Post on 05-Apr-2020
EFEKTIFITAS KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI
ORGANISASI PERANGKAT DAERAH (OPD)
(Studi di Kabupaten Pesisir Barat)
(Tesis)
Indah Melani
MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
EFEKTIVITAS KEBIJAKAN RESTRUKTURISASIORGANISASI PERANGKAT DAERAH (OPD)
(Studi di Kabupaten Pesisir Barat)
OlehIndah Melani
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerahdan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2016 tentangPerangkat Daerah menjelaskan bahwa perubahan dalam sebuah organisasiperangkat daerah memiliki tujuan untuk memaksimalkan dan mengoptimalkanpelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing organisasi sehingga organisasi bisaberjalan dengan efektif dan efesien. Tujuan dalam penelitian ini adalah untukmengukur tingkat efektivitas kebijakan restrukturisasi organisasi perangkat daerahdi Kabupaten Pesisir Barat.Penelitian ini menggunakan desain analisis deskriptifkuantitatif. Sampel Peneliti dalam penelitian ini adalah pegawai di lingkunganOrganisasi Perangkat Daerah di kabupaten Pesisir Barat. Berdasarkan hasilpengujian korelasi product momentdi ketahui bahwa: (1) Sumber daya manusiateknis berjalan dengan cukup kurang efektif hal itu dilihat sebelum pelaksanaanrestrukturisasi pegawai teknis memiliki nilai correlation coefficient sebesar 0.527sedangkan sesudah memiliki nilai correlation coefficient sebesar 0.583(2) Sumberdaya manusia non teknis dalam melaksanakan kebijakan restrukturisasi berjalandengan sangat kurang efektif, hal itu terlihat dari sebelum pelaksanaanrestrukturisasi pegawai non teknis memiliki nilai correlation coefficient sebesar0.464 sedangkan sesudah memiliki nilai correlation coefficient sebesar 0.565 (3)Sarana dan prasarana perangkat keras dalam pelaksanaan kebijakan restrukturisasiberjalan cukup kurang efektif, hal itu terlihat sebelum pelaksanaan restrukturisasiperangkat keras memiliki nilai correlation coefficient sebesar 0.417 sedangkansesudah pelaksanaan memiliki nilai correlation coefficient sebesar 0.430(4)Sarana dan prasarana seperti perangkat lunak dalam pelaksanaan kebijakanrestrukturisasi berjalan masih sangat kurang efektif, hal itu terlihat dari sebelumpelaksanaan restrukturisasi perangkat lunak memiliki nilai correlation coefficientsebesar 0.433 sedangkan sesudah memiliki nilaicorrelation coefficient sebesar0.495(5) Kontrol awal dalam pelaksanaan kebijakan restrukturisasi berjalan cukupkurang efektif, hal itu terlihat sebelum pelaksanaan restrukturisasi kontrol awalmemiliki nilai correlation coefficient sebesar 0.546 sedangkan sesudahpelaksanaan memiliki nilaicorrelation coefficient sebesar 0.542(6) Kontrol akhirdalam pelaksanaan kebijakan restrukturisasi berjalan cukup kurang efektif, hal ituterlihat dari sebelum pelaksanaan restrukturisasi kontrol akhir memiliki nilaicorrelation coefficient sebesar 0.513 sedangkan sesudah pelaksanaan memilikinilaicorrelation coefficient diperoleh nilai sebesar 0.496.
Kata Kunci: Efektivitas, Kebijakan, Restrukturisasi Organisasi
ABSTRACT
THE EFFECTIVENESS OF THE ORGANIZATION'SRESTRUCTURING POLICY AREA DEVICES
(Studies in the County on the West Coast)
ByIndah Melani
Based on Act No 23 year 2014 about local government and governmentregulation of the republic of Indonesia number 18 Year 2016 of the regionexplained that the change in an organization has a goal area to device maximizeand optimize the execution of the duties and functions of each organization so thatthe organization can run effectively and efficiently. The aim in this study is tomeasure the effectiveness of the policy of restructuring the organization in thearea of device on the west coast.This research uses descriptive quantitativeanalysis design. Researchers in the study sample was a clerk in the organizationalenvironment the device area districts on the west coast. Based on the test resultscorrelation product moment in that: (1) Human resources technical run with lesseffective enough it is seen before the implementation of the restructuring oftechnical employees have a value of correlation's of 0527 While having valuecorrelation's of 0583 (2) Non technical human resources in carrying out thepolicy of restructuring run with very less effective, it can be seen from before theimplementation of the restructuring of the employee non technical valuecorrelation's of 0464 while having value correlation's of 0565 (3) Hardwarefacilities and infrastructure in the implementation of the policy of restructuringproceeding quite less effective, it is visible prior to the implementation of therestructuring of the hard disk has the value of the correlation's of 0417 whereasafter the implementation has a value of correlation's of 0430 (4) Facilities andinfrastructure such as software in the implementation of the policy ofrestructuring the walking is still very effective, it is less visible than before theimplementation of the restructuring of the software has the value of thecorrelation's of 0433 while having value correlation 's of 0495 (5) Initial Controlin the implementation of the policy of restructuring proceeding quite less effective,it looks before the implementation of the restructuring of the initial control valuecorrelation's of 0546 while after the implementation has a value of correlation'sof 0542 (6) Control end in the implementation of the policy of restructuring goingpretty effectively, it is less visible than before the implementation of therestructuring of the control end has a value correlation's of 0513 whereas afterthe implementation has the value's value of obtained correlation 0496.
Key words:Effectiveness, Policy, Organizational Restructuring
EFEKTIFITAS KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI
ORGANISASI PERANGKAT DAERAH (OPD)
(Studi di Kabupaten Pesisir Barat)
Oleh
Indah Melani
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN
Pada
Program Pascasarjana Magister Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tegal pada tanggal 20 Oktober 1982,
anak keempat dari lima bersaudara, buah cinta dari Bapak
Sasmito dan Ibu Muryati
Jenjang Akademik Penulis dimulai dengan menyelesaikan pendidikan Sekolah
Dasar (SD) Negeri Tegalwangi 1 diselesaikan tahun 1994, Sekolah Menengah
Pertama (SMP) di SMP Negeri 10 Tegal Pada Tahun 1997, dan Sekolah
Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 4 Tegal yang diselesaikan pada tahun
2000. Tahun 2000, Penulister daftar sebagai Mahasiswa S1 Jurusan Ilmu
Pemerintahan FISIP Universitas Pancasakti Tegal (UPS Tegal) dan selesai di
tahun 2004.
Tahun 2016, Penulis terdaftar sebagai Mahasiswa S2 Program Studi Magister
Ilmu Pemerintahan (MIP) Konsentrasi Manajemen Pemerintahan FISIP
Universitas Lampung selesai tahun 2018. Organisasi Formal semasa kuliah yang
Penulis ikuti adalah Anggota Senat/ BEM Universitas di Universitas Pancasakti
Tegal, hingga saat ini Penulis sekarang ini adalah sebagai Pegawai Negeri di
Kabupaten Pesisir Barat Provinsi Lampung.
MOTTO
“Menyia-nyiakan waktu lebih buruk dari kematian.
Karena Kematian memisahkanmu dari dunia sementara
menyia-nyiakan waktu memisahkanmu dari Allah.”
(Imam bin Al Qoyim)
“Jika kau tak suka sesuatu, ubahlah!
Jika tak bisa, maka ubahlah cara pandangmu tentangnya”
(Maya Angelou)
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan hasil karya yang sederhana
Untuk orang-orang yang berharga dalam hidupku:
Bapak
Sasmito yang telah memberikan dukungan, perhatian, dan motivasi selama
ini dengan kasih sayang tulus tanpa pamrih yang diiringi doa restu kepada
Allah SWT
Ibu
Muryati Wanita terhebat yang aku sayangi yang selalu menjadi
semangat dan hadir dalam setiap mimpiku
Suami
Ma’ruf Anshori, S.Pi lelaki yang sudah mendampingiku selama dua belas
tahun ini, dan semoga keluarga kecil kita selalu diberkahi Allah SWT.
Kakak- kakak dan Adikku
Opi, Aris, Andi dan Nita serta seluruh keluarga besar tercinta yang selalu
memotivasi dan mendukungku.
Almamater Tercinta Universitas Lampung
Yang telah memberikan banyak ilmu dan pengalaman.
SANWACANA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat
rahmat, karunia dan kasih sayang-Nyalah sehingga akhirnya penulis dapat
menyelesaikan tesis ini yang berjudul “EFEKTIVITAS KEBIJAKAN
RESTRUKTURISASI ORGANISASI PERANGKAT DAERAH (OPD)
(STUDI DI KABUPATEN PESISIR BARAT)” yang merupakan salah satu
syarat untuk mendapatkan gelar Magister Ilmu Pemerintahan (MIP) pada Program
Pascasarjana Magister Ilmu Pemerintahan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Lampung.
Tesis ini dapat terselesaikan tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai
pihak. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr Sudjarwo, M.S. selaku Direktur Pascasarjana Universitas
Lampung,
2. Bapak Dr. Syarief Makhya selaku Dekan FISIP Universitas Lampung,
sekaligus selaku Penguji Tesis, terima kasih untuk seluruh saran dan
motovasinya selama ini
3. Bapak Drs. Hertanto, M.Si, Ph.D. selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu
Pemerintahan FISIP Universitas Lampung,
4. Ibu Dr. Feni Rosalia, M.Si. selaku Koordinator Sekretariat Program Studi
Magister Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Lampung, sekaligus
Pembimbing Utama Tesis, untuk kesedian waktunya selama ini dengan sabar
memberikan bimbingan, saran, kritik serta motivasi yang membangun agar
dapat memberikan yang terbaik dalam proses penyelesaian tesis ini,terimaksih
atas Support dan motivasinya,
5. Bapak Dr. R Pitojo Budiono, M.Si. selaku Pembimbing Pembantu Tesis
terima kasih atas semua bimbingan, saran, kritik serta motivasi dalam proses
penyelesaian tesis ini,
6. Seluruh Jajaran Dosen Pengajar di Program Pascasarjana Magister Ilmu
Pemerintahan FISIP Universitas Lampung
7. Seluruh Staf Administrasi di Program Pascasarjana Magister Ilmu
Pemerintahan FISIP Universitas Lampung dan Karyawan TU Fisip Unila yang
membantu dan melayani urusan administrasi perkuliahan,
8. Teristimewa kepada orang tuaku, Bapakku Sasmito terimakasih telah menjadi
Bapak yang kuat, baik dan yang selalu memberikan doa dan motivasi, yang
selalu bekerja keras mendidik untuk menjadikan Penulis menjadi manusia
yang berguna dan bermanfaat bagi orang lain, semoga Allah SWT selalu
memberikan kesehatan dan nikmat-Nya untuk Bapakku dan Ibuku Muryati
terimakasih karena semangat dan doa dari Ibu akhirnya Penulis mampu
memotivasi diri, hingga mampu menjalani hidup tanpa dirimu
9. Teruntuk Suamiku tercinta Ma’ruf Anshori, S.Pi terimakasih kuucapkan untuk
segala dukungan dan motivasi mas sehingga ayi dapat menyelesaikan
pendidikan ini sesuai dengan harapan.
10. Kepada Kakak-kakakku Opi, Aris dan Andi adikku Nita terima kasih atas
segala nasihat serta saran yang memotivasi untuk terus berkembang menjadi
pribadi yang lebih baik lagi,
11. Kepada seluruh teman-teman Mahasiswa Pascasarjana Magister Ilmu
Pemerintahan (MIP) angkatan 2016, terima kasih sudah menjadi keluarga
baru, dan terima kasih atas kebersamaannya, semoga silahturahmi kita tetap
terjaga dengan baik,
12. Sahabat-sahabatku Luluk, Vina Iyan, dan Lusi Akhir kata, Penulis menyadari
bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan
semoga tesis yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita
semua. Aamiin.
Bandar Lampung, Oktober 2018
Penulis,
Indah Melani
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 14
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 14
D. Manfaat Penelitian ................................................................................... 14
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektifitas Organisasi .............................................................................. 16
1. Pengertian Efektivitas Organisasi ....................................................... 16
2. Pengukuran Efektifitas ....................................................................... 21
B. Kebijakan ................................................................................................ 24
1. Pengertian Kebijakan .......................................................................... 24
2. Tahap Kebijakan ................................................................................. 25
C. Penataan Organisasi Pemerintah ............................................................. 28
1. Pengertian Organisasi ......................................................................... 28
2. Jenis-Jenis Organisasi ......................................................................... 29
3. Karakter-Karakter Organisasi ............................................................. 31
4. Model Organisasi ................................................................................ 32
5. Organisasi Pemerintah ........................................................................ 35
6. Restrukturisasi Organisasi Pemerintah ............................................... 42
7. Proses Penataan Organisasi Pemerintah ............................................. 45
8. Tujuan Penataan Organisasi Pemerintah Daerah................................ 46
D. Daerah Otonomi Baru ............................................................................. 48
1. Pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) ....................................... 48
2. Syarat Pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) ............................ 49
3. Faktor-Faktor Pendorong Pembentukan Daerah Otonom Baru
(DOB) ................................................................................................. 50
4. Prosedur Pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) ........................ 52
E. Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016
Tentang Perangkat Daerah ...................................................................... 54
F. Penelitian Terdahulu ............................................................................... 62
G. Kerangka Pikir ........................................................................................ 68
H. Hipotesis .................................................................................................. 68
III. METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian ........................................................................................ 69
B. Variabel Penelitian .................................................................................. 69
C. Definisi Konseptual Variabel .................................................................. 70
D. Definisi Operasional Variabel ................................................................. 72
E. Populasi dan Sampel Penelitian .............................................................. 77
F. Jenis dan Sumber Data ............................................................................ 79
G. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 80
H. Teknik Analisis Data ............................................................................... 82
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Gambaran Umum Sebelum Dilakukan Restrukturisasi Organisasi
Perangkat Daerah (OPD) di Kabupaten Pesisir Barat ............................ 85
B. Gambaran Umum Sesudah Dilakukan Restrukturisai Organisasi
Perangkat Daerah (OPD) di Kabupaten Pesisir Barat ............................ 89
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ...................................................................................... 94
1. Deskripsi Jawaban Responden Variabel X ........................................ 94
2. Deskripsi Jawaban Responden Variabel Efektivitas Restrukturisasi
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) (Y) ................................................ 112
3. Uji Instrumen Penelitian .................................................................... 113
a. Uji Validitas .................................................................................. 113
b. Uji Reliabilitas .............................................................................. 117
4. Uji Hipotesis ...................................................................................... 119
a. Pegawai Teknis ............................................................................. 119
b. Pegawai Non Teknis ..................................................................... 120
c. Perangkat Keras ............................................................................ 121
d. Perangkat Lunak ........................................................................... 123
e. Kontrol Awal ................................................................................ 124
f. Kontrol Akhir ................................................................................ 125
B. Pembahasan ............................................................................................ 127
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................................. 143
B. Saran ....................................................................................................... 144
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan tatanan kehidupan masyarakat Indonesia, sebagai hasil dari upaya
peningkatan kualitas nasional yang sistematis sehingga telah melahirkan berbagai
arus tuntutan baru di semua sektor kehidupan. Salah satu isu yang berkaitan
dengan arus tersebut adalah tuntutan sejumlah daerah untuk melakukan
pemekaran wilayah atau pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB). Menurut
Sarundajang, (2005:56-67), pertimbangan dilakukannya pemekaran wilayah atau
pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) adalah terkait aspek potensi yang
dimiliki daerah, sehingga dipandang perlu diberikan wewenang kepada daerah-
daerah tersebut untuk mengurus pemerintahan daerahnya sendiri. Potensi daerah
yang merupakan kekayaan alam baik yang sifatnya dapat diperbaharui maupun
yang tidak dapat diperbaharui seperti minyak bumi, batu bara, timah, tembaga,
biji besi ataupun nikel, melahirkan pertimbangan khusus bagi pemerintah pusat
untuk mengatur pemerataan daerah, hasrat ini kemudian mewajibkan pemerintah
membentuk pemerintah daerah sekaligus pemberian otonomi daerah untuk
menyelenggarakan rumah tangga daerahnya.
Dalam konteks ada kecenderungan pemerintah pusat untuk mengatur
pemerintahan hingga berakibat daerah kehilangan kreativitas dan inovasi.
2
Kebutuhan untuk memanfaatkan institusi daerah disebabkan oleh adanya variasi
dalam hal kepadatan penduduk, itensitas kebutuhan dan minimnya sumber daya
yang tersedia pada masyarakat. Dalam dua dekade terakhir ini misalnya,
kepentingan potensial pemerintah daerah telah meningkat sejalan dengan tuntutan
yang semakin besar terhadap pembangunan daerah dan peningkatan pelayanan.
Pembangunan yang semakin luas di daerah telah menciptakan sebuah wilayah-
wilayah baru yang pada gilirannya menciptakan tuntutan yang semakin kompleks.
Semakin besar hambatan, semakin tidak dapat dihindarkan masalah sosial yang
timbul di wilayah-wilayah tersebut, seperti masalah kriminalitas, pemukiman
kumuh, persediaan air yang tidak mencukupi, fasilitas kebersihan yang terbatas,
pendidikan yang tidak memuaskan, pengangguran dan kesenjangan pembangunan
di segala bidang, hal ini tentunya membutuhkan penanganan yang serius dengan
melibatkan unsur lembaga yang mampu menciptakan keteraturan.
Pemerintah daerah dengan berbagai produk peraturannya dipandang penting
peranannya untuk mengatasi permasalahan yang kompleks, sebab jangkauan dan
kemampuan pemerintah pusat terlalu jauh untuk menangani masalah-masalah ini.
Keterbatasan kemampuan pemerintah pusat juga merupakan salah satu alasan
pentingnya diadakan pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB). Kendali
pemerintahan yang terlalu luas dapat menyebabkan pelayanan publik yang sulit
dijangkau, pembangunan yang tidak merata, dan kemiskinan yang tinggi pada
wilayah yang letaknya jauh dari ibu kota pemerintahan, hal inilah yang menjadi
penyebab suatu daerah ingin memisahkan diri. Suatu daerah yang mekar menjadi
Daerah Otonomi Baru (DOB), biasanya merupakan daerah yang letaknya jauh
3
dari ibu kota kabupaten lama (kabupaten induk), sehingga sulit bagi masyarakat
untuk mendapatkan sarana dan prasarana umum.
Pelaksanaan otonomi daerah memiliki masalah-masalah yang berbeda ditiap
kabupaten, salah satunya adalah adanya tarik ulur terkait masalah kelayakan suatu
daerah menjadi sebuah kabupaten dan menjadi sebuah Daerah Otonomi Baru
(DOB). Menurut Kaloh (2007:194), mengatakan dalam konteks pemekaran daerah
atau wilayah tersebut yang lebih dikenal dengan pembentukan Daerah Otonomi
Baru (DOB), bahwa daerah otonom tersebut diharapkan mampu memanfaatkan
peluang yang lebih besar dalam mengurus dirinya sendiri, terutama berkaitan
dengan pengelolaan sumber-sumber pendapatan asli daerah, sumber daya alam,
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat
setempat yang lebih baik.
Menurut Widjaja (2005:134-135), pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB)
pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan publik guna
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat di samping sebagai sarana
pendidikan politik lokal. Perkembangan daerah dengan adanya otonomi
menunjukkan semakin banyak daerah yang terlihat lebih maju dan berkembang
sejak diberikan otonomi yang lebih besar terutama daerah yang memiliki sumber
daya alam cukup besar. Otonomi ternyata diberikan kepada daerah untuk
mengembangkan daerahnya yang pada dasarnya adalah untuk memberdayakan
daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mempercepat
pembangunan, mempermudah pelayanan publik, mengurangi angka kemiskinan
dan lain-lain. Berdasarkan hal tersebut maka pemerintah Daerah Otonomi Baru
4
(DOB) perlu melakukan penataan atau restrukturisai Organisasi Perangkat Daerah
(OPD) dengan tujuan dapat mempercapat pembangunan daerah, mengurangi
angka kemiskinan, meningkatkan kesejahteran masyarakat dengan cepat dan
efektif serta pelayanan publik dapat dilakukan dengan efeksitif dan efesien. proses
penataan atau restrukturisai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pemerintah
sudah mengeluarkan regulasi sebagai dasar untuk penataan organisasi bagi Daerah
Otonomi Baru (DOB) regulasi tersebut yaitu Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah yang
diundangkan pada tanggal 19 Juni 2016 dengan ketentuan mencabut dan
menyatakan tidak berlaku terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007
tentang Organisasi Perangkat Daerah. PP Nomor 18 Tahun 2016 ini adalah tindak
lanjut dari amanat dalam UU pemerintah daerah serta adanya perubahan
pembagian urusan pemerintah antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Kabupaten dan Kota. Dalam artian bahwa dengan diberlakukannya PP
Nomor 18 Tahun 2016 maka peraturan tersebut adalah rujukan yuridis untuk
membentuk regulasi pelaksana daerah yang nantinya dapat digunakan sebagai
dasar hukum dalam pembentukan organisasi perangkat daerahnya.
Perangkat Daerah atau Organisasi Perangkat Daerah (OPD) merupakan organisasi
atau lembaga pada pemerintah daerah yang bertanggung jawab kepada kepala
daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Perangkat daerah
dibentuk oleh masing-masing daerah berdasarkan pertimbangan karakteristik,
potensi, dan kebutuhan daerah sehingga diperlukan tampilan susunan organisasi
5
yang ramping namun kaya akan fungsi di mana tampilan organisasi pemerintah
yang besar dan gemuk akan menghabiskan banyak resources, fenomena ini telah
banyak dilihat dalam praktek organisasi pemerintah selama ini baik ditingkat
pusat maupun daerah.
Organisasi pemerintahdaerah dari Sabang sampai Merauke dibangun dan
dikembangkan dengan menggunakan azas uniformitas, adaptasi terhadap
keragaman aktualitas kontektual lokal tidak direspon secara proporsional
akibatnya nomenklatur, jenis dan jumlah lembaga (organisasi) yang
dikembangkan di seluruh daerah di Indonesia hampir sama. Secara implisit
sebenarnya ada nuansa kesadaran bahwa praktek pembentukan dan
pengembangan kelembagaan birokrasi pemerintah daerah yang uniform sudah
tidak relevan dengan dinamika lingkungan internal maupun eksternalnya. Nuansa
implisit lainnya sebagaimana disebutkan dalam peraturan pemerintah tersebut
adalah bahwa organisasi yang dibentuk pemerintah daerah haruslah disesuaikan
dengan kondisi kontektual daerah dengan berpedoman kepada hal tersebut maka
sebenarnya bagi daerah-daerah yang memiliki volume dan kompleksitas
permasalahan yang berbeda dengan daerah lainnya juga harus memiliki,
menetapkan dan mengembangkan organisasi di lingkungan pemerintahan yang
berbeda pula.
Meskipun peraturan pemerintah tersebut telah mengisyaratkan akan perlunya
sebuah bentuk birokrasi daerah yang berbeda dari yang telah ada sekarang ini,
namun ternyata dalam realitas pelaksanaan otonomi daerah di era reformasi dan
demokratisasi ini fenomena-fenomena yang ditampilkan oleh pemerintah daerah
6
dalam merestrukturisasi dan atau mengembangkan organisasi dilingkungannya
masih seperti pada masa sebelumnya. Birokrasi daerah masih saja dibangun
dengan gaya struktur lama dan cenderung justru lebih besar dari masa sebelumnya
dengan adanya tampilan yang demikian maka kehendak untuk mewujudkan
pemberdayaan rakyat akan menemui persoalan, sebab sebagian besar dana
pemerintah akan tersedot untuk membiayai birokrasi sedangkan untuk
pemberdayaan rakyat menjadi tidak terprioritaskan.
Secara lebih luas dengan adanya penataan organisasi perangka daerah sebenarnya
adalah dalam kerangka pengembangan kepemerintahan yang baik (good
governance). Penataan organisasi perangkat daerah dalam kerangka good
governance diharapkan akan menciptakan suatu penyelenggaraan pemerintahan
daerah yang lebih akuntabel, transparan, responsif, terbuka, efektif dan efisien,
karena dengan penyelenggaraan good governance memungkinkan semua elemen
yang ada yaitu negara, sektor swasta dan masyarakat bisa terlibat secara
proporsional dalam menentukan kebijakan publik yang dibuat dan akan
diimplementasikan.
Pelaksanaan penataan organisasi perangkat daerah dibawah Peraturan Pemerintah
Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah mengisyaratkan bahwa
penataan organisasi perangkat daerah dilakukan seharusnya tidak sekedar karena
adanya tuntutan formal dengan adanya perubahan aturan/paradigma atau hanya
dalam rangka mengakomodasi kepentingan internal birokrasi itu sendiri, namun
yang lebih penting dan substansial adalah karena adanya kebutuhan objektif di era
otonomi daerah yang baru dan secara lebih luas harus mampu menciptakan
7
sebuah kepemerintahan yang baik (good governance). Realitas pembentukan
organisasi setelah pergeseran format pemerintah daerah justru bergeser dari
tujuan-tujuan pembentukan organisasi yang ideal. Fenomena semacam ini telah
muncul di beberapa kabupaten dan kota di Indonesia termasuk salah satunya
Kabupaten Pesisir Barat yang merupakan daerah otonomi baru. Implikasi terhadap
bentuk struktur organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Pesisir Barat yang
pembentukannya didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016
Tentang Perangkat Daerahadalah, Pertama, lambatnya pengambilan keputusan
akibat jenjang hirarkis yang panjang karena terlalu banyaknya jumlah jabatan
struktural. Kedua, duplikasi dan tumpang tindih (overlapping) tugas dan fungsi
antar unit kerja sehingga tidak menciptakan institutional coherence. Ketiga, tidak
terciptanya sinkronisasi mekanisme dan prosedur kerja antar satuan organisasi,
dan Keempat, ketidakterpaduan berbagai program dan kegiatan antar satuan
organisasi perangkat daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah dibuat
sebagai salah satu alat untuk dapat mewujudkan suatu perangkat daerah yang
efisien dengan membatasi jumlah maupun besaran dari organisasi yang dapat
dibentuk serta efektif dengan menetapkan kriteria dan persyaratan bagi organisasi
yang dapat dibentuk melalui transformasi dalam sistem dan organisasi pemerintah
daera
Semua Kabupaten di Provinsi Lampung wajib melaksanakan kebijakan Peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 adalah Kabupaten Pesisir Barat, sebagai
Daerah Otonomi Baru (DOB) Kabupaten Pesisir Barat memerlukan penataan
8
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dengan tujuan agar Organisasi Perangkat
Daerah (OPD) di Kabupaten Pesisir Barat tidak terlalu besar, tetapi kaya akan
fungsi. dalam pembentukan dan penyusunan perangkat daerah di Kabupaten
Pesisir Barat disesuaikan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Pesisir Barat
Nomor 11 Tahun 2017 tentang perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten
Pesisir Barat Nomor 23 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat
Daerah Kabupaten Pesisir Barat yang merupakan bagian dari aturan pokok
penyelenggaraan terbentuknya organisasi tersebut. Pemerintah Kabupaten Pesisir
Barat menetapkan perlunya diadakan penataan ulang terhadap struktur organisasi
perangkat daerah, yang bertujuan untuk, Pertama, mengoptimalkan lini terdepan
pelayanan pemerintahan, sehingga dapat mendekatkan pelayanan sedekat-
dekatnya kepada masyarakat (optimalisasi pelayanan di tingkat kecamatan dan
kelurahan). Kedua, sumber daya pemerintah daerah dapat dialokasikan secara
proporsional, sehingga tugas pokok pemerintahan daerah lebih fokus kepada tugas
fasilitasi dan pemberdayaan masyarakat, yang memberikan ruang lebih besar bagi
partisipasi masyarakat (empowering), dan Ketiga, menetapkan besaran dan
susunan organisasi sesuai prinsip-prinsip pengorganisasian yang baik.
Berdasarkan hasil wawancara pra penelitian dengan Kepala Sub bagian
Kelembagaan Bagian Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Pesisir Barat,
menyebutkan bahwa:
Dalam proses Pembentukan Peraturan Daerah sebagaiimplementasi/peraturan pelaksana dari PP Nomor 18 Tahun 2016 dengantujuan agar dapat dilaksanakan sebagai mestinya dalam menjalankan tugassebagai pemerintah daerah. Kepala Sub Bagian Kelembagaan BagianOrganisasi Kabupaten Pesisir Barat, juga menyebutkan bahwa dalamproses Pembentukan Perda sebagai implementasi/peraturan pelaksana dariPP Nomor 18 Tahun 2016 ditujukan agar nantinya dapat digunakan
9
sebagai dasar hukum bagi Pemerintah Kabupaten Pesisir Barat untukmelakukan penataan Organisasi Perangkat Daerah (OPD), (WawancaraTanggal 5 Februari 2018).
Sebagaimana disebutkan dalam pendahuluan PP Nomor 18 Tahun 2016 yang
menyebutkan bahwa pengelompokan organisasi Perangkat Daerah didasarkan
pada konsepsi pembentukan organisasi yang terdiri atas 5 (lima) elemen, yaitu
kepala daerah (strategic apex), sekretaris daerah (middle line), dinas daerah
(operating core), badan/fungsi penunjang (technostructure), dan staf pendukung
(supporting staff). Berdasarkan hasil observasi dan wawancara awal di ketahui
bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Pesisir Barat Nomor 11 Tahun 2017 tentang
Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten Pesisir digunakan
sebagai dasar untuk menggabungkan, menghapuskan, atau menambahkan
Organisasi Perangkat Daerah yang baru yang akan memberi pelayanan maksimal
kedepannya, sehingga tidak tumpang tindih dan dapat berdaya guna serta berhasil
guna sesuai dengan kepentingan masyarakat kabupaten Pesisir Barat.
Sedangkan hasil dari pembentukan dan penyusunan perangkat daerah adalah ada
beberapa urusan pemerintahan yang digabung dalam satu perangkat daerah
berdasarkan peritimbangan efisiensi, efektivitas dan rasionalitas serta disesuaikan
dengan kebutuhan nyata dan kemampuan daerah, serta adanya koordinasi,
integrasi, sinkronisasi dan komunikasi kelembagaan antara pusat dan daerah.
Adapun perubahan yang terjadi setalah adanya penataan Organisasi Perangkat
Daerah (OPD) Kabupaten Pesisir Barat adalah sebagai berikut:
10
Tabel. 1 Penataan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kabupaten PesisirBarat Tahun 2017
No Organisasi PerangkatDaerah (OPD)
Sebelum PenataanOPD
Sesudah PenataanOPD
1 Sekretariat DaerahBagian 7 9Staf Ahli Bupati 3 3Asisten 3 3Sub Bagian 18 27
2 Sekretariat DPRDBagian 3 3
3 Inspektorat4 Dinas 13 205 Kantor 3 16 Badan 7 67 Kecamatan 11 11
Jumlah 65 82Sumber: Bagian Organisasi Pemerintah Daerah Kabupaten Pesisir Barat, Tahun 2018
Berdasarkan data di atas maka dapat di ketahui bahwa semua Organisasi
Perangkat Daerah (OPD) di Kabupaten Pesisir Barat mengalami perubahan,
perubahan sangat besar terjadi pada sub bagian yang ada di Sekretariat Daerah
dimana sebelum penataan berjumlah 18 sub bagian meningkat menjadi 27 sub
bagian, dinas semula 13 dinas dan sesudah penataan menjadi 20 dinas, untuk
Kantor dikarenakan sebagian berubah menjadi dinas dan sebagian lagi menjadi
badan maka kantor sudah tidak terdapat lagi di Pemerintah Daerah Kabupaten
Pesisir Barat. Sedangkan OPD lainnya sebagian meningkat dan menurun 1 atau 2
tingkat,untuk OPD yang tidak mengalami perubahan yaitu jumlah Kecamatan dan
Inspektorat. Perubahan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) bertujuan untuk
memaksimalkan dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi masing-
masing organisasi pemerintahan.
Berdasarkan data di atas maka dapat di ketahui bahwa Organisasi Perangkat
Daerah (OPD) yang ada di Pemerintah Kabupaten Pesisir Barat yang terdiri dari
11
unsur staf, unsur pelaksana maupun unsur penunjang sebelum proses penataan
Organisasi Perangka Daerah (OPD) berjumlah sebanyak 65 organisasi sedangkan
setelah proses penataan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) jumlahnya menjadi
sebanyak 82 organisasi. Perubahan organisasi di Kabupaten Pesisir Barat yang
terjadi berdampak pada penggunaan dana APBD Kabupaten Pesisir Barat untuk
biaya birokrasi (aparatur) yang juga semakin meningkat dan tidak efesien, hal itu
terlihat dari meningkatnya belanja pegawai baik langsung maupun tidak langsung
di mana sebelum dilakukan penataan organisasi tahun 2016 belanja pegawai
sebesar Rp.78.565.102.023,00 dan di tahun 2017 belanja pegawai langsung
meningkat menjadi Rp.79.755.933.149,05 pada hal di tahun 2016 memiliki
surplus anggaran pegawai sbesar Rp.5.690.831.126,24 namun setelah penataan
organisasi pada tahun 2017 surplus anggaran menjadi berkurang signifikan
menjadi Rp.1.374.855.464,33, (LRA Kabupaten Pesisir Barat Tahun 2017).
Peningkatan anggaran setalah adanya restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah
(OPD) ternyata juga tidak berdampak pada peningkatan jumlah Aparatur Sipil
Negara (ASN) di Kabupaten Pesisir Barat bahkan jumlah ASN mengalami
pengurangan, pengurangan tersebut dikarenakan adanya pengalihan personel
untuk ASN Dina Kehutanan dan guru SMK dan SMA yang diambil alih oleh
Pemerintah Provinsi hal itu terlihat dari jumlah ASN sebelum dilakukan
restrukturisasi dan diambil alih pada tahun 2016 sebanyak 2.149 ASN setelah
diambil alih dan dilakukan restrukturisasi pada tahun 2017 jumlah ASN
mengalami penurunan sebanyak 2.041 ASN, (BKD Kabupaten Pesisir Barat
Tahun 2018).
12
Selain adanya perubahan terhadap jumlah ASN implementasi restrukturisasi
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) diharapkan juga berdampak pada pelayanan
publik yaitu memperpendek jalur pelayana birokrasi memperjelas mekanisme dan
prosedur pelayanan serta transparansi dalarn biaya pelayanan. Namun fakta
empiris menunjukkan bahwa kualitas pelayanan di beberapa OPD yaitu Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil serta Dinas Pelayana Perizinan pada Pemerintah
Kabupaten Pesisir Barat belum dapat memenuhi harapan masyarakat hal itu
terlihat dari indeks kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan oleh
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil serta Dinas Pelayanan Perizinan masih
relatif rendah, (Hasil Observasi Pra Penelitian Tanggal 5 Februari 2018).
Berdasarkan hasil di atas maka dapat ketahui bahwa penyarapan anggaran untuk
pegawai yang cukup besar ternyata kurang diimbangi dengan kualitas Organisasi
Perangkat Daerah (OPD) di Kabupaten Pesisir Barat di mana publik menilai
penataan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) belum efektif dalam menjalankan
tugas dan fungsinya. Dengan demikian semakin banyaknya porsi dana APBD
yang digunakan untuk kepentingan aparatur maka dana untuk kepentingan publik
porsinya semakin kecil, hal tersebut yang membuat tata kelola pemerintahan yang
ada di Kabupaten Pesisir Barat tidak sejalan dengan nilai-nilai good governance.
Selain itu proses penataan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kabupaten
Pesisir Barat yang telah dilaksanakan ternyata tidak mampu mewujudkan
organisasi yang benar-benar berkompeten dalam menjalankan tugas dan
fungsinya, karena beban tugas yang diemban sudah melebihi kapasitas organisasi
yang ada di Sekretariat Daerah Kabupaten Pesisir Barat yang berujung pada
13
ketidakefektifan, penyusunan yang kurang tepat sehingga menyebabkan
pelayanan kepada masyarakat dalam bidang-bidang tertentu tidak efektif dan
efisien. Seperti yang telah diuraikan di atas, struktur organisasi yang komplek
menyebabkan perumusan misi dan fungsi organisasi di Sekretariat Daerah
Kabupaten Pesisir Barat menjadi tidak jelas dan mengakibatkan tumpang tindih
tugas pokok dan fungsi yang dilaksanakan oleh suatu bagian.
Pernyataan tersebut secara implisit dapat di pahami bahwa pembentukan dan
penyusunan perangkat daerahyang dilakukan memang mengurangi jumlah
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) atau Jabatan yang ada, hanya saja ketika
dalam proses pembentukan dan penyusunan perangkat daerahada penggabungan
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang berbeda tugas dan fungsi tentu menjadi
tidak efektif lagi, apabila dilihat dengan struktur organisasi tersebut, di mana
terlihat semakin padat. Harapan yang diinginkan oleh semua pihak adalah struktur
yang lebih ramping dan fleksibel, dalam artian dapat memberikan ruang bagi
terjadinya diskresi (tidak menganut formalisasi) dan tidak sentralistis
(desentralistis), yang memungkinkan terjadinya sinergi diantara kalangan birokrat
dan terciptanya team work yang solid bukan tergantung pada satu atau
sekelompok individu dalam birokrasi yang saling mendukung.
Penelitian ini juga sangat penting dilakukan sebagai informasi bagi pemerintah
daerah Kabupaten Pesisir Barat khususnya dan dapat dipergunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam proses penataan Organisasi Perangkat Daerah (OPD)
kedepannya, mengingat penataan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang
dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pesisir Barat dianggap masih
14
kurang efektif dan cenderung semakin besar, hal tersebut berdampak pada
meningkatnya keperluan biaya birokrasi (aparatur) serta menurunnya penyerapan
anggaran untuk kepentingan publik, selain itu Organisasi Perangkat Daerah
(OPD) ternyata juga tidak mampu mewujudkan organisasi yang benar-benar
berkompeten dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya.
Berdasarkan uraian tersebut membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
ini dengan judul: “EFEKTIVITAS KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI
ORGANISASI PERANGKAT DAERAH (OPD) (Studi di Kabupaten Pesisir
Barat)”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah seberapa efektif kebijakan
restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kabupaten Pesisir Barat?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengukur tingkat efektifitas kebijakan
restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kabupaten Pesisir Barat.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini dapat digunakan antara lain:
1. Kegunaan akademik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi pada pengembangan
ilmu pemerintahan khususnya tentang masalah pemerintahan dan kebijakan.
15
2. Kegunaan praktis
Temuan penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi praktis
kepada Pemerintah Kabupaten Pesisir Barat untuk efektifitas kebijakan
restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kabupaten Pesisir Barat.
16
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Efektivitas Organisasi
1. Pengertian Efektivitas Organisasi
Konsep efektivitas yang merupakan suatu konsep yang bersifat multidimensional,
maka makna yang diungkapkan sering berbeda, walaupun pada akhirnya tujuan
dari efektivitas itu adalah pencapaian tujuan. Secara etimologi kata efektivitas
berasal dari kata efektif, dalam bahasa inggris effective telah mengintervensi ke
dalam bahasa Indonesia dan memiliki makna berhasil. Soekanto (2010:17),
menerangkan efektivitas berasal dari kata effektiviens yang berarti ukuran sampai
sejauh mana suatu kelompok mencapai tujuan. Beberapa ahli berpendapat tentang
efektivitas seperti Miller dalam Tangkilisan (2015:160), mengungkapkan bahwa:
Effectiveness be define as the degree to which a social system achieve itsgoals. Effectiveness must be distinguished from efficiency. Efficiency ismeanly concerd with goal attainment. (Efektivitas dimaksud sebagaitingkat seberapa jauh suatu system sosial mencapai tujuannya. Efektivitasini harus dibedakan dengan efisiensi. Efisiensi terutama mengandungpengertian perbandingan antara biaya dan hasil sedangkan efektivitassecara langsung dihubungkan dengan pencapaian suatu tujuan).
Menurut Bastian dalam Tangkilisan (2015:162), menyatakan efektivitas adalah
hubungan antara output dan tujuan, dimana efektivitas diukur berdasarkan
seberapa jauh tingkat output, kebijakan dan prosedur dari organisasi
mencapaitujuan yang telah ditetapkan. Artinya bahwa efektivitas dapat dilihat
17
melalui pencapaian hasil yang kemudian disesuaikan dengan tujuan yang telah
direncanakan sebelumnya. Sedangkan Handayadiningrat (2012:251),
mengemukakan bahwa efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya
sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Melihat dari uraian diatas, terdapat berbagai macam konsep efektivitas yang
diungkapkan oleh para ahli yang juga mengandung berbagai macam makna sesuai
dengan kerangka acuan yang dipakai. Efektivitas dapat dipakai untuk menjelaskan
keberhasilan dalam melaksanakan sesuatu atau melakukan sesuatu dan efektivitas
juga digunakan untuk memberi batasan dari segi hasil dan dampak yang dicapai.
Walaupun demikian, peneliti menyimpulkan bahwa efektivitas lebih dapat
digunakan sebagai ukuran untuk melihat tercapai atau tidaknya suatu kegiatan
atau program yang telah ditetapkan yang dapat dilihat melalui tujuan dan hasil
yang dicapainya.
Pada dasarnya, alasan dari didirikannya suatu organisasi adalah untuk mencapai
tujuan dan sasaran yang telah disepakati bersama dengan lebih efektif dan efisien.
Selain itu, dengan tindakan yang dilakukan bersama-sama dengan penuh rasa
tanggung jawab, maka pencapaian tujuan dari organisasi tersebut diharapkan
dapat terlaksana dengan hasil yang baik. Suatu organisasi yang berhasil dapat
diukur dengan melihat pada sejauhmana organisasi tersebut dapat mencapai
tujuannya.
Menurut Dessler dalam Tangkilisan (2015:152), mengemukakan pendapatnya
bahwa organisasi dapat diartikan sebagai pengaturan sumber daya dalam suatu
kegiatan kerja, dimana tiap-tiap kegiatan tersebut telah disusun secara sistematika
18
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pada organisasi tersebut masing-
masing personel yang terlibat didalamnya diberi tugas, wewenang, dan tanggung
jawab yang dikoordinasikan untuk mencapai tujuan organisasi, dimana tujuan
organisai tersebut dirumuskan secara musyawarah sebagai tujuan bersama yang
diwujudkan secara bersama-sama.
Selanjutnya Tangkilisan (2015:158), mendefinisikan organisasi secara sederhana
sebagai suatu bentuk kerja sama untuk mencapai tujuan bersama-sama secara
efisien dan efektif melalui kegiatan yang telah ditentukan secara sistematis dan
didalamnya ada pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang jelas
dalam mencapai tujuan organisasi tersebut. Lebih lanjut dikatakan oleh
Georgopualos dan Tannebaum dalam Tangkilisan (2015:161), mengenai
pengertian efektivitas organisasi bahwa:
… organization effectiveness as the extent to which an organization as asocial system, given certain resources and mean, fulfill it’s objectivewithout incapacitating it’s means and resources and without placing strainupon it’s member. (Efektivitas organisasi adalah tingkat sejauh mana suatuorganisasi yang merupakan system sosial dengan segala sumber daya dansarana tertentu yang tersedia memenuhi tujuan-tujuannya tanpapemborosan dan menghindari ketegangan yang tidak perlu diantaraanggota-anggotanya).
Jadi secara umum ada pandangan bahwa efektivitas organisasi dimaksudkan atau
dapat didefinisikan dalam batas-batas tingkat pencapaian tujuan organisasi.
Efektivitas organisasi menurut Sedarmayanti (2009:38), sebagai tingkat
keberhasilanorganisasi dalam usaha mencapai tujuan/sasaran. Hall dalam
Tangkilisan (2015:164), mengartikan bahwa dengan tingkat sejauh mana suatu
organisasi merealisasikan tujuannya, semua konsep tersebut hanya menunjukan
pada pencapaian tujuan organisasi, sedangkan bagaimana cara mencapainya tidak
19
dibahas. Sedangkan Tangkilisan (2015:166), sendiri mengartikan efektivitas
organisasi menyangkut dua aspek, yaitu tujuan organisasi dan pelaksanaan fungsi
atau cara untuk mencapai tujuan tersebut.
Pengertian lain menurut Susanto (2015:156), efektivitas organisasi merupakan
daya pesan untuk mempengaruhi atau tingkat kemampuan pesan-pesan untuk
mempengaruhi. Menurut pengertian Susanto tersebut, efektivitas organisasi bisa
diartikan sebagai suatu pengukuran akan tercapainya tujuan yang telah
direncanakan sebelumnya secara matang. Efektivitas organisasi merupakan suatu
ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai,
(Sedarmayanti, 2009:61). Pendapat tersebut menyatakan bahwa efektivitas
organisasi merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh
target yang telah ditetapkan sebelumnya oleh lembagaatau organisasi dapat
tercapai. Hal tersebut sangat penting peranannya di dalam setiap lembaga atau
organisasi dan berguna untuk melihat perkembangan dan kemajuan yang dicapai
oleh suatu lembaga atau organisasi itu sendiri. Setiap organisasi atau lembaga di
dalam kegiatannya menginginkan adanya pencapaian tujuan. Tujuan dari suatu
lembaga akan tercapai segala kegiatannya dengan berjalan efektif akan dapat
dilaksanakan apabila didukung oleh faktor-faktor pendukung efektivitas
organisasi.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa efektivitas
organisasi merupakan ukuran yang menunjukkan seberapa jauh program atau
kegiatan mencapai hasil dan manfaat yang diharapkan. Menurut pendapat
Mahmudi (2005:92), efektivitas merupakan hubungan antara output dengan
20
tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan,
maka semakin efektif organisasi, atau kegiatan. Berdasarkan pendapat tersebut,
bahwa efektivitas mempunyai hubungan timbal balik antara output dengan tujuan,
semakin besar kontribusi output, maka semakin efektif suatu kegiatan.
Efektivitas berfokus pada outcome (hasil), atau kegiatan yang dinilai efektif
apabila output yang dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang diharapkan atau
dikatakan spending wisely. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar
mengenai hubungan arti efektivitas di bawah ini.
Gambar 1. Hubungan EfektivitasSumber: Mahmudi (2005:92)
Sehubungan dengan pengertian di atas, maka efektivitas organisasi adalah
menggambarkan seluruh siklus input, proses dan output yang mengacu pada hasil
guna daripada suatu organisasi, atau kegiatan yang menyatakan sejauhmana
tujuan (kualitas, kuantitas, dan waktu) telah dicapai, serta ukuran berhasil
tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya dan mencapai target-targetnya. Hal
ini berarti efektivitas organisasi yang dipentingkan adalah semata-mata hasil atau
tujuan yang dikehendaki.
Melihat dari uraian mengenai efektivitas, organisasi dan efektivitas organisasi
diatas, peneliti menyimpulkan bahwa efektivitas organisasi lebih dapat digunakan
sebagai ukuran untuk melihat tercapai atau tidaknya suatu organisasi dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatan atau fungsi-fungsi sehingga tujuan yang telah
Efektivitas =
21
ditetapkan dapat tercapai dengan menggunakan secara optimal alat-alat dan
sumber-sumber yang ada.
2. Pengukuran Efektivitas
Penilaian keefektivan suatu organisasi dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa pendapat ahli sebagai pisau untuk mengetahui apakah organisasi
tersebut telah mencapai tujuan yang telah direncanakan sebelumnya atau tidak.
Sterss dalam Tangkilisan (2015:174), mengemukakan lima kriteria dalam
pengukuran efektivitas organisasi, yaitu:
a. Produktivitas
b. Kemampuan adaptasi atau fleksibilitas
c. Kepuasan kerja
d. Pencarian sumber daya.
Sementara Gibson dalam Tangkilisan (2015:176), mengatakan bahwa efektivitas
suatu organisasi dapat pula diukur dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai
2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan
3. Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap
4. Perencanaan yang matang
5. Penyusunan program yang tepat
6. Tersedianya sarana dan prasarana
7. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik.
Tangkilisan (2015:177), menyatakan yang digunakan untuk mengukur
keefektivan suatu organisasi adalah dengan prospek tujuan, dimana tolak ukurnya
22
adalah bagaimana organisasi mencapai tujuan, termasuk merealisasikan visi dan
misi organisasi sesuai dengan mandat yang diembannya. Dilain pihak, Sharma
dalam Tangkilisan (2015:182), memberikan kriteria atau ukuran efektivitas
organisasi yang menyangkut faktor internal organisasi dan faktor eksternal
organisasi, yang meliputi antara lain:
a. Produktivitas organisasi atau output
b. Kemampuan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan didalam dan di
luar organisasi
c. Tidak adanya ketegangan didalam organisasi atau hambatan-hambatan konflik
diantara bagian-bagian organisasi.
Jika dicermati pendapat dari beberapa ahli diatas, diketahui bahwa dalam
pengukuran efektivitas organisasi dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan.
Dalam penelitian ini, peneliti menganalisis ukuran-ukuran atau indikator-indikator
keefektifan organisasi dengan mengidentifikasi ukuran yang sesuai dengan
kondisi organisasi yang akan peneliti teliti yaitu efektifitas organisasi perangkat
daerah sehingga data yang diperoleh nanti akan relevan. Selain itu, dengan
memperhatikan hal yang diungkapkan oleh Steers dalam Tangkilisan (2015:175),
tentang beberapa masalah dalam usaha melakukan pengukuran efektivitas, maka
identifikasi terhadap pengukuran efektivitas organisasi perangkat daerah dapat
dilakukan dengan lebih baik. Masalah-masalah tersebut, yaitu:
a. Kriteria evaluasi
b. Perspektif waktunya berbeda-beda
c. Kriteria sering kali bertentangan satu sama lain
d. Sebagian kriteria tidak dapat diterapkan pada jenis-jenis organisasi tertentu
23
e. Sebagian kriteria mungkin sulit diukur dengan tepat.
Berdasarkan hal tersebut, indikator yang diungkapkan oleh Steers tidak akan
dipakai dalam penelitian ini karena lima kriteria yang telah disebutkan
sebelumnya lebih cocok digunakan untuk organisasi yang berorientasi ekonomi
dan jelas tidak sesuai dengan organisasi perangkat daerah yang merupakan
organisasi pemerintah yang berorentasi pada pelayanan publik. Sedangkan,
indikator keefektivan organisasi menurut Gibson, lebih baik jika digunakan oleh
organisasi besar yangmemiliki wilayah kerja yang luas dan struktur organisasi
yang kompleks sehingga peneliti menyimpulkan akan menggunakan indikator-
indikator tersebut relevan dengan keadaan organisasi perangkat daerah di mana
organisasi perangkat daerah adalah organisasi yang besar dan memiliki
kompleksitas yang tinggi dikarenakan memiliki wilayah kerja yang luas.
Selanjutnya, pendapat yang diungkapkan Tangkilisan hanya menggunakan satu
alat ukur yaitu tujuan yang menurut peneliti apabila digunakan dalam penelitian
ini maka akan sulit menjawab rumusan masalah penelitian sedangkan Sharma
mengungkapkan tiga indikator sebagai alat ukur keefektivan organisasi tetapi
tidak akan peneliti gunakan sebagai indikator hal itu dikarenakan ada beberapa
indikator yang kurang relevan dengan keadaan organisasi perangkat daerah
walaupun indikator yang di ungkapkan sudah mencakup faktor internal dan faktor
eksternal organisasi.
24
B. Kebijakan
1. Pengertian Kebijakan
Kebijakan Secara etimologi, istilah kebijakan berasal dari Bahasa Inggris policy
akan tetapi, kebanyakan orang berpandangan bahwa istilah kebijakan senantiasa
disamakan dengan istilah kebijaksanaan. Padahal apabila dicermati berdasarkan
tata bahasa, istilah kebijaksanaan berasal dari kata wisdom.
Peneliti berpandangan bahwa istilah kebijakan berbeda dengan istilah
kebijaksanaan, hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa pengertian
kebijaksanaan memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang lebih
lanjut,sedangkan kebijakan mencangkup peraturan-peraturan yang ada di
dalamnya termasuk konteks politik.
Pendapat Anderson yang dikutip oleh dalam Wahab (2012:3), merumuskan
kebijaksanaan sebagai berikut:
Kebijaksanaan sebagai langkah tindakan yang secara sengaja dilakukanoleh seseorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanyamasalah atau persoalan tertentu yang sedang dihadapi oleh karena itu,kebijaksanaanmenurut Anderson merupakan langkah tindakan yangsengaja dilakukan oleh aktor yang berkenaan dengan adanya masalah yangsedang di hadapi.
Kebijakan menurut pendapat Carl Friedrich yang dikutip oleh dalam Wahab
(2012:3, bahwa:
Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yangdiusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungantertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu serayamencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaranyang diinginkan.
25
Kebijakan mengandung suatu unsur tindakan untuk mencapai tujuan dan
umumnya tujuan tersebut ingin dicapai oleh seseorang, kelompok ataupun
pemerintah, Suatu kebijakan tentu mempunyai hambatan-hambatan tertentu,
tetapi tetap harus dicaripeluang-peluang untuk mewujudkan tujuan dan sasaran
yang diinginkan, kebijakan juga tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dan
praktik-praktik sosial yang ada dalam masyarakat, apabila kebijakan tersebut
bertentangan dengan norma, nilai dan praktik yang hidup dalam masyarakat maka
kebijakan itu tentu akan mendapat kendala ketika diimplementasikan. Sebaliknya,
kebijakan harus mampu mengakomodasi nilai, norma dan praktik sosial yang
hidup serta berkembang dalam masyarakat.Berdasarkan penjelasan beberapa
definisi terkait kebijakan tersebut, maka dapat peneliti simpulkan bahwa
kebijakan merupakan upaya atau tindakan untuk mempengaruhi sistem
pencapaian tujuan yang diinginkan, upaya dan tindakan tersebut bersifat strategis
yaitu berjangka panjang dan menyeluruh.
2. Tahap Kebijakan
Kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai
pembuat kebijakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di masyarakat di mana
dalam penyusunannya melalui berbagai tahapan dan proses. Proses pembuatan
kebijakan publik merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak
proses maupun variabel yang harus dikaji, sebuah kebijakan publik terkadang
mempunyai sifat penekanan yang tegas dan memaksa sifat inilah yang tidak
membedakan antara organisasi pemerintahan dan swasta. Hal ini berarti bahwa
kebijakan publik menuntut ketaatan yang luas dari masyarakat, dalam pemahaman
ini kebijakan publik umumnya harus dilegalisasi dalam bentuk hukum, karena jika
26
suatu kebijakan tanpa adanya legalisasi dari hukum akan dianggap lemah dan
tidak efektif. Dimensi paling inti dari kebijakan publik adalah proses kebijakan
yang dilakukan dengan melalui beberapa tahap.
Dalam pembuatan sebuah kebijakan bukanlah hal yang mudah perlu adanya
sebuah proses yang harus dilakukan menurut Dye dalam Nugroho (2013:529),
mengembangkan sebuah proses kebijakan dengan beberapa tahap yaitu sebagai
berikut:
a. Identifikasi masalah (identification of policy problem)
b. Penyusunan agenda (agenda setting)
c. Formulasi kebijakan (policy formulation)
d. Pengesahan kebijakan (policy legitimation)
e. Implementasi kebijakan (policy implementation)
f. Evaluasi kebijakan (policy evaluation.)
Sedangkat Menurut Dunn dalam Winarno (2012:36-38), tahap-tahap kebijakan
publik adalah:
a. Tahap penyusunan agenda
Merupakan tahap penempatan masalah pada agenda publik oleh para pejabat
yang dipilih dan diangkat. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi
terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan, pada akhirnya
masalah masuk kedalam beberapa agenda kebijakan para perumus kebijakan,
pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak disentuh sama sekali, sementara
masalah yang lain ditetapkan menjadi fokus pembahasan, atau ada pula
masalah karena alasan-alasan tertentu ditunda untuk waktu yang lama.
27
b. Tahap formulasi kebijakan
Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para
pembuat kebijakan. Masalah-masalah tersebut didefinisikan untuk kemudian
dicari pemecahan masalah terbaik, pemecahan masalah tersebut berasal dari
berbagai alternatif yang ada, sama halnya dengan perjuangan suatu masalah
untuk masuk ke dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakn
masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang
di ambil untuk memecahkan masalah, pada tahap ini, masing-masing aktor
akan bermain untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik.
c. Tahap adopsi kebijakan
Banyaknya alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan,
pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan diadopsi dengan dukungan
dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan
peradilan.
d. Tahap implementasi kebijakan
Semua program hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika program tersebut
tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, program kebijakan yang telah di
ambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni
dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah
ditingkat bawah. Kebijakan yang telah dilaksanakan oleh unit-unit
administrasi yang memobilisasi sumberdaya finansial dan manusia. Pada
tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa
implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana (implementors),
namun beberapa yang lain mungkin akan di tentang oleh para pelaksana.
28
e. Tahap penilaian kebijakan atau evaluasi
Tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi untuk
melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan
masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang
diinginkan. Hal ini memperbaiki masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh
karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi
dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang di
inginkan.
C. Penataan Organisasi Pemerintah
1. Pengertian Organisasi
Menurut Robbin (2006:4), organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang
dikoordinasikan yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk
mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan. Organisasi itu ada untuk
mencapai sesuatu, sesuatu ini adalah tujuan, dan tujuan tersebut biasanya tidak
dapat dicapai oleh individu-individu yang bekerja sendiri atau jika mungkin hal
tersebut dicapai secara lebih efisien melalui usaha kelompok tidak perlu semua
anggota mendukung tujuan organisasi secara penuh namun definisi kita
menyatakan adanya kesepakatan umum mengenai misi organisasi. Sedangkan
Leavitt dalam Zarkasi (2008:318), memandang organisasi sebagai suatu sistem
yang lengkap terdiri dari interaksi dari empat variabel utama, yaitu:
a. Task atau tugas yang meliputi unsur keluaran (out put) produksi atau tujuan
dari organisasi.
29
b. Struktur, yaitu yang kaitannya dengan badan organisasi kebijaksanaan
ketentuan perundang-undangan dan lain-lain yang sejenis.
c. People atau orang-orang yang berada pada organisasi tersebut.
d. Teknologi atau peralatan teknis yang digunakan oleh suatu organisasi untuk
menghasilkan produknya baik berupa barang ataupun jasa.
Dimock dalam Handayaningrat (2011:17), memberikan definisi organisasi sebagai
perpaduan secara sistematis dari bagian-bagian yang saling bergantung atau
berkaitan untuk membentuk suatu kesatuan yang bulat melalui kewenangan,
koordinasi dan pengawasan dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat di ketahui bahwa organisasi dapat
didefinisikan sebagai sekelompok orang yang mempunyai tujuan bersama yang
hanya dapat diselenggarakan dengan kerjasama atau usaha bersama antara
anggota-anggota kelompok agar kerjasama berjalan dengan baik dan teratur maka
diadakan pembagian kerja di bawah suatu pimpinan.
2. Jenis-Jenis Organisasi
Jenis organisasi antara lain adalah organisasi publik dan organisasi non publik,
terkait dengan permasalahan yang akan diteliti, perlu lebih menajamkan
pemahaman mengenai organisasi publik, dalam birokrasi atau pemerintah
kegiatan organisasi dilakukan berdasarkan sistem aturan abstrak yang konsisten
dan terdiri atas penerapan aturan-aturan. Sistem standar ini dirancang untuk
menjamin keseragaman baik dalam pelaksanaan setiap tugas maupun dalam
koordinasi berbagai macam tugas. Aturan dan pengaturan yang eksplisit
30
membatasi kewajiban masing-masing anggota organisasi dan hubungan di antara
mereka.
Menurut Thoha (2012:152), membedakan organisasi publik dengan organisasi
lainnya melalui aspek-aspek berikut ini:
a. Pelayanan yang diberikan oleh organisasi publik dianggap lebih penting dari
pada organisasi privat (swasta), hal ini menyangkut kepentingan semua
lapisan masyarakat yang jika diserahkan ke pihak lain, maka dikhawatirkan
tidak berjalan dengan baik
b. Pelayanan yang diberikan oleh organisasi publik lebih bersifat monopoli atau
semi monopoli, artinya relatif sulit untuk dibagi-bagi dengan organisasi
lainnya.
c. Dalam pemberian pelayanan umum, organisasi publik dan administratornya,
berdasarkan undang-undang atau peraturan lainnya, memberikan warna
legalitas dengan demikian, pelayanan akan “lambat” menyesuaikan diri
dengan berbagai perubahan.
d. Organisasi publik dalam melayani masyarakat tidak ditentukan atas dasar
harga pasar seperti layaknya perusahaan.
e. Usaha-usaha organisasi publik akan dirasakan langsung oleh masyarakat,
sehingga pelaksanaannya harus adil, proporsional, tidak memihak, bersih dan
mengutamakan kepentingan masyarakat.
Fungsi-fungsi dasar organisasi pemerintah mencakup: pertama, merumuskan
kebijakan publik yang meliputi pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan keamanan
melalui proses analisis situasi, alternatif perubahan di masa mendatang,
31
penyusunan strategi dan program serta evaluasi penilaian strategi dan program.
Kedua, pengendalian perilaku organisasi dan organisasi publik, yang mencakup
struktur, kepegawaian, keuangan, perbekalan, tatausaha kantor dan hubungan
masyarakat. Ketiga, penggunaan teknologi manajemen publik, diantaranya
kepemimpinan, komunikasi, koordinasi dan pengawasan.
3. Karakter-Karakter Organisasi
Menurut Popovich dalam LAN (2008:12), mengemukakan bahwa ada 8
karakteristik organisasi berbasis kinerja, yakni:
a. Mempunyai misi yang jelas.
b. Menetapkan hasil yang akan dicapai dan fokus pada pencapaian keberhasilan
tersebut.
c. Memberdayakan para pegawainya.
d. Memotivasi individu dalam organisasi untuk meraih sukses.
e. Bersifat fleksibel dan bisa beradaptasi dengan kondisi yang baru.
f. Selalu berkompetisi meningkatkan kinerja.
g. Selalu menyempurnakan prosedur kerja untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat.
h. Selalu berkomunikasi dengan stakeholders.
Dengan demikian organisasi yang dimaksudkan disini adalah organisasi dalam
arti struktur yaitu yang terdiri dari satuan-satuan organisasi beserta segenap
pejabat, kekuasaan, tugasnya, dan hubungan satu sama lain dalam rangka
mencapai suatu tujuan tertentu, meningkatkan kemampuan, kemandirian dan
kreativitas daerah disamping perlunya dukungan kualitas aparatur yang memadai,
32
maka dari dimensi organisasi juga harus memadai ini sejalan dengan apa yang
dikatakan Soewarno Handayaningrat (2011:54), bahwa aspek-aspek yang
mempengaruhi aparatur pemerintah daerah disamping aspek kepegawaian juga
ada aspek kelembagaan. Organisasi di sini adalah organisasi pemerintah daerah
otonom yang melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan,yang
merupakan susunan yang terdiri dari satuan-satuan organisasi beserta segenap
pejabat, kekuasaan, tugas dan hubungan-hubungan satu sama lain dalam rangka
pencapaian tujuan tertentu, (Robbin, 2006:128).
Berdasarkan konsep di atas maka dapat penulis simpulkan bahwa dalam
mewujudkan suatu organisasi khususnya organisasi birokrasi yang baik dan sehat
maka dalam setiap organisasi perlu ditetapkan azas-azas atau prinsip-prinsip
tertentu karena azas-azas ini merupakan sarana perantara guna menciptakan iklim
yang baik bagi terwujudnya tujuan organisasi secara keseluruhan sehingga untuk
mewujudkan suatu organisasi yang baik serta efektif dan struktur organisasi yang
ada dapat sehat dan efisien maka dalam organisasi tersebut perlu diterapkan
beberapa asas atau prinsip organisasi (Pemerintah Daerah Kabupaten Pesisir
Barat) untuk menciptakan organisasi yang sehat serta efisien maka organisasi
tersebut harus melaksanakan penataan ulang organisasi, dengan adanya penataan
ulang maka organisasi akan mudah di kendalikan dan terkontrol dengan baik
sesuai dengan tujuan yang diharapkan oleh pimpinan.
33
4. Model Organisasi
Menurut Handayaningrat (2011:49), terdapat model-model organisasi yang terdiri
atas:
a. Organisasi lini/garis (line organization)
Organisasi ini mempunyai bentuk sederhana, model organisasi ini terdapat
pada organisasi militer, dalam organisasi lini/garis ini bawahan hanya
mengenal satu atasan/pimpinan, sebagai sumber daripada kewenangan, yang
memberikan perintah/instruksi, bawahan hanya bertindak sebagai pelaksana,
sekalipun para pelaksana tidak seluruhnya melaksanakan secara langsung
tercapainya tujuan/tugas pokok organisasi, adapun kebaikan daripada
organisasi lini/garis ialah sederhana (simplycity), cepat dalam pengambilan
keputusan (quick decision), penuh tanggung jawab (completeness of
responsibility), mudah memelihara disiplin (ease of discipline), dan dapat
memanfaatkan tenaga yang kurang cakap (the ready utilization of unskilled
personnel), sedangkan keburukannya ialah masalah dalam analisa pekerjaan,
kurangnya tenaga yang ahli (lack of specialized skill), sukar diadakan
koordinasi, besarnya kepercayaan terhadap kepala/pemimpin, mudah
mengalihkan wewenang untuk pekerjaan yang bersifat sukarela.)
b. Organisasi lini/garis dan staf (line and staff organization)
Organisasi lini dan staf adalah organisasi yang pada umumnya dipergunakan
pada organisasi pemerintah, organisasi ini terdiri atas unit-unit lini/garis san
unit-unit staf dalam organisasi ini telah dikemukakan bahwa yang dimaksud
dengan lini (line) adalah orang-orang atau unit-unit secara langsung ikut serta
melaksanakan tercapainya tugas pokok/tujuan organisasi. Sedangkan yang
34
dimaksud dengan staf disini dalam arti staf pembantu, yaitu unitunit yang
tidak secara langsung ikut serta mencapai tujuan organisasi, tetapi hanya
memberikan kontribusinya dalam hal-hal yang tidak langsung, dengan
menyediakan bantuan dibidang kepegawaian, keuangan, material, dan bantuan
lainnya baik untuk kepentingan unit staf sendiri maupun unit lini.
c. Organisasi fungsi (functional organization)
Organisasi fungsi ini pada umumnya terdapat pada organisasi niaga, dalam
organisasi fungsi ini disusun atas dasar kegiatan dari tiap-tiap fungsi sesuai
dengan kepentingan perusahaan, dimana tiap-tiap fungsi/kepentingan seolah-
olah terpisah berdasarkan atas bidang keahliannya, walaupun demikian tiap-
tiap fungsi tidak dapat berdiri sendiri, karena saling bergantung agar
organisasi ini dapat berhasil dengan baik, maka masalah koordinasi dan
kerjasama menjadi sangat penting, sekalipun dalam organisasi ini
memperkerjakan para tenaga staf ahli, tetapi tanggung jawab tetap pada para
pejabat pelaksana utama.
d. Organisasi panitia (committe organization)
Panitia adalah sekelompok orang-orang yang ditunjuk untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan khusus, yang tidak dapat diselesaikan sendiri oleh seseorang
atau sebuah dewan (banyak orang), disamping panitia terdapat istilah lain
semacam panitia ini, yaitu yang disebut gugus tugas (task force).Gugus tugas
ialah kelompok sementara yang terdiri daripada orang-orang yang mempunyai
keahlian khusus, yang diambil dan ditunjuk dari berbagai unit
organisasi/instansi, yang bertugas untuk melaksakan tugas tertentu, apabila
tugas tertentu ini sudah selesai maka gugus tugas ini akan dibubarkan.
35
5. Organisasi Pemerintah
a. Pengertian Organisasi Pemerintah
Organisasi pemerintah dikembangkan dari teori organisasi, oleh karena itu
untuk memahami organisasi pemerintah dapat ditinjau dari sudut pandang teori
organisasi. Menurut Fahmi (2013:1), organisasi pemerintah merupakan sebuah
wadah yang memiliki multi peran dan didirikan dengan tujuan mampu
memberikan serta mewujudkan keinginan berbagai pihak, dan tidak terkecuali
kepuasan bagi pemiliknya. Sedangkan menurut Stephen P. Robbins dalam
Fahmi (2013:2), organisasi pemerintah merupakan kesatuan sosial yang
dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat
diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk
mencapai tujuan bersama atau sekelompok tujuan. Pengertian organisasi publik
berkenaan dengan proses pengorganisasian.
Menurut Handoko (2011:167), Pengorganisasian merupakan proses
penyusunan struktur organisasi yang sesuai dengan tujuan organisasi, sumber
daya yang dimilikinya, dan lingkungan yang melingkupinya, dengan demikian
hasil pengorganisasian adalah stuktur organisasi, berkenaan dengan kesesuaian
organisasi birokrasi yang menjadi penyelenggara implentasi kebijakan publik.
Tantangannya adalah bagaimana agar tidak terjadi bureaucratic fragmentation
karena struktur ini menjadikan proses implementasi menjadi jauh dari efektif,
di Indonesia sering terjadi inefektivitas implementasi kebijakan karena
kurangnya koordinasi dan kerjasama diantara lembaga-lembaga Negara dan
pemerintah. Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama
banyak organisai, birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat
36
mendukung kebijakan yang telah diputuskan dengan melakukan koordinasi
yang baik.
Uraian tersebut lebih diperjelas oleh Nugroho (2013:28), bahwa organsiasi
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) Penyeleksian atas dasar kualifikasiprofesional yang secara ideal diperkuat
dengan diploma yang diperoleh melalui ujian.
2) Anggotanya digaji dengan uang dan biasanya mempunyai hak-hak pensiun.
3) Pekerjaan pejabat ialah pekerjaannya yang satu-satunya.
4) Terdapat suatu struktur karier dan kenaikan pangkat adalah yang mungkin
baik melalui senioritas ataupun prestasi dan sesuai dengan penilaian para
atasan.
5) Pejabat tidak boleh mengambil kedudukannya sebagai miliknya pribadi
begitu pula sumber-sumber yang menyertai kedudukan itu.
6) Pejabat tunduk kepada pengendalian yang dipersatukan dan kepada sistem
disipliner.
Kemampuan untuk menunjukkan ciri tersebut tergantung pada pelaku
organsiasi atau aparat untuk berfikir dinamis dan berupaya untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat, untuk itu setiap aparat hendaknya memiliki semangat
kerja yang tinggi serta didukung oleh sumberdaya dan dana dalam pencapaian
tujuan negara. Berdasarkan perbedaan tugas pokok atau misi yang mendasari
organisasinya, Syukur Abdullah dalam Alfian (2011:229), menjelaskan bahwa
organsiasi dibedakan dalam tiga kategori, yaitu :
37
1) Organsiasi pemerintahan umum, yaitu rangkaian organisasi pemerintah
yang menjalankan tugas-tugas pemerintahan umum termasuk memelihara
ketertiban dan keamanan, dari tingkat pusat sampai daerah (propinsi,
kabupaten, kecamatan dan desa), tugas-tugas tersebut lebih bersifat
“mengatur” (regulative function).
2) Organsiasi pembangunan yaitu organisasi pemerintahan yang menjalankan
salah satu bidang atau sektor khusus guna mencapai tujuan pembangunan,
seperti pertanian, kesehatan, pendidikan, industri dan lain-lain. Fungsi
pokoknya adalah fungsi pembangunan (development function) atau fungsi
adaptasi (adaptive function).
3) Organsiasi pelayanan, yaitu unit organisasi yang pada hakekatnya
merupakan bagian yang langsung berhubungan dengan masyarakat. Dalam
kategori ini dapat disebutkan antara lain rumah sakit, sekolah, kantor
koperasi, bank rakyat tingkat desa, kantor atau unit pelayanan departemen
sosial, transmigrasi dan berbagai unit organisasi lainnya yang memberikan
pelayanan langsung kepada masyarakat atas nama pemerintah. Fungsi
utamanya ialah pelayanan (service) langsung kepada masyarakat termasuk
dalam konsep ini ialah apa yang disebut oleh Michael Lipsky sebagai
organsiasi di lapangan tugas dan berhubungan langsung dengan warga
masyarakat.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa organisasi pemerintah
adalah salah suatu wadah yang menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai
dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik serta untuk
memberi perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari
38
penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik,
dilandasi dengan pengaturan hukum yang mendukungnya.
b. Tujuan Organisasi Pemerintah
Negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk
memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang
merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Pendirian organisasi pemerintah merupakan upaya untuk mempertegas
hak dan kewajiban setiap warga negara dan penduduk serta terwujudnya
tanggung jawab negara dan korporasi dalam penyelenggaraan pelayanan
publik, diperlukan norma hukum yang memberi pengaturan secara jelas.
Tujuan organisasi pemerintah sendiri menurut Etzioni dalam Handoko
(2011:109), yaitu suatu keadaan yang diinginkan di mana organisasi
bermaksud untuk merealisasikan dan sebagai pernyataan tentang keadaan di
waktu yang akan datang dimana organisasi sebagai kolektifitas mencoba untuk
menimbulkannya. Tujuan organisasi meletakkan kerangka prioritas untuk
memfokuskan arah semua program dan aktivitas lembaga dalam melaksanakan
misi lembaga. Pendirian organisasi pemerintah bertujuan secara optimal bagi
peningkatan:
1) Kesejahteraan rakyat, karena pada hakekatnya pelayanan publik merupakan
infrastruktur bagi setiap warga negara untuk mencapai suatu kesejahteraan
2) Budaya dan kualitas aparat pemerintah untuk menjadi abdi bagi negara dan
masyarakatnya, bukan sebagai penguasa terhadap negara dan
masyarakatnya
39
3) Kualitas pelayanan umum atau publik di berbagai bidang pemerintahan
umum dan pembangunan terutama pada unit-unit kerja pemerintah pusat
dan daerah, sehingga masyarakat diharapkan akan mendapatkan perilaku
pelayanan yang lebih cepat, tepat, murah, dan memuaskan. Selain itu, era
reformasi menuntut pelayanan umum harus transparan dan tidak
diskriminatif dengan menerapkan prinsip-prinsip akuntabilitas dan
pertimbangan efisiensi.
c. Organisasi Pemerintah Daerah
Pengertian pemerintah daerah menurut ketentuan umum pasal 1 Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah adalah kepala
daerah beserta perangkat daerah, sedangkan pengertian daerah otonom yang
selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia,
dibandingkan dengan perspektif lama (menurut Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah), maka dalam
undang-undang yang mengatur tentang otonomi daerah yang baru daerah
memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat.
Materi ini mengandung makna bahwa telah terjadi perubahan fundamental
dalam hal mengenai pengaturan otonomi daerah. Kewenangan untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat lokal memiliki dimensi desentralisasi
politik (devolusi). Sedangkan dalam perspektif lama otonomi daerah
40
dipandang sebagai penyelenggaraan rumah tangga daerah dari akibat adanya
penyerahan urusan oleh pemerintah pusat kepada daerah. Desentralisasi yang
dijalankan oleh pemerintah daerah lebih bersifat desentralisasi administratif
(dekonsentrasi). Pengertian desentralisasi dan otonomi daerah sebenarnya
mempunyai tempatnya masing-masing istilah otonomi lebih cenderung pada
political aspect sedangkan desentralisasi lebih cenderung pada administratif
aspek, (Yudoyono, 2011:21).
Masih menurut undang-undang yang sama maka wilayah negara kesatuan
Republik Indonesia dalam rangka pelaksanaan azas desentralisasi dibentuk dan
disusun atau dibagi kedalam daerah provinsi, daerah kabupaten dan daerah
kota yang bersifat otonom yaitu yang berwenang mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat. Khusus untuk daerah provinsi selain melaksanakan azas
desentralisasi dan azas tugas pembantuan juga melaksanakan azas
dekonsentrasi, sedangkan untuk daerah kabupaten dan daerah kota sebagai
daerah otonom hanya melaksanakan dua azas, yaitu azas desentralisasi dan
azas tugas pembantuan.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah pasal 34 ayat 2 dan 3 disebutkan bahwa pemerintah daerah sebagai
badan eksekutif daerah adalah terdiri dari kepala daerah selaku top eksekutif
dan perangkat daerah selaku unsur pembantu kepala daerah. Penelitian ini yang
dimaksud dengan pemerintah daerah adalah pemerintah daerah kabupaten atau
kota yaitu kepala daerah (Bupati atau Walikota) dan perangkat daerah
41
kabupaten atau kota. Kabupaten dimaksud adalah Kabupaten Pesisir Barat
yang merupakan salah satu dari 15 kabupaten dan kota yang ada di Provinsi
Lampung.
Berkaitan dengan Pemerintah Daerah dan Pemerintahan Daerah menurut pasal
1 huruf (b) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang dimaksud dengan
pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan Prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Selanjutnya dalam Siswanto (2016:55), juga
mengatakan bahwa berdasarkan suatu teoritis atau asumsi-asumsi yang dapat
diungkapkan adalah pola hubungan kewenangan yang setara, seimbang, dan
sinergis, antar pemegang kekuasaan, yakni lembaga eksekutif dan lembaga
legislatif daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, akan dapat
menjadi basis ke arah terciptanya sistem checks and balance sebagai prasyarat
kearah perwujudan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih
demokratis.
Pengertian lain pemerintah daerah menurut Harsono (2012:7), berpendapat
bahwa:
Pemerintah daerah muncul karena semakin meningkatnya kebutuhan-kebutuhan rakyat yang tinggal di dalam wilayah yang begitu luas, tidakcukup hanya diadakan oleh pemerintah khusus pusat di daerah sajamelainkan masih dibutuhkan pemain lokal yang diserahi urusan-urusantertentu untuk diselenggarakan sebagai urusan rumah tangga sendiri.
Berdasarkan beberapa pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa pemerintah
daerah adalah lembaga yang memegang kekuasaan dalam pemerintahan
42
daerah, di mana pemerintah daerah tersebut wajib melaksanakan tugasnya
sebagai pelaksana yang diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri demi tercapainya tujuan yang diharapkan.
6. Restrukturisasi Organisasi Pemerintah
Restrukturisasi berasal dari kata re dan struktur, maka struktur organisasi
berkaitan dengan hubungan yang relatif tetap diantara berbagai tugas yang ada
dalam organisasi. Menurut Gitosudarmo (2011:90), struktur organisasi berkaitan
dengan hubungan yang relatif tetap diantara berbagai tugas yang ada dalam
organisasi dimana proses untuk menciptakan struktur tersebut, dan pengambilan
keputusan tentang alternatif struktur disebut dengan nama desain organisasi.
Menurut Handoko (2006:114), restrukturisasi organisasi atau desain organisasi
dapat didefinisikan sebagai mekanisme-mekanisme formal dengan nama
organisasi dikelola dimana struktur organisasi menunjukkan kerangka dan
susunan perwujudan pola tetap hubungan-hubungan diantara fungsifungsi, bagian-
bagian atau posisi-posisi maupun orang-orang yang menunjukkan, tugas
wewenang dan tanggung jawab yang berbeda-beda dalam suatu organisasi.
Selanjutnya, Robbins (2006:77) mengartikan restrukturisasi organisasi sebagai
sebuah proses redesain atau penataan ulang terhadap tatanan birokrasi yang telah
ada ketika terjadi dinamika pada lingkungan baik internal maupun eksternalnya
maka birokrasi juga harus mengadaptasi dinamika tersebut agar dapat
berkembang. Adaptasi terhadap dinamika yang terjadi menyebabkan birokrasi
harus tampil sesuai dengan realita yang ada. Restrukturisasi atau penataan
kembali organisasi birokrasi pada hakekatnya adalah aktivitas untuk menyusun
43
satuan organisasi birokrasi yang akan diserahi bidang kerja, tugas atau fungsi
tertentu.
Hellriegel (2011:474), mendefinisikan desain organisasi sebagai proses penilaian
dan pemilihan struktur dan sistem formal komunikasi, bidang SDM, koordinasi,
kontrol, kewenangan, sarana dan prasarana serta tanggung jawab untuk mencapai
tujuan organisasi. Secara prinsip, desain organisasi harus mampu:
a. Menyalurkan informasi dan pembuatan keputusan berdasarkan kepentingan
stakeholders
b. Menentukan kewenangan dan tanggung jawab dalam tugas, bagian dan
departemen
c. Menyeimbangkan integrasi antara pekerjaan, tim, departemen dan bagian
dengan kemampuan adaptasi terhadap perubahan lingkungan.
Sehingga hakikat desain organisasi mengacu pada pola penyesuaian struktur
organisasi (bisa berwujud strukturisasi, restrukturisasi atau reformasi) agar tujuan
organisasi dapat tercapai. Menurut Wursanto (2013:19), desain organisasi
berhubungan dengan penggunaan prinsip-prinsip organisasi.Secara teoritis
organisasi selalu dipandang sebagai sesuatu yang dinamis, yang dapat berubah
sesuai dengan kebutuhan, situasi dan kondisi lingkungannya terdapat beberapa
pertimbangan mengapa suatu organisasi perlu dilakukan perubahan, antara lain
dikarenakan adanya perubahan:
a. Lingkungan internal; yaitu keseluruhan faktor yang ada dalam organisasi yang
mempengaruhi organisasi dan kegiatan organisasi, yaitu:
1) Perubahan kebijakan pimpinan
44
2) Perubahan tujuan
3) Pemekaran/perluasan wilayah operasi organisasi
4) Volume kegiatan yang bertambah banyak
5) Tingkat pengetahuan dan keterampilan dari para anggota organisasi
6) Sikap dan perilaku dari para anggota organisasi
7) Berbagai macam ketentuan dan peraturan baru yang berlaku dalam
organisasi.
b. Lingkungan eksternal; yaitu keseluruhan faktor yang ada di luar organisasi
yang mempengaruhi organisasi dan kegiatan organisasi, yaitu:
1) Politik, meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan sistem
penyelenggaraan pemerintahan negara
2) Hukum, meliputi segala ketentuan yang berlaku yang harus ditaati oleh
setiap orang baik sebagai individu maupun secara kelompok
3) Kebudayaan, yang meliputi kebudayaan material dan kebudayaan non
material. Kebudayaan material berkaitan dengan mekanisasi atau
perkembangan teknologi. Sedangkan kebuayaan non material antara lain
perubahan norma, kebiasaan ataupun perilaku masyarakat
4) Sumber daya alam, berkaitan dengan perkembangan potensi segala sumber
daya alam yang dimiliki
5) Demografi, meliputi sumber tenaga kerja yang tersedia dalam masyarakat,
baik kuantitas, kualitas, maupun penyebarannya
6) Sosiologi, meliputi perubahan struktur social, struktur golongan ataupun
lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan.
45
Menurut Mintzberg (2003:153), dalam struktur organisasi terdapat peraturan-
peraturan, tugas dan hubungan kewenangan yang bersifat formal. Hubungan
kewenangan tersebut mengatur bagaimana orang bekerjasama dan menggunakan
sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan organisasi. Tugas-tugas yang
terdapat dalam struktur organisasi dibedakan ke dalam lima unsur dasar, yaitu
strategic apex, middle line, technostructure, supporting staff dan operating core.
Masing-masing unsur menjalankan fungsinya masing-masing dalam suatu
hubungan kerja yang sinergis dan sistematis sehingga tujuan yang diharapkan
dapat diwujudkan.
7. Proses Penataan Organisasi Pemerintah
Menurut Atmosudirdjo (2009:142), tahapan proses penyusunan struktur
organisasi, yaitu:
a. Melakukan review rencana dan tujuan. Plans menentukan maksud
organisasi dan goals menentukan kegiatan yang harus atau akan dijalankan.
b. Menentukan work activities untuk mencapai objectives. Dimulai membuat
rincian daftar kegiatan kerja, lalu merinci tugas apa yang harus dijalankan.
c. Klasifikasi dan penggolongan menilai kegiatan yang diidentifikasi lalu
menentukan sifatnya, kemudian aktivitas itu dikelompokkan menjadi unit
dengan desain pola, penamaan untuk menjadi struktur organisasi.
d. Pemberian assignment dan pendelegasian wewenang. Penugasan kepada
individu dan pelimpahan wewenang supaya dapat menyelesaikan tugas.
e. Mendesain hierarki pimpinan dan pengambil keputusan. Mencakup
penentuan tatanan hubungan operasional vertikal, horisontal dan menyilang
yang bersifat integratif serta lahirnya bagan organisasi. Sehingga struktur
46
organisasi dapat kita pahami sebagai suatu wujud formal untuk menemukan
koordinasi dalam hubungan timbal balik yang terdapat pada setiap anggota
organisasi, yang bisa kita cermati dari kondisi normatif dan perilakunya.
Penataan struktur organisasi dan tata kerja seharusnya tidak boleh lepas dari
pendekatan miskin struktur kaya fungsi yang berarti bahwa suatu organisasi yang
kecil namun memiliki fungsi yang besar. Organisasi yang besar dapat
menciptakan ketidakefisienan dalam berbagai hal namun tidak dapat dipungkiri
bahwa restrukturisasi organisasi yang dilakukan merupakan salah satu bentuk
harapan dan keinginan pengefektifan fungsi pemerintah dalam rangka
melaksanakan tugas pokok dan fungsi organisasi pemerintahan itu sendiri.
Melalui restrukturisasi diharapkan fungsi pemerintahan akan semakin efektif dan
efisien.
8. Tujuan Penataan Organisasi Pemerintah Daerah
Adapun tujuan penataan organisasi pemerintah menurut Goiullart dan Kelly
(2015:7), adalah menyiapkan organisasi untuk dapat mencapai tingkat kompetisi
yang digunakan, hal ini berhubungan dengan organisasi yang ramping dan fit.
Organisasi pemerintah sebagai organisasi publik yang telah mengadakan penataan
ulang dimana struktur organisasinya disesuaikan dengan tujuan organisasi yaitu
untuk kesejahteraan seluruh masyarakat, maka akan berpengaruh terhadap kualitas
pelayanan kepada masyarakat itu sendiri. Penataan organisasi pemerintah tidak
bisa dilihat hanya dari perampingan organisasi, SDM, atau kinerjanya saja akan
tetapi juga harus diperhatikan bahwa penataan organisasi pemerintah adalah
47
sebuah sistem yang saling mempengaruhi satu sama dengan lainnya dalam
pencapaian tujuan organisasi.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat di ketahui bahwa tujuan dari penataan
organisasi adalah melakukan perubahan struktur organisasi baik secara vertikal
maupun horizontal dengan tujuan mencapai hasil kerja yang efektif dan akurat.
Penataan organisasi menurut Robbin dalam Udaya (2006:326), di kelompokkan
dalam empat kategori yaitu:
a. Penataan struktur, mencakup perubahan dalam hubungan wewenang,
mekanisme koordinasi, rencangan ulang pekerjaan atau variabel struktur
serupa.
b. Penataan teknologi, meliputi modifikasi dalam cara kerja yang di proses
dalam metode serta peralatan yang digunakan.
c. Penataan setting fisik, meliputi perubahan ruang dan pengaturan tata letak dan
tempat kerja.
d. Penataan orang/sumber daya manusia, mengacu pada perubahan sikap,
keterampilan, pengharapan, persepsi dan perilaku pegawai.
Pendapat di atas menjelaskan bahwa ke empat penataan tersebut dilakukan dengan
tujuan untuk mencapai hasil kerja yang efektif dan lebih baik dari sebelumnya
untuk mencapai adanya peningkatan pelayanan publik yang diberikan oelh
pegawai kepada masyarakat.
48
D. Daerah Otonomi Baru
1. Pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB)
Pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) melalui proses pemekaran daerah
otonom sudah dikenal sejak awal berdirinya Republik ini selama pemerintahan
orde baru, pemekaran daerah juga terjadi dalam jumlah yang sangat terbatas.
Kebanyakan pembentukan daerah otonom ketika itu adalah pembentukan
Kotamadya sebagai konsekuensi dari proses pengkotaan sebagian wilayah sebuah
Kabupaten. Prosesnya diawali dengan pembentukan kota administratif sebagai
wilayah administratif, yang kemudian baru bisa dibentuk menjadi Kotamadya
sebagai daerah otonom.
Proses pemekaran daerah lebih bersifat top down atau sentralistik dengan
didominasi oleh proses teknokratis administratif sejak penerapan desentralisasi
melalui pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 dan mendapatkan revisi kembali menjadi Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 kebijakan pemekaran daerah mengalami perubahan signifikan.
Menurut Praktino (2008:23), menyatakan bahwa mulai tahun 2001, proses
kebijakan pemekaran daerah bersifat bottom-up dan didominasi oleh proses
politik dari pada proses administratif, diawali oleh dukungan aspirasi masyarakat,
diusulkan oleh kepala daerah dan DPRD induk, lalu dimintakan persetujuan dari
kepala daerah dan DPRD daerah atasan, kemudian diusulkan ke pemerintah
Nasional yang melibatkan Menteri Dalam Negeri, Dewan Pertimbangan Otonomi
49
Daerah (DPOD) dan DPR/DPD RI, kebijakan ini dimulai pada saat legitimasi
pemerintah yang lemah menghadapi tekanan politik masyarakat dan politisi
daerah. Regulasi dan situasi politik inilah kemudian memberikan ruang yang
sangat lebar bagi maraknya pengusulan pemekaran daerah dan persetujuan
pemerintah nasional terhadap usulan tersebut, hanya dalam waktu setengah
dekade, jumlah daerah otonom di Indonesia bertambah menjadi hampir dua kali
lipat.
2. Syarat Pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB)
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 persyaratan
pembentukan DOB, secara normatif meliputi syarat administratif, teknis, dan fisik
kewilayahan, persyaratan administratif pembentukan daerah kabupaten/kota
meliputi:
a. Keputusan DPRD kabupaten/kota induk tentang persetujuan pembentukan
calon kabupaten/kota.
b. Keputusan bupati/walikota induk tentang persetujuan pembentukan calon
kabupaten/kota.
c. Keputusan DPRD provinsi tentang persetujuan pembentukan calon
kabupaten/kota.
d. Keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon
kabupaten/kota.
e. Rekomendasi Menteri.
Keputusan DPRD Kabupaten/kota diproses berdasarkan aspirasi sebagian besar
masyarakat setempat dan keputusan DPRD provinsi berdasarkan aspirasi sebagian
50
besar masyarakat setempat yang dituangkan dalam keputusan DPRD
kabupaten/kota yang akan menjadi cakupan wilayah calon provinsi. Syarat teknis
meliputi hasil kajian daerah, buku kabupaten/kota dalam angka terbitan terakhir
untuk semua kabupaten/kota yang ada di wilayah provinsi, RPJM
Kabupaten/Kota, Potensi masing-masing kecamatan/profil kabupaten/kota,
Monografi masing-masing kecamatan. Syarat fisik kewilayahan meliputi cakupan
wilayah, lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan. Cakupan
wilayah untuk pembentukan provinsi paling sedikit 5 (lima) kabupaten/kota,
kabupaten paling sedikit 5 (lima) kecamatan dan kota paling sedikit 4 (empat)
kecamatan.
3. Faktor-Faktor Pendorong Pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB)
Meskipun syarat-syarat Pembentukan daerah yang ada pada Peraturan Pemerintah
Nomor 78 Tahun 2007 khususnya pada syarat administratif, dan fisik kewilayahan
sebagai syarat pemekaran telah dibuat semakin ketat, hal tersebut tidak mampu
membendung tuntutan daerah untuk melakukan pemekaran dan Pembentukan
Daerah tersebut. Menurut Prasojo (2008:25), bahwa terdapat sejumlah faktor
pendorong untuk melakukan tuntutan pemekaran daerah selama ini, sekaligus hal
tersebut menjadi penyebab mengapa penghentian (moratorium) pemekaran sulit
dilakukan yakni:
Pertama, tuntutan terhadap pemekaran adalah cara hukum mendorong pemerintah
untuk mengalirkan keuangan negara ke daerah. Selama insentif keuangan berupa
dana alokasi umum, dana alokasi, dan dana perimbangan lainnya dari pemerintah
pusat terus mengalir ke DOB, selama itu pula tuntutan pemekaran akan terjadi
51
dengan kata lain, pemekaran adalah alat bagi daerah untuk menekan pemerintah
pusat agar memberikan uang kepada daerah.
Kedua, selain berdimensi keuangan negara, pemekaran memiliki dimensi politik.
Pemekaran merupakan cara politik untuk memberikan ruang yang lebih besar
kepada kader-kader partai politik di daerah untuk berkiprah di lembaga-lembaga
perwakilan serta lembaga-lembaga pemerintahan daerah. Pembentukan DOB jelas
diikuti pembentukan sejumlah struktur dan posisi di daerah seperti kepala daerah,
wakil daerah, anggota DPRD, dan posisi-posisi pemerintahan lainnya. tidak
mengherankan jika anggota DPR memiliki interes yang tinggi untuk terus
membuat inisiatif RUU pemekaran.
Ketiga, pemekaran juga bisa berdimensi janji politisi kepada masyarakat di daerah
pemilihannya (Dapil) apalagi menjelang pemilu, janji pemekaran akan menjadi
alat kampanye yang efektif untuk mendongkrak suara dalam pemilu. Kontra opini
terhadap pemekaran bisa dipandang tidak pro daerah dan tidak pro Rakyat.
Keempat, tentu saja sangat legitimate untuk menyatakan bahwa dari luas wilayah
dan jangkauan pelayanan, pemekaran adalah jalan untuk mendekatkan pelayanan
sekaligus meningkatkan kemakmuran masyarakat. Disisi lain, menurut Syafrizal
(2012:88), ada beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya pemekaran wilayah,
antara lain:
a. Perbedaan agama
b. Perbedaan etnis dan budaya
c. Ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah
d. Luas daerah.
52
4. Prosedur Pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB)
Inisiatif pemekaran wilayah pada dasarnya berangkat dari adanya peluang hukum
bagi masyarakat dan daerah untuk melakukan pemekaran/penggabungan wilayah
sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 dan mendapatkan revisi kembali menjadi Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Berdasarkan sisi pemerintah pusat,
proses pembahasan pemekaran wilayah yang datang dari berbagai daerah melalui
dua tahapan besar yaitu proses teknokratis (kajian kelayakan teknis dan
administratif), serta proses politik karena selain harus memenuhi persyaratan
teknokratis yang telah diatur dalam UU dan Peraturan Pemerintah, proposal
pemekaran harus didukung secara politis oleh DPR.
Menurut pasal 16, 18-20 PP No. 78 Tahun 2007, tahapan dan prosedur
pembentukan daerah Kabupaten/Kota yang terdiri dari:
a. Ada aspirasi dari masyarakat daerah yang bersangkutan.
b. Aspirasi dari masyarakat ditampung oleh BPD atau gabungan BPD.
c. Selanjutnya dari BPD atau gabungan BPD aspirasi di masukan kepada
DPRD Kabupaten dan adanya kordinasi antar DPRD Kabupaten/Kota dan
Bupati/Walikota.
d. Selanjutnya Bupati/Walikota memerintahkan kepada Tim Pemda untuk
dibuatkan Kajian Daerah.
e. Kajian daerah yang telah di buat oleh Tim Pemda dilaporkan kembali
Kepada Bupati atau Walikota.
53
f. Selanjutnya DPRD kabupaten akan mengluarkan keputusan jika di tolak
maka proses pembentukan berhenti dan jika di terima proses di lanjutkan
kembali.
g. Jika di setujui maka akan di bahas bersama antara Bupati/Walikota dengan
DPRD Kabupaten/Kota dengan meperhatikan kajian daerah yang dibuat
oleh Tim Pemda.
h. Hasil keputusan yang lahir di daerah antara DPRD dan Bupati/Walikota di
serakan kepada Gubernur dengan meberikan data pendukung dan hasil
kajian di daerah.
i. Proses selanjutnya adalah adanya kordinasi antara DPRD Provinsi dan
Gubernur jika DPRD Provinsi dan Gubernur meyetujui maka akan di
serahkan ke Presiden untuk dapat meninjau lebih lanjut.
j. Dalam hal ini Presiden menunjuk Menteri Dalam Negeri untuk mekaji
lebih lanjut usulan Pembentukan Daerah Otonomi Baru tersebut.
k. Hasil dari kajian menteri dalam negeri akan di serahkan kepada presiden,
jika ketentuan daerah tersebut masuk dalam kelayakan dan di setujui
presiden, maka presiden melalui menteri dalam negeri akan
melaksanakaan Paripurna bersama DPR RI namun sebelum itu pemerintah
provinsi membuat regulasi tentang penetapan yang akan lebih lanjut
dibahas dalam paripurna.
54
E. Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 Tentang
Perangkat Daerah
Sejalan dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah telah mengakibatkan perubahan kewenangan pemerintah pusat
dan daerah yang berimplikasi pada terjadinya perubahan beban tugas dalam
struktur organisasi yang mewadahinya. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan
Pasal 128 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
ditetapkan bahwa susunan organisasi perangkat daerah ditetapkan dengan PERDA
sesuai dengan pedoman yang ditetapkan pemerintah (Peraturan Pemerintah
Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah).
Perangkat daerah adalah organisasi/lembaga pada pemerintahan daerah yang
bertanggung jawab kepada kepala daerah dan membantu kepala daerah dalam
penyelenggaraan pemerintahan yang terdiri atas Sekretariat Daerah, Dinas
Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan dan Kelurahan (sesuai kebutuhan).
Konstalasi dengan penataan organisasidi daerah tentunya harus dipertimbangkan
mengingat kemampuan daerah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18
Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, nomenklatur, jenis dan jumlah unit
organisasi di lingkungan pemerintah daerah berdasarkan kemampuan, kebutuhan
dan beban kerja. Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah berdasarkan
pertimbangan:
1. Kewenangan pemerintahan yang dimiliki oleh daerah
2. Karakteristik, potensi dan kebutuhan daerah
3. Kemampuan keuangan daearah
55
4. Ketersediaan sumber daya aparatur
5. Pengembangan pola kerja sama (antar daerah dan/ atau pihak ketiga).
Selain dari itu, lebih spesifik seperti yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah telah menetapkan besaran
organisasi perangkat daerah berdasarkan pada unsur variabel jumlah penduduk,
luas wilayah serta jumlah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD),
dengan ketentuan perangkat daerah sebagai berikut :
1. Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai kurang dari 40 (empat
puluh) terdiri dari:
a. Sekretariat daerah, terdiri dari paling banyak 3 (tiga) asisten
b. Sekretariat DPRD
c. Dinas paling banyak 12 (dua belas)
d. Lembaga teknis daerah paling banyak 8 (delapan)
e. Kecamatan
f. Kelurahan.
2. Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai antara 40 (empat puluh)
sampai dengan 70 (tujuh puluh) terdiri dari:
a. Sekretariat daerah, terdiri dari paling banyak 3 (tiga) asisten
b. Sekretariat DPRD
c. Dinas paling banyak 15 (lima belas)
d. Lembaga teknis daerah paling banyak 10 (sepuluh)
e. Kecamatan
f. Kelurahan.
56
3. Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai lebih dari 70 (tujuh puluh)
terdiri dari:
a. Sekretariat daerah, terdiri dari paling banyak 4 (empat) asisten
b. Sekretariat DPRD
c. Dinas paling banyak 18 (delapan belas)
d. Lembaga teknis daerah paling banyak 12 (dua belas)
e. Kecamatan
f. Kelurahan.
Tentunya, pergeseran nilai yuridis formal dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 ke Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ke Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 ke Peraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 ke Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun
2016 telah membawa perubahan dalam tata kelola pemerintahan di daerah. Untuk
mengadakan perubahan tersebut bagian organisasi tidak bisa secara langsung
merubah organisasi yang ada, tapi harus terlebih dahulu mengadakan diagnosis
terhadap unsur penunjang, pendukung dan pelaksaaannya berupa jumlah dan
kualitasnya.
Penjelasan tersebut senada dengan apa yang disampaikan oleh Numberi
(2012:81),yang menjelaskan bahwa:
Penataan kelembagaan, maka organisasi pemerintah harus semakindiarahkan menuju organisasiyang semakin mampu, fleksibel, dan responsifterhadap kebutuhan masayarakat yang semakin kompleks dewasa ini.memperhatikan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka kebijakanorganisasi pemerintah diarahkan pada reformasi organisasi menujuorganisasi masa depan yang bercirikan: 1) Visi dan Misi Organisasi Jelas, 2)Organisasi flat atau datar, 3) Organisasi ramping atau tidak banyakpembidangan, 4) Organisasi jejaring (Network Organization), 5) Strategi
57
organisasi pembelajar (Learning Organization), 6) Organisasi banyak diisijabatan-jabatan professional, 7) Organisasi bervariasi.
Pengaturan organisasi pemerintahan daerah saat ini tengah memasuki babak baru
pasca terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Organisasi
Perangkat Daerah yang diikuti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56
Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Organisasi Perangkat
Daerah yang merupakan pengganti dari Peraturan Pemerintah sebelumnya ini
diterbitkan dengan dua semangat, yaitu semangat untuk mengatasi
kesimpangsiuran nomenklatur beserta tupoksi dan rentang kendali organisasi
sebagaimana diatur dalam PP 41 Tahun 2017 dan semangat untuk membatasi
sekaligus menyeragamkan jumlah organisasi daerah.
Kesimpangsiuran nomenklatur menjadi perhatian karena ketidaksesuaian
nomenklatur lembaga daerah dengan lembaga pusat seringkali berdampak pada
kesulitan proses pengalokasian anggaran, demikian juga variasi besaran organisasi
daerah telah menyebabkan tidak efektifnya kinerja instansi pemerintah daerah
semangat untuk membatasi jumlah organisasi daerah juga didasarkan pada alasan-
alasan rasionalitas sebagaimana diketahui, struktur organisasi pemerintah daerah
yang ada saat ini cenderung sangat gemuk sehingga menghisap sebagian besar
alokasi APBD untuk belanja aparatur, akibatnya, agenda-agenda yang secara
langsung berkaitan dengan kepentingan publik justru tidak bisa dilaksanakan
secara maksimal karena keterbatasan anggaran. Oleh karena itu, kehadiran
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Organisasi Perangkat
Daerahini diharapakan akan berdampak pada efisiensi dan efektivitas struktur
58
organisasi yang akan berimplikasi pada penghematan pos belanja aparatur
sehingga bisa diarahkan untuk pos-pos kegiatan lain yang lebih produktif.
Penataan stuktur organisasi pemerintah daerah sudah selayaknya ditata dan diatur
sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing hal tersebut terlihat jelas pada
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Organisasi
Perangkat Daerah yang mengisyaratkan besaran organisasi perangkat daerah
sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor keuangan, kebutuhan daerah,
cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan
banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan kondisi geografis, jumlah dan kepadatan
penduduk, potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani,
sarana dan prasarana penunjang tugas oleh karena itu kebutuhan akan organisasi
perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.
Dalam Peraturan Pemerintah tersebut telah menetapkan kriteria dalam
menentukan jumlah besaran organisasi perangkat daerah pada masing-masing
pemerintah daerah dengan variabel jumlah penduduk, luas wilayah dan jumlah
APBD, yang kemudian ditetapkan pembobotan masing-masing variabel yaitu
40% (empat puluh persen) untuk variabel jumlah penduduk, 35% (tiga puluh lima
persen) untuk variabel luas wilayah dan 25% (dua puluh lima persen) untuk
variabel jumlah APBD, serta menetapkan variabel tersebut dalam beberapa kelas
interval, sebagaimana ditetapkan dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini,
demikian juga mengenai jumlah susunan organisasi disesuaikan dengan beban
tugas masing-masing perangkat daerah.
59
Namun demikian, restrukturisasi organisasi pemerintah daerah juga bukan hal
yang mudah tindak lanjut terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016
tentang Organisasi Perangkat Daerah harus dilakukan secara hati-hati sehingga
bisa meminimalisir tingkat risiko yang mungkin dihadapi pemerintah daerah dan
pada saat yang sama bisa memaksimalkan peningkatan kinerja aparatur. Beban
daerah untuk melakukan restrukturisasi juga semakin berat karena secara teknis,
kebijakan ini mengharuskan dilakukannya restukturisasi kewenangan dan
organisasi daerah secara signifikan dalam waktu yang sangat singkat bagi daerah
yang tidak melaksanakan perampingan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 18
Tahun 2016 tentang Organisasi Perangkat Daerah akan dikenakan penalti berupa
pembatalan Peraturan Daerah tentang Organisasi yang akan berdampak pada
berkurangnya hak-hak keuangan dan hak kepegawaian serta administrasi lainnya.
Menurut Utomo (2010:56) yang menjelaskan bahwa:
Dalam melakukan penjabaran lebih lanjut untuk kabupaten dan kotamaupun provinsi dalam mengatur organisasi dan sumber daya manusia didalam kerangka reorganisasi, restrukturisasi, penciutan ataupunpengembangan perlu diperhatikan: 1) Kesesuaian dengan kebutuhandaerah (misi ataupun tuntutan masyarakat dan kompetisi), 2) Kemampuankeuangan (riil dan potensi serta tersedianya dana perimbangan). 3)Kemampuan dan kualitas SDM (mendasarkan job analysis-jobspesification maupun job classification). 4) Luas dan sempitnya daerah(sesuai dengan kondisi. Geografis, keberadaan daerah), serta 5)Tercapainya atau terjadinya kompatibilitas antar komponen atau fungsi.
Pasca reformasi telah melahirkan beberapa agenda yang dijewantahkan lewat
reformasi di tubuh pemerintah baik pusat maupun daerah. Salah satu agenda
mendesak dalam reformasi di tubuh pemerintahan adalah memperkecil stuktur
organisasipemerintahan yang begitu gemuk dan kecenderungan korup. Dalam
konteks ini, ada suatu kecenderungan bahwa pola struktur yang dibangun pada
60
aras lokal seharusnya dicarikan solusi agar terjadi perampingan dalam tubuh
pemerintahan daerah. Upaya yang dilakukan pun melalaui suatu konvensi
sehingga melahirkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang
Organisasi Perangkat Daerah sehingga menyebabkan korelasi antara kepentingan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan disesuakan dengan unsur-unsur
yang termuat dalam PP ini paling tidak ada 3 isu/faktor yang dipandang perlu
untuk diselesaikan menyangkut dengan penataan organisasi di daerah, antara lain:
1. Ketidaksesuaian nomenklatur lembaga daerah dengan lembaga pusat
seringkali berdampak pada kesulitan proses pengalokasian anggaran.
Penekanan pada konteks ini lebih spesifik pada aspek efesiensi dalam
pengalokasian anggaran antara pemerintah pusat dan daerah untuk mencermati
persoalan tersebut dapat dilihat setelah kehadiran Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 yang mana pusat seakan-akan kewalahan akan adanya
pembengkakan stuktur pemerintah di daerah, disana telah terjadi
kesimpangsiuran dalam menata nomenklatur pemerintah, oleh sebab itu
diantara kesimpangsiuran tersebut berdampak pada aspek pengalokasian
anggaran, kadangkala daerah dihadapkan dengan berbagai macam pilihan
menyangkut dengan pemberian layanan mendasar kepada masyarakat, hal ini
dikarenakan ada dinas atau strukur teknis yang tidak sesuai dengan
nomenklatur pusat sehingga tidak mendapatkan kucuran dana dari pusat,
sehingga yang terjadi adalah daerah kemudian menyediakan anggaran khsusus
untuk keberadaan dinas atau lembaga teknis yang secara tidak langsung dapat
menguras sumber daya anggaran di daerah.
61
2. Variasi besaran organisasi daerah telah menyebabkan tidak efektifnya kinerja
instansi pemerintah daerah. Salah satu ukuran kinerja pemerintah dalam
konteks sekarang adalah mengefektifkan kinerja dan menekan dari segi
anggaran atau kita kenal dengan efektifitas dan efesiensi dalam kinerja.
Sasaran tersebut adalah salah satu dari tujuan good governance. Realitas
menggambarkan bahwa variasi besaran organisasi telah membuat struktur
organisasi berkerja secara tidak efektif dan efesein tidak dapat dipungkiri
bahwa yang mana kadangkala ditemui berbagai macam penyimpangan dan
tidak dikoordinir secara baik oleh beberapa lembaga pemerintah dalam
menjalankan tugas, kadangkala antara struktur yang satu dengan lainnya
saling tumpang tindih dengen keberadaan mereka, belum lagi jika dihadapkan
dengan beberapa lembaga yang tidak sesuai dengan kebutuhan di daerah.
Initinya adalah variasi tersebut disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-
masing agar apa yang dijalankan oleh struktur organisasi pemerintah benar-
benar sesuai dengan tingkat kebutuhan masyarakat di daerah serta merujuk
pada aspek efektifitas dan efesiensi dalam kinerja lembaga pemerintah daerah.
3. Struktur organisasi pemerintah daerah cenderung sangat gemuk sehingga
menghisap sebagian besar alokasi APBD untuk belanja aparatur. Seperti
dijelaskan pada isu utama diatas, bahwa sudah tentunya kesimpangsiuran
nomenkaltur akan mengakibatkan penghisapan atas alokasi APBD untuk
belanja aparatur, dalam sisi ini dapat dilihat bahwa kebanyakan alokasi APBD
secara representasi lebih besar pada konteks belanja aparatur pemerintahan
daerah ketimbang untuk pelayanan publik, daerah kemudian diperhadapkan
dengan asumsi-asumsi dasar untuk memenuhi semua kebutuhan sturktur
62
organisasi ketimbang penyediaan bahan-bahan dasar (governability) kepada
masyarakat di daerah dikarena terjadinya kegemukan dalam struktur tersebut.
Hal tersebut berakibat pada agenda-agenda yang secara langsung berkaitan
dengan kepentingan publik justru tidak bisa dilaksanakan secara maksimal
karena keterbatasan anggaran.
F. Penelitian Terdahulu
Untuk menambah referensi dalam penelitian ini penulis menambahkan penelitian
terdahulu yang berupa tesis atau jurnal dan lebih jelasnya dapat dilihat pada uraian
berikut:
Tabel 2. Penelitian Terdahulu
No
Penulis danJudul
Penelitian
MetodePenelitian Hasil Penelitian
Perbedaan DenganPenelitian Terdahulu
1 Diana Hertati(2015),PengembanganModel PenataanOrganisasiPerangkatDaerahPemerintahKota Surabaya
MetodePenelitian dalampenelitian iniadalah metodedeskriptif danmemadunyadenganpendekatankualitatif
Deskripsi hasil dan analisispembahasan temuan penelitianpada bab sebelumnya, makadapat disimpulkan, sebagaiberikut:1. Proses penataan OPD
berpedoman pada regulasiberupa Perundang-Undangan dan PeraturanDaerah tanpa mengabaikanrelasi kebutuhan penataankelembagaan dengankondisi real tuntutanpenyelenggaraan pelayananpublik, penataan organisasiakan berproses dengan baikdanbenar. Penataan OPDdilaksanakan berdasarkanpertimbangan ukuran idealdan kesesuaian kebutuhanOrganisasi akan efesien danefektif.
2. Penataan kepegawaiandilaksanakan berdasarkanprinsip profesionalisme,kompetensi, prestasi kerja,agar kinerja kepegawaianlebih meningkat dan
Penelitian yangdilakukan oleh DianaHertati lebih mengarahkepada pengembanganorganisasi denganmenggunakan semuaregulasi yangberdasarkan padaprinsipprofesionalisme,kompetensi, prestasikerja sedangkanpenelitian yang penelitilakukan lebih terfokuspenataan organisasipemerintahberdasarkan padaimplementasi PP No 18Tahun 2016 tentangPerangkat Daerah
63
penyelenggaraan pelayananpublik menjadi berkualitas.
2 Sahrial (2014)ProsesPembentukanKebijakanpenataanOrganisasiPerangkatDaerah
MetodePenelitian dalampenelitian iniadalah metodedeskriptif danmemadunyadenganpendekatankualitatif
Hasil penelitian inimenunjukan bahwa prosespembentukan kebijakanpenataan organisasi perangkatdaerah di Kabupaten Kampardapat dilihat dari dua tahapan,yakni tahap awal kebijakansebagai upaya merespon danmelaksanakan amanat PP No.41 Tahun 2007 tentangOrganisasi Perangkat Daerahdan tahap evaluasi kebijakandan fasilitasi StrukturOrganisasi dan Tata KerjaKabupaten Kampar diketahuibahwa pembentukan seluruhOPD yang terkesan dipaksakandan tergesa-gera. Faktor-faktoryang menghambat prosespembentukan kebijakanpenataan organisasi perangkatdaerah di Kabupaten Kamparterdiri dari 3 (tiga) faktor antaralain, Keuangan atau Anggaran,Sumber Daya Manusia atauAparatur Pemerintah Daerah,dan Peraturan Perundang-undangan berikut peraturanpelaksana tentang kelembagaandaerah sering berganti-ganti.
Penelitian yangdilakukan oleh Sahriallebih mengharah padaproses penataanorganisasi pemerintahdalam meresponpembentukan PP no 41Tahun 2007 tentangOrganisasi PerangkatDaerah. Sedangkanpenelitian yang penelitilakukan lebih terfokuspada pelaksanaan PPNo 18 Tahun 2016tentang PerangkatDaerah dalam penataanorganisasi
3 Vifin Rofiana,M.AP (2014),ReformasiStrukturalOrganisasiPerangkatDaerah (DalamPerspektif PPNo. 41 Tahun2007 tentangOrganisasiPerangkatDaerah)
MetodePenelitian dalampenelitian iniadalah metodedeskriptif danmemadunyadenganpendekatankualitatif
Dapat disimpulkan bahwapenerapan sistem apa pun tentuterdapat konsekuensi yangmenyertainya. Ini dapat dilihatdari penerapan otonomi daerahyang berlandaskan asasdesentralisasi, dimana sampaisaat ini belum ada hasil yangmenyakinkan.Pemerintahandaerah yang diharapkan dapatlebih dekat dengan rakyat belumterlihat maksimal. Oleh karenaitu, dilakukan sebuah reformasistruktural yang terjadi di daerahyaitu dengan mengadakanpenataan kembali padaorganisasi perangkat daerahnya.Reformasi structural dalamorganisasi perangkat daerahdapat dilihat dari munculnya PPNo. 41 Tahun 2007. didalamnyaterdapat berbagai macamperubahan yang intinya inginmerampingkan birokrasi dengancara penghapusan,penggabungan dan
Penelitian yangdilakukan oleh VifinRofiana, M.APterfokus padapembaharuan strukturorganisasi pemerintahdaerah yang disesuaikan dengan PPNo. 41 Tahun 2007tentang OrganisasiPerangkat Daerah.Sedangkan penelitianyang peneliti lakukanlebih terfokus padapelaksanaan PP No 18Tahun 2016 tentangPerangkat Daerahdalam penataanorganisasi yangdilakukan olehpemerintah daerah
64
pembentukan organisasi baru.Namun, setiap kebijakan tentuterdapat dampak baik dan buruksebagai pertimbangan bagipembuatan kebijakanselanjutnya.
4 Rini Hadiyanti(2013),ImplementasiPeraturanPemerintahNomor8 Tahun 2003TentangPedomanOrganisasiPerangkatDaerahPemerintahKotaSamarinda
MetodePenelitian dalampenelitian iniadalah metodedeskriptif danmemadunyadenganpendekatankualitatif
Pada Sekretariat Daerah KotaSamarinda implementasiPeraturanPemerintah Nomor 8 Tahun2003 Tentang PedomanOrganisasi Perangkat DaerahPemerintah Kota Samarindayang terdiri atas Kepatuhantingkat birokrasi SekretariatDaerah Pemerintah KotaSamarinda telah dilaksanakandengan baik oleh para pelaksanaseperti pejabat struktural danpegawai Sekretariat Daerahdalam merumuskan sebuahKebijakan yaitu PeraturanDaerah Nomor 12 Tahun 2004Tentang Susunan Organisasidan Tata Kerja SekretariatDaerah Kota Samarinda yangkemudian membentuk sebuahstruktur organisasi sebagaipedoman bagi aparaturpemerintah dalam menjalankantugas dan fungsinya sehinggarutinitas kerja dilingkungansekretariat daerah berjalandengan lancar atau baik. Namundalam pelaksanaannya terdapatsedikit kendala dalam halketersediaan anggaran,kemudian sikap para pelaksanayang kurang bisa menerimaPP.No. 8 Tahun 2003 dankurangnya kinerja Sumber DayaManusia (SDM) yangberkualitas.
Penelitian yangdilakukan oleh RiniHadiyanti terfokuspada pelaksanaan PPNo 8 Tahun 2003Pedoman OrganisasiPerangkat Daerahdalam penataanorganisasi degan tujuantugas dan fungsiseluruh pegawai diorganisaisasi dalamberjalan denganoptimal. Sedangkanpenelitian yang penelitilakukan lebih terfokuspada pelaksanaan PPNo 18 Tahun 2016tentang PerangkatDaerah dalam penataanorganisasi yangdilakukan olehpemerintah daerahdengan tujuananggaran dapatdigunakan denganefesien, meningkatkaninerja SDM danmeningkatnya kinerjapelayanan publik
Sumber: Diolah oleh Peneliti (2018)
G. Kerangka Pikir
Pemerintah merupakan suatu organisasi yang mempunyai tujuan dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pelayan masyarakat, di setiap lembaga
pemerintahan diperlukan organisasi yang efektif dan berkualitas guna
65
meningkatkan kemampuan sehingga dapat dicapai efektivitas pelayanan
pemerintah kepada masyarakat sesuai yang diharapkan. Keefektivan sebuah
lembaga pemerintahan dalam mencapai tujuan ditentukan oleh sejauh mana
lembaga pemerintahan dalam mencapai sasaran dan target yang aka dicapai.
Efektivitas akan menjadi lebih jelas apabila memiliki arah dan tujuan untuk
mencapai sesuatu yang diharapkan. Penerapan makna efektivitas untuk organisasi
berarti tercapainya tujuan-tujuan organisasi sesuai dengan yang telah diterapkan
melalui kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan. Menurut Siagian (2014:3335),
mengemukakan bahwa ukuran untuk mengetahui efektivitas suatu organisasi
mencakup tentang:
1. Kejelasan strategi pencapaian tujuan, pemerintah diharapkan memiliki strategi
yang tepat dan jelas dalam melaksanakan pemerintahan.
2. Kebijakan (proses analisis dan perumusan kebijaksanaan yang mantap),
pemerintah diharapkan mampu melakukan proses analisis yang tepat dalam
melihat kondisi di masyarakatnya sehingga mampu merumuskan kebijakan
yang matang dan sesuai dengan kondisi masyarakat.
3. Perencanaan yang matang, perlu dibuat perencanaan yang benar-benar matang
sesuai dengan kebutuhan dimasyarakat dan tidak merugikan kedua pihak, baik
itu pihak masyarakat maupun pemerintah itu sendiri.
4. Penyusunan program yang tepat, setelah adanya proses analisis yang tepat dan
baik maka akan dibuatlah penyusunan program yang sesuai dengan keadaan di
lapangan dan melalui proses perencanaan yang tepat maka akan menghasilkan
penyusunan program yang tepat sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya
66
sehingga pemerintah desa diharapkan mampu memberikan pelayanan publik
yang maksimal kepada masyarakatnya;
Berdasarkan indikator tersebut maka proses pelaksanaan suatu kebijakan disebut
dengan implementasi kebijakan, dalam tahapan ini kita dapat mengetahui berhasil
atau tidaknya suatu kebijakan. Kondisi organisasi pemerintah daerah masih belum
sejalan dengan makna, maksud dan tujuan otonomi daerah, diterbitkannya
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Organisasi Perangkat
Daerah yang diharapkan dapat memberikan batasan untuk dipedomani bagi semua
daerah di Indonesia terhadap penyusunan lembaga perangkat daerah yang pada
gilirannya dapat menjawab persoalan yang timbul sebagai akibat peraturan
perundangan sebelumnya.
Pemerintah Daerah Kabupaten Pesisir Barat menyusun organisasi daerahnya
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 sebagai sarana untuk
mempermudah dalam memberikan pelayanan publik yang efisien dan berkualitas
dengan diterbitkannya Peraturan Daerah Kabupaten Pesisir Barat Nomor 11
Tahun 2017 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten
Pesisir Barat dan Peraturan Bupati Nomor 45 Tahun 2016 tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Kabupaten Pesisir Barat. Penelitian ini menitikberatkan
latar belakang pelaksanaan penataan organisasi perangkat daerah pada Sekretariat
Daerah Kabupaten Pesisir Barat, implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 18
Tahun 2016 di Kabupaten Pesisir Barat dan faktor-faktor yang menjadi hambatan
dalam implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 di Kabupaten
Pesisir Barat.
67
Penataan organisasi perangkat daerah Kabupaten Pesisir Barat dilakukan melalui
proses:
1. Melakukan review
2. Menentukan work activities
3. Klasifikasi
4. Pemberian assignment
5. Mendesain hierarki pimpinan.
Konsep yang termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016
tentang Organisasi Perangkat Daerah adalah sinkronisasi antara lembaga
perangkat daerah dengan pusat agar memudahkan fungsi koordinasi antara
lembaga pusat dengan lembaga perangkat yang ada didaerah sehingga
memudahkan dalam hal penganggaran. Impilkasi lain yang diharapkan adalah,
bahwa dengan adanya sinkronisasi ini dapat terjadi efisiensi keuangan negara
karena adanya pengurangan unit atau bagian tertentu.
Berdasarkan uraian tersebut peneliti menjelaskan dalam kerangka pikir seperti
pada gambar dibawah ini:
68
Gambar2.Kerangka Pikir
H. Hipotesis
Hipotesis merupakan proposisi yang akan di uji keberlakuaanya atau merupakan
suatu jawaban sementara atas pertanyaan penelitian. Sehingga dalam penelitian ini
penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut:
Ho = Restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang terdiri dari
sumber daya manusia, sarana dan prasaran serta kontrol di Kabupaten
Pesisir Barat tidak efektif
Ha = Restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang terdiri dari
sumber daya manusia, sarana dan prasaran serta kontrol di Kabupaten
Pesisir Barat efektif.
SDM (X1)1. Teknis2. Non Teknis
Sarana dan Prasaran (X2)1. Perangkat Keras2. Perangkat Lunak
Kontol (X3)1. Awal2. Akhir
Efektivitas RestrukturisasiOrganisasi Perangkat
Daerah (OPD) (Y)
Restrukturisasi Organisasi
69
III. METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain analisis deskriptif kuantitatif, menurut
Singaribun, (2012:31) penelitian kuantitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu
pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada
manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut
dalam bahasanya dan dalam peristilahannya. Menurut Singaribun, (2012:34)
penelitian kuantitatif menyoroti antara variabel dan menguji hipotesa yang telah
dirumuskan sebelumnya oleh karena itu penelitian dinamakan penelitian
menggunakan hipotesa walaupun uraian juga mengandung deskripsi tetapi sebagai
penelitian rasional fokusnya terletak pada penjelasan hubungan atau pengaruh
antara dua variabel.
B. Variabel Penelitian
Menurut Sugiyono, (2013:60), variabel penelitian adalah segala sesuatu yang
berbentuk apa saja yang ditetapkan dalam penelitian untuk dipelajari sehingga
diperoleh informasi tentang hal tersebut. variabel dalam penelitian ini antara lain:
1. Variabel independent (X) atau variabel bebas adalah variabel yang
mempengaruhi atau menjadi sebab timbulnya perubahan pada variabel terikat,
70
variabel dalam penelitian ini adalah Restrukturisasi Organisasi Perangkat
Daerah (OPD)(X).2. Variabel dependent (Y) atau variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi
atau menjadi akibat karena adanya perubahan dari variabel bebas, variabel
dependen dalam penelitian ini adalah Efektifitas (Y).
C. Definisi Konseptual Variabel
Definisi konseptual variabel adalah penarikan batasan yang menjelaskan suatu
konsep secara singkat, jelas dan tegas, definisi konseptual variabel dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Restrukturisasi organisasi
Robbins (2006:77) mengartikan restrukturisasi organisasi sebagai sebuah
proses redesain atau penataan ulang terhadap tatanan birokrasi yang telah ada
ketika terjadi dinamika pada lingkungan baik internal maupun eksternalnya
maka birokrasi juga harus mengadaptasi dinamika tersebut agar dapat
berkembang. Adaptasi terhadap dinamika yang terjadi menyebabkan birokrasi
harus tampil sesuai dengan realita yang ada. Restrukturisasi atau penataan
kembali organisasi birokrasi pada hakekatnya adalah aktivitas untuk menyusun
satuan organisasi birokrasi yang akan diserahi bidang kerja, tugas atau fungsi
tertentu. Dalam melakukan penataan organisasi di kelompokkakan menjadi 3
kelompok sesuai dengan teori yang dikembangkan oleh Robbin dalam Udaya
(2006:326), yaitu:
71
a. Sumber Daya Manusia (SDM)
Mengacu pada perubahan sikap, keterampilan, pengharapan, persepsi dan
perilaku pegawai untuk itu dalam penataan organisasi melibatkan pegawai
baik pegawai teknis maupun pegawai non teknis.
b. Sarana dan prasarana
Meliputi modifikasi dalam cara kerja yang di proses dalam metode serta
peralatan yang digunakan untuk itu sarana dan prasarana dalam penataan
organisasi memperhatikan perangkat keras dan perangkat lunak.
c. Kontrol
Mencakup perubahan dalam hubungan wewenang, mekanisme koordinasi,
rencangan ulang pekerjaan atau variabel struktur serupa untuk itu
diperpulukan kontrol dari awal dan kontrol akhir.
2. Efektivitas
Menurut Bastian dalam Tangkilisan (2015:162), menyatakan efektivitas adalah
hubungan antara output dan tujuan, dimana efektivitas diukur berdasarkan
seberapa jauh tingkat output, kebijakan dan prosedur dari organisasi
mencapaitujuan yang telah ditetapkan. Artinya bahwa efektivitas dapat dilihat
melalui pencapaian hasil yang kemudian disesuaikan dengan tujuan yang telah
direncanakan sebelumnya. Sementara Gibson dalam Tangkilisan (2015:176),
mengatakan bahwa efektivitas suatu organisasi dapat pula diukur dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Kejelasan strategi pencapaian tujuan
2. Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap
3. Perencanaan yang matang
72
4. Penyusunan program yang tepat.
D. Definisi Operasional Variabel
Operasional variabel dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 yaitu:
Definisi operasional adalah restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah (OPD)(X)Restrukturisasi adalah tindakan merubah struktur yang dipandang tidak sesuai
dengan tuntutan zaman dan tidak efektif lagi dalam memajukan organisasi,
menata ulang kelembagaan pemerintah, membangun organisasi sesuai dengan
tuntutan kebutuhan. Berdasarkan penjelasan tersebut maka indikator kebijakan
restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) adalah sebagai berikut:
a. Sumber Daya Manusia (SDM)
Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor yang sangat
penting dalam suatu perusahaan di samping faktor yang lain seperti modal.
Oleh karena itu, SDM baik itu teknis maupun non teknis harus dikelola
dengan baik untuk meningkatkan efektivitas organisasi. Dalam konteks
penataan kelembagaan, SDM baik secara individual maupun manajemen SDM
yang diterapkan akan berpengaruh terhadap kelembagaan yang dibentuk.
SDM yang berkualitas akan mengurangi besaran organisasi yang akan
diterapkan begitu halnya dengan pola manajemen SDM yang profesional,
dimulai dari proses rekrutmen, pengembangan pegawai sampai dengan
berhenti (pensiun) akan berpegaruh terhadap organisasi yang ada.
b. Sarana dan prasarana
Secara umum sarana dan prasarana adalah alat penunjang keberhasilan suatu
proses upaya yang dilakukan di dalam pelayanan publik, karena apabila kedua
73
hal ini tidak tersedia maka semua kegiatan yang dilakukan tidak akan dapat
mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan rencana. Sarana dan prasarana
adalah merupakan seperangkat alat yang digunakan dalam suatu proses
kegiatan baik alat tersebut adalah merupakan peralatan pembantu maupun
peralatan utama, yang keduanya berfungsi untuk mewujudkan tujuan yang
hendak dicapai. Sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya
suatu proses (usaha, pembangunan, proyek). Untuk lebih memudahkan
membedakan keduanya, sarana lebih ditujukan untuk benda-benda yang
bergerak seperti komputer dan mesin-mesin. Sarana adalah perlengkapan
pembelajaran yang dapat dipindah-pindah sedangkan prasarana adalah fasilitas
dasar untuk menjalankan fungsi, oleh sebab itu sarana dan prasarana terdiri
dari perangkat keras dan perangkat lunak yang semua itu bertujuan untuk
meningkatkan produktifitas sebuah organisasi.
c. Kontrol
Kontrol pada hakikatnya harus menegakkan pilar-pilar efisiensi, efektivitas,
dan akuntabilitas serta sesuai aturan dan tepat sasaran. Kontrol harus
dilaksanakan seefektif mungkin, karena pelaksanaan fungsi kontrol dengan
baik, akan memberikan sumbangan yang besar pula dalam meningkatkan
efisiensi sehingga dapat meminimalisir tingkat kesalahan maupun
penyimpangan pekerjaan. Berkaitan dengan definisi tersebut proses
manajemen telah diselesaikan apabila kontrol telah dilaksanakan setiap
pimpinan memiliki fungsi yang melekat di dalam jabatannya untuk
melaksanakan kegiatan kontrol terhadap pelaksanaan pekerjaan atau pada
individu yang melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tugas pokoknya masing-
74
masing juntuk itu perlu dilakukan kontrol mulai dari perencanaan sampai
dengan pelaksanaan. Dalam melakukan kontrol baik mulai dari perencanaan
(awal) sampai dengan pelaksanaan (akhir) pimpinan harus menerapkan teknik
kontrol dengan biak dengan tujuan kebijakan restrukturisasi dapat berjalan
dengan baik dan efektif teknik kontrol yang harus dilaksanakan adalah kontrol
secara langsung, kontrol langsung ialah apabila pimpinan-pimpinan organisasi
melakukan sendiri kontrol terhadap pelaksanaan kebijakan restrukturisasi
organisasi yang sedang dijalankan oleh para bawahannya. Kontrol langsung
ini dapat berbentuk inspeksi langsung, on-the-spot observation dan on-the-
spot report.
Definisi operasional adalah Efektivitas Restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah
(OPD) (Y)
Efektivitas dapat dirumuskan sebagai tingkat perwujudan sasaran yang
menunjukkan sejauh mana sasaran telah dicapai, suatu OPD dapat dikatakan
efektif apabila OPD tersebut dapat sepenuhnya mencapai sasaran yang telah
ditetapkan serta dapat mencapai target. efektivitas umumnya dipandang sebagai
tingkat pencapaian tujuan operatif dan operasional dengan demikian pada
dasarnya efektivitas adalah tingkat pencapaian tujuan atau sasaran organisasi
sesuai yang ditetapkan. kaitannya dengan efektivitas restrukturisasi organisasi
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 di lingkungan
Pemerintah Kabupaten Pesisir Barat maka kriteria efektivitas OPD yang
digunakan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan perubahan organisasi
sebagaimana diatur dalam berbagai peraturan dan perundang-undangan tentang
organisasi perangkat daerah dan birokrasi pada umumnya. efektivitas OPD dapat
75
dilihat dari beberapa hal antara lain Sumber Daya Manusia (SDM), sarana dan
prasaran serta kontrol atau pengawasan. Berdasarkan penjelasan tersebut maka
indikator dari efektifif adalah sebagai berikut:
1. Kejelasan strategi
Kejelasan strategi merupakan sebuah pencapaian tujuan yang hendak di capai
supaya dalam pelaksanaan tugas dapat mencapai sasaran yang terarah dan tujuan
organisasi dapat tercapai dimana diketahui bahwa strategi adalah sebuah upaya
dalam mencapai sasaran-sasaran yang ditentukan agar para implementer tidak
tersesat dalam pencapaian tujuan organisasi, untuk itu kejelasan strategi harus
tepat sasaran, mudah untuk dipahami serta sesuai dengan kebutuhan organisasi.
2. Kebijakan (proses dan perumusan)
Proses dan perumusan kebijakan adalah penyusunan skala prioritas, hal itu
dikarenakan ada begitu banyak permasalahan, keinginan, tuntutan, maupun
aspirasi dari masyarakat, semuanya tidak mungkin dapat diselesaikan dan
dipenuhi sekaligus secara bersamaan. sehingga dapat diketahui permasalahan
apa saja yang harus segera didahulukan untuk diatasi dengan kebijakan publik.
Dimana diketahui bahwa proses dan perumusan sebuah kebijakan yang mantap
berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan
oleh sebuah organisasi untuk itu organisasi harus memperhatikan beberapa hal
antara lain kejelasan tujuan perlunya dilakukan restrukturisasi organisasi,
ketepatan kegiatan serta dampak atas kegiatan restrukturisasi organisasi.
3. Perencanaan
Sebelum pelaksanaan kegiatan restrukturisasi organisasi diperlukan sebuah
perencanaan yang matang serta berorentasi kepada hasil (outcome) dan keluaran
(output) sehingga apa yang organisasi laksanakan kedepan dapat terarah dan
76
terukur sesuai dengan kebutuhan organisasi. Untuk itu perencanaan kegiatan
restrukturisasi organisasi harus melaksanakan beberapa hal antara lain keputusan
kebijakan yang sudah terukur, kegiatan dapat mendukung pencapaian hasil
program atau fokus prioritas serta target kegiatan dapat tercapai.
4. Program
Penyusunan program yang tepat suatu rencana yang baik masih perlu
dijabarkan dalam program-program pelaksanaan yang tepat sebab apabila
tidak para pelaksana akan kurang memiliki pedoman bertindak dan bekerja
sehingga program-program yang sudah di rencanakan tidak dapat terlaksana
dengan baik sesuai dengan keinginan semua pihak hal itu dikarenakan tidak
adanya evaluasi program yang sudah dilaksanakan oleh para implementator.
Untuk itu program dalam sebuah organisasi yang akan melakukan kegiatan
restrukturisasi organisasi harus memperhatikan beberapa hal antara lain
program dapat mencerminkan tugas dan fungsi unit organisasi, program dapat
dilaksanakan dalam periode jangka menengah serta program harus dapat di
evaluasi. Hal tersebut harus dilaksanakan dengan tujuan program dapat
berjalan secara efektif dan efesien suatu program apabila tidak dilaksanakan
secara efektif dan efisien maka organisasi tersebut tidak akan mencapai
sasarannya, karena dengan pelaksanaan organisasi semakin didekatkan dengan
tujuan.
Berdasarkan penjelasan di atas maka untuk lebih jelas dapat dilihat dalam tabel di
bawah ini:
77
Tabel 3. Operasional Variabel
Restrukturisasi Organisasi (X) Efektivitas Restrukturisasi OrganisasiPerangkat Daerah (OPD) (Y)
SDMTeknis1. Penyusunan program restrukturisasi
OPD2. Koordinasi pelaksanaan
restrukturisasi OPD3. Pengembangan restrukturisasi OPD
Kejelasan strategi1.Ketepatam sasaran2.Kesesuaian dengan visi, misi dan tujuan
organisasi
Non Teknis1. Kewenangan dalam pelaksanan
restrukturisasi OPD2. Pengendalian dalam pelaksanaan
restrukturisasi OPD3. Penyelenggaraan sosialisasi sesudah
pelaksanaan restrukturisasi OPD
Kebijakan (proses dan perumusan)1.Kesesuaian dengam prosedur2.Keterlibatan unsur terkait (stekeholders)
Sarana dan prasaranPerangkat keras1. Administrasi perkantoran2. Pelayanan masyarakat3. Media presentasi
Perencanaan1.Kebijakan terukur dengan baik2.Mendukung program pemerintah daerah
Perangkat lunak1. Sistem Informasi Manajemen (SIM)
Sarpras digunakan dalam memantausarana dan prasarana
2. Sistem Informasi Manajemen (SIM)Aparatur Sipil Negara
Program1.Program sesuai dengan tugas dan fungsi
OPD2.Program di selesaikan dengan tepat waktu
KontrolAwal1. Penyusunan rencana kerja2. Penyiapan bahan perumusan
kebijakan3. Jaminan ketepatan pelaksanaanAkhir1. Kontrol masukan2. Kontrol Perilaku3. Kontrol Pengeluaran
E. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Menurut Sugiyono (2013:117), populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai yang ada
78
di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kabupaten Pesisir Barat sebanyak
2.041 pegawai.
2. Sampel
Menurut Sugiyono, (2013:106) sampel adalah sebagian dari jumlah
karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Teknik pengambilan samapel dalam
penelitian ini adalah menggunakan random sampling, menurut Kerlinger
(2011:188), random sampling adalah metode penarikan dari sebuah populasi
atau semesta dengan cara tertentu sehingga setiap anggota populasi atau
semesta tadi memiliki peluang yang sama untuk terpilih atau terambil. Random
sampling dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik pengundian di mana
langkah-langkahnya adalah pertama beri nomor/catat nama-nama orang yang
terdapat dalam populasi kemudian kertas catatan-catatan tersebut digulung dan
dimasukkan ke dalam kotak. Caranya bisa sama persis dengan prosedur arisan
yang banyak terjadi dimasyarakat. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
pegawai yang ada di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kabupaten Pesisir
Barat sebanyak 2.041 pegawai dengan tingkat kepercayaan 90% dan tingkat
eror 10%. Sedangkan dalam proses pengambilan sampel penulis menggunakan
rumus Slovin yang dikembangkan oleh Sujarweni (2014:35), yaitu:
n = N1 + N x eDimana:
n = Sampel
N = Populasie = Prosentasi kelonggaran ketidakterikatan karena kesalahan pengambilan
sampel yang masih di teliti
79
Berdasarkan rumus tersebut maka dapat di ketahui bahwa:
n = 2.0411 + 2.041 X (0.1 )n = 2.04121.41= .
Berdasarkan hasil perhitungan di atas maka sampel penelitian ini untuk
populasi 2.041 orang dan tingkat kepercayaan 90% adalah 95 pegawai, dengan
rincian sebagai berikut:
Tabel 4. Perhitungan Pengambilan Sample
OPD JumlahPegawai Perhitungan sampel Jumlah
SampelSekretariat Daerah 61 61/2.041 x 95 = 2.877 3Sekretariat DPRD 16 16/2.041 x 95= 0.754 1
Inspektorat 18 18/2.041 x 95= 0.849 1Sekretariat KPU 11 11/2.041 x 95= 0.518 1
RSUD 28 28/2.041 x 95= 1.303 1Badan 106 106/2.041 x 95 = 4.933 5Dinas 1685 1685/2.041 x 95 = 78.429 78
Kecamatan 116 116/2.041 x 95 = 5.399 5Jumlah 2.041 95
Sumber: BKD Kabupaten Pesisir Barat Maret Tahun 2018
F. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder, yang berbentuk kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif berupa
angka-angka, skala-skala, tabel-tabel, formula dan sebagainya yang
menggunakan perhitungan matematis.
80
b. Sumber data
Sumber data yang mendukung jawaban permasalahan dalam penelitian dengan
cara sebagai berikut:
a. Sumber data primer
Sumber data yang diperoleh dari sumber primer, diperoleh melalui
responden yang memberikan data berupa kata-kata atau kalimat pernyataan
atau memberikan jawaban dalam kuesioner yang peneliti bagikan.
b. Sumber data sekunder
Data yang diperoleh dari catatan-catatan, buku, makalah, monografi dan
lain-lain terutama yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Data
yang lain juga didapat dari arsip, sebagai sumber data dalam bentuk
dokumen, data statistik dan naskah-naskah yang telah tersedia dalam
lembaga atau instansi yang berhubungan dengan penelitian ini.
G. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Gozhali (2013:55), metode pengumpulan data dimaksudkan untuk
memperoleh bahan-bahan yang relevan, akurat dan terpercaya. Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kuesioner
Kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden
untuk dijawab. Pernyataan-pernyataan dibuat dalam bentuk angket dengan
menggunakan Skala ordinal 1–5 untuk mendapatkan data yang bersifat
subtansial. Skala ordinal adalah untuk mengurutkan seseorang atau objek
81
sesuai dengan banyak atau kuantitas dari karakteristik yang dimilikinya pada
skala ordinal, dimungkinkan untuk melakukan penghitungan (kuantifikasi)
variabel-variabel yang diuji sehingga dapat memberikan informasi yang lebih
substansial.
2. Wawancara
Wawancara bersifat terbuka dan luwes yang dilakukan dalam suasana yang
informal dan akrab, pertanyaan yang dilontarkan tidak kaku dan terlalu
terstruktur, sehingga dapat dilakukan wawancara ulang dengan sumber yang
sama jika diperlukan.
3. Observasi
Merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan mengamati
terhadap fenomena yang diteliti, melalui teknik ini diharapkan akan
mendapatkan gambaran yang lebih lengkap dan menyeluruh mengenai obyek
yang diamati, karena peneliti dalam hal ini akan mengadakan pengamatan
langsung.
4. Studi pustaka
Studi pustaka merupakan metode pengumpulan data sekunder yang bersumber
pada literatur, dokumen, majalah dan hasil penelitian sebelumnya yang dapat
di peroleh dari perpustakaan, terutama yang berhubungan dengan masalah
penelitian.
5. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa
catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, rapat, lengger,
82
agenda dan sebagainya yang relevan dengan penelitian yang sedang
dilakukan.
H. Teknik Analisis Data
Analisa data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih
mudah dibaca dan diinterpretasikan, dalam penelitian inianalisa data dilakukan
melalui beberapa tahap yakni:
a. Memeriksa (editing)
Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memeriksa semua data yang
telah dikumpulkan, baik itu melalui kuisioner (angket), wawancara atau
instrumen lainnya. Khusus untuk data yang hasilnya didapatkan dari angket,
maka langkah ini sangat perlu guna mengecek kembali apakah setiap angket
telah diisi sesuai dengan petunjuk sebelumnya, sehingga apabila didapati
angket yang masih belum diisi atau pengisian tidak sesuai dengan petunjuk,
maka kekurangan tersebut akan diperbaiki dengan jalan menyuruh isi kembali
angket yang masih kosong pada responden semula atau mencari responden
lain sebagai pengganti yang sesuai dengan polanya.
b. Memberi Tanda Kode (Coding)
Tahap ini dimaksudkan untuk mempermudah waktu mengadakan tabulasi dan
analisa, apalagi analisa data dilakukan dengan menggunakan komputer
(program SPSS) maka pengkodean ini menjadi sangat penting, melalui
pemberian kode atau tanda-tanda tertentu antara variabel satu dengan yang
lainnya.
83
c. Tabulasi Data
Tahap selanjutnya setelah proses editing dan coding selesai adalah tabulasi
data, melalui penyiapan tabel-tabel kerja yang disesuaikan dengan variabel
dan item pertanyaan. Selanjutnya mengisi data kedalam tabel kerja dan setelah
pengisian dilanjutkan memasukan data ke tabel lain (tabulasi silang).
Termasuk dalam proses ini adalah pemberian skor terhadap item-item tertentu
yang perlu diberikan skor.
d. Analisis Data
Setelah proses tabulasi data dilakukan, maka tahap selanjutnya adalah
pengolahan data yang diperoleh dengan menggunakan rumus-rumus atau
aturan-aturan tertentu sesuai dengan pendekatan penelitian
(Arikunto,2013:244), pada tahapan ini mengingat rumusan masalah bersifat
asosiatif, yang hendak menguji hipotesis maka teknik analisis data yang akan
digunakan adalah analisis statistik parametris dan bersifat deduktif. Untuk itu
analisis data yang digunakan untuk melihat efektifitas restrukturisasi
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang terdiri dari kejelasan strategi,
kebijakan (proses dan prosedur), perencanaan dan program di Kabupaten
Pesisir Barat adalah dengan menggunakan korelasi peroduct moment pearson
yang merupakan salah satu teknik untuk mencari tingkat keeratan efektifitas
antara dua variabel atau lebih dengan cara memperkalikan momen-momen
(hal-hal penting) kedua variabel tersebut dengan rumus product moment.
Adapun rumusnya adalah sebagai berikut:
84
= ∑ − (∑ ). (∑ ){ . ∑ − (∑ ) }. { . ∑ − (∑ ) }= Angka indeks korelasi peroduct moment
= Jumlah responden∑ = Jumlah hasil perkalian antara skor X dan skor Y∑ = Jumlah keseluruhan skor X∑ = Jumlah keseluruhan skor Y
Selain menggunakan rumus di atas dalam melakukan uji korelasi product
moment peneliti menggunakan bantuan software pengolahan data yaitu
Statistical Package for Social Scieces (SPSS) versi 24.0 for windows.
85
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITI` AN
A. Gambaran Umum Sebelum Dilakukan Restrukturisasi Organisasi
Perangkat Daerah (OPD) di Kabupaten Pesisir Barat
Sejak di dirikan pada Tahun 2012 sesuai amanat Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2012 tentang Pembentukan Kabupaten Pesisir Barat, pembentukan
organisasi dan tata kerja satuan kerja di lingkungan Pemerintah Kabupaten Pesisir
Barat telah mengalami beberapa kali perubahan, yang terakhir penataan
organisasi perangkat daerah Kabupaten Pesisir Barat diatur dalam beberapa
Peraturan Bupati yang didasarkan pada variabel besaran organisasi perangkat
daerah Tahun 2014 antara lain:
1. Peraturan Bupati Pesisir Barat Nomor 35 Tahun 2014 tentang Pembentukan,
Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Kabupaten dan Sekretariat
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Pesisir Barat
2. Peraturan Bupati Pesisir Barat Nomor 36 Tahun 2014 tentang Pembentukan,
Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Pesisir Barat
3. Peraturan Bupati Pesisir Barat Nomor 37 Tahun 2014 tentang Pembentukan
Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Pesisir Barat
86
4. Peraturan Bupati Pesisir Barat Nomor 38 Tahun 2014 tentang Pembentukan,
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Lain Sebagai Bagian Dari Perangkat
Daerah Kabupaten Pesisir Barat
5. Peraturan Bupati Pesisir Barat nomor 39 tahun 201413tentang Pembentukan
Organisasi dan Tatakerja Kecamatan dan Kelurahan pada Kabupaten Pesisir
Barat.
Dasar Pembentukan Struktur Organisasi tahun 2014 mengacu pada Peraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah, pada
Pasal 19 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi
Perangkat Daerah, disebutkan bahwa besaran organisasi perangkat daerah
ditetapkan berdasarkan variabel; jumlah penduduk, luas wilayah dan jumlah
APBD.
Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 41
Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, bahwa besaran organisasi
dibagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu :
1. Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai kurang dari 40 (empat
puluh) terdiri dari:
a. Sekretariat daerah, terdiri dari paling banyak 3 (tiga) asisten
b. Sekretariat DPRD
c. Dinas paling banyak 12 (dua belas)
d. Lembaga teknis daerah paling banyak 8 (delapan)
e. Kecamatan
87
f. kelurahan.
2. Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai antara 40 (empat puluh)
sampai dengan 70 (tujuh puluh) terdiri dari:
a. Sekretariat daerah, terdiri dari paling banyak 3 (tiga) asisten
b. Sekretariat DPRD
c. Dinas paling banyak 15 (lima belas)
d. Lembaga teknis daerah paling banyak 10 (sepuluh)
e. Kecamatan
f. Kelurahan.
3. Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai lebih dari 70 (tujuh puluh)
terdiri dari:
a. Sekretariat daerah, terdiri dari paling banyak 4 (empat) asisten
b. Sekretariat DPRD
c. Dinas paling banyak 18 (delapan belas)
d. Lembaga teknis daerah paling banyak 12 (dua belas)
e. Kecamatan
f. Kelurahan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi
Perangkat Daerah, besaran organisasi ditetapkan menjadi 3 type, yaitu:
1. Type A (jumlah nilai skor 70 ke atas)
2. Type B (jumlah nilai skor antara 40 sampai dengan 70)
3. Type C (jumlah nilai skor 40 kebawah).
88
Tabel 5. Nilai Variabel Kabupaten Pesisir Barat Tahun 2014Variabel Kelas Interval Nilai
Jumlah Penduduk = 136,370 Jiwa ≤ 150.000 8Luas Wilayah = 2907,23 Km2 2001 – 3000 21Jumlah APBD = 432.000.000.000,- Rp. 400.000.000.001 –
Rp. 500.000.000.00015
Jumlah Nilai Variabel 44Sumber: Bagian Hukum dan Organisasi, Sekretariat Daerah Kabupaten Pesisir Barat Tahun 2014
Tabel 6. Nilai Variabel Kabupaten Pesisir Barat Tahun 2016Variabel Kelas Interval Nilai
Jumlah Penduduk = 156.306 Jiwa 150.001 – 300.000 16Luas Wilayah = 2907,23 Km2 2001 – 3000 35Jumlah APBD = 784.120.394.060,- Rp. 600.000.000.001 –
Rp. 800.000.000.00020
JumlahNilaiVariabel 71Sumber: Bagian Hukum dan Organisasi, Sekretariat Daerah Kabupaten Pesisir Barat Tahun 2016
Perubahan struktur organisasi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun
2007 tentang Organisasi perangkat Daerah ini kemudian berhasil merealisasikan
visi dan misi sebagaimana diharapkan. Pembentukan Organisasi Perangkat Daeah
pada tahun 2014 masih menggunakan pola minimal dengan penghitungan jumlah
nilai variabel yaitu 44 dan pada tahun 2016 penghitungan jumlah nilai variabel
mengalami peningkatan menjadi 71, Kabupaten Pesisir Barat harus menggunakan
pola maksimal pada pembentukan Organisasi Perangkat Daerahnya yang
diharapkan dapat memberikan pengaruh terhadap kemajuan dan membawa
kesejahteraan bagi masyarakat Kabupaten Pesisir Barat.
Kepala Bagian Organisasi menjelaskan bahwa dalam pembentukan organisasi
perangkat daerah, sebaiknya netral sesuai dengan kaidah-kaidah analisis jabatan,
maka hasil koordinasi dengan Pemerintah Provinsi Lampung, mereka
89
memberikan beberapa pertimbangan yang dapat dipergunakan dalam menganalisis
penyusunan organisasi perangkat daerah Kabupaten Pesisir Barat, antara lain:
1. Menerapkan kaidah-kaidah analisis jabatan
2. Memperhatikan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Organisasi Perangkat Daerah
3. Status Kabupaten Pesisir Barat sebagai kabupaten pemekaran (Daerah
Otonomi Baru)
4. Mempertimbangakan kebutuhan, kemampuan, potensi dan karakteristik
daerah
5. Faktor personil dan pembiayaan yang dibutuhkan pada tahap awal penataaan
organisasi perangkat daerah
6. Dari segi efisiensi tugas dan fungsi masih dapat tertampung dengan Type B
mengingat kondisi personil maupun biaya yang dibutuhkan.
B. Gambaran Umum Sesudah Dilakukan Restrukturisai Organisasi
Perangkat Daerah (OPD) di Kabupaten Pesisir Barat
Tahun 2017 pemerintah daerah Kabupaten Pesisir Barat melakukan penataan
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dengan tujuan pelaksanaan tugas dan fungsi
serta pelayanan publik dapat berjalan lebih efektif dan efisiean, hal itu sesuai
dengan perubahan Peraturan Bupati Pesisir Barat Nomor 45 Tahun 2016 Tentang
Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Kabupaten Pesisir Barat yang kemudian
disempurnakan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Pesisir Barat Nomor 11
Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Pesisir Barat
90
Nomor 23 Tahun 2016 Tentang Pembentukan Dan Susunan Perangkat Daerah
Kabupaten Pesisir Barat yang merupakan implementasi Peraturan Pemerintah
Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah Kabupaten Pesisir Barat
menghasilkan Perangkat Daerah dengan susunan sebagai berikut :
1. Sekretariat Daerah merupakan Sekretariat Daerah Tipe B
2. Sekretariat DPRD merupakan Sekretariat DPRD Tipe C
3. Inspektorat merupakan Inspektorat Tipe B
4. Dinas Daerah, terdiri dari:
a. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Tipe B menyelenggarakan urusan
pemerintahan bidang Pendidikan dan bidang Kebudayaan.
b. Dinas Kesehatan Tipe B menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang
Kesehatan.
c. Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Tipe B menyelenggarakan
urusan pemerintahan bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang.
d. Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman Tipe C
menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang Perumahan Rakyat dan
Bidang Pertanahan.
e. Satuan Polisi Pamong Praja dan Pemadam Kebakaran Tipe B
menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang Ketenteraman Dan
Ketertiban Umum Serta Perlindungan Masyarakat (Sub Polisi Pamong Praja
dan Sub Kebakaran).
f. Dinas Sosial Tipe B menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang Sosial
91
g. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Tipe B menyelenggarakan urusan
pemerintahan bidang Tenaga Kerja dan bidang Transmigrasi.
h. Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Tipe C
menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak.
i. Dinas Ketahanan Pangan Tipe B menyelenggarakan urusan pemerintahan
bidang Pangan.
j. Dinas Lingkungan Hidup Tipe B menyelenggarakan urusan pemerintahan
bidang Lingkungan Hidup.
k. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Tipe A menyelenggarakan
urusan pemerintahan bidang Administrasi Kependudukan dan Pencatatan
Sipil.
l. Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pekon Tipe C menyelenggarakan
urusan pemerintahan bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Desa.
m. Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Tipe B
menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang Pengendalian Penduduk
dan Keluarga Berencana.
n. Dinas Perhubungan Tipe C menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang
Perhubungan.
o. Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Tipe B
menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang Koperasi, Usaha Kecil dan
Menengah, bidang Perdagangan, dan bidang Perindustrian.
92
p. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Tipe B
menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang Penanaman Modal dan
bidang Energi dan Sumber Daya Mineral.
q. Dinas Pemuda dan Olahraga Tipe B menyelenggarakan urusan
pemerintahan bidang Kepemudaan dan Olahraga.
r. Dinas Perikanan Tipe A menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang
Kelautan dan Perikanan.
s. Dinas Pariwisata Tipe A menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang
Pariwisata.
t. Dinas Pertanian Tipe A menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang
Pertanian.
u. Dinas Komunikasi dan Informatika Tipe B menyelenggarakan urusan
pemerintahan bidang Komunikasi dan Informatika dan bidang Persandian.
v. Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Tipe C menyelenggarakan urusan
pemerintahan bidang Perpustakaan dan bidang Kearsipan.
5. Badan Daerah terdiri dari:
a. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tipe B melaksanakan fungsi
penunjang Perencanaan serta fungsi penunjang Penelitian dan
Pengembangan
b. Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Tipe B melaksanakan
fungsi penunjang Keuangan
c. Badan Pendapatan Daerah Tipe B melaksanakan fungsi penunjang
Keuangan
93
d. Badan Kepegawaian Daerah Tipe C melaksanakan fungsi penunjang
Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan
e. Badan Kesatuan Bangsa dan Politik melaksanakan fungsi penunjang di
Bidang Kesatuan Bangsa dan Politik
f. Badan Penanggulangan Bencana Daerah menyelenggarakan sub urusan
pemerintahan di Bidang Bencana.
6. Kecamatan terdiri dari:
a. Kecamatan Bangkunat dengan Tipe A
b. Kecamatan Ngaras dengan Tipe A
c. Kecamatan Ngambur dengan Tipe A
d. Kecamatan Pesisir Selatan dengan Tipe A
e. Kecamatan Krui Selatan dengan Tipe A
f. Kecamatan Pesisir Tengah dengan Tipe A
g. Kecamatan Way Krui dengan Tipe A
h. Kecamatan Karya Penggawa dengan Tipe A
i. Kecamatan Pesisir Utara dengan Tipe A
j. Kecamatan Lemong dengan Tipe A
k. Kecamatan Pulau Pisang dengan Tipe B.
143
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat di ketahui bahwa
kebijakan restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kabupaten
Pesisir Barat berjalan kurang efektif, hal itu terlihat dari:
1. Sumber daya manusia teknis dalam melaksanakan kebijakan restrukturisasi
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) berjalan dengan cukup kurang efektif hal
itu dilihat sebelum pelaksanaan restrukturisasi OPD pegawai teknis memiliki
nilai correlation coefficient sebesar 0.527 sedangkan sesudah pelaksanaan
restrukturisasi memiliki nilai correlation coefficient sebesar 0.583
2. Sumber daya manusia non teknis dalam melaksanakan kebijakan restrukturisasi
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) berjalan dengan sangat kurang efektif, hal
itu terlihat dari sebelum pelaksanaan restrukturisasi OPD pegawai non teknis
memiliki nilai correlation coefficient sebesar 0.464 sedangkan sesudah
pelaksanaan restrukturisasi OPD pegawai non teknis memiliki nilai correlation
coefficient sebesar 0.565
3. Sarana dan prasarana perangkat keras dalam pelaksanaan kebijakan
restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) berjalan cukup kurang
efektif, hal itu terlihat sebelum pelaksanaan restrukturisasi OPD perangkat
keras memiliki nilai correlation coefficient sebesar 0.417 sedangkan sesudah
144
pelaksanaan restrukturisasi OPD perangkat keras memiliki nilai correlation
coefficient sebesar 0.430
4. Sarana dan prasarana seperti perangkat lunak dalam pelaksanaan kebijakan
restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) berjalan masih sangat
kurang efektif, hal itu terlihat dari sebelum pelaksanaan restrukturisasi OPD
perangkat lunak memiliki nilai correlation coefficient sebesar 0.433 sedangkan
sesudah pelaksanaan restrukturisasi OPD perangkat lunak memiliki nilai
correlation coefficient sebesar 0.495
5. Kontrol awal dalam pelaksanaan kebijakan restrukturisasi Organisasi
Perangkat Daerah (OPD) berjalan cukup kurang efektif, hal itu terlihat sebelum
pelaksanaan restrukturisasi OPD kontrol awal memiliki nilai correlation
coefficient sebesar 0.546 sedangkan sesudah pelaksanaan restrukturisasi OPD
kontrol awal memiliki nilai correlation coefficient 0.542
6. Kontrol akhir dalam pelaksanaan kebijakan restrukturisasi Organisasi
Perangkat Daerah (OPD) berjalan cukup kurang efektif, hal itu terlihat dari
sebelum pelaksanaan restrukturisasi OPD kontrol akhir memiliki nilai
correlation coefficient sebesar 0.513 sedangkan sesudah pelaksanaan
restrukturisasi OPD kontrol akhir memiliki nilai correlation coefficient sebesar
0.496.
145
B. Saran
Berdasarkan uraian kesimpulan di atas maka dapat diberikan rekomendasi sebagai
berikut:
1. Pemerintah daerah hendaknya memiliki inovasi sendiri dalam menentukan
strategi restrukturisasi sehingga tidak tergantung dengan kebijakan strategi
yang di keluarkan oleh pemerintah pusat hal itu dilakukan agar penataan OPD
dapat dilaksanakan secara optimal serta dapat menciptakan konsep organisasi
yang datar berdasarkan visi-misi, ramping, bersifat jejaring, memaksimalkan
jabatan fungsional sehingga dapat meminimalisasi resistensi yang ada
2. Pimpinan hendaknya memperhatikan kompetensi/kemampuan khususnya
pengetahuan dan keterampilan pegawai teknis dan non teknis yang
disesuaikan dengan jabatan/job yang akan dipegang, serta tidak didasarkan
pada aspek senioritas atau kepentingan jabatan sehingga menghasilkan
organisasi yang kaya akan fungsi serta terhindar dari adanya duplikasi tugas
pokok dan fungsi yang diakibatkan dari penyatuan organisasi (regrouping)
3. Pemerintah daerah hendaknya membuat sebuah SOP yang ditunjukkan kepada
seluruh pegawai untuk selalu memanfaatkan sarana dan prasarana baik
perangkat keras dan perangkat lunak yang disediakan oleh pemerintah daerah
dalam setiap menjalankan program pemerintah sehingga program pemerintah
daerah dapat berjalan dengan cepat khususnya pelayanan publik yang selama
ini masih cenderung lambat dan berbelit-belit perbaikan yang harus dilakukan
diantaranya perlunya penyederhanaan terhadap prosedur yang telah ada,
146
memberi jaminan ketepatan waktu pelayanan serta adanya kepastian biaya
pelayanan
4. Pimpinan hendaknya melakukan pengawasan atau kontrol secara rutin mulai
dari perencanaan atau penyusunan sampai dengan tahap implemengtasi di
semua lini yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan restrukturisasi
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) hal itu dilakukan untuk menghindari
terjadinya kesalahan yang akan berdampak pada tidak tercapainya program-
program pemerintah daerah
5. Bagi masyarakat hendaknya mendukung dan ikut berpartisipasi dalam
mengontrol setiap kebijakan pemerintah agar tetap sesuai pada jalurnya.
DAFTAR PUSTAKA
Alfian, M.A. 2011. Menjadi Pemimpin Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Atmosudirdjo, Prajudi. 2009. Teori Organisasi. Jakarta: STIA-Lembaga
Administrasi Negara Press.
Fahmi, Irham. 2013. Perilaku Organisasi: Teori, Aplikasi dan Kasus, Bandung:
CV.Alfabeta.
Gouillart, F.J and Kelly,J.N. 2015. Transforming The Organization. McGraw-
Hill:Inc, New York.
Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS,
21 Update PLS Regresi Edisi 7.Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.
Gitosudarmo, Indriyo dan I Nyoman Sudita. 2011. Perilaku Keorganisasian.
Yogyakarta : BPFE.
Handayaningrat, Soewarno. 2011. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan
Managemen. Cetakan Keenam. Jakarta: PT Gunung Agung.
Handayaningrat, Soewarno. 2012. Sistem Birokrasi Pemerintah. Jakarta: CV Mas
Agung.
Handoko, T. Hanny. 2006. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia.
Yogyakarta: BPFE.
Handoko, T. Hanny. 2011. Manajemen Edisi 2. Yogyakarta: BPFE.
Harsono. 2012. Hukum Tata Negara:Pemerintahan Lokal Dari Masa Ke Masa,
Yogyakarta: Liberty
Hellriegel, Don dan Slocum, Jhon.W. 2011. Organizational Behavior. Sebastopol:
Alex Media Computindo
Jonathan, Sarwono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Kaloh, J. 2007. Mencari bentuk Otonomi Daerah. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Kerlinger. 2011. Asas–Asas Penelitian Behaviour. Edisi 3, Cetakan 7.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Lembaga Administrasi Negara RI. 2008. Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
:Modul Pilot Project Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan Golongan III
(Student's Book)
Mahmudi. 2005. Manajemen Pelayanan Umum Sektor Publik, Yogyakarta: UPP
AMP YKPN.
Mintzberg.H. 2003. Structur In Fives Designing Efective, New Jersey: Prantice
Hall.
Nugroho, D. Riant. 2013. Kebijakan Publik Untuk Negara-Negara Berkembang.
Jakara: PTAlex Media Komputindo.
Numberi, Freddy. 2012. Organisasi dan Administrasi Pemerintah, Bahan Seminar
Nasional Profesionalisasi Birokrasi dan Peningkatan Pelyanan Publik,
Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fisip UGM Yogyakarta.
Pratikno. 2008. Desentralisasi, Pilihan yang tidak Pernah Final”, Kompleksitas
Persoalan Otonomi Daerah di Indonesia, Yogyakarta: Jurusan Ilmu
Pemerintahan FISIPOL UGM kerjasama dengan Pustaka Pelajar.
Prasojo, Eko. 2008. Dampak dan Masalah-Masalah Dalam Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah Otonomi Baru. Jakarta: Universitas Indonesia Press
Robbins, Stephen P. 2006. Perilaku Organisasi. Jakarta: Index.
Sedarmayanti. 2009. Restrukturisasi dan Pemberdayaan Organisasi Untuk
Menghadapi Dinamika Perubahan Lingkungan. Bandung: Mandar Maju.
Soekanto, Soerjono. 2010. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Bandung: Alfabeta.
Sujarweni, Wiratna. 2014. Statistika Untuk Penelitian. Yogyakarta: Graham Ilmu.
Sarundajang. 2005. Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, Cetakan ke IV,
Jakarta.
Singarimbun, M. 2012. Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES.
Siswanto, Sunarno, H. 2016. Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Jakarta:
Sinar Grafika
Susanto, Azhar. 2015. Sistem Informasi Akuntansi, Struktur Pengendalian Resiko
Pengembangan. Bandung: Linggar Jaya.
Siagian.P. Sondang.2014. Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi,
Jakarta: Gunung Agung.
Syafrizal. 2012. Ekonomi Wilayah dan Perkotaan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Tangkilisan, Nogi Hessel. 2015. Manajemen Publik. Jakarta: PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Thoha, Miftah. 2012. Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta:
PT Rajagrafindo Persada.
Utomo Warsito. 2010. Administrasi Publik Baru Indonesia; perubahan
paradigma dari administrasi negara ke administrasi publik, Cetakan I,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Udaya. 2006. Implementasi Balanced Scorecard Pada Organisasi Publik. diakses
melalui http://puslit2.petra.ac.id tanggal 20 Juli 2018
Wahab, Solichin Abdul. 2012. Analisis Kebijaksanaan:dari Formulasi ke
Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakara: Bumi Aksara.
Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik: Teori dan Proses, Yogyakarta: Media
Presindo.
Widjaja. H.A.W. 2005. Otonomi Daerah dan Daerah Otonomi. Jakarta: PT.Raja
Grafindo Persada.
Wursanto, Ignasius. 2013. Dasar-Dasar Ilmu Organisasi. Edisidua. Yogyakarta:
Andi
Yudoyono, Bambang, Susilo. 2011. Otonomi Daerah. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Zarkasi, Muslichah. 2008. Psikologi Manajemen. Jakarta: Erlangga
Jurnal:
Diana Hertati . 2015. Pengembangan Model Penataan Organisasi Perangkat
Daerah Pemerintah Kota Surabaya, Jurnal Program Studi Administrasi
Negara FISIP UPN “Veteran” Jatim, Volume 10, Nomor 2.
Harsono, Dwi. 2012. Organisasi Kemahasiswaan: Dulu, Kini dan Tantangan
Masa Depan. Tersedia [Online]
http://dwih74.blog.com/2012/12/10/organisasi-kemahasiswaan-dulu-kini-
dan-tantangan-masa-depan
Nugroho, Arianto, Dwi Agung. 2014 Pengaruh Motivasi, Budaya Organisasi,
danKepuasankerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Nyonya Meneer
Semarang. JurnalDinamika Ekonomi Bisnis. Vol. 5 No. 2Oktober 2008
Numberi, Fredy. 2012. Organisasi dan Administrasi Pemerintah, Makalah.
Sahrial. 2014. Proses Pembentukan Kebijakan penataan Organisasi Perangkat
Daerah, Jurnal FISIP Universitas Riau, Kampus Bina Widya Km. 12,5
Simpang Baru Panam, Pekanbaru 28293.
Rini Hadiyanti. 2013. Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003
Tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah Pemerintah Kota
Samarinda, e-Journal Ilmu Pemerintahan, 2013, 1 (3) 985 – 997, ISSN
2338-3615, ejournal.ip.fisip.unmul.ac.id
Vifin Rofiana, M.AP. 2014. Reformasi Struktural Organisasi Perangkat Daerah
(Dalam Perspektif PP No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat
Daerah). Jurnal Kementrian Desa RI, Jakarta.
Perundang-Undangan:
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di
Daerah
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah