Post on 03-Jun-2018
8/12/2019 DEWI TUT 3
1/48
1
BAB I. PENDAHULUAN
Perawatan Lesi Jaringan Lunak Rongga Mulut
Skenario I
Pak Bondan, usia 60 tahun datang ke RSGM UNEJ dengan keluhan rasa sakit
pada pipi, lidah, dan seluruh mulutnya setelah 10 hari menjalani terapi radiasi di
RSUD Dr. Soetomo untuk terapi kanker nasofaring yang dideritanya. Pak Bondan
juga mengeluh adanya rasa kering, tebal, dan terbakar terutama pada lidah. Dari
anamnesis juga didapatkan riwayat RAS. Pada pemeriksaan klinis didapatkan:
- eritema dan edema pada seluruh mukosa mulut- ulser, single, diameter 6mm, tengah putih, tepi kemerahan, sakit pada mukosa
bukal
- fissure multiple, kemerahan, sakit, pada bibir dan sudut mulut- plak putih, berbatas diffuse, dapat dikerok pada dorsum lidah.
Dokter gigi yang merawatnya menyatakan bahwa pak Bondan menderita
mukositis radiasi disertai RAS, suspect candidiasis oral, dan BMS (Burning
Mouth Sensation) sehingga harus segera ddilakukan perawatan. Pada kunjungan
pertama ini dokter memberikan terapi simptomatis.
8/12/2019 DEWI TUT 3
2/48
2
STEP 1 (Mengklarifikasi Istilah/ Konsep)
1. Kanker nasofaring :Kanker yang terdapat pada belakang antara nasofaring dan hidung yang
berasal dari epitel pseudostratified columnar tipe respiratori dan epitel non
keratinisasi, etiloginya yaitu virus epstein bar, genetis, faktor lingkungan.
2. Terapi simtomatis : Terapi yang ditujukan untuk mengurangi gejala rasa sakit,
memperpendek perjalanan lesi, mengurangi serta mencegah
terbentuknya lesi baru.
Terapi ini hanya meringankan atau mengurangi gejala sakit. Terapi ini hanya menghilangkan gejala , penyebab lebih dalam tidak
dipengaruhi.
3. Terapi radiasi : Terapi yang bertujuan untuk membunuh sel sel yang tumbuh dengan
cepat seperti sel kanker yaitu dengan memenfaatkan proses ionisasi
dengan dosis kurang dari 75 cgy bila lebih dari itu akan menyebabkan
degenerasi asinar, fibrosis, dan atropi.
Terapi ini memanfaatkan gelombang sinar gamma, sinar x, sinarproton, dan sinar neutron untuk menghancurkan sel kanker.
Mengobati dengan cara menembus jaringan untuk membunuh selneoplasma dengan proses ionisasi sehingga menyebabkan sel hilang
kempuan untuk hidup.
4. BMS : Gejala berupa nyeri pada mulut yang biasanya ditemukan pada 2/3
anterior lidah, palatum durum, dan bibir, gejala berupa panas dan
terbakar, gejala tidak disertai gejala klinis maupun laboratoris.
Biasanya disebabkan oleh xerostomia atau penggunaan obat-obatan.
Tanpa penyebab yang jelas dan dapat secara tiba-tiba.5. Suspect :
Diagnosis sementara.
8/12/2019 DEWI TUT 3
3/48
3
6. Mukositis radiasi : Inflamasi pada rongga mulut karena efek samping dari radiasi bagian
kepala dan leher. Proses dinamis, muncul pada hari ke 5- 14 setelah
perawatan, melibatkan seluruh mukosa dan submukosa.
Reaksi inflamasi dapat berupa ulser dan tidak terbatas pada ronggamulut saja, sering dikaitkan dengan pemberian radioterapi.
Efek radiasi bersifat sementara, dapat berhenti jika terapi dihentikan.7. Ulser :
Luka terbuka dengan kehilangan seluruh epitel dari permukaan himgga
dasarnya himgga sampai jaringan dibawahnya (jaringan ikat). Kondisi
patologis
8. Eritema :Kemerahan pada kulit atau mukosa disebabkan pelebaran pembuluh darah
kapiler yang reversible.
Edema :
Pembengkakan karena peningkatan cairan ekstraseluler dan ekstravaskuler
serta penimbunan cairan abnormal.
9. RAS : Lesi mukosa rongga mulut yang paling umum sering terjadi,
ditandai dengan ulser yang timbul berulang di mukosa mulut
pasien dengan tanpa adanya gejala dari penyakit lain. Penyebabnya
dapat berupa hormonal, stress, traumatic.
Luka atau lesi pada jaringan lunak, rekuren, dapat hilang kemudianmuncul lagi, dan bukan karena infeksi.
Berupa ulser putih kekuningan tidak membahayakan.10.Fisur :
Retakan kecil melalui epidermis dan memaparkan dermis pada kulit kering
dan mengalami inflamasi kronis.
8/12/2019 DEWI TUT 3
4/48
4
STEP 2 (Menetapkan Permasalahan)
1. Mengapa setelah terapi radiasi pasien mengalami RAS, candidiasis oraldan BMS?
2. Apa ada perawatan untuk mencegah efek samping dari terapi radiasi?3. Alasan mengapa drg memberikan terapi simtomatis pada kunjungan
pertama?
4. Apa perawatan setelah terapi pada kunjungan pertama?5. Apa perbedaan penatalaksanaan mukositis dengan mukositis radiasi?
STEP 3 (Menjawab Permasalahan)
1. Setelah terapi radiasi pasien mengalami RAS, candidiasis oral dan BMSkarena:
Karena radioterapi yang dilakukan kepada sel patologis secara tidaklangsung mengenai sel-sel sehat yang berada disekitar sel-sel patologis
tersebut. Akibatnya memicu proliferasi sel secara berlebihan sehinggamempercepat kerusakan sel. Efek lainnya juga terjadi mutasi gen pada
sel-sel sehat disekitar sel-sel patologis sehingga menimbulkan
manifestasi pada rongga mulut.
Radioterapi pada kepala dan leher dapat menyebabkan kerusakanpermanen pada glandula saliva. Kerusakan ini dapat menyebabkan
produksi saliva menurun (hiposalivasi) yang dapat menyebabkan
xerostomia, halitosis, sensasi mulut terbakar, intoleransi makanan
pedas dan panas, kandidiasis, mukositis, dll.
Perubahan pada kelenjar ludah rongga mulut karena xerostomia yangdisebkan karena sel asinar yang terganggu karena radiasi, jadi volume
saliva turun, protein saliva naik, PH rendah dan bakteri meningkat.
Karena usia pasien yang sudah tua yaitu 60 tahun sehingga perbaikanDNA maupun jaringan tidak sebaik pada orang yang lebih muda.
8/12/2019 DEWI TUT 3
5/48
5
2. Perawatan untuk mencegah efek samping dari terapi radiasi: Sebagai dokter gigi, melakukan evaluasi jaringan periodonsium dan
karies gigi
Foto panoramic apakah ada kelainan secara klinis Untuk mencegah kandidiasis dengan tablet isap PTA Pemenuhan gizi, jika gizi kurang maka akan memperlambat proses
penyembuhan
Prosedur pencabutan tidak bisa dilakukan kurang dari 2 minggusebelum melakukan radioterapi
Pada pasien tidak bergigi, tidak boleh memakai gigi tiruan karena akanmenyebabkan iritasi berkepanjangan
Menyarankan pasien untuk menjaga oral hygine Menghindari penggunaan alcohol dan tembakau Memotivasi pasien dengan melakukan tanya jawab antara pasien
dengan dokter
Mengkonsumsi makanan berprotein tinggi, vitamin, dan mineral Pencegahan trismus, pasien dilatih membuka dan menutup mulut Pemberia vaselin pada bibir Kumur larutan klorheksidin Bisa diberikan obat perangsang saliva Suplemen oral zinc sulfat untuk mengurangi efek samping radiasi
3. Dokter gigi memberikan terapi simtomatis pada kunjungan pertama agarmengurangi penyakit atau rasa sakit yang terjadi sebelum dilakukanradioterapi sehingga tidak memperparah penyakit yang tibul akibat
radioterapi. Karena tidak mungkin melakukan terapi kausatif yaitu
menghilangkan etiologi dari penyakit tersebut yakni terapi radiasi karena
jika tidak dilakukan terapi radiasi maka tidak akan menyembuhkan kanker
nasofaring.
4. Perawatan setelah terapi simptomatik:
8/12/2019 DEWI TUT 3
6/48
6
Terapi kausatif Terapi yang ditujukan untuk menghilangkanfaktor penyebab (etiologi) sehingga penyakit tidak timbul lagi.
Terapi paliatif Terapi yang ditujukan untuk meningkatkankualitas hidup pasien dengan meminimalkan perkembangan dari
perjalanan suatu penyakit, juga dengan dukungan dari keluarga, faktor
psikologis, dan lingkungan.
Terapi supportif Terapi yang ditujukan untuk meningkatkanfungsi tubuh secara normal.
5. Penatalaksanaan sama hanya karena penyebab yang berbeda yangmempengaruhi penyembuhan. Perbedaannya pada waktu penyembuhan
berbeda karena mukositis radiasi tidak akan sembuh jika terapi radiasi
tidak dilakukan.
8/12/2019 DEWI TUT 3
7/48
7
STEP 4 (Menarik Kesimpulan Langkah/ Maping)
Kanker Nasofaring
Terapi Radiasi
Efek Samping Radioterapi
Pra Terapi Radiasi
Kelenjar
Saliva
Rahang Tulang Gigi Mukosa Sistemik
Xerostomia,
Hiposalivasi
Trismus Osteo-
radionek
rosis
Karies,
Hiperemia
BMS,
RAS,
Mukositis,
Candidiasis
Kanker
Penatalaksanaan
Pasca Terapi
8/12/2019 DEWI TUT 3
8/48
8
STEP 5 (Menentukan Tujuan Belajar)
LEARNING OBJECTIVE
1. Mampu menjelaskan macam-macam terapi.2. Mampu menjelaskan penatalaksanaan lesi jaringan lunak rongga
mulut.
3. Mampu menjelaskan penatalaksanaan efek samping radioterapi padarongga mulut:
a. Pra terapib. Terapic. Pasca terapi.
4. Mampu menjelaskan efek samping radioterapi di seluruh tubuh.
PR
1. Mengapa candidiasis diberi antibiotik?
STEP 6 (Belajar Mandiri)
8/12/2019 DEWI TUT 3
9/48
9
BAB II. PEMBAHASAN
(STEP 7)
1. Macam-macam terapi jaringan lunak rongga mulut:A. Terapi simptomatik
Terapi ini termasuk dalam fase kuratif atau pengobatan, merupakan
pengobatan yang ditujukan untuk menghilangkan gejala atau keluhan
yang timbul, bukan mengobati sumber penyakit. Contoh obat yang
termasuk terapi ini adalah analgesik untuk nyeri, antiinflamasi untuk
peradangan, antitusif untuk batuk, antihistamin untuk alergi, antipiretik
untuk panas, dll.
B. Terapi kausatifTerapi ini termasuk dalam fase kuratif atau pengobatan, merupakan
pengobatan yang ditujukn untuk menghilangkan faktor etiologi atau
penyebab sehingga mencegah terjadinya rekurensi. Istilah lainnya,
terapi ini adalah terapi yang ditujukan untuk membasmi penyakit ddari
akarnya. Contoh obat-obatan yang digunakan adalah antibiotik.
C. Terapi paliatifPerawatan kesehatan terpadu yang bersifat aktif dan menyeluruh,
dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Tujuannya untuk
mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang umur, menaikkan
kualitas hidup dan memberikan support kepada keluarga. Meski pada
akhirnya pasien meninggal, yang terpenting sebelum meninggal pasien
sudah siap secara psikologis dan spiritual juga tidak stress menghadapi
penyakit yang dideritanya. Yang ditekankan disini adalah terapi
palliatif bukan untuk menyembuhkan penyakit serta subjek dari terapi
ini adalah pasien serta keluarga.
Menurut dr. Maria A. Witjaksono, dokter Palliative Care RS
Kanker Dharmais Jakarta, prinsip-prinsip terapi paliatif adalah:
8/12/2019 DEWI TUT 3
10/48
10
menghargai setiap kehidupan
menganggap kematian adalah proses normal tidak mempercepat atau menunda kematian menghargai keinginan pasien dalam mengambil keputusan menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang mengganggu mengintegrasikan aspek psikologis, sosial dan spiritual dalam
merawat pasien dan keluarga
menghindari tindakan medis yang sia-sia
memberikan dukungan yang diperkukan agar pasien tetap aktifsesuai dengan kondisinya sampai akhir hayat
memberikan dukungan kepada keluarga dalam masa suka dan duka(Jurnal pendidikan khusus vol 5 no 2 Nov 2009)
Terapi paliatif diberikan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien
yang menderita penyakit yang serius atau membahayakan jiwa. Tujuan
dari pengobatan paliatif adalah mencegah atau merawat sedini
mungkin gejala-gejala penyakit, dan efek samping yang disebabkan
dari pengobatan penyakit tersebut, serta masalah-masalah psikologis,
sosial dan spiritual yang terkait dengan penyakit atau pengobatannya.
Terapi paliatif diantaranya:
Mengurangi rasa sakit dan gejala tidak nyaman lainnya. Menegaskan arti kehidupan dan memandang kematian sebagai
suatu proses yang normal.
Tidak bertujuan untuk mempercepat ataupun menunda kematian. Memadukan aspek-aspek psikologi dan spirital dalam pengobatan
pasien.
Menawarkan dukungan untuk membantu pasien hidup seaktifmungkin sampai saat meninggalnya.
Menawarkan dukungan untuk membantu keluarga pasien agartabah selama pasien sakit serta di saat-saat sedih dan kehilangan.
8/12/2019 DEWI TUT 3
11/48
11
Menggunakan pendekatan secara tim untuk menjawab kebutuhanpasien dan keluarganya, termasuk dukungan di saat-saat sedih dan
kehilangan, jika diperlukan
Meningkatkan kualitas hidup, dan memberikan pengaruh positifselama sakit.
Dapat diterapkan sejak awal pengobatan penyakit, bersamaandengan terapi-terapi lain yang bertujuan untuk memperpanjang
hidup misalnya kemoterapi atau terapi radiasi, dan mencakup
penyelidikan yang diperlukan untuk dapat memahami dan
menangani berbagai komplikasi klinis yang menyulitkan dengan
lebih baik.
D. Terapi supportifTerapi yang ditujukan untuk meningkatkan fungsi tubuh secara
normal. Kriteria penilaian jasmani (kondisi fisik pasien semakin sehat),
kognitif (pasien dapat berfikir jernih), emosi (stabil, bahagia, beban
emosi berkurang), sosial (dapat mrnjalin hubungan dengan lingkungan
tanpa terbebani penyakit).
2. Penatalaksanaan lesi jaringan lunak rongga mulutA. Stomatitis Aphtousa Rekuren (SAR) Pengertian:
adalah lesi mukosa rongga mulut yang paling umum sering terjadi,
ditandai dengan ulser yang timbul berulang di mukosa mulut pasien
dengan tanpa adanya gejala dari penyakit lain. Saat ini SAR tidak lagi
dianggap sebagai penyakit tunggal tetapi cenderung sebagai keadaan
patologis dengan manifestasi klinis yang serupa. Gangguan
immunologi, defisiensi nutrisi, alergi, trauma, kebiasaan (habit),
hormonal dan keadaan psikologis memiliki keterkaitan dengan SAR.
Etiologi:
8/12/2019 DEWI TUT 3
12/48
12
Faktor herediter
Hematologik defisiensi terutama zat besi, folat, vitamin B12 Abnormalitas immunologis atau hipersensitif terhadap
organisme oral seperti Streptococcus sanguis
Trauma Stress psikologis Kecemasan (anxiety) Alergi terhadap makanan seperti susu, keju, gandum dan terigu
Detergen sodium lauryl sulfat yang terkandung dalam pastagigi
Manif estasi Kli nis:Lesi pada mukosa oral didahului dengan timbulnya gejala seperti
terbakar (prodormal burning) pada 2-48 jam sebelum ulser muncul.
Selama periode initial akan terbentuk daerah kemerahan pada area
lokasi. Setelah beberapa jam, timbul papul, ulserasi, dan berkembang
menjadi lebih besar setelah 48-72 jam.
Lesi bulat, simetris, dan dangkal, tetapi tidak tampak jaringan yang
sobek dari vesikel yang pecah. Mukosa bukal dan labial merupakan
tempat yang paling sering terdapat ulser. Namun ulser juga dapat
terjadi pada palatum dan ginggiva.
Berdasarkan manifestasi klinis terdapat tiga kategori SAR:
Ulser Minor (atau disebut juga dengan nama Mikuliczsaphthae atau mild aphthous ulcers) : 80% dari total kejadian,
diameter 1cm,
Ulser Mayor (bisa disebut juga dengan istilah periadenitismucosa necrotica recurrens atau Suttons disease) : 10%-15%
dari total kejadian, diameter >1cm, sakit, waktu sembuh lebih
lama dan sering meninggalkan jaringan parut, terkadang
8/12/2019 DEWI TUT 3
13/48
13
melibatkan kelenjar ludah minor. Demam, disfagia dan malaise
terkadang muncul pada saat awal munculnya penyakit. Sering
terdapat pada bibir, palatum lunak
Ulser Herpetiform (menyerupai manifestasi herpes simpleks) :5%-10% dari total kejadian, diameter 1-3mm, berjumlah
banyak, berbentuk bulat, sakit, mengenai hampir seluruh
mukosa mulut.
Terapi (Kasus ringan) dapat diaplikasikan obat topikal seperti orabase.
Sebagai pereda rasa sakit dapat diberikan topikal anestesi.
(Kasus berat) dapat diaplikasikan preparat kortikosteroidtopikal, seperti triamcinolon atau fluorometholon (2-3 kali
sehari setelah makan dan menjelang tidur).
Tetrasiklin obat kumur dan gel dapat mempersingkat waktupenyembuhan ulser.
Pada pasien ulser major atau multiple ulser minor yang parahyang tidak responsif terhadap terapi topikal, diberikan terapi
sistemik.
Terapi ulser traumatik: membersihkan ulser dengan normalsaline atau hydrogen peroksida dengan campuran air.
PencegahanDengan mengetahui penyebabnya, kita diharapkan dapat
menghindari terjadinya stomatitis (sariawan), diantaranya dengan
menjaga kebersihan rongga mulut serta mengkonsumsi nutrisi yang
cukup, terutama pada makanan yang mengandung vitamin B12 dan zat
besi. Selain itu dianjurkan untuk menghindari stress. Namun bila
sariawan selalu hilang timbul, dapat mencoba dengan kumur-kumur air
garam hangat dan berkonsultasi dengan dokter gigi dengan meminta
8/12/2019 DEWI TUT 3
14/48
14
obat yang tepat sariawannya. Ada beberapa usaha lain yang dilakukan
untuk mencegah munculnya sariawan. Misalnya, menjaga kesehatan
umum terutama kesehatan pada mulut, menghindari luka pada mulut
saat menggosok gigi atau saat menggigit makanan, menghindari pasta
gigi yang merangsang, menghindari kondisi stress, menghindari
makanan yang terlalu panas atau terlalu dingin, sering mengkonsumsi
buah dan sayuran, terutama vitamin B, vitamin C, dan zat besi; serta
menghindari makanan dan obat-obatan atau zat yang dapat
menimbulkan reaksi alergi pada rongga mulut.
B. Mukositis Pengertian
Mukositis oral didefinisikan sebagai suatu eritem dan ulserasi di
mukosa oral yang terjadi pada pasien dengan kanker yang dirawat
dengan kemoterapi dan/atau radiasi di daerah yang berdekatan dengan
rongga mulut. Lesi mukositis oral seringkali terasa sangat sakit dan
mengganggu asupan nutrisi, kebersihan mulut sehingga meningkatkan
resiko terjadinya infeksi lokal dan sistemik. Oleh karena itu, mukositis
oral merupakan komplikasi perawatan kanker yang sangat berpengaruh
padaa terapi kanker dan seringkali terkait dengan komplikasi yang
berhubungan dengan dosis terapi (Vera, 2007).
EtiologiMukositis oral terjadi akibat efek inflamasi dan sitotoksik dari
pemberian radioterapi dan atau kemoterapi. Mukositis oral akibatradioterapi secara patofisiologis merupakan efek langsung sitotoksik
terhadap epitel dan respon inflamasi lokal. Selain itu, radiasi juga akan
mengenai struktur fasial dan oral termasuk kelenjar saliva mayor.
Saliva membantu mengatur homeostasis oral dengan perannya sebagai
pelembab, pelumas, bufer, dan antimikroba. Perubahan kuantitas dan
kualitas saliva akan berefek pada fisiologi, pertahanan, dan ekologi
8/12/2019 DEWI TUT 3
15/48
15
mikrobial orofaring, sehingga menurunkan kemampuan proteksi
mukosa mulut (Leung, 2003).
Insidensi mukositis oral biasanya ditemukan cukup tinggi pada
pasien dengan tumor primer di rongga mulut, orofaring atau
nasofaring, pasien dengan perawatan kemoterapi konkomitan,
pasien yang menerima radiasi lebih dari 5000 cGy dan pasien yang
menerima terapi radiasi fraksinasi (Lalla, 2008).
Beberapa faktor diketahui mempunyai peran dalam membedakan
timbulnya mukositis oral pada pasien yang menjalani kemoterapi dan/
atau radiasi untuk kanker di regio kepala dan leher. Faktor-faktor
tersebut adalah usia, jenis kelamin, penyakit sistemik, ras dan faktor
spesifik yang terkait dengan jaringan. Faktor spesifik jaringan
meliputi jenis jaringan epitel, kebersihan rongga mulut yang terkait
dengan mikroba oral dan fungsi jaringan (Lalla, 2005).
Penatalaksanaan M ukositi s Oral:Sampai saat ini, terapi paliatif merupakan pilihan untuk
menatalaksana pasien dengan mukositis oral. Beberapa upaya
penatalaksanaan dengan intervensi terapi saat ini sedang
dikembangkan. Berdasarkan rekomendasi dari MASCC (Multinational
Association for Supportive Care in Cancer)/ISOO (International
Society for Oral Oncology), penatalaksanaan klinis mukositis oral
yang disebutkan dalam Panduan Mukositis Oral mencakup: asupan
nutrisi yang adekuat, kontrol rasa sakit, kontrol mikroorganisme oral,
mengatasi keluhan mulut kering, mengatasi perdarahan oral dan
terakhir adalah intervensi dengan upaya terapi (Lalla, 2005).
Menurut Eilers (2004), beberapa intervensi yang dapat dilakukan
untuk mukositis akibat kemoterapi atau radiologi adalah:
Oral care protocolOral care atau perawatan mulut merupakan salah satu tindakan
yang bertujuan menjaga kesehatan mulut. Oral care protocol dapat
8/12/2019 DEWI TUT 3
16/48
16
membantu meminimalkan efek mukositis akibat kemoterapi,
karena dapat mengurangi jumlah mikroflora, nyeri dan perdarahan,
serta mencegah infeksi.
Agen kumurAgen kumur sering digunakan dalam pencegahan mukositis.
Secara umum, agen kumur digunakan untuk membilas debris dan
membantu mulut tetap lembut dan lembab. Agen kumur harus
memiliki karakteristik sebagai pembersih non-iritatif dan tidak
membuat mulut kering. Zat yang dapat berperan sebagai pembersih
mulut antara lain normal saline, sodium bikarbonat,
campuran normal saliine dengan sodium bikarbonat, madu, dan
beberapa jenis herbal tertentu.
Pelindung mukosaPelindung mukosa diharapkan dapat meningkatkan proses
penyembuhan dan regenerasi sel.
Agen antiseptikYang termasuk dalam agen anti septik antara
lain chlorhexidine, hidrogen peroksida, dan povidone iodine.
Agen anti inflamasiAgen anti inflamasi berfungsi untuk mengurang inflamasi yang
terjadi akibat mukositis. Beberapa agen anti inflamasi
diantaranya kamilason liquid, chamomile, dan kortikosteroid oral.
Agen topikalAgen topikal adalah agen yang diberikan untuk memberikan
proteksi mukosa secara topikal, diantaranya adalah lidocaine,
capsaicine, dan morfin topikal.
C. BMS Pengertian
Sindrom mulut terbakar (BMS) digunakan untuk menerangkan
adanya keluhan rasa terbakar pada lidah, palatum, atau bibir. Dimasa
8/12/2019 DEWI TUT 3
17/48
17
lampau istilah glosodinia, stomatopirosis, dan diestesia oral digunakan
untuk menerangkan kondisi ini (Lewis, 1998).
Pemeriksaan mukosa mulut pada BMS tidak menunjukkan adanya
suatu abnormalitas. Kadang-kadang pasien menunjukkan daerah yang
dicurigakan tapi umumnya itu hanya merupakan papilla lingual yang
menonjol atau kelenjar sebasea (Lewis, 1998).
Ada 3 tipe penderita BMS itu sendiri:
Tipe 1 rasa terbakar tidak terjadi pada waktu bangun tidur dipagihari tetapi akan terasa bila hari telah siang.
Tipe 2 rasa terbakar dirasakan pada pagi hari segera setelah bangundan menetap sampai penderita tidur lagi.
Tipe 3 rasa terbakar hilang timbul dan menyerang tempat-tempatyang tidak umum, seperti dasar mulut dan tenggorokan (Lewis,
1998).
Faktor etiologi: Defisiensi B1
Pasien harus diberi vitamin B1 300 mg sekali sehari untuk
waktu 1 bulan
Defisiensi B6Pasien harus diberi vitamin B650 mg setiap 8 jam untuk waktu
1 bulan
Defisiensi zat besi Defisiensi asam folat Diabetes melitus Kandidosis
Terapi obat nystatin oral suspensi
Desain geligi tiruanBila desain gigi tiruan tidak baik, harus dibuatkan gigi tiruan
yang baru.
Xerostomia
8/12/2019 DEWI TUT 3
18/48
18
Kecepatan aliran saliva harus diperiksa kemudian diberi terapi
penatalaksanaan xerostomia seperti: sering minum air,
mengunyah permen karet, dsb.
Kebiasaan parafungsionalTerapi obat antidepresi trisiklik
Fobia kankerTerapi obat antidepresi trisiklik
Penatalaksanaannya: Pengobatan pada mulanya harus mencakup memberi penjelasan
kepada pasien tentang sifat masalah dan bahwa tidak ada
gangguan serius terutama kanker mulut, yang menyebabkan
masalah tersebut.
Pasien harus diberi vitamin B1 300 mg sekali sehari danvitamin B650 mg setiap 8 jam untuk waktu 1 bulan.
Bila desain gigi tiruan tidak baik, harus dibuatkan gigi tiruanyang baru.
Pasien harus dipanggil kembali untuk pengecekan setelah 4minggu kemudian, pada saat mana tes hematologi dan
mikrobiologi mungkin perlu dilakukan. Setiap keabnormalan
yang dijumpai harus dikoreksi dengan penatalaksanaan yang
tepat.
Terapi obat antidepresi trisiklik mempunyai peran padapenderita BMS yang tidak mempunyai faktor-faktor presipitasi
lainnya.
Prognosis:Pada umumnya prognosis BMS tipe 1 lebih baik daripada tipe 2,
karena pada tipe yang disebutkan terakhir, kecemasan kronis
merupakan penghambat kesembuhan. Prognosis BMS tipe 3 umumnya
8/12/2019 DEWI TUT 3
19/48
19
baik, asalkan faktor diet baik dan tidak dijumpai adanya faktor alergi.
Secara keseluruhan, tingkat kesembuhan 70% dari kasus-kasus BMS
dapat diharapkan. Keberhasilan terapi BMS tergantung pada
diketahuinya semua faktor etiologi.
D. Candidiasis Pengertian
Kandidiasis adalah suatu penyakit infeksi pada kulit dan mukosa
yang disebabakan oleh jamur kandida. Kandida adalah suatu spesies
yang paling umum ditemukan di rongga mulut dan merupakan flora
normal. Telah dilaporkan spesies kandida mencapai 40 60 % dari
seluruh populasi mikroorganisme rongga mulut (Silverman,2001).
Terdapat lima spesies kandida yaitu k.albikans, k. tropikalis, k.
glabrata, k. krusei dan k. parapsilosis. Dari kelima spesies kandida
tersebut k. albikans merupakan spesies yang paling umum
menyebabakan infefksi di rongga mulut.(Nolte,1982)
EtiologiTerjadinya Kandidiasis di pengaruhi oleh beberapa faktor terutama
pengguna protesa, serostomia (sjogren syndrome), penggunaan radio
therapy, obat obatan sitotoksis, konsentrasi gula dalam darah
(diabetes), penggunaan antibiotik atau kortikosteroid, penyakit
keganasan (neoplasma), kehamilan, defisiensi nutrisi, penyakit
kelainan darah, dan Penderita Immuno supresi (AIDS). (Silverman S,
2001).
Gambaran Kli nisSecara klinis kandidiasis dapat menimbulkan penampilan yang
berbeda, pada umumnya berupa lesilesi putih atau area eritema difus
(Silverman S, 2001).
8/12/2019 DEWI TUT 3
20/48
20
Penderita kandidiasis akan merasakan gejala seperti rasa terbakar
dan perubahan rasa kecap. Pada pemeriksaan klinis dapat
diklasifikasikan menjadi lima tipe yaitu akut pseudomembran
kandidiasis (thrush), kronis hiperplastik kandidiasis, kronis atrofik
kandidiasis (denture stomatitis), akut atrofik kandidiasis dan angular
sheilitis (Nolte,1982).
Thrush mempunyai ciri khas dimana gambarannya berupa plak
putih kekuning kuningan pada permukaan mukosa rongga mulut,
dapat dihilangkan dengan cara dikerok dan akan meninggalkan
jaringan yang berwarna merah atau dapat terjadi pendarahan. Plak
tersebut berisi netrofil, dan sel sel inflamasi sel epitel yang mati dan
koloni atau hifa. (Greenberg M. S., 2003). Pada penderita AIDS
biasanya lesi menjadi ulserasi, pada keadaan dimana terbentuk ulser,
invasi kandida lebih dalam sampai ke lapisan basal. (Mc Farlane
2002).
Kronis hiperplastik kandidiasis disebut juga kandidiasis
leukoplakia, lesinya berupa plak putih yang tidak dapat dikerok,
gambaran ini mirip dengan leukoplakia tipe homogen.
(Greenberg.2003).
Keadaan ini terjadi diduga akibat invasi miselium ke lapisan yang
lebih dalam pada mukosa rongga mulut, sehingga dapat berproliferasi,
sebagai respon jaringan inang. (Greenberg M 2003). Kandidiasis
leukoplakia sering ditemukan pada mukosa bukal, bibir dan lidah.
Kronis atrofik kandidiasis ,mempunyai nama lain yaitu denture
stomatitis dan denture sore mouth. Faktor predisposisi terjadinya
kandidiasis tipe ini adalah trauma kronis, sehingga menyebabkan
invasi jamur ke dalam jaringan dan penggunaan geligi tiruan tersebut
menyebabkan akan bertambahnya mukus dan serum, akan tetapi
berkurangnya pelikel saliva.
8/12/2019 DEWI TUT 3
21/48
8/12/2019 DEWI TUT 3
22/48
22
amfotericine B, nystatin, miconazole, clotrimazole, ketokonazole,
itrakonazole dan flukonazole:
Amfoterisin B dihasilkan oleh Streptomyces nodusum, mekanismekerja obat ini yaitu dengan cara merusak membran sel jamur. Efek
samping terhadap ginjal seringkali menimbulkan nefrositik.
Sediaan berupa lozenges (10 ml ) dapat digunakan sebanyak 4 kali
/hari.
Nystatin dihasilkan oleh streptomyces noursei,mekanisme kerjaobat ini dengan cara merusak membran sel yaitu terjadi perubahan
permeabilitas membran sel. Sediaan berupa suspensi oral 100.000
U / 5ml dan bentuk cream 100.000 U/g, digunakan untuk kasus
denture stomatitis.
Miconazole mekanisme kerjanya dengan cara menghambat enzimcytochrome P 450 sel jamur, lanosterol 14 demethylase sehingga
terjadi kerusakan sintesa ergosterol dan selanjutnya terjadi ketidak
normalan membrane sel. Sediaan dalam bentuk gel oral (20
mg/ml), digunakan 4 kali /hari setengah sendok makan, ditaruh
diatas lidah kemudian dikumurkan dahulu sebelum ditelan.
Clotrimazole, mekanisme kerja sama dengan miconazole, bentuksediaannya berupa troche 10 mg, sehari 34 kali.
Ketokonazole (ktz) adalah antijamur broad spectrum.Mekanismekerjanya dengan cara menghambat cytochrome P450 sel jamur,
sehingga terjadi perubahan permeabilitas membran sel, Obat inidimetabolisme di hepar.Efek sampingnya berupa mual / muntah,
sakit kepala,parestesia dan rontok. Sediaan dalam bentuk tablet
200mg Dosis satu kali /hari dikonsumsi pada waktu makan.
Itrakonazole, efektif untuk pengobatan kandidiasis penderitaimmunocompromised. Sediaan dalam bentuk tablet ,dosis
200mg/hari. selama 3 hari.,bentuk suspensi (100-200 mg) /
hari,selama 2 minggu. (Greenberg, 2003) Efek samping obat
8/12/2019 DEWI TUT 3
23/48
23
berupa gatal-gatal,pusing, sakit kepala, sakit di bagian perut
(abdomen),dan hypokalemi
Flukonazole, dapat digunakan pada seluruh penderita kandidiasistermasuk pada penderita immunosupresiv Efek samping mual,sakit
di bagian perut, sakit kepala,eritme pada kulit. Mekanisme
kerjanya dengan cara mempengaruhi Cytochrome P 450 sel jamur,
sehingga terjadi perubahan membran sel . Absorpsi tidak
dipengaruhi oleh makanan. Sediaan dalam bentuk capsul
50,mg,100mg, 150mg dam 200mg Single dose dan intra vena.
Kontra indikasi pada wanita hamil dan menyusui.
(Mc cullough, 2005)
Kandidiasis oral sering dikelompokkan menjadi empat kelompok,
yaitu :
1. Pseudomembran akut ( trush )Kandidiasis oral jenis ini dikarakteristikkan oleh bercak-bercakkuning krem yang lunak, yang mengenai daerah mukosa mulut
yang luas. Plak ini tidak melekat dan biasanya mudah dikelupas
untuk memperlihatkan mukosa eritematus dibawahnya.
Penatalaksanaan. Terapi polyenen secara topical harus membawa
kesembuhan dalam 7-10 hari. Pengobatan harus dilanjutkan selama
2 minggu setelah penyembuhan klinis yang dalam istilah klinis
berarti selama 4 minggu.
2. Atrofik akutMukosa oral pada bentuk kandidiasis ini bersifat eritematus. Faktor
predisposisi yang mengakibatkannya dalah pengobatan dengan
antibiotic, pengobatan dengan streroid serta infeksi HIV. Beda
dengan bentuk-bentuk kandidiasi oral lain, kandidiasis eritamtus
akut seringkali menimbulkan rasa sakit.
8/12/2019 DEWI TUT 3
24/48
24
Penatalaksanaan. Terapi polyene secara topical harus diberikan
selama 4 minggu. Terapi antibiotic harus dihindari. Penderita
dengan terapi steroid secara inhalasi harus dianjurkan untuk
berkumur-kumur dengan air setelah terapi inhalasi untuk
mengurangi jumlah steroid di dalam rongga mulut.
3. Hiperplastik kronisInfeksi Candida kronis dapat menimbulkan perubahan hiperplastik
dari epitel yang secar klinis berupa bercak-bercak putih.
Penatalaksanaan. Terapi antijamur jangka panjang (sampai 3
bulan) harus diberikan dalam bentuk polyene secara topical. Akhir-
akhir ini telah ditemukan bahan antijamur sistemik yang dapat
menghasilkan kesembuhan klinis dalam 2-3 minggu. Setiap
defisiensi zat besi serta penyakit yang mendasarinya harus
disembuhkan.
4. Atrofik kronisIni merupakan jenis kandidiasis yang paling sering dijumpai dan
menyerang seperempat sampai dua pertiga penderita yang
memakai gigi palsu.
Penatalaksanaan. Pengobatan dilakukan dengan bahan polyene
antijamur secar topical, diberikan tiap 6 jam selama 4 minggu.
Pada kasus ini kebersihan geligi tiruan merupakan hal yang
penting. Oleh karena itu penderita dianjurkan untuk merendam gigi
palsunya dalam larutan hipoklorit semalaman untuk menghindari
setiap kemungkinan pertumbuhan jamur.
(Michael, 1998)
3. Penatalaksanaan efek samping radioterapiA. Pra Terapi Radiasi
Mengontrol asupan makan, terutama untuk menghindari makananyang mudah membntuk plak seperti coklat. Juga menghindari
makanan yang dapat mengiritasi mukosa seperti keripik kentang.
8/12/2019 DEWI TUT 3
25/48
25
Pemberitahuan, motivasi dan tanya jawab dengan pasien dankeluarga agar pasien dapat menyadari dan menjalankan persiapan
rongga mulut yang memaksimal mungkin sebelum terapi radiasi
dilakukan.
Menghindari penggunaan tembakau dan alkohol karena bahan inidapat mengiritasi mukosa mulut.
Pasien yang masih bergigiPemeriksaan pra-terapi dilakukan dengan maksud mencegah
timbulnya fokus infeksi. Pada pasien yang masih bergigi,
pemeriksaan mukosa rongga mulut, gigi-geligi, periodonsium,
kelenjar saliva, dan rahangnya harus dilakukan oleh ahli bedah oro-
maksilo-fasial atau dokter gigi. Demikian juga tingkat kebersihan
mulutnya harus dievaluasi. Pada semua gigi yang telah ditambal,
tidak boleh dilupakan mengetes kevitalan pulpanya.
Selain itu harus dibuat juga radiografi standar, misalnya
panorex dan radiograf intraral, untuk memeriksa ada tidaknya
karies, sisa-sisa akar, granuloma periapeks, keadaan gigi yang
masih ada, dan poket infra-bony. Perawatan yang diperlukan untuk
menanggulangi keadaan tersebut harus sudah dituntaskan sebelum
terapi sinar dimulai.
Sebelum terapi sinar dimulai, keadaan kesehatan rongga mulut
harus dibuat seoptimal mungkin. Perawat gigi harus melakukan
skaling dan root planning yang sempurna, melalukan pemolesan
tambalan dengan baik dan menghaluskan tonjol-tonjol gigi yang
tajam agar tidak menimbulkan iritasi mekanik, dan membantu
pasien dalam melaksanakan upaya-upaya preventif. Pemeriksaan
dan perawatan sebelu penyinaran merupakan tindakan yang sangat
penting dalam rangka mencegah timbulnya osteoradionekrosis.
Efek samping berbahaya yang potensial ini, sebagai akibat
berlubangnya gigi, parodontitis yang parah dan pencabutan gigi,
yang mungkin timbul jika kebersihan mulut tidak diusahakan
8/12/2019 DEWI TUT 3
26/48
26
secara optimal, harus betul-betul ditekankan pencegahannya.
Selain itu semua perawatan misalnya perawatan endodontik,
pencabutan, atau penambalan harus sudah diselesaikan sebelum
dimulainya terapi penyinaran. Prosedur bedah seperti pada
pencabutan misalnya, harus dilakukan dengan hati-hati sekali agar
dicapai penyembuhan yang cepat dan baik. Prosedur-prosedur ini
mungkin akan menjadi kontraindikasi kalau dilakukan pada saat
penyinaran atau sesudahnya jika gigi-gigi termaksud berada di
daerah yang disinari. Biasanya disepakati bahwa waktu yang
diberikan setelah tindakan perawatan itu selesai adalah 2 minggu
dimana dianggap penyembuhannya pada saat itu telah jelas.
Pada pasien yang bergigi, pemberian preparat fluor diperlukan
apabila daerah penyinarannya meliputi lebih dari dua kelenjar
saliva yang besar, karena dosis yang rendah pun akan
menyebabkan berkurangknya aliran saliva dengan menurunnya pH
dan kandungan bikarbonatnya. Jika pada dosis kumulatif 40 Gy
masih memberikan hialngnya kemampuan protektif karena
pembersihan alamiahnya sudah berkurang, kapasitas bufer
menghilang, dan faktor-faktor antibakteri terganggu. Jika ditambah
dengan diet yang kariogenik maka hal ini akan berakibat timbulnya
macam karies yang sangat merusak yakni karies radiasi (karies
rampan). Untuk mencegah timbulnya karies radiasi ini, dibuat
sendok cetak perorangan bagi aplikasi fluor selama dan sesudah
terapi penyinaran. Gel fluor netral diaplikasikan sekali dua hari
selama 5 menit. Perawat harus membimbing dan mengawasi
pelaksanaan terapi fluor ini dengan ketat serta memberikan nasihat
mengenai diet yang tidak kariogenik.
Pasien tidak bergigiSebelum terapi penyinaran dimulai, tetap harus dilakukan
pemeriksaan yang teliti pada rongga mulut pasien baik oleh dokter
gigi ataupun ahli bedah mulut. Mutu kecekatan gigi tiruan harus
8/12/2019 DEWI TUT 3
27/48
27
diperiksa dengan teliti, demikian juga kondisi mukosa rongga
mulutnya. Pemeriksaan radiograf dibuat untuk memeriksa ada
tidaknya fokus infeksi misalnya kista residual, sisa akar dan
sebagainya.
Jika diperlukan terapi pembedahan. Tindakan ini harus
dikerjakan dan diselesaikan dua minggu sebelum terapi
penyinaran, agar pada saat penyinaran dilakukan penyembuhan
jaringan lunak telah sempurna.
Jika seluruh rongga mulut tercakup dalam penyinaran, pasien
tidak diperkenankan memakai gigi tiruannya selama penyinaran
dan 12 minggu sesudahnya. Pemakaian gigi tiruan akan
menyebabkan iritasi berkepanjangan terhadap jaringan lunak ronga
mulut yang harus dicegah jangan sampai timbul selama
penyinaran. Iritasi mekanik dari ggi tiruan ini akan menyebabkan
timbulnya mukositis. Mukosa yang rusak merupakan port dentree
bagi bakteri sehinga memudahkan terjadinya osteoradioneksrosis.
B. Intra Terapi RadiasiPerawat gigi sangat bermakna bagi perawatan pasien selama terapi
penyinaran. Peran perawat gigi ini sangat penting dalam upaya
pencegahan dan pendidikan terhadap pasien. Efek samping penyinaran
dan keparahan efek samping tersebut sangat berhubungan dengan
keadaan kebersihan dan kesehatan rongga mulut sebelum, selama dan
sesudah terapi penyinaran.
Selama masa penyinaran, bersihkan rongga mulut setiap hari
dengan menyemprotkan larutan salin steril diperlukan bagi
pembersihan debris secara mekanik. Selain itu, pasien harus berkumur
sendiri selama sepuluh kali sehari dengan larutan salin tersebut.
Pemeriksaan derajat mukositisnya diperlukan untuk membantu
8/12/2019 DEWI TUT 3
28/48
28
terjadinya komunikasi yang tepat antar peklinik yang terlibat dalam
perawatan pasien.
Pasien yang bagian-bagian penting dalam rongga mulutnya
tersinari, dan karena itu sangat mungkin terkena reaksi mukosa yang
parah dan meluas, harus diberi tablet isap PTA 4 kali sehari. Pada
pasien yang bergigi sakitnya lapisan mukosa dan berkurangnya
pengeluaran saliva akan menghambat pembersihan gigi. Untuk
mencegah timbulnya karies, pasien ini harus mengaplikasikan 1% gel
fluor netral selama 5 menit setiap dua hari sekali. Kami menganjurkan
penggunaan gel fluor netral karena gel fluor yang tersedia di pasaran
mempunyai pH 4-5. Sementara gel-gel ini mempunyai efek optimal
terhadap struktur email, gel ini sangat mengiritasi mukosa pasien yang
disinar, yang ternyata mengalami pengalaman yang tidak enak dengan
pemakaian gel fluor ini. Oleh karena itu tidak dianjurkan mengisi
cetakan dengan gel terlalu banyak, hanya beberapa saja.
Bagi pencegahan trismus, pembukaan maksimum rongga mulut
harus diukur pada hari pertama penyinaran dan sesudah itu setiap
minggu. Jika ukuran membukanya mulut dan berkurang dibandingkan
dengan saat pra-terapi, maka latihan pembukaan mulut harus
dikerjakan. Untuk kepentingan tersebut lonjoran karet merupakan
sarana yang sangat baik untuk digunakan. Agar bibir tidak tergigit atau
tergores dianjurkan untuk mengoleskan vaselin pada bibir duka kali
sehari. Selama penyinaran harus dijaga agar bibir tetap bersih.
Pemberian makanan. Semua pasien harus ditimbang berat
badannya setiap minggu. Jika penurunan berat badan lebih dari 1 kg
tiap minggunya, diet harus disesuaikan atau diberi makanan secara
artifisial karena pasien harus tetap dalam kondisi fisik penyinaran.
Kurangnya gizi dapat berakibat tertundanya penyembuhan jaringan
terluka.
8/12/2019 DEWI TUT 3
29/48
29
Masalah dalam mengunyah dan menelan makanan, terutama
sebagai akibat mukositis yang parah, sering mengakibatkan harus
disesuaikannya protokol penyinaran, atau timbulnya interupsi jadwal
penyinaran untuk beberapa hari atau beberapa minggu. Suatu protokol
higiene oral yang ketat dan seimbang seperti yang telah diuraikan di
depan, dapat mencegah terjadinya masalah dalam makan pada hampir
semua kasus karena tercegahnya mukositis yang parah.
Pencegahan timbulnya infeksi. Infeksi yang paling umum terjadi
selama terapi penyinaran jika upaya pencegahan tidak dilaksanakan
adalah kandidosis. Pemakaian tablet isap PTA berisikan amfoterisin B
10 mg akan mencegah masalah kandidosis ini. Pengendalian flora
rongga mulut secara tepat sebaiknya benar-benar dilakukan. Sebelum
memulai terapi penyinaran dan selama penyinaran dilakukan, biakan
baseline dan surveillance dari flora rongga mulut harus dikerjakan agar
adanya perubahan dalam flora rongga mulut dapat terdeteksi secara
dini. Pemantauan flora rongga mulut sangat bermanfaat dalammengevaluasi program higiene oral dan mencegah timbulnya
mukositis. Selama terapi penyinaran, kontrol mingguan cukup
memadai dalam situasi klinik (bukan suatu eksperimen).
C. Pasca Terapi RadiasiSetelah periode penyinaran, sistem follow-up yang tepat haus
sudah dibuta. Pemeriksaan gigi, pada pasien yang bergigi, harus
dilakukan setiap 3 bulan dan paling baik dilakukan bersama-sama
dengan kontrol onkologinya. Setelah penyinaran, berkurangnya saliva
biasanya merupakan komplikasi utama.
Jika diperlukan bahan pengganti saliva, saliva artifisial berisikan
musin merupakan pilihan terbaik. Berkurangnya sekresi saliva dan
berubahnya komposisi akan menyebabkan kerentanan karies yang
lebih tinggi. Aplikasi fluor setiap hari harus diteruskan seumur hidup.
8/12/2019 DEWI TUT 3
30/48
30
Pengurangan frekuensi aplikasinya dapat dilakukan jika ada data
mengenai sekresi saliva yang aktual, namun sampai saat ini pengaturan
yang demikian tidak mungkin dilakukan karena kurangnya data
mengenai hal ini.
Selama pengontrolan gigi- geligi, teknik aplikasi fluornya juga
perlu diperiksa. Pemeriksaan terhadap karies harus dilakukan dengan
hati-hati dan jika perlu dilakukan restrasi, tindakan ini harus dilakukan
secepatnya.
Pencegahan timbulnya radionekrosis merupakan tindakan yang
sangat penting. Pengendalian yang tepat dan bimbingan perawatan
bagi periodontium benar-benar sangat diperlukan. Jika pencabutan gigi
di bagian rahang yang disinar tak dapat dihindari, tindakan ini harus
dilakukan oleh ahli bedah mulut. Pencegahan timbulnya infeksi dengan
memakai antibiotika sistemik selama dua minggu sangat penting
dilakukan dalam kasus-kasus pencabutan.
Pada pasien yang tak begigi lagi, dianjurkan untuk meminta
mereka agar tidak memakai gigi tiruannya sampai mukosa rongga
mulutnya betul-betul telah sembuh. Setelah itu, dokter gigi harus
memeriksa kecekatan gigi tiruannya. Gigi tiruan yang longgar harus
diperbaiki atau diganti. Pemeriksaan tahunan gigi tiruan pada pasien-
pasien ini harus dilakukan oleh dokter gigi.
4. Efek samping radioterapiTerdapat 3 kemungkinan reaksi suatu sel saat dipapar suatu radiasi
(gambar diatas). Penjelasan ketiga kemungkinan tersebut adalah sebagai
berikut:
1) Kemungkinan yang pertama, radiasi akan terkena sel patologis yangmenjadi tujuan utama, sehingga merangsang pemulihan sel patologis
tersebut dan tidak menimbulkan efek negatif berkepanjangangan.
8/12/2019 DEWI TUT 3
31/48
31
2) Kemungkinan kedua, radiasi akan terkena sel sehat (tidak patologis),sehingga menyebabkan kematian sel. Kematian sel ini dapat terjadi
pada semua jaringan di tubuh dan menimbulkan efek sementara baik
pada rongga mulut (mukositis radiasi, BMS, candidiasis oral, RAS,
xerostomia, dll) maupun pada tubuh secara keseluruhan (rambut
rontok, mual, muntah, kulit kering, dll). Efek sementara ini akan hilang
seiring dengan dihentikannya radioterapi dan dicover oleh proses
regenerasi pada tubuh manusia.
3) Kemungkinan efek ketiga merupakan efek yang ditakutkansebagaiefek negatif berkepanjangan yakni sel bermutasi. Bagian dari DNA
yang menyusun inti sel akan bermutasi dengan susunan yang berbeda.
Kebanyakan mutasi gen ini memberikan efek yang merugikan pada
manusia. Jika mutasi gen terjadi pada sel selain sel penyusun
reproduksi, maka akan menyebabkan kematian sel secara lokal dan
tidak terjadi efek berkepanjangan. Tetapi jika mutasi gen terjadi pada
sel penyusun reproduksi, maka akan menyebabkan efek jangka
panjang yang tertunda. Sel dengan mutasi gen pada kode DNAnya
akan terus mengalami miosis dan mitosis sehingga kemungkinan dapat
menurun secara genetik pada keturunannya. Selain itu, efek jangka
panjang yang ditakutkan adalah terjadinya kanker baru diluar kanker
awal yang diderita pasien.
8/12/2019 DEWI TUT 3
32/48
32
Menurut Gary J, 2003, efek samping pada jaringan normal dapat
dibagi menjadi efek samping akut dan efek samping kronis:
1) Efek samping akutEfek samping akut timbul sejak minggu pertama terapi radiasi
dimulai, sampai dua atau tiga minggu setelah terapi radiasi
diakhiri. Efek samping akut biasanya cukup mengganggu namun
biasanya bersifat sementara.
Respon mukosa orofaring merupakan efek samping akut yang
paling cepat timbul. Eritema mukosa biasanya timbul pada minggu
pertama terapi radiasi. Keadaan ini terus berlanjut beberapa
minggu kemudian dalam berbagai tingkatan mukositis, dari mulai
kemerahan sampai daerah ulserasi yang luas.
Mukositis tingkat lanjut dapat menimbulkan rasa sangat
mengganggu, rasa sakit dan dapat membatasi asupan makanan.
Penyembuhan mukositis berlangsung selagi pasien masih
8/12/2019 DEWI TUT 3
33/48
33
menjalani terapi radiasi, tetapi proses penyembuhan ini terus
berlanjut samapai beberapa minggu setelah terapi radiasi. Setelah
satu bulan terapi radiasi dihentikan sekitar 90% - 95% mukositis
telah sembuh.
Kelenjar ludah juga memberi respon sangat cepat terhadap
terapi radiasi. Efek yang timbul adalah saliva menjadi sangat kental
dan penurunan volume saliva. Penurunan pH saliva menjadi 5,0
menyebabkan saliva kehilangan buffernya. Pada keadaan ini
menyebabkan pertumbuhan yang berlebihan dari mikroorganisme
normal rongga mulut dan menjadi faktor predisposisi terjadinya
karies radiasi. Penurunan produksi saliva dapat mencapai 50% dari
produksi normal pada minggu pertama terapi radiasi. Keadaan ini
juga sangat menyulitkan pasien berbicara, mengecap serta menelan
makanan. Efek pada kelenjar ludah biasanya menimbulkan
xerostomia. Xerostomia ini dapat menjadi menetap bila kerusakan
yang ditimbulkan radiasi sudah parah.
2) Efek samping kronisEfek samping kronis timbul setelah waktu yang cukup lama
setelah terapi radiasi selesai dilakukan yaitu beberapa minggu
sampai beberapa tahun kemudian. Efek samping kronis dapat
mengganggu, menetap dan berkelanjutan.
Efek samping kronis terapi radiasi yang pertama muncul adalah
Xerostomia. Xerostomia yang menetap menjadi sangat rentan
terhadap karies radiasi.
Karies radiasi merupakan efek samping kronis yang
ditimbulkan sebagai akibat langsung dari perubahan saliva dan
akan melibatkan semua gigi, bukan hanya gigi yang berada pada
daerah radiasi.
Fibrosis otot-otot pengunyahan dan sendi temporo mandibular
juga merupakan efek samping kronis pada daerah kepala dan leher.
8/12/2019 DEWI TUT 3
34/48
34
Fibrosis otot-otot pengunyahan atau sendi temporo mandibular
menimbulkan trismus.
Efek samping kronis yang paling dihindari adalah
osteoradionekrosis. Osteoradionekrosis dapat timbul tiga bulan
sampai bertahun-tahun setelah terapi radiasi berakhir. Biasanya
osteoradionekrosis dapat timbul pada terapi radiasi 6000 sampai
6500 rad atau lebih. Efek samping ini hanya timbul pada daerah
tulang yang terpapar radiasi dan terletak pada daerah radiasi.
Mekanisme kerusakan sel-sel tulang sampai saat ini masih dalam
perdebatan, apakah kerusakan sel-sel tulang karena efek langsung
radioterapi kanker daerah kepala dan leher terhadap sel-sel tulang
atau karena efek sekunder radioterapi yang menyebabkan
kerusakan pembuluh darah. Kerusakan pembuluh darah akan
mengakibatkan kerusakan sel-sel tulang. Sel osteoblas cenderung
lebih radiosensitif deibandingkan dengan osteoklas sehingga terjadi
peningkatan aktifitas lisis sel tulang. Radioterapi kanker kepala dan
leher mengakibatkan penebalan dinding arteri yang mendorong
terjadinya trombosis dan kerusakan pembuluh darah yang kecil.
Jaringan akan mengalami hipovaskuler, hipoksi dan hiposeluler.
Perubahan-perubahan ini mengakibatkan tulang rentan mengalami
infeksi dan nekrosis (Vissink et al, 2003).
Menurut Chris, 2008, efek samping radioterapi umumnya terjadi di
jaringan yang cepat membelah (misalnya: mulut, usus dan kulit).
Terutama toksisitas yang berkaitan dengan radioterapi akan terlokalisir
di tempat pengobatan. Toksisitas awal yang sering dijumpai
(bergantung pada luas terapi) sementara terapi sedang berlangsung
mencakup mukositis, diare, proktitis (lecet di daerah rectum), sistisis,
kemerahan local pada kulit dan alopesia. Derajat toksisitas bergantung
pada dosis. Pemberian terapi radiasi berkaitan dengan terbentuknya
8/12/2019 DEWI TUT 3
35/48
35
beragam efek lambat yang muncul setelah pengobatan. Efek ini
termasuk pneumonitis dan timbulnya kanker sekunder bertahun-tahun
kemudian
Efek segera dan belakangan dari penyinaran hanya terlihat di
daerah yang disinari. Radiasi merupakan penanganan setempat dengan
akibat setempat. Didaerah yang disinari terjadi cidera di sel, sehingga
tidak lagi berfungsi dengan baik atau memperlihatkan reaksi terhadap
pengiritasi. Efek samping selama dan sesudah rangkaian penyinaran
adalah normal. Tidak mengherankan, karena radioterapi merupakan
kejadian yang berpengaruh mendalam, menembus segalanya.
Penanganannya memang setempat, tetapi tindakan itu berpengaruh
jelas pada bagian tubuh lainnya.
Kita harus menyadari benar bahwa tidak ada hubungan diantara
timbulnya efek samping penyinaran dengan efek penyinaran pada
pertumbuhan kankernya. Reaksi berat pada kulit atau reaksi
mengganggu pada selaput lendir tidak berarti tumornya bereaksi lebih
buruk. Efek samping radioterapi berupa:
a) Rasa lelah, merupakan keluhan yang paling sering terjadi danpaling diabaikan. Tentu saja, penderita capai akibat penyakitnya,
penyinaran, bangun dan mulai beraktivitas lagi, sementara
tubuhnya sendiri mendasar mengalami perubahan. Semua faktor ini
cukup membuta seseorang sangat lelah.
b) Mual dan muntah, terutama terjadi sesudah penyinaran otak danperut bagian atas. Pada yang pertama, penyebabnya terletak di otak
sendiri dan biasanya dapat ditekan dengan obat anti muntah. Pada
yang terakhir, penyebabnya terletak pada selaput lendir lambung
yang terangsang. Keluhan ini dapat dikurangi dengan cara banyak
minum dan mengistirahatkan lambung selama beberapa jam,
langsung sesudah penyinaran.
8/12/2019 DEWI TUT 3
36/48
36
c) Reaksi kulit, berupa kemerahan pada kulit. Cidera karenapenyinaran biasanya menjadi lebih jelas 2-4 minggu sesudah
penanganan awal dengan nyeri di kulit. Belakangan kulit agak
bersisik, terkadang dengan lepuh dan dapat muncul eksem basah di
lipat kulit. Bila ada resiko cedera semacam ini, biasanya
penyinaran harus dihentikan. Kerontokan rambut dengan akibat
kegundulan sering terjadi di daerah yang disinari. Kulit yang
disinari dan berbekas lepuh dengan eksem harus dilindungi
terhadap sinar matahari. Selama dan segera setelah rangkaian
penyinaran, perawatan kulit hendaknya dilakukan dengan hati-hati,
tanpa sakit, tanpa dicukur, tanpa menggunakan parfum dan kulit
yang rusak harus dijaga agar tetap keirng.
d) Selaput lendir saluran pencernaan- Xerostomia, karena kelenjar ludah mengalami cedera, fungsinya
sudah tidak baik lagi sehingga menyebabkan mulut menjadi kering.
Selain itu, rasa dan penciuman berkurang.
- Mukositis, iritasi pada selaput lendir mulut (mukosa) dantenggorokan karena penyinaran dan diperkuat dengan keadaan
mulut yang kering, menyebabkan timbulnya mukositis yang sangat
nyeri dan sukar ditangani.
- Sulit menelan, rangsangan terhadap lendir kerongkongan,menyebabkan kesulitan menelan. Hal ini sangat mengganggu
pemasukan cairan dan makanan.
e) Usus, cidera penyinaran pada usus halus menimbulkan keluhanusus dalam arti seluasnya. Dapat terjadi kejang usus, diare empat
sampai lima kali sehari, terkadang disertai lendir dan sedikit darah.
Cidera pada usus besar termanifestasi dalam bentuk sembelit dan
dapat berakibat diare.
f) Saluran kemih dan organ kelamin, efek samping daripenyinaranserinmg terjadi. Nyeri waktu kemih dan keluarnya air
kemih yang tersendat-sendat karena iritasi kandung kemih dan
8/12/2019 DEWI TUT 3
37/48
37
saluran kemih serta iritasi vulva (pukas) dan vagina dapat
mengganggu.
Cidera belakangan, efek samping terapi berupa:
a. Cedera penyinaran, cidera belakangan sesudah radioterapidisebabkan oleh kerusakan pada sel-sel yang masih hidup. Cidera
terjadi pada kerusakan pembuluh darah kecil, yang mengakibatkan
pembentukan jaringan ikat dan karena itu, terjadi kisut. Cidera ini
mungkin sudah berlangsung lama dan laten (terpendam). Tapi
biasanaya baru tampak setelah bertahun-tahun menimbulkan
keluhan. Keadaan ini dapat terjadi di kulit, paru, saluran
pencernaan, organ kelamin, saluran kemih, dan susunan saraf
pusat.
b. Kemandulan, merupakan efek paling serius yang dapat terjadiakibat radioterapi pada tubuh bagian bawah adalah kemandulan
karena gangguan produksi sel sperma berhenti atau cedera sel telur
di indung telur. Untungnya, perkembangan dalam kedokteran
memungkinkan, sperma, jaringan indung telur dengan sel telur atau
embrio, dapat disimpan lewat preservasi trio sehingga dalam hal
terjadi kemandulan, tetap dapat dipertimbangkan suatu kehamilan,
sesudah penyembuhan.
c. Tumor sekunder, kanker ganas kedua karena kerusakan DNA,semakin sering tampak pada penderita yang sembuh. Dosis
penyinaran yang kecil sudah dapat menimbulkan efek ini.
Kemungkinan efek ini meningkat bersama peningkatan dosis. Efek
stokhasis ini berarti bahwa akibatnya selalu sama (kanker)
besarnya resiko adalah sebanding dengan pembebanan total.
Jumlah sinar (total) kumulatif yang diterima selama hidup oleh
jaringan bersangkutan, menentukan kemungkinan timbulnya
kanker sekunder. Kebanyakan tumor sekunder muncul setelah 10
sampai 20 tahun kemudian.
8/12/2019 DEWI TUT 3
38/48
38
PR
Antibiotic class Example drug Source Antimicrobial use
Target
Antibacterial antibiotics
-lactams PenicillinG
Cephalosporin
Amoxicillin
P. notatum
A.
chrysogenum
Semisynthe
tic
G+
G+
G+/G-
Cell wall
synthesis
-lactamase inhibitors Clavulanic acid S.
clavuligerus
-lactamase
inhibitor
Glycopeptides Vancomycin Teicoplanin S.orientalis
A.
teichomyce
ticus
G+G+
Cell wallsynthesis
Polypeptides Polymyxin B and E B.
polymyxa
G- Cell wall
permeabilit
y
Aminoglycosides Streptomycin S. griseus G+/G- Protein
Synthesis
Macrolides Erythromycin
Telithromycin
Sac.
erythraea
G+/G-
G+/someG-
Protein
synthesis
Streptogramins Virginiamycin S. virginiae
(40)
G+/some
G-
Protein
synthesis
Lincomycins Lincomycin
Clindamycin
S.
lincolnesis
Semisynthe
tic
G+ Protein
synthesis
Tetracylines Tetracycline
Doxycycline
S.
aureofacie
ns
Semisynthe
tic
G+/G- Protein
synthesis
Chloramphenicol Cloramphenicol S.
venezuelae
G+/G- Protein
synthesis
Rifampicin Rifampicin Amycolato
psis
mediterranei
G+/G- RNA
synthesis
Sulphonamides Sulphanilamide Synthetic G+/G- Folic acid
synthesis
Trimethoprim Trimethoprim Synthetic G+/G- Folic acid
synthesis
Quinolones Nalidixic acid
Ciprofloxacin
Synthetic G+/G- DNA
replication
Metronidazole Metronidazole Synthetic Anaerobic DNA
replication
Antifungal antibiotics (168)
Polyenes Nystatin Amphotericin S. noursei
(24)
Candidia
Aspergillus
Ergosterol,
cell
8/12/2019 DEWI TUT 3
39/48
39
S. nodosus
(30)
membrane
permeabili
zin
Pyrimidine Analogs Flucytosine Synthetic Candida
Cryptococcus
DNA
replication
Azoles Fluconazole
Metronidazole
Synthetic Candida
Cryptococc
ous
Ergosterol
biosynthesi
s, DNA
replication
and
transcriptio
n
Echinocandins Caspofungin Semisynthe
tic
Glarealozoyensis
Candida
Aspergillus
-(1,3)-
glucan
biosynthesis
(http://www.diva-portal.org/smash/get/diva2:122512/FULLTEXT01.pdf)
NISTATINNistatin merupakan suatu antibiotik polien yang dihasilkan oleh
Streptomyces noursei. Obat yang berupa bubuk berwarna kuning
kemerahan ini bersifat higroskopis, berbau khas, sukar larut dalam
kloroform dan eter. Larutannya mudah larut dalam air atau plasma.
Nistatin menghambat pertumbuhan berbagai jamur dan ragi tetapi tidak
efektif terhadap bakteri, protozoa dan virus. (Farmakologi dan Terapi,
edisi 5: 2009)
Nistatin hanya akan diikat oleh jamur atau ragi yang sensitif.
Aktivitas antijamur tergantung dari adanya ikatan dengan sterol pada
membran sel jamur atau ragi terutama ergosterol. Akibat terbentuknya
ikatan antara sterol dengan antibiotik ini akan terjadi parubahanpermeabilitas membran sel sehingga sel akan kehilangan berbagai molekul
kecil. Nistatin tidak diserap dari membran mukosa atau dari kulit. Obat ini
terlalu toksik untuk pemberian parenteral. Bila diberikan per oral,
absorpsinya sedikit sekali dan kemudian diekskresi melalui feses. .
Spektrum antijamurnya sebenarnya juga mencakup jamur-jamur sistemik,
namun karena toksisitasnya, nistatin hanya digunakan untuk terapi infeksi
Candida pada kulit, membran mukosa dan saluran cerna..Candida albicans
http://www.diva-portal.org/smash/get/diva2:122512/FULLTEXT01.pdfhttp://www.diva-portal.org/smash/get/diva2:122512/FULLTEXT01.pdf8/12/2019 DEWI TUT 3
40/48
40
hampir tidak memperlihatkan resistensi terhadap nistatin. (Farmakologi
dan Terapi, edisi 5: 2009)
AMFOTERISIN BAmfoterisin B merupakan hasil fermentasi Streptomyces nodosus.
Sembian puluh delapan persen campuran ini terdiri dari amfoterisin B
yang mempunyai aktivitas antijamur. Kristal seperti jamur atau prisma
berwarna kuning jingga, tidak berasa, dan tidak berbau ini merupakan
antibiotik polien yang bersifat basa amfoter lemah, tidak larut dalama
air,tidak stabil, tidak tahan suhu diatas 37oC tetapi dapat stabil sampai
berminggu-minggu pada suhu 4oC. Antibiotik ini bersifat fungistatik dan
fungisidal tergantung pada dosis dan sensitivitas jamur yang dipengaruhi.
(Farmakologi dan Terapi, edisi 5: 2009)
Amfoterisin B berikatan kuat dengan ergosterol yang terdapat pada
membran sel jamur. Ikatan ini akan menyebabkan membran sel bocor
sehingga terjadi kehilangan beberapa bahan intrasel dan mengakibatkan
kerusakan yang tetap pada sel. Bakteri, virus dan riketsia tidak dipengaruhi
oleh antibiotik ini karena jasad renik ini tidak mempunyai gugus pada
membran selnya. (Farmakologi dan Terapi, edisi 5: 2009)
8/12/2019 DEWI TUT 3
41/48
41
BAB III. KESIMPULAN
1. Macam-macam terapi jaringan lunak rongga mulut:A. Terapi simptomatik, termasuk dalam fase kuratif atau pengobatan,
merupakan pengobatan yang ditujukan untuk menghilangkan gejala atau
keluhan yang timbul, bukan mengobati sumber penyakit.
B. Terapi kausatif, termasuk dalam fase kuratif atau pengobatan, merupakanpengobatan yang ditujukn untuk menghilangkan faktor etiologi atau
penyebab sehingga mencegah terjadinya rekurensi.
C. Terapi paliatif, perawatan kesehatan terpadu yang bersifat aktif danmenyeluruh, dengan pendekatan multi disiplin yang terintegrasi.
Tujuannya untuk mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang umur,
menaikkan kualitas hidup dan memberikan support kepada keluarga.
D. Terapi supportif, ditujukan untuk meningkatkan fungsi tubuh secaranormal. Kriteria penilaian jasmani (kondisi fisik pasien semakin sehat),kognitif (pasien dapat berfikir jernih), emosi (stabil, bahagia, beban emosi
berkurang), sosial (dapat mrnjalin hubungan dengan lingkungan tanpa
terbebani penyakit).
2. Penatalaksanaan lesi jaringan lunak rongga mulutA. Stomatitis Aphtousa Rekuren (SAR)
(Kasus ringan) dapat diaplikasikan obat topikal seperti orabase.Sebagai pereda rasa sakit dapat diberikan topikal anestesi.
(Kasus berat) dapat diaplikasikan preparat kortikosteroid topikal,seperti triamcinolon atau fluorometholon (2-3 kali sehari setelah
makan dan menjelang tidur).
Tetrasiklin obat kumur dan gel dapat mempersingkat waktupenyembuhan ulser.
8/12/2019 DEWI TUT 3
42/48
42
Pada pasien ulser major atau multiple ulser minor yang parah yangtidak responsif terhadap terapi topikal, diberikan terapi sistemik.
Terapi ulser traumatik: membersihkan ulser dengan normal saline atauhydrogen peroksida dengan campuran air.
B. Mukositis
Oral care protocol merupakan salah satu tindakan yang bertujuanmenjaga kesehatan mulut. Agen kumur sering digunakan dalam
pencegahan mukositis. Pelindung mukosa, diharapkan dapat
meningkatkan proses penyembuhan dan regenerasi sel.
Agen antiseptic, yang termasuk dalam agen anti septik antaralain chlorhexidine, hidrogen peroksida, dan povidone iodine.
Agen anti inflamasi berfungsi untuk mengurang inflamasi yang terjadiakibat mukositis. Beberapa agen anti inflamasi diantaranya kamilason
liquid, chamomile, dan kortikosteroid oral.
Agen topical adalah agen yang diberikan untuk memberikan proteksimukosa secara topikal, diantaranya adalah lidocaine, capsaicine,
dan morfin topikal.
C. BMS
Memberi penjelasan kepada pasien tentang sifat masalah dan bahwatidak ada gangguan serius terutama kanker mulut, yang menyebabkan
masalah tersebut.
Pasien harus diberi vitamin B1300 mg sekali sehari dan vitamin B650mg setiap 8 jam untuk waktu 1 bulan.
Bila desain gigi tiruan tidak baik, harus dibuatkan gigi tiruan yangbaru.
8/12/2019 DEWI TUT 3
43/48
43
Pasien harus dipanggil kembali untuk pengecekan setelah 4 minggukemudian
Terapi obat antidepresi trisiklik mempunyai peran pada penderita BMSyang tidak mempunyai faktor-faktor presipitasi lainnya.
D. CandidiasisKandidiasis pada rongga mulut umumnya ditanggulangi dengan
menggunakan obat antijamur, dengan memperhatikan factor
predisposisinya atau penyakit yang menyertainya,hal tersebut
berpengaruh terhadap keberhasilan pengobatan atau penyembuhan.
Dari beberapa golongan antijamur tersebut diatas, yang efektif untuk
kasus kasus pada rongga mulut, sering digunakan antara lain
amfotericine B, nystatin, miconazole, clotrimazole, ketokonazole,
itrakonazole dan flukonazole.
3. Penatalaksanaan efek samping radioterapiA. Pra Terapi Radiasi
Mengontrol asupan makan, terutama untuk menghindari makanan yangmudah membntuk plak seperti coklat. Juga menghindari makanan yang
dapat mengiritasi mukosa seperti keripik kentang.
Pemberitahuan, motivasi dan tanya jawab dengan pasien dan keluargaagar pasien dapat menyadari dan menjalankan persiapan rongga mulut
yang memaksimal mungkin sebelum terapi radiasi dilakukan.
Menghindari penggunaan tembakau dan alkohol karena bahan inidapat mengiritasi mukosa mulut.
Pada pasien yang masih bergigi, pemeriksaan mukosa rongga mulut,gigi-geligi, periodonsium, kelenjar saliva, dan rahangnya harus
dilakukan oleh ahli bedah oro-maksilo-fasial atau dokter gigi.
Tingkat kebersihan mulutnya harus dievaluasi. Pada semua gigi yangtelah ditambal, tidak boleh dilupakan mengetes kevitalan pulpanya.
8/12/2019 DEWI TUT 3
44/48
44
Harus dibuat juga radiografi standar, misalnya panorex dan radiografintraral, untuk memeriksa ada tidaknya karies, sisa-sisa akar,
granuloma periapeks, keadaan gigi yang masih ada, dan poket infra-
bony.
Harus melakukan skaling dan root planning yang sempurna, melalukanpemolesan tambalan dengan baik dan menghaluskan tonjol-tonjol gigi
yang tajam agar tidak menimbulkan iritasi mekanik, dan membantu
pasien dalam melaksanakan upaya-upaya preventif.
Prosedur bedah seperti pada pencabutan misalnya, harus dilakukandengan hati-hati sekali agar dicapai penyembuhan yang cepat dan baik.
Pemberian preparat fluor diperlukan apabila daerah penyinarannyameliputi lebih dari dua kelenjar saliva yang besar, karena dosis yang
rendah pun akan menyebabkan berkurangknya aliran saliva dengan
menurunnya pH dan kandungan bikarbonatnya.
Pada pasien tidak bergigi, mutu kecekatan gigi tiruan harus diperiksadengan teliti, demikian juga kondisi mukosa rongga mulutnya.
Pemeriksaan radiograf dibuat untuk memeriksa ada tidaknya fokus
infeksi misalnya kista residual, sisa akar dan sebagainya.
Jika diperlukan terapi pembedahan. Tindakan ini harus dikerjakan dandiselesaikan dua minggu sebelum terapi penyinaran, agar pada saat
penyinaran dilakukan penyembuhan jaringan lunak telah sempurna.
Jika seluruh rongga mulut tercakup dalam penyinaran, pasien tidakdiperkenankan memakai gigi tiruannya selama penyinaran dan 12
minggu sesudahnya.
B. Intra Terapi Radiasi Bersihkan rongga mulut setiap hari dengan menyemprotkan larutan
salin steril diperlukan bagi pembersihan debris secara mekanik.
Pasien yang bagian-bagian penting dalam rongga mulutnya tersinari,dan karena itu sangat mungkin terkena reaksi mukosa yang parah dan
meluas, harus diberi tablet isap PTA 4 kali sehari.
8/12/2019 DEWI TUT 3
45/48
45
Untuk mencegah timbulnya karies, pasien ini harus mengaplikasikan1% gel fluor netral selama 5 menit setiap dua hari sekali.
Bagi pencegahan trismus, pembukaan maksimum rongga mulut harusdiukur pada hari pertama penyinaran dan sesudah itu setiap minggu.
Pemberian makanan, kurangnya gizi dapat berakibat tertundanyapenyembuhan jaringan terluka.
C. Pasca Terapi Radiasi Pemeriksaan gigi, pada pasien yang bergigi, harus dilakukan setiap 3
bulan dan paling baik dilakukan bersama-sama dengan kontrol
onkologinya.
Jika diperlukan bahan pengganti saliva, saliva artifisial berisikan musinmerupakan pilihan terbaik.
Aplikasi fluor setiap hari harus diteruskan seumur hidup. Jika pencabutan gigi di bagian rahang yang disinar tak dapat dihindari,
tindakan ini harus dilakukan oleh ahli bedah mulut. Pencegahan
timbulnya infeksi dengan memakai antibiotika sistemik selama dua
minggu sangat penting dilakukan dalam kasus-kasus pencabutan.
Pada pasien yang tak begigi lagi, dianjurkan untuk meminta merekaagar tidak memakai gigi tiruannya sampai mukosa rongga mulutnya
betul-betul telah sembuh. Setelah itu, dokter gigi harus memeriksa
kecekatan gigi tiruannya. Gigi tiruan yang longgar harus diperbaiki
atau diganti. Pemeriksaan tahunan gigi tiruan pada pasien-pasien ini
harus dilakukan oleh dokter gigi.
4. Efek samping radioterapiA. XerostomiaB. KariesC. TrismusD. OsteoradionekrosisE. Rasa lelah
8/12/2019 DEWI TUT 3
46/48
46
F. Mual dan muntah.G. Reaksi kulit, berupa kemerahan pada kulit.H. Selaput lendir saluran pencernaan: Xerostomia, Mukositis, Sulit menelanI. Usus, cidera penyinaran pada usus halus menimbulkan keluhan usus dalam
arti seluasnya.
J. Nyeri waktu kemih dan keluarnya air kemih yang tersendat-sendat karenairitasi kandung kemih dan saluran kemih serta iritasi vulva (pukas) dan
vagina dapat mengganggu.
K. KemandulanL. Tumor sekunder
8/12/2019 DEWI TUT 3
47/48
47
DAFTAR PUSTAKA
American Dental Association. 2003. The diagnosis and management of recurrent
aphthous stomatitis. J Am Dent Assoc, Vol 134, No 2, 200-207.
Brooker, Chris. 2008.Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC
Eilers, J. 2004.Nursing intervention and supportive car for the prevention and
treatmen of oral mucositis associated with cancer treatment. Oncology
Nursing Forum. 31(4). P 13-28.
Greenberg, Martin S & Michael Glick. 2003. Burkets Oral Medicine Diagnosis
& Treatment.10ed. USA: BC Decker Inc.
Jong, Wim de. 2004.Kanker, Apakah itu?. Jakarta: Arcan
Lalla RV, Sons ST, Peterson DE. 2008.Management Of Oral Mucositis In
Patients With Cancer. Dent Clin Nort Am.52(1):61-viii.
Lalla RV, Sons ST, Peterson DE. 2005. Oral Mucositis. Dent Clin Nort Am.
49(1):167-84.
Leung WK, Dassanayake, Yauu JYY, Jin LJ, Yam WC, Samaranayake LP. 2003.
Oral Colonization, Phenotypic, And Genotypic Profiles Of Candida
Species In Irradiated, Dentate, Xerostomic Nasopharyngeal Carsinoma
Survivors. J Clin Microbial. 38(6): 2219-26.
Lewis, Michael A.O, 1998. Tinjauan Klinis Penyakit Mulut. Alih bahasa : Elly
Wiriawan. Jakarta : Widya Medika
MacPhail L. Topical and systemic therapy for recurrent aphthous stomatitis.
Semin Cutan Med Surg. 1997 Dec;16(4):301-307.
Mc Farlane et al ,2002 Essential of Microbiologi for dental student,Oxfort , New
york, h. 287
Mc Cullough, Savage ,N.W.,2005, Autralia Dent. J. Medication Suplement, 50;4
Nolte. A.W.,1982. Oral Microbiologi,4 ed, The C.V Mosby co,St Louis, Toronto,
London h. 523- 32
8/12/2019 DEWI TUT 3
48/48
Schreiber, Gary J. General Principles of Radiatoin Therapy. 15 Mei 2003
http://www.emedicine.com/ent/topic247.htm
Setiabudy, Rianto. 2009.Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI
Silverman. S Jr at al. 2001. Essential of Oral Med. BC. Decker Inc, Hamilton,
London, h. 170177
Witjaksono, dr. Maria A. 2009. Jurnal pendidikan khusus vol 5 no 2 Nov 2009.
Jakarta
Veraa-Llonch M, Oster G, Ford CM, Lu J, Sonis. 2007. Oral Mucositis And
Outcomes Of Allogeneic Hematopoietic Stem-Cell Transplatation In
Patients With Hematologic Malignancies. Support Care Cancer.15(5):
491-6.
Vissink A, Burlage FR, Jansma J, Spijkervet FKL, Jansma J, dan Coppes RP.
2003.Prevention And Treatment Of The Consequences Of Head And Neck
Radiotheraphy.Crit Rev Oral Biol Med.
http://www.emedicine.com/ent/topic247.htmhttp://www.emedicine.com/ent/topic247.htmhttp://www.emedicine.com/ent/topic247.htm