Post on 18-Feb-2020
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIKA
SISWA KELAS VIII SMP NEGERI O MANGUNHARJO TAHUN
PELAJARAN 2016/2017
ARTIKEL ILMIAH
Oleh:
SUTRISNO
NPM 4012041
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
(STKIP-PGRI) LUBUKLINGGAU
2016
2
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIKA
SISWA KELAS VIII SMP NEGERI O MANAGUNHARJO TAHUN
PELAJARAN 2016/ 2017
Oleh
Sutrisno 1
Fadli 2
dan As Elly S 3
Email: eno.aveiro@yahoo.co.id
ASBTRAK
Skripsi ini berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap
Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas VIII SMP Negeri O Mangunharjo
Tahun Pelajaran 2016/2017”. Rumusan masalah penelitian ini adalah: 1) Apakah
kemampuan berpikir kreatif siswa setelah diterapkannya model pembelajaran
berbasis masalah dikategorikan baik?. 2) Apakah respon siswa kelas VIII SMP
Negeri O Mangunharjo terhadap model pembelajaran berbasis masalah
dikategorikan baik?. 3) Apakah aktivitas siswa kelas VIII SMP Negeri O
Mangunharjo terhadap model pembelajaran berbasis masalah dikategorikan aktif?.
Dengan tujuan untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran berbasis
masalah terhadap kemampuan berpikir kreatif dalam kategori baik setelah
mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah. Metode
penelitian yang digunakan penelitian deskriptif. Teknik analisis data dengan
teknis tes rubrik kemampuan berpikir kreatif, observasi, dan angket. Populasinya
adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri O Mangunharjo tahun pelajaran
2016/2017 yang berjumlah 180 siswa dan sebagai sampel adalah kelas VIII.B
yang berjumlah 30 siswa. Hasil penelitian menunjukan efektivitas model
pembelajaran berbasis masalah terhadap kemampuan berpikir kreatif sebesar
68,88% dalam kategori baik, aktivitas pembelajaran siswa dalam kategori sangat
aktif sebesar 81,94%, dan respon siswa terhadap pembelajaran dalam kategori
baik sebesar 80,37%.
Kata kunci: Efektivitas, Model Pembelajaran Berbasis Masalah, Kemampuan
Berpikir Kreatif.
PENDAHULUAN
Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya
manusia, sumber daya manusia dapat ditentukan dari kualitas pendidikannya.
Pendidikan merupakan tempat para siswa mencari ilmu, mengembangkan potensi
3
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
yang mereka miliki baik potensi akademis maupun potensi non akademis
sehingga dapat mencerdaskan kehidupan suatu bangsa. Tanpa pendidikan,
manusia tidak akan bisa mencapai taraf hidup yang lebih baik karena dalam
pendidikan manusia akan diajarkan pada suatu proses pembentukan kepribadian,
pematangan akal, dan pemecahan masalah melalui ilmu yang ada.
Matematika adalah mata pelajaran yang diberikan disetiap jenjang
pendidikan di Indonesia. Matematika dapat membantu siswa dalam
mengembangkan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta
kemampuan bekerjasama (Kusdartiana, 2013:56). Matematika memberikan nilai
yang sangat penting bagi siswa sekolah dasar maupun sekolah menengah atas,
karena memberikan kontribusi yang positif bagi perkembangan intelektual untuk
menghadapi perubahan yang semakin maju. Dengan memiliki kemampuan
berpikir yang baik maka siswa dapat mengikuti perubahan itu, dan mampu
pemecahan masalah dalam kehidupannya.
Berdasarkan pengalaman peneliti selama melaksanakan program
pelaksanaan Penerapan Perangkat Pembelajaran (P3) di SMP Negeri O
Mangunharjo, jika diberikan soal-soal tentang penerapan rumus dasar,
kebanyakan siswa dapat menjawab atau memecahkannya, tetapi jika sudah
berbicara tentang soal yang berbeda dan masalah lainnya dengan penerapan
pembelajaran tersebut, kebanyakan siswa masih bingung. Pada akhirnya banyak
siswa yang salah menjawab soal. Padahal sebelum-sebelumnya sudah pernah
diajarkan tentang materi tersebut. Pada akhirnya peneliti menjelaskan kembali
tentang materi yang sebagian besar belum dipahami oleh siswa. Hasil ini
4
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
menunjukan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematika siswa SMP Negeri O
Mangunharjo masih rendah.
Menurut Munandar (dalam Sudarma, 2013:19) kreativitas adalah suatu
proses yang tercermin dalam kelancaran, kelenturan (fleksibilitas) dan originilitas
dalam berpikir. Sedangkan menurut Abdurahman (dalam Hidayat, 2012:5)
Adapun ciri-ciri kreatif alamiah meliputi imanjinatif, senang menjajaki
lingkungan, banyak mengajukan pertanyaan, mempunyai rasa ingin tahu yang
kuat, suka melakukan “eksperimen”, terbuka untuk rangsangan-rangsangan baru,
berminat untuk melakukan macam-macam hal, ingin mendapatkan pengalaman-
pengalaman baru, dan tidak pernah merasa bosan.
Begitu juga dengan pendapat guru di SMP Negeri O Mangunharjo,
mengatakan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa pada umumnya memang
masih rendah, dimana proses pembelajaran yang dilakukan masih menggunakan
metode pembelajaran biasa. Metode pembelajaran biasa yang dimaksud adalah
pembelajaran klasikal dengan menggunakan metode mengajar yang merupakan
gabungan dari metode ceramah, metode tanya jawab, dan metode pemberian
tugas. Dengan metode ini kegiatan pembelajaran di kelas selalu didominasi oleh
guru dan dilakukan karena hanya untuk mengejar pencapaian target materi yang
harus diajarkan pada kurikulum, sehingga terlihat komunikasi yang terjadi
berpusat kepada guru, sehingga guru lebih aktif dari pada siswa dan aktivitas
belajar di kelas VIII juga masih kurang aktif, siswa sulit dalam memahami materi
pelajaran yang berpengaruh pada hasil belajar yang diperoleh siswa ketika proses
pembelajaran berlangsung, masih banyak siswa yang kurang memperhatikan guru,
5
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
hanya mencatat materi, malas bertanya, mengobrol dengan teman, dan hanya
menerima soal latihan dari guru kemudian mengerjakannya. Jadi dalam
pembelajarannya belum bisa dikatakan efektif.
Pembelajaran dikatakan efektif apabila dalam proses pembelajaran setiap
elemen berfungsi secara keseluruhan, siswa merasa senang, puas dengan hasil
pembelajaran, membawa kesan, sarana atau fasilitas memadai materi dan metode
mudah dijangkau, serta mempunyai guru yang profesional. Keefektifan
pembelajaran tidak hanya ditinjau dari segi tingkat prestasi belajar, melainkan
ditinjau dari segi proses dan sarana panjang. Aspek hasil meliputi tinjauan
terhadap hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran yaitu kognitif, efektif,
dan psikomotorik. Oleh sebab itu untuk membentuk pembelajaran yang efektif,
maka diperlukan variasi model-model pembelajaran dalam penyampaian dalam
penyampaian materi pada siswa.
Adapun upaya untuk mengatasi masalah tersebut, maka diperlukan model
pembelajaran yang dapat membentuk siswa lebih aktif serta mampu
mengembangkan kemampuan berpikir kreatif. Salah satu model yang diharapkan
sesuai dengan hal tersebut adalah model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM).
Menurut Barrow (dalam Huda, 2014:271), mendefinisikan pembelajaran berbasis
masalah (PBM) sebagai pembelajaran yang diperoleh melalui proses menuju
pemahaman akan resolusi suatu masalah. Pembelajaran Berbasis Masalah adalah
salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat membantu guru untuk
memberikan kondisi belajar secara aktik kepada peserta didik dalam kondisi dunia
nyata atau dalam kehidupan sehari-hari. Model Pembelajaran Berbasis Masalah
6
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
bertujuan membantu siswa mengembangkan/meningkatkan kemampuan berpikir
kreatif, menumbuhkan inisiatif peserta didik dalam bekerja, motivasi internal
dalam belajar, dan dapaat mengembangkan hubungan interpesonal dalam
keterampilan pemecahan masalah dalam bekerja kelompok.
Dengan diterapkannya model pembelajaran berbasis masalah diharapkan
dapat lebih bemakna bagi siswa untuk memecahkan masalah persoalan atau
permasalahan, berpikir kreatif, dan melaksanakan pengamatan serta menarik
kesimpulan dalam kehidupan jangka panjangnya. Untuk mencapai tujuan tersebut
ada 5 strategi bagi guru untuk melaksanakan pembelajaran berbasasis masalah,
yakni orientasi siswa pada masalah, mengorganisasi siswa untuk belajar,
membimbing penyelidikan individual dan kelompok, mengembangkan dan
menyajikan hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah.
Berdasarkan uaraian permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk
mengadakan suatu penelitian yang berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran
Berbasis Masalah (PBM) terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas VIII
SMP Negeri O Mangunharjo Tahun Pelajaran 2016/2017”.
Berdasarkan uraian dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas,
maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagi berikut:
1. Apakah kemampuan berpikir kreatif matematika siswa kelas VIII SMP Negeri
O Mangunharjo tahun pelajaran 2016/2017 setelah diterapkan model
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dikategorikan baik?
7
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
2. Apakah respon siswa kelas VIII SMP Negeri O Mangunharjo Tahun Pelajaran
2016/2017 terhadap model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
dikategorikan baik?
3. Apakah aktivitas siswa kelas VIII SMP Negeri O Mangunharjo Tahun
Pelajaran 2016/2017 terhadap model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
dikategorikan aktif?
LANDASAN TEORI
1. Efektivitas Pembelajaran
Pembelajaran menurut Zusnani (2013:11) dapat diartikan sebagai
pengorganisasian atau pengaturan atau penciptaan kondisi lingkungan sebaik-
baiknya yang memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar terhadap peserta
didik. Dalam pembelajaran, terdapat dua komponen yang tidak bisa dipisahkan,
yaitu antar guru dan anak didik yang saling berinteraksi. Sedangkan menurut
konsep komunikasi (Tim MKPBM, 2001:9), pembelajaran adalah proses
komunikasi fungsional antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa, dalam
rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan bagi siswa
yang bersangkutan.
Menurut The Liang Gie (dalam Riduwan,2014: 205) menyatakan bahwa
efektivitas berarti terjadi suatu efek atau akibat yang dikehendaki dalam suatu
perbuatan. Setiap pekerja yang efisien tentu juga berarti efektif, perbuatan itu
telah tercapai secara maksimal (mutu atau jumlahnya). Sebaliknya dilihat dari segi
usaha efek yang diharapkan juga telah tercapai dan bahkan dengan penggunaan
unsur usaha secara maksimal. Hartono (2013: 160) mengemukakan bahwa
8
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
efektivitas menjadi poin penting dalam proses pembelajaran. Efektif-tidaknya
sebuah pembelajaran bisa dilihat dari sejauh mana sasaran minimal dari
kompetensi dasar yang telah ditetapkan itu tercapai. Serta akan dikatakan efektif
sebuah pembelajaran apabila mampu memberi pengalaman baru bagi siswa atau
pun bagi guru.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
efektivitas pembelajaran adalah gambaran dalam proses pembelajaran yang
menghasilkan apa yang harus dikuasai oleh siswa setelah proses pembelajaran
berlangsung serta mampu memberikan pengalaman baru bagi siswa dalam belajar
untuk mencapai tujuan.
2. Kemampuan Berpikir Kreatif
a. Pengertian Berpikir Kreatif
Produk kreativitas menekankan bahwa apa yang dihasilkan dari proses
kreativitas, ialah sesuatu yang baru, orisinil, dan bermakna (Munandar, 2009:27).
Menurut Hidayat (2012:1) berpikir kreatif adalah proses penciptaan jalan keluar
dari sesuatu masalah. Jalan keluar tersebut dalam berupa sesuatu yang benar-benar
atau sekedar dari yang telah ada. Kemampuan berpikir kreatif, akan menyebabkan
individu yang kreatif mampu melahirkan ide atau gagasan baru atau gagasan
kreatif mengenai sesuatu hal yang tengah dibicarakannya (Sudarma, M. 2013:17).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa
pengertian kemampuan berpikir kreatif adalah suatu proses berpikir untuk
menghasilkan suatu cara, gagasan-gagasan, ide yang baru, dan tepat, untuk
dijadikan penyelesaian suatu masalah.
9
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
b. Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif
Munandar (2009:192) berpendapat bahwa indikator kemampuan berpikir
kreatif terbagi menjadi 4 aspek, yaitu sebagai berikut: (a) berpikir lancar
(Fluency) yang meliputi: menghasilkan banyak gagasan/jawaban yang relevan
dan arus pemikiran lancar; (b) berpikir luwes (Flexibility) yang meliputi:
menghasilkan gagasan-gagasan yang seragam, mampu mengubah cara atau
pendekatan dan arah pemikiran yang berbeda-beda; (c) berpikir orisinal
(Originality) yang meliputi: memberikan jawaban yang tidak lazim, yang lain dari
yang lain, yang jarang diberikan kebanyakan orang; (d) berpikir terperincian
(Elaboration), mengembangkan, menambah, memperkaya suatu gagasan,
memperinci detail-detail, memperluas suatu gagasan
Menurut Noer (2011:106) menyimpulkan bahwa indikator kemampuan
berpikir kreatif meliputi lima aspek, yaitu: kelancaran (fluency), keluwesan
(flexibility), keterperincian (elaboration), kepekaan (sensitivity), dan keaslian
(originality). Sedangkan menurut Dwijanto (dalam Mustakim. 2015:24) meliputi
bahwa kemapuan berpikir kreatif matematik adalah kemampuan dalam
matematika yang meliputi 4 (empat) kemampuan yaitu: (a) fluency (kelancaran)
adalah kemampuan menjawab soal matematika secara tepat, (b) flexibillity
(keluwesan) adalah kemampuan menjawab masalah matematika melalui cara yang
tidak baku, (c) original (keaslian) adalah kemampuan menjawab masalah
matematika dengan menggunakan bahasa, cara, idenya sendiri, (d) elaboration
(elaborasi) adalah kemampuan memperluas jawaban masalah, memunculkan
masalah-masalah baru atau gagasan-gagasan baru.
10
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
Berdasarkan pendapat di atas maka indikator yang dapat dipergunakan
untuk menentukan kemampuan berpikir kreatif matematika yaitu sebagai berikut:
(a) kepekaan (sensitivity) yaitu kemampuan mendeteksi (mengenali dan
memahami) serta menanggapi suatu pertanyaan, situasi dan masalah, (b)
kelancaran (fluency) yaitu menghasilkan banyak gagasan atau jawaban yang
relevan, (c) keluwesan (flexibility) yaitu mempunyai arah pemikiran yang
berbeda-beda dan menghasilkan gagasan atau jawaban yang seragam, (d) keaslian
(originality) yaitu memberikan jawaban yang tidak lazim, yang lain dari yang lain
dan yang jarang diberikan kebanyakan orang, dan (e) keterperincian (elaboration)
yaitu mengembangkan, menambah, memperkaya suatu gagasan dan memperluas
suatu gagasan.
3. Respon
a. Pengertian Respon
Respon merupakan tanggapan siswa setelah mengikuti pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran (Sukinah, 2013:4). Sedangkan menurut
Marsiyah (dalam Baroh, 2010:36) untuk mengetahui respon seseorang terhadap
sesuatu dapat melalui angket, karena angket pada umumnya meminta keterangan
tentang fakta yang diketahui oleh responden mengenai pendapat atau sikapnya.
Respon siswa dibedakan menjadi dua, yaitu respon positif dan respon negatif.
Respon positif meliputi jawaban ya, senang, menarik, jelas, serta perlu.
Sedangkan respon negatif meliputi jawaban tidak, tidak senang, tidak jelas, serta
tidak perlu. Pada suatu pembelajaran tentunya diharapkan respon yang positif dari
siswa diantaranya merasa senang dan termotivasi dalam mengikuti pembelajaran
11
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
sehingga respon yang baik berdampak pada cara siswa untuk berpikir dan
pemecahan masalah yang diberikan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka respon siswa didefinisikan
sebagai tanggapan siswa pada saat kegiatan pembelajaran dan untuk mengetahui
respon siswa dapat melalui angket atau kuesioner.
b. Indikator Angket Respon Siswa
Indikator angket respon siswa yang digunakan dalam penelitian ini sesuai
dengan pendapat Baroh (2010:36) antara lain: (1) sikap siswa terhadap pelajaran
matematika; (2) respon siswa terhadap cara guru mengajar; (3) respon siswa
terhadap cara belajar matematika; (4) respon siswa terhadap proses pembelajaran
dengan model pembelajaran; (5) sikap siswa terhadap matematika setelah
mengikuti pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran.
Adapun indikator respon siswa yang ada dalam penelitian ini seperti tabel 2.1:
Tabel 2.1
Indikator Respon
No Aspek Indikator
1 Sikap siswa
terhadap pelajaran
matematika
Menunjukkan minat terhadap pelajaran matematika
dengan menggunakan model Pembelajaran.
Menunjukkan kegunaan terhadap pelajaran matematika
dengan menggunakan model Pembelajaran.
2 Respon siswa
terhadap cara guru
mengajar
Menunjukkan perasaan siswa dalam menilai cara guru
mengajar dengan menggunakan model Pembelajaran.
Menunjukkan perasaan siswa dalam menilai suasana
kelas dengan menggunakan model Pembelajaran.
3 Sikap siswa
terhadap
pembelajaran
dengan
menggunakan model
Pembelajaran
Menunjukkan minat terhadap pembelajaran matematika
dengan model Pembelajaran Berbasis Masalah
Menunjukkan kegunaan mangikuti pembelajaran
matematika dengan model Pembelajaran.
Menunjukkan minat siswa mengikuti kegiatan
pembelajaran berikutnya seperti yang telah ddkuti
sekarang. Sumber: modifikasi Baroh (2010:36)
12
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
4. Aktivitas Belajar Siswa
a. Pengertian Aktivitas Belajar
Menurut Masita (2012:21) aktivitas belajar merupakan serangkaian
kegiatan pembelajaran yang dilakukan siswa selama pembelajaran. Guru dapat
mengaktifkan siswa dalam pembelajaran dengan cara membuat pelajaran menjadi
menarik dan merangsang daya cipta siswa untuk menemukan serta mengesankan
bagi siswa.
Aktivitas belajar siswa adalah segala proses kegiatan yang dilakukan siswa
selama pembelajaran berlangsung, bisa diukur melalui teknik observasi aktivitas
belajar siswa di kelas.
b. Indikator Aktivitas Belajar Siswa
Ediyono (dalam Baroh, 2010:35) menyatakan ada tujuh kadar keaktifan
siswa dalam belajar, yaitu: (a) partisipasi siswa dalam menetapkan tujuan kegiatan
pembelajaran; (b) tekanan pada efektif dalam pembelajaran; (c) partisipasi siswa
dalam pelaksanaan pembelajaran, terutama interaksi antar siswa; (d) penerimaan
guru terhadap perbuatan dan kontribusi siswa yang kurang relevan bahkan salah
sama sekali; (e) kekompakan kelas sebagai kelompok; (f) kesempatan yang
diberikan kepada siswa untuk mengambil keputusan-keputusan penting dalam
kehidupan sekolah; (g) jumlah siswa dipergunakan untuk menanggulangi masalah
pribadi siswa baik yang berhubungan atau tidak berhubungan dengan mata
pelajaran.
Menurut Bahri (2010:38) mengatakan bahwa beberapa aktivitas belajar
meliputi: (a) mendengarkan; (b) memandang; (c) meraba, membau dan
13
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
mencicipi/mengecap; (d) menulis atau mencatat; (e) membaca; (f) membuat
ringkasan; (g) mengamati tabel-tabel; (h) menyusun kertas kerja; (i) mengingat;
(j) berpikir dan (k) latihan atau praktek.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka indikator aktivitas yang diamati
dalam penelitian ini adalah semua kegiatan belajar yang berhubungan dengan
langkah-langkah model Pembelajaran Berbasis Masalah yaitu:
a) Keaktifan siswa untuk membuat ringkasan dalam penjelasan kelompok lain
mempresentasikan hasilnya
b) Keaktifan dan kerjasama siswa dalam menganalisis strategi untuk memecahkan
masalah
c) Keaktifan dan kerjasama siswa dalam menerapkan strategi yang telah dipilih
dalam penyelesaian tugas kelompoknya
d) Keaktifan siswa berdiskusi dan bertanya
e) Penuh perhatian dalam kegiatan belajar, serta
f) Kemampuan siswa dan kelompoknya dalam mempresentasikan hasilnya
5. Model Pembelajaran
Joyce dan Weil (dalam Rahmat, 2011:129) berpendapat bahwa model
pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk
membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-
bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.
Model pembelajaran juga dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh
memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan
pendidikan. Sedangkan Suprijono (2009:46) model pembelajaran dapat
14
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis
dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Berdasarkan uraian beberpapa pendapat di atas, maka model pembelajaran
adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan melaksanakan pembelajaran
yang dilaksanakan sesuai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
sistematis dalam merancang bahan-bahan pembelajaran sekaligus untuk
membimbing kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan guru dan siswa di dalam
kelas.
6. Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Menurut Tan (dalam Sugiyanto, 2010:229) pembelajarn berbasis masalah
merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir
siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang
sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji dan
mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan. Sedangkan
menurut Yamin (2012:17) pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu
model pembelajaran inovatif yang memberi kondisi belajar aktif kepada siswa
dalam kondisi dunia nyata.
Menurut Boud dan Felleti (dalam Jauhar, 2011:88) pembelajaran berbasis
masalah adalah suatu pendekatan untuk membelajarkan siswa untuk
mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah,
belajar peranan orang dewasa yang otentik serta menjadi pelajar mandiri.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
berbasais masalah adalah suatu model pembelajaran yang dirancang dan
15
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
dikembangkan untuk mengembangkan kemampuan siswa memecahkan masalah.
Pemecahan masalah dilakukan dengan pola kolaborasi dan menggunakan
kemampuan berpikir tingkat tinggi yakni kemampuan analisis-sintesis dan
evaluasi atau menggunakan menemukan dalam rangka memecahkan masalah.
Dalam pembelajaran ini, guru berperan mengajukan permasalahan nyata,
memberikan dorongan, memotivasi dan menyediakan bahan ajar dan fasilitas
yang diperlukan peserta didik untuk memecahkan masalah. Selain itu, guru
memberikan dukungan dalam upaya meningkatkan temuan dan perkembangan
intelektual peserta didik.
7. Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Adapun langkah-langkah yang dilakukan guru untuk menerapkan
pembelajaran berbasis masalah di dalam kelas menurut Jauhar (2011:88) adalah
sebagai berikut:
a. Orientasi siswa kepada masalah: sebelum memulai pembelajaran guru
menjelaskan tujuan pembelajaran, memberi memotivasi peserta didik agar
terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya.
b. Mengorganisasikan siswa untuk belajar: peserta didik dibantu oleh guru untuk
mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas yang berhubungan dengan
masalah tersebut.
c. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok: peserta didik
dibimbing oleh guru untuk mengumpulkan informasi yang sesuai,
melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan
masalah
16
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya: peserta didik dibantu oleh guru
dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan video
dan model dan membantu mereka untuk berbagai tugas dengan temannya
e. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah: peserta didik
dibantu oleh guru untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap
penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan.
Adapun langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah munurut David
Johnson dan Johnson, 1994 (dalam Suryani dan Agung, 2012:114) adalah sebagai
berikut:
a. Mendefinisikan masalah, yaitu merumuskan masalah dari peristiwa tertentu
yang mengandung isu konflik, hingga siswa menjadi jelas masalah apa yang
akan dikaji. Dalam kegiatan ini guru bisa meminta pendapat dan penjelasan
siswa tentang isu-isu hangat yang menarik untuk dipecahkan.
b. Mendiagnosisi masalah, yaitu menentukan sebab-sebab terjadinya masalah,
serta menganalisis berbagai faktor baik faktor yang bisa menghambat maupun
faktor yang dapat mendukung dalam penyelesaian masalah. Kegiatan ini bisa
dilakukan dalam diskusi kelompok kecil, hingga akhirnya siswa dapat
mengurutkan tindaka-tindakan prioritas yang dapat dilakukan sesuai dengan
jenis penghambat yang diperkirakan.
c. Merumuskan alternatif strategi, yaitu guru menguji setiap tindakan yang telah
dirumuskan melalui diskusi kelas. Pada tahapan ini setiap siswa didorong
untuk berpikir mengemukakan pendapat dan argumentasi tentang kemungkinan
setiap tindakan yang dapat dilakukan.
17
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
d. Menentukan dan menerapkan strategi pilihan, yaitu pengambilan keputusan
siswa tentang strategi mana yang dapat dilakukan.
e. Melakukan evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil. Evaluasi
proses adalah evaluasi terhadap seluruh siswa dalam proses pelaksanaan
kegiatan pembelajaran, evaluasi hasil adalah evaluasi terhadap akibat peserta
didik dari penerapan strategi yang diterapkan.
Sedangkan menurut Ibrahim, dkk (dalam Sugiyanto, 2010:243)
megemukakan bahwa langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah adalah
sebagai berikut:
Tabel 2.2
Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah
Fase Indikator Tingkah Laku Guru
1 Orientasi siswa pada masalah Menjelaskan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistik yang diperlukan dan
memotivasi siswa terlibat pada aktivitas
pemecahan masalah
2 Mengorganisasi siswa untuk
belajar
Membantu siswa mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut
3 Membimbing pengalaman
individual/kelompok
Mendorong siswa untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen untuk mendapatkan penjelasan
dan pemecahan masalah
4 Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya
Membantu siswa merencanakan dan
menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan dan membantu mereka untuk
berbagai tugas dengan temannya
5 Menganalisis dan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah
Membantu siswa untuk melakukan refleksi
atau evaluasi terhadap penyelidikan ereka
dan proses yang mereka gunakan Modifikasi Ibrahim, dkk. 2010:243
Berdasarkan uraian beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut:
a. Orientasi siswa kepada masalah: guru menyampaikan tujuan pembelajaran,
memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan pembelajaran
18
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
b. Mendefinisikan masalah: guru merumuskan masalah dari peristiwa tertentu
yang mengandung konflik, hingga siswa menjadi jelas masalah apa yang akan
dikaji
c. Mengorganisasikan siswa untuk belajar: menentukan sebab-sebab terjadinya
masalah, siswa dibagi oleh guru menjadi beberapa kelompok kecil yang
hetrogen
d. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok: siswa dibimbing
guru untuk mengumpulkan informasi yang sesuai untuk menyelesaikan
masalah
e. Merumuskan/menerapkan strategi: guru menguji setiap tindakan yang telah
dirumuskan melalui diskusi kelas
f. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah: siswa dibantu oleh
guru untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan
proses yang mereka gunakan
8. Kelebihan dan kelemahan Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Menurut Jauhar (2011:86) kelebihan model pembelajaran berbasis masalah
adalah: siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-
benar diserapnya dengan baik, dilatih untuk dapat bekerja sama dengan siswa lain,
dapat memperoleh dari berbagai sumber. Sedangkan kelemahan menurut Nurhadi
(Gunantara, dkk., 2014:5) sebagai berikut: pencapaian akedemik dari individu,
waktu yang diperlukan untuk implementasi, perubahan peran siswa dalam proses,
perubahan peran guru dalam proses, dan perumusan masalah yang baik.
19
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
METODE PENELITIAN
Sesuai dengan permasalahan yang diteliti maka jenis penelitian ini adalah
penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk menggambarkan
satu variabel secara sistematis. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII B
SMP Negeri O Mangunharjo tahun pelajaran 2016/2017 yang berjumlah 30 orang.
Siswa laki-laki berjumlah 15 orang dan perempuan berjumlah 15 orang.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik tes dan non tes.
Teknik tes berupa soal uraian sebanyak 3 soal. Sedangkan teknik non tes
menggunakan lembar aktivitas siswa dan angket respon terhadap pembelajaran.
Teknik analisis data menggunakan rubrik penskoran kemampuan berpikir kreatif,
dan angket respon serta lembar aktivitas siswa.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Sebelum pemberian perlakuan pembelajaran, dilakukan tes awal untuk
mengetahui kemampuan awal siswa tentang kemampuan berpikir kreatif
matematika. Berdasarkan hasil tes awal, diperoleh data bahwa rata-rata
kemampuan berpikir kreatif sebesar 22,83% dalam kategori kurang baik. Jadi,
secara deskriptif dapat dikatakan kemampuan awal siswa tentang berpikir kreatif
sebelum mengikuti model pembelajaran berbasis masalah masih dalam kategori
kurang baik.
Setelah diberikan tes awal, dilanjutkan dengan pemberian perlakuan
sebanyak tiga kali pertemuan pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis
masalah dan masing-masing proses pembelajaran tersebut aktivitas siswa dinilai
20
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
dengan menggunakan lembar observasi yang diamati oleh guru dan mahasiswa
lain. Pada pertemuan sebelumnya diakhir pembelajaran siswa diberikan lembar
angket respon untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap pembelajaran dengan
model pembelajaran berbasis masalah yang telah dilaksanakan. Pada pertemuan
kelima, siswa diberi tes akhir untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif
matematika siswa. Berdasarkan hasil pengamatan aktivitas siswa di peroleh rata-
rata aktivitas pada pertemuan pertama sebesar 60,42%, pada pertemuan kedua
sebesar 88,54%, dan pada pertemuan ketiga 96,88%. Sedangkan rata-rata respon
siswa sebesar 80,37%. Berdasarkan hasil tes akhir, diperolah data bahwa rata-rata
kemampuan berpikir kreatif siswa sebesar 68,88%%. Jadi secara deskriptif dapat
dikatakan aktivitas siswa dalam kategori sangat baik, respon siswa dalam kategori
baik, dan kemampuan akhir berpikir kreatif setelah mengikuti model
pembelajaran berbasis masalah dalam kategori baik.
PEMBAHASAN
1. Hasil Pretest
Secara terpisah dapat dilihat kemampuan berpikir kreatif siswa bahwa
untuk indikator kemampuan mendeteksi/kepekaan siswa mencapai 25,83%,
indikator kemampuan kelancaran penyelesaian 32,22%, indikator kemampuan
keluwesan 28,33%, indikator kemampuan keaslian penyelesaian sebesar 0% dan
indikator kemampuan keterperincian penyelesaian sebesar 27,78%. Semua
indikator berada dalam kategori kurang baik. Data distribusi kategori hasil pre-test
indikator kemampuan siswa dapat dilihat dalam grafik 1 berikut ini:
21
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
Grafik 1
Data Distribusi Kategori Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa
Kemampuan berpikir kreatif matematika siswa untuk masing-masing soal
dijabarkan sebagai berikut:
Pada soal 1 ini memiliki 4 indikator yaitu kemampuan
mendeteksi/kepekaan diperoleh persentase siswa bisa menemukan fakta, data dari
soal yang diberikan dan bisa menghubungkan ke langkah selanjutnya sebesar
47,19%, sebesar 27,50% siswa dapat melakukan kelancaran dari soal yang
diberikan serta melakukan perhitungan dan langkah selanjutnya dengan benar,
sebesar 21.67% siswa mulai masuk dalam kemampuan keluwesan penyelesaian
dari langkah sebelumnya atau permasalahan yang diberikan, sedangkan sebesar
42,50% siswa mampu memperincikan antara indikator sebelumnya ke langkah
selanjutnya dengan benar.
Pada soal 2 ini memiliki tiga indikator yaitu aspek kemampuan mendeteksi
penyelesaian diperoleh persentase siswa bisa menemukan fakta, data dari soal
yang diberikan dan bisa menghubungkan ke langkah selanjutnya sebesar 49,17%,
pada indikator selanjutnya kemampuan keluwesan penyelesaian sebesar 45,83%
siswa dapat menyelesaikan masalah dari soal yang diberikan serta melakukan
0204060
Indikator 1
Indikator 2
Indikator 3
Indikator 4
Indikator 5
Data Distribusi Kategori Hasil Pre-Test
Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa
Soal 1
Soal 2
Soal 3
Soal 4
22
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
perhitungan dan langkah selanjutnya dengan benar, pada indikator yang terakhir
disoal ini kemampuan keterperincian penyelesaian sebesar 36,67% siswa dapat
merincikan/menarik kesimpulan dari langkah sebelumnya atau permasalahan yang
diberikan dengan benar.
Pada soal 3 ini memiliki empat indikator yaitu indikator kemampuan
mendeteksi penyelesaian diperoleh persentase siswa bisa menemukan fakta, data
dari soal yang diberikan dan bisa menghubungkan ke langkah selanjutnya sebesar
3,33%, pada indikator kemampuan kelancaran penyelesaian sebesar 35,83%,
siswa dapat meyelesaikan/melanjutkan langkah-langkah selanjutnya dengan
benar, pada indikator kemampuan keaslian penyelesaian sebesar 0%, pada
indikator yang terakhir pada soal ini kemampuan keterperincian penyelesaian
sebesar 20,83%, siswa dapat merincikan/menarik kesimpulan dari langkah
sebelumnya atau permasalahan yang diberikan dengan benar.
Pada soal 4 ini memiliki tiga indikator yaitu indikator kemampuan
mendeteksi penyelesaian diperoleh persentase siswa bisa menemukan fakta, data
dari soal yang diberikan dan bisa menghubungkan kelangkah selanjutnya sebesar
38,33%, selanjutnya pada indikator kemampuan keluwesan penyelesaian sebesar
28,33%, siswa dapat menyelesaikan langkah-langkah selanjutnya dengan benar,
pada indikator yang terakhir pada soal ini kemampuan keterperincian
penyelesaian sebesar 29,17%, siswa dapat merincikan/menarik kesimpulan dari
langkah sebelumnya atau permasalahan yang diberikan dengan benar.
Pada soal 5 ini memiliki empat indikator yaitu indikator kemampuan
mendeteksi penyelesaian diperoleh persentase siswa bisa menemukan fakta, data
23
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
dari soal yang diberikan dan bisa menghubungkan ke langkah selanjutnya sebesar
10.00%, selanjutnya pada indikator kemampuan kelancaran penyelesaian sebesar
33,33%, siswa dapat menyelesaikan langkah-langkah selanjutnya dengan
benar,pada indikator kemampuan keaslian penyelesaian sebesar 0%, pada
indikator yang terakhir pada soal ini kemampuan keterperincian penyelesaian
sebesar 24,17%, siswa dapat merincikan/menarik kesimpulan dari langkah
sebelumnya atau permasalahan yang diberikan dengan benar.
Pada soal 6 ini memiliki empat indikator yaitu indikator kemampuan
mendeteksi penyelesaian diperoleh persentase siswa bisa menemukan fakta, data
dari soal yang diberikan dan bisa menghubungkan ke langkah selanjutnya sebesar
5.00%, selanjutnya pada indikator kemampuan keluwesan penyelesaian sebesar
17.50%, siswa dapat menyelesaikan langkah-langkah selanjutnya dengan benar,
pada indikator kemampuan keaslian penyelesaian sebesar 0%, pada indikator yang
terakhir pada soal ini kemampuan keterperincian penyelesaian sebesar 13,33%,
siswa dapat merincikan/menarik kesimpulan dari langkah sebelumnya atau
permasalahan yang diberikan dengan benar.
2. Hasil Postest
Rata-rata persentase dari kelima indikator kemampuan berpikir kreatif
sebesar 68,88%. Ini berarti kemampuan berpikir kreatif siswa pada hasil post-test
atau tes akhir pada materi operasi hitung aljabar sub operasi hitung penjumlahan,
pengurangan, perkalian, pembagian dan pemangkatan dalam bentuk aljabar
termasuk kedalam kategori baik. Ini berarti ada peningkatan kemampuan berpikir
kreatif siswa dari sebelumnya kategori kurang baik namun setelah melakukan
24
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis masalah
menjadi kategori baik. Data distribusi kategori hasil post-test atau tes akhir
indikator kemampuan berpikir kreatif siswa dapat dilihat dalam grafik 2 berikut
ini:
Grafik 2
Data Distribusi Kategori Hasil Post-Test Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa
Berdasarkan hasil analisis data pada grafik 2 distribusi kemampuan
berpikir kreatif siswa dapat dilihat bahwa dari lima indikator kemampuan berpikir
kreatif, dua indikator termasuk kedalam kategori sangat baik, selebihnya termasuk
kedalam kategori baik. Rata-rata persentase dari kelima indikator kemampuan
berpikir kreatif sebesar 68,88%. Ini berarti kemampuan berpikir kreatif siswa
termasuk kedalam kategori baik. Ini berarti ada peningkatan kemampuan berpikir
kreatif siswa dari sebelumnya kategori kurang baik namun setelah melakukan
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis masalah
menjadi kategori baik.
0
20
40
60
80
100
Indikator 1 Indikator 2 Indikator 3 Indikator 4 Indikator 5
Data Distribusi Kategori Hasil Post-Test Indikator
Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa
Soal 1
Soal 2
Soal 3
Soal 4
Soal 5
Soal 6
25
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
Secara terpisah dapat dilihat kemampuan berpikir kreatif siswa bahwa
untuk indikator kemampuan mendeteksi/kepekaan, kemampuan siswa mencapai
97,92%, indikator kemampuan kelancaran penyelesaian siswa mencapai 50,28%,
indikator kemampuan keluwesan penyelesaian siswa mencapai 56,46%, indikator
kemampuan keaslian penyelesaian siswa mencapai 87,78% dan indikator
keterperincian penyelesaian siswa mencapai 51,94%.
Kemampuan berpikir kreatif matematika siswa untuk masing-masing soal
dijabarkan sebagai berikut.
Pada soal no 1 ini memiliki empat indikator yaitu kemampuan
mendeteksi/kepekaan diperoleh persentase siswa bisa menemukan fakta, data dari
soal yang diberikan dan bisa menghubungkan ke langkah selanjutnya sebesar
87,80%, kemampuan kelancaran penyelesaian sebesar 59,17% siswa dapat
merumuskan dan memecahkan masalah dari soal yang diberikan serta melakukan
perhitungan dan langkah selanjutnya dengan benar, kemampuan keluwesan
penyelesaian sebesar 48,33% siswa mampu menghubungkan antara indikator
sebelumnya ke langkah selanjutnya dengan benar, kemampuan keterperincian
penyelesaian nsebesar 46,67% siswa bisa menarik kesimpulan dari langkah
sebelumnya atau permasalahan yang diberikan dengan benar.
Pada soal no 2 ini memiliki tiga indikator yaitu kemampuan
mendeteksi/kepekaan diperoleh persentase siswa bisa menemukan fakta, data dari
soal yang diberikan dan bisa menghubungkan ke langkah selanjutnya sebesar
100%, kemampuan keluwesan penyelesaian sebesar 76,67% siswa mampu
menghubungkan antara indikator sebelumnya ke langkah selanjutnya dengan
26
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
benar yang, kemampuan keterperincian penyelesaian nsebesar 71,67% siswa bisa
menarik kesimpulan dari langkah sebelumnya atau permasalahan yang diberikan
dengan benar.
Pada soal no 3 ini memiliki empat indikator yaitu kemampuan
mendeteksi/kepekaan diperoleh persentase siswa bisa menemukan fakta, data dari
soal yang diberikan dan bisa menghubungkan ke langkah selanjutnya sebesar
100%, kemampuan kelancaran penyelesaian sebesar 46,67% siswa dapat
merumuskan dan memecahkan masalah dari soal yang diberikan serta melakukan
perhitungan dan langkah selanjutnya dengan benar, kemampuan keaslian
penyelesaian sebesar 86,67% siswa dapat memberikan gambar tanpa diberi
penjelasan dalam soal, kemampuan keterperincian penyelesaian sebesar 46,67%
siswa bisa menarik kesimpulan dari langkah sebelumnya atau permasalahan yang
diberikan dengan benar.
Pada soal no 4 ini memiliki tiga indikator yaitu kemampuan
mendeteksi/kepekaan diperoleh persentase siswa bisa menemukan fakta, data dari
soal yang diberikan dan bisa menghubungkan ke langkah selanjutnya sebesar
100%, kemampuan keluwesan penyelesaian sebesar 63,33% siswa mampu
menghubungkan antara indikator sebelumnya ke langkah selanjutnya dengan
benar yang, kemampuan keterperincian penyelesaian nsebesar 62,50% siswa bisa
menarik kesimpulan dari langkah sebelumnya atau permasalahan yang diberikan
dengan benar.
Pada soal no 5 ini memiliki empat indikator yaitu kemampuan
mendeteksi/kepekaan diperoleh persentase siswa bisa menemukan fakta, data dari
27
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
soal yang diberikan dan bisa menghubungkan ke langkah selanjutnya sebesar
100%, kemampuan kelancaran penyelesaian sebesar 45,00% siswa dapat
merumuskan dan memecahkan masalah dari soal yang diberikan serta melakukan
perhitungan dan langkah selanjutnya dengan benar, kemampuan keaslian
penyelesaian sebesar 90,00% siswa dapat memberikan gambar tanpa diberi
penjelasan dalam soal, kemampuan keterperincian penyelesaian sebesar 44,17%
siswa bisa menarik kesimpulan dari langkah sebelumnya atau permasalahan yang
diberikan dengan benar.
Untuk soal 6, pada soal no 6 ini memiliki empat indikator yaitu
kemampuan mendeteksi/kepekaan diperoleh persentase siswa bisa menemukan
fakta, data dari soal yang diberikan dan bisa menghubungkan ke langkah
selanjutnya sebesar 100%, kemampuan keluwesan penyelesaian sebesar 48,33%
siswa mampu menghubungkan antara indikator sebelumnya ke langkah
selanjutnya dengan benar, kemampuan keaslian penyelesaian sebesar 86,67%
siswa dapat memberikan gambar tanpa diberi penjelasan dalam soal, kemampuan
keterperincian penyelesaian sebesar 40,00% siswa bisa menarik kesimpulan dari
langkah sebelumnya atau permasalahan yang diberikan dengan benar.
3. Aktivitas Belajar Siswa
Adapun rata-rata aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan model
pembelajaran berbasis masalah pada pertemuan pertama sampai dengan
pertemaun ketiga:
28
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
Tabel 4.5
Rata-rata aktivitas siswa selama pembelajaran
Pertemuan ke-
Rata-rata penilaian aktivitas
2 x 40 menit pertama 2 x 40 menit kedua
Obsever 1 Obsever 2
Pertemuan 1 (%) 56,25 64,58
Pertemuan 2 (%) 85,10 91,66
Pertemuan 3 (%) 93,75 100
Rata-rata aktivitas siswa
(%) 81,94
Adapun persentase rata-rata untuk masing-masing indikator aktivitas siswa
yang diamati oleh observer 1 dan observer 2 yaitu pada langkah-langkah
pembelajaran pembelajaran berbasis masalah. Pada langkah orientasi siswa pada
masalah dengan indikator penuh perhatian dalam kegiatan belajar sebesar 89,58%,
pada langkah pendefinisian masalah dengan indikator keaktifan dan kerjasama
siswa dalam menganalisis strategi untuk memecahkan masalah sebesar 83,33%
pada langkah menerapkan strategi dengan indikator kemampuan siswa dan
kelompoknya dalam mempresentasikan hasil sebesar 81,25%, pada langkah
mengorganisasikan siswa untuk belajar dengan indikator keaktifan siswa
berdiskusi dan bertanya sebesar 83,33%, pada langkah membimbing dan
penyelidikan kelompok dengan indikator keaktifan dan kerjasama siswa dalam
penyelesaian tugas kelompoknya sebesar 77,08%, pada langkah mengevaluasi
dengan indikator keaktifan siswa untuk membuat ringkasan dalam penjelasan
kelompok lain mempersentasikan hasilnya sebesar 77,08%.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh observer didapat bahwa
persentase aktivitas siswa tertinggi berada pada indikator penuh perhatian dalam
kegiatan belajar yang termasuk dalam langkah awal yaitu pada langkah orientasi
29
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
siswa pada masalah dimana guru memberikan materi prasyarat tentang materi
yang akan dipelajari. Sedangkan persentase terkecil ada dua berada pada
indikator yaitu keaktifan siswa untuk membuat ringkasan dalam penjelasan
kelompok lain mempresentasikan hasilnya dan indikator kemampuan siswa dan
kelompoknya dalam mempresentasikan hasilnya yang termasuk dalam langkah
keenam dan kelima yaitu pada langkah mengevaluasi dan menerapkan strategi.
4. Respon Siswa
Berdasarkan analisis angket respon siswa terhadap pembelajaran
pembelajaran berbasis masalah diperoleh bahwa rata-rata respon siswa terhadap
20 pernyataan angket yang terdiri dari 30 orang dalam kategori baik sebesar
80,37%.
Masing-masing pernyataan termasuk dalam langkah-langkah pembelajaran
pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut; pada langkah orientasi siswa pada
masalah terdiri dari 4 pernyataan diantaranya jenis pernyataan positif pada butir 1
memiliki persentase sebesar 89,16% dan butir 7 sebesar 80%, sedangkan jenis
pernyataan negatif pada butir 6 sebesar 73,33% dan butir 13 sebesar 75%; langkah
mengorganisasikan siswa untuk belajar terdiri dari 3 pernyataan diantaranya jenis
pernyataan positif pada butir 2 memiliki persentase sebesar 77,5% dan butir 19
sebesar 97,5%, sedangkan jenis pernyataan negatif pada butir 5 sebesar 93,33%;
pendefinisian masalah terdiri dari 3 pernyataan diantaranya jenis pernyataan
positif pada butir 8 memiliki persentase sebesar 76,66% dan butir 17 sebesar 75%,
sedangkan jenis pernyataan negatif pada butir 18 sebesar 75,83%; selanjutnya
pada langkah membimbing dan penyelidikan kelompok terdiri dari 3 pernyataan
30
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
diantaranya jenis pernyataan positif pada butir 9 memiliki persentase sebesar
74,16%, dan butir 10 sebesar 66,66%, sedangkan jenis pernyataan negatif butir 16
sebesar 74,16%; kemudian pada langkah menerapkan strategi terdiri dari 3
pernyataan diantaranya jenis pernyataan positif pada butir 4 memiliki persentase
sebesar 83,33% dan butir 20 sebesar 80,33%, sedangkan jenis pernyataan negatif
pada butir 3 sebesar 75%; adapun langkah pembelajaran terakhir mengevaluasi
terdiri dari 4 pernyataan diantaranya jenis pernyataan positif pada butir 11
memiliki persentase sebesar 73,33%, sedangkan jenis pernyataan negatif pada
butir 12 sebesar 85%, butir 14 sebesar 72,5% dan butir 15 sebesar 95,83%.
Sedangkan untuk 20 pernyataan hal ini juga berkaitan dengan aktivitas siswa
dimana rata-rata keseluruhan persentase respon siswa dari 20 pernyataan sebesar
80,37% termasuk dalam kategori baik dan pada aktivitas siswa yang mengacu
dalam langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah rata-rata aktivitas
memiliki presentase 81,94% termasuk dalam kategori sangat aktif.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan deskripsi data yang telah diuraikan
sebelumnya, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Kemampuan Berpikir kreatif siswa setelah mengikuti pembelajaran model
pembelajaran berbasis masalah dalam kategori baik. Hal ini dapat dilihat dari
rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif siswa sebesar 68,88%.
2. Aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran dengan model
pembelajaran berbasis masalah dikategorikan sangat baik. Hal ini ditunjukkan
dengan rata-rata persentase aktivitas belajar siswa pada pertemuan pertama
31
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
sebesar 60,42%. Pada pertemuan kedua aktivitas belajar siswa sebesar 88,54%.
Kemudian pada aktivitas belajar siswa pada pertemuan ketiga sebesar 96,88%.
Dari keseluruhan pertemuan pertama sampai ketiga rata-rata aktivitas belajar
siswa dengan model pembelajaran berbasis masalah dalam kategori sangat baik
sebesar 81,94%.
3. Respon yang diberikan siswa terhadap pembelajaran dengan model
pembelajaran berbasis masalah dalam kategori baik. Hal ini dapat dilihat dari
rata-rata persentase siswa yang memberikan respon sebesar 80,37%.
4. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan bahwa model pembelajaran
berbasis masalah efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif
matematika siswa kelas VIII SMP Negeri O Mangunharjo tahun pelajaran
2016/2017.
DAFTAR PUSTAKA
Bahri. 2010. Psikolog Belajar. Banjarmasin:Rineka Cipta.
Baroh. 2010. Efektivitas Metode Simulasi pada Materi Peluang Siswa Kelas IX
SMP Negeri 1 Semarang. Jurnal UIN Sunan Ampel Surabaya.
Gunantara, dkk,. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning
untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Siswa Kelas V. Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan
Ganesha, 2 (1), 1-10.
Hartono, Rudi. 2013. Ragam Model Belajar yang Mudah di Terima Murid.
Yogyakarta: Diva Press.
Hidayat. 2012. Berfikir Kreatif. Bandung: Mitra Sarana.
Huda, Miftahul. 2014. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta:
Pustaka Belajar.
Jauhar, M. 2011. Implementasi PAIKEM dari Behavioristik sampai
Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
32
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
Kusdartiana, L. 2013. Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe NHT pada Pembelajaran Matematika (Studi pada Siswa Kelas VIII
SMP Surya Dharma 2 Bandar Lampung Semester Ganjil Tahun Pelajaran
2011/2012). Jurnal pendidikan matematika, 2, (1); 56-61.
Masita, Meici. 2012. Peningkatan Aktivitas Siswa pada Pembelajaran Matematika
melalui pendekatan Kontekstual. Jurnal Pendidikan Matematika, 1 (1), 21-
24.
Munandar, U. 2009. Pengembangan Kreatifitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka
Cipta.
Noer. 2011. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika dan Pembelajaran
Matematika Berbasis Masalah Open-Ended. Jurnal Pendidikan
Matematika.
Rahmat, A. 2011. Excellent Learning Belajar dan Pembelajaran Berbasis
PAKEM. Bandung: MQS Publishing.
Riduwan. 2014. Metode dan Teknik Menyusun Proposal Penelitian. Bandung:
Alfabeta.
Sudarma, M. 2013. Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kreatif. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
Sugiyanto, 2010. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma
Pressindo.
Sukinah. 2013. Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII-D
SMP Negeri 33 Surabaya dalam Pelajaran Matematika melalui Media
Berbantuan Komputer. E-jurnal Pendidikan Kota Surabaya, 3, 1-16.
Suprijono, A. 2009. Cooperative Learning. Surabaya: Pustaka Belajar.
Suryani, N dan Agung, L. 2012. Strategi Belajar Mengajar. Yogyakarta: Ombak.
Tim MKPBM Jurusan Pendidikan Matematika. 2001. Strategi Pembelajaran
Matematika Kontemporer. Universitas Pendidikan Indonesia.
Trianto. 2012. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta:
Kencana.
Yamin, M. 2012. Desain Baru Pembelajaran Konstruktivistik
Zusnani, I. 2013. Pendidikan Kepribadian Siswa SD-SMP. Yogyakarta: Platinum.
33
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika