Post on 05-Apr-2019
DETERMINAN PEMANFAATAN METODE OPERASI PRIA (MOP) DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG
TAHUN 2014
SKRIPSI
OLEH :
DESI ERLIANI 121021043
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2015
DETERMINAN PEMANFAATAN METODE OPERASI PRIA (MOP) DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG
TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH :
DESI ERLIANI NIM. 121021043
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2015
ABSTRAK
Metode Operasi Pria merupakan salah satu jenis alat kontrasepsi dengan melakukan tindakan operasi kecil pada saluran sperma agar cairan mani yang dikeluarkan pada saat ejakulasi tidak lagi mengandung sperma. Berdasarkan data Badan Pemberdayaan Perempuan & Keluarga Berencana (BPPKB) Kota Medan jumlah akseptor vasektomi di Kecamatan Medan Selayang tahun 2014 sebanyak 40 orang. Pencapaian tersebut sangat rendah di banding pencapaian di kecamatan lainnya di Kota Medan.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat analitik dengan rancangan case control yang bertujuan untuk mengetahui determinan yang berhubungan dengan pemanfaatan metode operasi pria di Kecamatan Medan Selayang. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pria pasangan usia subur yang tinggal di Kecamatan Medan Selayang yang telah memiliki anak minimal dua anak, dengan populasi kasus adalah suami yang telah memanfaatkan metode operasi pria sebanyak 40 orang dan populasi kontrol adalah suami yang bermukim sama dengan populasi kasus dan tidak memanfaatkan metode operasi pria. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2014 sampai Januari 2015. Data diperoleh melalui wawancara dengan responden dan dianalisis dengan uji Chi Square Test dengan kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan pemanfaatan metode operasi pria di Kecamatan Medan Selayang adalah pengetahuan (p=0,012) dengan OR=3,316, sikap (p=0,039) dengan OR=2,636, dan dukungan istri (p=0,002) dengan OR=4,394, sedangkan variabel yang tidak berhubungan adalah tingkat pendidikan.
Disarankan bagi petugas kesehatan terutama petugas lapangan KB di Kecamatan Medan Selayang dapat memberikan informasi tentang metode operasi pria agar masyarakat lebih mengetahui kontrasepsi tersebut.
Kata Kunci : Pemanfaatan Metode Operasi Pria, Medan Selayang
ABSTRACT
Vasectomy is one of the contraceptives done by performing minor surgery on the channel sperm that the semen released during ejaculation does not contain sperm. Based on the data from Women Empowerment & Family Planning of Medan, it was found that there were 40 men who became vasectomy acceptors in Medan Selayang Subdistrict. This coverage was less than that of the other subdisricts in Medan. The research used quantitative analytic method with case control design which was aimed to find out the which had the correlation determinant and the use of vasectomy in Medan Selayang Subdistrict. It was conducted from June, 2014 to January, 2015. The case population was 40 men who became vasectomy acceptors and had at least two children in Medan Selayang Subdistrict, and control population was the men were not vasectomy acceptors. The data were gathered by conducting interviews and analyzed by using chi square test at the significance level of 95%. The result of the research sowed that the variables which had the correlation with the use of vasectomy in Medan Selayang Subdistrict were knowledge (p= 0.012 and OR= 3.316), attitude (p= 0.039 and OR= 2.636), and wives’ support (p= 0.002 and OR= 4.394), while the level of education did not correlate with the use of vasectomy. It is recommended that health care providers, especially Family Planning field workers in Medan Selayang Subdistrict, give information about vasectomy so that people will know about this type of contraception.
Keywords: The Use of Vasectomy, Medan Selayang
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Desi Erliani
Tempat/Tanggal Lahir : Pem. Kerasaan/10 Desember 1990
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Jumlah Anggota Keluarga : 4 Bersaudara
Alamat Rumah : Huta II Pematang Kerasaan Rejo Kec. Bandar
Kab. Simalungun
Riwayat Pendidikan
1. Tahun 1996-2002 : SD Negeri No. 091652 Marihat Bandar
2. Tahun 2002-2005 : SMP Negeri 1 Bandar
3. Tahun 2005-2008 : SMA Negeri 2 Bandar
4. Tahun 2008-2011 : Akademi Kebidanan Dr. Rusdi Medan
5. Tahun 2012-2015 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dah karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Determinan Pemanfaatan Metode Operasi Pria (MOP) Di Kecamatan Medan
Selayang”.
Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini penulis banyak menemui
kesulitan dan hambatan namun berkat bimbingan, bantuan dan motivasi dari berbagai
pihak akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu kritik dan saran masih sangat
diperlukan demi kesempurnaan skripsi ini. Oleh sebab itu pada kesempatan ini
dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D selaku Kepala Departemen
Kependudukan dan Biostatistika Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara
3. Ibu Sri Rahayu Sanusi, SKM, M.Kes, Ph.D selaku pembimbing I yang telah
banyak memberikan bimbingan, saran dan petunjuk dalam penulisan skripsi
ini
4. Ibu Asfriyati, SKM, M.Kes selaku dosen pembimbing II yang telah banyak
memberikan bimbingan, saran dan petunjuk dalam penulisan skripsi ini.
5. Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner, M.Si selaku Dosen Penasehat Akademik yang
telah memberikan bimbingan akademik selama penulis mengikuti pendidikan
di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
6. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, M.si selaku penguji I yang telah banyak
memberikan saran dan masukan untuk perbaikan skripsi ini.
7. Bapak Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes selaku penguji II yang telah
banyak memberikan saran dan masukan untuk perbaikan skripsi ini.
8. Seluruh Dosen dan Staf Administrasi di Departemen Kependudukan dan
Biostatistika Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
9. Camat dan Staf Kecamatan Medan Selayang yang telah memberi izin untuk
melakukan penelitian dan membimbing selama melakukan penelitian.
10. Kepada Ayahanda tercinta Supardi dan Ibunda tercinta Rahmawati Damanik
serta adik-adikku tersayang Deni, Diki, dan Dinda yang senantiasa
mendukung dan mendoakan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
11. Sahabat-sahabat tersayang Indri, Ida, Linda, Luciana dan Elisabet yang tak
henti-hentinya memberikan dukungan dan semangat serta bantuan kepada
penulis selama penyelesaian skripsi ini.
12. Rekan-rekan sepeminatan di Departemen Kependudukan dan Biostatistik dan
semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam menyelesaikan skripsi ini, Semoga Allah SWT senantiasa
melimpahkan hidayahNya kepada kita semua.
Medan, Januari 2015
Desi Erliani
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN ABSTRAK ............................................................................................................. i ABSTRACT ........................................................................................................... ii DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................ iii KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ................................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. x BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ........................................................................... 7 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 7
1.3.1 Tujuan Umum ........................................................................... 7 1.3.2 Tujuan Khusus .......................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 9 2.1 Keluarga Berencana ........................................................................... 9 2.1.1 Sejarah Upaya Keluarga Berencana ....................................... 9 2.1.2 Definisi Keluarga Berencana ................................................ 10 2.1.3 Tujuan Keluarga Berencana .................................................. 10 2.1.4 Jenis-jenis Akseptor Keluarga Berencana ............................. 12 2.2 Kontrasepsi ....................................................................................... 13 2.2.1 Metode Kontrasepsi ................................................................. 13 2.2.2 Jenis-jenis Alat Kontrasepsi ..................................................... 14 2.3 Metode Operasi Pria (MOP) ............................................................. 15 2.3.1 Sejarah dan Pengenalan MOP .................................................. 15 2.3.2 Definisi Metode Operasi Pria (MOP)/Vasektomi .................... 16 2.3.3 Kelebihan MOP/Vasektomi .................................................... 17 2.3.4 Kekurangan MOP/Vasektomi ................................................. 17 2.3.5 Efek Samping MOP/Vasektomi .............................................. 19 2.3.6 Kontra Indikasi MOP/Vasektomi ............................................ 20 2.3.7 Indikasi MOP/Vasektomi ........................................................ 20 2.3.8 Syarat MOP/Vasektomi ........................................................... 21 2.4 Determinan Pemanfaatan Metode Operasi Pria ................................ 23 2.4.1 Tingkat Pendidikan .................................................................. 24 2.4.2 Pengetahuan ............................................................................. 26 2.4.3 Sikap ........................................................................................ 27
2.4.4 Dukungan Istri ......................................................................... 28 2.5 Kerangka Konsep ............................................................................... 29 2.6 Hipotesis Penelitian .......................................................................... 29
BAB III METODE PENELITIAN ......................... ............................................ 30 3.1 Jenis Penelitian .................................................................................. 30 3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ............................................ 30 3.2.1 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian .................................. 30 3.2.2 Waktu Penelitian ...................................................................... 30 3.3 Populasi dan Sampel .......................................................................... 30 3.3.1 Populasi ................................................................................. 30 3.3.2 Sampel ................................................................................... 31 3.4 Metode Pengumpulan Data ................................................................ 31 3.4.1 Data Primer ............................................................................ 31 3.4.2 Data Sekunder ....................................................................... 31 3.5 Definisi Operasional .......................................................................... 32 3.5.1 Definisi Operasional Variabel Dependen .............................. 32 3.5.2 Definisi Operasional Variabel Independen ........................... 32 3.6 Alat Pengumpulan Data ..................................................................... 32 3.7 Aspek Pengukuran ............................................................................. 33 3.8 Teknik Pengolahan Data .................................................................... 36 3.9 Analisis Data ...................................................................................... 36
BAB IV HASIL PENELITIAN ........................................................................... 37
4.1 Gambaran Umum Kecamatan Medan Selayang ............................... 37 4.1.1 Sejarah Terbentuknya Kecamatan Medan Selayang................. 38 4.1.2 Letak Geografis dan Luas Wilayah Kecamatan Medan Selayang ....................................................................... 38 4.2 Analisis Univariat .............................................................................. 38 4.2.1 Karakteristik Responden .......................................................... 39 4.2.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidika tentang Pemanfaatan Metode Operasi Pria .............................. 40
4.2.3 Ditribusi Responden berdasarkan Pengetahuan tentang Pemanfaatan Metode Operasi Pria ........................................... 41
4.2.4 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap tentang Pemanfaatan Metode Operasi Pria .................................................. 46 4.2.5 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Istri tentang Pemanfaatan Metode Operasi Pria ..................................... 51 4.3 Analisis Bivariat ................................................................................. 54 4.3.1 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pemanfaatan Metode Operasi Pria .............................................................................. 55 4.3.2 Hubungan Pengetahuan dengan Pemanfaatan Metode Operasi Pria .............................................................................. 55 4.3.3 Hubungan Sikap dengan Pemanfaatan Metode Operasi Pria .... 56
4.3.4 Hubungan Dukungan Istri dengan Pemanfaatan Metode Operasi Pria .............................................................................. 57 BAB V PEMBAHASAN ..................................................................................... 59 5.1 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pemanfaatan Metode Operasi ................................................................................................ 59 5.2 Hubungan Pengetahuan dengan Pemanfaatan Metode Operasi Pria ...................................................................................................... 61 5.3 Hubungan Sikap dengan Pemanfaatan Metode Operasi Pria .............. 63 5.4 Hubungan Dukungan Istri dengan Pemanfaatan Metode Operasi Pria ...................................................................................................... 64 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................. 59 6.1 Kesimpulan ........................................................................................... 67 6.2 Saran ...................................................................................................... 68 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Lampiran 2. Master Data Lampiran 3. Hasil Pengolahan Data Lampiran 4. Surat Permohonan Izin Penelitian Lampiran 5. Surat Keterangan Izin Penelitian Lampiran 6. Surat Selesai Izin Penelitians
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden di Kecamatan Medan Selayang ........................................................................................... 39 Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan tentang Pemanfatan Metode Operasi Pria ....................................... 40 Tabel 4.3 Ditribusi Jawaban Pengetahuan Responden tentang Pemanfaatan Metode Operasi Pria ................................................... 41 Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Pemanfaatan Metode Operasi Pria ................................................... 45 Tabel 4.5 Distribusi Jawaban Sikap Responden tentang Pemanfaatan Metode Operasi Pria .......................................................................... 46 Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap tentang Pemanfaatan Metode Operasi Pria ......................................................................... 50 Tabel 4.7 Distribusi Jawaban Dukungan Istri Responden tentang Pemanfaatan Metode Operasi Pria ................................................... 51 Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Istri tentang Pemanfaatan Metode Operasi Pria ................................................... 53 Tabel 4.9 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pemanfaatan Metode Operasi Pria ...................................................................................... 55 Tabel 4.10 Hubungan Pengetahuan dengan Pemanfaatan Metode Operasi Pria .................................................................................................. 55 Tabel 4.11 Hubungan Sikap dengan Pemanfaatan Metode Operasi Pria ......... 56 Tabel 4.12 Hubungan Dukungan Istri dengan Pemanfaatan Metode Operasi Pria ..................................................................................... 57
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.6 Kerangka Konsep Determinan Pemanfaatan Metode Operasi Pria (MOP) di Kecamatan Medan Selayang ............... 29
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut UU No. 1 tahun 1992 keluarga berencana merupakan upaya
peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia
perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan
kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera.
Adapun visi dari program KB yaitu terwujudnya “Keluarga Berkualitas 2015” yang
hakekatnya mewujudkan keluarga Indonesia yang mempunyai anak ideal, sehat,
berpendidikan, sejahtera, berketahanan, dan terpenuhi hak-hak reproduksinya
(Yuhedi & Titik Kurniawati, 2014).
Peran keluarga berencana dalam kesehatan reproduksi adalah untuk
menunjang tercapainya kesehatan ibu dan bayi, karena kehamilan yang diinginkan
dan berlangsung dalam keadaan dan saat yang tepat, akan lebih menjamin
keselamatan ibu dan bayi yang dikandungnya. Keluarga berencana memiliki peranan
dalam menurunkan risiko kematian ibu melalui pencegahan kehamilan, menunda
kehamilan melalui pendewasaan usia hamil, menjarangkan kehamilan atau membatasi
kehamilan bila anak sudah dianggap cukup.
Pria dan wanita berhak memperoleh informasi dan mempunyai akses terhadap
berbagai metoda KB yang mereka pilih, efektif, dan aman, terjangkau dan juga
metoda-metoda pengendalian kehamilan lainnya yang tidak bertentangan dengan
hukum dan perundang-undangan yang berlaku (Pinem, 2009).
Berdasarkan sensus penduduk tahun 1971-2010 jumlah penduduk Indonesia
mengalami kenaikan menjadi dua kali lipat selama hampir 40 tahun dari sekitar 118
juta pada tahun 1971 dan pada tahun 2010 menjadi 237 juta. Sedangkan pada tahun
2013 jumlah penduduk mencapai 260 juta jiwa hal ini membuat Indonesia menjadi
urutan ke empat penduduk terbanyak di dunia. Maka dengan meningkatnya jumlah
penduduk di Indonesia secara tidak langsung dapat memengaruhi kualitas SDM
(Sumber Daya Manusia) di Indonesia.
Kondisi kependudukan yang ada merupakan suatu permasalahan yang
memerlukan perhatian dan penanganan secara seksama, lebih sungguh-sungguh, dan
berkelanjutan. Salah satu upaya yang telah dan perlu terus dilakukan oleh pemerintah,
bersama-sama dengan seluruh lapisan masyarakat adalah dengan pengendalian
jumlah penduduk melalui peningkatan pelayanan keluarga berencana (KB) dan
kesehatan reproduksi (KR) yang terjangkau, bermutu, dan efektif menuju
terbentuknya keluarga kecil yang berkualitas (BKKBN, 2012).
Berdasarkan dari data SDKI tahun 1991 sampai 2012 bahwa Total Fertility
Rate (TFR) di Indonesia berturut-turut sebagai berikut 1991 (3,0), 1994 (2,85), 1997
(2,78), 2002 (2,63), 2007 (2,6), dan tahun 2012 (2,6), dari data diatas terlihat adanya
penurunan dari 3 anak per wanita pada SDKI 1991 menjadi 2,6 anak pada SDKI
2002-2003. Angka TFR ini stagnan dalam 3 periode terakhir pemantauan SDKI
(2002, 2007, 2012). Sementara TFR (Total Fertility Rate) untuk Sumatera Utara yaitu
3,00 pada tahun 2012. Untuk mencapai target Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2014 sebesar 2,36 maupun target MDG 2015 sebesar
2,11 dibutuhkan upaya lebih sungguh-sungguh.
Dalam rangka mencapai visi penduduk tumbuh seimbang tahun 2015
berbagai upaya terus dilakukan pemerintah. Usaha menurunkan tingkat kelahiran
dilaksanakan melalui penyebarluasan dan penyediaan sarana dan prasarana keluarga
berencana. Sementara itu, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku
masyarakat/keluarga tentang keluarga berencana, promosi program KB (KIE-KB)
gencar dilakukan melalui berbagai media. Termasuk juga adalah kegiatan – kegiatan
yang dapat mendorong masyarakat/keluarga untuk melaksanakan atau
mempraktekkan norma keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera (BKKBN, 2012).
Secara provinsi pembinaan peserta KB aktif pada bulan januari 2013
mencapai 1.244.944 peserta 73,76% dari total jumlah pasangan usia subur sebesar
1.687.912. secara provinsi jika dilihat maka proporsi terbesar penggunaan suntikan
505.511 (40,61%), disusul dengan pengguna pil 326.180 (26,20%) sedangkan yang
lainnya yaitu IUD sebesar 59.298 (4,76%), implant 233.105 (18,72%), MOW sebesar
42.394 (3,40%), MOP sebesar 5.694 (0,46%) dan kondom sebesar 72.807 (5,85%).
Dari data diatas pembinaan peserta KB pria (kondom dan Metode Operasi
Pria) pada bulan januari 2013 mencapai 78.501 (6,31%) dari total pengguna alat
kontrasepsi sebesar 1.244.944. Jika diperhatikan kondisi partisipasi pria dalam ber-
KB masih cukup rendah, meskipun beberapa kota mengalami peningkatan
pencapaian lebih tinggi dari pencapaian provinsi, namun perlu adanya peningkatan
KIE, konseling dan pelayanan KB yang mengarah pada peningkatan KIE dan
pelayann KB yang mengarah pada peningkatan partisipasi KB pria (BKKBN, 2013).
Menurut BKKBN (2003) dikutip oleh Ekarini (2008) bahwa hal yang
mendasar dalam pelaksanaan pengembangan program partisipasi pria untuk
mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender adalah dalam bentuk perubahan
kesadaran, sikap, dan prilaku pria atau suami maupun isterinya tentang keluarga
berencana dan kesehatan reproduksi. Untuk meningkatkan kesertaan KB pria yang
utama hendaklah diberi pengetahuan yang cukup tentang KB dan kesehatan
reproduksi.
Salah satu metode KB adalah sterilisasi pada wanita dan pria. Dimana kontap
adalah satu metode kontrasepsi yang dilakukan dengan cara mengikat atau memotong
saluran telur (pada perempuan) atau saluran sperma (pada laki - laki). Kontap dikenal
ada 2 macam yaitu kontap pria dan kontap wanita. Kontap pria atau metode sterilisasi
pada pria yang dikenal dengan Metode Operasi Pria (MOP) atau vasektomi.
MOP/Vasektomi adalah tindakan pengikatan dan pemotongan saluran benih agar
sperma tidak keluar dari buah zakar. Kontap wanita atau merupakan metode
sterilisasi pada wanita dikenal dengan Metode Operasi Wanita (MOW) atau
tubektomi. Metode Operasi Pria/Vasektomi merupakan alat kontarasepsi yang efektif
bagi pria karena alat kontarasepsi ini merupakan alat kontarsepsi yang permanen
(Pinem, 2009).
Berdasarkan data BPPKB Kota Medan tahun 2013 peserta KB aktif mencapai
229.879 peserta (68.92%) dari total PUS sebesar 333.525 dimana pengguna KB
suntik sebesar 80.459 (35,00%), pil 71.542 (31.12%), IUD sebesar 29.734 (12.93%),
implant sebesar 18.390 (8.00%), MOP sebesar 2.125 (0.92 %), MOW sebesar 13.159
(5.72%), dan kondom sebesar 14.470 (6.29%). Penggunaan alkon pil dan suntik
masih tinggi, meskipun berangsur – angsur pengguna alkon yang lainnya khususnya
MKJP sudah diminati oleh masyarakat.
Pencapaian peserta KB aktif pengguna MOP di 21 kecamatan Kota Medan
Tahun 2014 periode Januari – Juni yaitu Kecamatan Medan Kota (1,32%), Kec.
Medan Sunggal (0,52%), Kec. Medan Helvetia (0,44%), Kec. Medan Denai (0,65%),
Kec. Medan Barat (3,49%), Kec. Medan Deli (1,43%), Kec. Medan Tuntungan
(0,39%), Kec. Medan Belawan (2,30%), Kec. Medan Amplas (0,53%), Kec. Medan
Area (1,15%), Kec. Medan Johor (0,94%), Kec. Medan Marelan (0,69%), Kec.
Medan Labuhan (0,70), Kec. Medan Tembung (0,37%), Kec. Medan Maimun
(2,38%), Kec. Medan Polonia (0,95%), Kec. Medan Baru (0,52%), Kec. Medan
Perjuangan (0,97%), Kec. Medan Petisah (0,84%), Kec. Medan Timur (2,40%), Kec.
Medan Selayang (0,36%) (Badan PP & KB kota Medan, 2014).
Dari profil kota Medan yang telah diuraikan diatas diketahui pengguna MOP
terendah yaitu di kecamatan Medan Selayang dari 16.619 jumlah PUS peserta KB
hanya ada 40 pria (0.36%) yang menggunakan metode operasi pria (vasektomi), ini
menunjukkan bahwa partisipasi pria dalam memanfaatkan Metode Operasi Pria
(MOP)/vasektomi masih rendah di kecamatan Medan Selayang.
Menurut penelitian yang dilakukan Surya Manurung (2012) mengenai
beberapa faktor yang dapat memengaruhi pemakaian alat kontrasepsi vasektomi salah
satunya adalah faktor pengetahuan yang mana pengetahuan tentang KB berpengaruh
terhadap keputusan suami dalam memilih metode operasi pria/vasektomi sebagai alat
kontrasepsi, hal ini menjelaskan bahwa pengetahuan merupakan cara seseorang
mengetahui segala sesuatu. Dukungan istri juga berpengaruh terhadap keputusan
suami dalam memilih vasektomi sebagai alat kontrasepsi, hal ini menjelaskan bahwa
istri adalah orang yang paling dekat dengan suami, istri selalu mendampingi suami
dalam mengambil keputusan dalam rumah tangga. Jika si istri mendukung suatu
keputusan maka umumnya suami tidak akan ragu untuk mengambil keputusan dan
tidak menimbulkan penyesalan terhadap keputusan.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan terhadap 5 orang suami
yang tinggal di wilayah kecamatan Medan Selayang dan hasilnya 1 orang sudah
menggunakan metode operasi pria dengan alasan bahwa ia sudah tidak ingin memiliki
anak lagi, sedangkan 4 orang suami lagi tidak menggunakan metode operasi pria
dengan memberikan alasan yang berbeda-beda, 1 orang memberikan alasan bahwa
istrinya tidak mengizinkan ia untuk melakukan tindakan metode operasi
pria/vasektomi karena takut suaminya selingkuh, dan 3 orang suami lagi mengatakan
mereka takut untuk melakukan metode operasi pria/vasektomi karena mereka
menganggap bahwa metode operasi pria/vasektomi dapat mengganggu kepuasan
mereka dalam berhubungan dengan istrinya serta mereka juga takut bila nanti setelah
memanfaatkan Metode Operasi Pria/Vasektomi bila terjadi sesuatu seperti perdarahan
atau luka yang semakin parah mereka tidak ada uang untuk berobat. Dengan adanya
alasan seperti uraian diatas menunjukkan bahwa pengetahuan mereka tentang metode
operasi pria/vasektomi masih sangat rendah serta tidak adanya dukungan dari istri
untuk melakukan tindakan metode operasi pria/vasektomi.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Determinan Pemanfaatan Metode Operasi Pria (MOP) di
Kecamatan Medan Selayang “.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka didapat bahwa
masih rendahnya partisipasi suami untuk dilakukan tindakan Metode Operasi Pria
(MOP) di kecamatan Medan selayang. Sehingga yang menjadi perumusan masalah
dari penelitian ini adalah Determinan Pemanfaatan Metode OPerasi Pria (MOP) di
Kecamatan Medan Selayang Tahun 2014.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui determinan yang berhubungan dengan pemanfaatan Metode
Operasi Pria (MOP) dikecamatan Medan Selayang tahun 2014.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan dengan pemanfaatan Metode
Operasi Pria di kecamatan Medan Selayang.
b. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan pemanfaatan Metode Operasi
Pria di kecamatan Medan Selayang.
c. Untuk mengetahui hubungan sikap dengan pemanfaatan Metode Operasi Pria di
kecamatan Medan Selayang.
d. Untuk mengetahui hubungan dukungan istri dengan pemanfaatan Metode Operasi
Pria di kecamatan Medan Selayang.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan informasi dan masukan bagi pemerintah setempat khususnya di
Kecamatan Medan Selayang untuk lebih meningkatkan pemanfaatan KB pria
terutama Metode Operasi Pria (MOP).
2. Sebagai bahan masukan bagi dinas kesehatan kota Medan dalam menentukan
Kebijakan dalam upaya meningkatkan program KB.
3. Sebagai sumber informasi yang dapat dijadikan referensi bagi para peneliti
sejenis yang dilaksanakan di masa mendatang.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keluarga Berencana
2.1.1 Sejarah Upaya Keluarga Berencana
Kesadaran manusia tentang pentingnya masalah kependudukan telah dimulai
sejak bumi dihuni oleh ratusan juta manusia:
1. Plato (427 – 347 ) menyarankan agar pranata sosial dan pemerintahan sebaiknya
direncanakan dengan pertumbuhan penduduk yang stabil sehingga terjadi
keseimbangan antara jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi.
2. Ibnu Khaldun (1332 – 1407) telah membahas masalah fertilitas, mortalitas dan
migrasi penduduk yang berkaitan dengan masalah sosial.
3. Malthus (1766 – 1834) pada zaman industri sedang berkembang mengeluarkan
buku yang berjudul An Essay on the Principle of Population (1798) dengan inti
“manusia jangan terlalu banyak menghayal bahwa dengan kemampuan teknologi,
mereka akan dapat memenuhi segala kebutuhan karena pertumbuhan manusia
laksana deret ukur, sedangkan pertumbuhan dan kemampuan sumber daya alam
untuk memenuhinya berkembang dalam deret hitung”. Dengan demikian, suatu
saat manusia akan sulit untuk memenuhi kebutuhannya karena sumber daya alam
yang sangat terbatas (Manuaba,2002).
4. Di Inggris dikenal Marie Stopes (1880 - 1950) yang menganjurkan pengaturan
kehamilan dikalangan keluarga buruh.
5. Di Amerika Serikat dikenal Margareth Sanger (1883 - 1966) dengan program
“birth control” nya yang merupakan pelopor KB modern. Pada tahun 1952
Margareth Sanger meresmikan berdirinya International Planned Parenthood
Federation (IPPF). Sejak saat itu berdirilah perkumpulan – perkumpulan keluarga
berencana di seluruh dunia (Meilani dkk, 2010).
2.1.2 Definisi Keluarga Berencana
Menurut WHO (World Health Organisation) Expert Committee 1970 keluarga
berencana adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk
mendapatkan objektif-objektif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan,
mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur interval di antara kehamilan,
mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami isteri,
menentukan jumlah anak dalam keluarga (Hartanto, 2010).
Menurut UU No. 10 tahun 1992 dikutip dari Yuhedi dan Titiek Kurniawati
(2014) keluarga berencana yaitu upaya peningkatan kepedulian dan peran serta
masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan
ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujdkan keluarga
kecil, bahagia, dan sejahtera.
Keluarga berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia
ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan dan bantuan
sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas (UU RI
No. 59 Tahun 2009).
2.1.3 Tujuan Keluarga Berencana
Gerakan Keluarga Berencana (KB) memiliki beberapa tujuan yaitu
1. Menurunkan tingkat kelahiran dengan mengikutsertakan seluruh lapisan
masyarakat dan potensi yang ada.
2. Meningkatkan jumlah peserta KB dan tercapainya pemerataan serta kualitas
peserta KB yang menggunakan alat kontrasepsi efektif dan mantap dengan
pelayanan bermutu.
3. Mengembangkan usaha-usaha untuk membantu meningkatkan kesejahteraan
ibu dan anak, memperpanjang harapan hidup, menurunkan tingkat kematian
bayi dan anak-anak dibawah usia lima tahun serta memperkecil kematian ibu
karena resiko kehamilan dan persalinan.
4. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penerimaan, penghayatan dan
pengalaman norma keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera sebagai cara
hidup yang layak dan bertanggung jawab.
5. Meningkatkan peranan dan bertanggung jawab wanita, pria dan generasi
muda dalam pelaksanaan upaya-upaya penanggulangan masalah
kependudukan.
6. Mencapai kemantapan, kesadaran, tanggung jawab dan peran serta keluarga
dan masyarakat dalam pelaksanaan gerakan KB sehingga lebih mampu
meningkatkan kemandiriannya di wilayah masing-masing.
7. Mengembangkan usaha-usaha peningkatan mutu sumber daya manusia untuk
meningkatkan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan keluarga dan
masyarakat dalam mempercepat pelembagaan nilai-nilai.
8. Memeratakan penggarapan gerakan KB keseluruh wilayah dan lapisan
masyarakat perkotaan, pedesaan, kumuh, miskin dan daerah pantai.
9. Meningkatkan jumlah dan mutu tenaga dan atau pengelola gerakan KB yang
mampu memberikan pelayann KB yang dapat menjangkau seluruh lapisan
masyarakat diseluruh pelosok tanah air dengan kualitas yang tinggi dan
kenyamanan yang memenuhi harapan (Meilani dkk, 2010).
2.1.4 Jenis-jenis Akseptor Keluarga Berencana
1. Akseptor aktif adalah akseptor yang ada pada saat ini menggunakan salah satu
cara/alat kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan atau mengakhiri
kesuburan.
2. Akseptor aktif kembali adalah pasangan usia subur yang telah menggunakan
kontrasepsi selama tiga bulan atau lebih yang tidak diselingi suatu kehamilan
dan kembali menggunakan cara alat kontrasepsi baik dengan cara yang sama
maupun berganti cara setelah berhenti/istirahat kurang lebih tiga bulan
berturut-turut dan bulan karena hamil.
3. Akseptor KB baru adalah akseptor yang baru pertama kali menggunakan
alat/obat kontrasepsi atau Pasangan Usia Subur (PUS) yang kembali
menggunakan alat kontrasepsi setelah melahirkan atau abortus.
4. Akseptor KB dini adalah para ibu yang menerima salah satu cara kontrasepsi
dalam waktu 2 minggu setelah melahirkan atau abortus
5. Akseptor langsung adalah para istri yang memulai salah satu cara kontrasepsi
dalam waktu 40 hari setelah melahirkan atau abortus
6. Akseptor dropout adalah akseptor yang menghentikan pemakaian kontrasepsi
lebih dari 3 bulan (Mulyani & Mega.R, 2013).
2.2 Kontrasepsi
2.2.1 Metode Kontrasepsi
Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti
“melawan” atau “mencegah”, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur
yang matang dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari
kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat
adanya pertemuan antara sel telur dengan sel sperma. Untuk itu berdasarkan maksud
dan tujuan kontrasepsi, maka yang membutuhkan kontrasepsi adalah pasangan yang
aktif melakukan hubungan seks dan kedua-duanya memiliki kesuburan normal
namun tidak menghendaki kehamilan (Suratun, 2008)
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya ini
dapat bersifat sementara maupun bersifat permanen, dan upaya ini dapat dilakukan
dengan cara, alat atau obat – obatan (Proverawati, 2010)
Metode dalam kontrasepsi tidak ada satupun yang efektif secara menyeluruh.
Meskipun begitu, beberapa metode dapat lebih efektif dibanding metode yang
lainnya. Efektifitas metode kontrasepsi yang digunakan bergantung pada kesesuaian
pengguna dengan instruksi. Perbedaan keberhasilan metode juga tergantung pada
tipikal penggunaan (yang terkadang tidak konsisten) dan penggunaan sempurna
(mengikuti semua instruksi dengan benar dan tepat). Perbedaan efektifitas antara
penggunaan tipikal dan penggunaan sempurna menjadi sangat bervariasi antara suatu
metode kontrasepsi dengan metode kontrasepsi yang lain. Sebagai contoh:
kontrasepsi oral sangat efektif bila digunakan secara tepat, tetapi banyak wanita yang
sering kali lupa untuk meminum pilnya secara teratur, sehingga penggunaan
kontrasepsi oral secara tipikal kurang efektif dibandingkan penggunaan sempurna.
Pada kontrasepsi implant, saat implant dimasukkan ke dalam tubuh, tidak diperlukan
perlakuan apapun lagi (Mulyani dan Mega.R, 2013).
2.2.2 Jenis-jenis Alat Kontrasepsi
Alat kontrasepsi terbagi menjadi :
1. KB metode sederhana terdiri dari :
a. Kondom
b. Pantang berkala yaitu system kelender dan system suhu basal
c. Senggama terputus
d. Spermisisda
2. KB metode efektif terdiri dari:
a. Kontrasepsi hormonal
b. Kontrasepsi hormonal pil: pil kombinasi, pil sekuensial, progesterone, dan
after morning pil
c. Kontrasepsi hormonal suntikan
d. Kontrasepsi hormonal susuk (Implant)
3. Kontarsepsi mekanis yaitu AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) terdiri dari:
a. Seven cupper
b. Multi load
c. Cupper T 380
d. Medosa
e. Progestaset (AKDR dengan progesterone)
4. Metode KB darurat terdiri dari:
a. Metode hormonal: pemberian esterogen dosis tinggi, pemberian
antiprogestin mifeppriston, metode yupze, metode postinar buatan Gedeon
Richter Hongaria dan penggunaan Danazol
b. Metode insersi AKDR
5. Metode kontrasepsi mantap pria (sterilisasi) atau yang dikenal dengan sebutan
vasektomi
6. Metode kontrasepsi mantap wanita (sterilisasi) atau yang dikenal dengan
sebutan tubektomi (Manuaba, 2010).
2.3 Metode Operasi Pria (MOP)
2.3.1 Sejarah dan Pengenalan MOP
Sterilisasi pria telah menjadi pilihan kontrasepsi permanen yang populer
untuk banyak pasangan. Prosedur bedah tersebut disebut Metode Operasi Pria (MOP)
atau disebut juga vasektomi . Eksperimen pertama dengan melakukan sumbatan pada
vas deferen dilakukan pada awal tahun 1830 oleh Astley cooper dan kemudian pada
abad ke-20 seiring kemajuan dibidang pembedahan dan anastesia, Metode Operasi
Pria/vasektomi tersedia bagi pria. Hal ini merintis dibukanya klinik Metode Operasi
Pria/vasektomi pertama oleh family planning Association pada Oktober 1968
(Everett, 2012).
2.3.2 Definisi Metode Operasi Pria (MOP)/Vasektomi
Metode operasi pria/vasektomi adalah cara KB permanen bagi pria yang
sudah memutuskan tidak ingin mempunyai anak lagi. Klien harus
mempertimbangkan secara matang sebelum mengambil keputusan. Metode Operasi
Pria/Vasektomi adalah operasi yang aman, mudah dan hanya memerlukan beberapa
menit dirumah sakit atau klinik KB yang terstandar untuk melakukan pembedahan
ringan. KB ini baru efektif setelah ejakulasi 20 kali atau 3 bulan pasca operasi.
Sebelum waktu tersebut masih harus menggunakan barier lain (kondom). Secara
umum MOP/vasektomi tidak memiliki efek samping jangka panjang, tidak
berpengaruh terhadap kemampuan maupun kepuasan seksual (Meilani dkk, 2010).
Metode operasi pria (MOP)/Vasektomi adalah pemotongan sebagian (0,5 cm -
1 cm) pada vasa deferensia atau tindakan operasi ringan dengan cara mengikat dan
memotong saluran sperma sehingga sperma tidak dapat lewat dan air mani tidak
mengandung spermatozoa, dengan demikian tidak terjadi pembuahan, operasi
berlangsung kurang lebih 15 menit dan pasien tak perlu dirawat.
Seorang pria yang sudah vasektomi/MOP, volume air maninya sekitar 0,15 cc
yang tertahan tidak ikut keluar bersama ejakulasi karena scrotum yang
mengalirkannya sudah dibuat buntu. Sperma yang sudah dibentuk tidak akan
dilkeluarkan oleh tubuh, tetapi diserap dan hancurkan oleh tubuh.
2.3.3 Kelebihan Metode Operasi Pria/Vasektomi
Ada beberapa kelebihan dari metode operasi pria/vasektomi yaitu :
1. Teknik operasi kecil yang sederhana dapat dikerjakan kapan saja.
2. Komplikasi yang dijumpai sedikit dan ringan.
3. Baik yang dilakukan pada laki-laki yang tidak ingin punya anak.
4. Metode Operasi Pria/vasektomi lebih murah dan lebih sedikit komplikasi
(Mulyani dan Mega. R, 2013).
5. Tidak akan menggangu ereksi, potensi seksual dan produksi hormon.
6. Perlindungan terhadap terjadinya kehamilan sangat tinggi, dapat digunakan
seumur hidup (permanen).
7. Tidak menggangu kehidupan seksual suami istri.
8. Lebih aman (keluhan sedikit).
9. Lebih praktis (hanya memerlukan satu kali tindakan).
10. Lebih efektif (tingkat kegagalannya sangat kecil.)
11. Tidak ada mortalitas.
12. Tidak harus dingat-ingat, tidak harus selalu ada persediaan (Meilani dkk,
2010).
2.3.4 Kekurangan Metode Operasi Pria/Vasektomi
Selain kelebihan MOP/Vasektomi juga memiliki beberapa kekurangan yaitu:
1. Harus dilakukan tindakan pembedahan.
2. Tidak dilakukan pada pria yang masih ingin memiliki anak lagi (Meilani dkk,
2010)
3. Beberapa laki-laki takut melakukan vasektomi atau metode operasi pria
karena mereka berpikir dapat mempengaruhi kemampuan seks atau
menyebabkan masalah ereksi.
4. Seringkali harus melakukan dengan kompres es selama 4 jam untuk
mengurangi pembengkakan, perdarahan dan rasa tidak nyaman dan harus
memakai celana yang dapat mendukung skrotum selama 2 hari
5. Pasien diminta untuk memakai kondom terlebih dahulu untuk membersihkan
saluran sperma dari sisa sperma yang ada. Untuk mengetahui yang steril atau
tidak, pemeriksaan mikropis biasanya dilakukan 20-30 kali setelah ejakulasi.
6. Metode Operasi Pria/Vasektomi tidak memberikan perlindungan terhadap
infeksi menular seksual termasuk HIV.
7. Dibutuhkan 1-3 tahun untuk benar-benar menentukan apakah Metode Operasi
Pria/vasektomi dapat bekerja efektif 100 persen atau tidak.
Walaupun Metode Operasi Pria/vasektomi dinilai paling efektif untuk mengontrol
kesuburan laki-laki namun masih mungkin di jumpai suatu kegagalan.
Vasektomi dianggap gagal bila:
a. Pada analisa sperma setelah 3 bulan pascavasektomi atau setelah 15-20 kali
ejakulasi masih dijumpai spermatozoa.
b. Dijumpai spermatozoa setelah sebelumnya azoosperma.
c. Istri (pasangan) hamil (Mulyani dan Mega.R, 2013).
2.3.5 Efek Samping Metode Operasi Pria/Vasektomi
Adapun efek samping dari tindakan MOP/vasektomi
a. Sperma yang diproduksi tubuh laki-laki tidak bisa disalurkan karena prows
vasektomi tersebut akan kembali diserap tubuh tanpa menyebabkan gangguan
metabolisme.
b. Beberapa orang yang menggunakan Metode Operasi Pria/vasektomi mengeluh
tentang gangguan terhadap gairah seksual mereka, tetapi itu hanya bersifat
psikologis bukan gejala fisiologis.
c. Rasa nyeri atau ketidaknyamanan akibat pembedahan yang biasanya hanya
berlangsung beberapa hari.
d. Efek samping vasektomi hampir tidak ada kecuali infeksi apabila perawatan
pasca operasinya tidak bagus atau disebabkan karena lingkungan luar bukan dari
MOP/ vasektomi itu sendiri. Oleh karena itu, seseorang untuk memutuskan
divasektomi harus ada persiapan baik itu fisik maupun mental dan tentunya
konsultasi karena dipotong atau diikat adalah saluran yang mengeluarkan sperma
bukan cairan semennya.
e. Metode Operasi Pria/ vasektomi juga tidak ada pengaruhnya terhadap
kemampuan laki-laki untuk melakukan hubungan seksual, malah beberapa kasus
disebutkan potensi laki-laki lebih baik karena pengaruh dari psikologis terhindar
dari kecemasan terjadinya kehamilan dari istri.
2.3.6 Kontraindikasi Metode Operasi Pria/Vasektomi
Adapun kontraindikasi Metode Operasi Pria yaitu:
a. Penderita hernia.
b. Penderita kencing manis (diabetes).
c. Penderita kelainan pembekuan darah.
d. Penderita penyakit kulit jamur didaerah kemaluan.
e. Tidak tetap pendiriannya.
f. Memiliki peradangan pada buah zakar.
g. Infeksi didaerah testis (buah zakar) dan penis.
h. Varikokel (varises pada pembuluh darah balik buah zakar).
i. Buah zakar membesar karena tumor.
j. Hidrokel (penumpukan cairan pada kantong zakar).
k. Buah zakar tidak turun (kriptokismus).
l. Penyakit kelainan pembuluh darah (Meilani dkk, 2010).
2.3.7 Indikasi Metode Operasi Pria/Vasektomi
Adapun indikasi dari Metode Operasi Pria/vasektomi yaitu:
a. Pasangan yang tidak lagi ingin menambah jumlah anak.
b. Pasangan yang istrinya sudah sering melahirkan.
c. Memiliki penyakit yang membahayakan kesehatan.
d. Pasangan yang telah gagal dengan kontrasepsi lain.
Seperti juga pada tubektomi, pria yang akan melakukan operasi Metode
Operasi Pria/vasektomi harus melakukannya secara sukarela dan menandatangani
surat persetujuan. Disamping itu mereka berhak mendapat keterangan yang benar dan
terperinci dari dokter atau petugas pelayanan lainnya. Tingkat keberhasilan mencapai
99% (Mulyani dan Mega.R, 2013)
2.3.8 Syarat Metode Operasi Pria/Vasektomi
Menurut Mulyani dan Mega.R (2013) syarat untuk melakukan metode operasi
pria/vasektomi yaitu:
a. Sukarela, artinya pasien telah mengerti dan memahami segala akibat
prosedur vasektomi selanjutnya memutuskan pilihannya atas keinginan
sendiri, dengan mengisi dan mendatangani informed consent.
b. Oncent (persetujuan tindakan)
- Bahagia, artinya pasien terikat dalam perkawinan yang syah dan telah
mempunyai jumlah anak minimal 2 orang anak.
- Sehat, melalui pemeriksaan oleh dokter pasien dianggap sehat dan
memenuhi persyaratan medis untuk dilakukan prosedur tindakan
Metode Operasi Pria/vasektomi.
- Umur calon akseptor tidak kurang dari 30 tahun (Suratun, 2008).
Kondisi yang memerlukan perhatian khusus bagi tindakan MOP/vasektomi yaitu:
a. Infeksi kulit pada daerah operasi
b. Infeksi sistemik yang sangat menggangu pasien
c. Hidrokel atau varikokel yang besar
d. Hernia inguinalis
e. Filariasis
f. Undesensus testikularis
g. Massa intraroktalis
h. Anemia berat, gangguan pembekuan darah atau sedang menggunakan
antikoagulansia
Nasehat Sebelum Tindakan Metode Operasi Pria/Vasektomi yaitu:
a. Tidur dan istirahat yang cukup.
b. Mandi dan bersihkanlah daerah sekitar kemaluan.
c. Pakailah celana dalam yang bersih.
d. Dianjurkan makan terlebih dahulu sebelum dilakukan tindakan operasi.
Nasehat setelah dilakukan tindakan Metode Operasi Pria yaitu sebagai berikut :
a. Perawatan luka, diusahakan agar tetap kering dan jangan sampai basah
sebelum sembuh, karena dapat mengakibatkan infeksi. Pakai celana
dalam yang bersih.
b. Segera kembali ke rumah sakit apabila terjadi pendarahan, badan panas,
nyeri yang hebat, pusing, muntah atau sesak nafas.
c. Memakan obat yang diberikan yaitu antibiotika profilaktik dan analgetika
seperlunya (Mulyani & Mega.R, 2013).
d. Istirahat secukupnya, dan selama 7 hari setelah operasi sebaiknya tidak
bekerja berat
e. Setelah 7 hari tindakan operasi MOP/vasektomi diperbolehkan
berhubungan intim dengan istri, namun pasangan tersebut harus masih
memakai alat kontrasepsi lain selama kurang lebih 3 bulan. Bagi pria,
kira-kira pada 20 kali persengamaan setelah operasi, dianjurkan memakai
kondom. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kehamilan akibat sisa-sisa
sperma yang terdapat dalam cairan mani. Sementara pasangannya
menggunakan metode lain yang cocok. Setelah MOP/vasektomi, air mani
tetap ada, tetapi tidak lagi mengandung sperma (Meilani dkk, 2010).
2.4 Determinan Pemanfaatan Metode Operasi Pria
Kontrasepsi mantap pria atau vasektomi merupakan suatu metode kontrasepsi
operatif minor pada pria yang sangat aman, sederhana dan sangat efektif, memakan
waktu operasi yang singkat dan tidak memerlukan anestesi umum. Tetapi diseluruh
dunia, kontap pria masih merupakan metode yang terabaikan dan kurang mendapat
perhatian, baik dari pria/suami itu sendiri yang kurang dalam berpartisipasi untuk
melakukan tindakan metode operasi pria (MOP)/vasektomi (Hanafi, 2010). Hal ini
berkaitan dengan kesehatan, karena bukan hanya wanita saja yang bisa ber-KB
namun pria juga bisa ikut berpartisipasi dalam ber-KB.
Prilaku hidup sehat adalah prilaku-prilaku yang berhubungan dengan upaya
atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan.
Meskipun prilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan
dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat tergantung
pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang bersangkutan. Faktor-faktor yang
membedakan tersebut disebut dengan determinan prilaku yang dibedakan menjadi
dua, yaitu faktor internal (tingkat kecerdasan/pemgetahuan, tingkat emosional, jenis
kelamin, atau sebagainya) dan faktor eksternal (lingkungan) (Notoatmodjo, 2012).
Lawrence Green (1980) yang dikutip Notoatmodjo (2012) mencoba
menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau
masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes)
dan faktor diluar perilaku (non- behavior causes) selanjutnya perilaku itu sendiri
ditentukan atau terbentuk dari 3 sektor:
1. faktor – faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai – nilai dan sebagainya.
2. Faktor – faktor pemungkin (enabling factors) yang terwujud dalam lingkungan
fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas – fasilitas atau sarana – sarana
kesehatan. Misalnya puskesmas, obat – obatan, alat –alat kontrasepsi, dan
sebagainya.
3. Faktor – faktor penguat (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan
perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok
referensi dari perilaku masyarakat (Notoatmodjo, 2012).
Dalam penelitian ini diambil faktor-faktor yang memengaruhi prilaku
pemanfaatan metode operasi pria adalah faktor predisposing yaitu tingkat pendidikan,
pengetahuan dan sikap, faktor reinforcing yaitu dukungan istri, sedangkan untuk
faktor enabling tidak termasuk karena responden bukan orang yang harus
menyediakan tempat pelayanan kesehatan.
2.4.1 Tingkat Pendidikan
Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan dalam
bidang kesehatan. Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti
dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan ke
arah yang lebih dewasa, lebih baik, dan lebih matang pada diri individu, kelompok
atau masyarakat. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
pengetahuan dan sikap tentang metode kontrasepsi. Orang yang berpendidikan tinggi
memberikan respon yang lebih rasional dan dapat menyesuaikan diri terhadap
terhadap perubahan-perubahan sosial dari pada yang mereka yang berpendidikan
rendah. Ia juga lebih dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan sosial
secara langsung maupun tidak langsung dalam hal Keluarga Berencana (KB).
Semakin tinggi tingkat pendidikan pasangan yang ikut KB, semakin besar pasangan
suami istri memandang anaknya sebagai alasan penting untuk melakukan KB,
sehingga semakin meningkatnya pendidikan semakin tinggi proporsi mereka yang
mengetahui dan menggunakan kontrasepsi untuk membatasi jumlah anaknya
(Nototamodjo, 2007).
Peningkatan tingkat pendidikan akan menghasilkan tingkat kelahiran yang
rendah karena pendidikan akan mempengaruhi persepsi negatif terhadap nilai anak
dan akan menekan adanya keluarga besar. Orang tua dalam keluarga tentu saja
menginginkan agar anaknya berkualitas dengan harapan dikemudian hari dapat
melanjutkan cita-cita keluarga, berguna bagi masyarakat dan negara. Untuk sampai
pada cita-cita tersebut tentu saja tidak mudah, dibutuhkan strategi dan metode yang
baik. Apakah mungkin menciptakan anak yang berkualitas di tengah waktu yang
terbatas, karena kesibukan bekerja, dan apakah mungkin menciptakan anak
berkualitas di tengah kondisi keuangan atau pendapatan yang terbatas.
2.4.2 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca
indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domainyang sangat penting untuk terbentuknya
perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2007).
Tingkat pengetahuan sangat berpengaruh terhadap proses menerima atau
menolak inovasi. Roger (1974) dalam Notoadmodjo 2010 mengungkapkan bahwa
sebelum seseorang mengadopsi prilaku baru, dalam diri seseorang tersebut terjadi
proses berurutan, yaitu :
1. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus (objek) .
2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus tersebut, disini sikap subjek mulai
timbul.
3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut
bagi dirinya.
4. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh stimulus.
5. Adoption, dimana subjek telah berprilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung atau pun melalui
pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan baik
secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan yang
bertujuan untuk meningkatkan prilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pengukuran pengetahuan dapat
dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan materi yang ingin
diukur dari objek penelitian atau responden kedalam pengetahuan yang ingin
diketahui (Notoatmodjo, 2010).
2.4.3 Sikap
Menurut Notoatmodjo (2007), sikap merupakan reaksi atau respon yang
masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap itu masih
merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang
terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek dilakukan tertentu
sebagai suatu penghayatan terhadap objek.
Sikap menunjukan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang
ada dalam diri seseorang yang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapinya.
Kaitan ini didasarkan oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak
mempengaruhi perilaku. Kecenderungan berperilaku secara konsisten selaras dengan
kepercayaan dan perasaan ini membentuk sikap individual. Sikap sering diperoleh
dengan orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau
menjauhi orang lain atau obyek lain. Sikap-sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan
tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini sesuai dengan pendapat
(Notoatmodjo, 2007) bahwa sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup
dari seseorang stimulus atau obyek. Karena itulah adalah logis untuk mengharapkan
bahwa seseorang akan dicerminkannya dalam bentuk tendesi perilaku terhadap
obyek. Sikap seseorang terhadap obyek adalah perasaan mendukung atau memihak
maupun perasaan tidak mendukung pada obyek tertentu.
2.4.4 Dukungan Istri
Bentuk peran dan tanggung jawab bersama antara suami dan istri dalam ber-
KB dan kesehatan reproduksi akan terwujud karena alasan berikut ini:
a. Suami – istri merupakan pasangan dalam proses reproduksi
b. Suami – istri bertanggung jawab secara sosial, moral, dan ekonomi dalam
keluarga
c. Suami – istri sama- sama mempunyai hak-hak reproduksi yang merupakan
bagian dari hak azasi manusia yang bersifat universal
d. KB dan kesehatan reproduksi memerlukan peran dan tanggung jawab bersama
suami-istri bukan suami atau istri saja
e. Program KB dan kesehatan reproduksi berwawasan gender (Kusmiran, 2012)
2.5 Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian, tinjauan pustaka, maka kerangka konsep
penelitian ini adalah:
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Determinan Pemanfaatan Metode Operasi Pria (MOP) di Kecamatan Medan Selayang tahun 2014
2.6 Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan tingkat pendidikan dengan pemanfaatan metode operasi pria
2. Ada hubungan pengetahuan dengan pemanfaatan metode operasi pria
3. Ada hubungan sikap dengan pemanfaatan metode operasi pria
4. Ada hubungan dukungan istri dengan pemanfaatan metode operasi pria
Pemanfaatan Metode Operasi Pria
- Tingkat Pendidikan
- Pengetahuan
- Sikap
- Dukungan istri
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Jenis penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif
analitik dengan rancangan studi kasus kontrol (case control study) untuk mengetahui
determinan yang berhubungan dengan pemanfaatan Metode Operasi Pria (MOP).
3.2 Lokasi dan waktu penelitian
3.2.1 Lokasi penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Kecamatan Medan Selayang tahun 2014.
3.2.2 Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2014 – Januari 2015
3.3 Populasi dan sampel 3.3.1 Populasi
Populasi adalah seluruh pria pasangan usia subur yang sudah memiliki jumlah
anak minimal 2 (dua) yang tinggal di wilayah Kecamatan Medan Selayang tahun
2014 yaitu sebanyak 11. 800 pria PUS.
Populasi kasus dalam penelitian ini adalah suami yang telah melakukan
Metode Operasi Pria (MOP) berdasarkan data yang diperoleh dari BPPKB dan PLKB
Kecamatan Medan Selayang sebanyak 40 orang. Sedangkan kelompok kontrol adalah
suami yang bermukim sama dengan populasi kasus dan tidak melakukan Metode
Operasi Pria (MOP)
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitiaan ini yaitu keseluruhan antara kelompok kasus dan
kontrol. Kelompok kasus dalam penelitian ini adalah kelompok pria yang
memanfaatkan Metode Operasi Pria (MOP) yaitu sebanyak 40 orang dengan teknik
pengambilan sampel dengan sampling jenuh yaitu bila semua anggota populasi
digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2012) sedangkan kelompok kontrol adalah
suami yang bermukim disekitar rumah akseptor dengan pencocokan (matching)
dengan kelompok kasus dalam hal umur (memiliki range umur 5 tahun) dan jumlah
anak (jumlah anak pada kasus = jumlah anak pada kontrol).
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Data Primer
Data yang diperoleh langsung dari responden melalui teknik wawancara yang
berpedoman pada kuisioner yang telah dipersiapkan sebelumnya.
3.4.2 Data Sekunder
Data yang diperoleh dengan cara mengumpulkan laporan pencapaian peserta
KB di Badan Pemberdayaan Perempuan & Keluarga Berencana (BPPKB) kota
Medan periode Januari - Juni tahun 2014 serta laporan dari PLKB kecamatan Medan
Selayang tentang pencapaian KB Metode Operasi Pria (MOP) serta jumlah PUS yang
ada di kecamatan Medan Selayang.
3.5 Definisi Operasional
3.5.1 Definisi Operasional Variabel Dependen
Pemanfaatan metode operasi pria adalah keterlibatan/keinginan suami dalam
memanfaatkan atau tidak memanfaatkan kontrasepsi dengan menggunakan Metode
Operasi Pria (MOP)/Vasektomi.
3.5.2 Definisi Operasional Variabel Independen
Pedoman awal untuk pengumpulan informasi sesuai dengan fokus penelitian
digunakan definisi operasional yang dikembangkan dalam uraian dibawah ini:
1. Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal terakhir yang telah ditamatkan oleh
responden dan sudah memiliki ijazah.
2. Pengetahuan adalah segala hal yang diketahui oleh responden tentang pemanfaatan
Metode Operasi Pria (MOP).
3. Sikap adalah tanggapan responden yang dinyatakan dalam pernyataan tentang
Metode Operasi Pria (MOP).
4. Dukungan istri adalah pernyataan responden tentang istri yang mendukung suami
untuk menggunakan Metode Operasi Pria.
3.6 Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuisioner. Kuisioner
terdiri dari 2 bagian, yang pertama yaitu data umum responden sedangkan yang kedua
adalah kuisioner untuk menilai tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap, dan
dukungan istri.
Untuk mendapatkan kualitas hasil penelitian yang baik, perlu dilakukan uji
validitas dan reliabilitas. Uji validitas diperlukan untuk mengetahui apakah
instrument penelitian (kuisioner) yang dipakai cukup layak digunakan sehingga
mampu menghasilkan data yang akurat, instrument yang dikatakan valid, apabila
instrument tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur
(Sugiono, 2007). Sedangkan uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan
ketepatan dan dapat dipercaya dengan menggunakan metode Cronbach Alpha yaitu
menganalisis realibilitas alat ukur dari satu kali pengukuran (Supranto, 2010)
3.7 Aspek Pengukuran
1. Pemanfaatan metode operasi pria baik yang sudah memanfaatkan metode operasi
pria (kasus) maupun yang tidak memanfaatkan metode operasi pria (kontrol).
Variabel pemanfaatan metode operasi pria terdiri dari 1 pertanyaan secara umum
dengan jawaban “Ya” dan “Tidak”. Dari jawaban tersebut responden juga harus
menjawab 6 pertanyaan alasan memanfaatkan atau tidak memanfaatkan Metode
Operasi Pria (MOP) yang tujuannya untuk menggali lebih dalam informasi
tentang Pemanfaatan Metode Operasi Pria (MOP).
Pemanfaatan Metode Operasi Pria (MOP) dikategorikan menjadi 2 (dua) kategori
yaitu:
1 = Ya
2 = Tidak
2. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan diukur melalui pendidikan formal tertinggi yang pernah
ditempuh oleh responden dalam memperoleh ijazah. Tingkat pendidikan
dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu:
1= Menengah, bila pendidikan responden dimulai dari SMA sampai perguruan
tinggi
2= Dasar, bila pendidikan responden sampai SD dan SMP (Jannah dan Prasetyo,
2005).
3. Pengetahuan
Pengetahuan diukur melalui jawaban kuisioner, pertanyaan yang diajukan berupa
pilihan berganda dengan 10 pertanyaan. Apabila responden mampu menjawab
pertanyaan dengan memilih jawaban yang telah disediakan secara benar maka
diberi skor 1 (satu) dan jika salah diberi skor 0 (nol) dengan skor tertinggi yaitu
10. Berdasarkan interpretasi skor jawaban responden, pengetahuan dikategorikan
menjadi 2 (dua) kategori, yaitu :
1 = Baik, jika skor jawaban ≥ 60% dari skor total (skor 6-10)
2 = Tidak baik, jika skor jawaban < 60% dari skor total (skor 0-5) (Efendi, 2012)
4. Sikap
Sikap diukur melalui jawaban kuisoner, pertanyaan yang diajukan adalah 5
pertanyaan. Responden dapat memilih jawaban yang paling sesuai dengan keadaan
dirinya. Untuk mendapatkan kriteria digunakan perhitungan berikut :
Pernyataan Positif Nilai
Sangat Setuju : SS 4
Setuju : S 3
Tidak Setuju : TS 2
Sangat Tidak Setuju : STS 1
Untuk menetukan skor terbesar dan terkecil yaitu :
Skor terbesar : 5×4 = 20
Skor terkecil : 5×1= 5
Berdasarkan interpretasi skor jawaban responden, sikap dikategorikan menjadi 2
(dua) kategori, yaitu:
1 = Baik, jika skor jawaban ≥60% dari skor total (skor 14-20)
2 = Tidak baik, jika skor jawaban <60% dari skor total (skor 5-13) (Hidayat,
2007).
5. Dukungan istri
Dukungan istri diukur melalui jawaban kuisioner yang terdiri dari 5 pertanyaan,
Pertanyaan no 1, 2, dan 3 jika jawaban “ya” maka diberi skor 1 (satu) dan jika
“tidak” diberi skor 0 (nol) sedangkan pertanyaan no 4 dan 5 jika dijawab “tidak”
diberi skor 1 (satu) dan jika “ya” diberi skor 0 (nol). Berdasarkan interpretasi skor
jawaban responden, dukungan suami dikategorikan menjadi 2 (dua) kategori yaitu:
1 = Ya mendukung, jika skor jawaban ≥ 60% dari skor total (skor 3-5)
2 = Tidak mendukung, jika skor jawaban < 60% dari skor total (skor 0-2)
(Efendi, 2012).
3.8 Teknik Pengolahan Data
Data yang sudah terkumpul diolah secara manual dan komputerisasi untuk
mengubah data menjadi informasi. Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data
Dimulai dari editing, yaitu memeriksa kebenaran data yang diperlukan. Coding yaitu
memberikan kode numerik atau angka kepada masing-masing kategori. Entry data
yaitu memasukkan data yang telah dikumpulkan kedalam master data atau data base
computer (Tukiran, 2012).
3.9 Analisis Data
Hasil analisis data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan presentase.
Analisis data dilakukan dengan cara bertahap yaitu sebagai berikut :
1. Dengan analisis univariat
Dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi yang menggambarkan secara
tunggal determinan pemanfaatan metode operasi pria (MOP) di kecamatan
Medan Selayang
2. Dengan analisis bivariat
Dilakukan untuk mengetahui hubungan masing-masing variabel independen
yaitu tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap, serta dukungan istri dengan
variabel dependen yaitu pemanfaatan Metode Operasi Pria (MOP) menggunakan
uji chi square test sedangkan untuk mengetahui besarnya hubungan
menggunakan Odd Ratio (OR) dengan tingkat kepercayaan 95% (ɑ = 5%)
BAB 4 HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Kecamatan Medan Selayang
4.1.1 Sejarah Terbentuknya Kecamatan Medan Selayang
Kecamatan Medan Selayang adalah salah satu dari 21 kecamatan yang berada
di bagian barat daya wilayah Kota Medan. Kecamatan Medan Selayang merupakan
pecahan dari kecamatan Medan Baru, Medan Sunggal, dan Medan Tuntungan.
sebelum menjadi Kecamatan Definitif, terlebih dahulu melalui proses Kecamatan
Perwakilan. Sesuai dengan Keputusan Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara
Nomor : 138/402/K/1991 Tentang Penetapan dan Perubahan 10 (Sepuluh) Perwakilan
Kecamatan yang merupakan pemekaran wilayah Kecamatan Medan Baru, Medan
Sunggal, dan Medan Tuntungan dengan nama “Perwakilan Kecamatan Medan
Selayang” dengan 5 (lima) kelurahan dan kantor masih menyewah bangunan rumah
berukuran 6x12 m di jalan Bunga Cempaka Kelurahan PB. Selayang II.
Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50
Tahun 1991 Tentang Pembentukan Beberapa Kecamatan di Sumatera Utara termasuk
8 (delapan) Kecamatan Pemekaran di Kota Medan secara resmi Perwakilan
Kecamatan Medan Selayang menjadi Kecamatan Definitif yaitu Kecamatan Medan
Selayan. Adapaun kantornya telah menempati bangunan permanen dengan luas tanah
± 2000 m² dan luas bangunan 396 m². Kemudian berdasarkan Surat Keputusan
Gubernur Sumatera Utara Nomor : 146.1/1101/k/1994 tentang Pembentukan 7 (tujuh)
Kelurahan Persiapan di Kota Medan. Berdasarkan keputusan itulah Kecamatan
Medan Selayang berkembang dari 5 kelurahan menjadi 6 kelurahan.
4.1.2 Letak Geografis dan Luas Wilayah Kecamatan Medan Selayang
Kondisi fisik Kecamatan Medan Selayang secara geografis berada di wilayah
barat daya Kota Medan yang secara spasial merupakan dataran kemiringan anatara 0-
5%. Wilayah-wilayah yang berdekatan yang berbatasan langsung dengan Kecamatan
Medan Selayang adalah:
Sebelah Utara : Kecamatan Medan Baru dan Medan Sunggal
Sebelah Selatan : Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Johor
Sebelah Timur : Kecamatan Polonia
Sebelah Barat : Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang
Kecamatan Medan Selayang terbagi menjadi 6 (enam) kelurahan dan 63
lingkungan dengan status Kelurahan Swasembada. Adapun luas wilayah Kecamatan
Medan Selayang adalah ± 2389 Ha. Kelurahan yang terluas adalah Kelurahan Padang
Bulan Selayang II dengan luas 700 Ha disusul Kelurahan Tanjung Sari dengan luas
510 Ha, Kelurahan Sempakata denga luas 510 Ha, Keluarahan Asam Kumbang
dengan luas 410 Ha, Kelurahan PB Selayang I dengan luas 180 Ha, dan yang terkecil
adalah Kelurahan Beringin dengan luas 79 Ha.
4.2 Analisis Univariat
Analisis univariat yang diteliti dalam penelitian ini meliputi variabel bebas
yaitu : pendidikan, pengetahuan, sikap, dukungan istri, dan variabel terikat
pemanfaatan metode operasi pria.
4.2.1 Karakteristik Responden
Karaktersitik responden yang diteliti dalam penelitian ini meliputi umur,
jumlah anak, suku, dan agama dan dapat dilihat pada tabel 4.1 :
4.1 Distribusi Karakteristik Responden di Kecamatan Medan Selayang
No
Karakteristik Responden
Pemanfaatan Metode Operasi Pria (+) (-)
n % n % 1 Umur
<40 tahun 40-50 tahun >50 tahun
15 22 3
37,5 55,0 7,5
13 23 4
32,5 57,5 10,0
Jumlah 40 100,0 40 100,0 2 Jumlah anak
2 orang 3 orang 4 orang 5 orang 6 orang 7 orang 8 orang
8 11 7 7 4 1 2
20,0 27,5 17,5 17,5 10,0 2,5 5,0
12 12 7 7 2 0 0
30,0 30,0 17,5 17,5 5,0 0 0
Jumlah 40 100,0 40 100,0 3 Suku
Jawa Batak Melayu Padang
14 15 9 2
35,0 37,5 22,5 5,0
14 18 5 3
35,0 45,0 12,5 7,5
Jumlah 40 100,0 40 100,0 4 Agama
Islam Protestan Katolik
29 10 1
72,5 25,0 2,5
29 10 1
72,5 25,0 2,5
Jumlah 40 100,0 40 100,0 Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa dari 40 responden dari kelompok
yang memanfaatkan metode operasi pria yang diteliti paling banyak umur 40-50
tahun sebanyak 22 orang (55,0%) dan dari kelompok yang tidak memanfaatkan
metode operasi pria paling banyak juga umur 40-50 tahun sebanyak 23 orang
(57,5%). Jumlah anak pada kelompok yang memanfaatkan metode operasi pria
paling banyak 3 orang anak sebanyak 11 orang (27,5%) sedangkan pada kelompok
yang tidak memanfaatkan metode operasi pria paling banyak 2 dan 3 orang jumlah
anak sebanyak 12 orang (30,0%). Suku pada kelompok yang memanfaatkan metode
operasi pria mayoritas suku batak sebanyak 15 orang (37,5%) sedangkan pada
kelompok yang tidak memanfaatkan metode operasi pria mayoritas suku batak juga
sebanyak 18 orang (45,0%). Agama pada kelompok yang memanfaatkan metode
operasi pria dan yang tidak memanfaatkan metode operasi pria sebagian besar
beragama islam sebanyak 29 orang (72,5%).
4.2.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan tentang Pemanfaatan Metode Operasi Pria
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan tentang
Pemanfaatan Metode Operasi Pria
No
Tingkat Pendidikan
Pemanfaatan Metode Operasi Pria (+) (-)
n % n %
1 2
Menengah Dasar
20 20
50,0 50,0
23 17
57,5 42,5
Total 40 100,0 40 100,0
Berdasarkan tabel 4.2 tingkat pendidikan pada kelompok yang memanfaatkan
metode operasi pria seimbang antara pendidikan menengah dan pendidikan dasar
sebanyak 20 orang (50,0%), sedangkan pada kelompok yang tidak memanfaatkan
metode operasi pria lebih banyak responden yang berpendidikan menengah sebanyak
23 orang (57,5%).
4.2.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Pemanfaatan Metode Operasi Pria
Tabel 4.3 Distribusi Jawaban Pengetahuan Responden tentang
Pemanfaatan Metode Operasi Pria
No
Uraian Jawaban tentang Pengetahuan
Pemanfaatan Metode Operasi Pria
(+) (-) n % n %
1 Pengertian kontrasepsi a. Yang menjawab benar b. Yang menjawab salah
29 11
72,5 27,5
27
13
67,5 32,5
Jumlah 40 100,0 40 100,0 2 Jenis-jenis kontrasepsi untuk pria
a. Yang menjawab benar b. Yang menjawab salah
31 9
77,5 22,5
23 17
57,5 42,5
Jumlah 40 100,0 40 100,0 3 Pengertian Metode Operasi Pria (MOP)
a. Yang menjawab benar b. Yang menjawab salah
30 10
75,0 25,0
19 21
47,5 52,5
Jumlah 40 100,0 40 100,0 4 Keuntungan Metode Operasi Pria
a. Yang menjawab benar b. Yang menjawab salah
25
15
62,5
37,5
16
24
40,0 60,0
Jumlah 40 100,0 40 100,0 5. Kekurangan dari Metode Operasi Pria
a. Yang menjawab benar b. Yang menjawab salah
32 8
80,0 20,0
22 18
55,0 45,0
6. Metode operasi pria merupakan alat kontrasepsi yang permanen sehingga alat kontrasepsi ini tidak harus diingat-ingat, ini adalah salah satu… a. Yang menjawab benar b. Yang menjawab salah
29 11
72,5 27,5
24 16
60,0 40,0
Lanjutan Tabel 4.3 7 Syarat menjadi pasien untuk tindakan metode
operasi pria a. Yang menjawab benar b. Yang menjawab salah
31 9
77,5 22,5
24 16
60,0 40,0
Jumlah 40 100,0 40 100 8 Waktu yang dibutuhkan untuk pemakaian
alat kontrasepsi lain setelah dilakukan tindakan operasi pria a. Yang menjawab benar b. Yang menjawab salah
20 20
50,0 50,0
29 11
72,5 27,5
Jumlah 40 100,0 40 100,0 9 Penyakit yang tidak dianjurkan untuk
melakukan tindakan Metode Operasi Pria (MOP) a. Yang menjawab benar b. Yang menjawab salah
23 17
57,5 42,5
30 10
75,0 25,0
Jumlah 40 100,0 40 100,0 10. Metode operasi pria sangat dianjurkan jika…
a. Yang menjawab benar b. Yang menjawab salah
22 18
55,0 45,0
28 12
70,0 30,0
Jumlah 40 100,0 40 100,0
Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa responden yang menjawab benar
tentang pengertian kontrasepsi pada kelompok yang memanfaatkan metode operasi
pria sebanyak 29 orang (72,5%) dan yang menjawab salah sebanyak 11 orang
(27,5%), sedangkan pada kelompok yang tidak memanfaatkan metode operasi pria
hanya 27 orang (67,5%) yang menjawab dengan benar dan yang menjawab salah
sebanyak 13 orang (32,5%). Berdasarkan pertanyaan tentang jenis-jenis kontrasepsi
untuk pria, responden yang menjawab benar pada kelompok yang memanfaatkan
metode operasi pria sebanyak 31 orang (77,5%) dan yang menjawab salah sebanyak 9
orang (22,5%) sedangkan pada kelompok yang tidak memanfaatkan metode operasi
pria yang menajwab dengan benar hanya 23 orang (57,5%) dan yang menjawab salah
sebanyak 17 orang (42,5%).
Berdasarkan pertanyaan tentang pengertian metode operasi pria responden yang
menjawab benar pada kelompok yang memanfaatkan metode operasi pria sebanyak
30 orang (75,0%) dan yang menjawab salah sebanyak 10 orang (25,0%) sedangkan
pada kelompok yang tidak memanfaatkan metode operasi pria yang menjawab benar
sebanyak 19 orang (47,5%) dan yang menjawab salah sebanyak 21 orang (52,5%).
Berdasarkan pertanyaan tentang keuntungan dari metode operasi pria yang menjawab
benar pada kelompok yang memanfaatkan metode operasi pria sebanyak 25 orang
(62,5%) dan yang menjawab salah sebanyak 15 orang (37,55%) sedangkan pada
kelompok yang tidak memanfaatkan metode operasi pria yang menjwab benar
sebanyak 16 orang (40,0%) dan yang mejawab salah sebanyak 24 orang (60,0%).
Berdasarkan pertanyaan tentang kekurangan metode operasi pria yang menjawab
benar pada kelompok yang memanfaatkan metode operasi pria sebanyak 32 orang
(80,0%) dan yang menjawab salah sebanyak sebanyak 8 orang (20,0%) sedangkan
pada kelompok yang tidak memanfaatkan metode operasi pria yang menjawab benar
sebanyak 22 orang (55,0%) dan yang menjawab salah sebanyak 18 orang (45,0%).
Berdasarkan pertanyaan tentang metode operasi pria yang merupakan alat kontrasepsi
permanen dan tidak harus diingat, responden yang menjawab dengan benar pada
kelompok yang memanfaatkan metode operasi pria sebanyak 29 orang (72,5%) dan
yang menjawab salah sebanyak 11 orang (27,5%) sedangkan pada kelompok yang
tidak memanfaatkan metode operasi pria yang menjawab dengan benar sebanyak 24
orang (60,0%) dan yang menjawab salah sebanyak 16 orang (40,0%).
Berdasarkan jawaban responden tentang syarat menjadi pasien untuk tindakan
metode operasi pria, responden yang menjawab benar pada kelompok yang
memanfaatkan metode operasi pria sebanyak 31 orang (77,5%) dan yang menjawab
salah sebanyak 9 orang (22,5%) sedangkan pada kelompok yang tidak memanfaatkan
metode operasi pria yang menjawab benar sebanyak 24 orang (60,0%) dan yang
menjawab salah sebanyak 16 orang (40,0%). Berdasarkan pertanyaan tentang waktu
yang dibutuhkan untuk pemakaian alat kontrasepsi lain setelah dilakukan tindakan
metode operasi pria, responden yang menjawab dengan benar pada kelompok yang
memanfaatkan metode operasi pria sebanyak 20 orang (50,0%) dan yang menjawab
salah sebanyak 20 orang (50.0%) sedangkan pada kelompok yang tidak
memanfaatkan metode operasi pria sebanyak yang menjawab benar sebanyak 29
orang (72,5%) dan yang menjawab salah sebanyak 11 orang (27,5%).
Berdasarkan jawaban responden yang benar tentang metode operasi pria tidak
dianjurkan kepada pria yang menderita hernia pada kelompok yang memanfaatkan
metode operasi pria sebanyak 23 orang (57,5%) dan yang menjawab salah sebanyak
17 orang (42,5%) sedangkan pada kelompok yang tidak memanfaatkan metode
operasi pria yang menjawab benar sebanyak 30 orang (75,0%) dan yang menjawab
salah sebanyak 10 orang (25,0%). Berdasarkan jawaban responden yang benar
tentang metode operasi pria sangat dianjurkan jika pasangan yang sudah tidak lagi
ingin menambah jumlah anak pada kelompok yang memanfaatkan metode operasi
metode operasi pria sebanyak 28 orang (70,0%) dan yang menjawab salah sebanyak
18 orang (45,0%) sedangkan pada kelompokmyang tidak menfaatkan metode operasi
pria yang menjawab benar sebanyak 28 orang (70,0%) sedangkan pada kelompok
yang menjawab salah sebanyak 12 orang (30,0%).
Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Pemanfaatan Metode Operasi Pria
No
Pengetahuan
Pemanfaatan Metode Operasi Pria
(+) (-) n % n %
1 2
Baik Tidak baik
30 10
75,0 25,0
19 21
47,5 52,5
Total 40 100,0 40 100,0
Berdasarkan tabel 4.4 mayoritas pengetahuan responden pada kelompok yang
memanfaatkan metode operasi pria adalah baik yaitu sebanyak 30 orang (75,0%),
sedangkan pada kelompok yang tidak memanfaatkan metode operasi pria mayoritas
pengetahuan responden adalah tidak baik yaitu sebanyak 21 orang (52,5%).
4.2.4 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap tentang Pemanfaatan Metode Operasi Pria
Tabel. 4.5 Distribusi Jawaban Sikap Responden tentang Pemanfaatan Metode Operasi Pria
No
Uraian Jawaban tentang Sikap
Pemanfaatan Metode Operasi Pria
(+) (-) n % n %
1 Salah satu jenis kontrasepsi pria adalah Metode Operasi Pria (MOP) yang bisa digunakan bila pasangan memiliki keluhan dengan alat kontrasepsi lainnya. a. Sangat setuju b. Setuju c. Tidak setuju d. Sangat tidak setuju
5 21 14 0
12,5 52,5 35,0 0
1 16 23 0
2,5 40,0 57,5 0
Jumlah 40 100,0 40 100,0 2 Memilih kontrasepsi metode operasi pria karena
tindakannya tidak memerlukan waktu perawatan yang lama. a. Sangat setuju b. Setuju c. Tidak setuju d. Sangat tidak setuju
4 22 13 1
10,0 55,0 32,5 2,5
2 13 25 0
5,0 32,5 62,5 0
Jumlah 40 100,0 40 100,0 3 Memilih kontrasepsi metode operasi pria karena
kewajiban KB bukan hanya pada istri. a. Sangat setuju b. Setuju c. Tidak setuju d. Sangat tidak setuju
4 19 17 0
10,0 47,5 42,5 0
4 11 25 0
10,0 27,5 62,5 0
Jumlah 40 100,0 40 100,0 4 Setelah memiliki jumlah anak minimal 2 (dua)
diharapkan melakukan metode operasi pria. a. Sangat setuju b. Setuju c. Tidak setuju d. Sangat tidak setuju
3 19 18 0
7,5 47,5 45,0 0
3 11 26 0
7,5 27,5 65,0 0
Jumlah 40 100,0 40 100,0
Lanjutan Tabel 4.5 5 Kelebihan Metode Operasi Pria (MOP) dari
kontrasepsi lainnya yaitu dapat dipakai seumur hidup (bersifat permanen). a. Sangat setuju b. Setuju c. Tidak setuju d. Sangat tidak setuju
3 17 20 0
7,5 42,5 50,0 0
3 14 23 0
7,5 35,0 57,5 0
Jumlah 40 100,0 40
Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa responden yang menyatakan salah
satu jenis kontrasepsi pria adalah Metode Operasi Pria (MOP) yang bisa digunakan
bila pasangan memiliki keluhan dengan alat kontrasepsi lainnya dengan sangat setuju
pada kelompok yang memanfaatkan metode operasi pria sebanyak 5 orang (12,5%)
sedangkan pada kelompok yang tidak memanfaatkan metode operasi pria sebanyak 1
orang (2,5%), setuju pada kelompok yang memanfaatkan metode operasi pria
sebanyak 21 orang (52,5%) sedangkan pada kelompok yang tidak memanfaatkan
metode operasi pria sebanyak 16 orang (40,0%), tidak setuju pada kelompok yang
memanfaatkan metode operasi pria sebanyak 14 orang (35,0%) sedangkan pada
kelompok yang tidak memanfaatkan metode operasi pria sebanyak 23 orang (57,5%),
dan sangat tidak setuju pada kelompok yang memanfaatkan metode operasi pria dan
kelompok yang tidak memanfaatkan metode operasi pria tidak ada responden yang
memberikan pernyataan (0%).
Responden yang menyatakan memilih kontrasepsi metode operasi pria karena
tindakannya tidak memerlukan waktu perawatan yang lama dengan sangat setuju
pada kelompok yang memanfaatkan metode operasi pria sebanyak 4 orang (10,0%)
sedangkan pada kelompok yang tidak memanfaatkan metode operasi pria sebanyak 2
orang (5,0%), setuju pada kelompok yang memanfaatkan metode operasi pria
sebanyak 22 orang (55,0%) sedangkan pada kelompok tidak memanfaatkan metode
operasi pria sebanyak 13 orang (32,5%), tidak setuju pada kelompok yang
memanfaatkan metode operasi pria sebanyak 13 orang (32,5) sedangkan pada
kelompok yang tidak memanfaatkan metode operasi pria sebanyak 25 orang (62,5%),
dan sangat tidak setuju pada kelompok yang memanfaatkan metode operasi pria dan
kelompok yang tidak memanfaatkan metode operasi pria tidak ada responden yang
memberikan pernyataan (0%).
Responden yang menyatakan memilih kontrasepsi metode operasi pria karena
kewajiban KB bukan hanya pada istri dengan sangat setuju pada kelompok yang
memanfaatkan metode operasi pria sebanyak 4 orang (10,0%) sedangkan pada
kelompok yang tidak memanfaatkan metode operasi pria sebanyak 4 orang (10,0%),
responden yang menyatakan setuju pada kelompok yang memanfaatkan metode
operasi pria sebanyak 19 orang (47,5%) sedangkan pada kelompok yang tidak
memanfaatkan metode operasi pria sebanyak 11 orang (27,5%), responden yang
menyatakan tidak setuju pada kelompok yang memanfaatkan metode operasi pria
sebanyak 17 orang (42,5%) sedangkan pada kelompok yang tidak memanfaatkan
metode operasi pria sebanyak 25 orang (62,5%), dan responden yang menyatakan
sangat tidak setuju pada kelompok yang memanfaatkan metode operasi pria dan
kelompok yang tidak memanfaatkan metode operasi pria tidak ada (0%).
Responden yang menyatakan setelah memiliki jumlah anak minimal 2 (dua)
diharapkan melakukan metode operasi pria dengan sangat setuju pada kelompok yang
memanfaatkan metode operasi pria sebanyak 3 orang (7,5%) sedangkan pada
kelompok yang tidak memanfaatkan metode operasi pria sebanyak 3 orang (7,5%),
responden yang menyatakan setuju pada kelompok yang memanfaatkan metode
operasi pria sebanyak 19 orang (47,5%) sedangkan pada kelompok yang tidak
memanfaatkan metode operasi pria sebanyak 11 orang (27,5%), responden yang
menyatakan tidak setuju pada kelompok yang memanfaatkan metode operasi pria
sebanyak 18 orang (45,0%) sedangkan pada yang kelompok tidak memanfaatkan
metode operasi pria sebanyak 26 orang (65,0%), dan tidak ada yang memberikan
pernyataan sangat tidak setuju (0%) baik pada kelompok yang memanfaatkan metode
operasi pria maupun kelompok yang tidak memanfaatkan metode operasi pria.
Responden yang menyatakan kelebihan Metode Operasi Pria (MOP) dari
kontrasepsi lainnya yaitu dapat dipakai seumur hidup (bersifat permanen) dengan
sangat setuju pada kelompok yang memanfaatkan metode operasi pria sebanyak 3
orang (7,5%) sedangkan pada kelompok yang tidak memanfaatkan metode operasi
pria sebanyak 3 orang (7,5%), yang menyatakan setuju pada kelompok yang
memanfaatkan metode operasi pria sebanyak 17 orang (42,5%) sedangkan pada
kelompok yang tidak memanfaatkan metode operasi pria sebanyak 14 orang (35,0%),
yang menyatakan tidak setuju pada kelompok yang memanfaatkan metode operasi
pria sebanyak 20 orang (50,0%) sedangkan pada kelompok yang tidak memanfaatkan
metode operasi pria sebanyak 23 orang (57,5%), dan tidak ada yang memberikan
pernyataan sangat tidak setuju (0%) baik pada kelompok yang memanfaatkan metode
operasi pria maupun kelompok yang tidak memanfaatkan metode operasi pria.
Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap tentang Pemanfaatan Metode Operasi Pria
No
Sikap
Pemanfaatan Metode Operasi Pria
(+) (-) n % n %
1 2
Baik Tidak baik
20 20
50,0 50,0
11 29
27,5 72,5
Total 40 100,0 40 100,0
Berdasarkan tabel 4.6 mayoritas sikap responden pada kelompok yang
memanfaatkan metode operasi pria adalah seimbang yaitu sebanyak 20 orang
(50,0%), sedangkan pada kelompok yang tidak memanfaatkan metode operasi pria
mayoritas sikap responden adalah tidak baik yaitu sebanyak 29 orang (72,5%).
4.2.5 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan istri tentang Pemanfaatan Metode Operasi Pria
Tabel 4.7 Distribusi Jawaban Dukungan Istri Responden tentang
Pemanfaatan Metode Operasi Pria
No
Uraian Jawaban tentang Sikap
Pemanfaatan Metode Operasi Pria
(+) (-) n % n %
1 Apakah istri anda pernah menyarankan anda untuk melakukan tindakan Metode Operasi Pria (MOP)? a. Ya b. Tidak
31 9
77,5 22,5
28 12
70,0 30,0
Jumlah 40 100,0 40 100,0 2 Apakah istri anda pernah memberikan
informasi tentang kelebihan metode operasi pria? a. Ya b. Tidak
24 16
60,0 40,0
16 24
40,0 60,0
Jumlah 40 100,0 40 100,0 3 Apakah istri anda mengizinkan anda untuk
melakukan tindakan metode operasi pria? a. Ya b. Tidak
26 14
65,0 35,0
22 12
55,0 30,0
Jumlah 40 100,0 40 100,0 4 Apakah istri anda pernah melarang anda
untuk melakukan tindakan metode operasi pria? a. Ya b. Tidak
16 24
40,0 60,0
24 16
60,0 40,0
Jumlah 40 100,0 40 100,0 5 Apakah istri anda khawatir/takut jika anda
melakukan tindakan metode operasi pria? a. Ya b. Tidak
13 27
32,5 67,5
22 18
55,0 45,0
Jumlah 40 100,0 40 100,0 Beradasarkan tabel 4.7 dapat dilihat bahwa responden yang menyatakan
istrinya yang pernah menyarankan untuk melakukan tindakan Metode Operasi Pria
(MOP) pada kelompok yang memanfaatkan metode operasi pria sebanyak 31 orang
(77,5%) sedangkan pada kelompok yang tidak memanfaatkan metode operasi pria
sebanyak 28 orang (70,0%) sedangkan istrinya yang tidak pernah menyarankan pada
kelompok memanfaatkan metode operasi pria sebanyak 9 orang (22,5%) sedangkan
pada kelompok yang tidak memanfaatkan metode operasi pria sebanyak 12 orang
(30,0%). Responden yang menyatakan bahwa istrinya pernah memberikan informasi
tentang kelebihan metode operasi pria pada kelompok yang memanfaatkan metode
operasi pria sebanyak 24 orang (60,0%) sedangkan pada kelompok yang tidak
memanfaatkan metode operasi pria sebanyak 16 orang (40,0%) sedangkan istrinya
yang tidak memberikan informasi pada kelompok yang memanfaatkan metode
operasi pria sebanyak 16 orang (40,0%) sedangkan pada kelompok yang tidak
memanfaatkan metode operasi pria sebanyak 24 orang (60,0%).
Responden yang menyatakan bahwa istrinya yang mengizinkan untuk
melakukan tindakan metode operasi pria pada kelompok yang memanfaatkan metode
operasi pria sebanyak 26 orang (65,5%) sedangkan pada kelompok yang tidak
memanfaatkan metode operasi pria sebanyak 22 orang (55,0%) sedangkan yang
menyatakan istrinya tidak mengizinkan untuk melakukan tindakan metode operasi
pria pada kelompok yang memanfaatkan metode operasi pria sebanyak 14 orang
(35,0%) sedangkan pada kelompok yang tidak memanfaatkan metode operasi pria
sebanyak 12 orang (30,0%). Responden yang menyatakan bahwa istrinya pernah
melarang untuk melakukan tindakan metode operasi pria pada kelompok yang
memanfaatkan metode operasi pria sebanyak 16 orang (40,0%) sedangkan pada
kelompok yang tidak memanfaatkan metode operasi pria sebanyak 24 orang (60,0%)
sedangkan yang menyatakan bahwa istrinya tidak pernah melarang untuk melakukan
tindakan metode operasi pria pada kelompok yang memanfaatkan metode operasi pria
sebanyak 24 orang (60,0%) sedangkan pada kelompok yang tidak memanfaatkan
metode operasi pria sebanyak 16 orang (40,0%).
Responden yang menyatakan bahwa istrinya khawatir/takut jika melakukan
tindakan metode operasi pria pada kelompok yang memanfaatkan metode operasi pria
sebanyak 13 orang (32,5%) sedangkan pada kelompok yang tidak memanfaatkan
metode operasi pria sebanyak 22 orang (55,0%) sedangkan responden yang
menyatakan bahwa istrinya tidak khawatir/takut jika melakukan tindakan metode
operasi pria pada kelompok yang memanfaatkan metode operasi pria sebanyak 27
orang (67,5%) sedangkan pada kelompok yang tidak memanfaatkan metode operasi
pria sebanyak 18 orang (45,0%).
Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan istri tentang Pemanfaatan Metode Operasi Pria
No
Dukungan Istri
Pemanfaatan Metode Operasi Pria
(+) (-) n % n %
1 2
Mendukung Tidak mendukung
29 11
72,5 27,5
15 25
37,5 62,5
Total 40 100,0 40 100,0
Berdasarkan tabel 4.8 mayoritas dukungan istri responden pada kelompok
yang memanfaatkan metode operasi pria adalah tidak mendukung yaitu sebanyak 25
orang (62,5%), sedangkan pada kelompok yang tidak memanfaatkan metode operasi
pria mayoritas dukungan istri responden adalah tidak mendukung yaitu sebanyak 26
orang (65,0%).
4.3 Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen dengan menggunakan uji statistik Chi-Square
Test dengan tingkat kepercayaan 95%(ɑ=5%) dan untuk mengetahui kekuatan antara
faktor risiko (memiliki potensi) dengan pemanfaatan metode operasi pria digunakan
perhitungan Odds Ratio (OR). Analisis bivariat dilakukan dengan membuat tabel
silang (crosstab) 2x2. Berdasarkan hasil uji statistik akan diperoleh nilai p, dimana
nilai p<0,05 berarti terdapat hubungan yang bermakna antara variabel independen
dengan variabel dependen. Hasil analisis bivariat karakteristik responden
pemanfaatan metode operasi pria di kecamatan Medan Selayang tahun 2014 seperti
terlihat pada tabel berikut ini.
4.3.1 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pemanfaatan Metode Operasi Pria
Tabel 4.9 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pemanfaatan Metode
Operasi Pria
Tingkat
Pendidikan
Pemanfaatan Metode Operasi Pria
Nilai p
OR
(95%CI) (+) (-) n % n %
Menengah Dasar
20 20
50,0 50,0
23 17
57,5 42,5
0.501 0,739 (0,306-1,785)
Total 40 100,0 40 100,0
Berdasarkan tabel 4.9 hasil analisis hubungan tingkat pendidikan responden
dengan pemanfaatan metode operasi pria menggunakan uji statistik Chi-Square Test
diperoleh nilai p=0,501 (p>0,05) dan Odd Ratio (OR) = 0,739. Karena nilai p
(0,501)>ɑ(0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara
tingkat pendidikan dengan pemanfaatan metode operasi pria.
4.3.2 Hubungan Pengetahuan dengan Pemanfaatan Metode Operasi Pria
Tabel 4.10 Hubungan Pengetahuan dengan Pemanfaatan Metode Operasi Pria
Pengetahuan
Pemanfaatan Metode Operasi Pria Nilai p
OR
(95%CI) (+) (-)
n % n % Baik Tidak baik
30 10
75,0 25,0
19 21
47,5 52,5
0,012 3,316 (1,286-8,550)
Total 40 100,0 40 100,0
Berdasarkan tabel 4.10 terlihat bahwa dari 40 orang responden pada kelompok
yang memanfaatkan metode operasi pria yang berpengetahuan baik sebanyak 30
orang (75,0%) dan pada yang berpengetahuan tidak baik sebanyak 10 orang (25,0%).
Sedangkan dari 40 orang responden pada kelompok yang tidak memanfaatkan
metode operasi pria responden yang berpengetahuan baik sebanyak 19 orang (47,5%)
dan yang berpengetahuan tidak baik sebanyak 21 orang (52,5%). Hasil analisis
hubungan pengetahuan responden dengan pemanfaatan metode operasi pria
menggunakan uji statistik Chi-Square Test diperoleh nilai p=0,012 (p<0,05) dan Odd
Ratio (OR) = 3,316 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara
pengetahuan pada kelompok yang memanfaatkan metode operasi pria dan kelompok
yang tidak memanfaatkan metode operasi pria dengan pemanfaatan metode operasi
pria. Suami yang berpengetahuan baik mempunyai kemungkinan 3,316 kali lebih
besar untuk melakukan tindakan Metode Operasi Pria (MOP) dibanding yang tidak
mempunyai pengetahuan yang tidak baik.
4.3.3 Hubungan Sikap dengan Pemanfaatan Metode Operasi Pria
Tabel 4.11 Hubungan Sikap dengan Pemanfaatan Metode Operasi Pria
Sikap
Pemanfaatan Metode Operasi Pria Nilai p
OR
(95%CI) (+) (-)
n % n % Baik Tidak baik
20 20
50,0 50,0
11 29
27,5 72,5
0,039 2,636 (1,040-6,685)
Total 40 100,0 40 100,0
Berdasarkan tabel 4.10 terlihat bahwa dari 40 orang responden pada kelompok
yang memanfaatkan metode operasi pria yang bersikap baik sebanyak 20 orang
(50,0%) dan yang bersikap tidak baik sebanyak 20 orang (50,0%). Sedangkan pada
kelompok yang tidak memanfaatkan metode operasi pria responden yang bersikap
baik sebanyak 11 orang (27,5%) dan responden yang bersikap tidak baik sebanyak 29
orang (72,5%). Hasil analisis hubungan sikap responden dengan pemanfaatan metode
operasi pria menggunakan uji statistik Chi-Square Test diperoleh nilai p=0,039
(p<0,05) dan Odd Ratio (OR) = 2,636 artinya bahwa ada hubungan antara sikap
suami pada kelompok yang memanfaatkan metode operasi pria dan kelompok yang
tidak memanfaatkan metode operasi pria dengan pemanfaatan metode operasi pria.
Suami yang memiliki sikap baik memiliki kecenderungan 2,636 kali lebih besar
berpontensi untuk melakukan tindakan Metode Operasi Pria (MOP) di banding
dengan responden yang memiliki sikap tidak baik.
4.3.4 Hubungan Dukungan Istri dengan Pemanfaatan Metode Operasi Pria
Tabel 4.12 Hubungan Dukungan Istri dengan Pemanfaatan Metode Operasi Pria
Dukungan Istri Pemanfaatan Metode Operasi
Pria
Nilai p
OR (95%CI) (+) (-)
n % n % Mendukung Tidak mendukung
29 11
72,5 27,5
15 25
37,5 62,5
0,002 4,394 (1,709-11,295)
Total 40 100,0 40 100,0
Berdasarkan tabel 4.11 terlihat bahwa dari 40 orang responden pada kelompok
yang memanfaatkan metode operasi pria yang menyatakan bahwa istrinya
mendukung untuk melakukan tindakan Metode Operasi Pria (MOP) sebanyak 29
orang (72,5%) dan yang tidak mendukung sebanyak 11 orang (27,5%). Sedangkan
pada kelompok yang tidak memanfaatkan metode operasi pria yang menyatakan
bahwa istrinya mendukung untuk melakukan tindakan Metode Operasi Pria (MOP)
sebanyak 15 orang (37,5%) dan yang tidak mendukung sebanyak 25 orang (62,5%).
Hasil analisis hubungan dukungan istri responden dengan pemanfaatan metode
operasi pria menggunakan uji statistik Chi-Square Test diperoleh nilai p=0,002
(p<0,05) dan Odd Ratio (OR) = 4,394 artinya bahwa ada hubungan antara dukungan
istri pada kelompok yang memanfaatkan metode operasi pria dan kelompok yang
tidak memanfaatkan metode operasi pria dengan pemanfaatan metode operasi pria.
Istri yang memberi dukungan kepada suami akan memiliki kecenderungan 4,394 kali
berpotensi untuk melakukan tindakan Metode Operasi Pria (MOP) dibanding dengan
istri yang tidak mendukung suaminya.
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pemanfaatan Metode Operasi Pria
(MOP)
Berdasarkan hasil analisis univariat tingkat pendidikan pada kelompok yang
memanfaatkan metode operasi pria seimbang antara pendidikan menengah dan
pendidikan dasar sebanyak 20 orang (50,0%), sedangkan pada kelompok yang tidak
memanfaatkan metode operasi pria lebih banyak responden yang berpendidikan
menengah sebanyak 23 orang (57,5%). Hasil analisis bivariat tidak ada hubungan
antara tingkat pendidikan responden dengan pemanfaatan metode operasi pria di
kecamatan Medan Selayang dengan nilai p=0,501 (p>0,05). Artinya, responden yang
berkeinginan atau tidak berkeinginan untuk memanfaatkan metode operasi pria tidak
dipengaruhi oleh tinggi rendahnya tingkat pendidikan formal yang dimiliki
responden.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Lubis (2010) yang menyatakan bahwa
pendidikan tidak mempunyai pengaruh terhadap tingkatan keputusan menggunakan
vasektomi dengan nilai p=0,139. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Ginting
(2014) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
pendidikan dengan keikutsertaan vasektomi dengan nilai p=0,783.
Pendidikan adalah proses belajar yang berarti dalam pendidikan itu terjadi
proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih
baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok, atau masyarakat yang
memperoleh jenjang pendidikan normal. Konsep ini berangkat dari asumsi bahwa
manusia sebagai mahluk sosial dalam kehidupannya untuk mencapai nilai-nilai hidup
dalam masyarakat yang selalu memerlukan bantuan orang lain yang mempunyai
kelebihan. Dalam mencapai tujuan tersebut, seorang individu, kelompok atau
masyarakat tidak terlepas dari proses belajar (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Gerungan dalam Radita (2009) semakin tinggi tingkat pendidikan
akan jelas memengaruhi pribadi seseorang dalam berpendapat, berfikir, bersikap,
lebih mandiri dan rasional dalam mengambil keputusan dan tindakan. Hal ini juga
memengaruhi secara langsung seseorang dalam hal pengetahuannya akan orientasi
hidupnya termasuk dalam merencanakan keluarganya. Hubungan antara pendidikan
dengan pola pikir, persepsi dan perilaku masyarakat memang sangat signifikan,
dalam arti bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin rasional
dalam pengambilan berbagai keputusan. Peningkatan tingkat pendidikan akan
menghasilkan tingkat kelahiran yang rendah karena pendidikan akan memengaruhi
persepsi negatif terhadap nilai anak dan akan menekan adanya keluarga besar.
Purwoko (2000) dalam Notoadmojo (2010), mengemukakan pendidikan
merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi pengetahuan dan sikap tentang
metode kontrasepsi. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang
lebih rasional dari pada mereka yang berpendidikan rendah, lebih kreatif dan lebih
terbuka terhadap usaha-usaha pembaharuan. Ia juga lebih dapat menyesuaikan diri
terhadap perubahan-perubahan sosial. Secara langsung maupun tidak langsung dalam
hal Keluarga Berencana (KB). Karena pengetahuan KB secara umum diajarkan pada
pendidikan formal di sekolah dalam mata pelajaran kesehatan, pendidikan
kesejahteraan keluarga dan kependudukan. Semakin tinggi tingkat pendidikan
pasangan yang ikut KB, makin besar pasangan suami istri memandang anaknya
sebagai alasan penting untuk melakukan KB, sehingga semakin meningkatnya
pendidikan semakin tinggi proporsi mereka yang mengetahui dan menggunakan
kontrasepsi untuk membatasi jumlah anaknya.
5.2. Hubungan Pengetahuan dengan Pemanfaatan Metode Operasi Pria (MOP)
Berdasarkan analisis univariat mayoritas pengetahuan responden pada kelompok
yang memanfaatkan metode operasi adalah baik yaitu sebanyak 30 orang (75,0%),
sedangkan pada kelompok yang tidak memanfaatkan metode operasi pria mayoritas
pengetahuan responden adalah tidak baik yaitu sebanyak 21 orang (52,5%). Ini
menunjukkkan bahwa semakin bertambahnya pengetahuan seseorang maka semakin
meningkatnya kesadaran seseorang untuk ber-KB. Hasil analisis bivariat ada
hubungan pengetahuan dengan pemanfaatan metode operasi pria di Kecamatan
Medan Selayang dengan nilai p=0,012 (p<0,05) dan Odd Ratio (OR) = 3,316, ini
menunjukkan bahwa suami yang berpengetahuan baik mempunyai kemungkinan
3,316 kali lebih besar untuk melakukan tindakan Metode Operasi Pria (MOP)
dibanding yang tidak mempunyai pengetahuan yang tidak baik.
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, responden yang mau
memanfaatkan metode operasi pria mayoritas berpengetahuan baik karena mereka
sering mendapatkan informasi tentang metode operasi pria dari rekan kerja mereka,
sedangkan pengetahuan responden yang tidak memanfaatkan metode operasi pria
dinyatakan tidak baik ini dikarenakan kurangnya sosialisasi serta informasi dari
petugas kesehatan di kecamatan Medan Selayang tersebut, karena ada sebagian kecil
yang menyatakan tidak tahu dan tidak mengenal jenis kontrasepsi vasektomi (metode
operasi pria). Tidak hanya itu ada juga responden yang menganggap tindakan metode
operasi adalah salah satu tindakan yang dapat mengganggu aktifitas seksual, padahal
kenyataannya metode operasi pria merupakan salah satu jenis kongtrasepsi yang tidak
menggangu aktifitas seksual.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Manurung (2012) yang
menunjukkan bahwa pengetahuan memiliki pengaruh terhadap keputusan suami
dalam memilih vasektomi. Pengetahuan merupakan cara seseorang mengetahui segala
sesuatu. Hasil penelitian yang sama oleh Wijayanti (2004) melalui wawancara
mendalam dan observasi dapat diketahui bahwa kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang metode operasi pria inilah yang merupakan faktor utama penyebab mereka
tidak memilih metode operasi pria sebagai alat kontrasepsi. Semakin baik
pengetahuannya, maka semakin tahu seseorang alat kontrasepsi yang cocok untuk
dirinya, khususnya pada KB dengan menggunakan metode operasi pria yang
membutuhkan penjelasan atau sosialisasi secara mendalam agar suami tidak
menganggap tindakan metode operasi pria tersebut adalah hal yang menakutkan
karena membutuhkan tindakan operasi. Apabila suami sudah memiliki pengetahuan
yang baik tentang KB pria yang menggunakan metode operasi pria maka tidak akan
muncul penyesalan setelah melakukan tindakan metode operasi pria dan menganggap
bahwa tindakan metode operasi pria merupakan tindakan yang aman dan sederhana.
Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung atau pun melalui
pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan baik
secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan yang
bertujuan untuk meningkatkan prilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pengukuran pengetahuan dapat
dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan materi yang ingin
diukur dari objek penelitian atau responden kedalam pengetahuan yang ingin
diketahui (Notoatmodjo, 2010).
5.3 Hubungan Sikap dengan Pemanfaatan Metode Operasi Pria (MOP)
Berdasarkan analisis univariat mayoritas sikap responden pada kelompok yang
memanfaatkan metode operasi pria adalah seimbang yaitu sebanyak 20 orang
(50,0%), sedangkan pada kelompok yang tidak memanfaatkan metode operasi pria
mayoritas sikap responden adalah tidak baik yaitu sebanyak 29 orang (72,5%). Hal
ini menyatakan bahwa tindakan metode operasi pria masih kurang diminati oleh
kalangan pria dan menganggap bahwa ber-KB adalah urusan istri.
Dan hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan sikap responden
dengan pemanfaatan metode operasi pria dengan menggunakan uji statistik dengan
nilai p=0,039 (p<0,05) dengan nilai OR = 2,636. Ini menunjukkan bahwa dengan
sikap positif responden terhadap KB pria terutama tindakan metode operasi pria bisa
meningkatkan pemanfaatan metode operasi pria karena sikap dapat memengaruhi
seseorang untuk ber-KB atau tidak ber-KB.
Seperti hasil wawancara dilapangan responden yang memanfaatkan metode
operasi pria mayoritas bersikap baik karena mereka mau melakukan tindakan metode
operasi pria karena adanya kompensasi dari pemerintah berupa uang sebanyak
Rp.150.000, setelah mereka dilakukan tindakan metode operasi pria mereka akan
mendapatkan konseling dari petugas kesehatan sehingga pemahaman mereka tentang
metode operasi pria semakin meningkat, sedangkan responden yang tidak
memanfaatkan metode operasi pria beranggapan bahwa KB bertentangan dengan
agama (Islam). Responden mengatakan bahwa anak adalah pembawa rejeki dan tidak
boleh dihalangi/diberhentikan dengan ber-KB. Ini menunjukkan bahwa sikap suami
terhadap pemanfaatan metode operasi pria kurang baik (negatif), suami masih tabu
terhadap penggunaan alat kontrasepsi sehingga suami masih tertutup dan tidak
berkeinginan untuk ber-KB.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Lubis (2014) yang menyatakan
bahwa adanya hubungan antara sikap dengan keikutsertaan pria menjadi akseptor
vasektomi yaitu semakin tinggi sikap positif pria terhadap vasektomi maka semakin
baik keikutsertaan pria menjadi akseptor vasektomi. Sikap merupakan reaksi atau
respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Dengan
perkataan lain dapat dikatakan bahwa sikap adalah tanggapan atau persepsi seseorang
terhadap apa yang diketahuinya (Notoatmodjo, 2012).
5.4 Hubungan Dukungan Istri dengan Pemanfaatan Metode Operasi Pria
(MOP)
Berdasarkan analisis univariat mayoritas dukungan istri responden pada
kelompok yang memanfaatkan metode operasi pria adalah mendukung yaitu
sebanyak 29 orang (72,5%), sedangkan pada kelompok yang tidak memanfaatkan
metode operasi pria mayoritas dukungan istri responden adalah tidak mendukung
yaitu sebanyak 25 orang (62,5%). Sedangkan hasil analisis bivariat menyatakan
adanya hubungan dukungan istri dengan pemanfaatan metode operasi pria dengan
nilai p=0,002 (p<0,005) dengan nilai OR = 4,394.
Hal ini menjelaskan bahwa istri adalah orang yang paling dekat dengan suami.
Istri selalu mendampingi suami untuk mengambil keputusan dalam rumah tangga.
Jika istri mendukung suami dalam pengambilan keputusan, maka umumnya suami
tidak akan ragu untuk mengambil keputusan dan tidak menimbulkan penyesalan
terhadap keputusannya. Hasil wawancara yang telah dilakukan bahwa istri yang
memeberikan izin kepada suaminya untuk melakukan tindakan metode operasi pria
karena kebanyakan istrinya kurang cocok dengan alat kontrasepsi lain sehingga
mereka mengizinkan suaminya untuk dilakukan tindakan metode operasi pria. Bagi
istri yang tidak menyarankan suaminya untuk memanfaatkan metode operasi pria
dikarenakan istri khawatir suaminya berselingkuh, padahal tujuan pemerintah
mengadakan kompensasi pemakaian metode operasi pria kepada masyarakat agar
suami juga ikut serta dalam ber-KB karena KB bukan hanya tanggung jawab istri
saja.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Manurung (2012)
bahwa dukungan istri memiliki hubungan dalam memilih vasektomi/MOP sebagai
alat kontrasepsi pria. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Lubis (2010)
bahwa dukungan istri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkatan
keputusan menggunakan vasektomi.
Menurut Friedmen (1968) dalam Notoadmodjo (2007) Dukungan keluarga
mengacu pada dukungan sosial yang dipandang oleh anggota keluarga. Dukungan
keluarga (suami/ istri) memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap
memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Baik keluarga inti maupun
keluarga besar berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggota anggotanya.
Menurut Arwen (2007) dalam Lubis (2010) persetujuan seorang istri
dipandang sebagai kunci untuk memutuskan menggunakan vasektomi. Lebih dari
50% dari seluruh pasangan yang suaminya menjalani vasektomi di Tanzania
mengatakan bahwa persetujuan istri sebagai salah satu faktor dalam pengambilan
keputusan. Namun tidak selamanya persetujuan istri selalu dipandang perlu dalam
pengambilan keputusan. Ada sebagian istri yang justru tidak ingin suaminya ber-KB
khususnya menggunakan alat kontrasepsi pria jenis MOP karena khawatir
dimanfaatkan untuk berselingkuh padahal penggunaan alat kontrasepsi pria akan
menyebabkan istri tidak perlu memakai alat kontrasepsi wanita lagi sehingga
terhindar dari efek samping seperti kegemukan, perdarahan, dan keputihan.
BAB 6 KESIMPULAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan analisa yang dilakukan mengenai determinan
Pemanfaatan Metode Operasi (MOP) pria di Kecamatan Medan Selayang dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh dari 40 responden yang memanfaatkan
metode operasi pria mereka memilih memanfaatkan metode operasi pria
karena mayoritas sudah memiliki 3 orang anak yaitu sebanyak 11 orang
(27,5%), sedangkan kelompok yang tidak memanfaatkan metode operasi pria
mayoritas sudah memiliki anak 2 dan 3 anak yaitu sebanyak 12 orang
(30,0%) tetapi mereka belum berkeinginan untuk memanfaatkan metode
operasi pria.
1.2 Berdasarkan hasil bivariat variabel yang berhubungan dengan pemanfaatan
metode operasi pria adalah pengetahuan dengan nilai Odd Ratio (OR)=3,316
yang artinya pengetahuan baik memiliki 3,316 lebih besar untuk melakukan
tindakan Metode Operasi Pria (MOP) dibanding yang tidak mempunyai
pengetahuan yang tidak baik, sikap dengan nilai Odd Ratio (OR)=2,636 yang
artinya sikap yang baik memiliki 2,636 lebih besar untuk melakukan tindakan
Metode Operasi Pria (MOP) dibanding yang tidak mempunyai sikap yang tidak
baik, serta dukungan istri dengan nilai Odd Ratio (OR)=4,394 yang artinya istri
yang mendukung suami memiliki 4,394 lebih besar untuk melakukan tindakan
Metode Operasi Pria (MOP) dibanding istri yang tidak mendukung. Sedangkan
tingkat pendidikan tidak ada hubungan dengan pemanfaatan metode operasi pria.
1.3 Saran
1. Dengan mengetahui determinan pemanfaatan Metode Operasi Pria (MOP) di
Kecamatan Medan Selayang, maka diharapkan pemerintah setempat terutama
petugas kesehatan dan petugas lapangan KB di Kecamatan Medan Selayang,
dapat memberikan perhatian yang lebih seperti memberikan informasi secara
meluas sehingga dapat meningkatkan cakupan KB pria, khususnya sosialisasi
tentang Metode Operasi Pria (MOP) yang menekankan bahwa tindakan
Metode Operasi Pria (MOP) merupakan tindakan sederhana dan aman.
2. Diharapkan ada kerja sama antara petugas kesehatan dengan tokoh
masyarakat ataupun kader untuk memberi pemahaman kepada suami supaya
menjadi akseptor KB pria yang bertanggung jawab, dalam arti tidak
menyalahgunakan KB tersebut sehingga istri dapat mendukung suami untuk
ber-KB tanpa khawatir kepada suaminya.
DAFTAR PUSTAKA
BkkbN. 2012. Arah Kebijakan dan Strategi BkkbN Tahun 2013. www. BkkbN. go. Id
.2013. Rencana Strategi BkkbN Tahun 2014. www. BkkbN. go. Id
BPPKB. 2013. Data Dan Informasi Program KB Nasional Kota Medan Bulan Januari S.D Desember 2013. BPPKB Kota Medan
. 2014. Data Dan InformasiProgram KB Nasional Kota Medan Bulan Januari S.D Juni 2014. BPPKB Kota Medan
Effendi Sofian dan Tukiran (Ed). 2012. Metode Penelitian Survei. Yogyakarta: LP3ES
Ekarini, M. 2008. Faktor – Faktor Rendahnya Partisipasi KB Pada Pria.
(Media Elektronik). Diakses Pada Tanggal 22 September 2008. http://eprints.undip.ac.id/18291/1/Sri_Madya_Bhakti_Ekarini. com
Everett, Suzanne. 2012. Kontrasepsi Dan Kesehatan Seksual Reproduktif. Jakarta:
EGC
Ginting, Edisa Putra. 2014. Pengaruh Faktor Personal, Sosial, Dan Situsional Terhadap Keikutsertaan Vasektomi Di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi. Tesis Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara
Hartanto, Hanafi. 2010. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: PT Tema Baru
Hidayat, A. 2007. Metode Penelitian Kebidanan Dan Teknik Analisis Data. Surabaya: Salemba Medika
Kusmiran, E. 2012. Kesehatan Reproduksi Remajadan Wanita. Jakarta: Salemba Medika
Lubis, Ade Yus Muliani Lubis. 2010. Pengaruh Karakteristik Akseptor Vasektomi Dan Kompensasi Terhadap Tingkatan Keputusan
Menggunakan Vasektomi Di Kota Tebing Tinggi Tahun 2009. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Manuaba dkk, 2002. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan Dan KB Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2010. Konsep Obstetri & Ginekologi Sosial Indopnesia. Jakarta: EGC
Manurung, Sarida Surya. 2012. Analisis Faktor Yang Memengaruhi Suami Dalam Memilih Kontrasepsi Vasektomi Di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012. Tesis Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara
Meilani, Niken dkk. 2010. Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta: Fitramaya
Mulyani, Nina Siti dan Mega Rinawati. 2013. Keluarga Berencana dan Alat Kontrasepsi. Yogyakarta: Numed
Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta
. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
. 2012. Promosi Kesehatan dan Prilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Pinem, Saroha. 2009. Kesehatan Reproduksi Dan Kontrasepsi. Jakarta: TIM
Purba, Julia Alistawaty. 2013. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pemenuhan Hak-Hak Reproduksi Dalam Ber-Keluarga Berencana Pada Wanita Pasangan Usia Subur Yang Bekerja Dirumah Sakit Umum Materna Medan Tahun 2013. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Proverawati, A, S. 2009. Panduan Memilih Kontrasepsi. Jakarta: Natawijaya
Radita, K. 2009. Analisis Keikutsertaan Pria Dalam Memilih Kontrasepsi. (Media elektronik) Diakses pada tanggal 23 Maret 2009. http://eprints.undip.ac.id/19194/1Radita_Kusumaningrum.pdf.com
SDKI. 2012. Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta
Sugiarto, Eko. 2013. Master EYD Edisi Baru. Yogyakarta: Suaka Media Yogyakarta
Sugiyono, 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D Bandung:
Alfabeta Supranto, J. 2010. Analisis Multivariat Arti dan Interpretasi. Jakarta: Rhineka
Cipta
Suratun dkk. 2008. Pelayanan Keluarga Berencana & Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Natawijaya
Wijayanti. 2004. Studi Kualitatif Alasan Akseptor Laki-laki tidak Me milih MOP sebagai Kontrasepsi Pilihan di Desa Timpik Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang. Semarang: Publikasi Ilmiah Program Studi DIV Kebidanan Stikes Ngadu Waluyo
Yuhedi, Lucky Taufika dan Titik Kurniawati. 2013. Kependudukan dan Pelayanan KB. Jakarta: EGC
LEMBAR KUISIONER PENELITIAN
DETERMINAN PEMANFAATAN METODE OPERASI PRIA (MOP) DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG
TAHUN 2014
No Urut :
Nama responden :
Alamat :
Umur :
Suku :
Agama :
Jumlah anak dan usia anak :
Pendidikan terakhir responden : 1. SMA, Diploma dan Sarjana
2. SD dan SMP
A. Pengetahuan
Jawablah pernyataan berikut dengan memberi tanda silang (x) untuk pilihan jawaban yang anda anggap paling benar
1. Menurut Bapak apa yang dimaksud dengan kontrasepsi?
a. Upaya untuk mencegah kehamilan
b. Tidak dapat mencegah terjadinya pembuahan (kehamilan)
c. Alat untuk memperoleh anak
Jika ada yang lain, sebutkan…
2. Apa saja jenis-jenis kontrasepsi untuk pria?
a. Kondom dan Metode Operasi Pria/Vasektomi
b. IUD dan suntik
c. Pil dan Tubektomi
Jika ada yang lain, sebutkan…
3. Menurut Bapak apa yang dimaksud dengan Metode Operasi Pria
(MOP)/vasektomi?
a. Tindakan operasi besar dengan cara mengikat saluran sperma tetapi masih
dapat terjadinya pembuahan (kehamilan)
b. Tindakan operasi ringan dengan cara mengikat dan memotong saluran
sperma sehingga tidak terjadi pembuahan (kehamilan)
c. Tindakan operasi ringan yang tidak menghasilkan apapun
Jika ada yang lain, sebutkan…
4. Apa keuntungan dari Metode Operasi Pria/Vasektomi?
a. Lebih efektif dan tidak menggangu hubungan seksual suami dan istri
b. Tidak permanen
c. 1 (Satu) hari setelah dilakukan tindakan operasi tidak memerlukan
kondom/alat kontrasepsi lain
Jika ada yang lain, sebutkan…
5. Apa kekurangan dari Metode Operasi Pria/Vasektomi?
a. Tidak permanen
b. Dilakukan pembedahan yang besar dan sulit
c. Tidak memberikan perlindungan terhadap infeksi menular seksual HIV
Jika ada yang lain, sebutkan…
6. Metode Operasi Pria merupakan alat kontrasepsi yang permanen sehingga alat
kontrasepsi ini tidak harus diingat-ingat, ini adalah salah satu?
a. Kelebihan Metode Operasi Pria
b. Kekurangan Metode Operasi Pria
c. Efek samping Metode Operasi Pria
Jika ada yang lain, sebutkan…
7. Apa syarat menjadi pasien untuk tindakan metode operasi pria?
a. Sudah memiliki anak minimal 2 anak dan tidak ingin menambah jumlah anak
lagi
b. Pasangan suami istri yang masih ingin menambah anak lagi
c. Minimal memiliki 4 jumlah anak dalam satu keluarga
Jika ada yang lain, sebutkan…
8. Setelah dilakukan tindakan operasi pada pria (vasektomi) harus masih
menggunakan alat kontrasepsi lain karena ditakutkan sisa-sisa sperma masih ada
pada cairan mani, sepengetahuan Bapak berapa lama dibutuhkan pemakaian alat
kontrasepsi lain?
a. 3 bulan
b. 1 bulan
c. 2 minggu
Jika ada yang lain, sebutkan…
9. Metode Operasi Pria tidak dianjurkan kepada pria yang menderita?
a. Penderita hernia
b. Penderita asam lambung
c. Penderita katarak
Jika ada yang lain, sebutkan…
10. Metode Operasi Pria sangat dianjurkan jika…
a. Pasangan yang sudah tidak lagi ingin menambah jumlah anak
b. Penderita diabetes
c. Pasangan yang istrinya belum pernah melahirkan
Jika ada yang lain, sebutkan…
B. Sikap
Jawablah pernyataan berikut dengan memberi tanda checklist (√) untuk pilihan yang anda anggap paling benar. SS=Sangat Setuju, S=Setuju, TS=Tidak Setuju, STS=Sangat Tidak Setuju No Pertanyaan SS S TS STS
1. Salah satu jenis kontrasepsi pria adalah Metode Operasi Pria (MOP) yang bisa digunakan bila pasangan memiliki keluhan dengan alat kontrasepsi lainnya
2. Memilih kontrasepsi Metode Operasi Pria karena tindakannya tidak memerlukan waktu perawatan yang lama.
3. Memilih kontrasepsi Metode Operasi Pria karena kewajiban KB bukan hanya pada istri
4. Setelah memiliki jumlah anak minimal 2 (dua) diharapkan melakukan Metode Operasi Pria
5. Kelebihan Metode Operasi Pria (MOP) dari kontrasepsi lainnya yaitu dapat dipakai seumur hidup (bersifat permanen)
C. Dukungan Istri
Jawablah pernyataan berikut dengan memberi tanda silang (×) untuk pilihan yang anda anggap paling benar.
1. Apakah istri anda pernah menyarankan anda untuk melakukan tindakan Metode
Operasi Pria (MOP)?
a. Ya, alasan…
b. Tidak, alasan…
2. Apakah istri anda perna memberikan informasi tentang kelebihan Metode
Operasi Pria?
a. Ya, sebutkan…
b. Tidak
3. Apakah istri anda mengizinkan anda untuk melakukan tindakan Metode Operasi
Pria?
a. Ya, alasan…
b. Tidak, alasan…
4. Apakah istri anda pernah melarang anda untuk melakukan tindakan Metode
Operasi Pria?
a. Ya, alasan….
b. Tidak, alasan….
5. Apakah istri anda khawatir/takut jika anda melakukan tindakan Metode Operasi
Pria?
a. Ya, alasan…
b. Tidak, alasan…
D. Pemanfataan Metode Operasi Pria
Jawablah pernyataan dibawah ini sesuai pendapat anda
Apakah saat ini Bapak sudah memanfaatkan Metode Operasi Pria?
Jika Ya,
1. Sejak kapan Bapak memanfaatkan
Metode Operasi Pria?…..
2. Apa alasan Bapak memanfaatkan
Metode Operasi Pria?...
3. Apakah Bapak mengetahui
keuntungannya?...
4. Apakah Bapak mengetahui
kerugiannya?...
5. Siapa yang pertama kali mendukung
Bapak?...
6. Apa yang Bapak rasakan setelah
dilakukan tindakan dengan Metode
Operasi Pria?...
Jika Tidak,
1. Alasan Bapak tidak memanfaatkan
Metode Operasi Pria?...
2. Apakah Bapak mengetahui jenis
kontrasepsi seperti Metode Operasi
Pria?...
3. Keuntungan Metode Operasi Pria
menurut Bapak?...
4. Kerugian Metode Operasi Pria
menurut Bapak?...
5. Apakah ada faktor lain yang tidak
mendukung?...
6. Apakah Bapak pernah mendapat
informasi tentang Metode Operasi
Pria?...
Jika Ya, Sebutkan siapa?...
Statistics
UmurK Suku responden
Agama
responden
N Valid 40 40 40
Missing 0 0 0
Frequency Table
UmurK
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid <40 tahun 15 37.5 37.5 37.5
40-50 tahun 22 55.0 55.0 92.5
>50 tahun 3 7.5 7.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
Suku responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Jawa 14 35.0 35.0 35.0
Batak 15 37.5 37.5 72.5
Melayu 9 22.5 22.5 95.0
Padang 2 5.0 5.0 100.0
Total 40 100.0 100.0
Agama responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Islam 29 72.5 72.5 72.5
Protestan 10 25.0 25.0 97.5
Katolik 1 2.5 2.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
Statistics
Pendidikan
responden PengetahaunK SikapK
Dukungan istri
responden
N Valid 40 40 40 40
Missing 0 0 0 0
Frequency Table
Pendidikan responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Menengah 20 50.0 50.0 50.0
Dasar 20 50.0 50.0 100.0
Total 40 100.0 100.0
PengetahaunK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Baik 30 75.0 75.0 75.0
Tidak baik 10 25.0 25.0 100.0
Total 40 100.0 100.0
SikapK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Baik 20 50.0 50.0 50.0
Tidak baik 20 50.0 50.0 100.0
Total 40 100.0 100.0
Dukungan istri responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Mendukung 29 72.5 72.5 72.5
Tidak mendukung 11 27.5 27.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
Statistics
UmurK Suku responden
Agama
responden
N Valid 40 40 40
Missing 0 0 0
Frequency Table
UmurK
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid <40 tahun 13 32.5 32.5 32.5
40-50 tahun 23 57.5 57.5 90.0
>50 tahun 4 10.0 10.0 100.0
Total 40 100.0 100.0
Suku responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Jawa 14 35.0 35.0 35.0
Batak 18 45.0 45.0 80.0
Melayu 5 12.5 12.5 92.5
Padang 3 7.5 7.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
Agama responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Islam 29 72.5 72.5 72.5
Protestan 10 25.0 25.0 97.5
Katolik 1 2.5 2.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
Statistics
Pendidikan
responden PengetahaunK SikapK
Dukungan istri
responden
N Valid 40 40 40 40
Missing 0 0 0 0
Frequency Table
Pendidikan responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Menengah 23 57.5 57.5 57.5
Dasar 17 42.5 42.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
PengetahaunK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Baik 19 47.5 47.5 47.5
Tidak baik 21 52.5 52.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
SikapK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Baik 11 27.5 27.5 27.5
Tidak baik 29 72.5 72.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
Dukungan istri responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Mendukung 15 37.5 37.5 37.5
Tidak mendukung 25 62.5 62.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pendidikan responden *
Pemanfaatan metode operasi
pria
80 100.0% 0 .0% 80 100.0%
Pendidikan responden * Pemanfaatan metode operasi pria Crosstabulation
Count
Pemanfaatan metode operasi pria
Memanfaatkan
Tidak
memanfaatkan Total
Pendidikan responden Menengah 20 23 43
Dasar 20 17 37
Total 40 40 80
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .453a 1 .501
Continuity Correctionb .201 1 .654
Likelihood Ratio .453 1 .501
Fisher's Exact Test .654 .327
Linear-by-Linear Association .447 1 .504
N of Valid Cases 80
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Pendidikan
responden (Menengah/
Dasar)
.739 .306 1.785
For cohort Pemanfaatan
metode operasi pria =
Memanfaatkan
.860 .556 1.332
For cohort Pemanfaatan
metode operasi pria = Tidak
memanfaatkan
1.164 .745 1.820
N of Valid Cases 80
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
PengetahaunK *
Pemanfaatan metode operasi
pria
80 100.0% 0 .0% 80 100.0%
PengetahaunK * Pemanfaatan metode operasi pria Crosstabulation
Count
Pemanfaatan metode operasi pria
Memanfaatkan
Tidak
memanfaatkan Total
PengetahaunK Baik 30 19 49
Tidak baik 10 21 31
Total 40 40 80
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 6.373a 1 .012
Continuity Correctionb 5.267 1 .022
Likelihood Ratio 6.480 1 .011
Fisher's Exact Test .021 .011
Linear-by-Linear Association 6.293 1 .012
N of Valid Cases 80
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.50.
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 6.373a 1 .012
Continuity Correctionb 5.267 1 .022
Likelihood Ratio 6.480 1 .011
Fisher's Exact Test .021 .011
Linear-by-Linear Association 6.293 1 .012
N of Valid Cases 80
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for
PengetahaunK (Baik / Tidak
baik)
3.316 1.286 8.550
For cohort Pemanfaatan
metode operasi pria =
Memanfaatkan
1.898 1.088 3.312
For cohort Pemanfaatan
metode operasi pria = Tidak
memanfaatkan
.572 .373 .878
N of Valid Cases 80
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
SikapK * Pemanfaatan
metode operasi pria
80 100.0% 0 .0% 80 100.0%
SikapK * Pemanfaatan metode operasi pria Crosstabulation
Count
Pemanfaatan metode operasi pria
Memanfaatkan
Tidak
memanfaatkan Total
SikapK Baik 20 11 31
Tidak baik 20 29 49
Total 40 40 80
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 4.266a 1 .039
Continuity Correctionb 3.371 1 .066
Likelihood Ratio 4.313 1 .038
Fisher's Exact Test .066 .033
Linear-by-Linear Association 4.213 1 .040
N of Valid Cases 80
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for SikapK (Baik /
Tidak baik)
2.636 1.040 6.685
For cohort Pemanfaatan
metode operasi pria =
Memanfaatkan
1.581 1.032 2.421
For cohort Pemanfaatan
metode operasi pria = Tidak
memanfaatkan
.600 .353 1.017
N of Valid Cases 80
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Dukungan istri responden *
Pemanfaatan metode operasi
pria
80 100.0% 0 .0% 80 100.0%
Dukungan istri responden * Pemanfaatan metode operasi pria Crosstabulation
Count
Pemanfaatan metode operasi pria
Memanfaatkan
Tidak
memanfaatkan Total
Dukungan istri responden Mendukung 29 15 44
Tidak mendukung 11 25 36
Total 40 40 80
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 9.899a 1 .002
Continuity Correctionb 8.535 1 .003
Likelihood Ratio 10.124 1 .001
Fisher's Exact Test .003 .002
Linear-by-Linear Association 9.775 1 .002
N of Valid Cases 80
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.00.
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 9.899a 1 .002
Continuity Correctionb 8.535 1 .003
Likelihood Ratio 10.124 1 .001
Fisher's Exact Test .003 .002
Linear-by-Linear Association 9.775 1 .002
N of Valid Cases 80
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Dukungan istri
responden (Mendukung /
Tidak mendukung)
4.394 1.709 11.295
For cohort Pemanfaatan
metode operasi pria =
Memanfaatkan
2.157 1.262 3.688
For cohort Pemanfaatan
metode operasi pria = Tidak
memanfaatkan
.491 .309 .781
N of Valid Cases 80