan langit-langit agar asap serta suhu ruangan tidak terlampau panas
terutama di atas alat pasteurisasi agar sirkulasi udara terjamin sehingga pintu ruangan
tidak harus dibuka selama proses produksi. Ruang pengemasan telah disertai dengan
AC yang mampu mempertahankan suhu di dalam ruangan ± 17oC.
Gambar 8. Ventilasi Udara yang Kurang Menjamin Sirkulasi Udara Dalam Ruangan Produksi
Fasilitas Sanitasi
Beberapa aspek fasilitas sanitasi yang diamati menurut GMP diantaranya
adalah sarana penyediaan air, sarana pembuangan limbah, sarana toilet dan sarana
hygiene karyawan.
Sarana Penyediaan Air. Sumber air yang digunakan diperoleh dari air sumur
perusahaan. Air tersebut digunakan untuk berbagai keperluan proses produksi.
Instalasi air bersih dan saluran pembuangan air tidak ada hubungan silang yang dapat
menyebabkan kontaminasi. Air dapat terdistribusi secara baik pada seluruh area
perusahaan baik itu ruang pokok maupun ruang pelengkap. Kekurangan yang
dijumpai selama pengamatan adalah KPSBU belum melakukan pengujian kualitas air
sumur yang digunakan sesuai dengan standar mutu air minum yang ditetapkan oleh
pemerintah. Menurut keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang persyaratan lingkungan kerja perkantoran dan
35
industri, setiap sumber air yang digunakan dan didistribusikan harus bebas dari
cemaran fisik, kimia dan mikrobiologis. Pemeriksaan laboratorium terhadap kualitas
air yang digunakan harus dilakukan minimal dua kali dalam setahun yaitu pada
musim kemarau dan musim hujan, pengambilan sampel air bersih dilakukan pada
sumber mata air, bak penampungan dan pada air kran terjauh.
Sarana Pembuangan Limbah. Sarana pembuangan limbah telah cukup baik
dengan adanya water treatment untuk limbah cair sehingga limbah cair yang dibuang
telah dalam keadaan bersih. Penempatan dan bentuk sarana pembuangan limbah
padat masih perlu diperbaiki, yaitu letaknya yang masih di dalam ruang produksi.
Tempat sampah merupakan sumber kontaminasi, oleh karenanya penempatan serta
desain wadah juga perlu diperhatikan. Bentuk tempat sampah yang belum sesuai
yaitu sebaiknya menggunakan tempat sampah tertutup yang menggunakan pijakan
kaki sebagai pembuka akan lebih aman dari kontaminasi silang dan bau (Gambar 9).
Tempat pembuangan sampah akhir dari limbah padat adalah tempat sampah
sementara yang berada di dalam pasar yang jaraknya ± 50 m dari lokasi perusahaan.
Gambar 9. Tempat Sampah yang Belum Menggunakan Pijakan Kaki Sebagai Pembuka
Sarana Toilet. Tata letak toilet telah memenuhi syarat GMP yaitu letaknya tidak
terbuka langsung ke ruang proses produksi dan berjarak ± 5 m dari ruang produksi.
Jumlah toilet yang disediakan berjumlah 2 buah cukup dengan jumlah karyawan
yang ada yaitu 4 orang. Ketentuan jumlah toilet telah diatur dalam keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang persyaratan lingkungan
kerja perkantoran dan industri yaitu untuk 1 sampai dengan 25 orang karyawan pria
36
maka perusahaan harus menyediakan 1 buah kamar mandi, 1 buah jamban, dan 2
buah wastafel, sedangkan untuk 1 sampai dengan 20 orang karyawan wanita maka
perusahaan harus menyediakan 1 buah kamar mandi, 1 buah jamban dan 2 buah
wastafel. Ketentuan lain yang belum sesuai dengan GMP yaitu toilet tidak dilengkapi
dengan wastafel, sabun cair dan sarana pengering tangan.
Sarana higiene karyawan. Secara umum fasilitas higiene untuk karyawan masih
memerlukan beberapa tambahan untuk mendukung proses produksi yang higienis.
Sarana higiene karyawan yang telah disediakan adalah bak cuci tangan berjumlah 1
unit dan ruang ganti pakaian di dalam ruang produksi. Sarana higiene karyawan yang
belum memenuhi persyaratan GMP, disarankan untuk diperbaiki diantaranya:
1) bak cuci tangan yang dilengkapi dengan sabun, handuk atau sarana lain untuk
mengeringkan tangan serta tempat sampah tertutup (Gambar 10);
2) perlu disediakan foot bath yaitu sarana pembilas sepatu karyawan yang
dilengkapi dengan desinfektan di depan ruang produksi sebagai salah satu
tindakan pencegahan terjadinya kontaminasi; dan
3) fasilitas ruang ganti pakaian karyawan yang telah ada perlu dilengkapi dengan
lemari pakaian untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang antara pakaian luar
dan pakaian produksi.
Gambar 10. Bak Pencuci Tangan yang Belum Dilengkapi dengan Sabun dan Tissue
37
Peralatan dan Perlengkapan Produksi
Peralatan di ruang pemasakan susu terdiri atas alat penangas air dari bahan
stainless tahan korosif berkapasitas cukup untuk 10 milk can dengan volume susu
sekitar 40 liter, aman digunakan dan mudah dibersihkan. Pada ruang inkubasi
terdapat inkubator dengan kapasitas 480 liter. Peralatan pada ruang pengemas terdiri
atas freezer, sealer, mixer serta panci sebagai wadah yoghurt yang kebersihannya
cukup terjaga.
Peralatan dan perlengkapan yang berada di area produksi terutama yang
langsung kontak dengan produk telah sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan,
yaitu permukaannya halus, tahan karat, kedap air dan tahan korosif terhadap bahan
kimia serta mudah dibersihkan. Penempatan peralatan serta perlengkapan produksi
sesuai dengan tempat dan fungsinya masing-masing. Perlengkapan dan peralatan
yang belum tersedia adalah ruang steril untuk inokulasi starter sehingga proses
inokulasi starter yoghurt ke dalam susu dilakukan pada ruang pemasakan sehingga
memungkinkan masuknya kontaminasi bakteri lain ke dalam susu.
Bahan
Bahan yang digunakan untuk memproduksi makanan tidak boleh merugikan
atau membahayakan kesehatan dan harus memenuhi standar mutu dan persyaratan
yang ditetapkan. Bahan-bahan tambahan berupa gula dan flavour yang digunakan
oleh KPSBU telah mendapat izin dari Depkes dan telah memiliki MD. KPSBU
belum melakukan pemeriksaan mandiri kualitas organoleptik, fisika, kimia,
mikrobiologi dan atau biologi pada bahan – bahan yang digunakan kecuali susu
segar. Selain melakukan pemeriksaan terhadap Certificate of Analysis (CoA) dari
pemasok sebaiknya pemeriksaan secara mandiri terhadap bahan yang digunakan juga
dilakukan. Resiko adanya kontaminasi fisik, kimia dan mikrobiologis pada bahan
baku dari pemasok mungkin terjadi selama proses produksi, pendistribusian dan
penyimpanan sebelum bahan baku digunakan di KPSBU. Alur keluar masuk stok
bahan dalam gudang dan tempat penyimpanan telah melakukan sistem First In First
Out (FIFO).
38
Produk akhir
Sebelum produk dipasarkan, KPSBU telah melakukan pemeriksaan secara
organoleptik, namun tidak dilakukan pemeriksaan secara kimia dan mikrobiologis
pada produk untuk setiap batch produksinya. Setiap produk yang dipasarkan diambil
sampel untuk disimpan dalam laboratorium sebagai recording produk yang telah
beredar di pasaran. Pemeriksaan secara kimia dan mikrobologi sangat disarankan
untuk selalu dilakukan sebagai tindakan jaminan terhadap kualitas dan keamanan
produk yang dipasarkan.
Laboratorium dan Pemeriksaan
KPSBU telah memiliki laboratorium untuk pengujian susu yang digunakan
sebagai bahan baku yoghurt, namun belum mempunyai sarana yang diperlukan
laboratorium untuk pengujian produk hasil produksi yaitu yoghurt. Pemeriksaan
produk akhir dilakukan pada laboratorium swasta di luar koperasi yang telah
terakreditasi. Pengujian berkala dilakukan setiap satu tahun sekali terhadap kualitas
produk akhir yoghurt. Pengujian yang dilakukan adalah uji kimia yang meliputi uji
protein, lemak, padatan susu tanpa lemak, abu, keasaman, zat warna sintetis, arsen,
logam Cu, logam Pb, dan logam Zn serta uji mikrobiologis yang meliputi
Salmonella, E. coli, dan koliform.
Kesehatan dan Kebersihan Karyawan
Kesehatan dan kebersihan karyawan telah memenuhi aturan – aturan yang
ada yaitu
1) karyawan yang bekerja dalam keadaan dan kondisi yang sehat;
2) karyawan menggunakan pakaian khusus pada saat melakukan produksi yaitu
pakaian seragam kerja dan perlengkapannya yaitu masker dan penutup kepala
serta sandal khusus yang dikenakan di ruang pengemasan dan tidak digunakan
saat keluar dari ruang pengemasan; dan
3) karyawan selalu mencuci tangan setelah melakukan suatu kerja/proses, tidak
makan, meludah, bersin, merokok saat melakukan produksi.
KPSBU belum melaksanakan pemeriksaan berkala terhadap kesehatan karyawan
sehingga berakibat tidak ada recording kesehatan karyawan. Hal ini beresiko
masuknya bibit penyakit seperti virus hepatitis, bakteri Salmonella typhosa dan lain-
39
lain yang dapat menular melalui saluran pernapasan ke dalam produk akibat
karyawan yang telah bekerja meski masih terdapat bibit penyakit tersebut di dalam
tubuhnya (karier) karena belum adanya recording dan monitoring kesehatan
karyawan oleh perusahaan.
Wadah Kemasan Wadah yang digunakan untuk mengemas adalah gelas plastik polypropylene
yang aman digunakan dan memiliki kestabilan pada suhu 150oC sehingga aman
untuk produk yang membutuhkan sterilisasi panas, dan memiliki kerapuhan pada
suhu -30oC, kaku dan tidak mudah sobek sehingga aman saat distribusi, dan tidak
mempengaruhi isi (Syarief dan Halid, 1993). Sebelu wadah digunakan, gelas plastik
tersebut selalu disterilkan terlebih dahulu sebelum digunakan menggunakan alkohol
90%. Proses pensterilisasian gelas plastik sebaiknya tidak menggunakan alcohol
dikhawatirkan masih ada residu alkohol yang akan tercampur dengan produk saat
dikemas, proses pensterilan sebaiknya dilakukan dengan menggunakan sinar UV
(Tamime, 2006).
Label
Label produk yoghurt KPSBU telah sesuai dengan PP nomor 69 tahun 1999
tentang label dan iklan pangan yaitu tercantum merk dagang dan jenis rasa, setiap
jenis produk diberi warna yang berbeda, komposisi yang sesuai dengan isi, tanggal
kadaluwarsa, nama produsen, serta logo sertifikasi halal dari MUI.
Penyimpanan
Bahan baku berupa stok disimpan dalam jumlah yang terbatas yaitu untuk
penggunaan 3 kali produksi. Penyimpanan sistem FIFO telah diterapkan oleh
koperasi. Penyimpanan bahan dilakukan sebagai berikut :
1) gudang digunakan sebagai tempat penyimpanan gula. Disediakan rak - rak
sehingga bahan tidak menyentuh lantai ± 20 cm dari lantai, ± 10 cm dari dinding
serta jauh dari langit – langit. Kebersihan serta peredaran udara dalam gudang
cukup terjaga dengan tersedianya ventilasi yang cukup dan pembersihan oleh
petugas kebersihan dua kali sehari.
2) flavour disimpan dalam ruang produksi disediakan lemari beretalase yang
terjaga kebersihannya.
40
3) Starter disimpan di dalam refrigerator ruang produksi dengan suhu 0 – 7o C.
4) Produk akhir disimpan dalam freezer tersendiri tanpa ada campuran produk lain
dan terpisah dari ruang produksi, dalam ruangan yang cukup bersih, penerangan
cukup, ada pencatatan tentang produk yang masuk dan keluar.
5) kemasan yang belum digunakan dan label tersimpan rapi di lemari beretalase
yang sama dengan flavour di ruang produksi.
6) Peralatan dan perlengkapan produksi yang belum atau telah digunakan disimpan
dalam ruang produksi.
Gambar 11. Penyimpanan Alat Pengaduk dan Penyaring yang Masih Menempel di Dinding
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut beberapa catatan hal-hal yang perlu
diperbaiki :
1) tidak ada pencatatan secara khusus terhadap penyimpanan bahan (menggunakan
sistem kartu yang berisi ; nama bahan, tanggal penerimaan, asal bahan, jumlah
penerimaan, tanggal keluar gudang, sisa akhir dalam kemasan, tanggal
pemeriksaan, dan hasil pemeriksaan). Keterangan secara lengkap mengenai
penggunaan sistem penyimpanan yang tercatat dalam kartu dapat dilihat pada
Lampiran 3. KPSBU telah menerapkan catatan pembukuan secara sederhana
seperti jumlah dan tanggal bahan yang masuk dan keluar tanpa menggunakan
sistem kartu terhadap bahan yang masuk.
2) terdapat bahan – bahan sanitasi terkemas yang penyimpanannya disatukan dalam
satu lemari dengan bahan tambahan seperti flavor dan bahan kemasan, walaupun
berbeda rak. Sebaiknya bahan-bahan sanitasi diletakkan terpisah untuk
menghindari bahaya kontaminasi kimia karena terjadi kekeliruan dalam
penggunaan.
41
3) belum tersedia tempat penyimpanan peralatan dan perlengkapan produksi yang
tersendiri sehingga mencegah alat terkotori oleh debu dan pencemaran lainnya
(Gambar 11). Tempat penyimpanan tersebut sebaiknya disediakan khusus dapat
berbentuk lemari tertutup atau disediakan tempat penggantungan peralatan yang
tidak menempel dengan dinding, lantai ataupun langit – langit dan alat selalu
disterilisasi dengan air panas setiap selesai ataupun akan digunakan.
Pemeliharaan
Pemeliharaan bangunan dan peralatan produksi masih memerlukan tindakan
sanitasi secara teratur dan berkala. Pembuatan SOP tentang pemeliharaan bangunan
yang meliputi perbaikan dan pembersihan perlu dilakukan dan disosialisasikan
kepada pekerja yang dalam pelaksanaannya harus selalu dimonitoring oleh
supervisor produksi dan Quality Control. Bangunan dan peralatan yang terjaga
kebersihannya akan memperkecil peluang kontaminasi. Usaha pencegahan masuknya
serangga, binatang pengerat dan binatang lain ke dalam bangunan harus dilakukan,
diantaranya dengan memastikan tidak ada celah atau ruang bagi binatang-binatang
tersebut masuk kedalam ruangan. Contoh manajemen pengendalian hama yang dapat
diterapkan KPSBU secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4. Setiap alat yang
digunakan dan berhubungan langsung dengan makanan harus selalu dikenakan
tindakan sanitasi yaitu selalu dicuci dengan sabun atau deterjen food grade serta
dibilas dengan air panas.
42
Tabel 4. Rekapitulasi Penerapan GMP di KPSBU
Aspek GMP Kondisi di lapang Kondisi seharusnya Kesesuaian/koreksi Keterangan/peni-laian
Lokasi dan lingkungan pabrik
§ Berada di dalam kompleks pasar tradisional.
§ Bebas genangan air, serta sarana jalan telah dikeraskan dan dibuatkan saluran pembuangan air yang baik.
§ Pembuangan sampah dan limbah sementara berada di dekat koperasi.
§ Lokasi perusahaan harus berada pada tempat yang bebas pencemaran yaitu daerah pembuangan kotoran sampah, daerah kotor, daerah berpenduduk padat, tempat penimbunan bahan sisa atau sampah serta tempat yang kurang baik salutan pembuangan airnya.
§ Relokasi unit pengolahan hingga berjarak minimal 500 m dari sumber cemaran sampah pasar tradisional.
Jika tidak memungkinkan pemindahan lokasi, maka : § Ruang unit pengolahan
harus tertutup selama pengolahan
§ Dilengkapi dengan fasilitas filter udara
§ Selalu disterilisasi menggunakan sinar uv sebelum dan setelah digunakan.
§ Persen kesesuaian 50%
Bangunan dan ruangan pengolahan
§ Terdapat empat ruang utama, yaitu ruang pemasakan, ruang inkubasi, ruang pengemasan dan ruang penyimpanan.
§ Tata letak pabrik telah sesuai dengan urutan proses, namun terdapat beberapa
§ Urutan tata letak pabrik dan peralatan yang digunakan sesuai dengan alur proses.
§ Luas ruang harus sebanding dengan jumlah karyawan, peralatan yang digunakan, dan tingkat kerumitan proses yang
§ Secara keseluruhan tata letak urutan ruang pengolahan telah sesuai dengan urutan proses.
§ Dibuat ruangan dengan fungsi yang berbeda (pisahkan ruang inokulasi dengan ruang pemasakan)
§ Diperlukan kontrol dan proses pembersihan yang
§ Persen kesesuaian 50%
43
Aspek GMP Kondisi di lapang Kondisi seharusnya Kesesuaian/koreksi Keterangan/peni-laian
proses yang dilakukan pada ruang yang sama.
§ Luas ruang terbatas. § Penempatan
peralatan pengolahan tidak rapi.
§ Adanya penumpukkan barang-barang di ruang pengolahan.
§ Lantai berwarna putih dengan kriteria sesuai persayaratan GMP.
§ Saluran Pembuangan air tidak terdapat penahan bau, saringan dan katup.
§ Sudut pertemuan antara dinding dengan dinding dan dinding dengan lantai masih membentuk siku-siku.
§ Dinding lapis keramik kurang dari 2 m.
berlangsung. § Sudut pertemuan
dinding dengan dinding dan lantai tidak membentuk siku-siku, sehingga dapat memudahkan saat proses pembersihan. Dinding lantai harus memiliki tinggi minimal 2 m dari permukaan lantai.
§ Konstruksi langit-langit, atap, eternit, pintu dan jendela harus terbuat dari bahan yang tahan lama, mudah dibersihkan, dan kuat.
§ Intensitas lampu cukup saat proses berlangsung.
§ Lampu berpenutup. § Terdapat alat pencegah
masuknya hama dan hewan pengerat ke ruang produksi.
§ Ventilasi udara harus
ketat pada dinding dan lantai ruang pengolahan.
§ Sudut antara lantai dengan dinding dan dinding dengan dinding dibuat melengkung
§ Saluran pembuangan air dilengkapi dengan katup dan penghilang bau
§ Dinding berlapis keramik minimal 2 m dan dinding dilapisi dengan cat epoxy
§ Pintu membuka ke luar atau kesamping.
§ (didesain memaksimalkan luas ruangan dan memudahkan pembersihan ruangan)
§ Kekuatan penerangan pada area proses harus 220 lux, area lain 110 lux § ruangan pasteurisasi,
ruang inkubasi 3 unit 2 lampu TL 40 watt
§ ruang pengemasan 2 unit 2 lampu TL 40 watt
44
Aspek GMP Kondisi di lapang Kondisi seharusnya Kesesuaian/koreksi Keterangan/peni-laian
§ Konstruksi atap terbuat dari bahan yang tahan lama, tahan berbagai kondisi.
§ Konstruksi langit – langit terbuat dari bahan internit berwarna terang.
§ Terdapat dua jendela kaca tidak dapat dibuka/tutup dengan jarak 1 m dari lantai.
§ Pintu terbuat dari kayu dan mudah dibersihkan namun pintu membuka ke arah dalam.
§ Penerangan telah menggu-nakan lampu berpenutup di ruang pengemasan.
§ Ventilasi udara belum mampu menjamin peredaran udara dengan baik dan belum mampu menghilangkan uap
mampu menjamin peredaran udara dengan baik, dapat mengatur suhu yang diperlukan dan dapat menghilangkan uap, gas, asap, bau, debu, dan panas yang dapat merugikan kesehatan serta dilengkapi dengan alat yang dapat mencegah masuknya kotoran.
§ ruang penyimpanan 1 unit 2 lampu TL 40 watt
§ Penambahan exhaust fan yang terintegrasi dengan langit-langit di atas area pemanasan
45
Aspek GMP Kondisi di lapang Kondisi seharusnya Kesesuaian/koreksi Keterangan/peni-laian
dalam ruangan pemasakan.
§ Ruang pengemasan telah dilengkapi dengan AC.
Fasilitas Sanitasi
§ Sumber air yang digunakan berasal dari air sumur.
§ Belum dilakukan pengujian terhadap mutu airnya.
§ Terdapat wastafel untuk mencuci tangan di ruang pengolahan.
§ Belum disediakan sabun pencuci tangan dan alat pengering tangan.
§ Letak toilet cukup dekat dengan ruang pemasakan dan tidak terbuka secara langsung dengan ruang produksi.
§ Belum terdapat ruang ganti pakaian karyawan secara
§ Air yang kontak langsung dengan makanan berbeda dengan air yang digunakan untuk proses pembersihan dan pencucian.
§ Terdapat suplai air panas dan dingin.
§ Kualitas air untuk proses produksi sama dengan kualitas air minum.
§ Penempatan wastafel strategis, dekat dengan tempat mengolah produk, dilengkapi dengan sabun dan alat pengering tangan.
§ Toilet/jamban letaknya tidak terbuka langsung ke ruang pengolahan, dilengkapi dengan
§ Menyediakan instalasi water treatment plant atau dengan cara berlangganan dengan supplier air yang telah terjamin untuk men-dapatkan air yang sesuai untuk produksi.
§ Pemeriksaan terhadap kualitas air minimal dua kali dalam setahun (musim kemarau dan musim hujan), pengambilan sampel air bersih dilakukan pada sumber mata air, bak penampungan dan pada air kran terjauh
§ Tempat sampah didesain tertutup rapat menggunakan pijakan kaki sebagai pembuka,
§ Toilet dilengkapi dengan
§ Persen kesesuaian 50%
46
Aspek GMP Kondisi di lapang Kondisi seharusnya Kesesuaian/koreksi Keterangan/peni-laian
khusus. § Memiliki sarana
pengolah limbah cair.
sabun dan alat penunjang lainnya, serta tata tertib penggunaan toilet dan jamban.
§ Terdapat ruang ganti karyawan.
wastafel, sabun cair dan sarana pengering tangan
§ Wastafel yang dilengkapi dengan sabun, handuk atau sarana lain untuk mengeringkan tangan
§ Sarana pembilas sepatu karyawan yang dilengkapi dengan desinfektan di depan ruang produksi
§ Fasilitas ruang ganti pakaian karyawan dilengkapi dengan lemari pakaian
Peralatan produksi
§ Sebagian besar peralatan yang digunakan adalah aman, tahan korosif dan mudah dibersihkan.
§ Semua peralatan dicuci segera setelah digunakan dengan menggunakan air bersih dan sabun (deterjen), serta air hangat untuk alat
§ Peralatan yang digunakan dalam proses produksi harus sesuai dengan jenis produksinya, terbuat dari bahan yang tahan lama, tidak beracun, mudah dipindahkan atau dilepas, permukaan yang berhubungan dengan makanan halus, tidak berlubang atau
§ Peralatan yang di-gunakan telah sesuai.
§ Diperlukan perlindungan khusus (lemari penyimpanan alat) untuk peralatan yang disimpan.
§ Menyediakan ruang steril untuk inokulasi starter
§ Menyediakan lampu UV
§ Persen kesesuaian 75%
47
Aspek GMP Kondisi di lapang Kondisi seharusnya Kesesuaian/koreksi Keterangan/peni-laian
yang sulit untuk dibersihkan.
§ Penempatan alat masih dalam ruang terbuka, belum ada lemari khusus.
bercelah, tidak mngelupas, tidak menyerap air, dan tidak berkarat, tidak mencemari hasil produksi dengan pencemar mudah dibersihkan, didisinfeksi, serta dipelihara.
Bahan § Semua bahan yang digunakan telah mendapat izin dari Depkes.
§ Belum dilakukan pemeriksaan secara organoleptik, fisika, kimia, mikrobiologi dan atau biologi pada bahan-bahan yang digunakan kecuali susu segar.
§ Bahan baku dan bahan tambahan tidak boleh merugikan atau membahayakan kesehatan.
§ Harus dilakukan pemeriksaan secara organoleptik, fisika, kimia, mikrobiologi dan atau biologi sebelum digunakan.
§ Setiap bahan baku harus diuji laboratorium secara berkala (setiap diterima/akan digunakan) dan memiliki jaminan keamanan berdasarkan pengujian secara laboratorium (kimia,fisik,mikrobiologis)
§ Persen kesesuaian 75%
48
Aspek GMP Kondisi di lapang Kondisi seharusnya Kesesuaian/koreksi Keterangan/peni-laian
Produk akhir § Sebelum produk dipasarkan, dilakukan pemeriksaan secara organoleptik, tidak secara kimia dan mikrobiologi pada produk untuk setiap batch produksinya.
§ Setiap produk yang dipasarkan diambil sampel untuk disimpan dalam lab sebagai recording produk yang telah beredar dipasaran.
§ Produk akhir harus sesuai standar mutu yang ditetapkan dan tidak merugikan kesehatan.
§ Harus dilakukan pemeriksaan secara organoleptik, fisika, kimia, mikrobiologi dan atau biologi sebelum diedarkan.
§ Produk akhir harus sesuai dengan standar mutu SNI yoghurt
§ Produk akhir harus selalu diuji organoleptik, fisika, kimia, mikrobiologi sebelum diedarkan
§ Persen kesesuaian 50%
Laboratorium dan pemeriksaan
§ Unit pengolahan ini belum memiliki laboratorium khusus untuk pengujian produk akhir (yoghurt).
§ Perusahaan pengolah pangan memiliki laboratorium pengujian kualitas produk akhir (yoghurt). § Perusahaan yang belum
memiliki laboratorium, dianjurkan untuk memeriksakan produknya ke laboratorium lain diluar perusahaan.
§ Dibutuhkan laboratorium sederhana untuk pe-ngujian produk akhir.
§ Persen kesesuaian 50%
Kesehatan § Keadaan dan kondisi § Karyawan yang sakit § Recording tentang § Persen
49
Aspek GMP Kondisi di lapang Kondisi seharusnya Kesesuaian/koreksi Keterangan/peni-laian
dan kebersihan karyawan
karyawan saat bekerja sehat.
§ Pemeriksaan berkala terhadap kesehatan karyawan pengolahan belum dilakukan oleh koperasi.
§ Karyawan yang sakit tidak melakukan produksi.
§ Recording terhadap keseha-tan karyawan belum di-lakukan.
§ Makan, minum, merokok, meludah (kebiasaan buruk) saat produksi tidak di-lakukan.
§ Karyawan mencuci tangan setelah dan akan melakukan suatu kerja/proses.
§ Hanya karyawan bagian pengemasan saja yang menggunakan jas lab, dan masker saat pengemasan yoghurt.
diistirahatkan. § Pengecekkan
kesehatan karyawan sebelum melakukan proses
§ Terdapat catatan tentang riwayat kesehatan karyawan.
§ Karyawan harus selalu mencuci tangannya sebelum dan setelah melakukan kerja mengolah makanan.
§ Selama mengolah makanan karyawan tidak diperbolehkan memakai perhiasan, arloji, peniti, bros dan perlengkapan lainnya.
§ Karyawan yang bekerja harus selalu dalam kondisi bersih, mengenakan baju kerja serta penutup kepala dan sepatu, dan perlengkapan kerja tidak boleh dibawa keluar dari pabrik.
kesehatan karyawan perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi kesehatan karyawan.
§ Pemeriksaan kesehatan dan kebersihan karyawan dilakukan setiap hari oleh supervisor produksi
§ Penggunaan pakaian khusus dan per-lengkapannya selama mengolah produk perlu dilakukan dan dibedakan dengan pakaian karyawan saat keluar ruang produksi.
§ Setiap 10 menit karyawan melakukan sterilisasi tangan dengan menggunakan alkohol 70%
kesesuaian 50%
50
Aspek GMP Kondisi di lapang Kondisi seharusnya Kesesuaian/koreksi Keterangan/peni-laian
Wadah kemasan
§ Wadah yang digunakan untuk mengemas adalah cup plastik polipropilen aman digunakan, tidak mempe-ngaruhi isi, tidak rusak saat di distribusikan, dan sebelum wadah digunakan, cup plastik tersebut selalu disterilkan terlebih dahulu.
§ Wadah kemasan harus dapat melindungi, tidak berpengaruh terhadap isi, terbuat dari bahan yang tidak melepaskan bagian atau unsure yang menggangu kesehatan dan mempengaruhi mutu, tidak merugikan dan membahayakan konsumen, tahan perlakuan serta menjamin keutuhan isi.
§ Kemasan disterilisasi dengan menggunakan alkohol. Alkohol di-gunakan hanya untuk mensterilisasi alat. Kemasan lebih baik disterilkan dengan menggunakan sinar UV
§ Persen kesesuaian 75%
Label § Label tercantum merk dagang dan jenis rasa, setiap jenis produk diberi warna yang berbeda, komposisi, tanggal kadaluarsa, nama produsen, serta logo lembaga sertifikasi halal.
§ Berdasarkan UU No. 7 Tahun 1996, label pangan memuat nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih, nama dan alamat produk pihak yang memproduksi atau yang memasukkan pangan kedalam wilayah Indonesia, keterangan tentang halal, dan tahun kadaluarsa.
§ Persyaratan label telah dipenuhi.
§ Persen kesesuaian 100%
51
Aspek GMP Kondisi di lapang Kondisi seharusnya Kesesuaian/koreksi Keterangan/peni-laian
Penyimpanan
§ Ruang penyimpanan bahan baku dan produk akhir terpisah.
§ Sistem penyimpanannya yaitu first in first out (FIFO).
§ Kondisi ruang penyimpanan bersih, sirkulasi udara lancar, serta bahan tidak kontak langsung dengan lantai, dinding, maupun langit-langit.
§ Hanya dilakukan pencatatan sederhana mengenai jumlah barang yang masuk dan keluar.
§ Terdapat bahan toksin (sanitasi) yang penyimpanannya disatukan dalam lemari namun berbeda rak dengan flavor.
§ Bahan-bahan berbahaya harus disimpan dalam ruangan tersendiri dan diawasi sehingga tidak membahayakan atau mencemari bahan yang lain.
§ Penyimpanan bahan produksi atau produk akhir sebaiknya menggunakan sistem kartu yang mencantumkan nama bahan/produk, asal bahan (untuk bahan produksi), tanggal dan kode produksi (untuk produk akhir), tanggal dan jumlah penerimaan di gudang, tanggal dan jumlah pengolahan dari gudang, sisa akhir, tanggal pemeriksaan, serta hasil pemeriksaan
§ Pencatatan lebih lengkap mengenai kondisi bahan dan produk perlu di-lakukan.
§ Bahan toksin pada ruang pengolahan disimpan jauh dari produk dan diberi label dengan jelas pada wadahnya
§ Pencatatan penyimpanan menggunakan sistem kartu
§ Disediakan tempat penyimpanan peralatan dan perlengkapan produksi yang tersendiri, mencegah alat terkotori oleh debu dan pencemaran lainnya
§ Persen kesesuaian 75%
52
Aspek GMP Kondisi di lapang Kondisi seharusnya Kesesuaian/koreksi Keterangan/peni-laian
Manajemen pemeliharaan
§ Ruang produksi yang terdapat banyak debu dan kotoran.
§ Monitoring terhadap keefektifan proses kegiatan sanitasi baik sanitasi karyawan, alat, dan ruang sangat kurang.
§ Pemeliharaan dan program sanitasi yang dilakukan di pabrik bertujuan untuk menjamin bahwa bangunan, fasilitas, dan peralatan pabrik terawat dengan baik dan selalu dalam keadaan bersih, menjamin pabrik dan produk bebas dari hama, menjamin penanganan limbah dengan baik, serta memantau keefektifan prosedur pemeliharaan dan sanitasi.
§ Pembuatan SOP semua jenis kegiatan pemeliharaan yang mencakup perbaikan dan pembersihan terhadap bangunan dan peralatan produksi.
§ Kerjasama dari semua karyawan untuk me-melihara sanitasi dan higiene seluruh rantai produksi dan peralatan yang berhubungan dengan produksi
§ Setiap ruang produksi harus dipelihara dan dilakukan sanitasi secara berkala setiap hari
§ Harus dilakukan usaha pencegahan masuknya serangga, binatang pengerat dan binatang lainnya ke dalam area-area produksi
§ Alat dan perlengkapan setelah selesai digunakan selalu dibersihkan dan diletakkan ditempat yang bersih, kering dan bebas hewan pengerat
§ Persen kesesuaian 25%
53
Good Transporting Practices (GTP)
Good Transporting Practices merupakan suatu cara pengangkutan atau
pengiriman yang baik yang mampu menjaga agar produk tetap berkualitas dan aman
hingga ketujuan. Transportasi yang ditinjau meliputi transportasi susu dari peternak
ke koperasi dan produk yoghurt dari koperasi ke agen penjualan. Menurut UU No. 7
tahun 1996 tentang Pangan pengangkutan pangan adalah setiap kegiatan atau
serangkaian kegiatan dalam rangka memindahkan pangan dari satu tempat ke tempat
lain dengan berbagai cara atau sarana angkutan apa pun dalam rangka produksi,
peredaran, dan atau perdagangan pangan. Yoghurt Freshtime dipasarkan di daerah
sekitar Lembang, Bandung hingga mencapai daerah Subang, Purwakarta, Karawang,
dan Indramayu.
Pedoman cara distribusi pangan yang baik seperti dimaksud dalam PP No. 28
tahun 2004 Pasal 7 adalah cara distribusi yang memperhatikan aspek keamanan
pangan, antara lain dengan cara:
1) melakukan cara bongkar muat pangan yang tidak menyebabkan kerusakan
pangan;
2) mengendalikan kondisi lingkungan, distribusi dan penyimpanan pangan
khususnya yang berkaitan dengan suhu, kelembagaan, dan tekanan udara; dan
3) mengendalikan sistem pencatatan yang menjamin penelusuran kembali pangan
yang didistribusikan.
Adapun mengaplikasikannya diadaptasikan dengan pelaksanaan Good
Transporting Practices yang ditinjau menurut New Zealand Food Safety Authhority
(2007) adalah dengan mengamati desain dan konstruksi unit transportasi dan
perlengkapannya, pembersihan dan perawatan peralatan dan unit transportasi,
higiene dan kesehatan karyawan, prosedur operasional, dokumen kontrol dan
penyimpanan catatan serta verifikasi.
Hasil pengamatan penerapan GTP pada unit pengolahan yoghurt di KPSBU
didapatkan masih terdapat kekurangan di beberapa aspek GTP yang dikaji. Penilaian
penerapan GTP yang dilakukan di KPSBU dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 5.
Beberapa aspek GTP memiliki persentase kesesuaian penerapan yang masih berada
di bawah 75%, kecuali aspek verifikasi yang telah dilakukan oleh pihak yang
bertanggung jawab penuh terhadap seluruh kegiatan distribusi/transportasi yoghurt
54
dan susu segar sehingga mempermudah dan mempercepat penentuan kebijakan
dalam kegiatan transportasi jika terdapat bahaya. Rekapitulasi penerapan GTP dan
tindakan koreksi yang disarankan di KPSBU secara lengkap dapat dilihat pada Tabel
7. Perevisian terhadap SOP transportasi sangat perlu dilakukan untuk memenuhi
penerapan aspek-aspek GTP di unit pengolahan yoghurt KPSBU secara benar.
Contoh SOP transportasi dapat dilihat pada Lampiran 6.
Tabel 5. Penilaian Penerapan GTP di Unit Produksi Yoghurt KPSBU
No Parameter Penilaian Kategori penerapan GTP 1. Desain dan konstruksi unit transportasi
dan perlengkapannya 75% Cukup memenuhi
- Transportasi yoghurt (koperasi ke agen penjualan)
50% Kurang memenuhi
- Transportasi susu segar (peternak ke koperasi)
100% Memenuhi
2. Pembersihan dan perawatan peralatan dan unit transportasi
75% Cukup memenuhi
- Transportasi yoghurt (koperasi ke agen penjualan)
50% Kurang memenuhi
- Transportasi susu segar (peternak ke koperasi)
100% Memenuhi
3. Higienitas dan kesehatan karyawan 50% Kurang memenuhi - Transportasi yoghurt (koperasi ke
agen penjualan) 25% Sangat kurang memenuhi
- Transportasi susu segar (peternak ke koperasi)
50% Kurang memenuhi
4. Prosedur operasional 50% Kurang memenuhi - Transportasi yoghurt (koperasi ke
agen penjualan) 50% Kurang memenuhi
- Transportasi susu segar (peternak ke koperasi)
75% Cukup memenuhi
5. Dokumen kontrol dan record keeping 25% Sangat kurang memenuhi
- Transportasi yoghurt (koperasi ke agen penjualan)
25% Sangat kurang memenuhi
- Transportasi susu segar (peternak ke koperasi)
25% Sangat kurang memenuhi
6. Verifikasi 100% Memenuhi - Transportasi yoghurt (koperasi ke
agen penjualan) 100% Memenuhi
- Transportasi susu segar (peternak ke koperasi)
100% Memenuhi
55
Desain dan Konstruksi Unit Transportasi dan Perlengkapannya
Beberapa aspek desain dan konstruksi unit transportasi dan perlengkapannya
yang diamati menurut NZFSA (2007) adalah desain konstruksi alat transportasi,
peralatan pendingin dan pencatatan.
Desain dan Konstruksi Alat Transportasi. Alat transportasi yang digunakan harus
didesain untuk mampu menjaga higiene bahan baku serta produk – produk yang
dihasilkan. Memiliki kemudahan dalam perawatan serta pembersihan dan mampu
mengurangi atau mengatur faktor bahaya dan resiko bagi produk dan bahan baku.
Permukaan dalam alat transportasi harus kuat serta bebas dari lubang dan retak yang
dapat menimbulkan peluang adanya kontaminasi.
Peternak mengangkut susu dari kandang menuju TPK menggunakan milk can
dengan berjalan kaki. Waktu tempuh pengiriman susu segar oleh peternak menuju
TPK maksimal ± 20 menit. Koperasi menggunakan 7 unit truk tangki susu untuk
TPK yang produksi susunya mencapai 3000 liter dan 7 truk bak yang membawa milk
can sebagai wadah susu untuk mengangkut susu dari TPK yang produksinya kurang
dari 3000 liter ke koperasi. Truk tangki susu yang digunakan terbuat dari bahan dasar
stainless dan fiber (Gambar 12.A).
Kendaraan pendistribusian yoghurt yang digunakan adalah mobil kijang yang
didesain seperti kendaraan pribadi (Gambar 12.B). Kendaraan distribusi yoghurt
sebaiknya menggunakan mobil box yang dilengkapi dengan refrigerator agar lebih
mudah dalam pembersihan di bagian dalam kendaraan serta suhu lebih dapat
terkontrol serta resiko bahaya kontaminasi dapat dikurangi dan dikendalikan selama
perjalanan.
Gambar 12. Kendaraan Transportasi Susu Segar dan Yoghurt : (A) Truk dengan tangki double wall, (B) Kendaraan Minibus ber AC
A B
56
Peralatan Pendingin. Alat pendingin yang digunakan harus didesain mampu
mempertahankan suhu yang diinginkan selama pendistribusian dan dilengkapi
dengan peralatan pengontrol suhu serta kelembaban. Koperasi belum memiliki unit
transportasi yang dilengkapi dengan peralatan pendingin seperti kendaraan mobil
box. Alat yang digunakan selama transportasi adalah cool box yang merupakan
wadah yang tidak dilengkapi dengan peralatan pengontrol suhu dan kelembaban
(Gambar 13.A) . Cool box digunakan sebagai wadah agar menahan suhu produk
tidak meningkat dengan cepat selama transportasi. Koperasi menyediakan
refrigerator pada setiap agen penjualan yang dilengkapi dengan pengatur suhu agar
produk bisa segera didinginkan (Gambar 13.B). Kapasitas cool box yang digunakan
adalah 35.100 ml (± 195 cup) dan 37.800 ml (± 210 cup).
Cool box terkadang digunakan untuk menyimpan yoghurt melebihi
kapasitasnya yaitu ditambahkan sekitar 40 cup yoghurt sehingga cool box kurang
tertutup rapat. Koperasi perlu memperhatikan hal ini, kondisi cool box yang kurang
tertutup rapat akan menyebabkan kenaikan suhu pada produk lebih cepat.
Gambar 13. Peralatan pendingin untuk transportasi dan retail : (A) Cool Box, (B) Show Case
Pencatatan. KPSBU sebaiknya perlu menyediakan cheklist record atau dokumen
unit transportasi yang mencakup : keadaan kendaraan, kondisi peralatan pendingin,
dan masalah yang terjadi serta tindakan koreksi yang di ambil oleh karyawan, seperti
perubahan suhu yang terjadi ketika yoghurt didistribusikan. Pencatatan tersebut harus
dilakukan oleh operator pada setiap kendaraan. Contoh form pencatatan dapat dilihat
di Lampiran 6.
A B
57
Pembersihan dan Perawatan Peralatan dan Unit Transportasi
Beberapa aspek desain dan pembersihan dan perawatan peralatan dan unit
transportasi yang diamati menurut NZFSA (2007) adalah pembersihan dan sanitasi,
perbaikan dan perawatan serta pencatatan.
Pembersihan dan Sanitasi. Alat transportasi dijaga dalam kondisi baik dan
higienis. Pembersihan alat transportasi harus sesuai dengan program pembersihan
yang telah dibuat. Program tersebut harus mencakup tentang tata cara pembersihan
alat transportasi tersebut, bahan kimia yang digunakan, frekuensi pembersihan dan
orang yang bertanggungjawab untuk membersihkannya. Bahan kimia yang
digunakan harus sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh produsen bahan tersebut.
Sebelum alat transportasi tersebut digunakan maka harus dipastikan bahwa alat
tersebut dalam keadaan bersih, kering dan tidak berbau yang tidak diinginkan.
Pengecekan akhir harus selalu dicatat. Koperasi perlu menerapkan prosedur tersebut
yang dilengkapi dengan dokumen cheklist record agar kebersihan alat transportasi
yang digunakan untuk pengangkutan bahan baku dan produk lebih terjaga.
Penanggung jawab pembersihan dan sanitasi unit transportasi sebaiknya perlu diatur
guna mengontrol manajemen pembersihan kendaraan distribusi yaitu sebelum dan
setelah digunakan harus selalu dibersihkan baik bagian luar maupun dalam
kendaraan.
Manajemen pembersihan milk can yang dilakukan oleh koperasi yaitu milk
can segera di cuci setelah digunakan dengan cara membersihkan dengan sikat dan
deterjen kemudian dibilas dengan air bersih dan dibilas dengan air yang telah
mendidih. Catatan yang harus diperbaiki oleh KPSBU adalah tata cara pengeringan
milk can yaitu milk can sebaiknya tidak diletakkan terbalik dengan menyentuh lantai
melainkan di gantung di atas rak agar tidak terjadi rekontaminasi.
Pembersihan cool box selalu dilakukan sebelum cool box digunakan maupun
sesudah, dengan cara mencuci bagian dalam cool box dengan spons menggunakan
sabun yang telah dicampur dengan air dan dibilas dengan air. Penggunaan sabun
yang dicampur dengan air memiliki konsentrasi yang rendah sehingga air sabun tidak
mengeluarkan busa dan tidak berbau. Koperasi perlu memperhatikan konsentrasi
pencampuran sabun dengan air yang untuk mencuci cool box agar fungsi sabun
sebagai sanitaiser dapat berlangsung sempurna. Terkadang karyawan tidak
58
menggunakan sabun untuk mencuci cool box, namun hanya menggunakan air dan
spons saja untuk membersihkannya. Koperasi harus memberikan peraturan yang
tegas kepada karyawan dalam melaksanakan SSOP sehingga setiap proses
pembersihan selalu dilakukan menggunakan deterjen agar cool box tetap higienis dan
tidak mengkontaminasi produk.
Perbaikan dan Perawatan. Perbaikan dan perawatan dilakukan pada alat atau
perlengkapan yang berhubungan dengan transportasi yoghurt. Perbaikan dan
perawatan terhadap peralatan tersebut harus secara rutin dilakukan agar alat – alat
dan perlengkapan tersebut berfungsi secara baik dan benar. Pada bagian cool box
yang perlu diperhatikan adalah pegangan, penutup serta lubang saluran air yang
berada di dasar wadah. Salah satu tidak berfungsi maka akan dapat menimbulkan
bahaya fisik maupun mikrobiologi. Pada refrigerator yang perlu diperhatikan adalah
kemampuan refrigerator menyediakan suhu yang diinginkan serta penutup
refrigerator agar suhu didalam refrigerator tetap terjaga.
Pencatatan. KPSBU sebaiknya menyediakan cheklist record atau dokumen yang
mencakup : catatan kebersihan dan inspeksi, perbaikan dan perawatan serta masalah
dan tindakan koreksi yang diambil oleh karyawan, seperti perubahan suhu yang
terjadi ketika yoghurt didistribusikan yang dilakukan oleh operator pada setiap
kendaraan. Contoh form pencatatan dapat dilihat di Lampiran 6.
Higien dan Kesehatan Karyawan
Higiene dan kesehatan karyawan sangat penting bagi seluruh kegiatan
produksi. Karyawan selalu berhubungan langsung dengan produk sehingga menjadi
sumber kontaminasi yang utama terhadap produk apabila higiene dan kesehatannya
tidak terjaga dengan benar. Beberapa aspek higiene dan kesehatan karyawan yang
diamati menurut NZFSA (2007) adalah kesehatan pekerja, pelatihan dan praktek
higienis serta pencatatan.
Kesehatan Pekerja. Pengemudi dan pekerja yang menangani produk ketika
mengalami penyakit diare atau gangguan pernapasan serta penyakit yang didiagnosa
dapat ditularkan melalui makanan (seperti penyakit yang disebabkan oleh
Salmonella, Shigella spp, E. coli spp, Campylobacter, Hepatitis A) maka karyawan
59
harus dihentikan dari penanganan produk. Koperasi telah menerapkan prosedur
tersebut. Karyawan yang sakit diizinkan untuk tidak bekerja.
Pelatihan dan Praktek Higien. KPSBU perlu memberikan pelatihan tentang
pentingnya dan cara-cara untuk menjaga higiene diberikan kepada karyawan yang
menangani produk. Supir atau pekerja berkewajiban meminimalisir peluang
terjadinya kontaminasi pada produk dengan selalu melaksanakan personal higiene
sebelum bersentuhan dengan produk. Sebaiknya KPSBU juga menyediakan sarana
sanitasi yang lengkap seperti wastafel lengkap dengan sabun dan pengering,
tersedianya sabun untuk pembersihan cool box serta cairan pembersih semprot yang
mudah dibawa dan kain lap untuk menjaga kebersihan refrigerator yang berada pada
agen penjualan yoghurt untuk mendukung praktek higiene.
Pencatatan. KPSBU sebaiknya menyediakan pencatatan terhadap higiene karyawan
yang berisi catatan medis karyawan, pelatihan higiene, serta masalah dan tindakan
koreksi yang dilakukan guna memudahkan kontrol terhadap praktek higiene
karyawan selama kerja.
Prosedur Operasional
Beberapa aspek prosedur operasional yang diamati menurut NZFSA (2007)
adalah pendataan peralatan dan perlengkapan pendistribusian, penanganan dan
transportasi, kontrol terhadap wadah pendingin dan suhu, tindakan yang dilakukan
saat kondisi tidak terduga serta pencatatan.
Mendata Peralatan dan Perlengkapan Pendistribusian. KPSBU selalu
memperbaharui data, jumlah dan keadaan peralatan serta perlengkapan distribusi
yang ada secara berkala sehingga mempermudah perawatan peralatan tersebut oleh
petugas operator. Koperasi telah menerapkan prosedur ini dengan baik. Setiap
perlengkapan dan peralatan yang ada didata oleh bagian logistik.
Penanganan dan Transportasi. Bahan baku serta produk akhir ditangani dan
dikirim dengan selalu meminimalkan resiko kontaminasi dan kerusakan,
perkembangbiakan bakteri patogen, dan pembentukan racun. Pengemudi harus selalu
60
memastikan bahwa pengiriman selalu dengan dokumentasi yang tepat. Koperasi
perlu melengkapi dokumen-dokumen yang berisikan :
1) identitas bahan baku atau produk,
2) jumlah, sumber atau asal dari bahan dan produk tersebut.
3) waktu yang diperlukan untuk memuat barang, tujuan pengiriman, dan waktu
ketika bahan atau produk tersebut telah sampai ke tempat tujuan.
4) Produk dilindungi dari kontaminasi selama pemuatan dan penurunan produk.
Beberapa tahap yang terjadi selama proses transportasi adalah tahap pemasukan dan
penurunan muatan, pemindahan dan penanganan produk serta transportasi produk.
Aspek-aspek yang harus dipenuhi pada setiap tahap tersebut meliputi
1) Pemuatan / Penurunan Muatan
Bahaya potensial yang mungkin muncul pada tahap ini adalah
pertumbuhan mikroorganisme pada bahan baku berupa produk susu segar
maupun produk jadi yoghurt akibat dari peningkatan suhu yang tidak dapat
diterima karena penundaan selama proses pemuatan atau penurunan muatan.
Tindakan pencegahan yang harus diterapkan adalah mempercepat waktu
pemindahan produk dan segera diletakkan dalam lingkungan bersuhu dingin pada
refrigerator serta memeriksa suhu produk saat diterima ataupun saat akan
dikirim.
Peternak sapi anggota koperasi mengumpulkan susu segar di tempat
pelayanan koperasi (TPK) untuk di angkut oleh Truk tangki atau truk bak
koperasi. Waktu yang dibutuhkan untuk transportasi susu mulai dari setelah
pemerahan hingga ke tempat pengolahan tidak lebih dari dua jam. Kemudian
koperasi mempercepat proses penerimaan susu segar sebagai bahan baku dengan
segera melakukan proses pemanasan untuk mencegah berkembangnya
mikroorganisme.
Kemasan yoghurt segera dimasukkan kedalam cool box setelah disimpan
dalam freezer. Koperasi belum menerapkan pemeriksaan suhu secara
berkelanjutan dengan termometer pada produk yoghurt yang akan dikirim atau
didistribusikan. Hal ini sebaiknya segera diperbaiki karena koperasi
menggunakan cool box sebagai wadah penyimpanan selama distribusi. Cool box
hanya berfungsi untuk menghambat kenaikan suhu, tidak menurunkan suhu.
61
2) Pemindahan dan Penanganan Produk
Bahaya potensial yang bisa terjadi selama proses ini adalah kontaminasi
mikrobiologi dan fisik pada produk akibat dari kerusakan hasil dari pengemasan
dan penanganan yang tidak benar serta praktek higienis yang kurang baik.
Tindakan pencegahan yang bisa dilakukan :
a. penanganan produk secara benar, bahan baku susu segar serta produk olahan
susu harus selalu diletakkan terpisah dari produk – produk lain yang dapat
menimbulkan kontaminasi;
b. pengoperasian peralatan dan kendaraan pengangkut yang benar saat
memindahkan produk dari satu tempat ke tempat yang lain untuk mencegah
kerusakan kemasan;
c. pintu alat transportasi harus selalu tertutup saat tidak melakukan pemuatan
atau penurunan muatan; dan
d. kesehatan karyawan dan kehigienisan kerja karyawan yang selalu menjaga
kebersihan pribadinya dan peralatan – peralatan yang digunakan selama
bekerja.
Penanganan transfer susu selama dalam kendaraan pengangkut cukup
baik. Pengangkutan dengan kendaraan pick up, susu dalam wadah milk can dijaga
oleh dua orang petugas selama perjalanan. Milk can dipastikan dalam kondisi
tertutup rapat dan susu dijaga agar tidak tumpah. Koperasi telah memiliki
prosedur standar yang baik dalam kegiatan transfer dan handling produk susu
segar dari peternak.
Pada proses penanganan transportasi yoghurt perlu diperhatikan pada
tahap pengisian yoghurt ke dalam cool box sebagai wadah pendistribusian dan
transfer yoghurt dari satu area ke area yang lain yaitu pengisian yoghurt yang
terkadang melebihi kapasitas atau terlalu penuh sehingga kemasan yoghurt tetap
terjaga serta diberikan penambahan es batu dan melakukan pengecekan suhu
setiap 2 jam selama transportasi atau disesuaikan dengan kemampuan cool box
mempertahankan suhu untuk menghindari terjadinya peningkatan suhu hingga
lebih dari 10oC.
62
3) Transportasi Produk
Bahaya yang mungkin mucul adalah bahaya mikrobiologi, kimia, atau
fisik dari pembersihan dan perawatan alat angkut atau wadah pengangkut produk
yang tidak benar dan dari produk – produk lain yang diangkut secara bersamaan.
Selain itu juga bahaya berkembangnya mikroorganisme muncul akibat suhu yang
tidak terjaga dan penundaan pengiriman yang terlalu lama.
Tindakan pencegahan yang bisa dilakukan adalah perawatan dan
pembersihan milk can dan cool box sebagai wadah pengangkutan secara
berkelanjutan dan benar yaitu menggunakan sanitaiser. Memastikan agar milk
can aman dari panas matahari. Jadwal kedatangan kendaraan pengangkut harus
teratur setiap hari dan tepat waktu sehingga tidak terjadi penundaan
pengangkutan yang terlalu lama. Menurut Saleh (2004) susu harus segera di
dinginkan atau diolah dalam waktu kurang dari 2,5 jam setelah pemerahan.
Susu yang baru diperah (keluar dari ambing) memiliki suhu 37oC. Susu
yang berasal dari ambing sapi yang sehat secara praktis bebas dari bakteri, namun
demikian harus segera dihindari dari kontaminasi lebih lanjut. Pendinginan susu
pada suhu 4oC atau pengolahan susu merupakan cara untuk menghambat
aktivitas mikroorganisme, namun jika suhu telah naik maka mikroorganisme
akan aktif kembali (Rachmawan, 2001). Koperasi telah menerapkan prosedur
pengangkutan susu sesuai jadwal dengan baik.
Mengontrol dan memonitor suhu didalam cool box selama pendistribusian
sangat perlu dilakukan. Koperasi belum melaksanakan pengecekan suhu pada
distribusi yoghurt. sebaiknya koperasi juga memberikan prosedur yang ketat
kepada karyawan untuk segera mengantarkan yoghurt ke tempat tujuan dan
segera disimpan ke dalam refrigerator agar yoghurt suhunya tidak lebih dari
15oC karena pada suhu tersebut mikroorganisme akan berkembang dengan baik
(Sudiara dan Sabudi, 1995) selain itu Wadah pendingin juga harus diisi sesuai
dengan kapasitas agar kemampuan wadah pendingin tersebut tetap terjaga dan
kemasan produk tidak rusak.
Produk yang kemasannya telah rusak harus ditangani dengan baik guna
meminimalisir kontaminasi pada produk lain serta lingkungan sekitar tempat
penyimpanan produk atau bahan tersebut. Koperasi telah melaksanakan prosedur
63
tersebut dengan baik, setiap ada produk yang rusak kemasannya selalu
dipisahkan dan sisa tumpuhan dari produk tersebut segera dibersihkan.
Kontrol Wadah Pendingin dan Suhu. Pengecekan temperatur harus selalu
dilakukan dan dicatat pada awal pendistribusian dan akhir distribusi, serta pada
kondisi – kondisi yang diperkirakan terjadinya kenaikan suhu didalam wadah
pendingin juga harus dicatat, seperti kerusakan pada AC kendaraan atau cuaca yang
terlalu panas. Suhu yoghurt pada awal pendistribusian adalah 7oC sedangkan pada
akhir pendistribusian adalah 16oC.
Kenaikan suhu produk selama pendistribusian adalah tercatat sebagai berikut:
1) Daerah pemasaran Bandung dan sekitarnya, dengan waktu perjalanan sekitar 3-4
jam, suhu awal yoghurt adalah 4oC-7oC dan suhu akhir yoghurt adalah sekitar
9oC-12oC.
2) Daerah pemasaran Subang, Purwakarta, dan Indramayu dengan waktu perjalanan
sekitar 5-6 jam, suhu awal yoghurt adalah 4oC-7oC dan suhu akhir yoghurt
setelah sampai di Indramayu sekitar 16oC-17oC.
Peningkatan suhu coolbox seharusnya tetap dijaga agar selalu dibawah 10oC
agar peningkatan pertumbuhan mikroorganisme patogen yang mungkin
terkontaminasi selama poses produksi. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan oleh
koperasi adalah memberikan penambahan es batu didalam coolbox agar suhu
yoghurt tetap berada pada selang suhu 00C – 100C.
Tindakan Saat Terjadi Kondisi – Kondisi Tidak Terduga. Koperasi telah
menetapkan prosedur tindakan yang harus dilakukan pada saat – saat kondisi tak
terduga. Pengemudi mengetahui pihak yang dapat dihubungi segera guna
mengambil keputusan jika terjadi kondisi yang tidak diduga selama distribusi, seperti
kerusakan atau kehilangan produk, gagal mempertahankan suhu sesuai dengan yang
ditetapkan, kerusakan kendaraan dan produk jatuh dari kendaraan pengangkut.
Produk yang rusak atau tidak sesuai dengan kondisi yang telah ditentukan
dipisahkan, kemudian kepala bagian memberikan instruksi langsung tentang tindakan
yang harus diambil oleh petugas.
Pencatatan. Pencatatan terhadap prosedur operasi kegiatan transportasi perlu
dilakukan dan berisikan tentang dokumen pengiriman, suhu produk serta masalah
64
dan tindakan koreksi yang dilakukan. Koperasi belum menerapkan kegiatan
pencatatan ini dan sebaiknya perlu diterapkan guna memudahkan kontrol terhadap
kegiatan transportasi atau distribusi produk.
Dokumen Kontrol dan Penyimpanan Catatan
Setiap kegiatan selama proses distribusi selalu dicatat untuk memudahkan
dalam pengontrolan dan tindakan koreksi yang dapat dilakukan. Dokumen pencatat
dibuat oleh setiap karyawan yang bersangkutan dengan kegiatan distribusi dan pihak
yang diberi wewenang untuk menjaga agar proses pendistribusian berjalan dengan
benar serta menunjukkan situasi atau keadaan yang terjadi sebenarnya. Sebaiknya
untuk pendistribusian yoghurt perlu disediakan dokumen kontrol dan penyimpanan
catatan pada setiap tahap transportasi secara terorganisasi dan lengkap. Koperasi
perlu menyediakan form dengan lebih lengkap dan terorganisasi.
Verifikasi
Tindakan verifikasi dilakukan oleh orang yang memiliki tanggung jawab
penuh serta mampu menguasai pelaksanakan GTP dengan baik. Tindakan verifikasi
yang dilakukan adalah mengkoreksi dokumentasi yang ada, disesuaikan dengan
keadaan yang terjadi secara nyata, menganalisis bahaya baru yang mungkin timbul,
dan memecahkan masalah yang terjadi.
Penerapan Good Transporting Practices di KPSBU masih terdapat beberapa
kekurangan.
Good Retailing Practices (GRP)
Pemerintah memberikan pedoman tentang pelaksanaan ritel yang baik dalam
PP no 28 tahun 2004 pasal 8 adalah cara ritel yang memperhatikan aspek keamanan
pangan, antara lain dengan cara:
1) mengatur cara penempatan pangan dalam lemari gerai dan rak penyimpanan agar
tidak terjadi pencemaran silang;
2) mengendalikan stok penerimaan dan penjualan;
3) mengatur rotasi stok pangan sesuai dengan masa kadaluwarsanya; dan
4) mengendalikan kondisi lingkungan penyimpanan pangan khususnya yang
berkaitan dengan suhu, kelembagaan, dan tekanan udara.
65
Pedoman cara ritel pangan yang baik tersebut akan digunakan sebagai acuan dalam
pemasaran produk yoghurt Freshtime di KPSBU Lembang. Contoh SOP pelaksanaan
Good Retail Practices yang dapat diterapkan oleh KPSBU dapat dilihat pada
Lampiran 7.
Cara Penempatan Pangan
Koperasi menyediakan refrigerator khusus produk koperasi yang dilengkapi
dengan pengatur suhu bagi setiap agen penjualan. Pada refrigerator tersebut tidak
terdapat produk selain produk yoghurt koperasi. Namun dalam beberapa tempat
penjualan, refrigerator yang disediakan khusus oleh koperasi untuk agen penjualan
terkadang digunakan juga untuk menyimpan produk – produk lain selain yoghurt
seperti sayuran, adonan dan produk – produk minuman lainnya dengan kemasan
tetrapack atau kemasan botol dan produk pangan lain yang dijual oleh agen tersebut.
Terjadinya pencampuran berbagai produk selama pemasaran dalam lemari
pendingin berisi yoghurt sebaiknya perlu diperhatikan oleh koperasi, karena
dikhawatirkan akan terjadi kerusakan kemasan yoghurt yang berakibat pada
kerusakan produk dan berakibat pada keamanan yoghurt. KPSBU perlu melakukan
penyuluhan kepada agen penjualan tentang tata cara penempatan produk pangan
yang baik dan benar karena rentannya terjadi kerusakan pada kemasan yoghurt dan
terjadinya kontaminasi silang.
Pengendalian Stok Penerimaan dan Penjualan
Suplai yoghurt dilakukan berdasarkan catatan dari pihak koperasi (sesuai
dengan tanggal kadaluarsa produk dan jadwal pengiriman yang ditetapkan oleh
koperasi untuk agen tersebut). Pada situasi khusus, agen penjualan akan meminta
koperasi untuk mensuplai yoghurt ketika jumlah yoghurt yang tersisa telah sedikit
meski belum dalam waktu yang ditetapkan oleh koperasi. Jumlah yoghurt yang
disuplai disesuaikan dengan permintaan agen penjualan yang mengetahui besarnya
permintaan konsumen akan produk yoghurt di daerah tersebut. Yoghurt yang
mendekati tanggal kadaluarsa ditarik dan diganti dengan yoghurt yang baru
diproduksi sebagai tindakan quality assurance.
66
Mengatur Rotasi Stok Pangan sesuai dengan Masa Kadaluwarsanya
Koperasi mengatur rotasi penempatan produknya sesuai dengan tanggal
kadaluwarsa, untuk produk yang telah lama ditempatkan di rak bagian atas show case
refrigerator sedangkan produk baru ditempatkan di rak bagian bawah secara
berurutan. Penataan produk dalam lemari pendingin untuk penjualan ditampilkan
juga sesuai dengan prinsip FIFO, yaitu produk yang pertama masuk kedalam
refrigerator akan dijual terlebih dahulu sehingga diletakkan pada rak bagian atas
refrigerator dengan tujuan lebih mudah dijangkau konsumen.
Mengendalikan Kondisi Lingkungan Penyimpanan
Refrigerator diletakkan pada ruangan yang diatur posisinya sehingga tidak
secara langsung terkena panas matahari dengan tujuan agar tidak menyebabkan
meningkatnya suhu didalam alat pendingin tersebut. Suhu dalam refrigerator diatur
pada kisaran suhu 2 - 40C dan selalu dijaga kebersihannya oleh karyawan.
Sebaiknya untuk setiap agen penjualan KPSBU memberikan pembinaan
penambahan pengetahuan tentang higienis dan handling produk, sehingga:
1) refrigerator yang disediakan selalu dijaga kebersihannya
2) refrigerator yang disediakan tidak digunakan untuk penyimpanan dengan bahan-
bahan lain yang dapat menyebabkan kontaminasi silang, untuk menghindari
terjadi penurunan kualitas yoghurt oleh agen – agen tersebut selama penjualan
3) agen juga diberi pengetahuan tentang pentingnya melakukan pengontrolan suhu
untuk menjaga kualitas yoghurt, yaitu mempertahankan refrigerator tetap
bersuhu dibawah 4oC.
Penerapan Standard Sanitation Operational Procedur (SSOP)
Standard Sanitation Operational Procedur merupakan aplikasi dari kegiatan
GMP dan merupakan prasyarat terlaksananya sistem HACCP yang efektif. SSOP
merupakan prosedur yang mewajibkan setiap proses dilakukan dalam kondisi dan
cara yang mengaplikasikan sanitasi. Pengamatan SSOP pada unit pengolahan
yoghurt koperasi berdasarkan delapan aspek kunci menurut FDA (1995) adalah
keamanan air, cara pencegahan kontaminasi dari pekerja, kondisi kebersihan
permukaan yang kontak dengan makanan, fasilitas sanitasi di ruang pengolahan,
67
perlindungan terhadap kemasan dan bahan-bahan yang digunakan, sistem pelabelan
dan penyimpanan produk, kontrol kesehatan pegawai serta pencegahan hama pabrik.
Hasil pengamatan penerapan SSOP pada unit pengolahan yoghurt di KPSBU
didapatkan masih terdapat kekurangan di beberapa aspek SSOP yang dikaji. Pada
Tabel 6 dapat dilihat persentase kesesuaian penerapan SSOP di KPSBU terhadap
beberapa aspek SSOP yang telah ditentukan oleh FDA (1995). KPSBU perlu
memperbaiki dan memenuhi kekurangan-kekurangan yang ada di setiap aspek SSOP.
Rekapitulasi penerapan SSOP pada KPSBU dapat dilihat pada Tabel 8. Pengawasan
secara ketat terhadap karyawan dan penyediaan fasilitas sanitasi secara lengkap perlu
dilakukan. Contoh SSOP yang dapat diterapkan oleh KPSBU dapat dilihat pada
Lampiran 9.
Tabel 6. Penilaian Penerapan SSOP di Unit Produksi Yoghurt KPSBU
No Parameter Penilaian Kategori penerapan SSOP 1. Keamanan air 25% Sangat kurang memenuhi 2. Pencegahan kontaminasi silang dari
pekerja 50% Kurang memenuhi
3. Kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan
50% Kurang memenuhi
4. Fasilitas sanitasi di ruang pengolahan
<25% Tidak memenuhi
5. Perlindungan dari bahan cemaran (adulteran)
50% Kurang memenuhi
6. Sistem pelabelan dan penyimpanan produk
75% Cukup memenuhi
7. Kontrol kesehatan pegawai 25% Sangat kurang memenuhi 8. Pencegahan hama pabrik 25% Sangat kurang memenuhi
Keamanan Air
Air yang digunakan adalah air sumur dan belum mengalami pengujian secara
laboratorium. Mutu air yang digunakan untuk proses pengolahan harus memiliki
mutu seperti air minum (Depkes, 1998). Sebaiknya air tersebut dilakukan pengujian
kualitas terlebih dahulu agar diketahui tingkat keamanannya dari segi kandungan
mineralnya atau dari kandungan mikrooganismenya. Instalasi water treatment plant
perlu disediakan demikian juga tangki penampungnya sehingga KPSBU memiliki
supply air yang terjamin untuk dapat selalu menyediakan air bersih dengan mutu air
minum. Menurut Soekarto (1990), persyaratan mutu air minum yang terpenting
68
adalah harus bebas dari bakteri dan senyawa kimia yang berbahaya serta tidak
berwarna, tidak berbau, tidak menimbulkan rasa aneh dan tidak keruh.
Kualitas air yang memenuhi standar air minum dapat dihasilkan melalui
tahap-tahap pengolahan yang ketat seperti a) pemurnian air yang meliputi
penyaringan air, 2) penghilangan padatan tersuspensi dengan koagulan atau filter, 3)
disinfeksi air dengan menggunakan bahan kimia (klorin) atau fisik (ozon, ultraviolet)
dan 4) pelunakan air dengan menggunakan lime soda atau resin penukar ion (thaheer,
2005). Standar kualitas air minum harus mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan
RI No. 416/MENKES/Per/IX/1990 dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 8.
Pencegahan Kontaminasi dari Pekerja
Atribut pencegahan kontaminasi dari pekerja adalah penyediaan seragam
khusus, masker, penutup kepala, serta sandal khusus yang disediakan oleh pihak
koperasi. Atribut tersebut digunakan pada saat pengolahan terutama dalam ruang
pengemasan, sedangkan pada ruang pengolahan disediakan pakaian seragam
koperasi. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa pekerja kurang mematuhi
peraturan yang ada, hair net yang disediakan tidak digunakan selama proses
pengemasan (Gambar 14).
Gambar 14. Penerapan Higiene Personal Karyawan di Ruang Pengemasan yang Belum Sesuai
Rambut adalah sumber kontaminasi dari mikroorganisme. Koperasi harus
lebih memperhatikan dan lebih tegas dalam menegakkan higiene personal karyawan
selama proses produksi. Pencegahan kontaminasi dari pekerja juga diterapkan
dengan selalu melakukan pencucian tangan dengan teepol dan dengan menggunakan
69
alkohol 70% sebelum melakukan produksi, SOP ini hanya dilakukan pada ruang
pengemasan, sedangkan pada ruang pemasakan susu hanya pencucian tangan dengan
air. Sebaiknya penerapan SSOP pencucian tangan juga diterapkan pada seluruh tahap
proses pengolahan tidak hanya tahap pengemasan dan prosedur pencucian tangan
sebaiknya ditempel pada area masuk ruang produksi untuk mengingatkan karyawan
agar selalu menjaga kebersihan tangan berikut dengan penyediaan fasilitas sanitasi
tangan secara lengkap.
Hal yang masih belum mendapat perhatian adalah karyawan dapat
berkunjung ke bagian lainnya dan membantu pekerjaan karyawan pada bagian lain.
Misalnya, karyawan bagian pasteurisasi susu yang membantu karyawan bagian
pengemasan saat menunggu proses pendinginan susu. Hal ini mungkin disebabkan
karena terbatasnya jumlah karyawan yang dimiliki yaitu 4 orang didalam area
produksi. Kebijakan koperasi dalam pengaturan tugas dan alur kerja karyawan sangat
diperlukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Area pengemasan harus
dijadikan area yang memiliki tingkat higiene yang lebih tinggi. Setiap karyawan
yang memasuki area pengemasan harus benar-benar menjaga kebersihan dirinya dan
melakukan tindak sanitasi secara menyeluruh yaitu, kebersihan tangan, pakaian dan
anggota tubuh yang lain serta menggunakan kelengkapan hair net, masker, seragam
khusus serta sandal khusus.
Kondisi Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Makanan
Peralatan dan perlengkapan yang kontak makanan sebagian besar terbuat dari
bahan stainless dan aluminium yang tahan korosif, seperti milk can untuk memasak
susu, pengaduk, penangas air, dan wadah tempat menampung yoghurt sementara.
Alat-alat tersebut masih dalam kondisi baik dan layak pakai. Pencucian dilakukan
segera setelah penggunaan dengan menggunakan tipol serta air panas. Alat-alat yang
digunakan untuk produksi biasanya dicuci dengan air biasa dan menggunakan tipol,
kemudian dibilas dengan menggunakan air panas. Hal yang perlu mendapat perhatian
oleh koperasi adalah belum tersedianya tempat penyimpanan khusus bagi peralatan
yang kontak dengan makanan. Penyimpanan dilakukan pada area produksi.
Pembersihan area produksi belum dilakukan secara sempurna banyak bagian-
bagian di dalam area yang terlupakan untuk dibersihkan seperti dinding, langit-
langit, jendela, ventilasi serta daerah-daerah dibelakang inkubator dan freezer yang
70
memungkinkan terjadinya rekontaminasi terhadap perlatan yang telah di bersihkan.
Sebaiknya disediakan tempat khusus untuk menyimpan peralatan yang telah dicuci
agar terhindar dari rekontaminasi dan seluruh bagian area produksi harus tersanitasi
secara rutin.
Pembuatan jadwal pembersihan dan mendaftar semua area dan alat yang
harus dibersihkan secara rutin perlu dilakukan oleh koperasi. Pemantauan terhadap
proses pembersihan juga perlu dilakukan oleh supervisor produksi atau QC agar
proses pembersihan terkontrol dengan baik dan tidak menyebabkan sumber
kontaminasi pada prses produksi. QC diharapkan melakukan pengujian terhadap
tindak sanitasi yang dilakukan secara rutin setiap bulannya dengan melakukan uji
mikrobiologi terhadap peralatan yang kontak dengan makanan agar diketahui jumlah
mikroba yang terdapat pada permukaan peralatan tersebut. Berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 715/MENKES/SK/V/2003 total mikroba maksimum
permukaan alat atau mesin adalah 102 koloni/cm2 dan tidak terdapat E. Coli. Oleh
karena itu pengujian mikrobiologi terhadap alat harus dilakukan secara rutin untuk
mencegah kontaminasi silang.
Fasilitas Sanitasi di Ruang Pengolahan
Kebersihan personil yang harus diperhatikan adalah rambut, mandi, cuci
tangan dan membersihkan kuku (Thaheer, 2005). Kebersihan badan personil dapat
tercium dari bau serta rambut yang kotor dan berminyak akan menjadi sumber
kontaminasi bakteri serta spora kapang. Fasilitas sanitasi yang disediakan antara lain
bak pencuci tangan yang berada di dekat pintu masuk ruang produksi dan toilet yang
letaknya ± 5 m di luar ruang produksi. Fasilitas pencuci tangan khusus untuk toilet
seperti wastafel dan sabun cuci tangan belum disediakan. Fasilitas bak pencuci
tangan yang berada di area pintu masuk ruang produksi belum dilengkapi dengan
sabun atau deterjen dan alat pengering. Tempat sampah tertutup letaknya terpisah ± 1
m dari bak cuci tangan.
Penyediaan tempat sampah perlu diperhatikan oleh koperasi, tempat sampah
adalah sumber cemaran yang tinggi sehingga desain dan penempatannya harus baik,
desain tempat sampah yang dianjurkan adalah tempat sampah yang dapat tertutup
rapat dan memiliki pijakan kaki sebagai alat pembuka tutup dan sebaiknya tempat
71
sampah diletakkan pada area yang tidak dapat menimbulkan cemaran terhadap
proses produksi.
Pemeliharaan fungsi fasilitas sanitasi yang telah tersedia perlu dilakukan
dengan selalu menyediakan atribut pelengkapnya yaitu sanitaiser dan alat pengering.
Penyediaan fasilitas ruang ganti pakaian karyawan juga diperlukan guna menghindari
kontaminasi silang antara pakaian yang digunakan di luar ruang produksi dengan
pakaian yang digunakan di dalam ruang produksi.
Perlindungan terhadap Kemasan atau Bahan-Bahan yang Digunakan dari Bahan Cemaran (Adulteran)
KPSBU tidak melakukan perlindungan khusus terhadap kemasan dan bahan-
bahan yang digunakan. Bahan baku essens, kemasan dan sanitizer disimpan dalam
etalase di ruang yang terpisah dengan ruang produksi. Seharusnya bahan sanitaiser
disimpan di dalam gudang dan disimpan di dalam box tertutup yang diberi label
dengan jelas mengenai bahan yang tersimpan didalamnya dan bahan sanitaiser
dikeluarkan jika akan digunakan. Bahan baku essens disimpan di dalam refrigerator
untuk menghindari peluang tumbuhnya mikroorganisme selama penyimpanan.
Bahan kemasan sebaiknya disimpan berbeda, untuk kemasan yang akan digunakan
disimpan di area steril yang dilengkapi dengan sinar UV dan untuk kemasan stok
disimpan di etalase yang bersih dan bebas dari hama, sehingga penggunaan kemasan
tidak tertukar dan tidak menjadi sumber kontaminasi bagi produk.
Bahan baku gula disimpan di dalam gudang yang terpisah dari ruang proses
produksi dan diletakkan diatas rak yang tidak menyentuh langsung ke permukaan
lantai. Bahan-bahan tersebut disimpan lengkap dengan kemasan asli dari supplier.
Hal yang perlu diperhatikan oleh koperasi adalah botol spray yang berisi alkohol
70% untuk mensanitasi meja atau untuk keperluan sanitasi bagi karyawan yang
diletakkan di dalam area pengemasan harus diberi label yang jelas dan tidak boleh
ditempatkan di meja tempat menangani produk untuk menghindari tercecernya atau
tersemprotnya alkohol ke dalam produk.
Sistem Pelabelan Penyimpanan Produk
Pelabelan penyimpanan bahan sangat penting dilakukan untuk menghindari
kesalahan penggunaan bahan serta memudahkan pengontrolan bahan-bahan yang
disimpan sehingga bahaya akibat kesalahan penggunaan dapat dihindari dan alur
72
keluar masuk barang dari gudang dan tempat penyimpanan produk akhir dapat
dicatat dan ditelusuri kembali untuk kepentingan monitoring atau audit internal. Saat
ini sistem penyimpanan yang diterapkan oleh koperasi adalah sistem FIFO (first in
first out). Belum ada pelabelan khusus yang dilakukan untuk menandai bahan baku
serta bahan toksin selama penyimpanan label yang digunakan sesuai dengan label
dari supplier. Sebaiknya juga dilakukan pengecekan kembali kesesuaian label dengan
isi untuk menghindari kesalahan penggunaan dan keamanan produk atau bahan.
Kontrol Kesehatan Pegawai
KPSBU telah menetapkan kebijakan bahwa karyawan yang sakit dan
mengalami luka yang cukup besar atau parah diberi izin untuk beristirahat dirumah
dan tidak diperbolehkan bekerja hingga sembuh untuk menghindari kontaminasi
mikrobiologi terhadap produk ataupun menularkan penyakit kepada karyawan yang
lainnya. KPSBU telah menyediakan pelayanan kesehatan bagi karyawannya bekerja
sama dengan rumah sakit terdekat, namun KPSBU belum melakukan pengecekan
kesehatan karyawan secara rutin. Sebaiknya KPSBU juga menjalin kerjasama
dengan rumah sakit terdekat untuk memeriksakan kesehatan karyawannya secara
berkala karena pemeriksaan kesehatan penting untuk mengetahui adanya carrier
penyakit menular pada karyawan.
Pencegahan Hama Pabrik
Ruang pengolahan di desain tertutup dengan dilengkapi kain kasa pada
ventilasi untuk mencegah masuknya serangga, sehingga pihak perusahaan meyakini
tidak perlu adanya penggunaan pestisida. Namun menurut pengamatan terdapat
beberapa kondisi area ruangan yang memungkinkan masuknya hama ke dalam ruang
produksi. Beberapa kondisi tersebut diantaranya selama proses pemasakan pintu
ruang produksi dibiarkan terbuka, serta terdapat penumpukan peralatan produksi
yang memungkinkan menjadi tempat sembunyinya hama dan saluran pembuangan
air yang tidak dilengkapi katup penutup. Sebaiknya perusahaan tetap melakukan
monitoring dan tindakan pencegahan dengan memasang perlatan pest control pada
area – area tertentu.
73
Tabel 7. Rekapitulasi Penerapan GTP di KPSBU
No. Aspek GTP Tahapan
Kondisi di Lapangan (Peternak ke koperasi)
Kondisi di Lapangan (Koperasi ke agen penjualan)
Kondisi seharusnya Kesesuaian/koreksi Penilaian
Desain dan konstruksi alat transportasi
Koperasi menggunakan truk dengan tangki sebagai wadah susu dan mobil pick up dengan milk can sebagai wadah susu.
Kendaraan pendistribusian yoghurt yang digunakan adalah mobil kijang dengan kondisi untuk kendaraan pribadi
Alat transportasi harus didesain mampu menjaga kehigienisan bahan baku dan produk. Mudah dalam perawatan dan pembersihan, mampu mengurangi / mengatur faktor bahaya dan resiko. Permukaan dalam alat transportasi harus kuat, bebas lubang dan retak.
Sebaiknya koperasi menggunakan kendaraan distribusi khusus yang dilengkapi dengan pendingin (Mobil box). Serta kendaraan truk tangki susu yang dilengkapi dengan pendingin.
Persen kesesuaian 75%
Peralatan pendingin
Wadah yang digunakan adalah milk can dan tangki truk susu tanpa alat pendingin.
Alat yang digunakan selama transportasi adalah cool box yang merupakan wadah yang tidak dilengkapi dengan peralatan pengontrol suhu dan kelembaban.
Alat pendingin didesain mampu menyediakan temperatur yang diinginkan dan dilengkapi dengan peralatan pengontrol suhu serta kelembaban
Peralatan pendingin yang digunakan sebaiknya yang dilengkapi dengan peralatan pengontrol suhu.
1. Desain dan konstruksi unit transportasi dan perlengkapannya
Pencatatan Belum dilakukan kegiatan pencatatan secara terorganisasi.
Belum dilakukan kegiatan pencatatan secara terorganisasi.
Disediakan cheklist record untuk setiap situasi yang terjadi dan tindakan koreksi yang dilakukan oleh karyawan
Disediakan form atau dokumen yang mencakup : Keadaan kendaraan, kondisi peralatan pendingin, dan masalah yang terjadi serta tindakan
74
No. Aspek GTP Tahapan
Kondisi di Lapangan (Peternak ke koperasi)
Kondisi di Lapangan (Koperasi ke agen penjualan)
Kondisi seharusnya Kesesuaian/koreksi Penilaian
koreksi yang di ambil.
2. Pembersihan dan perawatan peralatan dan unit transportasi
Pembersihan dan sanitasi
Prosedur pembersihan telah diatur oleh koperasi, kendaraan terutama tangki susu dan milk can yang selalu dibersihkan setiap selesai digunakan.
Manajemen pembersihan mobil diserahkan kepada masing – masing karyawan yang mendistribusikan yoghurt.
• Pembersihan alat transportasi harus sesuai dengan program yang mencakup tentang tata cara pembersihan , bahan kimia yang digunakan, frekuensi pembersihan dan orang yang bertanggungjawab.
• Sebelum digunakan alat transportasi harus dipastikan dalam keadaan bersih, kering dan tidak berbau.
• Pengecekan akhir harus selalu dicatat.
Setiap kendaraan sebaiknya diatur jadwal pembersihannya baik bagian luar kendaraan maupun dalam kendaraan.
Persen kesesuaian 75%
75
No. Aspek GTP Tahapan
Kondisi di Lapangan (Peternak ke koperasi)
Kondisi di Lapangan (Koperasi ke agen penjualan)
Kondisi seharusnya Kesesuaian/koreksi Penilaian
Perbaikan dan perawatan
Manajemen perbaikan telah diatur oleh koperasi dengan bagian logistik sebagai penanggung jawab, khusus perbaikan unit transportasi di serahkan pada bagian perbengkelan sedangkan perawatan diserahkan kepada karyawan pengangkutan susu.
Manajemen perbaikan telah diatur oleh koperasi dengan bagian logistik sebagai penanggung jawab khusus perbaikan unit transportasi di serahkan pada bagian perbengkelan sedangkan perawatan diserahkan kepada karyawan pendistribusian yoghurt.
Perbaikan dan perawatan terhadap peralatan tersebut harus secara rutin dilakukan.
Perbaikan dilakukan setiap terdapat kerusakan dan perawatan dilakukan setiap waktu.
Pencatatan Belum dilakukan kegiatan pencatatan secara terorganisasi.
Belum dilakukan kegiatan recording secara terorganisasi.
Disediakan cheklist record untuk setiap situasi yang terjadi dan tindakan koreksi yang dilakukan oleh karyawan
Disediakan form atau dokumen yang mencakup : catatan kebersihan dan inspeksi, perbaikan dan perawatan serta setiap masalah dan tindakan koreksi yang diambil.
76
No. Aspek GTP Tahapan
Kondisi di Lapangan (Peternak ke koperasi)
Kondisi di Lapangan (Koperasi ke agen penjualan)
Kondisi seharusnya Kesesuaian/koreksi Penilaian
Kesehatan pekerja
Karyawan yang sakit diizinkan untuk tidak bekerja.
Karyawan yang sakit diizinkan untuk tidak bekerja.
Pengemudi dan pekerja yang menangani produk ketika mengalami penyakit diare atau gangguan pernapasan serta penyakit yang ditularkan melalui makanan (seperti penyakit yang disebabkan oleh Salmonella, Shigella spp, E. coli spp, Campylobacter, Hepatitis A) maka harus dihentikan dari penanganan produk.
Telah sesuai, setiap karyawan yang sakit tidak diperbolehkan bekerja di bagian produksi yang kontak langsung dengan produk. Manajer produksi perlu mengadakan pemeriksaan rutin terhadap karyawan untuk mengontrol higien kerja dan mengendalikan kesehatan personel (bekerja sama dengan klinik/RS)
Persen kesesuaian 50%
3. Higienitas dan kesehatan karyawan
Pelatihan dan praktek higienitas
Pengetahuan tentang higienis personal telah diberikan
Pengetahuan tentang higienis personal telah diberikan
Pelatihan tentang kehigienisan kerja karyawan diberikan kepada karyawan yang menangani produk.
Pelatihan sebaiknya perlu dilakukan untuk meningkatkan kesadaran karyawan tentang pentingnya bekerja secara higienis. Pemenuhan fasilitas sanitasi yang
77
No. Aspek GTP Tahapan
Kondisi di Lapangan (Peternak ke koperasi)
Kondisi di Lapangan (Koperasi ke agen penjualan)
Kondisi seharusnya Kesesuaian/koreksi Penilaian
lengkap sangat perlu.
Pencatatan Pencatatan tentang catatan medis belum ada
Pencatatan tentang catatan medis belum ada
Pencatatan terhadap higienitas karyawan berisikan tentang catatan medis karyawan, pelatihan higienis, serta masalah dan tindakan koreksi yang dilakukan
Disediakan form atau dokumen yang mencakup : catatan kesehatan dan pelatihan karyawan serta setiap masalah dan tindakan koreksi yang diambil.
Mendata peralatan dan perlengkapan pendistribusian
Peralatan dan perlengkapan di data oleh bagian logistik
Peralatan dan perlengkapan di data oleh bagian logistik
Selalu memperbaharui data, jumlah dan keadaan peralatan serta perlengkapan distribusi yang ada secara berkala
Setiap peralatan dan perlengkapan telah di data oleh bagian logistik
Persen kesesuaian 50%
4. Prosedur operasional
Handling dan Transportasi
Jadwal kedatangan kendaraan pengangkut teratur setiap hari dan tepat waktu. Kualitas susu termasuk suhu susu di catat. Koperasi mempercepat
Kemasan yoghurt segera dimasukkan kedalam cool box setelah disimpan dalam freezer begitu juga untuk penurunan produk ke tempat penjualan, namun untuk waktu transportasi produk terkadang tidak
• Mempercepat waktu pemuatan, transportasi dan penurunan produk untuk segera diletakkan dalam lingkungan bersuhu refrigerator.
• Memeriksa suhu produk.
• Pengemudi
• Produk harus dihantarkan segera ke tempat tujuan
• Suhu produk harus selalu di kontrol.
• Pengemudi telah selalu membawa dokumen yng mencakup
78
No. Aspek GTP Tahapan
Kondisi di Lapangan (Peternak ke koperasi)
Kondisi di Lapangan (Koperasi ke agen penjualan)
Kondisi seharusnya Kesesuaian/koreksi Penilaian
proses penerimaan susu segar dengan segera melakukan proses pemanasan. Pengangkutan dengan kendaraan pick up, susu dalam wadah milk can dijaga oleh dua orang petugas selama pejalanan.Petugas selalu membawa dokumen pengangkutan susu yang disediakan koperasi.
efektif. Koperasi belum menerapkan pemeriksaan suhu secara berkelanjutan. Petugas selalu membawa dokumen pengiriman. Tidak ada produk lain selain yoghurt di dalam cool box. Setiap ada produk yang rusak kemasannya selalu dipisahkan dan sisa tumpuhan dari produk tersebut segera dibersihkan.
memastikan bahwa pengiriman selalu dengan dokumentasi yang tepat.
• Penanganan produk, pengoperasian peralatan dan kendaraan pengangkut secara benar.
• Bahan baku serta produk olahan susu harus selalu diletakkan terpisah dari produk lain.
• Produk yang kemasannya telah rusak ditangani dengan baik guna meminimalisir kontaminasi pada produk lain
jumlah produk dan tujuan produk.
• Produk telah tidak dicampur dengan produk lain selama transportasi.
• Produk dengan kemasan rusak telah selalu dipisahkan dan dibersihkan tumpahannya.
79
No. Aspek GTP Tahapan
Kondisi di Lapangan (Peternak ke koperasi)
Kondisi di Lapangan (Koperasi ke agen penjualan)
Kondisi seharusnya Kesesuaian/koreksi Penilaian
Kontrol terhadap wadah pendingin dan suhu
Pengecekan suhu dilakukan pada awal penerimaan susu dan penurunan susu.
Belum ada kontrol terhadap suhu.
Pengecekan temperatur harus selalu dilakukan dan dicatat pada awal pendistribusian dan akhir distribusi, serta pada kondisi – kondisi yang diperkirakan terjadinya kenaikan suhu didalam wadah pendingin juga harus dicatat.
Kontrol dan monitoring suhu produk harus selalu dilakukan.
Tindakan yang dilakukan saat kondisi – kondisi tidak terduga
Pengemudi menghubungi pihak (penanggung jawab unit) segera dalam mengambil keputusan jika terjadi kondisi yang tidak diduga selama distribusi.
Pengemudi menghubungi pihak (kepala distribusi) yang dapat dihubungi segera dalam mengambil keputusan jika terjadi kondisi yang tidak diduga selama distribusi.
Pengemudi mengetahui pihak (yang dapat dihubungi segera guna mengambil keputusan jika terjadi kondisi yang tidak diduga selama distribusi.
Telah sesuai, setiap petugas menguhubungi pihak yang bertanggung jawab saat mengalami kondisi yang tidak terduga.
80
No. Aspek GTP Tahapan
Kondisi di Lapangan (Peternak ke koperasi)
Kondisi di Lapangan (Koperasi ke agen penjualan)
Kondisi seharusnya Kesesuaian/koreksi Penilaian
Pencatatan Telah dilakukan kegiatan pencatatan secara terorganisasi.
Belum dilakukan kegiatan pencatatan secara terorganisasi.
Disediakan cheklist record untuk setiap situasi yang terjadi dan tindakan koreksi yang dilakukan oleh karyawan
Disediakan form atau dokumen yang mencakup : dokumen pengiriman, suhu produk serta setiap masalah dan tindakan koreksi yang diambil.
5. Dokumen kontrol dan record keeping
Telah terdapat dokumen kontrol dan penyimpanan catatan
Belum ada dokumen kontrol dan penyimpanan catatan secara terorganisasi dan lengkap
Setiap kegiatan selama proses distribusi selalu dicatat untuk memudahkan dalam pengontrolan dan tindakan koreksi yang dapat dilakukan.
Sebaiknya untuk pendistribusian yoghurt dan pengangkutan susu perlu disediakan dokumen kontrol dan penyimpanan catatan pada setiap tahap transportasi secara terorganisasi dan lengkap.
Persen kesesuaian 25%
81
No. Aspek GTP Tahapan
Kondisi di Lapangan (Peternak ke koperasi)
Kondisi di Lapangan (Koperasi ke agen penjualan)
Kondisi seharusnya Kesesuaian/koreksi Penilaian
6. Verifikasi Dilakukan oleh setiap kepala unit
Dilakukan oleh setiap kepala unit
Tindakan verifikasi dilakukan oleh orang yang memiliki keahlian lebih baik serta yang memiliki tanggung jawab penuh..
Telah sesuai, tidakan verifikasi dilakukan oleh pihak yang memiliki tanggung jawab penuh.
Persen kesesuaian 100%
82
Tabel 8. Rekapitulasi Penerapan SSOP di KPSBU
Aspek SSOP Kondisi di lapangan Kondisi seharusnya Keterangan/koreksi Penilaian
Keamanan Air
§ Air yang digunakan adalah air sumur
§ Unit pengolahan yogurt ini belum memiliki alat pengolah air.
§ Kualitas air belum mengalami pengujian secara laboratorium.
§ Penggunaan air dibedakan antara air yang kontak langsung dengan bahan bahan dan air yang digunakan untuk pencucian alat.
§ Kualitas air untuk pengolahan pangan sama dengan kualitas air minum.
§ Menyediakan instalasi water treatment plant, atau dengan membeli atau berlangganan dengan supplier air yang telah ada, untuk mendapatkan air yang sesuai untuk produksi.
§ Melakukan pengujian terhadap kualitas air minimal dua kali dalam satu tahun
§ Bagian QC mengambil sampel air pada output air di dalam ruang produksi dan memeriksa kualitasnya (bau, rasa, warna, kekeruhan dan pH) setiap hari. Analisis kualitas mikrobiologi dilakukan setiap 1 bulan sekali.
§ Disediakan pencatatan hasil pemeriksaan
§ Nilai kesesuai-an 25%
Pencegahan Kontaminasi Silang
§ Unit pengolahan mewajibkan penggunaan jas lab, penggunaan masker, penutup kepala, serta sandal pada saat pengolahan.
§ Pembilasan tangan
§ Pakaian khusus produksi (seragam, masker, hair net, sepatu khusus) harus digunakan hanya pada saat melakukan produksi.
§ Pakaian khusus produksi (seragam, masker, hair net, sepatu khusus) harus digunakan hanya pada saat melakukan produksi.
§ Melaksanakan higien personal (tidak merokok, mengobrol, menggunakan perhiasan, selalu mencuci tangan setelah
§ Nilai kesesuai-an 50%
83
Aspek SSOP Kondisi di lapangan Kondisi seharusnya Keterangan/koreksi Penilaian
dengan alkohol sebelum melakukan produksi hanya dilakukan pada saat pengemasan.
§ Melaksanakan higien personal disetiap proses produksi
dari toilet, selalu mencuci tangan setiap bersentuhan dengan benda yang tidak terjaga sanitasinya) setiap melakukan proses produksi
§ Disiplin arus pergerakan pekerja, tidak ada pekerja yang menangani proses di area lain setelah menangani proses di area yang telah ditentukan
§ Pemisahan produk dan bahan dalam penyimpanan
§ Pemisahan yang cukup antara aktivitas penanganan dan pengolahan bahan baku dengan produk jadi atau antara aktivitas yang membutuhkan tingkat sanitasi yang tinggi dengan yang rendah
Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Bahan Pangan
§ Peralatan dan perlengkapan untuk produksi sebagian besar terbuat dari bahan stainless steel yang tahan korosif.
§ Alat cukup bersih
§ Peralatan yang digunakan harus dalam keadaan bersih, bebas karat, jamur, minyak/oli, cat yang terkelupas, dan kotoran-kotoran lainnya
§ Pembuatan SOP pencucian untuk masing-masing alat lengkap dengan bahan sanitasi dan frekuensi pembersihan serta menyimpan peralatan pada area yang bersih, kering bebas rekontaminasi
§ Disediakan cheklist record untuk memonitoring
§ Nilai kesesuai-an 50%
84
Aspek SSOP Kondisi di lapangan Kondisi seharusnya Keterangan/koreksi Penilaian
saat digunakan. § Pencucian alat
masih dilakukan secara manual, dan belum ada standar dosis pemakaian sabun pencuci yang digunakan.
§ Pencucian dilakukan segera setelah penggunaan dengan menggunakan tipol serta air panas.
sisa proses sebelumnya.
kebersihan dan kelayakan peralatan yang digunakan
§ QC melakukan pengujian mikrobiologis terhadap peralatan yang ada di area produksi setiap bulan
§ Alat disimpan dalam suatu lemari khusus penyimpanan alat yang bebas dari rekontaminasi setelah pencucian..
Fasilitas Sanitasi di Ruang Pengolahan
§ Terdapat wastafel tanpa sabun pencuci tangan dan handuk pengering.
§ Belum ada ruang ganti pakaian karyawan.
§ Belum tersedia foot bath
§ Sarana pencuci tangan diletakkan di tempat-tempat yang diperlukan, dilengkapi dengan air mengalir, alat pengering tangan, dan tempat pembuangan berpenutup.
§ Fasilitas ganti pakaian
§ Menyediakan sabun pencuci tangan dan alat pengering serta tempat sampah berpenutup rapat pada wastafel. Wastafel diletakkan pada area masuk pengolahan dan pengemasan dan diluar toilet.
§ Menyediakan fasilitas foot bath di area masuk.
§ Fasilitas ganti pakaian yang sesuai dengan jumlah karyawan dan dilengkapi
§ Nilai kesesuai-an <25%
85
Aspek SSOP Kondisi di lapangan Kondisi seharusnya Keterangan/koreksi Penilaian
disesuaikan dengan jumlah karyawan
§ Tersedia fasilitas foot bath di area masuk ruang produksi
dengan lemari penyimpanan pakaian yang tidak mengkontaminasi antara pakaian luar dengan pakaian di dalam ruangan proses
§ Pembuatan SOP mencuci tangan yang baik dan benar.
Perlindungan dari Bahan Cemaran (adulteran)
§ Perlindungan khusus terhadap kemasan dan bahan-bahan yang digunakan belum dilakukan.
§ Bahan baku gula disimpan di dalam gudang yang terpisah dari ruang proses produk.
§ Bahan–bahan tersebut disimpan lengkap dengan kemasan asli dari supplier
§ Terdapat tempat penyimpanan khusus untuk bahan pengemas atau alat-alat untuk produksi.
§ Kemasan dan bahan-bahan lain yang digunakan disimpan terpisah dari bahan-bahan sanitasi
§ Menyediakan lemari penyimpanan bahan pengemas dan alat-alat.
§ Memisahkan bahan-bahan sanitasi dari area pengolahan dan diberi pelabelan secara jelas sesuai petunjuk penyimpanan dan pemakaian
§ Tempat sampah bebas tumpukan sampah yang berlebihan dan bebas bau, dapat tertutup rapat dan diletakkan tidak berdekatan dengan area aktivitas proses serta area penyimpanan bahan dan produk akhir
§ Nilai kesesuai-an 50%
Sistem Pelabelan dan Penyimpanan Produk
§ Unit pengolahan belum menerapkan sistem pelabelan untuk menandai bahan baku selama
§ Pelabelan dapat digunakan untuk bahan-bahan yang berbahaya. Untuk
§ Penerapan sistem pelabelan dan sistem kartu perlu diterapkan agar dapat memper-mudah proses pe-nyimpanan dan pe-makaian
§ Nilai kesesuai-an 75%
86
Aspek SSOP Kondisi di lapangan Kondisi seharusnya Keterangan/koreksi Penilaian
penyimpanan (sesuai label dari supplier).
§ Sistem penyimpanannya menggunakan sistem FIFO (first in first out).
§ Penyimpanan belum menggunakan sistem kartu.
menghindari kesalahan penggunaan.
bahan. § Bahan toksin dikelompokkan
dan disimpan di dalam boks tertutup dan boks diberi label identitas yang jelas
Kontrol Kesehatan Pegawai
§ Pengecekan rutin untuk kesehatan karyawan pengolahan belum dilakukan.
§ Jika ada karyawan yang sakit, karyawan tersebut tidak melakukan produksi.
§ Kesehatan karyawan perlu dicek secara rutin, untuk mengetahui kondisi karyawan
§ Terdapat catatan tentang riwayat kesehatan karyawan.
§ Pengecekan kesehatan karyawan dilakukan secara rutin setiap hari sebelum melakukan proses pengolahan
§ Pencatatan riwayat kesehatan karyawan.
§ Nilai kesesuaian 25%
Pencegahan Hama Pabrik
§ Memasang kawat kasa pada jendela dan lubang angin.
§ Ruang pengolahan di desain tertutup.
§ Terdapat saluran pembuangan air
§ Menutup lubang angin yang ada dengan kawat kasa.
§ Menggunakan filter udara.
§ Menyediakan
§ Penumpukkan barang-barang di ruang inkubasi harus dihindari untuk mencegah munculnya sarang serangga.
§ Perlu disediakan fasilitas pest control dan dilakukan pembersihan ruangan secara
§ Nilai kesesuaian 25%
87
Aspek SSOP Kondisi di lapangan Kondisi seharusnya Keterangan/koreksi Penilaian
yang belum berpenutup.
§ Pintu ruang produksi dibiarkan terbuka saat proses pamasakan berlangsung.
fasilitas pest control
§ Dilakukan pembersihan ruang produksi secara berkala.
berkala. § Menyediakan filter udara.
88
Penyusunan HACCP
Kebijakan Mutu
KPSBU mempunyai visi “Menjadi koperasi susu terdepan di Indonesia dalam
menyejahterakan Anggota” dan misi “Menyejahterakan anggota melalui layanan
prima dalam industri persusuan dengan manajemen yang berkomitmen dan
meningkatkan kapasitas kelembagaan koperasi melalui pendidikan, pemberdayaan
SDM dan kemitraan strategis”, Visi dan misi ini didukung oleh nilai-nilai yang
diterapkan didalamnya yaitu inovatif, dinamis, berorientasi pada kualitas,
keterbukaan, keadilan, demokratis dan mandiri, selain itu didukung pula dengan
perumusan slogan KPSBU “Murni Koperasinya, Murni Susunya”. KPSBU
bertujuan untuk menghasilkan Core Commodity yang unggul, yakni susu segar yang
dihasilkan peternak sebagai produk bermutu tinggi di pasaran yang merupakan salah
satu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan anggota koperasi. Yoghurt merk Fresh
Time merupakan produk baru yang dihasilkan KPSBU selain produk utama susu
segar yang juga diharapkan dapat menjadi produk unggul yang bermutu tinggi. Oleh
karenanya penerapan HACCP akan berusaha diterapkan KPSBU untuk memenuhi
tujuan tersebut.
Organisasi Tim HACCP
Organisasi tim HACCP merupakan tim yang bertujuan untuk menyusun
HACCP dan memastikan sistem HACCP telah diterapkan dengan baik. Organisasi
ini terdiri atas karyawan dengan berbagai disiplin ilmu yang diperlukan dan
sebaiknya tim ini dibagi menjadi tiga tim yaitu tim analisis bahaya, tim validasi yang
bertugas memastikan keandalan hasil analisis bahaya tersebut dan tim verifikasi
yang bertugas melaksanakan verifikasi terhadap sistem yang telah diterapkan. Tim
ini sebaiknya di bawahi langsung oleh penentu keputusan tertinggi dalam perusahaan
sehingga pencapaian kebijakan mutu tercapai (Thaheer,2005). Pembentukan tim ini
belum dilakukan karena kebijaksanaan dari perusahaan. Rancangan tim yang dapat
disarankan ditampilkan pada Lampiran 10.
89
Mendefinisikan Ruang Lingkup Studi HACCP Plan
Ruang lingkup dalam penyusunan HACCP ini meliputi seluruh bahaya
terkait, yaitu fisik, kimia, dan biologi. Produk yang dipilih adalah Yoghurt Fresh
Time. Penelitian terhadap rencana HACCP difokuskan pada setiap tahap proses
produksi yang dianggap titik kritis bahaya di seluruh areal produksi yang terkait.
Deskripsi Produk Yoghurt
Mendeskripsikan produk adalah membuat gambaran yang lengkap tentang
produk yang dihasilkan. Informasi ini mencakup nama produk, komposisi produk,
cara penyimpanan dan penyajian, tipe pengemasan, masa kadaluwarsa, cara
penyimpanan, sasaran konsumen yang akan dicapai, dan cara distribusi
(Thaheer,2005). Deskripsi produk yoghurt Freshtime dari KPSBU dapat dilihat pada
Tabel 9.
Tabel 9. Deskripsi Produk Yogurt Fresh time
Nama dagang/produk Yoghurt Freshtime
Komposisi Susu, Gula, Essens, Starter ST dan LB
Instruksi pelabelan Sesuai badan POM
Tipe pengemasan Cup 180 ml
Tgl kadaluarsa(suhu) Dua minggu setelah produksi (suhu refrigerator (4-7o C))
Model penjualan Retail
Cara penanganan/transportasi Yoghurt dingin disimpan dalam cool box
Standar SNI SNI yoghurt 01-2981-1992
Persyaratan pelanggan Umum (kecuali bayi)
Persyaratan yang direncanakan Sesuai SNI, BP POM, MUI, dan persyaratan pelanggan
Menurut Winarno (1997) persyaratan pelanggan dimaksudkan untuk
memberikan informasi spesifitas produk dapat didistribusikan kepada semua
populasi atau hanya pada populasi yang sensitif seperti balita, manula, orang sakit
dan lain – lain. Hal ini dilakukan untuk mencegah timbulnya efek bahaya yang tidak
diinginkan akibat kesalahan dalam mengkonsumsi produk, sehingga konsumen
90
merasa aman dalam mengkonsumsi produk tersebut. Persyaratan pelanggan yang
ditetapkan oleh KPSBU untuk produk yoghurt adalah untuk semua usia kecuali bayi,
karena dikhawatirkan lambung bayi belum mampu menerima makanan dengan
tingkat keasaman yang tinggi seperti yoghurt . Selain itu adanya penetapan tanggal
kadaluwarsa serta ketentuan suhu penyimpanannya juga diperlukan sebagai
informasi bagi konsumen cara penyimpanan produk tersebut agar yoghurt tetap
aman dikonsumsi hingga tanggal kadaluwarsa yang telah ditetapkan oleh KPSBU
yaitu 2 minggu setelah produksi.
Penyusunan dan Verifikasi Diagram Alir
Diagram alir merupakan suatu diagram atau gambar alur yang menunjukkan
urutan proses secara lengkap pada Gambar 15 . Dagram alir harus meliputi seluruh
tahapan yang dilalui produk dan secara jelas meliputi rincian seluruh kegiatan proses
(Muhandri dan Kadarisman, 2006). Proses produksi yoghurt meliputi proses
penerimaan susu, proses pemasakan susu, proses penambahan bahan pemanis, proses
pendinginan susu, proses inokulasi starter, proses inkubasi, proses penambahan
essens, proses pengemasan dan proses penyimpanan produk akhir yoghurt serta
distribusi dan retail. Contoh Rancangan SOP produksi yoghurt dapat dilihat pada
Lampiran 11
Proses Penerimaan Susu. Susu diterima dari para peternak melalui TPK (Tempat
Pelayanan Koperasi) lalu dilakukan pengujian terhadap kualitas susu yang meliputi
uji alkohol, serta berat jenis susu, kemudian susu dibawa ke koperasi untuk diolah
lebih lanjut. Pengujian kualitas susu di laboratorium dilakukan dengan cara susu
diambil ± 250 mililiter sebelum dilakukan pengolahan untuk dilakukan pemeriksaan
terhadap kadar protein susu, kadar lemak susu, kadar gula susu, dan jumlah mikroba
susu. Proses standardisasi bahan baku susu sebaiknya dilakukan untuk memenuhi
stándar mutu SNI yoghurt terhadap kadar protein serta komposisi yang lainnya
dengan menambahkan susu skim sejumlah tertentu berdasarkan hasil uji kualitas
susu segar yang digunakan serta meningkatkan bahan kering dengan mengurangi
kadar air saat proses pemanasan hingga volume susu segar berkurang 1/3 dari
volume awal.
91
Proses Pemasakan Susu. Pemasakan susu menggunakan metode batch, yaitu sama
prinsipnya dengan memanaskan susu menggunakan panci double wall. Wadah Milk
can berisi susu yang digunakan langsung dimasukkan ke dalam penangas air yang
terbuat dari bahan stainless tahan korosif berkapasitas cukup untuk 10 milk can
dengan volume 40 liter. Susu dimasak hingga suhunya mencapai 80-90oC, dan
dipertahankan kurang lebih 10 menit pada suhu tersebut. Koperasi perlu
memperhatikan proses pemanasan, karyawan kurang memperhatikan waktu hanya
memperhatikan suhu, karena proses pemasakan tersebut tidak selalu dipantau oleh
karyawan. Pengecekan dilakukan dengan menggunakan termometer digital. Selama
pengecekan suhu, susu harus terus diaduk (dihomogenisasikan) agar panas merata
menyebar ke seluruh bagian susu dan suhu yang tercatat adalah tepat.
Proses Penambahan Gula. Pemanis berupa gula/sukrosa ditambahkan setelah
proses pemasakan susu. Setelah suhu susu mencapai ± 80oC lalu dilakukan
penambahan gula sebanyak 5 kg pada masing-masing milk can (12,5%), kemudian
dilakukan homogensasi agar gula larut dan tercampur dengan susu. Gula/sukrosa
dapat menjadi sumber kontaminasi dari mikroorganisme kapang dan khamir oleh
karenanya sebaiknya gula disterilisasi dengan dilakukan pemanasan terlebih dahulu
dengan membuat larutan gula.
Proses Pendinginan Susu. Bak yang berisi air disiapkan untuk digunakan sebagai
wadah pendingin susu. Bak dilapisi dengan keramik. Milk can berisi susu yang telah
dipanaskan dimasukkan ke dalam bak pendingin dan didinginkan hingga suhu susu
turun menjadi 40oC. Pengecekan suhu dilakukan dengan menggunakan termometer
digital. Susu didinginkan dalam milk can yang tertutup.
Proses Inokulasi Starter. Proses inokulasi dilakukan pada susu yang suhunya telah
mencapai 40oC. Starter bakteri Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus
bulgaricus diinokulasikan pada susu yang terdapat dalam milk can sebanyak ± 5%
dari volume susu. inokulasi dilakukan dengan menggunakan gelas liter yang
disterilkan terlebih dahulu dengan menggunakan air panas.
92
Proses Inkubasi. Susu yang telah diinokulasi dengan starter diperam dalam
inkubator dengan kapasitas 480 liter dengan suhu 37 - 40oC selama 4 - 6 jam, lalu
dimasukkan ke dalam freezer selama 24 jam.
Proses Penambahan Flavour. Penambahan flavour dilakukan setelah proses
pendinginan. Dosis yang diperbolehkan untuk penambahan flavour ini (menurut
supplier) ± 1-5% dari volume awal. Proses penambahan tidak dilakukan sebelum
pemasakan dikarenakan sifat flavour yang tidak tahan terhadap panas. Proses mixing
dalam wadah khusus berbahan stainless yang telah disterilisasi menggunakan air
panas. Jenis flavour yang digunakan telah mendapat jaminan dari supplier bahwa
flavour aman digunakan dan aman untuk bahan makanan.
Proses Filling dan Pengemasan. Sterilisasi wadah pengemas dilakukan untuk
menghindari kontaminasi silang ke produk. Cup kemasan disterilkan dengan
menggunakan alkohol 70%. Alkohol diteteskan sedikit pada kapas (tissue), lalu
permukaan dalam cup (kemasan) dioles dengan menggunakan kapas (tissue)
tersebut. Setelah semua cup steril, yoghurt dituang dimasukkan kedalam cup 180 ml
lalu disealer (ditutup). Catatan yang perlu diperhatikan adalah tutup kemasan
sebaiknya dilakukan sterilisasi juga sebelum digunakan karena rentan terjadi
kontaminasi melalui tutup kemasan yang tidak steril.
Proses Penyimpanan Produk Akhir Yoghurt. Produk akhir yang telah dikemas
dan siap untuk dipasarkan disimpan terlebih dahulu didalam freezer selama ± 24 jam,
agar beku dan produk tetap dingin selama dipasarkan dan aman untuk dikonsumsi.
Produk akhir disimpan di ruang terpisah dari ruang proses pengolahan. Penyimpanan
dilakukan dalam freezer berkapasitas 1950 cup bersuhu -20oC. Yoghurt langsung
disimpan dalam freezer yang untuk selanjutnya akan dipasarkan. Kondisi produk
akhir saat akan disimpan ke dalam freezer, sebaiknya tidak dalam keadaan hangat
agar proses pendinginan di dalam freezer dapat berlangsung sempurna.
Distribusi dan Retail. Yoghurt yang telah dingin didistribusikan menuju agen
penjual/retailer dengan menggunakan cool box dan pada setiap agen penjual/retailer
disediakan refrigerator/show case untuk menyimpan yoghurt tetap pada suhu dingin
selama penjualan.
93
Gambar 15. Diagram Alir Yoghurt
Penambahan gula
Sterilisasi Kemasan
Keterangan : Inspeksi Langkah Pemasukan bahan Penyimpanan
Penerimaan susu segar
Inkubasi
Pasteurisasi
Pendinginan
Mixing
Inokulasi Starter
Penyimpanan refrigerator
Penambahan flavour
Filling dan Pengemasan
Penyimpanan refrigerator
Distribusi dingin dan retailing
94
Analisis Bahaya
Analisis bahaya yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui proses yang
potensial menimbulkan bahaya fisik, kimia dan biologi berdasarkan peluang
timbulnya bahaya tersebut serta keparahan yang ditimbulkan dari bahaya tersebut.
Secara sederhana penentuan tingkat keparahan bahaya kimia, fisik dan biologi
dikelompokkan menjadi ; a) tingkat keakutan bahaya tinggi bagi bahaya yang
mengancam jiwa manusia, b) tingkat keakutan bahaya sedang bagi bahaya yang
mempunyai potensi mengancam jiwa manusia dan c) tingkat keakutan bahaya rendah
bagi yang mengakibatkan pangan tidak layak konsumsi (Suliantari et al., 2007).
Analisa bahaya potensial secara kualitatif dilakukan dengan
mengkombinasikan antara peluang (probability) dan keakutan/keparahan (severity)
menggunakan matriks penentuan resiko menurut ICMSF, 1986 (Gambar 16).
Peluang terjadinya/timbulnya bahaya serta keparahan yang ditimbulkan dibedakan
atas tinggi (T), sedang (S) dan rendah (R). Bahaya potensial yang teridentifikasi
memiliki resiko tinggi (T) harus/wajib dilakukan tindakan koreksi, sedangkan bahaya
potensial dengan resiko sedang (S) mungkin dilakukan tindakan pencegahan.
Tahapan-tahapan proses yang memiliki bahaya potensial resiko tinggi ataupun
sedang dilanjutkan ke dalam analisa penentuan CCP menggunakan decision tree
(Lampiran 12 ).
KEP
AR
AH
AN
PELUANG
Sumber: ICMSF (1986)
Gambar 16. Matriks Penentuan Resiko
Analisis bahaya yang dilakukan terhadap produksi yoghurt dapat dilihat pada
Tabel 10.
Susu segar merupakan bahan baku yoghurt yang sangat essensial sehingga
kualitasnya harus benar-benar terjamin terhindar dari segi cemaran kotoran atau
T
S
R
R S T
S
S
R
T
S
R
T
S
S
95
debu, mikroorganisme maupun kimia. Pada tahap penerimaan susu, bahaya yang
teridentifikasi yaitu bahaya mikrobiologi seperti keberadaan kapang, khamir,
Micrococcus, Salmonella sp, B. cereus, Shigella, S. aureus serta Clostridium sp yang
dapat masuk kedalam susu melalui udara, debu, alat pemerahan yang kotor dan dari
manusia (Buckle et al., 1987). Micrococcus sp dapat berasal dari ambing yang tidak
steril. Micrococcus pyogenes dapat menghasilkan toksin yang mengakibatkan diare,
sakit perut dan muntah – muntah (Foster, 1961). Pada tahap penerimaan susu milk
can terbuka di udara bebas selama ± 5 detik untuk diambil sampel oleh QC, namun
proses ini dilakukan secara cepat untuk mencegah peningkatan kontaminasi. Selain
kontaminasi mikroorganisme, kontaminasi fisik seperti adanya feses sapi, debu dan
benda – benda lain mungkin masuk kedalam susu selama pemerahan dan penanganan
bahan mentah. Bahaya kimia yang teridentifikasi adalah adanya pemberian antibiotik
serta kandungan pestisida dalam hijauan serta produksi aflatoksin akibat sapi yang
mengkonsumsi pakan yang mengandung kapang Aspergillus flavus penghasil toksin.
Produk – produk kimia tersebut memungkinkan terkandung dalam susu sapi.
Aflatoksin tersebut dapat menimbulkan kanker bagi konsumen yang
mengkonsumsinya secara berkelanjutan. Residu antibiotik dalam level rendah dapat
menghambat aktifitas kultur starter, dan pada level yang tinggi dapat menjadi bahaya
bagi kesehatan manusia (Tamime dan Robinson, 1999). Bahaya-bahaya tersebut
digolongkan ke dalam bahaya dengan keakutan tinggi kecuali untuk bahaya fisik
yang memiliki tingkat keakutan rendah.
Gula sebagai bahan tambahan diidentifikasi potensial mengandung bahaya
mikroorganisme pembentuk spora seperti Clostridium sp dan Bacillus sp.
Kontaminasi dapat terjadi saat proses pembuatan gula oleh supplier ataupun pada
saat penyimpanan. Mikroorganisme tersebut dapat menyebar melalui udara. Bacillus
cereus akan tumbuh dengan baik jika substratnya mengandung karbohidrat. Pada
tahap penerimaan gula bahaya mikroorganisme pembentuk spora juga dapat
mengkontaminasi jika kondisi ruangan penyimpanan yang kurang baik, jika ruangan
lembab spora mikroorganisme yang terdapat pada saat pengolahan gula tersebut
akan bergerminasi sehingga memiliki signifikansi bahaya sedang. Sedangkan pada
starter bahaya yang mungkin timbul adalah adanya kontaminasi kapang dan khamir
yang tahan terhadap pH rendah yaitu 2,0 saat pembuatan starter oleh supplier (Jenie,
96
1987). Bahaya ini tergantung tingkat keakutan rendah karena bahaya ini
menimbulkan efek kerusakan mutu produk yoghurt sehingga tidak layak untuk
dikonsumsi, namun tidak menimbulkan efek bahaya yang signifikan bagi kesehatan.
Penerimaan kemasan juga akan menimbulkan bahaya jika kemasan
pembungkusnya tidak tersegel dangan rapih, bahaya tersebut adalah bahaya kapang,
khamir, dan mikroorganisme pembentuk spora yang akan mengkontaminasi yoghurt
yang akan dikemas jika nantinya proses sterilisasi tidak sempurna.
Proses pasteurisasi diidentifikasi akan terdapat bahaya mikroorganisme jika
suhu dan waktu pasteurisasi tersebut tidak tepat, bahaya yang teridentifikasi adalah
bakteri patogen yang memiliki keakutan bahaya tinggi seperti E coli. Pada tahap
pemberian gula S aureus dan koliform merupakan kontaminasi dari pekerja dan air
serta mikroorganisme pembentuk spora yang telah ada di gula akibat pengolahan
yang kurang higienis. Sedangkan pada pendinginan, kapang dan khamir serta
mikroorganisme pembentuk spora dapat mengkontaminasi jika penutupan milkcan
tidak rapat.
Proses inokulasi menimbulkan peluang kontaminasi dari kapang, khamir serta
mikroorganisme pembentuk spora yang masuk kedalam milk can bersama dengan
starter kultur karena proses tersebut dilakukan pada ruang terbuka tanpa sinar UV.
Penambahan flavor, mixing dan pengemasan memiliki bahaya yang sama yaitu
bahaya mikroorganisme yang berasal dari pekerja seperti S. aureus dan
mikroorganisme lain yang dapat membentuk spora. Pada proses pengemasan bahaya
yang timbul adalah dari proses sterilisasi kemasan yang terdapat bahaya kimia residu
kimia yang mungkin terjadi karena alkohol bukan merupakan bahan pensteril bagi
peralatan yang kontak dengan makanan secara langsung, dikhawatirkan terdapat
molekul- molekul kimia yang tertransfer terdalam produk. (Tamime dan Robinson,
1999). Bahaya pada penyimpanan dingin dan distribusi, retail adalah berkembangnya
bahaya yang telah terkontam selama proses pengemasan akibat fluktuasi suhu susu.
Setelah seluruh bahaya diidentifikasi dan ditentukan signifikansinya, maka
dilakukan proses penetapan CCP berdasarkan proses yang memiliki signifikansi
bahaya sedang dan tinggi saja (Suliantari, 2007). Pada proses yang mengandung
signifikansi bahaya rendah menunjukkan bahwa bahaya tersebut tidak berpotensi
97
mengancam jiwa manusia namun menurunkan mutu dari produk akhir dan membuat
produk menjadi tidak layak dikonsumsi.
Penetapan Critical Control Point (CCP)
Pengertian CCP adalah titik didalam rantai produksi makanan dari bahan
baku hingga produk akhir dimana apabila gagal dikembalikan memungkinkan
timbulnya suatu risiko keamanan pangan yang tidak dapat diterima (Thaheer, 2005).
Sedangkan pengertian CCP menurut Muhandri dan Kadarisman (2006) adalah suatu
titik, tahap, proses atau prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya
keamanan pangan dapat dicegah, dihilangkan atau dikurangi sampai pada tingkat
yang dapat diterima. Penentuan CCP terhadap produksi yoghurt dapat dilihat pada
Tabel 11 dan Tabel 12.
Proses produksi yoghurt Fresh Time memiliki enam CCP yaitu bahan baku
susu segar, gula dan proses pasteurisasi, inokulasi starter, pengemasan, serta
distribusi . Pada susu segar tersebut terdapat bahaya yang potensial timbul dan tidak
dapat dihilangkan pada tahap proses selanjutnya yaitu bahaya kimia adanya residu
antibiotik serta pestisida pada susu segar tersebut, karena pada saat penerimaan susu
pengujian residu antibiotik tidak dilakukan. Jika dalam susu tersebut terdapat
kontaminasi bahaya kimia seperti antibiotik maka akan berpengaruh terhadap
kesehatan manusia yang mengkonsumsinya selain itu antibiotik juga memiliki
kemampuan sebagai inhibitor terhadap aktifitas mikrooganisme (Tamime dan
Robinson, 1999). Hal ini akan berbahaya bagi kesehatan jika antibiotik tersebut
masuk ke dalam pencernaan manusia dan membunuh mikroflora yang dibutuhkan
oleh manusia sehngga timbul gangguan pada pencernaan manusia. Selain itu juga
antibiotik tersebut dapat membuat system kekebalan tubuh manusia menjadi
terganggu karena mikroorganisme pathogen dalam tubuh menjadi resisten terhadap
antibiotik tersebut. Bahaya mikrobiologi pada susu segar dapat dihilangkan pada
proses pasteurisasi, sedangkan bahaya fisik dihilangkan melalui penyaringan pada
saat penerimaan awal susu dari peternak ke KPSBU melalui TPS. Begitu pula pada
bahan baku gula terdapat bahaya mikrobiologis yang timbul akibat penyimpanan
yang kurang baik dan kontaminasi dari supplier. Sedangkan pada bahan baku lain
tidak diidentifikasi kedalam CCP selain karena bahaya yang ditimbulkan memiliki
98
signifikansi rendah juga karena terdapat jaminan dari supplier tentang keamanan
produk tersebut. Bahan baku tersebut distok tidak lebih dari tiga kali batch produksi.
CCP yang ketiga adalah pada proses pasteurisasi karena tahap ini memang
didesain sebagai tahap pengendalian terhadap bahaya sehingga dalam
pelaksanaannya diperlukan pengawasan agar pasteurisasi sempurna dapat tercapai.
Pasteurisasi pada suhu 85oC selama 30 menit atau 90 – 95oC selama 5 menit disebut
dengan high pasteurization dapat menghancurkan semua sel vegetativ
mikroorganisme tetapi tidak untuk spora bakteri, semua enzim telah rusak tetapi
tidak untuk enzim proteinase dalam susu dan bakteri atau enzim lipase bakteri, selain
itu juga terjadi denaturasi whey protein (Tamime dan Robinson, 1999). Jika proses
HTST atau LTLT maka membunuh semua mikroorganisme patogen namun tidak
semua sel vegetativ terbunuh. Sehingga dapat dipastikan jika suhu dan waktu
pasteurisasi dilaksanakan dengan tepat maka setelah proses pasteurisasi hanya tersisa
mikroorganisme pembentuk spora seperti Bacillus sp dan Clostridium sp. Namun
bakteri tersebut akan terbunuh saat proses fermentasi oleh Lactobacillus bulgaricus
dan Streptococcus thermophillus terjadi. Mikroorganisme pembentuk spora Bacillus
sp tidak akan tumbuh pada asam tinggi yang diproduksi oleh bakteri asam laktat
(Foster, et al, 1961). Sedangkan bakteri pembentuk spora lainnya seperti Clostridium
perfringens dapat dihambat pertumbuhannya oleh adanya bakteri – bakteri yang
tergolong laktobasil dan enterokoki. Bakteri ini dapat menurunkan pH dan
memproduksi zat anti mikroba (Supardi dan Sukamto, 1999).
Proses fermentasi atau pembentukan asam laktat yang dihasilkan dari
metabolisme bakteri asam laktat memanfaatkan laktosa yang berada dalam susu akan
menurunkan pH susu tersebut sehingga mikroorganisme lain yang mampu hidup
didalamnya hanya mikroorganisme yang tahan asam dan dapat hidup dalam kondisi
asam rendah. Mikroorganisme yang mampu hidup dalam kondisi asam sangat rendah
adalah kapang dan khamir yaitu pada media dengan pH minimum 2,0. Kapang dan
khamir merupakan mikroorganisme perusak sehingga yang terpengaruh apabila suatu
produk terdapat kapang atau khamir maka dapat dipastikan mutu produk tersebut
akan turun, namun aktivitas dari kapang dan khamir tidak menimbulkan bahaya
kesehatan yang dapat mengancam jiwa manusia. Jika suatu produsen ingin
menghasilkan produk yang mutunya terjaga maka keberadaan kapang dan khamir
99
harus dihilangkan dari produknya dengan cara melakukan tahapan proses yang benar
– benar higienis dengan udara yang steril, karena kapang dan khamir dapat menyebar
melalui media udara. Mikroorganisme lain seperti koliform, dan mikroorganisme
pathogen lainnya tidak dapat tumbuh di dalam yoghurt. Salmonella sp, Shigella sp
dan E. coli tidak dapat tumbuh pada pH dibawah 4,0 dan diatas 9,0 . Sedangkan
bakteri S. aureus yang merupakan bakteri dengan sumber kontaminasi dari manusia
menurut beberapa penelitian menyatakan bahwa spesies tertentu dari bakteri asam
laktat dapat menghambat pertumbuhan dan produksi enterotoksin dari bakteri
tersebut, terutama bakteri yang tergolong kedalam streptokoki dan juga pediokoki
(Supardi dan Sukamto, 1999). Kontaminasi mikroorganisme yang terjadi setelah
proses fermentasi tidak dijadikan CCP dikarenakan berdasarkan sifat
pertumbuhannya bakteri tersebut tidak akan dapat tumbuh dalam media yoghurt yang
memiliki pH rendah dan terdapat mikroorganisme S. thermophillus dan L. bulgaricus
yang mempunyai kemampuan untuk menghambat mikroorganisme patogen lainnya.
Teori tersebut dapat diterima selama tahapan proses pengolahan yoghurt
dijaga untuk selalu dalam kondisi yang higienis, SSOP selalu diterapkan dengan baik
dan selalu ada usaha – usaha untuk pencegahan dalam tiap proses untuk
meminimalkan kontaminasi. Jika hal tersebut tidak dilaksanakan maka teori tersebut
menjadi tidak valid, karena jumlah mikroorganisme pathogen yang masuk ke dalam
yoghurt jumlahnya akan lebih banyak daripada jumlah bakteri asam laktat yang
terdapat dalam yoghurt sehingga aktivtas BAL tersebut akan kalah bersaing dengan
bakteri pathogen yang lain dan produk tersebut menjadi tidak aman untuk
dikonsumsi dapat membahayakan kesehatan. Hal ini yang menyebabkan pada proses
pengemasan dan distribusi menjadi CCP. Pada proses pengemasan kontaminasi
mikroorganisme dengan jumlah yang tinggi dapat terjadi akbat penerapan SSOP
yang kurang baik dan belum dilakukannya proses sterilisasi ruangan pengemasan
dengan penyinaran sinar UV selama minimal 15 menit. Proses distribusi menjadi
CCP karena cool box belum mampu menjaga suhu produk agar tetap stabil selama
pendistribusian. Fluktuasi suhu menyebabkan aktivitas mikroorganisme yang
terkontaminasi selama proses pengemasan meningkat.
Pada tahap penambahan gula dan pensterilisasian kemasan diidentifikasi
harus mengalami modifikasi proses dikarenakan penambahan gula dapat
100
menyebabkan kontaminasi mikroorganisme akibat handling pekerja dan
penyimpanan gula yang berada pada suhu ruang. Sebaiknya gula diolah terlebih
dahulu menjadi larutan gula steril dengan pemanasan. Penggunaan alkohol sebagai
bahan sterilisasi kemasan yang kontak langsung dengan produk tidak disarankan,
menurut Tamime dan Robinson (1999) alkohol adalah salah satu Non-acceptable
Chemical Sterilisation Agent yang tidak dapat digunakan dalam dairy industry.
Penggunaan alcohol terbatas pada peralatan laboratorium saja, karena dikhawatirkan
adanya perpindahan molekul alkohol ke dalam yoghurt. Untuk sterilisasi kemasan
direkomendasikan menggunakan cara mensterilisasi dengan penyinaran sinar UV
selama minimal 15 menit.
Menentukan Batas Kritis, Prosedur Pemantauan dan Tindakan Koreksi
Batas kritis merupakan batas toleransi yang harus dipenuhi atau dicapai untuk
menjamin bahwa CCP yang ditetapkan dapat mengendalikan bahaya yang mungkin
terjadi secara efektif. Batas tersebut ditentukan berdasarkan pengetahuan terhadap
bahaya yang timbul baik fisik, kimia, maupun biologi. Pemantauan dilakukan dengan
cara visual dan pengecekan untuk memastikan batas kritis dalam kendali.
Pemantauan dilakukan oleh QC, Supervisor produksi atau pekerja yang
berwewenang untuk mengambil keputusan dalam mengontrol proses produksi.
Penentuan batas kritis,prosedur pemantauan dan tindakan koreksi dapat dilihat pada
Tabel 13.
Tindakan koreksi dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya penyimpangan
batas kritis pada setiap tahapan proses produksi. Tindakan koreksi seharusnya dapat
menghilangkan atau mengurangi bahaya yang timbul hingga tingkatan yang dapat
ditoleransi atau diizinkan. Jika penyimpangan tersebut menimbulkan bahaya yang
membahayakan bagi kesehatan konsumen dan tidak dapat ditolerir maka produk
harus di reject tidak dapat dilanjutkan dalam tahap proses berikutnya. Pada tahap
penerimaan susu segar, jika terdeteksi adanya residu antibiotik maka susu harus di
tolak karena tidak terdapat tahapan yang menghilangkan residu tersebut selama
proses produksi.
101
Membuat Proses Verifikasi dan Sistem Pencatatan
Kegiatan verifikasi terdiri dari empat jenis kegiatan yaitu Validasi HACCP,
meninjau hasil pemantauan, pengujian produk dan auditing. Frekuensi verifikasi
harus dilakukan secukupnya untuk mengkonfirmasikan bahwa system HACCP
bekerja secara efektif (Thaheer, 2005).
Peninjauan kembali system HACCP dan catatannya dapat dimasukkan
sebagai kegiatan verifikasi. Salah satu kegiatan verifikasi adalah pelaksanaan audit
internal HACCP oleh beberapa personal internal perusahaan yang memiliki
kompetensi audit dan mengerti tentang HACCP atau dengan mengundang lembaga
audit independen dengan tujuan untuk mengevaluasi sistem. Kegiatan verifikasi
HACCP dapat dilakukan oleh auditor internal perusahaan setiap satu bulan sekali
untuk meneliti keseuaian antara dokumen sistem HACCP yang telah dibuat dengan
kenyataan yang terjadi selama di lapangan pada setiap proses produksi yaitu dengan
pemantauan langsung serta menelusuri dokumen pencatatan proses produksi. Auditor
internal melaporkan ketidaksesuaian yang terjadi di lapangan kepada tim HACCP
yang dibentuk oleh koperasi untuk segera dilakukan tindakan koreksi dan perevisian
dokumen-dokumen prosedur yang telah dibuat yang tidak sesuai dengan kondisi di
lapangan dan sistem HACCP termasuk didalamnya aspek GMP dan SSOP.
Dokumentasi dan Pencatatan
Catatan dan pembukuan yang baik dalam system HACCP bertujuan untuk
sebagai bukti keamanan produk dengan prosedur dan proses yang ada, jaminan telah
memenuhi peraturan, kemudahan dalam pelacakan produk dan peninjauan catatan,
membantu mengidentifikasi lot ingredient, bahan pengemas dan produk akhir bila
masalah keamanan timbul dan memerlukan tindakan penarikan dari pasar serta
menjadi sumber tinjauan data yang diperlukan jika ada audit HACCP oleh lembaga
yang berwenang (Muhandri dan Kadarisman, 2006).
Pembuatan dokumentasi dan pencatatan sistem HACCP dilakukan oleh tim
HACCP yang dibentuk dengan mekanisme adminstratif yang rapih sesuai dengan
SOP dari perusahaan dan alur distribusi yang jelas terjamin kerahasiaannya serta
aturan perubahan dokumentasi yang jelas (Thaheer, 2005)
102
Tabel 10. Penetapan Signifikansi Bahaya pada Bahan Baku dan Proses Produksi Yogurt
Tahap Proses Bahaya Sumber bahaya Peluang Keparahan Signifikansi Pencegahan
1. Penerimaan
bahan baku,
bahan
tambahan
dan bahan
pengemas
yogurt
a. Susu segar - Biologis :
mikroorganisme
( Salmonella sp,
Enteropathoge-
nic E coli, B.
cereus, S.
aureus)
- Fisika :
kotoran
sapi,debu
Kontaminasi saat pe-
merahan, dan konta-
minasi dari udara, alat,
pekerja saat peme-
riksaan kualitas
Kontaminasi saat
pemerahan dan
pengujian kualitas saat
penerimaan susu
S
S
T
R
T
R
- Uji kualitas mikrobiologi
susu, mempercepat proses
pengambilan sampel
- Mempercepat proses pe-
ngambilan sampel, sanitasi
alat dan penyaringan
103
Tahap Proses Bahaya Sumber bahaya Peluang Keparahan Signifikansi Pencegahan
- Kimia :
antibiotik,
aflatoxin dan
pestisida.
Pakan hewan, obat –
obatan
R T S - Melakukan pengujian kimia
b. Gula - Biologis :
mikroorganisme
pembentuk spora
(B. cereus, C.
perfringens),
serangga
- Fisik : benang,
rambut, logam
(timbal, timah,
tembaga )
Kontaminasi dari
supplier, handling
pekerja dan
penyimpanan
Kontaminasi dari
supplier, handling
pekerja dan
penyimpanan
T
R
R
T
S
S
- Jaminan supplier dan
pemilihan supplier
- Jaminan supplier dan
pemilihan supplier dan
pengujian kandungan
logam
c. Starter - Biologis :
mikroorganisme
(kapang,
khamir)
Kontaminasi dari
supplier
R R R - Adanya jaminan dari
supplier serta alternatif
supplier lain dan pengujian
mikroorganisme
d. Flavor - Fisik : Kontaminasi dari R T S - Adanya jaminan dari
104
Tahap Proses Bahaya Sumber bahaya Peluang Keparahan Signifikansi Pencegahan
logam supplier
supplier serta alternatif
supplier lain, pengujian
kandungan logam
e. Penerimaan kemasan
- Biologis : mikroorganisme berspora (Bacillus, Clostridium, kapang dan khamir)
Kontaminasi dari supplier dan pekerja saat handling dan penyimpanan serta dari udara
S R R - Menjaga kondisi penyimpanan tetap kering, menerima kemasan yang masih tersegel.
2. Pasteurisasi
85oC, 10 - 15
menit
- Biologis :
mikroorganisme
patogen
(Salmonella,
Enteropathoge-
nic E. coli)
Suhu dan waktu
pemanasan yang tidak
cukup.
R
T
S
- Pengawasan kecukupan
waktu dan suhu, kalibrasi
alat pengukur suhu,
pengawasan kinerja alat
pemanas.
- Perawatan alat dengan baik,
SSOP.
3. Pemberian
gula
- Biologis :
mikroorganisme
pembentuk spora
(B. cereus, C.
perfringens,
Kontaminasi dari
supplier, alat dan
pekerja
T
R
S
- Menerapkan SSOP dengan
benar, Jaminan supplier dan
pemilihan supplier
105
Tahap Proses Bahaya Sumber bahaya Peluang Keparahan Signifikansi Pencegahan
koliform),
serangga
- Fisik : benang,
rambut, bangkai
serangga,
rambut
Kontaminasi dari
penyimpanan, alat dan
pekerja
S
R
R
- Menerapkan SSOP dengan
benar ,Jaminan supplier dan
pemilihan supplier dan
pengujian kandungan
logam
4. Pendinginan
40 oC
- Biologis :
Bakteri
pembentuk
spora, kapang
dan khamir,
mikroorganisme
thermodurik
Spora bakteri yang
telah bergerminasi,
serta mikroorganisme
kontaminan dari
penambahan gula yang
belum mati
T R S - Mempercepat proses
pendinginan
5. Inokulasi
starter
- Biologis :
mikroorganisme
kapang, khamir,
Bacillus sp,
Clostridium sp.
Staphylococcus
Kontaminasi alat,
pekerja, dan
lingkungan.
T T T - Menerapkan SSOP dengan
benar
106
Tahap Proses Bahaya Sumber bahaya Peluang Keparahan Signifikansi Pencegahan
aureus,
koliform, dan
salmonella sp
6. Inkubasi pada
suhu 40oC
selama 6 jam
- Biologis :
mikroorganisme
kapang dan
khamir, Bacillus
sp, Clostridium
sp.
Staphylococcus
aureus,
koliform, dan
salmonella sp
Suhu dan waktu yang
kurang tepat
R T S - Mengontrol suhu dan waktu
7. Penambahan
flavor
- Biologis :
mikroorganisme
kapang dan
khamir,
Staphylococcus
aureus
- Fisika : debu,
Kontaminasi dari alat
dan pekerja
Kontaminasi dari alat
S
S
R
R
R
R
- Menerapkan SSOP dengan
benar
- Menerapkan SSOP dengan
107
Tahap Proses Bahaya Sumber bahaya Peluang Keparahan Signifikansi Pencegahan
rambut, logam dan pekerja benar
8. Mixing - Biologis :
mikroorganisme
kapang dan
khamir,
Staphylococcus
aureus
- Fisika : debu,
rambut.
Kontaminasi dari alat
dan pekerja.
S
S
R
R
R
R
- Menerapkan SSOP dengan
benar
- Menerapkan SSOP dengan
benar
9. Filling dan
Pengemasan
- Biologis :
mikroorganisme
kapang dan
khamir,
Staphylococcus
aureus,
Clostridium sp
dan Bacillus sp
- Fisika : debu,
rambut.
Kontaminasi dari
kemasan yang kurang
steril, alat, pekerja dan
lingkungan.
Kontaminasi dari
T
S
R
R
S
R
- Menerapkan SSOP dengan
benar
- Menerapkan SSOP dengan
benar
108
Tahap Proses Bahaya Sumber bahaya Peluang Keparahan Signifikansi Pencegahan
- Kimia :
Alkohol
kemasan yang kurang
steril, alat, pekerja dan
lingkungan
Kontaminasi dari
alkohol (Penggunaan
alkohol sebagai bahan
sterilisasi yang
dikhawatirkan
meninggalkan residu)
S
S
S
- Penyinaran dengan sinar
UV selama 15 menit
10. Penyimpanan
refrigerator
- Biologis :
kapang,khamir,
Staphylococcus
aureus,
Clostridium sp
dan Bacillus sp
Fluktuasi suhu
refrigerator
R R R - Pengawasan suhu
refrigerator, serta kestabilan
aliran listrik.
11. Distribusi
dingin dan
retail
- Biologis :
kapang, khamir,
S. aureus,
Clostridium sp
dan Bacillus sp
Fluktuasi suhu dan
kerusakan wadah
T R S - Kemasan tertutup rapat,
SSOP, pengawasan suhu.
109
Tabel 11. Penetapan CCP Bahan Baku
Material Bahaya Penyebab Tindakan
pengendalian/
pencegahan
P1 P2 P3 CCP/
Non
CCP
Alasan keputusan
Susu segar
- Biologis :
mikroorganisme
(Bacillus sp,
Clostridium sp,
S. aureus serta
Kapang dan
Khamir)
- Kimia :
antibiotik,
aflatoxin dan
pestisida
- Waktu
tunggu
pemerik-
saan
kualitas
susu, dan
kontami-
nasi dari
udara ,
alat,
pekerja
- Pakan,
obat –
obatan
hewan
- Uji kualitas
mikrobiologi
susu,
mempercepat
proses
pengambilan
sampel
- Pengaturan
pemberian
antibiotik oleh
KPSBU,
Y
Y
Y
Y
T
Y
Non CCP
CCP
Bahaya tersebut akan
hilang pada tahap High
pasteurization
Tidak dilakukan uji
residu antibiotik dan uji
kimia lainnya, tidak ada
proses selanjutnya yang
mampu mengurangi
bahaya tersebut
110
Material Bahaya Penyebab Tindakan
pengendalian/
pencegahan
P1 P2 P3 CCP/
Non
CCP
Alasan keputusan
Gula - Fisik : benang,
rambut, bangkai
serangga, logam
(timbal, timah,
tembaga )
- Biologi :
mikroorganisme
pembentuk spora
(Bacillus cereus,
Clostridium
perfringens),
serangga
Kontaminasi dari
supplier
Kontaminasi dari
supplier, handling
pekerja dan pe-
nyimpanan
- Jaminan
supplier dan
pemilihan
supplier dan
pengujian
kandungan
logam serta
mikroorganisme
- Memonitoring
kondisi ruang
penyimpanan
gula serta
pemasakan gula.
Y
Y
T
Y
T
Y
Non CCP
CCP
- Adanya jaminan
dari Supplier
- Ada izin dari
BP- POM
- Adanya peluang
kontaminasi
yang besar
akibat tidak
adanya tindakan
pencegahan
yang dilakukan.
111
Material Bahaya Penyebab Tindakan
pengendalian/
pencegahan
P1 P2 P3 CCP/
Non
CCP
Alasan keputusan
Flavour - Fisik : logam Kontaminasi dari
supplier
Kontaminasi dari
supplier
- Adanya jaminan
dari supplier
serta alternatif
supplier lain.
Y
Y
T
NonCCP
- Ada jaminan
dari supplier
- Ada izin dari
BP- POM
112
Tabel. 12. Penetapan CCP Proses Produksi Yogurt
Tahap Bahaya Penyebab Tindakan
pengendalian/
pencegahan
P1 P2 P3 P4 CCP/
Non
CCP
Alasan keputusan
Pasteurisasi Biologis :
mikroorganisme
patogen
(Salmonella,
Enteropathogenic
E. coli)
Waktu dan suhu
pemanasan tidak
sesuai
Pengawasan kecukupan
suhu dan waktu,kalibrasi
alat pengukuran suhut
Y Y - - CCP Proses ini dirancang
untuk mengurangi
bahaya sampai aman
Penambahan
gula
Biologis :
mikroorganisme
pembentuk spora
koliform, kapang,
khamir
Kontaminasi dari alat
dan pekerja serta
lingkungan
Menerapkan SSOP
dengan benar
T
Y
-
-
Modifi-
kasi
Proses
Proses pemanasan belum
dapat mengurangi
bahaya hingga level
aman, Lakukan
pemanasan gula hingga
terbentuk larutan gula
terlebih dahulu
Pendinginan
40 oC
- Biologi :
Bakteri pembentuk
spora, kapang dan
khamir dan
Spora bakteri yang
telah bergerminasi,
serta mikroorganisme
kontaminan yang
Mempercepat proses
pendinginan
Y T T - Non CCP Bahaya tidak dapat
meningkat hingga level
yang tidak aman
113
Tahap Bahaya Penyebab Tindakan
pengendalian/
pencegahan
P1 P2 P3 P4 CCP/
Non
CCP
Alasan keputusan
mikroorganisme
thermodurik
belum mati dari
penambahan gula
Inokulasi
starter
Biologis :
mikroorganisme
kapang dan khamir,
Staphylococcus
aureus, E. coli
Kontaminasi alat,
pekerja, dan
lingkungan.
Menerapkan SSOP
dengan benar
Y T Y T CCP Proses inokulasi kurang
higienis, tahapan berikut
akan kurang mampu
mengurangi bahaya jika
kontaminan terlalu
banyak
Inkubasi
pada suhu
40oC se-
lama 6 jam
Biologis :
mikroorganisme
kapang dan
khamir, Bacillus
sp, Clostridium
sp.
Staphylococcus
aureus, koliform,
dan salmonella sp
Suhu dan waktu yang
kurang tepat
Mengontrol suhu dan
waktu
Y T T - NonCCP Kontaminasi
mikroorganisme tidak
sampai pada taraf tidak
aman, karena kondisi
asam, panas serta adanya
bakteri asam laktat
Filling dan
Pengemasan
- Biologis :
mikroorganisme
Kontaminasi dari
kemasan yang kurang
SSOP
Y
T
Y
T
CCP
Kontaminasi
mikroorganisme dapat
114
Tahap Bahaya Penyebab Tindakan
pengendalian/
pencegahan
P1 P2 P3 P4 CCP/
Non
CCP
Alasan keputusan
kapang dan
khamir,
Staphylococcus
aureus,
Clostridium sp
dan Bacillus sp
- Kimia : Alkohol
steril, alat, pekerja dan
lingkungan.
Penggunaan alkohol
sebagai bahan
pensteril yang
dikhawatirkan
meninggalkan residu
T
Y
-
-
(Modi-
fikasi
proses)
meningkat sampai pada
taraf tidak aman.
Alkohol dapat
meninggalkan residu
sebaiknya diganti
dengan menyinari
kemasan dan tutup
kemasan dengan sinar
UV selama minimal 15
menit
Distribusi
dan retailing
- Biologis :
kapang, khamir,
S. aureus,
Clostridium sp
dan Bacillus sp
Fluktuasi suhu dan
kerusakan wadah
Menggunakan cool box
sebagai wadah distribusi
Y T Y Y CCP Cool box masih
memungkinkan
terjadinya fluktuasi suhu
selama distribusi
115
Tabel 13. HACCP Table Plan Yoghurt
Prinsip 1 Prinsip 2
Prinsip 3 Prinsip 4 Prinsip 5 Prinsip 6 Prinsip 7
Pemantauan Tindakan koreksi
Verifikasi Titik Pengen-dalian
Bahaya Tindakan pengenda-
lian
CCP Batas kritis
What Where How When Who What & Who What & Who
Catatan
Susu Segar
- Kimia :
antibiotik
,aflatoxin
dan
pestisida
Menghen-tikan pemakaian antibiotik 2 minggu sebelum pemerahan, menjaga kualitas pakan, atau uji kimia susu
CCP 1 Tidak ada kandungan antibiotik, aflatoksin dan pestisida
Batas kritis
Peter-nak dan susu
Melihat data dari keswan KPSBU atau melaku-kan uji kimia susu
Per batch
QC • Segera : ditolak
• Pencegahan : Penyuluhan tentang GFP kepada peternak
• QC
Uji residu antibiotik secara berkala 1 bulan sekali.
QC
Check sheet (mem-buat data-data peman-tauan)
Gula Biologi : mikroorganisme pembentuk spora (Bacillus
Memonitor kondisi ruang penyim-panan gula. Serta
CCP 2 Ruang penyimpa-nan bersih dan tidak lembab, Pemasakan
Batas kritis
Per batch
Ope-rator,QC
• Segera : peneguran
• Pencegahan : Pengawasan oleh QC
Cek bakteri patogen secara berkala (1 bulan sekali),
Buku log proses
116
cereus, Clostri-dium perfri-ngens), serangga
pemasakan gula terlebih dahulu sebelum digunakan dan disimpan di dalam refrigerator
gula hingga 100oC
review record.
Operator & QC
Pasteuri-sasi
Mikrobio-logi :
§ Salmo-nella § Kapang § Khamir § Stafiloko-kus § E. coli
Pengawa-san kecukupan suhu dan waktu, kalibrasi alat pengukuran dancek kinerja alat
CCP 3 T = 80 - 85°C
t = 30 menit
Batas kritis suhu dan waktu
Pasteu-rizer
Pengu-kuran suhu proses dan waktu
Per batch
Ope-rator,QC
• Segera : dipasteurisasi ulang oleh operator
• Pencegahan : memastikan alat berfungsi dengan baik, analisis mikro (rapid test)
• Operator
Cek bakteri patogen secara berkala(1 bulan sekali), review record.
Operator & QC
Buku log proses
117
Inokulasi starter
Biologi : mikroorga-nisme
SSOP pekerja, ruangan dan alat benar – benar diterapkan
CCP 4
Ruangan tertutup, pekerja, alat, dan bahan steril, proses aseptis
Alat, ruangan, pekerja, dan proses
Area ino-kulasi
Penga-matan secara lang-sung
Per batch
Super-visor, QC
• Segera : peneguran
• Pencegahan : mengadakan pelatihan ulang mengenai SSOP, melakukan pengawasan secara kontinu.
• Supervisor produksi
Internal audit (pekerja, alat,lingkungan dan pengujian produk), supervisor dan QC
Buku log proses
Filling dan Pengema-san
- Biologis :
mikroor-
ganisme
kapang
dan
khamir,
Staphylo-
coccus
aureus,
Penerapan SSOP
CCP 5 Ruangan tertutup, suhu 10oC dan telah tersterilisasi dengan sinar UV selam 15 menit. Penerapan higien personal dan
Pekerja, kemasan dan suhu
Area penge-masan
Penga-matan secara lang-sung
Per batch
Super-visor, QC
• Segera : peneguran dan penstrilisasi-an ruangan dengan sinar UV selama 15 menit oleh operator
• Pencegahan : mengadakan pelatihan ulang SSOP,
Internal audit (pekerja, alat, ruangan dan pengujian produk), supervisor dan QC
Buku log proses
118
Clostridi-
um sp
dan
Bacillus
sp
sanitasi peralatan dengan benar
melakukan pengawasan secara kontinu.
• Supervisor
Distribusi dan retail
- Biologis :
kapang,
khamir,
S. aureus,
Clostridi
um sp
dan
Bacillus
sp
Menggunakan cool box sebagai wadah distribusi
CCP6 Suhu dalam cool box < 10oC, tidak ada kemasan yang bocor/rusak
Kemasan dan suhu
Cool box
Penga-matan secara lang-sung
Per distri-busi
Operator
• Segera: penambahan es batu dan mempercepat distribusi
• Pencegahan: melakukan pemuatan produk dengan cepat, dan memuat produk yang telah beku
• Operator
Internal audit (pekerja, alat,dan pengujian produk), supervisor dan QC
Buku log distribu-si
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Secara umum dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan GMP, GTP,
GRP dan sanitasi di unit produksi yoghurt KPSBU masih harus ditingkatkan lagi
agar dapat menunjang keberhasilan sistem HACCP yang akan diterapkan. Pada
penerapan GMP Pemeliharaan bangunan dan fasilitas sanitasi serta peralatan
produksi memiliki persentase kesesuaian terendah yaitu 25% dan label produk akhir
yoghurt telah 100% sesuai dengan ketentuan GMP tentang pelabelan. Beberapa
penerapan aspek GTP memiliki persentase kesesuaian penerapan yang masih berada
di bawah 75% kecuali aspek verifikasi. Persentase kesesuaian pada penerapan SSOP
di unit pengolahan yoghurt KPSBU mempunyai nilai maksimal 75%, demikian juga
dengan penerapan GRP yang masih terdapat beberapa kekurangan yaitu diantaranya
tidak memberikan pembinaan penambahan pengetahuan kepada agen penjualan
tentang higien dan handling produk yoghurt.
Penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan GMP, GTP,
GRP dan SSOP tersebut menjadi salah satu faktor penting yang harus
dipertimbangkan. Revisian dan dokumentasi prosedur-prosedur (SOP) untuk bagian
produksi yang mencakup proses sanitasi dan seluruh rantai proses pengolahan mulai
dari bahan baku hingga produk jadi serta bagian distribusi dan retailing yang
mencakup proses penyimpanan dan transportasi produk hingga ketangan konsumen
juga masih perlu dilakukan oleh KPSBU.
Pengawasan terhadap enam CCP yang teridentifikasi pada proses produksi
yoghurt yaitu pada bahan baku susu segar dan gula, proses pasteurisasi, inokulasi,
pengemasan dan distribusi perlu diperhatikan agar tidak menjadi peluang timbulnya
bahaya bagi produk. Modifikasi terhadap proses penambahan gula dan sterilisasi
kemasan juga perlu segera dilakukan agar proses tersebut tidak menjadi sumber
bahaya bagi produk yang dihasilkan.
Saran
1. Koperasi perlu segera melengkapi dan merevisi dokumen pencatatan dan
prosedur-prosedur (SOP) yang ada sesuai dengan aspek GMP, GTP, GRP dan
120
SSOP dan disosialisasikan secara menyeluruh ke tingkat karyawan sebagai
langkah awal menyusun rencana sistem HACCP
2. Koperasi perlu segera melakukan pemenuhan fasilitas yang diperlukan untuk
penerapan GMP, GRP, GTP dan SSOP secara benar yaitu dengan melakukan
pendataan terhadap fasilitas yang tersedia dan belum tersedia kemudian
melakukan penyusunan daftar kebutuhan dalam skala prioritas yang
disesuaikan dengan keadaan koperasi sehingga koperasi dapat memenuhi
kebutuhan tersebut secara bertahap dengan sempurna agar dapat segera
menunjang penerapan sistem HACCP.
3. Pengujian kualitas air sesuai dengan standar air minum dan pengaturan tata
letak area produksi agar memiliki jarak minimal 500 m dari sumber
kontaminasi seperti tempat pembuangan sampah pasar merupakan prioritas
utama yang harus dipertimbangkan KPSBU untuk segera diperbaiki.
4. Sarana pengujian kualitas produk akhir yoghurt dan kemanan air perlu
disediakan pada laboratorium yang telah dimiliki sebagai jaminan keamanan
produk yang akan dipasarkan
5. Koperasi perlu menyediakan area/tempat steril yang dilengkapi dengan sinar
UV untuk melaksanakan proses inokulasi dan pengemasan termasuk
didalamnya sterilisasi kemasan
6. Koperasi perlu menyediakan beberapa unit exhaust fan di atas area
pasteurisasi agar kondisi ruangan tidak terlalu panas dan selama produksi
pintu dapat ditutup sehingga menjamin proses produksi lebih higiene serta
memperbaiki atau menjaga agar AC pada area pengemasan tetap berfungsi
dengan baik.
7. Koperasi perlu memperhatikan sanitasi di dalam ruang produksi yang
meliputi kebersihan dinding, langit-langit, jendela dan lantai. Serta menutup
lubang saluran pembuangan air untuk menghindari masuknya binatang dan
melakukan pemindahan terhadap instalasi listrik yang berdekatan dengan
sumber air.
8. Fasilitas sanitasi yang lengkap seperti wastafel, sabun cair, alkohol 70%,
tissue dan tempat sampah berpenutup dengan pijakan sebagai pembuka perlu
121
disediakan di area masuk ruang produksi dan pengemasan serta pintu keluar
toilet
9. Fasilitas higiene personal karyawan seperti hair net, masker, seragam kerja
khusus dan alas kaki khusus area produksi yang slalu terjaga sanitasinya perlu
diadakan atau penyediaan fasilitas foot bath lengkap dengan khlorin 200 ppm
di pintu masuk area produksi untuk mensanitasi alas kaki yang digunakan
untuk keluar masuk area produksi.
10. Pemenuhan kekuatan penerangan 220 lux pada ruangan pasteurisasi, ruang
inkubasi dengan luas ±30 m2 diperlukan 3 unit 2 lampu TL 40 watt dan
ruang pengemasan dengan luas ± 21 m2 memerlukan 2 unit 2 lampu TL 40
watt.
11. Koperasi perlu menyediakan tempat khusus penyimpanan peralatan yang
telah disanitasi yang bebas dari hama.serta tempat khusus penyimpanan
bahan tambahan dan bahan kemasan yang terpisah dari bahan sanitasi.
12. Koperasi perlu menyediakan unit kendaraan box yang dilengkapi dengan
pengatur suhu dan kelembaban untuk pendistribusian yoghurt atau
memberikan penambahan es batu pada cool box dan melakukan pengecekan
suhu setiap 2 jam.
13. Penyediaan cool box bagi agen penjual sebagai tindakan koreksi jika
refrigerator tidak berfungsi dengan baik atau terjadi pemadaman listrik perlu
dipertimbangkan oleh koperasi.
14. Koperasi perlu menjadwalkan pelatihan rutin mengenai GMP, GTP, GRP,
dan SSOP kepada karyawan dan bekerja sama dengan klinik atau rumah sakit
tertentu untuk memeriksa kesehatan karyawan secara rutin agar diketahui
riwayat kesehatan karyawan.
15. Koperasi perlu segera membentuk tim HACCP agar dapat
mengimplementasikan, memperbaiki dan melengkapi rencana HACCP yang
dibuat untuk proses sertifikasi HACCP. Setelah semua persyaratan dasar
HACCP terpenuhi maka dilakukan review terhadap sistem HACCP yang
telah disusun dan melaksanakan validasi awal dengan mengimplementasikan
sistem HACCP dalam 10 siklus produksi.
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji kehadirat Allah SWT yang maha menyayangi hamba-Nya, yang
maha mengetahui yang terbaik untuk hamba-Nya. Sujud syukurku untuk-Mu Allah.
Skripsi ini selesai karena-Mu. Terima kasih kepada Rasul Allah Muhammad SAW
atas suri tauladannya, kesabaran dan keikhlasan yang selalu diajarkan pada umatnya.
Terima kasih kepada Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA., dan Zakiah
Wulandari, S.TP., M.Si. selaku pembimbing utama dan pembimbing anggota skripsi
sekaligus orangtua selama di Perguruan Tinggi yang telah memberikan nasehat,
arahan dan doa kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Kepada Ir.
Afton Atabany, M.Si dan Ir. Kukuh Budi Satoto, MS. sebagai dosen penguji yang
telah memberi masukan-masukan kepada penulis untuk menyempurnakan skripsi ini.
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Ir. R. Bambang Pangestu, MS
selaku pembimbing akademik.
Terima kasih kepada keluargaku, papa dan mama yang selalu menjadi
kekuatan hidupku, surgaku, setiap langkahku teriring doa papa dan mama. Setiap
yang kucapai, setiap kebaikanku yang terlaku, semuanya untuk papa dan mama.
Teruntuk adekku Tommy Wahyu Renanto, terima kasih untuk setiap kesabaran dan
keikhlasannya atas kesendiriannya di rumah selama ini.
Terima kasih kepada segenap pengurus dan karyawan KPSBU yang telah
memberikan bantuan dalam magang penelitian ini. Kepada Iyep Komala, S.Pt,
Bramada W.P, S.Pt, Joni Setiawan, S.Pt, Feri C. K,S.Pt., Devi M, SPt., Fitria B. Y.
dan teman-teman magang di Lembang atas bantuan dan dukungannya.
Terima kasih penulis kepada Ellyta W. P yang telah memberikan bantuan,
dukungan, perhatian dan kesabaran hingga terselesaikan skripsi ini. Terima kasih
kepada Tomi Ertanto, Dudi F., M. Tito, Cahyanto, Tofan, Ria K.D, Maya M., Mira
Hotri, Rahmadani P., Stefany, Widimartani A., dan semua teman-teman THT 41atas
dukungan dan kebersamaannya. Terakhir penulis ucapkan terima kasih kepada
seluruh civitas akademika Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor atas doa
yang diberikan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khusunya dan pembaca
umumnya.
Penulis
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2003. SK Menkes Nomor 23/Menkes/SK/I/1978 tentang Pedoman Cara Produksi yang Baik untuk Makanan. BPOM, Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional. 1998. SNI 01-4852-1998. Sistem Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis Critical Control Point-HACCP) serta Pedoman Penerapannya. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional. 2002. Pedoman 1004-2002 Panduan Penyusunan Rencana Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP), Badan Satandardisasi Nasional, Jakarta.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan: Adiono dan H. Purnomo. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Codex Alimentarius Comissions. 1997. Food Hygiene Basic Text. Codex Alimentarius Comissions, Rome.
Campbell, J. R., and R. T. Marshall. 1975. The Scince of Providing Milk for Man. Mc Graw Hill Book Co, New York.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1998. Higiene dan Sanitasi Sarana Pengolahan Pangan. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.
Dewan Standardisasi Nasional. 1992. SNI 01-2981-1992. Cara uji makanan dan minuman. Standar Nasional Indonesia, Jakarta
Dewan Standardisasi Nasional. 1992. SNI 01-3141-1992. Susu Segar. Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta.
Dwidjoseputro. 1987. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan, Surabaya
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Fardiaz, S. 1996. Prinsip HACCP dalam Industri Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB, Bogor.
FDA. 1995. Sanitation, Sanitary regulation and voluntary Programs. In: G Mariot and Norman (Editors). Principles of Food Sanitation, P. 7. 3rd Edition. Chapman and Hall, New York.
Foster. E. M., F. E. Nelson., M. L. Speck., R. N. Doesch., and J. C. Olson. 1961. Dairy Microbiology. Prentice – Hall Inc., Englewood Cliffs, New Jersey.
Helferich, W. and D. Westhoff. 1980. All About Yoghurt. Prentice Hall Inc., Englewoods Cliffs, New Jersey.
Heijden K., M. Younes., L. Fishbein., and S. Miller. 1999. International Food Safety Handbook: Science, International Regulation and Control. Marcel Dekker, New York.
International Commission of Mikrobiological Specification for Foods. 1986. Microorganisms in Foods 4. Application of Hazard Analysis Critical Control
124
Point (HACCP) System to Ensure Microbiological Safety and Quality. 2 nd
Edition. University Press, Toronto.
Jenie. B. S. L. 1987. Sanitasi Dalam Industri Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kuntarso, A. 2007. Pengembangan teknologi pembuatan low-fat fruity bio-yogurt (Lo-Bio F). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Lampert, L. M. 1970. Modern Dairy Products. Eurasia Publishing House Ltd, New Delhi.
Marcon, A. 1994. Yogurt. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 1990. Persyaratan Kualitas Air Minum No.416/MENKES/Per/IX/1990, Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri No.1405/MENKES/SK/XI/2002, Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2003. Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga No.715/MENKES/SK/V/2003, Jakarta.
Menteri Negara Sekretaris Negara. 1996. Undang-Undang Republik Indonesia No. 7. 1996 tentang Pangan, Jakarta.
Menteri Negara Sekretaris Negara. 1999. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, Jakarta.
Mortimore, S. and C. Wallace. 1994. HACCP A Practical Approach. Chapman and Hall Publ., London.
Muhandri. T. dan D. Kadarisman. 2006. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. IPB press, Bogor.
New Zealand Food Safety Authority. 2007. RMP Template for the Transport of Dairy Material and Dairy Products. New Zealand Food Safety Authority, New Zealand.
Pierson, M.P. and D.A. Corlett, Jr. 1992. HACCP : Principles and Applications Chapman and Hall Publ., New York.
Poerbo, H. 1992. Utilitas Bangunan Buku Pintar untuk Mahasiswa Arsitektur-Sipil. Penerbit Djambatan, Jakarta.
Rachmawan, O. 2001. Penanganan Susu Segar. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Rahman, A., S. Fardiaz, W. D. Rahayu, Suliantri, dan C. C. Nurwitri. 1992. Teknologi Fermentasi Susu. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Ressang, A. A. dan A. M. Nasution. 1982. Pedoman Mata Pelajaran Ilmu Kesehatan Susu. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
125
Robinson, R.K. 1993. The Microbiology of Milk Product. Applied Science Publishers, New Jersey.
Robinson, R. K. 2002. Dairy Microbiology Handbook. The Microbiology of Milk and Milk Product. 3rd Edition. John Willey and Sons, Inc., New York.
Robinson, R.K., and A.Y. Tamime. 1990. Microbiology of Fermented Milk . Elsevier Applied Science, London.
Robinson, R.K., C.A. Batt., and P.D. Patel. 1999. Encyclopedia of Food Microbiology. Academic press, New York.
Saleh, E. 2004. Teknologi Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Program Studi Produksi Ternak. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Sekretaris Negara Republik Indonesia. 2004. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, Jakarta.
Soekarto, S. T. 1990. Dasar-dasar Pengawasan dan Standardisasi Mutu Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor Press, Bogor.
Sudiara, B. P., dan Sabudi, I. S. 1995. Hygiene dan Sanitasi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Sudono. 1985. Produksi Sapi Perah. Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Suliantari, S. Budijanto. D. R. Adawiyah, S. Koswara, L. Nuaida, H. D. Kusumaningrum, dan D. Indrasti. 2007. Praktikum Terpadu Teknologi Fermentasi : Yoghurt. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sumedi, N.B.T. 2004. Formulasi kultur bakteri asam laktat dalam pengembangan minuman probiotik. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Supardi. I., dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Penerbit Alumni, Bandung.
Syarief, R dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit ARCAN, Jakarta.
Tamime, A. Y. and R. K. Robinson. 1999. Yoghurt Science and Technology 2nd
Edition. Woodhead Publishing Limited, Cambridge.
Tamime, A. 2006. Fermented Milks. Blackwell Science Ltd., Oxford
Thaheer, H. 2005. Sistem Manajemen HACCP. Bumi Aksara, Jakarta.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8. 1999. Perlindungan Konsumen. http://www.hukumonline.com. [22 Juli 2008]
Vedamuthu. E. R. 1982. Fermented Milk. In: A.H. Rose (Editor). Fermented Foods. Academic Press. Inc. Ltd, London.
Winarno, F. G. 1997. Keamanan Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur Organisasi KPSBU
M. Peltek & SDM M. Usaha & Keuangan
Ass. Manajer
Unit penanganan Susu Unit Pel. Umum Unit HR & GA Unit ADM, Keuangan Unit Perkreditan
SU Produksi
Pembukuan SU Quality Control
SU. Pertokoan
SU PAD
SU Makter
SU Personalia
SU. Sekretariat
Pembelian SU. S/P
SU. Kendaraan
Sie. Montir Sie. Supir
SU. Penyuluhan Anggota
SU. Keswan IB
Sie. Peny. Menular
Sie. IB/Keswan
SU. Satpam
Gudang
Kasir Inventaris SU. Pembibitan
Anggota Garis Komando Garis Pelayanan Garis Konsultasi Garis Pengawasan
RAT
Pengurus Pengawas
128
Lampiran 2. Denah KPSBU
l Parkir
Keterangan:
a. Limbah b. Gudang c. Kantor d. Ruang Pengolahan Yogurt e. Laboratorium Kualitas susu f. Ruang Penyuluhan g. Kamar susu h. Aula bawah i. Satpam j. IB dan Keswan k. Penyimpanan produk akhir yogurt l. Bengkel
a
a
b
c
d
e
f
g
h
i
j k
129
Lampiran 3. Sistem Pelabelan dan Penyimpanan dengan Kartu
Sistem Penyimpanan dengan Kartu
A. Latar Belakang
KPSBU mempunyai komitmen untuk menjaga agar produk yang dihasilkan baik
dan aman sampai ke konsumen. Jaminan tersebut didapat jika setiap produk atau
bahan yang digunakan memiliki dokumen sehingga mudah melakukan
penelusuran kembali (traceablelity). Penggunaan sistem kartu dalam
penyimpanan bahan yang di terima dan produk yang akan dipasarkan akan
mempermudah recording dalam penerapan HACCP.
B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup sistem penyimpanan dengan kartu adalah pada setiap produk atau
bahan yang mengalami proses penyimpanan yaitu, bahan baku, bahan tambahan,
bahan sanitasi dan produk akhir. Pengisian kartu dilakukan oleh QC atau QA.
Setiap item bahan menggunakan kartu yang berbeda dan setiap jenis bahan
menggunakan warna kartu yang berbeda sesuai dengan kebijaksanaan KPSBU
agar mempermudah pengorganisasian dokumen.
C. Prosedur Pengisian Kartu
Setiap produk yang akan disimpan maka harus dicatat
Ø nama bahan (produk) : berisikan merk dagang beserta jenis bahan
Ø asal bahan: berisikan nama supplier atau produsen bahan
Ø kode bahan : berisikan kode urutan bahan tersebut masuk ke tempat
penyimpanan
Ø tanggal bahan diterima : berisikan tanggal,bulan dan tahun barang tersebut
diterima
130
Ø jumlah penerimaan : total bahan yang diterima pada tanggal tersebut oleh
supplier/produsen yang sama
Ø tanggal pemeriksaan : tanggal bahan tersebut diperiksa oleh Quality Control
Ø hasil pemeriksaan : keterangan mengenai hasil pengujian secara laboratorium
terhadap kualitas fisik, kimia dan mikrobiologis bahan dibandingkan dengan
standar penerimaan bahan KPSBU yaitu berdasarkan SNI. Keterangan
tersebut dapat berasal dari CoA supplier atau hasil pengujian laboratorium
secara internal. Khusus hasil pemeriksaan bahan sanitasi maka hasil yang
dicantumkan adalah CoA dari supplier yang telah diperiksa oleh QC/QA.
QC/QA menentukan bahan tersebut aman digunakan dan diterima atau
ditolak
Ø tanggal keluar gudang : tanggal, bulan dan tahun bahan tersebut keluar dari
tempat penyimpanan
Ø sisa dalam kemasan : sisa bahan dalam kemasan setelah bahan keluar dari
gudang atau digunakan baik untuk keperluan produksi maupun pengujian
laboratorium.
Ø cara penggunaan dan cara penyimpanan (khusus bahan sanitasi): berisikan
cara penggunaan bahan dan penyimpanan bahan yang dianjurkan oleh
supplier
131
D. Pelabelan Bahan Baku, Bahan Tambahan dan Bahan Sanitasi
Nama Bahan
Kode Bahan
Tanggal Bahan Diterima
Tanggal Keluar Gudang
Sisa Akhir dalam Kemasan
Nama Pengguna
Keterangan lain-lain
Mengetahui :
Penanggung Jawab
Quality Control
132
E. Kartu Bahan Baku dan Bahan Tambahan KPSBU Unit Pengolahan Yogurt
Nama Bahan
Kode Bahan
Tanggal Bahan Diterima
Asal Bahan (Produsen)
Jumlah Penerimaan
Tanggal Pemeriksaan
Hasil Pemeriksaan (CoA) Fisik : Diterima Ditolak Keterangan : Kimia: Diterima Ditolak Keterangan: Mikrobiologis: Diterima Ditolak Keterangan:
Tanggal Keluar Gudang
Sisa Akhir dalam Kemasan
Keterangan lain-lain
Penanggung Jawab
Quality Control
133
F. Kartu Bahan Sanitasi
KPSBU Unit Pengolahan Yogurt
Nama Bahan
Kode Bahan
Tanggal Bahan Diterima
Asal Bahan (Produsen)
Jumlah Penerimaan
Tanggal Pemeriksaan
Hasil Pemeriksaan (CoA)
Cara Penggunaan
Cara Penyimpanan
Tanggal Keluar Gudang
Sisa Akhir dalam Kemasan
Penanggung Jawab
Quality Control
134
G. Kartu Penyimpanan Produk Akhir
Rasa Keterangan
Anggur Strowberi Moka Melon Durian
Produksi
Tanggal penyimpanan produk
Jam penyimpanan produk
Jumlah penyimpanan produk
Jumlah produk yang rusak
Jumlah produk yang di reproses
Tanda tangan karyawan produksi
Distribusi
Tanggal pengambilan produk
Jam pengambilan produk
Jumlah pengambilan produk
Jumlah produk dengan kemasan rusak atau terkontaminasi dan dibuang
Jumlah produk yang dikembalikan dan disimpan ulang
Tanda tangan pengambil produk (karyawan distribusi)
Lain-lain
Keterangan lain-lain
135
Lampiran 4. Manajeman Pengendalian Hama
Manajemen Pengendalian Hama
A. Pencegahan 1. Harus dilakukan penghilangan tempat bersembunyi (sarang) dan bahan-bahan
yang dapat menarik datangnya hama di dalam dan di lingkungan ruang produksi: Ø genangan air; Ø semak-semak dan rumput liar; Ø limbah atau sampah; Ø barang-barang bekas (tidak terpakai); Ø peralatan dan wadah yang kotor; Ø produk/bahan yang tercecer; Ø area yang kotor; dan Ø langit-langit yang kotor.
2. Harus dilaksanakan program sanitasi yang baik agar area dalam dan luar ruang produksi tetap terjaga kebersihannya yang diatur dalam SSOP.
3. Bangunan koperasi dan ruang produksi harus selalu terawat dan dalam kondisi baik.
4. Harus dilakukan pengawasan terhadap bahan yang masuk ke ruang produksi dan koperasi agar tidak mengandung hama.
5. Harus dilakukan pencegahan masuknya hama ke area produksi dengan : Ø memasang insect killer pada gudang bahan pemanis, ruang pendinginan
susu, ruang inkubasi, ruang pengemasan dan ruang penyimpanan serta selalu memeriksa kebersihan dan keefektifan lampu dan tegangan kawat dari insect killer;
Ø menutup lubang atau celah yang memungkinkan masuknya hama seperti saluran pembuangan air, celah pada pintu dan jendela;
Ø memasang kasa pada setiap jendela yang dapat dibuka dan ventilasi; Ø menutup selalu pintu area produksi; Ø menutup selalu produk atau bahan yang ada di ruang produksi dan
gudang; dan Ø menutup selalu tempat sampah yang ada di luar dan di dalam ruang
produksi. 6. Harus dilakukan pemusnahan hewan yang masuk dengan hati-hati dan selalu
diperhatikan agar tidak mengkontaminasi ruangan, peralatan, bahan dan produk: Ø memasang perangkap yang dapat memancing hama dan membunuhnya,
seperti perangkap tikus, lem tikus, lem untuk lalat/lebah, raket nyamuk dan lain-lain; dan
Ø menangkap dan memusnahkan hama seperti lalat, cicak, semut atau kecoak yang ada di dalam maupun di luar ruang produksi.
136
7. Harus selalu menjaga agar tidak ada hewan seperti anjing atau kucing di dalam linkungan koperasi.
8. Harus dilakukan pemantauan dan pemeriksaan kemungkinan timbulnya sarang hama.
B. Pembasmian 1. Harus dilakukan pembasmian hama dan sarangnya secara berkala oleh pihak
koperasi. 2. Melibatkan jasa pengendali hama sebagai pihak eksternal yang memiliki: Ø sertifikat kompetensi bahwa perusahaan pengendali hama tersebut
merupakan perusahan yang ahli dibidangnya dan legal (memiliki izin usaha dari pemerintah); dan
Ø lembar data tentang keamanan bahan yang digunakan untuk membasmi hama yang meliputi nama produk, kandungan bahan, komposisi, sifat fisik bahan, bahaya kesehatan, prosedur penanganan bahan, tata cara pembuangan limbah bahan dan pertolongan pertama kereaktifan bahan.
3. Melakukan pembasmian hama secara mandiri atau internal sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang diberikan dan dijelaskan oleh pihak jasa pengendali hama.
4. Pelaksanaan pembasmian hama baik oleh pihak eksternal maupun internal harus selalu diawasi oleh bagian Quality Control agar tidak melewati batas keamanan penggunaan pembasmi hama yang dapat membahayakan kesehatan dan keamanan bahan, proses produksi dan produk akhir.
C. Frekuensi 1. Pengendalian hama yang dilakukan pihak internal dilakukan setiap hari. 2. Pengendalian hama yang dilakukan pihak eksternal dilakukan setiap dua
minggu sekali dan secara berkala menurun menjadi satu bulan sekali setelah dijamin di lingkungan koperasi dan di dalam ruang produksi telah bebas hama dan telah terkendali yang ditetapkan oleh pihak Quality Control.
D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pelaksanaan pengendalian hama:
1. Pencegahan Pencegahan terhadap masuknya hama wajib dilakukan oleh pihak koperasi yang harus selalu dipantau pelaksanaannya dan keefektifannya. Pencegahan dilakukan oleh pihak internal koperasi yaitu karyawan produksi, kepala unit produksi, karyawan yang berhubungan dengan produk dan petugas khusus kebersihan. Pengawasan terhadap pelaksanaan pencegahan masuknya hama merupakan tanggung jawab pihak Quality Control/Quality Assurance.
137
2. Pembasmian Pembasmian terhadap hama merupakan langkah terakhir yang harus dilakukan apabila pencegahan hama tidak mampu mengendalikan keberadaan hama. Pembasmian hama dilakukan oleh pihak eksternal yaitu jasa pengendali hama dan pihak internal yaitu petugas kebersihan yang pelaksanaannya selalu diawasi oleh pihak Quality Control/Quality Assurance agar tidak mencemari bahan, proses produksi dan produk akhir.
138
Lampiran 5. Check List GMP, GTP dan SSOP
Form Monitoring GMP Penilaian No. Parameter 0 1 2 3 4
Keterangan
1. Lokasi dan Lingkungan Lokasi 1. Jalanan dalam dan luar koperasi
dalam kondisi baik
2. Saluran pembuangan air sekitar pabrik berfungsi dengan baik
3. Bebas genangan air maupun banjir 4. Bebas tumpukan sampah 5. Bebas rumput liar dan semak-
semak
Sub Total Lingkungan 6. Bebas dari daerah persawahan,
daerah pembuangan sampah, daerah kotor, daerah kering dan berdebu, daerah berpenduduk padat dan daerah penumpukan barang bekas
7. Bebas polusi dari perusahaan luar yang dapat mencemari
Sub Total Total 2. Bangunan Desain dan Tata Letak Ruangan 1. Ruang Pokok sesuai dengan
kondisi peralatan, kapasitas produksi dan jumlah karyawan
2. Tata letak ruangan sesuai urutan proses
3. Ruang pelengkap sesuaidengan jumlah karyawan
4. Ruang pelengkap sesuai urutan kegiatan
Sub Total Lantai 5. Rapat/kedap air 6. Tahan terhadap air, garam, basa,
asam dan bahan kimia lainnya
7. Halus, tidak licin dan mudah dibersihkan
8. Keramik tidak pecah dan retak 9. Pertemuan antara lantai dengan
dinding tidak boleh memebentuk siku-siku namun melengkung serta rapat air
Sub Total
139
Penilaian Dinding 10. Tidak terkelupas 11. Bersih dari debu dan kotoran lain 12. Dinding berlapis keramik yang
rapat/kedap air minimal 2 m dari permukaan lantai
13. Pertemuan antara dinding dengan dinding tidak boleh memebentuk siku-siku namun melengkung serta rapat air
Sub Total Atap 14. Dari bahan yang tahan lama, tahan
air, tidak bocor, tidak larut air dan tidak mudah pecah
Sub Total
Langit-langit
15. Tidak terkelupas, tidak berlubang, tidak retak
16. Tahan lama, mudah dibersihkan 17. Permukaan halus, warna terang Sub Total Pintu 18. Dari bahan yang tahan lama, kuat,
dan tidak mudah pecah
19. Pintu tidak rusak dan dapat ditutup dengan baik
20. Membuka keluar Sub Total Jendela 21. Tidak pecah 22. Dapat ditutup dengan baik Sub Total Penerangan 23. Lampu tidak pecah 24. Lampu berpenutup 25. Berfungsi dengan baik 26. Cukup terang (tidak remang-
remang) Ø Pada daerah kerja
minimal sebesar 220 lux = 20 fc (Foot candle)
Ø Pada tempat pemeriksaan produk sebesar 540 lux = 50 fc
Ø Ditempat lain dapat 110 lux = 10 fc
Sub Total
140
Penilaian Ventilasi dan Pengatur Suhu
27. Mampu menjamin peredaran udara dengan baik
28. Mampu menghilangkan gas, uap, bau, asap, debu dan panas
29. Dalam keadaan bersih 30. Lubang ventilasi harus dilengkapi
dengan alat yang dapat mencegah masuknya kotoran ke dalam ruangan serta mudah dibersihkan
Sub Total Keadaan Area Produksi Ruang Pasteurisasi, Pendinginan
dan Inokulasi
31. Ruangan dalam keadaan bersih 32. Ruangan dalam keadaan rapi 33. Tidak terdapat hama 34. Memiliki cahaya yang cukup 35. Sirkulasi udara dalam ruangan
baik, tidak panas, bau, berasap yang dapat merugikan kesehatan
36. Tersedia fasilitas sterilisasi alat (air panas,deterjen)
37. Tersedia air mengalir, sabun cair dan alkohol serta wastafel dan tissue
38. Saluran pembuangan air berpenutup dan tidak tersumbat
39. Terdapat tempat sampah tertutup dengan pijakan sebagai pembukanya
40. Terdapat ruang steril yang tertutup untuk proses inokulasi kultur starter yogurt
41. Tersedia sinar UV dalam ruang proses inoklasi kultur starter yogurt
Sub Total Ruang Inkubasi 42. Ruangan dalam keadaan bersih 43. Ruangan dalam keadaan rapi 44. Tidak terdapat hama 45. Memiliki cahaya yang cukup 46. Sirkulasi udara dalam ruangan
baik, tidak panas, bau, berasap yang dapat merugikan kesehatan
Sub Total Ruang Pengemasan 47. Ruangan dalam keadaan bersih 48. Ruangan dalam keadaan rapi
141
Penilaian 49. Tidak terdapat hama 50. Memiliki cahaya yang cukup 51. Memiliki pengatur suhu (AC) yang
berfungsi dengan baik
52. Memiliki Sinar UV 53. Memiliki tempat sampah
berpenutup dengan pijakan sebagai pembukanya
54. Tersedia alkohol serta Tisuue Sub Total Total 3. Fasilitas Sanitasi Sarana Penyediaan Air 1. Sumber air, pipa pengaliran dalam
kondisi baik
2. Air untuk pengolahan memenuhi
kualitas air bersih
Sub Total Sarana pembuangan air dan limbah 3. Saluran dan tempat pembuangan
dalam kondisi baik (tidak tersumbat)
4. Saluran pembuangan air memiliki katup/penutup
5. Sarana pembuangan harus dapat mengolah dan membuang buangan padat, cair, gas yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan
Sub Total Toilet 6. Ruangan dalam keadaan bersih 7. Tidak terdapat hama 8. Memiliki cahaya yang cukup 9. Memiliki tempat sampah
berpenutup dengan pijakan sebagai pembukanya
10. Lantai tidak tergenang air 11. Tersedia alas kaki khusus toilet 12. Tersedia fasilitas cuci tangan
(wastafel, air, sabun, tissue,dan bak larutan khlorin 200 ppm)
13. Tesedia peringatan mencuci tangan setelah menggunakan toilet
14. Pintu toilet selalu tertutup 15. Sumber air mengalir dan saluran
pembuangan dalam kondisi baik
16. Letak tidak terbuka langsung dengan ruang pengolahan
142
Penilaian 17. Jumlahnya cukup dengan
karyawan yang bekerja o Untuk jamban
§ 1 – 10 orang = 1 buah,
§ 11 – 25 orang = 2 buah,
§ 26 – 50 orang = 3 buah,
§ Penambahan 25 orang tambah 1 buah
o Untuk peturasan § 1-30 orang = 1
buah § 31-60 orang = 2
buah § Penambahan 30
orang tambah 1 buah
o Untuk kamar mandi § 1-10 orang = 1
buah o Penambahan 25 orang
tambah 1 buah
Sub Total Sarana Higiene Karyawan 18. Terdapat bak pencuci tangan
(wastafel) untuk karyawan yang melakukan pengolahan lengkap dengan sabun cair dan alat penegering(tissue)
19. Fasilitas ganti pakaian disesuaikan
dengan jumlah karyawan
20. Tempat penyimpanan pakaian lab dan pakaian luar terpisah
21. Tempat penyimpanan sepatu lab dan sepatu luar terpisah
22. Pembersihan sepatu dan pakaian lab terjadwal
23. Sarana pembilas sepatu di depan ruang pengolahan
Sub Total Total 4. Peralatan Produksi 1. Permukaan yang kontak dengan
makanan halus, tidak berlubang, tidak mengelupas, tidak menyerap air dan bekarat
2. Tidak mengkontaminasi
143
Penilaian (mikroorganisme, logam dan bahan-bahan lain yang membahayakan)
3. Jadwal pembersihan dilaksanakan dengan baik
Total 5. Bahan 1. Semua bahan yang digunakan
mendapat izin dari Depkes
2. Semua bahan yang akan digunakan telah memiliki jaminan keamanan berdasarkan pengujian secara laboratorium (kimia,fisik,mikrobiologis)
Total 6. Produk Akhir 1. Produk Akhir memenuhi standar
mutu (SNI/persyaratan pelanggan)
2. Produk akhir aman dikonsumsi (berdasarkan hasil pengujian organoleptik, fisika, kimia, mikrobiologi pada produk akhir) sebelum diedarkan
Total 7. Laboratorium 1. Memiliki laboratorium untuk
pemeriksaan terhadap bahan baku dan produk akhir
Sub Total 8. Penyimpanan Area Penyimpanan Bahan Baku 1. Ruangan dalam keadaan bersih 2. Ruangan dalam keadaan rapi 3. Tidak terdapat hama 4. Memiliki cahaya yang cukup 5. Sirkulasi udara dalam ruangan
baik, tidak panas, bau, berasap yang dapat merugikan kesehatan
6. Bahan-bahan disimpan sesuai label 7. Bahan baku disimpan dengan
ketentuan sebagai berikut : o Jarak makanan ke lantai
minimal 15 cm o Jaraj makanan ke dinding
minimal 5 cm o Jarak makanan ke langit-
langit minimal 60 cm
8. Stok bahan diatur dengan FIFO
9. Terdapat data penyimpanan bahan baku (menggunakan sistem kartu)
144
Penilaian Sub Total Area Penyimpanan Produk
Akhir
10. Ruangan dalam keadaan bersih 11. Ruangan dalam keadaan rapi 12. Tidak terdapat hama 13. Memiliki cahaya yang cukup 14. Freezer berfungsi dengan baik 15. Stok bahan diatur dengan FIFO 16. Terdapat data penyimpanan
produk
Sub Total Penyimpana Bahan Toksin 17. Bahan toksin pada ruang
pengolahan disimpan jauh dari produk dan diberi label dengan jelas pada wadahnya
18. Bahan toksin di gudang dikelompokkan dalam box tertutup dan diberi label
19. Wadah asli bahan toksin jelas pelabelannya
20. Stok bahan diatur dengan FIFO 21. Terdapat data penyimpanan bahan
(menggunakan sistem kartu)
Sub Total Total 9. Pelabelan 1. Label produk akhir minimal sesuai
dengan PP nomor 69 tahun 1999 tentang label dan iklan pangan yaitu tercantum merk dagang dan jenis rasa, setiap jenis produk diberi warna yang berbeda, komposisi yang sesuai dengan isi, tanggal kadaluarsa, nama produsen, serta logo sertifikasi halal dari MUI.
Total 10. Karyawan Kesehatan karyawan 1. Karyawan dalam keadaan sehat 2. Karyawan yang sakit atau
menunjukkan gejala sakit tidak boleh melakukan pengolahan
3. Diperiksa dan diawasi secara berkala
Sub Total Kebersihan karyawan 4. Selalu menjaga kebersihan badan
145
Penilaian 5. Mengenakan pakaian lab dan
perlengkapannya (penutup kepala, sarung tangan, sepatu lab dan jas lab)
6. Pakaian dan perlengkapan pekerja tidak boleh dibawa keluar ruangan pengolahan
7. Luka kecil ditutup plester, luka besar diistirahatkan
8. Karyawan selalu mencuci tangan dengan sabun pada saat sebelum memulai melakukan pengolahan
9. Karyawan selalu mencuci tangan dengan sabun pada saat sesudah melakukan pengolahan
10. Setiap 10 menit karyawan melakukan sterilisasi tangan dengan menggunakan alkohol 70%
11. Karyawan meninggalkan kebiasaan yang dapat mencemari bahan dan produk selama proses produksi berlangsung seperti: makan, minum, merokok, meludah, bersin, batuk, memakai perhiasan dan mengobrol serta memiliki kuku yang panjang
Sub Total Total 11. Kemasan 1. Tidak beracun, tidak menimbulkan
racun/penyimpangan yang berbahaya
2. Menjamin keutuhan dan keaslian produk
3. Melindungi dan mempertahankan mutu produk
4. Tidak berpengaruh dan bereaksi dengn makanan yang dikemas
5. Tahan perlakuan selama pengolahan, pengangkutan dan peredaran
6. Sebelum digunakan disterilisasi dengan sinar UV selama 15 menit
Total 12.
Pemeliharaan
1. Setiap ruang produksi harus dipelihara dan dilakukan sanitasi secara berkala hingga selalu dalam keadaan bersih dan berfungsi dengan baik
146
Penilaian 2. Harus dilakukan usaha pencegahan
masuknya serangga, binatang pengerat dan binatang lainnya ke dalam area-area produksi
3. Alat dan perlengkapan setelah selesai digunakan selalu dibersihkan dan diletakkan ditempat semula
Total Total Kumulatif perhitungan Skor
Petunjuk pengisian 1. Isi bagian kolom penilaian dengan memberi tanda √ pada kolom penilaian untuk:
Nilai 0 = penyimpangan yang terjadi 0% (Memenuhi) Nilai 1 = penyimpangan yang terjadi 1% – 25% (Cukup memenuhi) Nilai 2 = penyimpangan yang terjadi 26% – 50% (Kurang memenuhi) Nilai 3 = penyimpangan yang terjadi 51% – 75% (Sangat kurang memenuhi) Niali 4 = penyimpangan yang terjadi > 75% (Tidak memenuhi)
2. Hitung kalkulasi pada kolom sub total yang menyatakan penilaian keseluruhan dengan cara n
∑ i = 1 n
(n = jumlah poin pertanyaan sub prinsip GMP) 3. Tingkat keparahan penerapan GMP dapat diketahui dari jumlah nilai keseluruhan
0 - 125 : ringan 126 - 250 : sedang 251 - 375 : berat 376 - 500 : kritis
Dibuat Oleh, Diketahui oleh, Auditor: Auditee: ( ) Produksi ( ) Sanitasi Maintenance
147
Form Monitoring GTP
Penilaian No. Parameter 0 1 2 3 4 Keterangan
1. Desain dan konstruksi unit transportasi dan perlengkapannya
Transportasi yogurt (koperasi ke agen penjualan)
1. Alat transportasi dan wadah produk harus didesain mampu menjaga kehigienisan produk.
2. Alat transportasi dan wadah produk dapat berfungsi dengan baik
3. Mudah dalam perawatan dan pembersihan
4. Mampu mengurangi / mengatur faktor bahaya dan resiko
5. Permukaan dalam alat transportasi dan wadah produk harus kuat, bebas lubang dan retak
6. Bagian dalam wadah produk tidak diperbolehkan menggunakan bahan yang menyulitkan kegiatan sanitasi
7. Alat pendingin didesain mampu menyediakan temperatur yang diinginkan dan dilengkapi dengan peralatan pengontrol suhu serta kelembaban
8. Disediakan cheklist Sub Total Transportasi susu segar (peternak ke
koperasi)
9. Alat transportasi harus didesain mampu menjaga kehigienisan bahan baku dan produk.
10. Alat transportasi dapat berfungsi dengan baik
11. Mudah dalam perawatan dan pembersihan
12. mampu mengurangi / mengatur faktor bahaya dan resiko
13. Permukaan dalam alat transportasi harus kuat, bebas lubang dan retak
14. Kendaraan pengangkut harus dilengkapi dengan alat pendingin yang dapat mempertahankan suhu susu tetap 3° - 4° C, sedangkan bilamana kendaraan pengangkut tidak dilengkapi dengan alat pendingin, maka susu harus
148
Penilaian diangkut dalam perjalanan tidak lebih dari 2 jam
15. Alat yang digunakan untuk mewadahi, menampung dan mengangkut susu segar atau susu murni dari peternak ke Koperasi atau Industri Pengolahan Susu harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 69/Kpts/TN.120/1/1995, antara lain sebagai berikut :
a. kedap air; b. tidak terbuat dari bahan-
bahan yang dapat berkarat atau merupakan campuran logam yang mengandung lebih dari 1 % timah;
c. dinding bagian dalam tidak mengelupas, tidak bereaksi dengan susu dan tidak merubah warna, bau, dan rasa susu;
d. mudah dibersihkan dan dihapus hamakan, dan bahan yang dianjurkan adalah stainless steel atau alumunium
16. Disediakan cheklist Sub Total Total 2. Pembersihan dan perawatan peralatan
dan unit transportasi
Transportasi yogurt (koperasi ke agen penjualan)
17. Pembersihan kendaraan transportasi harus dilakukan secara rutin setiap hari terutama bagian dalam kendaraan dengan selalu menjaga kendaraan bebas dari debu, sampah dan kotoran lain.
18. Pembersihan alat transportasi harus sesuai dengan program yang mencakup tentang tata cara pembersihan , bahan kimia yang digunakan, frekuensi pembersihan dan orang yang bertanggungjawab
19. Pembersihan wadah produk harus sesuai dengan program yang mencakup tentang tata cara pembersihan , bahan kimia yang
149
Penilaian digunakan, frekuensi pembersihan dan orang yang bertanggungjawab
20. Perbaikan dan perawatan terhadap peralatan tersebut secara rutin dilakukan.
21. Disediakan cheklist record Sub Total Transportasi susu segar (peternak ke
koperasi)
22. Pembersihan kendaraan transportasi harus dilakukan secara rutin setiap hari terutama bagian yang berhubungan langsung dengan susu segar dengan selalu menjaga kendaraan bebas dari debu, sampah dan kotoran lain.
23. Pembersihan alat transportasi harus sesuai dengan program yang mencakup tentang tata cara pembersihan , bahan kimia yang digunakan, frekuensi pembersihan dan orang yang bertanggungjawab yang telah ditentukan
24. Pembersihan wadah pengangkut harus sesuai dengan program yang mencakup tentang tata cara pembersihan , bahan kimia yang digunakan, frekuensi pembersihan dan orang yang bertanggungjawab yang telah ditentukan
25. Perbaikan dan perawatan terhadap peralatan tersebut secara rutin dilakukan.
26. Disediakan cheklist record Sub Total Total 3. Higienitas dan Kesehatan Karyawan Transportasi yogurt (koperasi ke agen
penjualan)
27. Pengemudi dan pekerja yang menangani produk ketika mengalami penyakit diare atau gangguan pernapasan serta penyakit yang ditularkan melalui makanan (seperti penyakit yang disebabkan oleh Salmonella, Shigella spp, E. coli spp, Campylobacter, Hepatitis A) maka harus dihentikan dari penanganan produk.
28. Manajer produksi mengadakan
150
Penilaian pemeriksaan rutin terhadap karyawan untuk mengontrol/mengendalikan kesehatan personel (bekerja sama dengan klinik/RS).
29. Menerapkan prosedur cuci tangan dengan baik sebelum dan sesudah menangani produk.
30. Pelatihan tentang kehigienisan kerja karyawan diberikan kepada karyawan yang menangani produk.
31. Pencatatan terhadap higienitas karyawan berisikan tentang catatan medis karyawan, riwayat kesehatan karyawan dan pelatihan higien karyawan
Sub Total Transportasi susu segar (peternak ke
koperasi)
32. Pengemudi dan pekerja yang menangani produk ketika mengalami penyakit diare atau gangguan pernapasan serta penyakit yang ditularkan melalui makanan (seperti penyakit yang disebabkan oleh Salmonella, Shigella spp, E. coli spp, Campylobacter, Hepatitis A) maka harus dihentikan dari penanganan produk.
33. Manajer produksi mengadakan pemeriksaan rutin terhadap karyawan untuk mengontrol/mengendalikan kesehatan personel (bekerja sama dengan klinik/RS).
34. Menerapkan prosedur cuci tangan dengan baik sebelum dan sesudah menangani produk.
35. Pelatihan tentang kehigienisan kerja karyawan diberikan kepada karyawan yang menangani produk.
36. Pencatatan terhadap higienitas karyawan berisikan tentang catatan medis karyawan, riwayat kesehatan karyawan dan pelatihan higien karyawan
Sub Total Total 4. Prosedur Operasional Transportasi yogurt (koperasi ke agen
151
Penilaian penjualan)
37. Selalu memperbaharui data, jumlah dan keadaan peralatan serta perlengkapan distribusi yang ada secara berkala
38. Mempercepat waktu pemuatan, transportasi dan penurunan produk untuk segera diletakkan dalam lingkungan bersuhu 4-7oC
39. Memeriksa suhu produk 40. Pengemudi memastikan bahwa
pengiriman selalu dengan dokumentasi yang tepat
41. Penanganan produk, pengoperasian peralatan dan kendaraan pengangkut secara benar
42. Produk yang kemasannya telah rusak ditangani dengan baik guna meminimalisir kontaminasi pada produk lain
43. Pengecekan temperatur harus selalu dilakukan dan dicatat pada awal pendistribusian dan akhir distribusi, serta pada kondisi – kondisi yang diperkirakan terjadinya kenaikan suhu didalam wadah pendingin juga harus dicatat
44. Pengemudi mengetahui pihak (yang dapat dihubungi segera guna mengambil keputusan jika terjadi kondisi yang tidak diduga selama distribusi
45. Disediakan cheklist record untuk setiap situasi yang terjadi dan tindakan koreksi yang dilakukan oleh karyawan
Sub Total Transportasi susu segar (peternak ke
koperasi)
46. Selalu memperbaharui data, jumlah dan keadaan peralatan serta perlengkapan distribusi yang ada secara berkala
47. Mempercepat waktu pemuatan, transportasi dan penurunan produk untuk segera diletakkan dalam lingkungan bersuhu 4-7oC tidak lebih dari 2 jam
48. Memeriksa suhu produk
152
Penilaian 49. Penanganan produk,
pengoperasian peralatan dan kendaraan pengangkut secara benar
50. Pada saat mengangkut susu, kendaraan pengangkut susu tidak membawa barang dan atau jenis bahan makanan lain selain susu segar yang dapat mengkontaminasi atau mencemari susu.
51. Pengemudi mengetahui pihak (yang dapat dihubungi segera guna mengambil keputusan jika terjadi kondisi yang tidak diduga selama distribusi
52. Disediakan cheklist record untuk setiap situasi yang terjadi dan tindakan koreksi yang dilakukan oleh karyawan
Sub Total Total 5. Dokumen kontrol dan record keeping Transportasi yogurt (koperasi ke agen
penjualan)
53. Setiap kegiatan selama proses distribusi selalu dicatat untuk memudahkan dalam pengontrolan dan tindakan koreksi yang dapat dilakukan.
Sub Total Transportasi susu segar (peternak ke
koperasi)
54. Setiap kegiatan selama proses pengangkutan selalu dicatat untuk memudahkan dalam pengontrolan dan tindakan koreksi yang dapat dilakukan.
Sub Total Total 6. Verifikasi Transportasi yogurt (koperasi ke agen
penjualan)
55. Tindakan verifikasi dilakukan oleh orang yang memiliki keahlian lebih baik serta memeiliki tanggung jawab dalam pengambilan keputusan kegiatan transportasi
Sub Total
153
Penilaian Transportasi susu segar (peternak ke
koperasi)
56. Tindakan verifikasi dilakukan oleh orang yang memiliki keahlian lebih baik serta memeiliki tanggung jawab dalam pengambilan keputusan kegiatan transportasi
Sub Total Total Total Kumulatif Perhitungan Skor
Petunjuk pengisian 1. Isi bagian kolom penilaian dengan memberi tanda √ pada kolom penilaian untuk:
Nilai 0 = penyimpangan yang terjadi 0% (Memenuhi) Nilai 1 = penyimpangan yang terjadi 1% – 25% (Cukup memenuhi) Nilai 2 = penyimpangan yang terjadi 26% – 50% (Kurang memenuhi) Nilai 3 = penyimpangan yang terjadi 51% – 75% (Sangat kurang memenuhi) Niali 4 = penyimpangan yang terjadi > 75% (Tidak memenuhi)
2. Hitung kalkulasi pada kolom sub total yang menyatakan penilaian keseluruhan dengan cara n
∑ i = 1 n
(n = jumlah poin pertanyaan sub prinsip GMP) 3. Tingkat keparahan penerapan GMP dapat diketahui dari jumlah nilai keseluruhan
0 - 56 : ringan 57 - 112 : sedang 113 - 169 : berat 170 - 225 : kritis
Dibuat Oleh, Diketahui oleh, Auditor: Auditee: ( ) Produksi ( ) Sanitasi Maintenance
154
Form Monitoring SSOP
Penilaian No. Parameter 0 1 2 3 4 Keterangan
1. Keamanan Air 1. Penggunaan air dibedakan
antara air yang kontak langsung dengan bahan-bahan dan air yang digunakan untuk pencucian alat.
2. Kualitas air untuk pengolahan pangan sama dengan kualitas air minum.
3. Pemeriksaan laboratorium yang sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/MENKES/Per/IX/1990 terhadap kualitas air yang digunakan telah dilakukan minimal dua kali dalam setahun yaitu pada musim kemarau dan musim hujan, pengambilan sampel air bersih dilakukan pada sumber mata air, bak penampungan dan pada air kran terjauh.
4. Bagian QC mengambil sampel air pada output air di dalam ruang produksi dan memeriksa kualitasnya (bau, rasa, warna, kekeruhan dan pH) setiap hari. Analisis kualitas mikrobiologi dilakukan setiap 1 bulan sekali.
5. Disediakan pencatatan hasil pemeriksaan
Sub Total 2. Kebersihan Permukaan
yang Kontak dengan Bahan Pangan
6. Peralatan yang digunakan harus dalam keadaan bersih, bebas karat, jamur, minyak/oli, cat yang terkelupas, dan kotoran-kotoran lainnya sisa proses sebelumnya.
7. Frekuensi pelaksanaan tindakan sanitasi adalah setiap selesai melaksanakan kegiatan proses produksi dan sebelum melaksanakan kegiatan proses produksi
8. QC melakukan pengujian
155
Penilaian mikrobiologis terhadap peralatan yang ada di area produksi setiap bulan
9. Disediakan cheklist record Sub Total 3. Pencegahan Kontaminasi Silang 10. Pakaian khusus produksi
(seragam, masker, hair net, sepatu khusus) harus digunakan hanya pada saat melakukan produksi.
11. Melaksanakan higien personal (tidak merokok, mengobrol, menggunakan perhiasan, selalu mencuci tangan setelah dari toilet, selalu mencuci tangan setiap bersentuhan dengan benda yang tidak terjaga sanitasinya) setiap melakukan proses produksi
12. Pemisahan produk dan bahan dalam penyimpanan
13. Pemisahan yang cukup antara aktivitas penanganan dan pengolahan bahan baku dengan produk jadi
14. Disiplin arus pergerakan pekerja, tidak ada pekerja yang menangani proses diarea lain setelah menangani proses di area yang telah ditentukan
Sub Total 4. Fasilitas Sanitasi 15. Sarana pencuci tangan
diletakkan di tempat-tempat yang diperlukan, dilengkapi dengan air mengalir, sanitaiser, alat pengering tangan, dan tempat pembuangan berpenutup.
16. Fasilitas ganti pakaian yang sesuai dengan jumlah karyawan dan dilengkapi dengan lemari penyimpanan pakaian yang tidak mengkontaminasi antara pakaian luar dengan pakaian dalam ruangan proses
17. Tersedia fasilitas foot bath di pintu masuk area produksi
Sub Total
156
Penilaian 5. Perlindungan bahan pangan dari bahan
cemaran (adulteran)
18. Selama proses produksi karyawan menjaga dan mengontrol bahan-bahan non pangan yang dapat berpotensi menjadi adulteran (dapat mencemari bahan pangan) tidak diperbolehkan berada di dalam ruang produksi seperti bahan-bahan sanitasi
19. Kemasan dan bahan-bahan lain yang digunakan disimpan terpisah dari bahan-bahan sanitasi
20. Tempat sampah bebas tumpukan sampah yang berlebihan, dapat tertutup rapat dan diletakkan tidak berdekatan dengan area aktivitas proses serta penyimpanan bahan dan produk akhir
Sub Total 6. Pelabelan, penggunaan bahan toksin
dan penyimpanan yang tepat
21. Bahan toksin dikelompokkan dan disimpan di dalam boks tertutup dan boks diberi label identitas yang jelas
22. Bahan toksin memiliki label dan keterangan yang jelas mengenai keamanan bahan serta anjuran pemakaian yang aman
Sub Total 7. Kontrol Kesehatan Pegawai 23. Kesehatan karyawan
dicek secara rutin, untuk mengetahui kondisi karyawan
24. Terdapat catatan tentang riwayat kesehatan karyawan
Sub Total 8. Pencegahan Hama 25. Menutup lubang angin
yang ada dengan kawat kasa.
26. Menggunakan filter udara.
27. Menyediakan fasilitas pest control
157
Penilaian 28. Dilakukan pembersihan
ruang produksi secara berkala.
Sub Total Total Perhitungan Skor
Petunjuk pengisian 1. Isi bagian kolom penilaian dengan memberi tanda √ pada kolom penilaian untuk:
Nilai 0 = penyimpangan yang terjadi 0% (Memenuhi) Nilai 1 = penyimpangan yang terjadi 1% – 25% (Cukup memenuhi) Nilai 2 = penyimpangan yang terjadi 26% – 50% (Kurang memenuhi) Nilai 3 = penyimpangan yang terjadi 51% – 75% (Sangat kurang memenuhi) Niali 4 = penyimpangan yang terjadi > 75% (Tidak memenuhi)
2. Hitung kalkulasi pada kolom sub total yang menyatakan penilaian keseluruhan dengan cara n
∑ i = 1 n
(n = jumlah poin pertanyaan sub prinsip GMP) 3. Tingkat keparahan penerapan GMP dapat diketahui dari jumlah nilai keseluruhan
0 - 28 : ringan 29 - 56 : sedang 57 - 84 : berat 85 - 112 : kritis
Dibuat Oleh, Diketahui oleh, Auditor: Auditee: ( ) Produksi ( ) Sanitasi Maintenance
158
Lampiran 6. SOP Good Transporting Practices
SOP Good Transporting Practices
A. SOP Good Transporting Practices pada Susu Segar
1. Tujuan
Prosedur ini bertujuan untuk memberikan panduan dalam melaksanakan aspek-
aspek Good Transporting Practices pada susu segar di KPSBU agar dapat
menjamin kemanan proses transportasi susu segar sesuai HACCP plan.
2. Ruang Lingkup
Prosedur ini mencakup 6 aspek Good Transportation Practices yang Wajib
diterapkan secara menyeluruh di KPSBU.
3. Tanggung Jawab
Seluruh karyawan bagian trasnportasi susu segar bertanggung jawab
melaksanakan prosedur di bawah pengawasan Manajer Produksi dan Quality
Control.
4. Prosedur
4.1 Desain dan konstruksi unit transportasi dan perlengkapannya
4.1.1 Kendaraan transportasi mobil tangki diperiksa terlebih dahulu.
Adapun yang diperiksa meliputi kondisi mesin yang baik agar tidak
mogok, kondisi ban yang aman untuk selama transportasi, kondisi
tangki susu serta kebersihan tangki baik bagian luar maupun dalam.
4.1.2 Kendaraan transportasi mobil bak pengangkut susu diperiksa terlebih
dahulu. Adapun yang diperiksa meliputi kondisi mesin yang baik agar
tidak mogok, kondisi ban yang aman untuk selama transportasi, dan
kondisi penutup bak kendaraan harus berfungsi dengan baik.
4.1.3 Milk can yang digunakan harus dalam keadaan baik yaitu dapat
tertutup dengan rapat, tidak berbau, bebas karat, bersih, mudah dalam
pengangkutan dan mampu menjaga susu dari kontaminasi hingga
sampai ke tujuan.
4.1.4 Alat-alat yang dipergunakan untuk mewadahi, menampung dan
mengangkut susu segar atau susu murni dari peternak ke Koperasi
atau Industri Pengolahan Susu harus memenuhi persyaratan yang
159
diatur dalam surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor
69/Kpts/TN.120/1/1995, antara lain sebagai berikut : a) kedap air; b)
tidak terbuat dari bahan-bahan yang dapat berkarat atau merupakan
campuran logam yang mengandung lebih dari 1 % timah; c) dinding
bagian dalam tidak mengelupas, tidak bereaksi dengan susu dan tidak
merubah warna, bau, dan rasa susu; d) mudah dibersihkan dan
dihapus hamakan, dan bahan yang dianjurkan adalah stainless steel
atau alumunium
4.1.5 Pemeriksaan dilakukan oleh supervisor pengiriman susu atau pihak
QA.
4.2 Pembersihan dan perawatan peralatan dan unit transportasi
4.2.1 Pembersihan kendaraan tangki transportasi harus dilakukan secara
rutin setiap hari terutama bagian dalam tangki kendaraan. Kegiatan
pembersihan yang dilakukan :
4.2.1.1 bilas dengan air sampai tidak ada sisa susu yang terlihat pada air
bilasan
4.2.1.2 gosok bagian dalam tangki penampung dengan sabun/deterjen
4.2.1.3 bilas dengan air panas sampai bersih dari sisa larutan sabun
4.2.1.4 buka dan kendorkan saluran pembuangan air sehingga tidak ada
air yang tergenang di dalam tangki penampung
4.2.2 Pembersihan kendaraan bak transportasi harus dilakukan secara rutin
setiap hari terutama bagian dalam bak kendaraan. Kegiatan
pembersihan yang dilakukan:
4.2.2.1 bilas dengan air sampai tidak ada kotoran yang terlihat pada bak
kendaraan
4.2.2.2 gosok bagian dalam bak dengan sabun/deterjen
4.2.2.3 bilas dengan air sampai bersih dari sisa larutan sabun
4.2.2.4 biarkan kering udara sehingga tidak ada air yang tergenang di
dalam bak kendaraan
4.2.3 Frekuensi pembersihan kendaraan transportasi dilakukan setiap hari
saat kendaraan akan digunakan dalam kegiatan distribusi.
Pembersihan dilakukan oleh petugas kebersihan dan karyawan
160
distribusi. Pemeriksaan dilakukan oleh supervisor pengiriman susu
atau QC.
4.2.4 Pembersihan milk can sebagai wadah transportasi harus di lakukan
secara rutin setiap hari terutama bagian dalam milk can yang harus
bebas dari debu, kotoran, mikroorganisme dan bau. Kegiatan
pembersihan yang dilakukan :
4.2.4.1 bilas dengan air sampai tidak ada sisa susu yang terlihat pada air
bilasan
4.2.4.2 gosok bagian dalam milk can dengan sabun/deterjen
4.2.4.3 rendam dalam larutan sabun yang telah dipanaskan selama 30
menit
4.2.4.4 bilas dengan air panas sampai bersih dari sisa larutan sabun
4.2.4.5 simpan/keringkan milk can secara terbalik ditempat/rak yang
bersih, kering, dan tidak dihinggapi serangga atau hewan pengerat
4.2.5 Frekuensi pembersihan milk can dilakukan setiap hari setelah milk can
digunakan. Pembersihan dilakukan oleh karyawan pengiriman susu
dan karyawan produksi yang diawasi oleh supervisor pengiriman
susu. QC melakukan pemeriksaan/pemantauan terhadap bahan
sanitasi yang digunakan.
4.2.6 Perawatan kendaraan tansportasi dilakukan oleh karyawan distribusi
dan perbaikannya dilakukan oleh bagian perbengkelan. Perawatan
yang dilakukan meliputi perawatan mesin, perawatan tangki agar
tidak terdapat lubang. Pemeriksaan dilakukan oleh supervisor atau
QA.
4.2.7 Perawatan milk can dilakukan oleh karyawan distribusi dan
perbaikannya dilakukan oleh bagian logistik atau purchasing.
Perawatan yang dilakukan meliputi tutup milk can agar dapat selalu
terkunci dan tertutup rapat, bagian dalam milk can agar tidak terdapat
lubang atau karat. Pemeriksaan dilakukan oleh supervisor atau QA.
4.3 Higien dan kesehatan karyawan
4.3.1 Karyawan yang bekerja menangani produk bertanggung jawab untuk
menjaga kesehatan pribadi setiap hari.
161
4.3.2 Menerapkan prosedur cuci tangan dengan baik sebelum dan sesudah
menangani produk.
4.3.3 Melapor kepada supervisor jika karyawan sakit, dan meminta surat
keterangan dokter untuk mengetahui pengaruh sakit yang diderita
terhadap keamanan pangan.
4.3.4 Manajer produksi mengadakan pemeriksaan rutin terhadap karyawan
untuk mengontrol/mengendalikan kesehatan personel (bekerja sama
dengan klinik/RS).
4.3.5 Manajer produksi membuat catatan dan dokumentasi kesehatan
karyawan serta membuat riwayat kesehatan karyawan.
4.3.6 Membuat pelatihan tentang higien karyawan.
4.4 Prosedur operasional
4.4.1 Kondisi kendaraan telah diperiksa oleh supervisor distribusi atau QA
dan mendapat surat layak jalan. Adapun yang diperiksa seperti yang
tertera pada poin 4.1.
4.4.2 Pengangkutan susu harus dilakukan dalam kendaraan pengangkut
susu berinsulasi untuk mempertahankan agar suhu susu sampai di
tempat tujuan tetap 3°-4° C, sedangkan susu dalam milk can harus
diangkut dalam keadaan tertutup dalam waktu yang tidak lebih dari 2
jam dan harus segera didinginkan, dan bila pengangkutan susu dalam
milk can melebihi 2 jam, maka suhu harus dijaga agar tetap 3°- 4°C.
4.4.3 Kondisi milk can yang digunakan telah diperiksa oleh supervisor
distribusi dan diputuskan layak untuk digunakan. Adapun yang
diperiksa seperti yang tertera pada poin 4.1.
4.4.4 Karyawan dalam keadaan sehat
4.4.5 Dilakukan pengujian alkohol dan berat jenis pada susu yang berasal
dari peternak kemudian dicatat. Susu harus disaring terlebih dahulu
sebelum dimasukkan ke dalam milk can atau tangki kendaraan
pengangkut. Susu yang tidak sesuai dengan persyaratan tidak diangkut
dan dipisahkan.
4.4.6 Dilakukan pencatatan waktu pemerahan susu oleh peternak.
162
4.4.7 Mempercepat waktu pemuatan susu ke dalam milk can atau tangki
susu serta segera menutup milk can atau tangki susu dengan rapat.
4.4.8 Milk can diisi sesuai dengan kapasitasnya sehingga milk can tertutup
rapat.
4.4.9 Milk can diletakkan dalam kendaraan bak dengan hati-hati.
4.4.10 Selama milk can berada dalam kendaraan bak maka harus dijaga oleh
karyawan agar milk can tidak tumpah.
4.4.11 Karyawan membawa dan mengisi dokumen yang terdiri atas identitas
bahan baku atau produk, jumlah, sumber atau asal dari bahan dan
produk tersebut, waktu yang diperlukan untuk memuat barang, tujuan
pengiriman, dan waktu ketika bahan atau produk tersebut telah sampai
ke tempat tujuan, produk dilindungi dari kontaminasi selama
pemuatan dan penurunan produk.
4.4.12 Susu segar harus segera diantarkan ke tempat tujuan segera dan tidak
diperbolehkan adanya penundaan secara sengaja maupun tidak
sengaja oleh karyawan.
4.4.13 Jika terdapat halangan selama perjalanan maka karyawan harus segera
melapor kepada manajer produksi sehingga dapat diambil tindakan
koreksi segera. Seperti segera mengirimkan kendaraan transportasi
yang lain.
4.4.14 Pengawasan dilakukan oleh supervisor distribusi atau QA
4.5 Dokument control dan record keeping
o Setiap kegiatan selama proses distribusi harus selalu dicatat untuk
memudahkan dalam pengontrolan dan tindakan koreksi yang dapat
dilakukan. Dokumen-dokumen tersebut dikumpulkan dan disimpan.
163
o Form pemeriksaan desain, konstruksi dan kebersihan alat transportasi
serta alat pendingin.
Tanggal Pemeriksaan : Nama Pemeriksa : Jabatan Pemeriksa : (ttd pemeriksa) 1. Keadaan Kendaraan
Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
Truk Tangki Susu
Kondisi Mesin
Kondisi Tangki Susu
kebersihan Kendaraan dan tangki susu
Mobil Bak
Kondisi Mesin
Kondisi Pintu Bak Kendaraan
Kebersihan Kendaraan dan Bak
Keterangan :
Kendaraan layak jalan Kendaraan tidak layak jalan
Tindakan Koreksi :
2. Kondisi Wadah Pengangkut
Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
Kondisi bagian dalam Milk can
Kondisi penutup Milk can
Kondisi pegangan Milk can
Kebersihan Milk can
Keterangan :
Milk can layak digunakan Milk can tidak layak digunakan
Tindakan Koreksi :
164
o Form pemeriksaan kesehatan karyawan didapatkan melalui kerjasama
dengan klinik atau rumah sakit tertentu saat diadakan pemeriksaan
kesehatan secara rutin minimal 1 tahun sekali dengan meminta surat
keterangan dokter terhadap kondisi kesehatan karyawan
Tanggal Pemeriksaan : Nama Dokter/Pemeriksa : (ttd pemeriksa)
Nama Karyawan
Jabatan Karyawan
Hasil Pemeriksaan Kesehatan
Anjuran Dokter
165
o Form prosedur operasional pengiriman susu.
Tanggal : Karyawan pengiriman : (ttd karyawan)
Identitas bahan baku atau produk Asal TPK/TPS Tujuan Pengiriman Hasil Pemeriksaan Uji Alkohol Uji Berat Jenis
Nama peternak
Hasil uji
A B C D F G H I
Keterangan : hasil pemeriksaan setiap susu yang dihasilkan setiap peternak
Nama peternak
Hasil uji
A B C D F G H I
Waktu Pemerahan A B C D F G H I
Keterangan : Waktu ketika setiap peternak telah selesai melakukan pemerahan
Waktu Pemuatan Susu Awal : Akhir :
Waktu Keberangkatan Waktu Bahan atau Produk Telah Sampai ke Tempat Tujuan
Kondisi yang Terjadi Selama Pengiriman
Tindakan Koreksi
166
4.6 Verifikasi
o Tindakan verifikasi dilakukan oleh orang yang memiliki tanggung jawab
penuh serta mampu menguasai pelaksanakan GTP dengan baik yaitu
manajer produksi susu segar. Tindakan verifikasi yang dilakukan adalah
mengkoreksi dokumentasi yang ada, disesuaikan dengan keadaan yang
terjadi secara nyata, menganalisis bahaya baru yang mungkin timbul, dan
memecahkan masalah yang terjadi.
5. Pelatihan
Pelatihan terhadap cara transportasi yang baik perlu diadakan oleh koperasi
terhadap karyawan pengiriman susu segar dan peternak. Pelatihan ini penting
untuk meningkatkan kesadaran karyawan untuk mematuhi dan menerapkan SOP
yang berlaku sehingga produk memiliki jaminan keamanan hingga sampai ke
tangan konsumen. Peternak sangat penting untuk mengetahui pentingnya cara
pengiriman susu yang baik dari kandang hingga ke TPK agar susu yang
dihasilkan tetap berkualitas dan aman.
B. SOP Good Transporting Practices pada Distribusi Yogurt
1. Tujuan
Prosedur ini bertujuan untuk memberikan panduan dalam melaksanakan aspek-
aspek Good Transporting Practices pada distribusi yoghurt di KPSBU agar dapat
menjamin kemanan proses transportasi yoghurt sesuai HACCP plan.
2. Ruang Lingkup
Prosedur ini mencakup 6 aspek Good Transportation Practices yang Wajib
diterapkan secara menyeluruh di KPSBU.
3. Tanggung Jawab
Seluruh karyawan bagian trasnportasi dan atau distribusi yoghurt bertanggung
jawab melaksanakan prosedur di bawah pengawasan Manajer Produksi dan
Quality Control atau Quality Assurance.
4. Prosedur
4.1 Desain dan konstruksi unit transportasi dan perlengkapannya
o Kendaraan transportasi diperiksa terlebih dahulu. Adapun yang diperiksa
meliputi kondisi mesin yang baik agar tidak mogok, kondisi ban yang
aman untuk selama transportasi, kondisi AC dan kondisi pintu kendaraan
167
harus berfungsi dengan baik serta kebersihan kendaraan baik bagian luar
maupun dalam.
o Permukaan dalam alat transportasi harus dipastikan kuat serta bebas dari
lubang dan retak yang dapat menimbulkan peluang adanya kontaminasi.
o Bagian dalam kendaraan tidak diperbolehkan menggunakan karpet atau
alas kendaraan lain yang menyulitkan kegiatan sanitasi.
o Bagian dalam kendaraan dipersiapkan untuk memuat cool box berisi
yoghurt agar tetap aman tidak pecah dan tumpah selama perjalanan
dengan mempersempit ruang yang ada agar cool box tidak tergoncang.
o Cool box yang digunakan harus dalam keadaan baik yaitu dapat tertutup
dengan rapat, tidak berbau, bersih, mudah dalam pengangkutan dan
mampu mempertahankan suhu yang diinginkan hingga produk sampai ke
tujuan.
o Pemeriksaan dilakukan oleh supervisor distribusi atau pihak QA.
4.2 Pembersihan dan perawatan peralatan dan unit transportasi
o Pembersihan kendaraan transportasi harus dilakukan secara rutin setiap
hari terutama bagian dalam kendaraan dengan selalu menjaga kendaraan
bebas dari debu, sampah dan kotoran lain. Kegiatan pembersihan yang
dilakukan :
§ pencucian bagian dalam kendaraan dengan deterjen meliputi
bagian alas, dinding dan kaca kendaraan;
§ bagian dalam kendaraan harus dipastikan kering tidak ada
genangan air dan tidak berbau setelah pencucian;
o Frekuensi pembersihan kendaraan transportasi dilakukan setiap hari saat
kendaraan akan digunakan dalam kegiatan distribusi. Pembersihan
dilakukan oleh petugas kebersihan dan karyawan distribusi. Pemeriksaan
dilakukan oleh supervisor distribusi atau QC.
o Pembersihan cool box sebagai wadah transportasi harus di lakukan secara
rutin setiap hari terutama bagian dalam cool box yang harus bebas dari
debu, kotoran, mikroorganisme dan bau. Kegiatan pembersihan yang
dilakukan :
168
§ pencucian bagian dalam dan luar cool box dengan busa/spons dan
sabun/deterjen
§ kotoran dan bagian yang sulit dibersihkan dicuci menggunakan air
panas dan sikat
§ pembilasan dengan menggunakan air hingga alat bersih dan tidak
berbau
§ simpan/keringkan alat ditempat/rak yang bersih, kering, dan tidak
dihinggapi serangga atau hewan pengerat
o Frekuensi pembersihan cool box dilakukan setiap hari setelah cool box
digunakan. Pembersihan dilakukan oleh karyawan distribusi dan
karyawan produksi yang diawasi oleh supervisor distribusi. QC
melakukan pemeriksaan/pemantauan terhadap bahan sanitasi yang
digunakan.
o Perawatan kendaraan tansportasi dilakukan oleh karyawan distribusi dan
perbaikannya dilakukan oleh bagian perbengkelan. Perawatan yang
dilakukan meliputi perawatan mesin, perawatan AC, perawatan bagian
kendaraan seperti pintu, kaca jendela dan alas kendaraan agar tidak
terdapat lubang. Pemeriksaan dilakukan oleh supervisor atau QA.
o Perawatan cool box dilakukan oleh karyawan distribusi dan perbaikannya
dilakukan oleh bagian logistik atau purchasing. Perawatan yang
dilakukan meliputi tutup cool box agar dapat selalu terkunci dan tertutup
rapat, bagian dalam cool box agar tidak terdapat lubang dan saluran
pembuangan air cool box agar dapat berfungsi dengan baik. Pemeriksaan
dilakukan oleh supervisor atau QA.
4.3 Higien dan kesehatan karyawan
o Karyawan yang bekerja menangani produk bertanggung jawab untuk
menjaga kesehatan pribadi (kuku, rambut, kulit, dll) setiap hari.
o Menerapkan prosedur cuci tangan dengan baik sebelum dan sesudah
menangani produk.
o Melapor kepada supervisor jika karyawan sakit, dan meminta surat
keterangan dokter untuk mengetahui pengaruh sakit yang diderita
terhadap keamanan pangan.
169
o Manajer produksi mengadakan pemeriksaan rutin terhadap karyawan
untuk mengontrol/mengendalikan kesehatan personel (bekerja sama
dengan klinik/RS).
o Manajer produksi membuat catatan dan dokumentasi kesehatan karyawan
serta membuat riwayat kesehatan karyawan.
o Membuat pelatihan tentang higien karayawan.
4.4 Prosedur operasional
o Kondisi kendaraan telah diperiksa oleh supervisor distribusi atau QA dan
mendapat surat layak jalan. Adapun yang diperiksa seperti yang tertera
pada poin 4.1.
o Kondisi cool box yang digunakan telah diperiksa oleh supervisor
distribusi dan diputuskan layak untuk digunakan. Adapun yang diperiksa
seperti yang tertera pada poin 4.1.
o Karyawan dalam keadaan sehat
o Kondisi di dalam kendaraan telah didesain agar dapat memuat cool box
dan aman dari guncangan saat perjalanan.
o Yogurt yang dimuat adalah yang telah memiliki suhu kurang atau sama
dengan 3 - 4oC atau sebaiknya yang beku. Suhu awal yoghurt dicatat.
o Mempercepat waktu pemuatan yoghurt ke dalam cool box serta segera
menutup cool box dengan rapat.
o Cool box diisi sesuai dengan kapasitasnya sehingga cool box tertutup
rapat.
o Cool box diletakkan dalam kendaraan dengan hati-hati dan sesuai urutan
tempat tujuan. Tempat tujuan yang paling jauh diletakkan di bagian
terdalam kendaraan sedangkan tempat yang terjauh diletakkan dibagian
terdekat dengan pintu kendaraan.
o Selama yoghurt berada dalam kendaraan maka AC/penyedia suhu dingin
kendaraan harus dinyalakan.
o Karyawan membawa dan mengisi dokumen yang terdiri atas identitas
bahan baku atau produk, jumlah, sumber atau asal dari bahan dan produk
tersebut, waktu yang diperlukan untuk memuat barang, tujuan
pengiriman, dan waktu ketika bahan atau produk tersebut telah sampai ke
170
tempat tujuan, produk dilindungi dari kontaminasi selama pemuatan dan
penurunan produk.
o Karyawan membawa termometer sebagai pengukur suhu di dalam cool
box.
o Karyawan membawa sejumlah lap bersih dan cairan semprot pembersih
untuk membersihkan tumpahan yoghurt yang tumpah baik di dalam cool
box maupun refrigerator pada agen penjualan.
o Tidak diperbolehkan mencampur yoghurt dengan bahan-bahan lain di
dalam cool box
o Pengukuran dan pengecekan suhu di dalam setiap cool box dilakukan
setiap 2 jam sekali. Jika suhu mendekati 10oC maka di dalam cool box
harus diberi penambahan es batu agar menurunkan suhu cool box menjadi
berada pada kisaran 3-4oC kembali. Suhu selalu dicatat.
o Es batu yang ditambahkan harus berada pada kantong es, sehingga tidak
menjadi sumber kontaminasi baru pada produk.
o Kondisi kemasan yoghurt juga harus diperhatikan, jika ada kemasan yang
rusak/pecah maka harus segera dipisahkan dan dibersihkan.
o Yogurt harus segera diantarkan ke tempat tujuan dan tidak diperbolehkan
adanya penundaan secara sengaja maupun tidak sengaja oleh karyawan.
o Jika terdapat halangan selama perjalanan maka karyawan harus segera
melapor kepada manajer produksi sehingga dapat diambil tindakan
koreksi segera. Seperti mengirimkan kendaraan transportasi yang lain dan
segera memberikan penambahan es batu di dalam cool box dan selalu
memantau suhu di dalam cool box hingga kendaraan transportasi
pengganti tiba.
o Cool box kosong yang telah diantar ketempat tujuan disimpan di bagian
terdalam kendaraan sedangkan yang belum terkirim diletakkan dekat
pintu kendaraan.
o Pengawasan dilakukan oleh supervisor distribusi atau QA
4.5 Dokumen kontrol dan record keeping
171
o Setiap kegiatan selama proses distribusi harus selalu dicatat untuk
memudahkan dalam pengontrolan dan tindakan koreksi yang dapat
dilakukan. Dokumen-dokumen tersebut dikumpulkan dan disimpan.
o Form pemeriksaan desain, konstruksi dan kebersihan alat transportasi
serta alat pendingin.
Tanggal pemeriksaan : Nama Pemeriksa : Jabatan pemeriksa : (ttd pemeriksa) 1. Keadaan Kendaraan
Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
Kondisi Mesin
Kondisi AC
Kondisi Pintu Kendaraan
Kondisi Ban
kebersihan Kendaraan
Desain Bagian Dalam Kendaraan
Keterangan : Kendaraan layak jalan Kendaraan tidak layak jalan Tindakan Koreksi :
172
2. Kondisi Peralatan Pendingin
Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
Kondisi bagian dalam Cool box
Kondisi penutup Cool box
Kondisi pegangan Cool box
Kondisi penutup saluran pembuangan air Cool box
Kebersihan Cool box
Keterangan : Cool box layak digunakan Cool box tidak layak digunakan Tindakan Koreksi :
o Form pemeriksaan kesehatan karyawan didapatkan melalui kerjasama
dengan klinik atau rumah sakit tertentu saat diadakan pemeriksaan
kesehatan secara rutin.
Tanggal pemeriksaan : Nama dokter/pemeriksa : (ttd pemeriksa)
Nama Karyawan Jabatan Karyawan Hasil Pemeriksaan Kesehatan
Anjuran Dokter
173
o Form prosedur operasional distribusi yoghurt.
Tanggal : Karyawan distribusi : (ttd karyawan)
Identitas bahan baku atau produk Tujuan Pengiriman Suhu Awal Produk Waktu Pemuatan Barang Awal :
Akhir : Waktu Keberangkatan waktu Bahan atau Produk Telah Sampai ke Tempat Tujuan
Suhu Selama dalam Perjalanan (setiap 2 jam)
A B C D E F
Keterangan : Pemeriksaan suhu dilakukan pada setiap cool box setiap dua jam sekali
Kondisi yang Terjadi Selama Distribusi Tindakan Koreksi
4.6 Verifikasi
o Tindakan verifikasi dilakukan oleh orang yang memiliki tanggung jawab
penuh serta mampu menguasai pelaksanakan GTP dengan baik yaitu
manajer produksi yoghurt. Tindakan verifikasi yang dilakukan adalah
mengkoreksi dokumentasi yang ada, disesuaikan dengan keadaan yang
terjadi secara nyata, menganalisis bahaya baru yang mungkin timbul, dan
memecahkan masalah yang terjadi.
5. Pelatihan
Pelatihan terhadap cara transportasi yang baik perlu diadakan oleh koperasi
terhadap karyawan pendistribusian yoghurt. Pelatihan ini penting untuk
meningkatkan kesadaran karyawan untuk mematuhi dan menerapkan SOP yang
berlaku sehingga produk memiliki jaminan keamanan hingga sampai ke tangan
konsumen.
174
Lampiran 7. SOP Good Retailing Practices
SOP Good Retailing Practices pada Produk Yogurt
1. Tujuan
Prosedur ini bertujuan untuk memberikan panduan dalam melaksanakan aspek-
aspek Good Retailing Practices pada produk yoghurt di KPSBU agar dapat
menjamin kemanan proses pemasaran yoghurt sesuai HACCP plan.
2. Ruang Lingkup
Prosedur ini mencakup 4 aspek Good Retailing Practices yang Wajib diterapkan
secara menyeluruh di KPSBU.
3. Tanggung Jawab
Seluruh agen bagian penjualan dan atau distribusi yoghurt bertanggung jawab
melaksanakan prosedur di bawah pengawasan Manajer Produksi dan Quality
Control atau Quality Assurance.
4. Prosedur
4.1 Cara Penempatan Pangan
Ø Refrigerator dipastikan dalam keadaan bersih dan bebas bau
Ø Refrigerator telah dinyalakan ± 20 menit sebelum produk dipanaskan agar
suhu dalam refrigerator telah mencapai kisaran 2-4oC
Ø Refrigerator sebaiknya khusus digunakan bagi produk yoghurt KPSBU
Ø Tidak diperbolehkan adanya penyimpanan sayuran, buah-buahan, atau
produk lain yang menimbulkan bau didalam refrigerator
Ø Produk ditempatkan berkelompok sesuai dengan jenis dan kemasannya
agar kemasan produk yang satu tidak merusak produk yang lain
4.2 Pengendalian Stok Penerimaan dan Penjualan
Ø Stok penerimaan produk yoghurt harus sesuai dengan kapasitas tampung
refrigerator ±200 cup yoghurt agar pendinginan terjadi secara merata.
Permintaan disesuaikan dengan penjualan
Ø Stok penerimaan dan penjualan yoghurt disesuaikan dengan permintaan
pasar
4.3 Mengatur Rotasi Stok Pangan sesuai dengan Masa Kadaluwarsanya
175
Ø Yogurt yang telah mendekati tanggal kadaluarsa minimal 1 minggu
sebelum kadaluarsa harus segara ditarik
Ø Penyimpanan menggunakan sistem First In First Out (FIFO)
Ø Yogurt yang baru diterima diletakkan di bagian bawah refrigerator
sedangkan sisa yoghurt yang belum terjual dan belum mendekati tanggal
kadaluarsa diletakkan pada bagian atas rak refrigerator. Yogurt
diletakkan secara berurutan berdasarkan tanggal kadaluarsa mulai dari rak
bagian atas refrigerator menuju rak bagian bawah refrigerator.
4.4 Mengendalikan Kondisi Lingkungan Penyimpanan
Ø Refrigerator selalu dinyalakan selama terdapat produk yoghurt
didalamnya
Ø Refrigerator diletakkan pada tempat atau area yang teduh atau tidak
terkena panas matahari secara langsung karena akan mempengaruhi
peningkatan suhu didalam refrigerator
Ø Suhu refrigerator selalu dijaga agar tetap berada pada kisaran 2-4oC
Ø Kebersihan refrigerator selalu dijaga dengan frekuensi pembersihan
setiap hari
Ø Apabila terjadi kerusakan atau keadaan tidak terduga yang
mengakibatkan refrigerator tidak berfungsi secara sempurna segera
hubungi pihak KPSBU
Ø KPSBU sebaiknya menyediakan cool box sebagai fasilitas tindakan
koreksi saat terjadi kerusakan atau pemadaman listrik yang
mengakibatkan refrigerator tidak dapat mempertahankan suhu yang
diinginkan
Ø Apabila terjadi pemadaman listrik maka yoghurt disimpan sementara di
dalam cool box dengan menambahakan es batu yang masih dikemas
dalam kantong es.
Ø Disediakan form bagi agen penjualan yang berisikan informasi pemasaran
yoghurt.
176
Nama penjual
Tanggal penerimaan yoghurt
Jumlah yoghurt yang diterima
Jumlah yoghurt yang telah terjual
Jumlah kemasan yoghurt yang
rusak
Kondisi tidak terduga
Tindakan koreksi
Keadaan Refrigerator Refrigerator selalu menyala
Refrigerator pernah padam
Frekuensi refrigerator padam :
Keterangan : agen penjualan
member check list kondisi yang
terjadi selama penjualan dan
menjelaskan berapa kali
refrigerator pernah padam
Frekuensi pembersihan
refrigerator
Tanggal pemeriksaan :
Agen Pemasaran Karyawan distribusi
( ) ( )
Ø Karyawan memeriksa kesesuaian dokumen yang diisi oleh agen penjual
dengan kondisi yang terjadi.
177
5. Pelatihan
Pelatihan terhadap cara retail yang baik perlu diadakan oleh koperasi terhadap
agen penjualan dan karyawan pendistribusian yoghurt. Pelatihan ini penting
untuk meningkatkan kesadaran agen penjualan dan karyawan untuk mematuhi
dan menerapkan SOP yang berlaku sehingga produk memiliki jaminan keamanan
hingga sampai ke tangan konsumen.
178
Lampiran 8. Persyaratan Kualitas Air Minum Menurut Menteri Kesehatan RI No. 416/MENKES/Per/IX/1990
No. Parameter Satuan Kadar maksimum
yang diperbolehkan
Keterangan
A. FISIKA
1. Bau - - Tidak berbau
2. Jumlah zat padat terlarut (TDS)
mg/L 1000
3. Kekeruhan Skala NTU 5
4. Rasa - - Tidak berasa
5. Suhu oC Suhu udara ± 3oC
6. Warna Skala TCU 15
B. KIMIA
a. Kimia Anorganik
1. Air raksa mg/L 0,01
2. Aluminium mg/L 0,2
3. Arsen mg/L 0,05
4. Barium mg/L 1
5. Besi mg/L 0,3
6. Flourida mg/L 1,5
7. Kadmium mg/L 0,005
8. Kesadahan (CaCO3) mg/L 500
9. Klorida mg/L 250
10. Kromium valensi 6 mg/L 0,05
11. Mangan mg/L 0,1
12. Natrium mg/L 200
13. Perak mg/L 0,05
179
No. Parameter Satuan Kadar maksimum
yang diperbolehkan
Keterangan
14. Pil 6,5-8,5 Merupakan batas minimum dan maksimum
15. Selenium mg/L 0,01
16. Seng mg/L 5
17. Sianida mg/L 0,1
18. Sulfat mg/L 400
19. Sulfida (sebagai H2S)
mg/L 0,05
20. Tembaga mg/L 1
21. Timbal mg/L 0,05
b. Kimia organik
1. Aldrin dan diektrin mg/L 0,0007
2. Benzene mg/L 0,01
3. Benzo (a) pyrene mg/L 0,00001
4. Chlordane (total isomer)
mg/L 0,0003
5. Chlorofora mg/L 0,03
6. 2-4-D mg/L 0,1
7. DDT mg/L 0,03
8. Detergen mg/L 0,05
9. 1.2-Dichloroethane mg/L 0,01
10. 1.1-Dichloroethane mg/L 0,0003
11. Heptachlor dan heptachlor epoxide
mg/L 0,003
12. Hexachlorophenol mg/L 0,00001
180
No. Parameter Satuan Kadar maksimum
yang diperbolehkan
Keterangan
13. Gamma-HCH (Lindana)
mg/L 0,004
14. Methoxychlor mg/L 0,03
15. Penthaclorophenol mg/L 0,01
16. Pestisida total mg/L 0,1
17. 2.4.6-trichlorophenol
mg/L 0,01
18. Zat organik (KMnO4)
mg/L 10
C. Mikrobiologis
1. Koliform tinja Jumlah per 100 ml
0
2. Total koliform Jumlah 100 ml 0 95% dari sampel yang diperiksa selama setahun kadang-kadang boleh ada 3 per 100 ml sampel air, tetapi tidak berturut-turut.
D. Radioaktifitas
1. Aktifitas alpha cross (Alpha activity)
Bq/L 0,1
2. Aktifitas beta cross (Beta activity)
Bq/L 1
Keterangan : mg : milligram Ml : milliliter L : liter Bq : Bequerel NTU : Nephelpmetrik Turbidity Units TCU : True Colour Units Logam berat merupakan logam terlarut
181
Lampiran 9. SSOP pada Produksi Yoghurt
SSOP pada Produksi Yoghurt
1. Tujuan
Prosedur ini bertujuan untuk memberikan panduan dalam melaksanakan aspek-
aspek sanitasi pada produksi yoghurt di KPSBU agar dapat menjamin kemanan
proses produksi yoghurt sesuai HACCP plan.
2. Ruang Lingkup
Prosedur ini mencakup 8 kunci persyaratan sanitasi yang wajib diterapkan secara
menyeluruh di KPSBU.
3. Tanggung Jawab
Seluruh karyawan bagian produksi, sanitasi, gudang dan distribusi yoghurt
bertanggung jawab melaksanakan prosedur di bawah pengawasan Manajer
Produksi, Supervisor Produksi dan Quality Control atau Quality Assurance.
4. Prosedur
4.1 Keamanan air
4.1.1 Pastikan antara saluran air untuk kegiatan produksi dan non produksi
terpisah
4.1.2 Air untuk kegiatan produksi adalah air yang berhubungan langsung
dengan proses produksi dan kontak dengan produk seperti air yang
digunakan untuk pembersihan dan sanitasi peralatan serta air untuk
kegiatan sanitasi pencucian tangan
4.1.3 Air non produksi adalah air yang digunakan untuk air pembersihan
dan sanitasi ruangan.
4.1.4 Standar kualitas air yang digunakan harus sesuai dengan standar air
minum yang mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
416/MENKES/Per/IX/1990
4.1.5 Pemeriksaan laboratorium yang sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 416/MENKES/Per/IX/1990 terhadap kualitas air
yang digunakan harus dilakukan minimal dua kali dalam setahun yaitu
pada musim kemarau dan musim hujan, pengambilan sampel air
182
bersih dilakukan pada sumber mata air, bak penampungan dan pada
air kran terjauh.
4.1.6 Bagian QC mengambil sampel air pada output air di dalam ruang
produksi dan memeriksa kualitasnya (bau, rasa, warna, kekeruhan dan
pH) setiap hari. Analisis kualitas mikrobiologi dilakukan setiap 1
bulan sekali.
4.1.7 Jika kualitas air minum belum sesuai dan belum memiliki instalasi
water treatment maka sebaiknya menggunakan jasa pemasok air
bersih dengan standar kualitas air minum. QC berkoordinasi dengan
bagian pembelian untuk meminta hasil analisis air dari pemasok dan
memeriksa kesesuaian hasil analisis air tersebut dengan standar
kualitas air minum setiap kali pasokan air datang serta mangambil
sampel air yang datang tersebut untuk diperiksa kualitas pH, warna,
rasa, bau dan kekeruhan
4.1.8 Setiap dua kali dalam setahun yaitu pada musim kemarau dan musim
hujan pemasok harus menyerahkan hasil analisis air untuk mengontrol
kualitas air yang diterima.
4.1.9 Melakukan pencatatan mengenai hasil pemeriksaan kualitas air yang
dilakukan oleh QC dan dilaporkan setiap bulan kepada menajer
produksi.
4.2 Kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan produk
4.2.1 Karyawan produksi harus melakukan tindak sanitasi terhadap
permukaan yang kontak dengan bahan makanan sebagai berikut
Ø Buang kotoran padat dari permukaan peralatan yang kontak
dengan bahan makanan
Ø Basuh peralatan dengan air bersih, agar lemak yang ada
jumlahnya berkurang (jika perlu gunakan air hangat)
Ø Gunakan spon/sabut dan sabun cuci cair
Ø Cuci alat hingga seluruh permukaan alat bersih dan berbusa,
terutama kotoran pada sudut-sudut alat
Ø Untuk kotoran padat/kerak yang membandel, gunakan sikat
agar bersih sempurna
183
Ø Bilas alat dengan air bersih hingga alat menjadi bersih,
tidak licin dan tidak berbau
Ø Simpan/keringkan alat ditempat/rak yang bersih, kering,
tidak menyentuh lantai dan dinding dan tidak dihinggapi
serangga atau hewan pengerat
Ø Simpan seluruh peralatan yang telah tersanitasi dengan baik
dalam wadah tertutup pada kondisi terbalik
4.2.2 Tindak sanitasi yang harus dilakukan oleh karyawan produksi
terhadap milk can dan wadah penyimpanan atau penampungan
yoghurt sebagai berikut
Ø Bilas menggunakan air bersih hingga tidak ada sisa susu atau
yoghurt yang terlihat pada air bilasan (jika perlu gunakan air
hangat agar lemak mudah larut)
Ø Gosok bagian peralatan yang kontak langsung dengan produk
dengan sabun/deterjen
Ø Rendam dalam larutan sabun yang telah dipanaskan selama 30
menit
Ø Bilas dengan air panas sampai bersih dari larutan sabun
Ø Simpan/keringkan alat ditempat/rak yang bersih, kering, tidak
menyentuh lantai dan dinding dan tidak dihinggapi serangga atau
hewan pengerat dengan kondisi terbalik
4.2.3 Frekuensi pelaksanaan tindakan sanitasi adalah setiap selesai
melaksanakan kegiatan proses produksi dan sebelum melaksanakan
kegiatan proses produksi
4.2.4 Supervisor produksi melakukan pemeriksaan/pengawasan
terhadap tindakan sanitasi yang telah dilakukan oleh karyawan
distribusi dan produksi dengan frekuensi sesuai dengan jadwal
sanitasi.
4.2.5 QC melakukan pengujian mikrobiologis terhadap peralatan yang
ada di area produksi setiap bulan dengan kegiatan sebagai berikut
Ø Menyiapkan bahan dan alat uji sanitasi dengan metode swab atau
rinse
184
Ø Melakukan uji sanitasi dengan benar (uji TPC, koliform, E. Coli,
kapang dan khamir)
Ø Melakukan pengamatan hasil uji dan mencatat serta menyimpan
Ø Melaporkan hasil uji kepada manajer produksi
4.3 Pencegahan kontaminasi silang
4.3.1 Seluruh karyawan produksi harus melakukan tindakan pencegahan
kontaminasi silang sebagai berikut
Ø Mengenakan hairnet, masker, sarung tangan sekali pakai
dan sepatu kerja setiap memasuki ruangan produksi
Ø Mengenakan seragam kerja khusus sesuai dengan bagian
kerja masing-masing
Ø Melakukan tindakan sanitasi terhadap tangan diarea cuci
tangan sebelum menagani bahan baku atau proses yaitu
mencuci tangan dengan sabun tipol hingga siku, membilas
denganair bersih, mengeringkan tangan dengan tissue sekali
pakai, menutup kran air dengan menggunakan tissue dan
menyemprot tangan dengan alkohol 70%
Ø Melepaskan seragam, hairnet, masker dan sepatu kerja jika
keluar dari area produksi
Ø Karyawan tidak diperkenankan keluar masuk area proses
yang lain, ataupun membantu pekerjaan karyawan lai di
bagian yang berbeda
Ø Karyawan tidak diperkenankan menggunakan perhiasan
dan jam tangan selama menangani bahan baku dan proses dan
tidak diperbolehkan berkuku panjang
Ø Karyawan tidak diperkenankan makan, merokok, meludah,
mengobrol dan bercanda serta melakukan aktivitas lain yang
dapat mencemari baha baku dan proses
Ø Karyawan berkewajiban masuk kedalam ruang produksi
melalui pintu yang sudah ditetapkan
Ø Karyawan harus melepaskan perlengkapan kerjanya
(masker, hairnet, sepatu kerja, seragam kerja khusus, dan
185
sarung tangan) setiap memasuki toilet dan mengganti alas kaki
dengan sandal khusus memasuki toilet
Ø Karyawan selalu melakukan sanitasi terhadap sepatu kerja
yang digunakan sebelum memasuki area produksi dengan
merendam ke dalam foot bath yang berisikan larutan khlorin
200 ppm atau memisahkan sepatu yang digunakan saat di
dalam ruang produksi dengan yang digunakan saat di luar
ruang produksi. Sepatu khusus sebaiknya disediakan 2 pasang
sehingga pencucian atau tindakan sanitasi terhadap sepatu
dapat dilakukan setiap hari.
Ø Karyawan berkewajiban mencuci tangan dengan sabun dan
mencuci tangan dengan alkohol 70% hingga siku setiap keluar
dari toilet
Ø Karyawan harus menjaga agar bahan baku dan produk
akhir didalam area produksi terpisahkan dengan baik agar
tidak terjadi pencemaran bahan baku terhadap produk akhir
atau sebaliknya
Ø Karyawan gudang bahan baku harus menyimpan bahan
baku di atas rak bersih, member jarak antara bahan dengan
lantai minimal 15 cm, dengan dinding minimal 5 cm, dengan
langit-langit minimal 60 cm dan menutup pintu gudang
dengan rapat.
Ø Karyawan berkewajiban melakukan tindakan sanitasi
setiap hari terhadap ruang produksi
Ø Petugas khusus kebersihan berkewajiban memelihara
kebersihan dan kerapian lingkungan dengan memotong
rumput lingkungan area produksi dan koperasi, membuang
sampah dan barang bekas setiap hari
4.3.2 QC dan supervisor produksi melakukan pemantauan terhadap arus
pergerakan karyawan dan higien personal serta memantau penjagaan
kontaminasi silang selama proses produksi setiap hari
186
4.3.3 QC melakukan pengujian mikrodiologis terhadap personel yang
ada di area produksi setiap bulan dengan kegiatan sebagai berikut
Ø Menyiapkan bahan dan alat uji sanitasi dengan metode swab
Ø Melakukan uji sanitasi dengan benar (uji TPC, koliform, E. Coli,
kapang dan khamir)
Ø Melakukan pengamatan hasil uji dan mencatat serta menyimpan
Ø Melaporkan hasil uji kepada manajer produksi
4.4 Fasilitas sanitasi
4.4.1 Setiap hari petugas khusus kebersihan berkewajiban memelihara dan
mengontrol kelengkapan fasilitas sanitasi, mencakup:
Ø Mengecek ketersediaan air bersih dan membersihkan wastafel, toilet
dan area produksi
Ø Mengecek ketersediaan tissue di wastafel dan mengecek ketersediaan
sabun cair
Ø Mengisi alkohol 70% di setiap tempat yang menyediakan alkohol dan
diluar toilet
Ø Menyediakan fasilitas sanitasi terhadap sepatu kerja berupa foot bath
yang berisikan larutan khlorin 200 ppm
Ø Mengecek ketersediaan bahan dan alat sanitasi di area pencucian alat
Ø Mengecek ketersediaan tempat sampah
4.4.2 Supervisor produksi melakukan pemantauan terhadap kegiatan
karyawan sanitasi/petugas khusus kebersihan setiap hari dan
melaporkan dalam checklist sanitasi
187
Ø Form ketersediaan fasilitas sanitasi
Tanggal pemeriksaan: Nama pemeriksa : (ttd pemeriksa)
Item Tersedia Tidak tersedia
Keterangan
Air bersih toilet Air bersih wastafel
Air bersih area produksi
Tissue Sabun Cair Alkohol 70% di wastafel dan area produksi
Larutan khlorin 200 ppm
Tipol di area produksi
Busa dan sikat di area produksi
Tempat sampah berpenutup dan trace bag
4.5 Perlindungan bahan pangan dari bahan cemaran (adulteran)
4.5.1 Selama proses produksi karayawan menjaga dan mengontrol bahan-
bahan non pangan yang dapat berpotensi menjadi adulteran (dapat
mencemari bahan pangan) tidak diperbolehkan berada di dalam ruang
produksi maupun gudang seperti bahan-bahan sanitasi
4.5.2 Alkohol 70% yang ditempatkan di beberapa ruang produksi harus
ditempatkan dalam botol spray yang tidak bocor, diberi label yang
jelas dan tidak boleh ditempatkan di atas meja tempat menangani
produk atau dekat dengan produk (sehingga memungkinkan tumpah
atau tercecernya bahan ke produk). Setelah menggunakan alkohol
disimpan di tempat yang aman
4.5.3 Setiap menggunakan alkohol 70% untuk menyemprot meja atau
media lain dan tangan, karyawan harus memastikan hasil semprotan
188
alkohol tersebut telah menguap seluruhnya sebelum meja/media atau
tangan dipergunakan kembali untuk menangani produk dengan
indikasi bau alkohol telah hilang
4.5.4 Jika ada produk yang terkena tumpahan alkohol 70% atau terkena alat
sanitasi lain maka pisahkan produk tersebut dan laporkan pada
supervisor produksi
4.5.5 Peralatan sanitasi (sapu, ember, pel, dan sikat) harus ditempatkan
dengan rapi dan jauh dari produk untuk menghindari kontaminasi ke
produk
4.5.6 Karyawan harus segera membuang produk atau bahan yang sudah
tidak terpakai ke tempat sampah bertutup. Petugas kebersihan
memeriksa keadaan tempat sampah, jika sudah penuh maka sampah
segera dibuang ke tempat pembuangan sampah/limbah
4.5.7 Kemasan dan bahan-bahan lain yang digunakan disimpan terpisah
dari bahan-bahan sanitasi
4.5.8 Petugas kebersihan membersihkan area produksi secara menyeluruh
setiap hari setelah proses produksi selesai pada bagian lantai, dinding,
langit-langit, ventilasi, jendela dan lampu.
4.5.9 Sebelum proses pembersihan area produksi harus dipastikan setiap
bahan, peralatan dan produk tersimpan dalam tempat tertutup dan
aman dari rekontaminasi.
4.5.10 Supervisor produksi melakukan pengawasan selama proses
pembersihan dan memastikan seluruh area telah terkena tindak
sanitasi dan tidak ada yang terlewatkan.
4.5.11 Supervisor produksi mencatat kegiatan sanitasi dengan mengisi check
list sebagai tindakan kontrol.
189
Ø Contoh check list pembersihan ruangan
Area pembersihan : Tanggal pembersihan : Kontrol Ya Tidak Keterangan Penanggung
jawab Petugas kebersihan
Seluruh alat, bahan dan produk tersimpan di tempat tertutup dan aman dari kontaminasi sebelum pembersihan
Langit-langit dalam keadaan bersih
Ventilasi dalam keadaan bersih
Lampu dalam keadaan bersih
Dinding dalam keadaan bersih
Lantai dalam keadaan bersih
Tempat sampah dalam keadaan bersih
4.6 Pelabelan, penggunaan bahan toksin dan penyimpanan yang tepat
4.6.1 Menyiapkan stok bahan toksin seperti bahan-bahan sanitasi digudang
sesuai kebutuhan proses produksi
4.6.2 Pada saat penerimaan bahan toksin maka kejelasan label dan
keterangan keamanan bahan harus diperiksa jika tidak jelas maka
bahan tersebut tidak digunakan atau dikembalikan kepada bagaian
purchasing
4.6.3 Bahan toksin dikelompokkan dan disimpan di dalam boks tertutup dan
boks diberi label identitas yang jelas
4.6.4 Setiap pengeluaran dan pemasukan bahan toksin harus selalu dicatat
dalam kartu penyimpanan bahan dan harus sesuai izin dari QC
4.6.5 QC memberikan label identitas yang jelas yang berisikan anjuran
pemakaian yang aman
190
4.6.6 QC melakukan pemeriksaan terhadap pelabelan dan penyimpanan
bahan toksin setiap satu minggu sekali
4.6.7 Supervisor produksi melakukan pemantauan harian terhadap
penggunaan bahan-bahan toksin oleh karyawan, termasuk konsentrasi
dan penyimpanannya
4.6.8 QC bertanggung jawab dalam melabeli wadah-wadah aplikasi akohol
di area produksi dan untuk keperluan sanitasi saat keluar toilet
4.6.9 Segera membuang wadah-wadah bahan toksin yang sudah rusak atau
tidak dipakai lagi
4.7 Pengendalian kesehatan personil
4.7.1 Karyawan yang bekerja menangani produk bertanggung jawab untuk
menjaga kesehatan pribadi setiap hari, menerapkan prosedur cuci
tangan dengan baik sebelum dan sesudah menangani produk, dan
melapor kepada supervisor produksi jika sakit atau terluka
4.7.2 Unit produksi yoghurt KPSBU menetapkan kebijakan bahwa
karyawan yang sedang sakit dan mengalami luka besar harus
mengistirahatkan diri di rumah
4.7.3 Supervisor melakukan pemantauan terhadap kesehatan personil setiap
hari
4.8 Pengendalian hama
Prosedur pengendalian hama telah diatur lebih rinci pada SOP pengendalian
hama
5. Pelatihan
Pelatihan karyawan mengenai SSOP dilakukan bersamaan dengan pelatihan
GMP
191
Lampiran 10. Contoh Penyusunan Tim HACCP KPSBU
Jabatan Posisi Tugas Ketua Manager
Operasional Bertanggung jawab terhadap semua kegiatan yang
berlangsung pada perusahaan dan langsung
bertanggung jawab pada Ketua pengurus KPSBU
Anggota Ka. Unit Penanganan Susu
Bertanggung jawab terhadap penyediaan susu segar
dari peternak hingga siap dipasarkan
Ka. Unit Produksi yogurt
Bertanggung jawab selama proses produksi mulai dari
peerimaan bahan baku hingga produk jadi
QC (Quality Control)
Bertanggung jawab terhadap pengecekan, pengawasan
semua proses pelaksanaan produksi dan pengecekan
terhadap pelaksanaan GMP dan SSOP, serta
pengujian produk
QA(Quality Assurance)
Bertanggung jawab menangani masalah yang
berhubungan dengan hukum dan legalitas untuk
memberikan jaminan kepuasan konsumen
Sekretariat Bertanggung jawab dalam penyediaan dokumen dan
penyimpanan dokumen produksi yogurt
Unit Penyuluhan Anggota
Bertanggung jawab dalam menyelenggarakan
penyuluhan kepada peternak terhadap penerapan
Good Milking Practices serta Good Farming
Practices
Mikrobiologi Bertanggung jawab terhadap kualitas mikrobiologi
bahan baku dan produk jadi serta memberikan
masukan bahaya mikrobiologi dan penanganannya
Gudang Bertanggung jawab terhadap pengaturan penyimpanan
produk dalam gudang dan alur keluar masuk produk
dalam gudang
Purchasing Bertanggung jawab dalam pemenuhan sarana
produksi dan prasarana
Distribusi Bertanggung jawab terhadap pemasaran produk,
mencari peluang pasar dan mengatur proses
pengeluaran produk
192
Sie. Kendaraan Bertanggung jawab dalam perawatan dan penyediaan
kendaraan yang diperuntukkan bagi proses
transportasi produksi yogurt
Pengawas Pengawas Eksternal
Bertanggung jawab terhadap pengawasan seluruh
kegiatan di MT KPSBU dan melakukan recording
pada setiap kegiatan yang belangsung serta
memverifikasinya
193
Lampiran 11. SOP Produksi Yoghurt
SOP pada Produksi Yoghurt
1. Tujuan
Prosedur ini bertujuan untuk memberikan panduan dalam kegiatan proses
produksi yoghurt yang melaksanakan aspek-aspek GMP dan sanitasi pada
produksi yoghurt di KPSBU agar dapat menjamin kemanan proses produksi
yoghurt sesuai HACCP plan.
2. Ruang Lingkup
Prosedur ini berlaku pada area-area produksi tertentu sesuai dengan proses
produksi yang dilakukan dan wajib diterapkan secara menyeluruh oleh karyawan
produksi yoghurt di KPSBU.
3. Tanggung Jawab
Seluruh karyawan bagian produksi, sanitasi, gudang dan distribusi yoghurt
bertanggung jawab melaksanakan prosedur di bawah pengawasan Manajer
Produksi dan Quality Control atau Quality Assurance.
4. Prosedur
4.1 Penerimaan bahan baku, penyimpanan dan pengambilan
4.1.1 Pisahkan ruang penyimpanan bahan baku untuk produksi dengan
bahan-bahan kimia untuk pengujian atau bahan-bahan kimia untuk
sanitasi
4.1.2 Saat penerimaan bahan baku maka pencatatan terhadap bahan baku
dilakukan sesuai dengan kartu penyimpanan bahan baku dan
dilakukan oleh QC. Keterangan mengenai kartu penyimanan bahan
baku dan pelabelan dapat dilihat secara jelas pada lampiran. Selain itu
pencatatan juga dilakukan pada buku log penerimaan dan
pengambilan bahan baku.
4.1.3 Simpan bahan baku, bahan tambahan pangan (BTP), bahan penolong
dan produk akhir secara terpisah dan pastikan label telah tertempel
pada kemasan
4.1.4 Bahan- bahan yang mudah menyerap air harus disimpan di tempat
kering, misalnya garam,
194
4.1.5 Penyimpanan bahan baku dan produk pangan harus sesuai dengan
suhu penyimpanannya
4.1.6 Atur agar penyimpanan bahan baku memudahkan untuk
pengambilannya, sehingga bahan baku yang disimpan terlebih dahulu
dapat digunakan lebih dahulu.
4.1.7 Bersihkan ruangan penyimpanan segera setiap kali setelah penerimaan
bahan baku
4.1.8 Saat pengambilan bahan baku yang disimpan terlebih dahulu harus
digunakan lebih dahulu
4.1.9 Pengambilan bahan baku harus dilakukan dengan baik dan aseptis.
4.1.10 Gunakan peralatan yang bersih dan wadah yang bersih untuk
pengambilan bahan baku.
4.1.11 Bersihkan dan sanitasi segera peralatan yang digunakan untuk
mengambil bahan baku setelah pengambilan bahan baku.
4.1.12 Peralatan untuk mengambil bahan baku harus selalu dalam keadaan
bersih dan kering. Simpan peralatan untuk pengambilan bahan baku
dalam wadah tertutup yang higienis dan tersanitasi dengan baik
4.1.13 Bersihkan segera ruangan penyimpanan setiap kali setelah
pengambilan bahan baku
4.1.14 Lakukan pengecekan ketersediaan jumlah bahan baku untuk produksi
berikutnya. Segera adakan pemesanan bahan baku sesuai dengan
prosedur yang berlaku
4.1.15 Siapkan jumlah bahan baku yang dibutuhkan untuk produksi
berikutnya sesuai rencana kerja yang telah ditetapkan manager
4.1.16 QC memonitor ruang penyimpanan setiap kali penerimaan dan
pengambilan bahan baku untuk memastikan ruangan tersanitasi
dengan baik sesuai standar yang berlaku.
4.1.17 Supervisor produksi akan memonitor ketersediaan jumlah bahan baku
yang ada, dan akan melakukan pemesanan bahan baku sesuai dengan
prosedur yang berlaku.
4.1.18 Manager merancang rencana produksi selama satu minggu kedepan
4.1.19 Tindakan koreksi yang dapat dilakukan adalah
195
4.1.19.1 Menegur karyawan dan melakukan pelatihan dalam
menerapkan SOP yang berlaku
4.1.19.2 Jika terjadi tumpahan bahan baku maka segera lakukan
pembersihan dan buang bahan baku yang tercemar dan dicatat
pada label, kartu dan buku log
4.1.20 Buku log, label dan kartu harus disimpan minimal 1 tahun
4.2 Penerimaan susu
4.2.1 Sebelum penerimaan susu maka panaskan air sekitar 1 jam sebelum
digunakan sehingga pada saat tahap sanitasi peralatan telah tersedia
air panas dengan suhu minimal 90oC.
4.2.2 QC telah menyiapkan semua peralatan pengujian susu
(lactodensimeter, gelas ukur, thermometer,tabung reaksi, pipet) telah
tersedia dalam kondisi baik, bersih dan tersanitasi dengan baik dan
telah ditera atau tersetting dengan benar sehingga dapat segera
digunakan
4.2.3 QC mengambil sampel susu sebanyak 250 cc dari setiap can yang
dikirim dan lakukan pengujian kualitas susu sesuai prosedur yang
berlaku dan menerima form dari karyawan pengiriman susu serta
memeriksa hasil uji alkohol dan uji berat jenis yang telah dilakukan di
TPK serta ketentuan-ketentuan lain dan memutuskan susu diterima
atau ditolak
4.2.4 Saat pengambilan sampel Milk can jangan terlalu lama terbuka,
lakukan pengambilan sampel dengan cepat
4.2.5 Semua hasil pengujian dicatat dalam sebuah buku log penerimaan
susu
4.2.6 Seluruh dokumen pengujian harus tersimpan rapi dan terpelihara
dengan baik agar dapat dilakukan penelusuran jika terjadi kerusakan
pada produk
4.2.7 Susu dengan kualitas baik langsung diolah menjadi yoghurt
4.2.8 Susu dengan kualitas rendah ditolak
4.2.9 Proses standardisasi bahan baku susu segar dilakukan untuk
memenuhi stándar mutu SNI yoghurt terhadap kadar protein serta
196
komposisi yang lainnya dengan menambahkan susu skim sejumlah
tertentu berdasarkan hasil uji kualitas susu segar yang digunakan.
4.2.10 Buku log penerimaan dan hasil pengujian susu harus disimpan
minimal 1 tahun.
4.3 Pasteurisasi Susu
4.3.1 Sebelum proses produksi, bersihkan semua debu dari dinding dan
lantai
4.3.2 Pastikan seluruh peralatan yang digunakan selama proses produksi
dalam keadaan bersih, tersanitasi dengan baik sesuai dengan SSOP
peralatan
4.3.3 Pastikan termometer berfungsi dengan baik
4.3.4 Siapkan alat pasteurisasi susu seperti air dalam penangas dan
ketersediaan gas
4.3.5 Pasteurisasi dilakukan dengan metode High Pasteurisation pada suhu
85 – 90oC hingga volume susu menjadi 2/3 bagian susu awal
4.3.6 Lakukan pengecekan suhu susu selama proses pasteurisasi
berlangsung, jaga suhu susu tidak melebihi 90 oC dan lakukan
pengaturan api penangas jika diperlukan
4.3.7 Lakukan pencatatan suhu selama proses pasteurisasi pada buku log
pasteurisasi.
4.3.8 Pastikan seluruh proses produksi dalam keadaan higienis, ruangan
tertutup dan karyawan harus menerapkan higien personel selama
proses dan memerapkan SSOP dengan baik dan benar
4.3.9 Gunakan peralatan yang telah tersanitasi baik dan tersimpan aseptis
4.3.10 Saat pemeriksaan suhu jangan membuka tutup milk can terlalu lama
dan terlalu lebar.
4.3.11 Alat pengaduk yang digunakan saat melakukan pemeriksaan suhu
harus dilakukan tindak sanitasi terlebih dahulu setiap akan digunakan
4.3.12 Supervisor produksi memonitor kesiapan alat pasteurisasi sesuai
standar yang berlaku.
4.3.13 Supervisor produksi harus memonitor apakah prosedur pateurisasi
sudah dilakukan sesuai dengan standar yang berlaku
197
4.3.14 Jika terdapat tumpahan susu maka segera lakukan
pengepelan/pengelapan/ pembersihan setiap kali terjadi tumpahan
susu dengan air dan desinfektan lalu keringkan segera
4.3.15 Jika suhu pasteurisasi dibawah standar maka lakukan pemanasan
ulang. Jika suhu diatas standar maka lakukan penyesuaian dengan
lama waktu pemanasan sesuai dengan standar yang berlaku. Jika
melampaui batas standar pasteurisasi, buang produk yang rusak.
Catat pada buku log pasteurisasi susu.
4.3.16 Buku Log pasteurisasi susu harus disimpan minimal 1 tahun.
4.4 Penambahan Gula
4.4.1 Buat larutan gula terlebih dahulu dengan memasak gula dalam air
minum
4.4.2 Masukkan larutan gula sesuai dengan kebutuhan ke dalam susu yang
telah dipasteurisasi dan diaduk hingga homogen
4.4.3 Proses penambahan larutan gula harus dilakukan secara higien, setiap
peralatan harus disanitasi terlebih dahulu sebelum digunakan
4.4.4 Karyawan harus menerapkan higien personal dengan menggunakan
hairnet dan masker serta tindak sanitasi pada tangan sesuai dengan
SSOP
4.4.5 Proses penambahan gula dan pengadukan harus dilakukan dengan
cepat dan jangan biarkan milk can terbuka terlalu lama
4.4.6 Milk can yang telah maupun yang belum ditambahakan gula tetap
dijaga selalu tertutup
4.4.7 Ruang produksi selalu dalam keadaan tertutup
4.4.8 Supervisor memastikan dan memantau proses dilakukan secara higien
dan benar
4.5 Pendinginan Susu
4.5.1 Sediakan air dingin pada bak pendingin
4.5.2 Susu yang telah dipasteurisasi segera dimasukkan kedalam bak
pendingin dalam milk can yang tertutup. Susu didinginkan dengan
cara merendam milk can didalam bak pendingin hingga suhu susu
mencapai ± 40 oC - 45 oC
198
4.5.3 Atur sirkulasi air di dalam bak agar pendinginan terjadi secara merata
dan cepat bila perlu tambahkan es batu kemudian lakukan pengecekan
suhu susu setelah pendinginan dan dicatat pada buku log
4.5.4 Selama pendinginan maka ruang produksi dijaga agar selalu
tersanitasi dengan baik dan tertutup
4.5.5 Supervisor produksi memonitor ruangan pendinginan sebelum dan
selama produksi berlangsung untuk memastikan ruangan tersanitasi
dengan baik sesuai standar yang berlaku
4.5.6 Supervisor produksi memonitor air dan bak yang digunakan untuk
tempat pendinginan dalam keadaan bersih
4.5.7 Supervisor produksi harus memonitor suhu susu sudah sesuai dengan
standar
4.5.8 Buku log harus disimpan minimal 1 tahun.
4.6 Inokulasi starter yoghurt
4.6.1 Seluruh peralatan yang digunakan untuk persiapan dan inokulasi
starter harus dalam keadaan steril. Peralatan yang diggunakan :
4.6.1.1 Pembakar spiritus/bunsen dan korek api
4.6.1.2 Gelas ukur steril
4.6.1.3 Tissue
4.6.1.4 Meja yang digunakan harus didesinfeksi terlebih dahulu dengan
larutan desinfeksi (tepol, alkohol 70% dll)
4.6.1.5 Karyawan yang melaksanakan inokulasi harus harus melakukan
sterilisasi tangan dengan alkohol 70% sebelum melakukan
inokulasi
4.6.1.6 Inokulasi dilakukan didalam ruang steril yang telah di UV selam
15-20 menit. KPSBU sebaiknya perlu menyediakan ruang steril.
4.6.2 Starter kerja digunakan untuk pembuatan yoghurt adalah
Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus yang
berumur 16-24 jam (inkubasi pada suhu ruang)
4.6.3 Sterter kerja Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus
diinokulasi pada susu yang telah disiapkan sebanyak 5% dengan
199
perbandingan Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus
bulgaricus 1:1
4.6.4 Supervisor produksi memonitor ruang inokulasi sebelum dan selama
produksi berlangsung untuk memastikan ruangan tersanitasi dengan
baik sesuai standar yang berlaku.
4.6.5 Supervisor produksi harus memonitor apakah starter kerja yang
digunakan sesuai standar
4.6.6 Supervisor produksi harus memonitor apakah proses inokulasi sudah
sesuai dengan standar yang berlaku
4.6.7 dilakukan pengujian starter (viabilitas, kemurnian starter, kemampuan
fermentasi) sebulan sekali
4.6.8 Karyawan mendata jumlah starter kerja yang digunakan, yang
dibuang, jumlah starter kerja yang rusak, kualitas starter yang
digunankan pada buku log. Buku log harus disimpan minimal 1
tahun.
4.7 Inkubasi
4.7.1 Sebelum inkubasi maka inkubator yang digunakan harus dalam
keadaan bersih
4.7.2 Inkubator dibersihkan dengan cara membilas seluruh permukaan
dalam inkubator dengan alkohol 70% dan langsung dikeringkan
4.7.3 Inkubator disetting pada suhu 40-45 oC
4.7.4 Cek suhu pada inkubator sebelum digunakan apakah sudah sesuai
dengan standar
4.7.5 Inkubasi dilakukan selama 3-4 jam pada suhu 40-45 oC. Catat suhu
dan waktu inkubasi yang digunakan pada buku log.
4.7.6 Setelah digunakan inkubator harus segera dibersihkan dan disterilisasi
4.7.7 Periksa kualitas yoghurt yang dihasilkan (kekentalan dan tingkat
keasaman)
4.7.8 Buang yoghurt yang rusak dan catat pada buku log jumlah produk
yang rusak dan produk yoghurt yang baik
4.7.9 Supervisor produksi harus memonitor apakah suhu dan waktu
inkubasi sesuai dengan standar yang berlaku
200
4.7.10 Supervisor produksi harus memonitor kualitas yoghurt yang telah
dihasilkan, produk yang bagus dan yang cacat
4.7.11 Karyawan akan mendata jumlah yoghurt dihasilkan, yoghurt yang
cacat, kualitas yoghurt yang dihasilkan pada buku log yoghurt. Buku
log inkubasi harus disimpan minimal 1 tahun.
4.8 Penambahan Flavor
4.8.1 Penambahan flavor dilakukan sebelum proses pengemasan. Sirup
yang ditambahkan sesuai dengan standar pada pembuatan sirop.
4.8.2 Jumlah flavor yang ditambahkan adalah 10-15% dari volume yoghurt
4.8.3 Seluruh peralatan yang digunakan untuk penambahan flavor harus
dalam keadaan steril.
4.8.4 Supervisor produksi memonitor ruang penambahan flavor sebelum
dan selama produksi berlangsung untuk memastikan ruangan
tersanitasi dengan baik sesuai standar yang berlaku.
4.8.5 Supervisor produksi harus memonitor flavor yang digunakan sesuai
standar
4.8.6 Supervisor produksi harus memeriksa kualitas yoghurt yang
dihasilkan
4.8.7 Karyawan mendata jumlah flavor yang digunakan, ,jenis flavor,
tanggal pembuatan, jumlah pengambilan, tanggal pengambilan pada
Buku Log Penyimpanan bahan flavor. Buku log harus disimpan
minimal 1 tahun.
4.9 Pengemasan
4.9.1 Kemasan dan label harus disimpan di tempat yang bersih dan jauh
dari pencemaran.
4.9.2 Kemasan dan label harus disimpan di tempat yang kering dan jauh
dari lokasi pengolahan
4.9.3 Gunakan kemasan yang bersih, steril dan tidak toksik
4.9.4 Label harus disimpan secara rapi dan teratur supaya tidak terjadi
kesalahan dalam penggunaannya.
4.9.5 Sebelum digunakan, pastikan jumlah kemasan mencukupi untuk
semua produk yang akan dikemas.
201
4.9.6 Kemasan dan plastik penutup harus selalu dalam keadaan bersih dan
disterilisasi dalam ruang ultraviolet minimal 15 menit.
4.9.7 Pastikan alat pengemas (sealer) dalam kondisi baik dan bersih.
Periksa sealer head dan bersihkan dari plastik yang masih tersisa.
4.9.8 Setting sealer pada suhu 150 – 180oC; 2 – 4 detik.
4.9.9 Seluruh ruang pengemasan baik dinding, langit-langit maupun lantai
harus selalu dalam keadaan bersih dan kering
4.9.10 Sebelum digunakan ruang pengemasan harus disterilisasi terlebih
dahulu dengan cara membersihkan ruangan dari debu, kemudian
menyalakan lampu ultraviolet selama 30 menit.
4.9.11 lakukan pengemasan secara aseptis dan berikan label sesuai dengan
jenis produk.
4.9.12 Setelah pengemasan maka lakukan pemeriksaan terhadap cup dan
hasil sealer
4.9.13 Suhu produk harus tetap di jaga < 4 oC dan kondisi dijaga kering
bersih
4.9.14 hitung dan catat jumlah dan jenis produk yang telah dikemas ke dalam
buku log pengemasan.
4.9.15 Buat catatan untuk bagian penyimpanan dingin produk akhir untuk
dicocokkan.
4.9.16 Bersihkan dan rapikan semua peralatan yang digunakan.
4.9.17 Bersihkan sealer head dari segala sisa plastik
4.9.18 Bersihkan peralatan yang kontak langsung dengan produk dengan
menggunakan air dingin hingga tidak ada sisa susu yang terlihat pada
air bilasan
4.9.19 Tutup ruangan dan nyalakan lampu ultra violet untuk mensterilkan
ruangan.
4.9.20 Supervisor produksi memonitor ruang pengemasan sebelum dan
selama produksi berlangsung untuk memastikan ruangan tersanitasi
dengan baik sesuai standar yang berlaku.
202
4.9.21 Karyawan akan mendata jumlah produk yang dikemas, yang dibuang,
jumlah kemasan yang rusak pada Buku Log Pengemasan Buku log
pengemasan harus disimpan minimal 1 tahun.
4.10 Penyimpanan dingin produk akhir
4.10.1 Ruang penyimpanan produki akhir harus selalu dalam kondisi bersih,
kering dan pada suhu yang sesuai.
4.10.2 Refrigerator/freezer (pendingin) dalam kondisi baik (tidak rusak) dan
bersih.
4.10.3 Pendingin sudah harus dinyalakan minimal 12 jam sebelum
digunakan dan di set pada suhu yang sesuai yaitu suhu refrigerator <
4oC dan suhu freezer < - 15oC
4.10.4 Suhu produk susu yang ada di dalam pendingin harus sekitar 4oC
4.10.5 Suhu Refrigerator/freezer harus selalu dikontrol untuk mencegah
fluktuasi suhu. Fluktuasi suhu yang lebih dari 2oC harus dihindari.
Buat catatan suhu ruang pendingin secara reguler untuk memudahkan
penelusuran bila terjadi kerusakan produk.
4.10.6 Pemasukan udara luar ke dalam refrigerator/freezer harus dibatasi
sekecil mungkin. Suhu refrigerator/freezer biasanya lebih rendah dari
4oC untuk mengantisipasi udara panas yang masuk saat membuka atau
menutup ruangan pendingin atau saat ada produk yang baru
dimasukkan.
4.10.7 Produk susu yang akan disimpan sudah dalam kondisi dingin,
dikemas, tidak bocor dan kering bersih, agar tidak menimbulkan bau
yang tak sedap dan genangan kotoran pada refrigerator/freezer
4.10.8 Pada saat pemasukan produk susu ke dalam ruang pendingin, periksa
kembali apakah ada kemasan yang bocor, bila ada pisahkan untuk
dilakukan reproses pada hari berikutnya
4.10.9 Penyimpanan awal dilakukan menyebar pada bagian bawah rak
refrigerator/freezer (tidak ditumpuk), namun masih pada 1 (satu) jenis
produk yang sama
4.10.10 Di dalam satu ruang pendingin sebaiknya hanya diisi dengan
satu jenis produk. Bila tidak memungkinkan maka produk-produk
203
tersebut harus dipisah-pisah dengan batas yang jelas atau dengan
jenis kemasan yang sama sekali berbeda untuk menghindari
kesalahan pada saat pengambilan produk.
4.10.11 Produk harus disusun dengan baik, sehingga selalu ada ruangan
untuk aliran udara dingin yang beredar di sepanjang dinding dan
lantai serta diantara sela-sela kemasan produk.
4.10.12 Atur posisi produk sehingga produk yang diproduksi lebih dahulu
dapat didistribusikan lebih dulu. Produk baru diletakkan pada
bagian bawah dan produk lama diletakkan diatasnya, agar produk
lama dapat dengan mudah diambil terlebih dahulu oleh bagian
pemasaran.
4.10.13 Harus ada data yang menunjukkan kapan produk tersebut mulai
disimpan. Beri tanda pada produk tanggal dan jam penyimpanan
untuk memudahkan penentuan produk yang harus
dikeluarkan/didistribusi terlebih dahulu. Prinsip FIFO (first in
first out).
4.10.14 Buatlah catatan pada ruang penyimpanan sesuai dengan
keterangan pada kartu yang tertera pada Lampiran
4.10.15 Produk susu yang disimpan, langsung dicatat pada Buku Log
penyimpanan dan pengambilan produk akhir dan dihitung untuk
dilaporkan kepada pimpinan.
4.10.16 Segera lakukan pembersihan setiap kali sehabis penyimpanan atau
pengambilan produk ke dalam atau dari ruang penyimpanan
dengan cara membersihkan/mengelap seluruh permukaan dalam
ruang penyimpanan dengan larutan desinfektan dan segera
dikeringkan
4.10.17 Pendingin dalam kondisi tertutup rapat dan mesin berfungsi
dengan baik ketika selesai menyimpan produk.
4.10.18 Ruang penyimpanan kembali bersih dan kering
4.10.19 Supervisor produksi memonitor ruang penyimpanan produk akhir
setiap kali penyimpanan dan pengambilan produk akhir untuk
204
memastikan ruangan tersanitasi dengan baik sesuai standar yang
berlaku.
4.10.20 Supervisor produksi harus memonitor apakah jumlah produk akhir
mencukupi untuk pemasaran berikutnya serta kesesuaian antara
penyimpanan dan pengambilan.
4.10.21 Supervisor produksi harus memonitor kerusakan pada ruang
penyimpanan dingin produk akhir
4.10.22 Karyawan akan mendata jumlah produk yang diterima, yang
diambil untuk pemasaran dan yang dibuang pada Buku Log
Penyimpanan dan Pengambilan produk akhir. Buku log
Penyimpanan dan Pengambilan Produk Akhir harus disimpan
minimal 1 tahun.
4.11 Distribusi dan Pemasaran Produk Akhir
Prosedur proses distribusi dan pemasaran yoghurt dapat dilihat secara
jelas pada SOP Good Transportation Practices dan Good Retailing
Practices
205
Lampiran 12. CCP Decision Tree untuk Bahan Mentah
P2
P2
P3
* Lanjutkan pada bahan mentah selanjutnya
** Bahan mentah harus ditetapakan sebagai CCP
(bahan mentah peka diperlukan pengendalian ketat)
Adakah bahaya yang terkait dengan bahan mentah ini?
Ya Lanjutkan * Tidak
Apakah anda atau konsumen akan mengilangkan bahaya dari produk
CCP ** Tidak Ya
Apakah ada resiko kontaminasi silang terhadap fasilitas atau produk lain yang tidak dapat dikendalikan
Tidak Ya Lanjutkan
CCP **
206
Lampiran 13. CCP Decision Tree untuk Proses Pengolahan
P1
P2
P3
P4
Adakah tindakan pencegahan
Lakukan modifikasi dalam proses atau produk
Tidak
Akankah ada tahapan berikutnya yang dapat menghilangkan bahaya atau mengurangi tingkat kemungkinn terjadinya sampai
pada tingkatan yang dapat diterima
TITIK KENDALI KRITIS (CCP)
Ya
Berhenti Bukan TKK
Berhenti Bukan TKK Tidak
Dapatkah kontaminasi dengan bahaya yang diidentifikasi terjadi melebihi tingkatan yang dapat diterima atau dapat
melebihi sampai tingkatan yang dapat diterima
Ya
Tidak
Apakah ada tahapan untuk menghilangkan / mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai
tingkatan yang dapat diterima Ya
Ya Adakah pengendalian pada tahap ini perlu pengamanan?
Tidak Bukan TKK Berhenti
Ya Tidak