Post on 14-Dec-2014
LAPORAN PRAKTIKUMILMU HIJAUAN MAKANAN TERNAK
ACARA GERMINASI
Disusun oleh :Kelompok XV
Ari Bimo Prasetyo PT/05903Okti Widayati PT/06015Azan Gesang Mahardika PT/06023Edi Priyanto PT/06171Pranegati Rembulaning Wulandaru PT/06172
Asisten Pendamping : Bramaji Wisnu Dewanggono
LABORATORIUM HIJAUAN MAKANAN TERNAK DAN PASTURABAGIAN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan acara praktikum Ilmu Hijauan Makanan Ternak hingga
pembuatan laporan praktikum.
Laporan ini disusun sebagai syarat menempuh ujian akhir Ilmu
Hijauan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Penyusun pada kesempatan ini, ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Prof. Dr. Ali Agus, DAA., DEA. selaku Dekan Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
2. Bambang Suhartanto, DEA, dan Bambang Suwingyo, S.Pt., MP, Prof.
Ir. R. Djoko Soetrisno, M.Sc., Ph.D., Ir. sebagai dosen pengampu
mata kuliah Ilmu Hijauan Makanan ternak.
3. Seluruh asisten Laboratorium Hijauan Makanan Ternak dan Pastura
yang telah yang membantu kami baik dalam rangkaian acara
praktikum maupun dalam pembuatan laporan.
4. Semua pihak yang telah membantu penulis sehingga terselesaikannya
laporan ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih
terdapat banyak kekurangan. Kritik dan saran yang bersifat membangun
akan kami terima untuk kesempurnaan laporan berikutnya. Akhir kata
semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Yogyakarta, 18 Maret 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Masalah pokok yang sering dihadapi dalam usaha pengembangan
peternakan adalah persoalan makanan ternak terutama yang berupa
hijauan. Kurangnya pakan hijauan mengakibatkan peningkatan jumlah
pemberian konsentrat yang secara ekonomis kurang menguntungkan
karena meningkatkan biaya pakan. Usaha-usaha pertanian di daerah
tropis sangat menentukan berhasil tidaknya usaha peternakan, terutama
dalam penyediaan tanaman bahan pakan yang cukup serta berkualitas
tinggi.
Fisiologi tubuhan sangat penting untuk dipelajari terutama dalam
teknik penanaman benih. Hal ini tidak terlepas dari kondisi fisiologis
benih yang ditanam. Seringkali proses perkecambahan tersebut belum
dipahami dengan baik sehingga penanaman pohon yang berasal dari
benih seringkali gagal karena benih (biji) tidak tumbuh. Bahkan pada
beberapa biji misalnya pada padi mengalami kondisi dormansi sehingga
tidak dapat tumbuh meskipun kondisi lingkungan yang sudah
mendukung.
Berbagai tipe perkecambahan dan tipe dormansi yang dialami biji
penting diketahui dan dipahami agar dapat menumbuhkan benih pada
kondisi optimum dengan baik. Oleh karena itu, perlu adanya
pembelajaran mengenai “Perkecambahan dan Dormansi” yang
menerangkan proses perkecambahan biji dan dormansi yang dialami
pada beberapa biji.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Germinasi
Perkecambahan merupakan proses pertumbuhan dan
perkembangan embrio. Hasil perkecambahan ini adalah munculnya
tumbuhan kecil dari dalam biji. Proses perubahan embrio saat
perkecambahan adalah plumula tumbuh dan berkembang menjadi batang,
dan radikula tumbuh dan berkembang menjadi akar (Syamsuri, 2004).
Perkecambahan merupakan sustu proses dimana radikula (akar
embrionik) memanjang ke luar menembus kulit biji. Di balik gejala
morfologi dengan pemunculan radikula tersebut, terjadi proses fisiologi-
biokemis yang kompleks, dikenal sebagai proses perkecambahan
fisiologis (Salisbury dan Ross, 1992).
Germinasi merupakan serangkaian peristiwa yang terhitung sejak
benih mengalami dormansi sampai bibit tersebut mampu tumbuh normal
kembali. Dormasi benih merupakan suatu kondisi dimana benih tidak
berkecambah walaupun ditanam dalam kondisi yang optimum. Beberapa
keuntungan sifat dormansi pada benih antara lain mekanisme
mempertahankan hidup, mencegah terjadinya perkecambahan di
lapangan, dan pada beberapa spesies lebih tahan dalam penyimpanan.
Benih dikatakan dorman apabila benih tersebut sebenarnya hidup, tetapi
tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara
umum dianggap telah memenuhi persyaratan, bagi suatu
perkecambahan (Sutopo, 2002).
Untuk mengatasi masalah ini diperlukan metode germinasi atau
pematahan dormansi yang efektif yang dapat meningkatkan validitas hasil
pengujian daya berkecambah, dan mengatasi masalah dormansi pada
saat benih diperlukan untuk segera ditanam. Pematahan dormansi
dikatakan efektif jika menghasilkan daya berkecambah 85% atau lebih
(Ilyas dan Diarni, 2007).
Metode Germinasi
Soejadi dan Nugraha (2002) menyatakan, efektivitas metode
pematahan dormansi sangat dipengaruhi oleh intensitas, persistensi, dan
mekanisme dormansi. Perbedaan persistensi dormansi benih bergantung
pada beberapa faktor antara lain spesies, varietas, musim tanam, lokasi
panen, dan tahap perkembangan benih.
Perlakuan mekanis (skarifikasi) pada kulit biji, dilakukan dengan
cara penusukan, pengoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran,
dengan bantuan pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau lainnya adalah cara
yang paling efektif untuk mengatasi dormansi fisik. Karena setiap benih
ditangani secara manual, dapat diberikan perlakuan individu sesuai
dengan ketebalan biji. Pada hakekatnya semua benih dibuat permeabel
dengan resiko kerusakan yang kecil, asal daerah radikel tidak rusak
(Schmidt, 2002).
Perlakuan kimia dengan bahan-bahan kimia sering dilakukan untuk
memecahkan dormansi pada benih. Tujuan utamanya adalah menjadikan
agar kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi.
Larutan asam kuat seperti asam sulfat dengan konsentrasi pekat
membuat kulit biji menjadi lunak sehingga dapat dilalui air dengan
mudah. Larutan asam untuk perlakuan ini adalah asam sulfat pekat
(H2SO4) asam ini menyebabkan kerusakan pada kulit biji dan dapat
diterapkan pada legum maupun non legume (Coppeland, 1995).
Proses fisiologis pertumbuhan
Fisher dan Peter (1992), menyatakan faktor-faktor yang
mempengaruhi perkecambahan antara lain air, cahaya, temperatur, gas,
dan masa dormansi. Tahapan perkecambahan dimulai dengan hidrasi
atau imbibisi, dilanjutkan oleh pengaktifan enzim, inisiasi pertumbuhan
embrio dan pertumbuhan kecambah berikutnya. Berikut ini rincian
tahapan perkecambahan.
Hidrasi atau imbibisi adalah masuknya air ke dalam embrio dan
membasahi protein dan koloid cair. Air yang masuk ke dalam biji dapat
berasal dari lingkungan di sekitar biji, baik dari tanah, udara (dalam
bentuk embun atau uap air), maupun media lainnya. Imbibisi terjadi
karena permukaan-permukaan struktur mikroskopik dalam sel tumbuhan,
seperti selulosa, butir pati, protein, dan bahan lainnya yang dapat
menarik dan memegang molekul-molekul air dengan gaya tarik
antarmolekul. Proses penyerapan air tersebut terjadi melalui mikropil
pada kotiledon. Air yang masuk ke dalam kotiledon menyebabkan
volume bertambah, akibatnya kotiledon membengkak. Pembengkakan
tersebut menyebabkan testa (kulit biji) menjadi pecah atau robek. Sifat
permeabilitas benih (contohnya benih aren) ditentukan oleh faktor umur.
Semakin tua benih, maka kadar lignin dan tanin meningkat sehingga
semakin rendah pula imbibisinya. Peningkatan kadar lignin dan tanin
sangat berperan dalam menurunkan permeabilitas benih terhadap air
sehingga ketika dikecambahkan proses imbibisi benih berlangsung
sangat lambat (Widyawati et al., 2009 dalam Fahmi, 2010).
Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan penyerapan air
oleh biji adalah permeabilitas kulit biji, konsentrasi air, suhu, tekanan
hidrostatik, Luas permukaan biji yang kontak dengan air, daya
intermolekuler, dan komposisi kimia (Akbar et al., 2010).
Air berguna untuk mengencerkan protoplasma sehingga dapat
meningkatkan sejumlah proses fisiologis dalam embrio, seperti
pencernaan, pernapasan, asimilasi dan pertumbuhan. Air juga
memberikan fasilitas untuk masuknya oksigen ke dalam biji. Dinding sel
yang kering hampir tidak permeabel untuk gas, tetapi jika dinding sel
di-imbibisi oleh air, maka gas akan masuk kedalam sel secara difusi.
Suplai oksigen meningkat kepada sel-sel hidup sehingga memungkinkan
lebih aktifnya pernapasan. Karbondioksida yang dihasilkan oleh
pernapasan tersebut lebih mudah berdifusi keluar (Akbar et al., 2010).
Pembentukan atau pengaktifan enzim menyebabkan peningkatan
aktivitas metabolik. Kehadiran air di dalam sel mengaktifkan sejumlah
enzim perkecambahan awal. Enzim-enzim yang teraktivasi pada proses
perkecambahan ini adalah enzim hidrolitik, seperti α-amilase (merombak
amilase menjadi glukosa), ribonuklease (merombak ribonukleotida),
endo-β-glukanase (merombak senyawa glukan), fosfatase (merombak
senyawa yang mengandung P), lipase (merombak senyawa lipid),
peptidase (merombak senyawa protein). Pengaktivan enzim dapat
memicu perombakan cadangan makanan, yaitu katabolisme karbohidrat
dan metabolisme lemak (Akbar et al., 2010).
Katabolisme karbohidrat pada kecambah adalah dengan
mengubah amilum menjadi glukosa oleh enzim amilase. Giberelin
diketahui mampu meningkatkan aktivitas enzim amilase. Sedangkan
lemak dihidrolisis oleh lipase menjadi asam lemak dan gliserol. Asam
lemak akan ditranslokasikan dari kotiledon (dikotil) atau endosperm
(monokotil) ke embrio, dan akan melewati sitoplasma. Untuk dapat
melewati sitoplasma, asam lemak harus memasuki jalur glioksilat terlebih
dahulu, karena sifat lemak yang sulit larut dalam air dan inmobil. Setelah
diproses dalam jalur glioksilat, lemak dirubah menjadi sukrosa yang lebih
mudah larut dan ditranslokasikan ke titik tumbuh.
Setelah semua proses imbibisi, aktivitas enzim dan katabolisme
cadangan makanan berlangsung, maka proses inisiasi pertumbuhan
embrio dapat terjadi. Proses ini ditandai dengan meningkatnya bobot
kering embryonic axis dan menurunnya bobot kering endosperma.
Setelah itu, terjadi pemanjangan sel radikel dan diikuti munculnya
radikula dari kulit biji (perkecambahan sebenarnya). Perubahan
pengendalian enzim ini merangsang pembelahan sel di bagian yang aktif
melakukan mitosis, seperti di bagian ujung radikula. Akibatnya
ukuran radikula makin besar dan kulit atau cangkang biji terdesak dari
dalam, yang pada akhirnya pecah. Prasyarat pada tahap ini adalah
cangkang biji harus cukup lunak bagi embrio untuk dipecah, selanjutnya
pada radikel ini keluar akar-akar cabang (lateral roots), bersama-sama
dengan akar primer membentuk sistem akar primer. Sistem akar primer
biasanya hanya berfungsi sementara dan kemudian mati. Fungsi akar
primer digantikan oleh akar-akar adventif yang keluar dari nodus batang
yang pertama dan beberapa nodus di atasnya. Sistem akar adventif
(akar serabut) yang menjamin kehidupan tanaman tersebut dalam
penyerapan air dan bahan makanan dari tanah dan sebagai alat
penambat pada tanah (Akbar et al., 2010).
BAB IIIMATERI DAN METODE
MATERI
Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain amplas,
beaker glass, silet, dan oven.
Bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu biji
tanaman padi (Oryza sativa), biji tanaman kenari (Phalaris canariensis),
air, dan H2SO4
METODE
Biji yang digunakan dalam germinasi diskarifikasi dengan lima perlakuan
yaitu di amplas, dilukai, perendaman H2SO4, direndam air hangat dan di
oven pada suhu 55o C selama 10 menit. Biji diletakkan pada petridisk yang
telah diberi kapas basah sebagai media tumbuh. Biji disiram setiap pagi
selama dua minggu dan diamati serta diukur pertumbuhannya dengan
penggaris.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Germinasi
Praktikum germinasi bertujuan untuk mengetahui perkecambahan
biji dan mengetahui pertumbuhan biji setelah dilakukan berbagai
perlakuan. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil
sebagai berikut :
Hari berkecambah dan keluarnya daun
Hasil pengamatan hari berkecambah dan keluarnya daun pertama
pada biji adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Hari berkecambah dan keluarnya daunBiji Hari Berkecambah Keluarnya Daun
Padi gogo (Oryza sativa) Hari ke-9 - Kenari (Phallaris canariensis) Hari ke-8 -
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa berkecambah dan
keluarnya daun pertama tidaklah sama. Biji padi gogo (Oryza sativa) mulai
berkecambah pada hari ke-9 dan Kenari (Phallaris canariensis) mulai
berkecambah pada hari ke-8. Adapun dari kedua tanaman tersebut tidak
terjadi tumbuhnya daun. Fisher dan Peter (1992), menyebutkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan antara lain berupa air,
cahaya, temperatur, gas, dan masa dormansi.
Air memegang peranan penting pada proses perkecambahan,
dimana pada awal perkecambahan tersebut kebutuhan air meningkat.
Peranan air pada proses perkecambahan adalah untuk melunakkan kulit
benih, umtuk pelarut, sebagai pereaksi untuk kegiatan metabolisme dan
untuk transportasi (Sutopo, 1993).
Menurut Reksohadiprojo, (1995) jika biji mengalami kerusakan baik
morfologi dan histologinya tidak akan mengalami germinasi. Perlakuan
yang dilakukan yaitu diamplas, dilukai, perendaman H2SO4, direndam air
hangat dan di oven pada suhu 55o C selama 10 menit. Perlakuan tersebut
disebut dengan Skarifikasi. Sebagaimana juga diungkapkan secara
ringkas oleh Schmidt (2002), bahwa skarifikasi ditujukan untuk
mematahkan dormansi serta mempercepat terjadinya perkecambahan biji
yang seragam.
Tinggi tanaman
Padi Gogo (Oryza sativa). Hasil pengukuran tinggi tanaman
terhadap biji padi gogo adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Tinggi biji padi gogo pada berbagai perlakuan
Hari ke-Tinggi tanaman (cm)
Dilukai Diamplas Direndam
air hangat Direndam
H2SO4
Dioven 550C
2 - - - - -3 - - - - -4 - 0,4 - - -6 - 0,5 - - -8 - 1 - - -
10 - 1,1 0,2 - -12 - 1,1 0,3 - -14 0,1 1,1 0,4 0,2 0,2
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap tinggi biji padi gogo
diperoleh data bahwa petumbuhan biji yang diamples lebih cepat dan
lebih baik. Pemberian berbagai perlakuan terhadap biji yang akan ditanam
memiliki tujuan tersendiri. Perendaman dengan air panas menyebabkan
terbukanya kulit dari biji sehingga perkecambahan lebih cepat dari pada
perendaman dengan air dingin. Perendaman dengan air dingin tidak dapat
mengubah struktur biji legume yang keras tetapi pertumbuhannya lebih
cepat daripada perlakuan dengan air panas. Berbeda dengan pemberian
asam sulfat pekat (H2SO4), pemberian H2SO4 dalam waktu tepat akan
mendegradasi kulit biji, sehingga meningkatkan permeabilitas dan
mempercepat perkecambahan. Perendaman H2SO4 yang terlalu lama
akan merusak biji, sehingga menyebabkan biji tidak tumbuh sama sekali
(Sutopo, 1993).
Kenari (Phallaris canariensis). Hasil pengukuran tinggi tanaman
terhadap biji kenari adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Tinggi biji kenari pada berbagai perlakuan
Hari ke-Tinggi tanaman (cm)
Dilukai Diamplas Direndam
air hangat Direndam
H2SO4
Dioven 550C
2 - - - - -3 - - - - -4 - - - 0,2 -6 - - - 0,2 -8 - 1 0,2 0,2 -
10 0,7 1,3 0,2 0,2 -12 1,4 1,8 0,2 0,2 -14 1,6 2 0,2 0,2 -
Perlakuan mekanis pada biji kenari dengan cara diamplas
menunjukan hasil yang paling signifikan dengan tinggi tanaman yang
dicapai 2 cm. Perlakuan mekanis (skarifikasi) pada kulit biji, dilakukan
dengan cara penusukan, pengoresan, pemecahan, pengikiran atau
pembakaran, dengan bantuan pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau
lainnya adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi dormansi fisik.
Pada hakekatnya semua benih dibuat permeabel dengan resiko
kerusakan yang kecil, asal daerah radikel tidak rusak (Schmidt, 2002).
Jumlah daun
Padi Gogo (Oryza sativa). Hasil pengukuran jumlah daun
terhadap biji padi gogo adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Jumlah daun padi gogo pada berbagai perlakuan
Hari ke-Tinggi tanaman (cm)
Dilukai Diamplas Direndam
air hangat Direndam
H2SO4
Dioven 550C
2 - - - - -3 - - - - -4 - - - - -6 - - - - -8 - - - - -
10 - - - - -12 - - - - -14 - - - - -
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap jumlah daun padi gogo
diperoleh data bahwa tidak ada satupun daun yang tumbuh dari tiap-tiap
biji. Menurut Surtinah (2010), bahwa dalam pertumbuhan tanaman
terdapat zat pengatur dalam bentuk hormon antara lain auksin yang
berperan dalam memperbanyak akar dan tunas akar, giberllin untuk
merangsang pembungaan dan pembuahan, zeatin untuk mengurai unsur
hara, dan sitokinin/kinetin untuk merangsang pertumbuhan vegetatif organ
tanaman secara ekstrim.
Kenari (Phallaris canariensis). Hasil pengukuran tinggi tanaman
terhadap biji kenari adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Tinggi biji kenari pada berbagai perlakuan
Hari ke-Tinggi tanaman (cm)
Dilukai Diamplas Direndam
air hangat Direndam
H2SO4
Dioven 550C
2 - - - - -3 - - - - -4 - - - - -6 - - - - -8 - - - - -
10 - - - - -12 - - - - -14 - - - - -
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap jumlah daun kenari
diperoleh data sebagaimana terjadi pada tanaman padi gogo. Menurut
Surtinah (2010), bahwa dalam pertumbuhan tanaman terdapat zat
pengatur dalam bentuk hormon antara lain auksin yang berperan dalam
memperbanyak akar dan tunas akar, giberllin untuk merangsang
pembungaan dan pembuahan, zeatin untuk mengurai unsur hara, dan
sitokinin/kinetin untuk merangsang pertumbuhan vegetatif organ tanaman
secara ekstrim. Menurut Setyani (2006), pada tanaman auksin, giberellin,
dan sitokinin saling berinteraksi yang dicirikan dalam perkembangan
tanaman.
Praktikum germinasi kali ini menggunakan biji tanaman padi dan
kenari. Tanaman ini diperlakukan dengan berbagai macam perlakukan,
hal ini bertujuan untuk mengetahui proses perkecambahan biji pada
perlakuan yang berbeda-beda.
Berdasarkan keseluruhan hasil praktikum dapat dilahat bahwa
beberapa metode skarifikasi tidak berdampak pada pertumbuhan benih.
Sebagaian perlakuan lainnya menunjukkan pengaruh namun tidak terlalu
signifikan. Menurut Kuswanto (1996), penghambat perkecambahan benih
dapat berupa kehadiran inhibitor baik dalam benih maupun di permukaan
benih, adanya larutan dengan nilai osmotik yang tinggi serta bahan yang
menghambat lintasan metabolik atau menghambat laju respirasi.
Perlakuan kimia dengan bahan-bahan kimia sering dilakukan untuk
memecahkan dormansi pada benih. Tujuan utamanya adalah menjadikan
agar kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi.
Larutan asam kuat seperti asam sulfat dengan konsentrasi pekat
membuat kulit biji menjadi lunak sehingga dapat dilalui air dengan
mudah. Larutan asam untuk perlakuan ini adalah asam sulfat pekat
(H2SO4) asam ini menyebabkan kerusakan pada kulit biji dan dapat
diterapkan pada legum maupun non legume (Coppeland, 1995).
Benih-benih yang mempunyai struktur kulit yang tidak begitu tebal,
pematahan dormansi cukup dilakukan dengan merendam benih didalam
air hangat. Air tersebut berfungsi untuk melunakan kulit benih sehingga air
mampu menembus sampai ke bagian embrio benih. Embrio benih yang
terkena air hangat akan mengalami imbibisi sehingga dapat berkecambah.
Benih mempunyai kemampuan kecambah pada kisaran air tersedia,
pada kondisi media yang terlalu basah akan dapat menghambat aerasi
dan merangsang timbulnya penyakit serta busuknya benih karena
cendawan atau bakteri (Sutopo, 2002).
Hasil praktikum menunjukkan bahwa pada biji padi yang direndam
air hangat pertumbuhannya tidak signifikan, bahkan pada biji kenari
perlakuan dengan perendaman air hangat tidak menyebabkan tumbuhnya
tanaman tersebut. Berdasarkan literatur, maka dapat diketahui bahwa
tanaman padi dan kenari memiliki kulit biji yang cukup tebal sehingga
dormansinya tidak terpatahkan dengan perendaman air hangat.
Suhu tertinggi dimana perkecambahan masih mungkin untuk
berlangsung secara normal umumnya berkisar antara 30-400C. Suhu di
atas maksimum biasanya mematikan biji karena keadaan tersebut
menyebabkan mesin metabolisme biji menjadi nonaktif sehingga biji
menjadi busuk dan mati. Suhu optimal adalah yang paling
menguntungkan berlangsungnya perkecambahan benih dimana
presentase perkembangan tertinggi dapat dicapai yaitu pada kisaran
suhu antara 26.5 sd 35°C. Suhu juga mempengaruhi kecepatan proses
permulaan perkecambahan dan ditentukan oleh berbagai sifat lain yaitu
sifat dormansi benih, cahaya dan zat tumbuh giberellin. (Sutopo, 2002).
Hasil praktikum menunjukkan bahwa biji padi yang dioven dengan
suhu 55oC pertumbuhannya tidak signifikan, bahkan pada biji kenari tidak
terjadi pertumbuhan. Berdasarkan literatur yang telah disebutkan,
gagalnya pematahan dormansi dengan metode ini terjadi karena
ketidakmampuan biji untuk menahan suhu yang terlalu tinggi sehingga
biji tersebut mati.
BAB V
KESIMPULAN
Perlakuan skarifikasi secara mekanis seperti diamplas atau dilukai
pada biji kenari (Phallaris canariensis) mampu menunjukkan hasil yang
lebih signifikan jika dibandingkan dengan menggunakan air hangat,
H2SO4, maupun perlakuan skarifikasi lainnya yang dilakukan pada biji padi
(Oryza sativa).
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Joni et al. 2010. Proses Perkecambahan Pada Tanaman Padi (Pertumbuhan Vegetatif Tahap O). Padang: Universitas Andalas.
Copeland , L.O. and M.B. McDonald. 1995. Principles of Seed Science and Technology. Chapman and Hall Press. New York.
Fahmi, Zaki Ismail. 2010. Studi Teknik Pematahan Dormansi dan Media Perkecambahan Terhadap Viabilitas Benih Aren (Arenga pinnata). Surabaya: Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya.
Fisher N. and Petter G. 1992. Fisiologi Tanaman Tropik. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Ilyas, S. dan W.T. Diarni. 2007. Persistensi dan pematahan dormansi benih pada beberapa varietas padi gogo. Jurnal Agrista 11 (2): 92-101.
Kuswanto, H. 1996. Dasar-dasar Teknologi Produksi dan Sertifikasi
Benih. Yogyakarta: Penerbit Andi
Salisbury, F dan Cleon W. Ross. 1992. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Bandung : ITB.
Schmidt, L. 2002. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub Tropis (terjemahkan) Dr. Mohammad Na’iem dkk. Bandung
Soejadi dan U.S. Nugraha. 2002. Studi perilaku dormansi benih beberapa genotipe padi, hal 147-153. Dalam E. Murniati (Eds.): Industri Benih di Indonesia. Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB. 291 hal.
Sutopo, Lita. 2002. Teknologi Benih. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Syamsuri, Ismail. 2004. IPA Biologi. Erlangga. Jakarta.